studi analisis terhadap ketentuan khi pasal 153...

89
STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI HAID KETIKA MENJALANI MASA IDDAH KARENA MENYUSUI Skripsi Disusun untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 dalam Ilmu Syari‟ah Oleh : ABDUL GHOFUR 072111008 JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSIYYAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2012

Upload: ngohanh

Post on 12-Mar-2019

247 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI

PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI

PEREMPUAN YANG BERHENTI HAID KETIKA

MENJALANI MASA IDDAH KARENA MENYUSUI

Skripsi

Disusun untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna

Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 dalam Ilmu Syari‟ah

Oleh :

ABDUL GHOFUR

072111008

JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSIYYAH

FAKULTAS SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

2012

Page 2: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

3

Page 3: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

4

Deklarasi

Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis menyatakan bahwa

skripsi ini tidak berisi materi yang telah pernah ditulis oleh orang lain atau

diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satu pun pikiran-pikiran orang lain,

kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.

Semarang,

Deklarator,

Abdul Ghofur

Page 4: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

5

Abstrak

Iddah adalah suatu masa yang mengharuskan perempuan yang telah

diceraikan suaminya, baik cerai mati atau cerai hidup, untuk menunggu sehingga

dapat diyakinkan bahwa dalam rahimnya telah berisi atau kosong dari kandungan.

Itulah sebabnya ia diharuskan menunggu dalam masa yang ditentukan. iddah

telah dijelaskan secara eksplisit oleh nash al-Qur‟an maupun Sunnah. Akan tetapi

ketika iddah tersebut dihadapkan pada suatu peristiwa yang tidak lazim, seperti

seorang perempuan yang berhenti haid ketika menjalani masa iddah karena

menyusui, maka iddah tersebut menjadi sebuah masalah yang membutuhkan

pengkajian secara cermat.

Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1).Bagaimana

perhitungan iddah perempuan yang berhenti haid ketika menjalani masa iddah

karena menyusui dalam Kompilasi Hukum Islam dan 2).Apa dasar hukum iddah

perempuan yang berhenti haid ketika menjalani masa iddah karena menyusui

dalam Kompilasi Hukum Islam.

Dalam menyelesaikan permasalahan ini, penulis melakukan penelitian

secara kualitatif dengan mengumpulkan data-data kepustakaan atau disebut

dengan istilah library research. Dalam penelitian ini penulis juga menggunakan

analisis yang bersifat “diskriptif” yang berusaha menggambarkan mengenai

masalah tersebut. Metode ini digunakan untuk memahami ketentuan iddah bagi

perempuan yang berhenti haid ketika menjalani masa iddah karena menyusui

dalam KHI pasal 153 ayat (5) dan dasar hukumnya.

Hasil dari penelitian yang penulis lakukan adalah: pertama, Perempuan

yang sedang menyusui, kaitannya dengan masalah iddah, ia dianalogikan sebagai

wanita yang berpenyakit. Bukan berarti susu itu adalah penyakit. Akan tetapi,

menyusui yang mengakibatkan berhentinya haid itulah yang menjadikan wanita

ini disamakan dengan wanita yang memiliki penyakit (illat). Kedua, Dalam KHI

Pasal 153 ayat (5) mengandung ketentuan bahwa jika wanita yang haidnya

berhenti karena menyusui atau sebab penyakit itu telah mencapai usia menopause,

maka beriddah tiga bulan. Meski hal ini tidak dijelaskan langsung secara

eksplisit. Ketentuan iddah yang tertuang dalam KHI Pasal 153 ayat (5) berdasar

pada pendapat ulama yang bermazhab Syafi‟i yaitu Syaikh Sulaiman.

Page 5: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

6

MOTO

“Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga

kali quru”.1

1 Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur‟an, Al-Qur‟an dan Terjemahannya,

Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2008, hlm. 36

Page 6: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

7

PERSEMBAHAN

Dengan segala kerendahan hati skripsi ini penulis persembahkan kepada :

Bapak dan Ibu tercinta, kakak-kakaku dan keponakan-keponakanku atas kasih

sayang serta do‟anya dan atas segala dukungan yang diberikan, baik secara moril

maupun materil dengan tulus ikhlas demi kesuksesan saya ini.

Keluarga besar PP Al-Ma‟rufiyyah khususnya Abah Yai Abbas Masrukhin dan

keluarga, para ustadz khusunya Bpk Nadzir yang tanpa pamrih selalu memberikan

ilmu-ilmu dan nasehat sirrinya, kawan-kawan senasib seperjuangan; (kang Huda

yamg slalu memberikan suport serta bimbinganya), kang zudin, kang yusro, kang

qomar, kang hikam, kang yanto, kang Kharis dan semuanya yang tak mungkin

disebutkan satu per satu.

Para Bapak dan Ibu dosen IAIN Walisongo yang membimbing penulis hingga

menjadi mahasiswa yang berkarakter.

Page 7: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

8

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur atas segala kasih sayang-Nya yang

telah melimpahkan karunia yang sangat besar, sehingga penulis bisa menyelesaikan

skripsi ini. Shalawat serta salam penulis sanjungkan kepada beliau Baginda Nabi

Muhammad SAW, semoga diakui sebagai umatnya yang setia hingga hari akhir nanti.

Dalam proses penyusunan skripsi ini penulis mendapat bantuan, petunjuk dan

bimbingan dari berbagai pihak, dan pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

1. Bapak Prof. Dr. H. Muhibbin, M.Ag, selaku Rektor IAIN Walisongo Semarang.

2. Bapak Dr. H. Imam Yahya, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Syari‟ah IAIN

Walisongo Semarang yang telah memberi izin penulis untuk membahas dan

mengkaji permasalahan ini.

3. Bapak Drs. Taufik, M.H. dan Bapak Muhammad Shoim, S.Ag., M.H. selaku

pembimbing I dan II yang telah banyak membantu, dengan meluangkan waktu

dan tenaganya yang sangat berharga semata-mata demi mengarahkan dan

membimbing penulis selama penyusunan skripsi ini.

4. Ketua Jurusan, Sekjur Hukum Perdata Islam serta Stafnya kami sampaikan terima

kasih.

5. Segenap Bapak dan Ibu Dosen di lingkungan Fakultas Syari‟ah khusunya Ibu

Dra. Hj. Siti Amanah, M.Ag. selaku dosen wali dan karyawan dan karyawati di

lingkungan Fakultas Syari‟ah IAIN Walisongo Semarang yang telah mengajarkan

Page 8: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

9

ilmunya dengan ikhlas kepada penulis selama belajar di Fakultas Syari‟ah IAIN

Walisongo Semarang.

6. Bapak Sugiyanto dan Ibu Supriyati yang dengan tulus dan sabar memberikan

dukungan dan do‟a restu, hingga penulis dapat menyelesaikan studi di Fakultas

Syari‟ah IAIN Walisongo Semarang.

7. Pengasuh PP Al-Ma‟rufiyyah, KH. Abbas Masrukhin beserta keluarga dan

segenap dewan Asatidz PP Al-Ma‟rufiyyah.

8. Dan semua pihak yang tak bisa penulis sebut satu-persatu yang telah membantu

terselesaikannya skripsi ini sesuai dengan kemampuan mereka.

Atas semua kebaikan yang telah diberikan, penulis tiada dapat membalas jasa

kalian, hanya mampu berharap dengan do‟a, semoga Allah SWT menerima sebagai

amal kebaikan dan membalasnya dengan balasan yang lebih baik.

Akhirnya hanya kepada Allah SWT penulis berserah diri semoga skripsi ini

dapat menambah khazanah keilmuan dan semoga dapat bermanfaat khususnya bagi

penulis dan pembaca pada umumnya.

Semarang,

Penulis,

Abdul Ghofur

Page 9: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

10

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. iii

HALAMAN DEKLARASI ....................................................................................... iv

HALAMAN ABSTRAK ........................................................................................... v

HALAMAN MOTTO .............................................................................................. vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................... vii

KATA PENGANTAR ............................................................................................. viii

DAFTAR ISI ............................................................................................................ x

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................... 7

C. Tujuan Penelitian ............................................................................ 7

D. Manfaat Penelitian .......................................................................... 7

E. Telaah Pustaka ................................................................................ 8

F. Metode Penelitian ............................................................................ 9

G. Sistematika Penulisan ...................................................................... 11

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG IDDAH

A. Iddah ............................................................................................... 14

1. Pengertian Iddah ........................................................................ 14

2. Dasar Hukum Iddah .................................................................. 16

3. Macam-macam Iddah ................................................................ 19

4. Hak dan kewajiban Wanita Ketika Beriddah ............................ 21

5. Hikmah dan Tujuan Iddah ......................................................... 27

6. Perhitungan Iddah Menurut Para Ulama ................................... 27

Page 10: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

11

B. Perhitungan Iddah Bagi Istri Yang Pernah Haid Sedang Pada

Waktu Menjalani Iddah Tidak Haid Karena Menyusui ................... 33

BAB III : STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153

AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG

BERHENTI HAID KETIKA MENJALANI MASA IDDAH

KARENA MENYUSUI

A. Sekilas Pandangan Tentang Kompilasi Hukum Islam ..................... 36

1. Pengertian Kompilasi Hukum Islam ........................................ 37

2. Proses Penyusunan Kompilasi Hukum Islam .......................... 39

3. Landasan dan Sistematika Kompilasi Hukum Islam ............... 52

B. Perhitungan Iddah Perempuan Yang Berhenti Haid Ketika

Menjalani Masa Iddah Karena Menyusui Dalam Kompilasi

Hukum Islam ................................................................................... 57

C. Dasar Hukum iddah Perempuan Yang Berhenti Haid Ketika

Menjalani Masa Iddah Karena Menyusui Dalam Kompilasi

Hukum Islam ................................................................................... 60

BAB IV : STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153

AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG

BERHENTI HAID KETIKA MENJALANI MASA IDDAH

KARENA MENYUSUI

A. Analisis Perhitungan Iddah Perempuan Yang Berhenti Haid Ketika

Menjalani Masa Iddah Karena Menyusui Dalam Kompilasi

Hukum Islam .................................................................................... 61

B. Analisis Dasar Hukum Iddah Perempuan Yang Berhenti Haid

Ketika Menjalani Masa Iddah Karena Menyusui Dalam Kompilasi

Hukum Islam .................................................................................... 64

Page 11: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

12

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan .................................................................................... 69

B. Saran-saran ...................................................................................... 70

C. Penutup ............................................................................................ 70

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR RIWAYAT PENDIDIKAN PENULIS

LAMPIRAN

Page 12: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Nikah adalah salah satu asas pokok hidup yang paling utama dalam

pergaulan atau masyarakat yang sempurna. Pernikahan itu bukan saja

merupakan satu jalan yang amat mulia untuk mengatur kehidupan rumah tangga

dan keturunan, tetapi juga dapat dipandang sebagai satu jalan menuju pintu

perkenalan antara suatu kaum dengan kaum lain, dan perkenalan itu akan

menjadi jalan untuk menyampaikan pertolongan antara satu dengan yang

lainnya.2

Pernikahan merupakan suatu ikatan perkawinan yang menghalalkan

antara suami istri untuk melakukan hubungan suami istri. Di dalam pernikahan

dituntut untuk selalu dapat menjaga dan mempertahankan keharmonisan dan

keutuhan rumah tangga, sehingga tercipta keluarga yang sakinah mawaddah wa

rohmah. Namun, terkadang di dalam rumah tangga sering terjadi konflik

keluarga. Hal inilah yang dapat menyebabkan suatu keluarga tersebut terjadi

perceraian. Di dalam agama Islam perceraian merupakan perbuatan yang halal

namun sangat dibenci oleh Allah SWT. Untuk itu agama Islam menetapkan suatu

aturan hukum yang mengatur pernikahan, perceraian hingga kembali bersatu

menjadi keluarga yang utuh. Pernikahan yang merupakan perkara yang mulia di

2Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Bandung: Sinar Baru Algensindo, cet.37, 2004, hlm.374

Page 13: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

14

dalam Islam tidak lagi mereka perhatikan. Dengan mudahnya mereka bercerai

dan menikah tanpa memperhatikan ketentuan-ketentuannya. Sebagaimana

menikah ada ketentuannya, ketika terjadinya perceraian atau perpisahan juga ada

ketentuan yang harus dipenuhi, diantaranya ialah iddah.

Maka sebelum melakukan rujuk kepada mantan istri, ada suatu

permasalahan yang harus dibahas yaitu iddah. Iddah ini dibahas guna untuk

memberikan pemahaman kepada setiap muslim bahwa setelah perceraian

dilakukan ada waktu tenggang kepada suami istri untuk memikirkannya.3

Sebenarnya masalah iddah secara umum adalah sesuatu yang sudah

disepakati oleh para ulama selain juga telah dijelaskan secara eksplisit oleh nash

al-Qur‟an maupun Sunnah. Akan tetapi ketika iddah tersebut dihadapkan pada

suatu peristiwa yang tidak lazim, seperti seorang perempuan yang berhenti haid

ketika menjalani masa iddah karena menyusui, maka iddah tersebut menjadi

sebuah masalah yang membutuhkan pengkajian secara cermat.

Iddah memang merupakan suatu persoalan yang sangat krusial di

kalangan pemikir-pemikir zaman sekarang maupun dahulu. Selain dinilai sebagai

bias gender sehingga banyak mengundang para cendekiawan mengkaji esensi dari

iddah ini, para ulama‟ terutama ulama‟ fiqh juga masih memperdebatkan masalah

3 http://muslimah.or.id/fikih/talak-bagian-8-iddah.html. didownload pada tanggal 27 Juni

2011 Pkl 22:21. WIB

Page 14: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

15

iddah karena adanya perkembangan permasalahan fiqh. Hal ini tak luput dari

adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.4

Iddah adalah suatu masa yang mengharuskan perempuan-perempuan

yang telah diceraikan suaminya, baik cerai mati atau cerai hidup, untuk menunggu

sehingga sehingga dapat diyakinkan bahwa dalam rahimnya telah berisi atau

kososng darri kandungan. Bila rahim perempuan itu telah berisi sel yang akan

menjadi anak, dalam beriddah itu akan kelihatan tandanya. Itulah sebabnya ia

diharuskan menunggu dalam masa yang ditentukan.5

Telah kita pahami bahwa iddah merupakan masa tunggu bagi mantan istri

dalam waktu tertentu yang telah ditetapkan oleh syara‟. Atau secara istilah, iddah

bisa diartikan sebagai masa tunggu yang ditetapkan oleh syara‟ bagi wanita untuk

tidak melakukan akad perkawinan dengan laki-laki lain dalam masa tersebut,

sebagai akibat ditinggal mati oleh suaminya atau perceraian dengan suaminya itu,

dalam rangka membersihkan diri dari pengaruh dan akibat hubungannya dengan

suaminya itu.

Hitungan iddah itu telah ditentukan sehingga wajib bagi setiap muslim

untuk mengikuti ketentuan itu. Seperti dalam surat Al-Baqarah ayat 228 :

4 Departemen Agama, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Direktorat Pembinaan

Badan Peradilan Agama Islam, 2001, hlm. 71 5 Ibnu Mas‟ud, Zainal Abidin S, Fiqih Madzab Syafi‟i, buku 2 (Muamalat, Munakahat,

Jinayat), Cet. II, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2007, hlm. 372

Page 15: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

16

Artinya : “Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga

kali quru”.6

Apabila si istri tidak mengalami haid karen usianya masih kecil misalnya

atau si istri telah menopause maka masa iddahnya selama tiga bulan berdasarkan

firman Allah :

Artinya : Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di

antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa

iddahnya), maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu

(pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. (QS. Ath-Thalaq : 4)7

Kata Asy Syaikh Ibnu „Utsaimin8: “Apakah wanita tersebut masih

mengalami haid namun karena penyakit atau sedang menyusui hingga haidnya

berhenti maka iddahnya seperti wanita yg mengalami haid yang normal walaupun

masanya panjang untuk datangnya haid itu hingga ia mulai beriddah dengannya.

Apabila sebab terhentinya haid telah hilang misalnya telah sembuh dari sakit

namun haidnya belum juga datang maka ia beriddah selama satu tahun penuh

sejak hilangnya sebab tersebut. Iddah setahun tersebut dengan perincian sembilan

bulan darinya dalam rangka berjaga-jaga dari kemungkinan hamil dan tiga bulan

darinya untuk iddah. Adapun bila talak dijatuhkan setelah akad sebelum berduaan

dan bersetubuh maka tidak ada iddah bagi wanita tersebut.

