hlhlp117

Upload: lukmanul-hakim

Post on 07-Jan-2016

214 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

HIJAU117

TRANSCRIPT

  • HIJAUNYA LEMBAH

    HIJAUNYA

    LERENG PEGUNUNGAN

    Jilid 117

    Cetakan Pertama

    PENERBIT:

    MURIA

    YOGYAKARTA

    Kolaborasi 2 Website :

    dengan

    Pelangi Di Singosari

    /

    Pembuat Ebook :

    Sumber Buku Karya SH MINTARDJA

    Scan DJVU : Ismoyo, Arema

    Converter & Editor Ebook :

    --???0dw0???-

    Naskah ini untuk keperluan kalangan sendiri,

    penggemar karya S.H. Mintardja dimana saja berada y ang

    berkumpul di Web Pelangi Singosari dan Tiraikasih

    Jilid 117

    KIAI Puput m emandang anak muda itu dengan tajamnya.

    Dengan nada dalam ia berkata "Tentu saja

    Mahisa Murti mengangguk-angguk. Katanya "Kiai Puput.

    Jika demikian, baiklah aku tidak melakukannya. Aku sendiri

  • berkeberatan diperlakukan seperti itu. Karena itu, sebaiknya

    aku tidak memperlakukan orang lain demikian pula."

    Hati Kiai Puput benar-benar tersentuh mendengar katakata

    Mahisa Murti itu. Orang tua itu justru seakan-akan telah

    dihadapkan pada sebuah cermin. Dengan jelas ia telah

    melihat, cacat diwajahnya sendiri.

    Mahisa Murti itu masih jauh lebih muda dari umurnya

    sendiri. Dalam umurnya yang masih jauh lebih muda itu, ia

    memiliki ilmu yang lebih tinggi dari ilmunya. Namun anak

    muda itu sudah mampu mengendapkan perasaannya. Bahkan

    betapa tinggi tenggang rasa dari anak muda itu, sehingga

    dalam kemudaannya apalagi dalam suasana y ang diliputi oleh

    kemarahan dan dendam, ia m asih dapat m empertimbangkan

    untuk tidak memperlakukan kepada orang lain apa y ang tidak

    ingin diperlakukan atas dirinya.

    Dengan demikian, maka kebanggaan Kiai Puput akan

    dirinya sendiri telah menjadi hancur berkeping-keping. Ia

    menjadi sangat kecil dihadapan anak muda yang telah

    mengurungkan niatnya untuk menghukumnya itu. Seandainya

    ia dalam kedudukan sebagaimana anak muda itu, maka ia

    tentu akan berbuat lain. S ejak ia berangkat dari rumahnya ia

    sudah berniat untuk menghukum anak muda itu karena

    dendam yang membakar jantungnya.

    Namun dendam, kebencian, harga diri dan

    kesombongannya benar-benar telah dihancurkan oleh Mahisa

  • Murti.

    Karena itu, maka dengan nada rendah ia berkata "Anak

    muda. Kenapa kau tidak membunuh aku saja?

    "Kenapa?" bertanya Mahisa Murti.

    "Kau runtuhkan martabatku jauh lebih rendah dari y ang

    pernah kau lakukan. Ketika kau m engalahkan muridku, aku

    sudah merasa terhina. Ketika kemudian ternyata bahwa

    ilmumu akan mampu mengalahkan aku, maka aku merasa

    semakin tidak berharga. Tetapi bahwa kau tidak

    membunuhku, telah membuat martabatku benar-benar lebih

    rendah daripada debu. Aku datang dengan dendama yang

    membara. Kemudian kau anak y ang baru kemarin sore, telah

    mampu meredam kemarahanmu. Kenapa kau tidak

    memperlakukan terhadapku apa yang tidak ingin

    diperlakukan orang terhadapmu?

    "Bukankah orang lain juga mempunyai perasaan

    sebagaimana aku sendiri, " jawab Mahisa Murti "t etapi baiklah.

    Kita tidak usah membicarakannya lagi. Kita lupakan apa yang

    telah terjadi. Tetapi bukan berarti bahwa apa yang terjadi

    sama sekali tidak berkesan dihati kita masing -masing. Yang

    kita lupakan adalah dendam diantara kita. Namun untuk

    selanjutnya kita tidak akan terjerat lagi oleh dendam itu."

    "Mahisa Murti" berkata Kiai Puput "nampaknya dunia

    memang sudah terbalik. Aku yang sudah kenyang makan

    garam harus mendengarkan nasehatmu, seorang anak muda

  • yang masih belum kering pupuk lempuyang diubun-ubunnya."

    "Kau berkeberatan? bertanya Mahisa Murti.

    "Tidak. Aku sama sekali tidak berkeberatan" jawab Kiai

    Puput dengan serta merta.

    "Nah, sekarang ajak ketiga orang kawanmu itu singgah di

    padepokanku" ajak Mahisa Murti.

    "Tidak anak muda" jawab Kiai Puput "aku minta diri. Aku

    tidak pantas singgah di padepokanmu."

    "Kau tidak percaya bahwa aku mempersilahkan dengan

    jujur tanpa niat apapun juga?"

    "Aku percaya anak m uda. Tetapi aku tidak pantas untuk

    menerima undanganmu. Biarlah kami mohon diri. " berkata

    Kiai Puput.

    Mahisa Murti tidak memaksanya. Karena itu, maka katanya

    "Baiklah. Jika demikian, aku hanya dapat mengucapkan

    selamat jalan."

    "Anak muda. Aku mohon maaf atas segala tingkah lakuku.

    Yang terjadi merupakan satu pengalaman yang sangat

    berharga bagiku."

    Demikianlah, maka Kiai Puput telah menguak ketiga orang

    kawannya untuk meninggalkan tempat itu. Sementara itu,

    orang y ang bertubuh tinggi kekurus-kurusan berkata "Aku atas

    nama kawan-kawanku juga minta maaf anak muda. Kami

    menyadari sekarang, betapa bodohnya kami waktu itu. Kami

    merasa mampu memenangkan pertempuran diantara kita.

  • Ternyata bahwa kami bagimu tidak lebih dari debu."

    "Sudahlah" berkata Mahisa Murti "mudah-mudahan

    pengalaman seperti ini tidak terulang lagi."

    Sejenak kemudian, maka keempat orang itupun telah

    meninggalkan Mahisa Murti sendirian. Keempatnya itupun

    segera telah hilang didalam kegelapan serta bayangan

    gerumbul-gerumbul perdu.

    Sambil melangkah menjauh, Kiai Puput berkata "Kalian

    tidak memberitahukan kepadaku, betapa tinggi ilmu anak itu."

    "Kami mohon maaf, Kiai. Kami benar -benar tidak m ampu

    menilai kemampuannya," jawab orang bertubuh tinggi itu.

    Ketiga orang itu menjadai berdebar-debar. Sikap Kiai Puput

    memang tidak dapat diduga-duga. Jika ia menganggap mereka

    bertiga sudah melakukan kesalahan, maka Kiai Puput itu akan

    dapat berbuat sesuatu y ang tidak pernah mereka duga.

    Untuk beberapa saat Kiai Puput hanya berdiam diri. Sambil

    melangkah, maka Kiai Puput menundukkan kepalanya seakanakan

    memandangi kedua ujung ibu jarinya y ang saling

    mendahului berganti-ganti.

    "Apakah anak muda itu sengaja memancing aku untuk

    datang " t iba-tiba Kiai Puput itu berdesis.

    "Aku tidak berpikir sejauh itu, Kiai" jawab orang y ang

    bertubuh tinggi itu "tetapi darimana anak itu tahu bahwa Kiai

    akan datang kepadanya?

    "Panggraitanya tentu tajam sekali" jawab Kiai Puput.

  • "Tetapi kami benar-benar tidak mengira bahwa ia memiliki

    kemampuan setinggi itu. Ketika ia melarikan diri, kami

    menyangka bahwa kami sudah dapat mengatasiny a."

    "Sudahlah" berkata Kiai Puput "satu pengalaman y ang

    sangat berharga bagiku. Anak itu seolah -olah telah membuka

    mata hatiku untuk melihat jauh lebih dari sekedar kebanggaan

    atas kemampuanku yang tinggi. Aku telah salah menempatkan

    diriku sendiri pada jajaran orang-orang berilmu. Ketika

    muridku itu dikalahkan oleh anak muda itu, jantungku benarbenar

    terbakar. Aku tidak yakin dan tidak rela bahwa ada anak

    muda yang sebay a yang mampu mengalahkan muridku.

    Namun ternyata bukan hanya muridku y ang dikalahkannya.

    Tetapi juga aku sendiri."

    Ketiga orang pengikutnya tidak menyahut. Mereka

    khawatir bahwa mereka akan salah ucap dan membuat Kiai

    Puput itu marah. Namun nampaknya Kiai Puput itu justru

    telah mengendapkan hatinya. Katanya "Aku tidak dapat

    mengingkari keny ataan ini."

    Ketiga orang pengikutnya itu menarik nafas dalam-dalam.

    Tetapi mereka masih saja tetap berdiam diri karena

    kemungkinan-kemungkinan yang tidak mereka kehendaki

    masih dapat tetjadi.

    Namun mereka berharap bahwa Kiai Puput benar-benar

    menyadari bahwa yang telah t erjadi itu bukannya sekedar

    mimpi buruk.

  • Beberapa saat kemudian, keempat orang itu berjalan

    menempuh kegelapan sambil berdiam diri. Masing-masing

    menerawang kedalam angan-angannya sendiri.

    Sementara itu, Mahisa Murti y ang sudah bersiap-siap untuk

    kembali ke Padepokan, terkejut mendengar langkah lembut

    dari arah belakang. Dengan cepat ia berbalik menghadap

    kearah suara itu. Iapun telah bersiap menghadapi segala

    kemungkinan y ang dapat terjadi.

    "Aku ngger " terdengar suara lembut dari kegelapan.

    Namun Mahisa Murti segera mengenalinya. Ternyata y ang

    datang itu adalah Kiai Wijang.

    Karena itu, maka Mahisa Murti itupun segera menyapanya

    "Kiai Wijang."

    "Ya ngger" jawab Kiai Wijang "aku telah melihat segalanya.

    Karena itu, aku ingin mengucapkan terima kasih kepadamu,

    bahwa kau telah mampu mengekang dirimu. Sebenarnyalah

    aku kagum melihat kebesaran hatimu serta kelapangan

    dadamu."

    "Kiai memuji" desis Mahisa Murti.

    "Aku berkata sebenarnya ngger " jawab Kiai Wijang "aku

    sudah tidak mempunyai harapan bahwa Kiai Puput akan dapat

    keluar dari tempat ini dengan selamat. Menurut

    perhitunganku, maka tubuhnya tentu akan kau lumatkan.

    Seandainya hal itu terjadi, maka aku tidak dapat menyalahkan

    kau ngger, karena apa y ang dilakukan oleh saudara

  • seperguruanku itu sudah terlalu jauh. Tetapi kau tidak

    membunuhnya. Kau masih sempat menundukkannya tanpa

    melukainya."

    "Aku mencoba untuk selalu mengingat pesan Kiai

    "Apapun yang aku pesankan, tetapi perbuatan Kiai Puput

    sudah tidak dapat dimaafkan lagi. Tetapi ternyata kau telah

    memaafkannya."

    "Bukankah y ang aku lakukan itu tidak lebih dari memenuhi

    pesan Kiai? Aku tidak berbuat kebaikan apa-apa, Kiai.

    "Perasaan tidak melakukan kebaikan itulah y ang

    mengagumkan.

    Kiai Wijang berhenti sejenak, lalu katanya "Yang aku

    ketahui betapa luas hatimu melampaui luasnya lautan,

    bukannya hanya karena kau tidak membunuh Kiai Puput.

    Tetapi bahwa kau telah meninggalkan Singasari dan

    meninggalkan Mahisa Pukat untuk tetap berada di sana. "

    "Ah" desah Mahisa Murti "aku sudah melupakannya. "

    "Aku m engerti ngger. Tetapi aku hanya ingin mengatakan,

    bahwa y ang kau lakukan sekarang ini bukannya karena

    pesanku semata-mata. Meskipun aku berpesan seribu kali,

    tetapi perbuatan Kiai Puput sudah melampaui batas, maka

    kesempatannya untuk hidup kecil sekali. Beruntunglah Kiai

    Puput bahwa kali ini ia berhadapan dengan kau.

    "Sudahlah Kiai" berkata Mahisa Murti "aku telah

    menganggap bahwa tidak pernah terjadi sesuatu antara aku

  • dan Kiai Puput serta muridnya. "

    Kiai Wijang mengangguk-angguk. Katanya "Ya. Namun

    mudah-mudahan Kiai Puput menjadikan pengalamannya hari

    ini pelajaran y ang berharga bagi sisa hidupnya."

