hi sprung
TRANSCRIPT
HISPRUNG
I. DEFINISI HISPRUNGHirschsprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya sel - sel ganglion dalam
rectum atau bagian rektosigmoid Colon. Dan ketidak adaan ini menimbulkan keabnormalan
atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan (Betz,Cecily &
Sowden : 2000).
Penyakit Hirschsprung atau Mega Kolon adalah kelainan bawaan penyebab gangguan pasase
usus tersering pada neonatus, dan kebanyakan 3 Kg, lebih banyak laki –£terjadi pada bayi
aterm dengan berat lahir laki dari pada perempuan. ( Arief Mansjoeer, 2000 ).
II. EPIDEMIOLOGI HISPRUNG
Insidensi penyakit Hirschsprung tidak diketahui secara pasti, tetapi berkisar 1 diantara
5000 kelahiran hidup. Dengan jumlah penduduk Indonesia 200 juta dan tingkat kelahiran 35
permil, maka diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit Hirschsprung.
Kartono mencatat 20-40 pasien penyakit Hirschprung yang dirujuk setiap tahunnya ke RSUPN
Cipto Mangunkusomo Jakarta.4
Menurut catatan Swenson, 81,1 % dari 880 kasus yang diteliti adalah laki-laki. Sedangkan
Richardson dan Brown menemukan tendensi faktor keturunan pada penyakit ini (ditemukan
57 kasus dalam 24 keluarga). Beberapa kelainan kongenital dapat ditemukan bersamaan
dengan penyakit Hirschsprung, namun hanya 2 kelainan yang memiliki angka yang cukup
signifikan yakni Down Syndrome (5-10 %) dan kelainan urologi (3%). Hanya saja dengan
adanya fekaloma, maka dijumpai gangguan urologi seperti refluks
vesikoureter,hydronephrosis dan gangguan vesica urinaria (mencapai 1/3 kasus).
Penyakit hisprung atau megakolon aganglionik bawaan disebabkan oleh kelainan inervasi
usus, di mulai dari sfingter ani interna dan meluas ke proximal, melibatkan panjang usus yang
bervariasi. Hisprung adalah penyebab obstruksi usus bagian bawah yang paling sering terjadi
pada neonatus, dengan insiden 1:1500 kelahiran hidup. Laki-laki lebih banyak daripada
perempuan 4:1 dan ada insiden keluarga pada penyakit segmen panjang. Hisprung dengan
bawaan lain termasuk sindrom down, sindrom laurance moon-barderbield dan sindrom
wardenburg serta kelainan kardiovaskuler.
III. ETIOLOGI HISPRUNG
Adapun yang menjadi penyebab Hirschsprung atau Mega Colon itu sendiri adalah:
1. aganglionosis Meissner dan Aurbach dalam lapisan dinding usus, mulai dari sfingter ani
internus ke arah proksimal, 70% terbatas di daerah rektosigmoid, 10% sampai seluruh
kolon dan sekitarnya, 5% dapat mengenai seluruh usus sampai pilorus.
2. diduga terjadi karena faktor genetik dan lingkungan sering terjadi pada anak dengan
Down syndrome.
3. kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi, kranio
kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus.
IV. PATOFISIOLOGI HISPRUNG
Adanya kegagalan sel-sel “neural crest” embrional yang bermigrasi ke dalam dinding usus atau
kegagalan pleksus mensenterikus dan submukosa untuk berkembang ke arah kraniokaudal di
dalam dinding usus. Pada dasarnya, etiologi secara pasti tidak diketahui, kemungkinan adanya
faktor familial/ genetik. Hirschsprung terjadi karena adanya permasalahan pada persarafan
usus besar paling bawah, mulai anus hingga usus di atasnya.
Persyarafan motorik spinkter ani interna yang mengatur proses defekasi berasal dari serabut
syaraf simpatis (n.hypogastrikus) yang menyebabkan kontraksi usus dan serabut syaraf
parasimpatis (n.splanknikus) yang menyebabkan relaksasi usus. Kedua jenis serabut syaraf ini
membentuk pleksus rektalis. Sedangkan muskulus levator ani dipersyarafi oleh n.sakralis 3 dan
4. Nervus pudendalis mensyarafi spinkter ani eksterna dan m.puborektalis. Syaraf simpatis
tidak mempengaruhi otot rektum. Defekasi sepenuhnya dikontrol oleh n.splanknikus
(parasimpatis). Kontinensia sepenuhnya dipengaruhi oleh n.pudendalis dan n.splanknikus
pelvik (syaraf parasimpatis). Dibawah ini gambar tentang inervasi region perineum pada laki-
laki.
Sistem syaraf autonomik intrinsik pada usus terdiri :