6 Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur‟an, Al-Qur‟an dan Terjemahannya,

Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2008, hlm. 36 7 Ibid, hlm. 558.

8 http://rokhman.page.tl/Hukum-dan-masail-haid.htm. didownload pada tanggal 28 Juni

2011 Pkl 02:28. WIB

Page 16: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

17

Berdasarkan firman Allah SWT:

Artinya: “Wahai orang-orang yg beriman apabila kalian menikahi wanita-

wanita Mukminah kemudian kalian ceraikan mereka sebelum kalian

sentuh maka tidak ada kewajiban atas mereka iddah bagi kalian

yang kalian minta menyempurnakannya. (QS.Al Ahzab : 49)”9

Dalam Kompilasi Hukum Islam dijelaskan pada Bagian kedua pasal 153

ayat (5) waktu tunggu bagi istri yang pernah haid sedang pada waktu menjalani

iddah tidak haid karena menyusui, maka iddahnya tiga kali waktu suci. Dan di

jelaskan dalam ayat (6) dalam hal keadaan pada ayat (5) bukan karena menyusui,

maka iddahnya selama satu tahun, akan tetapi bila dalam waktu satu tahun

tersebut ia berhaid kembali, maka iddahnya menjadi tiga kali suci.10

Dimuka telah dikatakan, andaikata seorang wanita telah dewasa tetapi dia

belum pernah mengalami haid sama sekali dan dicerai oleh suami maka iddahnya

tiga bulan kesepakatan para ulama‟ madzab, dan apabila dia mengalami haid, dan

berhenti karena menyusui atau karena penyakit maka para ulama‟ berbeda

pendapat

Ulama‟ Hambali dan Ulama‟ Maliki berpendapat bahwa iddahnya wanita

yang berhenti karena menyusui atau karena penyakit maka iddahnya satu tahun

penuh.

9 Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur‟an, op cit, hlm. 424.

10 Undang-undang Perkawinan di Indonesia dan dilengkapi Kompilasi Hukum Islam di

Indonesia. Surabaya: Arkola, hlm. 228-229

Page 17: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

18

Ulama‟ Syafi‟i dan Ulama‟ Hanafi berpendapat dalam qaul jadid diantara

dua pendapatnya mengatakan bahwa, wanita tersebut selamanya berada dalam

iddah hingga ia mengalami haid atau memasuki usia menopause, sesudah itu

beriddah selama tiga bulan, sedangkan Ulama‟ Imamiyah berpendapat iddahnya

tiga bulan.11

Jika menurut KHI pasal 153 ayat (5) waktu tunggu bagi istri yang pernah

haid sedang pada waktu menjalani iddah tidak haid karena menyusui, maka

iddahnya tiga kali waktu suci, akan tetapi dikalangan para ulama‟ berbeda

pendapat dalam menentukan waktu tunggu bagi istri yang pernah haid sedang

pada waktu menjalani iddah tidak haid karena menyusui. Dari sinilah penulis

berkeinginan untuk mengkaji lebih dalam bagaimana perhitungan iddah dan dasar

hukumnya. Oleh karena itu, penulis mendiskripsikannya dalam sebuah skripsi

yang berjudul “STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL

153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

HAID KETIKA MENJALANI MASA IDDAH KARENA MENYUSUI”

B. Rumusan Masalah

11

Muhammad Jawad Mugniyah, Al-fiq „ala al- madzahib al-khamsah, penerjemah Masykur

A.B., Aif Muhammad, Idrus Al-Kaff. “Fiqh Lima Madzab”, Cet. 2. Jakarta: PT.Lentera Basritam,

1996. hlm 468.

Page 18: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

19

Dari uraian di atas, maka penulis merumuskan beberapa masalah sebagai

berikut :

1. Bagaimana perhitungan iddah perempuan yang berhenti haid ketika menjalani

masa iddah karena menyusui dalam Kompilasi Hukum Islam ?

2. Apa dasar hukum iddah perempuan yang berhenti haid ketika menjalani masa

iddah karena menyusui dalam Kompilasi Hukum Islam ?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang ada, tujuan yang ingin dicapai oleh

penulis dalam skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui perhitungan iddah perempuan yang berhenti haid ketika

menjalani masa iddah karena menyusui dalam Kompilasi Hukum Islam ?

2. Untuk mengetahui dasar hukum yang digunakan oleh KHI tentang

perhitungan iddah bagi perempuan yang berhenti haid ketika menjalani masa

iddah karena menyusui.

D. Manfaat Penelitian

Dalam skripsi ini, penulis berharap agar karya ini dapat memberikan

manfaat untuk :

1. Secara teoritis, menambah wawasan keilmuan dan keagamaan dalam masalah

yang berhubungan dengan perhitungan iddah.

Page 19: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

20

2. Secara praktis, memberikan kontribusi pemikiran sebagai bahan pelengkap dan

penyempurna bagi studi selanjutnya, khususnya mengenai perhitungan iddah

bagi wanita yang berhenti haid ketika menjalani masa iddah karena menyusui.

E. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka ini dilakukan dengan mengkaji atau menelaah hasil

pemikiran seseorang yang berhubungan dengan permasalahan yang akan dibahas

pada skripsi ini. Penulis juga akan menelaah beberapa buku-buku, kitab dan

keterangan lain untuk di gunakan untuk referensi, sumber, acuan, dan

perbandingan dalam penulisan skripsi, sehingga akan terlihat letak perbedaan

antara skripsi ini dengan penelitian atau karya tulis yang ada. Dan berikut ini

adalah beberapa hasil pemikiran yang berhubungan dengan skripsi yang penulis

bahas :

Skripsi yang di tulis oleh Ulya Mukhiqqotun Ni‟mah, berjudul Analisis

Pendapat Imam Malik Tentang Iddah Bagi Wanita Yang Istihadhah. Di sana

disebutkan bahwa menurut Imam Malik iddah bagi wanita yang istihadhah adalah

satu tahun. Berbeda dengan pendapatnya Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi‟i

yang menjelaskan bahwa perhitungan iddah bagi wanita yang istihadhah tetap

menggunakan hitungan quru‟ bagi yang masih haid dan tiga bulan bagi yang tidak

haid.

Skripsi yang ditulis oleh Zainal Abidin, berjudul Studi Analisis Terhadap

Pendapat Ibn Taimiyah Tentang Jumlah Masa Iddah Bagi Wanita Yang Khuluk.

Page 20: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

21

Di mana jumlah hitungannya adalah satu kali haid. Hal ini dikarenakan Ibn

Taimiyah menukil dari haditsnya Utsman yang sanadnya dinilai sahih. Berbeda

dengan jumhur ulama‟ yang berpendapat bahwa iddah bagi wanita yang khuluk

sama seperti iddah wanita yang ditalak.

Muhamad Isna Wahyudi, menulis skripsi yang berjudul Iddah Perempuan

Hamil Karena Zina: Studi Pasal 53 KHI. Dalam skripsi tersebut disimpulkan

bahwa menurut KHI tidak ada kewajiban „iddah bagi perempuan hamil karena

zina dan dapat dikawinkan langsung dengan laki-laki yang menghamilinya tanpa

harus menunggu terlebih dahulu kelahiran anak yang ada dalam kandungan.

Dari beberapa tinjauan pustaka di atas, jelas bahwa penelitian yang

dilakukan tidak sama dengan skripsi yang dibahas oleh penulis. Sebab, obyek

yang penulis bahas adalah iddah bagi perempuan yang berhenti haid ketika

menjalani masa iddah karena menyusui. Untuk itu, penulis mencoba untuk

mengkaji permasalahan ini dalam sebuah karya ilmiah berbentuk skripsi.

F. Metode Penelitian

Skripsi ini merupakan suatu penelitian kualitatif. Di mana kata “kualitas”

menunjuk pada segi alamiah.12

Sehingga bisa diartikan sebagai penelitian yang

mengungkap keadaan yang bersifat alamiah. Atau dalam pengertian lain,

penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang menghasilkan penemuan-

12

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,

cet. XVII, 2002, hlm. 2

Page 21: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

22

penemuan yang tidak dapat dicapai (diperoleh) dengan menggunakan prosedur-

prosedur statistik atau dengan cara-cara lain dari kuantifikasi (pengukuran).13

Dan dilihat dari segi tempatnya, penelitian ini termasuk jenis penelitian

kepustakaan (library research), di mana data-data yang dipakai adalah data

kepustakaan dan bukan diperoleh dari lapangan. Dan berikut adalah data-data dan

metode-metode yang digunakan dalam penelitian ini :

1. Sumber Data

Yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian adalah subyek

dari mana data dapat diperoleh.14

Karena penelitian ini merupakan studi

terhadap hasil dari suatu pemikiran, maka data-data yang dipergunakan adalah

data pustaka. Dan data ini terdiri atas dua macam, yaitu data primer dan data

sekunder.

a. Data Primer

Penulis menggunakan data primer yang berasal dari Kompilasi

Huukum Islam pasal 153 ayat (5) waktu tunggu bagi istri yang pernah haid

sedang pada waktu menjalani iddah tidak haid karena menyusui, maka

iddahnya tiga kali waktu suci.

b. Data Sekunder

13

Anselm Strauss, Juliet Corbin, Dasar-dasar Penelitian Kualitatif, Surabaya: PT. Bina

Ilmu, 1997, hlm. 11 14

Ny Suharsini Arikunlo, Proeidur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Bina Aksara, tth,

hlm. 102

Page 22: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

23

Yaitu data yang diperoleh dengan cara mengambil beberapa sumber

bacaan yang berkaitan dengan data primer. Sumber data sekunder biasanya

telah tersusun dalam bentuk dokumen atau artikel. Data sekunder ini menjadi

pelengkap untuk membantu penulisan skripsi. Jadi, data ini bukan berasal

dari KHI akan tetapi berasal dari berbagai dokumen untuk memberikan

penjelasan-penjelasan terkait dengan pokok permasalahan yang penulis

angkat.

Sumber data sekunder berguna sebagai pendukung yang akan

penulis gunakan dalam membandingkan maupun melengkapi sumber data

primer, dan hal ini buku-buku bacaan dan literatur-literatur lain yang

membahas permasalahan ini biasa digunakan penulis untuk membandingkan

atau melengkapi sumber data primer.

2. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematik dan standar untuk

memperoleh data yang diperlukan.15

Dalam penulisan skripsi ini, penulis

melakukan pengumpulan data lewat studi dan penelitian kepustakaan. Yang

mana data ini berasal dari buku-buku yang berkaitan dengan permasalahan

yang sedang penulis kaji.

3. Metode Analisis Data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan penelitian yang bersifat

“deskriptif” yang berusaha menggambarkan mengenai masalah tersebut.

15

Moh. Nazir, Metode Penelitian, Jakarta Timur: Ghalia Indonesia, cet. III, 1988, hal. 211

Page 23: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

24

Metode ini digunakan untuk memahami pendapat dan dasar hukum yang

dipakai oleh Kompilasi hukum Islam tentang perhitungan iddah bagi wanita

yang berhenti haid ketika menjalani masa iddah karena menyusui serta

relevansinya dalam konteks hukum Islam.

Sedangkan langkah-langkah yang digunakan oleh penulis adalah

dengan mendeskripsikan, menganalisa dan menilai data yang terkait dengan

masalah di atas baik yang berkaitan dengan pendapat maupun dasar hukum

yang dipakai.

G. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pembahasan dan pemahaman dalam skripsi ini,

maka penulis membuat sistematika sebagai berikut :

BAB I: PENDAHULUAN

Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah,

tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan

sistematika penulisan.

BAB II: TINJAUAN UMUM TENTANG IDDAH

Membahas mengenai gambaran umum tentang iddah, yakni terdiri

atas pengertian iddah, dasar hukum iddah, macam-macam iddah, hak

wanita ketika beriddah, hikmah dan tujuan iddah, dan konsep

perhitungan iddah menurut hukum positif dan pendapat para Ulama‟

yang pro dan kontra terhadap KHI pasal 153 ayat (5).

Page 24: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

25

BABIII: KETENTUAN KHI PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH

BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI HAID KETIKA

MENJALANI MASA IDDAH KARENA MENYUSUI

Pada bab ini memaparkan sekilas tentang ketentuan iddah dalam KHI

pasal 153 ayat (5) tentang iddah bagi perempuan yang berhenti haid

karena menyususi dalam KHI dan Dasar hukum ketentuan KHI pasal

153 ayat (5) tentang iddah bagi perempuan yang berhenti haid karena

menyusui

BABIV:ANALISIS KETENTUAN KHI PASAL 153 AYAT (5) TENTANG

IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI HAID KETIKA

MENJALANI MASA IDDAH KARENA MENYUSUI

Berisi tentang analisis terhadap ketentuan KHI pasal 153 ayat (5)

tentang iddah bagi perempuan yang berhenti haid karena menyusui

dan analisi dasar hukum ketentuan KHI pasal 153 ayat (5) tentang

iddah bagi perempuan yang berhenti haid Karena Menyusui dan

Relevansinya dengan hukum islam

BAB V: PENUTUP

Bab ini merupakan bab akhir yang menyajikan kesimpulan dari

pembahasan pada bab-bab sebelumnya, saran-saran, dan diakhiri

dengan penutup.

Page 25: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

26

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG IDDAH

A. IDDAH

1. Pengertian Iddah

Istilah iddah ini sudah dikenal oleh orang-orang pada masa jahiliyah

dulu. Bahkan mereka hampir tidak pernah meninggalkan kebiasaan iddah ini.

Lalu ketika Islam datang, kebiasaan itu diakui dan dijalankan terus karena ada

beberapa kebaikan atau hikmah di dalamnya. Sekarang para ulama sepakat

bahwa iddah itu wajib hukumnya.16

Sebelum kita membahas iddah secara jauh, perlu dipahami apa makna

iddah itu sendiri sehingga pemahaman mengenai istilah iddah ini sesuai

dengan apa yang dimaksudkan. Secara bahasa, kata iddah merupakan bentuk

mashdar dari kata يعد -عد yang artinya “menghitung”, jadi kata iddah berarti

hitungan, perhitungan, atau sesuatu yang harus diperhitungkan.17

Dalam buku

Fikih Sunnah 4 dijelaskan bahwa iddah berarti hari-hari dari masa haid yang

dihitung oleh perempuan.18

Iddah ini dikhususkan bagi wanita walaupun di sana ada kondisi

tertentu seorang laki-laki juga memiliki masa tunggu, tidak halal menikah

16

Slamet Abidin, Aminuddin, Fiqih Munakahat II, Bandung: CV Pustaka Setia, cet. I, 1999,

hal. 121. 17

Departemen Agama, Ilmu Fiqh, Jilid II, Jakarta: Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana

Perguruan Tinggi Agama, cet. II, 1985, hal. 274. 18

Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 4, Abdurrahim, Masrukhin (penerj), Jakarta: Cakrawala

Publishing, cet. I, 2009, hal. 118.

Page 26: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

27

kecuali habis masa iddah wanita yang dicerai.19

Sedangkan pengertian

menurut istilah, banyak para cendekiawan fikih memberikan penjabaran yang

rinci mengenai arti dari iddah tersebut. Ash-Shon‟ani memberikan definisi

iddah sebagai berikut20

:

ل ا تان ا إي ن فراق ا خ فاج ز يح تعد انرس رأج ع ا ان ج ذررتض ت د إسى ن أ اأقرا دج أو

اأشر

“Iddah merupakan suatu nama bagi masa tunggu yang wajib

dilakukan oleh wanita untuk tidak melakukan perkawinan setelah kematian

suaminya atau perceraian dengan suaminya itu, baik dengan melahirkan

anaknya, atau beberapa kali suci / haid, atau beberapa bulan tertentu.”

Sedangkan Muhammad Abu Zahrah memberikan definisi iddah

sebagai berikut :

أثار انكاذ أ يا تقي ي قؼا فظى عرا خم ػرب ل ل ذ ه أ خم انر ، فإذا زظهد انفرقح تي

ج ل ذرس رأج ع انفرقح تم ذررتض ان ق د در ت خ كم ان خيح ي ج انس د ي ذهك ان ر غير زر ذ

ا انشارع. ر انر قد21

“Suatu masa yang ditetapkan untuk mengakhiri pengaruh-pengaruh

perkawinan. Jika terjadi perceraian antara seorang lelaki dengan isterinya,

tidaklah terputus secara tuntas ikatan suami isteri itu dari segala seginya

dengan semata-mata terjadi perceraian, melainkan isteri wajib menunggu,

tidak boleh kawin dengan laki-laki lain, sampai habisnya masa tertentu yang

telah ditentukan oleh syara‟.”

