pembatalan perkawinan akibat istri hamil dengan...
TRANSCRIPT
PEMBATALAN PERKAWINAN AKIBAT ISTRI HAMIL DENGAN PRIA LAIN
(Analisis Putusan Nomor: 1500/pdt.G/2013/PA.Tgrs)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah Dan Hukum untuk Memenuhi Salah
Satu Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh:
Husnul Abrar
NIM.1110044100086
K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1436 H/2015 M
PEMBATALAN PERKAWINAN AKIBAT ISTRI HAMIL DENGAN PRIA LAIN
(Analisis Putusan Nomor: 1500/pdt.G/2013/PA.Tgrs)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah Dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu
Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh:
Husnul Abrar
NIM. 1110044100086
Di Bawah Bimbingan:
Dr.H.M. Nurul Irfan, MA.
NIP. 197308022003121001
K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1436 H/2015 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
Skripsi yang berjudul, “Pembatalan Perkawinan Akibat Istri Hamil Dengan Pria Lain
(Analisis Putusan Nomor: 1500/Pdt.G/2013/PA.Tgrs)” telah diajukan dalam sidang
munaqasah Fakultas Syariah Dan Hukum Prodi Studi Hukum Keluarga Islam Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 7 April 2015. Skripsi ini telah diterima sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata Satu (S-1) pada Program Studi
Hukum Keluarga Islam.
Jakarta, 7 April 2015
Mengesahkan
Dekan,
Dr. Asep Saefuddin Jahar, M.A.
NIP. 196912161996031001
PANITIA UJIAN MUNAQASYAH
1. Ketua : Dr. Kamarusdiana, S.HI., M.H (…………………….)
NIP. 197202241998031003
2. Sekertaris : Sri Hidayati, M.Ag (…………………….)
NIP. 197102151997032002
3. Pembimbing : Dr.H.M. Nurul Irfan, M.A (…………………….)
NIP. 197308022003121001
4. Penguji 1 : Dr. KH.A. Juaini Syukri, Lc, M.A (…………………….)
NIP. 195507061995031001
5. Penguji 2 : Drs. H. A. Basiq Djalil, S.H., M.A (…………………….)
NIP. 195003061976031001
iv
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memproleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang digunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif HIdayatullah
Jakarta.
Jakarta, 30 Maret 2015
Husnul Abrar
v
ABSTRAK
Husnul Abrar. NIM : 1110044100086. PEMBATALAN PERKAWINAN AKIBAT ISTRI
HAMIL DENGAN PRIA LAIN (Analisa Putusan Nomor: 1500/pdt.G/2013/PA.Tgrs).
Program Studi Hukum Keluarga, Kosentrasi Peradilan Agama, Fakultas Syariah dan Hukum,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1436 H/2015 M. viii + 58 halaman 5
lampiran.
Skripsi ini bertujuan untuk mengenalkan kepada masyarakat yang sangat minim atau
belum mengetahui lebih dalam prihal pembatalan perkawinan, dan memberi pemahaman
yang lebih luas tentang pembatalan perkawinan.
Metode yang digunakan adalah deskriptif dengan jenis penelitian data kualitatif,
dalam teknik pengumpulan data penulis melakukan wawancara Hakim yang menangani
Putusan Perkara Nomor: 1500/pdt.G/2013/PA.Tgrs.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah, ada dua macam kawin hamil yaitu kawin hamil
akibat zina dan kawin hamil dalam massa iddah, Nomor: 1500/pdt.G/2013/PA.Tgrs, Ulama
sepakat dengan keharaman menikahi wanita yang hamil akibat zina kecuali laki-laki yang
menghamilinya. Pembatalan perkawinan dapat diajukan apabila terdapat cacat atau salah
sangka terhadap suami atau istri, akan tetapi bila salah satu diantara mereka mengetahui dan
menerima atau menunjukan tanda-tanda menerima maka hilang haknya untuk mengajukan
pembatalan perkawinan. Dalam skripsi ini terjadi perkawinan terhadap wanita hamil, setelah
suami mengetahui awalnya suami menerima akan tetapi dikarenakan adanya percekcokan
suami mengajukan pembatalan perkawinan, yang seharusnya kasus ini menjadi cerai talak
ternyata hakim menjatuhkan dengan pembatalan perkawinan dengan alasan hakim hanya
memutuskan sesuai dengan permintaan pemohon yaitu pembatalan perkawinan.
Pembimbing : Dr. H. M. Nurul Irfan, MA.
Daftar Pustaka : Tahun 1949 s.d. Tahun 2013
vi
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin, Puji dan Syukur penulis panjatkan
kehadirat Allah swt yang memberi petunjuk, kelancaran dan kemudahan sehingga
berkat Ridha-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta Salam
tak lupa selalu tercurah kepada Baginda Muhammad saw, beserta Keluarga,
Sahabat dan UmatNya.
Skripsi ini disusun sebagai tugas akhir untuk memenuhi persyaratan dalam
meraih gelar Sarjana Syariah (S.Sy) pada Kosentrasi Peradilan Agama, Fakultas
Syariah dan hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam
penyusunan skripsi ini, penulis tidak akan dapat menyelesaikan jika tanpa
dukungan, bantuan dan saran dari berbagai pihak, terima kasih dan penghargaan
setinggi-tingginya penulis sampaikan dengan tulus kepada:
1. Bapak Dr. Asep Saefuddin Jahar, M.A., P.hd selaku Dekan Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Dr. Kamarusdiana, S.HI., M.H., Ketua Program Studi Hukum
Keluarga dan Ibu Sri Hidayati, M.Ag., Sekertaris Program Studi
Hukum Keluarga Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Dr. H. Nurul Irfan, M.A., Dosen Pembimbing Skripsi yang
tidak pernah lelah dalam membimbing, mengarahkan dan memotivasi
dalam penyelesaian skripsi ini.
4. Bapak DR. KHA. Juaini Syukri, Lc, M.A dan bapak Drs. H.A. Basiq
Djalil, SH, MA selaku penguji skripsi.
5. Ibu Maskufa, M.A sebagai Dosen Pembimbing Akademik yang
mengarahkan penulis sejak awal masuk perkuliahan.
6. Ibunda dan ayahanda tercinta, Yusmanidar dan yurizal serta kakak-
kakakku Fitri Yulidar, Nofria Alamsyah, Mega Yozalini, adikku
tersayang Miftahurrizki, Kakak-kakak iparku Medi yuliardi, Syarif
vii
Hidayatullah, Metri Majid, terima kasih atas bimbingan, motivasi dan
dukungannya dalam penulisan skripsi ini.
7. Seluruh Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang tidak dapat disebutkan satu persatu,dan Seluruh Staf-
staf/Karyawan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang membantu proses administrasi penulis, terima kasih atas
bantuannya. .
8. kepala Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang memberi kemudahan
dalam mengumpulkan refrensi kepada penulis.
9. Ketua dan seluruh staf Pengadilan Agama Tigaraksa, khususnya
kepada bapak-bapak Hakim PA Tigaraksa bapak H. Antung Jumberi,
S.H., M.H dan bapak Drs. H. Syaifullah yang banyak membantu dan
mendukung hingga penelitian karya ilmiah ini berjalan lancar.
10. Sahabat-sahabatku yang sudah seperti saudara sendiri Ibrahim Nalo,
Anas Kudus, Ubaydillah, dan seluruh mahasiswa baik PA-A maupun
PA-B yang tidak bisa penulis sebut satu persatu.
Jakarta, 16 Maret 2015
Penulis
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL …………...........................................................................i
PERSETUJUAN PEMBIMBING …..................................................................ii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ...…....................................................iii
LEMBAR PERNYATAAN …………...............................................................iv
ABSTRAK …………..........................................................................................v
KATA PENGANTAR ………............................................................................vi
DAFTAR ISI ………………….........................................................................viii
BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah …….......................................5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian …....................................................6
D. Review Studi Terdahulu …..............................................................7
E. Metode Penelitian …………............................................................9
F. Sistematika Penulisan …….............................................................12
BAB II: PEMBATALAN PERKAWINAN
A. Pembatalan perkawinan menurut perspektif Fikih ……..............14
B. Pembatalan perkawinan menurutUndang-Undang No.1
ix
tahun 1974 ……………………………………………………....22
C. Pembatalan perkawinan dalam perspektif KHI ……………...25
BAB III: STATUS HUKUM KAWIN HAMIL
A. Kawin hamil menurut perspektif Fikih …..............................29
B. Kawin hamil dalam perspektif KHI dan Undang-Undang
No. 1 Tahun 1974 …………………………………………..35
BAB IV: ANALISIS PERKARA PEMBATALAN PERKAWINAN
(No: 1500/Pdt.G/2013/PA.Tgrs)
A. Deskripsi kasus perkara No: 1500/Pdt.G/2013/PA.Tgrs ...39
B. Analisis Putusan No: 1500/Pdt.G/2013/PA.Tgrs
Menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974 dan
Kompilasi Hukum Islam ………………....……………...51
C. Analisis penulis terhadap Putusan
No: 1500/Pdt.G/2013/PA.Tgrs ...…………………...…..53
BAB V: PENUTUP
A. Kesimpulan ………......................................................56
B. Saran-Saran ………......................................................57
DAFTAR PUSTAKA …………….......................................................59
LAMPIRAN-LAMPIRAN :
x
1. Surat Permohonan Data/Wawancara ….……………………….………60
2. Hasil Wawancara Hakim …………………………..…………………..61
3. Data Laporan Tahunan 2013 tentang Perkara Yang Diterima ...………62
4. Data Laporan Tahunan 2013 tentang Perkara Yang Diputus ………….63
5. Putusan Perkara Pembatalan Perkawinan No. 1500/Pdt.G/2013/PA.
Tgrs …………………………………...……………………………….64
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Allah menciptakan manusia sebagai mahluk yang tidak dapat hidup sendiri,
karena itulah allah swt mentakdirkan manusia hidup berpasang-pasangan
sebagaimana tertulis dalam alqur’an yang berbunyi, “hai sekalian manusia
bertakwalah kepada tuhanmu yang menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam) dan
Allah menciptakan pasangannya (Hawa) dan dari dirinya, dan dari keduanya Allah
memperkembangbiakan laki-laki dan perempuan yang banyak bertakwalah kepada
Allah dengan mempergunakan namanya kamu meminta satu sama lain dan
peliharalah hubungan silaturrahim sesunguhnya Allah selalu menjaga dan
mengawasimu.”(QS. Annisa; 01).
Ayat tersebut mengandung makna berpasang-pasangan dapat diartikan
sebagai sebuah perkawinan antara laki-laki dan perempuan. kawin menurut kamus
besar bahasa Indonesia adalah membentuk keluarga dengan lawan jenis, melakukan
hubungan kelamin atau bersetubuh1. Perkawinan menurut Undang-Undang
perkawinan tahun 1974 pasal 1 adalah ikatan lahir batin antara seorang laki laki dan
perempuan sebagai suami istri yang bertujuan membentuk kehidupan yang bahagia
dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha esa. Dalam falsafah hukum Islam bahwa
perkawinan adalah ikatan berencana antara seorang laki-laki dan perempuan yang
1 Dep dikbud, kamus besar bahasa indonesia,(jakarta:balaipustaka,1994),cet.ke-3,edisi
ke2,hal 456.
2
telah dewasa atas dasar suka sama suka tanpa paksaan untuk membina rumah tangga
yang sehat.2 sedangkan menurut Abu yahya zakaria al anshori mendefinisikan bawa
nikah menurut istilah syara’ perkawinan adalah akad yang mengandung ketentuan
hukum kebolehan hubungan seksual dengan lafadz nikah atau dengan kata- kata yang
semakna dengannya3. Sayyid bin sabiq, lebih lanjut mengomentari: perkawinan
merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku bagi semua mahluk tuhan, baik pada
manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan. Perkawinan merupakan acara yang
dipilih Allah sebagai jalan bagi manusia untuk beranak pinak, berkembang biak, dan
melestarikan hidupnya setelah masig-masing pasangan siap melakukan perannya
yang positif dalam mewujudkan tujuan perkawinan. Allah tidak menjadikan manusia
seprti mahluk lainnya yang hidup bebas mengikuti nalurinya dan berhubungan secara
anarkhi tanpa aturan. Demi menjaga kehormatan dan martabat kemuliaan manusia,
Allah mengadakan hukum sesuai dengan martabatnya, sehingga hubungan antara
laki-laki dan perempuan diatur secara terhormat dan berdasarkan rasa saling meridoi,
dengan upacara ijab qabul sebagai lambang adanya rasa ridho meridhoi dan dengan
dihadiri para saksi yang menyaksikan bahwa pasangan laki-laki dan perempuan itu
telah saling terikat. Bentuk perkawinan ini telah memberikan jalan yang aman pada
naluri seks, memelihara keturan dengan baik, dan menjaga kaum perempuan agar
tidak laksana rumpun yang bisa dimakan oleh binatang ternak dengan seenaknya.
2 Fuad m fahruddin, filsafat dan hukum syariat islam, (jakarta:bulam bintang,1981),cet.ke-3,
jilid 1,hal.160
3 Abu Zakaria al Anshori, fath al-Wahhab,(Singapura:Sulaiman Mar’iy,t.t.) juz 2 hal. 30.
3
Pergaulan suami istri menurut ajaran Islam diletakkan dibawah naluri keibuan dan
kebapakan sebagaimana ladang yang baik yang nantinya menumbuhkan tumbuhan-
tumbuhan yang baik dan menghasilkan buah yang baik pula.4
Pernikahan adalah sebuah ikatan suci yang di sunnahkan kepada seluruh
ummat muslim sebagaimana yang dianjurkan rasulullah SAW untuk menjalin
silaturrahmi yang bertujuan untuk menciptakan keluarga yang sakinnah mawaddah
warahmah yang pada akhirnya menciptakan masyarakat yang damai dan tentram
Pernikahan telah dinyatakan sah apabila telah memenuhi sarat sahnya dan
rukun perkawinan tersebut serta ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia. Apabila
perkawinan yang semacam itu telah terlaksana maka dapat dibatalkan sesuai
ketentuan undang undang yang berlaku5. Adapun undang-undang yang mengatur
pembatalan perkawinan yakni undang undang nomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan pasal 22 sampai dengan pasal 28, sedangkan dalam KHI pembatalan
perkawinan terdapat dalam pasal 70 sampai dengan 76. Salah satu penyebab
perkawinan dapat dibatalkan ialah apabila pada waktu berlangsungnya perkawinan
terjadi penipuan atau salah sangka mengenai diri suami atau istri.6
Sebelum melangsungkan perkawinan hendaknya diawali dengan ta’aruf
(pengenalan) antara kedua pihak agar saling mengenal lebih dalam hingga dapat
4 Sayyid Sabiq,Fiqh al-sunnah,(Beirut:Dar al-Fikr,1983), Cet.ke-4,jilid 2,h.5
5 Abdurrahman, Kompilasi hukum islam, Jakarta: Akademika Presindo), ha, 129-131.
6 Inpres RI no. 1 thn 1991 (Kompilasi Hukum Islam di Indonesia),Depaq RI 1998 hal. 130.
4
menerima kelebihan dan kekurangan masing-masing, hal ini bertujuan untuk
menghindari salah sangka atau penipuan yang dapat merugikan salah satu pihak
hingga berakhir pada perceraian atau pembatalan pernikahan.
Dalam kasus pembatalan pernikahan yang terjadi di Pengadilan Agama
Tigaraksa bahwasanya setelah berlangsungnya pernikahan dalam kurun waktu dua
hari si istri dinyatakan telah hamil dua bulan dengan pria lain (bukan suami sahnya),
mengetahui si istri dalam keadaan hamil dengan pria lain maka suami tidak dapat
menerima kenyataaan yang terjadi, oleh sebab itu suami mengajukan pembatalan
pernikahan karena istri dianggap tidak jujur kepada pihak suami sebelum
melangsungkan pernikahan. Untuk menjaga nilai-nilai perkawinan dalam islam dan
kemashlahatan antara keduabelah pihak agar tidak ada yang dirugikan antara
keduanya maupun salah satunya, maka Pengadilan Agama Tigaraksa memutuskan
agar pernikahan ini di fasakh (batal).
Melihat dan mengamati lebih dalam dari kasus yang terjadi diatas,
maka penulis berinisiatif untuk mengangkat permasalahan yang telah dikemukakan di
atas untuk diketahui lebih lanjut serta mengetahui apa saja hal-hal yang menjadi
pertimbangan hakim dalam memutus perkara tersebut, dengan menjadikannya sebuah
skripsi dengan judul: PEMBATALAN PERKAWINAN AKIBAT ISTRI HAMIL
DENGAN PRIA LAIN (Analisis Putusan Hakim Pengadilan Agama Tigaraksa
Nomor 1500/Pdt. G/ 2013/PA. Tgrs).
5
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Adapun yang menjadi pembahasan dalam penulisan skripsi ini agar lebih
terarah maka penulis memfokuskan pada:
a. Pembatalan Perkawinan yang di sebabkan istri dalam keadaan hamil
dengan pria lain.
b. Pengadilan Agama yang dimaksudkan dalam skripsi ini adalah
Pengadilan Agama Tigaraksa.
