hsp oke 1
DESCRIPTION
HSPTRANSCRIPT
HENOCH SCHONLEIN PURPURA
PENDAHULUAN
Henoch Schönlein Purpura (HSP) merupakan suatu kelainan inflamasi yang
dicirikan dengan vaskulitis menyeluruh yang meliputi pembuluh darah kulit, saluran
cerna, ginjal, sendi, dan yang jarang pada paru-paru dan sistem saraf pusat. Menurut
Consensus Conference on Nomenclature of Systemic Vasculitides, HSP merupakan
suatu vaskulitis dengan deposit imun yang didominasi oleh IgA pada pembuluh darah
kecil kulit, saluran cerna serta glomerulus dan berhubungan dengan adanya atralgia
atau arthritis. 1
Henoch Schönlein Purpura disebut juga sebagai purpura anafilaktoid. Istilah ini
diambil dari nama dua orang dokter yang berasal dari Jerman. Pada tahun 1837,
Johan Schönlein menggunakan istilah peliosis rheumatica untuk menggambarkan
beberapa kasus dengan gejala klinis nyeri sendi dan purpura. Pada tahun 1874,
Henoch murid Schönlein menjumpai kasus serupa, namun disertai dengan gejala
nefritis, kolik abdomen, dan melena. Berdasarkan hasil pengamatan bahwa
patogenesis dari penyakit ini, berhubungan erat dengan reaksi hipersensitivitas pada
agen tertentu atau berhubungan dengan sistim imun. 2
ETIOLOGI
Penyebab dari henoch schonlein purpura tidak sepenuhnya dapat dimengerti,
satu teori yang mungkin berkembang adalah respon imun karena terjadinya infeksi.
Dengan kata lain sistem pertahanan tubuh melawan infeksi yaitu sistem imun terus
menyerang sel setelah organisme infeksi menghilang. Sebagai contoh henoch
schonlein purpura mungkin dapat terjadi setelah demam. kuman penyebab demam
menyebabkan sistem imun untuk beraksi. saat sel imun telah membersihkan tubuh
dari sel kuman, mereka normalnya beristirahat. Tetapi pada henoch schonlein purpura
sistem imun berlanjut untuk menyerang sel dalam tubuh, pada kebanyakan kasus
gejala henoch schonlein purpura itu muncul atau memburuk selama infeksi
1
pernafasan atas. Salah satu patogen yang sering menyebabkan HSP adalah
Streptococcus ß hemolyticus, yang terbukti dengan ditemukannya antigen
streptokokus di dalam glome-rulus pasien nefritis HSP. 3,4
Henoch schonlein purpura juga berhubungan dengan gigitan serangga dan
paparan udara dingin. pada kasus lain dapat berkembang setelah seseorang
mendapatkan vaksinasi typhoid, cholera, hepatitis B, atau yellow fever, beberapa
makanan, obat, atau bahan toksin kimia dapat memicu henoch schonlein purpura
sering juga tidak ditemukan penyebab pastinya. 3
Pengetahuan yang meliputi mekanisme pasti dimana compleks immune
berimplikasi pada patogenesis faktor yang merupakan predisposisi beberapa pasien
untuk menimbulkan penyakit ini masih jauh kurang dimengerti. Yang lainnya
melaporkan faktor lain sebagai berikut :
Infeksi : Bakteri ( Group A beta hemolytic streptococci, Campylobacter
jejuni, Yersinia species, Mycoplasma pneumoniae, dan Helicobacter pylori
(dilaporkan pada satu pasien ) Virus (Varicella, hepatitis B, Epstein-Barr
virus, dan parvovirus B19
Obat ( Ampicillin penicillin, erythromycin, quinines, dan chlorpromazine )
Neoplasma ( Leukemia dan Limfoma )
Solid tumor ( Ductal carcinoma of the breast, bronchogenic carcinoma,
adenocarcinoma of the prostate, adenocarcinoma of the colon, renal cell
carcinoma, cervical carcinoma, melanoma )
Makanan : Sensitifitas terhadap makanan yang mengandung salisilat
Lainnya : kehamilan, demam mediterania familial, dan cryoglobulinemia.2,5
EPIDEMIOLOGI
Henoch Schonlein Purpura ( HSP ) merupakan suatu vaskulitis sistemik dengan
karakteristik dijumpai deposisi kompleks imun yang mengandung antibodi IgA pada
kulit dan ginjal. Umumnya diderita oleh anak usia 3-10 tahun, dengan predominasi
2
anak laki-laki dibandingkan perempuan ( 1,2:1). Insidens HSP bervariasi dari 13,5-
24/100.000 kasus/ tahun. Kira-kira 100 kali lebih banyak dari pada orang dewasa. 6
Insiden usia puncak adalah 4-6 tahun dan 90% dari kasus HSP terjadi sebelum
usia 10 tahun. Di seluruh dunia, Africa-Karibia memiliki insiden lebih rendah
sementara orang Asia memiliki insiden tertinggi. Di Amerika Utara, kejadian ini 13,5
per 100.000 anak dan Kaukasia memiliki tertinggi insiden infeksi sementara Afro-
Amerika memiliki insiden terendah. HSP ini paling sering terlihat di musim dingin
dan musim semi. Pada orang dewasa, kejadian bervariasi antara 3,4-14,3 per juta
penduduk. 7,8
PATOGENESIS
Henoch-schonlein purpura merupakan vaskulitis yang dalam proses
patogenesisnya berperan beberapa mediator misal : Interleukin ( sitokin ) yaitu suatu
molekul yang dihasilkan oleh sel yang teraktivasi oleh respons imun yang dapat
berpengaruh terhadap mekanisme imunologi selanjutnya. Interleukin yang berperan
pada vaskulitis ialah : IL-1, IL-2, IL-6, IL-4, TNF alfa, dan Interferon gamma.
Sedangkan mediator inflamasi lainnya yang terlibat dalam terjadinya vaskulitis
misalnya histamin, serotonin, PAF dan endotelin. (4)
Namun secara umum diakui sebagai akibat deposisi imun kompleks akibat
polimer IgA1 pada kulit, saluran gastrointestinal, dan kapiler glomerulus. Pada pasien
sehat, IgA banyak ditemukan pada sekret mukosa namun dalam konsentrasi yang
relatif rendah. Imunoglobulin A memiliki dua isotipe, yaitu IgA1 dan IgA2. Sekitar
60% IgA dalam sekret adalah IgA2 yang umumnya berupa polimer sedangkan IgA
serum umumnya berupa IgA1 yang 90% berupa monomer. Deposisi kompleks imun
IgA terjadi berdasarkan peningkatan sintesis IgA atau penurunan klirens IgA.
Peningkatan sintesis IgA oleh sistem imun mukosa sebagai respon terhadap paparan
antigen pada mukosa dipikirkan merupakan mekanisme yang terjadi pada PHS.