Dalam kitab fathul qorib, Muhammad ibnu Qosim Al-Ghozi

memberikan definisi iddah sebagai berikut :

ا تأقرا ج رز ا ترا رأج يدج يعرف في شرعا ذرتض ان إعرد ي نغح السى ي أشر أ أ

م. ػع ز 22

19

Abdul Aziz Muhammad Azzam, Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Munakahat, Abdul

Majid Khon, (penerj), Jakarta: Amzah, cet. I, 2009, hal. 318. 20

Departemen Agama, loc. cit. 21

Muhammad Abu Zahrah, Al-Ahwal as-Syakhshiyyah, Darul Fikr Al-Arabi, 1957, hal. 435.

Page 27: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

28

“Iddah secara bahasa adalah suatu nama (istilah) bagi orang yang

menunggu, sedangkan menurut syara‟ berarti penantian seorang wanita

dalam suatu masa sehingga diketahui bersihnya rahim dengan hitungan

quru‟, bulan, atau sampai melahirkan.”

2. Dasar Hukum Iddah

a) Al-Qur‟an

Kewajiban beriddah bagi wanita, telah ditegaskan dalam

beberapa ayat Al-Qur‟an, di antaranya sebagai berikut :

(1) Surat Al-Baqarah ayat 228.

Artinya : “Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri

(menunggu) tiga kali quru‟”. (Al-Baqarah : 228).23

(2) Surat Al-Baqarah ayat 234.

Artinya : “Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan

meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu)

menangguhkan dirinya (beridah) empat bulan sepuluh

hari”. (Al-Baqarah : 234).24

(3) Surat Al-Ahzab ayat 49.

22

Muhammad ibnu Qosim Al-Ghozi, Kitab Fathul Qorib, Semarang: Pustaka Alawiyyah, hal.

50. 23

Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur‟an, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, Bandung:

CV Penerbit Diponegoro, 2008, hlm. 36.

24

Ibid., hal. 38.

Page 28: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

29

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi

perempuan- perempuan yang beriman, Kemudian kamu

ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya Maka

sekali-sekali tidak wajib atas mereka iddah bagimu yang

kamu minta menyempurnakannya”. (Al-Ahzab : 49)25

b) Hadits

ئي نى يس انل انسيغ ع ئي قعد انل ، ل يسؼ أ ا يسؼ نى ذعه د : إ قال يدا ؼ

ثلثح أشر. را انثخار فعدذ26

Artinya : “Mujahid berkata : Jika kalian tidak tahu apakah wanita-wanita

itu masih aktif haidh atau tidak haidh dan wanita-wanita yang

telah selesai haidh dan wanita-wanita yang belum haidh maka

idahnya tiga bulan”. (H.R. Bukhori).

ح أو سه ا سثيعح ع أسهى ، يقال ن ايرأج ي ج انثي ص و أ ا ز في ع ا ذ خ كاد ذسد ز

هللا يا يظهر أ كس ، فقال : ذ تعكك ، فأتد أ ا أت انساتم ت ي زثه فخطث ، كسي ذ

عشر ن كثد قريثا ي ف سهى زر ذعرد آخر اأخهي ان خ انثي طه هللا عهي يال ثى خا

كس ،، را انثخار فقال ,, ا27

Artinya : “Dari Ummu Salamah isteri Nabi SAW bahwasannya ada

seorang wanita dari Aslam bernama Subai‟ah di mana ia

berada dalam kekuasaan suaminya yang telah wafat, dia

sendiri sedang mengandung. Kemudian dia dipinang oleh Abus

Sanaabil ibn Ba‟kak, lalu ia tidak mau menikah dengannya.

Lalu ia berkata : Demi Allah, engkau tidak dapat menikah

dengannya sehingga engkau beriddah dengan iddah terakhir

dari dua iddah. Maka wanita itu diam menunggu melewati

kira-kira sepuluh malam, dia pun bernifas. Sesudah berakhir

25

Ibid., hal. 424. 26

Bukhori, Shohih Bukhori, Juz V, Beirut: Darul Kutub Al Ilmiyyah, cet. I 1992, hal. 520.

27

Ibid.

Page 29: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

30

masa nifas dia datang menemui Nabi dan beliau berkata :

“menikahlah engkau”. (H.R. Bukhori).

يسأل سثيعح الرقى أ كرة إن ات أ أتي عثد هللا أخثر ع عثيد هللا ت يح كي أ السه

ا انثي ص و ، فقاند : أفراي إذا ػعد أفرا كر. را انثخار أ أ28

Artinya : “Sesungguhnya Ubaidillah bin Abdullah dari ayahnya bahwa ia

menulis surat kepada ibn Arqam menanyakan kepada Subai‟ah

Al Aslamiyyah bagaimana Nabi SAW memberi fatwa

kepadanya, lalu Subai‟ah berkata : Nabi memberikan fatwa

kepadaku bila saya sudah melahirkan supaya saya kawin”.

(H.R. Bukhori).

سهى ، ف هللا عهي ل هللا طه د رس ي زائوع ف ع ؽهق ايرأذ ر أ ع ات ع سأل

سكا زر ذ ا، ثى ني ذنك ، فقال ,, ير فهيراخع ع ل هللا طه هللا عهي ر رس طر ، ثى ع

ج س ، فرهك انعد ي ؽهق قثم أ شا إ أيسك تعد ، شا ر ، ثى إ انر أير هللا ذسيغ ، ثى ذط

،، يرفق عهي ا انسا أ ذطهق ن29

Artinya : "Dari Ibnu Umar bahwa ia telah mentalak isterinya dan ia

dalam keadaan haid pada zaman Rasulullah lalu Umar

bertanya kepada Rasulullah SAW tentang hal itu. Lalu Nabi

SAW bersabda : Perintahkanlah ia untuk merujuk isterinya,

kemudian menahanya sehingga suci, haid dan suci lagi, maka

jika ia ingin tahanlah sesudah itu dan jika sudah ceraikanlah

sebelum ia menyentuhnya. Demikianlah idah yang

diperintahkan oleh Allah, yaitu perempuan harus dicerai pada

idahnya". (Muttafaq Alaih).

3. Macam-Macam Iddah

Jumlah hitungan iddah bagi wanita sangat bervariasi, hal ini

dipengaruhi oleh keadaan atau kondisi ketika wanita tersebut berpisah dengan

suaminya, baik karena perceraian maupun karena kematian suami.

28

Ibid. 29

Ibnu Hajar al-Asqalani, Bulugh al-Maram, Semarang: Pustaka Alawiyah, hal. 223.

Page 30: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

31

Berdasarkan kondisi wanita tersebut, secara garis besar iddah dibedakan

menjadi empat macam :

a) Sebelum berhubungan badan

Perempuan yang putus perkawinannya karena talak atau fasakh

dan belum melakukan hubungan dengan suaminya (qabla ad-dukhul)

tidak memiliki kewajiban untuk menjalankan iddah.30

b) Dalam kondisi masih haid atau sudah tidak haid

Perempuan yang putus perkawinannya karena talak atau fasakh

dan dia masih mengalami haid diwajibkan untuk beriddah selama tiga

quru‟. Sedangkan perempuan yang belum haid maupun yang sudah tidak

haid karena menopause masa iddahnya tiga bulan.31

c) Kondisi hamil

Perempuan yang mengalami perceraian dengan suaminya,

sedangkan ia dalam keadaan hamil, maka masa iddahnya adalah sampai

melahirkan. Begitu juga, jika dalam keadaan hamil perempuan itu

ditinggal mati suami, menurut jumhur fuqaha‟ dan semua fuqaha

berpendapat bahwa iddahnya sampai melahirkan. Namun, menurut

riwayat Ali bin Abu Thalib dan Ibnu Abbas iddahnya adalah masa yang

30

Muhammad Isna Wahyudi, Fikih „Idah Klasik dan Kontemporer, Yogyakarta: Pustaka

Pesantren, cet. I, 2009, hal. 89. 31

Ibid., hal. 92.

Page 31: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

32

paling akhir dari dua iddah. Maksudnya ia beriddah dengan iddah yang

paling lama.32

d) Sebab ditinggal mati suami

Masa iddah bagi perempuan yang ditinggal mati oleh suami telah

ditetapkan dalam Al-Qur‟an surat Al-Baqarah ayat 234 yaitu 4 bulan 10

hari.

Artinya : “Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan

meninggalkan isteri-isteri (hendaklah Para isteri itu)

menangguhkan dirinya (beridah) empat bulan sepuluh hari.

kemudian apabila telah habis idahnya, maka tiada dosa

bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri

mereka menurut yang patut. Dan Allah mengetahui apa yang

kamu perbuat”.33

4. Hak Dan Kewajiban Wanita Ketika Beriddah

a) Hak wanita yang beriddah talak raj‟i

Wanita yang beridah talak raj‟i (setelah talak boleh rujuk

kembali), para fuqaha‟ tidak berbeda pendapat bahwa isteri berhak

mendapatkan tempat tinggal dan nafkah dari suaminya. Sedangkan isteri

32

Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid Analisa Fikih Para Mujtahid, Jilid II, Jakarta : Pustaka

Amani, cet. III, 2007, hal. 619. 33

Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur‟an, op. cit, hal. 38.

Page 32: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

33

wajib tinggal bersama suami.34

Sebagaimana firman Allah dalam surat

Ath-Thalaq ayat pertama dan kedua.

Artinya : “Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan

janganlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali mereka

mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum

Allah, Maka Sesungguhnya dia Telah berbuat zalim terhadap

dirinya sendiri. kamu tidak mengetahui barangkali Allah

mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru”.35

Artinya : “Apabila mereka Telah mendekati akhir iddahnya, Maka

rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan

baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di

antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu

Karena Allah”.36

b) Hak wanita yang beridah talak ba‟in

Para fuqaha‟ berselisih pendapat tentang nafkah dan tempat tinggal

bagi wanita yang ditalak ba‟in, tetapi tidak dalam keadaan hamil. Para

34

Abdul Aziz Muhammad Azzam, Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, op. cit., hal. 333 35

Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur‟an, op. cit., hal. 558. 36

Ibid.

Page 33: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

34

ulama Kufah berpendapat bahwa wanita tersebut tetap mendapatkan

tempat tinggal dan nafkah.37

Imam Abu Hanifah berpendapat sama dengan ulama Kufah.

Wanita itu mempunyai hak nafkah dan tempat tinggal seperti yang ditalak

raj‟i karena dia wajib menghabiskan masa idah itu di rumah suaminya.

Nafkahnya ini dianggap sebagai hutang yang resmi sejak jatuhnya talak

tanpa bergantung pada adanya kesepakatan atau tidak adanya putusan

pengadilan. Hutang ini tidak dapat dihapuskan kecuali sudah dibayar lunas

atau dibebaskan.38

Ulama Hanabilah, Zhahiriyah, Ishaq, dan Abu Tsaur berpendapat

bahwa ia tidak berhak nafkah dan tempat tinggal sekalipun hamil. Alasan

mereka, nafkah dan tempat tinggal diwajibkan sebagai imbalan hak rujuk

bagi suami, sedangkan dalam talak ba‟in suami tidak punya hak rujuk.

Oleh karena itu, tidak ada nafkah dan tempat tinggal bagi wanita tersebut,

sebagaimana Hadits yang diriwayatkan dari Fatimah binti Qais yang telah

ditalak suaminya untuk yang ketiga kalinya, bahwa Nabi SAW tidak

menjadikan nafkah dan tempat tinggal baginya.39

د قيس ح ت فاؽ ل فقح. ع ل هللا ص و سك خي ثلثا فهى يدعم ني رس قاند ؽهقي ز

ا يسهى ر40

.

37

Slamet Abidin, Aminuddin, op. cit., hal. 142 38

Ibid. 39

Abdul Aziz Muhammad Azzam, Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, op. cit., hal. 334. 40

Imam Muslim, Shohih Muslim, Juz I, Semarang: Toha Putra, hal. 642.

Page 34: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

35

Artinya : Dari Fatimah binti Qois, ia berkata : “suamiku menceraikan

aku tiga kali kemudian, lalu Nabi SAW tidak menetapkan tempat

tinggal dan nafkah untukku”.

c) Hak wanita yang beridah karena suaminya meninggal

Seorang janda yang suaminya meninggal, apabila ternyata

suaminya tidak mempunyai rumah sendiri dan tidak mempunyai bekal

yang dapat dijadikan biaya hidup oleh isterinya, maka ia boleh kembali ke

orang tuanya. Namun, jika pada saat dia menerima berita duka berada di

rumah salah seorang dari kaum muslimin, ia diperbolehkan tinggal di

rumah tersebut jika pemilik rumah tidak keberatan untuk menerima dan

menanggung kehidupannya sampai selesai masa iddah.41

d) Kewajiban wanita ketika beriddah

Selain memperoleh hak atas mantan suami selama beriddah seperti

nafkah dan tempat tinggal, wanita tersebut juga memiliki beberapa

kewajiban. Pertama, larangan menerima pinangan (khitbah). Laki-laki

asing tidak diperbolehkan meminang perempuan yang sedang dalam masa

iddah secara terang-terangan, baik kepada perempuan yang ditalak

ataupun ditinggal mati oleh suaminya. Namun, dia tetap diperbolehkan

untuk meminang secara sindiran kepada perempuan yang sedang iddah

karena kematian suami.42

Hal ini berdasarkan firman Allah SWT:

41

Muhammad Thalib, Manajemen Keluarga Sakinah, Yogyakarta: Pro U, cet. II, 2008, hal.

348. 42

Muhammad Isna Wahyudi, op. cit., hal. 103.

Page 35: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

36

Artinya : “Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu

dengan sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan

mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa

kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu

janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan mereka

secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada

mereka) perkataan yang ma'ruf”.43

Kedua, larangan menikah dengan laki-laki lain. Apabila wanita

tersebut menikah dalam masa iddah maka perkawinan tersebut bathil.

Sebab, wanita itu tidak boleh menikah untuk menjaga hak suami yang

pertama. Ketiga, larangan keluar dari rumah,44

tetapi masih ada

perdebatan dari para ulama mengenai larangan ini dan akan dijelaskan

pada item selanjutnya.

Keempat, bagi wanita yang ditinggal mati suami diwajibkan untuk

menjalankan ihdad,45

baik yang masih kecil maupun yang sudah dewasa.

Ihdad ini dilakukan dengan menjauhi hal-hal berikut :

1) Memakai perhiasan cincin atau perak. Larangan ini diakui oleh para

ahli fikih pada umumnya, kecuali sebagian ulama Syafi‟iyyah seperti

Ibnu Jarir.

43

Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur‟an, op. cit., 38. 44

Muhammad Isna Wahyudi, op. cit., hal. 104. 45

Ihdad adalah masa berkabung bagi seorang isteri yang ditinggal mati suaminya selama 4

bulan 10 hari dengan larangan-larangannya, antara lain: bercelak mata, berhias diri, keluar rumah

kecuali dalam keadaan terpaksa, lihat Abdul Rahman Ghazali, Fiqh Munakahat, Jakarta: Kencana

Prenada Media Group, cet. III, 2008, hal. 302.

Page 36: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

37

2) Memakai pakaian yang terbuat dari sutera berwarna putih. Akan tetapi,

ulama Hanabilah membolehkan memakai sutera berwarna putih karena

menurut mereka hal itu sudah menjadi sesuatu yang biasa.

3) Memakai pakaian yang berbau wangi.

4) Memakai pakaian yang dicelup dengan warna mencolok.

5) Memakai wangi-wangian pada tubuhnya, kecuali untuk

menghilangkan bau tak sedap pada kemaluannya sehabis haid.

6) Memakai minyak rambut, baik yang mengandung wangi-wangian

maupun tidak.

7) Memakai celak. Namun menurut para ahli fikih, memakai celak

dengan tujuan pengobatan boleh dilakukan pada waktu malam hari.

8) Mewarnai kuku dengan pohon inai (pohon pacar) dan semia yang

berkaitan dengan pewarnaan.46

e) Wanita yang keluar rumah saat menjalani masa iddah

Ulama fikih berbeda pendapat berkaitan dengan hukum wanita

yang keluar rumah selama dalam masa iddah. Menurut mazhab Hanafi,

wanita yang ditalak raj‟i dan ba‟in tidak boleh keluar dari rumahnya, baik

di siang hari maupun malam hari. Sedangkan perempuan yang ditinggal

mati oleh suaminya, dia boleh keluar rumah pada waktu siang hari dan

46

Ibid., 110-111.

