kentang dan diversifikasi

63
1 I. PENDAHULUAN Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura dari kelompok tanaman sayuran umbi yang sangat potensial sebagai sumber karbohidrat dan mempunyai arti penting dalam perekonomian di Indonesia. Pengembangan agribisnis kentang mempunyai prospek yang baik, karena dapat menunjang program penganekaragaman (diversifikasi) pangan, peningkatan pendapatan petani, perbaikan gizi masyarakat, sebagai komoditas ekspor dan bahan baku industri pangan. Kentang merupakan jenis sayuran yang diprioritaskan pengembangannnya karena merupakan sumber karbohidrat yang dapat mensubstistusi bahan pangan lain seperti beras, jagung dan gandum. Produksi kentang di Indonesia cukup tinggi dan dari tahun ke tahun cenderung mengalami peningkatan. Tahun 2007 produksi kentang mencapai 1.003.732 ton dan tahun 2008 naik menjadi 1.071.543 ton (BPS, 2009). Ditinjau dari nilai gizinya, kentang merupakan salah satu jenis umbi- umbian yang dapat dijadikan sebagai sumber gizi yang potensial. Zat-zat gizi yang terdapat dalam umbi kentang antara lain karbohidrat, mineral (besi, fosfor magnesium, natrium, kalsium dan potasium), protein serta vitamin terutama vitamin C dan vitamin B1. Selain itu, kentang juga mengandung lemak dalam jumlah yang relatif kecil, yaitu sebesar 1,0-1,5 persen (Smith dan Talburt, 1987). Pada umumnya masyarakat Indonesia mengkonsumsi kentang hanya sebatas sebagai bahan pelengkap makanan dan masih sedikit pemanfaatannya

Upload: stevano-andreas

Post on 05-Dec-2014

172 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

kentang

TRANSCRIPT

Page 1: kentang dan diversifikasi

1

I. PENDAHULUAN

Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan salah satu komoditas

hortikultura dari kelompok tanaman sayuran umbi yang sangat potensial sebagai

sumber karbohidrat dan mempunyai arti penting dalam perekonomian di

Indonesia. Pengembangan agribisnis kentang mempunyai prospek yang baik,

karena dapat menunjang program penganekaragaman (diversifikasi) pangan,

peningkatan pendapatan petani, perbaikan gizi masyarakat, sebagai komoditas

ekspor dan bahan baku industri pangan.

Kentang merupakan jenis sayuran yang diprioritaskan pengembangannnya

karena merupakan sumber karbohidrat yang dapat mensubstistusi bahan pangan

lain seperti beras, jagung dan gandum. Produksi kentang di Indonesia cukup

tinggi dan dari tahun ke tahun cenderung mengalami peningkatan. Tahun 2007

produksi kentang mencapai 1.003.732 ton dan tahun 2008 naik menjadi 1.071.543

ton (BPS, 2009).

Ditinjau dari nilai gizinya, kentang merupakan salah satu jenis umbi-

umbian yang dapat dijadikan sebagai sumber gizi yang potensial. Zat-zat gizi

yang terdapat dalam umbi kentang antara lain karbohidrat, mineral (besi, fosfor

magnesium, natrium, kalsium dan potasium), protein serta vitamin terutama

vitamin C dan vitamin B1. Selain itu, kentang juga mengandung lemak dalam

jumlah yang relatif kecil, yaitu sebesar 1,0-1,5 persen (Smith dan Talburt, 1987).

Pada umumnya masyarakat Indonesia mengkonsumsi kentang hanya

sebatas sebagai bahan pelengkap makanan dan masih sedikit pemanfaatannya

Page 2: kentang dan diversifikasi

2

dalam industri pangan. Pengembangan cara baru dalam pengolahan kentang perlu

dilakukan untuk meningkatkan nilai ekonomis dan sebagai salah satu upaya

diversifikasi pangan.

French fries merupakan produk olahan yang menunjukkan kecenderungan

semakin populer dalam pola konsumsi masyarakat Indonesia. Kendala

ketersediaan bahan mentah (varietas) yang cocok untuk pembuatan french fries

menyebabkan sebagian besar produk tersebut masih diimpor dalam bentuk frozen

french fries (Adiyoga et al., 1999).

Varietas kentang yang banyak dibudidayakan di Indonesia adalah Granola.

Wibowo et al. (2006) menyatakan bahwa bahan kering kentang varietas Granola

berkisar antara 14-17,5 persen sehingga termasuk dalam kategori rendah. Kadar

bahan kering kentang yang kurang dari 20 persen sebaiknya digunakan untuk

sayuran atau salad dan kurang sesuai untuk bahan dasar industri (potato chips dan

french fries). Dalam perkembangannya, munculah varietas-varietas baru yang

lebih unggul dan memberikan harapan besar terhadap peningkatan produksi

kentang di Indonesia. Diantara beberapa varietas yang baru ini antara lain varietas

Krespo dan Tenggo.

French fries merupakan makanan ringan yang lebih mengutamakan

kenampakan, kerenyahan dan warna. Sehubungan dengan hal tersebut maka

diperlukan peningkatan kualitas french fries terutama dari segi warnanya. Masalah

utama yang biasa dihadapi pada kentang olahan adalah sangat mudah mengalami

perubahan warna terutama terjadinya pencoklatan atau browning enzimatis.

Pencoklatan dapat mengakibatkan perubahan-perubahan yang tidak diinginkan,

Page 3: kentang dan diversifikasi

3

karena menyebabkan kenampakan produk yang tidak baik dan timbulnya citarasa

lain sehingga dapat menurunkan mutu (Susanto dan Saneto, 1994). Menurut

Wahyuningsih (2005), proses pencoklatan yang terjadi akan mengurangi kualitas

produk dan menurunkan minat konsumen.

Warna produk hasil pengolahan dapat dipertahankan dengan perlakuan

pendahuluan sebelum penggorengan, yaitu blanching. Blanching merupakan

proses perlakuan panas yang secara umum diterapkan pada buah dan sayur

sebelum pembekuan, pengeringan atau pengalengan. Makanan kering atau beku

yang tidak diblanching mengalami perubahan kualitas yang relatif cepat seperti

warna, flavor, tekstur dan nilai gizi akibat aktifitas enzim yang terus berlangsung

(Sharma et al., 2000). Blanching sangat penting dalam proses pengolahan pada

industri pengolahan sayur dan buah terutama untuk inaktivasi enzim dalam bahan

pangan tersebut. Pada pembuatan french fries, blanching sangat mempengaruhi

produk yang dihasilkan terutama terhadap warna dan kerenyahannya. Blanching

akan menyebabkan terbentuknya rongga-rongga yang ditinggalkan oleh air yang

menguap. Rongga-rongga ini pada saat penggorengan akan diisi oleh minyak

sehingga akan membentuk struktur yang porous yang menyebabkan french fries

menjadi renyah.

Penentuan metode yang digunakan mempunyai peranan penting dalam

blanching. Artinya dengan menggunakan metode yang tepat diharapkan akan

dihasilkan produk yang baik kualitasnya. Sebagaimana diketahui bahwa perlakuan

blanching adalah suatu proses pemanasan, baik menggunakan air mendidih

maupun dengan uap panas. Dalam hal ini sudah tentu ada penghantar panas dari

Page 4: kentang dan diversifikasi

4

media pemanas ke bahan yang dipanaskan. Sehubungan dengan hal tersebut maka

penetrasi panas dipengaruhi oleh tingkat kemasakan, ukuran bahan, varietas, suhu

dan metode yang digunakan (Muljohardjo dan Gardjito, 1980). Menurut Fellows

(1990), blanching dapat dilakukan dengan metode hot water blanching (perebusan

dengan air mendidih) dan steam blanching (pengukusan dengan uap air panas).

Warna yang diharapkan pada french fries adalah kuning sampai dengan

kuning keemasan tanpa pencoklatan berlebih (Lisinka dan Leszczynski, 1989).

Penelitian yang dilakukan oleh Jiman (2003) menyebutkan bahwa adanya

perlakuan blanching saja belum cukup untuk dapat menghambat pencoklatan

enzimatis secara optimal karena masih dihasilkan keripik kentang dengan warna

yang cenderung kecoklatan. Terkait dengan hal tersebut maka perlu adanya

kombinasi antara blanching dengan bahan lain yang dapat mencegah pencoklatan

enzimatis secara optimal pada french fries. Salah satu bahan tambahan makanan

yang dapat digunakan sebagai inhibitor proses pencoklatan adalah asam askorbat.

Asam askorbat merupakan reduktor yang kuat dan mampu bertindak

sebagai oksigen scavenger, sehingga akan mencegah terjadinya oksidasi enzimatis

senyawa-senyawa fenol yang terkandung dalam kentang (Winarno, 1997).

Meliani (2004) menyatakan bahwa perendaman dalam larutan asam askorbat pada

konsentrasi 0,4% menghasilkan keripik kentang dengan warna putih kekuningan

sampai kuning, tekstur renyah dan flavor yang mendekati enak. Namun Winarno

dan Rahayu (1994) menyatakan bahwa penggunaan asam askorbat sebagai bahan

tambahan pangan (BTP) untuk potongan kentang goreng beku yang dianjurkan

adalah sebesar 100 mg/kg baik tunggal maupun campuran dengan sekuestran.

Page 5: kentang dan diversifikasi

5

Sehubungan dengan hal tersebut maka perlu dikaji tentang pengaruh metode

blanching dan konsentrasi larutan asam askorbat terhadap kualitas french fries

varietas Krespo dan Tenggo sehingga dapat dihasilkan french fries dengan

kualitas sensorik dan kimiawi terbaik.

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Menentukan varietas kentang yang

menghasilkan french fries dengan warna cerah, tekstur renyah, aroma dan flavor

yang enak serta kualitas kimia terbaik, (2) Menentukan metode blanching yang

tepat untuk menghasilkan french fries dengan warna cerah, tekstur renyah, aroma

dan flavor yang enak serta kualitas kimia terbaik, (3) Menentukan konsentrasi

asam askorbat optimal untuk perendaman agar menghasilkan french fries dengan

warna cerah, tekstur renyah, aroma dan flavor yang enak serta kualitas kimia

terbaik, (4) Menentukan kombinasi perlakuan antara varietas kentang, metode

blanching dan perendaman dalam asam askorbat agar menghasilkan french fries

dengan warna cerah, tekstur renyah, aroma dan flavor yang enak serta kualitas

kimia terbaik.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain: (1)

Memberikan informasi tentang pembuatan french fries berbahan baku kentang

varietas Krespo dan Tenggo yang merupakan kentang varietas baru, (2)

Memberikan tambahan informasi tentang pembuatan french fries sebagai upaya

diversifikasi pengolahan kentang serta untuk meningkatkan nilai ekonomisnya.

Page 6: kentang dan diversifikasi

6

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kentang

Kentang (Solanum tuberasum L.) merupakan salah satu jenis umbi-umbian

yang bergizi. Zat gizi yang terdapat dalam kentang antara lain karbohidrat,

mineral (besi, fosfor, magnesium, natrium, kalsium, dan kalium), protein, serta

vitamin terutama vitamin C dan B1. Selain itu, kentang juga mengandung lemak

dalam jumlah yang relatif kecil, yaitu 1,0-1,5% (Smith dan Talburt, 1987).

Komposisi kimia kentang sangat bervariasi tergantung varietas, tipe tanah,

cara budidaya, cara pemanenan, tingkat kemasakan dan kondisi penyimpanan.

Kandungan zat gizi dalam 100 g kentang disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi kimia kentang tiap 100 gKomponen JumlahProtein (g) 2.00Lemak (g) 0.10Karbohidrat (g) 19.10Kalsium (mg) 11.00Fosfor (mg) 56.00Serat (g) 0.30Zat besi (mg) 0.70Vitamin B1 (mg) 0.09Vitamin B2 (mg) 0.03Vitamin C (mg) 16.00Niasin (mg) 1.40Energi (kal) 83.00

Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1997)

Selain dikonsumsi dalam keadaan segar, dewasa ini kentang dimanfaatkan

juga menjadi berbagai hasil industri makanan olahan. Hasil olahan kentang di

pasaran dunia umumnya berupa tepung, kentang kering, kentang beku, dan keripik

Page 7: kentang dan diversifikasi

7

kentang. Kentang memiliki kadar air cukup tinggi yaitu sekitar 80%. Hal itu yang

menyebabkan kentang segar mudah rusak sehingga harus dilakukan upaya untuk

memperpanjang daya guna kentang tersebut. Salah satu upaya yang dapat

dilakukan adalah mengolahnya menjadi french fries.

