histomonas

16
KLASIFIKASI, MORFOLOGI, DAN BIOLOGI SERTA SIKLUS HIDUP DARI HISTOMONAS Paper disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Parasitologi Veteriner oleh Cici Nabila Putri 1102101010134 Nora Usrina 1102101010058 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA

Upload: putra-anugrah

Post on 30-Nov-2015

161 views

Category:

Documents


13 download

DESCRIPTION

kjj

TRANSCRIPT

KLASIFIKASI, MORFOLOGI, DAN BIOLOGI SERTA

SIKLUS HIDUP DARI HISTOMONAS

Paper

disusun untuk memenuhi

tugas mata kuliah Parasitologi Veteriner

oleh

Cici Nabila Putri 1102101010134

Nora Usrina 1102101010058

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS SYIAH KUALA

DARUSSALAM, BANDA ACEH

2013

HISTOMONAS

Klasifikasi

Sub Kingdom : Protozoa

Filum : Sarcomastigophora

Sub Filum : Mastigophora

Kelas : Zoomastigophora

Ordo : Trichomonadida

Famili : Monocercomonadidae

Genus : Histomonas

Spesies : Histomonas meleagridis

Habitat : Hati, sekum

Induk semang : kalkun, ayam

Famili lainnya dari Phylum Sarcomastigophora subphylum mastigophora adalah Monocercomonadidae (Kirby,

1947) dengan genus Monocercomonas dan Histomonas, hanya Histomonas meleagridis

(Smith, 1895) yang terpenting dan akan dibahas lebih lanjut.

Histomonas meleagridis, bentuknya pleomorfic tergantung pada lokasi dan stadium penyakitnya. Berdasarkan

stadiumnya dapat dibedakan menjadi :

1. Stadium invasif (menyerang) ditemukan pada ektra seluler luka-luka awal di dalam sekum dan hati dan pada

batas luar luka lama, bentuknya pleomorfic berukuran 8 –17 mikron dan aktif bergerak secara amoeboid.

2. Stadium vegetatif, ditemukan di dekat bagian tengah luka dan merupakan kelanjutan stadium invasif.

Morfologinya juga pleomorfic berukuran lebih besar 12–21 X 21–15 mikron tetapi pergerakannya kurang aktif

dibandingkan stadium invasif. Bentuk vegetatif sering berkelompok secara padat sehingga menyebabkan

robeknya jaringan.

3. Stadium resisten, berdiameter 4 –11 mikron, dan terlihat terbungkus oleh membran yang padat, ditemukan

tunggal atau berkelompok sehingga garis tepinya kelihatan agak bersudut (anguler).

4. Bentuk berflagela, ditemukan di dalam lumen sekum dan juga di dalam biakan-biakan. Bentuknya pleomorfic

berdiameter 5–30 mikron. Intinya vesikuler (seperti gelembung), di dekat inti ditemukan bendabasal atau

kinetosom tempat munculnya flagela. Flagelum khas (karakteristik) tunggal dan pendek .

Predileksi, di dalam sekum dan hati kalkun menyebabkan penyakit Histomoniasis, infeksi enterohepatitis

atau ”black head”, kurang patogen pada burung merak, burung mutiara, burung puyuh dan burung

lainnya yang menyerupai ayam.

Siklus hidup

Reproduksi dengan pembelahan menjadi dua, Cara penularan: tertelannya tropozoit (tetapi tropozoit tidak

dapat hidup lebih dari beberapa jam setelah keluar bersama tinja). Cara penularan yang lebih penting adalah

tertular melalui telur cacing sekum Hetarakis gallinarum, Histomonas sp mula-mula menyerang zona germinal

dari ovarium dan berkembang secara ektra-seluler, selanjutnya menembus oosit-oosit yang sedang berkembang

dan akhirnya ditemukan di dalam telur dan sebagai sumber penular. Cara lain penularan Histomonas sp adalah

melalui cacing tanah, dimana jika cacing tanah menelah telur cacing heterakis gallinarum yang telah terinfeksi

Histomonas sp.

(siklus hidup Histomonas sp)

Etiologi

 Histomoniasis disebabkan oleh protozoa Histomonas meleagridis.beberapa jenis bakteri misalnya

Escherichia coli, biasanya merupakan faktor pendukung timbulnya penyakit tersebut karena efeknya

yang ersifat sinergitik. Histomoniasis meleagridis membutuhkan vektor mekanik, yaitu cacing sekum Heterakis

gallinarumdan beberapa jenis cacing tanah yang hidup di lingkungan peternakan.

Histomonas dapat ditemukan didalam epitel usus cacing sekum yang sangat muda atau cacing yang baru menetas.

Cacing tanah dapat bertindak sebagai hospes transpor yang merupakan tempat menetasnya telur Heterakis

gallinarum dan selanjutnya cacing muda yang infektif akan tinggal didalam jaringan. Dalam hal ini,cacing tanah

mengumpulkan cacing Heterakis gallinarum dari lingkaran peternakan. Pada ayam yang terinfeksi oleh Heterakis

gallinarum, maka larva yang terinfeksi oleh histomonas meleagridis akan mencapai sekum dalam waktu yang

singkat setelah diingesti oleh ayam.