Page 37: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

38

pada awal malam. Tapi tidak diperbolehkan menginap di rumah orang lain

selain di rumahnya sendiri.47

Menurut mazhab Hanafi, perbedaan antara dua permasalahan

tersebut adalah perempuan yang ditalak masih dalam tanggungan nafkah

suaminya. Oleh sebab itu, dia tidak boleh keluar rumah. Berbeda dengan

perempuan yang ditinggal mati oleh suaminya, maka dia sudah tidak

mendapatkan nafkah lagi. Oleh sebab itu, dia harus keluar pada waktu

siang hari untuk memenuhi kebutuhannya.48

Mazhab Hambali membolehkan keluar rumah pada waktu siang

hari, baik ketika sedang menjalani iddah karena ditalak atau karena

suaminya meninggal. Ibnu Qudamah, salah satu pengikut Hambali

berkata, “Perempuan yang menjalani masa iddah diperbolehkan keluar

untuk mencari sesuatu demi kebutuhannya, baik masa iddah yang

disebabkan talak atau karena suaminya meninggal dunia”.49

47

Sayyid Sabiq, op. cit., hal. 134. 48

Ibid. 49

Ibid., hal. 135

Page 38: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

39

5. Hikmah Dan Tujuan Idah

Pensyari‟atan iddah bagi perempuan ini tentu mempunyai beberapa

hikmah dan kemaslahatan baik bagi pihak perempuan maupun pihak laki-laki,

diantaranya :50

a) Untuk mengetahui secara pasti kondisi rahim perempuan, sehingga tidak

terjadi percampuran nasab janin yang ada di dalam rahimnya.

b) Memberi kesempatan kepada suami isteri yang bercerai untuk kembali

membina rumah tangga selama hal itu baik dalam pandangan mereka.

c) Menjunjung tinggi nilai pernikahan. Hal itu tidak mungkin terjadi kecuali

dengan melibatkan banyak orang dan tidak akan hancur kecuali dengan

menunggu pada masa yang cukup lama.

d) Jika terjadi sesuatu yang mengharuskan untuk bercerai, tetap harus ada

upaya untuk menjaga ikatan pernikahan dan mesti diberi waktu untuk

berfikir kembali dan mempertimbangkan kerugian yang akan dialaminya

jika terjadi perceraian.

Selain beberapa hikmah di atas, Ibnu Qayyim berpendapat bahwa

iddah adalah salah satu perkara yang bersifat ibadah (ta‟abbudi) yang tidak

diketahui hikmahnya selain Allah SWT.51

Sehingga, kewajiban

disyari‟atkannya iddah itu bukan semata-mata karena hikmah yang ada di

50

Ibid., hal. 119. 51

Abdul Aziz Muhammad Azzam, Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, op. cit., hal. 320.

Page 39: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

40

dalamnya, akan tetapi menjadi salah satu pengabdian seorang hamba kepada

Allah.

6. Perhitungan Iddah Menurut Para Ulama

Berkaitan dengan iddah, ada beberapa permasalahan iddah yang

menjadi perdebatan di kalangan para ulama.

a) Iddah wanita yang khalwat

Hanafi, Maliki, dan Hambali mengatakan: apabila telah berkhalwat

dengannya, tetapi tidak sampai mencampurinya, lalu isterinya tersebut

ditalak, maka si isteri harus menjalani iddah persis seperti isteri yang telah

dicampuri. Sedangkan menurut Imamiyah dan Syafi‟i, khalwat tidak

membawa akibat apapun.52

b) Arti quru‟

Di dalam Al-Qur‟an telah diterangkan secara jelas bahwasanya

wanita yang ditalak suaminya sedangkan ia masih terbiasa haid, maka

waktu tunggu baginya adalah tiga kali quru‟. Akan tetapi, para ulama

berbeda pandangan dalam memahami arti quru‟ ini. Menurut Maliki dan

Syafi‟i quru‟ adalah masa suci. Sedangkan menurut pendapat Hanafi,

quru‟ adalah haid. 53

52

Muhammad Jawad Mughniyah, Fikih Lima Mazhab, Jakarta : Bisrie Press, cet. I 1994, hal.

191. 53

Syaikh al-„Allamah Muhammad bin Abdurrahman ad-Damasyqi, Fiqih Empat Mazhab,

Bandung : Hasyimi Press, cet. XIII, 2010, hal. 403.

Page 40: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

41

Hukum positif di Indonesia sendiri menetapkan quru‟ sebagai

masa suci karena bermazhabkan Syafi‟iyyah. Sehingga, iddah itu mulai

dihitung ketika wanita tersebut mengalami suci.

c) Tidak haid selama menjalani iddah kematian

Imam Malik berpendapat bahwa di antara syarat sempurnanya

iddah ialah agar isteri tersebut haid satu kali dalam masa tersebut. Jika ia

tidak mengalami haid, Malik menganggapnya sebagai orang yang

diragukan hamil. Oleh karena itu, ia menjalani iddah hamil.54

Diriwayatkan pula pendapat lain dari Malik bahwa isteri tersebut

bisa jadi tidak haid dan bisa jadi pula sedang hamil, yakni jika kebiasaan

masa haidnya itu lebih banyak dari masa iddah dan boleh jadi tidak ada,

yakni orang perempuan yang menurut kebiasaan haidnya lebih banyak

dari empat bulan.

Menurut Ibnu Qosim, apabila iddah kematian telah berlaku,

sedang wanita itu tidak terdapat tanda-tanda kehamilan, maka ia boleh

kawin. Pendapat ini dipegangi oleh jumhur fuqaha‟ Amshar, yaitu Abu

Hanifah, Syafi‟i, dan Tsauri.55

d) Iddah wanita yang ditinggal mati suaminya dalam keadaan hamil

Para ulama sepakat bahwa iddah wanita yang ditinggal mati suami

adalah 4 bulan 10 hari baik yang pernah haid maupun yang tidak haid

54

Ibnu Rusyd, op. cit., hal. 618 55

Ibid, hal. 618-619.

Page 41: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

42

sebagaimana ketetapan dalam Al-Qur‟an. Namun, ada ikhtilaf di kalangan

para ulama apabila wanita yang ditinggal mati suami itu dalam keadaan

hamil.

Mayoritas ulama mazhab yakni Imam Maliki, Imam Syafi‟i, Imam

Hanafi, dan Imam Hambali berpendapat bahwa dia harus menunggu

sampai dia melahirkan anaknya, sekalipun hanya beberapa saat sesudah

dia ditinggal mati oleh suaminya itu. Bahkan, andai jasad suaminya belum

dikuburkan sekalipun.56

Ini berdasarkan firman Allah SWT :

Artinya : “Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu idah mereka itu

ialah sampai mereka melahirkan kandungannya”.57

Sedangkan Imamiyah, mengatakan, iddah wanita hamil yang

ditinggal mati suaminya adalah iddah paling panjang di antara waktu

melahirkan dan empat bulan sepuluh hari. Kalau dia telah melewati waktu

empat bulan sepuluh hari, tapi belum melahirkan, maka iddahnya hingga

dia melahirkan. Akan tetapi bila dia melahirkan sebelum empat bulan

sepuluh hari, maka iddahnya adalah empat bulan sepuluh hari.58

e) Iddah bagi wanita yang suaminya hilang (mafqud)

56

Muhammad Jawad Mughniyah, op. cit., hal. 197. 57

Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur‟an, op. cit., hal. 558. 58

Muhammad Jawad Mughniyah, loc. cit.

Page 42: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

43

Menurut pendapat Imam Hanafi dan Imam Syafi‟i dalam qaul

jadid-nya, serta pendapat Imam Hambali dalam salah satu riwayatnya

menyebutkan, isteri tersebut tidak boleh menikah lagi hingga berlalu masa

(menurut adat) bahwa suaminya tidak hidup lagi sesudah berlalu masa

tersebut.

Hanafi memberi batasan untuk masa penantian itu adalah 120

tahun. Sedangkan Syafi‟i dan Hambali memberi batasan waktu 90 tahun.

Namun, menurut pendapat Imam Maliki dan Imam Syafi‟i dalam qaul

qadim-nya dan yang dipilih oleh kebanyakan para ulama pengikutnya

serta yang diamalkan oleh Umar r.a. tanpa ada seorangpun di antara para

sahabat lainnya yang mengingkari perbuatannya, dan juga menurut

pendapat Imam Hambali dalam riwayat lainnya: isteri hendaknya menanti

selama 4 tahun, yaitu ukuran maksimal masa mengandung di tambah 4

bulan 10 hari, yakni sebagai masa iddah atas kematian suami. Setelah itu,

ia boleh menikah lagi.59

f) Iddah wanita yang istihadah

Wanita yang mengalami istihadah, yakni mengeluarkan darah dari

kemaluannya tetapi bukan darah haid, menurut Imam Malik wanita

tersebut memiliki perhitungan iddah tersendiri yang berbeda dengan iddah

wanita biasa.

59

Syaikh al-„Allamah Muhammad bin Abdurrahman ad-Damasyqi, op. cit., hal. 404.

Page 43: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

44

Jika wanita tersebut tidak dapat membedakan antara darah haid

dan darah istihadah maka iddah baginya adalah selama satu tahun.

Namun, apabila ia dapat membedakan antara kedua darah itu, maka ada

dua riwayat dari Imam Malik. Riwayat pertama mengatakan bahwa

idahnya adalah satu tahun. Dan riwayat kedua mengatakan, ia disuruh

mengadakan pembedaan lalu beridah berdasarkan haid.60

Abu Hanifah berpendapat bahwa iddahnya adalah bilangan haid,

jika darah haid itu sudah jelas maka ia beriddah selama tiga bulan.

Sedangkan menurut Imam Syafi‟i, iddah wanita itu berdasarkan

pembedaan Antara kedua darah tersebut lalu beriddah dengan bilangan

hari haidnya pada hari-hari sehatnya.61

g) Iddah wanita hamil karena zina

Perdebatan mengenai ketentuan iddah hamil karena zina ini telah

diteliti oleh Muhammad Isna Wahyudi yang ditulis dalam bukunya yang

berjudul Fiqh „Iddah Klasik dan Kontemporer.

Menurut ulama Syafi‟iyyah dan Hanafiyyah, perempuan tersebut

tidak diwajibkan untuk beriddah. Sebab, iddah bertujuan untuk menjaga

nasab, sementara persetubuhan dalam bentuk zina tidak menyebabkan

hubungan nasab dengan laki-laki yang menyebabkan hamil. Menurut

ulama Malikiyyah, wanita tersebut sama kedudukannya dengan

60

Ibnu Rusyd, op. cit., hal. 609. 61

Ibid.

Page 44: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

45

perempuan yang dicampuri secara syubhat sehingga dia harus beriddah

untuk mengetahui kebersihan rahim. Tapi, jika ia dikenakan hukum hadd

maka ia cukup menunggu satu kali haid saja. Sedangkan ulama Hanabilah

mewajibkan perempuan itu untuk menjalankan iddah seperti perempuan

yang ditalak.62

h) Wanita yang menikah pada waktu menjalani masa iddah

Menurut Syafi‟i, jika wanita menikah dalam masa iddahnya maka

wanita itu harus beriddah dengan dua iddah secara bersamaan.63

Misalnya, seorang wanita ditalak oleh suaminya yang pertama. Sebelum

iddah wanita tersebut habis, ia menikah lagi dengan laki-laki lain. Maka

perkawinan dengan laki-laki kedua itu harus dibatalkan, dan wanita

tersebut menjalani sisa iddah dari suami yang pertama kemudian beriddah

lagi dari suami yang kedua.

B. PERHITUNGAN IDDAH BAGI ISTRI YANG PERNAH HAID SEDANG

PADA WAKTU MENJALANI IDDAH TIDAK HAID KARENA

MENYUSUI

Kalangan para ulama‟ berbeda berpendapat mengenai iddah bagi istri

yang pernah haid sedang pada waktu menjalani iddah tidak haid karena

menyusui. Ulama‟ Hambali dan Ulama‟ Maliki berpendapat bahwa iddahnya

62

Muhammad Isna Wahyudi, op. cit., hal. 82-83. 63

Imam Syafi‟i, Al-Umm, Jilid VIII, Prof. TK. Ismail Yakub SH. MA. (penerj), Jakarta: CV

Faizan, cet. I, 1984, hal. 395.

Page 45: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

46

wanita yang berhenti karena menyusui atau karena penyakit maka iddahnya satu

tahun penuh.

Ulama‟ Syafi‟i berpendapat dalam qaul jadid di antara dua pendapatnya

mengatakan bahwa, wanita tersebut selamanya berada dalam iddah hingga ia

mengalami haid atau memasuki usia menopause, sesudah itu beriddah selama tiga

bulan.64

Menurut Ulama Hanafi, apabila seorang wanita mengalami satu kali haid,

lalu karena sakit atau menyusui haidnya terputus sama sekali, dan dia tidak lagi

pernah mengalami haid, maka wanita tersebut dinyatakan tidak keluar dari

iddahnya sampai kelak dia memasuki masa menopause. Dengan memasuki masa

menopause ini sajalah dia bisa menyelesaikan iddahnya. Dengan demikian,

menurut Hanafi dan Syafi‟i masa iddahnya dapat berlanjut selama 40 tahun.65

Imamiyah berpendapat bahwa apabila karena sesuatu sebab wanita

tersebut mengalami keterputusan shaid, lalu dia ditalak, maka iddahnya adalah

tiga bulan sebagaimana yang ada pada wanita yang tidak pernah mengalami haid

sama sekali. Kalau ternyata ia mengalami haid lagi setelah ditalak, maka

iddahnya adalah salah satu di antara dua jenis iddah berikut ini yang terlebih

dahulu dia selesaikan. Yaitu tiga bulan penuh atau tiga quru‟. Artinya, kalau dia

terlebih dahulu bisa menyelesaikan tiga quru‟ sebelum tiga bulan penuh, maka

64

Muhammad Jawad Mugniyah, Al-fiq „ala al- madzahib al-khamsah, penerjemah Masykur

A.B., Aif Muhammad, Idrus Al-Kaff. “Fiqh Lima Madzab”, Cet. 2. Jakarta: PT.Lentera Basritam,

1996. hlm 468. 65

Ibid.

Page 46: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

47

iddahnya dinyatakan selesai. Demikian pula halnya, bila dia telah melewati masa

tiga bulan penuh tapi belum menyelesaikan tiga quru‟, maka iddahnya pun

dianggap telah selesai pula.66

Kemudian, apabila ia mengalami haid sebelum dia menyelesaikan waktu

tiga bulan penuh, walau tinggal sekejap, maka dia harus bersabar

denganmenyelesaikan iddah selama sembilan bulan. Dalam hal ini, tidak ada

gunanya lagi bagi dia masa tiga bulan tanpa haid yang terjadi sesudah itu.

Sesudah berakirnya masa sembilan bulan itu, maka apabila ia melahirkan anak

sebelum satu tahun, ia berarti keluar dari haid. Demikian hanya pula halnya bila

dia mengalami haid dan memasuki masa suci secara penuh. Apabila dia tidak

melahirkan, dan tidak pula bisa menyelesaikan tiga quru‟ sebelum satu tahun,

maka dia harus menjalani iddah tiga bulan lagi, sebagai tambahan atas sembilan

bulan sebelumnya. Dengan demikian, jumlahnya setahun penuh. Inilah iddah

maksimal yang ada di kalangan Imamiyah.67

Iddah istri yang sedang menjalani masa haid, lalu berhenti karena sebab

yang diketahui maupun yang tidak. Jika berhentinya darah haid itu diketahui oleh

adanya penyebab tertentu, seperti karena proses penyusuan atau sakit, maka ia

harus menunggu kembalinya masa haid tersebut dan menjalani masa iddahnya

sesuai dengan haidnya meskipun memerlukan waktu yang lebih lama. Sebaliknya,

jika disebabkan oleh suatu yang tidak diketahui, maka ia harus menjalani

66

Ibid. 67

Ibid.

Page 47: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

48

iddahnya selama satu tahun. Yaitu, sembilan bulan untuk menjalani masa

hamilnya dan tiga bulan untuk menjalani masa iddahnya.68

68

Syaikh Hasan Ayub, Fiqh Al Usroh Al Muslimah, penerjemah Abdul Ghofar. “Fikih

Keluarga”, Cet. 1. Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 2001. hlm 411.

