bab ii kajian pustaka 2.1 putus obat · putus obat untuk kelompok laki sebanyak 88 orang atau...

22
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Putus Obat Menurut WHO, (2013) bahwa putus obat adalah pasien TB paru BTA (+) selama dua bulan atau lebih putus pengobatan secara berturut-turut. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian Chen, dkk, (2013) di China bahwa kasus putus obat menurut jenis kelamin laki sebanyak 1.448 orang atau (62,8%), perempuan dengan jumlah 857 orang atau (37,2%). Hasil penelitian di India menurut Gopi, dkk (2006) bahwa kasus putus obat untuk kelompok laki sebanyak 88 orang atau (81,5%), untuk kelompok perempuan sebanyak 20 orang atau (18,5%). Kasus putus obat juga didapat di Brazil menurut Maruza, dkk, (2011) dengan jumlah 85 orang atau (25,1%). Berdasarkan hasil penelitian Finlay, dkk, (2012) di South Africa, didapatkan tanpa pengawasan lansung terhadap DOTS 77/148 orang (52%) OR=0.9 (95%CI 0.6-1.3). Menurut Muniarsih & Livana, (2007), bahwa bila pasien TB paru BTA (+) melaksanakan pengobatan dengan baik atau pengobatan dengan pengawasan minum obat secara lansung sehingga mampu mempertahankan diri terhadap penyakit, mencegah masuknya kuman dari luar dan dapat menekkan angka kematian yang disebabkan oleh TB Paru. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kasus TB, di Timor-Leste menurut Martins, dkk. (2008) antara lain: (a) Pengetahuan pasien dan keluarga tentang TB masih terbatas, (b) Penggunaan obat tradisional, (c) Tingkat ekonomi yang masih rendah, terutama di daerah rural, berkesimpulan bahwa, praktek budaya lokal, pengetahuan, dan faktor sosial

Upload: others

Post on 24-Nov-2020

21 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Putus Obat · putus obat untuk kelompok laki sebanyak 88 orang atau (81,5%), untuk kelompok perempuan sebanyak 20 orang atau (18,5%). Kasus putus obat juga

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Putus Obat

Menurut WHO, (2013) bahwa putus obat adalah pasien TB paru BTA (+) selama

dua bulan atau lebih putus pengobatan secara berturut-turut. Hal ini diperkuat dengan

hasil penelitian Chen, dkk, (2013) di China bahwa kasus putus obat menurut jenis

kelamin laki sebanyak 1.448 orang atau (62,8%), perempuan dengan jumlah 857

orang atau (37,2%). Hasil penelitian di India menurut Gopi, dkk (2006) bahwa kasus

putus obat untuk kelompok laki sebanyak 88 orang atau (81,5%), untuk kelompok

perempuan sebanyak 20 orang atau (18,5%).

Kasus putus obat juga didapat di Brazil menurut Maruza, dkk, (2011) dengan jumlah

85 orang atau (25,1%). Berdasarkan hasil penelitian Finlay, dkk, (2012) di South Africa,

didapatkan tanpa pengawasan lansung terhadap DOTS 77/148 orang (52%) OR=0.9

(95%CI 0.6-1.3). Menurut Muniarsih & Livana, (2007), bahwa bila pasien TB paru BTA

(+) melaksanakan pengobatan dengan baik atau pengobatan dengan pengawasan minum

obat secara lansung sehingga mampu mempertahankan diri terhadap penyakit, mencegah

masuknya kuman dari luar dan dapat menekkan angka kematian yang disebabkan oleh

TB Paru.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kasus TB, di Timor-Leste menurut Martins,

dkk. (2008) antara lain: (a) Pengetahuan pasien dan keluarga tentang TB masih terbatas,

(b) Penggunaan obat tradisional, (c) Tingkat ekonomi yang masih rendah, terutama di

daerah rural, berkesimpulan bahwa, praktek budaya lokal, pengetahuan, dan faktor sosial

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Putus Obat · putus obat untuk kelompok laki sebanyak 88 orang atau (81,5%), untuk kelompok perempuan sebanyak 20 orang atau (18,5%). Kasus putus obat juga

ekonomi sangat berkontribusi terhadap kurangnya kepatuhan pasien terhadap pengobatan

tuberkulosis. Direkomendasikan agar segera memperluas wilayah program DOTS, di

seluruh daerah Timor-Leste.

2.2 Hasil Penelitian Dari Beberapa Negara

Menurut Dooley, dkk. (2011) di Morocco didapatkan, jumlah 291 pasien yang

mengikuti ulang pengobatan tercatat: gagal pengobatan (48%), putus obat (41%), faktor

risiko menurut jenis kelamin (laki), OR= 2.29 (95% CI 1.10-4.77),pengobatan sebelum

tiga bulan OR= 7.14 (95% CI 4.04-13.2), rawat nginap OR= 2.09 (95% CI 1.01-4.34).

Hasil penelitian Sendagire, dkk. (2011) di Uganda bahwa didapatkan 270 pasien TB paru

dengan gagal pengobatan 10 orang (3.7%), kasus putus obat 54 orang atau (20.0%).

Menurut Marx, dkk. (2012) di Paris France, didapatkan putus obat 92 orang (Rate per

100 PY) 6.86 (95% CI 5.59-8.41), p = 0.001. Hasil penelitian Garrido, dkk. (2012) di

Brasil didapatkan: putus obat 1.059 orang (16.0%), sembuh 5.657 orang (84.0%)

OR=1.45 (95% CI 1.29-1.62). Jha M.U., dkk. (2006) di India didapatkan putus obat (laki)

907 orang (79.5%), non default (laki), 853 orang (71.7%) OR =1.56 (95% CI 1.28-1.89).

Hasil penelitian Vijay, dkk. (2010) di India menemukan tiga faktor yang dapat

memicu putus obat, antara lain : (1) Suport keluarga sebanyak 377 orang dengan nilai p=

0.22 dan OR= 0.59 (95% CI 0.23-1.49); (2) Suport tenaga kesehatan yang kurang

sejumlah 34 orang atau nilai p value = 0.000, nilai OR= 8.52 (95% CI 3.40-22.83).