Persyaratan kentang yang dapat dipakai untuk industri olahan kentang

adalah umbi berwarna putih, berat jenis lebih dari 1,07, kandungan bahan padat

lebih dari 20 persen dan memiliki kadar gula yang rendah (Hartus, 2001).

Menurut Lisinska dan Leszczynski (1989), kentang yang memenuhi syarat

pembuatan french fries adalah kentang yang mengandung 20-22 persen total

padatan dan 14-16 persen pati. Karakteristik seperti ini akan menghasilkan produk

yang renyah dan tidak gosong.

Atlantik merupakan varietas kentang yang umum digunakan dalam

pembuatan potato chips dan french fries. Kentang varietas ini memiliki umbi

berwarna putih dan berbentuk bulat dengan diameter 6-7 cm sehingga sangat

menarik apabila digunakan sebagai bahan baku pembuatan french fries. Namun

kentang varietas Atlantik memiliki beberapa kelemahan antara lain produksinya

rendah, tidak tahan layu, tidak tahan terhadap penyakit busuk daun dan nematoda

akar (Prahardini dan Pratomo, 2004).

Produksi kentang di Indonesia saat ini didominasi oleh varietas Granola

yang mencapai 90% dari total areal tanam, sedangkan kentang dari varietas lain

hanya menempati 10% saja. Kentang varietas Granola apabila digunakan untuk

industri potato chips dan french fries akan menghasilkan produk dengan warna

yang kurang menarik (kuning kecoklatan sampai coklat) dan memiliki tekstur

Page 8: kentang dan diversifikasi

8

yang kurang renyah. Hal ini disebabkan tingginya kadar air dan gula reduksi pada

kentang varietas ini. Keterbatasan inilah yang menyebabkan kurang

berkembangnya industri olahan kentang di Indonesia.

Pengembangan teknologi pemuliaan tanaman terus mengalami

peningkatan dan telah berhasil mengembangkan kentang varietas baru yang lebih

unggul dan memberikan harapan besar terhadap peningkatan produksi kentang di

Indonesia. Diantara beberapa varietas yang baru ini antara lain varietas Krespo

dan Tenggo. Varietas unggul mempunyai peranan penting dalam rangka

meningkatkan produksi kentang.

Kentang varietas Tenggo mempunyai produktivitas yang tinggi sebesar

33,5 ton/hektar, kulit umbi berwarna kuning, dagingnya berwarna krem, umbi

berbentuk bulat dengan ukuran umbi berkisar antara 6-7 cm dan spesific gravity

1,067. Varietas ini umumnya tahan terhadap nematoda akar dan penyakit busuk

daun serta dapat beradaptasi baik di daratan tinggi (Balitsa, 2005). Deskripsi

lengkap kentang varietas Tenggo disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Deskripsi kentang varietas TenggoKarakteristik UraianBentuk umbi BulatMata Umbi Berlekung sedangUkuran umbi 6 – 7 cmBerat per umbi 60 – 80 gWarna kulit umbi KuningWarna daging umbi KremSpesific gravity 1,067Tekstur daging umbi Sedikit berair/pulen (“waxy”)Kandungan karbohidrat 11,8%Kandungan gula reduksi 0,039° brixHasil 33,5 ton/haSumber : Balitsa (2005)

Page 9: kentang dan diversifikasi

9

Karakteristik dari kentang varietas Krespo adalah kulit umbi berwarna

krem dan dagingnya berwarna putih, berbentuk oval dengan ukuran umbi berkisar

antara 5-6 cm, spesific gravity 1,084 dan varietas ini umumnya tahan terhadap

nematoda akar dan penyakit busuk daun serta dapat beradaptasi baik di daratan

tinggi (Balitsa, 2005). Deskripsi lengkap kentang varietas Krespo disajikan pada

Tabel 3.

Tabel 3. Deskripsi kentang varietas KrespoKarakteristik UraianBentuk umbi OvalMata Umbi Berlekuk sedangUkuran umbi 5 - 6 cmBerat per umbi 60 – 70 gWarna kulit umbi KremWarna daging umbi PutihSpesific gravity 1,084Tekstur daging umbi Sedikit bertepungKandungan karbohidrat 15,3 %Kandungan gula reduksi 0,03 °brixHasil 28,1 ton/haSumber : Balitsa (2005)

Dalam rangka memenuhi kebutuhan akan permintaan pasar terhadap

kentang, baik untuk keperluan industri maupun rumah tangga serta menjamin

kualitas produk olahan maka diperlukan adanya standarisasi mutu kentang.

Standar mutu kentang ini telah diatur dalam SNI-01-3175-1992, yang secara

terperinci dijelaskan pada Tabel 4.

Page 10: kentang dan diversifikasi

10

Tabel 4. Standar mutu kentang SNI-01-3175-1992Karakteristik Satuan Mutu I Mutu II

Keseragaman warnaKeseragaman bentukKeseragaman ukuranKerataan permukaan kentangKadar kotoran (b/b)Kentang cacat (b/b)Ketuaan kentang

%%

SeragamSeragamSeragam

RataMaks 2,5Maks. 5

Tua

SeragamSeragamSeragam

Tidak dipersyaratkanMaks 2,5Maks 10

Cukup tua

Sumber: Anonymous (2001)

B. Proses Pengolahan French Fries

French fries adalah irisan kentang berbentuk stick (biasanya berukuran

sekitar 1 × 1 × 6-7 cm yang digoreng dengan metode deep frying pada suhu 180-

200 ºC sampai matang (Burton, 1989). Dalam dunia perdagangan, french fries

biasanya dijual dalam bentuk beku (frozen french fries) ataupun sebagai makanan

siap saji (fast food). Adapun standar kualitas kentang untuk industri kentang

goreng (french fries) dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Standar kualitas kentang untuk industri kentang goreng (french fries)No. Karakter Kualitas Standar French Fries1

2345

6

a. Ukuran umbi

b. Variasi ukuranSpecific gravityTotal bahan padatBentuk umbiUji goreng:tk. KerusakanKedalaman mata

< 170 g (20 %)199 g – 284 g (40 %)

> 284 g (40 %)-

1,081 (min. 1,079)Min. 20,5 %

Oval

-Dangkal

Sumber: PT. Indofood dalam Ameriana (1998) dalam Rukmana et al. (2003).

Menurut Smith (1968) proses pengolahan kentang secara umum dalam

industri makanan meliputi pencucian, pengupasan, trimming, sorting, pengirisan,

Page 11: kentang dan diversifikasi

11

blanching, dan penggorengan. Pencucian merupakan proses awal pengolahan

yang bertujuan untuk menghilangkan kotoran yang menempel pada kulit kentang.

Setelah dicuci, kentang dikupas untuk menghilangkan kulit. Trimming dilakukan

untuk membuang bagian yang belum terkupas, mata dan cacat lain, setelah itu

dipilih ukuran kentang yang sesuai untuk french fries. Pengirisan kentang

sebaiknya menggunakan alat pemotong (potato slicer) agar ukuran yang

dihasilkan seragam. Irisan kentang yang tidak diinginkan seperti terlalu tipis,

terlalu pendek dan patah harus dibuang sebelum blanching.

Blanching merupakan proses pemanasan pendahuluan yang biasanya

dilakukan terhadap buah dan sayur untuk menginaktifkan enzim alami yang

terdapat dalam bahan tersebut antara lain enzim katalase dan peroksidase yang

tahan terhadap panas (Winarno, 1997). Menurut Lisinska dan Leszczynski (1989),

blanching sebelum penggorengan bertujuan untuk memperbaiki warna produk

akhir, mengurangi absorbsi minyak karena gelatinisasi pati pada permukaan irisan

kentang, mengurangi waktu menggoreng dan memperbaiki tekstur produk akhir.

Masalah utama yang biasa dihadapi pada kentang olahan adalah sangat

mudah mengalami perubahan warna terutama terjadinya pencoklatan. Pencoklatan

dapat mengakibatkan perubahan-perubahan yang tidak diinginkan, karena

menyebabkan kenampakan produk yang tidak baik dan timbulnya citarasa lain

sehingga dapat menurunkan mutu. Pencoklatan dapat terjadi secara enzimatis

maupun non enzimatis (Susanto dan Saneto, 1994).

Penggorengan merupakan pengolahan pangan yang umum dilakukan

untuk mempersiapkan makanan dengan jalan memanaskan makanan dalam pan

Page 12: kentang dan diversifikasi

12

yang berisi minyak. Proses ini bertujuan untuk menghasilkan produk

mengembang dan renyah. Penggorengan juga dapat meningkatkan citarasa, warna,

gizi dan daya awet produk akhir. Metode penggorengan yang digunakan dalam

proses pembuatan french fries adalah deep frying. Penggorengan rendam (deep

frying) yaitu bahan terendam seluruhnya dalam minyak sehingga penetrasi panas

dari minyak dapat masuk secara bersamaan pada seluruh permukaan bahan yang

digoreng sehingga kematangan bahan yang digoreng dapat merata (Ketaren,

1986).

Menurut Asandhi dan Kusdibyo (2004), untuk menghasilkan french fries

berkualitas tinggi harus menggunakan umbi kentang yang memenuhi syarat, yaitu

berdiameter 5 - 7 cm, mempunyai kadar air dan kadar gula reduksi rendah, serta

kadar pati yang tinggi. Kadar air terlalu tinggi akan menghasilkan french fries

dengan tekstur kurang renyah.

Ciri dari french fries yang merupakan produk goreng adalah

permukaannya kering dan menyerap minyak goreng. Produk goreng umumnya

mengandung proporsi resapan minyak goreng yang tinggi sebagai akibat kontak

bahan pangan dengan minyak goreng selama kegiatan penggorengan (Firdaus et

al., 2001). Salah satu faktor penyebab penyerapan minyak pada produk goreng

adalah tingginya kandungan air pada bahan yang akan digoreng.

Page 13: kentang dan diversifikasi

13

C. Reaksi Pencoklatan (Browning)

Pencoklatan (browning) pada hasil pertanian merupakan problema khusus

pada proses pengolahan pangan. Pencoklatan dapat mengakibatkan perubahan-

perubahan yang tidak diinginkan seperti menyebabkan kenampakkan produk

menjadi tidak baik dan timbulnya citarasa lain sehingga dapat menurunkan

kualitas produk (Susanto dan Saneto, 1994).

Pencoklatan banyak terjadi pada buah-buahan dan sayuran yang

mengalami kerusakan mekanis, dibelah atau dikupas. Komponen yang dapat

menyebabkan pencoklatan enzimatis yaitu oksigen, enzim dan substrat (Laurila et

al., 2001). Jaringan bahan yang rusak menjadi gelap warnanya setelah

berhubungan dengan udara. Hal ini disebabkan oleh terjadinya konversi senyawa

fenolik oleh enzim fenolase menjadi senyawa melanin (melanoidin) yang

berwarna coklat.

Reaksi pencoklatan dibagi menjadi dua jenis yaitu reaksi pencoklatan

enzimatis dan non enzimatis. Kedua jenis pencoklatan tersebut dapat terjadi pada

french fries. Hal ini disebabkan kentang mengandung senyawa-senyawa yang

berperan dalam proses browning, seperti karbohidrat dan protein (Apandi, 1984).

Menurut Winarno (1997), browning enzimatis memerlukan adanya enzim fenol

oksidase dan oksigen yang harus berhubungan dengan substrat tertentu.

Pencoklatan enzimatis terjadi dalam jaringan buah-buahan dan sayuran

yang banyak mengandung substrat fenolik, yang dirusak dengan adanya

pemotongan, pengupasan, pengirisan dan penggilingan. Menurut Meyer (1982),

bahan yang mudah mengalami pencoklatan harus diproses secepat mungkin.

Page 14: kentang dan diversifikasi

14

Reaksi pencoklatan dapat dihentikan dengan pemanasan pada suhu tinggi

secukupnya untuk denaturasi enzim. Dibutuhkan temperatur yang tepat untuk

beberapa enzim, waktu dan lama pemanasan yang tepat, pH rendah/asam dan

faktor lainnya.

Mekanisme pencoklatan enzimatis menurut Susanto dan Saneto (1994)

disebabkan pecahnya sel bahan hasil pertanian akibat kerusakan mekanis,

sehingga menyebabkan senyawa fenol yang ada dalam vakuola keluar dan

bertemu dengan enzim yang ada dalam sitoplasma. Dengan adanya oksigen dan

katalis logam akan terbentuk senyawa quinon. Reaksi selanjutnya terjadi secara

spontan dan tidak lagi tergantung oleh enzim atau oksigen. Bentuk quinon

mengalami hidrolisis menjadi bentuk hidroksi. Selanjutnya hidroksi quinon

mengalami polimerisasi dan menjadi polimer berwarna coklat yang akhirnya

menjadi melanin berwarna coklat.

