imunologi integrasi new

68
IMUNOLOGI

Upload: agung-nugroho-ote

Post on 03-Jan-2016

61 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

IMUNOLOGI

PENDAHULUAN

SEJARAH PERKEMBANGAN IMUNOLOGI

Imunologi• Istilah imun (kebal) berasal dari immunis (bahasa Latin y

ang berarti bebas dari pajak/beban).Konsep imunologi• Sudah ada sejak dulu, dengan tujuan untuk membuat ora

ng resisten terhadap infeksi.• Sebelum ditemukan “teori nutfah penyakit”:

“diketahui bahwa kesembuhan seseorang dari suatu penyakit menyebabkan orang tersebut menjadi kebal terhadap penyakit tersebut”.

Imunisasi primitif untuk pencegahan cacar• Dokter-dokter Cina (abad ke-11) mengamati bahwa peng

hirupan keropeng cacar melindungi orang dari penyakit cacar (smallpox, variola).

• Selanjutnya, teknik variolasi (penyuntikan bubuk keropeng cacar secara intradermal) digunakan di Timur Tengah.

• Imunisasi primitif tersebut mencapai Inggris pada abad ke-18 (dibawa oleh Pylarini dan Timoni, dan dipopulerkan oleh Lady Mary Wortley Montagu).

• Imunisasi tersebut kadang-kadang menimbulkan kematian.

Imunisasi modern untuk pencegahan penyakit cacar• Edward Jenner (1796): ketika masih anak-anak mendap

atkan variolasi.

• Jenner mengamati bahwa: wanita pemerah susu sapi yang pernah dihinggapi penyakit cacar-sapi (cowpox) menjadi kebal terhadap penyakit cacar (variola).

• Jenner berhipotesis: “Serangan penyakit cacar-sapi membuat seseorang imun terhadap serangan penyakit cacar”.

• Pengujian hipotesis: Anak laki-laki (James Phipps) diinokulasi dengan bahan penyebab cacar-sapi.

• Uji tantang: Pada anak tersebut dilakukan inokulasi dengan bahan penyebab cacar.

• Hasil uji: Anak tsb tidak terserang penyakit cacar.• Tahun 1977: Dunia bebas dari cacar.

Vaksin Atenuasi

Vaksin kolera ayam• Louis Pasteur (1881): Mengisolasi bakteri penyebab kol

era ayam (Pasteurella multocida), dan dilakukan postulat Koch.

• Postulat Koch:1. Patogen harus terdapat pada setiap kasus penyakit.2. Patogen dari hospes penderita harus dapat diisolasi

dan ditumbuhkan menjadi kultur (biakan) murni. 3. Patogen dari biakan murni harus menyebabkan penyakit yang sama jika diinokulasikan pada hewan percobaan yang sehat dan peka.4. Patogen yang sama harus dapat diisolasi dari hewan

percobaan tersebut.

• Ternyata postulat Koch gagal.• Kegagalan postulat Koch karena digunakan

inokulum biakan murni berumur tua (8 minggu). • Postulat Koch diulang menggunakan:

Biakan murni berumur muda.Selain ayam baru, digunakan juga ayam percobaan sebelumnya (ayam lama).

Hasil: ayam baru mati; ayam lama tetap hidup.• Kesimpulan:

Bakteri umur tua tidak menyebabkan penyakit, tetapi masih mampu merangsang sistem imun ayam untuk membentuk antibodi.Bakteri yang dilemahkan atau kurang virulen dapat digunakan sebagai vaksin.

• Vaksin yang diperoleh ini disebut vaksin atenuasi.Kata vaksin berasal dari vacca (bahasa Latin yang berarti sapi), untuk menghormati Jenner.

Vaksin anthrax• Louis Pasteur kemudian membuat vaksin atenuasi untuk

mencegah penyakit anthrax, dan berhasil (Penyebab anthrax adalah Bacillus anthracis).

Vaksin rabies• Pasteur diminta membuat vaksin untuk hidrofobia (rabie

s).• Penyebabnya belum diketahui, tetapi Pasteur yakin bahw

a penyebab rabies adalah mikroorganisme.• Metoda pembuatan vaksin rabies:

Air liur anjing gila diinokulasi ke kelinci.

Setelah kelinci mati otak dan syaraf tulang belakang dikeluarkan dan dikeringkan selama beberapa hari (diatenuasikan), ditumbuk halus dan dibuat suspensi.

• Suspensi diinokulasikan pada anjing.Anjing tersebut terlindung dari rabies.

• Uji coba pertama vaksin rabies pada manusia: Joseph Meister digigit anjing hutan penderita rabies.Rabies hampir selalu fatal. Keluarga Meister mengizinkan Meister untuk divaksinasi Meister tidak meninggal akibat rabies.

Fagositosis• Elie Metchnikoff (1884):

mengamati bahwa sel leukosit dalam darah manusia dapat memakan (memfagositosis) bakteri penyebab penyakit yang ada dalam tubuh.

• Sel leukosit tersebut juga dinamakan sel fagosit (sel pemakan).

