implementasi revaluasi aset dalam laporan keuangan

Upload: valentino-frans

Post on 17-Jul-2015

348 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

IMPLEMENTASI NILAI WAJAR ASET TETAP MELALAUI REVALUASI ASET

TETAP DALAM LAPORAN KEUANGAN KOMBINASI BISNIS

Oleh :Imelda R. H. N Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Petra

ABSTRAK

Kondisi ekonomi makro yang semakin kompetitif memberikan sedikit pilihan bagi perusahaan untuk melakukan antisipasi terhadap meningkatnya persaingan yang sangat beragam. Banyak perusahaan yang memilih untuk memfokuskan resources pada suatu segmen tertentu yang lebih kecil, ada yang tetap bertahan dengan apa yang dilakukanya selama ini, dan ada pula yang menggabungkan diri menjadi satu perusahaan besar dalam suatu industri. Pilihan yang terakhir ini merupakan bagian upaya restrukturisasi perusahaan agar sinergi, baik melalui pencapaian economies of scale dan financial economies, pemanfaatan complementary resources, dan

peningkatan market power. Merjer dan akuisisi menjadi strategi yang dipilih perusahaan untuk merealisasikan sinergi yang menjanjikan itu. Dengan kombinasi bisnis yang hari ini marak dilakukan, maka laporan keuangan juga harus memberikan informasi yang relevan dengan keadaan ekonomi yang sebenarnya demi mengimbangi kondisi ekonomi makro yang semakin kompetitif. 1. PENDAHULUAN

Pada dasarnya perusahaan didirikan untuk jangka waktu yang tidak terbatas sehingga pengembangan usaha merupakan rencana jangka panjang perusahaan. Manajemen puncak harus dapat menentukan langkah-langkah yang tepat dalam usaha untuk mengembangkan perusahaan. Perencanaan juga diperlukan agar tingkat perkembangan perusahaan dapat sesuai dengan apa yang diharapkan. Pengembangan perusahaan dapat dilakukan dengan cara

perluasan usaha (business expansion), yang disebut juga sebagai perluasan usaha secara internal (internal business expansion), maupaun perluasan secara eksternal berupa penggabungan badan usaha (eksternal business combination).

Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) dalam Sandar Akuntansi Keuangan (SAK) tahun 2002 No. 22 paragraf 08, pengertian penggabungan badan usaha adalah penyatuan dua atau lebih perusahaan yang terpisah menjadi satu entitas ekonomi karena satu perusahaan menyatu dengan (uniting with) perusahaan lain atau memperoleh kendali (control) atas aktiva dan operasi perusahaan lain.

Merjer dan akuisisi di Indonesia dimulai sekitar tahun 1970-an. Merjer dan akuisisi di Indonesia didominasi oleh perusahaan pengakuisisi yang telah go public dengan target perusahaan yang belum go public, dengan perbandingan lebih banyak perusahaan yang melakukan akuisisi daripada merjer. Alasan utama perusahaan di Indonesia menggabungkan usahanya adalah untuk penghematan pajak, selain karena back door listing, yaitu perusahaan yang mendaftarkan saham tanpa melakukan penjualan saham perdananya terlebih dulu dari anak perusahaan yang diakuisisi oleh perusahaan public atau sering disebut Initial Publik offerings (IPO).

Merjer dan akuisisi merupakan strategi penggabungan usaha yang biasa dilakukan oleh perusahaan sejak lama. Pada dasarnya pengertian antara merjer dan akuisisi berbeda satu dengan yang lainnya. Merjer merupakan suatu penggabungan usaha yang dilakukan dengan cara menggabungkan diri dengan perusahaan lain, sedangkan akuisisi adalah suatu bentuk penggabungan usaha yang dilakukan dengan cara mengambil alih perusahaan lain. Merjer dan akisisi memang berbeda tetapi keduanya mempunyai persamaan dalam konteks

penggabungan usaha.penelitian yang dilakukan oleh Rachmawati dan Tandelilin (2001) berfokus pada persamaan tersebut sehingga membicarakan merjer juga berarti membicarakan akuisisi.

Dalam penerapan metode merjer dan akuisisi ada beberapa aspek yang perlu dipahami. Aspek-aspek tersebut antara lain (Etty Gurenrawati dan Bambang Sudibyo, JRAI, 1999):

1. Penerapan metode ini membedakan perspektif sifat penggabungan usaha yang paling mendasar.

2. Variasi pencatatan pada pos-pos yang mempengaruhi laporan keuangan konsolidasi (aktiva, kewajiban, pendapatan, biaya, dan modal) sebagai akibat proses penggabungan badan usaha, tergantung dari metode yang digunakan, dan

3. Kedua metode tersebut bukanlah alternatif, masing-masing diterapkan pada tipe-tipe tertentu penggabungan badan usaha.

Strategi merjer dan akuisisi merupakan salah satu alternatif untuk perluasan usaha tersebut. Dalam akuntansi dikenal tiga macam bentuk penggabungan usaha yaitu: konsolidasi, merjer dan akuisisi. Dengan bergabung dua perusahaan atau lebih menjadi lebih mungkin untuk saling menunjang kegiatan usaha, sehingga keuntungan yang akan diperoleh juga semakin besar dibandingkan jika perusahaan tersebut melakukan usaha sendiri-sendiri.

