hubungan intensitas pelaksanaan pendidikan islam...

101
i HUBUNGAN INTENSITAS PELAKSANAAN PENDIDIKAN ISLAM DENGAN PENGHAYATAN KEAGAMAAN SISWA KELAS XII SMK NU UNGARAN TAHUN PELAJARAN 2013/2014 SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam Oleh: MIFTACHUL SAIFUDIN NIM 11109037 JURUSAN TARBIYYAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA 2014

Upload: others

Post on 15-Feb-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • i

    HUBUNGAN INTENSITAS PELAKSANAAN

    PENDIDIKAN ISLAM DENGAN PENGHAYATAN

    KEAGAMAAN SISWA KELAS XII SMK NU

    UNGARAN TAHUN PELAJARAN 2013/2014

    SKRIPSI

    Diajukan untuk Memperoleh Gelar

    Sarjana Pendidikan Agama Islam

    Oleh:

    MIFTACHUL SAIFUDIN

    NIM 11109037

    JURUSAN TARBIYYAH

    PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

    SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)

    SALATIGA

    2014

  • ii

  • iii

  • iv

  • v

    MOTTO

    َن َذاٌن َيْسَمُعوْ َأْو ا َن ِبَها ْعِقُلوْ َن َلُهْم قُ ُلوٌب ي َ ْرِض فَ َتُكوْ ا ِفي اْلَ ُروْ َأفَ َلْم َيِسي ْ ِفي الصُُّدورِ ِكْن ََ ْعَم اْلُقُلوُب الَِّتيْ اُر َول ْبصَ ََ ْعَم اْلَ فَِإن ََّها َل ,ِبَها

    “Maka Apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati

    yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan

    itu mereka dapat mendengar? karena Sesungguhnya bukanlah mata itu yang

    buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada (QS. Al-Hajj: 46)”

  • vi

    PERSEMBAHAN

    Puji syukur kepada Allah SWT, sehingga skripsi ini selesai. Skripsi ini saya

    persembahkan untuk orang-orang yang telah mendorong untuk selalu

    memperjuangkan mimpi saya:

    1. Kepada ayah saya Muh Amin dan ibu saya Yasiroh, yang selalu mendo’akan

    dan memberi semangat kepada kedua anaknya agar lebih baik.

    2. Kakak saya Tatik Nuryati, yang selalu memberi semangat untuk bisa jadi yang

    terbaik dan meraih hidup yang lebih baik.

    3. Dosen-dosen Tarbiyah, yang telah memberikan ilmu-ilmu, motivasi, dan

    segala inspirasi untuk menjadi bekal di masa yang akan datang.

    4. Rekan-rekan HMI Cabang Salatiga, terima kasih atas ilmu-ilmu maupun

    kerjasamanya selama kegiatan berorganisasi maupun dalam kepengurusan,

    semoga memberikan manfaat bagi diri pribadi maupun orang lain atas ilmu-

    ilmu yang telah didapatkan dalam berorganisasi.

  • vii

    KATA PENGANTAR

    Bismillahirromanirrohim

    Assalamu’alaikumWr. Wb.

    Segala puji bagi Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayah-

    Nya, sehingga penulis dapat diberikan kemudahan dalam menyelesaikan skripsi

    ini. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulullah SAW, keluarga,

    sahabat dan para pengikutnya.

    Skripsi ini dibuat untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar

    kesarjanaan Pendidikan Agama Islam, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri

    (STAIN) Salatiga. Dengan selesainya skripsi ini tidak lupa penulis mengucapkan

    terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :

    1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku ketua STAIN Salatiga.

    2. Bapak Rasimin, M.Pd., Selaku Ketua Program Studi PAI.

    3. Bapak Drs. Djoko Sutopo sebagai dosen pembimbing skripsi yang

    telah dengan ikhlas mencurahkan pikiran dan tenaganya serta

    pengorbanan waktunya dalam upaya membimbing penulis untuk

    menyelesaikan tugas ini.

    4. Bapak dan Ibu Dosen serta karyawan STAIN Salatiga yang telah

    banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

    5. Kepala sekolah dan guru SMK NU Ungaran Kabupaten Semarang

    yang telah memberikan ijin serta membantu penulis dalam melakukan

    penelitian di sekolah tersebut.

  • viii

  • ix

    ABSTRAK

    Miftachul Saifudin. 2014. Hubungan Intensitas Pelaksanaan Pendidikan Islam

    dengan Penghayatan Keagamaan Siswa Kelas XII SMK NU UNGARAN Tahun

    Pelajaran 2013/2014. Skripsi. Jurusan Tarbiyah. Program Strata I Pendidikan

    Agama Islam. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. 2014. Pembimbing:

    Drs. Djoko Sutopo.

    Kata kunci: Intensitas Pelaksanaan Pendidikan Islam, Penghayatan

    Keagamaan.

    Pelaksanaan pendidikan Islam bukanlah sekedar mengajarkan pengetahuan

    agama, hafal dalil-dalil maupun hukum-hukum Islam, dan sekedar mempunyai

    keterampilan dalam ibadah saja, akan tetapi pendidikan Islam bertujuan

    membentuk kepribadian anak sesuai dengan ajaran agama agar mempunyai

    akhlakul karimah dalam keseharian mereka. Maka, dalam pelaksanaan pendidikan

    Islam diperlukan adanya penghayatan dalam hati agar jiwa keagamaan anak didik

    mampu berkembang dan mempengaruhi prilaku dalam keseharian mereka.

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan intensitas

    pelaksanaan pendidikan Islam dengan penghayatan keagamaan siswa kelas XII

    SMK NU Ungaran tahun pelajaran 2013/2014.

    Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif, yaitu

    dilaksanakan dengan menggunakan metode angket atau koesioner yang dibagikan

    kepada 98 responden. Kemudian untuk mengetahui hubungan variabel X dan

    Vaiabel Y yaitu dengan menggunakan Product Moment.

    Hasil penelitian dari variabel intensitas pelaksanaan pendidikan Islam

    dengan hasil mean 45,41 diperoleh data 87 (88,74%) responden berkategori

    Sangat Setuju (SS), 10 (10,2%) responden berkategori Setuju (S), 1 (1,02%)

    responden berkategori Kurang Setuju (KS), dan 0 (0%) responden berkategori

    Tidak Setuju (TS) dan Sangat Tidak Setuju (STS). Sedangkan hasil dari variabel

    penghayatan keagaamaan siswa dengan hasil mean 44,37 diperoleh data 79

    (80,58%) responden berkategori Sangat Setuju (SS), 18 (18,36%) responden

    berkategori Setuju (S), 1 (1,02%) responden berkategori Kurang Setuju (KS), dan

    0 (0%) responden berkategori Tidak Setuju (TS) dan Sangat Tidak Setuju (STS).

    Dari hasil analisis penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan positif dan

    signifikan antara intensitas pelaksanaan pendidikan Islam dengan penghayatan

    keagamaan siswa SMK NU Ungaran tahun pelajaran 2013/2014, hal ini

    dibuktikan dengan hasil ro= 0,626 yang dikonsultasikan dengan harga r tabel baik

    pada taraf kesalahan 1% (0,256) atau 5% (0,195) yang memiliki arti ro lebih besar

    atau sama dengan rt.

  • x

    Daftar Isi

    Halaman Judul .................................................................................................... i

    Halaman Nota Pembimbing ............................................................................... ii

    Halaman Pengesahan ......................................................................................... iii

    Deklarasi ............................................................................................................ iv

    Motto .................................................................................................................. v

    Persembahan ...................................................................................................... vi

    Kata Pengantar ................................................................................................... vii

    Abstrak ............................................................................................................... ix

    Daftar Isi ............................................................................................................. x

    Daftar Tabel ....................................................................................................... xiii

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah ............................................................ 1

    B. Rumusan Masalah ..................................................................... 5

    C. Tujuan Penelitian ...................................................................... 6

    D. Hipotesis .................................................................................... 7

    E. Manfaat Penelitian .................................................................... 7

    F. Definisi Operasional .................................................................. 8

    G. Metode Penelitian ...................................................................... 11

    H. Sistematika Penulisan Skripsi ................................................... 18

    BAB II LANDASAN TEORI

    A. Intensitas Pelaksanaan Pendidikan Islam .................................. 20

  • xi

    1. Pengertian Pendidikan Islam ............................................... 20

    2. Dasar-dasar Pendidikan Islam ............................................. 22

    3. Tujuan Pendidikan Islam ..................................................... 23

    4. Metode Pelaksanaan Pendidikan Islam ............................... 25

    5. Pelaksanaan Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah

    .............................................................................................. 25

    B. Penghayatan Keagamaan Siswa ................................................ 42

    1. Pengertian Keagmaan .......................................................... 43

    2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keagamaan .................. 44

    3. Fungsi Agama dalam Kehidupan ........................................ 44

    4. Dimensi-dimensi Keagamaan .............................................. 46

    5. Penghayatan Keagamaan ..................................................... 47

    BAB III LAPORAN HASIL PENELITIAN

    A. Gambaran Umum Lokasi dan Subjek Penelitian ...................... 49

    1. Profil SMK NU Ungaran ..................................................... 49

    2. Struktur Organisasi SMK NU Ungaran Tahun Pelajaran

    2013/2014 ............................................................................ 49

    3. Struktur Organisasi Tata Usaha SMK NU Ungaran Tahun

    Pelajaran 2013/2014 ............................................................ 50

    4. Visi SMK NU Ungaran ....................................................... 50

    5. Misi SMK NU Ungaran ...................................................... 50

    6. Sejarah Berdirinya SMK NU Ungaran ................................ 51

    7. Data Siswa SMK NU Ungaran ............................................ 53

  • xii

    B. Penyajian Data Penelitian ......................................................... 54

    BAB IV ANALISIS DATA

    A. Analisis Pendahuluan ................................................................ 65

    1. Data Pelaksanaan Pendidikan Islam .................................... 65

    2. Data Penghayatan Keagamaan Siswa .................................. 68

    B. Analisis Uji Hipotesis ............................................................... 71

    Membuat Tabel Penolong Untuk Menghitung Prosentase Besarnya

    Hubungan ................................................................................... 71

    BAB V PENUTUP

    A. Kesimpulan ............................................................................... 76

    B. Saran-saran ................................................................................ 77

    Daftar Pustaka .................................................................................................. 78

    Lampiran-lampiran

  • xiii

    Daftar Tabel

    Tabel 1.1 Kisi-kisi Angket Intensitas Pelaksanaan Pendidikan Islam ............ 14

    Tabel 1.2 Kisi-kis Angket Penghayatan Keagamaan Siswa ............................ 15

    Tabel 3.1 Data Statistik Siswa SMK NU Ungaran Tahun Pelajaran 2013/2014

    .......................................................................................................... 53

    Tabel 3.2 Hasil Skor Angket Aspek Pelaksanaan Pendidikan Islam dalam

    Keluarga .......................................................................................... 55

    Tabel 3.3 Hasil Skor Angket Aspek Pelaksanaan Pendidikan Islam dalam

    Sekolah ............................................................................................ 57

    Tabel 3.4 Hasil Skor Angket dari Intensitas Pelaksanaan Pendidikan Islam .. 60

    Tabel 3.5 Hasil Skor Angket dari Penghayatan Keagamaan Siswa ................ 62

    Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Intensitas Pelaksanaan Pendidikan Islam ...... 65

    Tabel 4.2 Nilai Interval Intensitas Pelaksanaan Pendidikan Islam ................. 68

    Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Penghayatan Keagamaan Siswa .................... 68

    Tabel 4.4 Nilai Interval Penghayatan Keagamaan Siswa ................................ 70

    Tabel 4.5 Tabel Penolong Untuk Menghitung Indeks Korelasi Besarnya

    Hubungan ........................................................................................ 71

    Tabel 4.6 Tabel Taraf Signifikasi N=98 .......................................................... 75

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Pendidikan agama Islam adalah bimbingan jasmani dan rohani

    berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju kepada terbentuknya

    kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam (Marimba, 1989: 23).

