iman perspektif nurcholish madjid · dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar...

82
IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Persyaratan Meraih Gelar Strata Satu (S 1) Oleh: DIANA LESTARI NIM: 1110033100035 PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1439 H./2017 M.

Upload: others

Post on 11-Jan-2020

41 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID · dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar iman. Dalam soal amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman ... teman-teman

IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin

Persyaratan Meraih Gelar Strata Satu (S 1)

Oleh:

DIANA LESTARI

NIM: 1110033100035

PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1439 H./2017 M.

Page 2: IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID · dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar iman. Dalam soal amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman ... teman-teman
Page 3: IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID · dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar iman. Dalam soal amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman ... teman-teman
Page 4: IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID · dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar iman. Dalam soal amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman ... teman-teman
Page 5: IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID · dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar iman. Dalam soal amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman ... teman-teman

iv

PEDOMAN TRANSLITERASI

Arab Indonesia Inggris Arab Indonesia Inggris

ṭ ṭ ط a a ا

ẓ ẓ ظ b b ب

„ „ ع t t ت

gh gh غ ts th ث

f f ف j j ج

q q ق ḥ ḥ ح

k k ك kh kh خ

l l ل d d د

m m م dz dh ذ

n n ن r r ر

w w و z z ز

h h ه s s س

‟ ‟ ء sy sh ش

y y ي ṣ ṣ ص

h h ة ḍ ḍ ض

VOKAL PANJANG

Arab Indonesia Inggris

ā ā آ

ī ī إي

ū ū أو

Page 6: IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID · dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar iman. Dalam soal amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman ... teman-teman

v

ABSTRAK

Penelitian ini fokus kepada pandangan Nurcholish Madjid tentang iman

dan hubungannya dengan tiga hal, yakni iman dan amal saleh, sekularisasi dan

desakralisasi, dan pluralisme agama.

Penelitian ini merupakan studi kepustakaan dengan menggunakan metode

analisis-deskriptif. Data yang terkumpul dari berbagai referensi kemudian

dideskripsikan dan dianalisis secara cermat untuk menyimpulkan tiga masalah di

atas. Tulisan ini menyimpulkan bahwa amal saleh, sekularisasi dan desakralisasi,

dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar iman.

Dalam soal amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman

memiliki hubungan yang erat dengan perbuatan manusia. Hubungan antara iman

dan amal saleh ditandai dengan sikap “apresiasi Ketuhanan” atau taqwā yang

secara logis mendorong seseorang untuk selalu berbuat baik.

Dalam soal sekularisasi dan desakralisasi, bagi Nurcholish Madjid itu

merupakan sebuah sikap yang secara ontologis “membedakan” hal-hal yang

bersifat duniawi dan ukhrawi. Karena secara ontologis duniawi dan ukhrawi itu

berbeda, maka secara epistemologis juga membutuhkan pendekatan yang berbeda.

Hal tersebut juga dibangun atas dasar keimanan. Karena, keimanan yang kuat

menjadi dasar untuk membedakan hal-hal yang bersifat duniawi dan ukhrawi

tersebut.

Dalam masalah pluralisme, Nurcholish Madjid mendasarkan

pandangannya terhadap reinterpretasi makna Islam. Al-Islām tidak sekedar berarti

instansi keagamaan, melainkan sebuah sikap tunduk, patuh, dan pasrah

sepenuhnya kepada Tuhan sehingga al-Islām menjadi ciri dari agama-agama yang

benar. Dalam konteks al-Islām itulah agama-agama memiliki titik temu. Al-Islām

dalam arti sikap tunduk, patuh, dan pasrah kepada Tuhan tidak dapat dipisahkan

dari keimanan kepada Tuhan itu sendiri. Di sinilah “titik temu” tersebut tidak

terpisah dari iman.

Kata kunci: Iman, amal saleh, sekularisasi-desakralisasi, titik temu agama-agama

Page 7: IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID · dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar iman. Dalam soal amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman ... teman-teman

vi

Abstract

This research is focused on the Nurcholish Madjid's view of faith and its

relationship with three things, namely faith and „amal ṣāliḥ, secularization-

desacralization, and the equality of religions. This research is a literature study

by using descriptive-analysis method. The data are collected from various

references described and analyzed to conclude the research thesis.

This paper concludes that faith, secularization and desacralization, and

equality of religions are built on the basis of faith In the term of „amal ṣāliḥ,

Nurcholish Madjid sees that faith has a close relation with human behavior. The

relation between faith and „amal ṣāliḥ is characterized by an attitude of

"apresiasi ketuhanan" or taqwā that logically encourages one to always do good.

In the matter of secularization and desacralization, According to

Nurcholish Madjid it is an attitude that ontologically “distinguish” things that are

worldly and ukhrāwī. Because the ontologically mundane and ukhrāwī are

different, then epistemologically also requires a different approach. It is also

built on the basis of faith. Because, a strong faith becomes the basis for

distinguishing things that are worldly and ukhrāwī.

In the matter of equality of religions, Nurcholish Madjid based his view on

the reinterpretation of the meaning of Islam. Al-Islām is not merely a religious

institution, but an attitude of submission, obedience, and fully surrender to God so

that al-Islām is the hallmark of true religions. In the context of al-Islām these

religions have common ground. Al-Islām in the sense of submission, obedience,

and submission to God can not be separated from faith to God. This is where the

“equality” is not separate from the faith.

Keywords: faith, „amal ṣāliḥ, secularization-desacralization, equality of religions

Page 8: IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID · dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar iman. Dalam soal amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman ... teman-teman

vii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan rasa syukur kepada Allah Swt yang atas izin-Nya penulis

dapat menyelesaikan skripsi ini untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar

Sarjana Agama (S. Ag) pada Program Studi Aqidah dan Filsafat Islam, Fakultas

Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Shalawat dan salam untuk Nabi

Muhammad Saw yang telah menuntun manusia kejalan yang benar, dari zaman

kegelapan menuju zaman terang benderang.

Skripsi yang berjudul “Konsep Iman Menurut Nurcholish Madjid” ini

mampu penulis selesaikan dengan bantuan banyak pihak. Karya ini

dipersembahkan untuk ibunda tercinta Dedeh Ratnasari yang senantiasa

mendo‟akan dan menyemangati, ayahanda tersayang almarhum Mustaqim Insya

Allah sudah tenang di alam sana.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Masri Mansoer,

M.A., selaku dekan Fakultas Ushuluddin. Terima kasih kepada Dra. Tien

Rahmatin M.A., selaku Ketua Prodi Aqidah dan Filsafat Islam. Terima kasih

kepada Dr. Abdul Hakim Wahid, M.A., selaku sekretaris Prodi Aqidah dan

Filsafat Islam. Terima kasih juga kepada segenap dosen serta seluruh staf dan

karyawan yang berada di lingkungan Fakultas Ushuluddin yang semuanya telah

memberi dukungan dengan berbagai fasilitas kepada penulis. Khusus untuk

penulisan skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada Dosen Pembimbing, Dr. Asep Muhammad Romli, M. Hum. Beliau telah

memberi bimbingan, arahan, kritik, dan mengoreksi tulisan ini berulang-ulang

dengan sangat cermat demi kesempurnaan skripsi ini.

Page 9: IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID · dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar iman. Dalam soal amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman ... teman-teman

viii

Terima kasih juga kepada Ayahanda mertua tersayang Drs. H. Zarkasih

Nur yang senantiasa mendoa‟akan, dosen pembimbing Bapak Muhammad Asep

Romli, M.Hum. yang senantiasa sabar membimbing dan memotivasi, suami

tercinta Ir. H. Iman Hilmansyah yang banyak sekali membantu dalam

penyelesaian karya tulis ini, juga do‟a, cinta, semangat dan bimbingannya, buah

hatiku Salbiya Amina Hakimunnisa yang sabar dan ceria apabila sedang diajak ke

kampus, kakak-kakak yang mendo‟akan dan menyemangati Taufik, Irwan,

Sugardian, Eka, Fajri, Norma dan adikku Rosima. Selanjutnya untuk segenap

civitas UIN, teman-teman seperjuangan Aqidah dan Filsafat Islam 2010 yang luar

biasa.

Ciputat, 17 Oktober 2017

Diana Lestari

Page 10: IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID · dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar iman. Dalam soal amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman ... teman-teman

ix

DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................. i

PENGESAHAN PANITIA UJIAN ................................................................. ii

LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................. iii

PEDOMAN TRANSLITERASI ..................................................................... iv

ABSTRAK ........................................................................................................ v

KATA PENGANTAR ...................................................................................... vii

DAFTAR ISI ....................................................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1

B. Permasalahan ................................................................................ 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................................... 8

D. Tinjauan Pustaka ......................................................................... 9

E. Metode Penelitian ........................................................................ 10

F. Sistematika Penulisan ................................................................... 12

BAB II BIOGRAFI NURCHOLISH MADJID

A. Riwayat Pendidikan ...................................................................... 14

B. Karya-Karya ................................................................................. 26

BAB III IMAN DAN BEBERAPA ASPEKNYA A. Makna Iman .................................................................................. 29

B. Moral ............................................................................................ 32

C. Ilmu Pengetahuan ......................................................................... 36

D. Pluralisme ..................................................................................... 39

BAB IV HUBUNGAN IMAN DENGAN AMAL SALEH,

SEKULARISASI DAN DESAKRALISASI, DAN

PLURALISME AGAMA

A. Hakikat Iman ............................................................................... 46

B. Amal Saleh .................................................................................. 51

C. Sekularisasi dan Desakralisasi ...................................................... 55

D. Pluralisme .................................................................................... 59

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................... 63

B. Saran-Saran ................................................................................... 65

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 67

BIODATA PENULIS ....................................................................................... 70

Page 11: IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID · dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar iman. Dalam soal amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman ... teman-teman

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Aspek terpenting dalam teologi ialah hal-hal yang menyangkut

kepercayaan manusia kepada Tuhan. Di dalam Islam, hal-hal yang menyangkut

keyakinan dan kepercayaan kepada Tuhan dan pembicaraan menyangkut

hubungan manusia dengan Tuhan dibahas dalam ilmu tawḥīd atau ilmu aqīdah

yang dalam kajian Islam kontemporer sering disebut dengan istilah “teologi

Islam”. Sebelum berbicara lebih jauh, perlu ditegaskan bahwa yang dimaksud

dengan istilah teologi Islam dalam tulisan ini tidak lain menyangkut hubungan

manusia dangan Tuhan berdasarkan perspektif Islam. Lebih jauh tulisan ini akan

membahas pandangan Nurcholis Madjid tentang konsepsi iman dan hubungan

dengan amal saleh, sekularisasi dan desakralisasi, dan titik temu agama-agama.

Tidak seorang pun menyangkal bahwa kepercayaan atau keyakinan adalah

inti dari ajaran setiap agama. Dalam Islam, persoalan yang berkenaan dengan

konsep ini sangat penting karena masalah tersebut berkenaan dengan esensi dan

eksistensi ajaran Islam sebagai suatu agama. Di samping itu, secara historis

pembicaraan mengenai konsep kepercayaan menandai titik awal dari semua

pemikiran yang terdapat di dalam Islam.1

Di dalam Islam hal yang menyangkut kepercayaan dan keyakinan disebut

iman. Para pemikir Islam dari zaman klasik hingga kontemporer memiliki

1 Toshihiko Izutsu, Konsep Kepercayaan dalam Teologi Islam: Analisis Semantik Iman

dan Islam, terj. Agus Fahri Husain(Yogyakarta: Tiara Wacana, 1994), 1. Ditinjau dari aspek

historis, perdebatan awal yang muncul dalam Islam adalah masalah teologi yang secara umum

berbicara persolan iman.

Page 12: IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID · dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar iman. Dalam soal amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman ... teman-teman

2

perspektif yang berbeda-berbeda dalam memaknai iman. Persoalannya adalah

apakah pengertian iman dari sudut pandang tertentu cukup untuk dijadikan

pijakan dalam memahami pengertian iman secara menyeluruh?

Persoalan yang muncul selanjutnya dalam memaknai iman justru kadang-

kadang bertentangan dengan nilai-nilai esensial yang terdapat dalam ajaran Islam

sendiri.2 Misal, tidak jarang terdapat orang yang mengaku dirinya sebagai orang

beriman justru menjadikan “makna iman” sebagai ujung tombak hingga

menimbulkan perpecahan dan konflik sosial. Tidak jarang pula kita temui

beberapa orang—yang mengaku beriman—bersikap eksklusif dan sangat tertutup

untuk menerima perbedaan. Di antara mereka ada pula yang menutup diri dari

pandangan pembaruan dengan bertitik tolak terhadap konsepsi iman yang

diyakini.

Dari aspek sosial, pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana sebenarnya

mengaplikasikan iman dalam kehidupan? Persoalan tersebut tentu sangat penting

dibahas menyangkut keberlangsungan manusia dalam beragama, dan berinteraksi

dengan lingkungan dan sosial. Semestinya, iman yang dimiliki seseorang dapat

teraplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dengan menerapkan iman sebagai

tolok ukur beramal saleh atau perbuatan baik serta membebaskan diri dari

kungkungan yang membelenggu ketertutupan dari perkembangan dan kemajuan.

Dalam menjawab persoalan ini muncul berbagai tanggapan. Pembahasan ini

menjadi persoalan yang sangat penting yang dihadapi umat Islam.3

2 Mahamad Wahyuni Nafis, Konflik Agama atau Politik” dalam dalam Nur Achmad

(ed.), Pluralitas Agama: Kerukunan dalam Kergaman (Jakarta: Kompas, 2001), 86. 3 Toshihiko Izutsu, Konsep Kepercayaan dalam Teologi Islam, 65.

Page 13: IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID · dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar iman. Dalam soal amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman ... teman-teman

3

Permasalahan-permasalahan di atas sangat disadari oleh para pemikir-

pemikir Islam mulai dari zaman klasik hingga kontemporer, termasuk pemikir-

pemikir Islam di Indonesia. Di antara mereka berusaha memberikan sumbangan

pemikiran dan berusaha memberikan solusi alternatif untuk menjawab

permasalahan-permasalahan menyangkut konsepsi dasar tentang iman tersebut.

Salah satu tokoh intelektual Islam Indonesia yang memberikan perhatian terhadap

persoalan iman dan hubungannya dengan aspek sosial adalah Nurcholish Madjid.

Ia adalah salah satu pembaru pemikiran Islam Indonesia yang berusaha

menghubungkan sudut pandang teologis dengan sudut pandang ilmu pengetahuan

dan sosial.

Pembaruan yang diusung oleh Nurcholish Madjid sangat menarik karena

berpangkal pada aspek teologis sebagai pijakan utamanaya, yakni dengan

melakukan penerjemahan kembali konsep dan doktrin keimanan yang sebelumnya

sudah dianggap baku. Tujuan utama pembaruan yang dilakukan oleh Nurcholish

Madjid ialah mengubah pola pikir masyarakat Muslim menjadi lebih maju,

toleran, dan terbuka. Nurcholish Madjid memandang bahwa agar ajaran agama

relevan dengan kehidupan modern dan dapat mengefektifkan fungsinya sebagai

makna hidup, maka diperlukan suatu bentuk reinterpretasi dan reaktualisasi

terhadap ajaran agama.4 Reinterpretasi paling dasar terhadap ajaran Islam tersebut

meliputi pemaknaan kembali terhadap konsepsi iman.

Sebagaimana telah disebutkan di awal bahwa fokus tulisan ini adalah

membahas pandangan Nurcholish Madjid mengenai iman dan hubungannya

4 Bj. Habibie, Nurcholish Madjid, dkk, Membangun Masyarakat Indonesia Abad XXI,

(Jakarta: ICMI, 1991), 215.

Page 14: IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID · dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar iman. Dalam soal amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman ... teman-teman

4

dengan tiga hal, yakni hubungan iman dengan amal saleh, hubungan iman dengan

desakralisasi, dan hubungan iman dengan titik temu agama-agama. Sebagai

pendahuluan, kiranya perlu disampaikan sepintas tentang tiga hal tersebut dalam

pandangan Nurcholish Madjid. Mengenai hubungan iman dan amal saleh,

Nurcholish Madjid mengatakan,

Iman yang pribadi itu membawa akibat adanya amal saleh yang

memasyarakat. Sebab, kebenaran bukanlah semata-mata persoalan

kognitif.5

Kutipan di atas jelas menunjukkan bahwa meskipun pada dasarnya iman

merupakan hal yang bersifat individu dalam setiap orang, akan tetapi pada

sejatinya iman harus memiliki implikasi positif terhadap lingkungan sosial yang

menyangkut hubungan manusia dengan alam atau hubungan manusia dangan

sesama manusia. Implikasi positif itulah yang oleh Nurcholish Madjid disebut

dengan “amal saleh.” Secara sederhana dapat dikatakan bahwa dalam pandangan

Nurcholish Madjid semestinya kepercayaan kepada Tuhan memiliki dampak

kepada perbuatan yang baik.

Perbuatan baik atau amal saleh yang dimaksud tidak hanya berlaku untuk

hal-hal yang menyangkut hubungan antar sesama manusia, tetapi juga harus

teraplikasikan pada cara pandang manusia terhadap alam. Bagi Nurcholish Madjid

hal demikian itu juga memiliki landasan teologis yang sangat kuat di dalam Islam

dan ini sangat erat kaitannya dangan konsepsi dasar tentang iman. Mengenai

bagaimana cara pandang orang beriman terhadap dunia Nurcholish Madjid

mengatakan,

5 Nurchlolish Madjid, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan (Bandung: Mizan, 1988),

157.

Page 15: IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID · dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar iman. Dalam soal amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman ... teman-teman

5

Dengan tawḥīd seorang animis—yakin terhadap satu Tuhan—

diajarkan untuk melihat semua benda-benda ini sebagaimana

adanya...Benda-benda itu dengan demikian diduniawikan atau

disekularisasikan.6

Inti dari sekularisasi yang diinginkan oleh Nurcholish Madjid,

sebagaimana diungkapkan oleh H.M. Rasjidi, ialah memahami masalah-masalah

dunia dengan rasio. Sementara itu, Nurcholish Madjid juga memandang bahwa

terdapat konsistensi antara rasionalisasi dengan desakralisasi.7 Dengan demikian,

Nurcholish Madjid berusaha menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang erat

antara tawḥīd—konsepsi iman—dengan sekularisasi dan desakralisasi yang

dimaksud. Kata kunci terpenting dari pemikiran Nurcholish Madjid di atas adalah

bagaimana hubungan antara iman dengan gagasan sekularisasi dan desakralisasi

yang dia gagas.

Pada dasarnya, sekularisasi dan desakralisasi yang diinginkan oleh

Nurcholish Madjid merupakan gagasan epistemologis agar masyarakat Islam,

khususnya di Indonesia, menyadari bahwa ada pemisah yang tegas antara

epistemologi keagamaan dan cara memahami hal-hal yang bersifat duniawi.

Sebenarnya, tulisan mengenai gagasan Nurcholish Madjid di atas—khususnya

tentang sekularisasi—sudah sangat banyak ditulis. Akan tetapi, di antara beberapa

tulisan yang ditemui banyak yang menyoroti hal tersebut dari aspek epistemologi

dan politik yang seakan-akan lepas dari sentuhan teologis. Padahal, Nurcholish

Madjid sendiri berusaha menghubungkan gagasan sekularisasi dan desakralisasi

6 Nurcholish Madjid, Isalam Kemodernan dan Keindonesiaan, 225.

7 H.M. Rasjidi merupakan tokoh penting yang menolak gagasan Nurcholish Madjid

tenatang seklularisasi dan desakralisasi. Oleh karena itu, H.M. Rasjidi memberikan kritik tajam

atas pandangan Nurcholish Madjid. H.M. Rasjidi berusaha menyimpulkan gagasan-gagasan yang

dibangun oleh Nurcholish Madjid. Baru kemudian memberikan kritik. H.M. Rasjidi, Koreksi

terhadap Drs. Nurcholis Madjid tentang Sekularisasi (Jakarta: Bulan Bintang, 1972), 22-3.

Page 16: IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID · dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar iman. Dalam soal amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman ... teman-teman

6

yang dimaksud dengan aspek teologis. Dengan kata lain, Nurcholish Madjid

memandang bahwa sekularisasi dan desakralisasi dibangun atas dasar tawḥīd yang

kuat. Barangkali ranah inilah yang sangat sedikit disentuh oleh para pemerhati

pemikiran tokoh pembaru ini.

