simdos.unud.ac.idsimdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/d7b64491658aaa807ee5122d72404d... ·...

13

Upload: trandien

Post on 20-Jun-2019

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: simdos.unud.ac.idsimdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/d7b64491658aaa807ee5122d72404d... · klinis membaik, mampu menelan obat, dan fungsi gastrointestinal normal. 5,11,12
Page 2: simdos.unud.ac.idsimdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/d7b64491658aaa807ee5122d72404d... · klinis membaik, mampu menelan obat, dan fungsi gastrointestinal normal. 5,11,12
Page 3: simdos.unud.ac.idsimdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/d7b64491658aaa807ee5122d72404d... · klinis membaik, mampu menelan obat, dan fungsi gastrointestinal normal. 5,11,12
Page 4: simdos.unud.ac.idsimdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/d7b64491658aaa807ee5122d72404d... · klinis membaik, mampu menelan obat, dan fungsi gastrointestinal normal. 5,11,12
Page 5: simdos.unud.ac.idsimdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/d7b64491658aaa807ee5122d72404d... · klinis membaik, mampu menelan obat, dan fungsi gastrointestinal normal. 5,11,12

TEKS

1

PNEUMONIA: OVERVIEW

Ida Bagus Ngurah Rai

Program Studi Ilmu Penyakit Paru Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

Pneumonia adalah suatu penyakit paru yang disebabkan oleh infeksi bakteri,

virus atau mikroorganisme lainnya di parenkim paru. Infiltrasi sel radang

beserta komponen lainnyayang terlibat dalam proses peradangan di daerah

alveoli mengakibatkan gangguan proses difusi. Hal ini menyebabkan

keadaan klinis pasien dengan pneumonia cenderung berat dan berpotensi

fatal.

Pasien pneumonia yang di rawat inap di rumah sakit tidak sedikit

jumlahnya. Dari pengamatan lapangan harian yang dilakukan dalam kurun

waktu 2015-2016 ini di Ruang Rawat Intermediate Instalasi Rawat Darurat

Rumah Sakit Sanglah Denpasar, 70% lebih pasien yang dirawat dengan

masalah paru dan respirasi adalah pneumonia. Hampir seluruh pasien

pneumonia tersebut, menderita penyakit komorbid lainnya antara lain

penyakit paru obstruktif kronik, penyakit ginjal kronik dengan hemodialisis

rutin, penyakit keganasan, pasca infeksi demam berdarah, diabetes mellitus,

infeksi HIV, stroke. Hal yang sama ditemukan di Ruang Rawat Pelayanan

Jantung Terpadu, hampir 80% pasien dengan masalah paru dan respirasi

yang dirawat di situ adalah pneumonia. Di Inggris, dalam periode waktu 10

tahun (1998-2008) terjadi peningkatan 4,2% per tahun pasien pneumonia

komunitas dan semakin meningkat pada tahun 2009-2014 menjadi 8,8% per

Page 6: simdos.unud.ac.idsimdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/d7b64491658aaa807ee5122d72404d... · klinis membaik, mampu menelan obat, dan fungsi gastrointestinal normal. 5,11,12

TEKS

2

tahun.1 Penelitian di Amerika Serikat dan Eropa menunjukkan bahwa CAP

berat membutuhkan perawatan di ICU dan angka kematiannya mencapai

39%.2 Sebuah penelitian multisenter di Malaysia, Indonesia dan Filipina yang

melibatkan masing-masing 58.075, 134.500, 50.791 pasien MRS

menunjukkan proporsi kasus pneumonia dan case fatality rate (CFR) yang

berbeda-beda. Proporsi kasus pneumonia di Malaysia, Indonesia, Filipina

masing-masing 6,4%; 1,5%; 19,9% sedangkan CFR diantara kasus pneumonia

masing-masing 11,5%; 5,2%; 3,6%.3 Berdasarkan data WHO tahun 2012,

infeksi saluran napas bawah (pneumonia) merupakan penyebab kematian

terbanyak keempat (5,2%) di Indonesia.4 Proporsi kasus pneumonia yang

dirawat inap di rumah sakit adalah 53,95% laki-laki dan 46,05% perempuan,

dengan CFR 7,6% .5

Permasalahan Pneumonia

Beberapa masalah penting dalam perawatan pasien pneumonia mencakup

diagnostik dan terapi.