1. Pleksus Auerbach : terletak diantara lapisan otot sirkuler dan longitudinal
2. Pleksus Meissner : terletak di sub-mukosa.
Pada penyakit hysprung syaraf yang berguna untuk membuat usus bergerak melebar
menyempit biasanya tidak ada sama sekali atau kalaupun ada sedikit sekali. Ketiadaan
ganglion ini disebabkan karena adanya kegagalan sel-sel neural crest (bakal sel ganglion)
embrional yang bermigrasi ke dalam lubang usus atau kegagalan fleksus mesentrikus dan sub
mukosa untuk berkembang ke arah cranicaudal di dalam dinding usus yang menimbulkan
keabnormalan atau tidak adanya peristalsis serta tidak adanya evakuasi usus spontan. Selain
itu, sfingter rektum tidak dapat berelaksasi, mencegah keluarnya feses secara normal. Isi usus
mendorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul didaerah tersebut, menyebabkan
terdilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu karena terjadi obstruksi dan
menyebabkan dibagian Colon tersebut melebar sehingga terjadi mega kolon. Adanya obstruksi
dan dilatasi bagian proksimal dari Kolon akibat akumulasi feses bisa menyebabkan distensi
abdomen
Konstipasi (perubahan pola eliminasi)
Sel ganglion parasimpatik dari pleksus aurbach di rektisigmoid kolon tidak ada
Tidak adanya peristaltic serta spinkter rectum tidak mempunyai daya dorong
Proses evakuasi feses dan udara terganggu
Obstruksi & Dilatasi bag. proksimal
Feses lama dalam colon rektum (kolon menebal dan tertahan pada bagian Proksimal)
Serabut saraf dan otot polos menebal
Pasase usus terganggu(Sfinkter ani interna tidak relaksasi)
)
HIRSPRUNG (MEGA KOLON)
Pembusukan (penumpukan
feses)
Adanya bakteri dalam
usus
Proliferasi bakteri
Komplikasi:enterokolitis
Peningkatan flora usus
Reaksi inflamasi
Peningkatan sekresi cairan dan elektrolit ke
rongga usus disertai absorpsi
Terbentuknya feses encer
diare
Px rawat inap (hospitalisasi)
Cemas (ansietas)
Risiko tinggi gangguan integritas kulit di sekitar
colostomi
Risiko tinggi infeksi
Pembedahan (Tindakan kolostomi)
nyeri
Resiko tinggi kekurangan volume cairan tubuh
Intake kurang
Pola nafas tidak efektifPemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
Relaksasi otot-otot diafragma tergangguGerakan isi lambung ke mulut (refluks)
Mual dan muntah Clystre pernafasan
Ekspansi paru
Penekanan pada usus, lambung intra abdomen
Distensi abdomenKontraksi anuler pylorus
NyeriKontraksi otot-otot dinding abdomen ke diafragmaEkspalasi isi lambung ke esofagus
V. MANIFESTASI KLINIS HISPRUNG
Gambaran klinis penyakit Hirschsprung dapat kita bedakan berdasarkan usia, dan
gejala klinis yang mulai terlihat pada :
(i). Periode Neonatal
Manifestasi penyakit Hirschsprung yang khas biasanya terjadi pada neonatus cukup
bulan. Ada trias gejala klinis yang sering dijumpai, yakni pengeluaran mekonium yang
terlambat, muntah hijau dan distensi abdomen. Pengeluaran mekonium yang terlambat (lebih
dari 24 jam pertama) merupakan tanda klinis yang signifikans. Pada lebih dari 90% bayi
normal, mekonium pertama keluar dalam usia 24 jam pertama, namun pada lebih dari 90%
kasus penyakit Hirschsprung mekonium keluar setelah 24 jam. Mekonium normal berwarna
hitam kehijauan, sedikit lengket dan dalam jumlah yang cukup. Swenson (1973) mencatat
angka 94% dari pengamatan terhadap 501 kasus sedangkan Kartono mencatat angka 93,5%
untuk waktu 24 jam dan 72,4% untuk waktu 48 jam setelah lahir. Muntah hijau dan distensi
abdomen biasanya dapat berkurang manakala mekonium dapat dikeluarkan segera. Distensi
abdomen merupakan manifestasi obstruksi usus letak rendah dan dapat disebabkan oleh
kelainan lain, seperti atresia ileum dan lain-lain. Muntah yang berwarna hijau disebabkan oleh
obstruksi usus, yang dapat pula terjadi pada kelainan lain dengan gangguan pasase usus,
seperti pada atresia ileum, enterokolitis netrotikans neonatal, atau peritonitis intrauterine.
Tanda-tanda edema, bercak-bercak kemerahan khususnya di sekitar umbilicus, punggung, dan
di sekitar genitalia ditemukan bila telah terdapat komplikasi peritonitis. Sedangkan
enterokolitis merupakan ancaman komplikasi yang serius bagi penderita penyakit
Hirschsprung ini, yang dapat menyerang pada usia kapan saja, namun paling tinggi saat usia 2-
4 minggu, meskipun sudah dapat dijumpai pada usia 1 minggu. Gejalanya berupa diarrhea,
distensi abdomen, feces berbau busuk dan disertai demam. Swenson mencatat hampir 1/3
kasus Hirschsprung datang dengan manifestasi klinis enterokolitis, bahkan dapat pula terjadi
meski telah dilakukan kolostomi.1,3,4,5
(ii). Anak
Pada anak yang lebih besar, gejala klinis yang menonjol adalah konstipasi kronis dan
gizi buruk (failure to thrive). Dapat pula terlihat gerakan peristaltik usus di dinding abdomen.
Jika dilakukan pemeriksaan colok dubur, maka feces biasanya keluar menyemprot, konsistensi
semi-liquid dan berbau tidak sedap. Penderita biasanya buang air besar tidak teratur, sekali
dalam beberapa hari dan biasanya sulit untuk defekasi.1,3,4,5
Bayi baru lahir tidak bisa mengeluarkan Meconium dalam 24 – 28 jam pertama setelah
lahir. Tampak malas mengkonsumsi cairan, muntah bercampur dengan cairan empedu dan
distensi abdomen. (Nelson, 2000 : 317).
Gejala Penyakit Hirshsprung adalah obstruksi usus letak rendah, bayi dengan Penyakit
Hirshsprung dapat menunjukkan gejala klinis sebagai berikut: obstruksi total saat lahir dengan
muntah, distensi abdomen dan ketidakadaan evakuasi mekonium. Keterlambatan evakuasi
meconium diikuti obstruksi konstipasi, muntah dan dehidrasi. Gejala ringan berupa konstipasi
selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut. Konstipasi ringan
entrokolitis dengan diare, distensi abdomen dan demam. Adanya feses yang menyemprot pada
saat colok dubur merupakan tanda yang khas. Bila telah timbul enterokolitis nikrotiskans terjadi
distensi abdomen hebat dan diare berbau busuk yang dapat berdarah ( Nelson, 2002 : 317 ).
Pada masa pertumbuhan (usia 1 -3 tahun):
1. Tidak dapat meningkatkan berat badan
2. Konstipasi (sembelit)
3. Pembesaran perut (perut menjadi buncit)
4. Diare cair yang keluar seperti disemprot
5. Demam dan kelelahan adalah tanda-tanda dari radang usus halus dan dianggap sebagai
keadaan yang serius dan dapat mengancam jiwa.
