hubungan kehilangan gigi dan kemampuan mastikasi pada
TRANSCRIPT
Hubungan Kehilangan Gigi dan Kemampuan Mastikasi pada Perempuan
Pasca Menopause
Bunga Riadiani *, Ratna Sari Dewi **, Nina Ariani **
*Bagian Progam Studi S1. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
** Bagian Prostodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
ABSTRAK
Pada perempuan menopause terjadi perubahan fisiologis akibat perubahan hormon
yang dapat mengakibatkan penurunan densitas tulang yang berkontribusi terhadap hilangnya
gigi. Fungsi mastikasi dipengaruhi oleh jumlah gigi, namun masih belum jelas bagaimana
hubungan fungsi mastikasi yang dinilai secara subyektif dengan kehilangan gigi pada
perempuan pasca menopause, terutama di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis korelasi kehilangan gigi dengan kemampuan mastikasi perempuan pasca
menopause. Digunakan metode potong lintang dengan subyek 95 perempuan pasca
menopause di Posbindu Lansia Pergeri Depok, Jawa Barat. Subyek menjawab kuesioner
kemampuan mastikasi dan dilakukan pemeriksaan intra oral. Analisis Chi Square digunakan
untuk menghubungkan usia, lama menopause, tingkat pendidikan, kehilangan gigi dan
pemakaian gigi tiruan dengan kemampuan mastikasi. Hasil penelitian menunjukkan sebanyak
47% subyek mengalami kehilangan >10 gigi, 27% subyek kehilangan 6-10 gigi dan 26%
subyek kehilangan <6 gigi. 76% subyek tidak memakai gigi tiruan. Kemampuan mastikasi
memiliki hubungan bermakna dengan kehilangan gigi lama menopause dan usia (p<0,05).
Penggunaan gigi tiruan dan pendidikan tidak berpengaruh signifikan terhadap kemampuan
mastikasi (p>0,05). Dapat disimpulkan, jumlah gigi hilang, lama menopause, dan usia
mempengaruhi kemampuan mastikasi perempuan pasca menopause secara signifikan.
Kata kunci: kehilangan gigi; kemampuan mastikasi; kuesioner; pasca menopause; perempuan.
ABSTRACT
Hormonal physiological changes in post-menopausal women reduce bone density
which leads to tooth loss. Masticatory function is affected by the number of teeth, but it is not
yet clear how the subjectively perceived masticatory function associates with tooth loss in
post-menopausal women in Indonesia. This study aims to determine association between
tooth loss and masticatory ability in post-menopausal women. Cross sectional study of 95
post-menopausal women at Posbindu Lansia Pergeri Depok, West Java was performed.
Subjects answered questionnaires about masticatory ability and intra oral examination was
performed. Chi square analysis was conducted to relate age, menopausal period, educational
level, tooth loss and desnture use with masticatory ability. The results were 47% subjects lost
>10 teeth, 27% subjects lost 6-10 teeth and 26% subjects lost <6 teeth. Seventy-six percent of
subjects did not wear dentures. Menopausal period, tooth loss, and age had significant
correlation with masticatory ability (p<0.05). Educational status and denture wearing did not
significantly affect masticatory ability (p>0.05). This study concludes that masticatory ability
in post-menopausal women is significantly affected by length of menopausal period, tooth
loss and age.
Hubungan kehilangan ..., Bunga Riadiani, FKG UI, 2013
Key words: masticatory ability; post-menopausal; questionnaire; tooth loss; women.
PENDAHULUAN
Berdasarkan statistik, jumlah penduduk Indonesia di tahun 2020 akan berkembang
menjadi 262,6 juta jiwa, dengan jumlah wanita menopause mencapai 30,3 juta jiwa.1 Hasil
Riskesdas 2007 menyatakan bahwa prevalensi masalah gigi dan mulut bervariasi menurut
karakteristik responden, serta kehilangan gigi asli menunjukkan kecenderungan menurut
umur. Pada kelompok umur 45-54 tahun ditemukan 1,8% hilang seluruh gigi asli dan pada
kelompok umur 65 tahun mencapai 17,6%.2
Kondisi fisiologis makhluk hidup akan selalu mengalami perubahan seiring
bertambahnya usia. Proses menua adalah suatu proses fisiologis pada kehidupan manusia
dimana terjadi kemunduran semua fungsi tubuh dan perubahan fisik akibat kurang efektifnya
pertahanan dan perbaikan jaringan tubuh serta munculnya faktor resiko kerusakan sensorik
dan motorik.3,4
Selain itu, masalah kesehatan gigi dan mulut bertambah dan akibatnya
pengobatan yang harus dilakukan menjadi lebih rumit.5 Gangguan di sekitar rongga mulut
yang dialami lanjut usia bersifat kronis seperti kehilangan gigi, karies gigi, dan penyakit
periodontal serta gangguan kebersihan mulut. Hal ini dapat terjadi akibat rendahnya
kunjungan pemeriksaan ke pusat kesehatan gigi atau tenaga profesi kedokteran gigi lainnya.6
Salah satu tahap kehidupan yang merupakan kejadian penting dan pasti dialami oleh
setiap wanita saat proses penuaan adalah menopause. Pada masa menopause terjadi
penurunan kadar estrogen, yaitu di usia awal masa klimakterium (40 tahun). Terjadi gangguan
haid, berdebar, pelupa, nyeri tulang belakang, lemah, lesu, dan tingkat resorpsi tulang normal
tanpa diimbangi oleh pembentukan tulang baru, sehingga akan menyebabkan hilangnya massa
tulang atau berkurangnya densitas tulang yang kemudian akan mempengaruhi jumlah
kehilangan gigi.7 Pasca menopause merupakan periode setelah menopause.
