histologi dasar
DESCRIPTION
histologiTRANSCRIPT
Histologi Dasar
Sistem Pernapasan
Sistem pernapasan mencakup paru dan sistem saluran yang menghubungkan tempat
berlangsungnya pertukaran gas dengan lingkungan luar. Juga terdapat suatu mekanisme
ventilasi, yang terdiri atas rangka toraks, otot interkostal, difragma, dan unsur elastis serta
kolagen paru, penting dalam memindahkan udara melalui bagian konduksi dan respirasi paru.
Biasanya sistem pernapasan dibagi dalam 2 bagian utama: bagian konduksi, terdiri atas
rongga hidung, nasofaring, laring, trakea, bronkus, bronkioluls, dan bronkiolus terminalis;
dan bagian respirasi (tempat berlangsungnya pertukaran gas), terdiri atas bronkiolus
respiratorius, duktus alveolaris, dan alveolus. Alveolus adalah struktur khusus mirip kantung
yang merupakan sebagian besar dari paru. Mereka inilah tempat utama terjadinya pertukaran
oksigen dan karbondioksida antara udara yang masuk dan darah—fungsi utama paru.
Epitel Respirasi
Hampir seluruh bagian konduksi dilapisi oleh epitel bertingkat silindris bersilia yang
mengandung banyak sel goblet. Lebih ke dalam memasuki percabangan bronkus, populasi sel
epitel ini mengalami modifikasi sewaktu beralih menjadi epitel selapis gepeng. Sewaktu
bronkus bercabang menjadi bronkiolus, epitel bertingkat diganti oleh epitel selapis silindris,
yang kemudian memendek lagi menjadi selapis kuboid pada bronkiolus terkecil (terminal).
Populasi sel goblet makin berkurang dengan mengecilnya bronki dan sama sekali tidak
terdapa lagi pada epitel dari bronkiolus terminalis. Penting untuk diperhatikan bahwa sel-sel
bersilia, yang menyertai sel goblet, tetap ada sampai ke bronkiolus lebih kecil meskipun
sudah tidak ada sel goblet. Adanya sel bersilia di luar sel goblet berfungsi untuk mencegah
mukus mengumpul di bagian respirasi dari sistem ini. Mukus superfisial, yang menangkap
partikel renik dan menyerap gas larut air (mis. SO2 dan ozon), mengapung di atas sol yang
disekresi oleh kelenjar serosa yang terletak di lamina propia. Silia dari epitel ini
memindahkan sol yang lebih cair itu, bersama lapis mukosa di atasnya, ke arah rongga mulut.
Di sini lapis mukosa itu ditelan atau dikeluarkan.
Epitel respirasi khas terdiri atas 5 jenis sel seperti tampak dalam mikroskop elektron.
Sel silindris bersilia merupakan jenis terbanyak. Setiap sel memiliki lebih kurang 300 silia
pada permukaan apikalnya; di bawah silia, selain badan basal terdapat banyak mitokondria
kecil. Dari kajian eksperimen ternyata bahwa adenosin trifosfat (ATP) diperlukan untuk
gerakan silia, pengamatan yang sesuai dengan lokalisasi mitokondria apikal.
Tabel. Perubahan struktur pada bagian konduksi saluran napas
Fosa
Nasal
Nasofaring Laring Trakea Bronkus Bronkiolus
Besar Kecil Biasa Terminal Respiratorius
Epitel Bertingkat silindri bersilia 1,2 Peralihan
Bertingkat
silindris
besilia
Selapis
silndris
bersilia
Selapis kuboid
bersilia
Sel
goblet
Banyak Ada Sedikit Tersebar Tidak ada
Kelenjar Banyak Ada Sedikit Tidak ada
Tulang
rawan
Kompleks
(hialin dan
elastis)
Cincin
bentuk C
Cincin
tak
teratur
Lempeng
dan pulau
Tidak ada
Otot
polos
Tidak ada Merentangi
ujung
terbuka
cincin
bentuk C
Berkas berpilin selang seling
Serat
elastin
Tidak
ada
Ada Banyak
1Berlapis gepeng pada daerah aliran udara langsung atau gesekan.2Vestibulum hidung menampakkan peralihan epitel berlapis gepeng bertanduk menjadi epitel bertingkat silindris bersilia.
