imunologi darah

12
IMUNOHEMATOLOGI Prinsif Dasar Imunohematologi Prof.Dr.Eddy Mart Salim, SpPD,K-AI Semua sel darah dibentuk dalam sum sum tulang. Proses pembentukan(hematopoiesis) tersebut dapat dibagi menjadi tiga bagian setiap bagian melibatkan jenis sel yang berbeda: sel induk yang pleuripoten, sel progenitor dan sel matang. Sel induk hematopoietik(SIH)adalah pleuripoten, berarti dapat berkembang menjadi semua jenis sel darah. SIH tidak mengepresikan petanda spesifik seperti CD3 pada sel T atau CD 19 pada sel B, tetapi mengepresikan molekul protein CD34. Selama perkembangan embrionik, SIH bermigrasi ke hati dan sumsum tulang dan selanjutnya diindukasi untuk berkembang atas pengaruh faktor pertumbuhan dalam jaringan tersebut (CSF).SIH menjadi sel progenitor yang tidak terlalu primitif dibanding sel SIH dab selanjutnya dapat berkembang menjadi sel yang khusus. I. SEL PROGENITOR Ada dua jenis sel progenitor yang dapat berkembang menjadi sel progenitor limfoid dan mie loid. Sel- sel tersebut akan menjadi matang dan berdiferensiasi. Fase awal perkembangan prekursor sel T (timosit) dipengaruhi IL-7 yang dilepas sel stroma nonlimfoid sumsum tulang yang antara lain berupa makrofag dan adiposit. Perkembangan sel B terjadi dalam sumsum tulang, sedang sel T berkembang dalam timusdari prekursor timosityang juga berasal dari sumsum tulang. Jalur perkembangan sel NK belum diketahui. A. Sel Proginetor Limpoid Sel proginetor limfoid berkembang menjadi sel B dan sel T. Sel B merupakan sel yang memproduksi anti bodi, mengekpresikan imunoglobulin sebagai reseftor antigen spesifik bersama molekul lainya seperti MHC-II dan molekul ko-reseptor CD19. Sel T menyerupai Sel B. Yang tidak dirangsang, kecil dengan nukleus besar dengan sito plasma yang sedikit, dapat menjadi limpoblasbila dirangsang antigen menjadisel dengan sitoplasma yang lebih banyak dan organel. Sel T berkembang menjadi 2 subset sel; CD4 + Th yang berkembang menjadi sel Th 1 dan Th2 dan CD8 + CTL/Tc.Sel T juga mengekpresikan reseptor T spesifik yang berperan dalam proteksi spesifik terhadap infeksi virus dan infeksi intraseluler lain. B. Sel progenitor mieloid Materi Blok 12 K13

Upload: randy-gipson

Post on 20-Jan-2016

46 views

Category:

Documents


11 download

TRANSCRIPT

Page 1: Imunologi Darah

IMUNOHEMATOLOGI Prinsif Dasar Imunohematologi

Prof.Dr.Eddy Mart Salim, SpPD,K-AI

Semua sel darah dibentuk dalam sum sum tulang. Proses pembentukan(hematopoiesis) tersebut dapat dibagi menjadi tiga bagian setiap bagian melibatkan jenis sel yang berbeda: sel induk yang pleuripoten, sel progenitor dan sel matang.

Sel induk hematopoietik(SIH)adalah pleuripoten, berarti dapat berkembang menjadi semua jenis sel darah. SIH tidak mengepresikan petanda spesifik seperti CD3 pada sel T atau CD 19 pada sel B, tetapi mengepresikan molekul protein CD34. Selama perkembangan embrionik, SIH bermigrasi ke hati dan sumsum tulang dan selanjutnya diindukasi untuk berkembang atas pengaruh faktor pertumbuhan dalam jaringan tersebut (CSF).SIH menjadi sel progenitor yang tidak terlalu primitif dibanding sel SIH dab selanjutnya dapat berkembang menjadi sel yang khusus.

