arkanul iman

50
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Agama menurut Islam adalah apa yang diturunkan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an dan Sunnah yang berisi perintah-perintah dan larangan-larangan serta petunjuk bagi kemaslahatan umat baik itu urusan dunia maupun akhirat. Beragama Islam adalah suatu bentuk keyakinan manusia terhadap berbagai hal yang diajarkan dalam Al-Qur’an. Beragama Islam berarti meyakini sepenuhnya terhadap pokok-pokok ajaran dan keyakinan agama Islam. Tidak ada manusia yang mengaku beragama Islam tanpa meyakini hal-hal yang telah ditetapkan dalam agama Islam. Dalam agama Islam terdapat pilar-pilar keimanan yang dikenal dengan rukun iman. Rukun iman terdiri dari enam pilar yang merupakan keyakinan umat Islam terhadap hal-hal yang hanya dapat diyakini secara transedental atau sebuah kepercayaan terhadap hal-hal di luar nalar manusia. Rukun Iman terdiri dari iman kepada Allah SWT, iman terhadap malaikat- malaikat Allah, iman kepada kitab-kitab Allah, iman kepada Rasul-Rasul Allah SWT, iman kepada hari kiamat, iman kepada qada’ dan qadar. Keenam pilar iman umat Islam tersebut merupakan sesuatu hal yang wajib diyakini oleh setiap umat Muslim. Jika salah satu rukun iman tersebut tidak diyakini maka gugurlah keimanannya. Meyakini keenam rukun iman merupakan suatu 1

Upload: hamidah-nuruljanah

Post on 05-Aug-2015

260 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Arkanul Iman

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Agama menurut Islam adalah apa yang diturunkan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an

dan Sunnah yang berisi perintah-perintah dan larangan-larangan serta petunjuk bagi

kemaslahatan umat baik itu urusan dunia maupun akhirat. Beragama Islam adalah suatu

bentuk keyakinan manusia terhadap berbagai hal yang diajarkan dalam Al-Qur’an. Beragama

Islam berarti meyakini sepenuhnya terhadap pokok-pokok ajaran dan keyakinan agama

Islam. Tidak ada manusia yang mengaku beragama Islam tanpa meyakini hal-hal yang telah

ditetapkan dalam agama Islam.

Dalam agama Islam terdapat pilar-pilar keimanan yang dikenal dengan rukun iman.

Rukun iman terdiri dari enam pilar yang merupakan keyakinan umat Islam terhadap hal-hal

yang hanya dapat diyakini secara transedental atau sebuah kepercayaan terhadap hal-hal di

luar nalar manusia. Rukun Iman terdiri dari iman kepada Allah SWT, iman terhadap

malaikat-malaikat Allah, iman kepada kitab-kitab Allah, iman kepada Rasul-Rasul Allah

SWT, iman kepada hari kiamat, iman kepada qada’ dan qadar.

Keenam pilar iman umat Islam tersebut merupakan sesuatu hal yang wajib diyakini

oleh setiap umat Muslim. Jika salah satu rukun iman tersebut tidak diyakini maka gugurlah

keimanannya. Meyakini keenam rukun iman merupakan suatu kewajiban yang tidak dapat

dihindarkan oleh setiap umat Muslim.

Penulis akan mengkaji berbagai hal yang menyangkut keenam pilar keimanan yang

harus dimiliki oleh setiap Muslim, baik berupa dalil maupun pengaruh keimanan tersebut

terhadap kehidupan seorang Muslim. Diharapkan kajian ini akan menambah pemahaman baik

penulis maupun membaca mengenai pentingnya rukun iman dalam kehidupan manusia.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka berikut ini merupakan rumusan masalah yang akan dikaji dalam makalah ini, yaitu:

1. Apakah yang dimaksud dengan rukun Iman?

2. Apakah arti iman kepada Allah?

1

Page 2: Arkanul Iman

3. Apakah arti iman kepada malaikat?

4. Apakah arti iman kepada kitab-kitab Allah?

5. Apakah arti iman kepada Rasul-Rasul Allah?

6. Apakah arti iman kepada hari kiamat?

7. Apakah arti iman kepada qada’ dan qadar?

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penyusunan makalah Arkanul Iman ini adalah:

1. Memahami maksud rukun Iman.

2. Mengetahui kedudukan rukun Iman dalam agama Islam.

3. Memahami makna rukun iman terhadap kehidupan seorang muslim.

1.4 Metode dan Teknik Penulisan

Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah metode deskriptif

analitik, yaitu dengan mengungkapkan masalah-masalah yang dikaji dan kemudian dianalisis

berdasarkan teori-teori yang tersedia dan pengetahuan penulis. Adapun teknik penulisan yang

digunakan adalah kajian kepustakaan terhadap berbagai sumber literatur.

1.5 Sistematika Penulisan

Makalah ini disusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut yaitu bab I berisi  

pendahuluan, tentang latar belakang masalah, rumusan dan tujuan, penulisan, metode dan

teknik penulisan serta sistematika penulisan; bab II  berisi pembahasan materi, yang berisi

tentang pengertian, dalil-dalil dan materi rukun Iman; bab III berisi penutup, berisi

kesimpulan dan saran serta lampiran berisi pertanyaan dan jawaban hasil diskusi dengan para

mahasiswa kelas A angkatan 2011 Farmasi UNPAD.

2

Page 3: Arkanul Iman

BAB IIPEMBAHASAN

2.1 Pengertian

Iman secara bahasa berarti at-tashdiiq (pembenaran), sebagaimana firman

Allah ta’ala :

�ن� ل �مؤ�م�ن� ب �ت� ن� أ و�م�ا

“Dan kamu sekali-kali tidak akan percaya/membenarkan kepada kami” [QS. Yuusuf : 17]

Dikarenakan ia merupakan lafadh syar’iy, maka tidak cukup hanya diartikan dari segi

bahasa saja, akan tetapi harus dikembalikan pada pengertian nash-nash syar’iy. Maka, kita

dapati Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah menyebutkan beberapa penjelasan

penting tentang perbedaan antara tashdiiq dan iman.

Beliau rahimahullah berkata :

“Bahwasannya iman itu tidak bersinonim dengan at-tashdiiq dalam makna. Karena setiap

orang menyampaikan khabar penglihatan langsung ataupun tidak langsung (ghaib), dapat

dikatakan kepadanya secara bahasa : ‘shadaqta’ (engkau benar), sebagaimana dapat juga

dikatakan : ‘kadzabta (engkau dusta). Barangsiapa yang mengatakan : ‘langit itu di atas

kami’, maka dapat dikatakan kepadanya : ‘shadaqa’ (ia benar), sebagaimana juga dapat

dikatakan : ‘kadzaba’ (ia dusta/tidak benar). Adapun lafadh iman tidaklah digunakan kecuali

dalam penerimaan khabar dari yang ghaib (tidak terlihat secara tidak langsung).  Tidak

didapatkan dalam pembicaraan ada orang yang menyampaikan khabar dengan

penglihatannya langsung : ‘matahari telah terbit dan tenggelam’; kemudian

dikatakan :‘aamannaahu’ sebagaimana dapat dikatakan : shadaqnaahu’….. Sesungguhnya

kata iman berasal dari kata al-amnu. Kata tersebut dipergunakan dalam khabar yang

dipercayai oleh orang yang meyampaikan khabar, seperti permasalahan ghaib. Oleh

karenanya, tidak didapatkan dalam Al-Qur’an dan yang lainnya lafadh aamana lahu (aku

mempercayainya), kecuali dalam pengertian ini” [Al-Iimaan oleh Ibnu Taimiyyah, hal. 276-

277]

Beliau rahimahullah juga berkata :

كل أن اللغة في المعلوم من فإنه التصديق، كلفظ بالتكذيب يقابل لم اللغة في اإليمان لفظ أن

: : : كذبناه، أو له آمنا مخبر لكل يقال وال كذبناه، أو صدقناه ويقال كذبت، أو صدقت له يقال مخبر

: . : مؤمن هو يقال الكفر لفظ اإليمان مقابلة في المعروف بل له، مكذب أو له مؤمن أنت يقال وال

كافر أو

3

Page 4: Arkanul Iman

“Bahwasannya lafadh al-iman secara bahasa tidaklah dipertentangkan dengan lafadh at-

takdziib, sebagaimana lafadh at-tashdiiq. Telah diketahui dalam bahasa setiap orang

menyampaikan khabar dapat dikatakan kepadanya : shadaqta (engkau benar)

ataupunkadzabta (engkau dusta). Oleh karenannya, dapat pula

dikatakan : shadaqnaahu (kami mempercayainya) atau kadzabnaahu (kami

mendustakannya). Namun tidak dikatakan kepada setiap orang yang menyampaikan

khabar : aamannaa lahu (kami beriman kepadanya) atau kadzabnaahu (kami

mendustakannya). Tidak pula dikatakan : anta mu’minun lahu (engkau mengimaninya)

atau anta mukadzdzibun lahu (engkau mendustakannya). Namun yang diketahui sebagai

kebalikan al-imaan adalah lafadh al-kufr (kafir), sehingga (yang seharusnya)

dikatakan : huwa mu’minun au kufrun (ia orang yang beriman atau kafir)”.

Definisi Iman secara istilah syari’iy yaitu:

1. Al-Imaam Ismaa’iil bin Muhammad At-Taimiy rahimahullah berkata :

ة والظاهر الباطنة الطاعات جميع عن عبارة الشرع في اإليمان

“Iman dalam pengertian syar’iy adalah satu perkataan yang mencakup makna semua

ketaatan lahir dan batin” [Al-Hujjah fii Bayaanil-Mahajjah, 1/403].

2. Imaam Ibnu ‘Abdil-Barr rahimahullah berkata :

“Para ahli fiqh dan hadits telah sepakat bahwasannya iman itu perkataan dan perbuatan.

Dan tidaklah ada perbuatan kecuali dengan niat” [At-Tamhiid, 9/238].

3. Al-Imaam Ibnul-Qayyim rahimahullah berkata :

“Hakekat iman terdiri dari perkataan dan perbuatan. Perkataan ada dua : perkataan hati,

yaitu i’tiqaad; dan perkataan lisan, yaitu perkataan tentang kalimat Islam (mengikrarkan

syahadat –Abul-Jauzaa’). Perbuatan juga ada dua : perbuatan hati, yaitu niat dan keikhlasannya;

dan perbuatan anggota badan. Apabila hilang keempat hal tersebut, akan hilang iman

dengan kesempurnaannya. Dan apabila hilang pembenaran (tashdiiq) dalam hati, tidak

akan bermanfaat tiga hal yang lainnya” [Ash-Shalaah wa Hukmu Taarikihaa, hal. 35].

