igo.docx
DESCRIPTION
MAKALAH INFLASI TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIATRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Inflasi merupakan suatu fenomena moneter yang selalu meresahkan dan
menggerogoti kebijakan ekonomi suatu Negara yang sedang melakukan
perbaikan. Inflasi tidak hanya mendongkrak kenaikan harga-harga umum dan
menurunkan nulai tukar rupiah terhadap mata uang asing, tetapi antara kaya
dan miskin, majikan dan pembantu, buruh dan karyawan serta kepercayaan
masyarakat kepada suatu pemerintahan.
Setiap Negara yang sedang melakukan perbaikan terhadap kebijakan
dinegara tersebut pasti ingin meningkatkan kemakmuran masyarakat luas dan
pemerataan kesejahteraan. Pemerataan dari setiap perbaikan biasanya dikaitkan
denganmasalah kemiskinan yang terjadi dinegara tersebut, jadi tujuan dari
penerapan berbagai kebijakan ekonomi adalah menciptakan kesejahteraan
untuk seluruh rakyat dengan kata lain pemerataan distribusi pendapatan.
B. Rumusan Masalah
1. Kenapa terjadi inflasi di Indonesia serta sebabnya?
2. Bagaimana cara memperbaiki perekonomian Indonesia dari pengaruh
inflasi?
3. Pengaruh inflasi terhadap perekonomian masyarakat Indonesia?
1
C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui penyebab terjadinya inflasi.
2. Mengetahui tindakan apa saja yang dilakukan pemerintah terhadap masalah
inflasi di I ndonesia.
3. Mengetahui pendapat masyarakat terhadap masalah inflasi.
D. Manfaat Penulisan
Hasil dari penulisan makalah ini diharapkan memberikan manfaat kepada
semua pihak, khususnya kepada teman-teman semua untuk menambah
pengetahuan dan wawasan dalam masalah inflasi yang terjadi terhadap
perekonomian di Indonesia serta kondisi saat pemulihan dari masalah tersebut.
Manfaat lain dari penulisan makalah ini adalah dengan adanya penulisan
makalah ini diharapkan dapat dijadikan acuan didalam menghadapi masalah
krisis ekonomi apabila terjadi lagi di negara Indonesia ataupun negara lain.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Tanda-tanda perekonomian mulai mengalami penurunan adalah
ditahun 1997 dimana pada masa itulah awal terjadinya krisis. Saat itu
pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya berkisar pada level 4,7 persen, sangat
rendah dibandingkan tahun sebelumnya yang 7,8 persen. Kondisi keamanan yang
belum kondusif akan sangat memengaruhi iklim investasi di Indonesia. Mungkin
hal itulah yang terus diperhatikan oleh pemerintah. Hal ini sangat berhubungan
dengan aktivitas kegiatan ekonomi yang berdampak pada penerimaan negara serta
pertumbuhan ekonominya. Adanya peningkatan pertumbuhan ekonomi yang
diharapkan akan menjanjikan harapan bagi perbaikan kondisi ekonomi dimasa
mendatang. Bagi Indonesia, dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi maka
harapan meningkatnya pendapatan nasional (GNP), pendapatan persaingan kapita
akan semakin meningkat, tingkat inflasi dapat ditekan, suku bunga akan berada
pada tingkat wajar dan semakin bergairahnya modal bagi dalam negeri maupun
luar negeri.
Namun semua itu bisa terwujud apabila kondisi keamanan dalam negeri
benar-benar telah kondusif. Kebijakan pemerintah saat ini di dalam
pemberantasan terorisme, serta pemberantasan korupsi sangat turut membantu
bagi pemulihan perekonomian. Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu
indikator makro ekonomi menggambarkan kinerja perekonomian suatu negara
akan menjadi prioritas utama bila ingin menunjukkan kepada pihak lain bahwa
aktivitas ekonomi sedang berlangsung dengan baik pada negaranya.
3
Inflasi
Bulan dan tahunPertumbuhan
ekonomi
Maret 2006 15.74 %
Juni 2006 15.53 %
September 2006 14.55 %
Desember 2006 6.60 %
Juli 2009 2.71 %
Juni 2009 3.65 %
Mei 2009 6.04 %
April 2009 7.31 %
Maret 2009 7.92 %
Februari 2009 8.60 %
Januari 2009 9.17 %
Desember 2008 11.06 %
November 2008 11.68 %
Oktober 2008 11.77 %
A. Pengertian Inflasi
4
Dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-
harga secara umum dan terus-menerus (kontinu) berkaitan dengan mekanisme
pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi
masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu
konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya
ketidaklancaran distribusi barang. Dengan kata lain, inflasi juga merupakan
proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Inflasi adalah proses dari
suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga
yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi adalah indikator
untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan
harga berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-memengaruhi.
Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan
persediaan uang yang kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya
harga. Ada banyak cara untuk mengukur tingkat inflasi, dua yang paling sering
digunakan adalah CPI dan GDP Deflator.