Kehilangan gigi dapat menyebabkan kesulitan untuk mengunyah dan menggigit
makanan atau terganggunya fungsi mastikasi dan mengakibatkan pemilihan makanan tertentu
pada lansia yang memiliki kondisi tidak bergigi sehingga akan mempengaruhi kesehatan
umum.5,6
Kehilangan gigi bisa disebabkan oleh beberapa hal, antara lain trauma, karies,
penyakit periodontal dan iatrogenik. Selain mengganggu mastikasi, hal ini juga menyebabkan
gangguan fungsi fonetik, estetik, perubahan alveolar ridge dan bila tidak segera diganti dapat
juga terjadi perubahan dimensi vertikal serta perubahan status kesehatan gigi dan mulut.8
Hubungan kehilangan ..., Bunga Riadiani, FKG UI, 2013
Untuk membuat program pencegahan penurunan kinerja mastikasi yang tepat,
dibutuhkan data akurat mengenai kesehatan mulut pasien. Data ini penting serta dapat
dipengaruhi oleh persepsi dan konsep penilaian mengenai kesehatan mulut pasien. Pada
pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut yang sering dilakukan oleh praktisi kesehatan
umumnya menilai dengan menggunakan opininya. Untuk mendapatkan gambaran kondisi
yang komprehensif, maka dibutuhkan alat ukur yang akurat berdasarkan keadaan pasien, yaitu
dengan cara mengetahui fungsi mastikasi sebagai parameter yang dapat dinilai secara
subyektif.9
Penelitian yang berkaitan dengan kemampuan mastikasi berdasarkan persepsi pasien
masih sedikit di Indonesia. Salah satu alat ukur untuk menilai kemampuan mastikasi pasien
adalah kuesioner yang dapat diandalkan dan dipertanggungjawabkan dengan referensi
mengacu pada baku emas. Dengan menggunakan kuesioner kemampuan mastikasi oleh
Hanin9 yang dibuat dengan baku emas indeks Eichner, maka persepsi atau konsep pemikiran
dari individu yang berkaitan dengan kemampuan mastikasinya dapat disesuaikan dengan
konsep oklusi yang benar dan seimbang.9 Kuesioner kemampuan mastikasi oleh Hanin yang
telah diuji validitas dan realibilitasnya, menunjukkan sensitivitas dan spesifisitas baik
sehingga dapat digunakan untuk menentukan kemampuan mastikasi secara subyektif. Dalam
penelitian ini akan dibahas mengenai kehilangan gigi dan kemampuan mastikasi pada
perempuan pasca menopause. Hasilnya diharapkan dapat meningkatkan pelayanan kesehatan,
sehingga akan meningkatkan kualitas hidup dan menjadikan perempuan pasca menopause
yang sehat, mandiri, serta sejahtera.
TINJAUAN TEORITIS
Meningkatnya usia harapan hidup berbanding lurus dengan banyaknya penduduk
lansia dan merupakan salah satu indikator utama tingkat kesehatan masyarakat. Proporsi
penduduk lansia bertambah lebih cepat dibandingkan dengan kelompok usia lain.10
Menurut
UU no.13 tahun 1998, lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas.11
Masa transisi yang dijadikan sebagai dasar untuk mendefinisikan usia tua untuk perempuan
terjadi pada usia 45-55 tahun.12
Proses menua didefinisikan sebagai proses menghilangnya
secara perlahan kemampuan jaringan lunak untuk memperbaiki diri atau mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga lebih rentan terhadap infeksi dan tidak dapat
memperbaiki kerusakan yang dideritanya dan akibatnya, risiko terjadinya penyakit gigi dan
mulut semakin besar karena perubahan yang terjadi mempengaruhi fungsi sel, jaringan, dan
Hubungan kehilangan ..., Bunga Riadiani, FKG UI, 2013
organ tubuh, termasuk rongga mulut dan jaringan periodontal.13
Penuaan ditandai dengan
adanya perubahan-perubahan fisiologis seperti adanya masa klimakterium bagi wanita14
dan
perubahan psikis dari individu serta hal ini dapat menyebabkan perubahan persepsi individu
mengenai kondisi kesehatan gigi dan mulutnya.15
Semakin tinggi tingkat pendidikan yang
pernah diraih, kesadaran untuk menjaga kesehatan lebih besar, termasuk kesehatan gigi dan
mulut seperti dengan cara menjaga kebersihan rongga mulut dan pemeriksaan rutin terhadap
gigi sehingga kebersihan gigi lebih baik dan jumlah gigi yang hilang lebih sedikit.16
Hambatan dalam menjaga kebersihan gigi dan mulut pada lansia umumnya akibat
berkurangnya kondisi kesehatan, mobilitas serta keterampilannya.13, 15
Kemunduran fisik pada lansia terlihat dari mulut mulai mengendor, timbul garis-garis
menetap dan keriput di wajah, kulit yang semakin kering dan keriput, rambut memutih,
kehilangan gigi geligi, dan terjadi penimbunan lemak di bagian perut dan pinggul. Terdapat
juga perubahan fisik yang terjadi pada sel yang semakin tua serta berakibat secara fisik dan
fisiologis pada organ dalam tubuh13,14
dan dapat mempengaruhi penanganan di bidang
prostodonsia.17
Jaringan mukosa pada rongga mulut dapat menandakan kondisi kesehatan
seseorang. Perubahan rongga mulut pada lansia seperti terjadi kekeringan, warna pucat pada
mukosa mulut, penipisan mukosa, atrisi dan kehilangan gigi. Gangguan psikologis yang
paling sering dialami lansia adalah kesepian atau duka cita, rasa kekurangan, gelisah, lekas
marah, insomnia, depresi, kurang percaya diri untuk menarik lawan jenisnya, sulit untuk
berpikir lebih logis tentang kondisi kesehatannya akibat lebih mudah mengalami perubahan
mood atau kondisi mood swing.12,14,15
Dari sisi fisiologis, perubahan yang terjadi seperti adanya hot flush dari dada ke atas
disusul dengan keringat berlebih, perubahan sistem persyarafan, berdebar-debar, nafsu seks
menurun, muskuloskeletal meliputi keropos, hipertensi, kardiovaskuler, penyebaran lemak
pada tubuh di area tertentu, fungsi pendengaran, pencernaan, penglihatan dan gangguan
metabolisme hormonal seperti, ketidakseimbangan paratiroid dan masa klimakterium.12,13
Masa klimakterium dikenal sebagai masa premenopause, menopause, dan pascamenopause.18
Masa premenopause dimulai 4-5 tahun sebelum menopause, diawali dengan gangguan
menstruasi dan masa pascamenopause terjadi 3-5 tahun setelah masa menopause.19
Menopause adalah suatu keadaan yang selalu dilalui oleh wanita yaitu periode berhentinya
siklus menstruasi dan berkurangnya hormon seksual wanita pada usia antara 45-55 tahun,
dimana terjadi penurunan hormon estrogen menjadi 1/10 dari jumlah sebelumnya, berhentinya
ovulasi, penurunan lubrikasi yang membuat vagina menjadi lebih tipis dan mudah iritasi.14,18
Berkurangnya kadar estrogen pada masa menopause dihubungkan dengan kehilangan
Hubungan kehilangan ..., Bunga Riadiani, FKG UI, 2013
perlekatan jaringan periodontal,19
serta penurunan kepadatan tulang pada perempuan pasca
menopause sehingga tulang menjadi rapuh, keropos dan disebut dengan istilah disebut
osteoporosis. Beberapa contoh dampak osteoporosis pada mulut seperti resorpsi tulang
alveolar, berkurangnya ketebalan korteks mandibula dan hilangnya gigi.20
Patofisiologi
osteoporosis dimulai dari adanya massa puncak tulang yang rendah pada usia sekitar 20-30
tahun lalu terjadi perlambatan formasi tulang dan dimulai resorpsi tulang yang lebih dominan
