imunisasi
TRANSCRIPT
Tujuan pemeriksaan kehamilan adalah mengetahui dan mencegah sedini mungkin kelainan yang dapat timbul, meningkatkan dan menjaga kondisi badan ibu dalam menghadapi kehamilan, persalinan, dan menyusui, serta menanamkan pengertian pada ibu tentang pentingnya penyuluhan yang diperlukan wanita hamil.
Pemeriksaan kehamilan dilakukan dengan beberapa cara, meliputi anamnesis,
inspeksi, dan palpasi. Pada anamnesis, yang perlu diketahui adalah informasi
mengenai perkawinan, keluhan, amenore, dan riwayat kehamilan sebelumnya.
Inspeksi dilakukan untuk mengetahui keadaan yang berhubungan dengan kehamilan,
mulai dari kepala sampai kaki.
Palpasi dilakukan bidan menurut beberapa cara:1. Menurut Leopold.a. Leopold I:
menentukan tinggi fundus uteri dan bagian yang terletak di fundus uteri.b. Leopold
II: menentukan letak punggung janin.c. Leopold III: menentukan bagian yang
terletak di bagian bawah uterus.
d. Leopold IV: menentukan apakah janin sudah masuk PAP atau berapa jauh
masuknya bagian terbawah dalam PAP.
2. Menurut Knebel. Palpasi dilakukan untuk menentukan letak kepala. Caranya,
bagian bawah dipegang dan fundus uteri digerakkan kiri-kanan. Jika gerakan bagian
bawah negatif, berarti kepala. Jika positif, berarti bokong.
3. Menurut Budin. Palpasi dilakukan untuk menentukan letak punggung anak.
Caranya, tangan kiri menekan fundus uteri ke bawah, akan dirasakan bagian many
yang memberi tahanan terbesar.
HPMT = +7 hari -3 bulan +1 tahun
HPMT = hari pertama menstruasi terakhir
Misalnya, Pemeriksaan Kehamilan HPMT 15-4-1980, perkiraan tanggal partus adalah
22-1-1981.
Primi tua adalah wanita yang pertama kali hamil dengan umur lebih atau sama
dengan 35 tahun. Primi tua sekunder adalah wanita yang hamil pertama kali dan
perkawinan lebih atau sama dengan 4 tahun, jarak kehamilan sekarang dengan
kehamilan sebelumnya lebih atau sama dengan 10 tahun.
HPMT = +7 hari, -3 bulan, + 1tahun
HPMT = hari pertama menstruasi terakhir
Misalnya, HPMT 15-4-1980, perkiraan tanggal partus adalah 22-1-1981.
Primi tua adalah wanita yang pertama kali hamil dengan umur lebih atau sama
dengan 35 tahun. Primi tua sekunder adalah wanita yang hamil pertama kali dan
perkawinan lebih atau sama dengan 4 tahun, jarak kehamilan sekarang dengan
kehamilan sebelumnya lebih atau sama dengan 10 tahun.
IMUNISASI PADA ANAK
A. Pengertian1
Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan bayi dan anak dengan memasukan vaksin ke
dalam tubuh agar membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit tertentu.
Sedangkan yang dimaksud vaksin adalah bahan yang dipakai untuk merangsang pembentukan zat anti
yang dimasukkan ke dalam tubuh melalui suntikan seperti vaksin BCG, DPT, Campak, dan melalui mulut
seperti vaksin polio. Tujuan diberikan imunisasi adalah di harapkan anak menjadi kebal terhadap penyakit
sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan akibat
penyakit tertentu.
Di Negara Indonesia terdapat jenis imunisasi yang diwajibkan oleh pemerintah dan ada juga yang
hanya di anjurkan, imunisasi wajib di Indonesia sebagaimana telah diwajibkan oleh WHO ditambah dengan
hepatitis B. imunisasi yang hanya dianjurkan oleh pemerintah dapat digunakan untuk mencegah suatu
kejadian yang luar biasa atau penyakit endemik, atau untuk kepentingan tertentu (bepergian) seperti jamaah
haji seperti imunisasi meningitis.
Pemberian imunisasi pada anak yang mempunyai tujuan agar tubuh kebal terhadap penyakit tertentu,
kekebalan tubuh juga dapat dapat dipengaruhi oleh beberapa factor diantaranya terdapat tingginya kadar
antibody pada saat dilakukan imunisasi, potensi antigen yang disuntikan, waktu antara pemberian imunisasi,
mengingat efektif dan tidaknya imusasi tersebut akan tergantung dari factor yang mempengaruhinya
sehingga kekebalan tubuh dapat diharapkan pada diri anak.
Imunisasi sebagai salah satu cara untuk menjadikan kebal pada bayi dan anak dari berbagai penyakit,
diharakan anak atau bayi tetap tumbuh dalam keadaan sehat. Pada dasarnya dalam sudah memiliki
pertahanan secara sendiri agar berbagai kuman yang masuk dapat dicegah, perthanan tubuh tersebut
meeliputi pertahanan nonpesifik dan pertahana spesifik, proses mkanisme pertahanan dalam tubuh pertama
kali adalah pertahanan nonspesifik seperti coplemen dan makrofag di mana koplemen dan makrofag ini yang
pertama kali akan memberikan peran ketika ada kuman yng masuk kedalam tubuh. Setelah itu maka kuman
harus melawan pertahanan yang ke dua yaitu pertahanan tubuh spesifik terdiri dari system humoral dan
selular. System pertahanan tersebut hanya bereaksi terhadap kuman yang mirip dengan bentuknya. Sistem
pertahanan humoral akan menghasilkan zat yang disebut immunoglobulin (Ig A, IgM, Ig G, Ig E, Ig D) dan
system pertahanan seluler terdiri dari Limfosit B dan Limfosit T, dalam pertahanan spesifik selanjutnya akan
menghasilkan satu cell yang disebut sel memori, sel ini akan berguna atau sangat cepat dalam bereaksi
apabila sudah pernah masuk kedalam tubuh, kondisi ini yang digunakan dalam prinsip imunisasi.
B. Jenis-Jenis Immunisasi Yang Wajib
1. Imunisasi BCG (Bacillus Calmette Guerin)
Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit TBC yang berat sebab
terjadinya penyakit TBC yang primer atau yang ringan dapat terjadi walaupun sudah dilakukan imunisasi
BCG, pencegahan imunisasi BCG untuk TBC yang berat seperti TBC selaput otak , TBC Milier (pada
seluruh lapangan paru) atau TBC tulang. Imunisasi BCG ini merupakan vaksin yang mengandung kuman
TBC yang telah dilemahkan. Frekuensi pemberian imunisasi BCG adalah satu kali dan pemberian imunisasi
BCG pada umur 0-11 bulan, akan tetapi pada umumnya diberikan pada bayi umur 2 atau 3 bulan, kemudian
cara pemberian imunisasi BCG melalui intrdermal, efek samping pada BCG dapat terjadi ulkus pada daerah
suntikan dan dapat terjadi limfadenitis regional, dan reaksi panas.
2
Penyakit Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan kuman Micobacterium
Tuberculosis yang mempunyai sifat tahan terhadap asam pada pewarnaan sehingga disebut Basil Tahan
Asam (BTA). Kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung tetapi dapat bertahan hidup beberapa
jam di temapat gelap dan lembab (RSPI, 2003). Tuberkulosis (TB) di Indonesia menduduki urutan ketiga
sebagai penyebab kematian setelah jantung dan saluran pernafasan (Bambang Supriatno, dkk, 2002).
Penularan penyakit TBC terhadap seorang anak dapat terjadi karena terhirupnya percikan udara yang
mengandung kuman TBC. Kuman ini dapat menyerang berbagai organ tubuh, seperti paru-paru (paling
sering terjadi), kelenjar getah bening, tulang, sendi, ginjal, hati, atau selaput otak (yang terberat)
(Theophilus, 2000).
Pemberian imunisasi BCG sebaiknya dilakukan pada bayi yang baru lahir sampai usia 12 bulan,
tetapi imunisasi ini sebaiknya dilakukan sebelum bayi berumur 2 bulan. Imunisasi ini cukup diberikan satu
kali saja. Bila pemberian imunisasi ini “berhasil,” maka setelah beberapa minggu di tempat suntikan akan
timbul benjolan kecil. Karena luka suntikan meninggalkan bekas, maka pada bayi perempuan, suntikan
sebaiknya dilakukan di paha kanan atas. Biasanya setelah suntikan BCG diberikan, bayi tidak menderita
demam (Theophilus, 2000).
Vaksin BCG berbentuk bubuk kering harus dilarutkn dengan 4 cc NaCl 0,9%. Setelah dilarutkan
harus segera diapakai dalam waktu 3 jam, sisanya dibuang. Penyimpana pada suhu < 5ºC terhidar dari sinar
matahari.
a. Jumlah Pemberian:
Cukup 1 kali saja, tak perlu diulang (booster). Sebab, vaksin BCG berisi kuman hidup sehingga antibodi
yang dihasilkannya tinggi terus. Berbeda dengan vaksin berisi kuman mati, hingga memerlukan
pengulangan.
b. Usia Pemberian:
Di bawah 2 bulan. Jika baru diberikan setelah usia 2 bulan, disarankan tes Mantoux (tuberkulin) dahulu
untuk mengetahui apakah si bayi sudah kemasukan kuman Mycobacterium tuberculosis atau belum.
Vaksinasi dilakukan bila hasil tesnya negatif. Jika ada penderita TB yang tinggal serumah atau sering
bertandang ke rumah, segera setelah lahir si kecil diimunisasi BCG
c. Lokasi Penyuntikan:
Lengan kanan atas, sesuai anjuran WHO. Meski ada juga petugas medis yang melakukan penyuntikan di
paha.
d. Efek Samping:
Umumnya tidak ada. Namun pada beberapa anak timbul pembengkakan kelenjar getah bening di ketiak
atau leher bagian bawah (atau di selangkangan bila penyuntikan dilakukan di paha). Biasanya akan sembuh
sendiri.
e. Tanda Keberhasilan:
Muncul bisul kecil dan bernanah di daerah bekas suntikan setelah 4-6 minggu. Tidak menimbulkan nyeri
dan tak diiringi panas. Bisul akan sembuh sendiri dan meninggalkan luka parut.