Menurut Muture, dkk. (2011) di Kenya didapatkan pengobatan tradisional sebagai faktor

risiko jumlah 32 orang (26.7%) OR=10.76 (95% CI 4.0-28.63), pengalaman dengan efek

samping obat sebanyak 72 orang (59,6%) OR=1.28 (95% CI 0.78-2.09), faktor lamanya

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Putus Obat · putus obat untuk kelompok laki sebanyak 88 orang atau (81,5%), untuk kelompok perempuan sebanyak 20 orang atau (18,5%). Kasus putus obat juga

tinggal di daerah pengobatan kurang lebih 2 tahun sebanyak 73 orang (60.8%) dengan

OR=2.78 (95% CI 1.57-4.98)

2.3 Cara Penularan Tuberkulosis

Penyakit tuberculosis biasanya disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang

memiliki daya tahan yang luar biasa, dan infeksi terjadi melalui penderita TB yang

menular. Penderita TB yang menular adalah penderita dengan basil TB di dalam

dahaknya, dan bila mengadakan ekspirasi paksa berupa batuk-batuk, bersin, ketawa

keras, dsb akan menghembuskan keluar percikan-percikan dahak halus (droplet nuclei),

yang berukuran dari 5 mikron dan akan berada di udara berupa droplet nuclei yang

mengandung basil TB.

Bilamana hinggap di saluran pernapasan bagian trakea dan bronkus, droplet nuclei

ini akan segera dikeluarkan oleh gerakan cilia selaput lendir saluran pernapasan. Namun,

bilamana berhasil masuk sampai ke dalam alveoli ataupun menempel pada mukosa

bronkeolus, droplet nuclei ini akan menetap dan basil-basil ini akan mendapatkan

kesempatan untuk berkembang biak. Ada beberapa faktor, yang dapat mempengaruhi

transmisi dengan jumlah basil dan virulensinya. Dapat dimengerti bahwa semakin banyak

basil, terdapat di dalam dahak seorang penderita, makin besar bahaya penularan

(Danusantoso, dkk. 2002)

2.4 Mendiagnosa Penyakit Tuberkulosis

Untuk memastikan apakah seseorang menderita penyakit tuberkulosis perlu

dilakukan pemeriksaan dahak untuk dipastikan adanya kuman TB dalam sputum, sangat

dibutuhkan bantuan mikroskop. Dahak yang diambil adalah dahak sewaktu: pasien

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Putus Obat · putus obat untuk kelompok laki sebanyak 88 orang atau (81,5%), untuk kelompok perempuan sebanyak 20 orang atau (18,5%). Kasus putus obat juga

pertama kali datang untuk diperiksa. Dahaknya diambil pada pagi hari segera setelah

bangun tidur yang disebut dahak pagi, dan pengambilan dahak kedua di unit pelayanan

kesehatan pada saat penyerahan dahak pagi (Hanafi, 2010)

2.5 Patogensis Tuberkulosis

Infeksi primer terjadi pada orang yang tidak punya paparan sebelumnya basil

tuberkel. Droplet nuklei yang dihirup ke dalam paru-paru begitu kecil sehingga mereka

menghindari pertahanan mukosiliar dari bronki, dan tinggal di alveoli terminal paru-paru.

Infeksi dimulai dengan bertambahnya basil tuberkulosis yang banyak di dalam lesi, yang

dihasilkan paru-paru. Limfatik menguras basil dari kelenjar getah bening hilus maka

limfadenopati hilus akan membentuk kompleks primer (Anthony, 2004)

Basil TB dapat menyebar dalam darah, mulai dari kompleks primer ke seluruh

tubuh. Respon imun berkembang sekitar 4-6 minggu setelah infeksi. Kekuatan untuk

menginfeksi tergantung daya respon imun, dansangat ditentukan masalah yang akan

terjadi selanjutnya. Ada beberapa kasus tentang, multiplikasi basil terhambat karena

respon imun, di lain pihak masih ada beberapa basil dorman tetap bertahan. Dengan cara

tes tuberkulin bisa membuktikan, adanya infeksi bila hasil pemeriksaan (+). Dalam

beberapa kasus, respon imun tidak cukup kuat untuk mencegah multiplikasi basil, akan

mempermudah jatuhnya sakit dalam waktu beberapa bulan (Anthony, 2004)

2.6 Distribusi Penyakit

Negara industri pada awalnya, penyakit tuberkulosis cenderung untuk menurun, baik

mortalitas maupun morbiditas selama beberapa tahun. Kemudian pada akhir tahun 1980

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Putus Obat · putus obat untuk kelompok laki sebanyak 88 orang atau (81,5%), untuk kelompok perempuan sebanyak 20 orang atau (18,5%). Kasus putus obat juga

an jumlah kasus yang dilaporkan mencapai grafik mendatar. Setelah itu meningkat di

daerah dengan prevalensi populasi HIV-nya tinggi. Daerah yang dihuni oleh penduduk

yang datang dari daerah dengan prevalence TB tinggi. Kasus TBC menurut mortalitas

dan morbiditas meningkat, sesuai umur pada orang dewasa pria lebih tinggi,

dibandingkan dengan wanita. Angka kematian TB lebih tinggi pada penduduk miskin,

terutama di daerah pedesaan bila dibandingkan dengan penduduk perkotaan.

