iman dan moral dalam pandangan nurcholish madjidrepositori.uin-alauddin.ac.id/2581/1/imam...
TRANSCRIPT
-
IMAN DAN MORAL DALAM PANDANGAN NURCHOLISH
MADJID
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar
Sarjana Filsafat Islam(S.Fil.I) Pada Jurusan Aqidah Filsafat Prodi Filsafat Agama
Pada Fakultas Ushuluddin, Filsafat dan Politik
UIN Alauddin Makassar
Oleh
IMAM MAHDIN
NIM. 30200110004
FAKULTAS USHULUDDIN, FILSAFAT DAN POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN MAKASSAR
2014
-
ii
KATA PENGANTAR
����﷽
دً َوَعلَى اِلِھ َربِّ ِ�ِ اْلَحْمدُ اْلَعَلِمْیَن َوالصَّالَةُ َوالسَّالَُم َعلَى اَْشَرِف اْالَنِبَیاِء َواْلُمْرَسِلْیَن َسیِِّدَنا ُمَحمَّ
ا َبْعدُ َواَْصَحاِبِھ اَْجَمِعْیُن اَمَّ
Tiada kata yang pantas penulis ucapkan selain rasa syukur kepada Allah Swt,
karena dengan limpahan rahmat dan karunia-Nyalah sehingga penulis bisa
menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Tak lupa pula Shalawat dan salam mudah-
mudahan senantiasa tercurahkan kepada junjungan Nabi Muhammad Saw, Pembawa
amanat mulia dari Allah Swt untuk membimbing manusia kejalan yang penuh berkah,
kedamaian dan segala kesejahteraan salam naungan iman dan Islam, Amin.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis tidak lepas dari bantuan orang-orang
terdekat, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan ini penulis
mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Bapak/
Ibu :
1. Prof. Dr. H. Qadir Gassing, MA, selaku Rektor beserta Wakil Rektor I, II, dan III
UIN Alauddin Makassar, dengan penuh tanggungjawab memimpin dan membina
universitas ini.
2. Prof. Dr. H. Arifuddin Ahmad, M.Ag, selaku Dekan beserta wakil Dekan
Fakultas Ushuluddin, Filsafat dan Politik.
3. Dr. Abdullah, M.Ag,ketua jurusan Aqidah Filsafat Fakultas Ushuluddin, Filsafat
dan Politik selaku Dosen pembimbing Satu, yang selalu memotivasi penulis agar
selalu semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Muhaemin, S.Ag., M. Th.I, M.Ed. selaku Dosen pembimbing ke Dua, yang penuh
kewibawaan telah membimbing penulis dalam skripsi ini.
-
iii
5. Kepala perpustakaan pusat UIN Alauddin Makassar beserta seluruh jajarannya,
karena melalui lembaga yang dipimpinnya penulis telah banyak memperoleh ilmu
baik sebelum penulisan skripsi ini maupun dalam pengumpulan bahan-bahan
kepustakaan yang berkaitan dengan pembahasan dalam skripsi ini.
6. Para Dosen dan staf di Fakultas Ushuluddin, Filsafat dan Politik, yang telah ikut
serta membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
7. Kedua orang tua tercinta yang selalu ada dalam suka maupun duka, dengan tak
henti-hentinya memberikan pengarahan-pengarahan yang penuh semangat,
harapan dan cinta kasih sejak kecil hingga saat ini dapat menyelesaikan studi di
perguruan tinggi, ini tidak terlepas dari doa-doa mereka.
8. Kepada semua rekan/ teman-teman yang telah memberikan bantuan dan
dukungannya pada penulisan dalam menyelesaikan skripsi ini.
Akhirnya hanya kepada Allah jugalah penulis mengharapkan agar
keikhlasan atas bantuan dari berbagai pihak dapat bernilai ibadah. Penulis menyadari
bahwasanya skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Sehingga kritik dan saran terhadap
skripsi ini sangat diharapakan agar dapat disempurnakan. Semoga karya tulis ilmiah
ini dapat bermanfaat bagi orang yang membacanya begitupun dengan penulis.
Makassar, 24 Desember 2014
Imam Mahdin
30200110004
-
iv
PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi yang berjudul, “Iman dan moral dalam pandangan Nurcholish Madjid”
yang disusun oleh Imam Mahdin, NIM: 30200110004, mahasiswa jurusan Aqidah
Filsafat pada Fakultas Ushuluddin, Filsafat dan Politik UIN Alauddin Makassar, telah
diuji dan dipertahankan dalam sidang munaqasah yang diselenggarakan pada hari
Jumat, 19 Desember 2014, bertepatan dengan 1436 H, dinyatakan telah
dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Filsafat
Islam (S.Fil. I.) dalam jurusan Aqidah Filsafat, dengan beberapa perbaikan.
Makassar, 19 Desember 2014
1436 H.
DEWAN PENGUJI:
Ketua : Drs. H. Ibrahim, M. Pd (………….…...…..)
Sekretaris : Darmawati H, S.Ag. M.HI (…………....….….)
Munaqisy I : Prof. Dr. H. Nihaya, M. Hum (…………....….….)
Munaqisy II : Mujahiduddin, S.Ag, M. Hum (…………....……..)
Pembimbing I : Dr. Abdullah, M. Ag (…………….…….)
Pembimbing II : Muhaemin, S. Ag, M. Th.I, M.Ed (…………….…….)
Diketahui oleh:
Dekan Fakultas Ushuluddin Filsafat dan Politik
UIN Alauddin Makassar,
Prof. DR. H. Arifuddin, M. Ag
NIP: 19691205 199303 1 001
-
v
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Mahasiswa yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : IMAM MAHDIN
NIM : 30200110004
Tempat/Tgl. Lahir : Payi, 03 Juli 1989
Jurusan/Prodi : Aqidah Filsafat/ Filsafat Agama
Fakultas/Program : Ushuluddin, Filsafat dan Politik
Alamat : Samata (Gowa)
Judul : Iman dan Moral dalam pandangan Nurcholish Madjid
Menyatakan dengan sesungguhnya dan penuh kesadaran bahwa skripsi ini
benar adalah hasil karya sendiri. Jika dikemudian hari terbukti bahwa ia merupakan
duplikat, tiruan, plagiat, atau dibuat oleh orang lain, sebagian atau seluruhnya, maka
skripsi dan gelar yang diperoleh karenanya batal demi hukum.
Makassar, 24 Desember 2014
Penyusun,
IMAM MAHDIN
NIM: 30200110004
-
vi
DAFTAR ISI
JUDUL ………………………………………………………………...
KATA PENGANTAR………………………………………………....
i
ii
PENGESAHAN SKRIPSI…………………………………………….
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI……………………………...
DAFTAR ISI …………………………………………………………..
ABSTRAK ……………………………………………………………..
iv
v
vi
viii
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………
A. Latar Belakang Masalah ……………………………
B. Rumusan Masalah …………………………………...
C. Defenisi Operasional dan Ruang Lingkup
Penelitian.....................................................................
D. Kajian Pustaka ……………………………………...
E. Metode Penelitian …………...……………………....
F. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ……………………
BAB II BIOGRAFI DAN PERJALANAN INTELEKTUAL
NURCHOLISH MADJID………………........................
A. Riwayat Hidup dan Karya-karyanya………………....
B. Pokok-pokok pemikirannya……………….................
C. Detik-detik terakhir kehidupannya………………......
BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG IMAN DAN
MORAL.............................................................................
A. Pengertian dan Hakikat Iman dalam Pandangan
Islam.............................................................................
B. Pengaruh kekuatan iman terhadap kehidupan
1-14
1
6
6
7
10
13
15-34
15
26
33
34-55
34
-
vii
individu dan masyarakat..............................................
C. Pengertian Moral, Akhlak dan Etika............................
D. Moral dan Pembagiannya............................................
E. Aksiologi Moralitas dalam Kehidupan Manusia.........
BAB IV PANDANGAN NURCHOLISH MADJID
TENTANG IMAM DAN MORAL.................................
A. Prinsip Iman.................................................................
B. Prinsip Etika dan Moral……………………………...
C. Kontribusi pemikiran Nurcholish Madjid terhadap
kemerosotan nilai Spiritual di Era modern…………..
a. Iman dan Tata Nilai Rabbaniyah.............................
b. Ibadah sebagai Institusi Iman……………………..
BAB V PENUTUP ……………………………………………...
A. Kesimpulan ………………………………………….
B. Implikasi ………………...…………………………..
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ……………………………………….
39
41
47
52
56-74
56
63
65
67
70
75-77
75
77
78-80
81
-
viii
ABSTRAK
Nama : IMAM MAHDIN
NIM : 30200110004
Judul : IMAN DAN MORAL DALAM PANDANGAN NURCHOLISH MADJID
Pertumbuhan zaman yang semakin mengglobal menjadikan dinamika
kehidupan di dalamnya berjalan dalam laju yang antagonistik. Dinamika yang muncul
ini kemudian beralih kepada dua kutub kondisi sosial yang bertentangan; keunggulan
dunia modern dan kekosongan nilai rohani kehidupan. Akan tetapi, di atas kedua
kondisi yang kontradiktif tersebut setiap individu wajib bersikap adil dan bijaksana.
Keadilan dan kebijaksanaan tersebut harus diarahkan kepada pembentukan sikap
setiap pribadi berdasar kepada semangat keagamaan yang luhur.
Rancangan penelitian yang dikemukakan oleh penulis ini diarahkan
sepenuhnya kepada analisis pemikiran Nurcholish Madjid atas konsepsi iman dan
moral. Sebagai langkah awal untuk menentukan peta pembahasan, kajian kepustakaan
(library research) menjadi langkah utama untuk mengkodifikasikan muatan pemikiran
Nurcholish Madjid. Untuk selanjutnya, guna mengungkapkan semua rangkaian
pembahasan yang mengarah kepada deskripsi iman dan moral menurut Nurcholish
Madjid pendekatan pertama yang ditunjukkan oleh penulis adalah interprtasi. Dari
pendekatan inilah penelitian diarahkan sepenuhnya untuk membaca pikiran tokoh
kemudian menginterpretasikannya secara komprehensif. Koherensi inhern dirancang
penuh untuk melihat kesinambungan pemikiran tokoh dengan tokoh yang lain.
Terakhir, deskripsi menjadi langkah pengelolahan atas data-data yang terangkum
dalam wilayah penelitian tentang iman dan moral.
Dari semua rangkain pembahasan yang mengemuka tentang iman dan moral
menurut Nurcholish Madjid penelitian ini menemukan bahwa pada tingkat keimanan
setiap individu dituntut untuk membangun nilai ber-tauhid secara mendalam. Dalam
keber-tauhidan inilah setiap individu harus bertumpu kepada bangunan
kepercayaannya untuk meneguhkan nilai kebertuhanan mereka. Dalam memupuk
hakikat moral yang harus tertanam dalam diri setiap individu, Nurcholish Madjid
menegaskan bahwa Islam yang diwahyukan oleh Tuhan sebagai rahmatan lil-alamin
rahmat bagi alam semesta harus diwujudkan dalam kesejatian yang mendalam.
Kesejatian tersebut harus diarahkan untuk menjadikan Islam sebagai al-Din al-Hanif
agama yang ramah. Untuk itulah, dalam rangka memanifestasikan ke-hanifan Islam
itu sendiri, pengertian dan penanaman pluralisme dalam diri setiap Muslim adalah
moral utama yang harus terwujud.