Pada umumnya merjer dan akuisisi dilakukan untuk menciptakan nilai tambah bagi para pemegang saham atau untuk meningkatkan kesejahteraan pemegang saham. Merjer dan akuisisi juga dilakukan dengan tujuan untuk menciptakan sinergi yang lebih besar. Motif sinergi merjer dan akuisisi menunjukkan bahwa transaksi ini dilakukan untuk mendapatkan keuntungan ekonomis melalui penggabungan dua atau lebih unit usaha atau perusahaan.

Pengumuman merjer dan akuisisi adalah informasi yang sangat penting dalam suatu industri, karena dua perusahaan akan menyatukan kekuatannya. Setiap perusahaan mengharapkan merjer dan akuisisi yang dilakukan akan berhasil dan semua tujuan perusahaan tercapai. Untuk mencapai keberhasilan tersebut ada beberapa kendala potensial yang harus diatasi, salah satunya adalah adanya permasalahan mengintegrasikan dua atau lebih perusahaan besar dan kompleks yang sering memiliki kultur, struktur dan system operasi yang berbeda. Kendala yang dihadapi dalam merjer dan akusisi memang dapat menggagalkan merjer dan akuisisi tersebut, tetapi para pengambil keputusan juga harus melihat adanya pasar yang kuat untuk merjer dan akuisisi sehingga tidak langsung memutuskan merjer dan akuisisi.

Dalam melakuakan merjer dan akuisisi, dua atau lebih perusahaan yang akan bergabung harus menemukan kesepakatan terlebih dahulu. Hal ini disebabkan karena dalam kombinasi bisnis akan melibatkan penggabungan pencatatan akuntansi. Sehingga dalam pelaporannya, kombinasi bisnis ini dilaporkan seakan-akan sebagai satu entitas yang tidak terpisahkan. Masing-masing aset dan kewajiban dari entitas yang akan melakukan kombinasi bisnis harus dinilai kembali dengan nilai wajarnya.

Aset dan kewajiban perusahaan tercermin dalam laporan keuangan masingmasing perusahaan yang akan melakukan merjer dan akuisisi.Laporan Keuangan

menggambarkan dampak keuangan dari transaksi dan peristiwa lain yang diklasifikasikan dalam beberapa kelompok besar menurut karakteristik ekonominya. Kelompok besar ini merupakan unsur laporan keuangan dan unsur yang berkaitan secara langsung dengan pengukuran posisi keuangan adalah aktiva, kewajiban, dan ekuitas. Ikatan Akuntansi Indonesia dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan menyatakan bahwa aktiva adalah sumber daya yang dikuasai oleh perusahaan sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi di masa depan diharapkan akan diperoleh perusahaan. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 16 (IAI, 2007) menyatakan bahwa aktiva tetap adalah aktiva berwujud yang: a. Dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa, untuk direntalkan kepada pihak lain, atau untuk tujuan administratif; dan

b. Diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode.

Oleh karena itu neraca harus disusun secara sistematis sehingga dapat memberikan gambaran mengenai posisi keuangan perusahaan termasuk aktiva tetap pada suatu saat tertentu. Akuntan dalam melaporkan aktiva biasanya menggunakan biaya perolehan (Historical Cost basis). Tetapi menurut Chambers (1973) untuk menjamin informasi keuangan yang relevan dan dapat dipercaya, maka aktiva dan kewajiban sebaiknya diukur dan dilaporkan pada nilai wajar (Fair Value). SEJARAH PERKEMBANGAN NILAI WAJAR

