identifikasi single nucleotide polymorphism (snp) …digilib.unila.ac.id/57739/3/skripsi tanpa bab...

64
IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM (SNP) PADA GEN APICAL MEMBRANE ANTIGEN-1 (AMA-1) Plasmodium falciparum DI WILAYAH PUSKESMAS KABUPATEN PESAWARAN LAMPUNG Skripsi Oleh SRI JANAHTUL HAYATI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2019

Upload: others

Post on 04-Mar-2020

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM (SNP) …digilib.unila.ac.id/57739/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-07-11 · identifikasi single nucleotide polymorphism (snp)

IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM (SNP) PADA GEN APICAL MEMBRANE ANTIGEN-1 (AMA-1) Plasmodium falciparum DI WILAYAH PUSKESMAS KABUPATEN PESAWARAN LAMPUNG

Skripsi

Oleh

SRI JANAHTUL HAYATI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2019

Page 2: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM (SNP) …digilib.unila.ac.id/57739/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-07-11 · identifikasi single nucleotide polymorphism (snp)

IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM (SNP) PADA GEN APICAL MEMBRANE ANTIGEN-1 (AMA-1) Plasmodium falciparum DI WILAYAH PUSKESMAS KABUPATEN PESAWARAN LAMPUNG

Oleh

Sri Janahtul Hayati

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Lulus Sarjana Kedokteran

Pada

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2019

Page 3: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM (SNP) …digilib.unila.ac.id/57739/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-07-11 · identifikasi single nucleotide polymorphism (snp)

ABSTRACT

IDENTIFICATION OF SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM (SNP)

OF THE Plasmodium falciparum APICAL MEMBRANE ANTIGEN-1 (AMA-1) GENE AT PRIMARY HEALTH CARE OF PESAWARAN

REGION, LAMPUNG

By

Sri Janahtul Hayati Background: Malaria is an infectious disease in humans caused by protozoa of the genus plasmodium. The most common type of plasmodium which causes malaria is Plasmodium falciparum. The high number of malaria cases that occur can be caused by many factors, one of the factor is the Single Nucleotide Polymorphism (SNP) that presents in plasmodium. This kind of genetic diversity needs to be verified to found the right vaccine to eradicate malaria. Method: This research used a survey research design with descriptive method. Sample obtained from 18 stored Archived Biological Materials (ABM). The examination was carried out by using the PCR method and sequencing to identify the SNP in the AMA-1 gene. Result: There were 18 samples that had been carried out by PCR and sequencing. The result shows there are 6 SNP’s in some positions of AMA-1 gene. Conclusion: There are single nucleotide polymorphisms (SNP) in Plasmodium falciparum Apical Membrane Antigen-1 (AMA-1) gene at the primary health care of Pesawaran Region, Lampung. Keyword: Malaria, Plasmodium falciparum, Apical Membrane Antigen-1 (AMA-1), Single Nucleotide Polymorphism (SNP), Polymerase Chain Reaction (PCR)

Page 4: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM (SNP) …digilib.unila.ac.id/57739/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-07-11 · identifikasi single nucleotide polymorphism (snp)

ABSTRAK

IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM (SNP) PADA GEN APICAL MEMBRANE ANTIGEN-1 (AMA-1) Plasmodium falciparum DI WILAYAH PUSKESMAS KABUPATEN PESAWARAN LAMPUNG

Oleh

Sri Janahtul Hayati Latar Belakang: Malaria adalah suatu penyakit infeksi pada manusia yang disebabkan oleh protozoa dari genus plasmodium. Jenis plasmodium yang paling sering menyebabkan malaria adalah Plasmodium falciparum. Tingginya kasus malaria yang terjadi dapat disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya adalah Single Nucleotide Polymorphism (SNP) yang ada pada plasmodium. Keragaman genetik berupa SNP ini perlu diidentifikasi untuk dapat mengetahui vaksin yang tepat dalam membasmi malaria. Metode: Jenis penelitian ini menggunakan rancangan penelitian survey dan bersifat deskriptif. Sampel penelitian diperoleh dari Bahan Biologi tersimpan (BBT) sebanyak 18 sampel. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode PCR dan sekuensing untuk melihat adanya SNP pada gen AMA-1. Hasil: Terdapat 18 sampel yang telah dilakukan PCR, dan 2 sampel dilanjutkan dengan metode sekuensing. Dari hasil sekuensing didapatkan 6 buah SNP dibeberapa posisi pada gen AMA-1 Kesimpulan: Ditemukan Single Nucleotide Polymorphism pada gen Apical Membrane Antigen-1 (AMA-1) Plasmodium falciparum di wilayah puskesmas Kabupaten Pesawaran Lampung. Kata Kunci: Malaria, Plasmodium falciparum, Apical Membrane Antigen-1 (AMA-1), Single Nucleotide Polymorphism (SNP), Polymerase Chain Reaction (PCR)

Page 5: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM (SNP) …digilib.unila.ac.id/57739/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-07-11 · identifikasi single nucleotide polymorphism (snp)

Judul Skripsi : IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE

POLYMORPHISM (SNP) PADA GEN APICAL MEMBRANE ANTIGEN-1 (AMA-1) Plasmodium falciparum DI WILAYAH PUSKESMAS KABUPATEN PESAWARAN LAMPUNG

Nama Mahasiswa : Sri Janahtul Hayati No. Pokok Mahasiswa : 1518011146 Program Studi : Pendidikan Dokter Fakultas : Kedokteran

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Dr.dr. Betta Kurniawan, S.Ked.,M.Kes NIP 197810092005011001

Dr.dr. Jhons Fatriyadi S, S.Ked.,M.Kes NIP 197608312003121003

1. Dekan Fakultas Kedokteran

Dr. Dyah Wulan Sumekar RW, SKM., M.Kes NIP 19720628199702200

Page 6: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM (SNP) …digilib.unila.ac.id/57739/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-07-11 · identifikasi single nucleotide polymorphism (snp)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Dr.dr. Betta Kurniawan, S.Ked.,M.Kes.

Sekretaris : Dr.dr. Jhons Fatriyadi Suwandi, S.Ked.,M.Kes.

Penguji : dr. Syazili Mustofa, S.Ked.,M.Biomed.

2. Dekan Fakultas Kedokteran

Dr. Dyah Wulan Sumekar RW, SKM., M.Kes NIP 19720628199702200

Tanggal Lulus Ujian Skripsi: 13 Mei 2019

Page 7: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM (SNP) …digilib.unila.ac.id/57739/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-07-11 · identifikasi single nucleotide polymorphism (snp)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan dengan sebenarnya, bahwa: 1. Skripsi dengan judul “IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE

POLYMORPHISM (SNP) PADA GEN APICAL MEMBRANE ANTIGEN-

1 (AMA-1) Plasmodium falciparum DI WILAYAH PUSKESMAS

KABUPATEN PESAWARAN LAMPUNG” adalah hasil karya sendiri dan

tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan atas karya penulis lain dengan

cara tidak sesuai tata etika ilmiah yang berlaku dalam masyarakat akademik

atau yang disebut plagiarism.

2. Hak intelektual atas karya ilmiah ini diserahkan sepenuhnya kepada

Universitas Lampung.

Atas pernyataan ini, apabila di kemudian hari ternyata ditemukan adanya

ketidakbenaran, saya bersedia menanggung akibat dan sanksi yang diberikan

kepada saya.

Bandar Lampung, 10 April 2019

Pembuat pernyataan

Sri Janahtul Hayati

NPM 1518011146

Page 8: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM (SNP) …digilib.unila.ac.id/57739/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-07-11 · identifikasi single nucleotide polymorphism (snp)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Balikpapan, Kalimantan Timur pada 3 Juni 1997, sebagai anak

pertama dari dua bersaudara, dari Bapak Sobri Atmaja dan Ibu Siti Feranika.

Penulis menyelesaikan pendidikan di Taman Kanak-kanak (TK) Pembina pada

tahun 2003, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD Negeri 100/II Muara Bungo

pada tahun 2010, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri 1 Muara

Bungo diselesaikan pada tahun 2012, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA

Negeri 2 Muara Bungo diselesaikan pada tahun 2015.

Pada tahun 2015, penulis terdaftar sebagai mahasiswa pada Fakultas Kedokteran

Universitas Lampung (FK Unila). Pada masa perkuliahan penulis mengikuti

lembaga kemahasiswaan yaitu PMPATD Pakis Rescue Team dan Forum Studi

Islam Ibnu Sina (FSIIS) Fakultas Kedokteran Universitas Lampung, serta

menyelesaikan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Taman Bogo, Kabupaten

Lampung Timur pada tahun 2018.

Page 9: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM (SNP) …digilib.unila.ac.id/57739/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-07-11 · identifikasi single nucleotide polymorphism (snp)

PERSEMBAHAN

“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”

(Q.S Al-Insyirah: 5-6)

Dengan mengucap syukur kupersembahkan karya sederhana ini untuk

“Orangtua dan Adikku yang tercinta”

Atas doa, kasih sayang, dukungan dan motivasi yang tiada henti

Page 10: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM (SNP) …digilib.unila.ac.id/57739/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-07-11 · identifikasi single nucleotide polymorphism (snp)

SANWACANA

Puji dan syukur Penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan

hidayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam semoga selalu

tercurahkan kepada Nabi Muhammad S.A.W.

Skripsi dengan judul “Identifikasi Single Nucleootide Polymorphism (SNP) Pada

Gen Apical Membrane Antigen-1 (AMA-1) Plasmodium falciparum di Wilayah

Puskesmas Kabupaten Pesawaran Lampung ” adalah salah satu syarat untuk

memperoleh gelar sarjana Kedokteran di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P., selaku Rektor Universitas

Lampung.

2. Dr. Dyah Wulan Sumekar RW, SKM., M.Kes., selaku Dekan Fakultas

Kedokteran Universitas Lampung.

3. Dr. dr. Betta Kurniawan, S.Ked., M.Kes., selaku Pembimbing Utama yang

telah membimbing, mengarahkan, memberi saran dan nasihat dengan penuh

kesabaran selama proses penyelesaian skripsi ini.

4. Dr. dr. Jhons Fatriyadi Suwandi, S.Ked., M.Kes., selaku Pembimbing Kedua

yang telah membimbing, mengarahkan, memberi saran dan nasihat dengan

penuh kesabaran selama proses penyelesaian skripsi ini.

5. dr. Syazili Mustofa, S.Ked., M.Biomed., selaku Penguji Utama untuk saran dan

nasihat yang telah diberikan dalam proses penyelesaian skripsi ini.

6. Terima kasih kepada relawan yang telah bersedia berpartisipasi dalam

penelitian ini dengan memberikan darahnya untuk dijadikan sebagai sampel

Page 11: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM (SNP) …digilib.unila.ac.id/57739/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-07-11 · identifikasi single nucleotide polymorphism (snp)

dalam penelitian ini.

7. Terima kasih kepada para laboran Laboratorium Biomolekular dan Fisiologi

FK Unila, Ibu Nuriyah dan Mbak Yani, atas ilmu, bantuan, bimbingan dan

kesabaran yang telah diberikan kepada kami dalam proses penelitian skripsi

ini.