• Proses fagositosis merupakan pertahanan pertama setelah mikroba penyebab penyakit berhasil masuk ke dalam tubuh.

Hipersensitivitas tipe IV (cell mediated)• Robert Koch: Mengamati suatu fenomena yang sekarang

dikenal sebagai delayed hipersensitivity (hipersensitivitas tipe lambat/imunitas seluler), ketika berusaha membuat vaksin tuberkulosis.

• Robert Koch (1880) mengisolasi bakteri penyebab tuberkulosis.

• Edward Jenner: orang yang pertamakali melihat adanya hipersensitivitas ini.

Hipersensitivitas tipe I (Anafilaksis)• Richet dan Portier (1902) menemukan fenomena anafilak

sis.Hipersensitivitas tipe III (Kompleks imun)• Maurice Arthus (1903) menemukan fenomena hipersensi

tivitas yang kemudian dikenal sebagai reaksi Arthus.Hipersensitivitas tipe II (sitotoksik)• Levine dan Stetson (1939) melaporkan terjadinya penyaki

t hemolitik pada bayi baru lahir (akibat antigen Rh antara ibu dan fetus tidak cocok).

Toksin• Roux dan Yersin (1885), setelah berhasil mengisolasi ba

kteri penyebab difteri, kemudian mendemonstrasi-kan bahwa bakteri tersebut mampu memproduksi toksin (eksotoksin).

Antitoksin• von Behring dan Kitasato (1890):

Toksin difteria diinokulasi ke hewan percobaan hewan membentuk substansi penetral toksin (antitoksin) di dalam serumnya.

• Antitoksin ini dapat dipindahkan ke hewan lain dan mampu menetralkan toksin.

• Pemindahan ini dinamakan imunisasi pasif.

Aglutinasi• Durham dan von Gruber (1896):

Serum imun dapat mengagglutinasi bakteri.Digunakan sebagai dasar dari uji diagnosis se

rologik untuk penyakit menular.• Widal:

Reaksi aglutinasi untuk diagnosis serologik demam tifoid (Uji Widal).

Presipitasi• Heidelberger (1930):

Reaksi presipitasi.Penggolongan darah manusia• Sistem ABO:

Lansteiner (1901): Golongan darah A, B, dan O.Decastello dan Sturli (1902): Golongan darah AB.

• Sistem Rhesus:Levine dan Stetson (1947): Rh positif dan Rh negatif.

Gamma globulin• Kabat dan Tiselius (1939): mendemonstrasikan bahwa a

ntibodi adalah gamma globulin.• Porter (1959) dan Edelman (1960): struktur dan pemben

tukan gamma globulin.

APLIKASI IMUNOLOGI• Imunoprofilaksis• Imunoterapi• Imunodiagnostik:

Uji presipitasi, uji aglutinasi, uji netralisasi, uji pengikatan komplemen (CFT/Complement Fixation est), fluorescent antibody technique (FAT), radio immunoassay (RIA), enzyme linked immunosorbent assay (ELISA), uji tuberkulinasi.

• Transplantasi• Kedokteran forensik

IMUNITAS• Imunitas: semua mekanisme fisiologik yang dimiliki hew

an yang mampu mengenali substansi sebagai substansi asing bagi dirinya, dan kemudian substansi asing tersebut dinetralkan, dieliminasi, atau dimetabolisme dengan atau tanpa terjadinya kerusakan pada jaringannya sendiri.

Fungsi respons imunRespons imun berfungsi untuk pertahanan, homeostasis, dan pengawasan.

• Fungsi pertahanan: berguna untuk menetralkan atau menghancurkan mikroorganisme penyerang.Hiperaktif alergi.Hipoaktif immunologic deficiency syndrome.

• Fungsi homeostasis: berguna untuk mengeliminasi komponen-komponen tubuh yang sudah tua atau rusak.Hiperaktif penyakit autoimun.

• Fungsi pengawasan: berguna untuk menghancurkan sel-sel tubuh yang bermutasi. Hipoaktif malignant disease.

Faktor yang mempengaruhi respons imun• Faktor genetik

Terdapat strain-strain marmot responder dan nonresponder terhadap suatu antigen.Terdapat strain-strain kelinci yang peka dan resisten terhadap infeksi Mycobacterium tuberculosis.Tikus sangat resisten terhadap difteri, sedangkan manusia sangat rentan (peka).

Pada manusia, ras kulit berwarna lebih peka terhadap tuberkulosis dibandingkan ras kulit putih.Kepekaan terhadap penyakit pada kembar monozigot (homozigot) adalah sama dibandingkan kembar dizigot (heterozigot).

• Faktor usiaKondisi hipofungsi sistem imun pada usia sangat muda dan sangat tua penyakit lebih sering dan berat.

• Faktor metabolikHipoadrenal dan hipotiroid menghilangkan resistensi terhadap infeksi.Pemberian steroid mengakibatkan peka terhadap penyakit bakterial dan penyakit viral. (Steroid menghambat fagositosis, peradangan, dan pembentukan antibodi).

