halaman judul pemanfaatan nutrien terlarut air …

45
i HALAMAN JUDUL PEMANFAATAN NUTRIEN TERLARUT AIR LIMBAH UNTUK PENINGKATAN PRODUKTIVITAS BIOETANOL HASIL KULTIVASI CHLOROPHYTA ( Chlorella sp.) Disusun Oleh: I WAYAN DARYA KARTIKA 19910223 201901 1 3001 FAKULTAS KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS UDAYANA BADUNG 2019

Upload: others

Post on 02-Nov-2021

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: HALAMAN JUDUL PEMANFAATAN NUTRIEN TERLARUT AIR …

i

HALAMAN JUDUL

PEMANFAATAN NUTRIEN TERLARUT AIR LIMBAH

UNTUK PENINGKATAN PRODUKTIVITAS BIOETANOL

HASIL KULTIVASI CHLOROPHYTA ( Chlorella sp.)

Disusun Oleh:

I WAYAN DARYA KARTIKA

19910223 201901 1 3001

FAKULTAS KELAUTAN DAN PERIKANAN

UNIVERSITAS UDAYANA

BADUNG

2019

Page 2: HALAMAN JUDUL PEMANFAATAN NUTRIEN TERLARUT AIR …

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala

anugerah-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul “Pemanfaatan Nutrien

Terlarut Air Limbah Untuk Peningkatan Produktivitas Bioetanol Hasil

Kultivasi Chlorophyta ( Chlorella sp.)” ini berhasil diselesaikan.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna

dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,

penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya

makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian

apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang

sebesar-besarnya.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya

kepada seluruh staff Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas

Kelautan dan Perikanan Universitas Udayana sebagai satuan unit kerja penulis.

Penulis mendapatkan banyak referensi, diskusi, dan tentunya koreksi dalam

menyusun makalah karya ilmiah ini.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Penulis

I Wayan Darya Kartika, S.Pi., M.Si.

Page 3: HALAMAN JUDUL PEMANFAATAN NUTRIEN TERLARUT AIR …

iii

DAFTAR ISI

Contents HALAMAN JUDUL .........................................................................................................i

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................................. iii

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................................iv

DAFTAR TABEL ............................................................................................................ v

PENDAHULUAN ............................................................................................................ 1

POTENSI MIKROALGA SEBAGAI BAHAN BAKU BIOETANOL ........................ 5

Cyanobacteria (alga biru hijau) ..................................................................................... 5

Chlorophyta (alga hijau) ................................................................................................ 5

Chrysophyta (alga coklat-emas) ..................................................................................... 7

METODE PRODUKSI BIOETANOL ......................................................................... 11

Sintesa Bioetanol Mikroalga ........................................................................................ 11

Proses Produksi Mikroalga........................................................................................... 13

PRODUKTIVITAS CHLOROPHYTA ( Chlorella sp.) DENGAN INTEGRASI AIR

LIMBAH ......................................................................................................................... 17

PENGOLAHAN BIOETANOL DARI MIKROALGA Chlorella sp .......................... 27

Karakterisasi Bioetanol dari Mikroalga ........................................................................ 29

Fermentasi Bioetanol ................................................................................................... 30

Standarisasi Kualitas Bioetanol .................................................................................... 32

PROSPEK EKONOMI DAN PENGEMBANGAN BIOETANOL DARI

MIKROALGA ............................................................................................................... 34

PENUTUP ...................................................................................................................... 35

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 36

Page 4: HALAMAN JUDUL PEMANFAATAN NUTRIEN TERLARUT AIR …

iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Target pemetaan penggunaan energi di Indonesia 2025 ........................ 1

Gambar 2 Unit proses lengkap dalam pengolahan air limbah ................................ 3

Gambar 3 Konsep pabrik bioethanol dalam satu sel mikroalga (diadaptasi dari

DeLong & Burger 2015) ........................................................................ 11

Gambar 4 Reaksi sintesa glukosa (C6H12O6) menjadi etanol (2 C2H5OH + 2

CO2) ...................................................................................................... 12

Gambar 5 Teknologi mikroalga untuk produksi biofuel melalui serangkaian

proses penanaman, pretreatment, dan konversi masing-masing senyawa

biologi .................................................................................................... 14

Gambar 6 Reaksi pembentukan senyawa etanol (bioetanol) dari glukosa ............ 15

Gambar 7 Diagram alir proses produksi mikroalga .............................................. 16

Gambar 8 Mikroalga spesies Chlorella pyrenoidosa (kiri) dan Chlorella vulgaris

(kanan) ................................................................................................... 17

Gambar 9 Media kultivasi biomassa mikroalga skala laboratorium ..................... 24

Gambar 10 Media kultivasi biomassa mikroalga skala besar pada bak beton ...... 25

Gambar 11 Beberapa praktik termokimia dan biokimiawi untuk menghasilkan

biofuel dari biomassa mikroalga, diadaptasi dari Lee et al. (2015). ...... 27

Gambar 12 Panen biomassa mikroalga dengan metode filtrasi dengan kain (kiri)

dan flokulasi pada wadah aerasi (kanan) ............................................... 28

Gambar 13 Process flow of separate hydrolysis and fermentation (SHF),

simultaneous saccharification and fermentation (SSF) (a) and

simultaneous saccharification and co-fermentation (SSCF) (b). ........... 29

Gambar 14 Kajian skematis dari produksi bioetanol melalui pemanfaatan

selobiosa, xilosa dan asam asetat dari biomassa oleh ragi (a) dan jalur

metabolisme (glikolisis dan fermentasi) (b), diadaptasi dari (Wei et al.

2015). ..................................................................................................... 30

Gambar 15 Diagram alir proses pengolahan biomassa mikroalga Chlorella sp.

menjadi bioethanol mikroalga; disamping pengolahan menjadi biodiesel

mikroalga ............................................................................................... 32

Page 5: HALAMAN JUDUL PEMANFAATAN NUTRIEN TERLARUT AIR …

v

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Perbandingan kadar karbohidrat dan kadar lemak mikroalga .................... 8

Tabel 2 Kandungan karbohidrat beberapa spesies mikroalga ................................. 8

Tabel 3 Komposisi biokimia (basis kering %) berbagai strain mikroalga

(diadaptasi dari penelitian 2011-2017) ...................................................... 9

Tabel 4 Perbandingan produktivitas bioethanol dari beberapa bahan baku ............ 9

Tabel 5 Kandungan asam lemak dalam beberapa spesies mikroalga ................... 10

Tabel 6 Sifat dan karakteristik fisik etanol berdasarkan SNI 06-3565-1994: ....... 14

Tabel 7 Nutrien nitrogen (N) dan fosfor (P) dalam air limbah yang digunakan

untuk kultivasi mikroalga Chlorella ........................................................ 20

Tabel 8 Biomassa dan produksi lemak dan produktivitas mikroalga Chlorella

menggunakan air limbah ......................................................................... 21

Tabel 9 Kandungan biomassa intrinsik dan karbohidrat yang ditingkatkan setelah

menggunakan teknik budidaya. ............................................................... 22

Tabel 10 Perbandingan hasil pemanenan mikroalga dengan 4 metode ................ 26

Tabel 11 Perbandingan kadar lemak hasil panen bio-flokulasi dan NaOH .......... 28

Tabel 12 Kualitas Bioetanol Standar Nasional Indonesia (SNI 7390-2008) ........ 33

Page 6: HALAMAN JUDUL PEMANFAATAN NUTRIEN TERLARUT AIR …

1

PENDAHULUAN

Pertumbuhan ekonomi global dan peningkatan jumlah populasi

penduduk yang pesat menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi energi

dunia (Patil et al. 2008). Sarana transportasi merupakan salah satu sektor yang

tumbuh dengan pesat dan menggunakan sekitar 27% dari total konsumsi energi

(Antoni et al. 2007). Selama ini, kebutuhan energi di dunia cenderung dipenuhi

dengan bahan bakar fosil berupa batubara, minyak bumi, dan gas alam yang

semakin lama semakin menipis dan tidak dapat diperbarui.

Kecenderungan seperti ini juga terjadi di Indonesia. Data Departemen

Energi dan Sumber Daya Mineral menyebutkan bahwa penggunaan minyak

bumi mendominasi 54% penggunaan energi di Indonesia, sedangkan gas bumi

sebesar 26,5% dan batu bara hanya 14% dari total penggunaan energi. Selain

itu juga disebutkan bahwa cadangan minyak bumi Indonesia hanya cukup

untuk 18 tahun ke depan, sementara cadangan gas bumi masih mencukupi

untuk 61 tahun ke depan, dan cadangan batu bara baru habis dalam waktu 147

tahun lagi (ESDM 2005). Oleh karena itu, diperlukan sumber energi alternatif

seperti biofuel. Pemerintah Indonesia telah mencanangkan penggunaan

bahan bakar nabati sebagai substitusi sumber energi fosil, seperti dapat

dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Target pemetaan penggunaan energi di Indonesia 2025

Biofuel dapat didefinisikan sebagai bahan bakar dalam bentuk gas, padat,

maupun cair yang berasal dari biomassa (Patil et al. 2008). Biomassa ini dapat

Page 7: HALAMAN JUDUL PEMANFAATAN NUTRIEN TERLARUT AIR …

2

diperoleh baik dari daratan maupun perairan. Sumberdaya perairan dengan

berbagai macam keanekaragaman biotanya merupakan salah satu sumber bahan

baku untuk biofuel. Salah satu biota perairan yang kini menjadi primadona sebagai

bahan baku biofuel adalah mikroalga. Selama ini mikroalga dimanfaatkan sebagai

pakan larva ikan pada kegiatan budidaya. Dengan maraknya penelitian untuk

mencari sumber energi alternatif, mikroalga mempunyai prospek yang sangat baik

untuk dikembangkan sebagai salah satu kandidat bahan baku penghasil biofuel.

Mikroalga dipilih karena memiliki kemampuan tumbuh dengan cepat serta tidak

memerlukan area yang luas untuk kegiatan produksi. Selaian itu, mikroalga

mempunyai kemampuan untuk menyerap karbondioksida sehingga dapat

mengurangi efek rumah kaca (Widjaja 2009) serta menggunakan zat-zat anorganik

yang bersifat toksik bagi ekosistem.