    "Nampaknya ia juga tidak dapat melupakan pengalaman

    ini, Kiai" berkata Mahisa Murti.

    "Kita berdoa baginya." desis Kiai Wijang.

    Demikianlah maka Mahisa Murtipun telah mempersilahkan

    Kiai Wijang untuk singgah di padepokan. Sementara Kiai

    Wijang sempat b erkata "Aku sudah c emas, bahwa Kiai Puput

    akan singgah. Jika demikian, mungkin sekali ia akan

    mendengar dari satu dua orang cantrik, bahwa aku pernah

    berada di Padepokan Bajra Seta."

    Mahisa Murti mengerutkan dahinya. Namun kemudian

    iapun tersenyum sambil berkata "Untunglah bahwa Kiai Puput

    menolak. "

    "Ya. Jika ia tahu bahwa aku pernah berada disini, maka ia

    akan dapat menjadi curiga, bahwa aku memang telah ikut

    mencampuri persoalannya. Tetapi ia tentu juga mengetahui,

    bahwa siapapun tidak akan mungkin mampu menyiapkan

    seseorang untuk menguasai ilmu pada tataranmu dalam waktu

    yang sangat pendek, jika kau sendiri tidak memiliki bekal

    untuk dapat melakukannya. Aku kira Kiai Puput tidak sampai

    pada jangkauan penalaran bahwa aku telah melakukan

    sesuatu bagimu dan ternyata berhasil."

  • Mahisa Murti mengangguk-angguk. Dengan nada rendah ia

    berkata "Meskipun demikian sebaiknya Kiai Puput untuk

    waktu yang pendek tidak singgah di padepokanku."

    "Memang itulah yang terbaik " berkata Kiai Wijang. Namun

    kemudian iapun berkata "Tetapi bagaimanapun juga ia tidak

    dapat melihat bekas tanganku. Segala unsur gerak yang

    nampak padamu, sama sekali berbeda dengan unsur-unsur

    gerak pokok dari perguruanku. Jika terdapat persamaan itu

    adalah landasan dasar yang mempunyai persamaan pada

    segala macam perguruan."

    Mahisa Murti mengangguk-angguk. Katanya kemudian

    "Meskipun tidak nampak bekasny a, tetapi bagiku, Kiai telah

    menjadi penentu atas kemampuanku."

    "Tidak. Bukan begitu. Apakah aku dapat berbuat

    sebagaimana aku lakukan atas orang lain ? Katakan, atas

    murid Kiai Puput itu atau siapapun ? Tentu tidak. Karena itu,

    aku sama sekali bukan penentu."

    Mahisa Murti menarik nafas dalam-dalam. Katanya

    kemudian "Apapun yang terjadi, tetapi aku tidak akan dapat

    mengingkari keny ataan bahwa Kiai telah ikut menentukan

    kehadiranku didunia olah kanuragan."

    Kiai Wijang tersenyum. Katanya sambil menunjuk oncor

    yang nampak dikejauhan "Bukankah itu regol padepokanmu."

    "Ya. Kiai" jawab Mahisa Murti.

    Ketika mereka menjadi semakin dekat, maka Mahisa Murti

  • itupun telah membenahi pakaiannya yang kusut. Namun

    kemudian mereka berdua telah melangkah menuju keregol

    halaman y ang sudah ditutup meskipun masih tersisa sedikit.

    Mahisa Murtilah y ang mengetuk pintu reg ol itu. Dari celahcelah

    pintu y ang masih terbuka sedikit itu, cantrik yang

    bertugas melihat Mahisa Murti dan Kiai Wijang berdiri diluar

    pintu. Maka para cantrik y ang bertugas itupun segera

    membukanya.

    "Pintu belum diselarak" desis Mahisa Murti.

    "Kami memang menunggu " jawab cantrik itu.

    Demikianlah, maka keduanyapun telah memasuki

    Pa depokan Bajra Seta yang sudah nampak sepi, sementara

    malam telah menjadi semakin malam.

    Wantilan dan Sambega yang kemudian mengetahui

    kehadiran Mahisa Murti bersama Kiai Wijang, telah naik

    kependapa bangunan induk padepokan untuk ikut

    menemuinya. Namun justru Mahisa Murtilah yang kemudian

    meninggalkan tamunya untuk pergi ke pakiwan.

    "Aku juga belum mandi" berkata Kiai Wijang sambil

    tertawa.

    "Apakah Kiai akan mandi dahulu ?" bertanya Mahisa Murti.

    Tetapi Kiai Wijang tersenyum sambil menjawab "Nanti

    sa ja. Silahkan kau mandi. Nampaknya kau baru berlatih,

    sehingga keringatmu masih mengembun ditubuhmu."

    "Ya Kiai. Aku memang baru saja berlatih di padang perdu.

  • Ketika kemudian Mahisa Murti meninggalkan mereka y ang

    duduk dipendapa, maka Wantilanpun bertanya "Apakah

    Mahisa Murti berlatih dibawah pengawasan Kiai ?

    "Tidak " jawab Kiai Wijang "aku hanya sekedar akan

    berkunjung ketika aku melihat angger Mahisa Murti berlatih."

    Pembicaraan merekapun kemudian tidak lagi meny inggung

    Mahisa Murti y ang sedang berlatih. Tetapi mereka telah

    berbicara tentang keadaan Singasari dari hari kehari.

    Sekali-sekali Kiai Wijang telah meny inggung keluarga Sri

    Maharaja di Singasari. Putera Sri Maharaja yang diharapkan

    kelak menjadi Putera Mahkota sudah tumbuh semakin besar.

    Beberapa saat kemudian maka Mahisa Murtipun tehih

    selesai berbenah diri. Iapun kemudian duduk pula di pendapa

    serta berbincang tentang banyak hal.

    Malam itu Kiai Wijang bermalam lagi di Padepokan Bajra

    Seta. Bahkan tidak hanya satu malam. Kepada Mahisa Murti,

    Kiai Wijang berkata "Bukankah aku boleh tinggal disini

    beberapa lama ?

    "Tentu Kiai." jawab Mahisa Murti "kehadiran Kiai disini

    akan memberikan kesegaran bagi kami disini. "

    Dengan demikian, maka selama Kiai Wijang berada di

    Pa depokan Bajra Seta, Mahisa Murti sempat menekuni

    ilmunya. Ia harus semakin meyakinkan diri, bahwa ia memang

    sudah berada didalam kemapanan pada tataran y ang lebih

    tinggi.

  • Kiai Wijang sama sekali tidak berkeberatan untuk bersamasama

    dengan Mahisa Murti berada di sanggarnya. Karena Kiai

    Wijang menganggap bahwa Mahisa Murti sudah sepantasnya

    untuk memiliki i lmu yang sangat tinggi, bahkan paling tinggi

    sekalipun. Ia telah membuktikan bahwa banyak kerja yang

    telah dilakukan untuk kepentingan sesamanya. Bahkan

    Mahisa Murti pernah menjalani laku tapa ngrame. Laku yang

    dijalaninya dengan menolong sesama yang memang

    memerlukan pertolongan. Membimbing orang yang buta,

    memberi air bagi orang y ang kehausan dan memberi makan

    kepada orang yang lapar. Melindungi orang y ang lemah dan

    menunjukkan jalan bagi orang y ang tersesat.

    Kesempatan itu memang dipergunakan sebaik-baiknya oleh

    Mahisa Murti. Selama Kiai Wijang ada di padepokan. Sehingga

    dalam tatarannya y ang lebih tinggi, Mahisa Murti masih

    mampu mengembangkan dan mematangkannya.

    Ju stru karena Kiai Wijang juga memiliki ilmu yang sangat

    tinggi maka latihan-latihan itu m emungkinkan Mahisa Murti

    untuk mengembangkan apa y ang telah dimilikiny a. Bahkan

    Mahisa Murti sempat untuk melihat k embali bekal yang ada

    didalam dirinya. Kemudian mencari kemungkinankemungkinan

    baru yang lebih baik. Dengan beberapa unsur

    yang dimilikinya,-maka Mahisa Murti dapat menyusun unsurunsur

    baru yang paling sesuai bagi dirinya sendiri, sehingga

    kemudian ilmu y ang nampak bukan lagi ilmu yang bersumber

  • dari beberapa jalur perguruan, tetapi sudah menyatu utuh dan

    bulat.

    Dalam kebulatannya, sebagaimana dikatakan oleh Kiai

    Wijang, ternyata bekal yang ada didalam diri Mahisa Murti

    lebih lengkap dari bahan y ang ada didalam diri Kiai Wijang

    sendiri. Sehingga karena itu, m aka Kiai Wijang yakin, bahwa

    pada saat y ang pendek, kemampuan ilmu Mahisa Murti sudah

    akan menjadi lebih baik dari ilmunya.

    Tetapi Kiai Wijang sama sekali tidak merasa dengki dan iri.

    Ia memang sudah berniat untuk membantu Mahisa Murti

    mencapai tataran y ang paling tinggi sekalipun, karena Kiai

    Wijang mengetahui pribadi Mahisa Murti.

    Semakin tinggi ilmu y ang dimiliki oleh Mahisa Murti, maka

    akan semakin banyaklah pengabdian yang dapat diberikan

    oleh anak muda itu kepada sesamanya.

    Sebenarnyalah bahwa Kiai Wijang juga sudah m engetahui

    bahwa Mahisa Pukat telah melakukan hal y ang sama

    sebagaimana pernah dilakukan oleh Mahisa Murti. Namun

    Mahisa Pukat yang telah m embangun sebuah keluarga serta

    terikat pada tugas-tugasnya di istana, tentu tidak akan dapat

    berbuat sebanyak yang dapat dilakukan oleh Mahisa Murti

    bagi orang banyak. Mahisa Pukat tentu akan selalu berada

    dalam tugasny a di Kasatrian. Diluar tugasny a di Kasatrian

    maka waktunya akan diberikannya kepada keluarganya.

    Dalam pada itu, Kiai Wijang masih saja berada di

  • Pa depokan Bajra Seta. Ia merasakan padepokan itu sebagai

    satu tempat y ang menyenangkan. Ia dapat merasakan

    ketenangan dalam kesibukan kerja para cantrik di Padepokan

    itu. Dari pagi sampai menjelang tengah hari, terdengar

    kesibukan kerja hampir disemua bagian dari padepokan itu.

    Sedangkan di sanggar beberapa orang cantrik tengah ditempa

    dalam olah kanuragan sesuai dengan giliran masing-masing.

    Dengan demikian, maka meningkatnya ilmu kanuragan,

    pengetahuan-pengetahuan y ang lain serta ketrampilan kerja

    berjalan dalam keseimbangan. Para cantrik di Padepokan

    Bajra Seta tidak semata-mata menimba ilmu kanuragan, tetapi

    juga beberapa macam ilmu y ang lain yang berhubungan

    dengan tata kehidupan yang akan mereka jalani kemudian.

    Dalam pada itu, pada waktu

    senggang, Kiai Wijang masih juga

    sering mengadakan perbincangan

    khusus dengan Mahisa Murti

    tentang masa depan Padepokan

    Bajra Seta. Kepada Mahisa Murti,

    Kiai Wijang menyatakan

    pendapatnya, bahwa Mahisa Murti

    harus dengan segera

    mempersiapkan orang-orang y ang

    akan dapat membantunya jika ia

    berada dalam kesulitan.

  • "Angger tidak akan dapat m eny elesaikan semua masalah

    sendiri" berkata Kiai Wijang.

    Mahisa Murti mengangguk-angguk kecil. Dengan nada

    rendah ia berkata "Ya. Aku mengerti Kiai. Saat ini memang

    belum ada orang y ang dapat aku percaya sepenuhnya untuk

    melakukan tugas-tugas yang paling rumit di Padepokan ini.

    Semuanya masih harus aku tangani sendiri.

    "Jika datang bahaya y ang m elanda Padepokan ini, dengan

    beberapa orang pelaku yang berilmu tinggi, maka angger

    harus menyusun kelompok -kelompok yang akan menghadapi

    mereka itu. Mungkin dengan demikian Padepokan ini dapat

    menyelesaikan tugas dengan baik. Tetapi tentu dengan banyak

    korban."

    Mahisa Murti mengangguk-angguk. Katanya "Ya Kiai. "

    "Nah. Jika demikian maka kau dapat m enyusun kekuatan

    dari orang-orang y ang pada dasarnya sudah mempunyai

    landasan sendiri. Kemudian beberapa orang cantrik pilihan

    dan agaknya yang memang sudah kau per siapkan adalah

    Mahisa Semu dan Mahisa Amping. Namun Mahisa Amping

    masih terlalu kecil untuk di tempa menjadi seorang yang

    berilmu tinggi dalam waktu y ang pendek. Bagi anak itu masih

    diperlukan waktu beberapa tahun lagi. Namun agaknya yang

    segera dapat dimulai adalah Mahisa Semu, meskipun pada

    dasarnya, Mahisa Amping mempunyai beberapa kelebihan.