Inflasi dapat digolongkan menjadi empat golongan, yaitu inflasi ringan,
sedang, berat, dan hiperinflasi. Inflasi ringan terjadi apabila kenaikan harga
berada di bawah angka 10% setahun; inflasi sedang antara 10% - 30% setahun;
berat antara 30% - 100% setahun; dan hiperinflasi atau inflasi tak terkendali
terjadi apabila kenaikan harga berada di atas 100% setahun.
B. Penyebab Terjadinya Inflasi
5
Inflasi dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu tarikan permintaan (kelebihan
likuiditas/ uang/ alat tukar) dan yang kedua adalah desakan (tekanan) produksi
dan/ atau distribusi (kurangnya produksi (product or service) dan/atau juga
termasuk kurangnya distribusi). Untuk sebab pertama lebih dipengaruhi dari
peran negara dalam kebijakan moneter (Bank Sentral), sedangkan untuk sebab
kedua lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan eksekutor yang
dalam hal ini dipegang oleh Pemerintah (Government) seperti fiskal
(perpajakan/ pungutan/ insentif/ disinsentif), kebijakan pembangunan
infrastruktur, regulasi, dll.
Inflasi tarikan permintaan terjadi akibat adanya permintaan total yang
berlebihan dimana biasanya dipicu oleh membanjirnya likuiditas di pasar
sehingga terjadi permintaan yang tinggi dan memicu perubahan pada tingkat
harga. Bertambahnya volume alat tukar atau likuiditas yang terkait dengan
permintaan terhadap barang dan jasa mengakibatkan bertambahnya permintaan
terhadap faktor-faktor produksi tersebut. Meningkatnya permintaan terhadap
faktor produksi itu kemudian menyebabkan harga faktor produksi meningkat.
Jadi, inflasi ini terjadi karena suatu kenaikan dalam permintaan total sewaktu
perekonomian yang bersangkutan dalam situasi full employment dimanana
biasanya lebih disebabkan oleh rangsangan volume likuiditas dipasar yang
berlebihan. Membanjirnya likuiditas di pasar juga disebabkan oleh banyak
faktor selain yang utama tentunya kemampuan bank sentral dalam mengatur
peredaran jumlah uang, kebijakan suku bunga bank sentral, sampai dengan aksi
spekulasi yang terjadi di sektor industri keuangan.
6
Inflasi desakan biaya terjadi akibat adanya kelangkaan produksi dan/ atau
juga termasuk adanya kelangkaan distribusi, walau permintaan secara umum
tidak ada perubahan yang meningkat secara signifikan. Adanya ketidak-
lancaran aliran distribusi ini atau berkurangnya produksi yang tersedia dari
rata-rata permintaan normal dapat memicu kenaikan harga sesuai dengan
berlakunya hukum permintaan-penawaran, atau juga karena terbentuknya
posisi nilai keekonomian yang baru terhadap produk tersebut akibat pola atau
skala distribusi yang baru.
Berkurangnya produksi sendiri bisa terjadi akibat berbagai hal seperti
adanya masalah teknis di sumber produksi (pabrik, perkebunan, dll), bencana
alam, cuaca, atau kelangkaan bahan baku untuk menghasilkan produksi tsb,
aksi spekulasi (penimbunan), dll, sehingga memicu kelangkaan produksi yang
terkait tersebut di pasaran. Begitu juga hal yang sama dapat terjadi pada
distribusi, dimana dalam hal ini faktor infrastruktur memainkan peranan yang
sangat penting.
Meningkatnya biaya produksi dapat disebabkan 2 hal, yaitu :
1. Kenaikan harga bahan baku
2. Kenaikan upah/ gaji
Penyebab terjadinya inflasi yang pada awalnya diyakini oleh pihak Bank
Indonesia dan Bappenas karena kenaikan harga minyak dunia dan `subprime
mortgage` yang terjadi di Amerika Serikat, ternyata dihantam pula oleh
kenaikan harga pangan. Gejolak perekonomian dunia yang berujung pada
inflasi sesungguhnya mulai tampak saat pendapatan per kapita Amerika Serikat
mulai turun. Namun sayangnya para ekonom di tanah air banyak yang tidak
7
menyetujuinya tanda-tanda itu. Salah satu sumber mngatakan beberapa cara
ubtuk mengatasi masalah inflasi tersebut. Diantaranya adalah :
1. Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter adalah kebijakan yang bertujuan untuk
meningkatkan pendapatan nasional dengan cara mengubah jumlah uang
yang beredar. Penyebab inflasi diantara jumlah uang yang beredar terlalu
banyak sehingga dengan kebijakan ini diharapkan jumlah uang yang beredar
dapat dikurangi menuju kondisi normal.