Komponen toksik ekosistem umunya diemukan pada limbah sisa dari suatu

proses kimia, fisik, maupun biologi. Limbah atau efluen tersebut mengandung

komponen anorganik yang sulit dipisahkan dari air limbah. Nitrogen anorganik dan

fosfor sangat sulit untuk dihilangkan dari air limbah. Kemampuan mikroalga untuk

cemaran air limbah untuk pertumbuhan, menjadikan mikroalga sangat berguna

untuk mengurangi konsentrasi nitrogen dan fosfor anorganik dalam air limbah

(Ahluwalia & Goyal 2007). Banyak spesies mikroalga yang dapat secara efektif

tumbuh dalam kondisi air kotor melalui kemampuan mereka untuk memanfaatkan

nitrogen dan fosfor anorganik berlimpah dalam air limbah. Oleh karena itu,

budidaya massal mikroalga berpotensi digunakan sebagai proses pengolahan air

limbah tersier (Martin et al 1985).

Sebuah unit proses lengkap dalam pengolahan air limbah (Gambar 2) yang

bertujuan menghilangkan nitrogen dan fosfor diperkirakan lebih mahal dari

pengelolaan secara bioteknologi. Hal ini identik bahwa budidaya mikroalga

menawarkan solusi elegan untuk pengolahan tersier karena kemampuan mikroalga

untuk menggunakan anorganik nitrogen dan fosfor untuk pertumbuhan Kapasitas

mereka untuk menghilangkan logam berat, serta beberapa senyawa organik

beracun, dan tidak menyebabkan polusi sekunder. Budidaya mikroalga dengan air

limbah dapat secara signifikan berkontribusi pada pengelolaan ekosistem air

Page 8: HALAMAN JUDUL PEMANFAATAN NUTRIEN TERLARUT AIR …

3

dengan menyediakan sistem kultivasi ramah lingkungan tidak mahal untuk

pengolahan air limbah.

Gambar 2 Unit proses lengkap dalam pengolahan air limbah

Keuntungan utama dari budidaya massal mikroalga dari sistem pengolahan

air limbah konvensional aerobik adalah berkurangnya biaya operasional (Wong &

Tam 1998). Namun, adapun kelemahannya, yakni kebutuhan ruang budidaya

mikroalga karena mikroalga mengandalkan fotosintesis, ketersediaan sinar

matahari untuk mencapai kuanitas biomassa mikroalga.

Oleh karena itu, sistem pengolahan air limbah berbasis mikroalga harus

dilakukan di lahan yang “murah” di mana sinar matahari, khususnya Indonesia.

Potensi pemukiman, pertanian, serta industri penghasil limbah di Indonesia

merupakan peluang besar. Proses limbah mikroalga di negara tropis dilihat sebagai

proses penyederhanaan alur pengolahan air limbah yang khas. Terlebih lagi,

pengolahan air limbah dengan alga berpeluang menciptakan trend mitigasi bahan

bakar lewat berbagai produk biomassa alga, salah satunya bioetanol. Efluen yang

masih mengandung nitrogen, fosfor dan zat gizi lainnya, dan bahan bakar terdiri

CO2, keduanya memberikan nutrisi, termasuk nitrogen, fosfor dan sumber karbon,

untuk budidaya mikroalga. Sistem terpadu pengolahan air limbah mikroalga

digabungkan dengan daur ulang biogeokimia skala kecil pada tiap sel mikroalga

tidak hanya ramah lingkungan tetapi juga proses yang berkelanjutan untuk

pemeliharaan air kotor dan mitigasi CO2 (Rawat et al. 2011;. Razzak et al. 2013.)

Secara ekonomi, mikroalga dipilih karena ketersediaannya (mudah di dapat) serta

Page 9: HALAMAN JUDUL PEMANFAATAN NUTRIEN TERLARUT AIR …

4

biaya produksi massal-nya yang cukup rendah (Hossain et al. 2008; Harun et al.

2010b). Berbagai penelitian telah dilakukan untuk memanfaatkan mikroalga

sebagai bahan biofuel. Penelitian yang telah dilaksanakan cenderung

memanfaatkan minyak mikroalga sebagai bahan bakar biodiesel (Skill 2007; Patil

et al. 2008; Widjaja 2009; Amini & Sugiyono 2009). Hal ini dilakukan mengingat

kandungan lipid yang ada pada mikroalga cukup tinggi. Namun demikian,

mikroalga juga mengandung karbohidrat yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan

baku bioetanol (Skill 2007; Guerrero 2010). Tulisan ini memaparkan sejauh mana

peluang pemanfaatan mikroalga Chlorella sp. sebagai bahan baku bioetanol yang

terintegrasi masukan nutrien N, P, dan K yang didapat dari air limbah.

Page 10: HALAMAN JUDUL PEMANFAATAN NUTRIEN TERLARUT AIR …

5

POTENSI MIKROALGA SEBAGAI BAHAN BAKU BIOETANOL

Mikroalga adalah mikroorganisme, fotosintetik dengan morfologi sel yang

bervariasi, baik uni-selular maupun multiselular (membentuk koloni kecil).

Sebagian besar alga tumbuh secara fototrofik, meskipun tidak sedikit jenis yang

mampu tumbuh heterotrofik. Mikroalga dapat diklasifikasikan pada beberapa filum

diantaranya (Mirojiah, 2013):

Cyanobacteria (alga biru hijau)

Cyanobacteria atau alga biru hijau adalah kelompok alga yang paling primitif

dan memiliki sifat-sifat bakterial dan alga. Kelompok ini adalah organisme

prokariotik yang tidak memiliki struktur-struktur sel seperti yang ada pada alga

lainnya, contohnya nukleus dan chloroplast. Mereka hanya memiliki chlorophil a,

namun mereka juga memiliki variasi phycobilin seperti halnya carotenoid. Pigmen-

pigmen ini memiliki beragam variasi sehingga warnanya bias bermacam-macam

dari mulai hijau sampai ungu bahkan merah.Alga biru hijau tidak pernah memiliki

flagella, namun beberapa filamen membuat mereka bergerak ketika berhubungan

dengan permukaan. Unicell, koloni, dan filamen-filamen cyanobacteria adalah

kelompok yang umum dalam budidaya, baik sebagai makan maupun sebagai

organisme pengganggu.

Chlorophyta (alga hijau)

Alga hijau adalah kelompok alga yang paling maju dan memiliki banyak

sifat-sifat tanaman tingkat tinggi. Kelompok ini adalah organisme prokariotik dan

memiliki struktur-struktur sel khusus yang dimiliki sebagaian besar alga. Mereka

memiliki kloroplast, DNA–nya berada dalam sebuah nukleus, dan beberapa

jenisnya memiliki flagella. Dinding sel alga hijau sebagaian besar berupa sellulosa,

meskipun ada beberapa yang tidak mempunyai dinding sel. Mereka mempunyai

klorophil a dan beberapa karotenoid, dan biasanya mereka berwarna hijau rumput.

Pada saat kondisi budidaya menjadi padat dan cahaya terbatas, sel akan

memproduksi lebih banyak klorophil dan menjadi hijau gelap. Kebanyakan alga

hijau menyimpan zat tepung sebagai cadangan makanan meskipun ada diantaranya

menyimpan minyak atau lemak. Pada umumnya uniseluler merupakan sumber

makanan dalam budidaya dan filamen-filamennya merupakan organisme

pengganggu. Jenis-jenis alga hijau adalah :

Page 11: HALAMAN JUDUL PEMANFAATAN NUTRIEN TERLARUT AIR …

6

Tetraselmis sp.: Hidup di air tawar dan air laut, berupa organisme hijau motil,

lebar 9-10 mm,panjang 12-14 mm, dengan empat flagella yang tumbuh dari sebuah

alur pada bagian belakang anterior sel. Sel-selnya bergerak dengan cepat di air dan

tampak bergoncang pada saat berenang. Ada empat cuping yang memanjang

danmemiliki sebuah titik mata yang kemerah-merahan. Pyramimonas adalah

organisme yang berkaitan dekat dengan alga hijau dan memiliki penampakan serta

sifat berenang yang identik dengan tetraselmis. Kedua organisme ini adalah sumber

makan yang populer untuk mengkultur rotifer, kerang, dan larva udang.

Chlamydomonas sp.: Hidup di air tawar dan air laut, berwarna hijau dan

motil, lebar 6,5-11 mm, panjang 7,5-14 mm, dengan dua flagella yang tumbuh

didekat sebuah benjolan pada bagian belakang sel. Sel-selnya bergerak dengan

cepat di air dan tampak bergoncang pada saat berenang. Selnya berbentuk spiral

sampai memanjang dan biasanya memiliki sebuah titik mata merah. Pada saat sel

betina terbentuk, selinduk akan kehilangan flagellanya dan mengeluarkan sebuah

kantong transparantdisekitar tubuhnya. Sel induk akan terbelah, dan membentuk 2-

8 sel anak betina.Organisme ini digunakan sebagai pakan untuk rotifer

Chlorella sp. : Hidup di air tawar dan air laut, berwarna hijau dan tidak motil

serta tidakmemiliki flagella. Selnya berbentuk bola berukuran sedang dengan

diameter 2-10mm, tergantung spesiesnya, dengan chloroplast berbentuk cangkir.

Selnya bereproduksi dengan membentuk dua sampai delapan sel anak didalam

selinduk.

Scenedesmus sp.: Hidup di air tawar, berwarna hijau dan tidak motil dan

biasanya tersusun atas 4sel. Hidup berkoloni, berukuran lebar 12-14 mm, dan

panjang 15-20 mm. Selnya berbentuk elips hingga lanceolate (panjang dan

ramping), beberapa spesiesmemiliki duri atau tanduk. Setiap sel menghasilkan

sebuah koloni bersel 4 setiap bereproduksi. Seringnya bersifat sebagai pengganggu.

Organisme ini tidak umum dibudidayakan sebagai sumber pakan.

Ankistrodesmus sp.: Hidup di air tawar, organisme ini berwarna hijau dan

biasa bersel satu,panjang, selnya berbentuk cresent tipis. Biasanya berkoloni empat

hingga delapandengan membentuk sudut satu dengan lainnya. Organisme ini

seringkali mengkontaminasi perairan dan dapat hidup pada pipa saluran air, air

dalam kendi,dan air tandon. Tidak umum dikultur sebagai pakan.