Jikapun bisul tak muncul, tak usah cemas. Bisa saja dikarenakan cara penyuntikan yang salah,
mengingat cara menyuntikkannya perlu keahlian khusus karena vaksin harus masuk ke dalam kulit. Apalagi
3
bila dilakukan di paha, proses menyuntikkannya lebih sulit karena lapisan lemak di bawah kulit paha
umumnya lebih tebal.
Jadi, meski bisul tak muncul, antibodi tetap terbentuk, hanya saja dalam kadar rendah. Imunisasi pun tak
perlu diulang, karena di daerah endemis TB, infeksi alamiah akan selalu ada. Dengan kata lain, anak akan
mendapat vaksinasi alamiah.
f. Indikasi Kontra:
Tak dapat diberikan pada anak yang berpenyakit TB atau menunjukkan Mantoux positif.
g. Cara penyuntikan BCG
Bersihkan lengan dengan kapas air
Letakkan jarum hampir sejajar dengan lengan anak dengan ujung jarum yang berluban menghadap keatas.
Suntikan 0,05 ml intra kutan
a) merasakan tahan
b) benjolan kulit yang pucat dengan pori- pori yang khas diameter 4-6 mm
2. Imunisasi DPT (Dipteri, Pertusis, dan Tetanus)
Imunisasi DPT adalah suatu vaksin yang melindungi terhadap difteri, pertusis, dan tetanus. Difteri
disebabkan bakteri yang menyerang temggorokan dan dapat menyebabkan komplikasi yang serius atau fatal.
Penyakit ini mudah menular melalui batuk atau bersin. Pertusis (batuk rejan) adalah infeksi bakteri pada
saluran udara yang ditandai dengan batuk hebat yang menetap serta bunyi pernafasan yang melengking.
Pertusis juga dapat menimbulkan komplikasi serius, seperti peneumonia, kejang dan kerusakan otak.
Tetanus adalah infeksi bakteri yang bisa menyebabkan kekakuan pada rahang serta kejang. Vaksin ini
diberikan 5 kali pada usia 2,4,6,18, bulan dan 5 tahun.
Cara pemberian imunisasi DPT melalui intramuscular. Efek samping pada DPT mempunyai efek
ringan dan efek berat, efek ringan seperti pembengkakan dan nyeri pada tempat penyuntikan, demam.
Sedangkan efek berat dapat menangis hebat kesakitan kurang lebih 4 jam, kesadaran menurun, terjadi
kejang, ensefalopati, dan shock.
Terdiri dari :
1. Toxoid difteri raccun yang dilemahkan Bordittela pertusis bakteri yang dilemahkan
2. Toxoid tetanus racun yang lemahkan (+) aluminium fosfat dan mertiolat
Merupaka vaksin cair, jika didiamkan sdikit berkabut, dan terdapat endapan putih di dasarnya. Dosis
0,5 ml secara intramuscular di bagian luar paha. Vaksin mengandung Alumunium fosfat, jika diberika
subkutan menimbulkan peradangan dan nekrosis setempat.
Penyakit DTP yang BERBAHAYA
a) Difteri
Penyakit Difteri disebabkan oleh Corynebacterium Diphtheriae yaitu bakteri gram-positif yang
mengeluarkan toksin (racun) yang bisa menimbulkan gejala lokal maupun umum. Kuman difteri sangat
ganas dan mudah menular. Gejalanya adalah demam tinggi dan tampak adanya selaput putih kotor pada
tonsil (amandel) yang dengan cepat meluas dan menutupi jalan napas. Selain itu racun yang dihasilkan
4
kuman difteri dapat menyerang otot jantung, ginjal, dan beberapa serabut saraf (Theophilus, 2002; RSPI,
2003).
Penyakit difteri terdapat di seluruh dunia dan masih menjadi endemik di sejumlah negara berkembang
termasuk Indonesia, kendati jumlahnya makin berkurang. Bakteri disebarkan melalui batuk, bersin, dan
bicara. Jika sudah masuk ke hidung atau mulut, maka bakteri akan diisolasi di selaput lendir saluran nafas
atas. Dalam masa inkubasi (2 – 4 hari), bakteri akan mengeluarkan toksin yang menyebabkan nekrosis
(kematian sel) pada jaringan sekitar (Gloria Cyber Ministries, 2001).
Masa inkubasi penyakit ini tergolong cepat yaitu antara 1-6 hari. Gejala klinisnya tergantung dari tempat
terjadinya infeksi, status imun dan penyebaran toksin. Dilihat secara klinis, difteri bisa terjadi di hidung,
tonsil, laring, faring, laringotrakea, konjungtiva, kulit, dan genital.
Infeksi difteri bisa menimbulkan kematian jika sudah komplikasi pada laring dan trakea. Komplikasi
biasanya juga merusak jantung, sistem syaraf dan ginjal. Sebelum hal itu terjadi, pasien harus segera
mendapatkan obat antitoksin difteri dan antibiotika penisilin dan eritromisin. Selain itu, perlu diberikan
pengobatan suportif dengan istirahat total 2-3 minggu.
Pencegahan paling efektif adalah dengan imunisasi bersamaan dengan tetanus dan pertusis sebanyak tiga
kali sejak bayi berumur dua bulan dengan selang penyuntikan satu – dua bulan. Imunisasi ini akan
memberikan kekebalan aktif terhadap difteri, pertusis dan tetanus secara bersamaan.
b) Pertusis
Pertusis adalah radang pernafasan (paru) disebut juga batuk rejan atau batuk 100 hari karena lamanya
sakit bisa mencapai 3 bulan lebih atau 100 hari. Gejala penyakit ini sangat khas, batuk yang bertahap,
panjang dan lama, disertai bunyi dan diakhiri dengan muntah. Penyakit ini cukup berbahaya bila
menyerang anak balita, karena mata dapat bengkak dan berdarah atau bahkan dapat menyebabkan kematian
karena kesulitan bernafas(RSUD. DR. Saiful Anwar, 2002).
Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Bordetella Pertussis, tetapi di beberapa daerah kadang-kadang juga
oleh Bordetella Parapertusis (Gloria Cyber Ministries, 2001).
Penyakit ini sangat menular (melalui kontak langsung) pada populasi yang tidak diimunisasi, bahkan
dikatakan penularannya mencapai 100%. Risiko tertinggi menyerang pada bayi usia enam bulan ke bawah.
Masa inkubasi penyakit ini antara 6-20 hari. Gejala umumnya dibagi dalam tiga fase yaitu (1) fase kataral
(gejala infeksi saluran nafas), (2) fase serangan (batuk berat disertai nafas berbunyi) serta (3) fase
penyembuhan (batuk berkurang dan nafas membaik). Jika sudah parah, penyakit ini menimbulkan
komplikasi radang paru (pneumonia) yang menjadi penyebab sekitar 90% kematian anak usia di bawah tiga
tahun.
Selain pneumonia, komplikasi juga menimbulkan kejang dan turunnya kesadaran akibat berkurangnya
oksigen yang masuk ke otak. Dapat juga timbul komplikasi akibat batuk yang hebat, seperti: epistaksis,
pendarahan sub konjungtiva, ulserasi frenulum. Mungkin terjadi prolapsus recti dan hernia karena
meningginya tekanan intraabdominal. Muntah-muntah yang hebat menimbulkan emasiasi (kurus) dan
gangguan keseimbangan elektrolit, enfisema dan bronkiektas.
Untuk mencegah timbulnya penyakit, anak perlu mendapat vaksinasi pertusis. Vaksin ini dikembangkan
sejak 60 tahun lalu dan mulai dipakai efektif di dunia tahun 1960-an bersama dengan vaksin tetanus dan
difteri. Ketiga vaksin itu akhirnya disatukan menjadi vaksin DPT.
5
c) Tetanus
Penyakit ini disebabkan oleh baksil Clostridium Tetani yaitu bakteri gram-positif dan bersifat anaerob
(bisa berbiak di dalam lingkungan tanpa oksigen). Clostridium Tetani yang memproduksi toksin yang yang
disebut dengan tetanospamin. Tetanospasmin menempel pada urat saraf disekitar area luka dan dibawa ke
system saraf otak serta saraf tulng belakang, sehingga terjadi gangguan pada aktivitas normal urat saraf.
Masa inkubasi penyakit ini antara 3-14 hari dengan gejala yang timbul di ahri ke tujuh,. Dalam neonatal
tetanus gejla mulai pada 2 minggu pertama kehidupan seorang bayi. Walaupun tetanus merupakan penyakit
yang berbahaya, jika dapat didiagnosa dan mendapatkan perawatan yang benar maka penderita dapat
disembuhkan. Penyembuhan umum terjadi selama 4-6 minggu. Tetanus dapat dicegah dengan pemberian
imunisasi sebgai bagian dari imunisasi DPT. Setelah lewat masa kanak-kanak imunisasi dapat terus
dilanjutkan walaupun telah dewsa, di anjurkan setiap interval 5 tahun: 25, 30, 35 dst. Untuk wanita hamil
sebaiknya diimmunisasi juga dan melahirkan di tempat yang terjaga kebersihannya.
Pengobatan tetanus dilakukan dengan jalan menetralisasi toksin, membersihkan luka, memberikan
antibiotika penisilin atau tetrasiklin dan memperkuat nutrisi, cairan serta kalori. Sebagai pencegahan, anak
perlu mendapat imunisasi aktif dan pasif. Imunisasi aktif merupakan vaksinasi dasar dalam bentuk toksoid
yang diberikan bersama vaksin pertusis dan difteri. Sedangkan imunisasi pasif diberikan dalam bentuk
serum antitetanus (ATS profilaksis) pada penderita luka yang berisiko terinfeksi tetanus.
Di Indonesia vaksin terhadap Difteri, Pertusis, dan Tetanus terdapat dalam 3 jenis kemasan, yaitu:
kemasan tunggal khusus untuk tetanus, bentuk kombinasi DT, dan kombinasi DPT. Imunisasi dasar DPT
diberikan 3 kali, sejak bayi berumur 2 bulan dengan selang waktu penyuntikan minimal selama 4 minggu
sampai 5 minggu (DPT1, DPT2, dan DPT3). Suntikan pertama tidak memberikan perlindungan apa-apa,
sebabnya suntikan ini harus diberikan sebanyak 3 kali. Imunisasi ulang pertama dilakukan pada usia 1 – 2
tahun atau kurang lebih 1 tahun setelah suntikan imunisasi dasar ke-3. Imunisasi ulang berikutnya dilakukan
pada usia 6 tahun atau kelas 1 SD. Pada saat kelas 6 SD diberikan lagi imunisasi ulang dengan vaksin DT
(tanpa P) (Theophilus, 2000).
