hubungan antara regulasi emosi dengan perasaan …...putus cinta pada remaja akhir kelas 12 sma 3...

27
HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DENGAN PERASAAN PUTUS CINTA PADA REMAJA KELAS 3 DI SMA 3 SALATIGA OLEH MG DEKA GERIADI 80 2013 139 TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2017

Upload: others

Post on 07-Feb-2021

14 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DENGAN PERASAAN

    PUTUS CINTA PADA REMAJA KELAS 3 DI SMA 3 SALATIGA

    OLEH

    MG DEKA GERIADI

    80 2013 139

    TUGAS AKHIR

    Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan

    Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

    Program Studi Psikologi

    FAKULTAS PSIKOLOGI

    UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

    SALATIGA

    2017

  • PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

    AKADEMIS

    Sebagai civitas akademika Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), saya yang bertanda

    tangan di bawah ini:

    Nama : MG Deka Geriadi

    Nim : 80 2013 139

    Program Studi : Piskologi

    Fakultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana

    Jenis Karya : Tugas Akhir

    Demi mengembangkan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada UKSW hal

    bebas royalty non-eksklusif (non-exclusive royality freeright) atas karya ilmiah saya berjudul:

    HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DENGAN PERASAAN PUTUS CINTA

    PADA REMAJA KELAS 3 DI SMA 3 SALATIGA

    Dengan hak bebas royality non-exclusive ini, UKSW berhak menyimpan mengalih

    media/mengalih formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data, merawat dan

    mempublikasikan tugas akhir saya, selama tetap mencantumkan nama saya sebagai

    penulis/pencipta.

    Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

    Dibuat di : Salatiga

    Pada Tanggal : 13 Desember 2016

    Yang menyatakan,

    MG Deka Geriadi

    Mengetahui,

    Pembimbing Utama

    Heru Astikasari S. Murti, S.Psi., MA.

  • PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR

    Yang bertanda tangan ini :

    Nama : MG Deka Geriadi

    Nim : 802013139

    Program Studi : Psikologi

    Fakultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana.

    Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir, judul:

    HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DENGAN PERASAAN PUTUS CINTA

    PADA REMAJA KELAS 3 DI SMA 3 SALATIGA

    Yang dibimbing oleh :

    Heru Astikasari S. Murti, S.Psi., MA.

    Adalah benar-benar hasil karya saya.

    Didalam laporan tugas akhir ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau gagasan

    orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangakai kalimat

    atau gambar serta symbol yang saya akui seolah-olah sebagai karya sendiri tanpa

    memberikan pengakuan kepada penulis atau sumber aslinya.

    Salatiga, 13 Desember 2016

    Yang memberi pernyataan

    MG Deka Geriadi

  • LEMBAR PENGESAHAN

    HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DENGAN PERASAAN PUTUS CINTA

    PADA REMAJA KELAS 3 DI SMA 3 SALATIGA

    Oleh

    MG Deka Geriadi

    802013139

    TUGAS AKHIR

    Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk

    Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

    Disetujui Pada Tanggal : 4 Januari 2017

    Oleh:

    Pembimbing Utama

    Heru Astikasari S. Murti, S.Psi., MA.

    Diketahui oleh, Disahkan oleh,

    Kaprogdi Dekan

    Dr. Christiana Hari Soetjiningsih, M.S Prof. Dr. Sutarto Wijono, MA

    FAKULTAS PSIKOLOGI

    UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

    SALATIGA

    2017

  • HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DENGAN PERASAAN

    PUTUS CINTA PADA REMAJA KELAS 3 DI SMA 3 SALATIGA

    MG Deka Geriadi

    Heru Astikasari S. Murti.

    Program Studi Psikologi

    FAKULTAS PSIKOLOGI

    UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

    SALATIGA

    2017

  • i

    Abstrak

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara regulasi emosi dengan perasaan

    putus cinta pada remaja akhir kelas 12 SMA 3 Salatiga. Dalam penelitian ini menggunakan

    teknik accidental sampling dengan partisipan penelitian berjumlah 60 partisipan, yang berusia

    18 tahun dan pernah merasakan perasaan putus cinta dalam waktu minimal 1 minggu.