    Sedangkan menurut Muhaimin (2004: 29) pendidikan Islam atau pendidikan

    Islami adalah pendidikan yang dipahami dan dikembangkan dari ajaran dan

    nilai-nilai fundamental yang terkandung dalam sumber dasarnya, yaitu Al-

    Qur’an dan As-Sunnah.

    Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa pendidikan Islam adalah

    bimbingan jasmani dan rohani yang berdasarkan hukum-hukum yang terdapat

    dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah agar terbentuknya kepribadian menurut

    nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran Islam.

    Dalam proses pendidikan anak, peran keluarga merupakan peran yang

    terpenting. Keluarga menurut para pendidik merupakan lapangan pendidikan

    yang pertama, dan pendidiknya adalah kedua orang tua. Orang tua (bapak

    atau ibu) adalah pendidik kodrat (Jalaludin, 2000: 218). Kemudian pendapat

    lain menyatakan bahwa orang tua adalah pembina pribadi yang pertama

    dalam kehidupan anak. Kepribadian orang tua, sikap dan cara hidup mereka

    merupakan unsur-unsur pendidikan tak langsung yang dengan sendirinya

    akan masuk ke dalam pribadi anak yang sedang tumbuh. Sikap anak terhadap

  • 2

    guru agama dan pendidikan agama di sekolah sangat dipengaruhi oleh sikap

    orang tuanya terhadap agama dan guru agama khususnya (Arifin, 2008: 60).

    Dari dua pendapat tersebut dapat diambil pengertian bahwa keluarga

    merupakan tempat atau lingkungan pendidikan pertama kali yang

    memberikan pengaruh besar terhadap kepribadian seorang anak di masa

    depannya. Jika sikap orang tua baik kepada anaknya maka sikap anaknya pun

    akan ikut baik sebagaimana orang tuanya, dan begitu pula sebaliknya.

    Setiap muslim mengharapkan untuk mempunyai rumah tangga yang

    aman, tenteram, dan sejahtera, sehingga dalam kehidupan berkeluarga, setiap

    keluarga mendambakan anak-anaknya menjadi anak-anak yang sholeh atau

    sholehah. Akan tetapi orang tua mempunyai tugas untuk mendidik keluarga

    khususnya kepada anak-anaknya, secara umum Allah SWT tegaskan dalam

    Al-Qur’an surat At-Tahrim (66) ayat 6:

    Artinya:“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan

    keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia

    dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan

    tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya

    kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”

    Dengan demikian orang tua mempunyai tanggungjawab besar terhadap

    pendidikan keagamaan anaknya agar memiliki keimanan dan ketakwaan

  • 3

    kepada Allah SWT sehingga selamat dalam menjalani kehidupan dunia dan

    akhirat.

    Ketika orang tua merasa diri mereka memiliki keterbatasan dalam

    pengetahuan agama, maka mereka menyerahkan pendidikan keagamaan

    anak-anak mereka selanjutnya, kepada guru agama di lembaga pendidikan

    formal atau pendidikan sekolah. Menurut Bambang Syamsul Arifin (2008:

    56) menjelaskan bahwa sekolah sebagai kelembagaan pendidikan merupakan

    pelanjut dari pendidikan keluarga. Karena keterbatasan para orang tua untuk

    mendidik anak-anaknya, anak-anak mereka diserahkan ke sekolah-sekolah.

    Perkembangan jiwa keagamaan anak diperoleh pertama kali di

    lingkungan keluarganya. Kemudian perkembangan jiwa keagamaan anak

    selanjutnya diperoleh di lingkungan sekolah.

    Jalaludin (2000: 220) menjelaskan bahwa pengaruh kedua orang tua

    terhadap perkembangan jiwa keagamaan anak dalam pandangan Islam sudah

    lama disadari. Oleh karena itu sebagai intervensi terhadap perkembangan jiwa

    keagamaan tersebut, kedua orang tua diberikan beban tanggung jawab. Ada

    semacam rangkaian ketentuan yang dianjurkan kepada orang tua, yaitu

    mengazankan ke telinga bayi yang baru lahir, mengakikah, memberi nama

    yang baik, mengajarkan membaca Al-Qur’an, serta bimbingan lainnya yang

    sejalan dengan perintah agama. Keluarga dinilai sebagai faktor yang paling

    dominan dalam meletakkan dasar bagi perkembangan jiwa keagamaan.

    Terkait perkembangan jiwa keagamaan anak, Bambang Syamsul Arifin

    (2008: 57) juga menjelaskan bahwa fungsi sekolah dalam kaitannya dengan

  • 4

    pembentukan jiwa keagamaan pada anak, antara lain sebagai pelanjut

    pendidikan agama di lingkungan keluarga atau membentuk jiwa keagamaan

    pada diri anak yang tak diterima di keluarga. Dalam konteks ini, guru agama

    harus mampu mengubah sikap anak didiknya agar menerima pendidikan

    agama yang diberikannya.

    Zakiah Daradjat (1970: 107) menjelaskan bahwa pendidikan agama

    bukanlah sekedar mengajarkan pengetahuan agama dan melatih keterampilan

    anak dalam melaksanakan ibadah. Akan tetapi pendidikan agama jauh lebih

    luas daripada itu, ia pertama-tama bertujuan untuk membentuk kepribadian

    anak sesuai dengan ajaran agama. Pembinaan sikap, mental, dan akhlak, jauh

    lebih penting dari pada pandai menghafal dalil-dalil dan hukum-hukum

    agama yang tidak diresapkan dan dihayatinya dalam hidup.

    Aktivitas beragama bukan hanya terjadi ketika seseorang melakukan

    prilaku ritual (beribadah), tapi juga ketika melakukan aktivitas lain yang

    didorong oleh kekuatan akhir. Bukan hanya yang berkaitan dengan aktivitas

    yang tampak dan dapat dilihat oleh mata, tapi juga aktivitas yang tak tampak

    dan terjadi dalam hati seseorang. Karena itu keberagamaan seseorang akan

    meliputi berbagai macam sisi atau dimensi (Djamaludin, 1994: 76).

    Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa pelaksanaan pendidikan

    Islam tidak hanya diukur pada kepandaian menghafal dalil-dalil agama,

    hukum-hukum agama, dan keterampilan dalam praktek melaksanakan ibadah,

    akan tetapi perlu adanya aktivitas hati atau penghayatan pada setiap

    melakukan kegiatan ibadah. Jadi, pelaksanaan pendidikan Islam harus mampu

  • 5

    menghubungkan kepada penghayatan dalam hati agar jiwa keagamaan anak

    didik mampu berkembang dan mempengaruhi perilaku anak untuk

    mempunyai akhlakul karimah yang dapat diterapkan dalam keseharian.

    Adapun dampak setelah dilaksanakannya pendidikan Islam dalam

    lingkungan keluarga maupun sekolah, yaitu seorang anak lebih cenderung

    terampil dalam pelaksanaan-pelaksanaan ibadah dan aktif kegiatan-kegiatan

    keagamaan semata, dan berdampak pemahaman agama sekedar untuk

    dijalankan ritualnya saja dengan tujuan untuk mendapatkan pahala. Sehingga

    yang sering terjadi seorang anak penampilan ibadah atau ritualnya baik,

    namun tingkah laku kesehariannya terlihat tidak mencerminkan agamanya

    atau bisa jadi ia sholat, ngaji, membaca Al-Qur’an, dan ikut kegiatan-kegiatan

    keagamaan, tapi tanpa diikuti aktivitas ibadah dalam hati, atau dengan asumsi

    bahwa bisa jadi seseorang melakukan ritualitasnya, tapi tanpa diimbangi

    spiritualitasnya.

    Berdasarkan beberapa uraian singkat di atas peneliti akan berusaha

    untuk mengetahui keterkaitan antara HUBUNGAN INTENSITAS

    PELAKSANAAN PENDIDIKAN ISLAM DENGAN PENGHAYATAN

    KEAGAMAAN SISWA KELAS XII SMK NU UNGARAN TAHUN

    PELAJARAN 2013/2014.

    B. Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti mengambil suatu

    rumusan masalah sebagai berikut :

  • 6

    1. Bagaimanakah intensitas pelaksanaan pendidikan Islam dalam keluarga

    dan sekolah pada siswa kelas XII SMK NU Ungaran Tahun Pelajaran

    2013/2014?

    2. Bagaimanakah penghayatan keagamaan siswa kelas XII SMK NU

    Ungaran Tahun Pelajaran 2013/2014?

    3. Adakah hubungan yang signifikan antara intensitas pelaksanaan

    pendidikan Islam dalam keluarga dan sekolah dengan penghayatan

    keagamaan siswa kelas XII SMK NU Ungaran Tahun Pelajaran

    2013/2014?

    C. Tujuan Penelitian

    Dari rumusan masalah di atas dapat dirumuskan tujuan penelitian

    sebagai berikut:

    1. Untuk mengetahui intensitas pelaksanaan pendidikan Islam dalam

    keluarga dan sekolah pada siswa kelas XII SMK NU Ungaran Tahun

    2013/2014.

    2. Untuk mengetahui penghayatan keagamaan pada siswa kelas XII SMK

    NU Ungaran Tahun 2013/2014.

    3. Untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan yang signifikan antara

    intensitas pendidikan Islam dalam keluarga dan sekolah dengan

    penghayatan keagamaan pada siswa kelas XII SMK NU Ungaran Tahun

    2013/2014.

  • 7

    D. Hipotesis

    Hipotesa adalah jawaban sementara atas masalah penelitian atau

    kesimpulan sementara atas hasil penelitian yang masih harus diuji

    kebenarannya melalui pengamatan empirik (pengumpulan, pengolahan dan

    analisa data) (Arikunto, 1993: 115).

    Proses pelaksanaan pendidikan Islam dalam lingkungan keluarga

    maupun sekolah, memberikan pengaruh besar terhadap pertumbuhan dan

    perkembangan anak dalam hidup beragama di masa yang akan datang. Di

    dalam setiap aktifitas keagamaan, diperlukan adanya penghayatan dari dalam

    hati agar terbentuknya rasa kedekatan diri kepada ilahi. Di sisi lain juga

    dengan penghayatan, mampu merubah akhlak yang belum baik berubah

    menjadi berakhlak baik. Dengan demikian, penghayatan setiap aktifitas

    keagamaan mampu menjadi pengantar untuk meningkatkan keimanan dan

    ketakwaan kepada Allah SWT. Maka dalam penelitian ini peneliti

    beranggapan bahwa ada hubungan yang signifikan antara intensitas

    pelaksanaan pendidikan Islam dengan penghayatan keagamaan siswa kelas

    XII SMK NU Ungaran Kabupaten Semarang.

    E. Manfaat Penelitian

    Hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat secara teoritis dan

    praktis.

  • 8

    1. Secara Teoritis

    Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

    sumbangan dan wacana baru bagi pengembangan ilmu pengetahuan

    khususnya di bidang pendidikan agama Islam ke depannya dalam rangka

    membangun generasi muda yang penuh penghayatan dalam melaksanakan

    ajaran Islam.

    2. Secara Praktis

    Penelitian ini akan memberikan manfaat bagi keluarga, guru, dan

    siswa, diantaranya sebagai berikut :

    a. Meningkatkan pemahaman kepada siswa tentang arti penting

    pendidikan agama Islam.

    b. Meningkatkan pemahaman kepada orang tua arti penting pendidikan

    agama Islam.

    c. Meningkatkan pemahaman kepada orang tua, guru, dan siswa tentang

    arti penting penghayatan keagamaan dalam menjalani kehidupan

    sehari-hari.

