indikator dalam proses keperawatan komunitas(2).docfix

35
INDIKATOR DALAM PROSES KEPERAWATAN KOMUNITAS No. Topik Masalah Keperawatan Indikator Daerah/ Kabupaten Malang Nasional Internasional 1. Kesehatan Remaja Indikator Kesehatan Remaja Kota Malang: Cakupan pelayanan kesehatan remaja (80%) Upaya penyuluhan P3 NAPZA oleh petugas kesehatan ( 15%) Puskesmas yang memiliki PKPR memberikan layanan baik di dalam maupun di luar gedung yang ditujukan bagi kelompok remaja berbasis sekolah ataupun masyarakat. Hal ini dilakukan agar layanan yang diberikan dapat menjangkau semua kelompok remaja (10-19 tahun). Kriteria yang ditetapkan bagi Puskesmas yang mampu laksana PKPR yaitu: 1. Melakukan pembinaan pada minimal 1 sekolah (sekolah umum, sekolah berbasis agama) dengan melaksanakan kegiatan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) di sekolah binaan minimal 2 kali dalam setahun; 2. Melatih Kader Kesehatan Remaja di sekolah minimal sebanyak 10% dari jumlah murid di sekolah binaan; dan 3. Memberikan pelayanan konseling pada semua remaja yang memerlukan konseling Berdasarkan WHO, indikator kesehatan remaja bisa dilihat dari MDG`s poin 6, yang meliputi : Target 6A : 6.1 Prevalensi HIV diantara populasi yang berusia 15-24 tahun. 6.2 Penggunaan kondom diantara kelompok seks risiko tinggi. 6.3 Proporsi populasi berusia 15-24 tahun dengan pengetahuan komprehensiv yang tepat mengenai HIV/AIDS. 6.4 Rasio kehadiran sekolah anak yatim sampai kehadiran sekolah anak tidak yatim usia 15-24 tahun. Target 6B : 6.5 Proporsi populasi dengan HIV lanjutan dengan akses ke obat antiretroviral.

Upload: muhammad-reza-arif-rahman

Post on 22-Nov-2015

71 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Indikator Dalam Proses Keperawatan Komunitas(2)

TRANSCRIPT

  • INDIKATOR DALAM PROSES KEPERAWATAN KOMUNITAS

    No. Topik Masalah

    Keperawatan

    Indikator

    Daerah/ Kabupaten Malang Nasional Internasional

    1. Kesehatan

    Remaja

    Indikator Kesehatan Remaja

    Kota Malang:

    Cakupan pelayanan

    kesehatan remaja (80%)

    Upaya penyuluhan P3

    NAPZA oleh petugas

    kesehatan ( 15%)

    Puskesmas yang memiliki PKPR memberikan

    layanan baik di dalam maupun di luar gedung

    yang ditujukan bagi kelompok remaja berbasis

    sekolah ataupun masyarakat. Hal ini dilakukan

    agar layanan yang diberikan dapat menjangkau

    semua kelompok remaja (10-19 tahun). Kriteria

    yang ditetapkan bagi Puskesmas yang mampu

    laksana PKPR yaitu:

    1. Melakukan pembinaan pada minimal 1

    sekolah (sekolah umum, sekolah berbasis

    agama) dengan melaksanakan kegiatan

    Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) di

    sekolah binaan minimal 2 kali dalam

    setahun;

    2. Melatih Kader Kesehatan Remaja di

    sekolah minimal sebanyak 10% dari jumlah

    murid di sekolah binaan; dan

    3. Memberikan pelayanan konseling pada

    semua remaja yang memerlukan konseling

    Berdasarkan WHO, indikator kesehatan

    remaja bisa dilihat dari MDG`s poin 6, yang

    meliputi :

    Target 6A :

    6.1 Prevalensi HIV diantara populasi yang

    berusia 15-24 tahun.

    6.2 Penggunaan kondom diantara kelompok

    seks risiko tinggi.

    6.3 Proporsi populasi berusia 15-24 tahun

    dengan pengetahuan komprehensiv yang

    tepat mengenai HIV/AIDS.

    6.4 Rasio kehadiran sekolah anak yatim

    sampai kehadiran sekolah anak tidak yatim

    usia 15-24 tahun.

    Target 6B :

    6.5 Proporsi populasi dengan HIV lanjutan

    dengan akses ke obat antiretroviral.

  • yang kontak dengan petugas PKPR.

    Berdasarkan target tahun 2012 yang

    ditentukan oleh program yaitu 70%

    2. Kesehatan

    Anak Usia

    Sekolah

    Meningkatnya pelayanan

    kesehatan anak pra sekolah dan

    usia sekolah, dengan indikator

    sasaran sebagai berikut :

    a. Meningkatnya deteksi dini

    tumbuh kembang anak balita

    dan pra sekolah 90%.

    b. Meningkatnya pemeriksaan

    kesehatan siswa SD dan

    setingkat oleh tenaga

    kesehatan atau tenaga

    terlatih/guru UKS / dokter

    kecil 100%.

    c. Meningkatnya pemeriksaan

    kesehatan siswa SD dan

    setingkat kelas 1 oleh tenaga

    kesehatan atau tenaga

    terlatih/guru UKS / dokter

    kecil 80%.

    d. Meningkatnya pelayanan

    Upaya kesehatan pada kelompok ini yang

    dilakukan melalui penjaringan kesehatan

    terhadap murid SD/MI kelas I juga menjadi

    salah satu indikator yang dievaluasi

    keberhasilannya melalui Renstra Kementerian

    Kesehatan. Melalui kegiatan penjaringan

    kesehatan diharapkan bisa mengatasi

    permasalahan kesehatan pada anak usia

    sekolah yaitu pelaksanaan Perilaku Hidup

    Bersih dan Sehat (PHBS) seperti menggosok

    gigi dengan baik dan benar, mencuci tangan

    menggunakan sabun, karies gigi, kecacingan,

    kelainan refraksi/ketajaman penglihatan dan

    masalah gizi.

    Kegiatan penjaringan kesehatan ini terdiri dari :

    1. Pemeriksaan kebersihan perorangan

    (rambut, kulit dan kuku)

    2. Pemeriksaan status gizi melalui

    pengukuran antropometri

    Memastikan pada 2015 semua anak

    dimanapun, laki-laki maupun perempuan,

    dapat menyelesaikan seluruh pendidikan

    dasar

    1. Angka Partisipasi Murni Sekolah Dasar

    (APM SD)

    2. Angka Partisipasi Murni di Sekolah

    Menenga Pertama (APM-SMP)

    3. Proporsi Murid Kelas 1 yang Berhasil

    Mencapai Kelas 5

    4. Proporsi Murid Kelas 1 yang Berhasil

    Menamatkan Sekolah Dasar

    5. Proporsi Murid Kelas 1 yang Berhasil

    Menyelesaikan Sembilan Tahun

    pendidikan Dasar

    6. Angka Melek Huruf (AMH) Penduduk

    Usia 15-24 tahun

  • kesehatan remaja.

