hakikat pendidikan, pembelajaran dan sistem

594
: HAKIKAT PENDIDIKAN, PEMBELAJARAN DAN SISTEM PEMBELAJARAN DALAM KAITAN DENGAN SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DAN PARADIGMA PEMBAHASAN A. PENDIDIKAN DALAM UUD 1945 Pembukaan UUD Negara Republic Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa tujuan nasional adalah untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan , perdamaian abadi, dan keadilan social. Untuk mewujudkan tujuan nasional tersebut, pendidikan merupakan factor yang sangat menentukan. Selanjutnya, pasal 31 UU RI Tahun 1945 mengamanatkan bahwa 1. Setiap warga Negara berhak mendapat pendidikan 2. Setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya 3. Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu system pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan UU. 4. Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan dan belanja Negara serta dari

Upload: opyck-to-mario

Post on 26-Oct-2015

772 views

Category:

Documents


11 download

TRANSCRIPT

Page 1: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

: HAKIKAT PENDIDIKAN, PEMBELAJARAN DAN SISTEM

PEMBELAJARAN DALAM KAITAN DENGAN SISTEM

PENDIDIKAN NASIONAL DAN PARADIGMA

PEMBAHASAN

A. PENDIDIKAN DALAM UUD 1945

Pembukaan UUD Negara Republic Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa tujuan nasional

adalah untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan

kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia

berdasarkan kemerdekaan , perdamaian abadi, dan keadilan social. Untuk mewujudkan tujuan

nasional tersebut, pendidikan merupakan factor yang sangat menentukan. Selanjutnya, pasal 31 UU

RI Tahun 1945 mengamanatkan bahwa

1. Setiap warga Negara berhak mendapat pendidikan

2. Setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya

3. Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu system pendidikan nasional, yang

meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan

kehidupan bangsa, yang diatur dengan UU.

4. Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran

pendapatan dan belanja Negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk

memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional

5. Pemerintah memajukan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-

nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat

manusia.

Salah satu amanat UUD RI Tahun 1945 tersebut kemudian diatur lebih lanjut dalam UU No

20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang memiliki Visi terwujudnya system

pendidikan sebagai pranata social yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga

Negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif

menjawab tantangan saman yang selalu berubah.

Page 2: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

B. PENDIDIKAN DALAM GBHN

Dalam rangka peningkatan kulitas mutu pendidikan di Indonesia, berbagai upaya telah

dilakukan pemerintah baik dalam bentuk kebijakan maupun inovasi yang dicetuskan. Kebijakan-

kebijakan yang dilakukan pemerintah antara lain:

1. Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu

tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia menuju terciptanya manusia Indonesia berkualitas tinggi

dengan peningkatan anggaran pendidikan secara berarti.

2. Meningkatkan kemampuan akademik dan profesional serta meningkatkan jaminan

kesejahteraan tenaga kependidikan sehingga tenaga pendidik mampu berfungsi secara

optimal terutama dalam peningkatan pendidikan watak dan budi pekerti agar dapat

mengembalikan wibawa lembaga dan tenaga kependidikan.

3. Melakukan pembaruan sistem pendidikan termasuk pembaruan kurikulum, berupa

diversifikasi kurikulum untuk melayani keragaman peserta didik, penyusunan kurikulum

yang berlaku nasional dan local sesuai dengan kepentingan setempat, serta diversifikasi jenis

pendidikan secara profesional

4. Memberdayakan lembaga pendidikan baik sekolah maupun luar sekolah sebagai pusat

pembudayaan nilai, sikap, dan kemampuan, serta meningkatkan partisipasi keluarga dan

masyarakat yang didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai.

5. Melakukan pembaruan dan pemantapan system pendidikan nasional berdasarkan prinsip

desentralisasi, otonomi keilmuan, dan manajemen.

6. Meningkatkan kualitas lembaga pendidikan yang diselenggarakan baik oleh masyarakat

maupun pemerintah untuk memantapkan system pendidikan yang efektif dan efisien dalam

menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.

7. Mengembangkan kualitas sumber daya manusia sedini mungkin secara terarah, terpadu, dan

menyeluruh melalui berbagai upaya proaktif dan reaktif oleh seluruh komponen bangsa agar

generasi muda dapat berkembang secara optimal disertai dengan hak dukungan dan

lindungan sesuai dengan potensinya.

Page 3: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

C. PENDIDIKAN DALAM STANDAR NASIONAL PENDIDKAN (SNP)

Bab I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam undang-undang SNP yang dimaksud dengan:

1. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri kepribadian kecerdasan, akhlak mulia, serta

keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

2. Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan pancasila dan UUD 1945 yang

berakar pada nilai nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan

perubahan saman.

3. Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait

secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.

4. Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui

proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.

5. Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk

menunjang penyelenggaraan pendidikan.

6. Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor,

pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator dan sebutan lain yang sesuai dengan

kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.

7. Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi diri

dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan.

8. Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat

perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan.

9. Jenis pendidikan adalah kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan suatu

satuan pendidikan.

Page 4: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

10. Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan

pada jalur formal, nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan.

11. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas

pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.

12. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan diluar pendidikan formal yang dapat

dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang

13. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.

14. Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak

lahir sampai dengan usia 6 tahun yng dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan

untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki

kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

15. Pendidikan jarak jauh adalah pendidikan yang peserta didiknya terpisah dari pendidik dan

pembelajarannya mengunakan berbagai sumber belajar melalui teknologi komunikasi,

informasi, dan media lain

16. Pendidikan berbasis manyarakat adalah penyelenggaraan pendidikan berdasarkan kekhasan

agama, social, budaya, aspirasi, dan potensi masyarakat sebagai perwujudan pendidikan dari,

oleh, dan untuk masyarakat.

17. Standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang system pendidikan diseluruh

wilayah hukum Negara Kesatuan RI.

18. Wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh warga Negara

Indonesia atas tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah.

19. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan

pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelengaraan kegiatan pembelajaran

untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

20. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada

suatu lingkungan belajar

21. Evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu

pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis

pendidikan sebagai bentuk pertanggung jawaban penyelengaraan pendidikan.

22. Akreditasi adalah kegiatan penilaian kelayakan program dalam satuan pendidikan berdasarkan

kriteria yang telah ditetapkan.

23. Sumber daya pendidikan adalah segala sesuatu yng dipergunakan dalam penyelenggaraan

pendidikan yang meliputi tenaga kependidikan, masyarakat, dana, sarana dan prasarana.

Page 5: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

24. Dewan pendidikan adalah lembaga mandiri yang beranggotakan berbagai unsur masyarakat

yang peduli pendidikan.

25. Komite sekolah/ madrasah adalah lembaga mandiri yang beranggotakan orang tua/ wali

peserta didik, komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan.

26. Warga Negara adalah warga Negara Indonesia baik yang tinggal di wilayah Negara kesatuan

republic Indonesia maupun di luar wilaya Negara kesatuan republik Indonesia.

27. Masyarakat adalah kelompok warga Negara Indonesia Non-pemerintah yang mempunyai

perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan.

28. Pemerintah adalah pemerintah pusat.

29. Pemerintah daerah adalah pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten atau pemerintah kota

30. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab dalam bidang pendidikan nasional.

Bab II

DASAR, FUNGSI DAN TUJUAN

Pasal 2

Pendidikan nasional berdasarkan pancasila dan UUD Negara Republik Indonesi Tahun 1945.

Pasal 3

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban

bangsa yang bermartabad dalam rangka mencerdaskan kehdupan bangsa bertujuan untuk

berkembangnya potensi peseta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada

Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga

Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Bab III

PRINSIP PENYELENGARAAN PENDIDIKAN

Pasal 4

1. Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif

dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai cultural, dan

kemajemukan bangsa.

Page 6: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

2. Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistematik dengan system terbuka dan

multi makna.

3. Pendidikan diselengarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta

didik yang berlangsung sepanjang hayat.

4. Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan

mengembangkan kretifitas peserta didik dalam proses pembelajaran

5. Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan

berhitung bagi segenap warga masyarakat.

6. Pendidikan diselengarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui

peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.

Bab IV

HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA,

ORANG TUA, MASYARAKAT,

DAN PEMERINTAH

Bagian Kesatu

Hak dan Kewajiban Warga Negara

Pasal 5

1. Setiap warga Negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang

bermutu.

2. Warga Negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan / atau social

berhak memperoleh pendidikan khusus.

3. Warga Negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil

berhak memperoleh pendidikan layanan khusus.

4. Warga Negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh

pendidikan khusus.

5. Tiap warga Negara berhak mendapat kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat.

Pasal 6

1. Setiap warga Negara yang berusia 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar.

Page 7: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

2. Setiap warga Negara bertanggung jawab terhadap keberlangsungan penyelenggaraan

pendidikan.

Bagian Kedua

Hak dan Kewajiban Orang Tua

Pasal 7

1. Orang tua berhak berperan serta dalam memilih satuan pendidikan dan memperoleh informasi

tentang perkembangan pendidikan anaknya.

2. Orang tua dari anak usia wajib belajar, berkewajiban memberikan pendidikan dasar kepada

anaknya.

Bagian ketiga

Hak dan Kewajiban Masyarakat

Pasal 8

Masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi

program pendidikan.

Pasal 9

Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan.

Bagian Keempat

Hak dan Kewajiban Pemerintah dan

Pemerintah Daerah

Pasal 10

Pemerintah dan pemerintah daerah berhak mengarahkan, membimbing, membantu, dan mengawasi

penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 11

1. Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta

menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga Negara tanpa

diskriminasi.

2. Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya

pendidikan bagi setiap warga Negara yang berusia 7 sampai 15 tahun.

Page 8: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Bab V

PESERTA DIDIK

Pasal 12

1. Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak:

a. mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan

oleh pendidik yang seagama

b. mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuan

c. mendapatkan beasiswa bagi yang berprestasi yang orang tuanya tidak mampu

membiayai pendidikan

d. mendapatkan biaya pendidikan bagi mereka yang orang tuanya tidak mampu

membiayai pendidikan

e. pindah ke program pendidikan pada jalur dan satuan pendidikan lain yang setara

f. menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing

dan tidak menyimpang dari ketentuan batas waktu yang ditetapkan

2. Setiap peserta didik berkewajiban:

a. menjaga norma-norma pendidikan untuk menjamin keberlangsungan proses dan

keberhasilan pendidikan

b. ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan kecuali bagi peserta didik yang

dibebaskan dari kewajiban tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan

yang berlaku

3. Warga Negara asing dapat menjadi peserta didik pada satuan pendidikan yang

diselenggarakan dalam wilayah Negara kesatuan republic Indonesia

4. Ketentuan mengenai hak dan kewajiban peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat 1,

ayat 2, dan ayat diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

D. PENDIDIKAN DALAM UNDANG-UNDANG STANDAR PENDIDIKAN NASIONAL

Bab I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam peraturan pemerintah ini yang dimaksud dengan:

Page 9: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

1. standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang system pendidikan diseluruh

wilayah hukum Negara kesatuan republic Indonesia

2. pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas

pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi

3. pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan diluar pendidikan formal yang dapat dila-

ksanakan secara terstruktur dan berjenjang

4. standar kompetensi lulusan adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencangkup sikap,

pengetahuan, dan keterampilan

5. standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam

kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran

dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis

pendidikan tertentu.

6. standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan

penbelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan.

7. standar pendidik dan tenaga kependidikan adalah kriteria pendidikan prajabatan dan

kelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan.

8. standar sarana dan prasarana adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan

kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolah raga, tempat beribadah, perpustakaan,

laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber

belajar lain, yang diperlukan iuntuk menunjang proses pembelajaran, termasuk pengunaan

teknologi informasi dan komunikasi.

9. standar pengelolahan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan

perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan kegiakan pendidikan pada tingkat satuan

pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, atau nasional agar tercipta efisiensi dan efektivitas

penyelenggaraan pendidikan

10. Standar pembiayaan adalah standar yang mengatur komponen dan besarnya biaya oprasi

satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun.

11. standar penilaian pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan

mekanisme, prosedur, dan instrument penilaian hasil belajar peserta didik

12. biaya operasi satuan pendidikan adalah bagian dari dana pendidikan yang diperlukan untuk

membiayai kegiatan operasi satuan pendidikan agar dapat berlangsungnya kegiatan

pendidikan yang sesuai standar nasional pendidikan secara teratur dan berkelanjutan

Page 10: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

13. kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan

pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan

pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu

14. kerangka dasar kurikulum adalah rambu-rambu yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah

ini untuk dijadikan pedoman dalam penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan

silabusnya pada setiap satuan pendidikan.

15. Kurikulum tingkat satuan pendidikan adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan

dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan.

16. peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri

melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu

17. penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian

hasil belajar peserta didik

18. evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu

pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis

pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan

19. ulangan adalah proses yang dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik

sebagai pengakuan prestasi belajar dan/atau penyelesaian dari suatu satuan pendidikan

20. ujian adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik

sebagai pengakuan prestasi belajar dan/atau penyelesaian dari suatu satuan pendidikan

21. akreditasi adalah kegiatan penilaian kelayakan program dan/atau satuan pendidikan

berdasarkan kriteria yang telah ditetapakan

22. Badan Standar Nasional Pendidikan yang selanjutnya disebut BSNP adalah badan mandiri

dan independent yang bertugas mengembangkan, memantau pelaksanaan, dan mengevaluasi

standar nasional pendidikan

23. departeman adalah departeman yang bertanggung jawab di bidang pendidikan

24. lembaga penjaminan mutu pendidikan yang selanjutnya disebut LPMP adalah unit pelaksana

teknis departemen yang berkedudukan di provinsi dan bertugas untuk membantu pemerintah

daerah dalam bentuk supervisi, bimbingan, arahan, saran, dan bantuan teknis kepada satuan

pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan nonformal, dalam berbagai upaya

penjaminan mutu satuan pendidikan untuk mencapai standar nasional pendidikan.

25. badan akreditasi nasional sekolah/ madrasah yang selanjutnya disebut BAN-S/M adalah

badan evaluasi mandiri yang menetapkan kelayakan program dan / atau satuan pendidikan

Page 11: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

jenjang pendidikan dasar dan menengah jalur formal dengan mengacu pada standar nasional

pendidikan.

26. badan akreditasi nasional pendidikan nonformal yang selanjutnya disebut BAN-PNF adalah

badan evaluasi mandiri yang menetapkan kelayakan program dan / atau satuan pendidikan

jalur pendidikan nonformal dengan mengacu pada standar nasional pendidikan

27. badan akreditasi nasional perguruan tinggi yang selanjutnya disebut BAN-PT adalah badan

evaluasi mandiri yang menetapkan kelayakan program dan / atau satuan pendidikan pada

jenjang pendidikan tinggi dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.

28. menteri adalah Menteri yang menangani urusan pemerintahan di bidang pendidikan

E. PENDIDIKAN DALAM UNDANG-UNDANG GURU DAN DOSEN

Dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia menjelang era industri dan teknologi,

program-program pendidikan harus dicipta berdasarkan system pendidikan yang fleksibel dan relevan

dengan kebutuhan berbagai sektor pembangunan.

Untuk itu pemerintah mulai melaksanakan program sertifikasi pendidik paling lama 12 bulan

terhitung sejak berlakunya undang-undang guru dan dosen. Guru yang belum memiliki kualifikasi

akademik dan sertifikat pendidik wajib memenuhi kualifikasi akademik dan sertifikat pendidikan

paling lama 10 tahun sejak berlakunya undang-undang guru dan dosen

F. UNDANG-UNDANG GURU DAN DOSEN

Dalam proses pendidikan terdapat 2 komponen utama yaitu pendidik dan anak didik. Pendidik

dalam proses pendidikan formal disebut guru. Tanpa guru pendidikan akan berjalan timpang, karena

guru merupakan orang kunci dalam proses pelaksanaan pendidikan. Guru sangat berperan penting

dalam proses pelaksanaan pendidikan, karena guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional

pada jenjang pendidikan dasar, menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan

formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pengakuan kedudukan guru

sebagai tenaga profesional dibuktikan dengan sertifikat pendidik.

Kedudukan guru sebagai tenaga profesional berfungsi untuk meningkatkan martabat dan

peran guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.

Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem

Page 12: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi

peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis

dan bertanggung jawab.

Selain mempunyai kedudukan fungsi serta tujuan yang sangat penting dalam proses

pelaksanaan pendidikan, guru juga memiliki prinsip-prinsip profesionalitas, antara lain:

1. Profesi guru dan profesi dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan

berdasarkan prinsip sbb:

a. memiliki bakat, minat, panggilan jiwa dan idealisme

b. memilki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak

mulia

c. memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas

d. memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas

e. memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan

f. memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja

g. memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan

belajar sepanjang hayat

h. memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan

i. memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan

dengan tugas keprofesionalan guru.

2. pemberdayaan profesi guru atau pemberdayaan profesi dosen diselenggarakan melalui

pengembangan diri yang dilakukan secara demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif, dan

berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural,

kemajemukan bangsa, dan kode etik profesi.

Sebagai guru yang profesional, guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi,

sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan

pendidikan nasional. Kualifikasi akademik diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana atau

program diploma 4. Kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik , kompetensi kepribadian,

kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Sertifikat

pendidik diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan. Sertifikasi pendidik

diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang

terakreditasi dan ditetapkan oleh pemerintah. Sertifikasi pendidik dilaksanakan secara objetif,

Page 13: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

transparan ,dan akuntabel. Setiap orang yang telah memperoleh sertifikat pendidik memiliki

kesempatan yang sama untuk di angkat menjadi guru pada satuan pendidikan tertentu

BAB I

DASAR PENDIDIKAN DALAM KONSEP DAN MAKNA BELAJAR

A. Konsep Dasar Pendidikan

Pendidikan bagi sebagian besar orang, berarti berusaha membimbing anak untuk menyerupai

orang dewasa, sebaliknya bagi Jean Piaget (1896) pendidikan berarti menghasilkan, mencipta,

sekalipun tidak banyak, sekalipun suatu penciptaan dibatasi oleh pembandingan dengan penciptaan

yang lain. Menurut Jean Piaget pendidikan sebagai penghubung dua sisi, disatu sisi individu yang

sedang tumbuh dan disisi lain nilai sosial, intelektual, dan moral yang menjadi tanggung jawab

pendidik untuk mendorong individu tersebut. Individu berkembang sejak lahir dan terus berkembang,

perkembangan ini bersifat kausal. Namun terdapat komponen normatif, juga karena pendidik

menuntut nilai. Nilai ini adalah norma yang berfungsi sebagai penunjuk dalam mengidentifikasi apa

yang diwajibkan, diperbolehkan, dan dilarang. Jadi, pendidikan adalah hubungan normatif antara

individu dan nilai.

Pandangan tersebut memberi makna bahwa pendidikan adalah segala situasi hidup yang

mempengaruhi pertumbuhan individu sebagai pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala

lingkungan dan sepanjang hidup. Dalam arti sempit pendidikan adalah pengajaran yang

diselenggarakan umumnya di sekolah sebagai lembaga pendidikan formal. Sedangkan para ahli

psikologi memandang pendidikan adalah pengaruh orang dewasa terhadap anak yang belum dewasa

agar mempunyai kemampuan yang sempurna dan kesadaran penuh terhadap hubungan-hubungan dan

tugas-tugas sosialnya dalam bermasyarakat.

Ilmu pendidikan disebut juga pedagogik, yang merupakan terjemahan dan bahasa Inggris

yaitu “pedagogics”. Pedagogics sendiri berasal dan bahasa Yunani yaitu “pals” yang artinya anak,

dan “again” yang artinya membimbing. Poerbakwatja dan Harahap (1982:254) mengemukakan

pedagogik mempunyai dua arti yaitu: (1) peraktek, cara seseorang mengajar; dan (2) ilmu

pengetahuan mengenai prinsip-prinsip dan metode mengajar, membimbing, dan mengawasi pelajaran

yang disebut juga pendidikan. Dan pengertian itu dapat dipahami bahwa pendidikan mengandung

pengertian “bimbingan yang diberikan kepada anak” yaitu bimbingan tentang suatu mata pelajaran

yang diberikan oleh guru pada peserta didik secara formal.

Orang yang memberikan bimbingan kepada anak disebut pembimbing atau “pedagog”, dalam

perkembangannya, istilah pendidikan (pedagogy) berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan

Page 14: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

kepada anak oleh orang dewasa secara sadar dan bertanggung jawab. Bimbingan dan pertolongan ini,

baik mengenai aspek jasmaniahnya maupun aspek rohaniahnya menuju ke tingkat kedewasaan anak.

Jika anak telah mencapai dewasa dalam anti jasmaniah dan rohaniah, maka berarti pendidikan itu

telah selesai. Dalam dunia pendidikan kemudian tumbuh konsep pendidikan seumur hidup (4feiong

education), yang berarti pendidikan berlangsung sampai mati, yaitu pendidikan berlangsung seumur

hidup dalam setiap saat selama ada pengaruh lingkungan.

Maka, pengertian pendidikan menjadi semakin luas, yang berarti setelah anak dewasa tetap

masih dalam proses pendidikan. Akan tetapi sifat pendidikannya berbeda dengan sebelum mencapai

kedewasaan. Batasan pendidikan yang dibuat para ahli tampak begitu beraneka ragam, dan

kandungannya juga berbeda antara yang satu dengan yang lain. Perbedaan tersebut amat dipengaruhi

oleh orientasi dan konsep dasar yang dipergunakan oleh para ahli tersebut sebagai aspek yang

menjadi tekanan dan falsafah yang melandasinya. Untuk memberi pemahaman akan batasan

pendidikan berikut ini di kemukakan sejumlah batasan pendidikan yang di kemukakan para ahli

yaitu:

1. Pendidikan ialah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam

usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan (Kainus Besan Bahasa

Indonesia, 1991).

2. Dalam pengertian yang sempit pendidikan berarti perbuatan atau proses perbuatan untuk

memperoleh pengetahuan (McLeod, 1989).

3. Pendidikan ialah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan

sepanjang hidup serta pendidikan dapat diartikan sebagai pengajaran yang diselenggarakan di

sekolah sebagai lembaga pendidikan formal (Mudyahardjo, 2001:6).

4. Dalam pengertian yang agak luas pendidikan diartikan sebagai sebuah proses dengan metode-

metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cam bertingkah laku

yang sesuai dengan kebutuhan (Muhibinsyah, 2003:10).

5. Pendidikan berarti tahapan kegiatan yang bersifat kelembagaan (seperti sekolah dan madrasah)

yang dipergunakan untuk menyempurnakan perkembangan individu dalam menguasai

pengetahuan, kebiasaan.. sikap, dan sebagainya (Dictionary of Psychology, 1972).

6. Dalam anti luas pendidikan meliputi semua perbuatan dan usaha daii generasi tua untuk

mengalihkan pengetahuannya, pengalamannya, kecakapannya, dan keterampilannya kepada

generasi muda sebagai usaha menyiapkannya agan dapat memenuhi fungsi hidupnya baik

jasmaniah maupun rohaniah. Antinya pendidikan adalah usaha secara sengaja dan orang dewasa

untuk dengan pengaruhnya meningkatkan si anak ke kedewasaan yang selalu diartikan mampu

Page 15: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

menimbulkan tanggung jawab moril dan segala perbuatannya (Poerbakawatja dan Harahap,

1981).

7. Menurut John Dewey pendidikan merupakan proses pembentukan kemampuan dasar yang

fundamental, baik menyangkut daya pikir atau daya intelektual, maupun daya emosional atau

perasaan yang diarahkan kepada tabiat manusia dan kepada sesamanya.

8. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UUSPN No. 20 tahun

2003).

Jadi pendidikan dapat dimaknai sebagai proses mengubah tingkah laku anak didik agar

menjadi manusia dewasa yang mampu hidup mandiri dan sebagai anggota masyarakat dalam

lingkungan alam sekitar dimana individu itu berada. Pendidikan tidak hanya mencakup

pengembangan intelektualitas saja, akan tetapi lebih ditekankan pada proses pembinaan kepribadian

anak didik secara menyeluruh sehingga anak menjadi lebih dewasa. Dan uraian dan pengertian

pendidikan di atas disimpulkan bahwa pada dasarnya pendidikan adalah usaha manusia (pendidik)

untuk dengan penuh tanggung jawab membimbing anak-anak didik menjadi kedewasaan.

Dilihat dari sudut proses bahwa pendidikan adalah proses dalam rangka mempengaruhi

peserta didik supaya mampu menyesuaikan diri sebaik mungkin dengan lingkungannya dan yang

akan menimbulkan perubahan pada dirinya yang memungkinkan sehingga berfungsi sesuai

kompetensinya dalam kehidupan masyarakat. Dilihat dan sudut pengertian atau definisi, dengan

demikian pendidikan itu ialah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat dan pemerintah

melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan yang berlangsung di sekolah dan luar

sekolah. Usaha sadar tersebut dilakukan dalam bentuk pembelajaran dimana ada pendidik yang

melayani para siswanya melakukan kegiatan belajar, dan pendidik menilai atau mengukur tingkat

keberhasilan belajar siswa tersebut dengan prosedur yang ditentukan.

1. Hakikat dan Teori Pendidikan

Sebuah teori adalah sebuah sistem konsep-konsep yang terpadu, menerangkan, dan

memprediksi. Mudyahardjo (2001:91) menegaskan bahwa sebuah teori berisi konsep-konsep, ada

yang berfungsi sebagai: (1) asumsi atau konsep-konsep yang menjadi dasar/titik tolak pemikiran

sebuah teori; dan (2) definisi konotatif atau denotatif atau konsep-konsep yang menyatakan makna

dan istilah-istilah yang dipergunakan dalam menyusun teori. Sebuah teori pendidikan adalah sebuah

sistem konsep-konsep yang terpadu, menerangkan dan prediktif tentang peristiwa-peristiwa

Page 16: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

pendidikan. Teori pendidikan ada yang berperan sebagai asumsi atau titik tolak pemikiran pendidikan

dan ada yang berperan sebagai definisi menerangkan makna. Asumsi pokok pendidikan adalah: (1)

pendidikan adalah aktual, artinya pendidikan bermula dari kondisi-kondisi aktual dan individu yang

belajar dan lingkungan belajarnya; (2) pendidikan adalah normatif, artinya pendidikan tertuju pada

mencapai hal-hal yang baik atau norma-norma yang baik; dan (3) pendidikan adalah suatu proses

pencapaian tujuan, artinya pendidikan berupa serangkaian kegiatan bermula dan kondisi-kondisi

aktual dan individu yang belajar, tertuju pada pencapaian individu yang diharapkan.

Gambaran pendidikan dilihat dari teori pendidikan secara faktual adalah aktivitas sekelompok

orang dan guru yang melaksanakan kegiatan pendidikan untuk orang-orang muda dan secara

perspektif memberi petunjuk bahwa pendidikan adalah muatan, arahan, pilihan yang telah ditetapkan

sebagai wahana pengembangan masa depan anak didik yang tidak terlepas dan keharusan kontrol

manusia. Pemahaman mengenai pendidikan mengacu pada konsep tersebut menggambarkan bahwa

pendidikan seperti sifat sasarannya yaitu manusia, mengandung banyak aspek dan sifatnya sangat

kompleks. Karena si1tnya yang demikian kompleks itu, maka tidak suatu batasan pun yang cukup

memadai untuk menjelaskan anti pendidikan secara lengkap.

Pendidikan menurut Charles E. Silberman tidak sama dengan pengajaran, karena pengajaran

hanya menitikberatkan pada usaha mengembangkan intelektualitas manusia. Sedangkan pendidikan

berusaha mengembangkan seluruh aspek kepribadian dan kemampuan manusia, baik dilihat dan

aspek kognitif, apektif, dan psikomotor. Pendidikan mempunyai makna yang lebih luas dan

pengajaran, tetapi pengajaran merupakan sarana yang ampuh dalam menyelenggarakan pendidikan.

Jadi pengajaran merupakan bagian dan pendidikan, mengacu pada konsep yang lebih luas dan

lintas kultural masyarakat Indonesia yang demikian majemuknya, maka usaha sadar memberi makna

bahwa pendidikan diselenggarakan berdasarkan rencana yang matang, mantap, jelas, dan lengkap,

menyeluruh, rasional, dan obyektif menjadikan peserta didik menjadi warga negara yang baik.

Pernyataan secara filosofis apa itu pendidikan harus diangkat pada level konsep yang tinggi, sehingga

terlepas dan pengertian yang hanya melihat pendidikan sebagai kegiatan belajar mengajar saja dan

suatu usaha membantu orang lain menjadi manusia terdidik, dan ini muncul sebagai fenomena sosial.

Secara prinsip pernyataan filosofis harus memberi identitas pada pendidikan yang berbeda dengan

yang lain bersifat “cross culture”. Artinya bahwa kita melihat pendidikan itu dengan konsep yang

lebih luas dan lintas kukural yang memandang manusia sebagai bagian dan masyarakat sosial yang

secara akumulatif mempengaruhi proses pendidikan. Ada berbagai rumusan yang di kemukakan

untuk memahami apa itu pendidikan, di antaranya ada yang melihat dan berbagai sudut pandang

keilmuan tertentu seperti pandangan:

Page 17: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

1. Sosiologik memandang pendidikan dan aspek sosial, yaitu mengartikan pendidikan sebagai usaha

pewarisan dan generasi ke generasi. Pandangan tradisi sosial selama mi melihat bahwa

pendidikan itu bertujuan agar orang lain menjadi terdidik, dan untuk menjadi terdidik mereka

harus belajar. Ini terkait dengan persoalan pengajaran dan pendidikan yang memang berbeda

sebab pengajaran juga bisa dilakukan pada binatang. Sebagai sistem sosial, pendidikan

merupakan sistem terbuka, yang oleh Katz dan Kakn, dibataskan sebagai sistem yang

memperoleh masukan dan lingkungan.

2. Antrophologik memandang pendidikan adalah enkulturasi yaitu proses pemindahan budaya dan

generasi ke generasi. Jadi antrophologik memandang pendidikan dan aspek budaya, yaitu

mengartikan pendidikan sebagai usaha pemindahan pengetahuan dan nilai-nilai kepada generasi

berikutnya.

3. Psikologik memandang pendidikan dan aspek tingkah laku individu, yaitu mengartikan

pendidikan sebagai perkembangan kapasitas individu secara optimal. Pendidikan sebagai suatu

sistem adalah suatu keseluruhan karya insani yang terbentuk dan bagian-bagian yang mempunyai

hubungan fungsional dalam membantu terjadinya proses transformasi atau perubahan tingkah

laku seseorang sehingga mencapai kualitas hidup yang diharapkan. Psikologi menurut Woodward

dan Marquis (1955:3) adalah studi tentang kegiatan-kegiatan atau tingkah laku individu dalam

keseluruhan ruang hidupnya. Konsep-konsep psikologi tentang individu menjadi dasar

pelaksanaan proses kegiatan belajar mengajar.

4. Ekonomi, yaitu memandang pendidikan sebagai usaha penanaman modal insani (human capital)

yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu bangsa. Winardi (1989:177) menegaskan

bahwa ekonomika adalah studi tentang upaya manusia memperoleh kemakmuran materiil.

manusia. Konsep ekonomi menjadi dasar atau landasan pendidikan, karena itu kondisi ekonomi

mempengaruhi kemampuan dan kegiatan pendidikan

5. Politik yang melihat pendidikan adalah proses menjadi warga negara yang diharapkan (civilisasi)

sebagai usaha pembinaan kader bangsa yang tangguh. Konsep politik menjadi dasar

penyelenggaraan sistem pendidikan makro nasional. Oleh karena itu pendidikan bagi warga

negara mempunyai kedudukan dan peranan yang penting bagi suatu bangsa dalam membangun

bangsa. Sebagaimana telah diketahui bahwa politik melibatkan aktivitas dan hubungan kelompok-

kelompok yang berpengaruh terhadap keputusan pemerintahan. Karena itu politik dimaknai

sebagai pembentukan dan aksi-aksi koalisi (kelompok-kelompok) yang bertujuan untuk

mempengaruhi nilai (tujuan) yang mana yang akan diimplementasikan pemerintah.

Page 18: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Pendidikan selalu dapat dibedakan menjadi teori dan praktek, teori pendidikan adalah

pengetahuan tentang makna dan bagaimana seyogianya pendidikan itu dilaksanakan, sedangkan

praktek adalah tentang pelaksanaan pendidikan secara konkretnya. Teori dan praktek itu seyogianya

tidak dipisahkan, siapa yang berkecimpung di bidang pendidikan sebaiknya menguasai kedua hal itu.

Pengajaran dalam kenyataannya akan dapat mencapai sasaran bila dilandasi teori tertentu. Pengajaran

itu pada hakekatnya proses komunikasi, maka perlu dikuasai teori komunikasi yang relevan.

Komunikasi berarti menyampaikan sesuatu kepada orang lain, hingga sesuatu tersebut terjadi

miliknya. Seorang guru setiap kali mengajar berusaha mengomunikasikan atau menyampaikan

dengan metode yang sesuai agar pokok bahasan yang dipilihnya dapat dikuasai menjadi milik siswa.

O’Connor berpendapat bahwa suatu teori pendidikan perlu memiliki syarat-syarat, seperti

logis yaitu memenuhi syarat-syarat untuk berpikir lurus dan benar, deskriptif atau penggambaran

berarti dipaparkan secara jelas, dan menjelaskan berarti memberikan penerangan (Bamadib. 1996:9).

Teori pendidikan menurut Patte tidak dapat disusun seperti teori dalam ilmu pengetahuan alam. Teori

pendidikan disusun sebagai latar belakang yang hakiki dan sebagai rasional dan praktek pendidikan

serta pada dasarnya bersifat direktif. Disusun sedemikian rupa dengan maksud untuk menemukan

sejumlah penemuan dalam praktek.

Istilah direktif memberi makna bahwa pendidikan itu mengarah pada tujuan yang pada

hakekatnya untuk mencapai kesejahteraan bagi subjek didik. Oleh karena pendidikan mempunyai

objek materi manusia, maka nilai-nilai yang berkenaan dengan kemanusiaan menjadi muatan dalam

teori pendidikan. Dalam teori pendidikan tentu menjadi pertimbangan penting pengertian dasar

tentang manusia seperti materialis-spiritual yaitu terbentuknya aku, historisitas adalah pertumbuhan

dan perkembangan individu secara kontinu dengan memperhatikan latar belakang keadaan sekarang

dan masa yang akan datang, sosialitas, etis yaitu terbentuknya keterkaitan struktur kejiwaan individu

dan tata pergaulan dengan nilai-nilai kesusilaan agar dapat dicapai ketentraman dan ketenangan, dan

religius yaitu manusia berhadapan dan berhubungan dengan penciptanya yaitu Tuhan seru sekalian

alam. Nilai adalah norma yang berfungsi sebagai penunjuk dalam mengidentifikasi apa yang

diwajibkan, diperbolehkan, dan dilarang.

Dengan adanya keterlibatan norma dan nilai, teori pendidikan mempunyai muatan tanggung

jawab moral dan pihak pendidik. Disamping itu, dalam hal tindakan pendidikan, teori pendidikan

perlu menggunakan referensi hubungan pribadi dengan pribadi. Anak sebagai sasaran pendidikan

adalah subjek pendidikan, anak adalah makhluk yang mempunyai pribadi, bebas. yang dalam

berbagai hal mampu menentukan pilihannya sendiri. Oleh karena itu rumusan teori pendidikan harus

memperhitungan adanya kebebasan pada makhluk, yaitu manusia itu sendiri. Namun demikian teori

Page 19: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

pendidikan menurut Barnadib (1996: 10) harus tetap memiliki kualitas direktif sebagai karya manusia

yang normatif.

Semula teori pendidikan itu sebagaimana dikatakan D. J. O’Connor hanyalah sebagai

penghargaan rasa hormat saja. Lebih lanjut O’Connor mengatakan bahwa teori pendidikan tidak

memiliki keterkaitan logis sebagai suatu rangkaian hipotesis dan gagal membentuk suatu paradigma

sebagai suatu teori ilmiah. Keterkaitan logis antara hipotesis akan mampu dicapai dengan

pengenalan-pengenalan abstrak dan konsep-konsep teori. Hipotesis individu dibentuk dan teori dan

kemudian direduksi dengan prinsip abstrak tinggi sehingga konsep ini berguna. Tetapi ini disangkal

oleh Langford yang berpendapat bahwa teori pendidikan tidaklah gagal menjadi suatu teori di dalam

bahasa ilmiah, kemudian persoalannya bukanlah gagal atau berhasil menjadi statu teori.

Hirst mengatakan bahwa sifat pelaksanaan dan teori pendidikan disuatu sisi itu adalah teori

dan barangkali bukan bagian dan pelaksanaan pendidikan. Sebab pendidikan mampu mengarahkan

pelaksanaan sekaligus memiliki nilai penghargaan dan itu merupakan kebenaran yang universal. Jadi

teori pendidikan yang dihasilkan adalah universal dan mampu menggiring pelaksanaan pendidikan

kemana-mana, mi tidak terkait pada pendidikan dalam konteks tradisional tetapi didesain untuk

pengajaran konteks tradisional. Kemudian ditegaskan kembali bahwa pendidikan dapat dimaknai

sebagai proses mengubah tingkah laku anak didik agar menjadi manusia dewasa yang mampu hidup

mandiri dan sebagai anggota masyarakat dalam lingkungan alam sekitar dimana individu itu berada.

Artinya pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan,

pengajaran, dan latihan baik yang dilaksanakan secara formal di sekolah maupun non-formal di luar

sekolah.

2. Hubungan Pendidikan dengan Pengajaran

Pertanyaan pokok dalam philosofi pendidikan ada dua; pertama, apa itu profesi dan yang-

kedua apa kekhususan pengajaran sebagai suatu profesi. Pernyataan berikutnya adalah “Apa itu

pendidikan”? Sebagaimana sering didengungkan bahwa hal mi merupakan suatu pertanyaan yang

lebih mengisolasikan antara pertimbangan individu sebagai partisan terhadap pertanyaan

pertimbangan kegiatan pengajaran sebagai suatu kelompok sosial. Kosekuensi dan pertanyaan “Apa

itu pendidikan” dan “Apa itu pengajaran” adalah apakah pertanyaan itu berusaha memisahkan atau

penggabungan pendidikan dan pengajaran menjadi suatu kesatuan.

Boleh saja pertanyaan itu diajukan sebagaimana ditemukan kenyataan bahwa ada keterkaitan

antara pendidikan dan pengajaran, tetapi tidaklah begitu penting merujuk pendidikan sebagai bagian

dan definisi pengajaran. Pada dasarnya “mengajar” adalah membantu (mencoba membantu)

seseorang untuk mempelajari sesuatu dan apa yang dibutuhkan dalam belajar itu tidak ada

Page 20: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

kontribusinya terhadap pendidikan orang yang belajar. Misalnya: orang mengajari anjingnya untuk

berjalan dengan tumitnya, mengajari temannya bermain gasing atau mengajari anaknya merangkai

bunga membentuk rantai tanpa memikirkan kontribusinya pada pendidikan mereka.

Artinya mengajar pada hakekatnya suatu proses, yakni proses mengatur, mengorganisasi

lingkungan yang ada disekitar siswa sehingga menumbuhkan dan mendorong siswa belajar. Jawaban

terhadap pertanyaan “apa itu pendidikan”, hanya muncul dalam kesepakatan terhadap kegiatan

profesional pengajar itu dan tidak diperoleh dan sifat kegiatan yang bersifat abstrak. Produk yang

ingin dihasilkan melalui proses pendidikan adalah output yang memiliki kemampuan melaksanakan

perannya dimasa yang akan datang. - Hal mi akan dapat terwujud jika dilakukan melalui proses

pengajaran dengan strategi pelaksanaan melalui: (1) bimbingan yaitu pemberian bantuan, arahan.

motivasi, nasihat dan penyuluhan agar siswa mampu mengatasi, memecahkan dan menanggulangi

masalahnya sendiri; (2) pengajaran yaitu bentuk kegiatan dimana terjamin hubungan interaksi dalam

proses belajar dan mengajar antara tenaga kependidikan dan peserta didik; dan (3) pelatihan yaitu

sama dengan pengajaran khususnya untuk mengembangkan keterampilan tertentu. Merekat boleh

melakukan atau tidak, tetapi walaupun mereka melakukan itu menurut Langford (1978) sangat

tergantung dengan sejauh mana pertimbangan untuk mengatakan bahwa mereka sedang mengajar

untuk suatu pendidikan.

Jika kesimpulan itu diterima seterusnya tidak perlu mengatakan bahwa ada keterkaitan antara

pendidikan dan pengajaran. Merujuk pada definisi di atas bahwa guru tidak perlu memikirkan bahwa

belajar itu sangat erat kaitannya dengan pendidikan anak didik. Tidak disangkal bahwa pendidikan

memiliki sedikit hubungan dengan pengajaran. Menurut Langford (1978) yang penting hubungan

yang relevan bukanlah antara pengajaran dengan pendidikan tetapi antara pengajaran sebagai suatu

profesi dengan pendidikan. Oleh sebab itu, bahwa belajar dimana guru sebagai kelompok profesi

pengajaran dicoba mengarahkan dan mendiskusikan peran pentingnya dalam pendidikan.

Gambaran umum tentang jenis kurikulum yang disiapkan untuk pendidikan guru menurut

Donald R. Cruickshank terdiri atas dua jenis utama, yaitu: (1) pendidikan umum (general education)

berisikan pengetahuan, nilai serta norma, yang diasumsikan berguna bagi tiap orang, baik untuk

pembentukan kepribadian maupun untuk pemberian bekal wawasan yang luas. Pengetahuan yang

dikembangkan sebagai dasar, pada awalnya ialah yang dikenal sejak dahulu sebagi tujuh kesenian

bebas (seven liberal arts) terdiri atas logika, gramatika, retorika, aritmetika, geometri, astronomi, dan

musik.

Komponen-komponen itu pada umumnya tidak lagi asli seperti digambarkan diatas, ada tambahan

dan perubahan di sana sini, namun tetap menggunakan pengelompokan yang sama. Tambahannya

Page 21: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

adalah tentang bidang studi seperti psikologi, sosiologi, ilmu alamiah dasar, dan bahasa-bahasa asing

modern; dan (2) pendidikan profesional (professional education) pendidikan profesional mengandung

arti pendidikan untuk profesi. Istilah yang menunjuk hal yang sama yang lazim digunakan untuk

pendidikan guru diantaranya pedagogik (pedagogy) dan ilmu mengajar (the science of teaching).

Guru dipandang sebagai seorang profesional karena memiliki pengetahuan yang memang hanya

dapat dikuasai dengan pendidikan tertentu, mampu secara mandiri mengambil keputusan, dan

mempunyai prestise tertentu dalam masyarakat (Bernadib, 1996:60). Berkaitan dengan komponen-

komponen pendidikan itu, guru menyampaikan sebagian nilai lebih banyak daripada nilai lainnya,

dan mengajukan sebagian pertanyaan yang lebih sulit daripada pertanyaan lainnya.

3. Fungsi Pendidikan

Ajaran bahwa proses mental harus dianggap sebagai sebagian fungsi atau aktivitas dan

organisme dalam penyesuaiannya dengan lingkungan. Prosesnya adalah proses biologis dan

merupakan dasar psikologis untuk pragmatisme dan instrumentalisme dalam filsafat. Suatu

pengertian yang menyatakan bahwa fungsi dan suatu organisme menentukan strukturnya dan bukan

sebaliknya. Dalam bidang pendidikan fungsionalisme ini menurut Poerbakawatja dan Harahap

(1982:115) adalah suatu usaha untuk menentukan struktur dan pendidikan atas dasar fungsi-fungsi

hidup di dalam masa sekarang dan masa depan.

Fungsi-fungsi itu dikenal sebagai kebutuhan-kebutuhan dan tugas-tugas perkembangan dan

disimpulkan dalam dua sumber yaitu: (1) pengalaman dan si anak plus suatu konsepsi tentang

perannya di dalam hidupnya; dan (2) kebudayaan. Fungsi pendidikan adalah menghilangkan segala

sumber penderitaan rakyat dan kebodohan dan ketertinggalan. Diasumsikan bahwa orang yang

berpendidikan akan terhindar dan kebodohan dan juga kemiskinan. karena dengan modal ilmu

pengetahuan dan keterampilan yang diperolehnya melalui proses pendidikan ia mampu mengatasi

berbagai problema kehidupan yang dihadapinya.

Kemampuan dan keterampilan yang dimiliki seseorang tentu sesuai tingkat pendidikan yang

diikutinya, semakin tinggi pendidikan seseorang, maka diasumsikan semakin tinggi pula

pengetahuan, keterampilan, dan kemampuannya. Hal ini menggambarkan bahwa fungsi pendidikan

dapat meningkatkan kesejahteraan, karena orang yang berpendidikan dapat terhindar dan kebodohan

maupun kemiskinan. Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa fungsi pendidikan adalah

membimbing anak ke arah suatu tujuan yang kita nilai tinggi. Pendidikan yang baik adalah usaha

yang berhasil membawa semua anak didik kepada tujuan itu.

Apa yang diajarkan hendaknya dipahami sepenuhnya oleh semua anak. UUSPN No. 20 tahun

2003 menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

Page 22: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

membentuk watak serta peradaban bangsa ,yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan

bangsa. Pendidikan ada akhirnya harus diajukan pada upaya mewujudkan sebuah masyarakat yang

ditandai adanya keluhuran budi dalam diri individu, keadilan dalam negara, dan sebuah kehidupan

yang lebih bahagia dan saleh dan setiap individunya.

B. Konsep dan Makna Belajar

1. Konsep Belajar

Belajar merupakan komponen ilmu pendidikan yang berkenaan dengan tujuan dan bahan

acuan interaksi, baik yang bersifat eksplisit maupun implisit (tersembunyi). Teori-teori yang

dikembangkan dalam komponen mi meliputi antara lain teori tentang tujuan pendidikan, organisasi

kurikulum, isi kurikulum, dan modul-modul pengembangan kurikulum. Kegiatan atau tingkah laku

belajar terdiri dan kegiatan psikhis dan fisis yang saling bekerja sama secara terpadu dan

komprehensif integral. Sejalan dengan itu, belajar dapat sebagai berusaha atau berlatih supaya

mendapat suatu implementasinya, belajar adalah kegiatan individu memperoleh pengetahuan,

perilaku dan keterampilan dengan cara mengolah bahan ajar. Para ahli psikologi dan guru-guru pada

umumnya memandang belajar kelakuan yang berubah, pandangan ini memisahkan pengertian Yang

tegas antara pengertian proses belajar dengan kegiatan yang semata-mata sifat hafalan.

Mempelajari dalam arti memahami fakta-fakta sama sekali berlainan dengan menghafalkan

fakta-fakta. Suatu program pengajar seharusnya memungkinkan terciptanya suatu lingkungan yang

memberi peluang untuk berlangsungnya proses belajar yang efektif. Oleh karena itu menurut Staton

(1978:9) seharusnya keberhasilan suatu program pengajaran diukur berdasarkan tingkatan perbedaan

cam berfikir, merasa dan berbuat sebelum dan sesudah memperoleh pengalaman-pengalaman belajar

dalam menghadapi situasi yang serupa. Dengan kata lain, bila suatu kegiatan belaj telah berhasil,

maka seharusnya berubah pulalah cara-cara pendekatan pelajar yang bersangkutan dalam

menghadapi tugas-tugas selanjutnya.

Untuk menangkap isi dan pesan belajar, maka dalam belajar tersebut individu menggunakan

kemampuan pada ranah-ranah: (1) kognitif yaitu kemampuan yang berkenaan dengan pengetahuan,

pena1ara atau pikiran terdiri dan kategori pengetahuan, pemahaman, penerapan, ana1y sintesis dan

evaluasi; (2) afektif yaitu kemampuan yang mengutamakan Prasaan, emosi, dan reaksi-reaksi yang

berbeda dengan penalaran yang terjadi penerimaan, partisipasi, penilaian/penentuan sikap,

01ganisasi, dan pembentukan pola hidup; dan (3) psikomotorik yaitu kemauan yang mengutamakan

keterampilan jasmani terdiri dan persepsi, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan kompleks,

Page 23: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

penyesuaian pada gerakan, dan kreatifitas. Orang dapat mengamati tingkah laku orang telah belajar

setelah membandingkan sebelum belajar.

Akibat belajar dan ketiga ranah mi akan makin bertambah baik. Arthur T. Jersild menyatakan

bahwa belajar adalah “modificatio of behavior through experience and training” yaitu perubahan atau

membawa akbat perubahan tingkah laku dalam pendidikan karena pengalaman dan latih atau karena

mengalami latihan. Dalam mengalami itu anak belajar terus menerus antara anak didik dengan

lingkungannya secara sadar dan sengaja. Belajar sebagai proses akan terarah kepada tercapainya

tujuan (goal oriented), dalam aspek ini dapat dilibat dan pihak siswa untuk mencapai sesuatu yang

berarti baginya maupun guru sesuai dengan tujuan. Belajar merupakan komponen paling vital dalam

setiap usaha penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan, sehingga tanpa proses belajar

sesungguhnya tidak pernah ada pendidikan. Belajar menurut Morgan (1978) adalah setiap perubahan

yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dan latihan atau pengalaman.

Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks, sebagai tindakan belajar

hanya dialami oleh siswa sendiri. Dimyati dan Mudjiono (1996:7) mengemukakan siswa adalah

penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar. Berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan

pendidikan amat tergantung pada proses belajar dan mengajar yang siswa dan pendidik baik ketika

pada siswa itu di sekolah maupun di lingkungan keluarganya sendiri.

Tiap ahli psikologi memberi batasan yang berbeda tentang belajar, atau terdapat keragaman

dalam cara menjelaskan dan mendefinisikan makna belajar (learning). Diantaranya dapat

dikemukakan yaitu Hilgard dan Marquis berpendapat bahwa belajar merupakan proses mencari ilmu

yang terjadi dalam diri seseorang melalui latihan, pembelajaran, dan sebagainya sehingga terjadi

perubahan dalam diri. James L. Mursell mengemukakan belajar adalah upaya yang dilakukan dengan

mengalami sendiri, menjelajahi, menelusuri, dan memperoleh sendiri.

Menurut Gage (1984) belajar adalah sebagai suatu proses dimana suatu organisma berubah

perilakunya sebagai akibat dan pengalaman. Sedangkan Henry E. Garret berpendapat bahwa belajar

merupakan proses yang berlangsung dalam jangka waktu lama melalui latihan maupun pengalaman

yang membawa kepada perubahan diri dan perubahan cara mereaksi terhadap Suatu perangsang

tertentu. Kemudian Lester D. Crow mengemukakan belajar ialah upaya untuk memperoleh

kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan, dan sikap-sikap. Belajar dikatakan berhasil manakala seseorang

mampu mengulangi kembali materi yang telah dipelajarinya, maka belajar Seperti ini disebut “rote

learning”. Kemudian jika yang telah dipelajari itu mampu disampaikan dan diekspresikan dalam

bahasa sendini, maka disebut “overlearning”.

Page 24: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Gagasan yang menyatakan bahwa belajar menyangkut perubahan dalam suatu organisma,

berarti belajar juga membutuhkan waktu dan tempat. Belajar disimpulkan terjadi, bila tampak tanda-

tanda bahwa perilaku manusia berubah sebagai akibat terjadinya proses pembelajaran. Perhatian

utama dalam belajar adalah perilaku verbal dan manusia, yaitu kemampuan manusia untuk

menangkap informasi mengenai ilmu pengetahuan yang diterimanya dalam belajar, untuk lebih

memahami pengertian belajar berikut mi dikemukakan secara ringkas pengertian dan makna belajar

menurut pandangan para ahli pendidikan dan psikologi.

a. Belajar Menurut Pandangan Skinner

Belajar menurut pandangan B. F. Skinner (1958) adalah suatu proses adaptasi atau

penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progressif. Belajar juga dipahami sebagai

suatu .perilaku, pada saat orang belajar, maka responsnya menjadi lebih baik. Sebaliknya bila ia tidak

belajar, maka responsnya menurun. Jadi belajar ialah suatu perubahan dalam kemungkinan atau

peluang terjadinya respons. Seorang anak belajar sungguh-sungguh dengan demikian pada waktu

ulangan siswa tersebut dapat menjawab semua soal dengan benar. Atas hasil belajarnya yang baik itu

dia mendapatkan nilai yang baik, karena mendapatkan nilai yang baik mi, maka anak akan belajar

lebih giat lagi. Nilai tersebut dapat merupakan “operant conditioning” atau penguatan

(reinforcement).

Mungkin juga terjadi selain diberi nilai baik, anak itu juga oleh guru diberi ganjaran atau

pujian. Keduanya yaitu pujian dan ganjaran dapat merupakan operant conditioning yang memiliki

banyak bentuk seperti tanda penghargaan, ijazah, medali, piala, beasiswa, dan lain yang semacamnya.

Secara tidak sadar, dalam belajar, berusaha, dan bekerja tujuan bukan lagi mengejar prestasi, tetapi

mengejar operant conditioning seperti hadiah, medali, dan sebagainya. Tokoh utama operant

conditioning ini adalah Skiner yang mengembangkan suatu program pengajaran yang dikenal dengan

nama pengajaran berprogram (programmed instruction).

Menurut Skiner dalam belajar ditemukan hal-hal berikut: (1) kesempatan terjadinya peristiwa

yang menimbulkan respons belajar; (2) respons si pelajar; dan (3) konsekwensi yang bersifat

menggunakan respons tersebut, baik konsekwensinya sebagai hadiah maupun teguran atau hukuman.

Dalam menerapkan teori Skinner, guru perlu memperhatikan dua hal yang penting yaitu (1)

pemilihan stimulus yang diskriminatif dan () penggunaan penguatan. Teori menekankan apakah guru

akan meminta respons ranah kognitif atau afektif. Skinner juga memikirkan tingkah laku sebagai

hubungan antara perangsang dan respons. Langkah-langkah pembelajaran berdasarkan teori

kondisionmg operan menurut Skinner adalah: (1) mempelajari keadaan kelas berkaitan dengan

perilaku siswa; (2) membuat daftar penguat positif, (3) memilih dan menentukan urutan tingkah laku

Page 25: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

yang dipelajari serta jenis penguatnya; dan (4) membuat program pembelajaran berisi urutan perilaku

yang dikehendaki, penguatan, waktu mempelajari perilaku, dan evaluasi.

Skinner berpendapat bahwa tujuan psikologi dalam pendidikan adalah normal dan mengontrol

tingkah laku dan menganggap “reward” atau “einforcement” sebagai faktor terpenting dalam proses

belajar. Skinner membagi dua jenis respon dalam proses belajar yakni: (1) respondents response yaitu

respon yang terjadi karena stimuli khusus, perangsang-perangsang yang demikian ini mendahului

respons yang ditimbulkannya; dan (2) operants conditioning dalam clasical conditioning

rnenggambarkan suatu situasi belajar dimana suatu respons dibuat lebih kuat akibat reinforcement

langsung yaitu respon yang terjadi karena situasi random. Dalam pengajaran operant onditioning

menjamin respon-respon terhadap stimuli. Seorang anak yang belajar telah melakukan perbuatan, dan

perbuatannya itu lalu mendapat hadiah, maka ia akan menjadi lebih giat belajar, yaitu respons-nya

menjadi lebih intensif dan kuat. Dalam kenyataan, respons jenis pertama sangat terbatas adanya pada

manusia. Sebaliknya operant response merupakan bagaimana terbesar dari tingkah laku manusia dan

kemungkinan untuk memodifikasinya hampir tidak terbatas. Oleh karena itu Skiner lebih

memfokuskan kepada respons atau jenis tingkah laku yang kedua ini.

Secara faktual menunjukkan bahwa respons jenis pertama (respondent) sangat terbatas adanya

pada manusia. Sebaliknya operant conditioning merupakan bagian terbesar dari tingkah laku manusia

dan kemungkinan untuk memodifikasinya hampir tidak terbatas. Oleh karena itu Skinner lebih

memfokuskan pada respons yang kedua. Prosedur pembentukan tingkah laku dalam operant

conditioning adalah: (1) mengidentifikasi hal-hal yang merupakan reinforcer bagi tingkah laku yang

akan dibentuk; (2) menganalisis dan selanjutnya mengidentifikasi komponen-komponen kecil yang

membentuk tingkah laku yang dimaksud; (3) berdasarkan urutan komponen-komponen itu Sebagai

tujuan sementara, mengidentifikasi reinforcer untuk masing-masing komponen itu; dan (4)

melakukan pembentukan tingkah laku, dengan menggunakan urutan komponen-komponen yang telah

disusun. Apabila murid tidak menunjukkan reaksi-reaksi terhadap stimuli, guru tak mungkin dapat

membimbing tingkah lakunya kearah tujuan behavior. Guru berperanan penting dalam kelas untuk

mengontrol dan mengarahkan kegiatan belajar ke arah tercapainya tujuan yang telah dirumuskan.

Jenis-jenis stimuli a1ialah: (1) positive reinforcement yaitu penyajian stimuli yang meningkatkan

probabilitas suatu respons; (2) negative reinforcement pembatasan stimuli yang tidak menyenangkan,

yang jika dihentikan akan mengakibatkan probabilitas respon; (3) hukurnan, yaitu pemberian

stimulus yang tidak menyenangkan; (4) primary reinforcement yaltu stimuli pemenuhan kebutuhan-

kebutuhan fisiologis; (5) secondary or learned reinforcement; dan (6) modifikasi tingkah laku guru,

yaitu perlakuan guru terhadap murid-murid berdasarkan minat dan kesenangan mereka.

Page 26: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Dengan demikian belajar diartikan sebagai suatu perubahan dalam kemungkinan atau peluang

terjadinya respons. Peluang atau kemungkinan respons itu sukar mengukurnya, karena itu Skinner

menyarankan agar belajar diukur menurut angka atau frekwensi respons. Meskipun tidak persis sama

dengan peluang terjadinya unjuk perbuatan diwaktu yang akan datang, hal itu merupakan langkah

awal dalam menganalisis perubahan tingkah laku. Studi Skinner terpusat pada hubungan antara

perilaku dan konsekuensi-konsekwensinya. Menurut Skinner mengajar itu pada hakekatnya adalah

rangkaian dari penguatan yang terdiri dari (1) suatu peristiwa dimana perilaku terjadi; (2) perilaku itu

sendiri; dan (3) akibat perilaku. Penekanan rangkaian penguatan mi bahwa perilaku siswa dan

akibatnya atau penguatan perilaku merupakan unsur-unsur pokok dalam belajar.

Perilaku siswa merupakan lawan dan stimulus, bagaimana perilaku itu bisa ditimbulkan dan

diperkuat. menjadi asas dari teknologi instruksional. Kaitannya dengan teknologi instruksional

dikenal istilah “teaching machine” merupakan aplikasi langsung dan pandangan bahwa peralatan dan

bahan pengajaran harus dapat berbuat lebih banyak daripada sekedar memberi informasi, alat-alat dan

bahan pelajaran itu harus dikaitkan kepada perilaku siswa. Beberapa prinsip yang dipergunakan

Skinner dalam teaching machine adalah: (1) respons siswa diperkuat secara teratur dan secepatnya;

(2) mengusahakan agar siswa dapat mengontrol irama kemajuan belajamya sendiri; (3) tetap

memelihara agar siswa mematuhi urutan-urutan yang lengkap; dan (4) adanya keharusan partisipasi

melalui penyediaan respons (Sudjana dan Rivai, 2003, 66). Teori Skinner sangat besar pengaruhnya

terhadap pendidikan, khususnya dalam lapangan metodologi dan teknologi pembelajaran. Program-

program inovatif dalam bidang pengajaran sebagian besar disusun berdasarkan teori Skinner.

b. Belajar Menurut Pandangan Robert M. Gagne

Belajar adalah suatu proses yang kompleks, sejalan dengan itu menurut Robert M. Gagne

(1970) belajar merupakan kegiatan yang kompleks, dan hasil belajar berupa kapabilitas, timbulnya

kapabilitas disebabkan: (1) stimulasi yang berasal dan lingkungan; dan (2) proses kognitif yang

dilakukan oleh pelajar. Setelah belajar orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai.

Dengan demikian dapat ditegaskan, belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat

stimulasi Iingkungan, melewati pengolahan informasi, dan menjadi kapabilitas baru. Belajar terjadi

bila ada hasilnya yang dapat 4per1ihatkan, anak-anak demikian juga orang dewasa dapat mengingat

kembali I kata-kata yang telah pernah didengar atau dipelajarinya. Seseorang dapat mengingat

gambar yang telah pernah dilihatnya, mengingat kata-kata yang baru dipelajarinya, atau mengingat

bagaimana cara memecahkan hitungan. Menyatakan kembali apa yang dipelajari lebih sukar daripada

sekedar mengenal sesuatu kembali.

Page 27: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Gagne (1970) mengemukakan bahwa belajar adalah perubahan yang terjadi dalam

kemampuan manusia yang terjadi setelah belajar secara terus menerus, bukan hanya disebabkan oleh

proses pertumbuhan saja. Belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan

mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya (performance-nya) berubah dari waktu

sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu setelah ia mengalami situasi tadi. Gagne berkeyakinan,

bahwa belajar dipengaruhi oleh faktor dalam diri dan faktor luar diri dimana keduanya saling

berinteraksi. Komponen-komponen dalam proses belajar menurut Gagne (1970) dapat digambarkan

sebagai Stimulus (S) Respon). S yaitu situasi yang memberi stimulus, sedangkan R adalah respons

atau stimulus itu, dan garis di antaranya adalah hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi

dalam diri seseorang yang tidak dapat kita amati, yang bertalian dengan sistem alat syaraf dimana

terjadi transformasi perangsang yang diterima melalui alat. Stimulus itu merupakan input yang berada

diluar individu, sedangkan respons adalah outputnya, yang juga berada diluar individu sebagai hasil

belajar yang dapat diamati (Nasution, 2000:136).

Menurut Gagne belajar terdiri dari tiga komponen penting yakni kondisi eksternal yaitu

stimulus dan lingkungan dalam acara belajar, kondisi internal yang menggambarkan keadaan internal

dan proses kognitif siswa, dan hasil belajar yang menggambarkan informasi verbal, keterampilan

intelek, keterampilan motorik, sikap, dan siasat kognitif. Kondisi internal belajar berinteraksi dengan

kondisi eksternal belajar. dan interaksi tersebut tampaklah hasil belajar. Untuk lebih memperjelas

interaksi tersebut dalam hal mi Dimyati dan Mujiono (1999:11) melukiskan komponen-komponen

esensial belajar dan pembelajaran tersebut dalam bentuk skema atau bagan berikut ini.

Page 28: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Bagan tersebut melukiskan atau menjelaskan bahwa: (1) belajar merupakan interaksi antara

“keadaan internal dan proses kognitif siswa” dengan “stimulus dani lingkungan”; (2) proses kognitif

tersebut menghasilkan suatu hasil belajar yang terdiri dan informasi verbal yaitu kapabilitas untuk

mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa baik lisan maupun tertulis, keterampilan intelek

yaitu kecakapan yang berfungsi untuk berhubungan dengan lingkungan hidup serta

mempresentasikan konsep dan lambang, strategi kognitif yaitu kemampuan menyalurkan dan

mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri, keterampilan motonik yaitu kemampuan melakukan

serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, dan sikap yaitu kemampuan menerima atau

menolak obyek berdasarkan penilaian terhadap obyek tersebut.

Menurut Gagne ada tiga tahap dalam belajar yaitu (1) persiapan untuk belajar dengan

melakukan tindakan mengarahkan perhatian, pengharapan, dan mendapatkan kembali informasi; (2)

pemerolehan dan untuk perbuatan (performansi) digunakan untuk persepsi selektif, sandi semantik,

Page 29: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

pembangkitan kembali, respon, dan penguatan; dan (3) alih belajar yaitu pengisyaratan untuk

membangkitkan dan memberlakukan secara umum (Dimyati dan Mudjiono, 1999:12).

Tahap dan fase belajar seperti dilukiskan pada tabel I mempermudah guru untuk melakukan

pembelajaran. Perian aspek belajar adalah hal-hal yang erat kaitannya dengan belajar mempunyai

hubungan yang erat dengan fase belajar dalam implementasinya dilakukan dalam acara pembelajaran.

Pola pembelajaran tersebut dapat digunakan untuk pedoman pelaksanaan kegiatan belajar di kelas.

Sudah barang tentu guru masih harus menyesuaikan dengan bidang studi dan kondisi kelas yang

sebenarnya. Hal yang perlu diperhatikan dan hubungan fase belajar dan acara pembelajaran mi adalah

guru masih harus menyesuaikan diri dengan bidang studi dan kondisi kelas yang sebenarnya, guru

dapat memodifikasi seperlunya. Robert M. Gagne mengemukakan delapan tipe belajar yang

membentuk suatu hierarkhi dan paling sederhana sampai paling kompleks yakni:

1. Belajar tanda-tanda atau isyarat (Signal Learning) merupakan isyarat atau signal yang

menimbulkan perasaan tertentu, merupakan isyarat untuk mengambil sikap tertentu, merupakan

syarat yang menimbulkan perasaan sedih atau senang dan sebagainya. Belajar berlangsung dalam

bentuk pemberian respons terhadap tanda-tanda, sehingga dengan cara yang terus menerus

terjadilah asosiasi antara tanda-tanda atau isyarat itu dengan respons yang letup. Signal learning

Page 30: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

ini mirip dengan “Conditioning” menurut Pavlov dan timbul setelah sejumlah pengalaman

tertentu. Respons yang timbul bersifat umum, kabur, dan emosional. Selain timbulnya tak sengaja

dan tak dapat dikuasai.

2. Belajar hubungan stimulus—respons (Stimulus Response-Learning) dimana respons bersifat

spesifik, tidak umum dan kabur. Respons itu diperkuat atau di reinforces dengan adanya imbalan

atau reward. Tipe belajar ini lebih tinggi daripada tipe belajar isyarat, karena aspek pengertian

(konseptual) mulai berfungsi, segi persamaannya adalah bahwa keduanya bersifat asosiatif.

Sering gerakan motoris merupakan komponen penting dalam respons itu. Dengan belajar stimulus

respons mi seorang belajar mengucapkan kata-kata dan dalam bahasa asing. Demikian juga

seorang bayi belajar mengatakan “Mama atau Papa”.

3. Belajar menguasai rantai atau rangkaian hal (Chaining learning) tipe ini masih mengandung

asosiasi yang kebanyakan berkaitan dengan keterampilan motorik. Chaining learning ini terjadi

bila terbentuk hubungan antara beberapa S-R, oleh sebab yang satu terjadi segera setelah yang

satu lagi, jadi berdasarkan “Contiguity”. Contoh dalam bahasa seperti “Ibu-Bapak”, “Kampung-

Halaman”, “Selamat Tinggal”, dan sebagainya. Juga dalam perbuatan sehari-hari juga banyak

Chaining seperti pulang dan kantor, ganti baju, makan, dan sebagainya.

4. Belajar hubungan verbal atau asosiasi verbal (Verbal Association), tipe belajar mi bersifat

asosiatif tingkat tinggi, karena biarpun asosiasi memegang peranan, tetapi fungsi yang

menentukan. Bentuk “Verbal Association” yang paling sederhana ialah bila diperhatikan suatu

bentuk geometnis, dan anak itu dapat mengatakan bujur sangkar, atau mengatakan “itu bola saya”

bila dilihatnya bolanya. Sebelumnya ia harus dapat membedakan bentuk geometris agar dapat

mengenal “bujur sangkar” sebagai salah satu bentuk geometris, atau mengenal “bola”, “saya”,

dan “itu”. Hubungan itu terbentuk, bila unsur-unsur itu terdapat dalam urutan tertentu, yang satu

segera mengikuti yang satu lagi “contiguity”.

5. Belajar membedakan atau diskriminasi (Discrimination Learning) suatu tipe belajar yang

menghasilkan kemampuan membeda-bedakan berbagai gejala. Siswa dapat membedakan manusia

yang satu dengan yang lain, juga tanaman, binatang, dan lain-lain. Guru mengenal murid serta

nama-nama masing-masing karena mampu mengadakan diskriminasi diantara murid-murid itu.

Diskriminasi didasarkan atas Chain, anak misalnya harus mengenal mobil tertentu beserta

namanya. Untuk mengenal model lain harus pula diadakannya “Chain” baru, dengan

kemungkinan yang satu akan mengganggu yang satu lagi. Makin banyak yang harus

dirangkaikan, makin besar kesulitan yang dihadapi, karena kemungkinan gangguan atau

“interference” itu, dan kemungkinan satu Chain dilupakan.

Page 31: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

6. Belajar konsep-konsep (Concept Learning) yaitu corak belajar yang dilakukan dengan

menentukan ciri-ciri yang khas yang ada dan memberikan sifat tertentu pula pada berbagai objek.

Belajar konsep mungkin karena kesanggupan manusia untuk mengadakan representasi internal

tentang dunia sekitarnya dengan menggunakan bahasa. Mungkin juga binatang dapat melakukan

demikian akan tetapi sangat terbatas. Manusia dapat melakukannya tanpa batas berkat bahasa dan

kemampuan mengabstraksi. Dengan menguasai konsep, ia dapat menggolongkan dunia sekitarnya

menurut konsep itu, misalnya menurut warna, bentuk, besar, jumlah, dan sebagainya. Ia dapat

menggolongkan manusia menurut hubungan keluarga seperti bapak, ibu, paman, saudara, dan

sebagainya. Menurut bangsa, pekerjaan, dan sebagainya, suatu konsep disimpulkan dan berbagai

situasi, peristiwa, ucapan, dan pemberiannya. Konsep mi berkembang, sejalan dengan

pengalaman-pengalaman selanjutnya dalam situasi, peristiwa, ucapan, perlakuan maupun

kegiatan yang lain baik diperoleh dan bacaan maupun pengalaman langsung. Dalam hal mi

kelakuan manusia tidak dikuasai oleh stimulus dalam bentuk fisik, melainkan dalam bentuk yang

abstrak. Proses belajar konsep memakan waktu dan berlangsung secara berangsur-angsur.

7. Belajar aturan atau hukum-hukum (Rule Learning), tipe belajar ini terjadi dengan cara

mengumpulkan sejumlah sifat kejadian yang kemudian tersusun dalam macam-macam aturan.

Aturan-aturan mi jadinya tersusun dan kejadian-kejadian yang khusus dan dapat disebut sebagai

hukum, dalil, kaidah, rumus, dan sebagainya. Tipe belajar ini banyak terdapat dalam pelajaran di

sekolah. Banyak aturan yang perlu diketahui oleh setiap orang yang terdidik. Aturan mi terdapat

dalam tiap mata pelajaran. Misalnya, benda yang dipanaskan memuai, angin berembus dari

daerah maksimum ke daerah minimum, (a + b) (a-b)= a2-b2, untuk menjamin keselamatan negara

harus diadakan pertahanan yang ampuh, tiap warga negara harus setia kepada negaranya, dan

sebagainya. Ada yang mengatakan, bahwa anak-anak harus menemukan sendiri aturan-aturan itu.

Ada pula yang berpendirian, aturan-aturan dapat juga dipelajari dengan memberitahukannya

kepada murid dengan memberikan contoh-contoh, dan cara ini lebih singkat dan tidak kurang

efektifnya. Mengenal aturan tanpa memahaminya akan merupakan “verbal Chain” saja dan mi

hanya menunjukkan cara belajar mengajar yang salah. Implementasinya dalam pembelajaran

belajar aturan atau hukum-hukum, dimulai dengan aturan sederhana yang dialami siswa di rumah

dan di sekolah. Kemudian anak belajar aturan yang lebih formal dan kompleks yang berkenaan

dengan kehidupan manusia, seperti aturan hukum berlalu lintas, pemeliharaan lingkungan, dan

kewajiban-kewajiban sebagai warga masyarakat. Dalam mata pelajaran tertentu siswa juga belajar

aturan atau hukum dan suatu teori tertentu, seperti hukum dalam pelajaran IPA, matematika,

ekonomi, dan. sebagainya.

Page 32: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

8. Belajar memecahkan masalah (Problem Solving), tipe belajar mi menurut Gagne merupakan tipe

belajar yang paling kompleks, karena di dalamnya terkait tipe-tipe belajar yang lain, terutama

penggunaan aturan-aturan yang ada disertai proses analysis dan penyimpulan. Dalam tipe belajar

ini diperlukan proses penalaran yang kadang-kadang memerlukan waktu yang lama, tetapi dengan

tipe belajar problem solving ini kemampuan penalaran anak dapat berkembang. Problem solving

atau memecahkan masalah sesuatu yang biasa dalam hidup setiap manusia dan tiap hari sepuluh

atau dua puluh kali ia memecahkan masalah. Ia berfikir bagaimana mengelakkan kemacetan lalu

lintas, bagaimana mengatur waktunya, bagaimana mengatasi kenakalan anaknya, membeli

pakaian untuk hari ulang tahun anak, dan berbagai permasalahan lainnya. Hidup kita penuh

dengan berbagal masalah ada yang sedikit dan ada yang banyak ada pula yang baru bagi kita. Di

sekolah murid-murid terus menerus dihadapkan pada berbagai masalah dalam tiap mata pelajaran.

Memecahkan masalah memerlukan pemikiran dengan menggunakan dan menghubungkan

berbagai aturan-aturan yang telah kita kenal menurut kombinasi yang berlainan. Dalam

memecahkan masalah sering harus dilalui berbagai langkah seperti mengenal setiap unsur

masalah itu, mencari aturan-aturan yang berkenaan dengan masalah itu dan dalam segala langkah

perlu ia berpikir. Untuk memecahkan masalah diperlukan waktu adakalanya sebentar dan

adakalanya lama, bergantung kompleksitas masalahnya. Memecahkan masalah melalui problem

solving mantap dan sukar dilupakan, apalagi mengenai pemikiran pada taraf “tinggi”.

Kemampuan memecahkan masalah, memperbesar kemampuan memecahkan masalah-masalah

lain.

Pendirian bahwa segala macam belajar itu pada prinsipnya sama, tidak dapat diterima. Jenis-

jenis atau tipe-tipe belajar mi dapat dipandang sebagai bertingkat atau hierarkis, setiap tipe belajar

yang dibawah atau rendah merupakan syarat bagi bentuk belajar yang lebih tinggi. Maka setiap hal

yang 4ihadapi mula-mula mungkin hanya memerlukan tipe yang rendah dan apabila ,ternyata

memerlukan cara yang lebih tinggi, maka barulah meningkat ke tipe belajar yang lebih tinggi pula.

Jadi untuk belajar tipe 8 harus menguasai tipe 7, untuk menguasai tipe 7 harus menguasai tipe 6, dan

demikianlah seterusnya (Nasution, 2000:140). Inti dan pembelajaran tersebut adalah interaksi dan

proses untuk mengungkapkan ilmu pengetahuan oleh pendidik dan peserta didik yang menghasilkan

suatu hasil belajar. Didasarkan atas analisis kejadian-kejadian belajar Gagne menyarankan agar guru

memperhatikan delapan 4ejadian instruksi waktu menyajikan suatu pelajaran pada sekelompok siswa.

Penampilan-penampilan yang dapat diamati sebagai hasil belajar enurut Gagne disebut

keterampilan-keterampilan. Hasil-hasil belajar dapat keterampilan-keterampilan intelektual yang

memungkinkan seseorang interaksi dengan lingkungan melalui penggunaan simbol-simbol atau

Page 33: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

gagasan-gagasan, strategi-strategi kognitif yang merupakan proses-proses kontrol dan dikelompokkan

sesuai fungsinya. Hal ini meliputi strategi-strategi fneughafal, strategi-strategi elaborasi; strategi-

strategi pengaturan, strategi-strategi metakognitif, dan strategi-strategi aktif. Hasil-hasil belajar yang

lain adalah informasi verbal, sikap-sikap, dan keterampilan-keterampilan motorik. Kejadian-kejadian

instruksional dalam kelas seperti mengaktifkan motivasi, memberi tahu tujuan-tujuan instruksional,

serta mengarahkan perhatian, dapat dilakukan guru secara klasikal, tetapi kejadian-kejadian

instruksional yang lain meminta guru agar memperhatikan perbedaan individu para siswa.

Kegiatan belajar memecahkan masalah ini biasanya meliputi lima Jangkah yaitu (1)

mengidentifikasi masalah; (2) merumuskan dan membatasi iasa1ah; (3) menyusun pertanyaan-

pertanyaan; (4) mengumpulkan data; dan (5) analisis dan sejumlah permasalahan belajar tersebut

sehingga dapat merumuskan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan penting mengenai belajar serta

penarikan kesimpulan. Jika langkah-langkah memecahkan masalah belajar tersebut dapat dipenuhi

oleh guru dalam proses pembelajaran, maka tingkat akurasi pemecahan masalahnya akan sesuai atau

mendekati yang diharapkan.

Kemampuan dan ketekunan guru dalam memecahkan masalah belajar siswanya dengan

menggunakan langkah-langkah tersebut, amat penting sebagai upaya yang dapat membantu

memecahkan masalah belajar peserta didiknya. Pemecahan masalah belajar berimplikasi pada

keberhasilan belajar yang terukur dan juga mutu belajar ditandai dengan mutu lulusan yang

kompetitif. Uraian di atas memberi penegasan bahwa belajar menurut Gagne adalah seperangkat

proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan melewati pengelolaan informasi, dan

menjadi kapabilitas baru. Interaksi belajarnya melalui stimulus melalui kondisi eksternal dan

pendidik yang dapat direspons kondisi internal dan proses kognitif siswa

c. Belajar Menurut Pandangan Piaget

Jean Piaget seorang psikolog Swiss (1896-1980) mempelajari berpikir pada anak-anak, sebab

ia yakin dengan cara ini ia akan dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan epistemologi, seperti

“bagaimanakah kita memperoleh pengetahuan” dan “bagaimana kita tahu apa yang kita ketahui”.

Jean Piaget berpendapat ada dua proses yang terjadi dalam perkembangan dan pertumbuhan kognitif

anak yaitu: (1) proses “assimilation”, dalam proses ini menyesuaikan atau mencocokkan informasi

yang baru itu dengan apa yang telah ia ketahui dengan mengubahnya bila perlu; dan (2) process

“accomodation” yaitu anak menyusun dan membangun kembali atau mengubah apa yang telah

diketahui sebelumnya sehingga informasi yang baru itu dapat disesuaikan dengan lebih baik. Piaget

melihat perkembangan kognitif tersebut sebagai hasil perkembangan saling melengkapi antara

Page 34: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

asimilasi dan akomodasi dalam proses menyusun kembali dan mengubah apa yang telah diketahui.

Asimilasi tetap dan menambah terhadap yang ada dan menghubungkannya dengan yang telah lalu.

Bentuk pikiran yang paling maju dari Piaget adalah operasi formal, proses pikiran logis mi

dicirikan oleh kemampuan untuk merumuskan perangkat hipotesa, selanjutnya hipotesa yang

dirumuskan cocok dengan situasi. Piaget telah mengenali tiga cara berpikir yang berbeda secara

kualitatif yang merupakan prasyarat perkembangan berpikir operasi formal. Setiap cara interaksi

dengan lingkungan merupakan prakondisi yang esensial bagi tingkat perkembangan selanjutnya.

Teori kognitif yang dikembangkan oleh Piaget tersebut dalam konteks teori keseimbangan yang

disebut “accomodation”, memberi penjelasan bahwa struktur fungsi kognitif itu dapat berubah kalau

individu berhadapan dengan hal-hal baru yang tidak dapat diorganisasikan kedalam struktur yang

telah ada (association).

Akomodasi menurut Jean Piaget adalah hasil dan yang ditambahkan dan diciptakan oleh

lingkungan, pengamatan yang tidak sesuai dengan apa yang diketahui dan dipikirkan. Asimilasi

maupun akomodasi kedua-duanya sama-sama dibutuhkan, dalam prakteknya antara keduanya tidak

seimbang. Melalui kedua proses mi manusia menjadi tidak tergantung kepada pengamatan dan lebih

bergantung pada berpikir. Teoni Jean Piaget menitikberatkan pada aspek perkembangan pikiran

secara alami dan lahir hingga dewasa. Ada tiga aspek perkembangan intelektual yang diteliti oleh

Jean Piaget yaitu:

1. Struktur, yaitu ada hubungan fungsional antara tindakan fisik, tindakan mental, dan

perkembangan berpikir logis anak. Tindakan-tindakan (actions) menuju pada perkembangan

operasi-operasi, dan selanjutnya operasi-operasi menuju pada perkembangan struktur-struktur.

Operasi-operasi mempunyai empat ciri yaitu: (1) merupakan tindakan terinternalisasi, baik

tindakan mental maupun tindakan fisik tanpa ada garis pemisah diantara keduanya, tindakan itu

dibimbing oleh hubungan “sama” dan “berbeda” yang diciptakan dalam pikirannya; (2) bersifat

revesibel, misalnya menambah dan mengurangi merupakan operasi yang sarna yang dilakukan

dengan arah yang berlawanan 2 dapat ditambahkan pada 1 untuk memperoleh 3, atau 1 dapat

dikurangi dan 3 untuk memperoleh 2 demikian seterusnya; (3) selalu tetap, walaupun selalu

terjadi transformasi atau perubahan; dan (4) tidak ada operasi yang berdiri sendiri, suatu operasi

selalu berhubungan dengan struktur atau sekumpulan operasi. Misalnya operasi penambahan-

pengurangan berhubungan dengan operasi kiasifikasi, pengurutan, dan konservasi bilangan,

dimana operasi-operasi itu saling membutuhkan. Jadi, operasi adalah tindakan mental yang

terinternalisasi, revesibel, tetap dan teriutegrasi dengan struktur dan operasi lainnya. Struktur

yang juga disebut skemata merupakan organisasi mental tingkat tinggi, satu tingkat lebih tinggi

Page 35: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

dan operasi-operasi. Struktur intelektual terbentuk pada individu waktu ia berinteraksi dengan

lingkungannya. Struktur yang terbentuk lebih memudahkan individu untuk menghadapi tuntutan

yang makin meningkat dan lingkungannya yang berarti telah terjadi suatu perubahan dalam

perkembangan intelektual anak.

2. Isi, yaitu pola perilaku anak yang khas yang tercermin pada respons yang diberikannya terhadap

berbagai masalah atau situasi yang dihadapinya. Antara tahun 1920 dan 1930 perhatian Piaget

dalam penelitiannya tertuju pada isi pikiran anak, misalnya perubahan dalam kemampuan

penalaran semenjak kecil hingga besar, konsepsi anak tentang beberapa peristiwa alam, seprti

bergeraknya awan dan sungai. Sesudah tahun l930-perhatian penelitian Piaget lebih dalam, dan

deskripsi pikiran anak ia beralih pada analisis proses-proses dasar yang melandasi dan

menentukan isi itu.

3. Fungsi, yaitu cara yang digunakan organisme untuk membuat kemajuan intelektual. Menurut

Piaget perkembangan intelektual didasarkan pada dua fungsi, yaitu organisasi dan adaptasi.

Organisasi memberikan pada organisme kemampuan untuk mensistematikkan atau

mengorganisasikan proses-proses fisik atau proses-proses psikologis menjadi sistem-sistem yang

teratur dan berhubungan atau struktur-struktur. Dalam lingkungan fisik misalnya, ikan memiliki

sejumlah struktur yang membuat ikan berfungsi secara efektif dalam air, yaitu insang, sistem

sirkulasi, mekanisme suhu. Semua struktur itu bekerja sama secara efesien untuk

mempertahankan ikan itu di lingkungannya. Koordinasi secara fisik merupakan hasil

kecenderungan organisasi. Adaptasi sebagai fungsi kedua melandasi perkembangan intelektual.

Semua organisme lahir dengan kecenderungan menyesuaikan diri atau beradaptasi pada

lingkungan mereka. Cara adaptasi mi berbeda antara organisme yang satu dengan organisme yang

lain. Adaptasi terhadap lingkungan dilakukan melalui dua proses, yaitu asimilasi dan akomodasi.

Dalam proses asimilasi seseorang menggunakan struktur atau kemampuan yang ada untuk

menanggapi masalah yang dihadapi dalam lingkungannya. Dalam proses akomodasi seseorang

memerlukan modifikasi struktur mental yang ada dalam mengadakan respons terhadap tantangan

lingkungannya. Bagi Piaget adaptasi merupakan suatu kesetimbangan antara asimilasi dan

akomodasi. Andaikata dengan proses asimilasi seseorang tidak dapat mengadakan adaptasi pada

lingkungannya, terjadilah ketidaksetimbangan (disequilibirium). Akibat ketidaksetimbangan ini,

maka terjadilah akomodasi, dan struktur yang ada mengalami perubahan atau struktur baru

timbul. Pertumbuhan intelektual merupakan proses terus menerus tentang keadaan

ketidaksetimbangan dan keadaan setimbang (disequilibiriumequilibirium). Tetapi, bila teijadi

Page 36: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

kembali4kesetimbangan, maka individu itu berada pada tingkat intelektual yang lebih tinggi

daripada sebelumnya (Wilis Dahar, 1989:151).

Asas-asas perkembangannya menitikberatkan pada aspek perkembangan pikiran secara alami

dan lahir sampai dewasa, untuk bisa memahami teori mi bergantung pada pemahaman asumsi-asumsi

biologi yang menurunkan teori itu maupun implikasi asumsi-asumsi tersebut dalam mengartikan

pengetahuan. Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan dibentuk oleh individu, sebab individu

melakukan interaksi terus menerus dengan lingkungan. Konsep Piaget mengenai perkembangan

kognitif berasal dan interaksi dengan lingkungan akan semakin mengembangkan fungsi intelek

dilihat dan perkembangan usia melalui tahap-tahap (1) sensori motor (0.0-2.0 tahun) yaitu anak

mengenal lingkungan dengan kemampuan sensorik dengan penglihatan, penciuman, pendengaran,

perabaan, dan menggerak-gerakkannya. Tingkat sensori motor menempati dua tahun pertama dalam

kepuasannya atas perkembangan biologi dan organisme tertentu. Struktur kognitif seperti halnya

struktur biologi, bukan ketentuan yang sudah ada sebelumnya, tidak ada dalam pikiran orang maupun

di dunia luar sebagaimana kita melihat dan mengorganisasikannya. Asumsi dasar yang melandasi

deskripsi demikian adalah pengertian Piaget mengenai perkembangan intelek dan konsepsinya

tentang hakekat kecerdasan. Dengan demikian inteligensi individu tumbuh dan berkembang melalui

interaksi dengan lingkungannya. Kehidupan, selama periode ini anak mengatur alamnya dengan

indera-inderanya (senson) dan tindakan-tindakannya (motor) Selama periode ini bayi tidak

mempunyai konsepsi “object permanence”. Bila suatu benda disembunyikan ia gagal untuk

menemukannya, sambil pengalamannya bertambah sampat mendekati akhir periode mi, bayi itu

menyadari bahwa benda yang disembunyikan itu masih ada, dan ia mulai mencarinya sesudah

dilihatnya benda itu disembunyikan Konsep-konsep yang tidak ada pada waktu lahir, seperti konsep-

konsep yang, waktu, kausalitas, berkembang, dan tennkorporasa , ke dalam pola-pola perilaku anak;

(2) praoperasional (2.0-7.0 tahun) yaitu anak : mengandalkan diri pada persepsi tentang realitas, ini

telah mampu menggunakan simbol, bahasa, konsep sederhana, berpartisipasi, membuat gambar, dan

menggolong-golongkan. Periode mi disebut praoperasional, karena pada umur .ini anak belum

mampu melaksanakan operasi-operasi mental, seperti yang telah dikemukakan terdahulu, yaitu

menambah, mengurangi, dan lain-lain; (3) operasional konkret (7.0-11.0 tahun) yaitu dapat

mengembangkan pikiran logis, dapat mengikuti penalaran logis walau kadang-kadang memecahkan

masalah secara “trial and error” Tingkat merupakan permulaan berpikir rasional, ini berarti, anak

memiliki operasi-operasi logis yang dapat diterapkannya pada masalah-masalah konkret. Bila

menghadapi suatu pertentangan antara pikiran dan pensepsi, anak dalam periode operasional konkret

memilih pengambilan keputusan logis, dan bukan keputusan perseptual seperti anak praoperasional.

Page 37: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Operasi-operasi dalam periode mi terkait pada pengalaman perorangan. Operasi-operasi itu konkret,

bukan operasi-operaSi formal Anak belum dapat berurusan dengan materi abstrak, seperti hipotesis

dan proposisi-proposisi verbal; dan (4) operasional formal (11.0 tahun-ke alas) yaitu anak dapat

berpikir abstrak seperti pada orang dewasa. Pada periode ini anak dapat menggunakan operasi-

operasi konkretnya, untuk membentuk operasi-operasi yang lebih kompleks. Kemajuan utama pada

anak selama periode mi, ialah bahwa ia tidak perlu berpikir dengan pertolongan benda-benda atau

peristiwa-peristiwa konkret, ia mempunyai kemampuan untuk berpikir abstrak.

Kecerdasan juga membentuk struktur kognitif yang diperlukan dengan melakukan

penyesuaian dengan lingkungan. Untuk mengetahui interaksi dengan lingkungan tersebut, ada dua

macam studi yang dilakukan Piaget mengenai perkembangan anak dan remaja yaitu: (1) melakukan

observasi terhadap sejumlah anak yang bermain kelereng dan menanyai mereka tentang aturan yang

mereka ikuti; dan (2) melakukan tes dengan menggunakan beberapa kisah yang menceritakan

perbuatan salah dan benar yang dilakukan anak-anak, lalu meminta responden (yang terdiri alas anak

dan remaja) untuk menilai kisah-kisah tersebut berdasarkan pertimbangan moral mereka sendiri.

Hasil penilaian mereka itu dapat disimpulkan bahwa mereka dalam bermain temyata mempunyai

aturan yang harus dipenuhi, jadi mereka belajar memenuhi aturan.

Berdasarkan data hasil studinya tersebut, Piaget menemukan dua tahap perkembangan moral

anak dan remaja, tahap pertama yaitu bersamaan rentang waktunya dengan tahap perkembangan

kognitif praoperasional, hal ini merupakan realisme moral, artinya anak-anak yang menganggap

moral sebagai suatu kenyataan yang ada dalam kehidupan sosial. Tahap perkembangan yang kedua,

menggambarkan bahwa perkembangan moral yang bertepatan dengan tahap perkembangan kognitif

formal operasional yang menunjukkan bahwa manusia pada awal masa remaja dan masa setelah

remaja sebagai hasil belajar sudah memiliki persepsi yang jauh lebih maju daripada sebelumnya.

Perkembangan tahap pertama dengan yang kedua diselingi masa transisi. Tahap-tahap perkembangan

moral anak ini dikaitkan dengan tahap perkembangan kognitif atau intelektual anak.

Menurut Piaget, ada tiga bentuk pengetahuan yaitu: (1) pengetahuan fisik merupakan

pengetahuan tentang benda-benda yang ada di luar dan dapat diamati dalam kenyataan eksternal.

Sumber pengetahuan fisik terutama terdapat dalam benda itu sendiri, yaitu dalam cara benda itu

memberikan pada subjek kesempatan-kesempatan untuk pengamatan; (2) pengetahuan logiko-

matematik terdiri atas hubungan-hubungan yang diciptakan subjek dan diintroduksikan pada objek-

objek; dan (3) pengetahuan sosial seperti fakta bahwa hari Minggu anak-anak tidak bersekolah,

didasarkan pada perjanjian sosial, suatu perjanjian atau kebiasaan yang dibuat oleh manusia.

Pengetahuan sosial dapat dipindahkan dan pikiran guru ke pikiran siswa, sedangkan pengetahuan

Page 38: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

fisik dan logikomatematik harus dibangun sendiri oleh anak. Pengetahuan fisik dan pengetahuan

sosial merupakan pengetahuan empiris, sedangkan pengetahuan logika-matematika mewakili

pengetahuan menurut tradisi rasional. Salah satu cara untuk membangun pengetahuan ialah, dengan

ekuilibrasi. Piaget dan para konstruktivis pada umumnya berpendapat bahwa dalam mengajar,

seharusnya diperhatikan pengetahuan yang telah diperoleh siswa sebelumnya. Dengan demikian

mengajar dianggap bukan sebagai proses dimana gagasan-gagasan guru dipindahkan pada siswa,

melainkan sebagai proses untuk mengubah gagasan si anak yang sudah ada yang mungkin “salah”

Dan uraian diatas dapat ditegaskan bahwa belajar dalam hal ini dapat mengandung makna

sebagai ;embahan struktural yang saling melengkapi antara asimilasi dan akomodasi dalam proses

menyusun kembali dan mengubah apa yang telah diketahui melalui belajar.

d. Belajar Menurut Pandangan Carl R. Rogers

Menurut pendapat Carl R. Rogers (ahli psikoterapi) praktek pendidikan menitikberatkan pada

segi pengajaran, bukan pada siswa yang belajar Praktek sebut ditandai oleh peran guru yang dominan

dan siswa hanya menghafalkan pelajaran. Alasan pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan

dan pembelajaran adalah: (1) menjadi manusia berarti memiliki kekuatan wajar untuk belajar, siswa

tidak harus belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya: (2) siswa akan mempelajari hal-hal yang

bermakna bagi dirinya; (3) pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan

ide baru, sebagai bagian yang bermakna bagi siswa; (4) belajar yang bermakna bagi masyarakat

modern berarti belajar tentang proses-proses belajar, keterbukaan belajar mengalami sesuatu,

bekerjasama dengan melakukan pengubahan diri terus-menerus; (5) belajar yang optimal akan terjadi,

bila siswa berpartisipasi secara bertanggung jawab dalam proses belajar; (6) belajar mengalami

(experiential learning) dapat terjadi, bila siswa mengevaluasi dirinya sendiri; dan (7) belajar

mengalami menuntut keterlibatan siswa secara penuh dan sungguh-sungguh. Prinsip pendidikan dan

pembelajaran menunjukkan kehati hatian terhadap pilihan, sehingga hasilnya memberi arti penting

bagi pengembangan ilmu pengetahuan bagi para siswanya.

Langkah-langkah dan sasaran pembelajaran yang perlu dilakukan oleh guru menurut Rogers

adalah meliputi: (1) guru memberi kepercayaan kepada kelas agar kelas memilih belajar secara

terstruktur; (2) guru dan siswa membuat kontrak belajar; (3) guru menggunakan metode inquiri atau

belajar menemukan (discovery learning); (4) guru menggunakan metode simulasi; (5) guru

mengadakan latihan kepekaan agar siswa menghayati perasaan dan berpartisipasi dengan kelompok

lain; (6) guru bertindak sebagai fasilitator belajar; dan (7) sebaiknya guru menggunakan pengajaran

berprogram agar tercipta peluang bagi siswa untuk timbulnya kreatifitas dalam belajar (Dimyati dan

Page 39: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Mudjiono, 1999:17). Langkah-langkah tersebut memberi gambaran bahwa belajar dan pembelajaran

itu berlangsung secara sistematis baik dalam merumuskan bahan ajaran maupun menggunakan

pendekatan belajar. Rogers berpendapat murid-murid tidak hanya secara bebas, artinya tanpa dipaksa

menyelesaikan tugas-tugas dalam waktu tertentu, akan tetapi juga belajar membebaskan dirinya

untuk menjadi manusia yang berani memilih sendiri apa yang dilakukannya dengan penuh tanggung

jawab.

Dalam psiko terapmya Carl R. Rogers memberi kebebasan pada kliennya untuk mengeluarkan

segala isi hatinya sepuas-puasnya, yang baik maupun yang buruk dengan metode “non directive

counseling”. Rogers mencoba memahami dan merasakan jiwa kliennya kemudian menjauhi diri dan

penilaian normatif tentang ucapan, pikiran, perasaan, atau perbuatan klien itu. Dengan demikian klien

itu akan lebih mengenal, menerima dirinya sebagaimana adanya, dan akhirnya merasa bebas memilih

dan berbuat menurut individualitasnya dengan penuh tanggung jawab. Non directive counseling tidak

mudah bagi seorang pendidik, karena pendidikan itu selalu normatif dan setiap pendidik cenderung

untuk menilai tiap kelakuan anak didiknya menurut nilai-nilai yang dianut oleh pendidik.

Tiap pendidik ingin menanamkan nilai-nilai tertentu pada anak didik dan mengharapkan,

mendorong dan bila perlu mengharuskan anak didik untuk berbuat sesuai dengan norma-norma yang

ditentukan. Namun kebebasan sendiri merupakan norma. yang perlu mendapat penghargaan yang

setinggi-tingginya. Teori Rogers ini dapat diterapkan dalam pendidikan untuk mengembangkan

individu yang merdeka yang dapat memilih dengan bebas atas tanggung jawab penuh, manusia yang

kreatif yang dapat senantiasa menyesuaikan diri dengan perubahan dunia.

Rogers selanjutnya mengatakan pengajaran yang berpusat pada murid memberi kebebasan

agar murid dapat memilih kegiatan yang dirasanya perlu atas tanggung jawab sendiri. Belajar bebas

berbeda sama sekali dengan belajar yang terikat oleh peraturan dan pengawasan yang ketat. Belajar

terikat jauh lebih mudah dilaksanakan dan dapat dilakukan oleh setiap guru, karena banyak sedikit

dapat dijalankan secara maksimal (Nasution, 2000:84). Sebaliknya belajar bebas hanya dapat

dilaksanakan bila syarat-syarat tertentu dapat dipenuhi seperti adanya masalah, kepercayaan akan

kesanggupan manusia, keterbukaan guru, dan kemampuan guru menghadapi murid menurut pribadi

masing-masing dan dapat menghargai sifat-sifat mereka. Pendidikan akhirnya bertujuan untuk

membimbing anak ke arah kebebasan dan kemerdekaan, mengetahui apa yang baik dan yang buruk,

dapat melakukan pilihan tentang apa yang dilakukannya dengan penuh tanggung jawab sebagai hasil

belajar. Kebebasan itu hanya dapat dipelajari dengan memberi anak didik kebebasan mulanya sejauh

ia dapat memikulnya sendiri, hal mi dilakukan dalam konteks belajar.

Page 40: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Carl R. Rogers tidak dapat menerima manusia itu sebagai hasil “conditioning” semata-mata.

Sekalipun seseorang dipenjarakan atau hidup dalam negara yang diktator, namun manusia atau

seseorang itu masih mempunyai suatu kebebasan yaitu kebebasan bathin. Ia masih dapat memilih dan

menentukan hidupnya dengan penuh keberanian atas pilihan dan keputusan sendiri dan bertanggung

jawab penuh atas segala akibat pilihannya itu. Begitu juga di tengah-tengah pengaruh segala macam

conditioning manusia tidak sepenuhnya dikuasai oleh kuasa-kuasa lain. Hingga batas tertentu, ia turut

menentukan pribadi dan hidupnya serta mengembangkan bakat-bakat yang ada padanya. Kesadaran

akan adanya kebebasan batin mi banyak membantu klienklien dan kesulitannya dan membuka

kesempatan baginya untuk menjadi manusia yang mempunyai pribadi sendiri dalam hubungannya

dengan manusia lainnya. Untuk mengembangkan kebebasan ini kepada anak didik menurut Carl R.

Rogers perlu diperhatikan hal berikut.

1. Pendidik harus berkelakuan wajar dan benar menurut apa yang terkandung dalam dirinya. Jangan

berbuat pura-pura seakan-akan berkedok, berbuat lebih baik daripada hakekat pribadinya yang

sesungguhnya. Untuk mengembangkan kebebasan pada individu, pendidik tidak boleh

bersandiwara, harus jujur dengan ucapannya, jangan berbuat seakan-akan ia orang yang

seumpuma tanpa kesulitan. Berbuat jujur sesuai atau kongruen dengan pribadi yang sebenarnya

tidaklah mudah, karena kita sering menyembunyikan kelemahan dan kekurangan kita untuk

menimbulkan kesan yang baik tentang diri kita sendiri.

2. Pendidik harus menerima anak didik dengan segala aspek-aspek pribadinya. Anak didik boleh

berperilaku marah, jengkel, benci, senang, lembut, ramah, malu, berani, takut dan sebagainya.

Pendidik selalu menerima anak itu dengan penuh pengertian dan penghargaan tanpa menyatakan

penilaiannya tentang perilaku anak itu. Jadi pendidik harus selalu menghargai anak didik tanpa

syarat, meskipun kelakuan anak itu tidak menyenangkan hatinya.

3. Pendidik memiliki rasa empaday yaitu mampu melihat dan merasakan sesuatu seperti dilihat atau

dirasakan oleh anak didik. Memandang atau merasakan dunia sekitar seperti dipandang atau

dialami orang lain, bukan sesuatu yang mudah karena kita terikat oleh pandangan kita sendiri

yang terbentuk selama hidup kita. Namun pendidik yang ingin membebaskan anak didiknya harus

berusaha dan belajar memupuk empati ini. Anak didik memerlukan perhatian dan orang lain yang

dapat memandang sesuatu seperti ia memandangnya, bukan penilaian apalagi kecaman. Jika ada

orang lain bersedia mendengarkan dan memahaminya, maka anak didik mulai mendengarkan dan

mengamati apa yang terjadi dalam dirinya. Sambil belajar mengenal dirinya, mengetahui apa

yang bergejolak dalam dirinya, anak didik itu mulai menerima keadaan dirinya seperti pendidik

juga menerimanya tanpa syarat. Anak didik berangsur-angsur dapat menerima dirinya dengan

Page 41: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

segala kebaikan dan kekurangannya. Anak didik lebih terbuka untuk mengungkapkan perasaan-

perasaan yang semula disembunyikannya dan menjadi lebih. jujur dalam ucapan, perasaan,

maupun perilakunya. Sikap untuk mengecam dan menilai diri sendiri berkurang. Lambat laun

anak didik tersebut mulai mengenal dirinya dan menerima kenyataan dirinya. Sikap defensif yang

menyatakan dininya benar sendiri, sikap membela diri untuk mengamankan diri yang menurutnya

benar mulai berkurang dan ia mulai berkembang dengan wajar ke arah yang dipilihnya secara

bebas ke arah yang lebih konstruktif.

Ketiga hal yang perlu menjadi perhatian pendidik tersebut memberi makna bahwa, pendidik

harus memiliki sikap sabar yang tinggi, mengenal perilaku anak dan sudut psikologis, dan menjaga

etika sebagai pendidik dengan mengembangkan sikap jujur dan perilaku wajar. Perilaku wajar dan

bersahaja mi, menjadikan guru sebagai profil yang sederhana sarat dengan ilmu pengetahuan dan

pengalaman. Muncul suatu gerakan teori belajar yang menitikberatkan pada upaya membantu siswa

agar ia sanggup mencapai perwujudan dirinya (self realization) sesuai dengan kemampuan dasar dan

keunikan (uniqueness) yang dimilikinya. Gerakan ini pada dasarnya bertolak dan prinsip-prinsip

dasar teori kepnibadian oleh Carl Rogers (Syamsudin Makmun, A., 2003:236). Cam pendekatannya,

sebenarnya masih bersifat “enquiry discovery based approaches”.

Karakteristik utama metode ini, antara lain guru tidak membuat jarak yang tidak terlalu tajam

dengan siswa, tetapi menempatkan diri berdampingan dengan siswa dengan posisi siap memberi

bantuan belajar. Karakteristik ini sejalan dengan konsep tutwuri handayani yang dikembangkan Ki

Hajar Dewantoro yaitu membimbing anak belajar dengan menuntunnya sampai anak itu berhasil

dalam belajarnya. Jadi dapat ditegaskan belajar menurut Carl adalah kebebasan dan kemerdekaan

mengetahui apa yang baik dan yang anak dapat melakukan pilihan tentang apa yang dilaksanakannya

dengan tanggung jawab. Nilai yang dikembangkan di sini adalah kebebasan dan yang merupakan

sikap dasar manusia, jika anak itu terkungkung terintimidasi, maka akan sulit bagi anak untuk dapat

mengetahui apa yang kebebasan dan kemerdekaan menurut Rogers mengandung nilai jawab yang

penuh. Belajar bebas berbeda sama sekali dengan belajar yang terikat oleh peraturan dan pengawasan

yang ketat. Belajar yang terikat jauh lebih mudah dilaksanakan dan dapat dilakukan oleh setiap guru

karena sedikit banyak dapat dijalankan secara maksimal.

e. Belajar Menurut Pandangan Benjamin Bloom

Keseluruhan tujuan pendidikan dibagi atas hierarki atau taksonomi? menurut Benjamin

Bloom (1956) menjadi tiga kawasan (domain) yaitu: (1) omain kognitif mencakup kemampuan

intelektual mengenal lingkungan yang terdiri atas enam macam kemampuan yang disusun secara

hienarkis dani yang paling sederhana sampai yang paling kompleks yaitu pengetahuan (kemampuan

Page 42: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

mengingat kembali hal-hal yang telah dipelajari), pemahaman (kemampuan menangkap makna atau

anti sesuatu hal), penerapan (kemampuan mempergunakan hal-hal yang telah dipelajari untuk

menghadapi situasi-situasi baru dan nyata), analisis (kemampuan menjabarkan sesuatu menjadi

bagian-bagian sehingga struktur organisasinya dapat dipahami), sintesis (kemampuan memadukan

bagian-bagian menjadi sate keseluruhan yang berarti), dan penilain (kemampuan memberikan harga

sesuatu hal berdasarkan kriteria intern, kelompok, ekstern atau yang telah ditetapkan terlebih dahulu),

(2) domain afektif mencakup kemampuan-kemampuan emosional dalam mengalami dan menghayati

sesuatu hal yang meliputi lima macam kemampuan emosional disusun secara hierarkis yaitu:

kesadaran (kemampuan untuk ingin memperbatikan sesuatu hal), partisipasi (kemampuan untuk turut

serta atau terlibat dalam sesuatu hal), penghayatan nilai (kemampuan untuk menerima nilai dan

terikat kepadanya), pengorganisasian nilai (kemampuan untuk memiliki sistem nilai dalam dirinya),

dan karakterisasi diri (kemampuan untuk memiliki pola hidup dimana sistem nilai yang terbentuk

dalam dirinya mampu mengawasi tingkah lakunya); dan (3) domain psikomotor yaitu kemampuan-

kemampuan motorik menggiatkan dan mengkoordinasikan gerakan terdiri dan: gerakan reneks

(kemampuan melakukan tindakan-tindakan yang terjadi secara tak sengaja dalam menjawab sesuatu

perangsang), gerakan dasar (kemampuan melakukan pola-pola gerakan yang bersifat pembawaan dan

terbentuk dan kombinasi gerakan-gerakan reneks), kemampuan perseptual (kemampuan

menterjemahkan perangsang yang diterima melalui alat indera menjadi gerakan-gerakan yang tepat),

kemampuan jasmani (kemampuan dan gerakan-gerakan dasar merupakan inti untuk

memperkembangkan gerakan-gerakan yang terlatih), gerakan-gerakan terlatih (kemampuan

melakukan gerakan-gerakan canggih dan rumit dengan tingkat efisiensi tertentu), dan komunikasi

nondiskursif (kemampuan melakukan komunikasi dengan isyarat gerakan badan).

Taksonomi tujuan-tujuan dan Bloom mi disebut dengan “Taksonomi Bloom” dapat

menjelaskan tentang kualitas basil pendidikan. Tujuan langsung pendidikan adalah perubahan

kualitas kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Peningkatan mi tidak sekadar meningkatkan

belaka, tetapi peningkatan yang hasilnya dapat dipergunakan meningkatkan taraf hidupnya sebagai

pribadi, pekerja, profesional, warga masyarakat, warga negara, dan sebagai makhluk Tuhan Yang

Maha Esa. Hasil pendidikan diberikan kepada lingkungan dan diterima oleh lingkungan, sebagai

masukan yang digunakan sesuai kepentingannya. Dapat ditegaskan bahwa belajar adalah perubahan

kualitas kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik untuk meningkatkan taraf hidupnya sebagai

pribadi, sebagai masyarakat, maupun sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.

Page 43: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

f. Belajar Menurut Pandangan Jerome S. Bruner

Jerome S. Bruner (1960) seorang ahli psikologi perkembangan dan ahli psikologi belajar

kognitif. Bruner tidak mengembangkan suatu teori belajar yang sistematis, yang penting baginya

ialah cara-cara bagaimana orang memilih, mempertahankan, dan mentransfonnasi informasi secara

efektif, inilah menurut Bruner inti dan belajar. Menurut Bruner (1960) dalam proses belajar dapat

dibedakan pada tiga fase yaitu: (1) informasi, dalam tiap pelajaran kita peroleh sejumlah informasi,

ada yang menambah pengetahuan yang telah kita miliki, ada yang memperhalus dan

memperdalamnya, ada pula informasi yang bertentangan dengan apa yang telah kita ketahui

sebelumnya, misainya bahwa tidak ada energi yang lenyap; (2) transformasi, informasi itu harus

dianalisis, diubah atau ditransformasi kedalam bentuk yang lebih abstrak, atau konseptual agar dapat

digunakan untuk hal-hal yang lebih luas dalam hal mi bantuan guru sangat diperlukan; dan (3)

evaluasi, kemudian kita nilai hingga manakah pengetahuan yang kita peroleh dan transformasi itu

dapat dimanfaatkan untuk memahami gejala-gejala lain.

Dalam proses belajar ketiga episode mi selalu ada, yang menjadi masalah ialah berapa banyak

informasi diperlukan agar dapat ditransfontlasi. Lama tiap episode tidak selalu sama, hal ini antara

lain juga bergantung pada hasil yang diharapkan, motivasi murid belajar, minat, keinginan untuk

mengetahui, dan dorongan untuk menemukan sendiri. Selanjutnya Bruner (1960) mengemukakan

empat tema pendidikan, tema pertama, mengemukakan pentingnya arti struktur pengetahuan.

Kurikulum hendaknya mementingkan struktur pengetahuan. Hal ini perlu, sebab dengan

struktur pengetahuan, kita menolong para siswa untuk melihat, bagaimana fakta-fakta yang

kelihatannya tidak ada hubungan, dapat dihubungkan satu dengan yang lain, dan pada informasi yang

telah mereka miliki. Tema kedua, ialah tentang kesiapan (readines) untuk belajar, menurut Bruner

(1960:29) kesiapan terdiri atas, penguasaan keterampilan-keterampilan yang lebih sederhana yang

dapat mengizinkan seseorang untuk mencapai keterampilan-keterampilan yang lebih tinggi.

Kesiapan untuk geometri euclidian misalnya, dapat diperoleh dengan memberikan

kesempatan pada para siswa untuk membangun konstruksi-konstruksi yang makin kompleks dengan

menggunakan poligon-poligon. Tema yang ketiga menekankan nilai intuisi dalam proses pendidikan,

dengan intuisi, dimaksudkan oleh Bruner (1960:13) teknik-teknik intelektual untuk sampai pada

formulasi-formulaSi tentatif tanpa melalui langkah-langkah analitis untuk mengetahui apakah

formulasi-formulasi itu merupakan kesimpulan-keSimPulan yang sahih atau tidak. Pendapat yang

dikemukakan oleh Bruner ini adalah semacam educated guess yang kerap kali digunakan oleh para

saintis, artis, dan orang-orang kreatif lainnya.

Page 44: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Tema keempat dan terakhir, ialah tentang motivasi atau keinginan untuk belajar, dan cara-cara

yang tersedia pada para guru untuk merangsang motivasi itu. Pengalaman-pengalaman pendidikan

yang merangsang motivasi ialah, pengalaman-pengalaman dimana para siswa berpartisipasi secara

aktif dalam menghadapi alamnya. Pengalaman belajar semacam ini dapat dicontohkan oleh

pengalaman belajar penemuan yang intuitif.

Pendekatan Bruner terhadap belajar dapat diuraikan sebagai suatu pendekatan kategorisasi.

Bruner beranggapan bahwa semua interaksi-interaksi kita dengan alam melibatkan kategori-kategori

yang dibutuhkan bagi memfungsikan manusia. Tanpa kategori-kategori kita harus mempunyai satu

laci dalam lemari map kita untuk setiap objek, benda, dan gagasan dalam pengalaman kita.

Kategorisasi menyederhanakan kekompleksan dalam lingkungan kita. Karena sistem kategori kita

dapat mengenal objek-objek baru. Oleh karena itu objek-objek baru memiliki kemiripan dengan

objek-objek yang telah ada dalam sistem kode kita, kita dapat mengklasifikasikan dan memberikan

ciri-ciri tertentu pada benda-benda atau gagasan-gagasan baru.

Dalam kenyataannya, jika kita dihadapkan pada suatu benda baru, dan kita tidak dapat

mengkategorisasikannya dengan cara-cara tertentu, kita tidak dapat menentukannya, kita tidak dapat

menempatkannya dalam sistem penyimpanan kita, selanjutnya yang penting menurut Bruner ialah,

bahwa kategorisasi dapat membawa kita ketingkat yang lebih tinggi daripada informasi yang

diberikan. Kita menentukan objek-objek yang mengasosiasikan objek-objek itu dengan suatu kelas.

Bila kita mengklasifikasikan suatu objek, kita pengaruhi objek itu dengan sekumpulan sifat-sifat,

atribut-atribut kritis, dan hubungan-hubungan. Kita melakukan hal ini melalui inverensi, menemukan

lebih banyak daripada yang kita peroleh langsung dan objek itu.

Ringkasannya, Bruner beranggapan, bahwa belajar merupakan pengembangan kategori-

kategori dan pengembangan suatu sistem pengkodean (coding). Berbagai kategori-kategori saling

berkaitan sedemikian rupa, hingga setiap individu mempunyai model yang unik tentang alam. Dalam

model ini belajar baru dapat terjadi dengan mengubah model itu. Hal ini terjadi melalui pengubahan

kategori-kategori menghubungkan kategori-kategori dengan suatu cuma baru, atau dengan

menambahkan kategori-kategori baru. Anak sebagai sosok yang mampu memecahkan masalah

sendiri secara aktif (active problem solver), yang memiliki cara sendiri untuk memahami dunia. Jika

anak didik memahami langkah-langkah penting dalam suatu mata pelajaran, ia dapat terus berpikir

secara produktif tentang masalah-masalah baru, mengetahui bagaimana sesuatu terjadi sama

pentingnya dengan ribuan fakta tentang sesuatu tersebut.

Bruner menegakkan hipotesis bahwa mata pelajaran apapun dapat diajarkan secara efektif

dengan kejujuran intelektual kepada anak dalam tahap perkembangan manapun. Ia meyakini bahwa

Page 45: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

anak kecilpun dapat mengatasi masalah yang sulit, maka kurikulum harus berisi tema-tema hidup

dikonseptualisasi menjawab tiga pertanyaan yaitu: (1) apa yang menjadi ciri khas manusia (2)

bagaimana manusia mendapatkan ciri khas itu; dan (3) bagaimana ciri khas manusia itu dibentuk.

Bruner menyimpulkan bahwa pendidikan bukan sekedar persoalan teknik pengelolaan informasi,

bahkan bukan penerapan “teori belajar” di kelas atau menggunakan hasil yang berpusat pada mata

pelajaran (subject centered “achievmenr testing”). Pendidikan merupakan usaha yang kompleks

untuk menyesuaikan kebudayaan dengan kebutuhan anggotanya, dan menyesuaikan anggotanya cara

mereka mengetahui kebutuhan kebudayaan.

2. Teori Belajar

Bertitik tolak dan berbagai pandangan sejumlah ahli tersebut mengenai belajar, meskipun di

antara mereka para ahli tersebut ada perbedaan mengenai pengertian belajar, namun baik secara

eksplisit maupun implisit diantara mereka Irdapat kesainaan maknanya, yaitu definisi manapun

konsep belajar itu selalu unjukkan kepada “suatu proses perubahan perilaku atau pribadi seorang

berdasarkan peraktek atau pengalaman tertentu”. Hal-hal pokok alam pengertian belajar adalah

belajar itu membawa perubahan tingkah laku karena pengalaman dan latihan, perubahan itu pada

pokoknya didapatkannya kecakapan baru, dan perubahan itu terjadi karena usaha yang disengaja

Aliran forkologi kognitif menganggap bahwa belajar pada dasarnya merupakan peristiwa mental,

bukan peristiwa behavioral yang bersifat jasmaniah.

Perubahan tingkah laku bukan dilihat dan perubahan sifat-sifat fisik %isa1nya tinggi dan berat

badan, kekuatan fisik misalnya untuk mengangkat, yang terjadi sebagai suatu perubahan fisiologis

dalam besar otot atau efisiensi dan proses-proses sirkulasi dan respirasi, perubahan ini tidak termasuk

belajar Perilaku berbicara, menulis, bergerak, dan lainnya memberi kesempatan kepada manusia

untuk mempelajari perilaku-perilaku seperti berpikir, merasa, mengingat, memecahkan masalah,

berbuat kreatif, dan lain-lainnya, pembalan ini termasuk hasil belajar. Sedangkan istilah pengalaman

membatasi macam- macam perubahan perilaku yang dapat dianggap mewakili belajar.

Batasan ini penting dan sulit untuk didefinisikan, biasanya batasan ini dilakukan dengan

memperhatikan penyebab-penyebab pembahan dalam perilaku yang tidak dapat dianggap sebagai

hasil pengalaman. Jadi, perubahan perilaku yang disebabkan oleh kelelahan, adaptasi indera, obat-

obatan, dan kekuatan mekanis tidak dianggap sebagai perubahan yang disebabkan oleh pengalaman,

dan karena itu tidak dapat dianggap, bahwa belajar telah terjadi. Wilis Dahar (1989: 12) memberi

ilustrasi, bila seseorang masuk ke dalam kamar yang gelap, lambat laun ia akan melihat lebih jelas,

perubahan yang dialami orang ini diakibatkan oleh pembukaan pupil dan perubahan-perubahan

fotokimia dalam retina, hal mi merupakan suatu yang fisiologis, dan tidak mewakili belajar.

Page 46: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Perubahan-perubahan dalam perilaku yang disebabkan oleh alkohol atau obat-obatan lainnya tidak

dapat dianggap sebagai belajar, sebab perubahan-perubahan mi juga bersifat fisiologis.

Proses lain yang menghasilkan perubahan perilaku, yang tidak termasuk belajar adalah

kematangan, yaitu perubahan perilaku disebabkan oleh pertumbuhan dan perkembangan dan

organisma-organisma secara fisiologis. Pemikiran tentang belajar mengacu pada proses: (1) belajar

tidak hanya sekedar menghafal, siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri;

(2) anak belajar dan mengalami, anak mencatat sendiri pola-pola bermakna dan pengetahuan baru,

dan bukan diberi begitu saja oleh guru; (3) para ahli sepakat bahwa pengetahuan yang dimiliki

seseorang itu terorganisasi dan mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang suatu persoalan

(subject matter); (4) pengetahuan tidak bisa dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi yang

terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan; (5) manusia mempunyai

tingkatan yang berbeda dalam menyikap situasi baru; (6) siswa perlu dibiasakan memecahkan

masalah menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide; (7) proses

belajar dapat mengubah struktur otak, perubahan struktur otak itu berjalan terus seiring dengan

perkembangan organisasi pengetahuan dan keterampilan seseorang.

Untuk itu perlu dipahami, strategi belajar yang salah dan terus menerus ditajamkan, akan

mempengaruhi struktur otak, yang pada akhirnya mempengaruhi cara seseorang berperilaku. Suatu

tingkat kematangan tertentu merupakan prasyarat belajar berbicara, walaupun pengalaman dengan

orang dewasa yang berbicara dibutuhkan untuk membantu kesiapan yang dibawa oleh kematangan.

Jadi, belajar dihasilkan dan pengalaman dengan lingkungan, dimana terjadi hubungan-hubungan

antara stimulus-stimulus dan respons-respons. Hal ini memberi makna bahwa belajar adalah proses

aktif individu dalam membangun pengetahuan dan pencapaian tujuan.

Artinya, diperlukan sebuah pendekatan belajar yang lebih memberdayakan siswa. Proses

belajar tidak hanya tergantung kepada orang lain, akan tetapi sangat tergantung pada individu yang

belajar (student centered), anak belajar tidak hanya verbalisme tetapi juga dani mengalami sendiri

dalam lingkungan yang alasniah, mengkonstruksi pengetahuan, dan memberi makna pada

pengetahuan itu. Anak harus tahu makna belajar dan menggunakan pengetahuan serta keterampilan

yang telah diperoleh untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya.

Karena itu, belajar merupakan proses terbentuknya tingkah laku baru orang disebabkan

individu merespon lingkungannya, melalui pengalaman pribadi yang tidak termasuk kematangan,

pertumbuhan atau instink. Belajar sebagai proses akan terarah kepada tercapainya tujuan (goal

oriented) dan pihak siswa maupun dan pihak guru Tujuan itu dapat identifikasi dan bahkan dapat

diarahkan sesuai dengan maksud pendidikan Banyak sekali teori belajar menurut literatur psikologi,

Page 47: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

teori itu bersumber dan teori atau aharan-aharan psiko1ogi. Secara garis besar dikenal ada tiga

rumpun besar teori belajar menurut pandangan psikologi yaitu teori disiplin mental, teori

behavionsme idan teon cognitive gestalt-filed.

a. Teori Disiplin Mental

Sebelum abad ke-20 telah berkembang beberapa teori belajar yaitu teori mental, teori

pengembangan alamiah (natural unfoldment) atau “self actualization” dan teori apersepsi. Hingga

sekarang teori-teori ini masih pengaruhnya di sekolah-sekolah. Teori belajar ini dikembangkan

dilandasi eksperimen, ini berarti dasar orientasinya adalah “filosofis atau spekulatif. Teori disiplin

mental (Plato, Anistoteles) menganggap bahwa dalam belajar mental siswa didisiplinkan atau dilatih.

Dalam mengajar siswa membaca misalnya, guru pengikut teori mi melatih, “otot-otot” mental siswa.

Guru-guru ini mula-mula akan memberikan daftar kata-kata yang diinginkannya dengan

menggunakan kartu-kartu dimana tertulis setiap kata itu.

Selanjutnya mereka melatih siswa-siswa mereka, dan setiap hari diberi tes, dan siswa-siswa

yang belum pandai harus kembali sesudah jam sekolah untuk dilatih lagi. Menurut rumpun psikologi

teori disiplin mental ini individu memiliki kekuatan, kemampuan, atau potensi-potensi tertentu.

Belajar adalah mengembangkan diri dan kekuatan, kemampuan, dan potensi-potensi individu, proses

pengembangan kekuatan-kekuatan tersebut tiap aliran atau teori mengemukakan pandangan yang

berbeda. Menurut psikologi daya atau “faculty psychology” individu memiliki sejumlah daya-daya

yaitu daya mengindera, mengenal, mengingat, menanggap, menghayal, berpikir, merasakan, berbuat,

dan sebagainya. Daya-daya itu dapat dikembangkan melalui latihan dalam bentuk ulangan-ulangan,

seperti latihan mengamati benda, gambar, latihan mendengarkan bunyi dan suara, latihan mengingat

kata, arti kata, dan letak suatu kota dalam peta. Kalau anak dilatih banyak mengulang-ulang

menghafal sesuatu, maka ia akan terus ingat akan hal itu (Syaodih Sukmadinata, 2003: 167) hal mi

sesuai dengan pepatah melayu “Lancar kaji karena diulang”. Latihan mi bukan hanya berkenaan

dengan daya-daya fisik dan motorik, tetapi juga daya mental.

Herbart (1776-1841) melanjutkan gagasan Pestalozzi tentang mempsikologikan pendidikan,

dengan jalan menyusun pedagogik yang memadukan filsafat dan psikologi dalam menerangkan

peristiwa pendidikan. Harbart menyebut teorinya sebagai teon Vorstellungen yang dapat

diterjemahkan sebagai tanggapan-tanggapan yang tersimpan dalam kesadaran. Tanggapan ini

meliputi tiga bentuk yaitu: (1) impresi indera; (2) tanggapan atau bayangan dan impresi indera yang

lalu; dan (3) perasaan senang atau tidak senang. Tanggapan-tanggapan tersebut tidak semuanya

berada dalam kesadaran, adakalanya juga berada dalam ketidaksadaran. Tanggapan tersebut berbeda

kekuatannya, tanggapan-tanggapan yang kuat, besar pengaruhnya terhadap kehidupan individu.

Page 48: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Jadi belajar adalah mengusahakan adanya tanggapan sebanyak-banyaknya dan sejelas-

jelasnya pada kesadaran individu. Hal yang berkaitan dengan tanggapan itu diperoleh melalui

pemberian bahan yang sederhana tetapi penting dan juga menarik, kemudian memberikannya

seseorang mungkin. Jadi dalam teori Herbart juga tetap menekankan pentingnya ulangan-ulangan.

Jean Jacques Rousseau mengemukakan anak memiliki potensi-potensi yang masih terpendam,

melalui belajar anak harus diberi kesempatan mengembangkan atau mengaktualkan potensi-potensi

tersebut. Sesungguhnya anak mempunyai kekuatan sendiri untuk mencari, mencoba, menemukan,

dan mengembangkan dirinya sendiri. Artinya pendidik tidak perlu melakukan intervensi yang

berlebihan atau terlalu banyak turut campur mengatur anak, biarkan dia belajar sendiri, yang penting

bagi guru adalah perlu diciptakan situasi belajar yang permissif (rileks), menarik dan bersifat

alamiah. Teori yang berlawanan sekali dengan teori disiplin mental ialah teori perkembangan alamiah

(natural unfoldment). Menurut teori ini, anak akan berkembang secara alamiah. Pengembang-

pengembang teori ini adalah Jean J. Rousseau (1712-1778), ahli pendidik Swis Hainrich Pestalozzi

(1746- 1827), dan ahli filsafat, penemu pendidikan “Kindergarten” Friedrich Frobel 1782-1 852).

Para guru yang mengikuti teori ini, mula-mula akan menunggu hingga siswa-siswa

menyatakan keinginannya untuk belajar membaca misalnya, sebelum mereka mencoba mengajar

siswa-siswa ini membaca. Guru-guru lebih mementingkan perkembangan kematangan (maturational

development) daripada menanamkan keterampilan-keterampilan tertentu. Lagi pula mereka inginkan

agar belajar itu merupakan pengalaman yang menyenangkan anak. Teori yang berlawanan dengan

teori disiplin mental dan alamiah adalah teori apersepsi, yang merupakan suatu nama mental yang

dinamis, didasarkan pada premis fundamental, bahwa ada gagasan bawaan sejak lahir, apapun yang

diketahui seseorang datang luar dirinya. Menurut teori apersepsi, belajar merupakan suatu proses

gagasan-gagasan baru dengan gagasan-gagasan lama yang sudah pikiran (mind). Para pengikut teori

ini akan mengajar siswa-siswa misalnya, mulai dengan abjad, dan berusaha agar para siswa dapat dan

mengucapkan setiap huruf. Kemudian mereka akan mengatakan huruf-huruf itu digabung-

digabungkan untuk membentuk kata-kata, huruf-huruf membuat bunyi, bagaimana bunyi menjadi

bersatu, dan utuma huruf-huruf hidup dan huruf-huruf mati berperan. Dengan kata lain, guru akan

memberikan aturan-aturan pada siswa, membicarakan benda-benda atau makhluk-makhluk hidup

yang telah dikenal para siswa, misalnya kucing, anjing, kuda, kambing, sapi, dan lain-lain. Kemudian

guru menulis di papan tulis “K u d a” dan menerangkan bahwa kata ini menggambarkan kuda. Guru

mi berkeinginan terutama untuk membuat pelajaran membaca itu menarik, dan berusaha agar para

siswa memperoleh gagasan-gagasan yang benar dan membaca. Nama yang paling banyak

Page 49: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

dihubungkan dengan teori ini adalah Johann Friedrich Herbat (1776.4841), yang pertama kali

mengembangkan psikologi belajar secara sistematis dan teori tabularasa mengenai pikiran.

b. Teori Behaviorisme

Rumpun teori ini disebut behaviorisme karena sangat menekankan perilaku atau tingkah laku

yang dapat diamati atau diukur. Teori-teori dalam rumpun ini bersifat molekular, karena memandang

kehidupan individu terdiri atas unsur-unsur seperti halnya melokul-molekul. Ada beberapa ciri dan

rumpun teori ini yaitu: (1) mengutamakan unsur-unsur atau bagian-bagian kecil; (2) bersifat

mekanistis; (3) menekankan peranan lingkungan; (4) mementingkan pembentukan reaksi atau respon;

dan (5) menekankan pentingnya latihan (Syaodth Sukmadinata, 2003: 168). Koneksionisme

merupakan teori yang paling awal dan rumpun behaviorisme. Menurut teori ini tingkah laku manusia

tidak lain dan suatu hubungan antara perangsang-jawaban atau stimulus respons sebanyak-

banyaknya. Siapa yang menguasai hubungan stimulus respons sebanyak-banyaknya ialah orang

pandai atau berhasil dalam belajar. Pembentukan hubungan stimulus-respons dilakukan melalui

ulangan-ulangan. Dengan demikian teori mi memiliki kesamaan dalam cara mengajarnya dengan

teori psikologi daya atau herbartisme.

Tokoh yang sangat terkenal mengembangkan teori ini adalah Thomdike (1874-1949), dengan

eksperimennya belajar pada binatang yang juga berlaku bagi manusia yang disebut Thorndike dengan

“trial and error”. Thorndike menghasilkan teori belajar “connectionism” karena belajar merupakan

proses pembentukan koneksi-koneksi antara stimulus dan respons. Thorndike mengemukakan tiga

prinsip atau hukum dalam belajar yaitu: (1) law of readines, belajar akan berhasil apabila individu

memiliki kesiapan untuk melakukan perbuatan tersebut; (2) law of exercise yaitu belajar akan

berhasil apabila banyak latihan dan ulangan; dan (3) law of effect yaitu belajar akan bersemangat

apabila mengetahui dan mendapatkan hasil yang baik. Teori pengkondisian (conditioning),

merupakan perkembangan lebih lanjut dan koneksionisme. Teori mi dilatarbelakangi oleh percobaan

Ivan Pavlov (1849- 1936) dengan keluarnya air liur. Air liur akan keluar apabila anjing melihat atau

mencium bau makanan. Dalam percobaannya Pavlov membunyikan bel sebelum memperlihatkan

makanan pada anjing.

Setelah diulang berkali-kali ternyata air liur tetap keluar bila bel berbunyi meskipun

makanannya tidak ada. Penelitian ini menyimpulkan bahwa perilaku individu dapat dikondisikan.