Hiperaktivitas sel B dan sel T terhadap antigen spesifik dilaporkan berperan dalam
terjadinya PHS dan nefropati IgA. Antigen tersebut antara lain berupa antigen bakteri,
protein dalam makanan seperti gliadin, dan komponen matriks ekstraselular seperti
3
kolagen dan fibronektin. Beberapa studi mengemukakan terdapat peningkatan
produksi IgA dalam sel mukosa dan tonsil, sedangkan studi lainnya mendapatkan
penurunan produksi IgA dalam sel mukosa namun terjadi peningkatan produksi IgA
dalam sumsum tulang. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan kadar IgA serum
yang meningkat sampai 40%-50%. Selain itu, juga didapatkan gangguan pengikatan
IgA1 oleh reseptor asialoglycoprotein di hati, yang berfungsi pada klirens IgA dari
sirkulasi. Kompleks imun IgA dalam kapiler dapat merupakan akibat deposisi
kompleks imun yang berasal dari sirkulasi ataupun pembentukan kompleks imun in
situ dalam glomerulus. Kadar IgA di sirkulasi yang tinggi tidak cukup menyebabkan
terjadi deposisi IgA dalam mesangium. Dibuktikan pada pasien dengan HIV atau
mieloma dengan kadar IgA yang rendah tidak memiliki deposit kompleks imun IgA
pada mesangium. Perubahan pada struktur biokimia IgA merupakan penyebab terjadi
deposisi IgA dalam kapiler. Kelainan terebut akan menyebabkan terjadi deposit di
dalam mesangium dan menyebabkan kerusakan lebih lanjut. Mediator inflamasi
seperti interleukin-1 ( IL-1 ), IL-6, platelet-derived growth factor, tumor necrosis
factor, free radicals, prostanoid, leukotriens, membrane attack complex ( C5b-9 ), dan
circulating immunostimulatory protein ( 90K ) menyebabkan terjadi kerusakan pada
glomerulus lebih lanjut. Deposit C3 dan properdin tanpa ada C1q dan C4 merupakan
keadaan yang khas dan menandakan jalur alternatif komplemen teraktivasi. (6)
GEJALA KLINIK
Kulit paling sering terlibat dimulai dengan eritem, makula, urtikaria tipe
erupsi. Lesi kemudian menyatu dan berkembang menjadi ekimosis yang khas dan /
atau purpura teraba. Lesi dengan distribusi simetris pada daerah tekanan seperti
ekstremitas atas dan bawah serta sering disertai oleh edem pada kedua ekstremitas,
hemoragik , lesi kulit nekrotik terjadi pada 35% kasus. Arthritis / arthralgia ,
manifestasi paling umum kedua , terjadi pada 61 % kasus . Ini biasanya bersifat
sementara atau migrasi , oligoarticular dan nondeformasi tetapi sering terkait dengan
pembengkakan periartikular dan nyeri tanpa efusi. 9,10
Keterlibatan gastrointestinal adalah gejala khas HSP. Dapat terjadi pada sekitar
48 % kasus. Gejala yang paling umum adalah nyeri kolik atau perdarahan dari ulkus
4
pada duodenum atau ileum dan / atau rektum. Dapat juga disertai dengan perdarahan
submukosa dan edema atau dengan vaskulitis. Pada sekitar 8 % dari kasus gejala
biasanya berkembang sekitar satu minggu setelah timbulnya ruam. Pada pemeriksaan
endoskopi dan kolonoskopi dapat dijumpai inflamasi, perdarahan submukosa, ulkus
dapat membantu menegakkan diagnosis. Intususepsi dapat terjadi pada usia lanjut ,
sering menyajikan sebagai keadaan akut abdomen dan mungkin memerlukan evaluasi
radiologis. HSP juga telah dikaitkan dengan sirosis bilier primer dan kelainan transien
tes fungsi hati . 10,11,12
Gangguan ginjal adalah komplikasi yang paling serius berkisar dari hematuria
mikroskopik dan proteinuria sampai menjadi sindrom nefrotik. Gejala gangguan
ginjal dapat terjadi pada 30 % penderita HSP dewasa. Keaadaan ini dapat dijumpai
dalam waktu 2 bulan dan 6 bulan setelah timbul ruam. Patologi yang paling sering
ditemukan pada ginjal adalah mesangial atau endocapillary glomerulonefritis
proliferatif. 10
Beberapa studi telah mengemukakan bahwa genetik tertentu dan keterlibatan
sitokin-sitokin proinflamasi seperti antagonis reseptor IL1 , IL8 atau IL1 beta
berkaitan dengan peningkatan risiko keterlibatan ginjal. Adanya kerusakan ginjal dan
hematuria pada awal, nyeri perut, raum-ruam kuliut yang menetap, patologi ginjal
dengan nekrosis fibrinoid dan glomeruli sklerotik adalah prediktor signifikan dari
penyakit ginjal pada pasien HSP. 10,13
Gejala klinik lain dapat melibatkan paru , jantung, nyeri skrotum , sistem syaraf
pusat seperti sakit kepala, kejang. Keterlibatan paru dapat bermanifestasi sebagai
perdarahan alveolar difus dan kadang pneumonia interstitial seperti biasa atau fibrosis
interstitial. 14
DIAGNOSIS
Ada dua kriteria yang diusulkan untuk menegakkan diagnosis HSP :
1. Berdasarkan American College of Rheumatology Tahun 1990 adalah :
Dua atau lebih dari kriteria berikut :
a) Usia 20 tahun atau kurang onset penyakit
b) Purpura yang teraba
5
c) Nyeri perut akut dengan perdarahan gastrointestinal
d) Biopsi menunjukkan granulosit di dinding arteriol kecil atau venula di
lapisan permukaan kulit
2. Berdasarkan European League Against Rheumatism ( EULAR ) dan Pediatric
Rheumatology Society ( Pres ) 2006 adalah :
Ditemukan purpura teraba dengan ekstremitas bawah ditambah setidaknya
satu dari kriteria berikut:
a) Nyeri perut yang difus
b) IgA deposisi pada biopsi
c) Arthritis / arthralgia
d) Keterlibatan ginjal (hematuria dan / atau proteinuria) .
Diagnosis biasanya didasarkan pada gejala klinis dengan biopsi jaringan
menunjukkan vaskulitis leukocytoclastic terkait dengan deposisi IgA ( dengan
imunofluoresensi ) . Biopsi kulit harus diperoleh dari lesi kurang dari 24 jam tua dan
biasanya menunjukkan klasik vasculitis leukocytoclastic dalam venule postcapillary
dengan Deposisi IgA. Analisis urin dapat berupa hematuria mikroskopik dan
proteinuria. Biopsi ginjal harus dilakukan untuk diagnostik pasti pada gangguan
ginjal berat seperti sindrom nefrotik. Endoskopi dan kolonoskopi memainkan peran
utama dalam membantu diagnosis pasien dengan keterlibatan gastrointestinal. Tidak
ada tes khusus untuk diagnostik HSP. Peningkatan IgA serum telah dikaitkan dengan
HSP pada sekitar 60 % kasus. Faktor koagulasi dan jumlah trombosit biasanya
normal. Penanda inflamasi seperti Laju Endap Darah ( LED ) dan C reactive protein
( CRP ) sering tinggi. 10,15
PENATALAKSANAAN
Umumnya dapat sembuh sendiri ( self –limited ) paling lama antara 6 – 16
minggu. Pengobatan bersifat suportif dengan menghindari aspirin serta senyawa-
senyawanya. Adanya keluhan nyeri sendi dapat diberikan NSAID sedangkan steroid
dapat diberikan pada kedadaan yang lebih berat. Keadaan gangguan ginjal yang
progresif sukar pengobatannya kadang tidak respon dengan steroid. Pemberian
6
agresif dengan high dose steroid dan obat sitostatik dapat diberikan pada kasus
dengan prognosa buruk yaitu: proteinuria > 1 gram /hari. (4)
Tujuan utama dari pengobatanya adalah untuk mengurangi gejala seperti nyeri
sendi, nyeri abdomen atau pembengkakan. pada kebanyakan kasus kita bisa
menggunakan acetaminophen untuk nyeri. (3)
Dalam kasus-kasus ringan nonsteroid sebagai agen antiinflamasi mungkin
cukup . Colchicine adalah pengobatan pilihan ketika lesi kulit yang parah. Colchicine
dapat menghambat polymorphonuclear leukocyte kemotaksis dengan menghambat
pembentukan spindle, memblokir lisosom pembentukan dan menstabilkan membran
lisosom. Efek penekanan dari colchicine pada jalur inflamasi dapat memperlihatkan
kemajuan pada lesi kulit. Dapson juga telah digunakan untuk mengobati vaskulitis
pada HSP yang memiliki efek antioksidan dan dapat menekan radikal bebas dalam
neutrofil . Hal ini juga menghambat sintesis IgG dan IgA antibodi dan prostaglandin
D2. Glukokortikoid ( seperti prednison dengan dosis 1-2 mg / kg setiap hari ) telah
digunakan untuk mengobati gejala gastrointestinal berhasil. Terapi agresif dengan
siklofosfamid atau kortikosteroid belum terbukti dapat bermanfaat pada penyakit
ginjal. Plasmapheresis dan immunoglobulin telah digunakan dalam kombinasi pada
HSP yang refrakter. 10,16
PROGNOSIS
Secara umum, sebagian besar kasus HSP dengan prognosis yang baik dan
tingkat kelangsungan hidup lima tahun adalah 95%. Sepertiga dari pasien mengalami
kambuh yang lebih ringan biasanya dalam waktu 4 bulan dan melibatkan organ yang
sama. Prognosis tergantung pada usia onset, tingkat keterlibatan ginjal, tingkat
keterlibatan kulit, terutama di atas garis pinggang, keterlibatan gejala neurologik, dan
ketidakseimbangan immunoglobulin. Pada orang dewasa tingkat kelangsungan hidup
75% yang juga dipengaruhi oleh kondisi komorbiditas lainnya. 9,18
Keadaan khusus yang memperpuruk prognosis dari HSP yaitu : 9,18
Usia lebih dari 8 tahun
Relaps
Tingkat kreatinin lebih tinggi di awal
7
Proteinuria lebih besar dari 1 g / hari
Hematuria, anemia pada saat diagnosis
Hipertensi
Glomerulonefritis Membranoproliferatif
Demam pada saat ruam muncul
Purpura atas pinggang
Purpura persistent
Peningkatan sedimentasi urin
Konsentrasi Peningkatan IgA dengan mengurangi IgM konsentrasi pada saat
diagnosis
Penurunan faktor XIII
ILUSTRASI KASUS
8
Telah di rawat seorang pasien laki-laki berumur 38 tahun di Bangsal Penyakit
Dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang sejak tanggal 17 Maret 2014 dengan:
Keluhan Utama:
Bercak-bercak kemerahan meningkat pada seluruh tubuh sejak 4 minggu yang
lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang
Bercak-bercak kemerahan meningkat pada seluruh tubuh sejak 4 minggu yang
lalu, bercak kemerahan tidak disertai rasa gatal dan nyeri, bercak kemerahan
muncul awalnya pada punggung kaki kiri dan menyebar.