Meyer (1982) menyatakan ada dua macam reaksi browning non enzimatis

yaitu karamelisasi dan reaksi maillard. Karamelisasi merupakan pencoklatan non

enzimatis dari gula tanpa adanya asam amino atau protein. Proses ini terjadi jika

gula dipanaskan diatas titik leburnya sehingga berubah warna menjadi coklat dan

disertai perubahan citarasa (Susanto dan Saneto, 1994). Sedangkan reaksi maillard

bisa terjadi antara gula reduksi yang mengandung gugus aldehid atau keton

dengan komponen amino seperti asam amino, peptida atau protein. Reaksi ini

biasanya terjadi pada saat bahan (makanan) dipanaskan atau dalam penggudangan

makanan yang lama (Apandi, 1984).

Page 15: kentang dan diversifikasi

15

Faktor penting yang menentukan kecepatan reaksi pencoklatan adalah

konsentrasi enzim dan substrat, pH, temperatur serta kesediaan oksigen dalam

jaringan (Laurila et al., 2001). Pencegahan proses pencoklatan enzimatis dapat

dilakukan dengan berbagi cara antara lain penggunaan panas, pencegahan kontak

dengan oksigen, pemberian inhibitor dan penggunaan asam (Susanto dan Saneto,

1994).

Bahan-bahan yang dapat digunakan untuk mencegah reaksi pencoklatan

adalah cystein, glutathion, sulfonamides, asam sulfat, sodium sulfat, sodium

klorida, asam hidoklorik, sodium bisulfit dan asam askorbat.

Cara-cara yang dapat dilakukan untuk mencegah pencoklatan enzimatis

menurut Apandi (1984) adalah:

1. Aplikasi panas, panas yang bisa diaplikasikan berupa proses blanching,

yaitu suatu bagian pengolahan pangan dengan menggunakan uap atau air

panas.

2. Aplikasi SO2 dan sulfit, Na-metabisulfit dan Na-bisulfit sebagai inhibitor

fenolase yang kuat.

3. Pencegahan kontak dengan oksigen, cara yang biasa digunakan adalah

merendam bahan yang sudah dikupas kedalam air sebelum dimasak

sehingga tidak terjadi kontak langsung dengan udara.

4. Aplikasi asam, asam yang biasa digunakan adalah asam yang biasa

terdapat dalam jaringan tanaman seperti asam askorbat, sitrat dan malat.

Page 16: kentang dan diversifikasi

16

D. Blanching

Blanching yang dilakukan dalam proses pembuatan french fries akan

berpengaruh terhadap warna dan kerenyahannya. Blanching adalah suatu bagian

pengolahan pangan dengan menggunakan uap atau air panas yang biasanya

dilakukan terhadap buah dan sayuran. Tujuan utama blanching adalah untuk

menginaktifkan enzim di dalam bahan pangan (Winarno, 1997). Blanching juga

berguna untuk menghilangkan gas dalam bahan sehingga proses oksidasi dapat

dicegah, memperbaiki warna dan aroma bahan serta melunakkan dinding sel

sehingga dapat mempermudah proses pengolahan selanjutnya (Muljohardjo,

1975).

Blanching biasa dilakukan terhadap buah dan sayur sebelum pembekuan,

pengeringan dan pengalengan terutama untuk menginaktifkan enzim alami yang

terdapat dalam bahan tersebut antara lain enzim katalase dan peroksidase yang

paling tahan terhadap panas (Winarno et al., 1980). Manfaat blanching tidak

hanya untuk inaktivasi enzim, tetapi juga berperan untuk mengurangi kontaminasi

mikroorganisme pada permukaan bahan juga melunakkan jaringan karena

terjadinya degradasi pektin (Fellows, 1990).

Menurut Muljohardjo (1975), lama blanching dipengaruhi oleh jenis

bahan, tingkat kematangan, ukuran bahan, suhu blanching, jumlah bahan dan

metode blanching yang digunakan. Suhu pembekuan dan dehidrasi saja tidak

cukup untuk menginaktifkan enzim. Bila makanan tidak diblanching bisa terjadi

karakteristik sensorik dan kandungan nutrisional yang tidak diinginkan. Selain

untuk inaktifasi enzim, blanching juga berperan untuk mereduksi mikroorganisme

Page 17: kentang dan diversifikasi

17

pada permukaan bahan, serta untuk melunakkan makanan. Dengan pemanasan

dinding sel akan menjadi lebih lunak dan permeabel terhadap air, sehingga dapat

mempercepat proses penguapan air dari dalam bahan.

Ada dua metode blanching yang sering digunakan yaitu steam blanching

dan hot water blanching. Steam blanching (pengukusan) dilakukan dengan

memasukkan bahan dalam ruang uap sehingga bahan menjadi panas. Hot water

blanching (perebusan) dilakukan dengan mencelupkan bahan dalam air panas (air

mendidih) sampai semua bahan terendam. Masing-masing metode ini memiliki

kelemahan dan kelebihan masing-masing. Fellows (1990) menyatakan bahwa

operasi pada hot water blanching lebih mudah, biaya lebih murah dan efisien

tetapi kehilangan zat yang larut air lebih tinggi. Sedangkan steam blanching sukar

mendapat keseragaman produk, energi yang diperlukan banyak dan biayanya

lebih tinggi tetapi kehilangan zat yang larut air lebih sedikit.

Setelah blanching, kentang sebaiknya ditiriskan untuk mengurangi beban

penggorengan dan meminimalkan laju hidrolitik. Permukaan yang kering

menyebabkan kentang tidak lengket selama pembekuan. Semakin rendah kadar air

dalam kentang maka semakin singkat waktu yang diperlukan untuk menggoreng.

Akibatnya, semakin rendah kandungan minyak dalam produk (Smith dan Talburt,

1987).

Page 18: kentang dan diversifikasi

18

E. Asam Askorbat

Penggunaan asam sebagai penghambat pencoklatan enzimatis sering

digunakan. Asam yang digunakan adalah asam yang banyak terdapat dalam

jaringan tumbuhan, dalam hal ini asam askorbat, asam sitrat dan asam malat.

Metode penggunaan asam sebagai penghambat pencoklatan enzimatis ini

didasarkan pada pengaruh pH terhadap enzim polifenolase. pH optimum enzim ini

berkisar antara 4,0-7,0 dan aktivitas terkecil pada pH dibawah 3 (Eskin et al.,

1990).

Perubahan warna yang tidak diinginkan akibat browning dapat diatasi

dengan perlakuan perendaman dalam asam askorbat. Menurut Winarno (1997),

asam askorbat merupakan reduktor yang kuat dan mampu bertindak sebagai

oksigen scavenger, sehingga akan mencegah terjadinya oksidasi enzimatis

senyawa-senyawa fenol yang terkandung dalam kentang. Penggunaan asam

mampu menginaktivasi enzim, karena pH bahan akan diturunkan hingga dibawah

5 (Eskin, 1990).

Winarno (1997) juga menyatakan bahwa penambahan asam askorbat

dengan tujuan untuk menurunkan pH sampai 3,0 atau dibawahnya akan dapat

mempertahankan perubahan warna sebab pH optimal enzim fenolase adalah 6,5.

Logam seperti besi dan tembaga dapat diikat oleh asam askorbat, logam-logam ini

merupakan katalisator oksidasi yang dapat menyebabkan perubahan warna yang

tidak diinginkan.

Asam bersifat sinergis terhadap antioksidan dalam mencegah ketengikan

dan pencoklatan (Winarno, 1997). Asam askorbat merupakan senyawa yang

Page 19: kentang dan diversifikasi

19

mudah larut dalam air, mempunyai sifat asam dan mempunyai sifat pereduksi

yang kuat. Sifat-sifat tersebut terutama disebabkan adanya struktur enediol yang

berkonjugasi dengan gugus karbonil dalam cincin lakton. Adapun struktur

molekul asam askorbat dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Struktur molekul asam askorbat

Asam askorbat dalam bentuk murninya merupakan kristal putih, tidak

berwarna, tidak berbau dan mencair pada suhu 190-192 ºC. Asam askorbat sangat

mudah larut dalam air, sedikit larut dalam alkohol absolut dan tidak larut dalam

benzene, eter, khloroform, minyak dan sejenisnya. Walaupun asam askorbat stabil

dalam bentuk kristal, tetapi mudah rusak atau terdegradasi jika berada dalam

bentuk larutan, terutama jika terdapat udara, logam-logam seperti Cu dan Fe serta

cahaya. Sifat yang paling utama dari asam askorbat adalah kemampuan

mereduksinya yang sangat kuat dan mudah teroksidasi yang dikatalis oleh

beberapa logam (Andarwulan dan Koswara, 1992 dalam Auliya, 2008). Menurut

Heddy et al. (1994) dalam Auliya (2008), asam yang dikombinasikan dengan

panas akan menyebabkan panas tersebut lebih efektif terhadap mikroba.

Asam askorbat bersifat sangat sensitif terhadap pengaruh-pengaruh luar

yang menyebabkan kerusakan seperti suhu, konsentrasi gula dan garam, pH,

OH

HO

OH

H

HO

Page 20: kentang dan diversifikasi

20

oksigen, enzim dan katalisator logam. Menurut Eddy (1941) dalam Auliya (2008),

asam askorbat mudah sekali teroksidasi terutama bila zat dipanaskan dalam

larutan alkali atau netral. Adanya oksigen dalam sistem menyebabkan asam

askorbat segera teroksidasi menjadi asam dehidroaskorbat.

Menurut Eskin et al. (1990) penghambat reaksi pencoklatan yang efektif

adalah asam askorbat. Asam askorbat tidak memberikan flavor yang tidak

diinginkan dan penambahnnya akan menguntungkan karena asam askorbat

merupakan suatu vitamin. Asam askorbat juga sebagai antioksidan dan mampu

mereduksi o-quinon menjadi o-dihidroksi fenol alami. Reaksi yang terjadi adalah

sebagai berikut:

o-difenol + ½ O2 → o-quinon + H2O

o-quinon + AA → o-difenol + dehidro AA

AA + ½ O2 → dehidro AA + H2O

Dengan tereduksinya o-quinon menjadi o-difenol alami, maka polimerisasi

tidak dapat berjalan karena pengaruh asam askorbat yang teroksidasi menjadi

dehidro asam askorbat (Fennema, 1976), seperti yang disajikan pada Gambar 2.

Page 21: kentang dan diversifikasi

21

Gambar 2. Reduksi o-quinon menjadi o-difenol dan oksidasi asam askorbatmenjadi dehidro asam askorbat (Eskin, 1990).

Mekanisme kerja asam askorbat tidak menghambat secara langsung seperti

halnya sulfit, melainkan melalui mereduksi quinon yang terbentuk menjadi

substrat polifenol semula. Proses ini disertai dengan penurunan aktivitas enzim,

oleh karena itu dikenal juga sebagai reaksi inaktivasi (Desrosier, 1988). Menurut

Stella et al. (2000), asam askorbat memiliki aktivitas tinggi sebagi inhibitor proses

browning enzimatis karena kemampunnya mereduksi quinon kembali menjadi

senyawa fenol sebelum mengalami reaksi lebih lanjut menjadi pigmen.

Bahan-bahan yang dapat digunakan untuk mencegah reaksi pencoklatan

adalah cystein, glutathion, sulfonamides, asam sulfat, sodium sulfat, sodium

klorida, asam hidoklorik, sodium bisulfit dan asam askorbat. Tingkat keasaman

atau pH yang rendah dapat memberikan efek yang sangat penting pada reaksi

OHOH

katekol

+ ½ O2

OO

O-benzoquinon

+ H2O

OO

O-benzoquinon

OHOH

+

O = C

HO - C

HO - C

H - C

HO - C

CH2OH

O

O = C

O = C

O = C

H - C

HO - C

CH2OH

O

Asam askorbat Dihidro asam askorbat

Page 22: kentang dan diversifikasi

22

pencoklatan. Larutan asam sering digunakan untuk menurunkan pH dan ini

merupakan metode untuk menghambat atau memperlambat reaksi pencoklatan

(Meyer, 1982). Perendaman dalam larutan asam askorbat berfungsi untuk

mencegah reaksi pencoklatan enzimatis. Hal ini disebabkan protein akan

terdenaturasi pada kondisi asam (pH rendah), sehingga enzim menjadi inaktif.

