hubungan skor konsumsi pangan dan pengetahuan …

80
HUBUNGAN SKOR KONSUMSI PANGAN DAN PENGETAHUAN PANGAN DENGAN TINGKAT KETAHANAN PANGAN KELUARGA DI DESA PALUH SIBAJI KECAMATAN PANTAI LABU SKRIPSI DITA SWINTAN RUMAPEA P01031214016 KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN MEDAN JURUSAN GIZI PROGRAM STUDI DIPLOMA IV 2018

Upload: others

Post on 03-Oct-2021

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PANGAN DENGAN TINGKAT KETAHANAN PANGAN KELUARGA DI
DESA PALUH SIBAJI KECAMATAN PANTAI LABU
SKRIPSI
PROGRAM STUDI DIPLOMA IV
PANGAN DENGAN TINGKAT KETAHANAN PANGAN KELUARGA DI
DESA PALUH SIBAJI KECAMATAN PANTAI LABU
Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
Program Studi Diploma IV di Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan
Medan
PROGRAM STUDI DIPLOMA IV
pengetahuan pangan dengan tingkat
Nama : Dita Swintan Rumapea
Nomor Induk Mahasiswa : P01031214016
Program studi : Diploma IV
Herta Mastalina, SKM, M.Ph Dini Lestrina,DCN, M.Kes
Penguji I Penguji II
Mengetahui, Ketua Jurusan Gizi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi, yang berjudul ” Hubungan Skor Konsumsi Pangan
dan Pengetahuan Pangan dengan Tingkat Ketahanan Pangan
Keluarga di Desa Paluh Sibaji Kecamatan Pantai Labu”.
Dalam penulisan usulan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan
berbagai pihak, oleh sebab itu pada kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Dr Oslida Martony, SKM, M.Kes selaku Ketua Jurusan Gizi
Politeknik Kesehatan Medan
yang selalu memberi bimbingan kepada penulis dalam menyusun
skripsi ini.
3. Ibu Herta Masthalina, SKM, M.Ph selaku penguji I saya yang
memberikan masukan dalam menguji skripsi saya.
4. Ibu Dini Lestrina, DCN, M.Kes selaku penguji II saya yang
memberikan masukan dalam menguji skripsi saya.
5. Bapak Abdul Hafiz dan Ibu Duma selaku pejabat Desa Paluh Sibaji
yang memberikan izin untuk melakukan penelitian di Desa Paluh
Sibaji.
memberikan informasi dalam penyusun skripsi.
7. Kedua Orang Tua penulis yang selalu memberi doa, semangat,
dukungan, dan dorongan kepada penulis.
8. Teman – teman mahasiswa/i D-IV yang telah memberikan saran
dan masukan dalam penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih
banyak kekurangan, sehingga penulis mengharapkan saran dan kritik
guna perbaikan dan penyempurnaan skripsi ini. Semoga apa yang telah
ditulis dapat menambah pengetahuan bagi kita semua.
Penulis
ABSTRAK
Pengetahuan Pangan dengan Ketahanan Pangan dengan Tingkat
Ketahanan Pangan Keluarga di Desa Paluh Sibaji Kecamatan Pantai
Labu “ (DI BAWAH BIMBINGAN URBANUS SIHOTANG)
Ketahanan pangan keluarga merupakan kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan pangan anggota rumah tangga dari segi jumlah, mutu dan ragamnya sesuai dengan budaya setempat, sedangkan ketahanan pangan keluarga tercermin dari ketersediaan, kemampuan daya beli, dan keterjangkauan keluarga dalam memenuhi pangan. Ketahanan pangan dipengaruhi oleh skor konsumsi pangan dan pengetahuan rumah tangga.
Tujuan : Untuk mengetahui hubungan skor konsumsi pangan dan pengetahuan pangan dengan tingkat ketahanan pangan keluarga di Desa Paluh Sibaji Kecamatan Pantai Labu
Penelitian ini dilakukan di Desa Paluh Sibaji periode September – Juli 2018. Jenis penelitian adalah observasional dengan rancangan cross sectional. Populasi adalah keluarga yang mempunyai anak balita sebesar 600 KK. Sampel adalah keluarga sebanyak 78 dengan teknik pengambilan sampel systematik random sampling. Data yang dikumpulkan meliputi skor konsumsi pangan, Pengetahuan Pangan dan Ketahanan Pangan. Skor konsumsi pangan dan pengetahuan dikumpulkan dengan wawancara dengan alat bantu kuesioner, ketahanan pangan diperoleh dari persen pengeluaran total dan asupan energi. Analisis data dengan Uji Chi – Square.
Hasil penelitian diperoleh 64,1% frekuensi pangan kurang, 75,6% pengetahuan ibu yang sedang, 52,6% keluarga termasuk rawan pangan. Tidak ada Hubungan skor konsumsi pangan dengan ketahanan pangan di Desa Paluh Sibaji, ada hubungan pengetahuan keluarga dengan ketahanan pangan di Desa Paluh Sibaji.
Kata kunci: Konsumsi Pangan, Pengetahuan Pangan, Ketahanan
Pangan, keluarga
ABSTRACT
DITA SWINTAN RUMAPEA” Reletionship Between The Food Consumption Score And Food Knowledge With Food Resistance With Family Food Resistance Level In Paluh Sibaji Village, Pantai Labu Subdistrict.” (CONSULTANT: URBANUS SIHOTANG GUIDANCE)
Family food security is the family's ability to meet the food needs of the family members, the quantity, quality and variety, while the family food security is reflected in the availability, purchasing power, and affordability of families in fulfilling the food supplies. Food security is influenced by the score of food consumption and household knowledge
This study aimed to determine the relationship between the score of food consumption and food knowledge with the level of family food security in Paluh Sibaji Village, Pantai Labu District
This research was conducted in Paluh Sibaji Village for the period of September - July 2018. The study was an observational study with cross sectional design. The population was 600 families who had toddlers and 78 families were taken into samples through a systematic random sampling technique. Data collected included food consumption scores, food knowledge and food security. Food consumption scores and knowledge were collected by interview with questionnaire tools, food security was obtained from percent of total expenditure and energy intake and data were tested by Chi-Square Test. Through the research, the following data were obtained: 64.1% of families had less food frequency: 75.6% had moderate knowledge: 52.6% of families had insecure food supplies. This study did not find a relation between food consumption scores and food security in Paluh Sibaji Village, but there was a relationship between family knowledge and food security in Paluh Sibaji Village.
Keywords: Food Consumption, Food Knowledge, Food Security,
Family
1. Pengertian ...................................................................... 6
4. Indikator Pengukuran ketahanan pangan ...................... 16
D. Metode Recall 24 Jam ........................................................ 16
E. Kerangka Teori ................................................................... 18
F. Kerangka Konsep ............................................................... 19
G. Defenisi Operasional ......................................................... 20
A. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................. 23
B. Jenis dan Rancangan Penelitian ........................................ 23
C. Populasi dan Sampel Penelitian ........................................ 23
D. Jenis dan Cara Pengumpulan Data .................................... 25
E. Pengolahan dan Analisis Data ............................................ 29
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................. 29
A. Hasil Penelitian ................................................................... 29
2. Karakteristik keluarga ..................................................... 29
a. Pendidikan Ayah ...................................................... 29
b. Pendidikan Ibu ......................................................... 30
c. Umur Ayah ............................................................... 30
d. Umur Ibu ................................................................... 31
4. Pengetahuan Pangan ..................................................... 32
5. Ketahanan Pangan ......................................................... 33
Ketahanan Pangan ......................................................... 33
Ketahanan Pangan ......................................................... 34
2. Pengetahuan Pangan .................................................. 36
4. Hubungan Skor Konsumsi Pangan dengan
Ketahanan pangan ...................................................... 37
Ketahanan Pangan ...................................................... 39
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 42
2. Pengukuran derajat ketahanan pangan tingkat rumah tangga .......... 16
3. Definisi Operasional .......................................................................... 20
10. Pengetahuan Pangan ........................................................................ 32
12. Hubungan Skor Konsumsi Pangan dengan Ketahanan Pangan ....... 33
13. Hubungan Pengetahuan Pangan dengan Ketahanan Pangan .......... 34
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
2. Kerangka Konsep .............................................................................. 19
3. Kuesioner Pengetahuan Pangan ....................................................... 47
4. Formulir Pengeluaran dan Non Pangan ............................................ 49
5. Formulir Food Recall 24 Jam ............................................................ 51
6. Master Tabel ..................................................................................... 52
8. Surat Penelitian ................................................................................. 61
11. Pernyataan Keaslian ......................................................................... 64
BAB I
Pangan adalah kebutuhan dasar bagi manusia yang bersifat hakiki
yang harus dipenuhi setiap saat. Oleh karena itu pangan yang tersedia
dimasyarakat harus layak dikonsumsi dan aman untuk dikonsumsi.
Pendapat lain menyatakan bahwa pangan hendaknya tersedia secara
cukup dan memenuhi kaidah aman, bermutu, bergizi dan beragam untuk
memenuhi kebutuhan pokok yang dibutuhkan tubuh setiap hari.
