informed consent sebagai perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan

37
informed consent sebagai perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan PENDAHULUAN Informed consent sebagai perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan. Latar Belakang Hak asasi manusia untuk hidup sehat yang dicanangkan oleh masyarakat internasional sudah tumbuh menjadi tekad bangsa-bangsa di Dunia untuk meyelengarakan kehidupan manusia yang sejahtera, oleh karena itu istilah keseahtan harus diartikan “ Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan social yang memungkinkan setiap orang hidup proaktif secara social dan ekonomi. Sumber utama dari pernyataan baru tentang kesehatan dalam arti kesejahteraan itu berakar dari piagam atlantik 1942, piagam PBB 1945, dan deklarasi Hak azasi sedunia 1948. Muatan nilai norma hak asasi manusia tertuang dalam pasal 22, 25 ,dan 29 yang pada pokoknya” the right to healt care” dan “social welfare” merupakan azas dari Negara yang menyelenggarakan “ the general welfare in a democratic society”. Ketiga sumber nilai hukum ini ditindaklanjuti melalui deklarasi

Upload: khairunissa-ifmi

Post on 28-Nov-2015

36 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

artikel entang informed consent sebagai perlindungan hukum untuk tenaga kesehatan

TRANSCRIPT

informed consent sebagai perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan

PENDAHULUAN Informed consent sebagai perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan.

Latar Belakang

             Hak asasi manusia untuk hidup sehat yang dicanangkan oleh masyarakat

internasional sudah tumbuh menjadi tekad bangsa-bangsa di Dunia untuk

meyelengarakan kehidupan manusia yang sejahtera, oleh karena itu istilah

keseahtan harus diartikan “ Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa

dan social yang memungkinkan setiap orang hidup proaktif secara social dan

ekonomi.

Sumber utama dari pernyataan baru tentang kesehatan dalam arti

kesejahteraan itu berakar dari piagam atlantik 1942, piagam PBB 1945, dan

deklarasi Hak azasi sedunia 1948. Muatan nilai norma hak asasi manusia tertuang

dalam pasal 22, 25 ,dan 29 yang pada pokoknya” the right to healt care” dan

“social welfare” merupakan azas dari Negara yang menyelenggarakan “ the

general welfare in a democratic society”. Ketiga sumber nilai hukum ini

ditindaklanjuti melalui deklarasi Helsinki 1964, deklarasi Libson 1981 dan

beberapa kesepakatan internasional lainya yaitu pelayanan kesehatan yang

berunsur Hak Azasi manusi dan kesejahteraan, hak azasi manusia itupun menjadi

dasar utama pengadaan informed consent, dalam rangka pelayanan kesehatan

untuk kemanusiaan.

             Tuntutan hak asasi manusia dibidang kesehatan mengubah kedudukan

pasien (patient rights) yang semula bersifat asimetris karena kecendrungan

professional yang mengutamakan efesiensi professional, pasien dianggap orang

sakit tanpa diperhitungkan dalam arti dilupakan kedudukanya sebagai manusia

yang mempunyai hak asasi kesehatannya, sementara Menurut pandangan

paternalistik, hubungan anatara dokter dengan pasien, dimana dokter berperan

sebagai orang tua dari pasien dan keluarga, segala informasi, keputusan, dan

tindakan medis terhadap pasien sepenuhnya ditangan dokter.

Hal ini berkaitan juga kecendrungan penayalahgunaan profesi kesehatan

yang didorong oleh kepentingan sumber mencari nafkah melalui ilmu

pengetahuan kesehatan yang cendrung mengorbankan nilai-nilai etika

menyimpang dari dalil hipokrates bahwa ilmu kedokteran adalah ilmu yang mulia,

yang seharusnya kelompok professional altrustik untuk mementingkan

kesejahteraan orang lain ditas kepentingannya sendiri.  .

            Pelaksanaan  informed concent wajib hukumnya bagi dokter dan perawat,

jika kewajiban informed concent ini diabaikan akan dapat merugikan salah satu

pihak, baik dokter maupun pasien, apa bila pasien tidak puas dengan informasi

yang diterima tentang barbagai aspek penyakit mereka, atau dokter menganggap

informed concent merupakan suatu tugas yang dianggap sukar untuk dikerjakan,

maka akan mengakibatkan terjadinya tuntutan hukum, terhadap dokter selaku

penyelenggara pelayanan kesehatan.

1.Informad concent.  pengertian informed concent

            Informed consent adalah suatu proses yang menunjukkan komunikasi yang

efektif antara dokter dengan pasien dan bertemunya pemikiran tentang apa yang

akan dan apa yang tidak akan dilakukan terhadap pasien. Informed consent dilihat

dari aspek hukum bukanlah sebagai perjanjian antara dua pihak, atau perjanjian

yang bersifat khusus, karena dalam pelayanan kesehatan, dokter tidak bisa

menjanjikan sesuatu dalam upaya penyembuhan seseorang, akan tetapi seorang

dokter akan selalu berupaya semaksimal mungkin menurut standar pelayanan dan

keilmuan tertinggi yang dimiliki oleh dokter tersebut dalam upaya penyembuhan

dan penyelamatan nyawa seseorang, karena setiap tindak dalam pelayanan

kesehatan mengandung resiko, maka dari itu informed concent lebih cendrung

kearah persetujuan sepihak atas layanan yang ditawarkan pihak lain.

Informed concent terdidri atas dua suku kata yaitu informed dan concent,

informed bearti telah diberitahukan, telah disampaikan atau telah diinformasikan

sedangkan concent bearti persetujuan, dengan demikian informed concent dalam

profesi kedokteran adalah persetujuan yang diberikan pasien atau keluarga pasien

terhadap pelayanan kesehatan yang akan dijalani oleh seorang pasien, setelah

pasien tersebut mendapatkan informasi ( penjelasan) yang lengakap dari dokter

yang akan melakukan tindakan tersebut.