Page 48: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

49

BAB III

KETENTUAN KHI PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI

PEREMPUAN YANG BERHENTI HAID KETIKA MENJALANI MASA

IDDAH KARENA MENYUSUI

A. Sekilas Pandangan Tentang Kompilasi Hukum Islam

Kompilasi Hukum Islam dianggap sebagai salah satu diantara sekian

banyak karya besar umat Islam Indonesia dalam rangka memberi arti yang lebih

positif bagi kehidupan beragamannya dalam rangka kebangkitan umat islam

Indonesia. Secara tidak langsung ia juga merefleksi tingkat keberhasilan tersebut.

Sehingga dengan membaca karya tersebut orang akan dapat memberikan penilaian

tingkat kemampuan umat Islam dalam proses pembentukan hukum. Akan tetapi,

karena Kompilasi Hukum Islam harus dilihat bukan sebagai sebuah final, maka

kita juga dapat melihatnya sebagai salah satu jenjang dalam usaha tersebut dan

sekaligus juga menjadi batu loncatan untuk meraih keberhasilan yang lebih dimasa

mendatang.69

Bagi umat Islam Indonesia betapapun kondisinya Kompilasi Hukum

Islam yang kita perbincangkan ini harus diterima sebagai hasil yang optimal.

Karya ini perlu lebih dimasyarakatkan sitengah-tengah umat sehingga mereka

dapat mengetahui, memahami dan melaksanakan dalam praktek kehidupan sehari-

hari. Dalam rangka inilah pertama-tama naskah ditulis, sehingga apa yang kita

69

Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam, Jakarta: Akademika Presindo, tth, hlm. 6.

Page 49: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

50

sebut sebagai Kompilasi Hukum Islam dapat menjadi lebih tersebar luas

dikenalkan oleh masyarakat.70

1. Pengertian Kompilasi Hukum Islam

Secara estimologis,”Kompilasi” berarti suatu kumpulan atau

himpunan,71

atau kumpulan yang tersusun secara teratur.72

“Kompilasi” diambil

dari kata “compilare” (bahasa latin)73

yang mempunyai arti mengumpulkan

bersama-sama. Kata yang berasal dari bahasa latin kemudian dalam bahasa

Inggris menjadi compalation yang berarti karangan yang tersusun dari kutipan-

kutipan buku lain.74

Dan dalam bahasa Belanda menjadi compilate yang

mengandung arti kumpulan dari lain-lain karangan.75

Ditinjau dari sudut bahasa kompilasi adalah kegiatan pengumpulan

dari berbagai bahan tertulis yang diambil dari berbagai buku atau tulisan

mengenai suatu persoalan tertentu. Pengumpulan bahan dari berbagai sumber

yang dibuat oleh beberapa penulis yang berbeda untuk ditulis dalam suatu buku

tertentu, sehingga dengan kegiatan ini semua bahan yang diperlukan dapat

dikemukakan dengan mudah.76

70

Ibid. 71

Jhon. M, Eclosh dan Hasan Shadaly, Kamus Inggris Indonesia (An English-Indonesian

Dictionary), cet. XVII. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1990, hlm. 132. 72

Dekdikbud RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1990, hlm. 456. 73

C. Kruyskampen F. De Tollanaere, Van Dale‟s Xileuw Groart Waardenbook Der

Nederlandse Taal, Gravenhage: Martimus Nijhoff, 1950, hlm. 345. 74

S. Wojowasito dan W. J. S. Poerdarminta, Kamus Lengkap Inggris Indonesia-Indonesia

Inggris, Jakarta: Hasta, 1982, hlm. 88. 75

S. Wojowasito, Kamus umum Belanda Indonesia, Jakarta: PT. Ichtiar Baru-Van Hoeve, 1981,

hlm. 213. 76

Ahmad Rofiq, Pembaharuan Hukum Islam di Indonesia, Yogyakarta: Gama Media, 2000,

hlm. 76.

Page 50: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

51

Kompilasi menurut hukum adalah tidak lain dari sebuah buku hukum

atau buku kumpulan yang memuat uraian atau bahan-bahan hukum tertentu,

pendapat hukum atau juga aturan hukum.77

Hukum islam dalam fiqh adalah hukum yang bersumber dan

disalurkan dari hukum syari‟at islam yang terdapat dalam Al-Qur‟an dan

Sunnah Nabi Muhamad SAW. Kemudian diembangkan melalui jihad oleh para

Ulama‟ ahli fiqh yang memenuhi syarat untuk berjihad dengan cara-cara yang

telah ditetapkan.78

Adapun Kompilasi Hukum Islam Indonesia yang telah

ditetapkan dengan Inpres No. 1 1991 tidak menyebutkan secara tegas

bagaimana pengertian Kompilasi Hukum Islam.79

Akan tetapi di lihat dari rencana kegiatan yang bersangkutan yaitu

untuk menghimpun bahan-bahan hukum yang diperlukan sebagai pedoman

dalam bidang hukum material sebagia para hakim dilingkungan peradilan

agama. Bahan-bahan yang dimaksud siangkat dari berbagai kitab yang biasa

digunakan sebagai sumber pengambilan dalam penetapan hukum yang

digunakan oleh para hakim dan bahan-bahan lainnya yang berhubungan dengan

itu. Maka dapat dikemukakan bahwa yang diartikan dengan kompilasi dalam

pengertian Kompilasi Hukum Islam ini adalah merupaka rangkuman dari

berbagai pendapat hukum yang diambil dari berbagai kitab yang ditulis oleh

77

Abdurrahman, op.cit, hlm. 12 78

Mohammad Daud Ali, Asas-asas Hukum Islam, Jakarta: Rajawali Pers, 1990, hlm. 190 79

Marzuki Wahid dan Rumadi, Fiqih Madzab Negara Kritik Atas Politik Hukum Negara Islam

di Indonesia. cet,1, Yogyakarta: LKIS, 2001, hlm. 144.

Page 51: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

52

para Ulama‟ fiqh yang biasa dipergunakan sebagai referansi pada Pengadilan

Agama untuk diolah dan dikembangkan serta dihimpun kedalam satu

himpunan. Himpunan tersebut inilah yang dinamakan kompilasi.80

2. Proses Penyusunan Kompilasi Hukum Islam

Bila mana kita menganggap usaha penyusunan Kompilasi Hukum

Islam adalah merupakan bagian dari upaya kita dalam rangka mencari pola fiqh

yang bersifat kontekstual maka proses ini telah berlangsung lama sekali sejalan

dengan kemunculan ide-ide pembaharuan dalam pemikiran Hukum Islam

Indonesi, yang antara lain dipelopori oleh Prof. Hazairin, Prof. Hasbi Asy

Shiddiqy dan sebagainya. Akan tetapi, kalau kita lihat secara lebih sempit lagi

ini merupakan suatu rangkaian proses yang berlangsung sejak tahun 1985.81

Gagasan untuk mengadakan Kompilasi Hukum Islam di Indonesia

untuk pertama kali diumumkan oleh Metri Agama RI. Munawir Sadzali, MA

pada bulan Februari 1985 dalam ceramahnya didepan mahasiswa IAIN Sunan

Ampel Surabaya, semenjak itu ide ini menggelinding dan mendapat sambutan

hangat dari berbagai pihak.82

Menurut Abdul Chalim Mohammad gagasan untuk melakukan

Kompilasi Hukum Islam ini pada awal mulanya setelah 2,5 tahun lebih

Mahkamah Agung terlibat dalam kegiatan pembnaan badan-badan Peradilan

Agama dan dalam penataran-penataran keterampilan teknis justisial para hakim

80

Abdurrahman, op.cit, hlm. 14. 81

Ibid, hlm. 31. 82

Ibid.

Page 52: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

53

agama baik ditingkat nasional maupun regional. Selanjutnya ia mengutip pidato

sambutan Bustanul Arifin pada upacara pembukaan pelaksanaan wawancara

dengan para alim Ulama‟ se Jawa Timur tanggal 16 Oktober 1985 yang

menyatakan bahwa dalam rapat gabungan antara Mahkamah Agung dan

Departemen Agama telah diperoleh kesempurnaan pembinaan badan-badan

Peradilan Agama beserta aparatnya hanya dapat dicapai antara lain:

a. Memberikan dasar-dasar formal: kepastian hukum dibidang hukum acara

dan dalam susunan kekuasaan Peradilan Agama dan kepastian hukum (legal

security) dibidang hukum materi‟il.

b. Demi mencapainya legal security bagi para hakim, bagi para justiabelen

(orang awam pencari keadilan) maupun bagi masyarakat Islam sendiri perlu

aturan-aturan hukum islam yang tersebar itu dihimpun atau dikompilasi

dalam buku-buku hukum tentang perkawinan (munakahat), mawaris

(faraid), dan wakaf.83

Dalam tulisanya yang lain Bustanul Arifin mengemukakan lebih jelas

lagi mengenai hal tersebut. Dikatakan bahwa ide Kompilasi Hukum Islam

timbul setelah berjalan dua setengah tahun Mahkamah Agung (MA) membina

bidang teknis yustisial Peradilan Agama. Tugas pembinaan ini berdasar pada

Undang-undang No. 14 tahun 1970 yang menentukan bahwa peraturan

personal, keuangan dan organisasi Pengadilan-pengadilan yang ada diserahkan

kepada departemen masing-masing. Sedangkan pengaturan teknis yudistial

83

Ibid, hlm. 32.

Page 53: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

54

ditangani oleh Mahkamah Agung. Meskipun Undang-undang tersebut telah

ditetapkan tahun 1970, akan tetapi pelaksanaan dilingkungan Peradilan Agama

baru bisa dilakukan pada tahun 1982 setelah ditandatangani Surat keputusan

Bersama (SKB) oleh Ketua Mahkamah Agung dan Mentri Agama. SKB itu

merupakan jalan pintas tanpa menunggu lahirnya Undang-undang pelaksanaan

Undang-undang No. 14 tahun 1970 diatas untuk Peradilan Agama.84

Melalui Keputusan Bersama ketua Mahkamah Agung dan Mentri

Agama tanggal 21 Maret 1985 No. 07/KMA/1985 dan No. 25 tahun 1985

tentang penunjukan pelaksanaan proyek pembanngunan Hukum Islam melalui

Yurisprudensi dimulailah kegiatan proyek dimaksud yang berlangsung untuk

jangka waktu 2 tahun. Pelaksanaan proyek ini kemudian didukung oleh

keputusan Presiden No. 191/1985 tanggal 10 Desember 1985.85

Menurut Surat Keputusan Bersama tersebut ditetapkan bahwa

pimpinan Umum dari proyek adalah Prof. Bustanul Arifin, SH. Ketua Muda

Urusan Lingkungan Peradilan Agama Mahkamah Agung dengan dibantu dua

orang Wakil Pimpinan Umum masing-masing HR. Djoko Soegianto, SH ketua

muda urusan lingkungan peradilan umum bidang Hukum Perdata tidak tertulis

Mahkamah Agung dan H. Zaeni Dahlan, MA direktur Jendral Pembinaan

Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama.86

84

Ibid, hlm. 33. 85

Ibid, hlm. 34. 86

Ibid.

Page 54: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

55

Sebagai pelaksana pimpinan proyek adalah H. Masrani Basran, SH

Hakim Agung Mahkamah Agung dengan wakil pimpinan plaksana H. Mucthar

Zarkasih, SH ketua muda urusan lingkungan Peradilan Agama Islam

Departemen Agama. Sebagai sekertaris adalah Ny. Lies Sugondo, SH, direktur

direktorat hukum dan Peradilan Mahkamah Agung dengan wakil sekertaris Drs.

Marfuddin Kosasih, SH. Bendahara adalah Alex Marbun dari Mahkamah

Agung dan Drs. Kadi dari Departemen Agama. Disaming itu ada pula

pelaksana bidang yang meliputi:

a. Pelaksana bidang kitab atau yurisprudensi:

1. Prof. H. Ibrahim Husain LML (dari Majlis Ulama‟)

2. Prof. H. MD. Kholid, SH (hakim agung Mahkamah Agung)

3. Wasit Aulawi MA (pejabat Departemen Agama)

b. Pelaksana bidang wawancara:

1. M. Yahya Harahap, SH (Hakim Agung Mahkamah Agung);

2. Abdul Ghoni Abdullah (Pejabat Departemen Agama).

c. Pelaksana bidang pengumpulan dan pengelolaan data:

1. H. Amiroedin Noer, SH (Hakim Agung Mahkamah Agung);

2. Drs. Muhaimin Nur, SH (Pejabat Departemen Agama).87

Selanjutnya dengan surat keputusan pimpinan pelaksana proyek

tanggal 24 April 1985 No. 01/MA/PPHI/85 telah disusun tim pelaksana yang

87

Ibid. Hlm.35.

Page 55: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

56

bersifat lebih administrativ lagi dalam menunjang pelaksanaan proyek yang

bersangkutan.88

Munurut lampiran surat keputusan bersama 21 Maret 1985 tersebut di

atas ditentukan bahwa tugas pokok proyek tersebut adalah untuk melaksanakan

usaha pembangunan Hukum Islam melalui yurisprudensi dengan jalan

kompilasi hukum. Sasaran mengkaji kitab-kitab yang dipergunakan landasan

putusan-putusan hakim agar sesuai dengan perkembangan masyarakat

Indonesia untuk menuju hukum nasional. Untuk menyelenggarakan tugas

pokok tersebut, maka proyek pembangunan Hukum Islam melalui

yurisprudensi dilakukan dengan cara:

a. Pengkajian kitab fiqh;

b. Wawancara dengan para Ulama‟;

c. Yurisprudensi Pengadilan Agama;

d. Studi banding hukum dengan negara lain;

e. Lokakarya atau seminar materi hukum untuk Pengadilan Agama.89

Bidang yang digarap dengan usaha ini adalah bidang Hukum

Perkawinan, Hukum Kewarisan, Wakaf, Hibah, Shodaqoh, Baitul Mal dan lain-

lain menjadi kewenangan Pengadilan Agama. Sejalan dengan apa yang

dilakukan diatas, maka pelaksanaan penyusunan kompilasi ini dilakukan

melalui beberapa tahap, yaitu:

88

Ibid. 89

Ibid. Hlm.36

Page 56: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

57

a. Tahap I : Tahap persiapan

b. Tahab II : Tahap pengumpulan data, melalui:

1) Jalur Ulama‟

2) Jalur kitab-kitab fiqh

3) Jalur yurisprudensi Peradilan Agama

4) Jalur studi perbandingan di Negara-negara lain khususnya di Negara-

negara timur tengah.

c. Tahap III : Tahap penyusunan rancangan Kompilasi Hukum Islam dari

data-data tersebut

d. Tahap IV : Tahap penyempurnaan dengan mengumpulkan masukan-

masukan akhir dari para ulama‟ atau cendikiawan muslim seluruh indonesia

yang ditunjuk melalui lokakarya.90

a. Jalur Kitab.

Menurut M. Yahya Harahap, pengumpulan data melaui jalur kitab,

operasionalnya secara singkat adalah sebagai berikut:

a) Penentuan kitab fiqh yang dijadikan bahan pengkajian (antara lain I‟anatut

Tholibin, Targhibul Mukhtar, Al Fiqhu „Ala Madzhibil Arba‟ah, Fiqhul

Qodir, dan lain sebagainya).

b) Pelaksanaan dipercayakan kepada beberapa Institut Agama Islam Negeri

(IAIN) ayang pnandatanganan kerjasmanya dilakukan tanggal 19 Maret

1986 antara Menteri Agama dengan Rektor IAIN yang ditunjuk.

