hipersensitifitas t ipe 1

30
Hipersensitifitas TIpe 1: Reaksi Anafilaktik atau Reaksi Alergi March 30, 2012 Medicinesia 0 Comments alergi, anafilaktik, hipersensitifitas, imunologi, syok, tipe 1 Artikel ini sudah dibaca 92135 kali! Reaksi hipersensitifitas menurut Robert Coombs dan Philip HH Gell dibagi menjadi 4 tipe yaitu: Tipe 1: Reaksi IgE atau reaksi anafilaktik Tipe 2: Reaksi sitotoksik Tipe 3: Reaksi kompleks antigen-antibodi Tipe 4: Reaksi hipersensitifitas tertunda/terlambat atau reaksi selular 1,2 Hipersensitifitas Tipe 1: Reaksi IgE atau Anafilaktik Reaksi hipersensitifitas tipe 1 timbul segera setelah adanya pajanan dengan alergen. Reaksi ini dapat terjadi dalam hitungan menit setelah terjadi kombinassi antigen dengan antibodi yang terikat pada sel mast pada individu yang telah tersensitisasi terhadap antigen. 3 Reaksi ini seringkali disebut sebagai alergi dan antigen yang berperan disebut sebagai alergen. Alergen yang masuk ke dalam tubuh akan menimbulkan respon imun berupa produksi IgE dan penyakit alergi seperti rinitis alergi, urtiakria, asma dan dermatitis atopi. Reaksi tipe ini merupakan hipersensitifitas yang paling sering terjadi. 4,5 Reaksi ini disebut sebagai anafilaktik yang bermakna jauh dari perlindungan. Juga, merupakan kebalikan dari profilaksis. Anafilaksis merupakan akibat dari peningkatan kepekaan, bukan penurunan ketahanan terhadap toksin. Sementara itu, ada istilah atopi yang sering digunakan untuk merujuk pada reaksi hipersensitifitas tipe I yang berkembang secara lokal terhadap bermacam alergen yang terhirup atau tertelan. 3 Penderita atopi memiliki kadar IgE yang lebih tinggi dan produksi IL-4 yang lebih banyak dibandingkan populasi umum. Gen yang kemungkinan terlibat dikode sebagai 5q31 yang mengkode sitokin berupa IL-3, IL-4, IL-5, IL-9, IL-13 dan GM-CSF. Juga gen 6p yang dekat dengan kompleks HLA.

Upload: lilin-rosyanti

Post on 18-Jan-2017

187 views

Category:

Health & Medicine


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Hipersensitifitas t ipe 1

Hipersensitifitas TIpe 1: Reaksi Anafilaktik atau Reaksi Alergi March 30, 2012 Medicinesia 0 Comments alergi, anafilaktik, hipersensitifitas, imunologi, syok, tipe 1Artikel ini sudah dibaca 92135 kali!

Reaksi hipersensitifitas menurut Robert Coombs dan Philip HH Gell dibagi menjadi 4 tipe yaitu:

Tipe 1: Reaksi IgE atau reaksi anafilaktik Tipe 2: Reaksi sitotoksik Tipe 3: Reaksi kompleks antigen-antibodi Tipe 4: Reaksi hipersensitifitas tertunda/terlambat atau reaksi selular 1,2

Hipersensitifitas Tipe 1: Reaksi IgE atau AnafilaktikReaksi hipersensitifitas tipe 1 timbul segera setelah adanya pajanan dengan alergen. Reaksi ini dapat terjadi dalam hitungan menit setelah terjadi kombinassi antigen dengan antibodi yang terikat pada sel mast pada individu yang telah tersensitisasi terhadap antigen. 3 Reaksi ini seringkali disebut sebagai alergi dan antigen yang berperan disebut sebagai alergen. Alergen yang masuk ke dalam tubuh akan menimbulkan respon imun berupa produksi IgE dan penyakit alergi seperti rinitis alergi, urtiakria, asma dan dermatitis atopi. Reaksi tipe ini merupakan hipersensitifitas yang paling sering terjadi.  4,5

Reaksi ini disebut sebagai anafilaktik yang bermakna jauh dari perlindungan. Juga, merupakan kebalikan dari profilaksis. Anafilaksis merupakan akibat dari peningkatan kepekaan, bukan penurunan ketahanan terhadap toksin.

Sementara itu, ada istilah atopi yang sering digunakan untuk merujuk pada reaksi hipersensitifitas tipe I yang berkembang secara lokal terhadap bermacam alergen yang terhirup atau tertelan. 3

Penderita atopi memiliki kadar IgE yang lebih tinggi dan produksi IL-4 yang lebih banyak dibandingkan populasi umum. Gen yang  kemungkinan terlibat dikode sebagai 5q31 yang mengkode sitokin berupa IL-3, IL-4, IL-5, IL-9, IL-13 dan GM-CSF. Juga gen 6p yang dekat dengan kompleks HLA.

Hipersensitifitas tipe I memiliki dua fase utama yaitu reaksi inisial atau segera yang ditandai dengan vasodilatasi, kebocoran vaskular, tergantung pada lokasi, spasme otot polos atau sekresi glandular. Perubahan tersebut terjadi dalam 5 sampai 30 menit sesudah eksposure dan menghilang dalam 60 menit. Selanjutnya, seperti pada rinitis alergi dan asma bronkial, dapat terjadi juga reaksi fase lambat yang terjadi dalam 2-24 jam kemudian, tanpa ada tambahan eksposure antigen dan dapat bertahan dalam beberapa hari. Fase ini ditandai dengan infiltrasi jaringan oleh eosinofil, netrofil, basofil, monosit, dan sel T CD 4++ serta kerusakan jaringan yang seringkali bermanifestasi sebagai kerusakan epitel mukosa.

Reaksi anafilaktik ini memiliki tiga tahapan utama berupa fase sensitisasi, fase aktivasi dan fase efektor.  Fase sensitisasi merupakan waktu yang dibutuhkan untuk membentuk IgE sampai diikat silang oleh reseptor spesifik (Fcε-R) pada permukaan. Fase aktivasi merupakan waktu yang diperlukan antara pajanan ulang dengan antigen spesifik dan sel mast/basofil melepas isinya yang berisikan granul yang nantinya akan menimbulkan reaksi alergi. Hal tersebut terjadi oleh ikatan silang antara antigen dan IgE. Fase efektor yaitu waktu terjadi respons yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek mediator-mediator yang dilepas oleh sel mast/basofil dengan aktivitas farmakologik.