Seorang yang beragama—beriman—juga harus memiliki sifat menghargai

sikap keberagamaan orang lain.8 Perbedaan agama tidak harus disikapi dengan

rasa benci yang nantinya akan menimbulkan perpecahan. Menurut Nurcholish

Madjid pada dasarnya setiap agama menuju satu kebenaran. Nurcholish Madjid

mengatakan,

Begitulah ajaran tentang hubungan dan pergaulan berdasarkan

bahwa setiap agama dengan cara dan jalannya sendiri-sendiri

mencoba berjalan menuju kebenaran.9

Melihat ungkapan di atas, sepintas kita akan menganggap bahwa bagi

Nurcholish Madjid iman itu bersifat inklusif dan terbuka untuk menerima

keyakinan orang lain sebagai sebuah kebenaran. Dengan kata lain, semua agama

itu adalah sama, yakni menuju kebenaran. Inilah sebenarnya hal yang juga cukup

penting untuk diungkap lebih jauh, karena banyak orang menuding bahwa dalam

pandangan Nurcholish Madjid semua agama itu adalah benar dan setiap orang

bisa memilih agama mana yang dikehendaki. Padahal kita harus ekstra hati-hati

untuk menyimpulkan persoalan di atas. Jika memang demikian, hal yang harus

kita pahami secara serius adalah dalam konteks apakah setiap agama dapat

dipandang memiliki satu titik temu. Apakah dalam hal yang bersifat teologis, atau

8 Ruslani, “Cak Nur, Islam, dan Pluralisme” dalam Nur Achmad (ed.), Pluralitas Agama,

45-50. 9 Nurcholish Madjid, “Etika Beragama dari Perbedaan Menuju Persamaan” dalam Nur

Achmad (ed.), Pluralitas Agama, 4.

Page 17: IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID · dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar iman. Dalam soal amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman ... teman-teman

7

dalam hal yang bersifat sosiologis. Lepas dari dua kemungkinan tersebut, yang

jelas Nurcholish Madjid lagi-lagi mendasarkan pandangan tersebut pada prinsip

iman.

Beberapa masalah yang telah disinggung di atas—amal saleh, sekularisasi

dan desakralisasi, dan titik temu agama-agama—menunjukkan bahwa tiga

masalah tersebut memiliki hubungan yang sangat erat dengan prinsip iman.

Dengan kata lain bahwa Nurcholish Madjid ingin menunjukkan bahwa pandangan

tersebut dibangun atas prinsip iman dalam Islam. Tiga persoalan di atas jelas

bukan tema yang asing ketika membicarakan pemikiran Nurcholish Madjid. Akan

tetapi, seperti yang telah diungkapkan sebelumnya, dalam batas-batas tertentu,

masalah tersebut tidak pernah selesai untuk diperbincangkan.

B. Permasalahan

1. Identifikasi Masalah

Pertama, pokok pembahasan dalam tulisan ini menganalisis konsepsi iman

Nurcholish Madjid. Oleh karena itu, tidak menutup kemungkinan secara lebih jauh dalam

tulisan ini menganalisis dan membandingkan pemikiran Nurcholish Madjid dengan

pemikiran aliran-aliran kalām yang ada dalam Islam. Kedua, dan yang terpenting, yaitu

menganalisis alur pemikiran Nurcholish Madjid tentang hubungan iman dengan amal

saleh, sekularisasi dan desakralisasi, dan titik temu agama-agama.

2. Batasan Masalah

Pertama, keterkaitan iman dengan amal saleh. Persoalan yang dibahas apakah

betul bahwa amal saleh merupakan konsekuensi logis dari keberadaan iman. Kedua,

keterkaitan iman dengan sekularisasi dan desakralisasi, yakni menganalisis pemikiran

Nurcholish Madjid secara lebih jauh bahwa sekularisasi dan desakralisasi dibangun atas

Page 18: IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID · dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar iman. Dalam soal amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman ... teman-teman

8

dasar prinsip iman. Karena, dalam anggapan bahwa konsepsi yang dibangun oleh

Nurcholish tersebut dianggap bertentangan dengan iman. Ketiga, hubungan iman dengan

titik temu agama-agama. Hal paling fundamental untuk diungkap adalah bagaimana

pandangan Nurcholish Madjid bahwa atas dasar iman seseorang akan sampai pada

pemahaman titik temu agama-agama. Apakah “titik temu” yang dimaksud merupakan

kenyataan teologis atau sebagai keniscayaan pluralitas sosial.

3. Rumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan batasan masalah

di atas, selanjutnya permasalahan penelitian ini dirumuskan dalam tiga pertanyaan

berikut:

1. Bagaimana pandangan Nurcholish Madjid mengenai hubungan iman dan amal

saleh?

2. Bagaimana Nurchlolis Madjid memandang hubungan iman dengan sekularisasi

dan desakralisasi?

3. Bagaimana peran iman dalam memahami pluralisme?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian dan penulisan ini memiliki beberapa tujuan. Pertama, berkenaan

dengan persyaratan akademis untuk menyelesaikan Studi Tingkat Sarjana Program Strata

Satu (S1) pada Program Studi Aqidah dan Filsafat Islam, Fakultas Ushuluddin,

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Kedua, untuk memahami

salah satu persoalan terpenting dalam teologi Islam, yakni tentang iman, khususnya

konsepsi iman Nurcholish Madjid. Lebih dari sekedar tujuan di atas, tulisan ini berusaha

memberi penjelasan yang lebih mendetail mengenai beberapa pandangan Nurcholish

Page 19: IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID · dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar iman. Dalam soal amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman ... teman-teman

9

Madjid yang oleh beberapa kalangan masih dipandang tabu, kontradiktif, bahkan

dianggap bertentangan dengan akidah Islam.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan persepsi baru dan berusaha

memberikan penjelasan yang bertanggungjawab mengenai pemikiran Nurcholish Madjid

tentang prinsip amal saleh, sekularisasi dan desakralisasi, serta titik temu agama-agama,

yang mana Nurcholish Madjid mendasarkan tiga persoalan tersebut pada prinsip dasar

dalam Islam, yaitu iman.

Memahami relevansi antara iman dengan amal saleh begitu pula hubungan antara

iman dan konsepsi titik temu agama dapat menumbuhkan sikap dan pandangan bahwa

ḥabl min Allāh dan ḥabl min al-nās merupaka sesuatu yang tidak dapat disahkan dalam

kehidupan sosial-religius. Sementara pemahaman yang mendalam terhadap hubungan

iman dengan sekularisasi dan desakralisasi dapat menumbuhkan sikap kritis bagi umat

Islam dalam memahami dunia. Dengan demikian, masyarakat dapat melahirkan temuan-

temuan baru di bidang ilmu pengetahuan yang nanti sangat bermamfaat untuk

perkembangan kehidupan manusia.

D. Tinjauan Pustaka

Penelitian pemikiran Nurcholish Madjid bukanlah hal yang baru. Kajian

dan eksplorasi terhadap figur intelektual Muslim Indonesia ini telah berlangsung

sejak lama. Banyak sekali peminat untuk mendalami pemikiran-pemikirannya.

Beberapa karya yang terdapat di dalam dunia akademisi UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta yang berupa skripsi antara lain yang pertama, oleh Anwar Sodik berjudul

“Tauhid dan Nilai-nilai Kemanusiaan dalam Pandangan Nurcholish Madjid”

(Skripsi, UIN Jakarta, 2008). Anwar Sodik memfokuskan skripsinya terhadap

konsep tauhidnya Nurcholish Madjid yang mengaitkan dengan nilai-nilai

Page 20: IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID · dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar iman. Dalam soal amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman ... teman-teman

10

kemanusiaan. Kedua, karya Sutisna yang berjudul “Gagasan Pluralisme dalam

Pemikiran Nurcholish Madjid” (Skripsi, UIN Jakarta, 2004). Sutisna pun masih

membahas tentang teologi Pluralisme Nurcholish Madjid. Banyak pula buku yang

ditulis mengenai pemikiran Nurcholish Madjid, salah satunya adalah yang ditulis

oleh Sukidi berjudul Teologi Inklusif Cak Nur (Jakarta: PT. Kompas Media

Nusantara, 2001), dalam buku tersebut Sukidi menguraikan bagaimana pemikiran

teologi Cak Nur berdasarkan perspektif filsafat perennial, kemudian Sukidi

mengistilahkan dengan Teologi Inklusif Cak Nur berangkat dari asumsi bahwa

Islam adalah sebagai sikap pasrah kehadirat Tuhan, di mana sikap pasrah inilah

menjadi karakteristik pokok semua agama yang benar. Sangat terlihat sekali

Sukidi hanya melihat Tauhid Nurcholish Madjid dari sisi inklusifnya saja terhadap

agama-agama lain.

Kajian yang sangat populer tentang Nurcholish Madjid adalah disertasi

yang ditulis oleh Budhy Munawwar Rachman “Titik Temu Agama-Agama:

Analisis atas Islam Inklusif Nurcholish Madjid” (Jakarta: Disertasi Sekolah

Tinggi Filsafat Driyarkara, 2014). Tetapi, dalam karya tidak pembahasan secara

khusus mengenai pandangan Nurcholish Madjid tentang iman dengan hubungan

tiga masalah yang menjadi pokok pembahasan dalam skripsi ini.

Dari beberapa judul skripsi dan buku di atas ternyata yang membahas

mengenai “Iman Perspektif Nurcholish Madjid” belum ada. Oleh karena itu sudah

pasti tulisan ini berbeda dari skripsi yang telah ada. Di sini penulis menekankan

kepada iman perspektif Nurcholish Madjid. Dengan demikian penulis merasa

yakin bahwa skripsi ini belum ditulis orang lain.

Page 21: IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID · dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar iman. Dalam soal amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman ... teman-teman

11

E. Metode Penelitian

1. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif

yang artinya berdasarkan data yang didapat dalam sumber data penelitian yang

bersifat kualitatif.

2. Sumber Data

Sumber data penelitian pada karya akademik ini disesuaikan dengan

teknik pengumpulan data, yakni studi kepustakaan, maka sumber-sumber yang

penulis gunakan adalah buku-buku yang ditulis oleh Nurcholish Madjid dan buku-

buku lain yang memuat tentang figur Nurcholish Madjid.

Dalam penelitian skripsi ini, penulis mengacu kepada beberapa karya primer

Nurcholish Madjid dan beberapa karya sekunder yang berkaitan dengan penelitian ini.

Sebagian karya Nurcholish Madjid yang menjadi rujukan utama dalam penelitian ini

adalah Pintu-pintu Menuju Tuhan (Jakarta: Paramadina, 1995), Islam Kemoderenan dan

Keindonesiaan (Bandung: Mizan, 1987), Islam Doktrin dan Peradaban (Jakarta:

Paramadina, 2008),Tradisi Islam: Peran dan Fungsinya dalam Pembangunan di

Indonesia (Jakarta: Paramadina,1997) dan beberapa karya lain yang ditulis olehnya. Di

samping itu penulis menggunakan beberapa karya lainnya sebagai pendukung yang

memiliki relevansi terhadap penelitian skripsi ini.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan penulis untuk mendukung

terciptanya karya akademik ini adalah menggunakan metode penelitian

kepustakaan (library research). Metode ini berupaya mengumpulkan data-data

Page 22: IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID · dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar iman. Dalam soal amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman ... teman-teman

12

yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas, melalui berbagai literatur,

baik sumber primer maupun sekunder.

4. Analisis Data

Adapun pendekatan metodologi penelitian ini bersifat deskriptif dan

analitis kritis. Pendekatan deskriptif ini mengandaikan sebuah uraian yang cermat

dan objektif berdasarkan beberapa sumber yang digunakan. Artinya penelitian ini

ingin mengungkapkan falsafah iman Nurcholish dan peran iman dalam beberapa

aspek kehidupan.

Sedangkan analitis kritis adalah menganalisa serta menilai secara kritis

keseluruhan data yang telah diperoleh melalui pendekatan deskriptif tersebut

sehingga akan teungkap bagaimana iman dalam menghadapi tantangan

modernisme menurut pandangan Nurcholish Madjid.

Teknik penulisan dalam penelitian ini mengacu kepada buku Pedoman

Penulisan Karya Ilmiah tahun 2007 yang diterbitkan oleh CeQda. Sementara

transliterasi mengacu kepada jurnal Ilmu Ushuluddin yang diterbitkan oleh

HIPIUS (Himpunan Peminat Ilmu-Ilmu Ushuluddin).

F. Sistematika Penulisan

Pembahasan tentang iman perspektif Nurcholish Madjid dalam penelitian

ini dibagi dalam beberapa bab.

Bab I merupakan pendahuluan, yang berisi latar belakang masalah,

identifikasi masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,

metode penelitian dan teknik penulisan, tinjauan pustaka dan sistematika

penulisan.

Page 23: IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID · dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar iman. Dalam soal amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman ... teman-teman

13

Bab II mejelaskan tentang biografi Nurcholish Madjid yang mencakup

tentang latar belakang keluarga, riwayat pendidikan dan karya-karya.

Bab III membahas tentang pemikiran Nurcholish Madjid mengenai iman

dan beberapa aspeknya seperti; makna iman, moral, ilmu pengetahuan, dan

pluralisme.

Bab IV membahas tentang bagaimana Nurcholish Madjid menanggapi

hakikat iman, prinsip amal saleh, sekularisasi dan desakralisasi, dan titik temu

agama-agama.

Bab V berisi tentang kesimpulan pemikiran Nurcholish Madjid dan saran-

saran yang mungkin diperlukan untuk bahan perbaikan dan pembahasan lebih

lanjut berkaitan dengan tema penelitian ini.

Page 24: IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID · dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar iman. Dalam soal amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman ... teman-teman

14

BAB II

BIOGRAFI NURCHOLISH MADJID

A. Riwayat Hidup

Pemikiran seorang tokoh tidak lepas dari pengaruh lingkungan keluarga,

sosial, dan pengalaman intelektual yang melatar-belakanginya. Begitu juga

dengan tokoh yang sedang kita analisis pemikirannya saat ini, yakni Nurcholish

Madjid. Oleh karena itu, biografi Nurcholish Madjid sangat perlu dikemukakan

sebelum menganalisis pemikirannya secara lebih jauh. Akan tetapi, tidak semua

hal yang menyangkut riwayat hidupnya diungkapkan secara luas dalam tulisan ini,

kecuali beberapa hal yang dirasa cukup penting.

Nurcholish Madjid dilahirkan di Jombang, Jawa Timur, pada 17 Maret

1939 yang bertepatan dengan 26 Muḥarrām 1358 H. Nurcholish Madjid

dilahirkan dan dibesarkan di tengah keluarga dan lingkungan pesantren yang

sangat sederhana. Ayahnya bernama H. Abdul Madjid,1seorang Kiai alim alumni

pesantren Tebuireng yang diasuh oleh Kiai Hasyim Asy„ari—pendiri Nahdhatul

Ulama (NU)—dan termasuk ke dalam keluarga besar NU, yang secara pribadi

memiliki hubungan dekat dengan Kiai Hasyim Asy„ari.2 Namun, meskipun Abdul

Madjid berasal dari lingkungan NU, secara politik dia memilih berafiliasi kepada

1 Sebenarnya pendidikan resmi Abdul Madjid hanya tamatan Sekolah Rakyat (SR), tetapi

dia memiliki pengetahuan yang luas. Fasih dalam bahasa Arab dan mengakar dalam tradisi

pesantren. Abdul Madjid seringkali dipanggil “Kiai Haji” sebagai ungkapan penghormatan bagi

ketinggian ilmu keislaman yang dimilikinya. Dia sendiri secara pribadi tidak pernah menyebut

dirinya sebagai Kiai dan tidak pernah secara resmi bergabung dengan kalangan “ulama”. Lih. Greg

Barton, Gagasan IslamLiberal di Indonesia: Pemikiran Neo-Modernisme Nurcholish Madjid,

Djohan Effendi, Ahmad Wahib, dan Abdurrahman Wahid, terj. Nanang Tahqiq (Jakarta:

Paramadina, 1999), 72. 2 Kiai Hasyim Asy„ari yang dimaksud adalah salah satu pendiri NU, organisasi Islam

tradisionalis terbesar di Indonesia ini. Lih. Dedy Djamaluddin Malik dan Idi Subandy Ibrahim,

Zaman Baru Islam Indonesia:Pemikiran dan Aksi Politik Abdurrahman Wahid, M. Amien Rais,

Nurcholish Madjid, dan Jalaluddin Rakhmat (Bandung: Zaman Wacana Mulia, 1998), 122.

Page 25: IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID · dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar iman. Dalam soal amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman ... teman-teman

15

partai politik Islam modernis, yaitu Masjumi.3 Ibunya bernama Fathonah yang

merupakan anak dari Kiai Abdullah Sajad, pendiri Pesantren Gringging, Kediri

Jawa Timur.4

Abdul Madjid sendiri merupakan santri dari Kiai Hasyim Asy„ari di

Pesantren Tebu Ireng, Jombang, Jawa Timur, yang dipimpinnya. Lebih dari

sekedar santri, Abdul Madjid menjadi murid yang sangat dipercaya oleh Kiai

Hasyim Asy‟ari karena prestasi belajarnya, terutama di bidang ilmu naḥw dan ṣarf

(ilmu tatabahasa Arab) dan ilmu ḥisāb (ilmu hitung atau matematika). Waktu

menjadi santri di Tebu Ireng, Kiai Hasyim Asy„ari memberikan nama Muhammad

Thahir. Nama Abdul Madjid digunakannya setelah usai melaksanakan ibadah haji

pada tahun 1927. Kedekatan Abdul Madjid dan gurunya, Kiai Hasyim Asya„ari,

dibaratkan hubungan seorang anak dan bapak.5

Karena kedekatan pribadi di atas itulah, Kiai Hasyim Asy„ari

menjodohkan Abdul Madjid dengan cucunya sendiri, Halimah. Pernikahan

Halimah dengan Abdul Madjid berlangsung selama 12 tahun. Akan tetapi,

pernikahan mereka tidak dikaruniai anak. Akhirnya mereka berpisah. Kiai Hasyim

Asy„ari lalu menjodohkan Abdul Madjid dengan Fathonah, putri Kiai Abdullah

Sajad. Fatonah merupakan adik dari Imam Bahri, santri dari Kiai Hasyim Asy„ari

3 Komitmen Abdul Madjid untuk tetap berafiliasi kepada partai Masjumi tidak

tergoyahkan meskipun banyak dari saudara-saudaranya yang berpindah ke NU setelah NU keluar

dari Masjumi. Lih. Greg Fealy dan Virginia Hooker (editor), Voices of Islam in Southeast Asia: a

ContemporarySourcebook (Singapore: ISEAS Publications, 2006), 220. 4 Lih. Ahmad Gaus AF, Api Islam Nurcholish Madjid:Jalan Hidup Seorang Visioner

(Jakarta: Kompas, 2010), 2. 5 Sewaktu Abdul Madjid menjadi murid Kiai Hasyim Asy„ari, Abdul madjid kerap

diminta mengambilkan uang di kantung jas yang ada di Kamar Kiai Hasyim Asy„ari. Ini

merupakan hal yang tidak biasa, terutama bagi masyarakat Jawa, dan hanya bisa terjadi karena

kedekatan pribadi. Abdul Madjid juga sering terlihat sedang memijad tubuh Kiai Hasyim Asy„ari.

Ahmad Gaus AF, Api Islam Nurcholish Madjid, 2.

Page 26: IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID · dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar iman. Dalam soal amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman ... teman-teman

16

di Pesantren Tebu Ireng. Melalui Imam Bahri itulah Kiai Hasyim mengatur

perjododohan Abdul Madjid dan Fathonah.6

Setelah memasuki tahun kedua dari pernikahan mereka, maka lahirlah

Nucholish Madjid. Pasangan H. Abdul Madjid dan Fathonah memberikan nama

kepada anak sulungnya itu Abdul Malik. Perubahan nama menjadi Nurcholish

Madjid kemudian terjadi pada usia 6 tahun karena Abdul Malik kecil sering sakit-

sakitan. Sebagaimana dalam tradisi Jawa, anak kecil yang sering sakit dianggap

“kebotan jeneng” atau keberatan nama. Karena alasan itulah kemudian Abdul

Malik diganti nama menjadi Nurcholish Madjid. Di samping alasan itu,

Nurcholish Madjid sendirilah yang meminta agar namanya diganti. Akan tetapi,

tidak ada keterangan yang jelas dari mana nama Nurcholish Madjid diambil.

Yang jelas, Madjid, adalah nama belakang dari Ayahnya.7 Belum Nurcholish

berumur dua tahun, dia memiliki seorang adik yang diberi nama Mukhlishah.