Page 12: HALAMAN JUDUL PEMANFAATAN NUTRIEN TERLARUT AIR …

7

Selenastrum sp.: Hidup di air tawar, organisme ini berwarna hijau, berukuran

lebar 2-4 mm dan panjang 8-24 mm. Kadang-kadang digunakan sebagai pakan

dapnia.3.

Chrysophyta (alga coklat-emas)

Alga coklat-emas dikaitkan dengan diatomae, namun mereka

memilikidinding sel silika yang sedikit selama masa hidup mereka. Alga ini

memilikisifat- sifat yang dapat ditemui pada sebagian besar alga. Beberapa anggota

kelompok alga ini memiliki flagella dan motil. Semua memiliki kloroplas

danmemilki DNA yang terdapat di dalam nukleusnya. Alga ini hanya memiliki

chlorophyl a dan c serta beberapa carotenoid seperti fucoxanthin yangmemberikan

mereka warna kecokelatan. Alga ini seringkali dibudidayakan dalam bentuk

uniseluler pada usaha budidaya sebagai sumber pakan.

Selama ini mikroalga dimanfaatkan sebagai pakan pada budidaya ikan. Untuk

kegiatan penelitian maupun produksi biofuel, mikroalga baru dimanfaatkan sebagai

bahan baku biodiesel. Mikroalga sebenarnya juga mempunyai peluang untuk

dimanfaatkan sebagai bahan baku bioetanol. Hal ini disebabkan oleh dua hal yaitu:

(1) Bahan baku bioetanol yang selama ini digunakan. seperti singkong dan pati,

merupakan bahan pangan bagi manusia; 2) Adanya kandungan karbohidrat pada

mikroalga; (3) Waktu panen yang relatif lebih singkat (Chisti 2008; Harun et al

2009).

Karbohidrat pada mikroalga terletak pada dinding sel dan sitoplasma dalam

bentuk selulosa (sekitar 4–7%) dan sekitar 51–60% sisanya dalam bentuk gula

netral non selulosa (Vander Gheynst 2008). Penelitian Harun et al. (2009)

menunjukkan bahwa mikroalga jenis Chlorococum sp. dapat digunakan sebagai

substrat untuk produksi bioetanol dari proses fermentasi menggunakan

Saccharomyces bayanus. Konsentrasi bioetanol yang dihasilkan sebesar 3,83 g/L

yang di dapatkan dari 10 g/L mikroalga yang sudah diekstrak minyaknya.

Mikroalga mempunyai kandungan karbohidrat yang hampir sama dengan

kandungan lemaknya. Dengan demikian, potensi mikroalga sebagai sumber bahan

baku bioetanol juga sama dengan potensi mikroalga sebagai sumber bahan baku

biodiesel. Oleh karena itu, setiap sel biakan mikroalga menjadi “pabrik” mikro dari

Page 13: HALAMAN JUDUL PEMANFAATAN NUTRIEN TERLARUT AIR …

8

dua komoditas biofuel ini. Perbandingan kadar karbohidrat dan kadar lemak

mikroalga disajikan pada Tabel 1

Tabel 1 Perbandingan kadar karbohidrat dan kadar lemak mikroalga

Kandungan karbohidrat pada mikroalga berbeda-beda, tergantung pada

spesies dan kondisi lingkungan hidupnya (Basmal, 2008). Spesies mikroalga yang

mempunyai potensi untuk digunakan sebagai bahan baku bioetanol yaitu

Prymnesium parvum (Santhanam 2010), Chlorococum sp. (Harun et al.

2009),Tetraselmis suecia, Anthrospira sp.(Ragauskas et al. 2006), dan Chlorella sp.

(Guerrero 2010; Ragauskas et al. 2006). Kandungan karbohidrat beberapa spesies

mikroalga disajikan pada Tabel 2 dan Tabel 3.

Tabel 2 Kandungan karbohidrat beberapa spesies mikroalga

Page 14: HALAMAN JUDUL PEMANFAATAN NUTRIEN TERLARUT AIR …

9

Tabel 3 Komposisi biokimia (basis kering %) berbagai strain mikroalga (diadaptasi

dari penelitian 2011-2017)

Sumber: Shenan & Savage (2017); Kebelmann et al. (2013); Shakya et al. (2017); Biller

& Ross (2011); Eldalatony et al. (2016)

Saat ini, produksi bioetanol di beberapa negara masih menggunakan bahan

baku tanaman tingkat tinggi seperti tebu (Brazil), gandum (Eropa), dan jagung

(Amerika Serikat) (Guerrero 2010). Penggunaan mikroalga sebagai bahan baku

bioethanol merupakan peluang yang menjanjikan di masa depan. Perbandingan

produktivitas bioetanol yang dihasilkan dari beberapa spesies mikroalga disajikan

pada Tabel 4 dan kandungan asam lemak dalam beberapa spesies mikroalga

disajikan pada Tabel 5. Mikroalga dapat dijadikan sebagai bahan baku berbagai

produk renewable energy seperti biodiesel, etanol, gas metana, hidrogen dan produk

lain. Biodiesel dari mikroalga tidak mengandung sulfur, dan rendah emisi

partikulat, COx, hidrokarbon dan Sox, namun tetapi tinggi dalam hal emisi Nox.

Tabel 4 Perbandingan produktivitas bioethanol dari beberapa bahan baku

Asal bahan baku Produktivitas bioethanol (L)

Gandum (Triticum aestivum) 2.500 Jagung (Zea mays L.) 2.500

Tebu (Saccharum officinarum L.) 6.000

Mikroalga (proyeksi) 20.000

Sumber: Guerrero (2010)

Page 15: HALAMAN JUDUL PEMANFAATAN NUTRIEN TERLARUT AIR …

10

Tabel 5 Kandungan asam lemak dalam beberapa spesies mikroalga

Page 16: HALAMAN JUDUL PEMANFAATAN NUTRIEN TERLARUT AIR …

11

METODE PRODUKSI BIOETANOL

Sintesa Bioetanol Mikroalga

Bioetanol harus diproduksi dengan murah, ramah lingkungan serta

berkelanjutan agar dapat menjadi bahan bakar alternative. Semua bahan yang

mengandung karbohidrat mempunyai potensi untuk pembuatan bioetanol. Namun

demikian, sumber utama untuk pembuatan bioetanol dapat diklasi-fikasikan

menjadi tiga, yaitu bahan yang mengandung sukrosa (tebu, gula, bit, sorgum, dan

buah), pati (jagung, gandum, padi-padian, kentang, dan ubi kayu) serta biomassa

yang mengandung lignoselulosa (Balat & Balat, 2009).

Gambar 3 Konsep pabrik bioethanol dalam satu sel mikroalga (diadaptasi

dari DeLong & Burger 2015)

Bahan yang mengandung sukrosa dan pati mempunyai kandungan

karbohidrat yang mudah untuk diproses menjadi bioetanol (Gambar 2), sedangkan

biomassa yang mengandung lignoselulosa memerlukan tahapan yang sulit dan

memakan biaya untuk menghilangkan lignin sebelum proses pembuatan bioetanol

(Harun et al. 2010b). Mikroalga tidak mengandung lignin seperti biomassa yang

lain (kayu, jerami, dan rerumputan); sehingga proses penghilangan lignin tidak

diperlukan (Harun et al. 2010b). Di samping itu, struktur mikroalga yang berupa

uniseluler memungkinkan mikroalga untuk mengubah energi matahari menjadi

energi kimia (Harun et al. 2010a).

Page 17: HALAMAN JUDUL PEMANFAATAN NUTRIEN TERLARUT AIR …

12

Gambar 4 Reaksi sintesa glukosa (C6H12O6) menjadi etanol (2 C2H5OH + 2 CO2)

Konversi biomassa mikroalga menjadi bioetanol terdiri dari tahapan preparasi

bahan, hidrolisis, dan fermentasi. Preparasi bahan dilakukan bersamaan dengan

eksekusi proses hidrolisis dengan tujuan proses selanjutnya berupa fermentasi

berjalan dengan baik. Pada umumnya, proses preparasi bahan dilakukan untuk

menghilangkan kandungan lignin pada bahan yang akan diproses (Harun et al.

2010b). Ketiadaan lignin pada mikroalga menyebabkan proses preparasi bahan dan

hidrolisis menjadi lebih mudah (Gambar 4)

Proses hidrolisis dapat dilakukan dengan berbagai macam metode, seperti

metode fisik, kimiawi, biologi, dan enzimatis (Harun et al. 2010b). Metode fisik

dilakukan dengan cara mengubah biomassa mikroalga menjadi bentuk tepung.

Metode ini dilakukan untuk meningkatkan area permukaan bahan, mengurangi

derajat polimerisasi, sekaligus menyebabkan shearing biomassa yang berpotensi

meningkatkan hasil akhir bioetanol (Sun & Cheng, 2002). Keunggulan dari metode

ini yaitu tidak adanya racun yang berasal dari bahan kimia, namun demikian

diperlukan energi yang cukup besar untuk membuat ukuran biomassa menjadi lebih

halus dari sebelumnya (Hendriks & Zeeman, 2009).

Metode kimia umumnya di l akukan dengan menggunakan bahan kimia asam

atau basa kuat. Penggunaan basa dapat meningkatkan porositas dan luas permukaan

bahan serta menurunkan derajat polimerisasi dan kristalisasi selulosa (Galbe &

Zacchi 2007). Penggunaan basa sebenarnya dilakukan untuk bahan yang

mengandung lignin, sehingga penggunaan asam untuk menghidrolisis biomassa

mikroalga merupakan suatu hal yang tepat, dikarenakan ketiadaan lignin pada

Page 18: HALAMAN JUDUL PEMANFAATAN NUTRIEN TERLARUT AIR …

13

mikroalga. Penggunaan asam biasanya dilakukan pada suhu rendah. Hal ini

merupakan suatu keuntungan, karena dapat menekan biaya produksi (Girio et al.

2010). Namun demikian, konsentrasi asam yang diberikan dapat menjadi

berbahaya, beracun, dan bersifat korosif (Sun & Cheng, 2002). Sampai dengan saat

ini, penggunaan asam untuk hidrolisis biomassa merupakan pilihan utama. Hasil

penelitian yang dilakukan oleh Girio et al. (2010) menunjukkan bahwa penggunaan

asam dapat menghasilkan glukosa sekitar 70–95%.