Sel terbanya kedua ialah sel goblet mukosa. Bagian apikal sel-sel ini mengandung
tetes mukosa kaya polisakarida. Sel silindris selebihnya dikenal sebagai sel sikat (brush)
karna banyaknya mikrovili pada permukaan apikalnya. Sel sikat mempunyai ujung saraf
aferen pada permukaan basalnya dan dipandang sebagai reseptor sensoris. Sel basal (pendek)
adalah sel bulat kecil yang terletak di atas lamina basal tetapi tidak meluas sampai permukaan
lumen dari epitel. Sel-seil ini diduga merupakan sel-sel generatif yang mengalami mitosis dan
kemudian berkembang menjadi jenis sel lain. Jenis sel tersisa ialah sel granula kecil, yang
mirip sel basal kecuali bahwa ia memiliki banyak granul bergaris tengah 100-300 nm dengan
pusat padat. Kajian histokimia mengungkapkan bahwa sel-sel ini merupakan populasi sel dari
sistem neuroendokrin difus. Sel granul mirip endokrin ini dapat bekerja sebagai efektor
dalam penggabungan proses sekresi mukosa dan serosa. Semua sel dari epitel bertingkat
silindris bersilia bertempat di atas membran basal.
Dari rongga hidung sampai ke laring, bagian-bagian epitel tertentu adalah berlapis
gepeng. Jenis epitel ini terdapat pada daerah yang terpapar terhadap aliran udara langsung
atau abrasi fisik (mis. Orofaring, epiglotis, pita suara); ia memberi lebih banyak perlindungan
terhadap erosi daripada epitel respirasi baisa. Jika arus aliran udara diubah atau tempat erosi
baru terjadi, daerah yang terkena dapat berubah dari epitel bertingkat silinsris bersilia
menjadi epitel berlapis gepeng. Begitu pula, pada perokok, proporsi sel bersilia terhadap sel
goblet berubah agar dapat membntu membersihkan polutan partikel dan gas yang meningkat
(mis. CO, SO2). Meskipun jumlah sel goblet yang lebih besar dari epitel perokok dapat
mempercepat pembersihan polutan, tetapi pengurangan sel bersilia akibat CO yang
berlebihan berakibat kurangnya gerakan lapis mukosa dan seringkali menyumbat saluran-
saluran napas yang lebih kecil. Perubahan reversibel susunan sel ini disebut sebagai
metaplasia.
RONGGA HIDUNG
Rongga hidung terdiri atas 2 struktur berbeda: vestibulum eksterna dan fosa nasal
interna.
Vestibulum
Vestibulum adalah bagian paling anterior dan paling lebar dari rongga hidung. Kulit
luar hidung memasuki nares (cuping hidung) dan berlanjut ke dalam vestibulum. Pada
permukaan dalam nares terdapat banyak kelenjar sebasea dan kelenjar keringat, selain rambut
tebal pendek atau vibrisa, yang menahan dan menyaring partikel-partikel besar yang ikut
udara inspirasi. Di dalam vestibullum, epitelnya tidak berlapis tanduk lagi dan beralih
menjadi epitel respirasi khas sebelum memasuki fosa nasal.
