inflamasi imunologi

Upload: yudi-wijaya

Post on 18-Oct-2015

138 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

dokumen

TRANSCRIPT

Inflamasi adalah reaksi terhadap benda asing yang masuk tubuh, kerusakan jaringan yang disebabkan invasi mikroorganisme, bahan kimia yang berbahaya dan atau faktor fisik

PAGE 17

Inflamasi adalah reaksi terhadap benda asing yang masuk tubuh, kerusakan jaringan yang disebabkan invasi mikroorganisme, bahan kimia yang berbahaya dan atau faktor fisik. Tanda inflamasi berupa kemerahan, panas, bengkak, sakit dan gangguan fungsi yang disebabkan hal-hal sebagai berikut. Peningkatan persediaan darah ke tempat inflamasi terjadi atas pengaruh amine vasoaktif seperti histamin, triptamin dan mediator lainnya asal sel mastosit. Vasodilatasi meningkatkan persediaan darah untuk memberikan lebih banyak molekul dan sel yang diperlukan untuk memerangi antigen yang mencetuskan inflamasi. Molekul-molekul seperti prostaglandin (PG), kinin ikut meningkatkan permeabilitas dan mengalirkan plasma dan protein plasma melintasi endotel yang menimbulkan kemerahan dan panas. Dalam protein plasma terdapat imunoglobulin, dan molekul dari kaskade pembekuan dan komplemen. Kebocoran cairan menimbulkan bengkak dan juga tekanan pada jaringan yang menimbulkan rasa sakit. Beberapa molekul seperti PG dan histamin sendiri merangsang respons rasa sakit.

Pada keadaan normal hanya sebagian kecil molekul melewati dinding vaskuler (transudat). Bila terjadi inflamasi, sel endotel mengkerut sehingga molekul-molekul besar dapat melewati dinding vaskuler. Cairan yang mengandung banyak sel tersebut disebut eksudat inflamasi.

Eksudat inflamasi mempunyai beberapa fungsi penting. Bakteri sering memproduksi toksin yang dapat merusak jaringan dan diencerkan oleh eksudat. Faktor pembekuan akan membentuk endapan fibrin yang merupakan obstruksi fisis terhadap penyebaran bakteri. Eksudat disalurkan terus menerus melalui aliran limfe dan antigen seperti bakteri dan toksinnya akhirnya disalurkan ke kelenjar limfe untuk diproses sistem imun.

Faktor kemotaktik yang diproduksi di tempat kerusakan jaringan seperti C5a, histamin, leukotrin dan molekul-molekul spesifik untuk sel tertentu akan menarik fagosit. Peningkatan permeabilitas vaskuler memudahkan neutrofil dan monosit memasuki jaringan tersebut. Neutrofil datang lebih dahulu untuk menghancurkan/menyingkirkan antigen. Meskipun biasanya berhasil, tetapi beberapa sel akan mati dan mengeluarkan isinya yang juga merusak jaringan sehingga meningkatkan respons inflamasi. Sel mononuklier datang untuk menyingkirkan debris dan merangsang penyembuhan jaringan.Bila pembengkakan yang terjadi berat, fungsi dari alat yang terkena akan terganggu. Proses inflamasi akan berjalan sampai antigen dapat disingkirkan. Pada umumnya hal tersebut terjadi cepat dan berupa inflamasi akut yang berlangsung beberapa jam sampai hari. Inflamasi akan pulih setelah mediator-mediator tersebut diinaktifkan. Bila penyebab inflamasi tidak dapat disingkirkan atau terjadi pajanan berulang-ulang dengan antigen, akan terjadi inflamasi kronik yang dapat merusak.

Inflamasi merupakan mekanisme penting yang diperlukan tubuh untuk mempertahankan diri dari bahaya seperti kerusakan jaringan, invasi mikroorganisme, antigen dan bahan asing yang mengganggu keseimbangan yang juga dapat memperbaiki gangguan struktur dan fungsi jaringan yang ditimbulkan bahaya tersebut.

