imunisasi

15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Imunisasi 1. Pengertian Imunisasi Imunisasi adalah suatu tindakan memberikan perlindungan atau kekebalan dengan cara memasukkan vaksin ke dalam tubuh. Tujuan pemberian imunisasi terutama untuk menurunkan angka kematian bayi dan balita. Tujuan lain adalah agar bayi dan balita terhindar dari serangan penyakit atau minimal menderita sakit ringan. 7) Sesuai dengan program pemerintah (Departemen Kesehatan) tentang Program Pengembangan Imunisasi (PPI) maka anak diharuskan mendapat perlindungan terhadap 7 jenis penyakit utama yaitu penyakit TBC (dengan pemberian vaksin BCG), difteria, tetanus, batuk rejan, poliomielitis, campak, dan Hepatitis B. Imunisasi lain yang dianjurkan di Indonesia pada saat ini ialah terhadap penyakit gondong dan campak Jerman (dengan pemberian vaksin MMR), tifus, radang selaput otak oleh kuman Haemophilus influenzae tipe B (Hib), Hepatitis A, cacar air dan rabies. 1) 2. Tujuan Imunisasi Tujuan utama imunisasi atau vaksinasi ialah prosedur untuk meningkatkan derajat imunitas, memberikan imunitas protektif dengan menginduksi respons memori terhadap patogen tertentu atau toksin dengan menggunakan preparat antigen non-virulen atau non-toksik. Imunitas perlu dipacu terhadap jenis antibodi atau sel imun yang benar. Antibodi yang diproduksi oleh imunisasi harus efektif terutama terhadap mikroba ekstrakurikuler dan produknya (toksin). Antibodi mencegah adherens atau efek yang merusak sel dengan menetralisasi toksin (Diphteria, clostridium). 8) 3. Jenis Imunisasi

Upload: lilyana-wijaya

Post on 12-Jan-2016

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Imunisasi 1. Pengertian Imunisasi

Imunisasi adalah suatu tindakan memberikan perlindungan atau kekebalan

dengan cara memasukkan vaksin ke dalam tubuh. Tujuan pemberian imunisasi

terutama untuk menurunkan angka kematian bayi dan balita. Tujuan lain adalah

agar bayi dan balita terhindar dari serangan penyakit atau minimal menderita sakit

ringan.7)

Sesuai dengan program pemerintah (Departemen Kesehatan) tentang

Program Pengembangan Imunisasi (PPI) maka anak diharuskan mendapat

perlindungan terhadap 7 jenis penyakit utama yaitu penyakit TBC (dengan

pemberian vaksin BCG), difteria, tetanus, batuk rejan, poliomielitis, campak, dan

Hepatitis B. Imunisasi lain yang dianjurkan di Indonesia pada saat ini ialah

terhadap penyakit gondong dan campak Jerman (dengan pemberian vaksin

MMR), tifus, radang selaput otak oleh kuman Haemophilus influenzae tipe B

(Hib), Hepatitis A, cacar air dan rabies.1)

2. Tujuan Imunisasi

Tujuan utama imunisasi atau vaksinasi ialah prosedur untuk meningkatkan

derajat imunitas, memberikan imunitas protektif dengan menginduksi respons

memori terhadap patogen tertentu atau toksin dengan menggunakan preparat

antigen non-virulen atau non-toksik.

Imunitas perlu dipacu terhadap jenis antibodi atau sel imun yang benar.

Antibodi yang diproduksi oleh imunisasi harus efektif terutama terhadap mikroba

ekstrakurikuler dan produknya (toksin). Antibodi mencegah adherens atau efek

yang merusak sel dengan menetralisasi toksin (Diphteria, clostridium).8)

3. Jenis Imunisasi

Ada 2 jenis imunisasi yaitu imunisasi aktif dan imunisasi pasif. Pada

imunisasi aktif tubuh anak akan membuat sendiri zat anti setelah suatu

rangsangan antigen dari luar tubuh, misalnya rangsangan virus yang telah

dilemahkan pada imunisasi polio atau imunisasi campak. Setelah rangsangan ini

kadar zat anti dalam tubuh anak akan meningkat, sehingga anak akan menjadi

imun atau kebal.