Metode biologi dilakukan dengan menggunakan fungi untuk mendegradasi

lignin dan selulosa (Sun & Cheng, 2002). Metode ini merupakan metode yang

ramah lingkungan, karena dapat dilakukan pada suhu ruang. Namun, metode ini

menghasilkan rendemen yang sangat rendah. Hal tersebut karena saat proses

hidrolisis digunaan fungi (Galbe & Zacchi 2002).

Proses Produksi Mikroalga

Bioetanol adalah etanol atau etil alkohol (C2H5OH) merupakan cairan bening

tidak berwarna dan biodegradable, yang umumnya diproduksi melalui proses

biokimia (fermentasi) dan proses termokimia (gasifikasi) menggunakan bahan baku

hayati (Harun et al 2010a) sedangkan etanol dapat dibuat dengan cara sintesis

melalui hidrasi katalitik dari etilen, sesuai SNI 7390-2008 (Tabel 5). Teknik

fermentasi dalam produksi bioetanol sampai saat ini masih belum efisien dengan

produktivitas yang masih rendah dan membutuhkan modal yang besar. Produksi

biomassa yang rendah selama proses fermentasi dan pembentukan produk samping

selain etanol menyebabkan efisiensi yang rendah. Upaya optimasi kondisi yang

dapat dilakukan untuk meningkatkan produktivitas etanol antara lain dengan cara.

mutagenesis, pemilihan substrat/bahan baku, dan proses fermentasi yang optimum.

Bioetanol dapat diproduksi dengan proses fermentasi secara batch dan fed

batch dengan starter mikroba Saccharomyces cerevisiae. Beberapa bakteri seperti

Zymomonas mobilis juga diketahui memiliki kemampuan melakukan fermentasi

untuk memproduksi etanol. Beberapa mikroorganisme yang telah diteliti untuk

produksi etanol umumnya hanya tahan terhadap etanol pada tingkat yang rendah,

kecuali S. cerevisiae (10-12% b/v) dan Z. mobilis (12% b/v) (Harun et al. 2010b).

Page 19: HALAMAN JUDUL PEMANFAATAN NUTRIEN TERLARUT AIR …

14

Gambar 5 Teknologi mikroalga untuk produksi biofuel melalui serangkaian proses

penanaman, pretreatment, dan konversi masing-masing senyawa biologi

Kemampuan organisme tersebut biasanya terbatas karena hanya dapat

menggunakan substrat gula heksosa (Harun et al. 2010a). Substrat yang umum

digunakan untuk fermentasi adalah pati yang berasal dari jagung, gandum, dan gula

tebu (molase). Harga bahan baku yang cukup mahal menyebabkan harga etanol

sebagai bahan bakar pengganti minyak bumi masih cukup tinggi, mengingat 60%

dari biaya yang digunakan dalam sistem produksi etanol adalah biaya bahan baku

(Ingram & Doran, 1995).

Tabel 6 Sifat dan karakteristik fisik etanol berdasarkan SNI 06-3565-1994:

Sumber: Badan Standar Nasional (2008)

Secara teoritis, fermentasi glukosa akan menghasilkan etanol dan

karbondioksida. Perbandingan mol antara glukosa dan etanol dapat dilihat pada

diagram reaksi berikut:

Page 20: HALAMAN JUDUL PEMANFAATAN NUTRIEN TERLARUT AIR …

15

Gambar 6 Reaksi pembentukan senyawa etanol (bioetanol) dari glukosa

Satu mol glukosa menghasilkan 2 mol etanol dan 2 mol karbondioksida, atau

dengan perbandingan bobot tiap 180 g glukosa akan menghasilkan 90 g etanol.

Dengan melihat kondisi tersebut, perlu diupayakan penggunaan substrat yang

murah untuk dapat menekan biaya produksi etanol sehingga harga produknya bisa

lebih murah. Secara umum, bioetanol digunakan untuk bahan baku industri, bahan

minuman, bahan dasar industri farmasi dan kosmetika, serta untuk bahan bakar.

Beberapa jenis etanol berdasarkan kandungan alkohol dan penggunaannya,

meliputi: (1) etanol untuk industri (90–94,9% v/v), (2) rectified ethanol (90–94,9%

v/v), (3) jenis alkohol netral, aman untuk bahan minuman dan farmasi (96–99,5%

v/v), serta (4) etanol untuk bahan bakar (99,5–100% v/v) (Broto & Richana 2007)

Inokulan mikroalga tertentu dibiakkan dalam suatu wadah dengan temperatur

dan pencahayaan serta aerasi terkontrol untuk mendapatkan pertumbuhan yang

optimal. Komponen CO2 dan unsur nutrien (makronutrien dan mikronutrien)

diberikan secara berkala demi peningkatan biomassa spesies. Stok mikroalga

dibudidayakan hingga jenuh di dalam tempat aquarium besar dengan pencahayaan

dan aerasi terkontrol (sekitar 10 hari). Mikroalga dipanen dengan memisahkan air

dan koloni mikroalga dengam metode penyaringan hingga diperoleh biomassa

kering mikroalga (Gambar 7).

Page 21: HALAMAN JUDUL PEMANFAATAN NUTRIEN TERLARUT AIR …

16

Pemilihan inokulan atau starter adalah penentu daya pertumbuhan biakan

mikroalga. Inokulan yang baik adalah inokulan yang mampu beradaptasi dengan

kondisi kultur yang sangat berbeda dengan habitat asal starter. Spesies Chlorella

sp. merupakan inokulan untuk kultivasi yang cukup responsif dalam adaptasi

lingkungan baru.

Gambar 7 Diagram alir proses produksi mikroalga

Page 22: HALAMAN JUDUL PEMANFAATAN NUTRIEN TERLARUT AIR …

17

PRODUKTIVITAS CHLOROPHYTA ( Chlorella sp.)

DENGAN INTEGRASI AIR LIMBAH

Chlorella sp. merupakan jenis mikroalga yang memiliki bentuk sel bulat,

hidup soliter, berukuran 2- 8 µm. Dalam sel Chlorella mengandung 50% protein ,

lemak serta vitamin A, B, D, E, dan K serta terdapat klorofil yang berfungsi sebagai

kalatisator dalam fotosintesis. Chlorella termasuk ke dalam jenis eukariotikdan

bersifat autotrof, merupakan jenis ganggang bersel satu yang tidak bergerak dengan

ciri – ciri bentuk sel seperti bola, protoplasmanya berbentuk mangkok kecil,

reproduksi aseksual dengan cara membelah diri (Gambar 8).

Gambar 8 Mikroalga spesies Chlorella pyrenoidosa (kiri) dan Chlorella vulgaris (kanan)

Algae Chlorella sp. memiliki habitat hidup di tempat basah atauberair.

Chlorella dapat tumbuh pada salinitas 225 ppt dan tumbuh lambat padasalinitias 15

ppt serta hampir tidak tumbuh pada salinitas 0 ppm dan 60 ppm.Tumbuh pada suhu

20°C, tumbuh lambat pada suhu 32°C. Tumbuh sangat baikpada suhu 20°-23°C.

Pertumbuhan Chlorella dapat diukur dengan caramengamati dan menghitung

perkembangan jumlah sel. Chlorella juga mengandung gizi yang cukup tinggi yaitu

protein 42,2%,lemak kasar 15,3%, nitrogen dalam bentuk ekstrak, kadar air 5,7%,

dan serat0,4%. Chlorella juga menghasilkan antibiotik yang disebut Chlorellin

yang dapatmelawan penyakit – penyakit yang disebabkan oleh bakteri.

Kultivasi biomassa Chlorella sp. tidak jauh berbeda dengan proses kultur

mikroalga spesies lainnya. Proses kultur mikroalga disesuaikan dengan tingkat

pertumbuhan dan volume biomassa dari spesies, dikenal dengan konsep scaling up.

Page 23: HALAMAN JUDUL PEMANFAATAN NUTRIEN TERLARUT AIR …

18

Terdapat beberapa tahapan kultivasi sesuai kepadatan koloni spesies mikroalga,

dimulai dari skala indoor, skala semi-outdoor, hingga kultur massal di sistem

outdoor. Kultivasi indoor dapat dilakukan di media padat (agar). Tahapan

selanjutnya adalah kultur di media cair yang diawali dengan mengkultur mikroalga

dalam tabung reaksi steril dan diberi nutrien. Selanjutnya apabila kepadatan

mikroalga dalam tabung meningkat, kultur dapat dipindahkan dalam media dengan

volume lebih besar (100–300 mL). Setelah satu minggu kultur dapat dipindahkan

ke volume yang lebih besar lagi (500–1000 mL). Demikian seterusnya kultur

dilakukan secara bertahap dari volume kecil ke volume yang lebih besar yaitu

sampai 5000 mL. Kultur semi outdoor menggunakan wadah kultur dengan

kapasitas 40 L atau 100 L dengan pencahayaan yang tidak terlalu kuat.

Kultur dapat dilanjutkan dengan wadah berkapasitas 1000 L dengan volume

yang lebih besar (10–1000 m3) setara dengan kultur skala massal. Mikroalga

Chlorella sp. dapat tumbuh dalam berbagai media yang mengandung cukup unsur

hara makro seperti N, P, K dan unsur mikro lainnya dalam jumlah relatif sedikit

yaitu besi (Fe), tembaga (Cu), mangan (Mn), seng (Zn), silicon (Si), boron (B),

molybdenum (Mo), vanadium (V), dan kobalt (Co) (Manahan,1984; Chumaidi et

al. 1992). Pupuk sebagai faktor penunjang pertumbuhan sel secara normal

memerlukan minimal 16 unsur hara di dalamnya dan harus ada 3 unsur mutlak,

yaitu nitrogen, fosfor, dan kalium. Pemasukan unsur N, P, K dalam air limbah yang

berbeda pada kultivasi Chlorella sp. akan menghasilkan produktivitas proksimat

yang berbeda. Hal tersebut akibat asupan total nitrogen (TN) dan total fosfor (TP)

yang disintesa oleh Chlorella sp. juga berbeda.