Berbagai faktor berinteraksi satu dengan lain dan berperanan pada inflamasi yaitu :

Faktor plasma : imunoglobulin, komplemen, sistem aktivasi kontak-koagulasi-fibrinolotik sel-sel inflamasi : neutrofil, mastosit, eosinofil, monosit-fagosit sel endotel dan molekul adhesi trombosit limfosit sitokin

Dapat disimpulkan bahwa inflamasi ditandai oleh perpindahan cairan, protein plasma dan leukosit dari sirkulasi ke jaringan.sebagai respons teradap bahaya. Ciri utama inflamasi akut ialah kemerahan panas edem/bengkak dan sakit. Gejala dini ditandai oleh penglepasan berbagai mediator mastosit setempat (histamin) dan aktivasi kontak (bradikinin). Kejadian ini disertai dengan aktivasi komplemen, sistem koagulasi sel-sel inflamasi dan sel endotel yang masing-masing melepas mediator-mediator. Mediator-mediator tadi menimbulkan efek sistemik seperti panas, neutrofilia dan protein fase akut. Neutrofil yang sudah dikerahkan di jaringan akan diaktifkan dan melepas produk-produk yang toksik.I. Faktor plasma

A. Imunoglobulin

Imunoglobulin dapat mengikat epitop spesifik antigen sasaran melalui fraksi Fab. Fraksi Fc dari antibodi dapat mengaktifkan komplemen dan mengikat sel inflamasi melalui Fc-R.B. Mediator

Kejadian pada tingkat molekuler/seluler yang terjadi pada inflamasi adalah vasodilatasi, peningkatan permeabilitas vaskuler dan infiltrasi seluler. Hal-hal tersebut disebabkan terutama oleh berbagai mediator kimia yang disebarluaskan ke seluruh tubuh dalam bentuk aktifatau tidak aktif. Mediator tersebut dilepas atau diaktifkan di tempat inflamasi untuk kemudian diinaktifkan, Mediator-mediator pada inflamasi akut terlihat pada tabel 1.

C. Komplemen

Aktivasi komplemen terjadi melalui jalur klasik dan alternatif. Hal ini merupakan respons awal terhadap invasi bakteri (melalui kontak dengan polisakarida permukaan, endotoksin atau imunoglobulin yang diikat permukaan sel).

Aktivasi komplemen akan melepas berbagai mediator. C3a dan C5a merupakan anafilatoksin yang merangsang mastosit jaringan melepas histamin yang menimbulkan pelebaran serta peningkatan permeabilitas pembuluh darah. Oleh karena itu protein dan cairan keluar dari rongga intravaskuler, menimbulkan edem dan bengkak. Vasodilatasi akan melambatkan aliran darah dan hal ini memungkinkan marginasi leukosit dan menempel pada dinding pembuluh darah/sel endotel. Faktor kemotaktik mediator lain yang dilepas pada aktivasi komplemen dan aktivasi mastosit akan menarik leukosit (Gambar 1).

Tabel 1. Mediator pada inflamasi akut

Gambar 1. Aktivasi komplemenFagosit sendiri hanya mampu bergerak 1-2 mm saja dan untuk dapat bergerak sampai di tempat inflamasi membutuhkan faktor-faktor lain seperti faktor kemotaktik. D. Sistem aktivasi kontak-koagulasi-fibrinolitik

Sistem aktivasi kontak merupakan kaskade koagulasi instrinsik yang terdiri atas 4 protein utama : faktor XII / Hageman factor (HF), prekalikrein (Flecther factor), faktor XI (plasma tromboplastin) dan high molecular weight kininogen (Williams Fitzgerald-Flaujeac fac-tor/HMWK) (Gambar 2).

Istilah kontak ialah oleh karena protein-protein tersebut diaktifkan akibat kontak langsung dengan permukaan ion negatif buatan seperti endotel vaskuler yang rusak, gelas, talk, barium karbonat, selulosa sulfat, silikon dioksid dan juga bahan seperti kristal urat, kalsium, kolesterol sulfat, kompleks imun dalam sirkulasi dan endotoksin.

Sistem aktivasi kontak berperanan dalam inflamasi melalui pembentukan bradikinin dan aktivasi sistem koagulasi. Faktor XII mempakan mediator jalur kontak/intrinsik koagulasi yang secara spontan atau melalui ikatan dengan kalikrein diaktifkan menjadi HFa. Yang akhir mengikat prekalikrein menjadikan kalikrein. Kalikrein mengaktifkan berbagai faktor seperti faktor XI, plasminogen dan Clq. Di samping itu kalikrein mengikat HMWK menjadi bradikinin.