Kekurangan atau kelebihan dalam jangka waktu lama berakibat buruk
terhadap kesehatan (Almatsier, 2011).
bagian integral dari budaya suatu masyarakat, daerah, atau suatu bangsa.
Makanan adalah sebuah konsep yang relatif. Pada tingkat global, manusia
memakan segala sesuatu asalkan tidak beracun. Namun, ketika kita
dihadapkan pada budaya yang berbeda, apa yang dianggap dapat
dimakan dalam satu budaya mungkin tidak terjadi dalam budaya yang lain
(den Hartog et al,2006) dalam (khomsan, 2013).
Undang-undang nomor 18 tahun 2012 tentang pangan menyatakan
bahwa ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi
negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya
pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam,
bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama,
keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan
produktif secara berkelanjutan (Santi, 2015)
Ketahanan pangan keluarga merupakan kemampuan keluarga untuk
memenuhi kebutuhan pangan anggota rumah tangga dari segi jumlah,
mutu dan ragamnya sesuai dengan budaya setempat, sedangkan
ketahanan pangan keluarga tercermin dari ketersediaan, kemampuan
daya beli, dan keterjangkauan keluarga dalam memenuhi pangan (Natalia
dkk, 2013).
pada akhirnya berpengaruh terhadap peningkatan kualitas sumber daya
manusia suatu bangsa. Status gizi seseorang ditentukan oleh kuantitas
dan kualitas (ragam) pangan yang dikonsumsi oleh seseorang karena
setiap pangan memiliki nilai gizi yang berbeda-beda. Semakin beragam
pangan yang dikonsumsi, maka semakin baik zat gizi yang diterima oleh
tubuh. Status gizi yang baik dapat mencerminkan baik atau buruknya
ketahanan pangan suatu keluarga (Amaliyah, 2011) dalam
(Fathamira,2014).
diketahui dengan mengukur ketahanan pangan keluarga tersebut.
Ketahanan pangan keluarga adalah tingkatan dari suatu keluarga yang
mampu menyediakan bahan makanan yang cukup, aman, dan bergizi
dalam memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari untuk dapat hidup aktif
dan sehat.(Fathamira, 2014).
Berdasarkan hasil Studi Diet Total (SDT) 2014 proporsi penduduk
Indonesia yang angka kecukupan energi <70% AKE pada umur 13 – 18
tahun sebesar 52,5% dan kecukupan protein sebesar 48,1%. Studi Diet
Total (SDT) 2014 juga menjelaskan rerata tingkat kecukupan energi di
Indonesia masih 45,7% seharusnya asupan tingkat energi yang kurang
(<70%AKE). Sedangkan rerata tingkat kecukupan protein di Indonesia
36,1% seharusnya asupan tingkat protein sangat kurang (<80%AKP)
Hasil Studi Diet Total (SDT) 2014, rerata tingkat kecukupan energi di
Sumatera Utara masih 50,2% seharusnya asupan tingkat energi yang
kurang (<70%AKE). Sedangkan rerata tingkat kecukupan protein di
Sumatera Utara 32,3% seharusnya asupan tingkat protein sangat kurang
(<80%AKP)
diperoleh asupan protein rata–rata penduduk di daerah pantai lebih
rendah dibandingkan di daerah pertanian, dan asupan energi masih
dibawah 2000 kal/kapita/hari, sedangkan asupan protein yang defisit ada
sebanyak 30,9% dan kurang 20,9%. Dilihat dari konsumsi pangan bahwa
belum beragam dan berimbang dilihat dari skor PPH masih 72,8% yang
targetnya adalah 90%.
dengan pendapatan. Rumahtangga dengan ibu berpendidikan tinggi
biasanya mempunyai lebih banyak uang yang dapat digunakan untuk
pembelian pangan.(Fathonah, 2011)
tangga dapat dicapai. (Yuliana, 2013)
Ketahanan pangan dipengaruhi oleh skor konsumsi pangan dan
pengetahuan rumah tangga. Skor konsumsi pangan dilihat dari
keragaman pangan yang dikonsumsi, semakin beragam maka semakin
baik. Skor konsumsi dinilai menggunakan metode FCS (Food
Consumption Score). (Sembiring dkk,2015). Skor konsumsi pangan
dihitung dengan menjumlahkan hasil kali dari frekuensi dan bobot dari
setiap kelompok pangan, kemudian di impretasikan dalam 3 kategori yaitu:
poor (0-28), borderline (28-42) dan acceptable (>42). (Sembiring dkk,
2015).
yang signifikan antara FCS(Food Consumption Score) dan MAR(mean
adequacy ratio) dan ada hubungan yang signifikan antara FCS dan
Tingkat Kecukupan Energi(TKE). Tingkat konsumsi rumah tangga yang
diinterpretasikan dengan Skor Konsumsi Pangan(FCS), semua rumah
tangga tergolong ke dalam tahan pangan yang yaitu sebagian besar
rumah tangga mampu memenuhi kebutuhan pangan bagi seluruh anggota
rumah tangganya.
berpengaruh terhadap ketahanan pangan rumah tangga nelayan di
Kelurahan Kangkung, Kecamatan Teluk Betung Selatan, Kota Bandar
Lampung adalah besar anggota rumah tangga, pengeluaran rumah
tangga, dan pengetahuan gizi ibu rumah tangga. Faktor yang berpengaruh
negatif adalah besar anggota rumah tangga, dan berpengaruh positif
adalah pengeluaran rumah tangga, dan pengetahuan gizi ibu rumah
tangga.
pangan rumah tangga berdasarkan proporsi pengeluaran pangan dan
konsumsi energi petani adalah kurang pangan atau sebesar 55% dan
45% termasuk ke dalam kondisi rawan pangan. Rumah tangga dengan
status tahan pangan dan rentan pangan tidak didapati di daerah penelitian
Hasil penelitian Salim (2016) bahwa indeks ketahanan pangan
keluarga menunjukkan bahwa sebanyak 92,78% rumah tangga nelayan
buruh (responden) termasuk dalam kategori tidak tahan pangan, dimana
akses terhadap pangan tidak kontinu dalam memenuhi kebutuhan pangan
termasuk protein walaupun secara kualitas asupan protein tergolong baik
berasal dari protein hewani. Sebanyak 7,22% termasuk dalam kategori
kurang tahan pangan dan tidak ada rumah tangga nelayan buruh yang
tahan pangan.
Desa Paluh Sibaji merupakan salah satu desa di Kecamatan Pantai
Labu. Desa Paluh Sibaji sebagian besar penduduknya adalah nelayan.
Hasil Laporan Puskesmas Pantai Labu di desa Paluh Sibaji ditemukan 2
orang balita kurang gizi. Hasil Laporan Dinas Ketahanan Pangan Deli
Serdang bahwa asupan protein di daerah pantai lebih rendah di
bandingkan daerah pertanian.
Tingkat Ketahanan Pangan Keluarga di Desa Paluh Sibaji Kecamatan
Pantai Labu”
penelitiannya adalah sebagai berikut: Adakah hubungan skor konsumsi
pangan dan pengetahuan pangan dengan tingkat ketahanan pangan
keluarga di Desa Paluh Sibaji kecamatan Pantai Labu?
C. Tujuan penelitian
1. Tujuan Umum
pengetahuan pangan dengan tingkat ketahanan pangan keluarga di Desa
Paluh Sibaji Kecamatan Pantai Labu.
2. Tujuan Khusus
a. Menilai skor konsumsi pangan keluarga di Desa Paluh Sibaji.
b. Menilai pengetahuan pangan keluarga di Desa Paluh Sibaji.
c. Menilai ketahanan pangan keluarga di Desa Paluh Sibaji
d. Menganalisis skor konsumsi pangan keluarga dengan ketahanan
pangan di Desa Paluh Sibaji
e. Menganalisis pengetahuan pangan keluarga dengan ketahanan
pangan di Desa Paluh Sibaji
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Responden
keluarga untuk memenuhi kecukupan zat gizi pada balita.
2. Bagi Peniliti
atau penelitian tentang defisiensi gizi.
3. Bagi Instansi Terkait
Serdang.
score (HDDS) dan individual dietary diversity score (IDDS) adalah alat
yang digunakan untuk mengukur tingkat perbedaan keragaman pangan
yang dikonsumsi pada tingkat rumah tangga maupun indvidu. HDDS dan
IDDS memiliki pengelompokan dalam penilaian skor untuk menentukan
jumlah pangan yang dikonsumsi. Selain itu, kualitas konsumsi pangan
rumah tangga juga dapat diukur dengan menggunakan indikator food
consumption score (FCS). Kuesioner pengukuran keragaman pangan dari
FAO dapat disesuaikan dengan tujuan pengambilan data konsumsi
pangan. Selain itu, jenis pangan yang tercantum pada setiap kelompok
pangan dapat disesuaikan dengan pangan yang beredar di masyarakat
sekitar. (kristiandi,2015)
rumah tangga.FCS pertama kali dibuat di Afrika Selatan pada tahun
1996.FCS sekarang sudah banyak diujikan pada beberapa negara
termasuk salah satunya yaitu Indonesia.Dalam pengukuran FCS
kelompok jenis pangan lebih sedikit dibandingkan dengan HDDS dimana
dalam FCS jenis kelompok pangan terbagi dalam 10 kelompok. World
food programme (WFP) menggunakan konsumsi pangan sebagai entry
point dalam melihat ketahan pangan, namun dalam mengumpulkan data
tersebut memakan waktu yang lama dan data yang didapat kurang rinci,
sehingga telah dibuat metode baru dalam mengukur ketahanan pangan
yaitu Food consumption score (FCS). FCS telah banyak digunakan oleh
beberapa negara dalam mengukur tingkat ketahanan pangan suatu
wilayah. Negara pertama yang menggunakan metode tersebut yaitu Afrika
selatan pada tahun 1996 yang kemudian di ikuti oleh negara lain
diantaranya Mozambiek, Malawi, Lesotho dan beberapa negara lainnya.