Amonium adalah salah satu bentuk kimia yang paling umum dari nitrogen

yang dapat mudah diserap oleh sebagian besar spesies mikroalga. Dalam hal ini,

sumber murah nitrogen dalam air limbah atau effluen dapat digunakan untuk

budidaya mikroalga (Razzak et al. 2013). Beberapa penelitian menunjukkan

budidaya mikroalga berbasis limbah terhambat dengan konsentrasi TN tinggi ,

terutama amonium tinggi. Terlepas dari efek negatif pada pertumbuhan mikroalga

dalam suplemen amonium, masih merupakan sumber nitrogen disukai jika

parameter lingkungan untuk pengembangan yang tepat dari budaya dikendalikan

(Razzak et al. 2013)

Page 24: HALAMAN JUDUL PEMANFAATAN NUTRIEN TERLARUT AIR …

19

Fosfor adalah unsur penting lainnya yang diperlukan untuk pertumbuhan

mikroalga dan metabolisme. Fosfor merupakan elemen penting yang berkontribusi

sebagai ATP dalam sel mikroalga. Oleh karena itu, ketersediaan fosfor memiliki

dampak besar dalam pertumbuhan mikroalga seperti yang dapat dipertimbangkan

dalam pengaruh fotosintesis (Razzak et al., 2013). Fosfor biasanya tersedia dalam

air limbah sebagai spesies anion anorganik

Konsentrasi TN dan TP yang relatif rendah (TN: sekitar 15-90 mg/L, TP:

sekitar 5-20 mg/L) di dalam kedua efluen. Semakin rendah TN dan TP adalah

kualitas air khas air limbah rumah tangga. Konsentrasi TN dan TP di air limbah dari

peternakan dan pertanian biasanya sekitar 185-3,213 mg/L dari TN dan sekitar 30-

987 mg/L dari TP, seperti cernaan anaerobik efluen sampah unggas, air limbah

pupuk babi atau susu.

Namun, jenis-jenis limbah selalu mengandung nutrisi dari konsentrasi yang

sangat tinggi, dan dengan demikian harus diencerkan sebelum digunakan untuk

budidaya mikroalga. Mikroalga Chlorella biasanya menunjukkan penghilangan

polusi dan efisiensi penggunaan tinggi nutrisi ketika sel alga dikultur dalam air

limbah domestic (Tabel 7 dan 8). Kemampuan Chlorella vulgaris dalam

penghilangan nutrisi dan tercatat efisiensi penghilangan nutrien mencapai 86%

untuk nitrogen anorganik dan 78% untuk fosfor anorganik (Lau et al. 1996).

Dewasa ini, dilaporkan bahwa C. vulgaris dibudidayakan oleh pemerintah kota dari

beberapa aliran air limbah biomassa untuk menghasilkan mikroalga dari 39-195

mg/L per hari (Cabanelas et al. 2013) .Cho et al .(2013) juga mengungkapkan

bahwa Chlorella sp. menghasilkan produksi. Biomassa tertinggi mencapai 3,0 g/L

menggunakan 10% cernaan anaerob dan conflux line 90% air limbah

dikombinasikan air limbah untuk nutrisi budidaya mikroalga .Li et al. .(2011)

menunjukkan bahwa produktivitas biomassa Chlorella sp. tumbuh di daerah

centrate, kota yang sangat terkonsentrasi aliran air limbah yang dihasilkan dari

proses penebalan lumpur aktif, 0,9 g/L per hari. Jadi, menggunakan air limbah

perkotaan untuk budidaya mikroalga merupakan strategi bermanfaat dan praktis

sebagai proses perawatan lingkungan lanjutan

Page 25: HALAMAN JUDUL PEMANFAATAN NUTRIEN TERLARUT AIR …

20

Tabel 7 Nutrien nitrogen (N) dan fosfor (P) dalam air limbah yang digunakan untuk kultivasi mikroalga Chlorella

Page 26: HALAMAN JUDUL PEMANFAATAN NUTRIEN TERLARUT AIR …

21

Tabel 8 Biomassa dan produksi lemak dan produktivitas mikroalga Chlorella menggunakan air limbah

Page 27: HALAMAN JUDUL PEMANFAATAN NUTRIEN TERLARUT AIR …

22

Tabel 9 Kandungan biomassa intrinsik dan karbohidrat yang ditingkatkan setelah menggunakan teknik budidaya.

Page 28: HALAMAN JUDUL PEMANFAATAN NUTRIEN TERLARUT AIR …

24

Berdasarkan ringkasan literatur, penelitian mengguanakan air limbah

pertanian tidak sebanyak literatur air limbah perkotaan (Tabel 7 dan 8).

Karakteristik air limbah pertanian menunjukkan besar potensi produksi biomassa

dan lemak mikroalga. Ini bisa menjadi keuntungan untuk negara- negara dengan

peternakan intensif. Jenis industri hewan pertanian dan pengolahan limbah lokal

dapat diberikan untuk budidaya mikroalgal. Zhu et al. (2013a,b) telah menunjukkan

bahwa menggunakan mikroalga budidaya C. zofingiensis dikombinasikan dengan

pengolahan air limbah limbah kandang menunjukkan keuntungan dari penghapusan

gizi dan produktifitas tertinggi biomassa dan lipid. Produksi biomassa mikroalgal

skala laboratorium bisa mencapai 2,9 g/L dalam 10 hari kultivasi (. Perlu dicatat

bahwa air limbah yang diencerkan menyediakan sebuah strategi konsentrasi nutrisi

yang optimal untuk budidaya C. zofingiensis. Penerapan nutrisi pupuk bagi

pertumbuhan mikroalgal bisa dipromosikan sebagai cara yang efektif untuk

mengkonversi produk hasil samping menjadi pupuk kandang (Wang et al. 2010).

Beberapa hasil penelitian fokus pada pengolahan air limbah industri, air

limbah pewarnaan tekstil dengan mikroalgae sebagai agen bioremediasi. Potensi

sumber pengolahan air limbah untuk makanan kultivasi mikroalga yakni mencakup

pengolahan air limbah kedelai, pembuatan bir, fermentasi kimia (Farooq et al.

2013; Su et al. 2011; Sun et al. 2013). Lebih lanjut, air limbah industri dengan

konsentrasi yang lebih tinggi dari elemen makronutrien budidaya mikroalga

menuntut sel mikroalga yang masih sangat adaptif untuk proses pengolahan air

limbah. Hasil penelitian Chinnasamy et al (2010) dengan air limbah pabrik karpet

Gambar 9 Media kultivasi biomassa mikroalga skala laboratorium

Page 29: HALAMAN JUDUL PEMANFAATAN NUTRIEN TERLARUT AIR …

25

sebanyak 100-115 juta per hari dengan kandungan racun nitrogen dan fosfor yang

cukup rendah untuk dapat mendukung pertumbuhan mikroalga Data menunjukkan

bahwa mikroalgae Chlorella saccharophila mampu tumbuh sangat baik pada air

limbah yang tidak dikelola terlebih dahulu .Selain itu, kandungan air limbah

merupakan makanan biologis dan sebagian tersedia dalam bentuk etanol, asam

asetat dan asam propionat, yang memberikan potensi sumber karbon organik atau

budidaya mikroalga dengan model budidaya heterotrof mixotrophic pada skala

besar (Gambar 10).

Seperti jenis mikroalga lainnya, budidaya Chlorella sp. membutuhkan air,

cahaya, CO2 dan bahan-bahan anorganik sebagai nutrisi. Selain itu, peningkatan

produktivitas budidaya Chlorella sp. dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain

pH, suhu, kadar CO2, cahaya, dan salinitas yang optimum (Wang et al. 2002).

Salinitas merupakan faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap

pertumbuhan dan komponen biokimia mikroalga laut (Zhu et al., 2008). Menurut

Min et al. (2011), Chlorella sp. dapat tumbuh pada kisaran kadar garam 0–25 ppt

dan tumbuh subur pada 10 ppt. Untuk memacu peningkatan pertumbuhan sel dan

kandungan minyaknya, Chlorella sp. dikultur didalam bioreactor dengan

penambahan CO2 pada skala laboratorium. Sedangkan kultur massal Chlorella sp.

dilakukan di luar ruangan atau ditambak dengan penyinaran cahaya matahari

langsung untuk proses sintesis.

Gambar 10 Media kultivasi biomassa mikroalga skala besar pada bak beton

Page 30: HALAMAN JUDUL PEMANFAATAN NUTRIEN TERLARUT AIR …

26

Pemanenan biomassa Chlorella sp. menentukan kuantitas biomassa akhir dari

serangkaian proses kultivasi. Panen biomassa yang terbaik dapat dicapai antara 0,3–

0,5 g sel kering/L atau 5 g sel kering/L; hal ini membuat panen mikroalga sangat

sulit dan mahal (Wang et al. 2013) pada industri komersial. Panen mikroalga

spesies Chlorella sp. paling efisien menggunakan flokulan kimia atau modifikasi

penggunaan flokulan kimia, karena spesies ini memiliki ukuran sel <10 μm.

Penggunaan flokulan kimia mampu mengendapkan biomassa sebanyak 80%

(Andrews et al., 2008). Ludwig (2006) melaporkan bahwa penggunaan flokulan

mampu menghasilkan biomassa sebesar 1–3% dan biaya operasional yang murah.

Hal tersebut didukung Kawaroe et al. (2012), bahwa pemanenan dengan metode

flokulasi, baik flokulasi kimia maupun bioflokulasi menghasilkan rendemen yang

sama untuk skala laboratorium (Tabel 7)

Tabel 10 Perbandingan hasil pemanenan mikroalga dengan 4 metode

Metode pemanenan Skala laboratorium Skala luar ruangan

Flokulasi

Filtrasi

1,40 gr kering/l

0,39 gr kering/l

0,56 gr kering/l

0,15 gr kering/l

Bioflokulasi

Alat sentrifuse

1,40 gr kering/l

-

-

0,69 gr kering/l

Page 31: HALAMAN JUDUL PEMANFAATAN NUTRIEN TERLARUT AIR …

27

PENGOLAHAN BIOETANOL DARI MIKROALGA Chlorella sp

Bioetanol dan biodiesel merupakan dua bahan bakar yang dapat diperbarui

sampai dengan saat ini.Mikroalga sebagai salah satu biota perairan yang tidak

bersaing dengan pangan untuk manusia berpeluang untuk menghasilkan kedua

produk bahan bakar di atas (Chisti, 2008). Oleh karena itu, diperlukan pemanfaatan

mikroalga secara optimal dengan mengolahnya menjadi bioetanol dan biodiesel.

