hubungan kehilangan gigi dan kemampuan mastikasi pada

18
Hubungan Kehilangan Gigi dan Kemampuan Mastikasi pada Perempuan Pasca Menopause Bunga Riadiani *, Ratna Sari Dewi **, Nina Ariani ** *Bagian Progam Studi S1. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia ** Bagian Prostodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia ABSTRAK Pada perempuan menopause terjadi perubahan fisiologis akibat perubahan hormon yang dapat mengakibatkan penurunan densitas tulang yang berkontribusi terhadap hilangnya gigi. Fungsi mastikasi dipengaruhi oleh jumlah gigi, namun masih belum jelas bagaimana hubungan fungsi mastikasi yang dinilai secara subyektif dengan kehilangan gigi pada perempuan pasca menopause, terutama di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis korelasi kehilangan gigi dengan kemampuan mastikasi perempuan pasca menopause. Digunakan metode potong lintang dengan subyek 95 perempuan pasca menopause di Posbindu Lansia Pergeri Depok, Jawa Barat. Subyek menjawab kuesioner kemampuan mastikasi dan dilakukan pemeriksaan intra oral. Analisis Chi Square digunakan untuk menghubungkan usia, lama menopause, tingkat pendidikan, kehilangan gigi dan pemakaian gigi tiruan dengan kemampuan mastikasi. Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 47% subyek mengalami kehilangan >10 gigi, 27% subyek kehilangan 6-10 gigi dan 26% subyek kehilangan <6 gigi. 76% subyek tidak memakai gigi tiruan. Kemampuan mastikasi memiliki hubungan bermakna dengan kehilangan gigi lama menopause dan usia (p<0,05). Penggunaan gigi tiruan dan pendidikan tidak berpengaruh signifikan terhadap kemampuan mastikasi (p>0,05). Dapat disimpulkan, jumlah gigi hilang, lama menopause, dan usia mempengaruhi kemampuan mastikasi perempuan pasca menopause secara signifikan. Kata kunci: kehilangan gigi; kemampuan mastikasi; kuesioner; pasca menopause; perempuan. ABSTRACT Hormonal physiological changes in post-menopausal women reduce bone density which leads to tooth loss. Masticatory function is affected by the number of teeth, but it is not yet clear how the subjectively perceived masticatory function associates with tooth loss in post-menopausal women in Indonesia. This study aims to determine association between tooth loss and masticatory ability in post-menopausal women. Cross sectional study of 95 post-menopausal women at Posbindu Lansia Pergeri Depok, West Java was performed. Subjects answered questionnaires about masticatory ability and intra oral examination was performed. Chi square analysis was conducted to relate age, menopausal period, educational level, tooth loss and desnture use with masticatory ability. The results were 47% subjects lost >10 teeth, 27% subjects lost 6-10 teeth and 26% subjects lost <6 teeth. Seventy-six percent of subjects did not wear dentures. Menopausal period, tooth loss, and age had significant correlation with masticatory ability (p<0.05). Educational status and denture wearing did not significantly affect masticatory ability (p>0.05). This study concludes that masticatory ability in post-menopausal women is significantly affected by length of menopausal period, tooth loss and age. Hubungan kehilangan ..., Bunga Riadiani, FKG UI, 2013

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Hubungan Kehilangan Gigi dan Kemampuan Mastikasi pada

Hubungan Kehilangan Gigi dan Kemampuan Mastikasi pada Perempuan

Pasca Menopause

Bunga Riadiani *, Ratna Sari Dewi **, Nina Ariani **

*Bagian Progam Studi S1. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

** Bagian Prostodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

ABSTRAK

Pada perempuan menopause terjadi perubahan fisiologis akibat perubahan hormon

yang dapat mengakibatkan penurunan densitas tulang yang berkontribusi terhadap hilangnya

gigi. Fungsi mastikasi dipengaruhi oleh jumlah gigi, namun masih belum jelas bagaimana

hubungan fungsi mastikasi yang dinilai secara subyektif dengan kehilangan gigi pada

perempuan pasca menopause, terutama di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk

menganalisis korelasi kehilangan gigi dengan kemampuan mastikasi perempuan pasca

menopause. Digunakan metode potong lintang dengan subyek 95 perempuan pasca

menopause di Posbindu Lansia Pergeri Depok, Jawa Barat. Subyek menjawab kuesioner

kemampuan mastikasi dan dilakukan pemeriksaan intra oral. Analisis Chi Square digunakan

untuk menghubungkan usia, lama menopause, tingkat pendidikan, kehilangan gigi dan

pemakaian gigi tiruan dengan kemampuan mastikasi. Hasil penelitian menunjukkan sebanyak

47% subyek mengalami kehilangan >10 gigi, 27% subyek kehilangan 6-10 gigi dan 26%

subyek kehilangan <6 gigi. 76% subyek tidak memakai gigi tiruan. Kemampuan mastikasi

memiliki hubungan bermakna dengan kehilangan gigi lama menopause dan usia (p<0,05).

Penggunaan gigi tiruan dan pendidikan tidak berpengaruh signifikan terhadap kemampuan

mastikasi (p>0,05). Dapat disimpulkan, jumlah gigi hilang, lama menopause, dan usia

mempengaruhi kemampuan mastikasi perempuan pasca menopause secara signifikan.

Kata kunci: kehilangan gigi; kemampuan mastikasi; kuesioner; pasca menopause; perempuan.

ABSTRACT

Hormonal physiological changes in post-menopausal women reduce bone density

which leads to tooth loss. Masticatory function is affected by the number of teeth, but it is not

yet clear how the subjectively perceived masticatory function associates with tooth loss in

post-menopausal women in Indonesia. This study aims to determine association between

tooth loss and masticatory ability in post-menopausal women. Cross sectional study of 95

post-menopausal women at Posbindu Lansia Pergeri Depok, West Java was performed.

Subjects answered questionnaires about masticatory ability and intra oral examination was

performed. Chi square analysis was conducted to relate age, menopausal period, educational

level, tooth loss and desnture use with masticatory ability. The results were 47% subjects lost

>10 teeth, 27% subjects lost 6-10 teeth and 26% subjects lost <6 teeth. Seventy-six percent of

subjects did not wear dentures. Menopausal period, tooth loss, and age had significant

correlation with masticatory ability (p<0.05). Educational status and denture wearing did not

significantly affect masticatory ability (p>0.05). This study concludes that masticatory ability

in post-menopausal women is significantly affected by length of menopausal period, tooth

loss and age.

Hubungan kehilangan ..., Bunga Riadiani, FKG UI, 2013

Page 2: Hubungan Kehilangan Gigi dan Kemampuan Mastikasi pada

Key words: masticatory ability; post-menopausal; questionnaire; tooth loss; women.