sehingga terjadi penurunan massa tulang dan hal ini mengakibatkan densitas tulang menurun
yang merupakan faktor risiko terjadinya fraktur.21
Penyakit periodontal sebagai dampak penuaan, bila terus berlanjut dan tidak dilakukan
perawatan dapat memicu penurunan densitas tulang alveolar yang berakibat pada hilangnya
gigi22
, sehingga menyebabkan terjadinya penurunan status kesehatan gigi dan mulut pada
lansia. Hal tersebut dipengaruhi oleh empat faktor yaitu keturunan, lingkungan, pelayanan
kesehatan dan perilaku15, 23
Berdasarkan penelitian Sundjaja (2010), jumlah kehilangan gigi
terbesar terdapat pada kelompok lansia dengan rerata kehilangan gigi adalah 11,47.24
Masalah
yang sering terjadi pada bidang kesehatan gigi dan mulut adalah gangguan fungsi kunyah
akibat perubahan gigi geligi dan mulut baik secara fisik maupun fungsional, seperti
bertambahnya jumlah gigi posterior yang hilang akibat tidak diganti dengan gigi tiruan akan
mempercepat atrisi.3 Kondisi tidak bergigi dan kehilangan gigi yang mempengaruhi tulang
alveolar, penyakit lokal atau sistemik, patologi otot pengunyahan dan rasa sakit dapat
mempengaruhi penurnan fungsi pengunyahan yang berkaitan dengan faktor usia,25
namun jika
seorang individu memiliki gigi asli lengkap, faktor-faktor lain selain kehilangan gigi tidak
mempengaruhi hal tersebut secara signifikan.22
Bagi pasien dengan kehilangan gigi yang
parah, gigi tiruan yang tidak pas akan cenderung mengganggu proses pengunyahan.6
Kontak antar gigi antagonis atau jumlah gigi yang saling oklusi dapat menentukan
kemampuan pengunyahan dan efisiensinya karena dua gigi molar asli yang saling kontak atau
dua premolar rahang atas yang berdekatan dan terjadi kontak dengan dua premolar pada
rahang bawah yang berdekatan dimiliki oleh pasien yang memiliki efisiensi dalam
mastikasi.26
Lansia sering mengalami keadaan kehilangan gigi asli, sehingga lansia lebih sulit
dalam melakukan pengunyahan. Maka, untuk mempertahankan fungsi mastikasi yang baik
disarankan untuk individu memelihara gigi posterior fungsional, karena prediksi penilaian
kinerja mastikasi berdasarkan dari adanya kontak oklusal gigi.9 Perekaman kontak oklusal
tersebut dapat menggunakan indeks Eichner yang berdasarkan kontak gigi asli antara rahang
atas dan bawah di area molar bilateral dan premolar.27
Penilaian untuk gigi tiruan lepas pada
rahang dengan gigi tiruan cekat dan gigi asli berbeda menurut indeks Eichner. Gigi yang
Hubungan kehilangan ..., Bunga Riadiani, FKG UI, 2013
direstorasi dengan menggunakan gigi tiruan cekat dianggap sama dengan gigi asli.9, 28
Walaupun kemampuan mastikasi untuk pengguna gigi tiruan lebih terganggu, pengguna gigi
tiruan lepas yang memiliki kontak oklusi posterior dapat menjaga kemampuan mastikasinya
lebih baik dibandingkan dengan yang tidak memiliki kontak oklusi tersebut.29
Kuesioner
kemampuan mastikasi oleh Hanin (2012) memiliki 8 butir pertanyaan dengan penilaian
kuantitatif berupa skor, dengan maksimal skor dua untuk tiap butir pertanyaan dan satu
pertanyaan dengan skor maksimal tiga. Penilaian kemampuan mastikasi secara subyektif
dalam penelitian Hanin menggunakan indeks Eichner sebagai baku emas dan telah divalidasi.9
Bila skor lebih atau sama dengan 12, maka disimpulkan kemampuan mastikasi pasien baik,
dan jika kurang dari 12, maka kemampuan mastikasi dinilai buruk.9
Mastikasi merupakan proses penghancuran makanan secara mekanik yang bertujuan
membentuk bolus yang kecil sehingga dapat mempermudah proses penelanan. Komponen
mastikasi terdiri dari gigi-geligi, sendi temporomandibula, sistem saraf dan otot kunyah (otot
masseter, otot temporalis, otot pterygoideus lateralis, otot pterygoideus medialis, serta otot
tambahan), dengan tahap-tahap yang terjadi yaitu tahap membuka mandibula, tahap menutup
mandibula, dan tahap berkontaknya gigi antagonis dengan gigi lain atau kontak gigi dengan
makanan.30
Faktor-faktor yang berkaitan dengan fungsi mastikasi antara lain adalah
kehilangan dan restorasi gigi posterior, status oklusi, aktivitas sensorik, aliran saliva, dan
fungsi motorik oral.31
Permukaan oklusal menjadi faktor yang penting saat terjadinya proses
mengunyah, karena jumlah gigi mempengaruhi pemecahan/pelumatan makanan.32
Faktor otot
mastikasi berperan pada saat makanan berada di dalam mulut, yaitu melakukan refleks
inhibisi gerakan rahang membuka kemudian menutup dan menekan bolus secara berulang-
ulang. Selain memiliki tiga gerakan tersebut akibat otot mastikasi, rahang berperan sebagai
tempat melekatnya gigi. Persarafan mempengaruhi mastikasi karena otot mastikasi disarafi
oleh cabang-cabang motorik dari saraf kranial ke-5 dan proses mastikasi dikontrol oleh
nukleus dalam otak belakang.30
Faktor penuaan atau usia pada mempengaruhi efektivitas
mastikasi seperti, jumlah siklus mastikasi meningkat secara progresif, meningkatnya
pengurangan ukuran partikel serta durasi pengunyahan yang lebih lama.33
Faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi performa mastikasi yaitu kehilangan dan
restorasi dari gigi postcanine, kekuatan gigit, tingkat keparahan maloklusi, sensitivitas taktil,
area kontak oklusal dan ukuran tubuh, dan fungsi motorik oral.25
Xerostomia dan disfungsi
lain yang berhubungan dengan ketersediaan saliva dapat mempengaruhi secara negatif proses
mastikasi dengan cara membuat mustahil untuk subyek mengubah makanan menjadi bentuk
bolus sebeleum menelan.4 Penurunan kemampuan mastikasi paling signifikan terdapat pada
Hubungan kehilangan ..., Bunga Riadiani, FKG UI, 2013
populasi lansia dengan keadaan tidak bergigi.34
Ada tiga cara untuk melakukan penilaian
terhadap kemampuan individu dalam menghaluskan makanan yaitu kemampuan mastikasi,
performa mastikasi dan efisiensi mastikasi. Kemampuan mastikasi adalah subyektif karena
didasari atas persepsi individual tentang kemampuan dalam menghaluskan makanan dan
kenyamanan saat mengunyah. Penilaian biasanya dilakukan dalam bentuk kuesioner atau
wawancara. Gangguan pada kemampuan mastikasi muncul pada individu yang memiliki
kurang dari 20 gigi yang terdistribusi dengan baik, atau kurang dari 10 pasang gigi yang
beroklusi dengan baik.26
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian studi analitik observasional secara
potong lintang (Cross Sectional Study), penelitian dilakukan di Posbindu Lansia Pergeri
Depok RW 02 yang berlokasi di Jalan Mangga Raya No.88A Kelurahan Depok Jaya, jumlah
sampel 95 perempuan pasca menopause usia 47-84 tahun. Kondisi fisik sehat, telah berhenti
menstruasi selama minimal setahun, tidak menderita diabetes atau osteoporosis, tidak
mengkonsumsi obat steroid, mengalami minimal satu kehilangan gigi dan bersedia menjadi
subyek penelitian.
