proses menelan dan kelainannya

45
PROSES MENELAN DAN KELAINANNYA Proses menelan (deglutisi) merupakan upaya mentransportasikan cairan atau bolus makanan dari rongga mulut (oral cavity) melalui spingter esophagus bawah (lower esophageal sphincter (LES)), kemudian masuk ke lambung. Dengan demikian bolus makanan atau cairan akan melewati jalur berbentuk L terbalik (L- shaped passage), dan juga secara simultan dicegah agar tidak masuk ke nasofaring dan laring. Keberhasilan proses menelan tergantung dari koordinasi antar 4 komponen yaitu, oral cavity / rongga mulut, faring, laring, dan esophagus. 1 Dalam proses menelan akan terjadi hal-hal seperti berikut: 2 1) Pembentukan bolus makanan dengan ukuran dan konsistensi yang baik, 2) Upaya sfingter mencegah terhamburnya bolus ini dalam fase- fase menelan, 3) Mempercepat masuknya bolus makanan ke dalam faring pada saat respirasi, 4) Mencegah masuknya makanan dan minuman ke dalam nasofaring dan laring, 5) Kerjasama yang baik dari otot-otot di rongga mulut untuk mendorong bolus makanan ke arah lambung, 6) Usaha untuk membersihkan kembali esofagus. (tortora) Rongga mulut (oral cavity) dibagian depan dibatasi oleh bibir, tulang maksila, dan mandibula, gigi geligi, palatum durum (hard

Upload: gre08

Post on 04-Aug-2015

507 views

Category:

Documents


15 download

TRANSCRIPT

Page 1: Proses Menelan Dan Kelainannya

PROSES MENELAN DAN KELAINANNYA

Proses menelan (deglutisi) merupakan upaya mentransportasikan cairan atau bolus

makanan dari rongga mulut (oral cavity) melalui spingter esophagus bawah (lower esophageal

sphincter (LES)), kemudian masuk ke lambung. Dengan demikian bolus makanan atau cairan

akan melewati jalur berbentuk L terbalik (L- shaped passage), dan juga secara simultan dicegah

agar tidak masuk ke nasofaring dan laring. Keberhasilan proses menelan tergantung dari

koordinasi antar 4 komponen yaitu, oral cavity / rongga mulut, faring, laring, dan esophagus.1

Dalam proses menelan akan terjadi hal-hal seperti berikut:2

1) Pembentukan bolus makanan dengan ukuran dan konsistensi yang baik,

2) Upaya sfingter mencegah terhamburnya bolus ini dalam fase-fase menelan,

3) Mempercepat masuknya bolus makanan ke dalam faring pada saat respirasi,

4) Mencegah masuknya makanan dan minuman ke dalam nasofaring dan laring,

5) Kerjasama yang baik dari otot-otot di rongga mulut untuk mendorong bolus makanan

ke arah lambung,

6) Usaha untuk membersihkan kembali esofagus. (tortora)

Rongga mulut (oral cavity) dibagian depan dibatasi oleh bibir, tulang maksila, dan

mandibula, gigi geligi, palatum durum (hard palatum),dua pertiga anterior lidah, dasar mulut,

dan kelenjar saliva,dan lapisan epitel squamosa bertingkat. Di bagian lateral, ronggal mulut

dibatasi oleh muskulu buccinator. Dan dibagian posteria rongga mulut berbatasan dengan

orofaring tepat pada batas palatum durum dan palatum mole. 1

Page 2: Proses Menelan Dan Kelainannya

Gambar 1. Rongga mulut 2

Faring dibagi mejadi nasofaring, orofaring dan hipofaring. Dibagian superior dan anterior

nasofaring terdapat sinus sphenoidalis, pada bagian posterior berbatasan dengan spinal bagian

cervicalis. Pada bagian lateral dinding nasofaring berbatasan dengan pterygoid plate. Dibagian

inferior nasofaring berbatasan dengan palatum mole. Orofaring bermula dari palatum mole

hingga epiglottis, dengan batas anterior berupa papil lidah / satu pertiga basal lidah. Dengan

batas posterior berupa dinding faring yang tersusun oleh otot konstriktor faring. Orofaring juga

mencakup tonsil palatine yang dilapisi otot konstriktor pada bagian luarnya.1

Page 3: Proses Menelan Dan Kelainannya

Gambar 2. Gambaran sagital rongga mulut 3

Hipofaring bermula dari permukaaan laryngeal dari superior epiglottis hingga marjin

inferior cricofaringeal dibatas esophagus. Batas faring dan esophagus ditandai dengan struktur

sfingter esofgeal. Spingter ini merupakan otot cricofaringeus yang berdiamete lebih kurang 7

mm yang tersusun secara horizontal dan oblik dibagian atas esophagus. Esophagus merupakan

saluran berupa tabung yang bersifat semifleksibel, dengan panjang 20 – 40 cm pada dewasa.

Seperti bagian atas esofagus, bagian bawah esofagus juga dibatasi sfingter dengan panjang 2 -4

cm pada batas daerah esofagus dan gaster.

Proses menelan dapat dibagi menjadi 3 tahap: (1) tahap volunter/oral, dimana bolus

melewati orofaring; (2) tahap faringeal, perpindahan involunter bolus dari faring ke esofagus;

dan (3) tahap esofageal, perpindahan involunter bolus dari esofagus ke dalam lambung.1

Page 4: Proses Menelan Dan Kelainannya

1. Tahap Oral,

Proses menelan dimulai ketika bolus didorong ke belakang rongga mulut dan masuk

ke orofaring akibat pergerakan lidah keatas dan kebawah terhadap palatum.1 Proses ini

dilakukan secara volunter/sadar.4

Kontraksi m. levator veli palatini mengakibatkan rongga pada lekukan dorsum lidah

diperluas, palatum mole dan bagian atas dinding posterior faring (Passavant’s ridge) akan

terangkat. Bolus akan terdorong ke posterior akibat terangkatnya lidah. Disaat yang sama,

nasofaring tertutup akibat kontraksi m. levator veli palatini. Kemudian, m. palatoglosus

berkontraksi menutup ismus fausium, diikuti kontraksi m. palatofaring, supaya bolus tidak

kembali ke rongga mulut.4

2. Tahap Faringeal,

Perpindahan bolus dari faring ke esofagus merupakan awal dari tahap ini. Tahap ini

terjadi secara involunter. Bolus akan menstimulasi reseptor pada orofaring dan pons inferior

pada batang otak. Impuls yang kembali akan menyebabkan palatum mole dan uvula untuk

bergerak keatas untuk menutup nasofaring.2

Dan lagi, epiglotis akan menutup laring, supaya bolus tidak masuk ke traktus

respirasi. Sfingter laring, yaitu plika ariepiglotika, plika ventrikularis, dan plika vokalis,

akan tertutup akibat kontraksi m. ariepiglotika dan m. aritenoid obligus. Selanjutnya, bolus

akan meluncur ke arah esofagus, karena valekula dan sinus piriformis sudah dalam keadaan

lurus.4

Page 5: Proses Menelan Dan Kelainannya

3. Tahap Esofageal,

Tahap ini dimulai ketika bolus memasuki esofagus. Dalam keadaan istirahat introitus

esofagus selalu tertutup. Dengan adanya rangsangan bolus pada akhir tahap faringeal, terjadi

relaksasi m. krikofaring sehingga introitus esofagus terbuka dan bolus masuk ke dalam

esofagus.

Setelah bolus melewatinya, sfingter akan berkontraksi lebih kuat daripada waktu

istirahat, sehingga bolus tidak akan kembali ke faring. Dengan demikian refluks dapat

dihindari.