PENDAHULUAN

Berdasarkan statistik, jumlah penduduk Indonesia di tahun 2020 akan berkembang

menjadi 262,6 juta jiwa, dengan jumlah wanita menopause mencapai 30,3 juta jiwa.1 Hasil

Riskesdas 2007 menyatakan bahwa prevalensi masalah gigi dan mulut bervariasi menurut

karakteristik responden, serta kehilangan gigi asli menunjukkan kecenderungan menurut

umur. Pada kelompok umur 45-54 tahun ditemukan 1,8% hilang seluruh gigi asli dan pada

kelompok umur 65 tahun mencapai 17,6%.2

Kondisi fisiologis makhluk hidup akan selalu mengalami perubahan seiring

bertambahnya usia. Proses menua adalah suatu proses fisiologis pada kehidupan manusia

dimana terjadi kemunduran semua fungsi tubuh dan perubahan fisik akibat kurang efektifnya

pertahanan dan perbaikan jaringan tubuh serta munculnya faktor resiko kerusakan sensorik

dan motorik.3,4

Selain itu, masalah kesehatan gigi dan mulut bertambah dan akibatnya

pengobatan yang harus dilakukan menjadi lebih rumit.5 Gangguan di sekitar rongga mulut

yang dialami lanjut usia bersifat kronis seperti kehilangan gigi, karies gigi, dan penyakit

periodontal serta gangguan kebersihan mulut. Hal ini dapat terjadi akibat rendahnya

kunjungan pemeriksaan ke pusat kesehatan gigi atau tenaga profesi kedokteran gigi lainnya.6

Salah satu tahap kehidupan yang merupakan kejadian penting dan pasti dialami oleh

setiap wanita saat proses penuaan adalah menopause. Pada masa menopause terjadi

penurunan kadar estrogen, yaitu di usia awal masa klimakterium (40 tahun). Terjadi gangguan

haid, berdebar, pelupa, nyeri tulang belakang, lemah, lesu, dan tingkat resorpsi tulang normal

tanpa diimbangi oleh pembentukan tulang baru, sehingga akan menyebabkan hilangnya massa

tulang atau berkurangnya densitas tulang yang kemudian akan mempengaruhi jumlah

kehilangan gigi.7 Pasca menopause merupakan periode setelah menopause.

Kehilangan gigi dapat menyebabkan kesulitan untuk mengunyah dan menggigit

makanan atau terganggunya fungsi mastikasi dan mengakibatkan pemilihan makanan tertentu

pada lansia yang memiliki kondisi tidak bergigi sehingga akan mempengaruhi kesehatan

umum.5,6

Kehilangan gigi bisa disebabkan oleh beberapa hal, antara lain trauma, karies,

penyakit periodontal dan iatrogenik. Selain mengganggu mastikasi, hal ini juga menyebabkan

gangguan fungsi fonetik, estetik, perubahan alveolar ridge dan bila tidak segera diganti dapat

juga terjadi perubahan dimensi vertikal serta perubahan status kesehatan gigi dan mulut.8

Hubungan kehilangan ..., Bunga Riadiani, FKG UI, 2013

Page 3: Hubungan Kehilangan Gigi dan Kemampuan Mastikasi pada

Untuk membuat program pencegahan penurunan kinerja mastikasi yang tepat,

dibutuhkan data akurat mengenai kesehatan mulut pasien. Data ini penting serta dapat

dipengaruhi oleh persepsi dan konsep penilaian mengenai kesehatan mulut pasien. Pada

pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut yang sering dilakukan oleh praktisi kesehatan

umumnya menilai dengan menggunakan opininya. Untuk mendapatkan gambaran kondisi

yang komprehensif, maka dibutuhkan alat ukur yang akurat berdasarkan keadaan pasien, yaitu

dengan cara mengetahui fungsi mastikasi sebagai parameter yang dapat dinilai secara

subyektif.9

Penelitian yang berkaitan dengan kemampuan mastikasi berdasarkan persepsi pasien

masih sedikit di Indonesia. Salah satu alat ukur untuk menilai kemampuan mastikasi pasien

adalah kuesioner yang dapat diandalkan dan dipertanggungjawabkan dengan referensi

mengacu pada baku emas. Dengan menggunakan kuesioner kemampuan mastikasi oleh

Hanin9 yang dibuat dengan baku emas indeks Eichner, maka persepsi atau konsep pemikiran

dari individu yang berkaitan dengan kemampuan mastikasinya dapat disesuaikan dengan

konsep oklusi yang benar dan seimbang.9 Kuesioner kemampuan mastikasi oleh Hanin yang

telah diuji validitas dan realibilitasnya, menunjukkan sensitivitas dan spesifisitas baik

sehingga dapat digunakan untuk menentukan kemampuan mastikasi secara subyektif. Dalam

penelitian ini akan dibahas mengenai kehilangan gigi dan kemampuan mastikasi pada

perempuan pasca menopause. Hasilnya diharapkan dapat meningkatkan pelayanan kesehatan,

sehingga akan meningkatkan kualitas hidup dan menjadikan perempuan pasca menopause

yang sehat, mandiri, serta sejahtera.

TINJAUAN TEORITIS

Meningkatnya usia harapan hidup berbanding lurus dengan banyaknya penduduk

lansia dan merupakan salah satu indikator utama tingkat kesehatan masyarakat. Proporsi

penduduk lansia bertambah lebih cepat dibandingkan dengan kelompok usia lain.10

Menurut

UU no.13 tahun 1998, lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas.11

Masa transisi yang dijadikan sebagai dasar untuk mendefinisikan usia tua untuk perempuan

terjadi pada usia 45-55 tahun.12

Proses menua didefinisikan sebagai proses menghilangnya

secara perlahan kemampuan jaringan lunak untuk memperbaiki diri atau mengganti dan

mempertahankan fungsi normalnya sehingga lebih rentan terhadap infeksi dan tidak dapat

memperbaiki kerusakan yang dideritanya dan akibatnya, risiko terjadinya penyakit gigi dan

mulut semakin besar karena perubahan yang terjadi mempengaruhi fungsi sel, jaringan, dan

Hubungan kehilangan ..., Bunga Riadiani, FKG UI, 2013

Page 4: Hubungan Kehilangan Gigi dan Kemampuan Mastikasi pada

organ tubuh, termasuk rongga mulut dan jaringan periodontal.13

Penuaan ditandai dengan

adanya perubahan-perubahan fisiologis seperti adanya masa klimakterium bagi wanita14

dan

perubahan psikis dari individu serta hal ini dapat menyebabkan perubahan persepsi individu

mengenai kondisi kesehatan gigi dan mulutnya.15

Semakin tinggi tingkat pendidikan yang

pernah diraih, kesadaran untuk menjaga kesehatan lebih besar, termasuk kesehatan gigi dan

mulut seperti dengan cara menjaga kebersihan rongga mulut dan pemeriksaan rutin terhadap

gigi sehingga kebersihan gigi lebih baik dan jumlah gigi yang hilang lebih sedikit.16