Penentuan subyek penelitian dengan teknik consecutive sampling. Pada subyek yang
memenuhi kriteria inklusi dilakukan pemeriksaan rongga mulut serta wawancara dengan
pengisian kuesioner kemampuan mastikasi. Kemampuan mastikasi subyektif responden
dinilai dengan kuesioner kemampuan mastikasi Hanin yang terdiri dari 8 pertanyaan. Dinilai
dengan poin terkecil 0 dan poin terbesar 3. Dengan nilai titik potong ≥12. Skor <12
kemampuan kunyah buruk dan skor ≥12 kemampuan kunyah baik.9
Kehilangan gigi diperiksa dengan menghitung banyaknya jumlah kehilangan gigi pada
kedua rahang. Dikategorikan menjadi tiga, yaitu kategori 1 = >10 gigi, kategori 2 = 6-10 gigi,
kategori 3 = <6 gigi.9 Lama menopause merupakan kondisi berhentinya haid secara permanen
minimal selama 12 bulan.35
Dilakukan dengan cara melakukan pengisian kuesioner,
ditanyakan kepada responden. Dibagi menjadi dua kategori, yaitu kategori 1 = >5 tahun,
kategori 2 = ≤5 tahun. Pendidikan merupakan kelulusan terakhir yang diikuti subyek.9
Dikategorikan menjadi pendidikan dasar = SD sampai SMP, menengah = SMA/setara, tinggi
= perguruan tinggi/setara. Subyek dilakukan pemeriksaan apakah memakai gigi tiruan dan
apakah jenis gigi tiruan yang digunakan. Terbagi menjadi tiga yaitu gigi tiruan cekat, gigi
tiruan sebagian lepas dan gigi tiruan penuh.
Hubungan kehilangan ..., Bunga Riadiani, FKG UI, 2013
HASIL PENELITIAN
Tabel 1. Distribusi Subyek Berdasarkan Usia, Tingkat pendidikan, Lama Menopause,
Pemakaian Gigi Tiruan dan Kemampuan Mastikasi
Variabel Frekuensi
n = 95
%
Kategori Usia
Lansia (≥ 60 tahun)
Bukan Lansia (< 60 tahun)
Kategori Tingkat Pendidikan
Pendidikan Dasar 9 Tahun
Pendidikan Menengah
Pendidikan Tinggi
Lama Menopause
> 5 Tahun
≤ 5 Tahun
Pemakaian Gigi Tiruan
Memakai Gigi Tiruan
Tidak Memakai Gigi tiruan
Kemampuan Mastikasi
Baik
Buruk
67
28
37
44
14
75
20
23
72
62
33
71
30
39
46
15
79
21
24
76
65
35
Dari tabel 1, terdapat hasil analisis univariat untuk mengetahui distribusi dan frekuensi
dari masing-masing variabel serta gambaran umum karakteristik 95 subyek penelitian.
Kelompok usia terbanyak yang terlibat adalah >60 tahun (lansia) sebanyak 67 orang (71%)
dan usia <60 tahun (bukan lansia) adalah 28 orang (30%), dengan rerata usia 64 tahun.
Persentase terbesar pendidikan subyek yaitu lulus SMA sebanyak 46% (44 orang) kemudian
disusul oleh pendidikan dasar dan pendidikan tinggi. Subyek dengan lama menopause >5
tahun sebanyak 79% (75 orang) dan <5 tahun yaitu 21% (20 orang). Subyek yang tidak
memakai gigi tiruan sebanyak 72 orang dan yang memakai gigi tiruan 23 orang. Penilaian
skor kemampuan mastikasi dengan titik potong 12, didapatkan 62 subyek dengan kemampuan
mastikasi baik (65%).
Hubungan kehilangan ..., Bunga Riadiani, FKG UI, 2013
Gambar 1. Proporsi kehilangan gigi pada perempuan pasca menopause
Pada penelitian ini terdapat tiga kategori kehilangan gigi, yaitu kategori kehilangan
gigi >10 gigi, 6-10 gigi dan <6 gigi dengan masing-masing proporsinya adalah 47%, 27% dan
26%.