Artinya belajar merupakan suatu upaya untuk mengkondisikan pembentukan suatu perilaku atau

respons terhadap sesuatu. Ivan Pavlov (1849-1936) menghasilkan teon belajar yang disebut “classical

conditioning” atau “stimulus substitution”. Teori penguatan atau “reinforcement” merupakan

pengembangan lebih lanjut dan teori oneksionisme. Kalau pada pengkondisian (conditioning) yang

Page 50: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

diberi kondisi adalah perangsangannya (stimulus), maka pada teori penguatan yang dikondisi atau

diperkuat adalah responsnya.

Seorang anak yang belajar dengan giat dan dia dapat menjawab semua pertanyaan dalam

ulangan atau ujian, maka guru memberikan penghargaan pihak itu dengan nilai yang tinggi, pujian,

atau hadiah. Berkat pemberian penghargaan, maka anak tersebut akan belajar lebih rajin dan lebih

bersemangat lagi. Prinsip-prinsip belajar menurut teori behaviorisme yang kemukakan oleh Harley

dan davis (1978) yang banyak dipakai adalah: (1) proses belajar dapat terjadi dengan baik apabila

siswa ikut terlibat secara aktif a1aninya; (2) materi pelajaran diberikan dalam bentuk unit-unit kecil

dan pitur sedemikian rupa sehingga hanya perlu memberikan suatu respons tertentu (3) tiap-tiap

respons perlu diberi umpan balik secara langsung sehingga dapat dengan segera mengetahui apakah

respons yang diberikan betul tidak; dan (4) perlu diberikan penguatan setiap kali siswa memberikan

apakah bersifat positif atau negatif. Penguatan yang bersifat positif lebih baik karena memberikan

pengalaman yang menyenangkan bagi sehingga ia ingin mengulang kembali respons yang telah

diberikan.

Jadi suatu respon diperkuat oleh penghargaan berupa nilai yang tinggi r kemampuannya

menyelesaikan soal-soal ujian. Pemberian nilai adalah jlcrapan teori penguatan yang disebut juga

“operant conditioning” tokoh utamanya adalah Skinner yang mengembangkan program pengajaran

dengan berpegang pada teori penguatan tersebut. Program pembelajaran yang terkenal dari Skinner

adalah “programmed instruction” dengan menggunakan media buku atau mesin pengajaran. Dalam

pengajaran berprogram, bahan ajaran susun dalam potongan bahan kecil-kecil, dan disajikan dalam

bentuk informasi dan tanya jawab.

Anak belajar dengan cara membaca informasi dan soal, lalu memberikan atau memilih

jawaban yang tersedia. Jawaban anak segera dicocokkan dengan kunci jawaban, dan segera diketahui

hasilnya yang dinyatakan dengan kualifikasi nilai tertentu.

Nilai yang baik akan mendapatkan pengelola belajar terutama menyangkut teori

behaviorisme, kritik-kritik ini adalah: pujian, sedangkan nilai yang kurang baik akan mendapatkan

peringatan. Pengajaran berprogram disajikan dalam berbagai bentuk media pengajaran yaitu dalam

bentuk buku program, mesin pengajaran, kaset audio, kaset video, atau komputer. Melalui

penggunaan pelajaran berprogram dimungkinkan anak belajar secara individual, guru dalam hal ini

sebagai pengarah, pendorong dan pengelola belajar.

Skinner adalah seorang pakar teoni belajar berdasarkan proses “conditioning” yang pada

prinsipnya memperkuat dugaan bahwa timbulnya tingkah laku itu lantaran adanya hubungan antara

stimulus dengan respons. Psikologi penguatan atau “operant conditioning” merupakan perkembangan

Page 51: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

lebih lanjut dan teori koneksionisme atau “conditioning”. Pada pertengahan 1950 dan 1960-an

menurut Harley dan davis (1978) timbul kritik-kritik tajam terhadap prinsip-prinsip belajar yang

diterapkan untuk sistem instruksional terutama menyangkut teori behaviorisme, kritik-kritik ini

adalah :

1. Apakah hasil penelitian tentang proses belajar, terutama yang menyangkut hubungan S-R yang

diperoleh dengan memakai binatang sebagai subjek, karakteristik ini sama atau dapat diterapkan

pada manusia Binatang yang berlainan species akan memberi respons yang berlainan apabila

diberi bermacam-macam stimulus penguatan.

2. Apakah hasil penelitian yang dilakukan di laboratorium akan relevan dengan situasi belajar

sesungguhnya? Dalam laboratorium, peneliti dapat mengatur dan mengukur pengaruh variabel-

variabel yang ingin diteliti hubungannya dengan hasil belajar, karena variabel lainnya dapat

dikontrol. Esksperimen-eksperimen dalam laboratorium terlalu sederhana sifatnya, dan

kompleksitas karakteristik belajar pada manusia seakan-akan diabaikan di sini.

3. Apakah faktor-faktor sosial juga diperhatikan dalam penelitian-penelitian eksperimental di

laboratorium? Seperti diketahui proses belajar manusia tidak merupakan suatu yang berdiri

sendiri tanpa dipengaruhi oleh masyarakat sekitarnya. Lingkungan dapat merubah tingkah laku

hewan dan manusia.

4. Kecuali faktor-faktor sosial, nampaknya penelitian di laboratorium juga mengesampingkan faktor

perkembangan lainnya seperti pengalaman-pengalaman sebelumnya. Bagaimana seseorang

belajar sesuatu yang belum diketahui sebelumnya, merupakan pertanyaan penting, baik secara

teoritik maupun dalam praktek. Perkembangan adalah pembentukan keterampilan baru dan

keterampilan-keterampilan yang lebih sederhana dan yang telah diperoleh sebelumnya. Dengan

demikian pada prinsipnya pengalaman-pengalaman sebelumnya merupakan sesuatu yang perlu

diperhatikan pada proses belajar.

5. Kritik utama mengenai prinsip-prinsip tersebut ialah bahwa prinsip-prinsip ‘ lebih mengutamakan

pernyataan yang bersifat deskriptif dan tidak preskriptif. Semua pengajar mengetahui bahwa

aktivitas diperlukan dalam proses belajar, tetapi mereka belum mengetahui dengan jelas aktivitas

seperti apa, sejauh mana aktivitas tersebut diperlukan dan kapan aktivitas ini justru dapat

merupakan penghambat proses belajar?

Untuk menanggulangi kritik-kritik mi dalam pengembangan sistem truksiona1 diterapkan

prinsip-prinsip teori psikologi seperti teori kepribadian , psikologi sosial, hal ini dikarenakan: (1)

belajar merupakan proses ilmiah prosedur yang ilmiah pula; (2) sikap orang mempunyai kebutuhan

dan yang merupakan keinginan untuk belajar tanpa dapat dibendung oleh lain; (3) belajar akan lebih

Page 52: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

lancar apabila materi yang dipelajarinya dengan pribadi orang yang belajar, dan ia diberi kesempatan

untuk jawab atas proses belajarnya sendiri; (4) proses belajar jarang merupakan proses yang terjadi

dalam keadaan menyendiri; dan (5) proses dengan pengikutsertaan emosi dan perasaan siswa akan

memberikan yang lebih baik. Artinya belajar benar-benar diperuntukkan untuk kemampuan pribadi

siswa dengan mengembangkan potensinya melalui berbagai aktivitas belajar.

c. Teori Cognitive Gestalt-Filed

Teori kognitif, dikembangkan oleh para ahli psikologi kognitif teori ini beda dengan

behaviorisme, bahwa yang utama pada kehidupan manusia mengetahui (knowing) dan bukan respons.

Psikologi Gestalt dipandang agal anak dan aliran strukturalisme, pada tahun 1912 sebagai reaksi

terhadap strukturatisme dalam psikologi (structural psychology) yaitu sistem psikologi yang

dikaitkan dengan William Max Wundt (1832-1920) Bapak psikologi eksperimen dan Edward

Bradferd Titchner. Aliran struictural ini memandang pengalaman manusia dan sudut pengalaman

pribadi. Sedangkan psikologi Gestalt memandang kejiwaan manusia terikat kepada pengamatan sang

berwujud kepada bentuk menyeluruh.

Teori belajar Gestalt (Gestalt Theory) ini lahir di Jennan tahun 1912 dipe1opori dan

dikembangkan oleh Max Wertheimer (1880-1943) yang meneliti tentang pengamatan dan problem

solving, dan pengamatannya ia menyesalkan pengalaman sebelumnya merupakan sesuatu yang perlu

diperhatikan pada proses belajar penggunaan metode menghafal di sekolah, dan menghendaki agar

murid belajar dengan pengertian bukan hafalan akademis. Sumbangannya mi diikuti tokoh-tokoh

lainnya adalah Wolfgang Kohier (1887-1959) yang meneliti tentang “insight” pada simpanse yaitu

mengenai mentalitas Simpanse (ape) di pulau Canary yang memperkembang psikologi Gestalt.

Pandangannya ini bertentangan dengan pandangan Thorndike mengenai belajar, yang menganggap

sebagai proses “trial and error”.

Kohler menyatakan bahwa belajar serta mencapai hasil adalah proses yang didasarkan insight.

Kecuali itu, pengamatan menurut psikologi elemen berlangsung dan bagian-bagian menuju

keseluruhan. Sedangkan psikologi Gestalt berpendapat bahwa, pengamatan adalah bersifat totalitas,

kesan pertama pengamatan adalah totalitas atau keseluruhan, bagian-bagian barulah muncul

kemudian secara analitis. Kurt Koffica (1886-194 1) yang menguraikan secara terperinci tentang

hukum-hukum pengamatan, dan Kurt Lewin (1892-1947) yang mengembangkan suatu teori belajar

(cognitive field) dengan menaruh perhatian kepada kepribadian dan psikologi sosial. Lewin

berpendapat bahwa tingkah laku merupakan hasil interaksi antar kekuatan-kekuatan, baik yang dan

dalam diri individu seperti tujuan, kebutuhan, tekanan kejiwaan, maupun dan luar diri individu

seperti tantangan dan permasalahan.

Page 53: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Medan kekuatan psikologis dimana individu bereaksi disebut “life space” yang mencakup

perwujudan lingkungan dimana individu bereaksi, misalnya orang-orang yang ia jumpai, objek

materiil yang ia hadapi, dan fungsi-fungsi kejiwaan yang ia miliki. Menurut Lewin belajar

berlangsung sebagai akibat dan perubahan dalam struktur kognitif. Perubahan struktur kognitif itu

adalah hasil dan dua macam kekuatan, satu dan struktur medan kognisi itu sendiri, yang lainnya dan

kebutuhan dan motivasi internal individu. Apabila seseorang belajar, maka ia akan tambah

pengetahuannya, Lewin memberikan peranan yang lebih penting pada motivasi dan reward

(Soemanto, 1998:129). Penelitian-penelitian mereka menumbuhkan psikologi Gestalt yang

menekankan bahasan pada masalah konfigurasi, struktur, dan pemetaan dalam pengalaman.

Kalau rumpun psikologi behaviorisme bersifat molekular atau menekankan unsur-unsur,

maka rumpun kognitif Gestalt bersifat molar yaitu menekankan keseluruhan yang terpadu, alam

kehidupan manusia dan perilaku manusia selalu merupakan suatu keseluruhan, suatu keterpaduan.

Kaum “Gestaltis” berpendapat, bahwa pengalaman itu berstruktur yang terbentuk dalam suatu

keseluruhan. Orang yang belajar, mengamati stimuli dalam keseluruhan yang terorganisasi, bukan

dalam bagian-bagian yang terpisah.

Teori Gestalt ini merupakan salah satu dan teori rationalist dalam psikologi. Para ahli

psikologi Gestalt memulai teorinya dan ide abstrak mengenai sifat pengamatan, berpikir, dan struktur

pengalaman kejiwaan manusia.

Gestalt dalam bahasa Jerman berarti “whole configuration” atau bentuk utuh, pola, kesatuan,

dan keseluruhan artinya Gestalt adalah keseluruhan lebih berarti dan bagian-bagian. Dalam belajar,

siswa harus mampu menangkap makna dan hubungan antara bagian yang satu dengan bagian ya.

Penangkapan makna hubungan jumlah yang disebut memahami, mengerti atau “insight”. Menurut

pandangan Gestalt, semua kegiatan belajar menggunakan “insight” atau pemahaman terhadap

hubungan-hubungan, terutama hubungan-hubungan antara bagian dan keseluruhan. Menurut

psikologi Gestalt tingkat kejelasan atau keberantian dan apa yang diamati dalam pas belajar, adalah

lebih meningkatkan belajar seseorang daripada hukuman, ganjaran.

Suatu konsep yang penting dalam psikologi Gestalt adalah tentang yaitu pengamatan dan

pemahaman mendadak terhadap hubungan antara bagian-bagian dalam suatu situasi permasalahan.

Dalam pembelajaran dengan teori Gestalt, guru tidak memberikan atau bagian-bagian bahan ajaran,

tetapi selalu satu kesatuan utuh. Guru memberikan suatu kesatuan situasi atau bahan yang persoalan-

persoalan, dimana anak harus berusaha menemukan antan bagian, memperoleh insight agar ia dapat

memahami situasi atau bahan ajaran tersebut. “Insight” itt sening dihubungkan pernyataan spontan

seperti “aha” atau “oh, see-now”. Menurut teori mi pengamatan manusia pada awalnya bersifat global

Page 54: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

terhadap objek yang dilihat, karena itu belajar harus dimulai dan keseluruhan baru berproses kepada

bagian-bagian. Pengamatan antinya proses menafsirkan, dan memberi anti rangsangan yang masuk

melalui indera-indera seperti mata dan telinga. Belajar Gestalt menekankan pemahaman atau

“insight” dan pengamatan sebagai suatu alternatif. Berkat pengalaman seorang siswa akan mampu

mencapai pengamatan yang benar objektif sebelum mencapai pengertian. Suatu keseluruhan terdiri

atas bagian-bagian yang mempunyai hubungan yang bermakna satu sama lain. Dalam belajar siswa

harus memahami makna hubungan antar satu bagian dengan bagian yang lainnya. Ketika para pakar

psikologi mulai meluaskan pandangannya dan sekedar soal pengamatan ke soal belajar, maka dasar

pandangan tentang pengamatan itu dibawanya ke dalam studi tentang belajar. Dikatakannya bahwa

hukum-hukum tentang pengamatan berlaku bagi proses belajar.

Hal ini di kemukakan berdasar kenyataan, belajar itu pada hakekatnya merupakan

penyesuaian-penyesuaian terhadap lingkungan, yaitu untuk mendapatkan respons yang tepat.

Penemuan respons yang tepat ini tergantung pada strukturalisasi daripada bahan yang tersedia di

depan siswa, maka mudah atau sulitnya masalah tergantung pada pengamatan. Insight sebagaimana

hasil penelitian ternyata memegang peranan penting, maka insight pun mendapat tempat yang penting

dalam teori belajar. Belajar dipandang sebagai fenomena dan apa yang dipelajari sebagai produk, dan

ditentukan oleh keadaan jiwa dan oleh hukum susunan pengamatan. Hukum pengamatan menurut

teori Gestalt meliputi: (I) hukum keterdekatan, artinya yang terdekat merupakan Gestalt; (2) hukum

ketertutupan, artinya yang tertutup merupakan Gestalt; dan (3) hukum kesamaan, artinya yang sama

merupakan Gestalt.

Hubungannya dengan Gestalt ruang pada indera penglihatan akan berhubungan dengan

Gestalt waktu dalam indera pendengaran membentuk suatu kesatuan yang mengatasi sifat

keterbatasan daripada waktu. Penglihatan terhadap objek yang sudah jelas strukturnya dalam proses

belajar, maka kesan yang diperoleh adalah tergantung kepada objek yang diamati. Akan tetapi kesan

penglihatan terhadap objek yang kurang jelas strukturnya oleh Soemanto (1998:20) akan lebih

bergantung kepada subjek yang dalam hal mi adalah peranan sikap batin si subjek itu sendiri.

Kejiwaan manusia terikat kepada pengamatan yang dimilikinya, pengamatan ini adalah perwujudan

keadaan kejiwaan manusia. Manusia adalah mahkluk secara psikologis mempunyai kesadaran atas

pengertian atau insight yang ada dalam jiwanya.

Manusia yang dihadapkan pada problema atau “problem solving” untuk mencoba

memahaminya dengan melakukan upaya menghubungkan unsur-unsur dalam problema tersebut

dengan menemukan makna yang terkandung di dalamnya. Dengan demikian unsur berpikir atau

inteligen ikut berperan, sehingga timbul dalam jiwa yang bersangkutan pengertian atau insight.

Page 55: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Setelah ia menemukan insight, maka ia akan menyatakan insight itu dengan suatu ekspresi yaitu “aku

mengerti sekarang”, “aku dapat menyelesaikannya”, dan sebagainya yang menimbulkan rasa puas,

karena mampu menyelesaikan problema yang dihadapinya. Jadi dalam belajar pemahaman atau

memegang peranan amat penting bagi tuntasnya kegiatan belajar.

Belajar bukanlah aktivitas reaktif mekanistis belaka, tetapi juga adanya pemahaman terhadap

perangsang yang datang yang tengah dihadapi diwaktu orang melakukan aktivitas belajar. Menurut

teori Gestalt perbuatan belajar tidak berlangsung seketika, tetapi berlangsung berproses kepada hal-

hal esensial, sehingga aktivitas belajar itu akan menimbulkan makna yang (meaningfidl). Sebab itu

dalam proses belajar, makin lama akan timbul ini pemahaman yang mendalam terhadap materi

pelajaran yang dipelajar, perhatian makin ditujukan kepada obyek yang dipelajari itu telah mengerti

dan dapat apa yang dicari. Sebab itu menurut Rasyad (2003 :77) hendaknya timbul rasa kebutuhan

belajar dalam diri, bahwa belajar itu perlu dan harus dilakukan untuk memperoleh sesuatu dengan

memahami bagian dan hubungan antar bagian hingga terjadi proses penguraian (analysis) dan

pemaduan (sintesis). Situasi uar merupakan keseluruhan konfigurasi Gestalt dan proses pengamatan

yang dalam diri manusia melalui sensorinya kemudian perangsang (R) bergabung dengan respon dan

menyatu membentuk aktivitas, karena kesatuan dengan respons dan diproses oleh kecerdasan

sehingga pemahaman atau pengertian terhadap masalah yang tengah Dalam jiwa akan terdapat “Aha

Erlebnis” sebagaimana dikemukakan dengan percobaannya, “Aha Erlebnis” oleh orang Jerman

diartikan tingkah laku hasil belajar. Melalui teori Gestalt mi pengamatan kita awalnya betul-betul

global, kita melihat secara awal adalah Vas bunga, h kita amati dengan seksama barulah kita

menemukan bagian-bagiannya ki-ta ada melihat sejumlah lekukan, ornamen, dan isinya yang menjadi

bagian yang terpisahkan dan Vas bunga tersebut dari sebagainya (Rasyad, :74). Suatu hukum yang

terkenal dan teori Gestalt yaitu hukum Pragnanz, kurang lebth berarti teratur, seimbang, simetri, dan

harmonis. Hukum pragnanz ini menunjukkan tentang berarahnya segala kejadian, Pragnanz dapat

sebagai daya muat yaitu keadaan seimbang, suatu Gestalt yang baik. Belajar adalah mencari dan

mendapatkan Pragnanz, menemukan keteraturan, kesederhanaan, kestabilan, simetri, keharmonisan

dan sebagainya dan sesuatu, sebaliknya dan itu keadaan yang problematis menurut Suryabrata :277)

adalah keadaan yang tidak pragnaz.

Pemecahan problem itu ialah mengadakan perubahan dalam ZF medan atau hal itu dengan

memasukkan hal-hal yang dapat membawa hal yang problematis kearah yang bersifat pragnaz. Untuk

menemukan Pragnanz diperhikan adanya pemahaman atau insight, menurut Ernest Hilgard ada enam

ciri dan belajar pemahaman mi yaitu: (1) pemahaman dipengaruhi oleh kemampuan dasar, individu

yang satu dengan yang lain mempunyai kemampuan dasar yang berbeda; (2) pemahaman dipengaruhi

Page 56: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

oleh pengalaman belajar yang lalu yang relevan, namun pengalaman masa lalu tersebut belum

menjamin dapat menyelesaikan problem, sebab pemecahan-pemecahan problem berarti penerapan

operation-operation yang telah dipelajari terlebih dahulu; (3) pemahaman tergantung kepada

pengaturan situasi, sebab insight itu hanya mungkin terjadi apabila situasi belajar itu diatur

sedemikian rupa sehingga segala aspek yang perlu dapat diamati; (4) pemahaman didahului oleh

usaha coba-coba, sebab insight bukanlah hal yang dapat jatuh dan langit dengan sendirinya,

melainkan adalah hal yang harus dicari; (5) belajar dengan pemahaman dapat diulangi, jika sesuatu

problem yang telah dipecahkan dengan insight lain kali diberikan lagi kepada pelajar yang

bersangkutan, maka dia akan dengan langsung dapat memecahkan problem itu lagi; dan (6) suatu

pemahaman dapat diaplikasikan atau dipergunakan bagi pemahaman situasi lain (Suryabrata,

2001:279 dan Syaodih Sukmadinata, 2003:171). Menurut teori ini dapat ditegaskan bahwa belajar

adalah berusaha mengatasi hambatan-hambatan untuk mencapai tujuan.

d. Makna dan Ciri Belajar

Meskipun terdapat titik pertemuan antara berbagai pendapat para ahli mengenai apa itu

hakekat atau esensi dan perbuatan belajar ialah perubahan perilaku dan pribadi, namun mengenai apa

sesungguhnya yang dipelajari dan bagaimana manifestasinya masih tetap merupakan permasalahan

yang mengundang interpretasi paling fundamental mengenai hal mi. Dengan demikian inti dan

belajar yang di kemukakan oleh para ahli tersebut dilihat dan psikologi adalah adanya perubahan

kematangan bagi anak didik sebagai akibat belajar sedangkan dilihat dan proses adalah adanya

interaksi antara peserta didik dengan pendidik sebagai proses pembelajaran. Perubahan kematangan

mi akibat dan adanya proses pembelajaran, dan perubahan ini tampak pada perubahan tingkah laku

yang dipengaruhi oleh ilmu pengetahuan yang diperolehnya dan proses belajar.

Secara singkat dan berbagai pandangan itu oleh Syamsudin Makmur (2003:159) dapat

dirangkumkan bahwa yang dimaksud dengan perubahan dalam konteks belajar itu dapat bersifat

fungsional atau struktural, material, dan behavioral, serta keseluruhan pribadi (Gestalt atau sekurang-

kurangnya multidimensional). Pendapat mi sejalan dengan pendapat Hilgand dan Bower (l98 1) yang

mengemukakan bahwa belajar dapat diartikan sebagal perubahan tingkah laku yang relatif permanen

dan yang merupakan hasil proses pembelajaran bukan disebabkan oleh adanya proses kedewasaan.

Edward Thorndike (1933) berpendapat belajar adalah proses orang memperoleh berbagai kecakapan,

keterampilan, dan sikap. Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks, sebagai

tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri.

Karakteristik perilaku belajar ini dilihat dan sudut psikologi pendidikan disebut juga prinsip-

prinsip belajar. Tindakan belajar tersebut tampak sebagai perilaku belajar yang tampak dari luar.

Page 57: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Berkaitan dengan konsep perubahan dalam konteks belajar itu dapat bersifat fungsional atau

struktural, material, dan bavioral, serta keseluruhan pribadi, secara singkat dijelaskan bahwa: (1)

belajar merupakan perubahan fungsional (pendapat ini dikemukakan oleh menganut paham teori daya

atau “faculty psychology” termasuk dalam paham nativisme”) yaitu jiwa manusia itu terdiri atas

sejumlah fungsi-fungsi yang memiliki daya atau kemampuan tertentu misalnya daya mengingat,

daya, dan sebagainya; (2) belajar merupakan pelayanan materi pengetahuan, dan atau perkayaan

pola-pola sambutan (respons) perilaku baru behavior), pandangan ini di kemukakan penganut paham

ilmu jiwa asosiasi atau paham empirismenya John Locke; dan (3) belajar merupakan perubahan

perilaku dan pribadi secara keseluruhan, pendapat ini di kemukakan oleh menganut ilmu jiwa Gestalt

bersumber pada paham “organismic psychology”.

Pemahaman terhadap berbagai teori belajar diperlukan dan penting bagi para pendidik untuk

melaksanakan tugas profesionalnya. Chaplin (1989:272) ienegaskan bahwa belajar (learning) adalah:

(1) perolehan dan sebarang perubahan yang relatif permanen dalam tingkah laku, sebagai hasil dari

praktek atau hasil pengalaman; dan (2) proses mendapatkan reaksi-reaksi, bagai hasil dan praktek dan

latihan khusus. Dalam mempelai hal belajar lewat pengkondisian atau persyaratan, ada tersedia dua

model yaitu pengkondisian klasikal dan pengkondisian operan.

Dalam penglcondisian klasikal proses asasi yang tercakup di adalah pengulangan berpasangan

yaitu yang dipasangkan dan suatu perangsang yang dikondisioning (yang harus dipelajari), dan satu

perangsang yang tidak dikondisionir atau dipersyaratkan (berkenaan dengan penguatan). Untuk

memahami konsep belajar lebih mendalam berikut ini di kemukakan pendapat beberapa ahli yang di

introdusir oleh Dimyati dan Mujiono (1999:9-16) berikut :

Page 58: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Dari ketiga pandangan diatas dapat dipahami bahwa perbuatan dan hasil belajar itu mungkin

dapat dimanifestasikan dalam wujud: (1) pertambahan materi pengetahuan yang berupa fakta,

informasi, prinsip hukum atau kaidah, prosedur atau pola kerja atau teori sistem nilai-nilai dan

sebagainya; (2) penguasaan pola-pola perilaku kognitif (pengamatan) proses berpikir, .mengingat

atau mengenal kembali, perilaku afektif (sikap-sikap apresiasi, penghayatan, dan sebagainya)

perilaku psikomotorik termasuk yang bersifat espresi dan (3) perubahan dalam sifat-sifat kepribadian

baik yang tangible maupun yang intangible. Setiap perilaku belajar tersebut selalu ditandai oleh ciri-

ciri perubahan yang spesifik antara lain seperti dikemukakan berikut ini.

a. Belajar menyebabkan perubahan pada aspek-aspek kepribadian yang berfungsi terus menerus,

yang berpengaruh pada proses belajar selanjutnya.

b. Belajar hanya terjadi melalui pengalaman yang bersifat individual

c. Belajar merupakan kegiatan yang bertujuan, yaitu arah yang ingin dicapai melalui proses belajar.

Page 59: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

d. Belajar menghasilkan perubahan yang menyeluruh, melibatkan keseluruhan tingkah laku secara

integral

e. Belajar adalah proses interaksi

f. Belajar berlangsung dan yang paling sederhana sampai pada kompleks

Dari pembahasan tersebut ditegaskan bahwa ciri khas belajar adalah perubahan, yaitu belajar

menghasilkan perubahan perilaku dalam diri peserta dik. Belajar menghasilkan perubahan perilaku

yang secara relatif tetap dalam berpikir, merasa, dan melakukan pada diri peserta didik. Perubahan

tersebut terjadi sebagai hasil latihan, pengalaman, dan pengembangan yang hasilnya dapat diamati

secara langsung.

e. Prinsip-prinsip Belajar

Belajar menurut teori psikologi asosiasi (koneksionisme) adalah proses bentukan asosiasi atau

hubungan antara stimulus (perangsang) yang mengenai individu melalui penginderaan dan response

(reaksi) yang diberikan terhadap rangsangan tadi, dan proses memperkuat hubungan tersebut.

eksperimen dilakukan para ahli-ahli psikologi tentang proses belajar berhasil mengungkapkan serta

menemukan sejumlah prinsip atau yang merupakan dasar-dasar dalam melakukan proses dan

mengajar atau Sehubungan dengan itu, ada berbagai prinsip belajar yang oleh para ahli dibidang

psikologi pendidikan, antara Lain prinsip belajar sebagaimana berikut ini :

a. Law of Effect yaitu bila hubungan antara stimulus dengan respon terjadi dan diikuti dengan

keadaan memuaskan, maka hubungan itu diperkuat. Sebaliknya jika hubungan itu diikuti dengan

perasaan tidak menyenangkan, maka hubungan itu akan melemah. Jadi, hasil belajar akan

diperkuat apabila menumbuhkan rasa senang atau puas (Thorndike)

b. Spread of Effect yaitu reaksi emosional yang mengiringi kepuasan itu tidak terbatas kepada

sumber utama pemberi kepuasan, tetapi kepuasan mendapat pengetahuan baru

c. Law of Exercice yaitu hubungan antara perangsang dan reaksi diperkuat dengan latthan dan

penguasaan, sebaliknya hubungan itu melemahkan jika dipergunakan. Jadi, hasil belajar dapat

lebih sempurna apabila sering diulang dan sering dilatih

d. Law of Readiness yaitu bila satuan-satuan dalam sistem syaraf telah siap berkonduksi, dan

hubungan itu berlangsung, maka terjadinya hubungan itu akan memusakan. Dalam hubungan ini

tingkah laku baru akan terjadi apabila yang belajar telah siap belajar

e. Law of Primacy yaitu hasil belajar yang diperoleh melalui kesan pertama, akan sulit digoyahkan

f. Law of Intensity yaitu belajar memberi makna yang dalam apabila diupayakan melalui kegiatan

yang dinamis

g. Law of Recency yaitu bahan yang baru dipelajari, akan lebih mudah diingat

Page 60: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

15. Dalam proses belajar mengajar dapat meliputi belajar informasi (pengetahuan), belajar konsep.

belajar prinsip belajar sikap dan belajar keterampilan.

16. Insight timbul jika individu berhasil menemukan hubungan antara bagian-bagian atau unsur-unsur

dan suatu keseluruhan konfigurasi, insight dapat timbul secara tiba-tiba ataupun secara berangsur-

angsur

17. Proses belajar mengajar bersifat individual, artinya tiap individu memperlihatkan perbedaan

dalam kecepatan belajar, tingkat dan batas-batas dalam berbagai bidang.

Proses belajar mengajar dapat terjadi tanpa diikuti oleh gejala-gejala ahiriah dan perubahan

tingkah laku individu. Sumbangan pandangan E. L. Thomdike terhadap belajar diantaranya: (I)

kematangan, kesiapan belajar dan motivasi berperanan penting dalam keberhasilan belajar; (2)

perubahan tingkah 1aku data basil belajar dapat diperkuat melalui penggunaan hadiah

(reward), ,sebaliknya dapat diperlemah dengan penggunaan hukuman; dan (3) dalam beberapa aspek

belajar bidang kognitif, dan bidang psikomotor terutama dalam keterampilan, peranan trial and error

cukup besar pengaruhnya.

f. Syarat Agar Peserta Didik Berhasil Belajar

Agar peserta didik dapat berhasil belajar diperlukan persyaratan tertentu lain seperti di

kemukakan berikut ini: (1) kemampuan berfikir yang tinggi para siswa, hal mi ditandai dengan

berpikir kritis, logis, sistematis, dan (Scholastic Aptitude Test); (2) menimbulkan minat yang tinggi

mata pelajaran (Interest Inventory); (3) bakat dan minat yang khusus siswa dapat dikembangkan

sesuai potensinya (Differential Aptitude Test); menguasai bahan-bahan dasar yang dip erlukan untuk

Page 61: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

meneruskan pelajaran sekolah yang menjadi lanjutannya (Achievement Test); (5) menguasai salah

bahasa asing, terutama Bahasa Inggris (English Comprehension Test) bagi yang telah memenuhi

syarat untuk itu; (6) stabilitas Psikis (tidak i masalah penyesuaian diti dan seksual); (7) kesehatan

jasmani; (8) lingkungan yang tenang; (9) kehidupan ekonomi yang memadai; (1) menguasai teknik

belajar di Sekolah dan di luar sekolah.

Belajar dalam satu bidang tidaklah menjamin dalam bidang yang lain, misalnya guru pada

suatu kursus memperkembangkan suatu keterampilan pada tingkat yang tinggi dengan membagi-bagi

personil dalam kelas-kelas laboratons atau ruang-ruang kelas, tapi dia mungkin tidak berminat untuk

mengusahakan agar ketarampilan ini dilengkapi dengan bagian-bagian belajar itu tidak dapat

diperoleh. Belajar tidak terjadi dalam artian yang lebih luas; padahal belajar adalah tentang

perubahan kelakukan seorang individu, bilamana sedang mengerjakan sesuatu dalam situasi tertentu.

g. Cara Belajar yang Balk

Proses pembelajaran tidak selalu efektif dan efisien dan hasil proses belajar mengajar tidak

selalu optimal, karena ada sejumlah hambatan. Karena itu, guru dalam memberikan materi pelajaran

hanya yang berguna dan bermanfaat bagi para siswanya. Materi tersebut disesuaikan dengan

kebutuhan mereka akan pelajaran tersebut. Belajar seperti mi akan lebih mengutamakan penguasaan

ilmu, dan diyakini akan memberi peluang untuk siswa lebih kreatif dan guru lebih profesional.

Dengan demikian pembelajaran akan lebih bermakna dimana guru mampu menciptakan kondisi

belajar yang dapat membangun kreatifitas siswa untuk menguasai ilmu pengetahuan.

Cara belajar yang baik secara umum menggambarkan bahwa: (1) belajar secara efisien

(mampu) yang ditampakkan pada komitmen yang tinggi untuk memenuhi waktu yang telah diatur,

mampu mengatur keuangan, rajin melaksanakan tugas-tugas belajar, sungguh-sungguh menghadiri

pelajaran, datang ke sekolah selalu tepat waktu, cahaya ruang belajar yang cukup dan lingkungan

yang tenang, menyusun catatan pelajaran yang lengkap dan rapi, dan tersedia buku pelajaran yang

baik dan cukup di sekolah (perpustakaan); (2) mampu membuat berbagai catatan yaitu selalu

mencatat pelajaran dan tertib dalam membuat catatan; (3) mampu membaca yaitu mampu memahami

isi bacaan dan mata pelajaran, mampu membaca cepat (bagi siswa tertentu 1 halaman 1 menit), mata

pelajaran yang dibaca lama tersimpan dalam ingatan, tahu mana yang perlu dihafal mana yang tidak,

lama dan banyaknya membaca, dan membaca utuh bukan bagian-bagian; (4) siap belajar yaitu belajar

sebelumlsesudah mengikuti mata pelajaran, menguasailmemahami isi bacaan dari materi pelajaran,

belajar berangsur atau bertahap agar tidak jenuh, dan mengulang bacaan untuk menokohkan ingatan;

(5) keterampilan belajar yaitu membaca cepat dan faham apa yang dibaca, mencatat materi pelajaran

secara sistematis. memiliki kemampuan bahasa untuk memahami pelajaran, mampu mengerjakan

Page 62: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

hitungan sesuai tingkat sekolahnya, dan mengerti dan mampu menyatakan pikirannya baik tertulis

maupun lisan; (6) memahami perbedaan belajar pada tingkatan sekolah seperti SD, SLTP dan SMU

yaitu apa yang dipelajari jauh lebih banyak, rangking di kelasnya atau di sekolah, berusaha belajar

secara mandiri, ada keseimbangan belajar tatap muka di kelas dengan

h. Fenomena kejenuhan adalah suatu penyebab yang menjadi perhatian signifikan dalam

pembelajaran. Kejenuhan adalah suatu sumber frustrasi fundamental bagi peserta didik dan juga

pendidik di lain pihak intervensi pemerintah sebagai penanggung jawab pendidikan selalu tidak

memecahkan masalah yang esensial. Kejenuhan belajar (plateauing) adalah rentang waktu

tertentu yang dipakai untuk belajar, tetapi tidak mendatangkan hasil, karena antara lain keletihan

mental dan indera-indera. Plateau Belajar yaitu periode kegiatan yang tidak menyebabkan

perubahan pada individu karena berbagai faktor: (1) kesulitan bahan yang dipelajari meningkat,

sehingga yang belajar tidak mampu menyelesaikan. Sekalipun yang belajar terus berusaha; (2)

metode belajar yang dipergunakan individu tidak memadai, sehingga upaya yang dilakukannya

akan sia-sia belaka; dan (3) kejenuhan belajar yang disebabkan oleh keletihan atau kelelahan

badan

i. Belongingness yaitu keterikatan bahan yang dipelajari pada situasi belajar, akan mempermudah

berubahnya tingkah laku. Hasil belajar yang memberikan kepuasan dalam proses belajar dan

latihan yang diterima erat kaitannya dengan kehidupan belajar. Proses belajar yang demikian ini

akan meningkatkan prestasi hasil belajar peserta didik.

Untuk memberi pemahaman yang lebih mengenai prinsip-prinsip belajar yang telah

dikemukakan sebelumnya, beberapa prinsip atau kaidah dalam proses pembelajaran sebagai hasil

eksperimen para ahli psikologi yang berlaku secara umum sebagaimana dikemukakan Rusyan (1993 :

20) di bawah ini :

1. Motivasi, kematangan dan kesiapan diperlukan dalam proses belajar mengajar, tanpa motivasi

dalam proses belajar mengajar, terutama motivasi intristik proses belajar mengajar tidak akan

efektif dan tanpa kematangan organ-organ biologis dan fisiologis, upaya belajar sukar

berlangsung, demikian misalnya anak kecil tidak akan mampu belajar mengucapkan kata-kata

atau berbicara jika fungsi dan organ-organ bicara belum mencapai taraf kematangan untuk itu.

Demikian pula halnya dalam belajar di sekolah.

2. Pembentukan persepsi yang tepat terhadap rangsangan sensoris merupakan dasar dari proses

belajar mengajar yang tepat. Bila interprestasi dan persepsi individu terhadap objek, benda,

situasi, rangsangan disekitarnya keliru atau salah, terutama pada tahap-tahap awal belajar, maka

belajar selanjutnya merupakan akumulasi kesalahan di atas kesalahan. Sebagai contoh, peserta

Page 63: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

didik yang baru tahap awal belajar matematika tehambat dalam interpretasi dan persepsi yang

tepat untuk selanjutnya peserta didik tersebut akan mengalami kesulitan mempelajari matematika.

3. Kemajuan dan keberhasilan proses belajar mengajar ditentukan oleh antara lain bakat khusus,

taraf kecerdasan, minat serta tingkat kematangan dan jenis, sifat dan intensitas dan bahan yang

dipelajari.

4. Proses belajar mengajar dapat dangkal. luas dan mendalam. tergantung pada materi yang menjadi

pembahasan dalam pembelajaran tersebut.

5. Feedback atau pengetahuan akan hasil-hasil proses belajar mengajar yang lampau dapat

merangsang atau sebaliknya menghambat kemajuan proses belajar mengajar berikutnya. Sukses

dimasa lampau atau pada salah satu mata pelajaran cenderung untuk diikuti dengan sukses

sekarang dan masa yang akan datang serta pada mata pelajaran lainnya.

6. Proses belajar mengajar dalam suatu situasi dapat ditransferkan untuk kegiatan belajar situasi atau

bidang lainnya, dikenal dengan transfer of learning dan transfer of training dalam pembelajaran.

7. Response yang kacau, kaku dan acak-acakan serta proses belajar mengajar secara trial and error

tidak terencana menandai proses belajar mengajar yang amburadul dan pembelajaran itu

cenderung gagal.

8. Untuk mengukur kemajuan belajar, maka ulangan, latihan akan memperkuat hasil belajar,

sebaliknya tanpa latihan, ulangan dan penggunaan maka hasil belajar akan hilang atau melemah.

9. Trial and error, response tak beraturan dan jamak, umumnya menandai tahap-tahap awal beberapa

mata pelajaran untuk mencari bentuk pembelajaran yang cocok.

10. Proses belajar mengajar dapat bersifat internasional artinya pembelajaran tersebut direncanakan,

teroraganisir, bahan pelayanan tersusun secara sistematis dan dibimbing guru atau petugas yang

terlatih untuk itu. Belajar mi akan menjadi sangat efektif dan didukung oleh minat, yang kuat dan

peserta didik.

11. Transfer dalam belajar dapat positif atau negatif dan transfer positif terjadi bila belajar kemudian

dipermudah atau dibantu oleh belajar yang mendahului, sedangkan transfer negatif terjadi apabila

yang telah dipelajari sebelumnya menghambat belajar yang kemudian.

12. Proses belajar-mengajar berlangsung dari yang sederhana meningkat kepada yang kompleks, dari

yang konkret kepada yang abstrak, dan yang khusus ke umum dan yang mudah ke sulit, dari

induksi ke deduksi

13. Proses belajar-mengajar dapat berlangsung dengan kurang bisa dan secara insidentil. Sejumlah

sikap minat, reaksi-reaksi emosional individu yang di perlambangkan secara tidak atau kurang

disadari, pengetahuan anak tentang bahasa (bahasa daerah dan bahasa pergaulan sehari-hari)

Page 64: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

umumnya dipelajari/dimiliki dengan tidak di sengaja, mengingat dan mengenal kembali suatu

pengetahuan objek situasi yang pernah dilihat dibaca didengar banyak terjadi karena belajar yang

tidak sengaja.

14. Proses belajar mengajar yang disertai oleh pemahaman yang jelas tentang tujuan yang mudah

dicapai akan menjadi lebih baik efektif dan pada belajar tanpa tujuan- tujuan dari arah yang jelas

belajar sendiri, dan pengendalian belajar tidak ketat agar tidak jenuh dan kaku; (7) dukungan

orang tua yang paham akan perbedaan belajar di masing-masing tingkatan sekolah dimana

anaknya belajar; dan (8) status harga diri lebih/kurang.

Cara belajar yang baik, tentu harus mampu mengatasi kesulitan belajar. Untuk membantu

peserta didik mengatasi kesulitan belajar, dibutuhkan suatu prosedur yang sistematis dan terencana.

Artinya membantu mengatasi kesulitan belajar siswa dikerjakan secara sungguh-sungguh, bukan

setengah hati. Rusyan (1993:31) menawarkan petunjuk umum cam dan teknik mengatasi kesulitan

belajar yakni: (1) menetapkan target dan tujuan belajar yang jelas; (2) menghindari saran dan kritik

yang negatif (3) menciptakan situasi belajar yang sehat dan kompetitif, (4) menyelenggarakan

remedial program; dan (5) memberi kesempatan agar peserta didik memperoleh pengalaman yang

sukses.

h. Strategi Mempelajari Buku Teks (Melalui SQ3R)

Salah satu hal yang penting dalam belajar adalah membaca buku teks yang berisi tulisan

materi pelajaran untuk dibaca baik berupa buku paket maupun buku-buku lainnya yang berkaitan

dengan mata pelajaran. Kiat yang secara spesifik dirancang untuk memahami teks disebut metode

SQ3R (Survey, Question, Read, Recite, dan Review) yang dikembangkan oleh Francis P. Rbinson

dan Ohio University. Metode membaca buku teks tersebut bersifat praktis dan dapat diaplikasikan

dalam berbagai pendekatan belajar untuk semua liata pelajaran (Muhibbinsyah, 2003:130). Dimulai

dengan melakukan survey yaitu menjelajahi seluruh buku yang tersedia di perpustakaan dan tempat

lain yang berkaitan dengan mata pelajaran dengan menelusuri daftar isi (Bab demi b, gambar, tabel,

kesimpulan).

Hasil survey tersebut menentukan buku-buku mana saja yang sesuai dengan mata pelajaran,

buku ini dijadikan sebagai buku wajib maupun buku pendukung dalam mendukung mata pelajaran.

Dilanjutkan dengan Question yaitu bertanya dalam mengarahkan membaca kritis. Kemudian

membaca (Read) rnenurut Poerwadanminta (1983:71) ialah melihat tulisan dan mengerti atau dapat

melisankan apa yang tertulis itu, dalam menggunakan pendekatan SQ3R membaca yaitu: (1)

membaca bertujuan; (2) menangkap gagasan isi buku pelajaran; (3) membaca dengan mata dan

pikiran yang terang (tidak hanya komat-kamit); (4) latihan mempercepat waktu belajar; (5) membaca

Page 65: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

menurut urutan pikiran dalam pelajaran; dan (6) mengumpulkan istilah & pengertian yang berkaitan

dengan mata pelajaran yang dipelajari.

Kemudian dilakukan recite, yaitu mengulang isi buku pelajaran yang telah dipelajari

(berkaitan dengan Ide, pengertian, dan analisis) sehingga mendapatkan ide-ide pokok dan buku

tersebut. Sedangkan review: yaitu meninjau kembali seluruh bahan pelajaran yang telah dipelajari

secara menyeluruh. Alokasi waktu yang diperlukan untuk memahami sebuah teks dengan

menggunakan pendekatan SQ3R, bisa saja tidak begitu berbeda dengan mempelajari teks dengan cara

biasa atau cam lainnya. Akan tetapi, hasil pembelajaran siswa dengan menggunakan SQ3R dapat

diharapkan lebih memuaskan dan dapat lebih memberikan pemahaman yang luas tentang materi

pelajaran yang terdapat dalam buku teks tersebut.

Karena dengan metode atau pendekatan ini siswa menjadi pembaca yang aktif dan terarah

langsung pada intisari atau kandungan-kandungan pokok materi yang tersirat dan tersurat dalam teks.

Membaca menggunakan pendekatan SQ3R untuk mata pelajaran apa saja, pendekatan ini saling

melengkapi dengan menggunakan pendekatan kontekstual sebagaimana dibahas sebelumnya.

Membaca memerlukan penguasaan bahasa, kecepatan menangkap jalan dan buah pikiran orang lain

yang didukung oleh perbendaharaan kata yang luas. Seorang pelajar harus dapat membaca dengan

cepat dan memahami apa yang dibacanya, makin cepat ia membaca, makin banyak yang dapat ia

pelajari dalam waktu tertentu. Untuk mempelajari membaca yang demikian mi perlu ketekunan, dan

juga perlu berkonsultasi dengan guru bagaimana cara yang mungkin dapat dilakukan, karena masing-

masing orang mungkin saja mempunyai kemampuan membaca dan memahami yang berbeda-beda.

Karena itu yang berkaitan dengan kendala dan hambatan sebaiknya dikonsultasikan pada gum atau

yang lebih ahli seperti psikolog, dokter, konselor, dan sebagainya.

BAB II

KONSEP DAN MAKNA PEMBELAJARAN

A. Arti dan Makna Pembelajaran

Pembelajaran ialah membelajarkan siswa menggunakan asas maupun teori belajar merupakan

penentu utama keberhasilan Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar oleh

pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh anak didik atau murid. Konsep

pembelajaran menurut Corey (1986:195) suatu proses di mana lingkungan seseorang secara disengaja

dikelola memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi khusus atau

menghasilkan respons terhadap situasi tertentu, pembelajaran merupakan subset khusus dan

Page 66: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

pendidikan. Mengajar menurut Jiam H. Burton adalah upaya memberikan stimulus, bimbingan

pengarahan, dorongan kepada siswa agar terjadi proses belajar konsep Pembelajaran

1. Konsep Pembelajaran

Seiring dikatakan mengajar adalah mengorganisasikan aktivitas siswa arti yang luas. Peranan

guru bukan semata-mata memberikan informasi, 1ainkan juga mengarahkan dan memberi fasilitas

belajar (directing and ilitating the learning) agar proses belajar lebih memadai. Pembelajaran

mengandung arti setiap kegiatan yang dirancang untuk membantu seseorang mempelajari suatu

kemampuan dan atau nilai yang baru. Proses pembelajaran pada awalnya meminta guru untuk

mengetahui kemampuan dasar yang dimiliki oleh siswa meliputi kemampuan dasarnya, motivasinya,

latar belakang akademisnya, latar belakang sosial ekonominya, dan dalam sebagainya. Kesiapan guru

untuk mengenal karakteristik siswa dalam pembelajaran merupakan modal utama penyampaian

bahan belajar dan menjadi indikator suksesnya pelaksanaan pembelajaran.

Bahan pelajaran dalam proses pembelajaran hanya merupakan perangsang tindakan pendidik

atau guru, juga hanya merupakan tindakan memberikan dorongan dalam belajar yang tertuju pada

pencapaian tujuan belajar. Antara belajar dan mengajar dengan pendidikan bukanlah sesuatu yang

terpisah atau bertentangan. Justru proses pembelajaran adalah merupakan aspek yang terintegrasi dan

proses pendidikan.

Hanya saja sudah menjadi kelaziman bahwa proses pembelajaran dipandang sebagai aspek

pendidikan jika berlangsung di sekolah saja. Hal ini menunjukkan bahwa proses pembelajaran

merupakan proses yang mendasar dalam aktivitas pendidikan di sekolah. Dan proses pembelajaran

tersebut siswa memperoleh basil belajar yang merupakan hasil dan suatu interaksi tindak b1ajar yaitu

mengalami proses untuk meningkatkan kemampuan mentalnya dan tindak mengajar yaitu

membelajarkan siswa. Guru sebagai pendidik melakukan kayasa pembelajaran berdasarkan

kurikulum yang berlaku, dalam tindakan tersebut guru menggunakan asas pendidikan maupun teori

pendidikan. Guru membuat desain instruksional, mengacu pada desain ini para siswa menyusun

program pembelajaran di rumah dan bertanggung jawab sendiri atas jadwal belajar yang dibuatnya.

Sementara itu siswa sebagai pembelajar di sekolah menii1iki kepribadian, pengalaman, dan tujuan.

Siswa tersebut mengalami perkembangan jiwa sesuai asas emansipasi dirinya menuju keutuhan dan

kemandirian.

Untuk memahami lebih mendalam apa itu pembelajaran, mari kita telusuri konsep dan

pengertiannya. Pembelajaran menurut Dimyati dan Mudjiono (1999:297) adalah kegiatan guru secara

terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang menekankan

pada penyediaan sumber belajar. UUSPN No. 20 tahun 2003 menyatakan pembelajaran adalah proses

Page 67: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.

Pembelajaran sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas

berpikir yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan

mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap

materi pelajaran.

Dalam pembelajaran guru harus memahami hakekat materi pelajaran yang diajarkannya

sebagai suatu pelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir siswa dan memahami

berbagai model pembelajaran yang dapat merangsang kemampuan siswa untuk belajar dengan

perencanaan pengajaran yang matang oleh guru. Pendapat mi sejalan dengan Jerome Bruner (1960)

mengatakan bahwa perlu adanya teori pembelajaran yang akan menjelaskan asas-asas untuk

merancang pembelajaran yang efektif di kelas. Menurut pandangan Bruner teori belajar itu bersifat

deskriptif, sedangkan teori pembelajaran itu preskriptif.

Hal ini menggambarkan bahwa orang yang berpengetahuan adalah orang yang terampil

memecahkan masalah, mampu berinteraksi dengan lingkungannya dalam menguji hipotesis dan

menarik generalisasi dengan benar. jadi belajar dan pembelajaran diarahkan untuk membangun

kemampuan berpikir dan kemampuan menguasai materi pelajaran, dimana pengetahuan itu

sumbernya dan luar diri, tetapi dikonstruksi dalam diri individu siswa. Pengetahuan tidak diperoleh

dengan cara diberikan atau ditransfer dan orang Jam, tetapi “dibentuk dan dikonstruksi” oleh individu

itu sendiri, sehingga siswa itu mampu mengembangkan intelektualnya. Pembelajaran mempunyai dua

karakteristik yaitu Pertama, dalam proses pembelajaran melibatkan proses mental siswa secara

maksimal, bukan hanya menuntut siswa sekedar :pendengar, mencatat, akan tetapi menghendaki

aktivitas siswa dalam proses berpikir Kedua, dalam pembelajaran membangun suasana dialogis dan

proses tanya jawab terus menerus yang diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan

berfikir siswa, yang pada gilirannya kemampuan berpikir itu dapat membantu siswa untuk

memperoleh pengetahuan yang mereka konstruksi sendiri.

Proses pembelajaran atau pengajaran kelas (Classroom Teaching) menurut Dunkin dan Biddle

(1974 38) berada pada empat variabel interaksi yaitu (1) variabel pertanda (presage variables) berupa

pendidik, (2) variabeles konteks (context variables) berupa peserta didik, sekolah, dan masyarakat;

(3) variabeles proses (process variables) berupa interaksi peserta didik dengan pendidik; dan (4)

variabel produk (product variables) berupa perkembangan ini peserta didik dalam jangka pendek

maupun jangka panjang. Dunkin dan Biddle selanjutnya mengatakan proses pembelajaran akan

berlangsung dengan baik jika pendidik mempunyai dua kompetensi utama yaitu: (1) kompetensi

Page 68: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

substansi materi pembelajaran atau penguasaan materi pelajaran; dan (2) kompetensi metodologi

pembelajaran.

Artinya jika guru menguasai materi pelajaran, diharuskan juga menguasai metode pengajaran

sesuai kebutuhan materi ajar yang mengacu pada prinsip pedagogik, yaitu memahami karakteristik

peserta didik. Jika metode dalam pembelajaran tidak dikuasai, maka penyampaian materi ajar

menjadi tidak maksimal. Metode yang digunakan sebagai strategi yang dapat memudahkan peserta

didik untuk menguasai ilmu pengetahuan yang diberikan oleh guru. Hal ini menggambarkan bahwa

pembelajaran terus mengalami perkembangan sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan

teknologi. Karena itu dalam merespon perkembangan tersebut, tentu tidaklah memadai kalau sumber

belajar berasal dan guru dan media buku teks belaka. Dirasakan perlu ada cara baru dalam

mengomunikasikan ilmu pengetahuan atau materi ajar dalam pembelajaran baik dalam sistem yang

mandiri maupun dalam sistem yang terstruktur. Untuk itu perlu dipersiapkan sumber belajar oleh

pihak guru maupun para ahli pendidikan yang dapat dimanfaatkan dalam proses pembelajaran.

Proses pembelajaran aktivitasnya dalam bentuk interaksi belajar mengajar dalam suasana

interaksi edukatif, yaitu interaksi yang sadar akan tuju)n, artinya interaksi yang telah dicanangkan

untuk suatu tujuan tertentu setidaknya adalah pencapaian tujuan instruksional atau tujuan

pembelajaran yang telah dirumuskan pada satuan pelajaran. Kegiatan pembelajaran yang

diprogramkan guru merupakan kegiatan integralistik antara pendidik dengan peserta didik. Kegiatan

pembelajaran secara metodologis berakar dan pihak pendidik yaitu guru, dan kegiatan belajar secara

pedagogis terjadi pada diri peserta didik. Menurut Knirk dan Gustafson (1986:15) pembelajaran

merupakan suatu proses yang sistematis melalui tahap rancangan, pelaksanaan, dan evaluasi.

Pembelajaran tidak terjadi seketika, melainkan sudah melalui tahapan perancangan pembelajaran.

Selanjutnya Knirk dan Gustafson (1986:18) mengemukakan teknologi pembelajaran

melibatkan tiga komponen utama yang saling berinteraksi yaitu guru (pendidik), siswa (peserta

didik), dan kurikulum. Komponen tersebut melengkapi struktur dan lingkungan belajar formal. Hal

ini menggambarkan bahwa interaksi pendidik dengan peserta didik merupakan inti proses

pembelajaran (Instructional). Dengan demikian pembelajaran adalah setiap kegiatan yang dirancang

oleh guru untuk membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan dan atau nilai yang baru dalam

suatu proses yang sistematis melalui tahap rancangan, pelaksanaan, dan evaluasi dalam konteks

kegiatan belajar mengajar. Dalam proses pembelajaran itu dikembangkan melalui pola pembelajaran

yang menggambarkan kedudukan serta peran pendidik dan peserta didik dalam proses pembelajaran.

Guru sebagai sumber belajar, penentu metode belajar, dan juga penilai kemajuan belajar meminta

Page 69: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

para pendidik untuk menjadikan pembelajaran lebih efektif dan efisien untuk mencapai tujuan

pembelajaran itu sendiri.

2. Resource Based Learning

Belajar berdasarkan sumber (resource based learning) ialah segala bentuk belajar yang

langsung menghadapkan murid dengan suatu atau sejumlah sumber belajar secara individual atau

kelompok dengan segala kegiatan belajar ,yang bertalian dengan itu, jadi bukan dengan cara yang

konvensional dimana guru menyampaikan bahan pelajaran pada murid, tetapi setiap komponen yang

dapat memberikan informasi seperti perpustakaan, laboratorium, kebun, dan semacamnya juga

merupakan sumber belajar. Dalam “resource based learning” guru bukan merupakan sumber belajar

satu-satunya. Murid dapat belajar dalam kelas, dalam laboratorium, dalam ruang perpustakaan, dalam

“ruang sumber c1ajar yang khusus” bahkan di luar sekolah, bila ia mempelajari lingkungan

berhubung dengan tugas atau masalah tertentu.

Dalam segala hal, murid itu sendiri aktif, apakah ia belajar menurut langkah-langkah tertentu,

seperti dalam belajar berprograma, atau menurut pemikirannya sendiri untuk memecahkan masalah

tertentu. Jadi “resource based earning” dipakai dalam berbagai anti, apakah dalam pelajaran

berprogram atau modul yang mengikuti langkah4angkah yang telah ditentukan, atau dalam

melakukan tugas yang bebas berdasarkan teknik pemecahan masalah, penemuan, dan penelitian,

bergantung kepada putusan guru serta kemungkinan tang ada dalam rangka kurikulum yang berlaku

di sekolah. Resource based canning biasanya bukan satu-satunya metode yang digunakan di suatu

sekolah.

Di samping itu masih dapat digunakan metode pembelajaran lainnya, metode belajar ini hanya

merupakan salah satu diantara metode-metode lainnya, adi metode yang lain bukan tidak perlu

ditiadakan sama sekali. Perubahan yang besar yang diakibatkan oleh metode belajar ini antara lain

pentingnya peranan diri perpustakaan dan mereka yang memproduksi bahan, media atau sumber

belajar. Sumber belajar tidak sama antinya dengan audio visual aids. Dengan audio visual aids

dimaksud adalah alat-alat yang membantu guru dalam kegiatan pembelajaran, karena itu juga disebut

instructional aids, atau alat pengajaran. Terserah kepada guru untuk menggunakannya atau tidak,

kebanyakan guru tidak merasa perlu untuk membuat atau menggunakannya. Akan tetapi “learning

resources” atau sumber belajar yang esensial harus digunakan oleh murid. Jadi sumber belajar

ditujukan kepada murid, bukan kepada guru. Belajar berdasarkan sumber atau “resource based

learning” bukan sesuatu yang berdiri sendiri, melainkan bertalian dengan sejumlah perubahan-

perubahan yang mempengaruhi pembinaan kurikulum.

Page 70: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Perubahan-perubahan itu mengenai: (1) perubahan dalam sifat dan pola ilmu pengetahuan

manusia; (2) perubahan dalam masyarakat dan tafsiran kita tentang tuntunannya; (3) perubahan

tentang pikiran kita mengenai pengertian kita tentang anak dan caranya belajar; dan (4) perubahan

dalam media komunikasi. Sumber yang sejak lama digunakan dalam pembelajaran adalah buku-buku

dan hingga sekarang buku-buku masih memegang peranan yang penting. Oleh sebab itu ahli

perpustakaan mendapat peranan yang penting sekali dalam resource based learning ini. Kerja sama

antara guru dan ahli perpustakaan menjadi syarat yang penting dalam pembelajaran. Di samping itu

para ahli perpustakaan harus mendapat pendidikan khusus untuk menjalankan peranannya sebagai

pustakawan dan memberikan pelayanan kepada para siswa yang membutuhkan.

Guru dan para pustakawan di sekolah harus saling mengenal kemampuan masing-masing. Di

samping itu diperlukan pula “media spesialis”, yakni ahli dalam bidang media, karena sumber tidak

hanya terbatas pada buku-buku saja. Resource based learning adalah cara belajar yang bermacam-

macam bentuk dan segi-seginya. Metode ini dapat dipersingkat atau diperpanjang, berlangsung

selama satu jam pelajaran atau selama setengah semester dengan pertemuan diri kali seminggu,

selama satu atau dua jam. Metode ini penggunaannya dalam pembelajaran begitu neksibel atau lugas,

tergantung pada kemampuan guru menggunakannya. Belajar berdasarkan sumber mi, dapat diarahkan

oleh guru atau berpusat pada kegiatan murid, dapat mengenai satu mata pelajaran tertentu atau

melibatkan berbagai disiplin, dapat bersifat individual atau klasikal, dapat menggunakan audio visual

yang diamati secara individual atau diperlihatkan kepada seluruh kelas.

Metode ini tampaknya sebagai sesuatu yang terdiri atas berbagai komponen yang meliputi

pengajaran langsung oleh guru, penggunaan buku pelajaran, latihan-latihan formal, maupun kegiatan

penelitian, pencarian bahan dan berbagai sumber, latihan memecahkan soal dan penggunaan alat-alat

audio visual. Metode mi dapat pula didasarkan atas penelitian, pengajaran proyek, pengajaran unit

yang terintegrasi, pendekatan interdisipliner, pelajaran individual dan pelajaran aktif. Dalam belajar

berdasarkan sumber diutamakan tujuan untuk mendidik murid menjadi seorang yang sanggup belajar

dan meneliti sendiri, maka ia harus dilatih untuk menghadapi masalah-masalah yang terbuka bagi

jawaban-jawaban yang harus diselidiki kebenarannya berdasarkan data yang dikumpulkan dan

berbagai sumber, baik dan penelitian perpustakaan, eksperimen dalam laboratorium, maupun sumber-

sumber lain.

Metode ini dapat pula didasarkan atas penelitian, pengajaran proyek, pengajaran unit yang

terintegrasi, pendekatan interdisipliner, pengajaran ‘ndividua1, dan pengajaran aktif yang penting

setiap metode yang digunakan bertalian dengan tujuan yang akan dicapai. Resource based learning

tidak hanya Sesuai bagi pelajaran ilmu sosial, tetapi juga bagi ilmu pengetahuan alam (Nasution,

Page 71: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

2000:19). Belajar berdasarkan sumber tidak meniadakan peranan guru, juga tidak berarti bahwa guru

dapat duduk bermalas-malasan dan pembiarkan murid belajar di perpustakaan atau laboratorium.

Guru itu terlibat dalam setiap langkah proses belajar, dan perencanaan, penentuan dan

mengumpulkan sumber-sumber informasi, memberi motivasi, memberi bantuan, dan memperbaiki

kesalahan. Ada yang menganggap team eaching sebagai pendahuluan “Resource based learning”

akan tetapi ada yang sebaliknya memandang team teaching sebagai kulminasi belajar berdasarkan

sumber. Akan tetapi keduanya melenyapkan isolasi guru dalam kelasnya masing-masing, seperti di

sekolah konvensional. Dalam kelompok atau team guru dapat saling bertukar pengalaman, saling

membantu dalam mengatasi kesulitan pendidikan. Dengan demikian guru cepat tumbuh dalam

profesinya dan tidak terjerat oleh kegiatan rutin yang tidak mendapat kesempatan untuk Ditinjau

kembali dan diperbaiki berkat pengalaman orang lain, tetapi merupakan aktivitas pembelajaran yang

dinamis.

Agar pembelajaran tetap pada suasana yang dinamis, guru perlu merumuskan dengan jelas

tujuan apa yang ingin dicapainya dalam melaksanakan pembelajaran. Tujuan ini bukan hanya

mengenai bahan materi ajar yang harus dikuasai oleh guru, akan tetapi juga keterampilan emosional

dan sosial dalam menggunakan metode dan pendekatan pembelajaran. Belajar berdasarkan sumber

berarti kerja sama antara seluruh staf dan penggunaan secara fasilitas yang tersedia seperti buku-buku

perpustakaan alat pengajaran, keahlian dan keterampilan guru serta anggota masyarakat yang

bersedia memberi sumbangannya.

B. Pendekatan Belajar dan Pembelajaran

Pendekatan pembelajaran merupakan jalan yang akan ditempuh oleh guru dan siswa dalam

mencapai tujuan instruksional untuk suatu satuan instruksional tertentu. Pendekatan pembelajaran

merupakan aktivitas guru dalam memilih kegiatan pembelajaran, apakah guru akan menjelaskan

suatu pengajaran dengan materi bidang studi yang sudah tersusun dalam urutan tertentu, ataukah

dengan menggunakan materi yang terkait satu dengan lainnya dalam tingkat kedalaman yang

berbeda, atau bahkan merupakan materi yang terintegrasi dalam suatu kesatuan multi disiplin ilmu.

Pendekatan pembelajaran mi sebagai penjelas untuk mempermudah bagi para guru memberikan

pelayanan belajar dan juga mempermudah bagi siswa untuk memahami materi ajar yang disampaikan

guru, dengan memelihara suasana pembelajaran yang menyenangkan.

Pada pokoknya pendekatan pembelajaran dilakukan oleh guru untuk menjelaskan materi

pelajaran dan bagian-bagian yang satu dengan bagian lainnya berorientasi pada pengalaman-

pengalaman yang dimiliki siswa untuk mempelajari konsep, prinsip atau teori yang baru tentang

suatu bidang ilmu. Program pembelajaran merupakan rencana kegiatan yang menjabarkan

Page 72: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

kemampuan dasar dan teori pokok secara rinci yang memuat alokasi waktu, indikator pencapaian

hasil belajar dan langkah-langkah kegiatan pembelajaran dan setiap materi pokok mata pelajaran.

Sistem dan pendekatan pembelajaran dibuat karena adanya kebutuhan akan sistem dan

pendekatan tersebut untuk meyakinkan (1) ada alasan untuk belajar; (2) siswa belum mengetahui apa

yang akan diajarkan, oleh karena itu guru menetapkan hasil-hasil belajar atau tujuan apa yang

diharapkan akan dicapai. Pada prinsipnya ada dua macam tujuan pembelajaran yaitu: (1) tujuan

jangka panjang atau yang dinamakan tujuan terminal, tujuan ini biasanya merupakan jawaban atas

masalah atau kebutuhan yang telah diketahui berdasarkan analisis sebelumnya; dan (2) tujuan jangka

pendek atau biasa disebut tujuan instruksional khusus, tujuan ini merupakan hasil pemecahan atau

operasionalisasi dan tujuan terminal yang disusun secara hierarkis dalam upaya pencapaian tujuan

terminal.

Tujuan instruksional yang dinyatakan dengan baik dalam satuan pelajaran dapat

mengomunikasikan suatu usaha instruksional agar tingkah laku tertentu dapat dicapai. Dalam upaya

pencapaian tujuan tersebut akan menghasilkan kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi,

hal ini akan memberikan dampak tertentu terhadap sistem pembelajaran, sehingga pengajaran beralih

pendekatannya dan cara lama ke cam baru yang lebih meyakinkan Beberapa perubahan dalam

pendekatan tersebut antara lain adalah : (1) penerapan prinsip-prinsip belajar mengajar yang lugas

dan terencana (2) mengacu pada aspek-aspek perkembangan sesuai tingkatan peserta didik; (3) dalam

proses pembelajaran betul-betul menghormati Individu peserta didik, (4) memperhatikan kondisi

objektif individu bertitik tolak pada perkembangan pribadi peserta didik; (5) menggunakan metode

dan teknik mengajar yang sesuai dengan kebutuhan materi pelajaran; (6) memaparkan konsep

masalah dengan penuh disiplin, (7) menggunakan pengukuran dan evaluasi basil belajar yang standar

untuk mengukur kemajuan belajar; dan (8) penggunaan alat-alat audio Visual dengan memanfaatkan

fasilitas maupun perlengkapan yang tersedia secara optimal.

Perubahan ini betul-betul mempertimbangkan pendekatan ilmiah yaitu menggunakan fakta-

fakta dan informasi sebagai dasar melakukan tindakan-tindakan adakan dalam melaksanakan proses

pembelajaran. Penguatan mesti kontingen Ani berkaitan dengan segera begitu respons yang benar

muncul. Secara umum dapat digambarkan misalnya di sekolah penguat akan tampak pada nilai hasil

belajar yang tertuang dalam ijazah. Penguat seperti si Ani memberi isyarat pada temannya mengenai

kemajuan melalui suatu sistem, namun hubungan antara penguat ini dan bentuk tingkah laku tertentu

tidak secara khusus tersebutkan, makanya diperlukan penguatan tambahan. Penguat alami,

merupakan suatu pertimbangan penting dalam menggunakan penguatan secara aktif dengan

mengenali penguat-penguat yang sudah ada di kelas.

Page 73: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Waktu memberi penguatan ini penting diperhatikan karena jangan sampai disalahgunakan

kepada anak yang suka dipuji tetapi kurang disiplin, nanti hasilnya malah tidak optimal. Jika

memberi pujian terhadap anak harus perhatikan bahwa anak itu memang pantas dan layak dipuji atas

dasar prestasi yang ditampilkannya dalam belajar. Situasi pembelajaran yang memungkinkan

terjadinya kegiatan belajar mengajar yang optimal, akan sangat dipengaruhi oleh kemampuan guru

menciptakan situasi belajar (learning situation) sehingga peserta didik dapat berinteraksi dengan guru

secara intensif berdasarkan agenda yang telah diprogramkan guru. Situasi belajar mengajar akan lebih

hidup atau harmonis bila ditunjang oleh penggunaan metode-metode pengajaran yang serasi dan

media yang tepat.

Kegiatan belajar melibatkan beberapa komponen atau unsur yaitu peserta didik, pendidik atau

guru, tujuan pembelajaran, isi pelajaran, metode mengajar yang digunakan, media pembelajaran yang

sesuai untuk digunakan dan evaluasi kemajuan belajar siswa menggunakan tes yang standar. Semua

komponen mi saling berinteraksi dalam proses pembelajaran yang berakhir pada tujuan

pembelajaran. Karena itu kegiatan belajar dan mengajar (KBM) merupakan suatu sistem yang

integral, dalam suatu sistem pembelajaran atau system instructional di sekolah. Dilihat dan sudut

institusional sekolah, dalam hal mendukung kelancaran aktivitas pembelajaran, kepala sekolah

memainkan peran yang cukup penting, karena berkontribusi signifikan terhadap perolehan mutu hasil

belajar. Meskipun setiap guru mempunyai kemampuan profesional yang tinggi dalam melaksanakan

tugas profesionalnya, tetapi tidak didukung pelayanan institusional yang memadai, tentu saja kegiatan

pembelajaran itu tidak akan maksimal.

Peran kepala sekolah untuk menyediakan fasilitas pembelajaran, melakukan pembinaan

pertumbuhan jabatan guru, dan dukungan profesionalitas lainnya menjadi suatu kekuatan tersendiri

bagi guru melaksanakan tugas profesionalnya. Setelah guru mendapat dukungan institusional, hal

selanjutnya yang perlu dipersiapkan oleh guru adalah berkaitan dengan pendekatan belajar yang

menjadi otonomi profesional keguruan. Para ahli psikologi belajar dan ahli kependidikan telah

banyak menyampaikan sejumlah teori maupun konsep pendekatan pembelajaran. Pendekatan ini pada

umumnya mengacu pada pendekatan psikologi yang berkaitan dengan kemampuan peserta didik

untuk menangkap ataupun menerima pelajaran dalam kegiatan pembelajaran. Pendekatan

pembelajaran menjadi suatu hal yang amat penting, karena dilihat dan sudut psikologi setiap anak

mempunyai kemampuan yang berbeda dalam menerima pelajaran, untuk itu diperlukan pendekatan

yang sesuai potensi anak didik.

Pendekatan belajar (approach to learning) dan strategi atau kiat melaksanakan pendekatan

serta metode belajar dalam proses pembelajaran termasuk faktor-faktor yang turut menentukan

Page 74: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

tingkat keberhasilan belajar siswa. Pendekatan tersebut bertitik tolak pada aspek psikologis dilihat

dan pertumbuhan dan perkembangan anak, kemampuan intelektual, dan kemampuan lainnya yang

mendukung kemampuan belajar. Pendekatan mi dilakukan sebagai strategi yang dipandang tepat

untuk memudahkan siswa memahami pelajaran dan juga belajar yang menyenangkan.

Pendekatan pembelajaran tentu tidak kaku harus menggunakan pendekatan tertentu, tetapi

sifatnya lugas dan terencana, artinya memilih pendekatan disesuaikan dengan kebutuhan materi ajar

yang dituangkan dalam perencanaan pembelajaran. Adapun pendekatan pembelajaran yang sudah

umum dipakai oleh para guru antara lain pendekatan konsep dan proses, deduktif dan induktif,

ekspositon dan heuristik, pendekatan kecerdasan serta ; pendekatan kontekstual.

1. Pendekatan Konsep dan Pendekatan Proses

a. Pendekatan Konsep

Pendekatan konsep adalah suatu pendekatan pengajaran yang secara langsung menyajikan

konsep tanpa memberi kesempatan kepada siswa untuk menghayati bagaimana konsep itu diperoleh.

Konsep merupakan buah pemikiran seseorang atau sekelompok orang yang dinyatakan dalam definisi

sehingga melahirkan produk pengetahuan mehputi pnnsip, hukum, dan teori.

Konsep diperoleh dan fakta, peristiwa, pengalaman, melalui generalisasi dan berpikir abstrak,

kegunaan konsep untuk menjelaskan dan meramalkan. Konsep menunjukkan suatu hubungan antar

konsep-konsep yang lebih sederhana sebagai dasar perkiraan atau jawaban manusia terhadap

pertanyaan pertanyaan yang bersifat asasi tentang mengapa suatu gejala itu bisa terjadi. Konsep

merupakan pikiran seseorang atau sekelompok orang yang dinyatakan dalam definisi sehingga

menjadi produk pengetahuan yang meliputi prinsip-prinsip, hukum, dan teori. Konsep diperoleh dani

fakta, peristiwa, pengalaman melalui generalisasi, dan berpikir abstrak. Konsep dapat mengalami

perubahan disesuaikan dengan fakta atau pengetahuan baru, sedangkan kegunaan konsep adalah

menjelaskan dan meramalkan.

Para ahli psikologi menyadari akan pentingnya konsep-konsep, dan suatu definisi yang tepat

mengenai konsep belum diberikan. Oleh karena itu konsep-konsep itu merupakan penyajian-

penyajian internal dan sekelompok stimulus-stimulus konsep-konsep itu tidak dapat diamati, konsep-

konseP harus disampulkan dalam perilaku Walaupun kita dapat memberikan suatu definisi verbal dan

suatu konsep, suatu definisi tidak mengungkapkan semua hubungan-hubungan antara konsep itu

dengan konsep-konsep yang Lain. Dalam pendekatan konsep ini Syamsudin Makmur (2003:228)

mengemukakan bahwa dengan diperolehnya kemahiran mengadakan diskriminasi atas pola-pola

stimulus respons (S-R) itu. siswa belajar mengidentifikasikan persamaan perusahaan karakteristik dan

sejumlah pola-pola S-R tersebut. Selanjutnya berdasarkan persamaan ciri-ciri dan sekumpulan

Page 75: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

stimulus dan juga objek-objeknya ia membentuk suatu pengertian atau konsep-konsep. Secara

eksternal. adanya persamaan-persamaan ciri tertentu dan sejumlah perangsang dan obyek-obyek yang

dihadapkan pada individu. Navell (1970) menyarankan. bahwa pemahaman terhadap konsep-konsep

dapat dibedakan dalam tujuh dimensi yaitu:

1. Atribut. setiap konsep mempunyai atribut yang berbeda, contoh-contoh konsep harus mempunyai

atribut-atribut yang relevan; termasuk juga atribut-atribut yang tidak relevan. Contoh-contoh

konsep, meja harus mempunyai suatu permukaan yang datar, dan sambungan-sambungan yang

mengarah ke bawah yang mengangkat permukaan itu dan lantai. Atribut-atribut dapat berupa

fisik, seperti warna, tinggi, atau bentuk, atau dapat juga atribut-atribut itu berupa fungsional.

2. Struktur, menyangkut cara terkaitnya atau tergabungnya atribut-atribut itu. Ada tiga macam

struktur yang dikenal. Konsep-konsep konjungtif adalah konsep-konsep dimana terdapat dua atau

lebih sifat-sifat, sehingga dapat memenuhi syarat sebagai contoh konsep. Seorang aktnis adalah

seorang wanita yang main dalam film. Dua atribut yaitu wanita dan main dalam film harus ada

agar dapat mewakili konsep aktris. Konsep-konsep disjungtif adalah konsep-konsep dimana satu

dani dua atau lebih sifat-sifat harus ada. Konsep paman merupakan konsep disjungtif. Parnan

dapat merupakan kakak dan ibu atau ayah, atau seorang pria yang menikah dengan kakak wanita

dan ayah atau ibu. Konsep-konsep relasional menyatakan hubungan tertentu antara atnibut-atribut

konsep. Kelas sosial adalah suatu contoh dan konsep relasional, kelas sosial ditentukan oleh

hubungan antara pendapatan, pendidikan, jabatan atau pekerjaan. dan faktor-faktor lainnya.

3. Keabstrakan. yaitu konsep-konsep dapat dilihat dan konkret. atau konsep-konsep itu terdini dan

konsep-konsep lain. Suatu segi tiga dapat dilihat, keinginan adalah lebih abstrak.

4. Keinklusifan (inclusiveness), yaitu ditunjukkan pada jumlah contoh-contoh yang terlibat dalam

konsep itu. Bagi seorang anak kecil, konsep kucing ditujukan pada seekor hewan tertentu yaitu

kucing keluarga. Bila anak itu telah mengenal beberapa kucing lainnya, konsep kucing akan

menjadi lebih luas. termasuk lebih banyak contoh-contoh.

5. Generalitas atau keumuman, yaitu bila diklasifikasikan, konsep-konsep dapat berbeda dalam

posisi superordinat atau subordinatnya. Konsep wortel adalah subordinat terhadap konsep

sayuran, selanjutnya konsep sayuran subordinat dan konsep tanaman yang dapat dimakan. Makin

umum suatu konsep, makin banyak asosiasi yang dapat dibuat dengan konsep-konsep lainnya.

6. Ketepatan, yaitu suatu konsep menyangkut apakah ada sekumpulan aturan-aturan untuk

membedakan contoh-contoh dari noncontoh-noncontoh suatu konsep. Klausmeier (1977)

mengemukakan empat tingkat pencapaian konsep (concept attainment), mulai dan tingkat konnik

Page 76: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

ke tingkat formal. Konsep-konsep pada tingkat formal yang paling tepat, sebab pada tingkat ini

atribut-atribut yang dibutuhkan konsep dapat didefinisikan.

7. Kekuatan (power), yaitu kekuatan suatu konsep oleh sejauh mana orang setuju bahwa konsep itu

penting.

Konsep seperti tersebut di atas, memberi gambaran bahwa sulit rasanya untuk sampai pada

suatu definisi konsep. Rosser (1984) menyatakan bahwa konsep adalah suatu abstraksi yang mewakili

satu kelas objek-objek, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan, atau hubungan-hubungan yang

mempunyai atribut-atribut yang sama. Orang mengalami stimulus-stimulus berbeda-beda,

membentuk konsep sesuai pengelompokan stimulus-stimulus dengan cara tertentu. Konsep-konsep

itu adalah abstraksi-abstraksi berdasarkan pengalaman, dan karena tidak ada dua orang yang

mempunyai pengalaman yang persis sama, maka konsep-konsep yang dibentuk orang mungkin

berbeda. Menurut Ausubel (1968) konsep-konsep diperoleh dengan cara formasi konsep (concept

formation) merupakan bentuk perolehan konsep-konsep sebelum anak-anak masuk sekolah. Menurut

Gagne (1977) formasi konsep dapat disamakan dengan belajar konsep-konsep konkret, dan asimilasi

konsep (concept assimilation) merupakan cara utama memperoleh konsep-konsep selama dan

sesudah sekolah.

Pendekatan pembelajaran ini oleh para ahli pendidikan didasarkan pada pengorganisasian bahan

pengajaran, yang meliputi pengajaran linier dan pengajaran komulatif Pengajaran linear materi

bidang studi terbagi atas urutan linier dengan kedalaman yang sama, pendekatan linier ini sering kali

membuat murid cepat bosan dan sukar mengingat fakta atau konsep yang diajarkan. Pada pendekatan

kumulatif ini diorganisasikan menurut urutan tertentu dengan jenjang kesulitan yang berbeda, yaitu

meningkat. Jumlah unit yang diajarkan tidak sebanyak pendekatan linier, bahan ajar yang berupa

konsep dan fakta menjadi banyak berkurang dibandingkan pada pendekatan dengan pengajaran linier.

Pada pendekatan komulatif, pemahaman konsep atau fakta lebib ditekankan sebagai suatu pengertian

konsep secara mendalam dan menyeluruh.

b. Pendekatan Proses

Pendekatan proses adalah suatu pendekatan pengajaran memberi kesempatan kepada siswa

untuk ikut menghayati proses penemuan atau penyusunan suatu konsep sebagai suatu keterampilan

proses. Pembelajaran dengan menekankan kepada belajar proses dilatarbelakangi oleh konsep-konsep

belajar menurut teori “Naturalisme-Romantis” dan teori “Kognitif Gestalt”. Naturalisme-Romantis

menekankan kepada aktivitas siswa, sedangkan Kognitif Gestalt menekankan pemahaman dan

kesatupaduan yang menyeluruh. Pendekatan proses dalam pembelajaran dikenal pula sebagai

keterampilan proses. guru menciptakan bentuk kegiatan pengajaran yang bervariasi, agar siswa

Page 77: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

terlibat dalam berbagai pengalaman. Siswa diminta untuk merencanakan, melaksanakan, dan menilai

sendiri suatu kegiatan. Siswa melakukan kegiatan percobaan, pengamatan, pengukuran, perhitungan,

dan membuat kesimpulan-kesimpulan sendiri.

Dalam pendekatan proses ini siswa tidak hanya belajar dan guru, tetapi juga dan sesama

temannya, dan dari manusia-manusia sumber di luar sekolah. Kegiatan-kegiatan yang dapat

dilakukan oleh siswa dalam pembelajaran yang menggunakan pendekatan proses adalah: (1)

mengamati gejala yang timbul, (2) mengklasifikasikan sifat sifat yang sama, serupa; (3) mengukur

besaran-besaran yang bersangkutan; (4) mencari hubungan antar konsep konsep yang ada; (5)

mengenal adanya suatu masalah, merumuskan masalah; (6) memperkirakan penyebab suatu gejala,

merumuskan hipotesa; (7) meramalkan gejala yang mungkin akan terjadi; (8) berlatih menggunakan

alat-alat ukur; (9) melakukan percobaan; (10) mengumpulkan, menganalisis dan menafsirkan data;

(11) berkomunikasi; dan (12) mengenal adanya variabel, mengendalikan suatu variabel.

Pelaksanaan proses dimulai dan yang sederhana, selanjutnya diikuti dengan proses yang lebih

kompleks makin banyak komponennya dan makin sulit. Keunggulan pendekatan proses adalah: (1)

memberi bekal cara memperoleh pengetahuan, ha! yang sangat penting untuk pengembangan

pengetahuan dan masa depan; dan (2) pendahuluan proses bersifat kreatif, siswa aktif dapat

meningkatkan keterampilan berfikir dan cara memperoleh pengetahuan. Sedangkan kelemahannya

adalah: (1) memerlukan banyak waktu sehingga sulit untuk dapat menyelesaikan bahan pengajaran

yang ditetapkan dalam kurikulum; (2) memerlukan fasilitas yang cukup baik dan lengkap sehingga

tidak semua sekolah dapat menyediakannya; dan (3) merumuskan masalah, menyusun hipotesis,

merancangkan suatu percobaan untuk memperoleh data yang relevan adalah pekerjaan yang sulit,

tidak setiap siswa mampu melaksanakannya. Pendekatan proses pada hakekatnya adalah memproses

informasi, yaitu informasi pembelajaran. Menuntut para ahli psikologi pemrosesan informasi

menggunakan peristiwa-peristiwa psikologi sebagai transformasi-transformasi informasi dan input ke

output. Proses informasi mula-mula diterima oleh reseptor, lalu masuk keregistor penginderaan:

Sebagian dan seluruh informasi yang terdapat dalam registor penginderaan dipindahkan ke

memori kerja, selebihnya hiking (lancar kaji karena diulang). Memon kerja terbatas kapasitasnya, bila

informasi di dalamnya tidak diulang-ulang atau diberi kode, informasi itu akan hilang. Informasi

yang telah diberi kode masuk ke dalam memori jangka panjang, yang mempunyai kapasitas besar

sekali. Informasi belajar yang tersimpan dikeluarkan, lalu disuruh oleh generator respons menjadi

pola-pola perilaku yang membimbing efektor-efektor menghasilkan serangkaian tindakan-tindakan

sebagai hasil belajar. Hasil belajar bukan hanya berupa penguasaan pengetahuan, tetapi juga

kecakapan dan keterampilan dalam melihat, menganalisis dan memecahkan masalah, membuat

Page 78: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

rencana dan mengadakan pembagian kerja. Dengan demikian aktivitas dan produk yang dihasilkan

dan aktivitas belajar in mendapatkan penilaian.

Penilaian tidak hanya dilakukan secara tertulis, melainkan juga secara lisan dan penilaian

akan perbuatan. Pengetahuan disajikan secara mental dalam berbagai bentuk yaitu preposisi,

produksi, dan gambaran mental. Hasil belajar yang baik, akan diperoleh melalui proses yang baik,

dan proses belajar yang akan memberi basil yang baik pula, hasil yang baik ini

menggambarkan .mutu pendidikan. Dalam kenyataan proses pembelajaran sering kali terjadi

kekeliruan, karena yang diutamakan hasil maka proses belajar kurang diperhatikan, demikian juga

sebaliknya, karena yang diutamakan proses maka basil diabaikan. Jadi hasil dan proses dalam

kegiatan pembelajaran mempunyai kedudukan yang sama kuat, guru tidak dapat memperlakukannya

berat sebelah, harus seimbang di antara keduanya.

Proses diukur melalui basil, dan hasil akan kelihatan melalui proses, jadi bersifat

komplementer atau saling melengkapi. Diasumsikan bahwa jika proses pembelajaran dilaksanakan

dengan baik sesuai dengan rencana yang disusun sebelumnya, maka hasilnya pun diperkirakan akan

baik dan memuaskan. Tetapi jika prosesnya tidak baik, hanya melaksanakan kegiatan rutin belaka,

yang penting ada guru dalam kelas dan siswa tidak berkeliaran, maka hasilnya pun tidak akan

memuaskan. Pendekatan proses mi menggambarkan bahwa, kegiatan belajar yang berlangsung di

sekolah bersifat formal. prosesnya disengaja dan direncanakan dengan bimbingan guru dan pendidik

lainnya agar siswa mencapai tujuan dan menguasai bahan belajar yang diberikan guru sesuai

kurikulum untuk dipelajari.

2. Pendekatan Deduktif dan Pendekatan Induktif

a. Pendekatan Deduktif

Pendekatan Deduktif adalah proses penalaran yang bermula dari keadaan umum kekeadaan

khusus sebagai pendekatan pengajaran yang bermula dengan menyajikan aturan, prinsip umum

diikuti dengan contoh-contoh khusus atau penerapan aturan, prinsip umum itu ke dalam keadaan

khusus. Langkah-langkah yang dapat digunakan dalam pendekatan deduktif dalam pembelajaran

adalah: (1) memilih konsep, prinsip, aturan yang akan disajikan dengan pendekatan deduktif, (2)

menyajikan aturan, prinsip yang bersifat umum lengkap dengan definisi dan buktinya; (3) disajikan

contoh-contoh khusus agar siswa dapat menyusun hubungan antara keadaan khusus itu dengan

aturan, prinsip umum; dan (4) disajikan bukti-bukti untuk menunjang atau menolak kesimpulan

bahwa keadaan khusus itu merupakan gambaran dan keadaan umum.

Sedangkan berpikir deduktif disebut juga berpikir dengan menggunakan silogisme terdiri dan

tiga preposisi statement yang terdiri dan “premise” yaitu dasar penarikan kesimpulan sebagai

Page 79: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

pernyataan akhir yang mengandung suatu kebenaran. Berpikir deduktif prosesnya berlangsung dan

yang umum menuju ke yang khusus. Dalam berpikir deduktif ini orang bertolak dan suatu teori,

prinsip, ataupun kesimpulan yang dianggapnya benar dan sudah bersifat umum. Dan situ diterapkan

kepada fenomena-fenomena yang khusus, dan mengambil kesimpulan khusus yang berlaku bagi

fenomena tersebut.

b. Pendekatan Induktif

Pendekatan Induktif pada awalnya dikemukakan oleh filosof Inggris Prancis Bacon (1561)

yang menghendaki agar penarikan kesimpulan didasarkan atas fakta-fakta yang konkrit sebanyak

mungkin, sistem ini dipandang sebagai sistem berpikir yang paling baik pada abad pertengahan yaitu

cara mduktif disebut juga sebagai dogmatif artinya bersifat mempercayai begitu saja tanpa diteliti

secara rasional. Berpikir induktif ialah suatu proses dalam berpikir yang ber1angsung dan khusus

menuju ke yang umum. Orang mencari ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu dani berbagai fenomena,

kemudian menarik kesimpulan bahwa ciri-ciri atau sifat-sifat itu terdapat pada semua jenis fenomena.

Tepat atau tidaknya kesimpulan atau cara berpikir yang diambil secara jnduktif im menurut

Purwanto (2002:47) bergantung pada representatif atau tidaknya sampel yang diambil mewakili

fenomena keseluruhan. Makin besar jumlah sampel yang diambil berarti makin representatif dan

makin besar pula taraf dapat dipercaya (validitas) dan kesimpulan itu, dan sebaliknya. Taraf

kebenaran kesimpulan itu masih ditentukan pula oleh obyektivitas dan si pengamat dan homogenitas

dan fenomena-fenomena yang diselidiki. Dalam konteks pembelajaran pendekatan Induktif adalah

pendekatan pengajaran yang bermu1a dengan menyajikan sejumlah keadaan khusus kemudian dapat -

disimpu1kan menjadi suatu fakta, prinsip atau aturan.

Langkah-langkah yang dapat digunakan dalam pendekatan induktif da1ah: (1) memilih

konsep, prinsip, aturan yang akan disajikan dengan pendekatan induktil (2) menyajikan contoh-

contoh khusus konsep, prinsip atau aturan itu yang memungkinkan siswa memperkirakan (hipotesis)

sifat umum yang terkandung dalam contoh-contoh itu; (3) disajikan bukti-bukti yang berupa contoh

tambahan untuk menunjang atau menyangkal perkiraan itu; dan (4) disusun pernyataan mengenai

sifat umum yang telah terbukti berdasarkan j1angkah-1angkah yang terdahulu. Pada tingkat ini

menurut Syamsudin Makmun 2003:228) siswa belajar mengadakan kombinasi dan berbagai konsep

atau pengertian dengan mengoperasikan kaidah-kaidah logika formal (induktif. deduktif, analisis,

sintesis, asosiasi, diferensiasi, komparasi, dan kausalitas), sehingga siswa dapat membuat kesimpulan

(kongklusi) tertentu yang mungkin e1anjuthya dapat dipandang sebagai “rule” (prinsip, dali!, aturan,

hukum. kaidah, dan sebagainya).

Page 80: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Pendekatan yang tidak bersifat demokratis ialah pendekatan deduktif yang agak lebih banyak

mengandung sifat otoriter. Dalam kegiatan pembelajaran mi guru dalam mengajar tidak memberikan

siswa kesempatan sepenuhnya menemukan, membuktikan sendiri prinsip, hukum dan sebagainya

tentang bahan belajar yang harus ditelaah. Kondisi yang diisyaratkan

kemungkinan tercapainya proses belajar seperti mi, Gagne menyarankan: (1) siswa

diberitahukan tentang bentuk “performance” yang diharapkan jikalau yang bersangkutan telah

mengalami proses belajar; (2) siswa diberikan sejumlah pertanyaan yang merangsang pengingatannya

(recall) terhadap konsep-konsep yang telah dipelajari dan dimilikinya untuk mengungkapkan

perbendaharaan pengetahuannya; (3) siswa diberikan beberapa kata-kata kunci (kode) yang

menyatakan ke arah pembentukan rule tertentu yang diharapkan; (4) diberikan kesempatan kepada

siswa mengekspressikan dan menyatakan rule tersebut dengan kata-kata sendiri; dan (5) siswa

diberikan kesempatan selanjutnya untuk membuat rumusan rule tersebut dalam bentuk-bentuk

statement formal bersifat optional sukarela.

3. Pendekatan Ekspositori dan Pendekatan Heuristik

a. Pendekatan Ekspositori

Pendekatan mi bertolak dan pandangan, bahwa tingkah laku kelas dan penyebaran

pengetahuan dikontrol dan ditentukan oleh guru pengajar. Hakekat mengajar menurut pandangan mi

adalah menyampaikan ilmu pengetahuan kepada siswa. Siswa dipandang sebagai objek yang

menerima apa yang diberikan guru. Biasanya guru menyampaikan informasi mengenai bahan

pengajaran dalam bentuk penjelasan dan penuturan secara lisan, yang dikenal dengan istilah, kuliah,

ceramah, dan lecture. Dalam pendekatan mi siswa diharapkan dapat menangkap dan mengingat

informasi yang telah diberikan guru, serta mengungkapkan kembali apa yang dimilikinya melalui

respons yang ia berikan pada saat diberikan pertanyaan oleh guru.

Komunikasi yang digunakan guru dalam interaksinya dengan siswa, menggunakan komunikasi satu

arah atau komunikasi sebagai aksi. Oleh sebab itu kegiatan belajar siswa kurang optimal, sebab

terbatas kepada mendengarkan uraian guru, mencatat, dan sekali-sekali bertanya kepada guru. Guru

yang kreatif biasanya dalam memberikan informasi dan penjelasan kepada siswa menggunakan alat

bantu seperti gambar, bagan, grafik, dan lain-lain di samping memberi kesempatan kepada siswa

untuk mengajukan pertanyaan.

Kegiatan belajar yang bersifat menerima terjadi karena guru menggunakan pendekatan

mengajar yang bersifat ekspositori, baik pada tahap perencanaan maupun pada pelaksanaannya.

Pendekatan ekspositori (expository) menempatkan guru sebagai pusat pengajaran, karena guru lebih

aktif memberikan informasi, menerangkan suatu konsep, mendemonstrasikan keterampilan dalam

Page 81: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

memperoleh pola, aturan, dalil, memberi contoh soal beserta penyelesaiannya, memberi kesempatan

siswa untuk bertanya, dan kegiatan guru lainnya dalam pembelajaran ini.

Dalam pendekatan ini menunjukkan bahwa guru berperan lebih aktif, lebih banyak melakukan

aktivitas dibandingkan siswanya, karena guru telah mengelola dan mempersiapkan bahan ajaran

secara tuntas, sedangkan siswanya berperan lebih pasif tanpa banyak melakukan pengolahan bahan,

karena menerima bahan ajaran yang disampaikan guru. Pendekatan ekspositori disebut juga mengajar

secara konvensional seperti metode ceramah maupun ernonstnasi. Pada pendekatan mi tidak terus

menerus memberi informasi tanpa peduli apakah siswa memahami informasi itu atau tidak. Guru

hanya memberi informasi pada saat tertentu jika diperlukan, misalnya pada permulaan e1ajaran,

memberi contoh soal, menjawab pertanyaan siswa, dan sebagainya. ‘Pendekatan ekspositori

membawa siswa dapat belajar bermakna sehingga dapat merupakan pendekatan yang efektif dan

efisien. Dalam pendekatan ekspositori 4ni Syamsudin Makmun (2003:233) mengemukakan bahwa

guru menyajikan bahan dalam bentuk yang telah dipersiapkan secara rapi, sistematik dan lengkap

sehingga siswa tinggal menyimak dan mencernanya secara teratur dan tertib.

Secara garis besar prosedurnya ialah: (1) persiapan (preparation) yaitu guru menyiapkan

bahan selengkapnya secara sistematik dan rapi; (2) pertautan aperception) bahan terdahulu yaitu guru

bertanya atau memberikan uraian ngkat untuk mengarahkan perhatian siswa kepada materi yang telah

diajarkan; 43) penyajian (presentation) terhadap bahan yang baru, yaitu guru menyajikan dengan cara

memberi ceramah atau menyuruh siswa membaca bahan yang telah 4ipersiapkan diambil dan buku,

teks tertentu atau ditulis oleh guru; dan (4) evaluasi (resitation) yaitu guru bertanya dan siswa

menjawab sesuai dengan bahan yang dipelajari, atau siswa yang disuruh menyatakan kembali dengan

kata-kata sendiri pokok-pokok yang telah dipelajari lisan atau tulisan.

Pendekatan ekspositoni digunakan guru untuk menyajikan bahan pelajaran secara utuh atau

menyeluruh, lengkap, dan sistematis dengan penyampaian secara verbal. David Ausubel (1975) telah

banyak mencurahkan perhatian terhadap materi pembelajaran verbal yang banyak dikritik para ahli

psikologi kognitif, meski sebenarnya Ausubel termasuk “cognitivists”, tetapi ia mempunyai resep

khusus dalam mengembangkan potensi kognitif siswa melalui proses belajar mengajar verbal yang

dikenal dengan “expository learning”.

Dengan demikian pendekatan ekspositori dengan proses belajar yang berorientasi pada prinsip

belajar tuntas (mastery learning) ini Harus dimulai dengan penggunaan “mastery” bagian terkecil,

untuk kemudian baru dapat melanjutkan kedalam satuan belajar unit berikutnya. Pendekatan

pembelajaran ekspositori dengan menyiasati dan merencanakan agar semua komponen pembentukan

sistem mstruksional mengarah kepada tersampaikannya isi pelajaran kepada peserta didik Pendekatan

Page 82: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

mi semua fakta. prinsip, dan konsep yang mereka butuhkan. Dengan tercapainya tingkat penguasaan

hasil pelajaran yang tinggi, maka akan menunjukkan sikap mental yang sehat pada siswa yang

bersangkutan. Pada pendekatan heuristik, guru tidak secara langsung menyajikan produk

pengetahuan yang harus dipelajari melainkan menuntun siswa agar dapat menemukan, mencapai

produk pengetahuan itu. Guru memperkenalkan atau mengerahkan siswa kepada data, siswa diminta

untuk membuat kesimpulan berdasarkan data itu. Jika kesimpulan itu benar, berarti tujuan telah

tercapai dan prosespun selesai. Tetapi jika kesimpulan itu tidak tepat, maka guru memberikan data

atau informasi yang lebih lengkap dan diperlukan agar siswa dapat mencapai kesimpulan yang benar.

b. Pendekatan Heuristik

Kata heuristik berasal dan bahasa Yunani yaitu “heuriskein” yang berarti “saya menemukan”.

Pengertian mi menurut Rusyan (1993:114) adalah semacam fakta psikologis yang muncul sebagai

kodrat manusia yang memiliki nafsu untuk menyelidiki sejak bayi. Keinginan memperoleh

pengetahuan dan informasi dan orang lain adalah dorongan wajar yang terdapat pada setiap manusia.

Metode heunistik iiii dipromosikan oleh Professor Amstrong abad ke 19, menurut metode ini peserta

didik sendiri yang harus menemukan fakta ilmu pengetahuan. Strategi belajar mengajar heunistik

adalah merancang pembelajaran dan berbagai aspek dan pembentukan sistem instruksional mengarah

pada pengaktifan peserta didik mencari dan menemukan sendiri fakta, prinsip, dan konsep yang

mereka butuhkan. Pendekatan heuristik adalah pendekatan pengajaran yang menyajikan sejumlah

data dan siswa diminta untuk membuat kesimpulan menggunakan data tersebut, implementasinya

dalam pengajaran menggunakan metode penemuan dan metode inkuiri. Metode penemuan didasarkan

pada anggapan, bahwa materi suatu bidang studi tidak saling lepas, tetapi ada kaitan antara materi-

materi itu.

Dengan metode mi akan dicari hubungan antar materi-materi yang sebelumnya belum

diketahui oleh siswa. Sedangkan metode inkuiri adalah para siswanya bebas memilih atau menyusun

objek yang dipelajarinya, mulai dan menentukan masalah, menyimpulkan data, analisis data hingga

pada kesimpulannya yaitu anak menemukan sendiri. Ciri metode inkuiri dalam pembelajaran sesuai

dengan metode ilmiah, dalam pelaksanaannya siswa tidak terikat oleh waktu, tidak ada ikatan untuk

menyelesaikan suatu unit pelajaran dalam waktu tertentu.

Prinsip pendekatan heunistik oleh Rusyan (1993:115) adalah: (1) aictivitas peserta didik

menjadi fokus perhatian utama dalam belajar; (2) berpikir logis adalah cara yang paling utama dalam

menemukan sesuatu; (3) proses mengetahui dari sesuatu yang sudah diketahui menuju kepada yang

belum diketahui adalah jalan pelajaran yang paling rasional dalam pelajaran di sekolah; (4)

pengalaman yang penuli tujuan adalah tonggak dan usaha pembelajaran peserta didik kearah belajar

Page 83: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

berbuat bekerja dan berusaha; dan (5) perkembangan mental seseorang berlangsung selama ia

berpikir dan belajar mandiri. Dengan prinsip mu menunjukkan bahwa pendekatan heuristik dapat

mendorong peserta didik bersikap berani untuk berpikir ilmiah dan mengembangkan berpikir

mandiri.

Pendekatan heuristik mi mempunyai kelemahan antara lain adalah: (1) tidak semua peserta

didik cocok dengan pendekatan mi, kadang-kadang peserta didik lebih senang diberi pelajaran oleh

gurunya melalui ceramah dan tanya jawab; (2) guru kurang biasa menggunakan pendekatan ini dalam

penye1enggaraan disekolah karena faktor kemampuan; (3) pendekatan ini kurang cocok bagi peserta

didik yang lamban; dan (4) pendekatan mi menuntut er1engkapan yang memadai, terutama bagi

pekerjaan di laboratorium. Untuk mengatasinya, maka prosedur heunistik, yang menemukan jawaban

dengan cara yang tidak ketat, misalnya menganjurkan murid-murid menemukan jawaban atas

masalah yang pelik dengan memikirkan masalah yang ada persamaannya yang lebih sederhana atau

berpikir secara analogi, berdasarkan simetri. atau dengan melukiskannya atau membuat diagram.

Siswa dibimbing oleh guru agar dapat menemukan sendiri konsep yang dicari, tetapi konsep itu

belum tentu telah diketahui oleh guru sebelumnya.

Kemacetan pendekatan heuristik yang diterapkan dalam pembelajaran, ialah jika siswa sama

sekali tidak memiliki apersepsi material yang mendasar tentang bahan yang akan diterangkan guru.

Sebaliknya guru tidak dapat menyajikan materi awal untuk memulai pertanyaan yang mudah dan

sederhana.. sehingga mampu mengungkap pengetahuan yang telah dimiliki siswa. Pendekatan

heuristime menuntut guru terampil merangsang siswa mengungkapkan dan mengaktifkan siswa

terhadap materi belajar yang dikuasai dan dimiliki. Tidak ada pendekatan yang paling baik dan cocok

untuk segala keadaan. setiap pendekatan mempunyai keunggulan dan kelemahan. Melalui berbagai

pendekatan yang sesuai dengan bidang studi, diperlukan kegigihan guru untuk mendesain pendekatan

yang sesuai dengan mata ajar yang menjadi tanggung jawab guru.

Dengan kegigihan guru menyajikan pertanyaan-pertanyaan yang mendorong siswa menjadi

lebih kreatif dan berinisiatif, dampaknya kegiatan pembelajaran menjadi lancar dan bermanfaat. Perlu

diingat bahwa mengajar dengan menggunakan berbagai pendekatan yang relevan, mengharuskan

terjadinya perubahan perubahan pola tingkah laku instruksional yang diharapkan. Dengan demikian

siswa harus melakukan interaksi terhadap lingkungan instruksional yang diharapkan untuk

menunjang dan memperlancar serta memotivasi proses belajar siswa. Salah satu usaha untuk

menciptakan lingkungan yang sesuai dengan proses pembelajaran dikenal dengan strategi

menggunakan pendekatan, metode dan media pendidikan dalam pembelajaran.

4. Pendekatan Kecerdasan

Page 84: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Hal yang perlu diketahui para guru antara lain adalah kecerdasan siswa agar dapat menolong

kesulitan belajarnya. Untuk mengetahui kecerdasan para siswanya tentu guru tidak melakukannya

sendiri, untuk hal yang sederhana dapat dilakukan oleh konselor yang mempunyai latar belakang

pendidikan dan keahlian untuk itu. Bagi sekolah-sekolah yang berada diperkotaan dan tersedia

psikolog, maka dapat dimintakan bantuan para ahli psikologi tersebut untuk melakukan tes

kecerdasan, dengan demikian hasilnya dapat lebih akurat, dan tindakan belajarpun dapat disesuaikan

dengan kemampuan siswa oleh guru. Mun.zert, A. W. (1994) mengartikan kecerdasan sebagai sikap

intelektual mencakup kecepatan memberikan jawaban, penyelesaian, dan kemampuan memecahkan

masalah. David Weschler memberikan rumusan tentang kecerdasan sebagai suatu kapasitas umum

dan individu untuk bertindak, berpikir rasional dan berinteraksi dengan lingkungan secara efektif.

Kecerdasan merupakan salah satu faktor utama yang menentukan sukses gagalnya peserta didik

belajar di sekolah. peserta didik yang mempunyai taraf kecerdasan rendah atau dibawah normal sukar

diharapkan berprestasi tinggi. Tetapi tidak ada jaminan bahwa dengan taraf yang kecerdasan tinggi

seseorang secara otomatis akan sukses belajar di sekolah.

Intelegensi dapat dirumuskan dengan kemampuan untuk melakukan kegiatan dan mencapai

prestasi-prestasi yang didalamnya berpikir memainkan peranan utama. Dan tingkah laku seseorang,

pembicaraan, aksi, reaksinya, orang dapat menilainya apakah orang itu cerdas, cerdik, pintar atau

sebaliknya bodoh, bebal, lamban. Walaupun untuk memperoleh informasi yang lebih dapat 4ipercaya

melalui tes kecerdasan melalui uji psikotes oleh ahli psikologi. Tingkah laku yang inteligen oleh

sejumlah ciri sebagai berikut mi: (1) tingkah laku yang siap melakukan perubahan-perubahan yang

perlu terhadap kondisi-kondisi baru, tidak kaku; (2) tingkah laku yang bertujuan; (3) tingkah laku

yang cepat, reaksi-reaksi yang segera; (4) tingkah laku yang terorganisir, yakni ada koordinasi yang

baik antara kondisi-kondisi pribadi dalam lingkungan yang memecahkan persoalan, (5) tingkah laku

yang dikendalikan oleh motivasi yang kuat; dan (6) tingkah laku yang “success oriented”.

Berdasarkan test-test jntelegensi yang dilaksanakannya, Binet mengelompokkan tingkat-

tingkat ,kecerdasan (intelegence Quotient-IQ) seperti berikut ini.

Page 85: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Peserta didik perlu menyadari potensi kecerdasan dan mengaktualisasikan secara optimal.

Secara umum dapat dikemukakan bahwa untuk berhasil belajar dijenjang pendidikan menengah dan

pendidikan tinggi 1dcngan baik perlu ditunjang untuk kecerdasan yang memadai, misalnya pada

tahap cerdas ke atas. Howard Gardner memberikan ringkasan pendek tentang kecerdasan pribadi atau

antarpribadi. Kecerdasan antar pribadi adalah kemampuan untuk memahami orang lain apa yang

memotivasi mereka. bagaimana mereka bekerja, dan bagaimana mereka bekerja bahu membahu.

Guru cenderung orang yang mempunyai tingkat kecerdasan antar pribadi yang tinggi.

Spearrnan mendefinisikan kecerdasan adalah

inteligence consist of general ability that wothng cojuntion with special abilines ada dua penekanan

penting yang dapat dimaknai dan definisi diatas yaitu kapasitas umum meliputi kecepatan merespon

setiap stimulus dan kemampuan memecahkan masalah dengan kapasitas khusus dikenal sebagai bakat

(aptitude). Howard Gardner. psikolog yang membantu pelaksanaan riset tersebut. menganggap

kecerdasan sebagai kemampuan memecahkan masalah atau menciptakan produk (Goleman.

1999:50). Ia mewariskan daftar berikut yang memuat delapan bentuk kecerdasan:

1. Kecerdasan verballbahasa (verbal linguistic intelligence). Bentuk kecerdasan mi dinampakkan

oleh kepekaan akan makna dan urutan kata serta kemampuan membuat beragam penggunaan

bahasa untuk menyatakan dan memaknai anti yang kompleks. Percakapan spontan, dongeng,

humor. dan kelakar adalah kemampuan alamiah yang berkaitan dengan kecerdasan verbal/bahasa.

Kemampuan membujuk seseorang untuk mengikuti tindakan, atau memberikan penjelasan, atau

mengajar. Guru dalam memimpin pembelajaran diperlukan kemampuan melakukan negoisasi

kepada pihak-pihak terkait untuk dapat membantu memenuhi kebutuhan pembelajaran. Will

Rogers memiiki bentuk kecerdasan mi, demikian pula pam jumalis hebat, alili bahasa. sastrawan,

orator, penyair juga memiliki kecerdasan ini.

2. Kecerdasan logika/matematika-logis (logical-mathematical intelligence). Bentuk kecerdasan ini

termasuk yang paling mudah distandarisasikan dan diukur. kecerdasan ini sebagai pikiran analitik

dan sainstifik, dan bisa melihatnya dalam diri ahli sains dan programer komputer, akwttan, ahli

hukum, bankir, dan tentu saja ahli matematika, mereka semua pemecah masalah dan pemain

hebat. Mereka bekerja sebagai simbol-simbol abstrak dan bisa melihat koneksi antara potongan-

potongan informasi yang oleh orang lain mungkin terlewatkan. Einstein adalah salah satu contoh

terbaik mengenai orang dengan bentuk kecerdasan mi. Guru dan profesi pendidikan memerlukan

kecerdasan mi meski dalam ukuran yang relatif khusus dalam pengambilan keputusan dan

penetapan kebijakan pembelajaran.

Page 86: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

3. Kecerdasan spasial/visual (visual-spatial intelligence). Kecerdasan mi umumnya terampil

menghasilkan imaji mental dan menciptakan representasi grafis, mereka sanggup berpikir tiga

dimensi, mampu mencipta ulang dunia visual. Picasso, yang lukis-lukisannsya menantang cara

kita memandang kenyataan, dikaruniai bakat memvisualisasikan obyek-obyek dani beragam

perspektif dan berbagai sudut. Selain pada pelukis dan pematung, bentuk kecerdasan mi

ditemukan juga pada para programer komputer atau desainer dan arsitek. Pendidik membutuhkan

kecerdasan ini khususnya berkaitan dengan program dan perencanaan pembelajaran yang sesuai

dengan harapan perolehan mutu.

4. Kecerdasan tubuh/kinestetik (kinesthetic intelligence). Kecerdasan mi memungkinkan terjadinya

hubungan antara pikiran dan tubuh yang diperlukan untuk berhasil dalam aktivitas-aktivitas

seperti menari. melakukan pantomim, berolah raga. menguasai seni bela diri, dan memainkan

drama. Martha Graham dan Michael Jordan mempesona pam penonton dengan penggunaan tubuh

secara sensitif dan eksplosif, mereka tahu cara manusia bergerak. Para penemu dibidang ini

pahami bagaimana mengubah fungsi menjadi bentuk, mereka secara intuitif merasakan apa yang

mungkin dilakukan dengan proses dan peralatan. Keterampilan mi dibutuhkan oleh pendidik

khususnya berkaitan dengan tampilan didepan peserta didiknya, jika guru kaku atau tudak lentur

akan menimbulkan kesan tidak akrab atau kaku, tidak lugas, makanya guru dalam memimpin

pembelajaran perlu menjaga dirinya dan sikap kaku dan harus berpenampilan lugas.

5. Kecerdasan musikal/ritmik (mucical intelligence). Seseorang dengan bentuk kecerdasan mm

mendengarkan pola musik dan ritmik secara natural dan kemudian dapat memproduksinya.

Bentuk kecerdasan mi sangat menyenangkan, karena musik memiliki kapasitas untuk mengubah

kesadaran kita, menghilangkan stres, dan meningkatkan fungsi otak. Sebagai contoh pelajar yang

mendengarkan musik karya Mozart mencetak nilai lebih tinggi dalam standar tes IQ

dibandingkan pelajar yang pada waktu yang sama menghabiskan waktu dengan meditasi atau

berdiam diri. Peneliti meyakini bahwa pola-pola dalam tema-tema musik, bagaimana pun,

menjalankan jaringan kerja saraf yang sama yang oleh otak dipekerjakan untuk menyelesaikan

tugas-tugas visual-spasial yang kompleks. Bagi pemimpin pendidikan dan guru kecerdasan

demikian diperlukan agar mereka dapat mengolah jiwanya sehingga tetap sehat dan tidak stres.

Makanya guru dan kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan yang memiliki sedikit rasa

humor tampilannya relatif kaku, sedangkan mereka yang memiliki rasa humor relatif memadai

tampilannya relatif lugas dan neksibel.

6. Kecerdasan interpersonal (interpersonal intelligence). Manager, konselor. terapis, politikus,

mediator, dan spesialis hubungan manusia menunjukkan bentuk kecerdasan mi. Bentuk

Page 87: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

kecerdasan mi wajib dimiliki bagi tugas-tugas di tempat kerja seperti negosiasi dan menyediakan

umpan balik atau evaluasi. Individu-individu dengan bentuk kecerdasan mi memiliki kemampuan

intuitif yang kuat. Mereka biasanya pintar membaca suasana hati, temperamen, inotivasi, dan

maksud orang lain. Abraham Lincoln, Mahatma Gandhi, dan Martin Luther King, Jr.,

memanfaatkan kecerdasan interpersonal untuk mengubah dunia. Kecerdasan ini dibutuhkan guru

agar diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan

antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Hal mi menurut Nurhadi (2003) dilakukan dengan melibatkan komponen utama pembelajaran

yang efektifyakni:

a. Konstruktivisme (Constructivism)

Konstruktivisme (constructivism) merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan

kontekstual, yaitu pengetahuan dibangun sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui

konteks yang terbatas (sempit) dan tidak dengan tiba-tiba. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-

fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Tetapi manusia harus mengkonstniksi

pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Siswa perlu dibiasakan untuk

memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide,

yaitu siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri.

Esensi dan teori konstruktivisme adalah ide bahwa siswa harus menemukan dan

mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain, dan apabila dikehendaki informasi itu

menjadi milik mereka sendiri. Dengan dasar mi pembelajaran harus dikemas menjadi proses

mengkonstruksi bukan menerima pengetahuan. Landasan berpikir konstruktivisme agak berbeda

dengan pandangan kaum objektifitas, yang lebih menekankan pada hasil pembelajaran. Dalam

pandangan konstruktivisme, strategi memperoleh lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak

siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan. Untuk itu, tugas guru adalah memfasilitasi proses

tersebut dengan: (1) menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa; (2) memberi

kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri; dan (3) menyadarkan siswa agar

menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.

b. Bertanya (Questioning)

Pengetahuan yang dimiliki seseorang, selalu bermula dan bertanya, karena bertanya

merupakan strategi utama pembelajaran yang berbasis pendekatan kontekstual. Dalam sebuah

pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna untuk: (1) menggali informasi, baik

Page 88: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

administrasi maupun akademis; (2) mengecek pemahaman siswa; (3) membangkitkan respon pada

siswa; (4) mengetahui sejauh mana keinginan tahuan siswa; (5) mengetahui hal- hal yang sudah

diketahui siswa; (6) memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru; (7) untuk

membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan

“Masyarakat-belajar” bisa terjadi apabila ada proses komunikasj dua arah. “Seorang guru

yang mengajari siswanya” bukan contoh masyarakat belajar karena komunikasi hanya terjadi satu

arah, yaitu informasi hanya datang dan guru ke arah siswa, tidak ada anus informasi yang perlu

dipelajari guru yang datang dan arah siswa. Dalam contoh mi yang belajar hanya siswa bukan guru.

Dalam masyarakat belajar, dua kelompok (atau lebih) yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran

saling belajar. Seseorang yang terlibat dalam kegiatan masyarakat belajar memberikan informasi

yang diperlukan oleh teman bicaranya dan sekaligus juga meminta informasi yang diperlukan dan

teman belajarnya. Kegiatan saling belajar juga bisa terjadi apabila tidak ada pihak yang dominan

dalam komunikasi, tidak ada pihak yang merasa segan untuk bertanya, tidak ada pihak yang

menganggap paling tahu, semua pihak mau saling mendengarkan. Setiap pihak harus merasa bahwa

setiap orang lain memiliki pengetahuan, pengalaman, atau keterampilan yang berbeda yang perlu

dipelajari.

e. Pemodelan (Modeling)

Dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa

ditiru. Model itu, memberi peluang yang besar bagi guru untuk memberi contoh cara mengerjakan

sesuatu, dengan begitu guru memberi model tentang bagaimana cara belajar. Sebagian guru memberi

contoh tentang cara bekerja sesuatu, sebelum siswa melaksanakan tugas, misalnya cara menemukan

kata kunci dalam bacaan. Dalam pembelajaran tersebut guru mendemonstrasikan cara menemukan

kata kunci dalam bacaan dengan menelusuri bacaan secara cepat, dengan memanfaatkan gerak mata

(scaning). Ketika guru mendemonstrasikan cara membaca cepat tersebut, siswa mengamati guru

membaca dan membolak balik teks.

Gerak mata guru dalam menelusuri bacaan, menjadi perhatian utama siswa. Dengan begitu

siswa tahu bagaimana gerak mata yang efektif dalam melakukan scaning. Kata kunci yang ditemukan

guru disampaikan kepada siswa, sebagai hasil kegiatan pembelajaran menemukan kata kunci secara

cepat. Secara sederhana, kegiatan itu disebut pemodelan. Artinya, ada model yang bisa ditiru dan

diamati siswa, sebelum mereka berlatih menemukan kata kunci. Dalam kasus itu, guru menjadi

model. Dalam pendekatan kontekstual, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang

dengan melibatkan siswa, seorang siswa dapat ditunjuk untuk memberi contoh temannya, cara

melafalkan suatu kata, jika kebetulan ada siswa yang pernah memenangkan lomba baca puisi atau

Page 89: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

memenangkan kontes berbahasa Inggris, siswa itu dapat ditunjuk untuk mendemonstrasikan

keahliannya. Siswa contoh tersebut dikatakan sebagai model, siswa lain dapat menggunakan model

tersebut sebagai standar kompetensi yang harus dicapai.

f. Reneksi (Refeiction)

Reneksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang

tentang apa-apa yang sudah kita lakukan dalam hal belajar di masa yang lalu. Siswa mengendapkan

apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru, yang merupakan pengayaan atau

revisi dan pengetahuan sebelumnya. Reneksi merupakan respons terhadap kejadian. aktivitas, atau

pengetahuan yang baru diterima. Misalnya, ketika pelajaran berakhir, siswa merenung “Kalau begitu,

cara saya menyimpan file selama ini salah, ya! Mestinya dengan cara yang baru saya pelajari ini, file

komputer saya lebih tertata dan lebih rapi”.

Pengetahuan yang bermakna diperoleh dari proses belajar. Pengetahuan Yang dimiliki siswa

diperluas melalui konteks pembelajaran, yang kemudian diperluas sedikit demi sedikit sehingga

semakin berkembang. Guru atau orang dewasa membantu siswa membuat hubungan-hubungan antara

pengetahuan yang dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan yang baru. Dengan reneksi itu, siswa

merasa memperoleh sesuatu yang berguna bagi dirinya tentang apa yang harus dipelajarinya.

f . Penilaian Sebenarnya (Authentic Assessment)

Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran

perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan Ljar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa

memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar. Apabila data yang

dikumpulkan mengidentifikasikan bahwa siswa mengalami kemacetan dalam belajar, cara guru

segera bisa mengambil tindakan yang tepat agar siswa terbebas dan kemacetan belajar. Karena

gambaran tentang kemajuan belajar itu diperlukan panjang proses pembelajaran, maka assessment

tidak dilakukan diakhir periode seperti akhir semester.

Pembelajaran seperti pada kegiatan evaluasi basil belajar seperti fo4atif dan sumatif, tetapi

dilakukan bersama dengan cara terintegrasi, yaitu tid4k terpisahkan dan kegiatan pembelajaran.

Pembelajaran yang benar seharusnya ditekankan pada upaya membantu siswa agar mampu

mempelajari (learning how to learn), bukan ditekankan pada diperolehnya sebanyak mungkin

informasi di akhir periode pembelajaran. Karena assessment menekankan proses pembelajaran, maka

data yang dikumpulkan harus diperoleh dan kegiatan nyata yang dikerjakan siswa pada saat

melakukan proses pembelajaran. Guru yang ingin mengetahui perkembangan belajar bahasa Inggris

misalnya bagi para siswanya harus mengumpulkan data dan kegiatan nyata saat para siswa

menggunakan bahasa Inggris, bukan pada saat para siswa mengerjakan tes bahasa Inggris. Data yang

Page 90: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

diambil dan kegiatan siswa saat siswa melakukan kegiatan berbahasa Inggris baik dalam kelas

maupun di luar kelas, itulah yang disebut data autentik.

Kemajuan belajar dinilai dan proses, bukan melalui hasil, dan dengan berbagal cara. Tes

hanya salah satunya, itulah hakekat penilaian yang sebenarnya. Penilai tidak hanya guru, tetapi bisa

juga teman lain atau orang lain. Karakteristik authentic assessment adalah: (1) dilaksanakan selama

dan sesudah proses pembelajaran berlangsung; (2) bisa digunakan untuk formatif maupun sumatif (3)

yang diukur keterampilan dan performansi, bukan hanya mengingat fakta; (4) berkesinambungan; (5)

terintegrasi; dan (6) dapat digunakan sebagai feed back. Dengan demikian pembelajaran yang benar

memang seharusnya ditekankan pada upaya membantu siswa agar mampu mempelajari (learning how

to learn) sesuatu, bukan ditekankan pada diperolehnya sebanyak mungkin informasi diakhir periode

pembelajaian (Depdiknas, 2003:10).

Sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan kontekstual, jika menerapkan komponen

utama pembelajaran efektif mi dalam pembelajarannya. Untuk melaksanakan hal itu dapat diterapkan

dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimana pun keadaannya.

Penerapan pendekatan kontekstual secara garis besar langkah-langkahnya adalah: (1) kembangkan

pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri,

dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya; (2) laksanakan sejauh mungkin

kegiatan inquiry untuk semua pokok bahasan; (3) mengembangkan sikap ingin tahu Siswa dengan

bertanya; (4)menciptakan masyarakat belajar; (5) menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran;

(6) melakukan reneksi di akhir pertemuan (7) melakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai

cara.

Dengan konsep itu, hasil hasil pembelajaran diharapkan lebih bermutu bagi siswa. Proses

pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan

transfer pengetahuan dan guru ke siswa, strategi pembelajaran lebih dipentingkan dari pada hasil,

dimana siswa belajar mengkonstruksikan sendiri. Karena diasumsikan dengan strategi dan

pendekatan yang baik, maka akan memperoleh hasil yang baik pula. Dalam konteks mi siswa perlu

mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya. dalam status apa mereka, dan bagaimana mencapainya.

Para siswa menyadari bahwa yang mereka pelajar akan berguna dan sebagai bekal hidupnya

kemudian hari. Para siswa mempelajari apa yang bermanfaat bagi dirinya dan berupaya

menanggapinya, itulah sebabnya para siswa tersebut memerlukan tenaga pengajar yang profesional

sebagai pengarah dan pembimbing mereka dalam belajar.

Ada beberapa alasan mengapa pendekatan kontekstual menurut Depdiknas (2003) menjadi

pilihan yaitu: (1) sejauh mi pendidikan kita masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan

Page 91: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

sebagai perangkat fakta-fakta yang harus dihafal. Kelas masih berfokus pada guru sebagai sumber

utama pengetahuan, kemudian ceramah menjadi pilihan utama strategi belajar. Untuk itu, diperlukan

sebuah strategi belajar ‘baru’ yang lebih memberdayakan siswa. Sebuah strategi belajar yang tidak

mengharuskan siswa menghapal fakta-fakta, tetapi sebuah strategi yang mendorong siswa

mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri; (2) melalui landasan filosofi

konstruksivisme, Cli dipromosikan’ menjadi altematif strategi belajar yang barn. Melalui strategi

belajar pendekatan kontekstual, siswa diharapkan belajar melalui ‘mengalami, bukan ‘menghafal; (3)

knowledge is constructed by humans. Knowladge is not a set of facts, concepts, or laws waiting to be

discovered. It is not something that exists independent of a knower. Humans create or construct

knowledge as ‘they attempt to bring meaning to their experience, everything that we know, we have

made (Zahorik, 1995); dan (4) knowledge is konjectural and fallible. Since knowledge is a

construction of humans-and humans constantly undergoing new

, ‘experiences, knowledge can never by stable. The understandings and incomplete. Knowledge

grows through exposure. Understand become deeper and stronger if one tes it against new encounters

(Zahorik, 1995)

Ada lima elemen belajar yang konstruktivistik yang harus diperhatikan dalam pembelajaran

kontekstual menurut Zahonk (1995 14-22) yaltu (1) Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada

(activating knowledge); (2) Pemerolehan pengetahian ban, (Acquiring knowledge) dengan cara

mempelajari secara keseluruhan dulu, kemudian memperhatikan detailnya; (3) Pemahaman

pengetahuan (understanding knowledge), yaitu dengan cara menyusun konsep sementara (hipotesis),

melakukan sharing kepada orang lain agar dapat tanggapan (validasi) dan atas dasar tanggapan itu,

dan konsep direvisi dan dikembangkan; (4) Mempraktekkan pengetahuan dan pengalaman tersebut

(applying knowledge); dan (5) Melalcukan reneksi (renecting knowledge) terhadap strategi

pengembangan pengetahuan tersebut.

C. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Anak

Pernahkah anda memperhatikan seorang bayi yang meneliti dengan seksama sebuah mainan

bani miliknya. Anak itu memasukkan mainannya itu ke dalam mulut untuk mengetahui rasanya,

kemudian menggoyangnya, mengangkat, membantingkan, dan memilah-milah yang bisa ia lakukan,

serta membongkarnya untuk diselidiki satu persatu. Proses yang demikian mi disebut belajar secara

menyeluruh (global learning) yang merupakan cara efektif dan alamiah bagi seseorang manusia untuk

mempelajari bahwa otak seorang anak hingga usia enam atau tujuh tahun mampu menyerap berbagai

fakta, sifat-sifat fisik, dan kerumitan bahasa (DePorter dan Hernacki, 1999:22). Para ahli berbeda

Page 92: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

pendapat mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan anak, karena memang sudut

pandang maupun pendekatannya berbeda.

Kata perkembangan sering kali digandengkan dengan pertumbuhan dan kematangan,

ketiganya memang mempunyai hubungan yang sangat erat. Pertumbuhan dan perkembangan pada

dasarnya adalah perubahan menuju ke tahap-tahap yang lebih tinggi dan lebih baik. Pertumbuhan

lebih banyak berkenaan dengan aspek-aspek jasmaniah atau fisik, menunjukkan perubahan atau

penambahan secara kuantitas, yaitu penambahan dalam ukuran besar atau tinggi. Sedangkan

perkembangan berkaitan dengan aspek-aspek psikhis atau rohaniah, berkenaan dengan kualitas yaitu

peningkatan dan penyempumaan fungsi (Syaodih Sukmadinata, 2003:111). Dengan demikian dapat

ditegaskan bahwa pertumbuhan berkenaan dengan struktur, sedangkan perkembangan berkenaan

dengan fungsi yang berhubungan dengan kematangan. Pada dasarnya dilihat dan aspek psikologis

penyelenggaraan pendidikan khususnya mengenai pembelajaran, para ahli mengemukakan ada

digunakan untuk mengkaji faktor-faktor perkembangan anak dalam belajar yaitu:

1. Pandangan Nativisme

Nativisme (Nativism) yaitu “Nativzts” atau pembawaan adalah sebuah doktrin filosofis yang

berpengaruh besar terhadap aliran pemikiran psikologis. Pandangan nativisme ini berpendapat bahwa

perkembangan individu itu semata-mata ditentukan oleh faktor-faktor yang dibawa semenjak lahir.

Salah satu tokoh yang menganut teori nativisme ini adalah Arthur Schopenhouer (1788-1880),

seorang filsuf bangsa Jerman. Beliau berpendapat bahwa bayi itu lahir telah memiliki sifat-sifat dasar

tertentu yang disebut sifat pembawaan yang baik dan pembawaan buruk. Setiap anak memiliki sifat

bawaannya sendiri, sifat-sifat itu tidak bisa dirubah dengan pengalaman. Pengalamian, lingkungan

atau pendidikan, oleh karena itu hasil akhir pendidikan ditentukan oleh pembawaan yang sudah

dibawa sejak lahir.

Berdasarkan pandangan ini keberhasilan pendidikan ditentukan .oleh nak didik itu sendiri.

Istilah nativisme dan asal kata “native” yang artinya adalah terlahir, bagi nativisme lingkungan

sekitar tidak ada artinya, sebab lingkungan tidak akan berdaya dalam mempengaruhi perkembangan

anak. Jadi, perkembangan anak merupakan hasil perubahan dan sifat-sifat pembawaan itu Sendiri.

Jika dikatakan secara ekstrem, paham ini tidak mempercayai pengaruh pendidikan terhadap

perkembangan anak.

Jika ada ilmu pendidikan yang berlandaskan pada paham ini, dikatakan bagai pedagogik yang

pesimistis. Paham ini juga sering disebut sebagai biologisme, karena hanya menekankan pada

kehidupan anak sendiri sebagai makhluk biologi dalam perkembangannya. Penganut pandangan ini

Page 93: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

menyatakan bahwa kalau anak mempunyai pembawaan jahat, maka dia akan menjadi jahat.

eba1iknya kalau anak mempunyai pembawaan baik, maka dia akan menjadi baik. Pembawaan buruk

dan baik mi tidak dapat diubah dan kekuatan luar, jadi hasil pendidikan tergantung pada pembawaan.

Dengan demikian dapat ditegaskan pandangan nativisme bahwa perkembangan manusia itu

ditentukan oleh pembawaannya, sedangkan enga1aman dan pendidikan tidak berpengaruh apa-apa.