Kebijakan moneter dapat dilakukan melalui instrument-instrumen
berikut:
o Politik diskoto (Politik uang ketat) : bank menaikkan suku bunga
sehingga jumlah uang yang beredar dapat dikurangi.Kebijakan diskonto
dilakukan dengan menaikkan tingkat bunga sehingga mengurangi
keinginan badan-badan pemberi kredit untuk mengeluarkan pinjaman
guna memenuhi permintaan pinjaman dari masyarakat. Akibatnya,
jumlah kredit yang dikeluarkan oleh badan-badan kredit akan berkurang,
yang pada akhirnya mengurangi tekanan inflasi.
o Politik pasar terbuka : bank sentral menjual obligasi atau surat berharga
ke pasar modal untuk menyerap uang dari masyarakat dan dengan
menjual surat berharga bank sentral dapat menekan perkembangan
jumlah uang beredar sehingga jumlah uang beredar dapat dikurangi dan
laju inflasi dapat lebih rendah. Operasi pasar terbuka (open market
operation), biasa disebut dengan kebijakan uang ketat (tight money
policy), dilakukan dengan menjual surat-surat berharga, seperti obligasi
8
negara, kepada masyarakat dan bank-bank. Akibatnya, jumlah uang
beredar di masyarakat dan pemberian kredit oleh badan-badan kredit
(bank) berkurang, yang pada akhirnya dapat mengurangi tekanan inflasi.
o Peningkatan cash ratio: Kebijakan persediaan kas artinya cadangan yang
diwajibkan oleh Bank Sentral kepada bank-bank umum yang besarnya
tergantung kepada keputusan dari bank sentral/ pemerintah. Dengan jalan
menaikan perbandingan antara uang yang beredar dengan uang yang
mengendap di dalam kas mengakibatkan kemampuan bank untuk
menciptakan kredit berkurang sehingga jumlah uang yang beredar akan
berkurang. Menaikkan cadangan uang kas yang ada di bank sehingga
jumlah uang bank yang dapat dipinjamkan kepada debitur/ masyarakat
menjadi berkurang. Hal ini berarti dapat mengurangi jumlah uang yang
beredar.
2. Kebijakan Fiskal
Kebijakan Fiskal adalah kebijakan yang berhubugan dengan finansial
pemerintah. Kebijakan fiskal dapat dilakukan melalui instrument berikut:
o Mengatur penerimaan dan pengeluaran pemerintah, sehingga
pengeluaran keseluruhan dalam perekonomian bisa dikendalikan.
Pemerintah tidak menambah pengeluarannya agar anggaran tidak defisit.
o Menaikkan pajak. Dengan menaikkan pajak, konsumen akan mengurangi
jumlah konsumsinya karena sebagian pendapatannya untuk membayar
pajak. Dan juga akan mengakibatkan penerimaan uang masyarakat
berkurang dan ini berpengaruh pada daya beli masyarakat yang menurun,
9
dan tentunya permintaan akan barang dan jasa yang bersifat konsumtif
tentunya berkurang.
3. Kebijakan Non Moneter
Kebijakan nom moneter adalah kebijakan yang tidak berhubungan
dengan finansial pemerintah maupun jumla uang yang beredar, cara ini
merupakan langkah alternatif untuk mengatasi inflasi. Kebijakan non
moneter dapat dilakukan melalui instrument berikut:
o Mendorong agar pengusaha menaikkan hasil produksinya.
Cara ini cukup efektif mengingat inflasi disebabkan oleh kenaikan
jumlah barang konsumsi tidak seimbang dengan jumlah uang yang
beredar. Oleh karena itu pemerintah membuat prioritas produksi atau
memberi bantuan (subsidi) kepada sektor produksi bahan bakar, produksi
beras.
o Menekan tingkat upah.
Tidak lain merupakan upaya menstabilkan upah/ gaji, dalam pengertian
bahwa upah tidak sering dinaikan karena kenaikan yang relatif sering
dilakukan akan dapat meningkatkan daya beli dan pada akhirnya akan
meningkatkan permintaan terhadap barang-barang secara keseluruhan
dan pada akhirnya akan menimbulkan inflasi.
o Pemerintah melakukan pengawasan harga dan sekaligus menetapkan
harga maksimal.
o Pemerintah melakukan distribusi secara langsung.
Dimaksudkan agar harga tidak terjadi kenaikan, hal ini seperti yang
dilakukan pemerintah dalam menetapkan harga tertinggi (harga eceran
10
tertinggi/ HET). Pengendalian harga yang baik tidak akan berhasil tanpa
ada pengawasan. Pengawasan yang tidak baik biasanya akan
menimbulkan pasar gelap. Untuk menghindari pasar gelap maka
distribusi barang harus dapat dilakukan dengan lancar, seperti yang
dilakukan pemerintah melalui Bulog atau KUD.
o Penanggulangan inflasi yang sangat parah (hyper inflation) ditempuh
dengan cara melakukan sneering (pemotongan nilai mata uang). Sanering
berasal dari bahasa Belanda yang berarti penyehatan, pembersihan,
reorganisasi. Kebijakan sanering antara lain:
- Penurunan nilai uang
- Pembekuan sebagian simpanan pada bank-bank dengan ketentuan
bahwa simpanan yang dibekukan akan diganti menjadi simpanan
jangka panjang oleh pemerintah.