Fosa nasal
Di dalam tengkorak terletak 2 bilik kavernosa yang dipisahkan oleh septum nasi
oseosa. Dari dinding lateral menonjol keluar 3 tonjolan bertulang mirip rak yang dikenal
sebagai konka. Dari konka superior, media, dan inferior, hanya konka media dan inferior
yang ditutupi oleh epitel olfaktorius khusus. Celah-celah sempit yang terjadi akibat adanya
konka memudahkan penyiapan udara inspirasi dengan memperluas permukaan dengan epitel
respirasi, dan menimbulkan gerakan berpusing (turbulensi) dalam aliran udara, yang
berakibat peningkatan kontak antara aliran udara dengan lapisan mukosa. Di dalam lamina
propia konka terdapat pleksus venosa besar yang dikenal sebagai badan pengembang (swell
bodies). Setiap 20-30 menit, badan pengembang pada satu sisi fosa nasal akan penuh terisi
darah, sehingga membengkakkan mukosa konka dan mengurangi aliran udara. Sementara ini,
sebagian besar udara diarahkan lewat fosa nasal sebelahnya. Interval penutupan periodik ini
mengurangi aliran udara, sehingga epitel respirasi dapat pulih dari kekeringan.
Selain badan-badan pengembang rongga hidung memiliki sistem vaskular yang rumit
dan luas. Pembuluh-pembuluh besar membentuk lengkungan kisi-kisi rapat dekat pada
periosteum, dan dari situ meluas cabang-cabang ke permukaan. Pembuluh-pembuluh kecil
bercabang dari pembuluh lengkung ini dan berjalan tegak lurus terhadap permukaan.
Pembuluh-pembuluh yang lebih kecil ini membentuk dasar kapiler luas di bawah epitel.
Darah mengalir ke depan dari belakang ke masing-masing fosa. Pada setiap lengkungan,
aliran darah berlawanan dengan arah mengalirnya udara. Akibatnya, udara yang masuk
secara efisien dihangatkan oleh sistem aliran balik.
SINUS PARANASAL
Sinus paranasal adalah rongga buntu dalam tulang frontal, maksila, etmoid, dan
sfenoid. Mereka dilapisi oleh epitel respirasi yang lebih tipis yang mengandung sedikit sel
goblet. Lamina propia hanya mengandung beberapa kelenjar kecil dan berhubungan langsung
dengan periosteum di bawahnya. Hubungan dengan rongga hidung terjadi melalui lubang-
lubang kecil. Mukus yang dihasilkan dalam rongga ini mengalir ke dalam saluran nasal
sebagai akibat aktivitas sel-sel epitel bersilia.
NASOFARING
Nasofaring adalah bagian pertama faring, yang ke arah kaudal berlanjut sebagai
begian oral organ ini, yaitu orofaring. Ia dilapisi oleh epitel jenis respirasi pada bagian yang
berkontak dengan palatum mole.
LARING
Laring adalah tabung tak teratur yang menghubungkan faring dengan trakea. Di dalam
lamina propria terdapat sejumlah tulang rawan laringeal. Tulang rawan yang lebih besar
(tiroid, krikoid, dan kebanyakan aritenoid) adalah tulang rawan hiallin, dan beberapa di
antaranya mengalami perkapuran pada orang tua. Tulang rawan yang lebih kecil (epiglotis,
kuneiform, kornikulata, dan ujung aritenoid) adalah tulang rawan elastis. Ligamen mengikat
tulang-tulang rawan ini; kebanyakan berartikulasi oleh otot intrinsik laring, yang merupakan
otot luar biasa karena merupakan otot rangka. Selain berfungsi sebagai penyokong (menjaga
agar jalan napas terbuka), tulang rawan ini berfungsi sebagai katup untuk mencegah makanan
atau cairan yang ditelan memasuki trakea. Mereka juga berfungsi sebagai alat penghasil nada
untuk fonasi.
Epiglotis yang menjulur darri tepian laring, meluas ke dalam farings dan karenanya
memiliki permukaan lingual dan laringeal. Seluruh permukaan laringeal ditutupi oleh epitel
berlapis gepeng. Mendekati basis epiglotis pada sisi laringeal, epitel ini mengalami peralihan
menjadi epitel bertingkat silindris bersilia. Kelenjar ampur mukosa dan serosa, yang terdapat
di bawah epitel, memberi bekas-bekas dalam yang khas pada tulang rawan elastis
dibawahnya.