    F. Definisi Operasional

    Untuk menghindari terjadinya salah pengertian dan untuk menjaga

    sebagai antisipasi timbulnya kesalahpahaman serta pengaburan pemahaman

    makna, maka sebelum membahas lebih lanjut, terlebih dahulu ditegaskan

    istilah-istilah yang terdapat pada judul skripsi ini:

  • 9

    1. Intensitas

    Kata intensitas mengandung pengertian: Keadaan, tingkatan/ukuran

    menurut intensnya, intens (hebat/sangat kuat/penuh semangat)

    (Poerwadarminta, 2001: 438).

    2. Pelaksnaan Pendidikan Islam

    Pendidikan Islam di sini diartikan sebagai upaya sadar yang

    dilakukan oleh mereka yang memiliki tanggung jawab terhadap

    pembinaan, bimbingan, pengembangan serta pengarahan potensi yang

    dimiliki anak agar mereka dapat berfungsi dan berperan sebagaimana

    hakikat kejadiannya. Jadi dalam pengertian ini pendidikan Islam tidak

    dibatasi oleh institusi (kelembagaan) ataupun pada lapangan pendidikan

    tertentu. Pendidikan Islam diartikan dalam ruang lingkup yang luas.

    Adapun dimaksud yang bertanggungjawab dalam pengertian ini

    adalah orang tua. Sedang para guru atau pendidik lainnya adalah

    merupakan perpanjangan tangan para orang tua. Maksudnya, tepat

    tidaknya para guru atau pendidik yang dipilih oleh orang tua untuk

    mendidik anak mereka sepenuhnya menjadi tanggungjawab para orang

    tua. Maka pendidikan Islam meletakkan dasarnya adalah pada rumah

    tangga. Seiring dengan tanggungjawab itu, para orang tua dan para guru

    dalam pendidikan Islam berfungsi dan berperan sebagai pembina,

    pembimbing, pengembang serta pengarah potensi yang dimilki anak agar

    mereka menjadi pengabdi Allah yang taat dan setia, sesuai dengan hakikat

  • 10

    penciptaan manusia (QS 51: 56) dan juga dapat berperan sebagai khalifah

    Allah dalam kehidupan di dunia (QS 2: 30) (Jalaludin, 2000: 19).

    Adapun indikator-indikator variabel pelaksanaan pendidikan Islam

    yaitu:

    a. Pelaksanaan Pendidikan Islam dalam Keluarga:

    1) Membimbing sholat

    2) Membimbing berdo’a setiap memulai kegiatan.

    3) Membimbing membaca Al-Qur’an

    4) Membimbing puasa

    5) Membimbing akhlak terpuji

    6) Memperkenalkan rukun iman

    7) Memperkenalkan rukun islam

    8) Memperkenalkan adanya Allah

    9) Memperkenalkan sifat-sifat Allah

    b. Pelaksanaan Pendidikan Islam di Sekolah

    1) Mendidik akhlak

    2) Mendidik akidah

    3) Mendidik ibadah sholat

    4) Mendidik ibadah puasa

    5) Membimbing membaca Al-Qur’an.

    6) Membimbing melaksanakan sedekah

    7) Membimbing membaca do’a ketika memulai atau mengakhiri

    kegiatan belajar.

  • 11

    8) Membimbing untuk selalu berbuat baik dan selalu menjauhi

    perbuatan jelek (Daradjat, 1995: 65).

    3. Penghayatan Keagamaan Siswa

    Pengalaman atau penghayatan adalah dimensi yang menyertai

    keyakinan, pengamalan dan peribadatan. Dimensi penghayatan

    menunjukan pada seberapa jauh tingkat muslim dalam merasakan dan

    mengalami perasaan dan pengalaman-pengalaman religius.

    Adapun indikator-indikator variabel penghayatan keagamaan siswa:

    a. Perasaan dekat/akrab dengan Allah

    b. Perasaan do’a-do’anya sering terkabul,

    c. Perasaan tenteram bahagia karena menuhankan Allah

    d. Perasaan bertawakkal (pasrah diri secara positif) kepada Allah,

    e. Perasaan khusuk ketika melaksanakan sholat atau berdo’a,

    f. Perasaan tergetar ketika mendengar adzan atau ayat-ayat Al-Qur’an,

    g. Perasaan bersyukur kepada Allah,

    h. Perasaan mendapat peringatan atau pertolongan Allah (Ancok, 1994:

    82).

    G. Metode Penelitian

    1. Pendekatan dan Rancangan Penelitian

    Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif.

    Penelitian kuantitatif memiliki fokus penelitian yang terletak pada hasil

    atau produk dari sebuah objek penelitian, bukan dalam bentuk kategori-

    kategori atau dalam bentuk sebuah proses.

  • 12

    Dalam penelitian ini menggunakan teknik metode pengumpulan data

    berupa angket sebagai standarisasi ukuran hasil dalam penelitian, dan

    menggunakan metode observasi sebagai pembanding ukuran standar

    penelitian.

    Untuk mengetahui pengaruh atau hubungan tiap variabel peneliti

    menggunakan sebuah analisis statistik product moment.

    2. Lokasi dan Waktu Penelitian

    Penelitian ini telah dilaksanakan di SMK NU Ungaran Jl. Kaligarang

    No 09 Ungaran, Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang. Peneliti

    mengunjungi SMK NU Ungaran dengan membawa surat permohonan izin

    penelitian dari kampus STAIN Salatiga pada tanggal 05 Maret 2014.

    Kemudian pada tanggal 06 Maret 2014 peneliti mencari data-data yang

    berkaitan tentang SMK NU Ungaran. Selesai memperoleh data, peneliti

    menyebarkan angket kepada siswa-siswi kelas XII SMK NU Ungaran

    jurusan TKJ (Teknik Komputer dan Jaringan) dan Multimedia.

    3. Populasi dan Sampel

    a. Populasi

    Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian (Arikunto, 1993:

    108). Dalam hal ini populasinya adalah seluruh siswa kelas XII SMK

    NU Ungaran Kabupaten Semarang yang berjumlah 327 siswa.

    b. Sampel

    Sampel adalah sejumlah penduduk yang jumlahnya kurang dari

    jumlah populasi (Hadi, 1981: 221). Apabila populasi dalam penelitian

    http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Semarang

  • 13

    ini jumlahnya terlalu besar maka untuk menghemat waktu dan biaya,

    subyek yang diteliti tidak diambil semua. Penulis melakukan penelitian

    di lapangan, dalam menentukan sampel, sesuai dengan pendapat

    Suharsimi Arikunto (1993: 155), bahwa apabila subyeknya kurang dari

    100 orang maka diambil semuanya dan apabila subyeknya lebih dari

    100 orang maka diambil sampel antara 10-25% atau 20-25% atau lebih.

    Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah

    Siswa kelas XII SMK NU Ungaran, Kecamatan Ungaran Barat,

    Kabupaten Semarang. Sebagai sampelnya, peneliti mengambil 30% dari

    jumlah keseluruhan siswa kelas XII yang berjumlah 327 siswa karena

    dianggap representatif atau mewakili. Sehingga sampel yang diambil

    berjumlah 98 siswa kelas XII SMK NU Ungaran, Kecamatan Ungaran

    Barat, Kabupaten Semarang.

    4. Metode Pengumpulan Data

    a. Metode Angket

    Angket (Questionnaires) adalah sejumlah pertanyaan tertulis

    yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam

    arti laporan tentang dirinya, atau hal-hal yang ia ketahui (Arikunto,

    1993: 151). Responden adalah orang yang diberi hak untuk menjawab

    pertanyaan-pertanyaan dalam angket. Metode angket akan digunakan

    untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan

    tentang pribadinya/hal-hal yang diketahui. Metode ini penulis gunakan

  • 14

    untuk menghimpun data Siswa kelas XII SMK NU Ungaran,

    Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang, yaitu angket tentang

    Hubungan Intensitas Pelaksanaan Pendidikan Islam dengan

    Penghayatan Keagamaan Siswa Kelas XII SMK NU Ungaran Tahun

    2013/2014.

    Berikut ini diuraikan langkah-langkah penyusunan angket:

    1) Pembuatan kisi-kisi angket

    Tabel 1.1

    Kisi-kisi Angket Intensitas Pelaksanaan Pendidikan Islam

    No Aspek yang

    diungkap Indikator

    Nomor

    Item

    Jumlah

    Item

    1. Pelaksanaan pendidikan

    Islam dalam

    keluarga

    a. Membimbing sholat b. Membimbing berdo’a

    setiap memulai kegiatan.

    c. Membimbing membaca Al-Qur’an

    d. Membimbing puasa e. Membimbing akhlak

    terpuji

    f. Memperkenalkan rukun iman

    g. Memperkenalkan rukun islam

    h. Memperkenalkan adanya Allah

    i. Memperkenalkan sifat-sifat Allah

    5,6

    7

    8

    9

    10

    1

    2

    3

    4

    2

    1

    1

    1

    1

    1

    1

    1

    1

    2. Pelaksanaan pendidikan

    Islam dalam

    sekolah

    a. Mendidik akhlak b. Mendidik akidah c. Mendidik ibadah sholat d. Mendidik ibadah puasa e. Membimbing membaca

    Al-Qur’an.

    f. Membimbing melaksanakan sedekah

    g. Membimbing membaca do’a ketika memulai atau

    11

    12

    13

    14

    15

    16

    17,18

    1

    1

    1

    1

    1

    1

    2

  • 15

    mengakhiri kegiatan

    belajar.

    h. Membimbing untuk selalu berbuat baik dan selalu

    menjauhi perbuatan jelek.

    19,20

    2

    Total Item 20

    Tabel 1.2

    Kisi-kisi Angket Penghayatan Keagamaan Siswa

    No. Indikator Nomor

    Item

    Jumlah

    Item

    1. Perasaan dekat/akrab dengan Allah 1 1

    2. Perasaan do’a-do’anya sering terkabul 6 1

    3. Perasaan tenteram bahagia karena menuhankan Allah

    2 1

    4. perasaan bertawakkal (pasrah diri secara positif) kepada Allah

    8 1

    5. Perasaan khusuk ketika melaksanakan sholat/berdo’a

    5 1

    6. Perasaan tergetar ketika mendengar adzan atau ayat-ayat Al-Qur’an

    3,4 2

    7. Perasaan bersyukur kepada Allah 7 1

    8. Perasaan mendapat peringatan atau pertolongan Allah

    9,10 2

    Total Item 10

    2) Penyusunan angket

    Penyusunan angket dilakukan secara tertutup, dengan

    menjawab pernyataan-pernyataan yang disertai dengan alternatif

    jawaban pada angket, sehingga responden tinggal memilih

    alternatif jawaban yang sesuai dengan keadaan responden.

    3) Penetapan skor angket

    Adapun asumsi dalam penelitian ini bahwa seluruh siswa

    kelas XII SMK NU Ungaran mendapatkan pendidikan Islam dan

  • 16

    memiliki penghayatan keagamaan yang sama, sehingga penetapan

    skor dari pernyataan-pernyataan dalam angket dengan jawaban-

    jawaban alternatif sebagai berikut:

    a) Memberi skor 5 untuk jawaban berkode SS (Sangat Setuju)

    b) Memberi skor 4 untuk jawaban berkode S (Setuju)

    c) Memberi skor 3 untuk jawaban berkode KS (Kurang Setuju)

    d) Memberi skor 2 untuk jawaban berkode TS (Tidak Setuju)

    e) Memberi skor 1 untuk jawaban berkode STS (Sangat Tidak

    Setuju).

    Kemudian untuk angket intensitas pelaksanaan pendidikan

    Islam atau variabel X yang berjumlah 20 item pernyataan, maka

    skor total dibagi dengan angka 2 agar sebanding dengan skor total

    angket penghayatan keagamaan siswa atau variabel Y yang

    berjumlah 10 item pernyataan.

    b. Metode Dokumentasi

    Metode ini digunakan untuk mendapat dan menyimpan

    informasi penelitian seperti; profil sekolah. Sejarah, visi misi sekolah,

    keadaan guru dan siswa, dan sejumlah informasi lain yang menunjang

    penelitian ini.

    c. Metode Observasi

    Metode observasi atau pengamatan merupakan suatu teknik

    atau cara mengumpulkan data dengan jalan mengadakan pengamatan

  • 17

    terhadap kegiatan yang sedang berlangsung. (Nana Syaodih, 2011:

    220).