Di Amerika Serikat insiden TBC menurun sejak tahun 1994 dengan angka penderita

yang dilaporkan, 9,4 per 100.000 (lebih dari 24.000 kasus). Masih terdapat banyak kasus

TB dengan infeksi primer, walaupun angka insiden rendah. Di beberapa daerah yang

dianggap urban masih terdapat kasus infeksi baru. Berdasarkan lama waktu

pajanan penyakit tuberkulosis menempati rangking yang terendah diantara penyakit

menular yang lain. Tetapi pajanan dalam waktu lama dalam lingkungan keluarga

menyebabkan risiko terjadinya infeksi sebesar 30%. Jika infeksi terjadi pada anak-anak,

maka risiko menjadi sakit selama hidupnya berkisar 10%. Bila terjadi koinfeksi dengan

kasus HIV risiko pertahun menjadi 2-7% ,dan risiko kumulatif sebesar 60-80%. Kasus

KLB, dilaporkan terjadi pada kelompok orang yang tinggal dengan keluarga yang

tertutup, seperti di panti asuhan penampungan tuna wisma, rumah sakit, sekolah, penjara

dan gedung perkantoran. Sejak tahun 1989 sampai pada awal tahun 1990, ada laporan

bahwa, terjadi KLB-MDR yang cukup ekstensif terutama terhadap Rifampicin dan INH

ditempat dimana banyak penderita HIV yang dirawat. Kasus KLB ini menimbulkan

angka kematian yang tinggi, kemudian terjadi penularan kepada petugas kesehatan

(Chin, 2009)

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Putus Obat · putus obat untuk kelompok laki sebanyak 88 orang atau (81,5%), untuk kelompok perempuan sebanyak 20 orang atau (18,5%). Kasus putus obat juga

2.7 Profil Pasien Tuberkulosis

Profil pasien tuberkulosis merupakan output daripada Program Nasional

Tuberkulosis Kontrol, yang terdiri dari: (1) Pengobatan lengkap (3) Kambuh (4) Putus

obat (5) Gagal pengobatan. Selain hal tersebut diatas masalah karakteristik pasien TB

dalam hal umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status keluarga, pendapatan, dan

pekerjaan. Program Nasional Tuberkulosis Kontrol didirikan pada awal tahun 2000

dengan tujuan: (a) Untuk mengurangi angka kesakitan dan kematian penyakit

tuberkulosis (b) Untuk enyelenggarakan program DOTS yang accessibility and

sustainability yang terintegrasi dalam Basic Service Package (Kemenkes, TL., 2008).

Menurut Septia, dkk. tt, bahwa usia yang sering terkena TB paru adalah usia produktif

(15-40 tahun), sehingga dampak efek kerugian secara ekonomi bagi kesehatan

masyarakat cukup besar, salah satunya adalah berkurangnya kwalitas hidup dan

produktifitas SDM.

2.8 Strategi Pemerintah Terhadap Program DOTS

Adalah suatu strategi yang dimanfaatkan Pemerintah Timor-Leste karena

program tersebut sudah direkomendasikan WHO, dan diakui secara internasional.

Program DOTS memiliki lima komponen antara lain (a) Kebijakan yang berkomitmen

untuk menambah anggaran yang berkelanjutan (b) Deteksi kasus yang berkualitas

dengan jaminan bakteriologis (c) Tindakan pengobatan yang standar dan dukungan

supervisi (d)Suplai obat-obatan dan sistem manajemen yang efektif (e) Sistem monitor

dan evaluasi yang adekuat (Kemenkes,TL., 2008)

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Putus Obat · putus obat untuk kelompok laki sebanyak 88 orang atau (81,5%), untuk kelompok perempuan sebanyak 20 orang atau (18,5%). Kasus putus obat juga

2.9 Determinan Perilaku Manusia

Menurut Lawrence Green, perilaku manusia dibentuk dari tiga faktor antara

lain : (a) Faktor predisposisi (predisposing factors) yang terwujud dalam pengetahuan,

sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilainya, (b) Faktor pendukung (enabling factors)

yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidaknya fasilitas atau sarana

prasarana kesehatan, puskesmas, obat-obatan dan sebagainya (c) Faktor pendorong

(reinforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau

petugas lain yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat (Notoatmodjo,

2003)  

Seorang ahli psikolog yang bernama Skiner (1938) mengemukakan bahwa perilaku

itu adalah respon dari organisme terhadap ransangan dari luar. Menurut Setiadi, (2011)

bahwa perilaku adalah sifat atau cara manusia untuk mencapai titik tujuan (kepuasan)

tersendiri dan digolongkan menjadi dua macam, yaitu (1) tindakan yang sesuai dengan

norma-norma yang diterima oleh masyarakat banyak tindakan ini disebut konformis, (2)

tindakan yang berlawanan dengan norma yang berlaku di masyarakat disebut

(delinqueen).Pengetahuan (Knowledge), merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah

responden melakukan penginderaan terhadap suatu obyek melalui penginderaan terjadi

melalui pancaindra manusia, yakni pengelihatan, pendengaran, penciuman rasa dan raba.

Dengan sendirinya pada waktu penginderaan sehingga menghasilkan pengetahuan. Sikap

merupakan suatu reaksi atau respon seseorang terhadap ransanganatau objek tertentuyang

sudah melibatkan faktor pendapat, dan emosi yang bersangkutan senang tidak senang,

setuju tidak setuju, baik tidak baik dan sebagainya. Menurut Gampbell, (1950)

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Putus Obat · putus obat untuk kelompok laki sebanyak 88 orang atau (81,5%), untuk kelompok perempuan sebanyak 20 orang atau (18,5%). Kasus putus obat juga

mengemukakan bahwa, sikap itu adalah suatu sindrom atau kumpulan gejala dalam

merespons ransangan atau objek, sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan,

perhatian, dan gejala kejiwaan yang lain. Praktek atau tindakan adalah kecenderungan

untuk bertindak. Sikap belum tentu terwujud dalam tindakan, sebab untuk mewujudkan

tindakan perlu faktor lain adanya fasilitas atau sarana dan prasarana (Notoatmodjo, 2010)

2.10 Perubahan Perilaku

Menurut seorang ahli psikologi yang bernama Skiner (1938) yang dikutip

Notoatmodjo sumber buku yang berjudul Ilmu Perilaku Kesehatan bahwa: kehidupan

manusia dalam era perkembangan, perilakunya dipengaruhi oleh faktor internal dan

eksternal. Faktor internal dengan responsnya seperti: (a) perhatian, (b) pengamatan, (c)

persepsi, (d) motivasi, (e) fantasi, dan (f) sugesti. Kemudian untuk faktor eksternal

sebagai faktor social yang tercakup dalam struktur social, faktor budaya yang terdiri dari;

(a) nilai-nilai, (b) adat stiadat, (c) kepercayaan, (d) kebiasaan, dan (e) tradisi.

