iman dan moral dalam pandangan nurcholish madjidrepositori.uin-alauddin.ac.id/2581/1/imam...

96
IMAN DAN MORAL DALAM PANDANGAN NURCHOLISH MADJID Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Filsafat Islam(S.Fil.I) Pada Jurusan Aqidah Filsafat Prodi Filsafat Agama Pada Fakultas Ushuluddin, Filsafat dan Politik UIN Alauddin Makassar Oleh IMAM MAHDIN NIM. 30200110004 FAKULTAS USHULUDDIN, FILSAFAT DAN POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN MAKASSAR 2014

Upload: others

Post on 27-Jan-2021

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • IMAN DAN MORAL DALAM PANDANGAN NURCHOLISH

    MADJID

    Skripsi

    Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar

    Sarjana Filsafat Islam(S.Fil.I) Pada Jurusan Aqidah Filsafat Prodi Filsafat Agama

    Pada Fakultas Ushuluddin, Filsafat dan Politik

    UIN Alauddin Makassar

    Oleh

    IMAM MAHDIN

    NIM. 30200110004

    FAKULTAS USHULUDDIN, FILSAFAT DAN POLITIK

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN MAKASSAR

    2014

  • ii

    KATA PENGANTAR

    ����﷽

    دً َوَعلَى اِلِھ َربِّ ِ�ِ اْلَحْمدُ اْلَعَلِمْیَن َوالصَّالَةُ َوالسَّالَُم َعلَى اَْشَرِف اْالَنِبَیاِء َواْلُمْرَسِلْیَن َسیِِّدَنا ُمَحمَّ

    ا َبْعدُ َواَْصَحاِبِھ اَْجَمِعْیُن اَمَّ

    Tiada kata yang pantas penulis ucapkan selain rasa syukur kepada Allah Swt,

    karena dengan limpahan rahmat dan karunia-Nyalah sehingga penulis bisa

    menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Tak lupa pula Shalawat dan salam mudah-

    mudahan senantiasa tercurahkan kepada junjungan Nabi Muhammad Saw, Pembawa

    amanat mulia dari Allah Swt untuk membimbing manusia kejalan yang penuh berkah,

    kedamaian dan segala kesejahteraan salam naungan iman dan Islam, Amin.

    Dalam penulisan skripsi ini, penulis tidak lepas dari bantuan orang-orang

    terdekat, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan ini penulis

    mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Bapak/

    Ibu :

    1. Prof. Dr. H. Qadir Gassing, MA, selaku Rektor beserta Wakil Rektor I, II, dan III

    UIN Alauddin Makassar, dengan penuh tanggungjawab memimpin dan membina

    universitas ini.

    2. Prof. Dr. H. Arifuddin Ahmad, M.Ag, selaku Dekan beserta wakil Dekan

    Fakultas Ushuluddin, Filsafat dan Politik.

    3. Dr. Abdullah, M.Ag,ketua jurusan Aqidah Filsafat Fakultas Ushuluddin, Filsafat

    dan Politik selaku Dosen pembimbing Satu, yang selalu memotivasi penulis agar

    selalu semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

    4. Muhaemin, S.Ag., M. Th.I, M.Ed. selaku Dosen pembimbing ke Dua, yang penuh

    kewibawaan telah membimbing penulis dalam skripsi ini.

  • iii

    5. Kepala perpustakaan pusat UIN Alauddin Makassar beserta seluruh jajarannya,

    karena melalui lembaga yang dipimpinnya penulis telah banyak memperoleh ilmu

    baik sebelum penulisan skripsi ini maupun dalam pengumpulan bahan-bahan

    kepustakaan yang berkaitan dengan pembahasan dalam skripsi ini.

    6. Para Dosen dan staf di Fakultas Ushuluddin, Filsafat dan Politik, yang telah ikut

    serta membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

    7. Kedua orang tua tercinta yang selalu ada dalam suka maupun duka, dengan tak

    henti-hentinya memberikan pengarahan-pengarahan yang penuh semangat,

    harapan dan cinta kasih sejak kecil hingga saat ini dapat menyelesaikan studi di

    perguruan tinggi, ini tidak terlepas dari doa-doa mereka.

    8. Kepada semua rekan/ teman-teman yang telah memberikan bantuan dan

    dukungannya pada penulisan dalam menyelesaikan skripsi ini.

    Akhirnya hanya kepada Allah jugalah penulis mengharapkan agar

    keikhlasan atas bantuan dari berbagai pihak dapat bernilai ibadah. Penulis menyadari

    bahwasanya skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Sehingga kritik dan saran terhadap

    skripsi ini sangat diharapakan agar dapat disempurnakan. Semoga karya tulis ilmiah

    ini dapat bermanfaat bagi orang yang membacanya begitupun dengan penulis.

    Makassar, 24 Desember 2014

    Imam Mahdin

    30200110004

  • iv

    PENGESAHAN SKRIPSI

    Skripsi yang berjudul, “Iman dan moral dalam pandangan Nurcholish Madjid”

    yang disusun oleh Imam Mahdin, NIM: 30200110004, mahasiswa jurusan Aqidah

    Filsafat pada Fakultas Ushuluddin, Filsafat dan Politik UIN Alauddin Makassar, telah

    diuji dan dipertahankan dalam sidang munaqasah yang diselenggarakan pada hari

    Jumat, 19 Desember 2014, bertepatan dengan 1436 H, dinyatakan telah

    dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Filsafat

    Islam (S.Fil. I.) dalam jurusan Aqidah Filsafat, dengan beberapa perbaikan.

    Makassar, 19 Desember 2014

    1436 H.

    DEWAN PENGUJI:

    Ketua : Drs. H. Ibrahim, M. Pd (………….…...…..)

    Sekretaris : Darmawati H, S.Ag. M.HI (…………....….….)

    Munaqisy I : Prof. Dr. H. Nihaya, M. Hum (…………....….….)

    Munaqisy II : Mujahiduddin, S.Ag, M. Hum (…………....……..)

    Pembimbing I : Dr. Abdullah, M. Ag (…………….…….)

    Pembimbing II : Muhaemin, S. Ag, M. Th.I, M.Ed (…………….…….)

    Diketahui oleh:

    Dekan Fakultas Ushuluddin Filsafat dan Politik

    UIN Alauddin Makassar,

    Prof. DR. H. Arifuddin, M. Ag

    NIP: 19691205 199303 1 001

  • v

    PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

    Mahasiswa yang bertanda tangan di bawah ini:

    Nama : IMAM MAHDIN

    NIM : 30200110004

    Tempat/Tgl. Lahir : Payi, 03 Juli 1989

    Jurusan/Prodi : Aqidah Filsafat/ Filsafat Agama

    Fakultas/Program : Ushuluddin, Filsafat dan Politik

    Alamat : Samata (Gowa)

    Judul : Iman dan Moral dalam pandangan Nurcholish Madjid

    Menyatakan dengan sesungguhnya dan penuh kesadaran bahwa skripsi ini

    benar adalah hasil karya sendiri. Jika dikemudian hari terbukti bahwa ia merupakan

    duplikat, tiruan, plagiat, atau dibuat oleh orang lain, sebagian atau seluruhnya, maka

    skripsi dan gelar yang diperoleh karenanya batal demi hukum.

    Makassar, 24 Desember 2014

    Penyusun,

    IMAM MAHDIN

    NIM: 30200110004

  • vi

    DAFTAR ISI

    JUDUL ………………………………………………………………...

    KATA PENGANTAR………………………………………………....

    i

    ii

    PENGESAHAN SKRIPSI…………………………………………….

    PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI……………………………...

    DAFTAR ISI …………………………………………………………..

    ABSTRAK ……………………………………………………………..

    iv

    v

    vi

    viii

    BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………

    A. Latar Belakang Masalah ……………………………

    B. Rumusan Masalah …………………………………...

    C. Defenisi Operasional dan Ruang Lingkup

    Penelitian.....................................................................

    D. Kajian Pustaka ……………………………………...

    E. Metode Penelitian …………...……………………....

    F. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ……………………

    BAB II BIOGRAFI DAN PERJALANAN INTELEKTUAL

    NURCHOLISH MADJID………………........................

    A. Riwayat Hidup dan Karya-karyanya………………....

    B. Pokok-pokok pemikirannya……………….................

    C. Detik-detik terakhir kehidupannya………………......

    BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG IMAN DAN

    MORAL.............................................................................

    A. Pengertian dan Hakikat Iman dalam Pandangan

    Islam.............................................................................

    B. Pengaruh kekuatan iman terhadap kehidupan

    1-14

    1

    6

    6

    7

    10

    13

    15-34

    15

    26

    33

    34-55

    34

  • vii

    individu dan masyarakat..............................................

    C. Pengertian Moral, Akhlak dan Etika............................

    D. Moral dan Pembagiannya............................................

    E. Aksiologi Moralitas dalam Kehidupan Manusia.........

    BAB IV PANDANGAN NURCHOLISH MADJID

    TENTANG IMAM DAN MORAL.................................

    A. Prinsip Iman.................................................................

    B. Prinsip Etika dan Moral……………………………...

    C. Kontribusi pemikiran Nurcholish Madjid terhadap

    kemerosotan nilai Spiritual di Era modern…………..

    a. Iman dan Tata Nilai Rabbaniyah.............................

    b. Ibadah sebagai Institusi Iman……………………..

    BAB V PENUTUP ……………………………………………...

    A. Kesimpulan ………………………………………….

    B. Implikasi ………………...…………………………..

    DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………

    DAFTAR RIWAYAT HIDUP ……………………………………….

    39

    41

    47

    52

    56-74

    56

    63

    65

    67

    70

    75-77

    75

    77

    78-80

    81

  • viii

    ABSTRAK

    Nama : IMAM MAHDIN

    NIM : 30200110004

    Judul : IMAN DAN MORAL DALAM PANDANGAN NURCHOLISH MADJID

    Pertumbuhan zaman yang semakin mengglobal menjadikan dinamika

    kehidupan di dalamnya berjalan dalam laju yang antagonistik. Dinamika yang muncul

    ini kemudian beralih kepada dua kutub kondisi sosial yang bertentangan; keunggulan

    dunia modern dan kekosongan nilai rohani kehidupan. Akan tetapi, di atas kedua

    kondisi yang kontradiktif tersebut setiap individu wajib bersikap adil dan bijaksana.

    Keadilan dan kebijaksanaan tersebut harus diarahkan kepada pembentukan sikap

    setiap pribadi berdasar kepada semangat keagamaan yang luhur.

    Rancangan penelitian yang dikemukakan oleh penulis ini diarahkan

    sepenuhnya kepada analisis pemikiran Nurcholish Madjid atas konsepsi iman dan

    moral. Sebagai langkah awal untuk menentukan peta pembahasan, kajian kepustakaan

    (library research) menjadi langkah utama untuk mengkodifikasikan muatan pemikiran

    Nurcholish Madjid. Untuk selanjutnya, guna mengungkapkan semua rangkaian

    pembahasan yang mengarah kepada deskripsi iman dan moral menurut Nurcholish

    Madjid pendekatan pertama yang ditunjukkan oleh penulis adalah interprtasi. Dari

    pendekatan inilah penelitian diarahkan sepenuhnya untuk membaca pikiran tokoh

    kemudian menginterpretasikannya secara komprehensif. Koherensi inhern dirancang

    penuh untuk melihat kesinambungan pemikiran tokoh dengan tokoh yang lain.

    Terakhir, deskripsi menjadi langkah pengelolahan atas data-data yang terangkum

    dalam wilayah penelitian tentang iman dan moral.

    Dari semua rangkain pembahasan yang mengemuka tentang iman dan moral

    menurut Nurcholish Madjid penelitian ini menemukan bahwa pada tingkat keimanan

    setiap individu dituntut untuk membangun nilai ber-tauhid secara mendalam. Dalam

    keber-tauhidan inilah setiap individu harus bertumpu kepada bangunan

    kepercayaannya untuk meneguhkan nilai kebertuhanan mereka. Dalam memupuk

    hakikat moral yang harus tertanam dalam diri setiap individu, Nurcholish Madjid

    menegaskan bahwa Islam yang diwahyukan oleh Tuhan sebagai rahmatan lil-alamin

    rahmat bagi alam semesta harus diwujudkan dalam kesejatian yang mendalam.

