-
i
HUBUNGAN INTENSITAS PELAKSANAAN
PENDIDIKAN ISLAM DENGAN PENGHAYATAN
KEAGAMAAN SISWA KELAS XII SMK NU
UNGARAN TAHUN PELAJARAN 2013/2014
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Agama Islam
Oleh:
MIFTACHUL SAIFUDIN
NIM 11109037
JURUSAN TARBIYYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
SALATIGA
2014
-
ii
-
iii
-
iv
-
v
MOTTO
َن َذاٌن َيْسَمُعوْ َأْو ا َن ِبَها ْعِقُلوْ َن َلُهْم قُ ُلوٌب ي َ ْرِض فَ َتُكوْ ا ِفي اْلَ ُروْ َأفَ َلْم َيِسي ْ ِفي الصُُّدورِ ِكْن ََ ْعَم اْلُقُلوُب الَِّتيْ اُر َول ْبصَ ََ ْعَم اْلَ فَِإن ََّها َل ,ِبَها
“Maka Apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati
yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan
itu mereka dapat mendengar? karena Sesungguhnya bukanlah mata itu yang
buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada (QS. Al-Hajj: 46)”
-
vi
PERSEMBAHAN
Puji syukur kepada Allah SWT, sehingga skripsi ini selesai. Skripsi ini saya
persembahkan untuk orang-orang yang telah mendorong untuk selalu
memperjuangkan mimpi saya:
1. Kepada ayah saya Muh Amin dan ibu saya Yasiroh, yang selalu mendo’akan
dan memberi semangat kepada kedua anaknya agar lebih baik.
2. Kakak saya Tatik Nuryati, yang selalu memberi semangat untuk bisa jadi yang
terbaik dan meraih hidup yang lebih baik.
3. Dosen-dosen Tarbiyah, yang telah memberikan ilmu-ilmu, motivasi, dan
segala inspirasi untuk menjadi bekal di masa yang akan datang.
4. Rekan-rekan HMI Cabang Salatiga, terima kasih atas ilmu-ilmu maupun
kerjasamanya selama kegiatan berorganisasi maupun dalam kepengurusan,
semoga memberikan manfaat bagi diri pribadi maupun orang lain atas ilmu-
ilmu yang telah didapatkan dalam berorganisasi.
-
vii
KATA PENGANTAR
Bismillahirromanirrohim
Assalamu’alaikumWr. Wb.
Segala puji bagi Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayah-
Nya, sehingga penulis dapat diberikan kemudahan dalam menyelesaikan skripsi
ini. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulullah SAW, keluarga,
sahabat dan para pengikutnya.
Skripsi ini dibuat untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar
kesarjanaan Pendidikan Agama Islam, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri
(STAIN) Salatiga. Dengan selesainya skripsi ini tidak lupa penulis mengucapkan
terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku ketua STAIN Salatiga.
2. Bapak Rasimin, M.Pd., Selaku Ketua Program Studi PAI.
3. Bapak Drs. Djoko Sutopo sebagai dosen pembimbing skripsi yang
telah dengan ikhlas mencurahkan pikiran dan tenaganya serta
pengorbanan waktunya dalam upaya membimbing penulis untuk
menyelesaikan tugas ini.
4. Bapak dan Ibu Dosen serta karyawan STAIN Salatiga yang telah
banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
5. Kepala sekolah dan guru SMK NU Ungaran Kabupaten Semarang
yang telah memberikan ijin serta membantu penulis dalam melakukan
penelitian di sekolah tersebut.
-
viii
-
ix
ABSTRAK
Miftachul Saifudin. 2014. Hubungan Intensitas Pelaksanaan Pendidikan Islam
dengan Penghayatan Keagamaan Siswa Kelas XII SMK NU UNGARAN Tahun
Pelajaran 2013/2014. Skripsi. Jurusan Tarbiyah. Program Strata I Pendidikan
Agama Islam. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. 2014. Pembimbing:
Drs. Djoko Sutopo.
Kata kunci: Intensitas Pelaksanaan Pendidikan Islam, Penghayatan
Keagamaan.
Pelaksanaan pendidikan Islam bukanlah sekedar mengajarkan pengetahuan
agama, hafal dalil-dalil maupun hukum-hukum Islam, dan sekedar mempunyai
keterampilan dalam ibadah saja, akan tetapi pendidikan Islam bertujuan
membentuk kepribadian anak sesuai dengan ajaran agama agar mempunyai
akhlakul karimah dalam keseharian mereka. Maka, dalam pelaksanaan pendidikan
Islam diperlukan adanya penghayatan dalam hati agar jiwa keagamaan anak didik
mampu berkembang dan mempengaruhi prilaku dalam keseharian mereka.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan intensitas
pelaksanaan pendidikan Islam dengan penghayatan keagamaan siswa kelas XII
SMK NU Ungaran tahun pelajaran 2013/2014.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif, yaitu
dilaksanakan dengan menggunakan metode angket atau koesioner yang dibagikan
kepada 98 responden. Kemudian untuk mengetahui hubungan variabel X dan
Vaiabel Y yaitu dengan menggunakan Product Moment.
Hasil penelitian dari variabel intensitas pelaksanaan pendidikan Islam
dengan hasil mean 45,41 diperoleh data 87 (88,74%) responden berkategori
Sangat Setuju (SS), 10 (10,2%) responden berkategori Setuju (S), 1 (1,02%)
responden berkategori Kurang Setuju (KS), dan 0 (0%) responden berkategori
Tidak Setuju (TS) dan Sangat Tidak Setuju (STS). Sedangkan hasil dari variabel
penghayatan keagaamaan siswa dengan hasil mean 44,37 diperoleh data 79
(80,58%) responden berkategori Sangat Setuju (SS), 18 (18,36%) responden
berkategori Setuju (S), 1 (1,02%) responden berkategori Kurang Setuju (KS), dan
0 (0%) responden berkategori Tidak Setuju (TS) dan Sangat Tidak Setuju (STS).
Dari hasil analisis penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan positif dan
signifikan antara intensitas pelaksanaan pendidikan Islam dengan penghayatan
keagamaan siswa SMK NU Ungaran tahun pelajaran 2013/2014, hal ini
dibuktikan dengan hasil ro= 0,626 yang dikonsultasikan dengan harga r tabel baik
pada taraf kesalahan 1% (0,256) atau 5% (0,195) yang memiliki arti ro lebih besar
atau sama dengan rt.
-
x
Daftar Isi
Halaman Judul .................................................................................................... i
Halaman Nota Pembimbing ............................................................................... ii
Halaman Pengesahan ......................................................................................... iii
Deklarasi ............................................................................................................ iv
Motto .................................................................................................................. v
Persembahan ...................................................................................................... vi
Kata Pengantar ................................................................................................... vii
Abstrak ............................................................................................................... ix
Daftar Isi ............................................................................................................. x
Daftar Tabel ....................................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................ 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian ...................................................................... 6
D. Hipotesis .................................................................................... 7
E. Manfaat Penelitian .................................................................... 7
F. Definisi Operasional .................................................................. 8
G. Metode Penelitian ...................................................................... 11
H. Sistematika Penulisan Skripsi ................................................... 18
BAB II LANDASAN TEORI
A. Intensitas Pelaksanaan Pendidikan Islam .................................. 20
-
xi
1. Pengertian Pendidikan Islam ............................................... 20
2. Dasar-dasar Pendidikan Islam ............................................. 22
3. Tujuan Pendidikan Islam ..................................................... 23
4. Metode Pelaksanaan Pendidikan Islam ............................... 25
5. Pelaksanaan Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah
.............................................................................................. 25
B. Penghayatan Keagamaan Siswa ................................................ 42
1. Pengertian Keagmaan .......................................................... 43
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keagamaan .................. 44
3. Fungsi Agama dalam Kehidupan ........................................ 44
4. Dimensi-dimensi Keagamaan .............................................. 46
5. Penghayatan Keagamaan ..................................................... 47
BAB III LAPORAN HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Lokasi dan Subjek Penelitian ...................... 49
1. Profil SMK NU Ungaran ..................................................... 49
2. Struktur Organisasi SMK NU Ungaran Tahun Pelajaran
2013/2014 ............................................................................ 49
3. Struktur Organisasi Tata Usaha SMK NU Ungaran Tahun
Pelajaran 2013/2014 ............................................................ 50
4. Visi SMK NU Ungaran ....................................................... 50
5. Misi SMK NU Ungaran ...................................................... 50
6. Sejarah Berdirinya SMK NU Ungaran ................................ 51
7. Data Siswa SMK NU Ungaran ............................................ 53
-
xii
B. Penyajian Data Penelitian ......................................................... 54
BAB IV ANALISIS DATA
A. Analisis Pendahuluan ................................................................ 65
1. Data Pelaksanaan Pendidikan Islam .................................... 65
2. Data Penghayatan Keagamaan Siswa .................................. 68
B. Analisis Uji Hipotesis ............................................................... 71
Membuat Tabel Penolong Untuk Menghitung Prosentase Besarnya
Hubungan ................................................................................... 71
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................... 76
B. Saran-saran ................................................................................ 77
Daftar Pustaka .................................................................................................. 78
Lampiran-lampiran
-
xiii
Daftar Tabel
Tabel 1.1 Kisi-kisi Angket Intensitas Pelaksanaan Pendidikan Islam ............ 14
Tabel 1.2 Kisi-kis Angket Penghayatan Keagamaan Siswa ............................ 15
Tabel 3.1 Data Statistik Siswa SMK NU Ungaran Tahun Pelajaran 2013/2014
.......................................................................................................... 53
Tabel 3.2 Hasil Skor Angket Aspek Pelaksanaan Pendidikan Islam dalam
Keluarga .......................................................................................... 55
Tabel 3.3 Hasil Skor Angket Aspek Pelaksanaan Pendidikan Islam dalam
Sekolah ............................................................................................ 57
Tabel 3.4 Hasil Skor Angket dari Intensitas Pelaksanaan Pendidikan Islam .. 60
Tabel 3.5 Hasil Skor Angket dari Penghayatan Keagamaan Siswa ................ 62
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Intensitas Pelaksanaan Pendidikan Islam ...... 65
Tabel 4.2 Nilai Interval Intensitas Pelaksanaan Pendidikan Islam ................. 68
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Penghayatan Keagamaan Siswa .................... 68
Tabel 4.4 Nilai Interval Penghayatan Keagamaan Siswa ................................ 70
Tabel 4.5 Tabel Penolong Untuk Menghitung Indeks Korelasi Besarnya
Hubungan ........................................................................................ 71
Tabel 4.6 Tabel Taraf Signifikasi N=98 .......................................................... 75
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan agama Islam adalah bimbingan jasmani dan rohani
berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju kepada terbentuknya
kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam (Marimba, 1989: 23).
Sedangkan menurut Muhaimin (2004: 29) pendidikan Islam atau pendidikan
Islami adalah pendidikan yang dipahami dan dikembangkan dari ajaran dan
nilai-nilai fundamental yang terkandung dalam sumber dasarnya, yaitu Al-
Qur’an dan As-Sunnah.
Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa pendidikan Islam adalah
bimbingan jasmani dan rohani yang berdasarkan hukum-hukum yang terdapat
dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah agar terbentuknya kepribadian menurut
nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran Islam.