    Cakupan pemeriksaan

    kesehatan siswa SD dan

    setingkat oleh tenaga kesehatan

    atau tenaga terlatih / guru

    UKS/Dokter Kecil (100%)

    3. Pemeriksaan ketajaman indera

    (penglihatan dan pendengaran)

    4. Pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut

    5. Pemeriksaan laboratorium untuk anemia

    dan kecacingan

    6. Pengukuran kebugaran jasmani

    7. Deteksi dini masalah mental emosional.

    Melalui penjaringan kesehatan diharapkan

    siswa SD/sederajat kelas 1 yang memiliki

    masalah kesehatan mendapatkan penanganan

    sedini mungkin. Penjaringan kesehatan dinilai

    dengan menghitung persentase SD/MI yang

    melakukan penjaringan kesehatan terhadap

    seluruh SD/MI yang menjadi sasaran

    penjaringan. Cakupan SD atau sederajat yang

    melaksanakan penjaringan kesehatan untuk

    siswa kelas 1 target Renstra 2012 sebesar

    92%.

    Dalam bidang kesehatan, tindakan kekerasan

    melakukan intrevensi dalam bentuk

    penyediaan akses pelayanan kesehatan bagi

  • korban kekerasan pada anak yang terdiri dari

    pelayanan di tingkat dasar melalui puskesmas

    mampu tatalaksana kekerasan terhadap anak

    dan Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) di rumah

    sakit untuk penanganan kasus rujukan.

    Puskesmas yang mampu tatalaksana

    kekerasan terhadap anak memberikan

    pelayanan penanganan gawat darurat,

    konseling, medikolegal dan rujukan (medis dan

    psikososial). Rumah sakit sebagai penyedia

    pelayanan kesehatan rujukan juga memiliki

    peran terhadap penatalaksanaan kasus

    kekerasan terhadap anak melalui pelayanan

    terpadu. Pelayanan terpadu di Rumah Sakit

    memberikan pelayanan spesialistik, IGD,

    perawatan, medikolegal dan psikososial

    (bantuan hukum dan perlindungan sosial

    bagi anak melalui panggilan telepon pada

    saat diperlukan).

    Puskesmas mampu tatalaksana kasus

    kekerasan terhadap anak memiliki 2 kriteria

    yaitu :

  • 1. Memiliki tenaga kesehatan terlatih

    /terorientasi tata laksana kasus KtA

    2. Melaksanakan rujukan medis maupun

    psikososial

    Persentase kabupaten/kota dengan minimal 2

    Puskesmas mampu tatalaksana KtA di

    Indonesia pada tahun 2012 sebesar 71,63%.

    3. Kesehatan Ibu

    dan Anak

    Pelayanan kesehatan Ibu dan

    Bayi :

    Cakupan kunjungan Ibu hamil

    K4 (95%) pada tahun 2015

    Cakupan pertolongan

    persalinan oleh Bidan atau

    tenaga kesehatan yang

    memiliki kompetensi

    kebidanan (90%)

    Ibu hamil risiko tinggi yang

    dirujuk (100%)

    Cakupan kunjungan neonatus

    (90%)

    Cakupan kunjungan bayi

    (90%)

    Indikator Kesehatan Ibu:

    - Cakupan ibu hamil yang mendapatkan

    pelayanan antenatal pertama (K1) 89,54%

    - Cakupan ibu hamil yang mendapatkan

    pelayanan antenatal 4x (K4) 95%

    - Persalinan yang di tolong oleh tenaga

    kesehatan (PN) 80%

    - Cakupan Kunjungan Nifas (NF) 90%

    - Komplikasi Obstetrik (PK) 100%

    - kematian ibu dan cakupan peserta KB aktif

    70%

    - cakupan pelayanan kesehatan dasar

    masyarakat miskin 100%

    - cakupan desa siaga aktif 80%

    Indikator Kesehatan Anak:

    MDGs

    Goal 4: Menurunkan Angka Kematian

    Anak

    Target 4a: Mengurangi 2/3 angka kematian

    balita dalam kurun waktu 1990 dan 2015.

    Angka Kematian Bayi (AKB) per 1000

    kelahiran hidup 1991:68%, 2007:34%,

    2015:23%

    Kematian bayi adalah kematian yang

    terjadi antara saat setelah bayi lahir

    sampai bayi belum berusia tepat satu

    tahun. Banyak faktor yang dikaitkan

    dengan kematian bayi. Secara garis

    besar, dari sisi penyebabnya, kematian

    bayi ada dua macam yaitu endogen dan

  • Cakupan bayi berat lahir

    rendah / BBLR yang ditangani

    (100%)

    Desa/ Kelurahan Universal

    Child Immunization (UCI)

    (100%)

    Cakupan ibu hamil mendapat

    90 tablet Fe (90%)

    Akses terhadap ketersediaan

    darah dan komponen yang

    aman untuk menangani

    rujukan ibu hamil dan

    neonatus (80%)

    Ibu hamil risiko tinggi/

    komplikasi yang ditangani

    (80%)

    Neonatal risiko tinggi/

    komplikasi yang ditangani

    (80%)

    Cakupan Komplikasi

    Kebidanan : 80 %

    Cakupan Pelayanan Nifas

    - Angka kematian balita per 1.000

    kelahiranhidup

    - Angka kematian bayi (AKB) per 1.000

    kelahiran hidup

    Cakupan Neonatus dengan komplikasi

    yang ditangani 80%

    - Cakupan Kunjungan Bayi 90%

    - Cakupan Desa/Kelurahan Universal Child

    Imunization 100%

    - Persentase anak usia 1 tahun yang

    diimunisasi campak 99,3%

    - Cakupan Kunjungan Bayi 90%

    ( SPM yang ditentukan Depkes PP 65/2005)

    Beberapa indikator pemantauan program KIA

    yang dipakai untuk PWS KIA meliputi indikator

    yang dapat menggambarkan keadaan dalam

    program pokok KIA sebagai, antara lain :

    Akses pelayanan antenatal (K1)

    Adalah cakupan ibu hamil yang pertama kali

    mendapat pelayanan antenatal oleh tenaga

    kesehatan di suatu wilayah kerja pada kurun

    eksogen.

    Kematian bayi endogen atau yang umum

    disebut dengan kematian neonatal;

    adalah kematian bayi yang terjadi pada

    bulan pertama setelah dilahirkan, dan

    umumnya disebabkan oleh faktor-faktor

    yang dibawa anak sejak lahir, yang

    diperoleh dari orang tuanya pada saat

    konsepsi atau didapat selama kehamilan.

    Kematian bayi eksogen atau kematian

    post neo-natal, adalah kematian bayi

    yang terjadi setelah usia satu bulan

    sampai menjelang usia satu tahun yang

    disebabkan oleh faktor-faktor yang

    bertalian dengan pengaruh lingkungan

    luar.

    Salah satu faktor yang mempengaruhi

    tinggi atau rendahnya angka kematian

    bayi di suatu daerah adalah tersedianya

    fasilitas kesehatan bagi masyarakatnya.

    Penurunan AKB tersebut antara lain

    disebabkan oleh peningkatan cakupan

    imunisasi bayi, peningkatan cakupan

  • 90% waktu tertentu. Indikator akses ini digunakan

    untuk mengetahui jangkauan pelayanan

    antenatal serta kemampuan program dalam

    menggerakkan masyarakat.

