ii. tinjauan pustaka 2.1. taksonomi kentangeprints.umm.ac.id/65447/2/bab ii.pdf · 2020. 8. 27. ·...
TRANSCRIPT
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Taksonomi Kentang
Kentang merupakan salah satu komoditas pilihan untuk mendukung program
diverifikasi dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan berkelanjutan (The
International Potato Center, 2008). Kentang (Solanum tuberosum L.) termasuk jenis
tanaman sayuran semusim, berumur pendek dan berbentuk perdu/semak. Kentang
termasuk tanaman semusim karena hanya satu kali berproduksi, setelah itu mati. Umur
tanaman kentang antara 90-180 hari. Taksomi kentang adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Solanales
Famili : Solanaceae
Genus : Solanum
Spesies : Solanum tuberosum L. (Setijo pitojo, 2004)
Berdasarkan (Lampiran 1) warna kulit dan daging umbinya, terdapat tiga
golongan varietas kentang, yaitu kentang kuning (Granola, Cipanas, Cosima,
Segunung, Thung, Cattela, Agria), kentang putih (Marita, Diamant) dan kentang merah
(Desiree, Kondor). Selain itu juga terdapat beberapa varietas lain yang tidak termasuk
ketiga golongan tersebut seperti Draga, Cardinal, Alpha, Atlante dan lain-lain (Setiadi,
2009).
Tanaman kentang berasal dari Amerika Selatan di daerah pegunungan Andes
yang meliputi Negara Bolivia, Chili dan Peru. Kentang masuk ke Indonesia di sekitar
Cimahi sejak penjajahan Belanda pada tahun 1794. Kentang mulai dikembangkan
secara umum di Jawa pada tahun 1920-an dengan luas tanam 18.000 ha (Setiadi,2009).
4
2.2. Morfologi Kentang
1. Daun
Daun majemuk menempel di satu tangkai (rachis). Jumlah helai daun umumnya
ganjil, saling berhadapan dan di antara pasang daun terdapat pasangan daun kecil
seperti telinga yang disebut daun sela. Pada pangkal tangkai daun majemuk terdapat
sepasang daun kecil yang disebut daun penumpu (stipulae). Tangkai lembar daun
sangat pendek dan seolah-olah duduk. Warna daun hijau muda sampai hiju gelap dan
tertutup oleh bulu-bulu halus (Sunarjono, 2007).
2. Batang
Batang tanaman berbentuk segiempat atau segilima, tergantung pada varietasnya.
Batang tanaman berbuku–buku, berongga, dan tidak berkayu, namun agak keras bila
dipijat. Diameter batang kecil dengan tinggi dapat mencapai 50–120 cm, tumbuh
menjalar. Warna batang hijau kemerah-merahan atau hijau keungu–unguan (Rukmana,
1997). Batang tanaman berfungsi sebagai jalan zat–zat hara dari tanah ke daun dan
untuk menyalurkan hasil fotosintesis dari daun ke bagian tanaman yang lain.
3. Akar
Akar memiliki sistem perakaran tunggang dan serabut. Akar tunggang bisa
menembus sampai kedalaman 45 cm. Sedangkan akar serabutnya tumbuh menyebar
(menjalar) ke samping dan menembus tanah dangkal. Akar berwarna keputih-putihan,
halus dan berukuran sangat kecil. Dari akar-akar ini ada akar yang akan berubah bentuk
dan fungsinya menjadi bakal umbi (stolon) dan akhirnya menjadi umbi (Setiadi, 2009).
4. Bunga
Bunga kentang berkelamin dua (Hermaph roditus) yang tersusun dalam rangkaian
bunga atau karangan bunga yang tumbuh pada ujung batang dengan tiap karangan
bunga memiliki 7–15 kuntum bunga. Warna bunga bervariasi: putih, merah, biru.
Struktur bunga terdiri dari daun kelopak (calyx), daun mahkota (corolla), benang sari
(stamen), yang masing–masing berjumlah 5 buah serta putik 1 buah. Bunga bersifat
protogami, yakni putik lebih cepat masak dari pada tepung sari. Sistem
penyerbukannya dapat menyerbuk sendiri ataupun silang (Rukmana, 1997).
5
Bunga kentang yang telah mengalami penyerbukan akan menghasilkan buah dan
biji–biji (Samadi, 1997). Buah kentang berbentuk bulat, bergaris tengah kurang lebih
2,5cm, berwarna hijau tua sampai keungu–unguan dan tiap buah berisi 500 bakal biji.