Bradikinin meningkatkan permeabilitas vaskuler, menurunkan resistensi arteri, menimbulkan kontraksi otot polos dan bersama PG merupakan sumber mediator penting yang menimbulkan rasa sakit pada inflamasi.

Gambar 2. Sistem enzim plasmaAktivasi kaskade koagulasi dapat ditimbulkan oleh aktivasi faktor XII dan faktor pro-koagulan seperti tissue factor asal sel endotel, otot polos, fibroblas atau mastosit.

Pembentukan trombin di tempat inflamasi diperlukan untuk meningkatkan agregasi trombosit, penglepasan sekresi mediator inflamasi oleh trombosit dan sel endotel.

Pembentukan trombus fibrin dapat menurunkan aliran darah dan menimbulkan iskemia. Pada keadaan normal hal ini dicegah oleh jalur enzim fibrinolitik.II. Sel-sel inflamasi

Mobilisasi

Neutrofil, mastosit dan eosinofil diproduksi dan disimpan sebagai persediaan untuk sementara dalam sumsum tulang. Hidup sel-sel tersebut tidak lama dan jumlahnya yang diperlukan di tempat inflamasi dipertahankan oleh influks sel-sel baru dari persediaan tersebut. Pada inflamasi akut, neutrofil dalam sirkulasi dapat meningkat dengan segera dari 5000/l sampai 30.000/1. Peningkatan tersebut disebabkan oleh migrasi neutrofil ke sirkulasi yang berasal dari sumsum tulang dan persediaan marginal intravaskuler. Persediaan marginal ini merupakan sel-sel yang untuk sementara menempel pada dinding vaskuler (keluar dari sirkulasi). Dari semua leukosit dalam sirkulasi, 45% ada dalam sirkulasi dan 55% marginal. Atas pengaruh IL-1, TNFa dan endotoksin, leukosit dari sumsum tulang ditarik dan bergerak ke sirkulasi.

Lain halnya dengan monosit yang hanya mempunyai persediaan sedikit dalam sumsum tulang dan mobilisasi monosit dari sumsum tulang memerlukan waktu yang diperlukan untuk membagi diri dulu dari sel asalnya. Berbeda dengan neutrofil, pada keadaan normal monosit mempunyai tempat permanen di dalam jaringan.

Sel-sel dalam jaringan tersebut merupakan sel sistem monosit-fagosit.Eosinofil juga disimpan sebagai persediaan dalam sumsum tulang dan marginal dalam vaskuler. Eosinofil mempunyai komponen jaringan yang prominen, terutama dalam jaringan ikat di bawah epitel seperti saluran napas.

III. Sel endotel (SE) dan molekul adhesi (MA)

Sel endotel merupakan pembatas antara darah dan rongga ekstravaskuler. Pada keadaan normal, SE merupakan permukaan yang tidak lengket sehingga dapat mencegah koagulasi, adhesi sel dan kebocoran cairan rongga intravaskuler.

SE juga berperanan dalam pengaturan tonus vaskuler dan perfusi jaringan melalui penglepasan komponen vasodilatori (prostasiklin/PGI2, adenosin dan endothelial cell-derived relaxing factor/EDRF) dan komponen vasokonstriksi (endothelin).

Bila SE rusak, sifat antikoagulasi akan hilang dan membran basal terpajan, sehingga menimbulkan agregasi trombosit dan leukosit. Perubahan produksi PGI2 dan endothelin mempunyai pengaruh terhadap perfusi. SE dipengaruhi TNF, IL-1 dan endotoksin/sehingga SE berpartisipasi aktif dalam respons inflamasi terutama dalam ekspresi molekul adhesi (Gambar 3). Dalam fungsinya, baik leukosit maupun sel-sel lainnya memerlukan kontak dengan sel lain atau matriks ekstraseluler melalui molekul yang kita sebut molekul adhesi. Dewasa ini kita sudah mengetahui molekul adhesi diperlukan dalam berbagai kejadian seperti :

1. maturasi leukosit dalam jaringan limfoid2. resirkulasi limfosit darah perifer melalui organ limfoid3. adhesi leukosit dengan matriks subendotel atau komponen matriks ekstraseluler4. interaksi sel terutama antara sel T, sel B, monosit satu dengan yang lain dan sasaran yang mengandung antigen

Molekul adhesi yang berperanan pada migrasi leukosit terlihat pada Tabel 2.