Gerak esofagus bagian proksimal masih dipengaruhi oleh kontraksi m. konstriktor

faring inferior. Selanjutnya, bolus akan didorong ke distal oleh gerakan peristaltik esofagus,

sebuah progresi kontraksi dan relaksasi terkoordinasi lapisan otot sirkular dan longitudinal.4

Dibagian dimana esofagus lebih superior dari bolus, serat otot sirkular berkontraksi,

mengkonstriksikan dinding esofageal dan meremas bolus maju ke lambung. Sementara itu,

serat longitudinal di inferior juga berkontraksi, sehingga memendekkan bagian inferior dan

mendorong dinding esophagus keluar sehingga bisa menerima bolus. Kontraksi ini diulang

Page 6: Proses Menelan Dan Kelainannya

dalam bentuk gelombang yang mendorong makanan ke lambung, dengan kecepatan sekitar 4

m/detik.3 Ketika bolus mencapai distal esofagus, sfingter esofagus inferior berelaksasi dan

bolus masuk ke dalam lambung.2

Mucus yang disekresikan pada kelenjar esophageal melubrikasi bolus dan

mengurangi gesekan. Jalannya makanan padat atau semipadat dari mulut ke lambung

membutuhkan waktu 4 – 8 detik; makanan yang sangat halus dan cairan hanya

membutuhkan waktu kurang dari 1 detik.2

DISFAGIA

Kesulitan menelan atau disfagia, merupakan salah satu gejala kelainan atau penyakit di

orofaring dan esofagus. Keluhan ini akan timbul bila terdapat gangguan gerakan otot-otot

menelan dan gangguaan transportasi makanan dari rongga mulut ke lambung. Disfagia dapat

disertai dengan keluhan lainnya, seperti odinofagia (rasa nyeri sewaktu menelan), rasa panas di

dada, rasa mual, muntah, regurgitasi, hematemesis, melena, anoreksia, hipersalivasi, batuk dan

berat badan yang cepat berkurang. Manifestasi klinik yang sering ditemukan ialah sensasi

makanan yang tersangkut di daerah leher atau dada ketika menelan.4

Page 7: Proses Menelan Dan Kelainannya

Berdasarkan penyebab, disfagia di bagi atas (1) disfagia mekanik; (2) disfagia motorik; dan

(3) disfagia oleh gangguan emosi.4

Disfagia mekanik dapat disebabkan oleh peradangan mukosa esofagus, striktur lumen

esofagus, serta akibat penekanan lumen esofagus dari luar, misalnya oleh pembesaran kelenjar

timus, kelenjar tiroid, kelenjar getah bening di mediastinum, pembesaran jantung dan elongasi

aorta. Letak a. subklavia dekstra yang abnormal dapat menyebabkan disfagia yang disebut

disfagia Lusoria. Pada keadaan normal lumen esophagus orang dewasa dapat meregang sampai 4

cm, dan keluhan disfagia mulai muncul bila dilatasi lumen tidak mencapai diameter 2,5 cm.4

Disfagia motorik disebabkan oleh kelainan neuromuskular yang berperan dalam prosen

menelan. Lesi di pusat menelan di batang otak, kelainan saraf otak n. V, n. VII, n. IX, n. X, dan

n. XII, kelumpuhan otot faring dan lidah serta gangguan peristaltik esofagus dapat menyebabkan

disfagia.4

Kelainan otot polos esofagus yang dipersarafi oleh komponen parasimpatik n. vagus dan

neuron kolinergik pasca ganglion di dalam ganglion mienterik akan menyebabkan gangguan

kontraksi dinding esofagus dan relaksasi sfingter bagian bawah, sehingga dapat timbul keluhan

disfagia. Penyebab utama dari disfagia motorik adalah akalasia, spasme difus esofagus,

kelumpuhan otot faring dan skleroderma esofagus.4

Keluhan disfagia dapat juga timbul bila terdapat gangguan emosi atau tekanan jiwa yang

berat. Kelainan ini disebut globus histerikus, suatu sensasi subyektif dimana seseorang merasa

ada benjolan atau massa di leher tenggorokan.2&4 Stress akut dapat menginduksi respon fisiologi

pada beberapa target organ gastrointestinal, salah satunya esofagus. Pada keadaan ini, stress akut

akan meningkatkan tonus istirahat sfingter esophagus superior dan meningkatkan amplitudo

kontraksi pada distal esofagus. Respon fisiologis inilah yang akan mengakibatkan gejala yang

sesuai dengan globus atau sindroma spasme esofagus.4

Gejala sindrom esofagus fungsional antara lain globus, disfagia, nyeri dada, dan

regurgitasi.5

Page 8: Proses Menelan Dan Kelainannya

Patogenesis

Proses menelan merupakan proses yang kompleks. Beberapa faktor yang mempengaruhi

keberhasilan mekanisme menelan, yaitu (1) ukuran bolus makanan; (2) diameter lumen esofagus

yang dilalui bolus; (3) kontraksi peristaltik esofagus; (4) fungsi sfingter esofagus bagian atas dan

bagian bawah; dan (5) kerja otot-otot rongga mulut dan lidah.4

Integrasi fungsional yang sempurna akan terjadi bila sistem neuro-muskular mulai dari

susunan saraf pusat, batang otak, persarafan sensorik dinding faring dan uvula, persarafan

ekstrinsik esofagus serta persarafan intrinsik otot-otot esophagus bekerja dengan baik, sehingga

aktivitas motorik berjalan lancar. Kerusakan pada pusat menelan dapat menyebabkan kegagalan

aktivitas komponen orofaring, otot lurik esofagus dan sfingter esofagus bagian atas. Relaksasi

sfingter esofagus bagian bawah terjadi akibat peregangan langsung dinding esophagus.4

DISFAGIA OROFARING

Gangguan menelan dapat terjadi pada ketidaknormalan setiap organ yang berperan dalam

proses menelan. Disfagia dapat menjadi ancaman serius bagi kesehatan dan dapat meningkatkan

risiko terjadinya aspirasi pneumonia, malnutrisi, dehidrasi, penurunan berat badan dan sumbatan

jalan napas. Dilihat dari fisiologi proses menelan, disfagia dapat terjadi pada tahap oral, tahap

faringeal dan tahap esofageal.6

Hal ini sering terjadi pada pasien usia lanjut karena fungsi menelan yang menurun,

penyakit pada system saraf seperti stroke, trauma kepala, serebral palsy, Parkinson. Dapat terjadi

juga akibat penyakit neuromuscular seperti poliomyelitis, mystenia gravis, myotonic muscular

dystrophy.

Tahap Oral

Tahap oral adalah persiapan untuk memulai proses menelan. Saliva merupakan stimulus

proses menelan. Bila mulut menjadi kering (xerostomia), maka menelan akan menjadi sulit.6

Dampak yang timbul akibat ketidaknormalan pada tahap oral adalah:

1. Keluar air liur (drooling atau sialorrhea), yang disebabkan oleh gangguan sensorik dan

motorik pada lidah, bibir dan wajah.

Page 9: Proses Menelan Dan Kelainannya

2. Ketidaksanggupan membersihkan residu makanan di mulut dapat disebabkan oleh

defisiensi sensorik pada rongga mulut dan/atau gangguan motorik lidah.

3. Karies gigi yang mengakibatkan gangguan distribusi saliva dan meningkatkan

sensitivitas gigi terhadap panas, dingin dan rasa manis.

4. Gangguan proses mengunyah dan ketidaksanggupan memanipulasi bolus.

5. Gangguan mendorong bolus ke faring.

6. Aspirasi cairan sebelum proses menelan dimulai yang terjadi karena gangguan motorik

dari fungsi lidah sehingga cairan akan masuk ke faring sebelum refleks menelan

muncul.

7. Rasa tersedak (choking) oleh batuk (coughing) pada saat fase faring.

Tahap Faringeal

Tahap ini dimulai secara involunter pada saat refleks menelan muncul. Pernapasan terhenti

sejenak selama tahap ini. Keadaan yang perlu diperhatikan pada tahap ini adalah: 6

1. Proteksi saluran napas yang adekuat selama proses menelan sehingga makanan tidak

masuk ke jalan napas.