Bagian-Bagian Yang Terpenting dari Informed Concent

2.2.1        Informasi (Informed)

Salah satu tujuan dari informed concent adalah agar pasien mendapatkan

informasi yang cukup untuk dapat mengambil keputusan atas tindakan medis yang

akan dijalani, kecuali jika penyampaian informasi akan mempengaruhi psikis

pasien, atau pasien sendiri yang meminta dokter untuk tidak menyampaikan

informasi kepadanya. Dengan demikian dalam menyampaikan informasi seorang

dokter diharapkan tidak mengurangi materi informasi sesuai dengan kebutuhan

pasien serta tidak memaksa pasien untuk segera memberikan keputusan setelah

pasien mendapatkan informasi.

Dalam penyampaian informasi ada beberapa hal yang perlu diperhatikan,

yang dikenal dengan istilah 4 W, yaitu:

1.        What     : apa? ( yang perlu disampaikan )

2.        When    : kapan? ( disampaikan )

3.        Who      : siapa? ( yang harus menyampaikan )

4.        Which   : yang mana? ( yang perlu disampaikan )

1)        Apa yang perlu disampaikan.

Penjelasan yang harus disampaikan kepada pasien ruang lingkupnya cukup

luas, penjelasan tersebut kemungkinan berbeda bagi setiap individu, tergantung

dari kondisi dan tindakan medis yang akan dijalani dalam rangka tanggung jawab

moril terhadap pasien (Puoernomo B)  Petugas kesehatan perlu memilih yang

terbaik dalam menyampaikan informasi, tanpa ada keterangan yang disimpan atau

terlupakan, tanpa mengabaikan keadaan psikis, mental, sikap dari akibat

ketakutan, serta kegoncangan jiwa pasien. Pada dasarnya penjelasan dokter

tersebut meliputi diagnose penyakit, pemeriksaan, terapi, resiko, alternative, serta

prognosis.

a)        Diagnosa penyakit

Seorang dokter harus menjelaskan keadaan yang abnormal dari tubuh pasien yang

ditemui, sehingga diharapkan pasien mengetahui tentang kondisi abnormal

tersebut, baik diminta maupun tidak.

b)        Pemeriksaan

Pasien berhak untuk menolak atau melanjutkan pemeriksaan serta mengetahui

hasil pemeriksaan dan tujuan pemeriksaan agar tidak terjadi kesalahpahaman

antara pasien dan dokternya, misalnya pemeriksaan terhadap tumor, dokter harus

menjelaskan tujuan pemeriksaan pap smear, dan seandainya setelah dilakukan

pemeriksaan ternyata ditemukan keganasan pada tumor tersebut, maka dokter

harus menjelaskan kepada pasien dan untuk keputusan selanjutnya diserahkan

kepada pasien tersebut.

c)        Pengobatan

Suatu pemulihan kesehatan yang diselenggarakan untuk mengembalikan status

kesehatan, dan mengembalikan fungsi badan akibat cacat atau menghilangkan

kecacatan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan sesuai dengan ilmu yang dimiliki

serta memiliki kewenangan untuk melakukan pengobatan dan dapat

dipertanggungjawabkan.

d)       Resiko

Setiap tindakan medis memiliki resiko. Resiko yang mungkin terjadi dalam

melakukan pengobatan dan tindakan medis harus disampaikan disertai dengan

upaya antisipasi yang dilakukan oleh dokter untuk menghindari terjadinya hal

tersebut, seperti alergi, idiosinkrotik,( kepekaan abnormal terhadap obat,protein

atau zat-zat lain berdasarkan kelainan genetika)  bahkan mungkin kematian, yang

selama ini jarang diungkapkan oleh dokter.

e)        Alternatif tindakan medis

Dokter harus mengungkapkan beberapa alternatif dalam proses diagnosis dan

terapi, dimana setiap proses harus dijelaskan apa prosedur, manfaat, kerugian, dan

efek yang mungkin dapat timbul dari beberapa pilihan tersebut. Sebagai contoh

pengobatan terhadap penyakit hipertiroidisme, pengobatan untuk penyakit ini

terdapat 3 pilihan, dengan obat, iodium radioaktif, subtotal tireidektomi, dokter

harus menjelaskan masing-masing pengobatan tersebut, dengan menyebutkan

kerugian dan komplikasi yang mungkin dapat terjadi.

f)         Prognosis

Pasien berhak mengetahui tingkat keberhasilan dari suatu tindakan medis,

meskipun kondisi ini tidak bisa dipastikan, namun berdasarkan ilmu pengetahuan

dan pengalaman yang dimiliki oleh seorang dokter, prediksi tindakan medis yang

akan dijalani oleh seorang pasien harus dijelaskan, komplikasi yang akan terjadi,

ketidaknyamanan, biaya dan resiko dari setiap pilihan, termasuk tidak

mendapatkan pengobatan atau tindakan. Pasien juga berhak mengetahui apa yang

diharapkan dan apa yang bakalan terjadi sehubungan dengan tindakan tersebut,

semua ini berdasarkan kejadian dan ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh seorang

medis.

2)          Kapan disampaikan

Usahakan penyampaian informasi kepada pasien tidak terlalu lama

jaraknya antara awal pemeriksaan sampai keputusan tindakan medik, karena

kondisi seperti ini akan menimbulkan suatu pertanyan dan persoalan bagi pasien

jika penyampaian informasi dengan tindakan medik memakan waktu yang cukup

lama dan kondisi ini juga akan berpengaruh terhadap penyakit dan tindakan medis

yang akan dilakukan

3)        Siapa yang harus menyampaikan

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan No 585 Tahun 1989 Pasal 6,

dijelaskan untuk tindakan bedah dan tindakan invatif lain harus disampaikan oleh

dokter yang akan melakukan tindakan dan tenaga paramedic (bidan, perawat)

yang terlibat dalam tindakan tersebut. Dan jika dalam keadaan tertentu dokter

tersebut tidak ada maka informasi harus diberikan oleh dokter lain dengan

pengetahuan atau petunjuk yang bertanggungjawab. Asas untuk memperoleh

informasi dalam pengadaan persetujuan tindakan medik menjadi unsur penting

untuk menentukan tanggung jawab jika timbul eror yang tidak diinginkan oleh

dokter atau pihak yang bersangkutan

 