    Metode ini digunakan untuk mendapatkan gambaran umum

    tentang keadaan Siswa kelas XII SMK NU Ungaran, Kecamatan

    Ungaran Barat, Kabupaten Semarang.

    5. Instrumen Penelitian

    Dalam penelitian ini instrumen atau alat dan bahan yang digunakan

    dalam mengukur hubungan atau pengaruh antar variabel antara lain :

    a. Angket

    Angket berisikan pernyataan-pernyataan yang mengacu pada

    indikator penelitian kedua variabel.

    b. Dokumentasi

    Dokumentasi merupakan metode untuk menyimpan data yang

    telah terkumpul, sehingga data-data penelitian dapat terakomodir

    dengan baik. Adapun alat yang digunakan antara lain :

    1) Flashdisk (penyimpan soft file)

    2) Kamera ( pengambil gambar)

    3) Komputer Ms. Exel ( alat pengukur dan penghitung)

    6. Teknik Analisis Data

    Setelah data telah terkumpul dengan lengkap, maka selanjutnya

    adalah menganalisis data tersebut untuk mengetahui hasil akhir dan

    penelitian yang sedang dilakukan.

  • 18

    Langkah-langkah yang ditempuh untuk menganalisis data ini adalah

    sebagai berikut :

    a. Untuk mengetahui kecenderungan variasi masing-masing variabel,

    digunakan teknik analisis dengan rumus :

    P = X 100 %

    Keterangan:

    P = Angka Presentase

    F = Frekuensi masing – masing variabel

    N = Jumlah respoden

    b. Untuk mengetahui persentase pengaruh kedua variabel dan menguji

    hipotesis yang telah diujikan, digunakan analisis Indeks Korelasi

    dengan rumus :

    Keterangan :

    rxy = Koefisien korelasi X dan Y

    X = Pelaksanaan Pendidikan Islam

    Y = Penghayatan keagamaan siswa

    H. Sistematika Penulisan Skripsi

    Adapun sistematika skripsi yang dibuat oleh penulis adalah sebagai

    berikut:

    BAB I : PENDAHULUAN

    F

    N

    2222 YYNXXNYXXYN

    rxy

  • 19

    Pendahuluan memuat: Latar Belakang Masalah, Rumusan

    Masalah, Tujuan Penelitian, Hipotesis, Manfaat Penelitian,

    Definisi Operasional, Metode Penelitian, dan Sistematika

    Penulisan Skripsi.

    BAB II : KAJIAN PUSTAKA

    Kajian pustaka berisi tentang: Pengertian Pendidikan, Pengertian

    Pendidikan Islam, Dasar-Dasar Pendidikan Islam, Tujuan

    Pendidikan Islam, Pelaksanaan Pendidikan Islam dalam

    Keluarga dan Sekolah, Pengertian Keagamaan, Faktor-faktor

    yang Mempengaruhi Keagamaan, Fungsi Agama, Dimensi-

    dimensi Keagamaan, dan Penghayatan Keagamaan.

    BAB III : LAPORAN HASIL PENELITIAN

    Bab ini menguraikan tentang Profil Sekolah, Visi dan Misi

    Sekolah, Sejarah Berdirinya Sekolah, Data-data Sekolah, dan

    Penyajian Data.

    BAB IV : ANALISIS DATA

    Halaman ini berisi: analisis data yang terkumpul dari penelitian,

    meliputi: Deskripsi Data Hasil Penelitian, Pembahasan Hasil

    Penelitian.

    BAB V : KESIMPULAN, SARAN, DAN PENUTUP

    Dalam bab ini terdiri dari kesimpulan, Saran-saran, dan Kata

    Penutup.

    LAMPIRAN-LAMPIRAN

  • 20

    BAB II

    LANDASAN TEORI

    A. Intensitas Pelaksanaan Pendidikan Islam

    1. Pengertian Pendidikan Islam

    a. Pengertian Pendidikan

    Sebelum membahas pengertian pendidikan Islam, maka terlebih

    dahulu mengetahui arti pendidikan pada umumnya. Pendidikan dalam

    bahasa Inggris “Education” berakar dari bahasa latin “Educare” yang

    dapat diartikan pembimbingan yang berkelanjutan (To Lead Forth).

    Jika diperluas etimologis itu mencerminkan keberadaan pendidikan

    yang berlangsung dari generasi ke generasi sepanjang eksistensi

    kehidupan manusia (Suhartono, 2006: 76). Adapun menurut Ahmad

    Tafsir (1992: 24) menjelaskan bahwa pendidikan adalah bimbingan atau

    pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani

    dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.

    Kemudian Prof H.M. Arifin (1991: 10) juga menjelaskan bahwasanya

    pendidikan itu adalah sebagai latihan mental, moral, dan fisik

    (jasmaniah) yang menghasilkan manusia berbudaya tinggi untuk

    melaksanakan tugas, kewajiban, dan tanggung jawab dalam masyarakat

    selaku hamba Allah, dan menumbuhkan personalitas (kepribadian) serta

    menanamkan rasa tanggung jawab.

  • 21

    Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat ditarik pemahaman

    bahwa pendidikan adalah kegiatan bimbingan pendidik terhadap peserta

    didik secara sadar yang berlangsung dari generasi ke generasi untuk

    membentuk kepribadian yang bermental, bermoral, dan bertanggung

    jawab dalam kehidupan bermasyarakat.

    b. Pengertian Pendidikan Islam

    Pendidikan Islam atau pendidikan Islami adalah pendidikan yang

    dipahami dan dikembangkan dari ajaran dan nilai-nilai fundamental

    yang terkandung dalam sumber dasarnya, yaitu Al-Qur’an dan As-

    Sunnah (Muhaimin, 2004: 29).

    Adapun menurut Zakiah Daradjat (2011: 86) menjelaskan bahwa

    pendidikan agama Islam adalah pendidikan dengan melalui ajaran-

    ajaran agama Islam, yaitu berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak

    didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan ia dapat memahami,

    menghayati, dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam yang telah

    diyakininya secara menyeluruh, serta menjadikan ajaran agama Islam

    itu sebagai suatu pandangan hidupnya demi keselamatan dan

    kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat kelak.

    Menurut Achmadi (2005: 29), pendidikan agama Islam adalah

    usaha yang lebih khusus ditekankan untuk mengembangkan fitrah

    keberagamaan (ireligiousitas) subyek didik agar lebih mampu

    memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam.

  • 22

    Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa

    pendidikan agama Islam adalah suatu proses bimbingan jasmani dan

    rohani yang berlandaskan ajaran agama Islam yaitu Al-Qur’an dan As-

    sunnah kepada anak didik agar setelah selesai pendidikan, ia mampu

    memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam serta

    menjadikan Islam sebagai agama keselamatan dan kesejahteraan di

    kehidupan dunia maupun akhirat.

    2. Dasar-dasar Pendidikan Islam

    Dasar-dasar pendidikan Islam adalah semua ketentuan dan ajaran

    yang berasal dari firman Allah SWT dan sunnah RasulNya (Marimba,

    1989:41). Sedangkan menurut Zuhairini (1983: 23) yang dimaksud dengan

    dasar pendidikan Islam adalah Dasar-dasar yang bersumber dari ajaran

    Islam yang tertera dalam Al-Qur’an dan Hadits. Menurut ajaran agama

    Islam, bahwa pelaksanaan pendidikan agama Islam merupakan perintah

    dari Allah dan merupakan ibadah kepadaNya.

    Dari kedua pendapat tersebut cukup memberikan alasan karena Al-

    Qur’an diturunkan kepada umat manusia sebagai petunjuk untuk menjalani

    kehidupan dunia dan akhirat. Atau dalam kata lain bahwa Al-Qur’an

    adalah pembimbing umat manusia ke arah jalan yang diridhoi Allah SWT.

    Begitu pula dengan sunnah Rasulullah SAW yang mengandung

    ajaran-ajaran kebaikan. Perilaku Rasulullah menjadi dasar pelaksanaan

    hukum-hukum yang terkandung di dalam Al-Qur’an. Sunnah berisi

  • 23

    petunjuk dan contoh-contoh keteladanan bagi umat manusia, sehingga

    Rasulullah adalah seorang guru dan pendidik utama.

    Jadi dapat disimpulkan bahwa Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah

    merupakan pedoman hidup yang bersifat umum. Keduanya mampu

    membawa perubahan dan perkembangan umat manusia karena bisa

    mengundang pikiran manusia untuk menafsirkan ajaran-ajaran dari

    berbagai cara pandang.

    3. Tujuan Pendidikan Islam

    Tujuan pendidikan Islam adalah membimbing dan membentuk

    manusia menjadi hamba Allah yang saleh, teguh imannya, taat beribadah,

    berakhlak terpuji. Bahkan keseluruhan gerak dalam hidup setiap muslim,

    mulai dari perbuatan, perkataan, dan tindakan apa pun yang dilakukannya

    dengan niat mencapai ridha Allah, memenuhi segala perintah-Nya, dan

    melaksanakan semua tugas kehidupan itu, baik bersifat pribadi maupun

    sosial, perlu dipelajari dan dituntun dengan iman dan akhlak terpuji.

    Dengan demikian identitas muslim akan tampak dalam semua aspek

    kehidupannya (Daradjat, 1995: 40).

    Secara umum, pendidikan agama Islam bertujuan untuk

    meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan, dan pengalaman

    peserta didik tentang agama Islam, sehingga menjadi manusia muslim

    yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT serta berakhlak mulia

    dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dari

    tujuan tersebut dapat ditarik beberapa dimensi yang hendak ditingkatkan

  • 24

    dan dituju oleh kegiatan pembelajaran pendidikan agama Islam yaitu: (1)

    dimensi keimanan peserta didik terhadap ajaran agama Islam; (2) dimensi

    pemahaman atau penalaran (intelektual) serta keilmuan peserta didik

    terhadap ajaran agama Islam; (3) dimensi penghayatan atau pengalaman

    batin yang dirasakan peserta didik dalam menjalankan ajaran Islam; (4)

    dimensi pengamalannya, dalam arti bagaimana ajaran Islam yang telah

    diimani, dipahami, dan dihayati atau diinternalisasi oleh peserta didik itu

    mampu menumbuhkan motivasi dalam dirinya untuk menggerakkan,

    mengamalkan, dan menaati ajaran agama dan nilai-nilainya dalam

    kehidupan pribadi, sebagai manusia yang beriman dan bertakwa kepada

    Allah SWT serta mengaktualisasikan dan merealisasikannya dalam

    kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara (Muhaimin, 2002:

    78).

    Sedangkan menurut Mahmud Yunus (1980: 13) yang menjelaskan

    bahwa tujuan pendidikan Islam adalah mendidik anak-anak, pemudi-

    pemudi dan dewasa supaya menjadi orang muslim sejati, sehingga beriman

    teguh, beramal shaleh, berakhlak mulia, sehingga ia menjadi salah seorang

    anggota masyarakat yang sanggup hidup diatas kaki sendiri, mengabdi

    kepada Allah dan berbakti kepada bangsa dan tanah airnya bahkan sesama

    umat Islam.

    Kemudian di antara beberapa tujuan pendidikan Islam, Allah SWT

    telah berfirman dalam QS. Adz-Dzariyaat ayat 56:

  • 25

    Artinya: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya

    mereka menyembah-Ku.”

    Dari beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan

    pendidikan Islam adalah untuk menyempurnakan hubungan manusia

    dengan Allah, hubungan antara manusia dengan sesama manusia, dan

    hubungan antara manusia dengan lingkungan.