    Variabel regulasi emosi diukur dengan menggunakan skala regulasi emosi yang diadaptasi

    dari Gross (2007), yang berjumlah 30 item, dan variabel perasaan putus cinta Lavie (2003)

    yang berjumlah 40 item. Analisis data dengan menggunakan teknik analisis korelasi Pearson

    Product Moment dan diperoleh hasil r= 0,479 dengan signifikansi 0,00 (p

  • ii

    Abstract

    The aim of this research is to know the relationship between the regulation

    of emotion with feeling of love for the 3rd

    grade students at SMA 3 Salatiga. In this

    research uses the technique of sampling accidental by involving 60 participants, aged 18

    years old and had experience a breakup within at least a week. Variables of

    emotion regulation is measured by using a scale adapted from Gross (2007), the total are 30

    items, and variables of the feeling of breakup from Lavie (2003) are 40 items. The data

    analysis uses the technique of correlation analysis of Pearson Product Moment and the

    obtained result is r= (-) 0,230 with the significance of 0,039 (p

  • 1

    PENDAHULUAN

    Masa remaja merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa.

    Kebanyakan remaja pasti pernah mengenal dan mengalami yang namanya jatuh cinta,

    pacaran dan putus cinta. Hal ini wajar dirasakan oleh remaja, karena sesuai dengan ciri-ciri

    dan tugas-tugas perkembangannya bahwa pada masa ini remaja akan merasa tertarik terhadap

    lawan jenis Santrock (2012). Sehingga tidak heran apabila remaja yang putus cinta akan

    merasakan kesedihan serta kekecewaan yang mendalam dan berujung pada tindakan-tindakan

    negatif seperti bolos kuliah, mengurung diri di kamar, stress, kehilangan semangat kuliah,

    dan bahkan adapula yang melakukan bunuh diri. Seorang mahasiswa bernama Efr (20tahun)

    ditemukan tewas di rumahnya di kawasan Petukangan Selatan, Pesanggrahan, Jakarta

    Selatan, Rabu (27/7/2016), ia diduga gantung diri akibat putus cinta (dalam Tribun Timur

    ditulis oleh Surya Malang, 2016).

    Menurut Oktaviani (2010), menyatakan bahwa fenomena putus cinta yang

    mendatangkan dampak negatif juga terjadi di Surabaya, bahwa kondisi mental sebagian

    remaja Surabaya sungguh memprihatinkan. Menurut informasi yang berhasil didapatkan

    bahwa berdasar data IRD RSU dr Soetomo. Kasus remaja mengalami intoksikasi disebabkan

    oleh kondisi remaja yang sangat kalut sehingga remaja menggunakan bahan kimia yang

    keras. Kondisi berakhirnya hubungan cinta atau pacaran pada remaja menimbulkan dampak

    yang berbeda-beda pada masing-masing individu. Sebagaimana yang dijelaskan oleh

    Oktavian (2010), bahwa salah satu resiko pacaran adalah putus cinta.

    Menurut Yuwanto (2011), Putus cinta adalah kejadian berakhirnya suatu hubungan

    cinta yang telah dijalin dengan pasangannya. Ada beberapa reaksi saat mengalami putus

    cinta: Shock

  • 2

    (kondisi kaget atau tidak menduga), Encounter reaction (perasaan kehilangan, pikiran acau

    dan sedih), Retreat (reaksi penolakan, saat mengalami putus cinta).

    Menurut Lavine (2003), penderitaan akibat putus cinta adaah suatu bentuk

    penderitaan yang dialami oleh seorang pasangan kekasih, tetapi ternyata mereaka tidak saling

    mencintai lagi, sehingga mereka mengalami putus cinta, dan mereka yang mengalami hal

    tersebut akan menderita dan sedih. Adapun ciri-ciri perasaan putus cinta menurut Lavine

    dalam lolong (2003), adalah rasa takut, sedih, kecewa, menderita, dan amarah.

    Dari hal tersebut peneliti dapat menyimpulkan bahwa perasaan putus cinta adalah

    suatu rasa yang di miliki oleh setiap individu meliputi rasa takut, sedih, amarah, menderita,

    dan kecewa akibat kejadian berakhirnya suatu hubungan yang dibina dengan pasangannya.