4. Ahlus-Sunnah berpendapat bahwa iman itu adalah perkataan dan perbuatan. Yang mereka

maksudkan dengan perkataan adalah perkataan lisan dengan adanya pengikraran, dan

perkataan hati dengan i’tiqaad. Adapun yang mereka maksudkan dengan perbuatan

adalah perbuatan hati yaitu niat dan ikhlash, serta perbuatan anggota tubuh dengan

melakukan berbagai kewajiban dan meninggalkan berbagai keharaman.

5. Al-Imaam Abu ‘Ubaid Al-Qaasim bin Sallaam dalam kitab Al-Iimaan berkata :

4

Page 5: Arkanul Iman

: : اإليمان إحداهما فقالت فرقتين األمر هذا في افترقوا بالدين والعناية العلم أهل أن

: اإليمان بل األخرى الفرقة وقالت الجوارح وعمل األلسنة وشهادة بالقلوب لله باإلخالص

اإليمان وليسمن وبر، تقوى هي فإنما األعمال فأما واأللسنة، .بالقلوب

جعلت التي الطائفة يصدقان والسنة الكتاب فوجدنا الطائفتين، اختالف في نظرنا وإذا

األخرى قالت ما وينفيان جميعا والعمل والقول بالنية .اإليمان

“Bahwasannya para ulama dan orang-orang yang mempunyai perhatian terhadap agama

dalam permasalahan ini terbagi menjadi dua kelompok. Satu kelompok di antara mereka

berkata : Iman itu adalah ikhlash kepada Allah dengan hati, syahadat yang diucapkan oleh

lisan, dan perbuatan dengan anggota badan. Kelompok kedua berkata : Iman itu adalah

dengan hati dan lisan saja. Adapun perbuatan hanyalah ketaqwaan dan kebaikan, bukan

termasuk bagian dari iman. Dan jika kita memperhatikan perbedaan antara dua kelompok

tersebut, kita akan mendapati Al-Qur’an dan As-Sunnah membenarkan kelompok

(pertama) yang menjadikan iman dengan adanya niat, perkataan, dan perbuatan; yang

bersamaan dengan itu menafikkan (kebenaran) apa yang dikatakan kelompok kedua” [Al-

Iimaan, hal. 53].

Dengan begitu dapat disimpulkan adanya perbedaan pendapat tentang pengertian iman.

Oleh karena itu, iman menuntut adanya perkataan dan perbuatan. Iman tidak cukup hanya

dengan keberadaan satu di antara keduanya tanpa yang lain. Karena kata iman hanyalah ada

pada orang yang membenarkan seluruh syari’at yang Allah turunkan kepada

Nabishallallaahu ‘alaihi wa sallam, dengan niat, iqraar (pengakuan), dan perbuatan. Orang

yang membenarkan (dalam hati) namun tidak mengikrarkan melalui lisannya dan tidak

mengamalkan ketaatan melalui anggota badannya yang ia diperintahkan dengannya, maka

tidak berhak dinamakan beriman. Begitu juga, barangsiapa yang mengikrarkan dengan

lisannya dan mengerjakan dengan anggota badannya, namun ia tidak membenarkan hal itu

dalam hatinya; maka tidak berhak pula dinamakan beriman. Al-Imaam Sahl bin ‘Abdillah At-

Tustuuriy rahimahullah ketika ditanya tentang iman, ia berkata :

. نية، بال وعمال قوال كان وإذا كفر فهو عمل، بال قوال كان إذا اإليمان ألن وسنة، ونية وعمل قول

. بدعة فهو سنة، بال ونية وعمال قوال كان وإذا نفاق فهو

“(Iman itu adalah) perkataan, perbuatan, niat, dan sunnah. Karena seandainya iman hanyalah

perkataan tanpa perbuatan, maka ia adalah kekufuran. Seandainya ia hanyalah perkataan dan

perbuatan namun tanpa niat, maka ia adalah kemunafikan. Dan seandainya ia hanyalah

perkataan, perbuatan, dan niat, namun tanpa sunnah, maka ia adalah kebid’ahan” [majmuu’

Al-Fataawaa, 7/171].

5

Page 6: Arkanul Iman

2.2 Arti Iman kepada Allah SWT

Iman adalah membenarkan dengan hati, mengucapkan dengan lisan, dan memperbuat

dengan anggota badan (beramal). Dengan demikian iman kepada Allah berarti meyakini

dengan sepenuh hati bahwa Allah SWT itu ada, Allah Maha Esa. Keyakinan itu diucapkan

dalam kalimat :

الله إال الإله أن أشهد

“Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah”

Sebagai perwujudan dari keyakinan dan ucapan itu, harus diikuti dengan perbuatan,

yakni menjalankan perintah Allah dan menjauhi laranganNya.

Rukun Iman yang pertama adalah iman kepada Allah SWT yang merupakan dasar dari

seluruh ajaran Islam. Orang yang akan memeluk agama Islam terlebih dahulu harus

mengucapkan kalimat syahadat. Pada hakekatnya kepercayaan kepada Allah SWT sudah

dimiliki manusia sejak ia lahir. Bahkan manusia telah menyatakan keimanannya kepada

Allah SWT sejak ia berada di alam arwah.  Firman Allah SWT :

بلى قالوا بربكم الست انفسهم على وأشهدهم ذريتهم ظهورهم من أدم بني من ربك اخذ وإذ

شهدنا

“Dan ingatlah, ketika TuhanMu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka

dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman) : “Bukankah Aku

ini Tuhanmu?” Mereka menjawab : “Betul Engkau Tuhan kami, kami bersaksi.” (QS. Al-

A’raf : 172)

Jauh sebelum datangnya agama Islam, orang-orang jahiliyah juga sudah mengenal

Allah SWT. Mereka mengerti bahwa yang menciptakan alam semesta dan yang harus

disembah adalah dzat yang Maha Pencipta, yakni Allah SWT. Sebagaimana diungkapkan di

dalam Al-Qur’an :

العليم العزيز خلقهن ليقولن واألرض السموت خلق من سألتهم ولئن

“Dan sungguh jika kamu tanyakan kepada mereka : “Siapakah yang menciptakan langit dan

bumi?”, niscaya mereka akan menjawab : “Semuanya diciptakan oleh Yang Maha Perkasa

lagi Maha Mengetahui.” (QS. Az-Zukhruf : 9)

Manusia memiliki kecenderungan untuk berlindung kepada sesuatu Yang Maha

Kuasa. Yang Maha Kuasa itu adalah dzat yang mengatur alam semesta ini. Dzat yang

mengatur alam semesta ini sudah pasti berada di atas segalanya. Akal sehat tidak akan

menerima jika alam semesta yang sangat luas dan teramat rumit ini diatur oleh dzat yang

kemampuannya terbatas. Sekalipun manusia sekarang ini sudah dapat menciptakan teknologi

6

Page 7: Arkanul Iman

yang sangat canggih, namun manusia tidak dapat mengatur alam raya ini. Dengan

kecanggihan teknologinya, manusia tidak akan dapat menghentikan barang sedetik pun bumi

untuk berputar.

Dzat Allah adalah sesuatu yang ghaib. Akal manusia tidak mungkin dapat

memikirkan dzat Allah. Oleh sebab itu mengenai adanya Allah SWT, kita harus yakin dan

puas dengan apa yang telah dijelaskan Allah SWT melalui firman-firman-Nya dan bukti-

bukti berupa adanya alam semesta ini.

Ketika Rasulullah SAW mendapat kabar tentang adanya sekelompok orang yang

berusaha memikirkan dan mencari hakekat dari dzat Allah, maka beliau melarang mereka

untuk melakukan hal itu. Rasulullah SAW bersabda :

فى تفكروا وسلم عليه الله صلى النبي وقال عزوجل الله فى تفكروا قوما عباسأن ابن عن

( الشيخ ( ابو رواه الله ذات فى تفكروا وال الله خلق

“Dari Ibnu Abbas RA, diceritakan bahwa ada suatu kaum yang memikirkan tentang (hakekat)

dzat Allah Azza Wajalla, maka Nabi SAW bersabda : “Pikirkanlah tentang ciptaan Allah dan

janganlah kamu memikirkan (hakekat) dzat Allah.” (HR. Abu Asy-Syaikh)

Sebagai perwujudan dari keyakinan akan adanya Allah, Tuhan Yang Maha Esa adalah

pengabdian kita kepada Nya. Pengabdian kita kepada Allah adalah pengabdian dalam bentuk

peribadatan, kepatuhan, dan ketaatan secara mutlak. Tidak menghambakan diri kepada selain

Allah, dan tidak pula mempersekutukan Nya dengan sesuatu yang lain. Itulah keimanan yang

sesungguhnya. Jika sudah demikian Insya Allah hidup kita akan tentram. Apabila hati dan

jiwa sudah tentram, maka seseorang akan berani dan tabah dalam menghadapi liku-liku

kehidupan ini. Segala nikmat dan kesenangan selalu disyukurinya. Sebaliknya setiap musibah

dan kesusahan selalu diterimanya dengan sabar.

Dasar Beriman Kepada Allah

a.       Kecenderungan dan pengakuan hati

b.      Wahyu Allah atau Al-Qur’an

c.       Petunjuk Rasulullah atau Hadits

Setiap manusia secara fitrah, ada kecenderungan hatinya untuk percaya kepada

kekuatan ghaib yang bersifat Maha Kuasa. Tetapi dengan rasa kecenderungan hati secara

fitrah itu tidak cukup. Pengakuan hati merupakan dasar iman. Namun dengan pengakuan hati

tidak akan ada artinya, tanpa ucapan lisan dan pengalaman anggota tubuh. Sebab antara

pengakuan hati, pengucapan lisan, dan pengalaman anggota tubuh merupakan satu kesatuan

7

Page 8: Arkanul Iman

yang tak dapat dipisahkan. Untuk mencapai keimanan yang benar tidak hanya berdasarkan

fitrah pengakuan hati nurani saja, tetapi harus dipadukan dengan Al-Qur’an dan Hadits.

Iman kepada Allah SWT merupakan pokok dari seluruh iman yang tergabung dalam

rukun iman. Karena iman kepada Allah SWT merupakan pokok dari keimanan yang lain,

maka keimanan kepada Allah SWT harus tertanam dengan benar kepada diri seseorang.

Sebab jika iman kepada Allah SWT tidak tertanam dengan benar, maka ketidak-benaran ini

akan berlanjut kepada keimanan yang lain, seperti iman kepada malaikat-malaikat Nya, kitab-

kitab Nya, rasul-rasul Nya, hari kiamat, serta qadha dan qadar Nya. Dan pada akhirnya akan

merusak ibadah seseorang secara keseluruhan. Di masyarakat tidak jarang kita jumpai cara-

cara beribadah seorang yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, padahal orang tersebut

mengaku beragama Islam.