    Terutama ketajaman panggraitanya. Apabila hal itu dapat

  • dipertajam, maka Mahisa Amping kelak akan menjadi seorang

    yang m emiliki ilmu yang khusus. Kurnia y ang dilimpahkan

    oleh Yang Maha Agung itu tentu akan dapat dimanfaatkan

    untuk mengabdikan diri kepada sesama."

    Dengan nada dalam Mahisa Murti bertanya "Bagaimana

    pendapat Kiai tentang paman Wantilan dan Sambega. "

    "Seperti kau ngger, aku percaya kepada m ereka. Apalagi

    menurut ceriteramu tentang apa y ang pernah mereka lakukan.

    Karena itu, maka mereka termasuk orang-orang y ang pada

    dasarnya memang sudah memiliki landasan kemampuan

    sendiri. Tetapi aku yakin, bahwa kau akan dapat membentuk

    mereka. Bukan saja untuk meningkatkah kemampuan dalam

    olah kanuragan, tetapi juga meningkatkan pengabdian

    mereka. Karena rasa-rasanya mereka tidak lagi mempunyai

    banyak kepentingan bagi diri mereka sendiri. "

    Mahisa Murti mengangguk-angguk. Wantilan dan Sambega

    nampaknya memang tidak lagi banyak mempunyai

    kepentingan didalam sisa hidup m ereka. Wantilan sepanjang

    penglihatan Mahisa Murti telah benar-benar meny erahkan diri

    dan hidupnya bagi Padepokan Bajra Seta. S ejak ia berada di

    padepokan itu, maka apa yang dilakukannya hanyalah yang

    berarti bagi Padepokan Bajra Seta.

    Demikian pula Sambega. Ia benar -benar telah berubah

    sebagaimana Wantilan. Sambega telah meninggalkan

    kehidupannya y ang lama dan seakan-akan m emang m enjadi

  • manusia baru setelah ia tinggal di padepokan.

    Karena itu, maka Mahisa Murtipun berkata "Aku

    sependapat Kiai. Aku akan berusaha untuk berbuat sesuatu,

    agar paman Wantilan dan Sambega dapat membantu dalam

    banyak hal. Demikian pula ada ampat orang cantrik yang

    memiliki banyak kelebihan dari kawan-kawannya. Agaknya

    mereka dapat didor ong untuk dapat m embantu tugas-tugas

    disini."

    Itu tentu akan lebih baik. Sementara itu, angger Mahisa

    Murti sendiri akan selalu mengembangkan ilmu y ang telah kau

    miliki agar menjadi lebih masak." berkata Kiai Wijang.

    Ya, Kiai jawab Mahisa Murti.

    "Dengan demikian padepokan ini akan menjadi sebuah

    padepokan y ang baik. Padepokan y ang akan dapat berdiri

    sejajar dengan padepokan-padepokan t erbaik y ang ada di

    Singasari. Kita tahu ada banyak sekali padepokan-padepokan

    yang tersebar dimana-mana. Namun kitapun tahu, berapa

    padepokan yang benar-benar merupakan padepokan y ang baik

    dan memberikan arti bagi Singasari." berkata Kiai Wijang

    kemudian.

    Mahisa Murti mengangguk-angguk. Sementara Kiai Wijang

    berkata "Angger. Jika kau tidak berkeberatan, aku bersedia

    membantumu membina Padepokan Bajra Seta. Tetapi sudah

    tentu bahwa tidak setiap saat aku ada disini. Tetapi mungkin

    sebulan sekali atau dua kali aku dapat berada di padepokan ini

  • meskipun hanya untuk sepekan. Mungkin aku tidak perlu

    membatu m eningkatkan kemampuan dalam olah kanuragan,

    karena dasar ilmu kita berbeda. Tetapi aku mempunyai

    pengalaman y ang luas sebagai seorang petani dan peternak.

    Aku juga mempunyai pengalaman m emelihara berbagai jenis

    ikan di kolam -kolam. Aku juga mempunyai sedikit

    pengetahuan tentang perbintangan dan musim. Mungkin

    pengalamanku ini akan berarti bagi padepokan ini serta orangorang

    y ang tinggal di padukuhan-padukuhan disekitarnya,

    karena aku tahu bahwa kau tidak menutup hubungan dengan

    orang-orang dari padukuhan disekitar padepokan ini. Aku

    melihat anak-anak muda dari padukuhan-padukuhan disekitar

    tempat ini sering berkunjung kemari.

    "Terima kasih, Kiai" berkata Mahisa Murti "kami, seisi

    padepokan ini akan merasa beruntung sekali, jika Kiai

    berkenan selalu berkunjung ke padepokan ini. Kami m emang

    sangat memerlukan petunjuk tentang bermacam-macam hal

    yang akan dapat meningkatkah pengetahuan kami. Apa yang

    kami dapatkan disini memang sangat terbatas sehingga

    kehadiran Kiai akan sangat berarti bagi kami.

    "Tetapi jangan terlalu banyak berharap" berkata Kiai

    Wijang kemudian "Karena apa yang aku m iliki itu juga tidak

    terlalu banyak."

    "Tetapi semuanya itu akan sangat berarti bagi kami" sahut

    Mahisa Murti.

  • Dengan kesediaan itu, maka Mahisa Murti semakin

    berharap bahwa padepokannya akan menjadi semakin baik.

    Sebagaimana dikatakan oleh Kiai Wijang, padepokannya akan

    menjadi salah satu diantara padepokan yang baik di Singasari.

    Dalam pada itu, maka setelah beberapa hari berada di

    padepokan, maka Kiai Wjjangpun telah minta diri dengan

    kesediaannya untuk datang setiap kali ke Padepokan Bajra

    Seta.

    Sepeninggal Kiai Wijang, maka Mahisa Murtipun berusaha

    untuk memenuhi pesannya, membenahi diri. Untuk waktu

    yang panjang, Mahisa Murti selalu disibukkan oleh persoalanpersoalan

    diluar padepokannya Beberapa kali ia harus pergi ke

    Singasari, serta per soalan-persoalan y ang lain yang ju stru

    tidak menyangkut kepentingan padepokannya dalam

    keseluruhan.

    Seperti petunjuk dari Kiai Wijang, maka Mahisa Murti telah

    secara khusus membantu Wantilan dan Sambega untuk

    meningkatkan kemampuan mereka. Dengan bersungguhsungguh

    Mahisa Murti mendorong agar keduanya tidak

    terhenti pada tataran y ang telah dimilikiny a. Dengan ilmu dan

    kemampuannya y ang tinggi, Mahisa Murti dapat menuntun

    keduanya, meskipun landasan ilmu mereka berbeda, untuk

    mengisi kekurangan-kekurangan dan kekosongan ilmu

    mereka.

    Dengan bersungguh-sungguh pula Wantilan dan Sambega

  • mengikuti segala petunjuk-petunjuk Mahisa Murti. Apalagi

    mereka y akin bahwa ilmu Mahisa Murti telah menjadi

    semakin meningkat pula. Merekapun telah menyatakan

    kesediaan mereka untuk semakin banyak berbuat bagi

    padepokan mereka.

    Ternyata Wantilan dan Sambega mampu meny esuaikan diri

    dengan maksud Mahisa Murti. Mereka berusaha untuk

    meningkatkan ilmu mereka dengan unsur -unsur baru. Namun

    Mahisa Murti tidak dengan tergesa -gesa m emaksakan unsurunsur

    baru itu tanpa memperhatikan landasan yang telah ada.

    Namun justru karena kesediaan kedua orang itu serta hati

    mereka y ang terbuka, maka usaha merekapun menunjukkan

    hasilny a.

    Setapak demi setapak Wantilan dan Sambega mampu

    meningkatkan ilmu mereka. Pada umur yang sudah separo

    bay a, maka keduanya sama sekali tidak merasa terlambat

    untuk menjalani laku yang terhitung berat.

    Namun dengan demikian, maka ilmu mereka terasa

    menjadi semakin lengkap. Kekosongan dan kekurangan yang

    terdapat sebelumnya seakan-akan telah terisi sehingga ilmu

    mereda menjadi semakin mengental dan padat.

    Bahkan merekapun telah mulai meraba pada inti tenaga

    dasar dari ilmu mereka masing-masing. Sehingga

    ungkapannya pun menjadi jauh lebih tajam dari sebelumnya.

    Meskipun dasar ilmu y ang nampak pada Wantilan dan

  • Sambega tetap berbeda, namun terdapat persamaan isi dalam

    perkembangannya, karena keduanya mendapat tuntutan dari

    Mahisa Murti.

    Disamping kedua orang itu, maka Mahisa Murti juga telah

    membina tiga orang cantriknya yang t ertua. Bukan saja

    umurnya, tetapi juga masa kedatangan mereka di padepokan

    itu serta derajat kemampuan mereka.

    Tiga orang cantrik itu telah dipanggil oleh Mahisa Murti di

    pendapa bangunan induk padepokannya.

    Ketika ketiganya menghadap, maka Wantilan dan

    Sambegapun duduk pula bersama mereka.

    Kepada ketiga orang cantrik itu, Mahisa Murti menawarkan

    apakah mereka bersedia menjalani laku y ang berat untuk

    mencapai satu tataran ilmu y ang lebih tinggi.

    "Tentu " jawab mereka berbareng dengan serta merta.

    "Baiklah" berkata Mahisa Murti "jika demikian, maka

    kalian akan mendapat kesempatan khusus untuk menjalani

    laku. Aku ingin kalian akan dapat menjadi pembantu utama di

    padepokan ini bersama paman Wantilan dan paman Sambega.

    Selama ini kalian memang sudah melakukan tugas itu. Namun

    aku ingin kalian dapat meny elesaikan persoalan-per soalan

    yang lebih rumit di padepokan ini bahkan hubungannya

    dengan lingkungan diluar padepokan. "

    "Terima kasih " berkata salah seorang dari m ereka "kami

    memang menunggu kesempatan seperti ini."

  • "Tetapi kalian harus bekerja keras. Lebih keras dari y ang

    pernah kalian lakukan selama ini." berkata Mahisa Murti.

    "Kami berjanji" jawab salah seorang dari m ereka "apapun

    yang harus kami lakukan."

    "Kerja keras itu tidak akan selesai dalam waktu satu dua

    hari, atau satu dua pekan. Tetapi untuk waktu yang panjang"

    berkata Mahisa Murti pula

    "Sampai kapanpun akan kami jalani" jawab seorang dari

    ketiga orang cantrik itu.

    Mahisa Murti mengangguk-angguk. Ia y akin bahwa ketiga

    orang itu akan dapat memenuhi harapannya. Mereka tentu

    akan dapat ikut membantu tugas-tugas kepemimpinan di

    padepokan itu.

    Meskipun demikian harapan utama Mahisa Murti tetap ada

    pada Mahisa Semu dan Mahisa Amping. Bersama Mahisa

    Pukat mereka telah melakukan pengembaraan yang panjang

    untuk menemukan seseorang yang akan dapat menjadi

    tumpuan masa depan. Namun Mahisa Semu dan Mahisa

    Amping masih harus dimatangkan, sehingga memerlukan

    waktu y ang jauh lebih panjang. Karena Mahisa Semu dan

    Mahisa Amping akan ditempa secara khusus untuk memegang

    kendali padepokan di masa datang, meskipun Mahisa Murti

    menyadari bahwa rencana itu bukan rencana y ang mutlak,

    karena untuk menjadi seorang pemimpin yang terpenting

    bukan hanya sekedar kemampuan olah kanuragan, tetapi juga

  • kemampuan lain yang berhubungan dengan tatanan

    kehidupan serta lebih dari segalanya adalah pribadinya.

    Namun adalah menjadi kewajibannya untuk berusaha

    membina dan mempersiapkan pemangku jabatan

    kepemimpinan dimasa datang.

    Demikianlah, maka kecuali para cantrik y ang dipersiapkan

    untuk membantunya memimpin padepokan itu dalam jangka

    yang terhitung dekat serta Wantilan dan Sambega, maka

    Mahisa Murti dengan teratur membina Mahisa Semu dan

    Mahisa Amping. Mereka harus benar-benar memahami,

    menguasai dan mematangkan ilmu tahap demi tahap, karena

    tahapan-tahapan itu akan menjadi landasan bagi tataran

    berikutnya.