Page 2: Hipersensitifitas t ipe 1

1. Fase SensitisasiHampir 50% populasi membangkitkan respon IgE terhadap antigen yang hanya dapat ditanggapi pada permukaan selaput mukosa saluran nafas, selaput kelopak mata dan bola mata, yang merupakan fase sensitisasi. Namun, hanya 10% yang menunjuka gejala klinis setelah terpapat alergen dari udara. Respom-respon yang berbeda tersebut dikendalikan oleh gen MHC/HLA,terpengaruh dari limfosit T dan IL-4 yang dihasilkan oleh limfosit CD4+. Individu yang tidak alergi memiliki kadar IL-4 yang senantiasa rendah karena dipertahankan fungsi sel T supresor (Ts).

Jika pemaparan alergen masih kurang adekuat melalui kontak berulang, penelanan, atau suntikan sementara IgE sudah dihasilkan, individu tersebut dapat dianggap telah mengalami sensitisasi. IgE dibuat dalam jumlah tidak banyak dan cepat terikat oleh mastosit ketika beredar dalam darah. Ikatan berlangsung pada reseptor di mastosit dan sel basofil dengan bagian Fc dari IgE. Ikatan tersebut dipertahankan dalam beberapa minggu yang dapat terpicu aktif apabila Fab IgE terikat alergen spesifik.

2. Fase AktivasiUkuran reaksi lokal kulit terhadap sembaran alergen menunjukan derajat sensitifitasnya terhadap alergen tertentu. Respon anafilaktik kulit dapat menjadi bukti kuat bagi pasien bahwa gejala yang dialami sebelumnya disebabkan alergen yang diujikan.

Efektor utama pada hipersensitifitas tipe I adalah mastosit yang terdapat pada jaringan ikat di sekitar pembuluh darah, dinding mukosa usus dan saluran pernafasan. Selain mastosit, sel basofil juga berperan.

Ikatan Fc IgE dengan molekul reseptor permukaan mastosit atau basofil mempersiapkan sel tersebut untuk bereaksi bila terdapat ikatan IgE dengan alergen spesifiknya. Untuk aktivasi, setidaknya dibutuhkan hubungan silang antara 2 molekul reseptor yang mekanisme bisa berupa:

1. hubungan silang melalui alergen multivalen yang terikat dengan Fab molekul IgE

2. hubungan silang dengan antibodi anti IgE3. hubungan silang dengan antibodi-antireseptor

Namun, aktivasi mastosit tidak hanya melalui mekanisme keterlibatan IgE atau reseptornya. Anafilatoksin C3a dan C5a yang merupakan aktivasi komplemen dan berbagai obat seperti kodein, morfin dan bahan kontras juga bisa menyebabkan reaksi anafilaktoid. Faktor fisik seperi suhu panas, dingin dan tekanan dapat mengaktifkan mastosit seperti pada kasus urtikaria yang terinduksi suhu dingin.

Picuan mastosit melalui mekanisme hubungan silang antar reseptor diawali dengan perubahan fluiditas membran sebagai akibat dari metilasi fosfolipid yang diikuti masuknya ion Ca++ dalam sel. Kandungan cAMP dan cGMP berperan dalam regulasi tersebut. Peningkatan cAMP dalam sitoplasma mastosit akan menghambat degranulasi sedangkan cGMP dapat meningkatkan degranulasi. Dengan begitu, aktivasi adenylate cyclase yang mengubah ATP menjadi cAMP merupakan mekanisme penting dalam peristiwa anafilaksis.3. Fase EfektorGejala anafilaksis hampir seluruhnya disebabkan oleh bahan farmakologik aktif yang dilepaskan oleh mastosit atau basofil yang teraktivasi. Terdapat sejumlah mediator yang dilepaskan oleh mastosit dan basofil dalam fase efektor.

Page 3: Hipersensitifitas t ipe 1

Sel Mast dan Mediator pada Reaksi Tipe I1

Sel mast banyak mengandung mediator primer atau preformed antara lain histamin yang disimpan dalam granul. Sel mast juga diaktifkan dapat memproduksi mediator baru atau sekunder atau newly generated seperti LT dan PG. Secara umum, mediator yang dihasilkan oleh sel mast  dan mekanisme aksinya adalah sebagai  berikut:

Vasodilatasi, peningkatan permeabilitas vaskular: Histamin, PAF, Leukotrien C4 D4 E4, protease netral yang mengaktivasi komplemen dan kinin, prostaglandin D2.

Spasme otot polos: Leukotrienes C4 D4 E4, Histamin, prostaglandin, PAF Infintrasi seluler: sitokin (kemokin, TNF), leukotrien B4, faktor kemotaktik

eosinofil dan netrofil.a. Mediator Jenis Pertama (Histamin dan Faktor Kemotaktik)Reaksi tipe I dapat mencapai puncak dalam 10-15 menit. Pada fase aktivasi, terjadi perubahan dalam membran sel mast akibat metilasi fosfolipid yang diikuti oleh influks Ca++ yang menimbulkan aktivasi fosfolipase. Dalam fase ini, energi dilepas akibat glikolisis dan beberapa enzim diaktifkan dan menggerakan granul-granul ke permukaan sel. Kadar cAMP dan cGMP dalam sel berpengaruh pada degranulasi. Peningkatan cAMPakan mencegah degranulasi sementara peningkatan cGMP akan memacu degranulasi. Pelepasan granul ini merupakan proses fisiologis dan tidak menimbulkan lisis atau matinya sel. Degranulasi juga dapat terjadi akibat pengaruh dari anafilatoksis, c3a dan c5a.Histamin merupakan komponen utama granul sel mast dan sekitar 10% dari berat granul. Histamin akan diikat oleh reseptornya (H1, H2, H3, H4) dengan distribusi berbeda dalam jaringan dan bila berikatan dengan histamin, menunjukan berbagai efek.