Hambatan dalam menjaga kebersihan gigi dan mulut pada lansia umumnya akibat

berkurangnya kondisi kesehatan, mobilitas serta keterampilannya.13, 15

Kemunduran fisik pada lansia terlihat dari mulut mulai mengendor, timbul garis-garis

menetap dan keriput di wajah, kulit yang semakin kering dan keriput, rambut memutih,

kehilangan gigi geligi, dan terjadi penimbunan lemak di bagian perut dan pinggul. Terdapat

juga perubahan fisik yang terjadi pada sel yang semakin tua serta berakibat secara fisik dan

fisiologis pada organ dalam tubuh13,14

dan dapat mempengaruhi penanganan di bidang

prostodonsia.17

Jaringan mukosa pada rongga mulut dapat menandakan kondisi kesehatan

seseorang. Perubahan rongga mulut pada lansia seperti terjadi kekeringan, warna pucat pada

mukosa mulut, penipisan mukosa, atrisi dan kehilangan gigi. Gangguan psikologis yang

paling sering dialami lansia adalah kesepian atau duka cita, rasa kekurangan, gelisah, lekas

marah, insomnia, depresi, kurang percaya diri untuk menarik lawan jenisnya, sulit untuk

berpikir lebih logis tentang kondisi kesehatannya akibat lebih mudah mengalami perubahan

mood atau kondisi mood swing.12,14,15

Dari sisi fisiologis, perubahan yang terjadi seperti adanya hot flush dari dada ke atas

disusul dengan keringat berlebih, perubahan sistem persyarafan, berdebar-debar, nafsu seks

menurun, muskuloskeletal meliputi keropos, hipertensi, kardiovaskuler, penyebaran lemak

pada tubuh di area tertentu, fungsi pendengaran, pencernaan, penglihatan dan gangguan

metabolisme hormonal seperti, ketidakseimbangan paratiroid dan masa klimakterium.12,13

Masa klimakterium dikenal sebagai masa premenopause, menopause, dan pascamenopause.18

Masa premenopause dimulai 4-5 tahun sebelum menopause, diawali dengan gangguan

menstruasi dan masa pascamenopause terjadi 3-5 tahun setelah masa menopause.19

Menopause adalah suatu keadaan yang selalu dilalui oleh wanita yaitu periode berhentinya

siklus menstruasi dan berkurangnya hormon seksual wanita pada usia antara 45-55 tahun,

dimana terjadi penurunan hormon estrogen menjadi 1/10 dari jumlah sebelumnya, berhentinya

ovulasi, penurunan lubrikasi yang membuat vagina menjadi lebih tipis dan mudah iritasi.14,18

Berkurangnya kadar estrogen pada masa menopause dihubungkan dengan kehilangan

Hubungan kehilangan ..., Bunga Riadiani, FKG UI, 2013

Page 5: Hubungan Kehilangan Gigi dan Kemampuan Mastikasi pada

perlekatan jaringan periodontal,19

serta penurunan kepadatan tulang pada perempuan pasca

menopause sehingga tulang menjadi rapuh, keropos dan disebut dengan istilah disebut

osteoporosis. Beberapa contoh dampak osteoporosis pada mulut seperti resorpsi tulang

alveolar, berkurangnya ketebalan korteks mandibula dan hilangnya gigi.20

Patofisiologi

osteoporosis dimulai dari adanya massa puncak tulang yang rendah pada usia sekitar 20-30

tahun lalu terjadi perlambatan formasi tulang dan dimulai resorpsi tulang yang lebih dominan

sehingga terjadi penurunan massa tulang dan hal ini mengakibatkan densitas tulang menurun

yang merupakan faktor risiko terjadinya fraktur.21

Penyakit periodontal sebagai dampak penuaan, bila terus berlanjut dan tidak dilakukan

perawatan dapat memicu penurunan densitas tulang alveolar yang berakibat pada hilangnya

gigi22

, sehingga menyebabkan terjadinya penurunan status kesehatan gigi dan mulut pada

lansia. Hal tersebut dipengaruhi oleh empat faktor yaitu keturunan, lingkungan, pelayanan

kesehatan dan perilaku15, 23

Berdasarkan penelitian Sundjaja (2010), jumlah kehilangan gigi

terbesar terdapat pada kelompok lansia dengan rerata kehilangan gigi adalah 11,47.24

Masalah

yang sering terjadi pada bidang kesehatan gigi dan mulut adalah gangguan fungsi kunyah

akibat perubahan gigi geligi dan mulut baik secara fisik maupun fungsional, seperti

bertambahnya jumlah gigi posterior yang hilang akibat tidak diganti dengan gigi tiruan akan

mempercepat atrisi.3 Kondisi tidak bergigi dan kehilangan gigi yang mempengaruhi tulang

alveolar, penyakit lokal atau sistemik, patologi otot pengunyahan dan rasa sakit dapat

mempengaruhi penurnan fungsi pengunyahan yang berkaitan dengan faktor usia,25

namun jika

seorang individu memiliki gigi asli lengkap, faktor-faktor lain selain kehilangan gigi tidak

mempengaruhi hal tersebut secara signifikan.22

Bagi pasien dengan kehilangan gigi yang

parah, gigi tiruan yang tidak pas akan cenderung mengganggu proses pengunyahan.6

Kontak antar gigi antagonis atau jumlah gigi yang saling oklusi dapat menentukan

kemampuan pengunyahan dan efisiensinya karena dua gigi molar asli yang saling kontak atau

dua premolar rahang atas yang berdekatan dan terjadi kontak dengan dua premolar pada

rahang bawah yang berdekatan dimiliki oleh pasien yang memiliki efisiensi dalam

mastikasi.26

Lansia sering mengalami keadaan kehilangan gigi asli, sehingga lansia lebih sulit

dalam melakukan pengunyahan. Maka, untuk mempertahankan fungsi mastikasi yang baik

disarankan untuk individu memelihara gigi posterior fungsional, karena prediksi penilaian

kinerja mastikasi berdasarkan dari adanya kontak oklusal gigi.9 Perekaman kontak oklusal

tersebut dapat menggunakan indeks Eichner yang berdasarkan kontak gigi asli antara rahang

atas dan bawah di area molar bilateral dan premolar.27

Penilaian untuk gigi tiruan lepas pada

rahang dengan gigi tiruan cekat dan gigi asli berbeda menurut indeks Eichner. Gigi yang

Hubungan kehilangan ..., Bunga Riadiani, FKG UI, 2013

Page 6: Hubungan Kehilangan Gigi dan Kemampuan Mastikasi pada

direstorasi dengan menggunakan gigi tiruan cekat dianggap sama dengan gigi asli.9, 28

Walaupun kemampuan mastikasi untuk pengguna gigi tiruan lebih terganggu, pengguna gigi

tiruan lepas yang memiliki kontak oklusi posterior dapat menjaga kemampuan mastikasinya

lebih baik dibandingkan dengan yang tidak memiliki kontak oklusi tersebut.29

Kuesioner

kemampuan mastikasi oleh Hanin (2012) memiliki 8 butir pertanyaan dengan penilaian

kuantitatif berupa skor, dengan maksimal skor dua untuk tiap butir pertanyaan dan satu

pertanyaan dengan skor maksimal tiga. Penilaian kemampuan mastikasi secara subyektif

dalam penelitian Hanin menggunakan indeks Eichner sebagai baku emas dan telah divalidasi.9