2. Perumusan Masalah
Pada hakikatnya suatu perkawinan dapat dibatalkan karena tidak memenuhi
syarat-sahnya sebuah perkawinan hingga dikhawatirkan terjadinya cacat
hukum baik dari segi agama maupun negara sebagai akibat dari suatu
kebohongan dan kekeliruan atau karena adanya paksaan. Begitupun halnya
yang terjadi dalam kasus ini, bahwasanya si istri yang pernah melakukan
hubungan seksual dengan pria lain sebelum melangsungkan perkawinan
dengan suaminya sekarang hingga akhirnya si suami mengetahui bahwa
istrinya telah hamil dengan pria tersebut dan hal ini di sebabkan karena
ketidak jujuran istri sebelum melangsungkan perkawinan hingga pada
akhirnya suami memutuskan untuk mengajukan pembatalan perkawinan ke
Pengadilan Agama Tigaraksa. Menurut KHI pembatalan perkawinan dapat
diajukan apabila terdapat cacat atau salah sangka terhadap diri suami atau
6
istri, kenyataannya dalam kasus ini tidak ada memiliki cacat akantetapi
pengadilan memutuskan perkara ini dengan pembatalan perkawinan.
Sehubung dengan permasalahan di atas, maka penulis merumuskan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana hukum menikahi wanita yang telah hamil dengan orang lain?
2. Apa dasar-dasar hukum yang berhubangan dengan pembatalan
perkawinan menurut UU No. 1 Tahun 1974 dan KHI.
3. Apa yang menjadi pertimbangan hakim Pengadilan Agama Tigaraksa
dalam memutuskan perkara Pembatalan Perkawinan Nomor
1500/Pdt.G/2013/PA. Tgrs?
C. Tujuan dan manfaat penelitian
1. Tujuan penelitan
Adapun tujuan penulis dalam membuat skripsi ini adalah:
a. Mengetahui bagaimana hukum menikahi wanita yang telah hamil
dengan pria lain (bukan dengan suaminya)
b. Mengetahui dasar-dasar hukum yang berhubangan dengan pembatalan
perkawinan menurut UU No. 1 Tahun 1974 dan KHI.
c. Mengetahui landasan yang menjadi pertimbangan hakim dalam memutuskan
perkara ini
7
2. Manfaat penelitian
Dalam penulisan skripsi ini, terkandung beberapa manfaat baik dari segi
dari teoritis maupun praktis diantaranya adalah:
a. Manfaat teoritis
Dapat memberikan wawasan dalam pengembangan ilmu pengetahuan
khususnya ilmu hukum islam, tentang pembatalan perkawinan akibat
istri hamil dengan pria lain.
b. Manfaat praktis
Sebagai bahan pertimbangan bagi pencari keadilan dan menambah
pengetahuan untuk dijadikan sumber referensi bagi masyarakat umum
yang masih minim pengetahuan dalam khazanah hukum islam
khususnya tentang ketentuan hukum dan undang-undang yang
mengatur pembatalan perkawinan.
D. Review Studi Terdahulu
Dalam review studi terdahulu penulis menemukan beberapa buku dan
judul skripsi yang hampir sama dengan penulis buat. Disini penulis
akan memaparkan persamaan dan perbedaan dari beberapa buku dan
judul skripsi terdahulu, antara lain:
1. status anak akibat pembatalan perkawinan (analisa putusan
pengadilan agama depok Nomor 1723/Pdt. G/ 2009/PA.Dpk)
8
tahun 2011 yang ditulis oleh Ahmad Syadhali (107044101992)
Skripsi ini membahas kedudukan status nasab anak sewaktu kedua
orang tuanya mengajukan pembatalan perkawinan untuk selama-
lamanya karena kedua orang tua si anak memiliki hubungan nasab
seibu. Perbedaannya dengan skripsi yang ditulis oeh penulis
adalah, bahwasannya skripsi yang ditulis membahas mengenai
pembatalan perkawinan dengan alasan istri telah hamil dengan
orang lain yang diketahui pihak suami setelah dua hari pernikahan,
kemudian penulis juga membahas mengenai hukum menikahi
wanita hamil serta mengetahui dasar-dasar hukum dan
pertimbangan hakim tentang perkara pembatalan nikah tersebut.
2. pembatalan perkawinan karena kawin paksa (analisis putusan
hakim pengadilan agama Jakarta Timur Nomor
530/Pdt.G/2008/PA.Jt) Tahun 2011. Yang ditulis oleh Kumala
(107044102127). Skripsi ini membahas pembatalan perkawinan
karena kawin paksa dari pihak perempuan terhadap pihak laki-laki
serta argumentasi yang dikemukakan hakim dalam perkara ini.
Perbedaannya dengan skripsi yang ditulis oeh penulis adalah,
bahwasannya skripsi yang ditulis membahas mengenai pembatalan
perkawinan dengan alasan istri telah hamil dengan orang lain yang
diketahui pihak suami setelah dua hari pernikahan, kemudian
penulis juga membahas mengenai hukum menikahi wanita hamil
9
serta mengetahui dasar-dasar hukum dan pertimbangan hakim
tentang perkara pembatalan nikah tersebut.
3. pembatalan perkawinan dengan alasan ketidak gadisan (analisa
Putusan Nomor 019/Pdt. G /2007/PA.Bks) Tahun 2011. Yang
ditulis oleh Laila Wahdah (107044100297). Skripsi ini membahas
tentang pembatalan perkawinan dikarenakan si istri yang baru
dinikahi tidak perawan lagi (sudah pernah melakukan hubungan
sex dengan kekasihnya terdahulu) sehingga majelis hakim
memutuskan perkara ini agar menghindari terjadinya cacat hukum
yang disebabkan kebohongan dari salah satu pihak. Perbedaannya
dengan skripsi yang ditulis oeh penulis adalah, bahwasannya
skripsi yang ditulis membahas mengenai pembatalan perkawinan
dengan alasan istri telah hamil dengan orang lain yang diketahui
pihak suami setelah dua hari pernikahan, kemudian penulis juga
membahas mengenai hukum menikahi wanita hamil serta
mengetahui dasar-dasar hukum dan pertimbangan hakim tentang
perkara pembatalan nikah tersebut.
E. Metode Penelitian
Metode dalam sebuah penelitian merupakan hal yang penting dan
harus dipegang untuk mencapai hasil yang dapat dipertanggung jawabkan
10
secara ilmiah. Metodologi dibutuhkan agar penelitian yang dilakukan
terlaksana dengan teratur sesuai dengan prosedur keilmuan yang berlaku.
Dalam penyusunan skripsi ini, metode yang digunakan penulis adalah
sebagai berikut:
1. Pendekatan dan jenis penelitian
Dalam penelitian ini diaplikasikan model pendekatan kasus, yaitu
mempelajari norma-norma atau kaidah hukum yang dilakukan dalam
praktik hukum. terutama mengenai kasus-kasus yang telah diputus lalu
dipelajari untuk memperoleh gambaran terhadap dampak dimensi
penormaan dalam aturan hukum dalam praktik hukum.
Penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah
penelitian yang menggunakan kualitas sesuai dengan pemahaman
deskriptif. Penelitian ini berupa analisis terhadap kasus berkenaan dengan
pembatalan perkawinan akibat istri hamil ini termasuk penelitian hukum
normatif. Yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti
bahan pustaka atau data sekunder.7 Sedangkan jenis data yang digunakan
yaitu kualitatif.
2. Sumber Data
a. sumber data primer bersumber dari Putusan Pengadilan Agama
Tigaraksa Nomor Perkara 1500/Pdt.G/2013/PA. Tgrs. Tentang
7 Soerjono Soekanto dan Sri Muadji, penelitian hukum normatif, Cet. II, (Jawa
timur:Baymedia publising, 2006), h. 321
11
pembatalan perkawinankarea istri hamil dengan orang lain, Undang –
Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dan Kompilasi Hukum
Islam, dan hasil wawancara hakim yang menyelesaikan perkara nomor
1500/Pdt.G/2013/PA. Tgrs.
b. Data sekunder yang bersumber dari buku-buku limiah, makalah,
peraturan perundang-undangan yang terkait.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Observasi, untuk mendapatkan data tentang pembatalan perkawinan
karena istri telah hamil dengan pria lain. Observasi dilakukan dengan
langsung datang ke Pengadilan Agama.
b. Wawancara mendalam (indept interview), yaitu teknik
pengumpulan data untuk mendapat informasi dengan cara mengajukan
pertanyaan dan meminta penjelasan kepada hakim yang memutus perkara
tersebut. Wawancara ini bertujuan untuk mendapatkan data tentang
pembatalan perkawinan akibat istri telah hamil dengan pria lain.
c. Dokumentasi, yaitu menelaah bahan-bahan yang diambil dari
dokumentasi dan berkas yang mengatur tentang pemeriksaan putusan
pembatalan perkawinan serta putusan hakim yang menyangkut
pembatalan perkawinan.
12
d. Analisis Data
Bahan yang diperoleh, lalu dianalisis secara kualitatif yang
dilakukan terhadap data yang diolah dengan menggunakan uraian-uraian
untuk memberi gambaran, sehingga menjadi sistematis dan menjawab
permasalahan yang telah dirumuskan. Data yang ada dianalisis sehingga
dapat membantu sebagai dasar aturan dan pertimbangan hukum yang
berguna dalam pengambilan putusan pelimpahan hak asuh anak kepada
bapak.
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
Bab Pertama berisi pembahasan tentang latar belakang masalah,
batasan masalah dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
review studi terdahulu, metodelogi penulisan dan sistematika penulisan.
Bab kedua berisi pembahasan pembatalan perkawinan dalam
islam yang meliputi tentang pengertian fasakh, sebab jatuhnya fasakh,
hukum menikahi wanita yang telah hamil dengan orang lain, pengertian
pembatalan perkawinan menurut Undang-Undang No. 1 tahun 1974
tentang perkawinan dan KHI , alasan pembatalan perkawinan menurut
KHI dan Undang-undang No. 1 tahun 1974, dan akibat pembatalan
perkawinan menurut KHI dan Undang-undang No. 1 tahun 1974.
13
Bab ketiga berisikan profil Pengadilan Agama Tigaraksa yaitu
sejarah singkat berdirinya, struktur organisasi, dan tugas dan fungsi.
Bab keempat berisi dalam bab ini yaitu mengenai analisis Putusan
Pengadilan Agama Tigaraksa tentang perkara pembatalan perkawinan
akibat istri telah hamil dengan orang lain yang berisi duduk perkara,
pertimbangan hukum hakim, dan analisis penulis terhadap Putusan
Pengadilan Agama Tigaraksa nomor perkara 1500/Pdt.G/2013/PA. Tgrs.
Bab kelima berisi dalam bab ini membahas tentang kesimpulan,
gambaran umum dari seluruh pembahasan serta saran-saran dari penelitian
ini agar dapat dijelaskan dengan baik.
14
BAB II
PEMBATALAN PERKAWINAN
A. Pembatalan Perkawinan menurut perspektif Fikih
1. Pengertian Fasakh dalam perkawinan
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, pembatalan berasal dari kata
batal, yang artinya menganggap tidak berlaku, menganggap tidak sah,
menganggap tidak pernah ada.1
Dalam kamus hukum, fasakh berarti perkawinan itu
diputuskan/dirusakkan atas permintaan salah satu pihak oleh hakim
pengadilan agama.2
Dasar pokok dari hukum fasakh ialah seorang atau kedua suami-
istri merasa dirugikan oleh pihak yang lain dalam perkawinannya karena ia
tidak memperoleh hak-hak yang telah ditentukan oleh syara‟ sebagai
seorang suami atau sebagai seorang istri. Akibatnya salah seorang atau
kedua suami-istri itu tidak sanggup lagi melanjutkan perkawinannya atau
kalaupun perkawinan itu dilanjutkan juga keadaan kehidupan rumah tangga
diduga akan bertambah buruk, pihak yang dirugikan bertambah buruk
keadaannya sedang Allah tidak menginginkan terjadinya keadaan yang
demikian. 3
1 Departemen pendidikan nasional, kamus besar bahasa indonesia pusat
bahasa,(jakarta:PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008) cet. Ke-1, edisi ke IV, hal. 145
2 Setiawan Widagdo, kamus Hukum, (jakarta:prestasi pustaka, 2012), cet ke-1, hal. 161
3Kamal Mukhtar, Asas-asas Hukum Islam tentang Perkawinan, (jakarta: Bulan Bintang,
1974) cet. Ke-I, hal. 194
15
Didalam ilmu fikih, batalnya perkawinan disebut juga dengan
fasakh.yang dimaksud dengan fasakh, secara etimologi atau menurut
bahasa yang dikemukakan oleh Al-Abu Luwis Ma‟lufi:
وقض األ مز انعقد انفسخ ا4
“fasakh adalah merusak pekerjaan atau akad”
Sedangkan secara terminologi atau istilah syar‟i, fasakh adalah pembatalan
akad perkawinan dan memutuskan tali perhubungan yang mengikat antara suami
dan istri.5
جيه حم انزبطت انت تزبط بيه انش فسخ انعقد وقض6
“fasakh akad (perkawinan) adalah membatalkan akad perkawinan dan memutuskan
tali perhubungan yang mengikat antara suami istri.”
Dalam kitab fikih tradisional terdapat istilah nikahul fasid, nikahul fasid
terdiri dari dua kata yaitu nikah dan fasid, seara harfiah sebagaimana dituliskan
dalam fikih syafi‟i, nikah adalah berkumpul atau bercampur tetapi menurut para
fuqoha, arti nikah secara majazi adalah akad, sedangkan pengertian fasid adalah
yang rusak. Dengan demikian, nikah fasid ialah pernikahan yang rusak.7
4 Firdaweri Hukum Islam Tentang Fasakh Perkawinan Karena Ketidak Mampuan Suami
Menunaikan Kewajibannya , (jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1989), Cet Ke-1, hal.52
5 Sayyid Sabiq, fiqih sunnah, (Beirut: Daarul Fikr, 1983), Cet Ke-37, hal. 268
6 Firdaweri, Hukum Islam Tentang Fasakh Perkawunan Karena Ketidak Mampuan Suami
Menunaikan Kewajibannya, (Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya), hal 52
7 Abdul manan, Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, (jakarta:kencana,2008) cet.
Ke-2, hal. 40
16
Para fuqoha juga membedakan pengertian nikah fasid dengan nikah bathil,
menurut al-jaziri, yang dimaksud dengan nikah fasid ialah, nikah tidak memenuhi
syarat-syarat sahnya untuk melaksanakan pernikahan, sedangkan nikah bathi
adalah nikah yang tidak memenuhi rukun nikah yang telah ditetapkan oleh syara‟.
Menurut ash-shan‟ani mengemukakan bahwa nikah fasid itu tidak ada
dalam al-quran dan hadist. lebih lanjut Ash-shan‟ani mengemukakan bahwa pada
dasarnya dalam syari‟at Islam hanya ada nikah yang sah dan nikah yang bathil
saja. Meskipun kedua hal ini menjadi ikhtilaf para ulama dan para ahli hukum
islam, akan tetapi kedua hal ini nuansanya tidak bisa dipisahkan dan sangat sulit
dibedakan. Nikahul bathil adalah pernikahan yang dilaksanakan oleh seorang laki-
laki dengan seorang wanita tetapi rukun nikah yang ditetapkan syara‟ tidak
terpenuhi, sedangkan nikahul fasid adalah nikah yang dilaksanakan oleh seorang
laki-laki dengan wanita tetapi syarat-syarat yang ditetapkan oleh syara‟ tidak
terpenuhi.
Menurut Sayyid Sabiq dalam kitab karangannya fikih sunnah mengatakan,
bahwa di dalam memfasakh akad nikah adalah membatalkan dan melepaskan
ikatan pertalian antara suami dan istri, fasakh bisa terjadi karena syarat syarat yang
tidak terpenuhi pada akad nikah atau karena pada hal hal lain yang datang
membatalkan kelangsungan perkawinan.8
8 Sayyid Sabiq, fiqih sunnah, terjemahan. Nor Hasanuddin, (jakarta: Pena Pundi Aksara,
2006), hal.211.
17
Ali Hasabillah dalam bukunya al-furqah baina zaujani, mendefinisikan
fasakh secara terminologi adalah suatu yang merusak akad (perkawinan) dan dia
tidak dinamakan talaq.9
Para ulama berpandapat bahwa fasakh dilakukan apabila di antara salah
satu pasangan baik itu suami maupun istri terdapat aib, akan tetapi apabila salah
satu pihak telah mengetahui sebelum akad berlangsung ia sudah rela secara tegas
atau menunjukan tanda-tanda kerelaan pada dirinya maka ia tidak memiliki hak
meminta fasakh dengan alasan aib tersebut.
Menurut mazhab Hanafi, nikah fasid adalah nikah yang tidak lengkap
syarat-syarat sahnya. Berbeda dengan nikah bathil, nikah yang letak kecacatannya
terdapat dalam asas akad yang berupa rukun suatu perbuatan.
Menurut madzhab Maliki, istilah fasid dan batil mempunyai makna yang
sama. Oleh karena itu, nikah fasid atau batil adalah nikah yang di dalamnya
terdapat unsur cacat, baik menyangkut rukun maupun syaratnya.
Menurut madzhab Syafi‟i, pengertian nikah fasid adalah suatu akad yang
cacat syaratnya. Sedangkan nikah batil adalah nikah yang cacat rukunnya.