Histomonas sp, bentuk bebas tidak dapat bertahan lama, tetapi protozoa tersebut akan lebih resisten jika terdapat

didalam telur cacing sekum atau dalam bentuk didalam cacing tanah. (Soulsby EJL.)

Cara Penularan

 Protozoa tersebut dapat dikeluarkan bersama fese ayam yang terinfeksi dan didalam telur cacing Heterakis

gallinarum. Penularan biasanya terjadi jika unggas/ayam yang sensitif menelan telur cacing sekum yang infektif

dan selanjutnya larva histomonas akan dibebaskan dari larva heterakis sp. Di dalam sekum.

Histomonas bereplikasi di dalam jaringan sekum, kemudian bermigrasi kedalam hati melalui sirkulasi darah.

Cacing tanah juga menelan telur cacing sekum dan telur tersebut menetas dan membentuk kista di dalam jaringan

cacing tanah. Protozoa tersebut sangat resisten jika berada didalam telur cacing larva, atau cacing tanah, dan akan

mencemari lingkungan peternakan. histomonas meleagridis akan ditularkan dari ayam/kalkun pada periode

pemeliharaan satu ke lainnya jika menelan cacing tanah atau telur cacing sekum yang terinfeksi oleh protozoa

tersebut .

 

Gejala Klinik 

Histomoniasis terutama ditemukan pada unggas yang berumur kurang dari 12 minggu. Walaupun

penyakit tersebut telah dilaporkan pada sejenis ayam hutan, burung puyuh, dan ayam mutiara,

jenis unggas yang paling peka adalah kalkun. Meskipun ayam dapat terinfeksi dengan mudah,

penyakit yang timbul biasanya lebih ringan dibandingkan dengan penyakit yang timbul pada

kalkun. Ayam berumur 4-6 minggu dan kalkun berumur 3-12 minggu bersifat sangan sensitif

terhadap infeksi histomonas meleagridis.

Lesi yang timbul oleh histomoniasis biasanya lebih parah jika terjadi infeksi campuran dengan

clostridium perfringens  atau Escherichia coli. Gejala awal akibat histomoniasis pada kalkun

meliputi feses yang berwarna kekuning kuningan, mengantuk, sayap menggantung,  berjalan

dengan langkah yang kaku, mata tertutup, kepala digantung, anoreksia, bapsu makan meningkat,

bulu kusam dan berdiri. Kulit didaerah kepala berwarna kebiru-biruan (sianotik) , tetapi dapat

juga berwarna normal. Sehunbungan dengan adanya sianosis tersebut, sehingga histomoniasis

juga dikenal dengan nama black head.  Setelah 12 hari masa infeksi kalkun akan mengalami

emisiasi.

Masa inkubasi penyakit tersebut sekitar 7-12 hari dan biasanya berlangsung khronik sampai

unggas tersebut mati. Infeksi pada ayam mungkin bersifat ringan atau tidak teramati, tetapi dapat

juga berlangsung parah dan menyebabkan mortalitas yang tinggi . Kotoran yang berwarna

kekuning kuningan jarang ditemukan pada ayam, tetapi kotoran yang berwarna merah campuran

darah yang berasal dari sekum dapat diamati pada ayam. Mortalitas pada kalkun muda umr 3-12

minggu mencapai 50%. Mortalitasakibat histomonasiasis pada ayam biasanya rendah tetapi pada

sejumlah kasus bisa mencapai  >30%.

Perubahan Patologik

Lesi yang ditimbulkan oleh histomonasiasis dapat dihubungkan dengan adanya penetrasi

histomonad pada dinding sekum dan bermultiplikasi, dan kemudian memasuki sirkulasi darah

dan akhirnya berparasit pada hati.

1.      Perubahan Makroskopik

Lesi primer yang ditimbulkan oleh histomonasiasis dapat ditemikan pada sekum dan hati.

Setelah histomonad menginfeksi sekum maka dinding sekum akan menebal dan hiperamik.

Lumen sekum akan mengalami distensi dan terisi oleh masa padat menyerupai keju yang terdiri

atas hancuran jaringan nekrotik, eksudat, komponen darah, hancuran sel, dan bakteri. Dinding

sekum dapat mengalami ulserasi dan selanjutnya dapat mengalami perforasi pada organ tersebut

dan peritonitis yang bersifat difus dab berbau busuk.

Lesi pada hati biasanya terdiri atas daerah nekrosis berwarna kekuning kuningan yang berbentuk

sirkular yang menyerupai kawah dengan diameter  1 cm dan dikelilingi oleh cincin yang

menonjol di atas permukann hati. Bentuk lesi pada hati dapat bervariasi, meskipun bentuk lesi

sirkular paling sering dijumpai pada kasus histomonasiasis.

