hubungan keberadaan pengawas menelan...

57

Upload: vuongliem

Post on 06-Feb-2018

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: HUBUNGAN KEBERADAAN PENGAWAS MENELAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29513/1/Mahdiah... · hubungan keberadaan pengawas menelan obat (pmo) dengan keteraturan

HUBUNGAN KEBERADAAN PENGAWAS MENELANOBAT (PMO) DENGAN KETERATURAN BEROBAT

PASIEN TB PARU KASUS BARU DI PUSKESMASCIPUTAT TAHUN 2015

Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untukmemperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

Oleh:Mahdiah Maimunah

1112103000023

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTERFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAHJAKARTA

1436 H / 2015 M

Page 2: HUBUNGAN KEBERADAAN PENGAWAS MENELAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29513/1/Mahdiah... · hubungan keberadaan pengawas menelan obat (pmo) dengan keteraturan
Page 3: HUBUNGAN KEBERADAAN PENGAWAS MENELAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29513/1/Mahdiah... · hubungan keberadaan pengawas menelan obat (pmo) dengan keteraturan
Page 4: HUBUNGAN KEBERADAAN PENGAWAS MENELAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29513/1/Mahdiah... · hubungan keberadaan pengawas menelan obat (pmo) dengan keteraturan
Page 5: HUBUNGAN KEBERADAAN PENGAWAS MENELAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29513/1/Mahdiah... · hubungan keberadaan pengawas menelan obat (pmo) dengan keteraturan

v

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Alhamdulillahirabbil ‘alamin. Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atassegala rahmat dan anugrah-Nya yang tak terkira sehingga penulis bisamenyelesaikan tugas akhir ini dengan sebaik-baiknya. Shalawat dan salam kepadaRasulullah, keluarga dan para sahabat, sebagai suri tauladan yang mencontohkankesempurnaan islam sehingga kita bisa mengambil pelajaran dari berbagai aspek.

Penulis menyedari bahwa penelitian ini dapat diselesaikan dengan melibatkanbantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis inginmengucapkan penghargaan dan terimakasih kepada:

1. Dr.H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes sebagai Dekan Fakultas Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. dr.Achmad Zaki, Sp.OT M.Epid selaku Kepala Program Studi Pendidikan

Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

3. dr.Mukhtar Ikhsan, Sp.P (K) MARS sebagai dosesn pembimbing I dan

dr.Ahmad Azwar Habibi, M.Biomed sebagai dosen pembimbing II yang

telah membimbing penulis dan memberikan banyak waktunya dalam

menyelesaikan penelitian ini.

4. dr. Nouval Shahab, Sp.U., Ph.D., FICS., FACS., selaku penanggung jawab

riset angkatan 2012 Program Studi Pendidikan Dokter yang senantiasa

memberikan arahan dalam pelaksanaan penelitian di angkatan 2012.

5. dr. Riva Auda, Sp.A selaku dosen pembimbing akademik yang

memberikan masukan dan saran terbaik dalam akademik.

6. dr. Tutik selaku penanggung jawab pengelolaan program TB Nasional di

Puskesmas Ciputat yang sangat membantu dalam pengambilan data di

Puskesmas Ciputat.

7. Abi dan ummi yang luar biasa, Siswadi dan Sri.Sujiati yang telah

mencurahkan segala kasih sayang dan mendukung setiap langkah serta

mendo’akan yang terbaik untuk anaknya.

Page 6: HUBUNGAN KEBERADAAN PENGAWAS MENELAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29513/1/Mahdiah... · hubungan keberadaan pengawas menelan obat (pmo) dengan keteraturan

vi

8. Keluarga dan adik-adik penulis Muhammad Dzakwan Falih, Zakiah

Afifah dan Nur Alimah yang selalu memberikan keceriaan di saat

berkumpul bersama dan saling mengingatkan dalam kebaikan.

9. Teman-teman seperjuangan kelompok riset Nurprima Arum Mawani, Siti

Fadhilah dan M.Abdel Al-Anweiri yang menjadi teman diskusi dan saling

memotivasi untuk menyelesaikan penelitian.

10. Miftahul Jannah Salwah Ummah, Kak Niken Kusuma Wardani, Kak

Nadhia Elsa, sahabat berbincang yang menyenangkan, yang selalu

mengingatkan dan mendukung dalam do’a dan kebaikan.

11. Teman-teman PSPD 2012 yang luar biasa dan telah mendukung

penyelesaian tugas penelitian ini.

12. Adik-adik kelas yang selalu memberikan motivasi untuk segera

menyelesaikan tugas ini. Terimakasih untuk Zahara Irwan, Raissa, Nadia,

Putri Rahma Ajizah, Zaima Dzatul Ilma, Safitri Nenik Agustin dan Nurul

Fatimah

Akhir kata, semoga penelitian ini bisa bermanfaat bagi perkembanganilmu pengetahuan, khususnya di bidang kedokteran dan selanjutnya dapatdikembangkan menjadi penelitian yang lebih baik. Semoga semangat dankeinginan untuk terus meneliti juga dapat dilanjutkan sehingga bisa memberikanmanfaat bagi banyak pihak.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Ciputat, 13 Oktober 2015

Penulis

Page 7: HUBUNGAN KEBERADAAN PENGAWAS MENELAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29513/1/Mahdiah... · hubungan keberadaan pengawas menelan obat (pmo) dengan keteraturan

vii

ABSTRAK

Mahdiah Maimunah. Hubungan Keberadaan Pengawas Menelan Obat(PMO) dengan Keteraturan Berobat Pasien TB Paru Kasus Baru diPuskesmas Ciputat Tahun 2015.

Latar Belakang: Tuberkulosis masih menjadi penyakit dengan prevalensitertinggi di Indonesia. Untuk mengatasi hal tersebut, terdapat salah satu unsur dariprogram DOTS yang dikeluarkan WHO. Unsur tersebut adalah pengawasan saatminum obat oleh pengawas menelan obat (PMO). Keberadaan PMO diharapkandapat menjadi solusi untuk meningkatkan keteraturan. Tujuan: Untukmengetahui hubungan keberadaan pengawas menelan obat (PMO) denganketeraturan berobat pasien TB Paru kasus baru di Puskesmas Ciputat tahun 2015.Metode: Desain penelitian ini adalah cross sectional dan teknik pengambilansampel dengan cara purposive sampling. Selanjutnya dilakukan analisis denganuji Chi Square dan uji Fisher sebagai uji alternatif. Hasil: Hasil dari uji fisheradalah p= 0,211 yang menunjukkan tidak adanya kemaknaan. Kesimpulan: Tidakada hubungan yang bermakna antara keberadaan PMO dan keteraturan berobatpasien TB paru kasus baru di Puskesmas Ciputat tahun 2015.

Kata kunci:TB paru, pengawas menelan obat, keteraturan berobat

Mahdiah Maimunah. The Relation between existance Tuberculosis TreamentSupporter with Regularity Treatment in New Cases Pulmonary TuberculosisPatient at Ciputat Primary Health Care 2015.

Background: Tuberculosis remains a disease with the highest prevalencein Indonesia. To solve this problem, there is one element of the DOTS programthat is released by WHO. The element is supervision while medication by atuberculosis treatment supporter . The existence of the tuberculosis treatmentsupporter is expected to be a solution to increase the treatment. Aim: To knowthe relation between existence tuberculosis treatment supporter with regularitytreatmet in new cases pulmonary tuberculosis patient at Ciputat Primary HealthCare in 2015. Method: This study design using cross sectional and the samplingtechnique with purposive sampling . Then, researcher analyzed data with Chisquare test and Fisher's exact test as an alternative test. Result: The results ofFisher’s test showed that no significance (p=0,211). Conclusion: There is nosignificant association between the presence of tuberculosis treatment supporterand the regularity of treatment of new cases of pulmonary TB patients in theCiputat Primary Health Care in 2015.

Key word: pulmonary tuberculosis, treatment supporter, regularity treatment

Page 8: HUBUNGAN KEBERADAAN PENGAWAS MENELAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29513/1/Mahdiah... · hubungan keberadaan pengawas menelan obat (pmo) dengan keteraturan

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL .................................................................................................. iLEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA................................................ iiLEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................ iiiLEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. ivKATA PENGANTAR ............................................................................................vABSTRAK ............................................................................................................ viiDAFTAR ISI ....................................................................................................... viiiDAFTAR TABEL ...................................................................................................xDATAR GRAFIK ................................................................................................. xiDAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiiDAFTAR SINGKATAN ..................................................................................... xiii

BAB I : PENDAHULUAN......................................................................................11.1.Latar Belakang ....................................................................................11.2.Rumusan Masalah ...............................................................................31.3. Hipotesis.............................................................................................31.4.Tujuan Penelitian ................................................................................3

1.4.1. Tujuan Umum .........................................................................31.4.1. Tujuan Khusus ........................................................................3

1.5. Manfaat Penelitian .............................................................................31.5.1. Bagi Peneliti ...........................................................................31.5.2. Bagi Universitas ......................................................................31.5.3. Bagi Institusi............................................................................4

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA............................................................................52.1.Tuberkulosis........................................................................................5

2.1.1. Definisi ...................................................................................52.1.2. Etiopatogenesis .......................................................................52.1.3. Tanda dan Gejala .....................................................................62.1.4. Klasifikasi ................................................................................62.1.5. Diagnosis .................................................................................82.1.6. Pengobatan...............................................................................92.1.7. Hasil Pengobatan dan Pemantauan........................................10

2.2. Directly Observed Treatment Strategy (DOTS) ..............................112.3. Pengawas Menelan Obat (PMO) .....................................................122.4. Keteraturan Berobat ........................................................................122.5. Kerangka Teori.................................................................................152.6. Kerangka Konsep .............................................................................162.7. Definisi Operasional.........................................................................17

BAB III : METODE PENELITIAN ......................................................................183.1. Desain Penelitian..............................................................................18

Page 9: HUBUNGAN KEBERADAAN PENGAWAS MENELAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29513/1/Mahdiah... · hubungan keberadaan pengawas menelan obat (pmo) dengan keteraturan

ix

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ...........................................................183.3. Populasi dan Sampel ........................................................................18

3.3.1. Populasi ................................................................................183.3.2. Sampel ..................................................................................18

3.4. Kriteria Inklusi .................................................................................193.5. Kriteria Eksklusi...............................................................................203.6. Teknik Sampling .............................................................................203.6. Cara Kerja Penelitian .......................................................................213.7. Manajemen Data ..............................................................................22

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................244.1. Distribusi Responden Berdasarkan Umur........................................244.2. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ..........................254.3. Distribusi Responden Berdasarkan Lama Pengobatan ....................264.4. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan..................274.5. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan .................................284.6. Distribusi Responden Berdasarkan Keberadaan PMO ....................294.7. Perilaku Keteraturan Responden......................................................31

4.7.1.Perilaku Keteraturan Minum Obat Responden .....................314.7.2. Perilaku Keteraturan Pengambilan Obat ..............................32

4.8. Hubungan Keberadaan PMO dengan Keteraturan Berobat .............334.9. Kelemahan Penelitian.......................................................................35

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................................365.1. Kesimpulan ......................................................................................365.2. Saran ................................................................................................36

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................37LAMPIRAN...........................................................................................................40