Kemudian menyusul lahir adik perempuan lagi bernama Qani„ah—tetapi ia

meninggal pada usia 15 tahun. Nucholish Madjid kemudian memiliki dua orang

adik laki-laki bernama Saifullah Madjid dan Muhammad Adnan. Sebagaimana

Nurchlish Madjid, kedua adik laki-lakinya itu juga menempuh pendidikan di

Gontor. Akan tetapi, mereka menempuh jalan yang berbeda dari Nurcholish

Madjid yang sangat tertarik pada dunia pemikiran Islam. Saifullah Madjid dan

6 Lih. Ahmad Gaus AF, Api Islam Nurcholish Madjid, h. 2. Lih. juga Dedy Djamaluddin

Malik dan Idi Subandy Ibrahim, Zaman Baru Islam Indonesia:Pemikiran dan Aksi Politik

Abdurrahman Wahid, M. Amien Rais, Nurcholish Madjid, dan Jalaluddin Rakhmat (Bandung:

Zaman Wacana Mulia, 1998), 122. 7 Ahmad Gaus AF, Api Islam Nurcholish Madjid, 2.

Page 27: IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID · dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar iman. Dalam soal amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman ... teman-teman

17

Muhammad Adnan lebih tertarik pada dunia bisnis setelah menyelesaikan

pendidikannya.8

Sebagai anak dari tokoh yang memiliki wawasan cukup luas dalam bidang

agama Islam, Nurcholish Madjid memiliki kesempatan besar untuk banyak belajar

dari orang tuanya yang secara otomatis banyak memberikan pengaruh kepada

Nurcholish Madjid, baik dalam hal keilmuan ataupun motivasi dalam menuntut

ilmu. Hal ini seperti dituturkan sendiri oleh Nurcholish Madjid bahwa orang

tuanya telah mewarisi semangat hobi membaca kepadanya.

Membaca buku bagi saya merupakan hobi. Setiap mau tidur saya

selalu membaca dan ini saya warisi dari ayah saya. Waktu kecil

saya sering tidur di samping ayah, sebelum tidur dia selalu

membaca sambil merokok. Cara ayah mensosialisasikan kebiasaan

membaca pada saya tersebut, terulang pada anak-anak saya

(kecuali tidak sambil merokok).9

Disamping mewarisi kegemaran membaca, ayah Nurcholish Madjid juga

menurunkan sifat disiplin, religius, moralis, dan kritis.10

Karena Nurcholish

Madjid sangat gemar membaca tidak heran apabila Ahmad Wahib—sahabat

Nurcholish Madjid—menyatakan bahwa buku adalah pacar pertama Nurcholish

Madjid.11

Berkat hobi membacanya ini, Nurcholish Madjid memiliki “bekal” yang

cukup kuat untuk menganalisis berbagai sumber ilmu pengetahuan, baik Islam

maupun Barat, yang sangat berpengaruh terhadap pemikirannya.

Nurcholish Madjid mendapatkan pendidikan dasar di Sekolah Rakyat (SR)

Mojoanyar. Selain belajar di SR, dia juga belajar di Madrasah Ibtidaiyah al-

8 Ahmad Gaus AF, Api Islam Nurcholish Madjid, 3

9 Malik dan Ibrahim, Zaman Baru, 126.

10 Marwan Saridjo, Nurcholish Madjid: di antara Sarung dan Dasi & Musdah Mulia

tetap Berjilbab (Jakarta: Ngali Aksara dan Paramadina, 2005), 5. 11

Djohan Effendi dan Ismed Natsir (penyunting), Pergolakan Pemikiran Islam: Catatan

Harian Ahmad Wahib, Jakarta: LP3ES, 1981, 160-67.

Page 28: IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID · dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar iman. Dalam soal amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman ... teman-teman

18

Wathaniyah yang dikelola oleh orang tuanya sendiri di Mojoanyar, Jombang.

Pada masa pendidikan dasar inilah Nurcholish Madjid sudah menampakkan

kecerdasannya dengan berkali-kali menerima penghargaan atas prestasinya. Hal

ini menimbulkan rasa malu dan rasa kagum ayahnya karena kedudukan sang ayah

saat itu sebagai pendiri dan pengajar di Madrasah al- Wathaniyah.12

Madrasah al-Wathaniyah pada awalnya merupakan sekolah pelengkap

untuk membekali anak-anak dengan pendidikan yang memadai yang tidak didapat

di SR. Untuk tujuan itu, Nurcholish mengenyam pendidikan rangkap. Pagi hari

dia sekolah di SR dan sore hari belajar di sekolah al-Wathaniyah. Guru-guru di

SR semuanya beragama Kristen. Karena itu, salah seorang pamannya pernah

melarang Nurcholish Madjid belajar di SR, tapi dia tidak memberikan solusi. Oleh

karena itu, ayahnya berusaha mengimbangi arus pendidikan sekuler dengan

mendirikan al-Wathaniyah, tanpa berusaha untuk menyainginya. Atas

pertimbangan itu, Abdul Madjid tetap membiarkan Nurcholish Madjid bersekolah

di SR. Bagaimanapun ia memandang pengetahuan umum tetap penting. Ia juga

tidak melihat anaknya kesulitan untuk menjalani pelajaran pagi dan sore hari. Hal

ini terlihat dari nilainya yg rata-rata baik, terutama ilmu hitung atau aljabar yang

selalu mendapat nilai tinggi. Pada saat yang sama Nurcholish Madjid juga mampu

dengan mudah menguasai pelajaran di madrasah seperti tata-bahasa Arab (nahw

dan sarf). Di SR Nurcholish belajar ilmu bumi dan ilmu umum lainnya. Pada saat

12

Malik dan Ibrahim, Zaman Baru, 123.

Page 29: IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID · dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar iman. Dalam soal amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman ... teman-teman

19

yang sama dia tidak merasa kesulitan untuk menghafal beberapa kitab seperti ‘A

īdah al-‘Awwām dan al-‘Imriṭī.13

Berdasarkan latar belakang pendidikan di atas, dapat diketahui bahwa

sejak kecil Nurcholish Madjid telah menerima dua sistem pendidikan, yaitu

pendidikan umum yang di dapatkan di SR dan pendidikan agama yang didapatkan

di madrasah al-Wathaniyah yang dikelola oleh ayahnya sendiri. Dengan demikian,

Nurcholish Madjid sangat mudah beradaptasi dengan dua macam bidang

keilmuan sekaligus, yaitu pengetahuan umum dan agama. Sistem pendidikan ini

tentu sangat berpengaruh terhadap perkembangan pemikirannya selanjutnya.

Setelah tamat dari sekolah dasar pada tahun 1955—usia Nurcholish

Madjid saat itu kurang lebih 14 tahun—ayahnya menganjurkan agar Nurcholish

Madjid melanjutkan pendidikannya di Darul Ulum Rejoso, Jombang. Pesantren

Darul Ulum adalah sebuah pesantren yang didirikan oleh rekan ayahnya waktu di

pesantren Tebu Ireng, yaitu Kiai Romli Tamim. Ketika Nurcholish Madjid belajar

di pesantren tersebut, waktu itu ada salah seorang Kiai di sana sering menyindir

Nurcholish Madjid. Katanya “Wah rupanya ada anak Masyumi yang kesasar”.

Nurcholish Madjid kemudian menceritakan hal tersebut kepada ayahnya. Kiai

Madjid menanggapi ini sangat serius. Ia kemudian memanggil Nyai Fathanah,

istrinya, lalu menerangkan alasannya mengapa ia tetap bergiat di Masyumi justru

karena “fatwa” Kiai Hasyim Asy„ari. Menurut Abdul Madjid, Kiai Hasyim

Asy„ari sebelum meninggal pada tahun 1947 pernah mengeluarkan fatwa bahwa

satu-satunya partai politik Islam di Indonesia yang sah adalah Masyumi. Dan Kiai

13

Ahmad Gaus AF, Api Islam, 7-8.

Page 30: IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID · dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar iman. Dalam soal amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman ... teman-teman

20

Hasyim tidak pernah mencabut fatwa tersebut sampai wafatnya. Sebab itulah Kiai

Madjid tidak ikut keluar dari Masyumi pada saat NU tahun 1952 memutuskan

kembali ke khiṭṭah agar tidak berpolitik praktis dengan cara keluar dari partai

Masyumi.

Setelah kira-kira Nurcholish Madjid belajar dua tahun di Darul Ulum,

akhirnya Nurcholish Madjid dipindahkan oleh ayahnya ke Pondok Modern Darus

Salam Gontor di Ponorogo, Jawa Timur.14

Waktu itu Gontor dicitrakan sebagai

pesantren Masyumi. Jadi pilihan Abdul Madjid cukup alami, karena memang ia

mengira pesantren tersebut adalah pesantren Masyumi. Padahal ternyata pesantren

itu bukanlah pesantren Masyumi. Para pendirinya bukan dari orang-orang

Masyumi para siswanya juga berasal dari berbagai macam golongan. Sangat

heterogen dan majemuk. Pesantren tersebut dikenal sebagai institusi pendidikan

yang menghargai pluralitas mazhab dan juga sistem pendidikan satu-satunya di

pulau Jawa yang telah menerapkan pendidikan sistem modern yang sesuai dengan

zaman, yang mengajarkan dua bahasa bertaraf Internasional yakni bahasa Inggris

dan bahasa Arab.

Dengan menimba ilmu di lembaga pendidikan yang mengajarkan dua

metode pendidikan, sebagaimana yang dia peroleh pada masa pendidikan

dasarnya, maka Nurcholish Madjid memiliki kelebihan dalam penguasaan

khazanah ilmu-ilmu keislaman dan umum. Selain itu, penguasaannya terhadap

bahasa Arab dan bahasa Inggris memudahkannya untuk mempelajari buku-buku

asing—baik Arab maupun Inggris—dan kitab-kitab klasik (kitab kuning). Hal ini

14

Selain ideologi politik, alasan lainnya adalah faktor kesehatan (Nurcholish Madjid,

Dialog Keterbukaan, 271.

Page 31: IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID · dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar iman. Dalam soal amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman ... teman-teman

21

sangat membantu Nurcholish Madjid dalam mengembangkan wawasan

keilmuannya karena khazanah keilmuan Islam umumnya ditulis dengan bahasa

Arab dan ilmu-ilmu modern ditulis dengan bahasa Inggris. Di Gontor Nurcholish

Madjid juga belajar kitab-kitab fikih klasik yang menampilkan wawasan

perbandiangan madzhab seperti kitab fikih karya failasuf dari Spanyol, Ibn Rusyd,

yang berjudul Bidāyah al-Mujtahid.15

Di sinilah Nurcholish Madjid terlatih untuk

berpikir komparatif dalam memandang ilmu-ilmu keislaman dan tidak mudah

terjebak dalam fanatisme madzhab.

Karena kecerdasannya di Gontor, pada tahun 1960, pimpinan Pesantren

Gontor, KH. Zarkasyi, bermaksud mengirim Nurcholish Madjid ke Universitas

Al-Azhar, Kairo, ketika dia telah menamatkan belajarnya. Tetapi karena di Mesir

saat itu sedang terjadi krisis Terusan Suez, keberangkatan Nurcholish Madjid

mengalami penundaan. Sambil menunggu keberangkatan ke Mesir itulah,

Nurcholish Madjid mengajar di Gontor selama satu tahun lebih. Namun, waktu

yang ditunggu-tunggu Nurcholish Madjid untuk berangkat ke Mesir ternyata tak

kunjung tiba. Belakangan terdengar kabar bahwa kala itu di Mesir sulit

memperoleh visa, sehingga tidak memungkinkan Nurcholish Madjid pergi ke

Mesir. Nurcholish Madjid sendiri memang sempat kecewa. Tetapi, KH. Zarkasyi

bisa “menghibur”-nya dan rupanya dia tidak kehilangan akal. Lalu dia mengirim

surat ke Institut Agama Islam Negeri (IAIN sekarang UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta dan meminta agar Nurcholish Madjid bisa diterima di lembaga pendidikan

tinggi Islam tersebut. Maka, berkat bantuan salah seorang alumni Gontor yang ada

15

Ahmad Gaus AF, Api Islam Nurcholish Madjid, 17.

Page 32: IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID · dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar iman. Dalam soal amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman ... teman-teman

22

di IAIN Jakarta, Nurcholish Madjid kemudian diterima sebagai mahasiswa di

sana, meskipun tanpa menyandang ijazah negeri.16

Di IAIN Jakarta, Nurcholish Madjid kemudian memilih memasuki

Fakultas Adab, Jurusan Sastra Arab yang pada waktu itu program pokoknya

adalah sastra Arab dan sejarah pemikiran Islam.17

Dengan memilih IAIN sebagai

tempat kuliahnya, Nurcholish Madjid memiliki akses yang luas terhadap sumber-

sumber khazanah intelektual Islam karena IAIN merupakan salah satu lembaga

pendidikan tinggi Islam terpenting di Indonesia.

Selama menjadi mahasiswa, Nurcholish Madjid sempat bergaul dengan

Buya Hamka. Hal ini bisa terjadi disebabkan dia tinggal di asrama Masjid Agung

al-Azhar di mana Buya Hamka berada dan biasa menjadi imam di masjid itu. Di

samping itu, Nurcholish Madjid pernah beberapa tahun menjadi staf editor Panji

Masyarakat yang didirikan dan diasuh oleh Buya Hamka.18

Dia sempat menjalani

hubungan dekat dengan Buya Hamka selama lebih kurang 5 tahun.19

Kedekatan

hubungannya dengan Buya Hamka nampak dalam perkataannya, “Beliau (Buya

Hamka) tempat saya berdiskusi dan menyelesaikan problem pribadi.”20

Pergaulan

yang cukup lama dengan Buya Hamka secara tidak langsung membawa dampak

16

Malik dan Ibrahim, Zaman Baru, 123-24. 17

Komaruddin Hidayat, “Kata Pengantar” dalam Nurcholish Madjid, Islam Agama dan

Peradaban, xiii. 18

Muhammad Kamal Hassan, Modernisasi Indonesia: Respon Cendekiawan Muslim,

Penerjemah: Ahmadie Thaha (Jakarta: Lingkaran Studi Indonesia, 1987), 153. 19

Komaruddin Hidayat mengungkapkan tentang kedekatan dan kekaguman Nurcholish

Madjid terhadap Buya Hamka. Dalam berbagai forum obrolan maupun dalam perkuliahan di

Paramadina, berulang kali Nurcholish Madjid mengemukakan rasa hormat dan kekagumannya

pada Buya Hamka yang dinilai mampu mempertemukan pandangan kesufian, wawasan budaya,

dan semangat Alquran sehingga dakwah dan paham keislaman yang ditawarkan Buya Hamka

sangat menyentuh dan efektif untuk masyarakat Islam kota. Lihat Komaruddin Hidayat “Kata

Pengantar”, dalam Nurcholish Madjid, Islam Agama Peradaban: Membangun Makna dan

Relevansi Doktrin Islam dalam Sejarah (Jakarta: Paramadina, 1995), vi. 20

Malik dan Ibrahim, Zaman Baru, 129.

Page 33: IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID · dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar iman. Dalam soal amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman ... teman-teman

23

kepada perkembangan wawasan pemikiran Nurcholish Madjid karena selama

pergaulan itulah terjadi tukar-pikiran atau diskusi antara Nurcholish Madjid

dengan Buya Hamka. Pergaulan itu nampaknya juga menyebabkan Nurcholish

Madjid menjadi lebih akrab dengan permasalahan umat Islam

Buya Hamka pada saat itu dikenal sebagai salah satu tokoh umat Islam

yang memiliki pengaruh besar. Dikarenakan besarnya jasa Buya Hamka

kepadanya sangat wajar apabila Nurcholish Madjid berkata, “Saya berterima kasih

sekali kepada Buya.”21

Selama menjalani masa studinya di IAIN Jakarta,

Nurcholish Madjid juga berusaha mengembangkan kemampuan bahasanya, selain

bahasa Arab dan bahasa Inggris yang telah dikuasainya. Untuk itu dia mengambil

kursus bahasa Prancis di Alliance Francaise dan selesai tahun 1962. Selain bahasa

Arab, Inggris, dan Prancis, dia juga fasih dalam bahasa Persia yang diajarkan

dalam perkuliahan di IAIN.22

Dengan beragam bahasa yang dikuasainya dan hobi

membaca yang dimilikinya, maka dia mampu membaca buku yang tidak hanya

terbatas kepada buku-buku keislaman saja (buku berbahasa Arab), seperti buku

tulisan Ibn Taymiyyah, al-Mawdūdī, al-Kindī, al-Ghazālī, Hasan al-Bannā, dan

lain-lainnya, tetapi juga banyak membaca karya-karya ilmuwan Barat dalam

bidang filsafat, sosiologi, dan politik seperti karya Karl Marx, Karl Meinheim,

Arnold Toynbee, Robert N. Bellah, Harvey Cox, Talcott Parson, dan lain-lainnya.

Pada tahun 1968, Nurcholish Madjid menyelesaikan Sarjana Lengkap (Drs.),

dengan judul skripsi: al-Qur’ān: ‘Arabiyyun Lughatan wa ‘Alamiyyun Ma‘nan,

maksudnya adalah al-Qur‟ān dilihat secara bahasa bersifat lokal (bahasa Arab),

21

Malik dan Ibrahim, Zaman Baru, 129. 22

Lih. Barton, Gagasan Islam, 78.

Page 34: IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID · dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar iman. Dalam soal amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman ... teman-teman

24

tetapi dari segi makna bersifat universal.23

Karya ini bisa dibilang luar biasa

dilihat dari perspektif yang terdapat di dalamnya. Dari karya tersebut dapat

diketahui bahwa Nurcholish Madjid dengan berani melakukan analisis filosifis

terhadap al-Qur‟ān sebagai sumber utama ajaran Islam. Hasilnya, adalah

pandangan bahwa secara bahasa al-Qur„ān tidak lepas dari “pengaruh budaya”,

tetapi kandungan maknanya bersifat universal.

Tamat dari IAIN Jakarta Nurcholish Madjid memperoleh kesempatan

melanjutkan studinya ke Chicago, pada tahun 1974. Perjalanan Nurcholish Madjid

didanai oleh Ford Foundation. Ketika itu Fazlur Rahman dan Leonard Binder

berkunjung ke Indonesia untuk pertama kalinya, bertujuan untuk mencari peserta

program seminar dan lokakarya di The University of Chicago.24

Sebenarnya pada awal kedatangannya bukan Nurcholish Madjid yang

dicari oleh Fazlur Rahman dan Leonard Binder, melainkan H.M Rasjidi. Tetapi

atas pertimbangan usia yang terlalu tua akhirnya dibatalkan. Kemudian Leonard

Binder mengambil inisiatif untuk mendorong Nurcholish Madjid mengikuti

seminar dan lokakarya sebagai peninjau yang diselenggarakan oleh University of

Chicago. Di Universitas Chicago Nurcholish Madjid meminta kepada Leonard

Binder agar ia dapat kembali lagi dengan status mahasiswa setelah penelitian

berakhir. Tetapi Nurcholish harus kembali dulu ke Jakarta untuk ikut ambil bagian

dalam pemilu 1977. Maret 1978 Nurcholish Madjid kembali lagi ke Amerika

untuk mengambil program Pasca Sarjana di University of Chicago,di sana Fazlur

Rahman mengajaknya untuk mengambil penelitian di bidang kajian keislaman

23

Komaruddin Hidayat, “Kata Pengantar”, xiii 24

Junaidi Idrus, Rekonstruksi Pemikiran Nurcholish Madjid (Yogyakarta: Logung

Pustaka, 2004), 30.

