iddah perempuan hamil karena zina studi pasal 53 khi-0035017

80
‘IDDAH PEREMPUAN HAMIL KARENA ZINA : STUDI PASAL 53 KHI SKRIPSI DIAJUKAN KEPADA FAKULTAS SYARI’AH GUNA MEMENUHI SEBAGIAN SYARAT-SYARAT UNTUK MEMPEROLEH GELAR SARJANA STRATA SATU DALAM HUKUM ISLAM DISUSUN OLEH : MUHAMAD ISNA WAHYUDI NIM : 00350175 DI BAWAH BIMBINGAN : 1. Drs. MAKHRUS MUNAJAT, M.Hum 2. FATMA AMILIA, S.Ag, M.Si AL-AHWAL ASY-SYAKHSIYYAH FAKULTAS SYARI’AH 2004 M / 1425 H

Upload: hawaridarman

Post on 03-Aug-2015

480 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

Sontoh Skripsi Jurusan AHS

TRANSCRIPT

Page 1: Iddah Perempuan Hamil Karena Zina Studi Pasal 53 KHI-0035017

‘IDDAH PEREMPUAN HAMIL KARENA ZINA :

STUDI PASAL 53 KHI

SKRIPSI

DIAJUKAN KEPADA FAKULTAS SYARI’AH

GUNA MEMENUHI SEBAGIAN SYARAT-SYARAT UNTUK

MEMPEROLEH GELAR SARJANA STRATA SATU DALAM HUKUM

ISLAM

DISUSUN OLEH :

MUHAMAD ISNA WAHYUDINIM : 00350175

DI BAWAH BIMBINGAN :

1. Drs. MAKHRUS MUNAJAT, M.Hum

2. FATMA AMILIA, S.Ag, M.Si

AL-AHWAL ASY-SYAKHSIYYAH

FAKULTAS SYARI’AH

2004 M / 1425 H

Page 2: Iddah Perempuan Hamil Karena Zina Studi Pasal 53 KHI-0035017

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Hukum merupakan esensi yang disaring dari peradaban suatu bangsa dan

sekaligus mencerminkan jiwa suatu bangsa secara lebih jelas dari lembaga lain

yang ada.1( Kedudukan hukum dalam Islam adalah sebagai inti dan saripati ajaran

Islam itu sendiri. Sehingga sangatlah tidak mungkin untuk dapat memahami

Islam tanpa memahami hukum Islam.2)

Hukum Islam3) dalam catatan sejarah telah mengalami pertumbuhan dan

perkembangan. Hal tersebut menunjukkan suatu dinamika pemikiran keagamaan

itu sendiri dan menggambarkan benturan-benturan agama dengan perkembangan

sosial budaya dimana hukum itu tumbuh.4) Karena pada dasarnya ijtihad dalam

hukum Islam merupakan hasil interaksi antara pemikir hukum dengan faktor

sosial-budaya dan faktor sosial-politik yang mengitarinya.5)

1) J.N.D. Anderson, Islamic Law in the Modern World, (New York:New York University Press, 1959), hlm.17

2) Joseph Schacht, An Introduction to Islamic Law, (Oxford:Oxford University Press, 1964), hlm.1

33) Kata hukum Islam tidak ditemukan sama sekali di dalam al-Qur’an dan literatur hukum dalam Islam. Yang ada dalam al-Qur’an adalah kata syari’ah, fiqh, hukum Allah dan yang seakar dengannya. Kata-kata hukum Islam merupakan terjemahan dari term “Islamic Law”dari literatur Barat. Fathurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam, (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm.11. Adapun kata syari’ah mencakup arti luas dan sempit. Syari>’ah dalam pengertian luas adalah agama itu sendiri sedangkan syari’ah dalam arti sempit berarti fiqh. Mahmu>d Syaltu>t, al-Isla>m ‘Aqi>dah wa Syari>’ah, (t.t p: Dar al-Qalam, 1966), hlm.77. Kata hukum Islam dalam tulisan ini adalah dalam pengertian fiqh.

4) Mun’im A. Sirry, Sejarah Fiqh Islam : Suatu Pengantar, cet.II, (Surabaya:Risalah Gusti, 1996), hlm.1

5) ‘Atho’ Mudzhar, Social History Approach to Islamic Law, Al-Jami’ah, No.61 (1998), hlm.79

Page 3: Iddah Perempuan Hamil Karena Zina Studi Pasal 53 KHI-0035017

Sejarah Islam pada masa modern ini diwarnai oleh peristiwa – peristiwa

yang sangat mendasar dan besar sekali pengaruhnya terhadap perkembangan

pemikiran hukum Islam pada masa-masa mendatang. Pertama, peristiwa

merembesnya ide-ide modern yang berasal dari Barat seperti ide nasionalisme,

rasionalisme, demokrasi, emansipasi, sekularisasi, dan lain-lain yang pada

akhirnya ide-ide tersebut mengubah struktur kebudayaan Islam klasik pada tingkat

sosial kemasyarakatan maupun pada tingkat politik kenegaraan. Kedua, peristiwa

runtuhnya tradisi sistem khilafah berganti dengan sistem kekuasaan negara

nasional. Ummat Islam yang sebelumnya bersatu dalam kekuasaan imperium

Islam dan akhirnya jatuh dalam dominasi kekuasaan kolonialis Barat, setelah

merdeka mereka mempunyai kesempatan membangun corak kehidupan

masyarakat yang mereka kehendaki. Konsekuensi logis dari berdirinya negara-

negara muslim tersebut melahirkan upaya perancangan sistem hukum nasional

sesuai aspirasi sosial politik masing-masing.6)

Pada dewasa ini pembaharuan hukum Islam telah menjadi suatu kebutuhan

di negara-negara muslim.7) Meskipun pada kenyataannya pembaharuan hukum

Islam di negara-negara muslim masih terbatas pada wilayah hukum keluarga,

setidaknya fenomena tersebut mencerminkan bahwa aktifitas ijtihad masih tetap

hidup pada era globalisasi ini. Karena tanpa adanya ijtihad pasti hukum Islam

6) Ghufron Ajib Mas’adi,Metodologi Pembaharuan Hukum Islam, cet.II,(Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 1998), hlm.4

7) Menurut Anderson tipologi pembaharuan hukum Islam di negara-negara muslim dapat dibedakan menjadi tiga : 1) negara-negara yang masih menerapkan syari’ah secara utuh, 2) negara-negara yang berusaha mengganti syari’ah dengan hukum Barat, dan 3) negara-negara yang mengkombinasikan hukum Barat dengan syari’ah. J.N.D Anderson, Islamic, hlm.82-83

Page 4: Iddah Perempuan Hamil Karena Zina Studi Pasal 53 KHI-0035017

akan kehilangan sifat elastis dan akomodatifnya dalam merespon permasalahan

baru yang muncul seiring dengan perubahan zaman.

Di Indonesia upaya pembaharuan hukum Islam telah menghasilkan wujud

yang konkret. Salah satunya adalah Kompilasi Hukum Islam yang patut dinilai

sebagai ijma’ ulama Indonesia.8) Namun mencermati gagasan-gagasan yang ada

dalam KHI, kesimpulan yang dapat diperoleh adalah pemanfaatan lembaga talfiq

dan takhayyur dalam fomulasi hukumnya. Nilai lebih dari proses penyusunan

KHI adalah referensi dari 38 buah kitab dari berbagai mazhab fiqh yang ada, studi

banding ke negara-negara muslim Timur Tengah, telaah yurisprudensi dan

serangkaian wawancara dengan para ulama Indonesia.9)

Dasar hukum KHI adalah Instruksi Presiden No.1 tahun 1991 yang

dikeluarkan pada tanggal 10 Juni 1991. Kemudian ditindaklanjuti dengan

Keputusan Menteri Agama No.154 tahun 1991 mengenai penyebarluasan

Kompilasi Hukum Islam.10) Meskipun KHI oleh pakar hukum di Indonesia tidak

dinyatakan sebagai hukum perundang – undangan yang berlaku di Indonesia

namun seluruh jajaran peradilan agama di Indonesia sudah mengakuinya sebagai

8) Amir Syarifuddin, Pembaharuan Pemikiran dalam Hukum Islam, (Padang:Angkasa Raya, 1990), hlm.138-139

9) Epistemologi Syara’ : Mencari Format Baru Fiqh Indonesia, Noer Ahmad dkk,cet.I (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2000), hlm. 110. Tentang proses perumusan dan sumber rujukan dapat dilihat Ahmad Rofiq,Hukum Islam di Indonesia,cet.IV (Jakarta PT. Raja Grafindo Persada, 2000), hlm. 35-54

10) Kekuatan hukum yang berupa Inpres dengan isinya yang menyatakan perintah penyebarluasan bukan perintah pelaksanaan telah menyebabkan implementasi KHI bersifat fakultatif. Dalam arti tidak secara a priori mengikat dan memaksa warga negara Indonesia, khususnya umat Islam. Marzuki Wahid dan Rumadi, Fiqh Mazhab Negara : Kritik Atas Politik Hukum di Indonesia, editor : Nurul Huda, cet.1,(Yogyakarta:LKIS Yogyakarta, 2001),hlm.202-207.

Page 5: Iddah Perempuan Hamil Karena Zina Studi Pasal 53 KHI-0035017

hukum dan pedoman yang harus dijalankan dan dipatuhi oleh umat Islam

sehingga KHI dapat disebut sebagai undang – undang Islam.11)

Adapun pendekatan yang digunakan di dalam penyusunan KHI mencakup

beberapa pendekatan. Pertama, pendekatan normatif. Yaitu bahwa perumusan

KHI mengambil bahan sumber utama dari nas{s} al-Qur’an dan Sunnah.

Kedua, mengutamakan pemecahan problema masa kini. Ketiga, unity dan variety.

Dan keempat, pendekatan kompromi dengan hukum adat.12) Keempat pendekatan

tersebut digunakan di dalam merumuskan KHI yang terdiri dari tiga kitab hukum.

Buku I tentang Perkawinan, Buku II tentang Kewarisan dan Buku III tentang

Perwakafan.

Dalam pendekatan yang lebih mengutamakan pemecahan problema masa

kini dimaksudkan bahwa di dalam perumusan KHI sejauh mungkin dihindari

perdebatan di dalam mempersoalkan perbedaan pendapat ulama. Akan tetapi

langsung diarahkan kepada masalah yang dihadapi dalam kehidupan masyarakat,

kemudian baru dicari dan dipilih pendapat yang paling potensial untuk

memecahkan problema ketidaktertiban yang dihadapi selama ini.13) Dalam hal ini

tampak sekali pemanfaatan lembaga talfi>q dan takhayyur dalam formulasi

hukum KHI.

Akhir-akhir ini perubahan peradaban manusia semakin akseleratif. Sejalan

dengan tuntutan perkembangan jaman, manusia semakin banyak kehilangan nilai-

11) Amir Syarifuddin, Meretas Kebekuan Ijtihad : Isu – isu Penting Hukum Islam Kontemporer di Indonesia, cet.I, (Jakarta:Ciputat Press, 2002), hlm.45 – 46

12) M.Yahya Harahap, “Materi KHI”, dalam Dadan Muttaqien dkk (ed), Peradilan Agama dan Kompilasi Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia, edisi II (Yogyakarta:UII Press,2000), hlm.82 – 92

13) Ibid, hlm.87

Page 6: Iddah Perempuan Hamil Karena Zina Studi Pasal 53 KHI-0035017

nilai yang diyakini sebelumnya. Manusia semakin dihadapkan pada perbenturan

dan erosi nilai-nilai moral dan keluhuran. Budaya permisif dan serba terbuka

memerangkap manusia hingga berkubang di dunia kemaksiatan.

Pergaulan bebas hingga free sex melanda kalangan muda-mudi hingga

resiko kehamilan di luar nikah. Sementara pihak yang mengalami selalu berusaha

untuk menutupi kehamilan di luar nikah tersebut dengan terpaksa mengawinkan

anak perempuannya dengan laki-laki yang menghamili maupun yang bukan

menghamili.

Sebenarnya masalah ‘iddah secara umum adalah sesuatu yang sudah

disepakati oleh para ulama selain juga telah dijelaskan secara eksplisit oleh nass

al-Qur’an maupun Sunnah. Akan tetapi ketika ‘iddah tersebut dihadapkan pada

suatu peristiwa yang tidak lazim, seperti seorang perempuan yang hamil karena

zina maka ‘iddah tersebut menjadi sebuah masalah yang membutuhkan

pengkajian secara cermat.

Bagaimanapun ‘iddah bagi perempuan hamil karena zina tersebut akan

membawa implikasi pada kebolehan akad nikah, dalam arti syah atau tidaknya

perkawinan tersebut. Selain itu ‘iddah perempuan hamil karena zina tidak

dijelaskan secara eksplisit baik dalam al-Qur’an maupun Sunnah sehingga

mengundang perbedaan pendapat dikalangan ulama.

Menurut Sya>fi’iyyah dan H}anafiyyah perempuan hamil karena

zina tidak diwajibkan untuk menjalankan ‘iddah, karena ‘iddah bertujuan untuk

Page 7: Iddah Perempuan Hamil Karena Zina Studi Pasal 53 KHI-0035017

menjaga nasab sementara persetubuhan dalam bentuk zina tidak menyebabkan

hubungan nasab dengan laki – laki yang menyebabkan hamil.14)

Sebagian ulama H>>}anafiyyah menambahkan bahwa terdapat

larangan bagi suami untuk menggauli isterinya itu selama masih dalam keadaan

hamil sampai isterinya melahirkan.15) Adapun menurut Sya>fi’iyyah tidak ada

larangan untuk menggauli isterinya tersebut meskipun masih dalam keadaan

hamil.16)

Ulama Ma>likiyyah berpendapat bahwa perempuan yang dicampuri

dalam bentuk zina sama hukumnya dengan perempuan yang dicampuri secara

syubhat, berdasarkan akad yang batil maupun fasid yaitu dia harus menyucikan

dirinya dalam waktu yang sama dengan ‘iddah kecuali jika dikehendaki untuk

dilakukan hadd atas dirinya, maka ia cukup menyucikan dirinya dengan satu kali

haid.17)

Ulama H}ana>bilah menyatakan bahwa ‘iddah perempuan hamil

karena zina seperti halnya ‘iddah yang berlaku bagi isteri yang dicerai oleh

suaminya dalam keadaan hamil yaitu sampai dengan melahirkan.18) Konsekuensi

dari pendapat ini adalah larangan untuk menikahi perempuan tersebut pada waktu

hamil. Pendapat ini didasarkan pada hadis\ Nabi :14) As-Sayyid Sa>>>>>biq, Fiqh as-Sunnah, cet.IV (Beirut : Da>r al-Fikr, 1983),

II : 282-283

15) Abd ar-Rah}}}ma>n al-Ja>ziri>, Kita>b al-Fiqh ‘ala> Maz\a>hib al-Arba’ah, (Mesir : Maktabah at-Tija>>>riyyah al-Kubra>,1969), IV : 521.