Bakal biji yang dapat menjadi biji hanya berkisar 10 butir sampai dengan 300 butir.
Biji kentang berukuran kecil, bergaris tengah kurang lebih 0,5 mm, berwarna krem,
dan memiliki masa istirahat (dormansi) sekitar 6 bulan (Rukmana, 1997).
5. Umbi
Menurut Pitojo (2008) bentuk umbi, mata tunas, warna kulit dan warna daging
umbi bervariasi menurut varietas kentang. Umbi kentang berbetuk bulat, lonjong,
meruncing atau mirip ginjal, dengan ukuran kecil hingga besar. Pada waktu masih
muda, umbi kentang di lapisi ± 1 cm dan menghasilkan periderm, sehingga pada umbi
kentang yang sudah tua tersusun enam lapis periderm. Kulit umbi kentang sangat tipis,
berwarna putih, kuning, merah, atau ungu. Ketebalan kulit dipengaruhi oleh varietas
dan keadaan lingkungan. Pada umbi yang masih muda, sel-sel kulit membelah dengan
cepat, ditandai dengan kulit yang mudah terkelupas. Pada umbi yang sudah tua, sel-sel
kulit sudah tidak membelah dan kulit melekat erat sehingga tidak mudah terkelupas.
Daging umbi kentang berwarna putih, kuning, atau kemerahan (Gambar 1.).
Gambar 1. Keragaman Morfologis Umbi Kentang (Solanum tuberosum L.)
No. Bagian umbi Ciri-ciri visual
1. Bentuk umbi Bulat, bulat lonjong dan lonjong memanjang
2. Warna kulit umbi Putih, kuning dan merah
3. Warna daging umbi Putih, putih kekuning-kuningan dan kuning
4. Mata tunas Dangkal, menengah (medium) dan dalam
Sumber : Pitojo, 2008
6
Gambar 2. Morfologi Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.)
Sumber : (Setijo pitojo, 2004)
1.3. Syarat Tumbuh Tanaman Kentang
Tanaman kentang cocok tumbuh pada adalah dataran tinggi atau daerah
pegunungan dengan ketinggian 1000–3000 m di atas permukaan laut. Keadaan iklim
juga berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman kentang, iklim yang ideal pada
tanaman kentang merupakan suhu rendah (dingin) dengan suhu rata–rata harian antara
15 –20oC. Serta memiliki kelembapan udara sesuai berkisar antara 80-90%, cukup
mendapat sinar matahari dan curah hujan antara 200–300 mm per bulan atau rata–rata
1000 mm selama pertumbuhan (Suryana, 2013).
Pembentukan umbi kentang dengan suhu tanah optimum bekisar antara 15 –
18oC. Pertumbuhan umbi juga dapat terhambat apabila suhu tanah yang tidak maksimal
kurang dari 10oC dan lebih dari 30oC. Tanaman kentang membutuhkan tanah yang
subur, gembur, banyak mengandung bahan organik, bersolum dalam, aerasi dan
drainasenya baik dengan reaksi tanah (pH) 5–7 tergantung varietas yang dibudidayakan
(Suryana, 2013).
Jenis tanah yang paling baik pada tanaman kentang adalah Andosol dengan
ciri–ciri solum tanah agak tebal antara 1–2 m, berwarna hitam atau kelabu sampai
coklat tua, bertekstur debu atau lempung berdebu sampai lempung. Tanah Andosol
7
merupakan salah satu tanah dengan kandungan unsur hara sedang sampai tinggi,
produktivitas sedang sampai tinggi dan reaksi tanah masam sampai netral. Daerah
dengan curah hujan tinggi harus dilakukan pengairan yang cukup dan sering dilakukan
pengontrolan keadaan tanah karena angin kencang yang berkelanjutan berpengaruh
secara langsung maupun tidak langsung terhadap pertumbuhan tanaman dan penularan
penyakit ke tanaman dan ke areal pertanaman yang lain (Setiadi, 2009).
Budidaya tanaman kentang dilakukan persiapan bahan tanam, persiapan lahan,
penanaman, pemeliharaan dan juga pemanenan. Adapun faktor-faktor yang perlu
diperhatikan selama penanaman adalah pengaturan waktu tanam, pengaturan jarak
tanam dan cara menanam. Kegiatan pemeliharaan juga perlu dilakukan pada tanaman
kentang seperti pemupukan, pengairan, penyiangan, pembumbunan, pengaturan pola
tanam, dan pemangkasan bunga (Samadi, 2007).
