histologi dasar

18
Histologi Dasar Sistem Pernapasan Sistem pernapasan mencakup paru dan sistem saluran yang menghubungkan tempat berlangsungnya pertukaran gas dengan lingkungan luar. Juga terdapat suatu mekanisme ventilasi, yang terdiri atas rangka toraks, otot interkostal, difragma, dan unsur elastis serta kolagen paru, penting dalam memindahkan udara melalui bagian konduksi dan respirasi paru. Biasanya sistem pernapasan dibagi dalam 2 bagian utama: bagian konduksi, terdiri atas rongga hidung, nasofaring, laring, trakea, bronkus, bronkioluls, dan bronkiolus terminalis; dan bagian respirasi (tempat berlangsungnya pertukaran gas), terdiri atas bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, dan alveolus. Alveolus adalah struktur khusus mirip kantung yang merupakan sebagian besar dari paru. Mereka inilah tempat utama terjadinya pertukaran oksigen dan karbondioksida antara udara yang masuk dan darah—fungsi utama paru. Epitel Respirasi Hampir seluruh bagian konduksi dilapisi oleh epitel bertingkat silindris bersilia yang mengandung banyak sel goblet. Lebih ke dalam memasuki percabangan bronkus, populasi sel epitel ini mengalami modifikasi sewaktu beralih menjadi epitel selapis gepeng. Sewaktu bronkus bercabang menjadi bronkiolus, epitel bertingkat diganti oleh epitel selapis silindris, yang kemudian memendek lagi menjadi selapis kuboid pada bronkiolus terkecil (terminal). Populasi sel goblet makin berkurang dengan mengecilnya bronki dan sama sekali tidak

Upload: elvina-setiadi-chen

Post on 30-Jan-2016

12 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

histologi

TRANSCRIPT

Page 1: Histologi Dasar

Histologi Dasar

Sistem Pernapasan

Sistem pernapasan mencakup paru dan sistem saluran yang menghubungkan tempat

berlangsungnya pertukaran gas dengan lingkungan luar. Juga terdapat suatu mekanisme

ventilasi, yang terdiri atas rangka toraks, otot interkostal, difragma, dan unsur elastis serta

kolagen paru, penting dalam memindahkan udara melalui bagian konduksi dan respirasi paru.

Biasanya sistem pernapasan dibagi dalam 2 bagian utama: bagian konduksi, terdiri atas

rongga hidung, nasofaring, laring, trakea, bronkus, bronkioluls, dan bronkiolus terminalis;

dan bagian respirasi (tempat berlangsungnya pertukaran gas), terdiri atas bronkiolus

respiratorius, duktus alveolaris, dan alveolus. Alveolus adalah struktur khusus mirip kantung

yang merupakan sebagian besar dari paru. Mereka inilah tempat utama terjadinya pertukaran

oksigen dan karbondioksida antara udara yang masuk dan darah—fungsi utama paru.

Epitel Respirasi

Hampir seluruh bagian konduksi dilapisi oleh epitel bertingkat silindris bersilia yang

mengandung banyak sel goblet. Lebih ke dalam memasuki percabangan bronkus, populasi sel

epitel ini mengalami modifikasi sewaktu beralih menjadi epitel selapis gepeng. Sewaktu

bronkus bercabang menjadi bronkiolus, epitel bertingkat diganti oleh epitel selapis silindris,

yang kemudian memendek lagi menjadi selapis kuboid pada bronkiolus terkecil (terminal).

Populasi sel goblet makin berkurang dengan mengecilnya bronki dan sama sekali tidak

terdapa lagi pada epitel dari bronkiolus terminalis. Penting untuk diperhatikan bahwa sel-sel

bersilia, yang menyertai sel goblet, tetap ada sampai ke bronkiolus lebih kecil meskipun

sudah tidak ada sel goblet. Adanya sel bersilia di luar sel goblet berfungsi untuk mencegah

mukus mengumpul di bagian respirasi dari sistem ini. Mukus superfisial, yang menangkap

partikel renik dan menyerap gas larut air (mis. SO2 dan ozon), mengapung di atas sol yang

disekresi oleh kelenjar serosa yang terletak di lamina propia. Silia dari epitel ini

memindahkan sol yang lebih cair itu, bersama lapis mukosa di atasnya, ke arah rongga mulut.