8. Seluruh staf dosen dan civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas

Lampung atas ilmu dan waktu yang telah diberikan dalam membantu

mendukung proses perkuliahan

9. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ayahanda (Pelda CPM. Sobri

Atmaja) dan Ibunda (Siti Feranika), serta Adikku (Muhammad Nasrullah)

yang selama ini yang telah memberikan dukungan, motivasi, semangat, kasih

sayang dan doa yang tak putus dipanjatkan untukku. Terima kasih atas

perjuangan terbaik yang selalu diberikan kepadaku. Semoga menjadi amalan

baik yang terus mengalir dan selalu di berikan kesehatan, kebahagiaan serta

lindungan oleh Allah SWT.

10. Seluruh Keluarga Besar H. Solihin HB dan opa Karel Alfonsius Tauran

(Alm.) yang telah memberikan dukungan dan doa selama ini.

11. Terima kasih kepada teman seperjuangan, Balqis Ikfi Hidayati, Muhammad

Irfan Adhi Shulhan, Syfa Dinia Putri, Puji Indah Permata Sari dan Fitria

Putridewi untuk kerjasama, doa, waktu, tenaga, dan semangat yang telah

diberikan dalam penyelesaian skripsi ini.

12. Terima kasih kepada teman dan sahabatku, Lia, Rachma, Sari, Angie, Citra,

Dila, Retno, Ayu, Rima, Zihan, Astrid dan Otie atas doa , dukungan dan

motivasi yang telah diberikan.

Page 12: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM (SNP) …digilib.unila.ac.id/57739/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-07-11 · identifikasi single nucleotide polymorphism (snp)

13. Sahabat kecilku hingga saat ini, Riana Widya Lestari yang selalu memberi

dukungan, doa dan semangatnya dari jauh.

14. Sahabat masa SMA hingga saat ini, Tia, Ceska, Anita, Ayu, Nana, Silvi, Opi,

dan Winny yang selalu memberi dukungan, doa dan semangatnya dari jauh.

15. Keluarga Besar FK Unila 2015 (Endom15ium) yang tidak bisa disebutkan

satu persatu atas kebersamaan, pengalaman, ilmu, kasih sayang, perhatian dan

kepedulian selama ini dan yang akan datang. Semoga Allah selalu meridhoi

setiap langkah kita menuju kesuksesan dan cita-cita mulia kita.

16. Keluarga Besar PMPATD Pakis Rescue Team, Aldi, Reandy, Luthfi, Cut,

Nikom, Alfia, Sukma, Yudha, Thare dan teman-teman SC10 yang telah

memberikan pelajaran, kebersamaan, perhatian dan pengalaman-pengalaman

berharga selama ini.

17. Keluarga Besar FSI Ibnu Sina yang telah memberikan pelajaran dan

pengalaman-pengalaman berharga selama ini.

18. Kakak-kakak dan adik-adik tingkat (angkatan 2002-2018) yang sudah

memberikan semangat kebersamaan dalam satu kedokteran.

Penulis menyadari skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan dan jauh dari

kesempurnaan. Namun, penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat dan

pengetahuan baru kepada setiap orang yang membacanya. Semoga segala

perhatian, kebaikan dan keikhlasan yang diberikan selama ini mendapat balasan

dari Allah SWT. Aamiin.

Bandar Lampung, 10 April 2019

Penulis,

Sri Janahtul Hayati 1518011146

Page 13: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM (SNP) …digilib.unila.ac.id/57739/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-07-11 · identifikasi single nucleotide polymorphism (snp)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ....................................................................................................... i

DAFTAR TABEL ............................................................................................. iii

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang .......................................................................................... 1 1.2. Rumusan Masalah ..................................................................................... 5 1.3. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 5 1.4. Manfaat ..................................................................................................... 5

1.4.1. Manfaat Teoritis ................................................................................. 5 Manfaat Praktisi ................................................................................. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 7 2.1. Malaria ...................................................................................................... 7

2.1.1. Agen Malaria ...................................................................................... 7 2.1.2. Manifestasi Klinis Malaria ................................................................ 10 2.1.3. Pengendalian Malaria ....................................................................... 12

2.2. Variasi Genetik P. falciparum ................................................................. 19 2.3. Kerangka Teori ....................................................................................... 25 2.4. Kerangka Konsep .................................................................................... 26 2.5. Hipotesis ................................................................................................. 26

BAB III METODE PENELITIAN .................................................................. 27 3.1. Jenis Penelitian........................................................................................ 27 3.2. Tempat dan Waktu .................................................................................. 27 3.3. Sampel Penelitian .................................................................................... 27 3.4. Populasi Penelitian .................................................................................. 28

3.4.1. Kriteria Inklusi ................................................................................. 28 3.4.2. Kriteria Eksklusi ............................................................................... 28

3.5. Jumlah Sampel dan Teknik Sampling ...................................................... 28

Page 14: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM (SNP) …digilib.unila.ac.id/57739/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-07-11 · identifikasi single nucleotide polymorphism (snp)

ii

3.6. Identifikasi Variabel ................................................................................ 29 3.7. Definisi Operasional Variabel ................................................................. 29 3.8. Instrumen Penelitian ................................................................................ 29

3.8.1. Isolasi DNA...................................................................................... 29 3.8.2. Amplifikasi dengan Polymerase Chain Reaction (PCR).................... 31 3.8.3. Elektroforesis ................................................................................... 33

3.9. Prosedur Penelitian.................................................................................. 33 3.9.1. Isolasi DNA...................................................................................... 33 3.9.2. Uji Kuantitas DNA ........................................................................... 35 3.9.3. Amplifikasi dengan Polymerase Chain Reaction (PCR).................... 35 3.9.4. Elektroforesis ................................................................................... 37

3.10. Teknik Analisa Data .............................................................................. 38 3.11. Alur Penelitian ...................................................................................... 39 3.12. Etika Penelitian ..................................................................................... 40

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 41 4.1. Hasil Penelitian ....................................................................................... 41 4.2. Pembahasan Hasil Penelitian ................................................................... 47 4.3. Keterbatasan Penelitian .......................................................................... 52

BAB V SIMPULAN DAN SARAN.................................................................. 53 5.1. Kesimpulan ............................................................................................. 53 5.2. Saran ....................................................................................................... 53

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 54

Page 15: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM (SNP) …digilib.unila.ac.id/57739/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-07-11 · identifikasi single nucleotide polymorphism (snp)

iii

DAFTAR TABEL Tabel Halaman

Tabel 1. Klasifikasi protozoa manusia dari genus Plasmodium ............................ 9

Tabel 2. Definisi Operasional Penelitian. ........................................................... 29

Tabel 3. Sekuens dan Perlakuan pada PCR. ....................................................... 32

Tabel 4. Posisi dan perubahan basa yang terjadi pada sampel ............................ 44

Page 16: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM (SNP) …digilib.unila.ac.id/57739/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-07-11 · identifikasi single nucleotide polymorphism (snp)

iv

DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman Gambar 1. Siklus hidup Plasmodium. ............................................................... 10

Gambar 2. Lokasi gen AMA-1 pada Kromosom P. falciparum. ........................ 22

Gambar 3. Proses Invasi merozoite kedalam eritrosit. ....................................... 23

Gambar 4. Kerangka Teori ............................................................................... 25

Gambar 5. Kerangka Konsep Penelitian ........................................................... 26

Gambar 6. Alur Penelitian ................................................................................ 39

Gambar 7. Isolasi DNA .................................................................................... 41

Gambar 8. Hasil PCR 1 .................................................................................... 42

Gambar 9. Hasil sekuensing sampel 13a dan 23a. ............................................. 43

Gambar 10. Perbandingan hasil multiple alignment dan elektroferogram .......... 44

Gambar 11. Perbandingan hasil multiple alignment dengan elektroferogram .... 46

Page 17: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM (SNP) …digilib.unila.ac.id/57739/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-07-11 · identifikasi single nucleotide polymorphism (snp)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Malaria adalah suatu penyakit infeksi pada manusia yang disebabkan oleh

protozoa dari genus plasmodium. Lima spesies plasmodium yang diketahui

dapat menginfeksi manusia adalah Plasmodium falciparum, Plasmodium

vivax, Plasmodium ovale, Plasmodium malariae dan Plasmodium knowlesi.

Plasmodium penyebab kematian akibat malaria didominasi oleh P.

falciparum. Sementara itu distribusi malaria yang luas secara geografis

disebabkan oleh P. vivax (Kenneth, 2017; Costa et al., 2017).

Menurut Malaria World Report 2017, terdapat 216 juta kasus malaria ditahun

2016, dimana terjadi peningkatan yang sebelumnya hanya 211 juta kasus

ditahun 2015. Kasus kematian akibat malaria mencapai 445.000 ditahun

2016, nyaris sama dengan jumlah kematian akibat malaria ditahun

sebelumnya, yaitu 446.000 (WHO, 2017).

Laporan kasus kematian terbanyak akibat malaria di Asia Tenggara pada

tahun 2016 terjadi di India yaitu sebanyak 331 kasus, sementara Indonesia

menempati urutan kedua dengan jumlah 161 kasus. Laporan kasus malaria

yang dikonfirmasi secara mikroskopik pada tahun 2016 adalah sebanyak

218.450 kasus. Sementara itu laporan kasus malaria berdasarkan spesies

Page 18: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM (SNP) …digilib.unila.ac.id/57739/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-07-11 · identifikasi single nucleotide polymorphism (snp)

2

penyebab didominasi oleh P. falciparum yaitu sebanyak 135.693 kasus. Data

tersebut menunjukkan terjadinya peningkatan kasus malaria akibat P.

falciparum yang terjadi pada tahun 2015, yaitu sebanyak 116.420 kasus

(WHO, 2017).

Di Indonesia Annual Parasite Incidence (API) Malaria pada tahun 2016

adalah 0,77 per 1.000 penduduk, dimana API tertinggi terjadi di Papua yaitu

39, 93 per 1.000 penduduk dan API terendah yaitu 0,00 per 1.000 penduduk

di Provinsi Banten dan Bali. Sementara itu, API di Provinsi Lampung pada

tahun 2016 adalah 0,40 per 1.000 penduduk, dimana angka ini telah

mengalami penurunan dari tahun sebelumnya yaitu 0,49 per 1.000 penduduk

(Kementerian Kesehatan RI, 2017).

Profil Kesehatan Provinsi Lampung Tahun 2015 mencatat pada sebagian

daerah di Provinsi Lampung terdapat daerah yang merupakan daerah endemis

dan berpotensi menjadi tempat berkembangnya penyakit malaria. Daerah-

daerah tersebut adalah daerah pedesaan yang memiliki rawa-rawa, genangan

air payau di tepi laut dan tambak-tambak ikan yang terlantar. Desa endemis

malaria berjumlah 223 desa atau 10% dari jumlah seluruh desa dengan angka

kesakitan setiap tahun 0,4 per 1.000 penduduk. Berbeda dengan kondisi di

wilayah Kabupaten Lampung Barat yang merupakan daerah persawahan dan

perkebunan, sehingga kasus malaria yang terjadi tidak terlalu banyak (Dinas

Kesehatan Provinsi Lampung, 2015).

Menurut Profil Kesehatan Kabupaten Pesawaran tahun 2015, API di

Kabupaten Pesawaran dalam rentang waktu 5 tahun (2011-2015) mengalami

Page 19: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM (SNP) …digilib.unila.ac.id/57739/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-07-11 · identifikasi single nucleotide polymorphism (snp)

3

fluktuasi. Pada tahun 2011 API di Kabupaten Pesawaran adalah 4,74 per

1.000 penduduk, kemudian menurun pada tahun 2012 menjadi 1 per 1.000

penduduk. Pada tahun 2013 API meningkat drastis menjadi 7,26 per 1.000

penduduk, dan kembali menurun pada tahun 2015 menjadi 6,36 per 1.000

penduduk. Kasus yang terjadi pada tahun 2015 adalah sebanyak 2.712 kasus

dengan 2 kasus kematian di wilayah kerja Puskesmas Pedada (1 orang) dan

Puskesmas Hanura (1 orang) (Dinas Kesehatan Kabupaten Pesawaran, 2016).