1. Usia & Jumlah Pemberian:
Sebanyak 5 kali; 3 kali di usia bayi (2, 4, 6 bulan), 1 kali di usia 18 bulan, dan 1 kali di usia 5 tahun.
Selanjutnya di usia 12 tahun, diberikan imunisasi TT
2. Efek Samping:
Umumnya muncul demam yang dapat diatasi dengan obat penurun panas. Jika demamnya tinggi dan tak
kunjung reda setelah 2 hari, segera bawa si kecil ke dokter. Namun jika demam tak muncul, bukan berarti
imunisasinya gagal, bisa saja karena kualitas vaksinnya jelek, misal.
Untuk anak yang memiliki riwayat kejang demam, imunisasi DTP tetap aman. Kejang demam tak
membahayakan, karena si kecil mengalami kejang hanya ketika demam dan tak akan mengalami kejang lagi
setelah demamnya hilang. Jikapun orangtua tetap khawatir, si kecil dapat diberikan vaksin DTP asesular
yang tak menimbulkan demam. Kalaupun terjadi demam, umumnya sangat ringan, hanya sekadar sumeng.
3. Indikasi Kontra:
Tak dapat diberikan kepada mereka yang kejangnya disebabkan suatu penyakit seperti epilepsi,
menderita kelainan saraf yang betul-betul berat atau habis dirawat karena infeksi otak, dan yang alergi
6
terhadap DTP. Mereka hanya boleh menerima vaksin DT tanpa P karena antigen P inilah yang menyebabkan
panas.
3. POLIO
Imunisasi polio memberikan kekebalan terhadap penyakit polio. Penykit ini disebabkan virus, menyebar
melalui tinja/kotoran orang yang terinfeksi. Anak yang terkena polio dapat menjadi lumpuh layu. Vaksin
polio ada dua jenis, yakni :
Inactived Poliomyelitis Vaccine (IPV)
Di Indonesia, meskipun sudah tersedia tetapi Vaksin Polio Inactivated atau Inactived Poliomyelitis
Vaccine (IPV) belum banyak digunakan. IPV dihasilkan dengan cara membiakkan virus dalam media
pembiakkan, kemudian dibuat tidak aktif (inactivated) dengan pemanasan atau bahan kimia. Karena IPV
tidak hidup dan tidak dapat replikasi maka vaksin ini tidak dapat menyebabkan penyakit polio walaupun
diberikan pada anak dengan daya tahan tubuh yang lemah. Vaksin yang dibuat oleh Aventis Pasteur ini
berisi tipe 1,2,3 dibiakkan pada sel-sel VERO ginjal kera dan dibuat tidak aktif dengan formadehid.
Selain itu dalam jumlah sedikit terdapat neomisin, streptomisin dan polimiksin B. IPV harus disimpan
pada suhu 2 – 8 C dan tidak boleh dibekukan. Pemberian vaksin tersebut dengan cara suntikan subkutan
dengan dosis 0,5 ml diberikan dalam 4 kali berturut-turut dalam jarak 2 bulan.
Untuk orang yang mempunyai kontraindikasi atau tidak diperbolehkan mendapatkan OPV maka dapat
menggunakan IPV. Demikian pula bila ada seorang kontak yang mempunyai daya tahan tubuh yang lemah
maka bayi dianjurkan untuk menggunakan IPV.
Oral Polio Vaccine (OPV)
Jenis vaksin Virus Polio Oral atau Oral Polio Vaccine (OPV) ini paling sering dipakai di Indonesia.
Vaksin OPV pemberiannya dengan cara meneteskan cairan melalui mulut. Vaksin ini terbuat dari virus liar
(wild) hidup yang dilemahkan. OPV di Indonesia dibuat oleh PT Biofarma Bandung. Komposisi vaksin
tersebut terdiri dari virus Polio tipe 1, 2 dan 3 adalah suku Sabin yang masih hidup tetapi sudah dilemahkan
(attenuated). Vaksin ini dibuat dalam biakan jaringan ginjal kera dan distabilkan dalam sucrosa. Tiap dosis
sebanyak 2 tetes mengandung virus tipe 1, tipe 2, dan tipe 3 serta antibiotika eritromisin tidak lebih dari 2
mcg dan kanamisin tidak lebih dari 10 mcg.
Virus dalam vaksin ini setelah diberikan 2 tetes akan menempatkan diri di usus dan memacu
pembentukan antibodi baik dalam darah maupun dalam dinding luar lapisan usus yang m engakibatkan
pertahan lokal terhadap virus polio liar yang akan masuk. Pemberian Air susu ibu tidak berpengaruh pada
respon antibodi terhadap OPV dan imunisasi tidak bioleh ditunda karena hal ini. Setelah diberikan dosis
pertama dapat terlindungi secara cepat, sedangkan pada dosis berikutnya akan memberikan perlindungan
jangka panjang. Vaksin ini diberikan pada bayi baru lahir, 2,4,6,18, bulan, dan 5 tahun.
Gejala yang umum terjadi akibat serangan virus polio adalah anak mendadak lumpuh pada salah satu
anggota geraknya setelah demam selama 2-5 hari. Terdapat 2 jenis vaksin yang yang beredar, dan di
Indonesia yang umum diberikan adalah vaksin sabin (kuman yang dilemahkan). Cara pemberiannya melalui
mulut. Dibeberapa Negara dikenal pula Tetravaccine, yaitu kombinasi DPT dan polio. Imunisasi dasar
diberika sejak anak baru lahir atau berumur beberapa hari atau selanjutnya diberikan setiap 4-6 minggu.
Pemberian vaksin polio dapat dilakukan bersamaan dengan BCG, vaksin hepatitis B, dan DPT. Imunisasi
7
ulang diberikan bersamaan dengan imunisasi ulang DPT, pmberian imunisasi polio dapat menimbulkan
kekebalan aktif terhadap penyakit poliomyelitis. Imunisasi polio
Imunnisasi ulang dapt diberikan sebelum anak masuk sekolah (5-6 tahun) dan saat meninggalkan
sekolah dasar (12 thun). Cara memberikan imunisasi polio adalah dengan meneteskan vaksin polio sebanyak
dua tetes langsung ke dalam mulut anak. Imunisasi ini jangan diberika pada anak yang sedang diare berat,
efek samping yng terjai sangat minimal dapat berupa kejang.
Vaksin dari virus polio (tipe 1,2,dan 3) Virus polio terdiri atas tiga strain, yaitu strain 1 (brunhilde), strain 2
(lanzig), dan strain 3 (leon).yang dilemahkan, dibuat dalam biakkan sel-vero : asam amino, antibiotic, calf
serum dalam magnesium clorida, dan fenol merah.
Vaksin yang berbentuk cairan dengan kemasan 1 cc atau 2 cc dalam flacon, pipet.
Pemberian secara oral sebanyak 2 tetes (0,1 ml)
Vaksin polio diberikan 4 kali, interval 4 minggu
Ada dua jenis vaksin :
IPV
OPV sabin IgA local
Penyimpana pada suhu 2-8ºC
1. Jumlah Pemberian:
Bisa lebih dari jadwal yang telah ditentukan, mengingat adanya imunisasi polio massal. Namun jumlah yang
berlebihan ini tak akan berdampak buruk. Ingat, tak ada istilah overdosis dalam imunisasi!
2. Usia Pemberian:
Saat lahir (0 bulan), dan berikutnya di usia 2, 4, 6 bulan. Dilanjutkan pada usia 18 bulan dan 5 tahun.
Kecuali saat lahir, pemberian vaksin polio selalu dibarengi dengan vaksin DTP.
3. Cara Pemberian:
Bisa lewat suntikan (Inactivated Poliomyelitis Vaccine/IPV), atau lewat mulut (Oral Poliomyelitis
Vaccine/OPV). Di tanah air, yang digunakan adalah OPV.
4. Efek Samping:
Hampir tak ada. Hanya sebagian kecil saja yang mengalami pusing, diare ringan, dan sakit otot. Kasusnya
pun sangat jarang.
5. Tingkat Kekebalan:
Dapat mencekal hingga 90%.
6. Indikasi Kontra:
Tak dapat diberikan pada anak yang menderita penyakit akut atau demam tinggi (di atas 38 0C); muntah atau
diare; penyakit kanker atau keganasan; HIV/AIDS; sedang menjalani pengobatan steroid dan pengobatan
radiasi umum; serta anak dengan mekanisme kekebalan terganggu.
4. Imunisasi Campak
Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit campak pada anak karena
penyakit ini sangat menular. Kandungan vaksin ini adalah virus yang dilemahkan. Frekuensi pemberian
imunisasi campak adalah satu kali. Waktu pemberian imunisasi campak pada umur 9 – 11 bulan. Cara
8
pemberian imunisasi campak melalui subkutan kemudian efek sampingnya adalah dapat terjadi ruam pada
tempat suntikan dan panas.
Imunisasi campak diberikan untuk mendapat kekebalan terhadap penyakit campak secara aktif.
Vaksin campak mengandung virus campak hidup yang telah dilemahkan. Vaksin campak diberikan pada
umur sembilan bulan, dalam satu dosis 0,5 ml subkutan dalam (IDAI, 2001)
Vaksin campak harus didinginkan. pada suhu yang sesuai (dua sampai delapan derajat celcius)
karena sinar matahari atau panas dapat membunuh virus vaksin campak. Bila virus vaksin mati sebelum
disuntikkan, vaksin tersebut tidak akan mampu menginduksi respon imun (Wahab dan Julia, 2002).