Awalnya 4 minggu yang lalu pasien mengalami demam tinggi, demam hilang
timbul, tidak menggigil dan tidak berkeringat, 2 hari kemudian muncul bercak
kemerahan pada kedua punggung kaki pasien, bercak kemerahan tidak disertai
rasa gatal dan nyeri, pasien kemudian berobat kebidan dan diberikan obat suntik
sebanyak 1 kali, namun pasien tidak tahu nama obatnya, dan pasien juga
diberikan obat tablet sebanyak 3 macam, 2 obat berwarna putih, 1 obat
berwarna kuning, diminum 3 kali sehari selama 3 hari. Setelah obat habis
keluhan demam tidak hilang, dan bercak kemerahan bertambah banyak dan
bertambah meluas pada paha pasien. 4 hari kemudian pasien berobat ke dukun
kampung dan diberikan ramuan tradisional yang terdiri sadah, air kelapa yang
dioleskan pada bercak kemerahan tersebut sebanyak 2 x sehari selama 3 hari,
namun bercak kemerahan tidak berkurang, saat ini pasien tidak demam.
Nyeri sendi sejak 2 minggu yang lalu, nyeri dirasakan sepanjang hari, nyeri
sendi tidak dipengaruhi aktifitas dan istirahat, nyeri sendi dirasakan pasien
terutama pada siku dan lutut pasien serta jari-jari tangan pasien terasa kaku,
bengkak pada sendi-sendi pasien tidak ada.
Mual dan muntah meningkat sejak 12 hari yang lalu, frekuensi > 5x sehari,
banyaknya ± ½ gelas, muntah disertai bercak darah, berisi apa yang dimakan
dan diminum.
9
Nyeri perut sejak 12 hari yang lalu, nyeri dirasakan pasien berpindah-
pindah,nyeri tidak menjalar, nyeri paling sering dirasakan dibagian tengah perut
sampai ke ulu hati, nyeri tidak dapat ditunjuk dengan jari, nyeri perut
bertambah bila diisi makanan.
Buang air besar encer sejak 12 hari yang lalu, frekuensi > 5x sehari, berlendir,
berwarna coklat dan kehitaman. Kemudian pasien berobat ke matri dan
diberikan obat sebanyak 4 macam, 2 tablet warna putih dan 2 tablet warna
hijau, diminum 3x sehari. Pasien hanya minum obat tersebut selam 1 hari
karena keluhannya tidak berkurang bahkan bercak kemerahan pada tubuh
pasien semakin meluas ke dada dan tangan pasien.
Buang air kecil lebih sering dari biasa sejak 10 hari yang lalu, buang air kecil
berbusa, berwarna kemerahan tidak ada, nyeri buang air kecil tidak ada.
Sembab pada kedua tungkai sejak 10 hari yang lalu.
Nafsu makan menurun sejak 10 hari yang lalu, pasien biasanya makan 3x sehari
sebanyak namun saat ini pasien hanya makan2 x sehari, sebanyak 4-5 sendok/
kali makan.
Riwayat digigit serangga sebelum muncul bercak kemerahan tidak ada.
Riwayat gusi, hidung, muntah berdarah tidak ada.
Riwayat nyeri tenggorokan, batuk, dan pilek sebelum muncul bercak
kemerahan tidak ada.
Riwayat rambut rontok tidak ada.
Riwayat kemerahan pada muka dan silau bila terkena cahaya matahari tidak
ada.
Riwayat sering sariawan pada mulut tidak ada.
Penurunan berat badan tidak ada.
Sesak nafas tidak ada.
10
Pasien sebelumnya berobat ke RS Yos Sudarso pada 4 hari yang lalu, pasien
hanya dirawat selama 1 hari, dan pulang atas permintaan sendiri, kemudian
pasien beobat ke dokter spesialis kulit dan kelamin, pasien diberi obat lameson
2x8 mg, ponstan 2x500mg, dan dirujuk ke RSUP Dr. M. Djamil Padang. Pasien
dirawat di bagian kulit dan kelamin selama 2 hari, kemudian pasien
dikonsulkan ke bagian penyakit dalam ( sub bagian alergi imunologi ) dengan
diagnosis henoch schonlein purpura, melena ec steroid dan telah dilakukan
biopsi kulit serta pemeriksaan swab tenggorok, pasien diberikan pengobatan
metilprednisolon 2x8 mg, ponstan 2x500 mg, ranitidin 2x150 mg, salep
klobetasol 2x sehari.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat alergi dengan makanan, udara dingin atau panas, dan obat-obatn
sebelumnya disangkal.
Riwayat pernah mengalami keluhan bercak-bercak kemerahan pada kulit
sebelumnya tidak ada.
Riwayat sering sembab dimata pada pagi hari tidak ada.
Riwayat mengalami luka yang lambat berhenti darahnya tidak ada.
Riwayat menderita sakit kuning tidak ada.
Riwayat menderita sakit maag sebelumnya tidak ada.
Riwayat menderita sakit asma bronkial tidak ada.
Riwayat hipertensi tidak ada.
Riwayat sakit kencing manis tidak ada.
Riwayat Pengobatan
Riwayat minum obat penghilang rasa sakit dalam jangka waktu lama dan jamu-
jamuan sebelumnya tidak ada.
11
Riwayat minum obat rutin dalam jangka waktu lama tidak ada.
Riwayat tranfusi darah sebelumnya tidak ada.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang mempunyai keluhan bercak-bercak kemerahan
yang muncul pada tubuh seperti pasien.
Riwayat Pekerjaan, ekonomi, kebiasaan, dan perkawinan
Pasien adalah seorang pedagang kebutuhan harian di kepulauan nias, dengan
penghasilan rata-rata 50.000,-/ hari
Pasien seorang perokok sejak ± 20 tahun yang lalu, rata-rata merokok 1
bungkus/ hari, sejak 1 tahun ini pasien tidak merokok.
Pasien rutin donor darah, pasien terakhir donor darah 7 bulan yang lalu
Riwayat seks bebas tidak ada.
Riwayat menggunakan narkoba suntik dan minum alkohol tidak ada.
Pasien memiliki 1 orang istri, dan 2 orang anak.