Di bawah epiglotis, mukosa membentuk 2 pasang lipatan yang meluas ke dalam
lumen laring. Pasangan atas membentuk pita suara palsu (atau plika vestibularis); mereka
ditutupi epitel respirasi biasa dan di bawahnya terdapat banyak kelenjar serosa di dalam
lamina propria. Pasangan lipatan bawah membentuk pita suara sejati. Berkas-berkas serat
elastin secara paralel yang membentuk ligamen vokal berada di dalam pita suara. Paralel
dengan ligamen terdapat berkas otot rangka, muskulus fokalis, yang mengatur tensi atau
ketegangan lipat-lipat itu serta ligamennya. Jika udara dipaksakan di antara lipatan-lipatan
itu, maka otot-otot ini membantu terbentuknya suara dengan berbagai frekuensi.
TRAKEA
Trakea adalah tabung berdinding tipis, panjangnya lebih kurang 10 cm, meluas dari
pangkal laring ke tiik ia bercabang dua menjadi 2 bronkus primer. Trakea dilapisi oleh
mukosa respirasi khas. Enam belas sampai 20 cincin tulang rawan hialin berbentuk C, yang
terdapat dalam lamina propria, berfungsi menjaga agar llumen trakea tetap terbuka. Ujung
terbuka dari cincin berbentuk C terletak di permukaan posterior trakea. Ligamen fibroelastis
dan berkas-berkas otot polos (muskulus trakealis) terikat pada periosteum dan menjembatani
kedua ujung bebas tulang rawan berbentuk C ini. Ligamen mencegah overdistensi dari lumen,
sedangkan muskulus memungkinkan lumen menutup.
Kontraksi otot dan penyempitan lumen trakea akibat bekerjanya refleks batuk. Kaliber
trakea yang lebih kecil akibat kontraksi meningkatkan kecepatan udara ekspirasi, yang
membantu membersihkan jalan napas.
PERCABANGAN BRONKUS
Trakea bercabang menjadi 2 bronkus primer, yang memasuki paru dari hilum. Selain
ini arteri masuk dan vena serta pembuluh limfe keluar dari paru pada masing-msing hilum.
Struktur-struktur ini dikelilingi oleh jaringan ikat padat dan membentuk satuan yang disebut
akar paru.
Setelah memasuki paru, bronkus primer berjalan ke bawah dan ke luar, memberi 3
bronki ke dalam paru kanan dan 2 dalam paru kiri masing-masing memasok sebuah lobus
paru. Bronkus lobar ini bercabang-cabang terus menjadi bronkus yang lebih kecil, di mana
bagian ujung cabangnya disebut bronkiolus. Setiap bronkiolus memasuki lobulus paru,
tempat ia bercabang-cabang menjasi 5-7 bronkiolus terminalis.
Lobulus paru berbentuk piramid, dengan aspeknya mengarah hilum paru. Setiap
lobulus dibatasi oleh septum jaringan ikat tipis, yang paling jelas pada fetus. Pada orang
dewasa, septa ini seringkali tidak utuh, berakibat batas-batas lobulus yang kurang baik.
Bronkus primer biasanya memiliki penampilan histologis serupa dengan trakea.
Makin ke arah bagian respirasi, akan tampak penyederhanaan susunan histologis baik dari
epitel maupun dari lamina propria di bawahnya. Tetapi harus ditekankan di sini, bahwa
penyederhanan ini terjadi secara berangsur, dan tidak akan tampak peralihan mendadak
antara bronkus dan bronkiolus. Inilah sebabnya mengapa pembagian percabangan bronkus
menjadi bronkus, bronkiolus, dan seterusnya dapat dikatakan artifisial—meskipun
kenyataannya bahwa ada nilai praktis dan nilai pendidikannya.
Bronkus
Setiap bronkus primer bercabang secara dikotom 9-12 kali, dan masing-masing
cabang secara progesif makin mengecil sampai tercapai garis tengah lebih kurang 5 mm.