Imunisasi campak hanya diberikan satu kali suntikan, dimana tubuh anak dirangsang untuk membuat
antibody yang menimbulkan kekebalan (Dirjen PPM dan PL, 2000). Biasanya tidak terdapat reaksi akibat
imunisasi, mungkin terjadi demam ringan dan tampak sedikit bercak merah pada pipi dibawah telinga pada
hari ke tujuh sampai hari ke delapan setelah penyuntikan. Mungkin pula terdapat pembengkakan pada
tempat suntikan. Efek samping imunisasi campak diantaranya adalah demam tinggi (suhu lebih dari 39,4ºC)
yang terjadi delapan sampai sepuluh hari setelah vaksinasi dan berlangsung selama sekitar 24 48 jam
(insidens sekitar dua persen), dan ruam selama sekitar satu sampai dua hari (insidens sekitar dua persen)
(Wahab dan Julia, 2002).
Kontra indikasi pemberian imunisasi campak adalah anak yang sakit parah, menderita TBC tanpa
pengobatan, defisiensi gizi, penyakit gangguan kekebalan, riwayat kejang demam, panas lebih dari 38ºC
(Markum, 2002).
a. Usia & Jumlah Pemberian:
Sebanyak 2 kali; 1 kali di usia 9 bulan, 1 kali di usia 6 tahun. Dianjurkan, pemberian campak ke-1 sesuai
jadwal. Selain karena antibodi dari ibu sudah menurun di usia 9 bulan, penyakit campak umumnya
menyerang anak usia balita. Jika sampai 12 bulan belum mendapatkan imunisasi campak, maka pada usia 12
bulan harus diimunisasi MMR (Measles Mumps Rubella).
b. Efek Samping:
Umumnya tidak ada. Pada beberapa anak, bisa menyebabkan demam dan diare, namun kasusnya sangat
kecil. Biasanya demam berlangsung seminggu. Kadang juga terdapat efek kemerahan mirip campak selama
3 hari.
Vaksin dari virus hidup (CAM-70 chicchorioallantonik membrane) yang dilemahkan – kanamisin sulfat dan
eritromisin berbentuk bekuan kering, dilarutkan dalam 5cc pelarut aquades.
Diberikan pada bayi umur 9 bulan oleh karena masih ada antibody yang diperolah dari ibu.
Disamping pada suhu 2-8ºC, bisa sampai 20ºC
Vaksin yang telah dilarutkan hanya tahan 8 jam pada suhu 2-8 ºC
Jika ada wabah, immunisasi bisa diberikan pada usia 6 bulan, di ulang 6 bulan kemudian.
5. Imunisasi Hepatitis B
Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinyha penyakit hepatitis yang
kandungannya adalah HbsAg dalam bentuk cair, HBsAg (hepatitis B surface antigen) adalah protein yang
dilepaskan oleh virus hepatitis B yang sedang menginfeksi tubuh. Karena itu, protein ini dapat digunakan
sebagai penanda atau marker terjadinya infeksi hepatitis B Frekuensi pemberian imunisasi hepatitis 3 kali,
9
waktu pemberian hepatitis B pada umur 0-11 bulan. Cara pemberian imunisasi hepatitis ini adalah intra
muskular.
Vaksinasi dimaksudkan untuk mendapat kekebalan aktif terhadap penyakit Hepatitis B. vaksin
terbuat dari bagian virus bepatitis B yang dinamakan HbsAg, yang dapat menimbulkan kekebalan tetapi
tidak menimbulkan penyakit (Markum, 2002)
Vaksin hepatitis akan rusak karena pembekuan, juga karena pemanasan. Vaksin hepatitis paling baik
di simpan pada temperatur dua sampai delapan derajat celcius. Imunisasi hepatitis B diberikan sebanyak tiga
kali, dengan jarak antar suntikan empat minggu, diberikan dengan suntikan intramusculer pada paha bagian
luar dengan dosis 0,5 ml (Dirjen PPM dan PL, 2000).
Efek samping pemberian imunisasi Hepatitis B diantaranya rasa sakit pada area suntikan yang
berlangsung satu atau dua hari, demam ringan dan reaksi alergi yang serius termasuk ruam (Cave &
Mitchell, 2003).
a. Jumlah Pemberian:
Sebanyak 3 kali, dengan interval 1 bulan antara suntikan pertama dan kedua, kemudian 5 bulan antara
suntikan kedua dan ketiga.
b. Usia Pemberian:
Sekurang-kurangnya 12 jam setelah lahir. Dengan syarat, kondisi bayi stabil, tak ada gangguan pada paru-
paru dan jantung. Dilanjutkan pada usia 1 bulan, dan usia antara 3-6 bulan. Khusus bayi yang lahir dari ibu
pengidap VHB, selain imunisasi yang dilakukan kurang dari 12 jam setelah lahir, juga diberikan imunisasi
tambahan dengan imunoglobulin antihepatitis B dalam waktu sebelum berusia 24 jam.
c. Lokasi Penyuntikan:
Pada anak di lengan dengan cara intramuskuler. Sedangkan pada bayi di paha lewat anterolateral (antero =
otot-otot di bagian depan; lateral = otot bagian luar). Penyuntikan di bokong tak dianjurkan karena bisa
mengurangi efektivitas vaksin.
d. Efek Samping:
berupa keluhan nyeri pada bekas suntikan, yang disusul demam ringan dan pembengkakan. Namun reaksi
ini akan menghilang dalam waktu dua hari.
e. Tanda Keberhasilan:
Tak ada tanda klinis yang dapat dijadikan patokan. Namun dapat dilakukan pengukuran keberhasilan
melalui pemeriksaan darah dengan mengecek kadar hepatitis B-nya setelah anak berusia setahun. Bila
kadarnya di atas 1000, berarti daya tahannya 8 tahun; di atas 500, tahan 5 tahun; di atas 200, tahan 3 tahun.
Tetapi kalau angkanya cuma 100, maka dalam setahun akan hilang. Sementara bila angkanya nol berarti si
bayi harus disuntik ulang 3 kali lagi.
f. Tingkat Kekebalan:
Cukup tinggi, antara 94-96%. Umumnya, setelah 3 kali suntikan, lebih dari 95% bayi mengalami respons
imun yang cukup.
g. Indikasi Kontra:
Tak dapat diberikan pada anak yang menderita sakit berat.
Vaksin berisi HBsAg murni
Diberikn sedini mungkin setelah lahir
10
Suntikan secara intramuscular di daerah deltoid, dosis 0,5 ml.
Penyimpanan vaksin pada suhu 2-8ºC
Bayi lahir dari ibu HBsAg (+) diberikan immunoglobulin hepatitis B 12 jam setelah lahir + hepatitis B
Jadwal Imunisasi
Sebelum bayi mendapat infeksi dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi berilah imunisasi
sedini mungkin segera setelah bayi lahir dan usahakan melengkapi imunisasi sebelum bayi berumur satu
tahun (Dirjen PPM dan PL, 2000).
Untuk mengurangi ketidaknyamanan pasca imunisasi, dipertimbangkan untuk pemberian parasetamol 15
mg/kgbb pada bayi setelah imunisasi, terutama paska imunisasi DPT. Kemudian dilanjutkan setiap tiga
sampai empat jam sesuai kebutuhan, maksimal empat kali dalam 24 jam (IDAI, 2001).
Anak yang mempunyai status imunisasi yang tidak diketahui atau meragukan, misalnya dokumentasi
imunisasi yang buruk atau hilang, menyebabkan ketidakpastian tentang imunisasi mana yang sudah atau
belum diberikan. Pada. keadaan ini, anak harus dianggap, rentan dan harus diberikan imunisasi yang
diperkirakan belum dapat. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa pemberian vaksin hepatitis, campak
DPT, Polio, akan merugikan penerima yang sudah imun (IDAI, 2001).
C. IMUNISASI YANG DIANJURKAN
Vaksin-vaksin tersebut adalah Hib, Pneumokokus (PCV), Influenza, MMR, Tifoid, Hepatitis A, dan
Varisela.
1. Hib
Imunisasi Hib membantu mencegah infeksi oleh haemophilus influenza tipe b yang disebabkan oleh
bakteri. Organisme ini bisa menyebabkan meningitis(radang selaput otak), pneumonia (radang paru) dan
infeksi tenggorokan. Vaksin ini diberikan 4 kali pada usia 2,4,6 dan 15-18 bulan.
Dosis 0,5 ml diberikan Intra Muskular
Vaksin dlam bentuk beku kering dan 0,5 ml pelarut dalam semprit
Disimpan pada suhu 2-8ºC
Imunisasi Hib diberikan secara suntikan dibahagian otot paha.
Imunisasi ini diberikan dalam satu suntikan bersama imunisasi Difteria, Pertussis dan Tetanus (DPT).
Juga boleh diberikan bersama imunisasi lain seperti imunisasi Hepatitis B.
11
2. Imunisasi Pneumokokus (PCV)
Jenis imunisasi ini tergolong baru di Indonesia. PCV atau Pneumococcal Vaccine alias imunisasi
pneumokokus memberikan kekebalan terhadap serangan penyakit IPD (Invasive Peumococcal Diseases),
yakni meningitis (radang selaput otak), bakteremia (infeksi darah), dan pneumonia (radang paru). Ketiga
penyakit ini disebabkan kuman Streptococcus Pneumoniae atau Pneumokokus yang penularannya lewat
udara. Gejala yang timbul umumnya demam tinggi, menggigil, tekanan darah rendah, kurang kesadaran,
hingga tak sadarkan diri. Penyakit IPD sangat berbahaya karena kumannya bisa menyebar lewat darah
(invasif) sehingga dapat memperluas organ yang terinfeksi.
Diperlukan imunisasi Pneumokukus untuk mencekal penyakit ini.
a. Usia & Jumlah Pemberian:
Dapat diberikan sejak usia 2 bulan, kemudian berikutnya di usia 4 dan 6 bulan. Sedangkan pemberian
ke-4 bisa dilakukan saat anak usia 12-15 bulan atau ketika sudah 2 tahun.Bila hingga 6 bulan belum
divaksin, bisa diberikan di usia 7-11 bulan sebanyak dua dosis dengan interval pemberian sedikitnya 1
bulan. Dosis ke-3 dapat diberikan pada usia 2 tahun. Atau hingga 12 bulan belum diberikan, vaksin bisa di
berikan di usia 12-23 bulan sebanyak dua dosis dengan interval sedikitnya 2 bulan.
b. Efek Samping: Biasanya muncul demam ringan, kurang dari 380c, rewel, mengantuk, nafsu makan
berkurang, muntah, diare, dan muncul kemerahan pada kulit. Reaksi ini terbilang umum dan wajar karena
bisa hilang dengan sendirinya.