Asam askorbat termasuk kelompok antioksidan oksigen scavenger karena

kemampuannya untuk mengikat oksigen sehingga tidak mendukung reaksi

oksidasi. Antioksidan berfungsi untuk oksidasi lemak atau melindungi komponen-

komponen makanan yang bersifat tidak jenuh, terutama lemak dan minyak.

Antioksidan sering digunakan dalam produk makanan olahan komersial. Tujuan

utamanya adalah untuk memperpanjang daya simpan dan meningkatkan stabilitas

makanan yang banyak mengandung lemak. Antioksidan berfungsi untuk

memperpanjang umur simpan, mengurangi kerusakan makanan dan kehilangan

nutrien melalui penghambatan reaksi oksidasi. Akan tetapi, antioksidan tidak

dapat memperbaiki umur simpan mutu makanan yang sudah mengalami oksidasi

(Raharjo, 2004).

F. Penggorengan

Penggorengan merupakan pengolahan pangan yang umum dilakukan

untuk mempersiapkan makanan dengan jalan memanaskan makanan dalam pan

yang berisi minyak. Proses ini bertujuan untuk menghasilkan produk yang

mengembang dan renyah, selain itu untuk meningkatkan citarasa, warna, gizi dan

daya awet produk akhir. Penggorengan dapat mengubah eating quality suatu

Page 23: kentang dan diversifikasi

23

makanan dan memberikan efek preservasi akibat dekstruksi termal

mikroorganisme dan enzim serta mengurangi kadar air sehingga daya simpan

menjadi lebih baik (Ketaren, 1986). Perlakuan penggorengan merupakan proses

penting dalam pembuatan french fries. Weiss (1983) melaporkan bahwa sebagian

air akan menguap dan ruang kosong yang semula diisi air akan diisi minyak.

Menurut Fellows (1990) penggorengan adalah suatu operasi mengubah

eating quality suatu makanan, memberikan efek preservasi akibat destruksi termal

pada mikroorganisme dan enzim, serta mengurangi aktivitas air (aw). Shelf life

makanan goreng hampir semuanya ditentukan oleh kadar air setelah

penggorengan. Proses utama yang terjadi selama penggorengan adalah

perpindahan panas dan masa, dengan minyak yang berfungsi sebagai media

penghantar panas. Panas yang diterima bahan dipergunakan untuk berbagi proses

dalam bahan, antara lain untuk penguapan air, gelatinisasi pati, denaturasi protein,

reaksi pencoklatan dan karamelisasi. Proses yang beragam ini harus dikendalikan

sedemikian rupa sehingga tidak merusak mutu produk. Salah satu

pengendaliannya adalah dengan mengatur waktu dan suhu penggorengan

(Suyitno, 1991).

Proses penggorengan suatu produk pada umumnya terdiri dari empat

tahap, yaitu:

1. Tahap pemanasan awal (initial heating)

Selama tahap ini bahan terendam dalam minyak panas hingga

suhunya sama dengan titik didih minyak. Perpindahan panas yang terjadi

Page 24: kentang dan diversifikasi

24

antara minyak dengan bahan selama penggorengan ini merupakan

perpindahan panas konveksi dan tidak terjadi penguapan air dalam bahan.

2. Tahap pendidihan permukaan (surface boilling)

Tahap ini dimulai dengan proses penguapan air permukaan.

Perpindahan panas konveksi alami berubah menjadi konveksi paksa

karena adanya turbulensi minyak di sekitar bahan. Selama proses ini mulai

terbentuk lapisan crust di permukaan.

3. Tahap laju menurun (falling rate)

Tahap laju menurun ditandai dengan adanya penguapan lebih

lanjut dan kenaikan suhu pusat sehingga mendekati titik didih minyak.

Pada tahap ini terjadi perubahan fisika kimia seperti gelatinisasi pati dan

pemasakan. Lapisan crust yang terbentuk menjadi lebih tebal dan

penguapan air permukaan semakin menurun.

4. Titik akhir gelembung (bubble end point)

Apabila bahan digoreng dalam waktu yang relatif lama, maka laju

pengurangan kadar air akan semakin menurun dan tidak ada lagi

gelembung udara di permukaan bahan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas french fries kentang yaitu

warna, kenampakan, rasa, tekstur, kandungan minyak, kandungan air dan nilai

gizi. Adapun faktor yang mempengaruhi kandungan minyaknya adalah suhu

minyak goreng, lama penggorengan, jenis minyak, ketebalan irisan serta sifat fisik

permukaan irisan (Matz, 1984).

Page 25: kentang dan diversifikasi

25

Menurut Ketaren (1986), metode penggorengan yang umum digunakan

adalah penggorengan gangsa (pan frying) dan penggorengan rendam (deep

frying). Metode penggorengan dalam pembuatan french fries adalah deep fat

frying. Sistem menggoreng deep fat frying adalah yaitu bahan terendam

seluruhnya dalam minyak sehingga penetrasi panas dari minyak dapat masuk

secara bersamaan pada seluruh permukaan bahan yang digoreng sehingga

kematangan bahan yang digoreng dapat merata. Deep fat frying merupakan

metode penggorengan yang penting karena prosesnya cepat, tepat dan

menghasilkan makanan dengan tekstur dan flavor yang disukai. Deep fat frying

juga hanya memerlukan unit peralatan yang sederhana serta menghasilkan limbah

gas yang jumlahnya kecil (Lawson, 1994).

Menurut Morreira (1999), metode penggorengan deep fat frying

merupakan proses pemasakan makanan dengan menggunakan kontak langsung

dengan minyak panas, dalam cara ini terjadi perpindahan panas dan massa.

Perpindahan panas selama penggorengan berjalan cepat karena seluruh

permukaan bahan berinteraksi langsung dengan minyak goreng sehingga akan

menghasilkan warna dan penampakan produk yang seragam. Menurut Fellows

(1990), metode penggorengan ini cocok untuk semua bentuk makanan, tetapi

bahan makanan dengan bentuk yang tidak teratur cenderung mengangkat minyak

dalam volume besar ketika diangkat dari alat penggoreng.

Makanan gorengan hendaknya memiliki warna coklat yang baik dan

absorbsi minyak yang minimal. Faktor paling penting yang mempengaruhi sifat-

sifat ini adalah temperatur minyak goreng. Penggunaan temperatur minyak yang

Page 26: kentang dan diversifikasi

26

terlalu tinggi menyebabkan pembentukan warna coklat dan crust pada permukaan

bahan makanan tidak sempurna. Apabila temperatur yang digunakan terlalu

rendah, bahan makanan perlu waktu lebih lama untuk mencapai warna coklat

yang dikehendaki dan semakin lama bahan dalam minyak goreng maka semakin

banyak minyak yang terabsorbsi. Kisaran suhu yang dianggap secara ekonomis

masih layak adalah antara 163-199 °C (Djatmiko dan Erni, 1985 dalam

Tursilawati, 1999).

Proses penggorengan dalam pembuatan french fries dilakukan dengan

metode penggorengan dua tahap. Pada sistem penggorengan dua tahap ini beban

pemanasan yang diterima penggorengan tahap satu lebih berat daripada

penggorengan kedua karena terjadi pemanasan pendahuluan dan penguapan air.

Oleh karena itu suhu minyak pada penggorengan pertama lebih rendah daripada

penggorengan kedua. Proses pematangan bahan diselesaikan pada penggorengan

kedua dengan suhu minyak yang lebih tinggi.

1. Penggorengan awal (par frying)

Penggorengan awal ini dilakukan pada suhu 175 ºC selama 2

menit. Smith dan Talburt (1987) menyatakan waktu yang dibutuhkan

untuk penggorengan ini lebih singkat dan pada suhu yang lebih rendah

karena karakteristik produk goreng yang diinginkan hanya setengah

matang. Adapun tujuan dari penggorengan awal ini adalah untuk

menghilangkan air yang melekat pada potongan kentang sehingga bahan

tidak lengket satu sama lain selama pembekuan. Selain itu, penggorengan

Page 27: kentang dan diversifikasi

27

awal juga berfungsi untuk untuk menginaktivasi enzim pada permukaan

kentang.

2. Penggorengan akhir (finish frying)

Penggorengan akhir ini dilakukan pada suhu 190 ºC selama 3

menit. Penggorengan akhir memerlukan waktu yang lebih lama yaitu

berkisar 2,5 sampai 5 menit tergantung dari suhu minyak goreng, ukuran

bahan dan tingkat kematangan yang diinginkan. Suhu penggorengan akhir

biasanya berkisar antara 177 sampai 190 ºC. Smith dan Talburt (1987)

menganjurkan bahwa suhu penggorengan akhir tidak melebihi 190 ºC

karena pada suhu yang tinggi kerusakan minyak akan lebih cepat terjadi.

Penggorengan akhir ini bertujuan untuk mematangkan produk sehingga

akan diperoleh tekstur, warna permukaan dan flavor yang dikehendaki.

Page 28: kentang dan diversifikasi

28

III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil pertanian

Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman pada November 2009 sampai

dengan Januari 2010.

B. Bahan dan Alat

1. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kentang varietas

Krespo dan Tenggo yang ditanam oleh petani kentang di desa Serang kabupaten

Purbalingga, asam askorbat, aquades, minyak goreng, serta bahan kimia untuk

analisis.

2. Alat

Alat-alat yang digunakan adalah slicer, peeler, baskom, panci, deep frier,

peniris minyak, kompor gas, kompor listrik, toples, kertas label, aluminum foil,

kertas saring, tissue, timbangan digital, neraca Ohaus, blender, stopwatch, freezer

dan peralatan laboratorium untuk analisis kimia berupa oven, desikator, tanur

listrik, beaker glass 100 ml, gelas ukur, corong, labu lemak dan alat soxhlet.

Page 29: kentang dan diversifikasi

29

C. Rancangan Percobaan

Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan, maka dalam penelitian lanjutan

dicoba tiga faktor, yaitu jenis varietas (V) yang terdiri dari dua taraf, metode

blanching (B) yang terdiri dari dua taraf dan konsentrasi asam askorbat (A) yang

terdiri dari empat taraf, yaitu:

1. Varietas kentang (V) terdiri dari:

a. V1 = Varietas Tenggo

b. V2 = Varietas Krespo

2. Metode blanching (B) terdiri dari:

a. B1 = Steam blanching

b. B2 = Hot water blanching

3. Konsentrasi asam askorbat (A) terdiri dari:

a. A1 = 0 %

b. A2 = 0,1 %

c. A3 = 0,2 %

d. A4 = 0,3 %

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang disusun secara faktorial. Kombinasi

perlakuan yang diperoleh adalah 16 dengan 2 kali ulangan, sehingga akan

diperoleh 32 unit percobaan. Kombinasi perlakuan tersebut adalah sebagai

berikut:

Page 30: kentang dan diversifikasi

30

V1B1A1 V1B2A1 V2B1A1 V2B2A1

V1B1A2 V1B2A2 V2B1A2 V2B2A2

V1B1A3 V1B2A3 V2B1A3 V2B2A3

V1B1A4 V1B2A4 V2B1A4 V2B2A3

Data variabel parametrik dianalisis dengan uji F, jika terdapat keragaman

dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT). Data variabel non

parametrik dianalisis dengan uji Friedman. jika terdapat keragaman dilanjutkan

dengan Uji Banding Ganda. Penentuan perlakuan terbaik menggunakan uji Indeks

Efektivitas.

D. Variabel dan Pengukuran

1. Variabel yang diamati

Variabel yang diamati dalam penelitian ini terdiri dari dua macam, yaitu

variabel kimia dan variabel sensorik. Variabel kimia meliputi: kadar air, kadar

abu, kadar lemak dan vitamin C. Variabel sensorik yang diamati meliputi: warna,

aroma, tekstur, flavor dan kesukaan.

Variabel yang diamati pada french fries meliputi:

1. Kadar air

2. Kadar abu

3. Kadar lemak

4. Pengujian sifat sensorik produk yang meliputi warna, aroma, tekstur,

flavor dan kesukaan.