Pemeriksaan Umum
Kesadaran : CMC
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 80x/menit, teratur, pengisian cukup
Nafas : 20x/menit
Suhu : 36,7 °C
Keadaan umum : baik
Keadaan gizi : sedang
Berat badan : 73 kg
Tinggi badan : 175 cm
BMI : 23,8 (overweight)
Edema : (-)
Ikterik : (-)
Anemis : (-)
12
Sianosis : (-)
Kulit : purpura, papul-papul eriterma, krusta hitam, skuama
hampir pada seluruh tubuh dengan ukuran
bermacam-macam, kalor (-), rubor (-), tumor (-),
dolor (-), fungsiolesa (-)
Kelenjar getah bening : tidak teraba pembesaran KGB
Kepala : normocephal, tidak ada benjolan
Rambut : hitam, tumbuh merata, tidak mudah dicabut,
alopesia (-)
Mata : konjunctiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Telinga : auricula normal, meatus externa tidak hiperemis
Hidung : deviasi septum tidak ada
Tenggorokan : faring tidak hiperemis, T1/T1
Gigi dan mulut : caries (-), atropi papil (-), hipertropi ginggiva (-)
Leher : JVP 5 - 2 cmH2O, kelenjar tiroid tak teraba
Paru Depan
Inspeksi : Statis : simetris, kiri = kanan Normal
Dinamis : pergerakan kiri = kanan Normal
Palpasi : Fremitus kiri = kanan Normal
Perkusi : Sonor, batas pekak hepar di RIC VI kanan
Auskultasi : Vesikuler, ronki (-/-), wheezing (-/-)
Paru Belakang
Inspeksi : Statis : simetris, kiri = kanan Normal
Dinamis : pergerakan kiri = kanan Normal
Palpasi : Fremitus kiri = kanan Normal
Perkusi : Sonor, peranjakan paru 2 jari
13
Auskultasi : Vesikuler, ronki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung :
Inspeksi : iktus tidak terlihat
Palpasi : iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V, luas 1 ibu jari, tidak
kuat angkat
Perkusi : batas jantung atas RIC II, kanan Linea Sternalis Dekstra, kiri
1 jari medial LMCS RIC V, pinggang jantung (+)
Auskultasi : bunyi jantung murni, irama jantung reguler, HR 80x/i
M1 > M2, P2 <A2
Abdomen
Inspeksi : Tidak membuncit
Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (+), nyeri lepas (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Punggung : nyeri tekan, nyeri ketok sudut CVA tidak ada
Alat kelamin : tidak ada kelainan
Anus : tidak ada kelainan
Anggota gerak : reflek fisiologis(+/+) N, reflek patologis (-/-) N, edema (+/+),
Hasil laboratorium dan pemeriksaan penunjang :
Darah :
Hemoglobin : 13,4 gr/dl
Hematokrit : 40 %
Leukosit : 16.200 / mm3
Trombosit : 393.000/mm3
LED : 19 mm/jam
Hitung jenis : 0/0/0/89/11/0
Urinalisis :
14
Leukosit : 1-2 /LPB Eritrosit : 0-1 /LPB
Epitel : (+) gepeng Silinder : hyalin 1-2/LPB
Protein : (++) Glukosa : (-)
Kristal : (-) Bilirubin : (-)
Urobilinogen : (+)
Feses :
Makroskopik : warna kuning, konsistensi lembek, darah (-)
Mikroskopik : eritrosit (-), leukosit (-), telur cacing (-)
EKG
Irama : sinus - T inverted (-)
HR : 84 x /1’ - ST elevasi (-)
Aksis : normal - ST depresi (-)
Gel P : normal - Q patologis(-)
PR interval : 0,16 detik - SV1 + RV6 < 35 mm
QRS komplek : 0,06 detik - R/S di V1 < 1
Kesan : Dalam batas normal
Skor Daldiyono : 1
Daftar Masalah :
Purpura
Vomite
Gastroenteritis akut
Arthralgia
Edem tungkai
Proteinuria
Overweight
Diagnosis Kerja :
15
Henoch scholein purpura
Glomerulonefritis ec Henoch schonlein purpura
Gastritis Akut
Gastroenteritis akut ec coliform dengan dehidrasi ringan
Diagnosis Banding :
Lupus eritematosus sistemik
Drug Induced vaskulitis
Rheumatoid arthritis
Suspek DIC
IgA Nefropati
Ulkus peptikum
Gastroenteritis akut ec intoleransi makanan
Terapi :
Istirahat / Diet Lambung II 2000 kkal ( Karbohidrat 300 gr, Protein 75 gr,
Lemak 55 gr )
IVFD NaCl 0,9 % 8 jam/ kolf
Inj. Omeprazol 1x 40 mg
Domperidon 3x 10 mg
Sukralfat sirup 3x 500 mg
Paracetamol 3x 500 mg
Metilprednisolon 2x 8 mg
Klobetasol salep 2x sehari
Pemeriksaan Anjuran :
Urinalisis
16
Rontgen thorak
Ureum dan kreatinin
SGOT, SGPT, Albumin dan Globulin
Elektrolit ( Na, K, Cl, Ca )
PT, APTT, D-Dimer
Benzidine tes
Kultur feces
Swab tenggorok
ASTO
CRP
Rheumatoid faktor
ANA test
IgA serum
Biopsi kulit
Esophagogastroduodenoskopi
Follow Up
19 April 2014
S/ bercak kemerahan (+), nyeri sendi (+), nyeri perut (+), mual dan muntah (+),
menret (+), demam (-), sesak nafas (-)
O/ KU sedang Kesadaran: cmc TD : 120/80 mmHg
Nadi 80x /menit’ reguler Nafas : 18 x/1’ Suhu : 36,8oC
Kulit : purpura, papul eritem, krusta hitam, skuama dengan ukuran yang bermacam-
macam hampir pada seluruh tubuh
Abdomen : nyeri perut (+), nyeri lepas (-)
17
Extremitas : edem pada kedua tungkai
Konsul Konsultan Alergi Imunologi
Kesan : Henoch scholein purpura
Advis :
- Cek ANA tes dan IgA serum
- PT, APTT, D-Dimer
- Cek HbsAg dan Anti HCV
- Ureum dan kreatinin
- Urinalisis ulang
- Terapi metilprednisolon lanjut
Jam 9.54 WIB
Hasil laboratorium :
Hemoglobin : 12,7 gr/dl
Hematokrit : 34,5 %
Leukosit : 19.350 / mm3
Trombosit : 475.000/mm3
PT : 11,3 detik
APTT : 28,6 detik
D-Dimer : 3,8 ųg/mL
Urinalisis :
Leukosit : 4-6 /LPB Eritrosit : 80-100 /LPB
Epitel : (+) gepeng Silinder : (-)
Protein : (+++) Glukosa : (-)
Kristal : (-) Bilirubin : (-)
18
Urobilinogen : (+)
Kesan :
- Proteinuria
- Hematuria mikroskopik
- Sugestif DIC
Keluar Hasil Rontgen Thorak : Cor dan pulmo dalam batas normal
Follow up
21 April 2014
S/ bercak kemerahan (+), nyeri sendi (+), nyeri perut (+), mual dan muntah (+),
mencret (+), demam (-), sesak nafas (-)
O/ KU sedang Kesadaran: cmc TD : 130/70 mmHg
Nadi 100x /menit’ reguler Nafas : 18 x/1’ Suhu : 37,2oC
Kulit : purpura, papul eritem, krusta hitam, skuama dengan ukuran yang bermacam-
macam hampir pada seluruh tubuh
Abdomen : nyeri perut (+), nyeri lepas (-)
Extremitas : edem pada kedua tungkai
Konsul Konsultan Ginjal Hipertensi
Kesan : IgA Nefropati
Advis :
- Cek IgA
- Esbach
Terapi :
- Metilprednisolon 0,8 mg/ kgbb/ hari ( dibagi dalam 3 dosis )
- Lisinopril 1x5 mg
19
Konsul Konsultan Rheumatologi
Kesan : Kriteria ACR tentang Henoch schonlein purpura terpenuhi
Advis :
- Metilprednisolon 0,8 mg/ kgbb/ hari ( dibagi dalam 3 dosis )
- Omeprazole 2x 40 mg
- Paracetamol 3x1000 mg
Konsul Konsultan Penyakit Tropik dan Infeksi
Kesan : Gatroenteritis akut tipe coliform dehidrasi ringan
Advis :
- Kultur feces
- Terapi lanjut
Keluar Hasil Laboratorium :
Natrium : 131 mmol/L Kalium : 3,5 mmo/L Clorida : 99 mmol/L
Calcium : 8,1 mg/dl Albumin : 2,9 g/dl Globulin : 2,4 g/dl
SGOT : 30 u/L SGPT : 62 u/L Ureum : 25 mg/dl
Creatinin : 0,8 mg/dl ASTO : negatif CRP : positif
Faktor rheumatoid : negatif HbsAg : non reaktif Anti HCV : 0,05
Benzidine tes : (+)
Follw up
Tanggal 22 April 2014
S/ bercak kemerahan (+), nyeri sendi (+), nyeri perut (+), mual dan muntah (+),
mencret (+), demam (-), sesak nafas (-)
O/ KU sedang Kesadaran: cmc TD : 120/80 mmHg
20
Nadi 88x /menit’ reguler Nafas : 18 x/1’ Suhu : 37oC
Kulit : purpura, papul eritem, krusta hitam, skuama dengan ukuran yang bermacam-
macam
Abdomen : nyeri perut (+), nyeri lepas (-)
Extremitas : edem pada kedua tungkai
Keluar hasil swab tenggorok : steptococus alpha hemolyticus
Keluar hasil Biopsi kulit : tampak jaringan dilapisi epitel berlapis gepeng yang
mengalami hiperkeratosis, dibawahnya tampak jaringan ikat fibrokolagen padat yang
mengandung kelenjar sudorifera dan folikel rambut, tampak kapiler- kapiler yang
dikelilingi infiltrat neutrofil, limfosit, dan jaringan nekrotik (karyohexis), sel endotel
yang edem.