(Gambar 11)

Gambar 11 Beberapa praktik termokimia dan biokimiawi untuk menghasilkan biofuel dari

biomassa mikroalga, diadaptasi dari Lee et al. (2015).

Hal ini bertujuan untuk menghasilkan suatu produk industri melalui sistem

produksi bersih (zero waste). Integrasi antara bioetanol dan biodiesel dapat

dilakukan dengan beberapa cara, misalnya penggunaan spesies yang berbeda untuk

masing-masing jenis produk biofuel. Cara lain yang dapatditempuh yaitu dengan

memproduksi bioetanol dengan bahan baku berupa mikroalga yang sudah diekstrak

minyaknya (bioethanol from de-oiled microalgae) (Harun et al., 2009; Santhanam,

2010). Hasil penelitian Harun et al. (2009) menunjukkan bahwa penggunaan

mikroalga yang sudah diekstrak kandungan minyaknya mampu menghasilkan

bioetanol pada level produksi sebesar 38%.

Page 32: HALAMAN JUDUL PEMANFAATAN NUTRIEN TERLARUT AIR …

28

Gambar 12 Panen biomassa mikroalga dengan metode filtrasi dengan kain (kiri) dan

flokulasi pada wadah aerasi (kanan)

Hasil penelitian Saputra (2013) menunjukkan bahwa Chlorella sp. dapat

dipanen dengan metode bioflokulasi dengan penambahan spesies mikroalga

flokulan Tetraselmis suecica dibandingkan dengan flokulan kimia (Tabel 12).

Spesies Tetraselmis suecica adalah spesies mikroalga flokulan dengan waktu panen

pada hari ke-13 sedangkan spesies Nannochloropsis sp. dan Chlorella sp.

merupakan spesies non-flokulan dengan waktu panen berturut-turut hari ke-11 dan

hari ke-12.

Tabel 11 Perbandingan kadar lemak hasil panen bio-flokulasi dan NaOH

Mikroalga Pemanen Kadar Lemak (%)

Nannochloropsis sp. NaOH 10.29 ± 3.16 Nannochloropsis sp.

Chlorella sp.

Tetraselmis suecica

NaOH

12.90 ± 2.62

8.99 ± 1.71

Chlorella sp. Tetraselmis suecica 11.71 ± 0.81

Sumber: Saputra (2013)

Pemanenan mikroalga secara bio- flokulasi dengan rasio flokulan dan non-

flokulan 4:4 merupakan perbandingan yang paling optimal karena memiliki nilai %

pengendapan lebih tinggi dibandingkan dengan rasio 1:4,2:4 dan 3:4. Hasil

ekstraksi lemak mikroalga diketahui bahwa kadar lemak spesies Nannochloropsis

sp. dan Chlorella sp. yang dipanen menggunakan teknik bioflokulasi lebih tinggi

dibadingkan dengan pemanenan mengunakan flokulan kimia. Hal tersebut

menunjukkan bahwa teknik bio-flokulasi menggunakan flokulan mikroalga dapat

dijadikan sebagai salah satu alternatif teknik pemanenan mikroalga.

Page 33: HALAMAN JUDUL PEMANFAATAN NUTRIEN TERLARUT AIR …

29

Gambar 13 Process flow of separate hydrolysis and fermentation (SHF),

simultaneous saccharification and fermentation (SSF) (a) and

simultaneous saccharification and co-fermentation (SSCF) (b).

Biomassa sisa dari ekstraksi lipid mikroalga dihidrolisis secara kimiawi

menggunakan asam sulfat dengan pemanasan dan secara biologis menggunakan

enzim amilase untuk menghasilkan glukosa. Glukosa yang diperoleh dikonversi

menjadi etanol dengan proses fermentasi menggunakan yeast (ragi). Bioetanol yang

terbentuk dipisahkan dengan cara distilasi (Gambar 5).

Karakterisasi Bioetanol dari Mikroalga

Karakterisasi bioetanol mikroalga yang diperoleh: kemurnian, densitas,

bilangan asam, angka oktana flash point, cloud point, kadar sedimen, kadar

tembaga, Gum, klorida dan diperkuat dengan analisis menggunakan GC/HPLC dan

FTIR. Kajian produksi bioetanol dari mikroalga difokuskan pada optimasi proses

hidrolisis karbohidrat menjadi glukosa dan proses fermentasi terutama waktu

optimum, metode fermentasi optimum, rasio biomassa dengan yeast optimum dan

Page 34: HALAMAN JUDUL PEMANFAATAN NUTRIEN TERLARUT AIR …

30

kondisi fermentasi optimum dengan parameter yield glukosa dan yield bioetanol

serta kadar bioetanol yang diperoleh. seperti glukosa kurang diminati.

Metode enzimatis dengan enzim selulase yang menguraikan selulosa menjadi

gula sederhana seperti glukosa kurang diminati. Hal ini dikarenakan enzim selulase

bekerja spesifik hanya pada pH 4,8 dan suhu 45–50°C, bekerja sangat lambat serta

tidak bisa menguraikan hemiselulosa yang terkandung pada biomassa. Enzim

amilase mampu bekerja 100 kali lebih cepat, namun demikian enzim ini tidak dapat

digunakan, karena bekerja spesifik pada substrat yang mengandung amilum (Harun

et al. 2010b). Oleh karena itu, metode enzimatis ini kurang menguntungkan secara

ekonomi.

Gambar 14 Kajian skematis dari produksi bioetanol melalui pemanfaatan selobiosa,

xilosa dan asam asetat dari biomassa oleh ragi (a) dan jalur

metabolisme (glikolisis dan fermentasi) (b), diadaptasi dari (Wei et

al. 2015).

Fermentasi Bioetanol

Proses fermentasi dilakukan setelah proses preparasi bahan dan hidrolisis

selulosa menjadi gula sederhana selesai dilakukan. Umumnya, proses fermentasi

dilakukan dengan menggunakan mikroorganisme. Ada banyak jenis

mikroorganisme yang telah dimanfaatkan untuk fermentasi bioetanol, ter masuk

bakteri, kapang, dan fungi. Contoh mikroorganisme yang digunakan yaitu Z.

mobilis dan E. coli (bakteri), dan S. cerevisiae (kapang). Mikroorganisme ini dipilih

karena kemampuannya untuk mengubah gula sederhana menjadi etanol. Organisme

Z. mobilis misalnya, mampu menghasilkan rendemen bioetanol yang tinggi.

Namun, bakteri ini mempunyai keterbatasan, karena hanya mampu memfermentasi

Page 35: HALAMAN JUDUL PEMANFAATAN NUTRIEN TERLARUT AIR …

31

glukosa, fruktosa, dan sukrosa. Lain halnya dengan S. cerevisiae dan E. coli, yang

mampu memfermentasi berbagai jenis gula sederhana.

Etanol adalah alkohol yang didapat darifermentasi bahan-bahan yang

mengandunggula, pati atau selulosa. Etanol merupakanbahan yang sangat penting

karena merupakanbahan bakar cair dari sumber yang dapatdiperbaharui (bioetanol).

Bioetanol merupakanbahan bakar oksigenat yang mengandung 35%oksigen yang

dapat mereduksi partikulat danemisi NOx dari hasil pembakaran (Demirbas,2005)

Perkembangan produksi bioetanol sudah masuk ke generasi ketiga, dimana

bahan baku yang digunakan dalam memproduksi bioetanol adalah alga baik

mikroalga maupun makroalga. Alga sebagai bahan baku pembuatan bioetanol

mulai dipertimbangkaan karena mengandung karbohidrat yang realtif tinggi.

Karbohidrat mikroalga terletak pada dinding sel dan sitoplasma yang terdiri dari 4

--7% dalam bentuk selulosa dan 51 - 60% dalam bentuk gula netral non selulosa

dengan bergantung pada spesies dan kondisi lingkungan hidupnya (Luthfi et al.

2010)

Analisis kuantitatif bioetanol mikroalga difocuskan pada nilai: kadar glukosa

sebelum dan setelah hidrolisis, yield bioetanol. Analisis kualitatif bioetanol

Page 36: HALAMAN JUDUL PEMANFAATAN NUTRIEN TERLARUT AIR …

32

mikroalga; bilangan asam, densitas, flash point, cloud point, angka oktana, kadar

Cu, klorida, kadar gum. Semua data kualitatif pengamatan dibandingkan dengan

standar kualitas bioetanol berdasarkan SNI 7390-2008. Sementara analisis secara

kualitatif ditujukan pada kromatogram GC-MS dan spektra IR).

Gambar 15 Diagram alir proses pengolahan biomassa mikroalga Chlorella sp. menjadi

bioethanol mikroalga; disamping pengolahan menjadi biodiesel mikroalga

Standarisasi Kualitas Bioetanol

Bioetanol merupakan etanol yang dihasilkan dari fermentasi glukosa (gula)

yang dilanjutkan dengan proses destilasi. Pemenuhan standarisasi kualitas (mutu)

bioethanol yang diperoleh dari mikroalga belum memiliki standar yang spesifik,

Page 37: HALAMAN JUDUL PEMANFAATAN NUTRIEN TERLARUT AIR …

33

sehingga sampai saat ini masih mengikuti SNI 7390-2008 (Tabel 12). Proses

destilasi dapat menghasilkan etanol dengan kadar 95% volume, untuk digunakan

sebagai bahan bakar (biofuel) perlu lebih dimurnikan lagi hingga mencapai 99%

yang lazim disebut Fuel Grade Ethanol (FGE). Proses pemurnian dengan prinsip

dehidrasi umumnya dilakukan dengan metode Molecular Sieve, untuk memisahkan

air dari senyawa etanol (Musanif, 2012).

Tabel 12 Kualitas Bioetanol Standar Nasional Indonesia (SNI 7390-2008)

Sumber: Badan Standar Nasional Indonesia (2008)

Etanol dikategorikan dalam dua kelompok utama, yaitu:

1. Etanol 95-96%, disebut dengan “etanol berhidrat”, yang dibagai dalam:

a. Technical/raw spirit grade, digunakan untuk bahan bakar spiritua,

minuman, desinfektan, dan pelarut.

b. Industrial grade, digunakan untuk bahan baku industri dan pelarut.

c. Potable grade, untuk minuman berkualitas tinggi.