    Dengan demikian, maka ilmu kedua orang anak muda itu

    menjadi mantap dan padat.

    Ternyata untuk semuanya itu Mahisa Murti harus bekerja

    keras. Ia seakan-akan bekerja sendiri tanpa mengenal lelah.

    Hari-harinya seakan-akan habis dipergunakannya untuk

    membina isi padepokannya dari segala tataran.

    Wantilan dan Sambega y ang umurnya sudah menjelang

    separo bay a, memperhatikan Mahisa Murti dengan prihatin.

    Meskipun dalam ilmu kanuragan dan ilmu yang lain Mahisa

    Murti jauh melampaui kemampuan mereka, tetapi

    bagaimanapun juga umur mereka tidak akan dapat disusul

    dan dilampaui oleh Mahisa Murti.

  • Karena itu, maka kadang-kadang Wantilan dengan tarikan

    nafas panjang berkata kepada Sambega "Mahisa Murti telah

    kehilangan m asa remaja dan masa mudanya. Ia tidak dapat

    menikmati hari-harinya sebagaimana anak-anak muda yang

    lain. Bahkan para cantrik di padepokan ini y ang sempat

    bercanda, bermain dan kadang-kadang pergi keluar

    padepokan dan singgah di padukuhan-padukuhan terdekat. "

    "Ya " sahut sambega "jika Mahisa Murti ke padukuhan,

    tentu karena ada sesuatu y ang harus dilakukan. Ia menjadi

    seorang yang cara dan laku hidupnya menjadi jauh lebih tua

    dari umurnya yang sebenarnya. Apalagi karena kedudukannya

    sebagai seorang pemimpin padepokan. "

    Tetapi keduanya tidak dapat berbuat apa-apa. Nampaknya

    Mahisa Murti m emang sudah m eletakkan diri kedalam tugastugas

    pengabdiannya. Bahkan sejak ia masih bersama-sama

    Mahisa Pukat melakukan pengembaraan, maka m ereka telah

    melakukan Tapa Ngrame.

    Namun Mahisa Pukat yang kemudian berada di Kasatrian

    mempunyai kesempatan lebih baik untuk menikmati masa

    mudanya mekipun terbatas. Bahkan kemudian Mahisa Pukat

    telah melengkapi hidupnya dengan sebuah kehidupan

    keluarga.

    Ketika seperti y ang dijanjikan, Kiai Wijang datang ke

    Pa depokan Bajra Seta, maka pada satu kesempatan hal itu

    telah di katakan oleh Wantilan dan Sambega kepadanya.

  • Kiai Wijang hanya dapat menarik nafas dalam-dalam.

    Katanya "Ia memang kehilangan. Tetapi dengan apa yang

    dilakukan itu, ia mendapatkan kepuasan jiwa tersendiri.

    Memang berbeda dengan kesenangan bagi anak-anak muda

    sebay anya y ang lain.

    Wantilan dan Sambega mengangguk-angguk. Namun

    Wantilan itupun berkata "Tetapi bukankah dengan demikian

    ia telah kehilangan satu bagian dari jalan hidupnya.?

    Kiai Wijang mengangguk-angguk. Katanya "Ya. Ia telah

    kehilangan satu bagian dari hidupnya. Tetapi semua itu

    dilakukannya dengan penuh kesadaran. Jiwa pengabdiannya

    yang besar telah mengalahkan kesenangan pribadiny a.

    Tetapi apakah Mahisa Murti untuk selanjutnya tidak akan

    memikirkan diriny a sendiri? Apakah ia tidak akan me nginjak

    satu kehidupan rumah tangga sebagaimana dilakukan oleh

    Mahisa Pukat? bertanya Sambega.

    Mudah-mudahan pada suatu saat hatinya terbuka bagi

    seorang gadis" jawab Kiai Wijang.

    "Namun umurnya sudah menjadi semakin tua " berkata

    Wantilan.

    "Pada satu kesempatan aku akan berbicara dengan anak

    muda itu" berkata Kiai Wijang.

    "Mudah-mudahan Mahisa Murti t idak terbenam dalam

    pengabdiannya tanpa m emikirkan pribadinya. Jika hidupnya

    dilengkapi dengan sebuah keluarga, maka kami ingin melihat

  • ia mendapat kebahagian y ang utuh dalam hi dupnya. Selain

    kepuasan batin atas pengabdiannya, juga keutuhan kehidupan

    lahiriahnya terpenuhi

    Kiai Wijahg mengangguk-angguk. Ternyata para penghuni

    padepokan itu juga memikirkan Mahisa Murti sebagai satu

    pribadi, y ang perlu melengkapi diri dalam kehidupan

    kesehariannya sebagai satu kewajaran.

    Ternyata Kiai Wijang memang memenuhi janjinya. Pada

    satu kesempatan ia memang berkata kepada Mahisa Murti

    tentang kehidupan pribadinya.

    Tetapi ketika hal itu disampaikan kepada Mahisa Murti,

    maka Mahisa Murti ter senyum sambil m enjawab "Bukankah

    masa itu akan datang dengan sendirinya?

    "Tetapi umurmu akan tumbuh terus, ngger. Pamanmu

    Wantilan dan Sambega ternyata ikut memikirkanmu. Dan jika

    kau percaya, ay ahmu juga pernah mengatakan hal itu

    kepadaku.

    "Kiai sering mengunjungi ayah? bertanya Mihisa Murti.

    "Baru akhir-akhir ini, ngger. Ternyata orang-orang tua

    kadang-kadang memerlukan untuk saling bertemu dan

    berbicara apa saja. Tetapi y ang kami bicarakan kebanyakan

    justru hal-hal yang tidak penting. Rasa-rasanya kami sudah

    terlalu letih untuk membicarakan persoalan-per soalan yang

    dapat membebani perasaan.

    "Sebagaimana ay ah, Kiai juga sebaiknya lebih banyak

  • beristirahat" berkata Mahisa Murti.

    "Aku juga sudah terlalu banyak berisitirahat. Aku kita,

    ay ahmu memang sedikit lebih tua dari aku ngger. Namun

    ay ahmu masih mempunyai kesibukan di istana. Sekali-kali

    ay ahmu masih m enghadap Sri Maharaja dan Ratu Angabaya.

    Sementara aku tidak m empunyai kesibukan apa-apa. Karena

    itu, aku merasa senang bahwa aku boleh datang mengunjungi

    padepokan ini setiap kali dan sedikit m embangi pengalaman

    dengan para cantrik.

    "Kami justru berterima kasih sekali, Kiai " desis Mahisa

    Murti.

    "Tetapi sebaiknya kau tetap memperhatikan harapan

    ay ahmu, pamanmu Wantilan dan Sambega dan tentu juga

    Mahisa Pukat.

    Mahisa Murti tersenyum. Namun Kiai Wijang ternyata

    mampu menangkap betapa asamnya perasaan Mahisa Murti.

    Kiai Wijang tidak berkata lebih jauh. Tetapi ia sudah

    memperingatkannya. Kepada Wantilan dan Sambega pada

    kesempatan lain, telah diceritakannya pula pembicaraannya

    dengan Mahisa Murti itu.

    Namun dalam pada itu, Mahisa Murti masih saja tenggelam

    dalam tugasnya. Ditempanya tiga orang cantrik tertua. Bukan

    sa ja dalam olah kanuragan, tetapi juga kemampuan

    memimpin para cantrik yang lebih muda dari padanya.

    Sementara itu Kiai Wijang benar-benar telah m elengkapinya

  • dengan berbagai macam pengalaman yang sangat berarti bagi

    mereka.

    Dengan demikian, m aka ketiga orang itupun telah benarbenar

    menjadi cantrik yang memiliki kemampuan yang

    semakin tinggi sebagaimana Wantilan dan Sambega. Sehingga

    karena itu, m aka mereka akan mendapat keperca yaan lebih

    besar dari Mahisa Murti untuk membantunya, memimpin

    Pa depokan Bajra Seta.

    Sementara itu, Mahisa Semu dan Mahisa Amping tumbuh

    sejalan dengan perkembangan ilmu mereka. Bukan saja dalam

    olah kanuragan, tetapi juga ilmu y ang lain. Karena Kiai

    Wijangpun sangat m enaruh perhatian terhadap mereka. Pada

    waktu-waktu tertentu Kiai Wijang memang berada di

    padepokan itu sebagaimana dijanjikannya.

    Demikianlah dari hari kehari, Padepokan Bajra Seta

    tumbuh semakin subur. Bukan saja kemampuan para cantrik,

    tetapi juga kesejahteraan hidup mereka sehari -hari.

    Penghasilan sawah dan ladangnya semakin meningkat berkat

    cara pengolahan tanah yang semakin baik. Pengalaman Kiai

    Wijang yang mereka ungkapkan dalam kerja sehari -hari

    ternyata telah membuahkan hasil. Pategalan yang semula

    kering telah m enjadi ba sah. Air sungai y ang dinaikkan untuk

    mengairi tanah dan sebuah kolam yang luas. Beberapa petak

    tanah y ang dipergunakan untuk perternakan serta sebuah

    padang rumput tempat menggembala. Sementara itu, didalam

  • dinding padepokan terdapat beberapa kelompok tempat kerja

    pande besi yang telah mempergunakan peralatan dan cara

    yang dipelajari dari para pande besi dari Singasari, sehingga

    hasilny a menjadi jauh lebih baik dari sebelumnya. Bukan saja

    pembuatan alat-alat pertanian tetapi juga pembuatan senjata.

    Hubungan padepokan itu dengan padukuhan disekitarnya

    menjadi semakin baik. Sehingga Padepokan Bajra Seta rasarasanya

    memang menjadi bagian dari lingkungannya.

    Tanah yang tergelar disekitar Padepokan Bajra Seta

    nampak hijau segar sampai di lembah-lembah dan lereng

    pegunungan.

    Mahisa Murti y ang memimpin Padepokan Bajra Seta,

    sebagaimana dikatakan oleh Kiai Wijang memang

    mendapatkan kepuasan tersendiri dengan hasil yang

    kasatmata itu . Bukan saja karena hijaunya lembah dan lereng

    pegunungan, tetapi juga peningkatan kemampuan cantrikcantriknya

    y ang akan membekali m ereka dimasa mendatang.

    Tidak hanya dalam olah kanuragan. Tetapi juga sebagai bekal

    di berbagai sisi kehidupan.

    Dalam pada itu, k etika ketiga orang cantrik yang ditempa

    secara khusus telah mencapai satu tataran tertentu, maka

    Mahisa Murtipun berniat untuk mengukuhkan kedudukan

    mereka. Tiga orang cantrik itupun telah ditetapkannya

    menjadi pembantu utamanya dalam memimpin padepokan itu

    bersama Wantilan dan Sambega.

  • Didepan para cantrik, maka Mahisa Murti telah

    menetapkan ketiga orang itu akan ikut memimpin Padepokan

    Bajra Seta dibawah kepemimpinannya, ber sama Wantilan dan

    Sambega. Namun karena Wantilan dan Sambega umurnya

    lebih tua dari mereka, serta mempunyai pengalaman yang

    lebih luas, maka mereka harus selalu mendengarkan pendapat

    dan petunjuknya.

    "Dengan ini" berkata Mahisa Murti dihadapan penghuni

    Pa depokan Bajra Seta "aku menetapkan bahwa Manyar,

    Parama dan Lembana untuk mengemban tugas sebagai Putut

    di Padepokan ini sehingga untuk selanjutnya mereka akan

    disebut Putut Many ar, Parama dan Lembana di lingkungan

    Bajra Seta. Mereka akan membantu aku, paman Wantilan dan

    paman Sambega memimpin padepokan ini.

    Ketetapan itu disambut dengan gembira oleh para cantrik,

    karena sejak sebelumnya, ketiga orang itu memang sudah

    melakukan tugas sebagaimana ditetapkan itu. Namun dengan

    ketetapan itu maka kedudukan mereka menjadi jelas.

    Sementara itu, Mahisa Murti telah menunjuk tiga orang

    cantrik yang lain y ang akan m engikuti latihan-latihan khusus

    untuk meningkatkan kemampuan m ereka agar mereka juga

    akan dapat membantu memimpin padepokan itu untuk masa

    mendatang.

    Demikianlah, maka kedudukan Padepokan Bajra Seta rasarasanya

    menjadi semakin mapan. Jalur kepemimpinan yang

  • mulai terbagi itu akan dapat meningkatkan tata kehidupan di

    padepokan itu diberbagai segi.

    Anak-anak muda dari padukuhan-padukuhan disekitar

    padepokan itupun menjadi semakin banyak y ang datang

    berkunjung sehingga seakan-akan mereka telah menyatu

    dengan para cantrik.

