hsp oke 1

55
HENOCH SCHONLEIN PURPURA PENDAHULUAN Henoch Schönlein Purpura (HSP) merupakan suatu kelainan inflamasi yang dicirikan dengan vaskulitis menyeluruh yang meliputi pembuluh darah kulit, saluran cerna, ginjal, sendi, dan yang jarang pada paru-paru dan sistem saraf pusat. Menurut Consensus Conference on Nomenclature of Systemic Vasculitides, HSP merupakan suatu vaskulitis dengan deposit imun yang didominasi oleh IgA pada pembuluh darah kecil kulit, saluran cerna serta glomerulus dan berhubungan dengan adanya atralgia atau arthritis. 1 Henoch Schönlein Purpura disebut juga sebagai purpura anafilaktoid. Istilah ini diambil dari nama dua orang dokter yang berasal dari Jerman. Pada tahun 1837, Johan Schönlein menggunakan istilah peliosis rheumatica untuk menggambarkan beberapa kasus dengan gejala klinis nyeri sendi dan purpura. Pada tahun 1874, Henoch murid Schönlein menjumpai kasus serupa, namun disertai dengan gejala nefritis, kolik abdomen, dan melena. Berdasarkan hasil pengamatan bahwa patogenesis dari penyakit ini, 1

Upload: alexanderkam

Post on 19-Jan-2016

54 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

HSP

TRANSCRIPT

Page 1: HSP Oke 1

HENOCH SCHONLEIN PURPURA

PENDAHULUAN

Henoch Schönlein Purpura (HSP) merupakan suatu kelainan inflamasi yang

dicirikan dengan vaskulitis menyeluruh yang meliputi pembuluh darah kulit, saluran

cerna, ginjal, sendi, dan yang jarang pada paru-paru dan sistem saraf pusat. Menurut

Consensus Conference on Nomenclature of Systemic Vasculitides, HSP merupakan

suatu vaskulitis dengan deposit imun yang didominasi oleh IgA pada pembuluh darah

kecil kulit, saluran cerna serta glomerulus dan berhubungan dengan adanya atralgia

atau arthritis. 1

Henoch Schönlein Purpura disebut juga sebagai purpura anafilaktoid. Istilah ini

diambil dari nama dua orang dokter yang berasal dari Jerman. Pada tahun 1837,

Johan Schönlein menggunakan istilah peliosis rheumatica untuk menggambarkan

beberapa kasus dengan gejala klinis nyeri sendi dan purpura. Pada tahun 1874,

Henoch murid Schönlein menjumpai kasus serupa, namun disertai dengan gejala

nefritis, kolik abdomen, dan melena. Berdasarkan hasil pengamatan bahwa

patogenesis dari penyakit ini, berhubungan erat dengan reaksi hipersensitivitas pada

agen tertentu atau berhubungan dengan sistim imun. 2

ETIOLOGI

Penyebab dari henoch schonlein purpura tidak sepenuhnya dapat dimengerti,

satu teori yang mungkin berkembang adalah respon imun karena terjadinya infeksi.

Dengan kata lain sistem pertahanan tubuh melawan infeksi yaitu sistem imun terus

menyerang sel setelah organisme infeksi menghilang. Sebagai contoh henoch

schonlein purpura mungkin dapat terjadi setelah demam. kuman penyebab demam

menyebabkan sistem imun untuk beraksi. saat sel imun telah membersihkan tubuh

dari sel kuman, mereka normalnya beristirahat. Tetapi pada henoch schonlein purpura

sistem imun berlanjut untuk menyerang sel dalam tubuh, pada kebanyakan kasus

gejala henoch schonlein purpura itu muncul atau memburuk selama infeksi

1

Page 2: HSP Oke 1

pernafasan atas. Salah satu patogen yang sering menyebabkan HSP adalah

Streptococcus ß hemolyticus, yang terbukti dengan ditemukannya antigen

streptokokus di dalam glome-rulus pasien nefritis HSP. 3,4

Henoch schonlein purpura juga berhubungan dengan gigitan serangga dan

paparan udara dingin. pada kasus lain dapat berkembang setelah seseorang

mendapatkan vaksinasi typhoid, cholera, hepatitis B, atau yellow fever, beberapa

makanan, obat, atau bahan toksin kimia dapat memicu henoch schonlein purpura

sering juga tidak ditemukan penyebab pastinya. 3

Pengetahuan yang meliputi mekanisme pasti dimana compleks immune

berimplikasi pada patogenesis faktor yang merupakan predisposisi beberapa pasien

untuk menimbulkan penyakit ini masih jauh kurang dimengerti. Yang lainnya

melaporkan faktor lain sebagai berikut :

Infeksi : Bakteri ( Group A beta hemolytic streptococci, Campylobacter

jejuni, Yersinia species, Mycoplasma pneumoniae, dan Helicobacter pylori

(dilaporkan pada satu pasien ) Virus (Varicella, hepatitis B, Epstein-Barr

virus, dan parvovirus B19

Obat ( Ampicillin penicillin, erythromycin, quinines, dan chlorpromazine )

Neoplasma ( Leukemia dan Limfoma )

Solid tumor ( Ductal carcinoma of the breast, bronchogenic carcinoma,

adenocarcinoma of the prostate, adenocarcinoma of the colon, renal cell

carcinoma, cervical carcinoma, melanoma )

Makanan : Sensitifitas terhadap makanan yang mengandung salisilat

Lainnya : kehamilan, demam mediterania familial, dan cryoglobulinemia.2,5

EPIDEMIOLOGI

Henoch Schonlein Purpura ( HSP ) merupakan suatu vaskulitis sistemik dengan

karakteristik dijumpai deposisi kompleks imun yang mengandung antibodi IgA pada

kulit dan ginjal. Umumnya diderita oleh anak usia 3-10 tahun, dengan predominasi

2

Page 3: HSP Oke 1

anak laki-laki dibandingkan perempuan ( 1,2:1). Insidens HSP bervariasi dari 13,5-

24/100.000 kasus/ tahun. Kira-kira 100 kali lebih banyak dari pada orang dewasa. 6

Insiden usia puncak adalah 4-6 tahun dan 90% dari kasus HSP terjadi sebelum

usia 10 tahun. Di seluruh dunia, Africa-Karibia memiliki insiden lebih rendah

sementara orang Asia memiliki insiden tertinggi. Di Amerika Utara, kejadian ini 13,5

per 100.000 anak dan Kaukasia memiliki tertinggi insiden infeksi sementara Afro-

Amerika memiliki insiden terendah. HSP ini paling sering terlihat di musim dingin

dan musim semi. Pada orang dewasa, kejadian bervariasi antara 3,4-14,3 per juta

penduduk. 7,8

PATOGENESIS

Henoch-schonlein purpura merupakan vaskulitis yang dalam proses

patogenesisnya berperan beberapa mediator misal : Interleukin ( sitokin ) yaitu suatu

molekul yang dihasilkan oleh sel yang teraktivasi oleh respons imun yang dapat

berpengaruh terhadap mekanisme imunologi selanjutnya. Interleukin yang berperan

pada vaskulitis ialah : IL-1, IL-2, IL-6, IL-4, TNF alfa, dan Interferon gamma.

Sedangkan mediator inflamasi lainnya yang terlibat dalam terjadinya vaskulitis

misalnya histamin, serotonin, PAF dan endotelin. (4)

Namun secara umum diakui sebagai akibat deposisi imun kompleks akibat

polimer IgA1 pada kulit, saluran gastrointestinal, dan kapiler glomerulus. Pada pasien

sehat, IgA banyak ditemukan pada sekret mukosa namun dalam konsentrasi yang

relatif rendah. Imunoglobulin A memiliki dua isotipe, yaitu IgA1 dan IgA2. Sekitar

60% IgA dalam sekret adalah IgA2 yang umumnya berupa polimer sedangkan IgA

serum umumnya berupa IgA1 yang 90% berupa monomer. Deposisi kompleks imun

IgA terjadi berdasarkan peningkatan sintesis IgA atau penurunan klirens IgA.

Peningkatan sintesis IgA oleh sistem imun mukosa sebagai respon terhadap paparan

antigen pada mukosa dipikirkan merupakan mekanisme yang terjadi pada PHS.