    Kesejatian tersebut harus diarahkan untuk menjadikan Islam sebagai al-Din al-Hanif

    agama yang ramah. Untuk itulah, dalam rangka memanifestasikan ke-hanifan Islam

    itu sendiri, pengertian dan penanaman pluralisme dalam diri setiap Muslim adalah

    moral utama yang harus terwujud.

  • PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

    Mahasiswa yang bertanda tangan di bawah ini:

    Nama : IMAM MAHDIN

    NIM : 30200110004

    Tempat/Tgl. Lahir : Payi, 03 Juli 1989

    Jurusan/Prodi : Aqidah Filsafat/ Filsafat Agama

    Fakultas/Program : Ushuluddin, Filsafat dan Politik

    Alamat : Samata (Gowa)

    Judul : Iman dan Moral dalam pandangan Nurcholish Madjid

    Menyatakan dengan sesungguhnya dan penuh kesadaran bahwa skripsi ini benar adalah

    hasil karya sendiri. Jika dikemudian hari terbukti bahwa ia merupakan duplikat, tiruan, plagiat,

    atau dibuat oleh orang lain, sebagian atau seluruhnya, maka skripsi dan gelar yang diperoleh

    karenanya batal demi hukum.

    Makassar, 24 Desember 2014

    Penyusun,

    IMAM MAHDIN

    NIM: 30200110004

  • PENGESAHAN SKRIPSI

    Skripsi yang berjudul, “Iman dan moral dalam pandangan Nurcholish Madjid” yang

    disusun oleh Imam Mahdin, NIM: 30200110004, mahasiswa jurusan Aqidah Filsafat pada

    Fakultas Ushuluddin, Filsafat dan Politik UIN Alauddin Makassar, telah diuji dan dipertahankan

    dalam sidang munaqasah yang diselenggarakan pada hari Jumat, 19 Desember 2014, bertepatan

    dengan 27 Shafar 1436 H, dinyatakan telah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk

    memperoleh gelar Sarjana Filsafat Islam (S.Fil. I.) dalam jurusan Aqidah Filsafat, dengan

    beberapa perbaikan.

    Makassar, 19 Desember 2014

    27 Shafar 1436 H.

    DEWAN PENGUJI:

    Ketua : Drs. H. Ibrahim, M. Pd (………….…...…..)

    Sekretaris : Darmawati H, S.Ag. M.HI (…………....….….)

    Munaqisy I : Prof. Dr. H. Nihaya, M. Hum (…………....….….)

    Munaqisy II : Mujahiduddin, S.Ag, M. Hum (…………....……..)

    Pembimbing I : Dr. Abdullah, M. Ag (…………….…….)

    Pembimbing II : Muhaemin, S. Ag, M. Th.I, M.Ed (…………….…….)

    Diketahui oleh:

    Dekan Fakultas Ushuluddin Filsafat dan Politik

    UIN Alauddin Makassar,

    Prof. DR. H. Arifuddin, M. Ag

    NIP: 19691205 199303 1 001

  • KATA PENGANTAR

    ����﷽

    دً َوَعلَى اِلِھ وَ َربِّ ِ�ِ اْلَحْمدُ اَْصَحاِبِھ اْلَعَلِمْیَن َوالصَّالَةُ َوالسَّالَُم َعلَى اَْشَرِف اْالَنِبَیاِء َواْلُمْرَسِلْیَن َسیِِّدَنا ُمَحمَّ

    ا َبْعدُ اَْجَمِعْیُن اَمَّ

    Tiada kata yang pantas penulis ucapkan selain rasa syukur kepada Allah Swt, karena

    dengan limpahan rahmat dan karunia-Nyalah sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini

    dengan baik. Tak lupa pula Shalawat dan salam mudah-mudahan senantiasa tercurahkan kepada

    junjungan Nabi Muhammad Saw, Pembawa amanat mulia dari Allah Swt untuk membimbing

    manusia kejalan yang penuh berkah, kedamaian dan segala kesejahteraan salam naungan iman

    dan Islam, Amin.

    Dalam penulisan skripsi ini, penulis tidak lepas dari bantuan orang-orang terdekat, baik

    secara langsung maupun tidak langsung. Dengan ini penulis mengucapkan terima kasih dan

    penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Bapak/ Ibu :

    1. Prof. Dr. H. Qadir Gassing, MA, selaku Rektor beserta Wakil Rektor I, II, dan III UIN

    Alauddin Makassar, dengan penuh tanggungjawab memimpin dan membina universitas ini.

    2. Prof. Dr. H. Arifuddin Ahmad, M.Ag, selaku Dekan beserta wakil Dekan Fakultas

    Ushuluddin, Filsafat dan Politik.

    3. Dr. Abdullah, M.Ag,ketua jurusan Aqidah Filsafat Fakultas Ushuluddin, Filsafat dan Politik

    selaku Dosen pembimbing Satu, yang selalu memotivasi penulis agar selalu semangat dalam

    menyelesaikan skripsi ini.

    4. Muhaemin, S.Ag., M. Th.I, M.Ed. selaku Dosen pembimbing ke Dua, yang penuh

    kewibawaan telah membimbing penulis dalam skripsi ini.

    5. Kepala perpustakaan pusat UIN Alauddin Makassar beserta seluruh jajarannya, karena

    melalui lembaga yang dipimpinnya penulis telah banyak memperoleh ilmu baik sebelum

    penulisan skripsi ini maupun dalam pengumpulan bahan-bahan kepustakaan yang berkaitan

    dengan pembahasan dalam skripsi ini.

  • 6. Para Dosen dan staf di Fakultas Ushuluddin, Filsafat dan Politik, yang telah ikut serta

    membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

    7. Kedua orang tua tercinta yang selalu ada dalam suka maupun duka, dengan tak henti-

    hentinya memberikan pengarahan-pengarahan yang penuh semangat, harapan dan cinta kasih

    sejak kecil hingga saat ini dapat menyelesaikan studi di perguruan tinggi, ini tidak terlepas

    dari doa-doa mereka.

    8. Kepada semua rekan/ teman-teman yang telah memberikan bantuan dan dukungannya pada

    penulisan dalam menyelesaikan skripsi ini.

    Akhirnya hanya kepada Allah jugalah penulis mengharapkan agar keikhlasan atas

    bantuan dari berbagai pihak dapat bernilai ibadah. Penulis menyadari bahwasanya skripsi ini

    jauh dari kesempurnaan. Sehingga kritik dan saran terhadap skripsi ini sangat diharapakan agar

    dapat disempurnakan. Semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi orang yang

    membacanya begitupun dengan penulis.

    Makassar, 24 Desember 2014

    Imam Mahdin

    30200110004

  • DAFTAR ISI

    JUDUL ………………………………………………………………...

    KATA PENGANTAR………………………………………………....

    i

    ii

    PENGESAHAN SKRIPSI…………………………………………….

    PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI……………………………...

    DAFTAR ISI …………………………………………………………..

    ABSTRAK ……………………………………………………………..

    iv

    v

    vi

    viii

    BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………

    A. Latar Belakang Masalah ……………………………

    B. Rumusan Masalah …………………………………...

    C. Defenisi Operasional dan Ruang Lingkup

    Penelitian.....................................................................

    D. Kajian Pustaka ……………………………………...

    E. Metode Penelitian …………...……………………....

    F. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ……………………

    BAB II BIOGRAFI DAN PERJALANAN INTELEKTUAL

    NURCHOLISH MADJID………………........................

    A. Riwayat Hidup dan Karya-karyanya………………....

    B. Pokok-pokok pemikirannya……………….................

    C. Detik-detik terakhir kehidupannya………………......

    BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG IMAN DAN

    MORAL.............................................................................

    A. Pengertian dan Hakikat Iman dalam Pandangan

    Islam.............................................................................

    B. Pengaruh kekuatan iman terhadap kehidupan

    individu dan masyarakat..............................................

    C. Pengertian Moral, Akhlak dan Etika............................

    1-14

    1

    6

    6

    7

    10

    13

    15-34

    15

    26

    33

    34-55

    34

    39

    41

  • D. Moral dan Pembagiannya............................................

    E. Aksiologi Moralitas dalam Kehidupan Manusia.........

    BAB IV PANDANGAN NURCHOLISH MADJID

    TENTANG IMAM DAN MORAL.................................

    A. Prinsip Iman.................................................................

    B. Prinsip Etika dan Moral……………………………...

    C. Kontribusi pemikiran Nurcholish Madjid terhadap

    kemerosotan nilai Spiritual di Era modern…………..

    a. Iman dan Tata Nilai Rabbaniyah.............................

    b. Ibadah sebagai Institusi Iman……………………..

    BAB V PENUTUP ……………………………………………...

    A. Kesimpulan ………………………………………….

    B. Implikasi ………………...…………………………..

    DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………

    DAFTAR RIWAYAT HIDUP ……………………………………….

    47

    52

    56-74

    56

    63

    65

    67

    70

    75-77

    75

    77

    78-80

    81

  • ABSTRAK

    Nama : IMAM MAHDIN

    NIM : 30200110004

    Judul : IMAN DAN MORAL DALAM PANDANGAN NURCHOLISH MADJID

    Pertumbuhan zaman yang semakin mengglobal menjadikan dinamika

    kehidupan di dalamnya berjalan dalam laju yang antagonistik. Dinamika yang muncul

    ini kemudian beralih kepada dua kutub kondisi sosial yang bertentangan; keunggulan

    dunia modern dan kekosongan nilai rohani kehidupan. Akan tetapi, di atas kedua

    kondisi yang kontradiktif tersebut setiap individu wajib bersikap adil dan bijaksana.

    Keadilan dan kebijaksanaan tersebut harus diarahkan kepada pembentukan sikap

    setiap pribadi berdasar kepada semangat keagamaan yang luhur.

    Rancangan penelitian yang dikemukakan oleh penulis ini diarahkan

    sepenuhnya kepada analisis pemikiran Nurcholish Madjid atas konsepsi iman dan

    moral. Sebagai langkah awal untuk menentukan peta pembahasan, kajian kepustakaan

    (library research) menjadi langkah utama untuk mengkodifikasikan muatan pemikiran

    Nurcholish Madjid. Untuk selanjutnya, guna mengungkapkan semua rangkaian

    pembahasan yang mengarah kepada deskripsi iman dan moral menurut Nurcholish

    Madjid pendekatan pertama yang ditunjukkan oleh penulis adalah interprtasi. Dari

    pendekatan inilah penelitian diarahkan sepenuhnya untuk membaca pikiran tokoh

    kemudian menginterpretasikannya secara komprehensif. Koherensi inhern dirancang

    penuh untuk melihat kesinambungan pemikiran tokoh dengan tokoh yang lain.

    Terakhir, deskripsi menjadi langkah pengelolahan atas data-data yang terangkum

    dalam wilayah penelitian tentang iman dan moral.

    Dari semua rangkain pembahasan yang mengemuka tentang iman dan moral

    menurut Nurcholish Madjid penelitian ini menemukan bahwa pada tingkat keimanan

    setiap individu dituntut untuk membangun nilai ber-tauhid secara mendalam. Dalam

    keber-tauhidan inilah setiap individu harus bertumpu kepada bangunan

    kepercayaannya untuk meneguhkan nilai kebertuhanan mereka. Dalam memupuk

    hakikat moral yang harus tertanam dalam diri setiap individu, Nurcholish Madjid

    menegaskan bahwa Islam yang diwahyukan oleh Tuhan sebagai rahmatan lil-alamin

    rahmat bagi alam semesta harus diwujudkan dalam kesejatian yang mendalam.

    Kesejatian tersebut harus diarahkan untuk menjadikan Islam sebagai al-Din al-Hanif

    agama yang ramah. Untuk itulah, dalam rangka memanifestasikan ke-hanifan Islam

    itu sendiri, pengertian dan penanaman pluralisme dalam diri setiap Muslim adalah

    moral utama yang harus terwujud.

