hati nurani sebagai norma moral yang subjektif

33
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kami mengajak pembaca untuk menjelajahi seluruh wilayah etika. Pertama dibahas tema tema klasik seperti: hati nurani, kebebasan, tanggung jawab, dan keutamaan. Kemudian dibicarakan pula tentang beberapa teori besar dari sejarah filsafat moral: hedonisme, eudemonisme, utilitarianisme, dan deontologi. Akhirnya, disajikan sekedar pengantar pada etika terapan, artinya, etika yang menyototi bidang bidang khusus seperti dunia kedokteran, praktik bisnis, lingkungan hidup, dll. Dalam makalah ini Kami membahas tentang hati nurani sebagai penomenal moral, kesadaran dan hati nurani retrosfektif dan hati nurani rosfektif hati nurani bersipat personal dan supersonal, beberapa masalah khusus tentang hati nurani dan pembinaan hati nurani. Hati nurani dan super ego pun kami bahas. B. Rumusan Masalah Dari Latar belakang diatas penulis menarik rumusan masalah yang akan diangkat menjadi pembahasan dalam 1

Upload: dahlia-tambajong

Post on 13-Aug-2015

929 views

Category:

Documents


22 download

TRANSCRIPT

Page 1: Hati Nurani Sebagai Norma Moral Yang Subjektif

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

 Kami mengajak pembaca untuk menjelajahi seluruh wilayah etika.

Pertama dibahas tema tema klasik seperti: hati nurani, kebebasan, tanggung

jawab, dan keutamaan. Kemudian dibicarakan pula tentang beberapa teori besar

dari sejarah filsafat moral: hedonisme, eudemonisme, utilitarianisme, dan

deontologi. Akhirnya, disajikan sekedar pengantar pada etika terapan, artinya,

etika yang menyototi bidang bidang khusus seperti dunia kedokteran, praktik

bisnis, lingkungan hidup, dll.

Dalam makalah ini Kami membahas tentang hati nurani sebagai

penomenal moral, kesadaran dan hati nurani retrosfektif dan hati nurani

rosfektif  hati nurani bersipat personal dan supersonal, beberapa masalah khusus

tentang hati nurani dan pembinaan hati nurani. Hati nurani dan super ego pun

kami bahas.

B. Rumusan Masalah

Dari Latar belakang diatas penulis menarik rumusan masalah yang akan

diangkat menjadi pembahasan dalam makalah ini yaitu : Bagaimana hati nurani

sebagai norma, Moral yang subjektif?

 

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui Bagaimana hati nurani sebagai norma, Moral yang

subjektif?

2. Untuk memenuhi tugas mata kuliah yang bersangkutan

1

Page 2: Hati Nurani Sebagai Norma Moral Yang Subjektif

BAB II

PEMBAHASAN

A. Hati Nurani sebagai Fenomena Moral

1. Pendekatan naratif

Setiap manusia mempunyai pengalaman tentang hati nurani dan

mungkin pengalaman itu merupakan perjumpaan paling jelas dengan

moralitas sebagai kenyataan.dalam suatu pendekatan h yang berbeda naratif

kita mulai dengan memandang tiga contoh yang berbeda tentang pengalaman

hati nurani yang dipilih dengan cara demikian,sehingga dapat dipakai dalam

analisis selanjutnya.

·        seorang hakim telah menjatuhkan vonis dalam suatu perkara pengadilan

yang penting.malam sebelumnya ia didatangi oleh wakil dari pihak

terdakwa.orang itu menawarkan sejumlah besar uang,bila si hakim bersedia

memenangkan pihaknya.Hakim yakin bahwa terdakwa itu bersalah.bahan

bukti yang telah dikumpulkan dengan jelas menunjukkan hal itu. Tapi ia

tergiur oleh uang begitu banyak, sehingga tidak bisa lain daripada menerima

penawaran itu. Ia telah memutuskan terdakwa tidak bersalah dan

membebaskan dari segala tuntutan hukum.Kejadian ini sangat

menguntungkan untuk dia. Dan sekarang ia sanggup menyekolahkan anaknya

ke luar negeri dan membeli rumah yang sudah lama diidam-idamkan oleh

istrinya. Namun demikian,ia tidak bahagia dalam batinnya ia merasa gelisah.