    Berakhirnya jalinan cinta atau putus cinta dapat dianggap sebagai pengalaman berharga dan

    merupakan suatu proses menuju kedewasaan dalam hidup oleh seorang individu. Namun bagi

    remaja yang sudah berpacaran lama dan cinta terlanjur mendalam, tentu mngalami kepedihan

    yang sangat mendalam, dan merupakan hal terberat serta paling menyakitkan yang membuat

    remaja larut dalam kesedihannya. Hal tersebut merupakan perilaku negatif yang dilakukan

    oleh remaja, yang berhubungan dengan emosi.Permasalahan emosi pada masa remaja sangat

    menarik sebab emosi merupakan suatu fenomena yang dimiliki oleh setiap manusia, dan

    dapat dirasakan setiap harinya.

    Penelitian yang dilakukan oleh Yuli (2012) menunjukan bahwa, hasil survei terhadap

    188 siswa di SMK Negeri 8 Surakarta dan SMK Batik 1 Surakarta, mengalami reaksi akibat

    putus cinta, 57,45% siswa mengalami kesedihan, 21,04% merasa galau, 13% biasa-biasa

    saja, 7,98% merasa bahagia, dan 1,06% merasa marah. Kemudian sebanyak 68,62% siswa

    merasakan kesedihan selama kurang dari satu bulan, 14,89% selama tiga sampai enam bulan,

  • 3

    4,25% selama enam bulan sampai satu tahun, dan 4,79% mengalami kesedihan selama lebih

    dari satu tahun.

    Dalam menghadapi persoalan putus cinta individu akan mengalami yang namanya

    emosi. Individu mampu mengekspresikan suasana hati yang dialaminya yang disebabkan

    oleh stimulus tertentu dari permasalahannya. Ketika disaat seorang individu merasakan emosi

    dalam bentuk bahagia, dia akan mengekspresikannya dalam bentuk bahagia, jika individu

    merasakan emosi marah, dia dapat saja mengekspresikan suasana hatinya dengan

    membanting barang-barang di sekitarnya. Pengendalian emosi merupakan hal yang penting

    bagi setiap individu, agar mampu mengendalikan emosinya di saat remaja sedang

    menghadapi suatu masalah.Untuk itu, pengendalian emosi pada remaja sangat diperlukan,

    agar remaja bisa mengelola emosinya.

    Menurut Oktaviani (2010) dalam penelitiannya bahwa ada sebagian remaja kususnya

    pada remaja akhir saat mengalami putus cinta ada yang mampu mengontrol emosinya dan

    ada yang kurang mampu mengontrol emosi. Remaja akhir yang mampu mengontrol tidak

    mengalami stres dan mampu menjalani kehidupan sosialnya sengan baik.Berbeda dengan

    remaja akhir yang kurang mampu mengontrol emosinya.Terlebih-lebih bagi remaja akhir saat

    berpacaran sudah melakukan hubungan seks ada perasaan benci dan marah atas pemutusan

    hubungan oleh pasangannya.Usaha-usaha yang dapat di lakukan oleh individu untuk

    mengatur emosi mereka dapat disebut dengan regulasi emosi.

    Gross (2007) Regulasi emosi yang dimaksud lebih kepada kemampuan individu

    dalam mengatur dan mengekspresikan emosi dan perasaan tersebut dalam kehidupan sehari-

    hari. Regulasi emosi ini lebih pada pencapaian keseimbangan emosional yang dilakukan oleh

    seseorang baik melalui sikap atau perilakunya. Usaha-usaha yang dilakukan oleh individu

    untuk mengatur emosi mereka. Oleh karena itu kemampuan meregulasi atau mengendalikan

  • 4

    emosi sangatlah diperlukan untuk mengatur suasana hati.Regulasi emosi dapat terjadi secara

    otomatis atau terkontrol dan disadari atau tidak disadari.Gross (2007) menjelaskan aspek-

    aspek regulasi emosi sebagai berikut, pertama dapat mengatur emosi dengan baik yaitu emosi

    positif maupun emosi negatif.Kedua, dapat mengendalikan emosi sadar, mudah dan otomatis.

    Ketiga, dapat menguasai situasi stres yang menekan akibat dari masalah yang dihadapinya.

