BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kami mengajak pembaca untuk menjelajahi seluruh wilayah etika.
Pertama dibahas tema tema klasik seperti: hati nurani, kebebasan, tanggung
jawab, dan keutamaan. Kemudian dibicarakan pula tentang beberapa teori besar
dari sejarah filsafat moral: hedonisme, eudemonisme, utilitarianisme, dan
deontologi. Akhirnya, disajikan sekedar pengantar pada etika terapan, artinya,
etika yang menyototi bidang bidang khusus seperti dunia kedokteran, praktik
bisnis, lingkungan hidup, dll.
Dalam makalah ini Kami membahas tentang hati nurani sebagai
penomenal moral, kesadaran dan hati nurani retrosfektif dan hati nurani
rosfektif hati nurani bersipat personal dan supersonal, beberapa masalah khusus
tentang hati nurani dan pembinaan hati nurani. Hati nurani dan super ego pun
kami bahas.
B. Rumusan Masalah
Dari Latar belakang diatas penulis menarik rumusan masalah yang akan
diangkat menjadi pembahasan dalam makalah ini yaitu : Bagaimana hati nurani
sebagai norma, Moral yang subjektif?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Bagaimana hati nurani sebagai norma, Moral yang
subjektif?
2. Untuk memenuhi tugas mata kuliah yang bersangkutan
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hati Nurani sebagai Fenomena Moral
1. Pendekatan naratif
Setiap manusia mempunyai pengalaman tentang hati nurani dan
mungkin pengalaman itu merupakan perjumpaan paling jelas dengan
moralitas sebagai kenyataan.dalam suatu pendekatan h yang berbeda naratif
kita mulai dengan memandang tiga contoh yang berbeda tentang pengalaman
hati nurani yang dipilih dengan cara demikian,sehingga dapat dipakai dalam
analisis selanjutnya.
· seorang hakim telah menjatuhkan vonis dalam suatu perkara pengadilan
yang penting.malam sebelumnya ia didatangi oleh wakil dari pihak
terdakwa.orang itu menawarkan sejumlah besar uang,bila si hakim bersedia
memenangkan pihaknya.Hakim yakin bahwa terdakwa itu bersalah.bahan
bukti yang telah dikumpulkan dengan jelas menunjukkan hal itu. Tapi ia
tergiur oleh uang begitu banyak, sehingga tidak bisa lain daripada menerima
penawaran itu. Ia telah memutuskan terdakwa tidak bersalah dan
membebaskan dari segala tuntutan hukum.Kejadian ini sangat
menguntungkan untuk dia. Dan sekarang ia sanggup menyekolahkan anaknya
ke luar negeri dan membeli rumah yang sudah lama diidam-idamkan oleh
istrinya. Namun demikian,ia tidak bahagia dalam batinnya ia merasa gelisah.
Ia seolah-olah “malu” terhadap dirinya sendiribukan karena ia takut kejadian
itu akan diketahui oleh atasannya. Selain anggota keluarga terdekat tidak ada
yang tahu. Prosedurnya begitu hati hati dan teliti, sehingga kasus suap itu
tidak akan pernah diketahui oleh orang lain. Namun, kepastiaan ini tidak bisa
menghilangkan kegelisahannya. Baru kali ini ia menyerah terhadap godaan
semacam itu. Sampai swekarang ia selalu setia pada sumpahnya ketika
2
dilantik dalam jabatan yang luhur ini. Mengapa kali ini ia sampai terjatuh ? ia
merasa marah dan mual terhadap dirinya sendiri.
2. Kesadaran dan Hati Nurani
Apa itu hati nurani ? secara sangat umum dapat dikatakan, hati nurani
adalah “instansi” dalam diri kita yang menilai tentang moralitas perbuatan
perbuatan kita secara langsung, kini dan disini. dengan hati nurani” kita
maksudkan penghayatan tentang baik atau buruk berhubungan dengan tinkah
laku konkrit kita. Hati nurani ini memerintahkan atau melarang kita untuk
melakukan sesuatu dan disini. Ia tidak berbicara yang umum, melainkan
tentang situasi yang sangat konkrit tidak mengikuti hati nurani ini berarti
menghancurkan integritas pribadi kita dan menghianati martabat terdalam kita
Dapat dikatakan juga, hati nurani adalah kesadaran moral “ instansi”
yang membuat kita menyadari baik atau buruk ( secara moral ) dalam prilaku
kita dan karena itu dapat menyuluhi dan membimbing perbuatan perbuatan
kita dibidang moral. Untuk mengerti hal ini perlu kita bedakan antara
pengenalan dan kesadaran.