Kesimpulan : gambaran diatas dapat ditemukan pada Henoch schonlein purpura
Keluar Hasil Esofagogastroduodenoskopi : submukosa hiperemis
Konsul Konsultan Gastroenterohepatologi
Kesan : Esofagitis LA-C
Perdarahan submukosa
Terapi :
- Lansoprazole 1x 30 mg
- Sukralfat 3 x CI
Konsul Konsultan Hematologi dan onkologi medik
Kesan : Purpura ec ?
Advis :
- Evaluasi diagnosis banding purpura
21
- Suspek hiperkoagulable state
- Cek PT/APTT/D-Dimer/ Agregasi trombosit
- Untuk saat ini pemberian antikoagulan tidak dianjurkan karena pasien masih
pendarahan
Follw up
Tanggal 23 April 2014
S/ bercak kemerahan (+) ↓, nyeri sendi (+) ↓, nyeri perut (+), mual dan muntah (-),
mencret (-), demam (-), sesak nafas (-)
O/ KU sedang Kesadaran: cmc TD : 130/80 mmHg
Nadi 88x /menit’ reguler Nafas : 22 x/1’ Suhu : 37oC
Kulit : purpura, papul eritem kecoklatan, krusta hitam, skuama dengan ukuran yang
bermacam- macam pada tangan dan kaki
Abdomen : nyeri perut (+), nyeri lepas (-)
Extremitas : edem pada kedua tungkai
Follw up
Tanggal 24 April 2014
S/ bercak kemerahan (+) ↓, nyeri sendi (+) ↓, nyeri perut (+), mual dan muntah (+),
mencret (+), demam (-), sesak nafas (-)
O/ KU sedang Kesadaran: cmc TD : 130/80 mmHg
Nadi 90x /menit’ reguler Nafas : 20 x/1’ Suhu : 37,2oC
Kulit : purpura, papul eritem kecoklatan, krusta hitam, skuama dengan ukuran yang
bermacam- macam pada tangan dan kaki
Abdomen : nyeri perut (+) ↓, nyeri lepas (-)
Extremitas : edem pada kedua tungkai
22
Keluar Hasil kultur feces : E.Coli
Keluar Hasil Laboratorium:
- Esbach : 4,5 gr/24 jam
- IgA serum: 339 mg/dl ( 50- 450 mg/dl )
- ANA tes : negatif
Kesan : proteinuria masif
Konsul Konsultan Ginjal Hipertensi
Kesan : Pikirkan juga
- TB Ginjal
- Nefrolithiasis
Advis :
- BTA urin
- USG Ginjal
- Urinalisis ulang
Terapi : Lanjut
Follw up
Tanggal 25 April 2014
S/ bercak kemerahan (+) ↓ pada kedua kaki, nyeri sendi (+), nyeri perut (+), mual dan
muntah (-), mencret (-), demam (-), sesak nafas (-)
O/ KU sedang Kesadaran: cmc TD : 130/90 mmHg
Nadi 86x /menit’ reguler Nafas : 18 x/1’ Suhu : 37oC
Kulit : purpura, papul eritem kecoklatan, krusta hitam, skuama dengan ukuran yang
bermacam- macam pada kaki, pada tangan sudah berkurang
Abdomen : nyeri perut (+), nyeri lepas (-)
23
Extremitas : edem ↓ pada kedua tungkai
DISKUSI
Telah dirawat seorang pasien laki-laki 38 tahun dibangsal penyakit dalam
RSUP Dr. M. Djamil Padang sejak 15 April 2014 dengan diagnosis :
Henoch Schonlein Purpura
24
Glomerulonefritis ec Henoch Scholein Purpura
Diagnosis ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang. Dari anamnesa adanya bercak-bercak kemerahan meningkat
pada seluruh tubuh sejak 4 minggu yang lalu, bercak kemerahan tidak disertai rasa
gatal dan nyeri, bercak kemerahan muncul awalnya pada punggung kaki kiri dan
menyebar. Awalnya 4 minggu yang lalu pasien mengalami demam tinggi, demam
hilang timbul, tidak menggigil dan tidak berkeringat, 2 hari kemudian muncul bercak
kemerahan pada kedua punggung kaki pasien, bercak kemerahan tidak disertai rasa
gatal dan nyeri, pasien kemudian berobat kebidan dan bercak kemerahan bertambah
banyak dan bertambah meluas pada paha pasien. Nyeri sendi, mual, muntah, nyeri
perut terus menerus dan nyeri perut bertambah bila diisi makanan, disertai mencret
berlendir, berwarna coklat dan kehitaman, buang air kecil lebih sering dari biasa,
sembab pada kedua tungkai, riwayat digigit serangga sebelum muncul bercak
kemerahan tidak ada.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan kesadaran kompos mentis, tekanan darah
130/80 mmHg, nadi 80 x/menit, respirasi 20 x/menit dan temperatur 36,7 0 C. Pada
pemeriksaan kulit didapatkan purpura, papul-papul eritema, krusta hitam, skuama
hampir pada seluruh tubuh dengan ukuran bermacam-macam, pada pemeriksaan
thorax masih dalam batas normal, pada pemeriksaan abdomen didapatkan distensi,
bising usus dalam batas normal, nyeri tekan diseluruh abdomen. Pemeriksaan kedua
eksterimitas bawah didapatkan odema dan purpura kemerahan multipel berbentuk
bulat, tidak hilang dengan penekanan serta berbatas tegas dengan ukuran bervariasi di
kedua kaki. Pada hari kelima perawatan bintik kemerahan di kaki dan kedua tangan
membaik.
Pemeriksaan laboratorium rutin saat awal didapatkan: Hemoglobin: 13,4 gr/dl,
Hematokrit: 40 %, Leukosit : 16.200 / mm3 , Trombosit : 393.000/mm3, LED: 19
mm/jam Hitung jenis: 0/0/0/89/11/0, urinalisis didapatkan: Protein: (++), Leukosit :
1-2 /LPB, Eritrosit: 0-1 /LPB, Epitel: (+) gepeng, Silinder: hyalin 1-2/LPB, feces
25
rutin: warna kuning, konsistensi lembek, darah (-), eritrosit (-), leukosit (-), telur
cacing (-)
Pada hari ke 2 rawatan didapatkan Hemoglobin: 12,7 gr/dl, urin menjadi (+++),
eritrosit urin 80-100/ LPB dan leukosit urin 4-6/LPB, benzidine (+). Pemeriksaan
PT : 11,3 detik, APTT 28,6 detik, D-Dimer 3,8 ug/ml, SGPT 62 U/L, albumin 2,9
g/dl, ASTO (-), CRP (+), HbSAg (-), Anti HCV 0,05. Pemeriksaan darah lengkap
serial dan benzidine tes yang (+) menunjukkan penurunan hemoglobin seiring dengan
adanya perdarahan saluran cerna. Foto Thorax dalam batas normal. Pemeriksaan
Gastroscopy ditemukan perdarahan submukosa, esofagitis LA-C, pemeriksaan swab
tenggorok ditemukan streptococus alpha hemolytic.