Angka kejadian malaria masih terbilang tinggi, karena masih adanya masalah

pada pengendalian malaria (Mau & Murhandarwati, 2016). Program

eradikasi malaria yang sedang dikembangkan adalah pengembangan

insektisida nonpyrethroid, teknologi genetik yang berpotensi mengurangi

transmisi parasit malaria oleh nyamuk, identifikasi marker resistensi obat,

serta vaksin malaria (Rabinovich et al., 2017).

Kegagalan dalam pengobatan malaria yang disebabkan oleh resistensi parasit

terhadap Obat Anti Malaria (OAM) sering dihubungkan dengan masalah

genetik, karena parasit mudah bermutasi dan membentuk strain baru,

sehingga menyebabkan resistensi (Mau & Murhandarwati, 2016). Hingga

saat ini telah banyak vaksin malaria yang di uji-coba di lapangan, namun

efikasi yang terlihat ternyata masih rendah. Salah satu alasannya adalah

karena adanya polimorfisme (terdapat dua atau beberapa fenotip berbeda

dalam satu spesies) (Farooq et al., 2009).

Resistensi pada beberapa OAM dimediasi oleh adanya polimorfisme pada

dua transporter obat yang disandikan oleh Pfcrt dan Pfmdr. Hal ini dikaitkan

Page 20: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM (SNP) …digilib.unila.ac.id/57739/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-07-11 · identifikasi single nucleotide polymorphism (snp)

4

dengan adanya mutasi pada mediator utama yang resisten terhadap klorokuin

dan amodiakuin. Polimorfisme pada suatu gen dapat berdampak pada

sensitifitas beberapa obat. Dampak yang timbul dapat menyebabkan parasit

menjadi kurang sensitif terhadap obat tertentu namun disisi lain dapat

menjadi lebih sensitif pada obat-obatan tertentu (Tukwasibwe et al., 2017).

Pada suatu penelitian di Afrika Tengah dan Afrika Barat tahun 2015, telah

dilakukan analisis terhadap tiga antigen yang menjadi kandidat vaksin, yaitu

Erythrocyte Binding Antigen 175 (EBA-175), Apical Membrane Antigen

(AMA-1), dan Merozoite Surface Protein 3 (MSP-3). Dalam penelitian

tersebut, antibodi terhadap AMA-1 telah terbukti dapat menghambat invasi

parasit pada eritrosit manusia. Namun AMA-1 sangat polimorfik, dan

keberagaman ini dapat menimbulkan masalah dalam pengembangan vaksin

malaria (Soulama et al., 2011). Maka melakukan analisis keragaman

genetik, termasuk analisis single nucleotide polymorphism (SNP) pada isolat

P.falciparum di suatu daerah sangatlah penting sebelum melakukan

pengembangan dan uji coba vaksin pada daerah tersebut (Farooq et al., 2009).

Dari latar belakang diatas maka peneliti menganggap perlu dilakukan upaya

pengendalian pada kasus malaria di daerah endemis di Kabupaten Pesawaran

Provinsi Lampung, salah satunya adalah dengan mengidentifikasi single

nucleotide polymorphism (SNP) pada P. falciparum (dalam hal ini AMA-1)

dan mengetahui pengaruhnya terhadap pengembangan vaksin yang sedang

dikembangkan saat ini.

Page 21: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM (SNP) …digilib.unila.ac.id/57739/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-07-11 · identifikasi single nucleotide polymorphism (snp)

5

1.2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah apakah ditemukan

adanya single nucleotide polymorphism (SNP) pada gen AMA-1 P.

falciparum dari penderita malaria falciparum di wilayah Puskesmas

Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi single

nucleotide polymorphism (SNP) pada gen AMA-1 P. falciparum yang

menginfeksi pasien malaria di wilayah Puskesmas Kabupaten Pesawaran

Lampung.

1.4. Manfaat

Adapun manfaat pada penelitian ini dibagi menjadi manfaat teoritis dan

manfaat praktisi.

1.4.1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam

pengembangan di bidang ilmu Parasitologi dan Biomolekuler

mengenai single nucleotide polymorphism (SNP) pada AMA-1 pada

P. falciparum di wilayah Puskesmas Kabupaten Pesawaran Lampung.

Manfaat Praktisi

Adapun manfaat praktisi pada penelitian ini ditujukan untuk beberapa

subjek, yaitu manfaat bagi peneliti dan bagi pemerintah.

Page 22: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM (SNP) …digilib.unila.ac.id/57739/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-07-11 · identifikasi single nucleotide polymorphism (snp)

6

a. Bagi Peneliti

Adapun manfaat praktisi pada penelitian ini diharapkan dapat

menjadi pengetahuan baru dan sebagai media pengaplikasian

pembelajaran yang telah didapatkan selama perkuliahan.

b. Bagi Penulis lain

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi

peneliti lain

c. Bagi Pemerintah

Adapun manfaat bagi pemerintah adalah sebagai bahan evaluasi

dalam melakukan pengendalian terhadap angka kejadian malaria

khususnya di wilayah Kabupaten Pesawaran Lampung

Page 23: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM (SNP) …digilib.unila.ac.id/57739/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-07-11 · identifikasi single nucleotide polymorphism (snp)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Malaria

Malaria adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit

plasmodium yang berkembang biak di dalam sel darah manusia. Penyakit

malaria secara alami ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles betina

(Putra, 2011).

2.1.1. Agen Malaria

Parasit malaria adalah mikroorganisme yang berasal dari genus

Plasmodium. Terdapat lebih dari 100 spesies Plasmodium namun

hanya lima spesies yang ditemukan dapat menginfeksi manusia, yaitu

P.falciparum, P.vivax, P.ovale, P.malariae dan P.knowlesi. Terdapat

beberapa spesies lagi yang diduga dapat menginfeksi manusia dan

masih dalam masa penelitian (CDC, 2018). Klasifikasi protozoa

manusia dari genus Plasmodium tertera pada tabel 1 (satu) (Soedarto,

2016).

Malaria di tularkan melalui gigitan nyamuk genus Anopheles betina.

Nyamuk betina membutuhkan darah untuk melangsungkan proses

bertelurnya. Perkembangan parasit malaria dari stadium gametosit

hingga stadium sprorozoit dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti

Page 24: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM (SNP) …digilib.unila.ac.id/57739/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-07-11 · identifikasi single nucleotide polymorphism (snp)

8

suhu dan kelembaban. Suhu tinggi akan mempercepat pertumbuhan

parasit didalam tubuh nyamuk. Durasi hidup Anopheles juga

memungkinkan parasit untuk menyelesaikan siklus hidupnya didalam

tubuh nyamuk yang berlangsung selama 10 sampai 18 hari (CDC,

2015).

Daur hidup aseksual plasmodium berlangsung didalam tubuh manusia

dan daur hidup seksualnya berlangsung didalam tubuh nyamuk. Daur

hidup aseksual terdiri dari empat tahapan, yaitu skizogoni

preeritrositik, tahap skizogoni eksoeritrositik, tahap skizogoni

eritrositik dan tahap gametomi (Soedarto, 2016).

Pada saat nyamuk anopheles infektif menghisap darah manusia,

sporozoit yang berada dikelenjar liur nyamuk akan masuk ke dalam

peredaran darah. Setelah itu sporozoit akan masuk ke dalam sel hati

dan menjadi tropozoit hati, berkembang menjadi skizon hati yang

terdiri dari 10.000-30.000 merozoit hati (siklus pre-eritositik) (Putra,

2018).

Pada P. vivax dan P. ovale, tahap yang tidak aktif (hypnozoit) dapat

bertahan di hati dan menyebabkan kekambuhan dengan menginvasi

aliran darah selama berminggu-menggu bahkan bertahun-tahun

kemudian (siklus eksoeritrositik) (CDC, 2018).

Ketika hepatosit ruptur dan mengeluarkan merozoit ke sirkulasi,

merozoit tersebut akan menginvasi eritrosit dan dalam waktu 48-72

Page 25: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM (SNP) …digilib.unila.ac.id/57739/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-07-11 · identifikasi single nucleotide polymorphism (snp)

9

jam akan menghasilkan 8-24 merozoit. Siklus ini disebut siklus

eritrositik. Rupturnya eritrosit pada fase ini menyebabkan munculnya

manifestasi klinis malaria, seperti demam, sakit kepala, panas dingin

dan malaise (Ouattara & Laurens, 2014).

Tabel 1. Klasifikasi protozoa manusia dari genus Plasmodium (Antinori et al., 2012).

No. Klasifikasi 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.

Domain Kingdom Superphylum Phylum Class Order Sub-order Family Genus Sub-genus Species

Eukaryota Chromalveolata Alveolata Apicomplexa Aconoidasida Haemosporida Haemosporidiidea Plasmodiidae Plasmodia Plasmodium; Laverania P.falciparum P.malariae P.ovale P.vivax P.knowlesi

Pada siklus eritrositik ini trofozoit imatur menjadi gametosit jantan

(mikrogametosit) dan betina (makrogametosit) (tahap gametomi),

kemudian terbawa oleh nyamuk Anopheles saat menghisap darah.

Parasit kemudian bermultiplikasi didalam tubuh nyamuk, yang

dikenal dengan siklus sporogonik. Mikrogamet berkembang di

lambung nyamuk, menembus makrogamet dan menghasilkan zigot.

Zigot akan berkembang menjadi motil dan memanjang (ookinet) dan

menyerang dinding midgut nyamuk dan berkembang menjadi

ookista. Ookista tumbuh kemudian pecah, dan melepaskan sporozoit,

lalu masuk ke kelenjar ludah nyamuk. Sporozoit berinokulasi pada

Page 26: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM (SNP) …digilib.unila.ac.id/57739/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-07-11 · identifikasi single nucleotide polymorphism (snp)

10

host baru, dan siklus ini terus berlangsung, seperti yang terlihat pada

gambar 1 (CDC, 2018).

Gambar 1. Siklus hidup Plasmodium (CDC, 2018).

2.1.2. Manifestasi Klinis Malaria

Pada saat sporozoit masuk ke kapiler subkutan, sporozoit akan masuk

ke dalam hepatosit dan memulai daur hidupnya. Pada saat skizon

ruptur, pelepasan parasit malaria kedalam sirkulasi memicu proses

patofisiologi malaria dan mengaktifkan kaskade sitokin yang

menyebabkan munculnya tanda dan gejala malaria (Bartoloni &

Zammarchi, 2012).

Page 27: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM (SNP) …digilib.unila.ac.id/57739/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-07-11 · identifikasi single nucleotide polymorphism (snp)

11

Masa inkubasi pada malaria falciparum berlangsung antara 8 sampai

12 hari dan pada malaria malariae antara 21 dan 40 hari. Sedangkan

pada malaria vivax dan malaria ovale masa inkubasi dapat

berlangsung selama 10 sampai 17 hari. Gejala klinis malaria bersifat

khas, yaitu demam berulang, splenomegali dan anemia. Demam pada

malaria terdiri dari tiga stadium, yaitu stadium rigor (kedinginan),

stadium panas badan dan stadium berkeringat. Gejala demam pada

malaria sesuai dengan saat terjadinya skizogoni eritrositik pada

masing-masing plasmodium. Anemia pada malaria terjadi akibat

pecahnya eritrosit berulang selama terjadinya proses segmentasi

parasit. Pembesaran limpa terjadi setelah penderita mengalami

beberapa kali serangan demam, biasanya teraba pada minggu kedua

sejak demam pertama terjadi (Soedarto, 2016).