Manifestasi yang dapat muncul dari dilepasnya histamin di antaranya adalah bintul dan kemerahan kulit di samping pengaru lain seperti perangsangan saraf sensoris yang dirasakan gatal dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah kecil yang menyebabkan edema. Pada saluran pernafasan, dapat terjadi sesak yang disebabkan oleh kontaksi  otot-otot polos dan kelenjar saluran pernafasan.

Page 4: Hipersensitifitas t ipe 1

Pengaruh histamin pada sel-sel sasaran utamanya melalui reseptor H1. Namun, pada membran mastosit terdapat pula reseptor H2 yang dapat berfungsi sebagai umpan balik negatif. Hal tersebut karena pengikatan histamin pada reseptor tersebut justru menghambat pelepasan histamin oleh sel mastosit tersebut.

Selain histamin, faktor kemotaktik juga dilepaskan secara cepat saat mastosit teraktivasi. Ada dua macam ECF-A (eosinophil chemotactic factor id anaphylaxis) untuk menarik eosinofil dan NCF-A (neutrophil chemotactic factor of anaphylaxis) untuk menarik netrofil. Dalam2-8 jam, terjadi kumpulan granulosit berupa netrofil, eosinofil dan basofil, sedang dalam 24 jam yang lebih dominan adalah sel limfosit.

Meski dilepaskan secara cepat, inflitrasi ECF-A dan NCF-A berlangsung lambat sehingga perannya akan lebih penting dalam reaksi tahap lambat.

b. Mediator Jenis KeduaMediator kategori ini terikat erat dengan proteoglikan yang terlepas apabila ada kenaikan kadar NaCl. Mediator ini mencakup heparin, kemotripsin, tripsin dan IF-A (inflammatory factor of anaphylaxis). IFA-A memiliki potensi kemotaktik yang lebih besar dari ECF-A dan NCF-A dan berperan dalam reaksi tahap lambat. Pelepasan yang perlahan membuat mediator ini memiliki pengaruh lebih lama di jaringan.

Dalam reaksi tahap lambat, selain mediator yang dilepaskan oleh mastosit terdapat juga keterlibatan sistem komplemen dan sistem koagulasi. Secara umum, mediator yang dilepaskan akan berperan daam vaodilatasi dan peningkatan permeabilitas lokal dan mendorong berkumpulnya netrofil dan eosinofil

b. Mediator Jenis KetigaSelain dari degranulasi mastosit, terdapat juga pelepasan asam arakhidonat yang bersumber dari fosfolipid membran sel. Asam arakhidonat ini menjadi substrat enzim siklooksigenase dan lipooksigenase. Aktivasi siklooksigenase akan menghasilkan prostaglandin dan tromboxan yang menyebabkan reaksi radang dan mengubah tonus pembuluh darah.1,2 Sedangkan aktivasi lipooksigenase akan menghasilkan leukotrien. Leuktrien C,D, dan E seringkali disebut sebagai SRS-A (slow reactive substance of anaphylaxis) karena pengaruhnya lebih lambat dari histamin.LT berperan dalam bronkokonstriksi, peningkatan permeabilitas vaskular dan produksi mukus. Leuktrien B4mempunyai efek kemotaktik untuk sel netrofil dan eosinofil dan mempercepat ekspresi reseptor untuk C3b pada permukaan sel tersebut.Di antara sel-sel yang direkrut pada saat fase lambat, eosinofil merupakan yang paling penting. Eosinofil ditarik oleh eotaxin dan kemokin lainnya yang dihasilkan oleh sel epitelial, sel Th2 dan sel mast. Eosinofil membebaskan enzim proteolitik berupa major basic protein dan eosinofil catationic protein yang bersifat toksik terhadap sel epitel. Aktivasi eosinofil dan leukosit lain juga menghasilkan leukotrien C4 dan PAF yang secara langsung mengaktifkan sel mast untuk melepaskan mediator. Oleh karena itu, perekrutan sel tersebut akan mengamplifikasi dan menjaga respon inflamasi tanpa tambahan eksposure antigen pemicu. 3

Daftar Pustaka1                   Baratawidjaja KG, Rengganis I. Imunologi Dasar. 9thed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;2010.p.383-92                   Subowo. Imunologi Klinik: Hipersensitivitas. 2nded. Jakarta: Sagung Seto; 2010.p. 31-84.3                   Kumar, Abbas, Fausto, Aster. Robbns and Cotran: Disease of The Immune System. 8thed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2010. p. 198-201, 204-5.

Page 5: Hipersensitifitas t ipe 1

4                   Abbas AK, Lichtman AH Pilai S. Cellular and Molecular Immunology. 6th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2010. P. 423-5.5                   Widowati R. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin: Pengetahuan Dasar Imunologi. 5thed. Jakarta: Penerbit FKUI;2009. P. 45-6.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ALERGI MAKANANFEBRUARY 8, 2010 ~ RASTITI

1. A. KONSEP DASAR PENYAKIT1. 1. Pengertian/Definisi Alergi makanan adalah respon abnormal tubuh terhadap suatu

makanan yang dicetuskan oleh reaksi spesifik pada sistem imun dengan gejala yang spesifik pula

Alergi makanan adalah kumpulan gejala yang mengenai banyak organ dan sistem tubuh yang ditimbulkan oleh alergi terhadap bahan makanan.

Dalam beberapa kepustakaan alergi makanan dipakai untuk menyatakan suatu reaksi terhadap makanan yang dasarnya adalah reaksi hipersensitifitas tipe I dan hipersensitifitas terhadap makanan yang dasaranya adalah reaksi hipersensitifitas tipe III dan IV.

1. 2. EpidemiologiAlergi makanan bisa menyerang siapa saja dengan kadar yang berbeda beda. Pada saat seseorang menyantap makanan kemudian timbul perasaan tidak enak pada tubuhnya maka mereka akan beranggapan bahwa mereka alergi terhadap makanan tersebut. Fakta membuktikan, tidak semua anggapan tersebut benar. Hanya

Page 6: Hipersensitifitas t ipe 1

1% pada orang dewasa dan 3% pada anak anak yang terbukti jika mereka memang benar benar alergi terhadap makanan tertentu.