I. SEL PROGENITOR

Ada dua jenis sel progenitor yang dapat berkembang menjadi sel progenitor limfoid dan mie loid. Sel- sel tersebut akan menjadi matang dan berdiferensiasi. Fase awal perkembangan prekursor sel T (timosit) dipengaruhi IL-7 yang dilepas sel stroma nonlimfoid sumsum tulang yang antara lain berupa makrofag dan adiposit. Perkembangan sel B terjadi dalam sumsum tulang, sedang sel T berkembang dalam timusdari prekursor timosityang juga berasal dari sumsum tulang. Jalur perkembangan sel NK belum diketahui.

A. Sel Proginetor LimpoidSel proginetor limfoid berkembang menjadi sel B dan sel T. Sel B merupakan sel yang

memproduksi anti bodi, mengekpresikan imunoglobulin sebagai reseftor antigen spesifik bersama molekul lainya seperti MHC-II dan molekul ko-reseptor CD19. Sel T menyerupai Sel B. Yang tidak dirangsang, kecil dengan nukleus besar dengan sito plasma yang sedikit, dapat menjadi limpoblasbila dirangsang antigen menjadisel dengan sitoplasma yang lebih banyak dan organel. Sel T berkembang menjadi 2 subset sel; CD4+ Th yang berkembang menjadi sel Th 1 dan Th2 dan CD8+ CTL/Tc.Sel T juga mengekpresikan reseptor T spesifik yang berperan dalam proteksi spesifik terhadap infeksi virus dan infeksi intraseluler lain.

B. Sel progenitor mieloidSel darah utama yang lain adalah granulosit dan monosit dan monosit/makropag. Sel-sel tersebut

berasal dari progenitor mieloid yang sama dari eritrosit dan trombosit. Berbagai deferensiasi terjadi atas pengaruh berbagai faktor pertumbuhan

Molekul Sumber Seluler Utama Aktivitas Biologik UtamaCSF Monosit makrofag Merangsang pembentukan neutrofilCSF: Granulosit Magrofag Sel T, monosit, Makrofag, fibroblas, sel endotel Merangsang proliferasi dan diferensiasi

monosit dan makropagCSF:monosit/makrofag Monosit, makropag, fibroblas, sel endotel Merangsang proliferasidan diferensiasi

IL-3 SeL T Merangsang sel hematopoietik multipelIL-4 SeL T, NK, basofit, sel mast Merangsang proliferasi sel BIL-5 SeL T Merangsang deferensiasi eosinofiIL-7 Sel stroma di sumsum tulang Merangsang proliferasi dan diferensiasi

progenitor sel

Materi Blok 12 K13

Page 2: Imunologi Darah

II. SEL-SEL DARAH MATANG

A. Neutrofil Neutropil menunjukan aktifitas fagositik dan sitotosi, bermigrasi ketempat inflamasi dan infeksi

atas pengaruh faktor kemotaktik. Sekitar 10 11 neutrofil diproduksi setiap hari pada orang dewasa, mengandung granul primer berisikan enzim mieloperoksidase dan elastase dan granul sekunder yang mengandung lisin, kolagenase dan lainnya. Sel-sel tersebut sering disebut neutrofil polimorfonuklear oleh karena mempunyai nukleus dengan 2-5 lobus. Peranan utamanya adalah pertahanan awal imunitas nonspesifik terhadap infeksi bakteri.

B. Sel mast dan eosinofilSel mast mengandung granul heparin dan histamin tetapi tidak enzim hidrolitik. Sel mast

mengekspresikan reseptor spesifik pada permukaannya (Fcc-R). Eosinofil ditandai oleh nukleus dengan 2-3 lobus yang mengandung granul spesifik yang berisikan heparin, peroksidase dan enzim hidrolitik lainnya. Sel tersebut mempunyai kapasitas fagositik dan sitotoksik dan mengekspresikan Fc-R dan Fce-R. Sel-sel tersebut berperan dalam infeksi tertentu terutama

C.Monosit/makrofagMonosit merupakan sel darah terbesar, mengandung granul dan nukleus bentuk lobular.