Page 10: HUBUNGAN KEBERADAAN PENGAWAS MENELAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29513/1/Mahdiah... · hubungan keberadaan pengawas menelan obat (pmo) dengan keteraturan

x

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Golongan dan Jenis Obat ......................................................................10Tabel 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Umur ............................................24Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ...............................25Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Lama Pengobatan .........................26Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan.......................27Tabel 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan ......................................28Tabel 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Keberadaan PMO .........................29Tabel 4.7. Hubungan Keberadaan PMO dengan Keteraturan Berobat ..................33

Page 11: HUBUNGAN KEBERADAAN PENGAWAS MENELAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29513/1/Mahdiah... · hubungan keberadaan pengawas menelan obat (pmo) dengan keteraturan

xi

DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Umur ..........................................24Grafik 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ..............................25Grafik 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan...................................26Grafik 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan .....................................27Grafik 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Lama Pengobatan ........................28Grafik 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Keberadaan PMO........................29

Grafik 4.6.1. Alasan Responden Tidak Memiliki PMO ..................................30Grafik 4.6.2. Fungsi Pengawasan PMO Saat Menelan Obat ...........................31

Grafik 4.7. Perilaku Keteraturan Responden .........................................................32Grafik 4.7.1. Perilaku Keteraturan Minum Obat...........................................32Grafik 4.7.2. Perilaku Keteraturan Pengambilan Obat .................................32

Page 12: HUBUNGAN KEBERADAAN PENGAWAS MENELAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29513/1/Mahdiah... · hubungan keberadaan pengawas menelan obat (pmo) dengan keteraturan

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Surat Izin Pengambilan Data .............................................................40Lampiran 2: Kuesioner...........................................................................................41Lampiran 3: Riwayat Penulis .................................................................................45

Page 13: HUBUNGAN KEBERADAAN PENGAWAS MENELAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29513/1/Mahdiah... · hubungan keberadaan pengawas menelan obat (pmo) dengan keteraturan

xiii

DAFTAR SINGKATAN

DOTS : Directly Observed Treatment ShortcoursePMO : Pengawas Menelan ObatTB : TuberkulosisOAT : Obat Anti Tuberkulosis

Page 14: HUBUNGAN KEBERADAAN PENGAWAS MENELAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29513/1/Mahdiah... · hubungan keberadaan pengawas menelan obat (pmo) dengan keteraturan

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit saluran pernapasan yang

disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Berdasarkan Global

Report WHO tahun 2014 TB adalah penyebab kedua kematian karena

infeksi setelah HIV. Diperkirakan terdapat 9 juta kasus baru TB pada

tahun 2013 dan diperkirakan 1,5 juta pasien TB meninggal dunia,

termasuk 1,1 juta di dalamnya yang mengalami ko-infeksi TB.1

Indonesia masuk dalam lingkup lima negara terbanyak penderita

TB.1 Provinsi Banten merupakan salah satu dari 5 provinsi di Indonesia,

dengan angka tertinggi kejadian TB di samping Jawa Barat, Papua Barat,

DKI Jakarta, Gorontalo, dan Papua.2

Pasien TB bisa mengalami kegagalan pengobatan, kekambuhan

atau menjadi resisten terhadap terapi karena menjalani pengobatan yang

tidak teratur. Lamanya masa pengobatan menjadi salah satu hal yang

menyebabkan pasien tidak teratur menjalani pengobatan.3

Pendidikan dan pengetahuan dapat mempengaruhi kepatuhan

pasien TB dalam menyelesaikan pengobatan.4 Selain itu juga dapat

dipengaruhi oleh pekerjaan dan efek samping obat.5

Beberapa studi menyebutkan pasien seringkali menghentikan

pengobatan karena merasa lebih baik, menganggap dirinya sudah sembuh

atau gejalanya berkurang. Sebagiannya lagi menghentikan pengobatan

karena merasa kondisinya semakin buruk atau tidak ada perbaikan setelah

pengobatan.27

Pasien-pasien tersebut yang tidak teratur dalam menjalani

pengobatan akan beresiko mengalami resistensi terhadap terapi awal,

sehingga terapi yang dijalankan selanjutnya akan menjadi lebih rumit dan

lama. Pemerintah telah lama sejak tahun 1995 telah merekomendasikan

DOTS sebagai program yang efektif bagi penanganan pasien TB paru.3

Page 15: HUBUNGAN KEBERADAAN PENGAWAS MENELAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29513/1/Mahdiah... · hubungan keberadaan pengawas menelan obat (pmo) dengan keteraturan

2

DOTS (Directly Observe Treatment Short-Course) merupakan

program yang mengawasi langsung pasien TB dalam jangka pendek untuk

melakukan terapi hingga selesai. Pengawasan dalam hal ini adalah

Pengawas Menelan Obat (PMO).3 Program DOTS menurut World Bank

merupakan bentuk yang efektif secara ekonomi sebagai bentuk intervensi

terhadap pengendalian penyakit TB.20

Sebuah studi deskriptif spasial yang menggambarkan sebaran

angka kejadian TB di daerah Tangerang Selatan selama 5 tahun yaitu

tahun 2009-2013 oleh menunjukkan adanya kecendrungan peningkatan

kasus baru TB. Sementara itu kasus default terus mengalami peningkatan

di tahun 2009-2012.28

Dalam sebuah studi yang dilakukan di Distrik Rawalpindi Pakistan

menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pasien yang

memiliki PMO terhadap suksesnya pengobatan TB. Dari 404 responden

dengan PMO, 85,1 % (384 responden) berhasil menyelesaikan

pengobatan.18

Di Indonesia, terdapat penelitian serupa yang dilakukan di RS

Moewardi Surakarta yang menyatakan adanya hubungan yang bermakna

antara kinerja PMO dan keteraturan berobat pasien TB paru.6

Berdasarkan penelitian tersebut, peneliti ingin melakukan

penelitian mengenai hubungan keberadaan pengawas minum obat dengan

keteraturan berobat pada pasien TB paru kasus baru di Puskesmas Ciputat

tahun 2015.

Puskesmas Ciputat dipilih sebagai lokasi dalam penelitian ini

karena berdasarkan penelitian Sofwatun Nida (2014) termasuk salah satu

kecamatan di daerah Kota Tangerang Selatan dengan kejadian penyakit

TB yang tinggi.28

Page 16: HUBUNGAN KEBERADAAN PENGAWAS MENELAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29513/1/Mahdiah... · hubungan keberadaan pengawas menelan obat (pmo) dengan keteraturan

3

1.2. Rumusan Masalah

Apakah terdapat hubungan antara keberadaan PMO dengan

keteraturan berobat pasien TB Paru kasus baru di Puskesmas Ciputat tahun

2015?

1.3. Hipotesis

Terdapat hubungan antara keberadaan PMO dengan keteraturan

berobat pasien TB Paru kasus baru di Puskesmas Ciputat tahun 2015.

1.4. Tujuan

1.4.1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan keberadaan PMO dengan keteraturan

berobat pasien TB Paru kasus baru di Puskesmas Ciputat tahun

2015.

1.4.2. Tujuan Khusus

Mengetahui fakor-faktor yang mempengaruhi keteraturan

berobat pasien.

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Bagi Peneliti

Penelitan ini memberkan manfaat bagi peneliti berupa

pengalaman dasar bagi peneliti dalam melakukan penelitian yang

baik. Peneliti juga mendapatkan pengetahuan megenai hubungan

keberadaan PMO dan keteraturan berobat pasien TB Paru kasus

baru.

1.5.2. Bagi Universitas

Mewujudkan Tri Dharma perguruan tinggi dalam

melakukan penelitian dan pengembangan pengetahuan.

Page 17: HUBUNGAN KEBERADAAN PENGAWAS MENELAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29513/1/Mahdiah... · hubungan keberadaan pengawas menelan obat (pmo) dengan keteraturan

4

1.5.3. Bagi Institusi Penelitian

Menjadi dasar bagi institusi penelitian untuk mengambil

kebijakan terkait keteraturan berobat pasien TB paru dari segi

PMO

Page 18: HUBUNGAN KEBERADAAN PENGAWAS MENELAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29513/1/Mahdiah... · hubungan keberadaan pengawas menelan obat (pmo) dengan keteraturan

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tuberkulosis

2.1.1. Definisi

Tuberkulosis atau TB adalah suatu penyakit granulomatosa kronis menular

yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis.8 Menurut WHO, tuberkulosis

paru merupakan penyakit tuberkulosis yang mengenai parenkim paru, termasuk

yang melibatkan trakea. Jika yang terlibat merupakan organ selainnya meskipun

terletak di rongga dada digolongkan sebagai tuberkulosis ekstra paru.

Penggolongan penyakit tuberkulosis menjadi tuberkulosis paru dan ekstra paru

penting untuk mengetahui apakah pengobatan sudah dilakukan pada pasien

tuberkulosis paru karena sifatnya yang sangat infeksius dan mudah menyebar

pada komunitas.9

2.1.2. Etiopatogenesis

Penyebab dari penyakit ini adalah Mycobacterium tuberculosis. Sebagian

besar disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis hominis. Jenis lainnya adalah

Mycobacterium bovis yang ditemukan pada susu sapi perah yang tercemar atau

susu yang tidak dipasteurisasi. Kejadian oleh Mycobacterium tuberculosis bovis

sudah mulai jarang. Penyebaran bakteri terjadi secara inhalasi melalui droplet

pasien tuberkulosis kepada calon penderita. Misalnya saat bersin dan batuk.

Bakteri tuberkulosis bersifat aerob obligat, sehingga akan terhambat

pertumbuhannya pada lingkungan anaerob.8

Bakteri Mycobacterium tuberculosis menginfeksi melalui udara. Bakteri

tersebut akan mengendap setelah sesorang berada di dalam ruang tertutup.

Mycobacterium tuberculosis tidak bertahan lama di lingkungan luar karena akan

dirusak oleh sinar matahari. Selanjutnya, bakteri tersebut akan mencapai paru

Page 19: HUBUNGAN KEBERADAAN PENGAWAS MENELAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29513/1/Mahdiah... · hubungan keberadaan pengawas menelan obat (pmo) dengan keteraturan

6

setelah berhasil melewati pertahanan di saluran napas atas. Di dalam paru

sebagian besar bakteri akan menetap di lapangan atas paru yang berdekatan

dengan pleura karena memiliki udara yang baik.10 Mekanisme terjadinya TB

merupakan reaksi hipersensitivitas tipe 4.

2.1.3. Tanda dan Gejala

TB mempunyai gejala klasik yaitu batuk kronik, disertai dahak, nafsu makan

berkurang, penurunan berat badan, demam, keringat malam dan batuk berdarah.11

2.1.4. Klasifikasi

Berdasarkan lokasi12:

Tuberkulosis paru. Penyakit tuberkulosis yang terjadi di paru, tidak termasuk

selaput paru.

Tuberkulosis ekstra paru. Terjadi di luar jaringan paru, misalnya pleura, kulit,

tulang dan sebagainya.

Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak12:

BTA + . Termasuk kategori positif apabila pasien memiliki salah satu dari

kriteria berikut:

BTA + pada 2 dari 3 spesimen

BTA + pada satu spesimen disertai gambaran TB aktif pada

pemeriksaan radiologi

BTA + pada satu spesimen disertai biakan kultur positif

BTA negatif (-).