Hiperaktivitas sel B dan sel T terhadap antigen spesifik dilaporkan berperan dalam

terjadinya PHS dan nefropati IgA. Antigen tersebut antara lain berupa antigen bakteri,

protein dalam makanan seperti gliadin, dan komponen matriks ekstraselular seperti

3

Page 4: HSP Oke 1

kolagen dan fibronektin. Beberapa studi mengemukakan terdapat peningkatan

produksi IgA dalam sel mukosa dan tonsil, sedangkan studi lainnya mendapatkan

penurunan produksi IgA dalam sel mukosa namun terjadi peningkatan produksi IgA

dalam sumsum tulang. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan kadar IgA serum

yang meningkat sampai 40%-50%. Selain itu, juga didapatkan gangguan pengikatan

IgA1 oleh reseptor asialoglycoprotein di hati, yang berfungsi pada klirens IgA dari

sirkulasi. Kompleks imun IgA dalam kapiler dapat merupakan akibat deposisi

kompleks imun yang berasal dari sirkulasi ataupun pembentukan kompleks imun in

situ dalam glomerulus. Kadar IgA di sirkulasi yang tinggi tidak cukup menyebabkan

terjadi deposisi IgA dalam mesangium. Dibuktikan pada pasien dengan HIV atau

mieloma dengan kadar IgA yang rendah tidak memiliki deposit kompleks imun IgA

pada mesangium. Perubahan pada struktur biokimia IgA merupakan penyebab terjadi

deposisi IgA dalam kapiler. Kelainan terebut akan menyebabkan terjadi deposit di

dalam mesangium dan menyebabkan kerusakan lebih lanjut. Mediator inflamasi

seperti interleukin-1 ( IL-1 ), IL-6, platelet-derived growth factor, tumor necrosis

factor, free radicals, prostanoid, leukotriens, membrane attack complex ( C5b-9 ), dan

circulating immunostimulatory protein ( 90K ) menyebabkan terjadi kerusakan pada

glomerulus lebih lanjut. Deposit C3 dan properdin tanpa ada C1q dan C4 merupakan

keadaan yang khas dan menandakan jalur alternatif komplemen teraktivasi. (6)

GEJALA KLINIK

Kulit paling sering terlibat dimulai dengan eritem, makula, urtikaria tipe

erupsi. Lesi kemudian menyatu dan berkembang menjadi ekimosis yang khas dan /

atau purpura teraba. Lesi dengan distribusi simetris pada daerah tekanan seperti

ekstremitas atas dan bawah serta sering disertai oleh edem pada kedua ekstremitas,

hemoragik , lesi kulit nekrotik terjadi pada 35% kasus. Arthritis / arthralgia ,

manifestasi paling umum kedua , terjadi pada 61 % kasus . Ini biasanya bersifat

sementara atau migrasi , oligoarticular dan nondeformasi tetapi sering terkait dengan

pembengkakan periartikular dan nyeri tanpa efusi. 9,10

Keterlibatan gastrointestinal adalah gejala khas HSP. Dapat terjadi pada sekitar

48 % kasus. Gejala yang paling umum adalah nyeri kolik atau perdarahan dari ulkus

4

Page 5: HSP Oke 1

pada duodenum atau ileum dan / atau rektum. Dapat juga disertai dengan perdarahan

submukosa dan edema atau dengan vaskulitis. Pada sekitar 8 % dari kasus gejala

biasanya berkembang sekitar satu minggu setelah timbulnya ruam. Pada pemeriksaan

endoskopi dan kolonoskopi dapat dijumpai inflamasi, perdarahan submukosa, ulkus

dapat membantu menegakkan diagnosis. Intususepsi dapat terjadi pada usia lanjut ,

sering menyajikan sebagai keadaan akut abdomen dan mungkin memerlukan evaluasi

radiologis. HSP juga telah dikaitkan dengan sirosis bilier primer dan kelainan transien

tes fungsi hati . 10,11,12

Gangguan ginjal adalah komplikasi yang paling serius berkisar dari hematuria

mikroskopik dan proteinuria sampai menjadi sindrom nefrotik. Gejala gangguan

ginjal dapat terjadi pada 30 % penderita HSP dewasa. Keaadaan ini dapat dijumpai

dalam waktu 2 bulan dan 6 bulan setelah timbul ruam. Patologi yang paling sering

ditemukan pada ginjal adalah mesangial atau endocapillary glomerulonefritis

proliferatif. 10

Beberapa studi telah mengemukakan bahwa genetik tertentu dan keterlibatan

sitokin-sitokin proinflamasi seperti antagonis reseptor IL1 , IL8 atau IL1 beta

berkaitan dengan peningkatan risiko keterlibatan ginjal. Adanya kerusakan ginjal dan

hematuria pada awal, nyeri perut, raum-ruam kuliut yang menetap, patologi ginjal

dengan nekrosis fibrinoid dan glomeruli sklerotik adalah prediktor signifikan dari

penyakit ginjal pada pasien HSP. 10,13

Gejala klinik lain dapat melibatkan paru , jantung, nyeri skrotum , sistem syaraf

pusat seperti sakit kepala, kejang. Keterlibatan paru dapat bermanifestasi sebagai

perdarahan alveolar difus dan kadang pneumonia interstitial seperti biasa atau fibrosis

interstitial. 14

DIAGNOSIS

Ada dua kriteria yang diusulkan untuk menegakkan diagnosis HSP :

1. Berdasarkan American College of Rheumatology Tahun 1990 adalah :

Dua atau lebih dari kriteria berikut :

a) Usia 20 tahun atau kurang onset penyakit

b) Purpura yang teraba

5

Page 6: HSP Oke 1

c) Nyeri perut akut dengan perdarahan gastrointestinal

d) Biopsi menunjukkan granulosit di dinding arteriol kecil atau venula di

lapisan permukaan kulit

2. Berdasarkan European League Against Rheumatism ( EULAR ) dan Pediatric

Rheumatology Society ( Pres ) 2006 adalah :

Ditemukan purpura teraba dengan ekstremitas bawah ditambah setidaknya

satu dari kriteria berikut:

a) Nyeri perut yang difus

b) IgA deposisi pada biopsi

c) Arthritis / arthralgia

d) Keterlibatan ginjal (hematuria dan / atau proteinuria) .

Diagnosis biasanya didasarkan pada gejala klinis dengan biopsi jaringan

menunjukkan vaskulitis leukocytoclastic terkait dengan deposisi IgA ( dengan

imunofluoresensi ) . Biopsi kulit harus diperoleh dari lesi kurang dari 24 jam tua dan

biasanya menunjukkan klasik vasculitis leukocytoclastic dalam venule postcapillary

dengan Deposisi IgA. Analisis urin dapat berupa hematuria mikroskopik dan

proteinuria. Biopsi ginjal harus dilakukan untuk diagnostik pasti pada gangguan

ginjal berat seperti sindrom nefrotik. Endoskopi dan kolonoskopi memainkan peran

utama dalam membantu diagnosis pasien dengan keterlibatan gastrointestinal. Tidak

ada tes khusus untuk diagnostik HSP. Peningkatan IgA serum telah dikaitkan dengan

HSP pada sekitar 60 % kasus. Faktor koagulasi dan jumlah trombosit biasanya

normal. Penanda inflamasi seperti Laju Endap Darah ( LED ) dan C reactive protein

( CRP ) sering tinggi. 10,15

PENATALAKSANAAN

Umumnya dapat sembuh sendiri ( self –limited ) paling lama antara  6 – 16

minggu. Pengobatan bersifat suportif dengan menghindari aspirin serta senyawa-

senyawanya. Adanya keluhan nyeri sendi dapat diberikan NSAID  sedangkan steroid

dapat diberikan pada kedadaan  yang lebih berat. Keadaan gangguan ginjal yang

progresif  sukar pengobatannya kadang tidak respon dengan steroid. Pemberian

6

Page 7: HSP Oke 1

agresif dengan high dose steroid dan  obat sitostatik dapat diberikan pada kasus

dengan prognosa buruk  yaitu: proteinuria > 1 gram /hari. (4)

Tujuan utama dari pengobatanya adalah untuk mengurangi gejala seperti nyeri

sendi, nyeri abdomen atau pembengkakan. pada kebanyakan kasus kita bisa

menggunakan acetaminophen untuk nyeri. (3)

Dalam kasus-kasus ringan nonsteroid sebagai agen antiinflamasi mungkin

cukup . Colchicine adalah pengobatan pilihan ketika lesi kulit yang parah. Colchicine

dapat menghambat polymorphonuclear leukocyte kemotaksis dengan menghambat

pembentukan spindle, memblokir lisosom pembentukan dan menstabilkan membran

lisosom. Efek penekanan dari colchicine pada jalur inflamasi dapat memperlihatkan

kemajuan pada lesi kulit. Dapson juga telah digunakan untuk mengobati vaskulitis

pada HSP yang memiliki efek antioksidan dan dapat menekan radikal bebas dalam

neutrofil . Hal ini juga menghambat sintesis IgG dan IgA antibodi dan prostaglandin