Pemeriksaan imunologi ANA test memberikan hasil negatif. Biopsi kulit sesuai
dengan gambaran leukocytoclastic vasculitis. Keseluruhan data mendukung diagnosis
Henoch Schonlein Purpura yang termanifestasi dengan purpura, nyeri sendi, nyeri
abdomen, perdarahan saluran cerna serta gangguan ginjal akibat terjadinya vaskulitis
sistemik. Diagnosis pasien ini ditegakkan sesuai dengan kriteria American College
Rheumatology 1990 dan European League Against Rheumatism ( EULAR ) dan
Pediatric Rheumatology Society ( PRES ) 2006. Awalnya penderita mendapat terapi
metilprednisolon 2x8 mg, namun dengan klinis pasien tidak ada perbaikan kemudian
dosis metilprednisolon ditingkatkan menjadi 0,8 mg/kgbb/ hari ( dibagi dalam 3 dosis
). Setelah penderita mendapatkan terapi metilprednisolon 3x 20 mg dimulai pada hari
keempat perawatan klinis pasien mengalami perbaikan. Terapi lainnya yang diberikan
adalah asam folat 1x5 mg, lisinopril 1x5 mg, osteocal 1x1000 mg, serta obat-obat
saluran cerna seperti omeperazole 2 x 40 mg i.v, Domperidon 3x 10 mg dan sucralfat
3 x CI. Pada pasien ini juga terjadi hiperkoagulable state ditandai dengan peningkatan
D-Dimer, keadaan ini kemungkinan disebabkan oleh disfungsi endotel, seharusnya
diberikan pengobatan antikoagulan, namun pada pasien ini tidak diberikan karena
pasien masih mengalami pendarahan.
HSP muncul paling sering pada anak-anak dan muncul dengan lesi kulit yang
klasik pada ekstremitas bawah dan daerah bokong. Tetapi gambaran lesi kulit tidak
26
selalu terdisdribusi secara klasik pada orang dewasa atau anak-anak yang lebih muda.
HSP sering muncul dengan gejala palpable purpura, edem, nyeri abdomen, nyeri
sendi dan gangguan ginjal. Gejala gangguan ginjal bervariasi mulai dari hematuria
and proteinuria intermiten sampai rapid progressive glomerulonephritis. Henoch-
Schönlein nephritis (HSN) merupakan penyakit yang lebih sering memiliki prognosis
baik tetapi 1-3% penderita akan mengalami end stage renal disease (ESRD) dan 20-
35% menjadi penyakit ginjal kronik menurut penelitian jangka panjang. Kondisi
sepsis, leukemia dan idiopathic thrombocytopenic purpura (ITP) dapat menyebabkan
purpura tetapi kondisi klinis penderita tersebut biasanya lebih berat dari HSP.
Glomerulonefritis akut pasca streptokokus yang biasanya menunjukkan gejala
oedema dan lesi kulit dengan infeksi saluran nafas atas, mirip dengan HSP tetapi
rendahnya kadar serum C3 dan tanpa nyeri perut dan nyeri sendi dapat menyisihkan
penyakit tersebut. Gejala klinis pada penderita ini sesuai dengan kriteria ACR
sedangkan kecurigaan SLE disisihkan oleh pemeriksaan ANA dan anti dsDNA yang
negatif. 19
Penyebab penyakit belum diketahui dengan pasti tetapi beberapa faktor
diketahui menjadi pencetusnya, diperkirakan sebanyak 70-80% penderita HSP
mengalami infeksi saluran nafas saat mulainya perjalanan penyakit. Beberapa faktor
pencetus, khususnya infeksi streptokokus dibuktikan dengan kultur hapusan
tenggorokan dilaporkan menjadi pencetus yang paling sering yaitu dalam 20-36%
kasus. Di beberapa negara musim memiliki pengaruh dimana puncak musim dingin
merupakan waktu puncak terjadinya infeksi, sedangkan obat-obatan (antibiotika,
ACE inhibitors, NSAIDs) dan beberapa toksin (gigitan serangga, vaksinasi dan alergi
makanan) juga dikatakan memiliki peranan. Faktor-faktor pencetus terjadinya HSP
kadang-kadang sulit untuk diketahui karena penderita kadang-kadang datang dalam
kondisi dimana gejala sudah demikian jelas dan faktor-faktor pencetus sulit
diidentifikasi. 2,5
Mekanisme patogenesis HSP belum sepenuhnya diketahui. Tetapi ada bukti
yang jelas mengenai peranan IgA dalam imunopatogenensis penyakit ini dimana
ditemukan peningkatan konsentrasi serum IgA1 bersama dengan peningkatan
27
circulating immunocomplexes yang mengandung IgA pada penderita HSP. Aktivasi
jalur alternatif pada sistem komplemen juga diperkirakan terjadi pada HSP fase akut
karena hasil produk degradasi kaskade komplemen tersebut juga ditemukan pada
plasma dan glomerulus, tetapi penelitian lain belum mendukung peranan komplemen
dalam patogenesis HSP. Sitokin proinflamasi seperti endothelin, TNF, dan
interleukin juga ditemukan pada penderita HSP dan kadar sitokin-sitokin ini lebih
tinggi daripada kontrol terutama pada fase akut. Sitokin dicurigai memainkan peranan
penting dalam proses inflamasi pada penderita HSP. 4,6
Faktor genetika juga dicurigai berperanan dalam patogenesis HSP. Lofters et al.
melaporkan kejadian HSP pada tiga anggota keluarga yang sama yang menunjukkan
predisposisi keluarga dalam perkembangan penyakit ini. Kemudian kemunculan
familial penyakit ini ditemukan pada kasus kembar dan saudara kandungnya. Kasus
IgA nephropathy (IgAN) primer familial yang dihubungkan dengan HSP juga pernah
dilaporkan tetapi usaha untuk mengidentifikasi gen yang bertanggungjawab terhadap
faktor familial ini belum membuahkan hasil. 20
Diagnosis HSP berdasarkan tanda klinis yang khas dan tidak ada tes
laboratorium yang spesifik. Trombosit dalam batas normal walaupun ditemukan
purpura yang luas, anemia bisa terjadi apabila penderita mengalami perdarahan
gastrointestinal atau hematuria yang berat dan dapat pula disertai dengan leukositosis.
Sebanyak 64% pasien mengalami kenaikan LED, dan IgA serum meningkat dalam
22–57 % kasus. Imunoglobulin E dan eosinophil cationic protein (ECP) dapat
meningkat sedangkan komplemen 3 (C3) dan komplemen 4 (C4) menurun pada 4,2-
20% kasus. Rasio IgA/C3 dikatakan sebagai penanda prognostik pada HSP.
Peningkatan antineutrophil cytoplasmic antibodies (ANCA) yang merupakan isotop
IgA dilaporkan terdapat pada pasien HSP, dan peningkatan serum antistreptolysin
(AST) juga ditemukan pada 30-35% kasus. C-reactive protein (CRP) dapat
meningkat khususnya pada penderita yang memperlihatkan gejala infeksi saluran
nafas atas. Albumin dapat menurun karena proteinuria, walaupun serum albumin
subnormal juga ditemukan pada pasien tanpa proteinuria yang mencerminkan
28
kehilangan protein melalui enteropati. Proteinuria serta hematuria menggambarkan
telah terjadinya keterlibatan ginjal apalagi jika ditemukan kenaikan kadar BUN dan
kreatinin. Perdarahan samar pada feses dapat ditemukan pada 25% pasien HSP.
Aktivasi sistem koagulasi terjadi sekunder karena kerusakan endotel juga dilaporkan.
Konsentrasi D-dimer dan antigen faktor Von Willebrand dapat mengalami
peningkatan dan aktivitas faktor koagulasi XIII menurun, tetapi waktu koagulasi
(APTT, PTT) biasanya normal. Pada penderita ini didapatkan leukositosis yang
semakin berat seiring dengan anemia akibat perdarahan saluran cerna, selain itu
didapatkan pula proteinuria, hipoalbumin, hematuria yang menunjukkan telah
terjadinya gangguan ginjal. 10,15
Biopsi kulit merupakan kriteria diagnosis HSP dimana temuan yang khas adalah
leucocytoclastic vasculitis dengan nekrosis dinding pembuluh darah dan akumulasi
sel inflamasi perivaskular di sekitar kapiler dan venula poskapiler dermis serta
deposit IgA, C3 dan IgM pada dinding pembuluh darah. Keadaan ini diakibatkan oleh
adanya deposisi kompleks imun dengan aktivasi komplemen dengan leukotaksis.