BTA – pada tiga specimen yang diperiksa meskipun gejala klinik dan

gambaran radiologik menunjukkan tuberkulosis aktif.

BTA – pada tiga specimen yang diperiksa meskipun kultur positif.

Jika BTA belum diperiksa ditulis ‘BTA belum diperiksa’.

Page 20: HUBUNGAN KEBERADAAN PENGAWAS MENELAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29513/1/Mahdiah... · hubungan keberadaan pengawas menelan obat (pmo) dengan keteraturan

7

Berdasarkan tipe penderita12:

Kasus baru. Penderita belum pernah mendapat OAT atau bila sudah

mendapatkan pengobatan, pemakaiannya kurang 30 hari.

Kasus kambuh (relaps). Penderita sudah tuntas pengobatan OAT.

Kembali lagi dengan diagnosis TB paru BTA positif dan mendapatkan

pengobatan.

Kasus pindahan (transfer). Penderita sudah berobat di kabupaten

sebelumnya kemudian pindah, sehingga harus membawa surat

rujukan.

Kasus lalai berobat. Penderita sudah pernah menggunakan obat

minimal satu bulan kemudian berhenti dua minggu atau lebih dan

kemudian datang kembali untuk berobat.

Kasus gagal pengobatan. Penderita BTA masih positif atau kembali

positif pada bulan ke lima (satu bulan sebelum pengobatan berakhir).

Termasuk dalam kriteria gagal pengobatan jika sebelumnya penderita

BTA negatif dan hasil gambaran radiologi positif, kemudian BTA

menjadi positif dan atau disertai pemeriksaan radiologik yang

memberikan gambaran perburukan.

Kasus kronik. Penderita setelah menyelesaikan pengobatan kategori

dua masih menunjukkan hasil BTA yang positif.

Kasus bekas TB. Penderita dengan riwayat pengobatan dengan OAT

yang adekuat setelah dilakukan pemeriksaan menunjukkan hasil

pemeriksaan BTA negatif dan pemeriksaan radiologi tampak lesi

inaktif, begitu juga dengan gambaran radiologi serial yang

menunjukkan gambaran menetap. Penderita juga bisa dengan kriteria

memiliki gambaran radiologi lesi aktif yang meragukan dan setelah

dilakukan pengobatan OAT selama dua bulan tidak ada perubahan

gambar radiologi.

Page 21: HUBUNGAN KEBERADAAN PENGAWAS MENELAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29513/1/Mahdiah... · hubungan keberadaan pengawas menelan obat (pmo) dengan keteraturan

8

2.1.5. Diagnosis

Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Gejala klinis pada pasien terdiri

dari gejala klinis respiratorik dan gejala klinis sistemik. Gejala klinik respiratorik

terdiri dari batuk kronik lebih dari dua minggu, berdahak, batuk berdarah, sesak

dan nyeri dada. Adapun gejala klinik yang sifatnya sistemik yaitu anoreksia (tidak

nafsu makan), demam, keringat malam, malaise dan berat badan menurun.12

Saat dilakukan pemeriksaan fisik, hasil yang ditemui berupa suara napas

bronchial, amforik, suara napas melemah, ronkhi basah, tanda-tanda penarikan

paru, diafragma dan mediastinum.12

Diagnosis pasien dibantu dengan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan

mikroskopik berupa pemeriksaan BTA, pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan

lainnya. Pemeriksaan mikrobiologik pewarnaan BTA merupakan baku standar

penegakan diagnosis TB paru.13 Pada pemeriksaan mikroskopik, dilakukan

pemeriksaan dari specimen pasien selama tiga hari berturut-turut. Jika ditemukan

minimal 2 dari 3 spesimen pemeriksaan positif berdasarkan interpretasi

Bronkhorst atau IUATLD, maka pasien dinyatakan TB dengan BTA positif.

Pasien juga dapat dapat didiagnosis BTA positif jika setelah pemeriksaan pertama

hanya 1 spesimen negatif kemudian pada pemeriksaan kedua kalinya minimal 2

dari 3 specimen ditemukan positif.12

Pemeriksaan radiologi membantu diagnosis awal pasien TB meskipun bukan

merupakan baku standar pemeriksaan penyakit ini. Pada pemeriksaan radiologi,

permintaan foto standar berupa foto PA dengan atau tanpa foto lateral. Temuan

pada pemeriksaan radiologi sangat bervariasi. Gambaran radiologi yang dicirikan

sebagai gambaran untuk penyakit tuberkulosis lesi aktif yaitu adanya nodular atau

bayangan di segmen apeks dan posterior lobus atas dan segmen superior pada

lobus bawah paru. Bentuk lainnya bisaberupa kavitas, bercak millier dan efusi

Page 22: HUBUNGAN KEBERADAAN PENGAWAS MENELAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29513/1/Mahdiah... · hubungan keberadaan pengawas menelan obat (pmo) dengan keteraturan

9

pleura. Pada lesi yang nonaktif, cendrung terlihat gambaran fibrotik, terutama

bagian apeks dan atau posterior lobus superior.12

Pemeriksaan penunjang dengan PCR (polymerase chain reaction),uji serologi,

BACTEC, pemeriksaan cairan pleura, histopatologi jaringan, pemeriksaan darah,

dan pemeriksaan tuberkulin juga dapat membantu untuk diagnosis penyakit

tuberculosis.12

Uji tuberkulin dapat dilakukan untuk deteksi infeksi tuberkulosis di daerah yang

memiliki prevalensi rendah.12 Uji tuberkulin ditemukan oleh Robert Koch dengan

mengambil konsentrat steril dari biakan cair yang sudah mati. Uji ini untuk

mengetahui apakah seseorang memiliki kekebalan terhadap bakteri TB dengan

prinsip delayed-hypersensitivity atau hipersensitivitas tipe IV. Teknik

penyuntikan dilakukan secara intradermal.14Hasilujiakan postif bila ditemukan

edema atau infiltrat lokal pada lokasi bekas suntikan setelah 48-72 jam pasca

penyuntikan. Diagnosis ini cukup efektif dilakukan pada penderita yang terinfeksi

laten di negara dengan pendapatan yang rendah karena harganya yang tidak

terlalu mahal.15

2.1.6. Pengobatan

Pasien tuberkulosis diberikan regimen terapi berupa obat anti tuberkulosis

(OAT). Tujuan terapi dengan OAT menurut WHO adalah meningkatkan kualitas

hidup pasien, mencegah relaps, mencegah kematian, dan mencegah

perkembangan resisten obat. Manfaat lainnya tidak hanya bermanfaat bagi pasien

sendiri, namun juga bermanfaat untuk orang-orang yang berada di sekitar pasien

karena OAT bisa mengurangi transmisi tuberculosis.17

Obat-obatan anti tuberkulosis terdiri dari beberapa golongan dan jenis.

Penggunaannya tidak dengan terapi tunggal (monotherapy) namun beberapa obat

dikombinasikan untuk mencapai efek penyembuhan. Fase pengobatan terdiri dari

dua tahap, yaitu fase intensif dan fase lanjutan. Fase intensif bertujuan mencegah

Page 23: HUBUNGAN KEBERADAAN PENGAWAS MENELAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29513/1/Mahdiah... · hubungan keberadaan pengawas menelan obat (pmo) dengan keteraturan

10

resistensi obat dan dapat mengurangi transmisi setelah pemakaian dua minggu

berturut-turut. Fase lanjutan untuk membunuh kuman persisten agar tidak

kambuh.16

Tabel 2.1. Golongan dan Jenis Obat

Golongan danJenisObat

Obat

Golongan-1 ObatLini Pertama

Isoniazid (H)Ethambutol (E)

Pyrazinamide (Z)Rimapicin (R)Streptomycin (S)

Golongan-2/ ObatSuntik/ Obat Linikedua

Kanamycin (Km) Amikacin (Am)Capreomycin (Cm)

Golongan-3/GolonganFloroquinolone

Ofloxacin (Ofx)Lefofloxacin (Lfx)

Moxifloxacin (Mfx)

Golongan-4/ Obatbakteriostatik linikedua

Ethionamide (Eto)Prothionamide (Pto)Cycloserine (Cs)

Para amino salisilat(PAS)Terizidone (Trd)

Golongan-5/ Obatyang belum terbuktiefikasinya dan tidakdirekomendasikanoleh WHO

Clofazimine (Cls)Linezolid (Lzd)Amoxilin-Clavulanat(Amx-Clv)

Thioacitazone (Thz)Imipenem (Ipm)

Sumber: Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, 2011

Pengobatan kategori 1 yaitu 2HRZE/4H3R3 kepada pasien dengan kriteria

pasien baru TB paru BTA positif, pasien baru BTA negatif foto toraks positif dan

pasien TB ekstraparu. Pasien yang sudah berobat sebelumnya kemudian

mengalami kekambuhan, gagal pengobatan atau putus obat diberikan pengobatan

kategori 2 yaitu 2HRZES/HRZE/5H3R3E3.16

2.1.7. Hasil Pengobatan dan Pemantauan

Hasil pengobatan pasien bervariasi yaitu16:

Pasien sembuh. Pasien menyelesaikan pengobatannya secara lengkap dan

pemeriksaan apusan dahak ulang (follow-up) hasilnya negatif pada AP dan

pada satu pemeriksaan sebelumnya.

Page 24: HUBUNGAN KEBERADAAN PENGAWAS MENELAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29513/1/Mahdiah... · hubungan keberadaan pengawas menelan obat (pmo) dengan keteraturan

11

Pasien dengan pengobatan lengkap. Pasien telah menyelesaikan

pengobatannya secara lengkap tapi tidak ada hasil pemeriksaan apusan dahak

ulang pada AP dan satu pemeriksaan sebelumnya.

Pasien meninggal.Pasien yang meninggal dalam masa pengobatan oleh sebab

apa pun.

Pasien putus berobat (default). Pasien yang tidak berobat 2 bulan atau lebih

berturut-turut sebelum masa pengobatannya selesai.

Pasien gagal.Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau

kembali positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

Pasien pindah (transfer). Pasien yang dipindah ke unit pencatatan dan

pelaporan (register) lain dan hasil pengobatannya tidak diketahui.

Pasien dengan keberhasilan pengobatan. Jumlah yang sembuh dan pengobatan

lengkap. Digunakan pada pasien dengan BTA + atau biakan positif.

2.2. Directly Observed Treatment Short-Course (DOTS)

Directly Observed Treatment Short-Course (DOTS) merupakan strategi

pengendalian TB yang dikeluarkan oleh WHO sejak tahun 1995. Strategi DOTS

terdiri dari 5 komponen kunci yaitu:

Komitmen politis, dengan peningkatan dan kesinambungan pendanaan

Penemuan kasus melalui pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin

mutunya

Pengobatan standar dengan supervisi dan dukungan bagi pasien

Sistem pengelolaan dan ketersediaan OAT yang efektif

Sistem monitoring pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan

penilaian terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program.20

Page 25: HUBUNGAN KEBERADAAN PENGAWAS MENELAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29513/1/Mahdiah... · hubungan keberadaan pengawas menelan obat (pmo) dengan keteraturan

12

2.3. Pengawas Menelan Obat (PMO)

Pengawas menelan obat adalah seseorang yang mengawasi pasien TB dalam

menelan obat.20 Pengawas menelan obat adalah poin ketiga dari DOTS yaitu

pengobatan standar dengan supervisi dan dukungan bagi pasien.