• Faktor lingkunganKondisi lingkungan jelek pemaparan patogen lebih besar.Nutrisi jelek resistensi hospes terhadap patogen berkurang. Defisiensi para-aminobenzoic acid siklus parasit malaria terhambat.

• Faktor anatomiKulit dan selaput lendir utuh merupakan baris pertama pertahanan hospes terhadap invasi patogen.Patogen tertentu (contoh: M. tuberculosis) dapat menembus selaput lendir utuh.Kerusakan pada kulit atau selaput lendir mudah terjadi infeksi.

• Faktor fisiologiAsam lambung menghancurkan bakteri (kecuali bakteri tertentu, contoh: Salmonella)Urinasi menghilangkan bakteri dari saluran kemih.Sekresi kulit (asam laktat, asam lemak tidak jenuh) bakterisidal.Lisozim bakterisidal.Interferon virisidal.Suhu: M. tuberculosis tidak menginfeksi hewan berdarah dingin. Treponema pallidum dan Neisseria gonorrhoea mati pada suhu di atas 40ºC.

• Faktor mikrobaFlora normal menghambat pertumbuhan patogen.

SISTEM IMUNITAS TUBUH• Sistem Limforetikuler:

Sistem untuk melaksanakan fungsi imunitas.Merupakan jaringan atau kumpulan sel yang letaknya tersebar di seluruh tubuh.Dapat membedakan substansi asing (nonself) dan substansi tubuh sendiri (self).Pada beberapa keadaan patologik: sistem imunitas tidak dapat membedakan self dari nonself sistem imunitas membentuk autoantibodi.

• Respons imun akibat terpaparnya sistem imunitas oleh substansi asing: respons imun nonspesifik dan respons imun spesifik.

SISTEM IMUN

Non Spesifik Spesifik

LarutFisik Selular SelularHumoral

KulitSelaput lendirSiliaBatukBersin

Biokimia:LisozimSekresi sebaseaAsam lambungLaktoferinHumoral:KomplemenInterferonCRP

Fagosit:MNPMNSel NKSel MastBasofil

Sel BIgGIgAIgMIgE

Sel TTh1Th2

Nonspesifik Spesifik

Resistensi

Spesifisitas

Sel

Molekul

Tidak berubah oleh infeksi Membaik oleh infeksi berulang

Efektif thd semua mikroba Spesifik utk mikroba yg sdh mensensitasi sebelumnya

FagositSek NKSel MastEosinofil

Th, Tdth, Tc, Ts, Sel B

Lisozim, Komplemen, Interferon, CRP, Kolektin Ab, Sitokin, Mediator,

Perbedaan sifat-sifat sistem imun nonspesifik dan spesifik

ANTIGEN

Antigen• Antigen adalah substansi asing yang mampu merangsang

timbulnya respons imun yang dapat terdeteksi, baik respons imun seluler, maupun respons imun humoral atau kedua-duanya.

• Karena sifatnya yang mampu merangsang timbulnya respons imun, maka antigen disebut juga sebagai imunogen.

Imunogenitas• Faktor-faktor yang menentukan imunogenitas suatu subst

ansi adalah:

• Harus bersifat asingOleh karena sistem imun yang normal dapat membedakan self dari nonself, maka untuk menjadi imunogenik substansi itu harus asing.

• Ukuran molekul harus cukup besarBelum diketahui batas ukuran molekul yang menentukan imunogenitas.Molekul-molekul kecil (asam amino atau monosakarida) umumnya kurang atau tidak imunogenik.Substansi imunogenik biasanya memiliki berat molekul 10.000 atau lebih, dan berupa protein atau polisakarida.Imunogen yang paling poten adalah makromolekul protein dengan berat molekul >100.000.

• Susunan molekul harus kompleksMakin kompleks susunan molekulnya, makin tinggi imunogenitasnya.

• Harus dapat dicerna oleh sel fagositSubstansi harus dapat dicerna oleh sel fagosit sehingga dapat merangsang suatu respons imun.Substansi diproses secara enzimatik menjadi makromolekul yang terlarut.Substansi yang tidak dapat dicerna (seperti, polipeptida D-asam amino) tidak bersifat imunogenik.

• Rute masuk tubuh dan dosisKadang-kadang substansi dengan rute intravena kurang imunogenik dibandingkan dengan antigen yang sama dengan rute subkutan.

Dosis harus tepat, dosis yang berlebihan bahkan tidak mampu merangsang respons imun.

• Sifat genetik individuAda kemungkinan, dua orang yang berbeda sifat genetiknya menunjukkan respons imun yang berbeda terhadap substansi yang sama.

Epitop• Walaupun imunogen umumnya merupakan makromoleku

l, tetapi hanya bagian-bagian tertentu saja dari molekulnya yang dapat berikatan secara spesifik dengan antigen binding site atau paratop molekul antibodi.

• Bagian molekul antigen yang dapat berikatan dengan molekul antibodi disebut determinan antigen atau epitop.

• Jumlah dan jenis epitop pada satu molekul antigen berbeda dengan jenis dan molekul antigen yang lain.