4)        Yang mana yang akan diinformasikan

Mengenai informasi mana yang akan dijelaskan, seorang medis harus

menginformasikan seluruhnya tentang keadaan dan kondisi pasien dan tidak ada

hal-hal yang dirahasiakan, kecuali dokter menilai dan pasien menolak untuk

disampaikan informasi tentang penyakitnya, yang akan dapat mempengaruhi

kondisi kesehatan pasien tersebut, maka informasi dapat disampaikan kepada

keluarga pasien. Sesuai dengan keputusan Menteri Kesehatan No 585 Tahun

1989, meskipun penyampaian informasi merupakan hal yang terpenting dalam

informed concent yang harus disampaikan kepada pasien, namun dalam kondisi

tertentu penyampaian informasi tidak berlaku, seperti keadaan emergensi.

Dalam kondisi seperti ini informasi mengenai hal-hal yang berhubungan

dengan tindakan medis tidak perlu disampaikan, mengingat kondisi pasien yang

tidak sadar dan tidak bisa memberikan persetujuan, dan hal yang terpenting adalah

penyelamatan nyawa pasien, maka dalam kondisi seperti ini tidak praktis lagi

untuk menunda tindakan atau mempermasalahkan informed consent, tindakan

penyelamatan pasien merupakan hal yang terpenting, karena di khawatirkan jika

terlambat dilakukan tindakan pasien akan celaka, ketentuan ini tercantum dalam

Permenkes No 585 Tahun 1989 Pasal 11 yang berbunyi, dalam hal pasien yang

tidak sadar atau pingsan serta tidak didampingi oleh keluarga terdekat dan secara

medik berada dalam keadaan gawat dan atau darurat yang memerlukan tindakan

medik segera, untuk kepentingannya tidak perlu minta persetujuan dari siapapun

2.2.2        Persetujuan (Consent)

Untuk tiap tindakan medis telah ditetapkan bahwa dalam keadaan tidak

darurat, seorang dokter harus meminta persetujuan pasien terhadap terapi sebelum

terapi diberikan. Terdapat dua teori tentang persetujuan pasien, yaitu teori

tradisional berdasarkan hukum penganiayaan dan teori baru yang berdasarkan

hukum kelalaian. Dalam beberapa wilayah hukum, kurangnya persetujuan medis

dianggap sebagai pelanggaran terhadap hak walaupun tidak terjadi suatu

kelalaian. Hukum melindungi hak seseorang untuk mengambil keputusan

menerima atau menolak terapi, terlepas dari bijaksana atau tidaknya keputusan

tersebut. Prinsip dasar dalam hukum kita adalah setiap orang memiliki hak untuk

memutuskan hal-hal yang menyangkut tubuh mereka. Hubungan dokter pasien

dikenal sebagai fiduciary relationship yang berarti hubungan yang berlandaskan

kepercayaan

Hukum persetujuan tradisional atau konvensional

Persetujuan tindakan medik adalah aspek yang melekat pada hubungan

dokter pasien yang harus dimengerti dokter tidak hanya sebagai kewajiban

hukum, tetapi juga sebagai bagian dari etika kedokteran. Pemberian persetujuan

secara tertulis atau tidak tergantung dari keadaan saat itu. Dasar dari teori

tradisional adalah hukum penganiayaan dan dinyatakan pada persidangan tahun

1905 oleh hakim Cardozo, “ Setiap manusia dewasa dan sehat mental memiliki

hak untuk menentukan apa yang akan dilakukan terhadap tubuhnya dan ahli bedah

yang melakukan operasi tanpa persetujuannya dianggap telah melakukan

penganiayaan...”.

Dalam hukum, penganiayaan didefinisikan sebagai tindakan disengaja

untuk menyentuh atau menggunakan kekerasan terhadap orang lain tanpa

persetujuannya. Setiap tindakan sekecil apapun tanpa persetujuan orang yang

bersangkutan dapat dianggap penganiayaan. Tindakan medis tanpa persetujuan,

walaupun tindakan itu baik untuk pasien, dapat dianggap penganiayaan.

Persetujuan baik langsung dan tidak langsung meniadakan penganiayaan. Dengan

adanya persetujuan, maka tidak ada penganiayaan. Tetapi persetujuan dianggap

tidak sah secara hukum bila diberikan atas dasar paksaan atau penipuan.

Persetujuan juga dianggap tidak sah bila tindakan yang disetujui adalah tindakan

melawan hukum atau persetujuan diberikan oleh orang yang tidak punya

kewenangan untuk memberikannya.

Penganiayaan dapat terjadi walaupun tidak ada kontak badan, misalnya

pemberian obat, pemeriksaan rontsen dan tindakan pengobatan lain tanpa kontak

langsung. Penghinaan terhadap pribadi seseorang juga dapat dianggap

penganiayaan walaupun tidak menyakiti secara fisik, seperti meludahi wajah

seseorang, atau mengangkat topi yang sedang dipakai seseorang secara paksa.

2.2.2.2  Persetujuan tindakan langsung dan tidak langsung

Persetujuan tindakan secara langsung adalah persetujuan tindakan yang

diberikan pasien dalam bentuk lisan maupun tulisan. Persetujuan secara tertulis

memiliki kekuatan lebih sebagai barang bukti di pengadilan. Persetujuan tindakan

secara tidak langsung adalah persetujuan yang dapat diberikan secara tidak

langsung. Contoh pasien yang datang ke tempat praktek untuk menjalankan

prosedur rutin, kondisi seperti ini dianggap pasien telah  menyatakan

persetujuannya secara tidak langsung. Secara hukum persetujuan dinyatakan sah

apabila pasien telah mengerti tujuan terapi dan risikonya, serta ia dapat

menghentikan terapi kapan ia menghendakinya.