Alergi makanan umumnya terjadi pada anak-anak. Sekitar 1-2% bayi alergi terhadap susu sapi, sekitar 8% anak menunjukkan reaksi yang tidak diinginkan terhadap makanan, dan 2% orang dewasa juga menderita alergi makananPerkiraan insidensi alergi makanan yang diantara IgE dan merupakan hipersensitivitas tipe I berkisar dari 0,1% hingga 7,0% populasi.

1. 3. EtiologiFaktor yang berperan dalam alergi makanan  kami bagi menjadi 2 yaitu :

a. Faktor Internal Imaturitas usus secara fungsional (misalnya dalam fungsi-fungsi :

asam lambung, enzym-enzym usus, glycocalyx) maupun fungsi-fungsi imunologis (misalnya : IgA sekretorik) memudahkan penetrasi alergen makanan. Imaturitas juga mengurangi kemampuan usus mentoleransi makanan tertentu.

Genetik berperan dalam alergi makanan. Sensitisasi alergen dini mulai janin sampai masa bayi dan sensitisasi ini dipengaruhi oleh kebiasaan dan norma kehidupan setempat.

.Mukosa dinding saluran cerna belum matang yang menyebabkan penyerapan alergen bertambah.

b. Fakor Eksternal Faktor pencetus : faktor fisik (dingin, panas, hujan), faktor psikis

(sedih, stress) atau beban latihan (lari, olah raga). Contoh makanan yang dapat memberikan reaksi alergi menurut

prevalensinyaIkan 15,4 % Apel 4,7 %

Page 7: Hipersensitifitas t ipe 1

Telur 12,7 %Susu 12,2 %Kacang 5,3 %Gandum 4,7 %

Kentang 2,6 %Coklat 2,1 %Babi 1,5 %Sapi 3,1 %

Hampir semua jenis makanan dan zat tambahan pada makanan dapat menimbulkan reaksi alergi.

1. 4. PatofisiologiSaat  pertama kali masuknya alergen (ex. telur ) ke dalam tubuh  seseorang  yang mengkonsumsi makanan tetapi dia belum pernah terkena alergi. Namun ketika untuk kedua kalinya orang tersebut mengkonsumsi makanan yang sama barulah tampak gejala – gejala timbulnya alergi pada kulit orang tersebut.Setelah tanda – tanda itu muncul maka antigen akan mengenali alergen yang masuk yang  akan memicu aktifnya sel T ,dimana sel T tersebut yang akan merangsang sel B untuk  mengaktifkan antibodi ( Ig E ). Proses ini mengakibatkan melekatnya antibodi pada sel mast yang dikeluarkan oleh basofil. Apabila seseorang mengalami paparan untuk kedua kalinya oleh alergen yang sama maka akan terjadi 2 hal  yaitu,:

1. Ketika mulai terjadinya produksi sitokin oleh sel T. Sitokin memberikan efek terhadap berbagai sel terutama dalam menarik sel – sel radang misalnya netrofil dan eosinofil, sehingga menimbulkan reaksi peradangan yang menyebabkan panas.

2. 2. Alergen  tersebut akan langsung mengaktifkan antibodi ( Ig E ) yang merangsang sel mast kemudian melepaskan histamin dalam jumlah yang banyak , kemudian histamin tersebut beredar di dalam tubuh melalui pembuluh darah. Saat mereka mencapai kulit, alergen akan menyebabkan terjadinya gatal,prutitus,angioderma,urtikaria,kemerahan pada kulit dan dermatitis. Pada saat mereka mencapai paru paru, alergen dapat mencetuskan terjadinya asma. Gejala alergi yang paling

Page 8: Hipersensitifitas t ipe 1

ditakutkan dikenal dengan nama anafilaktik syok. Gejala ini ditandai dengan tekanan darah yang menurun, kesadaran menurun, dan bila tidak ditangani segera dapat menyebabkan kematian

5.Klasifikasi Hipersensitivitas anafilaktif  ( tipe 1 )Keadaan ini merupakan hipersensitivitas anafilaktif seketika dengan reaksi yang di mulai dalam tempo beberapa menit sesudah kontak dengan antigen.

Hipersensitivitas sitotoksik ( tipe 2 )Hipersensitivitas sitotoksik terjadikalau sistem kekebalan secara keliru mengenali konsituen tubuh yang normal sebagai benda asing.

Hipersensitivitas kompleks imun ( tipe 3 )kompleks imun terbentuk ketika antigen terikat dengan antibodi dan dibersihkan dari dalam sirkulasi darah lewat kerja fagositik.

Hipersensitivitas Tipe lambat (tipe 4 )Reaksi ini yang juga dikenal sebagai hipersensitivitas seluler, terjadi 24 hingga 72 jam sesudah kontak dengan alergen

6.Gejala KlinisAdapun Gejala klinisnya :v     Pada saluran pernafasan : asma

v     Pada saluran cerna: mual,muntah,diare,nyeri perut

v     Pada kulit: urtikaria. angioderma,dermatitis,pruritus,gatal,demam,gatal

Page 9: Hipersensitifitas t ipe 1

v     Pada mulut: rasa gatal dan pembengkakan bibir

7.Pemeriksaan FisikInspeksi :  apakah ada kemerahan, bentol-bentol dan  terdapat gejala adanya urtikaria,angioderma,pruritus dan pembengkakan pada bibir

Palpasi : ada nyeri tekan  pada kemerahan

Perkusi : mengetahui apakah diperut terdapat udara atau cairan

Auskultasi : mendengarkan suara napas, bunyi jantung, bunyi usus( karena pada oarng yang menderita alergi bunyi usunya cencerung lebih meningkat)

8.Pemeriksaan Penunjang Uji kulit : sebagai pemerikasaan penyaring (misalnya dengan

alergen hirup seperti tungau, kapuk, debu rumah, bulu kucing, tepung sari rumput, atau alergen makanan seperti susu, telur, kacang, ikan).

Darah tepi : bila eosinofilia 5% atau 500/ml condong pada alergi. Hitung leukosit 5000/ml disertai neutropenia 3% sering ditemukan pada alergi makanan.