    4. Metode Pelaksanaan Pendidikan Islam

    Metode-metode yang dapat dipakai dalam pendidikan dan

    pengajaran Islam, dapat dilihat sebagai berikut: a) metode pembiasaan, b)

    metode keteladanan, c) metode pemberian ganjaran, d) metode pemberian

    hukuman, e) metode ceramah, f) metode tanya jawab, g) metode diskusi,

    h) metode sorogan, i) metode bandongan, j) metode mudzakarah, k)

    metode kisah, l) metode pemberian tugas, m) metode karya wisata, n)

    metode eksperimen, o) metode drill/latihan, p) metode sosiodrama, q)

    metode simulasi, r) metode kerja lapangan, s) metode demonstrasi, dan t)

    metode kerja kelompok (Arief, 2002: 110).

    5. Pelaksanaan Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah

    a. Pendidikan Islam dalam Keluarga

    1) Pengertian Keluarga

    Keluarga adalah wadah utama dan pertama bagi pertumbuhan

    dan pengembangan suasana anak. Jika suasana dalam keluarga itu

    baik dan menyenangkan, maka anak akan tumbuh dengan baik pula,

    jika tidak, tentu akan terhambatlah pertumbuhan anak tersebut

    (Daradjat, 1995: 47).

  • 26

    Sedangkan menurut Fuad Ihsan (1996: 57-58) yang dimaksud

    keluarga adalah merupakan lembaga pendidikan pertama dan utama

    dalam masyarakat, karena dalam keluargalah manusia dilahirkan,

    berkembang menjadi dewasa. Bentuk dan isi cara-cara pendidikan di

    dalam keluarga akan selalu mempengaruhi tumbuh dan

    berkembangnya watak, budi pekerti, dan kepribadian tiap-tiap

    manusia. Pendidikan yang diterima dalam keluarga inilah yang akan

    digunakan oleh anak sebagai dasar untuk mengikuti pendidikan

    selanjutnya di sekolah. Tugas dan tanggung jawab orang tua dalam

    keluarga terhadap pendidikan anak-anaknya lebih bersifat

    pembentukan watak dan budi pekerti, latihan keterampilan dan

    pendidikan kesosialan.

    Dari dua pendapat di atas dapat diambil pengertian bahwa

    keluarga adalah lembaga pendidikan pertama dan utama bagi

    pertumbuhan dan perkembangan anak dalam pembentukan watak

    dan akhlak. Jika lingkungan keluarga kondisinya baik, maka anak

    ikut baik pula. Kemudian jika lingkungan keluarga kondisinya tidak

    baik, maka perkembangan anak akan terhambat.

    2) Fungsi Keluarga

    Keluarga memiliki peran pendidikan, yaitu dalam menanamkan

    rasa dan sikap keberagamaan pada anak. Dengan kata lain

    pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam usaha

    menanamkan rasa keagamaan pada anak dan melalui pendidikan

  • 27

    dilakukan pembentukan sikap keagamaan tersebut (Jalaluddin, 2000:

    201).

    Kewajiban dan tanggung jawab yang ada pada orang tua untuk

    mendidik anak-anak pada dasarnya timbul dengan sendirinya secara

    alami, tidak karena dipaksa dan disuruh oleh orang lain. Demikian

    pula sebaliknya, kasih sayang orang tua terhadap anak-anaknya

    adalah kasih sayang sejati yang timbul dengan spontan, tidak dibuat-

    buat. Di rumah anak menerima kasih sayang yang besar dari orang

    tuanya. Anak masih menggantungkan sepenuhnya kepada orang

    tuanya dan menjadi bagian dari keluarga di mana ia tinggal, sehingga

    ini berbeda dengan pendidikan yang ia peroleh dari sekolah maupun

    masyarakat.

    Sehubungan dengan hal di atas, maka keluarga sebagai lembaga

    pendidikan memiliki peran sangat penting dalam pendidikan anak.

    Oleh karena itu, orang tua (ayah dan ibu) memiliki pengaruh yang

    kuat dalam perkembangan anak pada masa-masa selanjutnya.

    Kewajiban itu meliputi pendidikan jasmani dan rohani. Oleh karena

    itu tanggung jawab orang tua terhadap pendidikan anak tidak dapat

    dipikulkan kepada orang lain, misalnya guru. Dengan kata lain,

    tanggung jawab pendidikan yang dipikul oleh pendidik selain orang

    tua merupakan pelimpahan tanggung jawab orang tua yang karena

    satu hal tidak mungkin melaksanakan pendidikan anak secara

    sempurna (Daradjat, 2011: 38).

  • 28

    Dari uraian di atas, dapat diambil pemahaman bahwa peran

    orang tua dalam mendidik anak mereka, sangat penting dalam

    membimbing keagamaan anak, sehingga anak mereka di masa depan

    mampu melaksanakan kehidupannya sebagai manusia yang taat

    kepada ajaran agama, beriman, dan berkelakuan baik terhadap

    sesama.

    Di samping itu menurut Bambang Syamsul Arifin (2008: 84)

    menjelaskan bahwa pengaruh kedua orang tua terhadap

    perkembangan jiwa keagamaan anak dalam pandangan Islam sudah

    lama disadari. Oleh karena itu, sebagai intervensi terhadap

    perkembangan jiwa keagamaan tersebut, kedua orang tua diberikan

    beban tanggung jawab. Ada semacam rangkaian ketentuan yang

    dianjurkan kepada orang tua, yaitu mengadzankan ke telinga bayi

    yang baru lahir, mengadakan akikah, memberi nama yang baik,

    mengajarkan membaca Al-Qur’an, membiasakan shalat serta

    bimbingan lainnya yang sejalan dengan perintah agama Islam.

    Keluarga dinilai sebagai faktor yang paling dominan dalam

    meletakkan dasar perkembangan jiwa keagamaan.

    3) Pentingnya Pendidikan Islam dalam Keluarga

    Ngalim Purwanto (2007: 158) menjelaskan bahwa pendidikan

    agama harus sudah dimulai sedini-dininya, sejak anak masih kecil.

    Tentu saja hal ini merupakan tugas orang tua masing-masing. Orang

    tua yang menyadari pentingnya agama itu bagi perkembangan jiwa

  • 29

    anak dan bagi kehidupan manusia umumnya akan berusaha

    menanamkan pendidikan agama pada anak-anaknya sejak kecil

    sesuai dengan agama yang dianutnya. Memasukkan anak-anak ke

    madrasah atau ke tempat-tempat pengajian, atau sengaja memanggil

    guru agama ke rumah di luar waktu sekolah anak-anak adalah usaha

    yang baik.

    Sedangkan menurut Zakiah Daradjat (1995: 66) menyatakan

    bahwa perlu diketahui, bahwa kualitas hubungan anak dan orang

    tuanya, akan mempengaruhi keyakinan beragamanya di kemudian

    hari. Apabila ia merasa disayang dan diperlakukan adil, maka ia

    akan meniru orang tuanya dan menyerap agama dan nilai-nilai yang

    dianut oleh kedua orang tuanya. Dan jika yang terjadi sebaliknya,

    maka ia menjauhi apa yang diharapkan orang tuanya, mungkin ia

    tidak mau melaksanakan ajaran agama dalam hidupnya, tidak shalat,

    tidak puasa dan sebagainya.

    Dari penjelasan di atas dapat diambil pengertian bahwa

    orang tua mempunyai tanggung jawab besar dan memerlukan usaha

    yang baik terhadap anak-anaknya dalam hal pendidikan agama.

    Ketika orang tua merasa tidak mampu atau merasa kurang

    pengetahuan dalam hal agama, maka usaha yang perlu mereka

    lakukan adalah menyerahkan pendidikan keagamaan anak-anak

    mereka kepada guru-guru agama. Kemudian hubungan anak dengan

  • 30

    orang tuanya mempunyai pengaruh terhadap keyakinan beragama

    anaknya.

    4) Faktor-faktor yang menghambat pertumbuhan dan perkembangan

    pada anak di lingkungan keluarga

    Bambang Syamsul Arifin (2008: 89) menjelaskan bahwa

    suasana lingkungan keluarga yang kurang mendukung,

    pertumbuhan, dan perkembangan anak atau generasi muda tersebut

    antara lain terlihat dalam berbagai masalah yang dihadapi oleh orang

    tua dan juga anak-anak itu sendiri di dalam keluarganya, antara lain

    ialah:

    a) Adanya (gejala-gejala) perselisihan atau pertentangan antara

    anak, terutama yang telah menginjak dewasa atau remaja, dengan

    orang tuanya sehingga anak dikatakan tak patuh terhadap orang

    tua, sedangkan orang tua dianggap tak dapat memahami tingkah

    laku si anak;

    b) Kurang terpenuhinya secara memadai kebutuhan-kebutuhan dan

    perlengkapan-perlengkapan bagi pembinaan pertumbuhan dan

    perkembangan di lingkungan keluarga, baik dari segi fisik,

    biologis maupun dari sosial, psikologis, dan spiritual;

    c) Kebiasaan-kebiasaan tradisional dan konvensional, terutama pada

    keluarga-keluarga di lingkungan masyarakat daerah pedesaan,

    seperti tradisi perkawinan usia muda, anak-anak disuruh kerja

    untuk mendapatkan nafkah tambahan bagi keluarganya, dan

  • 31

    sebagainya, yang dalam batas tertentu merupakan kekangan serta

    hambatan bagi pertumbuhan dan perkembangan generasi muda.

    b. Pendidikan Islam dalam Sekolah

    1) Pengertian Sekolah

    Lembaga pendidikan yang melaksanakan pembinaan pendidikan

    dan pengajaran dengan sengaja, teratur dan terencana adalah

    sekolah. Guru-guru yang melaksanakan tugas pembinaan,

    pendidikan dan pengajaran tersebut adalah orang-orang yang telah

    dibekali dengan pengetahuan tentang anak didik, dan memiliki

    kemampuan untuk melaksanakan tugas kependidikan.

    Guru masuk kedalam kelas, membawa seluruh unsur

    kepribadiannya, agamanya, akhlaknya, pemikiranya, sikapnya dan

    ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Penampilan guru, pakaianya,

    caranya berbicara, bergaul dan memperlakukan anak, bahkan emosi

    dan keadaan kejiwaan yang sedang dialaminya, ideologi dan paham

    yang dianutnya pun terbawa tanpa disengaja ketika ia berhadapan

    dengan anak didiknya. Seluruhnya itu akan terserap oleh si anak

    tanpa disadari oleh guru dan orang tua, bahkan anak tidak tahu

    bahwa ia telah terseret menjadi kagum dan sayang kepada gurunya.

    (Daradjat, 1995: 77).

    2) Lembaga Pendidikan Formal

    a) Taman Kanak-kanak (TK)

  • 32

    Menurut Hasan Langgulung (1985: 65-67), dalam lembaga

    pendidikan Taman kanak-kanak hampir semua para ahli

    pendidikan setuju bahwa aspek-aspek yang perlu dikembangkan

    pada kanak-kanak pada fase taman kanak-kanak ini ialah aspek-

    aspek intelektual, emosional, sosial, jasmani, pergerakan, estetik

    (keindahan), dan moral.

    Pertama perkembangan intelektual ini merupakan aspek

    yang paling mendapat perhatian yang paling besar dinegara-

    negara industri.

    Kedua aspek emosi. Taman kanak-kanak harus menjadi

    tempat dimana kanak-kanak menjadi aman, tentram dan harus

    merasa bahwa ia dapat berbuat sesuatu dan jangan selalu merasa

    terancam.

    Ketiga kanak-kanak sanggup mengadakan hubungan-

    hubungan dengan kanak-kanak yang lain, dengan pergaulan

    dengan kawan-kawan sebayanya ia merasa bertanggung jawab

    terhadap orang lain.

    Keempat ialah aspek jasmani. Taman kanak-kanak mestilah

    menyediakan kurikulum yang dapat mengembangkan badan yang

    sehat ini. Yang termasuk disini adalah makanan yang sehat dan

    dengan kadar yang cukup dan diperlukan oleh badan.