Diagnostik

Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme, namun bakteri

merupakan patogen penyebab pneumonia terbanyak. Pneumonia

berpotensi menjadi penyakit berat dan seringkali pada pemeriksaan kultur

tidak ditemukan kuman penyebab infeksi sehingga diperlukan prediktor lain

untuk menentukan penyebab dengan cepat tanpa harus menunggu hasil

kultur.

Page 7: simdos.unud.ac.idsimdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/d7b64491658aaa807ee5122d72404d... · klinis membaik, mampu menelan obat, dan fungsi gastrointestinal normal. 5,11,12

Teks

3

Pneumonia bakterial secara klinis dapat dibedakan dengan

pneumonia virus. Gambaran klinis pneumonia bakterial yaitu gejala respirasi

akut seperti batuk produktif dan purulen, demam tinggi; gambaran

konsolidasi pada pemeriksaan fisik dan foto toraks.5 Gambaran klinis

pneumonia virus yaitu gejala rinore dan gambaran ground glass opacity

pada foto toraks.6 Pemeriksaan PCR dari usapan nasofaring atau orofaring

dapat digunakan untuk mendeteksi adanya infeksi virus. 6,7

Pemeriksaan petanda infeksi seperti prokalsitonin (PCT) dan c-

reactive protein (CRP) dapat membantu menentukan penyebab pneumonia.

PCT akan meningkat pada infeksi dan inflamasi terutama infeksi bakteri

berat, sepsis, syok sepsis dan sindrom disfungsi multiorgan. Peningkatan

CRP menunjukkan adanya inflamasi yang signifikan namun spesifisitasnya

rendah karena dapat meningkat pula pada keadaan lain seperti obesitas,

merokok, diabetes melitus, uremia, hipertensi, terapi pengganti hormon,

penuaan.8,9

Untuk menilai derajat keparahan pneumonia dapat digunakan

sistem skor menurut pneumonia severity index (PSI) atau CURB-65.10

Terapi

Pneumonia diterapi secara empiris menggunakan antibiotik sebelum

organisme penyebab dapat diidentifikasi. Antibiotika harus segera diberikan

begitu diagnosis pneumonia ditegakkan berdasarkan klinis, radiologi dan

laboratorium sebelum pasien meninggalkan UGD ataupun poliklinik. Paling

tidak dalam waktu 4 jam setelah datang ke rumah sakit.11,12

Penelitian oleh

Daniel dkk menunjukkan bahwa angka mortalitas lebih rendah pada pasien

Page 8: simdos.unud.ac.idsimdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/d7b64491658aaa807ee5122d72404d... · klinis membaik, mampu menelan obat, dan fungsi gastrointestinal normal. 5,11,12