Di sini lapis mukosa itu ditelan atau dikeluarkan.

Epitel respirasi khas terdiri atas 5 jenis sel seperti tampak dalam mikroskop elektron.

Sel silindris bersilia merupakan jenis terbanyak. Setiap sel memiliki lebih kurang 300 silia

pada permukaan apikalnya; di bawah silia, selain badan basal terdapat banyak mitokondria

Page 2: Histologi Dasar

kecil. Dari kajian eksperimen ternyata bahwa adenosin trifosfat (ATP) diperlukan untuk

gerakan silia, pengamatan yang sesuai dengan lokalisasi mitokondria apikal.

Tabel. Perubahan struktur pada bagian konduksi saluran napas

Fosa

Nasal

Nasofaring Laring Trakea Bronkus Bronkiolus

Besar Kecil Biasa Terminal Respiratorius

Epitel Bertingkat silindri bersilia 1,2 Peralihan

Bertingkat

silindris

besilia

Selapis

silndris

bersilia

Selapis kuboid

bersilia

Sel

goblet

Banyak Ada Sedikit Tersebar Tidak ada

Kelenjar Banyak Ada Sedikit Tidak ada

Tulang

rawan

Kompleks

(hialin dan

elastis)

Cincin

bentuk C

Cincin

tak

teratur

Lempeng

dan pulau

Tidak ada

Otot

polos

Tidak ada Merentangi

ujung

terbuka

cincin

bentuk C

Berkas berpilin selang seling

Serat

elastin

Tidak

ada

Ada Banyak

1Berlapis gepeng pada daerah aliran udara langsung atau gesekan.2Vestibulum hidung menampakkan peralihan epitel berlapis gepeng bertanduk menjadi epitel bertingkat silindris bersilia.

Sel terbanya kedua ialah sel goblet mukosa. Bagian apikal sel-sel ini mengandung

tetes mukosa kaya polisakarida. Sel silindris selebihnya dikenal sebagai sel sikat (brush)

karna banyaknya mikrovili pada permukaan apikalnya. Sel sikat mempunyai ujung saraf

aferen pada permukaan basalnya dan dipandang sebagai reseptor sensoris. Sel basal (pendek)

adalah sel bulat kecil yang terletak di atas lamina basal tetapi tidak meluas sampai permukaan

lumen dari epitel. Sel-seil ini diduga merupakan sel-sel generatif yang mengalami mitosis dan

kemudian berkembang menjadi jenis sel lain. Jenis sel tersisa ialah sel granula kecil, yang

mirip sel basal kecuali bahwa ia memiliki banyak granul bergaris tengah 100-300 nm dengan

pusat padat. Kajian histokimia mengungkapkan bahwa sel-sel ini merupakan populasi sel dari

sistem neuroendokrin difus. Sel granul mirip endokrin ini dapat bekerja sebagai efektor

dalam penggabungan proses sekresi mukosa dan serosa. Semua sel dari epitel bertingkat

silindris bersilia bertempat di atas membran basal.

Page 3: Histologi Dasar

Dari rongga hidung sampai ke laring, bagian-bagian epitel tertentu adalah berlapis

gepeng. Jenis epitel ini terdapat pada daerah yang terpapar terhadap aliran udara langsung

atau abrasi fisik (mis. Orofaring, epiglotis, pita suara); ia memberi lebih banyak perlindungan

terhadap erosi daripada epitel respirasi baisa. Jika arus aliran udara diubah atau tempat erosi

baru terjadi, daerah yang terkena dapat berubah dari epitel bertingkat silinsris bersilia

menjadi epitel berlapis gepeng. Begitu pula, pada perokok, proporsi sel bersilia terhadap sel

goblet berubah agar dapat membntu membersihkan polutan partikel dan gas yang meningkat

(mis. CO, SO2). Meskipun jumlah sel goblet yang lebih besar dari epitel perokok dapat

mempercepat pembersihan polutan, tetapi pengurangan sel bersilia akibat CO yang

berlebihan berakibat kurangnya gerakan lapis mukosa dan seringkali menyumbat saluran-

saluran napas yang lebih kecil. Perubahan reversibel susunan sel ini disebut sebagai

metaplasia.