Page 35: IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID · dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar iman. Dalam soal amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman ... teman-teman

25

(dibawah bimbingannya) daripada kajian Ilmu Politik (dibawah bimbingan

Leonard Binder) yang sejak awal telah direncanakan Nurcholish Madjid.25

Di Chicago, Nurcholish Madjid memperoleh gelar Doktor antara tahun

1978-1984, dengan disertasi yang berjudul ”Ibn Taymiyyah on Kalām and

Falsafah: a Problem of Reason and Revelation (Ibn Taymiyyah dalam Kalām dan

Filsafat: antara Akal dan Wahyu dalam Islam).26

Pada 15 Agustus 2005, Nurcholish Madjid dirawat di RS Pondok Indah

karena mengalami gangguan pada pencernaan. Sebelumnya, pada 23 Juli 2004 dia

sempat menjalani operasi transplantasi hati di RS Taiping, Provinsi Guangdong,

China. Pada hari Senin 29 Agustus 2005, bertepatan dengan 24 Rajab 1426, pukul

14.05 WIB, di Rumah Sakit Pondok Indah, Jakarta Selatan, di hadapan istrinya

Omi Komariah, putrinya Nadia Madjid, putranya Ahmad Mikail, menantunya

David Bychkon, sahabatnya Utomo Danandjaja, Sekretarisnya Rahmat Hidayat,

stafnya Nizar, keponakan dan adiknya, akhirnya Nurcholish Madjid

menghembuskan nafas terakhirnya. Jenazah Rektor Universitas Paramadina itu

disemayamkan di Auditorium Universitas Paramadina di Jalan Gatot Subroto,

Jakarta. Kemudian jenazah penerima Bintang Mahaputra Utama itu

diberangkatkan dari Universitas Paramadina setelah upacara penyerahan jenazah

dari keluarga kepada negara yang dipimpin Menteri Agama, Maftuh Basyuni,

untuk dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata pada hari Selasa,

30 Agustus 2005, pukul 10.00 WIB. Sementara, acara pemakaman secara

kenegaraan di TMP Kalibata dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang

25

Junaidi Idrus, Rekonstruksi Pemikiran Nurcholish Madjid, 32. 26

Junaidi Idrus, Rekonstruksi Pemikiran Nurcholish Madjid, 32.

Page 36: IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID · dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar iman. Dalam soal amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman ... teman-teman

26

Kesejahteraan Rakyat, Alwi Shihab.27

Nurcholish Madjid meninggalkan

pemikiran-pemikiran keislaman yang akan menjadi bahan renungan bagi generasi

intelektual Muslim setelahnya. Pemikiran-pemikirannya itu tidak dapat dipungkiri

memberikan pengaruh yang cukup besar bagi perkembangan umat Islam di

Indonesia. Sebagai sosok yang mencetuskan gagasan Islam kultural pada saat

umat Islam menginginkan terlaksananya syariat Islam atau diakuinya Piagam

Jakarta oleh negara, sosok Nurcholish Madjid terkesan “menyimpang” dari arus

utama aspirasi umat Islam sehingga menimbulkan pro dan kontra dalam umat

Islam. Namun, sebagai manusia gagasan-gagasan Nurcholish Madjid itu tidak

pernah sempurna. Oleh karena itu, gagasan Nurcholish Madjid senantiasa akan

mendapat perhatian dan kritikan dari umat Islam, baik itu yang pro atau pun yang

kontra dengan pemikirannya.

B. Karya-Karya

Sebagai seorang cendikiawan Muslim yang produktif, kita dapat

menelusuri karya-karya ilmiah yang pernah ia tulis, mulai dari yang berbentuk

artikel sampai bebentuk buku yang sering kali dicetak ulang. Dalam tulisan ini

tidak diuraikan karya Nurchlish Madjid secra keseluruhan. Fokus yang ditekankan

dalam tulisan ini lebih pada karya-karyanya yang dianggap mewakili gagasan

sentralnya. Di antara karya-karya Nurcholish Madjid yang telah beredar antara

lain:

27

Dikutip dari berbagai sumber seperti Kompas cetak online, www.kompas.com, dan

www.tokohindonesia.com, Selasa, 30 Agustus 2005, Tempo, 11 September 2005.

Page 37: IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID · dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar iman. Dalam soal amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman ... teman-teman

27

Pertama, Khasanah Intelektual Islam (Jakarta: Bulan Bintang,

1984).Karya ini ditulis oleh Nurcholish Madjid dimaksudkan untuk

memperkenalkan salah satu segi kejayaan Islam di bidang pemikiran, khususnya

yang berkaitan dengan falsafat dan teologi. Nurcholish Madjid dalam buku

tersebut, memperkenalkan tokoh-tokoh Muslim klasik seperti al-Kindī, al-Asy„arī,

alFarābī, al-Afghānī, Ibn Sīnā, al-Ghazālī, Ibn Rusyd, Ibn Taymiyyah, Ibn

Khaldūn, dan Muḥammad „Abduh. Buku ini merupakan sebuah pengantar untuk

membuka wawasan dan kajian yang lebih luas secara lebih mendalam tentang

khazanah kekayaan pemikiran Islam.

Kedua, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan (Bandung: Mizan, 1988).

Dalam buku ini kita bisa melihat gagasan-gagasan Nurcholish Madjid yang

didasarkan kepada sumber utama ajaran Islam yang kemudian melahirkan sebuah

pandangan bahwa Islam selalu mendorong umatnya untuk selalu berkembang dan

dinamis sesuai dengan perkembangan zaman. Dalam buku ini pula Nurcholish

Madjid menyuguhkan perspektif dan sikap masyarakat Indonesia selaku pemeluk

agama Islam.

Ketiga, Islam, Doktrin dan Peradaban: Sebuah Telaah Kritis tentang

Masalah Keimanan, Kemanusiaan dan Kemodernan (Jakarta: Paramadina, 1992).

Buku ini berisi tentang hakikat tauhid dan emansipasi harkat manusia, disiplin

ilmu keislaman tradisional, membangun masyarakat etis serta universalisme Islam

dan kemodernan.

Keempat, Islam Agama Peradaban: Membangun Makna Relevansi

Doktrin Islam dan Sejarah (Jakarta: Paramadina, 1995) Dalam tulisannya

Page 38: IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID · dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar iman. Dalam soal amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman ... teman-teman

28

Nurcholish menuangkan pemikirannya tentang makna dan implikasi penghayatan

iman terhadap perilaku sosial.

Kelima, Islam Agama Kemanusiaan: Membangun Tradisi Visi Baru Islam

Indonesia (Jakarta: Paramadina, 1995) Buku ini berusaha menghadirkan Islam

dengan wajah yang lebih humanis, adil, inklusif dan egaliter. Hanya saja

Nurcholish Madjid menghadirkannya dengan gaya yang lebih universal serta

mempertimbangkan aspek kultural paham-paham keagamaan yang berkembang.

Keenam, Masyarakat Religius (Jakarta: Paramadina, 1997). Buku berisi

tentang Islam dan konsep kemasyarakatan, komitmen pribadi dan sosial, konsep

keluarga Muslim, prinsip medis dan kesehatan keluarga muslim serta konsep

mengenai eskatologis dan kekuatan supraalami.

Ketujuh, Dialog Keterbukaan: Artikulasi Nilai Islam Dalam Wacana

Sosial Politik Kontemporer (Jakarta: Paramadina, 1998). Buku ini merupakan

hasil wawancara, dengan tema yang beragam dan spontan yang meliputi

permasalahan politik, budaya dan pendidikan.

Kedelapan, Cita-cita Politik Islam Era Reformasi (Jakarta: Paramadina,

1999). Isi dari buku ini adalah gagasan pembaruan yang pernah dilontarkan

Nurcholish Madjid dalam berbagai transformasi nilai-nilai al-Qur‟ān dalam

mewujudkan masyarakat Madani.

Karya-karya yang pernah ditulis Nurcholish Madjid, berangkat dari

berbagai pengalaman dan refleksi sosial-filosofis terhadap kondisi umat Islam.

Nurcholish Madjid berusaha menyuguhkan alternatif agar Islam menjadi agama

yang benar-benar melekat dan memiliki fungsi dalam kehidupan baik secara

Page 39: IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID · dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar iman. Dalam soal amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman ... teman-teman

29

individu maupun sosial. Sehingga menurut Nurcholish Madjid Al-Qur‟ān dan

Sunnah perlu diinterpretasikan secara kreatif, kritis namun tetap dengan sikap

yang bertanggung jawab serta dipahami secara keseluruhan dengan menerapkan

metode filosofis sehingga nilai-nilai universal yang dikandungnya mampu

menjadi landasan bagi kehidupan umat, dan dapat dimanifestasikan secara konkret

dalam hidup ini.

Page 40: IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID · dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar iman. Dalam soal amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman ... teman-teman

29

BAB III

IMAN DAN BEBERAPA ASPEKNYA

A. Makna Iman

Sebelum lebih jauh menganalisis pemikiran Nurcholish Madjid tentang

iman sebagaimana telah kita lihat pada rumusan masalah, dalam bab ini kita

membahas beberapa landasan teoritis tentang iman dan beberapa aspekyang

berkaitan dengan masalah yang diangkat untuk dijadikan alat dalam menganalisis

pemikiran Nurcholish Madjid secara lebih jauh.

Secara terminologi, iman berasal dari bahasa Arab īmān, yang merupakan

bentuk ism maṣdar dari kata āmana-yu’minu-īmān. Dalam kamus, kata āmana

bihi disepadankan dengan kata ṣaddaqahu dan wastiqa bihi yang artinya

“mempercayai” atau “beriman kepada sesuatu.”1 Dengan demikian, kata īmān

berarti sebuah “kepercayaan” terhadap sesuatu yang dalam hal ini merupakan

kepercayaan dan keyakinan terhadap Tuhan. Berdasarkan pengertian tersebut,

maka orang yang beriman disebut Mu‘min.

Di dalam al-Qur‟ān banyak sekali kata yang mengandung arti iman seperti

‘āmanū, yu’minūn, mu‘minūn dan sebagainya. Ungkapan tersebut memiliki

konteks yang berbeda-beda. Kitika kita meerujuk makna iman di dalam al-Qur‟ān

tentu memiliki banyak aspek, yang dalam hal ini tidak dijelaskan semua di sini.

Di antara ayat yang paling penting berbicara tentang iman adalah,

Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang

percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya.2

1 A.W. Munawwir, Al-Munawwir (Surabaya: Pustaka Progresif: 1997), hal. 41.

2 Al-Hujurāt (49): 15.

Page 41: IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID · dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar iman. Dalam soal amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman ... teman-teman

30

Ayat di atas secara tandas menyebutkan bahwa iman yang dimaksud

adalah keyakinan terhadap Allah dan Rasul-Nya. Hal ini juga sejalan dengan apa

yang terkandung dalam Ḥadīts masyhur berikut. Suatu ketika Muḥammad ditanya

tentang iman. Nabi menjawab,

Iman ialah jika engkau beriman kepada Allah, para Malaikat-Nya,

para Rasul-Nya, hari akhirat, beriman kepada qadar yang baik dan

yang buruk.3

Ḥadīts di atas menunjukkan bahwa terdapat hal tertentu yang menjadi

objek yang harus diimani. Objek tersebut adalah (1) beriman kepada Allah, (2)

beriman kepada para malaikat, (3) beriman kepada para Rasul, (4) beriman kepada

kiba-kitab Allah, (5) beriman terhadap keberadaan hari akhir, dan (6) beriman

bahwa taqdir baik dan buruk datang dari Allah. Dalam madzhab Ahl al-Sunnah

wa al-Jamā„ah enam perkara tersebut adalah rukun iman yang dianggap mutlak

dan tak dapat diganggu gugat.4 Dengan kata lain, mengingkari salah satu dari

enam hal tersebut bisa dipandang sebagai orang yang tidak beriman.

Di samping pengertian di atas, definisi iman yang paling umun juga

didasarkan kepada Ḥadīts berikut,

Iman adalah meyakini dengan hati, menetapkan dengan lidah, dan

melaksanakan dengan anggota badan.5

Pengertian di atas menunjukkan bahwa iman adalah kepercayaan yang

diyakini dalam hati, diikrarkan dengan lidah atau dengan kata lain orang bisa

dikatakan beriman apabila dia menegaskan dengan ucapan dan perbuatannya.

3 Muslim ibn al-Ḥajjāj, Ṣaḥīḥ Muslim (Riyadh: Bayt al-Afkār al-Dawliyyah, 1998), 37.

4 Muḥammad al-Ghazālī, ‘Aqīdah al-Muslim (Dār al-Kutub al-Islāmiyyah, 1983), 108-09.

5 Ḥadīts ini diriwayatkan oleh Ibn Mājah dari „Alī ibn Abī Tālib, Ḥadīts ke-65 pada bab

tentang iman. Akan tetapi, dari segi kualitas Ḥadīts ini dipandang palsu. Ibn Mājah, Sunan Ibn

Mājah (Riyadh: Maktabah al-Ma„arif, Tt. ) Cet. I, 26.

Page 42: IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID · dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar iman. Dalam soal amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman ... teman-teman

31

Dalam pengertian ini, iman adalah sebuah konsepsi yang kemudian harus diikuti

oleh tindakan.

Dalam perkembangan sejarah teologi Islam, persoalan iman, yakni

pembahasan menyangkut Mu‟min dan kafir sudah lama diperbincangkan. Salah

satu kelompok dari golongan Khawārij memandang bahwa yang dianggap kafir

dan tidak beriman bukan hanya orang yang tidak percaya kepada Allah, tetapi

pelaku dosa besar—seperti membunuh dan berzina—juga dianggap kafir dan

keluar dari Islam.6 Artinya, konsep iman dan kafir dalam pandangan mereka tidak

hanya diukur dari kepercayaannya yang ada dalam hatinya, tetapi juga diukur dari

perbuatannya. Ada pula dari golongan Khawārij yang memandang bahwa iman itu

tempatnya dalam hati, bukan terletak pada ucapan dan perbuatan. Seseorang boleh

menyembunyikan—taqiyyah—keimanannya untuk melindungi diri.7

Jadi,

seseorang boleh mengucapkan kata-kata dan melakukan perbuatan yang

menunjukkan lahiriah bukan Islam, tetapi pada hakikatnya mereka beriman.

Mengenai pelaku dosa besar, kelompok Murji„ah memandang bahwa dia

tetap dipandang mu‟min dan tidak keluar dari Islam. Adapun masalah

hukumannya terserah kepada Allah.8 Menurut Abu Ḥanīfah—yang dipandang

sebagai salah satu tokoh Murji„ah—iman adalah pengetahuan dan pengakuan

tentang Tuhan, tentang Rasul-Rasul-Nya dan semua apa yang datang dari Tuhan.

Iman juga tidak memilki sifat berkurang atau bertambah. Golongan Murji„ah yang

6 Pendapat ini dikemukakan oleh al-Muḥakkimah—salah satu kelompok dari golongan

Khawārij. Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-Aliran, Sejarah, Analisa Perbandingan (Jakarta:

UI Press, 2010), 16. 7 Pandangan ini dikemukakan oleh kelompok al-Najdah yang juaga merupakan salah satu

golongan dari kelompok Mu„tazilah. Menurut Harun Nasution, kelompok inilah yang pertama

membawa paham taqiyyah dalam sejarah teologi Islam. Harun Nasution, Teologi Islam, hal. 19. 8 Harun Nasutio, Teologi Islam, 25-6.

Page 43: IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID · dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar iman. Dalam soal amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman ... teman-teman

32

agak ekstrim berpendapat, orang Islam yang percaya kepada Tuhan dan

menyatakan kekufurannya secara lisan, tidaklah kufur. Menurutnya, iman dan

kufur tempatnya di dalam hati, tidak berada di bagian lain dari tubuh.9 Semua

pendapat Murji„ah ini menunjukkan, iman atau tidaknya seseorang tidak dapat

diukur dari perbuatannya, melainkan dari keyakinan yang ada dalam hati.

Pandangan serupa di atas juga dikemukakan oleh kelompok Asy„ariyyah.

Abū Ḥasan al-Asy„arī—sebagai pendiri aliran Asy„ariyyah—berpendapat, iman

adalah pengakuan dalam hati tentang keesaan Tuhan dan tentang kebenaran

Rasul-Rasul-Nya serta segala apa yang diajarkannya. Ungkapan secara lisan dan

pelaksanaan rukun Islam merupakan cabang dari iman. Pendosa besar hukumnya

tergantung Tuhan. Boleh jadi Tuhan mengampuni dosanya dan boleh jadi tidak,

tetapi ia disiksa sesuai dengan perbuatannya. Baru kemudian Tuhan memasukkan

ke surga, karena ia tidak mungkin kekal di dalam neraka.10

Pandangan ini juga

menunjukkan bahwa iman tidak sepenuhnya dapat dipandang dari perbuatan.

Secara konseptual, Asy„ariyyah memandang bahwa iman merupakan taṣdīq atau

menerima kebenaran tentang keberadaan Tuhan sebagai kebenaran.11

Dengan kata

lain, kewajiban beriman itu hadir setelah datangnya wahyu.

Berbeda dengan itu, menurut Mu‟tazilah, mengetahui Tuhan (ma‘rifah)

belum cukup dikatakan beriman. Al-Qāḍī „Abd al-Jabbār, sebagaimana

Mu„tazilah berpendapat, orang yang mengetahui Tuhan tetapi melawan kepada-

Nya, bukanlah mu‟min. Iman harus ditunjukkan dengan ‘amal sebagai akibat dari

mengetahui Tuhan. Artinya, iman lebih dari sekedar taṣdīq, ma‘rifah dan ‘amal.

9 Harun Nasution, Teologi Islam, 27-8.

10 Harun Nasution, Teologi Islam, 31.

11 Harun Nasution, Teologi Islam, 148

Page 44: IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID · dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar iman. Dalam soal amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman ... teman-teman

33

Pandangan ini tampak berbeda dengan pandangan-pandangan sebelumnya. Bagi

Mu„tazilah, hususnya seperti yang telah di kemukakan al-Qāḍī „Abd al-Jabbār,

iman bukan sekedar pengakuan, tapi juga perbuatan, dalam arti melaksanakan

segala perintah Tuhan.12

B. Moral

Pengertian iman di atas menunjukkan kepada kita bahwa dalam konteks

teologis, iman selalu dihubungkan dengan perbuatan manusia. Pembahasan

mengenai keterkaitan iman dan perbuatan manusia sangat diperlukan untuk

menganalisis pandangan Nurcholis Madjid tentang hubungan iman dan amal saleh

yang merupakan bagian dari perbuatan manusia. Pembahasan tentang perbuatan

manusia menyangkut baik dan buruk disebut moral atau etika.

Secara umum pengertian moral13

sering disinonimkan dengan etika,14

yang berarti kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, atau cara

berfikir. Dalam kajian filsafat, moral atau etika memiliki banyak definisi. Akan

tetapi, dalam konteks ini kita memandang dengan sangat sederhana bahwa

pengertian yang dimaksud berkenaan dengan perilaku manusia menyangkut baik

atau buruk.

12

Harun Nasution, Teologi Islam, 147. 13

Moral berasal dari kata mos dalam bahasa Latin, bentuk jamaknya mores, yang

artinya adalah tata-cara atau adat-istiadat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, moral

diartikan sebagai akhlak, budi pekerti, atau susila. Secara terminologis, terdapat berbagai

rumusan pengertian moral, yang dari segi substantif materiilnya tidak ada perbedaan. 14

Etika, berasal dari kata ethos dalam bahasa Yunani Kuno, yang berarti

kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, atau cara berfikir. Dalam Kamus Besar

Bahasa Indonesia etika diartikan sebagai (1) ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan

tentang hak dan kewajiban moral (akhlak), (2) kumpulan asas atau nilai yang berkenaan

dengan akhlak, dan (3) nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau

masyarakat.

Page 45: IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID · dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar iman. Dalam soal amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman ... teman-teman

34

Terdapat banyak teori dalam etika yang mempersoalkan pengertian baik

atau buruk. Tetapi kita hanya mengambil salah-satunya, yaitu apa yang dimaksud

dengan etika teologis. Aliran ini berpendapat bahwa yang menjadi ukuran dari

baik buruk perbuatan manusia didasarkan atas dasar ajaran Tuhan15

sebagaimana

terdapat dalam Kitab Suci. Pengertian ini memang masih ambigu, mengingat kita

dihadapkan dengan beragam agama yang mempunyai Kitab Suci sendiri-sendiri,

yang antara satu dengan yang lain berbeda, bahkan boleh jadi bertentangan.

Masing-masing penganut agama mengakui dirinya bersandarkan ajaran Tuhan.

Sebagai jalan keluar dari kesamaran di atas yaitu dengan mengaitkan etika

teologis pada agama tertentu, misalnya etika teologi Islam, Kristen, Yahudi dan

sebagainya. Berdasarkan pandangan ini, maka yang disebut baik dalam Islam

ialah apabila sesuai dengan perintah wahyu atau al-Qur‟ān. Sebaliknya, yang

disebut buruk dalam Islam ialah suatu perbuatan yang tidak sejalan dan

bertentangan dengan wahyu atau al-Qur‟ān. Sekalipun interpretasi baik dan buruk

yang di dasarkan pada al-Qur‟ān itu bentuknya tetap berbeda-beda, corak tersebut

tetap dikategorikan etika teologis karena ukuran baik dan buruk didasarkan

kepada kitab suci, terlepas dari perbedaan interpretasi yang terdapat di dalamnya.