Malaria berat terjadi ketika seseorang mengalami infeksi serius yang

disertai dengan kerusakan organ atau abnormalitas pada darah atau

metabolisme pengidap malaria. Komplikasi yang dapat terjadi dapat

berupa malaria serebral, penurunan kesadaran, anemia hemolitik

(terjadi destruksi eritrosit), hemoglobinuria (akibat hemolysis),

abnormalitas koagulasi darah, Acute Respiratory Distress Syndrome

(ARDS), hipotensi, Acute kidney Failure, Acidosis Metabolic dan

hipoglikemia (CDC, 2015).

Page 28: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM (SNP) …digilib.unila.ac.id/57739/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-07-11 · identifikasi single nucleotide polymorphism (snp)

12

2.1.3. Pengendalian Malaria

Pengendalian malaria secara promotif, preventif dan kuratif telah

dilaksanakan dengan baik namun angka kejadian malaria masih

terbilang tinggi. Tingginya angka kejadian ini disebabkan oleh banyak

faktor, seperti kegagalan pengobatan yang disebabkan oleh resistensi

parasit terhadap OAM. Resistensi OAM pada P. falciparum sering

dihubungkan dengan masalah genetik, karena parasit mudah

bermutasi membentuk strain baru. Pada P. falciparum di dunia

diketahui terdapat kurang lebih 14 strain dan di Indonesia strain

Plasmodium belum semuanya diketahui. Masalah pengendalian

malaria lainnya tidak hanya dipengaruhi oleh resistensi OAM pada

P.faciparum, P. vivax dan gen tertentu tetapi juga dipengaruhi oleh

banyaknya variasi alel pada Plasmodium (Mau & Murhandarwati,

2016).

Telah banyak upaya yang dilakukan untuk menekan angka kejadian

malaria, seperti menyediakan obat antimalaria, pembasmian dengan

insektisida dan cara sederhana lainnya, seperti penggunaan kelambu.

Agar lebih efektif, program pemberantasan malaria harus mencakup

vaksinasi dan pengendalian vektor nyamuk (Soulama et al., 2011).

Di Amerika, telah dilakukan kebijakan pengendalian vektor, dengan

penyemprotan dalam rumah (Indoor Residual Spraying) atau dengan

memasang kelambu insektisida. Upaya lainnya adalah dengan

melakukan kontrol biologis. Penggunaan spesies nematoda larvivora,

Page 29: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM (SNP) …digilib.unila.ac.id/57739/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-07-11 · identifikasi single nucleotide polymorphism (snp)

13

seperti Bacillus sphaericus terbukti efektif melawan populasi malaria,

mengurangi kepadatan larva hingga 90%, dan menurunkan prevalensi

malaria pada anak-anak usia sekolah (Conde et al., 2015).

Pada abad ke-20, dichlorodiphenyltrichloroethane (DDT) adalah

merupakan insektisida organik sintetis pertama. Penerapan Indoor

Residual Spraying (IRS) yang mengandung DDT dan bahan kimia

lainnya pada kontrol Anopheles betina dewasa menunjukkan

keberhasilan yang baik. Individual Residual Spraying menghasilkan

penurunan drastis dalam indeks parasit tahunan yang tercatat di

berbagai wilayah di dunia. Meskipun dapat mengontrol

perkembangan Anopheles didunia, penggunaan DDT harus melewati

beberapa pertimbangan lingkungan dan ekologis. Badan perlindungan

lingkungan (Environmental Protection Agency / EPA) melarang

penggunaan DDT pada tahun 1972. Hal ini disebabkan karena DDT

dapat tertinggal pada jaringan tubuh manusia dan menyebabkan

berbagai gangguan kesehatan, seperti gangguan pada hati, ginjal,

saraf, kekebalan tubuh dan sistem reproduksi. Hal ini merupakan

alasan penting lainnya untuk mempertimbangkan kembali

penggunaan senyawa kimia tersebut dalam pengendalian malaria

(Kamareddine, 2012).

Upaya eliminasi malaria di Indonesia dilakukan secara bertahap dan

diharapkan dapat mencakup seluruh wilayah di Indonesia. Strategi

spesifik program eliminasi tersebut terdiri dari akselerasi, intensifikasi

Page 30: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM (SNP) …digilib.unila.ac.id/57739/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-07-11 · identifikasi single nucleotide polymorphism (snp)

14

dan eliminasi. Strategi akselerasi dilakukan di daerah endemis tinggi

malaria, kegiatan yang dilakukan adalah berupa kampanye kelambu

antinyamuk masal, penyemprotan dinding rumah pada daerah dengan

API > 40% dan penemuan dini hingga pengobatan malaria yang tepat.

Strategi intensifikasi dilakukan diluar kawasan timur Indonesia.

Kegaitan yang dilakukan adalah pemberian kelambu antinyamuk

didaerah resiko tinggi, penyemprotan dinding rumah dilokasi KLB

malaria, penemuan dini - pengobatan tepat dan penemuan kasus aktif.

Strategi eliminasi dilakukan didaerah endemis rendah. Kegiatan yang

dilakukan adalah penemuan dini – pengobatan tepat, penguatan

surveilans migrasi, surveilans daerah yang rawan perindukan vektor,

penemuan kasus aktif, dan penguatan rumah sakit rujukan

(Kementrian Kesehatan RI, 2016).

Upaya pengendalian malaria di Kabupaten Pesawaran adalah dengan

melakukan rasionalisasi penggunaan Rapid Diagnostic Test (RDT),

surveilans vektor penyebab malaria, melakukan larvaciding didaerah

endemis malaria dan meningkatakan keterampilan tenaga

laboratorium di puskesmas, pembentukan kelompok kerja malaria dan

pembentukan pos malaria desa (Dinas Kesehatan Kabupaten

Pesawaran, 2016).

Munculnya strain nyamuk yang tahan terhadap insektisida juga

merupakan hambatan dalam strategi pengendalian malaria. Banyak

pendekatan yang dilakukan termasuk rencana yang berfokus pada

Page 31: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM (SNP) …digilib.unila.ac.id/57739/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-07-11 · identifikasi single nucleotide polymorphism (snp)

15

penggunaan mikroorganisme rekayasa genetik untuk menghalangi

perkembangan parasit malaria di dalam vektor Anopheles. Kontrol

biologis vektor malaria sekarang dianggap sebagai bagian mendasar

dari program pemberantasan malaria (Kamareddine, 2012).

Pada satu penelitian di India tahun 2009, kejadian malaria berat yang

disebabkan oleh P. falciparum menjadi lebih rumit karena penyebaran

strain resisten klorokuin P. falciparum. Penggunaan obat baru dalam

hal ini akan membutuhkan biaya yang cukup besar dan berpotensi

toksik, oleh karena itu diperlukan pengembangan vaksin malaria yang

efektif (Farooq et al., 2009).

Keanekaragaman genetik pada parasit malaria dapat menjadi

hambatan dalam pengembangan vaksin malaria. Terjadinya

polimorfisme antigenik dapat meningkatkan kemampuan parasit

untuk menghindar dari sistem pengenalan oleh sistem imun tubuh,

sehingga sulit untuk mengenali variasi yang ada pada parasit

(Soulama et al., 2011).

Penelitian malaria saat ini difokuskan pada protein yang relevan

secara imunologis, terutama yang diekspresikan di permukaan parasit

dan berkaitan dengan sistem kekebalan tubuh inang. Antigen P.

falciparum dari berbagai tahapan siklus hidup telah ditargetkan untuk

digunakan sebagai vaksin malaria. Merozoite surface protien-2 (MSP-

2), antigen membran apikal-1 (AMA-1) dan protein circumsporo-

zoite (CSP) P. falciparum dianggap sebagai kandidat utama untuk

Page 32: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM (SNP) …digilib.unila.ac.id/57739/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-07-11 · identifikasi single nucleotide polymorphism (snp)

16

pengembangan vaksin malaria. Maka analisis variasi perubahan basa

pada isolat P. falciparum di suatu wilayah sangat penting sebelum

melakukan uji coba vaksin malaria (Farooq et al., 2009).

2.1.3.1. Vaksinasi Malaria

Penelitian vaksin malaria dimulai pada tahun 1930 dan

terfokus pada parasit inaktif yang gagal dalam menghasilkan

respon imun tubuh. Percobaan imunisasi malaria pada

nyamuk yang terinfeksi dilakukan pada pertengahan tahun

1970. Selanjutnya uji coba vaksin dilapangan dilakukan pada

tahun 1990 dengan vaksin SPf66, yaitu vaksin subunit yang

mengandung sekuens 3 antigen pada stadium eritrosit P.

falciparum dan circumsporozoite protein (CSP) (Ouattara &

Laurens, 2014).

Kandidat vaksin yang telah diuji secara ekstensif untuk

mencegah malaria P. falciparum adalah RTS,S/AS01; vaksin

ini secara langsung bekerja pada sistem imun dalam melawan

circumsporozoit protein (PfCSP) dengan menutupi

permukaan sporozoit yang terinfeksi. RTS,S dirancang

dengan sistem adjuvant liposomal AS01 dari

GlaxoSmithKline, dan merupakan vaksin yang memiliki

efektifitas perlindungan yang terdemonstrasi terhadap

malaria dalam uji klinis fase III namun efektifitas vaksin ini

tetap dipengaruhi oleh faktor usia (Draper, et al., 2018).

Page 33: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM (SNP) …digilib.unila.ac.id/57739/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-07-11 · identifikasi single nucleotide polymorphism (snp)

17

Malaria Vaccine Technology Roadmap tahun 2030 mulai

merancang vaksin generasi berikutnya untuk P. falciparum

atau P. vivax dengan target efikasi sebesar 75% dan tetap

mempertahankan tujuan utama vaksin generasi pertamanya,

yaitu vaksin dengan efikasi proteksi >50% dan bertahan lebih

dari satu tahun (Draper, et al.,2018).

Vaksin malaria dibagi menjadi beberapa kelompok

berdasarkan stadium perkembangan parasit malaria, yaitu

vaksin pre-eritrositik, vaksin fase eritrositik dan vaksin

lainnya termasuk vaksin yang memblokade transmisi dan

vaksin malaria akibat kehamilan. (Ouattara & Laurens, 2014;

Draper SJ, et al., 2018).

Vaksin pre-eritrositik menargetkan pada fase sporozoit

inaktif pada stadium hepar (hipnozoit). Vaksin ini bertujuan

untuk mengeliminasi parasit selama infeksi awal dan

menghambat transmisi parasit. Salah satu contoh vaksin pre-

eritrositik ini adalah PfSPZ yang menginduksi respon pada

sel CD4, CD8 dan sel gamma delta juga respon pada

antibody. Percobaan pada vaksin ini telah dilakukan di Mali

dan menunjukkan efikasi terhadap transmisi alami parasit,

Studi lainnya di daerah Afrika menggunakan vaksin ini untuk

mengevaluasi penggunaannya dan digunakan sebagai salah

satu alat eradikasi malaria (Coelho, et al.,2017).