RONGGA HIDUNG

Rongga hidung terdiri atas 2 struktur berbeda: vestibulum eksterna dan fosa nasal

interna.

Vestibulum

Vestibulum adalah bagian paling anterior dan paling lebar dari rongga hidung. Kulit

luar hidung memasuki nares (cuping hidung) dan berlanjut ke dalam vestibulum. Pada

permukaan dalam nares terdapat banyak kelenjar sebasea dan kelenjar keringat, selain rambut

tebal pendek atau vibrisa, yang menahan dan menyaring partikel-partikel besar yang ikut

udara inspirasi. Di dalam vestibullum, epitelnya tidak berlapis tanduk lagi dan beralih

menjadi epitel respirasi khas sebelum memasuki fosa nasal.

Fosa nasal

Di dalam tengkorak terletak 2 bilik kavernosa yang dipisahkan oleh septum nasi

oseosa. Dari dinding lateral menonjol keluar 3 tonjolan bertulang mirip rak yang dikenal

sebagai konka. Dari konka superior, media, dan inferior, hanya konka media dan inferior

yang ditutupi oleh epitel olfaktorius khusus. Celah-celah sempit yang terjadi akibat adanya

konka memudahkan penyiapan udara inspirasi dengan memperluas permukaan dengan epitel

respirasi, dan menimbulkan gerakan berpusing (turbulensi) dalam aliran udara, yang

berakibat peningkatan kontak antara aliran udara dengan lapisan mukosa. Di dalam lamina

propia konka terdapat pleksus venosa besar yang dikenal sebagai badan pengembang (swell

Page 4: Histologi Dasar

bodies). Setiap 20-30 menit, badan pengembang pada satu sisi fosa nasal akan penuh terisi

darah, sehingga membengkakkan mukosa konka dan mengurangi aliran udara. Sementara ini,

sebagian besar udara diarahkan lewat fosa nasal sebelahnya. Interval penutupan periodik ini

mengurangi aliran udara, sehingga epitel respirasi dapat pulih dari kekeringan.

Selain badan-badan pengembang rongga hidung memiliki sistem vaskular yang rumit

dan luas. Pembuluh-pembuluh besar membentuk lengkungan kisi-kisi rapat dekat pada

periosteum, dan dari situ meluas cabang-cabang ke permukaan. Pembuluh-pembuluh kecil

bercabang dari pembuluh lengkung ini dan berjalan tegak lurus terhadap permukaan.

Pembuluh-pembuluh yang lebih kecil ini membentuk dasar kapiler luas di bawah epitel.

Darah mengalir ke depan dari belakang ke masing-masing fosa. Pada setiap lengkungan,

aliran darah berlawanan dengan arah mengalirnya udara. Akibatnya, udara yang masuk

secara efisien dihangatkan oleh sistem aliran balik.

SINUS PARANASAL

Sinus paranasal adalah rongga buntu dalam tulang frontal, maksila, etmoid, dan

sfenoid. Mereka dilapisi oleh epitel respirasi yang lebih tipis yang mengandung sedikit sel

goblet. Lamina propia hanya mengandung beberapa kelenjar kecil dan berhubungan langsung

dengan periosteum di bawahnya. Hubungan dengan rongga hidung terjadi melalui lubang-

lubang kecil. Mukus yang dihasilkan dalam rongga ini mengalir ke dalam saluran nasal

sebagai akibat aktivitas sel-sel epitel bersilia.

NASOFARING

Nasofaring adalah bagian pertama faring, yang ke arah kaudal berlanjut sebagai

begian oral organ ini, yaitu orofaring. Ia dilapisi oleh epitel jenis respirasi pada bagian yang

berkontak dengan palatum mole.