2. Penyelesaian satu seri proses menelan berlangsung cepat sehingga pernapasan dapat

segera dimulai.

Dampak yang timbul akibat ketidaknormalan pada tahap faringeal adalah choking,

coughing dan aspirasi. Hal ini terjadi karena:

1. Refleks menelan gagal teraktivasi sehingga tahap faringeal tidak berlangsung. Hal ini

diakibatkan gangguan neurologis pada pusat proses menelan di medulla atau saraf

kranial sehingga terjadi ketidakstabilan saat menelan ludah dan timbul pengeluaran air

liur serta penumpukan sekresi.

2. Refleks menelan terlambat sehingga dapat terjadi aspirasi sebelum proses menelan

dimulai.

3. Proteksi laring tidak adekuat akibat recurrent laryngeal palsy, efek operasi pada

struktur orofaring, adanya pipa trakeostomi yang membatasi elevasi laring, refleks

batuk dan batuk volunter lemah atau tidak ada.

Page 10: Proses Menelan Dan Kelainannya

4. Silent aspiration atau aspirasi yang tidak disadari, tanpa refleks batuk, karena

hilangnya/penurunan sensasi di laring. Hal ini diakibatkan kelainan neurologi seperti

penyakit vascular dan cerebrovascular accident (CVA), multiple sclerosis, penyakit

Parkinson atau terjadinya jaringan parut pasca operasi.

5. Peristaltik faring yang lemah/tidak timbul mengakibatkan aspirasi setelah proses

menelan berlangsung karena residu/sisa makanan yang menetap dapat masuk dalam

saluran napas yang terbuka. Hal ini berhubungan dengan penyakit neurologi, baik

sentral maupun perifer, dan jaringan parut pasca operasi. Peristaltik yang lemah dapat

terjadi juga pada usia tua.

6. Sfingter krikofaring gagal berelaksasi. Aspirasi dapat terjadi karena penumpukan

makanan pada sfingter yang tertutup sehingga dapat masuk ke jalan napas yang mulai

terbuka.

DIAGNOSIS DISFAGIA

Anamnesis

Untuk menegakkan diagnosis, diperlukan anamnesis yang cermat untuk menentukan

diagnosis kelainan atau penyakit yang menyebabkan timbulnya disfagia.4

Jenis makanan yang menyebabkan disfagaia memberikan informasi kelainan yang terjadi.

Pada disfagia mekanik mula-mula kesulitan menelan hanya terjadi pada waktu menelan makanan

padat. Bolus makanan kadang perlu didorong dengan air. Pada sumbatan lebih lanjut, cairan akan

sulit ditelan. Bila sumbatan ini terjadi secara progresif dalam beberapa bulan, maka harus

dicurigai kemungkinan adanya proses keganasan di esofagus. Sebaliknya, pada disfagia motorik,

seperti pada pasien akalasia dan spasme difus esofagus, keluhan sulit menelan makanan padat

dan cairan terjadi dalam waktu yang bersamaan.4

Waktu dan perjalanan keluhan disfagia dapat memberikan gambaran yang lebih jelas untuk

diagnostik. Disfagia yang hilang dalam beberapa hari dapat disebabkan oleh peradangan.

Disfagia yang terjadi dalam beberapa bulan dengan penurunan berat badan ang cepat dicurigai

adanya keganasan di esofagus. Bila disfagia ini berlangsung bertahun-tahun untuk makanan

padat, perlu dipikirkan adanya kelainan yang bersifat jinak atau di esofagus bagian distal (lower

esophageal muscular ring).4

Page 11: Proses Menelan Dan Kelainannya

Lokasi rasa sumbatan di daerah dada dapat menunjukkan kelainan esofagus bagian torakal.

Tetapi bila sumbatan terasa di leher, maka kelainannya dapat di faring atau esophagus bagian

servikal.4

Gejala lain yang menyertai disfagia seperti masuknya cairan ke dalam hidung waktu

minum menandakan adanya kelumpuhan otot-otot faring.4

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan daerah leher dilakukan untuk melihat dan meraba adanya massa tumor atau

pembesaran kelenjar limfa yang dapat menekan esofagus. Daerah rongga mulut perlu diteliti,

apakah ada tanda-tanda peradangan orofaring dan tonsil selain adanya massa tumor yang dapat

mengganggu proses menelan. selain itu diteliti adanya kelumpuhan otot-otot lidah dan arkus

faring yang disebabkan oleh gangguan di pusat menelan maupun pada saraf otak n. V, n. VII, n.

IX, n. X, dan n. XII. Pembesaran jantung sebelah kiri, elongasi aorta, tumor bronkus kiri dan

pembesaran kelenjar limfa mediastinum dapat menyebabkan keluhan disfagia.4

Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan penunjang, foto polos esofagus dan yang memakai zat kontras, dapat

membantu menegakkan diagnosis kelainan esofagus. Pemeriksaan ini tidak invasif. Dengan

pemeriksaan fluoroskopi, dapat dilihat kelenturan dinding esofagus, adanya gangguan peristaltik,

penekanan lumen esofagus dari luar, isi lumen esofagus, dan kelainan mukosa esofagus.

Pemeriksaan kontras ganda dapat memperlihatkan karsinoma stadium dini. Akhir-akhir ini

pemeriksaan radiologik esofagus lebih maju lagi. Untuk memperlihatkan adanya gangguan

motilitas esofagus, dibuat cine-film atau video tapenya. Tomografi dan CT scan dapat

mengevaluasi bentuk esophagus dan jaringan disekitarnya. MRI (Magnetic Resonance Imaging)

dapat membantu melihat kelainan di otak yang menyebabkan disfagia motorik.4

Esofagoskopi

Tujuan tindakan esofagoskopi adalah untuk melihat langsung isi lumen esofagus dan

keadaan mukosanya. Diperlukan alat esofagoskop yang kaku (rigid esophagoscope) atau yang

lentur (flexible fibreoptic esophagoscope). Karena pemeriksaan ini bersifat invasif, maka perlu

persiapan yang baik. Dapat dilakukan dengan analgesia (lokal atau anestesia umum). Untuk

Page 12: Proses Menelan Dan Kelainannya

menghindari komplikasi yang mungkin timbul, perlu diperhatikan indikasi dan kontraindikasi

tindakan. Persiapan pasien, operator, peralatan, dan ruang pemeriksaan perlu dilakukan. Risiko

dari tindakan seperti perdarahan dan perforasi pasca biopsi harus dipertimbangkan.4

Pemeriksaan Manometrik

Pemeriksaan manometrik bertujuan untuk menilai fungsi motorik esofagus. Dengan

mengukur tekanan dalam lumen esofagus dan tekanan sfingter esofagus, dapat dinilai gerakan

peristaltik secara kualitatif dan kuantitatif.4

ATRESIA ESOFAGUS DAN FISTULA TRAKEO-ESOFAGUS

Ketika embrio berusia sekitar 4 minggu, divertikulum respirasi (lung bud) muncul pada

dinding ventral foregut pada perbatasan dengan pharyngeal gut. Septum trakeoesofageal secara

terus menerus membagi divertikulum dari bagian dorsal foregut. Dalam tahap ini foregut

nantinya akan dibagi menjadi bagian ventral, yang akan menjadi respirasi primordial, dan bagian

dorsal, yang akan menjadi esofagus.7

Gambar 5. Skematik perkembangan mudigah minggu ke-4

Page 13: Proses Menelan Dan Kelainannya

Gambar 6. Tahapan berturut-turut dalam perkembangan divertikulum respirasi dan esofagus melalui pembagian foregut. (A) pada akhir minggu ketiga (tampilan lateral); (B) dan (C) pada minggu keempat (tampilan ventral)

Atresia esofagus dan/atau fistula trakeoesofagus adalah akibat dari deviasi posterior

spontan dari septum trakeoesofageal atau dari faktor mekanis yang mendorong dinding dorsal

foregut ke anterior. Bentuk yang tersering adalah dimana bagian proksimal esofagus menjadi

kantong buntu, dan bagian distal berhubungan dengan trakea melalui kanal sempit tepat di atas

bifurkasio. Bentuk defek yang lainnya lebih jarang muncul.7

Atresia esofagus mencegah aliran normal cairan amnion ke dalam traktus intestinal,

mengakibatkan akumulasi cairan amnion berlebih pada kantong amnion (polihidroamnion).