  • 33

    Kelima Aspek keindahan (estetik) hampir semua gerakan

    dan suara anak-anak bias dikeluarkan dengan indah. Gerakan

    yang indah disebut tarian. Suara yang indah disebut nyanyian.

    Keenam Aspek moral yang perlu dikembangkan dalam

    kurikulum kanak-kanak. Sayangnya aspek ini telah tidak

    mendapat tempat yang wajar dinegara-negara barat.

    Semakin kecil si anak semakin besar pengaruh guru

    terhadapnya. Anak yang masih kecil, terutama pada umur taman

    kanak-kanak, belum mampu berfikir abstrak. Mereka lebih

    banyak meniru dan menyerap pengalaman lewat panca indaranya.

    Pada umur tersebut anak tertarik kepada guru yang ramah,

    penyayang dan suka memperhatikannya, bahkan kadang-kadang,

    anak lebih mengagumi dan menyayangi gurunya dari pada orang

    tuanya, terutama anak yang kurang mendapat kasih sayang yang

    memadai dari orang tuanya.

    Anak-anak ditaman kanak-kanak belum mampu berfikir

    abstrak, karena perkembangan pikiran logis baru mulai pada

    umur tujuh tahun. Mereka berpikir tentang apa yang dapat

    dijangkaunya dengan panca indranya, karena itu cara mereka

    berpikir dikatakan indrawi. Diantara panca indra yang palingbesar

    pengaruhnya dan lebih lama tinggal diotak adalah penglihatan,

    kemudian pendengaran, sedangkan sisanya sentuhan, penciuman

    dan pencicipan (Daradjat, 1995: 77-78).

  • 34

    b) Sekolah Dasar (SD)

    Pada pendidikan dasar adalah pendidikan yang memberikan

    pengetahuan dan keterampilan, menumbuhkan sikap dasar yang

    diperlukan dalam masyarakat, serta mempersiapkan peserta didik

    untuk mengikuti pendidikan menengah. Pendidikan dasar pada

    perinsipnya merupakan pendidikan yang memberikan bekal dasar

    bagi perkembangan kehidupan, baik untuk pribadi maupun

    masyarakat. Karena itu, bagi setiap warga negara harus

    disediakan kesempatan untuk memperoleh pendidikan dasar

    (Ihsan, 1996: 22).

    Pada usia Sekolah Dasar, anak telah mampu memahami

    pelajaran yang memerlukan pemikiran, dan sudah dapat dilatih

    mengikuti disiplin ringan atau sederhana. Mereka suka

    mendengarkan cerita yang sesuai dengan perkembangan

    kecerdasannya, suka berfantasi, tidak jarang mereka merasa

    bahwa pahlawan atau tokoh cerita adalah dirinya sendiri, atau

    dapat dikatakan bahwa ia mengidentifikasikan dirinya kepada

    tokoh cerita (Daradjat, 1995: 79).

    Zakiah Daradjat (1995: 83) juga menjelaskan bahwa

    pendidikan agama dan akhlak bagi anak dalam keluarga pada

    umur Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar masih diperlukan,

    walaupun di sekolah telah diberikan oleh guru agama dan guru

    kelas serta situasi sekolah yang menunjang. Sikap orang tua

  • 35

    dalam melaksanakan ajaran agama ikut mempengaruhi sikap anak

    didik yang telah dibina oleh guru dan sekolah umumnya. Orang

    tua yang kurang melaksanakan ajaran agama dalam kehidupan

    sehari-hari, kurang mendorong anak untuk melaksanakan ibadah,

    seperti shalat misalnya, akan menimbulkan dampak negatif pada

    diri anak.

    Secara khusus, latihan pembiasaan dan penjelasan tentang

    sopan santun dalam pergaulan perlu diperhatikan. Seperti cara

    bicara dan bersikap terhadap orang tua, guru dan orang yang lebih

    besar dari pada dirinya, perlu diingatkan dari waktu ke waktu

    sesuai dengan kebutuhan.

    c) Sekolah Menengah

    Peserta didik pada tingkat sekolah menengah adalah yang

    telah melewati masa kanak-kanak dan telah masuk ke masa

    remaja dengan segala ciri dan masalahnya. Pada pendidikan

    menengah peserta didik dipersiapkan menjadi anggota masyarakat

    yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal-balik

    dengan lingkungan sosial budaya, dan alam sekitar, serta dapat

    mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau

    pendidikan tinggi (Ihsan, 1996: 23).

    d) Sekolah Tinggi

    Mahasiswa di Perguruan Tinggi telah berada pada rentang

    umur remaja akhir dan dewasa awal. Tujuan pendidikan agama

  • 36

    bagi mereka adalah untuk lebih mengetahui dan memahami

    agama, serta lebih mengamalkan dan menghayatinya, sehingga

    mereka mampu membudayakan diri dan lingkungannya dengan

    nilai-nilai agama. Di samping itu, dapat mengamalkan ilmu dan

    keterampilannya sesuai dengan ketentuan agama.

    Dalam pelaksanaan pendidikan agama bagi mahasiswa di

    Perguruan Tinggi, perlu diarahkan kepada peningkatan

    pengetahuan agama yang disertai hikmah dan manfaat dan

    penghayatannya dalam hidup. Pada masing-masing fakultas

    diberikan pengertian tentang hubungan agama dan ilmu yang

    menjadi bidang studi utamanya, sehingga dapat dirasakan bahwa

    mempelajari ilmu pengetahuan dan keterampilan, serta

    pengalamannya, merupakan tuntutan agama (Daradjat, 1995: 94).

    3) Kepribadian Guru Agama

    Menurut Ahmad D. Marimba (1989: 62), definisi kepribadian

    meliputi keseluruhan dari seseorang. Kualitas ini akan nampak

    dalam cara-caranya berbuat, berfikir, mengeluarkan pendapat,

    sikapnya, minatnya, filsafat hidupnya serta kepercayaan-

    kepercayaannya. Sedangkan menurut G.W. Allport sebagaimana

    dikutip oleh Sumadi Surjabrata (1973: 278) dalam bukunya

    mendefinisikan kepribadian adalah organisasi dinamis dalam

    individu, sebagai sistem psikofisik yang menentukan caranya yang

    khas dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya.

  • 37

    Dari beberapa pengertian di atas dapat diambil pengertian

    bahwa kepribadian merupakan suatu organisasi dinamis dalam diri

    seseorang sebagai penuntun diri seseorang untuk berbuat, berfikir,

    dan menentukann caranya yang khas dalam menyesuaikan

    lingkungan di sekitarnya.

    Guru adalah suri tauladan bagi seluruh siswa (Djamarah, 2000:

    42). Di sekolah, penampilan guru agama juga mempengaruhi anak

    didik. Jika guru agama berpenampilan rapi, necis, berwibawa,

    percaya diri dan air mukanya memancarkan keimanan dan

    ketentraman batin, maka anak didik akan tertarik kepada guru

    agamanya. Anak didik akan hormat, kagum dan sayang kepadanya.

    Hal tersebut akan menimbulkan sikap yang positif terhadap agama

    yang diajarkan oleh guru tersebut (Daradjat, 1995: 85).

    4) Pentingnya Pendidikan Agama Di Sekolah

    Sesuai dengan Undang-undang Dasar 1945 pasal 29 ayat (1) dan

    (2), dan Pancasila sebagai dasar dan falsafah negara Republik

    Indonesia, maka pendidikan agama merupakan segi pendidikan yang

    utama yang mendasari semua segi pendidikan lainnya. Seperti akan

    diuraikan dalam pasal-pasal berikutnya, norma-norma pendidikan

    kesusilaan maupun pendidikan kemasyarakatan atau sosial, sebagian

    besar kalau tidak dapat dikatakan semuanya, bersumber dari agama.

    Betapa pentingnya pendidikan agama itu bagi setiap warga

    negara Indonesia, terbukti dari adanya peraturan pemerintah yang

  • 38

    mengahruskan pendidikan agama itu diberikan kepada anak-anak

    sejak anak itu bersekolah di taman kanak-kanak sampai dengan

    perguruan tinggi (Purwanto, 2007: 157-158).

    Ngalim Purwanto (2007: 158) juga menjelaskan bahwa sama

    halnya dengan segi-segi pendidikan yang lain, pendidikan agama

    menyangkut tiga aspek, yaitu aspek kognitif, afektif, dan

    psikomotor. Ini berarti bahwa pendidikan agama bukan hanya

    sekedar memberi pengetahuan tentang keagamaan, melainkan justru

    yang lebih utama adalah membiasakan anak taat dan patuh

    menjalankan ibadat dan berbuat serta bertingkah laku di dalam

    kehidupannya sesuai dengan norma-norma yang telah ditetapkan

    dalam agama masing-masing.

    Mengingat kepada ketiga aspek tersebut, maka sebenarnya

    pendidikan agama di sekolah-sekolah bukan hanya sekedar tugas dan

    tanggung jawab semua guru. Guru-guru umum yang bukan guru

    agama turut bertanggung jawab, terutama mengenai aspek

    afektifnya, melalui mata pelajaran yang diajarkan dan contoh teladan

    dalam tingkah laku serta perbuatan-perbuatan dan di setiap mata

    pelajaran, asalkan diberikan secara baik, maka dapat dijadikan alat

    untuk menanamkan perasaan keagamaan pada siswa-siswa.

    Di samping itu, semua guru agama hendaknya mengetahui sifat

    khusus dari pendidikan agama, sehingga ia akan benar-benar dapat

    melakukan tugas pembinaan terhadap anak didiknya.

  • 39

    Setiap guru agama hendaknya menyadari bahwa pendidikan

    agama bukanlah sekedar mengajarkan pengetahuan agama dan

    melatih keterampilan anak dalam melaksanakan ibadah. Akan tetapi,

    pendidikan agama jauh lebih luas daripada itu. sebab pendidikan

    agama memiliki tujuan utama untuk membentuk kepribadian anak

    yang sesuai dengan ajaran agama. Pembinaan sikap, mental, dan

    akhlak jauh lebih penting daripada kepandaian menghafal dalil-dalil

    dan hukum-hukum agama yang tak diresapkan dan dihayati dalam

    hidup (Arifin, 2008: 93).

    Bambang Syamsul Arifin (2008: 93) juga menegaskan bahwa

    pendidikan agama hendaknya dapat mewarnai kepribadian anak,

    sehingga agama itu benar-benar menjadi bagian pribadinya yang

    akan menjadi pengendali dalam hidupnya kemudian hari. Untuk

    tujuan pembinaan pribadi itu, pendidikan agama hendaknya

    diberikan oleh guru yang benar-benar dapat merefleksikan agama

    dalam sikap, tingkah laku, gerak-gerik, cara berpakaian, cara

    berbicara, cara menghadapi persoalan, dan dalam keseluruhan

    pribadinya. Dengan kata lain, pendidikan agama akan sukses apabila

    ajaran agama itu hidup dan tercermin dalam pribadi guru agama.

    5) Faktor-faktor yang menghambat pertumbuhan dan perkembangan

    pada anak di lingkungan sekolah

    Zakiah Daradjat (1995: 84) berpendapat bahwa keadaan masjid,

    mushalla, dan tempat-tempat penyelenggaraan kegiatan keagamaan,

  • 40

    juga mempengaruhi sikap anak terhadap agamanya. Bila masjid,

    mushalla dan tempat-tempat kegiatan keagamaan bagus, tapi, bersih,

    dan menarik, anak akan merasa bahwa agamanya baik, agung dan

    terpandang, sebagaimana ditampilkan oleh keadaan fisik dari masjid,

    mushalla tersebut, akan tetapi jika masjid, mushalla dan ruang

    keagamaan kurang baik, kurang bersih dan tidak teratur, atau terlalu

    sederhana jika dibandingkan dengan rumah-rumah penduduk di

    sekitarnya yang tampak bagus, mewah dan amat menyenangkan,

    maka anak akan merasa bahwa agamanya kurang bergengsi.