16) Ibid, hlm.523

17) Abd ar-Rah}}ma>n al-Ja>ziri>,Kita>b al-Fiqh,IV : 516.

18) Ibn Quda>>>mah, al-Mughni>, (t.tp : Maktabah al-Jumhu>riyyah al-‘Arabiyah,t.t), VI : 601-602

Page 8: Iddah Perempuan Hamil Karena Zina Studi Pasal 53 KHI-0035017

زرع م;;اءه يسقى ان اآلخر واليوم بالله يؤمن إلمرئ اليحل

19) غيره

ح��تى حمل ذات غير , وال تضع حتى حامل التوطأ

حيضة تحيض (20

Sementara itu jika meninjau hukum positif di Indonesia ‘iddah bagi

perempuan hamil karena zina secara implisit diatur dalam pasal 53 KHI sebagai

berikut :

Seorang wanita hamil di luar nikah, dapat dikawinkan dengan pria yang

menghamilinya.

Perkawinan dengan wanita hamil yang disebut pada ayat (1) dapat

dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya.

Dengan dilangsungkannya perkawinan pada saat wanita hamil, tidak

diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir.

Dari pasal 53 ayat 2 di atas dapat dipahami bahwa tidak ada kewajiban ‘iddah

bagi perempuan hamil karena zina jika ia dikawinkan dengan pria yang

menghamilinya. Persoalan yang kemudian muncul adalah jika perempuan

hamil karena zina tersebut menikah dengan laki-laki yang tidak

menghamilinya. Dalam hal ini KHI belum memberikan penjelasan.

19) Abi>>>>> Da>wud Sulaima>n, Sunan Abi> Da>wud, “Kita>b an-Nika>h”, ba>b fi> wat’i as-S}aba>ya, (t.tp:Da>>>r al-Fikr, t.t.), II: 248. Hadis nomor 2158. Hadis diriwayatkan oleh Ruwaifi’ bin S\|a>bit al-Ans}a>ri>.

20) Abi>>>> Da>wud Sulaima>n, Sunan Abi> Da>wud, “Kita>b an-Nika>h”, ba>b fi> wat’i as-S}aba>ya, (t.tp:Da>>r al-Fikr, t.t.), II: 248. Hadis nomor 2157. Hadis riwayat Abi Sa’I>d al-Khuz}ri.

Page 9: Iddah Perempuan Hamil Karena Zina Studi Pasal 53 KHI-0035017

Berangkat dari persoalan di atas penyusun ingin melakukan analisis terhadap

ketentuan pasal 53 ayat 2 KHI tentang ‘iddah perempuan hamil karena zina.

Pokok Masalah

Bagaimana ‘iddah perempuan hamil karena zina dalam Kompilasi Hukum

Islam ?

Bagaimana analisis hukum ‘iddah perempuan hamil karena zina dalam

Kompilasi Hukum Islam ?

Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan ‘iddah perempuan hamil

karena zina dalam Kompilasi Hukum Islam.

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan analisis hukum ‘iddah

perempuan hamil karena zina dalam Kompilasi Hukum Islam.

Kegunaan

Terapan

Penelitian ini diharapkan mampu memperkaya wacana intelektual bagi

para peminat dan pengkaji hukum Islam khususnya dalam bidang

perkawinan.

Ilmiah

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pertimbangan di dalam

perumusan ketentuan ‘iddah perempuan hamil karena zina.

Page 10: Iddah Perempuan Hamil Karena Zina Studi Pasal 53 KHI-0035017

D. Telaah PustakaBahan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini dapat

dikelompokkan menjadi dua kategori. Pertama, bahan pustaka yang

membahas tentang ‘iddah perempuan hamil karena zina. Kedua,bahan

pustaka yang membahas seputar KHI.

Diantara bahan pustaka yang termasuk dalam kategori pertama

adalah buku Hukum Perkawinan Islam.21) Dalam buku tersebut dijelaskan

prbedaan pendapat yang berkembang di kalangan fuqaha tentang ‘iddah

perempuan hamil karena zina. Menurut pendapat Abu Hanifah, Muhammad

bin Hasan dan Syafi’i perkawinan wanita hamil karena zina dengan laki-laki

kawan berzinanya itu dapat dilakukan seketika tanpa harus menunggu

sampai melahirkan kandungan sebab wanita tersebut tidak disebutkan

dalam al-Qur’an termasuk wanita yang haram dinikah sebagaimana

dijelaskan dalam Surat an-Nisa>’: 24. Dalam ayat itu dinyatakan bahwa

selain yang telah disebutkan sebelumnya halal dikawin. Sedangkan Abu

Yusuf, Zufar, Malik, dan Ahmad bin Hanbal berpendapat bahwa

perempuan yang hamil karena zina wajib menjalankan ‘iddah yaitu sampai

melahirkan.

Kemudian buku Hubungan Seks Menurut Islam22). Dalam bab kelima

tentang zina terdapat uraian perbedaan pendapat tentang ‘iddah perempuan

hamil karena zina di kalangan fuqaha. Imam Ahmad dan Malik mewajibkan

‘iddah bagi perempuan hamil karena zina sementara Abu Hanifah dan

Syafi’i tidak mewajibkan ‘iddah bagi perempuan hamil karena zina. Akan

tetapi seorang ulama Hanafiyah yaitu Abu Yusuf, berpendapat bahwa

perempuan hamil karena zina wajib menjalankan ‘iddah.

21) Ahmad Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam, cet. IX (Yogyakarta: UII Press, 1999), hlm.35-36.

22) M. Bukhori, Hubungan Seks Menurut Islam, cet. I(Jakarta:Bumi Aksara, 1994), hlm.97-98.

Page 11: Iddah Perempuan Hamil Karena Zina Studi Pasal 53 KHI-0035017

Selanjutnya buku Kontroversi Perkawinan Wanita Hamil.23) Dalam

buku ini juga dijelaskan perbedaan pendapat fuqaha berkaitan dengan

‘iddah perempuan hamil karena zina. Selain menjelaskan pendapat fuqaha

sebagaimana telah dijelaskan dalam buku-buku sebelumnya, dalam buku ini

dijelaskan pendapat An-Nawawi bahwa seorang wanita yang berzina tidak

wajib ber’iddah baik sedang dalam keadaan hamil atau tidak. Sedangkan

Ibn Hazm seorang ulama mazhab Z|a>hiri berpendapat bahwa wanita

hamil karena zina boleh dikawinkan walaupun belum melahirkan anaknya.

Buku Meretas Kebekuan Ijtihad : Isu-isu Penting Hukum Islam

Kontemporer di Indonesia.24) Dalam buku ini juga terdapat uraian seputar

perbedaan pendapat yang berkembang di kalangan fuqaha tentang ‘iddah

perempuan hamil karena zina sebagaimana dijelaskan dalam buku-buku

sebelumnya.

Selain buku-buku di atas juga terdapat beberapa kitab fiqh yang

menjelaskan masalah ‘iddah perempuan hamil karena zina, antara lain

adalah Kita>>>>b al-Fiqh ‘ala> Maz\a>hib al-Arba’ah.25)

Dalam juz IV Kita>b at-T}ala>q dijelaskan perbedaan pendapat

tentang ‘iddah perempuan hamil karena zina dari keempat imam

maz}hab Sunni sebagaimana yang telah dijelaskan dalam buku-buku

sebelumnya.

Dalam kitab Bida>>>yah al-Mujtahid wa Niha>yah al-

Muqtas}id,26)dijelaskan bahwa terjadinya perbedaan pendapat antara

yuris Ma>likiyah dengan yuris-yuris pada umumnya (jumhur) dalam

masalah ‘iddah perempuan hamil karena zina disebabkan karena perbedaan

mereka dalam memahami larangan mengawini wanita yang berzina

23) Mukhlisin Muzarie, Kontroversi Pekawinan Wanita Hamil, cet. I(Yogyakarta:Pustaka Dinamika, 2002), hlm. 105-107.

24) Amir Syarifuddin, Meretas Kebekuan Ijtihad, hlm. 195-197

25) Abd ar-Rah}}ma>n al-Ja>ziri>, Kita>b al-Fiqh, IV : 519-532.

26) Ibn Rusyd, Bida>yah al-Mujtahid wa Niha>yah al-Muqtas}id,(Beirut : Da>>>r al-Fikr, 1995), II : 32-33.

Page 12: Iddah Perempuan Hamil Karena Zina Studi Pasal 53 KHI-0035017

(Q.S.An-Nu>r (24) : 3), apakah hanya bersifat mencela atau

mengharamkan. Sebagian besar mereka menangkap pesan ayat tersebut

sebagai celaan saja dengan bukti bahwa penah terjadi kasus penyelewengan

seorang isteri yang disarankan oleh Nabi agar diceraikan tetapi suaminya

merasa keberatan hingga akhirnya Nabi merestui meneruskan rumah

tangganya tanpa istibra>’ lagi.

Selanjutnya dalam kitab al-Mughni>,27)dijelaskan pendapat ulama

H}ana>bilah bahwa ‘iddah perempuan hamil karena zina seperti ‘iddah

yang berlaku bagi isteri yang dicerai oleh suaminya dalam keadaan hamil

yaitu sampai melahirkan. Kemudian Fiqh as-Sunnah,28)dalam kitab ini

dijelaskan bahwa menurut ulama H}anafiyyah dan Sya>fi’iyyah

perempuan hamil karena zina tidak diwajibkan ‘iddah karena ‘iddah

bertujuan untuk menjaga nasab sedangkan persetubuhan dalam bentuk zina

tidak menyebabkan hubungan nasab dengan laki-laki yang menyebabkan

hamil. Sedangkan menurut Malik dan Ahmad perempuan hamil karena zina

wajib menjalankan ‘iddah, baik dengan tiga kali haid atau cukup sekali haid

untuk mengetahui kebersihan rahim.

Adapun bahan pustaka yang termasuk dalam kategori kedua

misalnya buku Peradilan Agama dan Kompilasi Hukum Islam dalam Tata

Hukum di Indonesia.29) Dalam tulisan Harahap tentang “Materi KHI”

dijelaskan pendekatan yang ditempuh dalam merumuskan kebolehan kawin

hamil, yaitu berdasarkan pendekatan kompromistis dengan hukum adat.

Selain itu tujuan utama kebolehan kawin hamil adalah untuk memberikan

perlindungan hukum yang pasti kepada anak yang dalam kandungan.

Selanjutnya buku Hukum Islam di Indonesia.30) Dalam buku ini terdapat

27) Ibn Quda>>>>mah, al-Mughni>, VI : 601-602. 28) As-Sayyid Sa>>biq,Fiqh as-Sunnah, II : 282-283.

29) M.Yahya Harahap, “Materi KHI”, dalam Dadan Muttaqien dkk (ed), Peradilan Agama dan Kompilasi Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia, hlm.82 – 92

30) Ahmad Rofiq, Hukum, hlm. 35-54. Tentang latar belakang historis dan proses penyusunan KHI dapat dilihat Ahmad Rofiq, Pembaharuan Hukum Islam di Indonesia, cet.I (Yogyakarta:Gama Media,2001),hlm.79-96.

Page 13: Iddah Perempuan Hamil Karena Zina Studi Pasal 53 KHI-0035017

penjelasan tentang proses perumusan dan sumber rujukan KHI yang terdiri

dari 38 buah kitab fiqh dari berbagai mazhab fiqh yang ada. Adapun proses

perumusan KHI mencakup studi terhadap berbagai kitab fiqh, studi banding

ke negara-negara muslim Timur Tengah, telaah yurisprudensi, dan

serangkaian wawancara dengan para ulama Indonesia.

Sejauh pengetahuan penyusun, sedikitnya ada tiga skripsi yang pernah

membahas masalah ‘iddah perempuan hamil karena zina. Pertama , skripsi yang

berjudul “ ‘Iddah Perempuan yang Berzina Antara Imam Syafi’i dengan Imam

Ahmad bin Hanbal”. 31) Dalam skripsi tersebut dijelaskan bahwa menurut Imam

Syafi’i perempuan hamil karena zina tidak wajib menjalankan ‘iddah dan boleh

dicampuri meskipun dalam keadaan hamil. Sedangkan Imam Ahmad bin Hanbal

bependapat bahwa perempuan hamil karena zina wajib menjalankan ‘iddah

sampai melahirkan. Kedua, skripsi yang berjudul “Analisis terhadap pendapat

Imam Ahmad bin Hanbal tentang ‘Iddah Bagi Wanita Zina dan Implikasinya di

Indonesia”.32). Menurut Imam Ahmad bin Hanbal, perempuan hamil karena zina

wajib melaksanakan ‘iddah sampai melahirkan dan penyusun skripsi ini

berkesimpulan bahwa jika pendapat Imam Ahmad bin Hanbal ini diterapkan

dalam konteks masyarakat Indonesia akan menyebabkan kesenjangan sosial. Dan

yang terakhir, skripsi yang berjudul “ Pandangan Mazhab Maliki Terhadap ‘Iddah

Perempuan Yang Berzina Dan Aplikasinya di Indonesia”.33) Dalam skripsi

31) Husnul Arifin, “ ‘Iddah Perempuan yang Berzina Antara Imam Syafi’i dengan Imam Ahmad bin Hanbal,” skripsi IAIN Sunan Kalijaga (2001).