    Namun dalam pada itu, selagi padepokan Bajra Seta dan

    padukuhan-padukuhan disekitarnya merasakan kehidupan

    yang semakin mapan, maka Kabuyutan mereka mulai

    terganggu dengan kedatangan beberapa kelompok pengungsi

    dari Kabuyutan disebelah hutan y ang m emanjang membatasi

    kedua Kabuyutan itu. Orang-orang Kabuyutan seberang hutan

    yang mempunyai sanak saudara di Kabuyutan Talang Alun

    itupun telah berdatangan untuk mencari perlindungan.

    Anak-anak muda dari nadukuhan-padukuhan sebelah y ang

    termasuk lingkungan Kabuyutan Talang Alun telah

    menceriterakan hal itu kepada para cantrik, sehingga

    akhirnya, hal itu didengar oleh Mahisa Murti.

    "Apa yang terjadi di

    Kabuyutan Talang Alun ?"

    bertanya Mahisa Murti.

    Putut Manyar yang

    langsung mendengar dari

    anak-anak muda

    padukuhan disebelah

  • padepokan itu

    memberitahukan tentang

    datangnya kelompokkelompok

    pengungsi dari

    Kabuyutan diseberang

    hutan.

    Mereka menyeberangi

    hutan itu dalam kelompokkelompok

    menuju ke

    Kabuyutan Talang Alun. Di

    Kabuyutan diseberang hutan itu telah terjadi k eributan yang

    agaknya sangat m encemaskan, sehingga banyak orang yang

    terpaksa mengungsi.

    "Aku belum dapat bertemu langsung dengan para

    pengungsi itu " berkata Putut Manyar kemudian.

    "Pergilah ke padukuhan bersama anak-anak muda itu.

    Temuilah satu dua orang pengungsi untuk mendapatkan

    keterangan, kenapa mereka harus mengungsi."

    Putut Manyar bersama seorang cantrik segera melakukan

    tugas itu. Bersama dua orang anak muda dari padukuhan

    sebelah, y ang kebetulan juga didatangi oleh sekelompok

    pengungsi, berusaha untuk dapat bertemu dengan mereka.

    Dari pertemuan itu Putut Manyar segera mengetahui,

    bahwa para pengungsi itu berada dalam ketakutan.

    Sebuah keluarga yang mengungsi dirumah pamannya y ang

  • tinggal di Kabuyutan Talang Alun tidak sempat membawa

    barang-barangnya selain seikat benda-bendayang paling

    berharga.

    "Tetangga-tetangga kam i juga tidak sempat membawa apaapa."

    berkata seorang laki -laki separo bay a y ang m engungsi

    bersama keluarganya itu.

    "Apa y ang telah terjadi di padukuhan kalian ?" bertanya

    Putut Manyar.

    "Keributan. Setiap kali datang orang -orang y ang mula-mula

    sekedar menakut-nakuti. Namun kemudian mereka telah

    menangkapi pemimpin-pemimpin padukuhan kami. Ki Bekel

    dan para bebahu sudah ditangkapi. Satu dua orang diantara

    mereka y ang m encoba melawan, nasibny a tidak kita ketahui

    lagi. Ki Bekelpun telah terluka pula dan jatuh ketangan

    mereka. " jawab orang itu.

    "Apa yang mereka kehendaki ? bertanya Putut Manyar.

    "Kami tidak tahu pasti. Tetapi menurut pendengaran kami,

    telah terjadi perebutan warisan di Kabuyutan kami." jawab

    orang itu.

    "Perebutan warisan ? Kenapa sampai terjadi kekerasan atas

    para pemimpin padukuhan ? Seberapa besarnya warisan yang

    diperebutkan itu ?

    "Warisan kedudukan. Sebenarnya terjadinya tidak di

    Kabuyutan kami. T etapi terjadi di Kabuyutan Pudaklamatan.

    Tetapi Ki Buyut di Pudaklamatan memang masih ada

  • hubungan keluarga dengan Ki Buyut di Kabuyutan kami.

    Kabuyutan Sendang Apit."

    "Bukankah Kabuyutan-Kabuyutan itu terletak di seberang

    hutan itu ?" bertanya Putut Manyar pula.

    "Ya. Kami dalam kelompok-kelompok telah menyeberang

    hutan. Keberanian kami melawan binatang buas timbul

    didesak oleh ketakutan kami terhadap orang-orang yang

    mengacaukan padukuhan kami, melukai dan menangkap Ki

    Bekel serta beberapa orang lainnya. "

    Putut Manyar m engangguk-angguk. Agaknya telah terjadi

    pergolakan disebrang hutan. Pergolakan itu memang tidak

    begitu terasa di Kabuyutan Talang Alun, jika saja tidak ada

    arus pengungsi y ang berdatangan.

    Keterangan itu oleh Putut Manyar telah dibawa ke

    Pa depokan Bajra Seta. Dihadapan para pemimpin Padepokan

    Bajra Seta, Putut Manyar telah menceriterakan hasil

    pembicaraannya dengan para pengungsi y ang sempat

    ditemuinya.

    Jarak antara kedua Kabuyutan itu dengan Kabuyutan

    Talang Alun memang tidak sangat jauh. Tetapi karena

    diantara Kabuyutan itu dengan Kabuyutan Talang Alun

    dipisahkan oleh hutan y ang masih terhitung lebat, maka

    hubungan antara Kabuyutan-kabuyutan itu dengan Kabuyutan

    Talang Alun tidak terlalu rapat. Apalagi dengan padepokan

    Bajra Seta.

  • Mahisa Murti dan para pemimpin y ang lain mendengarkan

    keterangan Putut Manyar itu dengan sungguh-sungguh.

    Namun sebagaimana tanggapan mereka, Mahisa Murtipun

    berkata "Kita memang tidak dapat langsung mencampuri

    persoalan ini. Tetapi ada baiknya kita selalu mengikuti

    perkembangannya. Jika persoalannya merembet

    menyeberangi hutan sampai ke Kabuyutan Talang Alun, maka

    mau tidak mau kita harus mencampurinya. Kabuyutan itu

    adalah Kabuyutan kita pula."

    Yang lain mengangguk-angguk. Mereka memang

    sependapat. Padepokan Bajra Seta tidak dapat dengan tergesagesa

    menentukan satu sikap sebelum m engetahui lebih jauh,

    apa y ang sebenarnya telah terjadi.

    Namun Mahisa Murti telah memerintahkan kepada Putut

    Manyar untuk terus-menerus mengikuti persoalan yang timbul

    justru karena arus pengungsi yang mengalir menyeberangi

    hutan yang terhitung lebat itu.

    Dengan perintah itu, m aka Putut Manyar memang sering

    pergi ke padukuhan sebelah. Ia sering duduk berbincang

    dengan anak-anak muda yang semakin meningkatkan

    penjagaan. Apalagi di malam hari. Kedatangan para pengungsi

    itu memang telah menimbulkan persoalan y ang harus

    ditangani dengan hati-hati oleh padukuhan sebelah.

    Dimalam hari Putut Manyar dengan dua atau tiga cantrik

    kadang-kadang ikut berada digardu sampai menjelang fajar.

  • Kehadiran mereka selalu disambut baik oleh anak-anak muda

    padukuhan. Rasa-rasanya mereka memberikan ketenangan,

    karena anak-anak muda itu tahu, bahwa para cantrik dari

    Pa depokan Bajra Seta adalah orang-orang y ang cukup terlatih.

    Ternyata kedatangan para pengungsi memang

    mendatangkan masalah bagi padukuhan-padukuhan di

    Kabuyutan Talang Alun. Ternyata ada juga orang-orang yang

    tidak berjantung, yang memanfaatkan keadaan yang rumit itu

    untuk mencari keuntungan bagi diri sendiri, bahkan dengan

    cara yang paling buruk.

    Orang-orang y ang bermaksud jahat memperhitungkan

    bahwa para pengungsi itu tentu membawa barang-barang

    mereka y ang paling berharga. Karena itu, m aka orang-orang

    yang hidupnya berada dibay angan yang hitam, seolah-olah

    mendapat kesempatan untuk meningkatkan kegiatan mereka.

    Tetapi ternyata bahwa anak-anak muda di padukuhan itu

    tidak tinggal diam. Bahkan ketika percobaan perampokan

    pernah terjadi, m aka para pengungsi itupun telah ikut pula

    dalam kegiatan anak-anak muda dan para penghuni

    padukuhan ditempat pengungsian mereka, karena mereka

    tahu, bahwa persoalan itu justru timbul karena kehadiran para

    pengungsi itu.

    Tetapi kelompok penjahat y ang besar, m enganggap bahwa

    anak-anak itu tidak akan mampu mencegah mereka.

    Tetapi mereka tidak memperhitungkan, bahwa anak-anak

  • muda padukuhan-padukuhan disekitar padepokan itu sering

    berada di padepokan dan bermain-main dengan para cantrik.

    Bahkan mereka mendapat waktu y ang khusus untuk serba

    sedikit mempelajari ilmu kanuragan, serta mempergunakan

    berbagai jenis senjata.

    "Tetapi kita harus berhati-hati terhadap para penghuni

    padepokan itu " b erkata salah seorang pemimpin sekelompok

    perampok kepada para pengikutnya.

    "Mereka tentu tidak akan ikut cam pur" sahut salah seorang

    diantara para pengikutnya itu.

    "Belum tentu " jawab yang lain "mereka sering berkeliaran

    di padukuhan-padukuhan.

    "Mereka tentu sekedar mencari makan" jawab pengikut

    yang pertama.

    "Bagaimanapun juga kita harus berhati-hati" berkata

    pemimpinnya "apapun yang mereka cari di padukuhan,

    kehadiran mereka akan mempengaruhi semua rencana kita.

    Bukankah kita sudah mendengar bahwa penghuni padepokan

    itu m emiliki kemampuan olah kanuragan ? Aku sendiri tidak

    akan pernah takut menghadapi siapapun juga, bahkan

    pemimpin padepokan itu sekalipun. Tetapi jumlah mereka

    agaknya terlalu banyak bagi kita."

    "Bukankah hanya satu dua orang saja y ang sering

    berkeliaran di padukuhan-padukuhan ?" berkata seorang

    pengikutnya.

  • "Ya. Tetapi dengan isyarat atau suara kentongan, m ereka

    dapat m emanggil kawan-kawannya, karena jarak padepokan

    itu dari padukuhan tidak terlalu jauh sehingga dapat dijangkau

    oleh suara kentongan. " jawab pemimpinnya.

    Para pengikutnya mengangguk-angguk. Namun sebagian

    dari m ereka tidak banyak m emperhitungkan gangguan yang

    dapat dilakukan oleh para penghuni padepokan.

    Meskipun demikian, pemimpinnya masih berusaha untuk

    memperhatikan kegiatan para cantrik di padepokan. Tetapi

    rasa-rasanya memang tidak banyak cantrik y ang keluar dan

    pergi ke padukuhan. Jika mereka melihat dua atau tiga orang

    yang nampak mengunjungi padukuhan terdekat, maka mereka

    merasa bahwa para cantrik itu dapat diabaikannya.

    Namun y ang terjadi lebih dahulu, justru pertengkaran

    kelompok-kelompok penjahat itu sendiri. Ketika sekelompok

    penjahat y ang dipimpin oleh Jaran Abang berpapasan dengan

    sekelompok yang lain, y ang dipimpin oleh Ki Sempon telah

    terjadi salah paham, sehingga diantara kedua kelompok itu

    telah terjadi perkelahian. Beberapa orang telah menjadi

    korban. Namun ketika kelompok Ki Sempon m elarikan diri,

    maka korban y ang terbunuh dalam perkelahian itu telah

    ditinggalkan begitu saja. Bahkan diantara mereka terdapat dua

    orang yang terluka namun masih dapat mempertahankan

    hidupnya, sehingga ketika seorang gembala menemukan

    mereka, mereka masih hidup.

  • Gembala itu terkejut melihat beberapa sosok tubuh

    terbaring diam. Karena itu sambil berteriak-teriak ia berlari

    pulang. Bahkan ampat ekor kambingnya ditinggalkannya

    begitu saja.

    Beberapa orang daii padukuhan, termasuk Ki Bekel y ang

    mendapat laporan tentang bekas perkelahian itupun segera

    datang. Mereka masih sempat m enemukan dua orang yang

    masih hidup meskipun terluka parah.

    "Rawat mereka" perintah Ki Bekel "dari m ereka kita akan

    mendapat keterangan. "

    Orang-orang padukuhan itupun kemudian telah m embawa

    kedua orang yang masih hidup itu ke banjar. Dipanggilnya

    dukun y ang paling baik di padukuhan itu untuk mengobati

    luka-luka y ang cukup parah.