Ia seolah-olah “malu” terhadap dirinya sendiribukan karena ia takut kejadian

itu akan diketahui oleh atasannya. Selain anggota keluarga terdekat tidak ada

yang tahu. Prosedurnya begitu hati hati dan teliti, sehingga kasus suap itu

tidak akan pernah diketahui oleh orang lain. Namun, kepastiaan ini tidak bisa

menghilangkan  kegelisahannya. Baru kali ini ia menyerah terhadap godaan

semacam itu. Sampai swekarang ia selalu setia pada sumpahnya ketika

2

Page 3: Hati Nurani Sebagai Norma Moral Yang Subjektif

dilantik dalam jabatan yang luhur ini. Mengapa kali ini ia sampai terjatuh ? ia

merasa marah dan mual terhadap dirinya sendiri.

2. Kesadaran dan Hati Nurani

Apa itu hati nurani ? secara sangat umum dapat dikatakan, hati nurani

adalah “instansi” dalam diri kita yang menilai tentang moralitas perbuatan

perbuatan kita secara langsung, kini dan disini.  dengan hati nurani” kita

maksudkan penghayatan tentang baik atau buruk berhubungan dengan tinkah

laku konkrit kita. Hati nurani ini memerintahkan atau melarang kita untuk

melakukan sesuatu dan disini. Ia tidak berbicara yang umum, melainkan

tentang situasi yang sangat konkrit tidak mengikuti hati nurani ini berarti

menghancurkan integritas pribadi kita dan menghianati martabat terdalam kita

Dapat dikatakan juga, hati nurani adalah kesadaran moral “ instansi”

yang membuat kita menyadari baik atau buruk ( secara moral ) dalam prilaku

kita dan karena itu dapat menyuluhi dan membimbing perbuatan perbuatan

kita dibidang moral. Untuk mengerti hal ini perlu kita bedakan antara

pengenalan dan kesadaran.

Untuk menunjukan kesadaran, dalam bahasa latin dan bahasa bahasa

yang diturunkan dari padanya, dipakai kata conscieentia. Kata itu berasal dari

kata kerja scire ( mengetahui )  dan awalan con ( bersama dengan, turut ).

Dengan demikian coscieentia sebenarnya berarti  “ turut mengetahui”

dan mengingatkan kita pada gejala “ penggandaan “ yang disebut tadi bukan

saja saya saya melihat pohon itu, tapi saya juga “ turut mengetahui” bahwa

sayalah yang melihat pohon itu.kata  coscieentia yang sama dalam bahasa

latin ( dan bahasa bahasa yang serumpun dengannya) digunakan juga untuk

menunjukan “ hati nurani”. Dalam hati nurani berlangsung juga penggandaan

yang sejenis. Hati nurani merupakan semacam “ saksi “ tentang perbuatan

perbuatan moral kita.

3

Page 4: Hati Nurani Sebagai Norma Moral Yang Subjektif

B. Beberapa Masalah Khusus tentang Hati Nurani

1. Hati nurani termasuk perasaan , kehendak, atau rasio ?

         Dalam sejarah filsafat sering dipersoalkan apakah hati nurani

termasuk perasaan, kehendak, atau rasio. Dalam filsafat dewasa ini  sudah

terbentuk keyakinan bahwa manusia tidak bisa dipisahkan dalam berbagai

fungsi atau daya. Dalam hati nurani pula memainkan peranan baik perasaan

atau kehendak maupun juga rasio tapi terdapat suatu tendensi kuat dalam

filsafatuntuk mengakui bahwa hati nurani secara khusus dikaikan secara rasio.

Mengemukakan putusan jelas merupakan fungsi dari rasio. Tetapi dalam hal

ini perlu dibedakan antara dua macam rasio: rasio teoretis dan rasio praktis.

Rasio teoretis memberi jawaban atas pertanyaan. Rasio teoretis bersifat

abstrak, maka rasio praktis justru bersifat konkret. Hati nurani juga sangat

konkret sifatnya dan mengatakan kepada kita apa yang harus dilakukan kini

dan disini. Putusan hati nurani “ mengkonkretkan “ pengetahuan etis kita yang

umum. Hati nurani seolah olah merupakan jembatan yang menghubungkan

pengetahuan etis kita yang umum dengan prilaku konkret.