    Pelayanan antenatal diupayakan agar

    memenuhi standar kualitas 7 T, yaitu :

    1. Penimbangan berat badan dan pengukuran

    tinggi badan;

    2. Pengukuran tekanan darah;

    3. Pengukuran tinggi puncak rahim (fundus

    uteri);

    4. Penentuan status imunisasi tetanus dan

    pemberian imunisasi tetanus toksoid

    1. sesuai status imunisasi;

    5. Pemberian tablet tambah darah minimal 90

    tablet selama kehamilan;

    6. Pelaksanaan temu wicara (pemberian

    komunikasi interpersonal dan konseling,

    2. termasuk keluarga berencana); serta

    7. Pelayanan tes laboratorium sederhana,

    minimal tes hemoglobin darah (Hb) dan

    3. pemeriksaan golongan darah (bila belum

    pernah dilakukan sebelumnya).

    persalinan oleh tenaga kesehatan,

    penempatan bidan di desa dan

    meningkatnya proporsi ibu dengan

    pendidikan yang tinggi.

    Angka Kematian Balita (AKBA) per 1000

    kelahiran hidup 1991:97%, 2007:44%,

    2015:32%

    Angka Kematian Balita adalah jumlah

    kematian anak berusia 0-4 tahun selama

    satu tahun tertentu per 1000 anak umur

    yang sama pada pertengahan tahun itu

    (termasuk kematian bayi).

    Angka Kematian Neonatal per 1000

    kelahiran hidup 1991:32%, 2007:19%

    Proporsi anak-anak berusia 1 tahun

    diimunisasi campak 1991:44.5%,

    2007:67%

    Proporsi anak usia 12-23 bulan yang

    telah diimunisasi campak 1991:57.5%,

    2007:76.4%

    Goal 5: Meningkatkan Kesehatan Ibu

    Target 5A: Menurunkan Angka Kematian

  • Target Rencana Strategis Kementerian

    Kesehatan sebesar 90%

    Cakupan pelayanan ibu hamil (K4)

    Adalah cakupan ibu hamil yang telah

    memperoleh pelayanan antenatal sesuai

    dengan standar, paling sedikit empat kali

    dengan distribusi waktu 1 kali pada trimester

    ke-1, 1 kali pada trimester ke2 dan 2 kali pada

    trimester ke-3 disuatu wilayah kerja pada kurun

    waktu tertentu. Dengan indikator ini dapat

    diketahui cakupan pelayanan antenatal secara

    lengkap (memenuhi standar pelayanan dan

    menepati waktu yang ditetapkan), yang

    menggambarkan tingkat perlindungan ibu

    hamil di suatu wilayah, di samping

    menggambarkan kemampuan manajemen

    ataupun kelangsungan program KIA.

    Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan

    (PN)

    Adalah cakupan ibu bersalin yang mendapat

    pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan

    Ibu hingga dalam Kurun Waktu

    1990-2015

    Angka Kematian Ibu per 100.000

    kelahiran hidup 1991:390, 2007:228,

    2015:102

    Kematian ibu adalah kematian

    perempuan pada saat hamil atau

    kematian dalam kurun waktu 42 hari sejak

    terminasi kehamilan tanpa memandang

    lamanya kehamilan atau tempat

    persalinan, yakni kematian yang

    disebabkan karena kehamilannya atau

    pengelolaannya, tetapi bukan karena

    sebab-sebab lain seperti kecelakaan,

    terjatuh dll.

    Salah satu faktor penting untuk

    menciptakan sumber daya perempuan

    yang berkualitas adalah dengan

    meningkatkan derajat kesehatan

    perempuan itu sendiri, pembangunan di

    bidang kesehatan khususnya pelayanan

    untuk kaum perempuan, seharusnya tidak

    boleh tertinggal dibandingkan

  • yang memiliki kompetensi kebidanan, di suatu

    wilayah kerja dalam kurun waktu tertentu.

    Dengan indikator ini dapat diperkirakan

    proporsi persalinan yang ditangani oleh tenaga

    kesehatan dan ini menggambarkan

    kemampuan manajemen program KIA dalam

    pertolongan persalinan sesuai standar.

    Target Renstra Kementerian Kesehatan

    sebesar 88%.

    Cakupan pelayanan nifas oleh tenaga

    kesehatan (KF3)

    Adalah cakupan pelayanan kepada ibu pada

    masa 6 jam sampai dengan 42 hari pasca

    bersalin sesuai standar paling sedikit 3 kali

    dengan distribusi waktu 6 jam 3 hari, 8 14

    har dan 36 42 har setelah bersalin di suatu

    wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.

    Dengan menggunakan indikator tersebut,

    dapat diketahui cakupan pelayanan nifas

    secara lengkap (memenuhi standar pelayanan

    dan menepati waktu yang ditetapkan), yang

    menggambarkan jangkauan dan kualitas

    pembangunan di sektor lain. Secara

    nasional, permasalahan kesehatan

    perempuan masih sangat menonjol.

    Salah satu indikator yang dapat dijadikan

    alat untuk mengukur kualitas kesehatan

    perempuan adalah dengan Angka

    Kematian Ibu atau Maternal Motality Rate

    (MMR) sangat erat hubungannya dengan

    tingkat kesadaran prilaku hidup sehat,

    status gizi dan kesehatan ibu serta tingkat

    pelayanan kesehatan ibu terutama pada

    saat ibu hamil, bersalin dan masa nifas.

    Apabila dilihat dari tahun ketahun angka

    kematian ibu menunjukan hasil yang baik,

    sebab adanya penurunan yakni tahun

    2004 berjumlah 53, untuk tahun 2005

    turun menjadi 40 orang, dan berdasarkan

    laporan yang masuk tahun 2006 adalah

    49 orang.

    Proporsi Kelahiran yang ditolong tenaga

    kesehatan terlatih 1994:47.2%,

    2009:77.4%, 2014:90%

    Dalam usaha peningkatan derajat

  • pelayanan kesehatan ibu nifas, di samping

    menggambarkan kemampuan manajemen

    ataupun kelangsungan program KIA.

    Jenis pelayanan kesehatan ibu nifas yang

    diberikan meliputi :

    a. Pemeriksaan tanda vital (tekanan darah,

    nadi, nafas, dan suhu);

    b. Pemeriksaan tinggi puncak rahim (fundus

    uteri);

    c. Pemeriksaan lokhia dan cairan per vaginam

    lain;

    d. Pemeriksaan payudara dan pemberian

    anjuran ASI eksklusif;

    e. Pemberian komunikasi, informasi, dan

    edukasi (KIE) kesehatan ibu nifas dan bayi

    b. baru lahir, termasuk keluarga berencana;

    a. Pelayanan keluarga berencana pasca

    persalinan.

    Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan

    (SPM) menetapkan target pelayanan nifas

    pada tahun 2015 sebesar 90%.