32) Saiful Anwar, “Analisis terhadap pendapat Imam Ahmad bin Hanbal tentang ‘Iddah Bagi Wanita Zina dan Implikasinya di Indonesia,” skripsi IAIN Sunan Kalijaga (2001)

33) Siti Zahrotun, “ Pandangan Mazhab Maliki Terhadap ‘Iddah Perempuan Yang Berzina Dan Aplikasinya di Indonesia,” skripsi IAIN Sunan Kalijaga (2003)

Page 14: Iddah Perempuan Hamil Karena Zina Studi Pasal 53 KHI-0035017

tersebut didiskripsikan metode istinbat hukum yang digunakan oleh mazhab

Maliki dalam menetapkan ‘iddah yaitu berdasarkan qiyas disertai dengan

bagaimana aplikasi pendapat Maliki tersebut di Indonesia. Menurut penyusun

skripsi tersebut pendapat Maliki tidak relevan jika diterapkan di Indonesia karena

akan menimbulkan kesenjangan sosial.

Adapun kajian yang membahas pasal 53 ayat 2 KHI tentang ‘iddah

perempuan hamil karena zina dengan memberikan analisis hukum, sejauh

pengetahuan penyusun masih jarang, untuk tidak mengatakan belum pernah ada.

E. Kerangka TeoretikSebagaimana diketahui bahwa ‘iddah bagi perempuan hamil dapat

dibedakan menjadi dua. Pertama, apabila isteri dicerai suaminya dalam keadaan

hamil maka ‘iddahnya sampai melahirkan berdasarkan firman Allah:

ثلثة فعدتهن ارتبتم ان نسائكم من المحيض من يئسن والئي

يحضن لم والئي حملهن جاشهر يضعن ان اجلهن االحمال ت جواوال

يسرا امره من له يجعل الله يتق 34) ومن

Kedua, apabila isteri ditinggal mati oleh suaminya dalam keadaan hamil.

Mayoritas ulama menurut Ibn Rusyd35) berpendapat bahwa masa ‘iddah

perempuan tersebut adalah sampai melahirkan, meskipun selisih waktu kematian

suami hingga ia melahirkan hanya setengah bulan atau kurang dari empat bulan

34) At-T>>}}}ala>q (65): 4.

35) Ibn Rusyd, Bida>yah., II: 77.

Page 15: Iddah Perempuan Hamil Karena Zina Studi Pasal 53 KHI-0035017

sepuluh hari.36) Sementara menurut Ma>lik dan Ibn ‘Abba>s masa ‘iddah

perempuan tersebut diambil waktu yang terlama dari dua jenis ‘iddah tersebut

apakah empat bulan sepuluh hari atau sampai melahirkan.

Sepanjang kedua jenis ‘iddah bagi perempuan diatas mungkin tidak

begitu banyak mengundang kontroversi karena masing-masing telah dijelaskan

oleh nass secara eksplisit. Akan tetapi dalam hal ’iddah bagi perempuan hamil

karena zina maka tidak ada penjelasan secara eksplisit oleh nas. Sebagai

konsekuensinya maka muncul perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang ada

tidaknya kewajiban ‘iddah bagi perempuan tersebut ataupun tenggang waktu masa

‘iddah tersebut.

Mengenai ada atau tidaknya kewajiban ‘iddah bagi perempuan hamil

karena zina, maka ulama telah bersepakat bahwa jika perempuan hamil karena

zina tersebut menikah dengan laki-laki yang menghamilinya tidak diwajibkan

‘iddah.37) Sedangkan apabila menikah dengan laki-laki yang tidak menghamilinya

terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama.

Menurut ulama Sya>fi’iyyah dan sebagian ulama H}anafiyyah

berpendapat bahwa perempuan tersebut tidak wajib menjalankan ‘iddah. Dalam

arti bahwa perempuan tersebut dapat langsung dikawini pada waktu hamil, akan

tetapi menurut H}anafiyyah selama isteri tersebut masih dalam keadaan hamil

terdapat larangan bagi suami untuk menggaulinya berdasarkan pada hadis\ Nabi :

36) Ketentuan empat bulan sepuluh hari adalah ‘iddah bagi perempuan yang ditinggal mati oleh suaminya berdasarkan Q.S. Al-Baqarah (2):234

37) Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Isla>m wa Adillatuh, cet. IV (Damaskus : Da>r al-Fikr, 1997 M/1418 H), IX : 6648.

Page 16: Iddah Perempuan Hamil Karena Zina Studi Pasal 53 KHI-0035017

زرع م;;اءه يسقى ان اآلخر واليوم بالله يؤمن إلمرئ اليحل

38) غيره

Sedangkan Imam Sya>fi’i menyatakan bahwa tidak ada larangan bagi

suami untuk menggauli isterinya itu pada pada waktu masih dalam keadaan hamil,

tetapi status anak itu tidak dapat dinasabkan kepada suaminya.39) Adapun ulama

Ma>likiyah dan H}ana>bilah mewajibkan perempuan yang hamil karena

zina untuk menjalankan ‘iddah, akan tetapi mereka berbeda pendapat tentang

tenggang waktu ‘iddah tersebut. Menurut ulama H}ana>bilah tidak ada

perbedaan antara perempuan hamil karena zina atau bukan dalam hal ber’iddah

yaitu sampai melahirkan anak yang dikandungnya.40) Sedangkan ulama

Ma>likiyyah berpendapat bahwa perempuan yang dicampuri dalam bentuk zina

sama hukumnya dengan perempuan yang dicampuri secara syubhat, berdasarkan

akad yang batil maupun fasid yaitu dia harus menyucikan dirinya dalam waktu

yang sama dengan ‘iddah kecuali jika dikehendaki untuk dilakukan hadd atas

dirinya, maka ia cukup menyucikan dirinya dengan satu kali haid.41)

Sedangkan di dalam KHI pasal 53 tidak terdapat penjelasan jika

perempuan yang hamil karena zina tersebut menikah dengan laki-laki yang tidak

menghamilinya.

38) Abi>>>> Da>wud Sulaima>n, Sunan Abi> Da>wud, “Kita>b an-Nika>h”, Ba>b fi> Wat’i as-S}aba>ya, (t.tp.: Da>r al-Fikr, t.t.), II: 248. Hadis nomor 2158. Hadis diriwayatkan oleh Ruwaifi’ bin S||a>bit al-Ans}}}a>ri.

39) Ibn Quda>>>>>>>>mah, al-Mughni>, VI : 602.

40

?) Ibid.

41) Abd ar-Rah}}>ma>>n al-Ja>ziri>, Kita>b al-Fiqh, IV : 516.

Page 17: Iddah Perempuan Hamil Karena Zina Studi Pasal 53 KHI-0035017

Sejauh pemahaman penyusun jika perempuan yang berzina tersebut sudah

terlanjur hamil, sementara laki-laki yang menghamilinya tidak bertanggung jawab

maka lebih baik dinikahkan meskipun dengan laki-laki yang tidak menghamilinya

tanpa harus menunggu kelahiran anak yang ada dalam kandungan. Karena selain

dapat menutup aib baik bagi perempuan tersebut maupun keluarganya juga dapat

meringankan beban psikologis yang nantinya akan ditanggung oleh anak yang ada

dalam kandungan pada masa-masa pertumbuhannya. Dalam hal ini berlaku kaidah

fiqh :

) 42المصالح جلب من اولى المفاسد درء

Kondisi perempuan yang sudah terlanjur hamil sangat membutuhkan

dukungan psikologis maupun ekonomi demi anak yang ada di dalam kandungan.

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian pustaka (library research),

yaitu suatu jenis penelitian yang didalam memperoleh bahan dilakukan

dengan cara menelusuri bahan-bahan pustaka. Dalam penelitian ini cukup

ditempuh dengan penelitian pustaka karena sebagian besar data yang

diperlukan berasal dari bahan pustaka baik berupa buku maupun hasil

penelitian. Misalnya untuk mendiskripsikan ‘iddah perempuan hamil

42) Zain al-‘A>bidi>n Ibn Ibra>hi>m Ibn Naji>m, al-Asybah wa an-Naz}a>’ir, cet. I (Beirut:Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyyah,1413H / 1993 M(, hlm.90

Page 18: Iddah Perempuan Hamil Karena Zina Studi Pasal 53 KHI-0035017

karena zina dapat diperoleh dari kitab-kitab fiqih konvensional, kemudian

untuk mengetahui ketentuan ‘iddah tersebut menurut KHI dapat dilihat

pada KHI.

2. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif-analitis. Setelah data terkumpul

akan dideskripsikan terlebih dahulu seputar masalah ‘iddah secara umum.

Kemudian dilanjutkan dengan pembahasan pada pokok masalah tentang

‘iddah perempuan hamil karena zina dan terakhir akan dianalisis ketentuan

yang terdapat dalam KHI berkaitan dengan ‘iddah tersebut.

3. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang ditempuh dalam penelitian ini adalah pendekatan

yuridis-normatif-sosiologis. Pendekatan yuridis digunakan untuk

mengetahui ketentuan ‘iddah perempuan hamil karena zina di dalam KHI.

Sementara untuk mengetahui dalil-dalil dari nass baik al-Qur’an maupun

Sunnah tentang ‘iddah serta pendapat ulama dalam kitab-kitab fiqh

konvensional digunakan pendekatan normatif. Adapun untuk mengkaji

dampak yang muncul dalam interaksi sosial ditempuh pendekatan

sosiologis.

4. Pengumpulan Data

Sesuai dengan jenis penelitian ini maka data-data yang dibutuhkan

dikumpulkan dengan cara menelusuri buku-buku maupun hasil penelitian

yang memiliki kesesuaian dengan pokok masalah.

5. Analisa Data

Page 19: Iddah Perempuan Hamil Karena Zina Studi Pasal 53 KHI-0035017

Data-data yang telah diperoleh akan dianalisa secara kualitatif

dengan mengunakan metode induktif. Metode induktif adalah suatu

metode penalaran yang bertitik tolak dari premis-premis khusus kemudian

digeneralisasikan sehingga menghasilkan kesimpulan umum. Dengan

memperhatikan faktor psikologis maupun sosiologis dihubungkan dengan

kondisi perempuan hamil karena zina serta pendapat yang berkembang di

kalangan ulama akan ditarik suatu kesimpulan.

G. Sistematika Pembahasan

Pembahasan skripsi ini dibagi menjadi lima bab. Setiap bab terdiri dari sub-

sub bab.

Bab satu berisi pendahuluan untuk mengantarkan pembahasan skripsi

secara keseluruhan. Bab ini terdiri dari enam sub bab : latar belakang masalah,

pokok masalah, tujuan dan kegunaan, telaah pustaka, kerangka teoretik, metode

penelitian.

Selanjutnya pada bab dua akan dideskripsikan tinjauan umum tentang

‘iddah. Bab ini terdiri dari beberapa sub bab, antara lain : pengertian dan dasar

hukum ‘iddah, macam-macam ‘iddah, dan hikmah ‘iddah dan ‘iddah perempuan

hamil karena zina dalam pandangan ulama. Urgensi dari bab kedua ini adalah

untuk memperoleh pemahaman tentang ‘iddah dan hikmah ditetapkannya

semantara pemaparan pandangan ulama terhadap ‘iddah perempuan hamil karena

zina akan digunakan sebagi suatu penilaian dalam menganalisis ‘iddah perempuan

hamil karena zina dalam KHI sebagaimana akan dijelaskan dalam bab ketiga.

Page 20: Iddah Perempuan Hamil Karena Zina Studi Pasal 53 KHI-0035017

Bab tiga menjelaskan ketentuan ‘iddah yang terdapat di dalam KHI, baik

‘iddah yang telah dijelaskan secara eksplisit oleh nas}s} maupun ‘iddah yang

masih mengundang kontroversi pendapat, yaitu ‘iddah perempuan hamil karena

zina. Dalam menjelaskan ketentuan ‘iddah perempuan hamil karena zina dalam

KHI ini akan dibagi menjadi dua pasal. Pertama, ‘iddah perempuan hamil karena

zina jika dikawinkan dengan laki-laki yang menghamilinya. Kedua, ‘iddah

perempuan hamil karena zina jika dikawinkan dengan laki-laki yang tidak

menghamilinya. Bab tiga ini akan menjadi bahan yang akan dianalisis pada bab

selanjutnya.

Pada bab empat akan diberikan analisis terhadap ketentuan ‘iddah

perempuan hamil karena zina baik yang menikah dengan laki-laki yang

menghamilinya atau bukan. Akan tetapi sebelumnya akan diuraikan latar belakang

perumusan pasal 53 KHI untuk mengetahui pendekatan yang digunakan maupun

tujuan perumusan pasal tersebut.

Kemudian pada bab lima sebagai penutup akan diberikan kesimpulan akhir

disertai dengan saran-saran.

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG ‘IDDAH

Bagi seorang perempuan yang putus perkawinannya baik karena

talak, fasakh, khulu’, li’an maupun ditinggal mati oleh suaminya maka wajib

Page 21: Iddah Perempuan Hamil Karena Zina Studi Pasal 53 KHI-0035017

menjalankan ‘iddah. Akan tetapi ketentuan ini tidak berlaku bagi laki-laki

berdasarkan makna ‘iddah menurut istilah, sehingga dibolehkan bagi laki-

laki untuk menikah secara langsung dengan perempuan lain setelah

perceraian selama tidak ada larangan syara’ seperti penikahan dengan

orang yang tidak dibolehkan baginya untuk dikumpulkan dengan isteri yang

pertama dan pernikahan dengan kerabat-kerabatnya yang termasuk

mahram seperti saudara perempuan kandung, saudara perempuan

ayah,saudara perempuan ibu, anak perempuan saudara laki-laki, anak

perempuan saudara perempuan meskipun berasal dari pernikahan yang

fasid atau dalam bentuk akad yang syubhat. Dan menikahi isteri yang kelima

pada masa masih berlaku ‘iddah bagi isteri yang keempat yang

diceraikannya sampai habis ‘iddahnya, dan menikahi isteri yang telah

ditalak tiga kali sebelum ada terpenuhi syarat yang menghalalkannya.