Dalam ilmu pendidikan, pandangan seperti mi disebut “pesimisme pedagogis”. Aliran ‘nativisme

bertolak dan “Leibnitzian Tradition” yang menekankan kemampuan dalam diri anak, sehingga faktor

lingkungan, termasuk faktor pendidikan kurang berpengaruh terhadap perkembangan anak. Dalam

individu terdapat suatu inti pribadi yang mendorong manusia untuk mewujudkan diri, mendorong

manusia dalam menentukan pilihan dan kemauan sendiri, dan yang menempatkan manusia sebagai

makhluk aktif yang mempunyai kemauan bbas. Hasil perkembangan tersebut ditentukan oleh

pembawaan yang sudah diperoleh sejak kelahiran. Tiitarahardja dan Sula (2000:196) berpendapat

pembawaan itu bukanlah satu-satunya faktor yang menentukan perkembangan, masih banyak faktor

yang mempengaruhi pembentukan dan perkembangan anak dalam menuju kedewasaan.

2. Pandangan Naturalisme

Nature yaitu alam atau kodrat, pandangan naturalisme mi dipelopori oleh seorang filsuf

Prancis J. J. Rouseau (17 12-1778). Pandangannya lebih ditekankan pada sifat hakekat anak, sehingga

mempengaruhi konsepnya mengenai pembinaan terhadap perkembangannya atau perkembangannya.

Rouseau berpendapat bahwa semua anak yang baru dilahirkan mempunyai pembawaan baik dan

tidak ada seorang pun yang lahir dengan pembawaan buruk. Namun pembawaan baik itu, akan

menjadi rusak karena dipengaruhi oleh lingkungan atau pengaruh kebudayaan manusia itu sendiri.

Rouseau berpendapat bahwa pendidikan yang diberikan orang dewasa malahan dapat merusak

pembawaan anak yang baik itu.

Pandangan naturalisme tidak memandang penting pendidikan, aliran ini juga disebut

“negativisme”, karena berpendapat pendidik wajib membiarkan pertumbuhan anak pada alam,

dengan kata lain pendidikan tidak diperlukan. Rouseau dengan gigihnya mengajak agar kembali ke

alam (nature), yang baik itu (back to nature), dengan menjauhkan anak dan lingkungan kebudayaan.

Ia ingin menjauhkan anak dan segala keburukan masyarakat yang serba di buatbuat (artificial),

sehingga kebaikan anak-anak yang diperoleh secara alamiah sejak lahir dapat tampak secara spontan

dan bebas.

Rouseau mengusulkan perlunya permainan bebas kepada anak didik untuk mengembangkan

pembawaannya, kemampuan-kemampuannya, dan kecenderungan-kecenderungannya. Pendidikan

yang baik adalah memberikan kebebasan kepada anak untuk berkembang menurut kodrat dan

Page 94: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

alamnya yang baik itu. Hukuman bagi anak pun harus dengan hukuman alam, sebagai contoh anak

yang memecahkan kaca jendela, dibiarkan tidur di kamar tanpa jendela berkaca itu, agar merasakan

dinginnya malam karena angin yang masuk ke kamar lewat jendela itu, maka ia mendapat hukuman

dan alam. Namun menurut Tirtarahardja dan Sula (2000:198) bahwa seperti diketahui, gagasan

naturalisme yang menolak campur tangan pendidikan, sampai saat mi tidak terbukti. malahan terbukti

sebaliknya, yaitu pendidikan makin lama makin diperlukan.

Sebagaimana dikemukakan oleh Herbart (1776-1841) adalah seorang paturalis, hal ini tampak pada

pandangannya: (1) teori tahap-tahap perkembangan budaya yang menyatakan bahwa ras manusia

berkembang melalui tahap perkembangan budaya tertentu. dan tahap-tahap tersebut akan diulangi

dalam perkembangan individu; (2) seorang manusia yang baik memerintahkan dirinya sendiri, sifat

dasar manusia terdini dan dua faktor yaitu dari yang memerintah dan diri yang menolak. Mendidik

orang muda agar ingin berbuat baik. bebas dan mantap, terwujud apabila sifat dasarnya mau

melakukan perbuatan tersebut; dan (3) jika dibekali suatu kemampuan khusus untuk mereaksi

terhadap hal-hal yang ada terhadap lingkungannya.

3. Pandangan Empirisme

Empiria atau pengalaman, tokoh perintis pandangan empirisme adalah seorang filsuf Inggris

bernama John Locke (1632-1704). Faham empirisme ini bertentangan dengan paham nativisme dan

berpendapat, bahwa anak itu sejak lahir belum memiliki sifat-sifat pembawaan apapun. John Locke

mengembangkan suatu teori yang terkenal dengan teori “Tabula rasa dimana beliau berpendapat

bahwa anak lahir di dunia bagaikan kertas putih yang bersih. Maka diatas kertas putih itu orang dapat

membuat coretan menurut kehendaknya Oleh karena itu lingkungan (environment), anak memperoleh

pengalaman-pengalaman empirik, dan pengalaman empirik yang diperoleh dan lingkungan inilah

yang berpengaruh besar dalam menentukan perkembangan anak.

Penganut pandangan ini menyatakan bahwa perkembangan anak gantung kepada lingkungan,

sedangkan pembawaan tidak dipentingkan sebab pada waktu lahir seorang anak masih bersih.

Pengalaman yang diperoleh anak dalam kehidupan sehari-hari didapat dan dunia sekitarnya yang

berupa imulan-stmmu1an yang berasal dan alam bebas maupun diciptakan oleh orang dewasa dalam

bentuk program pendidikan. Dalam hal ini para penganut empirisme menganggap setiap anak lahir

seperti tabula rasa, dalam keadaan kosong. tak punya kemampuan dan bakat apa-apa. Hendak

menjadi apa anak kelak bergantung pada pengalaman maupun lingkungan yang mendidiknya.

Seorang pendidik dapat membentuk menjadi apapun yang dikehendakinya, apakah akan dibentuk

menjadi seorang sarana. seorang montir di bengkel. Atau bahkan seorang penjahat. Jika ada ilmu

pendidikan yang mendasarkan pada paham ini, maka dikatakan sebagai pedagogik optimistis. Paham

Page 95: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

ini juga sering disebut sosiologisme, karena hanya menekankan arti pengaruh lingkungan dalam

perkembangan anak. Mengacu pada model-model pendidikan yang berkembang di Indonesia, tidak

tampak pengikut nativisme maupun empirisme yang murni, tetapi mengkombinasi nativisme dan

empirisme maupun teori-teori lainnya yang relevan bagi pendidikan anak.

4. Pandangan Konvergensi atau Interaksionisme

Paham nativisme, naturalisme dan empirisme memang merupakan paham-paham yang

bersifat filsafat yang dikembangkan menjadi filsafat pendidikan. Pada akhir abad 19 dan awal abad

20 ilmu-ilmu telah banyak berkembang, sehingga pandangan mengenai perkembangan yang semula

bersifat filsafat ini didekati dan sudut ilmu pengetahuan menjadi bersifat terapan. Perkembangan ini

khususnya tampak pada ilmu genetika, diamana genetika mulai mengalami kemajuan yang pesat,

demikian pula ilmu-ilmu pengetahuan sosial, seperti sosiologi, dan antropologi yang menjadi dasar

pengembangan ilmu pendidikan, dan sebagainya. Maka muncullah teori konvergensi, dimana tokoh

pandangan konvergensi atau interaksionisme ini adalah Louis William Stern (1871-1939) seorang

ahli pendidikan, filosof, dan psikolog bangsa Jerman. Teori ini disebut konvergensi karena

berpendapat bahwa perkembangan bukan hanya dilihat dari salah satu faktor pembawaan (hereditas)

atau lingkungan. Tetapi dapat dikatakan bahwa penganti kerja sama antara faktor internal dan

eksternal, ataupun antara faktor-faktor dasar dan faktor ajar (nature and nurture).

William Stem berpandangan bahwa seorang anak dilahirkan didunia sudah disertai dengan

pembawaan baik maupun pembawaan buruk. Dalam proses perkembangan anak baik faktor

pembawaan maupun faktor lingkungan sama-sama mempunyai peranan yang sangat penting.

Pandangan mi tidak memisahkan peranan faktor yang lain. Bakat yang dibawa waktu lahir tidak akan

berkembang dengan baik tanpa adanya dukungan lingkungan yang sesuai dengan perkembangan

bakat itu. Sebaliknya lingkungan yang baik tidak dapat menghasilkan perkembangan anak yang

optimal kalau memang pada diri anak tidak terdapat bakat yang diperlukan untuk mengembangkan

potensi dan kemampuan anak yang diharapkan. Berdasarkan pandangan konvergensi itu, William

Stem membuat suatu kesimpulan bahwa hasil pendidikan itu tergantung dri pembawaan dan

lingkungan, seakan-akan dua garis yang menuju kesatu titik pertemuan seperti bagan berikut:

Page 96: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Dua garis yang menuju kesatu titik pertemuan mi memberi gambaran bahwa pendapat William Stem

disebut teori konvergensi yang intinya memusat kesatu titik. Jadi menurut teori konvergensi (1)

pendidikan mungkin untuk dilaksanakan; (2) pendidilcan diartikan sebagai pertolongan yang

diberikan lingkungan kepada anak didik untuk mengembangkan potensi yang baik dan mencegah

berkembangnya potensi yang kurang baik; dan (3) yang membatasi basil pendidikan adalah

pembawaan dan lingkungan. Aliran konvergensi pada umumnya diterima secara luas sebagai

pandangan yang tepat dalam memahami tumbuh kembang manusia. Aliran ini implementasinya

dalam hal belajar mengajar terlatih menyebabkan munculnya berbagai teori-teori belajar dan teori

atau model mengajar seperti: (1) model behavioral yang terdiri dan belajar atas belajar kontrol diri

sendiri, simulasi, dan belajar asertif, (2) model pemrosesan 1jaformasi yang terdiri dan model

mengajar inkuiri, presentase kerangka atau “advance organizer”, dan model pengembangan berpikir;

litan (3) lain sebagainya. Model perilaku dan pemrosesan informasi ini merupakan kajian psikologi

yang menggambarkan tingkah laku manusia dalam pembelajaran.

Teori konvergensi ini membuka kesempatan yang luas bagi melaksananya pendidikan sebagai

pertolongan belajar kepada peserta didik. Alasannya potensi intelektual yang dimiliki anak dapat

ditumbuhkembangkan melalui proses belajar, meskipun dilain pihak pembawaan si anak akan

pembatasi perkembangan itu. Pendekatan dalam teori konvergensi mi antara lain melalui pendekatan

tingkah laku (behavioral), dimana guru dapat menangkap apakah anak sudah dapat menerima

pelajaran atau tidak melalui perilaku si anak. Tingkah laku itu mencerminkan apakah anak mampu

menerima dan memproses informasi belajar yang diterimanya, dan jika tidak mampu guru dapat

mencari tahu akan informasi sebagai kendalanya, melalui data dan informasi tersebut guru menyusun

langkah-langkah untuk mengatasinya. Teori konvergensi mi bukan sekedar memadukan antara

nativisme. naturalisme dan empirisme, melainkan mempunyai landasan pikir yang berbeda dengan

paham tersebut. Didukung oleh pesatnya ilmu pengetahuan, teori konvergensi mi melakukan studi

psikologi dan pendidikan menjadi konvergen antara pembawaan yang dipelajari sebagai hereditas dan

lingkungan budaya maupun pendidikan yang berkonvergensi dengan faktor pertama.

D. Motivasi Menciptakan Suasana Belajar yang Fun (Menyenangkan)

Motivasi tidak sama dengan motif, meskipun akar katanya sama yaitu “motivum”. Motivasi

dapat dipahami sebagai suatu variabel penyelang yang digmiakan untuk menimbulkan faktor-faktor

tertentu di dalam organisme, yang membangkitkan, mengelola, mempertahankan, dan menyalurkan

tingkah laku menuju suatu sasaran. Sedangkan motif dipahami sebagai suatu keadaan ketegangan di

dalam individu, yang membangkitkan, memelihara dan mengarahkan tingkah laku menuju suatu

tujuan atau sasaran. Pengertian motif tidak dapat dipisahkan daripada kebutuhan (needs), seseorang

Page 97: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

atau suatu organisme yang berbuat melakukan sesuatu, sedikit banyaknya ada kebutuhan di dalam

dirinya atau ada sesuatu yang hendak dicapainya.

Pam ahli psikologi berusaha menggolong-golongkan motif dalam diri manusia atau suatu

organisme ke dalam beberapa golongan seperti (a) Sertain membagi motif menjadi (1) psychological

drive yaitu dorongan-dorongan yang bersifat fisiologis jasmaniah seperti lapar, haus, seks, dan

sebagainya dan (2) social motives yaitu dorongan-dorongan yang ada hubungannya dengan manusia

yang lain dalam masyarakat seperti dorongan estetis, dorongan ingin selalu berbuat baik (etika), dan

sebagainya; (b) Woodworth mengadakan klasifikasi motif-motif yaitu (1) unlearned motives yaitu

motif-motif yang tidak dipelajari merupakan motif yang pokok yang biasa disebut “drive”

(dorongan), yang termasuk unlearned motives ialah motif-motif yang timbul disebabkan kekurangan-

kekurangan kebutuhan-kebutuhan dalam tubuh seperti lapar, haus, sakit, dan sebagainya. Semuanya

hal itu menimbulkan dorongan dalam diri untuk minta supaya dipenuhi, atau menjauhkan diri

daripadanya seperti perasaan suka dan tidak suka. Motif-motif itu berkembang melalui kematangan,

pelatihan, dan melalui belajar, dan (2) learned motives yaitu motif-motif yang dipelajari melalui

latihan dan kehidupan sehari-hari motif-motif seseorang makin berkembang dan mengalami

perubahan-perubahan yaitu tujuan-tujuan dan motif-motif menjadi lebih khusus, motif-motif itu

makin berkombinasi menjadi motif-motif yang lebih kompleks, tujuan-tujuan sementara dapat

berubah menjadi tujuan sebenarnya, dan motif-motif itu dapat timbul karena adanya perangsang baru.

Woodworth selanjutnya menggolongkan motif itu menjadi kebutuhan kebutuhan organis

seperti lapar, bergerak, istirahat dsb., motif-motif yang tumbuh sekonyong-konyong seperti kejutan,

dan motif objektif seperti dorongan menyelidiki. Dan penelitian-penelitian menunjukkan, bahwa

sukses belajar tidak hanya tergantung pada inteligensi anak, tetapi tergantung pada banyak hal di

antaranya motif-motifnya, upaya menimbulkan tindakan belajar yang bermotif adalah penting. Siswa

yang belajar harus diberi motivasi untuk belajar dengan harapan, bahwa belajar akan memperoleh

hasil. Siswa haru memberikan perhatikan pada bagian-bagian yang esensial dari suatu kejadian

instruksional. Bila siswa memperhatikan informasi yang relevan, maka ia terlalu siap untuk

menerima pelajaran. Informasi baru yang diperoleh haru dipindahkan dari memoni jangka pendek ke

memori jangka panjang. Ini dapat terjadi melalui pengulangan kembali (rehearsal), peraktek

(practice), dan elaborasi atau lain-lain.

Misalnya guru memberikan pujian atau hadiah bagi siswa yang menunjukkan usaha yang

baik, memberikan angka tinggi terhadap prestasi yang dicapainya, tidak menyalahkan pekerjaan atau

jawaban siswa secara terbuka sekalipun pekerjaan atau jawaban tersebut belum memuaskan, tidak

menghukum siswa di depan kelas, menciptakan suasana belajar yang memberi kepuasan dan

Page 98: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

kesenangan pada siswa dan usaha lain dipandang pantas dilakukan untuk memenuhi kebutuhan

belajar siswa. Motivasi intrinsik, adalah dorongan siswa agar mencapai tujuan yang terkandung

dalam perbuatan itu sendiri. Motivasi mi berkenaan dengan kebutuhan siswa sendiri.

Siswa harus menyadari pentingnya melakukan kegiatan belajar untuk kepuasan dan

kebutuhan dirinya untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan keterampilan sebagai modal hidupnya

kelak jika telah dewasa. Kedua motivasi diatas yakni ekstrinsik dan intrinsik dapat digunakan guru

saat berlangsungnya proses belajar mengajar. Menjelaskan tujuan instruksional khusus kepada siswa

sebelum mengajar dimulai, serta menemukan kesadaran pentingnya siswa menguasai materi tersebut

merupakan upaya motivasi instrinsik. Demikian pula kesadaran siswa agar belajar sungguh-sungguh

untuk meraih kehidupan yang lebih baik dimasa mendatang adalah contoh motivasi intrinsik. Motif

merupakan suatu faktor yang amat penting dalam pendidikan, sehingga sering dikatakan bahwa

tindakan yang sadar, dilakukan oleh anak didik adalah tindakan yang bermotif.

Tindakan belajar yang memotif dapat dikatakan sebagai tindakan belajar yang dilakukan oleh

anak didik didorong kebutuhan yang dirasakannya. sehingga tindakan itu tertuju ke arah suatu tujuan

yang diharapkan. Kebutuhan itu timbul sebagai akibat berbagai macam hal seperti dorongan nafsu,

minat, hasrat. keinginan, dan sebagainya. Abraham Maslow mengungkapkan bahwa kebutuhan

manusia dapat disusun dalam suatu hierarkhi kebutuhan terendah sampai tertinggi, jika kebutuhan

yang lebih rendah dapat dipenuhi, maka kebutuhan yang berada pada tingkatan diatasnya akan

muncul dan minta dipenuhi. Kebutuhan yang telah dipenuhi menjadi motivator utama dan perilaku.

Dengan demikian kegiatan belajar siswa dapat terjadi bila siswa ada perhatian dan dorongan terhadap

stimulus belajar. Untuk itu maka guru harus berupaya menimbulkan dan mempertahankan perhatian

dan dorongan siswa untuk melakukan kegiatan belajar. Upaya memberikan dorongan dan perhatian

belajar kepada siswa dilakukan guru sebelum memulai belajar, pada saat berlangsungnya proses

belajar mengajar terutama pada saat siswa melakukan kegiatan belajar dan pada saat siswa

mengalami kemunduran.

Perhatian siswa terhadap stimulasi belajar dapat diwujudkan melalui beberapa upaya seperti

penggunaan media pengajaran atau alat-alat peraga, memberikan pertanyaan kepada siswa membuat

variasi belajar pada siswa, melakukan pengulangan informasi yang berbeda sifatnya dengan cara

sebelumnya, memberikan stimulus belajar dalam bentuk lain sehingga tidak bosan. Sedangkan

motivasi belajar siswa dapat dilakukan melalui dua bentuk motivasi, yakni motivasi ekstrinsik dan

motivasi intrinsik. Motivasi ekstrinsik, adalah dorongan yang timbul untuk mencapai tujuan yang

datang dari luar dirinya. Abraham Maslow Bapak psikologi modern menyatakan bahwa motif- motif

manusiawi itu membentuk suatu hierarki (the hierarchy of needs), setiap individu mempunyai

Page 99: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

kebutuhan-kebutuhan yang dapat digolongkan kedalam urutan prioritas, yaitu lima tingkatan

kebutuhan manusia. Kelima tingkatan kebutuhan pokok milah yang kemudian dijadikan pengertian

kunci dalam mempelajari motivasi manusia. Untuk lebih jelasnya dapat digambarkan sebagai berikut.

Hierarki kebutuhan mi digambarkan dengan piramida berkotak yang paling bawah adalah

kebutuhan fisiologis merupakan yang paling dasar, sedangkan yang tertinggi adalah kebutuhan

actualization sebagai pemenuhan : kebutuhan yang bersifat kompetitif. Adapun kelima tingkatan

kebutuhan pokok : dimaksud, adalah (1) dengan dorongan-dorongan primer atau fisiologis ada Di

bagian dasar. Kebutuhan mi merupakan kebutuhan dasar yang bersifat primer dan vital, yang

menyangkut fungsi-fungsi biologis dasar dari organisme manusia seperti kebutuhan akan pangan,

sandang dan papan, kesehatan fisik, kebutuhan seks dan sebagainya; (2) keselamatan dan jaminan

keamanan perlindungan pada lapisan berikutnya seperti terjamin keamananya, terlindung dan bahaya

dan ancaman penyakit, perang, kemiskinan kelaparan, perlakuan tidak adil, dan sebagainyp (3)

dorongan hidup berkelompok atau diakui sebagai anggota kelompok, cinta, diperhitungkan sebagai

pribadi, rasa setiakawan, kerjasama; (4) afeksi sebagai kategori tertinggi berikutnya yaitu kebutuhan

akan penghargaan, dihargai karena prestasi, prestise, kemampuan, kedudukan atau status, kekuasaan

dan pemilikan adalah langsung lebih tinggi daripada dorongan berkumpul, cinta, dan afeksi; (4)

kemudian aktualisasi diri (self actualisaion) yaitu mempertinggi potensi-potensi yang dimiliki,

Page 100: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

pengembangan din secara maksimum, kreatifitas, ekspressi, kebutuhan untuk mengenal dan

mengetahui, serta kebutuhan estetis yang ada dipuncak hierarki.

Tingkatan atau kebutuhan dan Maslow ini menurut Purwanto (2002:78) tidak dimaksudkan

sebagai kerangka yang dapat dipakai setiap saat, tetapi lebih merupakan kerangka acuan yang dapat

digunakan sewaktu-waktu bilamana diperlukan. Sehingga dapat dipertimbangkan dan diperkirakan

tingkat kebutuhan mana yang dapat mendorong seseorang yang akan dimotivasi sehingga ia

bertindak melakukan sesuatu. Penelitian psikologi banyak menghasilkan teori-teori motivasi tentang

perilaku. Para ahli berpendapat bahwa motivasi perilaku manusia berasal dan kekuatan mental umum,

insting, dorongan, kebutuhan, proses kognitif, dan interaksi, perilaku penting bagi manusia adalah

belajar dan bekerja (Dimyati dan Mudjiono, 1999:84). Menyadarkan si anak didik terhadap

kebutuhan yang diperlukan berarti menimbulkan motif belajar anak. Belajar menimbulkan perubahan

mental pada diri siswa, sedangkan bekerja menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi diri pelaku

dan orang lain, motivasi belajar dan motivasi bekerja merupakan penggerak kemajuan masyarakat.

Kedua motivasi tersebut perlu dimiliki oleh para siswa dan guru untuk memperlancar

pembelajaran. Kaitannya dengan pembelajaran, motivasi merupakan faktor yang sangat besar

pengaruhnya pada proses belajar siswa, tanpa adanya motivasi, maka proses belajar siswa akan sukar

berjalan secara lancar. Dalam konsep pembelajaran motivasi berarti seni mendorong peserta didik

untuk terdorong melakukan kegiatan belajar sehingga tujuan pembelajaran tercapai. Motivasi adalah

syarat mutlak dalam belajar, hal mi berarti dalam proses pembelajaran. Adakalanya guru

membangkitkan dorongan, desire, incentive, atau radah murid untuk aktif ambil bagian dalam

kegiatan belajar (Rasyad, 2003:92). Upaya menggerakkan, mengarahkan, dan mendorong kegiatan

murid untuk belajar dengan penuh semangat dan vitalitas yang tinggi dinamakan memberi motivasi.

Banyak bakat anak tidak berkembang hal mi menurut Purwanto (2002:61) dikarenakan tidak

diperolehnya motivasi yang tepat. Jika seseorang mendapat motivasi yang tepat, maka lepaslah

tenaga yang luar biasa, sehingga tercapai hasil-hasil yang semula tidak terduga. Dalam proses

pembelajaran para guru perlu mendesain motivasi yang tepat terhadap anak didik agar para anak

didik itu belajar atau mengeluarkan potensi belajarnya dengan baik memperoleh hasil yang maksimal.

Dari sejumlah teori belajar yang telah di kemukakan para ahli pendidikan maupun psikologi

pendidikan, belakangan mi ada pendekatan belajar yang populer disebut “Quantum learning” berakar

dan upaya Dr. Georgi Lozanov seorang pendidik berkebangsaan Bulgaria. Beliau ini mengadakan

penelitian dengan pendekatan eksperimen dan hasil penelitian itu ditemukannya model balajar yang

disebutnya “sugestology” atau “sugestopedia” yang pada prinsipnya sugesti dapat dan pasti

mempengaruhi hasil situasi belajar. Istilah lain yang dapat dipertukarkan dengan “sugestology”

Page 101: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

adalah pemercepatan belajar (accelerated learning) yang diartikan sebagai memungkinkan siswa

untuk belajar dengan kecepatan yang mengesankan (Impressive), dengan upaya yang normal

dibarengi dengan kegembiraan. Setiap detail apapun memberikan sugesti positif maupun negatif

dalam belajar dan pembelajaran. Sugesti positif adalah mendudukkan murid secara nyaman dan

menyenangkan dalam belajar, didukung oleh guru-guru yang terlatih dalam seni pengajaran dan

pembelajaran. Konsep penting Quantum learning oleh DePorter dan Hemnacki (2000:16)

mendefinisikannya sebagai interaksi-interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya.

Quantum learning mencakup aspek-aspek penting dalam program ‘neurolinguistik yaitu

bagaimana otak mengatur informasi yang diperoleh dalam belajar. Artinya dalam belajar siswa dan

guru dapat meningkatkan motivasi, meningkatkan nilai belajar, memperbesar keyakinan diri,

mempertahankan sikap positif, dan melanjutkan keberhasilan dengan memanfaatkan keterampilan

orang diperoleh. Motivasi yang demikian ini memberi semangat yang kuat bagi guru untuk

melaksanakan tugas profesionalnya, dan juga memberi semangat kepada siswa untuk memperoleh

hasil belajar yang bermutu.

Model ini meneliti hubungan antara bahasa dan perilaku sehingga dapat digunakan untuk

menciptakan jalinan pengertian antara siswa dan guru dalam proses belajar dan pembelajaran. Model

atau pendekatan Quantum learning menggabungkan sugestologi, teknik percepatan belajar, dan

neurolinguistik dengan teori-teori pembelajaran, keyakinan akan mampu menerima pelajaran, dan

metode yang sesuai dengan tuntutan materi pelajaran. Model ini dapat digunakan untuk semua mata

pelajaran pada semua jenjang dan jenis pendidikan, hanya saja beberapa di antaranya disesuaikan

dengan siapa yang menjadi peserta didik dan apa mata pelajarannya. Lingkungan dan sumber belajar

model quantum learning mempertimbangkan dengan cermat lingkungan positif, aman, mendukung,

santai, penjelajahan, dan menggembirakan, sedangkan gerakan fisik dalam belajar yaitu gerakan,

terobosan, perubahan keadaan. permainan-permainan, fisiologi, estafet, dan partisipasi.

Kemudian iklim belajarnya diciptakan nyaman, cukup penerangan. enak dipandang, dan jika

diperlukan ada musiknya. DePorter dan Hernacki menggambarkan model quantum learning sebagai

mana diilustrasikan pada gambar 2.3. Teori belajar quantum learning ini dapat berkembang dimulai

dan adanya dorongan yang disebut motivasi dan dalam diri siswa sebagai motif berprestasi. Sudah

barang tentu teori motivasinya quantum learningnya DePorter dan Hernacki ini tidak sepenuhnya

sesuai dengan iklim belajar di Indonesia. Tetapi jika dicermati ada beberapa prinsip dan pendekatan

yang patut dipertimbangkan dalam pembelajaran seperti konsep lingkungan belajar yang

menyenangkan dan nyaman, terobosan-terobosan dalam pembelajaran, interaksi pembelajaran untuk

mengembangkan ilmu pengetahuan, menggunakan pendekatan yang membangkitkan kreatifitas

Page 102: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

belajar, dan sebagainya. Hal yang demikian ini tentu penting dan dapat diterapkan sesuai iklim

pembelajaran di Indonesia.

Quantum learning sebagai suatu proses pembelajaran yang akrab dan menyenangkan baik

bagi peserta didik maupun pendidik dalam proses pembelajaran adalah diperlukan. Oleh karena itu

proses pembelajaran seperti ini sangat memerlukan guru yang menguasai materi ajar dan mempunyai

sifat perarah, bukan pemarah. Beberapa gambaran aplikasi dalam quantum learning yaitu berpikir

logis, berpikir kreatif, membaca cepat, mencatat akurat, dan menulis dengan penuh percaya diri.

Sebagai guru tentu harus sudah menyadari bahwa untuk menghasilkan siswa yang kreatif, inovatif,

inisiatif, dan sebagainya maka kelas harus menyenangkan dan penuh dengan gerakan-gerakan

keilmuan.

Page 103: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Oleh karena itu yang menjadi masalah adalah bagaimana cara menjadikan murid agar mampu

menyerap ilmu pengetahuan yang disampaikan guru dengan cara yang menyenangkan. Kemudian

bagaimana cara mengelola kelas secara baik, sehingga guru dapat mengajar dengan gembira dan

siswa mampu mengoptimalkan kemampuannya tanpa rasa takut dan terancam, tetapi tetap dalam

suasana menyenangkan.

Page 104: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Proses belajar dan mengajar menurut Lazanov (1978) adalah fenomena yang kompleks.

segala sesuatunya berarti, setiap kata, pikiran, tindakan, dan asosiasi dan sampai sejauh mana anda

mengubah lingkungan belajar, presentasi, dan rancangan pengajaran, sejauh itu pula proses belajar

berlangsung (DePorter. At al. 2000:3). Quantum teaching adalah mengubah belajar yang meriah

dengan segala nuansanya, juga menyertakan segala kaitan, interaksi, dan perbedaan yang

memaksimalkan momen belajar. Quantum teaching berfokus pada hubungan dinamis dalam

lingkungan kelas, interaksi yang mendirikan landasan dan kerangka untuk belajar.

Quantum berarti interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya, jadi quantum teaching

adalah pengubahan bermacam-macam interaksi yang ada dalam dan sekitar momen belajar. Interaksi-

interaksi mi mencakup unsur-unsur untuk belajar efektif yang mempengaruhi kesuksesan siswa.

Interaksi-interaksi ini mengubah kemampuan dan bakat alamiah siswa menjadi cahaya yang akan

bermanfaat bagi mereka sendiri dan bagi orang lain. Segala hal yang dilakukan dalam kerangka

quantum teaching yaitu setiap interaksi dengan siswa, setiap rancangan kurikulum, dan metode

instruksional dibangun di atas prinsip bawalah dunia mereka ke dunia kita dan antar dunia kita ke

dunia mereka. Betapa pentingnya pada langkah awal memasuki dunia murid, untuk mendapatkan hak

mengajar yang pertama harus dilakukan adalah membangun jembatan autentik memasuki kehidupan

murid.

Sertifikat mengajar atau dokumen yang mengizinkan seseorang untuk mengajar atau melatih,

hanya berarti bahwa anda memiliki wewenang untuk mengajar, hal mi tidak berarti bahwa seseorang

itu mempunyai hak untuk mengajar. Karena itu mengajar adalah hak yang harus diraih dan diberikan

oleh siswa, bukan oleh Departemen Pendidikan, belajar dan segala definisinya adalah kegiatan “Full

contact”. Dengan kata lain belajar melibatkan semua aspek kepribadian manusia yaitu pikiran,

perasaan, dan bahasa tubuh disamping pengetahuan, sikap, dan keyakinan sebelumnya serta persepsi

masa yang akan datang. Bagi guru peranan motivasi mi sangat penting dalam proses belajar

mengajar, karena dapat menimbulkan kemauan, memberi semangat, dan menimbulkan semangat

untuk meningkatkan prestasi belajarnya. Pentingnya motivasi belajar bagi siswa adalah untuk: (1)

menyadarkan kedudukan pada awal belajar, proses dan hasil akhir; (2) menginformasikan tentang

kekuatan usaha belajar yang dibandingkan dengan teman sebaya; (3) mengarahkan kegiatan belajar

sehingga anak mengubah cara belajarnya lebih tekun; (4) membesarkan semangat belajar, seperti

mempertinggi semangat untuk lulus tepat waktu dengan hasil yang memuaskan; dan (5) menyadarkan

tentang adanya perjalanan belajar dan kemudian bekerja yang bersinambungan, :individu dilatih

untuk menggunakan kekuatannya sedemikian rupa sehingga dapat berhasil (Dimyati dan Mudjiono,

Page 105: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

1999:85). Motivasi tersebut memberi gambaran betapa pentingnya motivasi disadari oleh pelakunya

agar belajar dan bekerja dapat diselesaikan dengan baik.

Proses motivasi diawali dan kebutuhan yang tidak terpuaskan seperti diilustrasikan oleh

Ivancevich (1984:310) pada gambar 2.4 berikut ini.

Kekurangan yang dirasakan individu akan mendorong serta memberikan tekanan secara fisik

dan psikologis sehingga mengarahkan perilakunya untuk mencapai tujuannya. Perilaku tersebut

memungkinkan individu memenuhi kebutuhannya, sehingga kebutuhan tersebut terpuaskan.

Kebutuhan (need) itu hanyalah sebagai suatu istilah yang berarti adanya suatu kekurangan tertentu di

dalam sesuatu organisme, kebutuhan bagi manusia bersifat fisiologi dan psikis. Kebutuhan dan

keinginan dalam belajar yang timbul dalam diri individu merupakan titik awal yang menimbulkan

perilaku individu untuk berbuat dan bertindak, selanjutnya menyebabkan terjadinya dorongan-

dorongan dalam diri. Dorongan-dorongan ini akan mengarahkan perilaku individu untuk melakukan

sesuatu sehingga tercapainya tujuan.

Dilihat dari sudut psikologis motivasi adalah kecenderungan emosi yang mengantar atau

memudahkan peraihan sasaran. Robbins (1996) mengemukakan motivasi merupakan suatu konstruk

yang menjelaskan awal, arah, mtensitas dan kehadiran perilaku individu yang bertujuan. Motivasi

mencakup konsep-konsep kebutuhan untuk berprestasi, kebutuhan untuk bekerja sama. kebiasaan,

ketidakcocokan dan keingintahuan. Motivasi manusia menurut Thomas L. Good dan Jere E. Bropy

(1990:360) dikembangkan berdasarkan tiga kerangka teoritik utama yaitu:

Page 106: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

1. Behaviorism, percaya bahwa motivasi berawal dan situasi, kondisi dan objek yang

menyenangkan, jika hal ini memberi kepuasan yang berkelanjutan (reinforcement contingncies)

maka akan menimbulkan tingkah laku yang siap untuk melakukan sesuatu.

2. Cognitif (cognitivists) penganut mi meyakini bahwa yang mempengaruhi perilaku individu

adalah proses pemikiran, karena itu penganut faham kognitif mi memfokuskan pada bagaimana

individu memproses informasi dan memberikannya penafsiran untuk situasi khusus.

3. Humanists, penganut paham ini percaya bahwa orang bertindak dalam suatu lingkungan dan

membuat pilihan mengenai apa yang dikerjakannya.

Dalam konteks belajar dan pembelajaran tampak pada proses dinamis yang mengoptimalkan

perpaduan tujuan pengajaran, potensi peserta didik, materi ajar, metode pengajaran, media

pengajaran, dan lingkungan belajar. Hal mi didorong oleh kemampuan kognitif yaitu pengetahuan,

pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi. Kemampuan afeksi yaitu penerimaan,

penanggapan, penilaian, pengorganisasian dan karakterisasi.

Kemudian kemampuan psikomotorik yaitu kesiapan, meniru, membiasakan, menyesuaikan,

dan menciptakan. Sampai pada tahap tertentu individu menikmati kepuasan yang telah dicapainya,

tetapi setelah itu kepuasan itu menjadi sesuatu yang biasa, hal mi menyebabkan timbulnya kebutuhan

dan keinginan baru yang kadarnya lebih tinggi dibandingkan kebutuhan yang telah dicapai.

Kebutuhan individu menimbulkan perilaku yang mendorongnya untuk mencapai tujuan sebagai

pemenuhan kebutuhan. Dorongan yang kuat membawa dirinya langsung pada sasaran kebutuhan,

dengan diperolehnya kebutuhan yang dimaksud, maka akan memberi kepuasan kepada yang

bersangkutan. Terry dan Franklin (1982:299) menggambarkan prosesnya sebagaimana dilukiskan

pada gambar 2,5. Gambar tersebut menjelaskan bahwa ada ketegangan-ketegangan tertentu bagi

individu dikarenakan kebutuhan yang tidak terpuaskan.

Page 107: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Kebutuhan yang tidak terpuaskan akan menimbulkan ketegangan dan selanjutnya akan

mendorong pencanan untuk menemukan formula yang tepat untuk mencapai tujuan. Perilaku

pencarian yang memungkinkan tujuan tercapai akan menyebabkan pengurangan ketegangan. Rantai

kebutuhan, keinginan, dan kepuasan dimulai dani timbulnya kebutuhan, yaitu sesuatu yang ingin

dihasilkan. Kebutuhan bukan merupakan sesuatu yang sederhana, karena kebutuhan manusia adalah

bervariasi dan bertingkat-tingkat, selain itu kebutuhan juga tidak bebas dan individu lain dan dani

lingkungan.

Berangkat dan teori-teori kebutuhan tersebut bahwa belajar yang menyenangkan itu berkaitan

dengan lingkungan belajar yang tepat yaitu: (1) menciptakan suasana yang nyaman dan santai tapi

serius; (2) bila perlu menggunakan musik yang sesuai bagi siswa supaya terasa santai, terjaga, dan

siap untuk berkonsentrasi; (3) menggunakan teknik mengingat visual untuk mempertahankan sikap

positif dan (4) melakukan interaksi dengan lingkungan sehingga siswa terpanggil untuk belajar yang

lebih baik. Dengan suasana belajar yang menyenangkan mi akan memotivasi belajar lebih aktif

dengan ciri-ciri: (1) belajar apa saja dan setiap situasi; (2) menggunakan apa yang dipandang

menguntungkan untuk dipelajari; (3) mengupayakan agar segalanya dapat dilaksanakan dengan baik;

dan (4) bersandar pada kehidupan. Belajar aktif mi bertolak belakang dengan belajar pasif dengan

ciri-ciri: (1) tidak dapat melihat adanya potensi belajar; (2) mengabaikan kesempatan untuk

berkembang dan suatu pengalaman belajar; (3) membiarkan segalanya terjadi; dan (4) menarik diri

dan kehidupan.

Page 108: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Motivasi belajar juga penting diketahui oleh guru, karena pemahaman dan pengetahuan

motivasi belajar siswa bermanfaat bagi guru untuk: (I) membangkitkan, meningkatkan, dan

memelihara semangat belajar siswa untuk belajar sampai berhasil, membangkitkan jika belajar siswa

tidak bersemangat. meningkatkan bila semangat belajar siswa timbul tenggelam, memelihara bila

semangat belajar siswa telah kuat untuk mencapai tujuan belajar; (2) mengetahui dan memahami

motivasi belajar siswa di kelas yang bermacam-macam seperti ada siswa yang acuh tak acuh, ada

yang tidak memusatkan perhatiannya pada pelajaran, ada yang hanya ingin bemain, ada yang

memang bersemangat untuk belajar, dan beragam perilaku lainnya; (3) meningkatkan dan

menyadarkan guru untuk memilih satu diantara bermacam-macam peran dan pendekatan belajar yang

sesuai dengan mata ajar yang menjadi tanggung jawabnya; dan (4) memberi peluang bagi guru untuk

memantapkan unjuk kerja dalam konteks rekayasa pedagogis sehingga guru membuat siswa berhasil

dalam belajar (Dimyati dan Mudjiono,1999:86).

Motivasi belajar dari sisi guru ini berada pada lingkup program belajar dan pembelajaran.

Oleh karena itu guru berpeluang untuk meningkatkan, mengembangkan dan memelihara motivasi

belajar dengan optimalisasi terapan prinsip belajar, dinamisasi pribadi siswa, pemanfaatan dan

pengalaman dan kemampuan siswa, aspirasi dan cita-cita, dan tindakan pembelajaran sesuai rekayasa

pedagogis.

Pembelajaran berkaitan dengan konteks dan isi, dilihat dani sisi konteks akan dapat dilihat

bagian-bagian yang dibutuhkan untuk mengubah suasana yang membudayakan, landasan yang

kukuh, lingkungan yang mendukung, dan rancangan belajar yang dinamis. Sedangkan dilihat dan isi

akan dapat ditemukan keterampilan penyampaian untuk kurikulum apapun, disamping strategi yang

dibutuhkan siswa untuk bertanggung jawab atas apa yang meneka pelajari yaitu penyajian yang

prima, fasilitasi yang luwes. keterampilan belajar untuk belajar, dan keterampilan hidup yang

memperkuat informasi dan menerapkan apa yang dipelajari guru dalam situasi pendidikan sehari-

hari. Masih banyak teknik-teknik belajar yang menyenangkan, dan mungkin saja tidak ada suatu teori

atau model yang baku atau yang paling jitu untuk digunakan.

Hal ini terpulang kembali kepada kreasi dan kemampuan para guru menggunakan berbagai

metode yang sesuai dan kesiapan para siswa untuk dapat menerima teknik-teknik belajar yang

digunakan. Dalam psikologi perkembangan dipahami bahwa setiap manusia itu berbeda baik dilihat

dan perkembangannya, kemampuan dan keterampilan, kematangan, kecepatan menangkap informasi,

kemampuan menyelesaikan berbagai permasalahan dan lainnya yang berkaitan dengan

perkembangannya. Makanya dipahami bahwa manusia itu menjadi unik dan penanganannya pun unik

pula Sifat motivasi: Motivasi intrinsik yaitu merupakan dorongan dalam diri siswa yang akan dapat

Page 109: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

membuat siswa selalu ingin untuk belajar dan mengajar prestasi yang diharapkan. Kemudian motivasi

ekstninsik merupakan sesuatu yang perlu dimanipulasi oleh guru atau perancang dan pengembang

pembelajaran sehingga siswa merasakan adanya dorongan untuk mempelajari mateni yang diajarkan.

Motivasi dalam belajar dilakukan dengan mengatur situasi atau atmosfir pembelajaran yang

kondusif. Kondisi yang diciptakan mi dapat menjadi penguatan (reinforcement). Karena itu motivasi

belajar penning bagi siswa dimaksudkan untuk: (1) menyadarkan kedudukan awal balajar, proses dan

hasil akhir; (2) menginformasikan tentang kekuatan usaha belajar bila dibandingkan dengan teman

sebaya; (3) mengarahkan kegiatan kearah pembelajaran yang lebih berkualitas; dan (4) membesarkan

semangat belajar bagi para siswa; (5) menyadarkan tentang adanya perjalanan yang harus ditempuh

dalam proses belajar; dan sebagainya.

Motivasi belajar ini memberi gambaran bahwa jika motivasi yang dilakukan oleh guru dan

juga siswanya sesuai dengan peruntukannya, maka akan menimbulkan semangat yang tinggi untuk

mencapai keberhasilan yang bermutu. Adanya pandangan beberapa ahli yang menekankan segi-segi

tertentu pada motivasi tersebut justru mengisaratkan agar guru bertindak taktis dan kreatif dalam

mengelola motivasi belajar siswa. Motivasi belajar dihayati dialami dan perlu dihidupkan terus untuk

mencapai hasil belajar optimal dan dijadikan dampak pengiring yang selanjutnya menimbulkan

program belajar sepanjang hayat sebagai perwujudan emansipasi kemandirian tersebut terwujud

dalam cita-cita atau aspirasi siswa, kemampuan siswa, kondisi, kemampuan siswa, mengatasi kondisi

lingkungan negatif, dinamika siswa dalam belajar. Mc. Dougall berpendapat bahwa tingkah laku

terdiri dan pemikiran tentang tujuan, perasaan subjektif, dan dorongan mencapai kepuasan. Tujuan

motivasi dalam belajar adalah untuk menggerakkan atau menggugah seseorang agar timbul keinginan

dan kemauannya untuk melakukan kegiatan belajar sehingga dapat mencapai hasil belajar.

Teknik-teknik yang perlu dikembangkan dalam hal ini antara lain adalah menumbuhkan minat

belajar dengan memuaskan, menciptakan atau mendatangkan pengalaman umum yang dapat

dimengerti oleh semua pelajar, menyediakan kata kunci, konsep, model, rumus, dan strategi sebuah

masukan, menyediakan kesempatan bagi pelajar untuk menunjukkan bahwa mereka tahu,

menunjukkan kepada pelajar cara-cara mengulang materi dan menegaskan bahwa ia mengetahui isi

pelajaran, dan pengakuan untuk penyelesaian, antisipasi, perolehan keterampilan dan ilmu

pengetahuan. Penelitian Lazanov ( 1978) menunjukkan bahwa pengaruh guru sangat jelas terhadap

kesuksesan belajar siswa, kemampuan atau keterampilan baru akan berkembang jika diberikan

lingkungan model yang sesuai. Guru merupakan faktor penting dalam lingkungan belajar dan

kehidupan siswa, jadi peran guru lebih dan sekedar pemberi ilmu pengetahuan, tetapi guru juga

adalah rekan belajar, model, pembimbing fasilitator, dan mengubah kesuksesan siswa mempercepat

Page 110: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

belajar. Pemercepatan belajar adalah menyingkirkan hambatan yang menghalangi V proses belajar

alamiah dengan menyusun bahan pengajaran yang sesuai, cara efektif dalam penyajian pelajaran, dan

keterlibatan aktif mendorong motivasi belajar siswa.

Guru harus dapat mempertahankan minat siswa untuk belajar lebih lama, memantapkan

motivasi mereka, dan menyebabkan proses belajar terjadi secara alamiah lanjutan dan pengalaman.

Bagi seorang kepala sekolah motivasi adalah untuk menggerakkan para guru dan personel sekolah

lainnya dalam usaha meningkatkan prestasi pembelajaran, prestasi itu diperoleh setelah melalui

proses belajar yang menyenangkan bagi para siswanya sehingga tercapai tujuan pembelajaran yang

menjadi tanggung jawabnya. Pada gilirannya secara institusional bagi kepala sekolah tercapai tujuan

institusi yang dipimpinnya. Bagi seorang guru tujuan motivasi adalah untuk menggerakkan atau

memacu para siswanya agar timbul keinginan dan kemauan untuk meningkatkan prestasi belajaruya.

Para siswa tersebut dibangunkan semangat belajarnya, sehingga semangat belajar itu membuat

mereka asyik belajar baik di sekolah maupun di rumah. Jika keasyikan itu melanda para siswa

memang bisa saja membuat guru menjadi kewalahan, karena selesai belajar yang satu mereka akan

minta yang lain segera pula dipelajari. Hal yang demikian ini dapat terjadi apabila guru mampu

membangkitkan semangat belajar para siswanya dengan memberi dorongan motivasi belajar yang

tepat dan menyenangkan.

Semangat belajar tersebut memberi jaminan akan tercapainya tujuan pendidikan sesuai yang

diharapkan dan ditetapkan dalam kurikulum sekolah. setiap tindakan motivasi mempunyai tujuan,

makin jelas tujuan yang diharapkan atau yang akan dicapai, maka jelas pula bagaimana tindakan

motivasi itu dilakukan. Tindakan memotivasi akan lebih dapat berhasil jika tujuannya jelas dan

disadari oleh orang yang dimotivasi serta sesuai dengan kebutuhan orang yang dimotivasi. Bagi

setiap guru penting sekali mengetahui motivasi belajar gunanya adalah untuk: (1) membangkitkan,

meningkatkan, dan neme1ihara semangat belajar sampai berhasil; (2) mengobarkan semangat fr1ajar

siswa; (3) mengingatkan dan menyadarkan guru untuk memilih satu di antara bermacam-macam

peran yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkannya; dan (4) memberi peluang guru untuk

“unjuk kerja” rekayasa pedagogis tugas guru adalah membuat semua siswa belajar sampai berhasil.

Page 111: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

BAB III

KONSEP DASAR PSIKOLOGI PENDIDIKAN

A. Arti dan Makna Psikologi dalam Pendidikan

Psikologi dapat diartikan sebagai ilmu tentang jiwa atau ilmu jiwa, sebab kata psikologi

berasal dan bahasa Yunani “psyche” yang berarti jiwa, roch, atau sukma. Sedangkan “logy” atau

“logos” berarti ilmu atau pengetahuan. Jadi psikologi berarti “ilmu tentang jiwa, atau ilmu yang

mempelajari jiwa”. Psikologi menurut Woodward dan Marquis (1955:3) adalah studi tentang

kegiatan-kegiatan atau tingkah laku individu dalam keseluruhan ruang hidupnya. dan dalam

kandungan sampai balita. dan masa kanak-kanak sampai dewasa serta masa ini. Psikologi adalah

suatu ilmu yang berusaha menyelidiki semua aspek kehidupan dan tingkah laku manusia, baik yang

bersifat jasmaniah maupun rohaniah, baik secara teoritis maupun dengan melihat kegunaannya dalam

praktek. Menurut Thonthowi (1993:2) psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku

organisme dalam hubungan dengan lingkungannya.

Sedangkan Syaodih Sukmadinata (2003: 18) berpendapat bahwa psikologi adalah “Sebagai

suatu studi atau ilmu yang mempelajari kegiatan atau perilaku individu dalam interaksi dengan

lingkungannya”. Organisme dalam psikologi dimaksudkan, bahwa tingkah laku yang dipelajari oleh

psikologi pada hakekatnya tidak hanya tingkah laku manusia saja, melainkan juga tingkah laku

hewan. Hal yang berkaitan dengan lingkungan (environment) adalah segala faktor yang ada diluar

individu yang mempunyai hubungan bermakna bagi tingkah laku itu. Pengertian tingkah laku dalam

batasan mi mempunyai arti yang luas, meliputi tingkah laku yang nyata seperti berbicara, membaca,

tertawa, melompat, berjalan, dan sebagainya. Kemudian tingkah laku yang tidak nyata seperti

berfikir, mengingat, berfantasi, merasakan. menghendaki, dan sebagainya.

Tingkah laku tertutup itu merupakan proses, sebagai proses tidak bisa diamati. proses itu baru

dapat diamati setelah berubah atau dimanifestasikan dalam bentuk gejala, kemudian gejala itu

menjadi tingkah laku yang terbuka. Oleh karena itu jika disebut-sebut kata psikologi sebelum masa

itu, maka maksudnya adalah sebagai pemikiran tentang jiwa, atau sebagai pengetahuan yang belum

berkedudukan sebagai ilmu pengetahuan. Setelah berdiri psikologi sebagai ilmu pengetahuan yang

otonom. timbullah aliran-aliran psikologi dan cabang-cabang psikologi.

Ada beberapa aliran-aliran psikologi itu misalnya strukturalisme. isosiasionisme,

fungsionalisme, behaviorisme, psikologi dalam, psikologi personalistik, dan sebagainya. Semua

aliran-aliran mi yang mempengaruhi cabang-cabang psikologi. karena aliran itu terutama bergerak

dalam bidang pemikiran dan pandangan. Adapun cabang-cabang psikologi misalnya psikologi,

Page 112: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

psikologi perkembangan, psikologi pendidikan, psikologi kepribadian. ssiko1ogi industri, psikologi

sosial, dan sebagainya. Adanya cabang-cabang mikologi ini memberi gambaran bahwa ada

perbedaan-perbedaan lapangan orang dipelajari. Cakupan psikologi itu cukup luas, meliputi hampir

semua aspek kepribadian dan tingkah laku manusia. Sebagian para ahli berpendapat Psikologi

Pendidikan” adalah sub disiplin psikologi, bukan psikologi itu .diri. Oleh karena itu dapat ditegaskan

bahwa, psikologi ialah disiplin ilmu membahas prilaku manusia, baik sebagai individu maupun

kelompok dalam hubungannya dengan lingkungan.

Secara harfiah psikologi berarti ilmu jiwa, akan tetapi jiwa itu abstrak, sehingga tidak

mungkin dipelajari secara langsung, karena itu psikologi itu katakan sebagai ilmu yang mempelajari

perilaku atau kegiatan individu manusia tertentu yang memiliki karakteristik dan keunikan tertentu

yang bersifat spesifik atau khas. Psikologi sebagai ilmu pengetahuan yang otonom baru diakui pada

tahun 1886, sebelumnya belum berhak dikatakan sebagai ilmu Pengetahuan. Dalam pandangan

Arthur S. Reber (1988) psikologi pen-didikan adalah sebuah sub disiplin ilmu psikologi yang

berkaitan dengan teori dan lnasa1ah kependidikan yang berguna dalam: (1) penerapan prinsip-prinsip

belajar dalain kelas; (2) pengembangan dan pembaharuan kurikulum; (3) ujian dan evaluasi bakat dan

kemampuan (4) sosialisasi proses-proses dan interaksi proses-proses tersebut dengan pendayagunaan

ranah kognitif; dan (5) penyelenggaraan pendidikan melalui aktivitas keguruan.

Pandangan Arthur S. Reber ini memberi gambaran bahwa fokus psikologi pendidikan adalah

penerapan prinsip-prinsip belajar sebagai upaya menumbuhkembangkan ranah kognitif melalui

pengembangan kurikulum dalam pembelajaran. Witherington (1978) mendefinisikan psikologi

pendidikan “A systematic study of the process and factors involved in the education of human being

is called educational psychology”. Psikologi pendidikan ialah suatu studi yang sistematis tentang

proses-proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan pendidikan manusia.

Sedangkan Tardif (1987) berpendapat bahwa psikologi pendidikan ialah sebuah bidang studi

yang berhubungan dengan penerapan pengetahuan tentang perilaku manusia untuk usaha-usaha

kependidikan. Psikologi pendidikan adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku-tingkah

laku yang terjadi dalam proses pendidikan. Psikologi pendidikan (educational psychology) ialah

penyelidikan masalah-masalah psikologis di bidang pendidikan, dan penerapan metode yang telah

dirumuskan untuk memecahkan masalah tersebut (James P. Chaplin, 1989:158). Definisi psikologi

pendidikan menurut Barlow (1985) adalah “....a body of knowledge grounded in psychological

research which provides a repertoire of resources to aid you in functioning more effectively in

teaching learning process”. Definisi ini memberi penjelasan bahwa psikologi pendidikan adalah

sebuah pengetahuan berdasarkan riset psikologis yang menyediakan serangkaian sumber-sumber

Page 113: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

untuk membantu anda melaksanakan tugas sebagai seorang guru dalam proses belajar mengajar

secara lebih efektif (Muhibinsyah, 2003:12).

Para ahli psikologi cenderung menganggap psikologi pendidikan sebagai sub disiplin

psikologi yang bersifat praktis, bukan teoritis. Psikologi dan pendidikan masing-masing memiliki

konsep, teori, dan pendekatan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah belajar

peserta didik maupun proses mengajar bagi para guru sebagai profesi kependidikan. Psikologi dalam

hubungannya dengan pendidikan, atau kegunaan psikologi dalam pendidikan dimaksudkan untuk

menolong keberhasilan para pendidik membimbing para peserta didik dalam belajar. Hal mi sejalan

dengan pendapat Wooltolk dan Nicolick psikologi pendidikan ialah studi ilmiah tentang faktor atau

aspek individu dalam pendidikan, sehingga pembahasannya berkenaan dengan pendidikan yaitu

belajar siswa, proses belajar, proses mengajar, evaluasi hasil belajar untuk mengukur kemajuan

belajar, dan kebutuhan-kebutuhan sosial guru dan siswa dalam belajar.

Adapun ruang lingkupnya meliputi: (1) situasi atau tempat yang berhubungan dengan

mengajar dan belajar (context of teaching and learning); (2) tahapan-tahapan dalam mengajar dan

belajar (process of teaching and learning): dan (3) hasil-hasil yang dicapai oleh proses mengajar dan

belajar (outcomes of teaching and learning). Proses disini menurut Muhibinsvah (2003:13) adalah

yang berhubungan langsung dengan proses belajar dan proses mengajar yang dilakukan oleh

manusia. Jadi. ruang lingkup psikologi pendidikan mi menggambarkan proses belajar dan

pembelajaran.

Pengertian tentang psikologi pendidikan akan lebih konkret, apabila dibahas tentang hal-hal

apa saja yang dipelajari dalam psikologi pendidikan. hiti isi penyajian psikologi pendidikan antara

lain meliputi: (1) hereditas; (2) lingkungan fisiologis; (3) pertumbuhan dan perkembangan; (4) sifat

dan hakekat kejiwaan manusia; (5) proses-proses tingkah laku; (6) hakekat dan ruang lingkup belajar;

(7) faktor-faktor yang mempengaruhi belajar; (8) prinsip-prinsip dan teori belajar; (9) pengukuran

dan evaluasi hasil belajar; (10) transfer belajar/latihan; (11) teknik-teknik pengukuran dan evaluasi;

(12) kesehatan rental; (13) dan lain sebagainya (Soemanto, 1998:8). Dan sejumlah pokok

pembahasan psikologi pendidikan tersebut, ternyata perihal belajar menjadi pembahasan yang amat

penting dalam psikologi pendidikan.

Withenngton (1978) menegaskan bahwa psikologi pendidikan bukan adanya sebagai

psikologi terapan yang seolah-olah tidak memiliki hak hidup sendiri. Alasan bahwa psikologi

pendidikan sebagai science adalah mengacu pada ciri-ciri berikut: (I) susunan prinsip-prinsip dan

kebenaran-kebenaran besar yang tersendiri; (2) faktor-faktor yang bersifat objektif dan dapat

diperiksa kebenarannya; dan (3) teknik-teknik khusus yang berguna untuk melakukan penyelidikan

Page 114: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

dan asetnya sendiri (Muhibinsyah, 2003:14). Perdebatan apakah psikologi pendidikan bersifat

praktis, teoritis, atau praktis teoritis tidaklah penting.

Terlepas dari konsep sebagai ilmu terapan atau ilmu yang berdiri sendiri, tetapi yang penting

adalah isi dan kajiannya itu sendiri. Fokus utama kajian psikologi pendidikan adalah interaksi antara

pendidik (guru) dengan peserta didik (siswa) untuk meningkatkan kemampuan para peserta didik,

dengan dukungan sarana dan fasilitas tertentu yang berlangsung dalam suatu lingkungan tertentu

(Syaodih Sukmadinata, 2003:29). Psikologi pendidikan berusaha untuk mewujudkan tindakan

psikologis yang tepat dalam interaksi antar setiap faktor pendidikan. Pengetahuan psikologis tentang

anak didik menjadi hal yang sangat penting dalam pendidikan. Karena itu, pengetahuan tentang

psikologi pendidikan seharusnya menjadi kebutuhan bagi para pendidik, bahkan bagi tiap orang yang

menyadari peranannya sebagai pendidik. Mengenai pengembangan subjek didik dapat dilakukan

dengan penerapan psikologi pendidikan. Psikologi tergolong ke dalam kelompok ilmu perilaku dan

dengan sendirinya mempelajari tingkah laku manusia.

Tindakan manusia beserta apa yang dirasa dan dipikirkannya menjadi objek psikologi. Teori

belajar, baik yang lama maupun yang modem, mendominasi proses belajar mengajar di sekolah.

Teori lama yang perlu diidentifikasi adalah psikologi fakultas dan apersepsi. Sedangkan yang baru

adalah asosialisme, stimulus respons, dan kognitif. Psikologi yang diterapkan dalam pendidikan

menurut Bemadib (1996: 13) pada umumnya atau pendidikan di sekolah pada khususnya disebut

psikologi pendidikan.

1. Arti Pentingnya Psikologi Pendidikan

Proses pendidikan adalah mempelajari situasi pendidikan dengan fokus utama interaksi

pendidikan, yaitu interaksi antara peserta didik dengan pendidik yang berlangsung dalam lingkungan

belajar. Pendidikan selain merupakan prosedur juga merupakan lingkungan yang menjadi tempat

terlibatnya individu yang saling berinteraksi. Dalam interaksi antar individu ini baik antara guru dan

para siswa maupun antara siswa dengan siswa lainnya, terjadi proses dan peristiwa psikologis.

Syaodih Sukmadinata (2003:31) mengatakan bahwa seluruh kegiatan interaksi pendidikan diciptakan

bagi kepentingan siswa, yaitu membantu pengembangan semua potensi dan kecakapan yang

dimilikinya setinggi-tingginya. Sehubungan dengan hal itu, maka hal-hal yang berkenaan dengan

perkembangan, potensi dan kecakapan, dinamika perilaku serta kegiatan siswa terutama perilaku

belajar menjadi kajian utama dan penting bagi psikologi pendidikan.

Psikologi sebagai ilmu pengetahuan yang berupaya memahami keadaan dan perilaku manusia,

termasuk para siswa yang satu sama lainnya berbeda, pengetahuan mengenai psikologi mi amat

penting bagi para guru pada semua jenjang satuan pendidikan. Para ahli psikologi dan pendidikan

Page 115: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

pada umumnya berkeyakinan bahwa dua orang anak (yang kembar sekalipun) tak pernah memiliki

respons yang sama persis terhadap situasi belajar mengajar di kelas. Keduanya sangat mungkin

berbeda dalam hal pembawaan, kematangan jasmani. inteligensi, dan keterampilan motorik. Anak-

anak itu seperti juga anak lainnya, relatif berbeda dalam kepribadian sebagaimana yang tampak

dalam penampilan dan cara berpikir atau memecahkan masalah mereka masing-masing. Dimana pun

proses pendidikan berlangsung, alasan utama kehadiran guru adalah untuk membantu siswa agar

dapat belajar sebaik-baiknya.

Oleh karena itu adalah hal yang mendasar bagi guru untuk mengetahui dan memahami

sepenuhnya karakteristik dan sifat-sifat para siswanya secara psikologis. Dengan memahaminya

secara psikologis, guru akan dapat memahami proses dan tahapan-tahapan belajar yang terjadi bagi

para siswanya. Pengetahuan mengenai psikologi pendidikan bagi para guru berperan penting dalam

menyelenggarakan pendidikan di sekolah-sekolah. Pengetahuan yang sifat psikologis mengenai

peserta didik dalam proses belajar dan proses belajar mengajar sesungguhnya tidak hanya diperlukan

calon guru atau guru yang sedang bertugas di lembaga pendidikan dasar dan menengah, melainkan

juga para dosen di perguruan tinggi (Muhibinsyah, 2003:16). Pekerjaan guru adalah lebih bersifat

psikologis daripada pekerjaan seorang dokter, insinyur, atau ahli hukum. Untuk itu guru hendaknya

mengenal anak didik serta menyelami kehidupan kejiwaan anak didik di sepanjang waktu. Guru

menurut Soemanto (1998:7) hendaknya tidak jemu dengan pekerjaannya, meskipun ia tidak dapat

menentukan atau meramalkan secara tegas tentang bentuk manusia orang bagaimanakah yang akan

dihasilkannya kelak di kemudian hari. Hal ini menjadi kenyataan bahwa guru tak pernah mengetahui

hasil akhir dan pekerjaannya.

2. Tujuan dan Kegunaan Mempelajari Psikologi Pendidikan

Ada dua tujuan utama dan studi tentang psikologi pendidikan menurut Syaodih Sukmadinata

(2003:22) yaitu: (1) agar seorang mempunyai pemahaman yang lebih baik tentang individu, baik

dirinya sendiri maupun yang lain; dan (2) dengan hasil pemahaman tersebut seseorang diharapkan

dapat bertindak ataupun memberikan perlakuan yang lebih bijaksana. Sementara itu Chaplin (1972)

menitikberatkan manfaat atau kegunaan mempelajari psikologi pendidikan untuk memecahkan

masalah-masalah yang terdapat dalam dunia pendidikan dengan cara menggunakan metode-metode

yang telah disusun serarapi dan sistematis. Kemudian Lindgren berpendapat bahwa manfaat

mempelajari psikologi pendidikan ialah untuk membantu para guru dan calon guru dalam

mengembangkan pemahaman yang lebih baik mengenai pendidikan dan prosesnya. Pemecahan

berbagai masalah pendidikan tidak perlu dibedakan apakah masalah-masalah psikologis itu dan pihak

guru, siswa, atau situasi belajar mengajar yang dihadapi guru dan siswa dalam pembelajaran.

Page 116: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Secara umum manfaat dan kegunaan psikologi pendidikan menurut pendapat Muhibinsyah

(2003:18) bahwa psikologi pendidikan merupakan alat bantu yang penting bagi penyelenggara

pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan. Psikologi pendidikan dapat dijadikan landasan

berpikir dan bertindak bagi guru, konselor, dan juga tenaga profesional kependidikan laiannya dalam

mengelola proses belajar dan mengajar. Sedangkan proses pembelajaran tersebut adalah unsur utama

dalam pelaksanaan setiap sistem pendidikan. Manfaat dan kegunaan psikologi pendidikan juga

membantu untuk memahami karakteristik peserta didik apakah termasuk anak yang lambat belajar

atau yang cepat belajar, dengan mengetahui karakteristik mi guru dapat mendesain pendekatan

belajar untuk anak didik yang berbeda-beda tersebut, sehingga pembelajaran dapat dilaksanakan

secara optimal untuk seluruh karakteristik anak didik.

3. Kekuatan Kekuatan Umum Jiwa Manusia

Hakekat kejiwaan manusia terwujud dengan adanya kekuatan-kekuatan serta aktivitas-

aktivitas kejiwaan dalam diri manusia, yang semua itu menghasilkan tingkah laku yang lebih

sempurna daripada makhluk-makhluk lain. Kekuatan-kekuatan umum jiwa manusia telah dibahas

para tokoh ilmu jiwa dan pendidikan (Soemanto, 1998:12). Berdasarkan observasi dan penyelidikan

yang dilakukan oleh Plato (428-348 SM) mengungkapkan bahwa jiwa manusia terdiri atas tiga

kekuatan yaitu: (1) akal sebagai kekuatan terpenting dari jiwa manusia, akal adalah bagian jiwa

manusia yang merupakan kekuatan untuk menemukan kebenaran dan kesalahan. Dengan akal,

manusia dapat mengarahkan seluruh aktivitas jasmani dan kejiwaannya, sehingga manusia mampu

memperoleh kehidupan yang lebih sejahtera; (2) spirit sebagai kekuatan penggerak kehidupan pribadi

manusia. Spirit adalah kekuatan untuk menjalankan gagasan-gagasan yang telah diputuskan oleh akal

melalui pemilihan berbagai alternatif gagasan; dan (3) nafsu sebagai stimuli gerakan fisik dan

kejiwaan dan merupakan kekuatan paling konkret dalam diri manusia. Nafsu mi terbentuk dan

segenap keinginan dan selera yang sangat erat berhubungan dengan fungsi-fungsi jasmaniah. Plato

membedakan antara keinginan-keinginan yang berguna dan konstruktif dengan keinginan-keinginan

yang tidak berguna dan merugikan.

John Locke (1632-1704) menekankan pembahasan tentang akal sebagai gudang dan

pengembang ilmu pengetahuan, karena akal merupakan kekuatan vital untuk mengembangkan diri.

Akal mempunyai kekuatan-kekuatan serta materiil untuk melatih kekuatan-kekuatan itu, ada dua

kekuatan akal manusia yaitu: (1) kekuatan berpikir yang disebut pengertian. segala peristiwa yang

terjadi dalam akal dapat dikenal dan dikehendaki oleh manusia. Pengertian terjadi dan proses

aktivitas pengamatan yang mencakup kegiatan mengindera. mengenal, menalar, dan meyakini.

Mengamati berarti menerima ini presiimpresi dari dalam dan dari luar diri, dengan kata lain

Page 117: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

mengamati berarti memasukkan ide-ide dan konsep-konsep kedalam kesadaran dengan menggunakan

berbagai macam cara. Pengamatan hanyalah kapasitas awal dan manusia, pengertian memerlukan

keterlibatan dari enam kekuatan mental manusia yang meliputi mengamati atau pengamatan,

mengingat atau • ingatan, imajinasi, kombinasi aktivitas psikis, abstraksi atau pikiran, dan pemakaian

tanda atau simbolisasi; dan (2) kekuatan kehendak yang disebut kemauan, manusia sering

mengimajinasikan sesuatu tindakan yang berhubungan dengan suatu pilihan diantara berbagai

alternatif. Tindakan memilih ini disebut sebagai istilah “volition” dapat terjadi apabila kita

menggerakkan kekuatan kehendak atau kemauan. Jadi kemauan adalah kekuatan untuk memilih,

bukan keinginan. Keinginan adalah ide renektif yang melibatkan sesuatu keadaan dimasa mendatang,

sedangkan kemauan adalah kekuatan untuk memilih sesuatu keadaan atau tindakan dimasa sekarang.

Meskipun kemauan tidak sama dengan keinginan, namun keduanya berhubungan erat. Kekuatan

kejiwaan manusia Menurut Jean Jacques Rousseau (1712-1778) ada lima yang terdiri dan lima

kekuatan jiwa manusia yaitu: (1) penginderaan terjadi apabila objek-objek eksternal berinteraksi

dengan organ-organ indera; (2) perasaan sangat erat hubungannya dengan penginderaan; (3)

keinginan sangat erat kaitannya dengan perasaan senang atau tidak senang, cocok atau tidak cocok,

dan setuju atau tidak setuju; (4) kemauan sangat erat hubungannya dengan keinginan; dan (5) akal

sebagai kekuatan penemu ide umum maupun kebenaran sesuatu ide, memiliki dua kapasitas yaitu

Pertama kapasitas penalaran indera yang disebut “common sense”, penalaran indera memberikan ide

tertentu tentang benda tertentu di alam sekitar. Kedua, kapasitas penalaran intelektual, bila kita

dengan akal sehat menyimpulkan ide tentang sesuatu benda, maka terhadap setiap benda yang sejenis

dapat dimasukkan ke dalam ide umum itu.

Menurut (Soemanto, 1998:17) pengetahuan tentang kekuatan-kekuatan kejiwaan ini sangat

perlu untuk dipelajari oleh para guru atau pendidik demi kelancaran memberi pelayanan yang sesuai

dengan sifat umum jiwa anak didik. Pengetahuan mi juga sangat bagi guru dan tenaga kependidikan

lainnya penting dalam rangka memotivasi tingkah laku belajar anak didik di dalam proses belajar

mengajar.

B. Aktivitas Kejiwaan

Mempelajari psikologi berarti mempelajari tingkah laku manusia, baik yang teramati maupun

yang tidak teramati. Segenap tingkah laku manusia mempunyai latar belakang psikologis, karena itu

secara umum aktivitas-aktivitas manusia itu dapat dicari hukum psikologis yang mendasarinya. Ada

beberapa aktivitas kejiwaan yang berhubungan erat dengan psikologi pendidikan yaitu:

1. Pengamatan Indera

Page 118: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Setiap manusia yang sehat mentalnya dapat mengenal lingkungan fisik yang nyata, baik di

dalam dirinya sendiri maupun di luar dirinya dengan menggunakan organ-organ inderanya. Cara

mengenal dua luar seperti ini disebut mengamati secara indera, organ-organ indera yang ada pada diri

manusia disebut “modalitas pengamatan”. Pengamatan merupakan fungsi sensoris yang

memungkinkan seseorang menangkap stimuli dan dunia nyata sebagai bahan yang teramati.

Pengamatan sebagai suatu fungsi primer dari jiwa dan menjadi awal dari aktivitas intelektual. Objek

pengamatan memiliki sifats-ifat keinginan, kesendirian, lokalitas, dan bermateri. Subjek dapat

mengadakan orientasi terhadap suatu objek, karena objek itu dapat ditangkap dengan tidak tergantung

kepada adanya saja.

Untuk memungkinkan subjek mengadakan orientasi, maka subjek dapat menggambarkan

dunia pengamatan menurut aspek pengaturan tertentu berupa sudut-sudut tinjauan: (1) ruang, yaitu

menggambarkan dunia pengamatan dalam konsep-konsep seperti atas bawah, kanan kiri, jauh dekat,

muka belakang, dan sebagainya; (2) waktu, dunia pengamatan digambarkan dalam hubungannya

dengan jarak waktu, jarak ruang, stabilitas benda tetap maupun tidak tetap, waktu dulu, sekarang dan

akan datang dan sebagainya; (3) Gestalt, dunia pengamatan digambarkan sebagai bentukan-bentukan

atau medan psikologis yang tersusun dalam kebulatan, kesatuan, dan kesamaan dari bagian-bagian

dalam konteks keseluruhan; dan (4) arti, medan pengamatan digambarkan dengan hubungan arti atau

struktur arti. Berbagai objek atau peristiwa yang sama, apabila ditinjau dari sudut arti dan masing-

masing akan menunjukkan hal-hal yang sangat berbeda misalnya bentuk gedung sekolah, gedung

asrama, gedung markas tentara, rumah sakit, perkantoran yang bersamaan, namun artinya berbeda-

beda meskipun sama-sama gedung. Para ahli psikologi membedakan lima macam alat indera menurut

lima macam modalitas pengamatan yakni:

a. Penglihatan

Ada tiga macam penglihatan yaitu: (1) penglihatan terhadap bentuk, yaitu penglihatan

terhadap penglihatan yang berdimensi dua. Setiap objek penglihatan tidak dilibat secara terpisah-

pisah, melainkan sebagai objek yang saling berhubungan, misalnya objek yang dekat dan yang jauh,

objek yang pokok dan yang melatarbelakangi, objek yang menjadi bagian dan .keseluruhannya; (2)

penglihatan terhadap warna yaitu objek psikhis dan warna menyangkut nilai-nilai psikologis warna

meliputi nilai efektif suatu objek yang mempengaruhi tingkah laku manusia dan nilai lambang atau

simbolis misalnya merah adalah lambang keberanian, putih adalah lambang kesucian dan ketulusan,

hitam lambang kesedihan, kuning lambang pengharapan, biru lambang kasih sayang atau kesetiaan,

hijau lambang kesejahteraan, ungu lambang kebesaran dan kemuliaan, abu-abu lambang keraguan

atau kesabaran dan lain-lain; (3) penglihatan terhadap dalam objek yang berdimensi tiga, gejala

Page 119: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

penting yang tampak dan penglihatan ini adalah kontansi volume dan jarak yang berbeda kita melihat

sesuatu benda, ternyata memperoleh kesan ,bahwa volume benar itu tidak berbeda, melainkan sama,

tidak berubah sifatnya melainkan konstan besarnya. Ini terjadi karena objek yang kita hadapi selalu

dilihat dalam konteks sistemnya dan proporsi atau perbandingan benda-benda satu sama lain serta

terhadap tempatnya adalah sama.

b. Pendengarannya

Mendengar adalah menangkap bunyi-bunyi (suara) dengan indera pendengar, pendengaran

dan suara itu memelihara komunikasi vokal antara makhluk yang satu dengan lainnya. Bunyi suara

binatang dan manusia sebenarnya adalah pernyataan, dan dimengerti oleh binatang dan manusia lain

dalam suatu arti tertentu. Karena itu, makna bunyi dapat berfungsi dua macam yaitu sebagai tanda

(signal) dan sebagai lambang karena itu yang kita tangkap adalah artinya bukan bunyi atau suaranya.

Mendengar atau mendengarkan adalah menangkap atau menerima suara melalui indera pendengaran.

Pendengaran terhadap bunyi-bunyian, mi berarti apa yang baru saja didengar atau terdengar tidak

akan segera hilang, melainkan masih terngiang dan masih turut bekerja dalam apa yang didengar atau

terdengar pada saat berikutnya.

2. Tanggapan

Tanggapan menurut Bigot at al (1950:72) biasanya didefinisikan sebagai bayangan yang

tinggal dalam ingatan setelah kita melakukan pengamatan. Suryabrata (200 1:36) berpendapat

sebenarnya definisi mi kurang menggambarkan materinya, sebab hanya menunjuk kepada sebagian

saja dan tanggapan itu. Linschoten mencoba memberikan definisi yang lebih memadai, walaupun

agak sukar dipahami, dia mengemukakan bahwa tanggapan adalah melakukan kembali sesuatu

perbuatan atau melakukan sebelumnya sesuatu perbuatan tanpa hadirnya objek fungsi primer yang

merupakan dasar dan modalitas tanggapan itu. Kemudian tanggapan juga bisa didefinisikan sebagai

bayangan yang menjadi kesan yang dihasilkan dari pengamatan. Kesan tersebut menjadi isi kesadaran

yang dapat dikembangkan dalam hubungannya dengan konteks pengalaman waktu sekarang serta

antisipasi keadaan untuk masa yang akan datang. Ada tiga macam tanggapan yaitu: (1) tanggapan

masa lampau yang sering disebut sebagai tanggapan ingatan; (2) tanggapan masa sekarang sebagai

tanggapan imajinatif dan (3) tanggapan masa mendatang sebagai tanggapan antisipatif. Menganggap

dapat diartikan sebagai mereaksi stimuli dengan membangun kesan pribadi yang berorientasi kepada

pengamatan masa lalu, pengamatan masa sekarang, dan harapan masa yang akan datang.

Tanggapan diperoleh dari penginderaan dan pengamatan. Johann Frederich Herbart (1776-

1841) mengemukakan bahwa tanggapan ialah merupakan unsur dasar dan jiwa manusia. Tanggapan

dipandang sebagai kekuatan psikologis yang dapat menolong atau menimbulkan keseimbangan,

Page 120: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

ataupun merintangi atau merusak keseimbangan. Tanggapan-tanggapan ada yang berada dalam

kesadaran, dan kebanyakan dibawah sadar, diantara kedua kesadaran ini terdapat batas pemisah yang

disebut “ambang kesadaran”.

3. Fantasi

Tanggapan yang mengendap di bawah kesadaran dapat muncul kembali ke dalam kesadaran

dan yang semula memang berada diambang kesadaran itu Selalu ada dan muncul secara mekanis

(Soemanto, 2000:26). Dalam tanggapan kita tidak hanya dapat menghidupkan kembali apa yang telah

kita amati di masa lampau, akan tetapi kita juga dapat mengantisipasikan yang akan datang, atau

mewakili yang sekarang. Untuk memudahkan penafsiran tanggapan biasanya ditempuh dengan jalan

membuat perbandingan antara tanggapan dan pengamatan. Biasanya orang mengemukakan deretan

gejala dan yang paling, dengan berpangkal pada pengamatan, sampai ke paling yang kurang peraga

yaitu berpikir.

Fantasi dapat didefinisikan sebagai aktivitas imajinasi untuk berbentuk tanggapan-tanggapan

baru dengan pertolongan tanggapan-tanggapan. Fantasi lama yang telah ada, dan tanggapan yang

baru itu tidak harus sama sesuai dengan benda-benda yang ada. Dengan demikian fantasi itu,

menggabungkan sebagai fungsi yang memungkinkan manusia untuk berorientasi lain alam mainan,

dimana aktivitas imajinasi itu melampaui dunia nyata, dapat dibedakan atas sengaja atau yang

disadari. Menurut Suryabrata, :39) biasanya fantasi didefinisikan sebagai daya untuk membentuk

tanggapan-tanggapan baru dengan pertolongan tanggapan-tanggapan yang telah ada, dan tanggapan

baru itu tidak harus sesuai dengan benda-benda yang ada. Fantasi dapat dikatakan sebagai fantasi

sengaja atau disadari yang merupakan usaha imajinasi dari subjek secara sengaja dan disadari.

Fantasi disengaja ini dapat dibagi menjadi dua macam yaitu: (1) fantasi sengaja secara pasif, yaitu

tidak dikendalikan oleh pikiran dan kemauan; dan (2) fantasi sengaja aktif, yaitu yang dikendalikan

oleh pikiran dan kemauan.

Baik fantasi sengaja maupun tidak sengaja, keduanya dapat bersifat mengabstraksikan,

mendeterminasikan yaitu apabila fantasi itu membentuk gambaran baru dengan menggunakan skema

tertentu, ataupun mengombinasikan yaitu apabila fantasi itu menggabungkan beberapa anggapan.

Fantasi mencipta yaitu fantasi yang mengadakan tanggapan-tanggapan yang benar-benar baru,

misalnya orang mengarang cerita, anak menciptakan alat mainan, dan sebagainya. Kegunaan fantasi

antara lain adalah (1) orang dapat memahami, mengerti dan menghargai kultur orang lain; (2) orang

dapat keluar dani ruang dan waktu, sehingga dengan demikian ia dapat membami hal-hal yang ada

dan terjadi di tempat lain dan diwaktu yang lain, misalnya dalam mempelajari sejarah atau peristiwa

sebelumnya yang telah terjadi; (3) dapat melepaskan diri dan kesukaran dan permasalahan serta

Page 121: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

melupakan kegagalan atau kesan-kesan buruk; (4) dapat membantu seseorang dalam mencari

keseimbangan bathin dengan melupakan kegagalan-kegagalan di masa lampau; (5) fantasi

memungkinkan orang untuk menyelesaikan konnik ini secara imajinir, sehingga dapat mengurangi

ketegangan psikhis dan menjaga keseimbangan bathin; dan (6) memungkinkan seseorang untuk dapat

membuat perencanaan untuk dilaksanakan di masa mendatang dan berusaha merealisasikannya.

Karena itu pendidikan dalam kegiatan pembelajaran hendaknya berusaha mengembangkan fantasi

anak secara sehat. Hal mi akan memberi arah kepada anak untuk mengembangkan kemampuan

intelektualnya menjadi lebih bermakna dan mampu menentramkan suasana bathinnya.

4. Ingatan

Pribadi manusia beserta aktivitas-aktivitasnya tidak semata-mata ditentukan oleh pengaruh

dan proses-proses yang berlangsung waktu kini, tetapi juga oleh pengaruh-pengaruh dan proses-

proses di masa yang lampau. Pengaruh-pengaruh dan proses-proses yang lampau ikut menentukan

perkembangan kepribadian dalam suatu sejarah di mana hal yang lampau dalam cam tertentu dapat

diaktifkan kembali. Mengingat berarti menyerap atau melekatkan pengetahuan dengan jalan secara

aktif, fungsi ingatan itu meliputi tiga aktivitas yaitu: (1) mencamkan, yaitu menangkap atau

menerima kesan-kesan; (2) menyimpan kesan-kesan; dan (3) mereproduksi kesan-kesan. Atas dasar

kenyataan inilah biasanya ingatan didefinisikan sebagai kecakapan untuk menerima, menyimpan, dan

memproduksikan kesan-kesan. Sifat dan ingatan yang baik adalah cepat berlaku untuk aktivitas

mencamkan, sifat setia, kuat, dan luas berlaku untuk menyimpan, sedangkan sifat siap berlaku dalam

hal memproduksi kesan-kesan.

Dengan demikian kita dapat menyebutkan adanya berbagai sifat ingatan yang baik. Ingatan

dikatakan cepat apabila dalam mencamkan kesan-kesan tidak mengalami kesulitan. Ingatan dikatakan

setia apabila kesan yang telah dicamkan itu tersimpan dengan baik dan stabil. Ingatan dikatakan kuat

apabila kesan-kesan yang tersimpan bertahan lama, ingatan dikatakan luas, apabila kesan-kesan yang

tersimpan sangat bervariasi dan banyak jumlahnya. Ingatan dikatakan siap, apabila kesan-kesan yang

tersimpan sewaktu-waktu mudah direproduksikan ke alam kesadaran. Mencamkan terhadap sesuatu

kesan akan lebih kuat apabila: (1) kesan-kesan yang dicamkan dibantu dengan penyuaraan; (2)

pikiran subjek lebih terkonsentrasi kepada kesan-kesan itu; (3) teknik belajar yang dipakai oleh

subjek adalah efektif; (4) subjek menggunakan titian ingatan; dan (5) struktur bahan dan kesan-kesan

yang dicamkan adalah jelas.

Ingatan cepat artinya mudah dalam mencamkan sesuatu hal tanpa - kesukaran, penggunaan

metode belajar yang tepat akan mempertinggi pencaman. Dalam hubungan dengan ini dikenal ada

tiga macam metode belajar yaitu: (1) metode keseluruhan yaitu metode menghafal dengan mengulang

Page 122: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

berkali-kali dan permulaan sampai akhir; (2) metode bagian yaitu menghafal sebagian demi sebagian,

masing-masing bagian itu dihafal; dan (3) metode campuran yaitu menghafal bagian-bagian yang

sukar lebih dahulu, selanjutnya dipelajari dengan metode keseluruhan. Secara umum pencaman

diperkuat oleh faktor struktur bahan yang dicarikan dan sikap bathin orang mengenai bahan itu.

5. Pikiran dan Berpikir

Pikiran dapat diartikan sebagai kondisi letak hubungan antar bagian pengetahuan yang telah

ada dalam diri yang dikontrol oleh akal. Akal adalah sebagai kekuatan yang mengendalikan pikiran.

Sedangkan berpikir berarti meletakkan hubungan antar bagian pengetahuan yang diperoleh manusia.

Berpikir sebagai proses menentukan hubungan-hubungan secara bermakna antara aspek-aspek dan

suatu bagian pengetahuan. Sedangkan bentuk aktivitas berpikir merupakan tingkah laku simbolis,

karena seluruh aktivitas ini hubungan dengan atau mengenai penggantian hal-hal yang konkret.

Berpikir merupakan proses dinamis yang menempuh tiga langkah berpikir yaitu: (1) pembentukan

pengertian yaitu melalui proses mendeskripsi ciri-ciri objek yang sejenis mengklasifikasi ciri-ciri

yang sama mengabstraksi dengan menyisihkan, membuang, dan menganggap ciri-ciri yang hakiki;

(2) pembentukan pendapat, yaitu meletakkan hubungan antar dua buah pengertian atau lebih yang

hubungan itu dapat dirumuskan secara verbal berupa pendapat menolak, pendapat menerima atau

mengiakan, dan pendapat asumtif yaitu mengungkapkan kemungkinan-kemungkinan suatu sifat pada

suatu hal; dan (3) pembentukan keputusan, yaitu penarikan kesimpulan yang berupa keputuSai1

sebagai hasil pekerjaan akal berupa pendapat baru yang dibentuk berdasarkan pendapat-pendapat

yang sudah ada.

6. Perhatian

Perhatian bukannya suatu fungsi, melainkan suatu modus fungsi, jadi jika perhatian diartikan

sebagai aktivitas jiwa tidak sepenuhnya tepat. Hal-hal yang termasuk sebagai fungsi jiwa yaitu

pengamatan, tanggapan, fantasi, ingatan, dan pikiran, jadi fungsi memberi kemungkinan dan

perwujudan aktivitas Perhatian adalah cara menggerakkan bentuk umum cara bergaulnya jiwa dengan

bahan-bahan dalam medan tingkah laku. Dilihat dan versi lain perhatian dapat diartikan dua macam

yaitu: (1) perhatian adalah pemusatan tenaga kekuatan jiwa tertuju kepada sesuatu objek (Stern,

1950:653 dan Bigot, 1950:163); dan (2) perhatian adalah pendayagunaan kesadaran untuk menyertai

sesuatu aktivitas yang dilakukan.

Pada pokoknya ada bermacam-macam perhatian yang meliputi: (1) perhatian menurut cara

kerjanya terdiri dan perhatian spontan yaitu perhatian yang tidak sengaja atau tidak sekehendak

subjek dan perhatian reneksif yaitu perhatian yang disengaja atau sekehendak subjek; (2) perhatian

menurut intensitasnya terdiri dan perhatian intensif yaitu perhatian yang banyak dikuatkan oleh

Page 123: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

banyaknya rangsang atau keadaan yang menyertai aktivitas atau pengalaman bathin dan perhatian

tidak intensif yaitu perhatian yang kurang diperkuat oleh rangsangan atau beberapa keadaan yang

menyertai aktivitas atau pengalaman bathin; dan (3) perhatian menurut luasnya terdiri dari perhatian

terpusat atau konsentratif yaitu perhatian yang tertuju kepada lingkup objek yang sangat terbatas dan

perhatian terpencar yaitu perhatian yang pada suatu saat tertuju kepada lingkup objek yang luas dan

tertuju kepada bermacam-macam objek.

Ditinjau dan segi kepentingan pendidikan dan belajar, pemilihan jenis perhatian yang efektif

untuk memperoleh pengalaman belajar adalah hal yang penting bagi subjek yang belajar. Pemilihan

cara kerja perhatian oleh anak didik dapat dibimbing oleh pihak pendidik atau lingkungan belajarnya

dalam proses pembelajaran. Salah satu usaha untuk membimbing perhatian anak didik yaitu melalui

pemberian rangsangan atau stimuli yang menarik perhatian anak didik. Untuk memudahkan

persoalan, maka dalam mengemukakan perhatian mi dapat ditempuh cara dengan menggolong-

golongkan perhatian tersebut menurut cara tertentu.

Adapun golongan-golongan atau macam-macam perhatian itu adalah: (1) atas dasar

intensitasnya yaitu banyak sedikitnya kesadaran yang menyertai sesuatu aktivitas atau pengalaman

bathin; (2) atas dasar cara timbulnya dibedakan menjadi perhatian spontan atau perhatian tak sengaja

yang timbul begitu saja dan perhatian sekehendak atau perhatian yang disengaja karena usaha dengan

sekehendak; dan (3) atas dasar luasnya objek yang dikenai perhatian yang dibedakan menjadi

perhatian terpencar yaitu suatu saat dapat tertuju kepada macam-macam objek dan perhatian terpusat

pada suatu saat dapat tertuju kepada objek yang sangat terbatas.

Dipandang dan segi praktis adalah sangat penting untuk mengetahui hal-hal apa yang menarik

perhatian itu, dalam melihatnya dapat dilihat dan dua segi yaitu objek yang diperhatikan dan dani

segi subyek yang memperhatikan. Dipandang dan segi objek, maka dapat dirumuskan bahwa “hal

yang menarik perhatian adalah hal yang keluar dan konteksnya atau yang lain dari yang lain”.

Sedangkan dipandang dan segi subyek yang memperhatikan maka dapat dirumuskan bahwa hal yang

menarik perhatian adalah yang sangat bersangkut atau dengan pribadi si subyek. Hal yang bersangkut

paut dengan diri si subyek itu dapat bermacam-macam yaitu yang bersangkut paut dengan kebutuhan,

yang bersangkut paut dengan kegemaran, yang bersangkut paut dengan pekerjaan atau keahlian,

bersangkut paut dengan sejarah hidup sendiri, dan lain sebagainya kesemuanya ini menarik perhatian.

7. Perasaan

Secara sederhana perasaan dapat diartikan sebagai pengalaman yang bersifat efektif, yang

dihayati sebagai suka (pleasentness) atau ketidaksukaan pleasentness) yang timbul karena adanya

perangsang-perangsang tertentu. berangsang yang menyenangkan adalah perasaan yang disukai, yang

Page 124: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

diingini, sehingga diusahakan untuk memperolehnya, sebaliknya perangsang yang tidak

menyenangkan adalah perasaan yang tidak disukai, yang tidak diingini sehingga mengusahakan

untuk menghindarinya. Perasaan dapat diartikan sebagai suasana psikis yang mengambil bagian

pribadi dalam situasi, dengan jalan membuka diri terhadap suatu hal yang berbeda dengan keadaan

atau nilai dalam diri. Apabila berpikir itu bersifat objektif, maka perasaan itu bersifàt subjektif karena

lebih banyak dipengaruhi oleh keadaan diri. Apa yang baik, menarik, dan indah menurut seseorang

belum tentu demikian bagi orang lain, penilaian subjek terhadap suatu objek, membentuk perasaan

subjek yang bersangkutan. Perasaan umumnya bersangkutan dengan fungsi mengamati, menanggap,

membayangkan, mengingat, atau memikirkan sesuatu. Perasaan banyak mendasari dan juga

mendorong tingkah laku manusia.

Perasaan dapat dibagi atas: (1) perasaan-perasaan jasmaniah sering disebut perasaan rendah

seperti perasaan sensoris yaitu perasaan yang berhubungan dengan stimuli terhadap indera misalnya

dingin, hangat, pahit, masam, dan sebagainya. Kemudian perasaan vitas yang berhubungan dengan

kondisi jasmani seperti lelah, lesu, letih, lemah, segar, sehat, dan sebagainya: (2) perasaan-perasaan

rohaniah sering disebut sebagai perasaan luhur yang terdiri dan perasaan intelektual yaitu perasaan

yang berhubungan dengan kesanggupan intelektual dalam mengatasi sesuatu masalah, perasaan etis

yaitu perasaan yang berhubungan dengan baik dan buruk atau norma, perasaan estetis yaitu perasaan

yang berhubungan dengan penghayatan dan apresiasi tentang sesuatu yang indah dan tidak indah,

perasaan sosial yaitu perasaan yang cenderung untuk meningkatkan diri dengan orang lain, dan

perasaan harga diri yaitu perasaan yang berhubungan dengan penghargaan diri seseorang.

Perasaan bereaksi terhadap lingkungan atau stimulinya atas dorongan emosi sebagai kekuatan

jiwa, emosi mi erat hubungannya dengan jasmani. Karena itu, perubahan-perubahan jasmani, baik

jasmani luar maupun dalam diikuti dengan timbulnya emosi. Perubahan pernafasan, perubahan

denyut jantung, perubahan darah, perubahan pencernaan dalam perut, perubahan kesehatan badan,

dan sebagainya semuanya mempengaruhi timbulnya emosi. Keadaan emosi yang stabil maupun

goncang amat mempengaruhi perasaan, karena itu pendidikan hendaknya mengenal serta

mengusahakan stabilitas emosi anak didik dengan jalan menyeimbangkan emosi anak didik. Perasaan

anak didik dapat diwujudkan dalam bentuk ekspresi, yaitu pernyataan emosi atau perasaan yang

dapat diamati oleh orang lain misalnya tersenyum, tertawa, menangis, murung, murani, nanar, tunduk

kepala, mengelus dada, cemberut, merengut, dan sebagainya. Karena itu ekspressi ini dapat

membantu pendidik dalam usaha mengenal emosi dan perasaan anak didiknya, Perasaan dapat pula

dibedakan dengan perasaan merdeka dan perasaan terikat. Perasaan menjadi merdeka, apa bila tidak

terdapat stimuli dan gangguan yang merintangi dan atau menekan jasmani dan rohani. Perasaan dapat

Page 125: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

terikat, apabila terdapat stimuli dan gangguan yang merintangi dan atau menekan jasmani atau

rohani, sedangkan cara bekerja perasaan lebih bersifat internal

8. Kemauan

Kemauan bukanlah aktivitas maupun usaha kejiwaan, melainkan kekuatan atau kehendak

untuk memilih dan merealisasi suatu tujuan yang merupakan pilihan di antara berbagai tujuan yang

bertentangan. Pemilihan dan relasi tujuan memerlukan suatu kekuatan yang disebut kemauan, dan

kemauan :itu bukan keinginan. Kemauan dapat bekerja baik secara paksaan maupun di dalam bentuk

pilihan sendiri. Kemauan yang bebas adalah kemauan yang sesuai keinginan diri, sedangkan

kemauan yang terikat adalah kemauan yang menimbulkan oleh kondisi kebutuhan yang terbatasi oleh

norma sosial ataupun kondisi lingkungan.

Kekuatan kemauan bereaksi, apabila dipancing oleh adanya usaha memenuhi kebutuhan. Bila

ditekankan pada kepentingan pribadi, maka Kemauan mengaktualisasikan diri sebagai kekuatan yang

mendorong perbuatan mencapai tujuan. Bila ditekankan pada segi lainnya, maka kemauan

mengaktualisasikan diri sebagai kekuatan yang menarik perbuatan yang mencapai tujuan. Kekuatan

kemauan dapat diterangkan berupa dorongan-dorongan pemilihan yang dilatarbelakangi oleh nilai-

nilai, kebutuhan-kebutuhan, pengetahuan, ketrampilan sikap, dan kebiasan yang dimiliki pribadi.

Kuat atau lemahnya kemauan seseorang dilatarbelakangi oleh pengalaman atau hasil belajarnya.

Karena itu pendidikan mempunyai peranan penting dalam kemauan anak didik untuk belajar

lebih lanjut. Pendidikan hendaknya mampu memberikan pengalaman belajar sedemikian rupa,

sehingga itu memperkuat kemauan anak didik untuk belajar lebih rajin dan lebih baik.

C. Pentingnya Pengetahuan Psikologi Pendidikan bagi Guru

Guru dan tenaga kependidikan lainnya dalam melaksanakan tugas pembelajaran ternyata

perlu memiliki pengetahuan psikologi. Karena psikologi mempersoalkan aktivitas manusia, baik

yang dapat diamati maupun yang tidak, secara umum aktivitas-aktivitas dan penghayatan itu dapat

dicari hukum-hukum psikologis yang mendasarinya. Bagi para pendidik penting sekali mengetahui

hukum-hukum tersebut sehingga dengan demikian dapat membantu guru dan tenaga kependidikan

lainnya untuk memahami tingkah laku belajar anak didiknya lebih baik. Kemampuan memahami

tingkah laku belajar anak didiknya akan memberi penjelasan bahwa anak sedang dalam keadaan

belajar dengan baik atau tidak, pemahaman ini akan dapat mengukur kemampuan belajar dan

kemampuan menerima materi pelajaran bagi para siswanya.

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa, psikologi sebagai ilmu pengetahuan masih muda

usianya, tentu psikologi pendidikan lebih muda lagi, artinya psikologi pendidikan masih menghadapi

Page 126: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

berbagai problematika dan perkembangan sebagai suatu ilmu pengetahuan, dalam perkembangannya

ini masih banyak hal-hal yang dapat dilengkapi sebagai ilmu pengetahuan yang dinamis. Namun pada

prinsipnya psikologi pendidikan merupakan alat yang cukup penting untuk memahami tingkah laku

belajar anak. Dalam hal ini setiap guru harus senantiasa memahami dan mengikuti perkembangan

psikologi pendidikan, karena dengan modal ini para guru dapat tertolong memahami pertumbuhan

dan perkembangan belajar peserta didik, dan para guru dapat meningkatkan kemampuan belajar

peserta didiknya sesuai potensi yang dimiliki masing-masing. Psikologi pendidikan ini sebagai alat

bagi guru untuk mengendalikan dirinya, dan juga memberi bantuan belajar kepada peserta didik

dalam kegiatan pembelajaran.

Page 127: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

BAB IV

PERENCANAAN PENGAJARAN DALAM PEMBELAJARAN

A. Perencanaan Pengajaran dalam Kegiatan Pembelajaran

Kegiatan belajar yang berlangsung di sekolah bersifat formal, disengaja, direncanakan,

dengan bimbingan guru, dan bantuan pendidik lainnya. Apa yang hendak dicapai dan dikuasai oleh

siswa dituangkan dalam tujuan belajar, dipersiapkan bahan apa yang harus dipelajari, dipersiapkan

juga metode pembelajaran yaitu yang sesuai bagaimana cam siswa mempelajarinya, dan melakukan

evaluasi untuk mengetahui kemajuan belajar siswa. Persiapan ini telah direncanakan secara seksama

oleh guru mengacu pada kurikulum mata pelajaran. Penjelasan ini memberi gambaran bahwa

kegiatan belajar yang secara sengaja dipersiapkan dalam bentuk perencanaan pengajaran, persiapan

pengajaran ini sebagai kegiatan integral dan proses belajaran di sekolah.

Penyusunan program pembelajaran dapat dibedakan menjadi program tahunan, program

semester, program mingguan, dan program harian. Program tahunan merupakan rencana

pembelajaran yang disusun untuk setiap mata pelajaran yang berlangsung selama satu tahun ajaran

pada setiap mata pelajaran kelas tertentu yang disusun menjadi bahan ajar. Langkah-langkah

penyusunan program tahunan adalah: (1) membaca dan memahami kurikulum silabusnya; (2)

menganalisis kemampuan dasar yang ada pada kurikulum; dan (3) menentukan alokasi waktu setiap

kemampuan dasar berdasarkan kalender pendidikan yang ditetapkan. Adapun tim yang menyusun

program tahunan terdiri dari tim perekayasa kurikulum, ahli mata pelajaran, dan kelompok kerja guru

yang terdiri guru mata pelajaran, tim mi idealnya difasilitasi oleh Pemerintah Daerah dimana program

pembelajaran itu berada. Program semester disusun dengan merancang kegiatan pembelajaran untuk

semua mata pelajaran dan kelas yang dilakukan pada satu semester. Perencanaan mi akan merespon

pemenuhan target pembelajaran baik diukur dan prestasi belajar siswa melalui sejumlah tes dan alat

evaluasi yang digunakan maupun pelayanan belajar siswa oleh para pendidik dilihat dan kesiapan dan

strategi yang digunakan. Untuk mencapai target dan tujuan yang ditetapkan, maka secara teknis dan

operasional dijabarkan dalam program mingguan dan juga harian.

Page 128: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

1. Pengertian dan Tujuan Perencanaan Pengajaran

Proses pembelajaran bisa disebut interaksi edukatif yang sadar akan tujuan, artinya interaksi

yang telah dicanangkan untuk suatu tujuan tertentu, setidaknya adalah tercapainya tujuan

instruksional atau tujuan pembelajaran yang dirumuskan dalam satuan pelajaran. Proses pembentukan

setiap rencana latihan maupun pembelajaran yang baik mulai dengan penentuan tujuan pelajaran

yang tepat. Hal ini berlangsung dengan mengidentifikasi setiap mata pe1ajain pokok atau topik yang

harus dicakup untuk mencapai tujuan ini. Kemudian pokok-pokok ini harus disesuaikan yang satu

dengan yang lain untuk membentuk pelajaran itu. Perencanaan pengajaran merupakan suatu program

bagaimana mengajarkan apa-apa yang sudah dirumuskan dalam kurikulum. Acuan utama penyusunan

perencanaan program pengajaran adalah kurikulum.

Perencanaan pengajaran (Instructional Design) dapat dilihat dari berbagai sudut pandang

yaitu: (1) perencanaan pengajaran sebagai sebuah proses adalah pengembangan pengajaran secara

sistematik yang digunakan secara khusus teori-teori pembelajaran dan pengajaran untuk menjamin

kualitas pembelajaran. Dalam perencanaan ini menganalisis kebutuhan dan proses belajar dengan alur

yang sistematik untuk mencapai tujuan pembelajaran. Termasuk di dalamnya melakukan evaluasi

terhadap materi pelajaran dan aktivitas-aktivitas pengasanan; (2) perencanaan pengajaran sebagai

sebuah disiplin adalah cabang dari pengetahuan yang senantiasa memperhatikan hasil basil penelitian

dan teori-teori tentang strategi pengajaran dan implementasinya terhadap strategi-strategi tersebut; (3)

perencanaan pengajaran sebagai sains (Science) adalah mengkreasi secara detail spesifikasi dan

pengembangan, implementasi, evaluasi, dan pemeliharaan akan situasi maupun fasilitas pembelajaran

terhadap unit-unit yang luas maupun yang lebih sempit dan materi pelajaran dengan segala tingkatan

kompleksitasnya; (4) perencanaan pengajaran sebagai realitas adalah ide pengajaran dikembangkan

dengan memberikan hubungan pengajaran dan waktu ke waktu dalam suatu proses yang dikerjakan

perencana secara cermat bahwa semua kegiatan telah sesuai dengan tuntutan sains dan dilaksanakan

secara sistematik; (5) perencanaan pengajaran sebagai suatu sistem adalah sebuah susunan dan

sumber-sumber dan prosedur-prosedur untuk menggerakkan pembelajaran. Pengembangan sistem

pengajaran melalui proses yang sistematik selanjutnya diimplementasikan mengacu pada sistem

perencanaan itu; dan (6) perencanaan pengajaran sebagai teknologi adalah suatu perencanaan yang

mendorong penggunaan teknik-teknik yang dapat mengembangkan tingkah laku kognitif dan teori-

teori konstruktif terhadap solusi dan problem-problem pengajaran.

Mengacu pada berbagai sudut pandang tersebut, maka perencanaan program pengajaran harus

sesuai dengan konsep pendidikan dan pengajaran yang dianut dalam kurikulum. Penyusunan

perencanaan program pengajaran sebagai sebuah proses, disiplin, ilmu pengetahuan, realitas, sistem,

Page 129: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

dan teknologi pembelajaran bertujuan agar pelaksanaan pengajar berjalan lebih lancar dan hasilnya

lebih baik. Kurikulum khususnya GBPP, menjadi acuan utama dalam penyusunan perencanaan

program pengajaran, namun kondisi sekolah dan lingkungan sekitar, kondisi siswa dan guru

merupakan hal-hal penting yang perlu diperhatikan. Dalam GBPP telah tercantum tujuan kurikuler,

tujuan instruksional, pokok bahasan, sub pokok bahasan, dan alokasi waktu untuk mengajarkan

pokok bahasan tersebut. Persiapan mengajar disusun mencakup semua tujuan yang telah ditetapkan

tersebut.

Tujuan pendidikan ini mengacu pada tujuan pendidikan nasional sebagaimana dituntun oleh

UUSPN No. 20 tahun 2003 bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi

peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa pada Tuhan Yang Maha Esa,

berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis

serta bertanggung jawab. Dalam penyusunan program caturwulan dan juga semester, rincian pokok

bahasan menjadi sub pokok bahasan dengan memperhatikan waktu yang tersedia. Jika waktu yang

tersedia cukup banyak, maka sub pokok bahasan yang akan disampaikan dibatasi dengan memilih

yang amat penting untuk disampaikan. Demikian juga pada waktu menyusun rencana pelajaran dalam

satuan pelajaran. Luasnya bahan, penggunaan media pengajaran dan banyaknya aktivitas belajar

perlu disesuaikan dengan waktu yang tersedia. Jumlah pertemuan penyampaian pelajaran dalam satu

semester dapat dihitung, maka dalam merinci pokok bahasan untuk setiap hari pertemuan perlu

diperhatikan alokasi waktu yang tersedia, perlu pengelompokan pokok bahasan sehingga akhirnya

dapat dihasilkan unit-unit satuan bahasan dalam satu semester yang bersangkutan yang masing-

masing akan dikembangkan dalam bentuk satuan pelajaran.

Perencanaan program pengajaran juga perlu memperhatikan keadaan sekolah dimana

pembelajaran itu berlangsung. Terutama ketersediaan sarana, prasarana, kelengkapan, dan alat bantu

pelajaran menjadi pendukung terlaksananya berbagai aktivitas belajar siswa. Guru tidak mungkin

melaksanakan kegiatan pembelajaran menggunakan bak pasir jika di sekolah tidak tersedia bak pasir

yang diperlukan tersebut. Guru juga tidak akan mungkin meminta siswa untuk mengamati tanaman

jika di sekolah tersebut tidak ada kebun sekolah.

Dalam menyusun rencana program pengajaran komponen siswa perlu mendapat perhatian

yang memadai. Apakah program pembelajaran satu semester yang dilaksanakan dalam bentuk

aktivitas belajar menggunakan waktu harian dan mingguan dipandang sebagai suatu skenario tentang

apa yang harus dipelajari oleh siswa dan bagaimana mempelajarinya. Agar bahan dan cara belajar mi

sesuai dengan kondisi siswa, maka penyusunan skenario program pembelajaran dan keluasan maupun

kedalaman bahan ajar perlu disesuaikan dengan kemampuan dan perkembangan siswa. Aktivitas

Page 130: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

belajar yang direncanakan guru disesuaikan dengan keadaan kelas yang pandai atau cepat belajar,

sedang dan kelompok kurang atau lambat belajar, guru dalam menyusun rencana pelajaran harus

menggunakan kriteria siswa yang akan menerima pelajaran tersebut. Untuk mengatasi variasi

kemampuan siswa, maka guru perlu menggunakan metode atau bentuk kegiatan mengajar yang

bervariasi pula.

Data atau informasi tentang siswa dapat dimanfaatkan untuk penyusunan dan perencanaan

penyempurnaan pengajaran. Pengajaran yang baik hendaknya disusun dengan berpedoman kepada

keadaan, kemampuan,, minat dan kebutuhan siswa. Hal ini secara riil dapat diketahui melalui proses

dan hasil pengumpulan data. Sebelum menyiapkan rencana pelajaran, atau satuan pelajaran guru

hendaknya mempelajari dulu record siswa. Melalui pemanfaatan record tersebut, guru akan

memperoleh gambaran umum tentang kondisi dan masalah siswa, record siswa juga dapat digunakan

untuk mengadakan berbagai usaha penyesuaian pelajaran dengan perbedaan individu. Tiap siswa

mempunyai kemampuan, kondisi, kecepatan belajar, dan lain-lain yang berbeda. Karenanya perlu

dikembangkan sistem mentor, yaitu bantuan belajar bagi siswa pandai atau kelas tinggi.

Dalam proses pembelajaran guru dituntut memiliki kemampuan dalam segala hal yang

berkaitan dengan pelaksanaan pendidikan pengajaran. Jika seorang guru pada suatu saat memiliki

kekurangan dalam hal-hal tertentu, maka segera guru yang bersangkutan belajar untuk meningkatkan

kompetensinya baik melalui jalur pendidikan dan latihan maupun belajar mandiri dengan melakukan

diskusi dengan teman sejawat secara intensif. Dalam program semester guru menyusun rencana

penyampaian bahan ajar, dimana bahan ajar tersebut telah benar-benar dikuasai oleh guru baik

pengajaran di kelas maupun suatu percobaan yang akan dilaksanakan di laboratorium atau tempat lain

yang ditunjuk sebagai tempat belajar siswa.

Suatu program pengajaran mulai dengan tujuan menyeluruh, yang akan dicapai sebagai hasil

dan belajar atau latihan. Tujuan mi terpecah ke dalam berbagai-bagai aspek dan mata pelajaran yang

harus dicakup untuk memperoleh tujuan itu. Tujuan perencanaan pembelajaran bukan hanya

penguasaan prinsip-prinsip fundamental pembelajaran, tetapi juga mengembangkan sikap yang

positif terhadap program pembelajaran, meneliti, dan menemukan pemecahan masalah pembelajaran.

Tujuan perencanaan pembelajaran secara ideal menguasai sepenuhnya bahan dan materi ajaran,

metode dan penggunaan alat dan perlengkapan pembelajaran, menyampaikan kurikulum atas dasar

bahasan dan mengelola alokasi waktu yang tersedia, dan membelajarkan murid sesuai yang

diprogramkan.

2. Fungsi-Fungsi Manajemen Dalam Pembelajaran

Page 131: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Ketika seorang guru merancang pengajaran, maka guru harus sudah mempertimbangkan

pertanyaan apakah tersedia kelengkapan yang cukup untuk digunakan siswa dalam program

pembelajaran yang dirancang ?. Guru dalam menyusun perencanaan pembelajaran harus dapat

mengenali kebutuhan-kebutuhan dan mewaspadai kendala-kendala serta batasan-batasan yang

barangkali dijumpai dalam realitas. Dalam mengkaji kebutuhan-kebutuhan belajar saat suatu program

pembelajaran direncanakan atau mulai dipertimbangkan, guru sebagai perencana sering mendapat

informasi tentang kendala yaitu: (1) keterbatasan dana atau anggaran untuk mendukung

pembelajaran; (2) penyesuaian waktu dan program yang harus dipersiapkan untuk dilaksanakan pada

tahun depan, semester depan, minggu depan, atau besok; (3) keterbatasan perlengkapan pembelajaran

yang siap untuk digunakan; (4) ruangan belajar yang tersedia; dan (5) keterbatasan kebutuhan belajar

lainnya. Kendala dan keterbatasan tersebut mempengaruhi dukungan perencanaan pembelajaran,

karena itu guru harus benar-benar dapat mengenali secara hati-hati dan mempertimbangkan

kebutuhan yang masih mungkin dapat diperoleh dan digunakan untuk pembelajaran dan dapat

dimasukkan secara riil dalam perencanaan pembelajaran dengan menggunakan sumber-sumber yang

masih memungkinkan, selanjutnya diambil keputusan.

Untuk memahami materi perencanaan pengajaran atau pembelajaran ada baiknya lebih dulu

memahami apa itu manajemen, karena perencanaan merupakan bagian dan fungsi-fungsi manajemen.

Sebagaimana dikemukakan oleh Terry manajemen merupakan proses yang khas terdiri dan tindakan-

tindakan perencanaan, pengorganisasian, pergerakkan, dan pengawasan yang dilaksanakan untuk

menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumber daya

manusia serta sumber daya lain (Winardi, 1986). Pendapat mi dipertegas lagi oleh Gibson,

Ivancevich, dan Donnely (1982) mengatakan bahwa manajemen adalah suatu tindakan, kegiatan, atau

tindakan dengan tujuan tertentu melaksanakan pekerjaan manajerial dengan tiga fungsi utama yaitu

perencanaan, pengorganisasian, dan pengendalian. Jadi, manajemen adalah suatu tindakan atau

kegiatan merencanakan, mengorganisasikan, menggerakkan, mengendalikan atau melakukan

pengawasan.

Konsep manajemen tersebut jika diterjemahkan dalam kegiatan pembelajaran, maka manajemen

pembelajaran dikaitkan sebagai usaha dan tindakan kepala sekolah sebagai pemimpin instruksional di

sekolah dan usaha maupun tindakan guru sebagai pemimpin pembelajaran di kelas dilaksanakan

sedemikian rupa untuk memperoleh hasil dalam rangka mencapai tujuan program sekolah dan juga

pembelajaran. Artinya manajemen pembelajaran di sekolah merupakan pengelolaan pada beberapa

unit pekerjaan oleh personel yang diberi wewenang untuk itu yang muaranya pada suksesnya

program pembelajaran. Dengan demikian mengacu pada prinsip yang dikemukakan tersebut, maka

Page 132: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

keefektifan manajemen pembelajaran dapat dicapai jika fungsi perencanaan, pengorganisasian,

penggerakan, dan pengawasan dapat diimplementasikan dengan baik dan benar dalam program

pembelajaran.

a. Penerapan Fungsi Perencanaan dalam Kegiatan Pembelajaran

Perencanaan adalah proses penetapan dan pemanfaatan sumber daya secara terpadu yang

diharapkan dapat menunjang kegiatan-kegiatan dan upaya-upaya yang akan dilaksanakan secara

efisien dan efektif dalam mencapai tujuan. Dalam hal ini Gaffar (1987) menegaskan bahwa

perencanaan dapat diartikan sebagai proses penyusunan berbagai keputusan yang akan dilaksanakan

pada masa yang datang untuk mencapai tujuan yang ditentukan. Sedangkan Banghart dan Trull

(1973) mengemukakan bahwa perencanaan adalah awal dari semua proses yang rasional, dan

mengandung sifat aptimisme yang didasarkan atas kepercayaan bahwa akan dapat mengatasi berbagai

macam permasalahan dalam konteks pembelajaran perencanaan dapat diartikan sebagai proses

penyusunan materi pelajaran, penggunaan media pengajaran, penggunaan pendekatan atau metode

pengajaran, dalam suatu alokasi waktu yang akan dilaksanakan pada masa satu semester yang akan

datang untuk mencapai tujuan yang ditentukan.

Proses perencanaan dilaksanakan secara kolaboratif atau kerja sama, artinya dengan

mengikutsertakan personel sekolah dalam semua tahap perencanaan. Bentuk kerja sama dalam

perencanaan adalah dengan terlibat personel sekolah. Hoyle (1985) berpendapat bahwa sangat perlu

bagi semua pengajar dan personel lain yang berkepentingan dengan tujuan sekolah dilibatkan dalam

perencanaan, karenanya masyarakat sekolah bertanggung jawab atas perencanaan yang telah

ditetapkan (Moedjiarto, 1990).

Pengikutsertaan ini akan menimbulkan perasaan ikut memiliki (sense of heloning) yang dapat

memberikan dorongan kepada guru dan personel sekolah yang lain untuk berusaha agar rencana

tersebut berhasil. Sudah barang tentu lingkup perencanaan ml meliput komponen administrasi

pendidikan dalam kurikulum, supervisi, kemudian, keuangan, sarana rana, kepegawaian, layanan

khusus, hubungan masyarakat, fasilitas proses belajar mengajar, dan ketatausahaan sekolah. Untuk

membangun kerja sama yang baik dan perencanaan yang tepat diperlukan personel yang

berpengalaman berpengetahuan dalam bidang perencanaan agar dapat menentukan dengan tepat apa

yang harus dikerjakan. Banghart dan Trull (1973) mengemukakan rencana sekolah merupakan

kegiatan menyeleksi kebutuhan dana, memilih dan melatih tenaga, serta menilai unjuk kerja

organisasi untuk memenuhi tujuan.

Perencanaan pembelajaran memainkan peranan penting dalam memandu guru untuk

melaksanakan tugas profesionalnya sebagai pendidik dalam melayani kebutuhan belajar para

Page 133: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

siswanya. Perencanaan pengajaran juga dimaksudkan sebagai langkah awal sebelum proses

pembelajaran berlangsung. Seorang guru sebelum masuk ke ruang kelas, sudah mempersiapkan

sejumlah materi dan bahan ajar yang akan disampaikan kepada siswa, agar penyampaian materi

tersebut sesuai arah dan tujuan yang ditetapkan, maka lebih dulu disusun suatu perencanaan yang

feasible dan matang. Dengan kesiapan perencanaan yang matang ini permasalahan teknis dapat

diatasi, tinggal guru mengatur skenario pembelajaran yang efektif di kelas sesuai rencana tersebut.

Guru sebagai perencana pembelajaran, sering mengabaikan tuntutan atas layanan yang

diperlukan, peralatan tertentu, ruangan tertentu, jumlah anggaran yang tersedia, bantuan profesional,

dan bantuan teknis yang harus ada pada waktu yang diperlukan. Guru mengabaikan hal tersebut

karena beberapa alasan antara lain pemerintah tidak atau belum menyediakan anggaran untuk

keperluan pembelajaran tersebut. Prosedur perencanaan pembelajaran ini tentu tidak mudah untuk

diterapkan dalam proses perencanaan pembelajaran. Jika dukungan tertentu seperti dana atau fasilitas

kelengkapan pembelajaran tidak tersedia, maka keberhasilan dan penerapan dari suatu program baru

yang telah dirancang dalam perencanaan pembelajaran menjadi sangat terbatas.

Sesudah memiliki konsep-konsep yang akan diajarkan, guru hendaknya merencanakan

strategi-strategi pengajaran untuk mengajarkan konsep-konsep itu. Dalam merencanakan, guru harus

memutuskan tingkat pencapaian konsep yang mana yang dapat diharapkan dan para siswa. Analisis

konsep akan dapat menolong guru dalam hal mi, dan memilih materi pelajaran yang akan diberikan.

Jadi perencanaan pembelajaran adalah awal dan semua proses yang rasional sebagai proses

penetapan, penyusunan berbagai keputusan penyelenggaraan pembelajaran yang akan dilaksanakan

pada masa yang akan d4tang untuk mencapai tujuan pembelajaran dan pemanfaatan sumber sumber

daya pendidikan yang tersedia secara terpadu.

Artinya perencanaan pembelajaran pada prinsipnya meliputi: (1) menetapkan apa yang mau

dilakukan oleh guru, kapan dan bagaimana cara melakukannya dalam implementasi pembelajaran;

(2) membatasi sasaran atas dasar tujuan instruksional khusus dan menetapkan pelaksanaan kerja

untuk mencapai hasil yang maksimal melalui proses penentuan target pembelajaran; (3)

mengembangkan alternatif-alternatif yang sesuai dengan strategi pembelajaran; (4) mengumpulkan

dan menganalisis informasi yang penting untuk mendukung kegiatan pembelajaran; dan (5)

mempersiapkan dan mengomunikasikan rencana-rencana dan keputusan-keputusan yang berkaitan

dengan pembelajaran kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Jika prinsip-prinsip ini terpenuhi,

secara teoritik perencanaan pembelajaran itu akan memberi penegasan untuk mencapai tujuan sesuai

skenario yang disusun.

b. Penerapan Fungsi Pengorganisasian dalam Kegiatan Pembelajaran

Page 134: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Kegiatan pengorganisasian pembelajaran bagi tiap guru dalam institusi sekolah dimaksudkan

untuk menentukan siapa yang akan melaksanakaii tugas sesuai prinsip pengorganisasian, dengan

membagi tanggung jawab setiap personel sekolah dengan jelas sesuai bidang, wewenang, mata

ajaran, dan tanggung jawabnya. Dalam hal ini Gorton (1976) mengemukakan pengorganisasian

adalah terbaginya tugas ke dalam berbagai unsur organisasi, dengan kata lain pengorganisasian yang

efektif adalah membagi habis dan menstrukturkan tugas-tugas ke dalam sub-sub atau komponen-

komponen organisasi. Sedangkan Oteng Sutisna (1983:174) menyatakan bahwa pengorganisasian

sebagai kegiatan menyusun struktur dan membentuk hubungan-hubungan agar diperoleh kesesuaian

dalam- usaha mencapai tujuan bersama.

Pengorganisasian ini memberi makna adanya unsur-unsur yang mempersatukan dan

memisahkan dengan tujuan, keselarasan, dan keseimbangan. Unsur-unsur yang mempersatukan di

antaranya tujuan bersama yang menjadi iktikat bersama untuk mewujudkannya, sedangkan unsur-

unsur yang memisahkan di antaranya kewenangan membagi-bagikan kekuasaan yang dimiliki,

menyerahkan tanggung jawab kepada pihak tertentu, dan memberi pengarahan kepada anggota atau

unit dibawah tanggung jawabnya. Jika ditelusuri hubungan pengorganisasian dengan pembelajaran,

tampak pada adanya unsur-unsur yang mempersatukan yaitu tujuan bersama yang menjadi iktikat

bersama antara guru sebagal pendidik untuk mencapai tujuan pembelajaran dan siswa sebagai peserta

didik untuk mencapai tujuan belajar yang dilaksanakan bersama oleh pendidik dan peserta didik.

Sedangkan unsur yang memisahkan adalah adanya kewenangan guru dalam menyampaikan

pelajaran di lain pihak adanya kewajiban peserta didik untuk mematuhi aturan dalam mengikuti

pelajaran. Hal inilah yang harus dijalankan oleh pendidik dan peserta didik dalam proses

pembelajaran. Bagi guru dalam merencanakan program pembelajaran dan melaksanakan tugas

pembelajaran perlu menstrukturkan model dan perencanaan pembelajaran sesuai aturan atau kaidah

pembelajaran, dan memenuhi aspek-aspek edukatif dengan memperhatikan unsur-unsur persatuan

dan juga unsur-unsur yang memisahkan. Berikan kesempatan kepada murid-murid untuk mencoba

memperaktekkan prinsip-prinsip dan prosedur belajar.

Pengorganisasian pembelajaran mi memberi gambaran bahwa kegiatan belajar dan mengajar

mempunyai arah dan penanggung jawab yang jelas. Artinya dilihat dan komponen yang terkait

dengan pembelajaran pada institusi sekolah memberi gambaran bahwa jelas kedudukan kepala

sekolah dalam memberikan fasilitas dan kelengkapan pembelajaran, jelas kedudukan guru untuk

menentukan dan mendesain pembelajaran dengan mengorganisasikan alokasi waktu, desain

kurikulum, media dan kelengkapan pembelajaran, dan lainnya yang berkaitan dengan suksesnya

penyelenggaraan kegiatan belajar. Kemudian jelas kedudukan siswa dalam mengikuti kegiatan

Page 135: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

belajar baik di kelas maupun belajar di rumah, di bawah koordinasi guru dan juga orang tua siswa

yang berkaitan dengan belajar.

Mereka melaksanakan fungsi tugas dan tanggung jawabnya sebagai pendidik berangkat dan

kebersamaan untuk memenuhi tujuan pembelajaran sebagai bagian dan tujuan sekolah, dan juga

tujuan pendidikan nasional. Dengan kejelasan masing-masing unsur dan komponen pembelajaran mi

dimungkinkan kegiatan belajar dan mengajar akan sesuai dengan yang direncanakan baik proses

maupun kualitas yang dipersyaratkan. Pengorganisasian pembelajaran mi dimaksudkan agar materi

dan bahan ajaran yang sudah direncanakan dapat disampaikan secara maksimal.

Dengan demikian jelaslah, pengorganisasian pembelajaran meliputi aspek: (1) menyediakan

fasilitas, perlengkapan dan personel yang diperlukan untuk .penyusunan kerangka yang efisien dalam

melaksanakan rencana-rencana melalui suatu proses penetapan pelaksanaan pembelajaran yang

diperlukan untuk menyelesaikannya; (2) pengelompokan komponen pembelajaran dalam struktur

sekolah secara teratur; (3) membentuk struktur wewenang dan mekanisme koordinasi pembelajaran;

(4) merumuskan dan menetapkan metode dan prosedur pembelajaran; dan (5) memilih, mengadakan

latihan dan pendidikan dalam upaya pertumbuhan jabatan guru dilengkapi dengan sumber-sumber

lain yang diperlukan. Pengorganisasian pembelajaran mi memberi gambaran apakah seorang guru

mampu mengelola kelas dengan menggunakan teknik dan langkah tertentu seperti yang tertuang

dalam perencanaan pengajaran orang dibuatnya sendiri, sehingga proses pembelajaran, berlangsung

dengan suasana yang harmonis, edukatif, meaning full, berkualitas, dan mengarah pada pencapaian

tujuan yang telah ditentukan.

c. Penerapan Fungsi Penggerakan dalam Kegiatan Pembelajaran

Menggerakkan (actuating) menurut terry (1977) berarti merangsang anggota-anggota

kelompok untuk melaksanakan tugas-tugas dengan antusias dan kemampuan yang baik. Dalam

konteks pembelajaran di sekolah tugas menggerakkan dilakukan oleh kepala sekolah sebagai

pemimpin instruksional, sedangkan dalam konteks kelas pengerakkan dilakukan oleh guru sebagai

penanggung jawab pembelajaran. Oleh karena itu kepala sekolah sebagai pemimpin dan guru sebagai

penanggung jawab pembelajaran mempunyai peran yang sangat penting dalam menggerakkan orang-

orang yang terlibat dalam melaksanakan program belajar dan mengajar pada institusi sekolah.

Dengan demikian penggerakan juga dapat diartikan sebagai pelaksanaan dan kepemimpinan bagi

sekolah maupun dalam kegiatan pembelajaran.

Penggerakan dalam proses pembelajaran dilakukan oleh pendidik dengan suasana yang

edukatif agar siswa dapat melaksanakan tugas belajar dengan penuh antusias, dan mengoptimalkan

kemampuan belajarnya dengan baik. Peran guru sangat penting dalam menggerakkan dan memotivasi

Page 136: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

para siswanya melakukan aktivitas belajar baik itu dilakukan di kelas, di laboratorium, di

perpustakaan, peraktek kerja lapangan, dan tempat lainnya yang memungkinkan para siswa

melakukan kegiatan belajar. Guru itu tidak hanya berusaha menarik perhatian murid, tetapi juga ia

harus meningkatkan aktivitas murid-muridnya melalui pendekatan dan metode pembelajaran yang

sesuai pada apa materi pelajaran yang sedang disajikan oleh guru.

Sedangkan kepala sekolah sebagai pemimpin instruksional menggerakkan semua personel dan

potensi sekolah untuk mendukung sepenuhnya kegiatan pembelajaran yang dikendalikan oleh guru

dalam upaya membelajarkan anak didik. Penggerakan yang dilakukan kepala sekolah sebagai

pemimpin instruksional dan guru sebagai pemimpin pembelajaran paling tidak meliputi: (1)

menyusun kerangka waktu dan biaya yang diperlukan baik untuk institusi maupun pembelajaran

secara rinci dan jelas; (2) memprakarsai dan menampilkan kepemimpinan dalam melaksanakan

rencana dan pengambilan keputusan; (3) mengeluarkan instruksi-instruksi yang spesifik ke arah

pencapaian tujuan; dan (4) membimbing, memotivasi, dan melakukan supervisi oleh kepala sekolah

terhadap guru. Membimbing, memotivasi, dan memberi tuntunan atau arahan yang jelas bagi guru

terhadap pelayanan belajar terhadap peserta didiknya.

d. Penerapan Fungsi Pengawasan dalam Kegiatan Pembelajaran

Pengawasan adalah suatu konsep yang luas yang dapat diterapkan pada manusia, benda, dan

organisasi. Anthony, Dearden, dan Bedford (1984) mengemukakan bahwa pengawasan dimaksudkan

untuk memastikan agar anggota organisasi melaksanakan apa yang dikehendaki dengan

mengumpulkan, menganalisis, dan mengevaluasi informasi serta memanfaatkannya untuk

mengendalikan organisasi. Jadi pengawasan mi dilihat dan segi input, proses, dan output bahkan

outcome. Dalam konteks pembelajaran pengawasan dilakukan oleh kepala sekolah terhadap seluruh

kelas apakah terjadi kegiatan belajar mengajar. Kemudian mengawasi pihak-pihak yang terkait

dengan pembelajaran apakah dengan sungguh-sungguh memberikan pelayanan kebutuhan

pembelajaran.

Sedangkan guru melakukan pengawasan terhadap program yang ditentukannya apakah sudah

dilaksanakan sesuai rencana yang ditetapkannya sendiri. Jika ada kekeliruan atau ada program yang

tidak dapat diselesaikan segera dilakukan perbaikan dalam perencanaannya, sehingga tujuan yang

sebelumnya ditentukan tetap secara maksimal dapat dipenuhi. Kaitannya dengan siswanya guru perlu

untuk memastikan apakah para siswanya itu melaksanakan kegiatan belajar sesuai yang

direncanakan. Untuk keperluan pengawasan ini guru mengumpulkan, menganalisis, dan

mengevaluasi informasi kegiatan belajar serta memanfaatkannya untuk mengendalikan pembelajaran

sehingga tercapai tujuan belajar.

Page 137: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Perbaikan dapat dilakukan baik sedang berlangsungnya proses pembelajaran, maupun pada

program pembelajaran berikutnya sebagai implikasi dan pengawasan pembelajaran yang dilakukan

oleh guru maupun kepala sekolah. Jadi, pengawasan dalam perencanaan pembelajaran meliputi: (1)

mengevaluasi pelaksanaan kegiatan, dibanding dengan rencana; (2) melaporkan penyimpangan untuk

tindakan koreksi dan merumuskan tindakan koreksi, menyusun standar-standar pembelajaran dan

sasaran-sasaran; dan (3) menilai pekerjaan dan melakukan tindakan koreksi terhadap penyimpangan-

penyimpangan baik insutusional satuan pendidikan maupun proses pembelajaran. Guru harus

mengatur pikirannya sendiri yang kacau, ia harus dapat melihat dengan jelas apa-apa yang sedang ia

usahakan untuk dikerjakan, dan mengutarakannya dengan cara yang paling logis dan teratur dengan

landasan yang benar.

e. Tenaga Kependidikan

Dalam kegiatan pembelajaran tenaga kependidikan merupakan suatu komponen yang penting

dalam penyelenggaraan pendidikan. Guru sebagai tenaga pendidik adalah seseorang atau sekelompok

orang yang berprofesi mengelola kegiatan belajar dan mengajar serta seperangkat peran lainnya yang

memungkinkan berlangsungnya kegiatan belajar mengajar yang lebih efektif, melalui transfonnasi.