       Biarpun putuswn hati nurani bersifat rasional, itu tidak berarti bahwa

ia mengemukakan suatu penalaran logis ( reasoning ). ucapan hati nurani pada

umumnya bersifat intuitif, artinya langsung menyatakan: ini baik baik dan

terpuji atau itu buruk dan tercela. Pemikiran intwitif berlangsung “ bagaikan

tembakan “ :langsung, satu kali tembak, tidak menurut tahap tahap

perkembangan seperti dalam sebuah argumentasi. Namun demikian, kadang

kadang putusan hati nurani bisa memiliki sifat sifat yang mengingatkan kita

pada suatu argumentasi, terutama hati nurani prosfektif.

2. Hati Nurani sebagai Hak

     Hati nurani merupakan hak dasar bagi setiaap manusia. Tidak ada

orang lain yang berwenang untuk campur tangan dalam putusan hati nurani

seseorang.

4

Page 5: Hati Nurani Sebagai Norma Moral Yang Subjektif

Bila dalam deklarasi universal tentang hak asasi manusia ( 1948 ) disebut

juga “ hak atas kebebasan hati nurani “(pasal).  Konsekuensinya bahwa negara

harus menghormati putusan hati  nurani para warganya, bahkan kalau

kewajiban itu menimbulkan konflik  hak dari conscientious objektor: orang

yang berkeberatan memenuhi suatu kewajiban sebagai warga negara karena

alasan hati nurani contohnya terkenal adalah conflik yang sering dialami di

negara negara yang mempraktekan wajib militer. Disana tidak jarang dan

orang muda yang menolak untuk memenuhu wajib militer dengan alasan hati

nurani.

Dalam kasus semacam itu negara menghadapi dilema yang tidak mudah:

menjalankan tugas tugas pertahanan nasional dengan baik atau menghormati

hati nurani warga negara.

3. Hati nurani adalah norma moral terakhir

       Hati nurani mempunyai kedudukan kuat dalam hidup moral kita. hati

nurani adalah norma terakhir untuk perbuatan kita. Kita selalu mengikuti hati

nurani dan tidak pernah boleh kita lakukan sesuatu yang bertentangan dengan

hati nurani. Dalam arti itu hati nurani mengikat kita secara mutlak. Putusan

hati nurani yang merupakan norma moral terakhir bersifat subjektif. Dan

belum tentu perbuatan yang dilakukan  atas desakan hati nurani adalah baik

juga secara objektif bisa saja hati nurani menyatakan sesuatu adalah baik,

bahkan wajib dilakukan padahal secara objektof perbuatan itu buruk.

        Mungkin pembunuhan mahatma gandhi atau martin luther king pun

beranggapan melakukan suatu perbuatan baik yang diperintahkan hati nurani.

Padahal, semua orang yang berfikiran sehat akan menolak pembunuhan

pembunuhan itu sebagai kejahatan besar.

Tapi yang sebenarnya diungkapkan oleh hati nurani bukan baik burkunya

perbuatan itu sendiri, melainkan bersalah tindaknya sipelaku.

Manusia adalah orang yang jidup baik ( secara moral ) bila ia selalu hidup

menurut hati nuraninya. Manusia bukan saja wajib untuk selalu mengikuti hati

5

Page 6: Hati Nurani Sebagai Norma Moral Yang Subjektif

nuraninya,ia wajib juga mengembangkan  hati nuraninya dan seluruh

kepribadian etisnya sampai menjadi matang seimbang.

C. Pembinaan hati nurani

      Ilmu pengetahuan empiris mempunyai sebagai cita cita : objektifitas

sempurna, keadaan yang mereka, subjektifitas sama artinya dengan kurang serius,

tidak bisa diandalkan sewenang wenang. Karena sifat subjektif itu mereka

tegaskan hati nurani juga mudah disalahgunakan. Hati nurani bisa menjadi kedok

untuk melakukan rupa rupa kejahatan.