    Cakupan pelayanan neonatus pertama (KN

    kesehatan terutama dalam program

    peningkatan kesehatan ibu dan anak,

    tenaga terlatih yang menjadi penolong

    atau penyedia layanan kesehatan

    merupakan kewajiban yang harus

    disiapkan pemerintah. Melalui

    serangkaian program pemerintah, usaha

    menyiapkan tenaga kesehatan mulai dari

    perawat, bidan dan dokter sudah

    dilakukan dengan optimal. Tenaga

    penolong kelahiran merupakan prioritas

    pertama untuk meningkatkan kualitas

    sekaligus usaha menekan angka

    kematian ibu dan anak pada saat

    melahirkan. Namun dalam

    masyarakat,terdapat beberapa sosok

    yang dikenal sebagai tenaga penolong

    persalinan, mulai dari sosok yang terdidik

    seperti dokter kandungan, bidan,

    perawat, sampai tenaga yang bukan

    terdidik seperti dukun beranak yang

    menggunakan metode tradisional.

    Penolong persalinan bayi dapat dijadikan

  • 1)

    Adalah cakupan neonatus yang mendapatkan

    pelayanan sesuai standar pada 6 48 jam

    setelah lahir di suatu wilayah kerja pada kurun

    waktu tertentu. Dengan indikator ini dapat

    diketahui akses/jangkauan pelayanan

    kesehatan neonatal.

    Cakupan pelayanan neonatus Lengkap (KN

    Lengkap).

    Adalah cakupan neonatus yang mendapatkan

    pelayanan sesuai standar sedikitnya tiga kali

    yaitu 1 kali pada 6 48 jam, 1 kali pada hari ke

    3 har ke 7 dan 1 kal pada hari ke 8 har ke

    28 setelah lahir disuatu wilayah kerja pada

    kurun waktu tertentu. Dengan indikator ini

    dapat diketahui efektifitas dan kualitas

    pelayanan kesehatan neonatal.

    Deteksi faktor risiko dan komplikasi oleh

    Masyarakat

    Adalah cakupan ibu hamil dengan faktor risiko

    atau komplikasi yang ditemukan oleh kader

    salah satu indikator kesehatan, terutama

    dalam hubungannya dengan tingkat

    kesejahteraan ibu dan pelayanan

    kesehatan secara umum. Dilihat dari

    kesehatan ibu, persalinan oleh tenaga

    medis seperti dokter atau bidan dapat

    dianggap lebih baik daripada penolong

    kelahiran yang lain.

    Target 5B: Mewujudkan akses kesehatan

    reproduksi bagi semua pada tahun 2015

    Tingkat pemakaian kontrasepsi/

    Contraceptive Prevalence Rate (CPR)

    1991:49.7%, 2007:61.4%

    Program Keluarga Berencana (KB) yang

    mempunyai slogan 2 Anak Cukup!

    Dicanangkan pemerintah sebagai usaha

    untuk mengendalikan pertumbuhan

    penduduk serta meningkatkan kesehatan

    ibu dan anak. Dengan KB, keluarga

    Indonesia atau pasangan usia subur

    didorong untuk merencanakan

    kehamilan/kelahiran, menjarangkan

  • atau dukun bayi atau masyarakat serta dirujuk

    ke tenaga kesehatan di suatu wilayah kerja

    pada kurun waktu tertentu. Indikator ini

    menggambarkan peran serta dan keterlibatan

    masyarakat dalam mendukung upaya

    peningkatan kesehatan ibu hamil, bersalin dan

    nifas.

    Cakupan Penanganan komplikasi Obstetri

    (PK)

    Adalah cakupan Ibu dengan komplikasi

    kebidanan di suatu wilayah kerja pada kurun

    waktu tertentu yang ditangani secara definitif

    sesuai dengan standar oleh tenaga kesehatan

    kompeten pada tingkat pelayanan dasar dan

    rujukan. Penanganan definitif adalah

    penanganan/pemberian tindakan terakhir untuk

    menyelesaikan permasalahan setiap kasus

    komplikasi kebidanan. Indikator ini mengukur

    kemampuan manajemen program KIA dalam

    menyelenggarakan pelayanan kesehatan

    secara professional kepada ibu hamil bersalin

    dan nifas dengan komplikasi.

    kelahiran agar kualitas kesehatan anak,

    ibu dan keluarga mencapai hasil

    maksimal.

    CPR cara modern pada wanita usia

    15-49 tahun 1991:47.1%, 2007:57.4%

    Tingkat kelahiran pada remaja per 1000

    perempuan usia 15-19 tahun 1991: Kota

    (39), Desa (82); 2007: Kota (26), Desa

    (74)

    Cakupan Pelayanan Antenatal (K1 dan

    K4) 1995: K1 (85%), K4 (64.8%); 2007:

    K1 (92.7%), K4 (86%)

    Unmet need KB 1991: 12.7%, 2007:

    9.1%

  • Neonatus dengan komplikasi yang

    ditangani

    Adalah cakupan neonatus dengan komplikasi

    yang ditangani secara definitif oleh tenaga

    kesehatan kompeten pada tingkat pelayanan

    dasar dan rujukan di suatu wilayah kerja pada

    kurun waktu tertentu. Penanganan definitif

    adalah pemberian tindakan akhir pada setiap

    kasus komplikasi neonatus yang pelaporannya

    dihitung 1 kali pada masa neonatal. Kasus

    komplikasi yang ditangani adalah seluruh

    kasus yang ditangani tanpa melihat hasilnya

    hidup atau mati. Indikator ini menunjukkan

    kemampuan sarana pelayanan kesehatan

    dalam menangani kasus kasus

    kegawatdaruratan neonatal, yan kemudian

    ditindaklanjuti sesuai dengan kewenangannya,

    atau dapat dirujuk ke tingkat pelayanan yang

    lebih tinggi.

    Cakupan kunjungan bayi (29 hari 11 bulan)

    Adalah cakupan bayi yang mendapatkan

  • pelayanan paripurna minimal 4 kali yaitu 1 kali

    pada umur 29 hari 2 bulan 1 kal pada umur 3

    bulan, dan satu kali pada umur 6 8 bulan

    dan 1 kal pada umur 9 11 bulan sesuai

    standar di suatu wilayah kerja pada kurun

    waktu tertentu. Dengan indikator ini dapat

    diketahui efektifitas, continuum of care dan

    kualitas pelayanan kesehatan bayi.

    Cakupan pelayanan anak balita (12 59

    bulan).

    Adalah cakupan anak balita (12 59 bulan)

    yang memperoleh pelayanan sesuai standar,

    meliputi pemantauan pertumbuhan minimal 8x

    setahun, pemantauan perkembangan minimal

    2 x setahun, pemberian vitamin A 2 x setahun

    Sedangkan data yang diperlukan untuk

    mendukung pelaksanaan PWS KIA menurut

    Pedoman Pengawasan Wilayah Setempat

    Kesehatan Ibu dan Anak ( PWS KIA (2009),

    meliputi data sasaran (jumlah ibu hamil, jumlah

    ibu bersalin, jumlah ibu nifas, jumlah bayi,

    jumlah anak balita, jumlah Wanita Usia Subur)

  • dan data pelayanan KIA. Setiap bulan bidan di

    desa mengolah data yang tercantum dalam

    buku kohort dan register kemudian dijadikan

    sebagai bahan laporan bulanan KIA. Langkah

    pengolahan data meliputi pembersihan data

    (melihat kelengkapan dan kebenaran pengisian

    formulir yang tersedia), validasi (melihat

    kebenaran dan ketepatan data) dan

    pengelompokan (sesuai dengan kebutuhan

    data yang harus di laporkan).