Persetujuan tidak langsung berisiko tinggi terhadap dokter, dan selayaknya

hanya dilakukan terhadap prosedur rutin. Untuk menghindari komplikasi legalitas,

dokter harus melakukan pencatatan lengkap dalam rekam medis mengenai terapi

yang diberikan dan penjelasan yang telah diberikan pada pasien mengenai terapi.

Dalam persidangan sering ditemukan pernyataan tidak langsung yang menyetujui

tindakan. Sebagai contoh adalah saat seorang pasien yang menuntut dokter karena

melakukan vaksinasi tanpa persetujuan dirinya. Pengadilan menemukan bahwa

pasien tersebut dengan sukarela mengangkat lengan baju dan tangannya untuk

divaksinasi. Walaupun tanpa pernyataan lisan atau tertulis, tindakan tersebut

sudah dapat dianggap suatu persetujuan terhadap vaksinasi.

Beberapa situasi medis di mana persetujuan tidak langsung biasa terjadi

adalah pada kasus-kasus darurat, anak di bawah umur yang memerlukan

perawatan darurat, orang yang tidak sehat secara mental, tidak tersedianya wali

yang sah, pasien koma, korban keracunan yang belum mampu memberikan

persetujuan saat itu, dan pasien yang tidak menandatangani persetujuan tapi tidak

keberatan terhadap pengobatan.

 Ruang lingkup persetujuan

Secara umum, dokter melakukan penganiayaan bila ia bertindak

melampaui ruang lingkup persetujuan yang diberikan pasien. Seorang ahli bedah

yang bertindak melebihi yang telah disetujui pasien dapat dikatakan melakukan

penganiayaan. Begitu pula apabila ia melakukan tindakan yang salah, yang tidak

sesuai dengan persetujuan awal, maka ia juga dikatakan melakukan penganiayaan.

Sebagai contohnya adalah seorang spesialis THT yang menyarankan

pasien untuk melakukan pengangkatan polip pada telinga kiri dan pasien

menyetujuinya. Ternyata saat operasi ia menemukan bahwa penyakit pada telinga

kanan lebih parah daripada telinga kiri dan memutuskan untuk melakukan

ossiculectomy pada telinga kanan. Pasien menuntut dokter di pengadilan

Minnesota. Pengadilan memutuskan bahwa izin untuk mengoperasi telinga kiri

tidak dapat dipakai untuk mengoperasi telinga kanan.

Pada sebagian besar yurisdiksi, dokter dinyatakan dapat memperluas

prosedur yang dilakukan melebihi persetujuan dalam keadaan darurat. Pada

banyak negara, ahli bedah dapat memperluas tindakan bila saat operasi ditemukan

keadaan abnormal dan terapi diperlukan segera untuk keselamatan pasien. Bila

pasien menyetujui dokter untuk melakukan tindakan pengobatan terhadap

penyakit tertentu dan bukan atas prosedur tertentu, maka pengadilan akan

membenarkan segala tindakan yang dilakukannya.

Persetujuan oleh anak di bawah umur

Tindakan medis yang sifatnya tidak darurat terhadap anak dibawah umur

(batas usia ditentukan oleh negara tempat tinggalnya) harus atas persetujuan

orangtua atau walinya. Sebagai pengecualian yang membolehkan anak di bawah

umur untuk mengambil keputusan tanpa persetujuan orangtua adalah:

-          Anak sudah menikah

-          Sudah menjadi orangtua walaupun tidak menikah

-          Kasus gawat darurat

Pada kasus gawat darurat yang mengancam nyawa, tidak dibutuhkan

persetujuan orangtua. Pada kasus yang harus ditangani segera tapi tidak

mengancam nyawa, tetap diperlukan

persetujuan. Misalnya pada seorang ortopedist yang menangani patah tulang

femur pada anak.

Reduksi harus segera dilakukan untuk mencegah kerusakan neurovaskular

permanen. Pada kasus ini yang harus dilakukan pertama kali adalah menenangkan

pasien, lalu menghubungi orangtua. Langkah selanjutnya ortopedis tersebut harus

melakukan pertimbangan medis rasional, dengan mengutamakan kepentingan

pasien untuk memutuskan sampai berapa lama ia dapat menunggu persetujuan

orangtua dengan ancaman risiko infeksi tulang dan kerusakan neurovaskular

permanen pada pasien.

5  Persetujuan oleh pasangan

Dalam hukum Amerika, tidak diperlukan persetujuan pasangan dalam

melakukan tindakan medis, walaupun pasien dinyatakan inkompeten, kecuali

pasangan ditunjuk oleh pengadilan sebagai pengambil keputusan atas diri pasien.

Sebagai contoh adalah kasus Janney di Maryland. Ny. Janney menjalani operasi

pengangkatan payudara kanan akibat kanker yang sebelumnya telah disetujui

olehnya. Kemudian suaminya menuntut dokter karena melakukan operasi tanpa

persetujuan dirinya. Pengadilan menyatakan bahwa Ny. Janney dibenarkan untuk

memutuskan perawatan atas dirinya tanpa persetujuan suami.

Kasus yang serupa juga terjadi pada pasangan Murray, dimana suami

menuntut atas panhisterektomi yang dilakukan terhadap istrinya. Pengadilan

memutuskan bahwa seorang istri secara hukum berhak untuk memiliki

penghasilan terpisah, dan memutuskan tindakan yang terbaik untuk kesehatan

serta kelangsungan hidupnya.

Dokter dapat bertindak atas persetujuan pasangan pada pasien yang

dinyatakan tidak kompeten untuk mengambil keputusan. Persetujuan pasangan

pada pasien yang kompeten tidak dapat digunakan untuk menggantikan

persetujuan pasien sendiri. Persetujuan pasangan pada pasien kompeten tidak

dibutuhkan walaupun terapi yang akan dilakukan dapat mempengaruhi pernikahan

pasien. Tetapi disarankan untuk berdiskusi dengan pasien dan pasangan mengenai

terapi yang dapat mempengaruhi kemampuan reproduksi dan seksual pasien.