Tabel 2. Hubungan Antara Usia, Tingkat Pendidikan, Lama Menopause,
Kehilangan Gigi dan Pemakaian Gigi Tiruan Terhadap Kemampuan Mastikasi
Keterangan Kemampuan Mastikasi (n = 95)
Baik (100%) Buruk (100%) p
Usia
Lansia
Bukan Lansia
Tingkat Pendidikan
Dasar
Menengah
Tinggi
Lama Menopause
> 5 Tahun
≤ 5 Tahun
Kehilangan Gigi
>10
6-10
<6
39 (63%)
23 (37%)
23 (37%)
30 (48%)
9 (15%)
44 (71%)
18 (29%)
22 (35%)
19 (31%)
21 (34%)
28 (85%)
5 (15%)
14 (27%)
14 (27%)
24 (46%)
31 (94%)
2 (6%)
22 (67%)
7 (21%)
4 (12%)
0,025*
0,849
0,009*
0,011*
Hubungan kehilangan ..., Bunga Riadiani, FKG UI, 2013
Pemakaian Gigi Tiruan
Memakai Gigi Tiruan
Tidak Memakai Gigi Tiruan
14 (23%)
48 (77%)
9 (27%)
24 (73%)
0,611
Keterangan: tanda * adalah bermakna (p<0,05)
Untuk melihat apakah ada hubungan yang bermakna antara usia, tingkat pendidikan,
lama menopause, serta kehilangan gigi terhadap kemampuan mastikasi, dilakukan analisis
bivariat dengan Chi Square dengan hasil pada tabel 2. Terdapat hasil berupa faktor kehilangan
gigi memiliki nilai kemaknaan (p) sebesar 0,011, faktor usia dan lama menopause 0,025 dan
0,009 merupakan hubungan yang bermakna dengan kemampuan mastikasi karena faktor
peluang kurang dari 5% (p<0,05). Sedangkan tingkat pendidikan dan pemakaian gigi tiruan
mempunyai nilai dengan faktor peluang lebih dari 5% (p>0,05) maka terdapat hubungan yang
kurang bermakna secara statistik dengan kemampuan mastikasi.
PEMBAHASAN
Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan desain potong
lintang yang bertujuan untuk menganalisis hubungan antara kemampuan mastikasi dengan
kehilangan gigi, usia, tingkat pendidikan, lama menopause, serta pemakaian gigi tiruan dan
mengetahui besar proporsi kehilangan gigi pada perempuan pasca menopause. Besar sampel
pada penelitian ini yaitu 95 subyek yang berusia 47-84 tahun kemudian dikelompokkan
menjadi 2 kelompok usia yaitu kelompok lansia (≥60 tahun) dan kelompok bukan lansia (<60
tahun) berdasarkan ketetapan yang diadaptasi oleh Departemen Kesehatan RI dari WHO.36
Dari hasil penelitian ini, besar proporsi kehilangan gigi tertinggi pada perempuan
pasca menopause terdapat pada kategori lebih dari 10 gigi hilang. Sesuai penelitian Ikebe et
al. (2012), seiring terjadinya pertambahan usia, rongga mulut akan mengalami perubahan
jaringan lunak dan jaringan keras. Dampak proses penuaan terhadap kesehatan gigi dan mulut
antara lain meningkatnya karies gigi, penyakit periodontal dan keadaan kebersihan mulut.
Bila penyakit periodontal terus berlanjut dan tidak dilakukan perawatan maka akan terjadi
penurunan densitas pada tulang alveolar yang berakibat hilangnya gigi.22
Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini telah diuji validitasnya serta dapat
menunjukkan korelasi yang terjadi dari variabel-variabel yang terdapat pada penelitian ini
melalui perhitungan derajat kemaknaan (p). Dari penelitian ini ditemukan adanya korelasi
yang bermakna antara hilangnya gigi pada perempuan pasca menopause dengan kemampuan
mastikasi. Dari ketiga kategori jumlah gigi asli yang hilang, semakin banyak gigi yang hilang,
Hubungan kehilangan ..., Bunga Riadiani, FKG UI, 2013
semakin banyak persentase responden yang memiliki kemampuan mastikasi yang buruk.
Hasil data penelitian ini berupa penilaian secara subyektif fungsi mastikasi mendukung
penelitian-penelitian terdahulu yang membuktikan bahwa jumlah gigi akan mempengaruhi
pemecahan makanan menjadi bolus dan area oklusal yang dibutuhkan untuk kemampuan
mastikasi32
, semakin sedikit jumlah gigi posterior, semakin buruk kemampuan mastikasi.4
Seperti hasil yang dikemukakan Mussachio et al. (2007)26
, responden atau pasien yang
memiliki efisiensi baik dalam mastikasi memiliki kontak antar gigi molar asli atau premolar
asli pada rahang atas dan bawah.4, 26
Didukung juga oleh hasil penelitian Hatch (2001) yaitu,
jumlah dari gigi asli yang masih berfungsi mempengaruhi kekuatan gigit dan performa
mastikasi25
dan penelitian Ikebe et al. (2011), bahwa restorasi dan hilangnya gigi posterior
pada lansia mempengaruhi kinerja mastikasi.4, 29
Faktor lama menopause pada penelitian ini menunjukkan korelasi bermakna terhadap
kemampuan mastikasi perempuan pasca menopause. Pada kelompok perempuan pasca
menopause yang memiliki kemampuan mastikasi yang buruk sebanyak 94% (31 dari 33
responden) merupakan perempuan yang telah mengalami menopause selama lebih dari 5
tahun. Namun, pada kelompok perempuan pasca menopause dengan lama menopause lebih
dari 5 tahun didapatkan 44 dari 75 responden (59%) memiliki kemampuan mastikasi yang
baik. Hasil data ini dapat disebabkan oleh faktor subyektivitas responden terhadap
kemampuan mastikasinya seperti terdapat anggapan bahwa kemampuan responden dalam
mastikasi masih baik walaupun terdapat banyak perubahan di dalam mulut akibat lama
menopause atau responden dalam kategori tersebut belum mengalami perubahan di dalam
mulut seperti kehilangan gigi. Kehilangan gigi yang menyebabkan penurunan kemampuan
mastikasi pada kelompok tersebut dapat dihubungkan dengan penurunan kadar hormon
estrogen yang terjadi akibat masa menopause, dan dapat menyebabkan responden lebih rentan
mengalami resorpsi tulang alveolar.18, 19
Menurut penelitian Soemitro (2006) dan Camellia
(2008), dari sisi fisiologis, pada perempuan pasca menopause terjadi perubahan metabolisme
hormonal dan muskoloskeletal.13, 18
Pernyataan tersebut didukung oleh Friedlander (2002)
yaitu, penurunan kadar estrogen pada masa menopause dihubungkan dengan peningkatan
resorpsi tulang alveolar, kehilangan perlekatan jaringan periodontal, peningkatan keparahan
penyakit periodontal dan kehilangan gigi. Penelitian Arina et al. (2006) menunjukkan adanya
korelasi antara kondisi jaringan periodontal wanita menopause dengan lama menopause,
semakin lama menopause semakin parah penyakit periodontalnya akibat perubahan hormonal
yang mempengaruhi rongga mulut.37, 38
Maka dapat disimpulkan bahwa lama menopause
Hubungan kehilangan ..., Bunga Riadiani, FKG UI, 2013
mempengaruhi jaringan periodontal atau penurunan densitas tulang yang mengakibatkan
terjadinya kehilangan gigi sehingga terjadi penurunan kemampuan mastikasi.