Ditambah lagi, lumen esofagus akan menyempit, mengakibatkan stenosis esofagus, biasanya

pada sepertiga bagian. Stenosis dapat mengakibatkan rekanalisasi tidak sempurna, abnormalitas

vaskular, atau gangguan aliran darah. Kadang-kadang esofagus gagal memanjang dan lambung

tertarik ke atas ke hiatus esofagus melalui diafragma. Hal ini mengakibatkan hernia hiatal

kongenital.7

Klasifikasi

Atresia esofagus dan fistula trakeoesofagus diklasifikasikan berdasarkan keberadaan

atresia dan hubungan dengan lokasi fistula dan atresia.7

Page 14: Proses Menelan Dan Kelainannya

1. Tipe 1

Atresia esofagus dengan fistula trakeoesofagus distal adalah anomali yang paling sering,

sekitar 85,4% kasus. Bagian bawah esofagus bermula sebagai fistula pada distal trakea

dekat karina. Kantong proksimal esofagus didapatkan sebagai bagian yang buntu dekat

jalan masuk thorax. Suplai darah pada esofagus superior melalui truncus thyroservikal,

sedangkan arteri gaster mensuplai bagian distal esofagus.

2. Tipe 2

Atresia esofagus yang terisolasi terjadi pada 7,3% kasus. Kantong bawah biasanya hanya

1 – 2 cm di atas diafragma, sedangkan kantung atas berakhir di dekat jalan masuk thorax,

membuat celah panjang diantara kedua ujung yang mempersulit perbaikan. Anomali ini

tidak memungkinkan cairan amnion untuk melewati sisa bagian usus yang sedang

berkembang, sehingga menjelaskan temuan polihidroamnion pada saat prenatal. Namun,

atresia esofagus dengan fistula trakeoesofagus distal yang cukup sempit dapat

memberikan temuan yang serupa.

3. Tipe 3

Fistula trakeoesofageal yang terisolasi merupakan anomali ketiga tersering, sekitar 2,8%

kasus. Lokasi fistula bervariasi, dapat muncul diantara kartilago krikoid dan karina.

Fistula dapat muncul lebih dari satu. Sudut fistula ke arah bawah dari trakea ke esofagus.

4. Tipe 4

Atresia esophagus dengan fistula trakeoesofagus proksimal dan distal lebih jarang dan

hanya 2,1% kasus.

5. Tipe 5

Page 15: Proses Menelan Dan Kelainannya

Atresia esofagus dengan fistula trakeoesofageal proksimal adalah anomali yang lebih

jarang ditemukan, sekitar <1% kasus. Sudut fistula turun kebawah dari trakea ke

esofagus.

Gambar 7. Variasi atresia esofagus

Gejala dan Tanda

Pada pasien dapat ditemukan pengumpulan cairan pada mulut karena ketidakmampuan

untuk menelan. Ketika diberi makan, bayi akan batuk, tersedak, regurgitasi, atau menjadi

sianosis. Terhalangnya saliva untuk menuju lambung mengakibatkan aspirasi, yang dapat

bermanifestasi menjadi gawat napas, atelektasis, dan pneumonia.7

Pasien dengan fistula trakeoesofagus dapat mengalami distensi lambung akibat masuknya

udara dari trakea ke distal esofagus. Keadaan ini dapat mengakibatkan reflux gaster ke trakea,

mengakibatkan trakeobronkitis kimia, atau gangguan respirasi dengan distensi abdomen dan

kompresi pernapasan.8

Diagnosis

Pada bayi baru lahir biasanya dimasukkan kateter yang lembut ukuran 8 – 10 French

melalui hidung sampai kelambung untuk mengaspirasi cairan lambung.9 Pada atresia esofagus,

pemasangan kateter ke esofagus tidak akan mencapai lambung dan bila diaspirasi jumlahnya

Page 16: Proses Menelan Dan Kelainannya

lebih dari 30 mL. Posisi kateter harus diperhatikan pada foto polos. Teknik menelan barium tidak

direkomendasikan karena kemungkinan masuk ke paru-paru. Esophagram berguna dalam

mendiagnosis fistula trakeoesofagus yang terisolasi.8

Pada atresia esofagus yang terisolasi, biasanya kateter tidak dapat masuk dan kateter

tersebut akan melingkar kembali ke hipofaring.9

Pada radiografi abdomen dapat ditentukan tipe anomalinya. Pada pasien dengan fistula

pada distal esofagus, hasil x-ray akan memperlihatkan udara pada lambung dan usus kecil.

Abdomen yang tidak ada udara lebih mengarah pada atresia esofagus tanpa fistula

trakeoesofagus atau fistula proksimal.8

Penatalaksanaan

Sebelum dilakukan tindakan renkonstruksi bedah, dilakukan evaluasi resiko terlebih

dahulu. Klasifikasi Waterson digunakan sebagai evaluasi resiko untuk menentukan hasil dan

waktu pembedahan. Terdapat 3 kategori, (1) kategori A, dimana berat lahir >5,5 pon, dapat

dilakukan pembedahan segera; (2) kategori B, dimana berat lahir 4 – 5,5 pon atau bayi dengan

pneumonia dan anomali kongenital, pembedahan ditunda hingga pasien stabil [dilakukan

gastrostomy dan ligasi fistula, bila terdapat gangguan respirasi]; dan (3) kategori C, dimana berat

lahir <4 pon atau bayi dengan pneumonia berat dan anomali kongenital, mendapatkan perbaikan

bertahap.8

Sebelum pembedahan, pasien diposisikan kepala diatas dengan saluran oroesofageal

untuk penyedotan terus menerus dan aspirasi faringeal. Diberikan antibiotik spektrum luas,

seperti ampicillin dan gentamicin. Nutrisi parenteral segera diberikan bila pembedahan ditunda.

Pada pasien dengan fistula bagian distal, selang gastrostomi dibutuhkan untuk dekompresi.8

Dibuat foto toraks untuk melihat adakah anomali jantung atau arkus aorta yang terletak di

sebelah kanan. Jika tidak terdapat anomali jantung dan kelainan letak arkus aorta, silakukan

operasi torakotomi posterior lateral kanan pada spasium intercosta keempat.8

Page 17: Proses Menelan Dan Kelainannya

Pada atresia esofagus dilakukan anastomosis, sedangkan pada fistula esofagus dilakukan

penutupan fistel dan anastomosis.9 Penggantian esophagus dapat dilakukan dengan melakukan

transplantasi kolon atau gastric tube.8

DIVERTIKULUM ESOFAGUS

Divertikulum esofagus merupakan kantong yang terdapat di lumen esofagus.9

Klasifikasi

Menurut lokasinya, divertikulum esophagus dibagi menjadi tiga bagian yaitu divertikulum

faring-esofagus (divertikulum Zenker), divertikulum parabronkial dan divertikulum epifrenik

(epiphrenic diverticulum).8

Divertikulum Zenker berasal dari dinding posterior esophagus pada kelemahan di area

segitiga, yang dibatasi m. cricopharyngeus pada batas inferior dan otot konstriktor inferior pada

batas superior (disebut juga segitiga Killian/Killian triangle).7 Divertikulum parabronkial terletak

di sekitar bifurkasi trakea.8 Sedangkan divertikulum epifrenik terletak di atas diafragma.7