Untuk menunjukan kesadaran, dalam bahasa latin dan bahasa bahasa
yang diturunkan dari padanya, dipakai kata conscieentia. Kata itu berasal dari
kata kerja scire ( mengetahui ) dan awalan con ( bersama dengan, turut ).
Dengan demikian coscieentia sebenarnya berarti “ turut mengetahui”
dan mengingatkan kita pada gejala “ penggandaan “ yang disebut tadi bukan
saja saya saya melihat pohon itu, tapi saya juga “ turut mengetahui” bahwa
sayalah yang melihat pohon itu.kata coscieentia yang sama dalam bahasa
latin ( dan bahasa bahasa yang serumpun dengannya) digunakan juga untuk
menunjukan “ hati nurani”. Dalam hati nurani berlangsung juga penggandaan
yang sejenis. Hati nurani merupakan semacam “ saksi “ tentang perbuatan
perbuatan moral kita.
3
B. Beberapa Masalah Khusus tentang Hati Nurani
1. Hati nurani termasuk perasaan , kehendak, atau rasio ?
Dalam sejarah filsafat sering dipersoalkan apakah hati nurani
termasuk perasaan, kehendak, atau rasio. Dalam filsafat dewasa ini sudah
terbentuk keyakinan bahwa manusia tidak bisa dipisahkan dalam berbagai
fungsi atau daya. Dalam hati nurani pula memainkan peranan baik perasaan
atau kehendak maupun juga rasio tapi terdapat suatu tendensi kuat dalam
filsafatuntuk mengakui bahwa hati nurani secara khusus dikaikan secara rasio.
Mengemukakan putusan jelas merupakan fungsi dari rasio. Tetapi dalam hal
ini perlu dibedakan antara dua macam rasio: rasio teoretis dan rasio praktis.
Rasio teoretis memberi jawaban atas pertanyaan. Rasio teoretis bersifat
abstrak, maka rasio praktis justru bersifat konkret. Hati nurani juga sangat
konkret sifatnya dan mengatakan kepada kita apa yang harus dilakukan kini
dan disini. Putusan hati nurani “ mengkonkretkan “ pengetahuan etis kita yang
umum. Hati nurani seolah olah merupakan jembatan yang menghubungkan
pengetahuan etis kita yang umum dengan prilaku konkret.
Biarpun putuswn hati nurani bersifat rasional, itu tidak berarti bahwa
ia mengemukakan suatu penalaran logis ( reasoning ). ucapan hati nurani pada
umumnya bersifat intuitif, artinya langsung menyatakan: ini baik baik dan
terpuji atau itu buruk dan tercela. Pemikiran intwitif berlangsung “ bagaikan
tembakan “ :langsung, satu kali tembak, tidak menurut tahap tahap
perkembangan seperti dalam sebuah argumentasi. Namun demikian, kadang
kadang putusan hati nurani bisa memiliki sifat sifat yang mengingatkan kita
pada suatu argumentasi, terutama hati nurani prosfektif.
2. Hati Nurani sebagai Hak
Hati nurani merupakan hak dasar bagi setiaap manusia. Tidak ada
orang lain yang berwenang untuk campur tangan dalam putusan hati nurani
seseorang.
4
Bila dalam deklarasi universal tentang hak asasi manusia ( 1948 ) disebut
juga “ hak atas kebebasan hati nurani “(pasal). Konsekuensinya bahwa negara
harus menghormati putusan hati nurani para warganya, bahkan kalau
kewajiban itu menimbulkan konflik hak dari conscientious objektor: orang
yang berkeberatan memenuhi suatu kewajiban sebagai warga negara karena
alasan hati nurani contohnya terkenal adalah conflik yang sering dialami di
negara negara yang mempraktekan wajib militer. Disana tidak jarang dan
orang muda yang menolak untuk memenuhu wajib militer dengan alasan hati
nurani.
Dalam kasus semacam itu negara menghadapi dilema yang tidak mudah:
menjalankan tugas tugas pertahanan nasional dengan baik atau menghormati
hati nurani warga negara.