Faktor usia juga menunjukkan korelasi bermakna terhadap kemampuan mastikasi.
Kelompok responden usia lansia memiliki persentase kemampuan mastikasi buruk sebanyak
42% (28 dari 47 responden), sedangkan kelompok responden usia bukan lansia dengan
kemampuan mastikasi yang buruk sebanyak 18% (5 dari 28 responden). Usia mempengaruhi
kemampuan mastikasi secara tidak langsung, namun usia mempengaruhi terjadinya berbagai
perubahan fisik maupun fisiologis. Perubahan fisik dan fisiologis dapat mengakibatkan
adanya penyakit periodontal serta kondisi menopause yang mempengaruhi gigi dan rongga
mulut. Akibat usia bertambah, dapat terjadi penurunan fungsi otot sendi temporomandibular
serta suatu kondisi dalam tubuh yang mempengaruhi rongga mulut dan dapat mempengaruhi
kualitas mastikasi.30
Seperti yang dikemukakan dalam kesimpulan penelitian Mawi (2001),
usia yang terus meningkat membuat turunnya pertahanan dan perbaikan jaringan lunak
maupun keras dalam tubuh seperti jaringan tulang.3 Kusdhany et al. (2004) mendapatkan hasil
adanya hubungan antara perubahan densitas tulang mandibula terhadap usia pada subyek
perempuan menopause.20
Penelitian-penelitian tersebut mendukung hasil korelasi yang terjadi
dalam penelitian ini, bahwa faktor usia dapat mempengaruhi kemampuan mastikasi.
Penggunaan gigi tiruan pada penelitian ini kurang memiliki hubungan dengan
kemampuan mastikasi. Hal ini dapat disebabkan karena jenis dan kualitas gigi tiruan yang
digunakan oleh subyek. Dalam penelitian ini tidak ditemukan subyek yang menggunakan gigi
tiruan cekat. Berdasarkan data yang dikumpulkan, subyek penelitian lebih banyak
menggunakan gigi tiruan lepas yang digunakan di anterior. Hal ini menandakan bahwa subyek
lebih banyak menggunakan gigi tiruan untuk estetika dibandingkan untuk pengunyahan.
Amurwaningsih (2010) menyatakan bahwa pemakaian gigi tiruan yang tidak nyaman akan
cenderung mengganggu proses pengunyahan.6 Seperti yang dinyatakan oleh Ikebe et al. pada
tahun 2011, bahwa adanya penggantian gigi yang hilang dengan menggunakan gigi tiruan
lepas tidak membuat kinerja mastikasi lebih baik daripada kinerja mastikasi yang terjadi pada
rahang dengan jumlah gigi asli yang masih lengkap.5 Maka, diperlukan penelitian lebih
berimbang proporsinya serta lebih spesifik mengenai hubungan jenis gigi tiruan yang
digunakan dengan kemampuan mastikasi, karena gigi tiruan dengan jenis dan kualitas yang
berbeda mempengaruhi kemampuan mastikasi, dan penilaian untuk gigi tiruan cekat berbeda
pula dengan gigi tiruan lepas. Prostodontis dengan bantuan lembaga kesehatan pemerintah
dapat melakukan sosialisasi mengenai penggunaan gigi tiruan dan perawatannya sebagai
bentuk motivasi untuk meningkatkan kemampuan mastikasi perempuan pasca menopause.
Hubungan kehilangan ..., Bunga Riadiani, FKG UI, 2013
Dari penelitian ini tidak ditemukan korelasi bermakna antara kemampuan mastikasi
dengan tingkat pendidikan. Hal ini dapat disebabkan karena tingkat pendidikan kurang
mempengaruhi perilaku dan kesadaran individu dalam menjaga kesehatan gigi dan mulut.
Pernyataan tersebut didukung oleh penelitian Sundjaja (2010), bahwa status pendidikan yang
diraih oleh perempuan Lansia tidak berpengaruh banyak terhadap kesadarannya atas
perawatan gigi dan mulut. Hal ini dikarenakan berbagai macam alasan seperti tidak
memprioritaskan kesehatan gigi, rasa takut, sulitnya mobilisasi untuk pergi menuju klinik dan
adanya anggapan bahwa terjadinya kehilangan gigi pada lansia adalah normal.24
Kurang
berpengaruhnya tingkat pendidikan terhadap kemampuan mastikasi didukung juga oleh hasil
penelitian Kiyak (1988), yaitu hambatan utama para lansia dalam merawat gigi mereka
berasal dari diri lansia yaitu sikap dan perilaku lansia terhadap kesehatan gigi dan mulut yang
berupa mitos bahwa kehilangan gigi merupakan suatu hal alami, perawatan gigi mahal dan
membutuhkan waktu yang lama.39
Pentingnya perilaku terhadap kesehatan mulut ditunjukkan
oleh hasil penelitian Sri Lestari et al. (2005).29
Maka, untuk dapat menjaga kesehatan gigi dan
mulut untuk mempertahankan mastikasi pada perempuan pasca menopause dibutuhkan
perilaku, kesadaran dan motivasi diri yang baik. Pihak pemerintah maupun praktisi kesehatan
gigi dan mulut dapat meningkatkan penyuluhan kesehatan gigi dan mulut untuk memfasilitasi
hal ini dan sebagai bentuk edukasi.
Faktor-faktor yang merupakan kekurangan penelitian ini antara lain seperti proporsi
sampel yang kurang berimbang untuk membuktikan adanya perbedaan bermakna. Kelelahan
pewawancara dalam menggali jawaban dan kelelahan subyek penelitian dalam menjawab
pertanyaan setelah melalui beberapa proses penelitian dapat menurunkan tingkat konsentrasi
dan mempengaruhi hasil data yang didapatkan. Pengisian kuesioner dan penghitungan jumlah
kehilangan gigi yang membutuhkan waktu sekitar beberapa menit, diatasi dengan melakukan
wawancara dan pemeriksaan secara cepat dan mengatur posisi duduk responden agar nyaman.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara
kehilangan gigi dengan kemampuan mastikasi pada perempuan pasca menopause. Untuk
mengetahui apakah hasil penelitian ini dapat digeneralisasikan terhadap populasi target atau
tidak, maka perlu dibahas mengenai validitas interna dan validitas eksternalnya. Validitas
eksternal merupakan derajat akurasi, dapat atau tidak hasil penelitian digeneralisasikan atau
diterapkan pada populasi target. Populasi target pada penelitian ini adalah perempuan pasca
menopause di Indonesia, sedangkan populasi terjangkau penelitian ini adalah perempuan
pasca menopause yang tinggal di sekitar Posbindu Lansia Pergeri Depok RW 02.