Setidaknya terdapat sembilan jenis nikah fasid atau batil atas dasar adanya
larangan untuk melaksanakannya, yaitu sebagai berikut:
1. Nikah syigar
2. Nikah mut‟ah
9 Ali Hasabillah, al-furqah baina zaujani, (Kairo: Darul Fikr, 1949), Cet Ke-1, hal.169.
18
3. Nikahnya orang yang sedang berihram, baik ihram haji maupun ihram
umrah, dalam hal ini mengakad nikahkan juga tidak diperbolehkan
4. Poliandri atau sedikitnya bersuami dua
5. Nikah dengan wanita yang masih dalam masa „iddah atau istibra‟
6. Nikah dengan wanita yang dimungkinkan sedang hamil yang sah, bukan
hamil di luar nikah sampai habis masa „iddah, yaitu melahirkan
7. Nikah dengan wanita bukan ahlul kitab seperti penyembah berhala atau
beragama Majusi
8. Nikah dengan wanita yang berpindah-pindah agama
9. Menikahkan anak wanitanya dengan lelaki kafir atau menikah dengan
wanita murtad.10
Menurut madzhab Hanbali, nikah fasid adalah nikah yang cacat syarat-
syaratnya. Ada dua jenis nikah fasid yaitu:
1. Nikah yang bisa batal dengan sendirinya
2. Nikah yang bisa sah kalo tidak disertai syarat-syarat tertentu, seperti adanya
syarat untuk tidak berhubungan badan, atau pihak suami tidak memberi
mahar atau nafkah. Nikah seperti ini menurut mazhab hambali dianggap
sebagai nikah fasid.11
a. Dasar Hukum Fasakh
10
Nurul Irfan, Nasab Dan Status Anak Dalam Hukum Islam, (Jakarta:Amzah), Cet ke-1
hal. 72 yang mengutip Wahbah zuhaili, Al-Fiqh Al- Islam Wa Adillatuhu, jilid 7, hal. 118-120
11
Nurul Irfan, Nasab dan Status Anak dalam Hukum Islam,(jakarta:amzah, 2013) cet, ke-2.
Hal 72
19
Adapun dasar mengenai fasakh atau batalnya perkawinan
sebagaimana hadist nabi SAW yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Ibnu
katsir yaitu:
سهم تش ل اهلل صه اهلل عهي رأ بكشحاج امزأة مه بىي غفار فهما دخهان رس ت عهي
ها ضحا (.)راي أحمد إبه كثيزفزدا ان ا12
Artinya: “Sesungguhnya Rasulullah SAW menikah dengan seorang
perempuan dari Bani Ghifar. Ketika dia memasuki (bilik) nabi, beliau
melihat disebalah rusuknya ada warna putih (penyakit sopak atau penyakit
kulit berwarna putih belang belang), kemudian beliau menolak
(mengembalikan) dia kepada keluarganya.” (HR. Ahmad dan Ibnu Kastir).
Hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Al-Hakim tentang fasakh
perkawinan:
سهم اانعانيت مه بعه سي ل اهلل صه اهلل عهي ج رس قال: تش ى د به كعب به عجزة عه أبي
ا رأ ضعت ثياب أنحقيغفار فهما دخهت عهي ا بياضا, فقال: إنبسي ثيابك امز بكشح هك بأ
ا باانصداق )راي انحاكم (ن13
Artinya: “Hadis dari Zaid bin Ka‟ab bin „Ujrah dari bapaknya dia
berkata: Rasulallah SAW mengawini seorang wanita dari bani Ghoffar.
Ketika Rasul hendak bersetubuh dengannya, wanita itu membuka
pakaiannya. Rasul melihat warna putih dirusuknya. Lantas rasul berkata:
pakailah pakaianmu dan pergilah kerumah orang tuamu, dan rasul
memberinyamahar.” (HR Hakim).
Hadis ini tidak menerangkan fasakh perkawinan secara tegas,
namun demikian dengan seiring hadis ini Ibnu Katsir meriwayatkan:
12
Abi Abdullah al-Hakim, al- Mustadrak „ala ash- Shohihaini Jilid 4, (Mesir: Jami‟ al-
Sunnah, 1427 H) Cet. Ke-1 Hal. 34 No. Hadist 6810.
13Abi Abdullah al-Hakim, al- Mustadrak „ala ash- Shohihaini Jilid 4, (Mesir: Jami‟ al-
Sunnah, 1427 H) Cet. Ke-1 Hal. 34 No. Hadist 6808.
20
قدر سهم أو صه اهلل عهي فهمادخهتذا انحديث إبه كثيز بهفظ أو رأا عهي
قال: دنستم عهي. )راي إبه كثيز( هاأبكشحاضحافزداانا14
Artinya: “Sesungguhnya diriwayatkan hadis ini oleh Ibnu Katsir dengan
lafadz: bahwa Rasulullah SAW mengawini wanita dari bani Ghoffar, ketika
ia ingin bersetubuh dengannya, rasul melihat warna putih dirusuknya,
rasul mengembalikannya pada keluarganya, dan beliau bersabda: kamu
telah menipuku.” (HR Ibnu Katsir)
Ibnu katsir menyebutkan ini di dalam Bab al-Khiyar, berarti
berdasarkan hadis ini dapat dijadikan alasan, apabila cacat itu terdapat pada
suami si istri berhak meminta fasakh dan begitu pula sebaliknya.
b. Sebab sebab batalnya perkawinan
Adapun sebab-sebab batalnya perkawinan adalah:
1. Karena tidak terpenuhinya rukun atau syarat-syarat sahnya perkawinan,
sebagaimana yang diungkapkan oleh Imam Abu Hanifah, antara lain:15
a. Nikah tanpa saksi
b. menikah dengan lima orang sekaligus dalam satu kali akad
c. menikahi perempuan dan saudari atau bibinya
d. menikahi istri orang lain dan mengetahui bahwa ia telah menikah
e. menikahi mahramnya
14
Ahmad bin Hasan bin Ali bin Musa al-Khusraujirdy al- Khurasany dan Abu Bakar Al-
Baihaqy, al- Sunan Al- Kubra Jilid 7, (Lebanon(Beirut), Daar al-Kutub al- Ilmiyah, 1424 H) Hal.
348 No. Hadis 14. 219.
15
Wahbah zuhaili, Fiqih Islam wa Adillatuhu, jilid:9 (Jakarta:Gema Insani dan Darul Fikir,
2011). Cet, ke- 1. Hal 106
21
2. Karena kecacatan baik itu dari suami maupun istri, imam syafi‟i
menjelaskan kecacatan yang membolehkan fasakhnya suatu
perkawinan, antara lain:16
a. Terputusnya kemaluan suami
b. Suami impoten
c. Tumbuh daging pada kemaluan istri atau tulang yang menutup
lubang faraj
d. Suami atau istri gila
e. Penyakit kusta
f. Penyakit sopak . Sopak (Barash) adalah penyakit yang ditandai
bercak putih pada bagian luar kulit hingga selanjutnya dapat
berakibat belang kulit serta menghilangkan kemampuan peredaran
darah dalam kulit. Dan biasanya rambut yang tumbuh pada organ
tubuh yang terjangkit akan berwarna putih. Jenis inilah yang biasa
diistilahkan dengan kusta kering.17
c. Akibat pembatalan perkawinan
Adapun implikasi/akibat dari pembatalan perkawinan sebagaimana yang
telah dijelaskan oleh pendapat imam madzhab antara lain adalah:
1. Jika pembatalan perkawinan terjadi setelah jimak(hubungan intim)
maka, suami wajib membayar mahar, tetapnya nasab anak kepada
mantan suami (jika ada anak hasil perkawinan tersebut sebelum
dibatalkan), wajib iddah atas wanita tersebut. Pendapat ini di
16
Musthafa al-khin, musthafa al-bugho, Ali As-Syarbaji, Kitab Fikih Madzhab Syafie,
(Kuala Lumpur: Pustaka Salam SDN BHD, 2005), hal. 852.
17
http://peutrang.blogspot.com/2013/10/obat-untuk-penyakit-sopak.html. Diakses pada
sabtu, 28 Februari 2015 pukul: 17.30 WIB.
22
kemukakan oleh imam hanafi dan maliki. Sedangkan menurut Syafi‟i
wanita tersebut tidak wajib iddah namun tetap mendapat mahar mitsil.18
2. Jika pembatalan terjadi sebelum jimak (hubungan intim) maka, ulama
sepakat bahwa istri tidak berhak atas mahar suami dan tidak ada masa
iddah.19
B. Pembatalan perkawinan menurut undang-undang No. 1 tahun 1974
Menurut Undang-undang No. 1 tahun 1974 Bab IV pasal 22 tentang
batalnya perkawinan, bahwa perkawinan dapat dibatalkan, apabila para pihak tidak
memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan (sebagaimana yang
telah dijelaskan dalam pasal 6 UU No. 1 tahun 1974).20
Dalam penjelasannya kata “dapat” dalam pasal ini bisa diartikan bisa batal
atau bisa tidak batal, apabila menurut ketentuan hukum agamanya masing-masing
tidak menentukan lain. Istilah dapat dibatalkan dalam Undang-undang ini berarti
dapat difasidkanmenjadi relatif nietig. Dengan demikian perkawinan dapat
dibatalkan karena adanya pelanggaran terhadap ketentuan aturan tertentu.21
Pada dasarnya pembatalan perkawian itu dapat terjadi disebabkan oleh dua
kemungkinan. Yang pertama karena adanya pelanggaran terhadap prosedural
18
Wahbah zuhaili, Fiqih Islam wa Adillatuhu, jilid:9 (Jakarta:Gema Insani dan Darul Fikir,
2011). Cet, ke- 1. Hal 107-111.
19
Musthafa al-khin, musthafa al-bugho, Ali As-Syarbaji, Kitab Fikih Madzhab Syafie,
(Kuala Lumpur: Pustaka Salam SDN BHD, 2005), hal.857.
20
Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan
21
Penjelasan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan, Direktorat Pembinan Badan Peradilan Agama Islam Departemen Agama RI, Tahun
2001. h. 154.
23
perkawinan. Misalnya, tidak terpenuhinya syarat- syarat perkawinan, tidak dihadiri
oleh para saksi atau tidak dihadiri oleh wali nikah dan lain-lain. Yang kedua
adanya pelanggaran terhadap materi perkawinan. Misalnya perkawinan di lakukan
di bawah ancaman, tejadi salah sangka mengenai calon suami istri (pasal 27 UU
No. 1 Tahun 1974). 22
a. Sebab-sebab pembatalan perkawinan, seperti yang terdapat di dalam
UUP antara lain:23
Pasal 22, perkawinan dapat dibatalkan apabila para pihak tidak
memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan.
Pasal 24, barang siapa karena perkawinan masih terikat dirinya dengan
salah satu dari kedua belah pihak dan atas dasar masih adanya
perkawinan dapat mengajukan pembatalan perkawinan yang baru,
dengan tidak mengurangi ketentuan pasl 3 ayat 2 dan pasal 4 UU ini.
Pasal 26 (1), perkawinan yang dilangsungkan di muka pegawai
pencatat perkawinan yang tidak berwenang, wali nikah yang tidak sah
atau yang dilangsungkan tanpa dihadiri dua orang saksi dapat
dimintakan pembatalannya oleh para keluarga dalam garis keturunan
lurus ke atas dari suami atau istri, jaksa dan suami atau istri.
22
Amir Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Studi
Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No. 1/1974 sampai KHI. (Jakarta: Kencana
Prenada Media Grub, Juli 2006), cet.ke-3.h.107
23
Amir Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Studi
Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No. 1/1974 sampai KHI. (Jakarta: Kencana
Prenada Media Grub, Juli 2006),108-109
24
Pasal 26 (2), hak utuk membatalkan oleh suami atau istri berdasarkan
alasan dalam ayat 1 pasal ini gugur apabila mereka telah hidup bersama
sebagai suami istri dan dapat memperlihatkan akte perkawinan yang
dibuat pegawai pencatat perkawinan yang tidak berwenang dan
perkawinan harus diperbarui supaya sah.
Pasal 27 (1), seorang suami atau istri dapat mengajukan permohonan
pembatalan perkawinan apabila perkawinan dilangsungkan di bawah
ancaman yang melanggar hukum.
Pasal 27 (2), seorang suami atau istri dapat mengajukan permohonan
pembatalan perkawinan apabila pada waktu berlangsungnya
perkawinan terjadi salah sangka menganai diri suami atau istri.
b. Pihak-pihak yang berkualitas sebagai penggugat dalam perkara
pembatalan perkawinan adalah:24
1. Para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dari suami atau
istri;
2. Suami atau istri;
3. Pejabat yang berwenang hanya selama perkawinan belum
diputuskan;
4. Pejabat yang ditunjuk tersebut ayat 2 pasal 16 UU ini dan setiap
orang yang mempunyai kepentingan hukum secara langsung
terhadap perkawinan tersebut, tetapi hanya setelah perkawinan itu
putus.
24
Abdul Mannan dan fauzan, pokok-pokok hukum perdata: Wewenang Peradilan Agama,
(Jakarta: rajawali pers,2000), hal. 19
25
C. PEMBATALAN PERKAWINAN DALAM PERSPEKTIF KHI
Pembatalan perkwinan didalam KHI telah diatur dalam pasal 70 sampai
dengan 76. Di dalam pasal 70 KHI dinyatakan perkawinan batal demi hukum
apabila : 25
a) Suami melakukan perkawinan sedangkan ia tidak berhak melakukan
akad nikah karena sudah mempunyai empat orang istri, sekalipun
salah satu dari keempat istrinya itu dalam iddah talak raj‟i
b) Seseorang menikahi bekas istrinya yang telah dili‟annya
c) Seseorang menikahi bekas istrinya yang telah dijatuhi tiga kali talak
olehnya, kecuali bekas istrnya tersebut pernah manikah dengan pria
lain yang kemudian bercerai lagi ba‟da dukhul dari pria tersebut dan
telah habis masa iddahnya
d) Perkawinan dilakukan antara orang yang mempunyai hubungan
darah, semendak dan sesusuan sampai derajat tertentu yang
menghalangi perkawinan menurut pasal delapan UU No1 tahun
1974, yaitu:
1. Berhubungan darah dalam garis lurus ke bawah atau ke atas
2. Berhubungan darah dalam garis lurus keturunan menyamping
yaitu antara saudara, antara saudara dengan saudara orang tua
dan atara seorang dengan saudara neneknya
25
Amir Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Studi
Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No. 1/1974 sampai KHI. (Jakarta: Kencana
Prenada Media Grub, Juli 2006), cet.ke-3
26
3. Berhubungan semenda, yaitu mertua anak tiri menantu dan ibu
dan ayah tiri
4. Berhubungan sesusuan, yaitu orang tua sesusuan anak sesusuan
dan bibi atau paman sesusuan.
e) Istri adalah saudara kandung atau sebagai bibi atau kemenakan dari
istri atau istri isrinya.
Selanjutnya pada pasal 71 dijelaskan perkawinan yang dapat
dibatalkan apabila:26
a. Seorang suami melakukan poligami tanpa izin
Pengadilan Agama
b. Perempuan yang dikawini ternyata kemudian diketahui
masih menjadi istri pria yang mafqud
c. Perempuan yang dikawini ternyata masih dalam iddah
dari suami lain
d. Perkawinan yang melanggar batas umur perkawinan,
sebagaimana ditetapkan pasal 7 UU No1 tahun 1974
e. Perkawinan dilangsugkan tanpa wali atau dilaksanakan
oleh wali yang tidak berhak
f. Perkawinan yang dilaksanakan dengan paksaan.
26
Amir Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Studi
Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No. 1/1974 sampai KHI. (Jakarta: Kencana
Prenada Media Grub, Juli 2006), cet.ke-3
27
Dalam penjelasan pasal 72 ayat 1 berbunyi, bahwa seorang suami
atau istri dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawia apabila
perkawinan yang dilangsungkan di bawah ancaman yang melanggar
hukum. Ayat 2 seorang suami atau istri dapat mengajukan permohonan
pembatalan perkawinan apabila pada waktu berlangsungnya
perkawinan terjadi penipuan atau salah sangka mengenai suami atau
istri.
a. Pihak-pihak yang dapat mengajukan pembatalan perkawinan menurut
KHI pasal 73 di antaranya yakni:27
1. Para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dan ke bawah dari
suami atau istri
2. Suami atau istri
3. Pejabat yang berwenang mengawasi pelaksanan perkawinan
menurut undang- undang
4. Para pihak yang berkepentingan yang mengetahui adanya cacat
dalam rukun dan syarat perkawinan mnurut hukum islam dan
peraturan perundang undangan sebgaimana tersebut dalam pasal 67.
27
Amir Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Studi
Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No. 1/1974 sampai KHI. (Jakarta: Kencana
Prenada Media Grub, Juli 2006), cet.ke-3.h.112
29
BAB III
STATUS HUKUM KAWIN HAMIL
A. Kawin Hamil menurut Perspektif Fiqih
1. Pengertian kawin Hamil
Perkawinan wanita hamil adalah seorang wanita yang hamil
sebelum melangsungkan akad nikah, kemudian dinikahi oleh pria yang
menghamilinya.1
Ada dua macam kategori kawin hamil yakni, kawin hamil yang
dilakukan oleh wanita hamil akibat perzinaan serta kawin hamil yang
dilakukan oleh wanita hamil yang berada dalam masa iddah. Allah swt
berfirman dalam surah Ath-Thalaq ayat 4 yang berbunyi:
…
)الطالق(...