2.11 Jangkauan Pelayanan Kesehatan

Pada tahun 2003 kebijakan Kementerian Kesehatan Timor-Leste, untuk diadakan

tenaga kuda dalam hal pelayanan kesehatan khususnya di daerah yang sulit akses

transportasi roda dua maupun roda empat. Kemudian dengan kriteria membangun

fasilitas pelayanan kesehatan harus berdasarkan dengan dua jam lebih perjalanan kaki.

Tahun 2015, Kemenkes TL mulai dengan program baru (home visit) artinya semua

pusat pelayanan kesehatan harus meluangkan waktu untuk kunjungan rumah penduduk,

dengan tujuan untuk mendeteksi masalah kesehatan yang dialami masyarakat. Menurut

laporan Asian Development Bank (ADB) 2005, bahwa terdapat tiga perempat atau 75%

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Putus Obat · putus obat untuk kelompok laki sebanyak 88 orang atau (81,5%), untuk kelompok perempuan sebanyak 20 orang atau (18,5%). Kasus putus obat juga

dari penduduk Timor-Leste masih tinggal di daerah rural, dan akses pelayanan kesehatan

masih merupakan tantangan bagi penduduk dan pemerintah Timor-Leste. Sejak

proklamasi restaurasi kemerdekaan ada peningkatan yang cukup berarti, namun masih

ada sejumlah besar penduduk pedesaan, masalah jangkauan pelayanan kesehatan masih

menjadi hambatan. Menurut Wild, dkk. (2007) tentang Waiting Homes and Access to

Birthing Facilities in Rural Timor-Leste; Bahwa untuk analisa data, mereka

mempergunakan kategori jarak, kemudian dikembangkan menjadi data dasar yang cukup

masuk akal secara biologis. Contoh antara rumah tinggal pasien dengan fasilitas

pelayanan kesehatan: 0-5 km, 6-26 km, 26-50 km dan > dari 50 km (50 kilometer adalah

jauh dalam konteks terpencil)

Menurut WHO (2011), bahwa hambatan untuk menangani kasus TBC, antara lain:

(a) Kolaborasi antara intersektoral masih lemah, (b) Kerjasama antara swasta dan

pemerintah belum maksimal, (c) Peran Rumah Sakit untuk pemberian resep dengan

standar internasional belum maksimal, (d) Supervisi dan monitoring tidak adekuat, (e)

Kesadaran masyarakat dalam hal keterlibatan TB kontrol belum maksimal. Didukung

data sensus tahun 2009-2010, jumlah penduduk tercatat 1.066.409, dan secara geografis

daerah tersebut terdiri dari perbukitan dan daratan, sehingga terjadi hambatan untuk

akses transportasi roda empat maupun roda dua .

2.12 Ketersediaan Obat Tuberkulosis

Merupakan kewajiban Kementerian Kesehatan untuk mengadakan obat-obatan di

seluruh pusat pelayanan kesehatan yang tersebar di seluruh wilayah Timor-Leste. Hal ini

diperkuat oleh teori “PRECED-PROCEED” (1991) yang dikembangkan L.Green (1980)

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Putus Obat · putus obat untuk kelompok laki sebanyak 88 orang atau (81,5%), untuk kelompok perempuan sebanyak 20 orang atau (18,5%). Kasus putus obat juga

bahwa: Enabling factors yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak

fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, termasuk obat-obatan (Notoatmodjo,

2010). Program pengendalian dan penanggulangan tuberkulosis, dapat

diimplementasikan melalui paket dasar yang disampaikan melalui kunjungan SISCa.

Karena tujuan SISCa untuk melayani masyarakat yang tinggal di daerah yang sulit akses

pelayanan kesehatan.

Masalah manajemen obat-obatan dan peralatan medis masih merupakan suatu

kewajiban Kemenkes tingkat pusat untuk menyelesaikan secara bertahap, dan masalah

tersebut antara lain: (a) Sumber daya manusia masih terbatas, (b) Koordinasi lintas

program belum adekuat, (c) Gudang obat di SAMES belum memadai, (d) Suplai obat dari

SAMES ke setiap Distrik belum adekuat, (e) Procuremen obat TB dari SAMES belum

maksimal, (f) Penyimpanan obat di tingkat Distrik masih dibawah tanggungjawab DTC,

(g) manajemen pembagian obat dari Distrik ke Subdistrik masih lemah

(Kemenkes,TL.,2011)

Menurut Wibowo, (2011) bahwa karena semakin banyak kompetensi, semakin

meningkatnya budaya organisasi, dan kompetensi itu sendiri adalah suatu kemampuan

(skill & knowledge) untuk melakukan aktifitas dalam tugasnya masing-masing. Selain hal

diatas ada juga lima karakteristik kompetensi antara lain, (a) Motif, (b) Sifat, (c ) Konsep

diri, (d) Pengetahuan, (e) Keterampilan (Torang, 2013). Menurut Laura (2010)

berpendapat bahwa kehadiran orang lain sangat menyentuh hati kita dan bisa

menghasilkan tenaga untuk menfasilitasi kinerja dalam kelompok.

2.13 Peran Keluarga

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Putus Obat · putus obat untuk kelompok laki sebanyak 88 orang atau (81,5%), untuk kelompok perempuan sebanyak 20 orang atau (18,5%). Kasus putus obat juga

Peran keluarga adalah suatu kewajiban untuk membantu pasien pergi berobat,

mencari obat bila pusat pelayanan kesehatan tutup karena libur, memberi support mental

untuk minum obat secara teratur. Hal diatas sangat diperkuat oleh pendapat Setiadi &

Kolip, (2011), bahwa keluarga merupakan kelompok primer yang selalu bertatap muka,

antara keluarga sampai mudah untuk mengikuti perkembangan. Menurut penelitian

Vijaya, dkk. (2010) di India didapatkan family support 377 orang OR=0.59 (95% CI

0.23-1.49), poor support from health staff 34 orang OR=8.52 (95% CI 3.40-22.83)

2.14 Pengawasan DOTS

Adalah seorang petugas TB (Pengelola Program TB) dengan tugas utama untuk

lansung mengawasi pasien tuberkulosis, pada saat pasien minum obat dan setiap kali

pasien mau meminum obat harus didepan seorang petugas. Tujuanya untuk mencegah

terjadinya penularan, resisten obat, putus obat dan segera mengatasi bila ada efek

samping (CDC Timor-Leste, 2008) Menurut Soekarno (1982), pengawasan (controlling)

adalah suatu pengendalian yang dimaksudkan untuk: (a) Mengetahui kesesuaian

kompetensi yang dimiliki dengan tugasnya (the right man on the right place), (2)

