identifikasi bakteri clostridium botulinum menggunakan metode reverse transcriptase

71
PENGGUNAAN TEKNIK RT-PCR & RFLP - RFLP PROBE UNTUK ANALISIS MIKROBIOLOGI DALAM MAKANAN (CLOSTRIDIUM BOTULINUM DAN SHIGELLA) YOSSI FITRIANTI S.FARM, APT 1421012009 PASCASARJANA FARMASI UNAND

Upload: yossifitrianti

Post on 02-Oct-2015

100 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

...................

TRANSCRIPT

IDENTIFIKASI BAKTERI CLOSTRIDIUM BOTULINUM MENGGUNAKAN METODE REVERSE TRANSCRIPTASE POLYMERASE CHAIN REACTION (RT-PCR)

PENGGUNAAN TEKNIK RT-PCR & RFLP - RFLP PROBE UNTUK ANALISIS MIKROBIOLOGI DALAM MAKANAN (CLOSTRIDIUM BOTULINUM DAN SHIGELLA)YOSSI FITRIANTI S.FARM, APT1421012009PASCASARJANA FARMASI UNAND

FOODBORNE DISEASEFoodborne disease adalah penyakit yang disebabkan karena mengkonsumsi makanan atau minuman yang tercemar. Penyakit yang ditularkan melalui makanan (foodborne disease) yang segera terjadi setelah mengkonsumsi makanan, umumnya disebut dengan keracunan. Makanan dapat menjadi beracun karena telah terkontaminasi oleh bakteri patogen yang kemudian dapat tumbuh dan berkembang biak selama penyimpanan, sehingga mampu memproduksi toksin yang dapat membahayakan manusia (BPOM RI, 2008).

KIAT PENCEGAHAN

CLOSTRIDIUM BOTULINUM

Clostridium botulinumC. Botulinum pertama kali diisolasi dari kasus keracunan botulism yang terjadi pada abad ke19. Isolat tsb kemudian dinamakan Bacillus botulinus, namun setelah diteliti ternyata bakteri ini memiliki spora anaerob sehingga Bangston memasukkannya kedalam genus Clostridium .

Clostridium botulinumSalah satu bakteri patogen pada makanan dengan karakteristik : bakterigram-positif, berbentuk batang, bersifat anerob yang berarti organisme-organisme ini tumbuh paling baik pada tingkat-tingkat oksigen yang rendah atauketidakhadiran oksigen, dapat membentuk spora dan memproduksi racunsyaraf yang kuat, sporanya tahan panas dan dapat bertahan hidup dalam makanan dengan pemrosesan yang kurang sesuai atau tidak benarKetika kelembaban dan bahan bergizi ada dan oksigen tidak ada (seperti pada usus atau botol atau kaleng bersegel), spora tersebut mulaibertumbuh dan menghasilkan racun, Beberapa racun dihasilkan oleh Clostridium botulinum yang tidak dapat dihancurkan oleh enzimpelindung usus.

Ekologi Clostridium botulinumPenyebaran bakteri Clostridium botulinum adalah melalui spora yang dihasilkan oleh bakteri tersebut. Spora Clostridium botulinum dapat ditemukan di saluran pencernaan manusia, ikan, burung, dan hewan ternak. Selain itu, jugadapatditemukanditanah, pupuk organik, limbah, dan hasil panen. Spora tersebut dapat berakhir di usus hewan yang memakan hewan atau tumbuhan yang terkontaminasi spora tersebut kemudian memasuki rantai makanan manusia. Jika spora memasuki lingkunganyang anaerob, misalnya pada kaleng makanan, spora tersebut akan tumbuh menjadibakteri yang dapat menghasilkan neurotoksin.

Ekologi Clostridium botulinumPada makanan yang tertutup dan pHnya lebih dari 4,6 merupakan tempat pertumbuhan bakteri C.botulinum. Faktor lain yang mendukung tumbuhnya spora menjadi sel vegetatif adalah kadar garam yang di bawah 7%, kandungan gula di bawah 50%, temperatur 40C 490C, kadarkelembapan tinggi, serta sedikitnya kompetensi dengan bakteri flora.

Tanda-tanda kerusakan pada makanan kaleng yang disebabkan oleh Clostridium botulinumproduk mengalami fermentasiberbau asam, bau keju atau bau butiratpH sedikit di atas normal dengan tekstur rusakpenampakan pada keleng memperlihatkan bahwa kaleng menggembung jikadibiarkan terus menerus mungkin bisameledak.

Toksin Clostridium botulinumClostridium botulinummenghasilkan toksin yang disebut neurotoksin atau BoNT (botulinum neurotoxin). Neurotoksin ini merupakan eksotoksin karena toksin dikeluarkan oleh bakteri ke lingkungan serta neurotoxin paling kuatyang pernah ditemukan.Racun yang dihasilkan oleh Clostridium botulinum akan diserap di dalam lambung, duodenum dan bagian pertama jejunum. Kemudian akan diedarkan oleh darah dan menyerang saraf.Toksin botulinumini memilikistruktur dan fungsi yang sama dengan toksin tetanus. Namun, toksin botulinum mempengaruhi syaraf periferi karena memiliki afinitas untuk neuron pada persimpangan otot syaraf.