Kecuali susunan tulang rawan dan otot polosnya, maka mukosa bronkus secara struktural
mirip dengan mukosa trakea. Tulang rawan bronkus berbentuk lebih tidak teratur daripada
yang terdapat pada trakea; pada bagian yang lebih besar dari bronkus, cincin tulang rawan
mengelilingi seluruh lumen. Dengan mengecilnya garis tengah bronkus, maka cincin tulang
rawan diganti oleh lempeng-lempeng atau pulau-pulau tulang rawan hialin. Di bawah epitel,
dalam lamina propria bronkus tampak adanya lapisan otot polos terdiri atas anyaman berkas
otot polos yang diatur secara berpilin. Berkas otot polos menjadi unsur yang lebih menonjol
dalam dinding bagian konduksi dekat bagian respirasi. Lamina propria banyak mengandung
serat elastin; juga banyak kelenjat serosa dan mukosa, yang salurannya bermuara ke dalam
lumen bronkus. Banyak limfosit terdapat di dalam lamina propria dan di antara sel-sel epitel.
Terdapat limfonodulus dan terutama banyak tempat percabangan bronkus.
Bronkiolus
Bronkiolus, jalan napas intralobular bergaris tengah 5 mm atau kurang, tidak memiliki
tulang rawan maupun kelenjar dalam mukosanya; sel goblet terdapat tersebar satu-satu dalam
epitel segmen awal. Pada bronkiolus yang lebih besar, epitelnya ialah bertingkat silindris
bersilia, yang makin memendek dan makin sederhana sampai menjadi epitel selapis silindris
bersilia atau selapis kubpid pada bronkiolus terminal yang lebih kecil. Epitel bronkiolus
terminalis juga mengandung sel Clara. Sel-sel ini tidak memiliki silia, pada bagian apikalnya
terdapat kelenjar sekretorik dan diketahui mensekresi glikosaminaglikan yang mungkin
melindungi lapisan bronkiolus.
Lamina propria sebagian besar terdiri atas otot polos serta elastin. Muskulatur bronkus
dan bronkiolus berada di bawah kendali nervus vagus dan susunan saaraf simpatis.
Rangsangan pada nervus vagus akan mengurangi diameter struktur-struktur ini, sementara
rangsangan simpatis memberi efek kebalikannya. Bronkiolus juga memperlihatkan daerah-
daerah spesifik yang disebut badan neuroepitel. Badan ini dibentuk oleh kumpulan 80-100
sel yang mengandung granul sekresi dan menerima ujung saraf kolinergik. Fungsinya belum
diketahui, tetapi badan-badan ini mungkin adalah kemoreseptor yang beraksi terhadap
perubahan komposisi gas dalam jalan napas. Sekretnya aktif secara lokal.
Bronkiolus Respiratorius
Setiap bronkiolus terminalis bercabang menjadi 2 atau lebih bronkilus respiratorius
yan gberfungsi sebagai daerah peralihan antara bagian konduksi dan bagian respirasi dari
sistem pernapasan. Mukosa bronkiolus respiratorius secara struktural identik dengan yang
ada pada bronkiolus terminalis kecuali dindingnya yang diselingi oleh banyak alveolus
sakular tempat terjadi pertukaran gas. Bagian dari bronkiolus respiratorius dilapisi oleh epitel
kuboid bersilia dan sel Clara, tetapi pada tepi muara alveolus, epitel bronkiolus menyatu
dengan sel-sel pelapis alveolus gepeng. Makin ke distal, makin banyak alveolusnya, dan jarak
di antaranya makin kecil. Di antara alveolus, epitel bronkiolus terdiri atas epitel kuboid
bersilia; tetapi silia itu hilang pada bagian yang lebih distal. Otot polos dan jaringan ikat
elastis terdapat di bawah epitel dari bronkiolus respiratorius.