Mempunyai aktifitas bakterisidal dan dapat berperan dalam ADCC. Monosit bermigrasi dan sirkulasi ke jaringan dan menjadi makrofag jaringan seperti sel Kupffer di hati. Monosit dan makrofag mengekspresikan pertanda protein CD14. Makrofag mempunyai peran sentral pada imunitas nonspesifik dan spesifik oleh karena peranannya dalam memproses dan mempresentasikan antigen.

D. Sel dendritikSel dendritik merupakan sel yang bentuknya tidak teratur, banyak cabang-cabang proyeksi

membran. Sel dendritik yang matang tidak fagositik, mengekspresikan molekul MHC-II dalam jumlah yang besar dan merupakan APC sangat baik. Ada beberapa jenis sel dendritik dalam berbagai jaringan. Jenis yang ditemukan di kulit disebut sel Langerhans epidermal. Peranannya dalam presentasi antigen ke sel T dan aktivasi limfosit.

E.EritrositEritrosit memiliki reseptor komplemen yang dapat mengikat kompleks imun. Sel darah

merah mengangkut kompleks imun tersebut ke hati untuk dilepas ke sel Kupffer yang memakannya. Jadi sel darah merah berperan penting dalam eliminasi kompleks imun dan sirkulasi terutama pada infeksi yang persisten dan pada beberapa penyakit autoimun.

C.TrombositPeranan trombosit yang banyak diketahui ialah hemostasis melalui pembentukan

agregasi pada dinding vaskular yang rusak. Jumlah trombosit yang menurun akan disertai dengan perdarahan. Sebetulnya trombosit mempunyai peranan penting pula dalam inflamasi. Trombosit merupakan sel darah dengan jumlah terbanyak dalam sirkulasi setelah sel darah merah. Ada sekitar 20-50 trombosit untuk satu sel lekosit. Hal-hal yang mengaktifkan leukosit akan mengaktifkan trombosit pula. Agregat yang berisikan trombosit danleukosit ditemukan dalam berbagai keadaan seperti syok, gangguanpernapasan pada orang dewasa, endokarditis bakterial dan beberapa penyakit autoimun.

Page 3: Imunologi Darah

Peranan trombosit dapat dibagi dalam 4 bagian yaitu :1. Hemostasis2. Modulasi respons inflamasi3. Sitotoksik sebagai sel efektor4. Penyembuhan jaringan

1. Peranan trombositA. Hemostasis

Agregasi trombosit dan jalur koagulasi merupakan kunci dari respons berupa hemostasis terhadap kerusakan jaringan. Kedua proses tersebut sebetulnya merupakan satu rangkaian reaksi oleh karena rangsangan proses yang sate akan mengaktifkan proses yang lain.

Agregasi trombosit mula-mula terjadi bila trombosit terpajan dengan matriks ekstraselular akibat kerusakan sel endotel, trombin dari kaskade koagulasi, ADP dan TXA2 yang dilepas trombosit lain. Selanjutnya koagulasi dicetuskan oleh agregasi trombosit, permukaan prokoagulan dari sel endotel dan monosit dan penglepasan faktor jaringan akibat jaringan yang rusak. Kedua proses tersebut akhirnya membentuk jaringan polimerisasi fibrin dan gumpalan trombosit yang diperlukan untuk menutup vaskular yang rusak.

B. Modulasi respons inflamasiAgregasi trombosit akan memudahkan pajanan sel endotel, otot polos vaskular dan

leukosit dengan produk yang dilepas trombosit dalam kadar yang tinggi dengan sifat proinflamasi (metabolit asam arakidonat, protease, ADP dan faktor pertumbuhan). Seperti halnya dengan leukosit, trombosit juga memiliki molekul adhesi terhadap sel endotel yang meningkatkan kontak antarsel.Glikoprotein lb bersama faktor vWf (dulu von Willebrand factor) adalah molekul adhesi yang diperlukan untuk ikatan dengan sel endotel. Trombosit mengikat monosit melalui interaksi antara trombospondin (pada permukaan trombosit) dan reseptor trombospondin pada permukaan monosit.