2. Etanol > 99,5%, digunakan untuk bahan bakar. Jika dimurnikan lebih lanjut dapat

digunakan untuk keperluan farmasi dan pelarut di laboratorium analisis. Etanol

ini disebut dengan dengan Fuel Grade Ethanol (FGE) atau anhydrous ethanol

(etanol anhidrat) atau etanol kering, yakni etanol yang bebas

Page 38: HALAMAN JUDUL PEMANFAATAN NUTRIEN TERLARUT AIR …

34

PROSPEK EKONOMI DAN PENGEMBANGAN

BIOETANOL DARI MIKROALGA

Analisis kelayakan ekonomi produksi biodiesel danbioetanol dari mikroalga

tergantung dari banyak faktordan tidak bisa dibandingkan dengan mudah. Hal

inidisebabkan karena:

1. Teknologi untuk produksi biodiesel sudah banyakditeliti dan

dikembangkan, sedangkan proses produksi bioetanol masih dalam tahap

penelitian dan belum bisa dikomersialkan (Harun et al.,2010b).

2. Hasil akhir biofuel tergantung pada komposisi kimia biomassa mikroalga

serta metode produksi yang digunakan (Harun et al., 2010a).

3. Pemanfaatan mikroalga sebagai biofuel, terutama bioetanol, untuk

menjawab isu penggunaan tanaman pangan sebagai bahan bakar serta

biomassa yang mengandung lignoselulosa (Harun et al., 2010b).

4. Biodiesel dan bioetanol dari mikroalga bukan merupakan produk yang

saling berkompetisi, tetapi merupakan satu kesatuan sistem produksi.

Biomassa mikroalga yang sudah diekstrak minyaknya, dapat dimanfaatkan

sebagai bahan baku bioetanol (Harun et al., 2009; Santhanam,2010).

Namun demikian, jika melihat pada bahan bakuyang digunakan, bioetanol

mempunyai prospek yanglebih baik untuk dikembangkan dibandingkan

denganbiodiesel. Bahan baku untuk bioetanol dapat berasaldari biomassa mikroalga

secara langsung maupunbiomassa mikroalga yang sudah diekstrak

kandunganlemaknya (Harun et al., 2009).

Page 39: HALAMAN JUDUL PEMANFAATAN NUTRIEN TERLARUT AIR …

35

PENUTUP

Produksi biomassa dalam jumlah besar dibutuhkan sebagai sediaan bahan

baku bioetanol secara kontinyu. Pemilihan spesies dan teknik budidaya yang tepat

merupakan suatu keharusan. Berbagai riset mengenai teknik budidaya mikroalga

telah banyak dilakukan. Kultivasi mikroalga memerlukan pemupukan yang tepat

dan pasokan karbondioksida yang banyak agar produksi mikroalga menghasilkan

biomassa dalam jumlah besar dan berlangsung secara kontinyu.

Integrasi nutrien pada budidaya mikroalga menunjukkan penghilangan polusi

dan efisiensi penggunaan tinggi nutrisi ketika sel alga dikultur dalam air limbah

pemukiman, pertanian, dan industri. Kombinasi unsur air limbah untuk nutrisi

budidaya mikroalga menunjukkan produktivitas biomassa Chlorella sp. yang baik.

Penggunaan air limbah perkotaan untuk budidaya mikroalga merupakan strategi

bermanfaat dan praktis sebagai proses perawatan lingkungan lanjutan. Penerapan

nutrisi pupuk bagi pertumbuhan mikroalgal bisa dipromosikan sebagai cara yang

efektif untuk mengkonversi produk hasil samping menjadi pupuk kandang.

Mikroalgae Chlorella sp. mampu tumbuh sangat baik pada air limbah yang karena

terdapat makanan biologis yang sebagian tersedia dalam bentuk etanol, asam asetat

dan asam propionat, yang memberikan potensi sumber karbon organik.

Proses hidrolisis karbohidrat dan fermentasi gula harus dilakukan secara tepat

untuk mem peroleh bioetanol yang maksimal. Dampak negatif proses fermentasi

yang menghasilkan karbondioksida juga perlu mendapatkan perhatian yang serius.

Dampak negatif ini dapat diubah menjadi hal positif dengan cara memanfaatkan

karbondioksi da tersebut sebagai nutri si untuk pertumbuhan mikroalga.

Prospek ekonomi produksi bioetanol di masa depan sangat menjanjikan,

mengingat bahan baku untuk bioetanol dapat berasal dari biomassa mikroalga

secara langsung maupun biomassa mikroalga yang sudah diekstrak kandungan

lemaknya

Page 40: HALAMAN JUDUL PEMANFAATAN NUTRIEN TERLARUT AIR …

36

DAFTAR PUSTAKA

Ahluwalia SS, Goyal D, 2007. Microbial and plant derived biomass for removal of heavy

metals from wastewater. Bioresource Technology 98: 2243–2257.

Amini S, Sugiyono. 2009. Penelitian optimalisasi umur mikroalga Spirulina platensis

penghasil bahan baku biofuel. Prosiding Seminar Nasional Tahunan VI Hasil

Penelitian Perikanan dan Kelautan Jilid III–Pengolahan Teknologi Hasil Perikanan:

1–5.

Antoni D. Zverlov VV., Schwarz H. 2007. Biofuels from microbes. Applied Microbiology

Biotechnology 77: 23–35.

Balat M, Balat H. 2009. Recent global production and utilization of bioethanol fuel.

Applied Energy 86: 2273–2282.

Basmal J. 2008. Peluang dan tantangan pemanfaatan mikroalga sebagai biofuel. Squalen

Buletin Pascapanen Bioteknologi Kelautandan Perikanan 3(1): 34–39.

Broto W, Richana N. 2007. Inovasi teknologi proses industry bioethanol dari ubi kayu skala

pedesaan. http://balitka.bimasakti.malang.te.net.id/P DF/05-

BB%20Pascapanen.Bioet anol. pdf. Diakses pada tanggal 28 Desember 2014.

BSN [Badan Standarisasi Nasional]. 2008. SNI 7390-2008: Kualitas Bioetanol Standar

Nasional Indonesia. Diakses pada tanggal 28 Desember 2014.

Biller, P.; Ross, A. 2011. Potential yields and properties of oil from the hydrothermal

liquefaction of microalgae with different biochemical content. Bioresour. Technol.

102: 215–225.

Cabanelas IT, Ruiz J, Arbib Z, Chinalia FA, Garrido-Pérez C, Rogalla F, Nascimento IA,

Perales JA, 2013. Comparing the use of different domestic wastewaters for coupling

microalgal production and nutrient removal. Bioresource Technology 131, 429–436.

Carrieri, D.; Momot, D.; Brasg, I.A.; Ananyev, G.; Lenz, O.; Bryant, D.A.; Dismukes, G.C.

2010. Boosting autofermentation rates and product yields with sodium stress

cycling: Application to production of renewable fuels by cyanobacteria. Appl.

Environ. Microbiol. 76: 6455–6462.

Chinnasamy S, Bhatnagar A, Hunt RW, Das KC, 2010. Microalgae cultivation in a

wastewater dominated by carpet mill effluents for biofuel applications. Bioresource

Technology 101, 3097–3105.

Chisti Y. 2008. Biodiesel from microalgae beats bioethanol. Trends in Biotechnology

26(3): 126–131.

Cho S, Lee N, Park S, Yu J, Luong TT, Oh YK, Lee T. 2013. Microalgae cultivation for

bioenergy production using wastewaters from a municipal WWTP as nutritional

sources. Bioresource Technology 131, 515–520.

DeLong, J.P.; Burger, O. Socio-Economic Instability and the Scaling of Energy Use with

Population Size. PLoS ONE 2015 10.

Page 41: HALAMAN JUDUL PEMANFAATAN NUTRIEN TERLARUT AIR …

37

Eldalatony, M.M.; Kabra, A.N.; Hwang, J.H.; Govindwar, S.P.; Kim, K.H.; Kim, H.; Jeon,

B.H. 2016. Pretreatment of microalgal biomass for enhanced recovery/extraction of

reducing sugars and proteins. Bioprocess Biosyst. Eng. 39: 95–103.

ESDM [Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral]. 2005. Pergeseran kebijakan energi

akan menguntungkan Sumatra Selatan. htt p://dbm.djmbp. esdm. go. id/old/port al-

dpmb/ modules/_news/ news_det ail. php?_i d=1518. Diakses pada tanggal 28

Desember 2014.

Farooq W., Lee YC, Ryu BG, Kim BH, Kim HS, Choi YE, Yang JW, 2013. Two- stage

cultivation of two Chlorella sp. strains by simultaneous treatment of brewery

wastewater and maximizing lipid productivity. Bioresource Technology 132, 230–

238.

Galbe M, Zacchi G. 2007. Pretreatments of lignocellulosic materials for efficient

bioethanol production. Advance Biochemistry Eng. Biotechnology 69: 627–642.

Girio FM, Fonseca C, Carvalheiro F, Duarte L, Marques S, Bogelukasik R. 2010.

Hemicelluloses for fuel ethanol: A review. Bioresource Technology 101: 4775–

4800.

Guerrero MG. 2010. Bioethanol from microalgae? Instituto Bioquíímica Vegetaly

Fotosmica Fotosííntesisntesi, Sevilla.

http://www.slideshare. net/slides_eoi/bioet hanol-from-microalgae-3718018. Diakses pada

tanggal 28 Desember 2014.

Harun R, Danquah MK, Forde GM. 2009. Microalgal biomass as a fermentation feed stock

for bioethanol production. Journal of Chemical Technology & Biotechnology 85(2):

199–203.

Harun R, Singh M, Forde GM., Danquah M.K. 2010a. Bioprocess engineering of

microalgae to produce a variety of consumer products. Renewable and Sustainable

Energy Review 14: 1037–1047.

Harun R, Jason WSY, Cherrington T, Danquah MK. 2010b. Microalgal biomassas a

cellulosic fermentation feedstock for bioethanol production. Renewable and

Sustainable Energy Review. Inpress.