LARING

Laring adalah tabung tak teratur yang menghubungkan faring dengan trakea. Di dalam

lamina propria terdapat sejumlah tulang rawan laringeal. Tulang rawan yang lebih besar

(tiroid, krikoid, dan kebanyakan aritenoid) adalah tulang rawan hiallin, dan beberapa di

antaranya mengalami perkapuran pada orang tua. Tulang rawan yang lebih kecil (epiglotis,

kuneiform, kornikulata, dan ujung aritenoid) adalah tulang rawan elastis. Ligamen mengikat

tulang-tulang rawan ini; kebanyakan berartikulasi oleh otot intrinsik laring, yang merupakan

Page 5: Histologi Dasar

otot luar biasa karena merupakan otot rangka. Selain berfungsi sebagai penyokong (menjaga

agar jalan napas terbuka), tulang rawan ini berfungsi sebagai katup untuk mencegah makanan

atau cairan yang ditelan memasuki trakea. Mereka juga berfungsi sebagai alat penghasil nada

untuk fonasi.

Epiglotis yang menjulur darri tepian laring, meluas ke dalam farings dan karenanya

memiliki permukaan lingual dan laringeal. Seluruh permukaan laringeal ditutupi oleh epitel

berlapis gepeng. Mendekati basis epiglotis pada sisi laringeal, epitel ini mengalami peralihan

menjadi epitel bertingkat silindris bersilia. Kelenjar ampur mukosa dan serosa, yang terdapat

di bawah epitel, memberi bekas-bekas dalam yang khas pada tulang rawan elastis

dibawahnya.

Di bawah epiglotis, mukosa membentuk 2 pasang lipatan yang meluas ke dalam

lumen laring. Pasangan atas membentuk pita suara palsu (atau plika vestibularis); mereka

ditutupi epitel respirasi biasa dan di bawahnya terdapat banyak kelenjar serosa di dalam

lamina propria. Pasangan lipatan bawah membentuk pita suara sejati. Berkas-berkas serat

elastin secara paralel yang membentuk ligamen vokal berada di dalam pita suara. Paralel

dengan ligamen terdapat berkas otot rangka, muskulus fokalis, yang mengatur tensi atau

ketegangan lipat-lipat itu serta ligamennya. Jika udara dipaksakan di antara lipatan-lipatan

itu, maka otot-otot ini membantu terbentuknya suara dengan berbagai frekuensi.

TRAKEA

Trakea adalah tabung berdinding tipis, panjangnya lebih kurang 10 cm, meluas dari

pangkal laring ke tiik ia bercabang dua menjadi 2 bronkus primer. Trakea dilapisi oleh

mukosa respirasi khas. Enam belas sampai 20 cincin tulang rawan hialin berbentuk C, yang

terdapat dalam lamina propria, berfungsi menjaga agar llumen trakea tetap terbuka. Ujung

terbuka dari cincin berbentuk C terletak di permukaan posterior trakea. Ligamen fibroelastis

dan berkas-berkas otot polos (muskulus trakealis) terikat pada periosteum dan menjembatani

kedua ujung bebas tulang rawan berbentuk C ini. Ligamen mencegah overdistensi dari lumen,

sedangkan muskulus memungkinkan lumen menutup.

Kontraksi otot dan penyempitan lumen trakea akibat bekerjanya refleks batuk. Kaliber

trakea yang lebih kecil akibat kontraksi meningkatkan kecepatan udara ekspirasi, yang

membantu membersihkan jalan napas.

PERCABANGAN BRONKUS

Page 6: Histologi Dasar

Trakea bercabang menjadi 2 bronkus primer, yang memasuki paru dari hilum. Selain

ini arteri masuk dan vena serta pembuluh limfe keluar dari paru pada masing-msing hilum.

Struktur-struktur ini dikelilingi oleh jaringan ikat padat dan membentuk satuan yang disebut

akar paru.

Setelah memasuki paru, bronkus primer berjalan ke bawah dan ke luar, memberi 3

bronki ke dalam paru kanan dan 2 dalam paru kiri masing-masing memasok sebuah lobus

paru. Bronkus lobar ini bercabang-cabang terus menjadi bronkus yang lebih kecil, di mana

bagian ujung cabangnya disebut bronkiolus. Setiap bronkiolus memasuki lobulus paru,

tempat ia bercabang-cabang menjasi 5-7 bronkiolus terminalis.

Lobulus paru berbentuk piramid, dengan aspeknya mengarah hilum paru. Setiap

lobulus dibatasi oleh septum jaringan ikat tipis, yang paling jelas pada fetus. Pada orang

dewasa, septa ini seringkali tidak utuh, berakibat batas-batas lobulus yang kurang baik.