Juga dapat ditemukan proliferasi sel endotel, deposit fibrin mural, dan pada kasus
yang berat nekrosis fibrinoid. Deposit IgA juga dapat ditemukan pada kulit yang tidak
mengalami purpura dan gambaran yang sama juga dapat ditemukan pada biopsi
mukosa usus. Duodenum dan usus halus merupakan tempat yang paling sering
terlibat pada penderita dengan nyeri abdomen. Pada penderita ini ditemukan
gambaran biopsi kulit vaskulitis leukositoklastik yang mendukung gambaran klinis
dan laboratorium lainnya untuk diagnosis HSP. 10,15
Keterlibatan ginjal pada pasien HSP bervariasi mulai dari protenuia, hematuria
mikroskopik sampai terjadi End Stage Renal Disease (ESRD). Sekitar 20-54%
penderita HSP mengalami keterlibatan ginjal pada fase akut, dimana mayoritas (85%)
terjadi dalam 4 minggu pertama dan 97% dalam 6 bulan. Hematuria mikroskopik atau
bersama-sama proteinuria merupakan manifestasi tersering pada HSP dengan
keterlibatan ginjal. Sekitar 10-30% penderita HSP akan mengalami sindroma nefritik
atau nefrotik, sumber lain mengatakan ESRD terjadi pada 1,1-1,5% dan mortalitas
29
kurang dari 1%. Risiko penyakit ginjal menetap dihubungkan dengan proteinuria
yang serius dan sindroma nefrotik dimana sebagian besar pasien yang menunjukkan
hematuria dengan atau tanpa proteinuria ringan akan mengalami remisi dengan baik.
Sekitar 8-17% pasien muncul dengan gejala gangguan ginjal ringan pada saat onset
misalnya hematuria dengan atau tanpa proteinuria ringan (<1g/hari), sedangkan
sekitar 44% - 47% pasien dengan gangguan ginjal yang berat saat onset misalnya
telah mengalami sindroma nefritik atau nefrotik, proteinuria >1g/hari atau dengan
biopsi ginjal ditemukan >50% crescents akan memiliki prognosis yang buruk. 21
Untuk diagnosis gangguan ginjal pada pasien HSP sebaiknya dilakukan
pemeriksaan biopsi ginjal, namun pada pasien ini belum dilakukan biopsi ginjal. Pada
pemeriksaan biopsi ginjal didapatkan temuan Immunofluoresensi dari biopsi ginjal
menunjukkan deposit IgA saja atau dengan sedikit deposit C3 dan IgG pada daerah
mesangial dan dan dinding kapiler pada ginjal yang dikenal dengan Henoch Scholein
Nefritis (HSN). Deposit ini terdistribusi secara difus pada glomerulus, walaupun
perubahan mikroskopis bisa bersifat fokal. Lesi histologis pada HSN bervariasi dan
tidak ada lesi patognomonik yang tunggal walaupun hiperselularitas mesangial fokal
dan lokal dapat bersamaan dengan matrik mesangial merupakan lesi paling sering.
Sebanyak 37-58% HSN muncul dengan perubahan minimal atau proliferasi
mesangial, 23-36% dengan crescents pada <50% glomerulus dan 2-45% dengan
crescents pada >50% glomerulus. Sistem klasifikasi histologi ISKDC (International
Study of Kidney Diseases in Children) digunakan secara luas untuk
mengklasifikasikan beratnya temuan biopsi pada HSN. Klasifikasi ini berdasarkan
atas adanya formasi crescent, tanpa memperhitungkan maturitasnya. 22
Dikenal sistem penilaian semikuantitatif yang membagi beratnya perubahan
akut dan kronik berdasarkan abnormalitas pada glomerulus, tubulointerstitium dan
pembuluh darah pada temuan biopsi.
Klasifikasi biopsi ginjal menurut ISKDC pada Henoch-Schönlein purpura:
a. Grade I. Perubahan minimal
30
b. Grade II. Proliferasi mesangial
c. Grade III A. Proliferasi fokal atau sklerosis dengan < 50% crescent
d. Grade III B. Proliferasi difus atau sklerosis dengan < 50% crescent
e. Grade IV A. Proliferasi fokal atau sklerosis dengan50 – 75% crescent
f. Grade IV B. Proliferasi difus atau sklerosis dengan 50 – 75% crescent
g. Grade V A. Proliferasi fokal atau sklerosis dengan > 75% crescent
h. Grade V B. Proliferasi difus atau sklerosis dengan > 75% crescent
i. Grade VI. Glomerulonefritis membranoproliferatif
Diagnosis IgAN berdasarkan atas temuan immunofluoresensi deposit IgA pada
daerah mesangial glomerulus. Hal tersebut ditemukan sekunder pada nefritis HSP
(HSN) dan beberapa penyakit lain. Pada HSN dan IgAN ditemukan beberapa
gambaran khas tetapi IgAN dikatakan sebagai HSN tanpa purpura. Apakah keduanya
merupakan dua fenotif penyakit penyakit yang berdiri sendiri masih menjadi
kontroversi sampai saat ini. Perbedaan keduanya adalah pada usia saat diagnosis dan
gejala yang nampak, dimana HSN lebih banyak ditemukan pada anak-anak dan selalu
meliputi gejala ekstra-renal sedangkan IgA nephritis biasanya terdiagnosis pada
dewasa muda dengan hanya gejala gangguan ginjal. Demikian juga elemen
hipersensitivitas seperti peningkatan IgE dan ECP (eosinophil cationic protein) yang
sering ditemukan pada HSP tidak ditemukan pada IgAN. Temuan histologi pada
biopsi ginjal menunjukkan lesi yang lebih akut pada pasien HSN, dan sindroma
nefrotik lebih sering ditemukan. Pada IgAN ditemukan adanya deposit IgA secara
difus pada sel mesangial disertai dengan hiperselularitas mesangial. IgM, IgG, C3,
atau rantai halus mungkin bersamaan dengan IgA. Sangat penting untuk memutuskan
kapan onset IgA nephritis dimulai karena pada kebanyakan kasus dimana mungkin
hanya terdapat silent microscopic haematuria selama beberapa tahun sebelum biopsi
dilakukan, sedangkan onset gejala lebih jelas pada HSP oleh karena adanya gejala
ekstrarenal (purpura, nyeri abdomen dan nyeri sendi). Pemeriksaan imunofluoresensi
31
pada pasien HSP dengan gejala gangguan ginjal sama dengan IgAN dan masih tetap
terdapat deposit IgA pada 2/3 pasien setelah 2-9 tahun fase akut nefritis HSP. Dalam
pengamatan jangka panjang penyakit ginjal pada HSP identik dengan nefritis IgA
setelah gejala ekstrarenal akut teratasi. HSN dan nefritis IgA umumnya disebut
dengan nefropati IgA. 20
Tidak adanya terapi standar pada pasien HSP dengan komplikasi Nefritis.