Kecuali diperlukan dalam adhesi, beberapa molekul adhesi diperlukan dalam aktivasi sel T, misalnya CD2, CD44, LFA-J, protein VLA pada permukaan sel T membantu dalam mentransmit sinyal aktivasi, biasanya bekerjasama dengan reseptor pada sel T.

Pada keadaan normal, leukosit hanya sedikit melekat pada SE, tetapi oleh rangsangan inflamasi, adhesi antara leukosit dan SE sangat ditingkatkan. Interaksi adhesi ini diatur oleh ekspresi permukaan sel yaitu molekul adhesi serta ligand/reseptor-reseptornya. Ikatan leukosit dan SE mula-mula terjadi oleh ekspresi L-selektin pada permukaan leukosit, P-selektin dan E-selektin pada permukaan SE, dengan reseptornya berupa hidrat arang. Interaksi ini menyebabkan marginasi leukosit sepanjang dinding vaskuler di tempat inflamasi.

Gambar 3. Tahap-tahap migrasi leukosit ke jaringan

Tabel 2. Molekul adhesi yang berperan pada migrasi leukositInflamasi akut disertai dengan penglepasan mediator yang meningkatkan molekul adhesi baik pada sel inflamasi (neutrofil, monosit) maupun pada SE. Hal ini meningkatkan adhesi dan sedikit perubahan dalam arus darah dan marginasi. Dari sinilah sel-sel seperti neutrofil, monosit dan eosinofil bermigrasi ke pusat inflamasi.

Penglepasan kemoatraktan meningkatkan ekspresi 2 integrin pada permukaan leukosit sehingga terjadi perluasan adhesi sepanjang dinding vaskuler. Interaksi antara 2 integrin dan matriks protein ekstraseluler (kolagen, fibronektin, laminin) berperanan dalam kemotaksis sel in-flamasi. 2 integrin tidak hanya berperanan pada respons kemotaktik saja, tetapi juga pada fagositosis dan proses sistotoksik leukosit.

E-selektin (=ELAM-1, endothelial-leukocyte adhesion molecule) pada keadaan normal tidak ditemukan pada SE, tetapi ekspresinya ditingkatkan oleh TNF, IL-1 atau endotoksin.

SE yang dirangsang endotoksin bakteri, IL-1, dan TNF- meningkatkan ekspresi permukaan dan melepas peptide dengan berat molekul rendah (IL-8) dengan sifat kemotaktik untuk leukosit, neutrofil. IL-8 juga mengaktifkan neutrofil di tempat infeksi bakteri dan selama sepsis.

SE juga melepas monocyte-specific chemotactic peptide (MCP-l) atas pengaruh sitokin yang diduga berperanan dalam pengerahan selektif monosit dari sirkulasi ke tempat jaringan yang rusak.

Dewasa ini kita sudah mengetahui Intercellular Adhesion Molecule (ICAM) yang terdiri atas ICAM-1, ICAM-2 dan ICAM-3. ICAM-1 tidak ditemukan pada sel endotel dalam keadaan istirahat, tetapi jumlahnya meningkat pada sel endotel yang diaktifkan. ICAM-2 tidak ditemukan baik pada endotel dalam istirahat maupun pada endotel yang diaktifkan. CD50 yang merupakan petanda limfosit berperanan pada peningkatan ekspresi ICAM-1 dan ICAM-2 dan adhesi antara limfosit-endotel dan limfosit-matriks ekstraseluler (Gambar 4). ICAM-1 ditingkatkan atas pengaruh IL-1, TNF dan endotoksin. Ternyata ekspresi ICAM-1 meningkat pula pada endotel saluran napas penderita asma, pada epitel konjungtiva dan hidung penderita alergi setelah dilakukan provokasi dengan alergen seperti tungau debu rumah.

LFA-1 merupakan ligand dari ICAM-1 dan ICAM-2. Sel-sel yang berperanan dalam presentasi antigen seperti sel B, Antigen Presenting Cell (APC), monosit-makrofag, mengandung banyak LFA-1. Ekspresi LFA-1 ditingkatkan atas pengaruh mediator seperti C5a, LTB4, PAF dan TNF. Sekarang telah terbukti bahwa CD50 adalah sama dengan ICAM-3 dan bahwa ICAM-I juga merupakan reseptor dari virus rhino.