    Adapun faktor-faktor yang menjadi penghambat pertumbuhan

    dan perkembangan agama pada anak di lingkungan sekolah menurut

    Bambang Syamsul Arifin (2008: 91) di antara masalah-masalahnya

    adalah

    1) Keterbatasan prasarana, sarana, dan tenaga penyelenggaraan

    pendidikan, baik kuantitas maupun kualitas. Di samping itu,

    metodologi pendidikan dan pengajaran yang pada umumnya masih

    belum cukup efektif menyebabkan tujuan pendidikan belum dapat

    dicapai sebagaimana diharapkan;

    2) Kuantitas dan kualitas pendidikan keterampilan praktis yang

    kurang langsung dapat dirasakan manfaatnya oleh keluarga dan

    anak-anak didik/siswa-siswa yang bersangkutan;

    3) Ada gejala penurunan atau pengurangan wibawa guru-

    guru/pengajar terhadap siswa/anak didik di satu pihak, dan gejala

  • 41

    perubahan tingkah laku dan sikap daripada siswa/anak didik di

    pihak lain yang menghendaki pergaulan/hubungan sosial secara

    lebih bebas.

    4) Kurang pengertian dan perhatian masyarakat, orang tua, dan anak-

    anak/generasi muda sendiri tentang tujuan dan sistem pendidikan

    yang berlangsung, tentang jurusan-jurusan atau keahlian-keahlian

    yang dapat ditempuh sesuai dengan bakat dan kemampuannya,

    serta lapangan kerja. Di samping itu masih kurang pula pengertian

    masyarakat, terutama pada sebagian keluarga-keluarga di daerah

    pedesaan, tentang pentingnya dan kegunaan pendidikan

    persekolahan ataupun pendidikan-pendidikan lainnya bagi masa

    depan anak-anak mereka dan bagi masa depan bangsa dan

    negaranya;

    5) Masih belum cukup memadainya perhatian masyarakat pada

    umumnya dan keluarga-keluarga pada khususnya terhadap

    pembinaan perkembangan pendidikan luar biasa serta terhadap

    hak dan kebutuhan generasi muda golongan tuna (tunamental,

    tunasosial, dan tunafisik) pada umumnya;

    6) Cukup banyak jumlah anak berhenti sekolah (school drop outs)

    dari berbagai tingkatan sekolah pendidikan formal, dan jumlah

    anak-anak tak sekolah (out of school children);

    7) Banyaknya usaha pendidikan persekolahan, kursus-kursus atau

    training-training yang diselenggarakan oleh berbagai instansi

  • 42

    pemerintah dan swasta, yang relatif belum terkoordinasikan secara

    baik sehingga dalam hal-hal tertentu sering terjadi overlapping

    yang mengganggu.

    Secara spesifik, pendidikan agama bagi anak-anak di sekolah

    harus memperhatikan minimal tiga unsur pokok, yaitu guru,

    kurikulum, dan administrasi sekolah.

    B. Penghayatan Keagamaan Siswa

    Pendidikan agama bukanlah sekedar mengajarkan pengetahuan agama

    dan melatih ketrampilan anak dalam melaksanakan ibadah. Akan tetapi

    pendidikan agama jauh lebih luas dari pada itu, ia pertama-tama bertujuan

    untuk membentuk kepribadian anak, sesuai dengan ajaran agama. Pembinaan

    sikap, mental dan akhlak, jauh lebih penting dari pada pandai menghafal

    dalil-dalil dan hukum-hukum agama, yang tidak tidak diresapkan dan

    dihayatinya dalam hidup.

    Pendidikan agama hendaknya dapat mewarnai kepribadian anak,

    sehingga agama itu, benar-benar menjadi bagian dari pribadinya yang akan

    menjadi pengendali dalam hidupnya di kemudian hari. Untuk tujuan

    pembinaan pribadi itu, maka pendidikan agama hendaknya diberikan oleh

    guru-guru yang benar tercermin agama itu dalam sikap, tingkah laku, gerak-

    gerik, cara berpakaian, cara berbicara, cara menghadapi persoalan dan dalam

    keseluruhan pribadinya (Daradjat, 1970: 107).

  • 43

    Djamaluddin Ancok dan Fuat Nashori Suroso (1994: 76) dalam buku

    mereka berjudul Psikologi Islami menjelaskan bahwa aktivitas beragama

    bukan hanya terjadi ketika seseorang melakukan perilaku ritual (beribadah),

    tapi juga ketika melakukan aktivitas lain yang didorong oleh kekuatan akhir,

    bukan hanya yang berkaitan dengan aktivitas yang tampak dan dapat dilihat

    mata, tapi juga aktivitas yang tak tampak dan terjadi dalam hati seseorang.

    Dari keterangan di atas dapat dipahami bahwa pendidikan agama Islam

    bukan sekedar penyampaian materi-materi keagamaan dan bukan pula

    sekedar melaksanakan ibadah, akan tetapi perlu adanya aktivitas dalam hati,

    yaitu penghayatan. Dengan menghayati setiap ajaran agama, jiwa keagamaan

    anak mampu berkembang dan berpengaruh pada prilaku dalam keseharian

    mereka.

    Sebelum membahas pengertian penghayatan keagamaan, penulis akan

    paparkan beberapa pengertian tentang keagamaan.

    1. Pengertian Keagamaan

    Agama adalah sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan)

    dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang

    berhubungan dengan pergaulan manusia dengan manusia serta

    lingkungannya. Sedangkan keagamaan adalah hal yang berhubungan

    dengan agama (KBBI, 1990: 9).

    Keagamaan adalah sifat-sifat yang terdapat dalam agama atau segala

    sesuatu mengenai agama-agama (Poerwadarminta, 1976: 19).

  • 44

    2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keagamaan

    Menurut Bambang Syamsul Arifin (2008: 70) menjelaskan bahwa

    faktor-faktor yang mempengaruhi sikap remaja terhadap masalah

    keagamaan adalah (a) pertumbuhan pikiran dan mental, (b) perkembangan

    perasaan, (c) pertimbangan sosial, (d) perkembangan moral.

    Berdasarkan faktor-faktor dominasi di atas, Zakiah Daradjat (1970:

    91) membagi sikap remaja terhadap masalah keagamaan sebagai berikut:

    a. Percaya turut-turutan;

    b. Percaya dengan kesadaran;

    c. Percaya, tetapi agak ragu-ragu (bimbang);

    d. Tak percaya sama sekali, atau cenderung pada atheis.

    3. Fungsi Agama dalam Kehidupan

    Menurut Jalaluddin (2000: 247-249) agama memiliki beberapa

    fungsi dalam kehidupan manusia, yaitu sebagai berikut:

    a. Fungsi edukatif

    Ajaran agama memberikan ajaran-ajaran yang harus dipatuhi.

    Dalam hal ini bersifat menyuruh dan melarang agar pribadi

    penganutnya menjadi baik dan terbiasa dengan yang baik.

    b. Fungsi penyelamat

    Keselamatan yang diberikan oleh agama kepada penganutnya

    adalah keselamatan yang meliputi dua alam yaitu dunia dan akhirat.

    c. Fungsi perdamaian

  • 45

    Melalui agama, seseorang yang bersalah atau berdosa dapat

    mencapai kedamaian batin melalui tuntunan agama.

    d. Fungsi pengawasan sosial

    Ajaran agama oleh penganutnya dianggap sebagai norma, sehingga

    dalam hal ini agama dapat berfungsi sebagai pengawasan social secara

    individu maupun kelompok.

    e. Fungsi pemupuk rasa solidaritas

    Para penganut agama yang sama secara psikologis akan merasa

    memiliki kesamaan dalam kesatuan; iman dan kepercayaan. Rasa

    kesatuan ini akan membina rasa solidaritas dalam kelompok maupun

    perorangan, bahkan kadang-kadng dapat membina rasa persaudaraan

    yang kokoh.

    f. Fungsi transformatif

    Ajaran agama dapat mengubah kehidupan kepribadian seseorang

    atau kelompok menjadi kehidupan baru sesuai dengan ajaran agama

    yang dianutnya, kehidupan baru yang diterimanya berdasarkan ajaran

    agama yang dipeluk kadangkala mampu merubah kesetiaannya kepada

    adapt atau norma kehidupan yang dianut sebelumnya.

    g. Fungsi kreatif

    Ajaran agama mendorong dan mengajak para penganutnya untuk

    bekerja produktif bukan saja untuk kepentingan diri sendiri, tetapi juga

    untuk kepentingan orang lain. Penganut agama bukan saja disuruh

  • 46

    bekerja secara rutin dalam pola hidup yang sama, akan tetapi juga

    dituntut untuk melakukan inovasi dan penemuan baru.

    h. Fungsi sublimatif

    Ajaran agama mengkuduskan segala usaha manusia, bukan saja

    yang bersifat agama ukhrawi melainkan juga yang bersifat duniawi.

    Segala usaha manusia selama tidak bertentangan dengan norma-norma

    agama bila dilakukan atas niat yang tulus, karena dan untuk Allah

    merupakan ibadah.

    Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi agama

    bagi manusia yaitu fungsi edukatif, fungsi penyelamat, fungsi

    perdamaian, fungsi pengawasan sosial, fungsi pemupuk solidaritas,

    fungsi transformatif, fungsi kreatif dan fungsi sublimatif.

    4. Dimensi-dimensi Keagamaan

    Menurut Glock dan Stark (1965: 18-38) yang dikutip oleh Taufik

    Abdullah dan M. Rusli Karim (200: 111) dalam buku mereka mengatakan

    bahwa dari keberagamaan muncul dalam lima dimensi: ideologis,

    intelektual, eksperiensial, ritualistik, dan konsekuensial. Dua dimensi yang

    pertama adalah aspek kognitif keberagamaan; dua yang terakhir, aspek

    behavioral keberagamaan; dan yang ketiga, aspek afektif keberagamaan.

    Menurut Glock dan Stark (Robertson, 1988) yang dikutip oleh

    Djamaluddin Ancok dan Fuat Nashori Suroso (1994: 77) dalam buku

    mereka menjelaskan bahwa ada lima macam dimensi keberagamaan, yaitu

    dimensi keyakinan (ideologis), dimensi peribadatan atau praktek agama

  • 47

    (ritualistik), dimensi penghayatan (eksperiensial), dimensi pengalaman

    (konsekuensial), dimensi pengetahuan agama (intelektual).

    5. Penghayatan Keagamaan

    Penghayatan keagamaan atau yang diistilahkan Dimensi

    Eksperiensial menurut Taufik Abdullah dan M. Rusli Karim (2004: 112)

    adalah bagian keagamaan yang bersifat afektif, yakni keterlibatan

    emosional dan sentimental pada pelaksanaan ajaran agama. Inilah perasaan

    keagamaan (religion feeling) yang dapat bergerak dalam empat tingkat:

    Konfirmatif (merasakan kehadiran Tuhan atau apa saja yang diamatinya),

    responsif (merasa bahwa Tuhan menjawab kehendaknya tau keluhannya),

    eskatik (merasakan hubungan yang akrab dan penuh cinta dengan Tuhan),

    dan partisipatif (merasa menjadi kawan setia kekasih atau wali Tuhan dan

    menyertai Tuhan dalam melakukan karya ilahiah).

    Sedangkan menurut Djamaludin Ancok dan Fuat Nashori Suroso

    (1994: 82) dimensi pengalaman atau penghayatan adalah dimensi yang

    menyertakan keyakinan, pengamalan, dan peribadatan. Dimensi

    penghayatan menunjuk pada seberapa jauh tingkat muslim dalam

    merasakan dan mengalami perasaan-perasaaan dan pengalaman-

    pengalaman religius. Dalam keberislaman, dimensi ini terwujud dalam

    perasaan dekat/akrab dengan Allah, perasaan do’a-do’anya sering terkabul,

    perasaan tenteram bahagia karena menuhankan Allah, perasaan

    bertawakkal (pasrah diri secara positif) kepada Allah, perasaan khusuk

    ketika melaksanakan shalat atau berdoa, perasaan tergetar ketika

  • 48

    mendengar adzan atau ayat-ayat Al-Qur’an, perasaan bersyukur kepada

    Allah, perasaan mendapat peringatan atau pertolongan dari Allah.