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Kehidupan modern telah tampil dalam dua wajah yang antagonistik. Di

    satu pihak modernitas telah berhasil mewujudkan kemauan yang spektakuler,

    khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi maupun dalam bentuk

    kemakmuran fisik. Sementara itu, di sisi lain ia telah menampilkan wajah

    kemanusiaan yang buram berupa kemanusiaan modern berwujud kesengsaraan

    rohaniah. Gejala ini muncul sebagai akibat modernisasi yang didominasi oleh

    rasionalisasi dan mekanisme kehidupan.1

    Manusia ilmiah yang katanya modern, teknologinya yang serba canggih

    serta ambisinya yang melebihi ambang batas kewajaran, ingin menguasai dunia

    demi memenuhi kebutuhan dan keinginannya. Seorang ahli sejarah kenamaan,

    Arnold Toynbee mengatakan bahwa modernitas telah mulai menjelang akhir abad

    ke-15 Masehi, ketika orang Barat “berterima kasih tidak kepada Tuhan tetapi

    kepada dirinya sendiri atas keberhasilannya mengatasi kungkungan Kristen Abad

    Pertengahan”2. Istilah modernitas berasal dari perkataan “modern”; dan makna

    umum dari perkataan modern adalah segala sesuatu yang bersangkutan dengan

    1Haedar Nashir, Agama dan Krisis Kemanusiaan Modern (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

    1997), h. 138.

    2Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban: Sebuah Telaah Kritis tentang

    Masalah Keimanan, Kemanusiaan dan Kemodernan, (Jakarta: Paramadina, 1992), h. 446.

  • 2

    kehidupan masa kini atau sikap hidup yang baru di anut dalam menghadapi

    kehidupan masa sekarang dan akan datang.3

    Adanya ancaman kepada umat manusia akibat materialism zaman modern

    itu sudah terlalu sering dan nyaring diperdengarkan orang. Biasanya ini di

    sampaikan dalam nada memberi peringatan. Sebetulnya kesadaran tentang adanya

    segi kekurangan zaman modern itu lebih-lebih dimiliki oleh mereka yang telah

    mengalami modernisasi penuh. Namun, dari sekian banyak kemungkinan krisis

    akibat teknikalisasi dan industrialisasi itu barangkali yang paling gawat adalah

    yang berkenaan dengan masalah moral.

    Akan tetapi, di atas semua keyakinan yang tentunya dapat muncul dari

    setiap individu tentang keunggulan dunia modern, ternyata kebutuhan-kebutuhan

    material yang dihasilkan teknologi dengan produk industrinya tidak memberikan

    kepuasan dan kebahagiaan bagi manusia, bahkan selalu memunculkan persoalan-

    persoalan baru yang tidak pernah dialami sebelumnya.4 Ironisnya, manusia harus

    menebus semua kenyataan itu dengan ongkos yang sangat mahal, yaitu hilangnya

    kesadaran akan makna hidup yang lebih mendalam. Sebagai akibatnya, manusia

    mulai kehilangan pijakan, manusia cenderung individual dan tidak peduli dengan

    masalah orang lain. Dampak terpenting yang menghancurkan harmonisasi

    kehidupan manusia di antaranya ialah mulai terpecahnya jaringan sosial,

    menjadikan individu-individu di dalam masyarakat telah hilang rasa solidaritas

    3Nurcholish Madjid dkk, Islam Universal, (Cet.1, Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2007), h.

    145.

    4Nurcholish Madjid, Tradisi Islam :Peran dan fungsinya dalam pembangunan di

    Indonesia, (Cet.2, Jakarta: Paramadina, 2008), h. 85.

  • 3

    dan perasaan bahwa semua orang sesungguhnya mempunyai tanggung jawab

    terhadap keberadaan orang lain.

    Kehidupan individual sebagai aspek mendasar dari pertumbuhan dunia

    modern telah mengarah kepada suatu kekosongan rohaniah yang mencetak dunia

    tanpa tujuan. Nilai-nilai moral menjadi tidak berarti dan manusia tidak

    mendapatkan pondasi yang aman untuk menentukan mana yang benar dan mana

    yang salah.

    Humanisme sekuler yang mulai dianut sebagian masyarakat telah

    menggantikan agama dari orientasi normatifnya. Pola masyarakat yang semakin

    bertambah maju telah membentuk diriya menjadi antagonis terhadap nilai-nilai

    etis yang telah ditegaskan oleh agama. Konsekuensi atas semua kenyataan ini,

    agama harus bergerak untuk memulai dinamika keagamaannya guna

    berkompromi dengan konsep keduniawian (materialisme). Keadaan ini telah

    menumbuhkan sebuah dorongan terhadap agama untuk bertolak-belakang

    terhadap orientasi dasar moral yang diembannya. Sisi kemanusiaan yang suci

    seperti kedamaian rohani dan keluhuran moral menjadi terabaikan dan akhirnya

    terjadi pendangkalan kualitas hidup. Nilai kehidupan seperti kebersamaan,

    solidaritas sosial, kasih sayang antar sesama mulai tergeser dari keprihatinan dan

    wacana keseharian di saat keserakahan pada materi yang disimbolkan oleh

    keberhasilan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi acuan yang dominan.

    Dalam sudut pandang yang sama, ketimpangan orientasi kehidupan

    dengan semua harmonisnya harus berbenturan penuh dengan tumpuan nilai dasar

    hidup pada ilmu pengetahuan dan tekhnologi di dalamnya. Sementara itu, pada

  • 4

    sisi lain, tanpa disadari keyakinan ini secara substansial telah memunculkan gejala

    hilangnya fungsi dan peranan agama yang seharusnya bisa membimbing manusia

    dalam memahami dan menghayati nilai-nilai transendental untuk menumbuhkan

    nilai-nilai luhur pada kehidupan individual maupun sosial. Atas dasar inilah

    dinamika kehidupan manusia modern harus mampu dijembatani dengan kesadaran

    akan aspek naluriah dan dasariah mereka sehingga mereka tidak terjerat pada

    kebanggaan duniawi belaka.5 Di sinilah pentingnya mengapa persoalan iman dan

    moral layak untuk diteliti demi kelangsungan hidup manusia menuju masa depan

    yang lebih baik. Iman dan moral merupakan faktor yang dominan bagi

    terpeliharanya kedamaian dan keharmonisan dalam dunia ini. Ibadah sebagai

    wujud iman, pada dasarnya adalah realitas yang suci pada manusia yang tanpanya

    dunia bisa mengalami kehancuran, karena visi penciptaan manusia adalah sebagai

    khalifah di bumi.

    Dalam Islam, iman pada setiap individu akan membawa akibat adanya

    amal shaleh yang memasyarakat. Hal ini karena kebenaran bukanlah suatu

    persoalan kognitif semata, akan tetapi harus diwujudkan dalam suatu tindakan. Di

    atas semua tindakan sosial yang benar akan memancar implikasi keagamaan dan

    kemasyarakatan yang diterangkan oleh agama dalam kehidupan manusia di abad

    moden ini.6

    5Komaruddin Hidayat, Agama dan Kegaulan Masyarakat Modern dalam Nurcholish

    Madjid (et.al), Kehampaan Spiritual Masyarakat Modern: Respond an Transformasi Nilai-nilai Islam

    Menuju Masyarakat Madani (Jakarta: P. Mediacita, 2000), h. 98.

    6Nurcholish Madjid, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan, (Bandung: Mizan 1987) h.

    157.

  • 5

    Ditinjau pada khasanah pemikiran Islam, persoalan-persoalan tentang

    iman dan moral sangatlah luas cakupannya serta banyak tokoh, ilmuan yang

    membicarakannya. Karena kajian iman dan moral termasuk kajian yang sangat

    penting dalam mekanisme kehidupan agar manusia tidak semakin terjerumus ke

    dalam kezaliman yang lebih ekstrim lagi. Iman sebagai titik pangkal penumbuhan

    moralitas yang sempurna merupakan intisari dari realitas orang yang beragama.

    Sementara itu, ditinjau dari sisi substansialnya, dengan moralitas yang tinggi

    seseorang dapat menumbuhkan rasa kemanusiaan dalam suatu tatanan kebaikan

    secara individu maupun dalam bermasyarakat atau dalam berhubungan dengan

    Sang Pencipta.

    Berpijak kepada latar belakang di atas, kajian tentang iman dan moral akan

    dispesifikasikan pada pemikiran salah satu tokoh intelektual Indonesia yaitu

    Nurcholish Madjid. Meskipun secara faktual Nurcholish Madjid belum

    merumuskan suatu karya khusus mengenai iman dan moral namun secara tidak

    langsung dalam berbagai kumpulan karya-karyanya telah disinggung tentang

    kajian iman dan moral.

    Pemikiran Nurcholish Madjid sangat layak untuk ditawarkan di tengah-

    tengah masyarakat Indonesia yang merupakan masyarakat plural dan tengah

    banyak mengalami banyak goncangan-goncangan dan pergeseran-pergeseran

    nilai. Atas alasan inilah, pilihan penulis pada tema iman dan moral dalam

    pandangan Nurcholish Madjid menjadi dasar pijakan untuk dieksplorasikan secara

    tersusun dan ilmiah.

  • 6

    B. Rumusan Masalah

    Iman dan moral merupakan unsur mendasar dari kehidupan manusia.

    Kedua unsur mendasar ini harus selalu dimanifestasikan dan diwujudkan dalam

    membangun hubungan antara sesama manusia muamalah maannas serta hubungan

    manusia dengan Sang Khalik muamalah ma-Allah. Bersandar kepada susunan

    keilmuan dan kecendekiawanan Nurcholish Madjid, tema pokok penelitian

    dirancang penuh oleh penulis untuk dirumuskan.

    Pokok permasalahan dalam penelitian skripsi ini dapat di uraikan dalam

    beberapa rumusan masalah:

    1. Bagaimana konsep iman dan moral dalam Islam dan Filsafat?

    2. Bagaimana pandangan Nurcholish Madjid tentang iman dan moral?

    3. Bagaimana kontribusi pemikiran Nurholish Madjid terhadap

    kemerosotan nilai spiritual di era modern?

    C. Defenisi Operasional dan Ruang Lingkup Penelitian

    Dalam penelitian ini berjudul: “Iman dan moral dalam pandangan

    Nurcholish Madjid” ini perlu dibatasi sebagai pegangan dan kajian selanjutnya

    sekaligus memperjelas arah penelitian ini.

    Iman Menurut bahasa yang berarti membenarkan (tashdiq) sedangkan

    menurut syara’ berarti membenarkan dengan hati (tashdiq bi al-Qalbi), dalam arti

    menerima dan tunduk kepada hal-hal yang diketahui berasal dari Nabi

    Muhammad Saw. Iman tidak hanya cukup disimpan dalam hati. Iman harus

    dilahirkan atau diaktualisasikan dalam bentuk perbuatan yang nyata dan amal

  • 7

    shaleh atau perilaku yang baik. Kalau sudah demikian, barulah dapat dikatakan

    iman itu sempurnah.7

    Moral secara bahasa, berasal dari bahasa latin yakni Mores kata jamak dari

    Mos yang berarti adat kebiasaan. Sedangkan dalam bahasa indonesi Moral

    diartikan dengan susila. Sedangkan moral sebagaimana ide-ide yang umum

    diterima adalah tindakan manusia terkait dengan yang baik dan yang wajar.

    Istilah Moral senantiasa mengacu kepada baik dan buruknya perbuatan

    manusia sebagai manusia, Moral dominal digunakan sebagai barometer untuk

    menetapkan betul atau salahnya sebuah tindakan manusia terkait dengan sesuatu

    hal.8 Nurcholish Madjid adalah salah-satu tokoh pemikir Islam Indonesia

    kelahiran Mojoanyar Jombang, Jawa Timur pada tanggal 17 Maret 1939 yang

    mempunyai visi modernisasi dan rasionalisasi dalam rangka untuk memahami

    Islam secara mendalam.