• Setiap jenis epitop pada suatu antigen dapat merangsang terjadinya hanya satu jenis antibodi.

Hapten• Hampir semua antigen memiliki berat molekul 10.000 at

au lebih.• Substansi asing dengan berat molekul rendah sering tida

k imunogenik, kecuali substansi tersebut berikatan dengan molekul pembawa (carrier).

• Molekul dengan berat molekul rendah tersebut dinamakan hapten.

• Setelah antibodi anti-hapten terbentuk, hapten mampu berikatan secara spesifik dengan antibodi tersebut.

• Contoh hapten adalah molekul penisilin.Molekul penisilin tidak bersifat imunogenik.Jika molekul penisilin berikatan dengan protein serum, hal ini terjadi pada orang-orang tertentu, maka kompleks molekul penisilin–protein serum (kompleks hapten-carrier) yang terbentuk bersifat imunogenik dan merangsang terbentuknya respons imun, berupa antibodi anti-penisilin.Ikatan spesifik antara antigen (mol. penisilin-protein serum) dengan antibodi (antibodi anti-penisilin) menyebabkan terjadinya reaksi alergi.

Pembagian Antigen

Berdasarkan epitop• Unideterminan univalen

Pada satu molekul hanya terdapat satu buah epitop.Contoh: hapten.

• Unideterminan multivalenPada satu molekul hanya terdapat satu jenis epitop, tetapi pada satu molekul tersebut terdapat dua buah epitop atau lebih. Contoh: polisakarida.

• Multideterminan univalenPada satu molekul terdapat banyak jenis epitop, tetapi setiap jenis epitop tersebut hanya terdiri dari satu buah. Contoh: protein.

• Multideterminan multivalenPada satu molekul terdapat banyak jenis epitop, dan setiap jenis epitop tersebut terdiri dari dua buah epitop atau lebih.

Berdasarkan spesifisitas• Heteroantigen, yang dimiliki oleh banyak spesies.• Xenoantigen, yang hanya dimiliki oleh spesies tertentu.• Alloantigen, yang spesifik untuk individu dalam satu spes

ies.• Antigen organ spesifik, yang hanya dimiliki organ tertent

u.• Autoantigen, yang dimiliki alat tubuh sendiri.

Berdasarkan ketergantungan terhadap sel T• Antigen T-dependent

Antigen yang memerlukan bantuan sel T untuk merangsang sel B memproduksi antibodi.Kebanyakan antigen protein termasuk dalam golongan ini.

• Antigen T-independentAntigen yang mampu merangsang sel B tanpa bantuan sel T untuk memproduksi antibodi.Contoh: lipopolisakarida.

Berdasarkan sifat kimiawi• Karbohidrat (Polisakarida)

Karbohidrat pada umumnya imunogenik.Glikoprotein (merupakan bagian permukaan mikroba) dapat menimbulkan respons pembentukan antibodi.Polisakarida pada permukaan sel eritrosit sistem ABO bersifat imunogenik.

• LipidLipid biasanya tidak imunogenik, menjadi imunogenik jika diikat protein carrier. Lipid dianggap sebagai hapten. Contoh: sphingolipid.

• Asam nukleatAsam nukleat tidak imunogenik, menjadi imunogenik jika diikat protein carrier.DNA dalam bentuk heliks biasanya tidak imunogenik.Respons imun terhadap DNA terjadi pada penderita SLE (systemic lupus erythematosus).

• ProteinPada umumnya protein bersifat imunogenik, dan pada umumnya multideterminan dan univalen.

Molekul antigen

Epitop

Gambar 3- 1. Molekul antigen dengan tiga jenis epitop.

ANTIBODI

• Antibodi terdapat di dalam serum hewan atau manusia yang imun.

• Serum (jamak, sera) adalah cairan yang tertinggal setelah darah yang menggumpal dikeluarkan.

• Antiserum adalah cairan yang mengandung antibodi.• Jika antiserum dilakukan elektroforesis, maka protein-protein y

ang terkandung di dalam antiserum akan bergerak dengan kecepatan yang berbeda.

• Salah satu dari komponen-komponen yang terpisah pada proses elektroforesis tersebut mengandung antibodi.

• Komponen tersebut dinamakan -globulin atau globulin serum imun.

plasma

serum

darah

+ antikoagulan

STRUKTUR ANTIBODI• Antibodi termasuk dalam kelas protein yang dinamakan imuno

globulin (Ig).• Antibodi adalah molekul glikoprotein yang terdiri dari kompone

n polipeptida sebanyak 82-96% dan selebihnya karbohidrat.• Fungsinya yang utama dalam respons imun adalah mengikat d

an menghancurkan antigen, tetapi pengikatan antigen tsb kurang memberikan dampak yang nyata jika tidak disertai fingsi efektor sekunder.

• Fungsi efektor sekunder yang terpenting adalah memacu aktivasi komplemen, merangsang pelepasan histamin oleh basofil atau mastosit.

• Opsonisasi antigen oleh antibodi memudahkan APC memproses dan menyajikan antigen kepada sel T.