Divertikulum esofagus mungkin merupakan divertikulum asli (true diverticulum) atau

divertikulum palsu (false diverticulum). Pada divertikulum asli seluruh lapisan dinding esofagus

yang normal ditemukan, sedangkan pada divertikulum palsu hanya lapisan mukosa dan

submukosa esofagus yang ditemukan.8

Selain itu divertikulum esophagus menurut cara terbentuknya dapat digolongkan menjadi

tiga bagian yaitu divertikulum desakan (pulsion diverticulum), divertikulum tarikan (traction

diverticulum) dan divertikulum kongenital.8

Patogenesis

Divertikulum Zenker disebabkan oleh kurangnya koordinasi antara kontraksi faring dan

pembukaan sfingter esofagus superior atau hipertensi pada sfingter esofagus superior. Karena

Page 18: Proses Menelan Dan Kelainannya

peningkatan tekanan intraluminal, timbul herniasi mukosa dan submukosa progresif pada

segitiga Killian.8

Divertikulum parabronkial atau midtorak biasanya adalah divertikulum tarikan yang

disebabkan oleh peristaltik esofagus terus menerus terhadap perlekatan esophagus. Hal ini dapat

disebabkan oleh peradangan mediastinal sebelumnya, seperti tuberkulosis kelenjar limfa di

mediastinum, atau kelainan kongenital.8,9

Divertikulum epifrenik bukan abnormalitas anatomi primer melainkan konsekuensi dari

gangguan motilitas esofagus. Kelainan ini menyebabkan obstruksi kearah luar pada

gastroesophageal junction, sehingga meningkatkan tekanan intraluminal dan herniasi mukosa

dan submukosa progresif melalui dinding otot esofagus.7

Gejala

Gejala yang ditimbulkan divertikulum faringoesofagus tergantung dari tingkat

pembentukan divertikulum.8

Pada tingkat pertama mungkin tanpa gejala atau terdapat retensi makanan yang bersifat

sementara.8

Pada tingkat kedua, kantong sudah berbentuk globul (globul shape) dan telah meluas ke

daerah inferior-posterior akan terjadi pengumpulan makanan, cairan serta mukus di dalam

divertikel yang tidak berhubungan dengan obstruksi esofagus. Jika terjadi spasme esofagus akan

ditemukan gejala disfagia. Kadang-kadang ditemukan gejala regurgitasi setelah minum atau

makan pada malam hari.8

Pada tingkat ketiga karena pengaruh gaya berat isi divertikulum, menyebabkan kantong

dapat meluas sampai ke daerah mediastinum. Gejala yang ditimbulkan dapat berupa disfagia

yang hebat. Regurgitasi dapat terjadi segera setelah makan atau minum. Gejala yang menonjol

adalah aspirasi, yang akan dapat ke pohon trakeobronkial dan mengakibatkan pneumoni, atau

regurgitasi pada malam hari pada saat pasien tidur.8

Page 19: Proses Menelan Dan Kelainannya

Selain itu, pasien juga mengeluh halitosis (nafas yang berbau menusuk) dan dapat

mendengar suara gemericik di leher. Berdasarkan studi epidemiologi, sekitar 30 – 50% pasien

memiliki GERD.8

Pada divertikulum parabronkial atau midtorak jinak tidak terdapat komplikasi, tidak

menimbulkan gejala karena divertikulum dapat kosong dengan mudah. Jika terdapat komplikasi

gejala yang ditimbulkannya berupa rasa nyeri di daerah substernal dan disfagia.8

Divertikulum epinefrik biasanya menimbulkan gejala disfagia, nyeri epigastrium,

regurgitasi, anoreksia, perasaan terbakar di dada(heartburn) serta penurunan berat badan.8

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan radiologik dan esofagoskopik.8

Pemeriksaan Radiologi

Dengan menggunakan kontras barium, jika divertikulum berukuran besar akan tampak

kontras barium mengisi divertikulum tersebut. Divertikulum tampak lebih jelas pada foto

Rontgen lateral. Selain itu perlu dibuat foto toraks posteroanterior untuk melihat tanda-tanda

pneumonia aspirasi.8

Pemeriksaan Esofagoskopi

Pada esofagoskopi akan tampak dua buah lumen. Selain lumen esofagus yang normal

terdapat lumen lain yang buntu (yaitu divertikulum).8

Penatalaksanaan

Jika divertikulum tidak menimbulkan gejala, terapi biasanya bersifat konservatif. Kantong

harus dibersihkan setiap habis makan dengan cara pasien diminta minum air dalam posisi

telentang atau miring tanpa bantal tergantung letak divertikulumnya, sehingga makanan akan

masuk ke lumen esofagus.9

Page 20: Proses Menelan Dan Kelainannya

Pengobatan standard divertikulum faringo-esofagus atau Zenker termasuk eksisi

divertikulum dan miotomi m. Krikofaringeus, termasuk 3 cm bagian atas dinding esofagus

posterior. Untuk divertikulum yang kecil (misalnya < 2 cm), miotomi saja cukup. Bila terdapat

GERD, harus ditangani secara agresif dengan pemberian proton pump inhibitor atau

fundoplication, yaitu pelipatan fundus lambung disekitar bagian bawah esofagus, untuk

mencegah aspirasi ke pohon trakeobronkial.8

Pengobatan untuk divertikulum epifrenik adalah pembedahan dan laparoskopi. Prosedurnya

berupa (1) reseksi divertikulum, (2) miotomi panjang, dan (3) fundoplication parsial untuk

mencegah refluks gastroesofagus. Miotomi dilakukan pada sisi esofagus yang berlawanan

dengan letak divertikulum.8

AKALASIA

Akalasia esofagus adalah kelainan motilitas esofagus primer yang dikarakteristikkan

dengan hilangnya peristaltik esofagus dan peningkatan tekanan pada sfingter esofagus inferior,

yang gagal untuk relaksasi lengkap ketika menelan.8 Akibatnya bagian proksimal dari tempat

penyempitan akan melebar dan disebut mega-esofagus.9

Patogenesis

Penyebab akalasia esofagus masih belum diketahui. Dilaporkan terdapat degenerasi

myenteric plexus of Auerbach, dengan hilangnya neuron inhibitor pos-ganglion. Neuron-neuron

ini memiliki nitrit oksida dan polipeptida vasoaktif intestinal, yang memediasi relaksasi sfingter

esofagus inferior.

Tanda dan Gejala

Disfagia, untuk makanan padat dan cair, adalah gejala paling umum. Kebanyakan pasien

dapat beradapasi dengan gejala ini dengan cara mengubah diet mereka dan mampu menjaga

berat badan mereka, sedangkan pasien yang lain mengalami penurunan berat badan. Regurgitasi

adalah gejala tersering kedua dan muncul pada 60% pasien. Heartburn juga muncul pada 40%

pasien, dan disebabkan oleh stasis dan fermentasi makanan yang belum dicerna di distal

esofagus. Nyeri dada juga muncul pada 40% pasien.8

Pemeriksaan Radiologis

Page 21: Proses Menelan Dan Kelainannya

Foto thoraks polos

Bermakna bila esofagus mengalami dilatasi yang hebat. Foto AP akan tampak bayangan

yang menonjol ke arah jantung. Pada foto lateral akan tampak adanya bayangan di posterior

jantung. Terdapat gambaran air fluid level di dalam esofagus, tak tampak gelembung udara di

daerah gaster.9

Gambar 8. Gambaran “paruh buruh” atau “ekor tikus” pada akalasia

esofagus.