D2. Glukokortikoid ( seperti prednison dengan dosis 1-2 mg / kg setiap hari ) telah

digunakan untuk mengobati gejala gastrointestinal berhasil. Terapi agresif dengan

siklofosfamid atau kortikosteroid belum terbukti dapat bermanfaat pada penyakit

ginjal. Plasmapheresis dan immunoglobulin telah digunakan dalam kombinasi pada

HSP yang refrakter. 10,16

PROGNOSIS

Secara umum, sebagian besar kasus HSP dengan prognosis yang baik dan

tingkat kelangsungan hidup lima tahun adalah 95%. Sepertiga dari pasien mengalami

kambuh yang lebih ringan biasanya dalam waktu 4 bulan dan melibatkan organ yang

sama. Prognosis tergantung pada usia onset, tingkat keterlibatan ginjal, tingkat

keterlibatan kulit, terutama di atas garis pinggang, keterlibatan gejala neurologik, dan

ketidakseimbangan immunoglobulin. Pada orang dewasa tingkat kelangsungan hidup

75% yang juga dipengaruhi oleh kondisi komorbiditas lainnya. 9,18

Keadaan khusus yang memperpuruk prognosis dari HSP yaitu : 9,18

Usia lebih dari 8 tahun

Relaps

Tingkat kreatinin lebih tinggi di awal

7

Page 8: HSP Oke 1

Proteinuria lebih besar dari 1 g / hari

Hematuria, anemia pada saat diagnosis

Hipertensi

Glomerulonefritis Membranoproliferatif

Demam pada saat ruam muncul

Purpura atas pinggang

Purpura persistent

Peningkatan sedimentasi urin

Konsentrasi Peningkatan IgA dengan mengurangi IgM konsentrasi pada saat

diagnosis

Penurunan faktor XIII

ILUSTRASI KASUS

8

Page 9: HSP Oke 1

Telah di rawat seorang pasien laki-laki berumur 38 tahun di Bangsal Penyakit

Dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang sejak tanggal 17 Maret 2014 dengan:

Keluhan Utama:

Bercak-bercak kemerahan meningkat pada seluruh tubuh sejak 4 minggu yang

lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang

Bercak-bercak kemerahan meningkat pada seluruh tubuh sejak 4 minggu yang

lalu, bercak kemerahan tidak disertai rasa gatal dan nyeri, bercak kemerahan

muncul awalnya pada punggung kaki kiri dan menyebar.

Awalnya 4 minggu yang lalu pasien mengalami demam tinggi, demam hilang

timbul, tidak menggigil dan tidak berkeringat, 2 hari kemudian muncul bercak

kemerahan pada kedua punggung kaki pasien, bercak kemerahan tidak disertai

rasa gatal dan nyeri, pasien kemudian berobat kebidan dan diberikan obat suntik

sebanyak 1 kali, namun pasien tidak tahu nama obatnya, dan pasien juga

diberikan obat tablet sebanyak 3 macam, 2 obat berwarna putih, 1 obat

berwarna kuning, diminum 3 kali sehari selama 3 hari. Setelah obat habis

keluhan demam tidak hilang, dan bercak kemerahan bertambah banyak dan

bertambah meluas pada paha pasien. 4 hari kemudian pasien berobat ke dukun

kampung dan diberikan ramuan tradisional yang terdiri sadah, air kelapa yang

dioleskan pada bercak kemerahan tersebut sebanyak 2 x sehari selama 3 hari,

namun bercak kemerahan tidak berkurang, saat ini pasien tidak demam.

Nyeri sendi sejak 2 minggu yang lalu, nyeri dirasakan sepanjang hari, nyeri

sendi tidak dipengaruhi aktifitas dan istirahat, nyeri sendi dirasakan pasien

terutama pada siku dan lutut pasien serta jari-jari tangan pasien terasa kaku,

bengkak pada sendi-sendi pasien tidak ada.

Mual dan muntah meningkat sejak 12 hari yang lalu, frekuensi > 5x sehari,

banyaknya ± ½ gelas, muntah disertai bercak darah, berisi apa yang dimakan

dan diminum.

9

Page 10: HSP Oke 1

Nyeri perut sejak 12 hari yang lalu, nyeri dirasakan pasien berpindah-

pindah,nyeri tidak menjalar, nyeri paling sering dirasakan dibagian tengah perut

sampai ke ulu hati, nyeri tidak dapat ditunjuk dengan jari, nyeri perut

bertambah bila diisi makanan.

Buang air besar encer sejak 12 hari yang lalu, frekuensi > 5x sehari, berlendir,

berwarna coklat dan kehitaman. Kemudian pasien berobat ke matri dan

diberikan obat sebanyak 4 macam, 2 tablet warna putih dan 2 tablet warna

hijau, diminum 3x sehari. Pasien hanya minum obat tersebut selam 1 hari

karena keluhannya tidak berkurang bahkan bercak kemerahan pada tubuh

pasien semakin meluas ke dada dan tangan pasien.

Buang air kecil lebih sering dari biasa sejak 10 hari yang lalu, buang air kecil

berbusa, berwarna kemerahan tidak ada, nyeri buang air kecil tidak ada.

Sembab pada kedua tungkai sejak 10 hari yang lalu.

Nafsu makan menurun sejak 10 hari yang lalu, pasien biasanya makan 3x sehari

sebanyak namun saat ini pasien hanya makan2 x sehari, sebanyak 4-5 sendok/

kali makan.

Riwayat digigit serangga sebelum muncul bercak kemerahan tidak ada.

Riwayat gusi, hidung, muntah berdarah tidak ada.

Riwayat nyeri tenggorokan, batuk, dan pilek sebelum muncul bercak

kemerahan tidak ada.

Riwayat rambut rontok tidak ada.

Riwayat kemerahan pada muka dan silau bila terkena cahaya matahari tidak

ada.

Riwayat sering sariawan pada mulut tidak ada.

Penurunan berat badan tidak ada.

Sesak nafas tidak ada.

10

Page 11: HSP Oke 1

Pasien sebelumnya berobat ke RS Yos Sudarso pada 4 hari yang lalu, pasien

hanya dirawat selama 1 hari, dan pulang atas permintaan sendiri, kemudian

pasien beobat ke dokter spesialis kulit dan kelamin, pasien diberi obat lameson

2x8 mg, ponstan 2x500mg, dan dirujuk ke RSUP Dr. M. Djamil Padang. Pasien

dirawat di bagian kulit dan kelamin selama 2 hari, kemudian pasien

dikonsulkan ke bagian penyakit dalam ( sub bagian alergi imunologi ) dengan

diagnosis henoch schonlein purpura, melena ec steroid dan telah dilakukan

biopsi kulit serta pemeriksaan swab tenggorok, pasien diberikan pengobatan

metilprednisolon 2x8 mg, ponstan 2x500 mg, ranitidin 2x150 mg, salep

klobetasol 2x sehari.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat alergi dengan makanan, udara dingin atau panas, dan obat-obatn

sebelumnya disangkal.

Riwayat pernah mengalami keluhan bercak-bercak kemerahan pada kulit

sebelumnya tidak ada.

Riwayat sering sembab dimata pada pagi hari tidak ada.

Riwayat mengalami luka yang lambat berhenti darahnya tidak ada.

Riwayat menderita sakit kuning tidak ada.

Riwayat menderita sakit maag sebelumnya tidak ada.

Riwayat menderita sakit asma bronkial tidak ada.

Riwayat hipertensi tidak ada.

Riwayat sakit kencing manis tidak ada.

Riwayat Pengobatan

Riwayat minum obat penghilang rasa sakit dalam jangka waktu lama dan jamu-

jamuan sebelumnya tidak ada.

11

Page 12: HSP Oke 1

Riwayat minum obat rutin dalam jangka waktu lama tidak ada.

Riwayat tranfusi darah sebelumnya tidak ada.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga pasien yang mempunyai keluhan bercak-bercak kemerahan

yang muncul pada tubuh seperti pasien.

Riwayat Pekerjaan, ekonomi, kebiasaan, dan perkawinan

Pasien adalah seorang pedagang kebutuhan harian di kepulauan nias, dengan

penghasilan rata-rata 50.000,-/ hari

Pasien seorang perokok sejak ± 20 tahun yang lalu, rata-rata merokok 1

bungkus/ hari, sejak 1 tahun ini pasien tidak merokok.

Pasien rutin donor darah, pasien terakhir donor darah 7 bulan yang lalu

Riwayat seks bebas tidak ada.

Riwayat menggunakan narkoba suntik dan minum alkohol tidak ada.