Bronkus primer biasanya memiliki penampilan histologis serupa dengan trakea.

Makin ke arah bagian respirasi, akan tampak penyederhanaan susunan histologis baik dari

epitel maupun dari lamina propria di bawahnya. Tetapi harus ditekankan di sini, bahwa

penyederhanan ini terjadi secara berangsur, dan tidak akan tampak peralihan mendadak

antara bronkus dan bronkiolus. Inilah sebabnya mengapa pembagian percabangan bronkus

menjadi bronkus, bronkiolus, dan seterusnya dapat dikatakan artifisial—meskipun

kenyataannya bahwa ada nilai praktis dan nilai pendidikannya.

Bronkus

Setiap bronkus primer bercabang secara dikotom 9-12 kali, dan masing-masing

cabang secara progesif makin mengecil sampai tercapai garis tengah lebih kurang 5 mm.

Kecuali susunan tulang rawan dan otot polosnya, maka mukosa bronkus secara struktural

mirip dengan mukosa trakea. Tulang rawan bronkus berbentuk lebih tidak teratur daripada

yang terdapat pada trakea; pada bagian yang lebih besar dari bronkus, cincin tulang rawan

mengelilingi seluruh lumen. Dengan mengecilnya garis tengah bronkus, maka cincin tulang

rawan diganti oleh lempeng-lempeng atau pulau-pulau tulang rawan hialin. Di bawah epitel,

dalam lamina propria bronkus tampak adanya lapisan otot polos terdiri atas anyaman berkas

otot polos yang diatur secara berpilin. Berkas otot polos menjadi unsur yang lebih menonjol

dalam dinding bagian konduksi dekat bagian respirasi. Lamina propria banyak mengandung

serat elastin; juga banyak kelenjat serosa dan mukosa, yang salurannya bermuara ke dalam

Page 7: Histologi Dasar

lumen bronkus. Banyak limfosit terdapat di dalam lamina propria dan di antara sel-sel epitel.

Terdapat limfonodulus dan terutama banyak tempat percabangan bronkus.

Bronkiolus

Bronkiolus, jalan napas intralobular bergaris tengah 5 mm atau kurang, tidak memiliki

tulang rawan maupun kelenjar dalam mukosanya; sel goblet terdapat tersebar satu-satu dalam

epitel segmen awal. Pada bronkiolus yang lebih besar, epitelnya ialah bertingkat silindris

bersilia, yang makin memendek dan makin sederhana sampai menjadi epitel selapis silindris

bersilia atau selapis kubpid pada bronkiolus terminal yang lebih kecil. Epitel bronkiolus

terminalis juga mengandung sel Clara. Sel-sel ini tidak memiliki silia, pada bagian apikalnya

terdapat kelenjar sekretorik dan diketahui mensekresi glikosaminaglikan yang mungkin

melindungi lapisan bronkiolus.

Lamina propria sebagian besar terdiri atas otot polos serta elastin. Muskulatur bronkus

dan bronkiolus berada di bawah kendali nervus vagus dan susunan saaraf simpatis.

Rangsangan pada nervus vagus akan mengurangi diameter struktur-struktur ini, sementara

rangsangan simpatis memberi efek kebalikannya. Bronkiolus juga memperlihatkan daerah-

daerah spesifik yang disebut badan neuroepitel. Badan ini dibentuk oleh kumpulan 80-100

sel yang mengandung granul sekresi dan menerima ujung saraf kolinergik. Fungsinya belum

diketahui, tetapi badan-badan ini mungkin adalah kemoreseptor yang beraksi terhadap

perubahan komposisi gas dalam jalan napas. Sekretnya aktif secara lokal.

