imunisasi
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Imunisasi 1. Pengertian Imunisasi
Imunisasi adalah suatu tindakan memberikan perlindungan atau kekebalan
dengan cara memasukkan vaksin ke dalam tubuh. Tujuan pemberian imunisasi
terutama untuk menurunkan angka kematian bayi dan balita. Tujuan lain adalah
agar bayi dan balita terhindar dari serangan penyakit atau minimal menderita sakit
ringan.7)
Sesuai dengan program pemerintah (Departemen Kesehatan) tentang
Program Pengembangan Imunisasi (PPI) maka anak diharuskan mendapat
perlindungan terhadap 7 jenis penyakit utama yaitu penyakit TBC (dengan
pemberian vaksin BCG), difteria, tetanus, batuk rejan, poliomielitis, campak, dan
Hepatitis B. Imunisasi lain yang dianjurkan di Indonesia pada saat ini ialah
terhadap penyakit gondong dan campak Jerman (dengan pemberian vaksin
MMR), tifus, radang selaput otak oleh kuman Haemophilus influenzae tipe B
(Hib), Hepatitis A, cacar air dan rabies.1)
2. Tujuan Imunisasi
Tujuan utama imunisasi atau vaksinasi ialah prosedur untuk meningkatkan
derajat imunitas, memberikan imunitas protektif dengan menginduksi respons
memori terhadap patogen tertentu atau toksin dengan menggunakan preparat
antigen non-virulen atau non-toksik.
Imunitas perlu dipacu terhadap jenis antibodi atau sel imun yang benar.
Antibodi yang diproduksi oleh imunisasi harus efektif terutama terhadap mikroba
ekstrakurikuler dan produknya (toksin). Antibodi mencegah adherens atau efek
yang merusak sel dengan menetralisasi toksin (Diphteria, clostridium).8)
3. Jenis Imunisasi
Ada 2 jenis imunisasi yaitu imunisasi aktif dan imunisasi pasif. Pada
imunisasi aktif tubuh anak akan membuat sendiri zat anti setelah suatu
rangsangan antigen dari luar tubuh, misalnya rangsangan virus yang telah
dilemahkan pada imunisasi polio atau imunisasi campak. Setelah rangsangan ini
kadar zat anti dalam tubuh anak akan meningkat, sehingga anak akan menjadi
imun atau kebal.
Berlainan dengan imunisasi pasif, dalam hal ini imunisasi dilakukan
dengan penyuntikan sejumlah zat anti, sehingga kadarnya dalam darah akan
meningkat. Zat anti yang disuntikan tadi biasanya telah dipersiapkan
pembuatannya di luar tubuh anak, misalnya zat anti yang terdapat dalam serum
kuda yang telah dimurnikan. Contoh imunisasi pasif adalah pemberian ATS (Anti
Tetanus Serum) pada anak yang mendapat luka kecelakaan dan pada bayi baru
lahir.1)
4. Jenis Vaksin
Vaksin ialah suatu bahan yang terbuat dari kuman, komponen kuman, atau
racun kuman yang telah dilemahkan atau dimatikan. Pemberian vaksin akan
merangsang tubuh anak untuk membuat antibodi.2) Pada dasarnya vaksin dibuat
dari 1) kuman yang telah dilemahkan atau dimatikan, 2) zat racun kuman (toksin)
yang telah dilemahkan, 3) bagian kuman tertentu atau komponen kuman yang
biasanya berupa protein khusus. Adapun jenis vaksin yang diberikan pada
imunisasi wajib Program Pengembangan Imunisasi (PPI) adalah meliputi 1) :
a. Vaksin BCG (Bacillus Calmette Guerin)
Pemberian vaksin BCG bertujuan untuk menimbulkan kekebalan aktif
terhadap penyakit tuberkulosis (TBC). Vaksin BCG mengandung kuman
BCG (Bacillus Calmette Guerin) yang telah dilemahkan. Pemberian
imunisasi BCG sebaiknya dilakukan ketika bayi baru lahir sampai berumur
12 bulan, tetapi sebaiknya pada umur 0 – 2 bulan. Hasil yang memuaskan
terlihat apabila diberikan satu kali saja pada anak yang berumur lebih dari 2
bulan, dianjurkan untuk melakukan uji Mantoux sebelum imunisasi BCG
guna mengetahui apakah telah terjangkit penyakit TBC.1)
b. Vaksin DPT (Difteria, Pertusis, Tetanus)
Manfaat pemberian imunisasi ini ialah untuk menimbulkan kekebalan
aktif dalam waktu yang bersamaan terhadap penyakit Difteria, Pertusis, dan
Tetanus.