Haspeslagh L. 2010. Aquatic phototrophs for the production of fuels and green chemicals.

http://www.bio fue lstp.eu/spm3/pdf/TOTAL_Microalgae.pd f. Diakses pada tanggal 28

Desember 2014.

Hendriks ATWM, Zeeman G. 2009. Pretreatments to enhance the digesbility of

lignocellulosic biomass. Bioresource Technology 100: 10–18.

Hossain ABM, Salleh A, Boyce AN, Chowdhurry P., and Naqiuddin M. 2008. Biodiesel

fuel production from algae as renewable energy. American Journal of Biochemistry

and Biotechnology 4(3): 250–254.

Huo S, Wang Z, Zhu S, Zhou W, Dong R, Yuan Z. 2012. Cultivation of Chlorella

zofingiensis in bench-scale outdoor ponds by regulation of pH using dairy

wastewater in winter, South China. Bioresource Technology 121, 76–82.

Page 42: HALAMAN JUDUL PEMANFAATAN NUTRIEN TERLARUT AIR …

38

Ingram LO, Doran JB. 1995. Conversion of cellulosic materials to ethanol. FEMS

Microbiol Review.16: 235–241.

Kebelmann, K.; Hornung, A.; Karsten, U.; Griffiths, G. 2013. Intermediate pyrolysis and

product identification by TGA and Py-GC/MS of green microalgae and their

extracted protein and lipid components. Biomass Bioenergy 49: 38–48.

Lardon L., Helias A, Sialve B, Steyer JP, Bernard O. 2009. Life-cycle assessment of

biodiesel production from microalgae. Environ. Sci. Technol. 7pp.

Lau PS, Tam NFY, Wong YS, 1996. Wastewater nutrients removal by Chlorella vulgaris:

optimization through acclimation. Environmental Technology 17: 183–189.

Lavens P. Sorgeloos P. 1996. Manual on the production and use of livefood for aquaculture.

FAO. Rome. 361pp.

Lee, O.K.; Seong, D.H.; Lee, C.G.; Lee, E.Y. 2015. Sustainable production of liquid

biofuels from renewable microalgae biomass. J. Ind. Eng. Chem. 29: 24–31.

Li Y, Chen YF, Chen P, Min M, Zhou W, Martinez B, Zhub J, Ruan R, 2011.

Characterization of a microalga Chlorella sp. well adapted to highly concentrated

municipal wastewater for nutrient removal and biodiesel production. Bioresource

Technology 102: 5138–5144.

Liang, Y.; Sarkany, N.; Cui, Y. 2009. Biomass and lipid productivities of Chlorella vulgaris

under autotrophic, heterotrophic and mixotrophic growth conditions. Biotechnol.

Lett. 31: 1043–1049.

Lin Y, Tanaka S. 2006. Ethanol fermentation from biomass resources: current state and

prospects. Appl. Microbiol. Biotechnol 69: 627–642.

Martin C, de la Noüe J, Picard G, 1985. Intensive culture of freshwater microalgae on

aerated pig manure. Biomass 7: 245– 259.

Min M, Wang L, Li Y, Mohr MJ, Hu B, Zhou W, Chen P, Ruan R, 2011. Cultivating

Chlorella sp. in a pilot-scale photobioreactor using centrate wastewater for

microalgae biomass production and wastewater nutrient removal. Applicative.

Biochemichal. Biotechnology. 165, 123–137.

Patil V, Tran KQ, Giselrod HR. 2008. Towards sustainable production of biofuels from

microalgae. Int. J. Mol. Sci. 9: 118–1195.

Qin L, Shu Q, Wang ZM, Shang CH, Zhu SN, Xu JL, Li RQ, Zhu LD, Yuan ZH. 2014.

Cultivation of Chlorella vulgaris in dairy wastewater pretreated by UV irradiation

and sodium hypochlorite. Applicative. Biochemichal. Biotechnology 172: 1121–

1130.

Ragauskas AJ. Williams CK, Davison BH, Britovsek G, Cairney J, Eckert CA, Frederick

WJ, Hallett JP, Leak DJ, Liotta CL, Mielenz JR, Murphy R, Templer R, Tschaplinski

T. 2006. The path forward for biofuels and biomaterials. Science 311: 484–489.

Rawat I, Kumar RR, Mutanda T, Bux F, 2011. Dual role of microalgae: phycoremediation

of domestic wastewater and biomass production for sustainable biofuels production.

Application of Energy 88, 3411–3424.

Page 43: HALAMAN JUDUL PEMANFAATAN NUTRIEN TERLARUT AIR …

39

Razzak, SA, Hossain MM, Lucky RA, Bassi AS, de Lasa H, 2013. Integrated CO2 capture,

wastewater treatment and biofuel production by microalgae culturing. A review.

Renewable Sustainable Energy Rev. 27, 622–653.

Ruiz J, Alvarez P, Arbib Z, Garrido C, Barragan J, Perales JA. 2011. Effect of nitrogen and

phosphorus concentration on their removal kinetic in treated urban wastewater by

Chlorella vulgaris. Int. J. Phytoremediation 13, 884–896.

Ruiz-Marin A, Mendoza-Espinosa LG, Stephenson T. 2010. Growth and nutrient removal

in free and immobilized green algae in batch and semi-continuous cultures treating

real wastewater. Bioresource Technology 101: 58–64.

Santhanam N. 2010. Ethanol from algae. htt p://www.oilgae.com/algae/pro/eth/eth. html.

Diakses pada tanggal 28 Desember 2014.

Sassano, C.; Gioielli, L.; Ferreira, L.; Rodrigues, M.; Sato, S.; Converti, A.; Carvalho, J.

2010. Evaluation of the composition of continuously-cultivated Arthrospira

(Spirulina) platensis using ammonium chloride as nitrogen source. Biomass

Bioenergy 34: 1732–1738.

Saputra D. Pengembangan Bio-flokulasi sebagai Teknik Pemanenan Mikroalga Ramah

Lingkungan [skripsi] Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan

dan Ilmu Kelautan IPB. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Shakya, R.; Adhikari, S.; Mahadevan, R.; Shanmugam, S.R.; Nam, H.; Dempster, BT.A.

2017. Influence of biochemical composition during hydrothermal liquefaction of

algae on product yields and fuel properties.Bioresour. Technol. 243: 1112–1120

Sheehan, J.D.; Savage, P.E. 2017. Modeling the effects of microalga biochemical content

on the kinetics and biocrude yields from hydrothermal liquefaction. Bioresour.

Technol. 239: 144–150.

Shields RJ, Bell JG, Luizi FS, Gara B, Bromage NR, Sargent JR. 1999. Natural copepods

are superior to enriched Artemia naupliias feed for Halibut larvae (Hippoglossus

hippoglossus) in terms of survival, pigmentation and retinal morphology: Relation

to dietary essential fatty acids. Journal of Nutrition: 1186–1194.

Skill S. 2007. Microalgae biofuels. Marine futures conference. National Marine Aquarium:

18pp.

Su HY, Zhang YL, Zhang CM, Zhou XF, Li JP. 2011. Cultivation of Chlorella pyrenoidosa

in soybean processing wastewater. Bioresource Technology 102: 9884–9890.

Su JJ, Liu YL, Shu FJ, Wu JF. 1997. Treatment of piggery wastewater by contact aeration

treatment in coordination of three-step piggery wastewater treatment (TPWT)

process in Taiwan. Journal of Environmental Science Health A32: 55–73.

Sun Y, Cheng J. 2002. Hydrolisis of lignocellulosic materals for ethanol production: A

review. Bioresource Technology 83: 1–11.

Sun X, Wang C, Li Z, Wang W, Tong Y, Wei J. 2013. Microalgal cultivation in wastewater

from the fermentation effluent in Riboflavin (B2) manufacturing for biodiesel

production. Bioresour. Technol. 143, 499–504.

Page 44: HALAMAN JUDUL PEMANFAATAN NUTRIEN TERLARUT AIR …

40

Tam NFY, Wong YS, 1996. Effect of ammonia concentrations on growth of Chlorella

vulgaris and nitrogen removal from media. Bioresource Technology 57: 45–50.

Taylor JJ, Southgate PC, Wing MS, Rose RA. 1997. The nutritional value of five species

of microalgae for spat of the Silver Lip Pearl Oyster, Pinctada maxima (Jameson)

(Mollusca:Pteriidae). Asian Fisheries Science 10: 1–8.

VanderGheynst J. 2008. The future of microalgae in clean technologies. htt

p://www.ucop.edu/ott/industry/ docume nts/VanderGheynst-CleanTec h.pdf.

Diakses pada tanggal 28 Desember 2014

Wang H, Zhang W, Chen L, Wang J, Liu T. 2013. The contamination and control of

biological pollutants in mass cultivation of microalgae. Bioresource Technology

128: 745–750.

Wang L, Li Y, Chen P, Min M, Chen Y, Zhu J, Ruan RR. 2010. Anaerobic digested dairy

manure as a nutrient supplement for cultivation of oil-rich green microalgae

Chlorella sp. Bioresource Technology 101: 2623–2628.

Wei, N.; Oh, E.J.; Million, G.; Cate, J.H.; Jin, Y.-S. 2015. Simultaneous utilization of

cellobiose, xylose, and acetic acid from lignocellulosic biomass for biofuel

production by an engineered yeast platform. ACS Synth. Biol. 4: 707–713.

Widjaja A. 2009. Lipid production from microalgae as a promising candidate for biodiesel

production. Makara Teknologi 13(1): 47–51.

Wong YS, Tam NFY, 1998. Wastewater Treatment with Algae. Springer, New York.

Zhu L, Wang Z, Shu Q, Takala J, Hiltunen E, Feng P, Yuan Z. 2013a. Nutirent removal

and biodiesel production by integration of freshwater algae cultivation with piggery

wastewater treatment. Water Res. 47: 4294–4302.

Zhu L, Wang Z, Takala J, Hiltunen E, Qin L, Xu Z, Qin X, Yuan Z. 2013b. Scale- up

potential of cultivating Chlorella zofingiensis in piggery wastewater for biodiesel

production. Bioresource Technology 137: 318–325.

Page 45: HALAMAN JUDUL PEMANFAATAN NUTRIEN TERLARUT AIR …

41