Pasien memiliki 1 orang istri, dan 2 orang anak.

Pemeriksaan Umum

Kesadaran : CMC

Tekanan darah : 130/80 mmHg

Nadi : 80x/menit, teratur, pengisian cukup

Nafas : 20x/menit

Suhu : 36,7 °C

Keadaan umum : baik

Keadaan gizi : sedang

Berat badan : 73 kg

Tinggi badan : 175 cm

BMI : 23,8 (overweight)

Edema : (-)

Ikterik : (-)

Anemis : (-)

12

Page 13: HSP Oke 1

Sianosis : (-)

Kulit : purpura, papul-papul eriterma, krusta hitam, skuama

hampir pada seluruh tubuh dengan ukuran

bermacam-macam, kalor (-), rubor (-), tumor (-),

dolor (-), fungsiolesa (-)

Kelenjar getah bening : tidak teraba pembesaran KGB

Kepala : normocephal, tidak ada benjolan

Rambut : hitam, tumbuh merata, tidak mudah dicabut,

alopesia (-)

Mata : konjunctiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Telinga : auricula normal, meatus externa tidak hiperemis

Hidung : deviasi septum tidak ada

Tenggorokan : faring tidak hiperemis, T1/T1

Gigi dan mulut : caries (-), atropi papil (-), hipertropi ginggiva (-)

Leher : JVP 5 - 2 cmH2O, kelenjar tiroid tak teraba

Paru Depan

Inspeksi : Statis : simetris, kiri = kanan Normal

Dinamis : pergerakan kiri = kanan Normal

Palpasi : Fremitus kiri = kanan Normal

Perkusi : Sonor, batas pekak hepar di RIC VI kanan

Auskultasi : Vesikuler, ronki (-/-), wheezing (-/-)

Paru Belakang

Inspeksi : Statis : simetris, kiri = kanan Normal

Dinamis : pergerakan kiri = kanan Normal

Palpasi : Fremitus kiri = kanan Normal

Perkusi : Sonor, peranjakan paru 2 jari

13

Page 14: HSP Oke 1

Auskultasi : Vesikuler, ronki (-/-), wheezing (-/-)

Jantung :

Inspeksi : iktus tidak terlihat

Palpasi : iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V, luas 1 ibu jari, tidak

kuat angkat

Perkusi : batas jantung atas RIC II, kanan Linea Sternalis Dekstra, kiri

1 jari medial LMCS RIC V, pinggang jantung (+)

Auskultasi : bunyi jantung murni, irama jantung reguler, HR 80x/i

M1 > M2, P2 <A2

Abdomen

Inspeksi : Tidak membuncit

Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (+), nyeri lepas (-)

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Punggung : nyeri tekan, nyeri ketok sudut CVA tidak ada

Alat kelamin : tidak ada kelainan

Anus : tidak ada kelainan

Anggota gerak : reflek fisiologis(+/+) N, reflek patologis (-/-) N, edema (+/+),

Hasil laboratorium dan pemeriksaan penunjang :

Darah :

Hemoglobin : 13,4 gr/dl

Hematokrit : 40 %

Leukosit : 16.200 / mm3

Trombosit : 393.000/mm3

LED : 19 mm/jam

Hitung jenis : 0/0/0/89/11/0

Urinalisis :

14

Page 15: HSP Oke 1

Leukosit : 1-2 /LPB Eritrosit : 0-1 /LPB

Epitel : (+) gepeng Silinder : hyalin 1-2/LPB

Protein : (++) Glukosa : (-)

Kristal : (-) Bilirubin : (-)

Urobilinogen : (+)

Feses :

Makroskopik : warna kuning, konsistensi lembek, darah (-)

Mikroskopik : eritrosit (-), leukosit (-), telur cacing (-)

EKG

Irama : sinus - T inverted (-)

HR : 84 x /1’ - ST elevasi (-)

Aksis : normal - ST depresi (-)

Gel P : normal - Q patologis(-)

PR interval : 0,16 detik - SV1 + RV6 < 35 mm

QRS komplek : 0,06 detik - R/S di V1 < 1

Kesan : Dalam batas normal

Skor Daldiyono : 1

Daftar Masalah :

Purpura

Vomite

Gastroenteritis akut

Arthralgia

Edem tungkai

Proteinuria

Overweight

Diagnosis Kerja :

15

Page 16: HSP Oke 1

Henoch scholein purpura

Glomerulonefritis ec Henoch schonlein purpura

Gastritis Akut

Gastroenteritis akut ec coliform dengan dehidrasi ringan

Diagnosis Banding :

Lupus eritematosus sistemik

Drug Induced vaskulitis

Rheumatoid arthritis

Suspek DIC

IgA Nefropati

Ulkus peptikum

Gastroenteritis akut ec intoleransi makanan

Terapi :

Istirahat / Diet Lambung II 2000 kkal ( Karbohidrat 300 gr, Protein 75 gr,

Lemak 55 gr )

IVFD NaCl 0,9 % 8 jam/ kolf

Inj. Omeprazol 1x 40 mg

Domperidon 3x 10 mg

Sukralfat sirup 3x 500 mg

Paracetamol 3x 500 mg

Metilprednisolon 2x 8 mg

Klobetasol salep 2x sehari

Pemeriksaan Anjuran :

Urinalisis

16

Page 17: HSP Oke 1

Rontgen thorak

Ureum dan kreatinin

SGOT, SGPT, Albumin dan Globulin

Elektrolit ( Na, K, Cl, Ca )

PT, APTT, D-Dimer

Benzidine tes

Kultur feces

Swab tenggorok

ASTO

CRP

Rheumatoid faktor

ANA test

IgA serum

Biopsi kulit

Esophagogastroduodenoskopi

Follow Up

19 April 2014

S/ bercak kemerahan (+), nyeri sendi (+), nyeri perut (+), mual dan muntah (+),

menret (+), demam (-), sesak nafas (-)

O/ KU sedang Kesadaran: cmc TD : 120/80 mmHg

Nadi 80x /menit’ reguler Nafas : 18 x/1’ Suhu : 36,8oC

Kulit : purpura, papul eritem, krusta hitam, skuama dengan ukuran yang bermacam-

macam hampir pada seluruh tubuh

Abdomen : nyeri perut (+), nyeri lepas (-)

17

Page 18: HSP Oke 1

Extremitas : edem pada kedua tungkai

Konsul Konsultan Alergi Imunologi

Kesan : Henoch scholein purpura

Advis :

- Cek ANA tes dan IgA serum

- PT, APTT, D-Dimer

- Cek HbsAg dan Anti HCV

- Ureum dan kreatinin

- Urinalisis ulang

- Terapi metilprednisolon lanjut

Jam 9.54 WIB

Hasil laboratorium :

Hemoglobin : 12,7 gr/dl

Hematokrit : 34,5 %

Leukosit : 19.350 / mm3

Trombosit : 475.000/mm3

PT : 11,3 detik

APTT : 28,6 detik

D-Dimer : 3,8 ųg/mL

Urinalisis :

Leukosit : 4-6 /LPB Eritrosit : 80-100 /LPB

Epitel : (+) gepeng Silinder : (-)

Protein : (+++) Glukosa : (-)

Kristal : (-) Bilirubin : (-)

18

Page 19: HSP Oke 1

Urobilinogen : (+)

Kesan :

- Proteinuria

- Hematuria mikroskopik

- Sugestif DIC

Keluar Hasil Rontgen Thorak : Cor dan pulmo dalam batas normal

Follow up

21 April 2014

S/ bercak kemerahan (+), nyeri sendi (+), nyeri perut (+), mual dan muntah (+),

mencret (+), demam (-), sesak nafas (-)

O/ KU sedang Kesadaran: cmc TD : 130/70 mmHg

Nadi 100x /menit’ reguler Nafas : 18 x/1’ Suhu : 37,2oC

Kulit : purpura, papul eritem, krusta hitam, skuama dengan ukuran yang bermacam-

macam hampir pada seluruh tubuh

Abdomen : nyeri perut (+), nyeri lepas (-)

Extremitas : edem pada kedua tungkai

Konsul Konsultan Ginjal Hipertensi

Kesan : IgA Nefropati

Advis :

- Cek IgA

- Esbach

Terapi :

- Metilprednisolon 0,8 mg/ kgbb/ hari ( dibagi dalam 3 dosis )

- Lisinopril 1x5 mg

19

Page 20: HSP Oke 1

Konsul Konsultan Rheumatologi

Kesan : Kriteria ACR tentang Henoch schonlein purpura terpenuhi

Advis :