IPD Sepintas KILAS
Meningitis
Terjadi peradangan di meninges/membran di sekitar otak dan urat saraf tulang belakang. Selain
kuman Pneumokokus, bisa juga disebabkan kuman Haemophilus influenzae type B, tetapi yang paling
sering adalah bakteri Pneumokokus. Bila sudah menyerang otak, 17% penderita akan meninggal dalam
waktu 48 jam setelah serangan terjadi. Hanya 50% kemungkinan penderita bisa diselamatkan. Awalnya,
bakteri ini berkolonisasi di mukosa nasofaring, yakni lapisan di rongga di sekitar hidung dan tenggorokan.
Saat daya tahan tubuh anak menurun, bakteri akan masuk ke aliran darah dan mencapai meningen (selaput
otak) sehingga terjadilah infeksi.
Bakteremia
Bila sudah terjadi infeksi Pneumokokus di dalam aliran darah, maka anak sangat rentan terserang
infeksi di organ lain. Gejala yang muncul umumnya menggigil, suhu badan tinggi, rewel, kemerahan pada
kulit dan bintik merah. Bila tak ditangani dengan baik, bakteremia akan diikuti dengan sepsis, yakni infeksi
di berbagai organ tubuh yang bisa berujung pada kegagalan fungsi organ (multiorgan failure).
Pneumonia
Di hari ke-3 serangan akan muncul demam tinggi, menggigil, sakit di dada, sakit perut, kemudian
diikuti batuk dan sesak napas. Gejala lain yang bisa muncul adalah tarikan napas yang melebihi angka
normal. Pada bayi melebihi 60 tarikan, sedangkan pada anak di atas 1 tahun melebihi 50 tarikan napas.
Sekitar 10-20% penderita pneumonia sudah mengalami bakteremia sehingga sulit sekali diobati.
Diperkirakan 4 bayi meninggal setiap menit karena penyakit ini.
12
3. Vaksin Influenza
Dapat diberikan setahun sekali sejak umur 6 bulan. Vaksin ini dapat terus diberikan hingga dewasa.
Influenza adalah penyakit infeksi yang mudah menular dan disebabkan oleh virus influenza, yang
menyerang saluran pernafasan, virus influenza menyebabkan kerusakan sel-sel selaput lendir saluran
pernapasan sehingga penderita sangat mudah terserang kuman lain, seperti pneumokokus, yang
menyebabkan radang paru(pneumoni) yang berbahaya.
a. Usia & Jumlah Pemberian:
Dapat diberikan sejak usia 6 bulan yang kemudian diulang setiap tahun, lantaran vaksinnya hanya efektif
selama 1 tahun.
b. Efek Samping:
Muncul demam ringan antara 6-24 jam setelah suntikan. Atau, muncul reaksi lokal seperti kemerahan di
lokasi bekas suntikan. Namun tidak usah khawatir karena reaksi tersebut akan hilang dengan sendirinya.
c. Tanda Keberhasilan:
Sulit dilihat karena tidak kasat mata.
d. Tingkat Kekebalan:
Sebagaimana imunisasi lainnya, tingkat proteksi tak sampai 100%. Terlebih pada penyakit influenza, ada
kemungkinan virus yang beredar di masyarakat sudah mengalami mutasi (perubahan sifat), atau jenis virus
yang sedang menginfeksi anak tak dapat dicegah oleh vaksin influenza yang diberikan.
4. MMR
Memberikan kekebalan terhadap serangan penyakit
Mumps (gondongan/parotitis), Measles (campak), dan
Rubella (campak Jerman). Terutama buat anak perempuan,
vaksinasi MMR sangat penting untuk mengantisipasi
terjadinya rubela pada saat hamil. Sementara pada anak
lelaki, nantinya vaksin MMR mencegah agar tak terserang
rubela dan menulari sang istri yang mungkin sedang hamil.
Penting diketahui, rubela dapat menyebabkan kecacatan pada
janin.
MMR merupakan pengulangan vaksin campak, ditambah
dengan Gondongan dan Rubela (Campak Jerman). Diberikan
saat anak usia 15 bulan dan diulang saat anak
berusia 6 tahun. Reaksi dari vaksin ini biasanya baru muncul tiga minggu setelah diberikan, berupa
bengkak di kelenjar belakang telinga. Untuk mengatasinya, berikan anak obat penghilang nyeri. Patut
diperhatikan, jangan langsung membawa pulang anak setelah ia diimunisasi MMR. Tunggulah hingga 15
13
menit, sehingga jika timbul suatu reaksi bisa langsung ditangani.
1. usia & Jumlah Pemberian:
Diberikan 2 kali, yaitu pada usia 15 bulan dan 6 tahun. Jika belum mendapat imunisasi campak di usia 9
bulan, maka MMR dapat diberikan di usia 12 bulan, dan diulangi pada umur 6 tahun.
Catatan: Bila orangtua khawatir atau anak menunjukkan keterlambatan bicara dan perkembangan lainnya,
pemberian imunisasi MMR dapat ditunda hingga anak berusia 3 tahun. Bila semua proses tumbuh
kembangnya tak ada masalah alias normal, vaksin MMR dapat diberikan kepada anak.
2. Efek Samping:
Beberapa hari setelah diimunisasi, biasanya anak mengalami demam, timbul ruam atau bercak merah, serta
terjadi pembengkakan di lokasi penyuntikan. Namun tak perlu khawatir karena gejala tersebut berlangsung
sementara saja. Demamnya pun dapat diatasi dengan obat penurun panas yang dosis pemakaiannya sesuai
anjuran dokter. MMR = Gondongan, Campak, & Campak Jerman
a) Gondongan
Penyakit infeksi akut akibat virus mumps ini sering menyerang anak-anak, terutama usia 2 tahun ke
atas sampai kurang lebih 15 tahun. Ada beberapa lokasi yang diserang seperti kelenjar ludah di bawah
lidah, di bawah rahang, dan di bawah telinga (parotitis). Masa inkubasi sekitar 14-24 hari setelah penularan
yang terjadi lewat droplet. Awalnya muncul demam (bisa sampai 39,50C), disertai pusing, mual, nyeri otot
atau pegal terutama di daerah leher, lesu dan lemah. Sehari kemudian tampak bengkak di bawah telinga
sebelah kanan dan kemudian menjalar ke sebelahnya
Karena gondongan bersifat self-limiting disease (sembuh sendiri tanpa diobati), pengobatan dilakukan
sesuai gejala simptomatik. Disamping meningkatkan daya tahan tubuh dengan asupan makanan bergizi dan
cukup istirahat. Biasanya dokter juga akan memberi antibiotik untuk mencegah terjadi infeksi kuman lain.
Sebenarnya, jika daya tahan tubuh bagus, anak tak akan tertular. Dan jika sudah sekali terkena, gondongan
tak akan berulang.
b) Campak Jerman
Campak Jerman atau rubella berbeda dari campak biasa. Pada anak, campak Jerman jarang terjadi dan
dampaknya tak sampai fatal. Kalaupun ada biasanya terjadi pada anak yang lebih besar, sekitar usia 5-14
tahun. Hanya gejalanya yang hampir sama seperti flu, batuk, pilek dan demam tinggi. Nafsu makan
penderita juga biasanya menurun karena terjadi pembengkakan limpa. Namun, bercak merah yang timbul
tak sampai parah dan cepat menghilang dalam waktu 3 hari.
Merupakan vaksin hidup yang dilemahkan terdiri dari :
Measles strain moraten (campak)
Mumps strain jeryl lynn (parotitis)
Rubella strain RA (campak jerman)
Diberikan pada umur 15 bulan . ulangan umur 12 tahun
Dosis 0,5 ml secara subcutan , diberikan minimal 1 bulan setelah suntikan immunisasi lain.
Kontra indikasi : wanita hamil, imuno compromise, kurang 2-3 bulan sebeelumnya mendapat transfuse
darah atau tx immunoglobulin, reaksi anafilaksis terhadap telur.
14
5. Tifoid
Ada 2 jenis vaksin tifoid yang bisa diberikan ke anak, yakni vaksin oral (Vivotif) dan vaksin suntikan
(TyphimVi). Keduanya efektif mencekal demam tifoid alias penyakit tifus, yaitu infeksi akut yang
disebabkan bakteri Salmonella typhi. Bakteri ini hidup di sanitasi yang buruk seperti lingkungan kumuh,
dan makanan-minuman yang tidak higienis. Dia masuk melalui mulut, lalu menyerang tubuh, terutama
saluran cerna.
Gejala khas terinfeksi bakteri tifus adalah suhu tubuh yang berangsur-angsur meningkat setiap hari,
bisa sampai 400c. Biasanya di pagi hari demam akan menurun tapi lalu meningkat di waktu sore/malam.
Gejala lainnya adalah mencret, mual berat, muntah, lidah kotor, lemas, pusing, dan sakit perut, terkesan
acuh tak acuh bahkan bengong, dan tidur pasif (tak banyak gerak). Pada tingkat ringan atau disebut
paratifus (gejala tifus), cukup dirawat di rumah. Anak harus banyak istirahat, banyak minum, mengonsumsi
makanan bergizi, dan minum antibiotik yang diresepkan dokter. Tapi kalau berat, harus dirawat di rumah
sakit. Penyakit ini, baik ringan maupun berat, harus diobati hingga tuntas untuk mencegah kekambuhan.
Selain juga untuk menghindari terjadi komplikasi karena dapat berakibat fatal.
Namun pencegahan tetaplah yang terbaik, terlebih Indonesia merupakan negara endemik penyakit
tifus.
a. Pemberian imunisasi
Vaksin suntikan diberikan satu kali kepada anak umur 2 tahun dan diulang setiap 3 tahun. Pengulangan ini
perlu mengingat serangan penyakit tifus bisa berulang, ditambah banyaknya lingkungan yang tidak higienis
dan kurang terjaminnya makanan yang dikonsumsi anak
Sementara vaksin oral diberikan kepada anak umur 6 tahun atau lebih.
b. Efek samping
Kemerahan di tempat suntikan. Juga bisa muncul demam, nyeri kepala/pusing, nyeri sendi, nyeri otot,
nausea (mual), dan nyeri perut Umumnya berupa bengkak, nyeri, ruam kulit, dan (jarang dijumpai). Efek
tersebut akan hilang dengan sendirinya.