Mengetahui kesesuaian waktu yang diberikan dengan hasil pekerjaan. Apabila dalam

tugas pengawasan, menemukan suatu kesalahan, segera dilakukan perbaikan agar tujuan

dapat tercapai dengan efektif, efesien dan rasional (Torang, 2013).Menurut penelitian

Finlay, dkk. (2011) di South Africa didapatkan tanpa pengawasan DOTS 77/148 orang

OR=0.9 (95% CI 0.6-1.3)

2.15 Pengobatan Tradisional

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Putus Obat · putus obat untuk kelompok laki sebanyak 88 orang atau (81,5%), untuk kelompok perempuan sebanyak 20 orang atau (18,5%). Kasus putus obat juga

Banyak faktor yang berperan dalam penggunaan obat tradisional di Indonesia

diantaranya: (1) Pengobatan tradisional merupakan bagian dari social budaya masyarakat;

(2) Tingkat pendidikan, social ekonomi dan latar belakang budaya masyarakat

menguntungkan pengobatan tradisional; (3) Terbatasnya akses dan keterjangkauan

pelayanan kesehatan modern; (4) Keterbatasan dan kegagalan pengobatan modern dalam

mengatasi beberapa penyakit tertentu; (5) Meningkatnya minat masyarakat terhadap

pemanfaatan baha-bahan yang berasal dari alam; (6) Meningkatnya minat profesi

kesehatan mempelajari pengobatan tradisional; (7) Meningkatnya modernisasi

pengobatan tradisional; (8) Meningkatnya publikasi dan promosi pengobatan tradisional;

(9) Meningkatnya globalisasi pelayanan kesehatan tradisional; dan (10) Meningkatnya

minat mendirikan sarana dan menyelenggarakan pelayanan kesehatan tradisional

Maulana, 2014). Merupakan salah satu upaya pengobatan dengan cara lain diluar ilmu

kedokteran, kemudian dengan mempergunakan bahan, atau ramuan bahan yang berupa

bahan tumbuhan, hewani, mineral, sediaan cairan atau campuran dari bahan tersebut

(POM, 2005). Hasil Survei Social Ekonomi Nasional (2001) ditemukan 57,7% penduduk

Indonesia melakukan pengobatan sendiri, 31,7% menggunakan obat tradisional serta

sekitar 9,8% menggunakan cara pengobatan. Hal ini sangat diperkuat hasil penelitian

dari Martins dkk. (2008) di Timor-Leste, bahwa faktor yang dapat mempengaruhi kasus

TB antara lain: (a) Pengobatan tradisional, (b) Tingkat ekonomi yang rendah, dan (c)

Pengetahuan masyarakat yang masih rendah. Menurut hasil penelitian Finlay, dkk. (2002)

di Africa didapatkan faktor traditional healer 30/159 orang (19%) OR= 3.2 (95% CI 1.8-

5.3) . Menurut Reis, (2016), di Timor-Leste bahwa perbandingan antara kelompok pasien

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Putus Obat · putus obat untuk kelompok laki sebanyak 88 orang atau (81,5%), untuk kelompok perempuan sebanyak 20 orang atau (18,5%). Kasus putus obat juga

TB yang berkunjung ke traditional healer dengan kelompok yang tidak berkunjung ke

traditional healer dengan nilai OR=0,93 p< 0,0001.

2.16 Kejenuhan

Kejenuhan adalah suatu perasaan yang dialami oleh pasien TB, tentang masa

pengobatan yang sangat panjang, dan harus pergi ke pusat pelayanan kesehatan selalu tiap

hari selama berbulan bulan untuk minum obat. Adapula masalah letaknya pusat

pelayanan kesehatan yang jauh, serta dampak efek samping obat. Hal ini diperkuat oleh

seorang sosiolog yang bernama Roucek & Warren bahwa: Kepribadian sebagai

organisasi faktor-faktor biologis, psikologis, dan sosiologis yang mendasari perilaku

seorang individu (Setiadi, 2011)

Alasan tidak tuntas pengobatan TB antara lain: (1) Pasien TB merasa jenuh atau

bosan karena setiap hari minum obat selama enam bulan. Banyak pasien TB yang

mengalami kejenuhan meminum obat karena jangka waktu pengobatan yang lama,

jumlah obat cukup banyak. Belum lagi efek samping yang muncul setelah minum obat.

Pusing, mual, muntah, terkadang timbul gatal-gatal (2) Pasien merasa sudah sembuh

(tidak batuk, badan terasa segar, berat badan sudah naik) padahal belum menyelesaikan

pengobatan yang minimal 6 bulan) (www.http://bkpm-kota-pekalongan.

blogspot.co.id/2014/08/malas-minum-obat-penyebab-kambuh-dan-tb)

Tabel: 2.1 Efek Samping Obat Anti Tuberkulosis

Gejala Obat Tindakan yang perlu diambil

Gastrointestinal Obat oral Yakinkan pasien Berikan obat dengan sedikit air Berikan obat periode yang lebih lama (misalnya 20 menit)

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Putus Obat · putus obat untuk kelompok laki sebanyak 88 orang atau (81,5%), untuk kelompok perempuan sebanyak 20 orang atau (18,5%). Kasus putus obat juga

Jangan memberikan obat pada perut kosong Jika di atas gagal, memberikan antiemetik / antasida jika diperlukan

Rasa gatal Isoniazid (H) dan obat lain

Yakinkan pasien, berikan antihistamin Jika parah, menghentikan semua obat-obatan dan merujuk pasien ke MO

Rasa terbakar di kaki dan tangan

Isoniazid (H) Berikan pyridoxine 100 mg / hari sampai gejala mereda

Nyeri sendi Pyrazinamide (Z) Berikan analgesik, jika berat, rujuk pasien untuk dievaluasi 