3. Hati nurani adalah norma moral terakhir
Hati nurani mempunyai kedudukan kuat dalam hidup moral kita. hati
nurani adalah norma terakhir untuk perbuatan kita. Kita selalu mengikuti hati
nurani dan tidak pernah boleh kita lakukan sesuatu yang bertentangan dengan
hati nurani. Dalam arti itu hati nurani mengikat kita secara mutlak. Putusan
hati nurani yang merupakan norma moral terakhir bersifat subjektif. Dan
belum tentu perbuatan yang dilakukan atas desakan hati nurani adalah baik
juga secara objektif bisa saja hati nurani menyatakan sesuatu adalah baik,
bahkan wajib dilakukan padahal secara objektof perbuatan itu buruk.
Mungkin pembunuhan mahatma gandhi atau martin luther king pun
beranggapan melakukan suatu perbuatan baik yang diperintahkan hati nurani.
Padahal, semua orang yang berfikiran sehat akan menolak pembunuhan
pembunuhan itu sebagai kejahatan besar.
Tapi yang sebenarnya diungkapkan oleh hati nurani bukan baik burkunya
perbuatan itu sendiri, melainkan bersalah tindaknya sipelaku.
Manusia adalah orang yang jidup baik ( secara moral ) bila ia selalu hidup
menurut hati nuraninya. Manusia bukan saja wajib untuk selalu mengikuti hati
5
nuraninya,ia wajib juga mengembangkan hati nuraninya dan seluruh
kepribadian etisnya sampai menjadi matang seimbang.
C. Pembinaan hati nurani
Ilmu pengetahuan empiris mempunyai sebagai cita cita : objektifitas
sempurna, keadaan yang mereka, subjektifitas sama artinya dengan kurang serius,
tidak bisa diandalkan sewenang wenang. Karena sifat subjektif itu mereka
tegaskan hati nurani juga mudah disalahgunakan. Hati nurani bisa menjadi kedok
untuk melakukan rupa rupa kejahatan.
Etika sebagai ilmu tidak menjadi mubajir dengan adanya hati nurani. Etika harus
berusaha keras untuk mencari kepastian ilmiah dan objektif dalam problem
problem yang dihadapi.
Adanya banyak tipe hati nurani: ada yang halus dan jitu, ada pula yang
longgar dan kurang tepat, bahkan ada yang tumpul. Dalam fisikiatri dibicarakan
tentang moral insanity: kelainan jiwa yang membuat orang seolah olah buta
dibidang etis, sehingga tidak bisa membedakan baik dan buruk.
Orang yang menderita moral insyanity perlu diobati.
Anak ytang didik dalam keluarga pencuri misalnya, hampir tidak mungkin akan
mempunyai putusan hati nurani yang baik tentang hak milik.
Hanya hati nurani yang didik dan dibentuk dengan baik, dapat memberikan
penyuluhan tepat dalam hidup moral kita.
Tapi pendidikan akal budi jauh lebih gampang untuk dijalankan. Metode
metode yang harusnya digunakan untuk mencapai hasil optimal, dalam mendidik
akal budi lebih jauh jelas. Pendidikan disekolah terutama bertujuan
mengembangkan dan mendidik akal budi anak anak. Disekolah mendidik
terutama berarti mencerdaskan.
Pada mulanya anak kecil hanya bisa dilatih untuk menyesuaikan diri
secara lahiriah dengan kehendak para pendidiknya. Ketakutan akan sanksi yang
6
mewarnai permulaan kehidupan moral, lama kelamaan harus diganti dengan cinta
dan nilai nilai. Kewajiban terhadap hukum moral mengikat hidup semua orang.
Pendidikan hati nurani seolah seolah berjalan dengan sendirinya, bilamana
si anak diliputi oleh suasana yang sehat serta luhur dan ia melihat bahwa orang
disekelilingnya memenuhi kewajiban mereka dengan seksama dan mempraktekan
keutamaan keutamaan yang mereka ajarkan.
D. Hati nurani dan “superego”
Seringkali hati nurani dikaitkan dengan “ superego”, bahkan tidak jarang
kedua hal disamakan begitu saja. Istilah “superego” berasal dari sigmun frued
( 1856-1939), dokter ahli syaraf austria yang meletakan dasar untuk psikoanalisis.