6. Imunisasi varisela
Berfungsi memberikan perlindungan terhadap cacar air. Cacar air ditandai dengan ruam kulit yang
membentuk lepuhan, komplikasinya infeksi kulit dan bisa infeksi di otak. Vaksin ini diberikan pada anak
usia 1-13 tahun 1 kali dan lebih dari 13 tahun 2 kali.
Vaksin varicella (vaRiLirix) berisi virus hidup strain OKA yang dilemahkan. Bisa diberikan pada
umur 1 tahuh , ulangan umur 12 tahun. Vaksin diberikan secara subcutan penyimpanan suhu 2-8ºC
Memberikan kekebalan terhadap cacar air atau chicken pox, penyakit yang disebabkan virus varicella
zooster. Termasuk penyakit akut dan menular, yang ditandai dengan vesikel (lesi/bintik berisi air) pada
kulit maupun selaput lendir. Penularannya sangat mudah karena virusnya bisa menyebar lewat udara yang
keluar saat penderita meludah, bersin, atau batuk. Namun yang paling potensial menularkan adalah kontak
langsung dengan vesikel, yaitu ketika mulai muncul bintik dengan cairan yang jernih. Setelah bintik-bintik
itu berubah jadi hitam, maka tidak menular lagi.
Awalnya, anak mengalami demam sekitar 3-7 hari tapi tidak tinggi. Barulah kemudian muncul bintik-
bintik. Meski dapat sembuh sendiri, anak tetap perlu dibawa ke dokter. Selain untuk mencegah bintik-
15
bintik tidak meluas ke seluruh tubuh, juga agar tak terjadi komplikasi yang bisa berakibat fatal. Sebaiknya
penderita dipisahkan dari anggota keluarga lainnya untuk mencegah penularan. Minta anak untuk tidak
menggaruk agar tak menimbulkan bekas luka. Atasi rasa gatalnya dengan bedak yang mengandung
kalamin. Tingkatkan daya tahan tubuhnya dengan asupan makanan bergizi.
a. Usia & Jumlah Pemberian:
Diberikan sebanyak 1 kali yakni pada usia antara 10-12 tahun.
b. Efek Samping:
Umumnya tak terjadi reaksi. Hanya sekitar 1% yang mengalami demam.
c. Tingkat Kekebalan:
Efektivitasnya bisa mencapai 97%. Dari penelitian terhadap 100 anak yang diimunisasi varisela, hanya 3 di
antaranya yang tetap terkena cacar air, itu pun tergolong ringan.
Vaksin ini tidak diwajibkan dengan pertimbangan bahwa penyakit tifus tidak berbahaya pada anak
dan jarang menimbulkan komplikasi. Gejala penyakit yang khas adalah demam tinggi yang dapat
berlangsung lebih dari 1 minggu disertai dengan lidah yang tampak kotor, sakit kepala, mulut kering, rasa
mual, lesu, dan kadang-kadang disertai sembelit atau mencret. Ada 2 jenis vaksin demam tifoid, yaitu
vaksin oral (Vivotif) dan vaksin suntikan (TyphimVi). Vaksin suntikan diberikan sekali pada anak umur 2
tahun dan diulang setiap 3 tahun. Vaksin oral diberikan pada anak umur 6 tahun atau lebih. Kemasan
vaksin oral terdiri dari 3 kapsul yang diminum sekali sehari dengan selang waktu 1 hari.
7. Hepatitis A
Imunisasi inidapat diberikan pada anak usia di atas 2 tahun. Immunisasi diberikan pada daerah
kurang terpajan, pada anak umur > 2 tahun, Immunisasi dasar 3x pada bulan ke 0, 1, dan 6 bulan kemudian,
dosis vaksin (Harvix-inactivated virus strain HM 175) 0,5 ml secara IM di daerah deltoid. Reaksi yang
terjadi kadang demam, lelah, lesu, mual dan hilang nafsu makan. Efek samping Umumnya, tak
menimbulkan reaksi. Namun, meski sangat jarang, dapat muncul rasa sakit pada bekas suntikan, gatal, dan
merah, disertai demam ringan. Reaksi ini akan menghilang dalam waktu 2 hari
D. SYARAT PEMBERIAN IMUNISASI
Paling utama adalah anak yang akan mendapat imunisasi harus dalam kondisi sehat. Sebab pada
prinsipnya imunisasi itu merupakan pemberian virus dengan memasukkan virus, bakteri, atau bagian dari
bakteri ke dalam tubuh, dan kemudian menimbulkan antibodi (kekebalan). Nah, untuk membentuk
kekebalan yang tinggi, anak harus dalam kondisi fit. Jika anak dalam kondisi sakit maka kekebalan yang
terbentuk tidak bagus.
Imunisasi tidak boleh diberikan hanya pada kondisi tertentu misalkan anak mengalami kelainan atau
penurunan daya tahan tubuh misalkan gizi buruk atau penyakit HIV/AIDS atau dalam penggunaan obat
obatan steroid, anak diketahui mengalami reaksi alergi berat terhadap imunisasi tertentu atau komponen
imunisasi tertentu.
16
Umur vaksin Keterangan
Saat
lahir
Hepatitis B-1 HB-1 harus diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir, dilanjutkan
pada umur 1 dan 6 bulan. Apabila status HbsAg-B ibu positif, dalam
waktu 12 jam setelah lahir diberikan HBlg 0,5 ml bersamaan dengan
vaksin HB-1. Apabila semula status HbsAg ibu tidak diketahui dan
ternyata dalam perjalanan selanjutnya diketahui bahwa ibu HbsAg
positif maka masih dapat diberikan HBlg 0,5 ml sebelum bayi
berumur 7 hari.
Polio-0 Polio-0 diberikan saat kunjungan pertama. Untuk bayi yang lahir di
RB/RS polio oral diberikan saat bayi dipulangkan (untuk
menghindari transmisi virus vaksin kepada bayi lain)
1 bulan Hepatitis B-2 Hb-2 diberikan pada umur 1 bulan, interval HB-1 dan HB-2 adalah 1
17
bulan.
0-2
bulan
BCG BCG dapat diberikan sejak lahir. Apabila BCG akan diberikan pada
umur > 3 bulan sebaiknya dilakukan uji tuberkulin terlebih dahulu
dan BCG diberikan apabila uji tuberkulin negatif.
2 bulan DTP-1 DTP-1 diberikan pada umur lebih dari 6 minggu, dapat
dipergunakan DTwp atau DTap. DTP-1 diberikan secara kombinasi
dengan Hib-1 (PRP-T)
Hib-1 Hib-1 diberikan mulai umur 2 bulan dengan interval 2 bulan. Hib-1
dapat diberikan secara terpisah atau dikombinasikan dengan DTP-1.
Polio-1 Polio-1 dapat diberikan bersamaan dengan DTP-1
4 bulan DTP-2 DTP-2 (DTwp atau DTap) dapat diberikan secara terpisah atau
dikombinasikan dengan Hib-2 (PRP-T).
Hib-2 Hib-2 dapat diberikan terpisah atau dikombinasikan dengan DTP-2
Polio-2 Polio-2 diberikan bersamaan dengan DTP-2
6 bulan DTP-3 DTP-3 dapat diberikan terpisah atau dikombinasikan dengan Hib-3
(PRP-T).
Hib-3 Apabila mempergunakan Hib-OMP, Hib-3 pada umur 6 bulan tidak
perlu diberikan
Polio-3 Polio-3 diberikan bersamaan dengan DTP-3
Hepatitis B-3 HB-3 diberikan umur 6 bulan. Untuk mendapatkan respons imun
optimal, interval HB-2 dan HB-3 minimal 2 bulan, terbaik 5 bulan.
9 bulan Campak-1 Campak-1 diberikan pada umur 9 bulan, campak-2 merupakan
program BIAS pada SD kelas 1, umur 6 tahun. Apabila telah
mendapatkan MMR pada umur 15 bulan, campak-2 tidak perlu
diberikan.
15-18
bulan
MMR Apabila sampai umur 12 bulan belum mendapatkan imunisasi
campak, MMR dapat diberikan pada umur 12 bulan.
Hib-4 Hib-4 diberikan pada 15 bulan (PRP-T atau PRP-OMP).
18
bulan
DTP-4 DTP-4 (DTwp atau DTap) diberikan 1 tahun setelah DTP-3.
Polio-4 Polio-4 diberikan bersamaan dengan DTP-4.
2 tahun Hepatitis A Vaksin HepA direkomendasikan pada umur > 2 tahun, diberikan dua
kali dengan interval 6-12 bulan.
2-3
tahun
Tifoid Vaksin tifoid polisakarida injeksi direkomendasikan untuk umur > 2
tahun. Imunisasi tifoid polisakarida injeksi perlu diulang setiap 3
tahun.
5 tahun DTP-5 DTP-5 diberikan pada umur 5 tahun (DTwp/DTap)
Polio-5 Polio-5 diberikan bersamaan dengan DTP-5.
6
tahun.
MMR Diberikan untuk catch-up immunization pada anak yang belum
mendapatkan MMR-1.
10 dT/TT Menjelang pubertas, vaksin tetanus ke-5 (dT atau TT) diberikan
18
tahun untuk mendapatkan imunitas selama 25 tahun.
Varisela Vaksin varisela diberikan pada umur 10 tahun.