-
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Mahasiswa yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : IMAM MAHDIN
NIM : 30200110004
Tempat/Tgl. Lahir : Payi, 03 Juli 1989
Jurusan/Prodi : Aqidah Filsafat/ Filsafat Agama
Fakultas/Program : Ushuluddin, Filsafat dan Politik
Alamat : Samata (Gowa)
Judul : Iman dan Moral dalam pandangan Nurcholish Madjid
Menyatakan dengan sesungguhnya dan penuh kesadaran bahwa skripsi ini benar adalah
hasil karya sendiri. Jika dikemudian hari terbukti bahwa ia merupakan duplikat, tiruan, plagiat,
atau dibuat oleh orang lain, sebagian atau seluruhnya, maka skripsi dan gelar yang diperoleh
karenanya batal demi hukum.
Makassar, 24 Desember 2014
Penyusun,
IMAM MAHDIN
NIM: 30200110004
-
PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi yang berjudul, “Iman dan moral dalam pandangan Nurcholish Madjid” yang
disusun oleh Imam Mahdin, NIM: 30200110004, mahasiswa jurusan Aqidah Filsafat pada
Fakultas Ushuluddin, Filsafat dan Politik UIN Alauddin Makassar, telah diuji dan dipertahankan
dalam sidang munaqasah yang diselenggarakan pada hari Jumat, 19 Desember 2014, bertepatan
dengan 27 Shafar 1436 H, dinyatakan telah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Filsafat Islam (S.Fil. I.) dalam jurusan Aqidah Filsafat, dengan
beberapa perbaikan.
Makassar, 19 Desember 2014
27 Shafar 1436 H.
DEWAN PENGUJI:
Ketua : Drs. H. Ibrahim, M. Pd (………….…...…..)
Sekretaris : Darmawati H, S.Ag. M.HI (…………....….….)
Munaqisy I : Prof. Dr. H. Nihaya, M. Hum (…………....….….)
Munaqisy II : Mujahiduddin, S.Ag, M. Hum (…………....……..)
Pembimbing I : Dr. Abdullah, M. Ag (…………….…….)
Pembimbing II : Muhaemin, S. Ag, M. Th.I, M.Ed (…………….…….)
Diketahui oleh:
Dekan Fakultas Ushuluddin Filsafat dan Politik
UIN Alauddin Makassar,
Prof. DR. H. Arifuddin, M. Ag
NIP: 19691205 199303 1 001
-
KATA PENGANTAR
����﷽
دً َوَعلَى اِلِھ وَ َربِّ ِ�ِ اْلَحْمدُ اَْصَحاِبِھ اْلَعَلِمْیَن َوالصَّالَةُ َوالسَّالَُم َعلَى اَْشَرِف اْالَنِبَیاِء َواْلُمْرَسِلْیَن َسیِِّدَنا ُمَحمَّ
ا َبْعدُ اَْجَمِعْیُن اَمَّ
Tiada kata yang pantas penulis ucapkan selain rasa syukur kepada Allah Swt, karena
dengan limpahan rahmat dan karunia-Nyalah sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini
dengan baik. Tak lupa pula Shalawat dan salam mudah-mudahan senantiasa tercurahkan kepada
junjungan Nabi Muhammad Saw, Pembawa amanat mulia dari Allah Swt untuk membimbing
manusia kejalan yang penuh berkah, kedamaian dan segala kesejahteraan salam naungan iman
dan Islam, Amin.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis tidak lepas dari bantuan orang-orang terdekat, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Dengan ini penulis mengucapkan terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Bapak/ Ibu :
1. Prof. Dr. H. Qadir Gassing, MA, selaku Rektor beserta Wakil Rektor I, II, dan III UIN
Alauddin Makassar, dengan penuh tanggungjawab memimpin dan membina universitas ini.
2. Prof. Dr. H. Arifuddin Ahmad, M.Ag, selaku Dekan beserta wakil Dekan Fakultas
Ushuluddin, Filsafat dan Politik.
3. Dr. Abdullah, M.Ag,ketua jurusan Aqidah Filsafat Fakultas Ushuluddin, Filsafat dan Politik
selaku Dosen pembimbing Satu, yang selalu memotivasi penulis agar selalu semangat dalam
menyelesaikan skripsi ini.
4. Muhaemin, S.Ag., M. Th.I, M.Ed. selaku Dosen pembimbing ke Dua, yang penuh
kewibawaan telah membimbing penulis dalam skripsi ini.
5. Kepala perpustakaan pusat UIN Alauddin Makassar beserta seluruh jajarannya, karena
melalui lembaga yang dipimpinnya penulis telah banyak memperoleh ilmu baik sebelum
penulisan skripsi ini maupun dalam pengumpulan bahan-bahan kepustakaan yang berkaitan
dengan pembahasan dalam skripsi ini.
-
6. Para Dosen dan staf di Fakultas Ushuluddin, Filsafat dan Politik, yang telah ikut serta
membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
7. Kedua orang tua tercinta yang selalu ada dalam suka maupun duka, dengan tak henti-
hentinya memberikan pengarahan-pengarahan yang penuh semangat, harapan dan cinta kasih
sejak kecil hingga saat ini dapat menyelesaikan studi di perguruan tinggi, ini tidak terlepas
dari doa-doa mereka.
8. Kepada semua rekan/ teman-teman yang telah memberikan bantuan dan dukungannya pada
penulisan dalam menyelesaikan skripsi ini.
Akhirnya hanya kepada Allah jugalah penulis mengharapkan agar keikhlasan atas
bantuan dari berbagai pihak dapat bernilai ibadah. Penulis menyadari bahwasanya skripsi ini
jauh dari kesempurnaan. Sehingga kritik dan saran terhadap skripsi ini sangat diharapakan agar
dapat disempurnakan. Semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi orang yang
membacanya begitupun dengan penulis.
Makassar, 24 Desember 2014
Imam Mahdin
30200110004
-
DAFTAR ISI
JUDUL ………………………………………………………………...
KATA PENGANTAR………………………………………………....
i
ii
PENGESAHAN SKRIPSI…………………………………………….
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI……………………………...
DAFTAR ISI …………………………………………………………..
ABSTRAK ……………………………………………………………..
iv
v
vi
viii
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………
A. Latar Belakang Masalah ……………………………
B. Rumusan Masalah …………………………………...
C. Defenisi Operasional dan Ruang Lingkup
Penelitian.....................................................................
D. Kajian Pustaka ……………………………………...
E. Metode Penelitian …………...……………………....
F. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ……………………
BAB II BIOGRAFI DAN PERJALANAN INTELEKTUAL
NURCHOLISH MADJID………………........................
A. Riwayat Hidup dan Karya-karyanya………………....
B. Pokok-pokok pemikirannya……………….................
C. Detik-detik terakhir kehidupannya………………......
BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG IMAN DAN
MORAL.............................................................................
A. Pengertian dan Hakikat Iman dalam Pandangan
Islam.............................................................................
B. Pengaruh kekuatan iman terhadap kehidupan
individu dan masyarakat..............................................
C. Pengertian Moral, Akhlak dan Etika............................
1-14
1
6
6
7
10
13
15-34
15
26
33
34-55
34
39
41
-
D. Moral dan Pembagiannya............................................
E. Aksiologi Moralitas dalam Kehidupan Manusia.........
BAB IV PANDANGAN NURCHOLISH MADJID
TENTANG IMAM DAN MORAL.................................
A. Prinsip Iman.................................................................
B. Prinsip Etika dan Moral……………………………...
C. Kontribusi pemikiran Nurcholish Madjid terhadap
kemerosotan nilai Spiritual di Era modern…………..
a. Iman dan Tata Nilai Rabbaniyah.............................
b. Ibadah sebagai Institusi Iman……………………..
BAB V PENUTUP ……………………………………………...
A. Kesimpulan ………………………………………….
B. Implikasi ………………...…………………………..
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ……………………………………….
47
52
56-74
56
63
65
67
70
75-77
75
77
78-80
81
-
ABSTRAK
Nama : IMAM MAHDIN
NIM : 30200110004
Judul : IMAN DAN MORAL DALAM PANDANGAN NURCHOLISH MADJID
Pertumbuhan zaman yang semakin mengglobal menjadikan dinamika
kehidupan di dalamnya berjalan dalam laju yang antagonistik. Dinamika yang muncul
ini kemudian beralih kepada dua kutub kondisi sosial yang bertentangan; keunggulan
dunia modern dan kekosongan nilai rohani kehidupan. Akan tetapi, di atas kedua
kondisi yang kontradiktif tersebut setiap individu wajib bersikap adil dan bijaksana.
Keadilan dan kebijaksanaan tersebut harus diarahkan kepada pembentukan sikap
setiap pribadi berdasar kepada semangat keagamaan yang luhur.
Rancangan penelitian yang dikemukakan oleh penulis ini diarahkan
sepenuhnya kepada analisis pemikiran Nurcholish Madjid atas konsepsi iman dan
moral. Sebagai langkah awal untuk menentukan peta pembahasan, kajian kepustakaan
(library research) menjadi langkah utama untuk mengkodifikasikan muatan pemikiran
Nurcholish Madjid. Untuk selanjutnya, guna mengungkapkan semua rangkaian
pembahasan yang mengarah kepada deskripsi iman dan moral menurut Nurcholish
Madjid pendekatan pertama yang ditunjukkan oleh penulis adalah interprtasi. Dari
pendekatan inilah penelitian diarahkan sepenuhnya untuk membaca pikiran tokoh
kemudian menginterpretasikannya secara komprehensif. Koherensi inhern dirancang
penuh untuk melihat kesinambungan pemikiran tokoh dengan tokoh yang lain.
Terakhir, deskripsi menjadi langkah pengelolahan atas data-data yang terangkum
dalam wilayah penelitian tentang iman dan moral.
Dari semua rangkain pembahasan yang mengemuka tentang iman dan moral
menurut Nurcholish Madjid penelitian ini menemukan bahwa pada tingkat keimanan
setiap individu dituntut untuk membangun nilai ber-tauhid secara mendalam. Dalam
keber-tauhidan inilah setiap individu harus bertumpu kepada bangunan
kepercayaannya untuk meneguhkan nilai kebertuhanan mereka. Dalam memupuk
hakikat moral yang harus tertanam dalam diri setiap individu, Nurcholish Madjid
menegaskan bahwa Islam yang diwahyukan oleh Tuhan sebagai rahmatan lil-alamin
rahmat bagi alam semesta harus diwujudkan dalam kesejatian yang mendalam.
Kesejatian tersebut harus diarahkan untuk menjadikan Islam sebagai al-Din al-Hanif
agama yang ramah. Untuk itulah, dalam rangka memanifestasikan ke-hanifan Islam
itu sendiri, pengertian dan penanaman pluralisme dalam diri setiap Muslim adalah
moral utama yang harus terwujud.
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kehidupan modern telah tampil dalam dua wajah yang antagonistik. Di
satu pihak modernitas telah berhasil mewujudkan kemauan yang spektakuler,
khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi maupun dalam bentuk
kemakmuran fisik. Sementara itu, di sisi lain ia telah menampilkan wajah
kemanusiaan yang buram berupa kemanusiaan modern berwujud kesengsaraan
rohaniah. Gejala ini muncul sebagai akibat modernisasi yang didominasi oleh
rasionalisasi dan mekanisme kehidupan.1
Manusia ilmiah yang katanya modern, teknologinya yang serba canggih
serta ambisinya yang melebihi ambang batas kewajaran, ingin menguasai dunia
demi memenuhi kebutuhan dan keinginannya. Seorang ahli sejarah kenamaan,
Arnold Toynbee mengatakan bahwa modernitas telah mulai menjelang akhir abad
ke-15 Masehi, ketika orang Barat “berterima kasih tidak kepada Tuhan tetapi
kepada dirinya sendiri atas keberhasilannya mengatasi kungkungan Kristen Abad
Pertengahan”2. Istilah modernitas berasal dari perkataan “modern”; dan makna
umum dari perkataan modern adalah segala sesuatu yang bersangkutan dengan
1Haedar Nashir, Agama dan Krisis Kemanusiaan Modern (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
1997), h. 138.
2Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban: Sebuah Telaah Kritis tentang
Masalah Keimanan, Kemanusiaan dan Kemodernan, (Jakarta: Paramadina, 1992), h. 446.
-
2
kehidupan masa kini atau sikap hidup yang baru di anut dalam menghadapi
kehidupan masa sekarang dan akan datang.3
Adanya ancaman kepada umat manusia akibat materialism zaman modern
itu sudah terlalu sering dan nyaring diperdengarkan orang. Biasanya ini di
sampaikan dalam nada memberi peringatan. Sebetulnya kesadaran tentang adanya
segi kekurangan zaman modern itu lebih-lebih dimiliki oleh mereka yang telah
mengalami modernisasi penuh. Namun, dari sekian banyak kemungkinan krisis
akibat teknikalisasi dan industrialisasi itu barangkali yang paling gawat adalah
yang berkenaan dengan masalah moral.
Akan tetapi, di atas semua keyakinan yang tentunya dapat muncul dari
setiap individu tentang keunggulan dunia modern, ternyata kebutuhan-kebutuhan
material yang dihasilkan teknologi dengan produk industrinya tidak memberikan
kepuasan dan kebahagiaan bagi manusia, bahkan selalu memunculkan persoalan-
persoalan baru yang tidak pernah dialami sebelumnya.4 Ironisnya, manusia harus
menebus semua kenyataan itu dengan ongkos yang sangat mahal, yaitu hilangnya
kesadaran akan makna hidup yang lebih mendalam. Sebagai akibatnya, manusia
mulai kehilangan pijakan, manusia cenderung individual dan tidak peduli dengan
masalah orang lain. Dampak terpenting yang menghancurkan harmonisasi
kehidupan manusia di antaranya ialah mulai terpecahnya jaringan sosial,
menjadikan individu-individu di dalam masyarakat telah hilang rasa solidaritas
3Nurcholish Madjid dkk, Islam Universal, (Cet.1, Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2007), h.
145.
4Nurcholish Madjid, Tradisi Islam :Peran dan fungsinya dalam pembangunan di
Indonesia, (Cet.2, Jakarta: Paramadina, 2008), h. 85.
-
3
dan perasaan bahwa semua orang sesungguhnya mempunyai tanggung jawab
terhadap keberadaan orang lain.
Kehidupan individual sebagai aspek mendasar dari pertumbuhan dunia
modern telah mengarah kepada suatu kekosongan rohaniah yang mencetak dunia
tanpa tujuan. Nilai-nilai moral menjadi tidak berarti dan manusia tidak
mendapatkan pondasi yang aman untuk menentukan mana yang benar dan mana
yang salah.
Humanisme sekuler yang mulai dianut sebagian masyarakat telah
menggantikan agama dari orientasi normatifnya. Pola masyarakat yang semakin
bertambah maju telah membentuk diriya menjadi antagonis terhadap nilai-nilai
etis yang telah ditegaskan oleh agama. Konsekuensi atas semua kenyataan ini,
agama harus bergerak untuk memulai dinamika keagamaannya guna
berkompromi dengan konsep keduniawian (materialisme). Keadaan ini telah
menumbuhkan sebuah dorongan terhadap agama untuk bertolak-belakang
terhadap orientasi dasar moral yang diembannya. Sisi kemanusiaan yang suci
seperti kedamaian rohani dan keluhuran moral menjadi terabaikan dan akhirnya
terjadi pendangkalan kualitas hidup. Nilai kehidupan seperti kebersamaan,
solidaritas sosial, kasih sayang antar sesama mulai tergeser dari keprihatinan dan
wacana keseharian di saat keserakahan pada materi yang disimbolkan oleh
keberhasilan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi acuan yang dominan.
Dalam sudut pandang yang sama, ketimpangan orientasi kehidupan
dengan semua harmonisnya harus berbenturan penuh dengan tumpuan nilai dasar
hidup pada ilmu pengetahuan dan tekhnologi di dalamnya. Sementara itu, pada
-
4
sisi lain, tanpa disadari keyakinan ini secara substansial telah memunculkan gejala
hilangnya fungsi dan peranan agama yang seharusnya bisa membimbing manusia
dalam memahami dan menghayati nilai-nilai transendental untuk menumbuhkan
nilai-nilai luhur pada kehidupan individual maupun sosial. Atas dasar inilah
dinamika kehidupan manusia modern harus mampu dijembatani dengan kesadaran
akan aspek naluriah dan dasariah mereka sehingga mereka tidak terjerat pada
kebanggaan duniawi belaka.5 Di sinilah pentingnya mengapa persoalan iman dan
moral layak untuk diteliti demi kelangsungan hidup manusia menuju masa depan
yang lebih baik. Iman dan moral merupakan faktor yang dominan bagi
terpeliharanya kedamaian dan keharmonisan dalam dunia ini. Ibadah sebagai
wujud iman, pada dasarnya adalah realitas yang suci pada manusia yang tanpanya
dunia bisa mengalami kehancuran, karena visi penciptaan manusia adalah sebagai
khalifah di bumi.
Dalam Islam, iman pada setiap individu akan membawa akibat adanya
amal shaleh yang memasyarakat. Hal ini karena kebenaran bukanlah suatu
persoalan kognitif semata, akan tetapi harus diwujudkan dalam suatu tindakan. Di
atas semua tindakan sosial yang benar akan memancar implikasi keagamaan dan
kemasyarakatan yang diterangkan oleh agama dalam kehidupan manusia di abad
moden ini.6
5Komaruddin Hidayat, Agama dan Kegaulan Masyarakat Modern dalam Nurcholish
Madjid (et.al), Kehampaan Spiritual Masyarakat Modern: Respond an Transformasi Nilai-nilai Islam
Menuju Masyarakat Madani (Jakarta: P. Mediacita, 2000), h. 98.
6Nurcholish Madjid, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan, (Bandung: Mizan 1987) h.
157.
-
5
Ditinjau pada khasanah pemikiran Islam, persoalan-persoalan tentang
iman dan moral sangatlah luas cakupannya serta banyak tokoh, ilmuan yang
membicarakannya. Karena kajian iman dan moral termasuk kajian yang sangat
penting dalam mekanisme kehidupan agar manusia tidak semakin terjerumus ke
dalam kezaliman yang lebih ekstrim lagi. Iman sebagai titik pangkal penumbuhan
moralitas yang sempurna merupakan intisari dari realitas orang yang beragama.
Sementara itu, ditinjau dari sisi substansialnya, dengan moralitas yang tinggi
seseorang dapat menumbuhkan rasa kemanusiaan dalam suatu tatanan kebaikan
secara individu maupun dalam bermasyarakat atau dalam berhubungan dengan
Sang Pencipta.
Berpijak kepada latar belakang di atas, kajian tentang iman dan moral akan
dispesifikasikan pada pemikiran salah satu tokoh intelektual Indonesia yaitu
Nurcholish Madjid. Meskipun secara faktual Nurcholish Madjid belum
merumuskan suatu karya khusus mengenai iman dan moral namun secara tidak
langsung dalam berbagai kumpulan karya-karyanya telah disinggung tentang
kajian iman dan moral.
Pemikiran Nurcholish Madjid sangat layak untuk ditawarkan di tengah-
tengah masyarakat Indonesia yang merupakan masyarakat plural dan tengah
banyak mengalami banyak goncangan-goncangan dan pergeseran-pergeseran
nilai. Atas alasan inilah, pilihan penulis pada tema iman dan moral dalam
pandangan Nurcholish Madjid menjadi dasar pijakan untuk dieksplorasikan secara
tersusun dan ilmiah.
-
6
B. Rumusan Masalah
Iman dan moral merupakan unsur mendasar dari kehidupan manusia.
Kedua unsur mendasar ini harus selalu dimanifestasikan dan diwujudkan dalam
membangun hubungan antara sesama manusia muamalah maannas serta hubungan
manusia dengan Sang Khalik muamalah ma-Allah. Bersandar kepada susunan
keilmuan dan kecendekiawanan Nurcholish Madjid, tema pokok penelitian
dirancang penuh oleh penulis untuk dirumuskan.
Pokok permasalahan dalam penelitian skripsi ini dapat di uraikan dalam
beberapa rumusan masalah:
1. Bagaimana konsep iman dan moral dalam Islam dan Filsafat?
2. Bagaimana pandangan Nurcholish Madjid tentang iman dan moral?
3. Bagaimana kontribusi pemikiran Nurholish Madjid terhadap
kemerosotan nilai spiritual di era modern?
C. Defenisi Operasional dan Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini berjudul: “Iman dan moral dalam pandangan
Nurcholish Madjid” ini perlu dibatasi sebagai pegangan dan kajian selanjutnya
sekaligus memperjelas arah penelitian ini.
Iman Menurut bahasa yang berarti membenarkan (tashdiq) sedangkan
menurut syara’ berarti membenarkan dengan hati (tashdiq bi al-Qalbi), dalam arti
menerima dan tunduk kepada hal-hal yang diketahui berasal dari Nabi
Muhammad Saw. Iman tidak hanya cukup disimpan dalam hati. Iman harus
dilahirkan atau diaktualisasikan dalam bentuk perbuatan yang nyata dan amal
-
7
shaleh atau perilaku yang baik. Kalau sudah demikian, barulah dapat dikatakan
iman itu sempurnah.7
Moral secara bahasa, berasal dari bahasa latin yakni Mores kata jamak dari
Mos yang berarti adat kebiasaan. Sedangkan dalam bahasa indonesi Moral
diartikan dengan susila. Sedangkan moral sebagaimana ide-ide yang umum
diterima adalah tindakan manusia terkait dengan yang baik dan yang wajar.
Istilah Moral senantiasa mengacu kepada baik dan buruknya perbuatan
manusia sebagai manusia, Moral dominal digunakan sebagai barometer untuk
menetapkan betul atau salahnya sebuah tindakan manusia terkait dengan sesuatu
hal.8 Nurcholish Madjid adalah salah-satu tokoh pemikir Islam Indonesia
kelahiran Mojoanyar Jombang, Jawa Timur pada tanggal 17 Maret 1939 yang
mempunyai visi modernisasi dan rasionalisasi dalam rangka untuk memahami
Islam secara mendalam.
Berdasarkan uraian definisi tersebut di atas, dapat digambarkan ruang
lingkup penelitian ini mencakup “Iman dan Moral dalam pandangan Nurcholish
Madjid”. Dalam hal ini untuk mengetahui lebih jelas bagaimana kerangka
pemikiran Nurcholish Madjid tentang Iman dan Moral dengan menggunakan
tinjauan filosofis.
D. Kajian Pustaka
Islam Doktrin dan Peradaban: Sebuah Telaah Kritis tentang Masalah
Keimanan, Kemanusiaan dan Kemodernan, Buku ini merupakan karya
monumentalnya pasca studi di Chicago. Dalam buku ini ada empat hal pokok
7Hasbi as-Shiddieqy, 2002 Mutiara Hadis, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), h. 48.
8Barsihannor, Etika Islam, (Makassar:Alaudin University Press , 2012), h. 49.