Ia mengemukakan istilah itu dalam rangka teorinya tentangstruktur kepribadian
manusia.
1. Pandangan frued tentang struktur kepribadian
Tubuh kita mempunyai struktur tertentu: ada kepala, kaki, lengan, dan
batang tubuh. Psike kita juga mempunyai suatu struktur, walaupun tentu tidak
terdiri dari bagian bagian dalam ruang. Struktur psikis manusia menurut frued
meliputi tiga instasi atau tiga sistem yang berbeda. Ketiga instansi ini massing
masing adalah id, ego, superego.
a. Id
Frued pernah mengatakan bahwa hidup psikis kita ibarat gunung
es yang terapung apung di laut. Hanya puncaknya tampak diatas
permukaan air, tapi sebagian gunung es itu tidak kelihatan, karena
terpendam dilaut. Hidup psikis manusia juga untuk sebagian besar tidak
tampak atau lebih tepat lebih sadar, namun tetap merupakan kenyataan
yang harus diperhitungkan.Frued mengintroduksikan kedalam psikolog
paham “ketaksadaran dinamis”, artinya, ketaksadaran yang mengerjakan
sesuatu dan tidak tinggal diam.
7
Pada permulaan psikolog modern hidup psikis disamakan begitu
saja dengan kesadaran. Hal itu diwarisi oleh psikologi filsuf prancis Rene
Descartes (1596-1650) yang dijiluki “bapak filsafat modern”.. Bagi
Descartes, kegiatan psikis yang tak sadar merupakan satu kontradiksi,
karena hidup psikis sama saja dengan kesadarn.
Frued memakai istilah “Id” untuk menunjukan ketaksadaran itu. Id
adalah lapisan yang palling fundamental dalam susunan psikis seorang
manusia. Id meliputi segala sesuatu yang bersifat impersonal atau anonim,
tidak disengaja atau tidak disadari, dalam daya daya yang mendasar yang
menguasai kehidupan psikis manusia.justru karena itu frued memilih
istilah “id” (atau bahasa aslinya “Es”) yang merupkan kata ganti orang
neutrum. Bagi frued adanya Id telah terbukti terutama dengan tiga cara.
Pertama, faktor psikis yang paling jelas membuktikannya adanya Id
dalam mimpi. Bila bermimpi, sipemimpi sendiri seolah- olah hanya
merupakan penonton pasif.
Kedua, adanya ID terbukti juga, kita mempelajari perbuatan
perbuatan yang pada pandangan pertama rupanya, remeh saja dan tidak
punya arti, seperti perbuatan keliru, salah ucap, “keseleo lidah”, lupa dan
sebagainya. Ketiga alasan paling penting bagi frued untuk menerima
adanya ketaksadaran adalah pengalamannya dengan pasien pasien
neurosis.
Pada awal mula, hidup manusia terdiri dari psikis saja. Pada janin
dalam kandungan ibunya dan pada bayi yang baru lahir saja, hidup psikis
untuk serratus persen sama dengan Id. Walaupun faktor faktor tak sadar
memainkan peranan besar dalam neurosis, perlu ditekankan bahwaid atau
ketaksadaran merupakan satu keyakinan psikologis yang normal dan
universa. Hidup psikis manusia didasarkan atas Id itu.
8
b. Ego
Aktivitas ego bisa sadar, prasadar maupun tak sadar. Tapi untuk
sebagian besar Ego bersifat sadar. Sebagai contoh aktivitas sadar boleh
disebut: persepsi lahiriah (saya melihat pohon disitu), presepsi batiniah
(saya merasa sedih) dan proses intelektual. Sebagai contoh tentang tentang
aktivitas prasadar dapat dikemukakan fungsi ingatan (saya mengingat
kembali nama yang tadi saya lupa).dan aktivitas tak sadar dijalankan oleh
Ego melalui mekanisme mekanisme pertahanan (defence mechanisms).
Misalnya, orang yang dalam hati kecilnya sangat takut dengan kenyataan
berlagak gagah berani. Ego dikuasai oleh “prinsip realitas” (the raliti
principle).