Pada anak diatas 3 tahun, gejala bersifat kronis :
1. Konstipasi (sembelit)
2. Kotoran berbentuk pita
3. Berbau busuk
4. Pembesaran perut
5. Pergerakan usus yang dapat terlihat oleh mata (seperti gelombang)
6. Menunjukkan gejala kekurangan gizi dan anemia
VI. KOMPLIKASI Enterokolitis
Merupakan komplikasi yang paling berbahaya dan dapat berakibat kematian. Mekanisme
timbulnya enterokolitis karena adanya obstruksi parsial. Obstruksi usus pasca bedah
disebabkan oleh stenosis anastomosis, sfingter ani dan kolon aganglionik yang tersisa
masih spastic. Manifestasi klinik dari enterokolitis berupa distensi abdomen diikuti tanda
obstruksi seperti; muntah hijau, feses keluar secara eksplosif cair dan berbau busuk.
Enterokolitis nekrotikan merupakan komplikasi parah yang dapat menyebabkan nekrosis
dan perforasi
Kebocoran Anastomose
Kebocoran dapat disebabkan oleh ketegangan yang berlebihan pada garis anastomose,
vaskularisasi yang tidak adekuat pada kedua tepi sayatan ujung usus, infeksi dan abses
sekitar anastomose serta trauma colok dubur atau businasi pasca operasi yang dikerjakan
terlalu dini dan tidak hati-hati. Terjadi peningkatan suhu tubuh terdapat infiltrat atau
abses rongga pelvis.
Stenosis
Stenosis dapat disebabkan oleh gangguan penyembuhan luka di daerah anastomse,
infeksi yang menyebabkan terbentuknya jaringan fibrosis, serta prosedur bedah yang
dipergunakan. Manifestasi yang terjadi dapat berupa gangguan defekasi, distensi
abdomen, enterokolitis hingga fistula perianal.
Komplikasi
a Obstruksi usus
b Konstipasi
c Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit
d Entrokolitis
e Struktur anal dan inkontinensial (post operasi)
(Betz cecily & sowden, 2002 : 197)
VII. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Radiologi
Pemeriksaan radiologi merupakan pemeriksaan yang penting pada penyakit Hirschsprung.
Pada foto polos abdomen dapat dijumpai gambaran obstruksi usus letak rendah, meski pada
bayi sulit untuk membedakan usus halus dan usus besar.
Pemeriksaan yang merupakan standard dalam menegakkan diagnosa Hirschsprung adalah
barium enema, dimana akan dijumpai 3 tanda khas:
1. Tampak daerah penyempitan di bagian rektum ke proksimal yang panjangnya
bervariasi.
2. Terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal daerah penyempitan ke arah daerah
dilatasi.
3. Terdapat daerah pelebaran lumen di proksimal daerah transisi.
Terlihat gambar barium enema penderitaHirschsprung. Tampak rektum yang mengalami
penyempitan,dilatasi sigmoid dan daerah transisi yang melebar
Apabila dari foto barium enema tidak terlihat tanda-tanda khas penyakit
Hirschsprung, maka dapat dilanjutkan dengan foto retensi barium, yakni foto setelah 24-48
jam barium dibiarkan membaur dengan feces. Gambaran khasnya adalah terlihatnya barium
yang membaur dengan feces kearah proksimal kolon. Sedangkan pada penderita yang bukan
Hirschsprung namun disertai dengan obstipasi kronis, maka barium terlihat menggumpal di
daerah rektum dan sigmoid.
Biopsy Rectal
Metode definitif untuk mengambil jaringan yang akan diperiksa adalah dengan biopsy
rectal full-thickness.
Spesimen yang harus diambil minimal berjarak 1,5 cm diatas garis dentata karena
aganglionosis biasanya ditemukan pada tingkat tersebut.
Kekurangan pemeriksaan ini yaitu kemungkinan terjadinya perdarahan dan pembentukan
jaringan parut dan penggunaan anastesia umum selama prosedur ini dilakukan.
Simple Suction Rectal Biopsy
Lebih terkini, simple suction rectal biopsy telah digunakan sebagai teknik mengambil
jaringan untuk pemeriksaan histologist
Mukosa dan submukosa rektal disedot melalui mesin dan suatu pisau silinder khusus
memotong jaringan yang diinginkan.
Manometri Anorektal
Manometri anorektal mendeteksi refleks relaksasi dari internal sphincter setelah distensi
lumen rektal. Refleks inhibitorik normal ini diperkirakan tidak ditemukan pada pasien
penyakit Hirschsprung.
Swenson pertama kai menggunakan pemeriksaan ini. Pada tahun 1960, dilakukan
perbaikan akan tetapi kurang disukai karena memiliki banyak keterbatasan. Status
fisiologik normal dibutuhkan dan sedasi seringkali penting. Hasil positif palsu yang telah
dilaporkan mencapai 62% kasus, dan negatif palsu dilaporkan sebanyak 24% dari kasus.
Karena keterbatasan ini dan reliabilitas yang dipertanyakan, manometri anorektal jarang
digunakan di Amerika Serikat
Keunggulan pemeriksaan ini adalah dapat dengan mudah dilakukan diatas tempat tidur
pasien.
Akan tetapi, menegakkan diagnosis penyakit Hirschsprung secara patologis dari sampel
yang diambil dengan simple suction rectal biopsy lebih sulit dibandingkan pada jaringan
yang diambil dengan teknik full-thickness biopsy
Kemudahan mendiagnosis telah diperbaharui dengan penggunaan pewarnaan
asetilkolinesterase, yang secara cepat mewarnai serat saraf yang hipertropi sepanjang
lamina propria dan muskularis propria pada jaringan.
Penemuan Histologis
Baik pleksus mienterik (Auerbach) dan pleksus submukosa (Meissner) tidak ditemukan pada
lapisan muskuler dinding usus. Serat saraf yang mengalami hipertropi yang terlihat dengan
pewarnaan asetilkolinesterase juga ditemukan sepanjang lamina propria dan muskularis
propria. Sekarang ini telah terdapat pemeriksaan imunohistokimia dengan calretinin yang juga
telah digunakan untuk pemeriksaan histologis usus aganglionik, dan terdapat penelitian yang
telah menyimpulkan bahwa pemeriksaan ini kemungkinan lebih akurat dibandingkan
asetilkolinesterase dalam mendeteksi aganglionosis.