Senering ini pernah dilakukan oleh pemerintah pada tahun 1960-an
pada saat inflasi mencapai 650%. Pemerintah memotong nilai mata
uang pecahan Rp. 1.000,00 menjadi Rp. 1,00.
o Kebijakan yang berkaitan dengan output.
Kenaikan output dapat memperkecil laju inflasi. Kenaikan jumlah output
ini dapat dicapai misalnya dengan kebijakan penurunan bea masuk
sehingga impor barang cenderung meningkat. Bertambahnya jumlah
barang di dalam negeri cenderung menurunkan harga.
o Kebijakan penentuan harga dan indexing. Ini dilakukan dengan
penentuan ceiling price.
11
o Devaluasi adalah penurunan nilai mata uang dalam negeri terhadap mata
uang luar negeri. Jika hal tersebut terjadi biasanya pemerintah melakukan
intervensi agar nilai mata uang dalam negeri tetap stabil. Istilah devaluasi
lebih sering dikaitkan dengan menurunnya nilai uang satu negara
terhadap nilai mata uang asing. Devaluasi juga merujuk kepada kebijakan
pemerintah menurunkan nilai mata uang sendiri terhadap mata uang
asing.
Sidang kabinet terbatas pertama yang dipimpin Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY) setelah perombakan tim ekonomi Kabinet Indonesia
Bersatu (KIB) memutuskan akan menerapkan kebijakan moneter ketat.
Dijelaskan bahwa tingkat inflasi di ujung tahun 2005 diperkirakan 18 persen
dan hingga kuartal II masih akan cukup tinggi, namun akan mulai menurun
pada akhir 2006 berkisar 7-8 persen. Kebijakan moneter ketat dilakukan dalam
upaya mencapai pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan penyerapan
tenaga kerja dalam jumlah besar secara bertahap (gradual).
Namun, dengan melihat tingginya inflasi, pemerintah harus hati-hati
menyikapinya jika tak ingin perekonomian kita kian terpuruk. Kondisi ini
menunjukkan pemerintah terbukti salah mengukur batas kemampuan ekonomi
rakyat, dan tidak mampu mengendalikan laju inflasi.
Pemerintah jelas salah memperkirakan penyebab dan batas kemampuan
masyarakat untuk menyesuaikan diri. Kenaikan harga BBM (bahan bakar
minyak) secara drastis dalam kondisi tak normal, menghasilkan akibat berantai
yang cukup kompleks (spiral inflation). Apalagi, dapat dipastikan Bank
Indonesia akan kembali menaikkan suku bunga dan moneter secara ketat.
12
Apabila kondisi suku bunga berada di atas tingkat inflasi, maka banyak orang
akan lebih suka membeli dolar AS.
Kesalahan ini juga karena bertumpuknya kebijakan fiskal dengan variabel
inflatoir dalam waktu singkat. Kenaikan harga BBM bertumpuk dengan efek
musiman, depresiasi rupiah dan membengkaknya peredaran uang karena
realisasi proyek. Implikasinya diperkirakan akan terus berlanjut. Karena,
kemungkinan besar pemerintah akan menaikkan tarif dasar listrik (TDL) pada
awal 2006.
Yang perlu diwaspadai, dampak kenaikan harga makanan olahan atas
inflasi bulan November karena belum terrefleksi dalam inflasi Oktober. Di lain
pihak, sebagian masyarakat masih menghadapi hari besar pada akhir tahun
nanti. Dan, tentunya kenaikan gaji PNS (pegawai negeri sipil) secara psikologis
akan mendorong pula laju inflasi.
Inflasi seperti yang kita ketahui ini merupakan gejala biasa dalam ekonomi
makro, namun sangat penting dan selalu dialami di hampir semua negara. Ini
ditandai dengan kecenderungan kenaikan harga-harga barang secara umum dan
terus-menerus. Yang jelas, kenaikan harga dari satu atau dua jenis barang saja
tidak dapat dikatakan inflasi, kecuali keadaan tersebut meluas hingga
mengakibatkan kenaikan harga barang-barang lainnya. Inflasi praktis menjadi
"pencuri" bagi yang berpendapatan tetap atau pas-pasan karena mengurangi
daya beli.
Terhadap harga-harga barang yang diatur atau ditentukan pemerintah, BPS
(Badan Pusat Statistik) mungkin tidak akan mencatat adanya kenaikan karena
yang dicatat harga-harga "resmi" pemerintah. Tetapi dalam realitanya, bisa saja
13
harga-harga terus naik. Keadaan ini tak terelakkan karena harga barang-barang
"tidak resmi" ternyata lebih tinggi (cenderung naik) daripada harga "resmi".