    Berdasarkan uraian definisi tersebut di atas, dapat digambarkan ruang

    lingkup penelitian ini mencakup “Iman dan Moral dalam pandangan Nurcholish

    Madjid”. Dalam hal ini untuk mengetahui lebih jelas bagaimana kerangka

    pemikiran Nurcholish Madjid tentang Iman dan Moral dengan menggunakan

    tinjauan filosofis.

    D. Kajian Pustaka

    Islam Doktrin dan Peradaban: Sebuah Telaah Kritis tentang Masalah

    Keimanan, Kemanusiaan dan Kemodernan, Buku ini merupakan karya

    monumentalnya pasca studi di Chicago. Dalam buku ini ada empat hal pokok

    7Hasbi as-Shiddieqy, 2002 Mutiara Hadis, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), h. 48.

    8Barsihannor, Etika Islam, (Makassar:Alaudin University Press , 2012), h. 49.

  • 8

    yang akan diungkap oleh cak Nur. Keempat hal pokok tersebut adala: Tauhid dan

    Emansipasi Harkat Manusia, Disiplin Ilmu Keislaman Tradisional, Membangun

    Masyarakat Etika, dan Universalisme Islam dan Kemoderenan. Dalam buku ini,

    Cak Nur berusaha mengungkapkan ajaran Islam yang menekankan sikap adil,

    inklusif dan kosmopolit dan Dalam buku ini pula, Cak Nur telah menjelaskan

    bahwa Tampilnya Islam berarti menyambung kembali tradisi Nabi Ibrahim dan

    Nabi Musa yang mengajarkan tentang beriman kepada Allah dan pendekatan

    kepada-Nya melalui amal perbuatan baik suatu monoteisme etis. Dalam buku ini

    Nurcholish Madjid hanya memfokuskan pembahasan mengenai iman saja.9

    Islam Kemodernan dan Keindonesiaan. Dalam buku ini, yang merupakan

    kumpulan tulisan selama dua dasawarsa melontarkan gagasan Nurcholish Madjid

    tentang korelasi kemodernan, keislaman dan keindonesiaan, sebagai respon

    terhadap berbagai persoalan dan isu-isu yang berkembang di saat itu. buku ini

    adalah menampilkan secara lengkap pikiran-pikiran utama Cak Nur lewat tulisan-

    tulisannya sendiri mengenai persoalan-persoalan masa kini; Islam, modernisme,

    dan keindonesiaan. Dalam pandangannya, ajaran-ajaran Islam yang sudah tidak

    sesuai dengan konteks zaman modern hendaknya direkonstruksi dan

    direformulasi. Mengenai hal ini, ia berusaha memadukan antara nasionalisme,

    modernisme, dan Islam untuk konteks keIndonesiaan. Dalam buku ini tidak

    9Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban: Sebuah Telaah Kritis tentang

    Masalah Keimanan, Kemanusiaan dan Kemodernan, (Jakarta: Paramadina, 1992).

  • 9

    menjelaskan pada bab yang secara spesifik tentang iman dan moral, hanya

    dijelaskan dari berbagai halaman saja.10

    Masyarakat Religius:Membumikan Nilai-Nilai Islam dalam Kehidupan

    Masyarakat. Buku ini mengetengahkan konsep Islam tentang kemasyarakatan,

    antara komitmen pribadi dan komitmen sosial serta konsep tentang eskatologi.

    Buku ini secara eksplisit membahas konsep individu, keluarga, dan masyarakat

    dalam pendekatan "yang seharusnya" dan membicarakan masalah-masalah sosial

    dan keagamaan secara lebih spesisfik, seperti masalah aborsi, donor organ tubuh,

    mukjizat, karamah, sihir, dan sulap. Buku ini sungguh telah cukup memberikan

    gambaran tentang konsep masyarakat dalam tuntunan Islam. Dalam buku ini pula

    Nurcholish Madjid menyinggung Kewajiban pokok manusia dalam menata

    keimanan pada koridor moralitas adalah memahami antara hak kewajiban

    individu dan kewajiban umum.11

    Islam universal. Buku ini yang ditulis Nurcholis Madjid Dkk, merupakan

    kumpulan artikel yang membahas berbagai diskursus dan interpretasi atas ajaran

    Islam dan ide nasional Indonesia secara komprehensif dan kritis. Sebagai seorang

    cendekiawan muslim Indonesia yang lahir dengan model pendidikan modern

    Barat dan sekuler, bersamaan dengan kondisi negara Indonesia yang sedang

    dalam masa peralihan kekuasaan, dari Orde Lama ke Orde Baru. Kehadirannya

    dapat dikatakan telah membawa misi pembaharuan pemikiran Islam Indonesia

    yang sebelumnya dikenal cukup konservatif. Buku ini telah membahas, bahwa

    10

    Nurcholish Madjid, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan, (Bandung: Mizan 1987).

    11Nurcholish Madjid, Masyarakat Religius: Membumikan Nilai-Nilai Islam dalam

    Kehidupan Masyarakat (Jakarta: Paramadina, 1997).

  • 10

    agama merupakan sumbu inspirasi sosial umat manusia, dan agama merupakan

    sebuah entitas nilai yang berada pada jalur keyakinan seseorang atau kelompok.

    Dalam buku ini pula telah menyinggung mengenai iman dan moral tapi sayangnya

    tidak ada pembahasan khusus dari berbagai bab yang ada dalam buku ini yang

    berkenaan dengan iman dan moral.12

    E. Metode Penelitian

    Jenis penelitian ini adalah bersifat kualitatif dengan mengarahkan fokus

    pembahasan kepada deskripsi pokok pemikiran dari tokoh Nurcholish Madjid

    tentang Iman dan moral dalam Islam. Untuk itulah, guna mendapatkan kejelasan

    dari deskripsi pemikiran Nurcholish Madjid dibutuhkan adanya metode. Ditinjau

    secara definitif metode merupakan suatu jalan yang ditempuh atau bisa juga

    berarti cara bertindak menurut sistem aturan tertentu.13

    Untuk mengantarkan penelitian ini kepada tujuan utamanya, terdapat

    beberapa metode penting yang dirancang oleh penulis dalam penelitian ini.

    Adapun metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah;

    1. Metode Pengumpulan Data

    Ditinjau dari sudut operasionalnya, metode pengumpulan data dalam

    penelitian ini dirancang dari mempelajari dan memahami karya-karya tokoh yang

    dimaksud dan mengumpulkan data-data yang tersebar mengenai tokoh tersebut,

    12

    Nurcholish Madjid dkk, Islam Universal, (Cet.1, Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2007).

    13Anton Bakker, Metode-metode Filsafat, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984), h. 10

  • 11

    filsafatnya dan karya-karyanya.14

    Adapun mengenai data primer yang akan

    dikumpulkan adalah karya-karya dari Nurcholish Madjid baik berupa buku,

    jurnal, artikel dan lainnya. Sedangkan pustaka sekunder adalah karya-karya yang

    ditulis oleh orang lain mengenai pemikiran Nurcholish Madjid, serta buku-buku

    lain yang diperlukan dan berkaitan dengan tema penelitian ini, termasuk

    ensiklopedi, jurnal dan lainnya. Dari semua rangkaian proses pengumpulan data

    pada penelitian ini, dapat diketahui bahwa penelitian ini bersifat literer, dengan

    hanya mengandalkan pengumpulan informasi dari buku-buku dan catatan lain.

    2. Pengolahan dan Analisis Data

    Setelah dilakukan pengumpulan data maka langkah selanjutnya yang

    dilakukan oleh penulis adalah :

    a. Interpretasi, yaitu memahami pemikiran dari tokoh yang diteliti untuk

    dapat menangkap maksud dari tokoh tersebut kemudian

    diketengahkan pula pendapat-pendapat dari peneliti lain tentang tema

    yang sama, sebagai sebuah perbandingan. Interpretasi dalam

    penelitian ini berjalan di atas pengamatan penulis terhadap beberapa

    data terkait untuk dipilih dan dipilah bagian-bagian pokok yang

    menyangkut pandangan tokoh bersangkutan atas tema yang

    dikemukakan.

    b. Koherensi intern. Agar dapat memberikan interpretasi yang tepat

    mengenai pemikiran tokoh tersebut, konsep-konsep dan aspek-aspek

    14

    Anton Bakker dan Achmad Charis Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat, (Yogyakarta:

    Penerbit Kanisius 1992), h. 62-63.

  • 12

    pemikirannya dilihat menurut keselarasan satu sama lain. Keselarasan

    ini disandarkan kepada beberapa pendapat yang dinyatakan oleh tokoh

    lain terhadap tema yang mengemuka dan pemikiran Nurcholish

    Madjid tentang iman dan moral.

    c. Deskripsi. Pengolahan data secara deskriptif adalah menguraikan

    secara teratur dari seluruh konsepsi tokoh.15

    Rumusan pengolahan

    data secara deskriptif dalam penelitian ini mengarah kepada

    penjabaran tekstual dan kontekstual dari pandangan awal yang

    terbangun dari pemikiran Nurcholish Madjid. Analisis tekstualitas

    pemikiran Nurcholish Madjid berpijak kepada blue print catatan biru

    yang telah dirancangnya. Sementara itu, kontekstualisasi berjalan

    seiring dengan dinamika reflektif kolaborasi pemikiran Nurcholish

    Madjid atas perjalanan realitas kehidupan.

    3. Pendekatan Penelitian

    Sebagai bagian pembahasan dalam koridor studi pemikiran keislaman

    dan satuan jurusan yang dipilih oleh penulis aqidah filsafat, maka dalam

    penelitian ini pendekatan yang dipakai adalah pendekatan filosofis. Pendekatan ini

    dipakai untuk melihat aspek mendasar tentang Iman dan moral dalam pandangan

    Nurcholish Madjid.16

    15

    Anton Bakker, Metode-metode Filsafat, h.15.

    16Anton Bakker dan Achmad Charis Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat, h. 64-65.

  • 13

    F. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

    1. Tujuan Penelitian

    Berpijak kepada dua rumusan pokok penelitian ini, terancang di atas kedua

    rumusan tersebut dua orientasi penting dan tujuan utama penelitian. Adapun

    kedua tujuan pokok penelitian adalah:

    a. Mengkaji bagaimana konsep iman dan moral dalam Islam.

    b. Menganalisis bagaimana pandangan Nurcholish Madjid tentang iman

    dan moral dalam Islam.

    2. Kegunaan Penelitian

    Menjejak pada pembahasan selanjutnya dengan merancang dua tujuan

    pokok penelitian pada pembahasan sebelumnya, maka dalam rangkaian berikut

    pembahasan diarahkan kepada penjabaran atas kegunaan penelitian.

    Kegunanaan peneliitian ini adalah sebagai berikut:

    a. Secara Teoritis, yaitu diharapkan dari hasil penelitian ini menjadi bahan

    masukan dalam mengkaji masalah Iman dan moral dalam pandangan

    Nurcholish Madjid, dan tema penelitian ini berguna baik bagi

    mahasiswa Aqidah Filsafat pada khususnya maupun bagi mahasiswa

    UIN Alauddin pada umumnya.

    b. Secara Praktis, yaitu diharapkan dari hasil penelitian ini dirancang

    untuk menambah khasanah keilmuan dan ajakan pada pembaca maupun

    penulis sendiri guna mengenalkan pemikiran-pemikiran yang

  • 14

    ditawarkan oleh Nurcholish Madjid tentang iman dan moral bagi

    kehidupan masyarakat yang lebih baik.

  • 15

    BAB II

    BIOGRAFI DAN PERJALANAN INTELEKTUAL NURCHOLISH

    MADJID

    A. Riwayat Hidup dan Karya-karyanya

    Nurcholish Madjid lahir di Mojoanyar Jombang, Jawa Timur pada tanggal

    17 Maret 1939,17

    bertepatan dengan tanggal 26 Muharram 1358 H. Nurcholish

    Madjid adalah putra dari seorang petani Jombang yang bernama H. Abdul Madjid.