CARA PEMBERIAN IMUNISASI
Imunisasi adalah pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit dengan memasukkan sesuatu ke dalam tubuh agar tubuh tahan terhadap penyakit yang sedang mewabah atau berbahaya bagi seseorang. Imunisasi berasal dari kata imun yang berarti kebal atau resisten. Imunisasi terhadCARA PEMBERIAN IMUNISASIap suatu penyakit hanya akan memberikan kekebalan atau resistensi pada penyakit itu saja, sehingga untuk terhindar dari penyakit lain diperlukan imunisasi lainnya.Imunisasi biasanya lebih fokus diberikan kepada anak-anak karena sistem kekebalan tubuh mereka masih belum sebaik orang dewasa, sehingga rentan terhadap serangan penyakit berbahaya. Imunisasi tidak cukup hanya dilakukan satu kali, tetapi harus dilakukan secara bertahap dan lengkap terhadap berbagai penyakit yang sangat membahayakan kesehatan dan hidup anak.Tujuan dari diberikannya suatu imunitas dari imunisasi adalah untuk mengurangi angka penderita suatu penyakit yang sangat membahayakan kesehatan bahkan bisa menyebabkan kematian pada penderitanya. Beberapa penyakit yang dapat dihindari dengan imunisasi yaitu seperti hepatitis B, campak, polio, difteri, tetanus, batuk rejan, gondongan, cacar air, tbc, dan lain sebagainya.Macam-macam / jenis-jenis imunisasi ada dua macam, yaitu imunisasi pasif yang merupakan kekebalan bawaan dari ibu terhadap penyakit dan imunisasi aktif di mana kekebalannya harus didapat dari pemberian bibit penyakit lemah yang mudah dikalahkan oleh kekebalan tubuh biasa guna membentuk antibodi terhadap penyakit yang sama baik yang lemah maupun yang kuat.Teknik atau cara pemberian imunisasi umumnya dilakukan dengan melemahkan virus atau bakteri penyebab penyakit lalu diberikan kepada seseorang dengan cara suntik atau minum / telan. Setelah bibit penyakit masuk ke dalam tubuh kita maka tubuh akan terangsang untuk melawan penyakit tersebut dengan membantuk antibodi. Antibodi itu uumnya bisa terus ada di dalam tubuh orang yang telah diimunisasi untuk melawan penyakit yang mencoba menyerang.MUNISASI; Pengertian dan Ruang LingkupDefinisi : Cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu Ag, sehingga bila ia terpapar pada Ag yang serupa, tidak terjadi penyakit. Sistem Imun Spesifik : Hanya dapat menghancurkan benda asing yang dikenal sebelumnya
HUMORAL :Peranan dari Limfosit B atau Sel B (Bursa Fabricius) dimana jika Sel B dirangsang ” sel plasma ” zat anti atau anti bodi ” didalam Serum Fungsi : Pertahanan terhadap infeksi virus, bakteri dan menetapkan toksin. Antibodi :1. IgG :– Komponen utama Ig serum (75%)– Dapat menembus Placenta– Terbentuk pada respons sekunder– Anti bakteri, anti virus, anti jamur2. IgM :– Imunoglobulin terbesar– Respons imun primer– Mencegah gerakan mikroorganisme sekunder– Mengaktifkan komplemen3. IgA :– Terbentuknya pd rangsangan selaput lendir– Kekebalan infeksi saluran nafas, pencernaan, urogenitalis– Fiksasi komplemen, antitoxin, reaksi aglutinasi, anti virus4. IgD :– Sangat rendah dalam sirkulasi– Fungsi belum jelas5. IgE :– Sangat sedikit jumlahnya– Tinggi pada alergi, fiksasi komplemen, infeksi cacing, infeksi parasitSELULER
19
Peranan dari limfosit T atau sel T dimana Sel T dibentuk di sumsum tulang ” Proliferasi dan diferensiasi terjadi di kelenjar TimusFungsi : Pertahanan terhadap bakteri (intraselular), virus, jamur, parasit, keganasan Terdiri dari1. Helper T-cell membantu sel B1. Suppressor T-cell :– Menghambat sel B– Menghambat sel T3. Cytotoxic T-cell : Menyerang antigen secara langsungImunisasi Pasif DidapatKekebalan yang diperoleh dari luar tubuh bukan oleh individu itu sendiri, misalnya kekebalan bayi yang diperoleh dari ibu setelah pemberian Ig serum Daya lindung pendek ( 2 – 3 minggu)• Contoh :– Gama globulin murni penderita – campak– ATS, ADS, Anti rabies, Anti – Snake venom– Profilaksi & terapeutik ( pengobatan )Reaksi aktopikTerjadi beberapa menit dimana tubuh mengalami Shock berat, gatal seluruh tubuh, urticaria tempat suntik ” meluas, gelisah, pucat, cyanosis, dyspnoe, kejang ” matiTherapi : Adrenalin, CorticosteroidSerum sicknessMasa tunas : 6 – 24 hariPanas, urticaria, exanthema, muntah, berak, bahaya urticaria (oedem) glottis ” tercekik.Therapi : Adrenalin, Corticosteroid, Anti HistaminPemberian ke II (ulangan)1. Ana phylactic reaction :Masa tunas : Beberapa menit – 24 jamGejala : Sama reaksi atopik – < ringan2. Accelerated Reaction :Masa tunas : 1 – 5 hariGejala : Sama serum sickness " Pemberian serum – test lebih dahuluTest pemberian serum1. Skin test : 0,1 ml seru 1/10 – intra kutan tunggu 15 menit : " infiltrat > 10 mm2. Eye test : 1 tetes serum kemudian tunggu 15 menit : + ” mata bengkak merahBila skin dan atau eye test positif ” pemberian Serum : Cara Bersedka- 0,1 ml serum dlm 1 ml air garam fisiologis – Subkutan – tunggu ½ jam reaksi- 0,5 ml serum dlm 1 ml air garam fisiologis – Subkutan – tunggu ½ jam reaksi- Sisa serum ” Intra MuskularTujuan Imunisasi• Mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang• Menghilangkan penyakit tertentu pada populasiKeberhasilan Imunisasi tergantung faktor:1. Status Imun Penjamu:• Adanya Ab spesifik pada penjamu ® keberhasilan vaksinasi, mis:– campak pada bayi– kolustrum ASI – IgA polio• Maturasi imunologik: neonatus ® fungsi makrofag¯,kadar komplemen¯, aktifasi optonin¯.• Pembentukan Ab spesifik terhadap Ag kurang ® hasil vaksinasi ¯ ® ditunda sampai umur 2 bulan.• Cakupan imunisasi semaksimal mungkin agar anak kebal secara simultan, bayi diimunisasi• Frekuensi penyakit ¬, dampaknya pada neonatus berat ® imunisasi dapat diberikan pada neonatus.• Status imunologik ¯ (spt defisiensi imun) ® respon terhadap vaksin kurang. 2. genetiksecara genetik respon imun manusia terhadap Ag tertentu ® baik, cukup, rendah ® keberhasilan vaksinasi tidak 100%4. kualitas vaksina. cara pemberian, misal polio oral ® imunitas lokal dan sistemikb. Dosis vaksin– tinggi ® menghambat respon, menimbulkan efek samping– rendah ® tidak merangsang sel imunokompetenc. Frekuensi Pemberian
20
Respon imun sekunder ® Sel efektor aktif lebih cepat, lebih tinggi produksinya, afinitas lebih tinggi. Frekuensi pemberian mempengaruhi respon imun yang terjadi . Bila vaksin berikutnya diberikan pada saat kadar Ab spesifik masih tinggi ® Ag dinetralkan oleh Ab spesifik ® tidak merangsang sel imunokompeten.d. Ajuvan : Zat yang meningkatkan respon imun terhadap Ag• mempertahankan Ag tidak cepat hilang• Mengaktifkan sel imunokompetene. Jenis VaksinVaksin hidup menimbulkan respon imun lebih baik.Kandungan vaksin1. Antigen ® virus, bakteri– vaksin yang dilemahkan: polio, campak, BCG– vaksin mati : pertusis– eksotoksin : Toksoid, dipteri, tetanus1. Ajuvan : persenyawaan aluminium2. Cairan pelarut : air, cairan garam fisiologis, kultur jaringan, telur.Hal – hal yang merusak vaksin:• Panas ® semua vaksin• Sinar matahari ® BCG• Pembekuan ® toxoid• Desinfeksi/antiseptik : sabunJadwal Imunisasi• Untuk keseragaman• Mendapatkan respon imun yang baik ® Berdasarkan keadaan epidemiologi, prioritas penyebab kematian, kesakitanIMUNISASI BCGVaksin BCG tidak dapat mencegah seseorang terhindar dari infeksi M. tuberculosa 100%, tapi dapat mencegah penyebaran penyakit lebih lanjut, Berasal dari bakteri hidup yang dilemahkan ( Pasteur Paris 1173 P2), Ditemukan oleh Calmette dan Guerin• Diberikan sebelum usia 2 bulan Disuntikkan intra kutan di daerah insertio m. deltoid dengan dosis 0,05 ml, sebelah kanan• Imunisasi ulang tidak perlu, keberhasilan diragukanVaksin BCG berbentuk bubuk kering harus dilarutkan dengan 4 cc NaCl 0,9%. Setelah dilarutkan harus segera dipakai dalam waktu 3 jam, sisanya dibuang. Penyimpanan pada suhu < 5°C terhindar dari sinar matahari (indoor day-light).Cara penyuntikan BCG• Bersihkan lengan dengan kapas air• Letakkan jarum hampir sejajar dengan lengan anak dengan ujung jarum yang berlubang menghadap keatas.• Suntikan 0,05 ml intra kutan– merasakan tahan– benjolan kulit yang pucat dengan pori- pori yang khas diameter 4-6 mm Kenapa suntikan intra kutan?• Vaksin BCG ® lapisan chorium kulit sebagai depo ®berkembang biak® reaksi indurasi, eritema, pustula• Setelah cukup berkembang ® sub kutan® kapiler, kelenjar limfe, peredaran darahBayi kulitnya tipis®intra kutan sulit ® sering suntikan terlalu dalam (sub kutan)Reaksi sesudah imunisasi BCG1. Reaksi normal ® lokal• 2 minggu ® indurasi, eritema, kemudian menjadi pustula• 3-4 minggu ® pustula pecah menjadi ulkus (tidak perlu pengobatan)• 8-12 minggu ® ulkus menjadi scar diameter 3-7 mm.2. Reaksi regional pada kelenjar• Merupakan respon seluler pertahanan tubuh• Kadang terjadi ® di kelj axila dan servikal (normal BCG-it is)• Timbul 2-6 bulan sesudah imunisasi• Kelenjar berkonsistensi padat, tidak nyeri, demam (-)• Akan mengecil 1-3 bulan kemudian tanpa pengobatan.Komplikasi1. Abses di tempat suntikan• Abses bersifat tenang (cold abses) ® tidak perlu terapi• Oleh karena suntikan sub kutan• Abses matang ® aspirasi