Persyaratan menjadi seorang PMO adalah sebagai berikut16:

Seorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui baik oleh petugas kesehatan

maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati pasien

Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien

Bersedia membantu pasien dengan sukarela

Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan

pasien.

PMO memiliki beberapa tugas, yaitu16:

Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai

pengobatan

Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur

Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang

ditentukan

Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang mempunyai

gejala-gejala mencurigakan TB untuk segera memeriksakan diri ke Fasilitas

Pelayanan Kesehatan.

2.4. Keteraturan Berobat

Keteraturan berobat dalam pengobatan TB paru merujuk kepada penelitian

yang dilakukan Purwanta yaitu mengambil OAT sesuai jadwal yang ditentukan, yaitu

2 minggu sekali pada fase awal dan 1 bulan sekali pada fase lanjutan atau pasien yang

selama periode pengobatan terlambat mengambil OAT <14 hari jika diakumulasikan.

Selain itu pasien juga harus minum obat sesuai dosis yang dianjurkan.21

Page 26: HUBUNGAN KEBERADAAN PENGAWAS MENELAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29513/1/Mahdiah... · hubungan keberadaan pengawas menelan obat (pmo) dengan keteraturan

13

Keteraturan berobat pasien TB paru dipengaruhi oleh faktor-faktor internal

maupun eksternal. Faktor internal berasal dari pasien itu sendiri. Sedangkan faktor

eksternal dipengaruhi oleh obat yang diminum, strategi DOTS yang diterapkan

pemerintah, dan faktor- faktor yang berasal dari pengawas menelan obat sebagai

salah satu program DOTS.

Faktor internal yang dapat memberikan pengaruh terhadap keteraturan berobat

pasien TB paru meliputi:

- pendidikan dan pengetahuan4

- penyuluhan32

Obat-obatan yang diminum oleh pasien TB paru dapat memberikan pengaruh

terhadap keteraturan berobat pasien. Pengaruh obat terhadap keteraturan berobat

pasien berupa waktu yang lama, terapi obat yang tidak efektif, terapi obat tidak aman,

mengalami efek samping obat, interaksi obat.

Waktu yang lama dalam terapi memberikan kerentanan pasien untuk

menghentikan pengobatan sebelum waktu yang ditentukan. Pengobatan dalam jangka

yang lama ini padahal sebetulnya ditujukan untuk membunuh bakteri yang dorman

sehingga dapat mencegah kekambuhan. Mutu obat dapat memberikan pengaruh tidak

adanya perbaikan yang dirasakan pasien sehingga mengurangi keteraturan berobat.

Selanjutnya efek samping obat baik yang memberikan efek serius maupun efek

ringan merupakan masalah dalam pengobatan yang dapat menguragi keteraturan

berobat.. Efek perbaikan juga dapat mendorong pasien untuk memilih menghentikan

pengobatan. Sementara itu ketersediaan OAT menjadi bagian dari komitmen politis

agar keberlanjutan pengobatan OAT terus berlanjut pada pasien TB Paru.33

Page 27: HUBUNGAN KEBERADAAN PENGAWAS MENELAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29513/1/Mahdiah... · hubungan keberadaan pengawas menelan obat (pmo) dengan keteraturan

14

DOTS telah diterapkan di Indonesia sejak 1995. Oleh karena itu keteraturan

berobat pada pasien TB juga ditentukan oleh faktor DOTS yang terdiri dari lima

komponen yang sudah dijalankan oleh pemerintah:

Komitmen politis, dengan peningkatan dan kesinambungan pendanaan

Penemuan kasus melalui pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin

mutunya

Pengobatan standar dengan supervisi dan dukungan bagi pasien

Sistem pengelolaan dan ketersediaan OAT yang efektif

Sistem monitoring pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan

penilaian terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program.20

Keberhasilan DOTS yang diterapkan di suatu fasilitas layanan kesehatan

dapat dinilai melalui sepuluh indikator, beberapa di antaranya adalah angka

keberhasilan pengobatan dan angka konversi pasien TB. Angka keberhasilan

pengobatan yang diharapkan adalah sebesar 85% dan angka konversi sebesar 80%.30

Poin keempat dari DOTS yaitu pengobatan standar dengan supervisi dan

dukungan bagi pasien melalui peran PMO. Beberapa penelitian beberapa faktor dari

PMO yang mempengaruhi keteraturan berobat dan keberhasilan pengobatan TB Paru

yaitu:

- wawasan dan pengetahuan PMO29

- penyuluhan kepada PMO29

- kinerja PMO31

Pasien yang berobat selama 6 bulan secara teratur merupakan proses menuju

kesembuhan dari penyakit TB Paru. Kesembuhan diartikan jika pasien telah

menyelesaikan pengobatan secara lengkap, pemeriksaan dahak ulang paling sedikit

dua kali berturut-turut hasilnya negatif (yaitu pada akhir pengobatan dan/atau

sebelum akhir pengobatan, dan pada salah satu pemeriksaan follow up sebelumnya).16

Page 28: HUBUNGAN KEBERADAAN PENGAWAS MENELAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29513/1/Mahdiah... · hubungan keberadaan pengawas menelan obat (pmo) dengan keteraturan

15

2.5. Kerangka Teori

Faktor PMO:-Pendidikan danwawasan PMO-Penyuluhan-Kinerja

Ketersediaan OAT

Komitmen politis

Pencatatan danpelaporan

Deteksi Kasus

Strategi DOTS

Pemerintah

Faktor internal:-Pendidikan-Pengetahuan-Penyuluhanpasien

-Efek sampingOAT-Mutu obat-Efek perbaikan-Ketersediaan-Efektivitas-Interaksi obat

Pasien TB Paru

Penularan secara inhalasi

Orang dengan gejala TB

Hasil pemeriksaan positif

Pasien TB Paru kasus baru

Terapi OAT

Lama 6 bulan

Masa yang lama

Tujuan OAT tercapai Rentan putus obat

Pengawasan oleh PMOKontrol dan pengambilanOAT terjadwal

Keteraturan berobat

Keberhasilan Pengobatan

Page 29: HUBUNGAN KEBERADAAN PENGAWAS MENELAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29513/1/Mahdiah... · hubungan keberadaan pengawas menelan obat (pmo) dengan keteraturan

16

2.6. Kerangka Konsep

Pasien TB Paru

Strategi DOTS

Pengobatandengan

supervisi (PMO)

- Komitmen Politis- Deteksi Kasus- Ketersediaan

OAT- Pencatatan dan

pelaporan

Keteraturanpengobatan

KeberhasilanPengobatan

Page 30: HUBUNGAN KEBERADAAN PENGAWAS MENELAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29513/1/Mahdiah... · hubungan keberadaan pengawas menelan obat (pmo) dengan keteraturan

17

2.7. Definisi Operasional

N

o

Variabel Definisi

Operasional

Alat

Ukur

Cara

Pengukur

an

Hasil

Pengukuran

Skala

Pengukura

n

1 Keberad

aan

PMO

Pasien memiliki

seseorang yang

mengawasi selama

menjalani fase

pengobatan OAT.20

Kuesion

er

Wawanca

ra

a.Ada PMO

b.Tidak ada

PMO

Ordinal

2 Keteratu

ran

Berobat

Mengambil OAT

sesuai jadwal yang

ditentukan, yaitu 2

minggu sekali pada

fase awal dan 1

bulan sekali pada

fase lanjutan. Selain

itu pasien juga

harus minum obat

sesuai dosis yang

dianjurkan.21

Catatan

medis

(kartu

TB01)

Observas

i

-Pasien

teratur

berobat

-Pasien

tidak teratur

berobat

Ordinal

Page 31: HUBUNGAN KEBERADAAN PENGAWAS MENELAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29513/1/Mahdiah... · hubungan keberadaan pengawas menelan obat (pmo) dengan keteraturan

18

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian analitik komparatif kategorik

tidak berpasangan dengan desain penelitian cross sectional.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini di lakukan dari bulan Juni 2015 sampai bulan

Oktober 2015. Pengambilan data dilakukan selama dua bulan yaitu bulan

Agustus hingga September 2015 di Puskesmas Ciputat.

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi Penelitian

Populasi penelitian ini adalah semua pasien TB paru

dengan BTA + yang terdaftar di Puskesmas Ciputat tahun 2015 dan

telah berobat lebh dari 2 bulan..

3.3.2. Sampel Penelitian

Sampel dalam penelitian ini adalah penderita yang dapat

mewakili populasi dengan menggunakan rumus uji hipotesis beda

dua proporsi:25

: 1 − α2 2P(1 − P) + Z1 − β P1(1 − P1) + P2(1 − P2)(P1 − P2)Keterangan:

n = Besar sampel

P = Rata-rata proporsi pada populasi P=1/2 (P1+P2)

= 1/2(0.6+0.06) = 0.33

Page 32: HUBUNGAN KEBERADAAN PENGAWAS MENELAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29513/1/Mahdiah... · hubungan keberadaan pengawas menelan obat (pmo) dengan keteraturan

19

P1 = Proporsi penderita yang memiliki PMO dan sembuh pada

penelitian sebelumnya 60% (0.6)

P2 = Proporsi penderita yang memiliki PMO dan tidak sembuh

pada penelitian sebelumnya 6.7% (0.67)

Z2 1-α/2 = Derajat kemaknaan α pada uji dua sisi (two tail), α= 5%

(1.96)

Z1-β = Kekuatan uji 80%

Berdasarkan rumus di atas, maka sampel yang dibutuhkan

adalah sebesar:

: 1.96 2x 0.3(1 − 0.3) + 0.84 0.6(1 − 0.6) + 0.06(1 − 0.06)(0.6 − 0.06)n: 11

n: 11 X 2 = 22

n: 22 + (10% X 22) = 22 + 2,2 = 24,2 ≈ 25 sampel

Untuk menunjukkan pasien yang teratur dan tidak teratur,

maka sampel dikalikan dua sehingga 11 X 2 = 22. Selanjutnya

untuk mengantisipasi drop out atau missing dalam pengisian data

maka dikalikan 10%. Sehingga totalnya berjumlah 25 sampel.

3.4. Kriteria Inklusi

Adapun kriteria inklusi dari penelitian ini adalah:

Pasien TB paru kasus baru dengan BTA (+) dengan lama pengobatan

kategori 1 lebih dari 2 bulan

Usia 19-75

Bersedia menandatangani inform consent

Page 33: HUBUNGAN KEBERADAAN PENGAWAS MENELAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29513/1/Mahdiah... · hubungan keberadaan pengawas menelan obat (pmo) dengan keteraturan

20

3.5. Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi meliputi:

Data kuesioner yang tidak lengkap

3.6. Teknik Sampling

Sampel diambil dengan menggunakan teknik consecutive sampling.

Page 34: HUBUNGAN KEBERADAAN PENGAWAS MENELAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29513/1/Mahdiah... · hubungan keberadaan pengawas menelan obat (pmo) dengan keteraturan

21

3.7. Cara Kerja Penelitian

Wawancara kepada pasien dilakukan di Puskesmas Ciputat saat pasien

melakukan kunjungan rutin pengambilan obat.