Selama ini, sistem akuntansi di Indonesia, umumnya menggunakan konsep historical

cost. Konsep ini menggunakan pendekatan biaya perolehan yang menghasilkan nilai buku. Untuk berbagai kepentingan, laporan nilai buku itulah yang selama ini dijadikan acuan untuk menilai sebuah perusahaan. Sebagai contoh nyata, jika kita, atau sebuah perusahaan, membeli sebuah tanah seharga Rp 100 juta, misalnya, bertahun-tahun kemudian, di dalam nilai buku atau book value, harga tanah itu sebagai aset akan tetap tertulis Rp 100 juta jika masih menggunakan konsep historical cost meskipun di pasaran harganya sudah naik tiga-lima kali lipat. Dengan kondisi pasar yang makin dinamis dan berkembang cepat, pada akhirnya konsep historical cost dianggap tidak relevan lagi, karena tidak mencerminkan nilai pasar yang sebenarnya. Sebagai gantinya digunakanlah konsep fair value. Menurut Hamid Yusuf, yang pertama kali mengenalkan konsep fair value ini adalah Australia, Inggris, dan negara-negara bekas jajahan Inggris. Konsep ini pertama kali digunakan untuk menghitung asset biologis di lingkungan perusahaan perkebunan dan peternakan di australi dan inggris. Pertimbangannya Aset dan bidang usaha perusahaan-perusahaan tersebut adalah makhluk hidup, seperti tanaman dan ternak, yang terus berkembang dan berbiak. Jika perusahaan-perusahaan tersebut dinilai dengan nilai buku (historical cost), tentu tidak fair karena mercerminkan nilai ekonomi yang tidak sebenarnya. Dari situ kemudian ditemukan konsep penghitungan yang baru dan kemudian dikenal sebagai fair value. Konsep ini kemudian diadopsi ke dalam standar akuntansi internasional dan diberlakukan pertama kali pada 2003 untuk menilai asset- asset bilogis di sektor agri. Sejak saat itulah, semua perusahaan-perusahaan publik di Eropa menggunakan fair value untuk menyusun laporan keuangannya.

PENGERTIAN NILAI WAJAR Dalam pengertian standar akuntansi, menurut Ketua Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) M Jusuf Wibisana, fair value atau nilai wajar adalah nilai di mana suatu aset dapat dipertukarkan atau suatu kewajiban diselesaikan antara pihak yang memahami dan berkinginan untuk melakukan transaksi wajar (armslength transactions). Secara umum, menurut Anis Baridwan, Kepala Biro Penilaian Keuangan Perusahaan Sektor Riil Bapepam-LK, fair value atau nilai wajar adalah konsep yang digunakan dalam ekonomi dan keuangan serta akuntansi. Dalam bidang ekonomi dan keuangan, fair value merupakan estimasi rasional dan tidak bias atas harga pasar potensial dari barang, jasa, atau asset dengan mempertimbangkan factor-faktor seperti kelangkaan (scarcity), karakteristik risiko, replacement cost, serta biaya produksi dan distribusi, termasuk cost of capital.

Cara menghitung Fair Value. Fair value dinilai sebagai konsep yang paling sesuai dan relevan untuk penyusunan laporan keuangan sebuah perusahaan atau entitas bisnis sebab bisa menggambarkan nilai pasar yang sebenarnya terjadi. Namun, tak mudah untuk menentukan nilai dengan pasar yang beragam, ktif atau tidak aktif. Dalam standar akuntansi keuangan sesuai dengan Pedoman Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 55, konsep fair value ini memiliki tiga hierarki, yaitu quoted proces at active markets, no actives market, valuation techniques, no market equities cost. Menurut Ketua Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) M Jusuf Wibisana dalam majalah Akuntan Indonesia edisi 16, beliau berpendapat Yang dinilai melalui fair value tidak hanya meliputi aset dan instrument keuangan lainnya, melainkan

juga kewajiban suatu perusahaan atau entitas bisnis. Yang nantinya juga harus menggunakan konsep fair value bukan cuma perusahaan-perusahaan yang bergerak di jasa keuangan, melainkan juga di sektor riil. Sebab, sektor riil juga banyak yang menggunakan instrument keuangan, katanya. Masalahnya adalah, bagaimana menentukan nilai di pasar yang berbedabeda itu. Bagi Jusuf, pada pasar aktif, penentuan mudah dilakukan dengan kuotasi harga di pasar. Yang jadi masalah adalah jika pasar tidak aktif. Di sini, menurut Jusuf, penentukan nilai bisa dilakukan sesuai hierarki fair value tersebut. Dengan begitu, jika pasar tidak aktif, menurut Jusuf, penentuan nilai bisa menggunakan transaksi-transaksi wajar terkini antara pihak-pihak yang mengerti dan berkeinginan. Bisa juga menggunakan referensi atas nilai wajar terkini dari instrumen lain yang secara substansial sama. Atau, menggunakan analis arus kas yang didiskonto (discounted cahs flow analys) serta model penetapan harga opsi (option pricing model). Jika pasar tidak aktif, maka penentuan nilai wajar menggunakan teknik penilaian. Teknik penilaian utamanya berdasarkan pada asumsi internal manajemen mengenai future cash flow dan appropriately risk-adjusted discount rates. Atau, bisa menggunakan kuotasi broker untuk dijadikan input tapi tidak determinatif, dan tidak mengandalkan kuotasi broker jika dinilai tidak mencerminkan nilai wajar, jelas Jusuf. Jadi, di pasar yang tidak aktif, memang memerlukan keahlian tersendiri untuk menentukan nilai wajar secara cepat dan tepat. Indikasi pasar tidak aktif adalah sebagai berikut : 1. peningkatan yang signifikan selisih ask price dan bid price. 2. pihak yang melakukan bidding jumlahnya terlalu kecil. 3. adanya volatilitas harga pasar yang sginifikan. 4. jumlah efek yang ditransaksikan relatif kecil dibandingkan dengan jumlah efek yang beredar.