Etika sebagai ilmu tidak menjadi mubajir dengan adanya hati nurani. Etika harus

berusaha keras untuk mencari kepastian ilmiah dan objektif dalam problem

problem yang dihadapi.

Adanya banyak tipe hati nurani: ada yang halus dan jitu, ada pula yang

longgar dan kurang tepat, bahkan ada yang tumpul. Dalam fisikiatri dibicarakan

tentang moral insanity: kelainan jiwa yang membuat orang seolah olah buta

dibidang etis, sehingga tidak bisa membedakan baik dan buruk.

Orang yang menderita moral insyanity perlu diobati.

Anak ytang didik dalam keluarga pencuri misalnya, hampir tidak mungkin akan

mempunyai putusan hati nurani yang baik tentang hak milik.

Hanya hati nurani yang didik dan dibentuk dengan baik, dapat memberikan

penyuluhan tepat dalam hidup moral kita.

Tapi pendidikan akal budi jauh lebih gampang untuk dijalankan. Metode

metode yang harusnya digunakan untuk mencapai hasil optimal, dalam mendidik

akal budi lebih jauh jelas. Pendidikan disekolah terutama bertujuan

mengembangkan dan mendidik akal budi anak anak. Disekolah mendidik

terutama berarti mencerdaskan.

Pada mulanya anak kecil hanya bisa dilatih untuk menyesuaikan diri

secara lahiriah dengan kehendak para pendidiknya. Ketakutan akan sanksi yang

6

Page 7: Hati Nurani Sebagai Norma Moral Yang Subjektif

mewarnai permulaan kehidupan moral, lama kelamaan harus diganti dengan cinta

dan nilai nilai. Kewajiban terhadap hukum moral mengikat hidup semua orang.

Pendidikan hati nurani seolah seolah berjalan dengan sendirinya, bilamana

si anak diliputi oleh suasana yang sehat serta luhur dan ia melihat bahwa orang

disekelilingnya memenuhi kewajiban mereka dengan seksama dan mempraktekan

keutamaan keutamaan yang mereka ajarkan.

D. Hati nurani dan “superego”

Seringkali hati nurani dikaitkan dengan “ superego”, bahkan tidak jarang

kedua hal disamakan begitu saja. Istilah “superego” berasal dari sigmun frued

( 1856-1939), dokter ahli syaraf austria yang meletakan dasar untuk psikoanalisis.

Ia mengemukakan istilah itu dalam rangka teorinya tentangstruktur kepribadian

manusia.

1.      Pandangan frued tentang struktur kepribadian

Tubuh kita mempunyai struktur tertentu: ada kepala, kaki, lengan, dan

batang tubuh. Psike kita juga mempunyai suatu struktur, walaupun tentu tidak

terdiri dari bagian bagian dalam ruang. Struktur psikis manusia menurut frued

meliputi tiga instasi atau tiga sistem yang berbeda. Ketiga instansi ini massing

masing adalah id, ego, superego.

a.      Id

Frued pernah mengatakan bahwa hidup psikis kita ibarat gunung

es yang terapung apung di laut. Hanya puncaknya tampak diatas

permukaan air, tapi sebagian gunung es itu tidak kelihatan, karena

terpendam dilaut. Hidup psikis manusia juga untuk sebagian besar tidak

tampak atau lebih tepat lebih sadar, namun tetap merupakan kenyataan

yang harus diperhitungkan.Frued mengintroduksikan kedalam psikolog

paham “ketaksadaran dinamis”, artinya, ketaksadaran yang mengerjakan

sesuatu dan tidak tinggal diam.

7

Page 8: Hati Nurani Sebagai Norma Moral Yang Subjektif

Pada permulaan psikolog modern hidup psikis disamakan begitu

saja dengan kesadaran. Hal itu diwarisi oleh psikologi filsuf prancis Rene

Descartes (1596-1650) yang dijiluki “bapak filsafat modern”.. Bagi

Descartes, kegiatan psikis yang tak sadar merupakan satu kontradiksi,

karena hidup psikis sama saja dengan kesadarn.