Dalam proses pendidikan anak, peran keluarga merupakan peran yang
terpenting. Keluarga menurut para pendidik merupakan lapangan pendidikan
yang pertama, dan pendidiknya adalah kedua orang tua. Orang tua (bapak
atau ibu) adalah pendidik kodrat (Jalaludin, 2000: 218). Kemudian pendapat
lain menyatakan bahwa orang tua adalah pembina pribadi yang pertama
dalam kehidupan anak. Kepribadian orang tua, sikap dan cara hidup mereka
merupakan unsur-unsur pendidikan tak langsung yang dengan sendirinya
akan masuk ke dalam pribadi anak yang sedang tumbuh. Sikap anak terhadap
-
2
guru agama dan pendidikan agama di sekolah sangat dipengaruhi oleh sikap
orang tuanya terhadap agama dan guru agama khususnya (Arifin, 2008: 60).
Dari dua pendapat tersebut dapat diambil pengertian bahwa keluarga
merupakan tempat atau lingkungan pendidikan pertama kali yang
memberikan pengaruh besar terhadap kepribadian seorang anak di masa
depannya. Jika sikap orang tua baik kepada anaknya maka sikap anaknya pun
akan ikut baik sebagaimana orang tuanya, dan begitu pula sebaliknya.
Setiap muslim mengharapkan untuk mempunyai rumah tangga yang
aman, tenteram, dan sejahtera, sehingga dalam kehidupan berkeluarga, setiap
keluarga mendambakan anak-anaknya menjadi anak-anak yang sholeh atau
sholehah. Akan tetapi orang tua mempunyai tugas untuk mendidik keluarga
khususnya kepada anak-anaknya, secara umum Allah SWT tegaskan dalam
Al-Qur’an surat At-Tahrim (66) ayat 6:
Artinya:“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia
dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan
tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”
Dengan demikian orang tua mempunyai tanggungjawab besar terhadap
pendidikan keagamaan anaknya agar memiliki keimanan dan ketakwaan
-
3
kepada Allah SWT sehingga selamat dalam menjalani kehidupan dunia dan
akhirat.
Ketika orang tua merasa diri mereka memiliki keterbatasan dalam
pengetahuan agama, maka mereka menyerahkan pendidikan keagamaan
anak-anak mereka selanjutnya, kepada guru agama di lembaga pendidikan
formal atau pendidikan sekolah. Menurut Bambang Syamsul Arifin (2008:
56) menjelaskan bahwa sekolah sebagai kelembagaan pendidikan merupakan
pelanjut dari pendidikan keluarga. Karena keterbatasan para orang tua untuk
mendidik anak-anaknya, anak-anak mereka diserahkan ke sekolah-sekolah.
Perkembangan jiwa keagamaan anak diperoleh pertama kali di
lingkungan keluarganya. Kemudian perkembangan jiwa keagamaan anak
selanjutnya diperoleh di lingkungan sekolah.
Jalaludin (2000: 220) menjelaskan bahwa pengaruh kedua orang tua
terhadap perkembangan jiwa keagamaan anak dalam pandangan Islam sudah
lama disadari. Oleh karena itu sebagai intervensi terhadap perkembangan jiwa
keagamaan tersebut, kedua orang tua diberikan beban tanggung jawab. Ada
semacam rangkaian ketentuan yang dianjurkan kepada orang tua, yaitu
mengazankan ke telinga bayi yang baru lahir, mengakikah, memberi nama
yang baik, mengajarkan membaca Al-Qur’an, serta bimbingan lainnya yang
sejalan dengan perintah agama. Keluarga dinilai sebagai faktor yang paling
dominan dalam meletakkan dasar bagi perkembangan jiwa keagamaan.
Terkait perkembangan jiwa keagamaan anak, Bambang Syamsul Arifin
(2008: 57) juga menjelaskan bahwa fungsi sekolah dalam kaitannya dengan
-
4
pembentukan jiwa keagamaan pada anak, antara lain sebagai pelanjut
pendidikan agama di lingkungan keluarga atau membentuk jiwa keagamaan
pada diri anak yang tak diterima di keluarga. Dalam konteks ini, guru agama
harus mampu mengubah sikap anak didiknya agar menerima pendidikan
agama yang diberikannya.
Zakiah Daradjat (1970: 107) menjelaskan bahwa pendidikan agama
bukanlah sekedar mengajarkan pengetahuan agama dan melatih keterampilan
anak dalam melaksanakan ibadah. Akan tetapi pendidikan agama jauh lebih
luas daripada itu, ia pertama-tama bertujuan untuk membentuk kepribadian
anak sesuai dengan ajaran agama. Pembinaan sikap, mental, dan akhlak, jauh
lebih penting dari pada pandai menghafal dalil-dalil dan hukum-hukum
agama yang tidak diresapkan dan dihayatinya dalam hidup.
Aktivitas beragama bukan hanya terjadi ketika seseorang melakukan
prilaku ritual (beribadah), tapi juga ketika melakukan aktivitas lain yang
didorong oleh kekuatan akhir. Bukan hanya yang berkaitan dengan aktivitas
yang tampak dan dapat dilihat oleh mata, tapi juga aktivitas yang tak tampak
dan terjadi dalam hati seseorang. Karena itu keberagamaan seseorang akan
meliputi berbagai macam sisi atau dimensi (Djamaludin, 1994: 76).
Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa pelaksanaan pendidikan
Islam tidak hanya diukur pada kepandaian menghafal dalil-dalil agama,
hukum-hukum agama, dan keterampilan dalam praktek melaksanakan ibadah,
akan tetapi perlu adanya aktivitas hati atau penghayatan pada setiap
melakukan kegiatan ibadah. Jadi, pelaksanaan pendidikan Islam harus mampu
-
5
menghubungkan kepada penghayatan dalam hati agar jiwa keagamaan anak
didik mampu berkembang dan mempengaruhi perilaku anak untuk
mempunyai akhlakul karimah yang dapat diterapkan dalam keseharian.
Adapun dampak setelah dilaksanakannya pendidikan Islam dalam
lingkungan keluarga maupun sekolah, yaitu seorang anak lebih cenderung
terampil dalam pelaksanaan-pelaksanaan ibadah dan aktif kegiatan-kegiatan
keagamaan semata, dan berdampak pemahaman agama sekedar untuk
dijalankan ritualnya saja dengan tujuan untuk mendapatkan pahala. Sehingga
yang sering terjadi seorang anak penampilan ibadah atau ritualnya baik,
namun tingkah laku kesehariannya terlihat tidak mencerminkan agamanya
atau bisa jadi ia sholat, ngaji, membaca Al-Qur’an, dan ikut kegiatan-kegiatan
keagamaan, tapi tanpa diikuti aktivitas ibadah dalam hati, atau dengan asumsi
bahwa bisa jadi seseorang melakukan ritualitasnya, tapi tanpa diimbangi
spiritualitasnya.
Berdasarkan beberapa uraian singkat di atas peneliti akan berusaha
untuk mengetahui keterkaitan antara HUBUNGAN INTENSITAS
PELAKSANAAN PENDIDIKAN ISLAM DENGAN PENGHAYATAN
KEAGAMAAN SISWA KELAS XII SMK NU UNGARAN TAHUN
PELAJARAN 2013/2014.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti mengambil suatu
rumusan masalah sebagai berikut :
-
6
1. Bagaimanakah intensitas pelaksanaan pendidikan Islam dalam keluarga
dan sekolah pada siswa kelas XII SMK NU Ungaran Tahun Pelajaran
2013/2014?
2. Bagaimanakah penghayatan keagamaan siswa kelas XII SMK NU
Ungaran Tahun Pelajaran 2013/2014?
3. Adakah hubungan yang signifikan antara intensitas pelaksanaan
pendidikan Islam dalam keluarga dan sekolah dengan penghayatan
keagamaan siswa kelas XII SMK NU Ungaran Tahun Pelajaran
2013/2014?
C. Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah di atas dapat dirumuskan tujuan penelitian
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui intensitas pelaksanaan pendidikan Islam dalam
keluarga dan sekolah pada siswa kelas XII SMK NU Ungaran Tahun
2013/2014.
2. Untuk mengetahui penghayatan keagamaan pada siswa kelas XII SMK
NU Ungaran Tahun 2013/2014.
3. Untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan yang signifikan antara
intensitas pendidikan Islam dalam keluarga dan sekolah dengan
penghayatan keagamaan pada siswa kelas XII SMK NU Ungaran Tahun
2013/2014.
-
7
D. Hipotesis
Hipotesa adalah jawaban sementara atas masalah penelitian atau
kesimpulan sementara atas hasil penelitian yang masih harus diuji
kebenarannya melalui pengamatan empirik (pengumpulan, pengolahan dan
analisa data) (Arikunto, 1993: 115).
Proses pelaksanaan pendidikan Islam dalam lingkungan keluarga
maupun sekolah, memberikan pengaruh besar terhadap pertumbuhan dan
perkembangan anak dalam hidup beragama di masa yang akan datang. Di
dalam setiap aktifitas keagamaan, diperlukan adanya penghayatan dari dalam
hati agar terbentuknya rasa kedekatan diri kepada ilahi. Di sisi lain juga
dengan penghayatan, mampu merubah akhlak yang belum baik berubah
menjadi berakhlak baik. Dengan demikian, penghayatan setiap aktifitas
keagamaan mampu menjadi pengantar untuk meningkatkan keimanan dan
ketakwaan kepada Allah SWT. Maka dalam penelitian ini peneliti
beranggapan bahwa ada hubungan yang signifikan antara intensitas
pelaksanaan pendidikan Islam dengan penghayatan keagamaan siswa kelas
XII SMK NU Ungaran Kabupaten Semarang.
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat secara teoritis dan
praktis.
-
8
1. Secara Teoritis
Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan dan wacana baru bagi pengembangan ilmu pengetahuan
khususnya di bidang pendidikan agama Islam ke depannya dalam rangka
membangun generasi muda yang penuh penghayatan dalam melaksanakan
ajaran Islam.
2. Secara Praktis
Penelitian ini akan memberikan manfaat bagi keluarga, guru, dan
siswa, diantaranya sebagai berikut :
a. Meningkatkan pemahaman kepada siswa tentang arti penting
pendidikan agama Islam.
b. Meningkatkan pemahaman kepada orang tua arti penting pendidikan
agama Islam.
c. Meningkatkan pemahaman kepada orang tua, guru, dan siswa tentang
arti penting penghayatan keagamaan dalam menjalani kehidupan
sehari-hari.
F. Definisi Operasional
Untuk menghindari terjadinya salah pengertian dan untuk menjaga
sebagai antisipasi timbulnya kesalahpahaman serta pengaburan pemahaman
makna, maka sebelum membahas lebih lanjut, terlebih dahulu ditegaskan
istilah-istilah yang terdapat pada judul skripsi ini:
-
9
1. Intensitas
Kata intensitas mengandung pengertian: Keadaan, tingkatan/ukuran
menurut intensnya, intens (hebat/sangat kuat/penuh semangat)
(Poerwadarminta, 2001: 438).