Page 31: kentang dan diversifikasi

31

2. Metode pengukuran

Pengukuran terhadap variabel dilakukan secara langsung terhadap unit-

unit percobaan meliputi:

a. Kadar air (AOAC, 1970)

Cawan sebelumnya dioven terlebih dahulu selama 4 jam, kemudian

masuk desikator kira-kira setengah jam dan ditimbang. Sampel french

fries ditimbang sebanyak 2 gram, dimasukkan ke dalam cawan yang sudah

diketahui beratnya, kemudian dikeringkan dalam oven pada temperatur

105 ºC selama 3-5 jam. Selanjutnya didinginkan dalam desikator hingga

mencapai suhu kamar dan ditimbang. Kemudian dimasukkan kembali

dalam oven selama 3 jam, dinginkan kembali dan ditimbang. Perlakuan ini

diulang beberapa kali sampai mencapai berat konstan. Kadar air dihitung

dengan rumus berikut:

% Kadar air (bb) = %100xAB

CB

Keterangan:

A = berat cawan (gram)

B = berat cawan + sampel sebelum dikeringkan (gram)

C = berat cawan + sampel setelah dikeringkan (gram)

b. Kadar Lemak (Metode soxhlet, modifikasi metode Sudarmadji et al.,

1997)

Sampel french fries dihaluskan dan ditimbang dengan teliti

sebanyak 2 gram (A), kemudian dibungkus dengan kertas saring bebas

lemak. Dikeringkan dalam oven pada suhu 105° C selama 3-5 jam,

Page 32: kentang dan diversifikasi

32

didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang (C). Setelah itu

dilakukan ekstraksi dengan petrolium benzene dalam ekstraksi soklet

selama 4 jam. Setelah waktu ekstraksi cukup, kertas saring dan sampel

dimasukkan dalam oven pada suhu 105° C, didinginkan dalam desikator

dan ditimbang (B). Kadar lemak dihitung dengan rumus:

Kadar lemak = %100xA

BC

c. Kadar Abu (Metode pemanasan tanur, Sudarmadji et al., 1997)

Sampel yang telah dihancurkan ditimbang sebanyak 2-5 gram

dalam cawan yang telah diketahui beratnya, kemudian diabukan dalam

tanur pada temperatur 500 oC selama 4-5 jam. Selanjutnya dibiarkan

dingin sampai suhu 100 oC dalam tanur. Kemudian didinginkan dalam

desikator sampai mencapai suhu kamar dan ditimbang. Kadar abu dihitung

dengan rumus sebagai berikut:

Kadar abu = B – C x 100%B – A

Keterangan :

A = berat cawan (g)

B = berat cawan + sampel sebelum diabukan (g)

C = berat cawan + sampel setelah diabukan (g)

d. Analisis Vitamin C (Sudarmadji et al., 1997)

200 gram kentang yang telah dikupas diblender sampai diperoleh

slurry. 10 ml slurry dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml dan

tambahkan aquades sampai tanda. Disentrifuse sehingga diperoleh filtrat.

Page 33: kentang dan diversifikasi

33

Diambil 5 ml filtrat dimasukkan dalam erlenmeyer 125 ml dan ditambah 2

ml larutan amilum 1%. Ditambah 20 ml aquades dan titrasi dengan larutan

yodium 0,01 N.

e. Uji organoleptik (Soekarto, 1985)

Uji organoleptik terhadap warna, aroma, tekstur, flavor dan kesukaan

dilakukan dengan uji skoring. Parameter kesukaan dilakukan dengan uji

hedonik. Panelis yang digunakan adalah panelis semi terlatih dengan

jumlah minimal 15 orang. Panelis diminta untuk memberikan penilaian

terhadap sampel yang disajikan berdasarkan skala numerik dengan

mengisikan penilaiannya pada tabel kuesioner yang telah disediakan.

E. Analisis Data

Data variabel kimia yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji

Sidik Ragam (uji F), apabila menunjukkan pengaruh nyata maka dilanjutkan

dengan Duncan’s Multiple Range Test (DMRT). Data hasil pengamatan variabel

sensorik dianalisis dengan statistik non parametrik yaitu uji Friedman, apabila

menunjukkan pengaruh nyata maka dilanjutkan dengan uji Banding Ganda.

Kombinasi perlakuan terbaik ditentukan dengan menggunakan uji Indeks

Efektivitas.

Page 34: kentang dan diversifikasi

34

F. Pelaksanaan Penelitian

1. Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan perlakuan-perlakuan

yang akan digunakan pada penelitian lanjutan. Beberapa hal yang dipelajari pada

penelitian pendahuluan meliputi suhu dan lama penggorengan, jenis dan

konsentrasi asam yang digunakan, lama perendaman, metode dan waktu

blanching serta analisis terhadap kentang segar.

Suhu penggorengan yang dicoba adalah 175 °C untuk penggorengan awal

dan 190 °C untuk penggorengan akhir. Penentuan suhu penggorengan tersebut

adalah berdasarkan penelitian terdahulu yang pernah dilakukan. Sedangkan lama

penggorengan yang dicoba adalah 1, 2, 3, 4 dan 5 menit, dengan hasil terbaik

yaitu 2 menit untuk penggorengan awal dan 3 menit untuk penggorengan akhir

karena apabila kurang dari waktu yang telah ditentukan maka french fries belum

matang merata. Sedangkan apabila melebihi waktu yang telah ditentukan maka

french fries menjadi terlalu matang sehingga ada bagian yang gosong.

Jenis asam yang digunakan adalah asam askorbat dan asam sitrat.

Berdasarkan penelitian terdahulu yang pernah dilakukan, penggunaan asam sitrat

menyebabkan french fries menjadi terasa sangat asam sehingga penggunaan yang

paling baik yaitu asam askorbat.

Konsentrasi asam askorbat yang dicoba adalah 0,1 persen; 0,2 persen; 0,3

persen; 0,4 persen dan 0,5 persen. Hasilnya menunjukkan bahwa konsentrasi asam

yang semakin tinggi menyebabkan french fries terasa lebih asam dan warnanya

cenderung lebih gelap sehingga kemungkinan tidak dapat diterima oleh

Page 35: kentang dan diversifikasi

35

konsumen. Oleh karena itu, dalam penelitian lanjutan dilakukan perendaman

dengan konsentrasi 0,1 persen; 0,2 persen; 0,3 persen. Lama perendaman dalam

asam askorbat yang dicoba pada penelitian pendahuluan adalah 2 jam, 4 jam dan 6

jam. Hasil yang terbaik yaitu perendaman selama 6 jam, karena menghasilkan

warna french fries yang cerah dan tekstur yang renyah. Sehingga pada penelitian

lanjutan dilakukan perendaman dalam asam askorbat selama 6 jam.

Metode blanching yang dicoba pada penelitian pendahuluan adalah steam

blanching dan hot water blanching dengan lama blanching selama 1, 2, 3 dan 4

menit. Hasilnya menunjukkan bahwa waktu yang terbaik untuk steam blanching

yaitu 2 menit, karena french fries yang dihasilkan memiliki tekstur yang lebih

renyah. Sedangkan waktu yang terbaik untuk hot water blanching yaitu 3 menit,

karena menghasilkan french fries dengan warna yang paling cerah.

Analisis terhadap kentang segar yang dilakukan pada penelitian

pendahuluan meliputi kadar air, kadar abu dan kadar vitamin C. Tujuan

dilakukannya analisis ini adalah untuk mengetahui komposisi kentang segar dan

perubahannya setelah diolah menjadi french fries.

2. Penelitian Lanjutan

Penelitian lanjutan ini dilakukan berdasarkan penelitian pendahuluan

dengan mengambil beberapa perlakuan terbaik pada penelitian pendahuluan.

Penelitian lanjutan ini bertujuan untuk menentukan metode blanching dan

konsentrasi larutan asam askorbat untuk perendaman kentang varietas Krespo dan

Tenggo sehingga diharapkan mampu menghasilkan french fries dengan kualitas

kimia dan sensorik terbaik.

Page 36: kentang dan diversifikasi

36

Adapun cara pembuatan french fries adalah sebagai berikut: kentang

varietas Krespo dan Tenggo, dibersihkan dari kotoran dan tanah yang menempel

menggunakan air mengalir. Kentang yang telah bersih dikupas dengan

menggunakan peeler serta dibuang bagian-bagian yang rusak pada umbi kentang

seperti black spot dan kotoran lainnya. Selanjutnya kentang dipotong dengan

ukuran rata-rata 1 × 1 × 4-7 cm, kemudian direndam dalam larutan asam askorbat

dengan konsentrasi 0,1 persen; 0,2 persen dan 0,3 persen selama 6 jam. Setelah

direndam kemudian kentang diriskan terlebih dahulu dan diblanching. Blanching

dilakukan dengan menggunakan metode steam blanching selama 3 menit dan hot

water blanching selama 2 menit kemudian ditiriskan. Tahap selanjutnya yaitu

penggorengan dengan menggunakan deep frier. Penggorengan french fries

dilakukan melalui dua tahap penggorengan. Penggorengan tahap I dilakukan pada

suhu 175 °C selama 2 menit kemudian dilakukan penghilangan minyak dengan

cara ditiriskan diatas tissue selama kurang lebih 10 menit. Tahap selanjutnya yaitu

pembekuan dalam freezer sehingga akan dihasilkan frozen french fries kemudian

dilakukan penggorengan tahap II pada suhu 190 °C selama 3 menit sehingga

dihasilkan french fries siap saji. Diagram alir proses pembuatan french fries dapat

dilihat pada Lampiran 1.

French fries yang dihasilkan kemudian dianalisis yang meliputi kadar air,

abu dan lemak. Sedangkan analisis sensorik meliputi warna, aroma, tekstur, flavor

dan kesukaan.

Page 37: kentang dan diversifikasi

37

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Variabel Kimia

Hasil analisis ragam pengaruh varietas kentang, metode blanching dan

konsentrasi asam askorbat serta interaksinya terhadap variabel kimia yang diamati

disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Hasil analisis ragam pengaruh varietas kentang, metode blanching dankonsentrasi asam askorbat terhadap variabel kimia yang diamati

No Variabel PerlakuanV B A V × B V × A B × A V × B × A

1 Kadar Air ** * ** tn ** tn *2 Kadar Abu tn tn * tn tn tn tn3 Kadar Lemak tn tn * tn tn tn tnKeterangan: V = Varietas kentang; B = Metode blanching; A = Konsentrasi asam

askorbat; V × B = Interaksi antara varietas kentang dan metodeblanching; V × A = Interaksi antara varietas kentang dan konsentrasiasam askorbat; B × A = Interaksi antara metode blanching dankonsentrasi asam askorbat; V × B × A = Interaksi antara varietaskentang, metode blanching dan konsentrasi asam askorbat; tn = tidaknyata; * = berpengaruh nyata pada taraf 5%; ** = berpengaruhsangat nyata pada taraf 1%.

1. Kadar air

Pengukuran kadar air pada penelitian ini meliputi bahan mentah dan

produk yang dihasilkan yaitu french fries. Hasil analisis ragam menunjukkan

bahwa perlakuan varietas kentang (V), konsentrasi asam askorbat (A), dan

interaksi keduanya (V × A) memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap

kadar air french fries. Sedangkan perlakuan metode blanching (B) dan interaksi

antara varietas kentang, metode blanching dan konsentrasi asam askorbat (V × B

× A) memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar air french fries yang

Page 38: kentang dan diversifikasi

38

dihasilkan. Kadar air french fries varietas Tenggo dan Krespo disajikan pada

Gambar 3.

Gambar 3. Kadar air french fries varietas Tenggo dan Krespo

Nilai kadar air french fries varietas Tenggo (V1) dan Krespo (V2) adalah

67,08% bk (39,58% bb) dan 55,06% bk (35,33% bb). Berdasarkan hasil uji

DMRT pada taraf 5% menunjukkan bahwa perlakuan V1 berbeda nyata dengan

perlakuan V2. French fries berbahan dasar kentang varietas Tenggo (V1)

memiliki rata-rata kadar air yang lebih tinggi dibandingkan varietas Krespo (V2).

Perbedaan ini disebabkan kentang segar varietas Tenggo memiliki kadar air

sebesar 79,89% bb yang lebih tinggi dari kentang varietas Krespo yaitu sebesar

76,05% bb (Lampiran 4). Asikin (1996) menyatakan bahwa perbedaan kadar air

produk disebabkan oleh bervariasinya kadar air pada masing-masing varietas.