Studi Kontras Barium
Pada kasus yang diduga penyakit hirschprung, sebaiknya dilakukan pemeriksaan barium
enema tanpa persiapan. Temuan diagnostic yang meliputi adanya perubahan tajam pada
ukuran diameter potongan usus ganglionik dan aganglionik, kontraksi ‘gigi gergaji
(sawtooth)’ yang irregular pada segmen aganglionik, lipatan transversa paralel pada kolon
proksimal yang mengalami dilatasi, dan kegagalan mengevakuasi barium. Diameter rectum
lebih sempit daripada diameter kolon sigmoid.
Pemeriksaan dengan barium enema, akan bisa ditemukan :
a Daerah transisi
b Gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di bagian usus yang menyempit
c Entrokolitis pada segmen yang melebar
d Terdapat retensi barium setelah 24 – 48 jam (Darmawan K, 2004 : 17)
Biopsi isap yaitu mengambil mukosa dan sub mukosa dengan alat penghisap dan mencari
sel ganglion pada daerah sub mukosa (Darmawan K, 2004 :17).
Biopsi otot rectum yaitu pengambilan lapisan otot rectum.
Periksaan aktivitas enzim asetil kolin esterase dari hasil biobsi isap pada penyakit ini khas
terdapat peningkatan, aktifitas enzimasetil kolin esterase (Darmawan K, 2004 : 17)
Pemeriksaan aktivitas norepinefrin dari jaringan biopsi usus ( Betz, cecily & Sowden, 2002 :
197 )
Pemeriksaan colok anus pada pemeriksaan ini jari akan merasakan jepitan dan pada waktu
tinja yang menyemprot. Pemeriksaan ini untuk mengetahu bahu dari tinja, kotoran yang
menumpuk dan menyumbat pada usus di bagian bawah dan akan terjadi pembusukan.
VIII. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pengobatan medis
Tujuan umum dari pengobatan ini mencakup 3 hal utama:
1. Penanganan komplikasi dari penyakit Hirschsprung yang tidak terdeteksi,
Penatalaksanaan komplikasi diarahkan pada penyeimbangan cairan dan elektrolit,
menghindari distensi berlebihan, dan mengatasi komplikasi sistemik, seperti sepsis.
Maka dari itu, hidrasi intravena, dekompressi nasogastrik, dan jika diindikasikan,
pemberian antibiotik intravena memiliki peranan utama dalam penatalaksanaan
medis awal.
2. Penatalaksanaan sementara sebelum operasi rekonstruktif definitif dilakukan,
Pembersihan kolon, yaitu dengan melakukan irigasi dengan rectal tube berlubang
besar dan cairan untuk irigasi. Cairan untuk mencegah terjadinya
ketidakseimbanganelektrolit.
Irigasi colon secara rutin dan terapi antibiotik prophylaksis telah menjadi prosedur
untuk mengurangi resiko terjadinya enterocolitis
3. untuk memperbaiki fungsi usus setelah operasi rekonstruksi.
.Injeksi BOTOX pada sphincter interna terbukti memicu pola pergerakan usus yang
normal pada pasien post-operatif.
Tindakan bedah
Beberapa prosedur definitif telah digunakan, kesemuanya telah memberikan hasil
yang sempurna jika dilakukan oleh ahli bedah yang berpengalaman. 3 jenis teknik yang
sering digunakan adalah prosedur Swenson, Duhamel, dan Soave. Apapun teknik yang
dilakukan, membersihan kolon sebelum operasi definitif sangat penting.
1. Prosedur Swenson
Prosedur Swenson merupakan teknik definitif pertama yang digunakan untuk
menangani penyakit Hirschsprung
Segmen aganglionik direseksi hingga kolon sigmoid kemudian anastomosis oblique
dilakukan antara kolon normal dengan rektum bagian distal
2. Prosedur Duhamel
Prosedur Duhamel pertama kali diperkenalkan pada tahun 1956 sebagai modifikasi
prosedur Swenson
Poin utamanya adalah pendekatan retrorektal digunakan dan beberapa bagian rektum
yang aganglionik dipertahankan.
Usus aganglionik direseksi hingga ke bagian rektum dan rektum dijahit. Usus bagian
proksimal kemudian diposisikan pada ruang retrorektal (diantara rektum dan sakrum),
kemudian end-to-side anastomosis dilakukan pada rektum yang tersisa
3. Prosedur Soave
Prosedur Soave diperkenalkan pada tahun 1960, intinya adalah membuang mukosa dan
submukosa dari rektum dan menarik usus ganglionik ke arah ujung muskuler rektum
aganglionik.
Awalnya, operasi ini tidak termasuk anastomosis formal, tergantung dari pembentukan
jaringan parut antara segmen yang ditarik dan usus yang aganglionik. Prosedur ini
kemudian dimodifikasi oleh Boley dengan membuat anastomosis primer pada anus.
Perawatan
Perhatikan perawatan tergantung pada umur anak dan tipe pelaksanaanya bila
ketidakmampuan terdiagnosa selama periode neonatal, perhatikan utama antara lain :
o Membantu orang tua untuk mengetahui adanya kelainan kongenital pada anak
secara dini
o Membantu perkembangan ikatan antara orang tua dan anak
o Mempersiapkan orang tua akan adanya intervensi medis ( pembedahan )
o Mendampingi orang tua pada perawatan colostomy setelah rencana pulang
( FKUI, 2000 : 1135 )
Pada perawatan preoperasi harus diperhatikan juga kondisi klinis anak – anak dengan mal
nutrisi tidak dapat bertahan dalam pembedahan sampai status fisiknya meningkat. Hal ini
sering kali melibatkan pengobatan simptomatik seperti enema. Diperlukan juga adanya diet
rendah serat, tinggi kalori dan tinggi protein serta situasi dapat digunakan nutrisi parenteral
total (NPT).
IX. STOMA DAN PERAWATAN STOMA
STOMA
Stoma adalah lubang buatan pada abdomen utnuk mengalirkan urine atau feces keluar dari
tubuh.