    Menurut (Hurlock, 2003) bahwa upaya untuk menyadari emosi yang dialami

    merupakan langkah penting bagi remaja sebab kesadaran akan perasaan yang dialami akan

    mengembangkan tipe perilaku adaptif yang dapat memfasilitasi terciptanya interaksi sosial

    yang positif. Hal ini perlu dilakukan mengingat masa remaja secara tradisional dianggap

    sebagai periode “badai dan tekanan”, dimana pada masa itu emosi meninggi sebagai akibat

    dari perubahan fisik dan kalenjar. Akan tetapi, tidak semua remaja menjalani masa badai dan

    tekanan, ada juga sebagian besar remaja mengalami kestabilan emosi. Jenis yang secara

    normal dialami para remaja adalah cinta atau kasih sayang, gembira, amarah, takut, sedih dan

    lainnya lagi. Perbedaannya terletak para rangsangan yang di miliki oleh remaja saat

    membangkitkan emosinya dan khususnya pola pengontrolan atau regulasi emosi yang

    dilakukan individu terhadap ungkapan emosi remaja.

    Regulasi emosi dapat menyebabkan emosi meningkat atau menurun dan dapat

    melibatkan emosi positif dan emosi negatif.Pengendalian emosi membantu individu

    menyesuaikan diri dengan situasi di lingkungannya.Individu dapat menempatkan diri dalam

    situasi yang tepat.Remaja dapat membedakan kapan dan bagaimana emosi ditunjukan (Yuli,

    2012).

    Dari hasil peneltian menurut Purwatmoko (2012) menyatakan bahwa remaja yang

    mengalami perasaan putus cinta, ada yang tidak mampu mengatur emosinya sehingga subjek

    melakukan tindakan perilaku-perilaku negatif seperti membanting barang. Namun, remaja

    yang mampu mengontrol emosinya saat ia mengalami perasaan putus cinta tetapi rasa sakit

  • 5

    putus cinta masih dirasakan, membuat individu dapat mengatur emosinya karena rasa sabar

    dalam menghadapi persoalan yang mereka hadapi.

    Berdasarkan hasil wawancara yang telah peneliti lakukan pada tanggal 15 September

    2016 pada 5 siswa di SMA 3 Salatiga menyatakan bahwa, ketika mereka merasaan perasaan

    saat putus cinta, mereka akan merasakan yang namanya rasa senang, sedih ataupun kecewa.

    Ketika mereka mampu mengatur emosi mereka saat putus cinta, mereka akan lebih mampu

    memunculkan emosi-emosi yang positif. Sehingga dalam menghadapi permasalahan yang

    sedang di alami, mereka mampu mengatur emosi mereka saat putus cinta. Namun sebaliknya

    ketika mereka tidak mampu mengatur emosi, mereka akan mengeluarkan emosi-emosi yang

    negatif seperti membolos sekolah, dan berkata kasar terhadap pasangannya, dan ada pua yang

    berdiam diri di kamar sampai sakit. Berdasarkan uraian diatas maka penulis ingin meneliti

    mengenai adalah “Hubungan Antara Regulasi Emosi Dengan Perasaan Putus Cinta pada

    Remaja Kelas 12 SMA 3 Salatiga”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

    hubungan antara regulasi emosi dengan perasaan putus cinta pada remaja akhir kelas 12 SMA

    3 Salatiga. Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memotivasi siswa supaya memiliki

    emosi-emosi yang positif.

    HIPOTESIS

    Ada hubungan yang signifikan antara regulasi emosi dengan perasaan putus cinta pada

    remaja sma 3 salatiga.

    METODE PENELITIAN

  • 6

    Definisi Operasional

    Variabel Tergantung : Perasaan Putus Cinta

    Menurut Yuwanto (2011), putus cinta adalah kejadian berakhirnya suatu hubungan

    cinta yang telah dijalin dengan pasangannya. Ciri-ciri perasaan putus cinta adalah rasa takut,

    sedih, kecewa, menderita, dan amarah (Lavie, 2003). Dari hal tersebut peneliti dapat

    menyimpulkan bahwa perasaan putus cinta adalah suatu rasa yang di miliki oleh setiap

    individu meliputi rasa takut, sedih, amarah, menderita, dan kecewa akibat kejadian

    berakhirnya suatu hubungan yang dibina dengan pasangannya. Seseorang yang masih

    mencintai pasangannya dan kemudian mengalami putus cinta umumnya akan menunjukan

    reaksi kehilangan terutama diawal putus cinta. Perasaan putus cinta ini di ukur dengan

    menggunakan skala perasaan putus cinta.