Perlakuan terbaik dihasilkan dari kentang varietas Krespo karena memiliki kadar

air yang lebih rendah.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan metode blanching

memberikan pengaruh nyata terhadap kadar air french fries. Nilai rata-rata kadar

air pada perlakuan steam blanching (B1) dan hot water blanching (B2) masing-

Page 39: kentang dan diversifikasi

39

masing sebesar 63,25% bk (38,22% bb) dan 58,89% bk (36,69% bb). Perlakuan

hot water blanching menyebabkan kadar air french fries lebih rendah

dibandingkan dengan steam blanching. Hal ini disebabkan pada hot water

blanching bahan kontak langsung dengan air panas sehingga permeabilitas sel

semakin besar, akibatnya sel tidak dapat menahan air sehingga air akan terdifusi

keluar (Inarotuz, 2002). Perlakuan terbaik dihasilkan dari metode hot water

blanching karena memiliki kadar air yang lebih rendah. Kadar air french fries

dengan metode steam blanching dan hot water blanching disajikan pada Gambar

4.

Gambar 4. Kadar air french fries dengan metode steam blanching dan hot waterblanching

Kadar air french fries pada perlakuan konsentrasi asam askorbat 0% (A1),

konsentrasi asam askorbat 0,1% (A2), konsentrasi asam askorbat 0,2% (A3) dan

konsentrasi asam askorbat 0,3% (A4) berturut-turut adalah 78,07% bk (43,42%

bb); 61,57% bk (37,89% bb); 55,17% bk (35,49% bb) dan 49,46% bk (33,0%

bb). Konsentrasi asam askorbat 0,3% menghasilkan perlakuan terbaik karena

memiliki kadar air yang paling rendah. Berdasarkan hasil analisis ragam juga

diketahui bahwa konsentrasi asam askorbat berpengaruh sangat nyata terhadap

Page 40: kentang dan diversifikasi

40

kadar air french fries. Kadar air french fries dengan konsentrasi asam askorbat

0%, 0,1%, 0,2% dan 0,3% disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5. Kadar air french fries dengan berbagai konsentrasi asam askorbat

Semakin tinggi konsentrasi asam askorbat maka kadar air french fries

semakin rendah. Hal ini berkaitan dengan reaksi pencoklatan enzimatis. Dalam

proses pencoklatan enzimatis tersebut akan dibebaskan air sebagai hasil reaksi

enzim polifenol oksidase sehingga kadar air produk akan semakin besar pula.

Semakin tinggi konsentrasi asam askorbat yang digunakan, maka penghambatan

reaksi pencoklatan enzimatis semakin intensif sehingga kadar air akan semakin

rendah. Menurut Eskin (1990), dalam proses pencoklatan enzimatis, aktivitas

enzim polifenol oksidase membebaskan H2O dalam bentuk quinon dan

selanjutnya akan bereaksi dengan trihidroksi benzene membentuk hidroksi quinon

yang akhirnya mengalami polimerisasi membentuk melanin yang berwarna coklat.

Asam askorbat dapat menurunkan pH, sehingga aktifitas enzim akan terhambat

(Susanto dan Saneto, 1994).

Faktor lain yang menyebabkan semakin rendahnya kadar air dengan

semakin tingginya konsentrasi asam askorbat adalah terjadinya peristiwa osmosis.

Page 41: kentang dan diversifikasi

41

Semakin tinggi konsentrasi asam askorbat yang digunakan maka perbedaan

konsentrasi media perendam dengan cairan di dalam sel kentang semakin besar,

guna memperoleh kesetimbangan maka air di dalam kentang keluar dalam jumlah

yang semakin besar pula sehingga kadar air akan semakin rendah. Menurut

Muchtadi (1992), osmosis merupakan peristiwa perpindahan air dari cairan yang

konsentrasinya lebih tinggi ke cairan yang konsentrasinya lebih rendah.

Gambar 6. Kadar air french fries dengan interaksi perlakuan antara varietaskentang dan konsentrasi asam askorbat

Berdasarkan Gambar 6 dapat diketahui bahwa nilai rata-rata kadar air

tertinggi dihasilkan dari interaksi antara varietas Tenggo dan konsentrasi asam

askorbat 0% (V1A1) yaitu sebesar 91,41% bk (47,54% bb), sedangkan nilai rata-

rata kadar air terendah dihasilkan dari interaksi perlakuan varietas Krespo dan

konsentrasi asam askorbat 0,3% (V2A4) yaitu sebesar 48,33% bk (32,48% bb).

Perlakuan terbaik dihasilkan dari interaksi perlakuan antara varietas Krespo dan

konsentrasi asam askorbat 0,3% (V2A4) karena memiliki kadar air yang paling

rendah.

Page 42: kentang dan diversifikasi

42

Hasil analisis ragam juga menunjukkan bahwa interaksi perlakuan antara

varietas kentang, metode blanching dan konsentrasi asam askorbat berpengaruh

nyata terhadap kadar air french fries. Kadar air french fries dengan interaksi

perlakuan antara varietas kentang (V), metode blanching (B) dan konsentrasi

asam askorbat (A) ditunjukkan pada Gambar 7.

Gambar 7. Kadar air french fries dengan interaksi perlakuan antara varietaskentang, metode blanching dan konsentrasi asam askorbat

Kadar air french fries tertinggi dihasilkan dari interaksi perlakuan antara

varietas Tenggo, metode steam blanching dan konsentrasi asam askorbat 0%

(V1B1A1) yaitu sebesar 102,90% bk (50,68% bb), sedangkan nilai rata-rata kadar

air terendah dihasilkan dari interaksi perlakuan varietas Krespo, metode hot water

blanching dan konsentrasi asam askorbat 0,3% (V2B2A4) yaitu sebesar 43,91%

bk (31,38% bb). Perlakuan terbaik dihasilkan dari interaksi perlakuan antara

varietas Krespo, metode hot water blanching dan konsentrasi asam askorbat 0,3%

(V2B2A4) karena memiliki kadar air yang paling rendah.

Page 43: kentang dan diversifikasi

43

Kentang varietas Tenggo dengan metode steam blanching dan konsentrasi

asam askorbat 0% memiliki kadar air yang lebih tinggi dibanding dengan varietas

Krespo. Hal ini disebabkan kentang segar varietas Tenggo memiliki rata-rata

kadar air sebesar 79,89% bb yang lebih tinggi dari kentang varietas Krespo yaitu

sebesar 76,05% bb (Lampiran 4).

Kentang varietas Tenggo dengan metode steam blanching dan konsentrasi

asam askorbat 0% memiliki kadar air yang lebih tinggi dibanding dengan metode

hot water blanching. Hal tersebut disebabkan pada hot water blanching bahan

kontak langsung dengan air panas sehingga permeabilitas sel semakin besar,

akibatnya sel tidak dapat menahan air sehingga air akan terdifusi keluar (Inarotuz,

2002). Jiman (2003) menambahkan bahwa selama blanching permeabilitas sel

bahan meningkat yang mengakibatkan pergerakan air dalam bahan tidak

terhambat sehingga air mudah keluar dari jaringan bahan selama penggorengan

sehingga bisa menurunkan kadar air french fries.

Kentang varietas Tenggo dengan metode steam blanching dan konsentrasi

asam askorbat 0% memiliki kadar air yang lebih tinggi dibanding dengan

perendaman dalam konsentrasi asam askorbat 0,3%. Hal ini berkaitan dengan

reaksi pencoklatan enzimatis. Dalam proses pencoklatan enzimatis tersebut akan

dibebaskan air sebagai hasil reaksi enzim polifenol oksidase sehingga kadar air

produk akan semakin besar pula. Semakin tinggi konsentrasi asam askorbat yang

digunakan, maka penghambatan reaksi pencoklatan enzimatis semakin intensif

sehingga kadar air akan semakin rendah (Eskin, 1990).

Page 44: kentang dan diversifikasi

44

2. Kadar abu

Penentuan kadar abu pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

banyaknya kandungan mineral yang terdapat dalam french fries yang dihasilkan.

Menurut Sudarmadji et al. (1996), abu adalah zat organik sisa hasil pembakaran

suatu bahan anorganik. Penentuan kadar abu pada penelitian ini dilakukan setelah

kentang digoreng.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan perendaman dalam

larutan asam askorbat (A) berpengaruh nyata terhadap kadar abu french fries,

sedangkan varietas kentang (V), metode blanching (B) dan interaksinya tidak

memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar abu french fries yang dihasilkan.

Gambar 8. Kadar abu french fries dengan berbagai konsentrasi asam askorbat

Nilai rata-rata kadar abu french fries pada perlakuan konsentrasi asam

askorbat 0%, 0,1%, 0,2% dan 0,3% berturut-turut adalah 2,0% bk; 1,84% bk;

1,68% bk dan 1,51% bk. Perlakuan terbaik dihasilkan dari konsentrasi asam

askorbat 0,3% karena memiliki kadar abu yang paling rendah. Berdasarkan hasil

uji DMRT pada taraf 5 persen menunjukkan bahwa perlakuan A1 tidak berbeda

Page 45: kentang dan diversifikasi

45

nyata dengan perlakuan A2 dan A3. Sedangkan perlakuan A1 berbeda nyata

dengan perlakuan A4.

Semakin tinggi konsentrasi asam askorbat maka kadar abu french fries

semakin menurun. Penurunan ini disebabkan dengan semakin meningkatnya

konsentrasi asam askorbat maka jumlah mineral yang terlarut dalam larutan

perendam semakin banyak sehingga jumlahnya di dalam kentang akan semakin

menurun. Perendaman dalam asam askorbat dapat menyebabkan penurunan pH.

Penurunan pH disebabkan terbentuknya asam-asam dari reaksi metabolik dalam

jaringan. Semakin tinggi konsentrasi asam askorbat maka pH akan semakin

rendah. Menurut deMan (1997), penurunan pH akan mengakibatkan perubahan

mineral dari bentuk koloid menjadi bentuk terlarut. Larutnya mineral-mineral

yang terkandung dalam jaringan kentang tersebut mengakibatkan kadar mineral

kentang menjadi berkurang, sehingga kadar abu french fries juga semakin

menurun.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi antara jenis varietas,

metode blanching dan konsentrasi asam askorbat tidak memberikan pengaruh

yang nyata terhadap kadar abu french fries.

3. Kadar lemak

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi asam

askorbat (A) berpengaruh nyata terhadap kadar lemak french fries, sedangkan

varietas kentang (V), metode blanching (B) dan interaksinya tidak memberikan

pengaruh yang nyata terhadap kadar lemak french fries yang dihasilkan. Kadar

Page 46: kentang dan diversifikasi

46

lemak french fries dengan konsentrasi asam askorbat 0%, 0,1%, 0,2% dan 0,3%

disajikan pada Gambar 9.

Gambar 9. Kadar lemak french fries dengan berbagai konsentrasi asam askorbat

Berdasarkan Gambar 7 dapat diketahui bahwa nilai rata-rata kadar lemak

french fries pada perlakuan konsentrasi asam askorbat 0% (A1), konsentrasi asam

askorbat 0,1% (A2), konsentrasi asam askorbat 0,2% (A3) dan konsentrasi asam

askorbat 0,3% (A4) berturut-turut adalah 18,673% bk; 16,402% bk; 14,976% bk

dan 14,076% bk. Perlakuan terbaik dihasilkan dari konsentrasi asam askorbat

0,3% karena memiliki kadar lemak yang paling rendah.

French fries dengan perlakuan konsentrasi asam askorbat 0,3% (A4)

mempunyai kadar lemak paling rendah yaitu sebesar 14,076% bk. Hal ini

disebabkan karena french fries pada perlakuan yang sama mempunyai kadar air

yang rendah pula yaitu sebesar 33,01% bb. Selama penggorengan berlangsung,

minyak masuk ke bagian kerak dan bagian luar (outer zone) serta mengisi ruang

kosong yang pada mulanya diisi air (Ketaren, 1986). Jadi, jumlah minyak yang

terserap bahan sebanding dengan kehilangan air. Gamble et al. (1987) melaporkan

bahwa terdapat hubungan antara penyerapan minyak dan penguapan air selama

Page 47: kentang dan diversifikasi

47

pengorengan. Hal serupa juga dilaporkan oleh Krokida et al. (2000) dan Ngadi et

al. (2006) bahwa bahwa terdapat hubungan linear antara kadar minyak kadar air

bahan selama penggorengan menggunakan deep fat frying. Lemak yang

terkandung pada bahan pangan akan membentuk kompleks dengan pati sehingga

mengganggu dan menurunkan proses penyerapan air.

Adanya perlakuan blanching dan penggorengan akan mengakibatkan

terjadinya gelatinisasi pati dan terbentuk kerak. Gelatinisasi pati akan terbentuk

selama blanching dan penggorengan, sedangkan kerak akan dibentuk selama

proses penggorengan dan merupakan akibat perubahan kimia dari struktur

permukaan bahan. Kerak dapat mempertahankan uap air pada bahan sehingga

mampu menurunkan penyerapan minyak. Menurut Firdaus et al. (2001), Adanya

perlakuan blanching bertujuan untuk mengurangi air bebas pada bahan sehingga

dapat menurunkan penyerapan minyak.