Gambar 4. Efek CD50 terhadap limfosit/endotel

IV. Trombosit

Peranan trombosit yang banyak diketahui ialah hemostasis melalui pembentukan agregasi di dinding vaskuler yang rusak. Jumlah trombosit yang menurun akan disertai dengan perdarahan. Sebetulnya trombosit mempunyai peranan penting pula dalam inflamasi. Trombosit merupakan sel darah dengan jumlah terbanyak dalam sirkulasi setelah sel darah merah. Ada sekitar 20-50 trombosit untuk satu sel leukosit. Hal-hal yang mengaktifkan leukosit akan pula mengaktifkan trombosit. Agregat yang berisikan trombosit dan leukosit ditemukan dalam berbagai keadaan seperti syok, distres respiratori pada dewasa, endokarditis bakterial dan beberapa penyakit autoimun. Peranan trombosit dapat dibagi dalam 4 bagian yaitu :1. hemostasis

2. modulasi respons inflamasi

3. sitotoksik sebagai sel efektor

4. penyembuhan jaringanA. Hemostasis

Agregasi trombosit dan jalur koagulasi merupakan kunci dari respons berupa hemostasis terhadap kerusakan jaringan. Kedua proses tersebut sebetulnya merupakan satu rangkaian reaksi oleh karena rangsangan proses yang satu akan mengaktifkan proses yang lain.

Agregasi trombosit mula-mula terjadi bila terpajan dengan :

1. matriks ekstraseluler akibat kerusakan sel endotel

2. trombin dari kaskade koagulasi

3. ADP dan TXA2 yang dilepas trombosit lainSelanjutnya koagulasi dicetuskan oleh : 1. agregasi trombosit2. permukaan prokoagulan dari sel endotel dan monosit3. penglepasan faktor jaringan akibatjaringan yang rusak

Kedua proses tersebut akhirnya membentuk jaringan polimerisasi fibrin dan gumpalan trombosit yang diperlukan untuk menutup vaskuler yang rusak.B. Modulasi respons inflamasi

Agregasi trombosit akan memudahkan pajanan sel endotel otot polos vaskuler dan leukosit dengan produk yang dilepas trombosit dalam kadar yang tinggi dengan sifat proinflamasi (metabolit asam arakidonat, protease, ADP dan growth factor). Seperti halnya dengan leukosit, trombosit juga memiliki molekul adhesi terhadap sel endotel yang meningkatkan kontak interseluler.

Glikoprotein Ib bersama faktor vWf (dulu von Willebrand factor) adalah molekul adhesi yang diperlukan untuk ikatan dengan sel endotel. Trombosit mengikat monosit melalui interaksi antara trombospondin (pada permukaan trombosit) dan reseptor trombospondin pada permukaan monosit.

Trombosit juga memodulir respons neutrofil dalam semua fase inflamasi melalui adhesi, agregasi dan kemotaksis yang dapat mengerahkan neutrofil ke tempat inflamasi. Di samping itu, produk trombosit dapat meningkatkan respons toksik neutrofil. Diduga trombosit mempunyai efek sempa terhadap monosit dan eosinofil.C. Sel efektor sitotoksik

Trombosit berfungsi sebagai sel efektor terhadap manifestasi parasit seperti schistosoma dan filaria yang dapat dibuktikan baik in vivo atau vitro. Mekanisme kerjanya belum diketahui.

D. Penyembuhan jaringan

Trombosit berfungsi dalam meningkatkan respons seluler yang berhubungan dengan penyembuhan. Platelet derived growth factor b (PDGF-b) merupakan perangsang poten untuk migrasi, proliferasi fibroblas dan otot polos serta berperanan pada penyembuhan luka, reaksi fibrotik dan pembentukan jaringan ikat.V. Kejadian ekstravaskuler

Kebanyakan inflamasi dan infeksi terjadi di luar rongga vaskuler. Peranan proses marginasi leukosit dengan bantuan SE, trombosit, faktor plasma dan perubahan aliran darah telah dijelaskan di atas. Secara fisis, gerakan sel dibantu oleh ikatan membran plasma dengan matriks ekstravaskuler melalui reseptor spesifik. Leukosit mengikat mediator inflamasi melalui reseptor permukaan. Faktor kemotaktik dapat berasal dari plasma atau sel dan di antaranya termasuk produk aktivasi komplemen, metabolit asam arakidonat dan bahan dengan berat molekul rendah asal sel pejamu atau bakteri.