21
2. Limfadenitis supurativa• Oleh karena suntikan sub kutan atau dosis tinggi• Terjadi 2-6 bulan sesudah imunisasi• Terapi tuberkulostatik ® mempercepat pengecilan.Reaksi pada yang pernah tertular TBC:• Koch Phenomenon ® reaksi lokal berjalan cepat (2-3 hari sesudah imunisasi) ® 4-6 minggu timbul scar.• Imunisasi bayi > 2 bulan ® tes tuberkulin (Mantoux)• Untuk menunjukkan apakah pernah kontak dengan TBC• Menyuntikkan 0,1 ml PPD di daerah flexor lengan bawah secara intra kutan• Pembacaan dilakukan setelah 48 – 72 jam penyuntikan• Diukur besarnya diameter indurasi di tempat suntikan.• < 5 mm : negatif• 6-9 mm : meragukan• ³ 10 mm : positifTes Mantoux (-)®imunisasi(+)Kontraindikasi• Respon imunologik terganggu : infeksi HIV, def imun kongenital, leukemia, keganasan• Respon imunologik tertekan: kortikosteroid, obat kanker, radiasi• HamilIMUNISASI HEPATITIS B• Vaksin berisi HBsAg murni• Diberikan sedini mungkin setelah lahir• Suntikan secara Intra Muskular di daerah deltoid, dosis 0,5 ml.• Penyimpanan vaksin pada suhu 2-8°C• Bayi lahir dari ibu HBsAg (+) diberikan imunoglobulin hepatitis B 12 jam setelah lahir + imunisasi Hepatitis B• Dosis kedua 1 bulan berikutnya• Dosis ketiga 5 bulan berikutnya (usia 6 bulan)• Imunisasi ulangan 5 tahun kemudian• Kadar pencegahan anti HBsAg > 10mg/ml• Produksi vaksin Hepatitis B di Indonesia, mulai program imunisasi pada tahun 1997Efek samping• Demam ringan• Perasaan tidak enak pada pencernaan• Rekasi nyeri pada tempat suntikanTidak ada kontraindikasiIMUNISASI POLIO• Vaksin dari virus polio (tipe 1,2 dan 3) yang dilemahkan, dibuat dlm biakan sel-vero : asam amino, antibiotik, calf serum dalam magnesium klorida dan fenol merah• Vaksin berbentuk cairan dengan kemasan 1 cc atau 2 cc dalam flacon, pipet.• Pemberian secara oral sebanyak 2 tetes (0,1 ml)• Vaksin polio diberikan 4 kali, interval 4 minggu • Imunisasi ulangan, 1 tahun berikutnya, SD kelas I, VI• Anak diare ® gangguan penyerapan vaksin.• Ada 2 jenis vaksin– IPV ® salk– OPV ® sabin ® IgA lokal• Penyimpanan pada suhu 2-8°C• Virus vaksin bertendensi mutasi di kultur jaringan maupun tubuh penerima vaksin• Beberap virus diekskresi mengalami mutasi balik menjadi virus polio ganas yang neurovirulen• Paralisis terjadi 1 per 4,4 juta penerima vaksin dan 1 per 15,5 juta kontak dengan penerima vaksinKontra indikasi : defisiensi imunologik atau kontak dengannyaIMUNISASI DPTTerdiri dari– toxoid difteri ® racun yang dilemahkan– Bordittela pertusis ® bakteri yang dilemahkan– toxoid tetanus ® racun yang dilemahkan (+) aluminium fosfat dan mertiolat• Merupakan vaksin cair. Jika didiamkan sedikit berkabut, endapan putih didasarnya• Diberikan pada bayi > 2 bulan oleh karena reaktogenitas pertusis pada bayi kecil.• Dosis 0,5 ml secara intra muskular di bagian luar paha.
22
• Imunisasi dasar 3x, dengan interval 4 minggu.• Vaksin mengandung Aluminium fosfat, jika diberikan sub kutan menyebabkan iritasi lokal, peradangan dan nekrosis setempat.Reaksi pasca imunisasi:• Demam, nyeri pada tempat suntikan 1-2 hari ® diberikan anafilatik + antipiretik• Bila ada reaksi berlebihan pasca imunisasi ® demam > 40°C, kejang, syok ® imunisasi selanjutnya diganti dengan DT atau DPaTKontraindikasi• Kelainan neurologis n terlambat tumbuh kembang• Ada riwayat kejang• Penyakit degeneratif• Pernah sebelumnya divaksinasi DPT menunjukkan: anafilaksis, ensefalopati, kejang, renjatan, hiperpireksia, tangisan/teriakan hebat.IMUNISASI CAMPAKVaksin dari virus hidup (CAM 70- chick chorioallantonik membrane) yang dilemahkan + kanamisin sulfat dan eritromisin Berbentuk beku kering, dilarutkan dalam 5 cc pelarut aquades.• Diberikan pada bayi umur 9 bulan oleh karena masih ada antibodi yang diperoleh dari ibu.• Dosis 0,5 ml diberikan sub kutan di lengan kiri.• Disimpan pada suhu 2-8°C, bisa sampai – 20 derajat celsius• Vaksin yang telah dilarutkan hanya tahan 8 jam pada suhu 2-8°C• Jika ada wabah, imunisasi bisa diberikan pada usia 6 bulan, diulang 6 bulan kemudianEfek samping: demam, diare, konjungtivitis, ruam setelah 7 – 12 hari pasca imunisasi. Kejadian encefalitis lebih jarangKontraindikasi:* infeksi akut dengan demam, defisiensi imunologik, tx imunosupresif, alergi protein telur, hipersensitifitas dng kanamisin dan eritromisin, wanita hamil.* Anak yang telah diberi transfusi darah atau imunoglobulin ditangguhkan minimal 3 bulan.* Tuberkulin tes ditangguhkan minimal 2 bulan setelah imunisasi campakIMUNISASI HIB• Untuk mencegah infeksi SSP oleh karena Haemofilus influenza tipe B• Diberikan MULAI umur 2-4 bulan, pada anak > 1 tahun diberikan 1 kali• Vaksin dalam bentuk beku kering dan 0,5 ml pelarut dalam semprit.• Dosis 0,5 ml diberikan IM• Disimpan pada suhu 2-8°C• Di Asia belum diberikan secara rutin• Imunisasi rutin diberikan di negara Eropa, Amerika, Australia.IMUNISASI MMRMerupakan vaksin hidup yang dilemahkan terdiri dari:– Measles strain moraten (campak)– Mumps strain Jeryl lynn (parotitis)– Rubela strain RA (campak jerman)• Diberikan pada umur 15 bulan. Ulangan umur 12 tahun• Dosis 0,5 ml secara sub kutan, diberikan minimal 1 bulan setelah suntikan imunisasi lain.Kontra indikasi: wanita hamil, imuno kompromise, kurang 2-3 bulan sebelumnya mendapat transfusi darah atau tx imunoglobulin, reaksi anafilaksis terhadap telurIMUNISASI TYPHUSTersedia 2 jenis vaksin:– suntikan (typhim) ® >2 tahun– oral (vivotif) ® > 6 tahun, 3 dosis• Typhim (Capsular Vi polysaccharide-Typherix) diberikan dengan dosis 0,5 ml secara IM. Ulangan dilakukan setiap 3 tahun.• Disimpan pada suhu 2-8°C• Tidak mencegah Salmonella paratyphi A atau B• Imunitas terjadi dalam waktu 15 hari sampai 3 minggu setelah imunisasiReaksi pasca imunisasi: demam, nyeri ringan, kadang ruam kulit dan eritema, indurasi tempat suntikan, daire, muntah.IMUNISASI VARICELLAVaksin varicella (vaRiLrix) berisi virus hidup strain OKA yang dilemahkan. Bisa diberikan pada umur 1 tahun, ulangan umur 12 tahun. Vaksin diberikan secara sub kutan Penyimpanan pada suhu 2-8°CKontraindikasi: demam atau infeksi akut, hipersensitifitas terhadap neomisin, kehamilan, tx imunosupresan,
23
keganasan, HIV, TBC belum tx, kelainan darah.Reaksi imunisasi sangat minimal, kadang terdapat demam dan erupsi papulo-vesikuler.IMUNISASI HEPATITIS AImunisasi diberikan pada daerah kurang terpajan, pada anak umur > 2 tahun. Imunisasi dasar 3x pada bulan ke 0, 1, dan 6 bulan kemudian. Dosis vaksin (Harvix-inactivated virus strain HM 175) 0,5 ml secara IM di daerah deltoid. Reaksi yag terjadi minimal kadang demam, lesu, lelah, mual-muntah dan hialng nafsu makanVAKSIN COMBOGabungan beberapa antigen tunggal menjadi satu jenis produk antigen untuk mencegah penyakit yang berbeda, misal DPT + hepatitis B +HiB atau Gabungan beberapa antigen dari galur multipel yg berasal dari organisme penyakit yang sama, misal: OPVTujuan pemberian• Jumlah suntikan kurang• Jumlah kunjungan kurang• Lebih praktis, compliance dan cakupan naik• Penambahan program imunisasi baru mudah• Imunisasi terlambat mudah dikejar• Biaya lebih murahDaya proteksiTiter antibodi salah satu antigen lebih rendah namun masih diatas ambang protektif. Efektivitasnya sama di berbagai jadwal imunisasi. Bisa terjadi kemampuan membuat antibodi utk mengikat antigen berkurang. Dapat terjadi respon imun antigen kedua berubah. Reaktogenitas yang ditentukan terutama oleh ajuvan tidak berbeda jauh. Nyeri berat lebih sering terjadi pada vaksin kombo (Bogaerts, Belgia). Cakupan imunisasi menjadi lebih tinggi. KIPI pada dosis vaksin ekstra tidak bertambahCOLD CHAIN (RANTAI DINGIN)• Vaksin harus disimpan dalam keadaan dingin mulai dari pabrik sampai ke sasaran.• Simpan vaksin di lemari es pada suhu yang tepat• Pintu lemari es harus selalu tertutup dan terkkunsi• Simpan termometer untuk memonitor lemari es.• Taruh vaksin Polio, Campak, pada rak I dekat freezer.• Untuk membawa vaksin ke Posyandu harus menggunakan vaccine carrier/ termos yang berisi es.
24
25
26
27