Ditinjau dari segi yang umum dan yang khusus ada dua cara beriman kepada Allah

SWT :

a.       Bersifat Ijmali

Cara beriman kepada Allah SWT yang bersifat ijmali maksudnya adalah, bahwa kita

mepercayai Allah SWT secara umum atau secara garis besar. Al-Qur’an sebagai suber ajaran

pokok Islam telah memberikan pedoman kepada kita dalam mengenal Allah SWT.

Diterangkan, bahwa Allah adalah dzat yang Maha Esa, Maha Suci. Dia Maha Pencipta, Maha

Mendengar, Maha Kuasa, dan Maha Sempurna.

b.      Bersifat Tafshili

Cara beriman kepada Allah SWT yang bersifat tafsili, maksudnya adalah mempercayai Allah

secara rinci. Kita wajib percaya dengan sepenuh hati bahwa Allah SWT memiliki sifat-sifat

yang berbeda dengan sifat-sifat makhluk Nya. Sebagai bukti adalah adanya “Asmaul Husna”

yang kita dianjurkan untuk berdoa dengan Asmaul Husna serta menghafal dan juga meresapi

dalam hati dengan menghayati makna yang terkandung di dalamnya.

2.3 Iman kepada Malaikat-Malaikat Allah

Iman kepada Malaikat merupakan salah satu landasan agama Islam.

AllahTa`ala berfirman yang artinya: “Rasul telah beriman kepada al-Quran yang diturunkan

kepadanya dari Tuhannya, demikian juga orang-orang yang beriman. Semuanya beriman

kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya….” (QS. Al-

Baqarah: 285) Rasulullah ketika ditanya oleh Jibril `alaihis salam tentang iman, beliau

menjawab: “(Iman yaitu) Engkau beriman dengan Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-

8

Page 9: Arkanul Iman

Nya, para rasul-Nya, hari akhir, dan beriman dengan takdir yang baik dan buruk.”

(Muttafaq `alaih)

Syaikh DR. Muhammad bin `Abdul Wahhab al-`Aqiil mengatakan, “Dalil-dalil dari

al-Qur`an, as-Sunnah, dan ijma` (kesepakatan) kaum muslimin (tentang malaikat)

menunjukkan hal-hal sebagai berikut:

Malaikat merupakan salah satu makhluk di antara makhluk-makhluk ciptaan Allah.

Allah menciptakan mereka untuk beribadah kepada-Nya, sebagaimana Allah

menciptakan jin dan manusia juga untuk beribadah kepada-Nya semata.

Mereka adalah makhluk yang hidup, berakal, dan dapat berbicara.

Malaikat hidup di alam yang berbeda dengan alam jin dan manusia. Mereka hidup di

alam yang mulia lagi suci, yang Allah memilih tempat tersebut di dunia karena

kedekatannya, dan untuk melaksanakan perintah-Nya, baik perintah yang yang

bersifat kauniyyah, maupun syar`iyyah.

Allah Ta`ala menciptakan malaikat dari cahaya. Hal tersebut sebagaimana terdapat

dalam hadits dari Ummul Mu`minin `Aisyah radhiyallah `anha, dia mengatakan bahwasanya

Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda: “Malaikat diciptakan dari cahaya.” (HR.

Muslim.

Wujud para malaikat telah dijabarkan di dalam Al Qur'an ada yang memiliki sayap

sebanyak 2, 3 dan 4. surah Faathir 35:1 yang berbunyi:

“ Segala puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi, Yang menjadikan malaikat

sebagai utusan-utusan (untuk mengurus berbagai macam urusan) yang mempunyai

sayap, masing-masing (ada yang) dua, tiga dan empat. Allah menambahkan pada

ciptaan-Nya apa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas

segala sesuatu. (Faathir 35:1) ”

Kemudian dalam beberapa hadits dikatakan bahwa Jibril memiliki 600 sayap, Israfil

memiliki 1200 sayap, dimana satu sayapnya menyamai 600 sayap Jibril dan yang terakhir

dikatakan bahwa Hamalat al-'Arsy memiliki 2400 sayap dimana satu sayapnya menyamai

1200 sayap Israfil.

Wujud malaikat mustahil dapat dilihat dengan mata telanjang, karena mata manusia

tercipta dari unsur dasar tanah liat kering dari lumpur hitam yang diberi bentuk[29] tidak akan

mampu melihat wujud dari malaikat yang asalnya terdiri dari cahaya, hanya Nabi

9

Page 10: Arkanul Iman

Muhammad SAW yang mampu melihat wujud asli malaikat bahkan sampai dua kali. Yaitu

wujud asli malikat Jibril .

Mereka tidak bertambah tua ataupun bertambah muda, keadaan mereka sekarang

sama persis ketika mereka diciptakan. Dalam ajaran Islam, ibadah manusia dan jin lebih

disukai oleh Allah dibandingkan ibadah para malaikat, karena manusia dan jin bisa

menentukan pilihannya sendiri berbeda dengan malaikat yang tidak memiliki pilihan lain.

Malaikat mengemban tugas-tugas tertentu dalam mengelola alam semesta. Mereka dapat

melintasi alam semesta secepat kilat atau bahkan lebih cepat lagi. Mereka tidak berjenis lelaki

atau perempuan dan tidak berkeluarga.

Sifat-sifat malaikat yang diyakini oleh umat Islam adalah sebagai berikut:

1. Selalu bertasbih siang dan malam tidak pernah berhenti

2. Suci dari sifat-sifat manusia dan jin, seperti hawa nafsu, lapar, sakit, makan, tidur,

bercanda, berdebat, dan lainnya.

3. Selalu takut dan taat kepada Allah.

4. Tidak pernah maksiat dan selalu mengamalkan apa saja yang diperintahkan-Nya.

5. Mempunyai sifat malu.

6. Bisa terganggu dengan bau tidak sedap, anjing dan patung.

7. Tidak makan dan minum.

8. Mampu mengubah wujudnya.

9. Memiliki kekuatan dan kecepatan cahaya.

Malaikat tidak pernah lelah dalam melaksanakan apa-apa yang diperintahkan kepada mereka.

Menurut syariat Islam ada beberapa tempat dimana para malaikat tidak akan mendatangi

tempat (rumah) tersebut dan ada pendapat lain yang mengatakan adanya pengecualian

terhadap malaikat-malaikat tertentu yang tetap akan mengunjungi tempat-tempat tersebut.

Pendapat ini telah disampaikan oleh Ibnu Wadhdhah, Imam Al-Khaththabi, dan yang lainnya.

Tempat atau rumah yang tidak dimasuki oleh malaikat itu di antara lain adalah:

1. Tempat yang di dalamnya terdapat anjing, (kecuali anjing untuk kepentingan

penjagaan keamanan, pertanian dan berburu);

2. Tempat yang terdapat patung (gambar);

3. Tempat yang di dalamnya ada seseorang muslim yang mengancungkan

dengan senjata terhadap saudaranya sesama muslim;

10

Page 11: Arkanul Iman

4. Tempat yang memiliki bau tidak sedap atau menyengat.

Kesemuanya itu berdasarkan dalil dari hadits shahih yang dicatatat oleh para Imam, di

antaranya adalah Ahmad, Hambali, Bukhari, Tirmidzy, Muslim dan lainnya. Tidak sedikit

nash hadits yang menyatakan bahwa malaikat rahmat tidak akan memasuki rumah yang di

dalamnya terdapat anjing dan pahala pemilik anjing akan susut atau berkurang.

Malaikat Jibril pun enggan untuk masuk ke rumah Muhammad sewaktu ia berjanji

ingin datang ke rumahnya, dikarenakan ada seekor anak anjing di bawah tempat

tidur. Malaikat Rahmat pun tidak akan mendampingi suatu kaum yang terdiri atas orang-

orang yang berteman dengan (memelihara) anjing.

Iman kepada malaikat menjadikan manusia berhati-hati dalam tindak-tanduknya

karena mereka yakin ada dan akan diminta pertanggungjawabannya di akhirat kelak. Iman

kepada malaikat mempunyai pengaruh positif dan manfaat yang besar bagi kehidupan

seseorang, antara lain sebagai berikut :

1. Semakin meyakini kebesaran, kekuatan dan kemahakuasaan Allah SWT.

2. Bersyukur kepada-Nya, karena telah menciptakan para malaikat untuk membantu

kehidupan dan kepentingan manusia dan jin.

3. Menumbuhkan cinta kepada amal shalih, karena mengetahui ibadah para malaikat.

4. Merasa takut berbuat maksiat karena meyakini berbagai tugas malaikat seperti mencatat

perbuatannya, mencabut nyawa, dan menyiksa di neraka.

5. Cinta kepada malaikat karena kedekatan ibadahnya kepada Allah SWT.

2.4 Iman kepada Kitab-Kitab Allah

Meyakini kitab-kitab Allah SWT Maksudnya adalah, meyakini dengan sebenarnya

bahwa Allah memiliki kitab-kitab yang diturunkan-Nya kepada para nabi dan rasul-Nya,

yang benar-benar merupakan Kalam (firman, ucapan)-Nya. Ia adalah cahaya dan petunjuk.

Apa yang dikandungnya adalah benar.

Lafadz dan makna al-Kitab bukanlah berasal dari Rasulullah. Juga tidak muncul atas

pemikiran dan kehendak beliau. Fungsi Rasulullah dalam hal ini adalah merupakan

penyampai kalam Ilahi itu dengan kebenaran dan amanah yang sempurna. Kemudian beliau

ditugasi untuk memberikan penjelasan tentang isinya yang masih global dan menafsirkan

firman-firman yang perlu diberi penafsiran melalui ilmu yang dianugerahkan oleh Allah

11

Page 12: Arkanul Iman

SWT. Ummat manusia tidak mungkin mampu mengambil manfaat dalam bentuknya yang

sempurna dari isi al-Kitab itu dan karena itu pulalah mereka membutuhkan seorang “maha

guru” yang bisa menanamkan ilmu yang terdapat dalam al-Kitab itu dalam jiwa mereka.

Tidak ada yang mengetahui jumlahnya selain Allah. Wajib beriman secara

ijmal, kecuali yang telah disebutkan namanya oleh Allah, maka wajib baginya mengimaninya

secara tafshil, yaitu Taurat, Injil, Zabur, dan Al-Qur’an.