-
8
yang akan diungkap oleh cak Nur. Keempat hal pokok tersebut adala: Tauhid dan
Emansipasi Harkat Manusia, Disiplin Ilmu Keislaman Tradisional, Membangun
Masyarakat Etika, dan Universalisme Islam dan Kemoderenan. Dalam buku ini,
Cak Nur berusaha mengungkapkan ajaran Islam yang menekankan sikap adil,
inklusif dan kosmopolit dan Dalam buku ini pula, Cak Nur telah menjelaskan
bahwa Tampilnya Islam berarti menyambung kembali tradisi Nabi Ibrahim dan
Nabi Musa yang mengajarkan tentang beriman kepada Allah dan pendekatan
kepada-Nya melalui amal perbuatan baik suatu monoteisme etis. Dalam buku ini
Nurcholish Madjid hanya memfokuskan pembahasan mengenai iman saja.9
Islam Kemodernan dan Keindonesiaan. Dalam buku ini, yang merupakan
kumpulan tulisan selama dua dasawarsa melontarkan gagasan Nurcholish Madjid
tentang korelasi kemodernan, keislaman dan keindonesiaan, sebagai respon
terhadap berbagai persoalan dan isu-isu yang berkembang di saat itu. buku ini
adalah menampilkan secara lengkap pikiran-pikiran utama Cak Nur lewat tulisan-
tulisannya sendiri mengenai persoalan-persoalan masa kini; Islam, modernisme,
dan keindonesiaan. Dalam pandangannya, ajaran-ajaran Islam yang sudah tidak
sesuai dengan konteks zaman modern hendaknya direkonstruksi dan
direformulasi. Mengenai hal ini, ia berusaha memadukan antara nasionalisme,
modernisme, dan Islam untuk konteks keIndonesiaan. Dalam buku ini tidak
9Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban: Sebuah Telaah Kritis tentang
Masalah Keimanan, Kemanusiaan dan Kemodernan, (Jakarta: Paramadina, 1992).
-
9
menjelaskan pada bab yang secara spesifik tentang iman dan moral, hanya
dijelaskan dari berbagai halaman saja.10
Masyarakat Religius:Membumikan Nilai-Nilai Islam dalam Kehidupan
Masyarakat. Buku ini mengetengahkan konsep Islam tentang kemasyarakatan,
antara komitmen pribadi dan komitmen sosial serta konsep tentang eskatologi.
Buku ini secara eksplisit membahas konsep individu, keluarga, dan masyarakat
dalam pendekatan "yang seharusnya" dan membicarakan masalah-masalah sosial
dan keagamaan secara lebih spesisfik, seperti masalah aborsi, donor organ tubuh,
mukjizat, karamah, sihir, dan sulap. Buku ini sungguh telah cukup memberikan
gambaran tentang konsep masyarakat dalam tuntunan Islam. Dalam buku ini pula
Nurcholish Madjid menyinggung Kewajiban pokok manusia dalam menata
keimanan pada koridor moralitas adalah memahami antara hak kewajiban
individu dan kewajiban umum.11
Islam universal. Buku ini yang ditulis Nurcholis Madjid Dkk, merupakan
kumpulan artikel yang membahas berbagai diskursus dan interpretasi atas ajaran
Islam dan ide nasional Indonesia secara komprehensif dan kritis. Sebagai seorang
cendekiawan muslim Indonesia yang lahir dengan model pendidikan modern
Barat dan sekuler, bersamaan dengan kondisi negara Indonesia yang sedang
dalam masa peralihan kekuasaan, dari Orde Lama ke Orde Baru. Kehadirannya
dapat dikatakan telah membawa misi pembaharuan pemikiran Islam Indonesia
yang sebelumnya dikenal cukup konservatif. Buku ini telah membahas, bahwa
10
Nurcholish Madjid, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan, (Bandung: Mizan 1987).
11Nurcholish Madjid, Masyarakat Religius: Membumikan Nilai-Nilai Islam dalam
Kehidupan Masyarakat (Jakarta: Paramadina, 1997).
-
10
agama merupakan sumbu inspirasi sosial umat manusia, dan agama merupakan
sebuah entitas nilai yang berada pada jalur keyakinan seseorang atau kelompok.
Dalam buku ini pula telah menyinggung mengenai iman dan moral tapi sayangnya
tidak ada pembahasan khusus dari berbagai bab yang ada dalam buku ini yang
berkenaan dengan iman dan moral.12
E. Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah bersifat kualitatif dengan mengarahkan fokus
pembahasan kepada deskripsi pokok pemikiran dari tokoh Nurcholish Madjid
tentang Iman dan moral dalam Islam. Untuk itulah, guna mendapatkan kejelasan
dari deskripsi pemikiran Nurcholish Madjid dibutuhkan adanya metode. Ditinjau
secara definitif metode merupakan suatu jalan yang ditempuh atau bisa juga
berarti cara bertindak menurut sistem aturan tertentu.13
Untuk mengantarkan penelitian ini kepada tujuan utamanya, terdapat
beberapa metode penting yang dirancang oleh penulis dalam penelitian ini.
Adapun metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah;
1. Metode Pengumpulan Data
Ditinjau dari sudut operasionalnya, metode pengumpulan data dalam
penelitian ini dirancang dari mempelajari dan memahami karya-karya tokoh yang
dimaksud dan mengumpulkan data-data yang tersebar mengenai tokoh tersebut,
12
Nurcholish Madjid dkk, Islam Universal, (Cet.1, Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2007).
13Anton Bakker, Metode-metode Filsafat, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984), h. 10
-
11
filsafatnya dan karya-karyanya.14
Adapun mengenai data primer yang akan
dikumpulkan adalah karya-karya dari Nurcholish Madjid baik berupa buku,
jurnal, artikel dan lainnya. Sedangkan pustaka sekunder adalah karya-karya yang
ditulis oleh orang lain mengenai pemikiran Nurcholish Madjid, serta buku-buku
lain yang diperlukan dan berkaitan dengan tema penelitian ini, termasuk
ensiklopedi, jurnal dan lainnya. Dari semua rangkaian proses pengumpulan data
pada penelitian ini, dapat diketahui bahwa penelitian ini bersifat literer, dengan
hanya mengandalkan pengumpulan informasi dari buku-buku dan catatan lain.
2. Pengolahan dan Analisis Data
Setelah dilakukan pengumpulan data maka langkah selanjutnya yang
dilakukan oleh penulis adalah :
a. Interpretasi, yaitu memahami pemikiran dari tokoh yang diteliti untuk
dapat menangkap maksud dari tokoh tersebut kemudian
diketengahkan pula pendapat-pendapat dari peneliti lain tentang tema
yang sama, sebagai sebuah perbandingan. Interpretasi dalam
penelitian ini berjalan di atas pengamatan penulis terhadap beberapa
data terkait untuk dipilih dan dipilah bagian-bagian pokok yang
menyangkut pandangan tokoh bersangkutan atas tema yang
dikemukakan.
b. Koherensi intern. Agar dapat memberikan interpretasi yang tepat
mengenai pemikiran tokoh tersebut, konsep-konsep dan aspek-aspek
14
Anton Bakker dan Achmad Charis Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat, (Yogyakarta:
Penerbit Kanisius 1992), h. 62-63.
-
12
pemikirannya dilihat menurut keselarasan satu sama lain. Keselarasan
ini disandarkan kepada beberapa pendapat yang dinyatakan oleh tokoh
lain terhadap tema yang mengemuka dan pemikiran Nurcholish
Madjid tentang iman dan moral.
c. Deskripsi. Pengolahan data secara deskriptif adalah menguraikan
secara teratur dari seluruh konsepsi tokoh.15
Rumusan pengolahan
data secara deskriptif dalam penelitian ini mengarah kepada
penjabaran tekstual dan kontekstual dari pandangan awal yang
terbangun dari pemikiran Nurcholish Madjid. Analisis tekstualitas
pemikiran Nurcholish Madjid berpijak kepada blue print catatan biru
yang telah dirancangnya. Sementara itu, kontekstualisasi berjalan
seiring dengan dinamika reflektif kolaborasi pemikiran Nurcholish
Madjid atas perjalanan realitas kehidupan.
3. Pendekatan Penelitian
Sebagai bagian pembahasan dalam koridor studi pemikiran keislaman
dan satuan jurusan yang dipilih oleh penulis aqidah filsafat, maka dalam
penelitian ini pendekatan yang dipakai adalah pendekatan filosofis. Pendekatan ini
dipakai untuk melihat aspek mendasar tentang Iman dan moral dalam pandangan
Nurcholish Madjid.16
15
Anton Bakker, Metode-metode Filsafat, h.15.
16Anton Bakker dan Achmad Charis Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat, h. 64-65.
-
13
F. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berpijak kepada dua rumusan pokok penelitian ini, terancang di atas kedua
rumusan tersebut dua orientasi penting dan tujuan utama penelitian. Adapun
kedua tujuan pokok penelitian adalah:
a. Mengkaji bagaimana konsep iman dan moral dalam Islam.
b. Menganalisis bagaimana pandangan Nurcholish Madjid tentang iman
dan moral dalam Islam.
2. Kegunaan Penelitian
Menjejak pada pembahasan selanjutnya dengan merancang dua tujuan
pokok penelitian pada pembahasan sebelumnya, maka dalam rangkaian berikut
pembahasan diarahkan kepada penjabaran atas kegunaan penelitian.
Kegunanaan peneliitian ini adalah sebagai berikut:
a. Secara Teoritis, yaitu diharapkan dari hasil penelitian ini menjadi bahan
masukan dalam mengkaji masalah Iman dan moral dalam pandangan
Nurcholish Madjid, dan tema penelitian ini berguna baik bagi
mahasiswa Aqidah Filsafat pada khususnya maupun bagi mahasiswa
UIN Alauddin pada umumnya.
b. Secara Praktis, yaitu diharapkan dari hasil penelitian ini dirancang
untuk menambah khasanah keilmuan dan ajakan pada pembaca maupun
penulis sendiri guna mengenalkan pemikiran-pemikiran yang
-
14
ditawarkan oleh Nurcholish Madjid tentang iman dan moral bagi
kehidupan masyarakat yang lebih baik.
-
15
BAB II
BIOGRAFI DAN PERJALANAN INTELEKTUAL NURCHOLISH
MADJID
A. Riwayat Hidup dan Karya-karyanya
Nurcholish Madjid lahir di Mojoanyar Jombang, Jawa Timur pada tanggal
17 Maret 1939,17
bertepatan dengan tanggal 26 Muharram 1358 H. Nurcholish
Madjid adalah putra dari seorang petani Jombang yang bernama H. Abdul Madjid.
Abdul Madjid adalah seorang ayah yang rajin dan ulet dalam mendidik putranya
dia adalah seorang figur ayah yang alim. Dia merupakan Kyai alim alumni
pesantren Tebuireng dan termasuk dalam keluarga besar Nahdlatul Ulama (NU),
yang secara personal memiliki hubungan khusus dengan K.H Hasyim Asy’ari,
salah seorang founding father Nahdlatul Ulama. H. Abdul Madjid inilah yang
menanamkan nilai-nilai keagamaan kepada Nurcholish Madjid semenjak dirinya
masih berusia 6 tahun.18
Dalam mempersepsikan tatanan pendidikan yang diberikan oleh ayahnya,
Nurcholish Madjid mencatat:
Meskipun pendidikan resmi Abdul Madjid hanya tamatan SR, tetapi ia
memiliki pengetahuan yang luas. Fasih dalam bahasa Arab dan mengakar
dalam tradisi pesantren. Abdul Madjid sering dipanggil “kyai haji”,
sebagai penghormatan atas ketinggian ilmu keislaman yang dimilikinya,
walaupun ia sendiri secara pribadi tidak pernah menyebut diri sebagai kyai
dan tidak pernah secara resmi bergabung dengan kalangan ulama. Dan
meskipun ia tetap menyebut diri sebagai orang biasa, namun hal itu
tidaklah membendung keinginannya untuk mendirikan sebuah madrasah.