Tenaga pendidikan bertugas menyelenggarakan kegiatan mengajar, melatih, meneliti,

mengembangkan, mengelola dan/atau memberikan pelayanan teknis dalam bidang pendidikan. Salah

satu unsur tenaga pendidikan adalah tenaga pendidik sebagai tenaga pengajar yaitu guru yang tugas

utamanya adalah mengajar. Kehadiran guru atau pendidik merupakan motivator, stabilisator, dan

komunikator dalam pembelajaran yang tentunya bertujuan mensosialisasikan materi pembelajaran

kepada peserta didik, baik berlangsung dalam kelas (sekolah) maupun di luar kelas atau sekolah.

Karena tugasnya mengajar, maka dia harus mempunyai wewenang mengajar berdasarkan

kualifikasi sebagai tenaga pengajar. Kedudukan guru dipahami demikian penting sebagai ujung

tombak dalam pembelajaran dan pencapaian mutu hasil belajar peserta didik. Guru bukan lagi pemain

tunggal atau sebagai tenaga pendidik satu-satunya yang menentukan gairah belajar dalam proses

pembelajaran di sekolah, melainkan Ia mempunyai banyak mitra, yaitu tenaga kependidikan bukan

guru (non teaching slaffi.

Page 138: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem
Page 139: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Tenaga kependidikan bukan guru tidak hanya menyangkut mereka yang bertugas di sekolah

saja, tetapi juga yang bertugas di luar sekolah. Tenaga kependekan dapat dibedakan sebagai tenaga

fungsional kependidikan dan tenaga teknis. Tenaga fungsional merupakan tenaga-tenaga

kependidikan yang menempati jabatan-jabatan fungsional, yakni jabatan-jabatan yang dalam pelakan

pekerjaan keahlian akademis kependidikan seperti guru, konselor, supervisor, ahli kurikulum, peneliti

pendidikan, dan sebagainya, Sedangkan tenaga teknis kependidikan merupakan tenaga kependidikan

yang dalam pelaksanaan pekerjaan lebih dituntut kecakapan-kecakapan teknis operasional dan

administratif seperti pustakawan, laboran sekolah, teknisi bengkel kerja di sekolah, dan lain

sebagainya.

Semua tenaga kependidikan tersebut secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi

dan menentukan kinerja sekolah. Sebagai tenaga kependidikan dan tenaga pengajar, setiap guru

dalam melaksanakan tugas pengajar harus memiliki kemampuan profesional dalam proses belajar

mengajar atau pembelajaran. Kemampuan mi sebagai gambaran bahwa guru itu merupakan pekerjaan

yang membutuhkan keahlian. Dengan kemampuan itu, guru dapat melakukan perannya sesuai standar

kinerja guru sebagai tenaga profesional. Profesional guru dikembangkan dan kompetensi dasar yang

memiliki ciri-ciri: (1) kepribadian yang prima; (2) kemampuan untuk memotivasi peserta didik; (3)

kemampuan manajemen pembelajaran secara utuh; (4) kemampuan untuk mengekspressikan

gagasan-gagasan; dan (5) memiliki kemampuan menggunakan media maupun peralatan belajar

terkini, pendekatan belajar, dan metodologi pendidikan.

Guru dikatakan kompeten jika ia menguasai dan memiliki kecakapan profesional keguruan,

ditandai dengan keahliannya selaras dengan tuntutan bidang ilmu yang menjadi tanggung jawabnya.

Atas dasar kedudukan profesional itu guru mempunyai wewenang dalam pelayanan belajar dan

pelayanan sosial di masyarakat. Standar kinerja guru menurut Gaffar (1987:159) ada tiga bidang,

yakni: (1) content knowledge; (2) behavior skills; dan (3) human relation skills. Sementara itu

Rochman dan Sanusi (1991) menyebutkan tugas dan kinerja guru mencakup aspek: (1) kemampuan

profesional, yang meliputi penguasaan materi ajar dan hulu hingga hum, dan filosofi, konsep dasar,

landasan keilmuan, keguruan, dan proses pembelajaran; (2) kemampuan sosial, meliputi kemampuan

untuk berinteraksi dengan lingkungan dan menyesuaikan diri dengannya; dan (3) kemampuan

individual, yang meliputi sikap, penampilan, pemahaman, dan penghayatan terhadap materi ajar,

serta kesediaan menjadi teladan atau panutan bagi para siswanya.

Kompetensi atau kemampuan adalah performansi yang mengarah pada pencapaian tujuan

secara tuntas menuju kondisi yang diinginkan. Makna dan kondisi performansi mengandung perilaku

yang bertujuan dan melebihi dan apa yang dapat diamati, mencakup proses berpikir, menilai, dan

Page 140: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

mengambil keputusan Kompetensi dapat diklasifikasikan menjadi: (1) kompetensi dasar untuk

memelihara dan memenuhi kebutuhan hidup; (2) kompetensi umum untuk bisa hidup bersama di

masyarakat; (3) kompetensi teknis maupun keterampilan untuk melakukan suatu pekerjaan atau

kegiatan; dan (4) kompetensi profesional untuk penentuan keputusan, berisi serangkaian kegiatan

analisis sintesis, penggunaan pengetahuan dan pengalaman, pemikiran dan kreativitas.

Kompetensi bersifat unik untuk setiap orang, mengingat isi kompetensi-kompetensi teknis dan

profesional berbeda, demikian juga spektrum setiap komponen potensi tiap individu berbeda.

Kompetensi keguruan termasuk kompetensi profesional, sebab dalam melaksanakan tugasnya

membutuhkan analisis dan sintesis atas dasar pengetahuan dan pengalamannya, dalam melaksanakan

pelayanan belajar membutuhkan pemikiran dan kreativitas. Dengan demikian mengajar adalah

mengusahakan agar terjadi perubahan perilaku siswa yang spesifik. Tenaga pendidikan pada

umumnya terdiri dari guru, pengelola kurikulum, konselor, supervisor, kepala sekolah dan tenaga

fungsional kependidikan lainnya sesuai aturan.

B. Prinsip Perencanaan Pengajaran

1. Prinsip- Prinsip Pengajaran dalam Perencanaan Pengajaran

Setiap teori belajar mempunyai prinsip-prinsip belajar mengajar sendiri, yang mungkin sama

ataupun berbeda dengan teori yang lain. Dalam kegiatan belajar mengajar, guru tidak hanya

menggunakan satu pendekatan ataupun metode mengajar, tetapi menggunakan beberapa metode yang

mungkin berasal dan teori psikologi atau teori belajar mengajar yang sama, mungkin juga dan teori

yang berbeda. Ada beberapa prinsip pengajaran yang secara relatif berlaku umum di antaranya adalah

prinsip perkembangan, perbedaan individu, minat dan kebutuhan aktivitas, dan motivasi.

a. Prinsip Perkembangan

Pada prinsipnya siswa yang sedang belajar di kelas berada dalam proses perkembangan, dan

akan tents berkembang yang berarti perubahan. Kemampuan anak pada jenjang usia dan tingkat kelas

berbeda-beda sesuai perkembangannya. Anak pada jenjang usia atau kelas yang lebih tinggi,

memiliki kemampuan lebih tinggi dan yang di bawahnya. Pada waktu memilih bahan dan metode

mengajar, guru hendaknya memperhatikan dan menyesuaikan dengan kemampuan anak. Karena

perubahan ada yang cepat dan ada yang lambat. Oleh karena itu guru hendaknya mengerti dan

bersabar dalam melaksanakan tugas pelayanan belajar bagi para muridnya. Bila pada suatu saat siswa

belum memperhatikan kemajuannya, mungkin membutuhkan satu minggu atau lebih baru kemudian

anak dapat mengalami kemajuan yang berarti. Tantangan inilah yang menjadi bagian penting dan

profesi seorang guru dalam melaksanakan tugas pembelajaran.

b. Prinsip Perbedaan Individu

Page 141: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Seorang guru yang menghadapi 30 orang siswa di kelas, sebenarnya bukan hanya menghadapi

ciri-ciri satu kelas siswa, melainkan juga menghadapi 30 perangkat ciri-ciri siswa. Tiap orang siswa

memiliki ciri-ciri dan pembawaan-pembawaan yang berbeda, menerima pengaruh dan perlakuan dan

keluarganya yang masing-masing juga berbeda. Ada siswa yang memiliki badan tinggi kurus, gemuk

pendek, cekatan atau lamban, kecerdasan tinggi atau sedang, berbakat dalam beberapa mata pelajaran

tertentu, dalam mata pelajaran lainnya kurang berbakat, tabah dan ulet, mudah tersinggung, periang

atau pemurung, bersemangat, acuh tak acuh, dan ciri-ciri perilaku lainnya.

Untuk dapat memberikan bantuan belajar bagi siswa, maka guru harus dapat memahami

dengan benar ciri-ciri para siswanya tersebut. Baik dalam menyiapkan dan menyajikan pelajaran

maupun dalam memberikan tugas-tugas dan pembimbingan belajar siswa. Guru hendaknya dapat

menyesuaikan dengan ciri-ciri siswanya masing-masing, dalam model pengajaran berprogram atau

modul, penyesuaian belajar dengan perbedaan individu mi sepenuhnya dapat dilakukan oleh guru,

karena cara belajarnya individual. Dalam pembelajaran bersifat klasikal, seperti yang umumnya

dilaksanakan di sekolah-sekolah, penyesuaian pelajaran dengan perbedaan individual sangat terbatas.

Pada model pembelajaran klasikal umumnya guru-guru pada jam pelajaran yang sama, dalam

suatu kelas guru mengajarkan bahan dan materi yang sama dengan cara yang sama untuk semua

siswa pada kelas tersebut, sehingga perbedaan individu tersebut cenderung diabaikan. Karena itu

guru harus mampu mengombinasikan kegiatan pelayanan kelas dengan pelayanan belajar individual

dengan serasi, yaitu mendesain prosedur maupun alokasi tanggung jawabnya.

Pembelajaran model klasikal mi dapat disempurnakan dengan cara: (1) guru menggunakan

metode atau strategi belajar mengajar yang bervariasi, sebab dengan variasi tersebut diharapkan

beberapa perbedaan kemampuan anak dapat terlayani; (2) menggunakan alat dan media pengajaran

yang dapat membantu siswa khususnya yang mempunyai kelemahan tertentu. Anak yang

kemampuan berpikir abstraknya kurang, dapat dibantu dengan peraga yang konkret, anak yang

pendengarannya kurang dapat dibantu dengan penglihatan, dan sebagainya; (3) guru memberikan

bahan pelajar n tambahan kepada anak-anak yang pandai, untuk mengimbangi kepandaiannya.

Bahan-bahan tersebut dapat berupa bahan bacaan, soal-soal yang harus dipecahkan, dan sebagainya;

(4) guru memberikan bantuan atau bimbingan khusus kepada anak-anak yang kurang pandai atau

lambat dalam belajar yang dilakukan dalam jam pelajaran maupun di luar jam pelajaran; dan (5)

pemberian tugas-tugas disesuaikan dengan minat dan kemampuan anak. Anak yang lebih pandai

bobot tugasnya lebih sukar dibanding anak yang kurang pandai. Kelima cara-cara tersebut

penerapannya tidaklah kaku, tetapi neksibel atau lugas, untuk lebih memberi dinamika belajar yang

lebih bervariasi, cara-cara tersebut telah dimasukkan dalam perencanaan pembelajaran.

Page 142: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

c. Minat dan Kebutuhan Anak

Setiap anak mempunyai minat dan kebutuhan sendiri-sendiri, anak di kota misalnya berbeda

minat dan kebutuhan dengan anak di desa, demikian juga anak di daerah pantai berbeda minat dan

kebutuhannya dengan anak di, demikianlah seterusnya. Dalam hal pembelajaran, bahan ajaran dan

sampaian sedapat mungkin disesuaikan dengan minat dan kebutuhan tersebut. Walaupun hampir

tidak mungkin menyesuaikan pengajaran dan minat dan kebutuhan setiap siswa, meskipun demikian

sedapat mungkin perbedaan-perbedaan minat dan kebutuhan tersebut dapat dipenuhi. Pembelajaran

perlu memperhatikan minat dan kebutuhan, sebab keduanya akan di penyebab timbulnya perhatian.

Sesuatu yang menarik minat dan dibutuhkan anak, tentu akan menarik perhatiannya, dengan

demikian mereka akan bersungguh-sungguh dalam belajar.

d. Aspek Motivasi dalam Perencanaan Pembelajaran

Setiap perbuatan termasuk perbuatan belajar didorong oleh sesuatu atau beberapa motif. Motif

atau biasa juga disebut dorongan atau kebutuhan, merupakan suatu tenaga yang berada pada din

individu atau siswa yang mendorongnya untuk berbuat mencapai suatu tujuan. Tenaga pendorong

atau motif pada seseorang mungkin cukup besar, sehingga tanpa motivasi dan luar dia sudah bisa

berbuat. Orang atau siswa tersebut disebut memiliki motif internal, pada orang atau siswa lain,

mungkin saja tenaga pendorong internal mi kecil sekali, sehingga ia membutuhkan motivasi dan luar,

yaitu dan guru, orang tua, teman, buku-buku, dan sebagainya. Orang atau siswa seperti itu

membutuhkan motif eksternal atau dorongan motivasi dan luar dirinya.

Motif memiliki peranan yang cukup besar dalam upaya belajar Tanpa motif hampir tidak

mungkin siswa melakukan kegiatan belajar. Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan guru dalam

perencanaan pengajaran untuk membangkitkan belajar para siswa yaitu: (1) mempersiapkan untuk

menggunakan cara atau metode dan media mengajar yang bervariasi. Dengan metode dan media yang

bervariasi kebosanan dapat dikurangi atau dibilangkan; (2) merencanakan dan memilih bahan yang

menarik minat dan dibutuhkan siswa. Sesuatu yang dibutuhkan akan menarik perhatian, pemenuhan

kebutuhan belajar ini akan membangkitkan motif untuk mempelajarinya; (3) memberikan sasaran

antara, sasaran akhir belajar adalah lulus ujian atau naik kelas. .Sasaran akhir baru dicapai pada akhir

tahun, untuk membangkitkan motif, diadakan sasaran antara seperti ujian semester, tengah semester,

ia1ast akhir, kuis, dan sebagainya; (4) memberikan kesempatan untuk sukses. Bab atau soal-soal yang

sulit hanya bisa diterima atau dipecahkan oleh siswa pandai, siswa kurang pandai sukar menguasai

atau memecahkannya, itu perencanaan pembelajaran harus dilihat dan kesesuaian minat kemampuan

belajar anak.

Page 143: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Agar siswa yang kurang pandai juga bisa menguasai dan memecahkan soal, maka berikan

bahan/soal yang sesuai dengan kemampuannya. Keberhasilan yang dicapai siswa dapat menimbulkan

kepuasan dan kemudian membangkitkan motif, (5) diciptakan suasana belajar yang menenangkan,

suasana belajar yang hangat berisi rasa persahabatan, ada rasa humor, pengakuan akan keberadaan

siswa, terhindar dani celaan dan makian, dapat membangkitkan motif, dan (6) adakan persaingan

sehat, peisalng3n atau kompetisi yang sehat dapat membangkitkan motivasi belajar. Siswa dapat

bersaing dengan hasil belajarnya sendiri atau dengan basil yang dicapai oleh orang lain. Dalam

persaingan mi dapat diberikan ujian, ganjaran ataupun hadiah.

2. Konsep Pendekatan Sistem dalam Pengajaran

Pengajaran sebagai suatu sistem merupakan suatu pendekatan mengajar yang menekankan

hubungan sistematik antara berbagai komponen dalam pengajaran. Hubungan sistematik mi

mempunyai arti bahwa komponen yang terpadu dalam suatu pengajaran sesuai dengan fungsinya

saling berhubungan satu sama lain dan membentuk suatu kesatuan. Dalam pengajaran sebagai suatu

sistem, langkah perencanaan program pengajaran memegang peranan yang sangat penting, sebab

menentukan langkah pelaksanaan dan evaluasi.

Keterpaduan pengajaran sebagai sistem bukan hanya antara komponen-komponen proses

belajar mengajar, tetapi juga antara langkah yang satu dengan langkah berikutnya. Dilihat dan konsep

pendekatan sistem, bahwa bahan ajar berkaitan dengan kurikulum, kegiatan belajar mengajar, teknik

dan metode pengajaran, kenyamanan dan suasana pembelajaran, sarana dan prasarana belajar yang

layak dan mendukung berlangsungnya pembelajaran dengan baik dan menyenangkan.

a. Perencanaan Tujuan-TUjuan Instruksional

Program semester merupakan rencana pembelajaran yang disusun untuk setiap mata pelajaran

yang berlangsung selama satu semester. Langkah-langkah penyusunan program semester ini hampir

sama dengan program tahunan yaitu: (1) membaca dan memahami program semester dalam satu

tahun; (2) menganalisis kemampuan dasar dan materi pokok dengan merumuskan indikator

pencapaian hasil belajar siswa pada setiap semester yang diprogram; dan (3) menentukan alokasi

waktu setiap kemampuan dasar berdasarkan kalender pendidikan yang ditetapkan.

Program mingguan merupakan rencana pelajaran yang disusun untuk satu minggu yang

merupakan bagian integral dan program semester untuk setiap mata pelajaran. Perlu dihitung bahwa

pertemuan pada satu semester itu terdiri dari 18 minggu, untuk itu perlu dicermati apakah ada

kemungkinan pada minggu tertentu tidak efektif untuk belajar seperti bertepatan pada hari besar

nasional ataupun hari besar keagamaan, karena itu perlu dihitung secara cermat pertemuan efektif

yang dapat dilakukan dalam satu semester dalam menentukan alokasi waktu penyampaian pokok

Page 144: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

bahasan. Sebagai solusinya harus hati-hati dalam merumuskan program harian yaitu rencana

pelajaran yang disusun untuk setiap mata pelajaran yang berlangsung selama satu hari dalam mata

pelajaran tertentu.

Pembelajaran merupakan aktivitas guru dan peserta didik sebagai proses interaksi untuk

mencapai tujuan pembelajaran. Karena itu, rancangan pembelajaran yang efektif terletak pada dua hal

yaitu: (1) pemilihan stimulus diskriminatif dan penggunaan penguatan. Pemilihan stimulus dalam

pembelajaran di kelas meliputi dua hal penting yaitu diskriminasi stimulus dan generalisasi stimulus,

hal mi merupakan prasyarat penting bagi pembelajar untuk dapat memperoleh tingkah laku verbal

yang lebih rumit; dan (2) memberikan penguatan agar belajar lebih efektif. Apabila seorang guru

akan mengajarkan bahan pengajaran mengenai setiap pokok bahasan kepada siswa-siswanya, maka

guru tersebut harus mengadakan persiapan terlebih dahulu.

Hal ini dimaksudkan agar proses pembelajaran dapat berlangsung dengan lancar, sehingga

tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai. Pembelajaran di sini merupakan interaksi semua

komponen atau yang terdapat dalam upaya belajar mengajar yang satu sama saling berhubungan

dalam ikatan untuk mencapai tujuan. Komponen pembelajaran ini antara lain meliputi tujuan

pengajaran yang hendak dicapai, belajar mengajar, media dan alat pengajaran, dan evaluasi belajar

yang standar sebagai alat ukur kemajuan belajar siswa: Tujuan merupakan penjabaran dani tujuan

pendidikan nasional. Tujuan didikan nasional menggambarkan kepribadian ideal seorang warga

negara Indonesia. karena itu, dalam mempersiapkan rencana pembelajaran, yang pertama dilakukan

oleh guru adalah merumuskan tujuan umum pelajaran yang akan dicapai.

Langkah berikutnya adalah menyiapkan pokok-pokok materi dan bahan ajar dalam kegiatan

pembelajaran, menetapkan media dan alat pengajaran yang dapat digunakan memperjelas dan

mempermudah memahami materi pelajaran oleh siswa yang disampaikan oleh guru, kemudian

menyusun alat evaluasi yang akan digunakan dalam menilai seberapa jauh tujuan-tujuan

pembelajaran telah atau belum tercapai. Tujuan pengajaran merupakan titik awal yang sangat penting

dalam pembelajaran, sehingga baik arti maupun jenisnya perlu dipahami betul oleh setiap guru

maupun calon guru. Tujuan pengajaran pakan komponen utama yang terlebih dahulu harus

dirumuskan oleh guru dalam pembelajaran, karena merupakan sasaran dan proses pembelajaran.

Karena itu tujuan pembelajaran atau tujuan instruksional sering juga makan sasaran belajar.

Sebelumnya tujuan pembelajaran diartikan sebagai suatu upaya perididik atau guru dalam hubungan

dengan tugas-tugasnya membina peserta didik seperti meningkatkan kemampuan baca siswa melatih,

keterampilan tangan siswa, atau menumbuhkan sikap disiplin dan percaya diri dikalangan siswa.

Dewasa ini menurut Ibrahim dan Nana Syaodih 1996:69) tujuan pembelajaran lebih diartikan sebagai

Page 145: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

perilaku hasil belajar yang diharapkan dimiliki para siswa setelah mereka menempuh proses

pembelajaran seperti siswa-siswa: (1) memiliki kemampuan membaca yang lebih. baik; (2) bersikap

disiplin dan percaya diri; (3) dapat memecahkan persamaan kuadrat; (4) gemar membuat kerajinan

tangan dan tanah liat; (5) dapat mengemukakan cara-cara yang tepat untuk mencegah timbulnya

penyakit disentri (6) dapat menuliskan contoh-contoh kalimat tunggal dalam bahasa Indonesia; (7)

dan lain sebagainya.

Dari contoh tersebut menunjukkan bahwa pada waktu yang lalu tujuan pengajaran diartikan

sebagai suatu proses yang dilakukan oleh guru, sedangkan dewasa mi tujuan pembelajaran lebih

diartikan sebagai suatu produk atau hasil yang dicapai oleh siswa. Dengan kata lain, tujuan

pembelajaran pada waktu yang lalu berpusat pada pendidik atau guru, sedangkan tujuan pembelajaran

dewasa mi selalu berpusat pada peserta didik atau siswa. Dengan berpusatnya tujuan pembelajaran

kepada siswa, keberhasilan pembelajaran lebih banyak dinilai dan seberapa jauh perubahan-

perubahan perilaku yang diinginkan telah terjadi pada diri siswa. Tentu saja tugas seorang guru tidak

berakhir jika para siswanya telah memiliki perilaku yang diharapkan sebagai hasil dan proses

pembelajaran yang telah ditempuh.

Tujuan pembelajaran yang berpusat pada siswa dirasakan dapat memberikan petunjuk yang

terarah bagi perkembangan alat evaluasi belajar, memilih materi dan kegiatan pembelajaran,

penetapan media dan alat pengajaran. Dilihat dan kawasan (domain) atau bidang yang dicakup,

tujuan-tujuan .pendidikan dapat dibagi atas:

1) Tujuan Kognitif

Beberapa ahli psikologi dan ahli pendidikan berpendapat, bahwa konsepsi-konsepsi tentang

belajar yang telah dikenal, tidak satupun yang mempersoalkan proses-proses kognitif yang terjadi

selama belajar. Proses-proses semacam itu menyangkut “insight”, atau berpikir dan “reasoning”, atau

menggunakan logika deduktif dan induktif. Walaupun konsepsi-konsepsi lain tentang belajar dapat

diterapkan pada hubungan-hubungan stimulus dan respons yang erbitrer dan tak logis. para ahli

psikologi dan pendidikan mi berpendapat, bahwa lebih banyak dibutuhkan untuk menjelaskan belajar

tentang hubungan-hubungan yang logis, rasional, atau non anbitrer.

Pendekatan-pendekatan kognitif tentang belajar memusatkan pada proses perolehan konsep-

konsep, pada sifat dan konsep-konsep, dan pada bagaimana konsep-konsep itu disajikan dalam

struktur kognitif. Walaupun pada teori awan kognitif memikirkan kondisi-kondisi yang

memperlancar pembentukan konsep, penekanan mereka ialah pada proses-proses internal yang

digunakan dalam belajar konsep-konsep. Tingkah laku seseorang senantiasa didasarkan pada kognisi,

yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkah laku itu terjadi. Segala upaya yang

Page 146: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

menyangkut kegiatan atau aktivitas otak termasuk ke dalam ranah kognitif. Dalam situasi belajar,

seseorang terlibat langsung dalam situasi kognitif dan memperoleh insight untuk memecahkan

masalah: Tujuan-tujuan kognitif adalah tujuan-tujuan yang lebih banyak berkenaan dengan perilaku

dalam aspek berpikir/intelektual.

Menurut Benjamin Bloom ada enam tingkatan dalam domain kognitif yang berlaku

juga .untuk tujuan-tujuan dalam domain ini yaitu: (1) pengetahuan/ingatan (knowledge), aspek ini

mengacu pada kemampuan mengenal dan mengingat materi yang sudahi dipelajari dan yang

sederhana sampai pada hal-hal yang sukar. Pada umumnya unsur pengetahuan ini menyangkut hal-

hal yang perlu diingat seperti bahasan, peristilahan, ide, gejala, rumus-rumus, pasal, hukum, dan,

nama orang, nama tempat, dan lain-lain.

Penguasaan hal tersebut memerlukan hapalan dan ingatan, akan hal-hal yang pernah dipelajari

meliputi fakta, kaidah, prinsip, dan metode yang diketahui. Tujuan dalam tingkatan pengetahuan mi

termasuk kategori paling rendah dalam domain kognitif (2) pemahaman (comprehension), aspek

pemahaman mi mengacu pada kemampuan untuk mengerti dan memahami sesuatu setelah sesuatu itu

diketahui atau diingat dan memaknai arti dari bahan maupun materi yang dipelajari. Pada umumnya

unsur pemahaman ini menyangkut kemampuan menangkap makna suatu konsep dengan kata-kata

sendiri. Pemahaman dapat dibedakan menjadi tiga kategori yakni penerjemahan (translation)

misalnya dari lambang ke anti, penafsiran (interpretation), dan ekstrapolasi (extrapolation) yaitu

menyimpulkan dan sesuatu yang telah diketahui. Dalam hal ini, siswa dituntut untuk memahami atau

mengerti .apa yang diajarkan, mengetahui apa yang sering dikomunikasikan, dan dapat

memanfaatkan isinya tanpa keharusan menghubungkannya dengan hal-hal yang lain. Aspek ini

setingkat lebih tinggi dan pengetahuan sehingga untuk mencapai tujuan dalam tingkatan pemahaman

ini dituntut keaktifan belajar murid yang lebih banyak; (3) penerapan/aplikasi (application), aspek ini

mengacu pada kemampuan menggunakan atau menerapkan pengetahuan atau menggunakan ide-ide

umum, metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-rumus, teori-teori, dan sebagainya yang sudah

dimiliki pada situasi baru dan konkret. yang menyangkut penggunaan aturan, prinsip, dan sebagainya

dalam memecahkan persoalan tertentu. Dalam aplikasi harus ada konsep, teori, hukum, rumus,

kemudian diterapkan atau digunakan dalam memecahkan suatu persoalan. Tujuan dalam aspek

setingkat ini lebih tinggi daripada tujuan dan aspek pemahaman, sehingga kegiatan pembelajaran

yang dituntut pun lebih tinggi (4) analisis (analysis), aspek ini mengacu pada kemampuan mengkaji

atau menguraikan sesuatu bahan atau keadaan ke dalam komponen-komponen atau bagian-bagian

yang lebih spesifik, serta mampu memahami hubungan di antara bagian yang satu dengan yang lain,

sehingga struktur dan aturannya dapat lebih dipahami. Kemampuan ini merupakan akumulasi atau

Page 147: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

kumpulan pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi. Kemampuan analisis ini dapat di klasifikasikan

menjadi tiga kelompok yaitu analisis unsur, analisis hubungan. dan analisis prinsip-prinsip yang

terorganisasi. Dengan demikian, keaktifan belajar siswa lebih tinggi daripada keaktifan belajar yang

dituntut aspek aplikasi; (5) sintesis (synthesis), aspek mengacu pada kemampuan memadukan

berbagai konsep atau komponen, sehingga membentuk suatu pola struktur atau bentuk baru. Sintesis

menuntut adanya kriteria untuk menemukan pola dan struktur organisasi yang dimaksud, sintesis

adalah lawan dan analysis. Aspek sintesis ini memerlukan tingkah laku yang kreatif, kemampuan

sintesis (membentuk) relatif lebih tinggi dan kemampuan analisis (menuraikan), sehingga untuk

menguasainya diperlukan kegiatan belajar yang lebih kompleks; dan (6) evaluasi (evaluation), aspek

mi mengacu pada kemampuan memberikan pertimbangan atau penilaian terhadap gejala atau

peristiwa berdasarkan norma-norma atau patokan-patokan berdasarkan kriteria tertentu.

Kriteria yang digunakan dapat bersifat intern yaitu berasal dan situasi atau keadaan yang

dievaluasi itu sendiri, dan kriteria ekstern yaitu kriteria yang berasal dan luar keadaan atau situasi

yang dievaluasi tersebut. Hasil belajar dalam tingkatan ini merupakan basil belajar yang tertinggi

dalam domain kognitif, sehingga memerlukan semua tipe hasil belajar tingkatan sebelumnya yaitu

pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analysis, dan sintesis. Dengan demikian, kegiatan belajar yang

dituntut untuk mencapai tujuan dalam tingkatan mi jelas lebih tinggi lagi.

2) Tujuan Afektif

Tujuan-tujuan afektif adalah tujuan-tujuan yang banyak berkaitan dengan aspek perasaan,

nilai, sikap, dan minat perilaku peserta didik atau siswa. Sikap seseorang dapat diramalkan

perubahannya apa bila ia telah memiliki penguasaan kognitif tingkat tinggi. Ciri-ciri belajar afektif

akan tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku, seperti perhatiannya terhadap pelajaran etika

dan moral yang akan meningkatkan kedisiplinannya dalam mengikuti pelajaran lainnya di sekolah.

Menurut Krathwohl, Bloom, dan Manusia bahwa domain afektif berdasar lima kategori yaitu:

(1) penerimaan (receiving), aspek ini mengacu pada kepekaan dan kesediaan menerima dan menaruh

perhatian terhadap nilai tertentu, seperti kesediaan menerima norma-norma disiplin yang berlaku di

sekolah. Penerimaan merupakan tingkat hasil belajar terendah dalam domain afektif (2) pemberian

respons (responding), aspek mi mengacu pada kecenderungan memperlihatkan reaksi terhadap norma

tertentu. Menunjukkan kesediaan dan kerelaan untuk merespons, memperhatikan secara aktif, turut

berpartisipasi dalam suatu kegiatan, serta merasakan kepuasan dalam merespons, misalnya mulai

berbuat sesuai tata tertib disiplin yang telah diterimanya, aspek mi satu tingkat di atas penerimaan;

(3) penghargaan/penilaian (valuing), aspek mi mengacu pada kecenderungan menerima suatu norma

tertentu, menghargai suatu norma, memberikan penilaian terhadap sesuatu dengan memposisikan dii

Page 148: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

sesuai dengan penilaian itu, dan mengikat diri pada suatu norma. Siswa misalnya, telah

memperlihatkan perilaku disiplin yang menetapkan dan waktu ke waktu. Tujuan-tujuan dalam aspek

ini dapat diklasifikasikan sebagai “sikap” dan “apresiasi”, aspek mi berada satu tingkat diatas

pemberian respons; (4) pengorganisasian (organization), aspek mi mengacu pada proses membentuk

konsep tentang suatu nilai serta menyusun suatu sistem nilai-nilai dalam dininya. Pada taraf mi

seseorang mulai memilih nilai-nilai yang ia sukai, misalnya tentang norma- norma disiplin tersebut,

dan menolak nilai-nilai yang lain, aspek mi satu tingkat di atas penghargaan; dan (5) karakterisasi

(characterization) yaitu pembentukan pola hidup, aspek ini mengacu pada proses mewujudkan nilai-

nilai dalam pribadi sehingga merupakan watak, dimana norma itu tercermin dalam pribadinya. Dalam

taraf ini perilaku disiplin, misalnya betul-betul telah menyatu dalam dininya, aspek ini merupakan

tingkat paling tinggi dani domain afektif.

Belajar afektif berbeda dengan belajar intelektual dan ketrampilan atau disebut belajar

kognitif, karena segi afektif sangat bersifat subjektif, lebih mudah berubah, dan tidak ada materi

khusus yang harus dipelajari, karena lebih menekankan segi penghayatan dan apresiasi. Setiap orang

memiliki sejumlah nilai, baik yang jelas atau terselubung, disadari atau tidak. Nilai-nilai yang

demikian mi ada yang tersembunyi, dan ada pula yang dapat dinyatakan secara eksplisit, nilai juga

bersifat multi dimensional ada yang relatif dan ada yang absolut. sifat-sifat yang demikian inilah yang

menjadi penting dalam merumuskan tujuan belajar afektif.

3) Tujuan Psikomotor

Ranah psikomotorik adalah ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau

kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Tujuan-tujuan

psikomotor adalah tujuan-tujuan yang banyak berkenaan dengan aspek keterampilan motorik atau

gerak dan peserta didik atau siswa. Hasil belajar psikomotor mi sebenarnya merupakan kelanjutan

dan hasil belajar kognitif (memahami sesuatu) dan hasil belajar afektif (kecenderungan untuk

berperilaku).

Menurut Elizabeth Simpson domain psikomotor terbagi atas tujuh kategori yaitu: (I) persepsi

(perception), aspek mi mengacu pada penggunaan alat drior untuk memperoleh kesadaran akan suatu

objek atau gerakan dan mengalihkannya ke dalam kegiatan atau perbuatan. Dalam bermain

badminton misalnya, siswa menggunakan indera penglihatan, pendengaran, dan sentuhan untuk dapat

menyadari unsur-unsur fisik dan permainan tersebut. Aspek ini merupakan tingkatan yang paling

rendah dalam domain psikomotor: (2) kesiapan (set), aspek ini mengacu pada kesiapan memberikan

respons secara mental. fisik, maupun perasaan untuk suatu kegiatan. Kesiapan fisik dan mental

Page 149: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

misalnya, pada saat seseorang sedang mengambil ancang-ancang sebelum melakukan “service” pada

permainan badminton, aspek mi berada satu tingkat diatas persepsi: (3) respons terbimbing (guided

response), aspek mi mengacu pada pemberian respons perilaku, gerakan-gerakan yang diperlihatkan

dan didemonstrasikan sebelumnya. Siswa-siswa yang memperhatikan pukulan-pukulan service dalam

permainan badminton dengan cara tertentu berdasarkan petunjuk-petunjuk yang diperlihatkan oleh

gurunya. merupakan salah satu contoh dan respons terbimbing, aspek ini berada satu tingkat di atas

kesiapan: (4) mekanisme (mechanical response), aspek ini mengacu pada keadaan dimana respons

fisik yang dipelajari telah menjadi kebiasaan. Siswa yang selalu melakukan pukulan service dalam

permainan badminton dengan cara-cara tertentu sesuai dengan apa yang dipelajarinya, merupakan

contoh dan aspek mekanisme. aspek ini berada satu tingkat di atas respons terbimbing; (5) respons

yang kompleks (complex response), aspek ini mengacu pada pemberian respons atau penampilan

perilaku atau gerakan yang cukup rumit dengan terampil dan efisien. Siswa yang terampil melakukan

pukulan service secara akurat. Tanpa membuat kesalahan selama permainan, merupakan salah satu

contoh respons yang kompleks, aspek mi berada satu tingkat diatas mekanisme; (6) penyesuaian pola

gerakan atau adaptasi (adjustment), aspek ini mengacu pada kemampuan menyesuaikan respons atau

perilaku gerakan dengan situasi yang baru. Setelah menguasai permainan badminton dengan lawan-

lawan tertentu. siswa dapat menerapkan dan menggunakan keterampilan yang telah dikuasainya

dalam menghadapi lawan-lawan yang lain aspek ini berada satu tingkat diatas respons yang

kompleks; dan (7) organisasi, aspek ini mengacu pada kemampuan menampilkan pola-pola gerak

gerik yang baru, dalam arti menciptakan perilaku dan gerakan yang baru dilakukan atas prakarsa atau

inisiatif sendiri. Setelah cukup lama belajar dan berlatih badminton, siswa dapat menciptakan cara

pukulan service yang unik berbeda dan yang lain (original), aspek mi menduduki tingkatan yang

paling tinggi dalam domain psikomotor (Ibrahim dan Nana Syaodih, 1996:77).

Di samping cara-cara penggolongan di atas, terdapat pula cara-cara penggolongan yang

dikemukakan oleh ahli-ahli yang lain. Dengan memperhatikan penggolongan tujuan-tujUan tersebut,

diharapkan dapat diperoleh gambaran tentang lingkup dan tingkatan tujuan4UJU pengajaran yang

dapat dikembangkan dalam penyelenggaraan pembelajaran. Karena itu perencanaan program

pembelajaran baik dalam penyusunan bahan, penentuan metode dan pendekatan, penentuan media

dan perlengkapan pengajaran, dan penentuan alokasi waktu belajar mengacu pada penggolongan

tujuan-tujUan tersebut yaitu aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.

b. Perencanaan Materi dan Bahan-Bahan Pengajaran

Untuk mencapai hasil yang memuaskan dalam penyajian bahan pembe1ajaran telah diadakan

penelitian yang menyatakan bahwa pengalaman praktis para guru selama beberapa generasi dapat

Page 150: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

dibuktikan bahwa, prosedur pemanfaatan alat dan bahan pengajaran haruslah: (1) pemeriksaan awal,

bahan pengajaran yang akan digunakan harus diperiksa lebih dahulu, supaya guru dapat menentukan

apakah bahan tersebut dapat berguna bagi siswa dalam mencapai tujuan; (2) persiapan lingkungan,

dimanapun penyajian bahan pengajaran akan berlangsung, semua perlengkapan harus ditempatkan

pada tempat yang baik dan benar. Hal-hal penting yang pendukung suasana-belajar harus dipikirkan

betul-betul. Dalam menggunakan media yang memakai tenaga listrik dalam penyampaian bahan

peralatan harus dicek apakah semua peralatan dapat bekerja dengan baik, dan guru harus mengatur

peralatan tersebut sedemikian rupa sehingga semua siswa dapat melihat dan mendengar dengan baik;

(3) persiapan siswa, dan pengalaman dan penelitian dapat membuktikan bahwa apa yang dapat

dipelajari dan sesuatu sangat tergantung dan “bagaimana para siswa dipersiapkan” untuk menerima

bahan dan materi pelajaran yang disajikan. Dan segi pendidikan, guru harus mempunyai pandangan

yang luas tentang bahan yang diajarkan dan bagaimana cara menyajikan bahan tersebut, topik harus

rasional dan ada motivasi. Bagaimana siswa tetap merasa tertarik dan selalu memusatkan perhatian

mereka kepada bahan yang disajikan oleh guru; dan (4) penyajian bahan pengajaran, suatu hal yang

harus dipersiapkan oleh guru dan ia harus mampu melaksanakannya ialah, menyajikan bahan

pelajaran. Sebagaimana seorang pemain sandiwara menarik perhatian penonton, demikian pula

seorang guru harus mampu menarik perhatian dalam kelas.

Bukan dalam arti menarik perhatian karena pakaiannya yang seronok, akan tetapi karena

penguasaannya terhadap bahan dan materi pelajaran yang ia sajikan, metode yang digunakan,

keterampilan memanfaatkan media sampai kepada penggunaan bahasa yang baik dan benar. Materi

dan bahan pelajaran dirumuskan setelah penentuan TIU dan TIK serta penyusunan alat eva1uasi

belajar. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menetapkan materi pelajaran (1) materi

pelajaran hendaknya sesuai dengan atau dapat menunjang tercapainya tujuan instruksional; (2) materi

pelajaran hendaknya sesuai dengan tingkat pendidikan dan perkembangan siswa pada umumnya; (3)

materi pelajaran hendaknya terorganisasi secara sistematik dan berkesinambungan; dan (4) materi

pelajaran hendaknya mencakup hal-hal yang bersifat faktual maupun konseptual. Materi dan bahan

pengajaran ditetapkan dengan mengacu pada tujuan-tujuan instruksional yang ingin dicapai. Materi

yang diberikan bermakna bagi para siswa, dan merupakan bahan yang betul-betul penting, baik

dilihat dan tujuan yang ingin dicapai maupun fungsinya untuk mempelajari bahan berikutnya.

c. Perencanaan Alat dan Media Pengajaran

Dalam membahas kedudukan media pengajaran dalam perencanaan pengajaran, diperlukan

pengetahuan tentang merumuskan dan menganalisis tujuan pengajaran, menetapkan prosedur, jenis

dan alat penilaian. Selanjutnya menetapkan langkah-langkah kegiatan yang harus dilakukan dalam

Page 151: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

penyajian dan mempelajari bahan pelajaran secara sistematik dan teratur. Pengetahuan tentang media

pengajaran sangat berguna untuk menyusun perencanaan program pengajaran. Karena program

pengajaran adalah seluruh rencana kegiatan yang saling terkait untuk mencapai suatu tujuan

pengajaran.

Dengan mengenal media pengajaran dan memahami cara-cara penggunaannya akan sangat

membantu tugas para guru dalam meningkatkan efektivitas proses pembelajaran. Jerome Bruner

(1960) membagi alat instruksional dalam empat macam menurut fungsinya yaitu:

1. Alat untuk menyampaikan pengalaman “vicarious”, yaitu menyajikan bahan kepada murid-murid

yang sedianya tidak dapat mereka peroleh dengan pengalaman langsung yang lazim di sekolah.

Ini dapat dilakukan melalui film, televisi, rekaman suara, dan lain-lain “vicarious” berarti sebagai

substitusi untuk pengganti pengalaman yang langsung.

2. Alat model yang dapat memberikan pengertian tentang struktur atau prinsip suatu gejala,

misalnya model molekul atau alat pemafasan, tetapi juga eksperimen atau demonstrasi, juga

program yang memberikan langkah untuk memahami prinsip, atau struktur pokok.

3. Alat dramatisasi, yakni yang mendramatisasikan sejarah suatu peristiwa atau tokoh, film tentang

alam yang memperlihatkan perjuangan untuj( hidup, untuk memberi perhatian tentang suatu ide

atau gejala.

4. Alat automatisasi seperti “teaching mechine” atau pelajaran berprograma menyajikan suatu

masalah dalam urutan yang teratur dan memberi balikan atau feedback tentang respons murid.

Alat ini dapat meringankan beban guru, alat ini tidak akan dapat menggantikannya seperti halnya

buku. Selain itu alat mi segera memberikan feedback dan memberi jalan untuk memperbaiki

kesalahan yang dibuat oleh murid.

Telah banyak alat maupun media yang tersedia bagi guru, namun yang penting dalam

merencanakan pembelajaran dan mengimplementasikannya dalam mengajar ialah bagaimana

menggunakan alat-alat media pendidikan ini sebagai suatu sistem yang terintegrasi dalam

pembelajaran. Tugas seorang pendidik adalah tugas profesional, selalu menghadapi menjadi pendidik

yang kreatif, dinamis, kritis dan ilmiah. Sebelum ia menentukan bahan pelajaran, ia harus

menentukan tujuan instruksional yang sesuai dengan tingkat kemampuan siswa, kemampuan apa

yang akan dikembangkan, menyusun kegiatan belajar mengajar, untuk mi ia harus mampu

menentukan media dan metode pengajaran yang tepat.

Banyak media pendidikan sekarang ini telah diprogram melalui media masa, kenyataan ini

jelas menuntut seorang pendidik untuk serba bisa menyerap segala macam informasi, khususnya

informasi yang relevan dengan bidang studinya, demi perkembangan lebih lanjut. Sebagai

Page 152: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

konsekwensi perkembangan media pendidikan yang pesat dewasa ini, pendidik dituntut untuk

mampu memanfaatkan media pendidikan yang tersedia di sekolah dan lingkungan.

Sebagai pendidik dalam bidang studi apa saja, ia harus mampu pula menggunakan lingkungan

sekitar sebagai media belajar. Pendidik di zaman sekarang seharusnya mampu memanfaatkan media

belajar yang sangat kompleks seperti video, televisi dan film, di samping media pendidikan yang

sederhana. Agar supaya proses pembelajaran tidak mengalami kesulitan maka masalah perencanaan,

pemilihan dan pemanfaatan media perlu dikuasai dengan baik oleh guru. Bahkan tidak mustahil dapat

mengakibatkan kegagalan mencapai tujuan, bila tidak dikuasai sungguh-sungguh oleh guru.

d. Perencanaan Evaluasi Pengajaran

Maksud dan tujuan dan evaluasi adalah, menentukan hasil yang dicapai oleh siswa.

Bagaimanapun, penetapan proses pembelajaran secara keseluruhan, termasuk tujuan yang akan

dicapai oleh siswa, media pembelajaran, teknik pendekatan dalam pembelajaran, balikan sifat efektif

seorang guru memerlukan evaluasi. Dimana evaluasi adalah suatu proses yang berlangsung secara

berkesinambungan. Evaluasi dilakukan sebelum, selama, dan sesudah suatu proses pembelajaran.

Evaluasi sebelum proses pembelajaran, misalnya karakteristik siswa, kemampuan siswa, metode dan

materi pembelajaran yang digunakan. Evaluasi selama proses pembelajaran ialah evaluasi yang

digunakan untuk melacak dan memperbaiki masalah belajar mengajar serta kesulitannya, baik dalam

penyampaian materi maupun strategi pendekatan yang digunakan.

Feedback atau umpan balik diberikan melalui tes-tes formatif mula-mula bahan pelajaran

dibagi dalam satuan-satuan pelajaran, misalnya meliputi-meliputi bahan pelajaran satu bab atau

bahan yang dapat dikuasai dalam waktu satu atau dua minggu. Evaluasi pencapaian hasil belajar

siswa, dapat dilakukan secara formatif dan sumatif. Tes formatif bersifat diagnotis yang serentak

menunjukkan kemajuan atau keberhasilan anak, tes formatif ini bermacam-macam fungsinya.

Evaluasi formatif dapat diadakan setiap saat, dalam arti pada saat penyajian pelajaran, guru setiap

saat dapat berhenti sebentar. untuk mengajukan pertanyaan yang menyangkut bahan yang baru

disajikan. Tujuan evaluasi formatif untuk mengetahui sampai sejauh mana siswa mampu menerima

apa yang disajikan atau tidak, sehingga guru dapat mengetahui apakah materi tersebut sesuai dengan

kemampuan siswa untuk menerima atau terlalu mudah. atau terlampau sulit.

Dengan demikian mudah bagi guru untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh

para siswa. dapat mengadakan penekanan-penekanan pada bagian tertentu serta pengayaannya.

Fungsi utama dan evaluasi formatif adalah mengumpulkan data dan informasi untuk memperbaiki

hasil dan suatu kegiatan pembelajaran. Tes formatif itu menjamin bahwa tugas pelajaran tertentu

dikuasai sepenuhnya sebelum beralih kepada tugas berikutnya Bagi murid yang masih kurang

Page 153: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

menguasai bahan pelajaran tes formatif merupakan alat untuk mengungkapkan dimana sebenarnya

letak kesulitannya. Jadi tes formatif adalah alat untuk mendiagnosis kelemahan, kesalahan dan

kekurangan murid dalam menguasai materi pelajaran, sehingga ia dapat memperbaikinya.

Di samping menunjukkan kekurangan murid perlu pula diberikan petunjuk bagaimana

caranya ia dapat memperbaikinya. Karena itu tes formatif merupakan bagian yang integral dan proses

belajar. Evaluasi formatif mi diadakan sebagai suatu proses yang konstruktif dan positif. Pada saat

yang sama guru harus pula menentukan apakah pekerjaan tepat guna atau tidak. Untuk mencapai hal

tersebut, maka evaluasi sumatif harus diadakan.

e. Penyusunan Satuan Pelajaran (Model-Model Lesson Plan)

Satuan pelajaran adalah program belajar mengajar dalam satuan terkecil memuat tujuan

instruksional, bahan pelajaran, kegiatan belajar mengajar, metode dan alat bantu mengajar, serta

evaluasi kemajuan hasil belajar. Pada dasarnya yang menjadi isi dan program semester adalah yang

tercantum dalam GBPP, tetapi beberapa pengaturan kembali serta perluasan dan kelengkapan

sehingga membentuk suatu program kerja pembelajaran. Adapun unsur-unsur yang biasanya

terkandung dalam program pembelajaran pada satu semester tertentu meliputi:

1) Tujuan Pembelajaran

Tujuan adalah arah pembelajaran yang dicantumkan dalam program Semester, tujuan-tujuan

tersebut masih bersifat umum yang diangkat dari GBPP, yaitu tujuan kurikuler dan tujuan

instruksional umum. Sedangkan tujuan instruksional khusus disebut sebagai sasaran belajar siswa,

sebab rumusan tujuan tersebut diorientasikan bagi kepentingan siswa.

Tujuan instruksional umum dan khusus dijabarkan dan kurikulum yang berlaku secara resmi

di sekolah mengacu pada kondisi belajar yang diperlukan. Acuan pada kurikulum yang berlaku

tersebut berkaitan erat dengan bahan ajar yang baru dijabarkan oleh guru dalam bentuk materi

pelajaran. Dalam penyusunan perencanaan pembelajaran sasaran belajar siswa harus

memperhitungkan pengetahuan awal dan kebutuhan belajar siswa, dilihat dan sudut siswa bisa saja

siswa yang mempelajari mata pelajaran yang sama, tetapi tujuannya berbeda. Sedangkan dan segi

guru, tujuan pembelajaran merupakan pedoman tindak mengajar dengan acuan yang berbeda.

Keberhasilan belajar siswa berarti tercapainya tujuan belajar siswa dan juga tercapainya tujuan

instruksional, hal ini merupakan prasyarat bagi program belajar selanjutnya. Dianjurkan agar tujuan

dirumuskan dalam bentuk kelakuan yang dapat diamati.

Karena itu, guru harus merumuskan dengan jelas tujuan apa yang ingin dicapai dengan

pelajaran itu. Tujuan mi tidak hanya mengenai bahan yang harus dikuasai, akan tetapi juga

keterampilan, tujuan emosional, dan sosial. Tujuan belajar untuk memenuhi kebutuhan dikemudian

Page 154: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

hari, sangat penting artinya bagi siswa. Misalnya, siswa mempunyai semangat yang kuat untuk

belajar dengan harapan dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya, atau siswa lainnya

berharap setelah tamat dapat diterima bekerja untuk memenuhi nafkah hidupnya. Dengan demikian

dapat ditegaskan bahwa siswa belajar didorong oleh keingintahuan dan keinginan untuk memenuhi

kebutuhannya. Sedangkan tujuan mengajar pada prinsipnya untuk mengadakan perubahan yang

dikehendaki dalam tingkah laku sebagai hasil belajar bagi siswa. Pengajaran dapat membuat seorang

siswa menjadi orang lain, dalam hal apa yang ia lakukan dan yang dapat dicapainya. Perubahan mi

biasanya dilakukan oleh guru dengan menerapkan strategi menggunakan pendekatan belajar, metode

mengajar, media pengajaran, dan kelengkapan pengajaran lainnya yang memungkinkan dapat

dilakukan.

Dalam pengembangan kurikulum dan pengajaran, dibedakan antara tujuan-tujuan

instruksional umum (TIU) dan tujuan-tujuan instruksional khusus (TIK). Salah satu langkah penting

yang perlu dilakukan guru dalam kegiatan perencanaan pengujaran ialah menetapkan dan

merumuskan TIK. TIU dapat dilihat di dalam GBPP, sedangkan TIK harus dirumuskan sendiri oleh

guru mata pelajaran yang bersangkutan berdasarkan TIU berisi sejumlah kemampuan yang lebih

spesifik yang dijabarkan dalam bahan atau materi ajar untuk menunjang pencapaian kemampuan

yang terkandung dalam TIU.

Susunan kemampuan-kemampuan yang tercantum dalam rumusan TIK yang dijabarkan dan

TIU, mengandung beberapa sifat antara lain: (1) bertingkat atau hierarkikal, dimana kemampuan-

kemampuan tersebut tersusun dan yang lebih sederhana atau mudah ke yang lebih kompleks atau

sulit, dan pada umumnya kemampuan yang lebih sederhana merupakan prasyarat untuk menguasai

kemampuan yang lebih kompleks, misalnya pengertian tentang penjumlahan merupakan prasyarat

untuk mempelajari dan memahami perkalian; (2) setara, atau merupakan kelompok (cluster) dimana

kemampuan-kemampuan tersebut mencakup hal-hal yang sejenis tanpa mengandung hubungan

prasyarat; (3) berurutan atau prosedural, dimana kemampuan yang satu merupakan kelanjutan dan

kemampuan yang lain secara berurutan, tetapi tidak merupakan prasyarat; dan (4) kombinasi dan dua

atau lebih sifat tersebut di atas.

Adanya sifat bertingkat, setara, dan berurutan dalam susunan kemampuan-kemampuan yang

terkandung dalam rumusan TIK perlu diperhatikan, baik dalam menelapkan tata ruang TIK maupun

proses belajar untuk mencaparnya. Sebagai kemampuan-kemampuan yang dijabarkan dan TIU, TIK

memiliki ciri-ciri: (1) spesifik atau khusus, dalam anti bahwa perilaku yang terkandung di dalamnya

sudah dibatasi lingkupnya; (2) operasional, dalam anti bahwa perilaku yang terkandung di dalamnya

Page 155: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

konkret dan dapat diamati; dan (3) dapat diukur, dalam anti bahwa terwujud tidaknya perilaku yang

dimaksud dalam diri siswa dapat diukur melalui alat ukur yang ada.

Langkah pertama yang harus dibuat guru dalam merencanakan pengajaran untuk suatu pokok

bahasan dalam kurikulum adalah merumuskan TIK yang menjabarkan dan TIU yang ingin dicapai

melalui pokok bahasan yang bersangkutan. Mengingat TIU adalah tujuan yang penting untuk dicapai

oleh para siswa, perlu diupayakan agar TIK yang dijabarkan daripadanya betul-betul mencerminkan

apa yang dimaksud oleh TIU tersebut. Untuk itu dalam menjabarkan TIK dari TIU perlu ditempuh

prosedur kerja sebagai berikut: .menelaah TIU, menentukan sub kemampuan, dan merumuskan TIK.

Penting tidaknya suatu kemampuan serta perilaku awal siswa dipertimbangkan dalam merumuskan

TIK.

2) Pokok Bahasan

Dalam membuat perencanaan pembelajaran untuk setiap pokok bahasan, guru dapat memilih

cara mengajar berdasarkan teori-teori belajar yang sesuai dengan materi pelajaran yang tertuang

dalam pokok bahasan. Sebelum menuliskannya dalam perencanaan pembelajaran lebih dulu

dipertimbangkan, apakah cara itu cocok untuk mengajarkan pokok bahasan tersebut. Pokok atau

satuan bahasan menunjukkan judul materi pelajaran yang akan dipelajari atau diajarkan dalam suatu

semester tertentu. Pokok bahasan tersebut diambil dan GBPP tanpa atau dengan beberapa

penyesuaian dan pengaturan kembali oleh guru yang bersangkutan. Pokok bahasan mi dielaborasi

sedemikian rupa menjadi bahan ajar yang disusun dalam bentuk materi pelajaran diuraikan mengacu

pada alokasi waktu yang tersedia.

Jadi, pokok bahasan menjadi dasar pengajaran dan menggambarkan ruang lingkupnya. Pokok

bahasan untuk SD, biasanya lebih sederhana atau lingkupnya tidak terlalu luas dibanding pokok

bahasan SLTP dan sekolah menengah. Perencanaan pengajaran menyusun pokok bahasan dan sub

pokok bahasan dalam satu semester, dengan perhitungan dapat dipenuhi dalam satu semester dengan

kualitas yang dipersyaratkan. Pada jenjang pendidikan tertentu dan kelas tertentu ada yang

memadukan berbagai disiplin ilmu seperti bahasa Inggris dengan seni, sosiologi dan ekonomi, hukum

dan politik, kimia dan biologi, dan sebagainya. Pokok bahasan yang campuran tersebut penyusunan

perencanaan pengajarannya perlu dibuat bersama para pakar yang berasal dan berbagai disiplin ilmu

(interdiciplinary). Dalam hal ini mereka akan mempertimbangkan berapa banyak pokok bahasan

yang akan diajarkan, sejauh mana luas lingkup dan kedalamannya. Sudah tentu pokok bahasan itu

disesuaikan dengan jenis sekolah, kelas, waktu, karakteristik siswa, keterbatasan biaya, fasilitas,

sumber pengajaran, tenaga administrasi dan hubungannya dengan pelajaran lain.

3) Metode Mengajar

Page 156: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Sekalipun masih bersifat tentatif atau sementara, dalam perencanaan pembelajaran program

satu semester hendaknya dicantumkan pula metode-metode mengajar yang direncanakan akan

digunakan dalam mengajarkan setiap pokok bahasan yang telah ditetapkan. Metode pengajaran

banyak ditentukan oleh tujuan yang dirumuskan oleh guru. Bila topik yang akan dibahas itu luas

seperti dalam pengajaran unit, berbagai ragam metode akan perlu digunakan. Biasanya metode

mengandung unsur-unsur: (1) uraian tentang apa yang akan dipelajari (2) diskusi dan pertukaran

pikiran; (3) kegiatan-kegiatan yang menggunakan berbagai alat instruksional, laboratorium, dan lain-

lain; (4) kegiatan-kegiatan dalam lingkungan sekitar sekolah seperti kunjungan, kerja lapangan,

eksplorasi, dan penelitian; (5) kegiatan-kegiatan dengan menggunakan berbagai sumber belajar

seperti buku perpustakaan, alat audio visual. dan lain-lain; dan (6) kegiatan kreatif seperti drama, seni

rupa, musik, pekerjaan tangan dan sebagainya.

Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa metode mengajar adalah cara yang digunakan oleh

guru dalam mengorganisasikan kelas pada umumnya atau dalam menyajikan bahan pelajaran pada

khususnya. Dalam berbagai kegiatan dalam metodologi pembelajaran itu murid-murid berlatih untuk

mengadakan observasi yang sistematis, membuat catatan, dan membuat laporan tertulis. Para siswa

dapat pula belajar menggunakan berbagai alat audio visual, menggunakan perpustakaan, mengadakan

wawancara dengan menggunakan tape recorder, menggunakan camera untuk melengkapi observasi

dan laporan.

4) Media dan Sumber

Media pendidikan lazim disebut sebagai alat-alat belajar atau mengajar. Metode yang tepat

untuk bahan pelajaran tertentu dapat lebih efektif jika disertai dengan media pendidikan yang tepat

pula. Pada dasarnya sesuai dengan perkembangan siswa sebagai anak, pengajaran lebih

mengutamakan sifat konkret, sehingga alat mengajar pun dimulai pemilihannya dan sifat itu seperti

yang digambarkan oleh Edgar Dale pada gambar tampak sebuah kerucut yang bertingkat sifatnya

mulai dan yang paling abstrak sampai yang paling konkret jika dilihat dan atas ke bawah.

Kerucut pengalaman Edgar Dale ini memberi arti bahwa dalam menggunakan media

pendidikan mula-mula berupaya dengan media yang paling konkret, yaitu Direct Purposeful

Experiences atau pengalaman sengaja yang langsung. Demikian selanjutnya sehingga bagi peserta

didik pada tingkatan perguruan tinggi. yang telah mampu menjelajahi dunia abstrak media yang

digunakan dapat yang paling abstrak yaitu verbal symbol atau lambang kata.

Pendidikan yang disertai media yang tepat, selain memudahkan siswa dalam mengalami.

memahami, mengerti, dan melakukan juga menimbulkan motivasi yang lebih kuat ketimbang semata-

Page 157: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

mata dengan menggunakan kata-kata yang abstrak. Dalam merencanakan pengajaran, di samping

menentukan media yang akan digunakan, juga menetapkan alat pengajaran yang akan dipakai.

Untuk setiap pokok bahasan di samping metode mengajar dicantumkan pula media, alat

bantu, dan buku sumber yang digunakan dalam pembelajaran. Pencantuman buku sumber meliputi

judul buku, idea dan topik bahasan buku, nama penulis, tahun terbit, dan juga penerbit, dalam

perencanaannya guru menjelaskan bagian-bagian yang gunakan dalam pembelajaran sesuai pokok

bahasan yang dipilih. Guru dan lembaga pendidikan biasanya mencari media yang murah dan

ekonomis, sehingga media yang paling ampuh tetapi mahal jarang digunakan.

5) Evaluasi Pengajaran

Dalam perencanaan pengajaran yang tertuang dalam satuan pelajaran, evaluasi selalu

memegang peranan penting dalam segala bentuk pengajaran yang efektif. Dengan evaluasi diperoleh

balikan atau feedback yang dipakai untuk memperbaiki dan merevisi bahan atau metode pengajaran,

atau untuk menyesuaikan bahan dengan pengembangan ilmu pengetahuan. Guru menilai hingga

manakah pengetahuan yang diperoleh dan transformasi dapat dimanfaatkan untuk memahami hasil

belajar. Dalam program semester tersebut sebaiknya dapat dilihat kegiatan-kegiatan evaluasi belajar

yang dilaksanakan di luar pokok babasan masing-masing seperti tes sumatif dan evaluasi formatif

Evaluasi pembelajaran berguna untuk mengetahui hingga manakah siswa telah mencapai tujuan-

tujuan pelajaran yang telah ditentukan dalam perencanaan pembelajaran.

Page 158: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

6) Alokasi Waktu

Untuk setiap pokok bahasan dan kegiatan evaluasi dalam satu semester bersangkutan, perlu

dicantumkan jumlah waktu yang dialokasikan, sehingga sejak awal sudah dapat diketahui apakah

program semester yang dibuat itu dapat diselesaikan pada waktunya. Jika melebihi waktu yang

tersedia, maka perlu diadakan penyesuaian-penyesuaian dalam materi maupun alokasi waktu. Isi dan

alokasi waktu setiap satuan pelajaran tergantung pada luas dan sempitnya pokok bahasan yang

dicakupnya. Pokok bahasan yang membutuhkan waktu 2 jam pelajaran, mungkin selesai diajarkan

dalam satu pertemuan saja. Pokok bahasan yang membutuhkan .waktu 4 jam pelajaran, perlu

disamping dalam dua pertemuan penyajian,demikian seterusnya.

Pada bagian awal format program pembelajaran sebaiknya dituliskan judul program,

semester, kelas, sekolah, dan nama mata pelajaran. Perencanaan program pembelajaran suatu

semester tersebut dapat disusun seperti berbentuk matriks sesuai ketentuan yang diberikan oleh

sekolah bersangkutan. Program semester dijadikan pegangan untuk mengajar di kelas, program

semester ini masih perlu dijabarkan dalam program jangka pendek dalam bentuk jumlah pertemuan

mengacu pada pokok bahasan yang ditetapkan sebelumnya. Perencanaan program ini pada dasarnya

memuat kegiatan mingguan dan harian dalam program satuan pelajaran.

3. Refleksi Penyusunan Perencanaan Pengajaran

Kekuatan dan kelemahan perencanaan program pengajaran yang telah disusun guru biasanya

dapat diketahui dengan lebih jelas, setelah program tersebut dilaksanakan di kelas dan dievaluasi

dengan seksama Hasil yang diperoleh dan evaluasi program pembelajaran tersebut, memberi

petunjuk kepada guru, tentang bagian-bagian mana dan perencanaan pembelajaran tersebut yang

berhasil dilaksanakan, dan mana pula yang tidak berhasil dalam upaya mencapai tujuan yang telah

ditetapkan. Setelah pembelajaran dilaksanakan, maka guru kembali meneliti perencanaan pelajaran

yang memuat pokok bahasan dan sub pokok bahasan, alokasi waktu, tujuan instruksional umum dan

khusus, materi dan bahan pelajaran, metode dan kegiatan belajar mengajar, media dan alat

pengajaran, sumber dan bahan pengajaran, dan evaluasi kemajuan belajar siswa.

Jika komponen-komponen tersebut telah memiliki kekuatan dan dapat membelajarkan anak,

maka oleh guru perlu dipertahankan dan juga diteruskan. tetapi jika di antara komponen tersebut

mempunyai titik lemah atau kurang mendukung keberhasilan belajar anak, maka guru perlu

melakukan perbaikan seperlunya. Guru sebagai komponen yang bertanggung jawab dalam proses dan

misi pendidikan secara umum, serta proses pembelajaran secara khusus, sangat rentan dengan

berbagai persoalan yang mungkin muncul. Hal ini dapat terjadi, jika sejak awal rencana pembelajaran

dan proses pembelajaran ini tidak direncanakan secara matang dan arif, perencanaan pembelajaran

Page 159: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

yang tidak matang akan berimplikasi pada gagalnya sistem pembelajaran. Oleh karena itu, sejak awal

guru sudah membuat perencanaan pembelajaran yang matang dan teruji, sehingga muara

pembelajaran adalah kualitas belajar ditandai dengan hasil evaluasi kemajuan belajar siswa dengan

tes yang standar.

Page 160: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

BAB V

MODEL MENGAJAR DALAM PEMBELAJARAN

Menyampaikan bahan pelajaran berarti melaksanakan beberapa kegiatan, tetapi kegiatan itu

tidak akan ada gunanya jika tidak mengarah pada tujuan tertentu. Artinya seorang pengajar harus

mempunyai tujuan. dalam kegiatan pengajarannya, karena itu setiap pengajar menginginkan

pengajarannya dapat diterima sejelas-jelasnya oleh para peserta didiknya. Untuk mengerti suatu hal

dalam diri seseorang, terjadi suatu proses yang disebut sebagai proses belajar melalui model-model

mengajar yang sesuai dengan kebutuhan proses belajar itu. Melalui model mengajar itu pengajar

mempunyai tugas merangsang serta meningkatkan jalannya proses belajar. Untuk dapat

melaksanakan tugas itu dengan baik, pengajar harus mengetahui bagaimana model dan proses

pembelajaran itu berlangsung.

Model dan proses pembelajaran akan menjelaskan makna kegiatan-kegiatan yang dilakukan

oleh pendidik selama pembelajaran berlangsung. Setiap pengajar atau pendidik akan alasan-alasan

mengapa ia melakukan kegiatan [dalam pembelajaran dengan menentukan sikap tertentu. Rooijakkers

(2003:13) mengemukakan bilamana pengajar tidak mengetahui apa sebenarnya yang terjadi dalam

pikiran peserta didiknya untuk mengerti sesuatu, kiranya dia pun tidak akan dapat memberi dorongan

yang tepat kepada mereka yang sedang. Para murid akan mudah melupakan pelajaran yang

diterimanya. jika pengajar tidak memberi penjelasan yang benar dan menyenangkan.

Dalam pikiran murid tidak terjadi gerak proses belajar, kalau hal baru dalam materi pelajaran

itu disajikan secara tidak jelas. Sejalan dengan hal itu Rooijakkers (2003:15) menjelaskan bahwa

keberhasilan seorang pengajar akan terjamin, jika pengajar itu dapat mengajak para muridnya

mengerti suatu masalah melalui semua tahap proses belajar, karena dengan cara begitu murid akan

memahami hal yang diajarkan. Desigan begitu dalam proses pembelajaran pengajar harus dapat

menggunakan model-model dan pendekatan mengajar yang dapat menjamin pembelajaran berhasil

sesuai yang direncanakan. Model mengajar dan proses belajar dalam pembelajaran merupakan

masalah yang kompleks, karena itu bagi para guru dan tenaga kependidikan lainnya perlu

memperkaya pemahamannya yang berkaitan dengan model mengajar.

Page 161: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

A. Arti Model Mengajar dalam Pembelajaran

1. Problematika dan Kasus Model Pengajaran

Pengalaman di antara pengajar dalam proses pembelajaran menunjukkan, bahwa ada pada

beberapa sekolah model pengajarannya mengkondisikan muridnya disibukkan oleh kegiatan-kegiatan

yang kurang perlu seperti mencatat bahan pelajar akan yang sudah ada dalam buku menceritakan hal-

hal yang tidak perlu, dan sebagainya. Sering pula ditemukan waktu kontak antara guru dengan murid

tidak dimanfaatkan secara baik, guru lebih suka memaksakan kehendakinya dalam belajar muridnya

sesuai keinginannya dan ada juga guru untuk memudahkan kerjanya meminta salah seorang

muridnya untuk mencatat di papan tulis kemudian murid lainnya mencatat apa yang dicatat dipapan

tulis dan kegiatan-kegiatan lainnya yang kurang perlu dan sebagainya.

Sedangkan guru yang bersangkutan istirahat di ruang guru atau duduk di kelas asik dengan

kegiatannya sendiri. Model mengajar seperti mi tentu saja dipandang tidak mendidik seperti di

kemukakan A. S. Neil (1973) menuturkan bahwa “saya percaya bahwa memaksa apapun dengan

kekuasaan adalah salah, seorang anak seharusnya tidak melakukan apapun sampai ia mampu

berpendapat dengan mengemukakan pendapatnya sendiri” (Hobson dalam Palmer, 2003:1). Pendapat

Neil jp memberi gambaran bahwa para siswa diminta untuk berpikir dan belajar tanpa tekanan, tetapi

bimbingan dan arahan yang menganut prinsip-prinsip kemerdekaan dan demokrasi.

Dilihat dan segi pemanfaatan sumber daya, sering kali sarana dan prasarana proses belajar

mengajar di kelas, laboratorium, perpustakaan, dan di peraktek kerja dengan berbagai alasan belum

dimanfaatkan secara baik. Kelengkapan dan fasilitas belajar tidak memadai dengan alasan anggaran

yang tidak memadai, diantara guru tidak terampil menggunakannya, manajemen sekolah yang kaku,

dan sebagainya. Masalah lainnya adalah kepala sekolah tidak memanfaatkan kesempatan yang ada

untuk melakukan evaluasi tentang program pembelajaran. Kepala sekolah tersebut membiarkan para

guru menggunakan model mengajar yang telah lama dilaksanakan atau bersifat belaka, sehingga

kepala sekolah tidak mengetahui mana yang harus diperbaiki dan mana yang dikembangkan dalam

program pembelajaran.

Seharusnya kepala sekolah mendorong para guru menggunakan model- model mengajar yang

dapat memberi jaminan bahwa pembelajaran dilakukan atas dasar prinsip-prinsip pedagogik.

Dukungan kepala sekolah mi diwujudkan dalam bentuk menyediakan fasilitas yang diperlukan untuk

program pembelajaran. Sejalan dengan pendapat tersebut, maka pijakan utama bagi praktek

pembelajaran yang bijak dan seorang pendidik yang terlatih menurut Susan Issacs (1948) adalah

memberikan suatu kerangka kerja yang kokoh untuk kontrol dan rutin serta bantuan nyata sesuai

aturan-aturan sosial, namun tetap dengan kebebasan pribadi yang luas (Hinsheiwood dalam Palmer,

Page 162: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

2003:11). Artinya keterampilan guru dalam menggunakan sarana dan prasarana belajar secara

optimal adalah penting.

2. Arti dan Makna Model Model Pengajaran

Untuk mengatasi berbagai problematika dalam pelaksanaan pembelajaran, tentu diperlukan

model-model mengajar yang dipandang mampu mengatasi kesulitan guru melaksanakan tugas

mengajar dan juga kesulitan belajar peserta didik. Model diartikan sebagai kerangka konseptual yang

digunakan sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan. Model dapat dipahami sebagai: (1) suatu

tipe atau desain; (2) suatu deskripsi atau analogi yang dipergunakan untuk membantu proses

visualisasi sesuatu yang tidak dapat dengan langsung diamati; (3) suatu sistem asumsi-asumsi, data-

data dan inferensi-inferensi yang dipakai untuk menggambarkan secara matematis suatu obyek atau

peristiwa; (4) suatu desain yang disederhanakan dari suatu sistem kerja, suatu terjemahan realitas

yang disederhanakan, (5) suatu deskripsi dati suatu sistem yang mungkin atau imajiner; dan (6)

penyajian yang diperkecil agar dapat menjelaskan dan menunjukkan sifat bentuk aslinya

(Komaruddin, 2000:152).

Model dirancang untuk mewakili realitas yang sesungguhnya. walaupun model itu sendiri

bukanlah realitas dan dunia yang sebenarnya. Atas dasar pengertian tersebut, maka model mengajar

dapat dipahami sebagai kerangka konseptual yang mendeskripsikan dan melukiskan prosedur yang

sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar dan pembelajaran untuk mencapai tujuan

belajar tertentu. dan berfungsi sebagai pedoman bagi perencanaan pengajaran bagi para guru dalam

melaksanakan aktivitas pembelajaran.

Model mengajar menurut Joyce dan Weil (2000:13) adalah suatu deskripsi dan lingkungan

belajar yang menggambarkan perencanaan kurikulum. kursus-kursus, desain unit-unit pelajaran dan

pembelajaran, perlengkapan belajar, buku-buku pelajaran. buku-buku kerja, program multimedia, dan

bantuan belajar melalui program komputer. Sebab model-model ini menyediakan alat-alat belajar

yang diperlukan bagi para siswa. Hakekat mengajar (teaching) menurut Joyce dan Weil adalah

membantu para pelajar memperoleh informasi, ide, keterampilan, nilai, cara berpikir, sarana untuk

mengekspressikan dirinya, dan belajar bagaimana cara belajar. Hasil akhir atau hasil jangka panjang

dan mengajar adalah kemampuan siswa yang tinggi untuk dapat belajar lebih mudah dan lebih efektif

di masa yang akan datang. Model mengajar tidak hanya memiliki makna deskriptif dan kekinian,

akan tetapi juga bermakna prospektif dan berorientasi kemasa depan.

Joyce dan Weil (2000) mengemukakan ada empat kategori yang penting diperhatikan dalam

model mengajar, yakni model informasi, model personal, model interaksi dan model tingkah laku.

Page 163: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Model mengajar yang telah dikembangkan dan dites keberlakuannya oleh para pakar pendidikan

dengan mengklasifikasikan model pembelajaran pada empat kelompok yaitu:

1. Model pemrosesan informasi (Information Processing Models) meiijelaskan bagaimana cara

individu memberi respon yang datang dari lingkungannya dengan cara mengorganisasikan data,

memformulasikan masalah, membangun konsep dan rencana pemecahan masalah serta

penggunaan simbol-simbol verbal dan non verbal. Model ini memberikan kepada pelajar

sejumlah konsep, pengetesan hipotesis, dan memusatkan perhatian pada pengembangan

kemampuan kreatif. Model pengelolaan informasi mi secara umum dapat diterapkan pada sasaran

belajar dan berbagai usia dalam mempelajari individu dan masyarakat. Karena itu model mi

potensial untuk digunakan dalam mencapai tujuan-tujuan yang berdimensi personal dan sosial

disamping yang berdimensi intelektual.

2. Model personal (Personal Family) merupakan rumpun model pembelajaran yang menekankan

kepada proses mengembangkan kepribadian individu siswa dengan memperhatikan kehidupan

emosional. Proses pendidikan sengaja diusahakan untuk memungkinkan seseorang dapat

memahami dirinya sendiri dengan baik. memikul tanggung jawab. dan lebih kreatif untuk

mencapai kualitas hidup yang lebih baik. Model mi memusatkan perhatian pada pandangan

perseorangan dan berusaha menggalakkan kemandirian yang produktif, sehingga manusia

menjadi semakin sadar diri dan bertanggung jawab atas tujuannya.

3. Model sosial (Social Family) menekankan pada usaha mengembangkan kemampuan siswa agar

memiliki kecakapan untuk berhubungan dengan orang lain sebagai usaha membangun sikap siswa

yang demokratis dengan menghargai setiap perbedaan dalam realitas sosial. Inti dan sosial model

ini adalah konsep “synergy” yaitu energi atau tenaga (kekuatan). yang terhimpun melalui kerja

sama sebagai salah satu fenomena kehidupan masyarakat. Dengan menerapkan model sosial

pembelajaran di arahkan pada upaya melibatkan peserta didik dalam menghayati, mengkaji,

menerapkan dan menerima fungsi dan peran sosial. Model sosial mi dirancang untuk

memanfaatkan fenomena kerja sama, membimbing para siswa mendefinisikan masalah.

mengeksplorasi berbagai cakrawala mengenai masalah, mengumpulkan data yang relevan, dan

mengembangkan serta mengetes hipotesis. Karena itu guru seyogiyanya mengorganisasikan

belajar melalui kerja kelompok dan mengarahkannya, kemudian pendidikan dalam masyarakat

yang demokratis seyogiyanya mengajarkan proses demokratis secara langsung, jadi pendidikan

harus diorganisasikan dengan cara melakukan penelitian bersama (cooperative inquiry) terhadap

masalah-masalah sosial dan masalah-masalah akademis.

Page 164: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

4. Model sistem perilaku dalam pembelajaran (Behavioral Model of Teaching) dibangun at4s dasar

kerangka teori perubahan perilaku. melalui teori ini siswa dibimbing untuk dapat memecahkan

masalah belajar melalui penguraian perilaku ke dalam jumlah yang kecil dan berurutan.

Sejalan dengan hal itu teori konvergensinya William Stem implementasinya dalam hal belajar

mengajar telah menyebabkan munculnya berbagai teori-teori belajar dan teori atau model mengajar

seperti: (1) model behavioral yang terdiri dan belajar tuntas. belajar kontrol diri sendiri. Simulasi dan

belajar asertif (2) model pemrosesan informasi yang terdiri dan model mengajar inkuiri, presentase

kerangka dasar atau “advance organizer”, dan model pengembangan berpikir; dan (3) lain sebagainya

yang dapat dijadikan pendekatan yang efektif dalam pengajaran. Dalam program pengajaran yang

menggunakan model satuan pelajaran, guru masih mempunyai kemungkinan untuk mengadakan

perubahan-perubahan yang dipandang penting dalam pelaksanaannya. Model satuan pelajaran

merupakan model yang paling sederhana, tetapi memberikan peranan yang lebih besar kepada guru-

guru sebagai perencana pembelajaran.

Tetapi model pengajaran dengan modul, model pengajaran dengan kaset video, kaset audio,

komputer, dan pengajaran berprogram pelaksanaannya dalam pembelajaran benar-benar harus sesuai

dengan yang telah direncanakan dalam perencanaan program pengajaran yang disusun oleh guru.

Kelima model pengajaran yang digunakan tersebut termasuk ke dalam pengajaran sebagai sistem,

memiliki ciri-ciri atau prinsip-prinsip yang sama. Perbedaannya adalah terletak pada penggunaan

perangkat keras atau alat-alat teknologi yang digunakan dalam mengimplementasikan model-model

mengajar.

Kembali kepada model satuan pelajaran, bahwa dalam model satuan pelajaran yang disusun

oleh guru dengan menjabarkan tujuan instruksional umum yang ada dalam kurikulum atau GBPP

menjadi tujuan instruksional khusus. Model satuan pelajaran mi guru menentukan dan menyusun alat

evaluasi untuk mengukur kemajuan belajar siswa, memilih dan merumuskan bahan ajaran,

merencanakan proses belajar mengajar atau pembelajaran, serta menentukan media dan alat

pengajaran. Penggunaan model mi selain sederhana juga tidak menuntut biaya yang tinggi, karena

disusun oleh guru sendiri baik mengenai isi, media yang digunakan, dan kegiatan pembelajaran.

Sedangkan model pembelajaran dengan kaset video, kaset audio, komputer, dan pengajaran

berprograma disusun oleh tim atau lembaga khusus yang terdiri dan beberapa ahli. Peran guru dalam

model mi adalah sebagai pelaksana atau fasilitator belajar, karena semua komponen pengajaran telah

disusun secara terpadu dalam pusat teknologi pembelajaran.

Model pengajaran ini menuntut biaya yang tinggi, tetapi memungkinkan pengajaran

dilaksanakan secara individual, sehingga beberapa prinsip pengajaran yang baik hampir seluruhnya

Page 165: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

dapat dilaksanakan. Beberapa prinsip pengajaran yang baik menurut Ibrahim dan Nana Syaodih

(1996:53) yaitu penyesuaian pengajaran dengan perbedaan individual siswa, maju berkelanjutan.

kenaikan kelas secara otomatis, belajar tuntas, program pengayaan dan program perbaikan. Dalam

model ini, guru dapat memilih topik atau kegiatan yang akan disajikan di kelas. tetapi tidak dapat

mengubah dan menyesuaikannya dengan keadaan lingkungan.

a. Pendekatan atau Model Interaksi Sosial

Dalam uraian mengenai tahapan instruksional telah dijelaskan bahwa dalam proses

pengajaran, intinya adalah belajar para siswa. kadar tingginya kegiatan belajar banyak dipengaruhi

oleh pendekatan dan model belajar mengajar yang digunakan guru. Ada beberapa pendapat mengenai

pendekatan mengajar antara lain sebagaimana di kemukakan oleh Richard Anderson (1959:201)

mengajukan dua pendekatan yang berorientasi kepada guru atau disebut teacher centered dan

pendekatan yang berorientasi kepada siswa atau disebut student centered. Pendekatan pertama

disebut pula tipe otokratis karena pendekatannya satu arah dan guru dan pendekatan kedua disebut

tipe demokratis karena guru memberi peluang murid mengajukan pendapatnya.

Pendapat lainnya di kemukakan oleh Massialas (1975 :21) yang mengajukan dua pendekatan

yakni pendekatan ekspositorz dan pendekatan inquiry. Kedua pendapat di atas pada hakikatnya sama,

hanya istilahnya saja yang berbeda. Pendekatan interaksi sosial hampir memiliki persamaan dengan

pendekatan inquiry terutama “social inquiry”. Pendekatan mi menekankan terbentuknya hubungan

antara individu/siswa yang satu dengan siswa yang lainnya sehingga dalam konteks yang lebih luas

terjadi hubungan sosial individu dengan masyarakat. Oleh sebab itu proses belajar mengajar

hendaknya mengembangkan kemampuan dan kesanggupan siswa untuk mengadakan hubungan

dengan orang lain!siswa lain, mengembangkan sikap dan perilaku yang demokratis, serta

menumbuhkan produktivitas kegiatan belajar siswa.

Metode-metode belajar yang paling diutamakan dalam pendekatan ini antara lain diskusi,

problem solving, metode simulasi, bekerja kelompok, dan metode lain yang menunjang

berkembangnya hubungan sosial siswa. Pendekatan interaksi sosial pada hakikatnya bertolak dan

pemikiran pentingnya hubungan pnbadi (interpersonal relationship) dan hubungan sosial atau

hubungan individu dengan lingkungan sosialnya. Proses belajar pada hakikatnya adalah mengadakan

hubungan sosial dalam pengertian siswa berinteraksi dengan siswa lain dan berinteraksi dengan

kelompoknya. Langkah yang ditempuh guru dalam pendekatan mi adalah: (1) guru melemparkan

masalah dalam bentuk situasi sosial kepada para siswa; (2) siswa dengan bimbingan guru menelusuri

berbagai macam masalah yang terdapat dalam situasi tersebut, (3) siswa diberi tugas atau

permasalahan untuk dipecahkan. dianalisis, dikerjakan yang berkenaan dengan situasi tersebut; (4)

Page 166: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

dalam memecahkan masalah belajar tersebut siswa diminta untuk mendiskusikannya (5) siswa

memuat kesimpulan dan hasil diskusinya; dan (6) pembahasan kembali hasil-hasil kegiatannya.

Contoh pendekatan ini antara lain adalah menggunakan metode sosiodrama atau bermain

peran (role playing). Ktterlibatan siswa dalam melakukan kegiatan belajar cukup tinggi terutama

dalam bentuk partisipasi dalam kelompoknya, partisipasi ini menggambarkan adanya interaksi sosial

di antara sesama murid dalam kelompok tersebut. Oleh karena itu pendekatan ini boleh dikatakan

berorientasi kepada siswa dengan mengembangkan sikap demokratis, artinya sesama mereka mampu

saling menghargai, meskipun di antara mereka ada perbedaan;

Page 167: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

b. Model Pembelajaran Alam Sekitar

Gerakan pendidikan yang mendekatkan anak dengan alam sekitarnya adalah gerakan

pengajaran alam sekitar, perintis gerakan ini antara lain adalah Fr. Finger (1808-1888) di Jerman

dengan “heimatkunde” (pengajaran alam sekitar), dan J. Ligthart (1859-1916) di Belanda dengan

“Het Voile Leven” (kehidupan senyatanya). Beberapa prinsip gerakan “heimatkunde” adalah: (1)

dengan pengajaran alam sekitar itu, guru dapat memperagakan secara langsung sesuai dengan sifat-

sifat atau dasar-dasar pengajaran; (2) pengajaran alam sekitar memberikan kesempatan sebanyak-

banyaknya agar anak aktif atau giat tidak hanya duduk, dengar, dan catat saja; dan (3) pengajaran

alam sekitar memungkinkan untuk memberikan pengajaran totalitas, yaitu suatu bentuk dengan ciri-

ciri: (a) suatu pengajaran yang tidak mengenai pembagian mata pengajaran dalam daftar pengajaran,

tetapi guru memahami tujuan pengajaran dan mengarahkan usahanya untuk mencapai tujuan. (b)

suatu pengajaran yang menarik minat, karena segala sesuatu dipusatkan atas suatu bahan pengajaran

yang menarik perhatian anak dan diambilkan dan alam sekitarnya, dan (c) suatu pengajaran yang

memungkinkan segala bahan pengajaran itu berhubung-hubungan satu sama lain seerat-eratnya

secara teratur: (4) pengajaran alam sekitar memberi kepada anak bahan apersepsi intelektual yang

kukuh dan tidak verbalitas; dan (5) pengajaran alam sekitar memberikan apersepsi emosional. karena

alam sekitar mempunyai ikatan emosional dengan anak.

Alam sekitar tidak berbeda untuk anak maupun orang dewasa, segala kejadian di alam

sekitarnya merupakan sebagian dan hidupnya sendiri dalam suka maupun duka seperti kelahiran,

kematian, pesta, panen, gotong royong. berladang. dan sebagainya. Alam sekitar sebagai fundamen

pendidikan dan pengajaran memberikan dasar emosional, sehingga anak menaruh perhatian yang

spontan terhadap segala sesuatu yang diberikan kepadanya asal itu didasarkan atas dan diambil dan

alam sekitar. J. Ligthart (1859-1916) mengemukakan pegangan dalam “Het Voile Leven” yaitu: (1)

anak harus mengetahui barangnya terlebih dahulu sebelum mendengar namanya; (2) pengajaran

sesungguhnya harus mendasarkan pada pengajaran selanjutnya atau mata pengajaran yang lain harus

dipusatkan atas pengajaran itu; dan (3) haruslah diadakan perjalanan memasuki hidup senyatanya

kesemua jurusan, agar murid paham akan hubungan antara bermacam-macam lapangan dalam

hidupnya.

Pokok-pokok pendapat pengajaran alam sekitar tersebut telah banyak dilakukan di sekolah,

baik dengan peragaan, penggunaan bahan lokal dalam pengajaran dan lain-lain. Mengacu pada

konsep pendidikan alam sekitar Tirtarahandja dan Sula (2000:202) berpendapat bahwa beberapa

tahun terakhir ini telah ditetapkan adanya materi pelajaran muatan lokal dalam kurikulum, termasuk

penggunaan alam sekitar. Dengan kurikulum muatan lokal tersebut diharapkan anak semakin dekat

Page 168: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

dengan alam sekitar dan masyarakat lingkungannya. Di samping alam sekitar sebagai isi bahan ajar,

alam sekitar juga menjadi kajian empirik melalui percobaan, studi banding, dan sebagainya. Dengan

memanfaatkan sumber-sumber dan alam sekitar dalam kegiatan belajar dan mengajar, dimungkinkan

anak akan lebih menghargai, mencintai, dan melestarikan lingkungan alam sekitar sebagai sumber

kehidupannya.

c. Model Pembelajaran Pusat Perhatian

Pengajaran pusat perhatian dirintis oleh Ovide Decroly (1871-1932) dan Belgia dengan

pengajaran melalui pusat-pusat minat (Centres d ‘interet), disamping pendapatnya tentang pengajaran

global. Pendidikan menurut Decroly berdasar pada semboyan “Ecole pour la vie, par la vie” (sekolah

untuk hidup dan oleh hidup). Anak harus dididik untuk dapat hidup dalam masyarakat dan

dipersiapkan dalam masyarakat, anak harus di arahkan kepada pembentukan individu dan anggota

masyarakat. Karenanya, anak harus mempunyai pengetahuan terhadap diri sendiri seperti hasrat dan

cita-citanya, kemudian pengetahuan tentang dunianya seperti lingkungannya dan tempat hidup di hari

depannya. Menurut Decroly dunia mi terdiri dan alam dan kebudayaan, dan dunia itu harus hidup

yang dapat mengembangkan kemampuan untuk mencapai cita-Cita.

Hasil penelitian yang mendalam oleh Ovide Decroly menyumbangkan dua pendapat yang

berguna bagi pendidikan dan pengajaran yaitu: (I) metode global (keseluruhan) hasil yang diperoleh

dan observasi dan tes, menunjukkan bahwa anak mengamati dan mengingat secara global

(keseluruhan). Mengingat keseluruhan lebih dulu baru bagian-bagian sama dengan prinsip psikologi

Gestalt. Dalam mengajarkan membaca dan menulis ternyata mengajarkan kalimat lebih mudah

daripada kata-kata lepas, sedangkan kata lebih mudah diajarkan ketimbang huruf-huruf secara

mandiri. Metode mi bersifat video visual sebab arti sesuatu kata yang diajarkan itu selalu

diasosiasikan dengan tanda (tulisan) atau gambar yang dapat dilihat; dan (2) centre d ‘interet

(pusatpusat minat). Hasil penelitian psikologiknya menunjukkan bahwa anak-anak mempunyai minat

yang spontan (sewajarnya).

Bagi Decroly sekolah merupakan suatu laboratorium guna mengadakan penyelidikan demi

kebaikan sistem pendidikan dan pengajaran. Pada sekolah tersebut diuji berbagai dasar aliran dalam

dunia pengajaran modern seperti: (1) sekolah berhubungan langsung dengan alam dan penghidupan

sekitarnya; (2) pendidikan dan pengajaran berdasarkan atas perkembangan anak. Tiap-tiap anak

mempunyai perbedaan antara lain kesanggupan, tingkat kepandaian, tempo mama perkembangan,

perhatian, pembawaan, bakat, dan sebagainya; (3) sekolah kerja; (4) pendidikan yang fungsional dan

praktis; (5) pendidikan kesosialan dan kesusilaan dengan memberi kesempatan untuk beker jasama;

(6) kerja sama antar rumah dan sekolah; (7) koedukasi; dan (8) mempergunakan alat baru seperti

Page 169: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

percetakan, pengumpulan alat pelajaran oleh siswa sendiri. Semua hal mi telah dipraktekkan Decroly

di sekolahnya.

Pengajaran harus disesuaikan dengan minat-minat spontan, sebab apabila tidak, maka

pengajaran itu tidak akan banyak hasilnya anak mempunyai minat-minat spontan terhadap diri sendiri

yang dibedakan menjadi dorongan mempertahankan diri, dorongan mencari makan dan minum, dan

dorongan memelihara diri. Sedangkan minat terhadap masyarakat (biososial) ialah dorongan sibuk

bermain-main dan dorongan meniru orang lain. Dorongan-dorongan inilah menurut Tirtarahardja dan

Sula (2000:204) yang digunakan sebagai pusat-pusat minat. Sedangkan pendidikan dan pengajaran

harus selalu dihubungkan dengan pusat-pusat minat tersebut. Gerakan pengajaran pusat perhatian

tersebut telah mendorong berbagai upaya agar dalam kegiatan belajar mengajar diadakan berbagai

variasi cara mengajar agar perhatian para siswa tetap terpusat pada bahan ajaran. Peluang untuk

memvariasikan pengajaran terbuka luas dengan kemajuan teknologi, hal ini menyebabkan upaya

menarik minat belajar menjadi lebih besar. Pemusatan perhatian dalam pengajaran dilakukan bukan

hanya pada pembukaan pelajaran, tetapi pada setiap pembahasan materi pelajaran sehingga tidak ada

waktu yang disia-siakan dan pengajaran berlangsung dengan penuh anti.

d. Model Pembelajaran Sekolah Kerja

Gerakan sekolah kerja dapat dipandang sebagai titik kulminasi dan pandangan-pandangan

yang mementingkan pendidikan keterampilan dalam pendidikan. Tokoh pendidikan sekolah kerja mi

adalah G. Kerschensteiner (1854-1932) dengan konsep “Arbeitschule”-nya (Sekolah Kerja) di

Jerman. Perlu di kemukakan bahwa sekolah kerja itu bertolak dan pandangan bahwa pendidikan tidak

hanya demi kepentingan individu, tetapi juga demi kepentingan masyarakat. Dengan kata lain

sekolah berkewajiban menyiapkan warga negara yang baik yakni: (1) tiap orang adalah pekerja dalam

salah satu lapangan jabatan; (2) tiap orang wajib menyumbangkan tenaganya untuk kepentingan

negara; dan (3) dalam menunaikan kedua tugas tersebut haruslah selalu diusahakan

kesempurnaannya, agar dengan jalan itu tiap warga negara ikut membantu mempertinggi dan

menyempurnakan kesusilaan dan keselamatan negara.

Tujuan sekolah kerja mi menurut G. Kerschensteiner adalah: (1) menambah pengetahuan

anak, yaitu pengetahuan yang didapat dan buku atau orang lain, dan yang didapat dan pengalaman

sendiri; (2) agar anak dapat memiliki kemampuan dan kemahiran tertentu; dan (3) agar anak dapat

memiliki pekerjaan sebagai persiapan jabatan dalam mengabdi negara. G. Kerschensteiner

berpendapat bahwa kewajiban utama sekolah adalah mempersiapkan anak-anak untuk dapat bekerja.

Bekerja di sini bukan pekerjaan otak yang dipentingkan, melainkan pekerjaan tangan, sebab

Page 170: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

pekerjaan tangan adalah dasar dan segala pengetahuan adat, agama. bahasa, kesenian. ilmu

pengetahuan. Dan lain-lain.

Dengan banyaknya macam pekerjaan yang menjadi pusat pelajaran. maka sekolah kerja

dibagi menjadi tiga golongan besar yaitu: (1) sekolah-sekolah perindustrian seperti tukang cukur,

tukang cetak, tukang kayu, tukang daging, masinis, dan lain-lain; (2) sekolah-sekolah perdagangan

seperti makanan, pakaian bank, asuransi, pemegang buku, porselin, pisau, gunting. dan lain-lain; dan

(3) sekolah-sekolah rumah tangga bertujuan mendidik para calon ibu yang diharapkan akan

menghasilkan warga negara yang baik. Setiap pekerjaan itu dilaksanakan di sekolah, oleh karena itu

sekolah idealnya dipersyaratkan harus mempunyai alat-alat lengkap dan tempat atau ruang yang

cukup, dapur, laboratorium, perpustakaan, kebun sekolah, tempat bertukang, dan sebagainya tersedia

di sekolah.

Pengikut G. Kerschensteiner antara lain adalah Leo de Paeuw seorang direktur jenderal

pengajaran normal di Belgia mendirikan sekolah kerja seperti Kerschensteiner yaitu: (1) sekolah

teknik kerajinan; (2) sekolah dagang; (3) sekolah pertanian bagi anak laki-laki; (4) sekolah rumah

tangga kota; dan (5) sekolah rumah tangga desa. Kedua yang terakhir mi khusus untuk para gadis,

dan dapat berhasil baik. Sedangkan sekolah-sekolah lainnya bersifat intelektualistik. Peranan sekolah

kejuruan pada tingkat menengah inilah menurut Tirtarahardja dan Sula (2000:206) merupakan tulang

punggung penyiapan tenaga terampil yang diperlukan negara-negara membangun seperti Indonesia.

Bagi para generasi muda Indonesia pendidikan keterampilan itu sangat diperlukan terlebih lagi bagi

setiap orang yang akan memasuki lapangan kerja.

e. Model Pembelajaran Individual

Sejak lama diketahui adanya perbedaan di antara berbagai individu siswa yang tak dapat tiada

harus diperhatikan. Perbedaan terdapat juga dalam gaya belajar murid, karena itu pengajaran

individual akan senantiasa merupakan masalah yang menarik perhatian para pendidik untuk dikaji

dan dianalisis. Tugas-tugas yang dikerjakan para murid di rumah kebanyakan menuntut kegiatan

secara individual, beberapa kegiatan dan pemberian tugas di sekolah juga dapat dikerjakan secara

individual, seperti memecahkan soal, melakukan pengamatan atau percobaan di laboratorium, dan

sebagainya.

Pembelajaran secara individual tampak pada perilaku atau kegiatan guru dalam mengajar

yang menitikberatkan pada pemberian bantuan dan bimbingan belajar kepada masing-masing siswa

secara individual. Susunan suatu tujuan belajar yang didesain untuk belajar mandiri harus disesuaikan

dengan karakteristik individual dan kebutuhan tiap siswa. I3entuk-bentuk belajar mandiri antara lain

adalah: (1) self instruction semacam modul; (2) independent study; (3) individualized prescribed

Page 171: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

instruction; dan (4) self pacet learning. Untuk tujuan belajar meningkatkan kemampuan kognitif dan

psikomotorik lebih banyak ditempuh dengan belajar mandiri. Pada model pembelajaran secara

individual, guru memberikan bantuan belajar kepada masing-masing pribadi siswa sesuai mata

pelajaran yang diajarkan oleh guru yang bersangkutan. Perilaku pembelajaran individual ini guru

akan memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada masing-masing individu siswa untuk dapat

belajar sesuai dengan kemampuan yang dimiliki siswanya.

Kemudian ada kesempatan bagi masing-masing individu siswa untuk mengembangkan

kemampuan yang dimiliki siswa, artinya setiap individu siswa memiliki paket belajar secara

individual yang sesuai dengan tujuan belajarnya secara individual juga. Dalam pembelajaran secara

individual, masing-masing siswa menyusun program belajarnya sendiri, siswa mempunyai

keleluasaan belajar berdasarkan kemampuannya sendiri, mempunyai kedudukan yang bersifat sentral,

yang menjadi pusat pelayanan dalam pembelajaran. Posisi guru dalam model pembelajaran individual

adalah membantu siswa membelajarkan siswa, membantu merencanakan kegiatan belajar siswa

sesuai dengan kemampuan dan daya dukung yang dimiliki siswa.

Guru membicarakan kepada siswa mengenai pelaksanaan belajarnya, mengemukakan kriteria

keberhasilan belajar, dan menentukan alokasi waktu maupun kondisi belajar yang tepat bagi siswa

secara individual. Peran guru selanjutnya adalah sebagai penasehat atau pembimbing belajar,

membantu siswa untuk mengadakan penilaian belajar dan kemajuan yang telah dicapainya. Guru

mengorganisasikan kegiatan belajar yaitu mengatur dan memonitor kegiatan belajar siswa sejak awal

sampai akhir sesuai schedul yang disepakati. Model pelayanan belajar secara individual mi

menggunakan pendekatan yang terbuka antara guru dan siswa, yang bertujuan untuk menimbulkan

perasaan bebas dalam belajar sehingga terjadi hubungan yang harmonis antara guru dengan siswa

dalam belajar.

f. Model Pembelajaran Klasikal

Gioup presentation adalah kegiatan penyampaian pelajaran kepada sejumlah siswa, yang

biasanya dilakukan oleh pengajar dengan berceramah di kelas. Model pembelajaran individual

menurut Nasution (2000) lebih sukar dijalankan daripada model pengajaran klasikal. Pembelajaran

klasikal mencerminkan kemampuan utama guru, karena pembelajaran klasikal ini merupakan

kegiatan belajar dan mengajar yang tergolong efisien. Pembelajaran secara klasikal ini memberi arti

bahwa seorang guru melakukan dua kegiatan sekaligus yaitu mengelola kelas dan mengelola

pembelajaran. Pengelolaan kelas adalah penciptaan kondisi yang memungkinkan terselenggaranya

kegiatan pembelajaran secara baik dan menyenangkan yang dilakukan di dalam kelas diikuti

sejumlah siswa yang dibimbing oleh seorang guru.

Page 172: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Dalam hal ini guru dituntut kemampuannya menggunakan teknik-teknik penguatan dalam

pembelajaran agar ketertiban belajar dapat diwujudkan. Pengajaran klasikal dirasa lebih sesuai

dengan kurikulum yang uniform. yang dinilai melalui ujian yang uniform pula. Hasil penelitian J. H.

Pestalozzi (1746- 1827) mengajarkan bermacam-macam mata pelajaran pertukaran di sekolahnya.

Sejak Pestalozzi pengajaran kiasikal menjadi populer sebagai pengganti pengajaran individual oleh

seorang tutor. Pengajaran klasikal merupakan keharusan dalam menghadapi jumlah murid yang

membanjiri sekolah sebagai akibat demokrasi, industrialisasi, pemerataan, dan pendidikan atau

kewajiban belajar. Dengan sendirinya dicari usaha untuk memperbaiki pengajaran klasikal itu.

Kurikulum dijadikan uniform bagi seluruh negara, ujian akhir dan tes masuk sedapat mungkin

disamakan untuk semua jenis sekolah.

Buku pelajaran yang diterbitkan oleh pemerintah sama bagi semua, bila diizinkan buku-buku

lain dapat digunakan asalkan dasarnya sama yaitu mengacu pada kurikulum yang telah ditentukan

pemerintah. Dicari metode pendidikan klasikal yang paling efektif dan paling baik bagi kelas atau

kelompok. Guru yang dipersiapkan adalah guru yang baik bagi kelas. Pestalozzi diakui sebagai tokoh

yang melahirkan gagasan-gagasan besar tentang pendidikan antara lain : (1) mendemokrasikan

pendidikan dengan menyatakan adalah hak mutlak dan setiap anak untuk mengembangkan potensi

dirinya sepenuhnya; (2) mempsikologikan pendidikan, yaitu teori dan praktek pendidikan harus

didasarkan pada psikologi atau ilmu tentang karakteristik jiwa individu manusia; (3) mendasarkan

pendidikan pada perkembangan organik daripada pemindahan gagasan-gagasan; (4) pendidikan mulai

dengan persepsi tentang objek-objek yang konkrit, pembentukan tindakan-tindakan yang konkrit, dan

pengalaman terhadap respon-respon emosional yang aktual; (5) perkembangan adalah sebuah

pembangunan potensi secara berangsur-angsur. Setiap bentuk pengajaran harus dilakukan dengan

perlahan-lahan, melalui yang berangsur-angsur, sesuai dengan pemekaran kemampuan-kemampuan

dan anak; (6) perasaan-perasaan keagamaan dibentuk mendahului dan kata-kata atau simbol-simbol

yang dimiliki anak; (7) perlu ada pandangan yang revolusioner tentang disiplin, yang didasarkan pada

kemamuan baik dan kerja sama antar pelajar dengan pengajar; dan (8) diperlukan alat baru dalam

pendidikan guru dan studi tentang pendidikan sebagai sebuah ilmu (Mudyahardjo, 2001:121)

Pendapat Pestalozzi tersebut implementasinya dalam pendidikan dilakukan dalam pengajaran

klasikal jangan sampai merugikan bagi kepentingan anak sebagai individu dalam belajar, hal yang

diperhatikan adalah kelas sebagai keseluruhan. Guru mencoba menyesuaikan pengajarannya dengan

kemampuan rata-rata anak, Ia tahu bahwa Ia terpaksa menghambat kemajuan anak-anak yang cepat

serta mengabaikan anak-anak yang lambat, hal ini penting untuk diketahui bagi setiap guru, agar ia

dapat menentukan solusi yang paling arif. Walaupun pengajaran klasikal sangat umum dijalankan, ini

Page 173: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

tidak berarti bahwa perbedaan individual dapat diabaikan. Nasution (2000:41) berpendapat bahwa

justru karena pengajaran kita bersifat klasikal, harus lebih diperhatikan perbedaan individual, yaitu

guru dengan sadar memaksa dirinya memberi perhatian kepada setiap anak secara individual di

kelasnya.

Kegiatan-kegiatan belajar yang bersifat menerima atau menghafal pada umumnya diberikan

secara klasikal. Siswa yang berjumlah kurang lebih 30 atau 40 orang siswa, pada waktu yang sama

menerima bahan yang sama, umumnya kegiatan ini diberikan dalam bentuk ceramah. Dalam

mengikuti kegiatan belajar ini, murid-murid dituntut untuk selalu memusatkan perhatian terhadap

pelajaran. kelas harus sunyi dan semua murid duduk ditempat masing-masing mengikuti uraian guru.

Pengelolaan pembelajaran yang bertujuan untuk mencapai tujuan belajar, dapat dilakukan melalui

tindakan penciptaan tertib belajar di kelas. Penciptaan suasana menyenangkan dalam belajar ini

dilakukan dengan pemusatan perhatian pada bahan pelajaran dengan menggunakan pendekatan yang

sesuai dengan materi pelajaran, dan mengikutsertakan siswa secara aktif sesuai dengan kondisi siswa.

Belajar secara klasikal cenderung menempatkan siswa dalam posisi pasif. sebagai penerima

bahan ajaran. Upaya rnengaktifkan siswa clapat

menggunakan metode tanya jawab. demonstrasi, diskusi, dan lain-[ain yang sesuai bagi para murid-

muridnya. Sehubungan dengan hal itu Pestalozzi mengatakan tujuan pendidikan adalah tercapainya

perkembangan anak yang serasi mengenai daya jiwa. Untuk membantu peserta didik memikul

tanggung jawab atas perilakunya dan tanggung jawab lingkungan sosialnya sehingga dapat digunakan

dalam lingkungan kelas. Model ini dalam kelas diwujudkan dalam bentuk suatu pertemuan dimana

kelompok bertanggung jawab untuk membangun sistem sosial yang sesuai.

Penerapan model ini dimaksudkan untuk melaksanakan unsur perbedaan perseorangan dengan tetap

menghargai tugas-tugas bersama dan hak-hak orang lain. Model mi memberikan metode langsung

untuk mengelola suasana pengajaran atau “instructional setting” dan untuk mengorganisasikan

peserta didik agar dapat bertanggung jawab atas situasi kelas dalam proses pembelajaran. Model mi

sering disebut “Classroom Management Model”. Model ini memiliki karakteristik yang memberikan

suasana belajar individual dan kelompok, serta pencapaian keterampilan sosial. Model mi juga dapat

digunakan untuk mencapai tujuan yang bersifat akademis.

g. Model Konstruktivis dalam Mengajar

Prinsip yang paling umum dan paling esensial yang dapat diturunkan dan konstruktivisme,

ialah bahwa anak-anak memperoleh banyak pengetahuan di luar sekolah, dan pendidikan seharusnya

memperhatikan hal itu dan menunjang proses alamiah ini. Untuk dapat melaksanakan proses belajar

mengajar semacam ini, di bawah ini disarankan beberapa prinsip mengajarkan sains di sekolah dasar

Page 174: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

(Kamii, 1979). Untuk tingkat sekolah yang lebih tinggi, akan diberikan pula suatu strategi mengajar

yang akan dibahas dibagian lain. Model konstruktivisme yang dikemukakan Piaget ini memberi

arahan kepada guru untuk membangkitkan kemampuan berpikir anak dalam belajar, adapun prinsip-

prinsip yang perlu diperhatikan menurut Piaget adalah hal-hal berikut ini.

1) Menyiapkan Benda-Benda Nyata untuk Digunakan Siswa

Ada dua alasan bagi prinsip ini, yaitu pengetahuan fisik diperoleh dengan berbuat pada benda-

benda, dan melihat bagaimana benda-benda itu beraksi. Misalnya, untuk mengetahui apakah sebuah

bola yang dibuat dari tanah atau dapat terapung dalam tanah, anak itu harus berbuat sesuatu pada

benda-benda itu dan memperoleh jawaban dan benda-benda itu. Sambil ia mengubah-ubah perbuatan

atau tindikannya,. ia menghubungkan perubahan-perubahan dalam perbuatannya dan perubahan-

perubahan dalam reaksi benda-benda itu. Bukan hanya mengetahui nsik yang dikembangkannya,

melainkan juga pengetahuan logiko-matematik. Alasan yang kedua pam siswa harus bekerja dengan

benda–benda ialah, bahwa inilah satu-satunya cara mereka dapat menglogiko-matematikkan

kenyataan. Bukan dengan cara belajar kata-kata, para siswa menjadi lebih baik berfikir mengenai

alam nyata.

2) Memperhatikan Empat Cara Berbuat Terhadap Benda

Ada empat cara berbuat terhadap benda-benda yaitu: (1) berbuat terhadap benda-benda dan

melihat bagaimana benda-benda itu beraksi; (2) berbuat terhadap benda-benda untuk menghasilkan

suatu efek yang diinginkan; (3) menjadi sadar bagaimana seorang menghasilkan efek yang

diinginkan; dan (4) menjelaskan. Mengenai pendekatan ketiga Piaget menemukan, bahwa di sekitar

umur 4 atau 5 tahun, anak-anak dapat melakukan banyak hal pada tingkat inteligensi praktis, tetapi

mereka tidak menyadari bagaimana menghasilkan sesuatu yang diinginkan itu. Cara yang keempat

dapat berupa penjelasan langsung dan suatu peristiwa, atau berupa menguji suatu hipotesis secara

sistematis. Bila dipusatkan hanya untuk pada penjelasan-penjelasan, adanya bahaya karena kerapkali

timbul verbalisme.

Bila digunakan dua pendekatan yang pertama, para siswa dapat diminta menjelaskan apa yang

menyebabkan mereka berpikir. Dalam pelajaran “terapung, melayang, dan tenggelam”, misalnya

waktu mereka disuruh membuat “kapal-kapal dan tanah liat”, guru menggunakan pendekatan kedua,

bila ia meminta para siswa untuk membuat kapal tanah hal yang dapat terapung dalam air. Kemudian,

bila guru bertanya apa yang akan terjadi bila anak menempatkan benda-benda dalam kapal tanah hal

itu, maka guru menggunakan pendekatan yang pertama. Kedua pendekatan ini dan juga pendekatan

yang ketiga, mengandung unsur penjelasan dan pada umumnya lebih baik daripada mengajar

menjelaskan, yang bagaimanapun juga sulit bagi para siswa dalam periode-periode konkret.

Page 175: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Pendekatan yang ketiga, yaitu sadar bagaimana seseorang menghasilkan efek yang diinginkan, dapat

digunakan bila guru menganjurkan siswa untuk bertanya pada siswa yang lain bagaimana ia

menyelesaikan tugasnya. Ini merupakan suatu contoh. situasi yang secara edukatif, baik bagi siswa

yang mengajarkan dan bagi siswa yang diajari.

3) Memperkenalkan Kegiatan

Kegiatan-kegiatan itu mungkin menarik bagi para siswa, tetapi jangan dipaksakan pada

mereka. Para siswa hendaknya mempunyai kebebasan untuk mengikuti perhatian mereka sendiri,

oleh karena pikiran itu hanya akan dapat untuk menolak saran-saran guru.

Karena itu menurut Susan Issacs (1946) kerangka. ini merupakan koreksi terhadap ide bahwa

seorang anak tak akan pernah belajar jika ia tidak dibentak atau dipukul, juga bagi gagasan anak tidak

membutuhkan belajar, namun hanya perlu menunjukkan kebaikannya. Kegiatan utama pembelajaran

menurut Susan Issacs adalah memberikan suatu kerangka kerja yang kokoh untuk kegiatan

pembelajaran, karena perkembangan intelektual anak berhubungan erat dengan perkembangan

emosional. Oleh karena itu kebebasan di ruang kelas akan menghilangkan hambatan proses belajar

atau distorsi perkembangan watak dan anak didik.

4) Menciptakan Pertanyaan, Masalah-Masalah dan Pemecahannya

Dewasa ini para pendidik kerap kali menganjurkan “pemecah masalah”. tetapi jarang kita

dengar tentang pentingnya penciptaan masalah-masalah dan pengajuan pertanyaan-pertanyaan. Selain

para siswa mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan atau memecalikan masalah-masalah mereka,

mereka juga termotivasi untuk bekerja keras. Menurut Piaget, perumusan pertanyaan-pertanyaan

merupakan salah satu dan bagian-bagian yang paling penting dan paling kreatif dan sains yang

diabaikan dalam pendidikan sains.

5) Siswa Saling Berinteraksi

Menurut Piaget, pertukaran gagasan-gagasan tidak dapat dihindari untuk perkembangan

penalaran. Walaupun penalaran tidak dapat diajarkan secara langsung, perkembangannya dapat

distimulasi oleh konfrontasi kritis, khususnya dengan teman-teman setingkat. Seperti halnya

perbedaan pendapat itu esensial untuk konstruksi sains, demikian pula hal mi tidak dapat dihindari

untuk mengkonstruksi pengetahuan fisik dan pengetahuan logiko-matematik. Menurut Piaget, para

siswa hendaknya dianjurkan untuk mempunyai pendapat sendiri (walaupun pendapat itu mungkin

‘6salah”), mengemukakannya, mempertahankannya, dan merasa bertanggung jawab atasnya.

Ungkapnya keyakinan secara jujur, akhirnya memupuk ekuilibrasi konstruktif dan membuat para

siswa lebih cerdas dan lebih termotivasi untuk terus belajar, dibandingkan dengan belajar jawaban

“benar”.

Page 176: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Adakalanya guru dapat menganjurkan para siswa untuk membandingkan berbagai gagasan.

Pada kesempatan lain guru membentuk kelompok-kelompok kecil untuk memecahkan masalah

tertentu. Cara ketiga untuk membangkitkan interaksi ialah dengan meminta seluruh kelas seluruh

kelas membandingkan sebagai masalah, pengamatan, dan interpretasi.

6) Hindari Istilah Teknis dan Tekankan Berpikir

Hasil penelitian mengungkapkan, bahwa bahasa dapat memperjelas dan memperkaya

gagasan-gagasan bila para siswa sudah pada tingkat perkembangan yang tinggi. Tetapi, kerapkali

kata-kata dan istilah-istilah teknis merintangi berpikir, oleh karena itu guru hendaknya dapat

membangkitkan gagasan-gagasan untuk melatih dan mengembangkan kemampuan berpikir siswa.

Adakalanya siswa-siswa membandingkan hal-hal yang salah, walaupun demikian, mereka harus

dianjurkan untuk berpikir dengan cara mereka sendiri. Sebagian dan intuisi-intuisi mereka itu ada

yang salah, dan sebagian ada yang betul. dan gagasan-gagasan mi harus ditelusuri dan

dikoordinasikan agar para siswa menjadi pemikir-pemikir yang diharapkan.

7) Memperkenalkan Kembali (Reintroduce) Materi Kegiatan

Anak yang sama bila melihat mobil, atau benda lain apapun juga atau peristiwa, tidak akan

melihat kenyataan yang sama pada umur 6, 10, dan 14 tahun. Alasannya ialah, karena anak yang

lebih tua mengasimilasikan benda-benda ke dalam pengetahuan terstruktur yang lebih baik daripada

anak yang lebih muda. Jadi, pengurutan ketat dan isi tidak perlu, menurut Piaget. Kecuali itu,

penelitian Piaget menunjukkan bahwa anak-anak memperoleh pengetahuan dengan cara-cara yang

amat berbeda dan cara orang dewasa.

Pernyataan bahwa urutan ketat tidak perlu, tidak berarti bahwa semua urutan harus dihindari.

Misalnya, pelajaran “kapal tanah liat” diharuskan untuk kelas 2 hingga kelas 6. Dalam jangka umur

yang panjang ini, guru diberitahu bahwa bagi anak-anak yang lebih muda masalahnya ialah membuat

benda yang akan terapung. Sebaliknya, untuk anak-anak yang lebih tua masalahnya ialah menemukan

mengapa bentuk benda tertentu dapat memuat lebih banyak daripada benda yang lain, dan apa yang

membuat suatu benda itu tenggelam atau terapung.

Suatu urutan yang Lain ditunjukkan oleh dua sasaran berikut, disarankan sesudah para siswa

dapat membuat kapal tanah liatnya terapung: (1) guru dapat menanyakan pada para siswa apakah

mereka mempunyai benda apa saja dalam bangku mereka yang mereka mau tempatkan pada kapal

mereka; dan (2) guru memberi siswa beberapa benda kecil dan menyarankan agar siswa tersebut

menemukan berapa jumlah benda yang dapat dimuat oleh kapalnya. Dalam setiap saran di atas guru

telah membawa “terapung dan tenggelam” ketingkat yang lebih tinggi daripada sebelumnya, dan

yang penting ialah guru tidak memaksakan gagasan-gagasan ini.

Page 177: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Jika saran yang tepat dibuat pada waktu yang tepat, maka hal mi akan membawa siswa ke

pertanyaan-pertanyaan tingkat tinggi, seperti pertanyaan-pertanyaan berikut: (1) apakah kapal yang

sama akan selalu memuat jumlah yang sama, benda-benda yang menyebabkan tenggelam ?; (2)

haruskah benda-benda itu ditempatkan pada posisi yang sama?; (3) apakah yang terjadi bila air

masuk ke dalam kapal ?; dan (4) apa yang terjadi, bila benda-benda itu dilemparkan kedalam kapal ?

(Wihis Dahar, 1996:160-162). Dapat dilihat bahwa ada suatu derajat interaksi yang tinggi antara

pengurutan yang dilakukan guru dan pengurutan yang dilakukan para siswa.

Seni mengajar terletak pada bagaimana memikirkan saat yang tepat, kapan akan mengajukan

suatu pertanyaan yang baik. yang akan memberikan stimulasi pada siswa untuk pindah ketingkat

berpikir yang lebih tinggi, dan akan menahan diri untuk tidak mengajukan pertanyaan. Jadi dalam

bentuk pengajaran klasikal menurut Rooijakkers (2003:73) pada intinya pengajar melakukan berbagai

kegiatan seperti berbicara, menjelaskan, menulis. memikirkan, mempertimbangkan, berjalan,

mendengarkan, bertanya. membaca. membenahi diri, dan sebagainya dalam pembelajaran model

klasikal. Kegiatan model klasikal ini pengajar memberi tahu, mengadakan kontak pada murid dalam

kelas. memberi tugas. dan melakukan evaluasi untuk mengukur sampai dimana para muridnya dapat

menguasai materi pelajaran yang sudah disampaikan.

h. Model Pengembangan Sistem Pengajaran

Prosedur pengembangan sistem instruksional merupakan perwujudan dan penerapan

pendekatan sistem ke dalam sistem pendidikan ke dalam kurikulum sekolah dasar, sekolah lanjutan

pertama, sekolah menengah dan kejuruan. Istilah sistem instruksional yang dipergunakan dalam

prosedur pengembangan sistem instruksional (PPSI) menunjukkan makna sistem, yaitu sebagai suatu

kesatuan yang terorganisasi, yang terdiri dan sejumlah komponen yang saling bergantung satu sama

lain dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. PPSI pada dasarnya ialah

salah satu prosedur mengajar dan belajar yang dipandang dan sudut sistem, sehingga mengajar itu

Page 178: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

menunjukkan suatu sistem yang saling terkait antara satu komponen dengan komponen lainnya dalam

pembelajaran.

Sistem ialah seperangkat objek yang memiliki sejumlah komponen, yang setiap komponennya

saling berinteraksi dan saling mempengaruhi satu sama lainnya. Sebagai suatu sistem, PPSI

mengandung sejumlah komponen, antara lain materi, metode, dan evaluasi yang saling berinteraksi

satu sama lain dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan sebelumnya.

Pengembangan sistem instruksional mempunyai lima langkah pokok yaitu: (1) adalah

merumuskan tujuan institusional khusus, yaitu rumusan mengenai kemampuan atau perilaku yang

diharapkan dimiliki oleh para siswa sesudah mengikuti suatu program pembelajaran. Kemampuan

atau perilaku itu harus dirumuskan secara spesifik dan operasional, sehingga dapat diamati atau

terukur. Perilaku yang spesifik itu dijabarkan dalam tiga kawasan yaitu kognitif, afektif. dan

psikomotorik: (2) adalah pengembangan kegiatan pembelajaran, yaitu menentukan kegiatan belajar

mengajar yang dijabarkan berdasarkan tujuan instruksional khusus yang telah disusun dengan cara

merumuskan semua kemungkinan. kegiatan belajar yang diperlukan guna mencapai tujuan tersebut,

menentukan mana dan sejumlah kegiatan belajar yang perlu siswa. Selanjutnya menetapkan kegiatan

Page 179: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

belajar yang masih perlu di1aksanak oleh siswa guna memantapkan pemahaman mereka: (3)

pengembangan kegiatan pembelajaran, yaitu merencanakan program kegiatan pembelajaran. Pada

perencanaan program pembelajaran ini adalah pokok pelajaran yang diambil dan kurikulum. Dalam

hal mi perlu dirumuskan pokok. pokok materi pengajaran yang akan diberikan kepada siswa sesuai

dengan jenis-jenis kegiatan belajar yang telah ditentukan sebelumnya. Bila perlu untuk setiap materi

pengajaran diberikan uraian singkat untuk memudahkan para guru, menyampaikan pelajaran.

Selanjutnya disusun strategi pembelajaran dengan merumuskan peranan serta kegiatan pembelajaran

yang disusun secara sistematis sesuai dengan situasi kelas. Metode mengajar pun dipilih mana yang

paling sesuai dengan tujuan, termasuk juga di dalamnya alat bantu buku sumber yang diperlukan; (4)

pelaksanaan, yaitu melaksanakan program pembelajaran melalui fase yaitu mengadakan pra-tes,

menyampaikan bahan dan materi: pelajaran, melakukan pos-tes, dan perbaikan pembelajaran

seperlunya pra-tes sudah terkandung seperangkat alat evaluasi yang akan mengukur kemampuan-

kemampuan yang tercantum di dalam tujuan-tujuan instruksional yang telah dijabarkan sebelum para

siswa mengikuti program pembelajaran. Bilamana para siswa telah menguasai kemampuan yang

terdapat dalam tujuan instruksional yang ingin dicapai itu, maka bahkan tidak perlu lagi diajarkan

kepada siswa dalam program pengajaran. Selanjutnya proses pengajaran, dilaksanakan dengan

berpegang kepada perencanaan program kegiatan instruksional, baik dalam hal materi, metode,

maupun media instruksional yang akan dipakai. Sebelum para guru menyajikan materi instruksional,

hendaknya dijelaskan dulu tujuan instruksional khusus yang akan dicapai, sehingga siswa mengetahui

kemampuan-kemampuan apa yang harus dikuasainya setelah selesai mengikuti pengalaman belajar.

Pos-tes diberikan sesudah mereka selesai mengikuti program pembelajaran. Pertanyaan yang

diberikan dalam postes identik dengan pra-tes, hanya berbeda dalam waktu dan fungsinya. Pra-tes

berfungsi menilai kemampuan awal para siswa tentang materi instruksional sebelum pengajaran

diberikan. Sedangkan pos-tes berfungsi menilai kemampuan mereka dalam menguasai materi

instruksional setelah pengajaran diberikan. Dengan demikian dapat diketahui sejauh mana

keberhasilan program pengajaran yang diberikan itu dapat dicapai oleh para siswa dengan

membandingkan hasil pra-tes dengan pos-tes, dan (5) evaluasi kemajuan belajar. penentuan alat

evaluasi dirumuskan berdasarkan tujuan-tujuan instruksional.

Page 180: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Fungsi evaluasi adalah untuk menilai sejauh mana kemajuan hasil belajar siswa dengan

mengukur kemampuannya menguasai kemampuan-kemampuan yang telah dirumuskan dalam tujuan

instruksional khusus. Dalam model mi pengembangan alat evaluasi tidak dilakukan pada langkah

akhir dan kegiatan pengajaran, tetapi pada langkah kedua sesudah tujuan instruksional khusus

ditentukan. Hal mi didasarkan atas prinsip yang berorientasi kepada tujuan atau hasil, bahwa

penilaian terhadap suatu sistem pengajaran didasarkan atas hasil yang akan dicapai yang pertama.

Untuk mengecek apakah rumusan tujuan instruksional tersebut bisa diukur atau tidak, maka

perlu dikembangkan lebih dahulu alat evaluasi sebelum melangkah lebih jauh. Dan pengembangan

alat evaluasi pada langkah ini mungkin dijumpai beberapa jenis tujuan instruksional khusus yang

perlu diganti. mempertegas atau diubah rumusannya. sehingga dapat diukur. Dalam pengembangan

alat evaluasi, perlu ditentukan jenis-jenis tes yang akan dipergunakan. apakah tes tertulis, tes lisan,

atau tes perbuatan. Apakah akan dipergunakan suatu jenis tes, dua jenis tes. atau ketiga-tiganya hal

itu tergantung pada hakikat tujuan instruksional yang hendak dicapai.

Paradigma pengajaran menurut Sujono (1979:30) adalah: (1) adanya beberapa dasar

pengajaran sebagai pusat perhatian/minat yang terpenting adalah pengajaran harus berdasarkan

kebutuhan yang tumbuh dan perhatian siswa yang menentukan pangkal dan guru halnya mempunyai

tugas untuk membimbing; (2) bahan yang diajarkan merupakan suatu keseluruhan dengan mengambil

salah satu kebutuhan sebagai pusat, di kelas rendah dipakai hubungan simbiotis bukan hubungan

secara keilmuan; (3) dalam mengolah bahan pelajaran siswa harus aktif baik jasmani maupun rohani;

dan (4) bahan pengajaran diambil dan lingkungan hidup agar siswa dapat mengamati, mengetahui

menyelidiki menghayati dan mencintai lingkungan.

Page 181: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

B. Pendekatan dalam Model Mengajar

1. Pendekatan Inqiury/Discovery atau Model Personal

Pendekatan ini bertolak dan pandangan bahwa siswa sebagai subjek dan objek dalam belajar,

mempunyai kemampuan dasar untuk berkembang secara optimal sesuai kemampuan yang

dimilikinya. Proses pembelajaran harus di pandang sebagai stimulus yang dapat menantang siswa

untuk melakukan kegiatan belajar. Peranan guru lebih banyak menetapkan diri sebagai pembimbing

atau pemimpin belajar dan fasilitator belajar. Dengan demikian, siswa lebih banyak melakukan

kegiatan sendiri atau dalam bentuk kelompok memecahkan permasalahan dengan bimbingan guru.

Pendekatan inquiry merupakan pendekatan mengajar yang berusaha meletakkan dasar dan

mengembangkan cara berfikir ilmiah, pendekatan ini menempatkan siswa lebih banyak belajar

sendiri, mengembangkan kekeratifan dalam memecahkan masalah. Siswa betul-betul ditempatkan

sebagai subjek yang belajar. Peranan guru dalam pendekatan inquiry adalah pembimbing belajar dan

fasilitator belajar. Tugas utama guru adalah memilih masalah yang perlu dilontarkan kepada kelas

untuk dipecahkan oleh siswa sendiri.

Tugas berikutnya dan guru adalah menyediakan sumber belajar bagi siswa dalam rangka

pemecahan masalah. Sudah barang tentu bimbingan dan pengawasan dan guru masih tetap

diperlukan. namun campur tangan atau intervensi terhadap kegiatan siswa dalam pemecahan masalah

harus dikurangi. Pendekatan inquiry dalam mengajar termasuk pendekatan modem, yang sangat

didain bakau untuk dilaksanakan di setiap sekolah. Adanya tuduhan bahwa sekolah menciptakan

kultur bisu, tidak akan terjadi apabila pendekatan mi digunakan. Pendekatan inquiry dapat

dilaksanakan apabila dipenuhi syarat-syarat berikut: (1) guru harus terampil memilih persoalan yang

relevan untuk diajukan kepada kelas (persoalan bersumber dan bahan pelajaran yang menantang

siswa problematik) dan sesuai dengan daya nalar siswa; (2) guru harus terampil menumbuhkan

motivasi belajar siswa dan menciptakan situasi belajar yang menyenangkan; (3) adanya fasilitas dan

sumber belajar yang cukup: (4) adanya kebebasan siswa untuk berpendapat. berkarya, berdiskusi; (5)

partisipasi setiap siswa dalam setiap kegiatan belajar; dan (6) guru tidak banyak campur tangan dan

intervensi terhadap kegiatan siswa.

Ada lima tahapan yang ditempuh dalam melaksanakan pendekatan inquiry/discovery yakni:

(1) perumusan masalah untuk dipecahkan siswa; (2) menetapkan jawaban sementara atau lebih

dikenal dengan istilah hipotesis; (3) siswa mencari informasi, data, fakta yang diperlukan untuk

menjawab permasalahan/hipotesis; (4) menarik kesimpulan jawaban atau generalisasi; dan (5)

mengaplikasikan kesimpulan! generalisasi dalam situasi baru. Metode mengajar yang biasa

digunakan guru dalam pendekatan ini antara lain metode diskusi dan pemberian tugas, diskusi untuk

Page 182: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

memecahkan permasalahan dilakukan oleh sekelompok kecil siswa antara tiga sampai lima orang

dengan arahan dan bimbingan guru.

Kegiatan ini dilaksanakan pada saat tatap muka atau pada saat kegiatan terjadwal. Dengan

demikian dalam pendekatan inquiry/discoveni model komunikasi yang digunakan, bukan komunikasi

satu arah atau komunikasi sebagai aksi, tetapi komunikasi banyak arah atau komunikasi sebagai

peranaksi. Studi dan penelitian terhadap kedua pendekatan mi telah banyak dilakukan. Berbagai studi

tersebut antara lain menyimpulkan bahwa pendekatan ekspositoni dan inquiry tidak berbeda

efektifnya dalam mencapai hasil belajar yang bersifat informasi, fakta dan konsep, tetapi berbeda

secara signifikan dalam mencapai keterampilan berfikir, pendekatan inquiry lebih efektif dan

pendekatan ekspositori.

Pendekatan inquiry/discovery dalam pembelajaran dapat lebih membiasakan kepada anak

untuk membuktikan sesuatu mengenai materi pelajaran yang sudah dipelajari. Membuktikan dengan

Page 183: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

melakukan penyelidikan sendiri oleh siswa dibimbing oleh guru, penyelidikan itu dilakukan oleh para

siswa baik dilapangan seperti laboratorium, situs purbakala, hewan yang berkeliaran sesuai mata ajar

yang dipelajari di sekolah. Setelah diselidiki melalui tempat-tempat tersebut kemudian dianalisis oleh

para siswa bersama menggunakan buku-buku referensi, ensikiopedia, kamus dan lainnya yang

berkaitan dengan materi tersebut. Dengan menggunakan pendekatan inquiry dan discoveri ini

pengembangan kognitif siswa lebih terarah dan dalam kehidupan sehari-hari dapat diaplikasikan

secara motorik.