Berlainan dengan imunisasi pasif, dalam hal ini imunisasi dilakukan

dengan penyuntikan sejumlah zat anti, sehingga kadarnya dalam darah akan

meningkat. Zat anti yang disuntikan tadi biasanya telah dipersiapkan

pembuatannya di luar tubuh anak, misalnya zat anti yang terdapat dalam serum

kuda yang telah dimurnikan. Contoh imunisasi pasif adalah pemberian ATS (Anti

Tetanus Serum) pada anak yang mendapat luka kecelakaan dan pada bayi baru

lahir.1)

4. Jenis Vaksin

Vaksin ialah suatu bahan yang terbuat dari kuman, komponen kuman, atau

racun kuman yang telah dilemahkan atau dimatikan. Pemberian vaksin akan

merangsang tubuh anak untuk membuat antibodi.2) Pada dasarnya vaksin dibuat

dari 1) kuman yang telah dilemahkan atau dimatikan, 2) zat racun kuman (toksin)

yang telah dilemahkan, 3) bagian kuman tertentu atau komponen kuman yang

biasanya berupa protein khusus. Adapun jenis vaksin yang diberikan pada

imunisasi wajib Program Pengembangan Imunisasi (PPI) adalah meliputi 1) :

a. Vaksin BCG (Bacillus Calmette Guerin)

Pemberian vaksin BCG bertujuan untuk menimbulkan kekebalan aktif

terhadap penyakit tuberkulosis (TBC). Vaksin BCG mengandung kuman

BCG (Bacillus Calmette Guerin) yang telah dilemahkan. Pemberian

imunisasi BCG sebaiknya dilakukan ketika bayi baru lahir sampai berumur

12 bulan, tetapi sebaiknya pada umur 0 – 2 bulan. Hasil yang memuaskan

terlihat apabila diberikan satu kali saja pada anak yang berumur lebih dari 2

bulan, dianjurkan untuk melakukan uji Mantoux sebelum imunisasi BCG

guna mengetahui apakah telah terjangkit penyakit TBC.1)

b. Vaksin DPT (Difteria, Pertusis, Tetanus)

Manfaat pemberian imunisasi ini ialah untuk menimbulkan kekebalan

aktif dalam waktu yang bersamaan terhadap penyakit Difteria, Pertusis, dan

Tetanus.

Vaksin Difteria terbuat dari toksin kuman Difteri yang telah dilemahkan

(toksoid). Biasanya diolah dan dikemas bersama-sama dengan vaksin

Tetanus dalam bentuk vaksin DT, atau dengan vaksin Tetanus dan Pertusis

dalam bentuk vaksin DPT. Vaksin Tetanus yang digunakan untuk imunisasi

aktif ialah toksoid tetanus, yaitu toksin kuman Tetanus yang telah

dilemahkan dan kemudian dimurnikan.9)

Vaksin terhadap penyakit Batuk Rejan terbuat dari kuman Bordetella

Pertusis yang telah dimatikan, selanjutnya dikemas bersama dengan vaksin

Difteria dan Tetanus (vaksin DPT, vaksin Tripe). Imunisasi dasar DPT

diberikan 3 kali, sejak bayi berumur 2 bulan dengan selang waktu antara dua

penyuntikan minimal 4 minggu. Untuk imunisasi masal tetap harus diberikan

3 kali karena suntikan pertama tidak memberikan perlindungan apa-apa, dan

baru akan memberikan perlindungan terhadap serangan penyakit apabila

telah mendapat suntikan vaksin DPT sebanyak 3 kali.1)