Bila skor lebih atau sama dengan 12, maka disimpulkan kemampuan mastikasi pasien baik,

dan jika kurang dari 12, maka kemampuan mastikasi dinilai buruk.9

Mastikasi merupakan proses penghancuran makanan secara mekanik yang bertujuan

membentuk bolus yang kecil sehingga dapat mempermudah proses penelanan. Komponen

mastikasi terdiri dari gigi-geligi, sendi temporomandibula, sistem saraf dan otot kunyah (otot

masseter, otot temporalis, otot pterygoideus lateralis, otot pterygoideus medialis, serta otot

tambahan), dengan tahap-tahap yang terjadi yaitu tahap membuka mandibula, tahap menutup

mandibula, dan tahap berkontaknya gigi antagonis dengan gigi lain atau kontak gigi dengan

makanan.30

Faktor-faktor yang berkaitan dengan fungsi mastikasi antara lain adalah

kehilangan dan restorasi gigi posterior, status oklusi, aktivitas sensorik, aliran saliva, dan

fungsi motorik oral.31

Permukaan oklusal menjadi faktor yang penting saat terjadinya proses

mengunyah, karena jumlah gigi mempengaruhi pemecahan/pelumatan makanan.32

Faktor otot

mastikasi berperan pada saat makanan berada di dalam mulut, yaitu melakukan refleks

inhibisi gerakan rahang membuka kemudian menutup dan menekan bolus secara berulang-

ulang. Selain memiliki tiga gerakan tersebut akibat otot mastikasi, rahang berperan sebagai

tempat melekatnya gigi. Persarafan mempengaruhi mastikasi karena otot mastikasi disarafi

oleh cabang-cabang motorik dari saraf kranial ke-5 dan proses mastikasi dikontrol oleh

nukleus dalam otak belakang.30

Faktor penuaan atau usia pada mempengaruhi efektivitas

mastikasi seperti, jumlah siklus mastikasi meningkat secara progresif, meningkatnya

pengurangan ukuran partikel serta durasi pengunyahan yang lebih lama.33

Faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi performa mastikasi yaitu kehilangan dan

restorasi dari gigi postcanine, kekuatan gigit, tingkat keparahan maloklusi, sensitivitas taktil,

area kontak oklusal dan ukuran tubuh, dan fungsi motorik oral.25

Xerostomia dan disfungsi

lain yang berhubungan dengan ketersediaan saliva dapat mempengaruhi secara negatif proses

mastikasi dengan cara membuat mustahil untuk subyek mengubah makanan menjadi bentuk

bolus sebeleum menelan.4 Penurunan kemampuan mastikasi paling signifikan terdapat pada

Hubungan kehilangan ..., Bunga Riadiani, FKG UI, 2013

Page 7: Hubungan Kehilangan Gigi dan Kemampuan Mastikasi pada

populasi lansia dengan keadaan tidak bergigi.34

Ada tiga cara untuk melakukan penilaian

terhadap kemampuan individu dalam menghaluskan makanan yaitu kemampuan mastikasi,

performa mastikasi dan efisiensi mastikasi. Kemampuan mastikasi adalah subyektif karena

didasari atas persepsi individual tentang kemampuan dalam menghaluskan makanan dan

kenyamanan saat mengunyah. Penilaian biasanya dilakukan dalam bentuk kuesioner atau

wawancara. Gangguan pada kemampuan mastikasi muncul pada individu yang memiliki

kurang dari 20 gigi yang terdistribusi dengan baik, atau kurang dari 10 pasang gigi yang

beroklusi dengan baik.26

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian studi analitik observasional secara

potong lintang (Cross Sectional Study), penelitian dilakukan di Posbindu Lansia Pergeri

Depok RW 02 yang berlokasi di Jalan Mangga Raya No.88A Kelurahan Depok Jaya, jumlah

sampel 95 perempuan pasca menopause usia 47-84 tahun. Kondisi fisik sehat, telah berhenti

menstruasi selama minimal setahun, tidak menderita diabetes atau osteoporosis, tidak

mengkonsumsi obat steroid, mengalami minimal satu kehilangan gigi dan bersedia menjadi

subyek penelitian.

Penentuan subyek penelitian dengan teknik consecutive sampling. Pada subyek yang

memenuhi kriteria inklusi dilakukan pemeriksaan rongga mulut serta wawancara dengan

pengisian kuesioner kemampuan mastikasi. Kemampuan mastikasi subyektif responden

dinilai dengan kuesioner kemampuan mastikasi Hanin yang terdiri dari 8 pertanyaan. Dinilai

dengan poin terkecil 0 dan poin terbesar 3. Dengan nilai titik potong ≥12. Skor <12

kemampuan kunyah buruk dan skor ≥12 kemampuan kunyah baik.9

Kehilangan gigi diperiksa dengan menghitung banyaknya jumlah kehilangan gigi pada

kedua rahang. Dikategorikan menjadi tiga, yaitu kategori 1 = >10 gigi, kategori 2 = 6-10 gigi,

kategori 3 = <6 gigi.9 Lama menopause merupakan kondisi berhentinya haid secara permanen

minimal selama 12 bulan.35

Dilakukan dengan cara melakukan pengisian kuesioner,

ditanyakan kepada responden. Dibagi menjadi dua kategori, yaitu kategori 1 = >5 tahun,

kategori 2 = ≤5 tahun. Pendidikan merupakan kelulusan terakhir yang diikuti subyek.9

Dikategorikan menjadi pendidikan dasar = SD sampai SMP, menengah = SMA/setara, tinggi

= perguruan tinggi/setara. Subyek dilakukan pemeriksaan apakah memakai gigi tiruan dan

apakah jenis gigi tiruan yang digunakan. Terbagi menjadi tiga yaitu gigi tiruan cekat, gigi

tiruan sebagian lepas dan gigi tiruan penuh.

Hubungan kehilangan ..., Bunga Riadiani, FKG UI, 2013

Page 8: Hubungan Kehilangan Gigi dan Kemampuan Mastikasi pada

HASIL PENELITIAN

Tabel 1. Distribusi Subyek Berdasarkan Usia, Tingkat pendidikan, Lama Menopause,

Pemakaian Gigi Tiruan dan Kemampuan Mastikasi

Variabel Frekuensi

n = 95

%

Kategori Usia

Lansia (≥ 60 tahun)

Bukan Lansia (< 60 tahun)

Kategori Tingkat Pendidikan

Pendidikan Dasar 9 Tahun

Pendidikan Menengah

Pendidikan Tinggi

Lama Menopause

> 5 Tahun

≤ 5 Tahun

Pemakaian Gigi Tiruan

Memakai Gigi Tiruan

Tidak Memakai Gigi tiruan

Kemampuan Mastikasi

Baik

Buruk

67

28

37

44

14

75

20

23

72

62

33

71

30

39

46

15

79

21

24

76

65

35

Dari tabel 1, terdapat hasil analisis univariat untuk mengetahui distribusi dan frekuensi

dari masing-masing variabel serta gambaran umum karakteristik 95 subyek penelitian.

Kelompok usia terbanyak yang terlibat adalah >60 tahun (lansia) sebanyak 67 orang (71%)

dan usia <60 tahun (bukan lansia) adalah 28 orang (30%), dengan rerata usia 64 tahun.

Persentase terbesar pendidikan subyek yaitu lulus SMA sebanyak 46% (44 orang) kemudian

disusul oleh pendidikan dasar dan pendidikan tinggi. Subyek dengan lama menopause >5

tahun sebanyak 79% (75 orang) dan <5 tahun yaitu 21% (20 orang). Subyek yang tidak

memakai gigi tiruan sebanyak 72 orang dan yang memakai gigi tiruan 23 orang. Penilaian

skor kemampuan mastikasi dengan titik potong 12, didapatkan 62 subyek dengan kemampuan

mastikasi baik (65%).