2. Pendekatan Tingkah Laku (Behavioral Models)

Beberapa istilah yang digunakan dalam pendekatan ini antara lain behavioral modification,

behavioral therapy, social learning theory. Pendekatan ini menekankan pada teori tingkah laku.

sebagai aplikasi dari teori belajar behaviorisme. Tingkah laku individu pada dasarnya dikontrol oleh

stimulus dan respon yang diberikan individu. Penguatan hubungan stimulus dengan respon

merupakan proses belajar yang menyebabkan perubahan tingkah laku. Teori mi dimulai oleh Pavlov

dengan teori klasikal conditioning. Thorndike dengan teori instrumental conditioning dan

dikembangkan oleh Skiner dengan teori operant conditioning. Paradigma utama dalam proses belajar

adalah stumulus-respon. Uraian lebih lengkap mengenai teori ini dapat ditemukan dalam teori tentang

belajar. Namun yang penting dalam bahasan ini adalah aplikasinya bagi guru dalam proses belajar-

mengajar. Dalam pendekatan ini langkah guru mengajar adalah sebagai berikut: (I) guru menyajikan

stimulus belajar pada siswa; (2) mengamati tingkah laku siswa dalam menanggapi stimulus yang

diberikan oleh guru (respon siswa); (3) menyediakan atau memberikan latihan-latihan kepada siswa

dalam memberikan respon terhadap stimulus; dan (4) memperkuat respon siswa yang dipandang

paling tepat terhadap jawaban dan stimulus.

Tahapan instruksional ini mengacu pada tujuan instruksional, yaitu rumusan pernyataan

mengenai kemampuan atau tingkah laku yang diharapkan dimiliki atau dikuasai siswa, bila

dilukiskan dalam bentuk bagan penerapan pendekatan tersebut untuk mencapai tujuan instruksional

dalam strategi mengajar adalah sebagaimana dijelaskan pada gambar 5.4 secara diagramatik.

Memperhatikan langkah di atas maka aspek penting dan pendekatan ini melatih siswa dan

memperkuat respon belajar siswa yang paling tepat terhadap stimulus sehingga memiliki pemahaman

yang jelas. Pemahaman memerlukan kemampuan menangkap makna atau arti dan sesuatu konsep

yang menjadi kajian dan pembahasan dalam suatu materi pelajaran.

Page 184: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Untuk itu dalam pendekatannya diperlukan adanya hubungan atau pertautan antara konsep

dengan makna yang ada dalam konsep tersebut. Pendekatan-pendekatan pembelajaran yang dibahas

di atas hanya sebagai contoh, digunakan pada fase kedua (tahapan instruksional). Pendekatan yang

kemukakan mi masih dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan aspek-aspek lain yang lebih

memudahkan siswa untuk dapat memahami materi pelajaran dengan baik dan benar. Bagan di atas

menggambarkan pendekatan mengajar dalam pembelajaran digunakan pada tahapan instruksional

atau tahapan kedua dan tiga tahapan mengajar. Pendekatan mengajar mana yang :dipilih diserahkan

sepenuhnya kepada guru dengan mempertimbangkan kondisi dan suasana belajar-mengajar. Namun

pendekatan manapun yang akan dipilih hendaknya diperhatikan bahwa inti dan proses belajar-

mengajar ialah adanya kegiatan siswa belajar, artinya harus berpusat kepada siswa, bukan kepada

guru pengajar.

Dalam pendekatan tingkah laku dimulai dan menyusun tahapan mengajar (Strategi) yang

digunakan dalam pembelajaran. Strategi mi dimulai dan prainstruksional yaitu persiapan dan

perencanaan pembelajaran pada satu mata pelajaran yaitu bagaimana siswa dapat mengikuti pelajaran

dan apa saja yang mungkin dapat dilakukannya sebelumnya sudah direncanakan dan

dipertimbangkan. Setelah model pembelajarannya dapat ditetapkan sedemikian rupa, maka masuklah

pada tahap instruksional yaitu pelaksanaan pembelajaran sesuai yang ditentukan sebelumnya. Untuk

mengukur kemajuannya selanjutnya dilakukan evaluasi tindak lanjut pembelajaran dan mengetahui

kemajuan belajar siswa dengan menggunakan pendekatan-pendekatan dan model mengajar yang

dipersiapkan sebelumnya.

Page 185: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

C. Menggunakan Berbagai Metode dalam Proses Belajar Mengajar

Dalam menggunakan model mengajar sudah barang tentu guru yang tidak mengenal metode

mengajar jangan diharap bisa melaksanakan proses belajar mengajar sebaik-baiknya. Untuk

mendorong keberhasilan guru dalam proses belajar-mengajar, di bawah mi disajikan pengertian,

fungsi, dan langkah-langkah pelaksanaan metode mengajar. Hal yang penting dalam metode ialah.

bahwa setiap metode pembelajaran yang digunakan bertalian dengan tujuan belajar yang ingin

dicapai. Tujuan untuk mendidik anak agar sanggup memecahkan masalah-masalah dalam belajarnya,

memerlukan metode yang lain, bila tujuannya mengumpulkan informasi. Oleh karena itu untuk

mendorong keberhasilan guru dalam proses belajar-mengajar, guru seharusnya mengerti akan fungsi,

dan langkah-langkah pelaksanaan metode mengajar. Ada sejumlah metode-metode mengajar yang

mungkin dapat dilakukan oleh guru antara lain sebagai berikut:

1. Model Mengajar Menggunakan Metode Ceramah

Ceramah adalah sebuah bentuk interaksi melalui penerangan dan penuturan lisan dan guru

kepada peserta didik. Dalam pelaksanaan ceramah untuk menjelaskan uraiannya, guru dapat

menggunakan alat-alat bantu seperti gambar, dan audio visual lainnya. Ceramah adalah penuturan

lisan dan guru kepada peserta didik, ceramah juga sebagai kegiatan memberikan informasi dengan

kata-kata sering mengaburkan dan kadang-kadang ditafsirkan salah. Kadang-kadang terjadi pula

orang baru saja mengikuti ceramah, jika ditanya, tidak tahu apa-apa. Kemungkinan terjadinya hal ini

adalah karena penceramahnya kurang pandai menyampaikan informasi dan mungkin bila karena

khalayaknya bukan pendengar yang baik. Karena itu alat utama dalam metode ceramah mi adalah

berhubungan dengan siswa menggunakan bahasa lisan.

Peranan siswa dalam metode ceramah adalah mendengarkan dengan teliti mencatat pokok

penting yang dikemukakan oleh guru. Di samping itu. mungkin pula disebabkan oleh sifat metodenya

sendiri, yaitu: (1) metode ceramah tidak dapat memberikan kesempatan untuk berdiskusi

memecahkan masalah sehingga proses menyerap pengetahuannya kurang tajam; (2) metode ceramah

kurang memberi kesempatan kepada para peserta didik untuk mengembangkan keberanian

mengemukakan pendapatnya; (3) pertanyaan lisan dalam ceramah kurang dapat ditangkap oleh

pendengarannya, apalagi digunakan kata-kata asing; dan (4) metode ceramah kurang cocok dengan

tingkah laku kemampuan anak yang masih kecil. Taraf berpikir anak masih berada dalam taraf yang

kurang konkret.

Agar ceramah itu menjadi metode yang baik, perlu diperhatikan hal berikut: (1) metode

ceramah digunakan jika jumlah khalayak cukup banyak; (2) metode ceramah dipakai jika guru akan

memperkenalkan materi pelajaran baru: ((3) metode ceramah dipakai khalayaknya telah mampu

Page 186: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

menerima informasi melalui kata-kata; (4) sebaiknya ceramah diselingi oleh penjelasan melalui

gambar dan alat-alat vaisual lainnya; dan (5) sebelum ceramah dimulai, sebaiknya guru berlatih dulu

memberikan ceramah.

Dalam kehidupan sehari-hari di sekolah metode ceramah paling populer dikalangan guru.

Sebelum metode lain yang dipakai untuk mengajar, metode ceramah yang paling dulu digunakan.

Bagi kita bukanlah metode ceramah itu harus dihilangkan sama sekali, melainkan bagaimana

menggunakan metode ceramah yang efektif dan efisien. Oleh karena itu disarankan agar guru-guru

mengikuti langkah-langkah sebagai berikut: Pertama: Melakukan pendahuluan sebelum bahan baru

diberikan dengan cara sebagai berikut: (1) menjelaskan tujuan lebih dulu kepada peserta didik dengan

maksud agar peserta didik mengetahui arah kegiatannya dalam belajar, bahkan tujuan itu dapat

membangkitkan motivasi belajar jika bertalian dengan kebutuhan mereka; (2) setelah itu baru di

kemukakan pokok-pokok materi yang akan dibahas. Hal ini dimaksudkan agar peserta didik melihat

luasnya bahan pelajaran yang akan dipelajarinya; dan (3) memancing pengalaman peserta didik yang

cocok dengan materi yang akan dipelajarinya. Caranya ialah dengan pertanyaan-pertanyaan yang

menarik perhatian mereka. Kedua: Menyajikan bahan baru dengan memperhatikan faktor-faktor

sebagai berikut: (1) perhatian peserta didik dan awal sampai akhir pelajaran harus tetap terpelihara.

Semangat mengajar memberi bantuan sepenuhnya dalam memelihara perhatian peserta didik kepada

pelajaran: (2) menyajikan pelajaran secara sistematis. tidak berbelit-belit, dan tidak meloncat-loncat;

(3) kegiatan belajar mengajar diciptakan secara variatif. jangan membiarkan peserta didik hanya

duduk dan mendengarkan, tatapi kesempatan untuk berpikir, dan berbuat. misalnya pelatihan

mengerjakan tugas. mengajukan pertanyaan. berdiskusi. atau melihat peragaan. (4) memberi ulangan

pelajaran kepada responsi. Jawaban yang salah dan benar perlu ditanggapi sebaik-baiknya; (5)

membangkitkan motivasi belajar secara terus menerus selama pelajaran berlangsung. Motivasi belajar

akan selalu tumbuh jika situasi belajar menyenangkan: dan (6) menggunakan media pelajaran yang

variatif yang sesuai dengan tujuan pelajaran. Ketiga: Menutup pelajaran pada akhir pelajaran.

Kegiatan yang penn diperhatikan pada penutupan itu adalah sebagai berikut: (I) mengambil

kesimpulan dan semua pelajaran yang telah diberikan, dilakukan oleh peserta didik di bawah

bimbingan guru; (2) memberikan kesempatan pada peserta didik untuk menanggapi meteri pelajaran

yang telah diberikan terutama mengenai hubungan dengan pelajaran lain; dan (3) melaksanakan

penilaian secara komprehensif untuk mengukur perubahan tingkah laku.

2. Model Mengajar Menggunakan Metode Tanya-Jawab (Respons)

Pendekatan dalam mengajar umumnya menempuh dua macam cara, yaitu memberikan

stimulasi dan mengadakan pengarahan aktivitas belajar. Banyak yang dapat kita bicarakan mengenai

Page 187: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

teknik mengajar yang baik, antara lain teknik bertanya. Pertanyaan adalah pembangkit motivasi yang

dapat merangsang peserta didik untuk berpikir. Melalui pertanyaan peserta didik didorong untuk

mencari dan menemukan jawaban yang tepat dan memuaskan. Dalam mencari dan menemukan itu ia

berpikir menghubung-hubungkan bagian -pengetahuan yang ada pada dirinya dengan isi pertanyaan

itu. Jawaban yang dapat segera diperoleh jika isi pertanyaan banyak kaitannya dengan pengetahuan

yang ada pada dirinya. Jika jawaban yang diminta belum siap dimilikinya, maka hal mi mendorong

untuk menemukannya. Ia akan menjelajahi data-data jawaban melalui berbagai cara yang tepat.

Proses yang dilakukan adalah dengan membaca, meneliti atau diskusi. Membaca informasi

dan berbagai sumber ada]ah salah satu teknik untuk menemukan jawaban. Penelitian di laboratorium,

di lapangan, di musium, atau di tempat-tempat sumber belajar lainnya juga merupakan cam untuk

menemukan jawaban. Jika pencarian jawaban dilakukan melalui penelitian atau membaca informasi

atau berbagai sumber sebanyak-banyaknYa maka guru telah berhasil menciptakan suasana belajar

yang baik. Kegiatan belajar seperti itu sangat membantu dalam membina manusia seutuhnya.

Jika kita hayati pengalaman kita mengajar di sekolah, kadang-kadang kita berintrospeksi,

apakah yang dilakukan itu telah cukup memberi stimuli pada peserta didik untuk belajar

sesungguhnya, apakah peserta didik terbangkit atau mendorongnya untuk belajar yang baik di

sekolah atau di rumah. Kunci pokok kehadiran stumuli belajar antara lain adalah pertanyaan yang

diajukan oleh gurunya. Orang berpendapat bahwa pendapat itu adalah membuka jalan kearah yang

baik dalam belajar. Dengan pertanyaan itu peserta didik akan segera mulai belajar sesungguhnya

(menaingful learning).

Jika dilihat dan intensitasnya, pertanyaan itu ada yang baik dan ada yang jelek. Pertanyaan

yang baik ditandai oleh: (1) adanya respon dan pihak peserta didik untuk menjawabnya, jika

jawabannya sulit ditemukan, peserta didik tidak putus semangat untuk mencarinya dan berbagai

sumber. Kadang-kadang melakukan penelitian atau membaca informasi dan buku, surat kabar, atau

majalah. Jadi, pertanyaan yang baik itu akan menumbuhkan berbagai respon untuk mencari dan

menemukan jawaban yang tepat; (2) adanya rasa tidak puas atas pertanyaan yang diberikan.

Dorongan yang menumbuhkannya adalah antara lain persaingan di antara mereka untuk memperoleh

pujian dan nilai yang baik. Karenanya mereka selalu giat untuk selalu mencari dan menemukan

jawaban yang tepat; (3) adanya pertanyaan yang tidak terlampau menghendaki jawaban “ya” atau

“bukan”. Pertanyaan seperti “apakah ibukota Sumatera Utara ?“ akan lain fungsinya dengan

pertanyaan “apa persyaratan bagi berdirinya suatu negara ?“. dan kedua pertanyaan itu dapat

dibedakan bahwa pertanyaan pertama hanya meminta jawaban berdasarkan ingatan, jawabannya

bersifat fakta, dan untuk menjawabnya tidak memerlukan proses pemikiran yang dalam dan

Page 188: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

karenanya, jawabannya mudah ditemukan. Lain halnya dengan pertanyaan kedua. Pertanyaan mi

banyak menuntut pikiran yang mendalam. Dalam menjawabnya selain harus membaca informasi

sebanyak banyaknya, peserta didik harus menjelajahi pembuktian-pembuktian yang menunjang

kebenaran jawaban tersebut. Jika pertanyaan tersebut kita telaah secara mendalam, tampak bahwa

pertanyaan kedua mengundang banyak aktivitas belajar: dan (4) pertanyaan yang jelas dan mudah

dipahami. Pertanyaan yang jelas biasanya ditandai oleh pemakaian bahasa yang sederhana, singkat

dan padat.

Pertanyaan yang mudah ditandai oleh pertanyaan yang selalu berpusat pada tujuan dan materi

pelajaran, ruang lingkupnya tidak terlalu luas, dan cukup menggambarkan keseluruhan materi

pelajaran. Pertanyaan itu harus bermakna, maksudnya: (1) dapat membangkitkan aktivitas kegiatan

belajar yang sesungguhnya; dan (2) dapat membentuk pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang

dibutuhkan melalui kegiatan belajar. Dalam kegiatan belajar dan mengajar pertanyaan yang baik

bergantung pada: (1) cara seseorang atau guru bertanya pada para siswanya mengenai hal pelajaran;

(2) sikap seseorang guru mengajukan pertanyaan adalah sikap yang edukatif, dan (3) cara memberi

giliran dalam menjawab pertanyaan mengacu pada asas keadilan dan demokrasi.

Cara seseorang mengajukan pertanyaan, hasil pengalaman menunjukkan bahwa cara

seseorang mengajukan pertanyaan itu banyak ragamnya. Caranya ialah ada yang dengan: (1)

memberikan pengarahan ulang (redirecting); dan (2) ada yang dengan membimbing untuk

memberikan jawaban (probing). Pada pertanyaan bentuk pengarahan ulang terdapat proses

pengalihan jawaban dan seseorang terhadap peserta didik lainnya. Maksudnya untuk memperoleh

jawaban yang tepat dan para peserta didik. Secara diagramatik Rusyan (1993:69) menggambarkan

bahwa guru mengajukan pertanyaan terhadap seseorang atau peserta didik, dan kemudian

mengalihkan pertanyaan itu terhadap peserta didik lainnya untuk dikomentari dan diberi penjelasan

seperlunya. Ganis interaksi antara pertanyaan dan jawaban dalam kegiatan belajar tersebut dapat

dilukiskan sebagai berikut:

Page 189: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Contoh Pertanyaan:

Guru: Amat, apakah yang akan terjadi bila logam dijatuhkan kedalam air?

Amat: Tenggelam, Pak Guru.

Guru: Amin, apakah kamu setuju dengan pendapat Amat itu? (atau bisa juga:

Amin, dapatkah kamu menjelaskan pendapat Amat itu?)

Pada pertanyaan yang bersifat mendidik, maka bagi peserta didik untuk menemukan jawaban

terdapat upaya untuk memberikan pengarahan, namun tidak sambil mengulang (clarification), dan

generalisasi (generalization). Pertanyaan berbentuk isyarat menolong peserta didik agar jawabannya

sampai kepada yang diharapkan atau sekurang-kurangnya bisa sampai jawaban yang tidak terlampau

menyimpang dati yang sebenarnya. Pertanyaan berbentuk penjelasan dapat berguna untuk para

peserta didik dalam memberikan pendapatnya agar lebih jelas daripada yang diungkapkannya,

terutama mengenal pengertian-pengertian.

Pertanyaan-pertanyaan bentuk tunggu mi, memerlukan waktu rata-rata 5 detik. Ia berpendapat

jika waktu ini secara konsekuen dilaksanakan, akibatnya dapat membina kreativitas peserta didik

dalam menemukan jawaban. Kalimat-kalimat yang digunakan lambat laun akan menjadi sempurna,

dan peserta didik yang lambat pun akan dapat memberikan jawaban, sehingga anak yang cepat

menangkap pertanyaan dan yang lambat mendapat perhatian yang sama. Contoh tiga jehis pertanyaan

probing tersebut adalah sebagai berikut:

Pertanyaan probing dalam bentuk isyarat Guru : Amin, Berapa 25 X 25?

Ainin: (lama berpikir tidak menjawab). Tidak tahu.

Guru: Coba pikirkan, berapa 20X 25?

Amin: (dengan mudah menjawab) 500.

Guru: Berapa 5 X 25? Amin: 125

Guru: Sekarang, jadi berapa 25 X 25’?

Amin: (ia menghitungnya) 500 + 125 = 625 Pertanya probing dalam bentuk penjelasan

Guru: Tidak jauh dan sekolah kita akan didirikan pabrik obat. Setujukah kamu semua?

Beberapa murid menjawab: Tidak setuju.

Guru: Mengapa tidak setuju, Anif?

Arif: Sebab air yang mengalir di sungai kita akan mengandung racun.

Guru: Apa yang dimaksud racun itu, Arif? Dan seterusnya.

Pertanyaan Probing dalam bentuk generalisasi, Guru: Ada tiga buah segitiga A, B, dan C.

Ukurlah berapa besar sudutnya, ukurlah besar masing-masing sudut segitiga itu. Kemudian tariklah

kesimpulan berapa besar jumlah sudut suatu segitiga. Banyak hal yang kita lakukan dalam

Page 190: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

mengajukan pertanyaan agar pertanyaan itu dapat dengan mudah dipahami. antara lain dengan diikuti

oleh pemantapan atau reinforcement yang tinggi yang dapat merangsang peserta didik untuk berpikir.

Pemantapan itu bisa dilakukan dalam bentuk: (1) verbal, yaitu mengucapkan kata-kata yang

tidak monoton tetapi beralun disertai dengan tekanan yang menegaskan seperti pada kalimat: siapa

yang menemukan listrik?: (2) gestural. yaitu pengucapan pertanyaan yang disertai dengan gerak dan

mimik tertentu tanda emosional; (3) parsial, yaitu bagian-bagian tertentu dalam pertanyaan seperti:

kapan proklamasi Indonesia diucapkan? Siapa yang mengucapkannya? Di mana? Dalam menjawab

pertanyaan itu guru perlu memperhatikan masa tunggu yang disarankan oleh Dr. Rowe itu. Sikap

guru bertanya kepada seseorang berbeda sikap guru bertanya kepada kelompok atau kelas. Menurut

teori, sikap guru kepada kelas lebih berhasil dalam menelaah jawaban yang diminta karena dorongan

untuk menjawabnya lebih besar jika dibandingkan dengan kepada perseorangan.

Para peserta didik banyak terlibat dalam menentukan jawaban itu. Oleh karena itu pertanyaan

sebaiknya diarahkan kepada seluruh kelas walaupun pertanyaan itu memerlukan pertanyaan dan

perseorangan atau seorang peserta didik. Sikap lain dalam mengajukan pertanyaan yang perlu

dikembangkan ialah sebagai berikut: (1) pertanyaan yang pernah diucapkan jangan sering diulang.

Pengulangan pertanyaan bisa membuat pertanyaan menjadi kabur, apalagi jika kalimat yang pertama

tidak sama strukturnya dengan kalimat kedua; (2) isi pertanyaan hendaknya berkisar pada pokok

bahasan tertentu. Pertanyaan diluar bahasan akan mengaburkan jawaban yang diminta, dan akibatnya

kan membuat antipati dan pihak peserta didik; dan (3) selalu menuntun peserta didik dalam

menjawab pertanyaan kepada pokok pelajaran. Tidak jarang peserta didik yang menjawab pertanyaan

diluar pokok pelajaran. Cara guru memberikan giliran: Cara guru memberikan giliran dalam

memberikan menjawab pertanyaan dapat berpengaruh dalam menciptakan kadar jawaban yang

diharapkan. Kadar jawaban akan lebih tinggi jika pertanyaan dapat dijawab oleh banyak peserta

didik.

Pertanyaan yang hanya di jawa boleh peserta didik jangan diharapkan jawaban pertanyaan itu

lengkap dan memadai. Maksud pertanyaan pada hakikatnya tidak ingin adanya jawaban yang tepat,

tetapi juga agar pertanyaan itu dapat menciptakan proses belajar yang baik. Untuk itu maka

diperlukan cara memberikan jawaban dengan bergilir. Cara memberikan giliran itu dapat dilakukan

sebagai berikut: (1) dengan pertanyaan yang ditujukan kepada seseorang dan gilirannya kepada orang

lain; (2) dengan pertanyaan yang diberikan kepada kelompok dan gilirannya kepada kelompok lain;

(3) dengan pertanyaan yang ditujukan kepada siapapun dan diarahkan secara tersebar. Pertanyaan itu

tidak ditujukan kepada peserta didik atau kelompok tertentu tetapi kepada peserta didik yang bersedia

menjawabnya. Semua bersedia menjawabnya akan diberikan giliran secara teratur; dan (4) dengan

Page 191: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

pertanyaan yang ditujukan kepada seluruh kelas dan dijawab secara spontan oleh siapa saja. Yang

menjawab mungkin hanya peserta didik atau seseorang wakil dan kelas yang bersangkutan. Guru bisa

memberikan giliran yang lebih adil untuk menjawab pertanyaan yang diajukan melalui wakil

kelompok itu

3. Metode Mengajar Menggunakan Metode Diskusi

Diskusi ialah percakapan ilmiah yang responsif berisikan pertukaran pendapat yang dijalin

dengan pertanyaan-pertanyaan problematis pemunculan ide-ide dan pengujian ide-ide ataupun

pendapat dilakukan oleh beberapa orang yang tergabung dalam kelompok itu yang diarahkan untuk

memeperoleh pemecahan masalahnya dan untuk mencari kebenaran. Dalam diskusi selalu ada suatu

pokok yang dibicarakan. Dalam percakapan itu diharapkan para pembicara tidak menyimpang dan

pokok pembicaraan. Mereka harus selalu senantiasa kembali kepada pokok masalahnya. Pada

hakikatnya diskusi berbeda dengan percakapan, situasi lebih santai kadang diselingi dengan humor.

Dalam diskusi, semua anggota turut berpikir dan diperlukan disiplin yang ketat.

Manfaat diskusi antara lain adalah sebagai berikut: (1) peserta didik memperoleh kesempatan

untuk berpikir; (2) peserta didik mendapat pelatihan mengeluarkan pendapat, sikap dan aspirasmya

secara bebas; (3) peserta didik belajar bersikap toleran terhadap teman-temannya; (4) diskusi dapat

menumbuhkan partisipasi aktif dikalangan peserta didik; (5) diskusi dapat mengembangkan sikap

demokratif, dapat menghargai pendapat orang lain; dan (6) dengan diskusi, pelajaran menjadi relevan

dengan kebutuhan masyarakat. Diskusi selalu dipakai dalam pergaulan sehari-hari, dan karenanya

merupakan sebagian dan kehidupan sehari-hari.

Di samping manfaat menggunakan metode diskusi, tentu terdapat kelemahan-kelemahannya.

Adapun kelemahan-kelemahannya itu antara lain adalah sebagai berikut: (1) diskusi terlampau

menyerap waktu. Kadang-kadang diskusi larut dengan keasikannya dan dapat mengganggu pelajaran

lain; (2) pada umumnya peserta didik tidak berlatih untuk melakukan diskusi dan menggunakan

waktu diskusi dengan baik, maka kecenderungannya mereka tidak sanggup berdiskusi; dan (3)

kadang-kadang guru tidak memahami cara-cara melaksanakan diskusi, maka kecenderungannya

diskusi menjadi tanya jawab. Kelemahan mi menunjukkan bersumber dan guru yang kurang

menguasai penggunaan dana manfaat metode diskusi dalam membahas materi pelajaran. Kelemahan

juga datang dan peserta didik yaitu kurang mampu melaksanakan diskusi dengan baik, karena

terjebak dengan tanya jawab atau debat kusir, sehingga makna diskusi sebagai suatu teknik untuk

memahami materi pelajaran tidak terpenuhi dengan baik.

Usaha apa yang dapat dilakukan oleh guru supaya diskusi bisa berhasil dengan baik? Antara

lain adalah: (1) masalahnya harus kontroversial, artinya mengandung pertanyaan dan peserta didik.

Page 192: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Masalah itu menarik perhatian mereka karena bertalian erat dengan pengalaman mereka; (2) guru

harus menempatkan dirinya sebagai pemimpin diskusi. Ia harus membagi-bagi pertanyaan dan

memberi petunjuk tentang jalannya diskusi. Guru juga berperan sebagai penangkis terhadap

pertanyaan yang diajukan peserta didik; dan (3) guru hendaknya memperhatikan pembicaraan agar

fungsi guru sebagai pemimpin diskusi dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya.

Beberapa jenis diskusi yang lazim dilakukan yaitu: (1) diskusi panel. Diskusi mi hanya

dilakukan oleh beberapa orang yang terpilih sebagai wakil orang banyak. Mereka adalah pakar di

bidangnya masing-masing dan memiliki wawasan yang berbeda. Diskusi terjadi diantara diskusi

panel. Jika diskusi melibatkan peserta diskusi lainnya, maka diskusi itu disebiiF1biiiii2) simposium.

Jalan diskusinya sama dengan panel, namun diakhiri dengan sebuah keputusan. Tiap pembicaraan

mengemukakan pendirian dan pandangan yang berbeda. Pada diskusi mi peserta juga diberi

kesempatan untuk mengemukakan pendapat (forum); (3) diskusi seminar. Dalam seminar terdapat

jenis pengarahan yang memberi garis pembicaraan nanti dalam diskusi. Setelah pengarahan

disampaikan, baru disajikan kertas kerja oleh beberapa orang ahli.

Bahan yang di terima dan pengarahan dan kertas kerja menjadi bahan untuk didiskusikan; (4)

diskusi lokakarya. Konsep hasil seminar diturunkan kepada yang bersifat praktis seperti pada

kegiatan penulisan modul. Sebelum kegiatan mi dilakukan, dibicarakan dulu dalam lokakarya,

terutama cara-cara menulis modul, bahan-bahan tulisannya, serta pemakaian bahasa yang cocok

dengan perkembangan peserta didik. Kadang-kadang lokakarya digabung dengan kegiatan penatalan

dan disebut penlok; dan (5) diskusi formal. Diskusi ini mengikuti cara-cara yang dilakukan dalam

rapat formal seperti pada rapat guru dan kepala sekolah atau pertemuan periodik antara guru dan

kepala peserta didik. Dikelas diskusi ini bisa juga dilakukan dengan cara sebagai berikut: (a) guru

menjelaskan permasalahan dihadapkan peserta didik untuk di pecahkan; (b) setelah peserta didik

memahami masalahnya diskusi dimulai, dan setiap peserta didik diberi kesempatan untuk

mengemukakan pendapatnya; dan (c) pengambilan kesimpulan; (6) Bila memungkinkan, pimpinan

diskusi diserahkan kepada peserta didik; (7) diskusi kuliah. Diskusi mi dilakukan setelah kuliah

selesai, dimulai dan sebuah urutan singkat tentang pokok bahasan. Berbagai masalah dan uraian itu

didiskusikan; (8) brainstorming. Diskusi ini dimaksudkan untuk menampung sejumlah pendapat dan

para anggota diskusi sebagai bahan pemecahan masalah yang sedang dihadapi. Semua pendapat,

tanpa didiskusikan lebih jauh, ditampung saja. Pemimpin diskusi atau pihak yang ditunjuk mencoba

memecahkan masalah dengan menggunakan berbagai pendapat tadi. Diskusi mi jarang dipakai dalam

mengajar.

4. Model Mengajar Menggunakan Metode Demonstrasi

Page 193: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Metode demostrasi merupakan metode yang paling sederhana dibandingkan dengan metode-

metode mengajar lainnya. Metode demostrasi adalah pertunjukan tentang proses terjadinya suatu

peristiwa atau benda sampai pada penampilan tingkah laku yang dicontohkan agar dapat diketahui

dan dipahami oleh peserta didik secara nyata atau tiruannya. Metode ini adalah yang paling pertama

digunakan oleh manusia yaitu tatkala manusia purba menambah kayu untuk memperbesar nyala

unggun api, sementara anak-anak mereka memperhatikan dan menirunya. Metode demonstrasi mi

barang kali lebih sesuai untuk mengajarkan bahan-bahan pelajaran yang merupakan suatu gerakan-

gerakan, suatu proses maupun hal-hal yang bersifat rutin. Dengan metode demonstrasi peserta didik

berkesempatan mengembangkan kemampuan mengamati segala benda yang sedang terlibat dalam

proses serta dapat mengambil kesimpulan-kesimpulan yang diharapkan. Dalam demonstrasi

diharapkan setiap langkah pembelajaran dan hal-hal yang didemonstrasikan itu dapat dilihat dengan

mudah oleh dan melalui prosedur yang benar dan dapat pula dimengerti materi yang diajarkan.

Meskipun demikian murid-murid perlu juga mendapatkan waktu yang cukup lama untuk

memperhatikan sesuatu yang didemonstrasikan itu. Dalam demonstrasi, terutama dalam rangka

mengembangkan sikap-sikap, guru perlu merencanakan pendekatan secara lebih berhati-hati dan ia

memerlukan kecakapan untuk mengarahkan motivasi dan berpikir siswa. Dalam hal mi ada dua

macam demonstrasi, yaitu : (1) demonstrasi formal dan (2) demonstrasi informal. Dari uraian di atas

dapatlah ditarik kesimpulan, bahwa yang dimaksud dengan metode demonstrasi dalam belajar dan

mengajar ialah metode yang digunakan oleh seorang guru atau orang luar yang sengaja didatangkan

atau murid sekali pun untuk mempertunjukkan gerakan-gerakan suatu proses dengan prosedur yang

benar disertai keterangan-keterangan kepada seluruh dunia. Dalam metode demonstrasi murid

mengamati dengan teliti dan seksama serta dengan penuh perhatian dan partisipasi.

a. Kebaikan-kebaikannya

Tujuan pengajaran menggunakan metode demonstrasi adalah untuk memperlihatkan proses

terjadinya suatu peristiwa sesuai materi ajar, cara pencapaiannya, dan kemudahan untuk dipahami

oleh siswa dalam pengajaran kelas. Metode demonstrasi mempunyai kebaikan-kebaikan, antara lain

ialah: (1) perhatian murid dapat dipusatkan kepada hal-hal yang dianggap penting oleh guru sehingga

hal yang penting itu dapat diamati secara teliti. Di samping itu perhatian siswa pun lebih mudah

dipusatkan kepada proses belajar mengajar dan tidak kepada yang lainnya; (2) dapat membimbing

peserta didik ke arah berpikir yang sama dalam satu saluran pikiran yang sama; (3) ekonomis dalam

jam pelajaran di sekolah dan ekonomis dalam waktu yang panjang dapat diperlihatkan melalui

demostrasi dengan waktu yang pendek; 4) dapat mengurangi kesalahan-kesalahan bila dibandingkan

dengan hanya membaca atau mendengarkan, karena murid mendapatkan gambaran yang jelas dan

Page 194: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

hasil pengamatannya: (5) karena gerakan i1n proses dipertunjukkan maka tidak memerlukan

keterangan-keterangan yang banyak: dan (6) beberapa persoalan yang menimbulkan pertanyaan atau

keraguan dapat diperjelas waktu proses demonstrasj.

b. Kelemahan-kelemahannya

Metode demonstrasi mempunyai beberapa kelemahan, antara lain sebagai berikut: (I) derajat

visibilitasnya kurang, peserta didik tidak dapat melihat atau mengamati keseluruhan benda atau

peristiwa yang didemonstrasikan, kadang-kadang terjadi perubahan yang tidak terkontrol; (2) untuk

mengadakan demonstrasi diperlukan alat-alat yang khusus. Kadang-kadang alat itu sukar didapat.

Demonstrasi merupakan metode yang tak wajar bila alat yang didemonstrasikan tidak dapat diamati

secara seksama; (2) dalam mengadakan pengamatan terhadap hal-hal yang didemonstrasikan

diperlukan pemusatan perhatian. Dalam hal mi banyak diabaikan oleh murid-murid; (3) tidak semua

hal dapat didemonstrasikan di dalam kelas; (4) memerlukan banyak waktu, sedangkan hasilnya

kadang-kadang sangat minimum; (5) kadang-kadang proses yang didemonstrasikan di dalam kelas

akan berbeda jika proses itu didemonstrasikan dalam situasi nyata/sebenarnya; dan (6) agar

didemonstrasi mendapatkan hasil yang baik diperlukan ketelitian dan kesabaran. Kadang-kadang

ketelitian dan kesabaran itu diabaikan sehingga apa yang diharapkan tidak tercapai sebagaimana

mestinya.

Page 195: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

c. Cara Mengatasi Kelemahan Metode Demonstrasi

Ada berbagai cara yang dapat dilakukan mengatasi kelemahan-kelemahan metode

demonstrasi yakni: (1) tentukan terlebih dahulu hasil yang ingin dicapai dalam jam pertemuan itu; (2)

guru mengarahkan demonstrasi itu sedemikian rupa sehingga murid-murid memperoleh pengertian

dan gambaran yang benar, pembentukan sikap dan kecakapan praktis; (3) pilih dan kumpulkan alat-

alat demonstrasi yang akan dilaksanakan; (4) usahakan agar seluruh murid dapat mengikuti

pelaksanaan demonstrasi itu sehingga memperoleh pengertian dan pemahaman yang sama; (5)

berikan pengertian yang sejelas-jelasnya tentang landasan teori dan yang didemonstrasikan. Hindari

pemakaian istilah yang tidak dipahami murid; (6) sedapat mungkin bahan pelajaran yang

didemonstrasikan adalah hal-hal bersifat praktis dan berguna dalam kehidupan sehari-hari; dan (7)

menetapkan garis-garis besar langkah-langkah demonstrasi yang akan dilaksanakan. Dan sebaiknya

demonstrasi itu dimulai, guru telah mengadakan uji coba (try out) supaya kelak dalam melakukannya

tepat dan secara otomatis.

5. Model Mengajar Menggunakan Metode Sosiodrama

Sosiodrama (role playing) berasal dan kata sosio dan drama. Sosio berarti sosial menunjuk

pada objeknya yaitu masyarakat menunjukkan pada kegiatan-kegiatan sosial, dan drama berarti

mempertunjukkan, mempertontonkan atau memperlihatkan. Sosial atau masyarakat terdiri dan

manusia yang satu sama lain terjalin hubungan yang dikatakan hubungan sosial. Drama dalam

pengertian luas adalah mempertunjukkan atau mempertontonkan suatu keadaan atau peristiwa-

peristiwa yang dialami orang. Orang dan tingkah laku orang. Metode sosiodrama berarti cara

menyajikan bahan pelajaran dengan mempertunjukkan dan mempertontonkan atau

mendramatisasikan cara tingkah laku dalam hubungan sosial. Jadi sosiodrama ialah metode mengajar

yang dalam pelaksanaannya peserta didik mendapat tugas dan guru untuk mendramatisasikan suatu

situasi sosial yang mengandung suatu problem, agar peserta didik dapat memecahkan suatu masalah

yang muncul dan suatu situasi sosial.

a. Kebaikan-kebaikannya

Metode sosiodrama oleh Mansyur (1996:104) mempunyai kebaikan-kebaikan antara lain

ialah: (1) murid melatih dirinya untuk melatih, memahami, dan mengingat bahan yang akan

didramakan. Sebagai pemain harus memahami, menghayati isi cerita secara keseluruhan, terutama

untuk materi yang harus diperankannya. Dengan demikian daya ingatan murid harus tajam dan tahan

lama; (2) murid akan terlatih untuk berinisiatif dan berkreatif. Pada waktu bermain drama para

pemain dituntut untuk mengemukakan pendapatnya sesuai dengan waktu yang tersedia; (3) bakat

yang terpendam pada murid dapat dipupuk sehingga dimungkinkan akan muncul atau timbul bibit

Page 196: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

seni dan sekolah. Jika seni drama mereka dibina dengan baik kemungkinan besar mereka akan jadi

pemain yang baik kelak; (4) kerja sama antar pemain dapat ditumbuhkan dan dibina dengan sebaik-

baiknya: (5) murid memperoleh kebiasaan untuk menerima dan membagi tanggung jawab dengan

sesamanya; dan (6) bahasa lisan murid dapat dibina menjadi bahasa yang baik agar mudah dipahami

orang lain.

b. Kelemahan-kelemahannya

Metode sosiodrama mempunyai kelemahan-kelemahan, antara lain: (1) sebagian besar anak

yang tidak ikut bermain drama mereka menjadi kurang aktif; (2) banyak memakan waktu, baik waktu

persiapan dalam rangka pemahaman isi bahan pelajaran maupun pada pelaksanaan pertunjukan; (3)

memerlukan tempat yang cukup luas, jika tempat bermain sempit menyebabkan gerak para kurang

bebas; dan (4) kelas lain sering terganggu oleh suara pemain dan para penonton yang kadang-kadang

bertepuk tangan dan sebagainya.

c. Cara-cara mengatasi Kelemahan-kelemahan Metode Sosiodrama

Usaha-usaha untuk mengatasi kelemahan-kelemahan dan metode sosiodrama, antara lain

ialah: (1) guru harus menerangkan kepada siswa, untuk memperkenalkan metode ini, bahwa dengan

jalan sosiodrama siswa diharapkan dapat memecahkan masalah hubungan sosial yang aktual ada di

masyarakat. Kemudian guru menunjuk beberapa siswa yang berperan, masing-masing akan mencari

pemecahan masalah sesuai dengan perannya, dan siswa yang lain menjadi penonton dengan tugas-

tugas tertentu pula; (2) guru harus memilih masalah yang urgen sehingga menarik minat anak. Ia

dapat menjelaskan dengan baik dan menarik, sehingga siswa terangsang untuk memecahkan masalah

itu: (3) agar siswa memahami peristiwanya maka guru harus bisa menceritakan sambil mengatur

adegan pertama; dan (4) bobot atau luasnya bahan pelajaran yang akan didramakan harus sesuai

dengan waktu yang tersedia. Oleh karena itu harus diusahakan agar para pemain berbicara dan

melakukan gerakan jangan sampai banyak variasi yang kurang berguna.

Page 197: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

6. Model Mengajar Menggunakan Metode Karyawisata

Karyawisata (Jield trip) ialah pesiar (ekskursi) yang dilakukan oleh para peserta didik untuk

melengkapi pengalaman belajar tertentu dan merupakan bagian integral dan kurikulum sekolah.

Dengan karyawisata sebagai metode belajar mengajar, anak didik dibawah bimbingan guru

mengunjungi tempat-tempat tertentu dengan maksud untuk belajar. Berbeda halnya dengan tamasya

dimana manusia terutama pergi untuk mencari liburan, dengan karya wisata manusia diikat oleh

tujuan dan tugas belajar.

Kendati pun karyawisata menurut Rusyan (1993:82) banyak memiliki nilai non akademis,

tetapi tujuan umum pendidikan dapat dicapai, terutama mengenai wawasan dan pengalaman tentang

dunia luar seperti kunjungan ketempat-tempat situs bersejarah, museum, peternakan yang sistematis,

dan sebagainya.

a. Kebaikan-kebaikannya

Metode karyawisata mempunyai beberapa kebaikan, antara lain ialah: (1) anak didik dapat

mengamati kenyataan-kenyataan yang beraneka ragam dan dekat; (2) anak didik dapat menghayati

pengalaman-pengalaman baru dengan mencoba turut serta di dalam suatu kegiatan; (3) anak didik

dapat menjawab masalah-masalah atau pertanyaan-pertanyaan dengan melihat, mendengar, mencoba

dan membuktikan secara langsung; (4) anak didik dapat memperoleh informasi dengan jalan

mengadakan wawancara atau mendengarkan ceramah yang diberikan on the spot; dan (5) anak didik

dapat mempelajari sesuatu secara integral dan komprehensif.

b. Kelemahan-kelemahannya

Adapun kelemahan-kelemahan dan metode karyawisata ini antara lain: (1) memerlukan

persiapan yang melibatkan banyak pihak; (2) jika karyawisata sering dilakukan akan mengganggu

kelancaran rencana pelajaran, apalagi jika tempat-tempat yang dikunjungi jauh dan sekolah; (3)

kadang-kadang mendapat kesulitan dalam bidang pengangkutan; (4) jika tempat yang dikunjungi itu

sukar diamati, akibatnya siswa menjadi bingung dan tidak akan mencapai tujuan yang diharapkan.

Misalnya untuk mempelajari proses kimia yang dikerjakan oleh mesin yang diamati; (5) memerlukan

pengawasan yang ketat; dan (6) memerlukan biaya yang relatif tinggi.

c. Cara-cara Mengatasi Kelemahan-Kelemahan Metode Karyawisata

Ada beberapa cara yang digunakan untuk mengatasi kelemahan-kelemahan metode

karyawisata, antara lain: (1) perlu merumuskan tujuan-tujuan yang jelas dan tegas; (2) buatlah

rumusan tujuan yang jelas dan konkret; (3) penentuan tugas-tugas yang harus dilakukan sewaktu dan

sesudah pelaksanaan karyawisata; (4) rencana penilaian pengalaman-pengalaman dan hasil

karyawisata; dan (5) rencana selanjutnya sebagai kelanjutan pengalaman hasil karyawisata.

Page 198: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

7. Model Mengajar Menggunakan Metode Kerja Kelompok

Istilah kerja kelompok dipakai untuk merangkum pengertian dimana anak didik dalam satu

kelompok dipandang sebagai satu kesatuan tersendiri. untuk mencari satu tujuan pelajaran yang tentu

dengan bergotong royong. Metode kerja kelompok atau bekerja dalam situasi kelompok,

mengandung pengertian bahwa siswa dalam suatu kelas dipandang sebagai satau kesatuan

(kelompok) tersendiri, ataupun dibagi atas kelompok-kelompok kecil atau sub-sub kelompok.

Sebagai metode kerja kelompok dapat dipakai mengajar untuk mencapai bermacam macam tujuan di

sekolah. di dalam praktek ada banyak jenis kerja kelompok yang dapat dilaksanakan yang

kesemuanya bergantung pada beberapa faktor, misalnya pada tujuan khusus yang akan dicapai, umur

dan kemampuan siswa-siswa, serta fasilitas pelajaran-pelajaran di kelas. Kelompok bisa dibuat

berdasarkan perbedaan individual dalam kemampuan belajar, perbedaan minat dan bakat belajar,

jenis kegiatan, wilayah tempat tinggal, random, dan sebagainya.

a. Kebaikan-kebaikannya

Sebaiknya kelompok menggambarkan yang heterogen, baik dan segi kemampuan belajar

maupun jenis kelamin. Hal ini dimaksudkan agar kelompok-kelompok tersebut tidak berat sebelah

yaitu ada kelompok terdiri dan anggota yang berkemampuan baik dan ada kelompok dengan anggota

yang berkemampuan kurang baik, hal ini harus dihindari. Ada beberapa kebaikan dan metode kerja

kelompok, antara lain adalah: (1) membiasakan siswa bekerja sama menurut paham demokrasi,

memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengembangkan sikap musyawarah dan bertanggung

jawab; (2) kesadaran akan adanya kelompok menimbulkan rasa kompetitif yang sehat. sehingga

membangkitkan kemauan belajar dengan sungguh-sungguh; (3) guru tidak perlu mengawasi masing-

masing murid secara individual, cukup hanya dengan memperhatikan kelompok saja atau ketua-ketua

kelompoknya. Penjelas tentang tugas pun dapat dilakukan hanya melalui ketua kelompok; dan (4)

melatih ketua kelompok menjadi pemimpin yang bertanggung jawab dan membiasakan anggota-

anggotanya untuk melaksanakan tugas kewajiban sebagai warga yang patuh pada aturan,

b. Kelemahan-kelemahannya

Di samping kebaikannya tentu saja metode mi mempunyai pula kelemahan-kelemahan.

Kelemahan itu dapat ditinjau dan dari segi, yaitu: (1) segi penyusunan kelompok yakni: (a) sulit

untuk membuat kelompok yang homogen, baik inteligensi, bakat dan minat, atau daerah tempat

tinggal (b) murid-murid yang oleh guru telah dianggap homogen, sering tidak merasa cocok dengan

anggota kelompoknya itu; dan (c) pengetahuan guru tentang pengelompokan itu kadang-kadang

masih belum mencukupi; dan (2) segi kerja kelompok yakni: (a) pemimpin kelompok kadang-kadang

Page 199: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

sukar untuk memberikan pengertian kepada anggota, sulit untuk menjelaskan dan mengadakan

pembagian kerja; (b) anggota kadang-kadang tidak mematuhi tugas-tugas yang diberikan oleh

pemimpin kelompok; dan (c) dalam belajar bersama kadang-kadang tidak terkendali sehingga

menyimpang dan rencana yang berlarut-larut.

c. Cara-cara Mengatasi Kelemahan-kelemahan Metode Kerja Kelompok

Kelemahan-kelemahan yang melekat dan yang akan ditemui. dalam metode ini, bukanlah

berarti untuk melemahkan penggunaannya, melainkan agar dapat diambil langkah buat mengatasinya.

Langkah-langkah buat mengatasinya menurut Mansyur (1996:108) antara lain adalah: (1) guru

haruslah berusaha memperoleh pengetahuan yang luas dalam hal cara menyusun kelompok, baik

melalui buku atau dengan bertanya kepada mereka yang telah berpengalaman; (2) kumpulan data

tentang siswa untuk menunjang tugas-tugas guru; (3) adakan tes sosiometri dan buatlah sosiogram

dari kelas bersangkutan untuk mengetahui klik atau ada murid yang terisolasi; (4) bimbingan

terhadap kelompok harus dilakukan terus menerus; (5) usahakan agar jumlah kelompok itu tidak

terlalu besar dan anggotanya dalam waktu tertentu berganti-ganti; dan (6) dalam memberikan

motivasi haruslah menuju kepada kompetisi yang sehat.

8. Model Mengajar Menggunakan Metode Latihan

Metode latihan (drill) atau metode training merupakan suatu cara mengajar yang baik untuk

menanamkan kebiasaan-kebiasaan tertentu. Juga sebagai sarana untuk memperoleh suatu

ketangkasan, ketepatan, kesempatan dan keterampilan. Metode latihan pada umumnya digunakan

untuk memperoleh suatu ketangkasan atau ketrampilan dan apa yang telah dipelajari. Mengingat

latihan ini kurang mengembangkan bakat atau inisiatif siswa untuk berpikir, latihan-disiapkan-untuk

mengembangkan kemampuan yang sebelumnya dilakukan diagnosis agar kegiatan itu bermanfaat

bagi pengembangan motorik siswa.

a. Kebaikan-kebaikannya

Metode latihan mempunyai kebaikan-kebaikan, antara lain adalah: (I) pembentukan kebiasaan

yang dilakukan dengan mempergunakan metode ini akan menambah ketepatan dan kecepatan

pelaksanaan; (2) pemanfaatan kebiasaan-kebiasaan tidak memerlukan banyak konsentrasi dalam

pelaksanaannya; dan (3) pembentukan kebiasaan membuat gerakan-gerakan yang kompleks. rumit

menjadi otomatis, habitation makes complex movement more automatic.

b. Kelemahan-kelemahannya

Adapun kelemahan-kelemahan metode ini antara lain: (1) metode ini dapat menghambat bakat

dan inisiatif murid, karena murid lebih banyak dibawa kepada konformitas dan diarahkan kepada

uniformitas; (2) kadang-kadang latihan yang dilaksanakan secara berulang-ulang merupakan hal yang

Page 200: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

monoton. mudah membosankan; (3) membentuk kebiasaan yang kaku, karena murid lebih banyak

ditujukan untuk mendapatkan kecakapan memberikan respons secara otomatis. tanpa menggunakan

inteligensia: dan (4) dapat menimbulkan verbalisme karena murid-murid lebih banyak dilatih

menghafal soal-soal dan menjawabnya secara otomatis.

c. Cara mengatasi kelemahan-kelemahan metode latihan

Ada bermacam-macam usaha yang dapat dilakukan untuk mengatasi kelemahan-kelemahan

metode latihan mi yaitu antara lain: (L) latihan hanya untuk bahan atau tindakan yang bersifat

otomatis; (2) latihan harus memiliki arti yang luas, karenanya: (a) jelaskan terlebih dahulu tujuan

latihan tersebut; (b) agar murid dapat memahami manfaat latihan itu bagi kehidupan siswa; dan (c)

murid perlu mempunyai sikap bahwa latihan itu diperlukan untuk melengkapi belajar; (3) masa

latihan relatif harus singkat, tetapi harus sering dilakukan pada waktu-waktu tertentu; (4) latihan

harus menarik, gembira dan tidak membosankan. Untuk itu perlu: (a) dibandingkan minat intrinsik;

(b) tiap-tiap kemajuan yang dicapai murid harus jelas; dan (c) hasil latihan terbaik dengan sedikit

menggunakan emosi; dan (3) proses latihan dan kebutuhan-kebutuhan harus disesuaikan dengan

proses perbedaan individual: (a) tingkat kecakapan yang diterima pada satu tidak perlu sama; dan (b)

perlu diberikan perorangan dalam rangka menambah latihan kelompok. Cara mengatasi kelemahan

mi tentu harus disesuaikan dengan kondisi objektif dimana pembelajaran itu berlangsung, dan jika

dengan menggunakan beberapa langkah tertentu tampak sudah dapat mengatasi masalah, maka

kegiatan belajar dilanjutkan sesuai skenario yang telah disiapkan.

9. Model Mengajar Menggunakan Metode Pemberian Tugas

Metode pemberian tugas dan resitasi adalah cara penyajian bahan pelajaran di mana guru

memberikan tugas tertentu agar murid melakukan kegiatan belajar, kemudian harus di

pertanggungjawabkannya. Tugas yang diberikan oleh guru dapat memperdalam bahan pelajaran, dan

dapat pula mengecek bahan yang telah dipelajari. Tugas dan resitasi merangsang anak untuk aktif

belajar baik secara individual maupun kelompok.

a. Kebaikannya

Metode pemberian tugas mempunyai beberapa kebaikan antara lain: (1) pengetahuan yang

diperoleh murid dan hasil belajar, hasil percobaan atau hasil penyelidikan yang banyak berhubungan

dengan minat atau bakat yang berguna untuk hidup mereka akan lebih meresap, tahan lama dan lebih

otentik; (2) mereka berkesempatan memupuk perkembangan dan keberanian mengambil inisiatif,

bertanggung jawab dan berdiri sendiri; (3) tugas dapat lebih meyakinkan tentang apa yang dipelajari

dan guru, lebih memperdalam, memperkaya atau memperluas wawasan tentang apa yang dipelajari;

(4) tugas dapat membina kebiasaan siswa untuk mencari dan mengolah sendiri informasi dan

Page 201: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

komunikasi. Hal ini diperlukan sehubungan dengan abad informasi dan komunikasi yang maju

demikian pesat dan cepat; dan (5) metode mi dapat membuat siswa bergairah dalam belajar dilakukan

dengan berbagai variasi sehingga tidak membosankan.

b. Kelemahannya

Beberapa kelemahan dan metode pemberian tugas ini dalam pembelajaran adalah: (1) sering

kali siswa melakukan penipuan diri di mana mereka hanya meniru hasil pekerjaan orang lain, tanpa

mengalami peristiwa belajar; (2) adakalanya tugas itu dikerjakan oleh orang lain tanpa pengawasan:

(3) apabila tugas terlalu diberikan atau hanya sekedar melepaskan tanggung jawab bagi guru, apalagi

bila tugas-tugas itu sukar dilaksanakan ketegangan mental mereka dapat terpengaruh; dan (4) karena

kalau tugas diberikan secara umum mungkin seseorang anak didik akan mengalami kesulitan karena

sukar selalu menyelesaikan tugas dengan adanya perbedaan individual. Kelemahan ini lebih

dititikberatkan pada siswa, tetapi ada juga kelemahan guru.

c. Cara Mengatasi Kelemahan-Kelemahan Metode Pemberian Tugas

Ada beberapa cara untuk mengatasi kelemahan-kelemahan dan metode pemberian tugas ini,

antara lain: (1) tugas yang diberikan kepada siswa hendaknya jelas, sehingga mereka mengerti apa

yang harus dikerjakan (2) tugas yang diberikan kepada siswa dengan memperlihatkan perbedaan

individu masing-masing; (3) waktu untuk menyelesaikan tugas harus cukup; (4) adalah kontrol atau

pengawasan yang sistematis atas tugas yang diberikan sehingga mendorong siswa untuk belajar

dengan sungguh-sungguh; dan (5) tugas yang diberikan hendaklah mempertimbangkan: (a) menarik

minat dan perhatian siswa: (b) mendorong siswa untuk mencan, mengalami dan menyampaikan; (c)

diusahakan tugas itu bersifat praktis dan ilmiah; dan (d) bahan pelajaran yang ditugaskan agar

diambilkan dan hal-hal yang dikenal siswa.

10. Model Mengajar Menggunakan Metode Eksperimen

Kadang-kadang menurut Rusyan (1993:110) orang mengaburkan pengertian eksperimen

dengan kerja laboratorium, meskipun kedua pengertian ini mengandung prinsip yang hampir sama,

namun berbeda dalam konotasinya. Ekspenmen adalah percobaan untuk membuktikan suatu

pertanyaan atau hipotesis tertentu. Eksperimen bisa dilakukan pada suatu laboratorium atau di luar

laboratorium, pekerjaan eksperimen mengandung makna belajar untuk berbuat, karena itu dapat

dimasukkan ke dalam metode pembelajaran. Metode eksperimen adalah cara penyajian bahan

pelajaran di mana siswa melakukan percobaan dengan mengalami untuk membuktikan sendiri

sesuatu pertanyaan atau hipotesis yang dipelajari.

Page 202: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Dalam proses belajar mengajar dengan metode eksperimen mi siswa diberi kesempatan untuk

mengalami sendiri atau melakukan sendiri, mengikuti proses, mengamati suatu objek, menganalisis,

membuktikan dan menarik kesimpulan sendiri tentang suatu objek, keadaan atau proses sesuatu.

Peran guru dalam metode eksperimen ini sangat penting, khususnya berkaitan dengan ketelitian dan

kecermatan sehingga tidak terjadi kekelinian dan kesalahan dalam memaknai kegiatan eksperimen

dalam kegiatan belajar dan mengajar. Jadi, peran guru untuk membuat kegiatan belajar ini menjadi

faktor penentu berhasil atau gagalnya metode eksperimen ini.

a. Kebaikan-kebaikannya

Metode eksperimen mempunyai kebaikan sebagai berikut: (1) metode ini dapat membuat

siswa lebih percaya atas kebenaran atau kesimpulan berdasarkan percobaannya sendiri dan pada

hanya menerima kata guru atau buku saja; (2) dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi

eksploratoris tentang sains dan teknologi, suatu sikap dan seseorang ilmuwan; (3) metode ini

didukung oleh asas-asas didaktik modem, antara lain: (a) siswa belajar dengan mengalami atau

mengamati sendiri suatu proses atau kejadian; (b) siswa terhindar jauh dan verbalisme; (c)

memperkaya pengalaman dengan hal-hal yang bersifat objektif dan realistis; (d) mengembangkan

sikap berpikir ilmiah; dan (e) hasil belajar akan tahan lama dan internalisasi.

b. Kelemahan-kelemahannya

Selain kebaikan tersebut, metode eksperimen mengandung beberapa kelemahan sebagai

berikut: (1) pelaksanaan metode mi sering memerlukan berbagai fasilitas peralatan dan bahan yang

tidak selalu mudah diperoleh dan murah; (2) setiap eksperimen tidak selalu memberikan hasil yang

diharapkan karena mungkin ada faktor-faktor tertentu yang berada diluar jangkauan kemampuan atau

pengendalian; dan (3) sangat menuntut penguasaan perkembangan materi, fasilitas peralatan dan

bahan mutakhir. Sering terjadi siswa lebih dahulu mengenal dan menggunakan alat bahan tertentu

dan pada guru.

c. Cara Mengatasi Kelemahan-Kelemahan Metode Eksperimen

Ada beberapa cara untuk mengatasi kelemahan-kelemahan dan metode manusia dan metode

eksperimen: (1) hendaknya guru menerangkan sejelas jelasnya tentang hasil yang ingin dicapai

sehingga ia mengetahui pertanyaan-pertanyaan yang perlu dijawab dengan eksperimen; (2)

hendaknya guru membicarakan bersama-sama dengan siswa tentang langkah yang dianggap baik

untuk memecahkan masalah dalam eksperimen, serta bahan-bahan yang diperlukan, variabel yang

perlu dikontrol dan hal-hal yang perlu dicatat; (3) bila perlu, guru menolong siswa untuk memperoleh

bahan-bahan yang diperlukan; dan (4) guru perlu merangsang agar setelah eksperimen berakhir, ia

Page 203: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

membanding-bandingkan hasilnya dengan hasil eksperimen orang lain dan mendiskusikannya bila

ada perbedaan-perbedaan atau kekeliruan-kekeliruan.

D. Strategi dalam Model Mengajar

1. Konsep Dasar Strategi Belajar Mengajar

Konsep dasar strategi belajar mengajar ini meliputi hal-hal: (1) menetapkan spesifikasi dan

kualifikasi perubahan perilaku belajar; (2) menentukan pilihan berkenaan dengan pendekatan

terhadap masalah belajar mengajar, memilih prosedur, metode dan teknik belajar mengajar: dan (3)

norma dan kriteria keberhasilan kegiatan belajar mengajar. Strategi dapat diartikan sebagai suatu

garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam rangka mencapai sasaran yang telah ditentukan.

Dikaitkan dengan belajar mengajar. strategi bisa diartikan sebagai pola-pola umum kegiatan guru,

murid dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah digariskan.

Menurut Newman dan Mogan, strategi dasar setiap usaha meliputi empat masalah masing-masing.

1. Pengidentifikasian dan penetapan spesifiakasi dan kualifikasi hasil yang harus dicapai dan

menjadi sasaran usaha tersebut. dengan mempertimbangkan aspirasi masyarakat yang

memerlukannya.

2. Pertimbangan dan pemilihan pendekatan utama yang ampuh untuk mencapai sasaran.

3. Pertimbangan dan penetapan langkah-langkah yang ditempuh sejak awal sampai akhir.

4. Pertimbangan dan penetapan tolok ukur dan ukuran baku yang akan digunakan untuk menilai

keberhasilan usaha yang dilakukan.

Kalau diterapkan dalam konteks pendidikan, keempat strategi dasar tersebut bisa

diterjemahkan menjadi: (1) mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan

tingkah laku kepribadian peserta didik yang bagaimana yang diharapkan; (2) memilih sistem

pendekatan belajar mengajar berdasarkan aspirasi dan pandangan hidup masyarakat; (3) memilih dan

menetapkan prosedur, metode dan teknik belajar mengajar yang dianggap paling tepat, efektif,

sehingga dapat dijadikan pegangan oleh para guru dalam menunaikan kegiatan mengajarnya; dan (4)

menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau kriteria dan standar keberhasilan

sehingga dapat dijadikan pedoman oleh guru dalam melakukan evaluasi hasil kegiatan belajar

mengajar, yang selanjutnya akan dijadikan umpan balik buat penyempurnaan sistem instruksional

yang bersangkutan secara keseluruhan. Dan uraian di atas tergambar bahwa ada empat masalah

pokok yang sangat penting yang dapat dan harus dijadikan pedoman buat pelaksanaan kegiatan

belajar mengajar supaya sesuai dengan yang diharapkan.

Pertama, spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku yang bagaimana yang diinginkan

sebagai hasil belajar mengajar yang dilakukan itu. Dengan kata lain apa yang harus dijadikan sasaran

Page 204: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

dan kegiatan belajar mengajar tersebut. Sasaran ini harus dirumuskan secara jelas dan konkrit

sehingga mudah dipahami oleh peserta didik. Perubahan perilaku dan kepribadian yang bagaimana

yang kita inginkan terjadi setelah siswa mengikuti suatu kegiatan belajar mengajar itu harus jelas,

misalnya dan tidak bisa membaca lembah menjadi dapat membaca. Suatu kegiatan belajar mengajar

tanpa sasaran yang jelas, berarti kegiatan tersebut dilakukan tanpa arah atau tujuan yang pasti. Lebih

jauh suatu usaha atau kegiatan yang tidak punya arah atau tujuan pasti, dapat menyebabkan terjadinya

penyimpangan-penyimpangan dan tidak tercapainya hasil yang diharapkan.

Kedua, memilih cara pendekatan belajar mengajar yang dianggap paling tepat dan efektif

untuk mencapai sasaran. Bagaimana cara kita memandang suatu persoalan, konsep, pengertian dan

teori apa yang kita gunakan dalam memecahkan suatu kasus akan mempengaruhi hasilnya. Suatu

masalah yang dipelajari oleh dua orang dengan pendekatan berbeda, akan menghasilkan kesimpulan-

kesimpulan yang tidak sama. Norma-norma sosial seperti baik, benar, adil, dan sebagainya akan

melahirkan kesimpulan yang berbeda bahkan mungkin bertentangan kalau dalam cara pendekatannya

menggunakan berbagai disiplin ilmu. Pengertian-pengertian, konsep, dan teori ekonomi tentang baik,

benar, atau adil, tidak sama dengan baik, benar atau adil ini menurut pengertian konsep dan teori

antropologi. Juga akan tidak sama apa yang dikatakan baik, benar atau adil kalau kita menggunakan

pendekatan agama karena pengertian, konsep, dan teori agama mengenai baik, benar atau adil itu

jelas berbeda dengan konsep ekonomi maupun antropologi. Begitu juga halnya dengan cara

pendekatan terhadap kegiatan belajar mengajar dalam pembelajaran.

Konsep belajar menurut teori asosiasi, tidak sama dengan konsep belajar menurut teori

problem solving. Suatu topik tertentu dipelajari atau dibahas dengan cara menghafal akan berbeda

hasilnya kalau dipelajari atau dibahas dengan teknik diskusi atau seminar. Juga akan lain hasilnya

andaikata topik yang sama dibahas dengan menggunakan kombinasi berbagai teori. Ketiga, adalah

memilih dan menetapkan prosedur, metode, dan teknik belajar mengajar yang dianggap paling tepat

dan efektif Metode atau teknik penyajian untuk memotivasi siswa agar mampu menerapkan

pengetahuan dan pengalamannya untuk memecahkan masalah, berbeda dengan cara atau supaya

murid-murid terdorong dan mampu berpikir bebas dan cukup keberanian untuk mengemukakan

pendapatnya sendiri. Perlu dipahami bahwa suatu metode mungkin hanya cocok dipakai untuk

mencapai suatu tujuan tertentu. Jadi dengan sasaran yang berbeda hendaknya jangan menggunakan

teknik penajian yang sama.

Keempat. menetapkan norma-norma atau kriteria keberhasilan sehingga guru mempunyai

pegangan yang dapat dijadikan ukuran untuk menilai sampai sejauh mana keberhasilan tugas-tugas

yang telah dilakukannya. Suatu program bani bisa diketahui keberhasilannya setelah dilakukan

Page 205: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

evaluasi. Sistem penilaian dalam kegiatan belajar mengajar merupakan salah satu strategi yang tidak

bisa dipisahkan dengan strategi dasar lain. Apa yang harus dinilai dan bagaimana penilaian itu harus

dilakukan termasuk kemampuan yang harus dimiliki oleh guru. Seorang siswa dapat dikategorikan

sebagai murid yang berhasil bisa dilihat dan berbagai segi. Bisa dilihat dan segi kerajinannya

mengikuti tatap muka dengan guru, perilaku sehari-hari di sekolah, hasil ulangan. hubungan sosial,

kepemimpinan, prestasi olah raga, keterampilan dan sebagainya atau dilihat dan berbagai aspek.

Keempat dasar strategi tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh antara dasar yang satu dengan

dasar yang lain saling menopang dan tidak bisa dipisahkan.

2. Sasaran Kegiatan Belajar Mengajar

Setiap kegiatan belajar mengajar mempunyai sasaran atau tujuan. Tujuan itu bertahap dan

berjenjang, mulai dan yang sangat operasional dan konkret yakni tujuan pembelajaran khusus, tujuan

pembelajaran umum, tujuan kurikuler. tujuan nasional, sampai pada tujuan yang bersifat universal.

Persepsi guru atau persepsi anak didik mengenai sasaran akhir kegiatan belajar mengajar akan

mempengaruhi persepsi mereka terhadap sasaran antara serta sasaran kegiatan. Sasaran itu harus

diterjemahkan ke dalam ciri-ciri perilaku kepribadian yang didambakan. Pada tingkat sasaran atau

tujuan yang universal, manusia yang diidamkan tersebut harus memiliki kualifikasi: (1)

pengembangan bakat secara optimal; (2) hubungan antar manusia; (3) efisiensi ekonomi; dan (4)

tanggung jawab selaku warga negara.

Sedangkan tujuan pendidikan Indonesia sejalan dengan dasar negara dan pandangan hidup

kita, sasarannya adalah terbinanya warga negara yang cakap, memahami, menghayati, dan

mengamalkan sila-sila (I) ke Tuhanan Yang Maha Esa; (2) kemanusiaan yang adil dan beradab; (3)

persatuan Indonesia; (4) kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

permusyawaratan perwakilan; dan (5) keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pandangan hidup

para” guru maupun siswa turut mewarnai berkenaan dengan gambaran karakteristik sasaran manusia

idaman.

Konsekwensinya akan mempengaruhi juga kebijakan tentang perencanaan, pengorganisasian,

pelaksanaan, serta penilaian terhadap kegiatan belajar mengajar. Belajar mengajar selaku suatu sistem

instruksional mengacu kepada pengertian sebagai seperangkat komponen yang saling bergantung satu

sama lain untuk mencapai tujuan. Selaku suatu sistem belajar mengajar meliputi sejumlah komponen

antara lain tujuan pelajaran, bahan ajar. siswa yang menerima pelayanan belajar. guru, metode dan

pendekatan, situasi. dan evaluasi kemajuan belajar. Agar tujuan itu dapat tercapai semua komponen

yang ada harus diorganisasikan dengan baik sehingga sesama komponen itu terjadi kerja sama.

Page 206: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Karena itu guru tidak boleh hanya memperhatikan komponen-komponen tertentu saja

misalnya metode, bahan dan evaluasi saja, tetapi ia harus mempertimbangkan komponen secara

keseluruhan. Berbagai persoalan yang biasa dihadapi guru antara lain adalah: (1) tujuan-tujuan apa

yang ingin dicapai; (2) materi pelajaran apa yang perlu diberikan; (3) metode alat mana yang harus

dipakai; (4) prosedur apa yang akan ditempuh untuk melakukan evaluasi. Secara khusus dalam proses

belajar mengajar guru berperan sebagai pengajar, pembimbing, perantara sekolah dengan masyarakat,

administrator dan lain-lain. Untuk itu wajar bila guru memahami dengan segenap aspek pribadi anak

didik seperti: (I) kecerdasan dan bakat khusus; (2) prestasi sejak permulaan sekolah; (3)

perkembangan jasmani dan kesehatan; (4) kecenderungan emosi dan karakternya; (5) sikap dan minat

belajar; (6) cita-cita; (7) kebiasaan belajar dan bekerja; (8) hobi dan penggunaan waktu senggang; (9)

hubungan sosial di sekolah dan di rumah; (10) latar belakang keluarga; (11) lingkungan tempat

tinggal; dan (12) sifat-sifat khusus dan kesulitan belajar anak didik. Usaha untuk memahami anak

didik mi bisa dilakukan melalui evaluasi selain itu guru mempunyai keharusan melaporkan

perkembangan hasil belajar para siswa kepada kepala sekolah, orang tua, serta instansi yang terkait.

3. Tahapan Mengajar

Ada tiga hal pokok yang harus diperhatikan guru dalam melaksanakan strategi mengajar

yalta: (1) tahapan mengajar; (2) penggunaan model atau pendekatan mengajar; dan (3) penggunaan

prinsip mengajar. Secara umum ada tiga pokok dalam strategi mengajar. yakni tahap permulaan

(prainstruksional). tahap pengajaran (instruksional). dan tahap penilaian dan tindak lanjut.

Ketiga tahapan mi harus ditempuh pada setiap saat melaksanakan pengajaran. Jika, satu

tahapan tersebut ditinggalkan, maka sebenarnya tidak dapat dikatakan telah terjadi proses pengajaran.

a. Tahap Prainstruksional

Tahap prainstruksional adalah tahapan yang ditempuh guru pada saat ia memulai proses

belajar dan mengajar. Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan oleh guru atau oleh siswa pada

tahapan ini:

Page 207: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

1. Guru menanyakan kehadiran siswa, dan mencatat siapa yang tidak hadir. Kiranya tidak perlu

diabsensi satu persatu, cukup ditanya yang tidak hadir saja, dengan alasannya. Kehadiran siswa

dalam pengajaran, dapat dijadikan salah satu tolok ukur kemampuan guru mengajar. Tidak selalu

ketidak hadiran siswa, disebabkan kondisi siswa yang bersangkutan (sakit, malas, bolos, dan lain-

lain), tetapi bisa juga terjadi karena pengajaran dan guru tidak menyenangkan, sikapnya tidak

disukai oleh siswa, atau karena tindakan guru pada waktu mengajar sebelumnya dianggap

merugikan siswa (penilaian tidak adil, memberi hukuman yang menyebabkan frustasi, rendah diri

dan lain-lain).

2. Bertanya kepada siswa, sampai dimana pembahasan pelajaran sebelumnya. Hal ini bukan soal

guru sudah lupa, tapi menguji dan mengecek kembali ingatan siswa terhadap bahan yang telah

dipelajarinya. Dengan demikian guru mengetahui ada tidaknya kebiasaan belajar siswa di

rumahnya sendiri. setidak-tidaknya kesiapan siswa menghadapi pelajaran hari itu.

3. Mengajukan pertanyaan kepada siswa di kelas, atau siswa tertentu tentang bahan pelajaran yang

sudah diberikan sebelumnya. Hal ini dilakukan untuk mengetahui sampai di mana pemahaman

materi yang telah diberikan. Apakah tahan lama diingat, atau tidak. Data dan informasi ini bukan

hanya berguna bagi siswa, tapi juga bagi guru. Jika ternyata siswa dapat menjawabnya. sangat

bijaksana bila guru memberi pujian dan penghargaan.

4. Memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya mengenai bahan pelajaran yang belum

dikuasainya dan pengajaran yang telah dilaksanakan sebelumnya.

5. Mengulang kembali bahan pelajaran yang lalu (bahan pelajaran sebelumnya) secara singkat tapi

mencakup semua bahan aspek yang telah dibahas sebelumnya. Hal mi dilakukan sebagai dasar

bagi pelajaran yang akan dibahas hari berikutnya nanti, dan sebagai usaha dalam menciptakan

kondisi belajar siswa.

Tujuan tahapan ini, pada hakikatnya adalah mengungkapkan kembali tanggapan siswa

terhadap bahan yang telah diterimanya, dan menumbuhkan kondisi belajar dalam hubungannya

dengan pelajaran hari itu. Tahap prainstruksional dalam strategi mengajar mirip dengan kegiatan

pemanasan dalam olah raga. Kegiatan ini akan mempengaruhi keberhasilan siswa. Seperti seorang

pemain bulu tangkis, melakukan pukulan pemanasan, sebelum ia bermain yang sebenarnya. Oleh

karena itu tak pernah terjadi seorang pemain langsung bertanding tanpa melakukan pukulan

pemanasan.

b. Tahap Instruksional

Page 208: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Tahap kedua adalah tahap pengajaran atau tahap inti. Yakni tahapan memberikan bahan

pelajaran yang telah disusun guru sebelumnya. Secara umum dapat diidentifikasi beberapa kegiatan

sebagai berikut.

1. Menjelaskan pada siswa tujuan pengajaran yang harus di capai siswa. Informasi tujuan penting

diberikan kepada siswa, sebab tujuan tersebut untuk siswa dan harus dicapai setelah pengajaran

selesai. Berdasarkan pengamatan, masih banyak guru yang tidak melaksanakan mi, sebaiknya

tujuan tersebut ditulis secara ringkas di depan papan tulis sehingga dapat dibaca dan dapat

dipahami oleh semua siswa.

2. Menuliskan pokok materi yang akan dibahas hari itu yang diambil dan buku sumber yang telah

disiapkan sebelumnya. Sudah barang tentu materi tersebut sesuai silabus dan tujuan pengajaran,

sebab materi bersumber dan tujuan.

3. Membahas pokok materi yang telah dituliskan tadi. Dalam pembahasan materi itu dapat ditempuh

dua cara yakni: Pertama pembahasan dimulai dan gambaran umum materi pengajaran menuju

kepada topik secara lebih khusus. Cam kedua dimulai dan topik khusus menuju topik umum.

Mana cara yang paling baik untuk melakukannya, tentu bergantung pada guru masing-masing.

Namun demikian, cara pertama diduga akan lebih efektif sebab siswa diberikan gambaran

keseluruhan materi, sehingga siswa tahu arah bahan pengajaran yang akan dibahas selanjutnya.

Pembahasan tidak harus oleh guru tapi lebih baik lagi dibahas oleh siswa.

4. Pada setiap pokok materi yang dibahas sebaiknya diberikan contoh-contoh konkret. Demikian

pula siswa harus diberikan pertanyaan atau tugas, untuk mengetahui tingkat pemahaman dan

setiap pokok materi yang telah dibahas. Dengan demikian nilai pengajaran tidak hanya pada akhir

pelajaran saja, tetapi juga pada saat pengajaran berlangsung. Jika ternyata siswa belum

memahaminya, maka guru mengulang kembali pokok materi tadi, sebelum melanjutkan pada

pokok materi berikutnya. Demikian sistemnya sampai semua pokok materi yang telah di tulis tadi

selesai dibahas. Harus diperhatikan bahwa siswa harus banyak terlibat dalam membahas pokok

materi.

5. Penggunaan alat bantu pengajaran untuk memperjelas pembahasan setiap pokok materi sangat

diperlukan. Alat bantu seperti alat peraga grafis, model atau alat peraga yang diproyeksikan

(kalau ada) sudah barang tentu harus sudah disiapkan sebelumnya. Alat mi digunakan dalam

empat fase kegiatan yakni: (a) pada waktu guru menjelaskan kepada siswa; (b) pada waktu guru

menjawab pertanyaan siswa, sehingga jawaban lebih jelas; (c) pada waktu guru mengajukan

pertanyaan kepada siswa atau pada waktu memberi tugas kepada siswa; dan (d) digunakan siswa

Page 209: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

pada waktu ia mengerjakan tugas yang diberikan guru dan pada waktu siswa melakukan kegiatan

belajar. Dengan demikian alat peraga tersebut dapat digunakan oleh guru dan oleh siswa.

6. Menyimpulkan hasil pembahasan dan pokok materi. Kesimpulan ini dibuat oleh guru dan

sebaiknya pokok-pokoknya ditulis di papan tulis untuk dicatat siswa. Kesimpulan dapat pula

dibuat guru bersama-sama siswa, bahkan kalau mungkin diserahkan sepenuhnya kepada siswa.

Pada kegiatan ini siswa diberi waktu untuk mencatat kesimpulan pelajaran bertanya kepada

teman-temannya, atau mendiskusikannya dalam kelompok. Harus diperhatikan bahwa kegiatan

yang ditempuh dalam tahapan instruksional, sebaiknya dititikberatkan pada siswa yang harus

lebih aktif melakukan kegiatan belajar. Untuk itu maka haruslah dipilih pendekatan mengajar

yang berorientasi kepada cam belajar siswa aktif.

c. Tahap Evaluasi dan Tindak Lanjut

Tahapan yang ketiga atau yang terakhir dan strategi menggunakan model mengajar adalah

tahap evaluasi atau penilaian dan tindak lanjut dalam kegiatan pembelajaran. Tujuan tahapan ini,

ialah untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan tahapan kedua (instruksional), kegiatan yang

dilakukan pada tahapan ini antara lain:

1. Mengajukan pertanyaan kepada kelas, atau kepada beberapa siswa. mengenai semua pokok

materi yang telah dibahas pada tahapan kedua. Pertanyaan yang diajukan bersumber dan bahan

pengajaran. Pertanyaan dapat diajukan kepada siswa secara lisan maupun secara tertulis.

Pertanyaan mi disebut posttest. Berhasil tidaknya tahapan kedua, dapat terlihat dan dapat tidaknya

siswa menjawab pertanyaan yang diajukan guru, Salah satu patokan yang dapat digunakan adalah

apabila kira-kira 70% dan jumlah siswa di kelas tersebut dapat menjawab setiap pertanyaan yang

diajukan, maka proses pengajaran (tahapan kedua) dikatakan berhasil.

2. Apabila pertanyaan yang diajukan belum dapat dijawab oleh siswa kurang dan 70%, maka guru

harus mengulang kembali materi yang belum dikuasai siswa. Teknik pembahasan bisa ditempuh

dengan berbagai cara yakni: (1) menguasai untuk menjelaskannya pada kegiatan terjadwal; (2)

diadakan diskusi kelompok membahas pokok materi yang belum dikuasai; dan (3) memberikan

tugas pekerjaan rumah, yang berhubungan dengan pokok materi yang belum dikuasai melalui

kegiatan mandiri. cara mana yang dipilih diserahkan sepenuhnya kepada guru.

3. Untuk memperkaya pengetahuan siswa, materi yang dibahas, guru dapat memberikan

tugas/pekerjaan rumah yang ada hubungannya dengan topik atau pokok materi yang telah

dibahas. Misalnya tugas memecahkan masalah, menulis karangan/makalah, membuat kliping dan

koran dan lain- lain yang erat hubungannya dengan bahan yang telah dibahas.

Page 210: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

4. Akhiri pelajaran dengan menjelaskan atau memberi tahu pokok materi yang akan dibahas pada

pelajaran berikutnya. Informasi ini perlu agar siswa dapat mempelajari bahan tersebut dan

sumber-sumber yang dimilikinya.

Ketiga tahap yang telah dibahas di atas, merupakan satu rangkaian kegiatan yang terpadu,

tidak terpisahkan satu sama lain. Guru dituntut untuk mampu dan dapat mengatur waktu dan kegiatan

secara neksibel, sehingga ketiga rangkaian tersebut diterima oleh siswa secara utuh. Di sinilah letak

keterampilan profesional dan seorang guru dalam melaksanakan strategi mengajar. Kemampuan

mengajar seperti dilukiskan dalam uraian di atas secara teoritis mudah dikuasai, namun dalam

prakteknya tidak semudah seperti digambarkan. Hanya dengan latihan dan kebiasaan yang terencana,

kemampuan itu dapat diperoleh.

Page 211: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

BAB VI

PENGEMBANGAN KURIKULUM DALAM BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

1. Pendahuluan

Banyak ahli mengemukakan bahwa pembelajaran merupakan implementasi kurikulum, tetapi

banyak juga yang mengemukakan bahwa pembelajaran itu sendiri merupakan kurikulum sebagai

kegiatan. Pembangunan Nasional di bidang pendidikan adalah upaya mencerdaskan kehidupan

bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia melalui proses pendidikan. Dengan demikian

pembangunan pendidikan diharapkan dapat mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur

berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang memungkinkan warganya mengembangkan diri mampu

memenuhi kebutuhan hidupnya dan selanjutnya mengaktualisasikan dirinya sebagai manusia

Indonesia seutuhnya.

Untuk mewujudkan pembangunan nasional dibidang pendidikan tersebut diperlukan suatu

peningkatan dan penyempurnaan penyelenggaraan pendidikan nasional yang disesuaikan dengan

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, perkembangan masyarakat, tantangan global, serta

kebutuhan pembangunan. Untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional tersebut, maka disusunlah

suatu kurikulum, dalam perjalanannya kurikulum ini senantiasa mengalami perkembangan dan

penyesuaian sesuai dengan kemajuan. Seperti kita ketahui bahwa pendidikan sebagai suatu sistem

adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan

pendidikan nasional (UUSPN No. 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 3).

Hal ini merupakan serangkaian tindakan yang saling terkait antara satu dengan yang lain, dan

merupakan suatu usaha sadar menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan

bahan latihan bagi peranannya terhadap kehidupan di masa akan datang. Dengan demikian kurikulum

merupakan salah satu indikator yang menentukan berhasil tidaknya suatu pendidikan. oleh karena itu

kurikulum harus dikelola secara baik dan profesional. Secara langsung maupun tidak, penyampaian

kurikulum dalam program pendidikan menuntut adanya tanggung jawab guru sebagai pelaksana

proses belajar mengajar di sekolah, tanggung jawab guru mi khusus dalam hubungannya dengan

layanan belajar siswa.

Karenanya dalam melaksanakan tugas guru dituntut memiliki keterampilan profesional yang

tinggi dalam mengembangkan kurikulum. Permasalahannya sekarang, adalah bagaimanakah kita

menyampaikan kurikulum melalui kegiatan mengajar anak-anak agar dapat menjadi anggota

masyarakat yang baik, sehingga kualitas, lulusan/output pendidikan kita bertambah tinggi. Untuk

menjawab permasalahan ini, seluruh sistem yang berkaitan dengan pendidikan dan guru sebagai

Page 212: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

pendidik hendaknya memahami betul masalah-masalah yang berhubungan dengan kurikulum.

Masalah yang harus diantisipasi adalah perubahan dan pengembangan kurikulum, karena kurikulum

berkaitan erat dengan tinggi dan rendahnya mutu pendidikan. Dalam hal ini yang perlu diperhatikan

ialah bagaimana mengelola dan mengembangkan kurikulum? sehingga bermanfaat bagi kehidupan

sehari-hari.

Bagaimana meningkatkan kualitas lulusan sehingga dapat diterima kualitasnya di masyarakat.

Pertanyaan-pertanyaan tersebut memerlukan suatu pembahasan sehingga mencapai titik terang dalam

melihat permasalahannya. Perlu diingat oleh para pendidik bahwa apabila terjadi perubahan

kurikulum dengan alasan untuk meningkatkan kualitas pendidikan, maka hendaknya jangan hanya

sekedar mengubah kurikulum secara parsial atau hanya harus dilihat dan berbagai aspek dalam suatu

sistem yang menyeluruh, seperti segala sesuatu yang berhubungan dengannya seperti guru, kebutuhan

siswa, persaingan global, biaya, sarana dan prasarana perlu disiapkan agar betul-betul dirasakan

manfaatnya oleh semua pihak. Jadi dengan kata lain perubahan - kurikulum itu tidak bersifat parsial,

atau tidak dirasakan manfaatnya, bahkan hanya dianggap menjadi beban bagi masyarakat ataupun

bagi guru dan murid itu sendiri.

UUSPN No. 20 tahun 2003 pasal 36 ayat 1 menegaskan bahwa pengembangan kurikulum

dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan

nasional. Perubahan dan pengembangan kurikulum yang dilakukan pemerintah hendaknya mengacu

kepada standar nasional yang ditujukan untuk memenuhi kepentingan pembelajaran dan perolehan

mutu yang kompetitif dalam rangka meningkatkan kualitas SDM melalui proses pendidikan.

Kemudian sejauh mana perubahan kurikulum membawa dampak positif terhadap peningkatan

kualitas sumber daya manusia suatu bangsa.

Apakah perubahan itu dapat direspons oleh sekolah dan kurikulum yang dikembangkan bisa

diimplementasikan di sekolah atau tidak. Artinya jangan melakukan perubahan kurikulum hanya atas

dasar kepentingan pemegang kebijakan atau karena perubahan suhu politik. Karena pendidikan

dilaksanakan dalam rangka menyongsong masa depan anak bangsa yang lebih baik, jadi kurikulum

harus disiapkan dan diterapkan melalui proses belajar mengajar yang berorientasi ke masa depan

bukan berdasarkan kepentingan sesaat.

2. Konsep Pengembangan Kurikulum

Kurikulum tidak hanya sekedar mempelajari mata pelajaran, tetapi lebih mengembangkan

pikiran, menambah wawasan, serta mengembangkan pengetahuan yang dimilikinya. Ia lebih

mempersiapkan peserta didik atau subjek belajar yang baik dalam memecahkan masalah

individualnya maupun masalah yang dihadapi oleh lingkungannya. Karena itu kurikulum diberi

Page 213: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

konotasi sebagai usaha sekolah untuk mempengaruhi anak agar mereka dapat belajar dengan baik di

dalam kelas, di halaman sekolah, di luar lingkungan sekolah atau semua kegiatan untuk

mempengaruhi subjek belajar sehingga menjadi pribadi yang diharapkan. Proses pengembangan

kurikulum ialah kebutuhan untuk menspesifikasi peranan-peranan lulusan yang harus dilaksanakan

dalam bidang pekerjaan tertentu. Pada dasarnya kurikulum dirancang dengan maksud

mengembangkan siswa agar mampu melaksanakan peranan-peranan itu. Setelah diadakan spesifikasi

peranan yang meletakkan batas-batas di sekitar keseluruhan domain dalam kurikulum tertentu, yang

memungkinkan dilakukannya identifikasi tugas-tugas spesifik dalam lingkup peranan tersebut.

Kurikulum yang baik adalah kurikulum yang sifatnya berkesinambungan. Kurikulum tersebut

di desain sedemikian rupa sehingga tidak terjadi jurang yang memisahkan antara jenjang pendidikan

dasar dengan jenjang pendidikan selanjutnya. Kata Kurikulum berasal dan bahasa latin “curriculum”

semula berarti “a running course, or race corse, especially a chariot race course” yang berarti jalur

pacu dan secara tradisional kurikulum disajikan seperti itu (ibarat jalan) bagi kebanyakan orang,

terdapat pula dalam bahasa Perancis “courier” artinya “to run” atau berlari.

Kemudian istilah itu digunakan untuk sejumlah “courses” atau mata pelajaran yang harus ditempuh

untuk mencapai suatu gelar atau ijazah. Seperti halnya dengan istilah-istilah lain yang banyak

digunakan, kurikulum juga mengalami perkembangan dan tafsiran yang berbagai ragam. Hampir

setiap ahli kurikulum mempunyai rumusan sendiri, walaupun diantara berbagai definisi itu terdapat

aspek-aspek persamaan. Secara tradisional kunikulum diartikan sebagai mata pelajaran yang

diajarkan di sekolah. Dalam perkembangannya kurikulum sebagai suatu kegiatan pendidikan, timbul

berbagai definisi yang menentukan apa yang termasuk dalam ruang lingkupnya. Berikut ini di

kemukakan beberapa pengertian kurikulum yaitu:

1. Saylor dan Alexander (1956:3) merumuskan kurikulum sebagai “the total effort of the school to

going about desired outcomes in school and out of school situations” yaitu kurikulum tidak

sekedar mata pelajaran tetapi segala usaha sekolah untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

2. Zais (1976) mengemukakan berbagai pengertian kurikulum, yakni: (1) kurikulum sebagai

program pelajaran; (2) kurikulum sebagai isi pelajaran; (3) kurikulum sebagai pengalaman belajar

yang direncanakan; (4) kurikulum sebagai pengalaman di bawah tanggung jawab sekolah (5)

kurikulum sebagai rencana tertulis untuk dilaksanakan.

3. Dalam UU No. 20 tahun 2003 dikemukakan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan

pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman

penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan tertentu.

Page 214: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

4. Pengertian kurikulum menurut pandangan lama: kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang

harus ditempuh oleh murid untuk memperoleh ijazah. Kurikulum lama berorientasi pengalaman

masa lampau, tidak berdasarkan suatu filsafat pendidikan yang jelas, mengutamakan

perkembangan pengetahuan akademik dan keterampilan, terpusat pada mata pelajaran, teks book,

dan dikembangkan oleh guru secara perorangan.

5. Pendapat yang baru atau modem tentang kurikulum adalah: kurikulum diartikan bersifat luas

bukan saja terdiri dan mata pelajaran (courses) tetapi meliputi semua kegiatan dan pengalaman

yang menjadi tanggung jawab sekolah.

6. Konsep kurikulum menurut Tanner & Tanner (1980) adalah: (1) kurikulum sebagai modus

mengajar; (2) kurikulum sebagai pengetahuan yang diorganisasikan; (3) kurikulum sebagai arena

pengalaman; (4) kurikulum sebagai pengalaman belajar terbimbing “all planned learning

outcomes for which the school is responsible”, semua rencana hasil belajar (learning outcomes)

dan kurikulum sebagai hasil belajar merupakan tanggung jawab sekolah dan merupakan

serangkaian hasil belajar yang diharapkan; (5) kurikulum sebagai suatu rencana kegiatan

pembelajaran sudah selayaknya mencakup komponen-komponen kegiatan pembelajaran, namun

demikian komponen-komponen kegiatan pembelajaran yang dirancang dalam kurikulum masih

umum oleh karena itu perlu dielaborasi dan dikaji oleh guru; dan (6) kurikulum sebagai jalan

meraih ijazah merupakan syarat mutlak dalam pendidikan formal.

Dari pengertian tersebut dapat ditegaskan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan

pengaturan mengenai sisi dan bahan pelajaran serta cam yang digunakan sebagai pedoman

penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Isi kurikulum pendidikan dasar merupakan susunan

bahan kajian dan pelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan dasar. Menurut UUSPN No. 20 tahun

2003 isi kurikulum pendidikan dasar wajib memuat sekurang-kurangnya memuat bahan kajian dan

pelajaran (1) pendidikan agama; (2) pendidikan kewarganegaraan; (3) bahasa; (4) matematika; (5)

ilmu pengetahuan alam; (6) ilmu pengetahuan sosial; (7) seni dan budaya; (8) pendidikan jasmani dan

olahraga; (9) keterampilan/kejuruan; dan (10) muatan lokal.

Mata pelajaran pada hakikatnya adalah pengalaman nenek moyang masa lampau.

Pengalaman-pengalaman itu dipilih, dianalisa, kemudian disusun secara sistematis dan logis,

sehingga timbullah mata pelajaran seperti sejarah ilmu bumi, ilmu hayat dan sebagainya. Oleh karena

itu mata pelajaran adalah sejumlah informasi pengetahuan sehingga penyampaian mata pelajaran

kepada para siswa akan membentuk mereka menjadi intelektualitas. Pada jenjang pendidikan formal

terdapat jenjang-jenjang pendidikan yang selalu berakhir dengan ijazah atau surat tanda tamat belajar

Page 215: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

(STTB). Uraian tersebut menunjukkan kurikulum merupakan jalan yang berisi sejumlah mata

pelajaran/bidang studi yang harus dilalui untuk meraih ijazah.

UUSPN No. 20 tahun 2003 pasal 36 ayat I menyatakan pengembangan kurikulum dilakukan

dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

Artinya kurikulum itu tidak boleh liar, tetapi harus mempedomani standar kurikulum nasional,

adapun pengembangan melebihi standar nasional hal itu adalah sesuatu yang dianjurkan, tentu saja

memperhatikan potensi daerah dan juga potensi peserta didik. Karena itu, kurikulum sebagai jalan

untuk meraih izajah mengisyaratkan adanya sejumlah mata pelajaran/bidang studi dan isi pelajaran

yang harus diselesaikan oleh siswa. Menurut Schubert penyebutan kurikulum sama dengan mata

pelajaran. Kurikulum sebagai “all the means employed by the school to provide the students with

opportunities for desirable learning experiences” menurut Zais (1976:8) menunjukkan bahwa semua

yang dipakai oleh sekolah untuk menyediakan kesempatan bagi siswa untuk memperoleh pengalaman

belajar yang diperlukan adalah kurikulum.

Dengan demikian kurikulum sebagai pengalaman belajar mencakup pula tugas-tugas belajar

yang diberikan oleh guru untuk dikerjakan siswa di rumah. Guru dapat memilih satu atau lebih

konsep kurikulum yang dijadikan acuannya. kurikulum tidak terbatas pada intra dan ekstra kurikulum

saja, tetapi secara luas yang dapat membentuk pribadi anak dan belajar cam hidup dalam masyarakat.

Kurikulum baru berorientasi pada masa sekarang sebagai persiapan untuk menghadapi masa

datang, berdasarkan pada filsafat pendidikan yang jelas yang dapat diajarkan ke dalam serangkaian

tindakan yang nyata sehari-hari. Bertujuan untuk mengembangkan seluruh pribadi siswa, disusun

berdasarkan masalah atau topik di mana siswa belajar dengan pengalaman sendiri.

Kurikulum juga bertitik tolak dan masalah kehidupan yang disesuaikan dengan tingkat

perkembangan dan minat serta kebutuhan individu, dan dikembangkan oleh tim guru bersama-sama

atau suatu departemen tertentu. Kurikulum sebagai program pendidikan yang telah direncanakan

secara sistematis mengemban peranan yang sangat penting bagi pendidikan para siswa. Paling tidak

ada tiga peranan kurikulum yakni: (1) peranan konservatif yaitu mentransmisikan dan menafsirkan

warisan sosial kepada generasi muda; (2) peranan kritis atau evaluatif yaitu aktif berpartisipasi dalam

kontrol sosial dan menekankan pada unsur berpikir kritis; dan (3) peranan kreatif yaitu mencipta dan

menyusun suatu yang baru sesuai dengan kebutuhan masa sekarang dan masa mendatang dalam

masyarakat. Ketiga peranan tersebut berjalan secara seimbang, dalam arti terdapat keharmonisan di

antara ketiganya. Dengan demikian kurikulum akan dapat memenuhi tuntunan waktu dan keadaan

dalam membawa para siswa menuju kepada kebudayaan masa depan.

Page 216: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Di samping memiliki peranan kurikulum juga memiliki fungsi yakni: (1) penyesuaian (the

adjustive of adaptive function) yaitu kemampuan individu menyesuaikan din terhadap lingkungan

secara keseluruhan; (2) pengintegrasian (the integrating function) yaitu mendidik pribadi yang

terintegrasi dengan masyarakat; (3) deferensiasi (the defferensiating function) yaitu memberikan

pelayanan terhadap perbedaan-perbedaan perorangan dalam masyarakat; (4) persiapan (the

propaedeutic function) yaitu mempersiapkan siswa untuk dapat melanjutkan studi kejenjang yang

lebih tinggi untuk suatu jangkauan yang lebih jauh; (5) pemilihan (the selective function) yaitu

memberikan kesempatan kepada seseorang untuk memilih apa yang diinginkannya dan menarik

perhatiannya; dan (6) diagnostik (the diagnostic function) yaitu membantu siswa memahami dan

menerima dirinya sehingga dapat mengembangkan semua potensi yang dimilikinya.

Pendekatan dalam pengembangan kurikulum terdiri dan: (1) pendekatan mata pelajaran yaitu

bertitik tolak dan mata pelajaran (subjeck matter) yang masing-masingnya berdiri sendiri; (2)

interdisipliner yaitu suatu gejala sosial yang saling tali temali baik dan segi sosial, politik, ekonomi,

budaya, dan sebagainya; (3) integratif atau terpadu yaitu bertitik tolak dan suatu keseluruhan atau

suatu kesatuan yang bermakna dan berstruktur; dan (4) sistem yaitu suatu totalitas yang terdiri dan

sejumlah komponen atau bagian-bagian. Sebagai upaya pengembangan kurikulum untuk memperoleh

mutu yang bersaing oleh institusi satuan pendidikan dapat melakukan perampingan dan dapat juga

melakukan perluasan. Dalam hal mi seperti, institusi satuan pendidikan dasar dapat menambah mata

pelajaran sesuai dengan keadaan lingkungan dan ciri khas satuan pendidikan yang bersangkutan.

Upaya pengembangan mi, dengan tidak mengurangi kurikulum yang berlaku secara nasional dan

tidak menyimpang dan tujuan pendidikan nasional. Dengan demikian satuan pendidikan dasar dapat

menjabarkan dan menambah bahan kajian dani pelajaran sesuai dengan kebutuhan setempat.

Pengembangan kurikulum menurut UUSPN No. 20 tahun 2003 dilakukan dengan mengacu

pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan pendidikan nasional. Sejalan dengan hal itu,

langkah pengembangan kurikulum menurut Tyler (1949) mencakup aspek (1) tujuan sekolah: (2)

pengalaman belajar sesuai dengan tujuan; (3) pengelolaan pengalaman belajar dan penilaian tujuan

belajar sebagai komponen yang dijadikan perhatian utama. Pada perkembangan selanjutnya, Taba

(1962) mengembangkan model pengembangan kurikulum yang dapat dikatakan sebagai reneksi dani

tradisi pengembangan kurikulum modern. Hankins and Hammull (1995:19) mengemukakan langkah

pengembangan kurikulum akan banyak bergantung pada peranan guru sebagai pengembang

kurikulum.

Lebih lanjut ditegaskan bahwa ada 7 langkah pengembangan kurkulum sebagai

pengembangan lebih lanjut yaitu (1) mengembangkan langkah diagnosa kebutuhan (diagnosis of

Page 217: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

needs); (2) merumuskan tujuan (formulation of objectives); (3) menyeleksi konten (selection of

content); (4) mengorganisasikan konten (organization of content); (5) menyeleksi pengalaman belajar

(selection of learning experiences); (6) mengorganisasikan pengalaman belajar (organization of

learning experiences); dan (7) mengevaluasi dan makna evaluasi (evaluation and means of

evaluation).

Pada model pendekatan teknik scieitific, pengembangan kurikulum mencakup langkah dalam

menyusun perencanaan, menyusun struktur lingkungan belajar, mengordinasikan sumber daya

manusia, bahan dan peralatan sehingga memiliki derajat objektifitas, universalitas dan logika yang

tinggi, dapat menjelaskan kenyataan secara simbolis, percaya pada efisiensi dan efektintas sistem.

Sedangkan pada model non teknik/non scientific, pengembangan kurikulum diorientasikan pada hal

yang subjektif, pribadi, penalaran, transaksi dan keindahan, diorientasikan pada peserta didik dengan

belajar secara aktif.

Adanya rencana diberlakukan kurikulum sekolah dengan berbasis pada kemampuan dasar,

pada hakikatnya mendasarkan. pada pemikiran sebagai upaya memberdayakan peserta didik dalam

kedudukannya sebagai subjek belajar agar siap menghadapi tantangan kehidupan kini dan masa

depan. Oleh karena itu adanya hasil belajar yang diharapkan dalam proses pembelajaran layak dimuat

dalam kurikulum. Memang harus diakui bahwa titik lemah pendidikan di sekolah selama mi, terletak

pada proses pembelajarannya (learning process). Arah dan pengembangan kurikulum masa depan,

selayaknya mampu dipersepsi secara mudah dan luwes oleh para guru maupun peserta didik serta

mudah disesuaikan dengan kondisi lingkungan belajar. Artinya kepentingan dan kebutuhan peserta

didik memperoleh mutu layanan belajar menjadi dasar pertimbangan utama dalam pengembangan

kurikulum sekolah.

Dengan adanya pengembangan kurikulum yang mengacu pada kemampuan dasar siswa yang

diimplementasikan dalam proses pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah. Pada dasarnya

pengembangan kurikulum mi akan berdampak pada perlunya langkah pembaharuan dalam proses

pembelajaran pada setiap mata pelajaran di setiap jenjang sekolah. Arah penyusunan dan

pengembangan kurikulum berbasis kemampuan dasar yang akan diberlakukan di sekolah di

Indonesia, disusun dengan pendekatan efektif. Langkah penyusunan dan pengembangan perangkat

kurikulum tersebut dilakukan dengan mengambil semua hal yang baik dan pandangan pengembangan

kurikulum yang dikenal. Hasan (2002:3) mengemukakan model proses pengembangan kurikulum

masa depan seperti terlihat dalam gambar 6.1. Diagram ini menggambarkan bahwa pengembangan

kurikulum berangkat dan penetapan visi masa depan pendidikan yang akan melahirkan manusia yang

diharapkan sesuai kualitas yang dibutuhkan oleh masyarakat.

Page 218: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Untuk penetapan visi masa depan tersebut disesuaikan dengan filsafat kurikulum, sehingga

pada gilirannya standar kurikulum yang dikembangkan tersebut difokuskan pada kualitas pendidikan

yang harus dikembangkan. Kerangka pengembangan kurikulum tersebut memuat tujuan sebagai

sasaran kualitas peserta didik yang diharapkan, materi yang tertuang dalam silabus maupun bahan

ajar, proses dalam kegiatan belajar dan mengajar, evaluasi untuk mengukur kemajuan belajar, dan

pedoman pelaksanaan yang dipandang dapat diimplementasikan dengan baik dan benar sesuai standar

yang ditentukan. Langkah pengembangan kurikulum dalam rangka mewujudkan kurikulum berbasis

kemampuan dasar yang akan menjadi arah kurikulum sekolah di Indonesia masa depan, pada

hakekatnya mendasarkan pada standar tertentu sesuai yang diharapkan. Standar ini dapat berlaku

secara nasional. serta dapat berlaku di daerah masing-masing.

Page 219: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Standar dalam konteks ini dimaksudkan sebagai kriteria keberhasilan dan aspek kualitas

dalam hal antara lain: (a) apa yang diketahui dan yang dapat dilakukan oleh peserta didik, (b)

program pembelajaran yang mengembangkan cara-cara belajar, (c) program pengajaran ilmu-ilmu

dasar dan budi pekerti, serta (d) indikator penilaian (Bodiono, at al. 2000:2). Standar dalam konteks

ini dapat bermakna sebagai kemampuan minimum yang dapat ditujukan peserta didik sebagai hasil

belajarnya sehingga dapat diterima oleh masyarakat atau dunia kerja.

Selanjutnya standar atau kemampuan dasar ini dikembangkan lebih lanjut dengan melakukan

penetapan dan pengembangan kompetensi keilmuan dalam proses pendidikan di sekolah yang

diuraikan ke dalam beragam rumpun bidang keilmuan. Kompetensi yang dikembangkan dalam

Page 220: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

rumpun bidang keilmuan di sekolah disebut dengan kompetensi umum, yang harus dikuasai peserta

didik di setiap jenjang sekolah. Berdasarkan pengembangan kompetensi umum yang telah disepakati,

selanjutnya dikategorisasikan menjadi kompetensi tiap jenjang dan kompetensi umum mata pelajaran

pada tiap jenjang dan tiap pelajaran.

3. Diversifikasi Kurikulum

Kurikulum pendidikan merupakan aspek yang penting untuk menjaga kepentingan nasional

maupun untuk memberikan kesempatan kreativitas dan menampung kepentingan daerah. Untuk itu,

pemerintah pusat mempunyai tugas dan kewenangan untuk menetapkan visi dan misi pendidikan

nasional (outputs) setiap jenjang pendidikan yang indikator keberhasilnya jelas (key. resuli areas),

sebagai kurikulum nasional. UUSPN No. 20 tahun 2003 pasal 36 ayat 2 menyatakan bahwa

kurikuluni pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi

sesuai dengan. satuan pendidikan. potensi daerah, dan peserta didik. UUSPN memberi petunjuk

bahwa dalam pengembangan kurikulum perlu diperhatikan potensi daerah, hal ini menunjukkan

bahwa kurikulum itu tidak sentralistik tetapi lebih lugas dan dapat menyesuaikan diri dan dapat

berkembang melebihi standar yang ditentukan pemerintah. Di lain pihak kurikulum juga harus

memperhatikan potensi peserta didik, artinya diberikan peluang yang sebesar-besarnya bagi anak.

didik untuk berkembang melebihi standar yang ditentukan Jika anak itu memiliki kemampuan dan

kecerdasan yang sesuai dengan perkembangan itu.

Sejalan dengan hal itu dalam Pasal 2 butir 3 PP No. 25 tahun 2000 ditegaskan bahwa

kewenangan pemerintahan pusat bidang kurikulum menyangkut empat hal yaitu: (1) penetapan

standar kompetensi siswa dan warga belajar; (2. pengaturan kurikulum nasional; (3) pengaturan

penilaian hasil belajar secara nasional; dan (4) pedoman pelaksanaan kegiatannya. Daerah

kabupaten/kota yang selama ini kurang berperan dalam pengembangan kurikulum yang ditetapkan

pusat, sekarang harus menerjemahkan kurikulum nasional tersebut kedalam visi, misi, tujuan, dan

pokok-pokok bahasan utama yang diperlukan untuk mencapai tujuan pendidikan. Visi dan misi

tingkat lokal dan kurikulum berisi garis-garis besar program pengajaran menjadi kewenangan

masing-masing sekolah untuk dikembangkan dan diimplementasikan sesuai kebutuhan dan

kemampuannya memaknai kurikulum dimaksud. Rancangan yang dikembangkan pada tingkat

sekolah mencakup seluruh komponen intrakurikuler, ekstrakurikuler, kurikulum yang tampak secara

jelas maupun kurikulum tersembunyi (hidden curricullum) dalam rangka pengembangan potensi

peserta didik secara utuh. Sedangkan penterjemahannya dalam bentuk satuan pelajaran (satpel) dan

bimbingan menjadi tugas dan kewenangan masing-masing guru didampingi Kepala Sekolah dan

pengawas sekolah.

Page 221: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Guru karena alasan profesinya sering terlibat dalam kegiatan pengembangan kurikulum

menurut Sergiovanni dan Starratt (1983) yaitu dengan merubah, mempenluas, mengorganisasi ulang,

dan menginterpretasikan apa yang telah disusun oleh pengembang kurikulum di luar kelas. Dalam

mengembangkan kurikulum dikelompokkan dalam sejunilah model yaitu model memproses

informasi, pengembangan personil yang menekankan pada pengembangan diri dan kesadaran

interpersonal, interaksi sosial yang menekankan pengembangan keterampilan dinamika kelompok,

dan perubahan perilaku yang menekankan pada prinsip kontrol stimulus dan penguatan.

Dalam implementasi kebijakan otonomi daerah kewenangan pemerintah menurut PP No.25

Tahun 2000 tentang kebijakan kurikulum adalah menetapkan standar nasional, kemudian dijelaskan

GBHN 1999 pemerintah melakukan pembaharuan sistem pendidikan termasuk pembaharuan

kurikulum, berupa diversifikasi kurikulum untuk melayani keberagaman peserta didik, penyusunan

kurikulum yang berlaku nasional dan lokal sesuai dengan kepentingan setempat, serta diversifikasi

jenis pendidikan secara profesional. Untuk itu dapat di kemukakan diversifikasi kurikulum berikut

ini.

a. Kurikulum Nasional

UUSPN No. 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 19 menyatakan bahwa kurikulum adalah seperangkat

rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai

pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

Prinsip-prinsip umum kurikulum dan pengajaran adalah siswa diberi kesempatan mempraktekkan

perilaku menurut tujuan, pengalaman belajar memberikan kesempatan bagi siswa menghadapi isi

pelajaran, siswa memperoleh kepuasan menerima pelajaran, level pelajaran dalam rentang yang

dimungkinkan bagi siswa untuk dilibatkan, pengalaman belajar memberikan hasil yang nyata, dan

pembelajaran siswa akan diperkuat, diperdalam, dan diperluas. Dengan demikian pada prinsipnya

kurikulum didesain untuk dapat diterima siswa dengan baik, karena jika siswa tidak mampu

mengikuti kurikulum yang disampaikan maka kurikulum tersebut tidak akseptabel.

Untuk memenuhi kurikulum yang bermutu dalam rangka pemberdayaan pendidikan kebijakan

kurikulum haruslah memberi ruang kreativitas tingkat tinggi kepada instansi yang berkaitan dengan

pendidikan di daerah, sekolah-sekolah, maupun LPTK sebagai implementasi desentralisasi mengacu

pada standar kompetensi. Kreatifitas meliputi pengaturan kurikulum dan mengelaborasinya menjadi

bahan ajar, evaluasi belajar mengacu pada standar yang dipersyaratkan, penyelesaian studi semua

jenjang sekolah tepat waktu, standar materi buku pelajaran pokok pada semua bidang studi, dan

pengembangan teknologi komunikasi serta informasi memenuhi kebutuhan kurikulum.

Page 222: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Kurikulum nasional akan memberi arti yang penting bagi sekolah pada suatu daerah, jika

daerah itu mampu memberi ruang kreativitas tingkat tinggi pada tim ahli yang dimilikinya bersama

sekolah. Para siswa diberi kesempatan mempraktekkan perilaku menurut tujuan yang tertuang dalam

kurikulum, siswa mampu memahami isi pelajaran dan memperoleh kepuasan menerima pelajaran,

level pelajaran dapat disesuaikan menurut tingkat kecerdasan siswa dengan rentang yang

dimungkinkan bagi siswa untuk dilibatkan. Tegasnya desain kurikulum nasional diadaptasi oleh

daerah untuk memberikan pengalaman belajar dengan basil yang nyata, dan pembelajaran siswa

dapat diperkuat, diperdalam, dan diperluas.

b. Muatan lokal

Kewenangan pemerintah dalam kebijakan kesiswaan disesuaikan dengan keadaan di setiap

daerah, secara kualitas setiap daerah dapat melampaui standar nasional. Penetapan kebijakan

persyaratan penerimaan, perpindahan, sertifikasi siswa, warga belajar dan mahasiswa, serta

penerimaan siswa SD, SLTP, SLTA, dan SLB yang standar penting bagi setiap .institusi sekolah.

Kewenangan pemerintah provinsi menurut PP No. 25 Tahun 2000 tentang pengembangan kurikulum

diarahkan untuk menggali potensi andalan daerah secara optimal. Cara yang efektif untuk

pengembangannya adalah dengan menyusun menjadi mata pelajaran muatan lokal (mulok) di

sekolah. Kantor pendidikan tingkat provinsi perlu membentuk tim ahli profesional menyusun

kurikulum muatan lokal yang siap diajarkan dan ada manfaatnya di semua daerah lingkungan

provinsi dimana satuan pendidikan itu berada.

Secara teoritik maupun konsep desentralisasi pemerintahan, maka pemerintah provinsi

sebagai daerah otonom lintas kabupaten/kota dapat menyusun kurikulum muatan lokal untuk

diterapkan di daerah yang menjadi wilayahnya. Pemerintah provinsi bersama Kabupaten/Kota

menyediakan tenaga ahli kurikulum untuk mempermudah desain pengembangan kurikulum yang

sesuai dengan potensi lokal, terlebih lagi kurikulum muatan lokal. Karena pengembangan kurikulum

yang asal jadi atau tidak sesuai dengan kebutuhan riil masyarakat akan menjadi sia-sia yaitu rugi

waktu dan material. Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa, untuk mendapat kualitas yang

dipersyaratkan dalam pengembangan kurikulum perlu diatur sistem kontrol, evaluasi pelaksanaan,

dan monitoring kurikulum sehingga pada waktu yang ditentukan dapat diperbaiki baik kurikulum

muatan lokal maupun kurikulum nasional pada semua jenis dan jenjang pendidikan. Model ini

mengacu pada aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik dalam upaya mencapai tujuan pendidikan.

c. Kurikulum Berbasis Kompetensi

Dalam perkembangannya untuk mempersiapkan para peserta didik menghadapi tantangan

masa depan, Depdiknas menerbitkan model kurikulum berbasis kompetensi yang merupakan reaksi

Page 223: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

pemikiran atau pengkajian ulang penilaian terhadap kurikulum pendidikan dasar 1994 beserta

pelaksanaannya. Kurikulum berbasis kompetensi adalah kurikulum yang ditujukan untuk

menciptakan tamatan yang kompeten dan cerdas dalam membangun identitas budaya dan bangsanya.

Kurikulum berbasis kompetensi pada pendidikan kejuruan oleh Suderadjat (2004::41) adalah sebagai

pengembangan program pendidikan dan latihan berdasarkan analisis jabatan, pekerjaan, tugas, dan

kegiatan di dunia kerja, baik di dunia usaha maupun dunia industri. Hasil pendidikan baik pendidikan

kejuruan, akademik, maupun keagamaan adalah kemampuan atau kompetensi yang bermanfaat bagi

kehidupan. Semua hasil pendidikan merupakan pemilikan pengetahuan dan konsep-konsep keilmuan,

nilai, sikap, dan keterampilan yang terintegrasi, yang dapat digunakan dalam kehidupan

bermasyarakat. Oleh karena semua bidang ilmu yang dipelajari di sekolah untuk digunakan dalam

kehidupan bermasyarakat, maka kurikulum berbasis kompetensi dapat diterapkan untuk semua

jenjang dan jenis-satuan pendidikan sesuai kadar dan bobotnya masing-masing.

Semua bidang studi mempunyai nilai yang menggambarkan kecakapan, kemampuan dan

kompetensi bagi para siswa yang menuntutnya. Karena itu, penggunaan kurikulum berbasis

kompetensi, selain agar meningkatkan mute pendidikan di Indonesia, juga untuk menciptakan dasar

yang sama bagi semua peserta didik. Sehingga mereka mampu melakukan lompatan yang sama ke

depan. McAshan (1981:45) mengartikan bahwa kompetensi adalah sebagai pengetahuan,

keterampilan dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dan dirinya,

sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan sebaik-

baiknya.

Kurikulum berbasis kompetensi memberi gambaran bahwa para siswa yang telah mengikuti

kegiatan belajar menguasai konsep pengetahuan, dan mampu menganalisis kebutuhan menggunakan

pengetahuan dan keterampilan yang diperolehnya di sekolah setelah mengikuti berbagai materi

pelajaran. Kompetensi mi memiliki tiga dimensi yakni: (1) pemilikan nilai dan sikap dengan

menghargai dan menyenangi materi pelajaran itu; (2) penguasaan konsep dengan menguasai ilmu

pengetahuan sehingga mampu berpikir secara rasional, kemampuan dan kecakapan berkomunikasi,

serta mampu memecahkan masalah secara sistematis dalam hidupnya; dan (3) kecakapan

mengaplikasikannya dengan menggunakan teknologi dan pengukuran yang tepat dalam kehidupan.

Adapun hal-hal yang dikembangkan dalam konsep kurikulum berbasis kompetensi terdiri atas

kompetensi akademik, keterampilan hidup, pengembangan moral, pembentukan karakter yang kuat,

kebiasaan hidup sehat, semangat bekerja sama, dan aspirasi estetika terhadap dunia sekitarnya.

Dengan konsep ini menunjukkan bahwa kurikulum berbasis kompetensi menuntut kualitas guru yang

memadai. Kurikulum berbasis kompetensi ini menekankan pada pengembangan kemampuan

Page 224: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performansi tertentu, sehingga hasilnya dapat

dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu. Model

kurikulum berbasis kompetensi ini sudah disosialisasikan mulai tahun ajaran 2002-2003 oleh sekolah

yang ditunjuk pemerintah sebagai uji coba.

Kebijaksanaan ini sesuai dengan Pasal 36 UUSPN No 20 tahun 2003 “Kurikulum disusun

sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan

memperhatikan: (1) peningkatan iman dan takwa; (2) peningkatan akhlak mulia; (3) peningkatan

potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik; (4) keragaman potensi daerah dan lingkungan; (5)

tuntutan pembangunan daerah dan nasional; (6) tuntutan dunia kerja; (7) perkembangan ilmu

pengetahuan, teknologi, dan seni; (8) agama; (9) dinamika perkembangan global; dan (10) persatuan

nasional dan nilai-nilai kebangsaan. Dengan demikian jelas bahwa pengembangan kurikulum mi

sangat memperhatikan tahap perkembangan peserta didik dan kesesuaiannya dengan lingkungan,

kebutuhan pembangunan, pengetahuan teknologi, kesenian, sesuai jenis dan jenjang masing-masing

satuan pendidikan.

Dalam kurikulum berbasis kompetensi terjadi pergeseran penekanan dan sisi apa yang

tertuang ke kompetensi bagaimana harus berpikir, belajar, dan melakukan. Guru dan siswa

diharapkan mengetahui apa yang harus dicapai dan sejauh mana efektivitas belajar telah dicapai.

Pendapat ml dipertegas oleh McAshan (1981) yang mengemukakan bahwa ada tiga hal yang perlu

diperhatikan dalam pengembangan kurikulum berbasis kompetensi yaitu: (1) penetapan kompetensi

yang akan dicapai; (2) pengembangan strategi untuk mencapai kompetensi; dan (3) evaluasi terhadap

Page 225: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

kompetensi tersebut. Kurikulum berbasis kompetensi ini berupa platform nasional yang disusun

untuk mengembangkan potensi peserta didik sesuai dengan bakat dan kemampuannya mencakup

kemampuan intelektual, emosional, spiritual, dan sosial dengan memberikan pengalaman belajar

yang dapat membangun integritas sosial, membudayakan dan mewujudkan karakter nasional untuk

tumbuh menjadi warga negara yang bertanggung jawab dan dapat dipercaya. Pemberlakuan

kurikulum berbasis kompetensi menurut para ahli kurikulum pada pusat kurikulum Balitbang

Depdiknas kelak memungkinkan setiap daerah atau sekolah mengembangkan atau menyusun silabus

sendiri berdasarkan kompetensi 4isar yang telah dibuat oleh pemerintah pusat.

Dengan sistem ini diharapkan kurikulum akan lebih relevan dengan kondisi dan kepentingan

masing-masing daerah, sekaligus dalam sistem desentralisasi pemerintahan di daerah dapat

memberdayakan stakeholders di daerah masing-masing. Pengembanan kurikulum berbasis

kompetensi secara utuh dan menyeluruh mencakup pembentukan karakter, penguasaan ketrampilan

hidup dan akademik, hidup sehat, dan mengapresiasi seni melalui kegiatan intra maupun

ekstrakurikuler yang telah dirinci oleh sekolah. Namun. dalam perjalanan panjang kurkulum sejak

tahun 1945 sampai sekarang belum membuktikan pendidikan di negara kita menjadi unggul dan

berkualitas, hal ini terbukti dan berbagai hasil penelitian berbagai badan internasional dan nasional

yang menunjukkan Indonesia selalu menempati urutan terakhir dalam berbagai hal mengenai mutu

pendidikan. Jika dicermati sejak merdeka tahun 1945 Indonesia pernah mengalami perubahan

kurikulum yang pertama 1947 (rencana pelajaran), kurikulum 1968, kurikulum 1975, kurikulum 1975

yang disempumakan, kurikulum 1994, kurikulum 1999, dan kurikulum 2004 yang disebut kurikulum

berbasis kompetensi (KBK).

Dalam perkembangannya, pendidikan di Indonesia belum sejajar dengan negara-negara maju

di Asia Tenggara, apalagi pada tingkat dunia, mi artinya produk pendidikan Indonesia belum mampu

bersaing di pasar bebas. Pada masa lalu proses belajar mengajar selalu berfokus pada guru atau

pengajaran dan materi kurang berfokus pada kompetensi pembelajaran siswa. Oleh karena itu pola

pikir pembelajaran perlu diubah dan sekedar memahami konsep dan prinsip keilmuan, menjadi siswa

memiliki kemampuan berbuat sesuatu, dengan menggunakan konsep dan prinsip keilmuan yang telah

dikuasai. Dalam rangka mempersiapkan para peserta didik menghadapi tantangan masa depan,

Departemen Pendidikan Nasional menghadapi dengan menerbitkan Kurikulum berbasis kompetisi

yang merupakan reneksi, pemikiran atau pengkajian ulang dan penilaian terhadap Kurikulum

Pendidikan Dasar dan Menengah 1994 beserta pelaksananya.

Hasil analisis yang mendalam terhadap keadaan peserta didik di masa sekarang dan yang akan

datang memerlukan kualitas keterampilan dan intelektualitas yang kompetitif menunjukkan perlunya

Page 226: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Kurikulum Berbasis Kompetensi yang dapat membekali peserta didik untuk menghadapi tantangan

kehidupan secara mandiri, cerdas, kritis, rasional dan kreatif. Pengertian, Prinsip-prinsip, struktur dan

pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi mi mempunyai tujuan: (1) meningkatkan kualitas hidup

anak didik pada tiap jenjang sekolah; (2) mendorong kehidupan aktual anak ke arah perkembangan

hidup yang bulat dan menyeluruh (all round living) yang berkualitas tinggi; dan (3) mengembangkan

aspek kehidupan kreatif pada anak didik sebagai pembuktian keberhasilan pendidikan di sekolah

sehingga anak didik mampu berkembang secara aktif, yang secara aktual mampu memikirkan dan

menciptakan hal-hal yang baru dan positif bagi kehidupannya.

Dokumen kurikulum berbasis kompetensi ini disusun untuk memberikan kemudahan bagi

para pembina dan pelaksana pendidikan dalam mengelola kurikulum sesuai dengan karakteristik

pendidikan. Secara prinsip isi kurikulum harus dikaitkan dengan tujuan pendidikan yang menjadi

pedoman proses kependidikan serta mengandung pengarahan kepada terciptanya suatu jenis metode

yang tepat guna. Karena itu menurut Kilpatnick pada dasarnya isi kurikulum mencakup: (1) isi

kurikulum harus bermanfaat untuk menafsirkan dan memahami makna lingkungan hidup anak didik

dan memberi kemudahan bagi anak didik memanfaatkannya; (2) isi kurikulum harus dapat memenuhi

tuntutan dan mengembangkan sikap, bakat, minat, dan kebutuhan murid; (3) isi kurikulum harus

memiliki relevansi atau bercorak integrated dengan bidang studi lainnya dan lingkungannya; dan (4)

isi kurikulum harus dapat mendorong murid lebih aktif dalam belajar dan dapat merangsang murid

untuk lebih giat belajar serta menganalisis pengalaman belajar (Arifin, 1991:82).

Dalam kurikulum berbasis kompetensi terjadi penekanan dan isi (apa yang tertuang) menjadi

kompetensi (bagaimana harus berpikir, belajar, dan melakukan). Guru dan siswa diharapkan

mengetahui apa yang harus dicapai dan sejauh mana keefektifan belajar telah dicapai. Dengan adanya

perubahan fundamental ini persoalan-persoalan yang terjadi harus diselesaikan dengan cara-cara baru

dan paradigma baru serta dengan wawasan baru. Kurikulum berbasis kompetensi harus sesuai dengan

kebijakan otonomi daerah, termasuk otonomi di bidang pendidikan. Dalam hal mi kebijakan

pengembangan kurikulum pada tingkat satuan pendidikan berubah dan sistem sentralistik menjadi

desentralistik. Dalam otonomi daerah ini, daerah dan sekolah diberi kewenangan menentukan dan

mengembangkan sistem pembelajaran yang akan digunakan dalam mencapai standar kompetensi.

Namun ada beberapa hal yang oleh pusat yaitu kompetensi siswa, kurikulum, materi pokok,

pedoman penilaian, dan kalender pendidikan (bagian II. PP No 25/2000) menjadi tanggung jawab

pemerintah, agar mutu dan standar pendidikan secara nasional tetap terjaga. Pada prinsipnya

perumusan materi kurikulum menurut beberapa ahli pendidikan harus mencerminkan tuntutan hidup

baik anak didik maupun masyarakat serta lingkungannya. Herman H. Home menyarankan agar

Page 227: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

substansi materi yang harus dimasukkan ke dalam kurikulum mencakup: (1) the ability and needs of

children yaitu kecakapan yang diperoleh dan belajar dan kebutuhan-kebutuhan anak didik; (2) the

legitimate demands of society yaitu tuntutan yang sah dan masyarakat sekitar; dan (3) the kind of

universe in which we live yaitu jenis-jenis lingkungan jagad raya di mana kita hidup yaitu lingkungan

alam yang dapat dikelola oleh manusia untuk kepentingan kesejahteraan hidup bersama (Arifin,

1991:80).

4. Landasan Pengembangan Kurikulum

Kurikulum merupakan wahana belajar mengajar yang dinamis sehingga perlu dinilai dan

dikembangkan secara terus menerus dan berkelanjutan sesuai dengan perkembangan yang ada dalam

masyarakat. Pengembangan kurikulum adalah suatu proses yang menentukan bagaimana pembuatan

kurikulum akan berjalan. Hal tersebut menurut Zais (1976:17) meliputi pertanyaan sebagai berikut:

(1) siapa yang akan dilibatkan dalam pembuatan kurikulum dan (2) prosedur apa yang akan

digunakan dalam pembuatan kurikulum. Pengembangan kurikulum yang terbaik menurut Hilda Taba

(1962:6) adalah proses yang meliputi banyak hal yakni: (1) kemudahan suatu analisis tujuan; (2)

rancangan suatu program; (3) penerapan serangkaian pengalaman yang berhubungan dan (4)

peralatan dalam evaluasi proses ini. Singkatnya pengembangan kurikulum adalah suatu perbuatan

kompleks yang mencakup berbagai jenis keputusan. Formulasi ini diimplementasikan dengan

menegaskan tujuan yang akan dicapai, materi pelajaran yang terukur, waktu yang disediakan, media

pendidikan yang diperlukan, kompetensi guru yang diperlukan, peralatan yang diperlukan, dan sarana

belajar yang mendukung.

Dilihat dan faktor filosofis, yaitu kebijakan pemerintah di bidang pendidikan nasional yang

digariskan dalam GBHN menuntut implementasi yang sesuai dengan formulasi dan dapat di evaluasi.

Kebijakan yang dimaksud adalah kebijakan yang dituangkan dalPan1 TAP MPR Republik Indonesia

no. IV/MPRJI973. Tap tersebut direalisasikan dengan Repelita II Bab 22, tentang pendidikan dan

pembinaan generasi muda. Dilihat dan faktor sosiologis dapat dijelaskan sebagai berikut: (1) adanya

inovasi dan gagasan-gagasan baru yang memasuki dunia pendidikan mempengaruhi sistem

pendidikan nasional sebagai dampak dan pembinaan dan pembaharuan pendidikan sejak Rcpelita I;

(2) basil analisis dan penelitian pendidikan nasional telah mendorong Departemen Pendidikan

Nasional untuk melakukan perubahan kurikulum dan (3) keluhan-keluhan masyarakat tentang mutu

lulusan pendidikan mendorong lembaga pendidikan untuk melakukan perubahan dan pengembangan

kurikulum yang diimplementasikan dalam proses pembelajaran. Dengan pemikiran yang demikian

ini, maka praktek pelaksanaan pendidikan termasuk kurikulum perlu ditinjau kembali atau dilakukan

perbaikan terus menerus.

Page 228: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Kemudian dilihat dan faktor psikologis, maka inovasi dalam proses pembelajaran yang efisien

dan efektif telah langsung berpengaruh terhadap praktek pendidikan. Inovasi tersebut antara lain

menggambarkan: (1) hasil proyek penulisan buku pelajaran; (2) hasil proyek perubahan kurikulum

dan metode mengajar (PKMM). Perubahan dan pengembangan kurikulum kualitas lulusan

pendidikan meningkat; (3) berlakunya jual sistem dalam pendidikan, yang diharapkan dapat

meningkatkan kualitas output pendidikan: dan (4) inovasi di bidang metode mengajar terutama

prosedur pengembangan sistem instruksional (PPSI) inovasi tersebut muncul dan peralihan persepsi

mengenai psikologi belajar.

Setelah kita mengetahui landasan pengembangan kurikulum yang menunjukkan beberapa

faktor tentang penyebab perubahan kurikulum, maka selanjutnya kita harus mengetahui tentang

strategi perubahan kurikulum dan hubungan antara perubahan kurikulum dengan sistem sosial. Ada

beberapa hal yang harus diperhatikan dalam perubahan kurikulum tersebut, kita seharusnya

berpegang teguh kepada prinsip-prinsip pengembangan kurikulum sebagai berikut: (1) berorientasi

pada tujuan, yaitu kurikulum diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu yang bertitik tolak dan tujuan

pendidikan nasional; (2) relevansi (kesusaian), yaitu pengembangan kurikulum harus sesuai dengan

kebutuhan dan keadaan masyarakat, pengembangan siswa dan IPTEKS; (3) efisiensi dan efektivitas,

yaitu pengembangan kurikulum harus berorientasi kepada seberapa satu biaya yang dikeluarkan

dengan hasil yang di capai dan seberapa lama waktu yang diperlukan dikaitkan dengan tujuan yang

telah di capai; (4) fleksibilitas (keluwesan), yaitu mencakup fleksibilitas program bagi murid dalam

menempuh program belajar dan guru dalam mengembangkan program pengajaran: (5)

berkesinambungan, yaitu kesinambungan antara bidang studi yang satu dengan bidang studi yang

lain. Kesinambungan antara kelas dengan kelas dan kesinambungan antara jenjang sekolah; (6)

keseimbangan, yaitu program pengembangan kurikulum harus seimbang antara berbagai program dan

sub program, antara semua mata pelajaran dan aspek-aspek perilaku yang ingin dikembangkan; (7)

keterpaduan, yaitu pengembangan kurikulum harus terpadu. yaitu bertitik tolak dan masalah atau

topik dan konsistensi antara unsur-unsurnya; dan (8) mutu, yaitu program pengembangan harus

berorientasi kepada mutu, berarti pelaksanaan pembelajaran yang bermutu, sedang mutu pendidikan

berorientasi pada hasil pendidikan yang berkualitas.