Pada infeksi berat, lesi pada hati dapat berukuran kecil, banyak dan letaknya berada di bawah

permukaan hati dan meliputi sebagian besar organ tersebut. Hati dapat membesar dan berwarna

hijau atau kecoklatan, kadang pada paru, ginjal, limpa dan mesenterium dapat ditemukan adanya

daerah nekrosis yang berbentuk bulat dan berwarna keputih-putihan.

2.      Perubahan Mikroskopis

Invasi awal pada dinding sekum ditandai dengan adanya hiperemia dan infiltrasi heterofil.

Sekitar satu minggu pasca infeksi, sejumlah histomonad akan terlihat pada daerah lamina propia

sebagai benda ovoid dalam lekuk (lakuna) yang tercat pucat. Pada periode tersebut akan

dijumpai juga adanya sejumlah besar limfosit, makrofag dan heterofil. Lumen sekum dapat terisi

suatu massa yang berbentuk pasta yang terdiri atas suatu epitel yang mengalami fibrin,

deskuamasi, eritrosit, leukosit, dan feses. Sekitar 2 minggu pasca inavasi dapat dijumpai adanya

sejumlah giant cell pada jaringan sekum.

Lesi yang mengalami degenerasi akan menunjukkkan adanya kumpulan limfosit yang tersebar

diseluruh jaringan sekum, inding sekum akan menjadi sangat tipis dan kripta memendek. Lesi

awal pada hati terdiri atas infiltrasi heterofil, monosit dan limfosit disekitar pembuluh darah.

Setelah 2 minggu pasca invasi akan terlihat infiltasi makrofag dan limfosit yang ektensif dan

sejumlah heterofil. Hepatosit di bagian tengah dari lesi akan mengalami nekrosis dan

disintegrasi, Pada periode tersebut dapat ditemukan adanya sejumlah histomonad dalam lakuna

disekitar bagian tepi lesi. Jika proses infeksi berlanjut maka nekrosis akan lebih ekstensif dan

histomonad akanditemukan pada umumnya sebagai suatu benda kecil di dalm makrofag. Jika

terjadi penyembuhan, maka akn dijumpai adnya foki limfosit yang disertai oleh daerha fibriosis

dan hepatosit yang mengalami degenerasi.   (Dharmawan NS)

Diagnosis

 Diagnosis sangkaan di dasarkan pada gejala klinis dan perubahan patologik yang spesifik untuk penyakit tersebut.

Untuk diagnosa akhir dapat didasarkan pada identifikasi histomonas dengan cara pemeriksaan mikrokopis secara

langsung atau setelah jaringan diwarnai dengan cat tertentu meliputi hematosiklin dan eosin (H&E) atau periodic

accid schiff (PAS). Isolasi histomonas melagridis secara invitro dapat dilakukan pad medium Dwyer’s

yang dimodifikasi. Pada uji tersebut contoh jaringan harus diambil dari unggas yang baru mati.

 

Pemeriksaan terhadap histomonas dapat juga dilakukan secara langsung menggunakan bahan yang berasal dari

bagian ujung lateral lesi pada sekum atau hati.Protozoa tersebut dapat diidentifikasi dengan memeriksa adanya

gerakan pseudopiapada preparat tetes pada larutan yang mengandung lesi dari usus atau hati.Penyakit yang mirip

dengan histomoniasis adalah koksidiosis dan salmonelosis. Koksidiosis dapt dibedakan dengan histomoniasis

denagn pemeriksaan mikroskopik dengan adnya ookista. Demikian juga salmonelosis dapat dibedakakandari

histomoniasis dengan adanya isolasi dan pemeriksaan bakteri. (Tabbu R. C)

Penanggulangan

a. Pengendalian dan pencegaahan

 Mengingat bahwa penularan histomoniasis melalui telur hesterakis sp, makacara pengendalian yang baik dengan

membasmi cacing sekum atau cacing tanah ataumencegah agar cacing tidak kontak dengan ayam. Selain itu juga

diperlukanpengamanan biologik dengan sanitasi dan desinfeksi yang optimal diperlukan untuk mencegah adanya

histomoniasis.

b. Pengobatan

 Unggas yang terinfeksi oleh histomonas meleagridis dapat diobati denganbeberapa obat yaitu nitrofuran,

nitromidazol dan nitrason untuk pencegahan. Jikatelah terjadi letupan penyakit tersebut maka perlu pengobatan

dangn dosis rendahmelalui pakan dalam waktu yang panjang. Pada kasus yang akut pengobatan

biasanyadilakukan 5-7 hari.

 

DAFTAR PUSTAKA

Parasitologi Veteriner.Gadjah Mada University Press.YogyakartaLevine, N. D. 1995.

Penyakit Infeksi Parasit dan Mikrboa pada Anjing dan Kucing. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Levine, N. D. 1994

Protozoologi Veteriner.Gadjah Mada University Press. YogyakartaSubronto. 2006