Trombosit juga memodulasi respons neutrofil dalam semua fase inflamasi, melalui adhesi, agregasi dan kemotaksis yang dapat mengerahkan neutrofil ke tempat inflamasi. Di samping itu, produk trombosit dapat meningkatkan respons toksik neutrofil. Diduga trombosit mempunyai efek serupa terhadap monosit dan eosinofil

C. Sel efektor sitotoksikTrombosit berfungsi sebagai sel efektor terhadap manifestasi parasit seperti skistosoma dan

filaria yang dapat dibuktikan baik in vivo atau vitro. Mekanisme kerjanya belum diketahui.

D. Penyembuhan jaringanTrombosit berfungsi dalam meningkatkan respons selular yang berhubungan dengan

penyembuhan. Platelet Derived Growth Factor b (PDGF-b) merupakan perangsang poten untuk migrasi, proliferasi fibroblas dan otot polos serta berperan pada penyembuhan luka, reaksi fibrotik dan pembentukan jaringan ikat (Gambar 147).

Trombosit yang diaktifkan PAF atau kompleks imun mengekspresikan P-selektin pada permukaannya dan melepas sejumlah mediator yang berpengaruh terhadap imunitas. Neutrofil yang diaktifkan dapat berikatan dengan P-selektin. PAF juga menginduksi ekspresi molekul adhesi pada monosit dan neutrofil. Trombosit melepas juga berbagai faktor kemotaktik seperti PF4, platelet derived GF, PAF, RANTES, TGF-b, IL-6, IL-8 dan produk lipoksigenase I2-HETE dan LT4B. Histamin, serotonin dan protein kationik menginduksi vasodilatasi, sedang serotonin, PAF dan tromboksan menimbulkan bronkokontsriksi. Trombosit yang dirangsang melalui seseptornya FcR dapat menjadi sitotoksik untuk bakteri dan parasit, ping sebagian terjadi melalui produksi reactive oxygen intermediate (ROI) seperti hidrogen peroksid dan superoksid.

Page 4: Imunologi Darah

Pada kerusakan endotel, trombosit akan melekat dan menggumpal pada permukaan endotel serta melepaskan berbagai bahan antara lain serotonin yang dapat meningkatkan permeabilitas vaskular dan mengaktifkan komplemen yang melepas faktor kemotaktik. Trombosit diaktifkan pula oleh Platelet Activating Factor (PAF) yang berupa mediator asal lipid yang dilepas berbagai sel seperti sel mast dan sel endotel. PAF dapat menimbulkan vasodilatasi, kebocoran vaskular dan bronkokonstriksi yang merupakan mediator penting pada asma.

Parasit yang dilapisi IgG dan atau IgE diduga dapat mengaktifkan trombosit melalui reseptor Fc untuk antibodi IgG (Fc-R) di permukaan sel. Mediator yang dilepas dapat mengaktifkan komplemen yang melepas kemokin dan menarik leukosit ke tempat kerusakan jaringan oleh trauma atau infeksi oleh parasit

2. Penyakit imun yang mengenai trombosit a. Trombositopenia imun

Trombositopenia imun dapat berupa primer idiopatik atau sekunder dengan perjalanan akut atau kronis. Jenis sekunder lebih sering berupa kronis dan dapat terjadi pada lupus eritematosus sistemik dan penyakit limfoproliferatif termasuk limfoma nonHogdkin dan leukemia limfositik kronik. Transmisi autoantibodi IgG terhadap trombosit yang dapat melalui plasenta ibu dengan ITP kronik atau dengan aloantibodi akibat sensitasi antigen trombosit paternal, dapat menimbulkan trombositopenia neonatal. Mekanisme trombositopenia yang ditimbulkan obat adalah sama dengan yang terjadi pada anemia oleh obat. Obat yang sering menimbulkan kelainan tersebut adalah kinin, kuinidin, sedormid. Trombositopenia akut dan kronik terlihat pada Tabel 59.

Tabel 59. Perbandingan ITP Akut dan Kronik

ITP Akut ITP KronikAwitan Waktu Anak Usia 20-50 tahunPria > Wanita Wanita : pria = 3:1Kadang sebelum Infeksi Tidak berhubungan dengan InfeksiKadar trombosit variabel Kadar trombosit VariabelResolusi Spontan Resolusi JarangTidak lama Berbulan sampai bertahunTidak Diobati Diobati dengan steroid

b. Penyakit koagulasi imunAPTT (Activated Partial Thromboplastin Time) yang memanjang dapat disebabkan oleh adanya

antibodi terhadap sejumlah komponen sistem pembekuan. Antibodi terhadap faktor VIII pada hemofili merupakan faktor antikoagulan tersering, tetapi antibodi dapat timbul spontan (meskipun jarang) pada penderita lupus eritematosus sistemik dengan penyakit limfoproliferatif dan orang tua tanpa penyakit dasar yang jelas (Tabel 60).

Tabel 60. Penyakit imun KoagulasiAnti Bodi Grup Pasien Keterangan

Faktor VIII Hemofilia Sampai 20% mendapat produk darah

Lupus Antikoagulan(LA)

LES Sampai 40% pasien: menimbulkan trombosis paradoksikal

Anti-Kardiolipin(anti-fosfolipid)

Anti-fosfolipid Antibodi Sindrom Primer

Sama seperti LA Menunjukan tes sifilis palsu positif

Page 5: Imunologi Darah

III. BERBAGAI PENYAKIT IMUN DARAH

A. Anemia Hemolitik Autoimun (AHA)Anemia Hemolitik Autoimun dapat dibagi menjadi AHA dengan antibodi panas (tersering), AHA

dengan antibodi dingin dan Cold Haemoglobinuria Paroksismal (Hemoglobinuria Dingin Paroksismal- HDP) (Gambar 148).

Gambaran Minis AHA klasik berupa lemas, ikterik dan splenomegali yang berhubungan dengan adanya antibodi terhadap antigen sel darah merah yang menimbulkan anemia. Splenektomi dapat memperpanjang usia sel darah merah in vivo.

1. AHA dengan antibodi panas

Antibodi panas menunjukkan reaktivitas optimun pada suhu 37°C, yang terutama terdiri atas IgG, kurang mengikat komplemen dan dapat ditemukan pada permukaan sel darah merah dengan tes Coombs (antiglobulin). Antibodi panas menyerang terutama determinan Rh. Berbagai gambaran sel darah merah yang dilapisi antibodi dapat ditemukan pada berbagai pasien. Sel dapat dilapisi IgG saja, IgG dengan komplemen atau komplemen saja.

Fagositosis sel darah merah yang dilapisi antibodi/opsoninisasi terjadi terutama di limpa. Antibodi ini tergolong IgG dan bereaksi dengan antigen Rh pada permukaan sel darah merah. Oleh karenaaktivasi komplemen membutuhkan ikatan dengan sedikitnya 2 molekul IgG, distribusi antigen Rh yang jarang pada petmukaan sel darah merah tidaklah mudah melibatkan komplemen. IgG tersebut efektif untuk menginduksi adherens imun dan fagositosis. Seseorang dengan anemia hemolitik autoimun dapat diketahui dengan tes Coombs yang dapat menemukan IgG pada permukaan sel.Autoantibodi terhadap eritrosit diikat eritrosit dan kompleks tersebut dibawa ke limpa, hati dan paru untuk dikenal dan diikat Fc'y-R pada monosit. Kompleks dimusnahkan makrofag. Sama halnya dengan trombositopenia idiopatik atas pengaruh autoantibodi terhadap trombosit, trombosit dieliminasi dan dihancurkan. Komplemen juga berperan dalam lisis eritrosit dan trombosit yang dilapisi autoantibodi (peran opsonin) sehingga dimusnahkan makrofag

2. AHA dengan antibodi dingin

Hemolisa biasanya ringan dan gejala terjadi pada pajanan ekstremitas dengan dingin. Antibodi dingin menunjukkan reaktivitas pada suhu di bawah 37°C, terutama berupa IgM, mengikat komplemen dan mengaglutinasikan sel darah merah langsung tanpa memerlukan antiglubolin (Coombs). IgM adalah spesifik terhadap antigen sel darah merah. Aglutinin dingin juga dapat ditemukan sekunder pada infeksi (Mikoplasma pneumoni) atau virus.

Antibodi dingin hanya diikat oleh sel darah merah pada suhu di bawah 37°C dan dilepas bila suhu naik di atas 37°C. Aglutinin dingin ini spesifik untuk antigen I atau I yang ada pada glikoforin dan merupakan bahan utama permukaan sel darah merah. IgM sangat efisien dalam mengaktifkan komplemen dan menimbulkan lisis sel darah merah yang diikatnya. Hemolisis yang terjadi tidak berat selama suhu dipertahankan pada 37 °C. Bila lengan, tungkai atau kulit terpajan dengan suhu dingin, lisis yang berat dapat terjadi

Bentuk anemia hemolitik autoimun lain ialah yang dicetuskan oleh obat. Obat seperti penisilin (hapten) dapat diikat oleh protein pada permukaan sel darah merah (carrier) dan menimbulkan ter-bentuknya antibodi yang bereaksi dengan obat pada permukaan sel yang menimbulkan lisis atau fagositosis atau ADCC (Gambar 149). Penyakit membaik bila obat dihentikan. Sebab-sebab penyabi anemia hemolitik imun terlihat pada Tabel 61

Jenis Anemia % Sebab kerusakanAnti bodi Panas 70% Terutama IgG, Opsonim dan FagositosisAnto Bodi Dingin 18 Terutama IgM, Kecuali PCH(IgG Yang tidak Lazim),

Hemolisis intraveskulerberhubungan dengan dingin

Page 6: Imunologi Darah

Dhiinduksi Obat:penisilin, metildopa

12 Antibodi terhadap obat yang di absorbsi(kompleks imun obat-IgG) autoimun antibodi terhadap sdm(antigen resus)

Sdm=sel darah merah PCH= Progral Cold H

B. Hemoglobinuria dingin paroksimal (HDP)HDP adalah sindrom yang berhubungan dengan antibodi Donath Landsteiner, antibodi dingin

berupa IgG terhadap antigen P pada permukaan sel darah merah. Antibodi bersifat bifasik, mensentitasi sel pada keadaan dingin (biasanya di bawah 15°C dan menghancurkannya bila suhu meningkat sampai 37°C). Pasien menunjukkan gejala berupa panas, sakit di ekstremitas, ikterik, hemoglobinuria setelah terpajan dengan dingin.

Salah satu sebab menurunnya jumlah sel darah merah dalam sirkulasi ialah destruksi oleh antibodi terhadap antigen sel tersebut. Destruksi dapat terjadi akibat aktivasi komplemen dan hal ini akan menimbulkan Hb dalam urin (hemoglobinuria). Destruksi sel dapat pula terjadi melalui opsonisasi oleh antibodi dan komplemen lainnya dan sel darah merah yang dilapisi antibodi dan komplemen tersebut akhimya dihancurkan makrofag yang memiliki reseptor Fc dan C3.

C. Reaksi transfusiMenurut sistem ABO, sel darah merah manusia dapat dibagi dalam 4 golongan yaitu golongan A,

B, AB, dan 0. Selanjutnya diketahui bahwa darah golongan A mengandung antibodi (anti B berupa IgM) yang dapat mengaglutinasikan eritrosit golongan B, darah golongan B mengandung antibodi (anti A berupa IgM) yang mengaglutinasikan eritrosit golongan A, golongan darah AB tidak mengandung antibodi terhadap aloantigen tersebut dan golongan darah 0 mengandung antibodi (IgM dan IgG) yang dapat mengaglutinasikan eritrosit golongan A dan B. Antibodi tersebut disebut isohemaglutinin dan diduga ditimbulkan aktivasi sel B oleh bakteri yang merupakan flora alamiah saluran cerna dan napas. Bakteri tersebut mengekspresikan antigen oligosakarida yang mirip dengan antigen AB sel darah merah. Hal tersebut berarti adanya antibodi terhadap bakteri yang bereaksi silang dengan sel darah (Tabel 62).

Aglutinin timbul secara nonspesifik tanpa sensitasi atau imunisasi. Apa yang merangsang pembentukan isohemaglutinin tersebut belum diketahui dengan pasti. Pada umumnya dianggap bahwa antibodi itu ditimbulkan oleh polisakarida yang berasal dari bakteri intestinal.

Tipe DarahPermukaanSel anti gen ABO

Anti Bodiisoaglutinin

Dapat menerima darah darigolongan

O Tidak Ada Anti-A, anti-B OA A Anti-B A atau OB B Anti-A B atau OAB AB Tidak Ada A,B,AB,O

Tabel 62. Isoaglutinin yang bervariasi di antara antigen ABO

Bentuk yang paling sederhana dan reaksi sitotoksik terlihat pada ketidakcocokan transfusi darah golongan ABO. IgM sangat efisien dalam mengaktifkan komplemen dan aktivasi C5, 6, 7, 8, 9 dan atau menghancurkan eritrosit intravaskular. Ada 3 jenis reaksi transfusi yaitu reaksi hemolitik yang paling berat, reaksi panas dan reaksi alergi seperti urtikaria, syok dan asma. Kerusakan ginj al dapat pula terjadi akibat membran eritrosit yang ditimbun dan efek toksik dan kompleks haem yang dilepas (Tabel 63):

D. Reaksi obat yang merusak sel darah

Page 7: Imunologi Darah

Obat dapat berfungsi sebagai hapten dan diikat pada permukaan eritrosit yang menimbulkan produksi antibodi dan kerusakan sitotoksik. Sedormid (sedatif) dapat mengikat trombosit dan antibodi yang dibentuk terhadapnya akan menghancurkan trombosit (trombositopenia) dan menimbulkan purpura. Kloramfenikol dapat mengikat sel darah putih, fenasetin dan klorpromazin (tranguilizer) mengikat eritrosit. Akibatnya ialah agranulositosis dan anemia hemolitik. Kerusakan sel di sini dapat terjadi oleh karena sitolisis melalui komplemen atau fagositosis melalui reseptor untuk Fc atau C3b. Anemia hemolitik dapat pula ditimbulkan oleh obat seperti penisilin, kina dan sulfonamid (Gambar 150).

Sumber Incompatibilitas Manifestasi KlinisTransfusi Isoaglutinin nonspesifik sistem ABO:

Transfusi mensensitas antigen golongan darah teruma resus D; perlu skrining IgM komplit dan IgG inkomplet (Coombs inderek);ABO mismatch dapat menimbulkan reaksi cepat dengan hemolisa masif akibat IgG dan komplemen

Transfusi multifel Meskipun diskrining secara hati-hati kadang – kadang dapat terjadi reaksi lambat; disebabkan antigen HLA

Anemia hemolitik pada bayi baru dilahirkan

Ayah resus (terutama D) Dapat mensitasi ibu resus negatif, menimbulkan anti bodi yang dapat mengenai bayi yang dilahirkan kemudian ; dapat dicegah dengan suntikan antibodi resus D kepada ibu dalam 48 jam sesudah melahirkan atau selama partus ; hasil baik pada 99% kasus

E. NeutropeniaNeutropenia imun dapat idiopatik atau sekunder akibat Lupus Eritematosus Sistemik (LES) atau

penyakit kompleks imun lain. Seperti halnya dengan anemia hemolitik dan trombositopenia, neutropenia dapat ditimbulkan oleh autoantibodi, aloantibodi atau obat misalnya aminopirin. Menghentikan obat akan memperbaiki gejala klinis dan pengobatannya ialah dengan steroid.

IV. TUMOR LIMFOSITKeganasan yang mengenai sistem imun dapat berasal dari sel limfosit tunggal atau sel plasma.

Setiap sel yang ganas menunjukkan reseptor identik dan mengekspresikan imunoglobulin identik atau molekul reseptor T. Sel-sel yang identik disebut monoklonalitas. Asal sel limfoid pada keganasan limfoid terlihat dalam Gambar 151.

Ciri setiap sel tumor ditentukan oleh biologi sel asal. Misalnya Common Acute Lymphoblastic Leukemia (cALL) berasal dari sel B yang membelah dengan cepat dan sangat agresif. Penderita meninggal tidak lama setelah diagnosis ditegakkan. Mieloma berasal dari sel plasma matang yang berkembang perlahan, melepas imunoglobulin monoklonal. Penderita dapat hidup bertahun-tahun tanpa terapi.

Translokasi kromosomSelama rekombinasi gen reseptor imun, kromosom yang dipecah dapat tidak dikembalikan

dengan utuh. Pada sel B, pemisahan kromosom dapat juga terjadi sewaktu switching kelas Ig dan hipermutasi somatik. Kadang segmen kromosom yang berbeda disatukan dan dapat menimbulkan kematian sel T. Meskipun jarang, beberapa translokasi kromosom dapat menunjukkan efek positif terhadap masa hidup sel dan aktivasi onkogen permanen.Pada limfoma, onkogen c-myc dan Bcl-2 ditranslokasikan ke gen imunoglobulin rantai berat di kromosom 8. C-myc yang diaktifkan akan merangsang proliferasi limfosit. Pada limfosit normal, proliferasinya selalu diimbangi dengan apoptosis. Protein Bc1-2 yang diaktifkan melindungi apoptosis sehingga mempertahankan proliferasi limfosit.

Page 8: Imunologi Darah

Kromosom Philadelphia yang terlihat pada beberapa kasus ALL merupakan translokasi onkogen abl di kromosom 9 ke regio yang disebut break point cluster region (Bcr) di kromosom 22. Fusi protein Bcr-Abl menunjukkan efek anti-apoptosis. Translokasi onkogen lebih mudah terjadi setelah pajanan dengan radiasi. Mieloma banyak ditemukan pada mereka yang hidup setelah pajanan dengan bornatom Hiroshima

VirusVirus herpes dan virus retro menginfeksi sel tanpa membunuhnya dan selanjutnya dapat

merangsang pertumbuhan sel terinfeksi tersebut. Epstein-Barr Virus (EBV) menimbulkan mononukleosisglandular fever, limfoma dan karsinoma nasofaring. Limfoma yang dipacu EBV sering ditemukan pada subyek imunokompromais dma di daerah dengan malnutrisi. EBV memproduksi protein yang merangsang pertumbuhan sel terinfeksi tanpa kontrol dan melindunginya terhadap apoptosis. Infeksi virus herpes lainnya seperti HUMOR Virus 8 (HHV8) dapat menimbulkan sarkoma Kaposi pada subyek imunokompromais.

Keganasan sel TKeganasan sel T jarang terjadi dan bila terjadi sering ditimbulkan Human T Lymphotrophic Virus

(HTLV1). Virus tersebut adalah virus retro yang menyandi protein Tax yang mempunyai efek sama seperti IL-2 (faktor pertumbuhan sel T). Virus tersebut jarang ditemukan di negara maju. Kanker biasanya ditimbulkan oleh sedikitnya dua kejadian yang mengenai ekspresi gen (Gambar 152).