Esofagografi

Stadium permulaan adanya obstruksi kardia dan pelebaran minimal dari esofagus. Stadium

lanjut adanya penyempitan pada bagian distal esofagus pada batas esofagogastric junction

dengan pelebaran pada bagian proksimalnya. Terdapat gambaran menyerupai paruh burung, beak

like appearance atau mouse tail appearance. Pemeriksaan ini penting untuk menyingkirkan

kelainan seperti striktura esofagus dan keganasan. Pada akalasia, esofagoskopi masih bisa

Page 22: Proses Menelan Dan Kelainannya

dimasukkan ke dalam lambung dengan hambatan ringan dan dapat terlihat dilatasi esofagus,

mukosa lembek agak edema, tanda-tanda esofagitis dan penutupan sfingter esofagus distal.8

Pemeriksaan Manometer

Guna pemeriksaan manometrik ialah untuk menilai fungsi motorik esofagus dengan

melakukan peeriksaan tekanan di dalam lumen dan sfingetr esofagus. Pemeriksaan ini untuk

memperlihatkan kelainan motilitas secara kuantitatif maupun kualitatif. Pemeriksaan dilakukan

dengan memasukkan pipa untuk pemeriksaan manometri melalui mulut atau hidung.8

Gambaran yang khas adalah tekanan istirahat badan esofagus meningkat dan tidak terdapat

gerak peristaltik sepanjang esofagus sebagai reaksi proses menelan. Tekanan sfingter esofagus

inferior menguat 2 kali normal akibat dilatasi dan retensi makanan.8

Penatalaksanaan

Sifat terapi pada akalasia hanyalah paliatif, karena fungsi peristaltik esofagus tidak dapat

dipulihkan kembali, dan ditujukan untuk meringankan gejala dengan cara menurunkan tahanan

outflow yang disebabkan oleh disfungsi sfingter esofagus inferior. Karena tidak ada peristaltik,

gravitasi menjadi faktor utama dalam pengosongan makanan dari esofagus ke lambung.7

Terdapat beberapa terapi untuk mencapai tujuan ini, antara lain pemberian diet kalori

tinggi, medikamentosa, tindakan dilatasi, psiko terapi dan operasi esofagokardiomiotomi (operasi

Heller).8

Pemberian medikamentosa hanya dapat menghilangkan gejala untuk waktu yang singkat

dan hasilnya kurang memuaskan. Obat-obat yang digunakan dapat berupa preparat nitrit, anti

kolinergik dan penghambat adrenergik. Akhir-akhir ini digunakan obat nifedipine, yang bersifat

kalsium antagonis, digunakan untuk mengurangi tekanan sfingter esogafus inferior dengan cara

mengaktifkan serat otot (myofibril) esofagus. Namun, hanya 10% pasien yang menunjukkan

perbaikan pada terapi ini. Terapi ini sebaiknya digunakan pada pasien usia lanjut yang memiliki

kontraindikasi untuk dilatasi pneumatik atau pembedahan.7

Dilatasi dan operasi bertujuan untuk menghilangkan gejala sumbatan dengan cara

melemahkan sfingter esofagus inferior. Dilatasi pneumatik terapi utama selama beberapa tahun,

Page 23: Proses Menelan Dan Kelainannya

dilakukan dengan menggunakan balon bertekanan udara. Pasien yang gagal menggunakan terapi

ini, biasanya dilakukan miotomi Heller.

Laparoskopi miotomi Heller dan fundoplikasi parsial adalah prosedur pilihan untuk

akalasia esophageal. Operasi terdiri atas pemotongan terkontrol serat otot (misalnya miotomi)

esofagus inferior (5 cm) dan proksimal lambung (2 cm), diikuti fundoplikasi parsial untuk

mencegah refluks. Karena memberikan hasil operasi yang bagus, hospital stay yang singkat, dan

recovery time yang cepat, menjadikan terapi ini sebagai modalitas pengobatan primer untuk

akalasia esofagus.

Gambar 9. Miotomi Heller (kiri) dan Dot fundoplikasi (kanan)

VARISES ESOFAGUS

Varises esofagus adalah vena yang melebar di dinding esofagus, biasanya pada bagian

distal.9 Varises esofagus terjadi jika aliran darah menuju hati terhalang. Aliran tersebut akan

mencari jalan lain, yaitu ke pembuluh darah di esofagus, lambung, atau rektum yang lebih kecil

dan lebih mudah pecah. Tidak imbangnya antara tekanan aliran darah dengan kemampuan

pembuluh darah mengakibatkan pembesaran pembuluh darah (varises).

Page 24: Proses Menelan Dan Kelainannya

Varises esofagus biasanya merupakan komplikasi sirosis. Sirosis adalah penyakit yang

ditandai dengan pembentukan jaringan parut di hati. Penyebabnya antara lain hepatitis B dan C,

atau konsumsi alkohol dalam julah besar. Penyakit lain yang dapat menyebabkan sirosis adalah

tersumbatnya saluran empedu.

Beberapa keadaan lain yang juga dapat menyebabkan varises esofagus :

₋ Gagal jantung kongestif yang parah.

₋ Trombosis. Adanya bekuan darah di vena porta atau vena splenikus.

₋ Sarkoidosis.

₋ Schistomiasis.

Komplikasi utama  varises esofagus adalah perdarahan. Varises esofagus biasanya rentan

terjadi perdarahan ulang, terutama dalam 48 jam pertama. Kemungkinan terjadi perdarahan

ulang juga meningkat pada penderita usia tua, gagal hati atau ginjal, dan pada peminum alkohol.

Komplikasi varises esofagus adalah :

- Syok hipovolemik.

- Ensefalopati.

- Infeksi, misalnya pneumonia aspirasi.

Tujuan pengobatan pada varises esofagus adalah mencegah atau mengatasi perdarahan.

Untuk itu biasanya digunakan obat untuk menurunkan tekanan darah (beta bloker), termasuk

tekanan darah di vena porta. Jika terjadi banyak perdarahan dapat dilakukan dengan transfusi

serta mencegah terjadinya komplikasi. Penghentian perdarahan dapat dilakukan dengan

penyuntikan sklerosing agent langsung ke varisesnya dengan bantuan esofagoskopi. Dapat juga

dilakukan dengan portovagal shunt atau splenorenal shunt.

ESOFAGITIS KOROSIF

Esofagitis korosif adalah peradangan di esofagus yang disebabkan oleh luka bakar karena

zat kimia yang bersifat korosif, misalnya asam kuat, basa kuat dan zat organik.9

Patofisiologi

Page 25: Proses Menelan Dan Kelainannya

Basa kuat menyebabkan terjadinya nekrosis mencair (liquefactum necrosis). Secara

histologik dinding esofagus sampai lapisan otot seolah-olah mencair. Asam kuat yang tertelan

akan menyebabkan nekrosis menggumpal (coagulation necrosis). Secara histologik dinding

esofagus sampai lapisan otot seolah-olah menggumpal.

Zat organik misalnya lisol dan karbol biasanya tidak menyebabkan kelainan yang hebat,

hanya terjadi edema di mukosa atau sub mukosa. Asam kuat menyebabkan kerusakan pada

lambung lebih berat dibandingkan dengan kerusakan di esofagus. Sedangkan basa kuat

menimbulkan kerusakan di esofagus lebih berat dari pada lambung.9

Gejala

Gejala yang sering timbul adalah disfagia, odinofagia dan adanya rasa sakit retrosternal.

Pemeriksaan

Pemeriksaan esofagogram : Adanya perforasi atau mediastinitis.

Pemeriksaan endoskopi, didapatkan kerusakan mukosa :

Derajat I : Fribialitis mukosa, hiperemis, edema. Meskipun ada beberapa lesi

erosif, tetapi secara keseluruhan mukosa masih baik.

Derajat II : Keadaan sudah lebih berat, dengan mukosa yang pariable, erosif,

banyak terdapat tukak dengan eksudat, sering ada spasme dan

perdarahan di mukosa esofagus.