Frued memakai istilah “Id” untuk menunjukan ketaksadaran itu. Id

adalah lapisan yang palling fundamental dalam susunan psikis seorang

manusia. Id meliputi segala sesuatu yang bersifat impersonal atau anonim,

tidak disengaja atau tidak disadari, dalam daya daya yang mendasar yang

menguasai kehidupan psikis manusia.justru karena itu frued memilih

istilah “id” (atau bahasa aslinya “Es”) yang merupkan kata ganti orang

neutrum. Bagi frued adanya Id telah terbukti terutama dengan tiga cara.

Pertama, faktor psikis  yang paling jelas membuktikannya adanya Id

dalam mimpi. Bila bermimpi, sipemimpi sendiri seolah- olah hanya

merupakan penonton pasif.

Kedua, adanya ID terbukti juga, kita mempelajari perbuatan

perbuatan yang pada pandangan pertama rupanya, remeh saja dan tidak

punya arti, seperti perbuatan keliru, salah ucap, “keseleo lidah”, lupa dan

sebagainya. Ketiga alasan paling penting bagi frued untuk menerima

adanya ketaksadaran adalah pengalamannya dengan pasien pasien

neurosis.

Pada awal mula, hidup manusia terdiri dari psikis saja. Pada janin

dalam kandungan ibunya dan pada bayi yang baru lahir saja, hidup psikis

untuk serratus persen sama dengan Id. Walaupun faktor faktor tak sadar

memainkan peranan besar dalam neurosis, perlu ditekankan bahwaid atau

ketaksadaran merupakan satu keyakinan psikologis yang normal dan

universa. Hidup psikis manusia didasarkan atas Id itu.

8

Page 9: Hati Nurani Sebagai Norma Moral Yang Subjektif

b.      Ego

Aktivitas ego bisa sadar, prasadar maupun tak sadar. Tapi untuk

sebagian besar Ego bersifat sadar. Sebagai contoh aktivitas sadar boleh

disebut: persepsi lahiriah (saya melihat pohon disitu), presepsi batiniah

(saya merasa sedih) dan proses intelektual. Sebagai contoh tentang tentang

aktivitas prasadar dapat dikemukakan fungsi ingatan (saya mengingat

kembali nama yang tadi saya lupa).dan aktivitas tak sadar dijalankan oleh

Ego melalui mekanisme mekanisme pertahanan (defence mechanisms).

Misalnya, orang yang dalam hati kecilnya sangat takut dengan kenyataan

berlagak gagah berani. Ego dikuasai oleh “prinsip realitas” (the raliti

principle).

Jadi prinsip kesenangan dari Id disini diganti dengan prinsip

realitas. Adalah tugas Ego (bukan Id dan naluri- naluri) untuk

mempertahnkan kepribadiannya sendiri  dan menjamin penyesuaian

dengan alam sekitar,  lagi pula untuk memecahkan konflik konflik dengan

realitas dan konflik konflik dengan keinginan keinginan yang tidak cocok

satu sama lain. Ego juga mengontrol apa yang mau masuk kesadaran

dengan kata lain mengadakan sintesis  psikis.

c.       Superego

        Superego adalah instansi terakhir yang dikemukakan frued. Lama

kelamaan ia yakin bahwa disamping Id dan Ego masih harus diterima

suatu instansi lain yang seolah olah bertempat diatas Ego (dan karena itu

namanya: superego), sebab bersifat kritis terhadapnya bahkan bisa sampai

menghantam. Superego mempunyai tempat khusus antara Ego dan Id.

Superego ini termasuk ego, dan seperti Ego ia mempunyai susunan

psikologis lebih kompleks, tetapi ia juga mempunyai kaitan sangat erat

dengan Id. Bagi ego sama penting mempunyai hubungan baik dengan

superego seperti dengan Id.

9

Page 10: Hati Nurani Sebagai Norma Moral Yang Subjektif

Superego adalah instansi yang melepaskandiri dari  ego dalam

bentuk observasi diri, kritik diri, larangan dan tindakan refleksi lainnya.

Pokoknya, tindakan terhadap dirinya sendiri, internalisasi ini adalah

kebalikannya dari proses psikologis yang disebut “proyeksi”. Aktivitas

superego menyatakan diri dalam konflik dengan Ego. Yang dirasakan

dalam emosi emosi seperti ras bersalah, rasa menyesal, rasa malu, dan

sebagainya.