Tanaman kentang dapat dipanen ketika memasuki usia 90 hingga 120 hari hal
ini dapat dilihat dari ukuran umbi kentang yang cukup besar dan tanaman kentang yang
mulai melayu daunnya menguning rata, pemanenan dilakukan pagi atau sore hari dan
dilakukan kegiatan pasca panen seperti pembersihan pencucian pengeringan dan
penyimpanan kentang (Sunarjono, 2007).
1.4. Benih Kentang
Benih secara umum mempunyai pengertian ialah biji tanaman yang
dipergunakan untuk keperluan dan pengembangan usaha tani serta memiliki fungsi
agronomis. Dalam konteks agronomi, benih dituntut untuk bermutu tinggi atau benih
unggul, sebab benih harus mampu menghasilkan tanaman yang dapat berproduksi
maksimum dengan sarana teknologi yang semakin maju. Beberapa jenis benih tanaman
pangan dan hortikultura dalam kemasan berlebel yang beredar di pasaran yang
digunakan oleh petani dalam usaha budidaya (Lesilolo, 2013).
Sedangkan benih kentang adalah bagian tanaman berupa umbi bukan dalam
bentuk biji botani (True Potato Seed/TPS) yang digunakan untuk memperbanyak
dan/atau mengembangbiakkan tanaman kentang (Kementerian Pertanian, 2014).
8
Gambar 3. Benih kentang (Solanum tuberosum L.)
(Sumber Gambar : Balai Penelitian Tanaman Sayuran, 2016)
a. Peng-Kelasan Benih
Sistem perbenihan kentang di Indonesia yang terdiri dari lima kelas benih, yaitu G0,
G1, G2, G3, dan G4. Kelas benih G0 sampai G3 merupakan kelas benih sumber, sedangkan
kelas benih G4 merupakan benih sebar. Dalam sertifikasi benih kentang, Direktorat
Perbenihan Hortikultura (2007) mengklasifikasikan benih kentang dengan urutan
sebagai berikut: kelas benih G0 setara dengan Benih Penjenis/BS, kelas benih G1 setara
dengan Benih Dasar Satu (BD1)/FS1, kelas benih G2 setara dengan Benih Dasar Dua
(BD2)/FS2, kelas benih G3 setara dengan Benih Pokok/ SS, dan kelas benih G4 setara
dengan Benih Sebar/ES.
Kelas benih G4 digunakan petani untuk memproduksi umbi konsumsi. Para petani
kentang sering menggunakan benih seadanya, tanpa mempertimbangkan mutu benih
(banyak yang menggunakan benih di bawah G4) sehingga produksi yang dihasilkan
tidak optimal. Akan tetapi pada tahun 2015 dilakukan pemangkasan menjadi G0, G1
dan G2 saja sesuai dengan pasal 3 Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia
Tentang Teknis Perbanyakan dan Sertifikasi Benih Kentang Nomor:
01/Kpts/SR.ISO/12/2012, sepanjang yang mengatur benih kentang dinyatakan tidak
berlaku, kecuali untuk persyaratan teknis minimal G3 dan G4 masih berlaku sampai
dengan bulan November 2015 (Kementerian Pertanian, 2014).
9
1.5. Kandungan Kentang
Kentang memiliki kandungan yang cukup baik, dalam kentang terdapat
Kandungan kalori, karbohidrat, mineral, dan vitamin dalam kentang menjadikan
kentang layak untuk dijadikan makanan pokok. Kandungan kentang disajikan pada
gambar 4.
Gambar 4. Kandungan Gizi Kentang (Per 100 g Bahan)
Zat Makanan Kandungan
Kalori (kal) 83
Protein (g) 2
Lemak (g) 0,1
Karbohidrat (g) 19,1
Sukrosa (%) 0,5-1,0
Fruktosa (%) 0,5-2,0
Kalsium (mg) 11
Fosfor (mg) 56
Besi (mg) 7
Solanine (mg) -
Vit. A (S.I) -
Vit. B1 (mg) 0,11
Vit. C 17
Carotertoid (mg) -
Air (g) 77,8
Bagian yang dapat dimakan (%) 85
Sumber: Sastrahidayat (2011)
Umbi kentang memiliki kandungan berupa penyimpanan air (80%), protein
(2%), dan karbohidrat (17%). Karbohidrat paling tinggi terdapat pada jaringan-jaringan
umbi kentang (vaskular ring), sedangkan protein dan mineral terdapat pada jaringan
kortek yang jumlahnya dalam jumlah sedikit atau kecil (Nuraisyiah,2013).