Penggunaan FCS dalam mengukur kualitas pangan dilakukan dengan
menghitung skor konsumsi pangan yang didapatkan dengan mengukur
frekuensi pangan yang dikonsumsi oleh individu dan rumah tangga
selama recall 3 hari, dengan tidak berturut –turut pada hari kerja, hari
pekan dan hari libur karena dalam rentang waktu tersebut merupakan
rentang waktu yang paling tepat untuk menemukan informasi mengenai
kebiasaan makan rumah tangga. Hasil konsumsi pangan selama recall 3
hari tersebut kemudian diidentifikasikan ke dalam sembilan kelompok
pangan yang telah dikelompokan berdasarkan pangan yang dikonsumsi.
(kristiandi,2015)
dan acceptable (>42). (sembiring dkk,2015)
Tabel 1: Jenis Pangan, Kelompok Pangan dan Bobot
Jenis Pangan Kelompok Pangan Bobot frekuensi bobot
x fre Jagung, bubur jagung, beras, roti dan
sereal
mede
Buah Buah 1
unggas, telur dan ikan
Susu dan produk olahannya
Bumbu-bumbu Bumbu 0
Sumber: Indonesia Food and Nutrition Security Monitoring System, 2009 dalam
(sembiring, 2015)
Jika ibu memiliki pengetahuan yang baik tentang gizi balita,
diharapkan ibu juga akan memiliki sikap dan perilaku yang baik pula
dalam pemenuhan gizi balita. Pengetahuan ibu mengenai gizi akan
berpengaruh terhadap hidangan dan mutu makanan yang disajikan untuk
anggota keluarga termasuk balita. Sikap ibu dalam memenuhi kebutuhan
gizi balita juga sangat penting. Sikap merupakan faktor yang
memengaruhi perilaku kesehatan seseorang. Perubahan sikap secara
berkelanjutan dapat memengaruhi perilaku seseorang, dimana perilaku
pemenuhan gizi yang baik dapat meningkatkan status gizi anak (Apooh,
Yaa, & Krekling, 2005) dalam (setyaningsih, 2014)
Menurut Tanziha (2005), pengetahuan yang tinggi juga berhubungan
dengan pendapatan. Rumahtangga dengan ibu berpendidikan tinggi
biasanya mempunyai lebih banyak uang yang dapat digunakan untuk
pembelian pangan.(Fathonah, 2011)
tangga dapat dicapai. (Yuliana, 2013)
Tingkat pendidikan ikut menentukan atau mempengaruhi mudah
tidaknya seseorang menerima suatu pengetahuan, semakin tinggi
pendidikan maka seseorang akan lebih mudah menerima informasi
informasi gizi. Dengan pendidikan gizi tersebut diharapkan tercipta pola
kebiasaan makan yang baik dan sehat, sehingga dapat mengetahui
kandungan gizi, sanitasi dan pengetahuan yang terkait dengan pola
makan lainnya ( Handayani, 1994 ).
kegiatan yang berkaitan dengan hal yang diketahuinya itu. Pengetahuan
dapat diperoleh dengan melihat atau mendengar, namun juga dapat
diperoleh melalui pengalaman dan proses belajar dalam bentuk
pendidikan yang bersifat formal atau informal.
C. Ketahanan Pangan
Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya kebutuhan gizi
setiap individu baik dalam jumlah maupun mutu agar dapat hidup aktif dan
sehat secara berkesinambungan sesuai dengan budaya setempat. Saliem
et al (2005) dalam (Rosyadi,2012)
Menurut Undang-Undang Nomor 7 tahun 1996 tentang pangan
menyebutkan bahwa ketahanan pangan merupakan suatu kondisi
terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya
pangan yang cukup dalam jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan
terjangkau.(Rosyadi,2012).
antara lain adalah sebagai berikut:
a. FAO (Food and Agricultural Organization), 1992 mendefinisikan
ketahanan pangan sebagai situasi pada saat semua orang dalam
segala waktu memiliki kecukupan jumlah atas pangan yang aman dan
bergizi demi kehidupan yang sehat dan aktif. Ketahanan pangan
dijelaskan dalam 4 pilar, yakni food availability, physicial and
economic access to food, stability of supply and access, and food
utilization.
Systems, 2005) mendefinisikan ketahanan pangan sebagai kondisi
ketika semua orang pada segala waktu secara fisik, sosial, dan
ekonomi memiliki akses pada pangan yang cukup, aman, dan bergizi
untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi (dietary needs) dan pilihan
pangan (food preferences) demi kehidupan yang aktif dan sehat.
c. World Bank (1996) mendefinisikan ketahanan pangan sebagai akses
oleh semua orang pada segala waktu atas pangan yang cukup untuk
kehidupan yang sehat dan aktif.
d. Hasil Lokakarya Ketahanan Pangan Nasional (DEPTAN, 1996)
mendefinisikan ketahanan pangan sebagai kemampuan untuk
memenuhi kebutuhan pangan anggota rumah tangga dalam jumlah,
mutu, dan ragam sesuai dengan budaya setempat dari waktu ke
waktu agar dapat hidup sehat.
e. OXFAM (2001) mendefinisikan ketahanan pangan sebagai kondisi
ketika setiap orang dalam segala waktu memiliki akses dan kontrol
atas jumlah pangan yang cukup dan kualitas yang baik demi hidup
yang sehat dan aktif. Ada dua kandungan makna yang tercantum
disini, yakni ketersediaan dalam artian kualitas dan kuantitas, dan
akses dalam artian hak atas pangan melalui pembelian, pertukaran,
maupun klaim.
Faktor – faktor yang berpengaruh terhadapat ketahanan pangan rumah
tangga nelayan :
Pendidikan ibu tidak berpengaruh nyata terhadap ketahanan
pangan rumah tangga dan dalam memberikan konsumsi pangan
untuk anggota rumah tangganya tidak berasal dari pendidikan formal.
(Desfaryani,2012) dalam (Yuliana,2013)
berhubungan dengan pendapatan. Rumahtangga dengan ibu
berpendidikan tinggi biasanya mempunyai lebih banyak uang yang
dapat digunakan untuk pembelian pangan.(Fathonah, 2011)
Serupa dengan pernyataan diatas FAO (1989) menyatakan
tingkat pendidikan, status kesehatan, dan lingkungan hidup dapat
berpengaruh terhadap apa dan berapa banyak penduduk
mengkonsumsi pangan serta terhadap status gizinya. Kurang makan
dan kurang gizi karena berbagai faktor seperti rendahnya persediaan
pangan, pendidikan, serta kondisi kesehatan dapat menimbulkan
dampak yang serius dan berakhir lama pada kesehatan tubuh individu
dan keluarga.(Esta, 2009) dalam ( Arida, 2015)
2. Besar anggota rumah tangga
Semakin besar ukuran anggota rumah tangga makan akan
semakin kecil peluang tercapainya ketahanan pangan rumah tangga.
Terdapat hubungan negatif antara ukuran rumah tangga dengan
ketahanan pangan rumah tangga. (Desfaryani,2012) dalam
(Yuliana,2013)
Secara garis besar pengeluaran rumah tangga dapat
dikelompokkan ke dalam dua kategori yakni pengeluaran untuk
pangan dan non pangan. Dengan demikian, pada tingkat pendapatan
tertentu nelayan mengalokasikan pendapatannya untuk memenuhi
kebutuhan/ pengeluaran rumah tangganya. Besaran pendapatan yang
diproduksi dengan pengeluaran total yang dibelanjakan untuk pangan
dari suatu rumah tangga dapat digunakan sebagai indikator
kesejahteraan rumah tangga tersebut.(Salim, 2016)
Pendapatan keluarga merupakan pendapatan total keluarga
yang diperoleh dari berbagai sumber, yaitu hasil kepala keluarga,
hasil istri, hasil pemberian, hasil pinjaman, dan hasil usaha
sampingan per bulan (Nurani et al. 2009) dalam (Khomsan,
2013).
pangan rumah tangga. Ketahanan pangan rumah tangga justru
menjadi indikator terbentuknya ketahanan pangan daerah baik di
wilayah atau regional. Sedangkan pengeluaran pangan (pangan dan
non pangan) rumah tangga merupakan salah satu indikator ketahanan
pangan rumah tangga (Pakpahan, 1993).dalam (Arida dkk,2015)
Terdapat hubungan yang negatif antara proporsi pengeluaran
bahan pangan dan ketahanan pangan (Rachman,dkk., 2002) dalam
(Rosyadi,2012) :
pangan, maka akses terhadap bahan pangan adalah rendah.