90

Ibid, hlm. 37

Page 57: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

58

c) Dari kitab-kitab fiqh tadi, akan dirumuskan kesimpulan singkat pendapat

hukum sesuai rincian masalah yang disusun panitia.91

b. Jalur Ulama‟

Keterlibatan lain dalam proses penyusunan kompilasi Hukum Islam,

pihak Ulama‟ dijadikan sebagai responden92

dan diundang sebagai peserta

lokakarya pembangunan Hukum Islam malalui Yurisprudensi. Menurut cacatan

pelaksanaan proyek, wawancara terhadap para ulam‟ dilakukan di 10 lokasi

wilayah PTA, dengan melibatkan 185 Ulama‟ dengan rincian sebagai berikut:

1. Wilayah Banda Aceh : 20 Ulama‟

2. Wilayah Medan : 19 Ulama‟

3. Wilayah Padang : 20 Ulama‟

4. Wilayah Palembang : 20 Ulama‟

5. Wilayah Bandung : 16 Ulama‟

6. Wilayah Surakarta : 18 Ulama‟

7. Wilayah Surabaya : 18 Ulama‟

8. Wilayah Banjarmasin : 15 Ulama‟

9. Wilayah Ujung Pandang : 19 Ulama‟

10. Wilayah Mataram : 20 Ulama‟

91

Ibid, hlm. 38-39 92

Kualifakasi Ulama‟ yang masuk dalam daftar responden adalah Ulama‟-ulama‟ pilihan yang

bener-benar diperkkirakan berpengetahuan cukup dan berwibawa. Selain itu, ipertimbangkan juga

kelengkapan geografis dari jangkauan wibawa.

Page 58: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

59

Wawancara dilakukan oleh tim PTA pelaksana proyek ditambah dengan

wakil dari PTA wilayah responden. Wawancara dengan para Alim Ulama‟ ini

panitia pusat telah sepakat untuk memakai dua cara: pertama, dengan

mempertemukan mereka untuk diwawancarai bersama-sama, kedua,

mewancarai secara terpisah jika cara pertama tidak mungkin dilaksanakan. Dari

wawancara ini juga diharapkan akan diperoleh saran-saran tetang pemakaian

kitab dan madzab rujukan.93

c. Jalur Yurisprudensi

Berkenan mengenai pengharapan melalui jalur yurisprudensi,94

tidak

banyak keterangan yang diberikan oleh para penulis mengenai kompilasi.

Dalam hal uraian mengenai sejarah Kompilasi Hukum Islam yang termuat

dalam Kompilasi Hukum Agama bahwa penelitian yurisprudensi dilaksanakan

oleh Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam Terhadap Putusan

Pengadilan Agama yang telah dihimpun dalam 16 buku, yaitu:

1) Himpunan putusan PA/PTA 3 buku, yaitu terbitan Tahun 1976/1977,

1977/1978, 1978/1979, dan 1980/1981.

2) Himpunan fatwa 3 buku, yaitu terbitan tahun 1978/1979, 1979/1980, dan

1980/1981.

93

Abdurrahman, op.cit. hlm. 41 94

Yurispridensi yang dimaksud adalah Jurisprudentie (Belanda), yakni putusan-putusan

pengadilan yang dianggap sebagai satu hukum. Karena bila sudah ada suatu Jurisprudentie yang tetap,

maka hal ini akan selalu diikuti oleh hakim-hakim dalam memberikan putusannya dalam soal serupa.

Lihat di, J.C.T. Simongkir, dkk, Kamus Hukum, hlm. 78: Yan Pramadya Puspa, Kamus Hukum, hlm.

927-928.

Page 59: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

60

3) Yurisprudensi PA 5 buku, yaitu:yaitu terbitan tahun 1977/1978, 1978/1979,

1981/1982, 1982/1983, dan 1983/1984.

4) Law Raport 4 buku, yaitu terbitan tahun 1977/1978, 1978/1979, 1981/1982,

dan 1983/1984.95

d. Jalur Studi Banding

Kemudian melalui pelaksanaan jalur keempat sebagaimana

dikemukakan dalam uraian dimuka adalah dengan melakukan studi banding ke

beberapa Negara. Melalui studi banding ini menurut Bustanul Arifin kita

pelajari bagaimana Negara-negara yang memberlakukan hukum Islam, yakni

bidang-bidang yang akan dikompilasi di Indonesia. Jalur ini dilaksanakan

dengan mengunjungi beberapa Negara Islam antara lain, Pakistan, Mesir dan

Turki. Kemungkinan besar karena keterbatasan dana, pelaksanaanya bisa

dipercayakan kepada mahassiswa yang berada disana.96

Dalam uraian mengenai sejarah Kompilasi Hukum Islam di Indosesia

yang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam di Indonesia terbitan Direktorat

Pembinaan Badan Peradilan Agama dikemukakan bahwa studi perbandingan

dilaksanakan ke Timur Tengah.97

Studi banding yang dilaksanakan oleh H. Masrani Basran SH, Hakim

Agung Mahkamah Agung RI dan H. Muctar Zarkasi SH Direktur Pembinaan

Badan Peradilan Agama RI. Informasi bahan masukan yang diperoleh adalah:

95

Ibid, hlm. 43-44 96

Ibid, hlm. 44 97

Marzuki Wahid, op.cit. hlm. 158

Page 60: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

61

1) Sistem Peradilan

2) Masuknya Syari‟ah Law dan dalam tata arus Tata Hukum Nasional

3) Sumber-sumber hukum dan materiil yang menjadi pegangan/terapan hukum

di bidang Ahwalussakhsiyah yang menyangkut kepentingan muslim.98

e. Seminar dan Lokakarya

Jalur ini tidak saja diadakan oleh panitia resmi proyek penyusunan

Kompilasi, tetapi sebelum pada akhirnya disepakati Kompilasi, beberapa

Organisasi Islam mengadakan seminar. Diantaranya Majelis Tarjih

Muhammadiyah tanggal 8-9 April 1986 di kampus Universitas Muhammadiyah

Yogyakarta (UMY), dihadiri Mentri Agama dan ketua MUI, Hasan Basri.

Sedangkan Nahdatul Ulama (NU) Jawa Timur mengadakan Bahsul Masail tiga

kali di pondok pesantren Tambak Beras, Lumajang dan Sidoarjo.99

Lokakarya ini memperlihatkan puncak perkembangan pemikiran fiqh

Indonesia. Pada kesempatan itu hadir tokoh Ulama‟ fiqh dari Organisasi-

organisasi Islam, Ulama fiqh dari perguruan tinggi, dari masyarakat umum dan

diperkirakan dari semua lapisan Ulama‟ fiqh ikut dalam pembahasan hukum

sehingga patut dinilai sebagai Ijma‟ Ulama‟ Indonesia. 100

Pelaksanaan lokakarya diikuti oleh 124 orang peserta dari seluruh

Indonesia. Yang terdiri dari ketua umum Majlis Ulama‟ Propinsi, para ketua

Pengadilan Tinggi Agama seluruh Indonesia, beberapa orang Rektor IAIN,

98

Ibid, hlm. 159 99

Ahmad Rofiq, op.cit. hlm. 93 100

Abdurrahman, op.cit. hlm. 46

Page 61: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

62

beberapa Dekan Fakultas Syari‟ah IAIN, sejumlah wakil Organisasi Islam,

sejumlah Ulama‟ dan sejumlah cendekiawan muslim, baik di daerah maupun di

pusat, tidak ketinggalan pula wakil organisasi wanita.101

Lokakarya disebut berlangsung lima hari, mulai (tanggal 2-6 Februari

1988) bertempat di Hotel Chanda Jakarta, dibuka oleh ketua H. Mahkamah

Agung Ali Said SH. Juga memberi kata sambutan Mentri Agama RI H.

Munawir Sadali MA. Setelah pembukaan pimpinan proyek Prof. Bustanul

Arifin. SH memberikan beberapa penjelasan berkenaan dengan materi

lokakarya, dan peserta lokakarya dibagi menjadi tiga komisi, antara lain:

a) Komisi I bidang Hukum Perkawinan di ketuai oleh H. Yahaya Harahap DH,

sekertaris Drs. H. Marfuddin Kosasih SH. Narasumber KH. Halim

Muhammad SH dengan anggota sebanyak 42 orang.

b) Komisi II bidang Hukum Mawaris diketuai oleh H. A Wasit Aulawi MA

dengan sekertaris H. Zainal Abidin Abu Bakar SH, Narasumber KH. A

Azhar Basyir MA dengan anggota sebanyak 42 orang.

c) Komisi III Bidang Hukum Perwakafan diketuai oleh H. Masrani Basran SH

sekertaris DR. H.A Gani Abdullah SH, Narasumber Prof. Dr. Rahmat

Jatnika, dengan anggota sebanyak 29 orang.102

Perumusan materi dilakukan di masing-masing komisi, dan dibentuk tim

perumusannya, yaitu:

101

Ibid, hlm. 47 102

Ibid .

Page 62: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

63

1. Tim Perumusan Komisi A tentang Hukum Perkawinan:

a. H.M. Yahya Harahap, SH;

b. Drs. Marfuddin Kosasih, SH;

c. KH. Halim Muchammad, SH;

d. H. Muchtar zarkasi, SH;

e. KH. Ali Yafie;

f. KH. Najih Ahyad.

2. Tim Perumusan Komisi B tentang Hukum Kewarisan:

a. H.A. Wasit Aulawi, MA;

b. H. Zaenal Abidin Abubakar,SH;

c. KH. Azhar Basyir;

d. Prof. KH. Md. Kholid, SH;

e. Drs. Ersyaad, SH.

3. Tim Perumusan Komiai C tentang Hukum Perwakafan:

a. H. Masrani Basran, SH;

b. DR. A. Gani Abdullah, SH;

c. Prof. DR. H. Rahmat Jatnika;

d. Prof. KH. Ibrahim Husain, LML;

e. KH. Azis Masyuri103

Dalam lokakakrya Nasional terssebut disepakati perlunya dirmuskan

hukum Islam yang bercorak di Indonesia. Di antara peserta lokakarya

103

Ibid, hlm. 48

Page 63: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

64

mengiginkan Kompilasi dapat diundang melalui Undang-undang. Namun di sisi

lain, ada kekhawatiran jika Kompillasi dikeluarkan dalam bentuk Undang-

undang, sudah barang tentu, jika melalui DPR, diperkirakan menemui kesulitan

dan akan memakan waktu yang sangat lama jika tidak malah berlarut-larut.

Sebagian lain agar di tuangkan dalam peraturan pemerintah dan keputusan

Presiden. Agaknya tarik menarik antara kompilasi diwujudkan dalam bentuk

undang-undang, paling tidak peraturan pemerintah cukup kuat. Hal ini didasari

pandangan bahwa Kompilasi Hukum Islam diharapkan mejadi Hukum Materiil

dan ketentuan yang terdapat dalam pasal 49 UU No. 7 Tahun 1989.104

Pada tanggal 29 Desember 1989 pemerintah mengundangkan

berlakunya Undang-undang No. 7 Tahun 1989 (LN 1989 N0.49) tentang

Peradilan Agama. Berlakunya Undang-undang ini mempunyai pengaruh yang

sangat besar terhadap proses penyusunan Kompilasi Hukum Islam. Undang-

undang No. 7 Tahun 1989 adalah mengatur tentang Hukum Formal yang akan

akan dipakai dilingkungan Peradilan Agama. Hukum Formal secara teori

adalah adalah unntuk “mengabdi” kepada hukum mateial. Akan tetapi sebagai

mana telah dikemukakan dalam uraian terdahulu sampai saat ini hukum

material mana yang di pergunnakan bagi Peradilan Agama masih belum jelas

dan untuk keperluan itulah Kompilsai Hukum Islam disusun. Dengan demikian,

maka dengan berlakunya Undang-undang No. 7 Tahun 1989 menjadi dorongan

104

Ahmad Rofiq, op.cit. hlm. 94

Page 64: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

65

yang lebih kuat untuk memacu lahirnya hukum materiilnya yaitu Kompilasi

Hukum Islam.105

Pada akhirnya setelah melalui perdebatan yang sangat panjang, pada

tanggal 10 Juni 1991 Presiden menandatangi Intruksi Presiden Republik

Indonesia No. 1 Tahun 1990. Sejak saat itu secara formal berlakulah Kompilasi

Hukum Islam diseluruh Indonesia sebagai hukum materil yang dipergunakan

dilingkungan Peradilan Agama. Sebagai tindak lanjutnya, pada tanggal 22 Juli

1991 Menteri Agama telah mengeluarkan keputusan No. 154 tahun 1991

tentang pelaksanaan Intruksi Presiden RI No. 1 tahun 1991 tanggal 10 Juni

1991. Selanjutnya Kompilasi ini disebarluaskan kepada semua ketua

Pengadilan Tinggi Agama dan Ketua Pengadilan Agama melalui Surat Edaran

Direktur Pembina Badan Peradilan Agama Islam tanggal 25Juli 1991 No.

3694/EV/HK.003/AZ/91.106

3. Landasan dan Sistematika Kompilasi Hukum Islam

a. Landasan Kompilasi Hukum Islam

1) Landasan Yuridis

Landasan yuridis mengenai perlunya hakim memperhatikan

kesadaran hukum masyarakat adalah Undang-undang No. 4 Tahun 2004

Pasal 28 ayat (1) yang berbunyi: “Hakim waib menggali, mengikuti, dan

memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam

105

Ibid. 106

Ibid, hlm. 51

Page 65: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

66

masyarakat”. Dan di dalam fiqh ada kaidah yang mengatakan bahwa:

Hukum Islam dapat berubah karena perubahan waktu, tempat dan

keadaan.107

2) Landasan Fungsional

Kompilasi Hukum Islam adalah fiqh Indonesia karena ia disusun

dengan memperhatikan kondisi kebutuhan hukum umat Islam Indonesia.

Ia bukan merupakan madzab baru tetapi ia mempersatukan berbagai fiqh

dalam menjawab persoalan fiqh. Dan mengarah pada Unifikasi Madzab

dalam hukum Islam. Oleh karena itu, didalam sistem hukum Indonesia ini

merupakan bentuk terdekat kodifikasi hukum yang menjadi arah

pembangunan hukum nasional di Indonesia.108

b. Sistematika Kompilasi Hukum Islam

Sebagaimana yang telah disinggung di muka bahwa Kompilasi

Hukum Islam ini hanya memuat tiga ketentuan hukum materiil Islam, yakni

ketentuan-ketentuan hukum perkawinan, hukum kewarisan, hukum

perwakafan. Ketiga pengelompokan bidang hukum tersebut ditulis didalam

Kompilasi Hukum Islam secara terpisah, masing-masing dalam buku

tersendiri. Dalam setiap buku, ketentuan spesifikasi bidang hukum terbagi

kedalam bab-bab, dan masing-masing lagi dirinci dalam bagian pasal-pasal.

Teknik penomoran bab-bab dan bagian-bagian diurutkan sesuai dengan

107

Zainudin Ali, Hukum Islam Pengantar Hukum Islam Di Indonesia, cet. II. Jakarta: Sinar

Grafika, hlm. 99 108

Ibid, hlm. 100.

Page 66: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

67

pengelompokan buku. Sedangkakn penomoran diurutkan secara keseluruhan

dari buku pertama hingga buku ketiga.109

Dengan demikian sistematika Kompilasi Hukum Islam terdiri dari:

I. Tiga Buku, dan 229 Pasal, yaitu:

1. Buku I: Hukum Perkawinan, yang terbagi dalam:

a) XIX (sembilan belas bab)

b) 170 Pasal (dari Pasal 1-170)

2. Buku II: Hukum Waris, yang terbagi dalam:

a) IV (enam) bab

b) 44 Pasal (dari Pasal 171-214)

3. Buku III: hukum perwakafan, yang terbagi dalam:

a) V (lima) bab

b) 15 Pasal (dari Pasal 215-229)

II. Penjelasan atas Buku-buku Kompilasi Hukum Islam

1. Penjelasan Umum

2. Penjelasan Pasal-pasal110

Masalah iddah dalam KHI diatur pada Bab XVII tentang Akibat

Putusnya Perkawinan bagian kedua yaitu waktu tunggu pasal 153, 154, dan

155. Akan tetapi iddah yang dijelaskan dalam pasal-pasal tersebut hanyalah

iddah yang telah disepakati oleh para ulama‟.

109

Abdurrrahman, op. cit., hal. 49. 110

Marzuki Wahid. op.cit. hlm. 162.

Page 67: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

68

Dalam Kompilasi Hukum Islam, masalah iddah atau waktu tunggu

dijelaskan dalam pasal 153, 154 dan 155. Pasal 153 ayat (1) KHI menyatakan

: “ bagi seorang isteri yang putus perkawinannya berlaku waktu tunggu atau

iddah, kecuali qabla ad-dukhul dan perkawinannya putus bukan karena

kematian suami.”

Adapun macam – macam iddah dalam KHI dijelaskan sebagai berikut

:

1. Putus perkawinan karena ditinggal mati suami

Pasal 153 ayat (2) huruf a KHI menjelaskan : “ apabila perkawinan

putus karena kematian, walaupun qabla ad-dukhul, waktu tunggu

ditetapkan 130 (seratus tiga puluh) hari”. Ini berdasarkan Surat al-Baqarah

(2) : 234.