    Rencana Strategis Kementerian Kesehatan

    Tahun 2010-2014, ditargetkan pada

    akhir tahun 2014 di setiap kabupaten/kota

    terdapat minimal 4 (empat) Puskesmas

    rawat inap mampu PONED dan 1 (satu)

    Rumah Sakit Kabupaten/Kota yang mampu

    melaksanakan PONEK

    4. Gizi Balita Indikator Gizi Balita tingkat

    Kabupaten Malang:

    1. Cakupan balita mendapat

    kapsul vitamin A 2 kali per

    tahun (90%);

    23 per 1.000 kelahiran hidup di tahun 2015.

    Millenium Development Goals (MDGs)

    menetapkan nilai normatif AKABA, yaitu

    sangat tinggi dengan nilai > 140 per 1.000

    kelahiran hidup, tinggi dengan nilai 71-140

    MDGs

    Goal 1: Memberantas Kemiskinan dan

    Kelaparan

    Target 1a: Menurunkan % penduduk yang

  • 2. Cakupan ibu hamil mendapat

    90 tablet Fe (90%);5

    3. Cakupan pemberian

    makanan pendamping ASI

    pada bayi Bawah Garis

    Merah dari keluarga miskin

    (100%);

    4. Balita gizi buruk mendapat

    perawatan (100%).

    5. Balita yang naik berat

    badannya 80%.

    6. Balita bawah garis merah

  • Z-score yaitu :

    a. Klasifikasi Status Gizi Berdasarkan indikator

    BB/U :

    Gizi Buruk : Zscore < -3,0

    Gizi Kurang : Zscore >= -3,0 s/d Zscore <

    -2,0

    Gizi Baik : Zscore >= -2,0 s/d Zscore 2,0

    b. Klasifikasi Status Gizi Berdasarkan

    indikator TB/U:

    Sangat Pendek: Zscore < -3,0

    Pendek : Zscore >=- 3,0 s/d Zscore <

    -2,0

    Normal : Zscore >= -2,0

    c. Klasifikasi Status Gizi Berdasarkan

    indikator BB/TB:

    Sangat Kurus : Zscore < -3,0

    Kurus : Zscore >= -3,0 s/d Zscore < -2,0

    Normal : Zscore >= -2,0 s/d Zscore <

    =2,0

    Gemuk : Zscore > 2,0

  • d. Klasifikasi Status Gizi Berdasarkan

    gabungan indikator TB/U dan BB/TB:

    Pendek-Kurus : Zscore TB/U < -2,0 dan

    ZScore BB/TB < -2,0

    Pendek- Normal : Zscore TB/U < -2,0

    dan Zscore BB/TB antara -2,0 s/d 2,0

    Pendek- Gemuk : Zscore TB/U < -2,0

    dan Zscore BB/TB > 2,0

    TB Normal- Kurus : Zscore TB/U > =

    -2,0 dan Zscore BB/TB < -2,0

    TB Normal - Normal : Zscore TB/U >=

    -2,0 dan Zscore BB/TB antara -2,0 s/d

    2,0

    TB Norma l- Gemuk : Zscore TB/U >=

    -2,0 dan Zscore BB/TB > 2,0

    ( Riskesdas, 2010 ) 2.1

    2) Indikator status gizi balita

    1. cakupan balita mendapat kapsul vitamin

    A 2 kali per tahun (90%)

    2. cakupan pemberian makanan

    pendamping ASI pada bayi gizi kurang

    dari keluarga miskin(100%)

  • 3. balita yang naik berat badannya (80 %)

    4. balita Bawah Garis Merah (< 15 %)

    5. balita gizi buruk mendapat perawatan

    sesuai dengan standar tata laksana gizi

    buruk (100%)

    6. balita ditimbang (D/S)

    7. balita gizi buruk

    berdasarkan indeks Berat Badan

    menurut Panjang Badan (BB/PB) atau

    Berat Badan menurut Tinggi Badan

    (BB/TB) dengan nilai Z score < - 3 SD

    dan/atau terdapat tanda klinis gizi buruk

    lainnya. Tanda klinis gizi buruk yaitu

    kwarshiorkor, marasmus dan

    kwarshiorkor-marasmus

    8. cakupan ASI Eksklusif

    9. anak 6 24 bulan gizi kurang

    10. balita gizi kurang

    11. gizi buruk ditangani

    12. vitamin A 6 59 bulan

    jumlah bayi usia 6 11 bulan yang

    mendapat 1 (satu) kapsul vitamin A yang

    mengandung vitamin A dosis tinggi, yaitu

  • 100.000 satuan Internasional (SI) untuk

    bayi.

    13. anak 6 24 bulan gizi kurang dapat MP

    ASI

    14. konsumsi garam beryodium

    ( Depkes, 2012 )

    5. Penyakit TB 1. Kesembuhan penderita TBC

    bta positif >85%

    2. Persentase kasus baru TB

    Paru (BTA positif) yang

    disembuhkan 90%

    ( SPM yang ditentukan Depkes

    PP 65, 2005 )

    Indikator :

    Angka kejadian tuberkulosis (insiden

    semua kasus/ 100.000 penduduk/ tahun)

    Proporsi jumlah kasus Tuberkulosis yang

    terdeteksi dalam program DOTS (CDR

    70%)

    Proporsi angka kesembuhan penderita

    (cure rate 85%)

    Proporsi kasus Tuberkulosis yang berhasil

    diobati dalam program DOTS (success

    rate 96%)

    Persentase kasus baru TB Paru (BTA

    positif) yang disembuhkan 90,2%

    Jumlah kasus TB per 100.000 penduduk

    187

    Proporsi Jumlah kasus TB yang terdeteksi

    WHO menetapkan standar angka

    penemuan kasus sebesar 70%.

    Angka keberhasilan pengobatan (SR) ini

    juga telah memenuhi target keberhasilan

    pengobatan yang distandarkan oleh

    WHO yaitu minimal 85%.

    MDGs

    Goal 6: Mengendalikan HIV dan AIDS,

    Malaria dan Penyakit Menular Lainnya

    (TB)

    Target 6C: Mengandalikan penyebaran dan

    mulai menurunkan jumlah kasus baru

    Malaria dan penyakit utama lainnya

    (Tuberculosis) hingga tahun 2015.

    Angka kejadian Tuberculosis (semua

  • dalam program DOTS 84.40%

    ( Kemenkes RI, 2013 )

    1. Angka Penjaringan

    Adalah jumlah suspek yang diperiksa

    dahaknya diantara 100.000 penduduk

    pada suatu wilayah tertentu dalam 1 tahun.