Bronkiolus Respiratorius

Setiap bronkiolus terminalis bercabang menjadi 2 atau lebih bronkilus respiratorius

yan gberfungsi sebagai daerah peralihan antara bagian konduksi dan bagian respirasi dari

sistem pernapasan. Mukosa bronkiolus respiratorius secara struktural identik dengan yang

ada pada bronkiolus terminalis kecuali dindingnya yang diselingi oleh banyak alveolus

sakular tempat terjadi pertukaran gas. Bagian dari bronkiolus respiratorius dilapisi oleh epitel

kuboid bersilia dan sel Clara, tetapi pada tepi muara alveolus, epitel bronkiolus menyatu

dengan sel-sel pelapis alveolus gepeng. Makin ke distal, makin banyak alveolusnya, dan jarak

di antaranya makin kecil. Di antara alveolus, epitel bronkiolus terdiri atas epitel kuboid

bersilia; tetapi silia itu hilang pada bagian yang lebih distal. Otot polos dan jaringan ikat

elastis terdapat di bawah epitel dari bronkiolus respiratorius.

Alveolus

Page 8: Histologi Dasar

Alveolus adalah penonjolan (evaginasi) mirip kantung. Bergaris tengah lebih kurang

200 µm, dari bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, dan sakus alveolaris. Alveoli adalah

bagian terminal dari percabangan bronkus; merekalah yang memberi pari struktur sponsnya.

Secara struktural, alveolus menyerupai kantung kecil yang terbuka pada satu sisinya, mirip

sarang lebah. Di dalam struktur mirip mangkuk ini berlangsung pertukaran oksigen dan CO2

antara udara dan darah. Dtruktur dinding alveolus dikhususkan untuk memudahkan dan

memperlancar difusi antara lingkungan luar dan dalam. Umumnya setiap dinding terletak di

antara 2 alveolus bersebelahan dan kerananya disebut sebagai septum atau dinding

interalveolus. Satu septum interalveolus terdiri atas 2 lapis epitel gepeng tipis, dan

mengandung kapiler, fibroblas, serat elastin dan retikular, makrofag. Kapiler dan matriks

jaringan ikat membentuk interstisium. Di dalam interstisium dari septum interalveolus

terdapat jalinan kapiler yang paling luas di dalam tubuh.

Udara dalam alveolus dipisahkan dari darah kapiler oleh 3 unsur yang secara kolektif

disebut sebagai sawar darah-udara: lapisan permukaan dan sitoplasma sel alveolus; lamina

basal yang menyatu dari sel alveolus dan sel endotel; dan sitoplasma sel endotel. Tebal

keseluruhan dari ketiga lapis ini bervariasi dari 0,1 sampai 1,5 µm. Di dalam septum

interalveolus, kapiler paru bersinambungan ditunjang oleh jalinan serat retikulin dan elastin.

Serat-serat ini, yang disusun agar dinding alveolus dapat mengembang dan mengerut, adalah

alat penyangga struktural utama dari alveolus. Membran basal, leukosit, makrofag, dan

fibroblas juga terdapat dalam interstitium septum. Membran basal dibentuk oleh penyatuan 2

lamina basal yang diproduksi oleh sel endotel dan sel epitel (alveolar) dinding alveolus.

Oksigen dari udara alveolus masuk ke darah kapiler melalui lapis-lapis tersebut di

atas; CO2 berdifusi ke arah berlawanan. Pembebasan CO2 dari H2CO3 dikatalisis oleh enzim

karbon anhidrase yang terdapat dalam sel darah merah. Lebih kurang 300 juta alveoli yang

terdapat dalam paru sangat memperluas permukaan dalam untuk pertukaran gas, yang

diperkirakan mencapai lebih kurang 140 m2.

Seeptum interalveolus terdiri atas 5 jenis sel utama: sel endotel kapiler (30%); sel

alveolus tipe I (gepeng) (8%); sel tipe II (septal, alveolar besar) (16%); sel interstisial,

termasuk fibroblas dan sel mast (36%); dan makrofag alveolar (10%).

Sel endotal kapiler sangat tipis dan mudah dikacaukan dengan sel alveolar tipe I.

Pelapis endotel kapiler itu utuh dan tidak bertingkap. Inti dan organel lain berkelompok jadi

satu sehingga bagian sel selebihnya dapat sangat menipis agar pertukaran gas bisa lebih

Page 9: Histologi Dasar

efisien. Ciri paling mencolok pada sitoplasma bagian gepeng dari sel adalah banyaknya

vesikel pinositotik.