IgE total dan spesifik: harga normal IgE total adalah 1000u/l sampai umur 20 tahun. Kadar IgE lebih dari 30u/ml pada umumnya menunjukkan bahwa penderita adalah atopi, atau mengalami infeksi parasit atau keadaan depresi imun seluler.

Tes intradermal nilainya terbatas, berbahaya. Tes hemaglutinin dan antibodi presipitat tidak sensitif. Biopsi usus : sekunder dan sesudah dirangsang dengan makanan

food chalenge didapatkan inflamasi / atrofi mukosa usus,

Page 10: Hipersensitifitas t ipe 1

peningkatan limfosit intraepitelial dan IgM. IgE ( dengan mikroskop imunofluoresen ).

Pemeriksaan/ tes D Xylose, proktosigmoidoskopi dan biopsi usus. Diit coba buta ganda ( Double blind food chalenge ) untuk

diagnosa pasti9.Diagnostik–          Gangguan saluran cerna dengan diare dan atau mual muntah, misalnya : stenosis pilorik, Hirschsprung, defisiensi enzim, galaktosemia, keganasan dengan obstruksi, cystic fibrosis, peptic disease dan sebagainya.

–          Reaksi karena kontaminan dan bahan-bahan aditif, misalnya : bahan pewarna dan pengawet, sodium metabisulfite, monosodium glutamate, nitrit, tartrazine, toksin, fungi (aflatoxin), fish related (scombroid, ciguatera), bakteri (Salmonella, Escherichia coli, Shigella), virus (rotavirus, enterovirus), parasit (Giardia, Akis simplex), logam berat, pestisida, kafein, glycosidal alkaloid solanine, histamin (pada ikan), serotonin (pisang, tomat), triptamin (tomat), tiramin (keju) dan sebagainya.

–          Reaksi psikologi

10.Therapy/PengobatanAda beberapa regimen diet yang bisa digunakan :

1. ”ELIMINATION DIET”: beberapa makanan harus dihindari yaitu Buah, Susu, Telur, Ikan dan Kacang, di Surabaya terkenal dengan singkatan BSTIK. Merupakan makanan-makanan yang banyak ditemukan sebagai penyebab gejala alergi, jadi makanan-makanan dengan indeks alergenisitas yang tinggi. Indeks ini mungkin lain untuk wilayah yang lain, sebagai contoh dengan

Page 11: Hipersensitifitas t ipe 1

DBPFC mendapatkan telur, kacang tanah, susu sapi, ikan, kedelai, gandum, ayam, babi, sapi dan kentang, sedangkan Bischop mendapatkan susu, telur, kedelai dan kacang.

2. ”MINIMAL DIET 1” (Modified Rowe’s diet 1): terdiri dari beberapa makanan dengan indeks alergenisitas yang rendah. Berbeda dengan ”elimination diet”, regimen ini terdiri dari beberapa bahan makanan yang diperbolehkan yaitu : air, beras, daging sapi, kelapa, kedelai, bayam, wortel, bawang, gula, garam dan susu formula kedelai. Bahan makanan lain tidak diperbolehkan.3. ”MINIMAL DIET 2” (Modified Rowe’s Diet 2): Terdiri dari makanan-makanan dengan indeks alergenisitas rendah yang lain yang diperbolehkan, misalnya : air, kentang, daging kambing, kacang merah, buncis, kobis, bawang, formula hidrolisat kasein, bahan makanan yang lain tidak diperkenankan.4. ”EGG and FISH FREE DIET”: diet ini menyingkirkan telur termasuk makanan-makanan yang dibuat dari telur dan semua ikan. Biasanya diberikan pada penderita-penderita dengan keluhan dengan keluhan utama urtikaria, angionerotik udem dan eksema.5. ”HIS OWN’S DIET”: menyingkirkan makanan-makanan yang dikemukakan sendiri oleh penderitanya sebagai penyebab gejala alergi.Diet dilakukan selama 3 minggu, setelah itu dilakukan provokasi dengan 1 bahan makanan setiap minggu. Makanan yang menimbulkan gejala alergi pada provokasi ini dicatat. Disebut alergen kalau pada 3 kali provokasi menimbulkan gejala alergi. Waktunya tidak perlu berturut-turut. Jika dengan salah satu regimen diet tidak ada perbaikan padahal sudah dilakukan dengan benar, maka diberikan regimen yang lain. Sebelum memulai regimen yang baru, penderita diberi ”carnaval” selama seminggu, artinya selama 1 minggu itu semua makanan boleh dimakan (pesta). Maksudnya adalah memberi hadiah setelah 3 minggu diet dengan baik, dengan

Page 12: Hipersensitifitas t ipe 1

demikian ada semangat untuk menjalani diet berikunya. Selanjutnya diet yang berikutnya juga dilakukan selama 3 minggu sebelum dilakukan provokasi.Bila diet tidak bisa dilaksanakan maka harus diberi farmakoterapi dengan obat-obatan seperti yang tersebut di bawah ini :

1. i. Kromolin, Nedokromil.Dipakai terutama pada penderita dengan gejala asma dan rinitis alergika.Kromolin umumnya efektif pada alergi makanan dengan gejala Dermatitis Atopi yang disebabkan alergi makanan. Dosis kromolin untuk penderita asma berupa larutan 1% solution (20 mg/2mL) 2-4 kali/hari untuk nebulisasi atau berupa inhalasi dengan metered-dose inhaler 1,6 mg (800 µg/inhalasi) 2-4 kali/hari. Untuk rinitis alergik digunakan obat semprot 3-4 kali/hari yang mangandung kromolin 5.2 mg/semprot. Untuk konjungtivitis diberikan tetes mata 4% 4-6 x 1 tetes mata/hari.Nedokromil untuk nebulisasi tak ada. Yang ada berupa inhalasi dengan metered-dose inhaler dan dosis untuk asma adalah 3,5 mg (1,75 mg/inhalasi) 2-4 kali/hari. Untuk konjungtivitis diberikan tetes mata nedokromil 2% 4-6 x 1-2 tetes mata/hari.1. ii. Glukokortikoid.Digunakan terutama bila ada gejala asma. Steroid oral pada asma akut digunakan pada yang gejala dan PEF nya makin hari makin memburuk, PEF yang kurang dari 60%, gangguan asma malam dan menetap pada pagi hari, lebih dari 4 kali perhari, dan memerlukan nebulizer serta bronkodilator parenteral darurat. menggunaan bronkodilator. Steroid oral yang dipakai adalah : metil prednisolon, prednisolon dan prednison. Prednison diberikan sebagai dosis awal adalah 1-2 mg/kg/hari dosis tunggal pagi hari sampai keadaan stabil kira-kira 4 hari kemudian diturunkan sampai 0,5 mg/kg/hari, dibagi 3-4 kali/hari dalam 4-10 hari. Steroid parenteral digunakan untuk