Secara sepintas memang tampak adanya diskriminasi terhadap

perempuan berkaitan dengan masalah kewajiban ‘iddah ini, akan tetapi

sebenarnya terdapat hikmah yang agung dibalik penetapan ‘iddah bagi

perempuan.1) Untuk dapat memahami hikmah tersebut maka di dalam bab

kedua ini akan diberikan gambaran umum tentang ‘iddah yang mencakup

pengertian dan dasar hukum ‘iddah, macam-macam ‘iddah, hikmah ‘iddah

dan ‘iddah perempuan hamil karena zina dalam pandangan ulama.

1) Menurut Abd Moqsith Ghazali, dengan pertimbangan etik-moral sebenarnya ‘iddah memiliki fungsi pelindungan terhadap perempuan. Petama, untuk menggantikan cara-cara ber’iddah dan berihdad yang di luar batas kewajaran – seperti pada masa Arab Jahiliyyah yang melarang perempuan mu’taddah untuk menyisir rambut, memotong kuku bahkan harus mengisolasi diri dalam ruang terpisah selama satu tahun penuh – pada cara yang lebih berperikemanusiaan. Kedua, agar setelah diceraikan perempuan tidak segera tercampakkan dan kehilangan hak-haknya. Karena dalam batas waktu ‘iddah itu perempuan masih behak untuk mendapat perlindungan ekonomi dan social. Abdul Moqsith Ghazali “ ‘Iddah dan Ihdad : Pertimbangan Legal-Formal dan Etik-Moral dalam Abdul Moqsith Ghazali dkk,Tubuh, Seksualitas,dan Kedaulatan Perempuan, editor : Amiruddin Arani dan Faqihudin Abdul Qodir,cet.I(Yogyakarta:LKIS,2002), hlm.162-167.

Page 22: Iddah Perempuan Hamil Karena Zina Studi Pasal 53 KHI-0035017

A. Pengertian dan Dasar Hukum ‘Iddah

Menurut bahasa kata ‘iddah berasal dari kata al-‘adad. Sedangkan kata

al-‘adad merupakan bentuk masdar dari kata kerja ‘adda-ya’uddu yang berarti

menghitung. Kata al-‘adad memiliki arti ukuran dari sesuatu yang dihitung dan

jumlahnya. Adapun bentuk jama’ dari kata al-‘adad adalah al-a’da>d begitu

pula bentuk jama’ dari kata ‘iddah adalah al-‘idad. Dan dikatakan juga bahwa

seorang perempuan telah ber’iddah karena kematian suaminya atau talak suami

kepadanya.2)

Menurut Sayyid Sa>biq yang dimaksud dengan ‘iddah dari segi bahasa

adalah perempuan (isteri) menghitung hari-harinya dan masa bersihnya.3)

Sementara al-Ja>ziri> menyatakan bahwa kata ‘iddah mutlak digunakan untuk

menyebut hari-hari haid perempuan atau hari-hari sucinya.4)

Dari sisi terminologi maka terdapat beberapa definisi ‘iddah yang

dikemukakan oleh para fuqaha. Meskipun dalam redaksi yang berbeda, berbagai

definisi tersebut memiliki kesamaan secara garis besarnya.

Menurut al-Ja>ziri> ‘iddah secara syar’i memiliki makna yang lebih luas

dari pada makna bahasa yaitu masa tunggu seorang perempuan yang tidak hanya

didasarkan pada masa haid atau sucinya tetapi kadang-kadang juga didasarkan

2) Ibn Munz}ir, Lisa>n al-‘Arab, ( ttp : tnp, t.t), hlm.702-703.

3) As-Sayid Sa>biq, Fiqh as-Sunnah, II : 277. Ali> H}asaballah,al-Furqah baina az-Zawjaini wa Ma> Yata’allaqu biha> min ‘iddatin wa nas}ab,cet, I(t.tp:Da>r al-Fikr al-‘Arabiy,1387H / 1968 M(,hlm. 187. H}asaballah memberikan pengertian ‘iddah menurut istilah fuqaha sebagai masa tunggu bagi perempuan (isteri) setelah terjadi sebab perceraian yang dalam masa itu seorang perempuan dilarang untuk menikah dan dengan menyelesaikan masa tunggu ini dapat menghapus apa yang tersisa akibat perkawinan.

4) Abd ar-Rahma>n al-Ja>ziri>, Kita>b al-Fiqh, IV : 513.

Page 23: Iddah Perempuan Hamil Karena Zina Studi Pasal 53 KHI-0035017

pada bilangan bulan atau dengan melahirkan dan selama masa tersebut seorang

perempuan dilarang untuk menikah dengan laki-laki lain.5) Sementara itu Sayyid

Sa>biq menjelaskan bahwa ‘iddah merupakan sebuah nama bagi masa lamanya

perempuan (isteri) menunggu dan tidak boleh kawin setelah kematian suaminya

atau setelah pisah dari suaminya.6)

Abu> Yahya> Zakariyya> al-Ans}a>ri memberikan definisi ‘iddah

sebagai masa tunggu seorang perempuan untuk mengetahui kesucian rahim atau

untuk ta’abbud (beribadah) atau untuk tafajju’ (bela sungkawa) terhadap

suaminya.7) Dalam definisi lain dijelaskan bahwa ‘iddah menurut ‘urf syara’

adalah nama untuk suatu masa yang ditetapkan untuk mengakhiri apa yang tersisa

dari pengaruh-pengaruh pernikahan.8)

Muhammad Zaid al-Ibya>ni menjelaskan bahwa ‘iddah memiliki tiga

makna yaitu makna secara bahasa, secara syar’i dan dalam istilah fuqaha. Menurut

makna bahasa berarti menghitung sedangkan secara syar’i adalah masa tunggu

yang diwajibkan bagi perempuan maupun laki-laki ketika terdapat sebab. Adapun

dalam istilah fuqaha yaitu masa tunggu yang diwajibkan bagi perempuan ketika

putus perkawinan atau karena perkawinannya syubhat.9)

5) Ibid 6) As-Sayyid Sa>biq, Fiqh as-Sunnah,II : 277. Bandingkan As-S}an’a>ni, Subul as-

Sala>m, ( Beirut : Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyah, t.t), III : 196. 7) Abu> Yahya> Zakariyya> al-Ans}a>ri, Fath al-Wahha>b, ( Semarang : Toha

Putra, t.t), II : 103. 8) Abu> Bakar Ibn Mas’u>d al-Kasa>ni>, Bada>’i’ S}ana>’i fi> Tarti>b asy-

Syara>’i, cet.I. ( Beirut : Da>r al-Fikr, 1996), III : 277. Bandingkan Muhammad Abu> Zahrah, Al-Ah}wa>l asy-Syakhs}iyyah, (ttp : Da>r al-Fikr al-‘Arabi, t.t), hlm.435. Ahmad Gundur, At-T}ala>q fi> Syari>’ah al-Isla>miyyah wa al-Qa>nu>n, cet.I (Mesir : Da>r al-Ma’a>rif, 1967),hlm.291

9) Muhammad Zaid al-Ibyani, Syarh al-Ahka>m asy-Syari>’ah fi> Ah}wa>l asy-Syakhs}iyyah,( Beirut : Maktabah an-Nahd}ah, t.t), I : 426.

Page 24: Iddah Perempuan Hamil Karena Zina Studi Pasal 53 KHI-0035017

Dari berbagai definisi ‘iddah yang telah dikemukakan diatas maka dapat

dirumuskan sebuah pengertian yang komprehensif tentang ‘iddah yaitu masa

tunggu yang ditetapkan bagi perempuan setelah kematian suami atau putus

perkawinan baik berdasarkan masa haid atau suci, bilangan bulan atau dengan

melahirkan untuk mengetahui kesucian rahim, beribadah (ta’abbud) maupun bela

sungkawa atas suaminya. Selama masa tersebut perempuan (isteri) dilarang

menikah dengan laki-laki lain.

Kewajiban menjalankan ‘iddah bagi seorang perempuan setelah

kematian suaminya atau setelah pisah dengan suaminya dijelaskan secara

eksplisit dalam al-Qur’an maupun Sunnah. Diantara nas}s} al-Qur’an

yang menjelaskan tentang ‘iddah antara lain :

10(.... قروء ثة ثال بانفسهن يتربصن والمطلقت

يتربص���ن ازواج���ا وي���ذرون منكم يتوف���ون وال���ذين

11(....وعشرا اشهر اربعة بانفسهن

(10 ) Al-Baqarah (2) : 228. Menurut ulama Syafi’iyyah lafal quru’ berarti suci sehingga tenggang waktu ‘iddah relatif lebih pendek jika dibandingkan dengan pendapat Abu Hanifah yang mengartikan lafal quru’ dengan haid. As-Sayyid Sa>biq, Fiqh as-Sunnah, II : 279-280.

11) Al-Baqarah (2) : 234.

12) Al-Ah}za>b (33) :49

13) At-T}ala>q (65) : 4

14) Tirmiz\i>, Sunan at-Tirmiz\i>, “ Kita>b at-T}ala>q wa Li’a>n”, Ba>b Ma> Ja>’a fi>>> ‘lddati al-Mutawaffa> ‘anha> Zaujaha>, (Makkah : Maktabah at-Tija>riyyah, t.t), III : 500. Hadis nomor 1196. Hadis diriwayatkan oleh Zainab.

15) Tirmiz\i>, Sunan at-Tirmiz\i>, “Kita>b an-Nika>h”, Ba>b Ma> Ja>’a an La> Yakhtuba ‘ala> Khitbati Akhi>hi, III : 440. Hadis nomor 1135. Hadis diriwayatkan oleh Fa>t}imah binti Qais.

Page 25: Iddah Perempuan Hamil Karena Zina Studi Pasal 53 KHI-0035017

طلقتم��وهن ثم المؤمنت نكحتم إذا امنوا الذين ياايها

تعتدونها عدة من عليهن فمالكم تمسوهن ان قبل من

....)12

ارتبتم ان نس����ائكم من المحيض من يئس����ن ئى والال

واوالت ج يحض���ن لم والالئى اش���هر ثالث���ة فع���دتهن

13(.... حملهن يضعن ان اجلهن االحمال

Sementara itu masalah ‘iddah juga dijelaskan dalam Sunnah Nabi :

ف;وق ميت على تح;د ان االخ;ر واليوم باالله تؤمن إلمرأة يحل ال

14)....وعشرا اشهر اربعة زوج على اال ليال ثالث

15).... مكتوم ام ابن بيت فى اعتدى

Nas}s} al-Qur’an maupun Sunnah diatas merupakan dasar hukum

penetapan ‘iddah. Berdasarkan nas}s} al-Qur’an dan Sunnah tersebut maka

para ulama telah sepakat (ijma’) bahwa ‘iddah hukumnya wajib. Mereka hanya

berbeda dalam masalah tafsil (perincian ) dalam beberapa persoalan saja.

Selama dalam ketentuan ‘iddah yang telah dijelaskan secara eksplisit oleh

nas al-Qur’an maupun Sunnah tidak banyak mengundang perbedaan pendapat

dikalangan ulama. Tetapi ketika ketentuan ‘iddah tersebut dihadapkan pada suatu

persoalan yang belum ada penjelasannya baik dalam al-Qur’an maupun Sunnah

seperti ‘iddah bagi perempuan hamil karena zina telah menimbulkan perbedaan

pendapat dikalangan ulama sebagaimana akan dibahas nanti.

Page 26: Iddah Perempuan Hamil Karena Zina Studi Pasal 53 KHI-0035017

B. Macam – macam ‘Iddah

Berdasarkan penjelasan tentang ‘iddah yang terdapat dalam nas al-Qur’an

maka para fuqaha dalam kitab-kitab fikih konvensional membagi ‘iddah menjadi

tiga yaitu berdasarkan masa haid atau suci, bilangan bulan dan dengan

melahirkan. Kalau dicermati penentuan ‘iddah itu sendiri sebenarnya disesuaikan

dengan sebab putusnnya perkawinan, keadaan isteri dan akad perkawinan.16)

Sebab putusnya perkawinan dapat dibedakan karena kematian suami, talaq

bain sughra maupun kubra dan faskh (pembatalan) seperti murtadnya suami atau

khiya>r bulu>g perempuan.

Keadaan isteri dapat dibedakan menjadi isteri yang sudah dicampuri

atau belum, isteri masih mengalami haid atau belum bahkan sudah

menopause, isteri dalam keadaan hamil atau tidak, isteri seorang yang

merdeka atau dari hamba sahaya, dan isteri seorang muslim atau kitabiyah.

Sedangkan ditinjau dari jenis akad maka dapat dibagi menjadi akad shahih

dan akad fasid.

Secara umum maka ‘iddah dapat dibedakan sebagai berikut :17)

1. ‘Iddah seorang isteri yang masih mengalami haid yaitu dengan tiga kali

haid

2. ‘Iddah seorang isteri yang sudah tidak haid (menopause) yaitu tiga bulan

3. ‘Iddah seorang isteri yang ditinggal mati oleh suaminya adalah empat

bulan sepuluh hari jika ia tidak dalam keadaan hamil

4. ‘Iddah seorang isteri yang hamil yaitu sampai melahirkan

Adapun secara rinci pembagian ‘iddah dapat dijelaskan sebagai berikut :

16) Muhammad Zaid al-Ibya>ni, Syarh, I : 429 17) As-Sayyid Sa>biq, Fiqh as-Sunnah, II : 277-278

Page 27: Iddah Perempuan Hamil Karena Zina Studi Pasal 53 KHI-0035017

a. ‘Iddah berdasarkan haid

Apabila terjadi putus perkawinan disebabkan karena talaq baik raj’i

maupun bain, baik bain sughra maupun kubra atau karena fasakh seperti

murtadnya suami atau khiya>r bulu>g dari perempuan sedangkan isteri masih

mengalami haid maka ‘iddahnya dengan tiga kali haid. Akan tetapi hal tersebut

berlaku bagi seorang isteri yang memenuhi syarat-syarat diantaranya :

1. Isteri yang merdeka, sedangkan bagi isteri yang hamba sahaya ‘iddahnya

selesai dengan dua kali haid.