Dalam hal ini sebenarnya telah terjadi "inflasi yang ditutupi", yang suatu waktu
akan muncul karena semakin tidak relevan dengan keadaan yang ada.
Kondisi ini tentu akan menimbulkan akibat buruk di kemudian hari yang
harus dipikul masyarakat. Selain itu, tingginya inflasi akan berimbas pada
terhambatnya laju pertumbuhan ekonomi akibat menurunnya daya beli
masyrakat karena kenaikan harga-harga. Banyak negara selalu menganggap
remeh masalah inflasi di tengah upaya membangun struktur perekonomian
yang kuat. Inflasi diyakini sebagai hal yang tidak dapat dielakkan dalam proses
pembangunan ekonomi suatu negara.
Di kalangan para perencana pembangunan ekonomi selalu timbul
pertentangan pendapat mengenai peranan inflasi dalam pembangunan ekonomi
suatu negara. Kontroversi pertentangan pendapat ini biasanya terjadi antara
golongan moneteris (monetarist) dan strukturalis (structuralist).
Para penganut golongan moneteris menganggap bahwa inflasi disebabkan
oleh kelebihan penawaran uang dan permintaan agregat masyarakat.
Pandangan ini sejalan dengan teori konvensional bahwa terjadinya inflasi
akibat permintaan terus bertambah, sementara kapasitas untuk memroduksikan
barang-barang telah mencapai tingkat maksimum. Artinya, semakin banyak
uang beredar akan memengaruhi permintaan agregat atau konsumsi. Dalam
Quantity Theory of Money, laju pertumbuhan uang beredar sama dengan laju
inflasi apabila output riil konstan.
14
Sedangkan menurut pemikir-an kaum strukturalis, inflasi di negara-negara
berkembang lebih bersifat cost push inflation daripada demand pull inflation.
Ini disebabkan akibat biaya produksi yang tinggi, terkait dengan 3 komponen
utama; upah pekerja, pembelian bahan-bahan baku yang digunakan, dan biaya
impor barang-barang kapital atau pembantu (intermediate goods).
Inflasi di Indonesia termasuk dalam kategori demand pull inflation, inflasi
yang timbul karena permintaan masyarakat akan berbagai barang terlalu kuat,
sementara daya beli semakin lemah. Meningkatnya inflasi di Indonesia karena
faktor lain, yakni akibat kenaikan harga BBM sebagai bahan kebutuhan
masyarakat yang amat strategis. Dengan kata lain, penyebab inflasi di
Indonesia lebih karena faktor sisi penawaran.
Dalam cost push inflation, biasanya kenaikan harga (barang-barang
produksi) dibarengi dengan penurunan omzet penjualan barang. Namun inflasi
macam ini sebenarnya jarang dijumpai. Pada umumnya inflasi yang terjadi
adalah kombinasi dari kedua macam inflasi tersebut dan keduanya saling
memperkuat satu sama lain. Selain itu inflasi dari dalam negeri (domestic
inflation) timbul karena defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan uang
hasil pencetakan baru, akibat panen gagal, dan sebagainya.
Kenaikan inflasi akibat kondisi tekanan kondisi harga minyak mentah
dunia (imported inflation) dan kenaikan harga barang-barang impor
mengakibatkan kenaikan indeks biaya hidup secara langsung karena sebagian
barang yang dibutuhkan berasal dari impor. Sementara secara tidak langsung,
kenaikan indeks harga terjadi karena kenaikan ongkos produksi akibat
tingginya harga berbagai barang yang menggunakan bahan mentah impor. Ini
15
berdampak pada kenaikan harga barang-barang dalam negeri akibat kenaikan
pengeluaran pemerintah/ swasta yang berusaha menyesuaikan diri atas
depresiasi nilai mata uang dalam negeri terhadap valuta asing.
C. Penggolongan Tingkat Inflasi
Tingkat inflasi merupakan variabel ekonomi makro paling penting dan
paling ditakuti oleh para pelaku ekonomi termasuk Pemerintah, karena dapat
membawa pengaruh buruk pada struktur biaya produksi dan tingkat
kesejahteraan. Bahkan satu rezim kabinet pemerintahan dapat jatuh hanya
karena tidak dapat menekan dan mengendalikan lonjakan tingkat inflasi.
Tingkat inflasi yang naik berpuluh kali lipat, seperti yang dialami oleh
pemerintahan rezim Soekarno dan rezim Marcos, menjadi bukti nyata dari
rawannya dampak negatif yang harus ditanggung para pengusaha dan
masyarakat.
Dalam jangka pendek, tingkat inflasi di Indonesia dapat ditekan di bawah
angka 10% setelah sebelumnya mengalami lonjakan yang terduga mencapai 18
persen pada akhir tahun 2005. Lonjakan tersebut lebih banyak dipengaruhi oleh
dampak negatif dari pengaruh multiplier peningkatan harga minyak bumi dunia
pada kisaran 60 sampai 70 dollar AS selama tahun 2005. Seperti kita alami
tingginya harga minyak bumi dunia ini membawa implikasi dikeluarkannya
kebijakan penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri dan
pengurangan subsidi Pemerintah untuk harga BBM tersebut.