Ketentuan di atas berlaku bagi isteri yang ditinggal mati

suaminya dalam keadaan tidak hamil. Sedangkan apabila isteri tersebut

dalam keadaan hamil, maka waktu tunggu bagi mereka adalah sampai ia

melahirkan sebagaimana dijelaskan dalam pasal 153 ayat (2) huruf d KHI.

Hal ini didasarkan pada Surat at-Talaq (65) : 4.

2. Putus perkawinan karena perceraian

Isteri yang dicerai suaminya dapat berlaku beberapa kemungkinan

waktu tunggu sesuai dengan keadaannya :

a. Dalam keadaan hamil.

Page 68: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

69

Apabila isteri dicerai suaminya dalam keadaan hamil maka

iddahnya sampai ia melahirkan kandungannya seperti dijelaskan dalam

pasal 153 ayat (2) huruf c KHI.

b. Apabila dicerai suaminya setelah terjadi hubungan kelamin (dukhul):

1) Bagi yang masih datang bulan, waktu tunggunya adalah tiga kali suci

dengan sekurang-kurangnya 90 hari (pasal 153 ayat (2) huruf b

KHI).

2) Bagi yang tidak atau belum datang bulan masa iddahnya tiga bulan

atau 90 (sembilan puluh) hari(pasal 153 ayat (2) huruf b KHI).

3) Bagi isteri yang pernah haid sedang pada waktu menjalani iddah

tidak haid karena menyusui maka iddahnya tiga kali waktu suci

(pasal 153 ayat (5) KHI).

4) Dalam keadaan pada ayat (5) tersebut bukan karena menyusui maka

iddahnya selama satu tahun, akan tetapi bila dalam waktu satu tahun

tersebut ia berhaid kembali, maka iddahnya menjadi tiga kali suci

(pasal 153 ayat (6) KHI).

3. Putus perkawinan karena faskh, khulu‟ dan li‟an

Waktu iddah bagi janda yang putus perkawinannya karena khulu‟

(cerai gugat atas dasar tebusan atau „iwad dari isteri), fasakh, atau li‟an,

maka waktu tunggu berlaku seperti iddah talak (pasal 155 KHI).

4. Isteri ditalak raj‟i kemudian ditinggal mati suami dalam masa iddah

Page 69: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

70

Apabila isteri tertalak raj‟i kemudian dalam waktu iddah

sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (2) huruf b, ayat (5) dan ayat (6)

pasal 153 KHI ditinggal mati oleh suaminya, maka iddahnya berubah

menjadi empat bulan sepuluh hari (130 hari) terhitung saat matinya bekas

suami (pasal 154 KHI).

Selanjutnya dalam pasal 153 ayat (4) KHI menjelaskan bahwa bagi

perkawinan yang putus karena perceraian, tenggang waktu tunggu dihitung

sejak jatuhnya Putusan Pengadilan Agama yang mempunyai kekuatan

hukum tetap, sedangkan bagi perkawinan yang putus karena kematian,

tenggang waktu dihitung sejak kematian suami.111

B. Perhitungan Iddah Perempuan Yang Berhenti Haid Ketika Menjalani Masa

Iddah Karena Menyusui Dalam Kompilasi Hukum Islam

Masa iddah dalam pasal 153 KHI mempunyai beberapa macam yang

dapat diklarifikasi sebagai berikut pasal KHI bagi seorang istri yang putus

pekawinannya berlaku waktu tunggu atau iddah, kecuali qabla al-dhukul dan

Perkawinannya putus bukan karena kematian suami. waktu tunggu bagi seorang

janda ditentukan sebagai berikut: apabila perkawian putus karena kematian,

walaupun qabla al-dhukul, waktu tunggu ditetapkan 130 hari apabila perkawinan

putus atas perceraian waktu tunggu yang masih haid ditetapkan 2 kali suci dengan

sekurang-kurangnya 90 hari, dan bagi yang tidak haid ditetapkan 90 hari apabila

111

Ahmad Rofiq, op.cit. hlm.314.

Page 70: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

71

perkawinan putus karena percerian sedang janda tersebut dalam keadaan hamil

maka waktu tunggu ditetapkan sampai melahirkan.

Apabila perkawinan putus karena kematian, sedang janda tersebut dalam

keadaan hamil maka waktu tunggu ditetapkan sampai anak itu lahir. tidak ada

waktu tunggu bagi yang putus perkawinan karena perceraian sedang antara janda

tersebut dengan bekas suaminya qabla al–dhukhul. bagi perkawinan yang putus

karena perceraian, tenggang waktu tunggu dihitung sejak jatuhnya putusan

pengadilan agama yang mempunyai kekuatan hukum tetap, sedangkan bagi

perkawinan peyang putus karena kematian, tenggang waktu tunggu dihitung sejak

kematian suami. waktu tunggu bagi istri yang pernah haid sedang pada waktu

menjalani iddah tidak haid karena menyusui, maka iddahnya 3 kali waktu suci.

Dalam keadaan seperti pada ayat 5 bukan karena menyusui, maka iddahnya selama

1 tahun, akan tetapi bila dalam waktu satu tahun tersebut ia berhaid kembali maka

iddahnya menjadi 3 kali suci.

Hukum Islam dan peraturan yang dibuat oleh suatu negara terkadang

tidak berjalan secara beriringan, artinya keduanya tidak bisa bertemu satu sama

lainnya. Kadang aturan pemerintah membolehkan tetapi dilarang menurut hukum

Islam, begitu juga sebaliknya. Inilah yang menjadi salah satu problema masyarakat

muslim yang tinggal di negara non Islam, artinya negara yang tanpa aturan syariat

Islam termasuk Indonesia.

Page 71: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

72

Salah satu permasalahan tersebut adalah mengenai perhitungan iddah.

Indonesia telah sedemikian rupa mengatur masalah iddah ini dalam beberapa

peraturan yang mengikat bagi setiap warga negara.

Waktu tunggu bagi isteri yang pernah haid sedang pada waktu menjalani

iddah tidak haid karena menyusui, maka iddahnya tiga kali waktu haid. Dalam hal

keadaan pada ayat (5) bukan karena menyusui, maka iddahnya selama satu tahun,

akan tetapi bila dalam waktu satu tahun tersebut ia haid kembali, maka iddahnya

menjadi tiga kali waktu suci.

Bagi perkawinan yang putus karena perceraian, tenggang waktu dihitung

sejak jatuhnya putusan pengadilan agama yang mempunyai kekuatan hukum yang

tetap, sedangkan bagi perkawinan yang putus karena kematian, tenggang waktu

dihitung sejak kematian suami. Waktu tunggu bagi istri yang pernah haid sedang

pada waktu menjalani iddah tidak haid karena menyusui, maka iddahnya tiga kali

waktu haid. dalam hal keadaan ayat 5 bukan karena menyusui, maka iddahnya

selama satu tahun, akan tetapi bila dalam waktu satu tahun tersebut ia haid

kembali, maka iddahnya menjadi tiga kali suci.

Dalam Perhitungan iddah perempuan yang berhenti haid ketika menjalani

masa Iddah karena menyusui dalam KHI Pasal 153 ayat (5) KHI dijelaskan

bahwa, “Bagi isteri yang pernah haid sedang pada waktu menjalani iddah tidak

haid karena menyusui maka iddahnya tiga kali waktu suci”.

Page 72: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

73

Dalam hal ini, terdapat sebuah istilah yang dikenal dengan wanita al-

Murtaabah. Wanita murtabah adalah wanita yang siklus haidnya tidak teratur.

Wanita dalam kondisi ini ada dua keadaan:

Sebelumnya memiliki siklus haid yang teratur kemudian siklus haidnya

berubah karena sebab yang diketahui, seperti menyusui, cacat atau sakit yang

masih ada harapan untuk sembuh. Dalam kondisi ini, wanita diwajibkan untuk

bersabar sampai siklus haidnya kembali normal, meskipun waktunya panjang.

Setelah siklus haid kembali normal maka dia menjalani masa iddahnya dengan

hitungan quru‟ (menjalani 3 kali haid). Ini adalah pendapat Utsman bin Affan,

Ali bin Abi Thalib, dan Zaid bin Tsabit radhiyallahu „anhum.

Sebelumnya memiliki siklus haid yang teratur kemudian siklus haidnya

berubah namun sebabnya tidak diketahui.

C. Dasar Hukum Iddah Perempuan Yang Berhenti Haid Ketika Menjalani Masa

Iddah Karena Menyusui Dalam Kompilasi Hukum Islam

Ketentuan yang tertuang dalam KHI Pasal 153 ayat (5) tersebut

berdasarkan pada pendapat ulama yang bermazhab Syafi‟i yaitu Syaikh Sulaiman,

dalam karyanya yang bernama kitab Al-Bujraimi.

حيط فتعتد بالقراء أو حت ى تبلغ سن اليأس من انقطع حيعها لعارض كرظاع أونفاس أومرض , تصبر حت ى ت

فتعتد بال شهر

Artinya: “Barang siapa (perempuan) berhenti haid karena illat seperti menyusui,

nifas, atau sakit, maka ia beriddah dengan beberapa suci atau sampai

usia menopause, lalu ia beriddah dengan beberapa bulan”

Page 73: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

74

Dari keterangan kitab tersebut, kita pahami bahwa seorang perempuan pada

saat menjalani masa iddah tetapi dalam masa tersebut haidnya berhenti, ia tetap

beriddah menggunakan quru‟, yakni tiga quru‟. Jika ia tetap tidak mengalami haid

lagi, maka setelah ia mencapai usia menopause ia cukup beriddah dengan bulan,

yakni tiga bulan. Setelah itu ia sudah dinyatakan selesai menjalani masa iddah.

Semuanya itu, apabila berhentinya haid wanita tersebut dikarenakan adanya suatu

illat (penyakit), seperti sedang menyusui, nifas, atau sakit.

Page 74: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

75

BAB IV

ANALISIS KETENTUAN KHI PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH

BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI HAID KETIKA MENJALANI

MASA IDDAH KARENA MENYUSUI

A. Analisis Perhitungan Iddah Perempuan Yang Berhenti Haid Ketika

Menjalani Masa Iddah Karena Menyusui Dalam Kompilasi Hukum Islam

Sebelum penulis menganalisis lebih lanjut tentang perhitungan masa

iddah perempuan yang berhenti haid ketika menjalani masa iddah karena

menyusui, yang mana dalam Kompilasi Hukum Islam disebutkan pada bagian

kedua pasal 153 ayat (5) “waktu tunggu bagi istri yang pernah haid sedang pada

waktu menjalani iddah tidak haid karena menyusui, maka iddahnya tiga kali waktu

suci”, terlebih dahulu kita pahami beberapa pendapat para ulama mengenai

perhitungan iddah perempuan yang berhenti haid ketika menjalani masa iddah

karena menyusui atau karena penyakit.

Kalangan para ulama‟ berpendapat mengenai iddah bagi istri yang pernah

haid sedang pada waktu menjalani iddah tidak haid karena menyusui. Ulama‟

Hambali dan Ulama‟ Maliki berpendapat bahwa iddahnya wanita yang berhenti

karena menyusui atau karena penyakit maka iddahnya satu tahun penuh. Ulama‟

Syafi‟i berpendapat dalam qaul jadid di antara dua pendapatnya mengatakan

Page 75: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

76

bahwa, wanita tersebut selamanya berada dalam iddah hingga ia mengalami haid

atau memasuki usia menopause, sesudah itu beriddah selama tiga bulan.

Menurut Hanafi, apabila seorang wanita mengalami satu kali haid, lalu

karena sakit atau menyusui haidnya terputus sama sekali, dan dia tidak lagi

pernah mengalami haid, maka wanita tersebut dinyatakan tidak keluar dari

iddahnya sampai kelak dia memasuki masa menopause. Dengan memasuki masa

menopause ini sajalah dia bisa menyelesaikan iddahnya. Dengan demikian,

menurut Hanafi dan Syafi‟i masa iddahnya dapat berlanjut selama 40 tahun.112

Imamiyah berpendapat bahwa apabila karena sesuatu sebab wanita

tersebut mengalami keterputusan shaid, lalu dia ditalak, maka iddahnya adalah

tiga bulan sebagaimana yang ada pada wanita yang tidak pernah mengalami haid

sama sekali. Kalau ternyata ia mengalami haid lagi setelah ditalak, maka

iddahnya adalah salah satu di antara dua jenis iddah berikut ini yang terlebih

dahulu dia selesaikan. Yaitu tiga bulan penuh atau tiga quru‟. Artinya, kalau dia

terlebih dahulu bisa menyelesaikan tiga quru‟ sebelum tiga bulan penuh, maka

iddahnya dinyatakan selesai. Demikian pula halnya, bila dia telah melewati masa

tiga bulan penuh tapi belum menyelesaikan tiga quru‟, maka iddahnya pun

dianggap telah selesai pula.113

Untuk menganalisa KHI Pasal 153 ayat (5), kita perhatikan lagi bunyi

pasal tersebut, “Bagi isteri yang pernah haid sedang pada waktu menjalani iddah

112

Muhammad Jawad Mughniyah, al-Fiqh „ala al-Madzahib al-Khamsah, Penerj. Masykur,

dkk, Terj. “Fiqih Lima Mazhab”, Jakarta: PT Lentera Basritama, cet. II, 1996, hlm. 468. 113

Ibid.

Page 76: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

77

tidak haid karena menyusui maka iddahnya tiga kali waktu suci”. Pasal ini

menerangkan bahwa si wanita tersebut harus menunggu sampai mengalami haid,

lalu ia menghitung tiga kali waktu suci dari haid tersebut. Wanita yang menyusui

di sini diibaratkan sebagai wanita yang sedang berpenyakit, seperti halnya nifas

atau sedang memiliki penyakit yang mengakibatkan ia tidak mengeluarkan haid.

Sehingga, jika ketika wanita itu dalam kondisi seperti ini dan selamanya tidak

mengeluarkan haid lagi, maka selamanya ia juga berada dalam masa iddah.

Setelah mencapai usia menopause, ia mengunakan iddah bulan yakni tiga

bulan. Meski hal ini tidak dijelaskan secara eksplisit dalam KHI Pasal 153 ayat

(5), karena ketentuan ini merujuk pada pendapat ulama Syafi‟iyyah.

Dari beberapa keterangan di atas, penulis mengambil beberapa hasil

analisa sebagai berikut:

1. Perempuan yang sedang menyusui, kaitannya dengan masalah iddah, ia

dianalogikan sebagai wanita yang berpenyakit. Bukan berarti susu itu adalah

penyakit. Akan tetapi, menyusui yang mengakibatkan berhentinya haid itulah

yang menjadikan wanita ini disamakan dengan wanita yang memiliki penyakit

(illat).

2. Dalam KHI Pasal 153 ayat (5) mengandung ketentuan bahwa jika wanita yang

haidnya berhenti karena menyusui atau sebab penyakit itu telah mencapai usia

menopause, maka beriddah tiga bulan. Meski hal ini tidak dijelaskan langsung

secara eksplisit.

Page 77: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

78

B. Analisis Dasar Hukum Iddah Perempuan Yang Berhenti Haid Ketika

Menjalani Masa Iddah Karena Menyusui Dalam Kompilasi Hukum Islam

Dalam bab 3 telah dijelaskan bahwa ketentuan iddah yang tertuang dalam

KHI Pasal 153 ayat (5) berdasar pada pendapat ulama yang bermazhab Syafi‟i

yaitu Syaikh Sulaiman, dalam karyanya yang bernama kitab Al-Bujraimi.

حت ى تبلغ سن اليأس من انقطع حيعها لعارض كرظاع أونفاس أومرض , تصبر حت ى تحيط فتعتد بالقراء أو

فتعتد بال شهر 114

Artinya: “Barang siapa (perempuan) berhenti haid karena adanya illat (penyakit)

seperti menyusui, nifas, atau sakit, maka ia beriddah dengan beberapa

suci atau sampai usia menopause, lalu ia beriddah dengan beberapa

bulan”

Kata عارض yang diartikan sebagai penyakit merupakan sesuatu yang

dapat menyebabkan haid seorang wanita berhenti. Jadi, jika terdapat penyakit

namun tidak menyebabkan berhentinya haid seseorang atau wanita yang

menyusui namun masih mengalami haid biasa, maka ia tidak termasuk dalam

kategori ini.