Alveolus
Alveolus adalah penonjolan (evaginasi) mirip kantung. Bergaris tengah lebih kurang
200 µm, dari bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, dan sakus alveolaris. Alveoli adalah
bagian terminal dari percabangan bronkus; merekalah yang memberi pari struktur sponsnya.
Secara struktural, alveolus menyerupai kantung kecil yang terbuka pada satu sisinya, mirip
sarang lebah. Di dalam struktur mirip mangkuk ini berlangsung pertukaran oksigen dan CO2
antara udara dan darah. Dtruktur dinding alveolus dikhususkan untuk memudahkan dan
memperlancar difusi antara lingkungan luar dan dalam. Umumnya setiap dinding terletak di
antara 2 alveolus bersebelahan dan kerananya disebut sebagai septum atau dinding
interalveolus. Satu septum interalveolus terdiri atas 2 lapis epitel gepeng tipis, dan
mengandung kapiler, fibroblas, serat elastin dan retikular, makrofag. Kapiler dan matriks
jaringan ikat membentuk interstisium. Di dalam interstisium dari septum interalveolus
terdapat jalinan kapiler yang paling luas di dalam tubuh.
Udara dalam alveolus dipisahkan dari darah kapiler oleh 3 unsur yang secara kolektif
disebut sebagai sawar darah-udara: lapisan permukaan dan sitoplasma sel alveolus; lamina
basal yang menyatu dari sel alveolus dan sel endotel; dan sitoplasma sel endotel. Tebal
keseluruhan dari ketiga lapis ini bervariasi dari 0,1 sampai 1,5 µm. Di dalam septum
interalveolus, kapiler paru bersinambungan ditunjang oleh jalinan serat retikulin dan elastin.
Serat-serat ini, yang disusun agar dinding alveolus dapat mengembang dan mengerut, adalah
alat penyangga struktural utama dari alveolus. Membran basal, leukosit, makrofag, dan
fibroblas juga terdapat dalam interstitium septum. Membran basal dibentuk oleh penyatuan 2
lamina basal yang diproduksi oleh sel endotel dan sel epitel (alveolar) dinding alveolus.
Oksigen dari udara alveolus masuk ke darah kapiler melalui lapis-lapis tersebut di
atas; CO2 berdifusi ke arah berlawanan. Pembebasan CO2 dari H2CO3 dikatalisis oleh enzim
karbon anhidrase yang terdapat dalam sel darah merah. Lebih kurang 300 juta alveoli yang
terdapat dalam paru sangat memperluas permukaan dalam untuk pertukaran gas, yang
diperkirakan mencapai lebih kurang 140 m2.
Seeptum interalveolus terdiri atas 5 jenis sel utama: sel endotel kapiler (30%); sel
alveolus tipe I (gepeng) (8%); sel tipe II (septal, alveolar besar) (16%); sel interstisial,
termasuk fibroblas dan sel mast (36%); dan makrofag alveolar (10%).
Sel endotal kapiler sangat tipis dan mudah dikacaukan dengan sel alveolar tipe I.
Pelapis endotel kapiler itu utuh dan tidak bertingkap. Inti dan organel lain berkelompok jadi
satu sehingga bagian sel selebihnya dapat sangat menipis agar pertukaran gas bisa lebih
efisien. Ciri paling mencolok pada sitoplasma bagian gepeng dari sel adalah banyaknya
vesikel pinositotik.
Sel tipe I, juga disebut sel alveolus gepeng, adalah sel yang sangat tipis yang melapisi
permukaan alveolus. Sel tipe I merupakan 97% dari permukaan alveolus (sel tipe II adalah
sisanya yaitu 3%). Sel-sel ini begitu tpisnya, kadang-kadang hanya setebal 25 nm. Sehingga
diperlukan pembuktian dengan mikroskop elektron bahwa semua alveolus ditutupi oleh
sebuah epitel pelapis. Untuk mengurangi tebalnya sawar darah-darah, maka organel-organel
seperti kompleks golgi, retikulum endoplasma, dan mitokondria dikelompokkan di sekitar
inti, sehingga daerah-daerah luar sitoplasma dapat dikatakan bebas organel sitoplasma.