Page 13: Hipersensitifitas t ipe 1

penderita alergi makanan dengan gejala status asmatikus, preparat yang digunakan adalah metil prednisolon atau hidrokortison dengan dosis 4-10 mg/kg/dosis tiap 4-6 jam sampai kegawatan dilewati disusul rumatan prednison oral. Steroid hirupan digunakan bila ada gejala asma dan rinitis alergika.1. iii. Beta adrenergic agonistDigunakan untuk relaksasi otot polos bronkus. Epinefrin subkutan bisa diberikan dengan dosis 0,01 mg/kg/dosis maksimum 0,3 mg/dosis.

1. iv. Metil XantinDigunakan sebagai bronkodilator. Obat yang sering digunakan adalahaminofilin dan teofilin, dengan dosis awal 3-6/kg/dosis, lanjutan 2,5 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam.1. v. SimpatomimetikaSimpatomimetika terdiri atas :Efedrin : 0,5 – 1,0 mg/kg/dosis, 3 kali/24 jamOrciprenalin : 0,3 – 0,5 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jamTerbutalin : 0,075 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jamSalbutamol : 0,1 – 0,15 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam11. PrognosisAlergi makanan biasanya akan membaik pada usia tertentu. Setelah usia 2 tahun biasanya imaturitas saluran cerna akan membaik. Sehingga setelah usia tersebut gangguan saluran cerna karena alergi makanan juga akan ikut berkurang. Bila gangguan saluran cerna akan membaik maka biasanya gangguan perilaku yang terjadipun akan berkurang. Selanjutnya pada usia di atas 5 atau 7 tahun  alergi makananpun akan berkurang secara bertahap. Perbaikan gejala alergi makanan dengan bertambahnya usia inilah yang menggambarkan bahwa gejala Autismepun biasanya akan

Page 14: Hipersensitifitas t ipe 1

tampak mulai membaik sejak  periode usia tersebut. Meskipun alergi makanan tertentu biasanya akan menetap sampai dewasa, seperti udang, kepiting atau kacang tanah.

1. B. ASUHAN KEPERAWATANI.PENGKAJIAN1. 1. Pengkajian2. 1. ( Data subjektif dan Data Objektif)

a. A. Data dasar, meliputi : Identitas Pasien (nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan,

agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat, diagnosa medis, sumber biaya, dan sumber informasi)

Identitas Penanggung (nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat, dan hubungan dengan pasien)

1. B. Riwayat Keperawatan, meliputi : Riwayat Kesehatan SekarangMengkaji data subjektif yaitu data yang didapatkan dari klien, meliputi:

ü      Alasan masuk rumah sakit:

Pasien mengeluh nyeri perut,sesak nafas, demam,bibirnya bengkak,tibul kemerahan pada kulit,mual muntah,dan terasa gatal

ü      Keluhan utama

1. Pasien mengeluh sesak nafas2. Pasien mengeluh bibirnya bengkak3. Pasien mengaku tidak ada nafsu makan, mual dan muntah4. Pasien mengeluh nyeri di bagian perut

Page 15: Hipersensitifitas t ipe 1

5. Pasien   mengeluh gatal-gatal dan timbul kemerahan di sekujur tubuhnya.

6. Pasien mengeluh diare7. Pasien mengeluh demamü      Kronologis keluhan

Pasien mengeluh nyeri perut,sesak nafas, demam,bibirnya bengkak,tibul kemerahan pada kulit,mual muntah,dan terasa gatal tertahankan lagi sehingga pasien dibawa ke rumah sakit.

Riwayat Kesehatan Masa LaluMengkaji apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit yang sama atau yang berhubungan dengan penyakit yang saat ini diderita. Misalnya, sebelumnya pasien mengatakan pernah mengalami nyeri perut,sesak nafas, demam,bibirnya bengkak,tibul kemerahan pada kulit,mual muntah,dan terasa gatal dan pernah menjalani perawatan di RS atau pengobatan tertentu.

Riwayat Kesehatan KeluargaMengkaji apakah dalam keluarga pasien ada/tidak yang mengalami penyakit yang sama.

Riwayat Psikososial dan SpiritualMengkaji orang terdekat dengan pasien, interaksi dalam keluarga, dampak penyakit pasien terhadap keluarga, masalah yang mempengaruhi pasien, mekanisme koping terhadap stres, persepsi pasien terhadap penyakitnya, tugas perkembangan menurut usia saat ini, dan sistem nilai kepercayaan.

¶     Dikaji berdasarkan 14 kebutuhan dasar menurut Virginia Handerson, yaitu :

Page 16: Hipersensitifitas t ipe 1

1. BernafasDikaji apakah pasien mengalami gangguan pernafasan, sesak, atau batuk, serta ukur respirasi rate.1. MakanDikaji apakah klien menghabiskan porsi makan yang telah disediakan RS, apakah pasien mengalami mual atau muntah ataupun kedua-duanya.

1. MinumDikaji kebiasaan minum pasien sebelum dan saat berada di RS, apakah ada perubahan (lebih banyak minum atau lebih sedikit dari biasanya).1. Eliminasi (BAB / BAK)Dikaji pola buang air kecil dan buang air besar.

1. Gerak dan aktifitasDikaji apakah pasien mengalami gangguan/keluhan dalam melakukan aktivitasnya saat menderita suatu penyakit (dalam hal ini adalah setelah didiagnosa mengalami alergi) atau saat menjalani perawatan di RS.1. Rasa NyamanDikaji kondisi pasien yang berhubungan dengan gejala-gejala penyakitnya, misalnya pasien merasa nyeri di perut bagian kanan atas (dikaji dengan PQRST : faktor penyebabnya, kualitas/kuantitasnya, lokasi, lamanya dan skala nyeri)1. Kebersihan DiriDikaji kebersihan pasien saat dirawat di RS1. Rasa AmanDikaji apakah pasien merasa cemas akan setiap tindakan keperawatan yang diberikan kepadanya, dan apakah pasien merasa lebih aman saat ditemani keluarganya selama di RS.