Hubungan kehilangan ..., Bunga Riadiani, FKG UI, 2013

Page 9: Hubungan Kehilangan Gigi dan Kemampuan Mastikasi pada

Gambar 1. Proporsi kehilangan gigi pada perempuan pasca menopause

Pada penelitian ini terdapat tiga kategori kehilangan gigi, yaitu kategori kehilangan

gigi >10 gigi, 6-10 gigi dan <6 gigi dengan masing-masing proporsinya adalah 47%, 27% dan

26%.

Tabel 2. Hubungan Antara Usia, Tingkat Pendidikan, Lama Menopause,

Kehilangan Gigi dan Pemakaian Gigi Tiruan Terhadap Kemampuan Mastikasi

Keterangan Kemampuan Mastikasi (n = 95)

Baik (100%) Buruk (100%) p

Usia

Lansia

Bukan Lansia

Tingkat Pendidikan

Dasar

Menengah

Tinggi

Lama Menopause

> 5 Tahun

≤ 5 Tahun

Kehilangan Gigi

>10

6-10

<6

39 (63%)

23 (37%)

23 (37%)

30 (48%)

9 (15%)

44 (71%)

18 (29%)

22 (35%)

19 (31%)

21 (34%)

28 (85%)

5 (15%)

14 (27%)

14 (27%)

24 (46%)

31 (94%)

2 (6%)

22 (67%)

7 (21%)

4 (12%)

0,025*

0,849

0,009*

0,011*

Hubungan kehilangan ..., Bunga Riadiani, FKG UI, 2013

Page 10: Hubungan Kehilangan Gigi dan Kemampuan Mastikasi pada

Pemakaian Gigi Tiruan

Memakai Gigi Tiruan

Tidak Memakai Gigi Tiruan

14 (23%)

48 (77%)

9 (27%)

24 (73%)

0,611

Keterangan: tanda * adalah bermakna (p<0,05)

Untuk melihat apakah ada hubungan yang bermakna antara usia, tingkat pendidikan,

lama menopause, serta kehilangan gigi terhadap kemampuan mastikasi, dilakukan analisis

bivariat dengan Chi Square dengan hasil pada tabel 2. Terdapat hasil berupa faktor kehilangan

gigi memiliki nilai kemaknaan (p) sebesar 0,011, faktor usia dan lama menopause 0,025 dan

0,009 merupakan hubungan yang bermakna dengan kemampuan mastikasi karena faktor

peluang kurang dari 5% (p<0,05). Sedangkan tingkat pendidikan dan pemakaian gigi tiruan

mempunyai nilai dengan faktor peluang lebih dari 5% (p>0,05) maka terdapat hubungan yang

kurang bermakna secara statistik dengan kemampuan mastikasi.

PEMBAHASAN

Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan desain potong

lintang yang bertujuan untuk menganalisis hubungan antara kemampuan mastikasi dengan

kehilangan gigi, usia, tingkat pendidikan, lama menopause, serta pemakaian gigi tiruan dan

mengetahui besar proporsi kehilangan gigi pada perempuan pasca menopause. Besar sampel

pada penelitian ini yaitu 95 subyek yang berusia 47-84 tahun kemudian dikelompokkan

menjadi 2 kelompok usia yaitu kelompok lansia (≥60 tahun) dan kelompok bukan lansia (<60

tahun) berdasarkan ketetapan yang diadaptasi oleh Departemen Kesehatan RI dari WHO.36

Dari hasil penelitian ini, besar proporsi kehilangan gigi tertinggi pada perempuan

pasca menopause terdapat pada kategori lebih dari 10 gigi hilang. Sesuai penelitian Ikebe et

al. (2012), seiring terjadinya pertambahan usia, rongga mulut akan mengalami perubahan

jaringan lunak dan jaringan keras. Dampak proses penuaan terhadap kesehatan gigi dan mulut

antara lain meningkatnya karies gigi, penyakit periodontal dan keadaan kebersihan mulut.

Bila penyakit periodontal terus berlanjut dan tidak dilakukan perawatan maka akan terjadi

penurunan densitas pada tulang alveolar yang berakibat hilangnya gigi.22

Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini telah diuji validitasnya serta dapat

menunjukkan korelasi yang terjadi dari variabel-variabel yang terdapat pada penelitian ini

melalui perhitungan derajat kemaknaan (p). Dari penelitian ini ditemukan adanya korelasi

yang bermakna antara hilangnya gigi pada perempuan pasca menopause dengan kemampuan

mastikasi. Dari ketiga kategori jumlah gigi asli yang hilang, semakin banyak gigi yang hilang,

Hubungan kehilangan ..., Bunga Riadiani, FKG UI, 2013

Page 11: Hubungan Kehilangan Gigi dan Kemampuan Mastikasi pada

semakin banyak persentase responden yang memiliki kemampuan mastikasi yang buruk.

Hasil data penelitian ini berupa penilaian secara subyektif fungsi mastikasi mendukung

penelitian-penelitian terdahulu yang membuktikan bahwa jumlah gigi akan mempengaruhi

pemecahan makanan menjadi bolus dan area oklusal yang dibutuhkan untuk kemampuan

mastikasi32

, semakin sedikit jumlah gigi posterior, semakin buruk kemampuan mastikasi.4

Seperti hasil yang dikemukakan Mussachio et al. (2007)26

, responden atau pasien yang

memiliki efisiensi baik dalam mastikasi memiliki kontak antar gigi molar asli atau premolar

asli pada rahang atas dan bawah.4, 26

Didukung juga oleh hasil penelitian Hatch (2001) yaitu,

jumlah dari gigi asli yang masih berfungsi mempengaruhi kekuatan gigit dan performa

mastikasi25

dan penelitian Ikebe et al. (2011), bahwa restorasi dan hilangnya gigi posterior

pada lansia mempengaruhi kinerja mastikasi.4, 29

Faktor lama menopause pada penelitian ini menunjukkan korelasi bermakna terhadap

kemampuan mastikasi perempuan pasca menopause. Pada kelompok perempuan pasca

menopause yang memiliki kemampuan mastikasi yang buruk sebanyak 94% (31 dari 33

responden) merupakan perempuan yang telah mengalami menopause selama lebih dari 5

tahun. Namun, pada kelompok perempuan pasca menopause dengan lama menopause lebih

dari 5 tahun didapatkan 44 dari 75 responden (59%) memiliki kemampuan mastikasi yang

baik. Hasil data ini dapat disebabkan oleh faktor subyektivitas responden terhadap

kemampuan mastikasinya seperti terdapat anggapan bahwa kemampuan responden dalam

mastikasi masih baik walaupun terdapat banyak perubahan di dalam mulut akibat lama

menopause atau responden dalam kategori tersebut belum mengalami perubahan di dalam

mulut seperti kehilangan gigi. Kehilangan gigi yang menyebabkan penurunan kemampuan

mastikasi pada kelompok tersebut dapat dihubungkan dengan penurunan kadar hormon

estrogen yang terjadi akibat masa menopause, dan dapat menyebabkan responden lebih rentan