    Angka ini digunakan untuk mengetahui

    akses pelayanan dan upaya penemuan

    pasien dalam suatu wilayah tertentu,

    dengan memperhatikan

    kecenderungannya dari waktu ke waktu

    (triwulan/tahunan). Jumlah suspek yang

    diperiksa bisa didapatkan dari buku daftar

    suspek UPK yang tidak mempunyai

    wilayah cakupan penduduk, misalnya

    rumah sakit, BP4 atau dokter praktek

    swasta, indikator ini tidak dapat dihitung

    Rumus :

    x 100.000

    2. Proporsi pasien TB BTA Positif Suspek

    Proporsi Pasien BTA (+) adalah

    persentase pasien BTA positif yang

    ditemukan diantara seluruh suspek yang

    kasus/ 100.000 penduduk/ tahun)

    1990:343, saat ini:228

    Tingkat prevalensi Tuberkulosis (per

    100.000 penduduk) 1990:443, saat

    ini:224

    Tingkat kematian karena Tuberculosis

    per 100.000 penduduk 1990:92, saat

    ini:39

    Proporsi kasus TB yang ditemukan

    melalui DOTS 2000:19.7%, saat ini:70%

    Proporsi kasus TB yang disembuhkan

    melalui DOTS (cure rate) 2000:71.6%,

    saat ini:80.9%

  • diperiksa dahaknya. Angka ini

    menggambarkan mutu dari proses

    penemuan sampai diagnosis pasien, serta

    kepekaan menetapkan kriteria suspek

    Rumus :

    x 100%

    3. Proporsi pasien TB paru BTA Positif

    diantara semua pasien TB paru tercatat

    Adalah persentase pasien Tuberkulosis

    paru BTA positif diantara semua pasien

    Tuberkulosis paru tercatat. Indikator ini

    menggambarkan prioritas penemuan

    pasien Tuberkulosis yang menular

    diantara seluruh pasien Tuberkulosis paru

    yang diobati.

    Rumus :

    x 100%

    Angka ini sebaiknya jangan kurang dari

    65%. Bila angka ini jauh lebih rendah, itu

    berarti mutu diagnosis rendah dan kurang

    memberikan prioritas untuk menemukan

    pasien yang menular (pasien BTA Positif).

    4. Proporsi pasien TB anak diantara

  • seluruh pasien TB

    Adalah persentase pasien TB anak (

  • kecenderungan keberhasilan pengobatan

    dan untuk mengetahui apakah

    pengawasan langsung menelan obat

    dilakukan dengan benar.

    Rumus :

    x 100%

    Angka minimal yang harus dicapai adalah

    80 %. Angka konversi yang tinggi akan

    diikuti dengan angka kesembuhan yang

    tinggi pula. Selain dihitung angka konversi

    pasien baru TB paru BTA positif, perlu

    dihitung juga angka konversi untuk pasien

    TB paru BTA positif yang mendapat

    pengobatan dengan kategori dua.

    6. Angka kesembuhan (Cure rate)

    Angka kesembuhan adalah angka yang

    menunjukkan persentase pasien TB BTA

    positif yang sembuh setelah selesai masa

    pengobatan, diantara pasien TB BTA

    positif yang tercatat. Angka kesembuhan

    dihitung tersendiri untuk pasien baru BTA

    positif yang mendapat pengobatan

    kategori 1/pasien BTA positif pengobatan

  • ulang dengan kategori 2. Angka ini dihitung

    untuk mengetahui keberhasilan program

    dan

    masalah potensial, dengan rumus:

    Rumus :

    x 100%

    7. Kesalahan Laboratorium

    Indikator kesalahan laboratorium

    menggambarkan mutu pembacaan

    sediaan secara mikroskopis langsung

    laboratorium pemeriksa pertama

    Pada dasarnya kasalahan laboartorium

    dihitung pada masing-masing laboratorium

    pemeriksa, di tingkat kabupaten/kota.

    Kabupaten/kota harus menganalisa jumlah

    laboratorium pemeriksa yang ada di

    wilayahnya yang melaksanakan uji

    silang, disamping menganalisa kesalahan

    pembacaan sediaan setiap laboratorium

    baik pada PRM/PPM/RS/BP4 maupun

    UPK yang lain, supaya dapat mengetahui

    mutu pemeriksaan sediaan dahak secara

    mikroskopis. Bagi laboratorium yang

  • memiliki kesalahan yang tidak dapat

    diterima, maka perlu dilakukan tindakan

    perbaikan.

    8. Angka notifikasi kasus

    Adalah angka yang menunjukkan jumlah

    pasien baru yang ditemukan dan tercatat

    diantara 100.000 penduduk di suatu

    wilayah tertentu. Angka ini apabila

    dikumpulkan serial, akan menggambarkan

    kecenderungan penemuan kasus dari

    tahun ke tahun di wilayah tersebut, dengan

    rumus:

    Rumus :

    x 100%

    Angka ini berguna untuk menunjukkan

    "trend" atau kecenderungan meningkat

    atau menurunnya penemuan pasien pada

    wilayah tersebut.

    9. Angka penemuan kasus

    Adalah persentase jumlah pasien baru

    BTA positif yang ditemukan dibanding

    jumlah pasien baru BTA positif yang

    diperkirakan ada dalam wilayah tersebut.

  • Case Detection Rate menggambarkan

    cakupan penemuan pasien baru BTA

    positif pada wilayah tersebut,dengan

    rumus:

    Rumus :

    x 100%

    Target Case Detection Rate Program

    Penanggulangan Tuberkulosis Nasional

    minimal 90%.

    10. Angka keberhasilan pengobatan

    Angka kesembuhan adalah angka yang

    menunjukkan persentase pasien TB BTA

    positif yang menyelesaikan pengobatan

    (baik yang sembuh maupun pengobatan

    lengkap) diantara pasien TB BTA positif

    yang tercatat. Dengan demikian angka ini

    merupakan penjumlahan dari angka

    kesembuhan dan angka pengobatan

    lengkap.

    6. Penyakit DBD Pencegahan dan

    Pemberantasan Penyakit

    Demam Berdarah Dengue

    (DBD) :

    Target rencana strategi Kementerian

    Kesehatan untuk angka kesakitan DBD tahun

    2014 sebesar

  • - Penderita DBD yang

    ditangani (80%).

    - Angka kesakitan penderita

    DBD per 100.000 penduduk

    22%

    - Rumah/bangunan bebas

    jentik nyamuk Aedes

    (>95%)1

    - Incident Rate DBD (per

    100.000) < 20

    - CFR/Angka Kematian DBD

    (per 100.000) < 2

    Upaya pengendalian penyakit DBD secara

    umum terdiri dari :

    1. Peningkatan kegiatan surveilans penyakit

    dan surveilans vektor;

    2. Diagnosis dini dan pengobatan dini; dan

    3. Peningkatan upaya pemberantasan vektor

    penular penyakit DBD.

    Upaya pemberantasan vektor dilakukan

    melalui kegiatan Pemberantasan Sarang

    Nyamuk (PSN). Kegiatan ini dilakukan melalui

    pengasapan dengan insektisida dalam 2

    siklus. Pada siklus pertama semua nyamuk

    yang mengandung virus dengue dan

    nyamuk-nyamuk lainnya akan mati. Namun,

    akan muncul nyamuk-nyamuk baru yang

    berasal dari jentik yang memang tidak dapat

    dibasmi pada siklus pertama. Oleh karena itu

    perlu dilakukan penyemprotan siklus kedua.