Derajat III : Derajat II + perforasi

Penatalaksanaan

Tujuan pemberian terapi pada esofagitis korosif adalah unyuk mencegah pembentukan

striktur. Terapi esofagitis korosif dibedakan antara tertelan zat korosif dan zat organik. Terapi

esofagitis korosif akibat tertelan zat korosif dibagi dalam fase akut dan fase kronis. Pada fase

akut dilakukan perawatan umum dan terapi khusus berupa terapi medic dan esofagoskopi.

TUMOR ESOFAGUS

Page 26: Proses Menelan Dan Kelainannya

Tumor Jinak

Tumor jinak esofagus terbagi menjadi dua golongan, yaitu tumor yang berasal dari epitel

dan tumor yang berasal bukan dari epitel. Tumor yang berasal dari epitel seperti papiloma, polip,

adenoma, kista, sedangkan tumor non-epitel misalnya leiomioma, fibromioma, lipomioma,

fibroma, hemangioma, limfaangioma, lipoma, mixofibroma, dan neurofibroma.

Gejala

Gejala sumbatan akan timbul jika ukuran tumor besar. Disfagia terjadi secara lambat

tergantung dari besarnya tumor.

Diagnosis

Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan histopatologi dan sitologi

Pemeriksaan Radiologi

Dilakukan pemeriksaan esofagogram dengan kontras barium.Hasilnya akan tampak

gambaran smooth filling defect, jika tumor besar akan tampak gambaran tumor dengan mukosa

iregular dan cacat isi berlobus disertai dialatasi esofagus.

Pemeriksaan Esofagoskopi

Dapat untuk menentukan lokasi tumor serta melihat apakah tumor bertangkai atau tidak,

juga untuk melihat asal dari tumor yang bertangkai.

Penatalaksanaan

Terapi tumor jinak esofagus adalah pembedahan. Teknik operasi tergantung dari ukuran

tumor, lokasi, fiksasi mukosa dan apakah sudah terjadi penyebaran ke lambung. Jika tumor

terletak di daerah sepertiga tengah esofagus dilakukan operasi torakotomi dari sisi sebelah kanan,

jika terletak sepertiga distal esofagus dilakukan operasi torakotomi dari sisi sebelah kiri.

Tumor Ganas

Page 27: Proses Menelan Dan Kelainannya

Tumor ganas esophagus secara histologik digolongkan menjadi karsinoma sel skuamosa,

adenokarsinoma, karsinosarkoma dan sarkoma. Yang tersering ditemukan adalah karsinoma sel

skuamosa.

Etiologi

Etiologi karsinoma esofagus amat kompleks dan multifaktorial, contohnya alkohol dan

tembakau, merupakan faktor penyebab yang paling besar. Faktor makanan memegang peranan

penting, berupa defisiensi Vit A, Vit C dan Riboflavin.

Patofisiologi

Karsinoma sel skuamosa biasanya menyebabkan ulserasi pada stadium dini dan

menyebabkan nyeri, metastasi dini menuju ke nodus lempatikus servikalis dan mula-mula timbul

sebagai tumor di leher. Disfagia mungkin suatu gejala ringan yang tidak nyata dan tampak

menyertai pembersihan tenggorokan. Tumor di tenggorokan ini dengan sensitifitas bila menelan

cairan asam dapat menyebabkan karsinoma esofagus.

Manifestasi Klinik

Disfagia, rasa makanan tersangkut pada tenggorokan dan daerah retrosternal, regurgitasi,

suara parau, perdarahan tumor sampai muntah darah.

Diagnosis

Diagnosis pasti ditegakkan dengan melakukan biopsi dari massa tumor atau dengan

pemeriksaan sitologi, hal ini dapat dibantu dengan esofagoskop serat optik atau esofagoskop

kaku.

Pemeriksaan Radiologik

Esofagogram : kanker polipoid dapat membentuk gambaran seperti cendawam, bentuk

ulserasi menyebabkan gambaran iregularitas dan lumen menjadi sempit. Bentuk kanker

berinfiltrasi biasanya menunjukkan gambaran kontruksi, mukosa pada daerah kontriksi menjadi

hilang.

Pemeriksaan Esofagoskopi

Page 28: Proses Menelan Dan Kelainannya

Tumor ganas yang eksofitik akan tampak berwarna merah atau putih keabu-abuan, ireguler

dan mudah berdarah. Dengan esofagoskopi juga dapat dilakukan pemeriksaan biopsi dan sitologi

Penatalaksanaan

Biasanya terapi mencakup kombinasi pembedahan dan radioterapi.

BENDA ASING ESOFAGUS

Benda asing esofagus adalah benda yang tajam maupun tumpul atau makanan yang

tersangkut dan terjepit di esofagus karena tertelan, baik secara sengaja maupun tidak sengaja.

Peristiwa tertelan dan tersangkutnya benda asing merupakan masalah utama pada anak usia

6 bulan sampai 6 tahun dan dapat terjadi pada semua umur pada tiap lokasi di esofagus, baik di

tempat penyempitan fisiologis maupun patologis dan dapat pula menimbulkan komplikasi fatal

akibat perforasi.

Etiologi

Pada anak penyebabnya antara lain anomali kongenital. Pada orang dewasa sering terjadi

akibat mabuk, pemakai gigi palsu yang telah kehilangan sensasi rasa palatum, gangguan mental

dan psikosis.

Manifestasi Klinis

Gejala sumbatan tergantung pada ukuran, bentuk dan jenis benda asing, lokasi, komplikasi

yang timbul dan lamanya tertelan. Mula-mula timbul nyeri di daerah leher, kemudian timbul rasa

tidak enak di daerah substernal atau nyeri punggung. Terdapat rasa tercekik, rasa tersumbat di

tenggorok, batuk, muntah, disfagia, berat badan menurun, demam serta gangguan napas. Pada

pemeriksaan fisik didapatkan kekakuan lokal pada leher bila benda asing terjepit akibat edema

yang timbul progresif.

Komplikasi

Laserasi mukosa, perdarahan, perforasi lokal dengan abses leher atau mediastinitis.

Perforasi esophagus dapat menimbulkan selulitis lokal dan fistel esophagus. Bila lama berada di

esophagus dapat menimbulkan jaringan granulasi dan radang periesofagus.

Page 29: Proses Menelan Dan Kelainannya

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan radiology berupa foto polos esophagus servikal dan torakal anteroposterior

dan lateral. Dapat dilakukan tindakan endoskopi untuk tujuan diagnostic dan terapi.

Penatalaksanaan

Pasien dirujuk kerumah sakit untuk dilakukan esofagoskopi dengan memakai cunam yang

sesuai agar benda asing tersebut dapat dikeluarkan. Kemudian dilakukan esophagus ulang untuk

menilai kelainan-kelainan yang sudah ada sebelumnya.

Untuk benda asing tajam yang tidak dapat dikeluarkan dengan esofagoskopi harus segera

dilakukan pembedahan sesuai lokasi benda asing tersebut. Bila dicurigai adanya perforasi segera

dipasang pipa nasogaster agar pasien tidak menelan dan diberikan antibiotic berspektrum luas

selama 7-10 hari agar tidak terjadi sepsis.Bila letak benda asing menetap selama 2x24 jam maka

benda asing tersebut harus dikeluarkan dengan pembedahan.

PENYAKIT REFLUKS GASTROESOFAGUS

Refluks gastroesofagus (RGE) didefinisikan sebagai aliran retrograd isi lambung ke dalam

esofagus. Merupakan proses fisiologis yang terjadi secara intermitten terutama setelah makan.