Allah menyatakan bahwa orang mukmin harus meyakini adanya kitab-kitab suci yang

turun sebelum Al Qur’an seperti disebutkan dalam firman Allah berikut ini.

Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan rasul-Nya

dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada rasul-Nya, serta kitab yang Allah turunkan

sebelumnya”. (QS An Nisa : 136)

Selain wajib mengimani bahwa Al-Qur’an diturunkan dari sisi Allah, wajib pula

mengimani bahwa Allah telah mengucapkannya sebagaimana Dia telah mengucapkan seluruh

kitab lain yang diturunkan. Wajib pula melaksanakan berbagai perintah dan kewajiban serta

menjauhi berbagai larangan yang terdapat di dalamnya. Al-Qur’an merupakan tolok ukur

kebenaran kitab-kitab terdahulu. Hanya Al-Qur’anlah yang dijaga oleh Allah dari pergantian

dan perubahan. Al-Qur’an adalah Kalam Allah yang diturunkan, dan bukan makhluk, yang

berasal dari-Nya dan akan kembali kepada-Nya.

Seorang Muslim harus memutuskan kaitan dirinya dengan semua kitab itu dan hanya

menyambungkan tali ketaatannya semata-mata kepada al-Qur’an. Karena :

1. Sebagian besar dari kitab suci itu sudah tidak lagi kita dapati di dunia ini, sedangkan yang

masih bisa ditemukan kondisinya sudah tidak terpelihara lagi seperti aslinya

2. Kitab-kita yang ada di dunia sekarang ini – kecuali al-Qur’an – ajaran-ajarannya secara

jelas memperlihatkan bahwa kitab-kitab itu berlaku untuk masa-masa tertentu dan pada

bagian dunia tertentu pula

3. Tidak ada satu pun di antara kitab-kitab itu – selain al-Qur’an – yang mengandung

kebenaran dalam semua aspek ajarannya atau memuat penjelasan yang gamblang yang

seluruhnya mampu mengemukakan petunjuk bagi semua aspek kehidupan.

Iman kepada kitab Allah bagi manusia dapat memberikan keyakinan yang kuat akan

kebenaran jalan yang ditempuhnya, karena jalan yang harus ditempuh manusia telah

diberitahukan Allah dalam kitab suci. Manusia tidak memiliki kemampuan untuk melihat

masa depan yang akan ditempuhnya setelah kehidupan untuk melihat masa depan yang akan

12

Page 13: Arkanul Iman

ditempuhnya setelah hidup berakhir, maka dengan pemberitahuan kitab suci manusia dapat

mengatur hidupnya menyesuaikan dengan rencana Allah, sehingga manusia mempunyai masa

depan yang jelas.

Menjadikan manusia tidak kesulitan, atau agar kehidupan manusia menjadi aman,

tenteram, damai, sejahtera, selamat dunia dan akhirat serta mendapat ridha Allah dalam

menjalani kehidupan. Sebagaiman firman Allah dalam surat Thaha sebagai berikut.

Artinya: “Kami tidak menurunkan Al Quran ini kepadamu agar kamu menjadi susah”. (Q.S

Thaha: 2)

Untuk mencegah dan mengatasi perselisihan diantara sesama manusia yang disebabkan

perselisihan pendapat dan merasa bangga terhadap apa yang dimilkinya masing-masing,

meskipun berbeda pendapat tetap diperbolehkan. Seperti disebutkan dalam firman Allah

berikut.

Artinya: “Manusia dahulunya hanyalah satu umat, kemudian mereka berselisih. Kalau

tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dari Tuhanmu dahulu, pastilah telah diberi

keputusan di antara mereka, tentang apa yang mereka perselisihkan itu.” (Q.S. Yunus: 19)

2.5 Iman kepada Rasul-Rasul Allah

Iman kepada Rasul Allah termasuk rukun iman yang keempat dari enam rukun yang

wajib diimani oleh setiap umat Islam. Yang dimaksud iman kepada para rasul ialah meyakini

dengan sepenuh hati bahwa para rasul adalah orang-orang yang telah dipilih oleh Allah swt.

untuk menerima wahyu dariNya untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia agar

dijadikan pedoman hidup demi memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat. 

Menurut Imam Baidhawi, Rasul adalah orang yang diutus Allah swt. dengan syari’at

yang baru untuk menyeru manusia kepadaNya. Sedangkan nabi adalah orang yang diutus

Allah swt. untuk menetapkan (menjalankan) syari’at rasul-rasul sebelumnya. Sebagai contoh

bahwa nabi Musa adalah nabi sekaligus rasul. Tetapi nabi Harun hanyalah nabi, sebab ia

tidak diberikan syari’at yang baru. Ia hanya melanjutkan atau membantu menyebarkan

syari’at yang dibawa nabi Musa AS. 

Mengenai identitas rasul dapat dibaca dalam Q.S. Al Anbiya ayat 7 dan Al-Mukmin

ayat 78 yang artinya: “ Kami tiada mengutus rasul-rasul sebelum kamu (Muhammad)

melainkan beberapa orang laki-laki yang kami beri wahyu kepada mereka, maka tanyakanlah

olehmu kepada orang-orang yang berilmu jika kamu tiada mengetahui.” (Q.S. al Anbiya: 7) 

13

Page 14: Arkanul Iman

"Dan sesungguhnya telah kami utus beberapa orang Rasul sebelum kamu, di antara

mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antara mereka ada pula yang tidak Kami

ceritakan kepadamu. Tidak dapat bagi seorang Rasul membawa suatu mukjizat, melainkan

dengan seizin Allah; maka apabila telah datang perintah dari Allah, diputuskan (semua

perkara) dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil."

(Q.S. Al-Mukmin : 78) 

Dalam ayat di atas dijelaskan, bahwa rasul-rasul yang pernah diutus oleh Allah swt.

adalah mereka dari golongan laki-laki, tidak pernah ada rasul berjenis kelamin perempuan,

dan jumlah rasul yang diutus sebelum Nabi Muhammad saw. sebenarnya sangat banyak. Di

antara para rasul itu ada yang diceritakan kisahnya di dalam Al-Quran dan ada yang tidak. 

ل : : س bلر� ا �فcا �ل ا و�ن� ر و�ع�ش� dع�ة� ب �ر� و�ا �ل�ف� ا �ة م�ائ ق�ال� ؟ �اء� �ي �ب �ن �ال ا ع�دhة �م� ك الله� و�ل� س ر� �ا ي ق�ال� ذ�ر �ى ب� أ ع�ن�

( ح�م�د ( � أ و�اه ر� ا cر� غ�ف�ي ج�مjا ر� ع�ش� ة� و�خ�م�س� �ة� م�ائ �ة �ث �ال ث �ك� ذ�ال  م�ن�

"Dari Abu Dzar ia berkata: Saya bertanya, wahai Rasulullah : berapa jumlah para nabi?

Beliau menjawab: Jumlah para Nabi sebanyak 124.000 orang dan di antara mereka yang

termasuk rasul sebanyak 315 orang suatu jumlah yang besar." (H.R. Ahmad) 

Berdasarkan hadis di atas jumlah nabi dan rasul ada 124.000 orang, diantaranya ada 315

orang yang diangkat Allah swt. menjadi rasul. Diantara 315 orang nabi dan rasul itu, ada 25

orang yang nama dan sejarahnya tercantum dalam Al Quran dan mereka inilah yang wajib

kita ketahui

Tugas pokok para rasul Allah ialah menyampaikan wahyu yang mereka terima dari

Allah swt. kepada umatnya. Tugas ini sungguh sangat berat, tidak jarang mereka

mendapatkan tantangan, penghinaan, bahkan siksaan dari umat manusia. Karena begitu berat

tugas mereka, maka Allah swt. memberikan keistimewaan yang luar biasa yaitu berupa

mukjizat. 

Mukjizat ialah suatu keadaan atau kejadian luar biasa yang dimiliki para nabi atau

rasul atas izin Allah swt. untuk membuktikan kebenaran kenabian dan kerasulannya, dan

sebagai senjata untuk menghadapi musuh-musuh yang menentang atau tidak mau menerima

ajaran yang dibawakannya. 

Adapun tugas para nabi dan rasul adalah sebagai berikut: 

1. Mengajarkan aqidah tauhid, yaitu menanamkan keyakinan kepada umat manusia bahwa: 

a. Allah adalah Dzat Yang Maha Kuasa dan satu-satunya dzat yang harus disembah

14

Page 15: Arkanul Iman

(tauhid ubudiyah). 

b. Allah adalah maha pencipta, pencipta alam semesta dan segala isinya serta mengurusi,

mengawasi dan mengaturnya dengan sendirinya (tauhid rububiyah) 

c. Allah adalah dzat yang pantas dijadikan Tuhan, sembahan manusia (tauhid uluhiyah) 

d. Allah mempunyai sifat-sifat yang berbeda dengan makhluqNya (tauhid sifatiyah) 

2. Mengajarkan kepada umat manusia bagaimana cara menyembah atau beribadah kepada

Allah swt.

Ibadah kepada Allah swt. sudah dicontohkan dengan pasti oleh para rasul, tidak boleh

dibikin-bikin atau direkayasa. Ibadah dalam hal ini adalah ibadah mahdhah seperti salat,

puasa dan sebagainya. Menambah-nambah, merekayasa atau menyimpang dari apa yang telah

dicontohkan oleh rasul termasuk kategori “bid’ah,” dan bid’ah adalah kesesatan. 

3. Menjelaskan hukum-hukum dan batasan-batasan bagi umatnya, mana hal-hal yang dilarang

dan mana yang harus dikerjakan menurut perintah Allah swt. 

4. Memberikan contoh kepada umatnya bagaimana cara menghiasi diri dengan sifat-sifat

yang utama seperti berkata benar, dapat dipercaya, menepati janji, sopan kepada sesama,

santun kepada yang lemah, dan sebagainya. 

5. Menyampaikan kepada umatnya tentang berita-berita gaib sesuai dengan ketentuan yang

digariskan Allah swt. 