2. Pelaksnaan Pendidikan Islam
Pendidikan Islam di sini diartikan sebagai upaya sadar yang
dilakukan oleh mereka yang memiliki tanggung jawab terhadap
pembinaan, bimbingan, pengembangan serta pengarahan potensi yang
dimiliki anak agar mereka dapat berfungsi dan berperan sebagaimana
hakikat kejadiannya. Jadi dalam pengertian ini pendidikan Islam tidak
dibatasi oleh institusi (kelembagaan) ataupun pada lapangan pendidikan
tertentu. Pendidikan Islam diartikan dalam ruang lingkup yang luas.
Adapun dimaksud yang bertanggungjawab dalam pengertian ini
adalah orang tua. Sedang para guru atau pendidik lainnya adalah
merupakan perpanjangan tangan para orang tua. Maksudnya, tepat
tidaknya para guru atau pendidik yang dipilih oleh orang tua untuk
mendidik anak mereka sepenuhnya menjadi tanggungjawab para orang
tua. Maka pendidikan Islam meletakkan dasarnya adalah pada rumah
tangga. Seiring dengan tanggungjawab itu, para orang tua dan para guru
dalam pendidikan Islam berfungsi dan berperan sebagai pembina,
pembimbing, pengembang serta pengarah potensi yang dimilki anak agar
mereka menjadi pengabdi Allah yang taat dan setia, sesuai dengan hakikat
-
10
penciptaan manusia (QS 51: 56) dan juga dapat berperan sebagai khalifah
Allah dalam kehidupan di dunia (QS 2: 30) (Jalaludin, 2000: 19).
Adapun indikator-indikator variabel pelaksanaan pendidikan Islam
yaitu:
a. Pelaksanaan Pendidikan Islam dalam Keluarga:
1) Membimbing sholat
2) Membimbing berdo’a setiap memulai kegiatan.
3) Membimbing membaca Al-Qur’an
4) Membimbing puasa
5) Membimbing akhlak terpuji
6) Memperkenalkan rukun iman
7) Memperkenalkan rukun islam
8) Memperkenalkan adanya Allah
9) Memperkenalkan sifat-sifat Allah
b. Pelaksanaan Pendidikan Islam di Sekolah
1) Mendidik akhlak
2) Mendidik akidah
3) Mendidik ibadah sholat
4) Mendidik ibadah puasa
5) Membimbing membaca Al-Qur’an.
6) Membimbing melaksanakan sedekah
7) Membimbing membaca do’a ketika memulai atau mengakhiri
kegiatan belajar.
-
11
8) Membimbing untuk selalu berbuat baik dan selalu menjauhi
perbuatan jelek (Daradjat, 1995: 65).
3. Penghayatan Keagamaan Siswa
Pengalaman atau penghayatan adalah dimensi yang menyertai
keyakinan, pengamalan dan peribadatan. Dimensi penghayatan
menunjukan pada seberapa jauh tingkat muslim dalam merasakan dan
mengalami perasaan dan pengalaman-pengalaman religius.
Adapun indikator-indikator variabel penghayatan keagamaan siswa:
a. Perasaan dekat/akrab dengan Allah
b. Perasaan do’a-do’anya sering terkabul,
c. Perasaan tenteram bahagia karena menuhankan Allah
d. Perasaan bertawakkal (pasrah diri secara positif) kepada Allah,
e. Perasaan khusuk ketika melaksanakan sholat atau berdo’a,
f. Perasaan tergetar ketika mendengar adzan atau ayat-ayat Al-Qur’an,
g. Perasaan bersyukur kepada Allah,
h. Perasaan mendapat peringatan atau pertolongan Allah (Ancok, 1994:
82).
G. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif.
Penelitian kuantitatif memiliki fokus penelitian yang terletak pada hasil
atau produk dari sebuah objek penelitian, bukan dalam bentuk kategori-
kategori atau dalam bentuk sebuah proses.
-
12
Dalam penelitian ini menggunakan teknik metode pengumpulan data
berupa angket sebagai standarisasi ukuran hasil dalam penelitian, dan
menggunakan metode observasi sebagai pembanding ukuran standar
penelitian.
Untuk mengetahui pengaruh atau hubungan tiap variabel peneliti
menggunakan sebuah analisis statistik product moment.
2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan di SMK NU Ungaran Jl. Kaligarang
No 09 Ungaran, Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang. Peneliti
mengunjungi SMK NU Ungaran dengan membawa surat permohonan izin
penelitian dari kampus STAIN Salatiga pada tanggal 05 Maret 2014.
Kemudian pada tanggal 06 Maret 2014 peneliti mencari data-data yang
berkaitan tentang SMK NU Ungaran. Selesai memperoleh data, peneliti
menyebarkan angket kepada siswa-siswi kelas XII SMK NU Ungaran
jurusan TKJ (Teknik Komputer dan Jaringan) dan Multimedia.
3. Populasi dan Sampel
a. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian (Arikunto, 1993:
108). Dalam hal ini populasinya adalah seluruh siswa kelas XII SMK
NU Ungaran Kabupaten Semarang yang berjumlah 327 siswa.
b. Sampel
Sampel adalah sejumlah penduduk yang jumlahnya kurang dari
jumlah populasi (Hadi, 1981: 221). Apabila populasi dalam penelitian
http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Semarang
-
13
ini jumlahnya terlalu besar maka untuk menghemat waktu dan biaya,
subyek yang diteliti tidak diambil semua. Penulis melakukan penelitian
di lapangan, dalam menentukan sampel, sesuai dengan pendapat
Suharsimi Arikunto (1993: 155), bahwa apabila subyeknya kurang dari
100 orang maka diambil semuanya dan apabila subyeknya lebih dari
100 orang maka diambil sampel antara 10-25% atau 20-25% atau lebih.
Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah
Siswa kelas XII SMK NU Ungaran, Kecamatan Ungaran Barat,
Kabupaten Semarang. Sebagai sampelnya, peneliti mengambil 30% dari
jumlah keseluruhan siswa kelas XII yang berjumlah 327 siswa karena
dianggap representatif atau mewakili. Sehingga sampel yang diambil
berjumlah 98 siswa kelas XII SMK NU Ungaran, Kecamatan Ungaran
Barat, Kabupaten Semarang.
4. Metode Pengumpulan Data
a. Metode Angket
Angket (Questionnaires) adalah sejumlah pertanyaan tertulis
yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam
arti laporan tentang dirinya, atau hal-hal yang ia ketahui (Arikunto,
1993: 151). Responden adalah orang yang diberi hak untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan dalam angket. Metode angket akan digunakan
untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan
tentang pribadinya/hal-hal yang diketahui. Metode ini penulis gunakan
-
14
untuk menghimpun data Siswa kelas XII SMK NU Ungaran,
Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang, yaitu angket tentang
Hubungan Intensitas Pelaksanaan Pendidikan Islam dengan
Penghayatan Keagamaan Siswa Kelas XII SMK NU Ungaran Tahun
2013/2014.
Berikut ini diuraikan langkah-langkah penyusunan angket:
1) Pembuatan kisi-kisi angket
Tabel 1.1
Kisi-kisi Angket Intensitas Pelaksanaan Pendidikan Islam
No Aspek yang
diungkap Indikator
Nomor
Item
Jumlah
Item
1. Pelaksanaan pendidikan
Islam dalam
keluarga
a. Membimbing sholat b. Membimbing berdo’a
setiap memulai kegiatan.
c. Membimbing membaca Al-Qur’an
d. Membimbing puasa e. Membimbing akhlak
terpuji
f. Memperkenalkan rukun iman
g. Memperkenalkan rukun islam
h. Memperkenalkan adanya Allah
i. Memperkenalkan sifat-sifat Allah
5,6
7
8
9
10
1
2
3
4
2
1
1
1
1
1
1
1
1
2. Pelaksanaan pendidikan
Islam dalam
sekolah
a. Mendidik akhlak b. Mendidik akidah c. Mendidik ibadah sholat d. Mendidik ibadah puasa e. Membimbing membaca
Al-Qur’an.
f. Membimbing melaksanakan sedekah
g. Membimbing membaca do’a ketika memulai atau
11
12
13
14
15
16
17,18
1
1
1
1
1
1
2
-
15
mengakhiri kegiatan
belajar.
h. Membimbing untuk selalu berbuat baik dan selalu
menjauhi perbuatan jelek.
19,20
2
Total Item 20
Tabel 1.2
Kisi-kisi Angket Penghayatan Keagamaan Siswa
No. Indikator Nomor
Item
Jumlah
Item
1. Perasaan dekat/akrab dengan Allah 1 1
2. Perasaan do’a-do’anya sering terkabul 6 1
3. Perasaan tenteram bahagia karena menuhankan Allah
2 1
4. perasaan bertawakkal (pasrah diri secara positif) kepada Allah
8 1
5. Perasaan khusuk ketika melaksanakan sholat/berdo’a
5 1
6. Perasaan tergetar ketika mendengar adzan atau ayat-ayat Al-Qur’an
3,4 2
7. Perasaan bersyukur kepada Allah 7 1
8. Perasaan mendapat peringatan atau pertolongan Allah
9,10 2
Total Item 10
2) Penyusunan angket
Penyusunan angket dilakukan secara tertutup, dengan
menjawab pernyataan-pernyataan yang disertai dengan alternatif
jawaban pada angket, sehingga responden tinggal memilih
alternatif jawaban yang sesuai dengan keadaan responden.
3) Penetapan skor angket
Adapun asumsi dalam penelitian ini bahwa seluruh siswa
kelas XII SMK NU Ungaran mendapatkan pendidikan Islam dan
-
16
memiliki penghayatan keagamaan yang sama, sehingga penetapan
skor dari pernyataan-pernyataan dalam angket dengan jawaban-
jawaban alternatif sebagai berikut:
a) Memberi skor 5 untuk jawaban berkode SS (Sangat Setuju)
b) Memberi skor 4 untuk jawaban berkode S (Setuju)
c) Memberi skor 3 untuk jawaban berkode KS (Kurang Setuju)
d) Memberi skor 2 untuk jawaban berkode TS (Tidak Setuju)
e) Memberi skor 1 untuk jawaban berkode STS (Sangat Tidak
Setuju).
Kemudian untuk angket intensitas pelaksanaan pendidikan
Islam atau variabel X yang berjumlah 20 item pernyataan, maka
skor total dibagi dengan angka 2 agar sebanding dengan skor total
angket penghayatan keagamaan siswa atau variabel Y yang
berjumlah 10 item pernyataan.
b. Metode Dokumentasi
Metode ini digunakan untuk mendapat dan menyimpan
informasi penelitian seperti; profil sekolah. Sejarah, visi misi sekolah,
keadaan guru dan siswa, dan sejumlah informasi lain yang menunjang
penelitian ini.
c. Metode Observasi
Metode observasi atau pengamatan merupakan suatu teknik
atau cara mengumpulkan data dengan jalan mengadakan pengamatan
-
17
terhadap kegiatan yang sedang berlangsung. (Nana Syaodih, 2011:
220).
Metode ini digunakan untuk mendapatkan gambaran umum
tentang keadaan Siswa kelas XII SMK NU Ungaran, Kecamatan
Ungaran Barat, Kabupaten Semarang.
5. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini instrumen atau alat dan bahan yang digunakan
dalam mengukur hubungan atau pengaruh antar variabel antara lain :
a. Angket
Angket berisikan pernyataan-pernyataan yang mengacu pada
indikator penelitian kedua variabel.
b. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan metode untuk menyimpan data yang
telah terkumpul, sehingga data-data penelitian dapat terakomodir
dengan baik. Adapun alat yang digunakan antara lain :
1) Flashdisk (penyimpan soft file)
2) Kamera ( pengambil gambar)
3) Komputer Ms. Exel ( alat pengukur dan penghitung)
6. Teknik Analisis Data
Setelah data telah terkumpul dengan lengkap, maka selanjutnya
adalah menganalisis data tersebut untuk mengetahui hasil akhir dan
penelitian yang sedang dilakukan.
-
18
Langkah-langkah yang ditempuh untuk menganalisis data ini adalah
sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui kecenderungan variasi masing-masing variabel,
digunakan teknik analisis dengan rumus :
P = X 100 %
Keterangan:
P = Angka Presentase
F = Frekuensi masing – masing variabel
N = Jumlah respoden
b. Untuk mengetahui persentase pengaruh kedua variabel dan menguji
hipotesis yang telah diujikan, digunakan analisis Indeks Korelasi
dengan rumus :
Keterangan :
rxy = Koefisien korelasi X dan Y
X = Pelaksanaan Pendidikan Islam
Y = Penghayatan keagamaan siswa
H. Sistematika Penulisan Skripsi
Adapun sistematika skripsi yang dibuat oleh penulis adalah sebagai
berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
F
N
2222 YYNXXNYXXYN
rxy
-
19
Pendahuluan memuat: Latar Belakang Masalah, Rumusan
Masalah, Tujuan Penelitian, Hipotesis, Manfaat Penelitian,
Definisi Operasional, Metode Penelitian, dan Sistematika
Penulisan Skripsi.
BAB II : KAJIAN PUSTAKA
Kajian pustaka berisi tentang: Pengertian Pendidikan, Pengertian
Pendidikan Islam, Dasar-Dasar Pendidikan Islam, Tujuan
Pendidikan Islam, Pelaksanaan Pendidikan Islam dalam
Keluarga dan Sekolah, Pengertian Keagamaan, Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Keagamaan, Fungsi Agama, Dimensi-
dimensi Keagamaan, dan Penghayatan Keagamaan.
BAB III : LAPORAN HASIL PENELITIAN
Bab ini menguraikan tentang Profil Sekolah, Visi dan Misi
Sekolah, Sejarah Berdirinya Sekolah, Data-data Sekolah, dan
Penyajian Data.
BAB IV : ANALISIS DATA
Halaman ini berisi: analisis data yang terkumpul dari penelitian,
meliputi: Deskripsi Data Hasil Penelitian, Pembahasan Hasil
Penelitian.
BAB V : KESIMPULAN, SARAN, DAN PENUTUP
Dalam bab ini terdiri dari kesimpulan, Saran-saran, dan Kata
Penutup.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
-
20
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Intensitas Pelaksanaan Pendidikan Islam
1. Pengertian Pendidikan Islam
a. Pengertian Pendidikan
Sebelum membahas pengertian pendidikan Islam, maka terlebih
dahulu mengetahui arti pendidikan pada umumnya. Pendidikan dalam
bahasa Inggris “Education” berakar dari bahasa latin “Educare” yang
dapat diartikan pembimbingan yang berkelanjutan (To Lead Forth).
Jika diperluas etimologis itu mencerminkan keberadaan pendidikan
yang berlangsung dari generasi ke generasi sepanjang eksistensi
kehidupan manusia (Suhartono, 2006: 76). Adapun menurut Ahmad
Tafsir (1992: 24) menjelaskan bahwa pendidikan adalah bimbingan atau
pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani
dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.
Kemudian Prof H.M. Arifin (1991: 10) juga menjelaskan bahwasanya
pendidikan itu adalah sebagai latihan mental, moral, dan fisik
(jasmaniah) yang menghasilkan manusia berbudaya tinggi untuk
melaksanakan tugas, kewajiban, dan tanggung jawab dalam masyarakat
selaku hamba Allah, dan menumbuhkan personalitas (kepribadian) serta
menanamkan rasa tanggung jawab.
-
21
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat ditarik pemahaman
bahwa pendidikan adalah kegiatan bimbingan pendidik terhadap peserta
didik secara sadar yang berlangsung dari generasi ke generasi untuk
membentuk kepribadian yang bermental, bermoral, dan bertanggung
jawab dalam kehidupan bermasyarakat.
b. Pengertian Pendidikan Islam
Pendidikan Islam atau pendidikan Islami adalah pendidikan yang
dipahami dan dikembangkan dari ajaran dan nilai-nilai fundamental
yang terkandung dalam sumber dasarnya, yaitu Al-Qur’an dan As-
Sunnah (Muhaimin, 2004: 29).
Adapun menurut Zakiah Daradjat (2011: 86) menjelaskan bahwa
pendidikan agama Islam adalah pendidikan dengan melalui ajaran-
ajaran agama Islam, yaitu berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak
didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan ia dapat memahami,
menghayati, dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam yang telah
diyakininya secara menyeluruh, serta menjadikan ajaran agama Islam
itu sebagai suatu pandangan hidupnya demi keselamatan dan
kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat kelak.
Menurut Achmadi (2005: 29), pendidikan agama Islam adalah
usaha yang lebih khusus ditekankan untuk mengembangkan fitrah
keberagamaan (ireligiousitas) subyek didik agar lebih mampu
memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam.
-
22
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
pendidikan agama Islam adalah suatu proses bimbingan jasmani dan
rohani yang berlandaskan ajaran agama Islam yaitu Al-Qur’an dan As-
sunnah kepada anak didik agar setelah selesai pendidikan, ia mampu
memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam serta
menjadikan Islam sebagai agama keselamatan dan kesejahteraan di
kehidupan dunia maupun akhirat.
2. Dasar-dasar Pendidikan Islam
Dasar-dasar pendidikan Islam adalah semua ketentuan dan ajaran
yang berasal dari firman Allah SWT dan sunnah RasulNya (Marimba,
1989:41). Sedangkan menurut Zuhairini (1983: 23) yang dimaksud dengan
dasar pendidikan Islam adalah Dasar-dasar yang bersumber dari ajaran
Islam yang tertera dalam Al-Qur’an dan Hadits. Menurut ajaran agama
Islam, bahwa pelaksanaan pendidikan agama Islam merupakan perintah
dari Allah dan merupakan ibadah kepadaNya.
Dari kedua pendapat tersebut cukup memberikan alasan karena Al-
Qur’an diturunkan kepada umat manusia sebagai petunjuk untuk menjalani
kehidupan dunia dan akhirat. Atau dalam kata lain bahwa Al-Qur’an
adalah pembimbing umat manusia ke arah jalan yang diridhoi Allah SWT.
Begitu pula dengan sunnah Rasulullah SAW yang mengandung
ajaran-ajaran kebaikan. Perilaku Rasulullah menjadi dasar pelaksanaan
hukum-hukum yang terkandung di dalam Al-Qur’an. Sunnah berisi
-
23
petunjuk dan contoh-contoh keteladanan bagi umat manusia, sehingga
Rasulullah adalah seorang guru dan pendidik utama.
Jadi dapat disimpulkan bahwa Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah
merupakan pedoman hidup yang bersifat umum. Keduanya mampu
membawa perubahan dan perkembangan umat manusia karena bisa
mengundang pikiran manusia untuk menafsirkan ajaran-ajaran dari
berbagai cara pandang.
3. Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan pendidikan Islam adalah membimbing dan membentuk
manusia menjadi hamba Allah yang saleh, teguh imannya, taat beribadah,
berakhlak terpuji. Bahkan keseluruhan gerak dalam hidup setiap muslim,
mulai dari perbuatan, perkataan, dan tindakan apa pun yang dilakukannya
dengan niat mencapai ridha Allah, memenuhi segala perintah-Nya, dan
melaksanakan semua tugas kehidupan itu, baik bersifat pribadi maupun
sosial, perlu dipelajari dan dituntun dengan iman dan akhlak terpuji.
Dengan demikian identitas muslim akan tampak dalam semua aspek
kehidupannya (Daradjat, 1995: 40).
Secara umum, pendidikan agama Islam bertujuan untuk
meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan, dan pengalaman
peserta didik tentang agama Islam, sehingga menjadi manusia muslim
yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT serta berakhlak mulia
dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dari
tujuan tersebut dapat ditarik beberapa dimensi yang hendak ditingkatkan
-
24
dan dituju oleh kegiatan pembelajaran pendidikan agama Islam yaitu: (1)
dimensi keimanan peserta didik terhadap ajaran agama Islam; (2) dimensi
pemahaman atau penalaran (intelektual) serta keilmuan peserta didik
terhadap ajaran agama Islam; (3) dimensi penghayatan atau pengalaman
batin yang dirasakan peserta didik dalam menjalankan ajaran Islam; (4)
dimensi pengamalannya, dalam arti bagaimana ajaran Islam yang telah
diimani, dipahami, dan dihayati atau diinternalisasi oleh peserta didik itu
mampu menumbuhkan motivasi dalam dirinya untuk menggerakkan,
mengamalkan, dan menaati ajaran agama dan nilai-nilainya dalam
kehidupan pribadi, sebagai manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Allah SWT serta mengaktualisasikan dan merealisasikannya dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara (Muhaimin, 2002:
78).
Sedangkan menurut Mahmud Yunus (1980: 13) yang menjelaskan
bahwa tujuan pendidikan Islam adalah mendidik anak-anak, pemudi-
pemudi dan dewasa supaya menjadi orang muslim sejati, sehingga beriman
teguh, beramal shaleh, berakhlak mulia, sehingga ia menjadi salah seorang
anggota masyarakat yang sanggup hidup diatas kaki sendiri, mengabdi
kepada Allah dan berbakti kepada bangsa dan tanah airnya bahkan sesama
umat Islam.
Kemudian di antara beberapa tujuan pendidikan Islam, Allah SWT
telah berfirman dalam QS. Adz-Dzariyaat ayat 56:
-
25
Artinya: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka menyembah-Ku.”
Dari beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan
pendidikan Islam adalah untuk menyempurnakan hubungan manusia
dengan Allah, hubungan antara manusia dengan sesama manusia, dan
hubungan antara manusia dengan lingkungan.
4. Metode Pelaksanaan Pendidikan Islam
Metode-metode yang dapat dipakai dalam pendidikan dan
pengajaran Islam, dapat dilihat sebagai berikut: a) metode pembiasaan, b)
metode keteladanan, c) metode pemberian ganjaran, d) metode pemberian
hukuman, e) metode ceramah, f) metode tanya jawab, g) metode diskusi,
h) metode sorogan, i) metode bandongan, j) metode mudzakarah, k)
metode kisah, l) metode pemberian tugas, m) metode karya wisata, n)
metode eksperimen, o) metode drill/latihan, p) metode sosiodrama, q)
metode simulasi, r) metode kerja lapangan, s) metode demonstrasi, dan t)
metode kerja kelompok (Arief, 2002: 110).
5. Pelaksanaan Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah
a. Pendidikan Islam dalam Keluarga
1) Pengertian Keluarga
Keluarga adalah wadah utama dan pertama bagi pertumbuhan
dan pengembangan suasana anak. Jika suasana dalam keluarga itu
baik dan menyenangkan, maka anak akan tumbuh dengan baik pula,
jika tidak, tentu akan terhambatlah pertumbuhan anak tersebut
(Daradjat, 1995: 47).