2.     Hubungan hati nurani dan superego

Menurut hemat kami, hati nurani dan superego tidak bisa disamakan.

Superego bisa tak sadar : pada tahap superego baik sumber rasa bersalah maupun

rasa bersalah itu sendiri bisa tetap disadari. Dalam buku pengantar baru pada

psikoanalisis 1933 salah satu buku terakhir yang dituslisnya, ia mengatakan selain

hati nurani superego meliputi juga fungsi fungsi observasi diri dam “ideal dari

aku”,(gambaran yang dipakai subjek untuk mengukur dirinyadan sebagai standar

yang harus dikejar). Bisa saja superego terbentuk karena internalisasi dari printah

printah dan larangan orang tua.

Suatu keberatan yang sering dikemukakan terhadap pandangan frued

mengenai superego adalah bahwa ia terutama mentoroti bentuk patologis dari hati

nurani, artinya, hati nurani dalam keadaan tidak normal. Sebagaimana sudah kita

lihat, freud mengembangkan psikoanalisis dalam usahanya untuk menyembuhkan

pasien pasien neurotis.

Pandangan psikiater Prancis A.hesnard (1882-1969)dalam bukunya

“moral tanpa dosa” ia berpendapat bahwa manusiaharus membebaskan diri dari

kecenderungan kurang sehat untuk berefleksi tentang dirinya dan memelihara

suatu kehidupan batin yang tidak real. Terutama ia harus melepaskan diri dari

kebiasan untuk menaruh perasaan bersalah. Dalam agama, dosa dan kebersalahan

memainkan peranan besar. Dihadapan tuhan yang maha kudus manusia

menyadari kebersalahannya dang mengharapkan pengampunan atas dosa

dosanya.

10

Page 11: Hati Nurani Sebagai Norma Moral Yang Subjektif

E. L Kohlberg tentang Perkembangan Kesadaran Moral

Seorang sarjana yang meluangkan banyak waktu dan tenaga untuk

mempelajari fenomena moralitas dari sudut pandang psikologi adalah Lawrence

Kohlberg (1927-1988). Profesor psikologoi Amerika ini mula mula bekerja di

universitas chicago dan kemudian di universitas Harvard dimana ia memimpin 

harvarvard’s center for moral education.

1. Maksud dan Metode Penelitian Kohlberg

Dalam seluruh karyanya kohlberg mengakui ketergantungannya pada

psikolog swiss, Jean piaget (1896-1980). Sepanjang kariernya sebagai psikolog

piaget mempelajari perkembangan pengetahuan manusia (yang disebutnya

“epistemologi genetis”). Metode kohlberg adalah sebagai berikut. Ia (bersama

para pembantunya) mengemukakan sejumlah dilema moral khayalan kepada

subjek-subjek penelitian. “khayalan” dalam arti: kasus kasus itu tidak terjadi

secara konkret, tapi pada prinsipnya bisa terjadi. Untuk dilema-dilema itu tidak

tersediapemecahan dalam lingkungan anak anak itu, sehingga mereka harus

mencari pemecahannya sendiri.

2. Enam tahap perkembangan moral

Menurut kohlberg, enam tahap (stages) dalam perkembangan moral dapat

dikaitkan satu sama lain dalam tiga tingkatan (level) demikian rupa sehingga

setiap tingkat meliputi dua tahap. Tiga tingkat itu berturut turut adalah tingkat

pascakonvensional.

Kohlberg baru mulai penelitiannya pada anak anak umur enam tahun.

Pada tingkat ini si anak mengakui adanya aturan- aturan yang baik

serta buruk mulai mempunyai arti baginya, tapi hal itu semata mata

dihubungkan dengan reaksi orang lain. Penilaian tentang baik buruknya

perbuatan hanya ditentukan  oleh faktor faktor dari luar. motivasi  untuk

penilaian moral terhadap perbuatan hanya didasarkan atas akibat atau

konsekuensi yang dibawakan oleh prilaku sianak: hukuuman atau ganjaran,

hal yang pahit atau hal yang menyenangkan.