Jadi prinsip kesenangan dari Id disini diganti dengan prinsip
realitas. Adalah tugas Ego (bukan Id dan naluri- naluri) untuk
mempertahnkan kepribadiannya sendiri dan menjamin penyesuaian
dengan alam sekitar, lagi pula untuk memecahkan konflik konflik dengan
realitas dan konflik konflik dengan keinginan keinginan yang tidak cocok
satu sama lain. Ego juga mengontrol apa yang mau masuk kesadaran
dengan kata lain mengadakan sintesis psikis.
c. Superego
Superego adalah instansi terakhir yang dikemukakan frued. Lama
kelamaan ia yakin bahwa disamping Id dan Ego masih harus diterima
suatu instansi lain yang seolah olah bertempat diatas Ego (dan karena itu
namanya: superego), sebab bersifat kritis terhadapnya bahkan bisa sampai
menghantam. Superego mempunyai tempat khusus antara Ego dan Id.
Superego ini termasuk ego, dan seperti Ego ia mempunyai susunan
psikologis lebih kompleks, tetapi ia juga mempunyai kaitan sangat erat
dengan Id. Bagi ego sama penting mempunyai hubungan baik dengan
superego seperti dengan Id.
9
Superego adalah instansi yang melepaskandiri dari ego dalam
bentuk observasi diri, kritik diri, larangan dan tindakan refleksi lainnya.
Pokoknya, tindakan terhadap dirinya sendiri, internalisasi ini adalah
kebalikannya dari proses psikologis yang disebut “proyeksi”. Aktivitas
superego menyatakan diri dalam konflik dengan Ego. Yang dirasakan
dalam emosi emosi seperti ras bersalah, rasa menyesal, rasa malu, dan
sebagainya.
2. Hubungan hati nurani dan superego
Menurut hemat kami, hati nurani dan superego tidak bisa disamakan.
Superego bisa tak sadar : pada tahap superego baik sumber rasa bersalah maupun
rasa bersalah itu sendiri bisa tetap disadari. Dalam buku pengantar baru pada
psikoanalisis 1933 salah satu buku terakhir yang dituslisnya, ia mengatakan selain
hati nurani superego meliputi juga fungsi fungsi observasi diri dam “ideal dari
aku”,(gambaran yang dipakai subjek untuk mengukur dirinyadan sebagai standar
yang harus dikejar). Bisa saja superego terbentuk karena internalisasi dari printah
printah dan larangan orang tua.
Suatu keberatan yang sering dikemukakan terhadap pandangan frued
mengenai superego adalah bahwa ia terutama mentoroti bentuk patologis dari hati
nurani, artinya, hati nurani dalam keadaan tidak normal. Sebagaimana sudah kita
lihat, freud mengembangkan psikoanalisis dalam usahanya untuk menyembuhkan
pasien pasien neurotis.
Pandangan psikiater Prancis A.hesnard (1882-1969)dalam bukunya
“moral tanpa dosa” ia berpendapat bahwa manusiaharus membebaskan diri dari
kecenderungan kurang sehat untuk berefleksi tentang dirinya dan memelihara
suatu kehidupan batin yang tidak real. Terutama ia harus melepaskan diri dari
kebiasan untuk menaruh perasaan bersalah. Dalam agama, dosa dan kebersalahan
memainkan peranan besar. Dihadapan tuhan yang maha kudus manusia
menyadari kebersalahannya dang mengharapkan pengampunan atas dosa
dosanya.
10
E. L Kohlberg tentang Perkembangan Kesadaran Moral
Seorang sarjana yang meluangkan banyak waktu dan tenaga untuk
mempelajari fenomena moralitas dari sudut pandang psikologi adalah Lawrence
Kohlberg (1927-1988). Profesor psikologoi Amerika ini mula mula bekerja di
universitas chicago dan kemudian di universitas Harvard dimana ia memimpin
harvarvard’s center for moral education.
1. Maksud dan Metode Penelitian Kohlberg
Dalam seluruh karyanya kohlberg mengakui ketergantungannya pada
psikolog swiss, Jean piaget (1896-1980). Sepanjang kariernya sebagai psikolog
piaget mempelajari perkembangan pengetahuan manusia (yang disebutnya
“epistemologi genetis”). Metode kohlberg adalah sebagai berikut. Ia (bersama
para pembantunya) mengemukakan sejumlah dilema moral khayalan kepada
subjek-subjek penelitian. “khayalan” dalam arti: kasus kasus itu tidak terjadi
secara konkret, tapi pada prinsipnya bisa terjadi. Untuk dilema-dilema itu tidak
tersediapemecahan dalam lingkungan anak anak itu, sehingga mereka harus
mencari pemecahannya sendiri.