Walaupun persetujuan suami terhadap inseminasi buatan yang dilakukan istri

tidak dibutuhkan, tetapi suami yang tidak menyetujui hal itu akan menolak

merawat anak hasil inseminasi, bahkan dapat terjadi perceraian. Maka sebaiknya

inseminasi dilakukan setelah disetujui kedua pihak.

 Persetujuan oleh Anggota Keluarga

Hukum Amerika tidak mengakui adanya hak keluarga untuk mengambil

keputusan atas diri pasien kecuali anggota keluarga tersebut telah ditunjuk sebagai

wali yang bertanggung jawab oleh pengadilan atau merupakan wali bagi anak di

bawah umur. Anggota keluarga atau wali berhak memberikan persetujuan atau

penolakan jika :

a)        Pasien di bawah umur 21 tahun, belum menikah, tidak mempunyai orang tua atau

wali, maka persetujuan atau penolakan diberikan oleh keluarga terdekat.

b)        Pasien di bawah umur 21 tahun tetapi belum menikah, persetujuan atau

penolakan dapat diberikan oleh Ayah atau Ibu kandung atau saudara kandung.

c)        Pasien dalam kondisi gangguan mental dan tidak mampu mengambil keputusan

maka persetujuan dan penolakan diberikan orang tua atau wali atau saudara-

saudara kandung.

d)       Pasien dewasa di bawah pengampuan (kuratele), persetujuan atau penolakan

dapat diberikan oleh wali atau kurator.

Hubungan antara dokter dengan pasien

            Perubahan nilai dan perkembangan hak asasi manusia terhadap jaminan

hidup yang sehat menimbulkan hak dan kewajiban antara pasien dan dokter/

petugas kesehatan yang masing-masing berakibat hukum tertentu, hubungan

pasien dan dokter/pertugas kesehatan cendrung berubah dari asas kepercayaan

kearah hubungan asas kontraktual, sehingga terjadi dua jalur hubungan karikatif

yang berdasarkan kaedah etika dengan alat control moral dan yuridis/ normative

berdasarkan kaedah hukum dengan sanksi-sanksi yang lebih kongrit  atau keras.

            Dalam hubungan dokter dengan pasien di awali dengan kedatangan pasien

kepada dokter. Pasien yang datang kepada dokter dan menginformasikan segala

Sesutu yang berhubungan dengan sakitnya , selanjutnya dokter wajib memberikan

informasi tenteng penyakit dan tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien.

Informasi yang diberikan oleh seorang dokter terhadap pasien haruslah dalam

bahasa yang dapat dimengerti, dengan uraian yang sederhana namun cukup terinci

sehingga dapat membuat gambaran yang jelas sehingga pasien mampu membuat

keputusan.

            Dengan demikian, informasi dari dokter merupakan hak pasien dan

kewajiban dokter yang merawatnya. Ini bearti pasien berhak tanpa harus bertanya

untuk mendapatkan informasi

Azaz hubungan dokter/ petugas kesehatan dengan pasien bertumpu pada dua

macam hak asasi manusia,  sebagai mana terdapat dalam informed concent yaitu:

1.      Hak atas informasi.

2.      Hak memberikan persetujuan.

Hak Pasien

            Manusia dianugrahi oleh Tuhan Yang Maha Esa akal budi dan nurahi yang

memberikan kepadanya kemampuan untuk membedakan yang baik dan yang

buruk yang akan membimbing dan mengarahkan sikap dan prilaku dalam

menjalani kehidupan. Dengan akal budi dan  nurani nya itu, maka manusia

memiliki kebebasan untuk memutuskan sendiri prilaku atau perbutannya,

termasuk dalam pelayanan kesehatan. Disamping itu, untuk mengimbangi

kebebasan tersebut manusia memiliki kemampuan untuk bertanggung jawab atas

tindakan dan keputusan yang diambil.

Otonomi pasien dianggap sebagai cerminan konsep self governance,

liberty rights, dan individual choices. Immanuel Kant mengatakan bahwa setiap

orang memiliki kapasitas untuk memutuskan nasibnya sendiri. sedangkan John

Stuart Mills berkata bahwa kontrol sosial atas seseorang individu hanya sah

apabila dilakukan karena “terpaksa” untuk melindungi hak orang lain.Salah satu

hak pasien yang disahkan dalam Declaration of Lisbon dari World Medical

Association (WMA) adalah “the right to accept or to refuse treatment after

receiving adequate information” Secara implisit amandemen UUD 45 pasal 28G

ayat (1) juga menyebutnya demikian “Setiap orang berhak atas perlindungan diri

pribadi. ...dst”3. Selanjutnya UU No 23/1992 tentang Kesehatan juga memberikan

pasien hak untuk memberikan persetujuan atas tindakan medis yang akan

dilakukan terhadapnya.

Hak ini kemudian diuraikan di dalam PerMenkes tentang Persetujuan

Tindakan Medis, serta undang-undang praktek kedokteran no 29 tahun 2004 pasal

45 ayat (1) setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan

oleh dokter dan dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan, pada ayat

(2) dijelaskan persetujuan diberikan apabila pesien telah mendapatkan penjelasan

secara lengkap. 

Suatu tindakan medis terhadap seseorang pasien tanpa memperoleh

persetujuan terlebih dahulu dari pasien tersebut dapat dianggap sebagai

penyerangan atas hak orang lain atau perbuatan melanggar hukum (tort).Prinsip

otonomi pasien ini dianggap sebagai dasar dari doktrin informed consent.

Tindakan medis terhadap pasien harus mendapat persetujuan (otorisasi) dari

pasien tersebut, setelah ia menerima dan memahami informasi yang diperlukan.

Informed consent berarti a patient with substantial understanding and in

substantial absence of control by others, intentionally authorizes a professional to

do something.