    Variabel Bebas : Regulasi Emosi

    Gross (2007) Regulasi emosi yang dimaksud lebih kepada kemampuan individu

    dalam mengatur dan mengekspresikan emosi dan perasaan tersebut dalam kehidupan sehari-

    hari. Regulasi emosi ini lebih pada pencapaian keseimbangan emosional yang dilakukan oleh

    seseorang baik melalui sikap atau perilakunya.

    Partisipan

    Partisipan adalah remaja usia 18 tahun kelas 12 SMA 3 Salatiga,yang pernah mengalami

    perasaan putus cinta dengan rentang maksimal 1 minggu, karena pada rentang waktu ini

    merupakan saat yang tepat untuk menilai apakah mereka berhasil melakukan regulasi

    emosinya dan bisa menerima kenyataan.

  • 7

    Teknik Pengumpulan data

    Menurut Sugiyono (2013) purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel data

    dengan pertimbangan tertentu dan sesuai dengan tujuan yang di kehendaki.

    1. Skala Regulasi Emosi

    Skala ini diadaptasi oleh penulis dari Gross (2007) menjelaskan aspek-aspek regulasi

    emosi sebagai berikut, (1) dapat mengatur emosi dengan baik yaitu emosi positif maupun

    emosi negatif. (2), dapat mengendalikan emosi sadar, mudah dan otomatis. (3), dapat

    menguasai situasi stres yang menekan akibat dari masalah yang dihadapinya. Skala regulasi

    emosi menggunakan skala Likert yang terdiri dari 30 item. Terdiri dari 16 pernyataan

    favorebel yang menggunakan 5 pilihan jawaban, antara lain: SS (Sangat Sesuai), S (Sesuai),

    R (Ragu-ragu), TS (Tidak Sesuai) dan STS (Sangat Tidak Sesuai). Subjek akan mendapatkan

    skor 5 untuk jawaban yang sangat sesuai (SS), skor 4 untuk jawaban S (Sesuai), skor 3 untuk

    jawaban R (Ragu-ragu), skor 2 untuk jawaban TS (Tidak Sesuai), skor 1 untuk jawaban STS

    (Sangat Tidak Sesuai). Untuk pernyataan unfavorable dengan item 14. Subjek akan

    mendapatkan skor 1 untuk jawaban yang sangat sesuai (SS), skor 2 untuk jawaban S (Sesuai),

    skor 3 untuk jawaban R (Ragu-ragu), skor 4 untuk jawaban TS (Tidak Sesuai), skor 5 untuk

    jawaban STS (Sangat Tidak Sesuai).

    Peneliti mendapatkan 60 responden untuk mengisi angket yang sesuai kriteria.Setelah

    melakukan penelitian didapatkan reliabel sebesar 0,708, menurut Kalan dan Saccuzo (1992)

    merekomendasikan nilai alpha cronbach sebesar 0,7-0,8, sehingga hasli penelitian yang telah

    dilakukan data dikatakan reliabel. Dari 30 item yang diujikan dengan standar minimal

    0,25(berdasarkan Azwar, 2012) terdapat 6 item yang gugur. Nilai r hitung item total korelasi

    item yang tidak gugur berkisar antara 0,28- 0,568.

  • 8

    2. Skala Perasaan Putus Cinta

    Skala ini dibuat oleh penulis berdasarkan Lavie (2003) ciri-ciri putus cinta yaitu rasa

    takut, sedih, kecewa, menderita, dan amarah.Skala perasaan putus cinta menggunakan skala

    Likert yang terdiri dari 40 item, dari 20pernyataan favorable, dan 20 pernyataan unfavorable.