    Dari penjelasan di atas dapat diambil pemahaman bahwa dengan

    pelaksanaan pendidikan Islam mampu menjadi penghubung kepada

    penghayatan keagaamaan anak. Jika pendidikan agama sampai pada

    tingkat penghayatan keagamaan, maka dalam keberislaman seseorang akan

    mempengaruhi pada aktivitas perasaan seseorang, yaitu hati merasa dekat

    kepada Allah, akrab dengan Allah, dan merasa khusyuk ketika

    menjalankan aktivitas peribadatan.

  • 49

    BAB III

    LAPORAN HASIL PENELITIAN

    A. Gambaran Umum Lokasi dan Subjek Penelitian

    1. Profil SMK NU Ungaran

    a. Nama Sekolah : SMK NU Ungaran

    b. N S S : 32.2.03.22.14.011

    c. Alamat Sekolah : Jl. Kaligarang No. 9 Ungaran, Ungaran

    Barat, Kabupaten Semarang, Jawa

    Tengah, Indonesia.

    d. Telp./ Fax. : (024) 6924034 - 50511

    e. SK Pendirian : Nomor 421.3 / 764, Tanggal 19 Mei

    2003

    f. Bidang Keahlian : Teknologi Informasi dan Komunikasi

    (TIK)

    g. Kompetensi Keahlian : a. Teknik Komputer dan Jaringan (TKJ)

    b. Multimedia (MM)

    h. Program Keahlian Unggulan : Teknik Komputer dan Jaringan

    2. Strukur Organisasi SMK NU Ungaran Tahun Pelajaran 2013/2014

    a. Ketua Yayasan : H. Mastur Irfan, BA.

    b. Ketua Komite : Drs. H. Abdul Choliq Rifa’i

    c. Kepala Sekolah : H. Ahmad Hanik, S.Ag., M.Pd.

    d. Kepala Tata Usaha : Sony Widyatmoko, S.Pd.

    http://id.wikipedia.org/wiki/Smk_nu_ungaranhttp://id.wikipedia.org/wiki/Ungaranhttp://www.semarangkab.go.id/http://jatengprov.go.id/http://jatengprov.go.id/http://www.indonesia.go.id/

  • 50

    e. Wakil Kepala Sekolah :

    1) Waka. Kurikulum : Maskuri, S.Pd.

    2) Waka. Kesiswaan : M. Ulil Rohman, S.Pd.

    3) Waka. Sarpras : Budi Setiarjo, S.Pd.

    4) Waka. Hubin : Budi Sujiwa, S.Pd.

    f. Ka. JUR TKJ : Dian Nuryahya, S.Kom.

    g. Ka. JUR MM : Djarot Nugroho, S.Si., M.Kom.

    h. BKK (Bursa Kerja Khusus) : Andi Siswadi S.Kom.

    i. UPT (Unit Pelayanan Teknis) : Ihwanudin

    3. Struktur Organisasi Tata Usaha SMK NU Ungaran Tahun Pelajaran

    2013/2014

    a. Kepala Tata Usaha : Sony Widyatmoko, S.Pd.

    b. Staff-staff :

    1) Staff Ketenagaan dan Kesiswaan : Nuryanto

    2) Staff Keuangan : Nur Aliyah A.Md.

    3) Staff Adm. Guru dan Karyawan : Muhammad Ansori

    4) Staff Keamanan : Agus Mustofa, Rusman

    5) Staff Kebersihan : Sujinah, Afif Nasihudin

    4. Visi SMK NU Ungaran

    Taat Pada Ajaran Agama, Unggul Dalam Iptek dan Santun Dalam

    Berahlaqul Karimah.

    5. Misi SMK NU Ungaran

    a. Membimbing siswa dengan ajaran Islam ahlu sunnah wal jama’ah.

  • 51

    b. Menyiapkan tenaga kerja yang trampil dan handal sesuai dengan

    kebutuhan industri dan masyarakat dalam bidang Teknik Komputer

    dan Jaringan.

    c. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia khususnya dalam

    bidang Teknik Komputer dan Jaringan.

    6. Sejarah Berdirinya SMK NU Ungaran

    SMK NU Ungaran didirikan pada tanggal 19 Mei 2003 oleh Ulama

    NU Kabupaten Semarang yang dimotori oleh K.H. Abdul Wahab

    (Kauman-Ungaran). Para pendiri SMK NU Ungaran di luar Kabupaten

    Semarang adalah Shohibul Karomah wal Fadhilah K.H. Ahmad Abdul

    Haq (Watucongol-Muntilan). Adapun lokasi SMK NU Ungaran adalah

    tepat dibawah kaki gunung Ungaran yang berhawa sejuk dan nyaman,

    tepatnya di Jl. Kaligarang No. 9 Ungaran.

    Pada tahun pertama didirikan SMK NU Ungaran menerima sekitar

    72 murid dari seluruh Kabupaten Semarang, dan pada tahun ke tujuh

    (2010/2011) jumlah murid SMK NU Ungaran hampir mencapai 1000

    siswa, yang berasal dari daerah-daerah di Jawa Barat dan Jawa Timur.

    Murid-murid dari luar Kabupaten Semarang, sebagian besar

    “nyantri/mondok” di ponpes-ponpes sekitar SMK NU Ungaran.

    Saat pertama didirikan, SMK NU Ungaran hanya memiliki satu

    program keahlian (khusus) yaitu Teknik Komputer dan Jaringan pada

    Bidang Keahlian Teknologi Informasi dan Komunikasi. Dan pada tahun

    2008 telah dibuka program keahlian Multimedia. Dengan hanya

  • 52

    memfokuskan pada satu bidang keahlian yaitu Teknologi Informasi dan

    Komunikasi, SMK NU Ungaran berkeinginan agar ketika belajar teknologi

    komputer maupun jaringan komputer, tempatnya hanya di SMK NU

    Ungaran.

    Program-program unggulan di SMK NU Ungaran pada Bidang

    Produktif adalah (1) Perakitan PC, (2) Pemrograman Open Source, dan (3)

    Desain Web. Adapun program unggulan lainnya adalah Bahasa Jepang dan

    English Corner. Bahasa Jepang diarahkan agar siswa memiliki bekal untuk

    bisa dimagangkan pada Perusahaan-perusahaan di Jepang, yang dalam hal

    ini SMK NU Ungaran sudah menjalin kerja sama dengan

    DISNAKERTRANS Propinsi Jawa Tengah. English Corner diarahkan

    agar anak menjadi “familiar” dengan bahasa inggris terutama

    conversation.

    Pada tahun pertama kelulusan (2005/2006), SMK NU Ungaran

    berhasil meluluskan 100% dari jumlah peserta didik angkatana pertama

    yang berjumlah 72 anak. Dan hal ini juga berkelanjutan dengan prestasi

    memperoleh peringkat terbaik kedua tingkat Kabupaten Semarang.

    SMK NU Ungaran sampai dengan tahun ke tujuh sejak didirikan

    mengemban misi mengantarkan peserta didiknya untuk handal dalam

    bidang keahlian Teknologi Informasi dan Komunikasi lewat Program

    Keahlian Teknik Komputer Jaringan dan Multimedia, disamping itu juga

    mengantarkan peserta didiknya untuk dapat memahami Pendidikan Agama

    Islam sesuai dengan pendidikan Islam Ahlu Sunnah Wal Jama’ah.

    http://id.wikipedia.org/wiki/SMK_NU_Ungaranhttp://id.wikipedia.org/wiki/Ungaranhttp://www.smknu-ungaran.sch.id/index.php?option=com_content&view=article&id=57&Itemid=61

  • 53

    Untuk mengantarkan kepada kedua program keahlian tersebut,

    perangkat praktikum sudah disediakan dengan menyesuaiakan pada era

    digital yang sudah didukung dengan fasilitas hot spot area (komunikasi

    internet tanpa kabel), serta didukung oleh tenaga-tenaga pengajar yang

    sudah bersertifikat (assessor) tingkat Nasional. Kesempatan magang

    maupun bekerja setelah lulus sudah dirancang dengan melibatkan beberapa

    dunia usaha maupun dunia industri.

    Dengan konsep Profesional Education Based on Religion And Live

    Skill, SMK NU Ungaran akan membantu masyarakat yang berkeinginan

    untuk memahami Teknologi Informasi dan Komunikasi dengan sebaik-

    baiknya. Disamping itu, untuk mengasah talenta (bakat) peserta didik

    dibidang Teknik Komputer Jaringan dan Multimedia diwajibkan

    mengikuti program paket keahlian diluar jam sekolah yang meliputi :

    Design grafis, WEB Design, Sistem Pemrograman, Sistem Pemeliharaan

    dan Jaringan Komputer.

    7. Data Siswa SMK NU Ungaran

    Tabel 3.1

    Data Statistik Siswa SMK NU Ungaran Tahun Pelajaran 2013/2014

    Jumlah Per

    kelas

    Kompetensi Keahlian

    Jumlah

    Teknik Komputer

    dan Jaringan Multimedia

    Persiapan

    Grafika

    X XI XII X XI XII X XI XII

    1 PA 19 23 18 15 14 20 24 - -

    PI 10 13 11 17 19 18 17 - -

    2 PA 20 20 23 23 13 15 16 - -

    PI 10 11 14 18 18 12 - - -

    3 PA 21 21 17 16 18 17 - - -

    PI 9 12 14 19 18 13 - - -

    http://www.smknu-ungaran.sch.id/Hot%20Spothttp://id.wikipedia.org/wiki/SMK_NU_Ungaranhttp://www.smknu-ungaran.sch.id/Teknologi%20Informasi%20Komunikasihttp://www.smknu-ungaran.sch.id/index.php?option=com_content&view=article&id=58&Itemid=30http://id.wikipedia.org/wiki/Multimediahttp://id.wikipedia.org/wiki/Web_designhttp://id.wikipedia.org/wiki/Jaringan_komputer

  • 54

    4 PA 20 22 21 13 14 17 - - -

    PI 9 12 12 17 17 18 - - -

    5 PA 22 21 19 - - - - - -

    PI 9 14 12 - - - - - -

    6 PA - 19 23 - - - - - -

    PI - 12 12 - - - - - -

    Jumlah PA 102 129 121 57 61 70 24 0 0 564

    PI 47 74 75 71 72 61 17 0 0 417

    Total 149 203 196 128 133 131 41 0 0 981

    B. Penyajian Data Penelitian

    Data tentang intensitas pelaksanaan pendidikan Islam dengan

    penghayatan keagamaan siswa kelas kelas XII SMK NU Ungaran Kecamatan

    Ungaran Barat, dikumpulkan melalui angket atau kuesioner yang dibagikan

    dan dijawab oleh responden. Angket tentang Intensitas Pelaksanaan

    Pendidikan Islam terdiri dari 10 item soal dari aspek Pelaksanaan Pendidikan

    Islam dalam Keluarga dan 10 item soal dari aspek Pelaksanaan Pendidikan

    Islam dalam Sekolah. Demikian juga dengan Penghayatan Keagamaan siswa

    juga terdiri dari 10 item soal.

    Tahap pertama untuk mengolah angket yang sudah terkumpul adalah

    memberikan skor terhadap setiap jawaban dengan ketentuan sebagai berikut:

    1. Memberi skor 5 untuk jawaban berkode SS (Sangat Setuju)

    2. Memberi skor 4 untuk jawaban berkode S (Setuju)

    3. Memberi skor 3 untuk jawaban berkode KS (Kurang Setuju)

    4. Memberi skor 2 untuk jawaban berkode TS (Tidak Setuju)

    5. Memberi skor 1 untuk jawaban berkode STS (Sangat Tidak Setuju)