Imunisasi ulang pertama dilakukan pada usia 1,5 – 2 tahun atau kurang

lebih satu tahun setelah suntikan imunisasi dasar ketiga. Imunisasi ulang

berikutnya dilakukan pada usia 6 tahun atau saat di kelas 1 SD. Pada saat

kelas 6 diberikan lagi imunisasi ulang dengan vaksin DT (tanpa P), vaksin

pertusis tidak dianjurkan untuk anak yang berusia lebih dari 7 tahun karena

reaksi yang timbul dapat lebih hebat. Selain itu juga karena perjalanan

penyakit pertusis pada anak berumur lebih dari 5 tahun tidak parah.1)

c. Vaksin Poliomielitis

Imunisasi diberikan untuk mendapatkan kekebalan terhadap penyakit

poliomielitis. Terdapat 2 jenis vaksin dalam peredaran yang masing-masing

mengandung virus Polio tipe I, II, dan III, yaitu 1) vaksin yang mengandung

virus Polio tipe I, II, dan III yang sudah dimatikan (vaksin salk), cara

pemberiannya dengan penyuntikan, dan 2) vaksin yang mengandung virus

polio tipe I, II, dan III yang masih hidup tetapi dilemahkan (vaksin Sabin).

Cara pemberiannya melalui mulut dalam bentuk pil atau cairan. Di Indonesia

yang lazim diberikan ialah vaksin jenis Sabin karena cara pemberiannya

lebih mudah melalui mulut.2)

Imunisasi dasar diberikan sejak anak baru lahir atau berumur beberapa

hari, dan selanjutnya setiap 4 – 6 minggu. Pemberian vaksin polio dapat

dilakukan bersamaan dengan BCG, vaksin Hepatitis B, dan DPT. Bayi-bayi

yang sedang menetek ASI dapat diberikan seperti biasa karena ASI tidak

berpengaruh terhadap vaksin polio. Imunisasi ulangan diberikan bersamaan

dengan imunisasi ulang DPT.

d. Vaksin Campak (Morbili)

Imunisasi diberikan untuk mendapat kekebalan terhadap penyakit

campak secara aktif. Vaksin campak mengandung virus campak hidup yang

telah dilemahkan. Vaksin campak yang beredar di Indonesia dapat diperoleh

dalam bentuk kemasan kering tunggal atau dalam kemasan kering

dikombinasi dengan vaksin gondong atau bengok (Mumps) dan Rubella

(campak Jerman).1)

Bayi baru lahir biasanya telah mendapat kekebalan pasif terhadap

penyakit campak dari ibunya ketika ia dalam kandungan. Makin lanjut umur

bayi, makin berkurang kekebalan pasif tersebut. Waktu berumur 6 bulan

biasanya sebagian dari bayi itu tidak mempunyai kekebalan pasif lagi.

Dengan adanya kekebalan pasif ini sangatlah jarang seorang bayi menderita

campak pada umur kurang dari 6 bulan.1)

Menurut WHO (World Health Organization) (1973) imunisasi campak

cukup dilakukan dengan 1 kali suntikan setelah bayi berumur 9 bulan. Lebih

baik lagi setelah ia berumur lebih dari 1 tahun. Karena kekebalan yang

diperoleh berlangsung seumur hidup, maka tidak diperlukan revaksinasi

lagi.2)

Di Indonesia keadaannya berlainan. Kejadian campak masih tinggi dan

sering dijumpai bayi menderita penyakit campak ketika ia berumur antara 6 –

9 bulan, jadi pada saat sebelum ketentuan batas umur 9 bulan untuk

mendapat vaksinasi campak seperti yang dianjurkan WHO. Dengan

memperhatikan kejadian ini, sebenarnya imunisasi campak dapat diberikan

sebelum bayi berumur 9 bulan, misalnya pada umur antara 6 – 7 bulan ketika

kekebalan pasif yang diperoleh dari ibu mulai menghilang. Akan tetapi ia

harus mendapat satu kali suntikan ulang setelah berumur 15 bulan.

e. Vaksin Hepatitis B

Vaksinasi dimaksudkan untuk mendapat kekebalan aktif terhadap

penyakit Hepatitis B. Penyakit ini dalam istilah sehari-hari lebih dikenal

sebagai penyakit Lever. Jenis ini baru dikembangkan setelah diteliti bahwa

virus Hepatitis B mempunyai kaitan erat dengan terjadinya penyakit Lever

tadi. Vaksin terbuat dari bagian virus Hepatitis B yang dinamakan HB S Ag,

yang dapat menimbulkan kekebalan tapi tidak menimbulkan penyakit. HB S

Ag ini dapat diperoleh dari serum manusia atau dengan cara rekayasa genetik

dengan bantuan sel ragi.2)

Imunisasi aktif dilakukan dengan cara pemberian suntikan dasar

sebanyak 3 kali dengan jarak waktu satu bulan antara suntikan 1 dan 2, dan

lima bulan antara suntikan 2 dan 3, imunisasi ulang diberikan 5 tahun setelah

imunisasi dasar.