6. Memberikan kabar gembira bagi siapa saja di antara umatnya yang patuh dan taat kepada

perintah Allah swt. dan rasulNya bahwa mereka akan mendapatkan balasan surga, sebagai

puncak kenikmatan yang luar biasa. Sebaliknya mereka membawa kabar derita bagi umat

manusia yang berbuat zalim (aniaya) baik terhadap Allah swt, terhadap manusia atau

terhadap makhluq lain, bahwa mereka akan dibalas dengan neraka, suatu puncak penderitaan

yang tak terhingga.(Q.S. al Bayyinah: 6-8) 

Tugas-tugas rasul di atas, ditegaskan secara singkat oleh nabi Muhammad saw.dalam

sabdanya sebagai berikut: 

�ق� : : خ�ال� �أل ا �ح� ص�ال �مmم� �ت

أل �ت ع�ث ب hم�ا �ن إ م ص الله� و�ل س ر� ق�ال� ق�ال� �ه ع�ن الله ض�ي� ر� ة� �ر� ي هر� �ى �ب ا  ع�ن�

( �ب�ل ن ح� بن ح�م�د� أ و�اه  (ر�

Dari Abi Hurairah r.a. ia berkata: Rasulullah saw. pernah bersabda: Sesungguhnya aku diutus

15

Page 16: Arkanul Iman

untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia. (H.R. Ahmad bin Hanbal) 

Di antara tanda-tanda orang yang beriman kepada rasul-rasul Allah adalah sebagai

berikut: 

1. Teguh keimanannya kepada Allah swt 

Semakin kuat keimanan seseorang kepada para rasul Allah, maka akan semakin kuat

pula keimanannya kepada Allah swt. Ketaatan kepada para rasul adalah bukti keimanan

kepada Allah swt. Seseorang tidak bisa dikatakan beriman kepada Allah swt. tanpa disertai

keimanan kepada rasulNya. Banyak ayat al Quran yang menyuruh taat kepada Allah swt.

disertai ketaatan kepada para rasulNya, antara lain dalam surah An Nisa ayat 59, Ali Imran

ayat 32, Muhammad ayat 33 dan sebagainya. 

Dua kalimat syahadat sebagai rukun Islam pertama adalah pernyataan seorang muslim

untuk tidak memisahkan antara keimanan kepada Allah swt. di satu sisi, dan keimanan

kepada Rasulullah di sisi lainnya. Dalam bahasa lain, beriman kepada para rasul Allah

dengan melaksanakan segala sunah-sunahnya dan menghindari apa yang dilarangnya adalah

dalam rangka ketaatan kepada Allah swt. 

2. Meyakini kebenaran yang dibawa para rasul 

Kebenaran yang dibawa para rasul tidak lain adalah wahyu Allah baik yang berupa

Al-Quran maupun hadis-hadisnya. Meyakini kebenaran wahyu Allah adalah masalah yang

sangat prinsip bagi siapapun yang mencari jalan keselamatan, karena wahyu Allah sebagai

sumber petunjuk bagi manusia. 

Seseorang akan bisa meyakini kebenaran wahyu Allah, jika terlebih dahulu dia beriman

kepada rasul Allah sebagai pembawa wahyu tersebut. Mustahil ada orang yang langsung bisa

menerima suatu kebenaran yang dibawa oleh orang lain, padahal dia tidak yakin bahkan tidak

mengenal terhadap sipembawa kebenaran tersebut. 

Allah menjelaskan dalam surah Al Baqarah ayat 285 yang artinya sebagai berikut: 

“Rasul telah beriman kepada Al-Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian

pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya,

kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya.”(Q.S. Al Baqarah 285) 

Bagi tiap-tiap orang yang beriman wajib meyakini kebenaran yang dibawa oleh para

rasul, kemudian mengamalkan atau menepati kebenaran tersebut. Bagi umat Nabi

Muhammad saw. tentulah kebenaran atau ajaran yang diamalkannya ialah yang dibawa oleh

16

Page 17: Arkanul Iman

Nabi Muhammad saw. 

3. Tidak membeda-bedakan antara rasul yang satu dengan yang lain 

Dengan beriman kepada rasul-rasul Allah otomatis berarti tidak membeda-bedakan

antara rasul yang satu dengan rasul yang lain. Artinya seorang mukmin dituntut untuk

meyakini kepada semua rasul yang pernah diutus oleh Allah swt. Tidak akan terlintas

sedikitpun dalam hatinya untuk merendahkan salahsatu dari rasul-rasul Allah atau beriman

kepada sebagian rasul dan kufur kepada sebagian yang lain. Sikap seorang mukmin adalah

seperti yang digambarkan oleh Allah swt. dalam surah Al Baqarah ayat 285: yang artinya

sebagai berikut: 

"...Kami tidak membeda-bedakan antara seseorang pun (dengan yang lain) dari rasul-

rasulNya." Dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan kami taat." (Mereka berdo'a):

"Ampunilah kami ya Tuhan kami, dan kepada Engkaulah tempat kembali." (Q.S. Al-

Baqarah : 285) 

4. Menjadikan para rasul sebagai uswah hasanah 

Para rasul yang ditetapkan oleh Allah swt. untuk memimpin umatnya adalah orang-

orang pilihan di antara mereka. Sebelum menerima wahyu dari Allah swt, mereka adalah

orang-orang yang terpandang di lingkungan umatnya, sehingga selalu menjadi acuan perilaku

atau suri tauladan bagi orang-orang di lingkungannya.Apalagi setelah menerima wahyu,

keteladanan mereka tidak diragukan lagi, karena mereka selalu mendapat bimbingan dari

Allah swt. 

Dalam surah Al Ahzab ayat 21 Allah swt. menegaskan sebagai berikut: 

“Sungguh pada diri Rasulullah terdapat suri tauladan yang baik bagi kamu,” (Q.S. Al Ahzab

ayat 21). 

Sebab itu, apa yang diucapkan atau yang dikerjakan rasulullah harus dicontoh atau diikuti,

dan sebaliknya apa –apa yang dilarangnya harus dihindarkan. 

(Q.S. Al Hasyr ayat 7). 

Selain itu, keharusan kita meneladani rasul-rasul Allah karena alasan-alasan sebagai

berikut: 

a. Semua rasul-rasul dima’shum oleh Allah swt. Artinya mereka selalu dipelihara dan dijaga

17

Page 18: Arkanul Iman

oleh Allah swt. untuk tidak melakukan perbuatan-perbuatan keji atau dosa. Selaku manusia

sebenarnya bisa jadi mereka berbuat kesalahan, tetapi langsung oleh Allah swt. ditegur atau

diluruskan.( Sebagai contoh coba anda baca asbabunnuzul surah ‘Abasa). 

b. Semua rasul Allah mempunyai sifat-sifat terpuji yang merupakan tanda kesempurnaan

pribadi mereka. Sifat-sifat terpuji tersebut adalah sebagai berikut: 

1). Shiddiq (benar). Mereka selalu berkata benar, dimana, kapan dan dalam keadaan

bagaimanapun mereka tidak akan berdusta (kadzib). 

2). Amanah, yaitu dapat dipercaya, jujur, tidak mungkin khianat. 

3). Tabligh, artinya mereka senantiasa konsekwen menyampaikan kebenaran (wahyu) kepada

umatnya. Tidak mungkin mereka menyembunyikan kebenaran yang diterimanya dari Allah

swt. (kitman), meskipun mereka harus menghadapai resiko yang besar. 

4). Fathanah, artinya semua rasul-rasul adalah manusia-manusia yang cerdas yang dipilih

Allah swt. Tidak mungkin mereka bodoh atau idiot (baladah). 

c. Khusus nabi Muhammad saw. sebagai pemimpin para rasul (sayyidul mursalin) mendapat

sanjungan dan pujian yang luar biasa dari Allah swt. disebabkan karena akhlaknya

sebagaimana tersebut dalam surah Al Qalam ayat 4 yang artinya “Dan sesungguhnya kamu

(Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung “ (Q.S. Al Qalam: 4) 

5. Meyakini rasul-rasul Allah sebagai rahmat bagi alam semesta 

Setiap rasul yang diutus oleh Allah swt. pasti membawa rahmat bagi umatnya. Artinya

kedatangan rasul dengan membawa wahyu Allah adalah bukti kasih sayang (rahmat) Allah

terhadap manusia. Rahmat itu akan betul-betul bisa diraih oleh manusia (umatnya) manakala

mereka langsung merespon terhadap tugas rasul tersebut. Di dalam Al-Quran dikatakan

bahwa diutusnya Nabi Muhammad saw. ke dunia merupakan rahmat (kesejahteraan) hidup di

dunia dan akhirat."Dan tidaklah Kami mengutus kamu (Muhammad) melainkan untuk

menjadi rahmat bagi seluruh alam semesta." (Q.S. Al-Anbiya : 107)

 6. Meyakini Nabi Muhammad saw. sebagai Nabi dan Rasul terakhir 

Nabi Muhammad saw. adalah nabi dan rasul terakhir yang diutus oleh Allah swt. ke muka

bumi ini. Tidak akan ada lagi nabi atau rasul sesudah beliau saw. Hal ini merupakan

keyakinan umat Islam yang sangat prinsip dan telah disepakati oleh seluruh ulama

mutaqaddimin dan mutaakh-khirin yang didasarkan kepada dalil-dalil naqli yang qath’i

(pasti) dan dalil-dalil “aqli yang logis antara lain sebagai berikut: 

18

Page 19: Arkanul Iman

a..Q.S. Al Ahzab ayat 40 yang artinya: “ Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari

seorang laki-laki diantara kamu, tetapi dia adalah rasulullah dan penutup para nabi. Dan

adalah Allah maha mengetahui terhadap segala sesuatu. (Q.S. Al Ahzab: 40) 

Dalam ayat ini Allah menyatakan secara jelas bahwa Muhammad adalah khatamannabiyin

(penutup para nabi). 

b. Dalam hadis Mutawatir yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hambal dari Anas 

bin Malik sebagai berikut: 

( �ب�ل ( ن ح� بن �ح�م�د ا و�اه ر� �ع�د�ى ب c و�ال س ر� � و�ال hي� �ب ن � ف�ال �ق�ض�ت� ان ق�د� وhة� bب و�الن �ة� ال س� mالر hن�  ا

Sesungguhnya risalah kenabian itu telah habis. Maka tidak ada nabi dan rasul sesudahku.