Pada paruh pertama tahun 2006 ini, harga minyak bumi tersebut belum
juga turun, sebagian dipengaruhi oleh ekskalasi ketegangan akibat serangan
16
pasukan Israel ke wilayah Libanon Selatan. Penurunan tingkat inflasi pada
pertengahan tahun 2006 membawa ruang gerak yang lebih leluasa bagi Bank
Indonesia untuk segera menurunkan tingkat bunga BI Rate secara bertahap.
Kecenderungan ini mendapatkan response dari kalangan dunia usaha dan
masyarakat dengan meningkatnya tingkat kepercayaan konsumen pada bulan
Agustus.
Perkembangan Inflasi 1970 – 2005 Gejolak dan perkembangan tingkat
inflasi di Indonesia memiliki kecenderungan berikut ini :
1. Dari kondisi tingkat inflasi yang sangat tinggi (hyperinflation) pada masa
pemerintahan Orde Lama (kabinet Soekarno) maka praktis sejak tahun 1970
Indonesia mengalami tingkat inflasi yang sedang. Hyperinflation adalah
tingkat inflasi melebihi 50 % per bulannya.
2. Tingkat inflasi ini kemudian menunjukkan trend yang menurun selama
periode 1970-71, yang sebagian besar didorong oleh program stabilisasi
ekonomi yang dijalankan pemerintah pada era kabinet Soeharto.
3. Tingkat inflasi ternyata masih naik kembali pada periode 1972-74, yang
akhirnya mencapai 41% pada tahun 1974.
4. Tingkat inflasi ini berhasil ditekan selama periode 1970-1992 mencapai
tingkatan rata-rata 12,7% per tahunnya. Baru kemudian sejak tahun 1988,
angka inflasi selalu dibawah 10% dihitung dengan metode indeks biaya
hidup.
5. Pada era pemerintahan sejak krisis perekonomian pada tahun 1998-99, laju
inflasi masih bergejolak; tetapi dengan rentan fluktuasi batas satu digit
( dibawah tingkat 10%).
17
6. Program pengendalian inflasi yang sukses setelah krisis ekonomi, masih
bergejolak kembali pada pertengahan tahun 2005. Gejolak ini dipengaruhi
oleh kebijakan pemerintahan kabinet Soesilo Bambang Yudhoyono dalam
melepas program subsidi BBM dan menaikankan harga BBM di dalam
negeri.
Faktor-Faktor Pemicu Tingkat Inflasi Laju kenaikan tingkat inflasi
dipengaruhi oleh berbagai faktor, sebagian ditentukan dari sudut pandang teori
inflasi yang dianut. Pada kasus perekonomian di Indonesia paling tidak
terdapat beberapa faktor yang baik secara langsung maupun secara psikologis
dapat mendorong trend kenaikan tingkat inflasi. Faktor ekonomi dan non-
ekonomi yang diperkirakan mempengaruhi tingkat inflasi di negara kita antara
lain dapat diidentifikasi berikut ini:
1. Adanya peningkatan jumlah uang beredar. Peningkatan jumlah uang beredar
ini di Indonesia disebabkan antara lain oleh peristiwa:
o Kenaikan harga migas di luar negeri
o Meningkatnya bantuan luar negeri
o Masuknya modal asing, khususnya investasi portfolio di pasar uang
o Meningkatnya anggaran Pemerintah secara mencolok
o Depresiasi nilai Rupiah dan gejolak mata uang konvertibel
2. Adanya tekanan pada tingkat harga umum, yang dapat dipengaruhi oleh
kejadian-kejadian berikut ini :
o Penurunan produksi pangan akibat musim kering yang berkepanjangan
o Peningkatan harga komoditi umum secara mendadak
o Pencabutan program subsidi BBM
18
o Kenaikan harga BBM yang mencolok
o Kenaikan tarif listrik
3. Kebijakan Pemerintah dalam mendorong kegiatan ekspor non-migas;
maupun kebijakan lainnya yang bersifat distortif seperti antara lain:
o Lonjakan inflasi setelah dikeluarkannya kebijakan devaluasi
o Kebijakan tata niaga yang menciptakan pasar yang oligopolistis dan
monopolistis
o Pungutan-pungutan yang dikenakan dalam perjalanan lalu lintas barang
dan mobilitas tenaga kerja
o Kebijakan peningkatan tingkat upah minimum regional
4. Peningkatan pertumbuhan agregat demand yang dipicu oleh perubahan
selera masyarakat, atau kebijakan pemberian bonus perusahaan dan faktor
spekulatif lainnya:
o Pemberian bonus THR mendekati jatuhnya Hari Raya.
o Pemberian bonus prestasi perusahaan
o Perkembangan pusat belanja yang ekspansif dengan mematikan fungsi
keberadaan pasar tradisional di lokalitas tertentu.