Khusus bagi bayi yang lahir dari seorang ibu pengidap virus Hepatitis

B, harus dilakukan imunisasi pasif memakai imunoglobulin khusus anti

Hepatitis B dalam waktu 24 jam setelah kelahiran. Berikutnya bayi tersebut

harus pula mendapat imunisasi aktif 24 jam setelah lahir, dengan

penyuntikan vaksin Hepatitis B dengan cara pemberian yang sama seperti

biasa yaitu Intra Muskuler.

Imunisasi Hepatitis B adalah pemberian kekebalan pada bayi yang

mengandung antigen Hepatitis B diberikan melalui suntikan Intra Muskuler.

Vaksin Hepatitis B diindikasikan untuk imunisasi aktif pada bayi yang

bertujuan melawan infeksi yang disebabkan oleh virus Hepatitis B. Vaksin

Hepatitis B tidak dapat mencegah infeksi yang disebabkan oleh virus lain,20)

seperti virus Hepatitis A dan C atau virus yang diketahui dapat menginfeksi

hati.

Sasaran program imunisasi Hepatitis B

1. Secara umum

Bayi umur lebih dari 7 hari

2. Secara khusus

Bayi umur kurang dari 7 hari

4. Petunjuk Pelaksanaan Program Hepatitis B

a. Secara umum Tabel 1. Jadwal Pemberian Imunisasi

Vaksin Pemberian Imunisasi

Interval Umur Keterangan

BCG 1 x - 0–11 bulan DPT 3 x 4 minggu 2–11 bulan Polio 4 x 4 minggu 0–11 bulan Campak 1 x - 9–11 bulan Hepatitis B 3 x 4 minggu 0–11 bulan Untuk bayi yang lahir di

rumah sakit / Puskesmas, HB, BCG, dan Polio dapat segera diberikan

Sumber : Modul Pelatihan Petugas Imunisasi edisi ke 7, Dirjend P2M dan Penyehatan Lingkungan Jakarta

Tabel 2. Alternatif 1 Program Imunisasi

Umur Antigen 0 bulan HB 1, BCG 1, Polio 1 2 bulan HB 2, DPT 1, Polio 2 3 bulan HB 3, DPT 2, Polio 3 4 bulan DPT 3, Polio 4 9 bulan Campak

Sumber : Modul Pelatihan Petugas Imunisasi edisi ke 7, Dirjend P2M dan Penyehatan Lingkungan Jakarta

Tabel 3. Alternatif 2 Program Imunisasi

Umur Antigen 2 bulan BCG, Polio 1, DPT 1 3 bulan HB 1, Polio 2, DPT 2 4 bulan HB 2, Polio 3, DPT 3 9 bulan HB 3, Polio 4, Campak

Sumber : Modul Pelatihan Petugas Imunisasi edisi ke 7, Dirjend P2M dan Penyehatan Lingkungan Jakarta

Jadwal ini dapat disesuaikan dengan keadaan di lapangan, dengan

ketentuan bahwa antara suntikan ke-1 dan ke-2, serta suntikan ke-2 dan ke-3

jangka waktunya minimal 1 bulan.21)

b. Secara khusus Tabel 4. Jadwal Pemberian Imunisasi Hepatitis B

Umur Imunisasi 0 – 7 hari Hepatitis B1 2 bulan Hepatitis B2 3 bulan Hepatitis B3

Sumber : Modul Pelatihan Petugas Imunisasi edisi ke 7, Dirjend P2M dan Penyehatan Lingkungan Jakarta

Vaksin Hepatitis B direkomendasikan disuntikan dengan cara Intra

Muskuler, jangan disuntikan secara Intra Vena. Pada orang dewasa, suntikan

sebaiknya dibagian otot deltroid, pada bayi dan anak lebih baik dibagian

antara lateral paha karena ukuran otot deltroidnya masih kecil. Vaksin

Hepatitis B harus dikocok sebelum digunakan.