    Skala Likert ini menyediakan 4 pilihan jawaban, antara lain: SS (Sangat Sesuai), S (Sesuai),

    R (Ragu-ragu), TS (Tidak Sesuai) dan STS (Sangat Tidak Sesuai). Subjek akan mendapatkan

    skor 5 untuk jawaban yang sangat sesuai (SS), skor 4 untuk jawaban S (Sesuai), skor 3 untuk

    jawaban R (Ragu-ragu), skor 2 untuk jawaban TS (Tidak Sesuai), skor 1 untuk jawaban STS

    (Sangat Tidak Sesuai). Untuk pernyataan unfavorable dengan item 20. Subjek akan

    mendapatkan skor 1 untuk jawaban yang sangat sesuai (SS), skor 2 untuk jawaban S (Sesuai),

    skor 3 untuk jawaban R (Ragu-ragu), skor 4 untuk jawaban TS (Tidak Sesuai), skor 5 untuk

    jawaban STS (Sangat Tidak Sesuai).

    Dalam hal ini, peneliti menggunakan try out terpakai. Saat penelitian dilakukan

    peneliti mendapatkan 60 responden untuk mengisi angket yang sesuai kriteria. Setelah

    melakukan penelitian didapatkan reliabel sebesar 0,769, menurut Kalan dan Saccuzo (1992)

    merekomendasikan nilai alpha cronbach sebesar 0,7-0,8, sehingga hasli penelitian yang telah

    dilakukan data dikatakan reliabel. Dari 40 item yang diujikan dengan standar minimal

    0,25(berdasarkan Azwar, 2012) terdapat 13 item yang gugur. Nilai r hitung item total korelasi

    item yang tidak gugur berkisar antara 0,27- 0,493.

    Teknis Analisis Data

    Setelah melakukan pengumpulan data, berupa penyebaran angket, maka selanjutnya

    penulis melakukan analisis pada data terkait. Karena penelitian ini bersifat asosiatif maka

    penulis akan menggunakan teknik korelasi pearson sebagai metode analisis data.

  • 9

    Analisis Data

    Hasil analisis data yang dilakukan adalah didapatkan dari kuesioner yang dibagikan kepada

    responden. Adapun uji yang dilakukan meliputi uji validitas, uji reliabilitas dan uji korelasi

    pearson.

    HASIL PENELITIAN

    Hasil Analisa Deskriptif

    Variabel Regulasi Emosi

    Variabel regulasi emosi memiliki 24 item dengan jenjang skor 1 sampai dengan

    5.Pembagian skor tertinggi dan rendah adalah sebagai berikut:

    Skor tertinggi:24 x 5 = 120

    Skor terendah: 24 x 1 = 24

    Pembagian interval dilakukan menjadi lima kategori, yaitu rendah, sedang, tinggi.

    Pembagian interval dilakukan dengan mengurangi jumlah skor tertinggi dengan jumlah skor

    terendah dam membaginya dengan jumah kategori.

    i = 32

  • 10

    Berdasarkan hasil tersebut, dapat ditentukan interval dan kategori regulasi

    emosi sebagai berikut:

    Sedang : 56 < x ≤ 88

    Rendah : 24 < x ≤ 56

    Tabel 1.Kriteria Skor Regulasi Emosi

    No Interval Kategori N Means Presentasi

    1. 88

  • 11

    Pembagian interval dilakukan menjadi lima kategori, yaitu rendah, sedang, tinggi,

    Pembagian interval dilakukan dengan mengurangi jumlah skor tertinggi dengan jumlah skor

    terendah dam membaginya dengan jumah kategori.

    i = 36

    Berdasarkan hasil tersebut, dapat ditentukan interval dan kategori perasaan

    putus cinta sebagai berikut:

    Sedang : 56< x ≤ 88

    Rendah : 24 < x ≤ 56

    Tabel 2.Kriteria Skor Perasaan Putus Cinta

    No Interval Kategori N Means Presentasi

    2. 99< x≤ 91,8 Tinggi 0

    3. 63< x≤ 99 Sedang 1 1,67%

    4. 27< x≤ 63 Rendah 59 53,18 98,33%

    Jumlah : 60 100%

    SD= 8,73 MIN=36MAX=73

    Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa ada individu yang memiliki regulasi

    emosi yang rendah, sedang dan tinggi. Pada ketegori sedang di dapati presentase sebesar 1,67

  • 12

    %, dan kategori rendah didapati presentase 98,33%. Berdasarkan mean yang didapatkan oleh

    subyek yaitu 53,18 maka berada pada kategori rendah.