Stoma adalah lubang buatan pada dinding perut untuk mengumpulkan kotoran atau air
seni. Pembuatan stoma ini sering bersamaan melalui operasi pembukaan dinding perut
(laparotomi) dengan insisi di atas garis tengah perut (midline incision). Keberadaan stoma
ini sangat penting karena merupakan pengganti lubang anus sebagai saluran pembuangan
sementara atau bahkan permanen seumur hidup.
Pada stoma yang berfungsi dengan baik, kotoran akan keluar dari lubang stoma masuk ke
kantong stoma (kolostomi bag). namun tidak jarang kantong stoma bocor karena kurang
rapat yang menyebabkan iritasi kulit di sekitar stoma bahkan sampai menyebabkan
kontaminasi luka operasi laparotomi. Agar stoma dapat berfungsi dengan baik dan luka
operasi laparotomi dapat cepat sembuh maka perlu perawatan yang baik dan benar paska
operasi.
Macam-macam Stoma :
1. Colostomy (Lubang buatan di usus besar)
2. Tracheostomy (Lubang buatan di tenggorok)
3. Urostomy (Lubang buatan di kandung kemih)
Kolostomi
Pengertian
Kolostomi adalah membuat ostomi di kolon, dibentuk bila usus tersumbat oleh tumor
(Harahap, 2006)
Stoma
Perlengkapan ostomi terdiri atas satu lapis atau dua lapis dengan barier kulit hipoalergenik
untuk mempertahankan integritas kulit peristomal. Kantong harus cukup besar untuk
menampung feses dan flatus dalam jumlah sedang tetapi tidak terlalu besar agar tidak
membebani bayi atau anak. Perlindungan kulit peristomal adalah aspek penting dari
perawatan stoma. Peralatan yang sesuai ukurannya merupakan hal penting untuk
mencegah kebocoran isi (Wong, 2009). Lokasi kolostomi menentukan konsistensi tinja baik
padat ataupun cair. Pada kolostomi transversum umumnya menghasilkan feses lebih
padat. Lokasi kolostomi ditentukan oleh masalah medis pasien dan kondisi umum. Ada 3
jenis kolostomi, yaitu:
Kolostomi loop atau loop colostomy, biasanya dilakukan dalam keadaan darurat .
End colostomy, terdiri dari satu stoma dibentuk dari ujung proksimal usus dengan
bagian distal saluran pencernaan. End colostomy adalah hasil pengobatan bedah
kanker kolorektal
Double-Barrel colostomy terdiri dari dua stoma yang berbeda stoma bagian proksimal
dan stoma bagian distal (Perry & Potter, 2005).
Jenis kolostomi berdasarkan lokasinya
Jenis kolostomi berdasarkan lokasinya; transversokolostomi merupakan kolostomi di
kolon transversum, sigmoidostomi yaitu kolostomi di sigmoid, kolostomi desenden yaitu
kolostomi di kolon desenden dan kolostomi asenden, adalah kolostomi di asenden
(Suriadi, 2006)
Komplikasi Kolostomi
Insidens komplikasi untuk pasien dengan kolostomi sedikit lebih tinggi dibandingkan
pasien ileostomi. Beberapa komplikasi umum adalah prolaps stoma, perforasi, retraksi
stoma, impaksi fekal dan iritasi kulit. Kebocoran dari sisi anastomotik dapat terjadi bila
sisa segmen usus mengalami sakit atau lemah. Kebocoran dari anastomotik usus
menyebabkan distensi abdomen dan kekakuan, peningkatan suhu, serta tanda shock.
Perbaikan pembedahan diperlukan (Brunner dan Suddarth, 2000).
Perawatan Kolostomi
Fungsi kolostomi akan mulai tampak pada hari ke 3 sampai hari ke 6 pascaoperatif.
Perawat menangani kolostomi sampai pasien dapat mengambil alih perawatan ini.
Perawatan kulit harus diajarkan bersamaan dengan bagaimana menerapkan drainase
kantung dan melaksanakan irigasi. Menurut Brunner dan suddarth (2000), ada beberapa
yang harus diperhatikan dalam menangani kolostomi, antara lain;
Perawatan Kulit
Rabas efluen akan bervariasi sesuai dengan tipe ostomi. Pada kolostomi transversal,
terdapat feses lunak dan berlendir yang mengiritasi kulit. Pada kolostomi desenden
atau kolostomi sigmoid, feses agak padat dan sedikit mengiritasi kulit. Pasien
dianjurkan melindungi kulit peristoma dengan sering mencuci area tersebut
menggunakan sabun ringan, memberikan barrier kulit protektif di sekitar stoma, dan
mengamankannya dengan meletakan kantung drainase. Kulit dibersihkan dengan
perlahan menggunakan sabun ringan dan waslap lembab serta lembut. Adanya
kelebihan barrier kulit dibersihkan. Sabun bertindak sebagai agen abrasif ringan untuk
mengangkat residu enzim dari tetesan fekal. Selama kulit dibersihkan, kasa dapat
digunakan untuk menutupi stoma.
Memasang Kantung
Stoma diukur untuk menentukan ukuran kantung yang tepat. Lubang kantung harus
sekitar 0,3 cm lebih besar dari stoma. Kulit dibersihkan terlebih dahulu. Barier kulit
peristoma dipasang. Kemudian kantung dipasang dengan cara membuka kertas
perekat dan menekanya di atas stoma. Iritasi kulit ringan memerlukan tebaran bedak
stomahesive sebelum kantung dilekatkan.
Mengangkat Alat Drainase
Alat drainase diganti bila isinya telah mencapai sepertiga sampai seperempat bagian
sehingga berat isinya tidak menyebabkan kantung lepas dari diskus perekatnya dan
keluar isinya. Pasien dapat memilih posisi duduk atau berdiri yang nyaman dan dengan
perlahan mendorong kulit menjauh dari permukaan piringan sambil menarik kantung
ke atas dan menjauh dari stoma. Tekanan perlahan mencegah kulit dari trauma dan
mencegah adanya isi fekal yang tercecer keluar.