• Antibodi dapat mengenali, berikatan, dan menolong penghancuran antigen.

• Antibodi bersifat sangat spesifik (antibodi mampu berikatan hanya dengan satu tipe epitop pada suatu antigen).

• Setiap antibodi mempunyai paling sedikit dua lokasi identik yang mampu berikatan dengan epitop antigen.

• Lokasi tersebut dikenal sebagai antigen-binding site atau paratop.

• Jumlah paratop menentukan valensi antibodi.• Sebagian besar tipe antibodi mempunyai dua paratop, sehing

ga antibodi tersebut adalah bivalen.• Antibodi bivalen adalah tipe antibodi yang paling sederhana da

n disebut monomer.

KLASIFIKASI IMUNOGLOBULIN• Berdasarkan urutan asam amino dari protein daerah C ra

ntai H, imunoglobulin (Ig) dibagi menjadi 5 kelas, yaitu IgG, IgM, IgA, IgD, dan IgE.

Antibodi IgG• Kadar antibodi IgG adalah kira-kira 80% sampai 85% dari

jumlah seluruh imunoglobulin di dalam serum orang dewasa normal dan dijumpai dalam bentuk monomer dengan BM 150.000.

• Di antara semua kelas imunoglobulin, antibodi IgG paling mudah menembus dinding sel dan memasuki cairan jaringan.

• Antibodi IgG maternal mampu menembus plasenta dan memberikan imunitas pasif pada bayi baru lahir sampai umur 6-9 bulan.

• Fungsi antibodi IgG:– Melindungi tubuh terhadap bakteri dan virus yang berada di luar s

el, menetralkan toksin.– Mengaktifkan sistem komplemen.– Jika berikatan dengan antigen mengakibatkan peningkatan prose

s fagositosis antigen tersebut oleh sel-sel fagosit.

• Waktu paruh (half life) antibodi IgG di dalam darah adalah sekitar 23 hari.

• Di klinik, antibodi IgG sering digunakan untuk memberikan imunitas pada penderita agamaglobulinemia dan untuk mencegah hemolytic disease of the new born (HDN).– HDN dapat dicegah dengan memberikan IgG anti-Rh kepada ibu

Rh-negatif saat melahirkan bayi Rh-positif, dengan harapan anti-Rh tersebut dapat mengikat dan menetralkan antigen Rh dari bayi yang mungkin masuk peredaran darah ibu.

• Subkelas IgG: IgG1, IgG2, IgG3, dan IgG4.– Antibodi IgG1 dan IgG3 mudah mengikat komplemen dan meleka

t pada monosit, sedangkan IgG4 tidak atau kurang.– Antibodi IgG4 memiliki kecepatan migrasi (pergerakan) lebih tingg

i dibandingkan subkelas yang lain.– Antibodi IgG4 dapat menghambat pengikatan antigen oleh antibo

di IgE, sedangkan subkelas yang lain tidak.– Waktu paruh antibodi IgG3 lebih pendek dibanding sub-kelas yan

g lain.

Antibodi IgM• Kadar antibodi IgM kira-kira 5-10% dari seluruh imunoglo

bulin di dalam serum.• Strukturnya adalah pentamer dengan BM 970.000, yang

terdiri dari 5 monomer antibodi yang dihubungkan dengan rantai J (J chain; J = joining).

• Pada respons imun primer:– IgM adalah antibodi yang pertama kali dapat dideteksi di dalam s

erum.– Antibodi IgM dapat dideteksi pada beberapa hari setelah terjadin

ya pemaparan antigen, dan kadar antibodi IgM mencapai puncaknya setelah kira-kira 7 hari.

– Saat antara pemaparan antigen dan antibodi IgM terdeteksi disebut lag phase.

– Enam sampai tujuh hari setelah pemaparan, antibodi IgG di dalam serum mulai dapat dideteksi, sedangkan kadar antibodi IgM mulai berkurang sebelum kadar antibodi IgG mencapai puncaknya.

– Puncak kadar antibodi IgG tercapai pada 10-14 hari setelah pemaparan antigen.

– Kadar antibodi kemudian berkurang, dan umumnya hanya sedikit dapat dideteksi pada 4-5 minggu setelah pemaparan antigen.

• Pada respons imun sekunder:– Respons imun sekunder (respons anamnestik/booster) terjadi jik

a hospes terpapar untuk kedua kalinya atau lebih dengan antigen yang sama.

– Kadar antibodi IgM dan antibodi IgG meningkat secara cepat dan nyata dengan lag phase yang pendek.

– Kadar puncak antibodi IgM pada respons imun sekunder ini tidak melebihi kadar puncak antibodi IgM pada respons primer.

– Sebaliknya, kadar antibodi IgG meningkat jauh lebih tinggi dan berlangsung lebih lama.

– Tinggi dan cepatnya respons pada respons imun sekunder adalah akibat terjadinya sel B memory dan sel T memory pada respons imun primer.