Gangguan pengelihatan

Ethambutol (E) Hentikan ethambutol, rujuk pasien untuk dievaluasi

Telinga berdering

Streptomycin (S) Hentikan ethambutol, rujuk pasien untuk dievaluasi

Kehilangan pendengaran

Streptomycin (S) Hentikan streptomicin, rujuk pasien untuk dievaluasi

Pusing dan hilang keseimbangan

Streptomycin (S) Hentikan streptomicin, rujuk pasien untuk dievaluasi

Jaundice Isoniazid (H) Rifampicin ( R ) Pyrazinamid (Z )

Hentikan streptomicin, rujuk pasien untuk dievaluasi

Sumber: (Kemenkes,TL., 2008)

2.17 Efek Samping Obat Tuberkulosis

Menurut Kemenkes (2008) bahwa, OAT biasanya aman, direkomendasikan untuk

mengobati TBC. Berdasarkan pengalaman pasien, bahwa masalah yang dialami setelah

minum obat TB antara lain: (a) hepatitis, (b) gangguan syaraf, (c) penyakit kulit, (d)

fatigue, (e) malaise, (f) nyeri tulang, (g) gastritis, (h) gangguan nafas (i) gangguan

pengelihatan, (j) sakit kepala, (k) mual muntah, (l) gangguan vertibulae. Menurut

Xiangin, dkk. (2010) di China bahwa faktor efek samping obat (keras) 54 orang (85%)

OR=4.47 (95% CI 2,46-8,12) (sedang) 41 orang (6.4%) OR= 2.32 (95% CI 1.15-4.66),

(ringan ) 183 orang (28.6%) OR=0.74 (95% CI 0.45-1.21)

2.18 Faktor yang Berasosiasi Dengan Kepatuhan Pengobatan TB

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Putus Obat · putus obat untuk kelompok laki sebanyak 88 orang atau (81,5%), untuk kelompok perempuan sebanyak 20 orang atau (18,5%). Kasus putus obat juga

Menurut Franks, dkk. di Charles P. Felton National Tuberculosis Center, bahwa:

Faktor-faktor yang berasosiasi dengan kepatuhan pasien dalam pengobatan TB antara

lain: (1) Faktor pasien sendiri, hal-hal yang menyangkut umur, ras, gender, tingkat

pendidikan, dan status sosial ekonomi yang tidak menentu, (2) Faktor pelaksana

perawatan,masalah ini sangat serius mempengaruhi hubungan antara pasien dengan

pelaksanaan pelayanan kesehatan, sehingga dampak efeknya terhadap perilaku pasien.

Secara khusus seperti:(a) Skil keperibadian seorang dokter bisa mempengaruhi pasien

terhadap tindakan pengobatan TB, (b) Hasil yang memuaskan bila dokter - dokter

berusaha semaksimal mungkin untuk menjelaskan kepada pasien tentang cara pengobatan

yang benar; (c) Masalah insentif dokter bila tidak diperhatikan atau diabaikan kasus tidak

patuh pengobatan kemungkinan bisa meningkat, (3) Fasilitas Klinik juga ada dampak

efek terhadap kepatuhan pengobatan. Faktor lain yang perlu diperhatikan: (a) Pasien lama

menunggu, (b) Jam kerja di klinik tidak adekuat, (c) Pelayanan sangat lambat, (d) Travell

Cost, (4) Regimen Pengobatan, Faktor kepatuhan pasien minum obat tergantung juga

pada: (a) Jumlah tablet, frekuensi, dan regimen yang kompleks; (b) Lamanya regimen

pengobatan, (c) Efek samping obat, (d) Perubahan menu makanan, (5) Kondisi Penyakit

sendiri. Masalah penyakit ini juga memberi dampak pada kepatuhan pasien dalam

pengobatan. Umumnya pasien dengan penyakit kronik dan disability.

2.19 Tidak Patuh Terhadap Pengobatan TB

Berdasarkan panduan yang berjudul Managing Tuberculosis Patients and Improving

Adherence yang dikeluarkan oleh US.Departmen of Health and Human Services di

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Putus Obat · putus obat untuk kelompok laki sebanyak 88 orang atau (81,5%), untuk kelompok perempuan sebanyak 20 orang atau (18,5%). Kasus putus obat juga

Atlanta Georgia, (2014) bahwa tiap pasien adalah unik, karena memeliki berbagai alasan

untuk tidak patuh terhadap pengobatan TB, kemudian ada banyak tenagga kesehatan

mengira mereka menguasai semua pasien mana yang tidak patuh pengobatan

tuberkulossis, tetapi masih sulit untuk memperdiksi apakah obat TB diminum secara

benar atau tidak. Berikut ini ada alasan-alasan pasien menjadi tidak patuh minum obat:

(1) Merasa sudah sembuh; Biasanya pasien pada fase awal (initial phase) dalam tindakan

pengobatan (8 mingggu pertama) merasa ada perubahan gejala secara dramatis sehingga

pasien merasa sudah sembuh dan akhirnya sampai tidak mau minum obat lagi, (2)

Pengetahuan pasien kurang. Pada umumnya pengetahuan pasien tentang regimen

pengobatan tuberkulosis, bagaimana cara minum obat, memerlukan waktu yang cukup

lama untuk pengobatan tuberkulosis. Oleh karena pengetahuan yang terbatas akan

motivasinya juga ikut menurun; (3) Budaya kepercayaan (Cultur beliefs), Ada beberapa

pasien masih memeliki budaya kepercayaan tentang penyakit tuberkulosis (munculnya

penyakit TB, ketularan penyakit, kepada siapa yang harus mereka pergi untuk minta

pertolongan), (4) Hambatan bahasa. Ada beberapa pasien yang memeliki bahasa

daerahnya sendiri sehingga tenaga kesehatan yang tidak menguasai atau tidak mengerti

bahasa tersebut menjadi suatu hambatan dalam komunikasi, (5) Akses pelayanan

kesehatan, (6) Relationship antara pasien dengan tenaga kesehatan, (7) Stigma, misalnya

pasien takut kehilangan pekerjaan, (8) Gangguan mental, (9) Kompetisi prioritas.