-
26
Sedangkan menurut Fuad Ihsan (1996: 57-58) yang dimaksud
keluarga adalah merupakan lembaga pendidikan pertama dan utama
dalam masyarakat, karena dalam keluargalah manusia dilahirkan,
berkembang menjadi dewasa. Bentuk dan isi cara-cara pendidikan di
dalam keluarga akan selalu mempengaruhi tumbuh dan
berkembangnya watak, budi pekerti, dan kepribadian tiap-tiap
manusia. Pendidikan yang diterima dalam keluarga inilah yang akan
digunakan oleh anak sebagai dasar untuk mengikuti pendidikan
selanjutnya di sekolah. Tugas dan tanggung jawab orang tua dalam
keluarga terhadap pendidikan anak-anaknya lebih bersifat
pembentukan watak dan budi pekerti, latihan keterampilan dan
pendidikan kesosialan.
Dari dua pendapat di atas dapat diambil pengertian bahwa
keluarga adalah lembaga pendidikan pertama dan utama bagi
pertumbuhan dan perkembangan anak dalam pembentukan watak
dan akhlak. Jika lingkungan keluarga kondisinya baik, maka anak
ikut baik pula. Kemudian jika lingkungan keluarga kondisinya tidak
baik, maka perkembangan anak akan terhambat.
2) Fungsi Keluarga
Keluarga memiliki peran pendidikan, yaitu dalam menanamkan
rasa dan sikap keberagamaan pada anak. Dengan kata lain
pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam usaha
menanamkan rasa keagamaan pada anak dan melalui pendidikan
-
27
dilakukan pembentukan sikap keagamaan tersebut (Jalaluddin, 2000:
201).
Kewajiban dan tanggung jawab yang ada pada orang tua untuk
mendidik anak-anak pada dasarnya timbul dengan sendirinya secara
alami, tidak karena dipaksa dan disuruh oleh orang lain. Demikian
pula sebaliknya, kasih sayang orang tua terhadap anak-anaknya
adalah kasih sayang sejati yang timbul dengan spontan, tidak dibuat-
buat. Di rumah anak menerima kasih sayang yang besar dari orang
tuanya. Anak masih menggantungkan sepenuhnya kepada orang
tuanya dan menjadi bagian dari keluarga di mana ia tinggal, sehingga
ini berbeda dengan pendidikan yang ia peroleh dari sekolah maupun
masyarakat.
Sehubungan dengan hal di atas, maka keluarga sebagai lembaga
pendidikan memiliki peran sangat penting dalam pendidikan anak.
Oleh karena itu, orang tua (ayah dan ibu) memiliki pengaruh yang
kuat dalam perkembangan anak pada masa-masa selanjutnya.
Kewajiban itu meliputi pendidikan jasmani dan rohani. Oleh karena
itu tanggung jawab orang tua terhadap pendidikan anak tidak dapat
dipikulkan kepada orang lain, misalnya guru. Dengan kata lain,
tanggung jawab pendidikan yang dipikul oleh pendidik selain orang
tua merupakan pelimpahan tanggung jawab orang tua yang karena
satu hal tidak mungkin melaksanakan pendidikan anak secara
sempurna (Daradjat, 2011: 38).
-
28
Dari uraian di atas, dapat diambil pemahaman bahwa peran
orang tua dalam mendidik anak mereka, sangat penting dalam
membimbing keagamaan anak, sehingga anak mereka di masa depan
mampu melaksanakan kehidupannya sebagai manusia yang taat
kepada ajaran agama, beriman, dan berkelakuan baik terhadap
sesama.
Di samping itu menurut Bambang Syamsul Arifin (2008: 84)
menjelaskan bahwa pengaruh kedua orang tua terhadap
perkembangan jiwa keagamaan anak dalam pandangan Islam sudah
lama disadari. Oleh karena itu, sebagai intervensi terhadap
perkembangan jiwa keagamaan tersebut, kedua orang tua diberikan
beban tanggung jawab. Ada semacam rangkaian ketentuan yang
dianjurkan kepada orang tua, yaitu mengadzankan ke telinga bayi
yang baru lahir, mengadakan akikah, memberi nama yang baik,
mengajarkan membaca Al-Qur’an, membiasakan shalat serta
bimbingan lainnya yang sejalan dengan perintah agama Islam.
Keluarga dinilai sebagai faktor yang paling dominan dalam
meletakkan dasar perkembangan jiwa keagamaan.
3) Pentingnya Pendidikan Islam dalam Keluarga
Ngalim Purwanto (2007: 158) menjelaskan bahwa pendidikan
agama harus sudah dimulai sedini-dininya, sejak anak masih kecil.
Tentu saja hal ini merupakan tugas orang tua masing-masing. Orang
tua yang menyadari pentingnya agama itu bagi perkembangan jiwa
-
29
anak dan bagi kehidupan manusia umumnya akan berusaha
menanamkan pendidikan agama pada anak-anaknya sejak kecil
sesuai dengan agama yang dianutnya. Memasukkan anak-anak ke
madrasah atau ke tempat-tempat pengajian, atau sengaja memanggil
guru agama ke rumah di luar waktu sekolah anak-anak adalah usaha
yang baik.
Sedangkan menurut Zakiah Daradjat (1995: 66) menyatakan
bahwa perlu diketahui, bahwa kualitas hubungan anak dan orang
tuanya, akan mempengaruhi keyakinan beragamanya di kemudian
hari. Apabila ia merasa disayang dan diperlakukan adil, maka ia
akan meniru orang tuanya dan menyerap agama dan nilai-nilai yang
dianut oleh kedua orang tuanya. Dan jika yang terjadi sebaliknya,
maka ia menjauhi apa yang diharapkan orang tuanya, mungkin ia
tidak mau melaksanakan ajaran agama dalam hidupnya, tidak shalat,
tidak puasa dan sebagainya.
Dari penjelasan di atas dapat diambil pengertian bahwa
orang tua mempunyai tanggung jawab besar dan memerlukan usaha
yang baik terhadap anak-anaknya dalam hal pendidikan agama.
Ketika orang tua merasa tidak mampu atau merasa kurang
pengetahuan dalam hal agama, maka usaha yang perlu mereka
lakukan adalah menyerahkan pendidikan keagamaan anak-anak
mereka kepada guru-guru agama. Kemudian hubungan anak dengan
-
30
orang tuanya mempunyai pengaruh terhadap keyakinan beragama
anaknya.
4) Faktor-faktor yang menghambat pertumbuhan dan perkembangan
pada anak di lingkungan keluarga
Bambang Syamsul Arifin (2008: 89) menjelaskan bahwa
suasana lingkungan keluarga yang kurang mendukung,
pertumbuhan, dan perkembangan anak atau generasi muda tersebut
antara lain terlihat dalam berbagai masalah yang dihadapi oleh orang
tua dan juga anak-anak itu sendiri di dalam keluarganya, antara lain
ialah:
a) Adanya (gejala-gejala) perselisihan atau pertentangan antara
anak, terutama yang telah menginjak dewasa atau remaja, dengan
orang tuanya sehingga anak dikatakan tak patuh terhadap orang
tua, sedangkan orang tua dianggap tak dapat memahami tingkah
laku si anak;
b) Kurang terpenuhinya secara memadai kebutuhan-kebutuhan dan
perlengkapan-perlengkapan bagi pembinaan pertumbuhan dan
perkembangan di lingkungan keluarga, baik dari segi fisik,
biologis maupun dari sosial, psikologis, dan spiritual;
c) Kebiasaan-kebiasaan tradisional dan konvensional, terutama pada
keluarga-keluarga di lingkungan masyarakat daerah pedesaan,
seperti tradisi perkawinan usia muda, anak-anak disuruh kerja
untuk mendapatkan nafkah tambahan bagi keluarganya, dan
-
31
sebagainya, yang dalam batas tertentu merupakan kekangan serta
hambatan bagi pertumbuhan dan perkembangan generasi muda.
b. Pendidikan Islam dalam Sekolah
1) Pengertian Sekolah
Lembaga pendidikan yang melaksanakan pembinaan pendidikan
dan pengajaran dengan sengaja, teratur dan terencana adalah
sekolah. Guru-guru yang melaksanakan tugas pembinaan,
pendidikan dan pengajaran tersebut adalah orang-orang yang telah
dibekali dengan pengetahuan tentang anak didik, dan memiliki
kemampuan untuk melaksanakan tugas kependidikan.
Guru masuk kedalam kelas, membawa seluruh unsur
kepribadiannya, agamanya, akhlaknya, pemikiranya, sikapnya dan
ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Penampilan guru, pakaianya,
caranya berbicara, bergaul dan memperlakukan anak, bahkan emosi
dan keadaan kejiwaan yang sedang dialaminya, ideologi dan paham
yang dianutnya pun terbawa tanpa disengaja ketika ia berhadapan
dengan anak didiknya. Seluruhnya itu akan terserap oleh si anak
tanpa disadari oleh guru dan orang tua, bahkan anak tidak tahu
bahwa ia telah terseret menjadi kagum dan sayang kepada gurunya.
(Daradjat, 1995: 77).
2) Lembaga Pendidikan Formal
a) Taman Kanak-kanak (TK)
-
32
Menurut Hasan Langgulung (1985: 65-67), dalam lembaga
pendidikan Taman kanak-kanak hampir semua para ahli
pendidikan setuju bahwa aspek-aspek yang perlu dikembangkan
pada kanak-kanak pada fase taman kanak-kanak ini ialah aspek-
aspek intelektual, emosional, sosial, jasmani, pergerakan, estetik
(keindahan), dan moral.
Pertama perkembangan intelektual ini merupakan aspek
yang paling mendapat perhatian yang paling besar dinegara-
negara industri.
Kedua aspek emosi. Taman kanak-kanak harus menjadi
tempat dimana kanak-kanak menjadi aman, tentram dan harus
merasa bahwa ia dapat berbuat sesuatu dan jangan selalu merasa
terancam.
Ketiga kanak-kanak sanggup mengadakan hubungan-
hubungan dengan kanak-kanak yang lain, dengan pergaulan
dengan kawan-kawan sebayanya ia merasa bertanggung jawab
terhadap orang lain.
Keempat ialah aspek jasmani. Taman kanak-kanak mestilah
menyediakan kurikulum yang dapat mengembangkan badan yang
sehat ini. Yang termasuk disini adalah makanan yang sehat dan
dengan kadar yang cukup dan diperlukan oleh badan.
-
33
Kelima Aspek keindahan (estetik) hampir semua gerakan
dan suara anak-anak bias dikeluarkan dengan indah. Gerakan
yang indah disebut tarian. Suara yang indah disebut nyanyian.
Keenam Aspek moral yang perlu dikembangkan dalam
kurikulum kanak-kanak. Sayangnya aspek ini telah tidak
mendapat tempat yang wajar dinegara-negara barat.
Semakin kecil si anak semakin besar pengaruh guru
terhadapnya. Anak yang masih kecil, terutama pada umur taman
kanak-kanak, belum mampu berfikir abstrak. Mereka lebih
banyak meniru dan menyerap pengalaman lewat panca indaranya.