    "Usahakan agar kedua orang itu tetap hidup" berkata

    seorang anak muda kepada dukun y ang segera datang.

    Tetapi dukun itu menjawab "Aku akan berusaha sejauh

    dapat aku lakukan. Tetapi hidup dan matinya tidak tergantung

    kepadaku."

    Anak muda itu m enarik nafas dalam-dalam. Namun iapun

    telah mengangguk mengiakan.

    Sementara itu, tiga orang y ang telah terbunuhpun segera

    dikuburkan. Namun Ki Bekel dan beberapa orang padukuhan

    telah menduga, bahwa yang terjadi adalah benturan kekuatan

    antara para penjahat y ang berebut ladang.

  • Sebenarnyalah ketika kedua orang y ang terluka itu mulai

    dapat berbicara dengan agak jela s, maka mereka mengaku

    bahwa kedua-duanya adalah para pengikut Ki Sempon.

    "Seorang kawanku mati. Tetapi dua orang pengikut Jaran

    Abang juga mati." berkata orang itu.

    "Apa sebenarnya y ang kalian perebutkan ?" bertanya Ki

    Bekel meskipun ia sudah dapat menduga apa y ang telah

    terjadi.

    "Kami memperhitungkan bahwa para pengungsi tentu

    membawa barang-barang mereka yang paling berharga. Itulah

    yang kami inginkan disamping harta benda y ang sudah ada di

    padukuhan ini " jawab orang y ang terluka itu.

    "Jika kalian inginkan harta benda para penghuni

    padukuhan itu, kenapa baru sekarang hal itu kalian lakukan

    "Sudah aku katakan. Para pengungsi itu seakan-akan telah

    mempersiapkan harta-bendanya untuk begitu saja kami

    ambil" jawab orang itu.

    Ki Bekel mengangguk-angguk. Tetapi semakin jelas baginya

    bahwa per soalan yang timbul karena kedatangan para

    pengungsi itu akan saling berkait. Padukuhannya harus

    bersiaga menghadapi segala kemungkinan, namun mereka

    juga harus meny ediakan pangan bagi mereka yang tinggal

    dilingkungan sanak kadang mereka di Kabuyutan Talang Alun.

    Tetapi mereka t idak akan dapat m enolak kehadiran para

    pengungsi yang ketakutan di kampung halaman mereka

  • sendiri berdasarkan peri kemanusiaan.

    Kepada orang-orang y ang ingin memanfaatkan kesulitan

    orang lain itu, membuat Ki Bekel m enjadi sangat berprihatin.

    Ju stru orang-orang y ang memerlukan perlindungan dan

    pertolongan itu malah menjadi sasaran kejahatan.

    Karena itu, Ki Bekelpun telah memerintahkan orang-orang

    sepadukuhan itu bangkit m elawan mereka. Sementara itu, Ki

    Bekelpun telah mengirimkan laporan kepada Ki Buyut Talang

    Alun.

    Dengan cepat pula Ki Buyut menyampaikan laporan itu

    kesemua padukuhan dilingkungannya dengan harapan, agar

    semua padukuhan menjadi waspada dan bersiap menghadapi

    segala kemungkinan. Terutama padukuhan-padukuhan yang

    menjadi tempat tujuan para pengungsi yang datang dari

    seberang hutan.

    Namun Jaran Abang sama sekali t idak terpengaruh oleh

    kesiagaan anak-anak muda dan bahkan semua laki -laki yang

    masih mampu memegang senjata. Menurut Jaran Abang yang

    kemudian seakan-akan menguasai ladang perburuan itu,

    anak-anak m uda itu sama sekali tidak akan mampu berbuat

    banyak.

    Namun hal itupun segera didengar oleh para cantrik di

    padepokan. Putut Many arpun telah memberikan laporan

    tentang hal itu kepada Mahisa Murti.

    "Kita harus membantu padukuhan-padukuhan y ang

  • menjadi sasaran ancaman para penjahat itu" berkata Mahisa

    Murti.

    Dengan demikian, maka Mahisa Murtipun telah

    memerintahkan ketiga orang Pututnya, masing-masing

    bersama dua orang cantrik terpilih untuk berada di

    padukuhan-padukuhan y ang paling rawan. Namun merekapun

    berpesan jika dipadukuhan lain terjadi pula perampokan,

    maka mereka harus dengan cepat memberikan isyarat dengan

    kentongan.

    Sebenarnyalah, bahwa pada malam yang sudah

    direncanakan, maka Jaran Abang telah membawa orangorangnya

    menuju ke padukuhan Logandeng. Logandeng

    memang bukan padukuhan terdekat dengan padepokan Bajra

    Seta. Namun Putut Lembana dengan dua orang cantrik

    terpilih berada di padukuhan itu.

    Sebelum m ereka memasuki padukuhan itu, Jaran Abang

    telah memerintahkan melihat -lihat, apakah ada y ang menarik

    perhatian di padukuhan itu.

    Dimata pengikut Jaran Abang yang diperintahkan untuk

    melihat keadaan padukuhan itu memang tidak adanya

    kelainan dari kemungkinan y ang mereka bayangkan. Anakanak

    muda di gardu-gardu perondan. Mungkin beberapa

    orang laki -laki yang lebih tua berkumpul di banjar dan

    dirumah Ki Bekel y ang ketakutan.

    Kepada mereka y ang mengamati padukuhan itu Jaran

  • Abang bertanya "Apakah kau tidak m elihat orang-orang dari

    Pa depokan sebelah y ang berkeliaran di padukuhan itu ?

    Orang yang mendapat perintah mengamati padukuhan itu

    memang tidak melihat sekelompok cantrik y ang bergabung

    dengan anak-anak muda di padukuhan itu. Mereka m emang

    tidak melihat Putut Lembana dan hanya dua orang cantrik

    yang memang berada di gardu dimulut lor ong.

    Dari kegelapan salah seorang diantara mereka y ang

    mengamati padukuhan itu melihat beberapa orang anak muda

    yang berada di gardu dimulut lor ong. Namun nampaknya

    tidak ada orang lain diantara anak-anak muda itu. Mereka

    bergurau dan bercanda sebagaimana dengan kawan-kawan

    akrab mereka.

    Sebenarnyalah bahwa Putut Lembana dapat m enempatkan

    diri. Selain ia memang masih muda, iapun dapat bergurau

    sebagaimana anak-anak muda y ang lain. Sehingga dengan

    demikian, maka tidak seorangpun y ang menyangka bahwa

    Putut Lembana dan dua orang cantrik yang meny ertainya,

    bukan bagian dari anak muda di padukuhan itu.

    Berda sarkan atas keterangan itu, maka Jaran Abang tidak

    menunda lagi niatnya. Diperintahkannya para pengikutnya

    untuk bersiap menghadapi segala kemungkinan.

    "Jika ada cantrik y ang bersembunyi di rumah Ki Bekel, kita

    tidak boleh ragu -ragu menghadapinya. Kita akan

    menghancurkan mereka sebagaimana kita menghancurkan

  • kelotnpok Ki Sempon y ang dungu itu." berkata pemimpin

    mereka.

    Demikianlah, maka tanpa melewati reg ol padukuhan,

    mereka memasuki dinding padukuhan itu. Mereka

    berloncatan memanjat dinding dan meloncat memasuki

    sebuah kebun y ang luas dan sepi.

    Sejak sehari sebelumnya mereka sudah memilih sasaran.

    Mereka melihat sebuah rumah y ang besar y ang memang tidak

    terlalu jauh dari rumah Ki Bekel. Merka mengetahui bahwa

    ada beberapa pengungsi yang tinggal di rumah y ang besar itu.

    Bukan pengungsi kebanyakan. Tetapi nampaknya juga orangorang

    berada sebagaimana pemilik rumah itu.

    "Kita akan m endapatkan apa yang kita cari " berkata Jaran

    Abang "kita tidak boleh ragu -ragu."

    Para pengikutnya mengangguk-angguk. Telah berpuluh kali

    mereka melakukan perampokan. Karena itu, apa yang akan

    mereka lakukan itu seakan-akan tidak berbeda dengan saatsaat

    mereka akan menuai padi disawah mereka ketika padi

    sudah mulai menguning dan menjadi masak.

    Meskipun demikian, Jaran Abang memang memerintahkan

    agar mereka berusaha untuk tidak diketahui oleh anak-anak

    muda. Bagi mereka hal itu tentu akan lebih baik.

    Meskipun mereka y akin bahwa anak-anak muda itu tidak

    akan dapat menghentikannya, namun jika terjadi benturan

    kekerasan, maka ia tentu akan kehilangan satu dua

  • pengikutnya atau setidak-tidaknya ada diantara mereka yang

    terluka.

    Karena itu, dengan hati-hati sekelompok orang y ang

    dipimpin oleh Jaran Abang itu telah menyusup disela-sela

    pepohonan di halaman-halaman rumah yang sepi, karena

    pintu-pintu rumah tertutup rapat.

    Untuk beberapa saat Jaran Abang dan para pengikutnya

    mengendap di halaman rumah yang berseberangan dengan

    rumah yang akan menjadi sasaran. Jaran Abang sendiri telah

    meloncat dan menelungkup diatas dinding halaman untuk

    memperhatikan apakah keadaan cukup aman.

    Ternyata jalan terlalu sepi. Rasa-rasanya tidak ada

    seorangpun y ang lewat dimalam y ang dingin itu. Bahkan para

    perondapun lebih senang tetap berada digardu-gardu.

    Berkelakar sambil menghirup minuman hangat.

    Karena itu, maka Jaran Abangpun telah memberikan

    isy arat kepada para pengikutnya untuk dengan cepat

    menyeberangi jalan dan masuk ke halaman rumah y ang akan

    menjadi sasaran.

    Semuanya itu dapat dilakukan dengan cepat. Para

    pengikutnya y ang berpengalaman itu tidak memerlukan

    terlalu banyak petunjuk. Mereka tahu apa y ang harus mereka

    lakukan.

    Beberapa saat Jaran Abang dan para pengikutnya

    menunggu sambil mengamati rumah y ang terhitung besar itu.

  • Jaran Abang sudah membayangkan bahwa mereka akan

    mendapat hasil y ang baik dirumah itu. Kecuali pemilik rumah

    itu sendiri terhitung orang yang berada, maka para pengungsi

    yang ada dirumah itupun tentu orang-orang yang berada pula.

    Jika mereka membawa barang-barang berharga dari

    kampung-halamannya, maka barang-barang berharga itu

    tentu disimpannya dalam satu kotak atau kantung khusus

    yang tinggal mengambil dan membawanya.

    Namun ketika Jaran Abang itu mulai akan bertindak, maka

    iapun mengumpat ka sar. Ia mendengar suara kotekan para

    peronda. Ampat orang anak muda membawa kentongankentongan

    kecil menyusuri jalan-jalan m embangunkan para

    penghuni rumah y ang tidur ny enyak agar mereka tidak terlalu

    terlena dalam mimpi sehingga kehilangan kewaspadaan.

    Jaran Abang terpaksa mengurungkan niatnya. Ia m emberi

    isy arat kepada para pengikutnya agar bersembuny i di halaman

    rumah itu. Namun merekapun sadar, bahwa penghuni rumah

    itu tentu akan terbangun oleh suara kentongan-kentongan

    kecil di tangan para peronda itu.

    "Aku ingin menghentikan bunyi kent ongan itu" geram salah

    seorang pengikut Jaran Abang.

    Tetapi Jaran Abang berdesis

    "Biarkan saja. Hati-hatilah,

    jangan menarik perhatian

    mereka. "

  • Para pengikut Jaran Abang

    itupun kemudian benar-benar

    berusaha untuk berdiam diri.

    Anak-anak muda y ang

    meronda itupun semakin dekat

    dengan halaman tempat para

    pengikut Jaran Abang itu

    bersembunyi sekaligus sebagai

    sa saran utama usaha

    perampokan y ang akan mereka

    lakukan.

    Namun orang-orang yang sudah berpengalaman itu

    memang tidak begitu memperhitungkan para peronda itu.

    Meskipun mereka sedang bersembunyi, tetapi ada saja

    diantara mereka yang tidak sepenuhnya berusaha untuk tidak

    menimbulkan bunyi atau gerak. Sehingga karena itu, maka

    ketika anak-anak muda itu lewat dan bunyi kentongan mereka

    berhenti sejenak, seorang diantara anak-anak muda yang

    meronda itu memang mendengar gemerisik di belakang

    dinding halaman yang tidak t erlalu tinggi.

    Telinga anak-anak muda padukuhan itu sendiri m emang

    tidak mendengar buny i itu. Tetapi seorang diantara mereka

    yang meronda berkeliling itu adalah Putut Lembana yang

    mempunyai pendengaran yang sangat tajam telah m endengar

    gemerisik itu. Putut itu menduga bahwa suara itu adalah suara

  • kaki seseorang y ang sedang beringsut atau bergeser dari

    tempatnya ke tempat yang lain.