Semakin besar proporsi pengeluaran rumah tangga untuk bahan
pangan juga menunjukkan rendahnya kepemilikan bentuk
kekayaan lain yang dapat ditukarkan dengan bahan pangan;
b) Semakin kecil proporsi pengeluaran rumah tangga untuk bahan
pangan, maka akses terhadap bahan pangan adalah besar, atau
menunjukkan semakin tinggi
pangan, juga menunjukkan tingginya kepemilikan
d) bentuk kekayaan lain yang dapat ditukarkan dengan bahan
pangan;
tangga) dan cukup mengkonsumsi energi (>80 persen dari
syarat kecukupan energi);
tangga) dan cukup mengkonsumsi energi (>80 persen dari
syarat kecukupan energi);
tangga) dan kurang mengkonsumsi energi (≤80 persen dari
syarat kecukupan energi) dan
pangan tinggi dan tingkat konsumsi energinya kurang.
4. Pekerjaan di rumah tangga
Tingkat pendapatan berkaitan dengan konsumsi pangan dalam
suatu keluarga. Umumnya, jika tingkat pendapatan naik maka jumlah
dan jenis pangan yang dikonsumsi cenderung membaik pula sehingga
ketahanan pangan rumah tangga akan lebih terjamin dan terpenuhi
dalam periode waktu tertentu (Suhardjo 1989) dalam (kristiandi,2015)
Anak yang berasal dari keluarga dengan tingkat pendapatan
ekonomi yang tinggi lebih mampu membeli pangan yang beragam
sehingga kebutuhan zat gizi dalam tubuh akan terpenuhi, sebaliknya
pada anak yang berasal dari keluarga dengan pendapatan yang
rendah makapola konsumsi pangan cenderung tidak beragam.
(kristiandi, 2015)
Pengetahuan gizi terkait dengan keputusan ibu dalam memilih
jenis dan jumlah pangan yang akan dikonsumsi untuk anggota
keluarga, semakin baik pengetahuan gizi ibu maka ketahanan pangan
rumah tangga dapat dicapai.(Yuliana, 2013)
Pengetahuan gizi ibu rumah rangga berpengaruh nyata
terhadap tingkat ketahanan pangan rumah tangga. (Hidayati,2011)
dalam (Yuliana,2013)
Pengetahuan gizi adalah pemahaman seseorang tentang ilmu
gizi, zat gizi, serta interaksi antara zat gizi terhadap status gizi dan
kesehatan. Tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh
terhadap sikap dan perilaku dalam memilih makanan, yang pada
akhirnya akan berpengaruh pada status gizinya (Khomsan et al. 2007)
dalam (Ramadhana, 2017)
dan kesehatan karena akan dengan mudah diserapnya pengetahuan
melalui kegiatan pendidikan (Sukandar 2007). Sejalan dengan
Handayani dan Rosidi (2010) semakin tinggi pendidikan orang tua,
akan semakin mudah untuk mendapatkan informasi mengenai
makanan yang seimbang dan pola makan yang baik bagi rumah
tangga, sehingga dengan informasi yang didapat akan beragam pula
penyediaan pangan dalam rumah tangga.
6. Asupan energi dan kecukupan gizi rumah tangga
Menurut Nguyen et al (2013), pola konsumsi pangan individu
dapat mencerminkan kecukupan gizi seseorang. Keanekaragaman
konsumsi pangan merupakan upaya seseorang untuk mencukupi
asupan gizinya baik berupa energi, protein, vitamin, mineral, dan lain
– lain. Pada dasarnya semakin beragam konsumsi pangan seseorang
semakin besar peluang mencukupi kebutuhan gizinya.(Khomsan dkk,
2013).
2004) dalam (anggoro, 2015).
protein adalah sebsar sebesar 2150 kkal dan 57 gram. Tercukupinya
kebutuhan pangan dapat diindikasi dari pemenuhan kebutuhan energi
dan protein (Adriani &Wirtjatmadi, 2012) dalam (Arida dkk,2015).
Bila energi makanan cukup, boleh dikatakan semua makanan
juga mengandung cukup protein. Akan tetapi, jika tidak cukup protein
dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan tubuh, biasanya hal ini berarti
makanan yang dikonsumsi tidak cukup memberikan energi. (Harper,
1986) dalam (Yuliana, 2013)
unit ekuivalen dewasa), sedangkan batasan pangsa pengeluaran
pangan adalah 60% dari total pengeluaran.
Menurut Roedjito (1989) dalam (yuliana, 2013) tingkat
kecukupan energi dan protein dikategorikan dalam empat kelas, yaitu:
1. Baik >80%
2016) :
memiliki persediaan pangan/ makanan pokok secara kontinu
(diukur dari persediaan makan selama jangka masa satu panen
dengan panen berikutnya dengan frekuensi makan 3 kali atau
lebih per hari serta akses langsung) dan memiliki pengeluaran
untuk protein hewani dan nabati atau protein hewani saja.
2. Rumah tangga kurang tahan pangan adalah rumah tangga yang
memiliki:
mempunyai pengeluaran untuk protein nabati saja
b. Kontinuitas ketersediaan pangan/ makanan kurang kontinu
dan mempunyai pengeluaran untuk protein hewani dan
nabati
3. Rumah tangga tidak tahan pangan adalah rumah tangga yang
dicirikan oleh:
b. Kontinuitas ketersediaan pangan kurang kontinu dan hanya
memiliki pengeluaran untuk protein hewani atau nabati, atau
tidak untuk kedua-duanya.
d. Kontinuitas ketersediaan pangan tidak kontinu dan hanya
memiliki pengeluaran untuk protein nabati saja, atau tidak
untuk kedua-duanya.
Tabel 2. Pengukuran Derajat Ketahanan Pangan Tingkat Rumah
Tangga
Tingkat
Konsumsi
Energi
3. Kurang Pangan
4. Rawan Pangan
Sumber : Jonsson dan Toole, 1991 dalam Maxwel S, et al (2000) dalam
Arida (2015)
Prinsip dari metode recall 24 jam, dilakukan dengan mencatat
jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam
yang lalu dan dialkukan selama 3 hari tidak berturut – turut, yaitu pada
hari kerja, hari libur dan hari pekan . Dalam metode ini responden, ibu,
atau pengasuh (bila anak masih kecil) disuruh menceritakan semua yang
dimakan dan diminum selama 24 jam yang lalu (kemarin). Bisanya
dimulai sejak ia bangun pagi kemarin sampai dia istirahat tidur malam
harinya, atau dapat juga dimulai dari waktu saat dilakukan wawancara
mundur kebelakang sampai 24 jam penuh.
Beberapa langkah pelaksanaan metode recall 24 jam, yaitu :
a. Petugas atau pewawancara menanyakan kembali dan
mencatat semua makanan dan minuman yang dikonsumsi
responden dalam ukuran rumah tangga (URT) selama kurun
waktu 24 jam yang lalu. Dalam membantu mengingat ukuran
dan jumlah makanan, digunakan food model sebagai alat
bantu.
menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM)
atau program aplikasi Nutrisurvey.
dianjurkan (DKGA) atau Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk
Indonesia.
kekurangan sebagai berikut:
a) Mudah dilaksanakan serta tidak terlalu membebani
responden
khusus dan tempat yang luas untuk wawancara
c) Cepat sehingga dapat mencakup banyak responden
d) Dapat digunakan untuk responden yang buta huruf
Dapat memberikan gambaran nyata yang benar - benar di
konsumsi individu sehingga dapat dihitung intake zat gizi sehari
Kekurangan metode food recall 24 jam:
a) Tidak dapat menggambarkan asupan makan sehari – hari
bila hanya dilakukan recall 1 hari
b) Ketepatannya sangat tergantung daya ingat responden oleh
karena itu responden harus mempunyai daya ingat yang baik
sehingga metode tidak cocok silakukan pada usai dibawah 7
tahun dan diatas 70 tahun.
c) Responden tidak jujur terhadap asupannya
d) Membutuhkan tenaga atau petugas yang terlatih
menggunakan alat bantu URT
Sumber : Management of Severe Malnutition (WHO, 2000) dalam Hardinsyah
dan Supariasa (2017).
Tinjauan pustaka mengenai skor konsumsi pangan di rumah tangga dan
pengetahuan ketahanan pangan yang telah dijabarkan pada subbab
sebelumnya mengasilkan kerangka teori sebagai berikut:
Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian
SKOR KONSUMSI
komponen yaitu
presentase pengeluaran
pangan di Desa Paluh Sibaji Kecamatan Pantai Labu.
Ha2 : Ada hubungan pengetahuan pangan keluarga dengan tingkat
ketahanan pangan di Desa Paluh Sibaji Kecamatan Pantai Labu
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan pada keluarga di desa Paluh Sibaji, kecamatan
Pantai Labu. Penelitian/pengumpulan data dilakukan pada tanggal 24 – 28
Juni 2018
Jenis penelitian adalah observasional dan rancangan penelitian adalah
cross sectional.
mempunyai anak balita dan bertempat tinggal di desa Paluh Sibaji
sebanyak 600 KK
inklusi sebagai berikut:
b. Keluarga lengkap yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak.
c. Semua anggota keluarga makan di rumah/ makanan dibawa dari
rumah.
surat persetujuan menjadi responden.