• Antibodi IgM memiliki 10 buah paratop, maka dapat mengikat partikel antigen, dan mengikat komplenen secara efektif.– Efektivitasnya dalam proses aglutinasi adalah 20x lebih efektif di

bandingkan dengan efektivitas antibodi IgG.– Efektivitasnya dalam penghancuran bakteri adalah 1000x dibandi

ngkan efektivitas antibodi IgG.

• Antibodi IgM cenderung menunjukkan afinitas rendah terhadap antigen dengan epitop tunggal (hapten), tetapi dapat menunjukkan afinitas yang tinggi terhadap antigen yang mempunyai banyak epitop.

• Antibodi IgM tidak dapat menembus (melintasi) plasenta.

• Adanya antibodi IgM dalam darah bayi yang baru lahir menunjukkan bahwa antibodi tersebut dibentuk oleh bayi tersebut sebagai respons terhadap infeksi.

• Bayi yang baru dilahirkan hanya mempunyai IgM 10% dari kadar IgM orang dewasa. – Fetus umur 12 minggu sudah mulai membentuk IgM jika sel B-ny

a dirangsang oleh infeksi intrauterin, seperti sifilis kongenital, rubella, toksoplasmosis dan virus sitomegalo.

– Pada usia 1 tahun, kadar IgM bayi mencapai kadar IgM orang dewasa.

• Isohemaglutinin, yaitu anti-A dan anti-B pada serum atau plasma manusia adalah antibodi IgM, yaitu: – IgM anti-A dan IgM anti-B.

• Waktu paruh antibodi IgM di dalam serum adalah sekitar 5 hari.

Titer antibodi

Waktu (hari)

Inokulasi ke-1

Inokulasi ke-2 IgG

IgM

Respons imun primer dan sekunder terhadap antigen

Antibodi IgA• Antibodi IgA adalah kira-kira 15% dari seluruh antibodi di

dalam serum.• Struktur antibodi IgA adalah dimer dengan BM 405.000.• Waktu paruh IgA adalah 6 hari.• IgA terutama berfungsi dalam cairan sekresi dan diprodu

ksi dalam jumlah besar oleh sel sel plasma dalam jaringan limfoid yang terdapat sepanjang saluran pencernaan, saluran pernafasan, dan saluran urogenital.

• Sebelum IgA dilepaskan oleh sel plasma, kedua monomer dirangkai satu dengan yang lain dengan rantai J.

• Kemudian di dalam epitel mukosa kelenjar, IgA dirangkaikan dengan komponen sekretorik yang diproduksi oleh sel epitel lokal.

• Komponen sekretorik diduga bertindak sebagai reseptor untuk memudahkan IgA menembus epitel mukosa secara endositosis.

• Setelah dirangkai dengan komponen sekretorik, IgA dilepaskan ke dalam cairan sekresi.

• Komponen sekretorik memudahkan transport IgA dalam cairan seresi dan melindungi molekul IgA terhadap enzim proteolitik yang terdapat di dalam cairan tersebut.

• IgA dapat mengikat virus dan bakteri sehingga mencegah mikroba tersebut melekat pada permukaan mukosa.

• IgA tidak mengaktifkan komplemen melalui jalur klasik, tetapi melalui jalur alternatif.

• IgA tidak dapat menembus plasenta, tetapi IgA terdapat di dalam kolostrum sehingga dapat membantu sistem imun bayi baru lahir.

• IgA juga berfungsi membatasi absorpsi antigen yang berasal dari makanan.

• Reseptor untuk IgA terdapat pada permukaan limfosit, PMN, dan monosit.

• Subkelas: IgA1 dan IgA2.

Antibodi IgD• IgD berbentuk monomer, dan di dalam serum hanya 0,2%

tetapi kadarnya dalam darah tali pusat cukup tinggi.• Berat molekulnya 175.000.• Tidak mampu mengikat komplemen dan tidak mampu me

lintasi plasenta.• Peran biologiknya sebagai antibodi humoral belum jelas;

yang telah diketahui adalah perannya sebagai antibodi dalam reaksi hipersensitivitas terhadap penislin.

• IgD dapat dijumpai pada permukaan sel B, terutama pada sel B neonatus dalam jumlah jauh lebih banyak dibandingkan kadarnya dalam serum.

• Sel plasma yang memproduksi IgD dan IgM banyak dijumpai dalam tonsil dan adenoid.

• Salah satu sifat IgD yang berbeda dengan imunoglobulin lain adalah lebih lentur; dan sangat peka terhadap enzim proteolitik; hal ini yang mungkin menyebabkan umur IgD yang pendek (waktu paruh di dalam serum 3 hari).

• Subkelas: IgD1 dan IgD2.

Antibodi IgE• Kadar antibodi IgE di dalam serum hanya 0,002% dari ka

dar imunoglobulin total, strukturnya monomer.• Berat molekulnya 190.000.• Waktu paruh di dalam serum adalah 2 hari.