17
Nihayah, Pluralisme Pemikiran Nurcholish Madjid, (Makassar : Alauddin University
Press, 2012), h. 9.
18Greg Barton, Gagasan Islam Liberal di Indonesia, Pemikiran Neo-Modernisme
Nurcholish Madjid, Djohan Effendi, Ahmad Wahid, dan Abdurrahman Wahid, terj.,Nanang
Tahqiq (Jakarta: Paramadina, 1999), h. 74.
-
16
Bahkan ia menjadi pengelola utama pada pembangunan madrasah yang ia
kelola sendiri dan juga yang paling berperan dalam membesarkan
madrasah wathoniyah di Mojoanyar Jombang.19
Penanaman nilai-nilai keagamaan yang ditanamkan oleh H Abdul Madjid
kepada Nurcholish Madjid, bukan saja melalui penanaman aqidah, moral, etika,
atau pun dengan pembelajaran membaca al-Qur’an saja, akan tetapi juga dengan
arah pendidikan formal bagi Nurcholish Madjid.20
Pendidikan dasar yang
ditempuhnya pada dua sekolah tingkat dasar, yaitu di Madrasah al-Wathoniyah
dikelola oleh ayahnya sendiri dan di Sekolah Rakyat (SR) di Mojoanyar,
Jombang.
Pemikiran Nurcholish Madjid yang sedemikian rupa tentu tidak lepas dari
pengaruh lingkungan rumah dan eksistensi keluarga serta pengaruh terbesarnya
terletak pada asuhan yang diberikan oleh sang ayah. Jadi, sejak tingkat dasar,
Nurcholish Madjid telah mengenal dua model pendidikan. Pertama, pendidikan
dengan pola madrasah, yang sarat dengan penggunaan kitab kuning sebagai bahan
rujukannya. Kedua, Nurcholish Madjid juga memperoleh pendidikan umum
secara memadai, sekaligus berkenalan dengan metode pengajaran modern. Pada
masa pendidikan dasar ini, khususnya di Madrasah Wathoniyah, Nurcolish
Madjid sudah menampakkan kecerdasannya dengan berkali-kali menerima
penghargaan atas prestasinya.21
19
Nurcholish Madjid, Islam Agama Kemanusiaan :Membangun Tradisi dan Visi Baru
Islam Indonesia, h.72.
20Greg Barton, Gagasan Islam Liberal di Indonesia, h. 75.
21Siti Nadroh, Wacana Keagamaan dan Politik Nurcholish Madjid (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 1999), h. 21.
-
17
Selepas menamatkan pendidikan dasarnya di Sekolah Rakyat (SR) dan
Madrasah Ibtidaiyah (MI) pada tahun 1952, Nurcholish Madjid melanjutkan
pendidikannya pada jenjang yang lebih tinggi. Pesantren Darul ‘Ulum Jombang
menjadi pilihan ayahnya dan dipatuhi oleh Nurcholish Madjid. Di pesantren ini
Nurcholish Madjid hanya mampu menjalani proses belajarnya selama dua tahun.
Atas izin ayahnya, kemudian Nurcholish Madjid pindah ke Pondok Pesantren
Darussalam, KMI (Kulliyat Mu’alimien al Islamiah) Gontor Ponorogo pada tahun
1955. hal ini disebabkan penderitaan yang dialami Nurcholish Madjid karena
ejekan yang datang dari teman-temannya, terkait dengan pendirian politik
ayahnya yang terlibat di Masyumi.22
Di Gontor, Nurcholish Madjid selalu menunjukkan prestasi yang baik,
sehingga dari kelas 1 ia langsung bisa loncat ke kelas 3. Di pesantren ini, ia
banyak mempelajari bahasa asing terutama Bahasa Arab.23
Sehubungan dengan
kemampuan berbahasa Arab ini, terdapat suatu cerita menarik dari Nurcholish
Madjid (untuk selanjutnya ditulis dengan nama akrabnya, Cak Nur):
Suatu hari ia pulang ke rumah, Ayahnya, Abdul Madjid dikenal memiliki
koleksi kitab yang banyak dan tidak ada yang bisa membaca selain
ayahnya sendiri. Ketika pulang ke rumahnya, ditunjukkan beberapa kitab
berbahasa Arab dari Mesir dan ayahnya tidak bisa membaca. Sementara
Cak Nur mampu membaca kitab-kitab ayahnya itu dengan baik.24
22
Greg Barton, Gagasan Islam Liberal di Indonesia, h. 76
23Santri yang masuk di pesantren Gontor selama enam bulan wajib bercakap-cakap
menggunakan Bahasa Arab atau bahasa asing lainnya. Baru ketika duduk di kelas dua, seorang
santri mulai diperbolehkan untuk belajar nahwu dan Sarraf. Demikian juga di kelas tiga, empat,
lima dan enam.
24Nur Khalik Ridwan, Pluralisme Borjuis: Kritik atas Nalar Pluralisme Cak Nur.
(Yogyakarta: Galang press, 2002), h. 51.
-
18
Kurikulum yang diberikan Gontor menghadirkan perpaduan yang liberal,
yakni tradisi belajar klasik dengan gaya modern Barat. Para santri diwajibkan
menggunakan Bahasa Arab dan Bahasa Inggris secara aktif dalam berkomunikasi
antar santri di lingkungan pesantren. Pelajaran agama yang diajarkan dengan
menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa pengantarnya di semua kelas kecuali
kelas tahun pertama. Tujuan Penekanan pada santri-santri dalam menggunakan
kedua bahasa tersebut sebagai bahasa pengantar sehari- hari, yakni mengantarkan
para santrinya ke dalam cakrawala pengetahuan yang lebih luas.
Semboyan Gontor yang berbunyi “berbudi tinggi, berbadan sehat,
berpengetahuan luas dan berfikiran bebas” memberikan penekanan keseimbangan
antara kesehatan jasmani dan rohani, menciptakan iklim yang kondusif bagi
santrinya untuk pemikiran kritis dan maju secara intelektual. Di pesantern inilah
Nurcholish Madjid masuk ke KMI (Kulliyatul Mu’alimien al-Islamiah) selama
enam tahun. Pada tahun 1960 Nurcholish Madjid menyelesaikan studi di Gontor
dan untuk beberapa tahun ia mengajar di bekas almamaternya. Pondok pesantren
Gontor dan orangtuanyalah yang merupakan unsur yang cukup berpengaruh
terkembangan intelektual Nurcholish Madjid.25
Perkembangan intelektual Nurcholish Madjid di Gontor berjalan seiring
dengan besarnya perhatian orang tuanya H. Abdul Madjid dalam mendidik. Untuk
itulah akselerasi belajar yang diperolehnya tersebut menghantarkannya sebagai
25
Kurikulum Gontor ditempuh untuk jangka waktu 6 tahun dengan tiga tahun yang
terakhir mempelajari metode-metode pengajaran. Maka sangat lazim bahwa alumni Gontor masih
menetap di pesantren paling tidak untuk satu tahun lagi mengajar. Adapun kelangsungan ekonomi
para guru di pesantren ini sepenuhnya bergantung kepada pesantren, bahwa guru-guru mendapat
jatah makan dan rumah pondokan, tidak lebih, Greg Barton, h. 36.
-
19
santri berprestasi. Prestasi belajar Cak Nur yang fenomenal itu, diperhatikan oleh
KH. Zarkasyi, salah satu pengasuh pesantren Gontor, dan ketika tamat pada tahun
1960, sang guru bermaksud mengirimkannya ke Universitas al-Azhar, Kairo
Mesir. Karena waktu itu di Mesir terjadi krisis politik akibat problem Terusan
Suez, keberangkatan Cak Nur ke Mesir tertunda, dan untuk sementara waktu Cak
Nur mengajar di almamaternya. Ketika terbetik kabar bahwa di Mesir sulit
memperoleh visa, sang guru tahu bahwa Cak Nur sangat kecewa dan untuk
menghiburnya, KH. Zarkasyi mengirim surat ke IAIN Jakarta meminta agar murid
kesayangannya itu dapat diterima, dan dengan bantuan alumni Gontor di IAIN
tersebut, Cak Nur bisa diterima, meski tanpa ijazah negeri.26
Atas petunjuk gurunya KH. Zarkasyi inilah Nurcholish Madjid
meneguhkan pilihannya untuk melanjutkan studi di IAIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Pilihannya terhadap IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta berkaitan erat
dengan minatnya yang besar terhadap pemikiran keislaman. Pemikirannya yang
kritis dan keberanian pengembaraan intelektualitasnya ditunjukkan ketika ia
menulis skripsi yang berjudul Al-Qur’an ‘Arabiyun Lughatan Wa ‘Alamiyun
Ma’nan (Al-Qur’an secara Bahasa adalah Bahasa Arab, secara Makna adalah
Universal). Tema skripsi yang diangkat oleh Nurcholish Madjid tersebut
setidaknya telah menyiratkan kekritisan dan corak berfikir keislaman yang
inklusif. Kuliahnya diselesaikan pada tahun 1968 dengan prediket cum laude.27
26
Malik dan Ibrahim, Zaman Baru Islam, h. 130. Ijazah Gontor waktu itu secara resmi
tidak diakui oleh pemerintah Indonesia. Periksa Greg Barton, Gagasan Islam, h. 77.
27Kemampuan berbahasa Asing Cak Nur, bukan hanya berbahasa Arab, tetapi ia juga
fasih dalam berbahasa Inggris, Prancis dan fasih pula dalam berbahasa Persia. Untuk kursus
Bahasa Prancis, Cak Nur kursus di Alliance Francaise yang selesai pada tahun 1962.
-
20
Ketika di Jakarta, sembari kuliah di IAIN Syarif Hidayatullah, Nurcholish
Madjid tinggal di Masjid Agung al-Azhar, Kebayoran Baru dan sedemikian Akrab
dengan Buya Hamka dan ia sedemikian kagum terhadap dakwah Buya yang
mampu mempertemukan pandangan kesufian, wawasan budaya dan semangat al-
Qur’an sehingga paham keislaman yang ditawarkan Buya sangat menyentuh dan
efektif untuk masyarakat Islam kota.28
Minat Nurcholis Madjid terhadap kajian keislaman semakin mengkristal
dengan keterlibatannya di HMI. Dia terpilih menjadi Ketua Umum Pengurus
Besar HMI selama dua periode berturut-turut dari tahun 1966-1969 hingga 1969-
1971. Ia pun menjadi presiden Persatuan Mahasiswa Islam Asia Tenggara
(PEMIAT) periode 1967-1969. Dan untuk masa bakti 1969-1971, Cak Nur
menjadi Wakil Sekretaris Umum International Islamic Federation of Students
Organisation (IIFSO).29
Kepemimpinan Nurcholish Madjid pada organisasi mahasiswa tingkat
nasional tersebut merupakan hal amat penting dalam jalur intelektualisme
kehidupannya. Pada sisi lain, keterlibatannya pada kegiatan internasional yakni
kunjungannya ke Timur Tengah30
dan ke Amerika Serikat telah semakin
mematangkan petualangan intelektualitasnya. Pada saat-saat itulah, Nurcholish
Madjid melontarkan gagasan kontroversial, yang sangat menyengat kalangan
28
Komaruddin Hidayat, “Kata Pengantar”,dalam Nurcholish Madjid, Islam Agama
Kemanusiaan; Membangun Makna dan Relevansi Islam dalam Sejarah (Jakarta: Paramadina,
1995), h. vii.