Pada proses penggorengan, air yang terdapat dalam bahan akan mengalami

penguapan akibat kenaikan temperatur bahan dan minyak. Selama proses

penggorengan tersebut kentang akan mengalami peningkatan kadar lemak.

Semakin lama waktu penggorengan dan semakin tinggi suhu minyak goreng yang

digunakan maka semakin banyak minyak yang terserap. Hal ini disebabkan

semakin banyak air yang teruapkan maka semakin besar rongga atau ruang

kosong yang dapat terisi oleh minyak sebagai media penggorengan (Weiss, 1983

dalam Ratnaningsih, 2007).

Page 48: kentang dan diversifikasi

48

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi antara jenis varietas,

metode blanching dan konsentarsi asam askorbat tidak memberikan pengaruh

yang nyata terhadap kadar lemak french fries.

B. Variabel Sensorik

Hasil uji Friedman pengaruh perlakuan metode blanching dan perendaman

dalam larutan asam askorbat terhadap french fries dari varietas Tenggo dan

Krespo disajikan pada Tabel 7, sedangkan nilai rata-rata untuk kombinasi

perlakuan terhadap variabel sensorik disajikan dalam Lampiran 7.

Tabel 7. Hasil uji Friedman pengaruh kombinasi perlakuan varietas kentang,metode blanching dan konsentrasi asam askorbat terhadap variabelsensorik yang diamati.

No. Variabel Kombinasi perlakuan

VBA

1 Warna **2 Tekstur **3 Aroma tn4 Flavor *5 Kesukaan **

Keterangan: V = Varietas kentang; B = Metode blanching; A = Konsentrasi asamaskorbat; VBA = kombinasi perlakuan antara varietas kentang,metode blanching dan konsentrasi asam askorbat; tn = tidak nyata; *= berpengaruh nyata pada taraf 5 %; ** = berpengaruh sangat nyatapada taraf 1 %.

Hasil uji Friedman menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan antara

varietas kentang, metode blanching dan perendaman dalam larutan asam askorbat

memberikan pengaruh sangat nyata terhadap warna, tekstur dan kesukaan serta

berpengaruh nyata terhadap flavor, tetapi tidak memberi pengaruh yang nyata

terhadap aroma french fries.

Page 49: kentang dan diversifikasi

49

1. Warna

Analisis dengan menggunakan uji Friedman menunjukkan bahwa

kombinasi perlakuan antara varietas kentang (V), metode blanching (B) dan

konsentrasi asam askorbat (A) memberikan pengaruh sangat nyata terhadap warna

french fries yang dihasilkan. Warna french fries dengan kombinasi perlakuan

antara varietas kentang, metode blanching dan konsentrasi asam askorbat dapat

dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Warna french fries dengan kombinasi perlakuan antara varietaskentang, metode blanching dan konsentrasi asam askorbat

French fries varietas Krespo dengan perlakuan metode steam blanching

dan konsentrasi asam askorbat 0% (V2B1A1) menunjukkan nilai rata-rata warna

terendah sebesar 1,23 (kuning kecoklatan), warna tertinggi sebesar 2,83

(mendekati kuning muda) dihasilkan dari kentang varietas Tenggo dengan

perlakuan metode hot water blanching dan konsentrasi asam askorbat 0,3%

(V1B2A4). Perlakuan terbaik dihasilkan dari kombinasi perlakuan antara kentang

Page 50: kentang dan diversifikasi

50

varietas Tenggo dengan perlakuan metode hot water blanching dan konsentrasi

asam askorbat 0,3% (V1B2A4) karena memiliki nilai rata-rata warna tertinggi.

Semakin tinggi konsentrasi asam askorbat maka warna french fries

cenderung semakin cerah. Asam askorbat dengan konsentrasi yang lebih tinggi

memiliki pH yang lebih rendah sehingga tingkat keasaman akan semakin tinggi.

Dengan semakin tingginya tingkat keasaman maka makin menghambat aktivitas

enzim polifenolase dan asam askorbat akan mengubah senyawa fenol yaitu o-

quinon menjadi substrat alami yang yaitu o-difenol sehingga proses pencoklatan

dapat dihambat.

Apandi (1984) menyatakan bahwa pemberian atau penambahan asam

askorbat pada buah akan menyebabkan keasaman buah meningkat yang

menyebabkan buah mempunyai rasa asam. Penghambatan reaksi pencoklatan

akan lebih berhasil atau efektif pada kondisi asam atau pH rendah. Aktivitas

enzim polifenolase akan terhambat pada pH rendah. pH dari larutan asam askorbat

adalah 2,3. Hal ini sesuai dengan pendapat Winarno (1997) yang menyatakan

bahwa perendaman dalam larutan asam akan menghambat pencoklatan akibat

aktivitas enzim fenolase. Enzim ini dapat dihambat dengan menurunkan pH

larutan hingga 3,0 atau dibawahnya sebab pH optimal enzim fenolase adalah 6,5.

Asam askorbat merupakan reduktor yang kuat dan mampu bertindak

sebagai oksigen scavenger, sehingga akan mencegah terjadinya oksidasi enzimatis

senyawa-senyawa fenol yang terkandung dalam kentang (Eskin, 1990). Giese

(1995) menegaskan bahwa Asam askorbat mempunyai aktivitas antioksidan

karena dapat berfungsi sebagai oksigen scavenger dengan jalan mentransfer atom

Page 51: kentang dan diversifikasi

51

hidrogen ke oksigen sehingga menyebabkan oksigen tidak tersedia untuk reaksi

berikutnya. Menurut Winarno (1991) pencoklatan enzimatis memerlukan adanya

enzim dan oksigen yang harus berhubungan dengan substrat tertentu, sehingga

apabila jumlah oksigen berkurang maka laju reaksi pencoklatan makin lambat.

Perlakuan blanching juga berpengaruh terhadap warna produk yang

dihasilkan. Menurut Fellows (2000), blanching dapat mengakibatkan warna bahan

pangan menjadi lebih cerah. Hal ini disebabkan penghilangan udara dan partikel

pada permukaan bahan. Warna french fries yang diblanching dengan

menggunakan metode hot water blanching memiliki warna yang lebih cerah

daripada steam blanching. Hal ini disebabkan karena irisan kentang dimasukkan

ke dalam air mendidih sehingga derajat panas lebih tinggi daripada steam

blanching menyebabkan semakin banyak enzim yang rusak. Inaktivasi polifenol

oksidase dapat diterapkan dengan pemanasan lebih dari 50 ºC dan rusak pada

suhu 80 ºC. Semakin banyak enzim yang rusak maka kemungkinan terjadinya

reaksi pencoklatan enzimatis lebih sedikit sehingga intensitas warna coklat

semakin menurun (Laurila et al., 2001).

Menurut Ketaren (1986), Pembentukkan warna pada french fries

dipengaruhi oleh kandungan gula reduksi yang terkandung dalam bahan sehingga

dapat menyebabkan terjadinya reaksi pencoklatan (reaksi maillard). Reaksi

maillard adalah reaksi dimana karbohidrat kususnya gula pereduksi akan bereaksi

dengan gugus amina primer dari protein sehingga akan menghasilkan pigmen

melanoidin yang dapat menyebabkan warna coklat pada bahan pangan.

Page 52: kentang dan diversifikasi

52

Kandungan vitamin C yang terdapat pada kentang segar juga dapat

menyebabkan terjadinya pencoklatan non enzimatis. Vitamin C merupakan suatu

senyawa reduktor yang sekaligus dapat bertindak sebagai prekursor dalam

pencoklatan non enzimatis. Vitamin C berada dalam kesetimbangan dengan asam

dehidroaskorbat. Pada suasana asam, cincin lakton asam dehidroaskorbat terurai

irreversibel dengan membentuk suatu senyawa diketogulonat, kemudian

berlangsunglah proses pencoklatan (Winarno, 1997). Namun, reaksi pencoklatan

pada french fries yang disebabkan karena adanya kandungan vitamin C ini tidak

bersifat dominan. Kandungan vitamin C pada kentang varietas Tenggo sebesar

114,4 mg/100 g, sedangkan pada kentang varietas Krespo sebesar 88 mg/100 g.

Menurut Auliya (2008), vitamin C mudah sekali hilang akibat blanching dan

penggorengan pada suhu tinggi karena sifatnya yang larut air dan sensitif terhadap

panas.

Proses pembekuan yang dilakukan juga berpengaruh terhadap warna

produk yang dihasilkan. Selama penyimpanan pada suhu rendah (beku) akan

terjadi akumulasi gula pada umbi kentang. Adanya akumulasi gula (gula reduksi)

tersebut dapat menimbulkan reaksi pencoklatan selama proses penggorengan.

Reaksi tersebut disebut reaksi maillard, dimana gugus amina primer atau gugus

amino dari protein bereaksi dengan komponen karbonil yaitu gula reduksi

sehingga pada tahap akhir reaksi akan dihasilkan polimer warna coklat yang tidak

larut air.

Page 53: kentang dan diversifikasi

53

2. Tekstur

Menurut Lisinska dan Leszczynski (1989), tekstur dalam french fries

memiliki dua arti yaitu tekstur bagian luar (kerenyahan) dan bagian dalam, tetapi

dalam hal ini lebih diutamakan pada kerenyahan. Hasil uji Friedman menunjukkan

bahwa kombinasi perlakuan antara varietas kentang (V), metode blanching (B)

dan konsentrasi asam askorbat (A) memberikan pengaruh sangat nyata terhadap

tekstur french fries yang dihasilkan. Tekstur french fries dengan kombinasi

perlakuan antara varietas kentang, metode blanching dan konsentrasi asam

askorbat dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Tekstur french fries dengan kombinasi perlakuan antara varietaskentang, metode blanching dan konsentrasi asam askorbat

Nilai rata-rata tekstur terendah yaitu 1,43 (lunak) dihasilkan dari

kombinasi perlakuan varietas Tenggo, metode steam blanching dan konsentrasi

asam askorbat 0,1% (V1B1A2), sedangkan nilai rata-rata tekstur tertinggi yaitu

2,23 (agak renyah) dihasilkan dari kombinasi perlakuan varietas Krespo, metode

Page 54: kentang dan diversifikasi

54

hot water blanching dan konsentrasi asam askorbat 0,3% (V2B2A4). Perlakuan

terbaik dihasilkan dari kombinasi perlakuan antara varietas Krespo, metode hot

water blanching dan konsentrasi asam askorbat 0,3% (V2B2A4) karena memiliki

nilai rata-rata tekstur tertinggi.

Semakin rendah konsentrasi asam askorbat maka semakin lunak

teksturnya. Hal tersebut dapat terjadi karena konsentrasi asam yang rendah dan

tidak dilakukan pengemasan sehingga mengakibatkan semakin tinggi tingkat

pencoklatannya sehingga banyak H2O yang terbentuk selama pencoklatan

berlangsung. Hal ini disebabkan karena aktivitas enzim polifenol oksidase

membebaskan H2O sehingga tekstur french fries menjadi lunak.

Pada umumnya, kerenyahan produk pangan kering ditentukan oleh kadar

airnya. Makin tinggi kadar air maka tekstur french fries yang dihasilkan kurang

renyah (lembek). Kombinasi perlakuan varietas Krespo, metode hot water

blanching dan konsentrasi asam askorbat 0,3% (V2B2A4) menghasilkan french

fries dengan tekstur yang paling renyah. Hal ini disebabkan kombinasi perlakuan

V2B2A4 memiliki kadar air paling rendah yaitu sebesar 45,91% bk (31,38% bb).

Sofyan (2004) menyatakan bahwa air merupakan komponen penting

dalam bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi tekstur makanan yang

dihasilkan. Weiss (1983) menambahkan bahwa selama penggorengan

berlangsung, keseimbangan panas akan tercapai sehingga akan terjadi penguapan

air yang menyebabkan naiknya tekanan internal dalam bahan. Pada saat tekanan

internal ini turun akan terjadi penyerapan minyak oleh bahan yang mengisi ruang

kosong yang telah ditinggalkan air. Sebagian dari ruang kosong tersebut akan diisi

Page 55: kentang dan diversifikasi

55

oleh minyak. Ini berarti masih tersisa ruang kosong yang menyebabkan bahan

lebih porous dan semakin renyah. Semakin porous produk yang dihasilkan maka

dengan sendirinya produk akan semakin renyah (Subekti, 1993).