Page 17: Hipersensitifitas t ipe 1

1. Sosial dan komunikasiDikaji bagaimana interaksi pasien terhadap keluarga, petugas RS dan lingkungan sekitar (termasuk terhadap pasien lainnya).1. PengetahuanDikaji tingkat pengetahuan pasien tentang penyakitnya yang diderita saat ini dan terapi yang akan diberikan untuk kesembuhannya.1. RekreasiDikaji apakah pasien memiliki hobi ataupun kegiatan lain yang ia senangi.

1. SpiritualDikaji bagaimana pendapat pasien tentang penyakitnya, apakah pasien menerima penyakitnya adalah karena murni oleh penyakit medis ataupun sebaliknya.

v     Pemeriksaan fisik

¶     Pemeriksaan fisik

Keadaan umum–                     Tingkat kesadaran CCS

Tanda-tanda vital Keadaan fisik

Kepala dan leher Dada Payudara dan ketiak Abdomen Genitalia Integument

Page 18: Hipersensitifitas t ipe 1

Ekstremitas Pemeriksaan neurologist

v     Pemeriksaan Penunjangv     Uji kulit : sebagai pemerikasaan penyaring (misalnya dengan alergen hirup seperti tungau, kapuk, debu rumah, bulu kucing, tepung sari rumput, atau alergen makanan seperti susu, telur, kacang, ikan).v     Darah tepi : bila eosinofilia 5% atau 500/ml condong pada alergi. Hitung leukosit 5000/ml disertai neutropenia 3% sering ditemukan pada alergi makanan.v     IgE total dan spesifik: harga normal IgE total adalah 1000u/l sampai umur 20 tahun. Kadar IgE lebih dari 30u/ml pada umumnya menunjukkan bahwa penderita adalah atopi, atau mengalami infeksi parasit atau keadaan depresi imun seluler.v     Tes intradermal nilainya terbatas, berbahaya.

v     Tes hemaglutinin dan antibodi presipitat tidak sensitif.

v     Biopsi usus : sekunder dan sesudah dirangsang dengan makanan food chalenge didapatkan inflamasi / atrofi mukosa usus, peningkatan limfosit intraepitelial dan IgM. IgE ( dengan mikroskop imunofluoresen ).

v     Pemeriksaan/ tes D Xylose, proktosigmoidoskopi dan biopsi usus.

Diit coba buta ganda ( Double blind food chalenge ) untuk diagnosa pasti

v     Analisa Data  Data Subjektif

Page 19: Hipersensitifitas t ipe 1

Sesak nafas Mual, muntah Meringis, gelisah Terdapat nyeri pada bagian perut Gatal – gatal Batuk

v      Data objektif

Penggunaan O2 Adanya kemerahan pada kulit Terlihat pucat Pembengkakan pada bibir Demam ( suhu tubuh diatas 37,50C)II. DIAGNOSA KEPERAWATANv     Adapun diagnose keperawatan yang dapat kami ambil:1..Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan terpajan allergen2.Hipertermi berhubungan dengan  proses inflamasi3.Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan infalamasi dermal,intrademal sekunder4.Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan  cairan berlebih5.Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi ( allergen,ex: makanan)III.RENCANA KEPERAWATAN1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan  terpajan allergenTujuan : setelah diberikan askep selama ….x15 menit. diharapkan pasien menunjukkan pola nafas efektif dengan frekuensi dan kedalaman rentang normal.Kriteria hasil :

Page 20: Hipersensitifitas t ipe 1

Frekuensi pernapasan pasien normal (16-20 kali per menit) Pasien tidak merasa sesak lagi Pasien tidak tampak memakai alat bantu pernapasan Tidak terdapat tanda-tanda sianosisIntervensi :

1. Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan dan ekspansi paru. Catat upaya pernapasan, termasuk pengguanaan otot bantu/ pelebaran masal.

R/ : kecepatan biasanya meningkat. Dispenea dan terjadi peningakatan kerja napas. Kedalaman pernapasan berpariasi tergantung derajat gagal napas. Ekspansi dada terbatas yang berhubungan dengan atelektasis atau nyeri dada pleuritik.

1. Auskultasi bunyi napas dan catat adanya bunyi napas adventisius seperti krekels, mengi, gesekan pleura.

R/ : bunyi napas menurun/ tak ada bila jalan napas obstruksi sekunder terhadap pendarahan, bekuan/ kolaps jalan napas kecil (atelektasis). Ronci dan mengi menyertai obstruksi jalan napas/ kegagalan pernapasan.

1. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi. Bangunkan pasien turun dari tempat tidur dan ambulansi sesegera mungkin.

R/ : duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernapasan. Pengubahan posisi dan ambulansi meningkatkan pengisian  udara segmen paru berbeda sehingga memperbaiki difusi gas.

1. Observasi pola batuk dan karakter secret.

Page 21: Hipersensitifitas t ipe 1

R/ : kongesti alveolar mengakibatkan batuk kering atau iritasi. Sputum berdarah dapat diakibatkan oleh kerusakan jaringan atau antikoagulan berlebihan.

1. Berikan oksigen tambahanR/ : memaksimalkan bernapas dan menurunkan kerja napas

1. Berikan humidifikasi tambahan, mis: nebulizer ultrasonicR/ : memberikan kelembaban pada membran mukosa dan membantu pengenceran secret untuk memudahkan pembersihan.

2.Hipertermi berhubungan dengan proses  inflamasiTujuan : setelah diberikan askep selama ….x.24 jam diharapkan suhu tubuh pasien menurunKriteria hasil : Suhu tubuh pasien kembali normal ( 36,5 oC -37,5 oC) Bibir pasien tidak bengkak lagiIntervensi :1. Pantau suhu pasien ( derajat dan pola )R/ : Suhu 38,9-41,1C menunjukkan proses penyakit infeksius akut.