Vaksin Difteria terbuat dari toksin kuman Difteri yang telah dilemahkan
(toksoid). Biasanya diolah dan dikemas bersama-sama dengan vaksin
Tetanus dalam bentuk vaksin DT, atau dengan vaksin Tetanus dan Pertusis
dalam bentuk vaksin DPT. Vaksin Tetanus yang digunakan untuk imunisasi
aktif ialah toksoid tetanus, yaitu toksin kuman Tetanus yang telah
dilemahkan dan kemudian dimurnikan.9)
Vaksin terhadap penyakit Batuk Rejan terbuat dari kuman Bordetella
Pertusis yang telah dimatikan, selanjutnya dikemas bersama dengan vaksin
Difteria dan Tetanus (vaksin DPT, vaksin Tripe). Imunisasi dasar DPT
diberikan 3 kali, sejak bayi berumur 2 bulan dengan selang waktu antara dua
penyuntikan minimal 4 minggu. Untuk imunisasi masal tetap harus diberikan
3 kali karena suntikan pertama tidak memberikan perlindungan apa-apa, dan
baru akan memberikan perlindungan terhadap serangan penyakit apabila
telah mendapat suntikan vaksin DPT sebanyak 3 kali.1)
Imunisasi ulang pertama dilakukan pada usia 1,5 – 2 tahun atau kurang
lebih satu tahun setelah suntikan imunisasi dasar ketiga. Imunisasi ulang
berikutnya dilakukan pada usia 6 tahun atau saat di kelas 1 SD. Pada saat
kelas 6 diberikan lagi imunisasi ulang dengan vaksin DT (tanpa P), vaksin
pertusis tidak dianjurkan untuk anak yang berusia lebih dari 7 tahun karena
reaksi yang timbul dapat lebih hebat. Selain itu juga karena perjalanan
penyakit pertusis pada anak berumur lebih dari 5 tahun tidak parah.1)
c. Vaksin Poliomielitis
Imunisasi diberikan untuk mendapatkan kekebalan terhadap penyakit
poliomielitis. Terdapat 2 jenis vaksin dalam peredaran yang masing-masing
mengandung virus Polio tipe I, II, dan III, yaitu 1) vaksin yang mengandung
virus Polio tipe I, II, dan III yang sudah dimatikan (vaksin salk), cara
pemberiannya dengan penyuntikan, dan 2) vaksin yang mengandung virus
polio tipe I, II, dan III yang masih hidup tetapi dilemahkan (vaksin Sabin).
Cara pemberiannya melalui mulut dalam bentuk pil atau cairan. Di Indonesia
yang lazim diberikan ialah vaksin jenis Sabin karena cara pemberiannya
lebih mudah melalui mulut.2)
Imunisasi dasar diberikan sejak anak baru lahir atau berumur beberapa
hari, dan selanjutnya setiap 4 – 6 minggu. Pemberian vaksin polio dapat
dilakukan bersamaan dengan BCG, vaksin Hepatitis B, dan DPT. Bayi-bayi
yang sedang menetek ASI dapat diberikan seperti biasa karena ASI tidak
berpengaruh terhadap vaksin polio. Imunisasi ulangan diberikan bersamaan
dengan imunisasi ulang DPT.
d. Vaksin Campak (Morbili)
Imunisasi diberikan untuk mendapat kekebalan terhadap penyakit
campak secara aktif. Vaksin campak mengandung virus campak hidup yang
telah dilemahkan. Vaksin campak yang beredar di Indonesia dapat diperoleh
dalam bentuk kemasan kering tunggal atau dalam kemasan kering
dikombinasi dengan vaksin gondong atau bengok (Mumps) dan Rubella
(campak Jerman).1)
Bayi baru lahir biasanya telah mendapat kekebalan pasif terhadap
penyakit campak dari ibunya ketika ia dalam kandungan. Makin lanjut umur
bayi, makin berkurang kekebalan pasif tersebut. Waktu berumur 6 bulan
biasanya sebagian dari bayi itu tidak mempunyai kekebalan pasif lagi.