    Abdul Madjid adalah seorang ayah yang rajin dan ulet dalam mendidik putranya

    dia adalah seorang figur ayah yang alim. Dia merupakan Kyai alim alumni

    pesantren Tebuireng dan termasuk dalam keluarga besar Nahdlatul Ulama (NU),

    yang secara personal memiliki hubungan khusus dengan K.H Hasyim Asy’ari,

    salah seorang founding father Nahdlatul Ulama. H. Abdul Madjid inilah yang

    menanamkan nilai-nilai keagamaan kepada Nurcholish Madjid semenjak dirinya

    masih berusia 6 tahun.18

    Dalam mempersepsikan tatanan pendidikan yang diberikan oleh ayahnya,

    Nurcholish Madjid mencatat:

    Meskipun pendidikan resmi Abdul Madjid hanya tamatan SR, tetapi ia

    memiliki pengetahuan yang luas. Fasih dalam bahasa Arab dan mengakar

    dalam tradisi pesantren. Abdul Madjid sering dipanggil “kyai haji”,

    sebagai penghormatan atas ketinggian ilmu keislaman yang dimilikinya,

    walaupun ia sendiri secara pribadi tidak pernah menyebut diri sebagai kyai

    dan tidak pernah secara resmi bergabung dengan kalangan ulama. Dan

    meskipun ia tetap menyebut diri sebagai orang biasa, namun hal itu

    tidaklah membendung keinginannya untuk mendirikan sebuah madrasah.

    17

    Nihayah, Pluralisme Pemikiran Nurcholish Madjid, (Makassar : Alauddin University

    Press, 2012), h. 9.

    18Greg Barton, Gagasan Islam Liberal di Indonesia, Pemikiran Neo-Modernisme

    Nurcholish Madjid, Djohan Effendi, Ahmad Wahid, dan Abdurrahman Wahid, terj.,Nanang

    Tahqiq (Jakarta: Paramadina, 1999), h. 74.

  • 16

    Bahkan ia menjadi pengelola utama pada pembangunan madrasah yang ia

    kelola sendiri dan juga yang paling berperan dalam membesarkan

    madrasah wathoniyah di Mojoanyar Jombang.19

    Penanaman nilai-nilai keagamaan yang ditanamkan oleh H Abdul Madjid

    kepada Nurcholish Madjid, bukan saja melalui penanaman aqidah, moral, etika,

    atau pun dengan pembelajaran membaca al-Qur’an saja, akan tetapi juga dengan

    arah pendidikan formal bagi Nurcholish Madjid.20

    Pendidikan dasar yang

    ditempuhnya pada dua sekolah tingkat dasar, yaitu di Madrasah al-Wathoniyah

    dikelola oleh ayahnya sendiri dan di Sekolah Rakyat (SR) di Mojoanyar,

    Jombang.

    Pemikiran Nurcholish Madjid yang sedemikian rupa tentu tidak lepas dari

    pengaruh lingkungan rumah dan eksistensi keluarga serta pengaruh terbesarnya

    terletak pada asuhan yang diberikan oleh sang ayah. Jadi, sejak tingkat dasar,

    Nurcholish Madjid telah mengenal dua model pendidikan. Pertama, pendidikan

    dengan pola madrasah, yang sarat dengan penggunaan kitab kuning sebagai bahan

    rujukannya. Kedua, Nurcholish Madjid juga memperoleh pendidikan umum

    secara memadai, sekaligus berkenalan dengan metode pengajaran modern. Pada

    masa pendidikan dasar ini, khususnya di Madrasah Wathoniyah, Nurcolish

    Madjid sudah menampakkan kecerdasannya dengan berkali-kali menerima

    penghargaan atas prestasinya.21

    19

    Nurcholish Madjid, Islam Agama Kemanusiaan :Membangun Tradisi dan Visi Baru

    Islam Indonesia, h.72.

    20Greg Barton, Gagasan Islam Liberal di Indonesia, h. 75.

    21Siti Nadroh, Wacana Keagamaan dan Politik Nurcholish Madjid (Jakarta: Raja

    Grafindo Persada, 1999), h. 21.

  • 17

    Selepas menamatkan pendidikan dasarnya di Sekolah Rakyat (SR) dan

    Madrasah Ibtidaiyah (MI) pada tahun 1952, Nurcholish Madjid melanjutkan

    pendidikannya pada jenjang yang lebih tinggi. Pesantren Darul ‘Ulum Jombang

    menjadi pilihan ayahnya dan dipatuhi oleh Nurcholish Madjid. Di pesantren ini

    Nurcholish Madjid hanya mampu menjalani proses belajarnya selama dua tahun.

    Atas izin ayahnya, kemudian Nurcholish Madjid pindah ke Pondok Pesantren

    Darussalam, KMI (Kulliyat Mu’alimien al Islamiah) Gontor Ponorogo pada tahun

    1955. hal ini disebabkan penderitaan yang dialami Nurcholish Madjid karena

    ejekan yang datang dari teman-temannya, terkait dengan pendirian politik

    ayahnya yang terlibat di Masyumi.22

    Di Gontor, Nurcholish Madjid selalu menunjukkan prestasi yang baik,

    sehingga dari kelas 1 ia langsung bisa loncat ke kelas 3. Di pesantren ini, ia

    banyak mempelajari bahasa asing terutama Bahasa Arab.23

    Sehubungan dengan

    kemampuan berbahasa Arab ini, terdapat suatu cerita menarik dari Nurcholish

    Madjid (untuk selanjutnya ditulis dengan nama akrabnya, Cak Nur):

    Suatu hari ia pulang ke rumah, Ayahnya, Abdul Madjid dikenal memiliki

    koleksi kitab yang banyak dan tidak ada yang bisa membaca selain

    ayahnya sendiri. Ketika pulang ke rumahnya, ditunjukkan beberapa kitab

    berbahasa Arab dari Mesir dan ayahnya tidak bisa membaca. Sementara

    Cak Nur mampu membaca kitab-kitab ayahnya itu dengan baik.24

    22

    Greg Barton, Gagasan Islam Liberal di Indonesia, h. 76

    23Santri yang masuk di pesantren Gontor selama enam bulan wajib bercakap-cakap

    menggunakan Bahasa Arab atau bahasa asing lainnya. Baru ketika duduk di kelas dua, seorang

    santri mulai diperbolehkan untuk belajar nahwu dan Sarraf. Demikian juga di kelas tiga, empat,

    lima dan enam.

    24Nur Khalik Ridwan, Pluralisme Borjuis: Kritik atas Nalar Pluralisme Cak Nur.

    (Yogyakarta: Galang press, 2002), h. 51.

  • 18

    Kurikulum yang diberikan Gontor menghadirkan perpaduan yang liberal,

    yakni tradisi belajar klasik dengan gaya modern Barat. Para santri diwajibkan

    menggunakan Bahasa Arab dan Bahasa Inggris secara aktif dalam berkomunikasi

    antar santri di lingkungan pesantren. Pelajaran agama yang diajarkan dengan

    menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa pengantarnya di semua kelas kecuali

    kelas tahun pertama. Tujuan Penekanan pada santri-santri dalam menggunakan

    kedua bahasa tersebut sebagai bahasa pengantar sehari- hari, yakni mengantarkan

    para santrinya ke dalam cakrawala pengetahuan yang lebih luas.

    Semboyan Gontor yang berbunyi “berbudi tinggi, berbadan sehat,

    berpengetahuan luas dan berfikiran bebas” memberikan penekanan keseimbangan

    antara kesehatan jasmani dan rohani, menciptakan iklim yang kondusif bagi

    santrinya untuk pemikiran kritis dan maju secara intelektual. Di pesantern inilah

    Nurcholish Madjid masuk ke KMI (Kulliyatul Mu’alimien al-Islamiah) selama

    enam tahun. Pada tahun 1960 Nurcholish Madjid menyelesaikan studi di Gontor

    dan untuk beberapa tahun ia mengajar di bekas almamaternya. Pondok pesantren

    Gontor dan orangtuanyalah yang merupakan unsur yang cukup berpengaruh

    terkembangan intelektual Nurcholish Madjid.25

    Perkembangan intelektual Nurcholish Madjid di Gontor berjalan seiring

    dengan besarnya perhatian orang tuanya H. Abdul Madjid dalam mendidik. Untuk

    itulah akselerasi belajar yang diperolehnya tersebut menghantarkannya sebagai

    25

    Kurikulum Gontor ditempuh untuk jangka waktu 6 tahun dengan tiga tahun yang

    terakhir mempelajari metode-metode pengajaran. Maka sangat lazim bahwa alumni Gontor masih

    menetap di pesantren paling tidak untuk satu tahun lagi mengajar. Adapun kelangsungan ekonomi

    para guru di pesantren ini sepenuhnya bergantung kepada pesantren, bahwa guru-guru mendapat

    jatah makan dan rumah pondokan, tidak lebih, Greg Barton, h. 36.

  • 19

    santri berprestasi. Prestasi belajar Cak Nur yang fenomenal itu, diperhatikan oleh

    KH. Zarkasyi, salah satu pengasuh pesantren Gontor, dan ketika tamat pada tahun

    1960, sang guru bermaksud mengirimkannya ke Universitas al-Azhar, Kairo

    Mesir. Karena waktu itu di Mesir terjadi krisis politik akibat problem Terusan

    Suez, keberangkatan Cak Nur ke Mesir tertunda, dan untuk sementara waktu Cak

    Nur mengajar di almamaternya. Ketika terbetik kabar bahwa di Mesir sulit

    memperoleh visa, sang guru tahu bahwa Cak Nur sangat kecewa dan untuk

    menghiburnya, KH. Zarkasyi mengirim surat ke IAIN Jakarta meminta agar murid

    kesayangannya itu dapat diterima, dan dengan bantuan alumni Gontor di IAIN

    tersebut, Cak Nur bisa diterima, meski tanpa ijazah negeri.26

    Atas petunjuk gurunya KH. Zarkasyi inilah Nurcholish Madjid

    meneguhkan pilihannya untuk melanjutkan studi di IAIN Syarif Hidayatullah

    Jakarta. Pilihannya terhadap IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta berkaitan erat

    dengan minatnya yang besar terhadap pemikiran keislaman. Pemikirannya yang

    kritis dan keberanian pengembaraan intelektualitasnya ditunjukkan ketika ia

    menulis skripsi yang berjudul Al-Qur’an ‘Arabiyun Lughatan Wa ‘Alamiyun

    Ma’nan (Al-Qur’an secara Bahasa adalah Bahasa Arab, secara Makna adalah

    Universal). Tema skripsi yang diangkat oleh Nurcholish Madjid tersebut

    setidaknya telah menyiratkan kekritisan dan corak berfikir keislaman yang

    inklusif. Kuliahnya diselesaikan pada tahun 1968 dengan prediket cum laude.27

    26

    Malik dan Ibrahim, Zaman Baru Islam, h. 130. Ijazah Gontor waktu itu secara resmi

    tidak diakui oleh pemerintah Indonesia. Periksa Greg Barton, Gagasan Islam, h. 77.

    27Kemampuan berbahasa Asing Cak Nur, bukan hanya berbahasa Arab, tetapi ia juga

    fasih dalam berbahasa Inggris, Prancis dan fasih pula dalam berbahasa Persia. Untuk kursus

    Bahasa Prancis, Cak Nur kursus di Alliance Francaise yang selesai pada tahun 1962.