Mengirigasi Kolostomi
Tujuan pengirigasian kolostomi adalah untuk mengosongkan kolon dari gas, mukus,
dan feses. Sehingga pasien dapat menjalankan aktivitas sosial dan bisnis tanpa rasa
takut terjadi drainase fekal. Dengan mengirigasi stoma pada waktu yang teratur,
terdapat sedikit gas dan retensi cairan pengirigasi.
Gastrointestinal Stoma
Pada umumnya dibuat untuk ileum (ileostomy) atau colon (colostomy). Tedapat 2 jenis
gastrointestinal Stoma :
Temporary (de-functioning) stomas : meliputi ileostomy atau colostomy yang dibuat
untuk melindungi suatu anastomosis atau dekompresi atau penyembuhan segmen
usus bagian distalnya. Stoma mempunyai 2 lubang yaitu lubang proksimal adalah
tempat keluarnya faeces dan lubang distal tempat keluarnya mukus dari usus bagian
distalnya.
Permanent stomas : lubang dinding abdomen yang dibuat secara permanen tempat
menempelkan bagian akhir dari usus pada permukaan kulit.
Terdapat beberapa bentuk permanent stoma antara lain:
a. Panproctocolectomy : ileostomy permanent yang dibuat dari ileum terminalis,
seluruh colon rectum dan anus diangkat.
b. Total colectomy: ileostomy dibuat tetapi ujung rectum tetap dan disalurkan ke
dinding abdomen sebagai mucus fistula.
c. Abdomenoperineal (A-P) excision : colostoly pada fossa iliaca sinistra, rectum dan
anus diangkat, sering disertai dengan pengangkatan 1/3 bagian atas dinding
posterior vagina
d. Hartmarns procedure, eksisi dari sigmoid atau atas rectum colostomy dibuat dan
ujung rectum ditutup dan dibiarkan didalam pelvis.
e. Pelvis exenteration: operasi radikal untuk pengangkatan organ pelvis; dibuat
colostoly dan urostomy.
Kelainan pada organ Pencernaan yang menimbulkan indikasi tindakan gastrointestinal
Stoma :
1. Esafagus : Kanker pada bagian ini akan menyebabkan gangguan menelan, dimulai
sulit menelan dan bila tidak cepat diangkat akan tersumbat total sehingga tidak
bisa menelan sama sekali.
2. Lambung : Seperti di Esophagus kanker di lambung juga akan menyebabkan
tersumbatnya saluran cerna, tetapi tergantung lokasi, kanker pada lokasi tertentu
tidak akan menyebabkan tersumbatnya saluran cerna sampai pada stadium
lanjut.
3. Usus Besar : Kanker usus besar awalnya menimbulkan gejala gangguan pola
defikasi artinya secara berangsur angsur penderita merasa tidak nyaman diperut
kemudian mulas yang sukar diterangkan sebabnya dilanjutkan dengan diare /
mencret berak darah lender ini terutama untuk kanker rectum dan obstruksi
saluran cerna karena tersumbatnya usus besar akhirnya perut kembung karena
kotoran menumpuk dalamusus karena tidak bisa keluar.
Untuk kanker rektum, jenis operasinya tergantung pada seberapa jauh jarak
kanker ini dari anus dan seberapa dalam dia tumbuh ke dalam dinding rektum.
Pengangkatan seluruh rektum dan anus mengharuskan penderita menjalani
kolostomi menetap (pembuatan hubungan antara dinding perut dengan kolon).
Dengan kolostomi, isi usus besar dikosongkan melalui lubang di dinding perut ke
dalam suatu kantung, yang disebut kantung kolostomi.
4. Usus Halus : Kebanyakan tumor usus halus adalah jinak. Kebanyakan tumor jinak
tidak menyebabkan gejala. Tetapi tumor yang berukuran besar bisa
menyebabkan terdapatnya darah dalam tinja, penyumbatan usus (sebagian atau
total), atau penjeratan usus bila satu bagian usus masuk ke usus yang berada di
depannya (intususepsi).
5. Pankreas : Kanker pangkreas karena letaknya sangat sulit terdiagnosis, biasanya
diketahui setelah ada komplikasi ikterus atau penyumbatan pada usus 12 jari.
6. Hati : Kanker primer yang terletak ditepi pada keadaan dini bila cepat diketahui
dan segera diambil tindakan operasi akan menyembuhkan penyakitnya. Pada hati
sering dijumpai kanker sekunder yang berasal dari penyebaran kanker alat tubuh
lain seperti usus, paru, payudara, genitalia, interna.
Prosedur Pelatihan Kolostomi
Persiapan Alat
a. Dua pasang sarung tangan
b. Pengalas
c. Kom berisi air hangat air hangat
d. Kain kasa atau washlap
e. Kantung kolostomi yang baru
f. Pembersih seperti sabun
g. Gunting
h. Kantung plastik
i. Tissue
Persiapan pasien
a. Atur posisi pasien berbaring
b. Jelaskan pada pasien dan orang tua tentang prosedur yang akan dilakukan dan
jaga privasi pasien.
c. Ciptakan suasana senyaman mungkin
Prosedur
a. Cuci tangan
b. Jelaskan prosedur pada klien dan jaga privasi klien
b. Gunakan sarung tangan
c. Letakkan kain pengalas di sekitar perut dan buka kantung kolostomi.
d. Buka kantung kolostomi dengan hati-hati, tangan non dominan (kiri) menekan
kulit dan tangan dominan (kanan) melepaskan kantung kolostomi.
e. Kosongkan kantung: ukur jumlah feses, feses dibuang ke toilet kantung kolostomi
dibuang ke kantong plastik
f. bersihkan stoma dan kulit di sekitar lubang dengan menggunakan kain kasa atau
washlap yang lembab dan hangat, atau air sabun jika sisah perekat dan feses sulit
dibersihkan.Cuci tangan dan gunakan sarung tangan kembali.
g. Keringkan kulit dan pasang kantung kolostomi yang baru
h. Buka sarung tangan dan rapikan alat serta sampah
i. Cuci tangan ( Joyce, 2002).