Sel tipe I, juga disebut sel alveolus gepeng, adalah sel yang sangat tipis yang melapisi

permukaan alveolus. Sel tipe I merupakan 97% dari permukaan alveolus (sel tipe II adalah

sisanya yaitu 3%). Sel-sel ini begitu tpisnya, kadang-kadang hanya setebal 25 nm. Sehingga

diperlukan pembuktian dengan mikroskop elektron bahwa semua alveolus ditutupi oleh

sebuah epitel pelapis. Untuk mengurangi tebalnya sawar darah-darah, maka organel-organel

seperti kompleks golgi, retikulum endoplasma, dan mitokondria dikelompokkan di sekitar

inti, sehingga daerah-daerah luar sitoplasma dapat dikatakan bebas organel sitoplasma.

Sitoplasma pada bagian tipis mengandung banyak vesikel pinositotik, yang dapat berperan

pada pergantian surfaktan dan pembuangan partikel kontaminan halus dari permukaan luar.

Selain desmosom, semua sel epitel tipe I mempunyai taut kedap yang berfungsi mencegah

merembas masuknya cairan jaringan ke dalam ruang udara alveollus. Fungsi utama sel ini

adalah mengadakan sawar dengan ketebalan minimal yang dengan mudah dilalui gas.

Sel tipe II, atau sel alveolar besar (juga disebut sel septal), ditemukan terselip di

antara sel alveolar tipe I. Kedua jenis ini saling melekat melalui taut kedap dan desmosom.

Sel tipe II berbentuk agak kuboid yang biasanya berkelompok 2 atau 3 sepanjang permukaan

alveolus dan membentuk sudut. Sel ini, yang bertempat di atas membran basal, adalah bagian

dari epitel, karena mempunyai asal yang sama dengan sel tipe I yang melapisi dinding

alveolus. Sel ini mirip sel sekresi biasa, Mereka memiliki mitokondria, retikulum endoplasma

kasar, kompleks golgi yang baik, dan mikrovili pada permukaan apikal bebasnya. Pada sajian

histologi mereka menampilkan ciri sitoplasma vesikular khas atau berbusa. Vesikel ini

disebabkan adanya badan-badan berlamel yang tetap terpelihara dan terdapat dalam jaringan

yang dipersiapkan untuk mikroskopi elektron. Struktur ini, yang bergaris tengah 1-2 µm,

mengandung lamel konsentris atau paralel yang dibatasi oleh satuan membran. Kajian

histokimia menampakkan bahwa badan-badan ini, yang mengandung fosfolipid,

glikosaminoglikans, dan protein, diproduksi terus dan dilepaskan di permukaan apikal sel.

Badan berlamel menghasilkan materi yang menyebar di atas permukaan alveolus, memberi

lapisan alveolar ekstraselular, yaitu surfaktan pulmoner, yang menurunkan ketegangan

permukaan alveolar. Lapis surfaktan terdiri atas sebuah hipofase berair berisi protein yang

ditutupi oleh selapis tipis fosfolipid monomolekular, terutama terdiri atas lesitin dipalmitoil.

Surfaktan pulmoner mempunyai beberapa fungsi penting dalam paru. Pertama, ia membantu

mengurangi ketegangan permukaan dari sel-sel alveolar. Pengurangan ketegangan permukaan

Page 10: Histologi Dasar

berarti bahwa diperlukan lebih sedikit kekuatan inspirasi untuk mengisi alveolus, sehingga

mengurangi kerja pernapasan. Tambahan pula, tanpa surfaktan, alveolus cenderung kolaps

selama ekspirasi. Dalam perkembangan fetus, surfaktan muncul dalam minggu-minggu

terakhir kehamilan dan bertepatan dengan munculnya badan-badan berlamel dalam sel tipe II.

Lapis surfaktan tidak bersifat statis tetapi secara tetap diganti baru. Lipoprotein secara

berangsur dihilangkan dari permukaan oleh vesikel pinositotik dari sel epitel gepeng, oleh

makrofag, dan oleh sel alveolar tipe II. Karenanya substansi ini seara terus menerus

manjalani siklus sekresi dan absorpsi.