Oleh sebab itu disebut juga sebagai refluks gastroesofagus fisiologik atau asimtomatik. Sering

terjadi pada bayi dan anak-anak normal, dan karena merupakan proses fisiologis dan fungsional,

biasanya hilang dengan sendirinya.10

Penyakit refluks gastroesofagus (PRGE) disebut sebagai refluks gastroesofagus patologik

atau simtomatik. Merupakan kondisi kronik dan berulang, sehingga menimbulkan perubahan

patologi pada traktus aerodigestif atas dan organ lain di luar esofagus.

Manifestasi klinis PRGE di luar esofagus didefinisikan sebagai refluks ekstra esofagus

(REE). Istilah refluks laringofaring (RLF) adalah REE yang menimbulkan manifestasi penyakit-

penyakit oral, faring, laring, dan paru. REE dianggap berperan penting pada banyak penyakit

saluran nafas atas dan paru.

Patogenesis

Page 30: Proses Menelan Dan Kelainannya

PRGE disebabkan oleh aliran retrograd isi lambung ke dalam esofagus, menimbulkan

gejala, rusaknya mukosa, atau kedua-duanya. Defek pada sfingter esofagus inferior merupakan

penyebab tersering PGRE. Relaksasi transien sfingter esofagus inferior dilaporkan pada

kebanyakan episode refluks baik tanpa kerusakan mukosa maupun dengan esofagitis ringan,

sedangkan sfingter esofagus inferior yang pendek dan hipotensi lebih sering ditemukan dengan

esofagitis berat. Sekitar 40 – 60% pasien dengan PRGE, terdapat abnormalitas peristaltik

esofagus. Peristaltik esofagus merupakan determinan utama dalam pembersihan asam esofagus

(esophageal acid clearance), sehingga bila terdapat abnormalitas akan mengakibatkan refluks

yang parah dan pembersihan yang lambat. Oleh karena itu, pasien tersebut sering mengalami

cedera mukosa yang lebih berat dan gejala atipikal seperti batuk atau suara serak. Hernia hiatal

juga berpengaruh dalam inkompetensinya gastroesophageal junction dengan mengubah

hubungan anatomi antara sfingter esofagus inferior dengan esophageal crus. Pada pasien dengan

hernia hiatal yang besar, sfingter esofagus inferior biasanya lebih pendek dan lemah sehingga

jumlah refluks lebih banyak.8

Temuan Klinis

Heartburn, regurgitasi, dan disfagia adalah gejala tipikal untuk PRGE. Namun, diagnosis

klinis PRGE, berdasarkan gejala tipikal seperti hearburn dan regurgitasi, dapat ditegakkan hanya

pada 70% pasien dibandingkan dengan hasil monitor pH. Respon yang baik terhadap terapi

proton pum inhibitor merupakan prediktor yang lebih baik untuk refluks abnormal. Selain gejala

tipikal, pasien dengan PRGE juga mengalami gejala atipikal seperti batuk kronis, wheezing,

nyeri dada (non cardiac chest pain), suara serak, otitis media, aspirasi pneumonia dan erosi

dentis. Gejala ini mewakili gambaran penyakit ekstra esofagus, termasuk gangguan respirasi

seperti asma, sama dengan abnormalitas telinga, hidung, dan tenggorok seperti laringitis. Dua

mekanisme yang dipostulasikan untuk gejala respirasi terinduksi PRGE: (1) lengkung refluks

vagal mengakibatkan bronkokonstriksi dan (2) mikroaspirasi ke dalam pohon trakeobronkial.

Gejala Telinga, hidung dan tenggorokan seperti suara serak atau erosi dentis merupakan geja;a

sekunder akibat kerusakan langsung oleh asam yang refluks.

Diagnosis

Page 31: Proses Menelan Dan Kelainannya

Diagnosis PRGE umumnya didasarkan pada kombinasi riwayat penyakit, pemeriksaan

fisik, dan tes diagnostik yang tepat. Cara menegakkan diagnosis refluks ekstra esofagus atau

refluks laringofaring didasarkan atas riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, pemeriksaan

hipofaring, laring dan tes diagnosis. Memonitor pH 24 jam dengan double/triple probe, minimal

menggunakan 1 ajuk (probe) di atas sfingter esofagus atas. Pemeriksaan laringoskopi fleksibel

fiberoptik, videolaringoskopi, video stroboskopi dan laringoskop kaku merupakan pemeriksaan

yang sensitif terhadap refluks laringofaring.

Ambulatory pH Monitoring

Ambulatory pH monitoring adalah tes yang paling baik untuk mendiagnosis PRGE, dengan

sensitifitas dan spesifisitas mencapai 92%. Pengobatan penghambat asam harus dihentikan 3 –

14 hari sebelum dites. Diet dan olahraga tidak dibatasi selama tes supaya menyerupai keseharian

pasien. Tes ini harus selalu dilakukan (1) pada pasien yang tidak memberikan respon terhadap

terapi medis; (2) pada pasien yang mengalami relaps setelah terapi medis dihentikan; (3)

sebelum pembedahan antirefluk; dan (4) ketika gejala atipikal muncul. Pada pasien dengan

gejala atipikal, pH probe dengan 2 sensor (5 dan 20 cm di atas sfingter esofagus inferior)

digunakan untuk menentukan sejauh mana refluksnya. Hasil pencatatan dianalisa untuk dicari

korelasi gejala dan episode refluks.

Penatalaksanaan

PRGE merupakan kondisi kronik berulang dengan gejala yang bervariasi akibat isi

lambung (asam dan pepsin) masuk kembali ke dalam esofagus atau luar esofagus. Pengobatan

pasien PRGE memerlukan pertimbangan yang hati-hati terhadap gejala primer, derajat kerusakan

mukosa dan ada tidaknya komplikasi.

Tujuan pengobatan adalah : (1) menghilangkan gejala, (2) menyembuhkan kerusakan

mukosa, (3) mengatasi komplikasi, dan (4) mencegah remisi gejala. Terapi yang dapat diberikan

berupa (1) modifikasi gaya hidup, (2) terapi farmakologi, dan (3) terapi bedah antirefluks.

Untuk modifikasi gaya hidup, pasien disuruh makan sering, dengan porsi kecil setiap hari

untuk mencegah distensi lambung. Pasien juga harus menghindari makanan berlemak, pedas, dan

Page 32: Proses Menelan Dan Kelainannya

coklat, karena makanan ini menurunkan tekanan pada sfingter esofagus inferior. Untuk

meningkatkan efek gravitasi, posisi kepala saat tidur harus dielevasi 4 – 6 inci.

Terapi farmakologi, dapat diberikan antasid untuk pasien yang mengalami heartburn

ringan yang intermiten. Pengobatan penekan asam tetap menjadi terapi utama. Agen penghambat

H2 biasanya diresepkan kepada pasien dengan gejala ringan atau esofagitis ringan. Proton pump

inhibitor (PPI) lebih poten dibandingkan agen penghambat H2 karena PPI mempengaruhi control

sekresi asam lebih dalam. Namun, gejala dan esofagitis cenderung rekuren bila terapi dihentikan

sehingga pasien memerlukan terapi rumatan dalam jangka panjang. Sebagai tambahan, sekitar

50% pasien dengan PPI rumatan memerlukan penambahan dosis untuk menjaga penyembuhan

esofagitis. Terapi farmakologik tidak efektif untuk pengobatan gejala ekstra esofagus akibat

PRGE karena ekstensi ke atas isi lambung. Pada pasien ini, pengobatan supresi asam hanya

mengubah pH refluks lambung, namun refluks dan aspirasi tetap muncul karena inkompetensi

sfingter esofagus bawah dan inefektifitas peristaltik esofagus.

Sedangkan pembedahan bertujuan untuk mengembalikan kompetensi sfingter esofagus

inferior. Teknik laparoskopi fundoplikasi total merupakan pilihan utama karena meningkatkan

tekanan istirahat dan panjang sfingter esofagus inferior dan menurunkan angka relaksasi transien

sfingter esofagus inferior.