2. Isteri tersebut dalam keadaan tidak hamil (ha>’il). Sedangkan apabila ia

hamil ‘iddahnya selesai sampai ia melahirkan.

3. Isteri tersebut telah dicampuri secara hakiki atau hukmi (khalwat) berdasarkan

akad yang shahih dan tidak ada perbedaan baik isteri tersebut seorang muslim

atau kitabiyah. Ulama H}anafiyyah, H}ana>bilah, dan Khulafa> ar-

Ra>syidu>n berpendapat bahwa khalwat berdasarkan akad yang s}ahih

dianggap dukhul yang mewajibkan ‘iddah. Sedangkan ulama Sya>fi’iyyah

dalam mazhab yang baru (qaul al-jadi>d) berpendapat bahwa khalwat tidak

mewajibkan ‘iddah.18)

Penetapan ‘iddah dengan haid ini juga berlaku bagi isteri yang ditinggal

mati oleh suaminya dan ia tidak dalam keadaan hamil dalam dua keadaan.

Pertama, apabila ia dicampuri secara syubhat dan sebelum putus perkawinannya

suaminya meninggal maka ia wajib ber’iddah berdasarkan haid. Kedua, apabila

akadnya fasid dan suaminya meninggal maka ia ber’iddah dengan berdasarkan

18) As-Sayyid Sa>biq, Fiqh as-Sunnah, II : 278.

Page 28: Iddah Perempuan Hamil Karena Zina Studi Pasal 53 KHI-0035017

haid tidak dengan empat bulan sepuluh hari yang merupakan ‘iddah atas kematian

suami karena hikmah ‘iddah di sini adalah untuk mengetahui kebersihan rahim

dan tidak untuk berduka terhadap suami karena dalam hal mencampuri secara

syubhat tidak ada suami dan dalam akad yang fasid tidak ada suami secara syar’i

maka tidak wajib berduka atas suami.

b. ‘Iddah berdasarkan bilangan bulan

Apabila perempuan (isteri) merdeka dalam keadaan tidak hamil dan

telah dicampuri baik secara hakiki atau hukmi dalam bentuk perkawinan

sahih dan dia tidak mengalami haid karena sebab apapun baik karena dia

masih belum dewasa atau sudah dewasa tetapi telah menopause yaitu sekitar

umur 55 tahun atau telah mencapai umur 15 tahun dan belum haid

kemudian putus perkawinan antara dia dengan suaminya karena talak, atau

fasakh atau berdasarkan sebab-sebab yang lain maka ‘iddahnya adalah tiga

bulan penuh berdasarkan firman Allah dalam Surat at-T}ala>q (65) : 4.

Dalam hal ini bagi perempuan yang ditinggal mati oleh suaminya dan ia

tidak dalam keadaan hamil dan masih mengalami haid ‘iddahnya empat

bulan sepuluh hari berdasarkan firman Allah dalam Surat al-Baqarah (2) :

234.

c. ‘Iddah karena kematian suaminya

Sementara itu jika putusnya perkawinan disebabkan karena kematian

suami maka apabila isteri dalam keadaan hamil ‘iddahnya sampai melahirkan.

Mayoritas ulama menurut Ibn Rusyd berpendapat bahwa masa ‘iddah perempuan

tersebut adalah sampai melahirkan, meskipun selisih waktu kematian suami

hingga ia melahirkan hanya setengah bulan atau kurang dari empat bulan sepuluh

hari. Sementara menurut Ma>lik dan Ibn ‘Abba>s dan Ali> bin Abi>

T}a>lib masa ‘iddah perempuan tersebut diambil waktu yang terlama dari dua

Page 29: Iddah Perempuan Hamil Karena Zina Studi Pasal 53 KHI-0035017

jenis ‘iddah tersebut apakah empat bulan sepuluh hari atau sampai melahirkan.19)

Menurut jumhur ulama antara lain H}anafiyyah dan jumhur shahabat telah

diriwayatkan bahwa Umar dan Abdullah bin Mas’u>d dan Zaid bin S|a>bit

dan Abdullah bin Umar dan Abu> Hurairah mengatakan : “ ‘iddahnya ialah

dengan melahirkan kandungan yang ada di dalam perutnya meskipun suaminya

ketika itu masih berada di atas kasur tempat membaringkan mayatnya.” Ini berarti

bahwa ayat dari Surat at-T}ala>q mentakhsis ayat Surat al-Baqarah yang

menjelaskan ‘iddah bagi isteri yang ditinggal mati oleh suaminya adalah empat

bulan sepuluh hari. Hal ini karena ayat Surat at-T}a>laq diturunkan setelah ayat

Surat al-Baqarah.20)

Dan bagi isteri yang tidak dalam keadaan hamil ‘iddahnya adalah empat

bulan sepuluh hari berdasarkan Surat al-Baqarah (2) : 234. Dalam hal ini tidak ada

perbedaan baik isteri masih kecil atau sudah dewasa, muslim atau kitabiyah begitu

pula apakah sudah melakukan hubungan atau belum karena ‘iddah dalam kondisi

seperti ini adalah untuk menunjukkan kesedihan dan rasa belas kasih atas

kematian suami sehingga disyaratkan bahwa akadnya s}ahi>h, jika akadnya

fasid maka ‘iddahnya dengan haid karena untuk mengetahui kebersihan rahim.

Semua ketentuan ini adalah bagi isteri yang merdeka sementara jika isteri adalah

hamba sahaya dan hamil maka ‘iddahnya sama dengan isteri yang merdeka yaitu

sampai melahirkan dan jika tidak hamil dan masih mengalami haid ‘iddahnya

adalah dua kali haid berdasarkan hadis\ Nabi :

19) Ibn Rusyd, Bida>yah., II: 77.20) Muhammad Yu>suf Mu>sa, Ahka>m al-Ah}wa>l asy-Syakhs}iyyah fi>

Fiqh al-Isla>mi, cetI ( Mesir : Da>r al-Kita>b al-‘Arabi, 1957M/1376H), hlm.349

Page 30: Iddah Perempuan Hamil Karena Zina Studi Pasal 53 KHI-0035017

21) حيضتان وقرؤها تطليقتان االمة طالق

d. ‘Iddah bagi isteri qabla ad-dukhu>l

Adapun jika putusnya perkawinan terjadi sebelum dukhul (hubungan seks)

apabila disebabkan oleh kematian suami maka wajib bagi isteri untuk ber’iddah

sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya. Dan jika putusnya perkawinan

disebabkan karena talaq atau fasakh maka tidak ada kewajiban ‘iddah bagi isteri.

Jika nikahnya berdasarkan akad sahih tidak disyaratkan adanya hubungan seks (

dukhul) hakiki akan tetapi adanya khalwat shahih sudah mewajibkan untuk

ber’iddah sebaliknya jika berdasarkan akad fasid maka tidak wajib ber’iddah

kecuali telah terjadi dukhu>l hakiki ( hubungan seks). Dan tidak ada kewajiban

‘iddah bagi isteri yang dicerai sebelum dicampuri ( qabla ad-dukhu>l)

berdasarkan firman Allah dalam Surat al-Ahzab (33) : 49.

C. Hikmah ‘Iddah

Perlu dimengerti bahwa Allah tidaklah meninggalkan perintah bagi

kita maupun kaidah-kaidah penetapan hukum kecuali di dalamnya terdapat

hikmah yang tinggi untuk menolong manusia di dunia maupun akhirat.

Adapun hikmah disyari’atkannya ‘iddah antara lain :

1. Mengetahui kebersihan rahim dan kesuciannya sehingga tidak berkumpul

benih dua laki-laki dalam satu rahim yang menyebabkan bercampurnya

keturunan.

(21 (Ibn Ma>jah, Sunan Ibn Ma>jah, “Kita>b At-T}ala>q, Ba>b fi> T}ala>q Al-Ammah wa ‘Iddatiha>, (Semarang : Toha Putra, t.t), I : 672. Hadis\ no. 2080. Hadis Riwayat Muhammad bin Basyar. Dalam riwayat lain ditulis حيضتان وعدتها . Tirmiz\i>, Sunan at-Tirmiz\i>, “Kita>b at-T}ala>q wa Li’a>n”, Ba>b Ma> Ja>’a anna T}ala>q al-Amati T}at}li>qata>ni”, (Makkah : Maktabah at-Tija>riyah, t.t), III : 488. Hadis nomor 1135. Hadis diriwayatkan oleh Fa>t}imah binti Qais.

Page 31: Iddah Perempuan Hamil Karena Zina Studi Pasal 53 KHI-0035017

2. Menunjukkan penghormatan terhadap akad dan mengagungkannya.

3. Memperpanjang waktu untuk ruju’ bagi suami yang menjatuhkan talaq raj’i.

4. Menghormati hak suami yang meninggal dengan menunjukkan rasa sedih atas

kepergiannya.

5. Kehati-hatian (ihtiyat) terhadap hak suami yang kedua.22)

6. Memberikan kesempatan kepada keduanya secara bersama-sama untuk

memulai kehidupan keluarga dengan akad baru jika dalam bentuk talak

ba’in.23)

7. Ihdad bagi isteri atas kematian suaminya.24)

8. Memuliakan isteri merdeka dari pada isteri hamba sahaya.25)

9. Perlindungan terhadap penyakit seks menular.43

Sebenarnya dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

khususnya dalam bidang kedokteran, untuk mengetahui hamil atau tidaknya

seorang perempuan tidak harus menunggu minimal sampai satu kali haid, akan

tetapi dalam hal ini terdapat hikmah bahwa diantara maksud ditetapkannya ‘iddah

adalah untuk memberikan waktu bagi kedua belah pihak untuk saling berpikir dan

22) Ali> Ah}mad al-Jurja>wi>, Hikmah at-Tasyri>’ wa Falsafatuh, (ttp : Da>r al-Fikr,t.t),II : 84-85. Menurut Ibn Hazm perintah ‘iddah termasuk masalah ta’abbudi sehingga tinggal diterima dan dilaksanakan dan tidak ada hikmah didalamnya.Ali> H}asaballah, al-Furqah,hlm. 187.

2

23) Muhammad Yu>suf Mu>sa>, Ahka>m, hlm.346

24) Ah}mad Gundu>r, at-T}ala>q, hlm. 291

25) Muhammad Zaid al-Ibya>ni, Syarh, hlm. 430.

43) Javed Jamil “ Extraordinary Importance of Iddah in Family-Health” in Islam and the Modern Age,2000, III : 117-124.

Page 32: Iddah Perempuan Hamil Karena Zina Studi Pasal 53 KHI-0035017

introspeksi terhadap diri sehingga dapat membenahi dan mewujudkan kembali

kehidupan rumah tangga yang bahagia. Selain itu dengan ditetapkannya ‘iddah

menunjukkan bahwa ikatan perkawinan adalah ikatan yang kokoh dan suci ( mis\

a>qan gali>z}an) yang tidak mudah putus hanya dengan jatuhnya talak.

Karena talak adalah sesuatu yang boleh dilakukan tetapi sangat dibenci di sisi

Allah.

D. ‘Iddah Perempuan Hamil Karena Zina Dalam Pandangan

Ulama

Sepanjang kedua jenis ‘iddah bagi perempuan hamil sebagai akibat dari

perkawinan yang sah, baik karena kematian suaminya atau talak tidak begitu

banyak mengundang kontroversi karena masing-masing telah dijelaskan oleh nass

secara eksplisit. Akan tetapi dalam hal ’iddah bagi perempuan hamil karena zina

maka tidak ada penjelasan secara eksplisit oleh nass. Sebagai konsekuensinya

maka muncul perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang ada tidaknya

kewajiban ‘iddah bagi perempuan tersebut ataupun tenggang waktu masa ‘iddah

tersebut. Pada dasarnya ulama telah sepakat bahwa jika perempuan hamil karena

zina menikah dengan orang yang menghamilinya tidak berlaku kewajiban ‘iddah.

Sedangkan jika perempuan hamil karena zina menikah dengan laki-laki yang tidak

menghamilinya maka terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama sebagai

berikut :

1. Pandangan ulama Ma>likiyyah terhadap ‘iddah perempuan hamil karena

zina

Page 33: Iddah Perempuan Hamil Karena Zina Studi Pasal 53 KHI-0035017

Ulama Ma>likiyyah berpendapat bahwa perempuan yang dicampuri

dalam bentuk zina sama hukumnya dengan perempuan yang dicampuri secara

syubhat, berdasarkan akad yang batil maupun fasid yaitu dia harus

menyucikan dirinya dalam waktu yang sama dengan ‘iddah kecuali jika

dikehendaki untuk dilakukan hadd atas dirinya, maka ia cukup menyucikan

dirinya dengan satu kali haid.27) Adapun bagi perempuan hamil karena zina

maka perempuan tersebut wajib menjalankan ‘iddah dengan tiga kali haid atau

dengan tenggang waktu tiga bulan, baik bagi perempuan yang telah tampak

kehamilannya maupun belum. Adapun yang pertama (telah tampak

kehamilannya) berdasarkan hadis\ :

28)غيره ولد مأه يسقي فال االخر واليوم بالله يؤمن كان من

Sedangkan yang kedua (belum tampak kehamilannya) karena untuk

menghindari bercampurnya keturunan.29)

27) Muhammad Ja>wad al-Mugniyyah, al-Ah}wa>l asy-Syakhs}iyyah, cet. I (Bairu>t : Da>r al-‘Ilmi li al-Mala>yin, 1964), hlm. 152-153. Badra>n Abu> ‘Ainain Badra>n, az-Zawa>j wa T}ala>q fi> al-Isla>m : Fiqh Maqa>rin baina al –Maz\a>hib al-Arba’ah as-Sunnah wa al-Maz\hab al-Jaghfari> wa al-Qa>nu>n, ( Iskandaria : Muasasah Syaba>b al-Ja>mi’ah, t.t), hlm.471. Abd ar-Rahma>n al-Ja>ziri>, Kita>b al-Fiqh,II : 516.