Prinsip-prinsip pengembangan kurikulum ini telah mempertimbangkan berbagai aspek yang

melingkupinya. Adapun faktor-faktor penentu pengembangan kurikulum adalah:

a. Landasan filosofis: Pendidikan ada dan berada dalam kehidupan masyarakat, sehingga apa yang

dikehendaki oleh masyarakat untuk dilestarikan diselenggarakan melalui pendidikan dalam arti

seluas-luasnya (Raka Joni 1983;13) Segala kehendak yang dimiliki oleh masyarakat merupakan

Page 229: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

sumber nilai yang memberikan arah pada pendidikan. Dengan demikian pandangan dan wawasan

yang ada dalam masyarakat merupakan landasan filosofis penyelenggaraan pendidikan. Filsafat

boleh jadi didefinisikan sebagai suatu studi tentang; hakekat realitas, hakekat ilmu pengetahuan,

hakekat sistem nilai kebaikan hakekat keindahan dan hakekat pikiran. (Winecoff 1988; 13)

b. Landasan sosial Budaya: Realita sosial budaya agama yang ada dalam masyarakat merupakan

bahan kajian pengembangan kurikulum untuk digunakan sebagai landasan pengembangan

kurikulum. Masyarakat adalah suatu kelompok individu yang diorganisasikan mereka sendiri

kedalam kelompok-kelompok berbeda (Zais 1976). Masyarakat sebagai kelompok individu

mempunyai pengaruh terhadap individu dan sebaliknya individu pada taraf tertentu juga

mempunyai pengaruh terhadap masyarakat. (Raka Jom 1983;5). Nilai sosial budaya masyarakat

bersumber pada basil karya akal budi manusia, sehingga dalam menerima, menyebarluaskan,

melestarikan atau melepaskannya manusia menggunakan akalnya. Nilai keagamaan berhubungan

erat dengan kepercayaan masyarakat terhadap ajaran dan nilai-nilai agama yang mereka anut.

Oleh karena itu nilai sosial budaya lebih bersifat sementara bila dibandingkan dengan nilai

keagamaan. Oleh karena itu jelas dalam pengembangan kurikulum kita harus berpijak pada nilai

sosial budaya dan agama.

c. Landasan Pengetahuan Teknologi dan Seni: Pendidikan merupakan usaha penyiapan subyek didik

menghadapi lingkungan hidup yang mengalami perubahan yang semakin pesat. Perubahan

masyarakat mencakup nilai yang disepakati oleh masyarakat tersebut. Sedangkan seluruh nilai

yang telah disepakati oleh masyarakat dapat pula disebut sebagai kebudayaan. Oleh karena itu

kebudayaan dapat dikatakan sebagai suatu konsep yang memiliki kompleksitas tinggi (Zais 1976;

157). ilmu pengetahuan dan teknologi adalah nilai-nilai bersumber pada pikiran atau logika,

sedangkan seni bersumber pada perasaan atau estetika. Mengingat pendidikan merupakan upaya

penyiapan siswa menghadapi perubahan yang semakin pesat, termasuk di dalamnya perubahan

ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, maka pengembangan kurikulum haruslah berlandaskan

ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (IPTEKS)

d. Landasaan Kebutuhan masyarakat; Pengembangan kurikulum juga harus ditekankan pada

pengembangan individu yang mencakup keterkaitannya dengan lingkungan sosial

setempat, .karena pada hakekatnya pengembangan kurikulum adalah kebutuhan masyarakat yang

dilayani melalui kurikulum yang dikembangkan.

e. Landasan Perkembangan Masyarakat: Ciri utama masyarakat adalah selalu berkembang.

Perkembangan mi bisa lambat bisa juga cepat bahkan sangat cepat. Ipteks sangat mendukung

perkembangan masyarakat dan kebutuhan masyarakat akan membantu menetapkan

Page 230: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

perkembangan yang dilaksanakan. Perkembangan masyarakat akan menuntut tersedianya proses

pendidikan yang sesuai dengan perkembangan masyarakat, maka diperlukan perancangan berupa

kurikulum yang landasannya berupa perkembangan masyarakat itu sendiri.

Pengembangan kurikulum dan landasan pengembangan kurikulum seperti telah diuraikan

sebelumnya, akan merupakan dasar untuk mengkaji pembelajaran dan pengembangan kurikulum

lebih lanjut.

Berkaitan dengan kelugasan dan fleksibilitas kurikulum Duke L. Daniel (1999) mengutip

pendapat Kirt’s dan Glattorn’s mengelompokkan kurikulum yaitu: (1) apa seharusnya diajarkan pada

peserta didik; (2) pedoman pengajaran yang disepakati; (3) direfleksikan dan dibentuk oleh sumber

daya yang dialokasikan; (4) mencakup isi dimana siswa akan menjalankan tes; dan (5) belajar

mengungkap semua perubahan nilai maupun persepsi dan perilaku siswa sebagai hasil yang diajarkan

di sekolah. Pedoman perencanaan kurikulum dapat merujuk pada pokok-pokok kebijaksanaan

pendidikan tentang tujuan dan misi kurikulum lokal yang jelas, tawaran materi pelajaran, konsistensi

kurikulum dan kurikulum yang responsif. Rancangan kurikulum dalam konteks desentralisasi

bertujuan untuk memberi peluang pada peserta didik memperoleh keterampilan. pengetahuan, dan

sikap yang dapat memberikan kontribusi pada masyarakat.

5. Prinsip-prinsip Pengembangan Kurikulum

Berbagai prinsip pengembangan kurikulum tersebut di antaranya: prinsip berorientasi pada

tujuan, prinsip relevansi, prinsip efisiensi, prinsip efektivitas. prinsip fleksibilitas. prinsip integritas,

prinsip kontinuitas. prinsip sinkrouisasi, prinsip objektivitas, prinsip demokrasi dan prinsip praktis

(Depdikbud, 1982: 27-28; Nana Sy. Sukmadinata. 1988: 167-168).

a. Prinsip Relevansi Relevansi berarti sesuai antara komponen tujuan. Isi pengalaman belajar,

organisasi dan evaluasi kurikulum, dan juga sesuai dengan kebutuhan masyarakat baik dalam

pemenuhan tenaga kerja maupun warga masyarakat yang diidealkan. Proses penyampaian dan

evaluasi.

b. Prinsip kontinuitas. Evaluasi dikembangkan secara berkesinambungan. Prinsip Kontinuitas atau

berkesinambungan menghendaki pengembangan kurikulum yang berkesinambungan secara

vertikal dan berkesinambungan secara horizontal. Secara vertikal antara jenjang pendidikan yang

satu dengan jenjang pendidikan yang lebih tinggi dikembangkan kurikulumnya secara

berkesinambungan tanpa ada jarak di antara keduanya, dan tujuan pembelajaran sampai ke tujuan

pendidikan nasional juga berkesinambungan, demikian pula komponen yang lain. Sedangkan

Page 231: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

berkesinambungan horisontal dapat diartikan pengembangan kurikulum jenjang pendidikan dan

tingkat/kelas yang sama tidak terputus-putus.

c. Prinsip Fleksibilitas. Para pengembang kurikulum harus menyadari bahwa kurikulum harus

mampu disesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat dan waktu yang selalu berkembang

tanpa merombak tujuan pendidikan yang harus dicapai (Depdikbud, 1982: 27).

d. Prinsip Berorientasi pada Tujuan. Tujuan kurikulum mengandung aspek-aspek pengetahuan,

keterampilan, sikap dan nilai; yang selanjutnya menumbuhkan perubahan tingkah laku peserta

didik yang mencakup ketiga aspek tersebut dan bertalian dengan aspek-aspek yang terkandung

dalam tujuan pendidikan.

e. Prinsip Efisiensi dan efektivitas. Pengembangan Kurikulum harus mempertimbangkan segi

efisien dalam pendayagunaan dana. waktu. tenaga dan sumber-sumber yang tersedia agar dapat

mencapai hasil optimal. Dana yang terbatas harus digunakan sedemikian rupa dalam rangka

mendukung pelaksanaan pembelajaran. Waktu yang tersedia bagi siswa belajar di sekolah juga

terbatas harus dimanfaatkan secara tepat sesuai dengan mata ajaran dan bahan pembelajaran yang

diperlukan.

f. Prinsip Keseimbangan. Dengan keseimbangan tersebut diharapkan terjalin perpaduan yang

lengkap dan menyeluruh. yang satu sama lainnya saling memberikan sumbangannya terhadap

pengembangan pribadi.

g. Prinsip Keterpaduan. Dengan keterpaduan ini diharapkan terbentuknya pribadi yang bulat dan

utuh. Di samping itu juga dilaksanakan keterpaduan dalam proses pembelajaran, baik dalam

interaksi antara siswa dan guru maupun antara teori dan praktik.

h. Prinsip Mutu. Pendidikan yang bermutu ditentukan oleh derajat mutu guru, kegiatan belajar

mengajar, peralatan/media yang bermutu..

6. Strategi Perubahan Kurikulum.

Strategi perubahan kurikulum merupakan suatu metode, teknik, siasat atau alat yang

dipergunakan untuk melancarkan proses belajar mengajar (PBM), suatu perubahan kurikulum dalam

konteks sosial. Dalam hal mi para pendidik dan tenaga kependidikan lainnya harus memahami apa

yang dimaksud dengan perubahan kurikulum dan sejauh mana peran dalam perubahan tersebut

berpengaruh terhadap pembelajaran pada satuan pendidikan seperti dijelaskan berikut ini.

a. Perubahan Kurikulum

Pengertian kurikulum meliputi objek kurikulum.. sasaran, substansi, metode dan cara menguji

hasil belajar. Dalam konteks tersebut kasus perubahan kurikulum faktor yang perlu diperhatikan

adalah mata pelajaran, dan faktor lingkungan serta tingkat pendidikan tertentu. Perubahan mata

Page 232: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

pelajaran mencakup perubahan baik isi maupun cara mengorganisasi mata pelajaran. Dalam

perubahan ini, masalah yang timbul adalah “lingkup persoalan” mana yang perlu disesuaikan dengan

kenyataan yang ada. Salah satu contoh untuk memajukan dan mengembangkan kebudayaan

pendidikan adalah bagaimana sekolah dibuat, sehingga murid lebih mengembangkan sendiri

dibandingkan dengan mempelajari dan mengembangkan kebudayaan asing.

Akibat perubahan kurikulum, terjadi perubahan yang menyangkut proses pembelajaran, hal

yang perlu diperhatikan adalah apa yang ingin dicapai dengan kurikulum tersebut. Bagaimana

mencapai tujuan kurikulum, serta ukuran/kriteria mana yang dapat digunakan untuk mengukur

pencapaian tujuan kurikulum. Dengan adanya kemajuan jaman dan kepentingan dalam peningkatan

sumber daya manusia yang merupakan tuntutan dalam Era globalisasi mi maka guru dihadapkan pada

masalah dimana kenyataan banyaknya inovasi yang memasuki dunia pendidikan. Juga timbulnya

kesenjangan yang mengakibatkan “Kehausan” pengetahuan, di satu pihak dan belum dikuasainya

pengetahuan baru di pihak lain sebagai tuntutan pembaharuan tersebut.

Dalam keadaan tersebut bila kita ingin memperkecil kesenjangan, karenanya kita harus siap

menghadapi kenyataan itu, yang merupakan tantangan, sekaligus peluang untuk memperluas

wawasan guru dalam bidang yang ditanganinya. Wawasan yang dimaksud yaitu wawasan tentang

kesiapan terhadap kemungkinan perubahan yang ada. Kemungkinan tersebut kita tinjau dan segi

filosofis, sosiologis dan psikologis., yang akan menjadi pedoman bagi kita dalam bertindak. Sebagai

contoh kita ambil uraian kurikulum sekolah dasar tahun 1975. Prosedur pembaharuan kurikulum pada

pokoknya ada dua prosedur utama untuk mengubah kurikulum yaitu pertama, apa yang disebut

dengan “Administrative Approach” yaitu yang direncanakan oleh pihak atas untuk kemudian

diturunkan kepada instansi-instansi bawahan sampai kepada guru-guru. Jadi dari atas ke bawah, atas

inisiatif para administrator. Kedua, adalah “grass roots approach” yaitu yang dimulai dan bawah

yakni dari pihak guru atau sekolah secara individual prosedur manakah yang dilaksanakan banyak

bergantung pada sistem pendidikan serta organisasi dan struktur organisasinya. Di Indonesia

pendekatan yang dipakai adalah pendekatan administratif.

Pendekatan administratif banyak menggunakan panitia-panitia untuk merencanakan

kurikulum baru, menyusun buku pelajaran, menyebarluaskan dan sebagainya. Partisipasi diusahakan

seluas mungkin agar tercapai konsensus dan keterlibatan pribadi dan instansi dalam usaha

pembaharuan kurikulum. Walaupun pendekatan administratif mempunyai banyak kebaikan namun

ditinjau dan segi tertentu mempunyai kelemahan antara lain di kemukakan bahwa cara ini otoriter

atau otokratis karena hanya merupakan keputusan atasan yang harus dilaksanakan oleh guru-guru,

guru kurang dilibatkan dalam proses perencanaannya, karena itu guru-guru. kurang berusaha untuk

Page 233: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

mendalaminya dan memahaminya, guru akan mudah kembali kepada praktek-praktek yang lama,

oleh karena sulit melakukan perubahan, di lapangan perubahan kurikulum hanya bersifat teori saja.

guru kurang berinisiatif (bersifat pasif). Perubahan kurikulum pada hakekatnya berarti mengubah

manusia dan lembaga-lembaga. Perencanaan, perubahan kurikulum harus merupakan dialog antara

pengambil kebijakan dan pelaksana dalam suasana saling menghargai pendapat. Perubahan

kurikulum adalah sesuatu yang wajar dan harus dilakukan karena perubahan yang terus menerus

dalam masyarakat dan kehidupan, serta sifat pendidikan sangat dinamis.

Berbagai jalan praktis ditempuh untuk mengadakan pembaharuan kurikulum: (1) pilot project,

yaitu seorang guru dapat mengadakan percobaan dengan suatu kurikulum baru dalam suatu bidang

studi tertentu; (2) membina kader, dilaksanakan dengan mendidik kader yang menguasai seluk beluk

pembaharuan kurikulum yang ditempatkan berbagai sekolah untuk mengadakan pembaharuan-

pembaharuan, (3) memanfaatkan guru, yaitu guru dan sekolah yang telah menjalankan kurikulum

baru dapat diminta bekerja pada sekolah yang belum melaksanakannya sehingga dapat disaksikan

pelaksanaan pembaharuan itu; (4) menyediakan alat pengajaran, yaitu dengan adanya laboratorium

akan mendorong guru untuk menggunakan metode dan bahan pelajaran baru; (5) memperbaharui

buku pelajaran, yaitu buku pelajaran dapat memberikan informasi oleh karenanya buku memegang

peranan yang penting dalam terjadinya perubahan kurikulum, cara mengajarnya bahkan metodenya;

(6) kerja sama antara sekolah dan mahasiswa, yaitu Universitas dapat menyediakan tenaga ahli dan

berbagai aspek kurikulum yaitu bertindak sebagai konsultan, sedangkan sekolah memberikan bahan

tentang keadaan yang ini mengenai murid dan sekolah; (7) pembaharuan kurikulum guru, yaitu

pendidikan guru dalam pembaharuan akan lebih efektif daripada penataran akan tetap diperlukan,

karena pada suatu ketika setiap kurikulum akan memerlukan pembaharuan; (8) mendemonstrasikan

serta pembaharuan, yaitu mencobakan suatu unit pelajaran dan sekolah ternyata berhasil lalu

mendemonstrasikannya kerja ada guru-guru lain dengan harapan agar pembaharuan ini dapat diterima

baik dan disebarluaskan; dan (9) memulai dan satuan pelajaran. Perubahan tak mungkin dilakukan

dalam seluruh program jadi baru memulai dengan bagian yang kecil dan terbatas dan satuan pelajaran

yang eksperimental ini kemudian dikembangkan suatu kerangka yang lebih luas berdasarkan prinsip-

prinsip dasar teoritis, cara menentukan bahan, mengevaluasi dsb.

a. Tujuan. Tujuan sebagai komponen kurikulum merupakan kekuatan-kekuatan fundamental yang

peka sekali, karena hasil kurikuler yang diinginkan tidak hanya sangat mempengaruhi bentuk

kurikulum, memberikan arah dan fokus untuk seluruh program pendidikan. Hierarki vertikal

tujuan kurikulum di Indonesia, paling tinggi adalah Tujuan Pendidikan Nasional, kemudian

Tujuan Kelembagaan, diikuti Tujuan Kurikuler, dan Tujuan Pengajaran. Tujuan Pendidikan

Page 234: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Nasional merupakan tujuan kurikulum tertinggi bersumber pada falsafah bangsa (Pancasila) dan

kebutuhan masyarakat tertuang pada falsafah bangsa (Pancasila) dan kebutuhan masyarakat

tertuang dalam UUSPN.

b. Materi/Pengalaman Belajar. Hal yang merupakan fungsi khusus dan kurikulum pendidikan

formal untuk memilih dan menyusun isi (komponen dan kedua kurikulum) supaya keinginan

tujuan kurikulum dapat dicapai dengan cara paling efektif dan supaya yang paling penting

pengetahuan yang diinginkan pada jalurnya dapat disajikan secara efektif (Zais, 1976:322).

c. Organisasi. Jika kurikulum merupakan suatu rencana untuk belajar, maka isi dan pengalaman

belajar membutuhkan pengorganisasian sedemikian rupa sehingga berguna bagi tujuan-tujuan

pendidikan (Taba, 1962:290). Pengorganisasian kurikulum merupakan kegiatan yang sulit dan

kompleks. Sukar dan kompleksnya pengorganisasian kurikulum dikarenakan kegiatan tersebut

bertalian dengan aplikasi semua pengetahuan yang ada tentang pertumbuhan dan perkembangan

peserta didik, dan masalah proses pembelajaran (Sumantni, 1988: 23).

d. Evaluasi. Evaluasi ditunjukkan untuk melakukan evaluasi terhadap belajar siswa (hasil dan

proses) maupun keefektifan kurikulum dan pembelajaran. Lebih lanjut Zais (1976:378)

mengemukakan evaluasi kurikulum secara luas merupakan suatu usaha sangat besar yang

kompleks yang mencoba menantang untuk mengkodifikasi proses salah satu dari istilah sekuensi

atau komponen-kOmPonen Evaluasi kurikulum secara luas tidak hanya menilai dokumen tertulis,

tetapi yang lebih penting adalah kurikulum yang diterapkan sebagai bahan-bahan fungsional dan

kejadian-kejadian yang meliputi interaksi siswa, guru, material dan lingkungan.

b. Sistem Sosial

Dalam strategi perubahan dan pengembangan kurikulum, konteks sosial tidak dapat terlepas,

artinya sistem sosial yang ada di masyarakat berpengaruh langsung dalam perubahan kurikulum.

Sistem sosial tersebut mengandung konsep eksistensi individu di masyarakat dalam hubungannya

dengan kehidupan masyarakat sekitarnya. Sejalan dengan hal itu John Dewey memandang

Page 235: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

pendidikan sebagai alat rekonstruksi sosial yang paling efektif, dengan membentuk individu dapat

membentuk masyarakat. Pendidikan merupakan badan yang konstruktif untuk memperbaiki

masyarakat dan membina masa depan yang lebih baik. Jadi kurikulum sebagai rekonstruksi sosial

mengutamakan kepentingan sosial di atas kepentingan individu. Tuannya menurut Nasution

(1990:24) ialah perubahan sosial atas tanggung jawab tentang masa depan masyarakat.

Tugas kurikulum yang demikian itu bukanlah sesuatu yang baru, akan tetapi selalu merupakan

suatu bagian dan fungsi pendidikan, karena pendidikan selalu berkaitan tujuannya dengan masa

mendatang. Sekolah biasanya dipandang sebagai “agent of social change” badan untuk mengadakan

perubahan sosial. Sekolah merupakan jembatan antara masa kini dengan masa mendatang, antara

realitas masa kini dengan ideal atau cita-cita masa mendatang. Perubahan kurikulum harus

mempertimbangkan bagaimana peran serta subjek dalam lingkungannya, bagaimana supaya ia dapat

diterima oleh masyarakat. Dengan demikian jelas baik individu maupun kelompok sebagai unit

sistem sosial berpengaruh dalam perubahan kurikulum. Pengaruh tersebut kadang-kadang bersifat

negatif atau juga positif Agar strategi perubahan kurikulum searah dengan harapan yang diinginkan,

dibutuhkan pribadi pelaksana yang terampil. Pribadi tersebut ditugasi untuk melengkapi sarana dan

prasarana bagi penyempurnaan sistem pendidikan. Sarana yang dimaksud adalah buku teks baru,

sistem evaluasi yang bani, pengembangan guru-guru serta metode dan pendekatan baru dalam bentuk

eksperimen dan adanya sumber penunjang lainnya seperti berupa insentif yang cukup untuk

menunjang kelancaran perubahan, dan bagaimana implementasi kurikulum di lapangan.

7. Komponen Pelaksana Kurikulum.

Untuk menetapkan semua tugas yang relevan dalam pengembangan kurikulum ada beberapa

komponen pelaksana kurikulum yang memainkan peranan penting. Jika tidak ada pemahaman yang

memadai mengenai peran dan masing-masing komponen pelaksana kurikulum ini, maka akan

menemukan kesulitan yaitu peranan masing-masing menjadi kompleks, sehingga derajat

pertimbangan menjadi meluas ketimbang pengetahuan mengenai prosedur, prilaku kognitif

bertambah dalam hubungan perilaku psikomotorik, tugas generalisasi menjadi penting untuk

perilaku. Sedangkan waktu untuk menserasikan antara ketiga komponen tersebut terbatas. Adapun

komponen pelaksana kurikulum menurut Dewan Konsorsium Pendidikan Indonesia.

a. Masyarakat adalah: (1) kehidupan bermasyarakat berlandaskan nilai-nilai keagamaan, sosial,

budaya, sebagian nilai-nilai tersebut lestari. Sebagian lagi terus berubah sesuai dengan

perkembangan IPTEK; (2) masyarakat merupakan sumber nilai yang memberikan arah normatif

terhadap dunia pendidikan; dan (3) kehidupan bermasyarakat ditingkatkan mutunya oleh individu

yang telah mampu mengembangkan dirinya melalui pendidikan.

Page 236: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

b. Subjek Didik yaitu: (1) bertanggung jawab atas pendidikannya sendiri berdasarkan wawasan

pendidikan seumur hidup; (2) subjek didik memiliki potensi (fisik/psikis) yang berbeda sehingga

setiap subjek didik masing-masing merupakan insan yang unik; (3) subjek didik memelihara

pembinaan secara individual dan perlakuan yang manusiawi; dan (4) subjek didik pada dasarnya

adalah insan yang aktif menghadapi lingkungan hidupnya.

c. Pendidik/guru yaitu: (1) guru adalah agen pembaharuan, karena itu diharapkan, guru jangan

ketinggalan informasi; (2) guru berperan sebagai pemimpin dan pendukung nilai-nilai

masyarakat; (3) guru sebagai fasilitator memungkinkan terciptanya kondisi yang baik untuk

belajar para subjek didik; dan (4) Guru bertanggung jawab secara profesional untuk selalu

meningkatkan dirinya.

Ketiga komponen tersebut merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan dimana dituntut

adanya suatu kerja sama yang baik dalam mencapai suatu tujuan yang telah digariskan dalam

kurikulum. Diharapkan dengan adanya usaha yang semaksimal mungkin ini dapat meningkatkan taraf

pendidikan di negara kita, sehingga kualitas sumber daya manusianya pun dapat diandaikan dalam

berbagai bidang. Di sisi lain dalam era reformasi maka informasi dalam bidang pendidikan menjadi

hal yang sangat penting. Untuk itu pemberdayaan guru menjadi hal yang sangat urgent, terlebih-lebih

dalam era globalisasi yang menuntut persaingan yang sangat ketat, sehingga harus dihasilkan sumber

daya manusia yang siap bersaing.

Dalam pemberdayaan guru harus diupayakan terjadi perubahan visi guru, dimana guru harus

menjadi sosok intelektual yang cerdas, menguasai bidang ilmu yang digeluti dan menguasai

metodologi pengajaran. Guru harus ditempatkan pada posisi utama bukan sekedar

pelaksanaicunikulun1 tetapi harus dilibatkan dalam perancangan kurikulum itu sendiri khususnya

pada tingkat satuan pendidikan. Penyelenggaraan kurikulum dalam pengajaran. guru harus

mengutamakan rasio bukan dogma, mitos dan ketundukan absolut, sehingga output yang dihasilkan

merupakan output yang mampu berpikir kritis, berwawasan luas menjadi sumber belajar terlebih pada

kondisi sekarang di mana kadang-kadang siswa lebih banyak menyerap informasi karena sama yang

dimiliki di rumah memungkinkan untuk itu. Pada prinsipnya pengembangan kurikulum menjadi

kurikulum berbasis kompetensi dimaksudkan untuk membekali peserta didik dengan berbagai ilmu

pengetahuan dan keterampilan melalui proses pembelajaran agar kelak mampu menghadapi dan

mengatasi tantangan kehidupan secara mandiri, cerdas, kritis, rasional, kreatif, dan menjunjung tinggi

akhlak mulia.

Page 237: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

BAB VII

PENUTUP

Setiap pendidikan selalu berurusan dengan manusia, karena hanya manusia yang dapat dididik

dan harus selalu dididik. Manusia adalah satu-satunya makhluk yang dikarunia potensi untuk selalu

menyempurnakan diri melalui proses belajar. Tentu sangat logis bagi manusia memilih jalur

pendidikan untuk meningkatkan potensi belajarnya. Karena itu, pendidikan di arahkan pada

pembentukan manusia yang diidamkan, sosok manusia yang diharapkan adalah manusia yang mampu

mandiri atau tanggung jawab sendiri. Sedangkan pengajaran yang tugasnya dilaksanakan oleh guru

adalah salah satu alat atau usaha untuk membentuk manusia tersebut. Titik berat pendidikan masa-

masa mendatang adalah peningkatan mutu dan perluasan kesempatan belajar untuk semua jenjang

dan jenis pendidikan.

Pembelajaran yang menimbulkan interaksi belajar mengajar antara guru-siswa mendorong

perilaku belajar siswa. Siswa merupakan kunci terjadinya pembelajaran atau perilaku belajar dan

pencapaian sasaran belajar. Dengan demikian bagi siswa perilaku belajar merupakan proses belajar

yang dialami dan dihayati sekaligus merupakan aktivitas belajar tentang bahan belajar dan sumber

belajar di lingkungannya. Bagi siswa dalam kegiatan belajar tersebut melalui tahap sebelum belajar,

kegiatan selama proses belajar, dan kegiatan sesudah belajar.

Kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru berpangkal pada suatu kurikulum, dan

dalam proses pembelajaran guru juga berorientasi pada tujuan kurikulum. Pada suatu sisi guru adalah

pengembang kurikulum, sedangkan pada sisi lainnya guru adalah pembelajar siswa yang secara

kreatif merbe1ajarican siswa sesuai dengan kurikulum sekolah. Untuk mengukur pencapaian tujuan

pembelajaran sebagai ukuran daya serap kurikulum, guru perlu melakukan pengukuran. Pengukuran

ini untuk melihat kemajuan belajar siswa materi ajar yang telah disampaikan, dalam mengukur

kemajuan belajar ini guru menggunakan test-test yang standar yang dapat menggambarkan kemajuan

belajar untuk semua materi pelajaran yang telah disajikan oleh guru. Oleh karena itu guru dalam

melaksanakan tugas pembelajaran dipersyaratkan memahami kurikulum, kemudian mampu

menyusun dan menguasai penggunaan test-test yang standar untuk mengukur kemajuan belajar siswa.

Guru sebagai pembelajar memiliki kewajiban mencari, menemukan, dan diharapkan

memecahkan masalah-masalah belajar siswa. Dalam pencarian dan penemuan masalah-masalah

tersebut secara profesional guru dapat melakukan langkah-langkah berupa: (1) pengamatan perilaku

belajar dalam kegiatan belajar mengajar; (2) ma1igis hasil belajar untuk memberi makna apakah

pembelajaran berlangsung sesuai yang direncanakan dan (3) melakukan test basil belajar untuk

Page 238: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

mengukur kemajuan belajar siswa. Dengan langkah-langkah tersebut guru memperoleh peluang

menghimpun data siswa berkenaan dengan proses belajar dan basil belajar. Sebagai guru profesional,

diharapkan guru memiliki kemampuan melakukan penelitian secara sederhana yang berkaitan dengan

belajar dan pembelajaran agar dapat menemukan masalah-masalah belajar dan memecahkan masalah-

masalah belajar.

Mempelajari ilmu mendidik menurut M. J. L.angeveld berarti mengubah diri sendiri, artinya

dengan mempelajari ilmu mendidik seseorang dapat membenahi tindakan-tindakannya, sehingga

terhindar dan kesalahn-kesa1ahan mendidik. Pendidikan itu adalah suatu proses jangka panjang, lama

baru terlihat hasilnya, sehingga jika terjadi salah didik hal itu tidak segera dapat diketahui. Karena itu

teori pendidikan dan juga teori belajar yang digunakan harus benar-benar sesuatu yang

diperhitungkan dengan cermat, teori tersebut dipakai sebagai pedoman yang memungkinkan

dilakukannya antisipasi ke masa depan. M. J. Langeveld selanjutnya mengatakan bahwa membahas

pendidikan berarti memahami bagaimana implementasi proses pengoperan nilai-nilai, dengan

menggunakan metode dan pendekatan fenomenologis.

Berkaitan dengan konsep belajar, dalam hal ini banyak orang beranggapan, bahwa yang

dimaksud dengan belajar adalah semata-mata mencari ilmu atau menuntut ilmu saja. Ada lagi yang

secara lebih khusus mengartikan belajar adalah tingkah laku menyerap ilmu pengetahuan. Pendapat

yang demikian ini tentu tidak salah, karena memang belajar itu akan menghasilkan ilmu pengetahuan

yang tampak pada kemampuan sebagai hasil belajar. Prinsip ini juga berlaku pada pendidikan

prasekolah, karena bagi mereka yang mengikuti pendidikan prasekolah juga diharapkan akan tampak

kemampuan yang berarti sebagai hasil belajarnya di prasekolah. Kemampuan yang diperoleh ini,

tentu sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan anak-anak pada usia prasekolah.

Untuk memperlancar proses belajar dan memperoleh mutu yang sesuai diharapkan diperlukan

pengetahuan mengenai ciri-ciri, prinsip-prinsip, dan teori belajar, pengetahuan ini penting guna

menentukan pendekatan yang sesuai baik dilihat dan bidang keilmuan maupun anak didik sebagal

subjek belajar. Teori dan konsep-konsep belajar tersebut memberi kontribusi bagi para pendidik

dalam melaksanakan tugas profesionalnya. Karena itu belajar yang teratur terarah sesuai prinsip-

prinsip belajar dapat dikatakan sebagai upaya menuntut ilmu untuk meningkatkan kemampuan

sebagai hasil belajar. Guru sebagai satu komponen dalam proses belajar dan pembelajaran serta

pelaksana kurikulum memiliki beberapa kemampuan yang dipersyaratkan seperti: (1) kemampuan

meningkatkan kompetensi pribadi; (2) kompetensi profesional yang menyangkut kemampuan

mengatasi landasan-landasan pendidikan, kemampuan menguai bahan pengajaran, kemampuan

Page 239: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

merencanakan pengajaran, kemampuan melaksanakan KBM, dan kemampuan melaksanakan evaluasi

dalam belajar dan pembelajaran; dan (3) kompetensi sosial.

Dalam melaksanakan tugasnya, guru harus menyadari betul tentang peran yang harus

dilakukan bahwa dia bukan hanya sekedar pengajar tetapi juga sebagai pendidik, jadi bukan hanya

sekedar menyampaikan informasi, tetapi juga harus melihat sejauh mana terjadi perubahan sikap,

agar terlihat adanya peningkatan kualitas pada diri setiap individu peserta didik. Perubahan dan

pengembangan kurikulum, tidak hanya sekedar mengubah materi saja, tetapi ada hal yang lebih

penting bagaimana mengubah perilaku guru-guru agar dapat berkiprah dalam merespon perubahan

itu. Agar tujuan yang telah ditetapkan tercapai, jadi kalau terjadi perubahan kurikulum hendaknya

terjadi perubahan secara komprehensif termasuk materi, metode, guru, sarana dan hal lain yang ada

kaitannya dengan kurikulum, belajar, dan pembelajaran sehingga dampak positif dari perubahan akan

dirasakan manfaatnya oleh semua pihak.

Page 240: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

SEKOLAH DEMOKRATIS

A. Mengapa revormasi dalam Pendidikan

MEMASUKI abad ke-21 isu tentang perbaikan sektor pendidkan di Indonesia mencuat ke

permukaan, tidak hanya dalam jalur dan jenjang pendidikan, bahkan upaya advokasi untuk jalur

pendidikan yang dikelola oleh beberapa departemen teknis, dengan tuntutan social equity sangat kuat

yang tidak hanya disuarakan oleh departemen terkait sebagai otoritas pengelola jalur pendidikan

tersebut, tapi juga oleh para praktisi dan pengambil kebijakan dalam pembangunan sektor pembinaan

sumber daya manusia, karena semua jenis jalur, jalur dan jenjang pendidikan merupakan unsur-unsur

yang memberikan kontribusi terhadap rata-rata hasil pendidikan secara nasional. Dengan demikian,

kelemahan proses dan hasil pendidikan dari sebuah jalur pendidikan akan mempengaruhi indeks

keberhasilan pendidikan secara keseluruhan.

Bersamaan dengan itu, di awal abad ke-21 ini, prestasi pendidikan di Indonesia tertinggal jauh

di bawah negara-negara asia lainnya, seperti Singapura, Jepang, dan Malaysia. Bahkan jika dilihat

dari indeks sumber daya manusia, yang salah satu indikatornya adalah sektor pendidikan, posisi

Indonesia kian menurun dari tahun ke tahun. Padahal Indonesia kini sudah menjadi bagian dari

masyarakat dunia yang sudah tidak bisa dihindari. Indonesia kini sudah menjadi bagian dari

kompetisi masyarakat dunia. Jika tidak bisa menjadi pemenagng, maka akan menjadi yang kalah serta

tertinggal dari masyarakat yang lainnya, khususnya dalam meraih pasar dan peluang kesempatan

kerja yang tidak dibatasi oleh garis wilayah kewarganegaraan, tapi bergerak kian meluas, dan ini

dimulai dari wilayah Asia Tenggara yang akan terus bergerak menjadi wilayah dunia. Oleh sebab itu,

penyiapan sumber daya manusia yang berkualitas, kompetitif serta memiliki berbagai keunggulan

komparatif menjadi sebuah keharusan yang mesti menjadi perhatian dalam sektor pendidikan.

Lemahnya SDM hasil pendidikan juga mengakibatkan lambannya Indonesia bangkit dari

keterpurukan sektor ekonomi yang merosot secara signifikan di tahun 1998. Namun saat negara-

negara ASEAN lainnya sudah pulih, Indonesia masih belum mampu melakukan recovery dengan

baik. Dody Heriawan Priatmoko, dengan mengutip pernyataan Schutz dan Solow, menegaskan

Page 241: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

bahwa pendidikan merupakan faktor penting dalam pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan

kualitas SDM. Hal ini dapat dilihat pada negara Jepang, dimana kemajuan ekonomi yang didapatnya

sekarang tak lepas dari peranan pendidikan. Sistem pendidikan Jepang yang baik telah menghasilkan

manusia-manusia yang berkualitas sehingga walaupun hancur setelah kekalahan dalam perang dunia

II, mereka dapat cepat bangkit maju dan bahkan bersaing dengan negara yang mengalahkannya

dalam perang. Negara asia lainnya seperti Korea Selatan, Taiwan, Hongkong, dan Singapura juga

memperlihatkan fenomena yang tidak jauh berbeda dari negeri matahari terbit ini, dimana kemajuan

ekonomi mereka yang dapatkan adalah karena tingginya kualitas SDM-nya. Keadaan di Indonesia

berbeda jauh dengan negara-negara tersebut. Dengan kekayaan sumber daya alam (SDA) yang relatif

lebih banyak, negara kita ternyata jauh tertinggal (Priatmoko, 2003:1). Semuanya itu merupakan

akibat dari kekeliriuan dalam pembangunan yang berjalan cukup lama pada masa orde baru yang

menekakan pada pembangunan fisik dan kurang serius dalam pembinaan sumber daya manusia.

Masalah lain sebagaimana dikemukakan Dody Heriawan Priatmoko (Priatmoko,2003:3)

adalah rendahnya mutu pendidikan. Indikator rendahnya mutu pendidikan nasional dapat dilihat pada

prestasi siswa. Dalam skala internasional, menurut Laporan Bank Dunia tahun 1992, studi IEA

(international association for evaluation of educational achivement) di asia timur menunjukkan

bahwa keterampilan membaca siswa kelas IV SD berada pada peringakat terendah. Rata-rata skor tes

membaca untuk siswa SD:75,5 (Hongkong),74,0 (Singapura), 65,1(Thailand), 52,6 (Filipina) dan

51,7 (Indonesia. Anaka-anak Indonesia ternyata hanya mampu menguasai 30 % dari materi bacaan

dan ternyata mereka sulit sekali menjawab soal-soal berbentuk uraian yang memerlukan penalaran.

Hal ini mungkin karena mereka sangat terbiasa menghafal dsn mengerjakan soal pilihan ganda.

Selain itu hasil study The Third international Mathematic and science study-Repeat-TIMMS-R, tahun

1999 memperlihatkan bahwa, diantara 38 negara peserta, prestasi siswa SLTP kelas 2 di Indonesia

berada pada urutan ke –32 untuk IPA dan ke-34 untuk matematika. Dalam dunia pendidikan tinggi

menurut majalah Asia week dari 77 Universitas yang disurvei di asia pasifik ternyata 4 Universitas

terbaik di Indonesia hanya mampu menempati peringkat ke-61, ke-68, ke-73, dan ke-75.

Indikator lain yang menunjukkan betapa rendahnya mutu pendidikan di Indonesia dapat

dilihat dari data UNESCO tahun 2000 tentang peringkat indeks pengembangan manusia (Human

Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan dan

penghasilan per kepala yang menunjukkkan bahwa index pengembnagan manusia Indonesia makin

menurun, Diantara 174 negara didunia, Indonesia menempat urutan ke-102 pada tahun 1996, ke-99

tahun 1997, ke-105 pada tahun 1998, dan ke-109 tahun 1999, dan menurun ke urutan 112 pada tahun

Page 242: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

2000. Menurut survei political and Economic Risk Consultant (PERC) kualitas pendidikan di

Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di asia.

Inilah kutipan dari tulisan yang dimuat dalam website-nya Balitbang Depdiknas tahun 2003.

Dengan demikan, gagasan-gagasan tentang revormasi pendidikan di indonesia menjadi sangat

relevan, terutama dalam konteks penyiapan SDM yang berkualitas yang harus dimulai dengan

perbaikan pendidikan pada semua jenjang dan jalur, dengan perbaikan komprehensif meliputi

perbaikan perencanaan, proses pembelajaran, dukungan alat dan sarana pembelajaran, serta perbaikan

manajemen, yang semuanya itu perlu dilakukan untuk mencapai perbaikan pada hasil pendidikan.

Keluaran pendidikan kedepan harus siap berkompetisi dalam memasuki pasar tenaga kerja dan tidak

saja dalam negeri tapi juga di negara-negara lain di dunia. Mereka harus memiliki wawasan global,

berpikir yang mendunia, memahami berbagai karakteristik kultur masyarakat dunia, memiliki

penguasaan bahasa untuk komunikasi global, menguasai keterampilan dalam penggunaan alat-alat

teknologi modern, serta memiliki basis keahlian yang sesuai serta relevan dengan kebutuhan pasar.

Kemudian bila dilihat dalam kerangka perkembangan dunia, memasuki abad ke-21 ini, semua

penduduk dunia menghadapi persoalan yang sama, yang mengkerucut pada tiga persoalan besar,

yaitu persoalan kependudukan, interdependensi negara dan dunia usaha, serta kemajuan sain dan

teknologi ( Bondel, 1998:3). Masalah kependudukan, walaupun disatu sisi merupakan keberhasilan

pembangunan sektor kesehatan dengan menurunnya angka kematian, namun menjadi masalah bar,

karena penetrasi kemajuan sub sektor kesehatan yang dapat menurunkan angka-angka kematian pada

negara-negara berkembang dan negara-negara miskin, telah mengakibatkan ledakan penduduk dunia,

dan secara dialektis telah menimbulkan persoalan baru yakni kemampuan sektor jasa dalam

menyerap tenaga kerja, yang masing-masing negara sudah tidak bisa menutup pintu terhadap tenaga

kerja dari negara lain. Daniel Blondel lebih jauh menegaskan, sasaran terbesar sekarang adalah

negara-negara maju yang diserbu tenaga kerja asing dari negara-negara berkembang dan negara-

negara miskin, sehingga persaingan tenaga kerja semakin menglobal, karena negara tidak bisa

menutup sama sekali kedatangan tenaga-tenga asing tersebut, yang mereka tidak diserap semuanya di

negara mereka masing-masing. Fenomena itu kini telah menimbulkan ketakutan dan senofobia di

beberapa negara maju, yang perkembangannya menunjukan peningkatan (Blondel, 1998:15). Mereka

khawatir dengan masuknya tenaga kerja imigran, bukan hanya dalam konteks mengancam peluang

mereka dan menurunkan posisi bargaining-nya dihadapan para pemilik modal, namun lebih jauh dari

itu, berupa efek samping dari latar belakang kultur yang berbeda, yang sering kali menimbulkan

kekahwatiran-kekahwatiran dengan berbagai tindak kekerasan.

Page 243: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Kemudian ketergantungan negara dengan negara lain, atau pengusaha sebuah negara dengan

pengusaha yang sama di negara lain, juga sangat kuat, terutama setelah berkembangnya keterbukaan

ekonomi dunia dan berkembangnya sistem ekonomi liberal hampir di seluruh pelosok dunia, saling

ketergantungan politik, ekonomi, dan berbagai aktivitas kultural sudah tidak bisa dielakkan, seperti,

fenomena pasar uang dan pertukaran mata uang dunia, akan mebangkitkan solidaritas antar bangsa

untuk menjaga stabilitas mata uangnya, atau sebaliknya, yang terkadang dipicu oleh persoalan politik

dengan menggunakan stabilitas pasar uang sebagai senjatanya. Demikian pula dengan

mengembangkan sektor-sektor industri multinasional, yang mendorong solidaritas politik antar

bangsa, untuk menjaga stabilitas persaingan dalam perebutan pasar, serta pengembangan penggunaan

teknologi komunikasi, atau infra struktur lainnya (Bondel, 1998:6).

Persoalan lain adalah berkembangnya sains dan temuan-temuan teknologi baru, yang selalu

menimbulkan paradoks, seperti temuan-temuan bahan kimiawi yang mampu meningkatkan dan

mengembangkan berbagai model dan jenis industri manufaktur, yang sering menimbulkan

pencemaran lingkungan, sehingga pihak industri selalu berhadapan dengan kelompok-kelopmpok

humanis yang anti pencemaran dan perusakan lingkungan. Atau temuan-temuan alat baru dalam

proses pelayanan dan industrialisasi telah mengakibatkan tergesernya tenaga manusia oleh daya kerja

mesin yang lebih cepat, akurat dan dengan biaya yang lebih murah, sehingga perkembangan sains

dan teknologi berhadapan dengan serikat tenaga kerja, atau dengan manusia sendiri, karena

mengancam posisi tenaga kerja manusia (Blondel,1998:16). Gejala-gejala ini banyak terjadi di dunia,

terutama di negara-negara maju dan berkembang.

Inilah berbagai kemajuan dunia yang harus disikapi dan diresponi oleh pendidikan , walaupun

secara teoritik berbagai kemajuan ekonomi yang didukung oleh berbagai kemajuan sains dan

teknologi, juga akibat kemajuan dalam bidang pendidikan yang melahirkan sumberdaya manusia

dengan kemampuan pengembangan sains dan teknologi tersebut, persoalannya, bagaimana

pendidikan merancang perubahan-perubahan kedepan yang tetap ditandai dengan kemajuan sains dan

teknologi, dengan peningkatan solidaritas internasional, dan keseimbangan komitmen antara

prokduktuifitas, kemjuan sains dan teknologi, yang ada gilirannya dapat mengembangkan sektor

perekonomian, namun tetap memperhatikan pemeliharaan lingkungan dan misi kemanusiaan,

sehingga mampu menetrealisir ketegangan–ketegangan sosial, dan mampu menjaga kelestarian alam

yang tidak semata menjadi kubutuhan seluruh umat manusia dengan keseimbangan ekosisitemnya,

tapi juga akan diwariskan pada generasi yang akan mendatang.

Terkait dengan persoalan serta pandangan diatas, ada beberapa pemikiran tentang

pengembangan konteks pendidikan kedepan dalam memasuki abad ke 21 yang membawa

Page 244: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

problematika ekonomi, sosisal dan politik sebagaimana telah dikemukakan di atas. Pemikiran-

pemikiran tersebut adalah ( papadopoulos, 1998; 26-30 ) sebagai berikut :

1. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknoliogi serta informasi membuat bahan-bahan ajar yang

harus disampaikan dalam proses pendidikan menjadi sangat banyak dan bisa dikahwatirkan akan

membuat stagnasi pengembangan ilmu dan peradaban khususnya pada level pendidikan tinggi.

Oleh sebab itu, struktur program pendidikan tinggi harus mampu memberikan jaminan pemberian

reward dan insentif yang memadai untuk pengembangan ilmu dan teknologi pada level

pendidikan tinggi tersebut, sehingga temuan-temuan baru dalam bidang sains dan teknologi

bertambah, dan peradaban terus meningkat.

2. Perkembangan teknologi akan terjadi terus menerus dan bisa terjadi dalam percepatan yang tinggi

diberbagai dinegara yang berbeda-beda, dan akan mempengaruhi perkembangan ekonomi melalui

industri dan jasa. Oleh sebab itu , melalui updating skill dan keterampilan serta bebagai temuan

baru yang dikuasai oleh pekerja yang terkait dengan kemajuan ilmu dan teknologi.

3. Perubahan demografis akan terjadi dimana-mana akan membawa implikasi pada distribusi

penduduk berdasarkan usia. Di negara-negara tertinggal akan memiliki indeks kelahiran yang

tinggi. Dengan demikian angka usia sekolah dasar juga tinggi, dan akan terus meminta perhatian

untuk memperoleh perioritas. Sementara di negara-negara maju angka kelahiran menurun.

Dengan demikian pada dekade-dekade awal diabad ke-21 ini, negara-negara maju akan

kekurangan usia-usia angkatan kerja,angka pensiun konstan akan mungkin meningkat, dan

membutuhkan jaminnan sosial dan kesehatan. Dengan demikian negara-negara maju akan terus

meningkatkan pendapatan negaranya melalui sektor pajak dari sektor usaha jasa agar tetap

memberikan jaminan bagi mereka yang pensiun, namun pada saat yang sama, negara maju akan

sangat bergantung pada negara berkembang atau negara tertinggal, untuk memenuhi kebutuhan

tenaga kerja. Oleh sebab itu, negara-negara berkembang harus merancang outcome pendidikan

agar bisa memasuki pasar global untuk angkatan tenaga kerja, mereka harus memiliki skill dan

keterampilan, menguasai bahasa komunikasi global, dan memahami kultur negara-negara yang

dikunjunginya.

4. Negara-negara terus akan menjadi saling ketergantungan satu dengan yang lainnya, yang tidak

saja dalam sektor ekonomi dengan dibukanya pasar uang disetiap negara, tapi juga sektor politik

dan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh sebab itu pendidikan harus mampu membuka

cakrawala global tersebut, dan mampu mengarahkan sikap-sikap multikulturalisme,yang harus

mereka miliki ketika akan memasuki pasar tenaga kerja di dalam maupun diluar negeri.

Page 245: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

5. Kemajuan ilmu dan teknologi yang mendorong kemajuan sktor ekonomi dengan keterbukan pasar

secara global, akan membawa implikasi terbentuknya masyarakat dunia baru. Pendidikan harus

mampu mendesain masyarakat tersebut sebagai masyarakat humanis, cinta lingkungan,

mnemelihara kestabilan ekosistem, anti drug, dan senantiasa hidup sehat.

Pendidikan di Indonesia, memang menghadapi dua masalah besar sekaligus, yakni persoalan

internal dan ekstrnal. Secara internal sedang dilakukan berbagai penataan restrukturisasi strategi

pengembangan yang jauh lebih tepat, akkurat dan akselaratif, sementara secara eksternal, berbagai

tantangan dan peluang justru menunggu peningkatan tersebut agar mereka kompetitif, karena pasar

negar-negara utara akan diserbu ramai-ramai oleh tenaga muda energik dan berbakat dari belahan

selatan, Amerika latin, Afrika yang sudah menunjukkan global worldview-nya secara agresif dan

efektif, begitu juga tenaga muda energik dari beberapa negara di Timur jauh.

Skill dan keterampilan adalah hak semua anak bangsa, semua siswa berhak memperoleh

keterampilan, dan skill untuk memasuki pasar tenaga kerja, sebagaimana mereka juga berhak untuk

memasuki perguruan tinggi.Dengan demikian, paradigma pemisahan program pendidikan. menengah

sebagai persiapan untuk memasuki perguruan tinggi, sebagai pendidikan akademik, serta pendidikan

keterampilan untuk memasuki pasar tenaga kerja, pada abad ke-21 ini sudah tidak. relevan lagi,

karena semua outcome pendidikan akan memasuki pasar tenaga kerja, dan menuntut skill serta.

keterampilan yang memadai (Haas, 1994: 21). Oleh sebab itu, semua siswa pada jenjang sekolah

menengah harus memperoleh perlakuan yang sama, dengan memperoleh pendidikan akademik untuk

bisa memasuki perguruan tinggi, serta memiliki keterampilan untuk memasuki pasar tenaga. kerja.

Semua sekolah dan perguruan tinggi harus mempersiapkan para. siswa dan mahasiswanya dengan

berbagai pengalaman, wawasan, keterampilan serta basis keilmuan yang memadai. Sekolah bukanlah

sebuah formalitas untuk memiliki ijazah, tapi justru adalah proses penguatan kompetensi. Keluaran

pendidikan harus memiliki kompetensi yang memadai sesuai jenjang dan basis keahlian atau

keterampilannya. Untuk itulah, reformasi pendidikan di Indonesia merupakan sebuah keharusan,

dengan perbaikan menyeluruh dalam semua. aspeknya, agar dapat menghasilkan. lulusan yang

cerdas, kompetitif dan memiliki daya saing yang tinggi di pasar tenaga kerja, dalam level dan jenis

apa pun profesinya.

Pandangan dan analisis di atas setidaknya merefleksikan beberapa faktor penting yang

mendasari pentingnya. reformasi pendidikan, yaitu:

1. Kegagalan pendidikan yang telah dilalui beberapa tahun silam. dengan. indikator rendahnya

kualitas rata-rata hasil belajar siswa yang akan memasuki jenjang perguruan tinggi.

Page 246: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

2. Perkembangan perekonomian dunia yang membuka akses pasar global, yang semuanya itu

merupakan peluang sekaligus ancaman, yang harus dihadapi dengan kesiapan kualitas SDM

kompetitif.

Di samping itu ada beberapa analisis rational mengapa reformasi pendidikan itu mutlak

dilakukan dalam menghadapi era globalisasi di abad ke-21, dengan mengadaptasi terhadap

argumen-argumen, William J. Mathis dari Vermont University (Mathis, 1994:12-19), yaitu:

1. Perubahan pola pikir masyarakat akibat demokratisasi yang terus Perpenetrasi pada seluruh aspek

kehidupan, sehingga sekolah harus mampu memberikan layanan kepada masyarakat

konstituennya secara fair, karena mereka adalah stakeholder-nya, dan sekaligus client dari

sekolah tersebut. Masyarakat adalah kontributor terhadap sekolah (tidak terkecuali sekolah

negeri, karena budgeting sekolah negeri dari anggaran pemerintah, yang juga adalah uang dari

rakyat), dan mereka.memiliki hak untuk dilayani.

2. Perubahan dunia yang sangat cepat, dan para siswa harus dipersiapkan untuk menghadapi

berbagai perubahan tersebut, tidak hanya dalam aspek kemampuan komunikasi, tapi juga

kecakapan dan kemampuan penyesuaian diri dengan perubahan-perubahan tersebut. Tantangan

ke depan adalah keragaman permintaan pasar, dan sekolah harus mampu mempersiapkan

orang-orang yang akan mengisi kebutuhan tersebut. Sumber daya manusia yang diserap sekolah

juga membawa keragaman tersebut. Dengan demikian tidak fair kalau semua siswa harus

memiliki hanya satu keterampilan yang sama, dan jika terjadi, itu merupakan tragedi dalam

masyarakat demokratis, karena masyarakat demokratis menghargai keragaman.

3. Kemajuan teknologi dalam semua sektor industri dan pelayanan jasa akan kian menggeser posisi

manusia. kecanggihan alat-alat teknologi semakin mengefisiensikan proses industri dan layanan

jasa. Dengan demikian, pendidikan harus mempersiapkan SDM agar tidak tergeser oleh alat-alat

modern itu, tapi justru menjadi bagian dari kemajuan-kemajuan tersebut.

4. Penurunan standar hidup, yakni bahwa pada generasi sebelum mereka, cadangan natural

resource sangat kuat, dan seluruh umat manusia terpenuhi berbagai kebutuhan hidupnya oleh

cadangan alam semesta. Pada generasi mereka, cadangan tersebut akan semakin menipis dan

akan semakin habis. Dengan demikian akan terjadi penurunan standar hidup dan mereka harus

diberitahu tentang kemungkinan-kemungkinan tersebut, yang bisa diatasi dengan penemuan-

penemuan teknologi baru, serta dengan adanya kerjasama global antar satu bangsa dengan

lainnya. Inilah intinya kehidupan demokratis dengan penguatan jaringan antar bangsa.

5. Perkembangan ekonomi akan semakin mengglobal, berbagai perusahaan yang berkantor pusat di

Amerika atau Jepang misalnya, memiliki kantor-kantor perwakilan di berbagai negara melalui

Page 247: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

kerjasama investasi bersama pengusaha lokalnya masing-masing. Ini adalah trend perkembangan

ekonomi global ke depan, yang harus diketahui oleh para siswa sebagai sebuah kenyataan yang

tidak mungkin dihindari.

6. Peranan wanita semakin kuat, posisi wanita tidak lagi marginal. Mereka memiliki hak dan

peluang yang sama dalam karir dan pekerjaan dengan pria. Tidak ada diskriminasi pekerjaan atas

dasar gender.

7. Pemahaman doktrin keagamaan kian terbuka dan inklusif. Agama tidak menjadi penghalang

kemajuan, tapi justru mendorong perubahan-perubahan untuk perbaikan.

8. Peran media massa yang terus menguat, baik dalam mensosialisasikan berbagai perubahan sosial,

mengkritik berbagai kebijakan maupun sebagai media untuk memperoleh berbagai hiburan

alternatif atau sumber informasi tambahan, melalui berbagai program televisi, yang semuanya

bisa merjadi kontributor pendidikan yang positif, dan bisa juga.menjadi kendala yang negatif

bagi program-program pendidikan.

Ini semua adalah perubahan yang tidak mungkin dihindari, tapi harus disikapi dalam

merancang reformasi pendidikan, karena sekolah akan melahirkan keluaran yang tidak boleh gagal

dalam penyesuaian diri dengan lingkungan sosialnya, dan sebaliknya harus mampu menyesuaikan

diri, bahkan mampu menjadikan perubahan sebagai sebuah kekuatan untuk artikulasi diri mereka,

sehingga diakui oleh publik sebagai SDM unggul yang mampu bersaing dan memiliki berbagai

keungulan komparatif dengan lainnya.

B. APA REFORMASI PENDIDIKAN

ISU reformasi pendidikan bukan sesuatu yang baru. Gagasan pembaharuan pendidikan sudah bergulir

lama di Indonesia. Akan tetapi, reformasi di Indonesia merupakan sebuah gerakan yang memiliki

perspektif sejarah politik monumental, karena era reformasi sebagai.sebuah era pemerintahan

substitusi pemerintahan orde baru. Dengan demikian, gagasan reformasi pendidikan saat ini memiliki

momentum yang amat mendasar, dan berbeda dengan gagasan yang sama pada era sebelumnya.

Salah satu perubahan mendasar dari reformasi pendidikan dalam era reformasi ini adalah lahirnya UU

No. 22 tahun 1999, serta Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

(Sisdiknas). Kedua undang-undang tersebut membawa perspektif baru. yang amat revolusioner dalam

konteks perbaikan sektor pendidikan yang mendorong pendidikan sebagai urusan publik dan urusan

masyarakat secara umum dengan mengurangi otoritas pemerintah baik dalam kebijakan kurikulum,

Page 248: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

manajemen maupun berbagai kebijakan pengembangan institusi pendidikan itu sendiri. Arah

refoimasi pendidikan di awal A'bad ke-21 ini adalah demokratisasi dalam pengembangan dan

pengelolaan pendidikan, didukung oleh komunitasnya sebagai kontributor dalam penyelenggaraan

pendidikan tersebut.

Gagasan reformasi dalam pendidikan tidak mutlak hanyadilakukan negara-negara perkembang

tapi juga berbagai negara maju, karena reformasi adalah refleksi pemikiran untuk melakukan

berbagai pembaharuan dengan perubahan-perubahan komprehensif sebagai respon terhadap

perubahan dunia yang sedang terjadi, dan atau hasil analisis prediktif yang dilakukan secara saksama

dan cermat. Kemudian, reformasi juga adakalanya dilakukan dalam bentuk bagian-bagian partial dari

keseluruhan aktivitas pendidikan, dan ada juga yang dilakukan dalam skala yang lebih besar atau

bahkan mungkin perubahan yang holistik (Walker, 1997.77). Akan tetapi, reformasi pada umumnya

menjadi isu besar jika dilakukan holistik menyentuh seluruh aspek dalam: kegiatan pendidikan dan

didasari oleh sebuah argumentasi yang mendasar. Joseph Murphy umpamanya menyatakan bahwa

reformasi pendidikan sangat dipengaruhi oleh faktor per,kembangan ekonomi negara. Menurutnya

kemunduran ekonomi sebuah negara merupakan akibat langsung dari lemahnya sektor pendidikan.

Oleh sebab itu, jika ekonomi negara ingin bangkit, maka sektor pendidikan harus diperbaiki, karena

SDM yang akan diluluskannya dapat mempengaruhi maju mundurnya perkonomian bangsa.

(Murphy, 1992:4). Terkait dengan teorinya itu, maka dia menegaskan, bahwa reformasi adalah

gagasan awal yang mendasari restrukturisasi, karena reformasi menurutnya tiada lain adalah

restrukturisasi pendidikan,.yakni memperbaharui pola hubungan sekolah dengan lingkungannya dan

dengan pemerintah, pola pengembangan perencanaan serta pola pengelolaan manajerialnya,

pemberdayaan guru dan restrukturisasi model-model pembalajaran (Murphy,1992: 10).

Sejalan dengan Joseph Murphy, Decker F. Walker menegaskan bahwa reformasi pendidikan itu

menjangkau semua. Orang kelompok dan unsur-unsur yang terkait dengan pelaksanaan pendidikan

yakni siswa-siswa sekolah itu sendiri, para guru, orang tua siswa, pimpinan sekolah, kantor

pemerintah, buku teks dan penerbit buku teks, serta unsur-unsur lainnya (Walker, 1997.80). Dengan

demikian, reformasi pendidikan tidak cukup hanya perbaikan dan perubahan dalam sektor kurikulum,

baik struktur maupun prosedur perumusannya, serta pola pengelolaan sekolah yang berbasis pada

masyarakat, namun siswa-siswanya sendiri harus diberi arah pandangan tentang belajar itu sendiri

bahwa bersekolah bukanlah sebuah formalitas sebagai warga negara yang baik, tapi mereka harus

memperoleh kompetensi-kompetensi yang telah disepakati oleh kepala sekolah, guru, orang tua, serta

user dari pendidikan itu sendiri. Mereka harus memiliki etos dan tanggung jawab belajar agar

mencapai kompetensi minimal yang telah digariskan sehingga tidak ada lagi (umpamanya) siswa

Page 249: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

yang keluar dari sekolah dengan skor E 6,9. Mereka bisa keluar dan lulus dengan skor minimal setiap

mata pelajaran 7,00- atau 8,00. Dengan kata lain para siswa disadarkan bahwa reformasi ini menuju

pada pola mastery learning, dan mereka harus memperbaiki kompetensi di saat liburan, jika skor

mata pelajaran tertentu belum menjangkau angka minimal lulus yang ditetapkan sekolah, melalui

program remedial atau reinforcement.

Demikian pula dengan guru, mereka harus mengubah filosofi bekerja sebagai guru, karena

tugas guru bukan selesai saat telah memenuhi tugas dan jam wajib untuk masuk kelas, tapi mengubah

siswa dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti, dari tidak bisa menjadi

bisa, dan tidak memiliki kompetensi menjadi memiliki

kompetensi, dari tidak aktif belajar menjadi aktif belaJar, dari tidak terlibat dalam diskusi dan

penyelesaian tugas sekolah menjadi terlibat dengan aktif dalam penyelesaian tugas-tugas tersebut.

Dalam konteks ini, reformasi bukan menghadirkan pola baru, tapi menghidupkan doktrin klasik

keguruan dan menghidupkannya dalam. kultur kerja keguruan. Namun bersamaan dengan itu, ada

tugas-tugas. guru yang baru dalam konteks reformasi yang mendorong penyelenggaraan sekolah

berbasis masyarakat adalah, keterlibatan guru dalam restrukturisasi kurikulum, bahkan perumusan,

kurikulum operasional adalah mutlak kompetensi guru, setelah meng-assess permintaan-permintaan

dari stakeholder dan user dari pendidikan tersebut.

Demikian pula dengan pimpinan sekolah, masyarakat sebagai pengguna sekolah serta

pemerintah daerah yang bertanggung jawab terhadap pengembangan dan kemajuan Sekolah harus

mengubah paradigma berpikirnya dari menunggu petunjuk pelaksanaan pemerintah pusat menuju

inisiasi yang dinamis, konstruktif, sehingga dapat melahirkan sekolah yang kompetitif, unggul,

dengan mengoptimalkan potensi-potensi sumber daya yang dimiliki sekolah tersebut.

Berbagai dari upaya-upaya reformasi ini adalah perubahan-perubahan yang tidak bisa

dielakkan. Seperti menurunnya peran birokrasi dalam kebijakan kurikulum operasional karena lebih

banyak ditentukan oleh sekolah bersama. komite sekolahnya sendiri. Demikian pula, bila suatu. saat

mata pelajaran tertentu memperoleh posisi sangat kuat dan prestigious, mungkin suatu saat tergeser

oleh mata pelajaran lain yang menjadi aksentuasi dan benchmark sekolah tersebut. Setiap perubahan

membawa konsekuensi, dan konsekuensi itu harus dihadapi bukan ditakuti, karena pasti terjadi.

C. APA DAN MENGAPA SEKOLAH DEMOKRATIS

ISU tentang sekolah demokratis di Indonesia memang relatif baru. dan belum terbiasa dalam wacana

akademik bidang kependidikan, walaupun pekerjaannya sudah dimulai sejak lama, bahkan mungkin

sejak zaman orde baru, walaupun belum spesifik. Istilah, demokratis, sebagaimana dalam literatur

Page 250: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

pofitik diambil dari bahasa Yunani kuno, yang terdiri dari dua kata yaitu demos yang bermakna

rakyat dan kratos yang berarti kekuasaan, dan apabila digabungkan menjadi bermakna. kekuasaan di

tangan rakyat (Tarcov, 1996: 2). Istilah demokrasi memang muncul dan dipakai dalam kajian politik,

yang bermakna. kekuasaan negara berada di tangan rakyat melalui undang-undang yang diputuskan

rakyat, bukan oleh kekuasaan raja atau sultan. Kemudian, presiden diangkat oleh rakyat dan harus

bertanggung jawab terhadap rakyat melalui mekanisme perwakilan.

Mekanisme berdemokrasi dalam politik tidak sepenuhnya sesuai dengan mekanisme dalam

kepemimpinan lembaga pendidikan, namun secara substantif, sekolah demokratis adalah membawa

semangat demokrasi tersebut dalam perencanaan, pengelolaan dan evaluasi penyelenggaraan

pendidikan di sekolah. Dalam konteks ini James A. Beane dan Michael W Apple, menjelaskan,

berbagai kondisi yang sangat perlu. dikembangkan, dalam upaya membangun sekolah demokratis

(Beane dan Apple,1995: 7) adalah:

I. Keterbukaan saluran ide dan gagasan, sehingga semua orang bisa menerima informasi seoptimal

mungkin.

2. Memberikan kepercayaan kepada individu-individu dan kelompok dengan kapasitas yang mereka

miliki untuk menyelesaikan berbagai persoalan-sekolah.

3. Menyampaikan kritik sebagai hasil analisis dalam proses penyampaian evaluasi terhadap ide-ide,

problem-problem dan berbagai kebijakan yang dikeluarkan sekolah.

4. Memperlihatkan kepedulian terhadap Kesejahteraan orang lain dan terhadap persoalan-persoalan

publik.

5. Ada kepedulian terhadap harga diri, hak-hak individu dan hak-hak minoritas.

6. Pemahaman bahwa demokrasi yang dikembangkan belumlah mencerminkan demokrasi yang

diidealkan, sehingga demokrasi harus terus dikembangkan dan bisa. membimbing keseluruhan

hidup manusia.

7. Terdapat sebuah institusi yang dapat terus mempromosikan dan mengembangkan cara-cara hidup

demokratis.

Inti dari teori James A. Beane dan Michael W. Apple di atas adalah, bahwa Sekolah

demokratis itu akan terwujud jika semua informasi penting dapat dijangkau semua stakeholder

sekolah, sehingga semua unsur tersebut memahami arah Pengembangan sekolah, berbagai problem

yang dihadapinya, serta-langkah-langkah yang sedang dan akan ditempuh. Dengan demikiaq, mereka

akan bisa menganalisis relevansi kebijakan-kebijakan tersebut, memahami, mengkritisi dan memberi

masukan, serta menentukan kontribusi serta partisipasi yang akan diberikannya untuk kesuksesan

pelaksanaan program-program sekolah tersebut. Kemudian tidak cukup hanya sampai di situ sekolah

Page 251: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

demokratis juga harus dikembangkan dengan sikap trust atau kepercayaan, yakni orang tua percaya

pada kepala sekolah untuk mengembangkan program-program sekolah menuju idealitas yang

diinginkan, kemudian, kepala sekolah juga percaya pada guru untuk mengembangkan

program-program kurikulernya serta mengorganisir pelaksanaan program-programnya itu.

Kemudian, sekolah demokratis juga harus diimbanngi dengan perhatian yang kuat terhadap

hak-hak asasi manusia. Oleh sebab itu, persoalan kesejahteraan para guru, serta

semua yang terkait dengan pengelolaan sekolah harus; menjadi perhatian serius, dan manajemen

harus dilakukan secara terbuka khususnya dalam aspek-aspek yang termasuk wilayah publik harus

dikelola secara transparan, sehingga semua ikut terlibat dalam menentukan dan memutuskannya. Dan

bagian yang amat sensitif serta selalu menjadi persoalan universal, adalah hak-hak minoritas dalam

komunitas sekolah yang harus diperhatikar sama, tidak boleh ada diskriminasi atas dasar perbedaan

ras agama atau warna kulit.

Sejalan dengan itu, James A. Beane dan Michael W. Apple mendefinisikan, bahwa sekolah

demokratis tiada lain adalah mengimplementasikan pola-pola demokratis dalam pengelolaan sekolah,

yang secara umum mencakup dua aspek yakni struktur organisasi dan prosedur kerja dalam struktur

tersebut, serta merancang kurikulum yang bisa mengantarkan anak-anak didik memiliki berbagai

pengalaman tentang praktik-praktik demokratis (Beane and Michael W. Apple, 1995: 9). Dengan kata

lain, sekolah demokratis adalah sekolah yang dikelola dengan sruktur yang memungkinkan

praktik-praktik demokratis itu terlaksana, seperti pelibatan masyarakat (stakeholder dan

user sekolah) dalam membahas program-program sekolah,dan prosedur pengambilan keputusan juga

memperhatikan berbagai aspirasi publik, serta dapat dipertanggungjawabkan implementasinya

kepada publik. Demikian pula dengan pola

pembinaan siswa, bahwa pendidikan itu untuk semuanya, guru harus mampu memberikan perhatian

yang sama pada semua siswa, tanpa membedakan antara yang sudah pintar den

gan yang belum pintar, tidak membedakan antara yang rajin dan yang belum rajin, semuanya

memperoleh perlakuan, walaupun bentuknya mungkin berbeda. Mereka yang belum pintar diberi

waktu untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuannya di saat liburan. umum, sehingga

kompetensinya meningkat. Pola-pola pembinaan seperti ini, telah memberi pengalaman-pengalaman

praktik demokrasi bagi anak-anak, yakni perhatian yang seimbang terhadap semua siswa, tanpa

membedakan antara mayoritas dengan minoritas dalam sekolahnya.

Pengembangan sekolah menuju model sekolah demokratis ini relevan untuk dilakukan karena

berbagai argumentasi, yang secara garis besar dapat dikategorisasi menjadi dua, yaitu tipologi

sekolah abad ke-21, dan model pembelajaran yang sesuai. Dalam konteks pertama, Lyn Haas (Haas,

Page 252: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

1994: 21) menjelaskan, bahwa sekolah-sekolah sekarang harus dapat memenuhi beberapa kualifikasi

ideal, yaitu:

I . Pendidikan untuk semua yakni semua siswa harus memperoleh perlakuan yang sama, memperoleh

pelajaran sehingga. memperoleh Peluang untuk mencapai kompetensi keilmuan sesuai batas-batas

kurikuler, serta memiliki basis skill dan keterampilan yang sesuai dengan minat mereka, serta.

sesuai Pula dengan kebutuhan pasar tenaga kerja. Paradigma yang memisahkan Pendidikan

akademik sebagai calon untuk memasuki perguruan tinggi, dan pendidikan keterampilan untuk

memasuki pasar tenaga kerja, sudah tidak relevan lagi, karena perubahan yang menuntut

masyarakat untuk menjadi bagian dari kontribusi untuk kemajuan.

2. Memberikan skill dan keterampilan yang Sesuai dengan kemajuan teknologi terkini karena pasar

menuntut setiap tenaga kerjanya memiliki keterampilan pengunaan alat-alat teknologi termodern,

kemampuan komunikasi globa matematika, serta kemampuan akses pada pengetahuan.

3. Penekanan pada kerjasama, yakni menekankan pada pengalaman para siswa dalam melakukan

kerjasama dengan yang lain, melalui penugasan-penugasan kelompok dalam proses pembelajaran,

sehingga mereka memiliki pengalaman mengembangkan kerjasama, karena trend pasar kedepan

adalah pengembangan kerjasama, baik antara perusahaan, atau antara perusahaan dengan

masyarakat dan yang lainnya, sehingga pengalaman mereka belajar akan sangat bermanfaat dalam

artikulasi diri di lapangan profesi mereka.

4. Pengembangan kecerdasan ganda yakni bahwa para siswa harus diberi kesempatan untuk

mengembangkan multiple intelligence mereka, dengan memberi peluang untuk mengembangkan

skill dan keterampilan yang beragam, sehingga mudah melakukan penyesuaian di pasar tenaga

kerja.

5. Integrasi program, pendidikan dengan kegiatan pengabdian pada masyarakat, agar mereka

memiliki kepekaan sosial.

Kelima point di atas memperlihatkan adanya tuntutan kurikulum yang dinamis, progresif dan

peka terhadap berbagai kemajuan dan perkembangan. teknologi di luar sekolah sehingga jika

kurikulum dan perencanaan sekolah itu sangat ditentukan oleh struktur birokrasi yang kaku, sekolah

bisa. tertinggal oleh kemajuan, dan sekolah akan kehilangan relevansinya dengan berbagai

perubahan, yang pada akhimya akan ditinggalkan oleh stakeholder-nya sendiri. Oleh sebab itu,

argumen-argumen di atas memperkuat bahwa model sekolah demokratis itu amat relevan untuk

dikembangkan

Demikian Pula. dalam. aspek pelaksanaan proses Pembelajaran, sebagaimana dikemukakan

oleh John I. Goodlad, bahwa terpenuhinya. misi pendidikan sangat tergantung pada kemampuan guru

Page 253: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

untuk menanamkan seting demokrasi pada siswa, dengan memberi kesempatan seluas-luasnya pada

siswa untuk belajar (Goodlad, 1996: 113), yakni bahwa sekolah menjadi tempat yang nyaman bagi

siswa untuk semaksimal mungkin mereka belajar. Sekolah bukan tempat pertunjukan bagi guru, tapi

tempat siswa. untuk menambah dan memperkaya pengalaman belajarnya. Oleh sebab itu, guru harus

mampu mengembangkan strategi pembelajaran yang memberi peluang lebih besar bagi siswa untuk

belajar. Inilah makna lain dari sekolah demokratis, yakni sekolah itu untuk siswa bukan untuk guru

dan kepala sekolahnya. Sekolah harus menjadi second home bagi para siswa, mereka betah

menghabiskan waktunya di sekolah, dengan belajar, berdiskusi menyelesaikan tugas-tugas kelompok,

membaca dan aktivitas, Pembelajaran lainnya.

Tesis Goodlad ini sejalan dengan pandangan yang dikemukakan Jerry Aldridge dan Renitta

Goldman, yang menurutnya, belajar itu harus memberi peluang besar bagi anak untuk berpikir,

bekerja dan biarkan mereka bergerak, terutama bagi anak-anak yang membangun keilmuannya

melalui interaksi dengan lingkungan. Pengetahuan apa saja, matematika sosial atau lainnya, akan

lebih efektif dengan pendekatan ativitas (Aldirdge and Renitta, Goldman, 2002:103). Model

pembelajaran humanis ini terwadahi hanya dalam model sekolah demokratis, yakni pendidikan

dengan konsep bahwa sekolah itu utuk siswa atau anak-anak belajar, bukan untuk guru

mempertontonkan kepintarannya di hadapan siswa yang dibiarkannya menjadi penonton.

Berbagai keunggulan model sekolah demokratis ini, sebagaimana dikemukakan oleh Dwight W.

Allen ketika menjelaskan sekolah untuk abad mendatang (ke-21), dalam kerangka penguatan model

sekolah demokratis (Allen, 1992:86),. antara lain adalah:

1. Akuntabilitas; yakni bahwa kebijakan-kebijakan sekolah di pertanggungawabkan pada publik,

yang meliputi pengangkatan guru sesuai dengan kategori kebutuhan dan keahlian, yang kemudian

teruji loyalitasnya terhadap proses pendidikan dan Pegajaran di sekolah. Guru yang diangkat

harus; yang memiliki keahlian dalam bidang ilmu yang akan diajarkannya, memiliki keterampilan

mengajar yang memadai, serta memiliki loyalitas keguruan yang teruji. Kemudian manajemen

sekolah juga dapat dipertanggungjawabkan pada publik, dapat meminimalisir bias individual

dalam berbagai keputusan, dan promosi seseorang benar-benar didasarkan pada keahlian dan

pengalaman yang memadai. Dan dalam konteks akuntabilitas juga, sekolah demokratis selalu

menjunjung tinggi collective judgement, yakni keputusan diambil bersama-sama.

2. Pelaksanaan tugas guru senantiasa berorientasi pada siswa, guru akan memberikan pelayanan

pada siswa secara individual. Berbagai kesulitan siswa akan menjadi perhatian guru, dan dengan

senang hati guru akan terus membantu. sehingga siswa dapat menyelesaikan berbagai

kesulitannya.

Page 254: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

3. Keterlibatan masyarakat dalam sekolah; yakni dalam sekolah demokratis, sistem pendidikan

merupakan refleksi dari keinginan masyarakat. Masyarakat akan berpartisipasi dalam

pendidikan, akan mempunyai rasa memiliki terhadap sekolah, dan akan responsif dengan

berbagai persoalan sekolah. Dengan demikian, para guru bekerja juga akan merasa tenang karena

senantiasa bersama-sama dengan masyarakatnya, keputusan pimpinan sekolah juga akan menjadi

keputusan yang bulat, karena disepakati bersama.Terkontrol oleh oleh masyarakatnya, dan

sekolah akan selalu mekanisme yang diatur dalam sistem penyelenggaraan sekolah tersebut.

Berbagai keuntungan tersebut bisa menjadi sebuah perspektif positif untuk pengembangan

sekolah ke depan, karena jika pendidikan di Indonesia itu berkualitas rendah, penyelesaiannya adalah

perbaikan mendasar, yakni kurikulum, bahan ajar dan guru sebagai pengajar. Dalam kerangka

sekolah demokratis, guru dan pimpinan sekolah harus menginformasikan pada orang tua tentang

besaran kurikulum yang akan, diajarkan pada siswa, setidaknya berbagai kompetensi yang akan

diberikan, serta berbagai perlakuan dalam pengembangan pengalaman belajar siswa dalam upaya

mencapai kompetensi-kompetensi tersebut. Setiap guru harus siap untuk dievaluasi, diberi masukan

dan dikritisi secara positif baik oleh siswa maupun orang tua siswa, sehingga mereka benarbenar

menjadi profesional, dan bukan seorang tokoh penguasa feodal.

Memang ini gagasan reformasi radikal, namun Indonesia harus memulai, dan kini gagasan

reformasi tersebut memperoleh tempat yang ideal di Indonesia, terutama setelah lahirnya UU No. 22

tahun 1999 tentang otonomi daerah yang meletakkan sektor pendidikan sebagai salah satu yang

diotonomisasikan, pendidikan memasuki era baru dengan semangat demokratis, karena

undang-undang tersebut disambut oleh daerah dengan memberi peluang pada sekolah untuk

mengembangkan networking horizon tal-nya dengan stakeholder dari user sekolah, dalam proses

mengembangkan perencanaan sekolah, pengembangan kurikulum maupun penetapan berbagai

kebijakan mendasar dari sekolah, tidak terkecuali sekolah negeri.

Persoalan besar dalam UU No. 22 tahun 1999 adalah perubahan radikal dalam otoritas

Pengembangan pendidikan yang semula berada dalam kekuasaan pemerintah Pusat melalui

Depdiknasnya, kini terdelegasikan pada pemerintah daerah. Dan kini perubahan radikal tersebut

memperoleh penguatan dengan diundangkannya UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional (Sisdiknas), yang menegaskan dalam pasal 4 ayat 1 bahwa pendidikan diselenggarakan

secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi

manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa. Poin penting dalam ayat ini

adalah Penegasan bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis, artinya, bahwa keterlibatan

masyarakat dan otoritas pengelola serta institusi-institusi pendukungnya akan lebih besar

Page 255: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

daripada Pemerintah pusat.

Bersamaan dengan itu pula dalam pasal 9 dinyatakan bahwa masyarakat berhak berperan serta

dalam perencanan, pelaksanaan, Pengawasan, dan evaluasi program pendidikan. Keikutsertaan

masyarakat dapat diwujudkan dalam bentuk keterlibatan mereka dalam komite Sekolah atau dewan

pendidikan daerah. Komite sekolah berhak ikut serta dalam merumuskan perencanaan pendidikan,

tidak saja dalam perencanaan makro tapi sampai pada kebijakan restrukturisasi kurikulum, walaupun

dalam batas-batas gagasan besar dan tidak harus memasuki wilayah teknis, karena itu sudah menjadi

otoritas guru dan kepala sekolahnya. Demikian pula dengan evaluasi keberhasilan sekolah. Menurut

pasal 9 di atas, masyarakat berhak untuk melakukan evaluasi terhadap sekolah, tidak saja dalam

kerangka program pendidikan secara, makro, tapi pada wilayah mikro, kebijakan pengembangan

sekolah dalam semua aspeknya.

Kemudian pemerintah daerah juga diberi kewenangan oleh undang-undang sebagaimana

dicantumkan dalam pasal 10 dinyatakan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah berhak

mengarahkan, membimbing, membantu, dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan pada pasal 11 ayat I dan 2 dinyatakan

bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta

menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap, warga negara tanpa diskriminasi.

Kemudian pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya dana guna

terselenggaranya pendidikan bagi setiap, warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas

tahun.

Dengan demikian, peraturan perundang-undangan yang berlaku sudah memberi arah dan wadah

pengembangan sekolah yang lebih demokratis, bahkan dalam rumusan tujuan pendidikan dinyatakan

secara tegas pada pasal 3, bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan

bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman

dan bertakwa kepada. Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,

mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Undang-undang sudah mengamanatkan agar pendidikan mampu mengarahkan peserta didik

menjadi warga negara yang demokratis. Oleh sebab itu, selain diberi pengetahuan tentang life skill

sebagai warga. negara demokratis melalui pendidikan kewarganegaraan, juga mereka harus

mengalami langsung bagaimana watak dan kultur demokrasi itu mewujud dalam kenyataan sekolah,

yang mereka alami sehari-hari. Mereka harus memiliki pengetahuan dan pengalaman bahwa

masyarakat ikut terlibat dalam penyelenggaraan sekolah, baik dalam konteks sebagai kontributor

Page 256: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

pemikiran, konsep dan gagasan, maupun sebagai kontributor fasilitas dan yang lainnya. Masyarakat

juga terlibat dalam pembahasan program-program sekolah, dan masyarakat juga terlibat dalam

evaluasi keberhasilan sekolah menyelenggarakan pendidikan untuk siswa dan siswinya.

SOAL JAWAB

1. Mengapa pendidikan di Indonesia perlu direformasi ?

Jawab:

Pendidikan perlu di revormasi untuk perbaikan disemua aspek agar dapat menghasilkan lulusan

yang cerdas, kompetitif dan memiliki daya saing yang tinggi di pasart tenaga kerja, dalam level

dan jenis apapun profesinya.

2. Faktor-faktor penting apakah yang mendasari pentingnya revormasi?

Jawab:

Kegagalan pendidikan yang telah dilalui beberapa tahun silam dengan indikator rendahnya

kualitas rata-rata hasil belajar siswa yang akan memasuki jenjang perguruan tinggi. Dan

perkembangan perekonomian dunia yang membuka akses pasar global yang semuanya itu

merupakan peluang sekaligus ancaman yang harus dihadapi dengan kesiapan SDM kompetitif.

3. Apakah yang dimaksud dengan sekolah demokratis?

Jawab:

Sekolah demokratis adalah sekolah yang dikelola dengan struktur yang memungkinkan prktek-

praktek demokratis itu terlaksana seperti pelibatan masyarakat dalam membahas program-

program sekolah dan prosedur pengambilan keputusan juga memperhatikan berbagai aspirasi

publik, serta dapat dipertanggungjawabkan implementasinya kepada publik. Demikian pula

dengan pembinaan siswa, bahwa pendidikan itu untuk semuanya, guru harus mampu memberikan

perhatian yang sama pada semua siswa, semuanya memperoleh perlakuan walaupun bentuknya

mungkin berbeda.

4. Sebutkan bebrapa kondisi yang perlu dikembangkan dalam upaya membangun sekolah

demokratis

Jawab:

1. Keterbukaan saluran ide dan gagasan, sehingga semua orang bisa menerima informasi

seoptimal mungkin.

2. Memberikan kepercayaan kepada individu-individu dan kelompok dengan kapasitas yang

mereka miliki untuk menyelesaikan berbagai persoalan-sekolah.

Page 257: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

3. Menyampaikan kritik sebagai hasil analisis dalam proses penyampaian evaluasi terhadap

ide-ide, problem-problem dan berbagai kebijakan yang dikeluarkan sekolah.

4. Memperlihatkan kepedulian terhadap Kesejahteraan orang lain dan terhadap

persoalan-persoalan publik.

5. Ada kepedulian terhadap harga diri, hak-hak individu dan hak-hak minoritas.

6. Pemahaman bahwa demokrasi yang dikembangkan belumlah mencerminkan demokrasi yang

diidealkan, sehingga demokrasi harus terus dikembangkan dan bisa. membimbing

keseluruhan hidup manusia.

7. Terdapat sebuah institusi yang dapat terus mempromosikan dan mengembangkan cara-cara

hidup demokratis.

DEMOKRATISASI

PENGEMBANGAN KURIKULUM

A. KURIKULUM; PENGERTIAN DAN MACAM-MACAMNYA

MAU dibawa ke mana anak-anak oleh sekolah, siapa yang paling berhak menentukan arah dan

kebijakan sekolah. Ini merupakan pertanyan-pertanyaan mendasar dalam penyelenggaraan sekolah,

dalam sistem atau pendekatan apa pun. Semangat demokratis dalam penyelenggaraan sekolah akan

menginspirasi bahwa publik sekolah memiliki hak yang sangat kuat dan sangat besar dalam

penetapan arah kebijakan kurikulum sekolah, barangkali sama kuatnya" dengan pemerintah sendiri

karena client sekolah adalah publiknya dan pemerintah yang juga dalam konteks lain sebagai user,

bukan terbatas dalam aspek penerimaan tenaga kerja pada instansi pemerintah saja, tapi lapangan

kerja secara lebih luas di semua sektor, pertanian, industri, jasa atau lainnya, di dalam negeri maupun

di luar negeri. Semakin kompetitif SDM bangsa, maka akan semakin meningkat dignity bangsa

tersebut di hadapan bangsa-bangsa lainnya. Sebaliknya semakin merosot daya saingnya, maka akan

semakin menurun pula nation dignity-nya. Dengan demikian, publik sekolah dan pemerintah

sama-sama memiliki kepentingan dalam penetapan arah dan pendidikan anak-anak di sebuah sekolah.

Kurikulum merupakan inti dari sebuah sekolah, karena kurikulumlah yang mereka tawarkan pada

publiknya, dengan dukungan SDM guru berkualitas, serta sarana sumber belajar lainnya yang

memadai. Diskursus tentang kurikulum masih terus berjalan, apakah kurikulum itu hanya bermakna

Course Out Line atau GBPP, atau mencakup seluruh pengalaman yang diberikan pada anak dalam

Page 258: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

proses pendidikannya oleh guru. Dalam konteks ini Ronald C. Doll menjelaskan bahwa kurikulum

sudah tidak lagi bermakna sebagai rangkaian bahan yang akan dipelajari Serta urutan pelajaran yang

akan dipelajari siswa, tapi seluruh pengalaman yang ditawarkan pada anak-anak peserta didik di

bawah arahan dan bimbingan:sekolah (Doll, 1964:15). Pengalaman yang diperoleh siswa dari

program-program yang ditawarkan sekolah amat variatif, tidak sebatas hanya pembelajaran di

dalam"Kelas, tapi juga lapangan tempat mereka. bermain di sekolah, kantin, dan bahkan bis sekolah.

Semua itu memberikan kontribusi pengembangan pengalaman siswa, yang mempengaruhi

perubahan-perubahan pada mereka.

Melalui kesimpulannya ini, Doll hendak menegaskan bahwa kurikulum itu adalah perencanaan

yang ditawarkan, bukan yang diberikan, karena. pengaIaman yang diberikan guru belum tentu.

ditawarkan. Dengan demikian seluruh konsep pendidikan di sekolah itu bisa dan harus ideal.

Kurikulum harus bicara keharusan, dan bukan kemungkinan. Kemudian bimbingan dan arahan tidak

saja tugas dan kewajiban guru, tapi menjadi tugas dan kewajiban sekolah, yang komponennya tidak

Sekadar guru, tapi juga kepala sekolah, karyawan sekolah dan juga unsur lain yang terkait langsun

dengan proses pendidikan. Sesuai pengertian di atas, maka. kurikulum, sebagaimana dikemukakan

Sukznadinata memiliki beberapa karakteristik (SukMadinata, 1997.27) yaitu:

1. Kurikulum sebagai suatu substansi, yakni bahwa kurikulum adalah Sebuah rencana kegiatan

belajar para siswa di sekolah, yang mencakup rumusan-rumusan tujuan, bahan ajar, proses

kegiatan pembelajaran, jadwal dan evaluasi hasil belajar. Kurikulum. tersebut merupakan sebuah

konsep yang telah disusun oleh para ahli dan disetujui oleh para pengambil kebijakan pendidikan

serta oleh masyarakat sebagai user dari hasil pendidikan.

2. Kurikulum sebagai sebuah sistem, yakni bahwa kurikulum merupakan rangkaian konsep tentang

berbagai kegiatan pembelajaran yang masing-masing unit kegiatan memiliki keterkaitan secara

koheren dengan lainnya, dan bahwa kurikulum itu sendiri memiliki keterkaitan dengan semua

unsur dalam sistem pendidikan secara keseluruhan.

3. Kurikulum merupakan sebuah konsep yang dinamis, yakni bahwa kurikulum merupakan konsep

yang terbuka dengan berbagai gagasan perubahan serta penyesuaian-penyesuaian dengan tuntutan

pasar atau. tuntutan idealisme pengembangan peradaban umat manusia.

Akan tetapi, bukan menghindari diskursus tentang apa itu kurikulum, namun dengan

menyerap pemahaman publik terhadap kurikulum, tampaknya definisi-definisi yang dikemukakan

oleh Hilda Taba dan Robert Gagne, yang dikemukakan oleh Allan A. Glathorn dalam bukunya

berjudul Curiculum Leadersip, (Glatthorn, 1987: 2) lebih mendekati pemahaman fragmatis tentang

kurikulum. Menurut Taba Kurikulum. biasanya terdiri dari pernyataan-pernyataan tentang tujuan

Page 259: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

umum, tujuan khusus, yang mengindikasikan kelompok bahan-bahan ajar terpilih, yang juga

menyatakan tentang model-model pelaksanaan proses pembelajaran, dan juga mencakup program

evaluasi hasil belajar. Sementara Robert Gagne menegaskan, bahwa kurikulum adalah sekwensi isi

dan bahan pelajaran yang dideskripsikan sedemikan rupa sehingga pembelajaran setiap unitnya itu

dapat diselesaikan sebagai sebuah satuan utuh, dan masing-masing unit tersebut juga

mendeskripsikan kapabilitas (kompetensi) siswa yang harus dikuasai mereka.

Kedua tokoh amat berpengaruh dalam kajian pendidikan ini memberikan sebuah gambaran

bahwa kurikulum berkaitan langsung dengan proses pembelajaran dalam kelas, hanya saja, Taba

lebih menekankan pada struktur kurikulumnya itu sendiri yang diawali dengan perumusan tujuan dan

diikuti dengan perumusan bahan-bahan ajar, model pembelajaran, serta evaluasi hasil belajar.

Sementara. Gagne lebih menekankan pada sekwensinya, yakni bahwa bahan ajar itu harus disusun.

dalam sebuah sekwensi yang sistematis, dan masing-masing unit pembelajaran harus mampu

mendeskripsikan kompetensi yang bisa diperoleh siswa, sehingga jelas dan rasional, dan siswa harus

menyelesaikannya dengan baik sampai menguasai benar dan mencapai kompetensi yang

dirumuskannya itu.

Walaupun berbeda dalam membuat rumusan, namun Doll, Taba dan, Gagne memiliki

pandangan. yang sama, bahwa kurikulum adalah pengalaman-pengalaman belajar yang ditawarkan

sekolah pada siswa, kemudian Doll juga sebagaimana Taba dan Gagne, wenyampaikan sebuah teori

kurikulum. yang standar bahwa program pembelajaran siswa itu. harus dimulai dengan perumusan

tujuan, bahkan. menurutnya, kurikulum tersebut harus dianalisis benar, apakah tujuannya itu bisa

tercapai oleh sekolah, berapa. lama bisa dicapai dan bagaimana. susunan sekwensi bahan-bahannya

(Doll, 1964: 22). Pandangan tersebut nampak sejalan dengan. rumusan yang dikemukakan Taba dan

Gagne, hanya saja, Doll melihat bahwa lingkungan sekolah, serta pengalaman-pengalaman lain yang

ditawarkan sekolah pada siswa termasuk dalam kategori kurikulum yang harus menjadi wilayah

kajian evaluatif dalam perbaikan dan pengembangan sekolah.

Akan tetapi, lingkungan, kultur dan berbagai kebijakan sekolah, walaupun diakui memiliki

pengaruh terhadap perubahan siswa, namun proses mempengaruhi perkembangan kepribadian

siswanya terjadi secara tidak langsung, dan dikembangkan bukan sebagai bahan ajar untuk

membentuk perilaku siswa, tapi semata sebagai sebuah pekerjaan, sikap, kebijakan dan penataan

lingkungan dengan kepentingan rnasing-masing, namun. memiliki pengaruh bermakna terhadap

perkembangan siswa. Oleh sebab itulah, Allan A. Glatthorn menyebutnya sebagai The Hidden

Curriculum (kurikulum terselubung), yakni kurikulum yang tidak menjadi bagian untuk dipelajari,

yang secara lebih definitif digambarkan sebagai berbagai aspek dari sekolah di luar kurikulum yang

Page 260: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

dipelajari, namun mampu memberikan pengaruh dalam perubahan nilai, persepsi dan perilaku siswa

(Glatthorn, 1987: 2,0). Kebiasaan sekolah menerapkan disiplin terhadap siswanya, seperti ketepatan

guru memulai pelajaran, kemampuan dan cara-cara guru menguasai kelas, kebiasaan guru

meperlakukan mereka yang melakukan kenakalan di dalam kelas, semuanya itu merupakan

pengalarnan-pengalaman yang dapat mengubah cara berpikir dan perilaku siswa. Demikian pula

dengan lingkungan sekolah yang teratur, rapi, tertib dan mampu menjaga lingkungan yang bersih

serta asri, merupakan pengalaman. yang dapat mempengaruhi kultur siswa. Itulah intinya hidden

curriculum sebagaimana dikemukakan. di atas.

Tampaknya Glatthorn mencoba membuat rumusan bijak dengan memperkuat formulasi dan

cara pandang Taba yang menekankan tentang perencanaan pembelajaran, namun tetap, memberi

tempat pada. Doll yang menganggap penting berbagai pengalaman di luar proses pembelajaran dalam

kelas.,Glatthorn mengangkat hidden curriculum, sebagai formulasi lain tentang berbagai pengalaman.

yang ditawarkan sekolah pada. siswa di luar pernbelajaran. dalam kelas, dan memiliki kontribusi

signifikan terhadap berbagai perubahan. perilaku. siswa, dalam konotasi perilaku yang lebih luas.

Oleh sebab itu., rencana perlakuan siswa di luar kelas tersebut harus sejalan. dengan rencana.

pembelajaran formal dalam kelas, sehingga. tidak terjadi kontradiksi yang Pontra produktif terhadap

hasil pendidikan.

Bersamaan dengan itu, Allan A. Glatthorn juga menjelaskan tiga variabel penting dalam

pengelolaan dan pengembangan sekolah, dan menjadi bagian integral dari hidden curriculum

(Glatthorn, 1987:22), yaitu:

1. Variabel organisasi; yakni kebiajkan penugasan guru dan pengelompokan siswa untuk proses

pembelajaran, yang dalam konteks ini ada empat isu yang pantas menjadi perhatian, yakni

team teaching, kebijakan promosi (kenaikan kelas), pengelompokan siswa berdasarkan

kemampuan, dan pemfokusan kurikulum. Team teaching merupakan salah satu kebijakan

dalam penugasan guru (dengan pemberian tugas pada beberapa prang guru dalam satu mata

pelajaran tertentu dalam kelas yang sama). Kendati belum terbukti bahwa hasil belajar siswa

dengan team teaching itu lebih baik, namun kebijakan ini rasional dan dapat diterima, karena

akan memberikan pelayanan akademik terbaik untuk siswa, dan guru. mengajarkan dalam

pokok-pokok bahasan yang benar-benar menjadi keahliannya. Kemudian kebijakan dalam

promosi (kenaikan kelas) untuk siswa, sekolah bisa menerapkan kebijakan promosi

didasarkan pada pencapaian individual siswa, namun kebijakan tersebut belum terbukti lebih

baik dilihat dari outcome pendidikan yang diharapkan, tapi justru promosi didasarkan pada

indikator-indikator sosial, seperti sikap siswa terhadap; sekolah self image yang baik

Page 261: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

merupakan bagian-bagian penting dalam perubahan perilaku, di samping pencapaian prestasi

akademik itu sendiri. Kemudian, pangelompokan siswa berdasarkan kemampuan juga tidak

memiliki perbedaan-perbedaan hasil yang significant daripada pengelompokan secara acak,

walaupun ada indikasi mereka yang dikelompokan dalam tingkat kemampuan dan talenta

yang sama, memiliki efek positif terhadap sikap mereka pada pelarannya yang

diajarkan.Demikian pula efeknya terhadap sekolah itu sendiri, dan juga konsep diri mereka,

walaupun perbedaannya tidak significant. Sedangkan pemokusan kurikulum sebagai implikasi

dari pengelompokan berdasarkan kemampuan dan kecenderungan, masih merupakan sesuatu

yang problematik, karena siswa yang berdasarkan temuan konselor memiliki talenta dan

kemampuan tertentu, belum tentu menjadi besar dalam karir profesional sesuai dengan

temuan konselor tersebut. Kendatipun demikian, pemfokusan kurikulum tetap menjadi bagian

penting, karena kelompok dengan tingkat kemampuan tinggi akan menuntut perlakuan yang

lebih intensif daripada kelompok dengan kemampuan di bawahnya.

2. Variabel sistem sosial; yakni suasana sekolah yang tergambar dari pola-pola hubungan semua

komponen sekolah. Banyak faktor sistem sosial di sekolah yang dapat membentuk sikap dan

perilaku siswa, yakni pola hubungan guru dengan tenaga administrasi, keterlibatan kepala

sekolah dalam pembelajaran, keterlibatan guru dalam proses pengambilan keputusan, hubungan

yang baik antar sesama guru, hubungan guru dengan siswa, interaksi guru dengan siswa,

keterlibatan siswa dalam proses pengambilan keputusan, dan keterbukaan kesempatan bagi siswa

untuk melakukan berbagai aktivitas, yang semuanya ini sangat dipengaruhi oleh efektivitas

kepemimpinan sekolah.

3. Variabel budaya; yakni dimensi sosial yang terkait dengan sistem kepercayaan, nilai-nilai dan

struktur kognitif. Berbagai faktor yang terkait dengan variabel kultur dan menjadi bagian penting

dalam hidden curriculum tersebut adalah sebagai berikut:

a. Rumusan tujuan sekolah yang jelas dan dapat dipahami oleh semua unsurnya, sebagai hasil

konsensus antara pengelola. administrasi dan guru.

b. Pengelola administrasi memiliki ekspektasi yang tinggi terhadap guru dan begitu juga

sebaliknya, guru memiliki ekspektasi yang tinggi terhadap tenaga administrasi.

c. Pengelola administrasi dan guru memiliki ekspektasi yang baik terhadap para siswa yang

diartikulasikan dengan penguatan pelayanan akademik pada mereka. Pernberian hadiah

terhadap mereka yang mencapai prestasi terbaik, dan pemberian hadiah serta hukuman yang

dilakukan secara fair dan konsisten kepada para siswa.

Page 262: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Tiga variabel di atas merupakan bagian-bagian penting hidden curriculum yang secara

teoretik akan sangat mempengaruhi perkembangan sikap dan perilaku siswa. Semakin konsisten tiga

variabel tersebut terpelihara dalam konsep-konsep idealnya, maka akan semakin besar peluang

sekolah melahirkan siswa-siswa sesuai ekspektasi masyarakat penggunanya.

Dengan demikian, kurikulum yang mengantarkan siswa sesuai harapan idealnya, tidak

cukup hanya kurikulum yang dipelajari saja (written curriculum), tapi juga hidden curriculum yang

secara teoretik sangat rasional mempengaruhi siswa, baik menyangkut lingkungan sekolah, suasana.

kelas, pola interaksi guru dengan siswa dalam kelas, bahkan pada kebijakan serta manajemen

pengelolaan sekolah secara lebih luas dan perilaku dari semua komponen sekolah. dalam hubungan

interaksi vertikal dan horizontal mereka. Sedangkan. kurikulum yang dipelajari terbatas pada

kurikulum; tertulis yang disusun sedemikian rupa secara sistematis, dengan rumusan-rumusan

kompetensi standar serta indikator-indikator kompetensi yang terukur, dan materi belajar yang sesuai

untuk mencapai indikator-indikator kompetensi tersebut

Dua kelompok kurikulum ini merupakan bagian-bagian integral yang tidak terpisahkan dalam

proses pendidikan, karena kurikulum tertulis yang pada umumnya menjabarkan berbagai kompetensi

akademik, skill, dan keterampilan yang diawali dengan. Pengetahuan, dan penguasaan bidang-bidang

keilmuan, memberikan arah pada penguasaan ilmu. Akan tetapi, ketika tujuan, pembelajaran itu.

untuk pembentukan sikap dan kebiasaan, memerlukan dukungan kultur lingkungan di mana para

siswa itu. menghabiskan banyak waktu-waktunya. Interaksi siswa dengan guru dan para pegawai

adminsitrasi serta dengan para pimpinan sekolah, sangat potensial untuk mendukung pembentukan

sikap dan kebiasaan tersebut karena banyak waktu potensial. mereka dihabiskan di sekolah dengan

para guru dan pegawai sekolah, sehingga jika teradi akulturasi dari lingkungan sekolah terhadap para.

siswanya, itu merupakan implikasi .rasional. Jika kultur yang mereka alami itu negatif, maka

akulturasinya pun akan menghasilkan nilai-nilai negatif. Sementara jika kultur positif yang mereka

alami, maka akan terjadi akulturasi nilai-nilai positif.

Aspek-aspek keilmuan dan keterampilan yang selayaknya dikembangkan untuk anak-anak,

harus sesuai dengan basis psikologisnya, artinya kesesuaian antara kebutuhan dan kemampuan

psikologis anak untuk menerima dan memahami pelajaran, sesuai usia kronologisnya, dan

disesuaikan pula dengan kebutuhan kemajuan ilmu dan teknologi. dalam konteks ini Paul Westmeyer

menggambarkan bahwa yang harus menjadi pertimbangan utama dalam penyusunan kurikulum

adalah perkembangan psikologis anak, baik dalam mempertimbangkan materi pelajaran. yang akan

disampaikan, maupun dalam mengembangkan aktivitas belajar mereka. bersamaan dengan itu,

kurikulum juga. harus disusun setelah melakukan analisis kebutuhan. Dalam konteks ini, analisis juga

Page 263: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

mempertimbangkan aspek-aspek psikologis anak dan permintaan client (Westmeyer, 1981: 5), yang

terartikulasikan dengan mempertimbangkan kebutuhan-kebutuhan pemakai baik sektor swasta

maupun pemerintah dengan berbagai pertimbangannya, termasuk peningkatan rating SDM national

dignity dan yang sebangsanya. Bila dikaitkan dengan analisis awal tentang tipologi sekolah. abad.

ke-21 ini, maka analisis kebutuhan client itu harus mempertimbangkan berbagai kemajuan teknologi

yang ada. di pasar tenaga kerja. Dengan demikian, pengembangan kurikulum, selain harus

mempertimbangkan perkembangan psikologis anak, juga harus mempertimbangkan kemajua-

kemajuan i1mu dan teknologi, sehingga anak tidak mengalami kegagalan penyesuaian diri di luar

sekolah.

Dengan mempertimbangkan kebutuhan-kebutuhan psikologis anak tersebut, serta diperkuat

dengan analisis terhadap kebutuhan client dan pemakai, maka rancangan kurikulum sudah bisa

dikembangkan dengan merumuskan berbagai standar kompetensi yang diawali pada identifikasi

kompetensi untuk setiap jenjang pendidikan, yang akan menjadi rujukan untuk menyusun standar

kompetensi pada setiap level dan pada setiap

mata pelajaran. Dan dengan standar kompetensi tersebut juga bisa disusun indikator-indikator

kompetensi serta materi-materi pokok yang bisa dikembangkan oleh para guru, baik pada aspek

indikator kompetensinya, maupun pengembangan materi bahan ajarnya.

Untuk bisa lebih mengaksentuasi kompetensi yang bisa dikembangkan pada siswa melalui

proses pembelajaran, maka kini Indonesia mengembangkan model kurikulum baru yang populer

dengan nama kurikulum berbasis kompetensi, karena model ini amat jelas memberikan gambaran

kompetensi siswa setelah mempelajari berbagai materi pelajaran, dan. dapat dengan mudah dikritisi

oleh stakeholder dan bahkan oleh siswa sendiri. Kemudian, bahwa pendidikan juga menekankan

pembinaan sikap dan kebiasaan. Oleh sebab itu, kurikulum ideal adalah yang mengintegrasikan

antara kurikulum tertulis untuk dipelajari serta hidden curriculum yang mendukung perkembangan

sikap, dan kebiasaan-kebiasaan siswa tersebut.

Pergeseran kurikulum berbasis tujuan pada kurikulum berbasis kompetensi, tidak membawa

implikasi filosofis yang signifikan, karena outcome dari kurikulum berbasis tujuan juga adalah

rangkaian kompetensi siswa, dan rumusan-rumusan tujuan yang dikemukakan dalam kurikulum

tersebut menggambarkan. kompetensi yang terukur. Dengan demikian, kurikulum berbasis

kompetensi sebenamya adalah penegasan terhadap berbagai tujuan yang lazim. dalam kurikulum

berbasis tujuan. Hanya saja, kompetensi siswa lebih tampak dalam pemetaan konsep hasil. belajar

Akan tetapi kurikulum berbasis kompetensi menjadi sangat signifikan, karena dikembangkan

bersamaan dengan perubahan paradigma dari kurikulum top-down menjadi pola perumusan yang

Page 264: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

demokratis. Berbagai kompetensi yang harus dibelajarkan pada siswa disiapkan secara komprehensif

dari pemerintah sendiri yang mewakili cita-cita bangsa, para pemakai lulusan, serta dengan orang tua

siswa sebagai client sekolah. Hanya saja idealisme tersebut harus disusun dengan bijak sehingga

tidak mengabaikan aspek psikologis dari siswa-siswa sendiri, karena tingkat kematangan kejiwaan

mereka juga berkorelasi dengan kesiapannya untuk mernperoleh pelajaran pada level-level. tertentu.

Gambar 1

Tentang Model perumusan kurikulum yang relevan untuk dikembangkan adaptasi dari

westmeyer

PS

YC

HO

LO

GY

CA

L

BA

SE

D F

OR

C

UR

RIC

UL

UM

AN

ALY

SIS

OF

NE

ED

S

OF

CL

IEN

TE

, AN

D

US

ER

S

IDENTIFIKASI MASALAH

INDIKATOR KOMPETENSI

MATERI PELAJARAN

ANALISIS SEKWENSI DAN RANAH

PILIHAN STRATEGI

AN

AL

ISIS

KE

BU

TU

HA

N S

ISW

A

DA

PE

RM

INTA

AN

OR

AN

G T

UA

MA

TE

RI D

AS

AR

Page 265: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Gambar di atas menunjukkan tentang model kurikulukm yang relevan untuk dikembangkan

sebagai wujud gagasan penyelenggaraan sekolah yang demokratis, dengan memberi posisi yang

seimbang antara otoritas pemerintah dengan masyarakat sebagai client dari sekolah. Akan tetapi,

gambat\ran di atas terbatas hanya pada kurikulum tertulis untuk di pelajari yang dapat mengantarkan

siswa untuk mencapai berbagai kompetensi keilmuwan dan atau keterampilan. Kemudian gambar di

atas juga memberikan aksentuasi pada pertimbangan-pertimbangan demokratis untuk

memperhatiakan permintaan client serta perkembangan psikologis siswa, sementara filosofinya tidak

menjadi perhatian, karena pendidikan harus selalu berbasis filosofi (philosofical base),

Gambar 2

Bidang-bidang yang mempengaruhi keputusan kurikulum

(Adaptasi wiles-Bondi, 1989:12)

PILIHAN ALAT PILIHAN EVALUASI

FILOSOFI DAN TUJUAN

SISTEM PEMBELAJARA

N

CONCERN

PENGEMBANGAN MATERI

PENDIDIKAN GURU

MANAJEMEN PEMBELAJARAN

Page 266: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Inti dari putaran ranah-ranah pendidikan dalam. gambar di atas adalah "concerns", yakni

kurikulum yang menjadi kepedulian. dan perhatian, dan proses penetapan keputusannya akan sangat

dipengaruhi oleh faktor-faktor acuan filosofis, rumusan. berbagai tujuan dalam pendidikan,

perkembangan. sistem pembelajaran, yakni semakin maju sistem pembelajaran yang dapat

dikembangkan, maka akan semakin baik kurikulum yang disusun, karena penyusunannya akan sangat

memperhatikan. perkembangan sistem pembelajaran yang dapat dikembangkan saat itu. Demikian

pula dengan unsur-unsur lainnya, seperti pendidikan guru, semakin baik pendidikan guru, maka akan.

semakin baik kurikulum yang disusun karena guru adalah arsitek penyusunan kurikulum dan gurulah

yang mengontrol kurikulum. operasional dalam kelas. Demikian pula dengan manajemen

pembelajaran, serta kemajuan i1mu dan teknologi, keduanya sam a-sama mempengaruhi perubahan

dan pengembangan kurikulum tersebut.

Dari lima ranah di atas, tampaknya hanya ranah filosofi yang lebih eternal, konstan dan tidak

banyak perubahan, sementara lainnya senantiasa mengalami perubahan dan kemajuan, yang

karenanya pula kurikulum harus terus dievaluasi dan dikembangkan. Perumusan filsafat pendidikan,

yaitu pada hakikatnya adalah menjawab tiga pertanyaan what is good? What is true? Dan what is

real? Atau. pertanyaan tentang aksiologi, epistimologi dan. ontologi (Wiles, 1989: 46).

Pertanyaan-pertanyaan tersebut tidak sederhana, baik dalam konteks merumuskan

jawaban-jawabannya maupun mengimplementasikan jawaban tersebut dalam aktivitas pendidikan,

yakni penyusunan kurikulum dan pelaksanaan proses pembelajaran. Sebelum kurikulum. disusun,

pertanyaan-pertanyaan tentang kenapa sekolah ini ada? Apa yang akan diajarkan? Apa peran guru

dan siswa? Bagaimana sekolah memperhatikan. berbagai perubahan? semuanya harus mampu

dijawab dalam konteks penyusunan kurikulum.

Setidaknya ada lima aliran filsafat yang mempengaruhi pendidikan. di dunia ini, baik dalam

konteks kini maupun waktu lalu, yaitu perenialisme, idealisme, realisme, eksperimentalisme, dan

eksistensialisme. Kelima aliran ini digambarkan secara simpel oleh Wiles dan Bondi (Wiles, 1989:

47-48), dalam konteks kepentingan penyusunan dan penetapan kurikulum. Aliran perenialisme

berprinsip bahwa pendidikan adalah persiapan. untuk hidup, dan hidup harus dihadapi dengan

kemampuan rasional, karena kebaikan atau keburukan ditentukan oleh logika manusia, dan juga oleh

Tuhan melalui proses pewahyuan. Kebenaran ditransformasikan lewat pendidikan dan terkadang

lewat kegiatan suci. Sedangkan aliran idealisme berpandangan. bahwa pendidikan harus dilakukan

Page 267: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

untuk mempertajam kemampuan. proses intelektual setiap anak untuk mewujudkan kebijakan pada.

zamannya dan untuk mewujudkan. perilaku yang patut dicontoh, karena aliran ini berpandangan

bahwa kebaikan adalah pernyataan ideal yang ada dalam otak dan harus diperjuangkan untuk dicapai

melalui transfonnasi nilai-nilai dalam proses pembelajaran disertai dengan contoh-contoh yang

diperlihatkan guru di sekolah. Sementara aliran realisme berpandangan bahwa kebenaran terdapat di

alam semesta dan alam. adalah sebagaimana adanya. Untuk mengetahui kebenaran diperlukan

kajian. dan penelitian terhadap alam. semesta tersebut, karena ilmu. terdapat dalam hukum alam itu

sendiri. Oleh sebab itu, aliran realisme ini menekankan pada pengembangan sains yang merupakan.

rumusan ilmiah tentang hukum alam, dan sekolah diharapkan akan menjadi pusat penyampaian sains

tersebut pada siswa-siswa agar mereka tidak hanya menguasai rumusan-rumusan sains yang telah

ada, tapi juga dapat melakukan studi dan penelitian tentang kehidupan alam. semesta ini. Lain halnya

dengan eksperimentalisme yang memiliki pandangan bahwa. alam ini terus dalam, perubahan, akan

tetapi perubahan itu sebenarnya merupakan hasil eksperimen, dan kebenaran adalah apa yang

benar-benar berfungsi saat itu, dan kebalikan adalah apa yang benar-benar diterima oleh publik.

Sekolah bagi aliran ini diharapkan mengajarkan ilmu-ilmu sosial serta. berbagai pengalaman yang

telah diterima. sebagai kebenaran. Sementara alifan ekststensialisme memandang bahwa kebenaran,

kebaikan serta alam semesta. merupakan definisi-definisi personal, setiap orang memiliki kebebasan

untuk menentukan ukuran-ukuran kebenaran dan kebaikannya. Dengan demikian. sekolah diharapkan

untuk mendidik siswa untuk dapat menentukan dirinya sendiri, menganut kebenaran yang

dipercayainya

Sementara. itu Glenys G. Unruh dan Adolph Unruh mengedepankan empat aliran filsafat

yang mempengaruhi penyusunan dan penetapan kurikulum, yaitu perenialisme, essensialisme,

progresifisme, dan rekonstruksionisme. Perenialisme memiliki ciri rasionalistik dan akademis,

esensialisme lebih memiliki ciri pengembangan proses kognitif, Trogresifisme menekankan pada

pengembangan teknologi sedangkan rekonstruksionisme menekankan rekonstruksi sosial dan

aktualisasi diri (Unruh, 1984: 99). Perbedaan mendasar dari keempat aliran tersebut digambarkan

oleh Unruh dalam diagram Taksonomi pilihan kurikulum sebagaimana berikut:

Page 268: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Gambar 3

Tasonomi pilihan kurikulum (unruh, 19984:99)

PE

RE

NIA

LIS

ME

ES

EN

SIA

LIS

ME

P

RO

GE

SIF

ISM

ER

EK

ION

ST

RU

KS

ION

ISM

E

RA

SIO

NA

LIS

ME

PE

RK

EM

BA

NG

AN

KU

RIK

UL

UM

RE

KO

NS

TR

UK

SI

AK

TU

AL

ISA

SI

AK

AD

EM

IS

PR

OS

ES

KO

GN

ITIF

S

BG

T

EK

NO

LO

GI

S

OS

IAL

DIR

I

BE

RC

OR

AK

BE

RC

OR

AK

BE

RC

OR

AK

BE

RC

OR

AK

BE

RC

OR

AK

KL

AS

IKA

LD

ISIP

LIN

AN

AL

ITIS

F

UT

UR

IST

IK

PS

YC

HO

LO

GY

CA

LH

UM

AN

IST

IK

Reg

resi

f

Kon

serf

atif

Lib

eral

E

kspe

rim

enat

si

Reg

ener

atif

Page 269: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Diagram Unruh ini dikembangkan dengan mengutip distingsi antara satu aliran dengan

lainnya yang dikembangkan oleh Elliot Eisner dan Ellizabeth Vallance, yang keduanya membedakan

antara empat aliran, yakni perenialisme lebih menekankan pada pembinaan kemampuan berpikir

rasionalisme akademik, esensialisme pengembangan proses kognitif, progresfiisme pada

pengembangan teknologi, sementara rekonstruksionisme pada rekonstruksi sosial dan aktualisasi diri.

Walaupun tidak terjabarkan dengan baik tentang aliran-aliran tersebut, khususnya lima aliran yang

diintrodusir Willes dan Bondi dan empat yang diintrodusir Unruh, yang keduanya mengangkat

aliran-aliran tersebut dalam konteks perancangan kurikulum, namun setidaknya ide-ide pokok dari

aliran-aliran tersebut memperlihatkan sebuah garis pemikiran yang bisa bertemu satu sama lain.

Keempat aliran tersebut mengedepanken beberapa pilihan yang bisa dijadikan landasan filosofi dalam

penyusunan kurikulum. Piihan-pilihan tersebut berada pada ranah filsafat yang lebih cenderung

substantif dan menjadi nilai spirit yang eternal dari sebuah kurikulum. Keempat aliran tersebut,

menurut Unruh (Unruh, 1984: 98-104), menawarkan beberapa landasan konseptual dalam

penyusunan kurikulum, yaitu pengembangan proses kognitif, pengembangan teknologi, aktualisasi

diri, rekonstruksi sosial, dan rasionalisme akademik.

Pembinaan Proses kognitif ini diangkat aliran esensialisme yang Cenderung konservatif dan

menekankan bahwa pendidikan adalah proses pembinaan skill dan kemampuan kognitif, seperti John

Dewey yang menekankan bahwa siswa-siswa harus dilatih untuk berpikir reflektif, yakni mencoba

melatih mereka untuk mengaplikasikan teori pada kasus dan situasi yang baru. Konsep tersebut juga

diangkat oleh Bloom dengan taksonominya yang masih populer sampai sekarang. Bloom mengangkat

teori kognitifnya dalam gradasi knowledge, comprehension, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi

Page 270: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Kemudian aliran progresif yang cenderung liberal menekankan bahwa. kurikulum. itu. harus

mampu mengembangkan Demokratis Paradigma Pendidikan teknologi. Aliran ini berkembang

setelah terbukti bahwa perkembangan sains dan teknologi yang digunakan oleh bisnis dan industri

mempengaruhi orientasi praktis dan teori-teori dalam pendidikan. aliran ini dikembangkan terutama

oleh Ralph Tyler dalam bukunya Basic Principles OfCurriculum and Instructions, yang

mengembangkan empat pertanyaan dalam penyusunan kurikulum, yaitu:

1. Apa tujuan pendidikan yang hendak dicapai sekolah?

2. Bagaimana mengembangkan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan?

3. Bagaimana mengembangkan pengalaman belaiar Yang efektif dalam proses pembelajaran?

4. Bagaimana proses pembelajaran efektif itu. bisa dievaluasi?

Ini adalah pertanyaan-pertanyaan Tyler yang sampai kini masih dijadikan acuan dalam

pengembangan kurikulum, sebagai artikulasi dari semangat dan gagasan pokok aliran progresif yang

cenderung liberal, dengan melihat keterkaitan kurikulum pada perkembangan teknologi yang

dibutuhkan dunia bisnis dan industri.

Kemudian Unruh juga menjelaskan bahwa aliran lain menawarkan landasan self actualization,

atau aktualisasi diri, yakni bahwa pendidilkan itu harus memberikan peluang bagi setiap siswa untuk

bisa menemukan talenta dan identitasnya. Untuk kepentingan tersebut, kurikulum harus

learner-centered, dan Activity Oriented approach, dan bahkan kurikulum untuk konteks kurikulum

operasional yang akan dijalankan dalam proses pembelajaran dalam kelas bisa disusun secara

bersama antara guru dengan siswa-siswanya. karena kurikulum tersebut disediakan agar siswa dapat

menemukan minat, bakat, dan kemampuan serta kecenderungannya. Landasan teoretik tersebut

dikembangkan oleh William Kilpatrik melalui aliran filsafat rekonstruksionalisme. Aliran ini juga

mengusung landasan konsepsional, bahwa kurikulum harus mampu mengantarkan siswa-siswanya

untuk bisa hidup sesuai dengan

perkembangan nilai, dan kultur yang berkembang di tengah-tengah masyarakatnya. Pendidikan

adalah sebuah aktivitas dari sebuah pembebasan, yakni pembebasan dari ketertinggalan, ketakutan,

alienasi serta berbagai social desease lainnya. Bahkan lebih jauh, bahwa pendidikan. harus mampu

mempengaruhi proses perubahan sosial, dengan pengembangan nilai serta kultur yang dikehendaki

untuk dikembangkan dalam bentuk berbagai perilaku sosial oleh para siswanya.

Tampaknya sangat ragam aliran filsafat yang diadopsi dalam pengembangan kurikulum

pendidikan, namun pada hakikatnya landasan teoretik filosofis yang ditawarkannya sama, yaitu

kemampuan berpikir kognitif, intelektualistik dan. akademik agar mampu melahirkan

pemikiran-pemikiran bijak bagi masyarakat zamannya. Atau pendidikan itu dikembangkan untuk

Page 271: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

mengembangkan sains dan teknologi yang sesuai dengan perkembangan bisnis dan industri, atau

kurikulum itu dikembangkan denggri memberi peluang bagi siswa untuk mengartikulasikan diri

sehingga, mampu menjadi dirinya sendiri. Inilah pokok-pokok landasan teoritik filosofis yang hendak

dikemukakan Unruh dan Willes-Bondi melalui berbagai aliran filsafat yang mereka kutip. Landasan

teoretik filosofis tersebut memang diperlukan untuk menentukan kebijakan arah kurikulum sekolah,

dan biasanya landasan filsafat tersebut menjadi nilai substantif, cenderung eternal, dan tidak dikritik

atau dievaluasi setiap saat karena akan memiliki ciri-ciri konstan. Berbeda dengan permintaan pasar

umpamanya, atau permintaan user dan stakeholder yang akselarasi perubahannya bisa lebih cepat.

Oleh sebab itu, variabel-variabel tersebut biasa menjadi variabel. inti yang, dianalisis dalam aktivitas

rutin evaluasi dan pengembangan kurikulum.

Aliran-aliran filsafat yang berkembang dalam wacana pendidikan ini bisa dijadikan titik tolak

dalam pengembangan kurikulum., apakah berpijak pada realisme, eksperimentalisme,

eksistensialisme atau mengkombinasikan beberapa aliran dalam

satu konsep yang dapat menginspirasi penyusunan program kurikulum sebagai aliran konvergensi.

kebijakan tersebut diperlukan tidak hanya untuk penyusunan kompetensi, indikator kompetensi dan.

sekwensi materi pelajaran, tapi juga selanjutnya untuk pengembangan kebijakan dalam proses

pembelajaran, apakah pengembangan strategi, penyiapan alat maupun berbagai penugasan dalam

proses pembelajaran siswa.

Kurikulum memang merupakan. jantungnya pendidikan, dengan kurikulumlah sekolah dapat

menggambarkan dan merumuskan kualifikasi dan kompetensi outcome dari program pendidikannya,

dan dengan kurikulum pulalah, sekolah merancang upaya-upaya untuk mencapai kompetensi tersebut

(Wiles, 1989: 13). Kurikulum. merupakan salah satu yang dijual sekolah pada pelanggannya,

semakin baik kurikulum yang dirancang sekolah, maka akan semakin tinggi daya tarik sekolah

tersebut bagi masyarakat. Kemudian. kurikulum. pulalah yang menjadi salah satu quality assurance

dari sekolah, dan dikontrol dengan efektif oleh guru dengan kepala sekolahnya, Sehingga bisa

mencapai harapan-harapan sebagaimana dikehendaki dan dirumuskan bersama antara manajemen

sekolah, stakeholder serta unsur-unsur masyarakat lain yang memberikan dukungan pada sekolah

tersebut.

B. KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI, APA, MENGAPA, DAN BAGAIMANA

Bergulirnya UU No. 22 tahun 1999 membawa perubahan banyak pada kebijakan berbagai sektor

pembangunan, dan salah satunya adalah sektor pendidikan. yang menjadi bagian dari sektor-sektor

yang diotonomisasikan pada daerah. Kajian dan pembahasan tentang otonomisasi sektor pendidikan

Page 272: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

kemudian memunculkan sebuah paradigma baru, karena. jika pengalihan otoritas ppmerintah pusat

pada daerah, maka pemerintah daerah akan menjadi kekuatan birokrasi baru yang membelenggu

dinamika serta kinerja para pelaksanaan dan pengelola pendidikan di tingkat sekolah. Oleh sebab itu,

kebijakan yang cukup, cerdas dan kini telah bergulir di daerah-daerah dalam rangka implementasi

otonomi dalam, pengelolaan Pendidikan adalah, menugaskan pemerintah daerah untuk memfasilitasi

program perluasan serta pengembangan dan peningkatan kualitas pendidikan, sementara berbagai

kebijakan akademisnya, baik dimensi pengembangan kurikulum. maupun pengelolaan berbegai

aspek operasional. pendidikan, menjadi tugas dari setiap unit ssekolah. Dengan demikian, otonomi

pendidikan, pada aspek-aspek, akademik, inisiasi pengembangan networking horizontal, serta

peningkatan kinerja tenaga kependidikan dan layanan administrasi pendidikan, berada pada tingkat

sekolah yang difasilitasi oleh pemerintah daerah.

Semangat otonomisasi sektor pendidikan, sebagaimana telah dikemukakan di atas, didasari

oleh kegagalan sentralisasi hanya menimbulkan formalisme dalam pendidikan,yang kurang

menghargai pluralitas, dan kebenaran hanya ada pada pemerintah pusat, top down dan telah

menimbulkan arogansi sekolah negeri. terhadap, sekolah swasta, sementara kualitas proses dan hasil

pendidikan tidak terdongkrak dan tidak terangkat (Rahim, 2003), bahkan dengan ketatnya kualifikasi

kelulusan sesuai standar nasional yang telah dirumuskan dan ditetatpkan oleh Departemen

Pendidikan Nasional, serta indikator kineja guru pada pencapaian target kurikuler, akhirnya ijazah itu

diberikan. kepada setiap siswa yang telah menamatkan belajarnya di setiap jenis dan jenjang

pendidikan, dan kelulusan menjadi tidak penting, karena kalau sudah selesai, kendati rata-rata

nilainya 2,5 tetap diberi ijazah. Kebijakan inilah yang kemudian menjadi salah satu. faktor yang

menurunkan posisi Indeks SDM Indonesia, yang secara kualitatif memang tidak kompetitif, baik

karena kemampuan ilmu dan keterampilannya, maupun basis, pengetahuan kultur dan kemampuan

komunikasi globalnya. Kini sedang terus ditingkatkan dengan penetapan indeks angka kelulusan

ujian akhir nasional, yang setiap tahun. terus ditingkatkan standar minimalnya.

Kebijakan sentralisasi sektor pendidikan, memang secara teoritik memudahkan untuk

melakukan kontrol terutama pencapaian standar mutu. yang diharapkan. Akan tetapi pada

kenyataannya, etos guru dalam. mengajar tidak semuanya sesuai dengan harapan, karena mereka

mengejar pencapaian target kurikulum, bukan penguasaan siswa terhadap materi pelajaran. Demikian

pula dengan relevansi program pendidikan dengan kebutuhan. dasar. Oleh sebab itu, paradigma baru.

dalam reformasi pendidikan adalah otonomi pada tingkat sekolah. Kepala sekolah bersama para guru

diberi kewenangan yang besar untuk mengembangkan berbagai kebijakan dalam upaya preningkatan

Page 273: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

kualitas hasil. belajar. End-product pendidikan adalah para siswa yang memiliki kompetensi sesuai

harapan ideal yang diminta stakeholder, pengguna lulusan serta pemerintah sendiri.

Untuk kepentingan itulah, pemerintah menggulirkan berbagai paket kebijakan pendidikan

yang secara keseluruhan merupakan rangkaian utuh, simbiotik dan memiliki keterkaitan sistemik

antara satu. dengan lainnya. Salah satu. kebijakan tersebut adalah Kurikutum Berbasis Kompetensi

(KBK), yang pada hakikatnya merupakan penguatan terhadap kebijakan kurikulum. sebelumnya yang

berbasis tujuan dan juga menekankan pencapaian. kompetensi-kompetensi dengan rumusan-rumusan

tujuan instruksional atau pembelajaran pada setiap pokok bahasan, tujuan kurikuler untuk setiap mata

pelajaran dan rumpun. mata pelajaran, serta tujuan institutional untuk setiap jenis; dan jenjang

sekolah.

1. APA ITU KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI

Kalau Doll mendefinisikan. bahwa kurikulum itu adalah seluruh pengalaman yang ditawarkan pada

peserta didik di bawah arahan dan bimbingan sekolah, lalu apakah KBK juga mempunyai definisi

yang sama, karena intinya juga kurikulum., hanya aksentuasinya saja yang berbeda. Siskandar kepala

pusat kurikulum Depdiknas mengemukakan, bahwa kurikulum berbasis kompetensi tiada lain adalah

pengembangan kurikulum yang bertitik tolak dari kompetensi yang seharusnya dimiliki siswa setelah

menyelesaikan pendidikan, yang meliputi pengetahuan, keterampilan, nilai dan. pola berpikir serta

bertindak sebagai refleksi dari pemahaman. dan pengbayatan dari apa yang telah dipelajari siswa

(Siskandar, 2003). Demikian pula dengan Abdurrahman Saleh, dia menyatakan bahwa kurikulum

berbasis kompetensi adalah perangkat standar program pendidikan yang dapat mengantarkan siswa

untuk menjadi kompeten dalam berbagai bidang kehidupan yang dipelajarinya (Shalek 2003).

Dengan demikian fokus perhatian KBK adalah pada kurikulum dalam. aspek penyusunan

rangkaian course outline yang akan diajarkan pada siswa dengan merumuskan secara detail

kompetensi-kompetensi yang akan diberikan sesuai kebutuhan

yang diminta oleh client, user, stakeholder serta arah dan kebijakan, pembinaan dan pengembangan

SDM yang dibutuhkan oleh bangsa dan negara, yang memiliki cita-cita peningkatan produktivitas

dan daya saing baik secara regional maupun global. Berbagai mata pelajaran yang tidak memiliki

relevansi dengan kebutuban-kebutuhan kompetensi tersebut, bisa ditinggalkan dan diabaikan dalam

penyusunan struktur kurikulum dalam kerangka KBK ini, dengan kebijakan semakin ramping sebuah

kurikulum, semakin efektif untuk meningkatkan kemampuan siswa.

Page 274: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Bertitik tolak dari pandangan tersebut, maka pembahasan KBK terbatas pada pertimbangan

penyusunan struktur kurikulum serta silabus dari setiap, subjek mata pelajaran, termasuk berbagai

kegiatan pembelajaran yang merupakan implikasi dari penekanan KBK tersebut. Dengan demikian,

kompetensi merupakan pusat perhatian dalam perarcangan kurikulum, berbagai kebijakan untuk

perancangan berbagai aktivitas belajar lainnya, mengikuti arah dan tujuan dari pembinaan

kompetensi-kompetensi yang diharapkan.