- Metilprednisolon 0,8 mg/ kgbb/ hari ( dibagi dalam 3 dosis )

- Omeprazole 2x 40 mg

- Paracetamol 3x1000 mg

Konsul Konsultan Penyakit Tropik dan Infeksi

Kesan : Gatroenteritis akut tipe coliform dehidrasi ringan

Advis :

- Kultur feces

- Terapi lanjut

Keluar Hasil Laboratorium :

Natrium : 131 mmol/L Kalium : 3,5 mmo/L Clorida : 99 mmol/L

Calcium : 8,1 mg/dl Albumin : 2,9 g/dl Globulin : 2,4 g/dl

SGOT : 30 u/L SGPT : 62 u/L Ureum : 25 mg/dl

Creatinin : 0,8 mg/dl ASTO : negatif CRP : positif

Faktor rheumatoid : negatif HbsAg : non reaktif Anti HCV : 0,05

Benzidine tes : (+)

Follw up

Tanggal 22 April 2014

S/ bercak kemerahan (+), nyeri sendi (+), nyeri perut (+), mual dan muntah (+),

mencret (+), demam (-), sesak nafas (-)

O/ KU sedang Kesadaran: cmc TD : 120/80 mmHg

20

Page 21: HSP Oke 1

Nadi 88x /menit’ reguler Nafas : 18 x/1’ Suhu : 37oC

Kulit : purpura, papul eritem, krusta hitam, skuama dengan ukuran yang bermacam-

macam

Abdomen : nyeri perut (+), nyeri lepas (-)

Extremitas : edem pada kedua tungkai

Keluar hasil swab tenggorok : steptococus alpha hemolyticus

Keluar hasil Biopsi kulit : tampak jaringan dilapisi epitel berlapis gepeng yang

mengalami hiperkeratosis, dibawahnya tampak jaringan ikat fibrokolagen padat yang

mengandung kelenjar sudorifera dan folikel rambut, tampak kapiler- kapiler yang

dikelilingi infiltrat neutrofil, limfosit, dan jaringan nekrotik (karyohexis), sel endotel

yang edem.

Kesimpulan : gambaran diatas dapat ditemukan pada Henoch schonlein purpura

Keluar Hasil Esofagogastroduodenoskopi : submukosa hiperemis

Konsul Konsultan Gastroenterohepatologi

Kesan : Esofagitis LA-C

Perdarahan submukosa

Terapi :

- Lansoprazole 1x 30 mg

- Sukralfat 3 x CI

Konsul Konsultan Hematologi dan onkologi medik

Kesan : Purpura ec ?

Advis :

- Evaluasi diagnosis banding purpura

21

Page 22: HSP Oke 1

- Suspek hiperkoagulable state

- Cek PT/APTT/D-Dimer/ Agregasi trombosit

- Untuk saat ini pemberian antikoagulan tidak dianjurkan karena pasien masih

pendarahan

Follw up

Tanggal 23 April 2014

S/ bercak kemerahan (+) ↓, nyeri sendi (+) ↓, nyeri perut (+), mual dan muntah (-),

mencret (-), demam (-), sesak nafas (-)

O/ KU sedang Kesadaran: cmc TD : 130/80 mmHg

Nadi 88x /menit’ reguler Nafas : 22 x/1’ Suhu : 37oC

Kulit : purpura, papul eritem kecoklatan, krusta hitam, skuama dengan ukuran yang

bermacam- macam pada tangan dan kaki

Abdomen : nyeri perut (+), nyeri lepas (-)

Extremitas : edem pada kedua tungkai

Follw up

Tanggal 24 April 2014

S/ bercak kemerahan (+) ↓, nyeri sendi (+) ↓, nyeri perut (+), mual dan muntah (+),

mencret (+), demam (-), sesak nafas (-)

O/ KU sedang Kesadaran: cmc TD : 130/80 mmHg

Nadi 90x /menit’ reguler Nafas : 20 x/1’ Suhu : 37,2oC

Kulit : purpura, papul eritem kecoklatan, krusta hitam, skuama dengan ukuran yang

bermacam- macam pada tangan dan kaki

Abdomen : nyeri perut (+) ↓, nyeri lepas (-)

Extremitas : edem pada kedua tungkai

22

Page 23: HSP Oke 1

Keluar Hasil kultur feces : E.Coli

Keluar Hasil Laboratorium:

- Esbach : 4,5 gr/24 jam

- IgA serum: 339 mg/dl ( 50- 450 mg/dl )

- ANA tes : negatif

Kesan : proteinuria masif

Konsul Konsultan Ginjal Hipertensi

Kesan : Pikirkan juga

- TB Ginjal

- Nefrolithiasis

Advis :

- BTA urin

- USG Ginjal

- Urinalisis ulang

Terapi : Lanjut

Follw up

Tanggal 25 April 2014

S/ bercak kemerahan (+) ↓ pada kedua kaki, nyeri sendi (+), nyeri perut (+), mual dan

muntah (-), mencret (-), demam (-), sesak nafas (-)

O/ KU sedang Kesadaran: cmc TD : 130/90 mmHg

Nadi 86x /menit’ reguler Nafas : 18 x/1’ Suhu : 37oC

Kulit : purpura, papul eritem kecoklatan, krusta hitam, skuama dengan ukuran yang

bermacam- macam pada kaki, pada tangan sudah berkurang

Abdomen : nyeri perut (+), nyeri lepas (-)

23

Page 24: HSP Oke 1

Extremitas : edem ↓ pada kedua tungkai

DISKUSI

Telah dirawat seorang pasien laki-laki 38 tahun dibangsal penyakit dalam

RSUP Dr. M. Djamil Padang sejak 15 April 2014 dengan diagnosis :

Henoch Schonlein Purpura

24

Page 25: HSP Oke 1

Glomerulonefritis ec Henoch Scholein Purpura

Diagnosis ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,

pemeriksaan penunjang. Dari anamnesa adanya bercak-bercak kemerahan meningkat

pada seluruh tubuh sejak 4 minggu yang lalu, bercak kemerahan tidak disertai rasa

gatal dan nyeri, bercak kemerahan muncul awalnya pada punggung kaki kiri dan

menyebar. Awalnya 4 minggu yang lalu pasien mengalami demam tinggi, demam

hilang timbul, tidak menggigil dan tidak berkeringat, 2 hari kemudian muncul bercak

kemerahan pada kedua punggung kaki pasien, bercak kemerahan tidak disertai rasa

gatal dan nyeri, pasien kemudian berobat kebidan dan bercak kemerahan bertambah

banyak dan bertambah meluas pada paha pasien. Nyeri sendi, mual, muntah, nyeri

perut terus menerus dan nyeri perut bertambah bila diisi makanan, disertai mencret

berlendir, berwarna coklat dan kehitaman, buang air kecil lebih sering dari biasa,

sembab pada kedua tungkai, riwayat digigit serangga sebelum muncul bercak

kemerahan tidak ada.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan kesadaran kompos mentis, tekanan darah

130/80 mmHg, nadi 80 x/menit, respirasi 20 x/menit dan temperatur 36,7 0 C. Pada

pemeriksaan kulit didapatkan purpura, papul-papul eritema, krusta hitam, skuama

hampir pada seluruh tubuh dengan ukuran bermacam-macam, pada pemeriksaan

thorax masih dalam batas normal, pada pemeriksaan abdomen didapatkan distensi,

bising usus dalam batas normal, nyeri tekan diseluruh abdomen. Pemeriksaan kedua

eksterimitas bawah didapatkan odema dan purpura kemerahan multipel berbentuk

bulat, tidak hilang dengan penekanan serta berbatas tegas dengan ukuran bervariasi di

kedua kaki. Pada hari kelima perawatan bintik kemerahan di kaki dan kedua tangan

membaik.

Pemeriksaan laboratorium rutin saat awal didapatkan: Hemoglobin: 13,4 gr/dl,

Hematokrit: 40 %, Leukosit : 16.200 / mm3 , Trombosit : 393.000/mm3, LED: 19

mm/jam Hitung jenis: 0/0/0/89/11/0, urinalisis didapatkan: Protein: (++), Leukosit :

1-2 /LPB, Eritrosit: 0-1 /LPB, Epitel: (+) gepeng, Silinder: hyalin 1-2/LPB, feces

25

Page 26: HSP Oke 1

rutin: warna kuning, konsistensi lembek, darah (-), eritrosit (-), leukosit (-), telur

cacing (-)

Pada hari ke 2 rawatan didapatkan Hemoglobin: 12,7 gr/dl, urin menjadi (+++),

eritrosit urin 80-100/ LPB dan leukosit urin 4-6/LPB, benzidine (+). Pemeriksaan

PT : 11,3 detik, APTT 28,6 detik, D-Dimer 3,8 ug/ml, SGPT 62 U/L, albumin 2,9

g/dl, ASTO (-), CRP (+), HbSAg (-), Anti HCV 0,05. Pemeriksaan darah lengkap

serial dan benzidine tes yang (+) menunjukkan penurunan hemoglobin seiring dengan

adanya perdarahan saluran cerna. Foto Thorax dalam batas normal. Pemeriksaan

Gastroscopy ditemukan perdarahan submukosa, esofagitis LA-C, pemeriksaan swab

tenggorok ditemukan streptococus alpha hemolytic.