Page 34: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM (SNP) …digilib.unila.ac.id/57739/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-07-11 · identifikasi single nucleotide polymorphism (snp)

18

Dalam perkembangan vaksin eritrositik, hambatan yang

dialami adalah adanya polimorfisme antigenik pada merozoit

juga pada protein permukaan eritrosit yang terinfeksi

(Coelho, et al., 2017).

Transmission-Blocking Vaccine (TBV) adalah vaksin yang

tidak melindungi individu secara langsung. Namun vaksin ini

memiliki dampak yang substansial,. Pada populasi carrier

asimtomatik dan submikroskopik, TBV akan menangkap

transmisi malaria berikutnya dan melindungi komunitas

lainnya sebagaimana yang dilakukan vaksin lainnya melalui

kekebalan kelompok (Draper et al.,2018).

Salah satu kandidat antigen fase eritrositik yang sedang

dikembangkan untuk P. falciparum adalah Apical Membrane

Antigen (AMA-1). Protein AMA-1 terletak di ujung apikal

merozoit yang berikatan dengan eritrosit. Selain itu, AMA-1

juga berada pada fase sporozoit dimana fase tersebut juga

terlibat dalam invasi hepatosit. Saat ini rekombinan strain

3D7 dan FVO P.falciparum AMA-1 sedang dalam masa

penelitian fase 1 dan 2 dan telah memperlihatkan hasil yang

menjanjikan (Lumkul et al.,2018).

Page 35: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM (SNP) …digilib.unila.ac.id/57739/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-07-11 · identifikasi single nucleotide polymorphism (snp)

19

2.2. Variasi Genetik P. falciparum

Genom P.falciparum tersusun menjadi 14 kromosom linier dengan total

panjang 23 Mb. Setiap kromosom individu tersusun sama dengan satu

salinan tunggal yang berfungsi dalam replikasi dan progresi kedalam siklus

sel (Gardner, et al.,2013).

Polimorfisme yang melekat pada P. falciparum memberikan penghindaran

kekebalan tubuh yang efektif bagi parasit dan menyebabkan terjadinya

mekanisme resistensi obat untuk parasit. Banyak penelitian tentang

polimorfisme parasit dan menunjukkan hasil yang mengarah pada substitusi

asam amino (mutasi non-sinonim) yang mungkin mengalami seleksi, seperti

sebagai protein imunogenik dan fenotipe resistensi.

Liver Stage Antigen-1 (LSA-1) adalah salah satu antigen yang dikenal

secara spesifik diekspresikan selama tahap pre-eritrositik pada P.

falciparum. Studi tentang sistem imun manusia akibat paparan sporozoit

yang telah dilemahkan dengan radiasi dan paparan parasit yang tertular

secara alami menunjukkan respon imun LSA-1 yang spesifik sehingga

LSA-1 dianggap sebagai kandidat vaksin yang menarik (Nicoll et al, 2011).

Plasmodium falciparum EBA-175 (175 kDa erythrocyte-binding protein),

merupakan salah satu ligan merozoit P. falciparum yang sangat penting

yang memediasi invasi eritrosit melalui reseptor sialat, yaitu reseptor

glikoporin A. Namun efek dimorfik alel EBA-175 pada tingkat keparahan

malaria masih dalam penelitian (Adam et al., 2013).

Page 36: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM (SNP) …digilib.unila.ac.id/57739/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-07-11 · identifikasi single nucleotide polymorphism (snp)

20

Glutamate Rich-protein (GLURP) adalah suatu aintigen yang terdapat pada

skizon matur pada eritrosit yang terinfeksi. Pada suatu studi telah ditemukan

keterlibatan GLURP pada antibodi anti-GLURP manusia. Antibodi dengan

purifikasi yang tinggi tidak memiliki efek hambat langsung yang signifikan

pada invasi merozoit namun mampu menimbulkan efek habit monosit-

dependen yang kuat pada pertumbuhan P. falciparum. Hal ini menunjukkan

indikasi yang memungkinkan bahwa molekul GLURP dapat dijadikan

sebagai salah satu target vaksin (Theisen et al.,1998).

Circum Sporozoit Protein (CSP) P. falciparum sangat bersifat imunogenik

dan dianggap sebagai salah satu kandidat vaksin utama. Circum Sporozoit

Protein (CSP) merupakan antigen utama dan paling banyak diekspresikan

dipermukaan sporozoit infeksius. Circum Sporozoit Protein (CSP) memiliki

daerah pengulangan pusat, yaitu NANP, dimana daerah ini merupakan

target untuk penetralan yang dimediasi oleh antibodi bersama CD8+ dan

epitop sel T CD4+ diujung terminal-C. Penggunaan CSP full-length

termasuk ujung terminal-N dan daerah R1 dapat menimbulkan respon

antibodi yang lebih luas (Kastenmuller et al., 2013).

Merozoite Surface Protein MSP-1 dan MSP-2 dengan banyak alel dan

berbeda dalam panjang gen telah dipelajari secara ekstensif dan

polimorfisme genetiknya digunakan untuk menggambarkan klonalitas

infeksi dalam sejumlah besar penelitian. Panjang variabilitas terutama

berasal dari pengurutan berulang. Alel MSP-1 termasuk dalam kelompok

allelik K1, MAD20 dan RO33 dengan variabilitas tinggi. Merozoit Surface

Page 37: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM (SNP) …digilib.unila.ac.id/57739/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-07-11 · identifikasi single nucleotide polymorphism (snp)

21

Protein-1 (MSP-1) telah dikategorikan menjadi 17 blok. Blok 2 sangat

diminati, karena menunjukkan trinucleotide berulang dan melalui proses

rekrutmen intragenik yang cepat. Telah terlihat bahwa antibodi IgG

terhadap subtipe blok MSP-1 adalah yang paling sering dan penting dalam

resistensi antimalarial.

Eritrosit yang terinfeksi strain parasit tertentu akan merekat pada eritrosit

yang tidak terinfeksi dan membentuk roset mediate , yang memfasilitasi

invasi parasit ke dalam sel yang belum terinfeksi atau melindungi sel yang

terinfeksi dari serangan kekebalan tubuh. Selain protein PfEMP1, rossetins

terlibat dalam rosetin eritrosit, beberapa di antaranya dikodekan oleh gen

keluarga interseksi yang berulang (rif) yang mengkode RIFIN. Fungsi

RIFIN yang tidak terlibat dalam rosetting sejauh ini masih belum jelas.

RIFIN diekspresikan pada permukaan eritrosit dan memiliki kurang lebih

200 varian yang telah diketahui hingga saat ini (Meyer, 2002).

2.1.3.1. Gen AMA-1

Apical Membrane Antigen-1 (AMA-1) adalah kandidat vaksin fase

eritrositik terkemuka yang diekspresikan oleh merozoitum P.

falciparum dan dapat menghambat invasi eritrosit. Vaksin AMA1 telah

menunjukkan efikasi protektif pada hewan pengerat dan simian, bukti

lain juga menunjukkan bahwa AMA-1 merupakan target penting

antibodi alami pada manusia. Gen AMA-1 dikodekan oleh satu salinan,

yang membentang 1.869 base pair (bp) pada kromosom 11 (Lumkul et

al., 2018).

Page 38: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM (SNP) …digilib.unila.ac.id/57739/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-07-11 · identifikasi single nucleotide polymorphism (snp)

22

Keanekaragaman antigenik pada AMA-1 dapat memediasi pelarian

kekebalan dan imunisasi dengan AMA-1. Kapasitas AMA-1 untuk

mendapatkan kekebalan protektif pada manusia baru-baru ini

ditunjukkan oleh percobaan vaksin tahap 2 pada anak-anak berusia 1-6

tahun di Mali. Uji coba ini menggunakan vaksin berdasarkan alel

AMA-1 tunggal. Dilaporkan bahwa efikasi protektif 64% terhadap

malaria oleh alel yang mirip dengan vaksin, namun tidak ada efikasi

yang signifikan terhadap alel lainnya. Temuan ini menunjukkan potensi

vaksin malaria AMA-1, namun strategi untuk mengatasi keragaman

antigenik masih tetap dibutuhkan (Drew et al., 2012). Gen AMA-1

terletak pada kromosom 11 P. falciparum, seperti yang terlihat pada

gambar 2.

Gambar 2. Lokasi gen AMA-1 pada Kromosom P. falciparum.

(NCBI, 2015).

Plasmodium falciparum AMA-1 (PfAMA-1) memunculkan antibodi

yang dapat menghambat invasi sel inang in vitro ,sehingga

berkontribusi pada imunitas pada manusia yang secara alami terpapar

malaria. Oleh karena itu, AMA-1 dianggap sebagai kandidat utama

vaksin untuk P. falciparum dan P. vivax (Arnott et al., 2014).

Page 39: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM (SNP) …digilib.unila.ac.id/57739/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-07-11 · identifikasi single nucleotide polymorphism (snp)

23

Pada ilustrasi yang terlihat pada gambar 3, terlihat proses invasi

merozoit kedalam eritrosit. Apical Membrane Antigen-1 berimplikasi

pada stadium awal invasi merozoit, termasuk mensekresi rhoptry

kedalam eritrosit, pembentukan junction dan reorientasi apikal.

Junction yang terbentuk berfungsi sebagai pengait pada penetrasi

myosin dependen pada merozoit. Tahap penetrasi ini bertepatan dengan

pembentukan parasitophorus vacuole (PV) yang terdiri dari konten

rhoptry dan periode ekinositosis yang berlangsung selama kurang lebih

5-10 menit.

Gambar 3. Proses Invasi merozoite kedalam eritrosit (Yap et al., 2014).

Ketika merozoit telah masuk, PV menjepit membran eritrosit, dan

eritrosit kembali ke bentuk normalnya. Ekspresi AMA-1 berlebihan

pada parasit wildtype dan ketika kadar AMA-1 berkurang, penyegelan

Page 40: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM (SNP) …digilib.unila.ac.id/57739/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-07-11 · identifikasi single nucleotide polymorphism (snp)

24

membran parasit pun menjadi tidak efisen. Pengurangan kadar AMA-1

menyebabkan ketidakmampuan parasit dalam membentuk junction,

sehingga merozoit akan tetap menempel namun tidak dapat

berpenetrasi kedalam eritrosit.

Setelah melekat pada eritrosit, merozoit mengarahkan kembali ujung

apikalnya ke permukaan eritrosit dan berhadapan di antara dua sel;

Invasi aktif terjadi saat merozoit meluncur melalui persimpangan ketat,

yang bergerak dari ujung anterior ke belakang dari sel parasit. Merozoit

menembus eritrosit, protein dan lipid dilepaskan dari organel apikal ke

dalam celah yang dibentuk terutama dari membran invaginasi eritrosit.

Setelah merozoit benar-benar memasuki eritrosit, membran tertutup

membentuk vakuola parasitophorous dan kembali menyegel membran

eritrosit. Eritrosit mengalami 5-10 menit ekinositosis (ekstrusi seperti

lonjakan transien dari membran eritrosit yang mungkin disebabkan oleh

dehidrasi) sebelum eritrosit yang terinfeksi beralih ke bentuk

normalnya (Yap et al., 2014).

Page 41: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM (SNP) …digilib.unila.ac.id/57739/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-07-11 · identifikasi single nucleotide polymorphism (snp)

25

2.3. Kerangka Teori

Kerangka teori dalam penelitian ini dipaparkan pada gambar 4.