ASUHAN KEPERAWATAN HISPRUNG
Trigger 2 Hisprung
An. Karunia usia 7 hari dibawa ke RS karena perut kembung dan muntah. Dari hasil pengkajian
perawat ditemukan an. Karunia terlihat lemas, bibir kering, dan menangis terus, tidak dapat tidur
dengan nyenyak baik pagi, siang maupun malam. Tidur hanya sebentar-sebentar kemudian
menangis. Abdomen distensi dan anak selalu memuntahkan ASI dan formula yang diberikan, ibu
mengatakan sehari sebelum ke RS BB anak 3,3 kg (ditimbang di bidan) sekarang di RS BB An. Karunia
3,1 kg. TTV An.Karunia RR 42x/mnt, suhu 37,9C, N=130x/mnt. Riwayat kelahiran AN. Karunia anak
pertama lahir normal, lahir di tolong bidan,BB lahir 3,6 kg, mekonium pertama keluar pada hari
ketiga setelah kelahiran. Melihat kondisi anaknya, ibu banyak bertanya tentang penyakit anaknya
dan penyembuhannya. Ibu juga mengatakan belum pernah di keluarganya mempunya penyakit
seperti ini. Jadi,ibu tidak tahu harus berbuat apa untuk anaknya.
PENGKAJIAN
1. Identitas Pasien.
Nama : An. Karunia
Umur : 7 hari
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : BT
Suku/Bangsa : bT
Status Pernikahan: Belum menikah
Pendidikan : BT
Pekerjaan :BT
Alamat :BT
Nomor Register : 123456
Tanggal MRS :01 Maret 2012
Tanggal Pengkajian: 01 Maret 2012
Diagnosa Medis : Hisprung
2. Identitas Penanggung jawab.
Nama : Ibu Kurnia
Umur : BT
Jenis Kelamin :Perempuan
Pendidikan : BT
Pekerjaan : BT
Hub. Dengan pasien : Ibu kandung
3. Keluhan Utama
perut kembung dan muntah
4. Riwayat Kesehatan
Riwayat Penyakit sekarang
An. Karunia usia 7 hari dibawa ke RS karena perut kembung dan muntah. Dari hasil pengkajian perawat ditemukan an. Karunia terlihat lemas, bibir kering, dan menangis terus, tidak dapat tidur dengan nyenyak baik pagi, siang maupun malam. Tidur hanya sebentar-sebentar kemudian menangis.
Riwayat Penyakit Dahulu
o Kaji riwayat prenatal, natal dan post natal : Riwayat kelahiran AN. Karunia
anak pertama lahir normal, lahir di tolong bidan,BB lahir 3,6 kg, mekonium
pertama keluar pada hari ketiga setelah kelahiran.
o Kaji riwayat imunisasi yang sudah dilakukan
Riwayat Penyakit keluarga
o Kaji apakah ada keluarga yang menderita penyakit serupa.
Riwayat Psikososial
o Kaji status ekonomi keluarganya .
o Persepsi keluarga tentang penyakit yang diderita klien : , ibu banyak bertanya
tentang penyakit anaknya dan penyembuhannya. Ibu juga mengatakan belum
pernah di keluarganya mempunya penyakit seperti ini. Jadi,ibu tidak tahu
harus berbuat apa untuk anaknya.
Pengkajian pola Gordon
1. Pemeliharaan dan persepsi kesehatan
ibu banyak bertanya tentang penyakit anaknya dan penyembuhannya. Ibu juga
mengatakan belum pernah di keluarganya mempunya penyakit seperti ini. Jadi,ibu
tidak tahu harus berbuat apa untuk anaknya.
2. Pola nutrisi
anak selalu memuntahkan ASI dan formula yang diberikan, ibu mengatakan sehari
sebelum ke RS BB anak 3,3 kg (ditimbang di bidan) sekarang di RS BB An. Karunia 3,1 kg.
3. Pola eliminasi
BAB: mekonium pertama keluar pada hari ketiga setelah kelahiran.
BAK: BT
4. Pola aktivitas
Karunia terlihat lemas dan menangis terus
5. Pola istirahat
Pasien tidak dapat tidur dengan nyenyak baik pagi, siang maupun malam. Tidur hanya
sebentar-sebentar kemudian menangis.
6. Pola kognitif dan perseptual
BT
7. Pola persepsi konsep
BT
8. Peran dan tanggung jawab
BT
9. Pola seksual dan reproduksi
BT
10. Pola koping dan toleransi stress
BT
11. Pola nilai dan keyakinan
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : pasien tampak lemas
TTV : RR 42x/mnt, suhu 37,9C, N=130x/mnt.
Pemeriksaan Head to toe
o B1 breathing : RR = 42x / menit.
o B2 Blood : nadi 130x / menit
o B3 Brain : BT
o B4 Bladder : Bibir Kering
o B5 Bowel : kembung, Abdomen distensi dan anak selalu memuntahkan ASI dan
formula yang diberikan,
o B6 Bone : normal
ANALISA DATA
DATA ETIOLOGI MASALAHDS : ibu mengatakan sehari
sebelum ke RS BB anak 3,3 kg
(ditimbang di bidan)
DO : Karunia terlihat lemas, bibir
kering, dan menangis terus.
Abdomen distensi, ibu mengatakan
sehari sebelum ke RS BB anak 3,3
kg (ditimbang di bidan) sekarang di
RS BB An. Karunia 3,1 kg. TTV
An.Karunia RR 42x/mnt, suhu
37,9C, N=130x/mnt. Riwayat
kelahiran AN. Karunia anak
pertama lahir normal, lahir di
tolong bidan,BB lahir 3,6 kg,
mekonium pertama keluar pada
hari ketiga setelah kelahiran.
Konstipasi ( Perubahan pola eliminasi )
DS :umur 7 hari, ibu mengatakan
sehari sebelum ke RS BB anak 3,3
kg (ditimbang di bidan).