Toksin Clostridium botulinumTerdapat tujuh macam toksin yang berbeda-beda yang dihasilkan oleh C. botulinum, yaitu tipe A, B, C, D, E, F, dan G. Tipe A, B, E, dan F dapat menyebabkan botulisme pada manusia. Tipe C dan D menyebabkan sebagian besar botulisme pada hewan (unggas liar dan unggas ternak, sapi, kuda, dan beberapa jenis ikan). Tipe G telah diisolasi dari tanah di Argentina, belum ada kasus yang diketahui.

Pada siklus yang normal, asetilkolin akan dilepaskan oleh vesikel pada ujung serabut saraf. Asetilkolin akan memasuki sinaps dan memfasilitasi transfer impuls saraf dengan membuat jembatanpada gap antara ujung serabut saraf dengan sel reseptor otot sehingga komunikasi sel dapat berlangsung.

Mekanisme Racun oleh BotulininPada orang yang mengalami keracunan akibat toksin botulinin, racun akan memasuki deaerah membran sel ujung serabut saraf. Molekul-molekul toksin tersebut akan menutupi permukaan bagian dalam dari membran selt ersebut sehingga menghalangi vesikel yang akan melepaskan asetilkolin dan terjadi paralisis.

Gejala keracunan makanan oleh Clostridium botulinumGejala dimulai 1824 jam setelah makan makanan yang terkontaminasi Clostridium botulinum.Gejala-gejalanya : bibir kering, gangguan penglihatan (inkoordinasi otot-otot mata, penglihatan ganda),ketidakmampuan menelan, sulit berbicara; tanda-tanda paralisis bulbar berlangsung secara progresif, dan kematian terjadikarena paralisis pernapasan atau jantung berhenti.Gejala-gejala gastrointestinal biasanya tidak menonjol. Tidak ada demam. Penderita tetap sadar segera sebelum mati.

SHIGELLAShigella adalah bakteri penyebab penyakit shigellosis pada manusia. Bakteri ini merupakan bakteri patogen usus yang dikenal sebagai agen penyebab penyakit disentri basiler. Shigella tahan terhadap keasaman lambung dan membutuhkan inokulum yang kecil untuk menyebabkan diare sehingga mudah ditularkan ke orang lain. Penularan terjadi dalam kondisi banyak orang berkumpul dalam satu tempat seperti di penitipan anak, panti asuhan atau tempat penampungan. Rendahnya sanitasi dan pasokan air yang buruk dapat memberi sumbangan terhadap peningkatan risiko infeksi.

MORFOLOGIShigella merupakan bakteri berbentuk batang pendek , Gram-negatif, tidak motil, tidak berflagel, tidak berkapsul, tidak membentuk spora, bentuk coccobacilli terjadi pada pembenihan muda. Ukuran shigella sekitar 2-3m x 0,5-0,7 m dan susunannya tidak teratur. Shigella dapat tumbuh subur pada suhu optimum 37oC, hidup secara aerobik maupun anaerobik fakultatif.Shigella dibagi dalam empat serogrup berdasarkan komponen-komponen utama antigen O yaitu:1.Grup A: Shigella dysenteriae2.Grup B: Shigella flexneri3.Grup C: Shigella boydii4.Grup D: Shigella sonnei

TOXIN1.EndotoksinInfeksi hampir selalu terbatas pada saluran pencernaan, invasi ke aliran darah sangat jarang dan sangat menular. Infeksi di usus akut ini adalah disentri basiler/ Shigellosis yang dapat sembuh sendiri. Reaksi peradangan yang hebat tersebut merupakan faktor utama yang membatasi penyakit ini hanya pada usus. Selain itu juga menyebabkan timbulnya gejala klinik berupa demam, nyeri abdomen, tenesmus ani (mulas berkepanjangan tanpa hasil pada hajat besar). Waktu terjadinya autolysis semua bakteri Shigella sp mengeluarkan lipopolisakaridanya yang toksik. Endotoksin mungkin akan menambah iritasi pada dinding usus.

TOXIN2.EksotoksinEksotoksin merupakan protein yang antigenik (merangsang produksi antitoksin). Aktivitas enterotoksin terutama pada usus halus, yang berbeda bila dibandingkan dengan disentri basiler klasik dimana yang terkena adalah usus besar. Sebagai eksotoksin zat ini dapat menimbulkan diare sebagaimana enterotoksin yang tidak tahan panas.Pada manusia eksotoksin menghambat absorbsi gula dan asam amino pada usus kecil. Neurotoksin ini juga ikut berperan dalam menyebabkan keparahan penyakit dan sifat infeksi Shigella dysenteriae, serta menimbulkan reaksi susunan saraf pusat (meningismus, koma).