Sitoplasma pada bagian tipis mengandung banyak vesikel pinositotik, yang dapat berperan
pada pergantian surfaktan dan pembuangan partikel kontaminan halus dari permukaan luar.
Selain desmosom, semua sel epitel tipe I mempunyai taut kedap yang berfungsi mencegah
merembas masuknya cairan jaringan ke dalam ruang udara alveollus. Fungsi utama sel ini
adalah mengadakan sawar dengan ketebalan minimal yang dengan mudah dilalui gas.
Sel tipe II, atau sel alveolar besar (juga disebut sel septal), ditemukan terselip di
antara sel alveolar tipe I. Kedua jenis ini saling melekat melalui taut kedap dan desmosom.
Sel tipe II berbentuk agak kuboid yang biasanya berkelompok 2 atau 3 sepanjang permukaan
alveolus dan membentuk sudut. Sel ini, yang bertempat di atas membran basal, adalah bagian
dari epitel, karena mempunyai asal yang sama dengan sel tipe I yang melapisi dinding
alveolus. Sel ini mirip sel sekresi biasa, Mereka memiliki mitokondria, retikulum endoplasma
kasar, kompleks golgi yang baik, dan mikrovili pada permukaan apikal bebasnya. Pada sajian
histologi mereka menampilkan ciri sitoplasma vesikular khas atau berbusa. Vesikel ini
disebabkan adanya badan-badan berlamel yang tetap terpelihara dan terdapat dalam jaringan
yang dipersiapkan untuk mikroskopi elektron. Struktur ini, yang bergaris tengah 1-2 µm,
mengandung lamel konsentris atau paralel yang dibatasi oleh satuan membran. Kajian
histokimia menampakkan bahwa badan-badan ini, yang mengandung fosfolipid,
glikosaminoglikans, dan protein, diproduksi terus dan dilepaskan di permukaan apikal sel.
Badan berlamel menghasilkan materi yang menyebar di atas permukaan alveolus, memberi
lapisan alveolar ekstraselular, yaitu surfaktan pulmoner, yang menurunkan ketegangan
permukaan alveolar. Lapis surfaktan terdiri atas sebuah hipofase berair berisi protein yang
ditutupi oleh selapis tipis fosfolipid monomolekular, terutama terdiri atas lesitin dipalmitoil.
Surfaktan pulmoner mempunyai beberapa fungsi penting dalam paru. Pertama, ia membantu
mengurangi ketegangan permukaan dari sel-sel alveolar. Pengurangan ketegangan permukaan
berarti bahwa diperlukan lebih sedikit kekuatan inspirasi untuk mengisi alveolus, sehingga
mengurangi kerja pernapasan. Tambahan pula, tanpa surfaktan, alveolus cenderung kolaps
selama ekspirasi. Dalam perkembangan fetus, surfaktan muncul dalam minggu-minggu
terakhir kehamilan dan bertepatan dengan munculnya badan-badan berlamel dalam sel tipe II.
Lapis surfaktan tidak bersifat statis tetapi secara tetap diganti baru. Lipoprotein secara
berangsur dihilangkan dari permukaan oleh vesikel pinositotik dari sel epitel gepeng, oleh
makrofag, dan oleh sel alveolar tipe II. Karenanya substansi ini seara terus menerus
manjalani siklus sekresi dan absorpsi.
Cairan pelapis alveolus juga dihilangkan melalui saluran konduksi sebagai akibat
kerjanya silia. Sementara sekret berpindah ke atas melalui jalan napas, mereka bergabung
dengan mukus bronkus, membentuk cairan bronkoalveolar. Cairan ini membantu pengeluaran
partikel halus dan komponen-komponen perusak dari udara inspirasi. Di dalam cairan itu
terdapat beberapa enzim litik (mis. Lisozim, kolagenase, β-glukuronidase) yang agaknya
berasal dari makrofag alveolar.