• Dapat dijumpai di dalam cairan sekresi.• IgE mampu berikatan secara erat dengan pada permukaa

n sel mastosit dan sel basofil melalui reseptor Fc.• Jika IgE, yang melapisi sel mastosit atau sel basofil, beri

katan dengan alergen, maka sel-sel tersebut melepaskan mediator reaksi hipersensitivitas, antara lain histamin, SRS-A (slow reacting substance of anaphylaxis), dan ECF-A (eosinophil chemotactic factor of anaphylaxis) sehingga menimbulkan gejala alergi.– IgE dikenal sebagai reagin pada reaksi hipersensitivitas tipe sege

ra, seperti pada rinitis musiman, asma, urtikaria dan reaksi anafilaktik.

– Parasit yang dilapisi antibodi IgE lebih mudah dibunuh oleh eosinofil, tetapi peran IgE dalam hal ini berlainan dengan peran opsonisasi IgG.

• IgE akan diikat oleh reseptor Fc IgE pada permukaan mastosit, sehingga mastosit melepaskan mediator-mediator yang menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler serta pelepasan ECF-A, merangsang pelepasan platelet activating factor (PAF) dan eosinofil peroksidase yang diperlukan untuk menghancurkan parasit.

• Sel plasma yang memproduksi IgE terdapat dalam tonsil dan sinusoid dan pada jaringan limfoid sepanjang mukosa saluran pernafasan dan saluran pencernaan.

• Kadar IgE pada individu atopik lebih tinggi dibandingkan individu normal, dan kadar IgE spesifik terhadap antigen tertentu juga meningkat sesuai dengan kepekaan orang bersangkutan terhadap alergen yang relevan.

IMUNOPROFILAKSIS

• Pencegahan terjadinya penyakit infeksi lebih baik dan murah dari pada pengobatan penyakit infeksi.

• Imunisasi pada suatu populasi bertujuan untuk mengurangi jumlah hospes yang peka (suceptible) terhadap sesuatu penyakit sehingga penyebaran penyakit tersebut dapat dihentikan.

• Program imunisasi nasional dan internasional berhasil dalam:

Melindungi masyarakat dari simtom pertusis, difteri, tetanus, dan rabies.

Mengendalikan penyebaran campak, parotitis, rubella, dan poliomielitis.

Memberantas cacar (smallpox).

• Bersamaan dengan imunisasi, penyakit dicegah dengan cara:

Karantina (mencegah terjadinya pemaparan penyebab penyakit).

Menghilangkan sumber penularan (contoh: pemurnian air), dan sumber penyebaran (contoh: eradikasi

nyamuk). • Masih adanya penyakit-penyakit yang dapat dicegah deng

an vaksin disebabkan:Program vaksinasi tidak ada atau terlalu mahal.Program vaksinasi diabaikan.

• Cacar tereliminasi dari bumi pada tahun 1977 akibat program vaksinasi dan karantina dari WHO.

JENIS IMUNISASI• Jenis imunisasi meliputi: imunisasi pasif dan imunisasi

aktif.• Kedua imunisasi tersebut dapat terjadi secara alami atau

secara buatan.

Imunisasi Pasif• Injeksi antibodi murni atau serum yang mengandung anti-

bodi untuk membuat imun semuntara secara cepat, atau untuk pengobatan pada seseorang disebut imunisasi pasif.

• Bayi baru lahir menerima imunitas pasif alami dari imuno-globulin maternal yang melintasi plasenta, atau yang terdapat di dalam air susu ibu (kolostrum).

• Imunisasi pasif diberikan pada seseorang dalam kasus-kasus: (1) untuk mencegah penyakit infeksi yang diketahui pema-parannya, seperti tertusuk jarum yang terkontaminasi darah yang mengandung virus hepatitis B,(2) untuk mengurangi simtom penyakit yang sedang dideri-ta pasien,(3) untuk melindungi pasien imunosupresi, atau(4) untuk terapi dengan cara menghalangi aksi dan penya-kit yang disebabkan toksin-toksin bakteri.

• Globulin serum imun yang berasal dari manusia atau hewan (kuda) seropositif dapat diperoleh di pasaran untuk imuni-sasi pasif beberapa penyakit bakterial dan penyakit viral.

• Imunoglobulin (Ig) untuk profilaksis setelah pemaparan penyebab penyakit:

Penyakit Asal Ig Nama Ig Hepatitis A ManusiaHepatitis B Manusia* HBIGCampak ManusiaRabies Manusia* RIGChickenpox, zoster Manusia* VZIGTetanus Manusia*, kuda TIGBotulismus KudaDifteri Kuda .*bertiter tinggi

• Pemberian globulin imun asal hewan (kuda) pada orang dapat mengakibatkan reaksi hipersensitivitas tipe III, yaitu serum sickness.

Imunisasi Aktif• Stimulasi respons imun dan memory imunologik oleh sua

tu imunogen disebut imunisasi aktif.• Imunitas aktif alami terjadi akibat tubuh terpapar oleh su

atu patogen penyebab penyakit.• Imunitas aktif buatan terjadi akibat tubuh terpapar oleh

mikroba atau antigennya yang terdapat di dalam vaksin.• Vaksin dapat dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan

apakah bibit vaksin dapat menginfeksi hospesnya (vaksin hidup) atau tidak (vaksin inaktif/mati).