Pada umur tersebut anak tertarik kepada guru yang ramah,
penyayang dan suka memperhatikannya, bahkan kadang-kadang,
anak lebih mengagumi dan menyayangi gurunya dari pada orang
tuanya, terutama anak yang kurang mendapat kasih sayang yang
memadai dari orang tuanya.
Anak-anak ditaman kanak-kanak belum mampu berfikir
abstrak, karena perkembangan pikiran logis baru mulai pada
umur tujuh tahun. Mereka berpikir tentang apa yang dapat
dijangkaunya dengan panca indranya, karena itu cara mereka
berpikir dikatakan indrawi. Diantara panca indra yang palingbesar
pengaruhnya dan lebih lama tinggal diotak adalah penglihatan,
kemudian pendengaran, sedangkan sisanya sentuhan, penciuman
dan pencicipan (Daradjat, 1995: 77-78).
-
34
b) Sekolah Dasar (SD)
Pada pendidikan dasar adalah pendidikan yang memberikan
pengetahuan dan keterampilan, menumbuhkan sikap dasar yang
diperlukan dalam masyarakat, serta mempersiapkan peserta didik
untuk mengikuti pendidikan menengah. Pendidikan dasar pada
perinsipnya merupakan pendidikan yang memberikan bekal dasar
bagi perkembangan kehidupan, baik untuk pribadi maupun
masyarakat. Karena itu, bagi setiap warga negara harus
disediakan kesempatan untuk memperoleh pendidikan dasar
(Ihsan, 1996: 22).
Pada usia Sekolah Dasar, anak telah mampu memahami
pelajaran yang memerlukan pemikiran, dan sudah dapat dilatih
mengikuti disiplin ringan atau sederhana. Mereka suka
mendengarkan cerita yang sesuai dengan perkembangan
kecerdasannya, suka berfantasi, tidak jarang mereka merasa
bahwa pahlawan atau tokoh cerita adalah dirinya sendiri, atau
dapat dikatakan bahwa ia mengidentifikasikan dirinya kepada
tokoh cerita (Daradjat, 1995: 79).
Zakiah Daradjat (1995: 83) juga menjelaskan bahwa
pendidikan agama dan akhlak bagi anak dalam keluarga pada
umur Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar masih diperlukan,
walaupun di sekolah telah diberikan oleh guru agama dan guru
kelas serta situasi sekolah yang menunjang. Sikap orang tua
-
35
dalam melaksanakan ajaran agama ikut mempengaruhi sikap anak
didik yang telah dibina oleh guru dan sekolah umumnya. Orang
tua yang kurang melaksanakan ajaran agama dalam kehidupan
sehari-hari, kurang mendorong anak untuk melaksanakan ibadah,
seperti shalat misalnya, akan menimbulkan dampak negatif pada
diri anak.
Secara khusus, latihan pembiasaan dan penjelasan tentang
sopan santun dalam pergaulan perlu diperhatikan. Seperti cara
bicara dan bersikap terhadap orang tua, guru dan orang yang lebih
besar dari pada dirinya, perlu diingatkan dari waktu ke waktu
sesuai dengan kebutuhan.
c) Sekolah Menengah
Peserta didik pada tingkat sekolah menengah adalah yang
telah melewati masa kanak-kanak dan telah masuk ke masa
remaja dengan segala ciri dan masalahnya. Pada pendidikan
menengah peserta didik dipersiapkan menjadi anggota masyarakat
yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal-balik
dengan lingkungan sosial budaya, dan alam sekitar, serta dapat
mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau
pendidikan tinggi (Ihsan, 1996: 23).
d) Sekolah Tinggi
Mahasiswa di Perguruan Tinggi telah berada pada rentang
umur remaja akhir dan dewasa awal. Tujuan pendidikan agama
-
36
bagi mereka adalah untuk lebih mengetahui dan memahami
agama, serta lebih mengamalkan dan menghayatinya, sehingga
mereka mampu membudayakan diri dan lingkungannya dengan
nilai-nilai agama. Di samping itu, dapat mengamalkan ilmu dan
keterampilannya sesuai dengan ketentuan agama.
Dalam pelaksanaan pendidikan agama bagi mahasiswa di
Perguruan Tinggi, perlu diarahkan kepada peningkatan
pengetahuan agama yang disertai hikmah dan manfaat dan
penghayatannya dalam hidup. Pada masing-masing fakultas
diberikan pengertian tentang hubungan agama dan ilmu yang
menjadi bidang studi utamanya, sehingga dapat dirasakan bahwa
mempelajari ilmu pengetahuan dan keterampilan, serta
pengalamannya, merupakan tuntutan agama (Daradjat, 1995: 94).
3) Kepribadian Guru Agama
Menurut Ahmad D. Marimba (1989: 62), definisi kepribadian
meliputi keseluruhan dari seseorang. Kualitas ini akan nampak
dalam cara-caranya berbuat, berfikir, mengeluarkan pendapat,
sikapnya, minatnya, filsafat hidupnya serta kepercayaan-
kepercayaannya. Sedangkan menurut G.W. Allport sebagaimana
dikutip oleh Sumadi Surjabrata (1973: 278) dalam bukunya
mendefinisikan kepribadian adalah organisasi dinamis dalam
individu, sebagai sistem psikofisik yang menentukan caranya yang
khas dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya.
-
37
Dari beberapa pengertian di atas dapat diambil pengertian
bahwa kepribadian merupakan suatu organisasi dinamis dalam diri
seseorang sebagai penuntun diri seseorang untuk berbuat, berfikir,
dan menentukann caranya yang khas dalam menyesuaikan
lingkungan di sekitarnya.
Guru adalah suri tauladan bagi seluruh siswa (Djamarah, 2000:
42). Di sekolah, penampilan guru agama juga mempengaruhi anak
didik. Jika guru agama berpenampilan rapi, necis, berwibawa,
percaya diri dan air mukanya memancarkan keimanan dan
ketentraman batin, maka anak didik akan tertarik kepada guru
agamanya. Anak didik akan hormat, kagum dan sayang kepadanya.
Hal tersebut akan menimbulkan sikap yang positif terhadap agama
yang diajarkan oleh guru tersebut (Daradjat, 1995: 85).
4) Pentingnya Pendidikan Agama Di Sekolah
Sesuai dengan Undang-undang Dasar 1945 pasal 29 ayat (1) dan
(2), dan Pancasila sebagai dasar dan falsafah negara Republik
Indonesia, maka pendidikan agama merupakan segi pendidikan yang
utama yang mendasari semua segi pendidikan lainnya. Seperti akan
diuraikan dalam pasal-pasal berikutnya, norma-norma pendidikan
kesusilaan maupun pendidikan kemasyarakatan atau sosial, sebagian
besar kalau tidak dapat dikatakan semuanya, bersumber dari agama.
Betapa pentingnya pendidikan agama itu bagi setiap warga
negara Indonesia, terbukti dari adanya peraturan pemerintah yang
-
38
mengahruskan pendidikan agama itu diberikan kepada anak-anak
sejak anak itu bersekolah di taman kanak-kanak sampai dengan
perguruan tinggi (Purwanto, 2007: 157-158).
Ngalim Purwanto (2007: 158) juga menjelaskan bahwa sama
halnya dengan segi-segi pendidikan yang lain, pendidikan agama
menyangkut tiga aspek, yaitu aspek kognitif, afektif, dan
psikomotor. Ini berarti bahwa pendidikan agama bukan hanya
sekedar memberi pengetahuan tentang keagamaan, melainkan justru
yang lebih utama adalah membiasakan anak taat dan patuh
menjalankan ibadat dan berbuat serta bertingkah laku di dalam
kehidupannya sesuai dengan norma-norma yang telah ditetapkan
dalam agama masing-masing.
Mengingat kepada ketiga aspek tersebut, maka sebenarnya
pendidikan agama di sekolah-sekolah bukan hanya sekedar tugas dan
tanggung jawab semua guru. Guru-guru umum yang bukan guru
agama turut bertanggung jawab, terutama mengenai aspek
afektifnya, melalui mata pelajaran yang diajarkan dan contoh teladan
dalam tingkah laku serta perbuatan-perbuatan dan di setiap mata
pelajaran, asalkan diberikan secara baik, maka dapat dijadikan alat
untuk menanamkan perasaan keagamaan pada siswa-siswa.
Di samping itu, semua guru agama hendaknya mengetahui sifat
khusus dari pendidikan agama, sehingga ia akan benar-benar dapat
melakukan tugas pembinaan terhadap anak didiknya.
-
39
Setiap guru agama hendaknya menyadari bahwa pendidikan
agama bukanlah sekedar mengajarkan pengetahuan agama dan
melatih keterampilan anak dalam melaksanakan ibadah. Akan tetapi,
pendidikan agama jauh lebih luas daripada itu. sebab pendidikan
agama memiliki tujuan utama untuk membentuk kepribadian anak
yang sesuai dengan ajaran agama. Pembinaan sikap, mental, dan
akhlak jauh lebih penting daripada kepandaian menghafal dalil-dalil
dan hukum-hukum agama yang tak diresapkan dan dihayati dalam
hidup (Arifin, 2008: 93).
Bambang Syamsul Arifin (2008: 93) juga menegaskan bahwa
pendidikan agama hendaknya dapat mewarnai kepribadian anak,
sehingga agama itu benar-benar menjadi bagian pribadinya yang
akan menjadi pengendali dalam hidupnya kemudian hari. Untuk
tujuan pembinaan pribadi itu, pendidikan agama hendaknya
diberikan oleh guru yang benar-benar dapat merefleksikan agama
dalam sikap, tingkah laku, gerak-gerik, cara berpakaian, cara
berbicara, cara menghadapi persoalan, dan dalam keseluruhan
pribadinya. Dengan kata lain, pendidikan agama akan sukses apabila
ajaran agama itu hidup dan tercermin dalam pribadi guru agama.
5) Faktor-faktor yang menghambat pertumbuhan dan perkembangan
pada anak di lingkungan sekolah
Zakiah Daradjat (1995: 84) berpendapat bahwa keadaan masjid,
mushalla, dan tempat-tempat penyelenggaraan kegiatan keagamaan,
-
40
juga mempengaruhi sikap anak terhadap agamanya. Bila masjid,
mushalla dan tempat-tempat kegiatan keagamaan bagus, tapi, bersih,
dan menarik, anak akan merasa bahwa agamanya baik, agung dan
terpandang, sebagaimana ditampilkan oleh keadaan fisik dari masjid,
mushalla tersebut, akan tetapi jika masjid, mushalla dan ruang
keagamaan kurang baik, kurang bersih dan tidak teratur, atau terlalu
sederhana jika dibandingkan dengan rumah-rumah penduduk di
sekitarnya yang tampak bagus, mewah dan amat menyenangkan,
maka anak akan merasa bahwa agamanya kurang bergengsi.