=
=
Keterangan :
kemaknaan (untuk = 0,05 adalah 1,96)
p = proporsi pada kelompok kasus (36,4%)
q = 1 –p ( proporsi bukan pada kasus 63,6%)
d = limit dari error atau presisi absolut ( 0,1)
N = banyak populasi ( 600)
langkah – langkah sebagai berikut :
1. Hitung interval dengan rumus jumlah populasi dibagi dengan jumlah
sampel.
Ket :
Interval
N = Populasi
n = Sampel
2. Penentuan sampel pertama di random ( no 1 – 8 di acak dari masing –
masing rumah dan nomor yang keluar merupakan sampel pertama)
3. Sampel selanjutnya diambil dengan interval 8 sampai mencapai jumlah 78
anggota sampel ( Notoatmodjo, 2010).
1. Jenis data
.Jenis data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data primer dan
data sekunder.
a. Data identitas keluarga
pendidikan, pekerjaan, pendapatan dan anggota keluarga.
b. Data ketahanan pangan
dan non pangan yang dikumpulkan dengan wawancara dengan
alat bantu kuesioner.
Data Skor Konsumsi Pangan rumah tangga dikumpulkan
metode food recall 24 jam dan mengelompokkan menjadi 9
jenis bahan makanan
b. Data sekunder, meliputi:
Meliputi gambaran umum Desa Paluh Sibaji yang di peroleh dengan
mencatat data – data yang ada di kantor kepala desa.
E. Pengolahan Data dan Analisis Data
1. Skor Konsumsi Pangan
b. Menghitung frekuensi konsumsi setiap bahan makanan
c. Mengalikan frekuensi konsumsi pangan dengan bobot skor
konsumsi pangan.
1) Kurang ≤ 28
2) Cukup > 28
2. Pengetahuan ibu
b. Menberikan skor pada setiap jawaban
c. Menjumlahkan skor
Jumlah skor x 100
1) Baik :(80-100%)
2) Sedang :(60-79%)
3) Kurang :(<60%)
3. Ketahanan Pangan
b. Menjumlahkan pengeluaran non pangan per bulan
c. Menghitung persentase pengeluaran pangan/non pangan
d. Mengkategorikan pengeluaran pangan dan non pangan:
1) Pengeluaran pangan endah <60%
2) Pengeluaran pangan tinggi ≥60%
ii. Asupan Konsumsi Energi
b. Asupan energi dibandingkan dengan AKG 2013.
c. Mengkategorikan:
d. Kategori ketahanan pangan:
tingkat konsumsi energi cukup (>80%)
2. Rentan pangan Jika pengeluaran pangan tinggi ≥60% dan
tingkat konsumsi energi cukup (>80%)
3. Kurang pangan jika pengeluaran pangan rendah <60% dan
tingkat konsumsi energi kurang (≤80%)
4. Rawan pangan jika pengeluaran pangan tinggi ≥60% dan tingkat
konsumsi energi kurang ( ≤80%)
pangan dikategorikan menjadi dua kategori karena banyak sel yang
0 dan expectednya < 5 lebih dari 25% :
Kategorinya menjadi :
2. Analisis Data
a. Analisis Univariat
variabel yang disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan
dianalisis berdasarkan presentase yaitu karakteristik orangtua, skor
konsumsi pangan, pengetahuan pangan dan ketahanan pangan.
b. Analisis Bivariat
konsumsi pangan di rumah tangga dan pengetahuan pangan dengan
tingkat ketahanan pangan keluarga di Pantai Labu. Analisis dilakukan
dengan menggunakan Uji Chi-square menggunakan program komputer.
Pengambilan keputusan berdasarkan probabilitas jika nilai p<0,05 maka
Ha diterima artinya ada hubungan yang signifikan skor konsumsi pangan
di rumah tangga dan pengetahuan dengan tingkat ketahanan pangan di
Pantai Labu.
BAB IV
a. Letak Geografis
terdapat kawasan mulai dari Bedagai, Bandar Kalipah, Pantai Cermin, Bagan
Sedang, Aras Kabu.
Batas – batas wilayah Desa Paluh Sibaji Kelurahan Pantai Labu sebagai
berikut :
b. Sebelah Selatan : Desa Pantai Labu Pekan
c. Sebelah Barat : Desa Pantai Labu Pekan
d. Sebelah Timur : Desa Denai Sarang Burung / Desa Denai
Kuala
berdasarkan jenis kelamin yaitu laki-laki 1.918 orang dan perempuan 1.790
orang, rata-rata sturktur mata pencarian adalah nelayan sebanyak 600 orang.
2. Karakteristik Keluarga
a. Pendidikan ayah
keragaman pangandalam rumah tangga (kiki Kristiandi, 2015).
Distribusi sampel menurut pendidikan ayah disajikan pada tabel 4 :
Tabel 4. Distribusi sampel berdasarkan Pendidikan ayah
Pendidikan ayah n %
Tamat SD 54 69,2 Tamat SMP 21 26,9 Tamat SMA 3 3,8
Total 78 100
Pada tabel 4, menunjukkan bahwa rata – rata pendidikan ayah paling banyak
adalah tamat SD (69,2 %) dan hanya 3,8% yang tamat SMA. Pendidikan ayah
masih tergolong rendah.
b. Pendidikan ibu
rumah tangga (kiki, 2015). Distribusi sampel menurut pendidikan ibu disajikan
pada tabel berikut
Pendidikan ibu n %
Tamat SD 53 67,9 Tamat SMP 21 26,9 Tamat SMA 4 5,1
Total 78 100
Pada tabel 5, menunjukkan bahwa rata – rata pendidikan ibu paling banyak
adalah tamat SD (67,9 %) dan hanya 5,1% yang tamat SMA. Pendidikan ibu
masih tergolong rendah.
c. Umur ayah
Umur adalah usia individu yang terhitung saat dilahirkan sampai saat berulang
tahun (Santika, 2014). Kategori umur yang digunakan pada penelitian ini adalah
ayah yang berusia 19 – 50 tahun. Distribusi jumlah sampel menurut umur
disajikan pada tabel berikut :
Umur Ayah n %
19 – 30 38 67,9 31-40 31 26,9 41-50 9 5,1
Total 78 100
Pada tabel 6, menunjukkan bahwa umur kepala keluarga yang terbanyak
adalah usia 19 – 30 tahun sebesar 67,9%. Umur ayah masih tergolong umur
produktif.
d. Umur ibu
Umur adalah usia individu yang terhitung saat dilahirkan sampai saat berulang
tahun (Santi, 2015). Kategori umur yang digunakan pada penelitian ini adalah
ibu yang berusia 16 – 46 tahun. Distribusi jumlah sampel menurut umur
disajikan pada tabel berikut :
Umur ibu n %
Total 78 100
Pada tabel 7, menunjukkan bahwa umur ibu rumah tangga yang terbanyak
adalah usia 27 – 36 tahun sebesar 44,7%. Umur ibu masih tergolong umur
produktif.
Kategori jumlah anggota keluarga yang digunakan pada penelitian ini adalah
keluarga yang memiliki lebih balita. Distribusi jumlah sampel menurut jumlah
anggota keluarga disajikan pada tabel berikut :
Tabel 8. Distribusi sampel berdasarkan banyak anggota keluarga
Jumlah Anggota Keluarga n %
1 – 3 36 46,2 4 – 6 41 52,5 7 – 8 1 1,3
Total 78 100
Pada tabel 8, menunjukkan bahwa rata – rata banyak anggota keluarga
ditemukan pada penelitian ini yaitu sebayak 36 KK (46,2 %) dari total jumlah
sampel
Skor konsumsi pangan adalah indikator terhadap ketahanan pangan
rumah tangga. Skor Konsumsi Pangan di Desa Paluh Sibaji dengan rata-rata
frekuensi pangannya kurang dan cukup. Distribusi berdasarkan skor konsumsi
pangan disajuikan pada tabel 9 :
Tabel 9. Distribusi Skor Konsumsi Pangan Keluarga di Desa Paluh Sibaji
Skor Konsumsi Pangan n %
Total 78 100
Dari tabel 9, menjelaskan bahwa skor konsumsi pangan di Desa Paluh Sibaji
64,1% masing kurang. Hal ini disebabkan karena kurangnya frekuensi dari
masing – masing kelompok pangan maka skor konsumsi pangannya tidak
tinggi. Masyarakat di Desa Paluh Sibaji lebih banyak mengonsumsi pangan
yang berasal dari serealia atau padi – padian sedangkan penyumbang bobot
yang banyak ada pada kelompok pangan protein hewani dan protein nabati.
4. Pengetahuan Pangan
Labu dengan rata-rata keluarga kurang, sedang, dan baik. Hal ini
didistribusikan dalam tabel sebagai berikut
Tabel 10. Distribusi Pengetahuan Pangan Keluarga di Desa Paluh Sibaji
Pengetahuan Pangan n %
Total 78 100
dan 75,6% yang pengetahuannya sedang. Hal ini terjadi kemungkinan ibu
atau responden tidak memiliki pegetahuan yang tinggi, sehingga
pertanyaan yang diberikan kurang dimengerti dan dapat mempengaruhi
nilai dari pengetauan pangan keluarga.