Beberapa terapi imunosupresan dan imunomodulator digunakan pada penderita
nefritis karena HSP (HSN), tetapi belum ada terapi spesifik yang bisa merubah
perjalanan penyakit. Terapi antikoagulan dan fibrinolitik dikombinasikan dengan
agen imunosupresan untuk mencegah terjadinya trombosis atau keadaan
hiperkoagulasi dan pemberian faktor XIII juga digunakan sebagai konsekuensi dari
temuan bahwa adanya penurunan faktor XIII pada kasus dengan gejala klinis yang
lebih berat termasuk nefritis. ACE inhibitor digunakan untuk mengurangi proteinuria
dan memberikan proteksi terhadap penurunan fungsi ginjal dan dapat digunakan
bersama preparat imunosupresan. Hasil yang lebih baik dilaporkan apabila terapi
agresif dimulai lebih awal tetapi tidak ada rekomendasi yang baku untuk penanganan
HSN. 21
Banyak penelitian yang non-randomized menekankan keuntungan pemberian
terapi imunosupresan, terutama yang ditangani secara agresif. Metilprednisolon
dikombinasikan dengan prednisolon oral saja atau dengan tambahan agen
imunosupresan seperti siklofosfamid dan azathioprine dikatakan efektif pada HSN,
dan beberapa obat-obatan fibrinolitik dan antikoagulan seperti urokinase, heparin dan
dipridamol juga dapat dikombinasi dengan agen immunosupresan. Penderita ini
mendapatkan kortikosteroid dosis tinggi memberikan respon yang baik terhadap
gejala nyeri abdomen dan menghilangnya purpura. 21,22
Cyclosporine A (CyA) merupakan calcineurin inhibitor yang mencegah
produksi interleukin-2 (IL-2), yang memainkan peran penting dalam proliferasi
limfosit T yang mengatur produksi IgA. Cyclosporine A digunakan pada HSP
pertama kali pada dua kasus dewasa yang dilaporkan tahun 1997 dan 1998. Pada
32
tahun 2003 Huang dkk. melaporkan dua kasus usia 4 dan 5 tahun yang mengalami
remisi dari gejala HSP yang berat dimana terapi steroid tidak efektif. Gangguan ginjal
berlangsung selama 4 bulan dan diterapi dengan baik pada satu kasus setelah dua
minggu pemberian CyA. CyA diberikan dan proteinuria membaik dalam dua minggu.
Shin dkk. melaporkan serial 7 pasien dengan nephrotic-range proteinuria yang
mendapat CyA, enam diantaranya mengalami remisi lengkap dalam pengamatan rata-
rata 5,5 tahun (2 – 9 tahun) dan satu mengalami penyakit ginjal menetap. 23
Imunosupresan lain seperti mycophenolate mofetil (MMF) bekerja dengan
menekan produksi sel B sehingga akan menurunkan kompleks imun IgA yang
bersirkulasi. Obat ini juga memiliki keuntungan dengan mempengaruhi adhesi dan
migrasi limfosit yang hasil akhirnya mempengaruhi gejala klinis HSP. Hasil dari
beberapa randomized controlled trials belum memberikan hasil yang pasti akan
keuntungan pemberian MMF. Belum ada penelitian prospektif mengenai pemberian
MMF pada nefritis HSP. 24
Pengelolaan HSP yang baik dapat memperbaiki prognosis HSP, dimana hasil
jangka panjang sangat tergantung pada gejala gangguan ginjal. Prognosis HSP
biasanya baik karena sebagian besar pasien mengalami perbaikan spontan dalam
beberapa minggu. Komplikasi jarang berupa pada paru-paru atau perdarahan
gastrointestinal dapat menyebabkan morbiditas dan bahkan kematian pada fase akut,
tetapi outcome jangka panjang sebagian besar berhubungan dengan durasi dan
beratnya keterlibatan ginjal. Terdapat predominan ringan jenis kelamin laki-laki pada
penderita, tetapi risiko keterlibatan ginjal sama pada kedua jenis kelamin. Risikonya
juga lebih tinggi pada pasien diatas usia 4-7 tahun saat onset gejala dan juga pada
kasus dengan nyeri abdomen akut yang berat dan purpura persisten saat awal gejala.
Peningkatan risiko keterlibatan ginjal meningkat 7,5 kali pada penderita yang
mengalami perdarahan saluran cerna. Penderita usia dewasa lebih sering mengalami
gangguan ginjal dengan gejala yang lebih berat dan prognosis yang lebih buruk
dibandingkan dengan anak-anak. 18
33
. Faktor yang mempengaruhi prognosis yang buruk terutama pada orang dewasa
adalah proteinuria, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal saat muncul gejala. Pada
kasus ini telah terjadi gangguan fungsi ginjal yang ditandai dengan adanya
proteinuria, hematuria, hipertensi, kenaikan BUN dan kreatinin sehingga respon
terhadap terapi steroid tidak menunjukkan hasil yang baik walaupun secara klinis ada
perbaikan pada gejala ekstrarenal yaitu perbaikan pada nyeri perut dan lesi kulit.18,21
DAFTAR PUSTAKA
1. Kumar V, Contran RS, Robbins S. Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Jakarta :EGC;
2007. 2: 588.
2. K.-R. Chen and J. A. Carlson, “Clinical approach to cutaneous vasculitis,”
American Journal of Clinical Dermatology, vol. 9,no. 2, pp. 71–92, 2008.
3. U.S. Department Of Health And Human Services. Henoch-Schönlein
Purpura.2006.
4. Sukmana N. Vasculitis: Henoch Shchonlein Purpura. 2011.
5. E. C. Ebert, “Gastrointestinal manifestations of Henoch-Sch¨onlein purpura,”
Digestive Diseases and Sciences, vol. 53,no. 8, pp. 2011–2019, 2008.
6. Pudjiadi MTS, Tambunan T. Nefritis Purpura Henoch Schonlein. 2009.
7. P. F. Roberts, T. A. Waller, T.M. Brinker, I. Z. Riffe, J.W. Sayre,and R. L.
Bratton, “Henoch-Sch¨onlein purpura: a reviewarticle,” SouthernMedical
Journal, vol. 10, no. 8, pp. 821–824,2007.
8. R. A.Watts andD. G. Scott, “Epidemiology of the vasculitides,”Seminars in
Respiratory and Critical CareMedicine, vol. 25, no.5, pp. 455–464, 2004.
34
9. C. Garcia-Porrua, C. Gonzalez-Louzao, J. Llorca, et al.,“Predictive factors for
renal sequelae in adults with Henoch-Sch¨onlein purpura,” Journal of
Rheumatology, vol. 28, no. 5,pp. 1019–1024, 2001.
10. Pillebout E, et al: Henoch-Schonlein Purpura in adults: outcome and prognostic
factors. J Am Soc Nephrol 2002, 13:1271-1278.
11. Goda F, et al: Colo-colic intussusception associated with Henoch-Schonlein
purpura in adults. J Gastroenterol Hepatol 2007, 22:449-452.
12. Zhang Y, Huang X: Gastrointestinal involvement in Henoch-Schonlein
purpura. Scand J Gastroenterol 2008, 43:1038-1043.
13. Amoli MM, et al: Interleukin 1beta gene polymorphism association with severe
renal manifestations and renal sequelae in Henoch-Schonleinpurpura. J
Rheumatol 2004, 31:295-298.
14. Lutz HH, et al: Henoch-Schonlein purpura complicated by cardiac involvement:
case report and review of the literature. Am J Kidney Dis 2009, 54:e9-15.
15. Mills JA, et al: The American College of Rheumatology 1990 criteria for the
classification of Henoch-Schonlein purpura. Arthritis Rheum 1990, 33:1114-
1121.
16. Ozen S, et al: EULAR/PReS endorsed consensus criteria for the classification
of childhood vasculitides. Ann Rheum Dis 2006, 65:936-941.
17. Pillebout E, et al: Addition of cyclophosphamide to steroids provides no benefit
compared with steroids alone in treating adult patients with severe Henoch
Schonlein Purpura. Kidney Int 2010, 78:495-502.
18. F. L.-A. Chia and B. Y.-H. Thong, “The evaluation and management of adult-
onset Henoch-Sch¨onlein purpura,” Current Rheumatology Reviews, vol. 4, no.
1, pp. 71–75, 2008.
19. Ronkainen J, Henoch–Schönlein Purpura in Children: Longterm Outcome and Treatment, University of Oulu, Finland, 2005.
20. Lerma E V et al, Immunoglobulin A Nephropathy & Henoch–Schönlein Purpura, in: Current Diagnosis and Treatment of Nephrology and Hypertension, The McGraw-Hill, 2009.
35
21. Shresta S et al, Henoch Schonlein Purpura With Nephritis in Adults: Adverse Prognostic Indicators in a UK Population. Q J Med 2006; 99:253–265.
22. Rai A, Nast C et al, Henoch-Schonlein Purpura Nephritis, J Am Soc Nephrol 10: 2637–2644, 1999.
23. Goel SS, Langford C A, Case Report: A 72 Years Old Man With a Purpuric Rash. Cleveland Clinic Journal of Medicine, No 6. Vol 76, 2009.
24. Huang DC, Yang YH, Lin YT, et al. Cyclosporin A therapy for steroid dependent Henoch–Scho¨nlein purpura. J Microbiol Immunol Infect 2003;36:61–4.
36