(28) Imam at-Tirmiz\i>, Sunan at-Tirmiz\i>, “ Kita>b an-Nika>h “, Ba>b Ma> Ja>’a fi> ar-Rajuli Yasytari> al-Ja>riyah wa hiya Ha>mil,(ttp : Da>r al-Fikr,t.t), III : 437. Hadis nomor 1131. Hadis diriwayatkan dari ar-Ruwaifi’ ibn S|a>bit.

29) Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Isla>m wa Adillatuh, cet. IV (Damaskus : Da>r al-Fikr, 1997 M/1418 H), IX : 6650.

Page 34: Iddah Perempuan Hamil Karena Zina Studi Pasal 53 KHI-0035017

Dalam riwayat lain dijelaskan bahwa seorang perempuan hamil karena

zina maka ketentuan ‘iddahnya adalah sampai dengan melahirkan.30)

Berdasarkan firman Allah :

)44.... حملهن يضعن ان اجلهن االحمال واوالت

2. Pandangan ulama H}anafiyyah terhadap ‘iddah perempuan hamil karena

zina

Ulama H}anafiyyah berpendapat bahwa perempuan hamil karena

zina tidak diwajibkan untuk menjalankan ‘iddah, karena ‘iddah bertujuan

untuk menjaga nasab sementara persetubuhan dalam bentuk zina tidak

menyebabkan hubungan nasab dengan laki – laki yang menyebabkan hamil.31)

Sehingga boleh menikahi perempuan hamil karena zina tanpa harus menunggu

‘iddah. Pendapat ini didasarkan pada dua alasan.32) Pertama, laki-laki yang

berzina dengan perempuan tersebut tidak disebutkan sebagai muharramat

maka hukumnya mubah berdasarkan firman Allah :

.... ذل�كم ماورأ ل�كم 33(واحل

Kedua, tidak ada penghargaan bagi air mani

dalam hubungan zina dengan alasan air

30) Ibn Quda>mah, al-Mugni>, VI : 601. Al-Qa>d}i ‘Abd al-Wahhab al-Bagda>di>, Al-Ma’u>natu ‘ala> Maz}hab ‘Alim al-Madi>nati al-Ima>m Ma>lik ibn Anas,cet. III (Beirut:Da>r al-Fikr,1415 H/ 1995 M(, II : 794.

44) At-T}ala>q (65( : 4 31) As-Sayyid Sa>biq,Fiqh as-Sunnah, II : 282-283

32) Wahbah az-Zuhaili>, Al-Fiqh al-Isla>m wa Adillatuh, IX : 6649

(33(An-Nisa (4) : 24.

Page 35: Iddah Perempuan Hamil Karena Zina Studi Pasal 53 KHI-0035017

tersebut tidak menetapkan nasab

berdasarkan hadis :

الحجر وللعاهر للفراش 34(الولد

Akan tetapi menurut Abu Yusuf (salah seorang ulama Hanafiyah)

‘iddah bagi perempuan hamil karena zina adalah sampai dengan melahirkan.35)

Sebagian ulama H}anafiyyah menambahkan bahwa terdapat

larangan bagi suami untuk menggauli isterinya itu selama masih dalam

keadaan hamil sampai isterinya melahirkan.36) Adapun larangan untuk

mencampuri selama perempuan tersebut masih dalam keadaan hamil

didasarkan pada hadis\ :

37)غيره ولد مأه يسقي فال خر اال واليوم بالله يؤمن كان من

(34) Imam Muslim, S}ahi>h Muslim, “ Kita>b ar-Rada> “, Ba>b al-Waladu Li al-Fira>si wa Tauqi asy-Syubhat, (ttp : al-Qana>’ah, t.t), I : 619. Hadis diriwayatkan dari Abu> Hurairah. Ulama berbeda pendapat mengenai makna “firasy”. Menurut jumhur firasy adalah nama bagi perempuan yang dicampuri, sedangkan menurut Abu> H}ani>fah firasy adalah nama bagi laki-laki yang mencampuri (zawj). As}-S}an’a>ni,Subul as-Sala>m, III : 210-211. Adapun cara menetapkan nasab ada tiga macam, yaitu berdasarkan firasy, pengakuan(iqra>r), dan bukti(bayyinah). Dalam menetapkan nasab berdasarkan firasy terdapat beberapa kaidah antara lain : 1) dengan melihat kserupaan anak dengan ayahnya. 2) dengan adanya akad tanpa disyaratkan terjadi dukhul menurut Hanafiyah. 3) dengan adanya akan disertai kemungkinan terjadi dukhul menurut jumhur fuqaha antara lain Syafi’iyah, Malikiyah, dan Hanabilah. 4) berdasarkan dukhul hakiki menurut Ibn Taimiyah. Muhammad Yu>suf Mu>sa>, an-Nasab wa A>s\aruhu,cet. II, (Kairo : Da>r al-Marifah,1967), hlm.7-26.

35) Ibn Quda>mah, al-Mugni>, VI : 601. Ibn al-Huma>m al-H}anafi>,Fath al-Qodi>rI,cet. II,(t.tp:Da>r al-Fikr,1379 H/ 1977 M),IV : 323.

36) Abd ar-Rahma>n al-Ja>ziri>, Kita>b al-Fiqh, IV : 521. Muhammad Ja>wad al-Mugniyyah, al-Ah}wa>l, hlm.152-153. Badra>n Abu> ‘Ainain Badra>n, az-Zawa>j wa T}ala>q, hlm.471. Ibn ‘A>bidi>n, Radd al-Mukhtar’ala> al-Dur al-Mukhtar,(Beirut:Da>r al-Ih}ya>’al-Turuki al-‘Arabiy,1407 H/1987 M), II : 599.

(37( Imam at-Tirmiz\i>, Sunan at-Tirmiz\i>, “ Kita>b an-Nika>h “, Ba>b Ma> Ja>’a fi> ar-Rajuli Yasytari> al-Ja>riyah wa hiya Ha>mil,(ttp : Da>r al-Fikr,t.t), III : 437. Hadis nomor 1131. Hadis diriwayatkan dari ar-Ruwaifi’ ibn S|a>bit.

Page 36: Iddah Perempuan Hamil Karena Zina Studi Pasal 53 KHI-0035017

3. Pandangan ulama Sya>fi’iyyah terhadap ‘iddah perempuan hamil karena

zina

Menurut ulama Sya>fi’iyyah perempuan yang dicampuri secara

zina maka tidak ada kewajiban ‘iddah baginya dan diperbolehkan untuk

menikahi perempuan hamil karena zina serta mencampurinya.38) Pendapat ini

didasarkan pada hadis :

39( الحالل الحرام اليحرم

Karena mencampuri dalam bentuk zina tidak menyebabkan hubungan

nasab maka tidak diharamkan menikahi perempuan tersebut seperti halnya jika

tidak hamil.40)

4. Pandangan ulama H}ana>bilah terhadap ‘iddah perempuan hamil karena

zina

Ulama H}ana>bilah menyatakan bahwa ‘iddah perempuan hamil

karena zina seperti halnya ‘iddah yang berlaku bagi isteri yang dicerai oleh

suaminya dalam keadaan hamil yaitu sampai dengan melahirkan.41) Selain itu

38) Abd ar-Rahma>n al-Ja>ziri>, Kita>b al-Fiqh, IV : 523. Muhammad> al-Khati>b as-Syarbi>ni>, Mugni> al-Muhta>j, (Mesir : Mustafa> al-Ba>b al-Ha>labi wa Aula>duh,1958), III : 288.

(39 (Ibn Ma>jah, Sunan Ibn Ma>jah, “ Kita>b an-Nika>h “, Ba>b La> Yuharrimu al-Hara>m al-Hala>l, ( Beirut : Da>r al-Fikr, t.t ), I : 622. Hadis nomor 2041. Hadis diriwayatkan dari Ibn ‘Umar.

40) Ibn Quda>mah, al-Mugni>, VI : 601.

41) Ibn Quda>mah, al-Mugni>, VI : 601-602. Ibn Quda>mah,al-Ka>fi> fi> Fiqh al-Ima>m al-Mujabbal Ahmad ibn Hanbal,(ttp: al-Maktabah al-Islam,t.t(,III : 311.

Page 37: Iddah Perempuan Hamil Karena Zina Studi Pasal 53 KHI-0035017

masih terdapat satu syarat lagi yaitu taubat. Konsekuensi dari pendapat ini

adalah larangan untuk menikahi perempuan tersebut pada waktu hamil.

Pendapat ini didasarkan pada hadis\ Nabi :

زرع م;;اءه يسقى ان اآلخر واليوم بالله يؤمن إلمرئ اليحل

42)غيره

تحيض حتى حمل ذات غير , وال تضع حتى حامل التوطأ

43)حيضة

Perbedaan pendapat yang muncul di

kalangan ulama di atas kalau dikelompokkan

dapat dibagi menjadi dua yaitu pendapat

yang mewajibkan ‘iddah dan tidak

mewajibkan ‘iddah terhadap perempuan

hamil karena zina. Sementara mengenai

dengan siapa perempuan hamil tersebut akan

dikawinkan, apakah dengan laki-laki yang

menghamili atau bukan sehingga

mempengaruhi boleh dan tidaknya

mencampuri perempuan tersebut pada waktu

hamil, tidak ada penjelasan secara eksplisit.

(42) Abi> Da>wud Sulaima>n, Sunan Abi> Da>wud, “Kita>b an-Nika>h”, Ba>b fi> wat’i as-S}aba>ya, (t.tp.: Da>r al-Fikr, t.t.), II: 248. Hadis nomor 2158. Hadis diriwayatkan oleh Ruwaifi’ bin S}a>bit al-Ans}a>ri.

(43) Abi> Da>wud Sulaima>n, Sunan Abi> Da>wud, “Kita>b an-Nika>h”, Ba>b fi> wat’i as-S}aba>ya, (t.tp.: Da>r al-Fikr, t.t.), II: 248. Hadis nomor 2157. Hadis riwayat Abi> Sa’I>d al-Khud}ri.

Page 38: Iddah Perempuan Hamil Karena Zina Studi Pasal 53 KHI-0035017

Dari sisi sosiologi memang pendapat yang tidak mewajibkan adanya ‘iddah (

H}anafi dan Sya>fi’i ) menguntungkan pihak wanita karena dapat menutup

aibnya dan tidak menanggung malu. Sedangkan pendapat Ma>lik dan Ah}mad

yang mewajibkan adanya ‘iddah jika ditinjau dari segi tegaknya hukum, cukup

positif, karena orang lebih berhati-hati dalam pergaulan, baik bagi muda-mudi

maupun orang tua dalam mengawasi putera-puteri mereka. Di sini orang yang

terlanjur melakukan zina sampai hamil memang dikorbankan, akan tetapi menjaga

masyarakat banyak lebih utama dari pada perorangan. Biarlah satu orang menjadi

korban, tetapi masyarakat tetap baik dan kasusnya menjadi pelajaran. 4 4) Pendapat

Ma >lik dan Ah}mad ini apabila dianut akan lebih menjamin terpeliharanya

nilai-nilai akhlak dalam masyarakat. 4 5) BAB III

‘IDDAH PEREMPUAN HAMIL KARENA ZINA DALAM KHI

Masalah ‘iddah dalam KHI diatur pada Bab XVII tentang Akibat

Putusnya Perkawinan bagian kedua yaitu waktu tunggu pasal 153, 154, dan

155. Akan tetapi ‘iddah yang dijelaskan dalam pasal-pasal tersebut hanyalah

‘iddah yang telah disepakati oleh para ulama. Sedangkan masalah ‘iddah

perempuan hamil karena zina tidak ada penjelasan secara eksplisit di dalam

KHI. Namun kalau dicermati, ketentuan ‘iddah perempuan hamil karena

zina tersebut sebenarnya dijelaskan secara implisit oleh KHI dalam pasal 53

yang mengatur masalah kawin hamil khususnya ayat kedua.

Dalam hal ini ‘iddah perempuan hamil karena zina dapat dibagi

berdasarkan dengan siapa perempuan tersebut akan dikawinkan. Pertama,

‘iddah perempuan hamil karena zina jika dikawinkan dengan laki-laki yang

menghamili. Kedua, ‘iddah perempuan hamil karena zina jika dikawinkan

dengan laki-laki yang tidak menghamilinya.

A. Ketentuan ‘Iddah Dalam KHI

44) Cut Aswar “Hukum Menikahi Wanita Hamil Karena Zina” dalam Chuzaimah T. Yanggo dan Hafiz Anshary A.Z (ed), Problematika Hukum Islam Kontemporer II,cet.II ( Jakarta : Pustaka Firdaus, 1996), hlm.55

45) Ahmad Azhar Basyir, Hukum Perkawinan, hlm.36.

Page 39: Iddah Perempuan Hamil Karena Zina Studi Pasal 53 KHI-0035017

Dalam Kompilasi Hukum Islam, masalah ‘iddah atau waktu tunggu

dijelaskan dalam pasal 153, 154 dan 155. Pasal 153 ayat (1) KHI menyatakan

: “ bagi seorang isteri yang putus perkawinannya berlaku waktu tunggu atau

‘iddah, kecuali qabla ad-dukhu>l dan perkawinannya putus bukan karena

kematian suami.”

Adapun macam – macam ‘iddah dalam KHI dijelaskan sebagai

berikut :

1. Putus perkawinan karena ditinggal mati suami

Pasal 153 ayat (2) huruf a KHI menjelaskan : “ apabila perkawinan

putus karena kematian, walaupun qabla ad-dukhu>l, waktu tunggu

ditetapkan 130 (seratus tiga puluh) hari”. Ini berdasarkan Surat al-Baqarah

(2) : 234.

Ketentuan di atas berlaku bagi isteri yang ditinggal mati suaminya

dalam keadaan tidak hamil. Sedangkan apabila isteri tersebut dalam

keadaan hamil, maka waktu tunggu bagi mereka adalah sampai ia

melahirkan sebagaimana dijelaskan dalam pasal 153 ayat (2) huruf d KHI.