29Greg Barton, Gagasan Islam Liberal di Indonesia, h. 78.
30Di Timur Tengah, tepatnya di Irak, Cak Nur bertemu dengan Abdurrahman Wahid,
yang waktu itu kuliah di Baghdad University, setelah mrotol dari al-Azhar yang dinilai oleh Gus
Dur sangat tradisional dan konservatif, dan sejak itu keduanya sedemikian akrab dan sama-sama
memiliki tendensi pemikiran yang liberal neo-modernis.
-
21
Masyumi yang waktu itu sedemikian getol memperjuangkan visi Islam Politik,
yakni jargon Islam Yes, Partai Islam No.31
Banyak reaksi keras yang dialamatkan
kepadanya, namun dia tak bergeming, bahkan semakin aktif dengan gagasan-
gagasannya, dengan mendirikan Yayasan Samanhudi dan ia menjadi direkturnya
selama tahun 1974-1976.32
Atas dasar itu, dalam perspektif Majalah Tempo
hingga batas tertentu, pemikiran Nurcholish Madjid telah menyebabkan Ormas-
Ormas Islam yang telah menerima asas tunggal (Pancasila) merasa lebih damai
karena telah menemukan kebenaran.
Pada tahun 1984, ia berhasil menyandang gelar philosophy Doctoral
(Ph.D) di Universitas Chicago dengan nilai cum laude. Adapun disertasinya ia
mengangkat pemikiran Ibnu Taymiah dengan judul “Ibn Taymiyah dalam ilmu
kalam dan filsafat: masalah akal dan wahyu dalam Islam” (Ibn Taymiyah in
Kalam and Falsafah: a Problem of Reason and Revelation in Islam). Disertasi
doktoral yang dilakukan ini menunjukkan atas kekaguman dirinya terhadap tokoh
tersebut. Kekaguman ini pun menjadi pengakuan yang disampaikannya.
Nurcolish Madjid bukan hanya memiliki prestasi akademik yang
menakjubkan, tapi sebagai seorang aktivis-pun ia dipercaya untuk menempati
posisi penting pada berbagai organisasi kepemudaan. Ini menyiratkan dedikasinya
dalam me-manage waktu antara aktivitas akademik dengan aktivitas
31
Siti Nadroh, Wacana Keagamaan, h. 37.
32Di Yayasan inilah Cak Nur terlibat intensif berdiskusi dengan Djohan Effendi, M.
Dawam Rahardjo, Syu’bah Asa dan Abdurrahman Wahid. Ketika itu pula, bersama-sama kawan-
kawannya tersebut Cak Nur menerbitkan majalah Islam yang sedemikian provokatif dalam
menyebarkan gagasan pembaruan yakni Mimbar Jakarta. Tulisan-tulisannya di majalah ini
menjadikannya dikritisi oleh orang-orang yang tidak sepaham dengannya. Periksa, Greg Barton,
Gagasan Islam, h. 83-84.
-
22
organisasinya, hal mana sulit dilakukan oleh rekan-rekan aktivis lainnya. Pada
saat yang bersamaan Nurcholish Madjid telah mampu membuktikan integritasnya
sebagai intelektual yang produktif.
Dunia formal yang ia jalani selama kurun waktu 36 tahun sejak tahun
1984, penuh dengan segudang pengalaman dan prestasi akademik yang sanggat
memuaskan. Hal tersebut dibuktikan oleh Nurcholish Madjid dengan prediket
cum laude yang setidaknya dapat dijadikan tolak ukur dari kapasitas
intekektualnya. Karir Nurcholish Madjid semakin sempurna tatkala ia dinobatkan
sebagai Guru besar IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai rasa penghargaan
pihak kampus baginya yang begitu lama menggeluti dunia keilmuan pada tangggl
10 Agustus 1998. Adapun pidato pengukuhannya sebagai guru besar berjudul
“Kalam Kekhalifahan Manusia Reformasi: Suatu Percobaan Pendekatan
Sistematis Terhadap Konsep Antropologis Islam.”
Nurcholish Madjid dapat dikelompokkan pada penulis yang produktif.
Sekembalinya dari studi, bersama kawan dan koleganya pada tahun 1986
mendirikan Yayasan Wakaf Paramadina.33
Di lembaga inilah sebagian besar
Nurcholish Madjid mencurahkan hidup dan energi intelektualnya (sehingga pada
akhirnya melahirkan Universitas Paramadina Mulya, dengan obsesi mampu
menjadi pusat kajian Islam kesohor di dunia) di samping sebagai peneliti LIPI
33
Nama Paramadina menurut Cak Nur, berasal dari Parama (paramount) artinya Unggul
atau ekselen, sedangkan dina maksudnya adalah din al-Islam, sehingga makna filosofi nama
yayasan tersebut adalah bahwa Islam merupakan agama yang unggul dan keunggulannya harus
bisa dirasakan oleh bangsa Indonesia sebagai pembawa rahmat. Makna lain dari paramadina
adalah para yang berarti pusat dan madina menunjuk kepada model peradaban modern dan Islami
yang telah dirintis oleh Rasulullah Muhammad di kota Madinah, yang asalnya bernama Yathrib.
Peralihan nama tersebut secara sosiologis filosofis memiliki konsep yang sangat visioner dan
modern sehingga sangat memukau dan menjadi model bagi Cak Nur. Periksa Nafis, Kesaksian
Intelektual, 224.
-
23
sebagai profesi awalnya dan sekaligus sebagai Profesor Pemikiran Islam di IAIN
(kini UIN Syarif Hidayatullah Jakarta). Dalam perjalanan hidupnya, ia telah
menghasilkan banyak artikel ataupun makalah yang telah dibukukan. Beberapa
karyanya antara lain adalah sebagai berikut:
Khazanah Intelektual Islam.34
Karya ini menurut penulisnya dimaksudkan
untuk memperkenalkan salah satu aspek kekayaan Islam dalam bidang pemikiran,
khususnya yang berkaitan dengan filsafat dan teologi. Dalam buku ini dibahas
pemikiran al-Kindi, al-Farabi, Ibn Sina, al-Ghazali, Ibn Rusyd, Ibn Taymiyah, Ibn
Khaldun, Jamal al-Din al-Afghani dan Muhammad Abduh.
Islam Kemodernan dan Keindonesiaan.35
Dalam buku ini, yang merupakan
kumpulan tulisan selama dua dasawarsa melontarkan gagasan Nurcholish Madjid
tentang korelasi kemodernan, keislaman dan keindonesiaan, sebagai respon
terhadap berbagai persoalan dan isu-isu yang berkembang di saat itu.
Islam Doktrin dan Peradaban: Sebuah Telaah Kritis tentang Masalah
Keimanan, Kemanusiaan dan Kemodernan.36
Buku ini merupakan karya
monumentalnya pasca studi di Chicago. Dalam buku ini, Cak Nur berusaha
mengungkapkan ajaran Islam yang menekankan sikap adil, inklusif dan
kosmopolit.
34
Nurcholish Madjid, ed., Khazanah Intelektual Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1984)
35Nurcholish Madjid, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan (Bandung: Mizan, 1987).
36Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban:Sebuah Telaah Kritis tentang
Masalah Keimanan, Kemanusiaan dan Kemodernan, (Jakarta: Paramadina, 1992).
-
24
Pintu-Pintu Menuju Tuhan (1994). Buku ini merupakan kumpulan
sebagian besar tulisan Cak Nur di harian Pelita dan Tempo. Menurut penulisnya,
buku ini merupakan penjelasan lebih sederhana dan “ringan” (populer) dari
gagasan Islam inklusif dan Universal yang menjadi tema besar buku Islam
Doktrin dan Peradaban.
Islam Agama Peradaban: Membangun Makna dan Relevansi Doktrin Islam
dalam Sejarah (1995). Dalam buku ini pemikiran Cak Nur lebih terarah pada
makna dan implikasi penghayatan Iman terhadap perilaku sosial yang senantiasa
mendatangkan dampak positif bagi kemajuan peradaban kemanusiaan.
Islam Agama Kemanusiaan: Membangun Tradisi dan Visi Baru Islam
Indonesia (1995). Buku ini sama dengan karya monumentalnya, hanya saja, Cak
Nur menyajikannya dengan wawasan yang lebih kosmopolit dan universal
sekaligus mempertimbangkan aspek parsial dan kultural paham-paham
keagamaan yang berkembang.
Masyarakat Religius (1997). Buku ini mengetengahkan konsep Islam
tentang kemasyarakatan, antara komitmen pribadi dan komitmen sosial serta
konsep tentang eskatologi dan kekuatan adi-alami.
Tradisi Islam: Peran dan Fungsinya dalam pembangunan di Indonesia.
(1997). Dalam buku ini Cak Nur mengetengahkan tentang peran dan fungsi
Pancasila, organisasi politik, demokratisasi, demokrasi dan konsep oposisi loyal.
Kaki Langit Peradaban Islam (1997), mengetengahkan tentang wawasan
peradaban Islam, kontribusi tokoh intelektual Islam semisal Al-Shafi’i dalam
-
25
bidang hukum, al-Gazali dalam bidang tasawuf, ibn Rusyd dalam filsafat dan Ibn
Khaldun dalam filsafat sejarah dan sosiologi.
Islam universal (2007). Buku ini telah membahas tentang meng-
Indonesiakan Islam: Internalisasi nilai-nilai ajaran secara kontekstual, dan
penghayatan keagamaan populer, serta masalah religio-magisme. Dalam buku ini
pula telah membahas tentang Islam di Indonesia dan potensinya sebagai sumber
subtansiasi ideologi dan etos nasional, Etika dalam Kitab Suci dan relevansinya
dalam kehidupan modern.
Bilik-Bilik Pesantren: Sebuah potret Perjalanan (1997), yang membahas
tentang dinamika pesantren serta kontribusinya dalam peradaban Islam di
Indonesia.
Dialog Keterbukaan: Artikulasi Nilai Islam dalam Wacana Sosial Politik
Kontemporer (1997). Buku yang merupakan transkrip wawancara yang pernah
dilakukan oleh Cak Nur memiliki mainstream bagaimana nilai-nilai universal dan
kosmopolit Islam diaktualisasikan dalam praktik politik kontemporer.
Cendekiawan dan Religiusitas Masyarakat: Kolom-Kolom di Tabloid
“Tekad” (1999). Dalam buku ini Cak Nur berusaha menjelaskan pemikiran-
pemikirannya tentang keterkaitan antara dimensi keislaman dengan dimensi
keindonesiaan dan kemodernan sekaligus. Buku ini merupakan kumpulan tulisan
Cak Nur di Tabloid Tekad yang merupakan suplemen dalam harian Republika,
sebuah koran harian yang diterbitkan oleh ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim
Indonesia).
-
26
Cita-cita Politik Islam di Era Reformasi (1999). Buku ini merupakan
perjalanan panjang politik Nurcholish Madjid dalam wacana perpolitikan di
Indonesia. Dalam buku ini prototype negara Madinah yang telah didirikan Nabi
Muhammad sedemikian ditekankan oleh Cak Nur sebagai sesuatu yang sangat
cocok untuk diterapkan kini, mengingat nilai-nilainya sedemikian modern bahkan
terlalu modern untuk masanya sehingga tidak bertahan lama.