Lalu apa sebenarnya kompetesi itu. Siskandar rnengemukakan, bahwa kompetensi itu adalah

pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam. kebiasaan berpikir dan bertindak

(Siskandar, 2003). Demikian pula dengan rumusan yang dikemukakan dalam buku standar kurikulum

nasional, pendidikan keagamaan, bahwa-kompetensi adalah pengetahuan, keterampilan, dan

nilai-nilai yang direfleksi

kan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Dan kebiasaan-kebiasaan itu harus mampu dilaksanakan

secara konsisten dan terus-menerus, serta mampu untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian dengan

berbagai perubahan yang terjadi dalam kehidupan, baik profesi, keahlian, maupun lainnya (Mapenda,

2003: 7).

Kemudian, perumusan kompetensi dalam kurikulum juga harus memenuhi beberapa aspek penting

(Mapenda, 2,003:7), yaitu:

1. Kompetensi tersebut harus dapat didefinisikan secara jelas dalam standar yang dapat dicapai serta

performance yang terukur.

2. Kompetensi itu harus memiliki konteks, apakah konteks profesionalisme yang memerlukan

keahlian-keahlian tertentu, keterampilan yang digunakan dalam lapangan pekerjaan, kompetensi

komunikasi global, atau kompetensi akademik untuk studi lanjut.

3. Kompetensi merupakan learning outcome yang mendeskripsikan apa yang dapat dibuat seseorang

setelah melalui pembelajaran.

4. Terkait dengan itu, rraka kompetensi juga harus mendeskripsikan proses pernbelajaran yang

harus dilalui siswa untuk mencapai kompetensi harapan.

Secara umum kompetensi vang harus dimiliki dan atau dapat dikembangkan untuk para siswa,

serta warga belajar lainnya bisa diklasifikasi menjadi empat, yakni kompetensi tamatan, kompetensi

mata pelajaran,kompetensi rumpun mata pelajaran, dan kompetensi lintas kurikulum. Kompetensi

tamatan adalah pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan

berpikir dan bertindak setelah siswa menyelesaikan belajar pada suatu jenjang tertentu. Sedangkan

kompetensi mata pelajaran, adalah rumusan kompetensi siswa dalam berpikir, bersikap, dan

Page 275: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

bertindak setelah menyelesaikan mata pelajaran tertentu (Yulaelawati, 2003).

Kompetensi-kompetensi yang dihasilkan dari setiap mata pelajaran itu akan menghasilkan

kompetensi rumpun mata pelajaran, dan kumpulan kompetensi rumpun mata pelajarant, akan

menghasilkan kompetensi lulusan, dan kompetensi yang dapat dilatihkan untuk beberapa rumpun

mata pelajaran, lazim disebut dengan kompetensi lintas kurikulum (Karhami, 2003).

Dalam perspektif praksis, perumusan berbagai kompetensi tersebut bisa dilakukan dalam batas

wilayah kewenangan, umpamanya kompetensi tamatan harus dirumuskan oleh kepala sekolah

bersama-sama komite sekolah, stakeholder dan shareholder dari sekolah tersebut, dan amat terkait

dengan pengembangan benchmark dari sekolah. itu, serta kebijakan-kebijakan pemerintah pusat dan

pemerintah daerah yang telah merumuskan kompetensi dasar untuk setiap jenjang dan jenis

pendidikan. Sedangkan kompetensi mata pelajaran. dirumuskan oleh guru yang bersangkutan setelah.

menelaah kompetensi dasar yang ditetapkan oleh pengelola pendidikan di tingkat pusat dan daerah,

serta disesuaikan dengan kondisi siswa dan benchmark sekolah. Sementara kompetensi rumpun mata

pelajaran dirumuskan oleh konsorsium mata pelajaran, dan kompetensi lintas kurikulum dirumuskan

bersama-sama antar berbagai konsorsium.

Bila kompetensi-kompetensi itu dapat diidentifikasi dan didefinisikan dengan baik, maka

sekolah akan mengajarkan mata pelajaran yang benar-benar relevan dengan kebutuhan. dinamika

vertikal, diagonal, dan horizontal pengguna lulusan, serta disesuaikan pula dengan kondisi siswa

dengan penguatan implementasi paradigma mastery learning sebagai pasangan seharusya dari

kurikulum berbasis kompetensi.

2. MENGAPA KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI

Setiap kurikulum disusun dengan end-product berbagai kompetensi, termasuk kurikulum

1994, dan kurikulum-kurikulum sebelumnya, hanya saja, pada kurikulum-kurikulum tersebut

rumusan kompetensi diformat dalam bentuk rumusan tujuan, yang disusun secara hirarkis dari tujuan

nasional, institusional, tujuan kurikuler, tujuan pembelajaran umum dan khusus. Kompetensi terlihat

dalam rumusan tujuan pembelajaran khusus yang akan terakumulasi menjadi tujuan pembelajaran

umum, dan seterusnya sampai tujuan nasional. Rangkaian isi tujuan pada masing-masing tahap itu

berisi berbagai rumusan kompetensi yang diharapkan sebagai hasil pembelajaran.

Kendati demikian, ada beberapa perbedaan distingtif antara kurikulum 94 dengan kurikalum

berbasis kompetensi, yaitu:

1. Kurikulum 94 disusun oleh pemerintah pusat melalui departemen pendidikan nasional (dulu

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan), dan daerah hanya diberi kewenangan menyusun

Page 276: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

kurikulum muatan. lokal maksimal 20 %. Sedangkan dalam KBK, pemerintah hanya menyusun

kompetensi standar, sementara elaborasi sylabus-nya diserahkan pada daerah, yang selanjutnya

diserahkan pada sekolah dengan para gurunya. Dan pada KBK sekolah dengan para gurunya juga

memiliki otoritas, tidak hanya menyusun sekwensi kurikulum tersebut yang lebih sistematis dan

sistemik, namun mereka juga memiliki otoritas untuk memberikan penguatan-penguatan content

of learning, baik atas dasar pertimbangan penguasaan siswa, maupun dalam upay a mengejar

benchmark sekolahnya.

2. Kurikulum 94 pendekatan pembelajaran dan pengembangan kurikulum berbasis tujuan dan

content, sedangkan pada KBK pengembangan kurikulum berbasis pada. pengembangan

kompetensi (Karhami, 2003: 1).

Aspek-aspek lain yang juga menjadi ciri KBK dibandingkan dengan kuaulum 94 adalah:

1. Sebagai konsekuensi perumusan kurikulum oleh pemerintah pusat, maka guru harus mampu

memahami strukturnya dengan baik, serta merancang penyampaiannya pada siswa. Untuk itu

semua, guru harus melakukan analisis materi pelajaran (AMP) untuk melakukan penyesuaian

metode, alat dan waktu yang diperlukan untuk melakukan proses pembelajaran, serta diikuti

dengan penyusunan Program Satuan Pelajaran (PSP) dan Rencana Pembelajaran (RP). Sedangkan

dalam kurikulum berbasis kompetensi, guru harus merancang silabus yang relevan dengan

kompetensi yang diharapkan, serta menetapkan strategi pembelajaran dan penugasan-penugasan

pada siswa.

2. Dalam proses pembelajaran, kurikulum 94 juga pada hakikatnya menuntut siswa lebih aktif untuk

melakukan proses pembelajaran dan menjadikan sekolah sebagai center for lecarning bukan

centerfor teaching. Akan tetapi, implementasi active learning yang semata bertumpu pada lembar

kerja siswa (LKS ), proses pembelajaran menjadi sangat monoton dan kurang menyenangkan,

serta kurang memberi ruang bagi siswa untuk rnengartikulasikan diri sehingga memperoleh

pengakuan lingkungannya. Oleh sebab itu, dalam KBK active learning akan menjadi aksentuasi

dengan perluasan pada model cooperative dan colaborative leaming yang perancangan strategi

serta sistem penilaiannya dibicarakan dengan siswa yang dituangkan dalam bentuk kontrak

belajar, sehingga proses pembe!ajaran berjalan secara demokratis, dan menjangkau seluruh ranah

yang diharapkan dalam proses pembelajaran.

3. Demikian Pula dengan penilaian; pada periode keberlakuan kurikrulum 94, penilaian lebih

menekankan aspek kognitif dengan akumulasi antara nilai formatif, sumatif, sub-sumatif, serta

prosedur tes lainnya. Sementara pada kurikulum berbasis kompetensi penilaian harus dilakukan

secara variatif dan holistik tergantung kompetensi yang harus dicapainya. Untuk kompetensi

Page 277: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

kognitif penilaian kognitif dengan mengagunakan instrumen tes, sedangkan kompetensi afektif

harus diukur dengan instrumen pengukuran sikap yang diassess dengan instrumen non-tes,

sementara adaptasi pengetahuan pada kebiasaan dinilai dengan instrumen-instrumen observasi,

portofolio, serta model penilaian lainnya

Sebenarnya, kurikuIum berbasis tujuan juga mengkonsepsionalisasikan berbagai prosedur

yang hendak dikembangkan dalam KBK, hanya saja, kurikulum 94 disusun dalam suasana kebijakan

politik pendidikan yang masih sentralistik dan kurang melibatkan masyarakat akar rumput.

Sementara. dalam KBK, masyarakat menjadi mitra. dan bersama-sama dengan pemerintah sebagai

stakeholder dalam pendidikan (sekolah). Mereka memiliki posisi yang sama kuatnya dengan

pemerintah dalam merancang perencanaan kurikulum, khususnya kurikulum. operasional di sekolah

masing-masing. Pelibatan itu, dihipotesiskan sebagai sebuah langkah untuk mendongkrak kualitas

hasil pendidikan, dengan melibatkan masyarakat secara luas, baik dalam perumusan

program-program sekolah secara umum, kurikulum, maupun dalam evaluasinya, sehingga sekolah

terus memperoleh kontrol yang kuat dari masyarakatnya sendiri.

Pelibatan masyarakat dalam proses perancangan kurikulum, dan memberi kepercayaan pada

guru yang sangat besar dalam perumusan kurikulum operasional tersebut, menjadi sangat signifikan

untuk peningkatan kualitas proses pembelajaran menuju pencapaian kuafitas hasil belajar yang

optimal, karena sekolah akan memperoleh masukan obyektif dari pelanggannya serta dari para

pemakainya, dan kemudian distrukturisasi olel, mereka yang memiliki pengalaman lapangan dengan

baik, sehingga susunan bahan ajar akan terstruktur dengan baik sesuai dengan perkembangan

psikologis siswa yang didukung oleh pengalaman lapangan Para guru berinteraksi dengan para

siswanya. Bersamaan dengan itu, guru juga harus benar-benar memiliki kompetensi untuk

melaksanakan tugas-tugas keguruannya itu., termasuk dalam menyelenggarakan tes pengukuran, baik

dalam konteks entry level assessment untuk mengukur input behavior dalam rangka penetapan

starting point silabus yang akan disampaikan pada siswa untuk semester yang akan berjalan, serta

melakukan evaluasi hasil belajar, untuk mengukur pencapaian penguasaan siswa terhadap bahan ajar

yang mereka pelajari, serta berbagai perubahan sikap dan perilaku sebagai dampak dari perubahan

pengetahuan dan pengalamannya itu.

Terkait dengan itu, pemerintah, khususnya pemerintah daerah harus bisa merancang program

pembinaan SDM guru secara terencana sesuai kebutuhan nyata di lapangan. Guru tidak bisa.

menyalahkan pemerintah pusat, atau pemerintah daerah, jika Ada kelemahan kurikulum atau hasil

belajar siswa, karena semuanya itu merupakan tanggung jawab guru di lapangan. Pemerintah sebagai

penanggung jawab pembinaan SDM bangsa hanya menyampaikan kompetensi standar yang harus

Page 278: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

dicapai setiap lulusan sekolah di bangsa ini, yang kemudian berusaha memfasilitasi berbagai kegiatan

yangdapat memenuhi harapan kompetensi yang diidealkannya itu.

3. KERANGKA DASAR KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI

Dengan mengadaptasi Pernyataan-pernyataan Yulaelawati dan Karhami sebagaimana. telah

disinggung di muka, bahwa struktur kompetensi yang diharapkan.adalah, setiap siswa memiliki

kompetensi lulusan dari jenjang dan jenis sekolah tertentu, yang kompetensi lulusan tersebut

diperoleh dengan memiliki kompetensi berbagai rumpun bidang studi yang didukung oleh

kompetensi bidang studi. Kemudian, dengan memperhatikan perbedaan signifikan dan prinsipil

dalam KBK yang memberikan. aksentuasi pada kompetensi sebagai substitusi dari perumusan tujuan

dalam kurikulum sebelumnya, serta pelibatan client dan stakeholder dalam. perumusan berbagai

kompetensi. Kemudian diilhami pula dengan distribusi kewenangan yang ditawarkan Wiles dan

Bondi, bahwa pemerintah pusat hanya memberi guideline terhadap model dan pola penyusunan

kurikulum, pemerintah daerah memfasilitasi, sementara kurikulumnya sendiri disusun oleh sekolah,

dan pada level terakhir sebagai kurikulum operasional disusun oleh guru (Wiles, 1989: 17), maka

bayangan struktur sebagai kerangka dasar KBK adalah sebagai berikut.

GAMBAR 4

STRUKTUR KOMPETENSI DALAM KBK

(ADAPTASI DARI YULAELAWATI DAN KARHAMI, 2003)

KOMPETENSI LULUSAN

KOMPETENSI RUMPUN MATA PELAJARAN

I

KOMPETENSI RUMPUN MATA PELAJARAN

II

KOMPETENSI RUMPUN MATA PELAJARAN

III

KMP I KMP II

KMP I KMP II

KMP I KMP II

Page 279: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Pada level pertama (1) kompetensi lulusan, yang dalam term Yulaelawati disebut sebagai

kurikulum. dan hasil belajar, disusun dengan input gagasan, pandangan serta harapan dari pemerintah

baik sebagai shareholder, stakeholder, maupun. User dari pendidikan, yang harus dilengkapi dengan

permintaan client yaitu orang tua siswa, serta user di luar pemerintah, yang meliputi unsur-unsur

dunia usaha dan studi lanjut, yakni institusi

pendidikan pada jenjang berikutnya, tempat para lulusan akan melanjutkan studinya. Dengan

pelibatan mereka, maka gagasan-gagasan kurikulum akan semakin komprehensif dan. memiliki

keterwakilan ide dan. permintaan, sehingga para pelanggan. tersebut merasa terwakili aspirasinya.

Akumulasi berbagai ide, gagasan, pandangan dan permintan tersebut dilakukan di tingkat sekolah,

dipimpin oleh kepala sekolah yang diikuti oleh semua unsur.

kemudian pada level kedua (11) penyusunan kurikulum sudah memerlukan pengetahuan.

teknis, karena sudah menggambarkan kompetensi secara elaboratif yang diinspirasi dari kompetensi

lulusan, serta analisis keperluan alat, strategi, dan Oleh bahkan waktu untuk menjangkau kompetensi

harapan. Oleh sebab itu, pada level ini, kurikulum disusun dan dikembangkan oleh kelompok guru

sejenis.

Pada level ketiga (111) kompetensi mata pelajaran dilakukan oleh masing-masing guru yang

tidak sekadar menurunkan berbagai kompetensi dari rumpun mata pelajaran, tapi juga disesuaikan

dengan kompetensi input. Oleh sebab itu, ada baiknya sebelum kurikulum operasional yang akan

melahirkan silabus itu disusun dan dikembangkan oleh guru, dia harus melakukan pengukuran

kompetensi siswanya terlebih dahulu, dan melakukan restrukturisasi bahan ajar secara sekwentif

sesuai kebutuhan input. Kemudian mereka juga harus sudah merencanakan strategi yang akan

digunakan serta alat-alat dan waktu. yang dibutuhkan, penggunaan strategi yang fleksibel dan

dibicarakan dengan sering melibatkan siswa dalam penetapan kegiatan pembelajaran, yang

dikembangkan di atas prinsip belajar tuntas, dan tidak membiarkan ada anak yang tertinggal.

Kerangka kerja inti dalam penyusunan kurikulum berbasis kompetensi pada level ketiga ini

dikembangkan dengan memuat perencanaan pengembangan kompetensi siswa berupa performance

dari learning outcome yang teridentifikasi dan dapat diukur, kemudian Penilaian berbasis kelas, yang

memuat prinsip, sasaran dan pelaksanaan penilaian secara. terpadu dengan kegiatan pembelajaran.

Page 280: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Kegiatan pembelajaran yang memuat gagasan-gagasan pokok tentang pembelajaran untuk mencapai

kompetensi, serta pengelolaan kurikulum berbasis sekolah (Yulaelawati,.2003), yakni kurikulum

yang disusun sesuai kebutuhan dan permintaan stakehokler sekolah serta realitas siswa sebagai input

sekolah yang bersangkutan.

Kerangka kerja pada level ketiga yang dikembangkan oleh guru mata pelajaran didasarkan

pada konsep kurikulum dan hasil belajar sebagai rumusan kompetensi lulusan yang kemudian

dielaborasi dalam bentuk uraian tentang kompetensi rumpun mata pelajaran. Guru menderivasi

kompetensi-kompetensi tersebut, lalu mengukur input siswa yang akan mereka ajar, dan berbasis

penilaian kelas itulah, strukturisasi kurikulum operasional dan silabusnya dikembangkan guru, yang

harus disusun dalam prinsip otonomi, fleksibilitas dalam penggunaan waktu, dan demokratis dalam

pengembangan strategi serta berbagai penugasan yang terkait dengan peningkatan kompetensi

siswa-siswanya.

Pola hubungan kerja antara satu aspek dengan lainnya dalam pengembangan program

pembelajaran dalam kelas dalam konteks KBK adalah sebagaimana terlihat dalam gambar berikut ini.

GAMBAR 5

POLA HUBUNGAN KERJA UNSUR-UNSUR PENDUKUNG KURIKULUM

BERBASIS KOMPETENSI ANTARA SATU DENGAN LAINNYA.

KURIKULUMDAN HASIL BELAJAR

PENGELOLAAN KURIKULUM

BERBASIS SEKOLAH

PENILAIAN BERBASIS

KELAS

KURIKULUM DASAR KURIKULUM

BERBASIS KOMPETENSI

KEGIATAN PEMBELAJARAN

Page 281: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Dalam kerangka KBK,otoritas penyusunan kurikulum diberikan seluas-luasnya pada sekolah

melalui para gurunya, dengan rnengacu pada kompetensi standar yang telah disusun oleh pemerintah

melalui departemen, pendidikan nasional. Otoritas standarisasi kurikuler diberikan pada pemerintah

tersebut dengan pertimbangan masih perlunya rekayasa perubahan dan kemajuan dari pemerintah

melalui pembinaan sumber daya manusianya lewat jalur pendidikan. Akan tetapi, kapasitas

pemerintah pusat juga amat terbatas untuk mempertimbangkan berbagai variabel yang mempengaruhi

kualitas proses dan hasil belajar. Oleh sebab itu, otoritas penyusunan sekwensi silabus dari

kompetensi standar tersebut sepenuhnya dipercayakan pada sekolah, bahkan para guru boleh

menambah scope materi pelajaran jika diperjukan pengulangan dan penguatan, serta penambahan

keunggulan untuk penguatan benchmark sekolahnya

Sejalan dengan itu, KBK dimulai dengan penyusunan sekwensi silabus oleh guru dan diawah

perumusan berbagai kompetensi harapan yang harus dicapai dari proses; pembelajaran siswa. Atas

dasar kompetensi-kompetensi itulah disusun berbagai topik bahasan, strategi pembelajaran serta

berbagai penugasan yang akan diberikan pada siswa, dan juga prosedur evaluasi dan penilaian

prestasi hasil belajamya, dengan paradigma menggeser penekanan terhadap isi ke kompetensi, yakni

bagaimana siswa harus berpikir, belajar, bersikap dan melakukan. Oleh sebab itu, guru harus

mengetahui apa yang harus dicapai dan sejauh mana efektivitas belajar telah dicapai.

Sedangkan penilaian berbasis kelas adalah penilaian yang dilakukan guru terhadap kemajuan

siswa dalam mencapai kompetensi yang diharapkan dan telah ditetapkan dalam kurikulum. Penilaian

tersebut perlu dilakukan untuk memastikan bahwa siswa telah mengalami banyak perubahan sebagai

hasil dari proses pembelajarannya (Yulaelawati, 2003). Penilaian dilakukan secara individual dengan

signifikansi sebagai berikut:

1. Untuk mendiagnosis kekuatan dan kelemahan dari masing-masing siswa.

2. Untuk memonitor kemajuan siswa

3. Untuk memberikan kualifikasi dan nilai kemajuan prestasi siswa.

4. Menilai efektivitas proses pembelajaran.

Tidak hanya itu, penilaian berbaisis kelas juga diperlukan untuk mengetahui posisi input

dalam setiap proses pernbelajaran, sehingga diketahui siapa yang harus memperoleh pemulihan dan

siapa yang perlu memperoleh pengayaan. Dengan demikian, setiap perencanaan pembelajaran harus

senantiasa didasarkan pada pencapaian hasil belajar. jika hasil penilaian itu menunjukkan bahwa para

Page 282: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

siswa belum menguasai bahan ajar, yakni indeks penguasaan mereka belum mencapai minimal 80%

atau 70% atau batas penguasaan minimal dalam kerangka mastery learning yang telah disepakati

bersama, maka aktivitas belajar berikutnya adalah pemulihan. Sedangkan jika para siswa sudah

menguasai dengan baik, yakni penguasaan dalam. batas indeks di atas, siswa cukup diberi pengayaan,

dan kemudian bisa melanjutkan pada unit pembelajaran berikutnya. Pola ini akan terlihat dalam

gambar pada pembahasan berikut tentang kurikulum berbasis kompetensi dan prinsip, mastery

learning.

Kegiatan pembelajaran harus berpusat pada siswa, berlangsung dalam suasana yang

mendidik, menyenangkan dan menantang dengan berbasis pada prinsip paedagogis dan andragogis.

Dengan pendekatan tersebut siswa diharapkan secara aktif dapat berkembang menjadi pribadi yang

berwatak matang dan utuh serta memiliki kompetensi yang selaras dengan perkembangan

kejiwaannya (Siskandar, 2003). Suasana belajar harus dirancang sedemikian rupa sehingga anak

mampu menggunakan seluruh. potensinya secara optimal, buat suasana yang menyenangkan, dan beri

kesempatan, Para siswa untuk memperbanyak belajar mengembangkan pengetahuan, sikap dan

pengalamannya, di bawah bimbingan serta arahan guru.

Kemudian, pengelolaan kurikulum harus berbasis sekolah.Otoritas pengembangan kurikulum

bukan pada pemerhitah pusat atau pemerintah daerah, tapi sekolah. pemerintah daerah hanya bertugas

memfasilitasi perluasan dan pengembangan sekolah. Keterlibatan substantif dalam pelaksanaan

proses pendidikan hanyalah pada eskalasi kompetensi standar serta berbagai masukan dari dewan

pendidikan daerah, pembinaan SDK serta supervising melalui tenaga supervisor yang diangkat dari

kalangan tenaga guru itu sendiri. Sedangkan penyusunan design kurikulum operasional dan silabus

untuk setiap mata pelajaran, menjadi otoritas sekolah dengan para gurunya. Oleh sebab itu, guru

melalui kepala sekolahnya, harus bertanya pada stakeholder tentang apa harapan mereka terhadap

sekolahnya, dan bertanya juga pada user tentang kualitas end-product dari SDM yang akan dihasilkan

dari proses pendidikan tersebut.

Dengan demikian dalam KBK akan terjadi perubahan dalam pola pemberdayaan tenaga

kependidikan, baik dalam konteks menyusun sekwensi dan scope sylabus, menyusun kebijakan untuk

pemantapan pelaksanaan mastery learning, karena. kunkulum. berbasis kompetensi dikembangkan

untuk peningkatan pencapaian konsep dan gagasan belajar tuntas, yakni belajar sampai semua

pembelajar itu. memahami secara keseluruhan. bahan-bahan yang mereka ihh untuk dipelari.

Kemudian, kurikulum berbasis kompetensi memiliki hubungan yang kuat dengan perubahan

pola penugasan guru dalaw. pelaksanaan. tugas dari mengajar untuk mengejar target pencapaian.

kurikulum. pada pencapaian target penguasaan. Perubahan tersebut berimplikasi pada soal

Page 283: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

pengaturan waktu. yang harus dirancang secara fleksibel, karena ada peluang dan tuntutan bagi guru

untuk melakukan reteaching bagi siswa-siswa yang belum mencapai target penguasaan kompetensi

bahan ajar sesuai rencana, sebagai program penguatan. Sementara mereka yang telah menguasai

dengan baik, harus menunggu temannya mencapai penguasaan ideal dengan melakukan berbagai

pengayaan kompetensi, baik dalam. bidang yang sama, atau bidang lain yang relevan sehingga terjadi

pengayaan yang positif bagi siswa sendiri, atau menyelesaikan tugas-tugas individual siswa, atau.,

diberdayakan oleh guru sendiri untuk melakukan peer teaching dalam. bentuk tutorial sebaya,

sehingga. mereka tidak dirugikan dengan proses penungguan tersebut, tapi ada proses pengayaan

kompetensi.

Itulah kerangka dasar pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi, dengan pemberian otoritas

yang sangat besar pada sekolah untuk perancangan, pelaksanaan, evaluasi dan pengelolaannya. Oleh

sebab itu, setiap jenjang dari setiap satuan pendidikan, harus melakukan komunikasi secara horizontal

dengan komite sekolah atau majelis madrasah, serta pasar tenaga. kerja untuk jenjang SLTA yang

akan melahirkan lulusan siap kerja, serta komunikasi vertikal dan diagonal untuk kepentingan studi

lanjut.

4. KURIKULUM BERBASIS KOMPETESI DAN BELAJAR TUNTAS

Belajar tuntas adalah sebuah pola pembelajaran yang mengharuskan pencapaian penguasaan.

siswa secara tuntas, terhadap setiap unit pembahasan dengan. pemberian tes formatif pada setiap

pembelajaran baik sebelum maupun. sesudahnya untuk mengukur tingkat penguasaan siswa terhadap

bahan ajar yang telah mereka pelajari, serta. penguasaan. minimal 80% dari isi kurikulum. (Ellis,

1993:108). Belajar tuntas ada dua. model, yaitu. model individual dan model kelompok. Model

individual memperbolehkan siswa untuk melakukan proses pembelajaran dalam rate-nya, tanpa

terganggu oleh. yang lain, dan mengikuti tes untuk setiap unit bahasan yang telah dia pelajari dan

terus maju sesuai kemampuannya dengan bantuan dan arahan guru, atau mengulang proses

pembelajaran pada unit yang sama. sampai mencapai penguasaan minimal 80%. Angka 80% adalah

angka yang diterapkan di sakolah-sekolah di Amerika, sementara negara-negara lain ada yang

menetapkan angka 70%, dan ada juga yang 65 %. Semuanya tergantung kesepakatan bersama tentang

target idealisasi standar kelulusan tersebut, yang diputuskan oleh mereka yang memiliki otoritas,

apakah melalui pemerintah pusat atau daerah, atau. kesepakatan yang dibuat di sekolah antara

manajemen. sekolah dengan para. stakeholder dan user-nya, walaupun harus dibatasi jangan sampai

65%.

Page 284: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Sedangkan belajar tuntas model kelompok adalah proses pembelajaran yang dilakukan

berkelompok oleh siswa yang berada dalam taraf kemampuan yang sama, dan mereka tetap memiliki

peluang untuk terus melakukan mutasi kelompok secara, dinamis, sampai mencapai skor penguasaan

bahan ajar minimal 80%, atau. batas minimal yang telah ditetapkan sebagai hasil kesepakatan.

Kegiatan dalam kelompok bisa berbentuk cooperative learning (b~lajar bersama dan saling

membantu satu sama lain) atau. peer teaching (pengajaran sebaya, yakni satu di ,antara mereka

melakukan tugas pengajaran sebagaimana gurunya). Sebagaimana. dalam model individual, dalam.

belajar tuntas model kelompok juga ditetapkan tujuan atau batas-batas kompetensi yang harus

tereapai, lalu dilakukan tes formatif, lalu penguatan jika perlu, atau terus pengayaan jika telah

mencapai penguasaan, penuh, yang terakhir dilakukan tes sumatif untuk semua pokok bahasian dari

sebuah mata pelajaran. Akhir sumatif harus memiliki indeks penguasaan minimal sesuai ketetapan

yang disepakati.

Kemudian dari itu, dalam konteks pelaksanaan belajar tuntas model kelompok, ada beberapa

prinsip harus diperhatikan oleh setiap anggota, dan komponen yang harus dilalui dalam. proses

pembelajaran sampai mencapai kompetensi yang diharapkan, yaitu (Ellis, 1993:109):

1. Prinsip-prinsip Belajar tuntas model kelompok:

a. Semua siswa memiliki kemampuan sama dalam belajar

b. Bahan pelajaran yang dipelajari dapat di-breakdown pada sub-sub pokok bahasan, atau

unit-unit materi pelajaran yang tersusun dan sistematis.

c. Proses pembelajarannya harus sekwensial, yakni berurutan sesuai urutan silabus.

2. Komponen-komponen Belajar Tuntas model kelompok

a. Perencanaan, yakni rangkaian bahan ajar atau berbagai keterampilan yang harus dipelajari, yang

telah diurai dan dibagi-bagi secara sistematis pada unit-unit bahasan terkecil, yang memiliki

keterkaitan satu sama lain dalam membentuk kriteria umum yang dikehendaki. Sebelum

pernbelajaran dimulai, sebaiknya dilakukan pengukuran tingkat kemampuan kelompok, untuk

menentukan titik awal mulai pembelajaran.

b. Proses pembelajaran; yakni guru menggunakan strategi yang tepat untuk membelajarkan

mereka, yang disesuaikan dengan sekwensi bahan ajar yang akan mereka pelajari. Dan untuk

pengembangan proses pembelajaran guru harus mengarahkan mereka agar efektif

c. Evaluasi formatif, yakni guru melakukan tes untuk setiap unit pembahasan yang telah mereka

pelajari untuk mengetahui kesiapan mereka memasuki sekwensi kurikulum. berikutnya.

Page 285: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

d. pengajaran kembali, yakni pemberian perlakuan belajar dalam unit-unit yang perlu

memperoleh pemulihan dan Penguatan, dengan strategi dan penugasan, yang berbeda, serta

dengan contoh-contoh yang berbeda.

e. Evaluasi akhir, yakni evaluasi yang dilakukan setelah semua sekwensi unit-unit pembahasan

telah terlalui, yang hasilnya digunakan sebagai indeks akhir hasil belajar, atau sebagai

prerequisit untuk memasuki materi pelajaran lain.

Rangkaian prosedur pelaksanaan pola belajar tuntas atau mastery learning adalah

sebagaimana terlihat dalam gambar berikut ini.

. GAMBAR 6

RANGKAIAN KEGiATAN MENUJU POLA BELAJAR TUNTAS

DIKUTIP DARI YULAELAWATI (YULAELAWATI, 2003)

HASIL BELAJAR

PEMBELAJARAN

PENILAIAN

SUDAHKAH PELAJAR

MENGUASAI?

AKTIVITAS PEMBELAJARAN SELANJUTNYA

AKTIVITAS PENGAYAANAKTIVITAS PEMULIHAN

Page 286: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi harus seiring dengan penetapan standar kelulusan

dari sekolah yang mengacu pada kualifikasi belajar tuntas, yakni penguasaan minimal bahan ajar

80%, sebagaimana didefinisikan Ellis, atau sesuai dengan kebijakan yang telah diputuskan oleh

otoritas sekolah. Implikasi belajar tuntas, akan ada siswa-siswa dalam kelas yang sama, dari grup

belajar yang sama memperoleh indeks hasil tes yang berbeda dengan penguasaan di bawah standar

minimal. Mereka yang belum. mencapai penguasaan tersebut, harus diberi pengajaran ulang, dengan

strategi dan penugasan yang berbeda, serta contoh-contoh yang berbeda pula, sehingga mereka

mengerti dan memahami pelajaran serta memperoleh kompetensi sesuai harapan Untuk pelaksanaan

penguatan-penguatan tersebut, guru harus membicarakannya dengan kepala sokolah, dan kepala

sekolah membicarakannya dengan komite sekolah, bukan dengan pemerintah daerah, karena sumber

dana untuk menunjang program-program penguatan tersebut adalah dari masyarakat sendiri,, baik

sebagai client sekolah, maupun sebagai donasi peminat dan pemerhati pendidikan.

5. BERBAGAI PENDEKATAN DALAM PENYUSUNAN KBK

Dalam konteks penyusunan kurikulum, ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam

konteks pengembangan kurikulum, (Dimyati, 1998:278), yaitu:

1. Relevansi; yakni bahwa upaya pengembangan atau perubahan tujuan, bahan ajar, proses

pembelajaran serta evaluasi itu, sesuai dengan kebutuhan publik, baik dalam konteks pasar tenaga

kerja, maupun kualifikasi ideal dari warga dan anggota masyarakat.

2. Kontinuitas; yakni bahwa perubahan dan pengembangan kurikulum itu harus dilakukan secara

berkesinambungan, baik dari segi isi dan muatan maupun dari segi waktu dan periodisasi

evaluasinya. Dari segi substansi, kurikulum harus berkesinambungan antara satu jenjang dengan

yang lainnya, sehingga tidak terjadi replikasi. Sedangkan dari segi waktu, bahwa perubahan sosial

itu selalu terjadi secara dinamis. Oleh sebab itu, kurikulum juga harus terus dievaluasi secara

dinamis, agar mampu melakukan rekayasa perubahan-perubahan sosial.

3. Fleksibel; yakni bahwa pengembangan kurikulum harus mampu menjabarkan respon perubahan

yang terus dinamis, dan mampu pula melakukan proyeksi-proyeksi ke masa depan.

Sementara. itu, untuk pengembangan kurikulum ini, dalam prinsip KBK dikemukakan, dalam

buku kebijakan pengembangan kurikulum madrasah, bahwa pengembangan kurikulum itu harus

Page 287: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

dilakukan secara. komprehensif dengan memperhatikan berbagai pendekatan sebagai berikut

(Mapenda, 2003).

1. Sistematis dan sistemik;yakni kurikulum itu harus dikembangkan secara sistematis, berkaitan

antara satu topik dengan lainnya, dan kemunculan setiap topik memiliki logika dialektika yang

kuat sehingga dapat diterima secara rasional,baik oleh stakeholder, user maupun shareholder dari

pendidikan tersebut.

2. Kemitraan; yakni bahwa penyusunan kurikulum itu harus semaksimal mungkin melibatkan

berbagai unsur yar, terkait dengan sekolah, stakeholder, user, shareholder, para pakar setempat,

kalangan profesi dan lainnya.

3. Pengembangan; yakni bahwa kurikulum merupakan instrumen bagi, perubahan mendasar dalam

mewujudkan tujuan pembangunan nasional. Oleh karena itu, pengembangan kurikulum dilakukan

secara dinamis dan berorientasi pada produk yang mampu meningkatkan keunggulan.

4. Relevansi; yakni bahwa kurikulum itu harus relevan dengan kebutuhan pembangunan dan potensi

daerah serta kebutuhan siswa yang dituangkan dalam tujuan jenjang dan satuan pendidikan. Oleh

karena itu, kurikulum harus; memberikan substansi belajar dan mengajar yang menyempurnakan

visi dan misi sekolah dan atau madrasah.

5. Validasi; yakni bahwa kurikulum itu harus tervalidasi secara menyeluruh dan meluas dengan

mengakomodasikan berbagai harapan dari siswa, orang tua, masyarakat, kalangan bisnis, wakil

rakyat dan pemerintah. Oleh karena itu, dalam proses penyusunan kurikulum dilakukan melalui

pemasaran gagasan sosialisasi konsep dan penyebaran informasi secara. terarah.

Berbagai pendekatan yang dituntut dalam penyusunan KBK sebagaimana telah dikemukakan

di atas adalah, bahwa kurikulum itu harus disusun secara sistematis dan sistemik, yakni antara satu

urut pembahasan dengan lainnya memiliki keterkaitan dialektis dan gradual, sehingga memudahkan

bagi siswa untuk memahaminya. Dan pemilihan berbagai kompetensi yang akan diberikan pada siswa

harus dilakukan secara sistemik, yakni memiliki argumentasi rasional, mengapa kompetensi tersebut

diberikan lalu dengan kompetensi itu seseorang akan mampu apa, dan bisa menambah kompetensi

apa. Semuanya itu mampu terjabarkan dalam proses penyusunan kurikulum.

Prosedur kerjanya agak kompleks, oleh sebab itu memerlukan kemitraan dengan unsur-unsur

di luar sekolah. Guru sebagai tonggak utama tersusunnya kurikulum yang baik, harus berkomunikasi

pertama dengan orang tua, lalu mencari second opinion dari orang yang memiliki pengalaman dan

keahlian dalam bidang-bidang pendidikan dan pengajaran serta bidang keilmuan yang dirancangnya,

dan menjadi komunitas sekolah, lalu dikomunikasikan dengan para pengguna lulusan, dalam hal ini

tidak selalu pasar tenaga kerja, tapi juga perguruan tinggi bagi sekolah lanjutan tingkat atas, atau

Page 288: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

SLTA bagi.,SLTP, dan seterusnya. Oleh sebab itulah ditekankan prinsip kemitraan dengan

melibatkan banyak unsur dalam penyusunan kurikulum operasional, sehingga sesuai dengan harapan

semua pihak, termasuk pemerintah yang amat berkepentingan dengan peningkatan kualitas sekolah.

Inilah prinsip validasi dalam penyusunan dan perumusan kurikulum, yakni kurikulum tersebut sudah

valid sesuai dengan harapan.

Kemudian dalam KBK juga ditekankan kandungan unsur dinamika, yakni bahwa kurikulum

itu. harus dinamis mengikuti berbagai perubahan dan kemajuan peradaban umat manusia, serta

mampu membawa berbagai perubahan dalam kehidupan masyarakat, karena perubahan itu. setiap

saat akan terjadi. jika tidak mengikuti kemajuan, maka output sekolah akan teralienasi oleh

kemajuan-kemajuan. Bahkan lebih jauh, justru kurikulum didesain untuk membawa berbagai

perubahan, jika tidak dirancang, maka perubahan akan memasuki arah yang tidak diharapkan.

Melalui kurikulum sekolah, perubahan itu. didesain agar tetap dalam arah yang benar sesuai harapan

masyarakat dengan basis kepercayaan dan kulturnya, direncanakan secara sistematis, dialektis,

bertahap, dan harus tetap progresif untuk membawa kebaikan di masa. yang akan datang.

6. PROSEDUR PENGEMBANGAN KBK Di TINGKAT SEKOLAH

Kendati sekolah diberi otoritas besar dalam pengembangan kurikulum, namun struktur dari

kurikulum sudah disusun sedemikian rupa oleh departemen pendidikan nasional atau departemen

teknis yang menyelenggarakan program pendidikan, seperti Departemen Agama dengan pendidikan

madrasahnya. Akan tetapi, struktur kurikulum tersebut tidak diberi deskripsi secara kaku.

Masing-masing mata pelajaran hanya diberi penjelasan tentang kompetensi-kompetensi standarnya,

serta indikator-indikator pencapaiannya. Sementara penyusunan silabusnya menjadi otoritas penuh

dari sekolah melalui para gurunya. Dan otoritas sekolah juga tidak sekadar menyusun silabus

tersebut, tapi juga memberi penguatan pada bidang-bidang tertentu yang akan dijadikan

benchmark-nya, dengan pengembangan dan penguatan kompetensi-kompetensi tertentu.

Sejalan dengan itu semua, maka langkah-langkah pengembangan kurikulum. yang harus

dilakukan sekolah adalah sebagai berikut (Shaleh, 2003):

1. Merumuskan kompetensi lulusan dengan menganalisis kompetensi yang dirumuskan oleh

Depahemen Pendidikan Nasional atau. Departemen Teknis yang menyelenggarakan pendidikan,

dikombinasikan dengan permintaan stakeholder, user serta. kalangan profesi dan para pakar yang

mendukung lembaga pendidikannya itu.

2. Merumuskan kompetensi dan indikator kompetensi mata pelajaran dengan mempertimbangkan

kompetensi standar serta permintaan stakeholder, user dan kalangan profesi, serta kemampuan

Page 289: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

dasar anak sebagai input, sehingga seluruh aspirasi tertampung dengan baik tanpa membebani

siswa di luar batas kemampuannya, kemudian merumuskan kompetensi rumpun mata pelajaran,

dan lintas kurikululum

3. Penyusunan mata pelajaran, silabus sesuai kompetensi dan indikator kompetensi yang telah

dirumuskan untuk setiap mata pelajaran, dan pengalokasian waktu sesuai dengan target

kompetensi yang hendak dicapai melalui mata pelajaran, rumpun mata pelajaran, atau lintas

kurikulum.

4. Melaksanakan pembelajaran; yakni pembelajaran berbasis siswa, memberi ruang dan kesempatan

bagi siswa untuk belajar dalam suasana yang kondusif, menyenangkan dan memberi peluang bagi

para siswa untuk mengartikulasikan kemampuan dan potensinya tanpa ada tekanan. Dengan

demikian strategi pembelajaran harus menggunakan berbagai pilihan cerdas yang dapat

menggerakan siswa untuk belajar, serta tidak membuat mereka jenuh.

5. Melakukan penilaian secara terus-menerus dengan tidak semata memperhatikan kemampuan

kognitif siswa melalui evaluasi, tapi juga kemajuan afektif, kognitif serta berbagai pengalaman

implementasi dari kompetensi yang telah dicapai siswa. Dengan demikian evaluasi tidak semata

dilakukan dengan menggunakan instrumen tes, tapi juga non-tes.

Penerjemahan kompetensi yang dirumuskan dari permintaan pemerintah, stakeholder, user

dan client sekolah juga harus didasarkan pada teori, dan teori yang relevan sampai saat ini masih

berbasis pada teori Benjamin S. Bloom yang populer dengan taksonomi bloom. Dengan mengadaptasi

teori Bloom tentang tujuan-tujuan pendidikan, maka dapat diklasifikasi beprbagai kompetensi yang

hendak dicapai oleh guru melalui prroses pembelajaran pada setiap unit. Bloom, sebagaimana

dikemukakan oleh Wiles dan Bondi (Wiles, 1989: 96) membagi tujuan pembelajaran menjadi tiga,

kognitif, afektif dan psikomotorik, yang masing-masing memiliki 6, 5, dan 4 level kompetensi.

1. Kompetensi Kognitif

a. Knowledge; yakni kemampuan untuk mengingat, dan mengetehui sesuatu secara benar.

b. Comprehension; yakni kemampuan untuk memahami apa yang sedang dikomunikasikan dan

mampu mengimplementasikan ide tanpa harus mengaitkannya dengan ide lain, dan juga tanpa

harus melihat ide itu secara mendalam. Untuk level ini, diperlukan dukungan knowledge.

c. Application; yakni kemampuan untuk menggunakan sebuah ide, prinsip-prinsip dan teori-teori

pada kasus baru pada situasi yang spesifik. Untuk level ini diperlukan dukungan knowledge,

dan comprehension.

Page 290: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

d. Analysis; yakni kemampuan untuk menguraikan ide-ide pada bagian-bagian konstituen, agar

semua unsur dalam organisasi itu menjadi jelas. Untuk level ini diperlukan dukungan

knowledge, comprehension, dan application.

e. Synthesis; yakni kemampuan untuk memosisikan seluruh bagian menjadi satu kesatuan yang.

utuh. Untuk level ini diperlukan dukungan knowledge, comprehension, application, dan

analysis.

f. Evaluation; yakni kemampuan untuk menilai apakah ide, prosedur dan metode yang

digunakan itu sudah sesuai dengan kriteria atau belum. Untuk level ini diperlukan dukungan

knowledge, comprehension, application, dan synthesis.

Secara lebih sederhana, kompetensi pada tingkat pertama. anak-anak itu tahu, mengenal, dan

dapat mengingat apa yang telah diketahuinya dengan baik. Kategori ini berlaku untuk mata pelajaran

apa saja, dan pada setiap jenjang pendidikan, hanya pengembangannya berbeda-beda. Demikian juga

dengan level kedua, yakni pemahaman, atau dengan kata lain, dia mengerti maknanya, dan mengerti

pula kegunaannya. Sedangkan level ketiga. aplikasi adalah kemampuan menggunakan teori yang

sudah diketahuinya pada kasus lain yang sama. Level keempat analysis adalah kemampuan

menguraikan menjadi bagian-bagian dan unit-unit, beserta kegunaan dan pemakaiannya, dan diikuti

kemudian dengan level kelima, sintesis yakni menyatukan kembali bagian-bagian yang terurai

tersebut menjadi satu kesatuan yang utuh, baru kemudian dinilai, semua pekerjaannya itu sudah benar

atau belum, apakah pada dasar teori, metode maupun prosedur pelaksanaannya.

Guru harus mampu merumuskan level kompetensi yang akan diberikan pada anak pada setiap

unit pembelajaran, pada kognitif level ke berapa, apakah pertama, kedua, ketiga, keempat dan

seterusnya, serta keterkaitan antara kompetensi sebelumnya dan kompetensi berikutnya, sehingga

sekwensinya menjadi rasional. Perumusan komptensi kognitif ini menjadi amat penting, karena akan

berpengaruh dengan rancangan metode yang akan digunakan, alat yang dibutuhkan dan instrumen

evaluasi untuk mengukur tingkat kompetensi yang telah dicapai siswa-siswanya.

2). KOMPETENSI AFEKTIF

Dengan mengutip teori Bloom, Wiles dan Bondi menjelaskan bahwa perilaku atau kecakapan

afektif terbagi lima level, yang secara graduatif yang lebih tinggi dipengaruhi oleh level-level di

bawahnya (Wiles, 1989: 97), yang secara lebih detail dapat dilihat dalam uraian berikut:

a. Receiving; yakni mendatangi, menjadi peduli terhadap sebuah ide, sebuah proses atau sesuatu

yang lain, dan ada keinginan untuk memperhatikan sebuah fenomena yang khusus.

Page 291: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

b. Responding; yakni memberikan respon pada tahap pertama dengan kerelaan, dan berikutnya

dengan keinginan untuk menerima dengan penuh kepuasan. Untuk level responding diperlukan

dukungan receiving

c. Valuing; yakni menerima nilai dari sesuatu, ide, atau perilaku, memilih salah satu nilai yang

menurutnya paling benar, selalu konsisten dalam menerimanya, dan bahkan terus berupaya untuk

meningkatkan konsistensinya. Untuk pengembangan level valuing diperlukan dukungan receiving

dan responding.

d. Organization; yakni kemampuan mengorganisasikan nilai-nilai, menentukan pola-pola hubungan

antara satu nilai dengan lainnya, dan mengadaptasikan perilaku pada sistem nilai. Untuk level ini

diperlukan dukungan receiving dan responding, dan

valuing.

e. Characterization; yakni kemampuan mengeneralisasi nilai-nilai dalam tendensi kontrol,

penekanan pada konsistensi, dan kemudian mengintegrasikan semua nilai menjadi filosofi hidup

atau world view mereka. Untuk level ini diperlukan dukungan receiving dan responding, valuing

dan organizing of values.

Melalui unit-unit pembahasan, bisa dijangkau berbagai kompetensi tidak sekadar

pengembangan kompetensi kognitif, tapi juga berkembang pula kompetensi afektif. Umpamanya

penjelasan tentang demokrasi dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, siswa tahu tentang

demokrasi, tahu pula pola pelaksanaan demokrasi dalam praktik politik sekolah, dan memahami

implementasi praktik demokrasi dalam politik ke-RT-an, atau yang sejenisnya, sampai memahami

dengan baik tentang demokrasi secara holistik dan dapat menilai atau mengkritisi

kesalahan-kesalahan dalam praktik berdemokrasi. Mereka tidak hanya peduli dengan praktik

demokrasi tersebut, tapi juga mengikutinya, kemudian menjadikan nilai penting dalam dirinya,

sehingga menjadi world view-nya, dan sikapnya menjadi demokratis. Inilah berbagai gambaran

tentang kompetensi yang harus dikembangkan melalui proses pembelajaran dalam kelas, yang untuk

aspek afektif tersebut tidak cukup hanya dengan proses pembelajaran yang lebih melibatkan mereka

dalam pembahasannya, tapi juga contoh-contoh nyata sehingga mereka dapat memperlihatkan respon

yang terukur.

3). KOMPETENSI PSIKOMOTORIK

Sebagaimana dalam penjelasan ranah kognitif dan afektif, dengan mengutip teori Bloom,

Wiles dan Bondi menjelaskan bahwa perilaku (kompetensi) psikomotorik terbagi empat level, dan

Page 292: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

secara graduatif vang lebih tinggi dipengaruhi oleh level-level di bawahnya (Wiles, 1989: 98).

Berbagai kompetensi pikomotorik tersebut lebih detail dapat dilihat dalam uraian berikut.

1. Observing; yakni mengamati proses, memberikan perhatian terhadap step-step dan teknik-teknik

yang dilalui dan yang digunakan dalam menyelesaikan sebuah pekerjaan atau mengartikulasikan

sebuah perilaku.

2. Imitating; yakni mengikuti semua arahan, tahap-tahap dan teknik-teknik yang diamatinya dalam

menyelesaikan sesuatu, dengan penuh kesadaran dan dengan usaha yang sungguh-sungguh.

Untuk level ini perlu dukungan observing.

3. Practicing; Mengulang tahap-tahap dan teknik-teknik yang dicoba diikutinya itu, sehingga

menjadi kebiasaan. Untuk ini diperlukan kesungguhan upaya, dan memperlancar

langkah-langkah tersebut melalui pembiasaan terus menerus. Untuk ini diperlukan dukungan

obeserving dan imitating.

4. Adapting; yakki melakukan penyesuaian individual terhadap tahap-tahap dan teknik-teknik yang

telah dibiasakannya, agar sesuai dengan kondisi dan situasi pelaku sendiri. Untuk level ini

diperlukan dukungan observing, imitating dan practicing.

Ada perbedaan mendasar antara afektif yang aksentuasinya pada penerimaan, penyerapan dan

penguatan nilai pada setiap orang, sehingga nilai-nilai itu menjadi karakteristiknya, pada ranah

psikomotorik lebih pada implementasi nilai dalam. bentuk tindakan dan perilaku, yang dimulai dari

pengamatan, peniruan, pembiasaan dan penyesuaian. Kompetensi siswa yang dapat dicapai dari

setiap unit sebaiknya sudah terbaca dan terlihat pada jabaran-jabaran indikator kompetensi, sehingga

memudahkan untuk proses berikutnya, baik dalam. merancang strategi alat maupun instrumen

evalua.si. Dengan itu pula, akuntabilitas kerja guru dapat dipertanggungjawabkan di hadapan

client-nya.

7. SIAPA YANG HARUS TERLIBAT DALAM PENYUSUNAN KURIKULUM

Pada masa lalu pemerintah memiliki otoritas yang sangat kuat dalam penentuan kurikulum,

dan hampir tidak ada ruang bagi guru untuk melakukan inovasi-inovasi penyesuaian baik atas

pertimbangan psikologis anak, ataupun tuntutan lokal dari daerah di mana sekolah berada, sehingga

guru tidak memiliki keterlibatan emosional terhadap kurikulum yang diajarkannya, dan begitu pula

sekolah yang hanya berada pada subordinasi untuk melaksanakan paket-paket pelajaran yang

dirancang dari pusat. Lebih ironis lagi, adalah buku teks yang disusun berbasis kurikulum tersebut,

karena disusun di ibukota, dengan ilustrasi ibukota pula, sehingga kehilangan konteksnya ketika buku

itu didistribusikan dan dipakai serta dipelajari di daerah. Itulah sebabnya, semangat reformasi

Page 293: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

sekarang ini mengubah paradigma dengan memperbesar formasi pemberdayaan potensi-potensi yang

ada di sekolah dan masyarakat, serta memperbesar relevansi pendidikan terhadap kebutuhan

komunitasnya.

Untuk itu, pandangan progresif yang mengemuka di kalangan aliran-aliran progresif seperti

yang dikemukakan Wiles-Bondi amat relevan untuk diangkat sebagai salah satu opsi pemikiran

dalam memberlakukan UU No. 22 tahun 1999. Dalam teorinya itu Bondi menyebutkan, bahwa

pengembangan kurikulum adalah pekerjaan dan usaha bersama-sama. Pengembangan kurikulum

harus melibatkan banyak kelompok, agensi dan individu, baik dalam sekolah maupun di luar sekolah.

Guru yang akan melaksanakan kurikulum akan lebih besar menentukan sukses dan tidaknya

perubahan kurikulum. Demikian pula dengan siswa, dia harus menjadi bagian dari proses

pengembangan kurikulum. Orang tua dan kelompok anggota masyarakat (komite sekolah) yang harus

mendukung perubahan dan pengembangan kurikulum harus terlibat dalam perubahan dan,

pengembangan kurikulum tersebut sejak dari awal. Demikian pula dengan para pengawas, pelaksana

adminsitrasi kurikulum, juga harus terlibat (Wiles, 1989: 119). Semakin banyak orang yang terlibat

dalam pengembangan kurikulum tersebut, maka akan semakin tinggi tingkat keberhasilan

pendidikan, baik dilihat dari sudut psikologis, kebutuhan client maupun relevansinya dengan

kebutuhan pemakai hasil pendidikan.

Sejalan dengan Wiles, Walker menegaskan pula, bahwa guru pada hakikatnya memiliki

kewenangan yang amat besar untuk melakukan inovasi kurikulum, mengujicobakannya dalam kelas,

lalu mereka memiliki kurikulum operasional yang kuat untuk diterapkannya dalam proses

pembelajaran. Mereka dapat melakukan itu, karena didukung dengan kepercayaan masyarakat

pengguna sekolah, dan bahkan mereka diberi dukungan untuk melakukannya. Akan tetapi, guru juga

tidak bisa bermain-main dalam pengembangan dan inovasi kurikulumnya itu, karena siswa, orang tua

siswa, para pengguna juga memiliki hak untuk terlibat dalam mengkritisi kurikulumnya itu. Dalam

sekolah demokratis, kekuasaan dan kewenangan, termasuk dalam strukturisasi kurikulum, harus

didistribusi pada kelompok-kelompok yang memiliki ketertarikan dan keterlibatan dalam aspek

kurikulum dan aspek-aspek pendidikan lainnya dalam sekolah bersangkutan. Orang tua memiliki

ekspektasi terhadap anak-anaknya sehingga mereka harus diikutkan dalam perabahasan kurikulum di

sekolah tersebut. Dengan demikian sekolah harus terbuka dengan orang tua tersebut. Demikian pula

universitas yang akan menerima lulusan sekolah menengah, boleh menyampaikan berbagai

kualifikasi yang diperlukannya, sebagaimana pasar tenaga kerja juga. punya hak untuk

menyampaikan kualifikasi keilmuan, keterampilan dan keahlian yang dibutuhkannya. Bahkan siswa

juga dapat mengontrol kurikulum sekolah dengan tidak mengikutif pelajaran yang menurut mereka

Page 294: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

tidak relevan dengan kompetensi yang dibutuhkannya (Walker, 1997: 5). Dan distrik atau pemerintah

daerah pada tingkat provinsi boleh menyampaikan usulan mengikat yang diputuskan lewat prosedur

legal untuk memperkuat aspek-aspek tertentu dalam kurikulum sekolah, khususnya sekolah

menengah sesuai dengan aspirasi rakyat mereka wakili.

Inilah hakikat dari sekolah demokratis, yang otoritas kurikulum itu, secara ekstrem sudah

tidak ada lagi pada pemerintah pusat, tapi lebih banyak ditentukan oleh sekolah yang didukung oleh

komunitasnya, baik orang tua siswa, para praktisi, akademisi universitas maupun dunia usaha,

dengan. memberi masukan tentang kualifikasi yang Mereka minta. Namun bersamaan dengan itu,

Pemerintah daerah juga memiliki hak untuk berkontribusi dalam kurikulum penguatan daerahnya.

Akan tetapi, dalam praktiknya saat ini,untuk penguatan organisasi Pemerintah masih sangat

kuat, dan masih bermanfaat besar untuk memikirkan pengembangan kurikulum ini, karena sekolah

juga membawa nama baik bangsa, semakin baik sekolahnya, maka akan semakin baik nama

bangsanya. Oleh sebab itu, progresivitas pengembangan kurikulum di sekolah-sekolah di Indonesia,

masih terlihat memiliki pemihakan pada paradigma strukturalisme fungsional, yakni memberi peran

yang proporsional pada kekuatan struktur pemerintah, sambil terus memberdayakan

kekuatan-kekuatan masyarakat. Oleh sebab itu, pemerintah pusat akan memberikan standarisasi

nasional, dan sekolah mengembangkan benchmark-nya, sesuai dengan kekuatan yang dimilikinya.

Akan tetapi, standarisasi nasional juga. perlu penerjemahan dan penjabaran lebih detail tentang

indikator-indikator kompetensi, serta perlu pengembangan, baik untuk penguatan maupun dalam

membangun benchmark sekolah. Untuk itulah sekolah harus berkomunikasi dengan stakeholder dan

user-nya.

Hasil komunikasi dengan semua unsur tersebut, tidak mungkin menghasilkan rumusan

sistematis tentang sekwensi materi pelajaran, peta kompetensi yang akan dicapai melalui unit

pembahasan, serta rumusan-rumusan strategi pembe!ajaran, alat yang dibutuhkan serta evaluasi yang

akan digunakan. Komunikasi dengan client sekolah hanya sebatas menjaring ide, gagasan dan

permintaan yang harus diolah lagi di tingkat sekolah sehingga menjadi kurikulum operasional. Pada

fase ini sudah menjadi otoritas dan tugas guru bersama tim yang dibentuk oleh sekolah sendiri.

Dengan demikian, posisi masing-masing otoritas, sesuai dengan arah pengembangan

otonomisasi pendidikan adalah, kurikulum operasional serta rangkaian silabusnya merupakan otoritas

guru yang disusun dengan mempertimbangkan kebutuhan-kebutuhan psikologis siswa, kemudian

dikonsultasikan dengan stakeholder dan user pendidikan, lalu didiskusikan dengan tim kurikulum

sekolah untuk diimplementasikan. Namun kurikulum operasional dan silabus tersebut disusun dengan

mempertimbangkan standar kompetensi yang disusun oleh pemerintah. Sementara kewenangan

Page 295: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

pemerintah daerah adalah fasilitasi. Urutan kewenangan tersebut dapat dilihat dalam gambar di

bawah ini.

GAMBAR 7

Kewenangan Masing-masing unit

Adaptasi dari wiles (wiles, 1989:17)

a. Penyiapan peraturan pemerintah

b. Penyiapan standart kompetensi tingkat

nasional

c. Penyiapan anggaran

a. Penyesuaian buku teks

b. Penyesuaian aturan-aturan

a. Komite pendidikan

b. Pengalokasian anggaran

c. Fasilitasi pendidikan

a. Koordinasi program

b. Komite kurikulum

c. Pelayanan administrasi

a. Rancangan kompetensi dan indikator

kompetensi serta materi pelajaran

b. Perencanaan pembelajaran

c. Strategi pembelajran dan evaluasi

PEMERINTAH PUSAT

PEMERINTAH PROPINSI

PEMERINTAH TINGKAT

KABUPATEN

SEKOLAH

KELAS/GURU

Page 296: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Sesuai gambaran di atas, lapisan yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan menyusun

kurikulum secara hierarkis adalah pemerintah pusat sebagai wujud dari cita-cita mencerdaskan

kehidupan bangsa. Namun tuntutan fleksibilitasnya yang membuat Depdiknas memberi ruang Cukup

besar pada daerah untuk mengembangkan. sektor pendidikannya agar menjadi yapg terbaik di bangsa

ini, dan relevan dengan kebutuhan daerah, serta sesuai pula dengan benchmark yang hendak

dikembangkannya. Oleh sebab itu, kewenangan berikutnya adalah pada daerah, yang dipercayakan

penuh pada sekolah dengan membangun jaringan horizontal bersama akademisi, praktisi, birokrat,

serta kelompok masyarakat peduli pendidikan, yang bergabung bersama orang tua siswa dalam

komite sekolah.

Sementara pemerintah daerah hanya memiliki tugas memfasilitasi berbagai kepentingan

sekolah, dari mulai prasarana fisiknya, sarana pembelajaran, perpustakaan ' laboratorium dan

pembinaan SDM, baik guru, kepala sekolah, maupun para pengelola yayasan, sehingga. mampu

mengembangkan lembaga pendidikan yang dikelolanya menjadi yang terbaik, dapat melahirkan

generasi bangsa yang cerdas, terampil. dan memiliki kemampuan daya saing yang unggul di era

globalisasi. .

Model proses perumusan kurikulum yang memberdayakan potensi-potensi horizontal sekolah,

sudah menuju pada model sekolah demokratis, yakni sekolah yang lebih banyak ditentukan oleh

komunitasnya sendiri, bukan oleh kekuasaan pusat yang jauh dari kenyataan lokal. Namun,

sebagaimana telah dikemukakan dalam peta kompetensi, bahwa harapan masyarakat terhadap sekolah

untuk anak-anaknya itu bukan semata pengetahuan, tapi juga sikap dan pembiasaan. Oleh sebab itu,

peran hidden curriculum menjadi sangat signifikan, karena siswa akan melihat, mengalami, dan

mengimitasi berbagai perilaku yang dikembangkan oleh semua unsur sekolah tersebut. Dan sekolah

juga harus memberi kesempatan pada siswas-siswanya, khususnya untuk siswa-siswa SLTP dan

SLTA untuk mencoba membahas persoalan-persoalan current event, seperti problem-problem law

enforcement, lingkungan, konflik etnis, masa depan masyarakat, serta pajak dan kontrol masyarakat

terhadap pemerintah (Apple, 1995: 16). Ini semua untuk memperkuat pembiasaan mereka menjadi

bagian masyarakat demokratis, karena inti demokrasi adalah kekuasaan pada rakyat, dan untuk itu

perlu keterbukaan. Mereka harus menjadi bagian dalam kultur keterbukaan tersebut.

C. PENGEMBANGAN KURIKULUM

PERADABAN umat manusia terus berubah dan berkembang, dan perubahan tersebut juga

merupakan implikasi dari kemajuan ilmu dan teknologi, yang merupakan hasil dari sebuah penelitian,

kajian dan pengembangan hasil-hasil kajian dalam perubahan dan pengembangan perilaku sosial dan

Page 297: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

kehidupan. Semua orang akan terjun dalam kehidupan nyata tersebut, dan mereka harus mampu

menyesuaikan diri dengan perubahan dan kemajuan. Jika tidak, mereka akan teralienasi, tersingkir

dari kemajuan dan menjadi kelompok yang tertinggal. Oleh sebab itulah, sekolah harus terus dinamis,

dan kurikulumnya harus terus dievaluasi, untuk dilakukan perubahan-perubahan dan pengembangan,

pengembangan agar sesuai dengan harapan. masyarakat, baik pelanggan maupun. pemakai jasa hasil

pendidikan. Paradigma inilah yang kemudian melahirkan kebijakan evaluasi kurikulum, yang harus

dilakukan setidaknya setiap dua tahun, untuk

kemudian dilakukan berbagai penyesuaian.

Pengembangan kurikuluim sebagaimana Unruh katakan adalah proses yang kompleks terdiri

dari berbagai kegiatan mengasses kebutuhan, mengidentifikasi harapan hasil belajar, mempersiapkan

proses pembelajaran untuk mencapai harapan outcome hasil belajar, dan menyesuaikan program

pernbelaiaran dengan budaya, sosial, dan berbagai kebutuhan orang-orang yang untuk merekalah.

kurikulum tersebut disiapkan (Unruh, 1934: 97). Pengembangan kurikulum tersebut menjadi sangat

signifikan dilihat dari sangat cepatnya perubahan sains dan teknologi yang digunakan dalam dunia

usaha dan industri serta berbagai pasar tenaga kerja potensial lainnya, sehingga sekolah tidak

tertinggal oleh berbagai kemajuan yang terjadi di luar sekolah.

Kemudian Unruh juga mengemukakan aspek-aspek yang harus dianalisis dalam konteks

pengembangan kurikulum tersebut antara lain adalah (Unruh, 1984: 178-179):

1 . Kebijakan, yakni kebijakan pokok tentang kurikulum itu sendiri yang meliputi tujuan (kini dalam

term kurikulum Indonesia menjadi kompetensi-kompetensi), struktur kurikulumnya sendiri akan

diubah atau tidak, dan kemudian prosedurnya. Dan untuk itu, kepala sekolah, guru, pegawai serta

perwakilan orang tua siswa harus duduk bersama membicarakan perubahan-perubahan

kebijakannya itu.

2. Standar kelulusan.yang diharapkan serta pencapaiannya hari itu, keduanya. harus dianalisis untuk

mencari kesenjangan antara keduanya, dan kurikulum. disusun untuk menutup dan

mempersempit gap tersebut.

3. Meng-assess berbagai opsi rumusan tujuan (kompetensi) dengan orang-orang terkait dengan

kepentingan kurikulum tersebut untuk menetapkan prioritas yang akan dijadikan rumusan akhir

untuk kurikulum hasil perbaikan dan pengembangan.

Sejalan dengan pandangan Unruh tersebut, Ralph Tyler sebagaimana dikutip oleh Decker F.

Walker mengedepankan empat pertanyaan pokok dalam konteks evaluasi dan perubahan kurikulum

(Walker, 1.997:56), yaitu:

Page 298: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

1. Apa tujuan-tujuan yang sekolah hendak capai?

2. Pengalaman-pengalaman pendidikan apa yang hendak disiapkan sekolah pada siswa-siswanya

untuk mencapai tujuan-tuju an tersebut?

3. Bagalimana pengalaman-pengalaman.tersebut bisa secara efektif diorganisasi dengan baik?

.4. Apa yang harus dilakukan agar semua tujuan tersebut tercapai?

Sementara itu, John C. Hill dalam bukunya CurriculumEvaluation for School Improvement,

menginventarisir beberapa pertanyaan pokok yang harus dikembangkan dalam. evaluasi dan

pengembangan kurikulum (Hill, 1986: 89), yaitu:

1. Tujuan-tujuan apa yang hendak dicapai dengan kurikulum

tersebut?

2. Tujuan mana yang akan menjadi prioritas?

3. Apa kebutuhan masyarakat, dan para pembelajar yang harus dilayani dengan kurikulum?

4. Pengetahuan apa yang penting untuk dipelajari?

5. Outcome seperti apa yang seharusnya dihasilkan dengan kurikulum tersebut?

6. Apa yang seharusnya diharapkan dari lulusan?

7 Nilai-nilai apa yang amat penting yang bisa dipengaruhi oleh program tersebut?

8. Apakah kita cukup up to date dengan perumusan tujuan dalam kurikulum berjalan? Dan apakah

kita cukup up to date dengan ekspektasi terhadap kurikulum ini atau program pembelajaran yang

akan dikembangkan berdasar pada kurikulum tersebut?

Walaupun perbedaan antara satu pertanyaan dengan lainnya itu terlihat amat tipis seperti

perbedaan antara nomor 5 dan 6, keduanva menanyakan tentang outcome atau lulusan, yakni tipe

outcome seperti apa yang dapat diharapkan dengan kurikulum yang ada, dan outcome seperti apa

yang sebenarnya diharapkan dapat diluluskan, sehingga akan ditemukan gap antara keduanya, dan

pembaharuan kurikulum justru mengisi gap tersebut sehingga semakin menyempit dan semakin

tertutupi. Namun pertanyaan-pertanyaan yang dikembangkan Hill sangat rasional, sehingga

pernbaharuan kurikulum itu didasarkan pada hasil survey client dengan mencoba meng-asses apa

harapan mereka, dan apakah kurikulum yang ada belum mampu memberikan jaminan pencapaian

terhadap harapan tersebut. Demikian pula dengan tujuan yang hendak dicapai, yang perumusannya

juga sangat dipengaruhi dengan permintaan client yang dipadukan dengan visi sekolah tersebut.

Tampaknya empat pertanyaan pokok yang dikembangkan Tyler tercakup dalam

pertanyaan-pertanyaan Hill, dan pertanyaan-pertanyaan Hill juga bisa direduksi menjadi:

Page 299: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

1. Apa tujuan yang hendak dicapai, sebagai artikulasi harapan client sekolah, yang telah

dikombinasikan dengan tujuan sekolah, sehingga mampu menggambarkan sosok citra lulusan

yang diharapkan untuk dihasilkan?

2. Apakah tujuan-tujuan yang dirumuskan untuk kurikulum tersebut cukup up to date atau tidak?

3. Pengetahuan-pengetahuan apa yang seharusnya diberikan untuk mencapai tujuan tersebut,

termasuk di dalamnya knowledge, skill dan values!

4 Sampai di mana kemampuan kurikulum yang ada untuk menjangkau tujuan tersebut?

5. Apakah program pernbelajaran yang seharusnya dikembangkan berbasis pada kurikulum tersebut

sudah cukup up to date atau tidak?

Lima pertanyaan pokok ini tampaknya sudah merepresentasi berbagai kepentingan dalam

konteks pernbaharuan kurikulum sekolah. Dan dalam konteks kurikulum berbasis kompetensi,

pertanyaan-pertanyaan tersebut menjadi, kompetensi-kompetensi apa yang hendak diberikan sekolah

pada siswa-siswanya.? Dan apakah kompetensi tersebut cukup up to date atau tidak, bila dikaitkan

dengan kebutuhan outcome sekolah yang harus bersaing dalam pasar global atau berbagai

kepentingan fragmatis lainnya? Lalu pengalaman-pengalaman belajar apa saja yang harus diberikan

untuk mencapai kompetensi tersebut, termasuk di dalamnya pengetahuan, keterampilan dan

nilai-nilai dan bagaimana caranya. agar semua kompetensi tersebut yakin bisa terjangkau? Inilah

berbagai pertanyaan mendasar yang harus dikedepankan dalam konteks pengembangan kurikulum,

dan apakah berbagai rencana pembelajaran dan strategi yang seharusnya dikembangkan darl

kurikulum tersebut sudah merupakan rencana yang up to date atau belum.

Pertanyaan pertama dan utama adalah kompetensi apa yang hendak diberikan pada siswa.

Persoalan pokok untuk menjawab ini adalah siapa yang paling berhak untuk menjawab pertanyaan

pokok tersebut. John I. Goodlad sebagaimana dikutip oleh Walker mengemukakan, ada tiga level

penentu kurikulum, yakni instruksional, institutional, dan societal. Pada level instruksional,

kurikulum ditentukan bersama-sama antara guru, siswa, dan orang-orang yang dapat membantu guru

dari mereka yang memiliki pengalaman cukup baik dalam pembelajaran untuk mata pelajaran

danjenjang yang sama. Sedangkan pada level institusional, kurikulum disusun atas dasar hasil curah

pandangan dan pendapat antara sekolah dengan komite sekolah, stakeholder dan user sekolah.

Mereka tidak harus memiliki kemahiran tentang struktur kurikulum, peta kompetensi serta berbagai

strategi yang seharusnya digunakan,. namun gagasan besarnya perlu disajikan untuk diterjemahkan

secara operasional oleh guru untuk dibawa ke dalam proses pembelajaran dalam kelas. Pada level

societal. kurikulum ditinjau dan dikritisi oleh unsur-unsur pemerintah yang mendanai pendidikan,

atau oleh institusi yang mengeluarkan akreditasi dan yang sebangsanya (Walker, 1997: 64). Dengan

Page 300: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

demikian, semua unit terlibat namun dalam kapasitas yang berbeda -beda. Bahkan LSM pendidikan

baleh melakukan kontrol terhadap kurikulum sebuah sekolah yang berada di wilayah kerjanya,

namun mereka tidak memasuki wilayah teknis strukturisasi kurikulum yang menjadi otoritas guru

dan sangat berorientasi kelas. Demikian pula parlemen daerah dapat melakukan kontrol terhadap

kurikulum sekolah di daerahnya, agar bisa meyakinkan masyarakatnya bahwa pendidikan di

daerahnya menggapai berbagai kemajuan.

Rumusan-rumusan kompetensi yang komprehensif, bijak, jelas dan terukur, akan dapat

menginspirasi penyusunan bahan ajar yang sekwentif dan terorganisasi dengan baik untuk menjamin

pemberian pengalaman-pengalaman bagi siswa dalam mencapai kompetensi idealnya. Perumusan

bahan ajar, dan pengorganisasian bahan ajar secara holistik integratif, serta penyusunan berbagai

strategi agar pengalaman-pengalaman tersebut dapat tercapai untuk menjangkau kompetensi ideal.

Itulah inti kurikulum sekolah yang harus senantiasa dievaluasi dan dikembangkan secara reguler dan

periodik.

Terkait dengan itulah, Paul Westmeyer menekankan teorinya, bahwa pengembangan

kurikulum harus selalu dilandaskan pada tinjauan psikologis aan analisis kebutuhan client

(Westmeyer,.1981: 13). Tinjauan psikologis sangat terkait dengan teori Gestalt bahwa sebuah

persepsi itu akan terbentuk secara efettif ketika unit pembahasan disajikan secara utuh dan

terorganisir, bahkan dari pengalaman-pengalaman sebelunmya pada stimulus berikutnya, karena.

pengalaman sekarang sangat terkait dengan pengalaman kemarin. Dan perubahan-perubahan terus

terjadi berdasarkan pengalaman-pengalaman, yang akan terus, yang memperkuat satu sarna lain

(Westmeyer, 1981:33). inilah teori Gestalt yang mendasari konsep bahwa bahan-bahan ajar yang

akan membentuk pengalaman siswa untuk mencapai kompetensi idealnya, harus diorganisasikan

secara utuk agar mudah dipahami.

Kemudian, Westmeyer juga menekankan bahwa pengembangan kurikulum itu harus

didasaran pada hasil analisis terhadap berbagai permintaan client. Siapakah sebenarnya client dari

sebuah sekolah? Ini adalah sebuah pertanyaan yang amat penting. Client utama sekolah adalah

siswa, merekalah yang paling harus dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum, dengan

menganalisis tingkat usia, kemampuan intelegensia, latar belakang yang terkait

dengan ,pengembangan kurikulum pada mata pelajaran tertentu, arah kompetensi yang akan

diberikan, cita-cita ke depan, apakah akan meneruskan ke perguruan tinggi atau memasuki lapangan

pekerjaan, motivasi mempelajari mata palajaran tersebut, serta berbagai permasalahan yang dihadapi

siswa (Westmeyer, 1981: 39).

Page 301: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Berikutnya adalah masyarakat, yang secara umum ada tiga kategori, yakni masyarakat yang

lekat dengan sekolah yaitu orang tua siswa, kemudian masyarakat luas, yakni dunia profesi, unsur

pendidikan lanjut, kalangan ilmuwan dan pemerhati pendidikan, serta pemerintah dan legislatif. Dan

ketiga adalah kultur. Orang tua siswa termasuk masyarakat sekolah yang paling pertama harus

ditanya tentang ekspektasi mereka pada sekolah untuk menginspirasi sekolah dalam menyusun

kurikulumnya, demikian pula dengan kalangan profesi, pemerintah pendidikan lanjut, bahkan seting

budaya masyarakat, baik untuk konservasi maupun perubahan dengan arah kemajuan. Kendatipun

demikian, aspek konsep keilmuan jangan dikorbankan, pengembangan kurikulum harus tetap

memperhatikan struktur keilmuan, karena para siswa harus diberi pelajaran yang benar dalam setiap

bidang ilmu, sehingga mereka memiliki peluang untuk mengembangkan ilmu tersebut, setelah

mempelajarinya lebih mendalam pada jenjang perguruan tinggi, dan mereka bisa menjadi bagian

yang akan mengembangkan ilmu tersebut, melalui riset dan penulisan buku dalam.bidang ilmu yang

ditekuninya. Oleh sebab itu, unsur sekwensi dan scope keilmuan harus menjadi perhatian penting

dalam pengembangan kurikulum tersebut (Westmeyer, 1981: 39-41). Komposisi dari masing-masing

aspek tersebut dapat dililiat dalam gambar berikut ini.

.

GAMBAR 8

ASPEK-ASPEK YANG HARUS DIANALISIS DALAM PENGEMBANGAN

KURIKULLUUM

ADAPTASI DARI WESTMEYER (WESTMEYER, 1981: 41).

MASYARAKAT LUAS

MASYARAKAT LOKAL

SISWA

BUDAYA

DISIPLIN

HARAPAN

KURILULUM

Page 302: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Pengembangan kurikulum merupakan tugas rutin dari sekolah, karena harus dilakukan secara

reguler, berkala dan konsisten. Oleh sebab itu, sekolah harus mempunyai tim yang bertanggung

jawab dalam pengembangan kurikulum. Mereka harus menyerap banyak informasi dari siswa, orang

tua serta berbagai kalangan terkait dengan kurikulum sehingga mampu merekonstruksi kurikulum

sekolah yang memiliki validitas

dengan dukungan masyarakat yang sangat kuat. Hasil kajian tim inilah yang akan diimplementasikan

oleh guru dalam kelas, setelah diadaptasikan sedemikian rupa dengin mempertimbangkan berbagai

perkembangan dan permintaan siswa, serta berbagai aspek yang perlu memperoleh perhatian

signifikan.

Tampaknya Westmeyer ini meneruskan teorinya Ronald; C. Doll yang menekankan tiga

aspek yang harus diperhatikan dalam pembaharuan kurikulum, yaitu perkembangan psikologi siswa,

perkembangan masyarakat dan perkembangan ilmu pengetahuan (Doll, 1964:18). Kemampuan siswa

itu berkembang sesuai perkembangan usianya, dan masing-masing fase perkembangan usia

kronologis mereka merefleksikan kemampuan dan kebutuhan yang berbeda. Oleh sebab itu,

penyajian materi dan sekwensi kurikulum harus disesuaikan dengan tingkat kemampuan. serta

kebutuhan. psikologis mereka. Demikian pula dengan kultur dalam masyarakat yang terus

berkembang, dan siswa dipersiapkan untuk bisa menyesuaikan diri dalam kehidupan sosial. Oleh

sebab itu, kurikulum harus disajikan sesuai dengan perkembangan sosial tersebut. Kalau kini identik

dengan fase informasi maka kurikulum sekolah harus mempersiapkan siswa-siswanya hidup dalam

dunia informasi tersebut. Kalau tidak, mereka akan gagal dalam. penyesuaian diri, dan tidak mampu

bersaing dalam pasar tenaga kerja. Kemudian Doll juga memperhatikan bahwa sains berkembang

sangat cepat, dan bahkan terjadi ledakan dalam. ilmu pengetahuan, dan. dalam. rentang 8,5-12 tahun

terjadi pelipatan. cabang-cabang keilmuan (Doll, 1964: 74). Jika kurikulum yang disajikan itu masih

merujuk pada perkembangan sains 10 sampai 20 tahun yang lalu, maka siswa yang akan diluluskan

akan shock ketika memasuki sekolah lanjut atau perguruan tinggi, karena tertinggal oleh berbagai

kemajuan terkini.

Page 303: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Lebih lanjut, dengan mengadaptasi rumusan-rumusan Ronald C. Doll, ada beberapa langkah

penting yang harus dilakukan dalam rangka pelaksanaan evaluasi dan pembaharuan kurikuluin (Doll,

1964:322), yaitu:

1. Tetapkan berapa program yang akan dievaluasi!

2. Rumuskan tujuan dari evaluasi dan pembaharuan kurikulum dengan menyesuaikan pada

program-program yang akan dievaluasi tersebut!

3. Pertegas tujuan (kompetensi) dengan merumuskan berbagai indikator kompetensi yang akan

diperoleh saat tujuan tersebut tercapai. Sebaiknya dinunuskan berbagai indikator kompetensi

untuk setiap kompetensi (tujuan)!

4. Rumuskan pula kriteria pencapaian dan kemajuan kegiatan evaluasi sebagai standar kerja agar

tidak menyimpang dari tujuan dan signifikansi evaluasi dan pembaharuan kuriklum!

5. Sebaiknya disiapkkan proses pengerjaan perumusan tujuan dan kriteria-kriteria ketercapaiannya,

serta siapkan pula instrumen untuk kepentingan keduanya!

6. Pilih dan terapkan proses serta instrumen yang dapat menghasilkan data lengkap sesuai

kebutuhan serta dapat menggali berbagai informasi secara mendalam!

7. General lisasikan berbagai data dan temuan agar bisa menghasilkan berbagai poin penting untuk

perbaikan kurikulum berikutnya, sebagai upaya penting untuk mencapai tujuan

Inilah beberapa langkah penting dalam, upaya mewujudkan kurikulum. yang baik, karena

sebagaimana telah disinggung di muka, bahwa kurikulum. adalah jantungnya pendidikan. Jika

kurikulumnya baik, setidaknya sekolah telah memiliki konsep penyelenggaraan yang baik dalam

konteks perencanaan akademiknya. Namun kurikulum. bukan segalanya, kurikulum hanya satu dari

sekian komponen sekolah yang juga harus diperbaiki untuk menjadi sekolah efektif. Sekolah harus

melakukan perbaikan SDM-nya, proses pembelajarannya, berbagai fasilitas belajar, serta

manajemennya, yang semuanya itu bisa dikembangkan dengan meningkatkan pelibatan masyarakat

sebagai proses pewujudan semangat undang-undang Sisdiknas, yakni sekolah diselenggarakan secara

demokratis.

SOAL JAWAB

1. Sebutkan dan jelaskan tiga variabel yang penting dalam pengelolaan dan pengembangan sekolah

Jawab:

Variabel organisasi; yakni kebijakan penugasan guru dan pengelompokan siswa untuk proses

pembelajaran, yang dalam konteks ini ada empat isu yang pantas menjadi perhatian, yakni team

Page 304: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

teaching, kebijakan promosi (kenaikan kelas), pengelompokan siswa berdasarkan kemampuan,

dan pemfokusan kurikulum.

Variabel sistem sosial; yakni suasana sekolah yang tergambar dari pola-pola hubungan semua

komponen sekolah. Banyak faktor sistem sosial di sekolah yang dapat membentuk sikap dan

perilaku siswa, yakni pola hubungan guru dengan tenaga administrasi, keterlibatan kepala sekolah

dalam pembelajaran, keterlibatan guru dalam proses pengambilan keputusan, hubungan yang baik

antar sesama guru, hubungan guru dengan siswa, interaksi guru dengan siswa, keterlibatan siswa

dalam proses pengambilan keputusan, dan keterbukaan kesempatan bagi siswa untuk melakukan

berbagai aktivitas, yang semuanya ini sangat dipengaruhi oleh efektivitas kepemimpinan sekolah.

Variabel budaya; yakni dimensi sosial yang terkait dengan sistem kepercayaan, nilai-nilai dan

struktur kognitif.

2. Sebutkan aliran yang mempengaruhi penyusunan dan penetapan kurikulum

Jawab:

Perenialisme. Perenialisme memiliki ciri rasionalistik dan akademis, essensialisme, essensialisme

memiliki ciri pengembangan proses kognitif. progresifisme, progresifisme menekankan pada

pengembangan teknologi.dan rekonstruksionisme. rekonstruksionisme menekankan rekonstruksi

sosial dan aktualisasi diri .

3. Sebutkan perbedaan kurikulum 1994 dan kurikulum berbasis kompetensi

Jawab:

Kurikulum 94 disusun oleh pemerintah pusat melalui departemen pendidikan nasional, dan daerahnya

hanya diberi kewenangan menyusun kurikulum muatan lokan maksiamal 20 %. Kurikulum 94

pendekatan pembelajaran dan pengembangan berbasis tujuan dan content. Sedangkan pada KBK

pemerintah hanya menyusun kompetensi standar, semntara elaborasi silabusnya diserahkan pada

daerah dan selanjutnya diserahkan pada sekolah dengan para gurunya. dan pada KBK sekolah dengan

para gurunya juga memiliki otoritas untuk memberikan penguatan-penguatan contec of learning baika

atas dasar penguasaan siswa maupun dalam upaya mengejar benchmark sekolah. Juga pada KBK

pengembangan berbasis pada pengembangan kompetensi.

4. sebutkan dan jelaskan beberapa pendekatan yang harus diperhatikan dalam pengembangan

kurikulum

Sistematis dan sistemik;yakni kurikulum itu harus dikembangkan secara sistematis, berkaitan

antara satu topik dengan lainnya, dan kemunculan setiap topik memiliki logika dialektika yang

kuat sehingga dapat diterima secara rasional,baik oleh stakeholder, user maupun shareholder dari

pendidikan tersebut.

Page 305: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Kemitraan; yakni bahwa penyusunan kurikulum itu harus semaksimal mungkin melibatkan

berbagai unsur yang terkait dengan sekolah, stakeholder, user, shareholder, para pakar setempat,

kalangan profesi dan lainnya.

Pengembangan; yakni bahwa kurikulum merupakan instrumen bagi, perubahan mendasar dalam

mewujudkan tujuan pembangunan nasional. Oleh karena itu, pengembangan kurikulum dilakukan

secara dinamis dan berorientasi pada produk yang mampu meningkatkan keunggulan.

Relevansi; yakni bahwa kurikulum itu harus relevan dengan kebutuhan pembangunan dan potensi

daerah serta kebutuhan siswa yang dituangkan dalam tujuan jenjang dan satuan pendidikan. Oleh

karena itu, kurikulum harus; memberikan substansi belajar dan mengajar yang menyempurnakan

visi dan misi sekolah dan atau madrasah.

Validasi; yakni bahwa kurikulum itu harus tervalidasi secara menyeluruh dan meluas dengan

mengakomodasikan berbagai harapan dari siswa, orang tua, masyarakat, kalangan bisnis, wakil

rakyat dan pemerintah. Oleh karena itu, dalam proses penyusunan kurikulum dilakukan melalui

pemasaran gagasan sosialisasi konsep dan penyebaran informasi secara. terarah.

MANAJEMEN

BERBASIS SEKOLAH

SEBAGAI SEBUAH AGENDA PERUBAHAN

A. POSISI MANAJEMEN DALAM PENGEMBANGAN SEKOLAH

PENGEMBANGAN, peningkatan dan perbaikan pendidikan harus dilakukan secara holistic

dan silmutan, boleh persial walaupun mungkin dilakukan bertahap. Perbaikan sektor kurikulum,

tenaga guru dan fasilitas serta sarana pembelajaran, tidak akan terlalu membawa perubahan signifikan

jika tidak disertai dengan perbaikan pola dan kultur manajamen yang mendukung perubahan-

perubahan tersebut. Dinamika guru dalam pengembangan program pembelajaran tidak akan

bermakna bagi perbaikan proses dan ahsil belajar siswa, jika manajamen sekolahnya tidak memberi

peluang tubuh dan berken\mbangnya kreativitas guru tersebut. Demikian pula penambahan dan

penguatan sumber belajar berupa perpustakaan dan laboratorium tidak akan terlalu bermakna jika

manajemen sekolahnya tidak memberi perhatian serius dalam optimalisasi pemanfaatan sumber

belajar tersebut dal;am proses belaajar siswa. Manajemen, memang merupakan sesuatu yang amat

bermakna dalam perubahan menuju sebuah perbaikan.

Page 306: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Sekolah merupakan sebuah organisasi, yakni unit sosial yang sengaja dibentuk oleh beberapa

orang yang satu sama lain berkoordinasi dalam melaksanakan pekerjaannya untuk mencapai tujuan

bersama (adaptasi dari Carlisle,1987:3). Sekolah merupakan sebuah unit sosial, karena didalannya

terdiri dari beberapa orang yang menyatu bukan oleh faktor kebetulan tapi dengan sebuah

kesengajaan, yakni mereka sengaja untuk menyatu walaupun melakukan tugas yang berbeda satu

sama lain dalam rangka mencapai sebuah tujuan utama, yakni mendidik anak-anak dalam mengantar

mereka menuju ke fase kedewasaan, agar mereka mandiri baik secara psikologis, biologis, maupun

sosial. Oleh sebab itulah mereka harus senantiasa berkoordinasi antar satu dengan lainnya dalam

pelaksanaan tugas dan pekerjaan masing-masing agar terkonstrol dalam upaya menuju tujuannya itu.

Itulah karakteristik dari sebuah organisasi.

Sebagai sebuah organisasi sekolah akan memiliki ciri keorganisasian adaptasi dari Carlisle,

1987 : 4), yaitu :

1. Memiliki ciri-ciri distingtif d alam proses dan prosedur kerja yang didasarkan pada tugas dan

kewenangan masing-masing dan unit kerjanya.

2. Organisasi sekolah juga akan memiliki hierarki kewenangan, antar kepala sekolah dengan

wakil kepala sekolah, dengan guru, tata usaha dan lainnya.

3. Sekolah juga akan memiliki sistem organisasi dan kontrol serta pengawasan yang berbeda

dengan organisasi jasa lainnya.

4. kemudian, sebagai sebuah organisasi, sekolah juga akan memiliki identitas kolegtif yang

menjadi ciri dan membedakannya dari komunitas dari organisasi lainnya.

5. Dan terakhir sekolah memiliki tujuan bersama antar kepala sekolah, guru, tata usaha, dan

unsur-unsur sekolah lainnya.

Pendidikan Indonesia kini telah memasuki era perubahan yang ketiga, setelah sebelumnya

pendidikan itu milik masyarakat yang menyatu dalam lembaga-lembaga keagamaan, surau, masjid,

dan pesantren-pesantren sebagai pengembangan fungsi dari masjid menjadi lembaga pendidikan.

Kemudian pendidikan menjadi program pemerintah, dan dikelola secara sentralistik baik perencana,

pendanaan maupun berbagai kebijakan kurikulum dan pembinaan sumber daya manusia serta

berbagai sumber daya pendidikan lainnya. Lahirnya UUSPN No. 2 tahun 1989 telah memperkuat

sentralisasi tersebut, tidak hany standar kualitas tapi juga kurikulum, metode dan evaluasi hasil

belajar kini dengan diundangkannya UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003, rakyat memperoleh kembali

hak partisipatifnya dalam mengembangkan kualitas pendidikan., sebagaimana dikemukakan pada

pasal IV ayat I yang berbunyi “Pendidikan di selenggarakan secara demokratif dan keadilan serta

Page 307: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kutural dan

kemajemukan”. Gagasan dasar tersebut diperjelas dengan ayat ke VI pasal yang sama, yang berbunyi

pendidikan diselenggarakan dengan pemberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran

sertda dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan”.

Reformasi radikal tersebut dikembangkan dengan dilandasi dengan sebuah keperhatikan

dengan lemahnya sektor pendidikan di Indonesia dan rendahnya rata-rata prestasi lulusan sekolah

pada jenjang , sehingga peringkat SDM Indonesia terpuruk tidak saja ditingkat dunia tapi bahkan di

tingkat asia tenggara kini pendidikan didorong kebawah, sebagai otoritas antar pemerintah pusat,

pemerintah daerah serta stakeholder-nya infrastruktur berbagai aturan hukum telah disiapkan dengan

diundangkannya undang-undang sikdiknas No 20 tahun 2003 yang berbasis pola pendidikan

demokratif serta didukung pula oleh undang-undang No. 22 tahun 1999, tantang Pemerintahan daerah

yang meletakan sektor pendidika sebagai salah satu sektor yang diotonomisasikan, yang

implementasinya akan lebih banyak didorong kesekolah bersama stakeholder –nya.

Salah satu harapan demokratiasasi sektor pendidikan dalah agar seluruh komponen dan

kekuatan masyarakat terlihat dalam melakukan berbagai perubahan dan perbaikan sektor pendidikan

menuju hasil pendidikan yang berkualitas. Demokratisasi pengelolaan pendidikan berarti mendorongt

tanggung jawab peningkatan dan perbaikan kualtas pada tenaga guru dan kepala sekolahnya untuk

mengorganisir berbagai program peningkatabn kualitas hasil belajar melalui perbaikan proses

pembelajaran, dengan didukung para stakeholder serta pemerintah daerah yang bertugas melakukan

fasilitasi terhadap berbagai upaya pengembangan sekolah sehingga SDM lulusan sekolah kompetitif

dipasar tenaga kerja, lokasl, nasional, regional dan bahkan global, yang terus kian terbuka bagi

masyarakat dunia. Akan tetapi jika SDM hasil pendidikannya itu tidak kompetitif, bukan saja tidak

bisa meraih peluang dan kesempatan dalam kompetisi regional, dan global, bahkan kesempatan lokal

pun akan diambil orang lain. demokratisasi sekolah tidak cukup hanya dengan pelibatan stakeholder

dalam perumusan berbagai kebijakan kurikulum,perlibatan siswa dalam kebijakan pengembangan

proses pembelajaran,serta tidak pernah membiarkan ada siswa tertinggal, tapi juga harus didukung

dengan iklim demokratis dalam organisasi sekolah sendiri, agar semua untuk ekolah mempunyai

rasa memiliki terhadap berbagai program perbaikan tersebut , serta meningkatkan tanggung

jawab dan partisipasinya untuk perbaikan – perbaikan tersebut. Ciri-ciri organisasi sekolah

demokratis, sebagaimana dipaparkan Tony Bush adalah sebagai berikut (Bush, 1986: 48-50).

1. Sangat berorientasi normatif, yakni bahwa manajemen harus selalu didasarkan pada

kesepakatan , apa pun program yang hendak dikembangkan dan diimplementasikan harus

Page 308: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

didasarkan pada kesepakatan, dan tidak hanya menjadi values tapi juga sebagai sebuah

keyekinan, bahwa model inilah yang terbaik.

2. Pendekatan demokratis sangat layak untuk organisasi dengan para anggota dari

kalangan profesional, yakni mereka yang memiliki kemampuan teknis dan ketrampilan,

mereka memiliki otoritas dalam keahliannya.Organisasi sekolah harus dikelola oleh

kalangan – kalangan profesional, karena siswa memerlukan pembinaan dan pelayanan

dari mereka yang memiliki otoritas dalam bidangnya.

3. Penanaman nilai, kultur dan kebiasaan-kebiasaan dalam organisasi dilakukan oleh

anggota organisasi itu sendiri,yang sudah dimulai sejak dalam fase pendidikan dan

tahun- tahun pertama mereka bekerja.

4. Pengambilan putusan tentang berbagai kebijakan penting dilakukan oleh sebuah komite

dan tidak dilakukan secara individual oleh seseorang kepala dengan menggunakan

otoritas kepemimpinannya. Dan semua unsur memiliki wakil dalam komite tersebut,

yang harus mempertanggungjawabkan keterlibatannya dalam komite terhadap

konstituennya.

5. Senua putusan ditetapkan dengan cara konsensus dan atau kompromi dan sedapat

mungkin dihindari polarisasi organisasi karena perbedaan pendapat dan

pandangan.Perbedaan dalam proses harus diakhiri dengan konsensus dan atau

kompromi, walaupun terkadang harus menghargai kecenderungan mayoritas.

Untuk mewujudkan ciri- ciri tersebut, seorang kepala sekolah yang meiliki peran

sentral dalam kepemimpinan sekolah, harus memiliki kualifikasi- kualifikasi sebagai berikut

(Bush,1986: 60) :

1. Memiliki sikap yang responsive terhadap kebutuhan dan harapan dari para anggotanya,

menghargai keahlian dan ketrampilan dari para guru dan selalu berusaha untuk

mengoptimalkan pemanfaatan keahlian koleganya itu untuk siswa –siswanya.Untuk itu,

sebaiknya mereka itu diangkat dalam posisi kepala sekolah setelah sukses menjadi

profesional sebagai guru dalam waktu yang cukup lama,sehingga mereka cukup sensitive

terhadap profesi keguruan dan cukup memiliki pengalaman untuk melakukan optimalisasi

pemanfaatan keahlian dan skill guru tersebut untuk para siswanya.

2. Seorang kepala sekolah demokratis juga harus selalu mencari dan menciptakan forum-

forum formal maupun informal untuk menguji dan mengelaborasi inisiatif kebijakan.Semua

ini dilakukan untuk mendorong inovasi dan untuk memaksimalkan akseptabilitas dari

putusan- putusan sekolah.

Page 309: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

3. Seorang kepala sekolah demokratis harus lebih menonjolkan keahlian daripada otoritas

official, yakni pengambilan putusan tentang sesuatu harus dipertimbangkan berdasarkan

pandangan dan pendapat mereka yang memiliki pengetahuan dan keahlian tentang hal

tersebut daripada menggunakan otoritas kepemimpinannya.

Sesuai karateristik tersebut,maka kepala sekolah atau pimpinan sebuah lembaga

pendidikan hanyalah sebagai fasilitator terhadap proses partisipasi internal.Mereka bertugas

memfasilitasi berbagai gagasan, pandangan untuk kemudian diputuskan secara konsensus atau

kompromi, lalu diimplementasikan bersama – sama.Namun bersamaan dengan itu, mereka juga

harus mampu menginterpretasi berbagai harapan dan permintaan external client, lalu

mengkomunikasikannya pada staf internal, dan melakukan pengambilan berbagai putusan

kebijakan untuk dilaksanakan sebagai wujud pelayanan terhadap permintaan client tersebut.

Model kepemimpinan demokratis ini bukan sebuah dokrin mutlak benar. Tetapi sebuah

konsep dan gagasan alternatif yang memiliki berbagai kekuatan dan kelemahan. Secara objektif Tony

Bush memaparkan berbagai kekuatan dan kelemahan model kepemimpinan organisasi sekolah yang

demokratis (Bush, 1986 : 61-62), yakni :

1. Kekuatan model kepemimpinan disekolah yang demokratis adalah sangat normatif dan

idealistic.

2. Guru dapat mengartikulasikan keahlian dan otoritas mereka yang memperkuat legitimasinya

untuk keterlibatan mereka dalam proses pengambilan putusan.

3. Dalam suasana demokratis, guru dapat mengembangkan berbagai kebijakan melakukan

ujicoba, baik dalam pengembangan implementasi kurikulum, strategi, assignment serta evaluasi,

sehingga inovasi dan kreativitas mereka selalu memperoleh tempat pengarahan dari kepala

sekolah, karena kepala sekolah bukan seorang superman, dia hanyalah fasilitator yang dapat

memberi peluang untuk semuanya berkembang.

4. Kemudian para teoritisi juga berargumentasi bahwa model kepemimpinan sekolah demokratis

sangat prospektif untuk berbagai perubahan ke depan, karena guru dapat memberikan konstribusi

pemikiran-pemikirannya untuk fomulasi berbagai kebijakan.

Kepemimpinan demokratis itu sangat normatif, yakni bahwa pola kepemimpinan demokratis

tersebut memiliki berbagai aturan dan sistem yang kuat, baik dalam proses pemilihan kepala sekolah,

tugas dan kewenangan struktur dalam sekolah tersebut, serta prosedur pengambilan berbagai

keputusan tentang kebijakan sekolah, semuanya diatur oleh sebuah sistem, bukan oleh common sense

kepala sekolah belaka. Berbeda dengan kepemimpinan tradisional yang berbasis kekuasaan, tidak ada

sistem pengambilan keputusan semua berbasis otoritas dan kekuasaan. Karena berbasis sistem yang

Page 310: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

kuat dari kepemimpinan demokratis, maka putusan-putusan yang akan dihasilkan bisa kuat dan

memperoleh jaminan untuk bisa diimplementasikan. Berbeda dengan pengambilan putusan berbasis

otoritas yang bisa menimbulkan resistansi serta akan memperluas penolakan dan sikap reluctant

terhadap putusan tersebu. Kemudian kepemimpinan demokratis juga sangat idelistik, yakni sangat

sesuai dengan cita dan harapan publik karena pelibatan mereka secara penuh, baik dalam proses

pengambilan keputusan maupun impelementasinya.

Kendati demikian, sebagaimana dikatakan diatas, bahwa demokrasi itu bukan doktrin yang

tidak bisa dikritik. Berbagai kelemahan yang meliputi model kepemimpinan demokratis di sekolah

(Bush, 1986 : 61 – 62), yaitu :

1. Kepemimpinan sekolah yang demokratis itu terlalu normatif, padahal belum tentu aspirasi

semua anggota tersebut mampu menggambarkan realita, dan pada akhirnya gagasan untuk lebih

banyak menyerap aspirasi publik justru bercampur dengan sikap dan pandangan personal dari

anggota perwakilan dan komite.

2. Model pengambilan keputusan yang demokratis itu justru lamban dan tidak praktis, karena

semua usulan kebijakan harus menunggu persetujuan bersama dari komite, yang semua itu akan

memakan waktu dan biaya.

3. pengambilan keputusan secara demokrasi akan efektif jika semua peserta komite memiliki

pendidikan yang sama atau mendekati sama.

4. Kemudian kritik tehadap kepemimpinan demokratis juga cenderung elitis, dan bahwa

pengambilan putusan yang harus selalu consensus merupakan sesuatu yang tidak biasa digaransi

karena semua orang akan memiliki pandangan dan pendapat yang berbeda.

5. Pada akhir, kepemimpinan demokratis, sangat tergantung pada kepala sekolah. Apakah kepala

sekolah akan mendorong persoalan-persoalannya menjadi otoritas publik atau tidak, dan apakah

kepala sekolah akan memperhatikan pendangan-pendanganpara stafnya, karena pada akhirnya

implementasi berbagai kebijakan tersebut menjadi tanggung jawabnya.

Memang secara ideal, kepemimpinan demokratis belum terkritik, walaupun secara teknis

membawa berbagai implikasi yang diprediksi akan menimbulkan berbagai kesulitan dan efisiensi,

walaupun diakui efektif untuk mengembangkan partisipasi para guru serta unsur-unsur lain dari

sekolah, termasuk staf administrasi, dalam upaya menuju cita sekolah efektif , yakni sekolah yang

dapat mencapai cita output sesuai level yang diharapkan serta dengan biaya yang sangat murah

(Scheerens, 1997 : 4). Namun bersamaan dengan itu, menurut Scheerens bahwa untuk mencapai

efektivitas tersebut, tidak cukup dengan model kepemimpinan yang demokratis sebagai mana

Page 311: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

terpapar diatas, tapi juga harus memiliki rumusan tujuan yang jelas, struktur organisasi serta

pembagian tugas yang jelas serta memiliki clearcut antara satu unit dengan lainnya, serta didukung

oleh prosedur kerja dari mulai perencanaan, koordinasi, kontrol dan evaluasi hasil, kemudian

didukung pula oleh kultur serta lingkungan (Scheerens,1997:21).

Model kepemimpinan demokratis lebih memfokuskan perhatiannya pada struktur organisasi

yang memberi garansi untuk lebih aspiratif serta prosedur dalam pengambilan putusan dan distribusi

penugasan serta kewenangan yang lebih fair. Tujuan akhir dari semuanya sebenarnya adalah

pencapaian tujuan agar sekolah menjadi efektif mencapai tujuannya, yang untuk sekolah harus

mencapai performa terbaiknya. Setidaknya ada dua element yang hasrus di perbaiki untuk

mengembangkan sekolah agar memiliki performa terbaik (Mohrman,1994: 5), yaitu :

1. Keberlanjutan organisasi yang terkait erat dengan kualitas outcome harus di tetapkan oleh

stakeholder yang menyediakan seluruh sumber daya serta mendukung organisasi, bukan oleh

anggota organisasi sekolah itu sendiri.

2. Pengembangan sekolah agar mencapai performa terbaik bukan sebuah pernyataan lip service

belaka, tapi justru kemajuan yang terus bergerak menuju standar performa yang di harapkan.

Sekolah sebagai sebuah organisasi tidak boleh mengevaluasi dirinya oleh dirinya sendiri,

tidak boleh menggagas pengembangan dirinya hanya oleh anggota internal organisasinya

sendiri,tanpa melibatkan stakeholder, karena justru merekalah yang mempunyai obsesi tentang

sekolah tersebut, dan mereka tidak akan terkontaminasi oleh berbagai pertimbangan teknis yang akan

mengganggu imajinasi gagasan – gagasan. Oleh sebab itu, perumusan berbagai gagasan ke depan

harus di serahkan pada stakeholder sekolah, yakni, kalau sekolah negeri adalah pemerintah daerah,

siswa dan orangtua siswa,serta para guru dan tat usaha di sekolah yang bersangkutan. Kesepakatan-

kesepakatan dan ri forum inilah yang harus menjadi acuan pengembangan kedepan, yang dapat

mencerminkan gagasan-gagasan ideal serta petimbangan-pertimbangan aturan, norma dan pernyataan

prkatis dilapangan.

Gagasan-gagasan besar untuk mengembangkan sekolah dengan performa terbaik, agar

menghasilkan lulusan yang cerdas, kompetitif dan memiliki berbagai keunggulan komparatif ,

setidaknya harus didukung oleh lima karakteristik (Wohlstetter, 1994 : 81), yakni :

1. Kepemimpinan yang kuat

2. Memiliki ekspektasi yang tinggi pada siswa

3. Memberi penguatan pada basic skills

4. Suasana yang terkontrol dan bisa diatur

5. tering melakukan tes terhadap performa siswa

Page 312: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Sekolah akan mencapai performa terbaik jika di pimpin oleh seorang kepala sekolah yang kuat,

visioner, konsiten, demokratis dan berani mengambil putusan-putusan strategis.

Kemudian ia mampu menyampaikan gagasan-gagasan besar sekolah nya serta prestasi siswa-

siswanya pada semua anggota organisasi, dan mampu mendorong motivasi guru, staf dan siswa-

siswanya untuk terus berprestasi dan menunjukan prestasi terbainya. Selain itu, sekolah juga harus

mencurahkan perhatian kepada pembelajaran siswa, dan siswa-siswanya menyadari bahwa mereka

diharapkan untuk berprestasi. Semua unsur dalam sekolah itu pimpinan, guru, tata usaha, bekerja

secara serius dan profesional, demikian pula dengan siswa-siswanya belajar serius, dan guru bersama

siswa mengembangkan kerjasama proses pembelajaran secara efektif dalam prinsip collaborative

learning, guru mengajar dengan konsisten, tidak meninggalkan tugas mengembangkan strategi yang

membelajarkan siswa serta mampu mendorong siswa-siswanya untuk mencapai hasil belajar yang

optimal. Kemudian kehadiran stafnya juga baik, tidak sering bolos dan mampu memberikan

pelayanan yang tegas namun beradab, hingga tercipta suasana kerja yang dinamis dan profesional

penuh keharmonisan. Disamping itu, sekolah juga harus memberikan perhatian yang tinggi terhadap

penguatan basic skill para siswanya, serta mengembangkan suasana yang mendukung pengembangan

basic skill tersebut, dan disertai dengan tes yang teratur, untuk mengevaluasi pencapaian siswa,

sehingga bisa di kembangkan program-program penguatan bagi mereka yang belum mencapai

penguasaan minimal dari terget kurikulum serta program pengayaan bagi mereka yang memiliki

kemampuan belajar cepat (accelerated learning).

Gambara diatas menunjukan betapa posisi pemimpin itu amat penting, hampir-hampir

kemajuan dan kemunduran sekolah sangat tergantung pada pimpinan, karena peran dan fungsinya

untuk mengkoordinasikan kerja semua unsur dalam organisasinya,. Dengan demikian kepala sekolah

harus memiliki bekal agar dapat mengelola semua sumber daya yang ada sehingga menjadi kekuatan-

kekuatan kontributif untuk sebuah kemajuan. Kepala sekolah harus dipercaya oleh semua angota

timnya, dan dia pun harus memberi kepercayaan kepada timnya untuk mengerjakan tugas sesuai

kewenangannya. Kepala sekolah juga harus memiliki pengalaman kepemimpinan, serta memiliki

pengetahuan dasar tentang manajemen, karena bidang tugas dia adalah mengelola semua sumber

daya yang ada, baik sumber daya manusia, fisik dan sarana, maupun sumber daya keuangan.

Manajemen sebagaimana dibahas dalam kajian-kajian teoritis adalah, proses mengarahkan,

mengkoordinasikan, dan mempengaruhi operasional organisasi untuk memperoleh hasil keseluruhan

(Carlisle, 1987 : 10). Pengertian tersebut menekankan bahwa lingkup tugas manajemen adalah

mengarahkan dan mengkoordinasikan seluruh anggota organisasi untuk melakukan sesuatu sesuai

Page 313: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

kapasitasnya masing-masing untuk mencapai tujuan dari organisasi tersebut. Jika proses ini berjalan

dan memperlihatkan hasil yang berarti, maka performa organisasi juga akan meningkat sebagai

organisasi yang baik, kuat dan solid, serta akan menghasilkan output atau outcome sesuai harapan.

Dalam konteks pendidikan, manajemen sekolah adalah proses koordinasi yang terus menerus

dilakukan oleh seluruh anggota organisasi untuk menggunakan seluruh sumber daya dalam upaya

memenuhi berbagai tugas organisasi yang dilakukan dengan efisien (Bush, 1986 : 1). Koordinasi

dimaksud adalah koordinasi antara guru dengan kepala sekolah, dan dengan tata usaha, serta antara

tata usaha dengan kepala sekolahnya. Inti kedua pengertian tersebut sama, yaitu koordinasi yang

dilakukan untuk mencapai tujuan. Jika tujuannya adalah peningkatan performa sekolah, maka

koordinasi tersebut dilakukan untuk mencapai tujuan. Jika tujuannya adalah peningkatan performa

sekolah, maka koordinasi tersebut dilakukan untuk mencapai performa terbaik dari sekolah. Dengan

demikian, inti manajemen dalam bidang apapun sama, hanya saja variabel yang dihadapinya bisa

berbeda, tergantung pada bidang apa manajemen tersebut digunakan dan dikembangkan.

Manajemen pendidikan memiliki karakteristik yang membedakannya dengan manajemen dalam

bidang layanan jasa lainnya. Menurut Tony Bush, perbedaan-perbedaan tersebut meliputi (Bush,

1986 : 5-6).

1. Tujuan dari lembaga pendidikan berbeda dengan layanan jasa lainnya, dan tidak mudah untuk

didefinisikan disbanding dengan manajemen perdagangan umpamanya, karena pendidikan

bertugas mendidik anak-anak agar memiliki berbagai nilai, bahkan kepercayaan yang semuanya

sukar untuk diukur. Beda dengan perdagangan, berapa barang terjual dan berapa keuntungan,

sangat mudah untuk dihitung. Kendati banyak pula yang sukar untuk mengukurnya.

2. Kemudian dalam pendidikan aspek tujuan termasuk yang sukar pula diukur tingkat

ketercapaiannya, apakah tujuan pendidikan itu telah tercapai atau belum saat seorang siswa telah

menyelesaikan pendidikannya pada jenjang dan jenis tertentu.

3. Anak-anak atau siswa-siswa sebagai vocal point dari pendidikan justru anjadi ambiguistik,

karena itu di satu sisi mereka adalah client atau pelanggan yang harus memperoleh pelayanan

terbaik, namun di sisi lain mereka diharapkan dikembangkan dan diubah karakteristiknya dengan

penanaman nilai-nilai baru. Oleh sebab itu, mereka harus diberi berbagai penghalaman baru.

Kemudian bersamaan dengan itu pula, siswa-siswa adalah manusia, yang pembentukannya tidak

sama dengan benda atau barang, yang midah untuk di redisn, sementara anak-anak adalah

manusia yang tidak mudah untuk dibentuk baru atau dimanipulasi.

4. Kepala sekolah dan guru berasal dari kalangan profesi yang sama, yaitu sama-sama

profesional dan sama-sama guru dari latar belakang pendidikan keguruan yang sama. Oleh sebab

Page 314: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

itu, sebagai profesional guru biasa menuntut otonomi dalam pelaksanaan proses pembelajaran

bagi siswa-siswanya. Dengan demikian, sistem koordinasi antara guru dengan kepala sekolah

berbeda dengan koordinasi antara atasan dan bawahan dalam sebuah instansi pemerintah

umpamanya, atau perusahaan yang bergerak dalam industri barang atau jasa lainnya.

5. Manajemen sekolah juga menghadapi persoalan fragmentatif, karena suasana pengambilan

putusan sekolah senantiasa dipengaruhi oleh unsur-unsur agensi luar, seperti perwakilan orang tua

siswa, perwakilan pemerintah, politisi dan unsur lainnya. Keragaman unsur-unsur yang terlibat

ini, akan menyulitkan kepala sekolah dalam mendistribusikan tanggung jawab terhadap putusan-

putusan yang dihasilkan rapat sekolah, karena unsur-unsur yang mempengaruhi pengambilan

putusan tersebut justru tidak berada dalam jajaran jajaran manajemen, padahal mereka sangat

vokal dalam penyampaian berbagai saran dan pendapat untuk diputuskan kepala sekolah.

6. Problem manajemen sekolah yang juga spesifik adalah kesibukan kepala sekolah dalam

mengajar. Banyak senior manajer hanya memiliki waktu yang sangat sedikit untuk menajerial

karena sibuk dengan tugas mangajar. Bahkan untuk tingkat primary school (sekolah dasar) sering

kali semua tim manajemen adalah pengajar, dan memiliki tugas mengajar dikelas, sehingga

sangat sedikit waktu untuk manajemen sekolah. Oleh sebab itulah, ada problematika

implementasi teori-teori manajemen secara umum pada manajemen sekolah.

Argumen-argumen diatas memperlihatkan bahwa manajemen pendidikan tidak bisa

mengadopsi secara utuh teori manajemen industri barang atau jasa lainnya, tapi memiliki ciri dan

karakteristik sendiri. Unsur yang dihasilkan adalah sumber daya manusia dalam kualitas tertentu.

teamwork-nya adalah guru yang agaliter, cenderung idependen, walaupun harus tetap akuntabel,

mitra kerjanya adalah orang tua, pemerintah, atau tokoh masyarakat, yang hanya sharing pandangan,

pendapat dan gagasan, lalu bersama-sama dengan kepala sekolah mengambil berbagai putusan

strategi, tapi setelah itu mereka pergi meninggalkan sekolah, dan membiarkan kepala sekolah, dengan

timnya mengatur pelaksanaan putusan mereka. Itulah karakteristik manajemen sekolah yang harus

dibahas khusus sebagai manajemen pendidikan.

Kendatipun demikian, sekolah harus dikelola secara profesional, yakni kepala sekolah dan

unsur pimpinan lainnya harus memiliki kemampuan teknis dalam pendidikan dan memiliki

keterampilan manajerial, sehingga bisa memberikan layanan terbaik bagi lient-nya. Apalagi dalam

konteks peningkatan performa sekolah yang tidak cukup dengan mempermegah sarana fisik, serta

konsep kurikulum yang baik, tapi juga harus diimbangi dengan manajemen yang visioner, inovatif ,

dan terus menerus dalam perbaikan secara bertahap menuju kualitas ideal.

Page 315: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Tanggung jawab manajemen adalah pada manajer, yakni koordinator atau direktur dari

sebuah organisasi, atau dalam konteks sekolah adalah kepala sekolah, yang memperoleh tanggung

jawab individual untuk melakukan monitoring aliran kerja, mengintegrasikan berbagai usaha dan

upaya, mencapai tujuan dan memimpin sekolah secara efektif dan efisien, yakni mempu melakukan

pengambilan pilihan yang tepat, dan mendorong berbagai aktivitas agar organisasinya bisa mencapai

tujuan, serta mapu menggunakan semua sumber daya untuk mencapai semua tujuan organisasi itu

(Carlisle, 1987 : 6). Sesuai bidang tanggung jawabnya itu, maka seorang kepala sekolah, sebagai

manajer harus memiliki dua kriteria utama, yakni pengetahuan teknis adalah kemampuan atau

pengetahuan yang dapat meningkatkan kualitas pelaksanaan tugas serta pelayanan, seperti

pengetahuan tantang sarana dan prasarana pendukung pendidikan yang ideal, proses pembelajaran

yang baik, model evaluasi pembelajaran, pengembangan alat belajar, pengetahuan tentang keuangan,

quality control, pengetahuan tentang inventarisasi dan administrasi pengetahuan. Sedangkan

keterampilan manajerial, adalah keterampilan mengarahkan semua anggota organisasinya untuk

mengerjakan tugas sesuai bidang dan kewenangannya, kemudian mengoordinasikan unit-unit kerja

agar melakukan upaya-upaya untuk mencapai tujuan yang sama, serta melakukan kontrol terhadap

semua anggota organisasinya itu melalui supervisi, baik terhadap tenaga guru maupun tanaga

administrative.

Demikian Howard M. Carlisle dalam bukunya Management Essentials. Sementara Lesly

Kydd dalam bukunya. Profesional Develoment for educational Management menegaskan (Kydd ,

1996 : 15 – 17), bahwa seorang manajer seklah yang akan mengelola pendidikan itu harus memiliki

tiga kecerdasan, yaitu kecerdasan, yaitu kecerdasan profesional , kecerdasan personal, dan kecerdasan

manajerial. Kecerdasan profesional adalah kecerdasan yang diperoleh melalui pendidikan, yang akan

menghasilkan pengetahuan dan keahlian atau keterampilan teknis yang spesifik untuk melakukan

pekerjaan profesional yang berbeda dengan dokter, pengacara, perawat, atau lainnya. Kecerdasan ini

menjadi kunci pelaksanaan tugas dalam organisasi. Sesuai dengan kriteria tersebut, maka seorang

kepala sekolah harus memiliki pengetahuan tentang pendidikan, dari mulai kurikulum,

pengembangan kurikulum, perencanaan pembelajaran strategi pembelajaran, evaluasi proses dan

hasil belajar, serta berbagai sarana pendukung pembelajaran.

Sedengkan kecerdasan personal adalah kemampuan, skil dan pengetahuan untuk melakukan

hubungan sosial yang amat diperlukan agar tetap dapat menjalin hubungan sosial yang amat

diperlukan agar tetap menjalin hubungan yang baik dengan orang lain, baik dalam konteks tata

hubungan profesional maupun sosial, kecerdasan personal ini diakui amat penting bagi siapapu ,

apalagi bagi konfesional dalam memajukan pengorganisasinya namun sampai saat ini hampir tidak

Page 316: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

ada mata pelajaran atau mata kuliah yang mengajarkan secara khusus pengembangan tat hubungan

sosial tersebut bahkan juga dalam latihan-latihan sehingga tidak sedikit orang mengalami kegagalan

karir profesionalismenya, hanya karena kelemahan dalam kecerdasan personal tersebut kesuksesan

seseorang dalam mengelola sebuah organisasi tidak saja di tentukan oleh kesadaran tentang

pentingnya peningkatan kecerdasan personal ini tapi justru peningkatan pengetahuan dan

keterampilan dalam pengembangan tata hubungan sosial ini yang akan sangat kontributif terhadap

kesuksesan profesionalnya.

Demikian pula dengan kecerdsasan manajerial yang sangat diperlukan bagi seorang kepala

sekolah untuk di bisa bekerja sama dengan dan mengerjakan sesuatu melalui orang lain. berikut

adalah berbagai klasifikasi kemampuan manajerial yang amat berguna untuk dipertimbangkan

sebagai langkah awal mengerjakan berbagai tugas manajerial, yaitu :

1. Kemampuan mencipta , yang meliputi :

a. selalu mempunyai indeks-indeks bagus.

b. Selalu memperoleh solusi –solusi untuk berbagai problem yang biasa dihadapi.

c. Mampu mengantisipasi berbagai kunsekuensi dari pelaksanaan berbagai keputusan

d. Mampu mempergunakan kemampuan berpikir imajinatif (lateral thinking) untuk

menghubungkan sesuatu dengan yang lainnya, yang tidak bisa muncul dari analisis dan

pemikiran-pemikiran empirik.

e. Menggunakan imajinasi ynag intuisi.

2. Kemampuan membuat perencanaan yang meliputi :

a. Mampu menghubungkan kenyataan sekarang dengan kebutuhan esok.

b. Mampu mengenali apa-apa yang penting saat itu dan apa –apa yang benar mendesak.

c. Mampu mengantisipasi kebutuhan-kebutuhan mendatangkan.

d. Mampu mengantisipasi

3. Kemampuan-kemampuan mengorganisasi yang meliputi

a. Mampu mendistribusikan tugas-tugas dan tanggung jawab yang fair (adil)

b. Mampu membuat keputusan secara tepat

c. Selalu berada dimuka saat pertanggung jawaban

d. Selalu bersikap tenang dalam menghadapi kesulitan

e. Mampu mengenali pekerjaan itu sudah selesai dan sempurna di kerjakan

4. Kemampuan-kemampuan berkomunikasi yang meliputi

a. Mampu memahami orang lain

b. Mampu dan mau mendengarkan orang lain

Page 317: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

c. Mampu menjelaskan sesuatu kepada orang lain

d. Mampu berkomunikasi melalui tulisan

e. Mampu membuat orang lain berbicara

f. Bijak

g. Toleran terhadap kesalahan orang lain

h. Mampu mengucapkan terima kasih kepada orang lain dan selalu mendorong orang lain

untuk maju

i. Selalu memelihara agar setiap orang memperoleh informasi yang diperlukan

j. Selalu mengikuti dan memanfaatkan teknologi informasi

5. Mampu memberi motivasi yang meliputi

a. Mampu memberi inspirasi pada orang lain

b. Menyampaikan tantangan yang realistis

c. Membantu orang lain untuk mencapai tujuan dan target

d. Membantu orang lain untuk menilai konstribusi dan mencapai sendiri

6. Mampu melakukan evaluasi yang meliputi :

a. Mampu membandingkan antara hasil yang dicapai dengan tujuan

b. Mampu melakukan evaluasi diri

c. Mampu melakukan evaluasi terhadap pekerjaan orang lain

d. Mampu melakukan tindakan pembenaran saat diperlukan

Tampaknya Kydd memerikan uraian yang lebih detail dari Carlisle, walapun bertolak dari

paradigma yang sama, yaitu setiap menejer harus memiliki pengetahuan teknis dan skil manajerial.

Kalau kydd menegaskan bahwa kreteria pertama seorang menejeradalah memiliki kecerdasan

profesional tersebut sma dengan kemampua teknis dala rumusan Carlisle, sementara keterampilan

manajerial tercakup dalam dua kecerdasan lainnya. Dengan demikian, sesuai analisis dan teori-teori

diatas, seorang kepala sekolah harus memiliki tiga kecerdasan pokok, yakni kecerdasan profesinal,

kecerdasan prosonal, dan kecerdasan manajerial, dengan indikator sebagai mana telah diuraikan di

atas.

Kapabilitas ideal tersebut tidak selalu dimiliki secara sempurna oleh setiap guru. Pada

umumnya mereka memiliki kemampuan teknis yang memadai karena pendidikan keguruan telah

memberikan kompetensi tersebut dengan maksimal. Namun para guru tersebut kurang memiliki

keterampilan managerial karena pembinaan kompetensi managerial skill tersebut kurang memperoleh

penekanan dan program pendidikan keguruan oleh sebab itulah seorang kepala sekolah, selain harus

linier antara tugas dengan basis keahlian, juga harus memiliki berbagai pengalaman manajerial,

Page 318: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

dengan menjabat tangan yang lebih rendah serta mengikuti berbagai latihan yang relevan sehingga

memahami bidang-bidang tugasnya itu serta proses manajemen secara keseluruhan tidak hanya

teoretik tapi juga implementasi lapangannya.

Pertanyaan mendasar yang akan disampaikan pada kepala sekolah sebagai seorang manajer

adalah fungsi-fungsi apa yang harus dilaksanakan kepada sekolah untuk memulai sebuah kegiatan

serta melibatkan semua unsur dalam organisasi sekolah untuk mencapai tujuan yang harapkan,.

Pertanyaan tersebut biasa dan wajib dilakukan secara teoretik amat mudah pula menjawabnya, karena

secara simple sudah diketahi oleh banyak kalangan bawah fungsi manajemen sekolah itu adalah

perencanaan , pengorganisasian, pelaksanaan, program dan kontrol akan tetapi empat fungsi

tersebut terus di kembangkan dan menimbulkan diskursus dalam wacana ilmu manajemen, sampai

akhirnya Carlisle menyimpulkan menjadi lima (5) fungsi yang harus dilakukan kepala sekolah dalam

melaksanakan proses manajemennya, yaitu planning, organizing, staffing, derecting controlling

(Adaptasi dari Carlisle, 1987 : 14).

Planning atau perencanaan adalah fungsi pertama dan utama yang harus dilakukan kepala

sekolah sebelum mengerjakan yang lain. kalau tidak ada perencanaan atau program, maka perjalanan

sekolah tidak akan terarah, tidak jelas apa yang akan dituju, dan tidak jelas pula apa yang akan

dikerjakan. Oleh sebab itu, kegiatan pertama yang harus dilakukan kepala sekolah adalah menyusun

perencanaan, baik rencana-rencana strategis berjangka panjang dan menengah, maupun rencana

operasional tahunan. Dalam perencanaan tersebut harus sudah tercakup penjabaran apa-apa yang

akan dihasilkan. Kemudian bagaimana mencapai hasil-hasil tersebut, dari mana akan diperoleh

dukungan dana, siapa pemakainya, apa sumber daya yang akan diperlukan, kapan sumber daya

tersebut bisa diperoleh. Semua itu merupakan perencanaan. Dan semua itu harus dijawab dengan

penjabaran program yang komprehensif agar sekolah menjadi efektif.

Perencanaan sekolah itu dikembangkan bukan dengan cara melamun atau menghayal, tapi

harus didasarkan pada visi apa yang akan diwujudkan dalam beberapa tahun ke depan, lalu misi apa

yang akan dikembangkan, value apa yang dimiliki, dan apa tujuan yang akan dicapai dalam waktu

tertantu, lalu apa permintaan-permintaan pelanggan. Semuanya itu merupakan variabel-variabel yang

perlu dipertimbangkan dalam menyusun sebuah perencanaan, sehingga program-program tersebut

benar-benar sesuai dengan permintaan pelanggan dan sesuai pula dengan arah kebijakan

pengembangan instuisi dalam beberapa tahun ke depan. Berbagai variabel yang perlu

dipertinbangkan tersebut, lebih dapat dilihat dalam gambar berikut ini :

Gambar 21

Page 319: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Model Pengembangan Program Sekolah (Davies, 1999 : 8)

Elemen inti adalah unsur-unsur utama dari kegiatan pendidikan, yakni mensejahterakan siswa

dengan indikator mereka bisa belajar dengan baik sehingga menjadi cerdas, pintar, terampil dan

memiliki pengetahuan serta keterampilan baru yang tidak akan mereka miliki jika tidak sekolah.

Kemudian sumber daya manusia, khususnya guru, yaknibahwa manajemen sekolah itu bertujuan

memperbaiki sumber daya manusia, baik pada aspek kualitas keilmuan, pengalaman, maupun

loyalitas profesionalisme mereka. Bersamaan dengan itu, manajemen sekolah juga bertujuan

meningkatkan memperbaiki kurikulum agar efektif membuat siswa-siswa menjadi cerdas. Semua

tujuan tersebut harus diupayakan untuk diwujudkan, dikembangkan diringkatkan diperbaiki untuk

mencapai visi dan misi sekolah, dan akan diimplementasikan dengan dukungan sumber daya fisik

dan sarana, besaran siswa mendaftar serta jangkauan pemasaran sekolah pada masyarakat, struktur

dan pendekatan dalam manajemen sekolah, dan kekuatan sumber daya keuangan.

Betapa pentingnya perumusan tujuan dalam pengembangan perencanaan sekolah, baik jangka

panjang, menengah atau jangka pendek. Namun semua termin tujuan tersebut tidak akan terarah pada

satu tujuan utama tanpa didahului dengan perumusan sebuah visi, yakni sebuah gagasan besar tantang

Manajemen

Sekolah dan

Pengembangan

Program

Sumber Daya Fisik

Daftar Siswa dan Pemasaran

Struktur dan Pendekatan Manajemen

Sumber Daya Keuangan

Kurikulum dan Pengembangan Kurikulum

Sumber Daya Manusia

Kesejahteraan Siswa

Monitoring dan Mekanisme Evaluasi

Pendidikan Efektif

Visi, Misi, dan Tujuan sekolah

Elemen Inti Elemen Pendukung

Page 320: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

harapan-harapan masa depan yang telah dirumuskan secara komprehensif, berbasis pada data dan

bisa dicapai. Bagaimana visi itu bisa dicapai, diterjemahkan secara operasional dalam perumusan

visi, yang kemudian diturunkan kembali dalam perumusan tujuan. Berbasis visi, misi, dan tujuan

itulah, kemudian dikembangkan berbagai perencanaan. Akan tetapi, jika perencanaan tersebut

dikaitkan dengan kenyataan-kenyataan sekolah, tentang kemampuan daya dukung masyarakatnya,

kekuatan sumber daya manusianya, serta dukungan sarana yang ada, dan rencana tersebut disusun

sesuai hasil survei terhadap berbagai permintaan client, maka perencanaan model itu, kini lazim

disebut sebagai rencana-rencana strategis, karena akan memosisikan organisasinya itu dalam posisi

yang baik dan kuat.

Brent Davies dan Linda Ellison mendefinisikan, bahwa rencana strategis adalah sebuah

analisis yang sistematis dari sekolah untuk mencapai visinya dengan perumusan berbagai kunci

strategis yang didukung oleh lingkungan serta nilai dan kekuatan sumber daya yang dimiliki (Davies,

1999 : 48). Dalam konteks yang berbeda, Davies menegaskan bahwa rencana strategis adalah proses

penyesuaian aktivitas sekolah dengan lingkungan yang ada dan terakhir dalam pikiran tentang apa-

apa yang mungkin dicapai dengan sumber daya yang ada dan atau yang dapat dibangkitkan (Davies,

1999 : 12). Kedua rumusan pengertian tersebut menegaskan bahwa rencana strategis itu tiada lain

adalah sebuah rencana yang disusun untuk mencapai visi dengan berbasis pada kekuatan yang ada

dan atau yang dapat dikembangkan serta dibangkitkan dengan dukungan lingkungan yang kuat, yakni

pemerintah pusat, daerah, dan komunitas sekolah, serta sarana fisik, sumber daya keuangan, sumber

manusia, nilai maupun berbagai dukungan lainnya. Disebut rencana strategis karena manajemen

organisasi sudah mampu merumuskan secara detail apa yang akan dicapai, dan bagaimana cara

mencapai harapan tersebut, serta memperoleh dukungan sumber daya yang akan diperlukan untuk

mewujudkan rencana tersebut.