Dengan adanya kekebalan pasif ini sangatlah jarang seorang bayi menderita
campak pada umur kurang dari 6 bulan.1)
Menurut WHO (World Health Organization) (1973) imunisasi campak
cukup dilakukan dengan 1 kali suntikan setelah bayi berumur 9 bulan. Lebih
baik lagi setelah ia berumur lebih dari 1 tahun. Karena kekebalan yang
diperoleh berlangsung seumur hidup, maka tidak diperlukan revaksinasi
lagi.2)
Di Indonesia keadaannya berlainan. Kejadian campak masih tinggi dan
sering dijumpai bayi menderita penyakit campak ketika ia berumur antara 6 –
9 bulan, jadi pada saat sebelum ketentuan batas umur 9 bulan untuk
mendapat vaksinasi campak seperti yang dianjurkan WHO. Dengan
memperhatikan kejadian ini, sebenarnya imunisasi campak dapat diberikan
sebelum bayi berumur 9 bulan, misalnya pada umur antara 6 – 7 bulan ketika
kekebalan pasif yang diperoleh dari ibu mulai menghilang. Akan tetapi ia
harus mendapat satu kali suntikan ulang setelah berumur 15 bulan.
e. Vaksin Hepatitis B
Vaksinasi dimaksudkan untuk mendapat kekebalan aktif terhadap
penyakit Hepatitis B. Penyakit ini dalam istilah sehari-hari lebih dikenal
sebagai penyakit Lever. Jenis ini baru dikembangkan setelah diteliti bahwa
virus Hepatitis B mempunyai kaitan erat dengan terjadinya penyakit Lever
tadi. Vaksin terbuat dari bagian virus Hepatitis B yang dinamakan HB S Ag,
yang dapat menimbulkan kekebalan tapi tidak menimbulkan penyakit. HB S
Ag ini dapat diperoleh dari serum manusia atau dengan cara rekayasa genetik
dengan bantuan sel ragi.2)
Imunisasi aktif dilakukan dengan cara pemberian suntikan dasar
sebanyak 3 kali dengan jarak waktu satu bulan antara suntikan 1 dan 2, dan
lima bulan antara suntikan 2 dan 3, imunisasi ulang diberikan 5 tahun setelah
imunisasi dasar.
Khusus bagi bayi yang lahir dari seorang ibu pengidap virus Hepatitis
B, harus dilakukan imunisasi pasif memakai imunoglobulin khusus anti
Hepatitis B dalam waktu 24 jam setelah kelahiran. Berikutnya bayi tersebut
harus pula mendapat imunisasi aktif 24 jam setelah lahir, dengan
penyuntikan vaksin Hepatitis B dengan cara pemberian yang sama seperti
biasa yaitu Intra Muskuler.
Imunisasi Hepatitis B adalah pemberian kekebalan pada bayi yang
mengandung antigen Hepatitis B diberikan melalui suntikan Intra Muskuler.
Vaksin Hepatitis B diindikasikan untuk imunisasi aktif pada bayi yang
bertujuan melawan infeksi yang disebabkan oleh virus Hepatitis B. Vaksin
Hepatitis B tidak dapat mencegah infeksi yang disebabkan oleh virus lain,20)
seperti virus Hepatitis A dan C atau virus yang diketahui dapat menginfeksi
hati.
Sasaran program imunisasi Hepatitis B
1. Secara umum
Bayi umur lebih dari 7 hari
2. Secara khusus
Bayi umur kurang dari 7 hari
4. Petunjuk Pelaksanaan Program Hepatitis B
a. Secara umum Tabel 1. Jadwal Pemberian Imunisasi
Vaksin Pemberian Imunisasi
Interval Umur Keterangan
BCG 1 x - 0–11 bulan DPT 3 x 4 minggu 2–11 bulan Polio 4 x 4 minggu 0–11 bulan Campak 1 x - 9–11 bulan Hepatitis B 3 x 4 minggu 0–11 bulan Untuk bayi yang lahir di
rumah sakit / Puskesmas, HB, BCG, dan Polio dapat segera diberikan
Sumber : Modul Pelatihan Petugas Imunisasi edisi ke 7, Dirjend P2M dan Penyehatan Lingkungan Jakarta
Tabel 2. Alternatif 1 Program Imunisasi
Umur Antigen 0 bulan HB 1, BCG 1, Polio 1 2 bulan HB 2, DPT 1, Polio 2 3 bulan HB 3, DPT 2, Polio 3 4 bulan DPT 3, Polio 4 9 bulan Campak
Sumber : Modul Pelatihan Petugas Imunisasi edisi ke 7, Dirjend P2M dan Penyehatan Lingkungan Jakarta
Tabel 3. Alternatif 2 Program Imunisasi
Umur Antigen 2 bulan BCG, Polio 1, DPT 1 3 bulan HB 1, Polio 2, DPT 2 4 bulan HB 2, Polio 3, DPT 3 9 bulan HB 3, Polio 4, Campak
Sumber : Modul Pelatihan Petugas Imunisasi edisi ke 7, Dirjend P2M dan Penyehatan Lingkungan Jakarta
Jadwal ini dapat disesuaikan dengan keadaan di lapangan, dengan
ketentuan bahwa antara suntikan ke-1 dan ke-2, serta suntikan ke-2 dan ke-3
jangka waktunya minimal 1 bulan.21)
b. Secara khusus Tabel 4. Jadwal Pemberian Imunisasi Hepatitis B
Umur Imunisasi 0 – 7 hari Hepatitis B1 2 bulan Hepatitis B2 3 bulan Hepatitis B3
Sumber : Modul Pelatihan Petugas Imunisasi edisi ke 7, Dirjend P2M dan Penyehatan Lingkungan Jakarta
Vaksin Hepatitis B direkomendasikan disuntikan dengan cara Intra
Muskuler, jangan disuntikan secara Intra Vena. Pada orang dewasa, suntikan
sebaiknya dibagian otot deltroid, pada bayi dan anak lebih baik dibagian
antara lateral paha karena ukuran otot deltroidnya masih kecil. Vaksin
Hepatitis B harus dikocok sebelum digunakan.