  • 20

    Ketika di Jakarta, sembari kuliah di IAIN Syarif Hidayatullah, Nurcholish

    Madjid tinggal di Masjid Agung al-Azhar, Kebayoran Baru dan sedemikian Akrab

    dengan Buya Hamka dan ia sedemikian kagum terhadap dakwah Buya yang

    mampu mempertemukan pandangan kesufian, wawasan budaya dan semangat al-

    Qur’an sehingga paham keislaman yang ditawarkan Buya sangat menyentuh dan

    efektif untuk masyarakat Islam kota.28

    Minat Nurcholis Madjid terhadap kajian keislaman semakin mengkristal

    dengan keterlibatannya di HMI. Dia terpilih menjadi Ketua Umum Pengurus

    Besar HMI selama dua periode berturut-turut dari tahun 1966-1969 hingga 1969-

    1971. Ia pun menjadi presiden Persatuan Mahasiswa Islam Asia Tenggara

    (PEMIAT) periode 1967-1969. Dan untuk masa bakti 1969-1971, Cak Nur

    menjadi Wakil Sekretaris Umum International Islamic Federation of Students

    Organisation (IIFSO).29

    Kepemimpinan Nurcholish Madjid pada organisasi mahasiswa tingkat

    nasional tersebut merupakan hal amat penting dalam jalur intelektualisme

    kehidupannya. Pada sisi lain, keterlibatannya pada kegiatan internasional yakni

    kunjungannya ke Timur Tengah30

    dan ke Amerika Serikat telah semakin

    mematangkan petualangan intelektualitasnya. Pada saat-saat itulah, Nurcholish

    Madjid melontarkan gagasan kontroversial, yang sangat menyengat kalangan

    28

    Komaruddin Hidayat, “Kata Pengantar”,dalam Nurcholish Madjid, Islam Agama

    Kemanusiaan; Membangun Makna dan Relevansi Islam dalam Sejarah (Jakarta: Paramadina,

    1995), h. vii.

    29Greg Barton, Gagasan Islam Liberal di Indonesia, h. 78.

    30Di Timur Tengah, tepatnya di Irak, Cak Nur bertemu dengan Abdurrahman Wahid,

    yang waktu itu kuliah di Baghdad University, setelah mrotol dari al-Azhar yang dinilai oleh Gus

    Dur sangat tradisional dan konservatif, dan sejak itu keduanya sedemikian akrab dan sama-sama

    memiliki tendensi pemikiran yang liberal neo-modernis.

  • 21

    Masyumi yang waktu itu sedemikian getol memperjuangkan visi Islam Politik,

    yakni jargon Islam Yes, Partai Islam No.31

    Banyak reaksi keras yang dialamatkan

    kepadanya, namun dia tak bergeming, bahkan semakin aktif dengan gagasan-

    gagasannya, dengan mendirikan Yayasan Samanhudi dan ia menjadi direkturnya

    selama tahun 1974-1976.32

    Atas dasar itu, dalam perspektif Majalah Tempo

    hingga batas tertentu, pemikiran Nurcholish Madjid telah menyebabkan Ormas-

    Ormas Islam yang telah menerima asas tunggal (Pancasila) merasa lebih damai

    karena telah menemukan kebenaran.

    Pada tahun 1984, ia berhasil menyandang gelar philosophy Doctoral

    (Ph.D) di Universitas Chicago dengan nilai cum laude. Adapun disertasinya ia

    mengangkat pemikiran Ibnu Taymiah dengan judul “Ibn Taymiyah dalam ilmu

    kalam dan filsafat: masalah akal dan wahyu dalam Islam” (Ibn Taymiyah in

    Kalam and Falsafah: a Problem of Reason and Revelation in Islam). Disertasi

    doktoral yang dilakukan ini menunjukkan atas kekaguman dirinya terhadap tokoh

    tersebut. Kekaguman ini pun menjadi pengakuan yang disampaikannya.

    Nurcolish Madjid bukan hanya memiliki prestasi akademik yang

    menakjubkan, tapi sebagai seorang aktivis-pun ia dipercaya untuk menempati

    posisi penting pada berbagai organisasi kepemudaan. Ini menyiratkan dedikasinya

    dalam me-manage waktu antara aktivitas akademik dengan aktivitas

    31

    Siti Nadroh, Wacana Keagamaan, h. 37.

    32Di Yayasan inilah Cak Nur terlibat intensif berdiskusi dengan Djohan Effendi, M.

    Dawam Rahardjo, Syu’bah Asa dan Abdurrahman Wahid. Ketika itu pula, bersama-sama kawan-

    kawannya tersebut Cak Nur menerbitkan majalah Islam yang sedemikian provokatif dalam

    menyebarkan gagasan pembaruan yakni Mimbar Jakarta. Tulisan-tulisannya di majalah ini

    menjadikannya dikritisi oleh orang-orang yang tidak sepaham dengannya. Periksa, Greg Barton,

    Gagasan Islam, h. 83-84.

  • 22

    organisasinya, hal mana sulit dilakukan oleh rekan-rekan aktivis lainnya. Pada

    saat yang bersamaan Nurcholish Madjid telah mampu membuktikan integritasnya

    sebagai intelektual yang produktif.

    Dunia formal yang ia jalani selama kurun waktu 36 tahun sejak tahun

    1984, penuh dengan segudang pengalaman dan prestasi akademik yang sanggat

    memuaskan. Hal tersebut dibuktikan oleh Nurcholish Madjid dengan prediket

    cum laude yang setidaknya dapat dijadikan tolak ukur dari kapasitas

    intekektualnya. Karir Nurcholish Madjid semakin sempurna tatkala ia dinobatkan

    sebagai Guru besar IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai rasa penghargaan

    pihak kampus baginya yang begitu lama menggeluti dunia keilmuan pada tangggl

    10 Agustus 1998. Adapun pidato pengukuhannya sebagai guru besar berjudul

    “Kalam Kekhalifahan Manusia Reformasi: Suatu Percobaan Pendekatan

    Sistematis Terhadap Konsep Antropologis Islam.”

    Nurcholish Madjid dapat dikelompokkan pada penulis yang produktif.

    Sekembalinya dari studi, bersama kawan dan koleganya pada tahun 1986

    mendirikan Yayasan Wakaf Paramadina.33

    Di lembaga inilah sebagian besar

    Nurcholish Madjid mencurahkan hidup dan energi intelektualnya (sehingga pada

    akhirnya melahirkan Universitas Paramadina Mulya, dengan obsesi mampu

    menjadi pusat kajian Islam kesohor di dunia) di samping sebagai peneliti LIPI

    33

    Nama Paramadina menurut Cak Nur, berasal dari Parama (paramount) artinya Unggul

    atau ekselen, sedangkan dina maksudnya adalah din al-Islam, sehingga makna filosofi nama

    yayasan tersebut adalah bahwa Islam merupakan agama yang unggul dan keunggulannya harus

    bisa dirasakan oleh bangsa Indonesia sebagai pembawa rahmat. Makna lain dari paramadina

    adalah para yang berarti pusat dan madina menunjuk kepada model peradaban modern dan Islami

    yang telah dirintis oleh Rasulullah Muhammad di kota Madinah, yang asalnya bernama Yathrib.

    Peralihan nama tersebut secara sosiologis filosofis memiliki konsep yang sangat visioner dan

    modern sehingga sangat memukau dan menjadi model bagi Cak Nur. Periksa Nafis, Kesaksian

    Intelektual, 224.

  • 23

    sebagai profesi awalnya dan sekaligus sebagai Profesor Pemikiran Islam di IAIN

    (kini UIN Syarif Hidayatullah Jakarta). Dalam perjalanan hidupnya, ia telah

    menghasilkan banyak artikel ataupun makalah yang telah dibukukan. Beberapa

    karyanya antara lain adalah sebagai berikut:

    Khazanah Intelektual Islam.34

    Karya ini menurut penulisnya dimaksudkan

    untuk memperkenalkan salah satu aspek kekayaan Islam dalam bidang pemikiran,

    khususnya yang berkaitan dengan filsafat dan teologi. Dalam buku ini dibahas

    pemikiran al-Kindi, al-Farabi, Ibn Sina, al-Ghazali, Ibn Rusyd, Ibn Taymiyah, Ibn

    Khaldun, Jamal al-Din al-Afghani dan Muhammad Abduh.

    Islam Kemodernan dan Keindonesiaan.35

    Dalam buku ini, yang merupakan

    kumpulan tulisan selama dua dasawarsa melontarkan gagasan Nurcholish Madjid

    tentang korelasi kemodernan, keislaman dan keindonesiaan, sebagai respon

    terhadap berbagai persoalan dan isu-isu yang berkembang di saat itu.

    Islam Doktrin dan Peradaban: Sebuah Telaah Kritis tentang Masalah

    Keimanan, Kemanusiaan dan Kemodernan.36

    Buku ini merupakan karya

    monumentalnya pasca studi di Chicago. Dalam buku ini, Cak Nur berusaha

    mengungkapkan ajaran Islam yang menekankan sikap adil, inklusif dan

    kosmopolit.

    34

    Nurcholish Madjid, ed., Khazanah Intelektual Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1984)

    35Nurcholish Madjid, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan (Bandung: Mizan, 1987).

    36Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban:Sebuah Telaah Kritis tentang

    Masalah Keimanan, Kemanusiaan dan Kemodernan, (Jakarta: Paramadina, 1992).

  • 24

    Pintu-Pintu Menuju Tuhan (1994). Buku ini merupakan kumpulan

    sebagian besar tulisan Cak Nur di harian Pelita dan Tempo. Menurut penulisnya,

    buku ini merupakan penjelasan lebih sederhana dan “ringan” (populer) dari

    gagasan Islam inklusif dan Universal yang menjadi tema besar buku Islam

    Doktrin dan Peradaban.

    Islam Agama Peradaban: Membangun Makna dan Relevansi Doktrin Islam

    dalam Sejarah (1995). Dalam buku ini pemikiran Cak Nur lebih terarah pada

    makna dan implikasi penghayatan Iman terhadap perilaku sosial yang senantiasa

    mendatangkan dampak positif bagi kemajuan peradaban kemanusiaan.

    Islam Agama Kemanusiaan: Membangun Tradisi dan Visi Baru Islam

    Indonesia (1995). Buku ini sama dengan karya monumentalnya, hanya saja, Cak

    Nur menyajikannya dengan wawasan yang lebih kosmopolit dan universal

    sekaligus mempertimbangkan aspek parsial dan kultural paham-paham

    keagamaan yang berkembang.

    Masyarakat Religius (1997). Buku ini mengetengahkan konsep Islam

    tentang kemasyarakatan, antara komitmen pribadi dan komitmen sosial serta

    konsep tentang eskatologi dan kekuatan adi-alami.

    Tradisi Islam: Peran dan Fungsinya dalam pembangunan di Indonesia.

    (1997). Dalam buku ini Cak Nur mengetengahkan tentang peran dan fungsi

    Pancasila, organisasi politik, demokratisasi, demokrasi dan konsep oposisi loyal.

    Kaki Langit Peradaban Islam (1997), mengetengahkan tentang wawasan

    peradaban Islam, kontribusi tokoh intelektual Islam semisal Al-Shafi’i dalam

  • 25

    bidang hukum, al-Gazali dalam bidang tasawuf, ibn Rusyd dalam filsafat dan Ibn

    Khaldun dalam filsafat sejarah dan sosiologi.

    Islam universal (2007). Buku ini telah membahas tentang meng-

    Indonesiakan Islam: Internalisasi nilai-nilai ajaran secara kontekstual, dan

    penghayatan keagamaan populer, serta masalah religio-magisme. Dalam buku ini

    pula telah membahas tentang Islam di Indonesia dan potensinya sebagai sumber

    subtansiasi ideologi dan etos nasional, Etika dalam Kitab Suci dan relevansinya

    dalam kehidupan modern.

    Bilik-Bilik Pesantren: Sebuah potret Perjalanan (1997), yang membahas

    tentang dinamika pesantren serta kontribusinya dalam peradaban Islam di

    Indonesia.

    Dialog Keterbukaan: Artikulasi Nilai Islam dalam Wacana Sosial Politik

    Kontemporer (1997). Buku yang merupakan transkrip wawancara yang pernah

    dilakukan oleh Cak Nur memiliki mainstream bagaimana nilai-nilai universal dan

    kosmopolit Islam diaktualisasikan dalam praktik politik kontemporer.

    Cendekiawan dan Religiusitas Masyarakat: Kolom-Kolom di Tabloid

    “Tekad” (1999). Dalam buku ini Cak Nur berusaha menjelaskan pemikiran-

    pemikirannya tentang keterkaitan antara dimensi keislaman dengan dimensi

    keindonesiaan dan kemodernan sekaligus. Buku ini merupakan kumpulan tulisan

    Cak Nur di Tabloid Tekad yang merupakan suplemen dalam harian Republika,

    sebuah koran harian yang diterbitkan oleh ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim

    Indonesia).