Indonesia Kita (2003). Dalam buku yang merupakan karya tulis
terakhirnya, Nurcholish Madjid berusaha memahami secara lebih luas dan
mendalam tentang hakikat dan persoalan bangsa dan negara Republik Indonesia
sejak dari masa lampau sampai sekarang yang menantang. Dalam buku ini dimuat
pokok pemikiran Cak Nur ketika mencalonkan diri sebagai Presiden RI yang
meskipun kandas melalui konvensi Partai Golkar yang terkenal dengan Sepuluh
Platform Membangun Kembali Indonesia.
Di samping itu, terdapat beberapa ceramahnya yang juga dibukukan,
seperti Perjalanan Religius Umrah dan Haji; Pesan-Pesan Takwa Nurcholis
Madjid: Kumpulan Khutbah Jum’at di Paramadina; 30 Sajian Ruhani: Renungan
di Bulan Ramadhan.
B. Pokok-pokok pemikirannya
Kapasitas intelektual Nurcholish Madjid memang terbilang istimewa. Ia
bukan saja menguasai secara sangat mendalam tradisi ilmu-ilmu keislaman klasik,
sehingga dengan fasih berbicara mengenai banyak hal yang berkaitan dengan
khazanah keilmuan Islam tradisional, melainkan juga mempunyai dasar-dasar
yang kukuh di bidang tradisi ilmu-ilmu sosial modern, sehingga mahir
-
27
mengartikulasikan gagasan-gagasan yang berkaitan dengan dinamika sosial dan
perkembangan masyarakat. Tentu saja kemampuan tersebut merupakan kombinasi
sempurna, untuk bisa menyuarakan ide-ide pembaruan di kalangan umat Islam.
Cak Nur mempunyai otoritas intelektual yang bisa dipertanggungjawabkan, untuk
berbicara tentang masalah-masalah strategis baik yang berkaitan dengan tema
keislaman maupun tema sosial-kemasyarakatan. Kombinasi dua kemampuan
itulah yang melahirkan sinergi, sehingga bisa menopang gerakan pembaruan
Islam di Indonesia.37
Nurcholish Madjid setelah pulang dari Chicago, yang membawa gelar
Doctoral di bawah asuhan Fazlur Rahman, adalah salah satu eksponen pembaharu
pemikiran keislaman kenamaan. Nurcholish Madjid merupakan motor terhadap
pembaharuan pemikiran tersebut dan menandaskan perlunya kaum muslimin
untuk mengapresiasi tradisi intelektualnya sendiri, justru dalam rangka
pembaharuan pemikiran Islam. Ia sadar sepenuhnya bahwa pembaharuan
pemikiran Islam akan jauh lebih sehat jika peluang-peluang yang dimungkinkan,
hadir dari warisan intelektual Islam itu sendiri. Hal ini mengacu kepada suatu
realitas bahwa warisan kaya itu bukanlah sesuatu yang baku dan sudah siap pakai,
melainkan lebih karena keberadaannya perlu diterjemahkan kembali dan dirangkai
secara organis dengan produk-produk akal budi manusia dari zaman modern.
Hasilnya, ia akan memberi peluang dasar bagi terobosan-terobosan konstruktif di
masa depan.38
37
http://paramadina.wordpress.com/2007/02/01/menimbang-nurcholish-madjid/
38Ihsan Fauzi, “Pemikiran Islam Indonesia Dekade 1980-an”, Prisma, 3 Maret 1991.
-
28
Fokus utama yang menjadi pemikiran Nurcholish Madjid, terkait dengan
pembaharuan pemikiran Islam, ialah bagaimana memperlakukan ajaran Islam
yang merupakan ajaran universal dan dalam hal ini dikaitkan sepenuhnya dengan
konteks (lokalitas) Indonesia. Bagi Nurcholish Madjid, Islam hakikatnya sejalan
dengan semangat kemanusiaan universal. Hanya saja, sekalipun nilai-nilai dan
ajaran Islam bersifat universal, pelaksanaan tersebut harus disesuaikan dengan
pengetahuan dan pemahaman tentang lingkungan sosio-kultural masyarakat yang
bersangkutan. Dalam konteks Indonesia, maka harus juga dipahami kondisi riil
masyarakat dan lingkungan secara keseluruhan termasuk lingkungan politik dalam
kerangka konsep “Negara bangsa”.39
Keuniversalan Islam berlaku menembus ruang dan waktu, sementara
ajaran-ajarannya tidak terbatas pada ruang dan waktu di mana Nabi Muhammad
SAW dilahirkan dan mendapatkan perintah untuk menyebarkan ajarannya. Islam
adalah kemanusiaan yang membuat cita-citanya sejajar dengan cita-cita
kemanusiaan universal. Dengan kata lain, Nurcholish Madjid memaparkan
pendapatnya tentang inklusifisme yang berpijak pada semangat humanitas dan
universalisme Islam.
Adapun yang dimaksud dengan semangat humanitas adalah bahwa pada
dasarnya Islam merupakan agama kemanusiaan (fitrah) atau dengan kata lain,
cita-cita Islam sejalan dengan cita-cita kemanusiaan pada umumnya. Kerasulan
dan misi nabi Muhammad adalah untuk mewujudkan rahmat bagi seluruh alam.
dan bukan semata-mata untuk menguntungkan komunitas Islam saja. Sedangkan
39
Ahmad A. Sofyan dan Roychan Madjid, Gagasan Cak Nur, h. 83-84.
-
29
Universalisme Islam, secara teologis dapat dilacak dari perkataan al-Islam itu
sendiri, yang berarti sikap pasrah kepada Tuhan. Dengan pengertian tersebut,
dalam pikiran Nurcholish Madjid, semua agama yang benar pasti bersifat al-Islam
karena mengajarkan kepasrahan kepada Tuhan. Tafsir al-Islam seperti ini akan
bermuara pada konsep kesatuan kenabian (the Unity of Propecy) dan kesatuan
kemanusiaan (the Unity of Humanity). Kedua konsep tersebut merupakan
kelanjutan dari konsep ke-Maha Esa-an Tuhan (the Unity of God / Tauhid).
Semua konsep kesatuan ini menjadikan Islam bersifat kosmopolit dan menjadi
rahmat seluruh alam (rahmatan lil ‘alamin), dan bukan hanya bagi umat Islam
semata. Posis semacam ini mengharuskan Islam menjadi penengah (al-Wasith),
dan saksi (Syuhada) di antara semua manusia.40
Di samping itu, inklusifisme merupakan pemikiran yang memberikan
formulasi bahwa Islam merupakan agama terbuka. Sebagai agama terbuka, Islam
menolak eksklusifisme dan absolutisme dan memberikan apresiasi tinggi terhadap
pluralisme. Di dalam kerangka ini, umat Islam harus menjadi golongan terbuka,
yang bisa tampil dengan rasa percaya diri dan bersikap ngemong terhadap
golongan lain. Sedangkan penolakan terhadap absolutisme mengandung makna
bahwa Islam memberikan tempat yang tinggi terhadap ide pertumbuhan dan
perkembangan, yakni tentang etos gerak yang dinamis dalam ajaran Islam.41
Apa yang hendak disampaikan oleh Nurcholish Madjid dengan teologi
inklusif ini adalah bahwa Islam merupakan satu sistem yang memberikan
40
Nurcholish Madjid, Apa Arti Kemenangan Islam, dikutip oleh Syaifi Anwar yang
dikutip kembali oleh Ahmad Sofyan dan Roychan Madjid, Ibid., h. 105-106.
41Ahmad Sofyan dan Roychan Madjid, Gagasan Cak Nur, h.106.
-
30
kepedulian terhadap semua orang; termasuk bagi mereka yang bukan muslim. Di
sinilah sebenarnya titik temu antara teologi inklusif dengan pluralisme. Dengan
berpijak pada pemikiran (teologi) Islam inklusif, maka seseorang akan merasa
nyaman dengan pluralisme.42
Kenyataan objektif Indonesia memperlihatkan bahwa Indonesia
merupakan bangsa yang tingkat heterogenitasnya tinggi dalam berbagai dimensi,
suku, bahasa, adat istiadat, bahkan agama. Dengan demikian, langkah
melaksanakan ajaran Islam di Indonesia harus memperhitungkan kondisi sosial
budaya yang ciri utamanya adalah pertumbuhan, perkembangan dan
kemajemukan. Dengan kata lain, memperlihatkan konteks di mana ajaran Islam
yang bersifat universal itu hendak dilaksanakan, maka diperlukan satu interpretasi
yang bersifat kontekstual terhadap ajaran tersebut.
Melalui Yayasan Paramadina yang didirikan bersama teman-temannya,
Nurcholish Madjid bergerak dalam kajian-kajian yang mengarah kepada gerakan
intelektual muslim Indonesia. Melalui Yayasan Paramadina, beliau juga berhasil
menarik kalangan kelas menengah dan elit masyarakat dari pejabat pemerintah,
pengusaha, budayawan, artis, pemuda, mahasiswa dan beragam kaum professional
lain untuk mengikuti berbagai kegiatan pengkajian Islam dan Kemasyarakatan.
Pada saat Indonesia menggejolak seputar modernisasi, westernisasi dan
sekularisme, termasuk di kalangan umat Islam sendiri, Nurcholish Madjid dengan
sangat berani mengemukakan pandangan dan pemikirannya seputar persoalan
tersebut yang tentu saja dikaitkan dengan ajaran Islam. Ketika tidak sedikit tokoh
42
Ahmad Sofyan dan Roychan Madjid, Gagasan Cak Nur, h.107.
-
31
umat Islam yang menolak modernisasi atas dasar pijakan teologis, Nurcholish
Madjid dengan pijakan yang sama tetapi melalui interpretasi yang berbeda,
mengemukakan gagasan dan pemikiran yang berbeda dan ketika itu merupakan
gagasan kontroversial.
Menurut Nurcholish Madjid, modernisasi harus dibedakan dari
westernisasi. Modernisasi bagi Nurcholish Madjid, lebih identik dengan
rasionalisasi dalam arti bahwa modernisasi merupakan satu proses menghilangkan
pola pikir yang tidak rasionalistik digantikan dengan pola baru yang lebih
rasionalistik.43
Oleh karena itu, bagi Nurcholish Madjid modernisasi merupakan
suatu keharusan yang mutlak. Modernisasi berarti bekerja dan berfikir sesuai
dengan aturan hukum alam. Menjadi modern berarti mengembangkan
kemampuan berfikir secara ilmiah, bersikap dinamis dan progresif dalam
mendekati kebenaran-kebenaran universal.44
Sedangkan sekularisasi adalah proses sosiologis, sekularisasi bukanlah
upaya “memisahkan” duniawi dan ukhrawi, melainkan sebagai sarana bagi umat
Islam untuk membedakan di antara keduanya. Bahkan Nurcholish Madjid
memasukkan dimensi baru ke dalam konsep sekularisasi, yaitu dimensi tauhid.
Dalam pandangan Nurcholish Madjid, sekularisasi dalam perspektif sosiologis
merupakan konsekuensi dari tauhid. Tauhid itu sendiri menghendaki pengarahan
setiap kegiatan hidup untuk Tuhan dalam upaya mencari ridha-Nya, yang justru
merupakan sakralisasi kegiatan manusia. Dengan demikian, sakralisasi
43
Nurcholish Madjid, Modernisasi dan Rasionalisasi (Bandung: Mimbar, 1968), h. 5.