5. Ketahanan Pangan Keluarga
pada tabel 11.
Tabel 11. Distribusi Ketahanan Pangan Keluarga di Desa Paluh Sibaji
Ketahanan Pangan Keluarga n %
Rawan Pangan 41 52.6 Kurang Pangan 12 15.4 Rentan Pangan 18 23.1 Tahan Pangan 7 9.0
Total 78 100.0
Dari tabel 11, menunjukkan bahwa ketahanan pangan keluarga lebih 50%
termasuk keluarga yang rawan pangan yaitu 52,6% sedangkan yang tahan
pangan hanya 9%.
dengan skor konsumsi pangan.
Tabel 12. Hubungan Skor Konsumsi Pangan dengan Ketahanan Pangan di Desa Paluh Sibaji Kecamatan Pantai Labu
Skor
Konsumsi
Pangan
Cukup 21 75 % 7 25 % 28 100 %
Tabel 12. Menjelaskan hasil analisis antara Hubungan Skor Konsumsi Pangan
Keluarga dengan Ketahanan Pangan diperoleh bahwa ada sebanyak (64%)
keluarga yang kurang pangan, ini hampir sama banyaknya proporsi keluarga
yang skor konsumsi pangan kategori cukup (75%). Hasil ini menjelaskan skor
konsumsi pangan yang baik tidak cenderung ketahanan pangan keluarga juga
baik. Hasil ini diperkuat dengan uji statistik diperoleh nilai p =0,318 > 0,05
artinya tidak ada hubungan skor konsumsi pangan dengan ketahanan pangan
di Desa Paluh Sibaji Kecamatan Pantai Labu.
7. Hubungan Pengetahuan Pangan dengan Ketahanan Pangan
Hubungan Pengetahuan pangan dengan Ketahanan Pangan merupakan salah
satu faktor yang berpengaruh terhadap pola konsumsi pangan, status gizi, dan
keragaman pangan dalam rumah tangga. (kiki, 2015). Didistribusikan pada
tabel 13.
Tabel 13. Hubungan pengetahuan Keluarga dengan Ketahanan Pangan di Desa Paluh Sibaji
Pengetahuan
Pangan
Sedang 41 69,5 18 30,5 59 100
Baik 12 75 4 25 16 100
Tabel 13. Menjelaskan hasil analisis antara Hubungan Pengetahuan Pangan
dengan Ketahanan Pangan Keluarga diperoleh bahwa ada keluarga kurang
pangan sebanyak 75% tetapi pengetahuan pangannya baik lebih tinggi
dibandingkan dengan keluarga yang pengetahuannya sedang hanya 69,5%
yang kurang pangan. Demikian juga keluarga yang cukup pangan ternyata
100% pengetahuannya kurang, lebih tinggi dari keluarga yang pengetahuannya
baik hanya 25% yang cukup pangan. Hasil uji statistik diperoleh nilai p =0,034 <
0,05 maka dapat disimpulkan ada hubungan pengetahuan keluarga dengan
ketahanan pangan di Desa Paluh Sibaji Kecamatan Pantai Labu.
B. Pembahasan Penelitian
tangga populasi responden di Desa Paluh Sibaji. Berdasarkan hasil
perhitungan skor Konsumsi Pangan yang menggunakan metode FCS
dapat dilihat bahwa yang kurang adalah 64.1% artinya secara umum
populasi ini masih membutuhkan peningkatan konsumsi pangannya.
Frekuensi total konsumsi pangan dalam seminggu hanya berkisar antara
28,5 – 39.0 bahkan ada beberapa keluarga yang skor konsumsi
pangannya dibawah 28. Artinya ada beberapa jenis kelompok pangan
yang sangat jarang dikonsumsi contoh kacang – kacangan, buah-
buahan, sayuran, daging dan ikan. Rendahnya skor FCS mencerminkan
rendahnya kuantitas frekuensi konsumsi keluarga. Frekuensi konsumsi
kelompok pangan terbanyak masih didominasi oleh kelompok gandum,
beras, jagung, sereal. Hal ini menunjukkan bahwa jenis golongan
pangan lainnya belum sepenuhnya diminati untuk dikonsumsi rutin setiap
minggunya artinya dalam satu hari menu makanan masih didominasi
oleh satu atau dua jenis pangan. Ketidakragaman konsumsi pangan ini
dapat mempengaruhi kecukupan gizi dan bobot skor konsumsi pangan
beragam namun lebih tinggi pada jenis pangan protein hewani dan
nabati. Menurut Hardinsyah (2007) dalam Febriani (2017), keragaman
konsumsi pangan dapat menggambarkan mutu gizi konsumsi pangan.
Kurangnya konsumsi pangan dari kelompok umbi-umbian, sayuran, dan
buah-buahan dapat berpengaruh pada tingkat kecukupan zat gizi lainnya
seperti serat, vitamin, dan mineral penting lainnya.
2. Pengetahuan Pangan
yang kurang sekitar 3.9%. Hal ini menunjukkan bahwa dengan
pendidikan seseorang akan mampu meningkatkan pengetahuan dan
wawasan sehingga dapat mengambil keputusan untuk mensejahterakan
keluarga seperti halnya pada pemberian pangan bagi keluarganya.
Selain itu dengan pendidikan, seseorang akan mengutamakan
kesehatan anak dengan lebih berhati-hati dalam memberikan makanan.
(Setyaningsih, 2014). Tetapi pendidikan formal tidak sepenuhnya dapat
mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang terkhususnya
pengetahuan ibu rumah tangga. Dapat dilihat pada tabel 5 bahwa
pendidikan rata – rata ibu rumah tangga di Desa Paluh Sibaji yang tamat
SD sekitar 67,9% lebih tinggi dibandingkan pendidikan tamat SMA hanya
5,1%. Terdapat lebih banyak responden yang menamatkan
pendidikannya sampai tingkat SD saja tentunya tidak lepas dari faktor
ekonomi. Hal ini mengakibatkan banyak responden yang tidak
melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi karena tidak
mempunyai biaya. Selain itu biaya pendidikan yang dirasa mahal
menjadikan mereka enggan untuk tetap melanjutkan dan lebih memilih
untuk bekerja. Perbedaan tingkat pendidikan formal juga dapat
menyebabkan perbedaan pengetahuan kesehatan. Rendahnya
pendidikan akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan perlindungan
masyarakat terhadap diri dan keluarganya. Demikian juga dalam
mewujudkan kesehatan balita melalui pemberian pangan secara tepat,
dengan pendidikan yang semakin tinggi akan meningkatkan
pengetahuan seseorang terhadap pentingnya mencukupi kebutuhan gizi,
mengetahui dampak apabila balita mengalami kekurangan gizi yang
mengakibatkan gangguan gizi dan mengetahui manfaat dari
terpenuhinya gizi dalam keluarga.
3. Ketahanan Pangan Keluarga
Pada tabel 11 menunjukkan gambaran ketahanan pangan
keluarga di Desa Paluh Sibaji. Sekitar 9% keluarga yang tahan pangan
lebih rendah dari keluarga yang rawan pagan sebanyak 52.6%.
Besarnya persentase keluarga yang berada pada tingkat rawan pangan
berarti pendapatan sebagian Rumah Tangga nelayan di Desa Paluh
sibaji dibelanjakan lebih besar untuk non pangan dibandingkan
kebutuhan pangan. Sehingga mengakibatkan rumah tangga tidak
mampu mengalokasikan pengeluaran pangan untuk memenuhi
kecukupan gizi di rumah tangga. Pendapatan rumah tangga dapat
dijadikan indikator bagi ketahanan pangan rumah tangga karena
pendapatan merupakan salah satu kunci utama bagi rumah tangga untuk
mengakses pangan rumah tangga. Hampir 50% keluarga termasuk
dalam kategori rawan pangan dikarenakan tingkat konsumsi energi
masih <80%. Paluh Sibaji adalah daerah perairan dan mata pencaharian
nelayan. untuk memperoleh tingkat energi yang tinggi diperoleh dari
makanan pokok seperti beras atau sayur – sayuran. Sedangkan untuk
mendapatkan makanan pokok keluarga di Paluh Sibaji tidak mempunyai
lahan untuk bertani, maka keluarga harus mencari bahan makanan dan
akan mendapatannya dengan cara membeli. Sedangkan banyak
keluarga yang belum mampu mencukupi kebutuhan pangan untuk
keluarganya. Hasil tangkapan ikan yang berkualitas baik dari laut
langsung dijual dan yang tidak baik yang akan di konsumsi keluarga.
Kemungkinan lain adalah harga bahan pokok yang mahal dikarenakan
jarak dari kota ke Paluh Sibaji masih jauh dan harga bahan pokok juga
mahal.
dikonsumsi pada tingkat rumah tangga. Sama halnya dengan Skor
Konsumsi Pangan juga dapat mengukur ketahanan pangan dengan
diukur jenis kelompok pangan yang lebih sedikit dan terbagi dalam 9
kelompok pangan (Sembiring, 2015).