Volume vaksin pada tiap dosis adalah 0,5 ml yang diberikan sebanyak

tiga kali untuk bayi dan anak kurang dari 10 tahun.

Vaksin Hepatitis B dapat disimpan sampai 26 bulan setelah tanggal

produksi yaitu pada suhu 2 – 80 C, jangan dibekukan, tanggal kadaluwarsa

tertera pada etiket. Kemasan volume 0,50 ml untuk bayi dan anak kurang dari

10 tahun sedangkan kemasan volume 1,00 ml untuk dewasa.

5. Tempat Pelayanan Imunisasi Hepatitis B1

Semua jenis imunisasi tersebut bisa didapatkan di Posyandu, Puskesmas,

Polindes maupun Poliklinik Desa secara gratis.

6. Target Imunisasi Hepatitis B 1 < 7 hari 22)

a. Secara umum / nasional adalah 85 % 22)

b. Secara khusus / Kabupaten adalah 70 % 6)

7. Bentuk Kegiatan Imunisasi 10)

a. Medisteknis

1) Pemberian imunisasi

2) Pengobatan akibat samping dan komplikasi

3) Pengawasan kasus PD31

b. Administrasi

1) Pengumpulan data kelompok sasaran

2) Pencatatan pelaporan hasil kegiatan manusia menggunakan SP2TP

3) Pembuatan laporan kasus PD31

4) Pembuatan grafik PWS

5) Supervisi internal menggunakan check-list supervisi

c. KIE

1) Penyuluhan kelompok dan perseorangan

2) Pembinaan organisasi

3) Pembinaan kader

B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Praktik Imunisasi 1. Pendidikan

Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk

mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau masyarakat sehingga

mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. Dari batasan ini

tersirat unsur-unsur pendidikan yakni : a) input adalah sasaran pendidikan

(individu, kelompok, masyarakat) dan pendidik (pelaku pendidikan), b) proses

(upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain), c) output (melakukan

apa yang diharapkan atau perilaku).4)

2. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi

melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran,

penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh mata

dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting

dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior).11) Karena dari

pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan

lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.

Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan

:12)

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat

kembali (recall) sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau

rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat

pengetahuan yang paling rendah.

b. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara

benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi

tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi

harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan

dan sebagainya terhadap obyek yang dipelajari.

c. Aplikasi (aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat

diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode,

prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek

ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi

dan masih ada kaitannya satu sama lain.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi

baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun, dapat

merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya

terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan

pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria

yang telah ada.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket

yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian

atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita

ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas.

Tingkat pengetahuan pengelola imunisasi mempengaruhi perilakunya,

makin tinggi pendidikan atau pengetahuannya, makin tinggi kesadaran untuk

meningkatkan cakupan imunisasi Hepatitis B1 pada bayi kurang dari 7 hari.

Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses dimana

didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku

tersebut akan bersifat langgeng.12)

3. Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang

terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung

dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dan perilaku yang tertutup.

Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap

stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang

bersifat emosional terhadap stimulus sosial.

Dalam bagian lain Alport menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3

komponen pokok, yaitu 1) kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep suatu objek,

3) kecenderungan untuk bertindak (trend to behave) 4)

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh.

Seperti halnya pengetahuan, sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yakni:12)

a. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus

yang diberikan (objek)

b. Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas

yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha

untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas

dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide

tersebut.

c. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah

adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

d. Bertanggungjawab (responsible)

Bertanggungjawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala

resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara

langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden

terhadap suatu objek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan

pernyataan-pernyataan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden

dengan jawaban setuju dan tidak setuju.

4. Praktik

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan untuk

mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung

atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain fasilitas. Sikap pengelola

imunisasi yang positif terhadap imunisasi Hepatitis B1 harus mendapat

konfirmasi tentang bayi usia kurang dari 7 hari dan ada fasilitas imunisasi yang

mudah dicapai, agar cakupan imunisasi Hepatitis B1 tercapai. Di samping faktor

fasilitas, juga diperlukan faktor dukungan dari pihak lain. 4)

Tingkatan praktik adalah : 12)

a. Persepsi (perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang

akan diambil.

b. Respon terpimpin (guinded response)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan

contoh.

c. Mekanisme (mecanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara

otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan

d. Adaptasi (adaptation)

Adalah suatu praktik yang sudah berkembang dengan baik, artinya tindakan

itu sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

Pengukuran praktik dapat dilakukan secara tidak langsung yaitu dengan

wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari

atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung

yaitu dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan respon. 4)

Perubahan perilaku dapat dipengaruhi 3 faktor utama yaitu 1) predisposing

factor yang terdiri dari pengetahuan dan sikap ibu dimana hal ini sangat

dipengaruhi oleh pendidikan, sosial budaya dan sosial ekonomi, 2) enabling

factor yaitu fasilitas kesehatan, 3) reinforcing factor yang terdiri dari sikap dan

perilaku pengelola

5. Motivasi

Yaitu upaya untuk menimbulkan rangsangan, dorongan atau pun

pembangkit tenaga bagi seseorang atau sekelompok masyarakat untuk mau

berbuat dan bekerjasama secara optimal melaksanakan sesuatu yang telah

direncanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Motivasi akan berhasil jika :

a. Tujuan organisasi yang telah ditetapkan juga menjadi tujuan perorangan atau

kelompok masyarakat.

b. Kegiatan yang dilakukan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.

Untuk mengetahui tujuan tidaklah mudah, oleh karena itu perlu dipahami

dulu kebutuhan manusia. Secara umum ada dua, yaitu kebutuhan primer dan

sekunder. Menurut AH. Maslow ada lima tingkatan kebutuhan manusia : 1)

kebutuhan pokok faali; 2) keamanan; 3) sosial; 4) dihargai dan dihormati; 5)

penampilan diri.23)

Dalam pelaksanaan program imunisasi, pengetahuan dan keterampilan

motivasi sangat diperlukan. Apalagi yang dilakukan adalah program kesehatan

masyarakat, karena ruang lingkup program kesehatan masyarakat menyangkut

masyarakat banyak, kepada siapa program kesehatan itu ditujukan.

C. Kerangka Teori Faktor Pengelola Imunisasi

Pengetahuan tentang imunisasi

Sikap tentang imunisasi

Praktik tentang imunisasi

Motivasi tentang imunisasi

Cakupan Imunisasi Faktor lingkungan

Faktor ibu Hepatitis B1 pada bayi sosial budaya

usia kurang 7 hari

Sosialisasi

Keterangan :

: Variabel yang diamati

D. K

F

P

S

P

M

E. H1.

: Variabel yang tidak diamati

erangka Konsep

aktor Pengelola Imunisasi

engetahuan tentang imunisasi

ikap tentang imunisasi

raktik tentang imunisasi

otivasi tentang imunisasi

Variabel Bebas

(Independence Variable)

Cakupan Imunisasi Hepatitis

B1 bayi usia kurang dari 7

hari

Variabel Terikat

(Dependence Variable)

ipotesis Ada hubungan antara pengetahuan pengelola imunisasi dengan cakupan

imunisasi Hepatitis B1 pada bayi usia kurang dari 7 hari.

2. Ada hubungan antara sikap pengelola imunisasi dengan cakupan imunisasi

Hepatitis B1 pada bayi usia kurang dari 7 hari

3. Ada hubungan antara praktik pengelola imunisasi dengan cakupan imunisasi

Hepatitis B1 pada bayi usia kurang dari 7 hari.

4. Ada hubungan antara motivasi pengelola imunisasi dengan cakupan imunisasi

Hepatitis B1 pada bayi usia kurang dari 7 hari