2.20 Strategi Rencana Nasional Sektor Kesehatan

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Putus Obat · putus obat untuk kelompok laki sebanyak 88 orang atau (81,5%), untuk kelompok perempuan sebanyak 20 orang atau (18,5%). Kasus putus obat juga

Pemerintah Timor-Leste melalui Kementerian Kesehatan, tetap mengakaui

bahwapenyakit tuberkulosis merupakan masalah kesehatan masyarakat di Timor-Leste.

Kejadian kasus baru TB dengan BTA positif 145 per 100.000 penduduk per tahun,dan

tertinggi kedua di Wilayah Asia Tenggara. Berdasarkan laporan WHO, (2010) bahwa

prevalensi semua bentuk TB tercatat 378 per 100.000 penduduk. (NHSSP 2011-2030).

Strategi pelaksanaan untuk menurungkan angka kematian dan kesakitan penyakit

tuberkulosis antara lain: (1) Meningkatkan akses pelayanan diagnostik dan pengobatan

TB yang bertanggungjawab, berdasarkan hak asasi manusia, (2) Tingkatkan waspada

terhadap masalah HIV-TB dan kasus putus obat, (3) Memperkuat sistim kualitas

pelayanan kesehatan (4) Tingkatkan promosi pelaksanaan pelayanan kesehatan, setara

dengan Internasional (5) Prakarsa stakeholder lokal dan internasional dalam program TB,

(6)Lakukan penelitian untuk

mengumpulkan data dasar yang relevan, dan berlaku untuk evidence base dalam

mengevaluasi program TB (NHSSP 2011-2030)

2.21 Peran Dan Fungsi Pimpinan Program Nasional Tuberkulosis

Program Nasional Tuberkulosis dibagi tiga bagian wilayah dan memeliki peran dan

fungsi yang berbeda.Wilayah Nasional. Managemen CMU dibawah pengedalian

Departemen CDC dan dipimpin oleh seorang Direktur Pelayanan Kesehatan. Selain

Direktur seorang Manajer yang ditugaskan untuk menangani program nasional TB, dan

Manajer tersebut berkewajiban untuk berkolaborasi dengan INS, SAME, LABNAS, dan

Departemen lain yang terkait.

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Putus Obat · putus obat untuk kelompok laki sebanyak 88 orang atau (81,5%), untuk kelompok perempuan sebanyak 20 orang atau (18,5%). Kasus putus obat juga

Wilayah Municipio: Pelayanan Kesehatan dikepalai oleh seorang Manajer dan

bertanggungjawab atas seluruh program kesehatan termasuk program tuberkulosis. Ada

pula yang dinamakan DTC, tugasnyauntuk membantu Manajer turut bertangungjawab

atas kegiatan pengendalian TB. Setiap Municipio diwajibkan untuk memeliki program

DOTS, dan tim tersebut lansung dipimpin oleh Manajer lokal. Anggota komite terdiri

dari Kepala Puskesmas, Camat, koordinator TB Posto Administrativo, NGO serta

Departemen lain yang terkait, kemudian setiap bulan mengadakan pertemuan untuk

menevaluasi kinerja PNT (Program Nasional Tuberkulosis).

Wilayah Posto Administrativo: Seluruh program pelayanan kesehatan lansung

dipimpin oleh seorang Kepala Puskesmas. Fungsi utama adalah mengimplementasi

program, monitoring dan mengevaluasi terhadap kegiatan pengedalian TB di wilayah

tersebut. Pelayanan kesehatan khususnya Program TB dilaksanakan berdasarkan Panduan

Program Nasional TB (CDC TL, 2008).

2.22 Keadaan Demografis

Hasil sensus penduduk tahun 2009-2010, jumlah penduduk mencapai1.066.409

Kepadatan penduduk Timor-Leste dari tahun ke tahun terus meningkat.Tahun 2009 per

kilometer persegi 74 orang, tahun 2010 per km², 76 orang serta tahun 2011 per km², 79

orang (Anonim, tt). Menurut Asante, dkk (2005), bahwa: Kepadatan tenaga perawat

dan tenaga bidan dari tahun 2000 sampai 2007 tercatat 22 per 10.000 orang; sedangkan

kepadatan tenaga medis dari tahun 2000 sampai 2007 tercatat 4 per 10.000 orang. Data

tentang situasi sumber daya manusia (SDM) yang dilaporkan Kementerian Kesehatan

Timor-Leste (2010), antara lain: Tenaga dokter specialis 0,29%, tenaga dokter umum

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Putus Obat · putus obat untuk kelompok laki sebanyak 88 orang atau (81,5%), untuk kelompok perempuan sebanyak 20 orang atau (18,5%). Kasus putus obat juga

0

te

te

,99%, tenag

enaga farma

enaga health

a perawat 0

asi 4.54%, t

h managers a

,33%, tenag

tenaga radio

and administ

ga bidan 14.2

ologi 0.56%

trators 36.40

25%, tenaga

%, tenaga ke

0%.

a teknisi labo

esehatan ma

oratorium 4.

asyarakat 5.

24%,

43%,

2

A

B

3

Piramid

.23 Kasus K

Kasus r

Afghanistan,

Brazil, kambu

1.784 orang

da Penduduk Sumber: D

Kambuh

relapse terca

kambuh 1.

uh 3.867 ora

g (76%), D.R

BerdasarkanDirec�ão N

atat di 22 n

049 orang

ang (34%), C

R.Congo, ka

Gambar.2n Household

Nacional Esta

negara yang

(84%): Ban

Cambodia, k

ambuh 3.977

2.1 d, Sex and Agatística Timo

dianggap h

ngladesh, ka

kambuh 446

7 (53%) , Et

ge di Timor-or-Leste 201

high burden

ambuh 3.06

orang (86%)

thiopia, kam

-Leste 201010

n TB antara

65 orang (3

), China, kam

mbuh 1.820 o

lain:

38%),

mbuh

orang

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Putus Obat · putus obat untuk kelompok laki sebanyak 88 orang atau (81,5%), untuk kelompok perempuan sebanyak 20 orang atau (18,5%). Kasus putus obat juga

(45%), India, kambuh 106.463 orang (37%), Indonesia, kambuh 5.942 orang (70%),

Kenya, kambuh 3.419 orang (36%), Mozambique, kambuh 1.451 orang (32%);