PATOGENITASBakteri tertelan masuk dan berada di usus halus menuju ileum terminal dan kolon melekat pada permukaan mukosa berkembang biak reaksi peradangan hebat, sel-sel terlepas, timbul Ulkus terjadi disentri basiler (tinja lembek, bercampur darah, mukus dan pus, nyeri abdomen, mules, tenesmus ani).Masa inkubasinya adalah 2-4 hari, atau bisa lebih lama sampai 1 minggu. Oleh seseorang yang sehat diperlukan dosis 1000 bakteri Shigella untuk menyebabkan sakit. Penyembuhan spontan dapat terjadi dalam waktu 2-7 hari terutama pada penderita dewasa yang sehat sebelumnya, sedangkan pada penderita yang sangat muda atau tua dan juga pada penderita dengan gizi buruk penyakit ini akan berlangsung lama. Pernah ditemukan terjadinya septicemia pada penderita gizi buruk dan berakhir dengan kematian.

SIKLUS HIDUP SHIGELLA

Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction (RT-PCR)

PCRPCR pertama kali dikembangkan pada tahun 1985 oleh Kary B. Mullis.PCR adalah suatu metode enzimatis menggunakan enzim DNA polimerase (enzim termostabil dari bakteri termofilik Thermus aquaticus) untuk amplifikasi DNA dengan cara in vitro. Amplifikasi DNA pada PCR dapat dilakukan bila menggunakan primer oligonukleotida yang disebut amplimers yaitu suatu sekuens oligonukleotida pendek yang berfungsi mengawali sintesis rantai DNA. Umumnya primer yang digunakan pada PCR terdiri dari 20-30 nukleotidaPCR memungkinkan dilakukannya pelipatgandaan suatu fragmen DNA. DNA template (cetakan) yaitu fragmen DNA yang akan dilipatgandakan dan berasal dari patogen yang terdapat dalam spesimen klinik.

KOMPONEN UTAMA PCRa. DNA cetakan, yaitu fragmen DNA yang akan dilipatgandakan. DNA cetakan yang digunakan sebaiknya berkisar antara 105 106 molekul. Dua hal penting yang perlu diperhatikan adalah kemurnian dan kuantitas cetakan. b. Oligonukleotida primer, yaitu suatu sekuen oligonukleotida pendek (18 28 basa nukleotida) yang digunakan untuk mengawali sintesis rantai DNA. Dan mempunyai kandungan G + C sebesar 50 60%. c. Deoksiribonukelotida trifosfat (dNTP), terdiri dari dATP, dCTP, dGTP, dTTP. dNTP mengikat ion Mg2+ sehingga dapat mengubah konsentrasi efektif ion yang diperlukan untuk reaksi polimerasi.

KOMPONEN UTAMA PCRd. Enzim DNA Polimerase, yaitu enzim yang melakukan katalisis reaksi sintesis rantai DNA. Enzim ini diperoleh dari Eubacterium yang disebut Thermus aquaticus, spesies ini diisolasi dari taman Yellowstone pada tahun 1969. Enzim polimerase taq tahan terhadap pemanasan berulang-ulang yang akan membantu melepaskan ikatan primer yang tidak tepat dan meluruskan wilayah yang mempunyai struktur sekunder. e. Komponen pendukung lain adalah senyawa buffer. Larutan buffer PCR umumnya mengandung 10 50mM Tris-HCl pH 8,3-8,8 (suhu 20o C); 50 mM KCl; 0,1% gelatin atau BSA (Bovine Serum Albumin); Tween 20 sebanyak 0,01% atau dapat diganti dengan Triton X-100 sebanyak 0,1%; disamping itu perlu ditambahkan 1,5 mM MgCl2.

TAHAPAN PROSES PCR1. Denaturasi Denaturasi DNA merupakan proses pembukaan DNA untai ganda menjadi DNA untai tunggal, biasanya berlangsung sekitar 3 menit, untuk meyakinkan bahwa molekul DNA terdenaturasi menjadi DNA untai tunggal. Denaturasi yang tidak lengkap mengakibatkan DNA mengalami renaturasi (membentuk DNA untai ganda lagi) secara cepat, dan ini mengakibatkan gagalnya proses PCR. Waktu denaturasi yang terlalu lama dapat mengurangi aktifitas enzim Taq polymerase. Aktifitas enzim tersebut mempunyai waktu paruh > 2 jam, 40 menit, 5 menit masing-masing pada suhu 92,5; 95 dan 97,5oC.

TAHAPAN PROSES PCR2. Annealing (penempelan primer) Kriteria untuk merancang primer yang baik adalah primer sebaiknya berukuran 18 25 basa, mengandung 50 60 % G+C. Waktu annealing yang biasa digunakan dalam PCR adalah 30 45 detik. Semakin panjang ukuran primer, semakin tinggi temperaturnya. Kisaran temperatur penempelan yang digunakan adalah antara 36oC sampai dengan 72oC, namun suhu yang biasa dilakukan itu adalah antara 50 60oC.

TAHAPAN PROSES PCR3.Pemanjangan Primer (Extention) Selama tahap ini Taq polymerase memulai aktivitasnya memperpanjang DNA primer dari ujung 3. Kecepatan penyusunan nukleotida oleh enzim tersebut pada suhu 72oC diperkirakan 35 100 nukleotida/detik, bergantung pada buffer, pH, konsentrasi garam dan molekul DNA target. Dengan demikian untuk produk PCR dengan panjang 2000 pasang basa, waktu 1 menit sudah lebih dari cukup untuk tahap perpanjangan primer ini. Biasanya di akhir siklus PCR waktu yang digunakan untuk tahap ini diperpanjang sampai 5 menit sehingga seluruh produk PCR diharapkan terbentuk DNA untai ganda.