Hal ini didasarkan pada Surat at-Talaq (65) : 4.

Persoalan yang muncul kemudian adalah apabila isteri dalam

keadaan hamil tersebut melahirkan dalam waktu tidak sampai empat bulan

sepuluh hari. Dalam hal ini tidak terdapat penjelasan di dalam KHI.

Sementara itu mayoritas ulama berpendapat bahwa masa ‘iddah perempuan

tersebut adalah sampai melahirkan meskipun selisih waktu kematian suami

hingga ia melahirkan hanya setengah bulan.

Adapun menurut Ma>lik dari Ibn ‘Abba>s berpendapat bahwa

‘iddah bagi perempuan tersebut adalah berdasarkan waktu yang paling

lama dari dua jenis ‘iddah tersebut, apakah 130 hari atau melahirkan. Ali>

bin Abi> T}a>lib sependapat dengan pendapat Ma>lik tersebut.

Argumentasi yang dikemukakan adalah mengkompromikan kedua ayat

Page 40: Iddah Perempuan Hamil Karena Zina Studi Pasal 53 KHI-0035017

tentang ‘iddah hamil (at-T}a>laq (65) : 4 dan ayat tentang isteri yang

ditinggal mati suaminya (al-Baqarah (2) : 234).1)

Pendapat Ma>lik diatas tampak lebih rasional yaitu untuk

memberikan tenggang waktu berbela sungkawa relatif lebih lama. Karena

kematian suami bagaimanapun bukanlah persoalan yang dapat segera

dilupakan, namun ia membawa dampak psikologis yang memerlukan waktu

untuk memulihkannya.2)

2. Putus perkawinan karena perceraian

Isteri yang dicerai suaminya dapat berlaku beberapa kemungkinan

waktu tunggu sesuai dengan keadaannya :

a. Dalam keadaan hamil.

Apabila isteri dicerai suaminya dalam keadaan hamil maka

‘iddahnya sampai ia melahirkan kandungannya seperti

dijelaskan dalam pasal 153 ayat (2) huruf c KHI.

b. Apabila dicerai suaminya setelah terjadi hubungan kelamin

(dukhul) :

1) Bagi yang masih datang bulan, waktu tunggunya

adalah tiga kali suci dengan sekurang-kurangnya 90

hari (pasal 153 ayat (2) huruf b KHI).

2) Bagi yang tidak atau belum datang bulan masa

‘iddahnya tiga bulan atau 90 (sembilan puluh)

hari(pasal 153 ayat (2) huruf b KHI).

3) Bagi isteri yang pernah haid sedang pada waktu

menjalani ‘iddah tidak haid karena menyusui maka

1) Ibn Rusyd, II : 77.

2) Ahmad Rofiq, Hukum, hlm.314.

Page 41: Iddah Perempuan Hamil Karena Zina Studi Pasal 53 KHI-0035017

‘iddahnya tiga kali waktu suci (pasal 153 ayat (5)

KHI).

4) Dalam keadaan pada ayat (5) tersebut bukan karena

menyusui maka ‘iddahnya selama satu tahun, akan

tetapi bila dalam waktu satu tahun tersebut ia berhaid

kembali, maka ‘iddahnya menjadi tiga kali suci (pasal

153 ayat (6) KHI).

3. Putus perkawinan karena faskh, khulu>’ dan li’a>n

Waktu ‘iddah bagi janda yang putus perkawinannya karena khulu’

(cerai gugat atas dasar tebusan atau ‘iwad} dari isteri), fasakh, atau li’a>n,

maka waktu tunggu berlaku seperti ‘iddah talak (pasal 155 KHI).

4. Isteri ditalak raj’i kemudian ditinggal mati suami dalam masa ‘iddah

Apabila isteri tertalak raj’i kemudian dalam waktu ‘iddah

sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (2) huruf b, ayat (5) dan ayat (6)

pasal 153 KHI ditinggal mati oleh suaminya, maka ‘iddahnya berubah

menjadi empat bulan sepuluh hari (130 hari) terhitung saat matinya bekas

suami (pasal 154 KHI).

Selanjutnya dalam pasal 153 ayat (4) KHI menjelaskan bahwa bagi

perkawinan yang putus karena perceraian, tenggang waktu tunggu dihitung

sejak jatuhnya Putusan Pengadilan Agama yang mempunyai kekuatan

hukum tetap, sedangkan bagi perkawinan yang putus karena kematian,

tenggang waktu dihitung sejak kematian suami.

B. ‘Iddah Perempuan Hamil Karena Zina dalam KHI

1. ‘Iddah Perempuan Hamil Karena Zina jika Menikah

dengan Laki-laki yang Menghamilinya.

Page 42: Iddah Perempuan Hamil Karena Zina Studi Pasal 53 KHI-0035017

Secara implisit ketentuan ‘iddah perempuan hamil karena zina jika

menikah dengan laki-laki yang menghamilinya dijelaskan dalam pasal 53

ayat 2. Adapun pasal 53 KHI tersebut berbunyi :

1. Seorang wanita hamil di luar nikah, dapat dikawinkan dengan pria yang

menghamilinya.

2. Perkawinan dengan wanita hamil yang disebut pada ayat (1) dapat

dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya.

3. Dengan dilangsungkannya perkawinan pada saat wanita hamil, tidak

diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir.

Dalam pasal 53 ayat 2 diatas dapat diperoleh penjelasan secara

implisit bahwa jika perempuan hamil karena zina menikah dengan laki-laki

yang menghamilinya tidak ada kewajiban untuk menjalankan ‘iddah yaitu

sampai melahirkan. Seperti dijelaskan dalam ayat 2 bahwa perempuan

tersebut dapat langsung dikawinkan dengan laki-laki yang menghamilinya

tanpa harus menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya.

Memang ketentuan yang terdapat dalam pasal 53 ayat 2 merupakan

suatu bagian integral dari pasal 53. Dalam arti bahwa antara ayat yang satu

dengan ayat yang lain merupakan satu kesatuan. Sehingga tidak mungkin

terjadi kontradiksi antar ayat dalam pasal 53. Karena ketentuan ayat 2

tersebut sangat terkait dengan kebolehan kawin hamil. Maka seandainya ada

kewajiban untuk menjalankan ‘iddah (sampai melahirkan) berarti

bertentangan dengan pasal 53 ayat 1 tentang kebolehan kawin hamil.

2. ‘Iddah Perempuan Hamil Karena Zina jika Menikah

dengan Laki-laki yang Tidak Menghamilinya

Ketentuan ‘iddah perempuan hamil karena zina jika menikah dengan laki-laki

yang tidak menghamilinya juga tidak dijelaskan secara eksplisit di dalam KHI.

Sementara dalam pasal 53 ayat 2 sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, secara

Page 43: Iddah Perempuan Hamil Karena Zina Studi Pasal 53 KHI-0035017

implisit hanya menjelaskan ketentuan ‘iddah bagi perempuan hamil karena zina

yang menikah dengan laki-laki yang menghamilinya.

Tetapi jika dikaji lebih jauh sebenarnya ketentuan dalam pasal 53 ayat 2

tersebut membuka peluang bagi kebolehan kawin hamil dengan laki-laki yang

tidak menghamili. Seandainya laki-laki tersebut bersedia mengawini dan tidak

disanggah oleh perempuan yang bersangkutan maka telah dianggap benar sebagai

laki-laki yang menghamili. Sehingga kemungkinan pernikahan antara seorang

laki-laki yang tidak menghamili perempuan hamil tersebut, sebagai bapak formal,

sebagai pengganti karena laki-laki yang menghamilinya tidak bertanggung jawab,

bisa terjadi untuk tidak mengatakan sering.45) Pernikahan seperti ini dalam adat

Jawa disebut nikah Tambelan, sedangkan di dalam masyarakat Bugis disebut

Pattongkok Siriq.46)

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah uraian pada bab-bab sebelumnya

yang mencakup pendahuluan, tinjauan

umum tentang ‘iddah, ‘iddah perempuan

hamil karena zina dalam KHI dan analisis

terhadap ketentuan ‘iddah perempuan hamil

45) Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, hlm. 166

46) Bushar Muhammad, Pokok-Pokok Hukum Adat, cet.II (Jakarta : Pradnya Paramita, 2000), hlm.31

Page 44: Iddah Perempuan Hamil Karena Zina Studi Pasal 53 KHI-0035017

karena zina dalam KHI maka dapat

dirumuskan kesimpulan sebagai berikut :

1. Pasal 53 ayat 2 KHI menjelaskan bahwa tidak ada kewajiban ‘iddah bagi

perempuan hamil karena zina dengan dapat dikawinkan langsung dengan

laki-laki yang menghamilinya tanpa harus menunggu terlebih dahulu

kelahiran anak yang ada dalam kandungan. Adapun dalam hal perkawinan

dengan laki-laki yang bukan menghamilinya tidak ada penjelasan. Akan

tetapi tidak menutup kemungkinan ketentuan ini juga berlaku bagi laki-

laki yang tidak menghamilinya. Karena seandainya laki-laki tersebut

besedia menikahi dan tidak disanggah oleh perempuan yang bersangkutan

maka telah dianggap benar sebagai laki-laki yang menghamili.

2. Pada dasarnya tidak ada kewajiban ‘iddah bagi perempuan hamil karena

zina jika menikah baik dengan laki-laki yang menghamilinya atau bukan.

Untuk yang pertama memang telah dijelaskan oleh KHI dalam pasal 53

ayat 2 dan telah disepakati oleh ulama. Sedangkan yang kedua,tidak

dijelaskan oleh KHI dan terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama.

Ulama Syafi’iyyah dan Hanafiyyah tidak mewajibkan ‘iddah sedangkan

ulama Malikiyyah dan Hanabilah mewajibkan ‘iddah yaitu sampai

melahirkan. Akan tetapi mengingat dampak psikologis maupun sosiologis

yang akan ditimbulkan, maka akan lebih baik kalau perempuan hamil

karena zina tidak diwajibkan ‘iddah meski menikah dengan laki-laki yang

tidak menghamilinya, karena laki-laki yang menghamilinya tidak

bertanggung jawab.

Page 45: Iddah Perempuan Hamil Karena Zina Studi Pasal 53 KHI-0035017

B. Saran-saran

1. Perlu dipahami bahwa jenis perkawinan perempuan

hamil karena zina baik dengan laki-laki yang menghamilinya atau bukan

adalah jenis perkawinan darurat, sehingga jangan sampai dijadikan tradisi.

2. Berkaitan dengan kebolehan kawin hamil ini kita

tidak boleh terpaku kepada legalitas hukum, akan tetapi merumuskan

bagaimana agar tidak membuka peluang yang lebih besar bagi perzinaan

merupakan hal yang sangat perlu untuk dipikirkan.

3. Dengan perhatian orang tua di dalam mendidik anak

khususnya tentang agama, moral dan budi pekerti serta partisipasi

masyarakat untuk ikut mencegah pornografi, serta pergaulan bebas di

kalangan muda-mudi diharapkan dapat mengurangi maraknya perzinaan.

Akan tetapi, sebenarnya hal ini kembali kepada masing-masing individu,

sejauh mana penghayatan dan pengamalan keimanan dan keberagamaan

mereka.

DAFTAR PUSTAKA

1. Al-Qur’an

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta : Yayasan Penyelenggaraan Penterjemahaan al-Qur’an, 1989

2. Kelompok Hadits :

Majah, Ibn, Sunan Ibnu Majah, “Kitab At-Talaq, Bab fi Talaq Al-Ammah wa ‘Iddatiha, Semarang : Taha Putra, t.t, 2 juz

Page 46: Iddah Perempuan Hamil Karena Zina Studi Pasal 53 KHI-0035017

Muslim, Imam, Sahih Muslim, “ Kitab ar-Rada “, Bab al-Waladu Li al-Firasi wa Tauqi asy-Syubhat, ttp : al-Qana’ah, t.t, 2 juz

Sulaiman, Abi Dawud, Sunan Abi Dawud, “Kitab an-Nikah”, bab fi wat’i as-Sabaya, t.tp.: Dar al-Fikr, t.t., 4 juz

Tirmidzi, Sunan at-Tirmidzi, “ Kitab at-Talaq wa Li’an”, Bab Ma Ja’a fi ‘lddati al-Mutawaffa ‘anha Zaujaha, Makkah : Maktabah at-Tijariyah, t.t, 5 juz

3. Kelompok Fiqh dan Ushul Fiqh :

‘Abidin, Ibn, Radd al-Mukhtar’ala al-Dur al-Mukhtar,(Beirut:Dar al-Ihya’ al-Turuki al-‘Arabiy,1407 H/1987 M, 5 juz

Ahmad, Noer dkk, Epistemologi Syara : Mencari Format Baru Fiqh Indonesia, cet. I, Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 2000

al-H}anafi, Ibn al-Huma>m >,Fath al-Qodi>rI,cet. II,(t.tp:Da>r al-Fikr,1379 H/ 1977 M),4 juz

al-Bagda>di, Al-Qa>d}i ‘Abd al-Wahhab, Al-Ma’u>natu ‘ala> Maz}hab ‘Alim al-Madi>nati al-Ima>m Ma>lik ibn Anas,cet. III Beirut:Da>r al-Fikr,1415 H/ 1995 M, 2 juz

Ibn As\i>r, An-Niha>yah fi> Gari>b al-H}adi>s\ wa al-As\ar, Beirut:Maktabah al-‘Ilmiyyah,t.t, 5 juz

al-Jauziyyah, Ibn al-Qoyyim,I’la>m al-Muwaqqi’i>n ‘an Rabb al-‘A>lami>n,Beirut:Da>r al-Fikr ,t.t, 2 juz

Anderson, J.N.D, Islamic Law in the Modern World, New York : New York University Press,1959

Ansari, Abu Yahya Zakariya, Fath al-Wahhab, Semarang : Toha Putra, t.t

Ansary, Hafiz A.Z dan Chuzaimah T. Yanggo (ed), Problematika Hukum Islam Kontemporer II, cet. II Jakarta : Pustaka Firdaus, 1996