Populasi: Pasien TB Paru diPuskesmas Ciputat

Pasien TB Paru strategi DOTSyang memenuhi kriteria inklusi

dan eksklusi

Inform consent

Wawancara denganmenggunakan kuesioner

Pengumpulan dan pengolahandata dengan program pengolah

data

Ada PMO Tidak ada PMO

Tidak TeraturTeratur Teratur Tidak teratur

ConsecutiveSampling

Observasi kartu TB 01responden yang diwawancarai

Page 35: HUBUNGAN KEBERADAAN PENGAWAS MENELAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29513/1/Mahdiah... · hubungan keberadaan pengawas menelan obat (pmo) dengan keteraturan

22

3.8. Managemen Data

Pengolahan data dilakukan dengan cara:

Memeriksa data (editing). Peneliti memeriksa data yang telah

dikumpulkan dari kuesioner dan dari pencatatan rekam medis,

baik dari jumlah dan kelengkapan data yang masuk dan melakukan

koreksi terhadap data yang salah dan kurang jelas.

Memberi kode (coding). Peneliti memberikan kode terhadap

variable kategorik.

Menyusun data (tabulating). Peneliti melakukan pengorganisasian

data yang sudah masuk sehingga memudahkan dalam melakukan

perhitungan, analisis dan penyajian data.

Setelah dilakukan pengolahan data, peneliti melakukan analisis data.

Pada penelitian ini digunakan uji statistik chi-square dengan menggunakan

SPSS 16,00 for windows. Penentuan uji statistik chi-square dengan

pertimbangan bahwa penelitian ini merupakan penelitian analitik

komparatif kategorik tidak berpasangan.24

Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar dapat dilakukan uji Chi

Square yaitu nilai expected count dari semua sel boleh di bawah 5 dengan

syarat tidak melebihi 20% dari total sel.24

Variabel 2 Total

+ -

Variabel 1 + A B Y 1

- C D Y 2

Total X 1 X 2 Z

Page 36: HUBUNGAN KEBERADAAN PENGAWAS MENELAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29513/1/Mahdiah... · hubungan keberadaan pengawas menelan obat (pmo) dengan keteraturan

23

Nilai expected count masing-masing sel dapat dihitung dengan cara:

Expected count= Total baris X total kolomTotal sampel

Jika ditemukan hasil expected count dari table yang kurang dari 5 lebih

dari 20% total sel, maka digunakan alternative uji lain, yaitu Fisher’s.24

Page 37: HUBUNGAN KEBERADAAN PENGAWAS MENELAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29513/1/Mahdiah... · hubungan keberadaan pengawas menelan obat (pmo) dengan keteraturan

24

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada saat melakukan pengambilan data, peneliti menemukan data pasien

TB yang tercatat di register Puskesmas Ciputat pada tahun 2015 dari bulan Januari

hingga Agustus adalah sejumlah 58 orang. Kemudian dilakukan pemisahan

terhadap pasien yang memenuhi kriteria inklusi yaitu pasien TB paru kasus baru

dengan BTA (+) dengan lama pengobatan lebih dari dua bulan dan usia 19-75

tahun sebanyak 32 orang. Selanjutnya saat pengambilan data dengan kuesioner,

peneliti hanya menemukan 20 orang yang sesuai dan bersedia menandatangani

inform consent. Sehingga penelitian ini hanya melibatkan 20 sampel dari total 25

sampel minimal yang dibutuhkan.

4.1. Distribusi responden berdasarkan umur

Tabel 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Umur

Umur n %15-54 tahun>54 tahun

155

7525

Total 20 100

0

2

4

6

8

10

12

14

16

Grafik 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Umur

19-54 tahun

>54 tahun

Page 38: HUBUNGAN KEBERADAAN PENGAWAS MENELAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29513/1/Mahdiah... · hubungan keberadaan pengawas menelan obat (pmo) dengan keteraturan

25

Setelah dilakukan pengolahan data, maka berdasarkan kriteria umur

karakteristik responden lebih banyak yang berada pada usia produktif yaitu usia

15-45 tahun. Klasifikasi tersebut merujuk pada penelitian yang dilakukan oleh

Munawar Hussain Soomro yang membagi kategori umur menjadi kategori anak

(<15 tahun), usia produktif (15-54 tahun) dan usia tua (>54 tahun). Penelitian ini

tidak melibatkan pasien anak, sehingga tidak digunakan klasifikasi usia <15

tahun. Penelitian yang dilakukan oleh Munawar Hussain Soomro sendiri juga

menunjukkan bahwa pasien TB didominasi oleh usia produktif 71.8 %

dibandingkan kelompok tua (25.1%) dan anak (3.1%) .18 Menurut penelitian yang

dilakukan oleh Elisa S.Korua (2014) yang dilakukan di Rumah Sakit Umum

daerah Noongan, tidak ditemukan adanya hubungan antara umur dan kejadian TB

paru.19

4.2. Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin

Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin n %Laki-lakiPerempuan

128

6040

Total 20 100

Grafik 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis KelaminBerdasarkan jenis kelamin, penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah

responden lebih banyak laki-laki yaitu 60% dibandingkan pasien perempuan .

25

Setelah dilakukan pengolahan data, maka berdasarkan kriteria umur

karakteristik responden lebih banyak yang berada pada usia produktif yaitu usia

15-45 tahun. Klasifikasi tersebut merujuk pada penelitian yang dilakukan oleh

Munawar Hussain Soomro yang membagi kategori umur menjadi kategori anak

(<15 tahun), usia produktif (15-54 tahun) dan usia tua (>54 tahun). Penelitian ini

tidak melibatkan pasien anak, sehingga tidak digunakan klasifikasi usia <15

tahun. Penelitian yang dilakukan oleh Munawar Hussain Soomro sendiri juga

menunjukkan bahwa pasien TB didominasi oleh usia produktif 71.8 %

dibandingkan kelompok tua (25.1%) dan anak (3.1%) .18 Menurut penelitian yang

dilakukan oleh Elisa S.Korua (2014) yang dilakukan di Rumah Sakit Umum

daerah Noongan, tidak ditemukan adanya hubungan antara umur dan kejadian TB

paru.19

4.2. Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin

Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin n %Laki-lakiPerempuan

128

6040

Total 20 100

Grafik 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis KelaminBerdasarkan jenis kelamin, penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah

responden lebih banyak laki-laki yaitu 60% dibandingkan pasien perempuan .

25

Setelah dilakukan pengolahan data, maka berdasarkan kriteria umur

karakteristik responden lebih banyak yang berada pada usia produktif yaitu usia

15-45 tahun. Klasifikasi tersebut merujuk pada penelitian yang dilakukan oleh

Munawar Hussain Soomro yang membagi kategori umur menjadi kategori anak

(<15 tahun), usia produktif (15-54 tahun) dan usia tua (>54 tahun). Penelitian ini

tidak melibatkan pasien anak, sehingga tidak digunakan klasifikasi usia <15

tahun. Penelitian yang dilakukan oleh Munawar Hussain Soomro sendiri juga

menunjukkan bahwa pasien TB didominasi oleh usia produktif 71.8 %

dibandingkan kelompok tua (25.1%) dan anak (3.1%) .18 Menurut penelitian yang

dilakukan oleh Elisa S.Korua (2014) yang dilakukan di Rumah Sakit Umum

daerah Noongan, tidak ditemukan adanya hubungan antara umur dan kejadian TB

paru.19

4.2. Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin

Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin n %Laki-lakiPerempuan

128

6040

Total 20 100

Grafik 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis KelaminBerdasarkan jenis kelamin, penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah

responden lebih banyak laki-laki yaitu 60% dibandingkan pasien perempuan .

Laki-laki

Perempuan

Page 39: HUBUNGAN KEBERADAAN PENGAWAS MENELAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29513/1/Mahdiah... · hubungan keberadaan pengawas menelan obat (pmo) dengan keteraturan

26

Dalam penelitian Soomro (2012) ditemukan pasien TB lebih banyak terjadi pada

laki-laki yaitu sebesar 53.1% dan 46.9% pada perempuan.18 Penelitian oleh Elisa

S.Korua (2014) menyatakan adanya hubungan bermakna antara kejadian jenis

kelamin dan kejadian TB Paru.19 Banyaknya jumlah pasien TB laki-laki salah

satunya dapat berhubungan dengan kebiasaan merokok. Pada perokok, terjadi

penurunan fungsi muco ciliar clearance lebih besar sehingga kuman yang melalui

saluran napas lebih mudah masuk dan menginfeksi pasien sehingga dapat lebih

mudah terkena TB.

4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Lama Pengobatan

Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Lama Pengobatan

Lama Pengobatan n %3 bulan4 bulan5 bulan≥ 6 bulan

6347

30152035

Total 20 100

Grafik 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Lama PengobatanPeneliti melakukan penelitian ini pada pasien TB dengan lama minimal

pengobatan 3 bulan. Responden lebih banyak pada kelompok dengan lama

pengobatan ≥6 bulan (35%) dan lama pengobatan 3 bulan (30%). Selama

pengambilan data, peneliti dapat menemukan responden dengan lama pengobatan

0

1

2

3

4

5

6

7

3 bulan

Frek

uens

i

26

Dalam penelitian Soomro (2012) ditemukan pasien TB lebih banyak terjadi pada

laki-laki yaitu sebesar 53.1% dan 46.9% pada perempuan.18 Penelitian oleh Elisa

S.Korua (2014) menyatakan adanya hubungan bermakna antara kejadian jenis

kelamin dan kejadian TB Paru.19 Banyaknya jumlah pasien TB laki-laki salah

satunya dapat berhubungan dengan kebiasaan merokok. Pada perokok, terjadi

penurunan fungsi muco ciliar clearance lebih besar sehingga kuman yang melalui

saluran napas lebih mudah masuk dan menginfeksi pasien sehingga dapat lebih

mudah terkena TB.

4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Lama Pengobatan

Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Lama Pengobatan

Lama Pengobatan n %3 bulan4 bulan5 bulan≥ 6 bulan

6347

30152035

Total 20 100

Grafik 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Lama PengobatanPeneliti melakukan penelitian ini pada pasien TB dengan lama minimal

pengobatan 3 bulan. Responden lebih banyak pada kelompok dengan lama

pengobatan ≥6 bulan (35%) dan lama pengobatan 3 bulan (30%). Selama

pengambilan data, peneliti dapat menemukan responden dengan lama pengobatan

3 bulan 4 bulan 5 bulan ≥ 6 bulan

Lama Pengobatan

26

Dalam penelitian Soomro (2012) ditemukan pasien TB lebih banyak terjadi pada

laki-laki yaitu sebesar 53.1% dan 46.9% pada perempuan.18 Penelitian oleh Elisa

S.Korua (2014) menyatakan adanya hubungan bermakna antara kejadian jenis

kelamin dan kejadian TB Paru.19 Banyaknya jumlah pasien TB laki-laki salah

satunya dapat berhubungan dengan kebiasaan merokok. Pada perokok, terjadi

penurunan fungsi muco ciliar clearance lebih besar sehingga kuman yang melalui

saluran napas lebih mudah masuk dan menginfeksi pasien sehingga dapat lebih

mudah terkena TB.

