inisiasi pengendalian tb di indonesia dapat ditelusuri sejak masa pra

4
Inisiasi pengendalian TB di Indonesia dapat ditelusuri sejak masa pra-kemerdekaan. Terdapat empat tonggak penting yang menandai perkembangan implementasi dan pencapaian program pengendalian TB (Tabel 4). Manajemen Program Pengendalian TB Keberhasilan ekspansi strategi DOTS di Indonesia membutuhkan dukungan manajerial yang kuat. Desentralisasi pelayanan kesehatan berpengaruh negatif terhadap kapasitas sumber daya manusia dan pengembangan program pengendalian TB. Meskipun dilaporkan bahwa 98% staf di Puskesmas dan lebih kurang 24% staf TB di rumah sakit telah dilatih, program TB harus tetap melakukan pengembangan sumber daya manusia mengingat tingkat mutasi staf yang cukup tinggi. Tantangan baru yang harus dihadapi oleh program TB meningkatkan kebutuhan akan pelatihan strategi DOTS maupun kebutuhan akan pelatihan dengan topik baru seperti halnya tata laksana MDR-TB, PAL, PPI TB, dan lainnya. Pelatihan strategi DOTS tetap dibutuhkan mengingat ekspansi strategi DOTS dengan perluasan jenis dan jumlah fasilitas pelayanan kesehatan serta berbagai inovasi untuk memperkuat penerapan strategi DOTS (misalnya alat diagnostik yang baru, TB elektronik, ACSM,

Upload: edo

Post on 27-Jan-2016

213 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

inisiasi pengendalian

TRANSCRIPT

Page 1: Inisiasi Pengendalian TB Di Indonesia Dapat Ditelusuri Sejak Masa Pra

Inisiasi pengendalian TB di Indonesia dapat ditelusuri sejak masa pra-kemerdekaan. Terdapat empat tonggak penting yang menandai perkembangan implementasi dan pencapaian program pengendalian TB (Tabel 4).

Manajemen Program Pengendalian TB

Keberhasilan ekspansi strategi DOTS di Indonesia membutuhkan dukungan manajerial yang kuat. Desentralisasi pelayanan kesehatan berpengaruh negatif terhadap kapasitas sumber daya manusia dan pengembangan program pengendalian TB. Meskipun dilaporkan bahwa 98% staf di Puskesmas dan lebih kurang 24% staf TB di rumah sakit telah dilatih, program TB harus tetap melakukan pengembangan sumber daya manusia mengingat tingkat mutasi staf yang cukup tinggi. Tantangan baru yang harus dihadapi oleh program TB meningkatkan kebutuhan akan pelatihan strategi DOTS maupun kebutuhan akan pelatihan dengan topik baru seperti halnya tata laksana MDR-TB, PAL, PPI TB, dan lainnya. Pelatihan strategi DOTS tetap dibutuhkan mengingat ekspansi strategi DOTS dengan perluasan jenis dan jumlah fasilitas pelayanan kesehatan serta berbagai inovasi untuk memperkuat penerapan strategi DOTS (misalnya alat diagnostik yang baru, TB elektronik, ACSM, manajemen logistik). Selain itu, faktor keterbatasan jumlah staf, rotasi staf di fasilitas pelayanan kesehatan dan dinas kesehatan serta kesinambungan antar pelatihan juga menjadi tantangan dalam pengembangan sumber daya manusia di era desentralisasi. Konsekuensi dari kebutuhan pelatihan yang tinggi adalah kebutuhan ketersediaan fasilitator tambahan dengan jumlah, keterampilan dan keahlian spesifik yang memadai. Selain melalui pelatihan, pengembangan sumber daya manusia juga dapat dilakukan melalui on the job training dan supervisi.

Monitoring dan evaluasi seharusnya dilakukan melalui kegiatan supervisi (on the job training) dan pertemuan triwulanan di berbagai tingkat. Akibat kekurangan sumber daya (SDM,

Page 2: Inisiasi Pengendalian TB Di Indonesia Dapat Ditelusuri Sejak Masa Pra

dana dan logistik) supervisi di provinsi dan kabupaten/kota tidak dilaksanakan secara rutin, sementara tantangan dalam program TB semakin kompleks. Pengembangan sistem informasi elektronik dan sistem informasi geografis direncanakan untuk meningkatkan kualitas perencanaan dan penanganan penderita yang lebih baik. Selain itu, pertemuan monitoring dan evaluasi triwulanan juga dilaksanakan di tingkat Puskesmas, sebagai upaya untuk meningkatkan mutu laboratorium, memvalidasi data dan mengoptimalkan jejaring TB.

Rejimen pengobatan TB di program pengendalian TB nasional telah menggunakan paket Fixed Dose Combination (FDC), meskipun demikian, bentuk paket CombiPak masih tetap disediakan bagi pasien dengan efek samping obat. Ketersediaan semua jenis obat TB lini pertama merupakan bagian dari lima strategi utama DOTS, dan seharusnya dijamin oleh pemerintah dalam jumlah yang memadai untuk memenuhi kebutuhan di Indonesia dengan persediaan untuk buffer stock. Saat ini, hanya 13 dari 32 provinsi yang telah mendapatkan distribusi obat FDC langsung dari tingkat pusat.

Kemitraan

Mitra TB adalah setiap orang atau kelompok yang memiliki kepedulian, kemauan, kemampuan dan komitmen yang tinggi untuk memberikan dukungan serta kontribusi pada pengendalian TB dengan berperan sesuai potensinya. Potensi tersebut dimanfaatkan secara optimal untuk keberhasilan pengendalian TB. Setiap mitra harus memiliki pemahaman yang sama akan tujuan kemitraan TB, yakni terlaksananya upaya percepatan pengendalian TB secara efektif, efisien dan berkesinambungan.

Page 3: Inisiasi Pengendalian TB Di Indonesia Dapat Ditelusuri Sejak Masa Pra