    Penyemprotan yang kedua dilakukan 1 minggu

    sesudah penyemprotan yang pertama agar

    nyamuk yang baru tersebut akan terbasmi

    sebelum sempat menularkan kepada orang

    lain. Untuk mengetahui efektivitas PSN maka

    25% pada tahun 2020.

    3. Memperkirakan beban penyakit akibat

    DBD pada tahun 2015.

  • dilakukan pemeriksaan jentik berkala (PJB).

    Kegiatan PJB menghasilkan indikator

    Angka Bebas Jentik (ABJ) yang

    menggambarkan kepadatan jentik. Capaian

    ABJ pada tahun 2012 mengalami peningkatan

    dibandingkan tahun 2011 yaitu dari 76,2%

    menjadi 79,3%.

    7. Penyakit

    Hipertensi

    - Menurunnya angka kematian

    (mortalitas) penderita

    (Penyakit Tidak Menular)

    PTM utama.

    - Menurunnya angka

    kesakitan (morbiditas)

    penderita PTM utama.

    - Menurunnya angka

    kecacatan (disabilitas)

    penderita PTM utama.

    - Menurunnya angka faktor

    risiko bersama PTM utama.

    - Penurunan 3 faktor risiko

    utama PTM (merokok,

    kurang aktifitas fisik dan

    konsumsi rendah serat).

    PEDOMAN SURVEILANS :

    1. Terbentuknya jaringan kerja yang berfungsi

    dalam surveilans faktor risiko, penyakit dan

    registri kematian akibat PJK dan Hipertensi

    di daerah

    2. Tersedianya metodeinstrumen standar

    untuk surveilans faktor risiko penyakit dan

    registri kematian akibat PJK dan Hipertensi.

    3. Terbentuknya unit yang bertanggung

    jawabsurveilans PJK dan Hipertensi di

    daerah.

    4. Tersedianya informasi faktor risiko, angka

    kesakitan, angka kecacatan dan angka

    kematian akibat PJK dan Hipertensi.

    PEDOMAN PROMOSI DAN PENCEGAHAN

    PENYAKIT

    Beberapa rekomendasi terbaru JNC 8

    antara lain :

    1. Pada pasien berusia 60 tahun , mulai

    pengobatan farmakologis pada tekanan

    darah sistolik 150mmHg atau diastolik

    90mmHg dengan target terapi untuk

    sistolik < 150mmHg dan diastolik <

    90mmHg .

    2. Pada pasien berusia < 60 tahun , mulai

    pengobatan farmakologis pada tekanan

    darah diastolik 90mmHg dengan target

    < 90mmHg .

    3. Pada pasien berusia < 60 tahun , mulai

    pengobatan farmakologis pada tekanan

    darah sistolik 140mmHg dengan target

    terapi < 140mmHg .

  • - Penurunan proporsi

    penduduk yang mengalami

    obesitas, penyalahgunaan

    alkohol dan BBLR.

    - Peningkatan kebijakan dan

    regulasi lintas sector yang

    mendukung penanggulangan

    PTM.

    - Peningkatan bina suasana

    melalui kemitraan dalam

    pemberdayaan potensi

    masyarakat.

    - Tersedianya model-model

    intervensi yang efektif dalam

    promosi dan pencegahan

    PTM.

    - Peningkatan pelaksanaan

    promosi dan pencegahan di

    institusi pelayanan

    1. Adanya kebijakan publik yang mendukung

    kegiatan pengendalian PJK dan Hipertensi.

    2. Menurunnya faktor risiko penyebab

    kejadian PJK dan Hipertensi.

    3. Meningkatnya kualitas dan kuantitas

    kemampuan tenaga dalam melakukan

    promosi pencegahan PJK dan Hipertensi.

    4. Terbentuknya kemitraan dalam

    pemberdayaan

    MANAJEMEN PELAYANAN

    1. Penerapan standar dan pedoman

    penemuan dan tata laksana kasus.

    2. Meningkatnya pelatihan berbasis

    kompetensi dalam pengendalian PJK dan

    Hipertensi.

    3. Tersedianya obat-obatan dan terapi dalam

    pengendalian PJK dan Hipertensi.

    4. Terintegrasinya pelaksanaan promosi

    pencegahan PJK dan Hipertensi.

    5. Terbentuknya jaringan kerja sama dengan

    berbagai institusi pendidikan, organisasi

    profesi dan masyarakat di bidang

    pelayanan PJK dan Hipertensi.

    4. Pada pasien berusia 18 tahun dengan

    penyakit ginjal kronis , mulai pengobatan

    farmakologis pada tekanan darah sistolik

    140mmHg atau diastolik 90mmHg

    dengan target terapi sistolik < 140mmHg

    dan diastolik < 90mmHg

    5. Pada pasien berusia 18 tahun dengan

    diabetes , mulai pengobatan

    farmakologis pada tekanan darah sistolik

    140mmHg atau diastolik BP 90mmHg

    dengan target terapi untuk sistolik gol BP

    < 140mmHg dan diastolik gol BP <

    90mmHg .

    6. Pada populasi umum bukan kulit hitam,

    termasuk orang-orang dengan diabetes ,

    pengobatan antihipertensi awal harus

    mencakup diuretik tipe thiazide, CCB ,

    ACE inhibitor atau ARB Rekomendasi ini

    berbeda dengan JNC 7 yang mana panel

    merekomendasikan diuretik tipe thiazide

    sebagai terapi awal untuk sebagian

    besar pasien .

    7. Pada populasi umum kulit hitam ,

  • 6. Tersedianya pelayanan PJK dan Hipertensi

    berbasis masyarakat.

    termasuk orang-orang dengan diabetes ,

    pengobatan antihipertensi awal harus

    mencakup diuretic tipe thiazide atau

    CCB .

    8. Pada penduduk usia 18 tahun dengan

    penyakit ginjal kronis , pengobatan awal

    atau tambahan antihipertensi harus

    mencakup ACE inhibitor atau ARB untuk

    meningkatkan outcome ginjal .

    9. Jika target tekanan darah tidak tercapai

    dalam waktu satu bulan pengobatan,

    tiingkatkan dosis obat awal atau

    menambahkan obat kedua dari salah

    satu kelas dalam Rekomendasi 6 . Jika

    target tekanan darah tidak dapat

    dicapai dengan dua obat , tambahkan

    dan titrasi obat ketiga dari daftar yang

    tersedia. Jangan gunakan ACEI dan

    ARB bersama-sama pada pasien yang

    sama . Jika target tekanan darah tidak

    dapat dicapai hanya dengan

    menggunakan obat-obatan dalam

    Rekomendasi 6 karena kontraindikasi

  • atau kebutuhan untuk menggunakan

    lebih dari 3 obat untuk mencapai target

    tekanan darah, maka obat antihipertensi

    dari kelas lain dapat digunakan .

    8. Penyakit DM - Menurunnya angka kematian

    (mortalitas) penderita

    (Penyakit Tidak Menular)

    PTM utama.

    - Menurunnya angka

    kesakitan (morbiditas)

    penderita PTM utama.

    - Menurunnya angka

    kecacatan (disabilitas)

    penderita PTM utama.

    - Menurunnya angka faktor

    risiko bersama PTM utama.