Selanjutnya, bagaimana hubungan perbuatan manusia dengan iman?

Seperti sudah kita lihat sebelumnya, golongan Murji„ah sangat menekankan

makna iman dari segi i‘tiqād atau keyakinan dalam hati seseorang. Oleh karena

itu, menurut mazhab ini, iman itu letaknya di dalam hati. Kalau seseorang sudah

bertekad bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Nabi Muḥammad adalah utusan

15

Marzelah Maksin, Sains Pemikiran & Etika (Kuala Lumpur: PTS Professional, 2006),

30.

Page 46: IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID · dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar iman. Dalam soal amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman ... teman-teman

35

Allah, dia sudah beriman sampai dia mengubah tekadnya tersebut.16

Perkara amal

saleh atau dosa yang diperbuatnya, itu terpisah dari keimanan. Jadi, sekalipun

orang tersebut melakukan perbuatan buruk atau dosa besar, hal itu tidak

memberikan bekas dan muḍārah terhadap keimanannya. Dengan kata lain,

perbuatan fisik terpisah dari iman yang diyakini dalam hati.

Pandangan ini sama sekali berbeda dengan pandangan Khawārij yang

berpendapat bahwa iman harus mendapat legitimasi dari perbuatan fisik.

Konsekuensinya, seorang yang berbuat dosa besar dianggap telah kafir dan tidak

lagi disebut Mu‟min.17

Iman dalam pandangan Khawārij tidak semata-mata

percaya kepada Allah. Mengerjakan segala kewajiban agama juga merupakan

bagian dari keimanan. Segala perbuatan yang bersifat religius merupakan bagian

dari keimanan (al-‘amal juz‘ al-īmān). Dengan demikian, siapapun yang

menyatakan beriman kepada Allah dan Nabi Muḥammad adalah utusannya-Nya,

tetapi tidak melaksanakan kewajiban dan malah melakukan dosa, maka mereka

dipandang kafir atau tidak beriman.18

Mu„tazilah memilki pandangan yang berbeda dari kedua pandangan di

atas. Pandangan Mu„tazilah tentang hubungan iman dan moral dapat kita lihat dari

pandangannya tentang kebebasan manusia dan keadilah Tuhan. Bagi Mu„tazilah,

di samping akal dapat mengetahui Tuhan (ma‘rifah Allah), akal juga dapat

mengetahui baik dan buruk (ma‘rifah al-ḥusn wa al-qubḥ) dan kewajiban

mengerjakan perbuatan baik serta kewajiban menjauhi perbuatan jahat (wujūb

16

Lih. Harun Nasution, Teologi Islam, 25. 17

Harun Nasution, Teologi Islam, 9. 18

Abdur Rozak dan Rosihon Anwar, Imu Kalm (Bandung, Pustaka Setia, 2011), hal. 143.

Page 47: IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID · dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar iman. Dalam soal amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman ... teman-teman

36

i‘tināq al-ḥasan wa ijtināb al-qabīḥ).19

Karena kemampuan akal tersebut, manusia

memiliki kebebasan dalam menentukan tindakannya sehingga secara logis

manusia bertanggung jawab atas semua perbuatannya. Hal ini sejalan dengan

ajaran Mu„tazilah tentang keadilan Tuhan (al-‘adl) serta janji dan ancaman Tuhan

(al-wa‘d wa al-wa‘dī). Bagi Mu„tazilah, Allah tidak dikatakan adil apabila tidak

memberi pahala bagi orang yang berbuat baik dan jika tidak menghukum orang

yang berbuat jahat.20

Keadilan menghendaki agar orang yang bersalah diberi

hukuman dan orang yang berbuat baik diberi upah sebagaimana telah dijanjikan

Tuhan.21

Menurut Asy„ariyyah baik dan buruk tidak dapat diketahui oleh Akal.

Baik dan buruk hanya dapat diketahui melalui wahyu.22

Dengan demikian,

penilaian baik atau buruknya perbuatan manusia hanya dapat diukur dari sesuai

atau tidaknya dengan ajaran al-Qur‟ān.

Dari uraian di atas ada beberapa hal yang perlu kita garis-bawahi

menyangkut keterkaitan iman dengan amal saleh. Pertama, iman tidak memiliki

keterkaitan dengan perbuatan manusia sehingga amal saleh bukan bagian dari

iman. Kedua, iman harus juga tampak dalam perbuatan sehingga amal saleh

merupakan bagian dari iman. Ketiga, perbuatan baik atau amal saleh merupakan

konsekuensi logis dari keimanan.

C. Ilmu Pengetahuan

19

Untuk mengetahui lebih rinci pandangan Mu„tazilah tentang hal-hal yang dapat

diketahui oleh akal, lih. Harun Nasution, Kedudukan Akal dalam Islam (Jakarta: Inti Idayu Press,

1979), hal. 22-6. 20

Harun Nasution, Teologi Islam, 56. 21

Harun Nasution, Teologi Islam, 56. 22

Harun Nasution, Teologi Islam, 87.

Page 48: IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID · dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar iman. Dalam soal amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman ... teman-teman

37

Iman—di samping memiliki hubungan dengan perbuatan manusia—sering

dihubungkan dengan cara pandang manusia terhadap ilmu pengetahuan. Ilmu

pengetahuan yang dimaksud, yakni sains yang pada dasarnya bersifat empiris.

Secara etimologi, ilmu dalam bahasa Inggris disebut sebagai science, yang

merupakan serapan dari bahasa latin scientia, yang merupakan turunan dari kata

scire, dan mempunyai arti mengetahui (to know), yang juga berarti belajar (to

learn).23

Science juga bermakna pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri, tanda-

tanda, dan syarat-syarat yang khas.

Ilmu pengetahuan merupakan sebuah usaha pemahaman manusia yang

disusun dalam satu sistem mengenai kenyataan, struktur, bagian-bagian, dan

hukum-hukum tentang hal-ihwal yang diselidiki (alam, manusia, dan agama)

sejauh yang dapat dijangkau daya pemikiran yang dibantu penginderaan yang

kebenarannya diuji secara empiris, riset, dan eksperimen.24

Sains atau ilmu pengetahuan dikatakan bersifat empiris karena sistem

epistemologinya dibangun atas dasar empirisme. Empirisme adalah aliran

epistemologi yang menganggap bahwa realitas terbatas pada objek-objek yang

hanya dapat diobservasi melalui “pengalaman” indrawi. Aliran ini meyakini

bahwa pengalaman (empiris) merupakan satu-satunya sumber pengetahuan.

Sistem epistemologi ini kemudian mendapat tempat yang sangat subur dalam

proyek pengembangan Ilmu pengetahuan di Barat. Sistem epistemologi ini pada

dasarnya berpihak pada positifis-empiris yang mengesampingkan keberadaan

sebuah konsepsi yang kebenarannya tidak dapat diverifikasi secara ilmiah—dalam

23

The Liang Gie, Pengantar Filsafat Ilmu (Yogyakarta: Penerbit Liberty, 2000), 87. 24

Endang Saefuddin Anshori, Ilmu, Filsafat dan Agama (Surabaya: Bina Ilmu, 1987), 50.

Page 49: IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID · dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar iman. Dalam soal amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman ... teman-teman

38

arti positifis. Oleh karena itu, hal-hal yang berkenaan dengan metafisika dan

keyakinan keagamaan (faith of religion) kadang-kadang sangat dikesampingkan.

Berbeda dari Barat, Islam meyakini berbagai pengetahuan keagamaan—misal

wahyu dan konsepsi keimanan—sebagai otoritas yang diyakini kebenarannya.

Secara ontologis, iman dan ilmu pengetahuan merupakan dua objek yang

berbeda. Keimanan bersifat abstrak-metafisik yang “keberadaan objeknya” dan

“kebenarannya” tidak bisa diverifikasi secara ilmiah dalam arti positif-empiris,

sementara objek ilmu pengetahuan—dalam arti sains—bersifat material yang

pengamatannya dapat dilakukan dan diverifikasi secara indrawi, dan empiris.

Oleh karena itu, jelas bahwa keimanan dan ilmu pengetahuan memerlukan

pendekatan epistemologis yang berbeda.

Persoalan iman—terutama tentang kepercayaan terhadap Tuhan—

merupakan sebuah keyakinan yang tidak menghendaki pembuktian secara ilmiah.

Pada dasarnya secara epistemologis, mutakallim sepakat menempatkan wahyu

sebagai sumber utama pengetahuan religius. Oleh karena, perbedaan epistemologi

dalam ilmu kalām hanya terletak pada perbedaan porsi dan peran akal dalam

menafsirkan teks-teks keagamaan yang sudah dianggap mutlak.

Di samping aspek epistemologi, hubungan iman dan ilmu pengetahuan

juga dapat lihat dari paham sunnatullāh seperti yang dianut oleh Mu„tazilah.

Sebagaimana dijelaskan oleh Harun Nasution, kaum Mu„tazilah menganut paham

bahwa tiap-tiap benda memiliki natur atau hukum alam sendiri dan mempunyai

sifat serta natur sendiri yang menimbulkan efek tertentu menurut natur masing-

masing. Efek yang ditimbulkan tiap benda ialah seperti gerak, diam, warna, rasa,

Page 50: IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID · dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar iman. Dalam soal amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman ... teman-teman

39

bau, panas, dingin, basah, dan kering timbul dari masing-masing natur dari benda

yang bersangkutan. Sebenarnya efek yang ditimbulkan tiap benda itu bukan

perbuatan Tuhan. Perbuatan Tuhan hanyalah menciptakan benda-benda yang

memiliki natur tertentu. Dengan demikian, kaum Mu„tazilah percaya pada hukum

alam atau Sunnah Allāh yang menganut perjalan kosmos dan dengan demikian

menganut paham determinisme. Determinisme ini bagi Mu„tazilah tidak berubah-

ubah sama dengan keadaan Tuhan. Sesuatu yang ada dalam alam semesta berjalan

menurut Sunnah Allāh dan Sunnah Allāh tersebut dibuat Tuhan sedemikian rupa

sehingga sebab yang terdapat di dalamnya memiliki hubungan yang erat. Bagi tiap

sesuatu Tuhan menciptakan sunah tertentu. Misalnya sunah yang mengatur hidup

manusia berbeda dengan sunah yang mengatur tumbuhan.25

Dengan demikian,

paham ini memandang bahwa Tuhan telah menciptakan alam beserta sunnahnya

dan berjalan secara mekanis di mana dalam hal ini Tuhan tidak lagi ikut campur

tangan dalam hukum-hukum alam yang sudah ditetapkannya. Hal ini berbanding

terbalik dengan faham jabariyyah atau fatalisme yang memandang bahwa

kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan tetap berlaku secara penuh terhadap

kebebasan manusia dan hukum alam dan memandang bahwa Tuhan tetap

memiliki campur tangan secara mutlak.

D. Pluralisme

Pada dasarnya semua agama membawa peraturan-peraturan atau hukum-

hukum yang harus dipatuhi oleh setiap pemeluknya. Di dalamnya terdapat

kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan dan larangan-larangan yang harus

25

Harun Nasution, Teologi Islam, 120-21.

Page 51: IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID · dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar iman. Dalam soal amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman ... teman-teman

40

ditinggalkan. Peraturan dan hukum tersebut berfungsi untuk mengatur kehidupan

umat manusia. Hal inilah yang kemudian menimbulkan pandangan bahwa dari

segi moral secara umum setiap agama memiliki tujuan yang sama, yaitu menyeru

kepada kebaikan dan mencegah keburukan atau kejahatan. Dari pengertian ini,

muncul sebuah konsepsi bahwa semua agama memiliki satu cita-cita universal,

yakni “kebaikan” melalui kepercayaan terhadap Tuhan.

Tulisan ini akan meninjau konsepsi “kesatuan” tersebut lebih ditekankan

dari sudut pandang Islam. Hal ini untuk menganalisis pemikiran Nurcholish

Madjid mengenai konsepsi iman dan pandangannya tentang kesatuan agama-

agama. Sebab, argumen-argumen yang dikemukakan Nurcholish Madjid

didasarkan atas pemaknaannya terhadap “Islam.” Oleh karena itu, Islam di sini

terlebih dahulu perlu didefinisikan baik secara etimologis, maupun terminologis.

Secara etimologi, kata Islam berasal dari bahasa Arab yaitu kata salima

yang berarti “selamat.” Dari kata tersebut maka terbetuk kata aslama-yuslimu-

islāmān yang memiliki arti “pasrah, tunduk, patuh, dan taat.” Kata islām

merupakan bentuk maṣdar, sementara fā‘lnya adalah muslimun. Oleh karena itu,

orang yang memeluk agama Islam disebut Muslīm. Di samping itu, dikatakan

bahwa Islam berasal dari kata isti’lamu yang berarti “menyerahkan diri” (Q.s. 3:

83). Islam adalah sikap menyerahkan diri kepada Allah. Manusia harus tunduk

dan menyerahkan diri atas apa yang telah ditentukan oleh Allah. Dikatakan pula

bahwa Islam berasal dari kata al-salām yang berarti “keselamatan” (Q.s. 5: 16).

Artinya agama Islam menjadi sebuah jalan bagi setiap pemeluknya agar

mendapat keselamatan baik keselamatan duniawi, maupun ukhrawi. Dikatakan

Page 52: IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID · dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar iman. Dalam soal amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman ... teman-teman

41

pula berasal dari al-silm yang berarti “damai” (Q.s. 2:208). Artinya bahwa Islam

membawa kedamaian bagi setiap pemeluknya dan merupakan rahmat bagi

seluruh alam. Dikatakan pula bahwa Islam berasal dari kata sālim yang artinya

“bersih” (Q.s. 26:88-89). Islam selalu menyerukan kebersihan baik kebersihan

fisik (jasmani), maupun kebersihan batin (rohani).26

Dari serangkaian pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa Islam berarti

tunduk dan berserah diri kepada Allah, baik secara jasmani maupun rohani,

dengan melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.

Dengan jalan itulah manusia dapat memperoleh kedamaian dan keselamatan baik

di dunia, maupun di akhirat.

Pengertian Islam yang paling umum disandarkan kepada sebuah Ḥadīts

masyhur bahwa suatu ketika Nabi Muḥammad ditanya oleh malaikat Jibrīl

mengenai Islam. Kemudian Nabi Menjawab:

Islam ialah jika engkau bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan

bahwa Muḥammad adalah utusan Allah, engkau mendirikan salat,

berpuasa Ramaḍān, engkau mengeluarkan zakat, melaksanakan haji ke

Bayt al-Ḥarām jika mampu.27

Ḥadīts di atas menunjukkan ciri apa yang disebut dengan Islam. Ciri

tersebut merujuk kepada seperangkat praktik dan ritual yang bersifat lahiriyah.

Artinya, terdapat pengakuan, tindakan, dan ibadah tertentu yang mutlak harus

dilaksanakan. Ciri tersebut adalah: (1) syahādah, yakni pengakuan bahwa tiada

Tuhan selain Allah dan Nabi Muḥammad adalah utusan Allah, (2) melaksanakan

26

Amiem Tohari (ed.), Islam Rahmat bagi Alam Semesta (Ciputat: Alifia Books), 168. 27

Ibn Taymiyyah, Al-Iman, 2.

Page 53: IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID · dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar iman. Dalam soal amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman ... teman-teman

42

salat, (3) mengeluarkan zakat, (4) melaksanakan puasa pada bulan Ramaḍān, dan

(5) menunaikan ibdah haji bagi yang mampu.

Penjelasan di atas menunjukkan bahwa terdapat usur-unsur yang harus

dilaksanakan sehingga seseorang dapat dikatakan Muslim. Unsur baku tersebut

ialah apa kita kenal dengan sebutan “rukun Islam”. Menurut Ibn Taymiyyah,

Ḥadīts tersebut secara tegas menunjukkan bahwa Islam yang didirikan atas lima

perkara di atas merupakan Islam itu sendiri. Artinya, jika Islam dibangun atas

dasar di luar lima perkara di atas, maka hal tersebut tidak sesuai dengan

pengertian dan kaidah Islam yang dibawa Rasul. Bagi Ibn Taymiyyah “rukun

Islam” yang disebut tadi adalah hakikat Islam itu sendiri.28

Dari segi historis, Islam adalah agama wahyu yang diturunkan Allah

kepada Nabi Muḥammad. Islam merujuk kepada sebuah instansi yang mana Nabi

Muḥammad menjadi tokoh sentral sebagai pembawa ajaran tersebut, sementara

kitab al-Qur„ān merupakan sumber utama ajarannya. Singkatnya, Islam adalah

agama yang dibawa oleh Nabi Muḥammad dan al-Qur‟ān merupakan kitabnya.

Kosekuensinya, selain agama yang dibawa Nabi Muḥammad—seperti Kristen dan

Yahudi, meskipun dikategorikan sebagai agama wahyu—tidak bisa disebut Islam.

Secara teologis, setiap pemeluk agama memiliki kecenderungan untuk

mengklaim bahwa hanya agama yang dipeluknyalah yang paling benar, sementara

agama lain dipandang salah bahkan sesat dan tidak akan membawa keselamatan.

Reaksi tersebut muncul dari setiap penganut agama, tidak terkecuali agama Islam.

Reaksi semacam itu kemudian menjadi salah satu pemicu terjadinya ketegangan

28

Ibn Taymiyyah, Al-Iman, 3.

Page 54: IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID · dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar iman. Dalam soal amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman ... teman-teman

43

antar umat beragama. Berdasarkan latar belakang tersebut, muncul beberapa

upaya untuk memberikan solusi alternatif terhadap ketegangan tersebut. Salah

satu upaya yang dilakukan adalah memberikan interpretasi baru terhadap teks-teks

keagamaan dengan tujuan untuk membangun kesadaran pluralitas keagamaan,

menemukan titik temu agama-agama, dan menunjukkan sikap inklusif dalam

memandang agama lain.

Di Barat, ide-ide inklusifisme sudah lama diperbincangkan, seperti bisa

dilihat dari gagasan-gagasan yang dibangaun oleh Frithjof Schuon. Schuon

mengetengahkan pembahasan tentang kesatuan agama-agama pada wilayah

transenden. Schuon mengemukakan bahwa dalam kesadaran eksistensial, manusia

senantiasa akan merindukan “Dia” yang Absolut. Nama-Nya yang agung bisa

ditemukan dalam setiap bahasa, namun seringkali tereduksi oleh berbagai ritual

manusia dalam memuja-Nya. Hal itulah yang disebut Schuon sebagai dimensi

eksoterik, yaitu dimensi agama di mana ritual, dogma, ajaran dan tradisi yang

membedakan agama satu dengan lainnya. Sementara, inti dari agama itu sendiri

adalah dimensi esoteris, yaitu inti spiritualisme untuk menemukan Dia Yang

Abadi. Tapi, sisi ini sering terlupakan oleh hiruk-pikuk keberagamaan manusia.

Pada level inilah menurut Schuon, agama-agama itu menemukan titik temunya.29

Pandangan Schuon di atas turut pula menginspirasi para intelektual

Muslim, seperti Sayyed Hosein Nasr dalam menyuarakan konsepsi kesatuan titik

29

Dari sekian banyak tulisan Schuon berkaitan dengan Filsafat Perennial, karyanya yang

secara khusus membahas tentang kesatuan transenden agama-agama adalah The Transcendent

Unity of Religion (Illinois: Theosopichal Publishing House, 1984). Lih. Abdullah Muslich Rizal

Maulana “Kesatuan Transenden Agama-Agama dalam Perspektif Tasawuf: Kritik atas Pemikiran

Frithjof Schuon” dalam JURNAL KALIMAH, Vol. 12, No. 2, September 2014, Gontor: UNIDA,

199.

Page 55: IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID · dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar iman. Dalam soal amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman ... teman-teman

44

temu agama. Sayyed Hossein Nasr menyatakan bahwa titik temu atau kesatuan

agama merupakan kesatuan transendental yang bersifat metafisik dan melampaui

setiap bentuk dan manifestasi lahiriah.30

Pandangan yang dikemukan oleh Frithjof Shoun dan Sayyed Hosein Nasr

di atas berdasarkan pendekatan filsafat perenial.31

Kalau teori di atas ditarik ke

dalam persoalan titik temu agama-agama, maka dapat disimpulkan bahwa secara

teologis semua agama memiliki satu tujuan untuk mendekatkan diri kepada

Tuhan, meskipun melalui agama yang berbeda-beda dan praktik ritual yang

berbeda-beda.

Di samping pendekatan filsafat di atas, wacana pluralisme atau titik temu

agama-agama juga diupayakan dengan memberikan interpretasi “baru” terhadap

teks-teks keagamaan yang mengandung kecenderungan dipahami secara eksklusif.