Page 47: Iddah Perempuan Hamil Karena Zina Studi Pasal 53 KHI-0035017

, Problematika Hukum Islam Kontemporer I, cet. II Jakarta : Pustaka Firdaus, 1996

Badran, Badran Abu ‘Ainain, az-Zawaj wa Talaq fi al-Islam : Fiqh Maqarin baina al-Mazhahib al-Arba’ah as-Sunnah wa al-Mazhab al-Jaghfari wa al-Qonun, Iskandaria : Muasasah Syabab al-Jami’ah, t.t

Basyir, Ahmad Azhar, Hukum Perkawinan Islam, cet. IX Yogyakarta:UII Press,1999

Bukhori, M. Hubungan Seks Menurut Islam, cet. I Jakarta : Bumi Aksara,1994

Djamil, Fathurrahman, Filasafat Hukum Islam, Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1999

Ghazali, Abdul Moqsith, dkk, Tubuh, Seksualitas, dan Kedaulatan Perempuan, editor : Amiruddin Arani dan Faqihudin Abdul Qodir,cet.I Yogyakarta:LKIS,2002

Gundur, Ahmad, At-Talaq fi Syari’ah al-Islamiyah wa al-Qonun, cet. I Mesir : Dar al-Ma’arif, 1967

Hasaballah, Ali, al-Furqah Baina az-Zawjaini wa Ma Yata’allaqu biha min ‘Iddatin wa Nasab,t.tp:Dar al-Fikr al-‘Arabiy,t.t

Hasan, M.Ali, Masail Fiqhiyah al-Hadisah : Masalah – Masalah Kontemporer, cet. II Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1997

Ibn Naji>m ,Zain al-‘A>bidi>n Ibn Ibra>hi>m, al-Asybah wa an-Naz}a>’ir, cet. I Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyyah,1413H / 1993 M

Ibyani, Muhammad Zaid, Syarh al-Ahkam asy-Syari’ah fi al-Ahwal asy-Syakhsiyah, Beirut : Maktabah an-Nahdah, t.t, 3 juz

Jaziri, Abdurrahman, Kitab al-Fiqh ‘ala Mazhahib al-Arba’ah, Mesir : Maktabah

at-tijariyah al-Kubra, 1969, 5 juz

Jamil, Javed, “ Extraordinary Importance of Iddah in Family-Health” in Islam and the Modern Age,2000, 4 Vol

Jurjawi, Ali Ahmad, Hikmah at-Tasyri’ wa Falsafatuh, t.tp : Dar al-Fikr, t.t, 2 juz

Kasani, Abu Bakar Ibn Mas’ud, Bada’I Sana’I fi Tartib asy-Syara’I, cet. I Beirut : Dar al-Fikr, 1996, 7 juz

Page 48: Iddah Perempuan Hamil Karena Zina Studi Pasal 53 KHI-0035017

Mas’adi, Ghufron Ajib, Metodologi Pembaharuan Hukum Islam, cet.II Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1998

Mughniyyah, Muhammad Jawad, Al-Ahwal asy-Syakhsiyyah, cet. I Beirut : Dar al-‘Ilmi Li al-Malayin, 1964

Musa, Muhammad Yusuf, Ahkam al-Ahwal asy-Syakhsiyyah fi Fiqh al-Islami, cet. I Mesir : Dar al-Kitab al-‘Arabi, 1957 M/1376 H

Muzarie, Mukhlisin, Kontroversi Perkawinan wanita Hamil, cet. I Yogyakarta : Pustaka Dinamika, 2002

Muhdlor, A. Zuhdi, Memahami Hukum Perkawinan Islam (Nikah, Talak, Cerai dan Rujuk),cet.II Bandung:al-Bayan,1995

Mu’alim, Amir dan Yusdani, Konfigurasi Pemikiran Hukum Islam, editor : M.B Mukhlisin dan Sobirin Malian, cet. II Yogyakarta:UII Press,2001

Qudamah, Ibn, al-Mughni, t.tp : Maktabah al-Jumhuriyyah al-‘Arabiyah, t.t, 9 juz

_________, al-Ka>fi> fi> Fiqh al-Ima>m al-Mujabbal Ahmad ibn Hanbal,(ttp: al-Maktabah al-Islam,t.t(, 3juz

Rahman, Fatchur, Ilmu Waris, cet. IV Bandung : al-Ma’arif, t.t

Rusyd, Ibn, Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtasid, Beirut : Dar al-Fikr, 1995, 2 juz

Rofiq, Ahmad, Hukum Islam di Indonesia,cet.IV, Jakarta PT. Raja Grafindo Persada, 2000

Rofiq, Ahmad Pembaharuan Hukum Islam di Indonesia, cet.I (Yogyakarta: Gama Media,2001),hlm.79-96.

Rumadi, dan Marzuki Wahid, Fiqh Mazhab Negara : Kritik Atas Politik Hukum di Indonesia, editor : Nurul Huda, cet.1,Yogyakarta:LKIS Yogyakarta, 2001

Sabiq, Sayid, Fiqh as-Sunah, cet. IV Beirut : Dar al-Fikr, 1983, 3 juz

San’ani, Subul as-Salam, Beirut : Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, t.t, 4 juz

Page 49: Iddah Perempuan Hamil Karena Zina Studi Pasal 53 KHI-0035017

Schacht, Joseph, An Introduction to Islamic Law, Oxford : Oxford University Press, 1964

Sirry, Mun’im A, Sejarah Fiqh Islam : Suatu Pengantar, cet. II Surabaya : Risalah Gusti, 1996

Syarifuddin, Amir, Meretas Kebekuan Ijtihad : Isu-Isu Penting Hukum Islam Kontemporer di Indonesia, editor : Abdul Halim cet. I Jakarta : Ciputat Press, 2002

________________, Pembaharuan Pemikiran Dalam Hukum Islam, Padang : Angkasa Raya, 1990

Sudirman Tebba, Sosiologi Hukum Islam, cet.I (Yogyakarta:UII Press, 2003),hlm.52

Zahrah, Muhammad Abu, Al-Ahwal Asy-Syakhsiyyah, ttp : Dar al-Fikr al-‘Arabi, t.t

Az-Zuhaili, Wahbah, al-Fiqh al-Islam wa Adillatuh, cet. IV Damaskus : Dar al-Fikr, 1997 M/1418 H, 11 juz

4. Kelompok Umum :

Bisri, Cik Hasan (et.al); editor : Cik Hasan Bisri, Kompilasi Hukum Islam dan Peradilan Agama di Indonesia, cet.II Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1999

Muhammad, Bushar, Pokok-Pokok Hukum Adat, cet.II Jakarta : Pradnya Paramita, 2000

Muttaqien, Dadan dkk (ed), Peradilan Agama dan Kompilasi Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia, edisi II Yogyakarta : UII Press,2000

Ibn Mundzir, Lisan al-‘Arab, ttp : tnp, t.t

Kompilasi Hukum Islam

Undang – Undang Perkawinan di Indonesia, Surabaya : Arkola,t.t

5. Kelompok Jurnal dan Artikel :

Mudzhar, ‘Atho’, Social History Approach to Islamic Law, Al-Jami’ah, No.61, 1998

Page 50: Iddah Perempuan Hamil Karena Zina Studi Pasal 53 KHI-0035017

TERJEMAHAN

No Hlm Foot note

Terjemahan

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

7

7

14

15

17

25

25

25

25

25

19

20

34

38

42

10

11

12

13

14

BAB I

Tidak halal bagi seorang laki-laki yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk menumpahkan

air ( mani) nya diatas benih orang lain.

Jangan dicampuri perempuan yang hamil sebelum melahirkan dan perempuan yang tidak hamil

sebelum berhaid satu kali

Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi( Menopause) diantara perempuan-

perempuanmu jika kamu ragu-ragu tentang masa ‘iddahnya ) maka ‘iddah mereka adalah tiga bulan,

dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu

‘iddah mereka itu sampai melahirkan kandungannya, dan barang siapa yang bertaqwa kepada Allah

niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.

Sama dengan foot note no 19

Menghindari kerusakan lebih utama dari pada menarik kemaslahatan

BAB II

Wanita-wanita yang tertalak hendaklah menahan diri ( menunggu) tiga kali quru’

Orang-orang yang meninggal dunia diantaramu dengan meninggalkan istri-istri ( hendaklah para

istri itu) menangguhkan dirinya ( ber’iddah) empat bulan sepuluh hari

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan-perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu

mencampurinya maka sekali-kali tidak wajib atas mereka ‘iddah bagimu yang minta

menyempurnakanya.

Sama dengan foot note no. 34

Tidak halal bagi perempuan yang beriman kepada Allah dan hari akhir berihdad lebih dari tiga malam terhadap orang yang meninngal, kecuali terhadap

Page 51: Iddah Perempuan Hamil Karena Zina Studi Pasal 53 KHI-0035017

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

30

34

35

35

36

36

37

37

48

48

51

52

53

15

21

28

33

34

37

39

42

43

6

7

11

12

14

suami yang meningal maka ia harus berihdad empat bulan sepuluh hari

Ber’iddahlah dirumah anak umi makum

Talak bagi hamba sahaya adalah dua kali

Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka jangan menumpahkan airnya ( sperma)

diatas janin orang lain

Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian

Anak adalah milik ibu yang dicampuri dan bagi pezina adalah al-khaibah ( tidak dihargai

spermanya)

Sama dengan foot note no : 28

Sesuatu yang haram tidak mengharamkan sesuatu yang halal

Sama dengan foot note no : 19

Sama dengan foot note no : 20

BAB IV

Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina atau perempuan musyrik,

dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas

orang-orang yang beriman.

Sama dengan foot note no : 39

Sama dengan foot note no : 33

Sama dengan foot note no : 34

Menghindari kerusakan lebih utama dari pada menarik kemaslahatan.

Page 52: Iddah Perempuan Hamil Karena Zina Studi Pasal 53 KHI-0035017

BIOGRAFI ULAMA

1. Ahmad Azhar BasyirBeliau lahir di Jogjakarta pada tanggal 21 November 1928 beliau

adalah alumnus PTAIN Jogjakarta ( 1956) dan memperoleh gelar Magister dalam studi Islam pada universitas Cairo (1965). Mengikuti pendidikan

purna sarjana dalam bidang Filasafat di Universitas Gajah Madah (1971-1972). Beliau juga menjabat lector pada almamater yang sama dalam bidang Filsafat Islam dengan merangkap Islamologi, Hukum Islam dan pendidikan

agama Islam, dosen luar biasa di IAIN, UII, dan UMY.Diantara karyanya adalah hukum perkawinan Islam, Hukum Waris

Islam, Ikhtisar Figh Jinayat, Asas-asas Muamalat dan lain-lain.

2. As-Sayyid SabiqSeorang ulama Mesir yang memiliki reputasi Internasional di bidang

Fiqh dan dakwah Islam terutama melalui karyanya yang monumental yaitu Fiqh as-Sunnah, al-Tikami. Lahir di Islanka bertemu dengan khalifa ketiga Usman Bin Affan. Menganut mazhab Syafi’i termasuk keluarga as-Sayid Sabiq namun as-Sayyid Sabiq lebih memilih mengambil mazhab Hanafi di

Universitas Ummu al Qarra’ Makkah sampai sekarang.

3. Ibn RusydNama lengkapnya adalah Muhammad Ibn Ahmad Ibn Rusyd al-

Qurtubi lahir di Cardova beliau adalah seorang dokter, ahli hukum dan Filosof, di Barat ia lebih dikenal dengan sebutan Averous, ilmu-ilmu yang

ditekuninya meliputi fisika, kimia, astronomi, logika dan lain-lain karyanya yang terkenal adalah Bidayah al- Mujtahid wa Nihayah al Muqtasid

4. Ibn QudamahNama lengkapnya adalah Muaffaq ad- Din Abu Muhammad Abdillah

Ibn Ahmad Ibn Muhammad Bin Qudamah Magdisi, lahir dan meninggal di Damaskus( 541H/1147-620H/1224M) beliau adalah ulama besar di bidang

ilmu Fiqh. Beliau belajar ilmu Fiqh kepada Syekh Abd-Qadi Al Jailani selama empat tahun di Bagdad, menurut sejarawan beliau termasuk

keturunan Khalifah Umar Ibn Khattab beliau juga belajar kepada Ibn Al Manni’ seorang ahli Fiqh dan Ushul Fiqh dari Mazhab Hambali di Bagdad,

diantara karyanya adalah al-Mugni ( kitab Fiqh satandar dalam mazhab Hanbali) al-Kabir almugni Raudah an Nazir fi Ushul Fiqh dan lain-lain

muridnya yang paling terkenal adalah Abu al Faraj dan al ahmad al Magdisi

5. Muhammad Abu ZahrahBeliau adalah guru besar hukum Islam di universitas al Azhar Mesir,

termasuk orang pertama ilmu perbandingan Mazhab, beliau sangat produktif menulis buku dalam berbagai disiplin ilmu keislaman, terutama

hukum Islam, karyanya antara lain:Tarikh al-Mazahib al-Islamiyyah, Ushul al-Fiqh, dan buku-buku biografi

Imam–Imam Mujtahid

Page 53: Iddah Perempuan Hamil Karena Zina Studi Pasal 53 KHI-0035017

CURRICULUM VITAE :

Nama : Muhammad Isna Wahyudi

NIM : 00350175

Tempat/Tgl.Lahir : Semarang, 02 Mei 1981

Alamat : Ngempon RT 05 / I Bergas Semarang 50552

Pendidikan : - SD Negeri Ngempon 1 lulus tahun 1993

- SMP Negeri I Karang Jati lulus tahun 1996

- Madrasah Aliyah Pondok Pesantren Modern

Islam Assalaam Sukoharjo 4 tahun lulus tahun

2000

- IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta masuk tahun

2000

Page 54: Iddah Perempuan Hamil Karena Zina Studi Pasal 53 KHI-0035017
Page 55: Iddah Perempuan Hamil Karena Zina Studi Pasal 53 KHI-0035017