Dengan demikian, rencana strategis itu bisa berjangka menengah maupun panjang, bahkan

Carlisle menyatakannya bahwa rencana strategis itu adalah nama lain dari long range planning atau

perencanaan berjangka panjang (Carlisle, 1987 : 178), karena rencana strategis tidak berbicara terin

waktu, tapi bicara soal metode dan cara-cara mencapai tujuan. Sejauh teridentifikasi bahwa tujuan itu

bisa tercapai dengan rencana yang tersusun, serta dukungan lingkungan dan berbaghai sumber daya

yang sudah dimiliki atau yang bisa dibangkitkan, maka rencana tersebut biasa disebut dengan rencana

strategis. Akan tetapi untul rentang waktu 6 – 15 tahun Davies ragu bahwa berbagai strategi yang

dipakai dalam lima tahun kedepan, dengan dukungan semua kekuatan yang ada, akan efektif untuk 5

tahun kedua dan ketiga, sehingga untuk rentang waktu 6 – 15 tahun, dia menyebutkan future thinking,

dan jik asudah disertai dengan berbagai metode yang akan digunakan serta pemanfaatan berbagai

Page 321: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

sumber daya yang ada atau yang akan dibangkitkan maka Davies menyebutnya dengan maksud

strategis (strategic intent) bukan rencana strategis, karena masih ada kemungkinan berubah yang

disebabkan berbagai faktor eksternal. Sedangkan untuk rencana satu (1) tahun, dia menyebutnya

sebagai rencana operasional. Dengan demikian, rencana strategis hanya terbatas pada jarak waktu

menengah sampai maksimal 5 tahun (Davies, 1999 : 10) keraguan tersebut cukup rasional, karena

perubahan yang sangat cepat baik ilmu, teknologi, maupun perkembangan ekonomi dunia yang

sering mempengaruhi perkembangan ekonomi lokal. Akan tetapi, sejauh dapat dianalisis bebragai

kekuatan yang ada, serta dukungan kemampuan tersebut untuk mencapai visi, maka perencanaan

jangka panjang juga bisa disebut dan dinamai dengan rencana strategis, dan ini lazim di Indonesia.

Iraian diatas memperlihatkan bahwa sebuah rencana strategis memerlukan analisis terhadap

data-data pendukung untuk membuat rencana itu rasional dan dapat tercapai. Dalam konteks ini

W.S. Berry menyatakan bahwa struktur dasar sebuah perencanaan itu harus meliputi evaluasi dimana

posisi sekolah sekarang kemudian mengenali perubahan yang diinginkan, susunan perencanaan

sebagai jalan menuju perubahan beserta perkirakan hasil yang akan dicapai, dan terakhir cara

melakukan evaluasi untuk yang akan dicapai, dan terakhir cara melakukan evaluasi untuk mengukur

perubahan-perubahan yang dihasilkan (Berry, 1992 : 43). Oleh sebab itu, sebelum rencana itu disusun

dan dikembangkan diperlukan kajian dan analisis terhadap, kenyataan sekolah sekarang , harapan-

harapan pemakai, serta peluang untuk mengembangkan berbagai perencanaan strategis. Setidaknya

ada empat variabel yang harus dianalisis dalam rangka menyusun sebuah rencana, yaitu sebagaimana

terlihat dalam tabel berikut ini :

Tabel

8

No Hasil

Analisis

Data yang dibutuhkan Pendekatan

01.

02.

03

04..

Lingkungan

Hasil

Pesaing

Kecendrungan internasional

kecendrungan nasional

Kecendrungan lokal

Clients yang ada saat ini dan

potensi ke depan.

Harapan dan permintaan mereka

kekuatan, kelemahan

Perkembangan , dan penyusutan

persepsi dari sekolah

Produk dan pelayanan yang

ditawarkan kekuatan dan

kelemahan mereka

Persepsi para pengguna pesaing

Politik, ekonomi, sosiokultur,

teknologi, hukum dan pendidikan

Segmen pasar dan data demografi

serta hasil survei lainnya

Survey tentang pilihan harapan

dan permintaan analisis SWOT

Evaluasi internal inspeksi

eksternal, dan survey sikap

Analisis SWOT dan survei data

pelanggan

Analisis pesaing dan laporan

survei

Page 322: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Taksonomi Data Rancana Strategis (Davies, 1999 : 61)

Variabel-variabel tersebut merupakan unsur-unsur penting yang dapat dijadikan titik tolak

dalam penyusunan rencana strategis. Hasil-hasil analisis tentang kecendrungan politik ekonomi,

sosial dan hukum, serta identifikasi segmen pengguna dan potensi pengembangan pengguna, hasil

analisis SWOT, serta evaluasi internal dan eksternal merupakan unsur-unsur yang harus

dipertimbangkan dalam penyusunan rencana strategis menuju cita dari visi besar sekolah. Kemudian,

hasil-hasil analisis berupa kesimpulan-kesimpulan abstrak itu harus dikongkretkan ketika enjadi

sebuah rencana, tantang apa yang akan dikerjakan siapa yang akan mengerjakan, kapan dikerjakan,

alat apa yang dibutuhkan, serta berapa dana yang dibutuhkan, sumber dana serta sistem administrasi,

harus terurai secara detail agar penundaan pelaksanaan program dapat diminimalisir (Haddad, 1995 :

35).

Susunan rencana strategis sekolah tersebut harus disiapkan bukan didasarkan oleh ambisi

personal dari pimpinan sekolah untuk menaikan citra diri atau kepentingan lainnya, tapi harus benar-

benar didasarkan pada kebutuhan dan harapan para stakeholder sekolah itu sendiri, serta dengan

mengembangkan berbagai gagasan proaktif bukan reaktif, baik untuk jangka panjang menengah

maupun jangka pendek sebagai rencana operasional. Sekwensi penyusunan rencana strategis

dimaksud adalah sebagaimana terlihat dalam gambar berikut :

Page 323: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Gambar 22

Sekwensi Prosedur Penyusunan Program Strategi

(Sallis, 1993 : 109)

Apa yang hendak di capai sekolah beberapa tahun ke depan, apa

yang akan dikerjakan, apa tujuan dan apa yang dimiliki

Apa yang diminta orang tua siswa, pemerintah, dunia usaha, studi

lanjut, perguruan tinggi, dan masyarakat.

Analisis kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan, serta

faktor-faktor kritis untuk mencapai tujuan.

Bagaimana bisa mencapai sukses.

Bagaimana bisa mengetaui bahwa sekolah telah mencapai sukses.

Masukan-masukan apa yang perlu untuk perecanaan berikutnya.

Untuk penyusunan perencanaan progran serta detail, Berry menawarkan 10 langkah

operasional (Berry, 1992 : 43-44), kendati ini bukan sebuah rumusan definitive dan bisa di keritik,

baik subtansi maupun sekwensinya, yaitu :

1. Planning the schedule; yakni membuat perencanaan waktu untruk, menyusun

serta melaksanakan pelaksaaan program.

2. outline of content; yakni menyiapka outline perencanaan program secara

keseluruhan, yang tidak semata hanya pada aspek implementasi kurikulum, tapi termasuk

assessment, pengembangan kurikulum, pengembangan sarana, membangkitkan sumber dana serta

evaluasi pelaksanaan

3. Fleshing the Bones; yakni membuat uraian detail tentang masing-masing

kegiatan yang sudah dicantumkan dalam outline kegiatan sehingga bisa dipahami oleh semua

unsur intim dalam organisasi sekolah. Tahap ini disebut oleh Berry sebagai tahap organisasi

sekolah. Tahap ini disebut oleh Berry sebagai tahap fleshing the Bones, yakni mendagingi tulang-

tulang dan masih merupakan tugas dari anggota senior dalam organisasi sekolah.

VISI, MISI , TUJUANDAN NILAI

ANALISIS PERMINTAAN PELANGGAN

ANALISIS SWOT DAN FAKTOR UNTUK MENCAPAI SUKESE

BERBAGAI RENCANA STRATEGIS

EVALUASI DAN UMPAN BALIK

Page 324: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

4. First Introduction; yakni pemaparan draft pada semua anggota organisasi,

dengan seluruh guru, dan staf agar memperoleh berbagai masukan untuk penguatan pada tujuan-

tujuan yang akan digapai.

5. Close Consideration; petimbangan secara mendalam berbagai masukan dari

seluruh anggota organisasi sekolah, tambahkan usulan-usulan rasional, dan hilangkan bagian-

bagian yang mereka kritik, serta untuk dihilangkan.

6. Draft Audit; yakni mengaudit draft yang usdah diperkaya dan dikritisi oleh

seluruh unsur organisasi sekolah, sehingga memperoleh susunan perencanaan yang realistic,

dapat dikelola dan diselesaikan dalam rentang waktu yang tersedia.

7. Action Plan; yakni menyusun rencana tindakan yang sudah lebih detail untuk

masing-masing kegiatan, siapa penanggung jawabnya, berapa laa harus diselesaikan, kapan harus

dimulai dan kapan harus selesai, perlu tim kepanitiaan atau tidak, bahkan sebainya ada guideline

sebagai rujukan implementasi dan evaluasinya.

8. Publication ; yakni mempublikasikan perencanaan yang sudah diaudit dan

dibuat dalam bentuk rencana tindakan itu dikomunikasikan pada unsur-unsur stakeholder, dengan

pemerintah daerah, orang tua siswa, serta unsur-unsur komite sekolah lainya

9. Evaluation; yakni penyampaian bebagai pandangan dari stakeholder terhadap

rencana-rencana tindakan yang sudah disiapkan oleh menajemen sekolah bersama para guru dan

staf tata usahanya

10. Audit again ? ; yakni melakukan audit kembali setelah dikritisi oleh

stakeholder, walaupun secara praktis tampaknya tidak perlu, karena evaluasi tersebut sudah

merupakan putusan terakhir untuk memulai kegiatan, namun secara teoretik kegiatan itu harus

kegiatan itu harus ada, kendati dilakukan secara simultan saat evaluasi.

Inilah sepuluh langkah penyiapan sebuah perencanaan, baik untuk konteks perencanaan

strategis berjangka panjang, menengah ataupun berjangka pendek sebagai sebuah rencana

operasional. Akan tetapi, langkah-langkah tersebut dilakukan setelah sebelumnya pembahasan

tentang visi dan misi, serta analisis values, dan kebutuhan serta permintaan pelanggan yang dengan

itu semua kepala sekolah bisa merumuskan tujuan, dan diikuti dengan analisis SWOT untuk

memperoleh rumusan-rumusan tentang faktor-faktor kritis untuk mencapai sukses, serta cara-cara

mencapai sukses tersebut yang disesuaikan dengan kemampuansumber daya internal. Itulah rumusan

program-program strategis yang harus dirumuskan dengan mempertimbangkan langkah-langkah di

atas.

Page 325: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Ketika rencana program itu telah tersusun maka proses manajemen selanjutnya adalah

mengorganisir seluruh kekuatan untuk mengimplemantasikan rencana-rencana tersebut. Tugas

manajer adalah mendeskripsikan tugas pada seluruh anggota organisasi serta mengkoordinir seluruh

usaha dan upaya yang dilakukan staf untuk bisa menjamin bahwa seluruh tujuan yang telah

ditemukan itu dapat dicapai secara efisien (Hodgetts, 1986 : 138). Dan manajer yang baik adalah

yang bisa membagi habis seua program-program pada tim manajemennya demikian pula dengan

manajemen sekolah yskni bahwa seorang kepala sekolah harus mendinstribusikan implementasi

kegiatan itu pada guru dan staf administrafnya. Dia harus memberi kepercayaan penuh kepada timnya

bahwa mereka bisa melakukan program-program yang menjadi tanggung jawabnya kemudian kepala

sekolah juga harus mampu memberi motivasi kepada semua anggota timnya agar berbuat yang

terbaik untuk institusinya mencurahkan semua kemampuan dan perhatiannya serta meningkatkan etos

kerjanya sehingga performas sekolah meningkat dan image dimasyarakatnya juga baik. Jika

imagenya baik, maka kepercayaan masyarakatnya menguat, dan sekolah menjadi harapan mereka.

Lebih lanjut Hodgetts menegaskan, bahwa sebuah perencanaan strategis tidak akan bermakna

bagi peningkatan produktivitas organisasi jika tidak diimbangi dengan pengorganisasian yag rapi

(Hotgetts, 1996 : 139). Demikian pula dengan sekolah yang tuntutan profesionalismenya kini kian

meningkat. Sekolah dituntut untuk mengembangkan kualitas dirinya dengan mengurangi

ketergantungan mereka pada pemerintah, bukan soal pendanaan, tapi pengembangan kurikulum, serta

berbagai program pengembangan lainnya. Akan tetapi, bagaimana bentuk organisasinya bisa

disesuaikan dengan kebutuhan dan kesiapan komposisi SDM yang dimiliki sekolah tersebut.

Berbagai bentuk organisasi ditawarkan, ada yang berbentuk departemental, dan biasanya dipakai

untuk mendukung pelayanan jasa yang variatif atau pelaksanaan program yang beragam, dan ada

juga model komite yang tidak hirarkis namun sangat temporer dan dibubarkan saat selesai

melaksanakan tugas (Hodgetts, 1986 : 146).

Dalam upaya meningkatkan prosuktivitas tim manajemennya, kepala sekolah dan bahkan

harus mendelegasikan tanggung jawab dan otoritas pada para stafnya, inilah inti dari pola manajemen

partisipatif, yakni pendelegasian otoritas tersebut pada anggota tim manajemennya. Untuk

peningkatan model manajemen partisipatif tersebut, Hotgetts menyampaikan beberapa prinsip

(Hotgetts, 1986 : 168), yaitu :

1. Biarkan staf anda mengetahui apa yang sedang terjadi seorang manajer tidak boleh selalu

bicara problem, bicaralah target dan tujuan, dan biarkan para staf mengarahkan perhatian pada

target tersebut.

Page 326: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

2. kembankan hubungan yang saling mempengaruhi di antara para staf. Agar semua program itu

di kerjakan dengan baik, seorang menejer harus mengembangken sikap keterbukaan, memberi

kepercayaan dan dia sendiri memiliki rasa percaya diri yang baik.

3. gunakan pendekatan tim yang saling berbagi tangung jawab,seorang yang baik adalah yang

bisah berbagi otoritas dan tanggung jawab bersama dengan stafnya .

4. kebangkan skill, keterampilan dan pengtehuan staf dengan pelatihan – pelatihan, baik dalam

konteks pengembengan skill manajerial, personal maupun pengetahuan teknis.

5. pertahanan komitmen staf terhadap organisasi, karene antusiasme yang tinggi dan moralitas

staf amat menentukan untuk mencapai kesuksesan

Lima prinsip yang ditawarkan Hotggets tersebut terkait dengan upaya mengekfektifkan

pengorganisasian staf elalui pola manajemen pertisipatif, yangmemberikan penekanan pada trust,

yakni berikan kepercayaan pada staf untuk engebangkan kreatifitas mereka dalam menjalankan

program dalam upay mencapai tujuan. Terkait dengan itu pula, maka seorang menejer haruus

melakukan penataan staf yakni memilih staf yang memiliki pendidikian relevan dengan

melaksanakan tugas sesuai bdang keahlian (Carlise, 1986 : 15). Untuk menetapkan bahwa keahlian

seseorang itu sesuai dengan kebutuhan tugas dan pekerjaan, seorang menejer harus melakukan

analisis pekerjan dan penugasan, untuk memutuskan kualifikasi staf seperti apa yang dibutuhkan, dan

staf dalam kualifikasi apa yang dimilikinya sekarang. Signifikasi analisis tersebut adalah untuk

memutuskan staf kualifikasi apa yang akan direkrut, apa dalam kompetensi apa mereka akan

dikembangkan melalui pendidikan dan pelatihan.

Semua itu perlu dilakukan kerena pengangkatan staf berarti infestasi sumber daya manusia

dalam sebuah organisasi, dan investasi sumber daya manusia tersebut merupakan salah satu yag

penting dalam organisasi tersebut, karena beberapa alasan (Cunningham, 2003: 259), yaitu:

1. Kualitas program pendidikan dalam beberapa bagian sangat sipengaruhi oleh

kualitaas sumberdaya manusia yang dimiliki sekolah tersbut.

2. Kemudian kualitas pendidikan juga dipengaruhi seberapa besar sekolah itu

mampu mengembangkan jaringan kerja yang produktif.

3. Kemudian kualitas pendidikan juga sangat dipengaruhi oleh pengembangan,

motivasi dan optimalisasi pemberdayaan sumber manusia yang ada.

Sehubungan denga posisinya yang penting ini, maka pengangkatan dan atau pemberdayaan

serta pengembangan staf itu harus dilakukan dengan cara yang bijak, yakni melalui analisis

pekerjaan, klasifikasi pekerjaan dan perencanaan rekruitmen seta pengembangan staf. Analisis

pekerjaan (job anlysis) adalah sebuah proses dari pengumpulan dan analisis berbagai informasi

Page 327: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

tentang pekerjaan-pekerjaan serta tugas-tugas pokok yang akan dan harus diselesaikan, serta berbagi

posisi dan kualifikasi yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas dan pekerjaan-pekerjaan tersebut

(Cunningham, 2003 : 261). Dalam proses ini sudah dianalisis kualifikasi keilmuan dan ketrampilan

apa yang diperlukan, serta berbagai kemampuan dan atribut-atribut lain yang secara objektif

dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas dan pekerjaan tersebut. Orang yang diangkat, apakah

pengangkatan baru atau mutasi yang akan diangkat, apakah pengangkatan baru atau mutasi dari staf

yang ada harus tahu apa pekerjaan yang akan dan harus diselesaikannya, kualifikasi apa yang harus

diacapai, dan apa yang akan dia dapatkan dengan mengerjakan tugas dan pekerjaannya itu.

Analisis tugas dan pekerjaan ini bisa dilakukan dengan berbagai macam cara, yaitu observasi

dokumen-dokumen, yakni berbagai dokumen tentang pekerjaan yang sama dalam waktu-waktu

sebelumnya, kemudian juga dengan interview, atau bahkan mungkin dengan questionnaire. Analisis

tugas dan pekerjaan, pada akhirnya akan menghasilkan uraian pekerjaan yang harus diselesaikan oleh

staf, yang nantinya staf itu akan dipilih dari yang telah ada, disesuaikan dengan kualifikasi yang

dibutuhkan. Kemudian, analisis tugas dan pekerjaan tersebut diteruskan dengan melakukan

pengelompokan tugas-tugas yang mirip dan pendekatan menjadi satu kelompok, dan pekerjaan

berkarakter berbeda berada pada kelompok lain. tahap inilah yang dalam proses analisis pekerjaan

disebut dengan klasifikasi tugas dan pekerjaan.

Hasil analisis tugas dan pekerjaan serta klasifikasi antara satu dengan lainnya itulah yang

menginspirasi staffing, yakni pengaturan dan atau pengangkatan staf. Dalam konteks sekolah,

pertimbangan pengaturan dan atau pengangkatan staf adalah program-program pengembangan

pendidikan apa yang akan diberikan pada siswa-siswanya, dan untuk pelaksanaan program tersebut,

sekolah memerlukan staf guru dan tata usaha dalam kualifikasi seperti apa. Berbagai kemungkinan

pertanyaan yang relevan terkait dengan analisis tugas dan pekerjaan, serta klasifikasi satu dengan

lainnya, yang terkait dengan efisiensi penempatan dan atau pengembangan tenaga guru dan tata

usaha, adalah sebagai berikut (Cunningham, 2003 : 264).

1. Berapa banyak, dan kategori seperti apa siswa-siswa yang akan dilayani.

2. Program pendidikan seperti apa yang diperlukan untuk siswa-siswa tersebut.

3. Dimana siswa-siswa tersebut akan ditempatkan, dan apakah staf yang ada akan mampu

melayani mereka

4. Dukungan layanan seperti apa yang dibutuhkan untuk melayani siswa dan program-program

yang akan dilaksanakan.

5. Berapa banyak biaya yang akan digunakan

6. Kategori orang seperti apa dan berapa banyak yang akan diangkat.

Page 328: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Beberapa pertanyaan yang menjadi Guideline job analysis dan job classification ini bukan

sesuatu yang mutlak dan rigid karena masing-masing sekolah mempunyai permasalahannya sendiri,

serta program-program pengembangan yang berbeda antara satu dengan lainnya. Pertanyaan-

pertanyaan stimulatif diatas, hanyalah sebuah ilustrasi untuk menggambarkan tentang penugasan

gurudan tata usaha, pengangkatan atau pengembangan yang ada. Pengembangan staf (staff

defelopment) baik bagi guru maupun tenagaadministrasi merupakan sesuatu yang mutlak selalu

dikerjakan oleh sekolah, karena kemajuan sebuah sekolah sangat tergantung pada kapabilitas dan

loyalitas guru-gurunya. Semakin baik penguasaan bahan ajar dan skil keguruan seorang guru, maka

akan semakin baik proses pembelajaran, dan akan semakin baik pula hasil belajar siswa=siswanya.

Dengan kompetensi guru harus terus ditingkatkan sehingga semakin luas pula pengetahuan tentang

skil keguruan mereka.

Pengembangan staf sebenarnya adalah sebuah proses yang dimaksudkan untuk meningkatkan

keterampilan, sikap dan pengetahuan guru atau pegawai administrasi, dalam rangka peningkatan

performa mereka baik dalam pelaksanaan tugas-tugasnya saat ini, maupun dalam pengabilan peran

dimasa yang akan datang (Cunningham, 2003:273). Pelatihan bagi para guru merupakan sesuatu yang

penting, tidak sekedar pengenalan berbagai materi baru, tapi juga penguaatan terhadap penguasaan

materi-materi yang sedang berjalan, agar menjadi lebih baik dan mencapai kesempurnaan.

Penguasaan materi tidak sekedar pemahaman bahan-bahan ajaran secara parsial, tapi juga menguasai

bangunan keilmuannya, sehingga mampu menyampaikan dengan baik pada siswa. Kemudian

dilengkapi pula dengan skill keguruan dan bahkan keterampila manajerial, sehingga sekolah kian

kuat dengan memiliki sumber daya manusia yang bagus.

Kita tidak bisa bicara pengembangan sekolah tanpa pengembangan sumber daya manusianya.

Berbicara pengembangan sekolah, berarti berbicara pengembangan sumber daya manusia. Sekolah

adalah orang. Ketika kita membahas kemajuan sekolah,sebenarnya kita harus membahas kemajuan

sekolah, sebenarnya kita harus membahas pembinaan sumber daya manusianya yang akan mampu

memajukan sekolah tersebut. Hanya satu jalan ketika kita hendak menuju sebuah perbaikan sekolah,

yaitu pengembangan kulitas guru dan tenaga administrasi, baik ilmu, keterampilan maupun sikap dan

loyalitasnya.

Kemudian setelah melakukan pembenahan,pengengkatan dan pembinaan staf sesuai yang

direncanakan, proses manajemen selanjutnya dalah mengerahkan (directing) agar masing-masing

individu atau divisi bergerak dalam jalur tugas dan kewenangannya. Tugas directing tersebut meliputi

pengarahan, pengawasan serta bimbingan kepala sekolah terhadap para guru dan staf administrasi

Page 329: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

dalam pelaksanaan tugas dan pekerjaan sehari-hari, membuat putusan-puyusan untuk dilaksanakan

para stafnya itu, serta memimpin mereka agar sekolah terus bergerak menuju tujuan yang telah

dirumuskan bersama,dalam bentuk program stategis atau perencanaan operasional. Pengarahan

tersabut tidak sebatas hanya memberi arahan-arahan serta bimbingan, tapi juga pengawasan dan

bahkan membangkitkan motivasi guru dan karyawan agar terus meningkatkan dedikasinya untuk

sekolah yang dia pimpin, dan merupakan tempat mereka bekerja serta mengembengkan karir.

Hanya ada dua kunci peningkatan produktivitas staf, baik guru maupun pegawai administrasi,

yaitu kapabilitas dan loyalitas. Kapabilitas atau kecakapan didukung oleh ilmu dan keterampilan,

sedangkan loyalitas atau ketaatan didukung oleh motivasidan integritas mereka pada institusi.

Motivasi dipengaruhi oleh berbagai variabel, salah satunya adalah iklim kerja, seperti pelibatan guru

dan staf dalam penyusunan perencanaan dan proses pengambilan keputusan, terbukanya kesempatan

yang sama bagi guru dan staf untuk mengikuti pelatihan dalam upaya peningkatan kualitas dan skill

mereka, serta faktor-faktor lain yang juga turut mempengaruhi motivasi mereka untuk meningkatkan

kontribusinya pada institusi (Nicholls, 1993:113). Iklim manajerial yang terbuka, fair berpijak pada

prinsip keadilan, merupakan sebuah kondisi yang akan mampu membangkitkan motivasi guru dan

karyawan untuk memdedikasikan kemampuannya pada sekolah tersebut, karena mereka merasa

dilibatkan dan mereka juga terlindungi oleh sisten manajerial yang profesional tersebut. Sebaliknya

jika manajemen tersebut berpijak pada pola-pola nepotis, maka guru dan karyawan yang bukan dan

tidak dalam lingkaran teman atau kerabat kepala sekolah,akan teraniyaya karena tidak akan

memperoleh kesempatan yang sama dengan pimpinan tersebut, sehingga mereka merasa tidak aman

dan tidak nyaman, dan kemudian motivasi mereka akan merosot.

Inilah teori yang diangkat Nicholls, yakni motivasi kerja guru dan karyawan sekolah itu

sangat berkorelasi dengan iklim kerja sekolah itu sendiri, yakni semakin baik iklim kerjanya, maka

akan semakin tinggi pula motivasi mereka.bersamaan dengan itu, ada pula teori lain yang lebih

melihat korelasi antara motivasi dengan terpenuhinya kebutuhan hidup, yakni emakin terpenuhinya

kebutuhan-kebutuhan hidup seseorang, maka akan semakin baik motivasi kerjanya.dalam ungkapan

yang lebih spesifik, bahwa sekolah yang dapat memberikan berbagai kepuasan bagi guru dan

karyawannya dalam memenuhi kebutuhan hidip mereka ,maka motivasi guru dan karyawannya untuk

mendedikasikan seluruh kemampean mereka pada sekolah itu akan semakin tinggi. Teori tersebut

diangkat oleh banyak ahli, antara lain Howard M.Carlisle (1986) dalam bukunya Management

Essential, Wayne K.Hoy (1996)dalam bukunya Educational Administration, serta Ricard Hodgetts

(1986) dalam bukunya berjudul Management.kemudian kebutuhan tersebut, sebagaimana

dikemukakan Carlisle ada dua, yaitu kebutuhan primer dan kebutuhan sekunder. Kebutuhan primer

Page 330: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

meliputi kebutuhan-kebutuhan biologis yang tidak dielajari, bersifat natural,dan stabil mempengaruhi

mempengaruhi prilaku setiap orang, seperti kebutuhan makan, minum,seks, dan istirahat atau tidur.

Sadangkan kebutuhan sakunder adalah kebutuhan psikologis yang sangat dipengaruhi oleh

pengalaman, kultur dan bisa dipelajari,seperti rasa cinta, pengakuan, rasa sukses, kemerdekaan dan

keinginan untu berkuasa (Carlisle,1986:292).

Maslow, sebagaimana dikutip Carlisle menyusun kebutuhan kebutuhan manusia tersebut

secara hirakris, dan membaginya menjadi lima (5) tingkatan (Carlisle.1986:294) yaitu:

1. Kebutuhan fisiologis, yakni kebutuhan-kebutuhan biologis, seperti makan, minum, seks, air,

udara, dan kebutuhan untuk istirahat.

2. Kebutuhan rasa aman, seperti terlepas dari ancaman, terlepas dari bahaya, hidup stabil, penuh

rasa aman, dan terhindar dari penderitaan.

3. Kebutuhan sosial, seperti kebutuhan kasih sayang, cinta, afiliasi, penerimaan, dan rasa saling

memiliki dan dimiliki.

4. Kebutuhan harga diri, perti kebutuhan akan pengakuan, kedudukan, kebutuhan untuk

dihormati, kebutuhan untu diakui kemapuannya, dan kebutuhan untuk diakui kesuksessannya.

5. Kebutuhan akan aktualisasi diri, seperti kebutuhan realisasi diri, kebutuhan akan kemajuan,

realisasi potensi, perkembangan dan kebutuhan untuk mandiri dalam memenuhi kebutuhan

sendiri.

Melalui teorinya ini, Moslow menegaskan, bahwa sebelum mencari rasa aman, setiap orang

akan mencari dan memenuhi kebutuhan biologisnya terlebih dahulu, yakni memenuhi kebutuhannya

untuk bisa makan, minum, bisa istirahat dengan tenang dan bisa memperoleh kebutuhan seksnya.

Setelah semuanya terpenuhi baru mereka berpikir untuk memenuhi kebutuhan rasa aman, yakni

kebutuhan rasa aman, terhindar dari ancaman, stabil dan terhindar dari penderitaan. Dan setelah rasa

amannya terpenuhi baru berusaha untuk memenuhi kebutuhan sosial, harga diri dan aktualisasi diri.

Dengan demikian, jika seorang kepala sekolah mengkhehandaki agar semua guru dan staf

administrasinya itu dapat bekerja maksimal untuk institusinya, maka dia harus berusaha untuk

memprioritaskan pemenuhan seluruh kebutuhan pokok yang yang dibutuhkan oleh para guru dan

stafnya itu, yakni memenuhi kebutuhan makan, minum, mampu berkeluarga dan bisa mempunyai

tempat tinggal yang layak sehingga bisa tidur dengan tenang dan nyaman.kemudian, jika motivasinya

itu ingin ditingkatkan lagi, penuhi kebutuhan pada thap kedua, yakni rasa aman, yakinkan semua guru

dan karyawan bahwa mereka aman bekerja ditempat tersebut, tidak ada pemberhentian tanpa alasan

pelanggaran etika dan profesi, berikan jaminan hari tua, jaminan kesehatan, cuti melahirkan dan

Page 331: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

sebangsanya, serta perhatikan berbagai kebutuhan primernya sehingga terhindar dari penderitaan.jika

motivasi kerjanya ingin ditingkatkan lagi, penuhi kebutuhan sosialnya, begitulah seterusnya sampai

kebutuhan tertinggi yaitu aktualisasi diri. Jika semua kebutuhan tersebut terpenuhi oleh sekolah

yempat para guru dan karyawan tersebut bekerja, maka mereka akan memiliki motivasi yang kuat

untuk bekerja dan berdedikasi untuk pendidikan disekolah tempat mereka mengabdi.Tapi, sebaliknya,

jika pemenuhan kebutuhan itu hanya pada tingkat paling rendah, maka seperti itu pulalah, motivasi

kerjanya, tidak ada rasa memiliki dan tidak ada kebanggaan terhadap institusi tempat ia bekerja.

Pendekatan Nicholls yang lebih menekankan pada iklim kerja, secara implicit terakomodasi

dalam teori psikologi Maslow dalam upaya meningkatkan motivasi kerja staf, namun tidak spesifik.

Oleh sebab itu, dalam konteks iklim kerja ini, Carlisle menegaskan (Adaptasi terhadap Carlisle, 1986

: 299), bahwa seorang manajer harus mampu menyesuaikan pola-pola manajernya pada keragaman

SDM yang dikelolanya, karena setiap orang masuk membawa latar belakang ilmu dan keterampilan,

sikap dan nilai, kebiasaan kerja, kondisi fisik dan kekuatan tubuh, keragaman dan intensitas

kebutuhan, aspirasi personal dan citra diri. Semua aspek tersebut, selain pengetahuan dan

ketrampilan sukar untuk diubah. Dan jika manajemen hendak mengubah secara totalitas untuk

mendapatkan hasil maksimal, maka itu langkah keliru, karena justru hasilnya akan sangat minimal,

karena perubahan itu sendiri akan memakan waktu yang sangat panjang. Oleh sebab itu, tugaskan

mereka sesuai keahlian, biarkan mereka menyelesaikan tugas pokok dalam batas kewenangan yang

diberikan kepadanya sesuai dengan pengalaman dan kebiasaan yang mereka miliki, dengan terus

disupervisi agar tidak keluar dari arah pencapaian tujuan.

Bersamaan dengan itu, iklim kerja lainnya juga amat berpengaruh terhadap motivasi pegawai,

yakni penugasan, pola pembagian dan pembayaran uang tambahan, kesempatan peningkatan karir,

paraturan dan kebijakan, hubungan sesama guru dan pegawai, lingkungan fisik dan psikologis serta

reward lain dari organisasi. Pola penugasan harus sesuai dengan bidang keahlian (right man on the

right place), serta seimbang antara satu dengan lainnya, dilakukan secara transparan, dan terhindar

dari indikasi-indikasi nepotis. Demikian pula dengan kebijakan pemberian uang tambahan serta pola

pembagiannya, serta aspek-aspek diatas, merupakan unsur-unsur yang dapat mempengaruhi motivasi.

Dengan demikian, kedua teori ini bermakna dalam upaya meningkatkan motivasi kerja guru

dan karyawan sekolah, baik negeri maupun swasta, yakni bahwa motivasi mereka itu sangat

dipengaruhi oleh iklim kerja dan kemampuan sekolah memenuhi kebutuhan-kebutuhan guru dan

karyawannya. Semakin baik iklim kerjanya, dan semakin besar kebutuhan mereka yang dapat

dipenuhi sekolah, maka akan semakin besar kebutuhan mereka yang dapat dipenuhi sekolah, maka

akan semakin tinggi motivasi mereka untk mendedikasikan kemampuannya untuk sekolah tersebut,

Page 332: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

karena mereka nyaman, tenang dan tidak merasa perlu untuk mencari tugas tambahan diluar tugas

pokok di sekolah tempat mereka mengabdi. Oleh sebab itu, tugas kepala sekolah dalam konteks

directing ini, tidak cukup hanya memberi arahan, bimbingan dan pembinaan pada guru dan karyawan

sekolahnya, tapi juga membina dan mengembangkan motivasi mereka untuk mendedikasikan

kemampuan dan energinya untuk sekolah tempat mereka bekerja.

Proses manajemen selanjutnya setelah planning, organizing, staffing dan directing adalah

controlling, yakni memeriksa apakah semua program telah dilaksanakan sesuai dengan rencana awal

yang sudah disepakati, sesuai dengan perintah yang telah disampaikan, dan sesuai dengan prinsip-

prinsip yang telah dipaparkan, dengan tujuan untuk melihat berbagai kesalahan dan kekeliruan agar

segera diperbaiki dan tidak terulangi lagi (Hodgetts, 1986 : 234). Dengan kata lain, controlling adalah

sebuah proses manajemen yang dilakukan untuk melihat apakah program-program yang telah

disepakati dan didistribusikan pada staf telah dilaksanakan sesuai rencana semula atau tidak, dan

apakah sesuai dengan standar kualitas yang diharapkan atau tidak. Pemeriksaan yang dilakukan oleh

manajer tersebut bukan untuk mencari-cari kesalahan staf, tapi untuk memperbaiki proses dalam

upaya perbaikan hasil, dan agar kesalahan tersebut tidak terjadi lagi. William G. Cuningham

menegaskan, bahwa pegawai merasa perlu untuk menegaskan, bahwa pegawai merasa perlu untuk

memperoleh kebenaran terhadap apa yang telah mereka lakukan, agar mereka tahu apa yang harus

diperbaik. Jika tidak, mereka akan terus terjebak dalam kesalahan yang pertumpuk dalam pekerjaan

mereka (Cunningham, 2003 : 270). Proses controlling tersebut ada tiga, yaitu penetapan standar,

membandingkan performa pelaksanaan program dengan standar tersebut, dan perbaikan terhadap

kesalahan-kesalahan yang terjadi.

Standar sebagaimana ditegaskan Hodgetts adalah basis ukuran yang dapat digunakan untuk

menilai performa hasil implementasi sebuah perencanaan. Ukuran tersebut merupakan hasil rumusan

dari tujuan yang dikembangkan organisasi pada fase perencanaan. Ukuran-ukuran tersebut bisa

sangat spesifik dan bersifat kuantitatif, seperti biaya yang digunakan, hasil margin yang diperoleh,

jumlah jam akan digunakan, dan terkadang juga bersifat kualitatif seperti harapan untuk memelihara

moralitas pegawai agar tetap memperoleh resepsi terbaik dari masyarakat (Hotgetts, 1986 : 234).

Dengan demikian, standar itu adalah rumusan ukuran-ukuran pencapaian implememtasi program,

apakah berupa jumlah unit pekerjaan yang terselesaikan, dana yang terserap untuk kegiatan, Margin

yang di peroleh dari hasil kegiatan, itu yang digunakan, atau kualitas yang diukur dengan kepuasan

pelanggan dalam konteks pendidikan adalah kenaikan prestasi hasil belajar siswa, sehingga ada

tanggapan posiotif dari orang tua. Semua itu merupakan standar pelaksanaan program. Demikian pula

dengan moralitas guru dan karyawan yang dapat menjaga hubungan baik antara sekolah dan

Page 333: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

masyarakat,. Semua standar tersebut harus disusun berdasarkan pada rumusan tujuan-tujuan yang

hendak dicapai organisasi dan dirumuskan pertama kali saat fase perencanaan.

Membandingkan performa pelaksanaan program dengan standart adalah tahap

lanjutansetelah perumusan standart dengan membandingkan pencapaian pelaksanaan program

terhadap standar yang telah dirumuskan berdasarkan pada tujuan-tujuan yang hendak dicapai dengan

program-program tersebut. Tahap ini akan menghasilkan kesimpulan-kesimpulan, bahwa pekerjaan

yang dilaksanakan staf itu telah mencapai tujuan dengan hasil sesuai harapan, atau belum mencapai

tujuan karena ada beberapa kelemahan dalam proses pelaksanaan program. Untuk tahap,

sebagaimana Hodgetts katakana terdapat problem yang cukup berarti bagi manajer, karena ada

bagian-bagian yang mudh untuk diukur dengan hanya membandingkan performa pada ukuran

standart yang telah dirumuskan diawal fase perencanaan, sementara sebagian lagi justru memerlukan

penilaian dengan menggunakan instrumen-instrumen yang harus disusun khusus seperti motivasi,

moralitas dan sebangsanya yang menjadi variabel intervening dalam menghasilkan sesuatu untuk

mencapai tujuan (Hodgetts, 1986 : 235).

Untuk menghindari berbagai kendala yang akan dihadapi, sebaiknya seorang manajer atau

kepala sekolah sudah memprediksikan berbagai persoalan yang akan muncul dalam pelaksanaan

program-program tersebut. Biasanya tahap ini di inspirasikan oleh berbagai pengalaman setelah

melaluinya, atau berdasarkan hasil curah pendapat diantara semua staf. Seorang manajer, kompeten

biasanya menggunakan opsi pengecualian dalam menghadapi situasi-situasi yang diprediksikan akan

mengganggu pelaksanaan program. Dia akan menghindari resiko bahaya menghadapi situasi yang

tidak diinginkannya itu.

Perbaikan terhadap kesalahan-kesalahan yang terjadi, adalah proses manajemen dalam

konteks controlling dengan melakukan berbagai perbaikan terhadap kesalahan yang mengakibatkan

terjadinya penyimpangan dari arah yang dikehendaki oleh tujuan, dan akan menyebabkan tidak

tercapainya hasil yang diharapkan. Perbaikan harus dimulai bukan dengan hanya merumuskannya

kesalahan-kesalahan, tetapi juga hasil investigasi, mengapa kesalahan itu terjadi, apa faktor-faktor

yang menjadi penyebab utama terjadinya kesalahan tersebut. Dengan teridentifikasinya berbagagsi

faktor tersebut, manajer bisa melakukan perbaikan dari hulu sampain ke hilir.

Dengan demikian, controlling itu harus dilakukan bukan diakhir dari pelaksanaan program,

tapi haru dimulai saat staf akan memulai dengan melakukan kontrol terhadap persiapan-persiapan

yang akan mereka kerjakan, kemudian evaluasi pertengahan untuk melihat prestasi yang telah

dicapai, berbagai penyimpangan dari arah yang diharapkan untuk kemudian diperbaiki. Hasil-hasil

evaluasi tersebut kemudian menjadi feetback (umpan balik) untuk perbaikan pada pelaksanaan

Page 334: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

berikutnya, serta menjadi masukan untuk mengantisipasi jangan sampai terjadi defiasi kembali pada

implementasi berbagai program yang akan dilaksanakan pada fase berikutnya. Berbagai implikasi

kebijakan manajerial biasa dikembangkan, apakah rotasi penugasan, atau penambahan dan

pengurangan tugas, atau kebijakan-kebijakan strategis lainnya. Namun semua itu bisa dilakukan oleh

manajer setelah mempelajari secara saksama, apa penyebab dari terjadinya deviasi tersebut, dan apa

akibat-akibat yang akan ditimbulkannya. Prosedur controlling tersebut bisa dilihat dalam gambar

berikut ini.

GAMBAR 33

Freedback Sederhana Dari Proses Controlling

(Hotgetts, 1986 : 236)

Input Uang, SDM alat

Page 335: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Sesuai gambar diatas, proses cotrolling yang dilakukan manajer, dalam konteks sekolah

adalah kepala sekolah sendiri diharapkan akan mampu memberikan rumusan feeback yang dapat

memberikan inspirasi perbaikan, bahkan tidak cukup hanya dengan rumusan tentang poin-poin yang

diperbaiki, tapi juga harus dilengkapi dengan tahap-tahap perbaikan yang harus dilakukan silmutan

dengan implemantasi program lanjutan

B. MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS)

MANAJEMEN Berbasis Sekolah (MBS) merupakan salah satu isu yang kuat didorong ke

permukaan dalam konteks implementasi gagasan reformasi pendidikan yang direfleksikan dalam UU

No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, sebagai kebijakan terhadap UU No. 22

Tahun 1999 yang mengotomisasikan sektor pendidikan pada daerah. Akan tetapi, setelah sampai

pada daerah tingkat II, kewenangan tersebut menjadi wacana, apakah akan memberi kewenangan

terbesar pada sekolah, atau daerah akan menjadi subsitusi pemerintah pusat, dan menjadi penguasa

sektor pendidikan secara sentralistik di daerah. Tampaknya, pemerintah mendorong otonomi itu

untuk diimplementasikan pada tingkat sekolah, dan pemerintah daerah memiliki kewajiban untuk

memfasilitasi berbegai program perbaikan dan peningkatan kualitas pendidikan di sekolah-sekolah

yang ada di daerahnya itu. Untuk itulah,berbagai wacana kini terus dikembangkan dari mulai

community based edication, sampai school based management. Uji coba manajemen berbasis sekolah

di Amerika pada tahun 1987, memperlihatkan bahwa rata-rata hasil belajar sekolah ujicoba lebih baik

RumusanPerencanaan

Pelaksanaan Rencana

Evaluasi Terhadap Hasil

Rumusan Berbagai Kebijakan

Proses Berbagai Perbaikan

Langkah-langkah

Proses Perbaikan

Informasi Umpan Balik

Page 336: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

daripada sekokah non ujicoba. Demikian pula dengan rata-rata kehadiran siswanya lebih baik

daripada sekolah non-ujicoba, serta berbagai variabel pengamatan lainnya (Ogawa, 1994 : 54). Oleh

sebab itu, kemudian kebijakan school based management (SDM) berpenetrasi ke hampir seluruh

negara bagian di Amerika Serikat. Pada saat yang sama beberapa negara lain juga mengembangka

kebijakan yang sama, seperti Canada , Australia, new Zealand, dan bahkan Hongkong yang

memulai SDM pada awal decade 1990 –an (Duhou, 1999 : 37).]

Keberhasilan SBM di beberapa negara tersebut kini didorong pulan untuk negara-negara

berkebang, bahkan Indonesia yang kini sedang melakukan reformasi pendidikan, mengangkat konsep

SBM sebagai salah satu dari peket reformasi pendidikan, walaupun belum ada ujicoba, dan bahkan

belum ada hasil ujicoba lokal yang memperkuat serta mendukung implementasi SBM tersebut

sebagai sebuah kebijakan. Akan tetapi ini su dah menjadi wacana publik, dan sudah dilakukan

diseminasi nasional melalui bebagai pelatihan. Oleh sebab itu, arah kajian manajemen pendidikan

sekarang ini, lebih banyak difokuskan pada manajeen berbasis sekolah tersebut, walaupun msih ban

yak pro dan kontra di kalangan akademisi dan pemerhati pendidikan sendiri.

School based management atau manajemen berbasis sekolah, sebagaimana dikemukakan

Joseph Murphy (Murphy, 1995:13) secara konsepsional masih belum jelas. Kendati demikian, para

ahli pendidikan telah menyampaikan berbagai pengertian, seperti Etheridge menyatakan bahwa

SBM adalah sebuah proses formal yang melibatkan kepala sekolah, guru, orang tua siswa, siswa dan

masyarakat yang berada dekat dengan sekolah, dalam proses pengambilan berbagai keputusan.

Sementara Short and Greer mendefinisikan, bahwa SBM adalah sebuah startegi yang mengangkat

konsep ten tang pemberdayaan dan memberdayakan semua individu di sekolah. Inilah dua dari

sekian definisi yang dikutip Murphy dan tampaknya keduanya berbasis paradigma yang sama, bahwa

SBM (School Based Management) yang terkadang juga dipanjangkan menjadi Site-Based

Management, pada intinya menberi otonoi yang sangat luas pada sekolah untuk membuat

perencanaan, budgeting, dan impelementasi berbagai programnya, dengan memberdayakan unsur-

unsusr yang terlibat disekolah tersebut, guru, karyawan, orang tua siswa, siswa dan bahkan

masyarakat yang mendukung pengembangan sekolah tersebut. Dengan demikian, dlam konteks

perencanaan serta pengembangan sekolah, titk sen tarl berada disekolah itu sendiri dan semaksimal

mungkin mengembangkan networking horizontal dengan staeholder dan school community yang

peduli terhadap pengembangan sekolahnya.

SDM ini diadopsi dan diangkat serta didorong ke permukaan sebagai sebuah substitusi

terhadap pola pengambilan berbagai kebijakan pengembangan sekolah, dari mulai kurikulum,

strategi, evaluasi serta berbagai sarana pembelajaran lainnya, yang semula lebih banyak ditentukan

Page 337: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

oleh pemerintah pusat atau daerah, dalam SBM, semua itu lebih banyak digagasoleh sekolah bersama

dengan stakeholder dan bahkan user-nya relevan dengan kesimpulan-kesimpulan tersebut, Murphy

menyampaikan beberapa kutipan, tentang unsur esensial dalam otonomi sekolah dengan pola SDM

sebagai berikut (Murphy, 1995 : 13).

1. Menurut Lindquist dan Maurel dalam tulisannya berjudul School Based Management, ciri

fundamental dari SBM adalah delegasi.

2. Menurut Garms dalam tulisannya berjudul School Finance; The Economic and Politics of

public education, esensi SBM adalah pemindahan tanggung jawab pengambilan putusan sekolah

dari pemerintah pusat dan daerah pada sekolah itu sendiri.

3. Menurut Crosby dalam tulisannya berjudul Teacher’s Opinions of school Based Management,

fondasi SBM adalah distribusi kewenangan dalam pengambilan putusan.

4. Menurut David J. L. dalam tulisannya berjudul Educational Leadership, tulang punggung dari

SBM adalah pendelegasian otoritas manajemen dari pemerintah pusat dan daerah pada sekolah.

5. Menurut Mojkowski dan fleming dalam tulisannya berjudul School Site – Management, inti

dari SBM adalah pengembangan tanggung jawab pengambilan putusan terhadap Stakeholder

sekolah dan dilakukan disekolah.

Kelima kutipan Murphy diatas menyampaikan sebuah gagasan yang sama, bahwa SBM itu

adalah pendelegasian kewenangan pengambilan keputusan sekolah, dari pemerintah pada sekolah.

Hanya saja, aspek-aspek apa yang didelegasikan tersebut. Dalam konteks ini, ibtisam Abu Duhou,

dengan mengutip tulisan Caldwell Bj, and Spink (1992) dalam tulisannya berjudul Leading the self

Managing School, menyatakan, bahwa dalam SBM, kewenangan sekolah tidak sebatas pengaturan

alokasi waktu, serta implementasi kurikulum dan strategi, tapi diperluas meliputi (Duhou, 1999 30 –

31) :

1. Pengetahuan; yakni pendelegasian kewenangan pada sekolah untuk memutuskan susunan

kurikulum, termasuk rumusan kompetensi siswa dari setiap mata pelajaran, serta kompetensi

mereka setelah lulus dari sekolah tersebut.

2. Teknologi; yakni pendelegasian kewenangan pada sekolah untuk memutuskan alat-alat yang

diperlukan untuk memutuskan alat-alat yang diperlukan untuk proses pembelajaran siswa.

3. kekuasaan; yakni pendelegasian kewenangan pada sekolah untuk menetapkan berbagai

keputusan.

4. material ; yakni pendelegasian kewenangan pada sekolah untuk memutuskan penggunaan

berbagai fasilitas, serta alat-alat pembelajaran.

Page 338: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

5. Orang; yakni pendelegasian kewenangan pada sekolah untuk memutuskan tentang komposisi

SDM, serta proses peningkatan komposisi mereka baik dalam penguasaan bahan ajar, strategi

pembelajaran, teknik evaluasi maupun berbagai keterampilan keguruan lainnya.

6. Waktu; pendelegasian kewenangan pada sekolah untuk memutuskan untuk mengatur alokasi

penggunaan waktu.

Kemudian Ibtisam Abu Duhou juga mengutip pernyataan Bullok dan Thomas (1997 yang

menyatakan bahwa dalam SBM kewenangan sekolah sangat luas meliputi :

1. Penerimaan siswa; yakni pendelegasian kewenangan pada sekolah untuk memutuskan siswa-

siswa yang dapat diterima disekolah tersebut.

2. Assessment; yakni pendelegasian kewenangan pada sekolah untuk memutuskan begaimana

teknik pengukuran yang akan mereka kembangkan dalam mengevaluasi proses dan hasil belajar

siswa.

3. Informasi; yakni pendelegasian kewenangan pada sekolah untuk memutuskan data-data yang

bisa dipublikasikan tentang performa sekolah.

4. Funding; yakni pendelegasian kewenangan pada sekolah untuk memutuskan biaya retributive

dari pendaftaran siswa baru.

Sementara itu Murphy menegaskan, bahwa kewenangan sekolah untuk secara otonom

memutusakan sendiri bersama mitra horizontalnya, ada lima (5), yaitu, perumusan tujuan

perencanaan pembiayaan, personalia, kurikulum dan struktur organisasi (Murphy, 1995 : 48). Tujuan

dimaksud adalah tujuan sekolah sebagai sebuah institusi, yang dikembangkan dari visi, misi dan

kemudian dapat dituangkan dalam bentuk program-program strategis sekolah itu sendiri. Implikasi

dari perumusan tujuan dan program adalah pembiayaan. Oleh sebab itu, jika perumusan visi, misi dan

tujuan serta program strategis sekolah diserahkan pada sekolah sendiri, maka demikian pula dengan

perencanaan pembiayaan. Otonomi sekolah adalah merancang pembiayaan mengontrol pemakaian

dan pertanggungjawabkan penggunaannya itu pada stakeholder yang terlibat dalam penyusunan dan

pemenuhan seluruh kebutuhan pembiayaan sekolah. Otonomisasi budgeting sekolah menurut adanya

kekuatan SDM untuk tugas-tugas fundrizing, sehingga sekolah juga harus diberi otonomisasi dalam

penyusunan struktur organisasi serta memilih dan mengangkat SDM sesuai keperluan program.

Semua perencanaan serta dukungan fasilitas, alat dan sumber daya manusia serta keuangan semata

dikembangkan untuk memberikan quality assurance terhadap proses pembelajaran agar dapat

menghasilkan lulusan yang kompetitif. Oleh sebab itu, sekolah juga harus diberi otonomisasi dalam

Page 339: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

penyusunan kurikulum, pengembangan strategi pembelajaran, alat yang digunakan untuk belajar serta

berbagai fasilitas pembelajaran lainnya, bahkan juga penetapan standar kelulusan, instrumen yang

akan digunakan untuk meng-asses keberhasilan siswa, serta keleluasaan pengalokasian waktu.

Enam aspek yang diotonomisasikan menurut versi Duhou meliputi pengetahuan, teknologi,

kekuasaan, material, orang dan waktu, ditambah empat lainnya yaitu penerimaan siswa baru,

assessment, informasi dan funding, sebenarnya tercakup dalam lima (5) aspek yang disimpulkan

Murphy, yaitu, tujuan, budgeting, kurikulum, personalia, dan struktur organisasi. Dengan demikian,

kelima aspek yang ditawarkan Murphy ini merupakan aspek-aspek yang acceptable untuk

dikembangkan menjadi unsur-unsur kegiatan sekolah yang dapat diotonomisasikan.

Perumusan berbagai tujuan merupakan otoritas yang seharusnya diotonomisasikan pada

sekolah, karena sekolah beserta para stakeholder-nya sangat mengetahui apa yang harus diperbaiki,

ditingkatkan dan atau diadakan serta dikembangkan. Perumusan tujuan tersebut, sebagaimana

Murphy tegaskan (Murphy, 1995 : 49), harus bertolak dari visi dan misi sekolah serta values yang

dimilikinya. Memang untuk sekolah yang sama didistrik yang sama, visi dan misi sekolah bisa sama,

namun values yang mereka miliki bisa berbeda, sehingga mereka bisa merumuskan tujuan yang

berbeda-beda untuk mencapai visi dan misi yang sama. Kemudian bersamaan dengan itu pula,

program-program yang dapat dikembangkan antar satu sekolah dengan lainnya bisa berbeda. Dan

justru SBM itu dikembangkan untuk memberi kewenangan pada sekolah untuk merumuskan

program-program strategis untuk mencapai visi dan misi dari sekolah, dan juga visi sekolah di tingkat

daerah.

Dalam pola SBM, penyusunan program-program strategis yang harus berbasis pada

kenyataan objektif sekolah dan harapan-harapan para client, analisis kebutuhan dan permintaan client

harus dilakukan dengan menganalisis kebutuhan dan permintaan stakeholder sekolahnya sendiri.

Analisis kondisi objektif sekolah juga adalah posisi sekolah saat itu. Dengan demikian, program

strategis tersebut secara rasional bisa dijangkau, karena berbasis pada kekuatan sekolah sendiri.

Budgeting merupakan jantungnya manajemen berbasis sekolah. Kontrol terhadap kurikulum

dan personalia sangat tergantung pada keuangan (Murphy, 1995 : 49), yakni bahwa kurikulum itu

bisa dikembangkan dan diimplementasikan secara sempurna pada siswa, bahkan dilaksanakan dalam

prinsip mastery learning, jika didukung oleh sumber daya keuangan. Demikian pula dengan

pengaturan dan penugasan personalia untuk melaksanakan reinforcement, penguatan dan pengayaan,

semua sangat terkait dengan dukungan sumber daya keuangan. Struktur keuangan sekolah belum

tentu sekuat program-program yang hendak dikembangkannya. Oleh sebab itulah, sekolah diberi

kewenangan untuk berkomunikasi dengan stakeholdernya bukan untuk menarik berbagai retribusi

Page 340: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

tambahan dari mereka, tapi untuk membahas program-program yang rasional untuk dikembangkan

serta strategi fundrising yang dapat dikembangkan untuk mendukung struktur keuangan sekolah.

Aspek ketiga yang juga disarankan untuk diotonomisasi pada tingkat sekolah adalah

personalia, yakni kewenangan sekolah untuk menentukan rencana pengadaan, serta pembinaan

tenaga yang ada, karena sekolahlah yang peling tahu kebutuhan tenaga pengajarnya. Jika soal guru

ini diserahkan sepenuhnya pada pemerintah, termasuk proses seleksinya, maka bisa terjadi terangkat

orang dengan keahlian yang tidak diperlukan, dan justru yang diperlukan tidak diangkat, atau diberi

tugas yang tidak sesuai dengan bidang keahliannya. Paradigma sekolah dari dulu tidak pernah

berubah, baik tingkat dasar menengah maupun perguruan tinggi, bahwa yang dikejar oleh orang tua

siswa adalah guru atau dosen. Jika sebuah sekolah memiliki image dengan komposisi guru yang kuat,

maka akan dicari oleh orang tua siswa, sebagaimana juga perguruan tinggi, jika mampu menyediakan

tenaga pengajar yang berkualitas, maka dia akan dicari oleh para mahasiswa. Sejalan dengan prinsip

tersebut, Murphy menegaskan, jika kepala sekolah hendak merajut program sekolah sesuai harapan

masyarakat, maka dia harus mampu mengelola dan mengontrol guru-gurunya (Murphy, 1995 : 51).

Aspek keempat yang juga patut untuk diotonomisasikan adalah kurikulum. Biasanya,

pembiayaan disusun untuk mendukung pelaksanaan kurikulum yang disusun oleh pemerintah pusat.

Dalam paket SBM otonomi secara totalitas termasuk kurikulum. Namun tampaknya Indonesia belum

berani melepas penuh penyusunan kurikulum pada sekolah bersama dengan stakeholder dan user-

nya, sehingga kini, Depdiknas telah menyajikan outline tentang kompetensi yang harus dijangkau

beserta berbagai indikator kompertensinya dengan tetap memberi ruang pada sekolah untuk

mengembangkan keunggulan-keunggulannya. Bersamaan dengan itu, sesuai prinsip pembelajaran

demokratis, maka rancangan kurikulum operasional yang telah disiapkan guru harus

dikomunikasikan pada siswa, dan siswa-siswa yang sudah mempu ekspresif dan mampu menentukan

pilihan, bisa diberi beberapa opsi strategi dan kagiatan pembelajaran, sehingga belajar bagi mereka

tetap menyenangkan, produktif dan tidak membosankan. Termasuk dalam kategori kurikulum adalah

penggunaan alat dan sumber belahar, serta pengalokasian waktu.

Aspek kelima adalah struktur organisasi yang mendukung terhadap proses pendelegasian

kewenangan tersebut, agar ada divisi yang dapat melakukan pengelolaan sarana dan prasarana,

pengembangan teknologi dalam pelayanan administrasi maupun sumber belajar, sehingga sekolah

mampu berkembang serta maju seiring kemajuan teknologi, dan siswa-siswa tidak tertinggal oleh

berbagai kemajuan dunia. Inilah aspek-aspek yang sebaiknya sekolah diberi otonomi penuh untuk

mengambil putusan-putusan strategisnya. Akan tetapi kemudian munsul sebuah pertanyaan, untuk

Page 341: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

apa SBM tersebut serius didorong untuk diimplementasikan di sekolah, mengapa dan untuk apa SBM

ini dikembangkan untuk sekolah.

Dalam konteks terakhir ini, duhou menyampaikan beberapa argumentasi, pertama, bahwa

sekolah itu dikembangka untuk memenuhi permintaan berbagai pihak kontituen, yakni pemerintah,

para ahli pendidikan, orang tua siswa, siswa itu sendiri, serta berbagai anggota masyarakat yang

menaruh harapan-harapan terhadap pada pendidikan. Dengan demikian, sangat fair jika mereka yang

memiliki harapan-harapan terhadap sekolah tersebut ikut serta dalam merumuskan ide-ide dan

pemikiran-pemikiran dalam proses penetapan keputusan tentang berbagai kebijakan sekolah untuk

meningkatkan kualitas hasil pendidikan siswa-siswa disekolah tersebut, kedua, bahwa reformasi

pendidikan diarahkan agar penyelengaraan pendidikan itu semakin demokratis, yakni memperluas

pelibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan-keputusan penting untuk

diimplementasikan dalam pengembangan program, sehingga sekolah semakin aspiratif terhadap ide

dan gagasan publiknya, kemudian dukungan masyara kat meningkat, dan tanggung jawab mereka

terhadap pendidikan juga tinggi, karena mereka dilibatkan secara aktif. Ketiga, semakin pendidikan

itu didorong ke bawah dan semakin masyarakat dilibatkan untuk berpartisipasi dalam pendidikan,

maka aliran dana masyarakat untuk sekolah akan semakin lebar, dan akan semakin menguntungkan

bagi siswa, karena banyak proses pembelajaran yang dapat dibiayai. Bersamaan dengan itu

manajemen sekolah juga akan terkontrol oleh banyak pihak, karena setiap donasi menuntut

pertanggungjawaban manajemen, sehingga administrasi keungannya akan semakin akuntabel dan

efisien (Duhou,1999:32-33).

Argumen-argumen ditas merupakan alasan rasional mengapa SBM didorong untuk dijadikan

sebagai sebuah pilihan dalam reformasi pendidikan, yakni pengelolaan pendidikan yang lebih

demokratis, melibatkan masyarakat pemakai sekolah, para ahli pendidikan, serta masyarakat yang

peduli pada pendidikan. Pelibatan tersebut tidak sebatas dalam penyusunan program, kebijakan

kurikulum, dan proses pembelajaran lainnya, tapi juga dalam budgeting serta berbagai upaya yang

dapat memenuhi kebutuhan anggaran untuk peningkatan kualitas pelayanan pembelajaran bagi siswa.

Pelibatan masyarakat dalam budgeting tersebut bukan dalam konteks pengelolaan serta

pengadministrasian, tapi lebih pada upaya-upaya fundrising serta berbagai kebijakan untuk

mendorong partisipasi masyarakat pada sekolah dalam upaya memperbesar saluran uang masuk ke

sekolah, dan sebagai implikasinya, mereka punya hak untuk memperoleh pelaporan dari manajemen

sekolah tersebut, setidaknya annual report sebagai bukti pertanggungjawaban serta akses kontrol

masyarakat terhadap akuntabilitas manajerial-nya. Semakin akuntabel manajemen sekolah, maka

Page 342: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

akan semakin tinggi kepercayaan masyarakat. Dan semakin tinggi kapercayaan masyarakat maka

akan semakin tinggi pula partisipasi mareka.

Pendelegasian kewenagan tersebut, memang kini sudah menjadi trend didunia pendidikan di

beberapa ngara yang mengembangkan kultur demokrasi dalam kehidupan sosial politik mereka.

Dengan otonomisasi tersebut, kini tanggung jawab pengembangan sekolah berada pada senior official

dari sekolah, yakni kepala sekolah bersama para gurunya, yang harus mengembangkan komunikasi

dengan orang tua siswa. Posisi pemerintah lebih banyak pada penyiapan SDM yang akan dikirim ke

sekolah, mengembangkan kualitas SDM melalui in-service training, bahkan sekolah harus

melakukan reorientasi agar tetap sustainabel manakalah suatu saat semua pelayanan tersebut tidak

siapkan lagi oleh pemerintah pusat (Hokins, 1994 : 15). Padangan Hopkins ini memang terlalu maju

tentang desentralisasi, karena untuk kasus Indonesia, kini baru pada tahap pelibatan masyarakat

sekolah dalam program-program internal sekolahnya.

Siapakah sebenarnnya masyarakat sekolah sebenarnya? Ada dua kategori masyarakat

sekolah, yaitu pertama, Unsur-unsur sekolah, yang jika salah satu unsur tersebut tidak ada, maka

proses persekolahan tersebut menjadi terganggu, inilah yang biasa disebut sebagai stakeholder. Oleh

sebab itu, dalam konotasi ini, guru, kepala sekolah, siswa, orang tua siswa dan pemerintah termasuk

didalamnya. Namun bersamaan dengan itu, siswa, orang tua siswa dan pemerintah, dalam salah satu

konteks biasa disebut sebagai client sekolah, yakni pelanggan sekolah, karena merekalah yang

dilayani oleh sekolah. Siswa membawa harapan-harapan pengalaman, sebagaimana harapan yang

disampaikan orang tuanya. Demikian pula dengan pemerintah, Khususnya pemerintah daerah yang

memiliki kewengana dalam penembangan seolah tersebut. Kedua, unsur-unsur yang diharapkan dapat

memberikan masukan dalam pengembangan program sekolah, peningkatan fundrising,

pengembangan kurikulum, dan bahkan memberikan pertimbangan –pertimbangan dalam

pengembangan serta pembinaan personalia.Kelompok ini, biasa disebut dengan komite sekolah.

Keanggotaan komite sekolah bervariasi, ada yang hanya memperluas stakeholder denga unsur-unsur

pakar dan toko masyarakat setempat, dan ada lagi yang lebih proporsional, sehingga tidak semua

unsur stakeholder otomatis memiliki perwakilan dalam komite sekolah, karena seperti siswa,apa

relevansinya, bahkan orangf tua siswa belum tentu memiliki pandangan-pandangan yang progresif

tentang sekolah. Mereka tidak berpatokan pada keterwakilan unsur, tapi keterwakilan gagasan

sehingga tidak terlalu menganggap penting unsur (Hatry, 1994 : 44 : 46). Bagi aliran ini, unsur-unsur

penting dalam komite sekolah justru adalah mereka yang benar-benar memahami pengembangan

sekolah, apakah para pakar, unsur perguruan tinggi atau yang sejenisnya.

Page 343: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Di Indonesia sendiri, wacana yang muncul dan berkembang tentang komite sekolah sebagai

substitusi BP3 meliputi unsur-unsur stakeholder dan masyarakat pedidikan, yang tersiri dari unsur

pakar pendidikan, pengusaha, LSM dan toko masyarakat disekitar sekolah. Kebijakan tersebut

dikembangkan dalam upaya memperluas kontribusi dan pelibatan masyarakat dalm pendidikan, baik

dalam konteks manampung ide dan gagasan untuk pengembangan program sekolah, maupun dalam

membantu sekolah memperlebar akses dana untuk membiayai proses pembelajaran siswa, sehingga

mencapai kualitas ideal.

Apakah sebenarnya tugas-tugas komite sekolah tersebut? Dalam konteks ini Hatry menjelaskan

bahwa tugas-tugas dari komite sekolah antara lain adalah sebagai berikut ( Harty, 1994: 42 ):

1. Mengembangkan akses sekolah pada dana, sehjingga sekolah mampu membangkitkan berbagai

sumber dana potensial untuk mendukung proses pembelajaran siswa.

2. Mengembangkan budgeting sekolah dalam konteks pngembangan kemampuan pembiayaan

untuk mkendanai berbagai program sekolah.

3. memutuskan struktur anggaran sekolah.

4. Berpartisipasi dalam pemilihan kepala sekolah, dan wakil kepala sekolah.

5. Ikut serta dalam curah pendapat tentang kurikulum dalm konteks peningkatan kualitas hasil

pembelajaran, dan memberi masukan-masukan pada sekolah tentang kualifikasi kompetensi

siswa yang akan dihasilkan sekolah.

Relevan dengan fokus tugas komite sekolah, Duhou ketika menjelaskan salah satu

pengalaman tentang sekolah yang telah menjalankan SBM disalah satu sekolah di Australia, Yakni

Victoria’s School, dan dinamai dengan SOF atau School of Future, memaparkan bahwa tugas-tugas

yang dikembangkan untuk komite sekolahnya adalah sebagai berikut ( Duhou, 1999:66):

1. Komite4 sekolah terlibat dalam membuat dan menyusun berbagai kebijakan pendidikan dari

sekolahnya.

2. Mendirikan komite pendidikan tingkat regional, dan mendorong keterwakilan tiap sekolah

pada komite regional tersebut.

3. Pada komite regional diperkuat de4ngan expert dalam bidang-bidang yang diperlukan, dan

komite tersebut independent tidak terikat dengan birokrasi pendidikan, namun bertanggung

jawab denga materi.

Dalam konteks tugas operasionalnya, komite sekolah terlibat tidak hanya dalam soal

budgeting dalam konteks fundrising sebagaimana sebagaimana digambarkan oleh Hatry, tapi justru

Page 344: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

dalam penetapan berbagai kebijakan sekolah, khususnya tentang perencanaan strategis sekolah, yang

harus dimulai dari hulu sejak dari visi,misi, tujuan dan berbagai program strategis, baik jangka

panjang, menengah, maupun program operasional sebagai program jangka pendek, mereka harus

terlibat sehingga memahami pentingnya membantu berkontribusi dalan fundrising untuk sekolah.

Lalu mereka juga berhak untuk memperoleh pelaporan, walaupun tidak berada dalam struktur

birokrasi sekolah, namun mereka harus diberi pelaporan agar akuntabilitas manajemen sekolah dapat

diketahui oleh publik.

C. Total Quality Management Dala Pendidikan

Total Quality Management (TGM) sempat menjadi isu yang hangat dalam reformasi pendidikan

di Indonesia, kendati menudian agak mereda kembali dan tidak sebagaimana isu-isu lainnya

seperti School-Based Management, Student-Based Education, Competence-Based Curriculum

dan Community-Based Education yang terus mendorong dalam konteks reformasi oendidikan di

Indonesia. TQM sempat mengisi wacana reformasi pendidikan melalui perbaikan terus menerus

dalam seluruh bagian dari rangkaian aktivitas layanan pendidikan.

Walaupun dikembangkan secara serius sejak awal decade 1990-an oleh para peneliti

pendidikan di USA dan UK sebagai upaya emncari jawaban untuk pengembangan dan peningkatan

kualitas pendidikan (Sallis, 1993:18), namun TQM selalu dikaitkan dengan teori William Edward

Deming kelahiran tahun 1900, dan merupakan salah seorang yang telah berhasil membuat revolusi

dalam pengembangan berbagai industri di Jepang. Sebenarnya dia adalah seorang sarjana ilmu fisika

bergelar Ph.D., yang lulus tahun 1927 dari Yale University, lalu bekerja di perusahaan listrik Western

Electric’s Hawthorne yang saat itu sedang diteliti oleh seorang penelitia dari Harvard untuk melihat

hubungan antara motivasi dalam lingkungan kerja dengan produktivitas pegawai. Dan Deming pun

tertarik untuk melanjutkan observasi tersebut diperusahaannya itu, lalu diteruskan di laboratorium

perusahaan Tilpon (Bell Laboratory) New Jersy, dan berjumpa dengan Walter A. Shewhart yang

memiliki teori lingkaran spesifikasi, produksi dan inspeksi, yang kemudian dikembangkan oleh

Deming dengan lingkaran PDSA. Deming mengangkat teori tersebut sebagaio subtitusi terhadap teori

Frederick Winslow Taylor, dan menekankan work harder do their best (Bonstingl, 2001:7). Kritik

Deming terhadap teori Taylor adalah bahwa teorinya itu menurunkan semangat dan kontra produktif

terhadap interest pegawai, manajemen dan prusahaan. Dalam lingkar PDSA, seluruh pekerjaan

dimulai dengtan plan atau perencanaan, kemudia diikuti dengan “do”, yakni mengerjakan

perencanaan tersebut dalam skala kecil kemudian diikuti dengan study untuk mengonfirmasi

Page 345: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

perencanaan dengan hasil uji lapangan, kemudian dimodifikasi sesuai hasil studi untuk digunakan

dalam skala yang lebih besar, itulah yang dalam teorinya disebut act (Bonstingl, 2001:9-10).

Melalui teorinya ini Deming menekankan perbaikan-perbaikan yang tidak pernah henti, dan

setiap apa yang dikerjakan selalu diawali dengan perencanaan, dan perencanaan tersebut diilhami

dengan hasil yang telah tercapai sebelumnya, sehingga ada perbaikan-perbaikan untuk implementasi

rencana berikutnya. Apa sebenarnya yang mendasari kemunculan lingkaran perbaikan terus-menerus

ini. Menurut Sallis, Deming melihat kelemaham manajerial zamannya dengan menginventarisir

beebrapa penyakit manajemen (Sallis, 1993:46-47), antara lain yaitu :

1. Kurang konsisten dalam perumusan tujan, yakni perumusan tujuan institusi sering berganti.

2. Sering berpikir jangka pendek, dan ini berkait dengan penyakit pertama, bahwa sering kali

perumusan tujuan selalu berorientasi jangka pendek, sehingga mudah berubah-ubah.

3. Evaluasi personal yang selalu didasarkan pada hasil rating evaluasi tahunan. Pendekatan ini akan

megakibatkan guru dan pegawai mengejar target indikator penilaian dari pada kualitas outcome.

Mereka akan berkompetisi untuk menjadi yang terbaik dalam indikator-indikator tersebut, dari

pada meningkatkan kebanggan dengan tugas dan institusi sekolahnya.

4. Lompatan tugas, ini yang juga dikritik oleh Deming, bahwa manajemen Eropa sering

menekankan talenta, dengan mengabaikan pengalaman, sehingga seorang manajemen bisa

diangkat dari pegawai junior tapi memiliki talenta yang baik untuk tugasnya itu. Sementara

manajemen Jepang lebih menekankan stabilitas, sehingga unsur pengalaman menjadi sangat

penting. Menurut Deming, anajer itu harus diangkat dengan mempertimbangkan kemapuannya

menjaga konsistensi tujuan.

5. Penggunaan gambaran visual untuk mengukur sebuah keberhasilan. Ini juga merupakan penyakit

dalam manajeen, dabn masih banyak sekolah-sekolah yang menganggap keberhasilan

manajemennya itu dengan memiliki gambaran hasil ujian akhir yang baik. Menurut Sallis dengan

mengadaptasi teori deming pola ini salah, dan tidak menjamin perbaikan kualitas. Indikator

keberhasilan justru adalah ktika sekolah mampu memberi kepuasan dan kebahagiaan pada

pelanggannya.

Untuk menjamin perbaikan total pada semua orang, di semua unit dan dilakukan terus

menerus, Sallis dengan mengadaptasi doktrin Deming menawarkan langkah-langkah penting dalam

pengembangan TQM di sekolah (Sallis, 1993:48-49), yaitu :

Page 346: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

1. Rumuskan tujuan yang konstan untuk perbaikan dalam produk layanan, dengan tujuan agar

menjadi kompetitif, tetap bisa menjalankan usaha (sekolah), dan bisa menyediakan lapangan

pekerjaan! Banyak organsasi yang hanya memiliki tujuan jangka pendek, dan tidak merumuskan

apa yang hendak dicapai dalam 20 sampai 30 tahun ke depan, dengan berdasarkan pada visi dari

institusinya.

2. Gunakan filosofil baru! Sebuah sekolah tidak akan mampu berkompetsni jika harus menerima

dan memaafkan keterlambatan, kesalahan, atau melahirkan hasil yang tidak tepat. Mereka harus

melakukan perubahan dan menggunakan cara barud alam melakukan pekerjaan, sehingga tidak

mengulangi kesalahan.

3. Berhentilah menggunakan pengawasan publik untuk mencapai kualitas! Pengawasan publik yang

dilakukan oleh unit inspeksi tidak menjamin kualitas. Manajemen harus memepersiapkan staf

mereka dengan training teknik analisis statistik untuk memonitor da mengembangkan kualitas

mereka secara mandiri dan dilakukan oleh mereka masing-masing.

4. Tingkatkan terus kualitas pelayanan dan produk layanan! Tugas manajemen adalah meningkatkan

kualitas layanan, dan menjamin bahwa proses perbaikan akan terus dilakukan.

5. lakukan on the job training! Pelatihan merupakan salah satu yang paling penting untuk

peningkatan kualitas. Memang, sekolah harus mengeluarkan dana untuk kepentingan pelatihan

tersebut, tapi sama pentingnya untuk selalu melawan standar kualitas yang permanen. Oleh sebab

itu, pegawai dan guru harus diberi training untuk supaya bisa melakukan perubahan-perubahan

untuk kemajuan.

6. Tugas manajemen adalah memimpin bukan mengawasi, pemimpin harus mampu berperan untuk

emdnorong kemajuan dalam proses pelaksanaan pekerjaan agar menghasilkan layanan dan

produk terbaik.

7. Hindari rasa takut, yakni bahwa produktivitas pegawai juga diperngaruhi oleh perasaan bekerja di

tempat dia bekerja. Oleh sebab itu, diciptakan susan tentram, dan nyaman, sehingga guru dan

pegawai merasa dirinya aman untuk bekerja di tempatnya itu.

8. Atasi berbagai kendala hubungan antara unit atau departemen, karena mereka yang berada dalam

unit yang berbeda tersebut memerlukan kerjasama sebagai sebuah tim. Organisasi tidak boleh

membiarkan ada departemen atau unit yang terdorong dalam arahan yang berbeda.

9. Kurangi slogan, nasihat, target dan permintaan untuk peningkatan produktivitas baru tanpa ada

pengarahan pada para pegawai tentang metode-metode baru untuk menghasilkan pekerjaan yang

lebih baik. Kebanyakan kelemahan proses pekerjaan itu sistematik dan itu tugasnya menajer

untuk mencarikan jalan keluarnya.

Page 347: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

10. Kurangi standarisasi pekerjaan dengan indikator angka numeric, karena standarisasi numeric atau

kuantitas sering kali akan mengurangi kualitas.

11. Hilangkan berbagai kendala yang akan mengurangi kebanggaan pegawai terhadap pekerjaannya,

yakni instuisi harus menghilangkan kebiasaan melakukan penilaian terhadap perstasi pegawai,

karena justru akan menimbulkan persaingan diantara pegawai satu dengan lainnya, dan kontra-

produktif terhadap pengembangan team-work !

12. Lembagakan pendidikan dan pelatihan pegawai yang dapat meningkatkan semangat kerja

pegawai dan meningkatkan semangat kerja pegawai dan peningkatan kualitas dengan dirinya

sendiri. Staf yang terdidik dengan baik, akan mampu melakukan peningkatan kualitas

pekerjaannya!

13. Posisikan setiap orang dalam instuisi untuk bekerja dan melaksanakan transformasi ! kultur

berkualitas merupakan tugas setiap orang, dan juga tugas personal dari manajer sendiri.

Teori deming kemudian diteruskan Joseph M. Juram mendefinisikan bahwa kualitas itu

adalah “kesesuaian untuk pemakaian”, kualitas adalah “terbatas dari kesalahan”. Dan sebagaimana

Deming, Juran juga menekankan pentingnya memperhatikan permintaan dan kebutuhan pelanggan

dalam konteks ukuran-ukuran kualitas. Juran mengembangkan lingkaran kualitas yang dinamainya

dengan “spiral of progress in quality“ yang meliputi, customer, product development,

operation,marketing,customer, further development,dan lain-lain. Proses kualitas itu dimulai dari dan

berakhir pada pelanggan (Bonstingl,2001:14).Dengan teori lingkaran spiral tersebut, Juran

sebagaimana Deming menekankan perbaikan terus–menerus dalam kualitas, dengan merujuk pada

permintaan serta kebutuhan pelanggan.Siklus spiral Juran adalah sebagaimana terlihat pada gambar

berikut ini:

Page 348: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Gambar 25

Customers( 5 )

Further ProductDevelopment

( 6 )

Marketing( 4 )

Costumers( 1 )

Operation( 3 )

Product Development

( 2 )

Page 349: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Ada dua inti dari teori Juran sebagaimana dikutip oleh Sallis,yaitu aturan 85/15.Juran,

menurutnya adalah guru manajemen pertama yang secara luas menekankan kualitas.Sebagaimana

Deming, berbagai problem kualitas bisa diperbaiki dengan kembali pada perbaikan berbagai putusan

manajemen.Induk teori Juran adalah 85% dari problem kulitas organisasi adalah hasil kesalahan

dalam rancangan proses. Penetapan sistem secara benar akan memperoleh kualitas secara benar.

Selanjutnya Juran berpendapat, bahwa 85% problem terkait dengan manajemen, sebagaimana

manajemen itu mengontrol 85%dari sistem dalam organisasi (Sallis,1993:52).

Kemudian teori yang lain,sebagaimana dikemukakan Sallis adalah bahwa untuk membantu

meningkatkan kualitas perencanaan,atau dalam istilah diatas adalah perancangan proses, Juran

menyampaikan teori Strategic Qualiy Management (SQM), bahkan setip bagian dalam organisasi

memiliki kontribusi terhadap peningkatan kualitas. Juran membagi pegawai pada tiga level, yaitu

manajersenior,manajer kelas menengah dan lapisan pegawai. Manajer senior memiliki kontribusi

tentang peningkatan pandangan-pandangan srategis dalam organisasi, manajer menengah memiliki

kontribusi dalam operasionalisasi pandangan-pandanga strategi stersebut, sedangkan lapisan pekerja

memiliki kontribusi dalam mengontrol kualitas (Sallis,1993:53). Bila diadaptasi pada struktur sekolah

di Indonesia menjadi problematik, karena kepala sekolah langsung dengan guru. Namun gagasan

dasarnya sangat rasional, bahwa semua unsur dalam lapisan memiliki kontibusi yang sama dalam

pengembangan kualitas, dan perbedaannya hanya pada wilayah kewenangan

Teori-teori tentang pengembangan kulitas manajenyang kemudian banyak diadaptasi pada

manajemen pendidikan sangat kaya, dan tidak hanya Deming serta Juran. Namun keduanya adalah

pemula, maka keduanya senantiasa menjadi rujukan utama.setelah Deming dan Juran dalam

khazanah manajemen masih terdapat nama-nama seperti Arman Feingenbaum, Phillip Crosby,

serta nama-nama besar lainnya.namun yang penting adalah, upaya mengadaptasikan teori-teori

tersebut dalam manajemen pendidikan, dalam konteks pengembangan danpeningkatan kualitas

pendidikan itu sendiri,yang dilakukan secara holistic, komrehensif, namun bertahap dalam prinsip

perbaikan tiada henti sebagai inti dari Total Quality Manajement (TQM), yakni peningkatan kualitas

dalam semua sektor dan dilakukan semua orang dalam organisasi serta dilakukan secara terus-

menerus.semua orang dalam TQM adalah manajer untuk bidang kewenangannya (Sallis,1993:35).

Dalam konteks sekolah, perbaikan tidak hanya dilakukan oleh pemerintah sebagai shareholder,bagi

sekolah-sekolah negri, yang menyediakan berbagai sarana fisik dan lingkungn, serta sumber daya

manusia dan keuangannya, tapi juga dilakukan oleh jajaran staf administrasi dengan perbaikan sistam

dan kultur layanan administrasinya, dan juga oleh guru dengan perbaikan perencanaan serta proses

pembelajarannya.

Page 350: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Berbagai teori perbaikan kualitas tersebut, kini diangkat dalam wacana akademik dan

penelitian, khususnya dalam mencoba mereformulasi manajemen pendidikan, untuk meningkatkan

kualitas, baik dalam proses pelaksanaan pelayanannya maupun outcome hasil pendidikannya , yang

keduanya saling berkorelasi. Dalam konteks ini terdapat beberapa nama antara lain John Jay Bostingl,

Edward Sallis, Malcolm S. Greenwood, Robert Kapland serta beberapa nama lainnya yang cukup

marak baik di Amerika maupun Inggris.

Dalam pada itu, kulitas sebagaimana dikemukakan Sallis, ada dua macam, yaitu kualitas

absolut dan relatif. Dalam konotasi absolut kualitas adalah pencapaian standar tertinggi dalam

sesuatupekerjaan, produk, atau layanan yang tidak mungkin dilampaui, dan sudah mecapai tingkat

kesempurnaan sehingga tidak ada peluang untuk paningkatan (Sallis,1993:22). Kualitas dala makna

absolut ini sering identik dengan harga tinggi, dan menjadi kebanggaan bagi pemilik atau

pemakainya, dan masih identik pula dengan kemewahan. Akan tetapi, jika kualitas tersebut identik

dengan harga mahal dan kemewahan, maka tidak ada peluang bagi yang tidak mahal untuk

berkualitas. Oleh sebab itu,Sallis membuat definisi kedua , yaitu kualitas dalam pengertian relatif,

yakni kualitas yang masih ada peluang untuk peningkatan.kualitas dalam konotasi ini adalah

pencapaian sandar kualitas tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya, baik dalam sebuah pekerjaan,

maupun produk barang atau jasa (Sallis,1993:23). Dengan demikian, menurut definisi ini, kualitas

bukanlah sebuah akhir yang tidak ada peluang perbaikan. Kualitas adalah sesuatu yang masih terus

ditingkatkan. Akan tetepi, jika dalam tahap peningkatan itu, pelaksanaan sebuah pekerjaan

umpamanya, telah mencapai standar tertentu yang telah ditetapkan sebelumna, maka pekerjaan

tersebut berkualitas.

Kualitas dalam konotasi kedua ini memiliki dua aspek, yaitu pengukuran untuk mencapai

spesifikasi tertentu, dan kedua terpenuhinya permintaan dan harapan-harapan pelanggan. Kulifikasi-

kualifikasi yang dijadikan ukuran kualitas biasanyadisusun oleh omployers, kalau dalam sekolah,

standar kualitas guru mengajar disusun oleh kepala sekolah bersama tim manajemen lainnya.

Demikian pula dengan kualitas layanan administasi pendidikan, disusun oleh kepala sekolah. Semua

standar kualitas tersenut menjadi bahan publikasi pada pelanggan,tentang jaminan kualitas layanan,

atau bisa disebut dangan quality assurance, dan setiap sekolah harus memiliki sistem layanan yang

dapat memberikan jaminan kualitas pada para pelanggannya. Komposisi SDM dan sitem pelayanan

itulah yang dapat dijadikan selling pointbagi sekolah, sehingga masyarakat membelinya, sedangkan

standar kedua, adalah terpunuhinya harapan dan permintaan pelanggan tersebut bisa berkelindan.

Akan tetapi bisa terjadio mereka menghendaki indikator-indikator tambahan sehingga semua harapan

dan permintaan mereka itu sebaiknyadi-assess oleh manajemen sekolah. Problematika pencapaian

Page 351: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

unsur kedua ini justru karena tidak semua pelanggan penyampaikan harapan-harapan yang

dikehendakinya, diluar yang telah sekolah tawarkan.

Sejalan dengan pandangan-pandanganSallis tersebut Greenwood menyampaikan bahwa

kualitas itu tiada lain adalah “terpenuhinya permintaan permintaan pelanggan, tercapainya tujuan

serta dapat menyenangkan para pelanggan tersebut” (Greenwood, 1994 : 26). Greenwood telah

membiat rumusan kualitas dalam konteks TQM dan tidak mengitroduksi kualitas absolut yang sudah

tidak perlu diperbaiki lagi, karena disamping keluar dari konteks TQM, ukuran kualitas seperti itu

probabailitasnya kecil, kalau tidak mungkin untuk dikatakan utopia sesuai dengan definisi tersebutm,

sesuatu itu dikatakan berkualitas jika sesuai dengan rumusan kualifikasi-kualifikasi yang telah

ditetapkan sebelumnya dan dapat memenuhi permintaan pelanggan dalam konteks pendidikan,

sekolah itu berkualitas jika mampu melaksanakan proses pembelajaran yang sesuai dengan

rancangan-rancangan yang ditetapkan bersama antara sekolah dengan komite sekolah, mencapai hasil

belajar sesuai dengan target yang direncanakan serta sesuai pula dengan harapan-harapan orang tua

siswa pemerintah, para pengguna lulusan baik sekolah atau perguruan tinggi tempat siswa

melanjutkan studinya maupun dunia kerja. Bahkan lebih jauh dari itu, siswa senang dan orang tua

juga senang karena tidak hanya tercapai apa yang mereka inginkan tapi siswa juga merasa at home

disekolahnya itu. Jika indikator-indikator itu terjadi maka sekolah tersebut berkualitas atau mencapai

kualitas yang diharapkan pelanggan sesuai dengan devinisi diatas.

Kemudian dari itu, TQM merupakan sebuah kelanjutan dalam perjalanan konsep manajemen

untuk memiliki kualitas memperbaiki kualitas produk serta memberi kepuasan bagi pelanggan, baik

dalam produk barang, jasa maupun pelayanan lainnya, yakni quality control, quality assurance dan

total coality management menurut Sallis, (Sallis, 1993 : 26), ketiganya memiliki aksentuasi yang

berbeda dan lahir secara dialegtis. Seczara histories, quality control merupakan konsep kualitas yang

peling tua. Modal quality control diperkenalkan sebelum yang lainnya secara praktis, quality control

dilakukan managemen untuk dapat menghasilkan produk yang berkualitas, baik barang maupun jasa

yang dilakukan manajer dalam proses pelaksanaan atau diakhir pekerjaan. Oleh sebab itu, dalam

sistem ini selalu ada unit inspeksi dengan para inspektur yakni sebuah unit yang bertugas melakukan

kontrol terhadap pelaksanaan pekerjaan atau terhadap barang yang dihasilkan. Demikian pula dengan

sekolah yang selalu mengadakan evaluasi akhir nasional akan tetapi, sistem ini dianggap tidak

efisien, karena harus ada pengulangan pekerjaan terhadap pekerjaan-pekerjaan yang salah atau

terhadap produk yang gagal oleh sebab itu, kemudian para peneliti dan para ahli manajemen

mengubah/mengembangkan sisterm kontrol kualitas dengan menyusun sistem kerja dimuka sebelum

proses pekerjaan atau proses produksi dimulai, dengan sebuah struktur yang ketat dan memungkinkan

Page 352: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

tidak ada kesalahan sama sekali yang diikuti dengan mekanisme kontrol dalam prose pelaksanaan

pekerjaan. Mereka menyebutnya dengan sistem nol kerusakan / kesalahan. Itulah kualitas dari

generasi kedua yang populer dengan quality assurance.

Sebenarnya model quality assurance masih efekti untuk dikembangkan, dengan menggunakan

prangkat sistem dan peran manajer yang masih kuat untuk terus mengawasi dan menjaga jangan

sampai ada kesalahan dalam proses pekerjaan atau pelayanan, karena dalam sistem quality assurance

kualitas itu ditentukan sebelum pekerjaan di mulai dan sampai saat pekerjaan sedang dikerjakan.

Akan tetapi daslam quality assurance belum menekankan aspek-aspek pembudayaan kerja dan

pelayanan terbaik, dan belum menekankan secara aksentuatif tentang perlindungan dan

pembahagiaan pelanggan, melalui perbaikan holistic dan terus menerus. Oleh sebab itu, kemudian

dikembangkan model total quality management, sebagai penguatan sebagai konsep quality assurance

yakni pengembangan kultur agar semua pegawai itu, pada semua lini dan tingakatan memiliki sebuah

moto yang sama, bagaimana mereka mencapai standar kualitas yang telah ditetapkan, dan mampu

membuat pelanggan itu senang dan merasa puas dengan layanan yang mereka berikan, melalui

perbaikan terus-menerus. Dalam TQM pelanggan itu banar-benar dilindungi agar mereka merasa

puas dengan layanan yang diberikan, atau mereka puas dengan barang dan produk yang dihasilkan

untuk mereka gunakan. Apa yang mereka butuhkan kapan mereka memerlukannya dan bagaimana

menggunakannya semua terlayani secara tepat, cepat dan akurat, sehingga mereka itu benar-benar

terlindungi keperluannya.

Dalam konteks pengembangan TQM untuk layanan pendidikan, berarti semua prangkat

sekolah dari kepala sekolah, guru, karyawan dan tenaga keberhasilan serta keamanan, harus benar-

benar memiliki kultur pelayanan terbaik terhadap siswa dan orang tua siswa sehingga mereka puas,

tidak saja diakhir setelah putera-puterinya lulus, tetapi sejak awal mereka masuk kehalaman sekolah,

merasa nyaman, aman, terlindungi, terhargai, dan terlayani, oleh perangkat sekolah yang berada di

front line. Kemudian layanan administrasinya efisien dan efektif, cepat, tepat dan akurat, dan para

pegawai yang berada difront linernya bisa menghadapi pelanggan dengan ramah. Kemudian guru

mengajar dengan persiapan yang baik, memperhatikan keragaman siswa, bersikap demokratis dalam

pengembangan strategi tidak membiarkan ada anak yang tertinggal, sehingga end-product dari mata

pelajarannya memiliki kompetensi penguasaan yang baik. Demikian pula dengan kepala sekolahnya

selaindimanis progresif dia juga aspiratif, terbuka dengan saran-saran kemajuan, dan mampu

menkomunikasikan gagasan serta berbagai persoalan sekolahnya itu pada komite sekolah, untuk

disampaikan pada client yang lebih luas serta kelompok peduli sekolah dari masyarakat

lingkungannya.

Page 353: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Lalu siapakah pelanggan (client) sekolah itu? Pelanggan sekolah sebagaimana di kemukakan

oleh Greenwood adalah sebagai berikut (Greenwood, 1994 : 27).

1. Siswa-siswa yang memperoleh pelajaran

2. Orang tua siswa yang membayar baik langsung maupun tidak langsung untuk biaya

pendidikan anaknya

3. pendidikan lanjut atau institusi pendidikan temapt siswa melanjutkan studi.

4. para pemakai tenaga kerja yang perlu untuk merekrut staf trampil, memiliki keahlian dan

berpendidikan sesuai dengan kebutuhan.

5. Negara yang memerlukan pegawai terdidik dengan baik.

Dari lima kategori school client ini, Greenwood tampaknya tidak memasukkan pemerintah

dalam posisi pemesan-pembayar, dan hanya diposisikan sebagai pemakai outcome pendidikan,

padahal di Indonesia, bahkan dibanyak negara didunia, sekolah dasar dan menengah itu, sebagiannya

dibiayai oleh anggaran pemerintah, khususnya untuk sekolah negeri untuk sekolah swasta. Oleh

sebab itu, Sallis memasukkan unsur pemerintah sebagai salah satu dari pelanggan dalam kategori

pemesan dengan enyiapkan pembayaran (Sallis, 1993, 31). Bersamaan dengan itu pula, Sallis lebih

jauh melihat, bahwa kelima unsur client ini memperoleh layanan yang berbeda, siswa dengan orang

tua siswa memiliki indikator kepuasan yang berbeda, demikian pula dengan employer dan

pemerintah, serta institusi pendidikan lanjutan. Oleh sebab itu Sallis membagi client ini dalam tiga

kategori, yaitu pelanggan premier, pelanggan sekunder, dan pelanggani tertier. Pelanggan primer

adalah siswa yang memperoleh layanan langsung yang berupa pembelajaran dari sekolah, pelanggan

sekunder adalah orang tua siswa, pemerintah yang menyediakan anggaran untuk sekolah,, serta

employer yang membayarkan uang sekolah untuk orang-orng yang diutusnya untuk belajar. Terakhir

pelanggan tertier yakni pemerintah sebagai institusi yang embutuhkan tenaga kerja, employer yang

akan menampung para lulusan sekolah di perusahaan atau unit-unit layanan jasa, dan masyarakat

secara keseluruhan, yang senantiasa membutuhkan pendidikan untuk menyiapkan anak-anak didik

agar bisa menjadi anggota masyarakat yang baik (Sallis, 1993 : 31).

Harapan masing-masing pelanggan tersebut terhadap sekolah pasti berbeda, dan sangat tidak

mungkin bagi sekolah dapat memenuhi seluruh permintaan pelanggannya itu. Kendati demikian,

semua harapan dapat direhonsiliasikan, sehingga dapat menampung seluruh aspirasi, walaupun tidak

dapat memberi kepuasan secara penuh, dan inilh problem dalam TQM yang mengusung konsep

kepuasan. Salah satu problem yang sering kali dihadapi sekolah, khususnya sekolah negri yang

dibiayai pemerintah adalah, berbenturan entaraharapan pemerintah sebagai penyedia anggaran

kegiatan rutin, dengan harapan siswa untuk meningkatkan itensitas proses pembelajaran mereka.

Page 354: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Pemerintah sering menekankan aspek afasiansi dan pengurangan sektor-sektor tertentu,sementara

siswa menghendaki terus berekspansi dalam kegiatan pembelajarannya. Walaupun demikian TQM

tetap bisa berjalan, dengan penetapan standar kualitas sesuai kapasitas yang dimiliki oleh institusi

masing-masing, karena TQM tidak berbicara kualitas absolut,tapi kualitas relatif yang disesuaikan

dengan tingkat kemampuan,dan harus terus ditingkatkan setiap saat.

Hanya saja, dalam TQM diperlukan seorang leaderatau pemimpin yang kuat, memiliki visi

dan misi yang jelas serta mampu menerjemahkan visi dan misinya itu pada rumusanrumusan

kebijakan serta tujuan-tujuan yang terukur. Pimpinan sekolah dalam kultur manajerial Indonesia

biasa disebut sebagai kepala sekolah dibantu oleh beberapa wakil kepala sekolah dan seorang kepala

tata usaha. Inilah pimpinan sekolah sebagai sebuah tim.akan tetapi, sebagaimana dikemukakan oleh

Vilstern, pimpinan sekolah adalah seorang yang berada dalam posisi yang paling atas disekolah itu

(Vilstern,1999:173). Dangan demikian pimpinan sekolah adalah kepala sekolah. Dialah yang

mempertanggungjawabkan pelaksanaan program-program sekolahnya itu pada masyarakat,

pemerintah,dan para pengguna sekolah tersebut.

Dalam konteks upaya mencapai berbagai kemajuan dan peningkatan-peningkatan kulits

secara berkelanjutan dalam semua sektor aktivitas sekolah, sekolah harus dipimpin oleh seorang

kepala sekolah dengan beberapa kriteria sebagai berikut (Vilstern,1999:179)

1. Mereka harus memiliki visi yang kuat sebagai gambaran organisasi di masa yang akan datang,

dan mereka juga harus berorientasi pada outcome.

2. Mereka juga harus mampu mengomunikasikan visinya pada anggota tim kerjanya, dan secara

kreatif menggunakan cara-cara tidk langsung untuk menyampaikan visinya itu.

3. Mereka adalah orang yang tepat untuk berada dalam posisi sesuai pilihan, tapi juga

merupakan orang yang mampu menjadikan kesalahan sebagai pelajaran untuk bisa lebih baik.

4. Selalu memperoleh jalan untuk mampu melakukan perubahan-perubahan dalam organisasi.

5. Mereka mampu menciptakan dan suasana kerja yang memberdayakan pegawai untuk

melakukan yang terbaik,karena mereka adalah orang-orang yang dapat dikembangkan untuk

menjangkau sukses.

Walaupun Vilstern mengangkat pandangan dan gagasan-gagasan dalam konteks

pengembangan sekolah menuju performa terbaik, namun sangat relevan dengan konsep

pencapaian kualitas melalui TQM, karena performa terbaik merupakan tujuan atau kualitas idela

yang hendak dicapai melalui Total Quality Managemant tersebut. Hanya saja untuk poin kelima

perlu memperoleh penguatan, bahwa kepala sekolah tersebut harus memiliki kemampuan untuk

menciptakan suasana kerja yang dapat mendorong seluruh anggota organisasinya untuk

Page 355: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

menciptakan suasana kerja yang dapat mendorong seluruh anggota organisasinya untuk

berprestasi dan memberikan layanan pada client-nya dengan baik, sehingga mencapai standart

kualitas yang diharapkan dan mampu membahagiakan pelanggannya itu.

Kemudian dalam upaya menuju cita idealnya sebagai sekolah dengan performa terbaik,

dengan pendekatan total quality management yang secara konsepsional amat demokratis, karena

memberikan pemihakan pada client dan masyarakat penggunanya, maka kepala sekolah harus

melakukan beberapa tugas pokok (Vilstern, 1999 : 208), yaitu :

1. Mengelola kurikulum dan kegiatan pembelajaran.

2. Melakukan kerjasama yang baik dengan guru dalam menetapkan kurikulum dan proses

pembelajaran.

3. Mendorong semua guru untuk melakukan yang terbaik dalam bidang dan kewenangannya.

4. Melakukan bimbingan pada guru agar terus melakukan perbaikan dalam pelaksanaan

tugasnya.

5. melakukan peningkatan skill, keahlian dan profesionalisme guru dengan memberikan

berbagai pelatihan dan pendidikan.

6. Menyedikan sumber-sumber belajar, alat serta berbagai fasilitas belajar yang dapat

mendukung peningkatan kualitas.

7. Meningkatkan iklim kerja yang stimulatif dan sesuai dengan berbagai kebutuhan kemajuan.

8. Memberikan layanan dengan mudah bagi para guru, mudah diakses dan dapat memberikan

berbagai jalan keluar dalam berbagai jalan keluar dalam berbagai persoalan yang dihadapi

guru di dalam kelasnya. Dengan demikian, seorang kepala sekolah memang adalah mereka

yang harus memiliki pengalaman dalam profesi keguruan, bukan seorang ahli manajemen

atau kurikulum belaka.

Dalam konteks terakhir ini, Sallis juga menegaskan bahwa kepala sekolah harus mampu

memberikan layanan terbaik bagi guru, tidak boleh menyalahkan mereka sebelum dianalisis terlebih

dahulu kesalahan-kesalahannya, memberi kepercayaan yang penuh pada guru untuk mengembangkan

kualitas dalam batas kewenangannya, dan harus berusaha mengusahakan berbagai fasilitas untuk

mendukung kreativitas guru (Sallis, 1993 : 88).

Selain itu, kepala sekolah juga harus memberdayakan guru dan staf lainnya, dengan mencoba

mengembangkan beberapa perlakuan sebagai berikut (Sallis, 1993 : 89).

1. Libatkan guru dan staf dalam menyelesaikan masalah.

Page 356: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

2. Tanya mereka bagaimana pandangannya tentang sesuatu dan tanya bagaimana pekerjaan itu

bisa diselesaikan, dan hindari melakukan instruksi pada mereka untuk melakukan ini dan itu,

begini dan begitu.

3. Libatkan dalam manajemen semaksimal mungkin untuk mempercepat peningkatan komitmen

mereka.

4. Tanya staf sistem dan prosedur yang bagaimana yang dapat menjaga kualitas pelayanan bagi

siswa, orang tua, dan bahkan juga diantara mereka sendiri.

5. Pahami bahwa kemajuan berarti yang diharapkan dari guru itu tidak tepat untuk disampaikan

degan cara pendekat manajemen top-down.

6. Laksanakan komunikasi sistemik dan berkelanjutan diantara semua yang terlibat dalam

sekolah.

7. Tingkatkan kemampuan guru dalam resolusi konflik, mengatasi masalah, dan negosiasi

sambil terus mengebangkan toleransi yang tinggi untuk mengatasi konflik.

8. Kembangkan konsep pendidikan berkualitas, seperti pembentukan tim, proses manajeme,

pelayanan pelanggan, komunikasi dan kepemimpinan.

9. Belajarlah untuk lebih menyerupai seorang pelatih daripada menjadi seorang boss.

10. Kembangkan otonomi dan biarkan staf atau guru mengambil resiko dengan tetap dalam

koridor kejujuran dan memberikan layanan terbaik bagi orang lain.

11. Kembangkan sikap lembut terhadap para pelanggan seperti siswa, orang tua, serta masyarakat

lainnya, dengan tetap memberikan perhatian terhadap berbagai kebutuhan pelanggan internal,

yakni guru, anggota pimpinan, dan pekerja lainnya.

12. Dan terakhir, kepala sekolah bersama pimpinan lainnya harus mampu mengembangkan

kurikulum, strategi pembelajaran serta teknik evaluasi, dengan mendiskusikannya antara sesama

tim dalam bidang ilmu yang sama. Demikian pula, dengan pegawai administrasi secara horizontal

tapi juga secara vertical dalam unit yang sama, untuk mengerjakan tugas-tugas layanan terbaik,

serta dilakukan dengan kebanggaan untuk memberikan kepuasan bagi pelanggannya.

Kemudian, bersama seluruh timnya kepala sekolah menyusun dan mengembangkan rencana

strategis, dengan langkah-langkah sebagaimana telah dikemukakan diawal, diawali dengan

penegasan, analisis values,permintaan pelanggan, analisis SWOT untuk menggambarkan kenyataan

itu, baik kekuatan maupun kelemahannya, tantangan dan peluang eksternal, sehingga akan

menghasilkan faktor-faktor kritis untuk mencapai tujuan, lalu dirumuskan progaram strategi jangka

Page 357: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

panjang yan sebisa munkin secara konsisten dapat terus dilaksanakan , dan dari sitilah dapat

dikembangkan berbagai rencana operasioanl tahunan.

Dalam konteks pendidikan, ada dua wilayah kerja yang harus terus diperbaiki dalam kerangka

TQM, yakni layanan administrasi dan layanan akademik. Peningkatan kualitas layanan administrasi

tidak cukup dengan hanya senyum dan sikap ramah dihadapan orang tua siswa, siswa sendiri,

pemerintah atau lainnya, tapi dialog, apa yang kurang , dan apa yang perlu diperbaiki dan apa yang

perlu ditingkatkan. Selain diinspirasi denganberbagai literatur, hasil penelitian atau lainnya, juga

harus diperkuat dengan assessment terhadap mereka langsung, sehingga memperoleh masukan yang

sesuai dengan kebutuhan riil pelanggan primer, sekunder dan tertiernya.

Implementasi TQM dalam layanan administrasi disekolah harus delakukan secara sistematis

untuk mencapai perubahan pada level kualitas tertentu yang dapat ditunjukkan secara konsisten,

sehingga dapat memenuhi harapan dan permintaan pelanggan. TQM adalah perubahan yang tak

pernah berakhir yang hanya dapat dicapai oleh dan melalui orang. Dengan demikian, TQM menuntut

perubahan permanen, selalu ada inovasi, dan selalu ada rencana apa yang akan dikembangkan dan

ditingkatkan selanjutnya. Untuk memperoleh hasil optimal, manajer harus mempercayai stafnya, dan

mendelegasikan kewenangan pada staf sesuai kapasitasnya untuk bertanggung jawab penuh dan

melakukan pengambilan putusan pada level dan area tanggung jawabnya. Staf memerlukan

kebebasan untuk bekerja, sehingga inovatif dan kreatif dalam mendukung pencapaian tujuan

organisasi (Sallies, 1995: 36).

Tampaknya perbaikan layanan administrasi harus dilakukan dalam paradigma step by step

improvement dan allembracing at small-scale implementation, yang keduanya menjadi teori utama

dalam TQM, yakni perubahan itu dilakukan bertahap tapi konsisten, namunsemua pekerjaan dicakup

dalam manajemen dengan penugasan yang spesifik. Dengan demikian, pola-pola penugasan harus

spesifik dan jelas perbedaan antarasatu dengan yang lainnya, karena tidak hanya menyangkut

pelaksanaan tugas, tapi juga kewenangan untuk pengambilan keputusan.

Berbagai strategi yang dapatdikembangkan untuk dapat memenuhi harapan pelanggan dan

dapat memberikan layanan terbaik pada mereka adalah, dekat dengan pelanggan, kolega adalah

pelanggan, internal marketing, dan fokus pada pelanggan dengan sikap yang profesional (Sallis,

1995: 39-41). Pegawai dan staf sekolah hares berusaha dekat dengan pelanggan, siswa, orang tua

siswa, pemerintah maupun unsur-unsur employer yang biasa datang kesekolah. Semua itu harus

dilakukan agar dapat memahami benar apa permintaan mereka dan apa harapan mereka, apa yang

belum dan sudah tercapai, dan yang paling penting mereka merasa terbantu, terlindungi dan

terpuaskan.

Page 358: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Sikap yang sama juga harus diberikan diantara sesama staf, karena mereka memerlukan

suasana bekerja yang nyaman sehingga bisa produktif, dan dapat memberikan layanan terbaiknya

pada pelanggan sekolah. Keudian, semua staf harus memperoleh infaormasi tentang institusi sekolah,

karena mereka akan menjadi juru bicara sekolah pada masyarakat. Jika mereka tidak menguasai

seluruh informasi, maka akan terjadi distorsi informasi tentang sekolah pada masyarakat, baik

masyarakatpelanggan maupun potensial untuk menjadi pelanggan. Dan terakhir, seluruh staf harus

memiliki sikap profesional. Memang sering kali profesionalisme seseorang dihubungkan dengan

jenjang pendidikan yang mereka miliki, namun itu tidak mutlak, karena profesionalisme itu adalah

mengetahui bidang tugasnya, dan dapat mengerjakan bidang tugasnya itu dengan baik. Oleh sebab

itu, pelatihan staf merupakan sesuatu yang vital dalam TQM, baik dalam keterampilan manajerial

maupun teknis ssuai bidang tugasnya. Kemudian, mereka juga harus mau mendengar apa yang

diinginkan, dikeluhkan atau diusulkan pelanggan, sehingga pelayanan yang diberikannya benar-benar

sesuai dengan harapan mereka.

Dalam konteks layanan akademik, guru selain harus profesional yang ditandai dengan

penguasaan berbagai strategi pembelajaran dan teknik-teknik evaluasi, juga harus mampu

pmengembangkan strategi pembelajaran yang membelajarkan siswa, dan tidak membiarkan siswa

tertinggal, sehingga tidak ada siswa yang kompetensi ideal, bahkan bagi siswa-siswa yang memiliki

kemampuan belajar akselaratif, guru harus memberi mereka peluang untuk memperkaya pengalaman

keilmuannya dengan mempelajari berbagai bahan ajar lain, saat teman lainnya melakukan

reinforcement atau penguatan bersama gurunya.

EPILOG

DEMOKRATISASI penyelenggaraan sekolah kini bukan lagi sekedar gagasan akademik, tapi

sudah menjadi sebuah keputusan politik yang memperoleh landasan legal dan dukungan

konsepsional, bahkan telah memiliki teori-teori yangholistik serta sudah terintrumentasi untuk

diimplemantasikan dalam praktik penyelenggaraan pendidikan di Indonesia. Secara akademik,

demokratisasi penyelenggaraan sekolah memiliki argumentasi yang rasionaldan sistematis, karena

inti dalam demokratisasi adalah pelibatan semua unsur dalam penyelenggaraan pendidikan, baik

dalam konteks mendorong aspirasi publik dalam evaluasi dan pengembangan kurikulum yang sesuai

dengan permintaan client dan perkembangan ilmu serta teknologi, maupun dalam pendelegasian

kewenangan dan pemberian kepercayaan pada staf pengajar dan layanan administrasi untuk

Page 359: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

melakukan sesuatu dalam wilayah kewenangannya itu. Gagasan tersebut perlu dikembangkan, karena

pendidikan itu adalah hak semua warga negara, dan mereka memiliki harapan dengan

menyekolahkan putra dan putrinya. Harapan-harapan dan keinginan itulah yang perlu ditampung dan

dianalisis oleh sekolah sehingga mampu terakomodasi dalamstrukutu kurikulum, serta

terimplementasi dalam proses pembelajaran. Sungguh sebuah kekeliruan jika birokrasi pemerintahan

secara arogan mengaku sebagai representasi rakyat dan menetapkan struktur kurikulum untuk semu

jenis dan jenjang pendidikan, bahkan mengatur prosedur pembelajaran dalam kelas, karena mereka

hanay fasilisator yang diberi tugas oleh rakyat untuk menfasilitasi proses pendidikan dalam

memenuhi harapan dan permintaan client sekolah.

Demokratisasi harus dimulai dari proses evaluasi dan pengembangan kurikulum, dan tidak

hanya dalam konteks penyusunan kurikulum sekolah secara keseluruhan, tapi juga dalam proses

implementasinya pada setiap mata pelajaran disetiap level tertentu. sebaiknya guru melakukan tes

kompetensi siswanya diawal pembelajaran untuk menetapkan batas-batas awal kurikulum yang harus

dibelajarkan, serta mengukur waktu yang diperlukan untuk mencapai batas kompetensi tertentu

dengan kualitas input yang mereka terima. Semua itu sebaiknya disampaikan pada orang tua siswa

oleh kepala sekolah, sehingga resiko biaya bisa dibicarakan bersama. Itulah salah satu bentuk

demokratisasi pendidikan dalam konteks penetapan kebijakan silabus yang akan diajarkan guru pada

siswanya.

Kemudian, demokraatisasi juga harus dikembangkan pada proses pembelajaran. Guru tidak

boleh membiarkan ada siswa yang tertinggal dalam kelasnya, dan guru juga tidak boleh mengurangi

pelayanan terhadap siswa-siswanya yang memiliku kemampuan daya serap lebih baik dan lebih cepat

dari lainnya. Proses pembelajaran harus demokratis, yakni semua siswa dalam semua kategori

memperoleh layanan yang wajar dari guru, bahkan guru sebaiknya bertanya pada siswanya tentang

pokok bahasan yang mereka ingin pelajari, berikut bentuk-bentuk penugasannya, lalu dibahas

bersama sehingga sampai pada kesepakatan dengan tidak mengabaikan tujuan pembelajaran, dan

target-target kurikuler yang harus dicapai. Pendekatan collaborative tersebut semata dikembangkan

untuk menumbuhkan rasa memiliki siswa terhadap program pembelajaran itu, serta memberikan

penghargaan yang wajar pada siswa, sehingga gairah mereka untuk belajar bisa terus ditingkatkan.

Perbaikan dalam restrukturisasi kurikulum yang berbasis pada permintaan stakeholder serta

user dari sekolah, tidak akan berjalan dengan baik tanpa disertai dengan perubahan dalam model dan

pola pengelolaan sekolah. Oleh sebab itu bersamaan dengan perubahan pola evaluasi dan

pengembangan kurikulum tersebut, juga perlu dilakukan perubahan pada pola pengelolaan sekolah,

yang semula berpola sentralistik, yakni kebijakan-kebijakan senantiasa dikembangkan oleh

Page 360: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

pemerintah pusat, kini otoritas itu didorong ke daerah dan didelegasikan pada sekolah dengan

harapan mereka melakukan pembahasan kebijakan sekolah bersama mitra horizontalnya, yaitu unsur-

unsur stakeholder dan user yang diwakili oleh komite sekolah.

Legalisasi gagasan akademik untuk mendorong penyelenggaraan sekolah yang demokratis,

dengan lahirnya Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional, yang

mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dalam pendidikan, tidak saja dalam konteks bayaran

uang sekolah, tapi mereka juga diharapkan untuk bersama-sama memberi masukan bagar outcome

sekolah tersebut menjadi kelompok well educated society yang kompetitif dengan masyarakat lainnya

didunia, serta memiliki berbagai keunggulan komperatif dengan masyarakat lainnya didunia, serta

memiliki berbagai keunggulan komperatif. Mereka diharapkan produktif dalam mendorong ide-ide

untuk pengembangan sekolah, dan mereka juga diharapkan kritis terhadap sekolahnya itu sehingga

bias-bias dalam realisasi program bisa semaksimal mungkin dieliminasi.

Akan tetapi, semua prakarsa harus dimulai dari dalam sekolah sendiri, karena otoritas

manajemen sekolah berada pada kepala sekolah dengan timnya. Oleh sebab itu, kepala sekolah

sebagai otoritas yang memiliki kewenangan di sekolah, harus membuka peluang tersebut pada

masyarakat, setidaknya dalam konteks evaluasi dan pengembangan kurikulum yang harus

dikembangkan dalam paradigma Pendidikan Berbasis Masyarakat, yakni bahwa pendidikan itu harus

dikembangkan dengan mempertimbangkan kebutuhan-kebutuhan nyata dalam kehidupan masyarakat.

Kemudian, pelibatan masyarakat juga harus dikembangkan dalam kerangka pengembangan

programprogram sekolah dalam upaya peningkatan kualitas proses untuk memperoleh hasil

pendidikan yang bermutu. Berbagai sarana pembelajaran yang dibutuhkan sekolah, perbaikan

lingkungan dan suasana sekolah, serta berbagai aspek yang berkorelasi dengan proses pendidikan,

sebaiknya dibahas dan dibicarakan bersama komite sekolah.

Dengan demikian seluruh gagasan pengembangan sekolah dikembangkan dan dimunculkan

dari sekolah sendiri. Itulah inti dari paradigma Manajemen Berbasis Sekolah sendiri. Itulah inti

daripardigma Manajemen Berbasis Sekolah, yang kini terus dikembangkan dan terus didorong pada

sekolah dikembangkan oleh sekolah sendiri bersama mitra horisontalnya kemudian mereka juga

memiliki hak untuk melakukan evaluasi terhadap efektivitas dan akuntabilitas manajerialnya itu.

Semakin baik manajemen sebuah sekolah, maka akan semakin besar kepercayaan masyarakat

kepadanya. Sebaliknya semakin buruk manajemen sebuah sekolah, maka akan semakin kecil

kepercayaan masyarakat kepadanya

Konsep, teori dan implementasi sekolah demokratis inilah yang dicoba dielaborasi secara

detail dalam buku ini, dengan penekanan dalam tiga aspek, kurikulum, proses pembelajaran, dan

Page 361: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

manajemen sekolah, sebagai aspek-aspek pokok dalam penyelenggaraan sekolah. Konsep dan teori

tersebut bisa diterima sebagai sebuah kebenaran ilmiah karena telah menampilkan dimensi-dimensi

praktiknya, kendati masih perlu diuji kebenaran dan efektivitasnya dalam mengangkat kualitas proses

dan hasil pendidikan di Indonesia.

GLOSSARY

Active Learning :

Belajar aktif, yakni sebuah model pembelajaran yang memberi peluang sangat luas bagi

siswa untuk belajar dengan mengurangi porsi guru untuk ceramah, dan memperbanyak

penugasan pada siswa, baik untuk diskusi, penyelesaian tugas, menyelesaikan masalah atau

lainnya.

Annual report :

Laporan tahunan yang harus disampaikan manajemen sekolah pada seluruh stakeholder dan

shareholder-nya sehingga akuntabilitas manajerialnya dapat dikembangkan, dan

kepercayaan client pada sekolahnya juga akan meningkat.

Assessment :

Penilaian dan penaksiran, yakni sebuah proses yang biasa dilakukan dalam pendidikan

untuk menaksir kebutuhan siswa dalam belajar, tingkat pemahaman dan daya serap siswa

terhadap hasil belajar mereka.

Assignment :

Page 362: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Penugasan yang diberikan guru pada siswanya, khususnya penugasan yang diberikan untuk

pelaksanaan proses pembelajaran dalam kelas, namun assigment juga lazim untuk tugas

yang dibawah pulang.

Benchmark :

Keunggulan menonjol dari sebuah institusi pendidikan dan menjadi dan menjadi ciri yang

membedakannya dengan sekolah lainnya seperti kekuatan pada pengajaran sains, bahasa

atau lainnya. Keunggulan tersebutlah yang kemudian dijual sekolah pada masyarakat.

Boarding school :

Sekolah yang mengasramakan seluruh siswanya, sehingga mempermudah untuk

mengontrol aktivitas mereka.

Center for learning :

Pusat untuk kegiatan belajar, yakni sekolah adalah pusat kegiatan belajar bukan pusat

kegiatan mengajar. Oleh sebab itu, siswa harus memiliki kesempatan dan peluang untuk

belajar seluas-luasnya.

Center for teaching :

Pusat pengajaran. Jika sekolah masih menggunakan paradigma active teaching, yakni

pengajaran guru aktif, maka sekolah tersebut menjadi pusat pengajaran, bukan pusat

pembelajaran, dan guru lebih banyak berperan menyampaikan bahan ajarnya pada siswa.

Model ini memang pernah populer di awal paroan ke-2 abad ke-20 seiring kuatnya aliran

behaviorisme mempengaruhi pola pengajaran, tapi kini sudah banyak dikritik seiring

dengan dikembangkannya model pembelajaran demokratis.

Client :

Pelanggan, yakni orang-orang yang memerlukan pelayanan dari sekolah yaitu, siswa, orang

tua siswa, dan pemerontah.

Collaborative Learning

Kerjasama yang dikembangkan guru dengan siswanya yang tidak sebatas dalam

menyelesaikan berbagai persoalan d alam bahan ajar yang mereka hadapi, tapi juga dalam

menentukan pokok bahasan yang akan dipelajarinya, strategi yang akan digunakan, dan alat

Page 363: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

yang dibutuhkan. Istilah collaborative learning juga terkadang digunakan untuk pengertian

cooperative learning.

Command style :

Model pengajaran yang lebih didominasi dengan ceramah dan disadari oleh sebuah

paradigma, bahwa pengajaran adalah transformasi nilai dari orang dewasa pada anak-anak

menuju kedewasaannya.

Cooperative learning :

Belajar bersama dan saling membantu anatara satu siswa dengan lainnya. Dalam sraregi

active learning guru dapat memeberiokan tugas pada siswa-siswanya untuk diselesaikan

secara bersama-sama dalam kelompok-kelompok kecil. Dan adakalanya pula, sekelompok

siswa belum mencapai kemampuan sesuai batas minimal penguasaan, sementara kelompok

lainnya sudah mencapai penguasaan ideal, dalam keadaan seperti ini, guru dapat

menugaskan mereka yang telah memiliki penguasaan yang baik, mengajari temannya yang

rendah melalui tutorial sebaya. Gguru berperan melakukan supervising dalam proses

pembelajaran dan membantu berbagai kesulitan yang dihadapi para siswanya.

Course out line:

Rangkaian topik-topik yang akan disampaikan guru pada siswa. Dalam bahasa lain adalah

syllabus

Critical thinking:

Kemampuan berpikir kritis, yakni kemampuan siswa menggunakan potensi-potensi

intelektualnya dalam menyelesaikan permasalahan secara sistenatis, rational dan empiris,

yakni dapat menghubungkan permasalahan dengan penyebabnya, mampu enampilkan

logika yang rasional dan dapat diterima oleh pikiran orang lain, dan semua berbasis pada

data.

Creative thinking:

Adalah berpikir kreatif yang merupakan kelanjutan dari berpikir kritis, dengan kemampuan

menciptakan suatu yang abru sbagai hasil analisisnya.

Page 364: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Curriculum as transaction :

Transaksi kurikulum, yakni setelah melakukan assessment terhadap para siswanya, guru

menawarkan berbagai perlakuan untuk mencapai batas-batas kompotensi harapan. Model

ini lazim dilakukan dalam kerangka sekolah demokratis dengan kurikulum berbasis

kompotensi.

Crriculum as inqury:

Kurikulum sebagai hasil penelitian, yakni bahwa kurikulu itu disusun bukan semata hasil

imajinasi para pengolah pendidikan serta para tenaga ahli yang berpengalam, tapi harus

dikembangkan sebagai hasil penelitian terhadap kebutuhan-kebutuhan client serta kemajuan

sains dan teknolgi.

Signity:

Martabat bangsa, yakni martabat dan harga diri bangsa yang bisa dibangun dengan

kekuatan sumber daya menusianya.

Discovery style:

Belajar dengan model penemuan, yakni siswa diberi tugas oleh gurunya untuk melakukan

penelitian baik diperpustakaan, dilaboratorium atau dalam kehidupan nyata ditengah-tengah

masyarakat, lalu melaporkannya pada guru.

Education for all:

Pendidikan untuk semua, yakni sebuah prinsip yang biasa dikembangkan sekolah-sekolah

tertentu dalam menyerap para pelamarnya. Bahwa semua pelamar diterima tanpa diseleksi

bardasarkan skor nilai yang dibawanya.

Entry level assessment:

Menaksir atau mengukur tingkat kemampuan siswa diawal periode pengajaran untuk

menentukan awal silabus yang akan dibelajarkan pada siswa, serta menentukan berapa

pekan waktu dibutuhkan untuk mencapai kompotensi yang diharapkan.

Fundrising:

Page 365: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Upaya pencarian dana yang harus dilakukan sekolah untuk membiayai seluruh proses

pembelajaran, yang tidak saja untuk mendanai biaya aktivitas rutin tapi juga pengembangan

sarana dan alat-alat yanh dibutuhkan siswa dalam proses pembelajaran.

Gender :

Jenis kelamin: isu ini menguat dalam pendidikan karena sering kali penyerapan outcome

pendidikan dalam pasar tenaga kerja dibedakan antara laki-laki dan perempuan. Dan

perlakuan terhadap perempuan dalam pendidikan juga sering kali dibedakan.kebiasaan

tersebut dikritik karena telah mengabaikan potensi anak bangsa, dan merugikan bangsa itu

sendiri.

Global worldview:

Cara pendang dalam hidup yang melihat bahwa semua negara didunia merupakan wilayah

yang mungkin mereka tuju, dan tidak berprinsip hanya negaranya saja wilayah kehidupan

mereka.

Hidden assurance:

Kurikulum tersembunyi, yakni kurikulum pendidikan yang tidak tertulis, dan menyebar

pada berbagai aktivitas serta lingkungan pendidikan, seperti lingkungan sekolah,

kedisiplinan guru dalam pelaksanaan proses pembelajaran, serta konsistensi kepala sekolah

dalam melaksanakan tata tertib sekolah.

Interactive learning:

Pembelajaran interakif, yakni aktivitas belajar yang dilakukan siswa bersama-sama dengan

gurunya, dan saling membanut antara siswa dengan siswa lainnya,serta antara siswa dengan

gurunya. Guru adalah pembelajar senior yang membantu siswa sebagai pembalajar

juniornya.

Komite sekolah:

Page 366: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Organisasi mitra sekolah dalam pengembangan program-program sekolah yang terdiri dari

unsur-unsur orang tua siswa, unsur pemerintah daerah, tokoh masyarakat setempat, tenaga

ahli pendidikan, serta representasi dari pemakai lulusan sekolah.

Mastery learning:

Belajar tuntas, yakni prosese pembelajaran yang menekan .pada penguasaan siswa terhadap

seluruh bahan ajar. Sebelum mereka menguasai penuh terhadap satu pokok bahasan yang

dipelajarinya, tidak akan berpindah pada pokok bahasan berikutnya.

Metakognisi:

Level kompetensi hasil bhasil belajar siswa diatas kemampuan yang terukur melalui pola

pengukuran taksonomi bloom. Kompetensi metakkognisi adalah kemampuan sisiwa untuk

berpikir kritis dan kemampuan mereka berpikir kreatif.

Multikulturalisme:

Adalah pandangan dalam pendidikan yang memberikan penghargaan terhadap perbedaan-

perbedaan latar kultur dengan tetap menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan dalam upaya

mencapai tujuan bersama.

Multipe intelegence:

Kecerdasan ganda, yakni kecerdasan siswa yang tidak hanya diukur dengan kemampuan

logika tapi juga bahasa, musik, ruang, kinestetik, interpersonal dan interpersonalnya

intelegensinya.

Natural resource:

Suber daya alam yang dapat dijadikan suber kehidupan bagi manusia, seperti air, tanah

serta berbagai kekayaan yang dikandung alam semesta ini, dan berguna untuk kehidupan

manusia.

Outcome pendidikan:

Hasil proses pendidikan yang dapat didayagunakan dalam lapangan kerja sesuai

keterampian mereka.

Page 367: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Peer teaching:

Pengajaran dala kelompok-kelompok kecil yang dilakukan oleh tutor sebaya, yakni

pengajaran dengan guru dari teman sekelas mereka yang telah memiliki penguasaan cukup

baik terhadap bahan ajar yang mereka pelajari.peer teaching biasanya dilakukan dalam

program reteaching.

Portofolio:

Kumpulan karya siswa yang dapat dijadikan sumber penilaian dalam mata pelajaran

tertentu.adakalanya portofolio dilakukan secara terstruktur oleh dalam bentuk lembar kerja

siswa, studi kasus, atau aktivitas sosial.

Quality assurance:

Jaminan kualitas , yakni jaminan yang diberikan manjemen bahwa produk yang akan

dihasilkannya itu berkualitas, karena manjemen telah menciptakan sistim yang dapat

memberikan jaminan kualitas tersebut.

Quality control:

Proses manajemen yang memberikan penekanan pada kontrol kualitas produk diakhir

kegiatan sebelum didistribusikan ke pasar. Model quality control ini dikritik tidak efisien

dan menberi peluang kebohongan. Olah sebab itu, dikembngkan sistem kontrol dengan

model qulity assurance yang memberi kepercayaan pada sistem yang memberikan jaminan

kualitas.

Reciprocal style:

Model pembelajaran yang memberikan keseimbangna antara ceramah dan penugasan,

dengan harapan para siswa bisa memperoleh informasi yang cukup dari gurunya dan juga

dapat meningkatkan kompetensinya melalui pelaksanaan tugas-tugas yang diberikan

gurunya itu.

Recovery:

Pemulihan. Istilah ini populer digunakan dalam kajian ilmu ekomomi, khususnya ketika

Indonesia dalam keterpurukan eknomi. Program-program pemulihan tersebut dinamai

dengan recovery.

Page 368: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Reinforcement:

Penguatan, yakni program pembelajaran yang dilakukan guru untuk memulihkan

kelemahan-kelemahan dalam pemahamannya melalui proses pembelajaran baru dengan

strategi dan penugasan yang baru.

Reflective teaching:

Proses pembejaran yang tidak semata terpaku pada rancangan yang disusun sebelum proses

pembelajaran dimulai, tapi juga dikembangkan ketika proses pembalajaran tersebut.

Reformasi:

Pembaharuan, yakni melakukan perubahan-perubahan berbagai kebijakan pendidikan untuk

mencapai hasil yang lebih baik dari sebelumnya.

Remedial:

Perbaikan, yakni perbaikan penguasaan bahan ajar melalui proses pembelajaran baru

dengan strategi dan penguasaan baru.

Reteaching:

Pengajaran kembali, yakni program pemulihan yang diberikan pada siswa yang belum

mencapai kopentensi minimal dari target kurikuler yang direncanakan.

Senofobia:

Rasa takut dan benci pada orang-orang asing karena perbedaan budaya, gaya dan pola

hidup mereka.

Socratic teaching :

Model pengajan dengan strategi ceramah namun dimulai dengan pertanyaan,lalu ada

jawaban,dan dari jawabn itu dimunculkan kembali pertanyaan, sampai pada akhir

pemahaman yang diharapkan.

Social equity:

Page 369: Hakikat Pendidikan, Pembelajaran Dan Sistem

Keadilan sosial yang implementasinya adalah perhatian yang seimbang, wajar dan

memenuhi rasa keadilan terhadap semua kelampok sosial.

Stakeholder :

adalah unsur-unsur pokok dalam setiap proses kegiatan, seperti stakeholder pendidikan

adalah guru, siswa, orang tua siswa, serta unsur-unsur pokok lainnya yang menunjang

keberlangsungan proses pendidikan.

Task style:

Model pembelajaran yang menekankan pada pemberian tugas bagi para siswa agar

penguasan bahan ajar dapat ditingkatkan.

Team teaching:

Proses pengajaran yang dilakukan oleh sekelompok guru dalam pelajaran yang sama.

Praktik team

Tearching diperguruan tinggi adalah distribusi tugas pada beberapa orang dosen untuk satu

mata kuliah ,sesuai keahliannya . disekolah dasar dikenal tea tearching untuk kelas – kelas

rendah untuk penguasa kelas .untuk sekolah menengah , team tearching bisa dikembangkan

untuk mata pelajaran yang relatif kompleks dengan keragaman pencapaian hasil belajar

siswa serta guru membuat kelas multidimensional ,untuk peningkatan pelayanan pada siswa

.

Updating skills :

Pembaharuan dan penyesuaian keterampilan terhadap berbagai perkembangan dan

kemajuan aktual.

Work harder to do their best :

Kerja keras ,lakukan yang terbaik . ini moto dalam scientific management yang dipelopori

oleh Frenderick Winslow Taylor , dan dikritik oleh Deming yang kemudian melahirkan

Total Quality Management , yang menekankan pada perbaikan semua ini , sehingga dapat

memberikan kepuasan bagi pelanggan .