TEKS

4

yang diberikan pemberian antibiotika dalam waktu ≤ 4 jam dibandingkan > 4

jam (p=0,003).13

Antibiotika dapat diberikan secara oral maupun intravena. Pasien

rawat inap biasanya diberikan antibiotika secara intravena.14

Pemberian

antibiotika intravena harus segera diganti oral begitu hemodinamik stabil,

klinis membaik, mampu menelan obat, dan fungsi gastrointestinal

normal.5,11,12

ATS/IDSA menyarankan pemberian antibiotika minimal 5 hari,

pasien afebril selama 48-72 jam dan klinis stabil. Terapi dapat diberikan

lebih lama jika terapi inisial yang diberikan tidak aktif melawan patogen

penyebab atau terdapat komplikasi infeksi ekstrapulmonal seperti

meningitis atau endokarditis.12

BTS menyarankan pasien dengan pneumonia

komunitas, ringan-sedang dan tanpa komplikasi diberikan terapi antibiotika

yang tepat selama 7 hari. Pada pasien pneumonia berat dapat diberikan

selama 7-10 hari dan dapat diperpanjang sampai 14-21 hari tergantung

pertimbangan klinis.11

Pemberian antibiotika dievaluasi secara klinis dalam

72 jam pertama, jika didapatkan perbaikan klinis dapat dilanjutkan

sedangkan jika terjadi perburukan maka antibiotika harus diganti sesuai

dengan hasil biakan atau pedoman empiris.5 Pemilihan dosis dan jenis

antibiotika harus berdasarkan farmakokinetik dan farmakokinetik masing-

masing obat. Pengetahuan tentang farmakokinetik dan farmakodinamik

memungkinkan menentukan konsentrasi obat untuk mendapatkan efek

yang diinginkan, efek samping minimal serta dosis yang tepat untuk

mencapai konsentrasi tersebut.15

Page 9: simdos.unud.ac.idsimdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/d7b64491658aaa807ee5122d72404d... · klinis membaik, mampu menelan obat, dan fungsi gastrointestinal normal. 5,11,12

Teks

5

Pemilihan antibiotika empiris pada pasien pneumonia idealnya berdasarkan

hal-hal berikut:

Pola kuman dan kepekaan terhadap antibiotika di masyarakat atau unit-

unit perawatan spesifik di rumah sakit yang diperiksa secara berkala.

Bakteri penyebab pneumonia yang paling sering di Amerika Serikat

adalah Streptococcus pneumonia. Bakteri lain yang sering juga

menyebabkan pneumonia adalah Haemophilus influenza, bakteri

atipikal (seperti Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia pneumoniae dan

Legionella spp).16

Penyebab terbanyak pneumonia komunitas di

Indonesia berdasarkan data dari beberapa rumah sakit pada tahun 2012

adalah kuman gram negatif (seperti Klebsiella pneumoniae,

Acinetobacter baumannii, Pseudomonas aeruginosa) sedangkan kuman

gram positif (seperti Streptococcus pneumoniae, Streptococcus viridans,

Staphylococcus aureus) ditemukan dalam jumlah sedikit.5

Faktor risiko yang mempengaruhi kecenderungan pasien terkena kuman

tertentu. Faktor risiko yang berkaitan dengan infeksi pseudomonas

adalah pemakaian kortikosteroid ≥10 mg per hari, riwayat penggunaan

antibiotika spektrum luas ≥7 hari pada bulan sebelumnya dan

malnutrisi.12,17

Faktor risiko yang berkaitan dengan infeksi Acinetobacter

yaitu penggunaan antibiotika sebelumnya, operasi saraf, trauma kepala,

imunosupresi, sepsis sebelumnya, penyakit paru kronik, usia tua,

penggunaan alat invasif (selang endotrakea dan gaster), lamanya

dirawat di RS, dan lamanya menggunakan ventilasi mekanik.18

Page 10: simdos.unud.ac.idsimdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/d7b64491658aaa807ee5122d72404d... · klinis membaik, mampu menelan obat, dan fungsi gastrointestinal normal. 5,11,12

TEKS

6

Berdasarkan panduan pemberian antibiotika empiris yang dikeluarkan

oleh organisasi profesi misalnya panduan yang dikeluarkan oleh

ATS/IDSA di Amerika Serikat atau PDPI di Indonesia.

Saran

Diagnosis yang tepat dan terapi yang cepat serta akurat dapat

menurunkan risiko morbiditas berat dan kematian pada pasien

pneumonia.

Gambaran klinis serta prediktor lain dapat digunakan untuk

menentukan kemungkinan penyebab pneumonia sehingga dapat

diberikan antibiotika yang tepat sasaran.

Perlu penelitian atau kajian terhadap peranan biomarker dan prediktor

klinis dalam menentukan penyebab pneumonia

Perlu pemeriksaan berkala pola kuman dan kepekaan terhadap

antibiotika di masyarakat dan masing-masing unit pelayanan di rumah

sakit

Daftar Pustaka

1. Quan T, Fawcett N, Wrightson J, Finney J, Wyllie D, Jeffery K, et al.

Increasing burden of community-acquired pneumonia leading to

hospitalisation, 1998-2014. Thorax. 2016; 71: p. 535-42.

2. Liapikou A, Cilloniz C, Gabarrus A, Amaro R, De La Bellacasa J, Mensa J,

et al. Multilobar bilateral and unilateral chest radiograph involvement:

Page 11: simdos.unud.ac.idsimdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/d7b64491658aaa807ee5122d72404d... · klinis membaik, mampu menelan obat, dan fungsi gastrointestinal normal. 5,11,12

Teks

7

implications for prognosis in hospitalised community acquired

pneumonia. Eur Respir J. 2016; 48: p. 257-61.