Pengingkaran terhadap hak asasi manusia dengan tidak melaksanakan

informed concent  berarti pengingkaran terhadap martabat kemanusiaan. Dalam

konsep pelayanan kesehatan diharapkan setiap pelayan kesehatan mengemban

kewajiban mengakui dan dan menghormati hak asasi orang lain. Adapun  hak

asasi manusia yang tidak boleh dilanggar dalam pelayanan kesehatan adalah:

1.      Hak atas informasi.

2.      Hak memberI persetujuan.

3.      Hak dalam memilih dokter.

4.      Hak dalam memilih sarana kesehatan.

5.      Hak atas rahasia.

6.      Hak menolak pengobatan/ perawatan.

7.      Hak menolak suatu tindakan.

8.      Hak untuk menghentikan pengobatan.

9.      Hak atas secent opini.

10.  Hak melihat rekam medis ( fred ameln 1991 dan suryono sukamto.

Dari hak-hak tersebut diatas, yang berhubungan dengan informed concent

adalah hak atas informasi dan hak member persetujuan, artinya seorang pasien

harus menerima informasi simple dan lengkap tentang suatu tindakan medic

sebelum ia memberikan persetujuan atau ijin kepada dokter untuk melakukan

tindakan medic tersebut.

Kewajiban pasien.

            Menurut suryono sukamto, selain mempunyai hak yang merupakan

kewenanganya, seorang pasien juga mempunyai kewajiban yang merupakan tugas

yang dibebankan kepadanya. Suatu kewajiban moral dari pasien adalah untuk

memelihara kesehatanya, sedangkan kewajiban pasien berdasarakan hukum

menurut suryono sukamto, serta undang-undang praktek kedokteran no 29 tahun

2004 adalah:

1.      Memberikan informasi yang lengkap dan jujur,tentang masalah kesehatanya,

2.      Mematuhi nasehat dan petunjuk dokter.

3.      Mematuhi ketentuan yang berlaku disarana pelayanan kesehatan.

4.      Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.

Dalam pelayanan kesehatan selain pemahaman menjadi pemenuhan hak dasar

manusia ( pasien) yang menjadi landasan terjadinya inforemed concent, seorang

dokter dan tenaga medis juga mempunyai hak- hak dan kewajiban yang harus

dipenuhi, sehingga jika hak dan kewajiban tersebut telah terpenuhi maka akan

sempurnalah pelaksanaan informed concent, yang nantinya akan menjadi

perlindungan baik bagi pasien maupun  bagi tenaga kesehatan itu sendiri. Sebagai

manan yang terdapat dalam UUPK 29 tahun 2004

Hak dokter.

1.      Hak bekerja menurut standard profesi.

2.  Hak menolak pelaksananan tindakan medic karena secara professional tidak dapat

mempertanggung jawabkanya,

3.      Hak untuk menolak suatu tindakan medic 

Informed consent sebagai perlindungan hukum profesi kesehatan kesehatan            Profesi kesehatan merupakan profesi yang memberikan pelayanan

kesehatan pada masyarakat, dan pelayanan kesehatan tersebut ada kalanya tidak

memuasakan dalam arti kegagalan diagnosis maupun therapeutic. Dalam hal

pelayanan kesehatan hal pelayanan kesehatan diperlukan perlindungan hukum

bagi’ Health provider” dan health receiver” untuk mewujudkan “ hukum untuk

kesejahteraan social” sesuai dengan perkembangan zaman era peningkatan

masyarakat yang beradap.

            Perlindungan hukum bagi provider diperlukan atisipasi untuk

meningkatkan kesadaran hukum yang berhubungan dengan jasa pelayanan

kesehatan serta kesadaran pula melakukan tugas sesuai dengan standard profesi

yang berlaku, salah satunya adalah pelaksanaan informed          

Consent dan rekam medic. Sebaliknya kesadaran hukum bagi reciever diperlukan

antisipasi untuk memenuhi hukum yang menjamin kepentinganya tanpa

mengorbankan profesi tertentu dengan memperhatiakan asas proposional dan asas

utilitas dari perkembangan hukum yang dinamis.

            Pemenuhan hak asasi manusia merupakan dasar utama pengadaan

informed consent dalam rangka pelayanan kesehatan untuk kemanusiaan, serta

bertujuan untuk melindungi pasien dari segala tindakan medic dan perlindungan

tenaga kesehatan terutama dokter terhadap terjadinya akibat yang tak terduga serta

dianggap merugikan pihak lain.

Dalam rangka penyelengaraan pelayanan kesehatan sealin bersifat azasi

kemanusiaan  dan azasi pemeliharaan kesehatan juga diharapakan terlaksana

hubungan yang lancar antara pasien denga tenaga kesehatan, akan tetapi bisa

menimbulkan masalah bila terbentur antara 2 dilema prisip yaitu prisip

memberikan kebaikan kepada pasien yang bertolak dari sudut pandang “ nilai

etika” dan ilmu kesehatan berdasarka pengetahuan, pengalamam, dan ketrampilan

dokter dan perawat , kontra dengan prinsip menghormati hak menentukan hak

menentukan diri sendiri dari sudut pandang pasien.   

Memberikan penjelasan kepada pasien dalam rangka memperoleh ijin

persetujuan pasien untuk melakukan tindakan medic , kadang kala terdapat

pertimbangan demi maksud memepringan penderitaan pasien atau demi maksud

tidak menakutkan perasaan pasien untuk ytidak menjadi goncang, sehingga

penjelasan yang tidak lengkap keran ada bagian yang sengaja disimpan untuk

menghindari akibat buruk kepada pasien, suatu dari penjelasan yang tidak lengkap

ini biasanya dalam kasus yang terjadi terdapat” resiko besar” sebelumnya tidak

terduga lebih dahulu yang disebabkan oleh rasa tanggung jawab etika kedokteran

untuk memperlakukan hal yang terabaik terhadap pasien.