Artinya: “Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu
ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. dan barang -siapa yang
bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan
dalam urusannya.”(QS. Ath-Thalaq:4)
Menurut fuqoha perkawinan antara pria dan wanita yang sedang
hamil terjadi karena dua kemungkinan yakni, bisa jadi pria tersebut adalah
pria yang menghamili wanita tersebut dan bisa juga pria tersebut bukanlah
orang yang menghamili wanita tersebut.2
1Zainudin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia,(Jakarta:Sinar Grafika, 2006) cet. Ke-2
hal. 45 2Mahjuddin, Masail Fiqhiyah (Berbagai Kasus yang Dihadapi “Hukum Islam” Masa
Kini), (Jakarta:Kalam Mulia) hal.36
30
2. Pendapat ulama tentang kawin hamil
Beberapa ulama berbeda pendapat dalam memandang pernikahan
wanita dalam keadaan hamil zina, baik pernikahan itu kepada laki-laki
yang menghamilinya maupun kepada laki-laki yang bukan
menghamilinya. Dalam kasus wanita yang hamil karena zina dan menikah
dengan laki-laki yang menghamilinya para ulama fiqh sepakat
memperbolehkan pernikahan tersebut, sedangkan wanita hamil akibat zina
yang menikah dengan laki-laki yang bukan menghamilinya ulama fiqh
memiliki beberapa pendapat, yakni:3
a. Menurut Imam Syafi‟i, wanita yang hamil boleh menikah dengan
orang yang bukan menghamilinya, walau ia sedang dalam keadaan
hamil.
b. Imam malik berpendapat bahwa wanita yang zina tidak boleh dinikahi
kecuali ia telah menyelesaikan iddahnya yaitu hingga lahir anak yang
dikandungnya .
c. Mazhab Imam Hanafi, jika perempuan yang dizinahi tidak hamil,
maka sah akad perkawinannya dari laki-laki yang tidak melakukan
zina kepadanya. Begitu juga jika dia hamil akibat perbuatan zina
tersebut maka dia boleh dinikahi, menurut abu hanifah dan
Muhammad. Akan tetapi, dia tidak digauli sampai dia melahirkan
anaknya.
3 Wahbah Zuhaili, Fiqh Islam wa Adillatuhu jilid 7,(Jakarta: Gema Insani, 2011) cet. Ke-
2 hal.
31
d. Menurut pendapat Yusuf dan Zufar, tidak boleh melaksanakan akad
nikah terhadap perempuan yang tengah hamil akibat hubungan zina,
karena kehamilan ini mencegah persetubuhan, maka dilarang juga
pelaksanaan akad, sebagaimana kehamilan juga mencegah penetapan
nasab. Maksudnya sebagaimana tidak sah dilaksakan akad terhadap
perempuan yang hamil yang bukan karena hubungan zina, maka tidak
sah dilaksanakan akad terhadap perempuan yang hamil akibat
perbuatan zina.
e. Mazhab Maliki berpendapat, tidak boleh dilaksanakan akad terhadap
perempuan yang melakukan perbuatan zina sebelum dia dibebaskan
dari zina dengan tiga kali haid, atau setelah lewat tiga bulan. Jika
dilaksanakan akad pernikahan kepadanya sebelu dia dibebaskan dari
zina, maka akad pernikahannya adalah sebuah akad yang fasid. Akad
ini harus dibatalkan, baik muncul kehamilan ataupun tidak.
Dari berbagai perbedaan pendapat ulama di atas tentang
mengawini wanita hamil karena zina, jumhur ulama sepakat bahwa,
wanita yang pernah melakukan zina baik dalam keadaan hamil dari zina
maupun tidak, boleh dan sah dinikahi oleh pria yang menzinahinya. Hal
ini telah disepakati oleh mayoritas ulama dari kalangan sahabat seperti Ali
bin Abi Thalib, ibnu Abbas, ibnu Musayyab, „Urwah dan Zuhri, maupun
dari kalangan ulama generasi sesudahnya seperti Imam Malik, Imam
Syafi‟i, Rab‟iyah, Abi Tsaur, dan lain-lain.(Nailul Authar juz VI halaman
32
282).4
3. Fatwa MUI Propinsi DKI Jakarta mengenai Kawin Hamil5
Dari berbagai perbedaan pendapat yang telah dikemukakan
mengenai kawin hamil akibat zina, ulama MUI sepakat menggunakan
pendapat zina boleh dan sah dinikahi oleh laki-laki lain yang tidak
menzinahinya seta sesudah akad nikah mereka boleh melakukan hubungan
suami istri dengan pertimbangan-pertimbangan sebagi berikut:
a. Argumentasi dan dalil-dalil yang dikemukakan imam Syafi‟i lebih
kuat dan lebih sesuai dengan kemashlahatan.
b. Menurut ilmu biologi, sperma yang masuk pada Rahim wanita
yang telah hamil tidak akan mempengaruhi janin yang sudah jadi.
Dengan demikian, tidak perlu dikhawatirkan akan terjadinya
percampur-adukan antara sperma laki-laki yang menzinahinya
dengan sperma laki-laki yang menikahinya dengan sah.
c. Jika wanita yang sedang hamil dari zina tidak boleh dan tidak sah
dinikahi oleh laki-laki lain yang tidak menzinahinya, maka akan
menyulitkan wanita tersebut atau keluarganya, manakala laki-laki
yang menghamilinya tidak bertanggung jawab. Hal ini tentu akan
menimbulkan rasa malu dan gangguan psikologis bagi wanita
tersebut dan keluarganya.
4Hamdan Rasyid, Fiqih Indonesia Himpunan Fatwa-fatwa aktual,(Jakarta: PT. AL
Mawardi Prima, 2003), cet ke-1 hal. 184
5Hamdan Rasyid, Fiqih Indonesia Himpunan Fatwa-fatwa aktual,(Jakarta: PT. AL
Mawardi Prima, 2003)hal. 192
33
4. Dasar Hukum
Dalam Alqur‟an, Allah SWT memberi keterangan hukum menikahi
wanita yang berzina dalam surah An-Nur [24]:3
) :النور(
Artinya: “Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang
berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak
dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang
demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mukmin.”(QS. An-Nur:3)
Ayat tersebut menggambarkan kepada kita bahwa laki-laki yang berzina
boleh nikah dengan perempuan yang berzina atau yang musyrik. Demikian pula
sebaliknya, perempuan yang berzina boleh dinikahi oleh laki-laki yang berzina
atau musyrik. Mengenai masalah ini para ulama sepakat. Namun mereka berbeda
pendapat tentang laki-laki yang tidak berzina menikahi perempuan yang berzina.
Menurut Ali, Al-Barrai, Siti Aisyah dan Ibn Mas‟ud hukumnya haram,
berdasarkan pada firman Allah di atas.
Sedangkan Abu Bakar, Umar, Ibn Abbas dan jumhur ulama menyatakan
boleh. Mereka mengatakan bahwa zina itu haram, sedangkan nikah itu halal.
Yang haram tidak dapat mengharamkan yang halal, sesuai dengan sabda Nabi
34
والدارقطنى الطبرانى رواه(الحلال لايحرم والحرام نكاح وآخره سفاح اولو6
Artinya: “Permulaannya perzinaan, tetapi akhirnya adalah pernikahan. Dan yang
haram itu tidak mengharamkan yang halal.”
Maksud dari hadis di atas adalah walaupun zina itu diharamkan, tetapi
tidak dapat menhalangi kebolehan nikah yang hukumnya halal.
Di antara jumhur ulama ada yang menyatakan bahwa ayat di atas telah di
nasakh oleh QS. An-Nur [24]:32, yang berbunyi:
) :النور(
Artinya: “Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-
orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan
hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin, allah akan
memampukan mereka dengan karunianya. Dan Allah maha luas (pemberianNya)
lagi maha mengetahui.”(QS. An-Nur [24]: 32)
Sedangkan perempuan-perempuan yang berzina itu termasuk kategori
yang tidak bersuami. Larangan terhadap beberapa jenis pernikahan sebagaimana
disebutkan di atas sejalan dengan tujuan mulia pernikahan dalam Islam, yakni
upaya mengangkat harkat dan martabat manusia bahwa manusia berbeda dengan
binatang. Manusia adalah makhluk yang bermoral, pergaulannya diatur oleh
norma dan undang-undang.7
Bagi mayoritas ulama hadis yang diriwayatkan oleh Jabir ini menerangkan
tentang tidak bolehnya seorang laki-laki nikah dengan wanita yang hamil,
6 Ali Bin Umar Abu Hasan Ad-Daruquthni Al-Bughdadi, Al-Sunan Ad-Daruquthni Jilid
4, (Lebanon(Beirut), Darul Ma‟rifah, 1996), Hal. 368 No. Hadis 3681.
7 Asrorun Ni‟am Sholeh, Fatwa-Fatwa Masalah Pernikahan Dan Keluarga (Jakarta:
eLSAS, 2008). Cet, ke-1. Hal 39-41.
35
sementara dia bukan yang menghamilinya. Karena, akibat hukum yang
ditimbulkan seakan-akan kebolehan tersebut memberi peluang kepada orang-
orang yang kurang atau tidak kokoh keberagamaannya, akan dengan gampang
menyalurkan kebutuhan seksualnya di luar nikah.
B. Kawin hamil dalam perspektif KHI dan Undang-Undang No. 1 tahun
1974
Status perkawinan wanita hamil telah dijelaskan dalam BAB VIII
Kompilasi Hukum Islam pasal 53 yaitu:
(1) Seorang wanita hamil di luar nikah dapat dikawinkan dengan pria
yang menghamilinya.
(2) Perkawinan dengan wanita hamil yang disebut pada ayat (1) dapat
dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya.
(3) Dengan dilangsungkannya perkawinan pada saat wanita hamil
tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung
lahir.8
Dengan melihat rumusan pasal 53 ayat(1) dapat dimaknai bahwa
wanita hamil dapat dikawinkan dengan pria yang menghamilinya dan
dapat pula tidak dikawinkan dengan pria yang menghamilinya. Inilah
konsekuensi dari kata “dapat”. Kata ini juga digunakan dalam pasal 2
ayat(2) Undang-undang No. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak
pidana korupsi. Di sana disebutkan bahwa dalam tindak hal pidana korupsi
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu,
8Kompilasi Hukum Islam, BAB VIII pasal 53 ayat 1, 2 dan 3, PDF
36
pidana mati dapat dijatuhkan. Oleh karena dalam pasal ini juga digunakan
kata “dapat”, maka walaupun korupsi diadakan dalam keadaan tertentu
seperti dimaksudkan oleh pasal 2 ayat(2) ini, pidana mati dapat pula tidak
dijatuhkan. Sehingga sampai hari ini tidak ada seorang koruptor pun di
Indonesia yang pernah dijatuhi hukuman mati. Inilah konsekuensi dari
pemakaian kata dapat.
Disinilah sebab tim perumus KHI menggunakan kata “dapat” pada
rumusan pasal 53 ayat(1) ini tujuan adalah sebagai langkah antisipatif.
Sebab dalam kasus hamil di luar nikah, bisa saja terjadi kehamilan akibat
perkosaan dalam kasus hamil karena perkosaan, sudah barang tentu wanita
korban perkosaan itu tidak akan pernah dikawinkan dengan pria
pemerkosa. Sehingga rumusan pasal ini bisa berbunyi seorang wanita
hamil di luar nikah dapat tidak dikawinkan dengan pria yang
menghamilinya.9
Dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1974 pasal(1) dinyatakan
bahwa perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dan
seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga
atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang
Maha Esa. Kemudian pasal(2) dijelaskan bahwa, perkawinan yang sah
adalah perkawinan yang apabila dilakukan menurut hukum masing-masing
agama dan kepercayaannya. Jadi, dapat diambil kesimpulan bahwa
perkawinan wanita hamil itu sah hukumnya jika dilakukan menurut agama
9M. Nurul Irfan, Nasab dan Status Anak dalam Hukum Islam, (Jakarta:Amzah, 2012) cet.
Ke-1 hal. 166
37
dan kepercayaannya masing-masing. Karena lazimnya perkawinan itu
adalah sebuah ikatan suci yang dapat menghalalkan hubungan suami istri.
Namun perlu digarisbawahi hubungan suami istri yang dilakukan sebelum
terjadinya perkawinan itulah yang dianggap tidak benar dan tidak disah
kan baik itu menurut hukum agama maupun hukum positif yang ada.
Kemudian dilihat dari anak yang dikandung oleh wanita hamil
tersebut, dalam pasal 42 Undang-undang No. 1 tahun 1974 dijelaskan
yaitu, bahwa anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau
sebagai akibat perkawinan yang sah. Pasal 43 ayat(1) menyatakan, anak
yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata
dengan ibunya dan keluarga ibunya. Ayat(2) kedudukan anak tersebut
sebagaimana yang disebutkan dalam ayat(1) selanjutnya akan di atur
dalam peraturan pemerintah. Dari pasal 42 di atas dapat disimpulkan
bahwa, apabila wanita hamil tersebut menikah dengan pria yang
menghamilinya ataupun pria yang bukan menghamilinya sebelum anak
yang dikandungnya itu lahir maka anak tersebut merupakan anak yang sah
dari pasangan suami istri tersebut meskipun suami bukanlah merupakan
bapak biologis dari anak tersebut. Kemudian dari pasal 43 ayat(1) UU No.
1 tahun 1974 dapat disimpulkan, apabila wanita hamil tersebut tidak
menikah sampai anak yang dikandungnya lahir, maka status keperdataan
anak tersebut jatuh kepada ibu dan keluarga dari ibunya.
39
BAB IV
ANALISIS PERKARA PEMBATALAN PERKAWINAN
(No:1500/Pdt.G/2013/PA.Tgrs)
A. Deskripsi Kasus Perkara No:1500/Pdt.G/2013/PA.Tgrs
1. Pihak-pihak yang berperkara
Pengadilan Agama Tigaraksa yang memeriksa dan mengadili
perkara perdata dalam tingkat pertama telah menjatuhkan putusan dalam
perkara pembatalan perkawinan antara:
MS bin Suwignyo, umur 40 tahun, agama Islam, pendidikan S.2,
pekerjaan PNS, tempat tinggal di Permata Medang Cluster Barleria B1/E1
RT.03 RW.16 Kelurahan Medang, Kecamatan Pagedangan, Kabupaten
Tangerang. Selanjutnya disebut sebagai Pemohon.
BA binti Syahbudin, umur 25 tahun, agama Islam, pendidikan S.1,
tempat tinggal di Dasana Indah UD 6/10B RT.002 RW. 28, Kelurahan
Bojong Nangka, Kecamatan Kelapa Dua, Kabupaten Tangerang.
Selanjutnya disebut sebagai Termohon.