Kerenyahan produk pangan goreng ditentukan oleh beberapa faktor antara

lain waktu atau lama penggorengan, sistem penggorengan, ketebalan dan jenis

bahan yang digoreng. Lama dan suhu penggorengan menentukan jumlah air yang

diuapkan dan derajat kekeringan produk. Ketebalan bahan dan kandungan air pada

bahan berpengaruh terhadap tingkat kekeringan produk berkaitan dengan jumlah

air yang teruapkan selama penggorengan. Semakin tebal bahan dan semakin

banyak jumlah air yang terkandung dalam bahan akan menurunkan tingkat

kekeringan produk yang diperoleh.

3. Aroma

Uji skoring terhadap aroma french fries dilakukan untuk mengetahui

intensitas bau asam yang berasal dari asam askorbat yang ditambahkan. Hasil uji

Friedman menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan antara varietas kentang (V),

metode blanching (B) dan konsentrasi asam askorbat (A) tidak memberikan

pengaruh nyata terhadap aroma french fries yang dihasilkan.

Nilai rata-rata aroma french fries yang dihasilkan berkisar antara 2,0-2,43

(agak kuat). Hal tersebut disebabkan karena penggunaan suhu tinggi pada

pembuatan french fries kentang menyebabkan senyawa-senyawa volatil hilang

karena menguap bersama air yang yang dilepaskan selama penggorengan.

Lisinska dan Leszczynski (1989) menambahkan bahwa komponen penyusun

aroma terdiri dari senyawa volatil yang mudah menguap pada suhu tinggi.

Page 56: kentang dan diversifikasi

56

Aroma french fries semakin berkurang karena adanya panas menyebabkan

senyawa volatil penyusun aroma semakin banyak yang menguap. Fellows (2000),

pada beberapa bahan pangan proses blanching tidak menunjukkan perubahan

yang signifikan terhadap flavor dan aroma. Akan tetapi apabila proses blanching

dilakukan pada suhu dan waktu yang tidak tepat dapat menimbulkan off flavor

pada bahan pangan selama penyimpanan baik untuk produk kering ataupun beku.

4. Flavor

Flavor merupakan gabungan dari bau (odor), rasa (taste) dan mouthfeel

(Tjahjaningsih, 1998). Analisis dengan menggunakan uji Friedman menunjukkan

bahwa kombinasi perlakuan antara varietas kentang (V), metode blanching (B)

dan konsentrasi asam askorbat (A) memberikan pengaruh nyata terhadap flavor

french fries yang dihasilkan. Flavor french fries dengan kombinasi perlakuan

antara varietas kentang, metode blanching dan konsentrasi asam askorbat dapat

dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Flavor french fries dengan kombinasi perlakuan antara varietaskentang, metode blanching dan konsentrasi asam askorbat

Page 57: kentang dan diversifikasi

57

Kombinasi perlakuan varietas Krespo, metode steam blanching dan

konsentrasi asam askorbat 0% (V2B1A1) menunjukkan nilai rata-rata flavor

terendah yaitu 2,1 (agak enak) sedangkan nilai rata-rata aroma tertinggi yaitu 2,77

(enak) dihasilkan dari kombinasi perlakuan varietas Tenggo, metode hot water

blanching dan konsentrasi asam askorbat 0,1% (V1B2A2). Perlakuan terbaik

dihasilkan dari kombinasi perlakuan antara varietas Tenggo, metode hot water

blanching dan konsentrasi asam askorbat 0,1% (V1B2A2) karena memiliki nilai

rata-rata flavor tertinggi.

Semakin meningkatnya konsentrasi asam askorbat maka flavor french fries

semakin enak. Hal ini diduga karena kentang merupakan sumber karbohidrat yang

mengandung gugus karboksil yang tinggi, sehingga dapat menyebabkan

terjadinya reaksi maillard menghasilkan senyawa volatil khas produk panggang.

Menurut Winarno (1997), reaksi maillard melalui degradasi strecker akan

menghasilkan senyawa aroma yang enak akibat terbentuknya senyawa furfural

dan maltol. Flavor merupakan hasil interaksi antara aroma, rasa dan mouthfeel,

sedangkan mouthfeel itu sendiri sangat dipengaruhi oleh tekstur.

Deep fat frying merupakan proses pemasakan dan pengeringan yang

terjadi melalui kontak dengan minyak panas dan ini meliputi perpindahan panas

dan masa secara simultan. Minyak mempunyai fungsi ganda dalam penyiapan

makanan, karena minyak berfungsi sebagai media transfer panas antara makanan

dan penggorengan, minyak juga sebagai pemberi kontribusi pada tekstur dan cita

rasa bahan gorengan. Kecepatan dan efisiensi proses penggorengan tergantung

pada suhu dan kualitas minyak goreng (Ratnaningsih et al., 2007).

Page 58: kentang dan diversifikasi

58

5. Kesukaan

Kesukaan sangat dipengaruhi oleh subyektivitas konsumen. Kesukaan

akan mempengaruhi apakah suatu produk dapat diterima atau tidak. Hasil uji

Friedman menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan antara varietas kentang (V),

metode blanching (B) dan konsentrasi asam askorbat (A) memberikan pengaruh

nyata terhadap kesukaan french fries yang dihasilkan. Kesukaan french fries

dengan kombinasi perlakuan antara varietas kentang, metode blanching dan

konsentrasi asam askorbat dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Kesukaan panelis terhadap french fries dengan kombinasi perlakuanantara varietas kentang, metode blanching dan konsentrasi asamaskorbat

Nilai rata-rata kesukaan terendah yaitu 2,1 (agak suka) dihasilkan dari

kombinasi perlakuan varietas Tenggo, metode steam blanching dan konsentrasi

asam askorbat 0% (V1B1A1), sedangkan nilai rata-rata kesukaan tertinggi yaitu

2,9 (mendekati suka) dihasilkan dari kombinasi perlakuan varietas Tenggo,

Page 59: kentang dan diversifikasi

59

metode hot water blanching dan konsentrasi asam askorbat 0,1% (V1B2A2).

Perlakuan terbaik dihasilkan dari kombinasi perlakuan antara varietas Tenggo,

metode hot water blanching dan konsentrasi asam askorbat 0,1% (V1B2A2)

karena memiliki nilai rata-rata kesukaan tertinggi.

Kesukaan terhadap french fries cenderung makin meningkat dengan

semakin tingginya konsentrasi asam askorbat. Peningkatan kesukaan terutama

didasarkan pada penilaian panelis terhadap warna, tekstur, dan flavor french fries.

Konsentrasi asam askorbat yang semakin tinggi menyebabkan warna french fries

mendekati kuning muda. Dalam hal ini karena laju reaksi pencoklatan semakin

berkurang. Hal ini sesuai dengan pendapat Winarno (1997) yang menyatakan

bahwa perendaman dalam larutan asam akan menghambat pencoklatan akibat

aktivitas enzim fenolase. Warna yang lebih cerah dan tekstur yang lebih renyah

akan meningkatkan kesukaan panelis terhadap french fries.

C. Pembahasan Umum

Kombinasi perlakuan terbaik dari penelitian ini ditentukan dengan

menggunakan uji Indeks Efektivitas yang disajikan pada Lampiran 8. Hasil

kombinasi perlakuan terbaik berdasarkan uji Indeks Efektivitas diperoleh dari

kombinasi perlakuan kentang varietas Krespo dengan metode hot water blanching

dan perlakuan perendaman dalam larutan asam askorbat 0,3% (V2B2A4). Hasil

perlakuan ini memiliki warna kuning (2,33); tekstur agak renyah (2,23); aroma

agak kuat (2); flavor mendekati enak (2,5) serta memiliki nilai kesukaan 2,4 yaitu

Page 60: kentang dan diversifikasi

60

agak suka dan mengandung kadar air 45,91% bk (31,38% bb); kadar lemak

12,68% bk dan kadar abu 1,55 % bk.

Penelitian mengenai french fries juga pernah dilakukan oleh Anggraini

(2005). Hasil penelitian Anggraini (2005) menghasilkan french fries dengan

warna kuning terang-kuning keemasan, bertekstur renyah dan memiliki flavor

enak. Perbandingan variabel kimia dan sensorik hasil penelitian dengan penelitian

Anggraini (2005) disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Perbandingan variabel kimia dan sensorik french fries hasil penelitiandengan penelitian Anggraini (2005)

Variabel PerbandinganHasil penelitian Penelitian Anggraini

(2005)Air (% bk) 45,91 71,6Abu (% bk) 1,55 1,79Lemak (% bk) 12,68 14,25Warna Kuning Kuning terang-kuning

keemasanTekstur Agak renyah RenyahFlavor Mendekati enak Enak

Karakteristik french fries hasil penelitian relatif sama dengan karakteristik

french fries dari hasil penelitian Anggraini (2005). Oleh karena itu, varietas

Tenggo dan Krespo cocok digunakan sebagai bahan baku pembuatan french fries.

Namun french fries dengan kombinasi perlakuan V1B1A1 dan V1B2A1 memiliki

kadar air yang melampaui kadar air hasil penelitian Anggraini (2005). Nilai rata-

rata kadar air dari kombinasi perlakuan tersebut berturut-turut adalah 102,90% bk

(50,68% bb) dan 79,90% bk (44,40% bb). Tingginya kadar air french fries

tersebut disebabkan tidak dilakukannya perendaman dalam larutan asam askorbat

(konsentrasi 0%) dan kentang segar varietas Tenggo memiliki kadar air yang lebih

Page 61: kentang dan diversifikasi

61

tinggi yaitu sebesar 79,89% bb. Kentang varietas Tenggo juga mempunyai

kemampuan penyerapan minyak yang tinggi. Hal tersebut ditunjukkan dengan

tingginya kadar lemak pada french fries yang dihasilkan.

French fries dari hasil penelitian Anggraini (2005) memiliki tekstur yang

lebih renyah dibandingkan hasil penelitian. Hal ini disebabkan adanya perlakuan

pencelupan dalam lemak jenuh. Pencelupan ini menyebabkan adanya lapisan

lemak pada permukaan bahan sehingga air yang ada dalam bahan akan sulit keluar

pada waktu penggorengan. Adanya air tersebut akan menyebabkan gelatinisasi

berlnagsung sempurna sehingga produk goreng menjadi lebih mengembang.

Menurut Haryadi (1993), pengembangan volume adalah sangat penting karena

semakin besar pengembangan maka produk akan semakin renyah.

Page 62: kentang dan diversifikasi

62

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Kentang varietas Krespo menghasilkan french fries kualitas terbaik dengan

warna mendekati kuning (1,91), tekstur mendekati agak renyah (1,85), flavor

agak enak (2,41) yang memiliki kadar air 55,06% bk (35,33% bb) dan

kandungan lemak sebesar 15,78% bk.

2. Metode hot water blanching selama 2 menit menghasilkan french fries

kualitas terbaik dengan warna kuning (2,22), tekstur mendekati agak renyah

(1,90), flavor mendekati enak (2,54) yang memiliki kadar air 58,89% bk

(36,69% bb) dan kandungan lemak sebesar 16,35% bk.

3. Perendaman dalam larutan asam askorbat 0,3% menghasilkan french fries

kualitas terbaik dengan warna kuning (2,31), tekstur mendekati agak renyah

(1,84), flavor mendekati enak (2,50) yang memiliki kadar air 49,46% bk

(33,0% bb) dan kandungan lemak sebesar 14,08% bk.

4. Hasil kombinasi perlakuan terbaik berdasarkan uji indeks efektivitas ditinjau

dari sifat sensorik dan kimia yaitu kentang varietas Krespo dengan perlakuan

metode hot water blanching dan perlakuan perendaman dalam larutan asam

askorbat 0,3% (V2B2A4). Hasil perlakuan ini memiliki warna kuning (2,33);

tekstur agak renyah (2,23); aroma agak kuat (2); flavor mendekati enak (2,5)

serta memiliki nilai kesukaan 2,4 yaitu agak suka dan mengandung kadar air

45,91% bk (31,38% bb); kadar lemak 12,68% bk dan kadar abu 1,55% bk.

Page 63: kentang dan diversifikasi

63

B. Saran

1. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan bahan alami maupun

bahan kimia lain untuk mencegah browning maupun after cooking darkening

pada french fries.

2. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai umur simpan dan cara kemasan primer

pada french fries yang tepat sehingga dapat diaplikasikan pada industri

makanan.