Setelah seorang dokter memiliki izin untuk  menjalankan praktik,

muncul .hubungan hukum.dalam rangka pelaksanaan praktik kedokteran yang

masing-masing pihak (pasien dan dokter) memiliki otonomi kebebasan, hak dan

kewajiban) dalam menjalin komunikasi dan interaksi dua arah. Hukum

memberikan perlindungan kepada kedua belah pihak  melalui perangkat hukum

yang disebut informed consent. Objek, dalam hubungan hukum tersebut adalah

pelayanan kesehatan kepada pasien.Dikaitkan dengan UUPK, perangkat hukum

informed consent tersebut diarahkan untuk:

a. Menghormati harkat dan martabat pasien melalui pemberian informasi dan

persetujuan atas tindakan yang akan dilakukan

b. Meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat

c. Menumbuhkan sikap positif dan iktikad baik,serta profesionalisme pada peran

dokter (dan dokter gigi) mengingat pentingnya harkat dan martabat pasien

d. Memelihara dan meningkatkan mutu pelayanan sesuai standar dan persyaratan

yang berlaku.

 Dalam palayanan kesehatan hal yang harus diutamakan dalam hubungan ini

adalah terbentuknya saling percaya dalam usaha membangun kesederajatan di

antara kedua belah pihak. Hak individu di bidang kesehatan bertumpu pada lima

prinsip, yaitu:

1.      Hak menentukan diri sendiri” the right to self determination”

2.      Hak memperoleh pemeliharaan kesehatan atau” the right to helt it care”

3.      Hak untuk memperileh informasai secara terbuka atau” the right to information”

4.      Hak asasi manusia “ the right to protection of privacy”

5.      Hak untuk pendapat dokter kedua  “ the right to second opini”( Poernomo.B)

Hak  tersebut berorientasi pada nilai sosial dan berorientasi pada ciri atau

karakteristik individual. Hak dan kewajiban yang timbul dalam hubungan pasien

dengan dokter (dan dokter gigi) meliputi penyampaian informasi dan penentuan

tindakan. Pasien wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan keluhannya

dan berhak menerima informasi yang cukup dari dokter/dokter gigi (right to

information), selanjutnya pasien berhak mengambil keputusan untuk dirinya

sendiri (right to self determination). Dokter berhak mendapatkan informasi yang

cukup dari pasien dan wajib memberikan informasi yang cukup pula sehubungan

dengan kondisi ataupun akibat yang akan terjadi. Selanjutnya dokter berhak

mengusulkan yang terbaik sesuai kemampuan dan penilaian profesionalnya

(ability and judgement) dan berhak menolak bila permintaan pasien dirasa tidak

sesuai dengan norma, etika serta kemampuan profesionalnya.Selain hal di atas,

dokter wajib melakukan pencatatan (rekam medik) dengan baik dan benar.

Secara tegas  didalam UUPK telah mengatur materi muatan tentang informed

consent:

A. Prinsip otoritas pasien, diwujudkan dengan pengaturan bahwasanya setiap

tindakan kedokteran atau kedokteran gigi harus mendapat persetujuan.

Persetujuan pasien baru dapat diberikan setelah menerima informasi dan

memahami segala sesuatu yang menyangkut tindakan tersebut.UUPK Pasal 45

C. Prinsip pencatatan (rekam medik)26 yang wajib dibuat oleh dokter. Beberapa

literature menyatakan bahwa rekam medik mempunyai nilai Administration,

Legal, Finance, Research,Education, dan Documentation (ALFRED).Dalam

hukum acara perdata maupun pidana dikenal: alat bukti dengan tulisan, bertolak

dari hal tersebut maka, selama ini rekam medic sebagai catatan yang dibuat dokter

(dan dokter gigi) dianggap dapat digunakan sebagai: alat bukti dengan tulisan,

meskipun di dalam perkembangan selanjutnya, pendapat tersebut masih mungkin

ditinjau kembali. Rekam medic bukan alat bukti menurut undang-

undang,meskipun dapat digunakan sebagai petunjuk pembuktian sepanjang

dilakukan dengan benar sesuai ketentuan yang berlaku. B.p

            Hubungan antara dokter-pasien dalam pelaksanaan informed consent

diatur dengan peraturan-peraturan tertentu agar terjadi keharmonisan dalam

pelaksanaannya. Seperti diketahui hubungan tanpa peraturan akan menyebabkan

ketidakharmonisan dan kesimpangsiuran. Namun demikian hubungan antara

dokter dan pasien tetap berdasar pada kepercayaan terhadap kemampuan dokter

untuk berupaya semaksimal mungkin membantu menyelesaikan masalah

kesehatan yang diderita pasien. Tanpa adanya kepercayaan maka upaya

penyembuhan dari dokter akan kurang efektif. Untuk itu dokter dituntut

melaksanakan hubungan yang setara dengan dasar kepercayaan sebagai kewajiban

profesinya

Hubungan antara dokter dengan pasien yang seimbang atau setara dalam

ilmu hukum disebut hubungan kontraktual. Hubungan kontraktual atau kontrak

terapeutik terjadi karena para pihak, yaitu dokter dan pasien masing-masing

diyakini mempunyai kebebasan dan mempunyai kedudukan yang setara. Kedua

belah pihak lalu mengadakan suatu perikatan atau perjanjian di mana masing-

masing pihak harus melaksanakan peranan atau fungsinya satu terhadap yang

lain.Peranan tersebut berupa hak dan kewajiban.Hubungan karena kontrak atau

kontrak terapeutik dimulai dengan tanya jawab (anamnesis) antara dokter dengan

pasien, kemudian diikuti dengan pemeriksaan fisik. Kadang-kadang dokter

membutuhkan pemeriksaan diagnostik untuk menunjang dan membantu

menegakkan diagnosisnya yang antara lain berupa pemeriksaan radiologi atau

pemeriksaan laboratorium, sebelum akhirnya dokter menegakkan suatu diagnosis.

Sebagaimana telah dikemukakan, tindakan medic mengharuskan adanya

persetujuan dari pasien informed consent yang dapat berupa tertulis dan lisan.

Informed consent di Indonesia diatur secara Lex Spesialis melalui aturan-

aturan yang mengatur secara khusus mengenai informed consent. Secara  

operasional informed concent diatur oleh Permenkes RI Nomor

585/MENKES/Per/IX/1989 tanggal 2 Desember 1989. Yang dirinci lebih lanjut

dalam SK Yan Dik No. HK. 00.06.6.5.1866 Tahun 1999 tentang Pedoman

Persetujuan Tindakan Medis. Selain itu pengaturan informed concent juga bisa

didapat dalam UU Praktek Kedokteran Nomor 29 Tahun 2004.