4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Lama Pengobatan

Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Lama Pengobatan

Lama Pengobatan n %3 bulan4 bulan5 bulan≥ 6 bulan

6347

30152035

Total 20 100

Grafik 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Lama PengobatanPeneliti melakukan penelitian ini pada pasien TB dengan lama minimal

pengobatan 3 bulan. Responden lebih banyak pada kelompok dengan lama

pengobatan ≥6 bulan (35%) dan lama pengobatan 3 bulan (30%). Selama

pengambilan data, peneliti dapat menemukan responden dengan lama pengobatan

≥ 6 bulan

Page 40: HUBUNGAN KEBERADAAN PENGAWAS MENELAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29513/1/Mahdiah... · hubungan keberadaan pengawas menelan obat (pmo) dengan keteraturan

27

bervariasi karena banyaknya jumlah pasien TB yang berkunjung ke Puskesmas

Ciputat. Berdasarkan data rekam medik Puskesmas Ciputat, ada 96 angka

insidensi TB paru pada tahun 2014 dan di tahun 2015, insidensi pasien TB Paru

yang tercatat sampai bulan Agustus adalah sebanyak 58 kasus.

4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan

Pendidikan n %Tidak sekolahSDSMPSMAPerguruan tinggi

234110

101520550

Total 20 100

Grafik 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Dari total 20 responden, didapatkan hasil lebih banyak responden dengan

pendidikan terakhir adalah SMA. Menurut Mukhsin (2006) dalam Naili Fauziyah

(2010) terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan yang semakin

tinggi dengan keteraturan berobat pada pasien.23 Pasien dengan tingkat pendidikan

yang semakin tinggi mempunyai pengetahuan lebih banyak mengenai penyakitnya

dan meningkatkan kesadaran untuk sembuh sehingga bisa meningkatkan angka

keteraturan berobat. Di dalam penelitian ini hanya ditemukan 1 pasien dengan

latar belakang pendidikan SMA yang tidak teratur dalam pengobatan.

4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan

0

2

4

6

8

10

12

Tidaksekolah

27

bervariasi karena banyaknya jumlah pasien TB yang berkunjung ke Puskesmas

Ciputat. Berdasarkan data rekam medik Puskesmas Ciputat, ada 96 angka

insidensi TB paru pada tahun 2014 dan di tahun 2015, insidensi pasien TB Paru

yang tercatat sampai bulan Agustus adalah sebanyak 58 kasus.

4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan

Pendidikan n %Tidak sekolahSDSMPSMAPerguruan tinggi

234110

101520550

Total 20 100

Grafik 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Dari total 20 responden, didapatkan hasil lebih banyak responden dengan

pendidikan terakhir adalah SMA. Menurut Mukhsin (2006) dalam Naili Fauziyah

(2010) terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan yang semakin

tinggi dengan keteraturan berobat pada pasien.23 Pasien dengan tingkat pendidikan

yang semakin tinggi mempunyai pengetahuan lebih banyak mengenai penyakitnya

dan meningkatkan kesadaran untuk sembuh sehingga bisa meningkatkan angka

keteraturan berobat. Di dalam penelitian ini hanya ditemukan 1 pasien dengan

latar belakang pendidikan SMA yang tidak teratur dalam pengobatan.

4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan

Tidaksekolah

SD SMP SMA

27

bervariasi karena banyaknya jumlah pasien TB yang berkunjung ke Puskesmas

Ciputat. Berdasarkan data rekam medik Puskesmas Ciputat, ada 96 angka

insidensi TB paru pada tahun 2014 dan di tahun 2015, insidensi pasien TB Paru

yang tercatat sampai bulan Agustus adalah sebanyak 58 kasus.

4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan

Pendidikan n %Tidak sekolahSDSMPSMAPerguruan tinggi

234110

101520550

Total 20 100

Grafik 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Dari total 20 responden, didapatkan hasil lebih banyak responden dengan

pendidikan terakhir adalah SMA. Menurut Mukhsin (2006) dalam Naili Fauziyah

(2010) terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan yang semakin

tinggi dengan keteraturan berobat pada pasien.23 Pasien dengan tingkat pendidikan

yang semakin tinggi mempunyai pengetahuan lebih banyak mengenai penyakitnya

dan meningkatkan kesadaran untuk sembuh sehingga bisa meningkatkan angka

keteraturan berobat. Di dalam penelitian ini hanya ditemukan 1 pasien dengan

latar belakang pendidikan SMA yang tidak teratur dalam pengobatan.

4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan

PT

Page 41: HUBUNGAN KEBERADAAN PENGAWAS MENELAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29513/1/Mahdiah... · hubungan keberadaan pengawas menelan obat (pmo) dengan keteraturan

28

Tabel 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan

Pekerjaan n %Tidak bekerjaPNS/pensiunanABRI/pensiunanMahasiswa/siswaKaryawan swastaBuruhDagangIbu rumah tangga

32007314

1510003515520

Total 20 100

Grafik 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan

Responden memiliki jenis pekerjaan yang berbeda-beda. Pekerjaan

terbanyak adalah karyawan swasta yaitu sebesar 35 %.

4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Keberadaan PMO

Tabel 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Keberadaan PMO

Ada PMO (n/%) Tidak adaPMO (n/%)

-Petugas Kesehatan (0)-Keluarga (10/50)

Suami/istri (6/30)

10/50

0

1

2

3

4

5

6

7

28

Tabel 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan

Pekerjaan n %Tidak bekerjaPNS/pensiunanABRI/pensiunanMahasiswa/siswaKaryawan swastaBuruhDagangIbu rumah tangga

32007314

1510003515520

Total 20 100

Grafik 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan

Responden memiliki jenis pekerjaan yang berbeda-beda. Pekerjaan

terbanyak adalah karyawan swasta yaitu sebesar 35 %.

4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Keberadaan PMO

Tabel 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Keberadaan PMO

Ada PMO (n/%) Tidak adaPMO (n/%)

-Petugas Kesehatan (0)-Keluarga (10/50)

Suami/istri (6/30)

10/50

Tidak bekerja

PNS/pensiunan

ABRI/pensiunan

Mahasiswa/siswa

Karyawan swasta

Buruh

Dagang

Ibu rumah tangga

28

Tabel 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan

Pekerjaan n %Tidak bekerjaPNS/pensiunanABRI/pensiunanMahasiswa/siswaKaryawan swastaBuruhDagangIbu rumah tangga

32007314

1510003515520

Total 20 100

Grafik 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan

Responden memiliki jenis pekerjaan yang berbeda-beda. Pekerjaan

terbanyak adalah karyawan swasta yaitu sebesar 35 %.

4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Keberadaan PMO

Tabel 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Keberadaan PMO

Ada PMO (n/%) Tidak adaPMO (n/%)

-Petugas Kesehatan (0)-Keluarga (10/50)

Suami/istri (6/30)

10/50

Tidak bekerja

PNS/pensiunan

ABRI/pensiunan

Mahasiswa/siswa

Karyawan swasta

Buruh

Dagang

Ibu rumah tangga

Page 42: HUBUNGAN KEBERADAAN PENGAWAS MENELAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29513/1/Mahdiah... · hubungan keberadaan pengawas menelan obat (pmo) dengan keteraturan

29

Saudara (0)Orang tua/paman/bibi (2/10)Anak (2/10)

Total (20/100%)

Grafik 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Keberadaan PMO

Dari sejumlah responden didapatkan bahwa terdapat persamaan jumlah

responden yang memiliki PMO dan tidak memiliki PMO. Tidak ditemukan

adanya dominasi pasien dengan PMO setelah dikeluarkannnya strategi DOTS

yang salah satu poinnya adalah anjuran untuk memiliki PMO pada pasien TB.

Menurut pengelola manajemen TB di Puskesmas Ciputat keberadaan PMO pada

pasien tidak diwajibkan karena tidak ada regulasi yang mewajibkan baik dari

Puskesmas Ciputat maupun dari Dinas Kesehatan Tangerang Selatan. Tidak

adanya regulasi tersebut dapat disebabkan karena sulitnya untuk menerapkan

keberadaan PMO bagi pasien. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh kondisi pasien

yang tinggal sendiri tanpa keluarga dan belum berjalannya peran PMO dari

petugas kesehatan akibat kendala minimnya petugas kesehatan yang berada di

Puskesmas Ciputat.

50%

30%

0%10%

10%Tidak PMO

PMO suami/istri

PMO saudara

PMO ortu/paman/bibi

PMO anak

Page 43: HUBUNGAN KEBERADAAN PENGAWAS MENELAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29513/1/Mahdiah... · hubungan keberadaan pengawas menelan obat (pmo) dengan keteraturan

30

Grafik 4.6.1. Alasan Responden Tidak Memiliki PMO

Peneliti juga menanyakan alasan apa yang menyebabkan seorang pasien

tidak memiliki PMO berdasarkan kuesioner. Hasilnya 8 dari 10 responden yang

tidak memiliki PMO memiliki alasan tidak mengetahui harus punya PMO dan 2

lainnya menyatakan tidak perlu punya PMO karena memiliki niat mau sembuh.

Menurut dokter yang menjadi penanggung jawab program TB di Puskesmas

Ciputat, hanya pasien yang datang dengan keluarga saat terdiagnosis pertama kali

saja yang akan memiliki PMO. Pasien yang datang dengan keluhan pertama

bersama keluarga, maka keluarganya akan diarahkan untuk menjadi PMO bagi

pasien. Tidak ditemukan PMO yang berasal dari petugas kesehatan setempat.

Kondisi tersebut seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa masih sulit

untuk mengadakan PMO bagi pasien TB.

Sementara itu pasien yang memiliki PMO seluruhnya berasal dari

keluarga, 6 orangnya adalah suami/istri, 2 orang orang tua/paman/bibi dan 2 orang

lagi adalah anak.

0 2 4 6 8 10

Ala

san

tidak

pun

ya P

MO PMO tidak pernah datang

Takut penyakit menular padaorang

Tidak merasa perlu karenaniat mau sembuh

Malu penyakit diketahuiorang lain

Tidak tau ada PMO

Page 44: HUBUNGAN KEBERADAAN PENGAWAS MENELAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29513/1/Mahdiah... · hubungan keberadaan pengawas menelan obat (pmo) dengan keteraturan

31

Grafik 4.6.2. Fungsi Pengawasan PMO saat menelan obat

Pasien yang memiliki PMO, 3 dari 10 belum melakukan pengawasan

langsung pada pasien saat menelan obat. Hal ini menunjukkan belum semua PMO

yang menjalankan perannya. Tanpa pengawasan secara langsung, PMO bisa saja

tidak mengetahui apakah pasien benar-benar telah menelan obat sesuai jadwal

yang ditentukan. Di Puskesmas Ciputat, belum pernah dilaksanakan penyuluhan

khusus bagi PMO. PMO kurang diberi penekanan akan peran-perannya. PMO

masih berperan sebagai pengawas secara tidak langsung dan yang membantu

pasien mengambil obat. PMO hanya diberikan edukasi saat pertama kali

menemani pasien yang datang. Selain itu, peran PMO yang masih kurang juga

bisa dikaitkan dengan pengondisian PMO saat pertama kali. Apakah PMO

diangkat secara resmi dan bagaimana dokter menjelaskan kepada PMO.