2. Duduk Perkara
Pemohon dalam surat permohonannya pada tanggal 18 Juni 2013
yang telah didaftarkan di kepanitraan Pengadilan Agama Tigaraksa dengan
Nomor Registrasi: 1500/Pdt.G/2013/PA.Tgrs dengan alasan-alasan sebagai
berikut:
40
a. Bahwa pada tanggal 13 April 2013, Pemohon dengan Termohon
melangsungkan pernikahan yang dicatat oleh Pegawai Pencatat
Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan Legok, Kabupaten
Tangerang sebagaimana ternyata dari Kutipan Akta Nikah
Nomor: 319/53/IV/2013 tanggal 15 April 2013;
b. Bahwa setelah menikah Pemohon dan Termohon hidup berumah
tangga terakhir tinggal di alamat Termohon di atas;
c. Bahwa Pemohon mengajukan permohonan pembatalan nikah ini
dengan alasan sebagai berikut: Penipuan oleh pihak Termohon,
yaitu Termohon ternyata sudah dalam kondisi hamil 2 bulan
dengan orang lain (bukan suaminya sendiri) dan sudah ada
pengakuan dari pihak dan keluarga Termohon;
d. Bahwa untuk menjaga kepastian hukum dan untuk menghindari
penyalahgunaan hukum, maka Pemohon dan Termohon patut
diperintahkan untuk menyerahkan Kutipan Akta Nikah Nomor
319/53/IV/2013 tanggal 15 April 2013 yang dikeluarkan oleh
Kantor Urusan Agama Kecamatan Legok, Kabupaten Tangerang
kepada Pengadilan Agama Tigaraksa, dan Kepala KUA
Kecamatan Legok diperintahkan untuk mencoret Buku Kutipan
Akta Nikah tersebut dari Register Akta nikah;
Bahwa pada hari persidangan yang telah ditentukan Pemohon dan Termohon
secara pribadi (in person) telah hadir di depan persidangan, selanjutnya untuk
memenuhi PERMA Nomor 1 Tahun 2008, maka sebelum pemeriksaan perkara ini
41
dilanjutkan terlebih dahulu diadakan mediasi dengan hakim mediator H. Rosmani
Daud, S.Ag. Dan menurut laporan mediator bahwa mediasi dinyatakan tidak
berhasil;
Menimbang, bahwa atas permohonan Pemohon, Termohon telah mengajukan
jawaban secara tertulis dan penjelasan di depan persidangan yang secara rinci
sebagaimana tertuang dalam berita acara perkara ini yang untuk mempersingkat
putusan pada pokoknya adalah sebagai berikut:
a. Bahwa benar pada tanggal 13 April 2013 Termohon dan
Pemohon melangsungkan pernikahan, namun Termohon tidak
benar melakukan penipuan kepada Pemohon karena Termohon
benar-benar tidak mengetahui pada saat menikah dengan
Pemohon dalam keadaan hamil. Orang tua Termohon pun tidak
mengetahui kondisi kehamilan Termohon. Sebelum Pemohon
hadir dalam kehidupan Termohon, Termohon sudah terlebih
dahulu menjalin hubungan dengan pria lain bernama H, umur 50
tahun, PNS pada Pemkab Tangerang tanpa sepengetahuan orang
tua Termohon (backstreet), dan Termohon telah berhubungan
sex dengan pria tersebut sekali dan memang benar sewaktu
menikah dengan Pemohon, Termohon sedang terlambat haid
setelah berhubungan sex dengan pria lain;
b. Bahwa benar setelah menikah Termohon dan Pemohon tinggal di
rumah kontrakan selama satu minggu, Pemohon dan Termohon
telah berhubungan suami isteri dua kali. Karena Termohon telat
42
datang bulan, maka pada tanggal 15 April 2013 Termohon
meminta izin kepada Pemohon untuk memeriksakan diri ke
dokter. Berdasarkan keterangan dokter, Termohon hamil kosong
(hamil anggur), lalu Termohon memeriksakan diri ke dokter
yang lain, dan hasilnya Termohon positif hamil. Pada waktu itu,
baru lah Termohon mengetahui dan yakin sedang dalam keadaan
hamil;
c. Bahwa pada Sabtu sore, tanggal 20 April 2013, Pemohon
mengajak Termohon ke hotel. Di hotel itu, Pemohon
menanyakan sikap Termohon yang tidak seperti layaknya
pasangan pengantin baru. Lalu di sana Termohon menjelaskan
bahwa Termohon telah hamil oleh perbuatan pria lain, Termohon
meminta maaf kepada Pemohon dan menyerahkan segalanya
keputusan kepada Pemohon, pada saat itu Pemohon memeluk
dan memaafkan Termohon serta menyatakan Pemohon bersedia
menerima Termohon apa adanya. Lalu Pemohon ingin
menggauli Termohon, namun Termohon menolaknya karena
Termohon sedang hamil karena pria lain, maka Pemohon
kecewa. Termohon tidur di lantai lalu sakit perut dan pingsan
kemudian dirawat di rumah sakit selama dua hari yang selalu
dijaga oleh Pemohon;
d. Bahwa setelah Termohon sembuh, Pemohon mengantarkan
Termohon ke rumah orang tua Termohon dengan tujuan
43
Pemohon akan menceritakan perihal kehamilan Termohon
kepada ibu Pemohon, namun ternyata ibu Pemohon marah dan
tidak mau menerima Termohon. Lalu diadakan musyawarah
keluarga dan dengan menghadirkan ustaz. Hasil musyawarah,
Pemohon memilih untuk dipisahkan sementara. Setelah dua
bulan dipisahkan kenapa tiba-tiba Pemohon berubah pikiran
dengan mengatakan Termohon telah melakukan penipuan,
bahkan mengajukan pembatalan perkawinan ke Pengadilan
Agama Tigaraksa. Kalau mau menipu kenapa Pemohon yang
Termohon pilih, yang rumah saja masih kontarakan;
e. Bahwa Pemohon mengambil kembali mahar Termohon berupa
cincin kawin, ketika Termohon memintanya, Pemohon
menyatakan nanti di pengadilan;
3. Pertimbangan Hukum
Bahwa berdasarkan posita permohonan, Pemohon telah mengajukan
permohonan pembatalan nikah dan dengan didasarkan kepada dalil Pemohon
sendiri tentang domisili Pemohon dan Termohon yang berada di wilayah hukum
Pengadilan Agama Tigaraksa, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 49 ayat (1)
huruf a dan penjelasan pasal 49 ayat (2) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 dan
Perubahan Kedua dengan Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009, Pengadilan
Agama Tigaraksa secara formal dinilai berwenang untuk menerima, memeriksa,
mengadili, dan menyelesaikan permohonan Pemohon.
44
Menimbang, bahwa pada persidangan yang telah ditentukan Pemohon
dan Termohon telah menghadap sendiri (in person) di muka persidangan. Majelis
Hakim telah berupaya mendamaikan Pemohon dan Termohon agar menyelesaikan
permasalahannya secara kekeluargaan dan kembali membina rumah tangga, namun
tidak berhasil. Demikian pula upaya mediasi sebagaimana kehendak PERMA
Nomor 1 Tahun 2008 tentag mediasi telah dilaksanakan, namun tetap tidak
berhasil. Maka, ketentuan Pasal 130 ayat (1) HIR dan PERMA Nomor 1 Tahun
2008 telah terpenuhi.
Menimbang, bahwa berdasarkan alat bukti T.2 (Fotokopi Kartu Tanda
Penduduk atas nama Termohon) merupakan akta otentik, oleh karenanya secara
formil dinyatakan dapat diterima, dan berdasarkan alat bukti a quo telah terbukti
secara meyakinkan Termohon berdomisili di wilayah hukum Pengadilan Agama
Tigaraksa. Dengan demikian pemeriksaan dapat dilanjutkan.
Menimbang, bahwa atas permohonan Pemohon dalam mengajukan
pembatalan nikah telah mendalilkan suatu alasan bahwa Pemohon dan Termohon
telah melangsungkan pernikahan pada tanggal 13 April 2013 di Kecamatan Legok,
Kabupaten Tangerang dengan status Pemohon sebagai seorang jejaka dan
Termohon sebagai seorang perawan dan juga telah hidup bersama sebagai suami
isteri. Namun Termohon sewaktu menikah dengan Pemohon tenyata dalam
keadaan hamil dua bulan, sedangkan Termohon tidak pernah memberitahukan
kepada Pemohon tentang kehamilannya sebelum perkawinan, maka sesuai dengan
ketentuan pasal 27 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974 Jo. Pasal 72 (2) Kompilasi
45
Hukum Islam tentang perkawinan, secara formal perkara ini dapat diterima untuk
diperiksa lebih lanjut.
Menimbang, bahwa berdasarkan Foto Kopi Kutipan Buku Nikah atas
nama Pemohon dan Termohon yang telah melangsungkan pernikahannya pada
tanggal 13 April 2013 dengan Nomor : 319/53/IV/2013 yang telah dikeluarkan
oleh Kantor Urusan Agama Kecamatan Legok Kabupaten Tangerang pada
tanggal 15 April 2013, sebagaimana bukti P.1 dan T.1, bahwa Pemohon dan
Termohon telah terbukti sebagai suami isteri, maka berdasarkan pasal 2 ayat
(1)dan (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dapatlah
dinyatakan bahwa Pemohon dan Termohon telah terikat dalam perkawinan yang
sah.
Menimbang, bahwa oleh karena Pemohon dan Termohon sebagai suami
isteri yang telah terikat dalam suatu perkawinan yang sah, maka Pemohon dan
Termohon dinilai sebagai pihak yang tepat dalam perkara ini (legitima standi in
judicio).
Menimbang, bahwa pada persidangan pertama Pemohon telah
mengajukan penambahan permohonan tentang tuntutan ganti rugi terhadap seluruh
biaya prosesi acara pernikahan antara Pemohon dengan Termohon sampai pesta
perkawinan beserta seluruh biaya rumah sakit Termohon. Hal ini dinilai oleh
Pemohon ada unsur penipuan. Maka, berdasarkan pasal 49 ayat (2) Undang-
undang Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang
Nomor 3 Tahun 2006 dan Perubahan Kedua dengan Undang-undang Nomor 50
Tahun 2009, dalam hal adanya penipuan, bukanlah menjadi wewenang
46
Pengadilan Agama, maka permohonan Pemohon harus dinyatakan untuk tidak
dapat diterima.
Menimbang, bahwa dari jawab menjawab antara Pemohon dengan
Termohon, maka hal-hal yang telah diakui kebenarannya oleh Termohon adalah
sebagai berikut:
a. Bahwa benar Pemohon dengan Termohon telah terikat hubungan suami
isteri yang sah, bahwa benar Termohon sebelum menikah dengan
Pemohon telah berhubungan sex dengan seorang pria lain berinisial HB
PNS pada Pemda Kabupaten Tangerang sebanyak 1 (satu) di luar nikah.
b. Bahwa benar sewaktu Termohon menikah dengan Pemohon dalam
keadaan terlambat haid setelah berhubungan sex dengan pria lain
kemudian dua hari setelah pernikahan diketahui sedang hamil dua bulan.
Sedangkan hal yang dibantah oleh Termohon adalah bahwa Termohon
membantah telah melakukan penipuan terhadap Pemohon tentang kondisi
kehamilan Termohon, karena Termohon mengetahui sedang hamil setelah
terjadi pernikahan.
Menimbang, bahwa segala hal yang telah diakui kebenarannya merupakan suatu
fakta yang tetap sehingga tidak perlu dibuktikan lagi.
Menimbang, bahwa berdasarkan alat bukti P.2 s/d P.5, dan diakui
kebenarannya oleh Termohon, secara formil dinyatakan dapat diterima yang
menerangkan bahwa Betha Annisa telah dirawat di rumah sakit Bethsaida Hospital
sekitar tanggal 21-04-2013 dan pula menerangkan bahwa BA sedang dalam
keadaan hamil.
47
Menimbang, bahwa berdasarkan alat bukti P.6 s/d P.11, dan diakui
kebenarannya oleh Termohon, secara formil dinyatakan dapat diterima. Akan
tetapi alat bukti a quo berhubungan dengan permohonan ganti rugi yang diajukan
oleh Pemohon. Maka alat bukti tersebut harus dikesampingkan.
Menimbang, bahwa atas keterangan dua orang saksi yang diajukan oleh
Pemohon di depan persidangan, telah menerangkan berdasarkan apa yang dilihat
dan dialaminya sendiri dan bukan orang yang terhalang menjadi saksi secara
sehingga secara formil dapat diterima, sedangkan secara materiil keterangan saksi
saling bersesuaian antara yang satu dengan yang lain, serta mendukung dalil-dalil
Permohonan Pemohon, sehingga telah memenuhi syarat formil dan materiil
sebagai saksi, oleh karena itu Majelis Hakim menilai kesaksian tersebut dapat
diterima dan dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah serta menguatkan dalil-
dalil Permohonan Pemohon.
Menimbang, bahwa dua orang saksi yang diajukan oleh Termohon di depan
persidangan, telah menerangkan berdasarkan apa yang dilihat dan dialaminya
sendiri dan bukan orang yang terhalang menjadi saksi sehingga secara formil dapat
diterima, sedangkan secara materiil keterangan saksi saling bersesuaian antara
yang satu dengan yang lain, serta mendukung dalil-dalil bantahan Termohon,
sehingga telah memenuhi syarat formil dan materiil sebagai saksi, oleh karena itu
Majelis Hakim menilai bahwa keterangan 2 (dua) saksi tersebut dapat diterima dan
dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah serta menguatkan dalil-dalil bantahan
Termohon.
48
Menimbang, bahwa berdasarkan semua hal yang telah dipertimbangkan
tersebut di atas, Majelis Hakim dapat menemukan dan menyimpulkan fakta di
persidangan yang pada intinya sebagai berikut:
a. Bahwa Pemohon dan Termohon adalah sebagai suami isteri sah
yang telah melangsungkan pernikahan pada tanggal 13 April 2013
di Kecamatan Legok, Kabupaten Tangerang dengan status Pemohon
sebagai jejaka dan Termohon berstatus perawan.
b. Bahwa Pemohon dengan Termohon telah hidup bersama selama
lebih kurang satu minggu dan telah berhubungan sebagaimana
layaknya suami isteri sebanyak dua kali.
c. Bahwa sebelum pernikahan Pemohon dengan Termohon, Termohon
telah berhubungan sex dengan pria lain bernama H, PNS pada
Pemda Kabupaten Tangerang sebanyak 1 (satu) kali dan hal tersebut
tidak diberitahukan oleh Termohon kepada Pemohon sebelum
pernikahan.
d. Bahwa pada saat acara pernikahan, Termohon sedang terlambat
haid setelah berhubungan sex dengan pria lain di luar nikah
kemudian Termohon memeriksakan diri dua hari setelah acara
pernikahan. Dan atas hasil pemeriksaan dokter, Termohon positif
hamil 2 (dua) bulan kemudian diberitahukan kepada Pemohon satu
minggu setelah pernikahan;
Menimbang, bahwa berdasarkan fakta-fakta tersebut di atas, maka majelis
berpendapat bahwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan :
49
a. bahwa Pemohon dan Termohon telah terikat dalam perkawinan
yang sah semenjak tanggal 13 April 2013 dengan status antara
jejaka dengan perawan.
b. bahwa Pemohon tidak mengetahui keadaan Termohon yang
berstatus perawan. Dan ternyata Termohon dalam keadaan hamil
dua bulan akibat berhubungan sex dengan pria lain bernama H, PNS
pada Pemda Kabupaten Tangerang sebanyak 1 (satu) sebelum
menikah dengan Pemohon.
Menimbang, bahwa berdasarkan apa yang telah terbukti sebagaimana
tersebut di atas, ternyata Pemohon merasa tertipu dan tidak dapat melanjutkan
rumah tangganya dengan Termohon, karena hal tersebut sangat mengganggu batin
Pemohon, oleh karena itu majelis menilai jika rumah tangga Pemohon dan
Termohon tetap diteruskan, maka kemudlaratan akan menimpa keduanya. Oleh
karena itu menyelamatkan mereka dari keadaan tersebut melalui pembatalan
pernikahan merupakan tindakan yang lebih baik dan maslahat bagi keduanya
daripada tetap mempertahankan perkawinan mereka.
Menimbang, bahwa berdasarkan pertibangan-pertimbangan tersebut di atas,
maka majelis berkesimpulan bahwa permohonan pemohon telah terbukti dan
cukup alasan untuk melakukan pembatalan nikah sesuai dengan pasal 27 ayat (2)
Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 Jo. Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor
9 tahun 1975 Jo. pasal 72 ayat (2) Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi
Hukum Islam, oleh karena itu permohonan Pemohon patut untuk dikabulkan.
50
Menimbang, bahwa semua dalil dalil dan alat bukti baik surat maupun saksi
yang diajukan oleh Pemohon maupun Termohon di depan sidang sepanjang tidak
dipertimbangkan oleh majelis hakim, maka harus dinyatakan untuk
dikesampingkan.
Menimbang, bahwa berdasarkan Pasal 89 ayat 1 Undang-Undang Nomor
50 Tahun 2009 tentang perubahan kedua atas Undang-undang Nomor 7 tahun
1989 tentang Peradilan Agama, maka biaya perkara ini seluruhya dibebankan
kepada Pemohon.
Mengingat segala peraturan perundang-undangan yang berlaku serta hukum
syara' yang berkaitan dengan perkara ini.
4. Amar Putusan
MENGADILI
1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian.
2. Membatalkan pernikahan Pemohon (MS bin Suwignyo) dengan Termohon
(BA binti Syahbudin ) yang dilaksanakan pada tanggal 13 April 2013
tercatat di Kantor Urusan Agama Kecamatan Legok, Kabupaten
Tangerang.
3. Memerintahkan kepada Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama
Kecamatan Legok, Kabupaten Tangerang untuk mencoret Buku Kutipan
Akta Nikah Nomor 319/53/IV/2013 tanggal 15 April 2013 dari Register
Akta Nikah.
4. Menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima selain dan
selebihnya.
51
5. Membebankan kepada Pemohon untuk membayar seluruh biaya perkara ini
Rp 291.000,- ( Dua ratus Sembilan puluh satu ribu rupiah).
Demikian dijatuhkan putusan ini di Tigaraksa, pada hari Kamis tanggal 29
Agustus 2013 Masehi bertepatan dengan tanggal 22 Syawal 1434 H. dalam
permusyawaratan Majelis Hakim Pengadilan Agama Tigaraksa yang terdiri dari
Drs. H. Saifullah sebagai Hakim Ketua Majelis serta H. Antung Jumberi, SH., MH
dan Musidah, S.Ag., M.HI masing-masing sebagai hakim-hakim Anggota.
Putusan tersebut diucapkan oleh Ketua Majelis pada hari itu juga dalam sidang
terbuka untuk umum dengan dihadiri oleh para Hakim Anggota serta Fathiyah
Sadim, S.Ag sebagai Panitera Pengganti dan dihadiri oleh Pemohon dan
Termohon.
B. Analisis putusan No.1500/Pdt.G/2013/PA.Tgrs menurut Undang-
undang No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan dan Kompilasi hukum
Islam.
Masalah Pembatalan perkawinan yang diajukan pemohon tentang
domisili pemohon dan termohon yang berada di wilayah hukum Pengadilan
Agama Tigaraksa, telah sesuai dengan ketentuan Pasal 49 ayat (1) huruf a
dan penjelasan pasal 49 ayat (2) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989
sebagaimana yang telah di ubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun
2006 dan perubahan Kedua dengan Undang-undang Nomor 50 Tahun
2009, maka Pengadilan Agama Tigaraksa secara formal di nilai berwenang
52
untuk menerima, memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan permohonan
pemohon.
Sebagaimana yang telah tercantum dalam PERMA Nomor 1
Tahun 2008, Majelis Hakim telah berupaya mendamaikan Pemohon dan
Termohon agar meneyelesaikan permasalahannya secara kekeluargan dan
kembali membina rumah tangga namun tidak berhasil. Maka ketentuan
pasal 130 ayat (1) HIR dan PERMA Nomor 1 Tahun 2008 telah terpenuhi.