Menurut UU Praktek Kedokteran No 29 Tahun 2004 Pasal 39, praktik

kedokteran diselenggarakan berdasarkan kesepakatan antara dokter dengan

pasien; Pasal 45 yaitu (1) setiap tindakan harus mendapat persetujuan pasien (2)

persetujuan dimaksud setelah pasien mendapat penjelasan lengkap (3)

penjelasannya mencakup: diagnosis, tujuan, alternatif, resiko, komplikasi dan

prognosis (4) persetujuan secara tertulis maupun lisan; Pasal 52 yaitu (a) pasien

berhak mendapatkan penjelasan lengkap tentang tindakan medis (b) meminta

pendapat (c) menolak tindakan medis.

Komunikasi antara dokter dengan pasien merupakan sesuatu yang sangat

penting dan wajib. Kewajiban ini dikaitkan dengan upaya maksimal yang

dilakukan dokter dalam pengobatan pasiennya. Keberhasilan dari upaya tersebut

dianggap tergantung dari keberhasilan seorang dokter untuk mendapatkan

informasi yang lengkap tentang riwayat penyakit pasien dan penyampaian

informasi mengenai penatalaksanaan pengobatan yang diberikan dokter. Melihat

pentingnya komunikasi timbal balik yang berisi informasi ini, maka secara jelas

dan tegas diatur

dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran

Paragraf 2, Pasal 45 ayat (2), (3), Paragraf 6, Pasal 50 huruf (c), Paragraf 7, Pasal

52 huruf (a), (b), dan Pasal 53 huruf (a). Paragraf 6 dan 7 dalam Undang Undang

Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik  Kedokteran secara jelas menyebutkan

mengenai hak dan kewajiban dokter dan hak dan kewajiban pasien yang di

antaranya memberikan penjelasan dan mendapatkan informasi. Hak pasien

sebenarnya merupakan hak yang asasi yang bersumber dari hak dasar individual

dalam bidang kesehatan (The Right of Self Determination).

Meskipun sebenarnya sama fundamentalnya, hak atas pelayanan kesehatan

sering dianggap lebih mendasar. Dalam hubungan dokter-pasien, secara relatif

pasien berada dalam posisi yang lebih lemah. Kekurangmampuan pasien untuk

membela kepentingannya yang dalam hal ini disebabkan ketidaktahuan pasien

pada masalah pengobatan, dalam situasi pelayanan kesehatan menyebabkan

timbulnya kebutuhan untuk mempermasalahkan hak-hak pasien dalam

menghadapi tindakan atau perlakuan dari para profesional kesehatan. Berdasarkan

hak dasar manusia yang melandasi transaksi terapeutik (penyembuhan), setiap

pasien bukan hanya mempunyai kebebasan untuk menentukan apa yang boleh

dilakukan terhadap dirinya atau tubuhnya, tetapi ia juga terlebih dahulu berhak

untuk mengetahui hal-hal mengenai dirinya. Pasien perlu diberi tahu tentang

penyakitnya dan tindakan-tindakan apa yang dapat dilakukan dokter terhadap

tubuhnya untuk menolong dirinya serta segala risiko yang mungkin timbul

kemudian.

 Informed consent dilihat dari aspek hukum bukanlah sebagai perjanjian antara

dua pihak, atau perjanjian yang bersifat khusus, karena dalam pelayanan

kesehatan, dokter tidak bisa menjanjikan sesuatu dalam upaya penyembuhan

seseorang, akan tetapi seorang dokter akan selalu berupaya semaksimal mungkin

menurut standar pelayanan dan keilmuan tertinggi yang dimiliki oleh dokter

tersebut dalam upaya penyembuhan dan penyelamatan nyawa seseorang, karena

setiap tindakan dalam pelayanan kesehatan mengandung resiko, maka dari itu

informed concent lebih cendrung kearah persetujuan sepihak atas layanan yang

ditawarkan pihak lain.

 DAFTAR PUSTAKA

Forensik A1 FKUI, 2006, Informed Consent-Persetujuan dan Penolakan,

www.w3.org/ TR/xhtml1/DTD/xhtml1-transitional, diakses pada tanggal 13

Oktober 2007.

Guwandi,J, Informed Consent,Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.2004Guwandi, J, Tanya Jawab Persetujuan Tindakan Medis, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.1994Hanafiah,j,M.,Amir,A,1997,Etika kedokteran dan Hukum Kesehatan, edisi 3, EGC, Bandung Purnomo,B. 2001, Hukum Kaesehatan, program pengembangan Profesional, Magister Manajemen Rumahsakit, Universitas Gajah Mada.Peraturan mentri kesehatan RI, No 438/Menkes/SK/VI/1993 Tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit Dan Standar Medis di Rumah Sakit. Suekamto,S, Herkutanto,1987, Pengantar Hukum Kesehatan, Remadja karya, Bandung._______,2006, Kumpulan lengkap perundangan Hak Asasi Manusia, pustaka yustisia,Yogyakarta.

Sampurno.s Health and Human righth otonomi pasien dan Informed Consent, prosiding seminar dan lokakarya,IDI Jakarta  2003Undang-undang praktek kedokteran No 29 tahun 2004, pustaka yustisia,Yogyakarta  2007.

     Yulianto, Feri M, 2006, Pengaruh Pemberian Informasi Tertulis Terhadap

Tingkat Pemahaman, Kepuasan, Dan Kecemasan Pasien Hernia Inguinalis

Reponnibel Terhadap Informed Consent Di RS Sardjito Yogyakarta, UGM,

Yogyakarta.

Wasisto B,dkk, 2006, Komunikasi efektif dokter dan pasien.Konsil Kedokteran

Indonesia,                  Jakarta    

http://drg-ezwandra.blogspot.com/