4.7. Perilaku Keteraturan Responden

4.7.1. Perilaku Keteraturan Minum Obat

Berdasarkan hasil pengambilan data dengan kuesioner, peneliti

menemukan 2 orang pasien yang tidak teratur dari segi minum obat pada dua

bulan pertama pengobatan. Satu orang pasien tidak minum obat satu kali dalam

0

1

2

3

4

5

6

7

8

PMO mengawasi menelanobat

PMO tidak mengawasimenelan obat

Page 45: HUBUNGAN KEBERADAAN PENGAWAS MENELAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29513/1/Mahdiah... · hubungan keberadaan pengawas menelan obat (pmo) dengan keteraturan

32

satu hari karena lupa dan ketiduran, sementara satu orang lagi tidak minum obat

sebanyak 3kali karena belum sempat mengambil obat sementara obat sudah habis.

Grafik 4.7.1. Perilaku Keteraturan Minum Obat Pada Fase Intensif

Pada fase pengobatan 4 bulan setelahnya, yaitu fase lanjutan didapatkan

bahwa hanya 1 orang saja yang tidak minum obat dengan alasan belum

mengambil obat karena belum sempat. Frekuensi tidak minum obatnya hanya 1

kali.

4.7.2. Perilaku Keteraturan Pengambilan Obat

Terdapat 19 orang responden yang memiliki jadwal pengambilan obat 2

minggu sekali pada fase lanjutan dan 1 orang lainnya memiliki jadwal 1 minggu

sekali karena pasien didiagnosis pertama kali dan menjalani pengobatan beberapa

bulan di rumah sakit tersebut. Sementara pada fase lanjutan semua pasien

memiliki jadwal pengambilan obat 1 bulan sekali.

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

20

Frek

uens

i

Perilaku keteraturan minum obat

Page 46: HUBUNGAN KEBERADAAN PENGAWAS MENELAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29513/1/Mahdiah... · hubungan keberadaan pengawas menelan obat (pmo) dengan keteraturan

33

Grafik 4.7.2. Perilaku Keteraturan Pengambilan Obat

Hasil pada grafik tersebut menggambarkan 1 orang responden yang

terlambat mengambil obat pada fase intensif dan 1 orang yang terlambat

mengambil obat pada fase lanjutan. Semua pasien yang terlambat mengambil obat

adalah pasien yang pernah tidak minum obat dengan frekuensi paling banyak 3

kali pada fase intensif.

4.9. Hubungan Keberadaan PMO Dengan Keteraturan Berobat

Tabel 4.9. Hubungan Keberadaan PMO Dengan Keteraturan Berobat

Keteraturan berobatpYa Tidak

n % n %

PMOYaTidak

107

5035

03

015

0.211

Total 17 85 3 15

Dalam penelitian ini dilakukan uji bivariat untuk membandingkan pasien

yang memiliki PMO dan tidak memiliki PMO terhadap keteraturan berobat pasien

TB Paru kasus baru di Puskesmas Ciputat tahun 2015. Jenis uji yang dilakukan

dalam penelitian tersebut adalah analisis komparatif kategorik tidak berpasangan

dengan menggunakan Chi-Square. Namun karena tidak memenuhi syarat untuk

dilakukan uji Chi Square maka dilakukan uji alternatif dengan menggunakan

18.4

18.6

18.8

19

19.2

19.4

19.6

19.8

20

20.2

Fase Intensif Fase lanjutan

Terlambat

Tidak terlambat

Page 47: HUBUNGAN KEBERADAAN PENGAWAS MENELAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29513/1/Mahdiah... · hubungan keberadaan pengawas menelan obat (pmo) dengan keteraturan

34

Fisher’s. Hasil kemaknaan yang didapatkan pada uji Fisher’s adalah p=0.211

yang berarti hasil penelitian ini tidak terdapat hubungan yang bermakna antara

variable keberadaan PMO dan variable keteraturan berobat pasien TB paru.

Dari 20 responden, 10 responden memiliki PMO dan teratur dalam

berobat, 7 orang tidak memiliki PMO dan teratur berobat serta 3 orang yang tidak

memiliki PMO dan tidak teratur berobat. Tidak terdapat responden dengan PMO

yang tidak teratur dalam pengobatan. Responden yang memiliki sikap tidak teratur

tidak minum obat sesuai jadwal karena lupa dan karena telat mengambil obat

sementara persediaan obat sudah habis.

Hasil penelitian ini berbeda dari penelitian yang dilakukan sebelumnya di

lokasi yang sama, yaitu di Puskesmas Ciputat tahun 2010 yang menunjukkan

adanya hubungan bermakna (p<0.05) antara keberadaan PMO dan keteraturan

berobat pasien TB paru kasus baru di Puskesmas Ciputat tahun 2010.22 Penelitian

Naili Fauziyah juga menjelaskan adanya kemaknaan antara keberadaan PMO dan

kasus drop out (p=0,019).23

Penelitian dalam jumlah yang lebih besar dilakukan di provinsi Gauteng

Afrika Selatan tahun 2007 dengan melibatkan sejumlah 216 sampel. Penelitian

tersebut menyatakan bahwa terdapat perbedaan terhadap keberhasilan pengobatan

dengan ada atau tidaknya ‘treatment supporter’. Responden yang memiliki PMO

dan hasil akhir pengobatan yang sukses terutama pada pasien yang memiliki PMO

kurang dari 10, pasien yang tinggal dengan orang lain di rumah, pasien yang

berumur 40 tahun atau lebih, pasien laki-laki, dan pasien dengan pendidikan di

tingkat sekunder dan tersier.26

Tidak adanya hubungan antara keberadaan PMO dengan keteraturan

berobat pasien TB Paru dapat disebabkan oleh kurangnya efektifnya peran PMO

dalam mengingatkan pasien untuk minum obat, mengingatkan kembali kontrol ke

pusat pelayaan kesehatan dan mengawasi pasien saat menelan obat.34

Page 48: HUBUNGAN KEBERADAAN PENGAWAS MENELAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29513/1/Mahdiah... · hubungan keberadaan pengawas menelan obat (pmo) dengan keteraturan

35

Pengawas menelan obat semestinya benar-benar mengawasi pasien saat

menelan obat. Penelitian yang menggunakan 760 sampel menyatakan bahwa 84,5

% respondennya menyatakan tidak perlunya keberadaan PMO dikarenakan fungsi

PMO yang belum efektif tersebut. Dalam penelitian yang serupa tersebut

dikatakan bahwa sebanyak 69,9% responden tidak didampingi PMO dan 66,6%

tidak ada yang mengingatkan untuk minum obat TBC paru.34

Di samping itu bisa terjadi karena faktor-faktor lain di luar keberadaan

PMO dalam strategi DOTS yang memiliki pengaruh lebih besar dalam

mempengaruhi keteraturan berobat pasien TB paru.

4.9. Kelemahan Penelitian

Penelitian ini memiliki kelemahan dalam hal keterbatasan sampel. Oleh

karena itu, penelitian ini belum bisa menggambarkan dengan baik hubungan

antara keberadaan PMO dan keteraturan berobat pasien. Adanya keterbatasan

sampel ini dikarenakan keterbatasan waktu dalam melakukan pengambilan data.

Di samping itu penelitian ini juga memiliki kelemahan dari keragaman

lamanya pengobatan yang dilakukan, meskipun semua pasien sudah mengalami

fase intensif dan fase lanjutan. Dikhawatirkan pada pasien yang belum tuntas

enam bulan pengobatan, titik jenuh dalam mengonsumsi obat belum terjadi pada

pertengahan pengobatan namun menjelang akhir pengobatan.

Penelitian ini dalam proses pengambilan data juga tidak memberikan

perlakuan yang sama saat melakukan wawancara dengan kuesioner kepada

responden, sehingga dapat dikategorikan terdapat bias dalam proses pengambilan

data.

Page 49: HUBUNGAN KEBERADAAN PENGAWAS MENELAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29513/1/Mahdiah... · hubungan keberadaan pengawas menelan obat (pmo) dengan keteraturan

36

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat diambil

kesimpulan bahwa tidak terdapat hubungan antara keberadaan pengawas menelan

obat dan keteraturan berobat pasien Tb paru kasus baru di Puskesmas Ciputat

tahun 2015

5.2. Saran

1. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya dilakukan pengadaan sampel yang

lebih banyak dalam waktu yang lebih lama.

2. Penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan teknik random sehingga

dapat disimpulkan secara general.

3. Penelitian mungkin bisa dkembangkan terhadap faktor-faktor lain di

samping PMO yang dapat mempengaruhi keteraturan berobat pasien TB

paru kasus baru.

4. Penelitian selanjutnya bisa membandingkan kinerja PMO yang diangkat

secara formal dan tidak formal.

5. Penelitian selanjutnya bisa menilai kinerja PMO yang baik dan dapat

menjadi solusi untuk mengurangi angka kejadian TB yang tinggi dan

mengatasi angka default yang tinggi di Kota Tangerang Selatan sehingga

bisa disarankan adanya regulasi terkait PMO dalam menanggulangi TB.

6. Puskesmas dapat memaksimalkan PMO bagi pasien TB dengan basis

keluarga atau masyarakat.

Page 50: HUBUNGAN KEBERADAAN PENGAWAS MENELAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29513/1/Mahdiah... · hubungan keberadaan pengawas menelan obat (pmo) dengan keteraturan

37

DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. Global Report WHO 2014.Geneva; 2014: [2 p].

2. Kementerian Kesehatan RI. Riskesdas 2013.Jakarta: Badan Penelitian Dan

Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI; 2013: p.69.

3. World Health Organization. (2002). An expanded DOTS framework for

effective tuberculosis control. Geneva: World Health Organization; 2002:

[2p].

4. Priska.P.H Kondoy,dkk. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan

Kepatuhan Berobat Pasien Tuberkulosis Paru di Lima Puskesmas di Kota

Manado.Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik. 2014 Februari; vol.2: p.6.

5. Bagiada I M, Primasari N L P. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat

ketidakpatuhan penderita tuberkulosis dalam berobat di poliklinik DOTS

RSUP Sanglah Denpasar. Jurnal Penyakit Dalam. 2010 September 3. Vol.11;

p.161.

6. Hapsari J R. Hubungan kinerja pengawas minum obat (PMO) dengan

keteraturan berobat pasien TB paru strategi DOTS di RSUD Dr.Moewardi

Surakarta. Surakarta; 2010: [6p].

7. Puri N A. Hubungan kinerja pengawas minum obat (PMO) dengan

kesembuhan pasien TB Paru kasus baru strategi DOTS. 2010: [5p].

8. Cotran R, Kumar V, Robbins S L. Buku Ajar Patologi Robbins. Vol.2.Ed.7.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007; p.544-550.

9. Hoffman, Christopher J; Churchyard, Gavin C. Clinical Presentation of

Tuberkulosis. Elsevier.[2p].

10. Medlar EM. The pathogenesis of minimal pulmonary tuberculosis: a study of

1225 necropsies in case of sudden and unexpected death. Am Rev Tuberc

1948;p.583,p.611.

11. Lawn SD, Zumla AI. Tuberkulosis.Lancet; 2011: 378: p.57-72.

12. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman diagnosis dan

penatalaksanaan tuberkulosis di Indonesia. Jakarta; 2006: p.11-15.

13. Wijaya A A. Merokok dan tuberkulosis. Jurnal Tuberkulosis Indonesia. 2012

Maret Vol.8(4); p.18-22.