( H.R. Ahmad bin Hambal) 

c. Dalam hadis shahih riwayat Imam Bukhari, Ahmad Ibnu Hibban dari Abi Hurairah sebagai

berikut: 

�ة� او�ي ز� م�ن� �ة� �ن �ب ل م�و�ض�ع� hال� إ �ه ج�م�ل� و�أ �ه ن �ح�س� ف�ا cاء� �ن ب ا cد�ار �ى �ن ب جل� ر� �ل� �م�ث ك �ل�ي ق�ب م�ن� �اء� �ي �ب ن

� األ� �ل و�م�ث �ل�ي م�ث

�ا : �ن ف�أ ق�ال� ؟ �ة �ن hب الل ه�ذ�ه� و�ض�ع�ت� hه�ال ون� �قول و�ي �ه ل ون� ب �ع�ج� و�ي �ه� ب �طوفون� ي hاس الن ف�ج�ع�ل� �اه و�اي ز� م�ن�

( خ�ار�ى ( �ب ال و�اه ر� �اء� �ي �ب ن� األ �م ات خ� �ا ن

� و�أ �ة �ن hب  الل

Sesungguhnya perumpamaan diriku dengan nabi-nabi sebelumku adalah sama dengan

seseorang yang membuat sebuah rumah; Diperindah dan diperbagusnya (serta diselesaikan

segala sesuatunya) kecuali tempat (yang dipersiapkan) untuk sebuah batu bata di sudut rumah

itu. Orang-orang yang mengelilingi rumah itu mengaguminya, tetapi bertanya: “Mengapa

engkau belum memasang batu bata itu ?” Nabipun berkata: “ Sayalah batu bata (terakhir)

sebagai penyempurna itu, dan sayalah penutup para nabi.” (H.R. Bukhari) 

d. Dalam hadits Shahih Bukhari Muslim dari Abi Hurairah r.a. dinyatakan sebagai berikut: 

و�اه ( ر� الله� و�ل� س ر� hه �ن ا ع�م �ز� ي bهم� ل ك �ن� �ي �ث �ال ث م�ن� dب� ق�ر�ي و�ن� �ذhاب ك و�ن� ال ر�ج� �ع�ث� �ب ي hى ح�ت اع�ة hالس �قو�م ت � ال

( ة �ر� ي هر� �ى �ب ا ع�ن� ل�م و�مس� خ�ار�ى �ب  ال

Artinya: 

Tidak akan terjadi kiamat kecuali akan keluar (muncul) tukang-tukang bohong (para penipu)

kira-kira 30 orang. Semuanya mengaku dirinya sebagai rasul Allah. 

(H.R. Bukhari dan Muslim dari Abi Hurairah). 

19

Page 20: Arkanul Iman

e. Q.S. Al-Maidah ayat 3 yang artinya: “Pada hari ini Kusempurnakan untuk kamu agama

kamu, dan telah kucukupkan nikmatKu, dan telah Kuridhai Islam menjadi agama buat

kamu.” 

Ayat di atas adalah wahyu Allah swt. yang terakhir diturunkan kepada nabi Muhammad saw.

Dalam ayat ini Allah swt. Menyatakan bahwa Islam sebagai agama yang diridhaiNya dan

bersumberkan dari wahyuNya telah sempurna. Artinya tidak perlu lagi ada tambahan atau

pengurangan yang menggambarkan ketidaksempurnaannya. 

f. Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Malik 

( م�ال�ك ( و�اه ر� �ه� و�ل س ر� hة� ن و�س الله� �اب� �ت ك �دcا �ب ا bو�ا �ض�ل ت �ن� ل �ه�م�ا ب م� �ت ك hم�س� ت �ن� ا م�ا �ن� ي �م�ر� ا م� �ك ف�ي �ت ك �ر�  ت

Artinya: 

“Dua hal telah aku tinggalkan pada kalian, jika kalian berpegang teguh kepada keduanya,

maka kalian tidak akan tersesat selama-lamanya. Dua perkara itu ialah Al Quran dan Sunah

Nabi.” (H.R. Imam Malik) 

Hadits di atas menjelaskan bahwa cukuplah bagi umat Islam untuk menjadikan Al-Quran dan

sunnah nabi saja sebagai pedoman hidupnya. Selama mereka tetap konsisten dengan

keduanya sampai kapanpun dan dimanapun tidak akan tersesat. Sebab Al-Quran merupakan

kitab terlengkap yang mampu memberikan solusi kepada seluruh aspek kehidupan manusia

sebagaimana dinyatakan Allah dalam firmannya: “Tidaklah kami alpakan sesuatupun di

dalam Al Kitab (Al Quran), kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpun. (Q.S. Al An’am:

38). Demikian pula Nabi Muhammad saw.seluruh kehidupannya baik ucapan, perbuatan

ataupun ketetapannya merupakan rujukan bagi kita. 

Dengan demikian, jika ada lagi nabi setelah nabi Muhammad saw. berarti wahyu Allah akan

turun lagi dan akan ada lagi serentetan hadis dari nabi atau rasul yang baru tersebut. Ini

berarti menunjukkan ketidak sempurnaan ajaran Allah swt, ketidak validan Al Quran, dan

ketidak lengkapan atau kelemahan sunah nabi. Hal ini sangat mustahil dan sangat

bertentangan dengan pernyataan Allah swt. dalam Q.S. Al Maidah ayat 3 dan hadis nabi di

atas. Sungguh ini merupakan pelecehan terhadap Allah, Al-Quran dan nabi Muhammad Saw.

Naudzubillah min dzalika. Pantaslah kita simak pernyataan Syaikh Jamaluddin Muhammad

Al Anshari dalam bukunya “ Lisanul Arab” sebagai berikut: 

“Merujuk kepada Al Quran dan hadis mutawatir di atas, kalau ada orang yang mengatakan

20

Page 21: Arkanul Iman

masih akan ada nabi setelah nabi Muhammad saw. atau ada orang yang mengaku menjadi

nabi atau rasul maka mereka telah sesat dan kafir.” 

7. Mencintai Nabi Muhammad saw. 

Mencintai nabi Muhammad saw. adalah suatu keniscayaan dan menduduki peringkat yang

paling tinggi, tentu setelah kecintaan kepada Allah swt, dibandingkan dengan kecintaan

kepada selain beliau. Seseorang belum dikatakan sungguh-sungguh mencintai Rasulullah

saw. jika ia masih menomorduakan kecintaan kepada beliau di bawah kecintaan kepada

selain beliau. Mari kita renungkan firman Allah swt. dalam Q.S. At-Taubah ayat 24 yang

artinya sebagai berikut: 

“ Katakanlah , “Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri dan kaum

keluarga kalian ; juga harta kekayaan yang kalian khawatirkan kerugiannya, dan rumah-

rumah tempat tinggal yang kalian sukai adalah lebih kalian cintai daripada Allah dan

RasulNya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan (azab)-Nya.” Allah tidak

memberikan petunjuk kepada orang-orang fasiq.” (Q.S. At-Taubah ayat 24) 

Kecintaan kepada Allah swt. dan Rasul-Nya juga merupakan parameter keimanan seseorang.

Lebih dari itu, manisnya iman akan dirasakan seorang muslim jika dia telah menjadikan

Allah swt. dan Rasul-Nya lebih dia cintai daripada ragam kecintaannya kepada sekelilingnya.

Rasulullah saw. telah bersabda: 

: hح�ب ي �ن� و�ا و�اهم�ا س� م�مhا �ه� �ي �ل ا hح�ب� ا ه و�ل س و�ر� الله و�ن� �ك ي �ن� ا �م�ان� �ي اإل �و�ة� ح�ال و�ج�د� �ه� ف�ي �ان� ك م�ن� dة� �ث �ال ث

ف�ى �ق�ى ل ي �ن� ا ه �ر� �ك ي �م�ا ك �ه م�ن الله �ق�ذ�ه �ن ا �ذ� ا �ع�د� ب ف�ر� �ك ال ف��ى �عو�د� ي �ن� ا ه� �ر� �ك ي �ن� ا و� h لله� �ال ا bه ب ح� ي � ال ء� �م�ر� ال

( �ن�س ( ا ع�ن� ل�م و�مس� خ�ار�ى �ب ال و�اه ر� hار�  الن

Ada tiga perkara, siapa yang memilikinya, ia telah menemukan manisnya iman: 1) orang

yang mencintai Allah dan Rasul-Nya lebih daripada yang lainnya; 2) orang yang mencintai

seseorang hanya karena Allah; 3) orang yang tidak suka kembali kepada kekufuran

sebagaimana ia tidak suka dilemparkan ke dalam api neraka. 

(H.R. Muttafaq alaih ) 

Dalam kitab Min Muqawwimat an- Nafsiyah al –Islamiyah arti cinta seorang hamba kepada

Allah dan Rasul-Nya adalah mentaati dan mengikuti perintah Allah dan Rasul-Nya.” Al

Baidhawi berkata, :” Cinta adalah keinginan untuk taat.”Al-Zujaj juga berkata: “Cinta

manusia kepada Allah dan Rasul-Nya adalah mentaati keduanya serta meridhai segala

perintah Allah dan segala ajaran yang dibawa Rasullah saw.” 

Kecintaan kita kepada Rasulullah saw. mengharuskan kita untuk menyelaraskan semua hal

21

Page 22: Arkanul Iman

yang terkait dengan pribadi maupun sosial kita. 

Bukti-bukti cinta kepada Rasul harus meneladani seluruh aspek kehidupan Rasulullah,

misalnya: 

1. Dalam ibadahnya; diwujudkan dalam bentuk ketundukan dalam menjalankan dan

memelihara salat sesuai dengan tuntunan beliau. Beliau bersabda: 

ص�لmى ا �ى مو�ن �ت �ي ا ر� �م�ا ك bو�ا  ص�ل

Salatlah kalian sebagaimana aku salat. (H.R. Bukhari) 

2. Dalam tatacara berpakaian yang menutup aurat, sopan, bersih dan indah, makan makanan

yang halal, bersih dan bergizi, makan tidak sampai kenyang, tidak makan kecuali setelah

dalam keadaan lapar. 

3. Dalam berkeluarga, misalnya sebagai seorang suami yang harus melindungi, mencintai dan

menyayangi keluarganya. Beliau bersabda: 

( ائ� : ( vس� الن و�اه ر� �ة� الصhال ف�ى �ى �ن ع�ي ة hرق و�جع�ل�ت� اء mس� و�الن �ب �لطmي ا dث� �ال ث م� �اك �ي دن م�ن� hل�ي� ا mب�  حب

Telah ditanamkan padaku di dunia ini tiga perkara: rasa cinta kepada wanita, wewangian,

serta dijadikan mataku sejuk terhadap salat. (H.R. an-Nasai) 

4. Sebagai pemimpin umat, Beliau lebih mendahulukan kepentingan umatnya daripada

kepentingan pribadinya; Beliau bukan tipe manusia individualistik yang hanya memikirkan

dirinya sendiri. 

5. Sebagai anggota masyarakat, Beliau bukan manusia yang suka berdiam diri di rumah

seraya memisahkan diri dengan masyarakat sekitar, tetapi selalu berinteraksi dengan semua

lapisan masyarakat dan sering mengunjungi rumah-rumah para sahabatnya. 