Volume vaksin pada tiap dosis adalah 0,5 ml yang diberikan sebanyak
tiga kali untuk bayi dan anak kurang dari 10 tahun.
Vaksin Hepatitis B dapat disimpan sampai 26 bulan setelah tanggal
produksi yaitu pada suhu 2 – 80 C, jangan dibekukan, tanggal kadaluwarsa
tertera pada etiket. Kemasan volume 0,50 ml untuk bayi dan anak kurang dari
10 tahun sedangkan kemasan volume 1,00 ml untuk dewasa.
5. Tempat Pelayanan Imunisasi Hepatitis B1
Semua jenis imunisasi tersebut bisa didapatkan di Posyandu, Puskesmas,
Polindes maupun Poliklinik Desa secara gratis.
6. Target Imunisasi Hepatitis B 1 < 7 hari 22)
a. Secara umum / nasional adalah 85 % 22)
b. Secara khusus / Kabupaten adalah 70 % 6)
7. Bentuk Kegiatan Imunisasi 10)
a. Medisteknis
1) Pemberian imunisasi
2) Pengobatan akibat samping dan komplikasi
3) Pengawasan kasus PD31
b. Administrasi
1) Pengumpulan data kelompok sasaran
2) Pencatatan pelaporan hasil kegiatan manusia menggunakan SP2TP
3) Pembuatan laporan kasus PD31
4) Pembuatan grafik PWS
5) Supervisi internal menggunakan check-list supervisi
c. KIE
1) Penyuluhan kelompok dan perseorangan
2) Pembinaan organisasi
3) Pembinaan kader
B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Praktik Imunisasi 1. Pendidikan
Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk
mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau masyarakat sehingga
mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. Dari batasan ini
tersirat unsur-unsur pendidikan yakni : a) input adalah sasaran pendidikan
(individu, kelompok, masyarakat) dan pendidik (pelaku pendidikan), b) proses
(upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain), c) output (melakukan
apa yang diharapkan atau perilaku).4)
2. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh mata
dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting
dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior).11) Karena dari
pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan
lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.
Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan
:12)
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali (recall) sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat
pengetahuan yang paling rendah.
b. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi
tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi
harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan
dan sebagainya terhadap obyek yang dipelajari.
c. Aplikasi (aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat
diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode,
prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek
ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi
dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi
baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun, dapat
merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya
terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan
pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria
yang telah ada.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian
atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita
ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas.
Tingkat pengetahuan pengelola imunisasi mempengaruhi perilakunya,
makin tinggi pendidikan atau pengetahuannya, makin tinggi kesadaran untuk
meningkatkan cakupan imunisasi Hepatitis B1 pada bayi kurang dari 7 hari.
Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses dimana
didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku
tersebut akan bersifat langgeng.12)
3. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung
dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dan perilaku yang tertutup.
Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap
stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang
bersifat emosional terhadap stimulus sosial.
Dalam bagian lain Alport menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3
komponen pokok, yaitu 1) kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep suatu objek,
3) kecenderungan untuk bertindak (trend to behave) 4)
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh.