Pemeriksaan imunologi ANA test memberikan hasil negatif. Biopsi kulit sesuai

dengan gambaran leukocytoclastic vasculitis. Keseluruhan data mendukung diagnosis

Henoch Schonlein Purpura yang termanifestasi dengan purpura, nyeri sendi, nyeri

abdomen, perdarahan saluran cerna serta gangguan ginjal akibat terjadinya vaskulitis

sistemik. Diagnosis pasien ini ditegakkan sesuai dengan kriteria American College

Rheumatology 1990 dan European League Against Rheumatism ( EULAR ) dan

Pediatric Rheumatology Society ( PRES ) 2006. Awalnya penderita mendapat terapi

metilprednisolon 2x8 mg, namun dengan klinis pasien tidak ada perbaikan kemudian

dosis metilprednisolon ditingkatkan menjadi 0,8 mg/kgbb/ hari ( dibagi dalam 3 dosis

). Setelah penderita mendapatkan terapi metilprednisolon 3x 20 mg dimulai pada hari

keempat perawatan klinis pasien mengalami perbaikan. Terapi lainnya yang diberikan

adalah asam folat 1x5 mg, lisinopril 1x5 mg, osteocal 1x1000 mg, serta obat-obat

saluran cerna seperti omeperazole 2 x 40 mg i.v, Domperidon 3x 10 mg dan sucralfat

3 x CI. Pada pasien ini juga terjadi hiperkoagulable state ditandai dengan peningkatan

D-Dimer, keadaan ini kemungkinan disebabkan oleh disfungsi endotel, seharusnya

diberikan pengobatan antikoagulan, namun pada pasien ini tidak diberikan karena

pasien masih mengalami pendarahan.

HSP muncul paling sering pada anak-anak dan muncul dengan lesi kulit yang

klasik pada ekstremitas bawah dan daerah bokong. Tetapi gambaran lesi kulit tidak

26

Page 27: HSP Oke 1

selalu terdisdribusi secara klasik pada orang dewasa atau anak-anak yang lebih muda.

HSP sering muncul dengan gejala palpable purpura, edem, nyeri abdomen, nyeri

sendi dan gangguan ginjal. Gejala gangguan ginjal bervariasi mulai dari hematuria

and proteinuria intermiten sampai rapid progressive glomerulonephritis. Henoch-

Schönlein nephritis (HSN) merupakan penyakit yang lebih sering memiliki prognosis

baik tetapi 1-3% penderita akan mengalami end stage renal disease (ESRD) dan 20-

35% menjadi penyakit ginjal kronik menurut penelitian jangka panjang. Kondisi

sepsis, leukemia dan idiopathic thrombocytopenic purpura (ITP) dapat menyebabkan

purpura tetapi kondisi klinis penderita tersebut biasanya lebih berat dari HSP.

Glomerulonefritis akut pasca streptokokus yang biasanya menunjukkan gejala

oedema dan lesi kulit dengan infeksi saluran nafas atas, mirip dengan HSP tetapi

rendahnya kadar serum C3 dan tanpa nyeri perut dan nyeri sendi dapat menyisihkan

penyakit tersebut. Gejala klinis pada penderita ini sesuai dengan kriteria ACR

sedangkan kecurigaan SLE disisihkan oleh pemeriksaan ANA dan anti dsDNA yang

negatif. 19

Penyebab penyakit belum diketahui dengan pasti tetapi beberapa faktor

diketahui menjadi pencetusnya, diperkirakan sebanyak 70-80% penderita HSP

mengalami infeksi saluran nafas saat mulainya perjalanan penyakit. Beberapa faktor

pencetus, khususnya infeksi streptokokus dibuktikan dengan kultur hapusan

tenggorokan dilaporkan menjadi pencetus yang paling sering yaitu dalam 20-36%

kasus. Di beberapa negara musim memiliki pengaruh dimana puncak musim dingin

merupakan waktu puncak terjadinya infeksi, sedangkan obat-obatan (antibiotika,

ACE inhibitors, NSAIDs) dan beberapa toksin (gigitan serangga, vaksinasi dan alergi

makanan) juga dikatakan memiliki peranan. Faktor-faktor pencetus terjadinya HSP

kadang-kadang sulit untuk diketahui karena penderita kadang-kadang datang dalam

kondisi dimana gejala sudah demikian jelas dan faktor-faktor pencetus sulit

diidentifikasi. 2,5

Mekanisme patogenesis HSP belum sepenuhnya diketahui. Tetapi ada bukti

yang jelas mengenai peranan IgA dalam imunopatogenensis penyakit ini dimana

ditemukan peningkatan konsentrasi serum IgA1 bersama dengan peningkatan

27

Page 28: HSP Oke 1

circulating immunocomplexes yang mengandung IgA pada penderita HSP. Aktivasi

jalur alternatif pada sistem komplemen juga diperkirakan terjadi pada HSP fase akut

karena hasil produk degradasi kaskade komplemen tersebut juga ditemukan pada

plasma dan glomerulus, tetapi penelitian lain belum mendukung peranan komplemen

dalam patogenesis HSP. Sitokin proinflamasi seperti endothelin, TNF, dan

interleukin juga ditemukan pada penderita HSP dan kadar sitokin-sitokin ini lebih

tinggi daripada kontrol terutama pada fase akut. Sitokin dicurigai memainkan peranan

penting dalam proses inflamasi pada penderita HSP. 4,6

Faktor genetika juga dicurigai berperanan dalam patogenesis HSP. Lofters et al.

melaporkan kejadian HSP pada tiga anggota keluarga yang sama yang menunjukkan

predisposisi keluarga dalam perkembangan penyakit ini. Kemudian kemunculan

familial penyakit ini ditemukan pada kasus kembar dan saudara kandungnya. Kasus

IgA nephropathy (IgAN) primer familial yang dihubungkan dengan HSP juga pernah

dilaporkan tetapi usaha untuk mengidentifikasi gen yang bertanggungjawab terhadap

faktor familial ini belum membuahkan hasil. 20

Diagnosis HSP berdasarkan tanda klinis yang khas dan tidak ada tes

laboratorium yang spesifik. Trombosit dalam batas normal walaupun ditemukan

purpura yang luas, anemia bisa terjadi apabila penderita mengalami perdarahan

gastrointestinal atau hematuria yang berat dan dapat pula disertai dengan leukositosis.

Sebanyak 64% pasien mengalami kenaikan LED, dan IgA serum meningkat dalam

22–57 % kasus. Imunoglobulin E dan eosinophil cationic protein (ECP) dapat

meningkat sedangkan komplemen 3 (C3) dan komplemen 4 (C4) menurun pada 4,2-

20% kasus. Rasio IgA/C3 dikatakan sebagai penanda prognostik pada HSP.

Peningkatan antineutrophil cytoplasmic antibodies (ANCA) yang merupakan isotop

IgA dilaporkan terdapat pada pasien HSP, dan peningkatan serum antistreptolysin

(AST) juga ditemukan pada 30-35% kasus. C-reactive protein (CRP) dapat

meningkat khususnya pada penderita yang memperlihatkan gejala infeksi saluran

nafas atas. Albumin dapat menurun karena proteinuria, walaupun serum albumin

subnormal juga ditemukan pada pasien tanpa proteinuria yang mencerminkan

28

Page 29: HSP Oke 1

kehilangan protein melalui enteropati. Proteinuria serta hematuria menggambarkan

telah terjadinya keterlibatan ginjal apalagi jika ditemukan kenaikan kadar BUN dan

kreatinin. Perdarahan samar pada feses dapat ditemukan pada 25% pasien HSP.

Aktivasi sistem koagulasi terjadi sekunder karena kerusakan endotel juga dilaporkan.