44Nurcholish Madjid, Modernisasi dan Rasionalisasi, h. 95-96.
-
32
mengandung makna pengalihan sakralisasi dari suatu obyek alam ciptaan
(makhluk) menuju Tuhan Yang Maha Esa.45
Gagasan sekularisasi Nurcholish Madjid yang merupakan respon terhadap
fenomena sosial politik yang berkembang ketika itu (pada awal rezim orde baru)
merupakan implementasi gagasan dan pemikiran Nurcholish Madjid terhadap
Islam sebagai agama open dan menganjurkan idea of progress. Pada saat yang
sama merupakan jawaban Nurcholish Madjid terhadap ajakan untuk senantiasa
berani melakukan ijtihad, termasuk dalam menghadapi dan merespon persoalan-
persoalan Indonesia kontemporer.46
Kendati mendatangkan sikap kontroversial di kalangan umat Islam,
gagasan sekularisasi Nurcholish Madjid banyak mendatangkan manfaat dan
keuntungan bagi mereka. Internal, Nurcholis Madjid berhasil melepaskan umat
Islam dari kemandegan berijtihad. Nurcholish Madjid mencoba membangunkan
umat Islam untuk segera menyadari adanya situasi dan kondisi sosial politik baru
di mana umat Islam harus memberikan respon dan terlibat di dalamnya. Eksternal,
Nurcholish Madjid mencoba mengatasi persoalan kekurangberuntungan
kehidupan sosial politik umat Islam di dalam rezim yang baru lahir itu. Dengan
kata lain, dengan gagasannya, Nurcholish Madjid mencoba mengangkat posisi
umat Islam yang marginalized ke dalam posisi yang cukup diperhitungkan di
45
Nurcholish Madjid, “Sekitar Usaha Membangkitkan Etos Intelektualisme Islam
Indonesia”, dalam Endang Syaefuddin Anhsari., ed., 70 tahun Prof. H.M Rasyidi (Jakarta: Pelita,
1985), h. 216.
46Azyumardi Azra, Pergolakan Politik: dari Fundamentalisme, Modernisme hingga
Postmodernisme (Jakarta: Paramadina, 1986), h. 26.
-
33
dalam sebuah sistem politik yang kala itu didominasi oleh kalangan bukan Islam
(santri).
C. Detik-detik terakhir kehidupannya
Sejak 19 Juli 2004, ketika Nurcholish Madjid meninggalkan tanah air,
untuk menjalani transplantasi hati di Taiping Hospital, di Guandong, China;
harap-harap cemas selalu menyelimuti sahabat-sahabatnya. Penyakit hepatitis C
yang dideritanya sejak 20 tahun lalu, telah menjadi keganasan. Transplantasi
merupakan satu-satunya harapan Nurcholish Madjid. Namun Tuhan menentukan
lain.47
Tanggal 23 Juli 2004, Nurcholish Madjid menjalani operasi transplantasi.
Semula dikabarkan operasinya sukses, sebab tidak lebih dari seminggu,
Nurcholish Madjid telah dipindahkan ke Singapura. Sejak Nurcholish Madjid
operasi lever di China, dirawat di rumah sakit Singapura, sampai perawatan
intensif di rumah sakit Pondok Indah, Jakarta, teman-temannya berdatangan
memberikan do’a dan dukungan moril.48
Senin, 29 Agustus 2005, bertepatan
dengan 24 Rajab 1426, pukul 14.05 WIB, Nurcholish Madjid yang biasa dipanggil
Cak Nur meninggal dunia dalam usia 66 tahun (17 Maret 1939-29 Agustus 2005).
Nurcholish Madjid meninggalkan seorang istri Omi Komariah dan dua orang
anak, Nadia Madjid dan Ahmad Mikail.49
47
Sulastomo, “Mengantar Cak Nur”, Pelita, Selasa, 30 Agustus 2005.
48Komaruddin Hidayat, “Hari-hari Terakhir Cak Nur”, Kompas, Selasa, 30 Agustus
2005.
49Menurut istri Nurcholish Madjid, Omi Komariah, Nurcholish Madjid sempat meminta
Nadia membimbingnya membacakan surat al-Fatihah dan al-Ikhlas, karena kondisinya yang
lemah. “Papa melafazkannya dengan baik sampai selesai, setelah itu Papa sangat tenang” tutur
-
34
BAB III
TINJAUAN UMUM TENTANG IMAN DAN MORAL
A. Pengertian dan Hakikat Iman dalam pandangan Islam
Iman Menurut bahasa, berarti membenarkan (tashdiq) sedangkan menurut
syara’ berarti membenarkan dengan hati (tashdiq bi al-Qalbi), dalam arti
menerima dan tunduk kepada hal-hal yang diketahui berasal dari Nabi
Muhammad. Iman tidak hanya cukup disimpan dalam hati. Iman harus dilahirkan
atau diaktualisasikan dalam bentuk perbuatan yang nyata dan amal shaleh atau
perilaku yang baik. Kalau sudah demikian, barulah dapat dikatakan iman itu
sempurna. Oleh karena itu, berkaitan dengan definisi iman tersebut ada yang
menyatakan bahwa di samping membenarkan dalam hati, iman juga mengikrarkan
dengan lisan dan mengerjakan dengan anggota badan. Kemudian sebagian ulama
menyebutkan pula bahwa iman adalah membenarkan rasul serta apa yang
disampaikan dari Tuhannya.50
Berdasarkan pengertian tersebut, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa
iman tidak sekedar “membenarkan” di dalam hati, tetapi diperlukan juga sikap
penerimaan dan ketundukan. Dengan kata lain, benar-benar mempercayai dalam
hati, kemudian harus dilanjutkan dengan realisasi pengucapan lisan dan juga
diamalkan melalui anggota badan. Pengertian tersebut juga membawa makna
bahwa iman tidak sekedar beriman kepada apa yang disebutkan dalam rukun iman
saja, tetapi lebih dari itu cakupan iman meliputi pengimanan terhadap segala hal
Nadia. Baca: “Presiden: Cak Nur Kontributor Pencerahan Bangsa”, Kompas, Selasa, 30 Agustus
2005. Baca juga “Selamat Jalan Guru Bangsa”, Kompas, Selasa 30 Agustus 2005.
50Hasbi as-Shiddieqy, 20002 Mutiara Hadis (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), h. 48.
-
35
yang dibawa oleh Nabi Muhammad seperti kewajiban zakat, shalat, puasa, haji
dan juga tentang halal dan haram. Ar-Raghib al-Ashfahani menyebutkan bahwa
iman itu kadang-kadang dipakai menjadi nama bagi syari’at yang dibawa oleh
Nabi Muhammad, dan semua orang yang termasuk ke dalam syari’at Nabi
Muhammad dapat disifati dengan iman (disebut mu’min). Kadang-kadang iman
juga dipergunakan untuk arti “tunduknya jiwa kepada kebenaran dengan jalan
membenarkannya”.51
Al-Maududi menyebutkan bahwa iman berarti mengakui,
mengetahui dan meyakini tanpa ragu. Orang yang mengetahui dan menjalankan
kepercayaan tanpa ragu akan keesaan Allah, sifat-sifat, undang-undang, pahala
dan siksaan-Nya, maka disebut Mukmin.52
Iman pada keesaan Allah berarti iman atau percaya bahwa Allah adalah
satu-satunya zat menciptakan, memelihara, menguasai dan mengatur alam
semesta. Iman pada kekuasaan Allah juga berarti iman atau yakin bahwa hanya
kepada Allah manusia harus beriman, beribadah, memohon pertolongan, tunduk,
patuh dan merendahkan diri, bukan kepada yang lain. Iman kepada keesaan Allah
juga mempercayai bahwa Allah semata yang memiliki segala sifat kesempurnaan
dan terlepas dari sifat tercela atau dari segala kekurangan. Dengan kata lain,
penegasan atas kekuasaan Allah teraktualisasi dalam bentuk penegasan tauhid
uluhiyyah, rububiyyah, dan sifatiyah yang semuanya itu tulus tertanam dalam hati
seorang muslim, tertuang dalam ucapan dan perilakunya. Keimanan sebagai dasar
moral, maka perilaku yang ideal adalah kemampuan melakukan semua tindakan
51
Hasbi as-Shiddieqy, 20002 Mutiara Hadis, h. 49.
52Al-Maududi, Prinsip-prinsip Islam, terj., Abdullah Suhaili (Bandung: Al-Ma’arif,
1991), h. 27.
-
36
ketaatan dan menjaga diri dari semua tindakan kemungkaran (al-amr bi al-ma’ruf
wa al-nahyu ‘an al-munkar). Untuk itulah, ketika seseorang mengimani bahwa
dirinya mengakui atas otoritas Yang Maha Agung (Supreme Being), maka al-amr
bi al-ma’ruf wa al-nahyu ‘an al-munkar merupakan refleksi keimanan yang harus
teraplikasikan dalam segala perbuatan di dunia ini.53
Iman harus dihasilkan dari ilmu pengenalan dan keyakinan yaitu
keyakinan yang benar-benar telah tertanam dalam hati dengan kuat tanpa ragu
sedikitpun, setelah melewati proses pemikiran dan perenungan. Oleh karena itu, di
samping bersifat teoritis, iman juga bersifat praktis. Keberadaannya hanya dapat
dilihat dan dibuktikan melalui perbuatan dan pengamalan, adapun amal perbuatan
tersebut tidak lain merupakan buah iman itu sendiri. Dalam catatan Harun
Nasution disebutkan bahwa pada sejarah kaum sufilah, terutama pelaksanaan
ibadah membawa kepada pembinaan akhlak mulia dalam diri mereka. Hal itu,
dalam istilah sufi disebut al-takhalluk bi akhlaqillah, mempunyai akhlak Tuhan
adalah akhlak baik; atau al-ittishaf bi shifaa-tillah, mempunyai sifat-sifat baik.54
Kita meyakinai bahwa iman adalah perkataan, perbuatan, dan i’tiqad
(keyakinan hati). Bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan.
Pada prinsipnya, iman adalah membenarkan kabar berita dan tunduk kepada
syari’at. Karena itu, barang siapa yang dalam hatinya tidak ada pemebenaran dan
sikap tunduk, maka bukan sebagai seorang muslim. Penyempurna iman yang
wajib adalah dengan melaksanakan perkara-perkara wajib dan meninggalkan
53
Suparman Syukur, Etika Religius (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), h. 311.
54Harun Nasution, Islam Rasional; Gagasan Pemikiran Prof. Dr, Harun Nasution
(Bandung: Mizan, 2000), h. 59
-
37
perkara-perkara haram. Sedangkan penyempurnaannya yang bersifat sunnah
adalah dengan melaksanakan amalan-amalan sunnah dan meninggalkan yang
makruh serta menjaga diri dari yang syubhat. Orang-orang yang memisahkan
amal dalam hakikat iman dan membatasinya pada pembenaran saja, mereka itu
orang yang batil (sesat).55
Sebabnya, karena iman tidak akan terwujud dengan
hanya meyakini kebenaran ajaran yan disampaikan Nabi Saw. Banyak orang yang
memiliki keyakinan seperti ini tapi tidak lantas menjadi orang beriman.
Terwujudnya iman harus terkumpul dua hal yaitu, keyakinan terhadap kebenaran
dan adanya kecintaan dan ketundukan dalam hati serta diwujudkan dalam
tindakan.
Demikian pula orang-orang yang memasukkan setiap amal sebagai pokok
iman adalah batil dan berlebihan (ekstr