Keterangan :

: Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti

Gambar 4. Kerangka Teori

Malaria

Etiologi Manifestasi

klinis

Pengendalian Malaria

Agen Malaria OAM Insektisida

P. falciparum

Single Nucleotide Polymorphism Resistensi

P. vivax P. ovale

MSP-1

AMA-1 CSP GLURP

Vaksin

P. malariae

Page 42: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM (SNP) …digilib.unila.ac.id/57739/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-07-11 · identifikasi single nucleotide polymorphism (snp)

26

2.4. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian dijelaskan pada gambar 5.

Gambar 5. Kerangka Konsep Penelitian 2.5. Hipotesis

Hipotesis pada penelitian ini adalah “Terdapat Single Nucleotide

Polyorphism (SNP) pada gen AMA-1 dari isolat penderita P.falciparum di

wilayah Puskesmas Kabupaten Pesawaran Lampung”.

Sampel darah penderita malaria di wilayah

Puskesmas Pesawaran Lampung

Single nucleotide polymorphism (SNP) pada

Apical Membrane Antigen-1 P. falciparum

Page 43: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM (SNP) …digilib.unila.ac.id/57739/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-07-11 · identifikasi single nucleotide polymorphism (snp)

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Pada penelitian ini, jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian

deskriptif kuantitatif dengan metode survey. Penelitian akan dilakukan

dengan menggunakan sampel darah penderita malaria di wilayah kerja

Puskesmas Hanura, Kabupaten Pesawaran, Lampung.

3.2. Tempat dan Waktu

Pengambilan sampel dilakukan di Puskesmas Hanura, Kabupaten

Pesawaran pada tahun 2016. Isolasi DNA dan PCR dilakukan di

Laboratorium Biokimia Biologi Molekuler dan Fisiologi Fakultas

Kedokteran Universitas Lampung. Sekuensing dilakukan pada

Laboratorium layanan sekuensing di Singapura.

3.3. Sampel Penelitian

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan biologi tersimpan

(BBT) berupa sampel darah yang terinfeksi P. falciparum. Peneliti memilih

sampel ini karena DNA yang diperoleh dari bahan biologis yang tersimpan

bersifat stabil (Wolf et al, 2009).

Page 44: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM (SNP) …digilib.unila.ac.id/57739/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-07-11 · identifikasi single nucleotide polymorphism (snp)

28

3.4. Populasi Penelitian

Dalam penelitian ini, terdapat populasi target dan populasi terjangkau.

Populasi target yang digunakan adalah populasi penderita malaria P.

falciparum di wilayah Puskesmas Kabupaten Pesawaran Lampung.

Sedangkan Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah berupa sampel

dari bahan biologi tersimpan (BBT), yaitu sampel darah dari penderita

malaria P. falciparum di wilayah Puskesmas Pesawaran Lampung. Dalam

menentukan sampel yang akan digunakan dalam penelitian, maka di

berlakukan kriteria Inklusi dan Eksklusi.

3.4.1. Kriteria Inklusi

DNA yang terdapat pada BBT dapat diperiksa dengan PCR.

3.4.2. Kriteria Eksklusi

Sampel BBT yang telah terkontaminasi, yaitu sampel yang telah

mengalami perubahan warna dan preparat yang telah rusak. Serta

sampel dengan konsentrasi DNA yang rendah.

3.5. Jumlah Sampel dan Teknik Sampling

Sampel yang digunakan adalah BBT dari penderita malaria di wilayah

Puskesmas Pesawaran Lampung. Sampel yang digunakan berjumlah 53.

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah berupa consecutive

sampling, dimana pemilihan sampel ditentukan dengan menetapkan subjek

yang memenuhi kriteria penelitian (Nursalam, 2008).

Page 45: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM (SNP) …digilib.unila.ac.id/57739/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-07-11 · identifikasi single nucleotide polymorphism (snp)

29

3.6. Identifikasi Variabel

Variabel dalam penelitian ini adalah gen AMA-1 (Apical Membrane

Antigen-1) pada P. falciparum di wilayah Puskesmas Kabupaten Pesawaran

Lampung.

3.7. Definisi Operasional Variabel

Untuk mempermudah penelitian, dan mencegah pembahasan yang terlalu

luas maka dibuat definisi operasional penelitian yang tertera pada tabel 2.

Tabel 2. Definisi Operasional Penelitian (Soulama et al., 2011). No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil

Ukur Skala

1 2

Single Nucleotide Polymorphism (SNP) Gen PfAMA-1

Suatu jenis variasi genetik yang umum terjadi Gen marker pada P.falciparum

Amplifikasi segmen basa nukleotida Amplifikasi segmen gen PFAMA-1

Sekuensing PCR dan Elektroforesis

Urutan basa nukleotida Fragmen DNA PFAMA-1

Kategorik Kategorik

3.8. Instrumen Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahapan, yaitu berupa isolasi

DNA, amplifikasi (perbanyakan) dengan PCR, dan elektroforesis.

3.8.1. Isolasi DNA

Prinsip dasar isolasi DNA adalah lisis sel (melisikan DNA dari

nucleus), pegendapan protein dan RNA, pengendapan

Page 46: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM (SNP) …digilib.unila.ac.id/57739/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-07-11 · identifikasi single nucleotide polymorphism (snp)

30

DNA/presipitasi DNA, pencucian DNA dari protein dan RNA

(kontaminan). Tujuan dilakukannya isolasi DNA adalah diperolehnya

DNA total (genome) dengan konsentrasi tinggi dan bersih dari

kontaminan. Isolasi DNA dapat dilakukan secara manual dan dengan

bantuan KIT.

Berbagai macam KIT telah dirancang oleh produsen untuk

memudahkan peneliti dalam ekstraksi DNA yang saat ini tersedia.

Hasil ekstraksi DNA merupakan tahapan penting, sehingga harus

dilakukan dengan baik dan bebas dari kontaminan (Nugroho &

Rahayu, 2016).

DNA parasit diekstrak menggunakan kit DNA sesuai dengan protokol

pabrikannya (Geneaid; Taiwan). DNA diberi aliquot steril dan

dimasukkan kedalam tabung kemudian disimpan pada suhu -20℃

sampai pemeriksaan PCR dimulai (Soulama et al., 2015).

Setelah melakukan ekstraksi DNA, selanjutnya dilakukan pengujian

kuantitas DNA dilakukan dengan metode nanofotometer pada

panjang gelombang (l) 260 dan 280 nm dengan menggunakan stok

DNA hasil isolasi dan pemurnian. DNA mempunyai kemurnian tinggi

jika ratio nilai absorbansi pada pada panjang gelombang 260 nm dan

280 nm berkisar antara 1,8 – 2,0 (Sambrook et al., 1989).

Page 47: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM (SNP) …digilib.unila.ac.id/57739/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-07-11 · identifikasi single nucleotide polymorphism (snp)

31

3.8.2. Amplifikasi dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)

Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah salah satu teknik dalam

biologi molekuler untuk mengamplifikasi atau mengandalkan

sejumlah kecil DNA secara in vitro menggunakan sistem enzimatik

dan suhu. PCR dimulai dengan DNA template dalam jumlah yang

sedikit, kemudian melalui beberapa siklus dan jumlah copy DNA akan

menjadi jutaan kali lipat. Selektifitas reaksi PCR ditentukan oleh

pemilihan primer yang tepat. Primer adalah potongan DNA dalam

bentuk untai tunggal dimana sekuen yang dimilikinya komplemen

dengan sekuen DNA template yang bersebelahan dengan daerah

target (Maftuchah, 2014).

Primer dapat diperoleh melalui literatur yang telah ada ataupun

dengan cara merancangnya sendiri. Efikasi dan sensitifitas PCR

sangat bergantung pada efisiensi primer. Primer unik untuk

mengamplifikasi sekuens target harus memenuhi kriteria tertentu,

seperti panjang primer, GC%, annealing dan melting temperature,

stabilitas ujung 5’, dan spesifisitas ujung 3’. Untuk merancang suatu

primer dengan bantuan software, harus diketahui urutan DNA

organisme yang akan di amplifikasi dalam bentuk FASTA pada

kolom yang disediakan. FASTA adalah kumpulan basa dari suatu

spesies yang berguna untuk menganalisis DNA dan protein tertentu.

Setelah memasukkan urutan basa DNA, sistem akan secara otomatis

menyelaraskan urutan DNA dengan primer yang dimaksud. Pada

tahap ini terdapat banyak pilihan primer yang akan muncul. Primer

Page 48: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM (SNP) …digilib.unila.ac.id/57739/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-07-11 · identifikasi single nucleotide polymorphism (snp)

32

yang akan dipilih kemudian disesuaikan dengan karakter primer yang

diinginkan.

Tabel 3. Sekuens dan Perlakuan pada PCR (Kang et al., 2018). Sekuens *Perlakuan pada

PCR Reaksi Pertama

5′-GTACTTGTTATAAATTGTACA-3′ (forward)

5′-TTTTAGCATAAAAGAGAAGC-3′

(reverse)

Initial D (94℃ selama 5 menit) D (94℃ selama 1 menit) A (55℃ selama 1 menit), Ex (72℃ selama 2 menit) FEx (72℃ selama 10 menit) Cy (35 siklus)

Cy Reaksi Kedua

5′- ACAAAAATGAGAAAATTATACTGC-3′ (forward)

5’-AAATTCTTTCTAGGGCAAAC-3’ (reverse)

Initial D (94℃ selama 5 menit) D (94℃ selama 1 menit) A (55℃ selama 1 menit), Ex (72℃ selama 2 menit) FEx (72℃ selama 10 menit) Cy (35 siklus)

*D: Denaturasi; A: Annealing; Ex: Pemanjangan; FEx: Pemannjangan akhir; Cy: siklus

Terkadang PCR masih memungkinkan untuk terjadinya kontaminasi.

Nested PCR adalah teknik PCR dengan sensitivitas dan spesifisitas

yang lebih tinggi. Nested PCR menggunakan dua pasang primer,

dimana salah satunya terletak di bagian dalam. Primer luar digunakan

untuk mengamplifikasi sekuens target. Produk PCR kemudian di

amplifikasi menggunakan primer set, dan menghasilkan produk PCR

akhir yang lebih pendek dari produk PCR sebelumnya. Nested PCR

Page 49: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM (SNP) …digilib.unila.ac.id/57739/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-07-11 · identifikasi single nucleotide polymorphism (snp)

33

sangat spesifik karena pasangan primer yang kedua melengkapi

sekuens dalam amplikon yang dihasilkan dari reaksi pertama (Crisan,

2010).

Penelitian ini dilakukan dengan metode PCR. Primer yang digunakan

diadaptasi dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Kang et al

pada tahun 2018. Adapun sekuens dan perlakuan pada PCR yang

dilakukan tertera pada Tabel 3.

3.8.3. Elektroforesis

Elektroforesis adalah suatu teknik pemisahan molekul seluler

berdasarkan ukurannya, dengan menggunakan medan listrik yang

dialirkan pada suatu medium yang mengandung sampel yang akan

dipisahkan. Teknik elektroforesis dapat digunakan untuk analisis

DNA, RNA dan protein. Fragmen molekul DNA dapat ditentukan

ukurannya dengan cara membuat gel agarose, yaitu suatu bahan semi-

padat berupa polisakarida yang di ekstraksi dari rumput laut.

3.9. Prosedur Penelitian

Pada penelitian ini, prosedur yang dilakukan terdiri dari beberapa tahapan.

Adapun tahapan yang dilakukan adalah sebagi berikut.

3.9.1 Isolasi DNA

a. Menambahkan 300µl sampel ke microcentrifuge tube

b. Menambahkan 900µl lysis buffer (3 x jumlah RBC)

c. Menginkubasi dalam suhu ruang selama 10 menit.

Page 50: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM (SNP) …digilib.unila.ac.id/57739/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-07-11 · identifikasi single nucleotide polymorphism (snp)

34

d. Melakukan sentrifuge dengan kecepatan 7700 rpm selama 5

menit. Kemudian memisahkan hasil sentrifuge dengan

supernatant.

e. Menambahkan 100µl buffer AL ke dalam sampel, kemudian di

vortex selama 15 detik.

f. Menambahkan GB buffer 200µl kedalam sampel

g. Menambahkan 30µl Proteinase K, kemudian melakukan inkubasi

dalam waterbath dengan suhu 60o. Sampel diperiksa setiap 3

menit dan dikocok dengan cara dibolak balikkan secara perlahan.

h. Mengganti tube dengan GD column, kemudian menambahakan

200µl etanol absolut kedalam sampel

i. Melakukan sentrifuge dengan kecepatan 14-16.000G selama 5

menit

j. Menambahkan 400µl Wash Buffer, kemudian melakukan

sentrifuge dengan kecepatan 14-16.000G selama 1 menit

k. Menambahkan 600µl wash buffer, kemudian melakukan

sentrifuge dengan kecepatan 14-16.000G selama 1 menit.

l. Mengganti GD column kemudian menambahkan 100µl Elution

buffer pre-heated

m. Melakukan inkubasi pada suhu ruang selama 3 menit

n. Melakukan sentrifuge dengan kecepatan 14-16.000G selama 1

menit

Page 51: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM (SNP) …digilib.unila.ac.id/57739/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-07-11 · identifikasi single nucleotide polymorphism (snp)

35

o. Membuang QIAamp Spin Column dan menutup 1,5 ml

microsentrifuge tube, hasil ekstraksi dapat disimpan pada lemari

pendingin.

3.9.2 Uji Kuantitas DNA

a. Menghidupkan nanofotometer sesuai dengan protokolnya

(IMPLEN NanoPhotometer P-Class; Germany)

b. Memilih program yang sesuai dengan sampel DNA (dsDNA =

Double Stranded DNA) dan memilih satuan yang akan

digunakan, yaitu µg/ml.

c. Meneteskan permukaan cell holder dengan buffer, kemudian

membersihkannya dengan tissue

d. Meneteskan 1µl sampel DNA yang telah di ekstraksi pada cell

holder kemudian meletakkan lid 10 pada permukaan cell holder.

Hasil purifikasi (l = A260/A280) dan konsentrasi DNA akan

secara otomatis tertera pada layar.

e. Mencatat nilai konsentrasi dan purifikasi DNA.

3.9.3 Amplifikasi dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)

a. Amplifikasi PCR

1. Membuat campuran reaksi dengan perhitungan: 25 µL per

reaksi × (total nomor reaksi + 1)

2. Menghitung jumlah setiap bahan yang dibutuhkan pada setiap

reaksi, volume setiap bahan dikalikan dengan reaksi (total

Page 52: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM (SNP) …digilib.unila.ac.id/57739/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-07-11 · identifikasi single nucleotide polymorphism (snp)

36

nomor reaksi + 1). Volume yang dibutuhkan pada setiap kit,

berikut rincian volume pada ki yang akan digunakant:

a) MyFi™ DNA Polymerase (Bioline)

5X MyFi Reaction Buffer : 5 µL

20 µM Forward Primer : 0,5 µL

20 µM Reverse Primer : 0,5 µL

DNA Template : 1 µL

MyFi DNA Polymerase : 1 µL

Aqua for Injection : 17 µL

3. Mencampurkan setiap bahan dengan volume sesuai dengan

perhitungan total reaksi ke dalam microsentrifuge tube,

kecuali DNA tamplate. Selama pengerjaan, seluruh bahan

diletakkan pada nampan dan rak dingin, untuk menjaga suhu

4. Melakukan aliquot campuran reaksi tersebut sebanyak 24 µL

pada setiap 0,2 ml microsentrifuge tube

5. Menambahkan DNA tamplate sebanyak 1 µL pada setiap

tube

6. Menempatkan tube ke dalam rotor, kemudian memasukkan

rotor ke dalam Rotor-Gene® Q (Qiagen)

7. Menjalankan reaksi PCR sesuai dengan kondisi PCR yang

telah ditentukan.

Page 53: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM (SNP) …digilib.unila.ac.id/57739/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-07-11 · identifikasi single nucleotide polymorphism (snp)

37

b. Cycling Parameters

Pada tahap ini, terjadi tiga proses utama yaitu denaturasi,

annealing dan extension dari materi genetik sampel. Setiap

tahapan pada PCR ini membutuhkan suhu tertentu yang berbeda-

beda.

3.9.4 Elektroforesis

Tahap elektroforesis ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap

pembuatan gel agarose dan melakukan deteksi dengan Elektroforesis.

a. Pembuatan Gel Agarose

1. Gel agarose dibuat dengan konsentrasi 0,8%

2. Menambahkan 10ml TBE 0,5 x dalam 190ml aquades

3. Menambahkan 1,6gr bubuk gel agarose kedalam larutan,

kemudian tutup baker glass dengan parafilm. Kemudian

dipanaskan pada suhu 100oC hingga larutan terlihat jernih (+

15 menit)

4. Diamkan dalam suhu ruang hingga sedikit mendingin

5. Menambahkan 5µl Gel Red, kemudian aduk dengan gerakan

memutar secara perlahan hingga Gel Red tercampur

6. Menyiapkan tray elektroforesis dengan mengelilingi tray

menggunakan selotip kertas untuk mencegah gel tumpah.

7. Menuangkan larutan gel agarose kedalam tray secara

perlahan untuk menghindari terbentuknya gelembung udara

8. Meletakkan comb pada tray, kemudian gel didiamkan pada

suhu ruang hingga mengeras

Page 54: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM (SNP) …digilib.unila.ac.id/57739/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-07-11 · identifikasi single nucleotide polymorphism (snp)

38

9. Setelah mengeras, lepaskan selotip pembatas dan letakkan

tray kedalam mesin electrophoresis apparatus

10. Lepaskan comb dari gel secara perlahan untuk menghindari

gel patah atau rusak

11. Merendam tray dengan larutan buffer

12. Sumuran pada gel siap diisi dengan sampel

b. Elektroforesis

1. Menyiapkan kertas parafilm atau solatip pada wadah;

2. Meletakkan 2 µL loading dye pada parafilm atau solatip;

3. Mengambil 3 µL hasil amplifikasi PCR, kemudian

mencampurkannya dengan loading dye;

4. Mengambil 5 µL hasil campuran tersebut, kemudian

memasukkannya ke dalam sumur pada gel agarose;

5. Menyambungkan alat elektroforesis dengan sumber listrik

dengan pengaturan pada alat elektroforesis, yaitu 100 V, 50

Watt dan 250 mA selama 55 menit;

6. Setelah selesai, didiamkan beberapa saat dan mengangkat

agarose dari bilik elektroforesis dan meletakkannya pada alat

UV untuk divisualisasikan.

3.10. Teknik Analisa Data

Dari penelitian ini akan didapatkan sejumlah data mengenai susunan alel

gen AMA-1 dari sampel yang diujikan. Hasil pembacaan elektroforesis

Page 55: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM (SNP) …digilib.unila.ac.id/57739/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-07-11 · identifikasi single nucleotide polymorphism (snp)

39

kemudian dilanjutkan ke tahapan sekuensing. Urutan basa nukleotida hasil

sekuensing sampel dibaca dengan bantuan software MEGA X.

3.11. Alur Penelitian

Alur penelitian dijelaskan pada gambar 6.

Gambar 6. Alur Penelitian

Izin penggunaan Laboratorium

Mempersiapkan alat dan bahan penelitian

Isolasi DNA pada sampel berupa BBT

Melakukan Amplifikasi dengan PCR

Pembacaan hasil amplifikasi dengan Elektroforesis

Pengolahan dan Analisis data

Hasil penelitian

Pengirimian hasil amplifikasi untuk dilakukan sekuensing

Page 56: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM (SNP) …digilib.unila.ac.id/57739/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-07-11 · identifikasi single nucleotide polymorphism (snp)

40

3.12. Etika Penelitian

Etik penelitian ini telah disetujui oleh komisi etik Fakultas kedokteran

Universitas Lampung dengan nomor surat 587/UN26.18/PP.05.02.00/2019.

Bukti persetujuan etik terlampir pada lampiran.

Page 57: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM (SNP) …digilib.unila.ac.id/57739/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-07-11 · identifikasi single nucleotide polymorphism (snp)

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah ditemukan single nucleotide

polymorphism (SNP) pada gen Apical Membrane Antigen-1 (AMA-1) P.

falciparum yang menginfeksi penderita malaria di wilayah Puskesmas

Pesawaran Provinsi Lampung.

5.2. Saran

Adapun saran yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah sebagai

berikut.

1. Sampel yang digunakan sebaiknya diukur dengan nanofotometer

terlebih dahulu agar setiap sampel memiliki konsentrasi DNA yang

sama.

2. Sekuensing dilakukan pada seluruh sampel untuk melihat perubahan

basa yang mungkin lebih beragam.

3. Penelitian yang sama dilakukan dengan jumlah sampel yang lebih

banyak untuk memastikan ada tidaknya variasi genetik yang terjadi di

daerah Kabupaten Pesawaran.

Page 58: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM (SNP) …digilib.unila.ac.id/57739/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-07-11 · identifikasi single nucleotide polymorphism (snp)

DAFTAR PUSTAKA

Adam AAM, Amine AAA, Hassan DA, Omer WH, Nour BY, Jebakumar AZ, et

al. 2013. Distribution of erythrocyte binding antigen 175 (eba-175) gene dimorphic alleles in Plasmodium falciparum field isolates from Sudan. BMC Infectious Disease. 469(13); 1-6.

Afridi SG, Irfan M, Ahmad H, Aslam M, Nawaz M, Ilyas M, et al. 2018. Population genetic structure of domain I of apical membrane antigen-1 in Plasmodium falciparum isolates from Hazara division of Pakistan. Malaria Journal. 389(17); 1-11.

Antinori S, galimberti L, Milazzo L, Corbellino M. 2014. Biology of human malaria plasmodia including Plasmodium knowlesi. Mediterranean Journal of Hematology and Infectious Diseases [Online Journal] [diunduh 26 Agustus 2018]. Tersedia dari: http://www.ncbi.nlm.nih.gov

Arnott A, Wapling J, Mueller I, Paul AR, Siba PM, Reeder JC, et al. 2014. Distinct patterns of diversity , population structure and evolution in the AMA1 genes of sympatric Pasmodium falciparum and Plasmodium vivax populations of Papua New Guinea from an area of similarly high transmission. Malaria Journal.13(1): 1–16.

Bartoloni A, Zammarchi L. 2012. Clinical aspect of uncomplicated and sever malaria. Mediterranean journal of Hematology and Infectious Diseases. 4(1): 1-10.

Boyle MJ, langer C, Chan JA, Hodder AN, Coppel RL, Anders RF, et al. 2014. Sequential processing of merozoite surface proteins during and after erythrocyte invasion by Plasmodium falciparum. Infectin and Immunity. 82(3): 924–936.