Reseptor kemotaktik dari leukosit menunjukkan respons dalam beberapa derajat. Kemoatraktan kadar rendah menunjukkan respons kemotaktik, sedang kadar yang tinggi menimbulkan degranulasi dan respiratory burst yang disertai dengan meningkatnya metabolisme fosfolipid dan penglepasan granul protein, PAF dan produk oksigen reaktif.

A. Fagositosis

Bila neutrofil, monosit, makrofag dan eosinofil kontak dengan sasaran inflamasi (bakteri, parasit, bahan asing dan sebagainya), terjadi fagositosis. Proses ini memecah patogen dalam sel dan memajankan dengan produk bakterisidal kadar tinggi sehingga tidak terjadi kerusakan jaringan sekitamya. Pengenalan bakteri terjadi secara spesifik dan non-spesifik. Bila ukuran bahan tersebut besar, tidak terjadi fagositosis. Tetapi setelah terjadi kontak antara membran plasma dan permukaan sasaran, dilepaskan granul lisosom dan produk oksigen reaktif yang juga dapat menimbulkan kerusakan jaringan.

Fagositosis dilakukan berbagai sel seperti neutrofil. eosinofil dan monosit-makrofag. Eosinofil kurang berfungsi sebagai .fagosit dibanding dengan neutrofil. Sasaran eosinofil biasanya parasit dengan ukuran besar sedang makrofag makan debris-debris sel secara luas.B. Mekanisme sitotoksik

Peranan efektor dari monosit-fagosit, neutrofil, eosinofil adalah membawa produk sitotoksik ke sel sasaran spesifik (bakteri, virus, parasit, sel tumor). Mekanisme sitotoksik dari fagositosis leukosit dapat dibagi dalam 2 bagian : produk oksigen reaktif dan protein granul.1. Produk oksigen reaktif 02-, H202, OH, HOCl, N0MPO (mieloperoksidase) neutrofil, monosit dan EPO (peroksidase eosinofil) yang dilepas dapat dimanfaatkan makrofag untuk mengubah H202 menjadi HOCl.

Kedua jenis peroksidase bila dilepas ke medium ekstraseluler, akan diikat membran sel organisme sasaran atau membran basal.

N0 adalah EDRF (endothelium derived relaxing factor) yang berperanan dalam modulasi tonus vaskuler dan perfusi jaringan serta sitotoksisitas yang makrofag dependen.

Produk oksigen reaktif dapat bereaksi dengan berbagai molekul biologis antara lain protein seluler dan ekstraseluler, DNA, lipid dan glikosaminoglikan. Juga dapat memodulir respons inflamasi dengan menginaktifkan mediator inflamasi (C5a, peptida kemotaktik, PG dan LTC4) atau merangsang penglepasan mediator dari trombosit dan mastosit.

2. Protein grarul

Protein dalam granul fagosit diperlukan untuk membunuh mikroba, menghancurkan matriks ekstraseluler dan debris. Protein granul tersebut berisikan enzim dengan aktivitas yang luas (protease, lipase, deoksiribonuklease). Protease ditemukan dalam granul fagosit yang terdiri atas protease serin (misal elastase neutrofil) dan metaloprotease (misal kolagenase). Peroksidase MPO (mieloperoksidase) ditemukan dalam granul lisosom neutrofil dan monosit serta EPO (peroksidase eosinofil) dalam granul eosmotii. Enzim-enzim tersebut dapat dilepas ke medium ekstraseluler yang diikat membran sasaran atau membran basal dan merusak jaringan. Protein granul yang lain ialah protein kationik dengan sifat antimikrobial instrinsik yang tidak tergantung dari enzim manapun. Contoh-nya adalah BPI (bacterial-permability increasing protein), protein defensin, MBP (major basic protein) dan ECP (eosinophilic cationic protein). BPI ditemukan dalam neutrofil dan sangat selektif terhadap bakteri Gram-negatif. ECP dan MBP dilepas eosinofil dan tidak / sedikit mempunyai efek terhadap bakteri tetapi sangat toksik terhadap parasit.