10
Selain mengandung zat gizi, umbi kentang mengandung zat solanin yang beracun
dan berbahaya bagi yang memakannya. Semua bagian tanamannya mengandung
racun solanin. Begitu pula umbinya, yaitu ketika sedang memasuki masa bertunas.
Namun, bila telah berusia tua atau siap dipanen, racun ini akan berkurang bahkan bisa
hilang, sehingga aman untuk dikonsumsi (Setiadi dan Suryadi, 2007).
1.6. Ukuran Umbi
Ukuran umbi juga berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman kentang.
Menurut Samadi (2007) umbi yang terlalu ringan atau kecil akan menghambat
pertumbuhan dari tanaman kentang tersebut, pertumbuhannya akan lambat dan
kebutuhan pupuk akan lebih banyak. Umbi kentang yang terlalu besar jelas-jelas
merupakan pemborosan karena semakin besar umbi kentang yang ditanam akan
membutuhkan biaya yang lebih tinggi. Umbi yang ideal untuk ditanam berbobot 50-
100 gram.
Umbi kentang memiliki ukuran, bentuk, dan warna yang berbeda-beda,
tergantung varietasnya. Umbi kentang memiliki mata tunas sebagai bahan
perkembangbiakan, yang selanjutnya akan menjadi tanaman baru. Benih dengan
berbagai ukuran pada dasarnya dapat digunakan sebagai bahan tanam, akan tetapi
ukuran umbi berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman kentang itu sendiri. Apabila
ukuran umbi yang digunakan terlalu kecil pertumbuhan kentang tidak optimal, hal
tersebut diakibatkan oleh cadangan makanan yang tersedia sedikit dan mata tunas yang
muncul juga kecil, begitu juga dengan penggunaan benih yang besar, pertumbuhan
kentang akan semakin rimbun.
Pada penelitian (Nuraisyiah,2013) Penggunaan umbi kentang berukuran besar
dapat meningkatkan persentase tumbuh umbi dan jumlah batang perumpun. Semakin
banyak jumlah batang perumpun yang dihasilkan maka meningkatkan jumlah umbi
berukuran kecil (S). Penggunaan umbi yang telah disimpan 7 bulan berpengaruh
terhadap jumlah umbi ukuran kecil (S) per tanaman dan bobot umbi ukuran kecil (S)
11
per petak. Penggunaan umbi ini akan menghasilkan jumlah batang yang banyak tetapi
tidak produktif, tanaman lebih cepat mati dan produksi yang dihasilkan rendah.
Umbi yang baik untuk bahan tanam adalah yang sehat dengan ukuran 80-90 g.
Makin tinggi kelas bobot umbi yang ditanam akan menghasilkan umbi yang semakin
banyak. Bila umbi yang dihasilkan terlalu banyak maka tanaman tidak dapat
menghasilkan umbi yang besar, atau hanya menghasilkan umbi yang kecil-kecil
(Sutapradja, 2008).
1.7. Media Tanam
Media tanam adalah komponen penting dalam budidaya tanaman sebagai
tempat tanaman tumbuh, berakar dan berkembang. Pemilihan media tanam harus
sesuai tujuannya, sebagai media semai dan perbanyakan atau sebagai tempat tumbuh
sampai produksi. Media tanam yang akan digunakan harus disesuaikan dengan jenis
tanaman, biasanya jenis media tanam disesuaikan dengan habitat asal tanaman yang
akan dibudidayakan (Wuryaningsih, 2008).
Media tumbuh sangat penting untuk pertumbuhan dan produksi tanaman
optimal. Keadaan media tanam yang ideal bisa diperoleh dari kombinasi antara bahan
organik dan bahan anorganik. Bahan organik contohnya: berupa cacahan pakis,
kompos, humus, serbuk gergaji, arang sekam, dan cocopeat. Bahan anorganik antara
lain: tanah, pasir, batu kerikil, dan hydrogel.