mengalami resorpsi tulang alveolar.18, 19

Menurut penelitian Soemitro (2006) dan Camellia

(2008), dari sisi fisiologis, pada perempuan pasca menopause terjadi perubahan metabolisme

hormonal dan muskoloskeletal.13, 18

Pernyataan tersebut didukung oleh Friedlander (2002)

yaitu, penurunan kadar estrogen pada masa menopause dihubungkan dengan peningkatan

resorpsi tulang alveolar, kehilangan perlekatan jaringan periodontal, peningkatan keparahan

penyakit periodontal dan kehilangan gigi. Penelitian Arina et al. (2006) menunjukkan adanya

korelasi antara kondisi jaringan periodontal wanita menopause dengan lama menopause,

semakin lama menopause semakin parah penyakit periodontalnya akibat perubahan hormonal

yang mempengaruhi rongga mulut.37, 38

Maka dapat disimpulkan bahwa lama menopause

Hubungan kehilangan ..., Bunga Riadiani, FKG UI, 2013

Page 12: Hubungan Kehilangan Gigi dan Kemampuan Mastikasi pada

mempengaruhi jaringan periodontal atau penurunan densitas tulang yang mengakibatkan

terjadinya kehilangan gigi sehingga terjadi penurunan kemampuan mastikasi.

Faktor usia juga menunjukkan korelasi bermakna terhadap kemampuan mastikasi.

Kelompok responden usia lansia memiliki persentase kemampuan mastikasi buruk sebanyak

42% (28 dari 47 responden), sedangkan kelompok responden usia bukan lansia dengan

kemampuan mastikasi yang buruk sebanyak 18% (5 dari 28 responden). Usia mempengaruhi

kemampuan mastikasi secara tidak langsung, namun usia mempengaruhi terjadinya berbagai

perubahan fisik maupun fisiologis. Perubahan fisik dan fisiologis dapat mengakibatkan

adanya penyakit periodontal serta kondisi menopause yang mempengaruhi gigi dan rongga

mulut. Akibat usia bertambah, dapat terjadi penurunan fungsi otot sendi temporomandibular

serta suatu kondisi dalam tubuh yang mempengaruhi rongga mulut dan dapat mempengaruhi

kualitas mastikasi.30

Seperti yang dikemukakan dalam kesimpulan penelitian Mawi (2001),

usia yang terus meningkat membuat turunnya pertahanan dan perbaikan jaringan lunak

maupun keras dalam tubuh seperti jaringan tulang.3 Kusdhany et al. (2004) mendapatkan hasil

adanya hubungan antara perubahan densitas tulang mandibula terhadap usia pada subyek

perempuan menopause.20

Penelitian-penelitian tersebut mendukung hasil korelasi yang terjadi

dalam penelitian ini, bahwa faktor usia dapat mempengaruhi kemampuan mastikasi.

Penggunaan gigi tiruan pada penelitian ini kurang memiliki hubungan dengan

kemampuan mastikasi. Hal ini dapat disebabkan karena jenis dan kualitas gigi tiruan yang

digunakan oleh subyek. Dalam penelitian ini tidak ditemukan subyek yang menggunakan gigi

tiruan cekat. Berdasarkan data yang dikumpulkan, subyek penelitian lebih banyak

menggunakan gigi tiruan lepas yang digunakan di anterior. Hal ini menandakan bahwa subyek

lebih banyak menggunakan gigi tiruan untuk estetika dibandingkan untuk pengunyahan.

Amurwaningsih (2010) menyatakan bahwa pemakaian gigi tiruan yang tidak nyaman akan

cenderung mengganggu proses pengunyahan.6 Seperti yang dinyatakan oleh Ikebe et al. pada

tahun 2011, bahwa adanya penggantian gigi yang hilang dengan menggunakan gigi tiruan

lepas tidak membuat kinerja mastikasi lebih baik daripada kinerja mastikasi yang terjadi pada

rahang dengan jumlah gigi asli yang masih lengkap.5 Maka, diperlukan penelitian lebih

berimbang proporsinya serta lebih spesifik mengenai hubungan jenis gigi tiruan yang

digunakan dengan kemampuan mastikasi, karena gigi tiruan dengan jenis dan kualitas yang

berbeda mempengaruhi kemampuan mastikasi, dan penilaian untuk gigi tiruan cekat berbeda

pula dengan gigi tiruan lepas. Prostodontis dengan bantuan lembaga kesehatan pemerintah

dapat melakukan sosialisasi mengenai penggunaan gigi tiruan dan perawatannya sebagai

bentuk motivasi untuk meningkatkan kemampuan mastikasi perempuan pasca menopause.

Hubungan kehilangan ..., Bunga Riadiani, FKG UI, 2013

Page 13: Hubungan Kehilangan Gigi dan Kemampuan Mastikasi pada

Dari penelitian ini tidak ditemukan korelasi bermakna antara kemampuan mastikasi

dengan tingkat pendidikan. Hal ini dapat disebabkan karena tingkat pendidikan kurang

mempengaruhi perilaku dan kesadaran individu dalam menjaga kesehatan gigi dan mulut.

Pernyataan tersebut didukung oleh penelitian Sundjaja (2010), bahwa status pendidikan yang

diraih oleh perempuan Lansia tidak berpengaruh banyak terhadap kesadarannya atas

perawatan gigi dan mulut. Hal ini dikarenakan berbagai macam alasan seperti tidak

memprioritaskan kesehatan gigi, rasa takut, sulitnya mobilisasi untuk pergi menuju klinik dan

adanya anggapan bahwa terjadinya kehilangan gigi pada lansia adalah normal.24

Kurang

berpengaruhnya tingkat pendidikan terhadap kemampuan mastikasi didukung juga oleh hasil

penelitian Kiyak (1988), yaitu hambatan utama para lansia dalam merawat gigi mereka

berasal dari diri lansia yaitu sikap dan perilaku lansia terhadap kesehatan gigi dan mulut yang

berupa mitos bahwa kehilangan gigi merupakan suatu hal alami, perawatan gigi mahal dan

membutuhkan waktu yang lama.39

Pentingnya perilaku terhadap kesehatan mulut ditunjukkan

oleh hasil penelitian Sri Lestari et al. (2005).29

Maka, untuk dapat menjaga kesehatan gigi dan

mulut untuk mempertahankan mastikasi pada perempuan pasca menopause dibutuhkan

perilaku, kesadaran dan motivasi diri yang baik. Pihak pemerintah maupun praktisi kesehatan

gigi dan mulut dapat meningkatkan penyuluhan kesehatan gigi dan mulut untuk memfasilitasi

hal ini dan sebagai bentuk edukasi.

Faktor-faktor yang merupakan kekurangan penelitian ini antara lain seperti proporsi

sampel yang kurang berimbang untuk membuktikan adanya perbedaan bermakna. Kelelahan

pewawancara dalam menggali jawaban dan kelelahan subyek penelitian dalam menjawab

pertanyaan setelah melalui beberapa proses penelitian dapat menurunkan tingkat konsentrasi

dan mempengaruhi hasil data yang didapatkan. Pengisian kuesioner dan penghitungan jumlah

kehilangan gigi yang membutuhkan waktu sekitar beberapa menit, diatasi dengan melakukan

wawancara dan pemeriksaan secara cepat dan mengatur posisi duduk responden agar nyaman.