5. penurunan signifikan atas volume dan level aktivitas perdagangan. 6. Dalam penilain suatu asset terkadang memerlukan jasa dari profesi penilai atau Appraisers untuk menilai suatu aset.

IMPLEMENTASI REVALUASI ASET TETAP DALAM LAPORAN KEUANGAN

Dalam implementasinya, revaluasi aset tetap dalam laporan keuangan memberikan memberikan berbagai manfaat, selain memberikan informasi laporan keuangan yang menggambarkan keadaan ekonomi sebenarnya, revaluasi aset tetap juga bermafaat sebagai bagian dari tax planning. Revaluasi aset tetap berarti menilai kembali aset tetap perusahaan. Misalnya jika nilai sebuah mesin produksi sama dengan nilai bukunya, berarti tidak dapat menjadi biaya penyustan baik dalam laporan laba rugi komersial maupun laba rugi fiscal. Jika dilakukan revaluasi kembali dengan alasan bahwa aset tetap tersebut masih memiliki manfaat ekonomis walaupun nilai bukunya sudah habis, maka nilai dari aset tetap yang sudah direvaluasi adalah sebesar nilai wajarnya. Sehingga dapat disusutkan kembali baik dalam laporan laba rugi komerisal dan laporan laba rugi fiskal, yang nantinya akan berpengaruh terhadap beban pajak PPh badan, laporan keuangan komersial, arus kas, dan neraca. Revaluasi aset ini merupakan rencana jangka panjang untuk tax planning. Dengan adanya revaluasi aset tetap, maka akan timbul laba/ rugi revaluasi aset tetap yang menjadi bagian dari pendapatan komprehensif perusahaan. Pada saat dilakukan revaluasi, apabila jumlah tercatat aset meningkat maka kenaikan tersebut langsung dikreditkan ke ekuitas pada bagian surplus revaluasi. Namun apabila sebelumnya pernah diakui penurunan nilai aset akibat revaluasi dalam laporan laba rugi, maka terhadap kenaikan aset tersebut harus diakui terlebih dahulu dalam laporan laba rugi sebesar nilai penurunan yang diakui

sebelumnya. Sisa nilai setelah sebagian diakui dalam laporan laba rugi tersebut dicatat sebagai kenaikan yang langsung dikreditkan ke ekuitas. Pengaruh pajak tangguhan perlu dihitung dan disesuaikan dengan bagian yang diakui dalam laporan laba rugi tersebut.

Dampak atas pajak penghasilan, jika ada, terhadap kenaikan atau penurunan nilai aset akibat hasil revaluasi harus diperhitungkan dan dicatat sesuai dengan pencatat kenaikan atau penurunan revaluasi. Pajak tangguhan diperhitungkan dan dibebankan ke ekuitas atau laporan laba rugi mengikuti mekanisme pengakuan hasil revaluasi.

KESIMPULAN

Revaluasi aset tetap dari nilai historis ke nilai wajarnya sangat berperan dalam laporan keuangan karena menggambarkan kondisi perekonomian sebenarnya. Revaluasi ini juga berpengaruh menggambarkan kondisi ekonomis dari aset tetap yang tidak bisa dilakukan jika pencatatan aset tetap dengan biaya historis. Karena seringkali, aset tetap yang dicatat dengan biaya historis, walaupun nilai buku aset tersebut sama dengan nol , sebenarnya aset tersebut masih dapat digunakan dengan layak. Dengan adanya revaluasi aset tetap, perusahaan juga dapat melakukan perencanaan pajak, yang dapat mempengaruhi beban pajak badan yang nantinya akan mempengaruhi laba rugi bersih.

Daftar Pustaka :

Anton A. Setyawan. 2004, Beberapa Aspek dalam Merjer dan Akuisisi, Jurnal Riset Akuntansi, Volume 3 No. 1 April 2004 Pranata Shinta, 2011, PENILAIAN ASET BERDASARKAN IFRS DAN PSAK, 2011 Sunaryo, Tarko, REVALUASI ASET TETAP: SUATU TINJAUAN DARI ASPEK AKUNTANSI DAN ASPEK PERATURAN PERPAJAKAN, 2008