  • 26

    Cita-cita Politik Islam di Era Reformasi (1999). Buku ini merupakan

    perjalanan panjang politik Nurcholish Madjid dalam wacana perpolitikan di

    Indonesia. Dalam buku ini prototype negara Madinah yang telah didirikan Nabi

    Muhammad sedemikian ditekankan oleh Cak Nur sebagai sesuatu yang sangat

    cocok untuk diterapkan kini, mengingat nilai-nilainya sedemikian modern bahkan

    terlalu modern untuk masanya sehingga tidak bertahan lama.

    Indonesia Kita (2003). Dalam buku yang merupakan karya tulis

    terakhirnya, Nurcholish Madjid berusaha memahami secara lebih luas dan

    mendalam tentang hakikat dan persoalan bangsa dan negara Republik Indonesia

    sejak dari masa lampau sampai sekarang yang menantang. Dalam buku ini dimuat

    pokok pemikiran Cak Nur ketika mencalonkan diri sebagai Presiden RI yang

    meskipun kandas melalui konvensi Partai Golkar yang terkenal dengan Sepuluh

    Platform Membangun Kembali Indonesia.

    Di samping itu, terdapat beberapa ceramahnya yang juga dibukukan,

    seperti Perjalanan Religius Umrah dan Haji; Pesan-Pesan Takwa Nurcholis

    Madjid: Kumpulan Khutbah Jum’at di Paramadina; 30 Sajian Ruhani: Renungan

    di Bulan Ramadhan.

    B. Pokok-pokok pemikirannya

    Kapasitas intelektual Nurcholish Madjid memang terbilang istimewa. Ia

    bukan saja menguasai secara sangat mendalam tradisi ilmu-ilmu keislaman klasik,

    sehingga dengan fasih berbicara mengenai banyak hal yang berkaitan dengan

    khazanah keilmuan Islam tradisional, melainkan juga mempunyai dasar-dasar

    yang kukuh di bidang tradisi ilmu-ilmu sosial modern, sehingga mahir

  • 27

    mengartikulasikan gagasan-gagasan yang berkaitan dengan dinamika sosial dan

    perkembangan masyarakat. Tentu saja kemampuan tersebut merupakan kombinasi

    sempurna, untuk bisa menyuarakan ide-ide pembaruan di kalangan umat Islam.

    Cak Nur mempunyai otoritas intelektual yang bisa dipertanggungjawabkan, untuk

    berbicara tentang masalah-masalah strategis baik yang berkaitan dengan tema

    keislaman maupun tema sosial-kemasyarakatan. Kombinasi dua kemampuan

    itulah yang melahirkan sinergi, sehingga bisa menopang gerakan pembaruan

    Islam di Indonesia.37

    Nurcholish Madjid setelah pulang dari Chicago, yang membawa gelar

    Doctoral di bawah asuhan Fazlur Rahman, adalah salah satu eksponen pembaharu

    pemikiran keislaman kenamaan. Nurcholish Madjid merupakan motor terhadap

    pembaharuan pemikiran tersebut dan menandaskan perlunya kaum muslimin

    untuk mengapresiasi tradisi intelektualnya sendiri, justru dalam rangka

    pembaharuan pemikiran Islam. Ia sadar sepenuhnya bahwa pembaharuan

    pemikiran Islam akan jauh lebih sehat jika peluang-peluang yang dimungkinkan,

    hadir dari warisan intelektual Islam itu sendiri. Hal ini mengacu kepada suatu

    realitas bahwa warisan kaya itu bukanlah sesuatu yang baku dan sudah siap pakai,

    melainkan lebih karena keberadaannya perlu diterjemahkan kembali dan dirangkai

    secara organis dengan produk-produk akal budi manusia dari zaman modern.

    Hasilnya, ia akan memberi peluang dasar bagi terobosan-terobosan konstruktif di

    masa depan.38

    37

    http://paramadina.wordpress.com/2007/02/01/menimbang-nurcholish-madjid/

    38Ihsan Fauzi, “Pemikiran Islam Indonesia Dekade 1980-an”, Prisma, 3 Maret 1991.

  • 28

    Fokus utama yang menjadi pemikiran Nurcholish Madjid, terkait dengan

    pembaharuan pemikiran Islam, ialah bagaimana memperlakukan ajaran Islam

    yang merupakan ajaran universal dan dalam hal ini dikaitkan sepenuhnya dengan

    konteks (lokalitas) Indonesia. Bagi Nurcholish Madjid, Islam hakikatnya sejalan

    dengan semangat kemanusiaan universal. Hanya saja, sekalipun nilai-nilai dan

    ajaran Islam bersifat universal, pelaksanaan tersebut harus disesuaikan dengan

    pengetahuan dan pemahaman tentang lingkungan sosio-kultural masyarakat yang

    bersangkutan. Dalam konteks Indonesia, maka harus juga dipahami kondisi riil

    masyarakat dan lingkungan secara keseluruhan termasuk lingkungan politik dalam

    kerangka konsep “Negara bangsa”.39

    Keuniversalan Islam berlaku menembus ruang dan waktu, sementara

    ajaran-ajarannya tidak terbatas pada ruang dan waktu di mana Nabi Muhammad

    SAW dilahirkan dan mendapatkan perintah untuk menyebarkan ajarannya. Islam

    adalah kemanusiaan yang membuat cita-citanya sejajar dengan cita-cita

    kemanusiaan universal. Dengan kata lain, Nurcholish Madjid memaparkan

    pendapatnya tentang inklusifisme yang berpijak pada semangat humanitas dan

    universalisme Islam.

    Adapun yang dimaksud dengan semangat humanitas adalah bahwa pada

    dasarnya Islam merupakan agama kemanusiaan (fitrah) atau dengan kata lain,

    cita-cita Islam sejalan dengan cita-cita kemanusiaan pada umumnya. Kerasulan

    dan misi nabi Muhammad adalah untuk mewujudkan rahmat bagi seluruh alam.

    dan bukan semata-mata untuk menguntungkan komunitas Islam saja. Sedangkan

    39

    Ahmad A. Sofyan dan Roychan Madjid, Gagasan Cak Nur, h. 83-84.

  • 29

    Universalisme Islam, secara teologis dapat dilacak dari perkataan al-Islam itu

    sendiri, yang berarti sikap pasrah kepada Tuhan. Dengan pengertian tersebut,

    dalam pikiran Nurcholish Madjid, semua agama yang benar pasti bersifat al-Islam

    karena mengajarkan kepasrahan kepada Tuhan. Tafsir al-Islam seperti ini akan

    bermuara pada konsep kesatuan kenabian (the Unity of Propecy) dan kesatuan

    kemanusiaan (the Unity of Humanity). Kedua konsep tersebut merupakan

    kelanjutan dari konsep ke-Maha Esa-an Tuhan (the Unity of God / Tauhid).

    Semua konsep kesatuan ini menjadikan Islam bersifat kosmopolit dan menjadi

    rahmat seluruh alam (rahmatan lil ‘alamin), dan bukan hanya bagi umat Islam

    semata. Posis semacam ini mengharuskan Islam menjadi penengah (al-Wasith),

    dan saksi (Syuhada) di antara semua manusia.40

    Di samping itu, inklusifisme merupakan pemikiran yang memberikan

    formulasi bahwa Islam merupakan agama terbuka. Sebagai agama terbuka, Islam

    menolak eksklusifisme dan absolutisme dan memberikan apresiasi tinggi terhadap

    pluralisme. Di dalam kerangka ini, umat Islam harus menjadi golongan terbuka,

    yang bisa tampil dengan rasa percaya diri dan bersikap ngemong terhadap

    golongan lain. Sedangkan penolakan terhadap absolutisme mengandung makna

    bahwa Islam memberikan tempat yang tinggi terhadap ide pertumbuhan dan

    perkembangan, yakni tentang etos gerak yang dinamis dalam ajaran Islam.41

    Apa yang hendak disampaikan oleh Nurcholish Madjid dengan teologi

    inklusif ini adalah bahwa Islam merupakan satu sistem yang memberikan

    40

    Nurcholish Madjid, Apa Arti Kemenangan Islam, dikutip oleh Syaifi Anwar yang

    dikutip kembali oleh Ahmad Sofyan dan Roychan Madjid, Ibid., h. 105-106.

    41Ahmad Sofyan dan Roychan Madjid, Gagasan Cak Nur, h.106.

  • 30

    kepedulian terhadap semua orang; termasuk bagi mereka yang bukan muslim. Di

    sinilah sebenarnya titik temu antara teologi inklusif dengan pluralisme. Dengan

    berpijak pada pemikiran (teologi) Islam inklusif, maka seseorang akan merasa

    nyaman dengan pluralisme.42

    Kenyataan objektif Indonesia memperlihatkan bahwa Indonesia

    merupakan bangsa yang tingkat heterogenitasnya tinggi dalam berbagai dimensi,

    suku, bahasa, adat istiadat, bahkan agama. Dengan demikian, langkah

    melaksanakan ajaran Islam di Indonesia harus memperhitungkan kondisi sosial

    budaya yang ciri utamanya adalah pertumbuhan, perkembangan dan

    kemajemukan. Dengan kata lain, memperlihatkan konteks di mana ajaran Islam

    yang bersifat universal itu hendak dilaksanakan, maka diperlukan satu interpretasi

    yang bersifat kontekstual terhadap ajaran tersebut.

    Melalui Yayasan Paramadina yang didirikan bersama teman-temannya,

    Nurcholish Madjid bergerak dalam kajian-kajian yang mengarah kepada gerakan

    intelektual muslim Indonesia. Melalui Yayasan Paramadina, beliau juga berhasil

    menarik kalangan kelas menengah dan elit masyarakat dari pejabat pemerintah,

    pengusaha, budayawan, artis, pemuda, mahasiswa dan beragam kaum professional

    lain untuk mengikuti berbagai kegiatan pengkajian Islam dan Kemasyarakatan.

    Pada saat Indonesia menggejolak seputar modernisasi, westernisasi dan

    sekularisme, termasuk di kalangan umat Islam sendiri, Nurcholish Madjid dengan

    sangat berani mengemukakan pandangan dan pemikirannya seputar persoalan

    tersebut yang tentu saja dikaitkan dengan ajaran Islam. Ketika tidak sedikit tokoh

    42

    Ahmad Sofyan dan Roychan Madjid, Gagasan Cak Nur, h.107.

  • 31

    umat Islam yang menolak modernisasi atas dasar pijakan teologis, Nurcholish

    Madjid dengan pijakan yang sama tetapi melalui interpretasi yang berbeda,

    mengemukakan gagasan dan pemikiran yang berbeda dan ketika itu merupakan

    gagasan kontroversial.

    Menurut Nurcholish Madjid, modernisasi harus dibedakan dari

    westernisasi. Modernisasi bagi Nurcholish Madjid, lebih identik dengan

    rasionalisasi dalam arti bahwa modernisasi merupakan satu proses menghilangkan

    pola pikir yang tidak rasionalistik digantikan dengan pola baru yang lebih

    rasionalistik.43

    Oleh karena itu, bagi Nurcholish Madjid modernisasi merupakan

    suatu keharusan yang mutlak. Modernisasi berarti bekerja dan berfikir sesuai

    dengan aturan hukum alam. Menjadi modern berarti mengembangkan

    kemampuan berfikir secara ilmiah, bersikap dinamis dan progresif dalam

    mendekati kebenaran-kebenaran universal.44

    Sedangkan sekularisasi adalah proses sosiologis, sekularisasi bukanlah

    upaya “memisahkan” duniawi dan ukhrawi, melainkan sebagai sarana bagi umat

    Islam untuk membedakan di antara keduanya. Bahkan Nurcholish Madjid

    memasukkan dimensi baru ke dalam konsep sekularisasi, yaitu dimensi tauhid.

    Dalam pandangan Nurcholish Madjid, sekularisasi dalam perspektif sosiologis

    merupakan konsekuensi dari tauhid. Tauhid itu sendiri menghendaki pengarahan

    setiap kegiatan hidup untuk Tuhan dalam upaya mencari ridha-Nya, yang justru

    merupakan sakralisasi kegiatan manusia. Dengan demikian, sakralisasi

    43

    Nurcholish Madjid, Modernisasi dan Rasionalisasi (Bandung: Mimbar, 1968), h. 5.