Pada masa lalu pencetus inflasi di Indonesia lebih dipengaruhi oleh inflasi
yang berasal dari impor bahan baku dan penolong. Hal ini beralasan karena
sebagian besar dari bahan baku tersebut masih diimpor dari luar negeri, akibat
struktur industri yang sedikit mengandung local content. Dua faktor dapat
berpengaruh atas kenaikkan harga di dalam negeri.
1. Jika terjadi kelangkaan pasokan akibat gangguan logistik atau perubahan
permintaaan dunia atas bahan baku tersebut di dunia.
19
2. Jika terjadi penurunan nilai rupiah kita terhadap mata uang asing utama
seperti dollar Amerika Serikat.
Saat ini inflasi di negara kita lebih banyak dipengaruhi oleh lonjakan harga
minyak bumi di pasar internasional, yang dapat mendorong lebih lanjut biaya
pengadaan sumber energi listrik dan bahan bakar untuk sebagian besar pabrik-
pabrik pengolahan.
Dimasa depan ancaman lonjakan harga minyak bumi masih akan
mengancam inflasi di negara kita. Potensi kelangkaan bahan baku batubara dan
gas akan juga terjadi dan mengakibatkan kenaikkan biaya energi.
Disamping itu ancaman jangka menengah atas kemungkinan terjadinya
inflasi di beberapa daerah di Indonesia adalah akibat adanya kelangkaan bahan
makanan pokok masyarakat yang timbul akibat paceklik, hama penyakit, dan
penurunan produktivitas padi, kedelai dan kacang-kacangan.
Memang inflasi pada tingkat yang rendah merupakan perangsang bagi
produsen untuk menambah kapasitas produksinya; tetapi jika terlalu tinggi
akan memberikan dampak negatif atas meningkatnya ketidakpastian dan
penurunan daya beli konsumen, sekaligus potensi penjualan perusahaan.
(copyright@aditiawan chandra).
Berdasarkan asalnya, inflasi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu inflasi
yang berasal dari dalam negeri dan inflasi yang berasal dari luar negeri. Inflasi
berasal dari dalam negeri misalnya terjadi akibat terjadinya defisit anggaran
belanja yang dibiayai dengan cara mencetak uang baru dan
gagalnya pasar yang berakibat harga bahan makanan menjadi mahal.
Sementara itu, inflasi dari luar negeri adalah inflasi yang terjadi sebagai akibat
20
naiknya harga barang impor. Hal ini bisa terjadi akibat biaya produksi barang
di luar negeri tinggi atau adanya kenaikan tarif impor barang.
Inflasi juga dapat dibagi berdasarkan besarnya cakupan pengaruh terhadap
harga. Jika kenaikan harga yang terjadi hanya berkaitan dengan satu atau dua
barang tertentu, inflasi itu disebut inflasi tertutup (Closed Inflation). Namun,
apabila kenaikan harga terjadi pada semua barang secara umum, maka inflasi
itu disebut sebagai inflasi terbuka (Open Inflation). Sedangkan apabila
serangan inflasi demikian hebatnya sehingga setiap saat harga-harga terus
berubah dan meningkat sehingga orang tidak dapat menahan uang lebih lama
disebabkan nilai uang terus merosot disebut inflasi yang tidak
terkendali (Hiperinflasi). Berdasarkan keparahannya inflasi juga dapat
dibedakan :
1. Inflasi ringan (kurang dari 10% / tahun)
2. Inflasi sedang (antara 10% sampai 30% / tahun)
3. Inflasi berat (antara 30% sampai 100% / tahun)
4. Hiperinflasi (lebih dari 100% / tahun)
D. Mengukur Inflasi
Inflasi diukur dengan menghitung perubahan tingkat persentase perubahan
sebuah indeks harga. Indeks harga tersebut di antaranya:
- Indeks harga konsumen (IHK) atau consumer price index (CPI), adalah
indeks yang mengukur harga rata-rata dari barang tertentu yang dibeli oleh
konsumen.
- Indeks biaya hidup atau cost-of-living index (COLI).
21
- Indeks harga produsen adalah indeks yang mengukur harga rata-rata dari
barang-barang yang dibutuhkan produsen untuk melakukan proses produksi.
IHP sering digunakan untuk meramalkan tingkat IHK di masa depan karena
perubahan harga bahan baku meningkatkan biaya produksi, yang kemudian
akan meningkatkan harga barang-barang konsumsi.
- Indeks harga komoditas adalah indeks yang mengukur harga dari
komoditas-komoditas tertentu.
- Indeks harga barang-barang modal.
- Deflator PDB menunjukkan besarnya perubahan harga dari semua barang
baru, barang produksi lokal, barang jadi, dan jasa.