3. Azmi S, Aljunid S, Maimaiti N, Ali A, Nur A, Rosas-Valera M, et al.

Assesing the burden of pneumonia using administrative data from

Malaysia, Indonesia and the Philippines. Int J Infect Dis. 2016; 49: p. 87-

93.

4. WHO. Indonesia: WHO statistical profile. ; 2015.

5. PDPI. Pneumonia komuniti: pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di

Indonesia. 2nd ed. Jakarta: Badan penerbit FKUI; 2014.

6. Kim J, Kim U, Kim H, Cho S, An J, Kang S, et al. Predictors of viral

pneumonia in patients with community-acquired pneumonia. PLoS ONE.

2014; 9(12): p. 1-13.

7. Burk M, El-Kersh K, Saad M, Wiemken T, Ramirez J, Cavallazzi R. Viral

infection in community-acquired pneumonia: a systematic review and

meta-analysis. Eur Respir Rev. 2016; 25: p. 178-88.

8. Meili M, Kutz A, Briel M, Christ-Crain M, Bucher H, Mueller B, et al.

Infection biomarkers in primary care patients with acute respiratory

tract infection-comparison of procalcitonin and C-reactive protein. BMC

pulmonary medicine. 2016; 6(43): p. 1-9.

9. Seligman R, Ramos-Lima L, Oliviera V, Sanvicente C, Pacheco E, Rosa K.

Review biomarkers in community-acquired pneumonia; a state of the art

review. Clinics. 2012; 67(11): p. 1321-5.

Page 12: simdos.unud.ac.idsimdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/d7b64491658aaa807ee5122d72404d... · klinis membaik, mampu menelan obat, dan fungsi gastrointestinal normal. 5,11,12

TEKS

8

10. Ravindranath M, Raju C. Validity of pneumonia severity

index/pneumonia outcome research trial and CURB-65 severity scoring

systems in community acquired pneumonia in Indian setting. Int J Adv

Med. 2016; 3(2): p. 338-44.

11. BTS. Guideline for the management of community acquired pneumonia

in adults update 2009 a quick reference guide. Thorax. 2009; 64: p. 1-14.

12. Mandell L, Wunderink R, Anzueto A, Bartlett J, Campbell G, Dean N, et

al. Infectious diseases society of America/American thoracic society

consensus guidelines on the management of community-acquired

pneumonia in adults. Clin Infect Dis. 2007; 44: p. 27-72.

13. Daniel P, Rodrigo C, Mckeever T, Woodhead M, Welham S, Lim W. Time

to first antibiotic and mortality in adults hospitalised with community-

acquired pneumonia: a matched-propensity analysis. Thorax. 2016; 71:

p. 568-70.

14. Belforti R, Lagu T, Haessler S, Lindenauer P, Pekow P, Priya A, et al.

Association between initial route of fluoroquinolone administration and

outcomes in patients hospitalized for community acquired pneumonia.

Clin Infect Dis. 2016; 63(1): p. 1-9.

15. Nielsen E, Friberg L. Pharmacokinetic-pharmacodynamic modeling of

antibacterial drugs. Pharmacol Rev. 2013; 65: p. 1053-90.

16. Marrie T, Poulin-Costello M, Beecroft M, Herman-Gnjidic Z. Etiology of

community-acquired pneumonia treated in an ambulatory setting.

Respir Med. 2005; 99: p. 60.

Page 13: simdos.unud.ac.idsimdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/d7b64491658aaa807ee5122d72404d... · klinis membaik, mampu menelan obat, dan fungsi gastrointestinal normal. 5,11,12

Teks

9

17. von Baum H, Welte T, Marre R. Community-acquired pneumonia

through Enterobacteriaceae and Pseudomonas aeruginosa: diagnosis,

incidence and predictors. Eur Respir J. 2010; 35: p. 598.

18. Hartzell J, Kim A, Kortepeter M, Moran K. Acinetobacter pneumonia: a

review. MedGenMed. 2007; 9(3).