Seperti halnya pengetahuan, sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yakni:12)
a. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus
yang diberikan (objek)
b. Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas
yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha
untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas
dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide
tersebut.
c. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah
adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
d. Bertanggungjawab (responsible)
Bertanggungjawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala
resiko merupakan sikap yang paling tinggi.
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara
langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden
terhadap suatu objek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan
pernyataan-pernyataan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden
dengan jawaban setuju dan tidak setuju.
4. Praktik
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan untuk
mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung
atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain fasilitas. Sikap pengelola
imunisasi yang positif terhadap imunisasi Hepatitis B1 harus mendapat
konfirmasi tentang bayi usia kurang dari 7 hari dan ada fasilitas imunisasi yang
mudah dicapai, agar cakupan imunisasi Hepatitis B1 tercapai. Di samping faktor
fasilitas, juga diperlukan faktor dukungan dari pihak lain. 4)
Tingkatan praktik adalah : 12)
a. Persepsi (perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang
akan diambil.
b. Respon terpimpin (guinded response)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan
contoh.
c. Mekanisme (mecanism)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara
otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan
d. Adaptasi (adaptation)
Adalah suatu praktik yang sudah berkembang dengan baik, artinya tindakan
itu sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.
Pengukuran praktik dapat dilakukan secara tidak langsung yaitu dengan
wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari
atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung
yaitu dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan respon. 4)
Perubahan perilaku dapat dipengaruhi 3 faktor utama yaitu 1) predisposing
factor yang terdiri dari pengetahuan dan sikap ibu dimana hal ini sangat
dipengaruhi oleh pendidikan, sosial budaya dan sosial ekonomi, 2) enabling
factor yaitu fasilitas kesehatan, 3) reinforcing factor yang terdiri dari sikap dan
perilaku pengelola
5. Motivasi
Yaitu upaya untuk menimbulkan rangsangan, dorongan atau pun
pembangkit tenaga bagi seseorang atau sekelompok masyarakat untuk mau
berbuat dan bekerjasama secara optimal melaksanakan sesuatu yang telah
direncanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Motivasi akan berhasil jika :
a. Tujuan organisasi yang telah ditetapkan juga menjadi tujuan perorangan atau
kelompok masyarakat.
b. Kegiatan yang dilakukan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
Untuk mengetahui tujuan tidaklah mudah, oleh karena itu perlu dipahami
dulu kebutuhan manusia. Secara umum ada dua, yaitu kebutuhan primer dan
sekunder. Menurut AH. Maslow ada lima tingkatan kebutuhan manusia : 1)
kebutuhan pokok faali; 2) keamanan; 3) sosial; 4) dihargai dan dihormati; 5)
penampilan diri.23)
Dalam pelaksanaan program imunisasi, pengetahuan dan keterampilan
motivasi sangat diperlukan. Apalagi yang dilakukan adalah program kesehatan
masyarakat, karena ruang lingkup program kesehatan masyarakat menyangkut
masyarakat banyak, kepada siapa program kesehatan itu ditujukan.
C. Kerangka Teori Faktor Pengelola Imunisasi
Pengetahuan tentang imunisasi
Sikap tentang imunisasi
Praktik tentang imunisasi
Motivasi tentang imunisasi
Cakupan Imunisasi Faktor lingkungan
Faktor ibu Hepatitis B1 pada bayi sosial budaya
usia kurang 7 hari
Sosialisasi
Keterangan :
: Variabel yang diamati
D. K
F
P
S
P
M
E. H1.
: Variabel yang tidak diamati
erangka Konsep
aktor Pengelola Imunisasi
engetahuan tentang imunisasi
ikap tentang imunisasi
raktik tentang imunisasi
otivasi tentang imunisasi
Variabel Bebas
(Independence Variable)
Cakupan Imunisasi Hepatitis
B1 bayi usia kurang dari 7
hari
Variabel Terikat
(Dependence Variable)
ipotesis Ada hubungan antara pengetahuan pengelola imunisasi dengan cakupan
imunisasi Hepatitis B1 pada bayi usia kurang dari 7 hari.
2. Ada hubungan antara sikap pengelola imunisasi dengan cakupan imunisasi
Hepatitis B1 pada bayi usia kurang dari 7 hari
3. Ada hubungan antara praktik pengelola imunisasi dengan cakupan imunisasi
Hepatitis B1 pada bayi usia kurang dari 7 hari.
4. Ada hubungan antara motivasi pengelola imunisasi dengan cakupan imunisasi
Hepatitis B1 pada bayi usia kurang dari 7 hari