E. Dampak Inflasi
Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif tergantung parah atau
tidaknya inflasi. Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang
positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu
meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk
bekerja, menabung dan mengadakan investasi. Sebaliknya, dalam masa inflasi
yang parah, yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi), keadaan
perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu. Orang menjadi
tidak bersemangat kerja, menabung, atau
mengadakan investasi dan produksi karena harga meningkat dengan cepat. Para
penerima pendapatan tetap seperti pegawai negeri atau karyawan swasta serta
kaum buruh juga akan kewalahan menanggung dan mengimbangi harga
22
sehingga hidup mereka menjadi semakin merosot dan terpuruk dari waktu ke
waktu.
Bagi masyarakat yang memiliki pendapatan tetap, inflasi sangat
merugikan. Kita ambil contoh seorang pensiunan pegawai negeri tahun 1990.
Pada tahun 1990, uang pensiunnya cukup untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya, namun di tahun 2003 atau tiga belas tahun kemudian, daya beli
uangnya mungkin hanya tinggal setengah. Artinya, uang pensiunnya tidak lagi
cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebaliknya, orang yang
mengandalkan pendapatan berdasarkan keuntungan, seperti
misalnya pengusaha, tidak dirugikan dengan adanya inflasi. Begitu juga halnya
dengan pegawai yang bekerja di perusahaan dengan gaji mengikuti tingkat
inflasi.
Inflasi juga menyebabkan orang enggan untuk menabung karena
nilai mata uang semakin menurun. Memang, tabungan menghasilkan bunga,
namun jika tingkat inflasi di atas bunga, nilai uang tetap saja menurun. Bila
orang enggan menabung, dunia usaha dan investasi akan sulit berkembang.
Karena, untuk berkembang dunia usaha membutuhkan dana dari bank yang
diperoleh dari tabungan masyarakat.
Bagi orang yang meminjam uang dari bank (debitur), inflasi
menguntungkan, karena pada saat pembayaran utang kepada kreditur, nilai
uang lebih rendah dibandingkan pada saat meminjam. Sebaliknya, kreditur atau
pihak yang meminjamkan uang akan mengalami kerugian karena nilai uang
pengembalian lebih rendah jika dibandingkan pada saat peminjaman.
23
Bagi produsen, inflasi dapat menguntungkan bila pendapatan yang
diperoleh lebih tinggi daripada kenaikan biaya produksi. Bila hal ini terjadi,
produsen akan terdorong untuk melipat gandakan produksinya (biasanya terjadi
pada pengusaha besar). Namun, bila inflasi menyebabkan naiknya biaya
produksi hingga pada akhirnya merugikan produsen, maka produsen enggan
untuk meneruskan produksinya. Produsen bisa menghentikan produksinya
untuk sementara waktu. Bahkan, bila tidak sanggup mengikuti laju inflasi,
usaha produsen tersebut mungkin akan bangkrut (biasanya terjadi pada
pengusaha kecil).
Secara umum, inflasi dapat mengakibatkan berkurangnya investasi di
suatu negara, mendorong kenaikan suku bunga, mendorong penanaman modal
yang bersifat spekulatif, kegagalan pelaksanaan pembangunan, ketidakstabilan
ekonomi, defisit neraca pembayaran, dan merosotnya tingkat kehidupan dan
kesejahteraan masyarakat.
F. Peran Bank Sentral
Bank sentral memainkan peranan penting dalam mengendalikan inflasi.
Bank sentral suatu negara pada umumnya berusaha mengendalikan tingkat
inflasi pada tingkat yang wajar. Beberapa bank sentral bahkan memiliki
kewenangan yang independen dalam artian bahwa kebijakannya tidak boleh
diintervensi oleh pihak di luar bank sentral termasuk pemerintah. Hal ini
disebabkan karena sejumlah studi menunjukkan bahwa bank sentral yang
kurang independen salah satunya disebabkan intervensi pemerintah yang
24
bertujuan menggunakan kebijakan moneter untuk mendorong perekonomian
akan mendorong tingkat inflasi yang lebih tinggi.
Bank sentral umumnya mengandalkan jumlah uang beredar dan/ atau
tingkat suku bunga sebagai instrumen dalam mengendalikan harga. Selain itu,
bank sentral juga berkewajiban mengendalikan tingkat nilai tukar mata uang
domestik. Hal ini disebabkan karena nilai sebuah mata uang dapat bersifat
internal (dicerminkan oleh tingkat inflasi) maupun eksternal (kurs). Saat ini
pola inflation targeting banyak diterapkan oleh bank sentral di seluruh dunia,
termasuk oleh Bank Indonesia.
25
DAFTAR PUSTAKA
http://businessenvironment.wordpress.com/2006/11/23/menyimak-karakter-
inflasi-di-indonesia/
http://id.wikipedia.org/wiki/Inflasi
http://daneea.wordpress.com/2010/04/24/cara-mengatasi-terjadinya-inflasi/
http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=129535
http://id.wikipedia.org/wiki/Inflasi_dan_perekonomian_Indonesia
26