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara

kehilangan gigi dengan kemampuan mastikasi pada perempuan pasca menopause. Untuk

mengetahui apakah hasil penelitian ini dapat digeneralisasikan terhadap populasi target atau

tidak, maka perlu dibahas mengenai validitas interna dan validitas eksternalnya. Validitas

eksternal merupakan derajat akurasi, dapat atau tidak hasil penelitian digeneralisasikan atau

diterapkan pada populasi target. Populasi target pada penelitian ini adalah perempuan pasca

menopause di Indonesia, sedangkan populasi terjangkau penelitian ini adalah perempuan

pasca menopause yang tinggal di sekitar Posbindu Lansia Pergeri Depok RW 02.

Hubungan kehilangan ..., Bunga Riadiani, FKG UI, 2013

Page 14: Hubungan Kehilangan Gigi dan Kemampuan Mastikasi pada

Dalam pengambilan subyek pada penelitian ini dilakukan teknik pengambilan sampel

consecutive sampling (non probability sampling) yaitu setiap subyek yang memenuhi kriteria

inklusi dimasukkan sampai jumlah subyek terpenuhi. Jumlah sampel penelitian ini telah

memenuhi jumlah minimal sampel yang dihitung dengan rumus besar sampel untuk satu

sampel populasi presisi. Subyek yang dianalisis telah memenuhi kriteria inklusi dan memiliki

karakteristik yang hampir sama dengan karakteristik populasi target, dari segi jenis kelamin,

usia pasca menopause, kondisi rongga mulut dan kondisi pasca menopause. Sehingga subyek

pada penelitian ini dapat mewakili hampir seluruh perempuan pasca menopause pada populasi

target. Beberapa hal yang dapat melemahkan validitas internal pada penelitian ini yaitu

adanya recall bias dan interviewer bias. Recall bias merupakan bias mengingat kembali yang

bersumber dari subyek penelitian saat dilakukan pengisian kuesioner dengan metode

wawancara. Interviewer bias merupakan bias yang bersumber dari pewawancara. Untuk

memperkecil kemungkinan terjadinya recall bias dan interviewer bias data sebagai akibat dari

salahnya persepsi subyek terhadap pertanyaan, dilakukan pelatihan terhadap pewawancara

untuk memberikan pertanyaan yang mampu mengarahkan subyek dalam mengingat dan

kalibrasi pewawancara terhadap definisi dan persamaan persepsi mengenai kuesioner

kemampuan mastikasi serta tata cara penggunaannya. Kalibrasi ini dilakukan bersama

dengan operator yang bertugas. Dengan dilakukannya kalibrasi ini, pewawancara telah dilatih

untuk mendapatkan jawaban yang reliabilitasnya baik dari subyek penelitian. Bias data yang

mungkin terjadi adalah cara penilaian subyek mengenai pertanyaan kemampuan mengunyah,

perbandingan lama waktu menghabiskan makanan dengan orang lain yang relatif dari tiap

subyek. Hal tersebut dapat menjelaskan ditemukannya subyek yang memiliki kemampuan

mastikasi baik dengan jumlah kehilangan gigi banyak. Variabel konfonding seperti lamanya

menopause merupakan pertanyaan yang dijawab berdasarkan ingatan subyek mengenai apa

yang dialaminya di masa lampau, namun tidak seluruh subyek dapat mengingat kapan masa

menopausenya dimulai, sehingga subyek menjawab dengan perkiraan lama menopause yang

dilakukan pembulatan seperti 5 tahun dan 10 tahun.

KESIMPULAN

Dari penelitian ini dapat disimpulkan adanya hubungan antara kehilangan gigi dengan

kemampuan mastikasi pada perempuan pasca menopause. Ditemukan juga dari penelitian ini

bahwa proporsi kehilangan gigi terbanyak pada perempuan pasca menopause terdapat pada

kategori kehilangan gigi lebih dari sepuluh. Lama menopause dan usia mempengaruhi

Hubungan kehilangan ..., Bunga Riadiani, FKG UI, 2013

Page 15: Hubungan Kehilangan Gigi dan Kemampuan Mastikasi pada

kemampuan mastikasi perempuan pasca menopause. Tingkat pendidikan dan pemakaian gigi

tiruan tidak memiliki hubungan bermakna dengan kemampuan mastikasi pada perempuan

pasca menopause.

SARAN

Pengembangan ilmu dan pelayanan di bidang Prostodonsia dapat dilakukan

peningkatan edukasi dan kesadaran untuk para perempuan mengenai kesehatan gigi dan mulut

sebagai upaya meningkatkan kemampuan mastikasi. Hendaknya Prostodontis meningkatkan

pelayanan yang berkaitan dengan gigi tiruan serta memotivasi dalam pemeliharaan kesehatan

gigi termasuk penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan. Disarankan untuk penelitian

berikutnya menggunakan komunitas dengan jumlah sampel lebih berimbang proporsinya

dengan turut mempertimbangkan faktor sosiodemografik sebagai salah satu faktor risiko serta

penelitian lebih spesifik mengenai korelasi antara jenis gigi tiruan yang digunakan oleh

wanita pasca menopause atau subyek lainnya dengan kemampuan mastikasi. Pemerintah dan

pembuat kebijakan dapat memfasilitasi peningkatan penyuluhan dan pelayanan kesehatan gigi

mulut untuk mengatasi masalah kehilangan gigi dan masalah kesehatan gigi mulut lainnya,

sehingga kemampuan mastikasi meningkat dan gangguan fungsi kunyah dapat dikurangi.

Perempuan kelompok pasca menopause perlu mengikuti progam-progam sosialisasi dan

motivasi mengenai pemeliharaan gigi dan mulut untuk mencapai kemampuan mastikasi yang

optimal. Kebersihan gigi dan mulut yang baik dapat memperlambat munculnya penyakit

periodontal yang dapat memicu terjadinya kehilangan gigi. Untuk penelitian selanjutnya,

perilaku subyek dalam menjaga kebersihan gigi dan mulut dengan kemampuan mastikasi

dapat dijadikan variabel konfonding untuk memperjelas hubungannya dengan kemampuan

mastikasi. Untuk meningkatkan kemampuan mastikasi perempuan pasca menopause yang

telah mengalami kehilangan gigi diperlukan gigi tiruan pada daerah posterior dan bukan

hanya di anterior.

DAFTAR REFERENSI

1. Khosama H, et al. Hubungan Kadar Serum Hormon Estrogen dengan Memory

Performance Pada Wanita Pasca Menopause. Neurona. 2008;25(3):37-43.

2. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar RISKESDAS INDONESIA 2007. Jakarta:

Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2008.

Hubungan kehilangan ..., Bunga Riadiani, FKG UI, 2013

Page 16: Hubungan Kehilangan Gigi dan Kemampuan Mastikasi pada

3. Mawi M. Proses Menua Sistem Organ Tubuh Pada Lanjut Usia. MI Kedokteran Gigi

FKG Usakti. 2001;16(44):61.