    Tetapi Putut Lembana tidak segera berbuat sesuatu, la

    masih saja bersikap sebagaimana semula. Tetapi Putut itu

    ternyata telah m elihat-lihat beberapa batang pepohonan yang

    ada di halaman rumah yang besar itu.

    "He, kau lihat pohon jambu air itu ?" desis Putut Lembana.

    Tetapi cukup kuat untuk didengar oleh orang-orang yang ada

    didalam dinding.

    Anak-anak muda padukuhan itu mengangguk. Seorang

    diantara mereka menjawab "Jambu air itu berbuah sepanjang

    musim."

    "Buahnya tentu segar sekali" berkata Putut Lembana.

    "Ya. Tetapi jarang sekali kami, anak-anak padukuhan ini

    merasakan segarnya jambu air itu

    "Kenapa ? bertanya Putut Lembana.

    "Penghuninya memang agak kikir. Jambu itu biasanya

    dijual langsung dipohonnya. Namun dalam waktu singkatnya,

    buahnya telah memenuhi segala cabang dan rantingrantingnya

    lagi." jawab anak muda itu.

    "Aku ingin mencicipinya " berkata Putut Lembana.

    Anak-anak muda itu menjadi termangu-mangu. Jika

    pemilik rumah itu tahu, maka ia tentu akan sangat marah.

    Tetapi Putut Lembana itu berkata "Aku tidak akan memetik

    buah dipohon itu. Aku hanya ingin mencari sisa-sisa kelelawar

  • yang berserakan dibawah pohon itu. Tentu ada yang m asih

    utuh satu atau dua buah.

    Anak-anak muda itu merasa heran. Apakah Putut Lembana

    benar-benar tidak pernah makan jambu air ? Seorang diantara

    anak-anak muda itu pernah berada untuk beberapa hari di

    padepokan. Seingatnya di padepokan terdapat juga pohon

    jambu air. Bahkan tidak hanya sebatang. Rasa-rasanya ada

    pohon jambu air putih dan ada pohon jambu air yang merah.

    Bahkan ada sebatang pohon jam bu dersana y ang segar dan

    sebatang jam bu gowok yang berwarna ungu. Sementara di

    kebun belakang terdapat beberapa batang pohon jambu mete.

    Putut Lembana melihat wajah-wajah yang membayangkan

    keheranan itu. Cahaya onc or direg ol meskipun tidak begitu

    besar sempat menggapai wajah-wajah yang berkerut itu.

    Namun Putut Lembana mendekati seorang diantara mereka

    sambil memberi isyarat untuk meny iapkan kentongan mereka

    serta senjata mereka.

    Anak muda itu menegang sejenak. Namun iapun

    mengangguk-angguk kecil. Iapun telah m emberi isyarat pula

    kepada kawan-kawannya untuk bersiap.

    Sebenarnyalah Putut Lembana itu telah mendorong pintu

    regol halaman sambil berkata "Tunggu. Aku hanya sebentar.

    Aku hanya ingin sebuah saja.

    Tetapi di halaman Jaran Abang mengumpat tertahan.

    Namun ia telah memberi isyarat pula kepada orang-orangnya

  • untuk bersiap.

    Ketika Putut Lembana kemudian memasuki halaman

    rumah itu, maka iapun mencoba memandang berkeliling

    dengan penglihatannya yang tajam. Ketika ia melihat daun

    pohon bunga soka y ang rimbun serta beberapa batang perdu

    yang lain bergerak, maka Putut Lembana yakin bahwa ada

    orang dihalaman itu.

    Tetapi Putut Lembana tidak segera m engambil tindakan.

    Bahkan ia benar-benar mencari jambu air yang memang

    terdapat satu dua tergolek ditanah dibawah pohon yang

    buahnya bergayutan banyak sekali itu.

    Setelah memungut satu-dua buah, maka Putut itupun

    segera bergerak keluar.

    Diluar ia berbisik kepada anak m uda y ang menyertainya

    "Panggil kawan-kawanmu. Hati-hati. Kepung halaman rumah

    ini. Beritahu gardu yang lain tanpa membuny ikan kentongan. "

    Demikian anak itu melangkah pergi dengan hati-hati, maka

    Putut Lembanapun berkata "Jambu ini m emang luar biasa.

    Manis dan segar sekali."

    "Sisa kelelawar memang manis." jawab salah seorang

    kawannya y ang mengerti isy arat Putut Lembana.

    Sementara kawannya menjawab "Jambu itu manis bukan

    karena sisa kelelawar. Karena jambu itu sudah masak dan

    rasanya manis, maka kelelawar telah mencurinya. Tetapi

    sayang, jambu itu terjatuh ditanah. "

  • Putut Lembana tertawa. Katanya "Jambu ini manis

    meskipun agak kotor. Itu saja."

    Kawan-kawannyapun tertawa pula, sementara Putut

    Lembana berkata "Marilah, kita berjalan terus. He, kita belum

    membangunkan penghuni rumah ini. Sejak kita mendekati

    halaman rumah ini, kita sudah berhenti kotekan. Namun,

    sekarang kita harus membuny ikan lagi."

    Tetapi jumlah m ereka berkurang seorang karena pergi ke

    gardu m emanggil kawan -kawannya. Karena itu, maka m ereka

    memang menjadi ragu-ragu. Suaranya tentu akan berbeda

    dengan kotekan y ang dibuny ikan oleh ampat orang.

    Namun Putut Lembana y ang memperhitungkan, bahwa

    anak-anak muda itu akan segera datang, berdesis perlahan

    "Marilah, kita bunyikan saja keras-keras."

    Demikianlah, maka ketiga orang anak muda termasuk

    Putut Lembana itu telah membuny ikan kentongan mereka.

    Ju stru lebih keras dari semula. Bahkan dengan irama yang

    lebih cepat, sehingga suaranya menjadi gaduh. Bahkan ketika

    mereka sengaja membuat iramanya meleset, suara kotekan itu

    menjadi tidak keruan.

    Putut Lembanapun kemudian berkata keras-keras "Cukup.

    Cukup. Iramanya rusak. Kita harus mengulangi."

    Kotekan itupun terhenti.

    "Hati, hati. Kita tidak boleh tergesa -gesa. " berkata seorang

    temannya.

  • Namun tingkah laku anak-anak muda itu membuat darah

    Jaran Abang mendidih sampai ke ubun-ubun. Karena itu, ia

    menjadi tidak sabar lagi. Dengan sekali hentak, Jaran Abang

    telah berdiri diatas dinding halaman rumah itu.

    "Setan kau anak-anak muda. Aku perintahkan kalian masuk

    kedalam. Kalian t idak m empunyai pilihan lagi." geram Jaran

    Abang.

    Ketiga anak muda itu bergeser surut. Putut Lembanalah

    yang bertanya "Siapakah kau ?

    "Kalian tidak usah berpura-pura lagi. Aku tahu bahwa

    kalian melihat sesuatu yang memaksa kalian melakukan

    perbuatan gila itu. Aku tahu bahwa satu atau dua orang

    diantara kalian, tentu bukan anak muda dari padukuhan ini,

    karena anak muda itu tidak mengetahui bahwa pemilik jam bu

    ini kikir. Anak muda itupun baru sekali ini melihat bahwa

    disini ada jambu air. Nah, sekarang kalian semuanya harus

    masuk ke halaman. Jangan menjawab apapun juga. Ma suklah

    sekarang, sebelum aku kehabisan kesabaran."

    "Kau belum menjawab, siapakah kau ?

    "Aku tidak akan menjawab semua pertanyaanmu. Aku tidak

    mau m endengar pertanyaan apapun juga. Sekali lagi. Untuk

    yang terakhir aku berkata. Masuklah kedalam halaman rumah

    ini."

    Putut Lembana termangu-mangu sejenak. Sementara itu

    kedua anak muda y ang bersamanya menunggu, apa y ang akan

  • dilakukan oleh Putut Lembana.

    Sementara itu Putut Lembana memang ingin mengulur

    waktu. Ia yakin bahwa yang ada di halaman itu tentu tidak

    hanya satu dua orang saja. Tetapi beberapa orang yang memiliki pengalaman melakukan kekerasan.

    Karena itu, maka

    Putut Lembana itu berkata "Ki Sanak. Kami tidak tahu, apa

    sebenarnya yang kalian kehendaki atas diri kami. Kami sedang

    meronda. Karena itu, maka kami akan menyusuri jalan-jalan

    di padukuhan kami. Tidak masuk kedalam halaman rumah itu.

    Jika tadi aku masuk, semata-mata karena aku ingin

    mendapatkan jambu air. "

    "Cukup" bentak orang itu "masuk. Atau kami harus

    memaksa kalian dengan kekerasan."

    Agaknya Putut Lembana memang tidak mendapat

    kesempatan lagi. Karena itu, maka iapun menjawab "Kami

    tidak akan masuk. Kami tahu bahwa kau bukan pemilik rumah

    ini. Karena itu, kami justru akan menangkapmu."

    Jaran Abang itu bersuit nyaring. Ia benar-benar telah

    kehilangan kesabaran, sehingga ia telah memanggil orangorangnya

    untuk memaksa Putut Lembana dan kedua

    kawannya masuk kehalaman.

    Namun pada saat itu, beberapa orang anak muda dari

    gardu terdekat telah datang. Mereka tidak dengan serta merta

    menyerang kelompok Jaran Abang. Tetapi anak-anak muda

    itu justru telah m erayap dari halaman ke halaman mendekati

    rumah yang menjadi sasaran perampok itu.

  • Namun ketika mereka mendengar suitan nyaring, maka

    mereka telah berusaha untuk mengetahui keadaan Putut

    Lembana dan kedua orang anak muda yang menyertainya.

    Anak-anak muda itu kemudian telah melihat beberapa

    orang berloncatan melewati dinding halaman rumah yang

    menjadi sasaran perampokan itu. Orang-orang itupun

    kemudian telah m engepung Putut Lembana dan kedua orang

    anak muda y ang meny ertainya.

    "Paksa mereka masuk. Jika mereka melawan, maka

    apaboleh buat. Mereka akan mati muda." berkata Jaran

    Abang.

    Namun para penjahat itu tidak mendapat banyak

    kesempatan. Anak-anak muda yang melihat keadaan Putut

    Lembana dan kedua orang kawannya dalam kesulitan, m aka

    merekapun segera bertindak. Dua orang cantrik dari

    Pa depokan Bajra Seta y ang ada diantara anak-anak muda itu

    bersama Putut Lembana, datang pula bersama-sama anakanak

    muda itu.

    Melihat kehadiran anak-anak muda itu, maka Jaran

    Abangpun m engumpat. Dengan lantang ia berkata "Jika yang

    terjadi kemudian kalian akan m enjadi seperti tebasan batang

    ilalang, sama sekali bukan tanggung jawab kami."

    Anak-anak m uda itu sama sekali tidak m enghiraukannya.

    Merekapun segera turun ke jalan serta berdiri di kedua sisi

    dari para pengikut Jaran Abang itu. Bahkan masih ada

  • diantara mereka yang berada di atas dinding halaman

    diseberang halaman rumah yang menjadi sasaran. Namun

    masih ada juga anak-anak muda yang berada di dalam

    halaman rumah yang menjadi sasaran perampokan itu.

    Jaran Abang tidak m empunyai pilihan lain. Iapun segera

    meneriakkan perintah "Selesaikan anak-anak dungu itu.

    Mereka tidak menyadari akibat dari perbuatan mereka."

    Tetapi Putut Lembana memberikan perintah "Jangan

    biarkan seorangpun melarikan diri."

    Demikianlah, maka pertempuranpun segera berkobar.

    Jaran Abang tahu pasti, bahwa pemimpin dari anak-anak

    muda itu adalah anak muda yang mencari jambu air di bawah

    pohonnya. Namun Jaran Abangpun tahu bahwa anak muda itu

    sekedar ingin mengetahui keadaan didalam halaman rumah

    itu.

    Sejenak kemudian, maka pertempuranpun segera terjadi.

    Putut Lembana dengan sengaja telah menghadapi Jaran

    Abang. Sementara itu, k edua orang cantrik y ang bersamanya

    berada di padukuhan itu bertempur melawan beberapa orang

    penjahat yang sudah sangat berpengalaman.

    Anak-anak muda padukuhan itu memang merasa ngeri

    melihat sikap dan tatanan gerak mereka yang keras dan kasar.