    Uji Asumsi

    Uji Normalitas

    Uji Normalitas pada penelitian ini menggunakan metode Kolmogorov Smirnov. Data

    dapat dikatakan berdistribusi normal apabila nilai p yang didapat dari hasil analisa

    menggunakan program SPSS 16.0. Uji ini menghasilkan bahwa skala regulasi emosi (K-S-Z=

    1,115nilai sig 0,167 (p 0,05) menunjukkan data-data yang normal dan skala perasaan putus

    cinta (K-S-Z= 0,547 nilai sig 0,926 (p 0,05) menunjukkan data-data berdistribusi normal.

    Uji Linearitas

    Hasil uji linearitas dilakukan untuk mengetahui linearitas hubungan antara variabel

    bebas dengan variabel terikat dan untuk mengetahui signifikansi penyimpangan dari linearitas

    hubungan tersebut.didapatkan FDeviation from Linearity= 1.447 dengan sig. =0,161(p >

    0,05), yang menunjukkan bahwa hubungan kedua variabel tersebut linear.

    Uji Korelasi

    Correlations

    VAR0000

    1

    VAR0000

    2

    VAR0000

    1

    Pearson

    Correlation

    1 -.230*

    Sig. (1-tailed) .039

    N 60 60

  • 13

    VAR0000

    2

    Pearson

    Correlation

    -.230* 1

    Sig. (1-tailed) .039

    N 60 60

    *. Correlation is significant at the 0.05 level (1-tailed).

    Hasil dari uji korelasi menunjukkan adanya korelasi negatif yang signifikan antara

    regulasi emosi dengan perasaan putus cinta padasiswa kelas 3 SMA 3 Salatiga denganr = -

    0,230 dan sig. 0,039 (p

  • 14

    (perasaan kehilangan, pikiran acau dan sedih), Retreat (reaksi penolakan, saat mengalami

    putus cinta). Dari beberapa reaksi yang dimunculkan, dipengaruhi oleh regulasi emosi yang

    dimiliki oleh setiap individu. Jika remaja memiliki regulasi emosi yang tinggimaka, ia

    mampu menerima situasi yang dialaminya dan tidak terpengaruhi oleh emosi negatif,

    sehingga remaja menampilkan respon emosi yang positif. Sedangkan remaja yang tidak

    mampu meregulasi emosi saat mengalami putus cinta ada kecenderungan untuk bertindak

    negatif (Purwatmoko, 2012).

    Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian Oktaviani, (2010) yang menyatakan bahwa,

    ketika individu memiliki regulasi emosi yang tinggimaka ia akan memiliki perasaan putus

    cinta yang rendah. Hal tersebut terjadi dikarenakan individu mampu mengelola emosinya

    dengan cara berfikir positif dan selalu menjadikan hal tersebut sebagai suatu proses untuk

    menuju suatu kedewasaan. Sehingga dalam mengekspresikan emosinya ia mampu

    memunculkan emosi yang baik, seperti rasa bahagia. Namun sebaliknya ketika individu

    memiliki regulasi emosi yang rendah maka ia akan memiliki perasaan putus cinta yang tinggi.

    Hal ini dikarenakan individu tidak mampu mengelola emosinya dengan baik,tidak mampu

    mengatur suasana hati dan perasaannya, sehingga individu selalu mengekspresikan emosinya

    dengan rasa sesih, kecewa dan depresi.

    Hal tersebut diperkuat dari hasil identifikasi yang menunjukkan bahwa presentase

    regulasi emosi sebagian besar partisipan pada kategori regulasi emosi yang rendah dengan

    persentase 66,67%.Hal ini berarti bahwa regulasi emosi yang dimilikinya berada pada

    ketegori rendah. Sedangkan untuk perasaan putus cinta, sebagian besar partisipan berada

    pada kategori tinggi dengan persentase 68,33%. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar

    perasaan putus cinta partisipan berada pada kategori yang rendah.

  • 15

    Dari uraian diatas dapat ditemukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara regulasi

    emosi dengan perasaan putus cinta pada remaja di SMA 3 Salatiga. Berdasarkan hasil

    wawancara dari beberapa siswa di SMA 3, dapat di simpulkan bahwa, kebanyakan siswa-

    siswi di SMA 3 Salatiga sudah mampu untuk mengelola emosinya dengan baik, sehingga

    remaja dalam menghadapi persoalan putus cinta mampu untuk menerima kenyataan dan

    menganggap persoalan tersebut sebagai pengalaman yang berharga.