Atas dasar pertimbangan hukumnya disertai bukti-bukti dan
berdasarkan dari pengakuan termohon maka hakim menimbang perkara
pembatalan perkawinan ini telah sesuai dengan undang-undang No. 1 tahun
1974 pasal 27 ayat (2) dan pasal 72 ayat (2) Inpres No. 1 Tahun 1991
tentang Kompilasi Hukum Islam meyebutkan “seorang suami atau istri
dapat mengajukan pembatalan perkawinan apabila pada waktu
berlangsungnya perkawinan terjadi salah sangka mengenai diri suami atau
istri.” Hal ini dibuktikan bahwa termohon (istri) yang telah hamil 2 bulan,
sedangkan termohon tidak pernah memberitahukan kepada pemohon
tentang kehamilannya sebelum melangsungkan perkawinan.
Mengenai pasal-pasal tentang peraturan pembatalan perkawinan
tersebut harus lebih ditingkatkan, karena tidak dapat dipungkiri bahwa
masih ada masalah kebohongan tentang ketidakperawanan dalam sebuah
perkawinan, ini disebabkan karena mereka kurang faham tentang adanya
undang-undang yang menyatakan “ seorang suami atau istri dapat
mengajukan permohonan pembatalan perkawinan apabila waktu
53
berlangsungnya perkawinan terjadi salah sangka mengenai diri suami atau
isri.” Apabila suami mengetahui adanya peraturan pembatalan perkawinan
tersebut, maka diharapkan suami berani untuk menuntut atau
mempertahankan haknya. Dengan adanya pemahaman tersebut, maka
diharapkan dapat meminimalisir kejadian seperti ini di dalam rumah
tangga. Hal ini juga diharapkan akan dapat meredam hasrat suami untuk
tidak meakukan pembatalan perkawinan dan tidak langsung melaporkan ke
Pengadilan Agama. Akan tetapi terlebih dahulu melakukan musyawarah
secara kekeluargaan antara suami istri.
C. Analisis Penulis Terhadap Putusan No.1500/Pdt.G/2013/PA.Tgrs
Dalam menganalisa putusan perkara Nomor:
1500/Pdt.G/2013/PA.tgrs penulis memandang bahwa keputusan Majelis
Hakim yang berdasarkan bukti-bukti dan saksi-saksi yang telah ada
dikemukakan di Pengadilan juga kepada ketentuan Undang-undang No 1
tahun 1974 pasal 27 ayat (2) dan pasal 72 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam
bahwa “seorang suami atau istri dapat mengajukan permohonan
pembatalan perkawinan apabila pada waktu berlangsungnya perkawinan
terjadi penipuan atau salah sangka mengenai suami atau istri.” Adalah
benar adanya, karena istri yang telah dinyatakan hamil 2 bulan (bukan
dengan suaminya) pasca berlangsungnya perkawinan. Untuk menjaga
kesucian perkawinan, maka majelis Hakim membatalkan perkawinan
tersebut.
Berdasarkan hal ini penulis teringat firman Allah swt yang tercantum
54
pada Surah An-nur ayat 3:
:النور( )
Artinya: “Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan
yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina
tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki
musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang
mukmin.”(QS. An-Nur:3)
Ayat di atas menjelaskan bahwasanya pernikahan pezina hanya
boleh dilakukan oleh pezina dan orang musyrik hanya boleh dinikahi oleh
orang musyrik. Maka jelaslah keharaman menikahi wanita yang berzina
bagi laki-laki yang tidak mezinahinya. Hal ini sangat sesuai dengan KHI
pasal 53 ayat (1), seorang wanita hamil diluar nikah, dapat dikawinkan
dengan pria yang menghamilinya.
Penulis juga bependapat bahwa masalah putusan Nomor :
1500/Pdt.G/2013/PA.Tgrs ini sebenarnya sudah betul dan sesuai dengan
Undang-undang yang berlaku, akan teteapi lebih tepatnya putusan ini
seharusnya mengenai talak raj’i bukan pembatalan perkawinan. Karena
permasalahan yang terjadi dalam keterangan yang dinyatakan oleh
termohon dalam Repliknya menyebutkan, bahwa setelah pemohon
mengetahui bahwa termohon telah hamil 2 bulan dengan pria lain pemohon
menerima termohon apa adanya, itu bertanda bahwa suami tidak dapat
membatalkan perkawinan yang telah terjadi, sesuai dengan pendapat para
ulama, bahwa fasakh dapat diajukan apabila diantara salah satu pihak baik
55
itu suami maupun istri terdapat aib, akan tetapi apabilah salah satu pihak
telah mengetahui sebelum akad berlangsung ia sudah rela secara tegas atau
menunjukan tanda-tanda kerelaan pada dirinya maka iya tidak memiliki hak
meminta fasakh dengan alasan aib tersebut. Namun karena sikap termohon
yang enggan melayani pemohon maka, pemohon berubah pikiran sehingga
mengajukan pembatalan perkawinan ke Pengadilan Agama Tigaraksa
dengan alasan penipuan.
Kemudian dalam pernyataan termohon dan saksi-saksi dari pihak
termohon perihal pemohon yang telah meminta ganti rugi biaya perkawinan
padahal tidak terdapat perjanjian sebelum perkawinan bahkan pada saat
sebelum berlangsunnya perkawinan pemohon telah bersedia menanggung
seluruh biaya perkawinan. Alasan tersebut tidak dibenarkan oleh Majelis
Hakim karena berdasarkan pasal 49 ayat (2) Undang-undang No. 7 tahun
1989 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 3 tahun 2006
dan perubahan kedua dengan Undang-undang No. 50 tahun 2009. Dalam
hal adanya penipuan, bukanlah wewenang Pengadilan Agama, maka
permohonan pemohon harus dinyatakan untuk tidak dapat di terima.
. Dalam keterangan termohon juga disebutkan bahwa, pemohon
mengambil kembali mahar berupa cincin emas berlian yang telah diberikan
kepada termohon.
Menurut analisis penulis, seharusnya hakim mencantumkan dalam
Amarnya untuk mengembalikan mahar tersebut kepada termohon.
Mengingat pertimbangan Hukum Islam bahwasanya, jika suami
56
menjatuhkan talak kepada istrinya sedangkan ia telah melakukan hubungan
intim layaknya suami istri (dukhul), maka suami wajib membayar seluruh
maharnya kepada istri. Namun jika suami menjatuhkan talak kepada
istrinya, sedangkan ia belum melakukan hubungan intim (dukhul), maka
suami hanya diwajibkan membayar setengah mahar kepada istrinya.
56
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah dijelaskan dalam bab-bab sebelumnya, penulis
menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Ada dua macam kawin hamil yakni kawin hamil akibat zina dan kawin
hamil dalam masa iddah. Hukum menikahi wanita hamil dalam masa iddah
ialah haram, sampai bayi yang ada dalam kandungannya lahir. Hal ini telah
jelas diterangkan dalam Firman Allah swt Surah Ath-Thalaq ayat
4.sedangkan pembahasan penulis terfokus pada kawin hamil akibat zina.
Ada dua penafsiran mengenai hukum menikahi wanita hamil yang pertama
jika laki-laki yang menikahi wanita tersebut merupakan laki-laki yang telah
menghamilinya maka para ulama sepakat memperbolehkan pernikahan
tersebut, akan tetapi apabila yang menikahinya ialah laki-laki yang bukan
menghamilinya maka para ulama berbeda pendapat. Imam syafi’I dan Abu
Hanifah menghalalkan perkawinan wanita hamil akibat zina dengan pria
yang menghamilinya maupun bukan menghamilinya, sedang Imam Malik,
Yusuf dan Zufar berpendapat bahwa perkawinan tersebut tidak sah.
2. Mengenai dasar-dasar Hukum tentang pembatalan perkawinan menurut
Undang-undang Nomor 1 tahun 1974, tercantum pada Bab IV pasal 22, 24,
26 ayat (1) dan (2) dan 27 sebagaimana telah dijelaskan penulis pada
57
pembahasan terdahulu. Sedangkan pembatalan perkawinan menurut KHI
telah diatur dalam pasal 70 sampai 76.
3. Dasar Hukum pertimbangan Hakim dalam menyelesaikan Perkara
Pembatalan Perkawinan No. 1500/Pdt.G/2013/PA. Tgrs mengacu pada
Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tercantum pada pasal 27 ayat(2)
bahwasanya, “seorang suami atau istri dapat mengajukan permohonan
pembatalan perkawinan apabila pada waktu berlangsungnya perkawinan
terjadi salah sangka mengenai diri suami atau istri. Dan Kompilasi Hukum
Islam Pasal 72 ayat (2) bahwasanya, “seorang suami atau istri dapat
mengajukan permohonan pembatalan perkawinan apabila pada waktu
berlangsungnya perkawinan terjadi penipuan atau salah sangka mengenai
diri suami atau istri.
B. Saran-saran
1. Melihat maraknya pergaulan bebas pada masa ini, maka penulis
menyarankan kepada pihak KUA untuk mengadakan suatu program
pemeriksaan pra-nikah kepada seluruh pasangan calon pengantin, agar
mengikuti serangkaian test kesehatan dan salah satunya tes keperawanan
yang bertujuan agar calon pasangan pengantin saling mengetahui kondisi
masing-masing sebelum berlangsungnya akad nikah.
2. Perkawinan harus bersendikan kejujuran dan ketulusan agar tercapai tujuan
perkawinan yang baik. Oleh karena itu, suami istri harus menanamkan
58
kejujuran dalam perkawinan dan sikap rela serta ikhlas menerima
kekurangan masing-masing pasangan.
59
DAFTAR PUSTAKA
Dep dikbud, kamus besar bahasa indonesia, jakarta: balai pustaka,1994.
Fahruddin, Fuad M, filsafat dan hukum syariat islam, jakarta: bulan bintang, 1981.
Al Anshori, Abu Zakaria, Fath al-Wahhab, Singapura: Sulaiman Mar’iy,t.t. 1999.
Sabiq, Sayyid , Fiqh al-sunnah, Beirut: Dar Al-Fikr, 1983.
Abdurrahman, Kompilasi hukum islam, Jakarta: Akademika Presindo, 1990.
Soekanto, Soerjono dan Sri Muadji, penelitian hukum normatif, Jawa timur: media
publising, 2006.
Departemen pendidikan nasional, kamus besar bahasa indonesia pusat bahasa,
jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008.
Widagdo, Setiawan, kamus Hukum, jakarta:prestasi pustaka, 2012.
Mukhtar, Kamal, Asas-asas Hukum Islam tentang Perkawinan, jakarta: Bulan
Bintang, 1974.
Firdaweri, Hukum Islam Tentang Fasakh Perkawinan Karena Ketidak Mampuan
Suami Menunaikan Kewajibannya, jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1989.
Manan, Abdul, Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, jakarta: kencana, 2008.
Sabiq, Sayyid, fiqih sunnah, terjemahan. Nor Hasanuddin, jakarta: Pena Pundi
Aksara, 2006.
Hasabillah, Ali, al-furqah Baina Zaujani, Kairo: Darul Fikr, 1949.
Irfan, Nurul, Nasab Dan Status Anak Dalam Hukum Islam, Jakarta: Amzah, 2013
Zuhaili, Wahbah, Fiqih Islam wa Adillatuhu, jilid: 9, Jakarta: Gema Insani dan Darul
Fikir, 2011.
60
Al-khin, Musthafa, Musthafa Al-bugho dan Ali As-Syarbaji, Kitab Fikih Madzhab
Syafie, Kuala Lumpur: Pustaka Salam SDN BHD, 2005.
Nuruddin, Amir dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Studi
Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No. 1/1974 sampai KHI.
Jakarta: Kencana Prenada Media Grub, Juli 2006.
Mannan, Abdul dan fauzan, pokok-pokok hukum perdata: Wewenang Peradilan
Agama, Jakarta: Rajawali pers, 2000.
Ali, Zainudin, Hukum Perdata Islam di Indonesia,(Jakarta:Sinar Grafika, 2006.
Mahjuddin, Masail Fiqhiyah (Berbagai Kasus yang Dihadapi “Hukum Islam” Masa
Kini), Jakarta: Kalam Mulia, 2000.
Zuhaili, Wahbah, Fiqh Islam wa Adillatuhu jilid 7, Jakarta: Gema Insani, 2011.
Rasyid, Hamdan, Fiqih Indonesia Himpunan Fatwa-fatwa aktual,(Jakarta: PT. AL
Mawardi Prima, 2003.
Ni’am Sholeh, Asrorun, Fatwa-Fatwa Masalah Pernikahan Dan Keluarga Jakarta:
eLSAS, 2008.
Rusyd, Ibn, Bidayatul Mujtahid, juz 2, Semarang: usaha keluarga, 1998.
61
Lampiran 2
Hasil Wawancara Dengan Hakim Pengadilan Agama Tigaraksa, Bapak Drs. H.
Saifullah, Pada Selasa 24 Maret 2015
1. A: apakah ada perbedaan kebijakan hakim dalam menanggapi wanita hamil
akibat zina dan wanita hamil akibat perkosaan?
H: kawin hamil akibat zina hanya boleh dikawinkan dengan laki-laki yang
menghamilinya, sedangkan wanita hamil akibat perkosaan boleh dinikahkan
sebelum kandungannya berumur enam bulan akan tetapi bila kandungannya
telah berumur enam bulan atau lebih maka wanita tersebut boleh dinikahkan
setelah bayi yang dikandungnya itu lahir.
2. A: dalam putusan ini bukankah laki-laki tersebut telah menerima dan memeluk
istrinya saat istrinya memberi tahu bahwa ia sedang dalam keadaan hamil?
Berarti dia tidak memiliki hak lagi dalam mengajukan pembatalan
perkawinan?
H: yang menjadi dalil bagi hakim dalam mengabulkan permohonan ini bahwa
suaminya telah merasa tertipu dengan keadaan istrinya yang telah hamil
tersebut.
3. A: mengapa hakim tidak menjadikan atau mengalihkan kasus ini menjadi cerai
talaq?
H: karena dia mengajukan pembatalan perkawinan, pengadilan akan
mengabulkan sesuai dengan permohonannya apabila permohonannya cerai
talaq maka kita akan mengabulkan dengan cerai talaq.
4. A: apa yang menjadi dasar hukum dalam mengabulkan permohonan ini?
H: yang menjadi dasar hukum bagi hakim adalah telah terjadi kecacatan dalam
pernikahan ini.
64
Lampiran 5
PUTUSAN
Nomor: 1500/Pdt.G/2013/PA.Tgrs.
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN
YANG MAHA ESA
Pengadilan Agama Tigaraksa yang memeriksa dan mengadili
perkara perdata dalam tingkat pertama telah menjatuhkan putusan dalam
perkara pembatalan perkawinan antara:
MAZHAR SETIABUDI bin SUWIGNYO, umur 40 tahun, agama Islam,
pendidikan S.2, pekerjaan PNS, tempat tinggal di Permata
Medang Cluster Barleria B1/E1 RT.03 RW.16, Kelurahan
Medang, Kecamatan Pagedangan, Kabupaten Tangerang.