    Beberapa orang anak muda m emang terdesak surut. Namun

    kedua orang cantrik dari Padepokan Bajra Seta itu telah

    membesarkan hati mereka. Seorang diantara para cantrik yang

  • dengan m enghentak menyerang salah seorang diantara para

    pengikut Jaran Abang itu, langsung dapat melukai lawannya.

    Terdengar orang itu berteriak kesakitan. Sejenak kemudian,

    maka orang itupun telah jatuh berguling ditanah.

    Cantrik itu bukan seorang pembunuh, sehingga karena itu,

    maka orang y ang sudah terluka cukup parah itu dibiarkannya.

    Tetapi dengan demikian, maka hati anak-anak muda

    padukuhan itu mulai menjadi hangat. Keberanian merekapun

    menjadi semakin memanasi jantungnya.

    Dipimpin oleh kedua orang cantrik dari Padepokan Bajra

    Seta itu, maka anak-anak muda padukuhan itupun telah

    melakukan perlawanan y ang sangat sengit. Apalagi ketika

    beberapa orang anak muda dari gardu yang lain telah datang

    pula.

    Sementara itu, Jarah Abang ternyata telah mendapat lawan

    yang b erilmu tinggi. Karena itu, maka iapun b erteriak "Setan

    kau anak muda. Siapakah kau sebenarnya?

    "Kau belum menjawab pertanyaanku, siapakah kau dan

    untuk apa kau berada di sini."

    Jaran Abang itu menggeram. Katanya "Aku tidak

    memerlukan nama dari orang-orang y ang akan kubunuh."

    Putut Lembana yang melihat kedua cantrik Padepokan

    Bajra Seta sudah ada diantara anak-anak muda y ang menjadi

    semakin lama semakin banyak berada ditempat itu menjadi

    semakin tenang. Sehingga ia dapat memusatkan perhatiannya

  • kepada pemimpin sekelompok orang y ang tidak dikenal dan

    yang menurut perhitungannya tentu akan berbuat jahat.

    Apalagi melihat ujud lahiriah dari orang-orang y ang datang

    bersama lawannya itu serta senjata-senjata y ang mereka

    pergunakan.

    Demikianlah, maka Putut Lembanapun telah bertempur

    dengan sengitnya. Putut lembana yang juga pernah

    mendengar tentang pertempuran antara orang-orang yang

    berniat jahat, serta tentang dua orang pengikut seorang

    pemimpin kelompok yang bernama Jaran Abang y ang jatuh

    ketangan Ki Bekel rencana terluka dalam pertempuran antara

    para penjahat itu, telah menduga bahwa y ang dihadapinya

    adalah Jaran Abang itu sendiri.

    Karena itu, ketika Jaran Abang menjadi semakin garang,

    Putut Lembana itu berkata sambil menghindari serangan

    lawannya "He, Ki Sanak, Kau kira aku tidak tahu bahwa

    gerombolan ini adalah gerombolan Jaran Abang dan kau

    sendiri adalah pemimpinnya ?

    "Per setan. Darimana kau tahu ? bertanya Jaran Abang.

    "Namamu memang sudah terkenal sampai ke mana-mana.

    Kau ditakuti oleh setiap orang y ang pernah mendengar

    namamu. Bukan saja oleh para penghuni Kabuyutan dan

    padukuhan-padukuhan, tetapi para prajurit Singasaripun

    menjadi gentar mendengar namamu."

    "Namaku memang ditakuti oleh Panglima Prajurit Singasari

  • sekalipun. Karena itu, kenapa kau berani melawan aku ?

    Apakah itu bukan berarti bahwa kau sedang membunuh diri."

    "Aku hanya ingin membuktikan, apakah kabar itu benar

    atau tidak, " jawab Putut Lembana.

    "Betapa sombongnya kau anak muda. Tetapi kau akan

    menyesal, karena kau akan mati malam ini." geram Jaran

    Abang.

    "Aku tidak ingin mati. Itulah sebabnya, aku melawanmu

    sekarang." sahut Putut Lembana.

    "Kau tahu bahwa aku tidak terkalahkan." berkata Jaran

    Abang dengan lantang.

    "Itulah y ang menarik untuk menjajagi kemampuanmu,

    justru karena kau merasa tidak terkalahkan." jawab Putut

    Lembana.

    Jaran Abang menggeram. Namun kemudian katanya

    "Apapun y ang kau katakan, namun umurmu tidak akan

    sampai fajar. "

    Putut Lembana y ang masih muda itu tertawa. Katanya

    "Apakah kau dapat menentukan, kapan aku harus mati ?

    Umurku tidak tergantung kepadamu, Jaran Abang. "

    "Per setan kau" Jaran Abang menjadi semakin marah.

    Serangannya memang menjadi semakin garang. Namun anak

    muda yang melawannya itu masih saja nampak tenang.

    Sebenarnyalah, semakin marah Jaran Abang, maka

    kendalinya atas ilmunya justru menjadi semakin longgar.

  • Jaran Abang terlalu bernafsu untuk segera mengalahkan

    lawannya. Namun justru dengan demikian, maka semakin

    banyak ia melakukan kesalahan.

    Dalam pada itu, m aka dua orang cantrik dari Padepokan

    Bajra Seta bersama anak-anak m uda padukuhan itu tengah

    bertempur melawan para pengikut Jaran Abang. Semakin

    lama jumlah anak-anak muda itu semakin banyak. Bahkan

    beberapa orang laki -laki yang lebih tuapun telah terjun pula

    dalam pertempuran. Apalagi mereka yang telah

    berpengalaman serta memiliki kemampuan olah kanuragan

    karena mereka sering berada di Padepokan Bajra Seta.

    Dengan demikian, maka para pengikut Jaran Abang itu

    mulai mengalami kesulitan. Dua orang cantrik dari Padepokan

    Bajra Seta itupun menjadi semakin garang pula, sehingga

    anak-anak muda padukuhan itu menjadi semakin berani

    menghadapi para perampok y ang kasar itu.

    Jaran Abang memang tidak menduga, bahwa anak-anak

    muda padukuhan itu m enjadi demikian berani m enghadapi

    para pengikutnya. Bahkan para pengikutnya seakan-akan

    menjadi tidak berdaya. Anak-anak muda itu dibawah

    pimpinan kedua orang cantrik Padepokan Bajra Seta telah

    menyerang para pengikut Jaran Abang itu dari segala jurusan.

    Sementara itu ujung senjata kedua orang cantrik itupun

    telah menggapai kulit daging para pengikut Jaran Abang. Dua

    orang telah terbaring diam. Sementara y ang lain masih

  • berloncatan sambil berteriak-teriak. Namun ruang gerak

    mereka menjadi semakin sempit.

    Sementara itu Putut Lembana masih saja bertempur

    dengan sengitnya melawan Jaran Abang. Keduanya telah

    mempergunakan senjata masing-masing. Jaran Abang

    bersenjata kapak y ang besar

    bermata rangkap. Sedangkan

    Putut Lembana bersenjata

    sebilah pedang khusus

    sebagaimana pedang yang

    dibuat oleh para cantrik dari

    Pa depokan Bajra Seta yang

    telah mendapat petunjuk dari

    pande besi istana Singasari.

    Sebilah pedang yang ujudnya

    cukup besar dan panjang.

    Jaran Abang y ang m emiliki

    pengalaman petualangan yang

    luas tanpa ragu-ragu berusaha

    untuk menghancurkan

    lawannya. Ia sudah terlalu sering melihat darah tertumbuh

    dari tubuh orang-orang y ang pernah dibantainya.

    Tetapi anak m uda itu ternyata amat liat. Kapaknya y ang

    berayun-ayun dengan cepatnya, sama sekali tidak meny entuh

    tubuh lawannya.

  • Namun ketika anak muda itu sengaja menangkis ayunan

    kapaknya sehingga terjadi benturan, maka Jaran Abang itupun

    mengumpat habis-habisan.

    Hampir saja ia berteriak kegirangan karena kapaknya

    disangkanya akan dapat melontarkan senjata anak muda itu,

    sehingga ay unan berikutnya kapaknya akan dapat m embelah

    kepala lawannya itu, karena lawannya sudah tidak bersenjata

    lagi.

    Namun yang terjadi sama sekali tidak sebagaimana

    dibayangkan. Justru kapaknyalah y ang hampir saja terlepas

    dari tangannya. Sementara itu, pedang anak muda itu sama

    sekali tidak tergoyahkan.

    Jantung Jaran Abang menjadi semakin sakit ketika anak itu

    justru telah merendahkannya. Pada saat ia mengalami

    kesulitan dengan kapaknya yang hampir terlepas, disaat ia

    berusaha mengambil jarak untuk memperbaiki kedudukannya,

    lawannya itu sengaja tidak memburunya. Bahkan anak muda

    itu berkata. "Hati-hatilah Jaran Abang. Jangan biarkan

    kapakmu terloncat dari tanganmu. Dengan senjata ditangan

    kau tidak dapat mengalahkan aku, apalagi jika kau lemparkan

    kapakmu.

    "Setan kau" geram Jaran Abang.

    "Nah bersiaplah. Aku beri kau waktu untuk memperbaiki

    genggamanmu pada kapakmu itu.

    "Aku tidak butuh waktu. Aku tidak dalam kesulitan

  • Kapakku ini akan segera m engoyak mulutmu" b erkata Jaran

    Abang lantang.

    "Sekarang, aku beri kesempatan kau memperhatikan

    pertempuran ini. Orang-orangmu sama sekali tidak dapat

    berbuat apa-apa. Anak-anak muda padukuhan ini bukan lagi

    anak-anak kecil y ang ketakutan melihat kalian dengan garang

    mengayun-ayunkan senjata, tetapi anak-anak muda

    padukuhan ini adalah anak-anak muda y ang terlatih baik.

    Jaran Abang tidak menjawab. Namun dengan geram ia

    meloncat meny erang Putut Lembana.

    Namun bagaimana juga Putut Lembana tidak dapat

    dikalahkan. Putut y ang telah ditempa di Padepokan Bajra Seta

    itu mempunyai banyak kelebihan dari Jaran Abang itu sendiri,

    meskipun Jaran Abang berpengalaman menghancurkan

    lawan-lawannya. Bahkan para pemimpin penjahatpun merasa

    ngeri mendengar namanya.

    Karena itulah, maka Jaran Abang tidak lagi mempunyai

    kesempatan untuk menang. Apalagi ketika ia sempat melihat

    orang-orangnya semakin menyusut.

    Karena itu, maka iapun telah membuat pertimbangan lain.

    Ia harus melepaskan niatnya untuk merampok rumah yang

    diperhitungkannya memiliki simpanan harta benda yang

    cukup banyak.

    Karena itu, maka ketika keadaan benar-benar tidak

    memungkinkan, maka Jaran Abang itu telah berusaha untuk

  • bergeser mendekati regol halaman tanpa menimbulkan kesan

    pada lawannya. Putut Lembana memang hanya mengira

    bahwa lawannya menjadi semakin terdesak mundur.

    Namun ketika Jaran Abang itu sampai kedepan regol

    halaman y ang memang tidak diselarak, dengan serta merta, ia

    berlari mendorong pintu regol itu.

    Putut Lembana terkejut. Tetapi ia kehilangan k esempatan

    yang sekejap itu, namun yang memberikan keuntungan yang

    menentukan bagi hidup dan mati Jaran Abang.

    Putut Lembana yang segera menyadari usaha lawannya

    untuk melarikan diri, segera mengejarnya. Iapun telah

    meloncat berlari. Namun langkah terhenti lagi sekejap, karena

    Jaran Abang telah mendor ong pintu regol dari dalam dengan

    hentakkan y ang sangat keras.

    Ketika Putut Lembana m endorong pintu itu, m aka Jaran

    Abang telah berlari menjauh. Putut Lembana m asih melihat

    bay angannya yang melingkar disudut rumah. Dengan

    mengerahkan segenap kemampuannya, Putut itu

    mengejarnya. Namun ia kehilangan jejak. Ketika Putut itu

    melingkari sudut rumah, maka bayangan Jaran Abang telah

    hilang.

    Putut Lembana memang tidak segera berhenti. Ia berusaha

    menyusul meloncati dinding disebelah seketheng. Tetapi

    ketika ia berada di longkangan, ia tidak m elihat Jaran Abang

    lagi.

  • Putut Lembana menarik nafas dalam-dalam. Ia memang

    merasa sangat kecewa karena ia kehilangan lawannya.

    Karena itu, m aka iapun segera kembali k e halaman depan

    dan keluar lagi turun ke jalan.

    Ternyata beberapa orang pengikut Jaran Abang y ang

    lainpun dapat melarikan diri. Tetapi yang lain dapat di

    tangkap dan bahkan ada y ang terluka parah. Seorang diantara

    mereka telah m enghem