Myanmar, kambuh 4.558 orang (40%), Nigeria, kambuh 2.513 orang (33%), Pakistan,

kambuh 6.095 orang (52%), Philippines, kambuh 4.080 orang (17%), Afrika Selatan,

kambuh 26.668 orang (51%), Thailand, kambuh 1.887 orang (68%), Uganda, kambuh

1.334 orang (34%), U.R.Tanzania, kambuh 1.052 orang (38%), Vietnam, kambuh 7.259

69 orang (32%) (WHO, 2013)

Afrika Selatan 119.898 orang

orang (80%) , Zimbabwe, kambuh 1.3

2.24 Kasus Baru TB Smear Positif

Beberapa diantara 22 negara yang tercatat high burden TB dengan New Case Smear

(+), yang memeliki nilai persentase teratas adalah: Bangladesh 106.790 orang (66%),

Brazil 40.152 orang (56%), D.R.Congo 71.124 orang (68%), India 629.589 orang (53%),

Indonesia 202.319 orang (63%), Nigeria 52.901 orang (59%), Thailand 30.998 orang

(54%), Uganda 24.916 orang (58%), Vietnam 51.033 orang (54%), Mozambique 20.951

orang (45%), Afghanistan 13.319 orang (47%), Kenya 36.937 orang (41%), Pakistan

110.545 orang (42%), Philippines 93.586 orang (44%),

(40%), U.R.Tanzania 25.138 orang (41%) (WHO, 2013)

2.25 Hubungan Harmonis Antara Pasien Dengan Tenaga Kesehatan

Berdasarkan Modul 6 Self Study Modulus on TuberculosisUS. Department of

Health And Human Services di Atlanta Georgia. Bahwa kesuksesan kepatuhan

pengobatan TB sangat dibutuhkan hal-hal sebagai berikut: (1) Memperlakukan pasien

dengan penuh hormat dan dignity, (2) Fokus perhatian untuk mendengar pasien (3)

Komunikasi yang jelas (4) Berbicara secara terbuka, jujur, dan memberi waktu untuk

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Putus Obat · putus obat untuk kelompok laki sebanyak 88 orang atau (81,5%), untuk kelompok perempuan sebanyak 20 orang atau (18,5%). Kasus putus obat juga

pasien bertanya (5) Selalu menikut sertakan pasien dalam perencanaan pengobatan,

pertemuan-pertemuan yang diperluhkan. (6) Mendengar dan mencoba mengerti

pengetahuan, kepercayaan, perasaan pasien tentang masalah pengobatan. (7) Budaya

kepercayaan pasien menjadi terbuka (8) Menghargai ketakutan pasien tentang

penyakitnya (9) Bila perlu beri masukan harapan pasien tentang pengobatan TB (10)

Menghindari kritik tajam yang lansung ditujukan kepada pasien (11) Harus konsisten

n apa yang kita janjikan.

ent of Health and Human Services, Centers for Disease Control

terhadap pasien apa kita lakukan da

2.26 Komunikasi yang Efektif

Hal mendidik pasien, bagi tenaga kesehatan dapat menggunakan komunikasi yang

efektif sebagai berikut: (1) Hindari menggunakan istilah-istilah yang berbau medis (2)

Dapat digunakan tingkat bahasa yang sesuai (3) Membatasi informasi yang berlebihan (4)

Topik diskusi yang dianggap penting saja (5) Dapat mengulang informasi yang dianggap

penting (6) Mendengar untuk berikan feedback (7) Dapat menggunakan contoh-contoh

yang konkrit dan jangan membuat pasien bosan dan binggung (8) Adakan interaksi

dengan pasien secara positif (9) Mengarahkan kepada pasien hal-hal yang dianggap

mendidik (US. Departm

and Prevention, 2014)

2.27 Faktor yang Mempengaruhi Konseling

Konseling adalah suatu kegiatan bertemu dan berdiskusinya seseorang yang

membutuhkan dan seseorang yang memberikan konselling dukungan dan dorongan

sedemikian rupa sehingga klien mempunyai keyakinan akan kemampuan dalam

pemecahan masalah. Hambatan yang sering dijumlah oleh konselor antara lain: (1) Klien

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Putus Obat · putus obat untuk kelompok laki sebanyak 88 orang atau (81,5%), untuk kelompok perempuan sebanyak 20 orang atau (18,5%). Kasus putus obat juga

tidak mau bicara terbuka; (2) Klien mengalami kejenuhan dan kesulitan dalam mengatur

pola minum obat sesuai dengan aturan; (3) Klien mengeluh efek samping yang

ditimbulkan oleh OAT; (4) Klien tidak mempunyai waktu yang cukup untuk

mendengarkan nasehat; (5) Klien berbicara terus yang sering tidak sesuai topic

pembicaraan; (6) Ruang dan suasana konsultasi tidak mendukung jalanya proses

konsultasi(www.http://bkpm-kotapekalongan.blogspot.co.id/2014/08/malas-minum -obat-

angat berpengaruh perilaku

asyarakat (Notoatmodjo, 2010)

positif terhadap kesehatan melalui hugunganya

dengan dukungan social (King, 2012) 

penyebab-kambuh-dan-tb.html)

2.28 Pemikiran dan Perasaan

Menurut WHO (1984) bahwa seseorang berperilaku tertentu karena ada alasan

pokok dalam bentuk pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan-kepercayaan, penilaian-

penilaian terhadap objek. Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau

pengalaman dari orang lain. Kepercayaan sering diperoleh dari orang tua, kakek atau

nenek dan seseorang menerima kepercayaan itu berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya

pembuktian terlebih dahulu. Sikap mengambarkan suka atau tidak suka seseorang

terhadap objek. Orang penting sebagai referensi; seseorang bisa melakukan sesuatu

karena apa yang dilakukan orang lain yang dianggap penting. Sumber daya: Hal ini

mencakup fasilitas, uang, waktu, tenaga. Aspek tersebut s

seseorang, atau kelompok m

2.29 Keyakinan Religius

Menurut Taylor tahun 2007, mengemukakan bahwa, partisipasi religius juga

dapat memberikan kontribusi yang