Kata سن اليأس yang dimaksud dalam kitab tersebut diartikan terputusnya

haid, yakni masa di mana seorang wanita sudah tidak lagi mengalami haid

(menopause).

Dari keterangan kitab tersebut, kita pahami bahwa seorang perempuan

pada saat menjalani masa iddah tetapi dalam masa tersebut haidnya berhenti, ia

114

Syaikh Sulaiman, Bujraimai, Beirut: Darul Fikr, 2007, hlm. 50.

Page 78: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

79

tetap beriddah menggunakan quru‟, yakni tiga quru‟. Dalam KHI sendiri,

mengartikan istilah quru‟ adalah suci, sehingga iddahnya tiga kali waktu suci.

Jika ia tetap tidak mengalami haid lagi, maka setelah ia mencapai usia

menopause ia cukup beriddah dengan bulan, yakni tiga bulan. Setelah itu ia sudah

dinyatakan selesai menjalani masa iddah. Semuanya itu, apabila berhentinya haid

wanita tersebut dikarenakan adanya suatu illat (penyakit), seperti sedang

menyusui, nifas, atau sakit.

Perbedaan pendapat tentang iddah bagi wanita yang berhenti haid karena

menyusui dikarenakan perbedaan para ulama dalam memahami firman Allah

surat al-Thalaq , ayat 4:

Artinya: “dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara

perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), Maka

masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan

yang tidak haid. dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu

ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. dan barang -siapa yang

bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam

urusannya.”

Imam Malik mengartikan kata ya-is adalah wanita yang tidak dapat

dipastikan telah putus haid. Beliau menjadikan firman Allah (jika kamu

Page 79: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

80

ragu-ragu) berkaitan dengan hukum bukan dengan haid (yaitu jika kamu ragu-ragu

tentang istri yang telah putus haid). Sedangkan bagi wanita yang selama 9 bulan

tidak mengalami haid sedang usianya masih memungkinkan terjadinya haid, Imam

Malik berpendapat bahwa ia Beriddah selama 3 bulan (9 bulan untuk mengetahui

kehamilannya, 3 bulan untuk iddahnya).

Imam Syafi‟i dan Hanafi mengartikan kata ya-is adalah wanita yang

sudah putus haid. Bagi wanita yang berhenti haidnya sedang ia masih mungkin

mengalami haid maka ia harus menunggu sampai ia memasuki usia tersebut (usia

putus haid).

Dalam permasalahan ini penulis beranggapan bahwa pendapat Imam

Malik, Iman Syafi‟i dan Imam Hanafi tentang iddah bagi wanita yang berhenti

haid karena menyusui terlalu memberatkan karena salah satu tujuan dari iddah

adalah untuk mengetahui kehamilan seseorang, al-Qur‟an memberikan petunjuk

yang sangat jelas bahwa iddah terlama adalah empat bulan sepuluh hari (bagi

wanita yang dicerai mati), tiga bulan bagi wanita yang sudah putus haid atau

belum pernah haid dan tiga quru‟ bagi wanita yang masih haid. Sedangkan bagi

wanita yang dithalak suaminya (pernah haid sekali atau dua kali) kemudian pada

masa iddahnya ia tidak haid menurut penulis iddahnya adalah tiga bulan. Apabila

tiga bulan tersebut diketahui ia hamil maka wanita tersebut harus Beriddah sampai

ia melahirkan. Akan tetapi apabila waktu tiga bulan tersebut ia tidak hamil maka

habislah masa iddahnya.

Page 80: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

81

Jadi menurut penulis iddah bagi wanita yang berhenti haid karena

menyusui dikembalikan kepada hukum asal. Apabila wanita tersebut masih haid

maka ia Beriddah selama 3 quru‟, apabila ia sudah putus haid maka ia Beriddah

dengan hitungan bulan (tiga bulan).

Dalam menentukan hukum pertama-tama mencarinya didalam al-Qur‟an.

karena al-Qur‟an merupakan sumber hukum Syari‟at Islam yang pertama, dengan

al-Qur‟an pula kita akan mengetahui hukum Allah SWT. Di dalam al-Qur‟an

syari‟at secara keseluruhan diterangkan. Oleh karena itu al-Qur‟an mempunyai

daya tahan sepanjang zaman dan dapat sesuai dengan kondisi setiap masyarakat.

Selain itu hukum di dalam al-Qur‟an juga bersifat mujmal yang perinciannya

diserahkan kepada ahli ijtihad.115

Di dalam memahami ayat-ayat al-Qur‟an terkadang kita

memerlukan penjelasan atau takwil dengan cara mempelajari hadits. Hadits sangat

diperlukan karena bukan saja sebagai sumber yang kedua bagi Syari‟at Islam akan

tetapi juga karena sebagai penafsir al-Qur‟an, pensyarah, menafsirkan yang mujmal

dan mentaqyid kan yang mutlaq.116

Dalam memahami ayat-ayat Al-Qur‟an kita memerlukan pentakwilan,

apabila dalil syar‟i menghendaki adanya pentakwilan, maka yang

dijadikan pegangan adalah arti takwil tersebut. Apabila terdapat pertentangan

115

Teungku Muhammad Hasby Ash- Shiedieqy, Pengantar Ilmu Fiqih, Semarang: PustakaRizki

Putra, 1997, hlm. 176. 116

Teungku Muhammad Hasby Ash- Shiedieqy, Pokok Pokok Pegangan Imam Madzha , Semarang:

Pustaka Rizki Putra, 1997, hlm. 186.

Page 81: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

82

antara dhohir Al-Qur‟an dengan makna yang terkandung dalam dhohir dalam

sunnah sekalipun jelas maka yang didahulukan adalah dhohir al-Qur‟an tetapi

apabila makna yang terkandung oleh sunnah tersebut dikuatkan dengan ijma‟ ahli

Madinah, maka ia lebih mengutamakan makna yang terkandung dalam

dhohir sunnah dari pada dhohir al-Qur‟an (sunnah mutawatiroh atau sunnah

mashuroh).

Praktek keagamaan menurut para sahabat Imam Malik, tidak lain adalah

praktek yang diwarisi para masa Rasulullah saw, kemudian praktek tersebut

diwariskan kepada generasi berikutnya sampai kepada Imam Malik. Dengan

demikian perilaku sehari-hari penduduk Madinah (ijma ahli Madinah) yang

berasal dari qur‟an, hasil mencontoh Rasulullah saw bukan berasal dari ijtihad ahli

Madinah. Sehingga amal ahli Madinah ini dijadikan sebagai sumber hukum dalam

islam dan kedudukannya sebagai hadits mutawatir.

Selanjutnya jika hukum tersebut tidak ditemukan dalam sumber-sumber

tersebut, maka merujuk kepada fatwa sahabat. Fatwa sahabat yang dimaksud

adalah berwujud hadits-hadits yang bersumber dari para sahabat besar yang

mempunyai pengetahuan terhadap suatu masalah sehingga hadits tersebut wajib

diamalkan.

Fatwa sahabat yang bisa dijadikan sebagai hujjah tidak boleh

bertentangan dengan hadits marfu‟. Selain itu fatwa sahabat yang merupakan hasil

ijtihad mereka.

Page 82: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

83

Setelah berbagai metode yang ditempuh diatas belum juga menemukan

suatu ketetapan hukum, kemudian menggunakan qiyas. Qiyas menurut ulama‟

ushul ialah menghubungkan suatu kejadian yang tidak ada nashnya kepada

kejadian lain yang ada nashnya, dalam hukum yang telah ditetapkan oleh nash

karena adanya kesamaan dua kejadian itu dalam illat hukumnya.117

Dalam pembahasan ini penulis menganalisis permasalahan tentang iddah

wanita yang berhenti haid karena menyusui diqiyaskan dengan iddah bagi wanita

yang tidak haid sedang ia masih dalam usia haid. Penerapan ini membuktikan

bahwa pasal-pasal dalam Kompilasi Hukum Islam berpegang pada dhahir al-

Qur‟an surat ath-Thalak ayat 4.

117

Prof. Dr. Abdul wahhab khallaf, Kaidah- Kaidah Hukum Islam, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,

cet. VIII, 2002, hlm. 74.

Page 83: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

84

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari seluruh uraian skripsi yang telah penulis paparkan, penulis

mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Perhitungan iddah bagi perempuan yang berhenti haid ketika menjalani

masa iddah karena menyusui yaitu tiga kali waktu suci, sebagai mana

dijelaskan dalam KHI Pasal 153 ayat (5), “Bagi isteri yang pernah haid

sedang pada waktu menjalani iddah tidak haid karena menyusui maka

iddahnya tiga kali waktu suci”.

2. Dasar hukum iddah perempuan yang berhenti haid ketika menjalani masa

iddah karena menyusui yang tertuang dalam KHI tersebut tertuang dalam

kitab al-Bujraimi, sebagai berikut:

حت ى تبلغ سن اليأس من انقطع حيعها لعارض كرظاع أونفاس أومرض , تصبر حت ى تحيط فتعتد بالقراء أو

فتعتد بال شهر

Artinya: “Barang siapa (perempuan) berhenti haid karena adanya illat

(penyakit) seperti menyusui, nifas, atau sakit, maka ia beriddah

dengan beberapa suci atau sampai usia menopause, lalu ia

beriddah dengan beberapa bulan”

B. Saran-saran

Page 84: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

85

Dalam skripsi ini, ada beberapa saran yang ingin penulis sampaikan,

antara lain:

1. Iddah merupakan kewajiban yang harus dijalankan bagi umat Islam

(perempuan) baik yang dicerai, atau ditinggal mati oleh suaminya, hal ini

dikarenakan ada beberapa kebaikan atau hikmah di dalamnya. Untuk itu

perempuan tersebut harus mau menjalani masa tunggu atau iddah

2. Kompilasi Hukum Islam dianggap sebagai salah satu diantara sekian

banyak karya umat Islam Indonesia dalam rangka memberi arti yang lebih

positif bagi kehidupan beragama dalam rangka kebangkitan umat Islam

Indonesia. Namun dominasi Syafi‟iyyah terhadap pasal-pasal membuat

KHI seakan-akan tidak moderat. Untuk itu menyamaratakan berbagai

pendapat madzab selain Syafi‟i sangat diperlukan.

C. Penutup

Alhamduliilahi rabbil alamin, puji dan syukur penulis panjatkan ke

hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan baik dalam

penulisan maupun dalam memahami materi skripsi ini. Untuk itu, kritik dan

saran yang membangun sangat penulis harapkan.

Page 85: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

86

Akhirnya, penulis sampaikan banyak terima kasih kepada para dosen

sebagai guru serta pembimbing yang tak henti-hentinya memberikaopn

arahan, kepada teman-teman yang selalu memberikan support, dan segenap

pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Mudah-

mudahan skripsi ini dapat memberikan manfaat baik bagi penulis sendiri

maupun orang lain. Amin.

Page 86: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

87

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam, jakarta: Akademika Presindo, tth.

Abidin, Slamet dan Aminuddin, Fiqih Munakahat II, Bandung: CV Pustaka Setia, cet.

I, 1999.

Ad-Damasyqi, Syaikh al-„Allamah Muhammad bin Abdurrahman, Fiqih Empat

Mazhab, Bandung : Hasyimi Press, cet. XIII, 2010.

Al-Asqalani, Ibnu Hajar, Bulugh al-Maram, Semarang: Pustaka Alawiyah.

Al-Ghozi, Muhammad ibnu Qosim, Kitab Fathul Qorib, Semarang: Pustaka

Alawiyyah.

Ali, Mohammad Daud, Asas-asas Hukum Islam, Jakarta: Rajawali Pers, 1990.

Ali, Zainudin, Hukum Islam Pengantar Hukum Islam Di Indonesia, cet. II. Jakarta:

Sinar Grafika.

Arikunto, Suharsini, Prosidur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Bina Aksara, tth,

Ayub, Syaikh Hasan, Fiqh Al Usroh Al Muslimah, penerjemah Abdul Ghofar. “Fikih

Keluarga”, Cet. 1. Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 2001.

Azzam, Abdul Aziz Muhammad dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh

Munakahat, Abdul Majid Khon, (penerj), Jakarta: Amzah, cet. I, 2009.

Bukhori, Shohih Bukhori, Juz V, Beirut: Darul Kutub Al Ilmiyyah, cet. I 1992.

Dekdikbud RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1990.

Departemen Agama, Ilmu Fiqh, Jilid II, Jakarta: Proyek Pembinaan Prasarana dan

Sarana Perguruan Tinggi Agama, cet. II, 1985.

Departemen Agama, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Direktorat

Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam, 2001.

Eclosh, Jhon. M. dan Hasan Shadaly, Kamus Inggris Indonesia (An English-

Indonesian Dictionary), cet. XVII. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,

1990.

Ghazali, Abdul Rahman, Fiqh Munakahat, Jakarta: Kencana Prenada Media Group,

cet. III, 2008.

Page 87: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

88

Mas‟ud, Ibnu dan Zainal Abidin S, Fiqih Madzab Syafi‟i, buku 2 (Muamalat,

Munakahat, Jinayat), Cet. II, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2007.

Moleong, Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, cet. XVII, 2002.

Mugniyah, Muhammad Jawad, Al-fiq „ala al- madzahib al-khamsah, penerjemah

Masykur A.B., Aif Muhammad, Idrus Al-Kaff. “Fiqh Lima Madzab”, Cet. 2.

Jakarta: PT.Lentera Basritam, 1996.

Muslim, Imam, Shohih Muslim, Juz I, Semarang: Toha Putra.

Nazir, Moh., Metode Penelitian, Jakarta Timur: Ghalia Indonesia, cet. III, 1988.

Rasjid, Sulaiman, Fiqh Islam, Bandung: Sinar Baru Algensindo, cet.37, 2004.

Rofiq, Ahmad, Pembaharuan Hukum Islam di Indonesia, Yogyakarta: Gama Media,

2000.

Rusyd, Ibnu, Bidayatul Mujtahid Analisa Fikih Para Mujtahid, Jilid II, Jakarta :

Pustaka Amani, cet. III, 2007.

Sabiq, Sayyid, Fikih Sunnah 4, Abdurrahim, Masrukhin (penerj), Jakarta: Cakrawala

Publishing, cet. I, 2009.

Simongkir, J.C.T., dkk, Kamus Hukum, hlm. 78: Yan Pramadya Puspa, Kamus

Hukum, hlm. 927-928.

Strauss, Anselm dan Juliet Corbin, Dasar-dasar Penelitian Kualitatif, Surabaya: PT.

Bina Ilmu, 1997.

Sulaiman, Syaikh, Bujraimai, Beirut: Darul Fikr, 2007.

Syafi‟i, Imam, Al-Umm, Jilid VIII, Prof. TK. Ismail Yakub SH. MA. (penerj),

Jakarta: CV Faizan, cet. I, 1984.

Thalib, Muhammad, Manajemen Keluarga Sakinah, Yogyakarta: Pro U, cet. II, 2008.

Tollanaere, C. Kruyskampen F. De, Van Dale‟s Xileuw Groart Waardenbook Der

Nederlandse Taal, Gravenhage: Martimus Nijhoff, 1950, hlm. 345.

Undang-undang perkawinan di Indonesia dan dilengkapi Kompilasi hukum islam di

Indonesia. Surabaya: Arkola. Tth.

Wahid, Marzuki dan Rumadi, Fiqih Madzab Negara Kritik Atas Politik Hukum

Negara Islam di Indonesia. cet,1, Yogyakarta: LKIS, 2001.

Page 88: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

89

Wahyudi, Muhammad Isna, Fikih „Idah Klasik dan Kontemporer, Yogyakarta:

Pustaka Pesantren, cet. I, 2009.

Wojowasito, S. dan W. J. S. Poerdarminta, Kamus Lengkap Inggris Indonesia-

Indonesia Inggris, Jakarta: Hasta, 1982.

Wojowasito, S., Kamus umum Belanda Indonesia, Jakarta: PT. Ichtiar Baru-Van

Hoeve, 1981.

Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur‟an, Al-Qur‟an dan Terjemahannya,

Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2008.

Zahrah, Muhammad Abu, Al-Ahwal as-Syakhshiyyah, Darul Fikr Al-Arabi, 1957.

http://muslimah.or.id/fikih/talak-bagian-8-iddah.html.

http://rokhman.page.tl/Hukum-dan-masail-haid.htm.

Page 89: STUDI ANALISIS TERHADAP KETENTUAN KHI PASAL 153 …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/135/jtptiain--abdulgho... · PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI

90