Media tanam terdiri dari dua tipe yaitu campuran tanah (soil-mixes) yang
mengandung tanah alami dan campuran tanpa tanah (soilles-mixes) yang tidak
mengandung tanah. Bahan campuran media tanam harus memiliki peranan khusus di
dalam campuran tersebut. Adapun Faktor yang perlu diperhatikan dalam memilih
media untuk dijadikan campuran adalah kualitas dari bahan tersebut, sifat kimia atau
fisiknya, tersedia di pasaran, murah, mudah cara penggunaanya, dapat digunakan untuk
berbagai macam tanaman, tidak membawa hama dan penyakit, mempunyai drainase
dan kelembaban yang baik, mempunyai pH yang sesuai dengan jenis tanaman dan
mengandung unsur hara yang mendukung pertumbuhan tanaman (Acquaah, 2008)
12
1.7.1. Pupuk Kandang
Pupuk kandang sebagai komponen media 8 tanam dapat menjamin memberikan
efek positif seperti ketersediaan unsur hara bagi tanaman karena dalam pupuk kandang
terkandung unsur N, P, dan K yang berguna bagi tanaman. Pemakaian pupuk kandang
sebagai media tanam harus dalam keadaan sudah matang dan steril. Pupuk kandang
yang belum matang yang diakibatkan oleh belum sempurna proses fermentasi akan
berakibat timbul banyak bakteri dan menyebabkan tanaman mudah rusak serta akar
yang membusuk. Pupuk kandang yang akan digunakan harus yang sudah matang.
Pupuk kandang yang sudah matang memiliki ciri-ciri warna yang cenderung
kehitaman, dan teksturnya lebih remah. Beberapa jenis pupuk kandang yang umum
digunakan di bidang pertanian adalah pupuk kandang dari kotoran sapi, kotoran
kambing, dan kotoran ayam atau pun kelinci.
Menurut Muslihat (2003) menyatakan bahwa pemberian pupuk kandang pada
tanah, akan membentuk agregat tanah yang sempurna, keadaan ini akan berpengaruh
terhadap porositas dan aerasi persediaan air dalam tanah, yang berpengaruh terhadap
perkembangan akar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk kandang
20 ton/ha akan menunjang ketersediaan unsur hara yang dapat diserap oleh tanaman,
sehingga tanaman dapat tumbuh dengan subur, namun pemberian pupuk kandang
berlebihan tidak meningkatkan pertumbuhan tanaman. Fungsi dari pupuk kandang
antara lain: memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah, sehingga tanah dapat
menyediakan hara dalam jumlah yang berimbang.
1.7.2. Arang Sekam
Arang Sekam Arang sekam merupakan media yang diperoleh dari pembakaran
sekam padi yang tidak sempurna (sebelum berubah menjadi abu). Kandungan jenis
arang sekam paling banyak adalah SiO2 (52%) dan C (31%), dan komponen lain yang
terkandung dalam jumlah sedikit adalah Fe2O3, K2O, MgO, CaO, MnO dan CuO serta
bahan-bahan organik.
13
Arang sekam memiliki berat sebesar 0.2 kg/l, kasar sehingga sirkulasi udara
tinggi (banyak pori), berwarna coklat kehitaman sehingga dapat mengabsorpsi sinar
matahari dengan efektif, dapat mengurangi pengaruh penyakit khususnya bakteri. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa media arang sekam menghasilkan pertambahan tinggi
tanaman dan jumlah daun terbaik 10 pada planlet Anthurium hasil aklimatisasi
(Marliana dan Rusnandi, 2007).
1.7.3. Cocopeat
Serbuk sabut kelapa (cocopeat) merupakan media hasil penghancuran sabut
kelapa. Sabut kelapa adalah bagian mesokarp dari buah kelapa yang sudah matang.
Sabut kelapa dapat dimanfaatkan sebagai media tanam karena mengandung unsur
kalium dan fosfor. Serbuk sabut kelapa banyak diproduksi terutama di Sri Langka,
Philipina, Indonesia, Meksiko, Costa Rica dan Guyana. Serbuk sabut kelapa
merupakan hasil dari limbah pertanian, yang dapat digunakan sebagai media tanam
pengganti pakis dan moss yang merupakan hasil hutan.