Nilai-nilai yang harus diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari: 

1. Istiqamah dalam menjalankan syari’at agama 

2. Tabah dan sabar dalam menghadapi musibah 

3. Selalu optimis dan tidak pernah putus asa 

4. Peduli terhadap kaum dhu’afa 

5. Selalu melaksanakan ibadah-ibadah sunah 

6. Tidak membeda-bedakan para Rasul-rasul Allah 

7. Meyakini isi kitab-kitab yang dibawa oleh para Rasul 

8. Meyakini para Rasul memiliki sifat-sifat terpuji 

9. Menjadikan Rasul sebagai suri tauladan

22

Page 23: Arkanul Iman

2.6 Iman kepada Hari Kiamat

Beriman kepada hari akhir atau hari kiamat adalah keyakinan akan datangnya hari

akhir sebagai ujung perjalanan umat manusia. Keimanan tersebut akan melahirkan  sikap

optimis, yakni bahwa tidak akan ada yang sia-sia dalam kehidupan manusia, karena

semuanya akan dipertanggungjawabkan amal ibadah dan balasannya. Manusia tidak akan

kecewa apabila di dunia ia tidak memperolah balasan dari amal perbuatannya, karena ia yakin

di hari akhir ia akan memperoleh balasan apa yang ia perbuat di dunia ini. Apabila seorang

muslim yakin akan hari akhir, maka ia akan terhindar dari sikap malas dan suka melamun,

melainkan ia akan terus berproses dan mencari makna kehidupan.

Keyakinan terhadap hari akhir merupakan hal yang sangat penting dalam rangkaian

kesatuan rukun iman lainnya, sebab tanpa mempercayai hari akhirat sama halnya dengan

orang yang tidak mempercayai agama Islam, itu merupakan hari yang tidak diragukan lagi.

Firman Allah SWT:

“Segala sesuatu yang ada di jagat raya ini akan binasa. Hanya Tuhanmu yang

memiliki kebesaran dan kemuliaan akan abadi” (Q.S. 55:26-27).

Pengaruh iman terhadap hari akhir adalah melahirkan sikap optimis, yakni bahwa tidak akan

ada yang sia-sia dalam kehidupan manusia, karena semuanya akan dipertanggungjawabkan

amal ibadah dan balasannya. Pengaruh lainnya adalah mendorong manusia untuk melakukan

perbuatan yang lebih baik setiap harinya.

2.7 Iman kepada Qada’ dan Qadar

Iman mempunyai arti yaitu keyakinan yang diyakini didalam hati, diucapkan dengan

lisan, dan dilaksanakan dengan amal perbuatan. Menurut bahasa  Qadha memiliki beberapa

pengertian yaitu hukum, ketetapan,perintah, kehendak, pemberitahuan, penciptaan. Menurut

istilah Islam, yang dimaksud dengan qadha adalah ketetapan Allah sejak zaman Azali sesuai

dengan iradah-Nya tentang segala sesuatu yang berkenan dengan makhluk. Kata Azali

memiliki arti yaitu ketetapan yang sudah ada sebelum keberadaan atau kelahiran suatu

mahluk .

Sedangkan qadar berasal dari kata qaddara, yuqaddiru, taqdiiran yang berarti penentuan.

Adapun menurut Islam qadar bererti perwujudan atau kenyataan ketetapan Allah terhadap

semua makhluk dalam kadar dan berbentuk tertentu sesuai dengan iradah-Nya.  Iman kepada

23

Page 24: Arkanul Iman

qada dan qadar (takdir) artinya percaya bahwa tiap-tiap yang telah, sedang, dan akan terjadi

terhadap diri kita semata-mata merupakan ketentuan Allah yang telah ditetapkan

sebelumnya.Hukum beriman kepada qada dan qadar adalah Fardhu'ain.

Firman Allah mengenai qada dan qadar terdapat dalam surat Al Ahzab ayat 36, yang

mempunyai arti yaitu :

" Dan tidakkah patut bagi laki-laki yang mumin dan tidak (pula) bagi perempuan yang

mumin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi

mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan

Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.

Selain itu, Allah juga berfirman dalam surat Al Qamar ayat 49, yakni :

Arti : Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.

Beriman kepada qada dan qadar berarti mengimani rukun-rukunnya.Iman kepada qada

dan qadar memiliki empat rukun, antara lain yaitu :

1. Ilmu Allah SWT

Beriman kepada qada dan qadar berarti harus beriman kepada Ilmu Allah yang

merupakan deretan sifat-sifat-Nya sejak azali.  Allah mengetahui segala sesuatu.  Tidak ada

makhluk sekecil apa pun di langit dan di bumi ini yang tidak Dia ketahui.  Dia mengetahui

seluruh makhluk-Nya sebelum mereka diciptakan. Dia juga mengetahui kondisi dan hal-hal

yang sudah terjadi maupun yang akan terjadi di masa yang akan datang.

2. Penulisan Takdir

Sebagai mukmin, kita harus percaya bahwa segala sesuatu yang terjadi, baik di masa

lampau, masa kini, maupun masa yang akan datang, semuanya telah dicatat dalam Lauh

Mahfuzh dan tidak ada sesuatu pun yang terlupakan oleh-Nya.

3. Masyi’atullah (Kehendak Allah) dan Qudrat (Kekuasaan Allah)

Seorang mukmin yang telah mengimani qada dan qadar harus mengimani masyi`ah

(kehendak Allah) dan kekuasaan-Nya yang menyeluruh. Apapun yang Dia kehendaki pasti

24

Page 25: Arkanul Iman

terjadi meskipun manusia tidak menginginkannya. Begitu pula sebaliknya, apa pun yang

tidak dikehendaki pasti tidak akan terjadi meskipun manusia memohon dan menghendakinya.

Hal ini bukan dikarenakan Allah tidak mampu melainkan karena Allah tidak

menghendakinya.

4. Penciptaan Allah

Ketika beriman terhadap qada dan qadar, seorang mukmin harus mengimani bahwa

Allah-lah pencipta segala sesuatu, tidak ada Khaliq selain-Nya dan tidak ada Rabb semesta

alam ini selain Dia.

Kewajiban dalam beriman kepada qada’ dan qadar yaitu diriwayatkan bahwa suatu hari

Rasulullah SAW didatangi oleh seorang laki-laki yang berpakaian serba putih , rambutnya

sangat hitam. Lelaki itu bertanya tentang Islam, Iman dan Ihsan. Tentang keimanan

Rasulullah menjawab yang artinya: Hendaklah engkau beriman kepada Allah, malaekat-

malaekat-Nya, kitab-kitab-Nya,rasul-rasulnya, hari akhir dan beriman pula kepada

qadar(takdir) yang baik ataupun yang buruk. Lelaki tersebut berkata” Tuan benar”. (H.R.

Muslim)

Lelaki itu adalah Malaekat Jibril yang sengaja datang untuk memberikan pelajaran

agama kepada umat Nabi Muhammad SAW. Jawaban Rasulullah yang dibenarkan oleh

Malaekat Jibril itu berisi rukun iman. Salah satunya dari rukun iman itu adalah iman kepada

qadha dan qadar. Dengan demikian , bahwa mempercayai qadha dan qadar itu merupakan

hati kita. Kita harus yakin dengan sepenuh hati bahwa segala sesuatu yang terjadi pada diri

kita, baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan adalah atas kehendak

Allah.

Sebagai orang beriman, kita harus rela menerima segala ketentuan Allah atas diri kita.

Di dalam sebuah hadits qudsi Allah berfirman yang artinya: ” Siapa yang tidak ridha dengan

qadha-Ku dan qadar-Ku dan tidak sabar terhadap bencana-Ku yang aku timpakan atasnya,

maka hendaklah mencari Tuhan selain Aku. (H.R.Tabrani)

Takdir Allah merupakan iradah (kehendak) Allah. Oleh sebab itu takdir tidak selalu

sesuai dengan keinginan kita. Tatkala takdir atas diri kita sesuai dengan keinginan kita,

hendaklah kita beresyukur karena hal itu merupakan nikmat yang diberikan Allah kepada

25

Page 26: Arkanul Iman

kita. Ketika takdir yang kita alami tidak menyenangkan atau merupakan musibah, maka

hendaklah kita terima dengan sabar dan ikhlas. Kita harus yakin, bahwa di balik musibah itu

ada hikmah yang terkadang kita belum mengetahuinya. Allah Maha Mengetahui atas apa

yang diperbuatnya.

Iman kepada qadha dan qadar artinya percaya dan yakin dengan sepenuh hati bahwa

Allah SWT telah menentukan tentang segala sesuatu bagi makhluknya. Berkaitan dengan

qadha dan qadar, Rasulullah SAW bersabda yang artinya sebagai berikut yaitu:

”Sesungguhnya seseorang itu diciptakan dalam perut ibunya selama 40 hari dalam bentuk

nuthfah, 40 hari menjadi segumpal darah, 40 hari menjadi segumpal daging, kemudian Allah

mengutus malaekat untuk meniupkan ruh ke dalamnya dan menuliskan empat ketentuan,

yaitu tentang rezekinya, ajalnya, amal perbuatannya, dan (jalan hidupny) sengsara atau

bahagia.” (HR.Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Mas’ud).

Dari hadits di atas dapat kita ketahui bahwa nasib manusia telah ditentukan Allah

sejak sebelum ia dilahirkan. Walaupun setiap manusia telah ditentukan nasibnya, tidak berarti

bahwa manusia hanya tinggal diam menunggu nasib tanpa berusaha dan ikhtiar. Manusia

tetap berkewajiban untuk berusaha, sebab keberhasilan tidak datang dengan sendirinya.

hubungan antara qadha dan qadar dengan ikhtiar, para ulama berpendapat bahwa takdir

itu ada dua macam :

1.Taqdir mu’allaq adalah taqdir Allah swt yang masih dapat diusahakan kejadianya oleh

manusia.Sebagai contoh dalam kehidupan ini, kita sering melihat dan mengalami

sunnahtullah, hukum Allah yang berlaku di bumi ini,yaitu hukum sebab akibat yang bersifat

tetap yang merupakan qada dan qadar sesuai kehendak swt.Seperti, bumi brputar pada

porosnya 24 jam sehari.matahari terbit disebelah timur dan teggelam disebelah barat dan

banyak lagi contoh lainnya,kalau kita mau memikirkannya. Contoh seorang siswa bercita-cita

ingin menjadi insinyur pertanian. Untuk mencapai cita-citanya itu ia belajar dengan tekun.