Vaksin Inaktif• Vaksin inaktif mengandung mikroba (bakteri atau virus) p

enyebab penyakit yang telah diinaktifkan (dimatikan), toksin bakteri yang telah diinaktifkan yang disebut toksoid, atau komponen-komponen atau subunit mikroba penyebab penyakit.

• Vaksin inaktif dibuat jika mikroba penyebab penyakit sangat virulen atau dapat bermutasi kembali menjadi bentuk semula atau bersifat onkogenisitas.

• Mikroba bibit vaksin dapat diinaktifkan dengan pemberian bahan kimia (contoh: formalin) atau pemanasan.

• Vaksin inaktif biasanya diberikan dalam bentuk yang dicampur dengan adjuvant (contoh: alum) untuk meningkatkan imunogenisitasnya.

• Vaksin inaktif aman untuk diberikan, kecuali terjadinya reaksi alergi akibat komponen-komponen vaksin.

• Imunitas yang ditimbulkannya pada umumnya relatif singkat, sehingga diperlukan dosis penguatan/ulangan (booster).

• Imunitas yang timbul hanya imunitas humoral, imunitas seluler tidak timbul.

• Imunitas yang ditimbulkannya pada umumnya relatif singkat, sehingga diperlukan dosis penguatan/ulangan (booster).

• Imunitas yang timbul hanya imunitas humoral, imunitas seluler tidak timbul.

• Tidak menimbulkan respons IgA lokal.• Dosis vaksin inaktif relatif lebih besar dari pada vaksin hi

dup.• Terdapat tiga jenis vaksin bakteri inaktif, yaitu:

toksoid (toksin inaktif), bakteri inaktif (mati), subunit kapsul atau protein bakteri.

Vaksin Hidup• Suatu vaksin hidup dapat menginfeksi hospes dan menyeb

abkan imunitas tetapi tidak mengakibatkan penyakit pada hospes.

• Kebanyakan vaksin hidup adalah vaksin untuk mencegah terjadinya penyakit viral.

• Bibit vaksin hidup adalah mikroba dengan kemampuan terbatas dalam menyebabkan penyakit, yaitu mikroba avirulen atau mikroba atenuasi.

• Imunitas yang ditimbulkan vaksin hidup adalah imunitas humoral dan imunitas seluler.

• Pada umumnya imunitas yang terjadi berlangsung lama.• Masalah vaksin hidup adalah (1) vaksin virus masih berbah

aya untuk orang imunosupresi dan wanita hamil (janinnya) (2) virus vaksin menjadi virulen kembali (jarang terjadi).

• Vaksin bakteri hidup:Vaksin BCG (Bacillus Calmette Guerin) untuk tuberkulosis dan vaksin atenuasi tularemia.

• Vaksin BCG mengandung suatu strain Mycobacterium bovis atenuasi.

• Reaksi pada uji Mantoux, dengan tuberkulin PPD (purified protein derivative) pada orang yang pernah diimunisasi dengan vaksin BCG adalah positif.

• Di US vaksin BCG tidak digunakan secara rutin (di Indone-sia masih digunakan).

• Vaksin virus hidup mengandung virus mutan yang kurang virulen (virus atenuasi), atau virus virulen dari spesies lain yang memiliki determinan antigenik (epitop) yang sama, atau virus yang direkayasa genetik sehingga faktor virulensinya hilang.

Keuntungan dan Kerugian Penggunaan Vaksin Hidup dan Vaksin Inaktif .

Vaksin hidup Vaksin inaktifRute pemberian vaksinAlami atau injeksi InjeksiDosis virus; biaya Rendah TinggiJumlah dosis Tunggal BanyakKeperluan adjuvant Tidak YaDurasi imunitas Bertahun-tahun Relatif singkatRespons antibodi IgG, IgA* IgGRespons imunitas seluler Baik KurangKetahanan thd panas Tidak YaInterferensi Kadang-kadang TidakMenjadi virulen Jarang Tidak .*bergantung rute pemberian.

Masalah dalam Penggunaan VaksinVirus vaksin hidup kadang-kadang kembali menjadi virulen.Interferensi oleh virus lain mencegah terjadinya infeksi oleh virus vaksin pada hospes (contoh virus rubella mence-gah replikasi virus polio).Vaksinasi dengan vaksin hidup pada orang imunokompromis akan membahayakan hidup orang tersebut.Efek samping vaksinasi dapat terjadi, seperti hipersensi-tivitas atau reaksi alergi terhadap antigen, material non-mikroba, atau bahan cemaran yang terkandung dalam vaksin.Mikroba dengan banyak serotipe (serovar) sukar dikontrol dengan cara vaksinasi.

Jenis Vaksin

• BCG • Campak• Parotitis• Rubela• Varicela• OPV

• Difteri• Meningitis• Pertusis• Kolera• HiB• Pneumonia

• Rabies• Hepatitis AB• IPV

Vaksin bakteri Vaksin virus

Vaksin hidup

Vaksin inaktif