Hubungan kehilangan ..., Bunga Riadiani, FKG UI, 2013
Dalam pengambilan subyek pada penelitian ini dilakukan teknik pengambilan sampel
consecutive sampling (non probability sampling) yaitu setiap subyek yang memenuhi kriteria
inklusi dimasukkan sampai jumlah subyek terpenuhi. Jumlah sampel penelitian ini telah
memenuhi jumlah minimal sampel yang dihitung dengan rumus besar sampel untuk satu
sampel populasi presisi. Subyek yang dianalisis telah memenuhi kriteria inklusi dan memiliki
karakteristik yang hampir sama dengan karakteristik populasi target, dari segi jenis kelamin,
usia pasca menopause, kondisi rongga mulut dan kondisi pasca menopause. Sehingga subyek
pada penelitian ini dapat mewakili hampir seluruh perempuan pasca menopause pada populasi
target. Beberapa hal yang dapat melemahkan validitas internal pada penelitian ini yaitu
adanya recall bias dan interviewer bias. Recall bias merupakan bias mengingat kembali yang
bersumber dari subyek penelitian saat dilakukan pengisian kuesioner dengan metode
wawancara. Interviewer bias merupakan bias yang bersumber dari pewawancara. Untuk
memperkecil kemungkinan terjadinya recall bias dan interviewer bias data sebagai akibat dari
salahnya persepsi subyek terhadap pertanyaan, dilakukan pelatihan terhadap pewawancara
untuk memberikan pertanyaan yang mampu mengarahkan subyek dalam mengingat dan
kalibrasi pewawancara terhadap definisi dan persamaan persepsi mengenai kuesioner
kemampuan mastikasi serta tata cara penggunaannya. Kalibrasi ini dilakukan bersama
dengan operator yang bertugas. Dengan dilakukannya kalibrasi ini, pewawancara telah dilatih
untuk mendapatkan jawaban yang reliabilitasnya baik dari subyek penelitian. Bias data yang
mungkin terjadi adalah cara penilaian subyek mengenai pertanyaan kemampuan mengunyah,
perbandingan lama waktu menghabiskan makanan dengan orang lain yang relatif dari tiap
subyek. Hal tersebut dapat menjelaskan ditemukannya subyek yang memiliki kemampuan
mastikasi baik dengan jumlah kehilangan gigi banyak. Variabel konfonding seperti lamanya
menopause merupakan pertanyaan yang dijawab berdasarkan ingatan subyek mengenai apa
yang dialaminya di masa lampau, namun tidak seluruh subyek dapat mengingat kapan masa
menopausenya dimulai, sehingga subyek menjawab dengan perkiraan lama menopause yang
dilakukan pembulatan seperti 5 tahun dan 10 tahun.
KESIMPULAN
Dari penelitian ini dapat disimpulkan adanya hubungan antara kehilangan gigi dengan
kemampuan mastikasi pada perempuan pasca menopause. Ditemukan juga dari penelitian ini
bahwa proporsi kehilangan gigi terbanyak pada perempuan pasca menopause terdapat pada
kategori kehilangan gigi lebih dari sepuluh. Lama menopause dan usia mempengaruhi
Hubungan kehilangan ..., Bunga Riadiani, FKG UI, 2013
kemampuan mastikasi perempuan pasca menopause. Tingkat pendidikan dan pemakaian gigi
tiruan tidak memiliki hubungan bermakna dengan kemampuan mastikasi pada perempuan
pasca menopause.
SARAN
Pengembangan ilmu dan pelayanan di bidang Prostodonsia dapat dilakukan
peningkatan edukasi dan kesadaran untuk para perempuan mengenai kesehatan gigi dan mulut
sebagai upaya meningkatkan kemampuan mastikasi. Hendaknya Prostodontis meningkatkan
pelayanan yang berkaitan dengan gigi tiruan serta memotivasi dalam pemeliharaan kesehatan
gigi termasuk penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan. Disarankan untuk penelitian
berikutnya menggunakan komunitas dengan jumlah sampel lebih berimbang proporsinya
dengan turut mempertimbangkan faktor sosiodemografik sebagai salah satu faktor risiko serta
penelitian lebih spesifik mengenai korelasi antara jenis gigi tiruan yang digunakan oleh
wanita pasca menopause atau subyek lainnya dengan kemampuan mastikasi. Pemerintah dan
pembuat kebijakan dapat memfasilitasi peningkatan penyuluhan dan pelayanan kesehatan gigi
mulut untuk mengatasi masalah kehilangan gigi dan masalah kesehatan gigi mulut lainnya,
sehingga kemampuan mastikasi meningkat dan gangguan fungsi kunyah dapat dikurangi.
Perempuan kelompok pasca menopause perlu mengikuti progam-progam sosialisasi dan
motivasi mengenai pemeliharaan gigi dan mulut untuk mencapai kemampuan mastikasi yang
optimal. Kebersihan gigi dan mulut yang baik dapat memperlambat munculnya penyakit
periodontal yang dapat memicu terjadinya kehilangan gigi. Untuk penelitian selanjutnya,
perilaku subyek dalam menjaga kebersihan gigi dan mulut dengan kemampuan mastikasi
dapat dijadikan variabel konfonding untuk memperjelas hubungannya dengan kemampuan
mastikasi. Untuk meningkatkan kemampuan mastikasi perempuan pasca menopause yang
telah mengalami kehilangan gigi diperlukan gigi tiruan pada daerah posterior dan bukan
hanya di anterior.
DAFTAR REFERENSI
1. Khosama H, et al. Hubungan Kadar Serum Hormon Estrogen dengan Memory
Performance Pada Wanita Pasca Menopause. Neurona. 2008;25(3):37-43.
2. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar RISKESDAS INDONESIA 2007. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2008.
Hubungan kehilangan ..., Bunga Riadiani, FKG UI, 2013
3. Mawi M. Proses Menua Sistem Organ Tubuh Pada Lanjut Usia. MI Kedokteran Gigi
FKG Usakti. 2001;16(44):61.
4. Ikebe K, et al. Association of masticatory performance with age, gender, number of teeth,
occlusal force and salivary flow in japanese older adults: is ageing a risk factor for
masticatory dysfunction? Arch Oral Biol. 2011;56(1):991-6.
5. Kotzer RD, et al. Oral health related quality of life in an aging Canadian population.
Health and Quality of Life Outcomes. [Research]. 2012;10:50.