Selanjutnya disebut sebagai Pemohon;
Melawan
BETHA ANNISA binti SYAHBUDIN, umur 25 tahun, agama Islam,
pendidikan S.1, tempat tinggal di Dasana Indah UD 6/10B
RT.002 RW. 28, Kelurahan Bojong Nangka, Kecamatan Kelapa
Dua, Kabupaten Tangerang. Selanjutnya disebut sebagai
Termohon,
Pengadilan Agama tersebut;
Setelah membaca dan mempelajari surat-surat perkara;
Setelah mendengar kedua belah pihak yang berperkara dan
memeriksa bukti-bukti di depan sidang;
TENTANG DUDUK PERKARANYA
Menimbang, bahwa Pemohon dalam surat permohonannya
tertanggal 18 Juni 2013 yang didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan
65
Hal. 65 dari hal. 16 Put. Nomor 1500/Pdt.G/2013/PA.Tgrs
Agama Tigaraksa, Nomor: 1500/Pdt.G/2013/PA.Tgrs., telah mengajukan
permohonan pembatalan nikah dengan uraian alasan sebagai berikut:
1. Bahwa pada tanggal 13 April 2013, Pemohon dengan Termohon
melangsungkan pernikahan yang dicatat oleh Pegawai Pencatat Nikah
Kantor Urusan Agama Kecamatan Legok, Kabupaten Tangerang
sebagaimana ternyata dari Kutipan Akta Nikah Nomor: 319/53/IV/2013
tanggal 15 April 2013;
2. Bahwa setelah menikah Pemohon dan Termohon hidup berumah tangga
terakhir tinggal di alamat Termohon di atas;
3. Bahwa Pemohon mengajukan permohonan pembatalan nikah ini dengan
alasan sebagai berikut: Penipuan oleh pihak Termohon, yaitu Termohon
ternyata sudah dalam kondisi hamil 2 bulan dengan orang lain (bukan
suaminya sendiri) dan sudah ada pengakuan dari pihak dan keluarga
Termohon;
4. Bahwa untuk menjaga kepastian hukum dan untuk menghindari
penyalahgunaan hukum, maka Pemohon dan Termohon patut
diperintahkan untuk menyerahkan Kutipan Akta Nikah Nomor
319/53/IV/2013 tanggal 15 April 2013 yang dikeluarkan oleh Kantor
Urusan Agama Kecamatan Legok, Kabupaten Tangerang kepada
Pengadilan Agama Tigaraksa, dan Kepala KUA Kecamatan Legok
diperintahkan untuk mencoret Buku Kutipan Akta Nikah tersebut dari
Register Akta nikah;
Berdasarkan alasan dalil-dalil di atas, Pemohon mohon agar Ketua
Pengadilan Agama segera memeriksa dan mengadili perkara ini,
selanjutnya menjatuhkan putusan yang amarnya berbunyi:
1. Mengabulkan permohonan Pemohon;
2. Membatalkan pernikahan Pemohon (MAZHAR SETIABUDI bin
SUWIGNYO) dengan Termohon (BETHA ANNISA binti SYAHBUDIN)
yang dilaksanakan pada tanggal 13 April 2013 di Kantor Urusan Agama
Kecamatan Legok;
3. Memerintahkan kepada KUA Kecamatan Legok, Kabupaten Tangerang
untuk mencoret Buku Kutipan Akta Nikah nomor 319/53/IV/2013, tanggal
15 April 2013 dari Register Akta nikah;
4. Membebankan biaya perkara menurut hukum;
Atau menjatuhkan putusan lain yang seadil-adilnya;
66
Hal. 66 dari hal. 16 Put. Nomor 1500/Pdt.G/2013/PA.Tgrs
Bahwa pada hari persidangan yang telah ditentukan Pemohon dan
Termohon secara pribadi (in person) telah hadir di depan persidangan,
selanjutnya untuk memenuhi PERMA Nomor 1 Tahun 2008, maka sebelum
pemeriksaan perkara ini dilanjutkan terlebih dahulu diadakan mediasi
dengan hakim mediator H. Rosmani Daud, S.Ag. dan menurut laporan
mediator bahwa mediasi dinyatakan tidak berhasil;
Bahwa oleh karena mediasi tidak berhasil, majelis hakim tetap
berusaha mendamaikan para pihak untuk rukun kembali namun upaya
tersebut tidak berhasil, kemudian sidang dilanjutkan dengan pemeriksaan
surat permohonan Pemohon yang isinya tetap dipertahankan oleh Pemohon
dengan mengajukan tambahan permohonan yang pada pokoknya sebagai
berikut:
1. Bahwa semua biaya pernikahan dibebankan kepada Pemohon dengan
biaya sebesar + Rp. 129.100.000,- (seratus dua puluh sembilan juta
seratus ribu rupiah);
2. Bahwa Pemohon dalam petitumnya menuntut Pengadilan Agama
Tigaraksa memutuskan untuk mengembalikan biaya pernikahan yang
telah dikeluarkan Pemohon (Mazhar Setiabudi bin Suwignyo)
Rp.129.100.000,- (seratus dua puluh sembilan juta seratus ribu rupiah)
oleh Termohon (Betha Annisa binti Syahbudin)
Menimbang, bahwa atas permohonan Pemohon tersebut,
Termohon telah mengajukan jawaban secara tertulis dan penjelasan di
depan persidangan yang secara rinci sebagaimana tertuang dalam berita
acara perkara ini yang untuk mempersingkat putusan pada pokoknya
adalah sebagai berikut:
1. Bahwa benar pada tanggal 13 April 2013 Termohon dan Pemohon
melangsungkan pernikahan, namun Termohon tidak benar melakukan
penipuan kepada Pemohon karena Termohon benar-benar tidak
mengetahui pada saat menikah dengan Pemohon dalam keadaan hamil.
Orang tua Termohon pun tidak mengetahui kondisi kehamilan Termohon.
Sebelum Pemohon hadir dalam kehidupan Termohon, Termohon sudah
terlebih dahulu menjalin hubungan dengan pria lain bernama Hambali
umur 50 tahun PNS pada Pemkab Tangerang tanpa sepengetahuan
orang tua Termohon (backstreet), dan Termohon telah berhubungan sex
dengan pria tersebut sekali dan memang benar sewaktu menikah dengan
67
Hal. 67 dari hal. 16 Put. Nomor 1500/Pdt.G/2013/PA.Tgrs
Pemohon, Termohon sedang terlambat haid setelah berhubungan sex
dengan pria lain;
2. Bahwa benar setelah menikah Termohon dan Pemohon tinggal di rumah
kontrakan selama satu minggu, Pemohon dan Termohon telah
berhubungan suami isteri dua kali. Karena Termohon telat datang bulan,
maka pada tanggal 15 April 2013 Termohon meminta izin kepada
Pemohon untuk memeriksakan diri ke dokter. Berdasarkan keterangan
dokter, Termohon hamil kosong (hamil anggur), lalu Termohon
memeriksakan diri ke dokter yang lain, dan hasilnya Termohon positif
hamil. Pada waktu itu, baru lah Termohon mengetahui dan yakin sedang
dalam keadaan hamil;
3. Bahwa pada Sabtu sore, tanggal 20 April 2013, Pemohon mengajak
Termohon ke hotel. Di hotel itu, Pemohon menanyakan sikap Termohon
yang tidak seperti layaknya pasangan pengantin baru. Lalu di sana
Termohon menjelaskan bahwa Termohon telah hamil oleh perbuatan pria
lain, Termohon meminta maaf kepada Pemohon dan menyerahkan
segalanya keputusan kepada Pemohon, pada saat itu Pemohon
memeluk dan memaafkan Termohon serta menyatakan Pemohon
bersedia menerima Termohon apa adanya. Lalu Pemohon ingin
menggauli Termohon, namun Termohon menolaknya karena Termohon
sedang hamil karena pria lain, maka Pemohon kecewa. Termohon tidur di
lantai lalu sakit perut dan pingsan kemudian dirawat di rumah sakit
selama dua hari yang selalu dijaga oleh Pemohon;
4. Bahwa setelah Termohon sembuh, Pemohon mengantarkan Termohon
ke rumah orang tua Termohon dengan tujuan Pemohon akan
menceritakan perihal kehamilan Termohon kepada ibu Pemohon, namun
ternyata ibu Pemohon marah dan tidak mau menerima Termohon. Lalu
diadakan musyawarah keluarga dan dengan menghadirkan ustaz. Hasil
musyawarah, Pemohon memilih untuk dipisahkan sementara. Setelah
dua bulan dipisahkan kenapa tiba-tiba Pemohon berubah pikiran dengan
mengatakan Termohon telah melakukan penipuan, bahkan mengajukan
pembatalan perkawinan ke Pengadilan Agama Tigaraksa. Kalau mau
menipu kenapa Pemohon yang Termohon pilih, yang rumah saja masih
kontarakan;
68
Hal. 68 dari hal. 16 Put. Nomor 1500/Pdt.G/2013/PA.Tgrs
5. Bahwa Pemohon mengambil kembali mahar Termohon berupa cincin
kawin, ketika Termohon memintanya, Pemohon menyatakan nanti di
pengadilan;
Menimbang, bahwa atas jawaban Termohon tersebut, Pemohon
telah mengajukan replik yang secara rinci sebagaimana tertuang dalam
berita acara perkara ini yang pada pokoknya tetap dengan permohonan
semula;
Menimbang, bahwa atas replik Pemohon tersebut, Termohon telah
mengajukan duplik yang secara rinci sebagaimana tertuang dalam berita
acara perkara ini yang pada pokoknya tetap dengan jawaban semula;
Menimbang, bahwa untuk meneguhkan dalil-dalil permohonannya,
Pemohon telah mengajukan bukti surat berupa:
1) Foto Kopi Kutipan Akta Nikah atas nama Penggugat dan Tergugat
Nomor: 319/53/IV/2013, Tanggal 15-04-2013 yang telah di
keluarkan oleh Kantor Urusan Agama Kecamatan Legok, Kabupaten
Tangerang, telah dinazegellen yang bermaterai cukup dan telah
dicocokkan sesuai dengan aslinya dan kemudian oleh ketua majlis
hakim diparaf dan diberi tanda P.1;
2) Asli Hasil laboratorium atas nama Betha Annisa yang dikeluarkan
oleh Bethsaida Hospital bermeterai cukup tanggal 21-04-2013,
kemudian oleh ketua majlis hakim diparaf dan diberi kode P.2;
3) Asli Hasil laboratorium atas nama Betha Annisa yang dikeluarkan
oleh Bethsaida Hospital bermeterai cukup tanggal 21-04-2013,
kemudian oleh ketua majlis hakim diparaf dan diberi kode P.3;
4) Asli Resume Medis atas nama Betha Annisa yang dikeluarkan oleh
Bethsaida Hospital bermeterai cukup tanpa tanggal, kemudian oleh
ketua majlis hakim diparaf dan diberi kode P.4;
5) Gambar hasil USG atas nama Betha Annisa yang dikeluarkan oleh
Bethsaida Hospital bermeterai cukup tanggal 21-04-2013, kemudian
oleh ketua majlis hakim diparaf dan diberi kode P.5;
6) Print out bukti transfer dari Mazhar Setiabudi kepada Betha Annisa
bermeterai cukup tanggal 20 Februari 2013, kemudian oleh ketua
majlis hakim diparaf dan diberi kode P.6;
69
Hal. 69 dari hal. 16 Put. Nomor 1500/Pdt.G/2013/PA.Tgrs
7) Fotokopi rekening transfer kepada Betha Annisa bermeterai cukup
tanggal 04-02-2013, kemudian oleh ketua majlis hakim diparaf dan
diberi kode P.7;
8) Fotokopi bukti penerimaan uang dari Mazhar Setiabudi kepada Diva
Catering bermeterai cukup tanggal 13 April 2013, kemudian oleh
ketua majlis hakim diparaf dan diberi kode P.8;
9) Fotokopi faktur pembelian sepasang cincin berlian yang dikeluarkan
oleh Toko Mas Roma bermeterai cukup tanggal 08-02-2013,
kemudian oleh ketua majlis hakim diparaf dan diberi kode P.9;
10) Fotokopi faktur pembelian souvenir pernikahan yang dikeluarkan oleh
Cahaya Baru Souvenir bermeterai cukup tanggal 22 Februari 2013,
kemudian oleh ketua majlis hakim diparaf dan diberi kode P.10;
11) Fotokopi bukti pembayaran Bethsaida Hospital atas nama Betha
Annisa bermeterai cukup tanggal 14-07-2013, kemudian oleh ketua
majlis hakim diparaf dan diberi kode P.11;
Bahwa atas bukti surat yang diajukan oleh Pemohon, Termohon
didepan sidang telah mengakui kebenarannya;
Menimbang, bahwa disamping bukti surat, Pemohon telah
menghadirkan saksi-saksi sebagai berikut :
1. Fatihin Umar bin Umar, di hadapan persidangan saksi tersebut
memberikan keterangan di bawah sumpahnya secara Islam yang
pada intinya sebagai berikut:
Bahwa saksi kenal dengan Pemohon dan Termohon karena saksi
adalah famili Pemohon;
Bahwa benar Pemohon dan Termohon telah melangsungkan
pernikahan dengan status jejaka dengan perawan, dan pada saat
pesta pernikahan saksi hadir;
Bahwa setelah menikah Pemohon dan Termohon telah hidup
bersama sebagai suami isteri, tinggal di rumah orang tua Termohon
selama lebih kurang satu minggu;
Bahwa biaya pernikahan semua ditanggung oleh Pemohon;
Bahwa kemudian Pemohon pulang sendiri dan diadakan musyawarah
keluarga yang juga dihadiri oleh orang tua Termohon, membahas
tentang ternyata Termohon dalam keadaan hamil dua bulan ketika
menikah dengan Pemohon tanpa ada pemberitahuan sebelum
70
Hal. 70 dari hal. 16 Put. Nomor 1500/Pdt.G/2013/PA.Tgrs
pernikahan tentang keadaan Termohon sebenarnya;
Bahwa pihak keluarga Termohon mengakui bahwa Termohon
memang benar sedang hamil dua bulan, namun kedua orang tua
Termohon juga tidak mengetahuinya sebelum pernikahan berlansung;
Bahwa setelah musyawarah keluarga tersebut Pemohon dan
Termohon telah berpisah tempat tinggal sampai sekarang;
Bahwa saksi tidak sanggup untuk mendamaikan kembali;
2. Anton Budi Artono Bin Suwignyo, di hadapan persidangan saksi
tersebut memberikan keterangan di bawah sumpahnya secara Islam
yang pada intinya sebagai berikut:
Bahwa saksi sebagai saudara kandung Pemohon dan kenal dengan
termohon sebagai isterinya yang menikah pada tanggal 13 April 2013
di Legok;
Bahwa pada saat pernikahan Pemohon berstatus jejaka dan
Termohon berstatus perawan dan pada saat pesta pernikahan saksi
hadir;
Bahwa setelah menikah Pemohon dan Termohon telah hidup
bersama sebagai suami isteri, tinggal di rumah orang tua Termohon
selama lebih kurang satu minggu;
Bahwa seluruh biaya pernikahan semua ditanggung oleh Pemohon;
Bahwa kemudian Pemohon menelpon saksi dan menceritakan bahwa
ternyata Termohon ketika menikah dengan Pemohon sedang dalam
keadaan hamil dua bulan.