Konsumsi Pangan Keluarga dengan Ketahanan Pangan diperoleh
bahwa ada keluarga yang kurang pangan sebanyak 64%, Hubungan
skor konsumsi pangan dengan ketahanan pangan dilihat dari tingkat
kecukupan energi masing – masing rumah tangga yang beresiko rawan
pangan diperoleh berdasarkan food recall 1 x 24 jam. Kurang pangan
disebabkan banyak keluarga di Paluh Sibaji mengonsumsi padi – padian
dan gula salah satu contohnya nasi dengan mie instan sebagai
pengganti lauk, gorengan dan juga jajanan anak yang banyak juga
dikonsumsi bukan hanya anak – anak namun orangtuanya juga.
Dibandingkan kelompok jenis pangan lainnya yang beragam tetapi yang
lebih sedikit dikonsumsi adalah yang berasal dari protein hewani seperti
ikan, daging dan susu serta olahannya sebagai penyumbang bobot
terbesar di 9 jenis pangan pada Skor Konsumsi Pangan. Hasil ini
diperkuat dengan uji statistik diperoleh nilai p =0,318 > 0,05 artinya tidak
ada hubungan skor konsumsi pangan dengan ketahanan pangan di
Desa Paluh Sibaji Kecamatan Pantai Labu. Kemungkinan dikarenakan
adanya beberapa keluarga yang kurang pangan namun untuk frekuensi
mengonsumsi makanan yang dapat meningkatkan skor konsumsinya
menjadi cukup sekitar 75%.
Natalia, dkk (2013) tentang “Hubungan Ketahanan Pangan Tingkat
Keluarga dan Tingkat kecukupan Zat Gizi dengan Status Gizi Balita di
Desa Goncangwangun 2012”. Penelitian tersebut menyimpulkan tidak
ada hubungan antara ketahanan pangan tingkat keluarga dengan tingkat
kecukupan energi. Tidak adanya hubungan dikarenakan kiemungkinan
adanya balita dalam keluarga kurang pangan mendapat bantuan makan
atau asupan dari orang lain.
Penelitian ini berbanding terbalik dengan penelitan yang telah
dilakukan Anita Sembiring, dkk (2015) tentang “Metode Skor Konsumsi
Pangan Untuk Menilai Ketahanan Pangan Rumah Tangga”. Penelitian
tersebut menyimpulkan bahwa semua rumah tangga tergolong ke dalam
tahan pangan yang artinya sebagian besar rumah tangga mampu
memenuhi kebutuhan pangan bagi seluruh anggota rumah tangganya.
Artinya rumah tangga yang beresiko rawan pangan di Kota Bogor
mampu me nyediakan pangan yang cukup dari masing – masing
kelompok pangan tapi kurang cukup secara jumlah, dikarenakan jumlah
pangan yang tersedia tidak dapat memenuhi energi bagi seluruh anggota
keluarga. Anita Sembiring, dkk (2015)
5. Hubungan Pengetahuan Pangan dengan Ketahanan Pangan
Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap ketahanan pangan
keluarga adalah kemampuan rumah tangga dalam menyediakan
makanan yang cukup baik secara kualitas maupun kuantitas (kiki, 2015).
Jika pengetahuan keluarga baik maka pemilihan makanannya juga baik.
Semakin tinggi pendidikan orangtua, akan semakin mudah untuk
medapatkan informasi mengenai pemilihan bahan makanan yang baik
untuk keluarga dan akan beragam pula pangan dalam rumah tangga.
(yuliana, 2013).
Ketahanan Pangan dapat dilihat pada tabel 13. Berdasarkan tabel 13,
Hubungan Pengetahuan Pangan dengan Ketahanan Pangan Keluarga di
Paluh Sibaji diperoleh bahwa ada keluarga kurang pangan sebanyak
75% tetapi pengetahuan pangannya baik, kemungkinan yang terjadi ibu
rumah tangga bukan hanya mendapat pengetahuan dari pendidikan
formal melainkan informasi dari pendidikan non formal. Contohnya
keluarga atau lingkungan sekitar, bisa juga saat mengikuti program
posyandu, dan informasi yang didapat bisa dari teknologi seperti televisi
dan handphone. Keikutsertaan responden dalam mengikuti pendidikan
non formal seperti posyandu dirasa lebih banyak memberikan masukan
informasi tentang gizi dan kesehatan bila dibanding dengan pendidikan
formal. Selain itu frekuensi kerja posyandu yang diadakan rutin setiap
satu bulan sekali mampu memberikan masukan yang berguna bagi
responden. Demikian juga keluarga yang cukup pangan ternyata 100%
pengetahuannya kurang, kemungkinan ibu yang keluarganya cukup
pangan lebih memilih makanan untuk keluarga yang kurang bergizi atau
menu makanan yang tidak seimbang seperti makanan cepat saji,
makanan yang manis, dan yang tinggi karbohidrat. Dari hasil kuesioner
pengetahuan pangan diperoleh hampir 50% ibu rumah tangga/
responden kurang memahami pertanyaan yang diberikan, terletak pada
soal no 5 dan soal no 8. Kemungkinan dalam menjawab soal
responden kurang memahami pertanyaan yang diberikan dan bisa juga
responden merasa pertanyaan menyinggung. Hasil uji statistik diperoleh
nilai p =0,034 < 0,05 maka dapat disimpulkan Ha diterima yang artinya
ada hubungan pengetahuan keluarga dengan ketahanan pangan di
Desa Paluh Sibaji Kecamatan Pantai Labu.
BAB V
2. Persentase pengetahuan pangan yang kurang sebesar 3,9 % di Desa
Paluh Sibaji Kecamatan Pantai Labu.
3. Persentase ketahanan pangan yang rawan pangan sebesar 52,6% di
Desa Paluh Sibaji Kecamatan Pantai Labu.
4. Tidak hubungan skor konsumsi pangan dengan ketahanan pangan di
Desa Paluh Sibaji Kecamatan Pantai Labu sebesar 64% yang kurang
5. Hubungan pengetahuan pangan dengan ketahanan pangan di Desa Paluh
Sibaji Kecamatan Pantai Labu sebesar 75% keluarga yang kurang pangan
tetapi pengetahuan pangannya baik.
1. Bagi peneliti yang akan melakukan penelitian tentang skor konsumsi
pangan pada keluarga sebaiknya menggunakan waktu yang lebih banyak
lagi dalam memberi intervensi dan memperhatikan faktor-faktor lain yang
mempengaruhi ketahanan pangan keluarga.
yang lebih kepada keluarga untuk mendukung peningkatan ketahanan
pangan keluarga di Desa Paluh Sibaji.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, Sunita. 2011. Gizi Dalam Daur Kehidupan. PT Gramedia. Jakarta Anggoro, Agung. 2015.Analisis konsumsi pangan penduduk provinsi dki
jakarta. skripsi. Institut Pertanian Bogor. Arida, Agustina. Sofyan. Dan Keumala Fadhiela. 2015. Analisis Ketahanan
Pangan Rumah Tangga Berdasarkan Proporsi Pengeluaran Pangan dan Konsumsi Energi. Agrisep Vol (16) No. 1 , 2015.
Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Deli Serdang. 2016. Laporan Hasil Dinas
Ketahanan Pangan Kabupaten Deli Serdang 2016. Sumatera Utara Dini Ririn Andrias. 2015. Hubungan Ketersediaan Pangan dan Keteraturan
Penerimaan Raskin dengan Status Ketahanan Pangan Rumah Tangga Penerima Raskin. Media Gizi Indonesia.Surabaya
Fathamira,Diza. 2015. Hubungan Ketahanan Pangan Keluarga Dengan Status
Gizi Keluarga Buruh Kayu Di Kampung Kotalintang Kecamatan Kota Kuala Simpang Kabupaten Aceh Tamiang Provinsi Aceh Tahun 2014. Jurnal JUMANTIK Vol. 1 No.1. Aceh.
Fathonah, Tri Yulyanti. dan Nzaini W. Prasodjo. Tingkat Ketahanan Pangan
Pada Rumahtangga Yang Dikepalai Pria dan Rumahtangga Yang Dikepalai Wanita. ISSN : 1978-4333, Vol. 05, No. 02. Bogor
Febriani, Wiwi. 2017. Gambaran Status Gizi, Asupan, Dan Kualitas Konsumsi
Makanan Pada Ibu Dan Balita Di Desa Sinarsari Bogor. Volume 2 No 1 Juni 2017 ISSN 2086-6909. Lampung
Hamzah, Diza Fathamira. 2014. Hubungan Ketahanan Pangan Keluarga dengan Status Gizi Keluarga Buruh Kayu di Kampung Kotalintang Kecamata Kota Kuala Simpang Kabupaten Aceh Tamiang Provinsi Aceh Tahun 2014. Jurnal. Universitas Sain Cut Nyak Dien Langsa.
Khomsan, Ali. Riyadi, Riyadi. Marliyati, Sri Anna. 2013. Ketahanan Pangan dan
Gizi Serta Mekanisme Bertahan pada Masyarakat Tradisional Suku Ciptagelar di Jawa Barat. Jurnal Imu Pertanian Indonesia. Bogor
Komala, Ramadhana. 2017. Gambaran Konsumsi Pangan dan Status Gizi Ibu
dan Anak Dini di Way Halim Permai. Jurnal Ilmiah Pendidikan Islam Anak Usia Dini Volume 2 No 1 Juni 2017 ISSN 2086-6909.