DO : perut kembung
an. Karunia terlihat lemas, bibir
kering, dan menangis terus, tidak
dapat tidur dengan nyenyak baik
pagi, siang maupun malam. Tidur
hanya sebentar-sebentar kemudian
menangis. Abdomen distensi dan
anak selalu memuntahkan ASI dan
formula yang diberikan, ibu
mengatakan sehari sebelum ke RS
BB anak 3,3 kg (ditimbang di bidan)
sekarang di RS BB An. Karunia 3,1
kg. TTV An.Karunia RR 42x/mnt,
suhu 37,9C, N=130x/mnt. Riwayat
Hisprung
Penekanan pd usus lambung intra abdomen
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
kelahiran AN. Karunia anak
pertama lahir normal, lahir di
tolong bidan,BB lahir 3,6 kg,
mekonium pertama keluar pada
hari ketiga setelah kelahiran.
DS :
Melihat kondisi anaknya, ibu
banyak bertanya tentang penyakit
anaknya dan penyembuhannya.
Ibu juga mengatakan belum pernah
di keluarganya mempunya penyakit
seperti ini. Jadi,ibu tidak tahu harus
berbuat apa untuk anaknya.
DO : -
Anak menderita hisprung
Timbul tanda dan gejala penyakit
Ibux tidak tahu tentang penyakit, pengobatannya
Kurang pengetahuan
DIAGNOSA DAN RENCANA KEPERAWATAN
1. Konstipasi berhubungan dengan mekanisme penyakit hisprung
2. ketidakseimbangan nutrisi kurang dan kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor
biologis ( mual muntah)
3. Kurang pengetahuan bd Keterbatasan informasi kognitif
Tgl No. dx Tujuan Intervensi Rasional
1 Setelah diberikan askep
selama 3x24 jam
diharapkan anak dapat
melakukan eliminasi
dengan beberapa adaptasi
sampai fungsi eliminasi
secara normal dan bisa
dilakukan
1. Berikan bantuan enema
dengan cairan Fisiologis
NaCl 0,9 %
2. Observasi tanda vital dan
bising usus setiap 2 jam
sekali
3. Observasi pengeluaran
feces per rektal-bentuk,
konsistensi, jumlah
4. Observasi intake yang
mempengaruhi pola dan
1. Untuk mengosongkan
usus
2. Untuk mengetahui
adanya tanda-tanda syok.
3. Untuk mengetahui
pengeluaran feses dari
bentuk, konsistensi, dan
jumlah
4. Untuk mengetahui intake
yang mempengaruhi pola
dan konsistensi feses
konsistensi feses
5. Anjurkan untuk
menjalankan diet yang
telah dianjurkan
6. Kolaborasi dengan dokter Kolaborasi dengan dokter
tentang rencana tentang rencana
pembedahanpembedahan
5. Respon pengobatan
6. Untuk melanjutkan
pengobatan selanjutnya
2 Setelah diberikan askep
selama 3x24 jam
diharapkan pasien
menerima asupan nutrisi
yang cukup
1. Berikan asupan nutrisi yang
cukup sesuai dengan diet
yang dianjurkan
2. Ukur berat badan anak tiap
hari
3. Gunakan rute alternatif
pemberian nutrisi ( seperti
NGT dan parenteral )
1. Untuk meningkatkan
asupan makanan
2. Untuk mengetahui
peningkatan dan
penurunan berat badan
anak
3. Nutrisi parenteral
dibutuhkan jika
kebutuhan per oral yang
sangat kurang dan untuk
mengantisipasi pasien
yang sudah mulai merasa
mual dan muntah
3 Setelah dilakukan
intervensi selam 2x24 jam
Pengetahuan pasien dan
keluarga tentang
penyakitnya, perawatan
dan obat – obatan. Bagi
penderita Mega Colon
meningkat daan pasien
atau keluarga mampu
menceritakanya kembali
1. Beri kesempatan pada
keluarga untuk menanyakan
hal – hal yang ingn diketahui
sehubunagndengan penyaakit
yang dialami pasien
2. Kaji pengetahuan keluarga
tentang Mega Colon
3. Kaji latar belakang keluarga
4. Jelaskan tentang proses
penyakit, diet, perawatan
serta obat – obatan pada
1. Untuk meningkatkan
pemahamankeluarga
klien ttg penyakit
2. Untuk mengetahui
tingkat pengetahuan
klien ttg penyakit
3. Sda
4. Untuk meningkatkan
pemahamankeluarga
klien ttg penyakit
5. Untuk meningkatkan
peran serta keluarga.
keluarga pasien
5. Jelaskan semua prosedur
yang akan dilaksanakan dan
manfaatnya bagi pasien.
6. libatkan keluarga dalam
pengambilan keputusan
terhadap tindakan yang akan
dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Wyllie, Robert, 2000. Megakolon Aganglionik Bawaan (Penyakit
Hirschsprung) .Behrmann, Kliegman, Arvin. Dalam : Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi
15, Jilid II. Jakarta: EGC, 1316-1319
2. Mansjoer Arief, Triyanti Kuspuji, Savitri Rakhmi, Wardhani Wahyu Ika, Setiowulan Wiwiek,
2000. Penyakit Hirschsprung. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2. Jakarta :
Penerbit Media Aesculapius FK UI, 380-381.
3. Irwan, Budi, 2003. Pengamatan fungsi anorektal pada penderita penyakit Hirschsprung
pasca operasi pull-through. Available From: Usu digital library [ Akses 26 Febuari 2012]
4. Kartono, Darmawan, 2004. Penyakit Hirschsprung.. Jakarta : Sagung Seto, 3-82.
5. Pieter, John, 2005. Usus Halus, Apendiks, Kolon, dan Anorektum. Sjamsuhidajat.R, De
Jong,Wim. Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi II. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC,
646-647.
6. Sadler,T.W, 2000. Sistem Pencernaan. Dalam : Embriologi Kedokteran Langman. Edisi 7,
Jakarta : EGC, 243-271.
7. Lindseth, Glenda N, 2005. Gangguan Usus Besar. Hartanto Huriawati. Dalam: Patofisiologi
Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Volume 1, Edisi 6. Jakarta. EGC. 456-468.
8. Taylo,Clive R, 2005. Struktur dan Fungsi, Sindrom Malabsorbsi, Obstruksi usus. Mahanani,
Dewi Asih,dkk. Dalam: Ringkasan Patologi Anatomi. Jakarta. EGC5. 532-538.
9. Schwartz, M. William. 2004. Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta:EGC
10. Guyton & Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. (Ed 11). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
(EGC).