4. Ikebe K, et al. Association of masticatory performance with age, gender, number of teeth,

occlusal force and salivary flow in japanese older adults: is ageing a risk factor for

masticatory dysfunction? Arch Oral Biol. 2011;56(1):991-6.

5. Kotzer RD, et al. Oral health related quality of life in an aging Canadian population.

Health and Quality of Life Outcomes. [Research]. 2012;10:50.

6. Amurwaningsih M, et al. Analisis hubungan kualitas hidup yang berhubungan dengan

kesehatan mulut (OHRQoL) dan status kecemasan dengan status nutrisi pada masyarakat.

M.I. Sultan Agung. 2010;48(123):67-71.

7. Anggraini W. Fitoestrogen sebagai Alternatif Alami Terapi Sulih Hormon untuk

Pengobatan Osteoporosis Primer pada Wanita Pascamenopause. MI Kedokteran Gigi.

2008;23(1):25.

8. Jubhari EH. Upaya untuk mengurangi preparasi gigi:Fung shell bridge. Kedokteran Gigi

Dentofasial. 2007;6(1):9-27.

9. Hanin I, et al. Pengaruh Kemampuan Mastikasi Terhadap Kualitas Hidup Wanita Pra

Lanjut Usia dan Wanita Lanjut Usia Di Wilayah Bekasi [Thesis]. Bekasi: Universitas

Indonesia; 2012. halaman 1-33

10. Abikusno N, et al. Pedoman Active Ageing (penuaan aktif) Bagi Pengelola dan

Masyarakat. First ed. Jakarta: Komisi Nasional Lanjut Usia; 2010. halaman 1

11. MenkoKesRa. Hari Lanjut Usia Nasional. 2009 [cited 2012 September]; Available from:

http://www.menkokesra.go.id/content/hari-lanjut-usia-nasional.

12. Ghani L. Seluk Beluk Menopause. Media Penelit dan Pengembang Kesehat.

2009;19(4):193-6.

13. Soemitro S. Kesehatan Jaringan Periodontal Pada Lanjut Usia. JITEKGI. 2006;3(2):38-

41.

14. Oktafiani D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Seksual Pada Lanjut Usia di

Posyandu Wilayah Kerja Puskesmas Andalas [Penelitian Keperawatan Gerontik].

Padang: Universitas Andalas; 2010. halaman 2-3

15. Holm-Pedersen P, Loe H. Textbook of Geriatric Dentistry. Second ed. Copenhagen:

Munksgaard; 1996. p. 21, 68-76, 85, 103-22, 306, 416, 449-50, 493

16. Gulsen B, et al. Effect of Educational Level on Oral Health in Peritoneal and

Hemodialysis Patients. International Journal of Dentistry [Article ID 159767]. 2009:5.

Hubungan kehilangan ..., Bunga Riadiani, FKG UI, 2013

Page 17: Hubungan Kehilangan Gigi dan Kemampuan Mastikasi pada

17. Pudjirochani E. Cara Penanganan Penderita Lanjut Usia di Bidang Prostodonsia.

2002;35(1):33-6.

18. Camellia V. Sindroma Pascamenopause [Thesis]. Medan: Universitas Sumatera Utara;

2008. halaman 1-3,6

19. Arina YMD. Kebutuhan Perawatan Periodontal Wanita Menopause. MI Kedokteran

Gigi. 2006;21(3):101-3.

20. Kusdhany ML, et al. Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Densitas Tulang

Mandibula Pada Perempuan Pascamenopause). JDI. 2004;11(1):8-12.

21. Permana H. Pathogenesis and Metabolism of Osteoporosis in Elderly [Thesis]. Ilmu

Penyakit Dalam. 2009. halaman 5

22. Ikebe K. Masticatory performance in older subjects with varying degrees of tooth loss.

Journal of Dentistry. 2012;40(2):71-6.

23. Lestari S, et al. Gambaran Perilaku dan Status Kesehatan Gigi dan Mulut Lansia di

Puskesmas Kecamatan Kemayoran Jakarta Pusat. MI Kedokteran Gigi 2005;20(62):83-9.

24. Sundjaja Y. Hubungan Antara Kehilangan Gigi dan Pemakaian Gigi Tiruan Dengan

Kualitas Hidup Pra-Lansia dan Lansia Perempuan [Thesis]. Jakarta: Universitas

Indonesia; Mei 2010. halaman 31, 34-5

25. Hatch JP, et al. Determinants of masticatory performance in dentate adults. Arch Oral

Biol. 2000;46:641-8.

26. Musacchio E, et al. Tooth loss in elderly and its association with nutritional status, socio-

economic and lifestyle factors. Acta Odontologica Scandinavica. 2007;65:78-86.

27. Yoshino K, et al. Relationship between Eichner Index and Number of Present Teeth Bull

Tokyo Dent Coll 2012;53(1):37-40.

28. Gotfredsen K, Walls A. What dentition assures oral function. Clin Oral Impl Res.

2007;18:34-45.

29. Ikebe K, et al. Association of masticatory performance with age, posterior occlusal

contacts, occlusal force, and salivary flow in older adults. Int J Prosthodont 2010;23:475-

81.

30. Ningsih DS. Pengaruh Mastikasi Terhadap Kecepatan Aliran Saliva [Thesis]. Medan:

Universitas Sumatera Utara; 2004. halaman 1-2, 12-22

31. The World's Women 2010 Trends and Statistics. New York: United Nations; 2010 [cited

2012 September]; Available from:

http://unstats.un.org/unsd/demographic/products/Worldswomen/WW_full%20report_col

or.pdf.

Hubungan kehilangan ..., Bunga Riadiani, FKG UI, 2013

Page 18: Hubungan Kehilangan Gigi dan Kemampuan Mastikasi pada

32. Bourdiol P, Mioche L. Correlations between functional and occlusal tooth-surface areas

and food texture during natural chewing sequences in humans Arch Oral Biol.

2000;45:691-9.

33. Woda A, et al. Adaptation of healthy mastication to factors pertaining to the individual or

to the food. Physiology & Behavior. 2006;89:28-35.

34. Weijenberg RAF, et al. Mastication for the mind—The relationship between mastication

and cognition in ageing and dementia. J Neu bio rev. 2011;35:483-97.

35. Kusdhany ML. Penentuan Indeks Densitas Tulang Mandibula Perempuan Pasca

Menopause dengan Memperhatikan Beberapa Faktor Risiko Terjadinya Osteoporosis

[Disertasi]. Jakarta: Universitas Indonesia; 2003. halaman 92, 97

36. Evaluasi Progam Bantuan Sosial Korban Bencana Alam Tahun 2007. Evaluation Report.

Bogor: Kementrian Sosial Republik Indonesia. 2007 14 December 2007.

37. Friedlander AH. The Physiology, Medical Management and Oral Implications of

Menopause. J Am Dent Assoc. 2002;133:73-81.

38. Arina YMD, et al. Hubungan Antara Status Jaringan Periodontal Wanita Menopause

dengan Lama Menopause. Spirulina. 2006;1:43-52.

39. Kiyak HA. Recent Advance in A Behavioral Sciences in Geriartric Dentistry.

Gerontology. 1988;7(1):27-36.

Hubungan kehilangan ..., Bunga Riadiani, FKG UI, 2013