11

Page 12: Hati Nurani Sebagai Norma Moral Yang Subjektif

Tingkat prakonvensional ini dapat dibedakan menjadi dua tahap:

Tahap 1: orientasi hukuman dankepatuhan. Anak mendasarkan

perbuatannya atas otoritaskonkret ( orangtua, guru) dan atas hukuman yang

akan menyusul, bila ia tidak patuh.

Tahap 2: orientasi relativis instrumental. Perbuatan adalah baik, jika

ibarat instrumen (alat) dapat memennuhi kebutuhan sendiri kadang kadang

juga kebutuhan orang lain.

Penelitian kohlberg menunjukan bahwa biasanya (tapi tidak selalu)

anak mulai beralih ketingkat ini antara umur sepuluh dan tiga belas tahun.

Disini perbuatan perbuatan dinilai atas dasar norma norma umum dan

kewajiban serta otoritas dijunjung tinggi. Tingkat ini oleh kohlberg disebut

“konvensional”

F. Beberapa ciri khas perkembangan moral

Sifat yang menurut penelitian kohlberg menandai seluruh perkembangan

moral ini. Sifat pertama ialah bahwa perkembangan tahap-tahap selalu

berlangsung dengan cara yang sama, dalam arti, si anak mulai dengan tahap

pertama, lalu pindah ketahap kedua, dan seterusnya.

Tingkat pertumbuhan Tahap pertumbuhan Perasaan

Tingkat pra moral

0-6 tahun

Tahap 0

Perbedaan antara

baik dan buruk

belum dirasakan atas

kewibawaan atau

norma-norma

TINGKAT

PRAKONVENSIONAL

TAHAP 1

Anak berpegang

pada kepatuahan dan

Takut untuk

akibat-akibat

negatif dari

12

Page 13: Hati Nurani Sebagai Norma Moral Yang Subjektif

Perhatian khusus untuk

akibat perbuatan:

Hukuman, ganjaran;

motif-motif lahiriah dan

partikular

hukuman. Takut

untuk kekuasaan dan

berusaha

Menghindarkan

hukuman

TAHAP 2

Anak mendasarkan

diri atas egonisme

naif yang kadang

kadang ditandai

relasi timbal-balik:

do ut des

perbuatan

TINGKAT

KONVENSIONAL

Perhatian juga untuk

maksud perbuatan:

memenuhi harapan,

mempertahankan

ketertiban

TAHAP 3

Orang berpegang

pada keinginan dan

persetujuan orang

lain

TAHAP 4

Orang berpegang

pada ketertiban

moral dengan aturan

tersendiri

Rasa bersalah

terhadap orang

lain bila tidak

mengikuti

tuntutan-tuntutan

lahiriah

13

Page 14: Hati Nurani Sebagai Norma Moral Yang Subjektif

TINGKAT

PASCAKONVENSIONAL

atau TINGKAT

BERPRINSIP

Hidup moral adalah

tanggung jawab pribadi atas

dasar

Prinsip-prinsip batin:

Maksud dan akibat-akibat

tidak diabaikan motif-motif

batin dan universal

TAHAP 5

Orang berpegang

pada persetujuan

demokratis,

kontak sosial,

konsensus bebas

TAHAP 6

Orang berpegang

pada hati nurani

pribadi, yang

ditandai oleh

keniscayaan dan

universalitas

Penyesalan atau

penghkuman diri

karena tidak

mengikuti

pengertian

moralnya sendiri

Sifat kedua adalah bahwa orang hanya dapat mengerti penalaran moral satu tahap

diatas tahap dimana ia berada.

Sifat ketiga adalah bahwa orang secara kognitif merasa tertarik pada cara berfikir 

satu tahap di atas tahapnya sendiri.

Sifat keempat adalah bahwa perkembangan dari satu tahap ke tahap berikutnya terjadi

bila dialami  ketidakseimbangan kognitif dalam penilaian moral, artinya, orang sudah

tidak melihat jalan keluar untuk menyelesaikan masalah atau dilema moral yang

dihadapinya.