Adapun faktor-faktor yang menjadi penghambat pertumbuhan
dan perkembangan agama pada anak di lingkungan sekolah menurut
Bambang Syamsul Arifin (2008: 91) di antara masalah-masalahnya
adalah
1) Keterbatasan prasarana, sarana, dan tenaga penyelenggaraan
pendidikan, baik kuantitas maupun kualitas. Di samping itu,
metodologi pendidikan dan pengajaran yang pada umumnya masih
belum cukup efektif menyebabkan tujuan pendidikan belum dapat
dicapai sebagaimana diharapkan;
2) Kuantitas dan kualitas pendidikan keterampilan praktis yang
kurang langsung dapat dirasakan manfaatnya oleh keluarga dan
anak-anak didik/siswa-siswa yang bersangkutan;
3) Ada gejala penurunan atau pengurangan wibawa guru-
guru/pengajar terhadap siswa/anak didik di satu pihak, dan gejala
-
41
perubahan tingkah laku dan sikap daripada siswa/anak didik di
pihak lain yang menghendaki pergaulan/hubungan sosial secara
lebih bebas.
4) Kurang pengertian dan perhatian masyarakat, orang tua, dan anak-
anak/generasi muda sendiri tentang tujuan dan sistem pendidikan
yang berlangsung, tentang jurusan-jurusan atau keahlian-keahlian
yang dapat ditempuh sesuai dengan bakat dan kemampuannya,
serta lapangan kerja. Di samping itu masih kurang pula pengertian
masyarakat, terutama pada sebagian keluarga-keluarga di daerah
pedesaan, tentang pentingnya dan kegunaan pendidikan
persekolahan ataupun pendidikan-pendidikan lainnya bagi masa
depan anak-anak mereka dan bagi masa depan bangsa dan
negaranya;
5) Masih belum cukup memadainya perhatian masyarakat pada
umumnya dan keluarga-keluarga pada khususnya terhadap
pembinaan perkembangan pendidikan luar biasa serta terhadap
hak dan kebutuhan generasi muda golongan tuna (tunamental,
tunasosial, dan tunafisik) pada umumnya;
6) Cukup banyak jumlah anak berhenti sekolah (school drop outs)
dari berbagai tingkatan sekolah pendidikan formal, dan jumlah
anak-anak tak sekolah (out of school children);
7) Banyaknya usaha pendidikan persekolahan, kursus-kursus atau
training-training yang diselenggarakan oleh berbagai instansi
-
42
pemerintah dan swasta, yang relatif belum terkoordinasikan secara
baik sehingga dalam hal-hal tertentu sering terjadi overlapping
yang mengganggu.
Secara spesifik, pendidikan agama bagi anak-anak di sekolah
harus memperhatikan minimal tiga unsur pokok, yaitu guru,
kurikulum, dan administrasi sekolah.
B. Penghayatan Keagamaan Siswa
Pendidikan agama bukanlah sekedar mengajarkan pengetahuan agama
dan melatih ketrampilan anak dalam melaksanakan ibadah. Akan tetapi
pendidikan agama jauh lebih luas dari pada itu, ia pertama-tama bertujuan
untuk membentuk kepribadian anak, sesuai dengan ajaran agama. Pembinaan
sikap, mental dan akhlak, jauh lebih penting dari pada pandai menghafal
dalil-dalil dan hukum-hukum agama, yang tidak tidak diresapkan dan
dihayatinya dalam hidup.
Pendidikan agama hendaknya dapat mewarnai kepribadian anak,
sehingga agama itu, benar-benar menjadi bagian dari pribadinya yang akan
menjadi pengendali dalam hidupnya di kemudian hari. Untuk tujuan
pembinaan pribadi itu, maka pendidikan agama hendaknya diberikan oleh
guru-guru yang benar tercermin agama itu dalam sikap, tingkah laku, gerak-
gerik, cara berpakaian, cara berbicara, cara menghadapi persoalan dan dalam
keseluruhan pribadinya (Daradjat, 1970: 107).
-
43
Djamaluddin Ancok dan Fuat Nashori Suroso (1994: 76) dalam buku
mereka berjudul Psikologi Islami menjelaskan bahwa aktivitas beragama
bukan hanya terjadi ketika seseorang melakukan perilaku ritual (beribadah),
tapi juga ketika melakukan aktivitas lain yang didorong oleh kekuatan akhir,
bukan hanya yang berkaitan dengan aktivitas yang tampak dan dapat dilihat
mata, tapi juga aktivitas yang tak tampak dan terjadi dalam hati seseorang.
Dari keterangan di atas dapat dipahami bahwa pendidikan agama Islam
bukan sekedar penyampaian materi-materi keagamaan dan bukan pula
sekedar melaksanakan ibadah, akan tetapi perlu adanya aktivitas dalam hati,
yaitu penghayatan. Dengan menghayati setiap ajaran agama, jiwa keagamaan
anak mampu berkembang dan berpengaruh pada prilaku dalam keseharian
mereka.
Sebelum membahas pengertian penghayatan keagamaan, penulis akan
paparkan beberapa pengertian tentang keagamaan.
1. Pengertian Keagamaan
Agama adalah sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan)
dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang
berhubungan dengan pergaulan manusia dengan manusia serta
lingkungannya. Sedangkan keagamaan adalah hal yang berhubungan
dengan agama (KBBI, 1990: 9).
Keagamaan adalah sifat-sifat yang terdapat dalam agama atau segala
sesuatu mengenai agama-agama (Poerwadarminta, 1976: 19).
-
44
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keagamaan
Menurut Bambang Syamsul Arifin (2008: 70) menjelaskan bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi sikap remaja terhadap masalah
keagamaan adalah (a) pertumbuhan pikiran dan mental, (b) perkembangan
perasaan, (c) pertimbangan sosial, (d) perkembangan moral.
Berdasarkan faktor-faktor dominasi di atas, Zakiah Daradjat (1970:
91) membagi sikap remaja terhadap masalah keagamaan sebagai berikut:
a. Percaya turut-turutan;
b. Percaya dengan kesadaran;
c. Percaya, tetapi agak ragu-ragu (bimbang);
d. Tak percaya sama sekali, atau cenderung pada atheis.
3. Fungsi Agama dalam Kehidupan
Menurut Jalaluddin (2000: 247-249) agama memiliki beberapa
fungsi dalam kehidupan manusia, yaitu sebagai berikut:
a. Fungsi edukatif
Ajaran agama memberikan ajaran-ajaran yang harus dipatuhi.
Dalam hal ini bersifat menyuruh dan melarang agar pribadi
penganutnya menjadi baik dan terbiasa dengan yang baik.
b. Fungsi penyelamat
Keselamatan yang diberikan oleh agama kepada penganutnya
adalah keselamatan yang meliputi dua alam yaitu dunia dan akhirat.
c. Fungsi perdamaian
-
45
Melalui agama, seseorang yang bersalah atau berdosa dapat
mencapai kedamaian batin melalui tuntunan agama.
d. Fungsi pengawasan sosial
Ajaran agama oleh penganutnya dianggap sebagai norma, sehingga
dalam hal ini agama dapat berfungsi sebagai pengawasan social secara
individu maupun kelompok.
e. Fungsi pemupuk rasa solidaritas
Para penganut agama yang sama secara psikologis akan merasa
memiliki kesamaan dalam kesatuan; iman dan kepercayaan. Rasa
kesatuan ini akan membina rasa solidaritas dalam kelompok maupun
perorangan, bahkan kadang-kadng dapat membina rasa persaudaraan
yang kokoh.
f. Fungsi transformatif
Ajaran agama dapat mengubah kehidupan kepribadian seseorang
atau kelompok menjadi kehidupan baru sesuai dengan ajaran agama
yang dianutnya, kehidupan baru yang diterimanya berdasarkan ajaran
agama yang dipeluk kadangkala mampu merubah kesetiaannya kepada
adapt atau norma kehidupan yang dianut sebelumnya.
g. Fungsi kreatif
Ajaran agama mendorong dan mengajak para penganutnya untuk
bekerja produktif bukan saja untuk kepentingan diri sendiri, tetapi juga
untuk kepentingan orang lain. Penganut agama bukan saja disuruh
-
46
bekerja secara rutin dalam pola hidup yang sama, akan tetapi juga
dituntut untuk melakukan inovasi dan penemuan baru.
h. Fungsi sublimatif
Ajaran agama mengkuduskan segala usaha manusia, bukan saja
yang bersifat agama ukhrawi melainkan juga yang bersifat duniawi.
Segala usaha manusia selama tidak bertentangan dengan norma-norma
agama bila dilakukan atas niat yang tulus, karena dan untuk Allah
merupakan ibadah.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi agama
bagi manusia yaitu fungsi edukatif, fungsi penyelamat, fungsi
perdamaian, fungsi pengawasan sosial, fungsi pemupuk solidaritas,
fungsi transformatif, fungsi kreatif dan fungsi sublimatif.
4. Dimensi-dimensi Keagamaan
Menurut Glock dan Stark (1965: 18-38) yang dikutip oleh Taufik
Abdullah dan M. Rusli Karim (200: 111) dalam buku mereka mengatakan
bahwa dari keberagamaan muncul dalam lima dimensi: ideologis,
intelektual, eksperiensial, ritualistik, dan konsekuensial. Dua dimensi yang
pertama adalah aspek kognitif keberagamaan; dua yang terakhir, aspek
behavioral keberagamaan; dan yang ketiga, aspek afektif keberagamaan.
Menurut Glock dan Stark (Robertson, 1988) yang dikutip oleh
Djamaluddin Ancok dan Fuat Nashori Suroso (1994: 77) dalam buku
mereka menjelaskan bahwa ada lima macam dimensi keberagamaan, yaitu
dimensi keyakinan (ideologis), dimensi peribadatan atau praktek agama
-
47
(ritualistik), dimensi penghayatan (eksperiensial), dimensi pengalaman
(konsekuensial), dimensi pengetahuan agama (intelektual).
5. Penghayatan Keagamaan
Penghayatan keagamaan atau yang diistilahkan Dimensi
Eksperiensial menurut Taufik Abdullah dan M. Rusli Karim (2004: 112)
adalah bagian keagamaan yang bersifat afektif, yakni keterlibatan
emosional dan sentimental pada pelaksanaan ajaran agama. Inilah perasaan
keagamaan (religion feeling) yang dapat bergerak dalam empat tingkat:
Konfirmatif (merasakan kehadiran Tuhan atau apa saja yang diamatinya),
responsif (merasa bahwa Tuhan menjawab kehendaknya tau keluhannya),
eskatik (merasakan hubungan yang akrab dan penuh cinta dengan Tuhan),
dan partisipatif (merasa menjadi kawan setia kekasih atau wali Tuhan dan
menyertai Tuhan dalam melakukan karya ilahiah).
Sedangkan menurut Djamaludin Ancok dan Fuat Nashori Suroso
(1994: 82) dimensi pengalaman atau penghayatan adalah dimensi yang
menyertakan keyakinan, pengamalan, dan peribadatan. Dimensi
penghayatan menunjuk pada seberapa jauh tingkat muslim dalam
merasakan dan mengalami perasaan-perasaaan dan pengalaman-
pengalaman religius. Dalam keberislaman, dimensi ini terwujud dalam
perasaan dekat/akrab dengan Allah, perasaan do’a-do’anya sering terkabul,
perasaan tenteram bahagia karena menuhankan Allah, perasaan
bertawakkal (pasrah diri secara positif) kepada Allah, perasaan khusuk
ketika melaksanakan shalat atau berdoa, perasaan tergetar ketika
-
48
mendengar adzan atau ayat-ayat Al-Qur’an, perasaan bersyukur kepada
Allah, perasaan mendapat peringatan atau pertolongan dari Allah.