Hasil penelitian Muhit (2010) serbuk sabut kelapa dapat menggantikan media
pakis dan moss sebagai media pembesaran bibit kompot anggrek bulan. Serbuk sabut
kelapa banyak digunakan untuk media tanam, karena mempunyai kapasitas memegang
air yang baik, dapat mempertahankan kelembaban (80%), kaya akan unsur hara, akan
tetapi mudah terdekomposisi jika terus menerus.
1.8. Pemanenan
Waktu pemanenan sangat dianjurkan dilakukan pada waktu sore/pagi hari dan
dilakukan pada saat cuaca sedang cerah. Prosedur pelaksanaan panen pada tanaman
kentang adalah sebagai berikut :
a. Sebelum panen dilakukan sangat dianjurkan untuk melakukan pemangkasan
tanaman kentang yang berada di atas permukaan tanah, bila diperlukan dapat
menggunakan herbisida dengan dosis setengah dari dosis anjuran.
b. Pembongkaran guludan dilakukan dengan cara mencangkul tanah disekitar umbi
dengan hati-hati, lalu mengangkatnya sehingga umbi keluar dari dalam tanah dan
14
diletakkan di permukaan tanah agar terjemur matahari. Pada tanaman kentang
pelaksaan pemanenan yang baik adalah pada saat tanaman berumur ±115 HST ditandai
dengan daun dan batang telah menguning atau mati serta kulit umbinya tidak mudah
mengelupas (Samadi, 2007).
1.9. Pasca Panen
Penanganan pasca panen bertujuan agar mutu benih tetap baik seperti pada saat
dipanen. Menurut Kitinoja dan Kader (1993) dalam R. Lia (2010), pasca panen dimulai
sejak komoditas dipisahkan dari tanaman (dipanen) dan berakhir bila komoditas
tersebut dikonsumsi atau siap digunakan untuk benih. Kegiatan pasca panen benih
kentang meliputi : pencucian, pemilihan (sortasi), pengkelasan (grading), pengemasan,
dan penyimpanan.
A. Pencucian
Umbi kentang yang telah dipanen, dibersihkan dengan cara memasukkannya
kedalam bak air. Pencucian bertujuan untuk menghilangkan kotoran, residu pestisida,
dan sumber-sumber kontaminasi. Biasanya ditambahkan suatu bahan kimia yaitu
klorin kedalam air pencucian yang bertujuan untuk mengendalikan mikroorganisme.
Klorin efektif bila larutan dijaga pada pH netral. Perlakuan klorin dengan konsentrasi
100-150 ppm dapat membantu mengendalikan patogen selama proses lebih lanjut.
Setelah itu, bahan dikeringkan dengan cara meniriskan dan memberikan udara
(Muchtadi, D., 1996 dalam R. Lia, 2010).
B. Penyortiran dan Pengkelasan
Penyortiran merupakan kegiatan memilih umbi kentang yang secara fisik dan
fisiologis mempunyai kondisi yang baik. Umbi kentang yang baik memiliki ciri yaitu
bentuk bulat atau oval, warna kulit kentang tergantung varietas misalnya varietas
Granola berwarna kuning, umbi kentang yang jelek memiliki ciri yaitu bentuk tidak
beraturan, warna kulit hijau, dan ada bercak-bercak hitam akibat serangan hama dan
penyakit. Menurut Peleg (1985) dalam R. Lia (2010), kriteria penyortiran ditentukan
15
berdasarkan warna, bentuk, berat, kerusakan mekanis dan busuk, serta derajat
kematangan. Pengkelasan dilakukan dengan mengelompokkan umbi kentang yang baik
kedalam beberapa kelas berdasarkan ukuran umbi. Ukuran atau bobot umbi dapat
dikelaskan menjadi XL = 120-200 g, L= 80-120 g dan M = 50-80 g (Ummah, 2010).