14

Page 15: Hati Nurani Sebagai Norma Moral Yang Subjektif

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesimpulan dari makalah ini, bahwa hal yang paling penting dari

pembentukan kepribadian adalah hati nurani. Hati nurani adalah intansi dalam diri

kita yang menilai tentang moralitas perubahan-perubahan kita secara langsung

baik hal yang buruk atau hal yang benar. Hati nurani pun selalu berkaitan erat

dengan pribadi yang bersangkutan. Namun demikian, kadang kadang putusan hati

nurani bisa memiliki sifat-sifat yang mengingatkan kita pada suatu argumentasi,

terutama hati nurani prosfektif.

Hati nurani mempunyai kedudukan yang kuat dalam hidup moral kita, hati

nurani saling berkaitan dengan agama,hati nurani juga memainkan peranan dalam

hampir semua kebudayaan Dan dalam hubungan ini bisa diakui juga bahwa hati

nurani memainkan peranan lebih besar dalam suatu kebudayaan dari pada dalam

kebuyaan lain

B. Saran

Dalam pembuatan makalah ini tentunya masih banyak terdapat kesalahan dan

kekhilafan, untuk itu kami sangat mengharapkan masukan dari para pembaca

berupa kritik dan saran yang sifatnya membangun, sehingga dapat menjadi acuan

kami kedepan dalam membuat makalah.

C.

15

Page 16: Hati Nurani Sebagai Norma Moral Yang Subjektif

DAFTAR PUSTAKA

Suraji,Imam. Etika dalam persepektif al quran dan al hadist. 2006. Jakarta:

PT.Pustaka Al Husna Baru.

Bertens, K. ETIKA.2007. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama

AS,Asmaran.Pengantar Studi Akhlak.1992. Jakarta: rajawali pers

Poerwudawinta,Wjs. kamus umum bahasa indonesia.

Von magnis,Franz.Etika umum. 1985.Yogyakarta: Kanisius,

Charis Zubair,Achmad.Kuliah Etika.1995.jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

Poespoprojo, L.Filsafat Moral, kesusilaan Dalam Teori dan Praktek. 1986.bandung

Remaja Karya,

16

Page 17: Hati Nurani Sebagai Norma Moral Yang Subjektif

KATA PENGANTAR

Segala Puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala nikmat dan

karunianyalah penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Hati

Nurani Sebagai Norma Nilai Moral Yang Subjektif.“ Shalawat beiring salam semoga

tetap tercurahkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW yang telah

membawa kita dari jaman jahiliya menuju jaman yang penuh dengan ilmu

pengetahuan ini.

Pembuatan makalah ini merupakan tugas yang di berikan sebagai bentuk

kegiatan belajar.

kami menyadari di dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat

kekurangan dan kesalahan untuk itu kritik dan saran yang sifatnya membangun dari

pembaca, sangat kamis harapkan demi kesempurnaan dan perbaikan makalah ini ke

depan.

17

ii

Page 18: Hati Nurani Sebagai Norma Moral Yang Subjektif

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR............................................................................................

i

DAFTAR ISI.........................................................................................................

ii

BAB I Pendahuluan

A. Latar Belakang.............................................................................................

1

B. Rumusan Masalah........................................................................................

1

C. Tujuan..........................................................................................................

1

BAB II PEMBAHASAN

A. Hati Nurani sebagai Fenomena Moral........................................................ 2

B. Beberapa Masalah Khusus tentang Hati Nurani ........................................4

C. Pembinaan hati nurani ...............................................................................6

D. Hati nurani dan “superego” ........................................................................7

E. L Kohlberg tentang Perkembangan Kesadaran Moral.............................. 11

F. Beberapa ciri khas perkembangan moral.................................................. 12

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ...............................................................................................15

B. Saran .........................................................................................................15

18

Page 19: Hati Nurani Sebagai Norma Moral Yang Subjektif

DAFTAR PUSTAKA

MAKALAH

ETIKA

Hati Nurani Sebagai Norma Moral Yang Subjektif

Disusun Oleh

Yeli Arti

Npm. 1021180125

19

ii

Page 20: Hati Nurani Sebagai Norma Moral Yang Subjektif

JURUSAN FKIP PKN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BENGKULU

2013

20

Page 21: Hati Nurani Sebagai Norma Moral Yang Subjektif

21

Page 22: Hati Nurani Sebagai Norma Moral Yang Subjektif

22