Kristiandi, Kiki. 2015. Analisis Kualitas Konsumsi Pangan Rumah Tangga dan Status Gizi Balita Pada Masyarakat Kasepuhan Ciptagelar Sukabumi. Tesis. Institut Pertanian Bogor.
Magdalena, dalam Supariasa I Dewa Nyo\man Dan Hardiansyah. 2017. Ilmu
Gizi Teori & Aplikasi. Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Melati, Atria. 2014. Hubungan Pengetahuan Ibu dan Ketersediaan Pangan
dengan Status Gizi Balita di Kelurahan Kurao Pagang Kecamatan Nanggalo tahun 2014. Karya Tulis Ilmiah. Politenik Kesehatan Kemenkes Padang.
Natalia,Lucia Destri, dkk. 2013. Hubungan Ketahanan Pangan Tingkat Keluarga
Dan Tingkat Kecukupan Zat Gizi Dengan Status Gizi Balita Di Desa Gondangwinangun. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Semarang Santi.
Nurhemi, dkk.2014. Pemetaan Ketahanan Pangan Di Indonesia: Pendekatan
TFP Dan Indeks Ketahanan Pangan. Working Paper. Bank Indonesia.
Rosyadi, Imron dan Didit Purnomo. 2012. Tingkat Ketahanan Pangan Rumah
Tangga di Desa Tertinggal. Jurnal Ekonomi Pembangunan Volume 13, Nomor 2. Surakarta.
Salim, Dewi Fajria. dan Darmawaty. 2016. Kajian Ketahanan Pangan Rumah
Tangga Nelayan Buruh Di Desa Bajo Sangkuang Kabupaten Halmahera Selatan. J. Sosek KP Vol. 11 No. 1 Juni 2016: 121-132. Ternate.
Santi, DKK. 2015. Hubungan Ketersediaan Pangan dan Keteraturan Penerimaan Raskin dengan Status Ketahanan Pangan Rumah Tangga Penerima Raskin. Media Gizi Indonesia, vol 10 no 2Juli – Desember 2015. Surabaya
Sembiring, Anita Christina. Dodik Briawan. Yayuk Farida Baliwati. 2015. Metode
Skor Konsumsi Pangan Untuk Menilai Ketahanan Pangan Rumah Tangga.Penelitian Gizi dan Makanan. Bogor
Setyaningsih, Sanny Rchmawati dan Nur Agustini. 2014. Pengetahuan, Sikap,
Dan Perilaku Ibu Dalam Pemenuhan Gizi Balita: Sebuah Survai. Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 17, No. 3. Surakarta.
Studi Diet Total 2014. Gambaran Konsumsi Pangan, Permasalahan Gizi Dan Penyakit Tidak Menular Di Indonesia. Jakarta.
Soblia, Esta Tsania. 2009. Tingkat Ketahanan Pangan Rumahtangga, Kondisi Lingkungan, Morbiditas, Dan Hubungannya Dengan Status Gizi Anak
Balita Pada Rumahtangga Di Daerah Rawan Pangan Banjarnegara, Jawa Tengah. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.Bogor
Tiha, Rfiani E. Nonce N.Legi dan Rivolta G.M Walalangi. 2016. Hubungan
Pengetahuan Gizi, Pola Makan Dengan Status Gizi Pada Ibu Di Desa Pahalete Kecamatan Kakas Kabupaten Minahasa. GIZIDO Volume 8 No. 2
Yuliana, Pramita. Wan Abbas Zakaria. dan Rabiatul Adawiyah. 2013.
Ketahanan Pangan Rumah Tangga Nelayan di Kecamatan Teluk Betung Selatan Kota Bandar Lampung. JIIA, VOLUME 1 No. 2. Lampung.
Lampiran 1. Karakteristik Anggota Kepala Keluarga
No. Responden :
Lahir
Lampiran 2. Kuesioner skor konsumsi pangan
Jenis Pangan Kelompok Pangan Bobot frekuensi bobot x frekuensi
Jagung, bubur jagung, beras, roti dan sereal Serealia dan umbi-umbian 2
Singkong, kentang, ubi jalar
Sayuran dan daun-daunan Sayuran 1
Buah Buah 1
ikan
Minyak, lemak dan mentega Minyak 0,5
Bumbu-bumbu Bumbu 0
1. Pengertian pangan adalah :
harus dipenuhi setiap saat.(4)
c. Makanan yang rasanya enak dan gurih(2)
d. Makanan yang harganya murah(1)
2. Pernyataan dibawah ini yang benar adalah :
a. Makanlah makanan yang beragam dan seimbang (4)
b. Makanlah makanan yang banyak mengandung serat dan
lemak (3)
d. Makanlah makanan yang sudah diawetkan dan bervariasi (1)
3. Manfaat dari makanan beraneka ragam adalah :
a. Melengkapi kekurangan zat gizi dari berbagai makanan yang
menjamin terpenuhinya kecukupan sumber zat tenaga, zat
pembangun, dan zat pengatur (4)
b. Melengkapi kekuarangan zat tenaga (3)
c. Melengkapi kekurangan zat pembangun (2)
d. Melengkapi kekurangan zat pengatur (1)
4. Apakah dalam belakangan ini keluarga ibu pernah terjadi bahwa
pangan yang dibeli telah habis dan ibu ketidaksediaan ekonomi
untuk membelinya?
menyediakan makan yang seimbang ?
6. Apakah dalam 12 bulan terakhir ini anak ibu pernah
kurang mengkonsumsi makan seimbang dikarenakan tidak mampu
memberikan makanan yang cukup ?
7. Dalam 12 bulan terakhir ini, dimulai dari bulan kebelakang,
apakah ada anggota keluarga ini yang pernah dikurangi
pangannya dikarenakan ketiadaan uang?
d. Tidak tahu, langsung ke pertanyaan no. 9 (1)
8. ( Jika jawaban diatas, iya) berapa kali ini terjadi ?
a. Hampir setiap bulan (2)
b. Beberapa bulan tetapi tidak setiap bulan (3)
c. Hanya satu atau dua bulan (3)
d. Tidak tahu (1)
9. Dalam 12 bulan terakhir ini apakah ibu mengalami penurunan
berat badan dikarenakan tidak cukup ketersediaan pangan ?
a. Iya (2)
b. Tidak (3)
10. Dalam bulan terakhir ini, mulai bulan ini kebelakang, apakah
ibu ada mengurangi jumlah pangan anak dikarenakan tidak cukup
uang untuk pangan?
a. Iya (2)
No Responden :
No Pengeluaran Pangan Hari (Rp)
Minggu (Rp)
Bulan (Rp)
2 Umbi-umbian
4 Sayur Mayur
5 Seafood a. Ikan b. Udang c. Kerrang d. Cumi – cumi
6 Daging
19 Rokok
4 Biaya Transportasi / Ongkos
7 Kayu Bakar
9 Biaya Sosial (
Kemalangan, Pesta, Kenduri)
Sub Total I = Rp Sub Total II = Rp Total = Rp
2. Penghasilan/ Bulan keluarga :
b. Penghasilan Istri = Rp……………………..
c. Penghasilan Anak =Rp…………………......
TOTAL: Rp.
x 100%
Kode Responden : Tgl Lahir :
Makanan/Minuman yang di Konsumsi
1. Pendidikan ayah
Tamat SMP 21 26.9 26.9 96.2
Tamat SMA 3 3.8 3.8 100.0
Total 78 100.0 100.0
Tamat SMP 21 26.9 26.9 94.9
Tamat SMA 4 5.1 5.1 100.0
Total 78 100.0 100.0
4 20 25.6 25.6 71.8
5 16 20.5 20.5 92.3
6 5 6.4 6.4 98.7
7 1 1.3 1.3 100.0
Total 78 100.0 100.0
4. Skor konsumspi pangan
Cukup 28 35.9 35.9 100.0
Total 78 100.0 100.0
Sedang 59 75.6 75.6 79.5
Baik 16 20.5 20.5 100.0
Total 78 100.0 100.0
Kurang Pangan 12 15.4 15.4 67.9
Rentang Pangan 18 23.1 23.1 91.0
Tahan Pangan 7 9.0 9.0 100.0
Total 78 100.0 100.0
pangan
kategori skor konsumsi
Total Kurang Cukup
% within kategori ketahanan
% within kategori ketahanan
% within kategori ketahanan
kategori ketahanan pangan * kategori pengetahuan Crosstabulation
kategori pengetahuan
% within kategori ketahanan
cukup pangan Count 3 18 4 25
% within kategori ketahanan
Total Count 3 59 16 78
% within kategori ketahanan
Lampiran 8.
Tempat/Tangga lahir : Medan, 13 Maret 1996
Jumlah Anggota keluarga : 4 orang
Alamat Rumah : Dusun IV Komplek Bali Indah blok b3 no
10.tanjung gusta
SMP Santo Thomas 4 Medan
SMA Santo Thomas 2 Medan
Perguruan Tinggi Politeknik Kemenkes Medan
Hobby : dengar musik
Lampiran 10.