Cairan pelapis alveolus juga dihilangkan melalui saluran konduksi sebagai akibat

kerjanya silia. Sementara sekret berpindah ke atas melalui jalan napas, mereka bergabung

dengan mukus bronkus, membentuk cairan bronkoalveolar. Cairan ini membantu pengeluaran

partikel halus dan komponen-komponen perusak dari udara inspirasi. Di dalam cairan itu

terdapat beberapa enzim litik (mis. Lisozim, kolagenase, β-glukuronidase) yang agaknya

berasal dari makrofag alveolar.

PEMBULUH DARAH PARU

Sirkulasi dalam paru mencakup pembulluh nutrien (sistemik) dan fungsional

(pulmoner). Sirkulasi fungsional diwakili oleh arteri dan vena pulmoner. Arteri pulmoner

berdinding tipis, karena rendahnya tekanan ( sistolik 25 mmHg, diastolik 5 mmHg) di dalam

sirkulasi pulmoner. Arteri ini mengandung lebih banyak sel otot polos dan serat elastin

daripada vena pulmoner. Arteri memiliki membran elastika interna; lapis ini tidak terdapat

pada vena pulmoner. Di dalam paru, arteri pulmoner bercabang, mengikuti perabangan

bronkus. Cabang-cabangnya dikelilingi oleh edventisia dari bronkus dan bronkiolus. Pada

tingkat duktus alveolaris, cabang-cabang arteri ini membentuk jalinan kapiler dalam septum

interalveolus dan dekat sekali pada epitel alveolus. Paru memiliki jalinan kapiler yang paing

baik berkembangnya dalam tubuh. Kapiler-kapiler terdapat di antara semua alveolus,

termasuk yang ada pada bronkiolus respiratorius.

Venul yang beerasal dalam jalinan kapiler terdapat satu-satu dalam parenkim, agak

menjauhi kalan napas; mereka ditunjang oleh pembungkus tipis jaringan ikat dan memasuki

septum interlobular. Setelah vena keluar dari lobulus, mereka mengikuti percabangan

bronkus ke arah hilum.

Page 11: Histologi Dasar

Pembuluh nutrien mengikuti percabangan bronkus dan memberi darah pada hampir

seluruh paru sampai ke bronkiolus respiratorius, dan pada tempat itu mereka beranastomosis

dengan cabang-cabang kecil dari arteri pulmoner.

PLEURA

Pleura adalah membran serosa yang membungkus paru. Ia terdiri atas 2 lapisan,

parietal dan viseral, yang saling berhubungan di daerah hilum. Kedua membran itu terdiri

atas sel mesotel yang bertempat di atas lapis jaringan ikat halus yang mengandung serat

kolagen dan elastin. Serat elastin pleura viseral berhubungan dengan yang berasal dari

pernkim paru.

Karenanya kedua lapis ini membatasi rongga yang seluruhnya dilapisi sel mesotel

gepeng. Dalam keadaan normal, rongga pleura ini mengandung sedikit cairan yang bekerja

sebagai agen pelumas, memungkinkan permukaan satu terhadap lainnya secara halus selama

gerakan pernapasan.

Pada keadaan patologis tertentu, rongga pleura dapat menjadi rongga sesungguhnya,

yang mengandung cairan atau udara di dalamnya. Dinding rongga ppleeura, seperti semua

rongga serosa lainnya (peritoneal dan kardial), sangat permeabel untuk air dan substansi lain

—jai seringnya pengumpulan cairan (efusi pleural) dalam rongga ini pada keadaan patologis.

Cairan ini berasal dari plasma darah melalui eksudasi gas yang terdapat dalam rongga pleura

dengan cepat diabsorpsi.

GERAKAN PERNAPASAN

Selama inhalasi, kontraksi otot interkostal menaikkan iga, dan kontraksi diafragma

menurunkan dasar rongga toraks, menambah garis tengahnya dan berakibat pengembangan

paru. Garis tengah dan panjang bronkus dan bronkiolus bertambah selama inhalasi. Bagian

respirasi juga membesar, terutama alibat pengembangan duktus alveolaris; alveolus hanya

sedikit membesar. Serat elastin pada parenkim paru akan diregangkan oleh pengembangan

ini, sehingga selama ekshalasi yang disebabkan relaksasi otot, penarikan dan pengerutan

kembali paru bersifat pasif, terutama disebabkan kerjanya serat elastin yang tadinya

diregangkan.