Dalam konteks ini, mereka mengacu kepada al-Qur‟ān dan Ḥadīts sebagai

landasan argumennya.

Para pengusung pluralisme berpendapat bahwa perbedaan agama adalah

sebuah keniscayaan. Tuhanlah menghendaki perbedaan makhluk-Nya bukan

hanya dari segi fisikal, melainkan juga dalam ide, gagasan dan keyakinan.

Argumen tersebut didasarkan kepada ayat al-Qur‟ān.

30

M. Syaiful Rahman, “Islam dan Pluralisme” dalam Fikrah, Vol. 2, No. 1, Juni 2014,

Kudus: Ushuluddin STAIN Kudus, 210. 31

Filsafat Perenial meyakini adanya kesatuan abadi yang universal yang bersandar pada

dimensi

esoteris agama-agama. Dimensi esoteris ini, secara konseptual memiliki perbedaan dengan

dimensi eksoterik, di mana dimensi esoteris adalah dimensi batin yang bersifat spiritual, dimensi

eskoterik adalah dimensi lahir agama-agama dalam bentuk ritual, ataupun cabang-cabang lain

yang bersifat sekunder dari agama-agama. Pandangan ini kemudian akan berimplikasi kepada

pemahaman terhadap keabsahan pluralisme agama dalam bentuk legitimasi sufistik. Abdullah

Muslich Rizal Maulana “Kesatuan Transenden Agama-Agama, hal. 199.

Page 56: IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID · dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar iman. Dalam soal amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman ... teman-teman

45

Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang

satu, tetapi mereka Senantiasa berselisih pendapat.32

Ayat di atas ditafsirkan bahwa ketunggalan dalam beragama dan

keyakinan tidaklah dikehendaki Tuhan.33

Serangkaian interpretasi dan pendekatan di atas menunjukkan kepada kita

bahwa terdapat banyak upaya yang dilakukan untuk menyatukan pemahaman

umat beragama bahwa pada dasarnya perbedaan itu merupakan sebuah

keniscayaan. Dari perbedaan tersebut terdapat dimensi-dimensi yang

menunjukkan keberadaan “titik temu” di antara agama-agama yang ada.

Nurcholish Madjid pun ikut andil dalam isu tersebut. Sebagaiman akan kita lihat

pada bab berikutnya. Beberapa pendekatan di atas dapat kita jadikan pegangan

untuk melihat seperti apa pendekatan yang dilakukan Nurcholish Madjid dalam

menyikapi isu tersebut.

32

Q.s. Hūd (11): 118. 33

Abdul Muqsith Ghazali, Argumen Pluralisme Agama, xx

Page 57: IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID · dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar iman. Dalam soal amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman ... teman-teman

46

BAB IV

HUBUNGAN IMAN DENGAN

AMAL SALEH, SEKULARISASI DAN DESAKRALISASI,

DAN TITIK TEMU AGAMA-AGAMA

A. Hakikat Iman

Sebagaimana kita tahu, bahwa inti dari ajaran Islam adalah iman. Hal ini

menyangkut kepercayaan dan keyakinan manusia terhadap Tuhan, sehingga tema

ini selalu penting untuk dibahas terkait konsep dan aktualisasinya. Di sinilah

Nurcholish Madjid berperan penting dalam mengemukakan konsepsi-konsepsi

teologis dan aktualisasinya dalam kehidupan sosial-religious.

Berdasarkan karya-karyanya, bisa dikatakan bahwa Nurcholish madjid

hampir—untuk tidak mengatakan tidak sama sekali—tidak memberikan

pengertian dan rumusan yang menyeluruh dan sistematis tentang apa sebenarnya

hakikat iman. Meskipun Nurcholish Madjid sangat intens berbicara tentang iman,

tetapi pembicaraan tersebut selalu dihubungkan dengan berbagai kasus aktual

seperti sosial, politik, pembaharuan, dan sebagainya. Pengertian hakikat iman

secara fundamental dan sistematis yang ditulis secara khusus tampak “absen” dari

karya-karyanya. Akan tetapi, tidak berarti bahwa pembahasan ini tidak mendapat

perhatian. Kenyataannya, hampir setiap tema yang diangkat dalam tulisan-

tulisannya selalu dihubungkan dengan iman.

Pandangan Nurcholish Madjid tentang hakikat iman salah satunya dapat

kita lihat dari uraiannya tentang sikap manusia berserah diri kepada Tuhan (ber-

islām) yang mengandung berbagai konsekunesi, salah satunya adalah:

Bentuk pengakuan yang tulus bahwa Tuhanlah satu-satunya sumber

otoritas yang serba Mutlak yang menjadi sumber semua wujud yang lain.

Page 58: IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID · dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar iman. Dalam soal amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman ... teman-teman

47

Maka, semua wujud yang lain adalah nisbi belaka.1 Īmān, secara harfiah

bermakna percaya kepada Tuhan. Tidak hanya dalam arti bahwa Tuhan itu

ada, tetapi lebih penting lagi ialah sikap mempercayai atau menaruh

kepercayaan kepada Tuhan.2

Tidak cukup hanya dengan percaya kepada Allah, tetapi juga harus

“percaya” kepada Allah dalam kualitasnya sebagai satu-satunya yang bersifat

keilahian atau ketuhanan dan sama sekali tidak memandang keberadaan suatu

kualitas yang lain yang diserupakan dengan-Nya. Dengan kata lain, seseorang

yang percaya kepada Allah, namun ia masih percaya terhadap sesuatu yang lain

selain Allah, seperti percaya terhadap berhala: menyembah, meminta pertolongan,

perlindungan, keselamatan kepada berhala tersebut, maka orang tersebut tidak

dapat dikatakan orang beriman. Perilaku yang demikian disebut musyrik karena

masih mempercayai sesuatu selain Allah, meskipun pada kenyataannya masih

percaya kepada Allah.3

Nurcholish Madjid juga memberikan pendekatan terminologis terhadap

makna iman tersebut. Nurcholish Madjid menjelaskan,

“Iman” memiliki akar kata yang sama “aman” (Arab: amān, yakni

kesejahteraan dan kesentosaan) dan “amanat” (Arab: amānah, yakni

keadaan bisa dipercaya, atau diandalkan, lawan dari khianat). Karena itu,

“iman” membawa rasa “aman” dan membuat orang mempunyai “amanat.”

Itu tentu lebih daripada hanya “percaya,” dalam arti sekedar percaya

keberadaan Tuhan.4

Berdasarkan pengertian di atas, rasa iman, yang pada dasarnya berada

dalam hati, semestinya memiliki dampak rasa aman bagi orang yang memiliki

iman tersebut.

1 Nurcholis Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban (Jakarta: Paramadina, 2008), 4.

2 Nurcholis Madjid, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan (Jakarta: Paramadina, 2008),

240. 3 Nurcholish Madjid, Pintu-Pintu Menuju Tuhan (Jakarta: Paramadina, 2008), 4-5

4 Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, 94.

Page 59: IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID · dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar iman. Dalam soal amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman ... teman-teman

48

Nurcholish Madjid memandang bahwa iman yang terdapat pada diri setiap

orang tidaklah tetap, selalu berubah, bisa berkurang dan bisa bertambah.

Nurcholish Madjid mengatakan,

Iman pada hakikatnya adalah suatu wujud atau kategori yang dinamis,

artinya dapat berkembang atau menyusut, bertambah atau berkurang, naik

atau turun, menguat atau melemah. Orang beriman namun masih sempat

mengotori imannya dengan kejahatan adalah jelas orang yang imannya

masih lemah.5

Kutipan di atas menunjukkan bahwa menurut Nurcholish Madjid iman itu

bersifat dinamis, bisa berkurang dan bertambah seiring dan tergantung serta dapat

dilihat dari perbuatan manusia. Hal ini juga mengindikasikan bahwa Nurcholish

Madjid menolak sebuah anggapan bahwa iman bersifat tetap, dalam arti tidak

berubah dan tidak dapat ditimbang melalui perbuatan manusia yang tampak secara

lahiriah sebagaimana pendapat Murji„ah. Artinya, orang beriman yang masih

berbuat jahat, bukan berarti orang tersebut tidak beriman, akan tetapi orang

tersebut imannya masih lemah. Atau sebaliknya, iman yang ada pada setiap orang

bisa melemah atau terkotori ketika orang tersebut berbuat dosa.6 Atas dasar itulah

Nurcholis memandang bahwa iman itu bersifat dinamis bisa menguat dan

melemah yang tergantung atau berpengaruh terhadap perbuatan. Dalam hal ini

sangat nampak bahwa Nurcholish Madjid sepakat dengan pandangan

Asy„ariyyah, yakni bahwa iman bersifat dinamis dan tidak tetap.

5 Nurcholish Madjid, Pintu-Pintu Menuju Tuhan, 6.

6 Nurcholish Madjid, Pintu-Pintu Menuju Tuhan, 7.

Page 60: IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID · dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar iman. Dalam soal amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman ... teman-teman

49

Bagi Nurcholish Madjid iman lebih merupakan “penghayatan spiritual”

hasil dari “perhitungan rasional.”7 Ungkapan tersebut menunjukkan bahwa iman

bagi Nurcholish Madjid bukan sekedar taṣdīq, yaitu sekedar menerima sesuatu

yang dikatakan atau disampaikan orang sebagai sebuah kebenaran. Lebih lanjut

Nurcholish Madjid menjelaskan bahwa iman adalah keadaan jiwa atau rohani

yang penuh apresiasi kepada Tuhan. Apresiasi itu ditumbuhkan oleh adanya

penghayatan yang menyeluruh akan sifat-sifat Tuhan sebagaimana tersimpul

dalam al-asmā‟ al-ḥusnā.8 Sikap apresiatif kepada Tuhan merupakan inti dari

pengalaman keagamaan seseorang. Sikap itu disebut takwa. Jadi, takwa Menurut

Nurcholish Madjid adalah semangat atau rasa ketuhanan pada setiap orang yang

beriman. Ia merupakan suatu bentuk tertinggi kehidupan rohani atau spiritual.

Takwa tersebut menurut Nurcholish Madjid dapat ditumbuhkan dan diperkuat

dengan adanya kontak yang kontinyu (berkelanjutan) antara manusia dengan

Tuhan. Kontak tersebut berupa “zikir” dan ibadah formal lainnya yang menjadi

media komunikasi antara manusia dengan Tuhan. Sehingga, zikir dan ibadah-

7 Nurcholish Madjid, “Menyegarkan Faham Keagamaan di Kalangan Umat Islam

Indonesia” dalam H.M. Rasjidi, Koreksi terhadap Drs. Nurcholish Madjid tentang Sekularisasi

(Jakarta: Bulan Bintaang, 1972), 95. 8 Mengenai pandangan Nurcholish Madjid tentang apakah Tuhan memiliki sifat atau

tidak, kita tidak menelusuri secara lebih jauh. Misalnya, apakah Tuhan “Mengetahui melalui sifat-

Nya” atau “Mengetahui melalui esensi-Nya.” Hal ini memang sudah menjadi perdebatan klasik

antara kelompok teologi rasionalis dan kelompok teologi tradisionalis. Kelompok rasionalis

cenderung menganut paham kedua, yakni Tuhan mengetahui melalui esensi-Nya, bukan melalui

sifat-Nya. Dalam salah satu tulisannya Nurcholis Madjid menjelaskan bahwa jika Allah disebut

“bertindak” atau “bersifat” dengan hal-hal yang biasa ditindakkan atau ada “makhluk-Nya” seperti

“senang” (ḥubb), “murka” (ghaḍab),“dendam” (intiqām), dan seterusnya, maka tidak bisa

dibayangkan bahwa Dia bertindak atau bersifat persis seperti yang ada pada makhluk-Nya. Bagi

Nurcholish Madjid penggunaan ungkapan itu hanyalah suatu “persamaan nama” (ism musytarak,

homonim) saja, sedangkan hakekatnya sama sekali berbeda. Itulah yang menurut Nurcholish

Madjid bahwa pada hakikatnya “tindakan” atau “sifat” Tuhan itu adalah “tanpa bagaimana” (bilā

kayfa). Berdasarkan penjelasan ini, maka kita dapat melihat bahwa Nurcholish Madjid lebih

cenderung kepada pendapat kedua, yakni Tuhan “bertindak” bukan melalui “sifat,” melainkan

melalui esensi-Nya. Lih. Nurcholish Madjid, Pintu-Pintu Menuju Tuhan, 108.

Page 61: IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID · dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar iman. Dalam soal amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman ... teman-teman

50

ibadah formal tersebut sangat ditekankan dalam Islam untuk mempererat

hubungan manusia dengan Tuhan.9

Apresiasi ketuhanan dalam intensitasnya secara lebih lanjut menumbuhkan

kesadaran ketuhanan yang menyeluruh dan meliputi, sehingga pada tahap tertentu

manusia dapat mengalami keadaan “bersatu” dengan Tuhan atau dalam bahasa

jawa dikenal dengan istilah manunggaling kawula lan Gusti (bersatunya hamba

dengan Tuhan).10

Persatuan manusia dengan Tuhan yang dimaksud bukan dalam

arti homogen, di mana manusia dan Tuhan tidak dapat dibedakan. Akan tetapi

dalam arti heterogen, di mana manusia dengan Tuhan tetap diyakini sebagai

wujud yang berbeda. Dalam tasawuf “persatuan” tersebut dikenal dengan istilah

al-ittiḥād atau mistycal union.11

Dalam konsepsi ini Allah dipandang sangat dekat

dengan manusia, bahkan dikatakan lebih dekat daripada urat nadi atau pembuluh

darahnya sendiri (aqrabu ilayhi min ḥabl al-warīd).12

Jika apresiasi ketuhanan dan

takwa itu benar-benar ada pada diri seseorang, maka ia sepenuhnya menguasai

jiwa dan sikap batinnya, dimana terdapat sumber motivasi segala kegiatan

hidupnya. Maka, sikap tersebut akan melandasi seluruh kegiatan budaya atau

9 Nurcholis Madjid, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan, 241.

10 Nurcholish Madjid, “Menyegarkan Faham Keagamaan di Kalangan Umat Islam

Indonesia,” hal. 96; IslamKemodernan dan Keindonesiaan, 241. 11

Harun Nasution menjelaskan bahwa kebersatuan manusia dengan Tuhan bisa

mengambil bentuk al-ittiḥād yang disandarkan kepada Abū Yazīd al-Bisṭāmī (874-947 M.), al-

ḥulūl yang disandarkan kepada Ḥusayn Ibn Manṣūr al-Ḥallāj (858-922 M.), dan waḥdah al-wujūd

yang disandarkan kepada Ibn al-„Arābī (1165-1240 M.) Tiga istilah tersebut secara spesifik

mempunyai penjelasan yang berbeda. Namun Harun Nasution melihat ada kesamaan konsepsi dari

ketiga hal tersebut, yaitu bahwa seorang hamba dapat bersatu dengan Tuhan. Lih. Harun Nasution,

Falsafat dan Mistisisme dalam Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 2010), 66-7. 12

Q.s. Qāf (59): 6. Pembuluh darah mengalir dalam tubuh manusia, sementara Allah

dikatakan lebih dekat (aqrabu) daripada sesuatu yang berada dalam diri manusia sendiri. Dengan

demikian, ungkapan yang pas untuk pengertian tersebut adalah Allah “berada dalam diri manusia”

atau “menyatu” dengan manusia. Atas dasar interpretasi inilah konsepsi al-ittiḥād dalam tasauf

menjadi tidak mustahil. Akan tetapi “penyatuan” tersebut tidak dapat dikatakan bahwa manusia

bersatu dalam diri Tuhan atau Tuhan mendiami tubuh manusia. Ungkapan tersebut sebetulnya

untuk menggambarkan bahwa manusia “sangat dekat” dengan Tuhan.

Page 62: IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID · dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar iman. Dalam soal amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman ... teman-teman

51

perilakunya. Jadi, iman, takwa atau rasa ketuhanan itu merupakan dasar hidup dan

pegangan kuat.13

Pengertian yang bercorak tasawuf inilah yamg dimaksud oleh

Nurcholish Madjid bahwa iman yang kuat akan sampai kepada keadaan bersatu

dengan Tuhan.

B. Amal Saleh

Seperti yang sudah kita lihat sebelumnya bahwa dalam pandangan

Nurcholish Madjid iman memiliki hubungan yang sangat erat dengan perbuatan

manusia. Iman pada seseorang akan mendorong orang tersebut untuk selalu

cenderung kepada perbuatan baik atau dalam bahasa Nurcholish Madjid “Iman

yang pribadi itu membawa akibat adanya amal saleh.”14

Istilah kunci yang

digunakan Nurcholish Madjid untuk menjelaskan hubungan antara iman dan amal

saleh adalah apa yang ia maksud dalam ungkapan “apresiasi Ketuhanan” atau

yang ia sebut juga dengan istilah “takwa.”

Sikap yang apresiatif kepada Tuhan itu merupakan inti pengalaman

keagamaan seseorang. Sikap itu juga disebut “takwa.” Jadi takwa adalah

semangat atau rasa ketuhanan pada seorang manusia yang beriman. Ia

merupakan suatu bentuk tertinggi kehidupan rohani atau spiritual.15

Apresiasi ketuhanan atau takwa yang ada pada seseorang akan menjadi

dasar dan pegangan hidup yang kuat. Ketika takwa itu menguasai batin beserta

sikapnya, maka dalam kesucian dan kemurnian rohani ia akan menentukan bentuk

dan dorongan batin atau motivasi bagi seluruh kegiatan hidupnya.16

Secara umum

13

Nurcholis Madjid, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan, 241. 14

Nurchlolish Madjid, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan, 157. 15

Nurcholish Madjid, “Menyegarkan Paham Keagamaan di Kalangan Umat Islam

Indonesia”dalam H.M. Rasjidi, Koreksi terhadap Drs. Nurcholish Madjid, 96. 16

Nurcholish Madjid, “Menyegarkan Paham Keagamaan di Kalangan Umat Islam

Indonesia,” 97.

Page 63: IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID · dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar iman. Dalam soal amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman ... teman-teman

52

takwa ialah sikap patuh dan tunduk kepada Allah sehingga seseorang berupaya

untuk selalu mengikuti perintah-Nya dan menjauhi larangannya.17

Dalam keadaan

tersebut menyadarkan manusia bahwa Tuhan selalu menyertainya di manapun

berada.18

Secara etika (ethics) pandangan moral yang diberikan Nurcholish Madjid

memiliki karakteristik etika teologis, yaitu tindakan moral yang didasarkan pada

perspektif ketuhanan.19

Tujuan yang hendak dicapai, yaitu mencari apa yang

seharusnya dilakukan manusia, dalam hal baik atau buruk, sesuai dengan

kehendak Allah.20

Menurut Nurcholish Madjid pada dasarnya manusia memang memiliki

kecenderungan intrinsik kepada kebaikan, kesucian, dan kebenaran. Hal tersebut

sudah merupakan fitrah diciptakannya manusia. Ini yang dimaksud oleh

Nurcholish Madjid bahwa pada dasarnya manusia itu suci atau ḥanīf sehingga

memiliki kecenderungan kepada kebaikan. Fitrah suci dan sifat ḥanīf inilah yang

menjadikan manusia mendambakan kesucian dan kebenaran mutlak, yakni Allah.