    44Nurcholish Madjid, Modernisasi dan Rasionalisasi, h. 95-96.

  • 32

    mengandung makna pengalihan sakralisasi dari suatu obyek alam ciptaan

    (makhluk) menuju Tuhan Yang Maha Esa.45

    Gagasan sekularisasi Nurcholish Madjid yang merupakan respon terhadap

    fenomena sosial politik yang berkembang ketika itu (pada awal rezim orde baru)

    merupakan implementasi gagasan dan pemikiran Nurcholish Madjid terhadap

    Islam sebagai agama open dan menganjurkan idea of progress. Pada saat yang

    sama merupakan jawaban Nurcholish Madjid terhadap ajakan untuk senantiasa

    berani melakukan ijtihad, termasuk dalam menghadapi dan merespon persoalan-

    persoalan Indonesia kontemporer.46

    Kendati mendatangkan sikap kontroversial di kalangan umat Islam,

    gagasan sekularisasi Nurcholish Madjid banyak mendatangkan manfaat dan

    keuntungan bagi mereka. Internal, Nurcholis Madjid berhasil melepaskan umat

    Islam dari kemandegan berijtihad. Nurcholish Madjid mencoba membangunkan

    umat Islam untuk segera menyadari adanya situasi dan kondisi sosial politik baru

    di mana umat Islam harus memberikan respon dan terlibat di dalamnya. Eksternal,

    Nurcholish Madjid mencoba mengatasi persoalan kekurangberuntungan

    kehidupan sosial politik umat Islam di dalam rezim yang baru lahir itu. Dengan

    kata lain, dengan gagasannya, Nurcholish Madjid mencoba mengangkat posisi

    umat Islam yang marginalized ke dalam posisi yang cukup diperhitungkan di

    45

    Nurcholish Madjid, “Sekitar Usaha Membangkitkan Etos Intelektualisme Islam

    Indonesia”, dalam Endang Syaefuddin Anhsari., ed., 70 tahun Prof. H.M Rasyidi (Jakarta: Pelita,

    1985), h. 216.

    46Azyumardi Azra, Pergolakan Politik: dari Fundamentalisme, Modernisme hingga

    Postmodernisme (Jakarta: Paramadina, 1986), h. 26.

  • 33

    dalam sebuah sistem politik yang kala itu didominasi oleh kalangan bukan Islam

    (santri).

    C. Detik-detik terakhir kehidupannya

    Sejak 19 Juli 2004, ketika Nurcholish Madjid meninggalkan tanah air,

    untuk menjalani transplantasi hati di Taiping Hospital, di Guandong, China;

    harap-harap cemas selalu menyelimuti sahabat-sahabatnya. Penyakit hepatitis C

    yang dideritanya sejak 20 tahun lalu, telah menjadi keganasan. Transplantasi

    merupakan satu-satunya harapan Nurcholish Madjid. Namun Tuhan menentukan

    lain.47

    Tanggal 23 Juli 2004, Nurcholish Madjid menjalani operasi transplantasi.

    Semula dikabarkan operasinya sukses, sebab tidak lebih dari seminggu,

    Nurcholish Madjid telah dipindahkan ke Singapura. Sejak Nurcholish Madjid

    operasi lever di China, dirawat di rumah sakit Singapura, sampai perawatan

    intensif di rumah sakit Pondok Indah, Jakarta, teman-temannya berdatangan

    memberikan do’a dan dukungan moril.48

    Senin, 29 Agustus 2005, bertepatan

    dengan 24 Rajab 1426, pukul 14.05 WIB, Nurcholish Madjid yang biasa dipanggil

    Cak Nur meninggal dunia dalam usia 66 tahun (17 Maret 1939-29 Agustus 2005).

    Nurcholish Madjid meninggalkan seorang istri Omi Komariah dan dua orang

    anak, Nadia Madjid dan Ahmad Mikail.49

    47

    Sulastomo, “Mengantar Cak Nur”, Pelita, Selasa, 30 Agustus 2005.

    48Komaruddin Hidayat, “Hari-hari Terakhir Cak Nur”, Kompas, Selasa, 30 Agustus

    2005.

    49Menurut istri Nurcholish Madjid, Omi Komariah, Nurcholish Madjid sempat meminta

    Nadia membimbingnya membacakan surat al-Fatihah dan al-Ikhlas, karena kondisinya yang

    lemah. “Papa melafazkannya dengan baik sampai selesai, setelah itu Papa sangat tenang” tutur

  • 34

    BAB III

    TINJAUAN UMUM TENTANG IMAN DAN MORAL

    A. Pengertian dan Hakikat Iman dalam pandangan Islam

    Iman Menurut bahasa, berarti membenarkan (tashdiq) sedangkan menurut

    syara’ berarti membenarkan dengan hati (tashdiq bi al-Qalbi), dalam arti

    menerima dan tunduk kepada hal-hal yang diketahui berasal dari Nabi

    Muhammad. Iman tidak hanya cukup disimpan dalam hati. Iman harus dilahirkan

    atau diaktualisasikan dalam bentuk perbuatan yang nyata dan amal shaleh atau

    perilaku yang baik. Kalau sudah demikian, barulah dapat dikatakan iman itu

    sempurna. Oleh karena itu, berkaitan dengan definisi iman tersebut ada yang

    menyatakan bahwa di samping membenarkan dalam hati, iman juga mengikrarkan

    dengan lisan dan mengerjakan dengan anggota badan. Kemudian sebagian ulama

    menyebutkan pula bahwa iman adalah membenarkan rasul serta apa yang

    disampaikan dari Tuhannya.50

    Berdasarkan pengertian tersebut, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa

    iman tidak sekedar “membenarkan” di dalam hati, tetapi diperlukan juga sikap

    penerimaan dan ketundukan. Dengan kata lain, benar-benar mempercayai dalam

    hati, kemudian harus dilanjutkan dengan realisasi pengucapan lisan dan juga

    diamalkan melalui anggota badan. Pengertian tersebut juga membawa makna

    bahwa iman tidak sekedar beriman kepada apa yang disebutkan dalam rukun iman

    saja, tetapi lebih dari itu cakupan iman meliputi pengimanan terhadap segala hal

    Nadia. Baca: “Presiden: Cak Nur Kontributor Pencerahan Bangsa”, Kompas, Selasa, 30 Agustus

    2005. Baca juga “Selamat Jalan Guru Bangsa”, Kompas, Selasa 30 Agustus 2005.

    50Hasbi as-Shiddieqy, 20002 Mutiara Hadis (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), h. 48.

  • 35

    yang dibawa oleh Nabi Muhammad seperti kewajiban zakat, shalat, puasa, haji

    dan juga tentang halal dan haram. Ar-Raghib al-Ashfahani menyebutkan bahwa

    iman itu kadang-kadang dipakai menjadi nama bagi syari’at yang dibawa oleh

    Nabi Muhammad, dan semua orang yang termasuk ke dalam syari’at Nabi

    Muhammad dapat disifati dengan iman (disebut mu’min). Kadang-kadang iman

    juga dipergunakan untuk arti “tunduknya jiwa kepada kebenaran dengan jalan

    membenarkannya”.51

    Al-Maududi menyebutkan bahwa iman berarti mengakui,

    mengetahui dan meyakini tanpa ragu. Orang yang mengetahui dan menjalankan

    kepercayaan tanpa ragu akan keesaan Allah, sifat-sifat, undang-undang, pahala

    dan siksaan-Nya, maka disebut Mukmin.52

    Iman pada keesaan Allah berarti iman atau percaya bahwa Allah adalah

    satu-satunya zat menciptakan, memelihara, menguasai dan mengatur alam

    semesta. Iman pada kekuasaan Allah juga berarti iman atau yakin bahwa hanya

    kepada Allah manusia harus beriman, beribadah, memohon pertolongan, tunduk,

    patuh dan merendahkan diri, bukan kepada yang lain. Iman kepada keesaan Allah

    juga mempercayai bahwa Allah semata yang memiliki segala sifat kesempurnaan

    dan terlepas dari sifat tercela atau dari segala kekurangan. Dengan kata lain,

    penegasan atas kekuasaan Allah teraktualisasi dalam bentuk penegasan tauhid

    uluhiyyah, rububiyyah, dan sifatiyah yang semuanya itu tulus tertanam dalam hati

    seorang muslim, tertuang dalam ucapan dan perilakunya. Keimanan sebagai dasar

    moral, maka perilaku yang ideal adalah kemampuan melakukan semua tindakan

    51

    Hasbi as-Shiddieqy, 20002 Mutiara Hadis, h. 49.

    52Al-Maududi, Prinsip-prinsip Islam, terj., Abdullah Suhaili (Bandung: Al-Ma’arif,

    1991), h. 27.

  • 36

    ketaatan dan menjaga diri dari semua tindakan kemungkaran (al-amr bi al-ma’ruf

    wa al-nahyu ‘an al-munkar). Untuk itulah, ketika seseorang mengimani bahwa

    dirinya mengakui atas otoritas Yang Maha Agung (Supreme Being), maka al-amr

    bi al-ma’ruf wa al-nahyu ‘an al-munkar merupakan refleksi keimanan yang harus

    teraplikasikan dalam segala perbuatan di dunia ini.53

    Iman harus dihasilkan dari ilmu pengenalan dan keyakinan yaitu

    keyakinan yang benar-benar telah tertanam dalam hati dengan kuat tanpa ragu

    sedikitpun, setelah melewati proses pemikiran dan perenungan. Oleh karena itu, di

    samping bersifat teoritis, iman juga bersifat praktis. Keberadaannya hanya dapat

    dilihat dan dibuktikan melalui perbuatan dan pengamalan, adapun amal perbuatan

    tersebut tidak lain merupakan buah iman itu sendiri. Dalam catatan Harun

    Nasution disebutkan bahwa pada sejarah kaum sufilah, terutama pelaksanaan

    ibadah membawa kepada pembinaan akhlak mulia dalam diri mereka. Hal itu,

    dalam istilah sufi disebut al-takhalluk bi akhlaqillah, mempunyai akhlak Tuhan

    adalah akhlak baik; atau al-ittishaf bi shifaa-tillah, mempunyai sifat-sifat baik.54

    Kita meyakinai bahwa iman adalah perkataan, perbuatan, dan i’tiqad

    (keyakinan hati). Bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan.

    Pada prinsipnya, iman adalah membenarkan kabar berita dan tunduk kepada

    syari’at. Karena itu, barang siapa yang dalam hatinya tidak ada pemebenaran dan

    sikap tunduk, maka bukan sebagai seorang muslim. Penyempurna iman yang

    wajib adalah dengan melaksanakan perkara-perkara wajib dan meninggalkan

    53

    Suparman Syukur, Etika Religius (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), h. 311.

    54Harun Nasution, Islam Rasional; Gagasan Pemikiran Prof. Dr, Harun Nasution

    (Bandung: Mizan, 2000), h. 59

  • 37

    perkara-perkara haram. Sedangkan penyempurnaannya yang bersifat sunnah

    adalah dengan melaksanakan amalan-amalan sunnah dan meninggalkan yang

    makruh serta menjaga diri dari yang syubhat. Orang-orang yang memisahkan

    amal dalam hakikat iman dan membatasinya pada pembenaran saja, mereka itu

    orang yang batil (sesat).55

    Sebabnya, karena iman tidak akan terwujud dengan

    hanya meyakini kebenaran ajaran yan disampaikan Nabi Saw. Banyak orang yang

    memiliki keyakinan seperti ini tapi tidak lantas menjadi orang beriman.

    Terwujudnya iman harus terkumpul dua hal yaitu, keyakinan terhadap kebenaran

    dan adanya kecintaan dan ketundukan dalam hati serta diwujudkan dalam

    tindakan.

    Demikian pula orang-orang yang memasukkan setiap amal sebagai pokok

    iman adalah batil dan berlebihan (ekstr