PEMBULUH DARAH PARU
Sirkulasi dalam paru mencakup pembulluh nutrien (sistemik) dan fungsional
(pulmoner). Sirkulasi fungsional diwakili oleh arteri dan vena pulmoner. Arteri pulmoner
berdinding tipis, karena rendahnya tekanan ( sistolik 25 mmHg, diastolik 5 mmHg) di dalam
sirkulasi pulmoner. Arteri ini mengandung lebih banyak sel otot polos dan serat elastin
daripada vena pulmoner. Arteri memiliki membran elastika interna; lapis ini tidak terdapat
pada vena pulmoner. Di dalam paru, arteri pulmoner bercabang, mengikuti perabangan
bronkus. Cabang-cabangnya dikelilingi oleh edventisia dari bronkus dan bronkiolus. Pada
tingkat duktus alveolaris, cabang-cabang arteri ini membentuk jalinan kapiler dalam septum
interalveolus dan dekat sekali pada epitel alveolus. Paru memiliki jalinan kapiler yang paing
baik berkembangnya dalam tubuh. Kapiler-kapiler terdapat di antara semua alveolus,
termasuk yang ada pada bronkiolus respiratorius.
Venul yang beerasal dalam jalinan kapiler terdapat satu-satu dalam parenkim, agak
menjauhi kalan napas; mereka ditunjang oleh pembungkus tipis jaringan ikat dan memasuki
septum interlobular. Setelah vena keluar dari lobulus, mereka mengikuti percabangan
bronkus ke arah hilum.
Pembuluh nutrien mengikuti percabangan bronkus dan memberi darah pada hampir
seluruh paru sampai ke bronkiolus respiratorius, dan pada tempat itu mereka beranastomosis
dengan cabang-cabang kecil dari arteri pulmoner.
PLEURA
Pleura adalah membran serosa yang membungkus paru. Ia terdiri atas 2 lapisan,
parietal dan viseral, yang saling berhubungan di daerah hilum. Kedua membran itu terdiri
atas sel mesotel yang bertempat di atas lapis jaringan ikat halus yang mengandung serat
kolagen dan elastin. Serat elastin pleura viseral berhubungan dengan yang berasal dari
pernkim paru.
Karenanya kedua lapis ini membatasi rongga yang seluruhnya dilapisi sel mesotel
gepeng. Dalam keadaan normal, rongga pleura ini mengandung sedikit cairan yang bekerja
sebagai agen pelumas, memungkinkan permukaan satu terhadap lainnya secara halus selama
gerakan pernapasan.
Pada keadaan patologis tertentu, rongga pleura dapat menjadi rongga sesungguhnya,
yang mengandung cairan atau udara di dalamnya. Dinding rongga ppleeura, seperti semua
rongga serosa lainnya (peritoneal dan kardial), sangat permeabel untuk air dan substansi lain
—jai seringnya pengumpulan cairan (efusi pleural) dalam rongga ini pada keadaan patologis.
Cairan ini berasal dari plasma darah melalui eksudasi gas yang terdapat dalam rongga pleura
dengan cepat diabsorpsi.
GERAKAN PERNAPASAN
Selama inhalasi, kontraksi otot interkostal menaikkan iga, dan kontraksi diafragma
menurunkan dasar rongga toraks, menambah garis tengahnya dan berakibat pengembangan
paru. Garis tengah dan panjang bronkus dan bronkiolus bertambah selama inhalasi. Bagian
respirasi juga membesar, terutama alibat pengembangan duktus alveolaris; alveolus hanya
sedikit membesar. Serat elastin pada parenkim paru akan diregangkan oleh pengembangan
ini, sehingga selama ekshalasi yang disebabkan relaksasi otot, penarikan dan pengerutan
kembali paru bersifat pasif, terutama disebabkan kerjanya serat elastin yang tadinya
diregangkan.