Kecenderungan manusia untuk selalu menuju kepada kebaikan yang bersifat

rohani tersebut dapat terealisasikan dalam bentuk budi sehingga dapat dikatakan

17

Secara terminologis takwa berasal dari bahasa Arab taqwā dari asal kata ittaqā-yattaqī-

ittiqā‟an yang berarti takut. Menurut al-Qusyayrī takwa merupakan seluruh kebaikan, dan

hakikatnya adalah seseorang melindungi dirinya dari hukuman Tuhan dengan ketundukan kepada-

Nya. Pada dasarnya takwa adalah menjaga dari syirik, maksiat, segala keburukan, syubhat, dan

meninggalkan hal-hal yang menyenangkan. Al-Qusyayrī, al-Risālah al-Qusyayriyyah (Lebanon,

Dār al-Kutub al-„Ilmiyyah, 1971), 142. 18

Nurcholish Madjid, “Menyegarkan Paham Keagamaan di Kalangan Umat Islam

Indonesia,” 96. 19

Paul L. Lehmann, Ethics in a Christian Context (New York: Harper & Row Publishers,

1963), 25. Selain disebut dengan etika teosentris, etika yang didasarkan pada pandangan tetang

ketuhanan juga disebut dengan etika etika transenden dan etika teosentris. Lih. J.A.B. Jongeneel,

Hukum Kemerdekaan (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1980), jld. I, 15-6. 20

J. Verkuyl, Etika Kristen Bagian Umum (Jakarta: BPK Gunung Mulia), 17.

Page 64: IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID · dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar iman. Dalam soal amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman ... teman-teman

53

bahwa pada dasarnya manusia adalah makhluk yang berbudi. Apabila apresiasi

ketuhanan atau takwa itu sejalan dengan fitrah kemanusiaannya, maka berarti ia

memperkuat fitrah dan rasa kecenderungannya kepada kesucian. Maka dengan

alasan ini Nurcholish Madjid menyatakan bahwa agama berfungsi untuk

menyempurnakan budi manusia yang luhur, yang secara intrinsik ada padanya.21

Pandangan Nurcholish Madjid bahwa pada dasarnya manusia itu suci

sehingga selalu terdorong untuk mendekatkan diri kepada yang Maha Suci

memiliki corak yang sama dengan pandangan tentang hubungan manusia dengan

Tuhan dalam ajaran mistisisme Islam. Salah satu ajaran dalam mistisisme

mengatakan bahwa manusia yang tersusun dari badan dan roh berasal dari Tuhan

dan akan kembali kepada Tuhan. Tuhan adalah suci dan roh yang datang dari

Tuhan juga suci. Kalau jiwa manusia kotor karena perbuatan dosa, maka dia tidak

dapat kembali kepada Tuhan Yang Maha Suci. Oleh karena itu, manusia dapat

menyucikan jiwanya dengan cara terus menerus melakukan dialog dengan Tuhan

dengan cara memperbanyak ibadah dan menjauhkan diri dari dosa.22

21

Nurcholish Madjid, “Menyegarkan Paham Keagamaan di Kalangan Umat Islam

Indonesia”dalam H.M. Rasjidi, Koreksi terhadap Drs. Nurcholish Madjid, 97-8. 22

Lih. Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya (Jakarta: Bulan Bintang,

2013) jld. I, hal. 24, 30. Akan tetapi, juga banyak pendapat yang mengatakan bahwa ajaran

mistisisme Islam tersebut merupakan pengaruh filsafat dan mistisisme neo-Platonisme. Menurut

neo-Platonisme roh berasal dari Zat Tuhan dan kemudian akan kembali ke Tuhan. Tetapi, dengan

masuknya roh ke dalam materi ia menjadi kotor dan untuk dapat kembali ke tempat asalnya, ia

harus terlebih dahulu disucikan. Tuhan Yang Maha Suci tidak dapat didekati kecuali oleh yang

suci. Penyucian roh terjadi dengan meninggalkan hidup kematerian dan dengan mendekatkan diri

kepada Tuhan sedekat mungkin. Kalau bisa bersatu dengan Tuhan semasa berada dalam hidup di

dunia. Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya (Jakarta: Bulan Bintang, 2012),

hal. 69. Para ahli mengakui bahwa tasauf Islam sangat terpengaruh oleh falsafat neo-Platonisme.

Akan tetapi pengaruh tersebut hanya tampak pada tasauf falsafi (theosophical mysticisme) yang

muncul pada kurun abad ke-3 H., sebagaimana Dzū al-Nūn al-Miṣrī atau yang serupa dengannya.

Islam mulai bersinggungan dengan falsafat Yunani sejak penerjemahan besar-besaran pada masa

pemerintahan „Abbāsiyyah. Tidak menutup kemungkinan bahwa pengaruh pemikiran-pemikiran

Yunani, khususnya falsafat neo-Platonis, meresap ke dalam Islam, termasuk ke dalam ajaran

tasawuf. Indentifikasi tersebut dimunculkan oleh para peneliti Barat, terutama penelitian-penelitian

Page 65: IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID · dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar iman. Dalam soal amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman ... teman-teman

54

Berdasarkan pemaparan di atas sudah jelas bagaimana hubungan antara

iman dan amal saleh. Nurcholish Madjid menjelaskan hubungan antara iman dan

amal saleh dengan bertitik-tolak pada “fitrah kemanusiaan yang suci” dan

“apresiasi Ketuhanan” dimana apresiasi Ketuhanan tersebut hanya dapat dibangun

atas landasan keimanan. Singkatnya, keimanan yang kuat akan membawa pada

moral yang baik atau amal saleh. Persoalannya adalah apa yang dimaksud amal

saleh. Dalam hal ini Nurcholish Madjid menjelaskan bahwa yang dimaksud amal

saleh,

Tidak lain ialah tindakan-tindakan atau amal dan perbuatannya yang serasi

atau saleh dan harmonis dalam hubungannya dengan lingkungan hidup di

sekitarnya, secara menyeluruh, khususnya dalam hubungannya dengan

sesama manusia.23

Lebih lanjut Nucholish Madjid menjelaskan bahwa dengan bertitik tolak

pada budi luhur dari fitrah kemanusiaan yang suci dan diperkuat oleh rasa

apresiasi ketuhanan, maka manusia dapat menciptakan kualitas hidup yang

yang dihasilkan oleh para sarjana Inggris yang lebih menekankan pengaruh neo-Platonisme dalam

perkembangan sufisme. Argumen tersebut diperkuat dengan sebuah penelitian yang menunjukkan

bahwa paham neo-Platonisme telah meresap ke “Timur Dekat” dan karya Plotinos—apa yang

sering disebut dengan “Teologi Aristoteles,” sebenarnya adalah Enneads karya Plotinos—telah

diterjemahkan ke dalam bahasa Arab pada tahun 840 M. Annemarie Schimmel, Dimensi Mistik

dalam Islam, h. 8. Argumen tersebut mendapat sanggahan dari beberapa sarjana lainnya yang

salah satunya diwakili oleh al-Taftazānī. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa Islam

bersinggungan dengan tradisi Persia, Kristen, India, falsafat Yunani dan sebagainya. Akan tetapi

tidak bisa digeneralisasikan bahwa tasauf berasal dari luar Islam. Al-Taftazānī memandang bahwa

tasauf merupakan pengalaman spritual yang bisa dicapai oleh setiap orang. Tidak menutup

kemungkinan pengalaman para sufi memiliki kesamaan dengan orang lain atau dengan ajaran dan

kebudayaan lain. Oleh karena itu, keserupaan antara tasauf Islam dan mistisisme lainnya tidak

menandakan bahwa tasauf Islam mengambil ajaran mistisisme dari di luar agama Islam. Pendapat

al-Taftazānī disandarkan kepada pendapat sarjana besar dalam mistisisme Islam lainnya, seperti

Nicholson, Louis Massignon, dan Spencer Trimingham. Sebagaimana dijelaskan oleh al-Taftazānī,

mereka memandang bahwa tasauf Islam lahir dari rahim Islam sediri. Tasauf Islam tidak lain

bersumber dari al-Qur‟ān dan Ḥadīts serta nilai-nilai luhur lain yang berasal dari tradisi Islam

sendiri. Abū Wafā‟ al-Ghanīmī al-Taftazānī, Tasawuf Islam, 36-9. 23

Nurcholish Madjid, “Menyegarkan Paham Keagamaan di Kalangan Umat Islam

Indonesia”dalam H.M. Rasjidi, Koreksi terhadap Drs. Nurcholish Madjid, 98.

Page 66: IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID · dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar iman. Dalam soal amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman ... teman-teman

55

disebut “kebahagiaan,” baik kebahagian materil maupun spiritual, baik untuk

hidup di dunia sekarang ini maupun untuk di akhirat kelak.24

C. Sekularisasi dan Desakralisasi

Telah disinggung di awal bahwa pembahasan tentang sekularisasi dan

desakralisasi dalam pandang Nurcholish Madjid yang sedang kita bahas ini fokus

pada gagasan Nurcholish Madjid tentang cara pandang seorang Mukmin terhadap

dunia.

Sekularisasi secara umum diartikan sebagai sebuah sikap dari identifikasi

nilai-nilai keagamaan kepada nilai-nilai non-agama. Paham sekularisasi mengarah

kepada keyakinan bahwa perkembangan masyarakat dapat ditempuh melalui

modernisasi dan rasionalisasi sehingga nilai-nilai keagamaan menjadi hilang dari

seluruh aspek kehidupan. Konsekuensinya, seluruh hal atau institusi yang ada

dalam masyarakat seperti ilmu pengetahuan, sosial, dan politik dipisahkan dari

nilai-nilai keagamaan.25

Sekularisasi diartikan segala hal yang membawa ke arah

kehidupan yang tidak didasarkan pada ajaran agama. Memang istilah

“sekularisme” dalam pngertian tersebut tetap menjadi kontroversi. Dalam sosial-

politik, implikasi sekularisme adalah pemisahan total antara agama dan negara.

Berdasarkan pengertian di atas, maka “sekularisasi” dan “sekularisme”

dianggap tidak sejalan dengan nilai-nilai keislaman. Bagaimana tidak, agama

yang menurut keyakinan kita mencangkup seluruh aspek kehidupan harus

dipisahkan dari hal-hal yang berkenaan dengan dunia sehingga agama dianggap

24

Nurcholish Madjid, “Menyegarkan Paham Keagamaan di Kalangan Umat Islam

Indonesia”dalam H.M. Rasjidi, Koreksi terhadap Drs. Nurcholish Madjid, 99. 25

Pippa Norris and Ronald Inglehart, Sacred and Secular: Religion and Politics

Worldwide (Cambridge University Press, 2004), 1.

Page 67: IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID · dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar iman. Dalam soal amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman ... teman-teman

56

tidak memiliki peran bagi manusia untuk mengembangkan hal-hal yang bersifat

duniawi. Inilah yang menjadi alasan bagi sekelompok orang yang berpendapat

bahwa konsepsi dan praktik sekularisasi sama sekali tidak sesuai dengan ajaran

Islam. Oleh karena itu, tidak heran apabila gagasan “sekularisasi” yang diusung

oleh Nurcholis Madjid menjadi kontroversial dan mendapat tantangan.26

Perlu ditegaskan bahwa “sekularisasi” yang diinginkan Nurcholis Madjid

berbeda dengan pengertian “sekularisasi” dan “sekularisme” di atas. Nurcholish

Madjid juga memberikan perbedaan pengertian secara prinsipil antar sekularisasi

dan sekularisme. Nurcholis Madjid meyatakan bahwa sekularisme dalam

pengertian di atas memang tidak sesusai dengan ajaran Islam. Nurcholis Madjid

megatakan,

Sekularisme adalah suatu paham yang tertutup, suatu sistem ideologi

tersendiri dan terlepas dari agaama. Inti sekularisme ialah penolakan

adanya kehidupan di luar kehidupan duniawi ini... Jadi jelas, sekularisme

(semacam itu) tidak sejalan dengan agama, khususnya agama Islam.27

26

Tulisan Nurcholish Madjid yang memuat tentang ide sekularisasi pertama kali

dicetuskan dalam sebuah makalah dalam suatu pertemuan antara tokoh-tokoh GPI, HMI, dan PII

di aula Menteng Raya 58, pada 3 Januari 1970 dengan judul “Keharusan Pembaharuan dalam

Islam dan Masalah Integrasi Umat.” Ide tersebut kemudia melahirkan kontroversi karena dianggap

tidak sesuai dengan Islam. Guna memberikan klarifikasi dan keterangan yang lebih jelas tentang

ide tersebut kemudian naskah tersebut disampaikan kembali oleh Nurcholish Madjid sebagai

naskah pidato yang disampaikan dalam kuliah umum di Taman Ismail Marzuki (TIM) pada 30

Oktober 1972. Dari sekian banyak hal yang terdapat dalam makalah tersebut ysng paling banyak

menjadi sasaran kritik adalah idenya tentang “sekularisasi.” Hal tersebut juga menandai puncak

pemikriran kotroversial Nurcholis Madjid dalam menyuarakan ide pembaharuannya.

“Sekularisasi” yang sudah ia lakukan sejak permulaan tahun 1970. Atas dasar pandangan-

pandangan yang terdapat dalam naskah itulah kemudian H.M. Rasjidi memberikan kritik tajam

terhadap pandangan-pandangan Nurcholish Madjid. Di sini penulis tidak mengulas kritik H.M.

Rasjidi secara lebih luas, namun hal tersebut juga perlu diketahui, meskipun sepintas lalu. Konsep

sekularisasi yang sering didengungkan oleh Nurcholish Madjid tersebut menuai banyak

kontroversi, mengingat hal tersebut merupakan pendekatan baru dalam upaya membangkitkan

semangat pembaharuan Islam di Indonesia. H.M. Rasjidi menganggap bahwa Nurcholish

Madjid sewenang-wenang menggunakan istilah “sekularisasi” yang mau tidak mau tetap

cenderung pada sekularisme seperti yang terjadi di dunia Barat. H.M. Rasjidi mengabadikan

polemik tersebut dalam bukunya Koreksi terhadap Drs. Nurcholis Madjid tentang Sekularisasi. 27

Menurut Nurcholish Madjid, “sekularisme” yang tidak sesuai dengan ajaran Islam

adalah sekularisme yang merupakan perwujudan modern dari paham dzāhiriyyah seperti yang

digambarkan dalam Q.s. al-Jātsiyah (45): 24, “Mereka berkata, „Tiada sesuatu kecuali hidup

Page 68: IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID · dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar iman. Dalam soal amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman ... teman-teman

57

Bagi Nurcholish Madjid sekularisasi tidak selalu mengandung makna

negatif seperti pada penerapan sekularisme di Barat. Oleh karena itu, statement

yang sering ditegaskan oleh Nurcholish Madjid adalah “sekularisasi tanpa

sekularisme” Sekularisasi yang dimaksud bukanlah sekularisme yang mengacu

kepada desakralisasi teologis, melainkan sekularisasi yang mengacu kepada

dampak sosiologis.28

Dalam hal ini, sekularisasi yang diinginkan Nurcholis Madjid adalah

“membedakan” hukum-hukum yang bersifat duniawi dan ukhrawi, baik dari aspek

ontologi, maupun epistemologinya. Sacara ontologis, hukum-hukum yang ada di

dunia ini, di mana kita hidup sekarang ini berbeda dengan hukum-hukum

ukhrawi. Alam (natural), menurut Nurcholish Madjid memiliki pola yang tetap

yang merupakan manifestasi dari kehendak dan aturan Tuhan dan itu sudah terjadi

sejak penciptaan alam. Manusia dituntut untuk memahami hukum-hukum

tersebut.29

Pandangan bahwa alam memiliki pola yang tetap dalam teologi Islam

disebut paham Sunnah Allah. Allah telah menciptakan alam dan hukumnya

berjalan secara mekanis dan hukum sebab-akibat. Manusia telah diberikan “akal”

atau “rasio” untuk memahami hukum tersebut. Bagi Nurcholish Madjid, hal itu

duniawi kita saja—kita mati dan kita hidup—dan tidak ada yang membinasakan kita kecuali

masa.‟ Akan tetapi, sebenarnya mereka tidak mempunyai pengetahuan yang pasti tentang hal itu.

Mereka hanyalah menduga-duga saja.” Sekularisme seperti itulah yang menurut Nurcholish

Madjid tidak sejalan dengan ajaran Islam. Lih. Nurcholish Madjid, Islam Kemodernan dan

Keindonesiaan, hal. 57-8. Penerapan sekularisme dengan konsekuensi penghapusan kepercayaan

terhadap keberadaan Tuhan, jelas bertentangan dengan ajaran Islam. Nurcholish Madjid, “Sekali

Lagi tentang Sekularisasi” dan H.M. Rasjidi, Koreksi terhadap Drs. Nurcholish Madjid tentang

Sekularisasi, 33. 28

Nurcholish Madjid, “Sekapur sirih” dalam Pradoyo, Sekularisasi dalam Polemik

(Jakarta: Grafiti, 1993), xiii-xvi. 29

Nurcholish Madjid, Islam Keindonesiaan dan Kemodernan, 246.

Page 69: IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID · dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar iman. Dalam soal amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman ... teman-teman

58

memiliki landasan teologi yang kuat di dalam Islam. Nurcholish Madjid

mengemukakan,

Dengan tawḥīd, seorang animis—percaya kepada satu Tuhan—dianjurkan

untuk melihat benda-benda sebagai mana adanya. Dia dapat mendekatinya

sebagai benda objektif, dapat mengertinya, dapat menggunakan, dan

menguasainya…Benda-benda itu dengan demikian duduniawikan dan

disekularisasikan.30

Agar manusia dapat memahami dunia, manusia harus melihat benda itu

sebagaimana adanya dan menemukan hukum-hukum dan sifat-sifat

kebendaannya. Hal ini harus terlepas dari konsep-konsep mistik yang dianggap

mengitari benda-beda tersebut. Secara epistemologis, cara pandang yang demikian

itu cenderung bersifat positivis. Akan tetapi, apa yang diinginkan oleh Nurcholish

Madjid tentu berbeda dengan positivisme yang dikembangakan di Barat.

Umumnya epistemologi Barat lebih berpihak pada positivis-empiris yang

mengesampingkan keberadaan sebuah konsepsi yang kebenarannya tidak

dapat diverifikasi secara ilmiah—dalam arti positivis. Oleh karena itu, hal-

hal yang berkenaan dengan metafisika dan keyakinan keagamaan (faith of

religion) kadang-kadang sangat dikesampingkan. Sedangkan gagasan Nurcholis

Madjid bersifat positivisme-religius, yakni sistem epistemologi positif yang

dilandaskan pada pandangan teologis. Secara aksiologis, pemahaman terhadap

hukum alam tersebut akan melahirkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang

sangat bermanfaat bagi manusia untuk membangun dunia.

Karena alasan inilah Nurcholish Madjid mengatakan bahwa dengan

tawḥīd—kepercayaan kepada satu Tuhan—terjadi sekularisasi besar-besaran.

30

Nurchlish Madjid, “Sekali Lagi tentang Sekularisasi,” dalam H.M. Rasjidi, Koreksi

terhadap Drs. Nurcholish Madjid tentang Sekularisasi, 35.

Page 70: IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID · dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar iman. Dalam soal amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman ... teman-teman

59

Benda-denda yang sebelumnya dianggap sakral, dianggap mengandung nilai

spritual dan ukhrawi, kemudian dipandang tidak lebih dari benda duniawi belaka31

yang harus dipahami secara positivis.

Sekularisasi dalam pengertian di atas menurut Nurcholish Madjid secara

sosiologis juga mengandung arti “pembebasan,” yakni pembebasan dari sikap

penyucian yang tidak pada tempatnya. Oleh karena itu, sekularisasi juga

bermakna desakralisasi, yakni melepaskan ketabuan dan kesakralan dari objek-

objek yang semestinya tidak dipandang tabu dan sakral. Sekularisasi dan

desakralisasi menurut Nurcholish Madjid merupakan bentuk pemberantasan dari

bid„ah, khurāfat, dan syirik yang merupakan konsekuensi logis dari tawḥīd atau

keimanan yang mutlak terhadap Tuhan Yang Maha Esa.32

D. Titik Temu Agama-Agama

Sebagaimana telah kita lihat pada pembahasan sebelumnya, yakni tentang

sekularisasi, tema tentang titik temu agama-agama juga menjadi tema yang sangat

kontroversial yang diusung oleh Nurcholish Madjid dan sebenarnya tema ini

memasuki ranah yang sangat sensitif. Terlepas dari pro dan kontra, di sini kita

akan mengulas argumen yang dikemukakan Nurcholish Madjid dalam

mengemukakan pandangannya tentang titik temu agama-agama. Banyak hal yang

dibicarakan Nurcholish Madjid dalam hal ini. Akan tetapi, pembahasan ini lebih

mengarah kepada landasan teologis yang dibangun Nurcholish Madjid dalam

mengemukakan pandangannya tersebut.

31

Nurcholish Madjid, “Sekali Lagi tentang Sekularisasi”, 35. 32

Nurcholish Madjid, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan, 259.

Page 71: IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID · dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar iman. Dalam soal amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman ... teman-teman

60

Menurut Nurcholish Madjid agama Islam adalah sebuah agama universal

bagi seluruh umat manusia. Kebenaran universal tersebut dengan sendirinya

adalah tunggal, meskipun pada kenyataannya terdapat kemungkinan adanya

perbedaan secara lahiriah. Hal ini, menurut Nurcholish Madjid, secara

antropologis melahirkan sebuah pandangan bahwa pada awalnya manusia adalah

tunggal, karena berpegang pada kebenaran yang tunggal.33

Kebenaran universal di atas dalam pandangan Nurcholish Madjid memiliki

landasan teologis yang kuat, yakni tawḥīd atau keyakinan kepada Tuhan Yang

Maha Esa. Konsekuensi dari tawḥīd tersebut adalah sikap “pasrah” sepenuhnya

hanya kepada Allah. Nurcholish Madjid mengatakan,

Konsekuensi terpenting tawḥīd ialah pemutusan sikap pasrah hanya

kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa, tanpa ada kemungkinan memberi

peluang untuk melakukan sikap serupa kepada seusatu apapun dan

siapapun selain kepada-Nya.34

Nurcholish Madjid menjelaskan bahwa tugas para rasul atau utusan Allah

sebagaimana dijelaskan dalam Kitab Suci ialah menyampaikan ajaran tawḥīd.