2. Enam tahap perkembangan moral
Menurut kohlberg, enam tahap (stages) dalam perkembangan moral dapat
dikaitkan satu sama lain dalam tiga tingkatan (level) demikian rupa sehingga
setiap tingkat meliputi dua tahap. Tiga tingkat itu berturut turut adalah tingkat
pascakonvensional.
Kohlberg baru mulai penelitiannya pada anak anak umur enam tahun.
Pada tingkat ini si anak mengakui adanya aturan- aturan yang baik
serta buruk mulai mempunyai arti baginya, tapi hal itu semata mata
dihubungkan dengan reaksi orang lain. Penilaian tentang baik buruknya
perbuatan hanya ditentukan oleh faktor faktor dari luar. motivasi untuk
penilaian moral terhadap perbuatan hanya didasarkan atas akibat atau
konsekuensi yang dibawakan oleh prilaku sianak: hukuuman atau ganjaran,
hal yang pahit atau hal yang menyenangkan.
11
Tingkat prakonvensional ini dapat dibedakan menjadi dua tahap:
Tahap 1: orientasi hukuman dankepatuhan. Anak mendasarkan
perbuatannya atas otoritaskonkret ( orangtua, guru) dan atas hukuman yang
akan menyusul, bila ia tidak patuh.
Tahap 2: orientasi relativis instrumental. Perbuatan adalah baik, jika
ibarat instrumen (alat) dapat memennuhi kebutuhan sendiri kadang kadang
juga kebutuhan orang lain.
Penelitian kohlberg menunjukan bahwa biasanya (tapi tidak selalu)
anak mulai beralih ketingkat ini antara umur sepuluh dan tiga belas tahun.
Disini perbuatan perbuatan dinilai atas dasar norma norma umum dan
kewajiban serta otoritas dijunjung tinggi. Tingkat ini oleh kohlberg disebut
“konvensional”
F. Beberapa ciri khas perkembangan moral
Sifat yang menurut penelitian kohlberg menandai seluruh perkembangan
moral ini. Sifat pertama ialah bahwa perkembangan tahap-tahap selalu
berlangsung dengan cara yang sama, dalam arti, si anak mulai dengan tahap
pertama, lalu pindah ketahap kedua, dan seterusnya.
Tingkat pertumbuhan Tahap pertumbuhan Perasaan
Tingkat pra moral
0-6 tahun
Tahap 0
Perbedaan antara
baik dan buruk
belum dirasakan atas
kewibawaan atau
norma-norma
TINGKAT
PRAKONVENSIONAL
TAHAP 1
Anak berpegang
pada kepatuahan dan
Takut untuk
akibat-akibat
negatif dari
12
Perhatian khusus untuk
akibat perbuatan:
Hukuman, ganjaran;
motif-motif lahiriah dan
partikular
hukuman. Takut
untuk kekuasaan dan
berusaha
Menghindarkan
hukuman
TAHAP 2
Anak mendasarkan
diri atas egonisme
naif yang kadang
kadang ditandai
relasi timbal-balik:
do ut des
perbuatan
TINGKAT
KONVENSIONAL
Perhatian juga untuk
maksud perbuatan:
memenuhi harapan,
mempertahankan
ketertiban
TAHAP 3
Orang berpegang
pada keinginan dan
persetujuan orang
lain
TAHAP 4
Orang berpegang
pada ketertiban
moral dengan aturan
tersendiri
Rasa bersalah
terhadap orang
lain bila tidak
mengikuti
tuntutan-tuntutan
lahiriah
13
TINGKAT
PASCAKONVENSIONAL
atau TINGKAT
BERPRINSIP
Hidup moral adalah
tanggung jawab pribadi atas
dasar
Prinsip-prinsip batin:
Maksud dan akibat-akibat
tidak diabaikan motif-motif
batin dan universal
TAHAP 5
Orang berpegang
pada persetujuan
demokratis,
kontak sosial,
konsensus bebas
TAHAP 6
Orang berpegang
pada hati nurani
pribadi, yang
ditandai oleh
keniscayaan dan
universalitas
Penyesalan atau
penghkuman diri
karena tidak
mengikuti
pengertian
moralnya sendiri
Sifat kedua adalah bahwa orang hanya dapat mengerti penalaran moral satu tahap
diatas tahap dimana ia berada.