    - Penurunan 3 faktor risiko

    utama PTM (merokok,

    kurang aktifitas fisik dan

    konsumsi rendah serat).

    - Penurunan proporsi

    penduduk yang mengalami

    obesitas, penyalahgunaan

    Ruang lingkup pengendalian penyakit diabetes

    melitus dan penyakit metabolik yang ditangani

    oleh Subdirektorat Pengendalian Diabetes

    Melitus dan Penyakit Metabolik

    adalah : diabetes melitus, obesitas, gangguan

    kelenjar tiroid, dislipidemia, gangguan

    metabolisme kalsium, gangguan sekresi

    korteks adrenal, dan gangguan kelenjar

    hipotalamus.

    Kegiatan pengendalian diabetes melitus dan

    penyakit metabolik yang dilaksanakan

    terdiri dari pokok-pokok kegiatan yaitu :

    1. Penyusunan pedoman

    Tahun 2010 telah disusun 7 pedoman dengan

    revisi sebanyak 3 kali. Pada tahun 2012

    dilakukan penyusunan tiga Pedoman

    Pengendalian DM yaitu : Pengendalian DM

    Tipe 1 di Puskesmas, Pedoman Pengendalian

    Berdasarkan Standards of Medical Care in

    Diabetes 2013, berikut ini adalah ringkasan

    beberapa kriteria dan monitoring untuk

    diabetes tersebut sbb:

    A1C > 6,5 %

    FPG > 126 mg/dL (7 mmol/L), puasa

    didefinisikan tidak adanya ambilan kalori

    sedikitnya selama 8 jam

    2 jam glukosa plasma > 200 mg/dL (11,1

    mmol/L) selama OGTT dengan asupan

    glukosa sebanding dengan 75 glukosa

    anhydrous yang dilarutkan

    Pasien dengan keluhan klasik hiperglikemia

    atau krisis hiperglikemia dengan glukosa

    darah sewaktu > 200 mg/dL (11,1 mmol/L)

    Pemeriksaan diabetes pada pasien

    asimtomatik

    Pemeriksaan untuk mendeteksi diabetes

  • alkohol dan BBLR.

    - Peningkatan kebijakan dan

    regulasi lintas sector yang

    mendukung penanggulangan

    PTM.

    - Peningkatan bina suasana

    melalui kemitraan dalam

    pemberdayaan potensi

    masyarakat.

    - Tersedianya model-model

    intervensi yang efektif dalam

    promosi dan pencegahan

    PTM.

    - Peningkatan pelaksanaan

    promosi dan pencegahan di

    institusi pelayanan

    DM Gestasional di Puskesmas dan Petunjuk

    Teknis Pengendalian DM di Puskesmas.

    2. Peningkatan kapasitas SDM.

    Upaya ini telah dilakukan melalui TOT deteksi

    dini dan tatalaksana diabetes melitus dan

    penyakit metabolik di 16 provinsi. Selain itu

    juga dilaksanakan pelatihan terhadap 180

    dokter spesialis penyakit dalam dan 180 dokter

    umum di 6 kota, yaitu Medan, Jakarta,

    Yogyakarta, Surabaya, Denpasar dan

    Makassar.

    3. Menjalin kemitraan

    Upaya lain terkait pencegahan dan

    penanggulangan faktor risiko adalah menjalin

    kemitraan dengan lintas program/lintas sektor

    melalui pembentukan jejaring

    kelompok kerja diabetes melitus,

    pengembangan partisipasi masyarakat dalam

    pengendalian diabetes dan penyakit metabolik

    di 33 provinsi, serta pengembangan

    Forum Diabetes Melitus di Indonesia. Pada

    tahun 2010 di bentuk Project Partnership

    Agreement (PPA) antara Kementerian

    tipe 2 pada pasien asimtomatik dilakukan

    pada setiap usia jika berat badan berlebih

    atau obesitas (BMI > 25 kg/m2) dan dengan

    satu atau lebih faktor risiko diabetes lainnya.

    Jika tanpa risiko pemeriksaan dapat dimulai

    pada usia 45 tahun.

    Jika pemeriksaan normal, pemeriksaan

    kembali dilakukan dalam interval 3 tahun.

    Pemeriksaan deteksi diabetes asimtomatik

    adalah A1C, FPG atau OGTT 2 jam (75 g).

    Deteksi dan Diagnosis Diabetes

    Gestasional

    Skrining diabetes gestasional dengan

    analisa faktor risiko dan OGTT

    Pasien diabetes gestasional dilakukan

    skrining diabetes 6-12 minggu pasca

    kelahiran dan dilakukan pemeriksaan

    berkelanjutan sebagai skrining diabetes.

    Monitoring kadar glukosa

    Monitoring kadar gula darah secara

    mandiri/self monitoring of blood glucose

  • Kesehatan Republik Indonesia melalui

    Ditjen PPPL dengan World Diabetes

    Foundation (WDF) yaitu lembaga swasta

    dunia yang berdedikasi dalam pencegahan dan

    pengobatan diabetes melitus di

    negara berkembang. Tujuan dari kerja sama ini

    adalah melakukan intervensi pada

    masyarakat dalam rangka pencegahan dan

    pengendalian diabetes melitus beserta

    faktor risikonya.

    (SMBG) harus dilakukan 3 atau beberapa

    kali sehari pada pasien yang menggunakan

    injeksi suntikan multipel atau pompa terapi

    insulin.

    Pada pasien yang menggunakan insulin

    dengan masa kerja panjang, terapi non

    insulin atau terapi nutrisi tunggal, SMBG

    menjadi alat untuk menilai keberhasilan

    terapi.

    Untuk mencapai target glukosa darah

    postprandial, pemeriksaan SMBG

    postprandial perlu dilakukan.

    A1C

    Lakukan pemeriksaan A1C sedikitnya 2

    x/tahun pada pasien dengan tujuan terapi

    yang telah dicapai

    Lakukan pemeriksaan A1C setiap 3 bulan

    pada pasien yang mengalami perubahan

    terapi atau tujuan glikemik tidak tercapai

    Gunakan hasil pemeriksaan A1C untuk

    menentukan perubahan terapi yang

    digunakan

  • Tujuan terapi glikemik pada pasien

    dewasa

    Menurunkan kadar A1C di bawah atau

    sekitar 7 %, kadar tsb telah menurunkan

    komplikasi mikrovaskuler dan neuropati

    pada diabetes tipe 1 dan 2, sehingga target

    A1C pada pasien dewasa nonpregnant

    untuk mencegah mikrovaskuler adalah <

    7 %

    Pada diabetes tipe 1 dan 2 dalam masa uji

    klinik yang dilakukan secara acak, kontrol

    glikemik standar atau intensif tidak secara

    bermakna menurunkan risiko CVD

    (cerebrovascular disease), tetapi dalam

    follow up jangka panjang, mencapai target

    A1C di bawah atau sekitar 7% segera

    setelah diagnosis diabetes menurunkan

    risiko CVD. Hingga didapatkan bukti lebih

    lanjut, tujuan A1C di bawah 7% menjadi

    alasan rasional menurunkan risiko

    komplikasi makrovasular.

    .