Oleh karena prinsip ajaran nabi dan rasul itu sama, maka semua pengikut nabi dan

rasul adalah umat yang satu. Dengan kata lain, konsep kesatuan dasar dan ajaran

membawa kepada konsep kesatuan kenabian dan kerasulan yang kemudian

membawa kepada konsep kesatuan umat yang beriman. “Semua agama” pada

mulanya menganut prinsip yang sama, yaitu keharusan manusia untuk berserah

33

Pandagan Nurcholish Madjid bahwa pada awalnya umat manusia itu tunggal atau

ummah wāḥidah (ummat yang satu) di dasrkan pada Q.s. Yunus (10): 19. Akan tetapi, kemudian

terjadilah perbdaan interpretasi terhadap kebenaran yang tunggal itu sehingga menimbulkan

adanya perselisihan. Lih. Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, 174-76. 34

Lih. Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, 177.

Page 72: IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID · dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar iman. Dalam soal amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman ... teman-teman

61

diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.35

Dan disitulah menurut Nurcholish Madjid

bahwa “agama-agama” memiliki “titik temu.” Berikut pernyataan Nurcholish

Madjid,

Agama-agama itu, baik karena dinamika internalnya atau karena

persinggungannya satu sama lain, secara berangsur-angsur akan

menemukan kebenaran asalnya sendiri, sehingga semuanya akan bertumpu

dalam suatu “titik pertemuan,” common flatform atau dalam bahasa al-

Qur‟ān kalimah sawā (titik pertemuan).36

Dari uraian di atas jelas bahwa menurut Nurcholish Madjid “agama-

agama” memiliki “titik temu” dalam aspek teologis, yakni bahwa agama-agama

yang dibawa dan diajarkan oleh utusan Allah sama-sama membewa ajaran tawḥīd

atau pengakuan bahwa tiada Tuhan selain Allah, meskipun pada kenyataanya

bentuk formalnya berbeda-beda.

Di samping pendekatan di atas, pandangan Nurcholish Madjid tentang titik

temu agama-agama juga didasarkan pada makna Islam itu sendiri. Dengan

menyandarkan pendapatnya kepada Ibn Taymiyyah, Nurcholish Madjid

menjelskan bahwa kata al-islām mengandung arti al-istislām, yakni “sikap

berserah diri,” al-inqiyād (tunduk patuh), dan al-ikhlās (tulus). Menurut

Nurcholish Madjid inilah al-islām yang menjadi inti sari semua agama yang

benar.37

Akan tetapi, kemudian muncul persoalan yang cukup “serius” dari dua

pendekatan—pemaknaan terhadap istilah tawḥīd dan al-islām—yang dilakukan

Nurcholish Madjid di atas. Persoalannya adalah apakah pemaknaan tawḥīd dan

35

Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, 178. 36

Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, 181. 37

Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 177. Lih. Juga Nurcholish

Madjid, Pintu Pintu Menuju Tuhan, 2-3.

Page 73: IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID · dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar iman. Dalam soal amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman ... teman-teman

62

al-Islām dimaksudkan berlaku secara partikular untuk “agama-agama tertentu”

saja, atau berlaku secara general dan meliputi “semua agama” yang ada di dunia.

Pendekatan Nurcholish Madjid di atas melahirkan kesimpulan bahwa

tawḥīd dan al-islām oleh Nurcholish Madjid dimaksudkan untuk “semua agama”

sehingga dikatakan bahwa apapun agamanya, selama menganut ajaran tawḥīd,

yakni meyakini adanya satu Tuhan dan ber-islām, dalam arti pasrah dan tunduk

terhadap ajaran agamanya masing-masing, maka agama tersebut dianggap benar.

Inilah yang kemudian dijadikan pijakan sehingga banyak yang menyimpulkan

bahwa Nurcholish Madjid adalah penganut dan penggagas ajaran “pluralisme

agama” dan “teologi inklusif” yang intinya beranggapan bahwa “semua agama

adalah benar” selama menganut ajaran tawḥīd dan ber-islām.38

Umumnya, tulisan

tentang Nurcholish Madjid memberikan kesimpulan demikian. Bahkan dia

dipandang sebagai tokoh sentral dan pioner dalam menyuarakan teologi inklusif-

pluralis di Indonesia.

Tulisan ini memang tidak terlalu luas membahas teologi inklusif-pluralis

Nurcholish Madjid di atas. Sesuai dengan tujuannya, tulisan ini ingin

memerlihatkan hubungan dan titik temu agama-agama dalam pandangan

Nurcholish Madjid. Berdasarkan pemaparan di atas, jelas bahwa gagasan tentang

titik temu agama-agama yang diusung Nurcholish Madjid berpangkal kepada

konsepsi keimanan. Istilah tawḥīd dan islām secara teologis dijadikan benang

38

Terdapat banyak tulisan tentang Nurcholish Madjid yang memberikan kesimpulan

seperti di atas. Lih. Maria Ulfa, “Mencermati Inklusivisme Agama Nurcholish Madjid” dalam

Jurnal Kalimah, Vol. 11, No. 2, September 2013,Gontor: UNIDA, hal. 237-43. Tulisan yang

cukup monumental yang menberikan kesimpulan senada dengan kesimpulan di atas salah satunya

tulisan Budhy Munawwar-Rachman, “Titik Temu Agama-Agama: Analisis atas Islam Inklusif

Nurcholish Madjid” (Jakarta: Disertasi Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, 2014).

Page 74: IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID · dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar iman. Dalam soal amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman ... teman-teman

63

merah oleh Nurcholis Madjid untuk mengemukakan pandangannya tentang titik

temu agama-agama yang berpangkal pada pemikirannya tentang iman dan Islam

universal.

Page 75: IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID · dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar iman. Dalam soal amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman ... teman-teman

63

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sebagaimana telah dilihat, amal saleh, sekularisasi dan desakralisasi, dan

titik temu agama-agama dalam pandangan Nurcholish Madjid memiliki hubungan

yang erat dengan iman. Hubungan tersebut tidak hanya berarti bahwa tiga

persoalan di atas dibangun atas dasar iman, melainkan dalam batas-batas tertentu

merupakan konsekuensi logis atau sebuah keniscayaan dari keberadaan iman.

Dalam persoalan amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman

yang berifat individual itu sejatinya harus memiliki implikasi terhadap perbuatan

baik atau amal saleh. Hubungan antara iman dan amal saleh ditandai dengan

adanya sikap “apresiasi Ketuhanan” atau taqwā yang secara logis akan

mendorong setiap orang untuk selalu berbuat baik. Dalam hal ini secara tegas

Nurcholish Madjid menunjukkan bahwa iman tidak sekedar berarti percaya

kepada Tuhan, tetapi rasa iman tersebut harus ditandai dengan timbulnya

perbuatan baik. Secara bersamaan ini juga merupakan penolakan terhadap sebuah

pandangan bahwa iman itu bersifat tetap. Dalam pandangan Nurcholish Madjid

perbuatan manusia itu dapat dipengaruhi oleh kadar keimanannya. Sebaliknya,

kualitas keimanan itu juga dipengaruhi oleh perbuatannya. Dengan kata lain, iman

memiliki hubungan timbal balik dengan perbuatan manusia. Keimanan yang kuat

secara logis menghadirkan kecederungan kepada manusia untuk selalu berbuat

baik atau beramal saleh.

Page 76: IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID · dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar iman. Dalam soal amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman ... teman-teman

64

Dalam persoalan sekularisasi dan desakralisasi, jelas bahwa ide tersebut

tidak dimaksudkan oleh Nurcholish Madjid untuk menghilangkan peran agama

dari kehidupan manusia. Sekularisasi dan desakralisasi merupakan sebuah sikap

yang secara ontologis “membedakan” hal-hal yang bersifat duniawi dan ukhrawi

atau hal-hal yang bersifat kebendaan dan sesuatu yang menyangkut ketuhanan.

Secara otomatis, benda-benda tersebut didesakralisasikan atau dilepaskan dari

unsur ketuhanan sehingga benda-benda tersebut dapat didekati dan dipahami oleh

manusia. Karena secara ontologis duniawi dan ukhrawi itu berbeda, maka secara

epistemologis juga membutuhkan pendekatan yang berbeda. Hal tersebut dalam

pandangan Nurcholish Madjid justru dibangun atas dasar keimanan. Karena,

keimanan yang kuat menjadi dasar untuk tidak mencampuradukkan hal-hal yang

bersifat duniawi dan ukhrawi tersebut.

Dalam masalah titik temu agama-agama, Nurcholish Madjid mendasarkan

pandangannya terhadap reinterpretasi makna Islam. Bagi Nurcholish Madjid, al-

islām tidak sekedar berarti sebuah instansi keagamaan, melainkan sebuah sikap

tunduk, patuh, dan pasrah sepenuhnya kepada Tuhan. Sehingga islām menjadi ciri

agama yang benar. Boleh jadi ciri tersebut ada pada agama tertentu atau boleh jadi

meliputi semua agama. Yang jelas, istilah al-islām menjadi kata kunci bahwa

agama-agama—dalam pengertian dan batas-batas tertentu—memiliki titik temu.

Al-islām dalam arti sikap tunduk, patuh, dan pasrah kepada Tuhan jelas tidak

dapat dipisahkan dari keimanan atau keyakinan terhadap Tuhan itu sendiri. Di

sinilah pengertian “titik temu” tersebut tidak terpisah dari iman.

Page 77: IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID · dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar iman. Dalam soal amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman ... teman-teman

65

B. Saran-Saran

Tulisan ini hanya fokus membahas konsepsi iman Nurcholish Madjid dan

hubungannya dengan tiga hal, yakni amal saleh, sekularisasi dan desakralisasi,

dan titik temu agama-agama. Artinya, secara tematis tidak semua aspek yang oleh

Nurcholish Madjid didasarkan pada konsepsi keimanan dibahas dalam tulisan ini.

Padahal, hampir setiap gagasan yang dibangun oleh Nurcholish Madjid selalu

disandarkan terhadap konsepsi teologis di dalam Islam. Misalnya, hubungan

antara iman dan ilmu pengetahuan secara menyeluruh, hubungan iman dan politik,

iman dan sejarah, dan lain sebagainya tidak semuanya disinggung dalam tulisan

ini. Oleh karena itu, hal tersebut menjadi aspek lain yang bisa dikembangkan oleh

para pemerhati pemikiran Nurcholish Madjid selanjutnya.

Dalam soal amal saleh, tulisan ini sekedar menunjukkan bahwa dalam

pandangan Nurcholish Madjid iman dan perbuatan manusia memiliki hubungan

timbal balik yang tidak bisa dilepaskan. Oleh karena itu, tulisan ini menunjukkan

bahwa dari segi etika pemikiran Nurcholish Madjid memiliki corak etika teologis.

Hal ini malah melahirkan pertanyaan yang lebih jauh, seperti bagaimana

karakteristik amal saleh atau perbuatan baik dan buruk dalam pandangan

Nurcholish Madjid? Tulisan ini tidak memberikan penjabaran.

Dalam soal sekularisasi dan desakralisasi, terdapat hubungan antara iman

dan cara pandang manusia terhadap alam dan ilmu pengetahuan. Akan tetapi,

tulisan ini belum memberikan rumusan epitemologis baik dalam ranah teoritis

maupun praktis menyangkut sekularisasi dan desakralisasi yang diusung oleh

Nurcholish Madjid.

Page 78: IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID · dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar iman. Dalam soal amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman ... teman-teman

66

Dalam soal titik temu agama-agama, tulisan ini menunjukkan bahwa

terdapat korelasi antara gagasan titik temu agama-agama yang dibangun oleh

Nurcholish Madjid dengan konsepsi teologis atau keimanan. Akan tetapi, tulisan

ini tidak meliputi seluruh aspek dari masalah ini. Misalnya, tulisan ini belum

memberikan penjelasan lebih jauh atau lebih tepatnya belum “cukup berani”

untuk menyimpulkan apakah “titik temu” tersebut meliputi semua agama atau

terbatas pada agama-agama tertentu. Apakah “titik temu” tersebut merupakan

kebenaran teologis yang bersifat mutlak atau hanya merupakan tinjauan sosiologis

untuk menunjukkan bahwa perbedaan agama merupakan keniscayaan. Semua

kekurangan ini menjadi “pekerjaan rumah” bagi kita semua dan meluaskan lahan

untuk terus digali oleh para peneliti selanjutnya.

Terakhir, penulis menyadari bahwa dalam tulisan ini terdapat banyak

sekali kesalahan dan kekurangan, baik secara substansial maupun dari segi

penyajiannya. Oleh karena itu, kami sangat terbuka untuk menerima kritik dan

saran sebagai masukan dan pertimbangan untuk perbaikan-perbaikan selanjutnya.

Semoga tulisan ini bermanfaat dan bisa melengkapi kepustakaan yang ada, baik

untuk kalangan akademik maupun untuk umat Islam pada umumnya.

Page 79: IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID · dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar iman. Dalam soal amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman ... teman-teman

67

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, Nur (ed.). Pluralitas Agama: Kerukunan dalam Keragaman. Jakarta:

Kompas, 2001.

Anshori, Endang Saefuddin. Ilmu, Filsafat, dan Agama. Surabaya: Bina Ilmu,

1987.

Barton, Greg. Gagasan Islam Liberal di Indonesia: Pemikiran Neo-Modernisme

Nurcholish Madjid, Djohan Effendi, Ahmad Wahib, dan Abdurrahman

Wahid, terj. Nanang Tahqiq. Jakarta: Paramadina, 1999.

Effendi, Djohan dan Ismed Natsir (ed). Pergolakan Pemikiran Islam: Catatan

Harian Ahmad Wahib. Jakarta: LP3ES, 1981.

Fealy, Greg dan Virginia Hooker (ed.). Voices of Islam in Southeast Asia: a

Contemporary Sourcebook. Singapore: ISEAS Publications, 2006.

Gaus, Ahmad. Api Islam Nurcholish Madjid: Jalan Hidup Seorang Visioner.

Jakarta: Kompas, 2010.

Ghazali, Abdul Muqsith. Argumen Pluralisme Agama: Membangun Toleransi

Berbasis al-Quran. Depok: Katakita, 2009.

al-Ghazālī, Muḥammad. ‘Aqīdah al-Muslim. Dār al-Kutub al-Islāmiyyah, 1983.

Gie, Liang. Pengantar Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Penerbit Liberty, 2000.

Hassan, Muhammad Kamal. Modernisasi Indonesia: Respon Cendekiawan

Muslim, terj. Ahmadie Thaha. Jakarta: Lingkaran Studi Indonesia, 1987.

Idrus, Junaidi. Rekonstruksi Pemikiran Nurcholish Madjid. Yogyakarta: Logung

Pustaka, 2004.

Izutsu, Toshihiko. Konsep Kepercayaan dalam Teologi Islam: Analisis Semantik

Iman dan Islam, terj. Agus Fahri Husain.Yogyakarta: Tiara Wacana, 1994.

Jongeneel, A.B. Hukum Kemerdekaan. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1980.

Lehmann,Paul L. Ethics in a Christian Context. New York: Harper & Row

Publishers, 1963

Madjid, Nurcholish.Dialog Keterbukaan. Jakarta: Paramadina, 1998.

___________, Islam Agama Peradaban: Membangun Makna dan Relevansi

Doktrin Islam dalam Sejarah, Jakarta: Paramadina, 1995.

___________, Islam Doktrin dan Peradaban .Jakarta: Paramadina, 2008.

___________, Pintu-Pintu Menuju Tuhan

Page 80: IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID · dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar iman. Dalam soal amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman ... teman-teman

68

___________ dkk. Membangun Masyarakat Indonesia Abad XXI. Jakarta: ICMI,

1991.

___________. Islam Kemodernan dan Keindonesiaan. Bandung: Mizan, 1988.

Maksin, Marzelah. Sains Pemikiran & Etika. Kuala Lumpur: PTS Professional,

2006.

Malik, Dedy Djamaluddin dan Idi Subandy Ibrahim. Zaman Baru Islam

Indonesia: Pemikiran dan Aksi Politik Abdurrahman Wahid, M. Amien

Rais, Nurcholish Madjid, dan Jalaluddin Rakhmat. Bandung: Zaman

Wacana Mulia, 1998.

Maulana, Abdullah Muslich Rizal. “Kesatuan Transenden Agama-Agama dalam

Perspektif Tasawuf: Kritik atas Pemikiran Frithjof Schuon” dalam

JURNAL KALIMAH, Vol. 12, No. 2, September 2014, Gontor: UNIDA.

Munawwir, A.W. Al-Munawwir. Surabaya: Pustaka Progresif, 1997.

Nasution, Harun.Falsafat dan Mistisisme dalam Islam. Jakarta: Bulan Bintang,

2010.

___________.Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, jld. I. Jakarta: Bulan

Bintang, 2013.

___________. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, jld. II. Jakarta: Bulan

Bintang, 2012.

___________.Teologi Islam: Aliran-Aliran, Sejarah, Analisa Perbandingan.

Jakarta: UI Press, 2010.

Norris, Pippa dan Ronald Inglehart. Sacred and Secular: Religion and Politics

Worldwide. Cambridge: Cambridge University Press, 2004.

Rachman, Budhy Munawwar. “Titik Temu Agama-Agama: Analisis atas Islam

Inklusif Nurcholish Madjid. ”Jakarta: Disertasi Sekolah Tinggi Filsafat

Driyarkara, 2014.

Pradoyo, Sekularisasi dalam Polemik. Jakarta: Grafiti, 1993.

al-Qusyayrī, al-Risālah al-Qusyayriyyah. Lebanon: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah,

1971.

Rahman, M. Syaiful. “Islam Dan Pluralisme”dalam Fikrah, Vol. 2, No. 1, Juni

2014, Kudus: Ushuluddin STAIN Kudus.

Rasjidi, H.M. Koreksi terhadap Drs. Nurcholis Madjid tentang

Sekularisasi.Jakarta: Bulan Bintang, 1972.

Rozak, Abdur dan Rosihon Anwar. Imu Kalm. Bandung, Pustaka Setia, 2011.

Page 81: IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID · dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar iman. Dalam soal amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman ... teman-teman

69

Saridjo, Marwan.Nurcholish Madjid: di antara Sarung dan Dasi& Musdah Mulia

tetap Berjilbab. Jakarta: Ngali Aksara dan Paramadina, 2005.

Schimmel, Annemarie.Dimensi Mistik dalam Islam, terj. Sapardi Djoko Damono

Jakarta: Pustaka Firdaus, 1986.

Schuon, The Transcendent Unity of Religion. Illinois: Theosopichal Publishing

House, 1984.

Taymiyyah,Ibn. A-Iman, terj. Kathur Suhardi.Bekasi: Darul Falah, 2015.

Tohari, Amiem (ed.), Islam Rahmat bagi Alam Semesta. Ciputat: Alifia Books,

2005.

Ulfa, Maria. “Mencermati Inklusivisme Agama Nurcholish Madjid” dalam Jurnal

Kalimah, Vol. 11, No. 2, September 2013,Gontor: UNIDA.

Verkuyl, Etika Kristen Bagian Umum, terj. Soegiarto Jakarta: BPK Gunung

Mulia, 1989..

Page 82: IMAN PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID · dan titik temu agama-agama atau pluralisme dibangun atas dasar iman. Dalam soal amal saleh, Nurcholish Madjid memandang bahwa iman ... teman-teman

70

BIODATA PENULIS

Data Pribadi

Nama :Diana Lestari

TTL. : Tangerang, 30 November 1991

Alamat :Cimanggis, RT 01/03, Kel. Cipayung, Kec. Ciputat

Email/Hp. :[email protected]/0811-395-525

Jenis Kelamin : Perempuan

Warga Negara : Indonesia

Agama Islam : Islam

Riwayat Pendidikan

1998-2004 : SDN I Bojong Kembar, Sukabumi

2004-2007 : SMPN I Cikembar, Sukabumi

2007-2010 : SMAN I Cikembar, Sukabumi