1. Pantau suhu lingkungan, batasi atau tambahkan linen tempat tidur sesuai indikasi

R/: Suhu ruangan/jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan mendekati normal

1. Berikan kompres mandi hangat; hindari penggunaan alcoholR/: Dapat membantu mengurangi demam

3.Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan infalamasi dermal,intrademal sekunder

Page 22: Hipersensitifitas t ipe 1

Tujuan : setelah diberikan askep selama ….x24 jam diharapkan pasien tidak akan mengalami kerusakan integritas kulit lebih parahKriteria hasil : Tidak terdapat kemerahan,bentol-bentol dan odema Tidak terdapat tanda-tanda urtikaria,pruritus dan angioderma Kerusakan integritas kulit berkurangIntervensi :1. Lihat kulit, adanya edema, area sirkulasinya terganggu atau

pigmentasiR/: Kulit berisiko karena gangguan sirkulasi perifer

1. Hindari obat intramaskularR/: Edema interstisial dan gangguan sirkulasi memperlambat absorpsi obat dan predisposisi untuk kerusakan kulit

4.Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebihTujuan : setelah diberikan askep selama ….x24 jam diharapkan kekurangan volume cairan pada pasien dapat teratasi.Kriteria hasil : Pasien tidak mengalami diare lagi Pasien tidak mengalami mual dan muntah Tidak terdapat tanda-tanda dehidrasi Turgor kulit kembali normalIntervensi :1. Ukur dan pantau TTV, contoh peningakatan suhu/ demam

memanjang, takikardia, hipotensi ortostatik.R/ : peningkatan suhu atau memanjangnya demam meningkatkan laju metabolic dan kehilangan cairan melalui evaporasi. TD ortostatik berubah dan peningkatan takikardia menunjukkan kekurangan cairan sistemik.

Page 23: Hipersensitifitas t ipe 1

1. Kaji turgor kulit, kelembaban membrane mukosa (bibir, lidah).R/ : indicator langsung keadekuatan volume cairan, meskipun membrane  mukosa mulut mungkin kering karena napas mulut dan oksigen.

1. Monitor intake dan output  cairanR/ : mengetahui keseimbangan cairan

4. Beri obat sesuai indikasi misalnya antipiretik, antiemetic.

R/ : berguna menurunkan kehilangan cairan

1. Berikan cairan tambahan IV sesuai keperluanR/ : pada adanya penurunan masukan/ banyak kehilangan, penggunaan parenteral dapat memperbaiki atau mencegah kekurangan.

5.Nyeri akut berhubungan dengan  agen cedera biologi ( alergen,ex: makanan)Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x 24 jam diharapkan nyeri pasien teratasikriteria hasil :–        Pasien menyatakan dan menunjukkan nyerinya hilang

–        Wajah tidak meringis

–        Skala nyeri 0

–        Hasil pengukuran TTV dalam batas normal, TTV normal yaitu :

Tekanan darah              : 140-90/90-60 mmHg

Page 24: Hipersensitifitas t ipe 1

Nadi                             : 60-100 kali/menit Pernapasan                   : 16-20 kali/menit Suhu                             : Oral (36,1-37,50C)Rektal (36,7-38,10C)Axilla (35,5-36,40C)Intervensi :1.Ukur TTV

R/ : untuk mengetahui kondisi umum pasien

2.Kaji tingkat nyeri (PQRST)

R/ : Untuk mengetahui faktor pencetus nyeri

3.Berikan posisi yang nyaman sesuai dengan kebutuhan

R/ : memberikan rasa nyaman kepada pasien

4.Ciptakan suasana yang tenang

R/ : membantu pasien lebih relaks

5.Bantu pasien melakukan teknik relaksasi

R/ : membantu dalam penurunan persepsi/respon nyeri. Memberikan kontrol situasi meningkatkan perilaku positif.

6.Observasi gejala-gejala yang berhubungan, seperti dyspnea, mual muntah, palpitasi, keinginan berkemih.

Page 25: Hipersensitifitas t ipe 1

R/ : tanda-tanda tersebut menunjukkan gejala nyeri yang dialami pasien.

7..Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesik

R/ : Analgesik dapat meredakan nyeri yang dirasakan oleh pasien.

IV.EVALUASIDiagnosa Evaluasi

1

S : pasien mengeluh tidak sesak lagiO : pasien bernafas normal (16-24 x/menit),tidak terdapat tanda-tanda sianosis,pasien tidak mengalami gangguan pola nafas,pasien tidak tampak menggunakan alat bantu pernapasan.

A : tujuan tercapai

P : Pertahankan kondisi pasien

2

S:Pasien mengatakan tidak demam lagiO: Suhu tubuh pasien kembali normal ( 36,5 oC -37,5 oC),bibir pasien tidak tampak bengkak lagi.A:Tujuan tercapai

P:Pertahankan kondisi pasien

3 S : Pasien mengatakan kulitnya sudah tidak merah-merah lagiO : kerusakan integritas kulit pada pasien berkurang,tanda-tanda angioderma,pruritus dan urtikaria sudah mulai berkurang,kulit pasien tidak terdapat kemerahan.

Page 26: Hipersensitifitas t ipe 1

A: tujuan tercapai sebagian

P: lanjutkan intervensi (  no 1 dan 2)

4

S : pasien mengatakan tidak merasa mual,muntah dan mencret lagiO: intake & output pasien seimbang,TTV dalam batas normal(TD : 120/80-140/90,Suhu aksila: 36,5 oC -37,5oC,Frekuensi pernapasan : 16-24 x / menit,Nadi: 60-100x/menit),tidak terdapat tanda-tanda sianosis,turgor kulit kembali normal.A : tujuan tercapai

P : Pertahankan kondisi pasien

5

S : pasien  mengatakan nyerinya sudah berkurangO: wajah pasien tampak tenang dan tidak meringis

A : tujuan tercapai

P : Pertahankan kondisi pasien

DAFTAR PUSTAKABrunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, volume 3,Jakarta:EGC..Carpenito LD.1995.Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik.Jakarta: EGC.www.medikaholistik.comPrice & Wilson.2003.Patofisiologi konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.Vol2.Edisi 6.Jakarta:EGC.