6. Amurwaningsih M, et al. Analisis hubungan kualitas hidup yang berhubungan dengan
kesehatan mulut (OHRQoL) dan status kecemasan dengan status nutrisi pada masyarakat.
M.I. Sultan Agung. 2010;48(123):67-71.
7. Anggraini W. Fitoestrogen sebagai Alternatif Alami Terapi Sulih Hormon untuk
Pengobatan Osteoporosis Primer pada Wanita Pascamenopause. MI Kedokteran Gigi.
2008;23(1):25.
8. Jubhari EH. Upaya untuk mengurangi preparasi gigi:Fung shell bridge. Kedokteran Gigi
Dentofasial. 2007;6(1):9-27.
9. Hanin I, et al. Pengaruh Kemampuan Mastikasi Terhadap Kualitas Hidup Wanita Pra
Lanjut Usia dan Wanita Lanjut Usia Di Wilayah Bekasi [Thesis]. Bekasi: Universitas
Indonesia; 2012. halaman 1-33
10. Abikusno N, et al. Pedoman Active Ageing (penuaan aktif) Bagi Pengelola dan
Masyarakat. First ed. Jakarta: Komisi Nasional Lanjut Usia; 2010. halaman 1
11. MenkoKesRa. Hari Lanjut Usia Nasional. 2009 [cited 2012 September]; Available from:
http://www.menkokesra.go.id/content/hari-lanjut-usia-nasional.
12. Ghani L. Seluk Beluk Menopause. Media Penelit dan Pengembang Kesehat.
2009;19(4):193-6.
13. Soemitro S. Kesehatan Jaringan Periodontal Pada Lanjut Usia. JITEKGI. 2006;3(2):38-
41.
14. Oktafiani D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Seksual Pada Lanjut Usia di
Posyandu Wilayah Kerja Puskesmas Andalas [Penelitian Keperawatan Gerontik].
Padang: Universitas Andalas; 2010. halaman 2-3
15. Holm-Pedersen P, Loe H. Textbook of Geriatric Dentistry. Second ed. Copenhagen:
Munksgaard; 1996. p. 21, 68-76, 85, 103-22, 306, 416, 449-50, 493
16. Gulsen B, et al. Effect of Educational Level on Oral Health in Peritoneal and
Hemodialysis Patients. International Journal of Dentistry [Article ID 159767]. 2009:5.
Hubungan kehilangan ..., Bunga Riadiani, FKG UI, 2013
17. Pudjirochani E. Cara Penanganan Penderita Lanjut Usia di Bidang Prostodonsia.
2002;35(1):33-6.
18. Camellia V. Sindroma Pascamenopause [Thesis]. Medan: Universitas Sumatera Utara;
2008. halaman 1-3,6
19. Arina YMD. Kebutuhan Perawatan Periodontal Wanita Menopause. MI Kedokteran
Gigi. 2006;21(3):101-3.
20. Kusdhany ML, et al. Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Densitas Tulang
Mandibula Pada Perempuan Pascamenopause). JDI. 2004;11(1):8-12.
21. Permana H. Pathogenesis and Metabolism of Osteoporosis in Elderly [Thesis]. Ilmu
Penyakit Dalam. 2009. halaman 5
22. Ikebe K. Masticatory performance in older subjects with varying degrees of tooth loss.
Journal of Dentistry. 2012;40(2):71-6.
23. Lestari S, et al. Gambaran Perilaku dan Status Kesehatan Gigi dan Mulut Lansia di
Puskesmas Kecamatan Kemayoran Jakarta Pusat. MI Kedokteran Gigi 2005;20(62):83-9.
24. Sundjaja Y. Hubungan Antara Kehilangan Gigi dan Pemakaian Gigi Tiruan Dengan
Kualitas Hidup Pra-Lansia dan Lansia Perempuan [Thesis]. Jakarta: Universitas
Indonesia; Mei 2010. halaman 31, 34-5
25. Hatch JP, et al. Determinants of masticatory performance in dentate adults. Arch Oral
Biol. 2000;46:641-8.
26. Musacchio E, et al. Tooth loss in elderly and its association with nutritional status, socio-
economic and lifestyle factors. Acta Odontologica Scandinavica. 2007;65:78-86.
27. Yoshino K, et al. Relationship between Eichner Index and Number of Present Teeth Bull
Tokyo Dent Coll 2012;53(1):37-40.
28. Gotfredsen K, Walls A. What dentition assures oral function. Clin Oral Impl Res.
2007;18:34-45.
29. Ikebe K, et al. Association of masticatory performance with age, posterior occlusal
contacts, occlusal force, and salivary flow in older adults. Int J Prosthodont 2010;23:475-
81.
30. Ningsih DS. Pengaruh Mastikasi Terhadap Kecepatan Aliran Saliva [Thesis]. Medan:
Universitas Sumatera Utara; 2004. halaman 1-2, 12-22
31. The World's Women 2010 Trends and Statistics. New York: United Nations; 2010 [cited
2012 September]; Available from:
http://unstats.un.org/unsd/demographic/products/Worldswomen/WW_full%20report_col
or.pdf.
Hubungan kehilangan ..., Bunga Riadiani, FKG UI, 2013
32. Bourdiol P, Mioche L. Correlations between functional and occlusal tooth-surface areas
and food texture during natural chewing sequences in humans Arch Oral Biol.
2000;45:691-9.
33. Woda A, et al. Adaptation of healthy mastication to factors pertaining to the individual or
to the food. Physiology & Behavior. 2006;89:28-35.
34. Weijenberg RAF, et al. Mastication for the mind—The relationship between mastication
and cognition in ageing and dementia. J Neu bio rev. 2011;35:483-97.
35. Kusdhany ML. Penentuan Indeks Densitas Tulang Mandibula Perempuan Pasca
Menopause dengan Memperhatikan Beberapa Faktor Risiko Terjadinya Osteoporosis
[Disertasi]. Jakarta: Universitas Indonesia; 2003. halaman 92, 97
36. Evaluasi Progam Bantuan Sosial Korban Bencana Alam Tahun 2007. Evaluation Report.
Bogor: Kementrian Sosial Republik Indonesia. 2007 14 December 2007.
37. Friedlander AH. The Physiology, Medical Management and Oral Implications of
Menopause. J Am Dent Assoc. 2002;133:73-81.
38. Arina YMD, et al. Hubungan Antara Status Jaringan Periodontal Wanita Menopause
dengan Lama Menopause. Spirulina. 2006;1:43-52.
39. Kiyak HA. Recent Advance in A Behavioral Sciences in Geriartric Dentistry.
Gerontology. 1988;7(1):27-36.
Hubungan kehilangan ..., Bunga Riadiani, FKG UI, 2013