Bahwa telah diadakan musyawarah keluarga yang juga dihadiri oleh
orang tua Termohon dan saksi diundang untuk membahas tentang
kehamilan Termohon dua bulan;
Bahwa Termohon pada saat menikah dengan Pemohon tidak ada
pemberitahuan sebelumnya kalau Termohon telah hamil;
Bahwa pihak keluarga Termohon mengakui, kalau Termohon
memang benar sedang hamil dua bulan, namun kedua orang tua
Termohon juga tidak mengetahuinya sebelum pernikahan berlansung;
Bahwa setelah musyawarah keluarga tersebut Pemohon dan
Termohon telah berpisah tempat tinggal sejak tanggal 20 April 2013
sampai sekarang;
71
Hal. 71 dari hal. 16 Put. Nomor 1500/Pdt.G/2013/PA.Tgrs
Menimbang, bahwa terhadap keterangan kedua orang saksi tersebut
di atas, Pemohon dan Termohon menyatakan tidak keberatan dan dapat
menerima;
Menimbang, bahwa Pemohon menyatakan telah mencukupkan
pembuktiannya dan tidak lagi mengajukan sesuatu apapun;
Menimbang, bahwa untuk meneguhkan dalil-dalil bantahannya,
Termohon telah mengajukan bukti surat berupa :
1. Foto Kopi Kutipan Akta Nikah atas nama Pemohon dan Termohon
Nomor: 319/53/IV/2013, Tanggal 15-04-2013 yang telah di
keluarkan oleh Kantor Urusan Agama Kecamatan Legok Kabupaten
Tangerang, telah dinazegellen yang bermaterai cukup dan telah
dicocokkan sesuai dengan aslinya dan kemudian oleh ketua majlis
hakim diparaf dan diberi tanda T.1;
2. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk atas nama Betha Annisa yang
dikeluarkan oleh Camat Kelapa Dua tanggal 28-09-2010, telah
dinazegellen yang bermaterai cukup dan telah dicocokkan sesuai
dengan aslinya dan kemudian oleh ketua majlis hakim diparaf dan
diberi tanda T.2;
Menimbang, bahwa disamping bukti surat, Termohon telah
menghadirkan saksi-saksi sebagai berikut :
1. Rosmalin binti Gabriel Tambunan, di hadapan persidangan saksi
tersebut memberikan keterangan di bawah sumpahnya secara Islam
yang pada intinya sebagai berikut:
Bahwa saksi kenal dengan Pemohon dan Termohon karena saksi
adalah ibu kandung Termohon;
Bahwa benar Pemohon dan Termohon telah melangsungkan
pernikahan dengan status Pemohon sebagai jejaka dengan
Termohon sebagai nperawan, dan pada saat pesta pernikahan saksi
hadir;
Bahwa setelah menikah Pemohon dan Termohon telah hidup
bersama sebagai suami isteri, tinggal di rumah saksi selama lebih
kurang satu minggu;
Bahwa saksi tidak mengetahui sebelum perkawinan dengan
Pemohon bahwa Termohon telah menjalin hubungan dengan pria
72
Hal. 72 dari hal. 16 Put. Nomor 1500/Pdt.G/2013/PA.Tgrs
lain yang bernama Hambali pegawai Pemda Tangerang, saksi juga
tidak mengetahui Termohon telah dihamili oleh pria tersebut. Dan
saksi hanya tahu bahwa waktu itu Termohon telah tamat kuliah dan
sedang sibuk mencari pekerjaan;
Bahwa setelah pernikahan Termohon mengakui kepada saksi bahwa
dirinya sedang hamil dua bulan setelah memeriksakan diri ke dokter
ternyata positif hamil, lalu diadakan musyawarah keluarga dengan
keluarga Pemohon, dan hasil musyawarah Pemohon dan Termohon
berpisah sementara;
Bahwa Termohon dan keluarga Termohon tidak ada upaya untuk
melakukan penipuan kepada Pemohon;
Bahwa biaya nikah sudah merupakan kesepakatan bersama semua
ditanggung oleh Pemohon tanpa ada persyaratan atau perjanjian
apapun sebelumnya, namun uang hasil pesta pernikahan semua
sebeesar Rp. 34.000.000,- (tiga puluh empat juta rupiah) diambil
oleh Pemohon dan cincin emas berlian sebagai mahar Termohon
juga telah diambil oleh Pemohon kembali;
Bahwa setelah musyawarah keluarga tersebut Pemohon dan
Termohon telah berpisah tempat tinggal sampai sekarang;
Bahwa saksi tidak sanggup untuk mendamaikan kembali;--
1. H. Syahbudin bin Dudung Rasad, di hadapan persidangan saksi
tersebut memberikan keterangan di bawah sumpahnya secara Islam
yang pada intinya sebagai berikut:
Bahwa saksi sebagai bapak kandung Termohon dan kenal dengan
Pemohon yang menikah pada tanggal 13 April 2013;
Bahwa benar Pemohon dan Termohon telah melangsungkan
pernikahan dengan status Pemohon sebagai jejaka dan Termohon
sebagai perawan, dan pada saat pesta pernikahan saksi hadir;
Bahwa setelah menikah Pemohon dan Termohon telah hidup
bersama sebagai suami isteri, tinggal di rumah saksi selama lebih
kurang satu minggu;
Bahwa saksi tidak mengetahui sebelum perkawinan antara Termohon
dengan Pemohon, kalau Termohon telah menjalin hubungan dengan
pria lain bernama Hambali pegawai pada Pemda Tigaraksa. Dan
saksi juga tidak mengetahui Termohon telah dihamili oleh pria
73
Hal. 73 dari hal. 16 Put. Nomor 1500/Pdt.G/2013/PA.Tgrs
tersebut, saksi hanya tahu bahwa waktu itu Termohon telah tamat
kuliah dan sedang sibuk mencari pekerjaan;
Bahwa setelah pernikahan Termohon mengakui dengan saksi bahwa
dirinya sedang hamil dua bulan setelah memeriksakan diri ke dokter
ternyata positif hamil. Kemudian diadakan musyawarah keluarga;
Bahwa hasil musyawarah Pemohon dan Termohon, sepakat untuk
sementara berpisah;
Bahwa Termohon dan keluarga Termohon tidak ada upaya untuk
melakukan penipuan kepada Pemohon;
Bahwa biaya nikah sudah merupakan kesepakatan bersama semua
ditanggung oleh Pemohon tanpa ada persyaratan atau perjanjian
apapun sebelumnya, namun uang hasil pesta pernikahan sebesar
Rp. 34.000.000,- (tiga puluh empat juta rupiah) semua diambil oleh
Pemohon dan cincin emas berlian sebagai mahar Termohon juga
telah diambil oleh Pemohon kembali;
Bahwa setelah musyawarah keluarga tersebut Pemohon dan
Termohon telah berpisah tempat tinggal sampai sekarang;
Bahwa saksi tidak sanggup untuk mendamaikan kembali;
Menimbang, bahwa atas keterangan kedua orang saksi tersebut di
atas, Pemohon dan Termohon menyatakan tidak keberatan dan dapat
menerima;
Menimbang, bahwa Termohon telah mencukupkan pembuktiannya
dan menyatakan tidak akan mengajukan apapun lagi;
Menimbang, bahwa untuk mempersingkat uraian putusan ini, maka
ditunjuk segala hal sebagaimana tercantum dalam berita acara persidangan
perkara ini, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari putusan ini;
TENTANG PERTIMBANGAN HUKUMNYA
Menimbang, bahwa maksud dan tujuan Permohonan Pemohon
sebagaimana telah diuraikan di atas;
Menimbang, bahwa berdasarkan posita permohonan, Pemohon telah
mengajukan permohonan pembatalan nikah dan dengan didasarkan kepada
dalil Pemohon sendiri tentang domisili Pemohon dan Termohon yang
berada di wilayah hukum Pengadilan Agama Tigaraksa, maka sesuai
74
Hal. 74 dari hal. 16 Put. Nomor 1500/Pdt.G/2013/PA.Tgrs
dengan ketentuan Pasal 49 ayat (1) huruf a dan penjelasan pasal 49 ayat
(2) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 dan Perubahan Kedua
dengan Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009, Pengadilan Agama
Tigaraksa secara formal dinilai berwenang untuk menerima, memeriksa,
mengadili, dan menyelesaikan permohonan Pemohon;
Menimbang, bahwa pada persidangan yang telah ditentukan
Pemohon dan Termohon telah menghadap sendiri (in person) di muka
persidangan. Majelis Hakim telah berupaya mendamaikan Pemohon dan
Termohon agar menyelesaikan permasalahannya secara kekeluargaan dan
kembali membina rumah tangga, namun tidak berhasil. Demikian pula
upaya mediasi sebagaimana kehendak PERMA Nomor 1 Tahun 2008 telah
dilaksanakan, namun tetap tidak berhasil. Maka, ketentuan Pasal 130 ayat
(1) HIR dan PERMA Nomor 1 Tahun 2008 telah terpenuhi;
Menimbang, bahwa berdasarkan alat bukti T.2 (Fotokopi Kartu
Tanda Penduduk atas nama Termohon) merupakan akta otentik, oleh
karenanya secara formil dinyatakan dapat diterima, dan berdasarkan alat
bukti a quo telah terbukti secara meyakinkan Termohon berdomisili di
wilayah hukum Pengadilan Agama Tigaraksa. Dengan demikian
pemeriksaan dapat dialnjutkan;
Menimbang, bahwa atas permohonan Pemohon dalam mengajukan
pembatalan nikah telah mendalilkan suatu alasan bahwa Pemohon dan
Termohon telah melangsungkan pernikahan pada tanggal 13 April 2013 di
Kecamatan Legok, Kabupaten Tangerang dengan status Pemohon sebagai
seorang jejaka dan Termohon sebagai seorang perawan dan juga telah
hidup bersama sebagai suami isteri. Namun Termohon sewaktu menikah
dengan Pemohon tenyata dalam keadaan hamil dua bulan, sedangkan
Termohon tidak pernah memberitahukan kepada Pemohon tentang
kehamilannya sebelum perkawinan, maka sesuai dengan ketentuan pasal
27 (2) UU Nomor 1 Tahun 1974 Jo. Pasal 72 (2) Kompilasi Hukum Islam,
secara formal perkara ini dapat diterima untuk diperiksa lebih lanjut;
Menimbang, bahwa berdasarkan Foto Kopi Kutipan Buku Nikah
atas nama Pemohon dan Termohon yang telah melangsungkan
pernikahannya pada tanggal 13 April 2013 dengan Nomor : 319/53/IV/2013
yang telah dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama Kecamatan Legok
75
Hal. 75 dari hal. 16 Put. Nomor 1500/Pdt.G/2013/PA.Tgrs
Kabupaten Tangerang pada tanggal 15 April 2013, sebagaimana bukti P.1
dan T.1, bahwa Pemohon dan Termohon telah terbukti sebagai suami
isteri, maka berdasarkan pasal 2 ayat (1)dan (2) Undang-undang Nomor 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan, dapatlah dinyatakan bahwa Pemohon dan
Termohon telah terikat dalam perkawinan yang sah;
Menimbang, bahwa oleh karena Pemohon dan Termohon sebagai
suami isteri yang telah terikat dalam suatu perkawinan yang sah, maka
Pemohon dan Termohon dinilai sebagai pihak yang tepat dalam perkara ini
(legitima standi in judicio);
Menimbang, bahwa pada persidangan pertama Pemohon telah
mengajukan penambahan permohonan tentang tuntutan ganti rugi terhadap
seluruh biaya prosesi acara pernikahan antara Pemohon dengan Termohon
sampai pesta perkawinan beserta seluruh biaya rumah sakit Termohon. Hal
ini dinilai oleh Pemohon ada unsur penipuan. Maka, berdasarkan pasal 49
ayat (2) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 dan Perubahan Kedua
dengan Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009, dalam hal adanya
penipuan, bukanlah menjadi wewenang Pengadilan Agama, maka
permohonan Pemohon harus dinyatakan untuk tidak dapat diterima;
Menimbang, bahwa dari jawab menjawab antara Pemohon dengan
Termohon, maka hal-hal yang telah diakui kebenarannya oleh Termohon
adalah sebagai berikut: bahwa benar Pemohon dengan Termohon telah
terikat hubungan suami isteri yang sah, bahwa benar Termohon sebelum
menikah dengan Pemohon telah berhubungan sex dengan seorang pria lain
bernama Hambali PNS pada Pemda Kabupaten Tangerang sebanyak 1
(satu) di luar nikah. Bahwa benar sewaktu Termohon menikah dengan
Pemohon dalam keadaan terlambat haid setelah berhubungan sex dengan
pria lain kemudian dua hari setelah pernikahan diketahui sedang hamil dua
bulan. Sedangkan hal yang dibantah oleh Termohon adalah bahwa
Termohon membantah telah melakukan penipuan terhadap Pemohon
tentang kondisi kehamilan Termohon, karena Termohon mengetahui
sedang hamil setelah terjadi pernikahan;
Menimbang, bahwa segala hal yang telah diakui kebenarannya
merupakan suatu fakta yang tetap sehingga tidak perlu dibuktikan lagi;
Menimbang, bahwa berdasarkan alat bukti P.2 s/d P.5, dan diakui
76
Hal. 76 dari hal. 16 Put. Nomor 1500/Pdt.G/2013/PA.Tgrs
kebenarannya oleh Termohon, secara formil dinyatakan dapat diterima yang
menerangkan bahwa Betha Annisa telah dirawat di rumah sakit Bethsaida
Hospital sekitar tanggal 21-04-2013 dan pula menerangkan bahwa Betha
Annisa sedang dalam keadaan hamil;
Menimbang, bahwa berdasarkan alat bukti P.6 s/d P.11, dan diakui
kebenarannya oleh Termohon, secara formil dinyatakan dapat diterima.
Akan tetapi alat bukti a quo berhubungan dengan permohonan ganti rugi
yang diajukan oleh Pemohon. Maka alat bukti tersebut harus
dikesampingkan;
Menimbang, bahwa atas keterangan dua orang saksi yang diajukan
oleh Pemohon di depan persidangan, telah menerangkan berdasarkan apa
yang dilihat dan dialaminya sendiri dan bukan orang yang terhalang menjadi
saksi secara sehingga secara formil dapat diterima, sedangkan secara
materiil keterangan saksi saling bersesuaian antara yang satu dengan yang
lain, serta mendukung dalil-dalil Permohonan Pemohon, sehingga telah
memenuhi syarat formil dan materiil sebagai saksi, oleh karena itu Majelis
Hakim menilai kesaksian tersebut dapat diterima dan dapat dijadikan
sebagai alat bukti yang sah serta menguatkan dalil-dalil Permohonan
Pemohon;
Menimbang, bahwa dua orang saksi yang diajukan oleh Termohon
di depan persidangan, telah menerangkan berdasarkan apa yang dilihat dan
dialaminya sendiri dan bukan orang yang terhalang menjadi saksi sehingga
secara formil dapat diterima, sedangkan secara materiil keterangan saksi
saling bersesuaian antara yang satu dengan yang lain, serta mendukung
dalil-dalil bantahan Termohon, sehingga telah memenuhi syarat formil dan
materiil sebagai saksi, oleh karena itu Majelis Hakim menilai bahwa
keterangan 2 (dua) saksi tersebut dapat diterima dan dapat dijadikan
sebagai alat bukti yang sah serta menguatkan dalil-dalil bantahan
Termohon;
Menimbang, bahwa berdasarkan semua hal yang telah
dipertimbangkan tersebut di atas, Majelis Hakim dapat menemukan dan
menyimpulkan fakta di persidangan yang pada intinya sebagai berikut:
Bahwa Pemohon dan Termohon adalah sebagai suami isteri
sah yang telah melangsungkan pernikahan pada tanggal 13
April 2013 di Kecamatan Legok, Kabupaten Tangerang dengan
77
Hal. 77 dari hal. 16 Put. Nomor 1500/Pdt.G/2013/PA.Tgrs
status Pemohon sebagai jejaka dan Termohon berstatus
perawan;
Bahwa Pemohon dengan Termohon telah hidup bersama
selama lebih kurang satu minggu dan telah berhubungan
sebagaimana layaknya suami isteri sebanyak dua kali;
Bahwa sebelum pernikahan Pemohon dengan Termohon,
Termohon telah berhubungan sex dengan pria lain bernama
Hambali PNS pada Pemda Kabupaten Tangerang sebanyak 1
(satu) kali dan hal tersebut tidak diberitahukan oleh Termohon
kepada Pemohon sebelum pernikahan;
Bahwa pada saat acara pernikahan, Termohon sedang
terlambat haid setelah berhubungan sex dengan pria lain di luar
nikah kemudian Termohon memeriksakan diri dua hari setelah
acara pernikahan. Dan atas hasil pemeriksaan dokter,
Termohon positif hamil 2 (dua) bulan kemudian diberitahukan
kepada Pemohon satu minggu setelah pernikahan;
Menimbang, bahwa berdasarkan fakta-fakta tersebut di atas, maka
majelis berpendapat bahwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan :
bahwa Pemohon dan Termohon telah terikat dalam
perkawinan yang sah semenjak tanggal 13 April 2013 dengan
status antara jejaka dengan perawan;
bahwa Pemohon tidak mengetahui keadaan Termohon yang
berstatus perawan. Dan ternyata Termohon dalam keadaan
hamil dua bulan akibat berhubungan sex dengan pria lain
bernama Hambali PNS pada Pemda Kabupaten Tangerang
sebanyak 1 (satu) sebelum menikah dengan Pemohon;
Menimbang, bahwa berdasarkan apa yang telah terbukti
sebagaimana tersebut di atas, ternyata Pemohon merasa tertipu dan tidak
dapat melanjutkan rumah tangganya dengan Termohon, karena hal tersebut
sangat mengganggu batin Pemohon, oleh karena itu majelis menilai jika
rumah tangga Pemohon dan Termohon tetap diteruskan, maka
kemudlaratan akan menimpa keduanya. Oleh karena itu menyelamatkan
mereka dari keadaan tersebut melalui pembatalan pernikahan merupakan
tindakan yang lebih baik dan maslahat bagi keduanya daripada tetap
mempertahankan perkawinan mereka;
78
Hal. 78 dari hal. 16 Put. Nomor 1500/Pdt.G/2013/PA.Tgrs
Menimbang, bahwa berdasarkan pertibangan-pertimbangan tersebut
di atas, maka majelis berkesimpulan bahwa permohonan pemohon telah
terbukti dan cukup alasan untuk melakukan pembatalan nikah sesuai
dengan pasal 27 ayat (2) Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 Jo. Pasal
37 Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 Jo. pasal 72 ayat (2) Inpres
Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam, oleh karena itu
permohonan Pemohon patut untuk dikabulkan;
Menimbang, bahwa semua dalil dalil dan alat bukti baik surat maupun
saksi yang diajukan oleh Pemohon maupun Termohon di depan sidang
sepanjang tidak dipertimbangkan oleh majelis hakim, maka harus
dinyatakan untuk dikesampingkan;
Menimbang, bahwa berdasarkan Pasal 89 ayat 1 Undang-Undang
Nomor 50 Tahun 2009 tentang perubahan kedua atas Undang-undang
Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama, maka biaya perkara ini
seluruhya dibebankan kepada Pemohon;
Mengingat segala peraturan perundang-undangan yang berlaku serta
hukum syara' yang berkaitan dengan perkara ini;
MENGADILI
1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian;
2. Membatalkan pernikahan Pemohon ( Mazhar Setiabudi bin Suwignyo)
dengan Termohon ( Betha Annisa binti Syahbudin ) yang
dilaksanakan pada tanggal 13 April 2013 tercatat di Kantor Urusan
Agama Kecamatan Legok, Kabupaten Tangerang;
3. Memerintahkan kepada Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama
Kecamatan Legok, Kabupaten Tangerang untuk mencoret Buku Kutipan
Akta Nikah Nomor 319/53/IV/2013 tanggal 15 April 2013 dari Register
Akta Nikah;
4. Menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima selain dan
selebihnya;
5. Membebankan kepada Pemohon untuk membayar seluruh biaya
perkara ini Rp 291.000,- ( Dua ratus Sembilan puluh satu ribu rupiah);
Demikian dijatuhkan putusan ini di Tigaraksa, pada hari Kamis
tanggal 29 Agustus 2013 Masehi bertepatan dengan tanggal 22 Syawal
79
Hal. 79 dari hal. 16 Put. Nomor 1500/Pdt.G/2013/PA.Tgrs
1434 H. dalam permusyawaratan Majelis Hakim Pengadilan Agama
Tigaraksa yang terdiri dari Drs. H. Saifullah sebagai Hakim Ketua Majelis
serta H. Antung Jumberi, SH., MH dan Musidah, S.Ag., M.HI masing-
masing sebagai hakim-hakim Anggota. Putusan tersebut diucapkan oleh
Ketua Majelis pada hari itu juga dalam sidang terbuka untuk umum dengan
dihadiri oleh para Hakim Anggota serta Fathiyah Sadim, S.Ag sebagai
Panitera Pengganti dan dihadiri oleh Pemohon dan Termohon
Ketua Majelis
Drs. H. Saifullah
Hakim Anggota Hakim Anggota
H. Antung Jumberi, SH., MH Musidah, S.Ag., M.HI
Panitera Pengganti
Fathiyah Sadim, S.Ag
Perincian biaya perkara :
1. Biaya Pendaftaran Rp. 30.000,-
2. Biaya ATK Rp. 50.000,-
3. Biaya Panggilan Rp 200.000,-
4. Biaya redaksi Rp. 5.000,-
5. Biaya Meterai Rp 6.000,-
Jumlah Rp 291.000,-
( dua ratus sembilan puluh satu ribu rupiah);