C. Pengemasan
Kegiatan pengemasan yaitu memasukkan dan menyusun hasil panen kedalam
suatu wadah atau tempat yang cocok dan baik sehingga umbi kentang terlindungi dari
kerusakan mekanis, fisiologis, kimiawi, dan biologis. Pengemasan bertujuan untuk
melindungi hasil terhadap kerusakan, mengurangi kehilangan air, dan mempermudah
dalam hal pengangkutan dan perhitungan (Satuhu, 2004 dalam R. Lia, 2010). Kemasan
yang baik yaitu dapat menjamin sanitasi dan syarat-syarat kesehatan, serta ukuran,
bentuk, dan berat harus sesuai dengan bahan yang akan dikemas (Rahardi, 1993 dalam
R. Lia, 2010).
D. Penyimpanan
Tujuan utama penyimpanan adalah mengendalikan laju transpirasi, respirasi,
infeksi penyakit, dan mempertahankan produk dalam bentuk yang paling baik bagi
konsumen (Pantastico et al., 1986 dalam R. Lia, 2010). Umbi kentang disimpan pada
suhu 150C – 250C dan kelembaban 85% - 95% untuk meningkatkan pembentukan
peridermis dan penyembuhan luka akibat panen. Setelah penyembuhan, suhu
penyimpanan diturunkan, besarnya penurunan suhu bergantung pada lamanya
penyimpanan.
Menurut Sumoprastowo (2004) dalam R. Lia, (2010), penyimpanan adalah
upaya untuk memperpanjang ketersediaan produk sehingga membantu memenuhi
kebutuhan pemasaran, distribusi, dan penggunaan. Selama penyimpanan, cahaya
dihalangi untuk menghindari terbentuknya klorofil pada kulit umbi yang dapat
menyebabkan penghijauan umbi sehingga terbentuk glikoalkaloid atau solanin yang
beracun. Kondisi penyimpanan yang paling ideal adalah ruangan yang dilengkapi
pengaturan kelembaban dan suhu yang tepat. Dalam berbagai tipe penyimpanan
16
berskala besar yang modern, kentang disimpan pada tumpukan yang besar atau didalam
ruangan. Sebagian besar produsen memiliki ruang penyimpanan bersuhu rendah untuk
memperpanjang umur simpan dan menyediakan pasokan kentang secara terus menerus.
Selama penyimpanan terdapat berbagai gangguan, sebagian besar disebabkan oleh
penanganan fisik yang keras dimulai pada saat panen hingga penyimpanan.
1.10. Hama dan Penyakit Tanaman Kentang
Hama dan penyakit merupakan faktor penghambat pertumbuhan tanaman yang
mendatangkan kerugian karena dapat menyebabkan penurunan kualitas dan kuantitas
kentang yang dihasilkan. Penyakit yang umumnya menyerang tanaman kentang
menurut Andarwati (2011) adalah hama trip, kutu daun, lalat, orong-orong, ulat, dan
cacing emas (Nematoda Sista Kuning). Sementara itu, penyakit yang umumnya
menyerang adalah busuk daun (Phytopthora infestans), layu bakteri (Pseudomonas),
busuk umbi, dan penyakit yang disebabkan oleh virus. Virus yang umumnya ditemukan
pada tanaman kentang menurut Sofiari (2009) adalah virus daun menggulung (PLRV)
dengan gejala daunnya menggulung sampai bagian bawah daunnya terlihat. Pada
tanaman kentang, virus merupakan kendala utama karena kentang pada umumnya
diperbanyak secara vegetatif, sehingga virus sering kali terbawa oleh bibit. Semakin
sering bibit digunakan, maka akumulasi virus akan semakin banyak.
1. Tanaman
Hama pada tanaman kentang saat musim kemarau dan hujan yaitu thrips, orong-
orong, ulat dan kutu kebul. Penyakit yang terserang pada tanaman saat musim hujan
dan musim kemarau adalah busuk daun, busuk pohon dan layu bakteri.
Penangkar/petani menggunakan obat fungisida, pendri, dakonil, pestisida, dan furadan.
Pada musim hujan interval penyiramannya 2 hari sekali dan pada musim kemarau
intervalnya 4 kali sehari penyemprotan dilakukan 20 HST.
17
Gambar 5. Hama Aphid
(Sumber Gambar : Direktorat perbenihan hortikultura direktorat. 2014)
2. Umbi
Hama pada umbi saat musim kemarau dan hujan di gudang yaitu kupu-kupu putih
dan pengendaliannya menggunakan mipcin 500 kg/ 1 ton dan diberi juga insektisida.
Penyakit yang terserang pada umbi yaitu nematoda, scab, penggerek umbi, busuk lunak
dan busuk kering biasanya terserang dalam gudang karena kesalahan sortir awal jadi
menyebabkan penyakit yang menyebar.
Gambar 6. Layu bakteri Gambar 7. Busuk lunak
(Sumber Gambar : Direktorat perbenihan hortikultura direktorat. 2014)