Akhirnya apa yang ia cita-citakan menjadi kenyataan. Ia menjadi insinyur pertanian.dalam

hal ini allah swt berfirman yang artinya yaitu:

“Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di

belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merobah

26

Page 27: Arkanul Iman

keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka

sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada

yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia”. ( Q.S

Ar-Ra’d ayat 11)

2. Taqdir Mubram ialah taqdir yang pasti terjadi dan tidak dpat dielakkan kejadiannya.

dapat kita beri contoh nasib manusia, lahir, kematian, jodoh dan rizkinya,terjadinya kiamat

dan sebagainya. Qada’qadar Allah swt yang berhubungan dengan nasib manusia adalah rasia

Allah swt.hanya Allah swt yang mengetahuinya. Manusia diperintahkan mengetahui

qada’dan qadarnya melalui usaha dan ikhtiar. Kapan manusia lahir, bagaimana ststusnya

sosialnya, bagaimana rizkinya ,siapa jalan hidup manusia seperti itu sudah ditetapkan sejak

zaman azali yaitu masa sebelum terjadinya sesuatu atau massa yang tidak bermulaan.tidak

seorang pun yang mengetahui itu.

Beriman kepada qada dan qadar mengandung hikmah yang besar bagi pelakunya, antara lain :

a. Melatih diri untuk senantiasa bersyukur dan bersabar.

b. Menjauhkan diri dari sifat sombong dan putus asa.

c. Memupuk sikap optimis dan giat bekerja.

d. Menenangkan jiwa.

e. Sumber motivasi untuk meraih kemajuan.

f. Meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT.

g. Menumbuhkan kesadaran bahwa alam semesta dan segala isinya berjalan sesuai dengan

ketentuan Allah.

h. Menumbuhkan sikap dan perilaku terpuji menghilangkan perilaku tercela.

27

Page 28: Arkanul Iman

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

a.   Rukun Iman dapat diartikan sebagai pilar keyakinan, yakni pilar-pilar keyakinan seorang

muslim, dalam hal ini terdapat enam pilar keyakinan atau rukun iman dalam ajaran Islam,

yaitu: Iman kepada Allah, Iman kepada Malaikat-malaikat Allah, Iman kepada Kitab-kitab

Allah, Iman kepada Rasul-rasul Allah, Iman kepada hari Kiamat, Iman kepada Qada dan

Qadar,

b.   Iman kepada Allah serta iman kepada sifat-sifatnya akan mempengaruhi perilaku seorang

muslim, sebab keyakinan yang ada dalam dirinya akan dibuktikan pada dampak perilakunya.

Jika seseorang telah beriman bahwa Allah itu ada, Maha Melihat dan Maha Mendengar,

maka dalam perilakunya akan senantiasa berhati-hati dan waspada, ia tidak akan merasa

sendirian, kendati tidak ada seorang manusiapun di sekitarnya.

c.   Keyakinan terhadap adanya malaikat akan berpengaruh terhadap perilaku manusia. Jika

kita yakin ada malaikat yang mencatat semua amal baik dan buruk kita, maka seorang

muslim akan senantiasa berhati-hati dalam setiap perbuatannya karena ia akan menyadari

bahwa semua perilakunya tersebut akan dicatat oleh malaikat.

d.  Iman kepada kitab Allah bagi manusia dapat memberikan keyakinan yang kuat akan

kebenaran jalan yang ditempuhnya, karena jalan yang harus ditempuh manusia telah

diberitahukan Allah dalam kitab suci.

e.  Iman kepada rasul merupakan kebutuhan manusia, karena dengan adanya rasul maka

manusia dapat melihat contoh-contoh perilaku dan teladan terbaik yang sesuai dengan apa

yang diharapkan Allah.

f.   Beriman kepada hari akhir atau hari kiamat adalah keyakinan akan datangnya hari akhir

sebagai ujung perjalanan umat manusia. Keimanan tersebut akan melahirkan  sikap optimis,

yakni bahwa tidak akan ada yang sia-sia dalam kehidupan manusia, karena semuanya akan

dipertanggungjawabkan amal ibadah dan balasannya.

28

Page 29: Arkanul Iman

g.   Beriman kepada takdir akan melahirkan sikap optimis, tidak mudah kecewa dan putus

asa, sebab yang menimpanya ia yakini sebagai ketentuan yang telah Allah takdirkan

kepadanya dan Allah akan memberikan yang terbaik kepada seorang muslim, sesuai dengan

sifatnya yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.

3.2 Saran

Penulis menyarankan agar kita sebagai umat muslim untuk terus meningkatkan keimanan kita terhadap Allah SWT agar hidup kita baik di dunia maupun di akhirat dapat terus mendapat ridha Allah SWT.

29

Page 30: Arkanul Iman

s

Muhammad Nur. 1987. Muhtarul Hadis. Surabaya: Pt. Bina Ilmu.

Syed Mahmudunnasir. 1994. Islam, Konsepsi dan Sejarahnya. Bandung: Rosdakarya.

Tim Arafah, 2006, Pendidikan Agama Islam 3, Semarang : Aneka Ilmu.

30

Page 31: Arkanul Iman

LAMPIRAN

PERTANYAAN BESERTA JAWABAN

1. Bagaimana sikap kita sebagai umat muslim terhadap kitab-kitab terdahulu dan kitab-kitab

yang berbentuk lembaran-lembaran?

Jawab: Kitab suci yang wajib diketahui dan diyakini ada 4, yaitu:

1. Kitab Suci Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa Alaihissalam.

2. Kitab Suci Zabur yang diturunkan kepada Nabi Daud Alaihissalam.

3. Kitab Suci Injil yang diturunkan kepada Nabi Isa Alaihissalam

4. Kitab Suci Al Quran yang diturunkan kepada Baginda Rasulullah saw.

Semua kitab suci itu dari Allah dan isinya semuanya benar, tidak boleh ada sedikitpun

keraguan terhadapnya. Hanya kitab taurat dan injil yang ada ditangan penganut-penganutnya

sekarang ini yang tidak lagi menurut yang aslinya, sudah banyak diubah oleh pendeta-

pendetanya dulu, sehingga tidak dapat lagi dipercaya isinya, demikian keyakinan ummat

Islam. Kita mengimani setiap kitab yang diturunkan kepada para rasul. Jika kita tidak

mengetahuinya, maka kewajiban kita adalah beriman secara global

2. Apakah cukup untuk mengenal Allah dengan mengenali dirinya sesuai dengan firman

Rasulullah : “Barangsiapa mengenali dirinya, maka ia akan mengenal Tuhannya” ?

Jawab: Sebagian meditator atau ahli sufi menggunakan pendekatan filsafat ini dalam mencari

Tuhan, yaitu tahapan mengenal diri dari segi wilayah-wilayah alam pada dirinya, misalnya

mengenali hatinya dan suasananya, pikiran, perasaannya, dan lain-lain sehingga dia bisa

membedakan dari mana intuisi itu muncul, ... apakah dari fikirannya, dari perasaannya, atau

dari luar dirinya. Setelah itu bertambah dengan mengenal alam semesta dan kejadian-kejadian

yang ada di alam semesta sehingga bertambah iman kepada Allah

3. Apa arti signifikan dari qada dan qadar? Lalu, takdir dan nasib apakah masuk kepeada

qada dan qadar?

31

Page 32: Arkanul Iman

Jawab: Qadha adalah ketentuan, hukum atau rencana Allah sejak zaman azali. Qadar adalah

kenyataan dari ketentuan atau hukum Allah. Jadi hubungan antara qadha qadar ibarat rencana

dan perbuatan. Orang kadang-kadang menggunakan istilah qadha dan qadar dengan satu

istilah, yaitu Qadar atau takdir. Jika ada orang terkena musibah, lalu orang tersebut

mengatakan, ”sudah takdir”, maksudnya qadha dan qadar. takdir itu ada dua macam :

a.Takdir mua’llaq: yaitu takdir yang erat kaitannya dengan ikhtiar manusia. Contoh

seorang siswa bercita-cita ingin menjadi insinyur pertanian. Untuk mencapai cita-citanya itu

ia belajar dengan tekun. Akhirnya apa yang ia cita-citakan menjadi kenyataan. Ia menjadi

insinyur pertanian.

b.Takdir mubram; yaitu takdir yang terjadi pada diri manusia dan tidak dapat

diusahakan atau tidak dapat di tawar-tawar lagi oleh manusia. Contoh. Ada orang yang

dilahirkan dengan mata sipit , atau dilahirkan dengan kulit hitam sedangkan ibu dan bapaknya

kulit putih dan sebagainya.

Nasib itu sendiri termasuk ke dalam takdir mu’allaq karena nasib masih dapat diubah selama

orang tersebut masih mau berusaha untuk merubah nasibnya.

4. Jodoh adalah salah satu yang sudah ditetapkan oleh Allah, lalu bagaimana dengan

seseorang yang meninggal sebelum bertemu dengan jodohnya?

Jawab: Jodoh, termasuk rezeki seseorang. Jadi memang sudah ditentukan oleh Allah

semenjak manusia belum diciptakan, dan sudah ditulis di Lauh Mahfuzh. Dalam hal ini, kita

tidak diperintahkan untuk memikirkan tentang takdir tersebut, tapi hanya diperintahkan untuk

berusaha. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Beramallah, masing-masing akan

dimudahkan melakukan apa telah dituliskan baginya.” (Riwayat Muslim).

Sebenarnya, berusaha atau tidak berusaha, jodoh sudah ditetapkan. Tapi masalahnya bukan

itu. Bahwa kita tetaplah dianggap berbuat keliru, bila kita tidak berusaha. Yang dituntut oleh

Allah dari kita adalah upaya, ikhtiar dan niat baik. Jodoh tetap Allah yang menentukan. Jadi

soal jodoh, rezeki dan takdir kita tidak berhak mengurusnya, tapi kita hanya diperintahkan

untuk berusaha. Dengan upaya yang benar dan niat yang bersih itulah, kita akan diberi

pahala. Hasilnya, Allah yang menentukan.

32

Page 33: Arkanul Iman

5. Maksud dari sebuah hadits qudsi Allah berfirman yang artinya :” Siapa yang tidak ridha

dengan qadha-Ku dan qadar-Ku dan tidak sabar terhadap bencana-Ku yang aku timpakan

atasnya, maka hendaklah mencari Tuhan selain Aku. (H.R.Tabrani) apa?

Jawab: Takdir Allah merupakan iradah (kehendak) Allah. Oleh sebab itu takdir tidak selalu

sesuai dengan keinginan kita. Tatkala takdir atas diri kita sesuai dengan keinginan kita,

hendaklah kita beresyukur karena hal itu merupakan nikmat yang diberikan Allah kepada

kita. Ketika takdir yang kita alami tidak menyenangkan atau merupakan musibah, maka

hendaklah kita terima dengan sabar dan ikhlas. Kita harus yakin, bahwa di balik musibah itu

ada hikmah yang terkadang kita belum mengetahuinya. Allah Maha Mengetahui atas apa

yang diperbuatnya.

33