Konsentrasi D-dimer dan antigen faktor Von Willebrand dapat mengalami

peningkatan dan aktivitas faktor koagulasi XIII menurun, tetapi waktu koagulasi

(APTT, PTT) biasanya normal. Pada penderita ini didapatkan leukositosis yang

semakin berat seiring dengan anemia akibat perdarahan saluran cerna, selain itu

didapatkan pula proteinuria, hipoalbumin, hematuria yang menunjukkan telah

terjadinya gangguan ginjal. 10,15

Biopsi kulit merupakan kriteria diagnosis HSP dimana temuan yang khas adalah

leucocytoclastic vasculitis dengan nekrosis dinding pembuluh darah dan akumulasi

sel inflamasi perivaskular di sekitar kapiler dan venula poskapiler dermis serta

deposit IgA, C3 dan IgM pada dinding pembuluh darah. Keadaan ini diakibatkan oleh

adanya deposisi kompleks imun dengan aktivasi komplemen dengan leukotaksis.

Juga dapat ditemukan proliferasi sel endotel, deposit fibrin mural, dan pada kasus

yang berat nekrosis fibrinoid. Deposit IgA juga dapat ditemukan pada kulit yang tidak

mengalami purpura dan gambaran yang sama juga dapat ditemukan pada biopsi

mukosa usus. Duodenum dan usus halus merupakan tempat yang paling sering

terlibat pada penderita dengan nyeri abdomen. Pada penderita ini ditemukan

gambaran biopsi kulit vaskulitis leukositoklastik yang mendukung gambaran klinis

dan laboratorium lainnya untuk diagnosis HSP. 10,15

Keterlibatan ginjal pada pasien HSP bervariasi mulai dari protenuia, hematuria

mikroskopik sampai terjadi End Stage Renal Disease (ESRD). Sekitar 20-54%

penderita HSP mengalami keterlibatan ginjal pada fase akut, dimana mayoritas (85%)

terjadi dalam 4 minggu pertama dan 97% dalam 6 bulan. Hematuria mikroskopik atau

bersama-sama proteinuria merupakan manifestasi tersering pada HSP dengan

keterlibatan ginjal. Sekitar 10-30% penderita HSP akan mengalami sindroma nefritik

atau nefrotik, sumber lain mengatakan ESRD terjadi pada 1,1-1,5% dan mortalitas

29

Page 30: HSP Oke 1

kurang dari 1%. Risiko penyakit ginjal menetap dihubungkan dengan proteinuria

yang serius dan sindroma nefrotik dimana sebagian besar pasien yang menunjukkan

hematuria dengan atau tanpa proteinuria ringan akan mengalami remisi dengan baik.

Sekitar 8-17% pasien muncul dengan gejala gangguan ginjal ringan pada saat onset

misalnya hematuria dengan atau tanpa proteinuria ringan (<1g/hari), sedangkan

sekitar 44% - 47% pasien dengan gangguan ginjal yang berat saat onset misalnya

telah mengalami sindroma nefritik atau nefrotik, proteinuria >1g/hari atau dengan

biopsi ginjal ditemukan >50% crescents akan memiliki prognosis yang buruk. 21

Untuk diagnosis gangguan ginjal pada pasien HSP sebaiknya dilakukan

pemeriksaan biopsi ginjal, namun pada pasien ini belum dilakukan biopsi ginjal. Pada

pemeriksaan biopsi ginjal didapatkan temuan Immunofluoresensi dari biopsi ginjal

menunjukkan deposit IgA saja atau dengan sedikit deposit C3 dan IgG pada daerah

mesangial dan dan dinding kapiler pada ginjal yang dikenal dengan Henoch Scholein

Nefritis (HSN). Deposit ini terdistribusi secara difus pada glomerulus, walaupun

perubahan mikroskopis bisa bersifat fokal. Lesi histologis pada HSN bervariasi dan

tidak ada lesi patognomonik yang tunggal walaupun hiperselularitas mesangial fokal

dan lokal dapat bersamaan dengan matrik mesangial merupakan lesi paling sering.

Sebanyak 37-58% HSN muncul dengan perubahan minimal atau proliferasi

mesangial, 23-36% dengan crescents pada <50% glomerulus dan 2-45% dengan

crescents pada >50% glomerulus. Sistem klasifikasi histologi ISKDC (International

Study of Kidney Diseases in Children) digunakan secara luas untuk

mengklasifikasikan beratnya temuan biopsi pada HSN. Klasifikasi ini berdasarkan

atas adanya formasi crescent, tanpa memperhitungkan maturitasnya. 22

Dikenal sistem penilaian semikuantitatif yang membagi beratnya perubahan

akut dan kronik berdasarkan abnormalitas pada glomerulus, tubulointerstitium dan

pembuluh darah pada temuan biopsi.

Klasifikasi biopsi ginjal menurut ISKDC pada Henoch-Schönlein purpura:

a. Grade I. Perubahan minimal

30

Page 31: HSP Oke 1

b. Grade II. Proliferasi mesangial

c. Grade III A. Proliferasi fokal atau sklerosis dengan < 50% crescent

d. Grade III B. Proliferasi difus atau sklerosis dengan < 50% crescent

e. Grade IV A. Proliferasi fokal atau sklerosis dengan50 – 75% crescent

f. Grade IV B. Proliferasi difus atau sklerosis dengan 50 – 75% crescent

g. Grade V A. Proliferasi fokal atau sklerosis dengan > 75% crescent

h. Grade V B. Proliferasi difus atau sklerosis dengan > 75% crescent

i. Grade VI. Glomerulonefritis membranoproliferatif

Diagnosis IgAN berdasarkan atas temuan immunofluoresensi deposit IgA pada

daerah mesangial glomerulus. Hal tersebut ditemukan sekunder pada nefritis HSP

(HSN) dan beberapa penyakit lain. Pada HSN dan IgAN ditemukan beberapa

gambaran khas tetapi IgAN dikatakan sebagai HSN tanpa purpura. Apakah keduanya

merupakan dua fenotif penyakit penyakit yang berdiri sendiri masih menjadi

kontroversi sampai saat ini. Perbedaan keduanya adalah pada usia saat diagnosis dan

gejala yang nampak, dimana HSN lebih banyak ditemukan pada anak-anak dan selalu

meliputi gejala ekstra-renal sedangkan IgA nephritis biasanya terdiagnosis pada

dewasa muda dengan hanya gejala gangguan ginjal. Demikian juga elemen

hipersensitivitas seperti peningkatan IgE dan ECP (eosinophil cationic protein) yang

sering ditemukan pada HSP tidak ditemukan pada IgAN. Temuan histologi pada

biopsi ginjal menunjukkan lesi yang lebih akut pada pasien HSN, dan sindroma

nefrotik lebih sering ditemukan. Pada IgAN ditemukan adanya deposit IgA secara

difus pada sel mesangial disertai dengan hiperselularitas mesangial. IgM, IgG, C3,

atau rantai halus mungkin bersamaan dengan IgA. Sangat penting untuk memutuskan

kapan onset IgA nephritis dimulai karena pada kebanyakan kasus dimana mungkin

hanya terdapat silent microscopic haematuria selama beberapa tahun sebelum biopsi

dilakukan, sedangkan onset gejala lebih jelas pada HSP oleh karena adanya gejala

ekstrarenal (purpura, nyeri abdomen dan nyeri sendi). Pemeriksaan imunofluoresensi

31

Page 32: HSP Oke 1

pada pasien HSP dengan gejala gangguan ginjal sama dengan IgAN dan masih tetap

terdapat deposit IgA pada 2/3 pasien setelah 2-9 tahun fase akut nefritis HSP. Dalam

pengamatan jangka panjang penyakit ginjal pada HSP identik dengan nefritis IgA

setelah gejala ekstrarenal akut teratasi. HSN dan nefritis IgA umumnya disebut

dengan nefropati IgA. 20

Tidak adanya terapi standar pada pasien HSP dengan komplikasi Nefritis.