Dari penjelasan di atas dapat diambil pemahaman bahwa dengan
pelaksanaan pendidikan Islam mampu menjadi penghubung kepada
penghayatan keagaamaan anak. Jika pendidikan agama sampai pada
tingkat penghayatan keagamaan, maka dalam keberislaman seseorang akan
mempengaruhi pada aktivitas perasaan seseorang, yaitu hati merasa dekat
kepada Allah, akrab dengan Allah, dan merasa khusyuk ketika
menjalankan aktivitas peribadatan.
-
49
BAB III
LAPORAN HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Lokasi dan Subjek Penelitian
1. Profil SMK NU Ungaran
a. Nama Sekolah : SMK NU Ungaran
b. N S S : 32.2.03.22.14.011
c. Alamat Sekolah : Jl. Kaligarang No. 9 Ungaran, Ungaran
Barat, Kabupaten Semarang, Jawa
Tengah, Indonesia.
d. Telp./ Fax. : (024) 6924034 - 50511
e. SK Pendirian : Nomor 421.3 / 764, Tanggal 19 Mei
2003
f. Bidang Keahlian : Teknologi Informasi dan Komunikasi
(TIK)
g. Kompetensi Keahlian : a. Teknik Komputer dan Jaringan (TKJ)
b. Multimedia (MM)
h. Program Keahlian Unggulan : Teknik Komputer dan Jaringan
2. Strukur Organisasi SMK NU Ungaran Tahun Pelajaran 2013/2014
a. Ketua Yayasan : H. Mastur Irfan, BA.
b. Ketua Komite : Drs. H. Abdul Choliq Rifa’i
c. Kepala Sekolah : H. Ahmad Hanik, S.Ag., M.Pd.
d. Kepala Tata Usaha : Sony Widyatmoko, S.Pd.
http://id.wikipedia.org/wiki/Smk_nu_ungaranhttp://id.wikipedia.org/wiki/Ungaranhttp://www.semarangkab.go.id/http://jatengprov.go.id/http://jatengprov.go.id/http://www.indonesia.go.id/
-
50
e. Wakil Kepala Sekolah :
1) Waka. Kurikulum : Maskuri, S.Pd.
2) Waka. Kesiswaan : M. Ulil Rohman, S.Pd.
3) Waka. Sarpras : Budi Setiarjo, S.Pd.
4) Waka. Hubin : Budi Sujiwa, S.Pd.
f. Ka. JUR TKJ : Dian Nuryahya, S.Kom.
g. Ka. JUR MM : Djarot Nugroho, S.Si., M.Kom.
h. BKK (Bursa Kerja Khusus) : Andi Siswadi S.Kom.
i. UPT (Unit Pelayanan Teknis) : Ihwanudin
3. Struktur Organisasi Tata Usaha SMK NU Ungaran Tahun Pelajaran
2013/2014
a. Kepala Tata Usaha : Sony Widyatmoko, S.Pd.
b. Staff-staff :
1) Staff Ketenagaan dan Kesiswaan : Nuryanto
2) Staff Keuangan : Nur Aliyah A.Md.
3) Staff Adm. Guru dan Karyawan : Muhammad Ansori
4) Staff Keamanan : Agus Mustofa, Rusman
5) Staff Kebersihan : Sujinah, Afif Nasihudin
4. Visi SMK NU Ungaran
Taat Pada Ajaran Agama, Unggul Dalam Iptek dan Santun Dalam
Berahlaqul Karimah.
5. Misi SMK NU Ungaran
a. Membimbing siswa dengan ajaran Islam ahlu sunnah wal jama’ah.
-
51
b. Menyiapkan tenaga kerja yang trampil dan handal sesuai dengan
kebutuhan industri dan masyarakat dalam bidang Teknik Komputer
dan Jaringan.
c. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia khususnya dalam
bidang Teknik Komputer dan Jaringan.
6. Sejarah Berdirinya SMK NU Ungaran
SMK NU Ungaran didirikan pada tanggal 19 Mei 2003 oleh Ulama
NU Kabupaten Semarang yang dimotori oleh K.H. Abdul Wahab
(Kauman-Ungaran). Para pendiri SMK NU Ungaran di luar Kabupaten
Semarang adalah Shohibul Karomah wal Fadhilah K.H. Ahmad Abdul
Haq (Watucongol-Muntilan). Adapun lokasi SMK NU Ungaran adalah
tepat dibawah kaki gunung Ungaran yang berhawa sejuk dan nyaman,
tepatnya di Jl. Kaligarang No. 9 Ungaran.
Pada tahun pertama didirikan SMK NU Ungaran menerima sekitar
72 murid dari seluruh Kabupaten Semarang, dan pada tahun ke tujuh
(2010/2011) jumlah murid SMK NU Ungaran hampir mencapai 1000
siswa, yang berasal dari daerah-daerah di Jawa Barat dan Jawa Timur.
Murid-murid dari luar Kabupaten Semarang, sebagian besar
“nyantri/mondok” di ponpes-ponpes sekitar SMK NU Ungaran.
Saat pertama didirikan, SMK NU Ungaran hanya memiliki satu
program keahlian (khusus) yaitu Teknik Komputer dan Jaringan pada
Bidang Keahlian Teknologi Informasi dan Komunikasi. Dan pada tahun
2008 telah dibuka program keahlian Multimedia. Dengan hanya
-
52
memfokuskan pada satu bidang keahlian yaitu Teknologi Informasi dan
Komunikasi, SMK NU Ungaran berkeinginan agar ketika belajar teknologi
komputer maupun jaringan komputer, tempatnya hanya di SMK NU
Ungaran.
Program-program unggulan di SMK NU Ungaran pada Bidang
Produktif adalah (1) Perakitan PC, (2) Pemrograman Open Source, dan (3)
Desain Web. Adapun program unggulan lainnya adalah Bahasa Jepang dan
English Corner. Bahasa Jepang diarahkan agar siswa memiliki bekal untuk
bisa dimagangkan pada Perusahaan-perusahaan di Jepang, yang dalam hal
ini SMK NU Ungaran sudah menjalin kerja sama dengan
DISNAKERTRANS Propinsi Jawa Tengah. English Corner diarahkan
agar anak menjadi “familiar” dengan bahasa inggris terutama
conversation.
Pada tahun pertama kelulusan (2005/2006), SMK NU Ungaran
berhasil meluluskan 100% dari jumlah peserta didik angkatana pertama
yang berjumlah 72 anak. Dan hal ini juga berkelanjutan dengan prestasi
memperoleh peringkat terbaik kedua tingkat Kabupaten Semarang.
SMK NU Ungaran sampai dengan tahun ke tujuh sejak didirikan
mengemban misi mengantarkan peserta didiknya untuk handal dalam
bidang keahlian Teknologi Informasi dan Komunikasi lewat Program
Keahlian Teknik Komputer Jaringan dan Multimedia, disamping itu juga
mengantarkan peserta didiknya untuk dapat memahami Pendidikan Agama
Islam sesuai dengan pendidikan Islam Ahlu Sunnah Wal Jama’ah.
http://id.wikipedia.org/wiki/SMK_NU_Ungaranhttp://id.wikipedia.org/wiki/Ungaranhttp://www.smknu-ungaran.sch.id/index.php?option=com_content&view=article&id=57&Itemid=61
-
53
Untuk mengantarkan kepada kedua program keahlian tersebut,
perangkat praktikum sudah disediakan dengan menyesuaiakan pada era
digital yang sudah didukung dengan fasilitas hot spot area (komunikasi
internet tanpa kabel), serta didukung oleh tenaga-tenaga pengajar yang
sudah bersertifikat (assessor) tingkat Nasional. Kesempatan magang
maupun bekerja setelah lulus sudah dirancang dengan melibatkan beberapa
dunia usaha maupun dunia industri.
Dengan konsep Profesional Education Based on Religion And Live
Skill, SMK NU Ungaran akan membantu masyarakat yang berkeinginan
untuk memahami Teknologi Informasi dan Komunikasi dengan sebaik-
baiknya. Disamping itu, untuk mengasah talenta (bakat) peserta didik
dibidang Teknik Komputer Jaringan dan Multimedia diwajibkan
mengikuti program paket keahlian diluar jam sekolah yang meliputi :
Design grafis, WEB Design, Sistem Pemrograman, Sistem Pemeliharaan
dan Jaringan Komputer.
7. Data Siswa SMK NU Ungaran
Tabel 3.1
Data Statistik Siswa SMK NU Ungaran Tahun Pelajaran 2013/2014
Jumlah Per
kelas
Kompetensi Keahlian
Jumlah
Teknik Komputer
dan Jaringan Multimedia
Persiapan
Grafika
X XI XII X XI XII X XI XII
1 PA 19 23 18 15 14 20 24 - -
PI 10 13 11 17 19 18 17 - -
2 PA 20 20 23 23 13 15 16 - -
PI 10 11 14 18 18 12 - - -
3 PA 21 21 17 16 18 17 - - -
PI 9 12 14 19 18 13 - - -
http://www.smknu-ungaran.sch.id/Hot%20Spothttp://id.wikipedia.org/wiki/SMK_NU_Ungaranhttp://www.smknu-ungaran.sch.id/Teknologi%20Informasi%20Komunikasihttp://www.smknu-ungaran.sch.id/index.php?option=com_content&view=article&id=58&Itemid=30http://id.wikipedia.org/wiki/Multimediahttp://id.wikipedia.org/wiki/Web_designhttp://id.wikipedia.org/wiki/Jaringan_komputer
-
54
4 PA 20 22 21 13 14 17 - - -
PI 9 12 12 17 17 18 - - -
5 PA 22 21 19 - - - - - -
PI 9 14 12 - - - - - -
6 PA - 19 23 - - - - - -
PI - 12 12 - - - - - -
Jumlah PA 102 129 121 57 61 70 24 0 0 564
PI 47 74 75 71 72 61 17 0 0 417
Total 149 203 196 128 133 131 41 0 0 981
B. Penyajian Data Penelitian
Data tentang intensitas pelaksanaan pendidikan Islam dengan
penghayatan keagamaan siswa kelas kelas XII SMK NU Ungaran Kecamatan
Ungaran Barat, dikumpulkan melalui angket atau kuesioner yang dibagikan
dan dijawab oleh responden. Angket tentang Intensitas Pelaksanaan
Pendidikan Islam terdiri dari 10 item soal dari aspek Pelaksanaan Pendidikan
Islam dalam Keluarga dan 10 item soal dari aspek Pelaksanaan Pendidikan
Islam dalam Sekolah. Demikian juga dengan Penghayatan Keagamaan siswa
juga terdiri dari 10 item soal.
Tahap pertama untuk mengolah angket yang sudah terkumpul adalah
memberikan skor terhadap setiap jawaban dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Memberi skor 5 untuk jawaban berkode SS (Sangat Setuju)
2. Memberi skor 4 untuk jawaban berkode S (Setuju)
3. Memberi skor 3 untuk jawaban berkode KS (Kurang Setuju)
4. Memberi skor 2 untuk jawaban berkode TS (Tidak Setuju)
5. Memberi skor 1 untuk jawaban berkode STS (Sangat Tidak Setuju)