Caminade A, Kovats S, Rocklov J, Tompkins AM, Morse AP, Gonzales FJC, et al.

2014. Impact of climate change on global malaria distribution. PNAS. 111(9):

Page 59: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM (SNP) …digilib.unila.ac.id/57739/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-07-11 · identifikasi single nucleotide polymorphism (snp)

55

3286-3291.

Centers for Disease Control and Prevention. 2015. Anopheles Mosquitoes. Atlanta.

Centers for Disease Control and Prevention. 2015. Disease.

Centers for Disease Control and Prevention. 2018. Malaria. Atlanta.

Centers of disease Controls and Prevention. 2018. Malaria Parasites. Atlanta.

Coelho CH, Doritchamou JYA, Zaidi I, Duffy PE. 2017. Advances in malaria vaccine development: report from the 2017 malaria vaccine symposium. Nature Partner Journal. 2:34.

Conde M, Pareja PX, Orjuela LI, Ahumada ML, Duran S, Jara JA, et al. 2015. Larval habitat characteristics of the main malaria vectors in the most endemic regions of colombia: potential implications for larval control. Malaria Journal. 14(1): 476.

Costa GL, Amaral LC, Fontes CJF, Carvalho LH, Brito CFA, Sousa TN. 2017.

Assessment of copy number variation in genes related to drug resistence in Plasmodium vivax and Plasmodium falciparum isolates from the Brazilian Amazon and a systematic review of the literature. Malaria Journal. 152(16); 1-11.

Crisan D, Editor. 2010. Hematopathology : genomic mechanisms of neoplastic disease. USA : Humana Press.

Dinas Kesehatan Kabupaten Pesawaran. 2016. Profil Kesehatan Kabupaten Pesawaran 2015 : 22-23. (a)

Dinas Kesehatan Kabupaten Pesawaran. 2016. Profil Kesehatan Kabupaten Pesawaran 2015 : 51-52. (b)

Dinas Kesehatan Provinsi Lampung. 2015. Profil kesehatan provinsi Lampung tahun 2015 : 44.

Page 60: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM (SNP) …digilib.unila.ac.id/57739/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-07-11 · identifikasi single nucleotide polymorphism (snp)

56

Draper SJ, Sack BK, King CR, Nielsen CM, rayner JC, Higgins MK, et al. 2018. Malaria vaccines : recent advances and new horizons. Cell Host & Microbe. 43 - 56.

Drew DR, Hodder AN, Wilson DW, Foley M, Mueller I, Siba PM, et al. 2012. Defining the antigenic diversity of Plasmodium falciparum apical membrane antigen 1 and the requirements for a multi-allele vaccine against Malaria. PLoS ONE. 7(12): 1–11.

Duan J, Mu J, Thera MA, Joy D, Pond SLK, Diemert D, et al. 2008. Population

structure of the genes encoding the polymorphic Plasmodium falciparum apical membrane antigen 1 : implications for vaccine design. PNAS. 105(22); 7857-7862.

Duffy CW, Hampate BA, Assefa S, Ahouisi AD, Deh YB, Tandia A, et al. 2017.

Population genetic structure dan adaptation of malaria parasites on the edge of endemic distribution. Molecular Ecology. 26: 2880-2894.

Ebrahimzadeh A, gharaei A, Saryazdi K. 2014. Allelic diversity of polymorphic

ama-1 (apical membrane antigen 1) vaccine candidate antigen of Plasmodium falciparum in two population of imported and indigenous cases in South-East of Iran using nested-pcr. Journal Of Tropical Disease. 5(2); 1-4.

Farooq U, Malla N, Dubey, ML. 2009. Genetic polymorphism in MSP-2, AMA-1 and CSP genes in plasmodium falciparum field isolates from north and north-Western India. Genetic polymorphism in MSP-2, AMA-1 and CSP genes in Plasmodium falciparum field isolates from north and north-Western India. Department of Parasitology, Post Graduate Institute of Medical Education and Research, Chandigarh, India. 46(2): 109–116.

Gardner MJ, Hall N, Fung E, White O, Berriman M, Hyman RW, et al. 2013. Genome sequence of the human malaria parasite Plasmodium falciparum. Europe PMC Funders Group. 1-35.

Garg S, Alam MT, Das MK, Dec V, Kumar A, Dash AP, et al. 2007. Sequence

diversity and natural selection at domain I od the apical membrane antigen I among Indian Plasmodium falciparum populations. Malaria Journal. 154(6): 1-9.

Healer J, Triglia T, Hodder AN, Gemmil AW, Cowman AF. 2005. Functional

Page 61: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM (SNP) …digilib.unila.ac.id/57739/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-07-11 · identifikasi single nucleotide polymorphism (snp)

57

analysis of Plasmodium falciparum apical membrane antigen-1 1 utilizing interspecies domains. Infection And Immunity. 73(4); 2444-2451.

Kamareddine L. 2012. The biological control of the malaria vector. Toxins. (4):

748–767. Kang JM, Lee J, Moe M, Jun H, Le HG, Kim TI, et al. 2018. Population genetic

structure and natural selection of Plasmodium falciparum apical membrane antigen-1 in Myanmar isolates. Malaria Journal. 71(17); 1-17.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2017. Profil kesehatan Indonesia

tahun 2016. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Kenneth IEP. 2017. Incidence of malaria parasite in pregnant and non pregnant women in Ewohimi, Edo State, Nigeria. American Association for Science and Technology. 4(6) : 97-99.

Lumkul L, awaswong V, Simpalipan P, Kaewthamasom M, Harnyuttanakom P, Pattaradilokrat S. 2018. Unraveling haplotype diversity of the apical membrane antigen-1 in Plasmodium falciparum populations in Thailand. Korean Journal of Parasitology. 56(2): 153-165.

Maftuchah, Winaya A, Zainudin A. 2014. Teknik dasar analisis biologi molekuler. Yogyakarta : Deepublisher.

Mau F, Murhandarwati EEH. 2016. Keragaman genetik dari Msp 1, Msp 2, dan Glurp pada Plasmodium falciparum di kabupaten Sumba Tengah, Nusa Tenggara Timur. Buletin Penelitian Kesehatan. 44(2): 77–84.

Meyer CG, May J, Arez AP, Gil JP, Rosario Vd. 2002. Review : genetic diversity of Plasmodium falciparum : asexual stages. Tropical Medicine and International hHalth. 7(5): 395-408

Nair M, Hinds MG, Coley AM, Hodder AN, Foley M, Anders RF, Norton RS.

2002. Structure of domain III of the blood-stage malaria vaccine candidate, Plasmodium falciparum apical membrane antigen-1 (AMA-1). 322(4); 741-753.

Page 62: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM (SNP) …digilib.unila.ac.id/57739/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-07-11 · identifikasi single nucleotide polymorphism (snp)

58

Nicoll WS, Sacci JB, Rodolfo C, Giacomo GD, Piacentini M, Holland ZJ, et al. 2011. Plasmodium falciparum liver stage antigen-1 is cross-linked by tissue transglutaminase. Malaria Journal. 10:14.

Nugraheni D, Wijayanti M. 2011. Respon antibodi terhadap merozoite surface

protein-1 (msp-1) dan apical membrane antigen-1 (ama-1) Plasmodium falciparum pada penduduk daerah endemis rendah dan endemis sedang di Indonesia. Universitas Gadjah Mada.

Nugroho ED, Rahayu DA. 2016. Penuntun Praktikum Bioteknologi. Yogyakarta : Deepublish.

Nugroho ED, Rahayu DA. 2018. Pengantar bioteknologi (Teori dan Aplikasi).

Yogyakarta : Deepublish. Nursalam. 2008. Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan.

Jakarta : Salemba Medika.

Ouattara A, laurens MB. 2014. Vaccines against malaria. Infectious Disease Society of America. 60(6): 930-936.

Putra, RI. 2011. Malaria dan permasalahannya. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala. 11(2): 103–114.

Rabinovich RN, Drakeley C, Djimde AA, Hall BF, Hay SI, Hemingway J, et al.

2017. MaIERA: an update research ageda for malaria elimination and eradication. PLoS Med. 14(11): 1-17.

Sambrook J, Fritsch EF, Maniatis T. 1998. Molecular cloning - a laboratory manual.

Second edition, (three volumes). New York : Cold Spring Harbor Laboratory Press.

Soedarto. 2016. Buku ajar parasitologi kedokteran edisi kedua. Surabaya : Sagung

Seto.

Soulama I, Bigoga JD, Ndiaye M, Bougouma EC, Quagraine J, Casimiro PN, et al. 2011. Genetic diversity of polymorphic vaccine candidate antigens ( apical membrane antigen-1 , merozoite surface protein-3 , and erythrocyte binding

Page 63: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM (SNP) …digilib.unila.ac.id/57739/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-07-11 · identifikasi single nucleotide polymorphism (snp)

59

antigen-175 ) in Plasmodium falciparum isolates from Western and Central Africa. The American Society of Tropical and Hygiene. 84(2): 276–284.

Soulama I, Serme SS, Bougouma EC, Diarra A, Tiono AB, Ouedraogo A, et al.

2015. Clinical variation of Plasmodium falciparum eba-175, ama-1, and msp-3 genotypes in young children living in a seasonally high malaria transmission setting in Burkina Faso. Journal of Parasitology Research [Online Journal] [diunduh 31 Desember 2017]. Tersedia dari : http:/hindawi.com.

Sousa A, Barron LG, Vetter M, Morales J. 2014. The historical distribution of main malaria foci in Spain as related to water bodies. International Journal of Environmental Research and Public Health. (11) : 7896-7917.

Sugiarto, Hadi UK, Soviana S, Hakim L. 2016. Karakteristik habitat larva

Anopheles spp. di Desa Sungai Nyamuk, daerah endemik malaria di kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara. BALABA. 12(1): 47-54.

Sulasmi S, Setyaningtyas DE, Rosanji A, Rahayu N. 2017. Pengaruh curah hujan,

kelembaban, dan temperatur terhadap prevalensi malria di Kabupaten Tanah Bumbu Kalimantan Selatan. JHECDs. 3(1): 22-27.

Theisen M, Soe S, Oeuvray C, Thomas AW, Vuust J, Danielsen S, et al. 1998. The

glutamate rich protein (glurp) of Plasmodium falciparum is a target for antibody dependent monocyte-mediated inhibition of parasite growth in vitro. Infection dan Immunity. 66(01); 11-17.

Tukwasibwe S, Tumwebaze P, Conrad M, Arinaitwe E, Kamya MR, Dorsey G, et

al. 2017. Drug resistance mediating Plasmodium falciparum polymorphisms and clinical presentations of parasitaemic children in Uganda. Malaria Journal. 125(16); 1-6.

Wolf LE, Bouley TA, McCulloch CE. 2010. Genetic research with stored biological

materials : ethics and practice. 32(2): 7–18.

World Health Organizations. 2017. World Malaria Report. Geneva : WHO Library Cataloguing Data.

Yap A, Azevedo MF, Gilson PR, Weiss GE, O'Neil MT, Wilson DW, et al. 2014. Conditional expression of apical membrane antigen 1 in Plasmodium

Page 64: IDENTIFIKASI SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM (SNP) …digilib.unila.ac.id/57739/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2019-07-11 · identifikasi single nucleotide polymorphism (snp)

60

falciparum shows it is required for erythrocyte invasion by merozoites. Cellular Microbiology. 16(5): 642–656.