Beberapa terapi imunosupresan dan imunomodulator digunakan pada penderita

nefritis karena HSP (HSN), tetapi belum ada terapi spesifik yang bisa merubah

perjalanan penyakit. Terapi antikoagulan dan fibrinolitik dikombinasikan dengan

agen imunosupresan untuk mencegah terjadinya trombosis atau keadaan

hiperkoagulasi dan pemberian faktor XIII juga digunakan sebagai konsekuensi dari

temuan bahwa adanya penurunan faktor XIII pada kasus dengan gejala klinis yang

lebih berat termasuk nefritis. ACE inhibitor digunakan untuk mengurangi proteinuria

dan memberikan proteksi terhadap penurunan fungsi ginjal dan dapat digunakan

bersama preparat imunosupresan. Hasil yang lebih baik dilaporkan apabila terapi

agresif dimulai lebih awal tetapi tidak ada rekomendasi yang baku untuk penanganan

HSN. 21

Banyak penelitian yang non-randomized menekankan keuntungan pemberian

terapi imunosupresan, terutama yang ditangani secara agresif. Metilprednisolon

dikombinasikan dengan prednisolon oral saja atau dengan tambahan agen

imunosupresan seperti siklofosfamid dan azathioprine dikatakan efektif pada HSN,

dan beberapa obat-obatan fibrinolitik dan antikoagulan seperti urokinase, heparin dan

dipridamol juga dapat dikombinasi dengan agen immunosupresan. Penderita ini

mendapatkan kortikosteroid dosis tinggi memberikan respon yang baik terhadap

gejala nyeri abdomen dan menghilangnya purpura. 21,22

Cyclosporine A (CyA) merupakan calcineurin inhibitor yang mencegah

produksi interleukin-2 (IL-2), yang memainkan peran penting dalam proliferasi

limfosit T yang mengatur produksi IgA. Cyclosporine A digunakan pada HSP

pertama kali pada dua kasus dewasa yang dilaporkan tahun 1997 dan 1998. Pada

32

Page 33: HSP Oke 1

tahun 2003 Huang dkk. melaporkan dua kasus usia 4 dan 5 tahun yang mengalami

remisi dari gejala HSP yang berat dimana terapi steroid tidak efektif. Gangguan ginjal

berlangsung selama 4 bulan dan diterapi dengan baik pada satu kasus setelah dua

minggu pemberian CyA. CyA diberikan dan proteinuria membaik dalam dua minggu.

Shin dkk. melaporkan serial 7 pasien dengan nephrotic-range proteinuria yang

mendapat CyA, enam diantaranya mengalami remisi lengkap dalam pengamatan rata-

rata 5,5 tahun (2 – 9 tahun) dan satu mengalami penyakit ginjal menetap. 23

Imunosupresan lain seperti mycophenolate mofetil (MMF) bekerja dengan

menekan produksi sel B sehingga akan menurunkan kompleks imun IgA yang

bersirkulasi. Obat ini juga memiliki keuntungan dengan mempengaruhi adhesi dan

migrasi limfosit yang hasil akhirnya mempengaruhi gejala klinis HSP. Hasil dari

beberapa randomized controlled trials belum memberikan hasil yang pasti akan

keuntungan pemberian MMF. Belum ada penelitian prospektif mengenai pemberian

MMF pada nefritis HSP. 24

Pengelolaan HSP yang baik dapat memperbaiki prognosis HSP, dimana hasil

jangka panjang sangat tergantung pada gejala gangguan ginjal. Prognosis HSP

biasanya baik karena sebagian besar pasien mengalami perbaikan spontan dalam

beberapa minggu. Komplikasi jarang berupa pada paru-paru atau perdarahan

gastrointestinal dapat menyebabkan morbiditas dan bahkan kematian pada fase akut,

tetapi outcome jangka panjang sebagian besar berhubungan dengan durasi dan

beratnya keterlibatan ginjal. Terdapat predominan ringan jenis kelamin laki-laki pada

penderita, tetapi risiko keterlibatan ginjal sama pada kedua jenis kelamin. Risikonya

juga lebih tinggi pada pasien diatas usia 4-7 tahun saat onset gejala dan juga pada

kasus dengan nyeri abdomen akut yang berat dan purpura persisten saat awal gejala.

Peningkatan risiko keterlibatan ginjal meningkat 7,5 kali pada penderita yang

mengalami perdarahan saluran cerna. Penderita usia dewasa lebih sering mengalami

gangguan ginjal dengan gejala yang lebih berat dan prognosis yang lebih buruk

dibandingkan dengan anak-anak. 18

33

Page 34: HSP Oke 1

. Faktor yang mempengaruhi prognosis yang buruk terutama pada orang dewasa

adalah proteinuria, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal saat muncul gejala. Pada

kasus ini telah terjadi gangguan fungsi ginjal yang ditandai dengan adanya

proteinuria, hematuria, hipertensi, kenaikan BUN dan kreatinin sehingga respon

terhadap terapi steroid tidak menunjukkan hasil yang baik walaupun secara klinis ada

perbaikan pada gejala ekstrarenal yaitu perbaikan pada nyeri perut dan lesi kulit.18,21

DAFTAR PUSTAKA

1. Kumar V, Contran RS, Robbins S. Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Jakarta :EGC;

2007. 2: 588.

2. K.-R. Chen and J. A. Carlson, “Clinical approach to cutaneous vasculitis,”

American Journal of Clinical Dermatology, vol. 9,no. 2, pp. 71–92, 2008.

3. U.S. Department Of Health And Human Services. Henoch-Schönlein

Purpura.2006.

4. Sukmana N. Vasculitis: Henoch Shchonlein Purpura. 2011.

5. E. C. Ebert, “Gastrointestinal manifestations of Henoch-Sch¨onlein purpura,”

Digestive Diseases and Sciences, vol. 53,no. 8, pp. 2011–2019, 2008.

6. Pudjiadi MTS, Tambunan T. Nefritis Purpura Henoch Schonlein. 2009.

7. P. F. Roberts, T. A. Waller, T.M. Brinker, I. Z. Riffe, J.W. Sayre,and R. L.

Bratton, “Henoch-Sch¨onlein purpura: a reviewarticle,” SouthernMedical

Journal, vol. 10, no. 8, pp. 821–824,2007.

8. R. A.Watts andD. G. Scott, “Epidemiology of the vasculitides,”Seminars in

Respiratory and Critical CareMedicine, vol. 25, no.5, pp. 455–464, 2004.

34

Page 35: HSP Oke 1

9. C. Garcia-Porrua, C. Gonzalez-Louzao, J. Llorca, et al.,“Predictive factors for

renal sequelae in adults with Henoch-Sch¨onlein purpura,” Journal of

Rheumatology, vol. 28, no. 5,pp. 1019–1024, 2001.

10. Pillebout E, et al: Henoch-Schonlein Purpura in adults: outcome and prognostic

factors. J Am Soc Nephrol 2002, 13:1271-1278.

11. Goda F, et al: Colo-colic intussusception associated with Henoch-Schonlein

purpura in adults. J Gastroenterol Hepatol 2007, 22:449-452.

12. Zhang Y, Huang X: Gastrointestinal involvement in Henoch-Schonlein

purpura. Scand J Gastroenterol 2008, 43:1038-1043.

13. Amoli MM, et al: Interleukin 1beta gene polymorphism association with severe

renal manifestations and renal sequelae in Henoch-Schonleinpurpura. J

Rheumatol 2004, 31:295-298.

14. Lutz HH, et al: Henoch-Schonlein purpura complicated by cardiac involvement:

case report and review of the literature. Am J Kidney Dis 2009, 54:e9-15.

15. Mills JA, et al: The American College of Rheumatology 1990 criteria for the

classification of Henoch-Schonlein purpura. Arthritis Rheum 1990, 33:1114-

1121.

16. Ozen S, et al: EULAR/PReS endorsed consensus criteria for the classification

of childhood vasculitides. Ann Rheum Dis 2006, 65:936-941.

17. Pillebout E, et al: Addition of cyclophosphamide to steroids provides no benefit

compared with steroids alone in treating adult patients with severe Henoch

Schonlein Purpura. Kidney Int 2010, 78:495-502.

18. F. L.-A. Chia and B. Y.-H. Thong, “The evaluation and management of adult-

onset Henoch-Sch¨onlein purpura,” Current Rheumatology Reviews, vol. 4, no.

1, pp. 71–75, 2008.

19. Ronkainen J, Henoch–Schönlein Purpura in Children: Longterm Outcome and Treatment, University of Oulu, Finland, 2005.

20. Lerma E V et al, Immunoglobulin A Nephropathy & Henoch–Schönlein Purpura, in: Current Diagnosis and Treatment of Nephrology and Hypertension, The McGraw-Hill, 2009.

35

Page 36: HSP Oke 1

21. Shresta S et al, Henoch Schonlein Purpura With Nephritis in Adults: Adverse Prognostic Indicators in a UK Population. Q J Med 2006; 99:253–265.

22. Rai A, Nast C et al, Henoch-Schonlein Purpura Nephritis, J Am Soc Nephrol 10: 2637–2644, 1999.

23. Goel SS, Langford C A, Case Report: A 72 Years Old Man With a Purpuric Rash. Cleveland Clinic Journal of Medicine, No 6. Vol 76, 2009.

24. Huang DC, Yang YH, Lin YT, et al. Cyclosporin A therapy for steroid dependent Henoch–Scho¨nlein purpura. J Microbiol Immunol Infect 2003;36:61–4.

36