14. Standarization of Mantoux Test. Indian Pediatrics. 2002; 39:p.404-406.

Page 51: HUBUNGAN KEBERADAAN PENGAWAS MENELAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29513/1/Mahdiah... · hubungan keberadaan pengawas menelan obat (pmo) dengan keteraturan

38

15. McNerney R, Maeurer M, Abubakar I, et al. Tuberculosis diagnostics and

biomarkers: needs, challenges, recent advances, and opportunities. J Infect

Dis 2012;205:Suppl 2: p.S147-S58.

16. Persatuan Dokter Paru Indonesia. Pedoman nasional pengendalian

tuberkulosis. Jakarta: [uknown publisher]; 2011; p.21-26, p.35

17. WHO. Treatment of tuberculosis guidline.Ed.4. Jenewa: WHO; 2010; p.29-

33.

18. Soomro M H, Khan M A, Qadeer E, Odd M. Treatment supporters and their

impact on treatment outcomes in routine tuberculosis program conditions in

Rawalpindi district, Pakistan. National Research of Tuberculosis and Lung

Disease. 2012 Juli 26. Vol.11 (3); p.15-22.

19. Korua E S, Kapantow N H, Kawatu P T A. Hubungan antara umur, jenis

kelamin dan kepadatan hunian dengan kejadian TB Paru pada pasien rawat

jalan di Rumah Sakit Umum Daerah Noongan. Manado. Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Samratulangi. 2014; [4p].

20. Departemen Kesehatan. Riset operasional intensifikasi pemberantasan

penyakit menular tahun 1998/ 1999-2003. Badan Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan. Jakarta. 2004; [1p].

21. Purwanta. Ciri-ciri pengawas minum obat (PMO) yang diharapkan oleh

penderita tuberkulosis paru di daerah urban dan rural di Yogyakarta; 2005;

p.143-147.

22. Kintan R A. Hubungan keberadaan pmo dengan keteratuan berobat pasien

TB paru kasus baru di Puskesmas Ciputat tahun 2010. Jakarta: FKIK UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta; 2010; p.31,p.34.

23. Fauziyah, Naili. Faktor-faktor yang berhubungan dengan drop out

pengobatan pada penderita tb paru di balai pengobatan penyakit paru-paru

(BP4) Salatiga. Semarang: Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Semarang;

2010; p.48,p.52.

24. Dahlan, Sopiyudin. Statistik untuk kedokteran dan kesehatan. Jakarta:

Salemba Medika;2012; p.19.

25. Sastroasmoro, Sudigdo. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Jakarta:

Sagung Seto. Ed.3; 2010; p.314.

Page 52: HUBUNGAN KEBERADAAN PENGAWAS MENELAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29513/1/Mahdiah... · hubungan keberadaan pengawas menelan obat (pmo) dengan keteraturan

39

26. Oduor, Peter A. Do tuberculosi treatment supporters influence patients

treatment outcome?.Johannesburg: Faculty of Health Sciences, University of

Witwatersrand; 2007; p.10-16.

27. Munro, Salla.A, Lewin, Simon.A, Smith, Helen.J, Engel, Mark.E, Fretheim,

Atle, Volmink, Jimmy. Patience adherence to tuberculosis treatment: a

systematic review of qualitative research. Plos Medicine.2007 Juli 24. Vol.4

(7); p.1230-1233, p.1236-1237.

28. Nida, Sofwatun. Epidemiologi spasial kejadian tuberculosis (TB) di Kota

Tangerang Selatan tahun 2009-2013. Jakarta: FKIK UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta; 2014; p.47.

29. Rohmana O, Suhartini, Suhenda A. Faktor-faktor pada PMO yang

berhubungan dengan kepatuhan berobat penderita TB Paru di Kota Cirebon.

Jurnal Kesehatan Komunitas Indonesia. 2014 Maret; vol.1:p.937.

30. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional

Penanggulangan Tuberkulosis. Direktorat Pemberantasan Penyakit Menular

dan Penyehatan Lingkungan. 2011; vol.2; p.1-62.

31. Jumaelah N. Hubungan kinerja pengawas menelan obat terhadap

keberhasilan pengobatan TB Paru dengan DOTS di RS.Kariadi Semarang.

Medica Hospitalia. November 2013; vol.2 (1): p.56.

32. Maesaroh S. Faktor-faktor yang berhubungan dengan keterturan berobat

penderita tuberkulosis paru di Klinik PPTI/JRC tahun 2009. 2009; p.69.

33. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pharmaceutical care untuk

penyakit tuberkulosis. Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat

Kesehatan. 2005; p.24-60, p.61-71.

34. Murtiwi. Keberadaan Pengawas Minum Obat (PMO) Tuberkulosis di

Indonesia. Jurnal Keperawatan Indonesia. 2006 Maret. Vol. !0 (1); p.12-15.

Page 53: HUBUNGAN KEBERADAAN PENGAWAS MENELAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29513/1/Mahdiah... · hubungan keberadaan pengawas menelan obat (pmo) dengan keteraturan

41

Kuesioner

Formulir Persetujuan Setelah Penjelasan

(INFORM CONSENT)

Program Studi Pendidikan Dokter

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Dalam rangka memenuhi tugas akhir untuk memperoleh gelar SarjanaKedokteran, saya Mahdiah Maimunah mahasiswi Program Studi Pendidikan Dokter UINSyarif Hidayatullah Jakarta akan melakukan penelitian yang berjudul "HubunganKeberadaan Pengawas Menelan Obat (PMO) Dengan Keteraturan Berobat Pasien TBParu Kasus Baru di Puskesmas Ciputat Tahun 2015"

Tujuan umum dari penelitian ini untuk mengetahui Hubungan KeberadaanPengawas Menelan Obat (PMO) Dengan Keteraturan Berobat Pasien TB Paru KasusBaru di Puskesmas Ciputat Tahun 2015.

SURAT PERSETUJUAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama :

Jenis Responden :

Umur :

HUBUNGAN KEBERADAAN PENGAWAS MENELAN OBAT (PMO) DENGANKETERATURAN BEROBAT PASIEN TB PARU KASUS BARU DI PUSKESMAS

CIPUTAT TAHUN 2015

Dengan sukarela menyetujui diikutsertakan dalam penelitian di atas dengancatatan bila suatu waktu merasa dirugikan dalam bentuk apa pun berhak membatalkanpersetujuan ini serta berhak mengundurkan diri.

Jakarta, 2015

Peneliti Peserta

(Mahdiah Maimunah) ( )

Page 54: HUBUNGAN KEBERADAAN PENGAWAS MENELAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29513/1/Mahdiah... · hubungan keberadaan pengawas menelan obat (pmo) dengan keteraturan

42

(lanjutan)

KUESIONER PENELITIAN

HUBUNGAN KEBERADAAN PENGAWAS MENELAN OBAT DENGANKETERATURAN BEROBAT PENDERITA TB PARU DI PUSKESMAS

CIPUTAT TAHUN 2015

I. KETERANGAN WAWANCARA

1. No.Urut Kuesioner : …………………..

2. Nama Pewawancara : …………………..

3. Tanggal Wawancara : ……………………

II. IDENTITAS DAN KARAKTERISTIK PENDERITA

1. Nama : …………………………………….2. Umur :…………………………tahun3. Jenis Kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan4. Alamat : ………………………………………5. Lama Pengobatan : ……………..bulan, dari tanggal/bulan ……. s/d

…….6. Pendidikan :

1) Tidak sekolah2) SD3) SMP4) SMA5) PT

7. Pekerjaan :1) Tidak bekerja2) PNS/pensiunan3) ABRI/Pensiunan4) Mahasiswa/siswa5) Karyawan swasta6) Buruh7) Dagang8) Ibu rumah tangga

Page 55: HUBUNGAN KEBERADAAN PENGAWAS MENELAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29513/1/Mahdiah... · hubungan keberadaan pengawas menelan obat (pmo) dengan keteraturan

43

(lanjutan)

III. PERILAKU TERHADAP KETERATURAN MINUM OBAT TB PARU

8. Apakah selama 2 bulan pertama minum obat (fase awal) saudara tidakminum obat lebih dari 3 hari tiap minggu?

1) Ya (berapa kali…….)2) Tidak

9. Apakah saudara selama minum obat yang 3 kali seminggu (fase lanjutan)tidak minum obat lebih dari seminggu?

1) Ya (berapa kali……)2) Tidak (langsung ke no 11)

10. Apa alasan saudara tidak minum obat? (jawaban boleh lebih dari satu)1) Merasa sembuh2) Merasa tidak ada kemauan3) Merasa penyakit bertambah parah4) Ada efek samping yang mengganggu5) Belum sempat mengambil obat, sementara obat sudah habis6) Lainnya, sebutkan………

11. Bagaimana jadwal pengambilan obat selama 2 bulan pertama?1) 3 hari sekali2) 2 minggu sekali3) 10 hari sekali4) 2 minggu sekali5) Lainnya, sebutkan……

12. Selama 2 bulan pertama (minum obat setiap hari) apakah saudara pernahterlambat mengambil obat?

1) Ya2) Tidak

13. Bagaimana jadwal pengambilan obat selama 4 bulan terakhir?1) 1 minggu sekali2) 10 hari sekali3) 2 minggu sekali4) 1 bulan sekali5) Lainnya, sebutkan…..

14. Selama 4 bulan berikutnya (makan obat 3 kali seminggu) apakah saudarapernah terlambat mengambil obat?

1) Ya2) Tidak

Page 56: HUBUNGAN KEBERADAAN PENGAWAS MENELAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29513/1/Mahdiah... · hubungan keberadaan pengawas menelan obat (pmo) dengan keteraturan

44

(lanjutan)

IV. PENGAWAS MENELAN MINUM OBAT

15. Selama minum obat TB Paru, apakah ada yang mengawasi saudara minumobat?

1) Ada2) Tidak (langsung ke no.19)

16. Siapa yang mengawasi saudara minum obat?1) Petugas kesehatan2) Keluarga3) Lainnya, sebutkan …….

17. Apa hubungan PMO dengan saudara1) Suami/istri2) Saudara3) Orang tua/paman/bibi4) Anak5) Lainnya, sebutkan……..

18. Apakah PMO selalu mengawasi saudara waktu menelan obat?1) Ya2) Tidak

19. Bila tidak ada PMO apa alasan saudara?1) Tidak tahu harus punya PMO2) Malu penyakit diketahui orang lain3) Tidak merasa perlu karena niat mau sembuh4) Takut penyakit menular pada orang5) PMO tidak pernah datang6) Lainnya, sebutkan…..

Page 57: HUBUNGAN KEBERADAAN PENGAWAS MENELAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29513/1/Mahdiah... · hubungan keberadaan pengawas menelan obat (pmo) dengan keteraturan

45

RIWAYAT PENULIS

Nama : Mahdiah Maimunah

Tempat, tanggal lahir : Bengkulu, 22 Februari 1994

Email : [email protected]

Riwayat Pendidikan :

1) TKIT Rabbani Kota Bengkulu2) SDIT IQRA’ 1 Kota Bengkulu3) SMP IT IQRA’ Kota Bengkulu4) SMA N 5 Kota Bengkulu5) Program Studi Pendidikan Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta