imunologi

6
Imunologi Vaksin Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa tidak akan terjadi penyakit. Terdapat dua macam kekebalan, yaitu kekebalan pasif dan kekebalan aktif. Kekebalan pasif adalah kekebalan yang diperoleh dari luar tubuh, bukan dibuat oleh individu itu sendiri. Contohnya adalah kekebalan pada janin yang diperoleh dari ibu, atau kekebalan yang diperoleh setelah pemberian suntikan imunoglobulin. Kekebalan pasif tidak berlangsung lama karena akan dimetabolisme oleh tubuh. Waktu paruh IgG adalah 28 hari, sedangkan waktu paruh imunoglobulin lainnya lebih pendek. Kekebalan aktif adalah kekebalan yang dibuat oleh tubuh sendiri akibat terpajan pada antigen seperti pada imunisasi, atau terpajan secara alamiah. Kekebalan aktif biasanya berlangsung lebih lama karena adanya memori imunologik. Tujuan imunisasi adalah untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang, dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat (populasi) atau bahkan menghilangkan penyakit tertentu di dunia seperti pada imunisasi cacar. Keadaan yang terakhir ini lebih mungkin terjadi pada jenis- jenis penyakit yang transmisinya bergantung kepada manusia, seperti misalnya penyakit difteria. Agar dapat lebih mudah memahami mengenai proses imunologik yang terjadi pada vaksinasi maka terlebih dahulu perlu diketahui tentang respons imun dan mekanisme pertahanan tubuh (lihat juga bab tentang respons imun). RESPONS IMUN Dilihat dari berapa kali pajanan antigen maka dapat dikenal dua macam respons imun, yaitu respons imun primer dan respons imun sekunder. Respons imun primer Respons imun primer adalah respons imun yang terjadi pada pajanan pertama kalinya dengan antigen. Antibodi yang terbentuk pada respons imun primer kebanyakan adalah IgM dengan titer yang lebih rendah dibanding dengan respons imun sekunder, demikian pula daya afinitasnya. Waktu antara antigen masuk sampai dengan timbul antibodi (lag phase) lebih lama bila dibanding dengan respons imun sekunder Respons imun sekunder Pada respons imun sekunder, antibodi yang dibentuk kebanyakan adalah IgG, dengan titer dan afinitas yang lebih tinggi, serta fase lag lebih pendek dibanding respons imun primer. Hal ini disebabkan sel memori yang terbentuk pada respons imun primer akan cepat mengalamitransformasi blast, proliferasi, dan diferensiasi menjadi sel plasma yang menghasilkan antibodi. Demikian pula dengan imunitas selular, sel limfosit T akan lebih cepat mengalami transformasi blast dan berdiferensiasi

Upload: grace-kalpika-taruli-siagian

Post on 11-Dec-2014

14 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Imunologi

Imunologi Vaksin

Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif

terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa tidak

akan terjadi penyakit.

Terdapat dua macam kekebalan, yaitu kekebalan pasif dan kekebalan aktif. Kekebalan pasif

adalah kekebalan yang diperoleh dari luar tubuh, bukan dibuat oleh individu itu sendiri.

Contohnya adalah kekebalan pada janin yang diperoleh dari ibu, atau kekebalan yang

diperoleh setelah pemberian suntikan imunoglobulin. Kekebalan pasif tidak berlangsung

lama karena akan dimetabolisme oleh tubuh. Waktu paruh IgG adalah 28 hari, sedangkan

waktu paruh imunoglobulin lainnya lebih  pendek.

Kekebalan aktif adalah kekebalan yang dibuat oleh tubuh sendiri akibat terpajan pada

antigen seperti pada imunisasi, atau terpajan secara alamiah. Kekebalan aktif biasanya

berlangsung lebih lama karena adanya memori imunologik.

Tujuan imunisasi adalah untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang, dan

menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat (populasi) atau bahkan

menghilangkan penyakit tertentu di dunia seperti pada imunisasi cacar. Keadaan yang

terakhir ini lebih mungkin terjadi pada jenis-jenis penyakit yang transmisinya bergantung

kepada manusia, seperti misalnya penyakit difteria. Agar dapat lebih mudah memahami

mengenai proses imunologik yang terjadi pada vaksinasi maka terlebih dahulu perlu

diketahui tentang respons imun dan mekanisme pertahanan tubuh (lihat juga bab tentang

respons imun).

  RESPONS IMUNDilihat dari berapa kali pajanan antigen maka dapat dikenal dua macam respons imun, yaitu respons imun primer dan respons imun sekunder.

Respons imun primer Respons imun primer adalah respons imun yang terjadi pada

pajanan pertama kalinya dengan antigen. Antibodi yang terbentuk pada respons imun

primer kebanyakan adalah IgM dengan titer yang lebih rendah dibanding dengan respons

imun sekunder, demikian pula daya afinitasnya. Waktu antara antigen masuk sampai

dengan timbul antibodi (lag phase) lebih lama bila dibanding dengan respons imun

sekunder  

Respons imun sekunder  Pada respons imun sekunder, antibodi yang dibentuk

kebanyakan adalah IgG, dengan titer dan afinitas yang lebih tinggi, serta fase lag lebih

pendek dibanding respons imun primer. Hal ini disebabkan sel memori yang terbentuk pada

respons imun primer akan cepat mengalamitransformasi blast, proliferasi, dan diferensiasi

menjadi sel plasma yang menghasilkan antibodi. Demikian pula dengan imunitas selular,

sel limfosit T akan lebih cepat mengalami transformasi blast dan berdiferensiasi menjadi sel

T aktif sehingga lebih banyak terbentuk sel efektor dan sel memori.  Pada imunisasi,

respons imun sekunder inilah yang diharapkan akan memberi respons adekuat bila terpajan

pada antigen yang serupa kelak. Untuk mendapatkan titer antibodi yang cukup tinggi dan

Page 2: Imunologi

mencapai nilai protektif, sifat respons imun sekunder ini diterapkan dengan memberikan

vaksinasi berulang beberapa kali.

 

Page 3: Imunologi

KEBERHASILAN IMUNISASI

Keberhasilan imunisasi tergantung pada beberapa faktor, yaitu status imun host, faktor

genetik host, serta kualitas dan kuantitas vaksin.

Adanya antibodi spesifik pada host terhadap vaksin yang diberikan akan mempengaruhi

keberhasilan vaksinasi. Misalnya pada bayi yang semasa fetus mendapat antibodi maternal

spesifik terhadap virus campak, bila vaksinasi campak diberikan pada saat kadar antibodi

spesifik campak masih tinggi akan memberikan hasil yang kurang memuaskan.  Demikian

pula air susu ibu (ASI) yang mengandung IgA sekretori (sIgA) terhadap virus polio dapat

mempengaruhi keberhasilan vaksinasi polio yang dlberikan secara oral. Tetapi umumnya

kadar sIgA terhadap virus polio pada ASI sudah rendah pada waktu bayi berumur beberapa

bulan. Pada penelitian di subbagian Alergi-Imunologi, Bagian IKA FKUI/RSCM, Jakarta

ternyata sIgA polio sudah tidak ditemukan lagi pada ASI setelah bayi berumur 5 bulan.

Kadar sIgA tinggi terdapat pada kolostrum. Karena itu bila vaksinasi polio secara oral

Page 4: Imunologi

diberikan pada masa kadar sIgA polio ASI masih tinggi, hendaknya ASI jangan diberikan

dahulu 2 jam sebelum dan sesudah vaksinasi.\

Keberhasilan vaksinasi memerlukan maturitas imunologik. Pada bayi neonatus fungsi

makrofag masih kurang, terutama fungsi mempresentasikan antigen karena ekspresi HLA

masih kurang pada permukaannya, selain deformabilitas membran serta respons

kemotaktik yang masih kurang. Kadar komplemen dan aktivitas opsonin komplemen masih

rendah, demikian pula aktivitas kemotaktik serta daya lisisnya. Fungsi sel Ts relatif lebih

menonjol dibanding pada bayi atau anak karena memang fungsi imun pada masa

intrauterin lebih ditekankan pada toleransi, dan hal ini masih terlihat pada bayi baru lahir.

Pembentukan antibodi spesifik terhadap antigen tertentu masih kurang. Vaksinasi pada

neonatus akan memberikan hasil yang kurang dibanding pada anak, karena itu vaksinasi

sebaiknya ditunda sampai bayi berumur 2 bulan atau lebih.

Status imun mempengaruhi pula hasil imunisasi. Individu yang mendapat obat

imunosupresan, atau menderita defisiensi imun kongenital, atau menderita penyakit yang

menimbulkan defisiensi imun sekunder seperti pada penyakit keganasan, juga akan

mempengaruhi keberhasilan vaksinasi, bahkan adanya defisiensi imun merupakan indikasi

kontra pemberian vaksin hidup karena dapat menimbulkan penyakit pada individu tersebut.

Vaksinasi pada individu yang menderita penyakit infeksi sistemik seperti campak atau

tuberkulosis milier akan mempengaruhi pula keberhasilan vaksinasi.

Keadaan gizi yang buruk akan menurunkan fungsi sel sistem imun seperti makrofag dan

limfosit. Imunitas selular menurun dan imunitas humoral spesifisitasnya rendah. Meskipun

kadar globulin-γ normal atau bahkan meninggi, imunoglobulin yang terbentuk tidak dapat

mengikat antigen dengan baik karena terdapat kekurangan asam amino yang dibutuhkan

untuk sintesis antibodi. Kadar komplemen juga berkurang dan mobilisasi makrofag

berkurang, akibatnya respons terhadap vaksin atau toksoid berkurang. Faktor genetik host

Interaksi antara sel-sel sistem imun dipengaruhi oleh variabilitas genetik. Secara genetik

respons imun manusia dapat dibagi atas responder baik, cukup, dan rendah terhadap

antigen tertentu.

 Ia dapat memberikan respons rendah terhadap antigen tertentu, tetapi terhadap antigen

lain tinggi sehingga mungkin ditemukan keberhasilan vaksinasi yang tidak 100%. Faktor

genetik dalam respons imun dapat berperan melalui gen yang berada pada kompleks MHC

dengan non MHC. Gen kompleks MHC

Gen kompleks MHC berperan dalam presentasi antigen. Sel Tc akan mengenal antigen yang

berasosiasi dengan molekul MHC kelas I, dan sel Td serta sel Th akan mengenal antigen

yang berasosiasi dengan molekul MHC kelas II.

Jadi respons sel T diawasi secara genetik sehingga dapat dimengerti bahwa akan terdapat

potensi variasi respons imun. Secara klinis terlihat juga bahwa penyakit tertentu terdapat

Page 5: Imunologi

lebih sering pada HLA tertentu, seperti spondilitis ankilosing terdapat pada individu dengan

HLA-B27. Gen non MHC

Secara klinis kita melihat adanya defisiensi imun yang berkaitan dengan gen tertentu,

misalnya agamaglobulinemia tipe Bruton yang terangkai dengan kromosom X yang hanya

terdapat pada anak laki-laki.

Demikian pula penyakit alergi yaitu penyakit yang menunjukkan perbedaan respons imun

terhadap antigen tertentu merupakan penyakit yang diturunkan. Faktor-faktor ini

menyokong adanya peran genetik dalam respons imun, namun mekanisme yang

sebenarnya belum diketahui. Kualitas dan kuantitas vaksin Vaksin adalah mikroorganisme atau toksoid yang diubah sedemikian rupa sehingga patogenisitas atau toksisitasnya hilang tetapi masih tetap mengandung antigenesitasnya. Beberapa faktor kualitas dan kuantitas vaksin dapat menentukan keberhasilan vaksinasinya seperti cara pemberian, dosis, frekuensi pemberian, ajuvan yang dipergunakan, dan jenis vaksin.

 Cara pemberian vaksin

Cara pemberian vaksin akan mempengaruhi respons imun yang timbul. Misalnya vaksin

polio oral akan menimbulkan imunitas lokal di samping sistemik, sedangkan vaksin polio

parenteral akan memberikan imunitas sistemik saja. Dosis vaksin

Dosis vaksin terlalu tinggi atau terlalu rendah juga mempengaruhi respons imun yang

terjadi. Dosis yang terlalu tinggi akan menghambat respons imun yang diharapkan,

sedangkan dosis terlalu rendah tidak merangsang sel imunokompeten. Dosis yang tepat

dapat diketahui dari hasil uji coba, karena itu dosis vaksin harus sesuai dengan dosis yang

direkomendasikan. Frekuensi pemberian

Frekuensi pemberian juga mempengaruhi respons imun yang terjadi. Sebagaimana telah

kita ketahui, respons imun sekunder menyebabkan sel efektor aktif lebih cepat, lebih tinggi

produksinya, dan afinitasnya lebih tinggi. Di samping frekuensi, jarak pemberian pun akan

mempengaruhi respons imun yang terjadi. Bila vaksin berikutnya diberikan pada saat kadar

antibodi spesifik masih tinggi, maka antigen yang masuk segera dinetralkan oleh antibodi

spesifik tersebut sehingga tidak sempat merangsang sel imunokompeten, bahkan dapat

terjadi apa yang dinamakan reaksi Arthus yaitu bengkak kemerahan di daerah suntikan

antigen akibat pembentukan kompleks antigen-antibodi lokal sehingga terjadi peradangan

lokal. Oleh sebab itu, pemberian ulang (booster) sebaiknya mengikuti apa yang dianjurkan

sesuai dengan hasil uji coba. Ajuvan

Ajuvan adalah zat yang secara nonspesifik dapat meningkatkan respons imun terhadap

antigen. Ajuvan akan meningkatkan respons imun dengan cara mempertahankan antigen

Page 6: Imunologi

pada tempat suntikan, dan mengaktivasi sel APC untuk memproses antigen secara efektif

dan memproduksi interleukin yang akan mengaktifkan sel imunokompeten lainnya. Jenis vaksin

Vaksin hidup akan menimbulkan respons imun lebih baik dibandingkan vaksin lainnya

seperti vaksin mati atau yang diinaktivasi (killed atau inactivated), atau komponen dari

mikroorganisme. Rangsangan sel Tc memori membutuhkan suatu sel yang terinfeksi

sehingga dibutuhkan vaksin hidup. Sel Tc dibutuhkan pada infeksi virus yang

pengeluarannya melalui budding.Vaksin hidup diperoleh dengan cara atenuasi. Tujuan atenuasi adalah untuk menghasilkan organisme yang hanya dapat menimbulkan penyakit yang sangat ringan. Atenuasi diperoleh dengan cara memodifikasi kondisi tempat tumbuh mikroorganisme, misalnya suhu yang tinggi atau rendah, kondisi anaerob, atau menambah empedu pada media kultur seperti pada pembuatan vaksin TBC yang sudah ditanam selama 13 tahun. Dapat pula dipakai mikroorganisme yang virulen untuk spesies lain tetapi untuk manusia avirulen, misalnya virus cacar sapi.

 

PERSYARATAN VAKSINTerdapat empat faktor sebagai persyaratan vaksin, yaitu1) mengaktivasi APC untuk mempresentasikan antigen dan memproduksi interleukin,2) mengaktivasi sel T dan sel B untuk membentuk banyak sel  memori,3) mengaktivasi sel T dan sel Tc terhadap beberapa epitop, untuk mengatasi variasi respons imun yang ada dalam populasi karena adanya polimorfisme MHC, dan4) memberi antigen yang persisten, mungkin dalam sel folikular dendrit jaringan limfoid tempat sel B memori direkrut sehingga dapat merangsang sel B sewaktu-waktu untuk menjadi sel plasma yang membentuk antibodi terus-menerus sehingga kadarnya tetap tinggi.   

 

Provided by