    KESIMPULAN

    Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan maka dapat diketahui nilai

    koefisien (r)= -0,230. Hal ini berarti semakin tinggi regulasi emosi yang di alami oleh

    individu maka semakin rendah perasaan putus cinta yang di milikinya. Sebaliknya, ketika

    individu memiliki regulasi emosi yang rendah maka perasaan putus cinta yang dimiliki oleh

    individu tinggi.Jadi hipotesis dalam penelitian ini yang menyatakan adanya hubungan yang

    signifikan antara regulasi emosi dengan perasaan putus cinta pada remaja di SMA 3 Salatiga

    terjawab.

    SARAN

    Berdasarkan hasil dari penelitian dan kesimpulan di atas penelitian ini menyarankan agar :

    1. Bagi remaja

    Cara untuk mempertahankan regulasi emosi yang sudah ada yaitu, dengan

    menahan amarahnya, mendahulukan cara berpikir dari pada perasaan, mencontoh

    teman-teman yang mampu mengontrol emosinya, dan mau mengungkapkan ke orang

    lain agar dapat menemukan solusi permasalahan yang dihadapi.

    2. Bagi penelitian selanjutnya

    Bagi penelitian selanjutnya guna menyempurnakan penelitian ini diharapkan

    sebaiknya dapat memperluas variabel penelitian, seperti jenis kelamin, dan latar

  • 16

    belakang sosial. Penelitian selanjutnya diharapkan melengkapi data demografis subjek

    (seperti menanyakan intensitas bertemu dengan orangtua, sejauh mana kedekatan

    dengan orangtua, dan hal-hal lain yang mempengaruhi kompetensi emosi) agar hasil

    penelitian dapat lebih dipertanggungjawabkan dan lebih beralasan.

  • 17

    Daftar Pustaka

    Azwar, S. (2012). Penyusunan skala psikologi (Edisi kedua). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

    Gross, J.J. (2007). Handbook of Regulation Emosi. USA : The Guildford Press.

    Hurlock, E. B. (2003). Psikologi Perkembangan, Yogyakarta: UGM.

    Lolong, Oktafianingsi. F. (t.t). Hubungan antara Coping Strategy dengan Adaptational

    Outcomes pada Mahasiswa yang Mengalami Stress Pasca Putus Cinta. Prosiding

    Psikologi, ISSN : 2460-6448.

    Malang, Suryo. (2016). Mahasiswa gantung diri akibat putus cinta. Tribun-timur-com.

    Diakses 27/07/16.

    Oktaviani, R. (2010). Upaya Meningkatkan Regulasi Emosi Melalui Layanan Bimbingan

    Kelompok Pada Remaja Di Panti Asuhan Yayasan Al Hidayah Desa Desel Sadeng

    Kecamatan Gunung Pati Semarang Tahun 2010. Tesis (tidak diterbitkan).

    Semarang. Universitas Negeri Semarang.

    Papalia, dkk. (2009). Human Development (Perkembangan Manusia Eisi 10 Buku 2). Jakarta

    : Salemba Humanika.

    Purwatmoko. (2012). Regulasi Emosi Pasca Putus Cinta. Skripsi. UMS.

    Putri, Bestari Wahyuning. (2013). Hubungan Antara Komunikasi Orang Tua Remaja

    Dengan Regulasi Emosi Pada Remaja Di Sekolah Menengah Atas DKI Jakarta.

    Skripsi. Binus University.

    Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif. Bandung : Alfabeta.

    Santrock, John. W. (2012). Life-Span Development Buku 13th Edition. University of texas,

    Dallas : Mc Grow-Hill

    Yuli. (2012). Strategi Coping Pada Remaja Pasca Putus Cinta. Skripsi. Surakarta : Fakultas

    Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

    Yuwanto, L. (2011). Reaksi Umum Putus Cinta. Reatrieved from http://www.ubaya.ac.id/

    ubaya/articles_detail/24/Reaksi-Umum-Putus-Cinta. html. Diakses pada 8

    September 2016 pukul 06:05 WIB.

    http://www.ubaya.ac.id/