Gambar siklus PCR(1) Denaturasi pada suhu 90o 95oC;(2) Annealing pada suhu 37o 65oC;(3) Ekstensi pada suhu 72oC ;(4) Siklus pertama selesai

Produk PCR dapat diidentifikasi melalui ukurannya dengan menggunakan elektroforesis gel agarosa. Metode ini terdiri atas penginjeksian DNA ke dalam gel agarosa dan menyatukan gel tersebut dengan listrik. Hasilnya untai DNA kecil pindah dengan cepat dan untai yang besar diantara gel menunjukkan hasil positif.

KEUNGGULAN PCRSpesifitas, efisiensi dan keakuratannya tinggi.Spesifitas PCR terletak pada kemampuannya mengamplifikasi sehingga menghasilkan produk melalui sejumlah siklus. Keakuratan yang tinggi karena DNA polymerase mampu menghindari kesalahan pada amplifikasi produk. Dapat diperoleh pelipatgandaan suatu fragmen DNA sebesar 200.000 kalinya setelah dilakukan 20 siklus reaksi selama 220 menit.

KEUNGGULAN PCRReaksi ini dilakukan dengan menggunakan komponen dalam jumlah sangat sedikit, dimana DNA cetakan yang diperlukan hanya sekitar 5 ug oligonukleotida atau sekitar 1 mM dari reaksi (biasa dilakukan dalam volume 50-100 ul) DNA cetakan yang digunakan juga tidak perlu dimurnikan terlebih dahulu sehingga metode PCR dapat digunakan untuk melipatgandakan suatu sekuen DNA dalam genom bakteri hanya dengan mencampurkan kultur bakteri di dalam tabung PCR

KELEMAHAN PCRBiaya PCR yang masih tergolong tinggi.

JENIS PCRRestriction Fragment Length Polymorphism (RFLP)metode ini digunakan untuk membedakan organisme berdasarkan analisis model derivat dari perbedaan DNA.Inverse-PCRmetode ini digunakan bila hanya satu sekuen internal yang diketahui. Metode ini khusus digunakan untuk mengidentifikasi sekuen antara dari beragam gen.

JENIS PCRNested-PCRproses ini memungkinkan untuk mengurangi kontaminasi pada produk selama amplifikasi dari penyatuan primer yang tidak diperlukanQuantitative-PCRdigunakan untuk pengukuran berulang dari hasil produk PCR. Metode ini secara tidak langsung digunakan untuk mengukur kuantitas, dimulai dari jumlah DNA, cDNA, atau RNA. Hasil dari metode ini juga menampilkan copy dari sampel

JENIS PCRReverse Transcriptase (RT-PCR)metode ini digunakan untuk amplifikasi, isolasi atau identifikasi sekuen dari sel atau jaringan RNA. Metode ini dibantu oleh reverse transcriptase (mengubah RNA menjadi cDNA), mencakup pemetaan, menggambarkan kapan dan dimana gen diekspresikan. Random Amplified Polymorphic DNA ( RAPD ) bertujuan untuk mendeteksi polimorfisme pada tingkat DNA. Metode ini dikembangkan oleh Welsh and Mc Clelland (1990) dengan cara mengkombinasikan teknik PCR menggunakan primer primer dengan sequens acak untuk keperluan amplifikasi lokus acak dari genom.

RT - PCRTeknik ini dikembangkan untuk melakukan analisis terhadap molekul RNA hasil transkripsi Teknik RT-PCR dikembangkan untuk mengatasi kelemahan-kelemahan metode PCR yang lain.Berbeda dengan teknik analisa PCR yang menggunakan DNA sebagai target, RT-PCR menggunakan RNA sebagai targetnya. Melibatkan enzym reverse transcriptase, yang akan mensintesa compelementary DNA (cDNA) dari template RNA, oleh karena itulah teknik ini dinamakan RT-PCR.

RT-PCR digunakan secara luas untuk menganalisis virus-virus enterik karena virus ini memiliki genom RNA, diantaranya : hepatitis A, virus Norwalk, rotavirus dan SRSVs. Protokol analisis untuk enterovirus ini juga dikembangkan untuk mendeteksi bakteri dan organisme tingkat tinggi lain. Messenger RNA (mRNA) merupakan target yang sangat berguna untuk PCR. mRNA ini berada dalam jumlah yang relatif banyak di dalam sel hidup, dan memiliki sensitivitas yang tinggi. Molekul ini merupakan indikator berlangsungnya kehidupan suatu sel. RT - PCR

Beberapa organisme yang dapat dideteksi dengan metode ini adalah : Legionella, Vibrio, Giardia. RNA tidak dapat digunakan sebagai cetakan pada teknik PCR, oleh karena itu perlu dilakukan proses transkripsi balik (reverse transcription) terhadap molekul mRNA sehingga diperoleh molekul cDNA (complementary DNA). Molekul cDNA digunakan sebagai cetakan dalam proses PCR. Teknik RT-PCR ini sangat berguna untuk mendeteksi ekspresi gen, untuk amplifikasi RNA sebelum dilakukan cloning dan analisis, maupun untuk diagnosis agensia infektif maupun penyakit genetikRT - PCR

Teknik RT-PCR memerlukan enzim transcriptase balik (DNA polymerase) yang menggunakan molekul DNA (cDNA) sebagai cetakan untuk mensintesis molekul cDNA yang komplementer dengan molekul RNA tersebut. Beberapa enzim yang digunakan adalah :Mesophilic viral reverse transcriptase (RTase) RTase bersifat sangat prosesif dan mampu menyintesis cDNA sampai sepanjang 10 kbTth DNA polymeraseTth DNA polymerase mampu menyintesis cDNA sampai sepanjang 1-2 kb.Enzim Tth DNA polymerase mempunyai keunggulan karena dapat digunakan untuk reaksi transkripsi balik sekaligus proses PCR dalam satu langkah reaksi.ENZIM YANG DIGUNAKAN DALAM RT- PCR

Oligo (dT) sepanjang 12-18 nukleotida yang akan melekat pada ekor poli (A) pada ujung 3 mRNA. Primer semacam ini pada umumnya akan menghasilkan cDNA yang lengkap.Heksanukleotida acak yang akan melekat pada cetakan mRNA yang komplementer pada bagian manapun. Primer semacam ini akan menghasilkan cDNA yang tidak lengkap (parsial).Urutan nukleotida spesifik yang dapat digunakan secara selektif untuk menyalin mRNA tertentu.Reaksi transkripsi balik dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa macam primer yaitu

RT-PCR menggunakan sepasang primer, yang berkomplemen dengan sequens yang jelas dari masing-masing dua untai cDNA. Primer tersebut kemudian diperpanjang dengan bantuan enzim DNA polymerase dan akan menghasilkan sebuah untai gandaan pada setiap siklusnya dan seterusnya mengikuti amplifikasi logaritmikPRINSIP RT-PCR

RNA ditranskrip balik menjadi cDNA menggunakan enzim reverse transcriptase dan primer. Tahap ini sangat penting, karena berkaitan dengan performa PCR untuk amplifikasi cDNA dengan bantuan DNA polymerase sebab DNA polymerase hanya dapat bekerja pada templet yang berupa DNA. Tahapan RT (Reverse Transcripsion) dapat dilakukan dalam tabung yang sama dengan PCR (one-step PCR) atau pada tabung yang terpisah (two-step PCR) menggunakan suhu berkisar 40C sampai 50C, tergantung pada karakteristik reverse transcriptase yang digunakan.TAHAPAN PROSEDUR RT-PCRTahap pertama adalah reverse transcription (RT)

Pada tahap ini dua untai DNA akan terpisah dan primer dapat mengikat pada untai tersebut jika temperaturnya diturunkan selanjutnya akan dimulai rantai reaksi baru.Kemudian suhu diturunkan hingga mencapai suhu anealing yang bervariasi tergantung primer yang digunakan, konsentrasi, probe dan konsentrasi kation. Perhatian utama saat memilih temperatur anealing optimal adalah melting temperatur dari primer dan probe (jika digunakan). TAHAPAN PROSEDUR RT-PCRTahap kedua adalah denaturasi DNA pada suhu 95C

Temperatur annealing yang dipilih untuk PCR tergantung langsung pada panjang dan komposisi dari primer yang digunakan. Hal ini merupakan hasil dari perbedaan ikatan hidrokarbon antara A-T (2 ikatan) dan G-C (3 ikatan).Temperatur annealing biasanya berkisar 5 derajat di bawah temperatur terendah dari pasangan primer yang digunakan.TAHAPAN PROSEDUR RT-PCRTahap kedua adalah denaturasi DNA pada suhu 95C

Dilakukannya perpanjangan DNA menggunakan Primer yang memerlukan Taq DNA polymerase yang termostabil, biasanya pada suhu 72C, yang merupakan suhu optimal untuk aktivitas enzim polymerase. Lamanya masa inkubasi tiap temperatur, perubahan suhu dan jumlah siklus dikontrol secara terprogram menggunakan programmable thermal cycler. Analisa produk PCR tergantung pada kebutuhan PCR. Jika menggunakan PCR konvensional, maka produk PCR dapat dideteksi dengan agarose gel electrophoresis dan ethidium bromide (atau dye nukleotida lainnya).TAHAPAN PROSEDUR RT-PCRTahap akhir adalah Amplifikasi PCR

Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP) dan RFLP-probe

DNADNA merupakan jenis asam nukleat yang menyimpan semua informasi genetika. DNA merupakan blueprint segala aktivitas sel yang akan diturunkan ke generasi berikutnya. DNA umumnya terletak di dalam inti sel.Struktur DNA terdiri atas dua untai yang berpilin membentuk struktur double helix. Masing-masing untai terdiri atas rangka utama dan basa nitrogen yang menyatukan dengan untai DNA lain. DNA merupakan polimer yang terdiri dari tiga komponen utama, yaitu gugus fosfat, gula deoksiribosa dan basa nitrogen.

Page #DNASebuah unit monomer DNA yang terdiri dari ketiga komponen tersebut dinamakan nukleotida, sehingga DNA tergolong sebagai polinukleotida. Rangka utama untai DNA terdiri dari gugus fosfat dan gula yang berselang-seling.Empat basa yang ditemukan pada DNA adalah adenin (A), sitosin (C), guanin (G) dan timin (T). Adenin berikatan hidrogen dengan timin, sedangkan guanin berikatan dengan sitosin.

Page #DNASetiap DNA tersusun dari ekson yang merupakan daerah yang mengkode protein dan intron yang berupa daerah non-coding, biasanya disebut junk DNA. Dalam DNA kromosom terdapat sekuens berukuran 20-100 bp yang berulang.Potongan pengulangan ini dikenal sebagai VNTRs (Variable Number Tandem Repeats) yang dapat diisolasi dari DNA individu.Perbedaan VNTRs dari setiap individu terletak pada berapa kali sequence ini diulang dalam daerah VNTRs. Tidak ada individu yang memiliki VNTRs sama persis, sehingga memungkin untuk mengetahui indentitas individu melalui profil DNAnya.

Page #

Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP)RFLP dikenal juga sebagai restriction enzym analysis (REA) atau bacterial restriction endonuclease digest analysis (BRENDA), dikarenakan pemotongan DNA menjadi fragmen-fragmen dilakukan suatu enzim yang disebut enzim restriction endonuclease (RE)Enzim ini bekerja memotong DNA pada site yang spesifik berbeda dengan enzim DNAses yang memotong DNA secara random. Site yang spesifik ini dikenal juga dengan recognition sequences. Site ini terdiri atas urutan basa nukleotida spesifik, yang hanya dikenali oleh enzim RE bukan enzim lainnya. Panjang urutan basa nukleotida ini bervariasi antara 4 8 atau lebih basa nukleotida.

Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP)Teknik RFLP ini tidak hanya bergantung kepada enzim restriksi endonuklease (RE) akan tetapi juga pada kromosom DNA terkait, karena strain yang sama akan sangat berbeda dalam hal urutan basa nukleotidanya. Suatu strain pada beberapa bagian kromosomnya dapat memiliki urutan basa nukleotida yang dikenali oleh RE, akan tetapi strain yg sama lainnya bisa memiliki perbedaan urutan basa nukleotida sehingga tidak lagi dikenali oleh RE atau malah sebaliknya.Jadi 2 strain dengan urutan basa nukleotida yang berbeda seperti digambarkan diatas, dapat berbeda dalam jumlah dan panjang fragmen yang dihasilkan atau terjadi polimorfisme dalam panjang fragmen hasil restriksi tsb

Pembuatan DNA fingerprinting dengan teknik analisa RFLP meliputi dua tahap :1. Pemotongan DNA dengan enzim restriksi Tabung eppendorf yang berisi larutan DNA ditambahkan buffer restriksi dan BSA (Bovine Serum Albumin). Buffer restriksi (RE buffer) berfungsi untuk membuat dan mempertahankan suasana pH, ionic strength, dan kation yang sesuai (optimum) dengan kerja enzim restriksi sehingga enzim restriksi dapat bekerja secara optimal. Sedangkan BSA berperan sebagai stabilisator bagi enzim restriksi serta mencegah terjadinya adhesi antara enzim dengan dinding tabung reaksi. BSA tidak akan berpengaruh pada enzim yang tidak membutuhkan stabilisator.

Enzim restriksiEnzim restriksi yang digunakan terdiri dari campuran EcoRI dan PstI. Enzim EcoRI berasal dari bakteri Eschericia coliEnzim PstI berasal dari bakteri Providencia stuartii. Enzim EcoRI akan memotong pada sekuens GAATTCEnzim PstI akan memotong pada sekuens sebagai berikut : 5' - CTGCAG - 3' 3' - GACGTC - 5' 5' - CTGCA|G - 3' 3' - G|ACGTC - 5' 5' -CTGCAG- 3' 3' -GACGTC- 5'

Faktor yang mempengaruhi kerja enzim restriksiKomposisi Buffer Penggunaan buffer yang berbeda akan menyebabkan kerja enzim dalam memotong menjadi tidak optimal. Adanya DNA yang termetilasi Sebagian besar enzim restriksi tidak dapat memotong DNA yang termetilasi karena enzim tersebut tidak mampu mengenali sisi pemotongannya, hal ini disebabkan oleh adanya modifikasi atau metilasi. Suhu inkubasi Suhu inkubasi suatu enzim bergantung pada asal enzim restriksi tersebut diambil. Suhu inkubasi enzim restriksi umumnya adalah 37oC. Namun apabila enzim restriksi tersebut diperoleh dari bakteri termofil, suhu inkubasinya adalah sekitar 50 65oC.

Pembuatan DNA fingerprinting dengan teknik analisa RFLP meliputi dua tahap :2. Pemisahan hasil pemotongan dengan elektroforesis gel agarosaSetelah DNA dipotong dengan enzim restriksi, DNA dianalisis dengan gel elektroforesis. Gel elektroforesis merupakan salah satu metode yang digunakan untuk pemisahan, pendeteksian dan pemurnian molekul-molekul Biologi, seperti asam nukleat dan protein. Pemisahan dilakukan pada matriks yang berupa gel. Sampel DNA yang terpotong akan bergerak dalam gel agarosa yang telah dialiri listrik bertegangan 90mV. Kemudian DNA tersebut akan membentuk band-band yang dapat dilihat menggunakan alat berupa transiluminator UV. Kemudian akan nampak band-band. Dari band tersebut dapat dibuat peta restriksi DNA plasmid dari ukuran fragmen-fragmen DNA yang dihasilkan pada pemotongan dengan enzim restriksi dan jarak antara sisi pengenalan enzim.

Teknik Pengerjaan

RFLP - ProbeWalaupun metode RFLP ini menghasilkan pola fragmen yang lengkap, tetapi belum bisa segera dibandingkan/ dianalisis menggunakan komputer. Penentuan strain dilakukan menggunakan Probe asam nukleat untuk melihat perbedaan polanya sehingga diistilahkan dengan analisis RFLP-probe.

RFLP - ProbeMetode ini diaplikasikan untuk mengidentifikasi bakteri penyebab penyakit yang disebabkan makanan seperti : Campylobacter, E.Coli, Listeria, Salmonella dan Shigella juga digunakan untuk ragi dan jamur pada makanan penyebab penyakit.

Pendekatan teknik RFLP - ProbeTeknik ribotyping, yang menggunakan basa probe dari rDNA, gen yang meng-enkode RNA ribosomal. Teknik ribotyping ini digunakan untuk mengidentifikasi sejumlah bakteri penyebab penyakit yang disebabkan makanan seperti : Aeromonas, Campylobacter, E. Coli, Listeria, Salmonella, Shigella, Staphylococcus aureus, Vibrio dan Yersinia. Teknik ribotyping ini ada yang sudah otomatis yakni DuPont, dimana alat ini menjamin tingkat reproducibility yang tinggi, memiliki kemampuan menghasilkan ribotypes library atau database, tetapi biayanya cukup mahal.

Pendekatan teknik RFLP - ProbePendekatan lainnya adalah PCR-RFLP, yang melibatkan teknik amplifikasi gen ttt dengan PCR, kemudian dilanjutkan dengan pemotongan oleh enzim RE dan pemisahan fragmen pada gel agarosa. Teknik ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi gen yang meng-enkode toxin pada Campylobacter, Cl. Botulinum, Cl. Perfringen, E.Coli, Shigella, Vibrio, dan Yersinia.

Penelitian yang telah dilakukan :Review journal : DNA based methodes used for characterization and detection of food borne bacterial pathogens with special consideration to recent raid methodes, African Journal of Biotechnology vol.8 (9), pp 1768-1775, 4 May 2009.Isolasi dan identifikasi bakteri patogen dari makanan menggunakan metode biokimia dan imunologi memiliki banyak kekurangan, selain menghabiskan banyak waktu juga kurang sensisitiv bila dibanding dengan molecular methode. Sehingga menuntut untuk pengembangan metode yang lebih sensitif dan cepat. Polimorfisme DNA yang terjadi pada berbagai bakteri telah digunakan untuk mengidentifikasi pathogen pada makanan. Peningkatan database sekuens DNA bakteri membimbing pada design deteksi dan kuantifikasi yang lebih baik. Dalam hitungan menit sejumlah DNA target dapat diamplifikasi dengan teknik PCR sehingga dapat dilakukan analisis secara luas pada mikroorganisme yang patogen pada makanan. Beberapa metode itu adalah : RFLP, PFGE, Ribotyping, Hibridisasi DNA probe, Amplifikasi DNA dan PCR, NASBA, LCR, RAPD, AFLP, Multiplex PCR vs Primer universal, Real time PCR, LAMP, Gold nanoparticle based biosensor, Fibre optic bisensor, electric biosensor, dll.

Quantification of Clostridium botulinum Toxin Gene Expression by Competitive Reverse Transcription-PCR, Applied and Enviromental Microbiology, pp 1423-1428, Apr 2000.Clostridium botulinum menghasilkan neurotoksin botulinum yang menyebabkan kondisi neoruparalitik yang fatal disebut botulism. Walaupun kasus ini jarang terjadi akan tetapi sebuah industri makanan harus menjamin produknya aman dari bakteri ini. Sebelumnya bakteri ini dianalisis dengan metode mouse bioassay, namun metode ini mahal, lambat dan dianggap tidak etis. Pada penelitian ini diperkenalkan uji baru yakni competitive RT-PCR untuk memonitor produksi neurotoxin botulinum tsb. Metode ini mengukur dengan tepat jumlah toxin yang meng-enkode mRNA pada sel C.botulinum. Pengukuran mRNA ini menghasilkan penilaian yang baik terhadap ekspresi gen mRNA bakteri, selain itu mudah, spesifik, sensitif dan lebih baik dari metode mouse bioassay yang biasa dilakukan.

Penelitian yang telah dilakukan :

Determination of Neurotoxin Gene Expression in Clostridium botulinum Type A by Quantitative RT-PCR, Mol Cells Vol,22, No.3, pp 336-342, September 2006.RT-PCR digunakan untuk mengidentifikasi expresi gen neurotoxin botulinum type A (BoNT/A) (cntA) oleh 16S rRNA. Kasus keracunan pada umumnya disebabkan oleh C. Botulinum Type A. Metode ini dikonfirmasi dengan memonitor jumlah mRNA dari cntA selama pertumbuhan 5 strain BoNT/A ini. Penggunaan teknik RT-PCR ini dapat digunakan untuk meng-quantifikasi jumlah transkrip neurotoksin C. Botulinum tpe A dan mengetahui efek dari zat yang ditambahkan ke pangan yang berisiko menimbulkan keracunan botulinum. Penelitian yang telah dilakukan :

Molecular genotyping of Shigella sonnei Strains Isolated From Children With Bloody Diarrhea Using Pulsed Field Gel Electrophoresis on the Total Genome and PCR-RFLP of IpaH and IpaBCD genes, Jundishapur J Microbiol, 2015 January.Penelitian ini bertujuan untuk analisa epemiologi secara molekular isolat Shigella yang diperoleh dari sampel diare anak-anak di Shiraz (Iran Selatan), menggunakan IpaH and IpaBCD RFLP. 82 strain Shigella spp diisolasi dari 719 sampel feses pasien diare, yang berumur 2 bln s/d 14 tahun, yang positif tes occult blood (OB) yang dikarakterisasi berdasarkan gen IpaH and IpaBCD pada pola PCR-RFLP. DNA strainShigella sonnei kemudian dianalisa dengan PFGE. Adapun strain shigella yang diuji : S.sonnei, S.flexneri, S.boydii, S.dysentriae. Deteksi gen Ipa dilakukan dengan mengamplifikasi gen IpaH and IpaBCD dengan PCR. Untuk ekstraksi DNA, koloni Shigella disuspensikan pada air suling steril dan dididihkan selama 3 menit dan bagian suspensi tsb diuji dengan alat PCR. Amplifikasi dilakukan dalam sebuah thermal cycler sesuai metode Aranda dan FaruquePenelitian yang telah dilakukan :

Parameter siklus thermal untuk uji PCR tsb tdd denaturasi pada suhu 940C selama 2 menit, annealing primer pada suhu 550C selama 2 menit dan pemanjangan primer pada suhu 720C selama 3 menit. Ampifikasi dilakukan sebanyak 35 kali siklus, menggunakan molekul penanda (100-bp DNA ladder, MBI, Fermentas, Lithuania). Elektroforesis dilakukan menggunakan gel agarosa 1,5% untuk memastikan ukuran yang telah diamplifikasi. Fragmen IpaH yang diamplifikasi dari PCR dicerna oleh enzim restriksi Hinfi, Haell, dan fragmen IpaBCD dicerna oleh enzim restriksi Hinfi dan pstl selama 4 jam pada suhu 370C didalam buffer MBI,Fermentas,Lithuania. Hasil cerna tadi dianalisa dengan elektroforesis gel agarosa 2% dengan buffer tris-acetate EDTA diikuti dengan pewarnaan Ethidium bromida.

Restriction Fragment Length Polymorphisms in rRNA Operons for Subtyping Shigella sonnei, Journal of Clinical Microbiology, Nov 1991, p 2380-2384.Shigella sonnei penyebab terbesar terjadinya shigellosis di US. Studi epidemiologi organisme ini terhambat oleh belum adanya prosedur yang sesuai. Analisis DNA Ribosomal (ribotyping), sebuah metode untuk menganalisa restriction fragment length polymorphisms pada gen kromosom yang mengenkode rRNA, yang saat ini dapat dimanfaatkan untuk mengidentifikasi spesies dan subtyping. Untuk melihat apakah teknik ribotyping dapat digunakan untuk membeda-bedakan diantara isolat S.sonnei , peneliti melakukan Southern hybridization studies dalam mengisolasi sampel dari 16 lokasi geografi yang berbeda dan jauh dari kasus keracunan. Fragmen gen DNA S.sonnei dicerna oleh SalI hybridized dengan E.Coli RNA16S dan 23S untuk menghasilkan 6 pola yang berbeda, strain pola 1,2,3 disubdivisi lagi dengan 2 pola tambahan menggunakan PvuII, SmaI dan SstI. Penelitian yang telah dilakukan :

Restriction Fragment Length Polymorphisms in rRNA Operons for Subtyping Shigella sonnei, Journal of Clinical Microbiology, Nov 1991, p 2380-2384.Ternyata strain dengan pola yang identik memiliki epidemiologik yang saling berhubungan. Teknik ribotyping merpakan tools yang bermanfaat untuk studi epidemiologi kasus shigellosis yang disebabkan Shigella sonnei.Penelitian yang telah dilakukan :

TERIMA KASIH