MPO dan EPO berperanan pula dalam konversi H202 menjadikan HOCl yang sangat reaktif.VI. Inflamasi kronik

Menyusul respons akut terjadi influks monosit, eosinofil dan limfosit. Bila keadaan menjadi terkontrol, neutrofil tidak dikerahkan lagi dan berdegenerasi. Selanjutnya dikerahkan sel mononuklier. Pada stadium ini, dikerahkan monosit, makrofag, limfosit dan sel plasma yang memberikan gambaran patologik dari inflamasi kronik.

Dalam inflamasi kronik ini, monosit dan makrofag mempunyai 2 peranan penting dalam respons imun sebagai berikut :1. memakan dan mencema mikroba, debris seluler dan neutrofil yang berdegenerasi.2. modulasi respons imun dan fungsi sel T melalui presentasi antigen dan sekresi sitokin.Selanjutnya monosit-makrofag mempunyai fungsi dalam penyembuhan luka dan memperbaiki parenkim dan fungsi sel inflamasi melalui sekresi sitokin.

Dalam inflamasi kronik, fagosit-makrofag memakan debris seluler dan bahan-bahan yang belum disingkirkan oleh neutrofil. Tergantung dari kerusakan jaringan yang terjadi, hasil akhir dapat berupa struktur jaringan yang normal kembali atau fibrosis dengan struktur dan fungsi yang berubah.

Bila patogen persisten dalam tubuh, makrofag akan mengubah respons (switching) yang melibatkan limfosit penuh yang mengaktifkan respons monosit-makrofag.

Gambaran morfologis dari respons tersebut dapat berupa pembentukan granuloma (=agregrat fagosit mononuklier yang dikelilingi limfosit dan sel plasma). Fagosit terdiri atas monosit yang baru dikerahkan dengan sedikit makrofag yang sudah ada dalam jaringan. Kadang-kadang ditemukan fusi makrofag dan membentuk sel datia. Granuloma ditemukan pada reaksi terhadap gelas, talk dan inisiator hipersensitivitas seluler seperti M. tuberkulosis, M. lepra dan Histoplasma capsulatum. Pembentukan granuloma akan mengisolir fokus inflamasi yang persisten, membatasi penyebaran dan memungkinkan fagosit mononuklier mempresentasikan antigen ke limfosit yang ada di permukaan.VII. Sitokin dan endotoksin

Sitokin diproduksi berbagai sel inflamasi (monosit, makrofag, limfosit dan sel endotel), sel non-inflamasi (keratinosit, astrosit, fibroblas dan sel otot polos). TNF dan IL-1 merupakan dua sitokin yang berperanan penting pada respons inflamasi sebagai berikut :

1. Meningkatkan migrasi neutrofil dari sumsum tulang dan menimbulkan neutrofilia.2. Meningkatkan produksi PGI2 dan PGE2 sel endotel yang menimbulkan vasodilatasi.3. Meningkatkan produksi IL-8 oleh sel endotel yang bempa faktor kemotaktik untuk sel inflamasi. 4. Meningkatkan aktivitas prokoagulan permukaan endotel.

5. Meningkatkan ekspresi molekul adhesi leukosit-endotel, sehingga neutrofil, limfosit dan monosit lebih mudah melekat pada endotel.

6. Mensensitasi respiratory burst monosit-makrofag dan neutrofil, jadi meningkatkan respons sitotoksik sel.7. Memodulasi respons berbagai sel yang ada di berbagai tempat misal, sinoviosit melepas kolagenase (merusak jaringan pada artritis), resorpsi tulang pada tempat kerusakan (fraktur, ostemielitis), mensintesir inhibitor plasminogen sinovial dan fibroblas. 8. Bersama IL-6 meningkatkan produksi protein fase akut oleh hati. 9. IL-1 merangsang metabolisme asam arakidonat di hipotalamus : PGE2 yang dilepas menimbulkan peningkatan suhu. Kadar endotoksin yang sangat tinggi dapat menimbulkan kematian yang berhubungan dengan TNF dan PAF. 10. Proteolisis otot yang melepas asam amino untuk sintesis protein baru.DAFTAR PUSTAKA

Baratawidjadja, K., G. 2000. Imunologi Dasar. Edisi Keempat. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Stites, D., P., et al. 1997. a Lange Medical book Medical Immunology. 9th Ed. Appleton & Lange. A Simon & Schuster Company.