Sifat ketiga adalah bahwa orang secara kognitif merasa tertarik pada cara berfikir
satu tahap di atas tahapnya sendiri.
Sifat keempat adalah bahwa perkembangan dari satu tahap ke tahap berikutnya terjadi
bila dialami ketidakseimbangan kognitif dalam penilaian moral, artinya, orang sudah
tidak melihat jalan keluar untuk menyelesaikan masalah atau dilema moral yang
dihadapinya.
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah ini, bahwa hal yang paling penting dari
pembentukan kepribadian adalah hati nurani. Hati nurani adalah intansi dalam diri
kita yang menilai tentang moralitas perubahan-perubahan kita secara langsung
baik hal yang buruk atau hal yang benar. Hati nurani pun selalu berkaitan erat
dengan pribadi yang bersangkutan. Namun demikian, kadang kadang putusan hati
nurani bisa memiliki sifat-sifat yang mengingatkan kita pada suatu argumentasi,
terutama hati nurani prosfektif.
Hati nurani mempunyai kedudukan yang kuat dalam hidup moral kita, hati
nurani saling berkaitan dengan agama,hati nurani juga memainkan peranan dalam
hampir semua kebudayaan Dan dalam hubungan ini bisa diakui juga bahwa hati
nurani memainkan peranan lebih besar dalam suatu kebudayaan dari pada dalam
kebuyaan lain
B. Saran
Dalam pembuatan makalah ini tentunya masih banyak terdapat kesalahan dan
kekhilafan, untuk itu kami sangat mengharapkan masukan dari para pembaca
berupa kritik dan saran yang sifatnya membangun, sehingga dapat menjadi acuan
kami kedepan dalam membuat makalah.
C.
15
DAFTAR PUSTAKA
Suraji,Imam. Etika dalam persepektif al quran dan al hadist. 2006. Jakarta:
PT.Pustaka Al Husna Baru.
Bertens, K. ETIKA.2007. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama
AS,Asmaran.Pengantar Studi Akhlak.1992. Jakarta: rajawali pers
Poerwudawinta,Wjs. kamus umum bahasa indonesia.
Von magnis,Franz.Etika umum. 1985.Yogyakarta: Kanisius,
Charis Zubair,Achmad.Kuliah Etika.1995.jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
Poespoprojo, L.Filsafat Moral, kesusilaan Dalam Teori dan Praktek. 1986.bandung
Remaja Karya,
16
KATA PENGANTAR
Segala Puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala nikmat dan
karunianyalah penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Hati
Nurani Sebagai Norma Nilai Moral Yang Subjektif.“ Shalawat beiring salam semoga
tetap tercurahkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW yang telah
membawa kita dari jaman jahiliya menuju jaman yang penuh dengan ilmu
pengetahuan ini.
Pembuatan makalah ini merupakan tugas yang di berikan sebagai bentuk
kegiatan belajar.
kami menyadari di dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan dan kesalahan untuk itu kritik dan saran yang sifatnya membangun dari
pembaca, sangat kamis harapkan demi kesempurnaan dan perbaikan makalah ini ke
depan.
17
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR............................................................................................
i
DAFTAR ISI.........................................................................................................
ii
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang.............................................................................................
1
B. Rumusan Masalah........................................................................................
1
C. Tujuan..........................................................................................................
1
BAB II PEMBAHASAN
A. Hati Nurani sebagai Fenomena Moral........................................................ 2
B. Beberapa Masalah Khusus tentang Hati Nurani ........................................4
C. Pembinaan hati nurani ...............................................................................6
D. Hati nurani dan “superego” ........................................................................7
E. L Kohlberg tentang Perkembangan Kesadaran Moral.............................. 11
F. Beberapa ciri khas perkembangan moral.................................................. 12
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ...............................................................................................15
B. Saran .........................................................................................................15
18
DAFTAR PUSTAKA
MAKALAH
ETIKA
Hati Nurani Sebagai Norma Moral Yang Subjektif
Disusun Oleh
Yeli Arti
Npm. 1021180125
19
ii
JURUSAN FKIP PKN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BENGKULU
2013
20
21
22