gulian barre

17
Guillain Barre Syndrom A. Pengertian GBS merupakan suatu kelompok heterogen dari proses yang diperantarai oleh imunitas, di mana sistem imunitas tubuh menyerang sarafnya sendiri. GBS merupakan suatu kelompok heterogen dari proses yang diperantarai oleh imunitas, suatu kelainan yang jarang terjadi; dimana sistem imunitas tubuh menyerang sarafnya sendiri. GBS merupakan suatu polineruopati demielinasi dengan karakteristik kelemahan otot asendens yang simetris dan progresif, paralisis, dan hiporefleksi, dengan atau tanpa gejala sensorik ataupun otonom. Namun, terdapat varian GBS yang melibatkan saraf kranial ataupun murni motorik. Pada kasus berat, kelemahan otot dapat menyebabkan kegagalan nafas sehingga mengancam jiwa. Sindrom Guillain-Barre merupakan sindrom klinis yang ditunjukkan oleh onset akut dari gejala-gejala yang mengenai saraf perifer dan kranial. Proses penyakit mencakup demieliminasi dan degenerasi selaput mielin dari saraf perifer dan saraf kranial. B. Sifat-sifat GBS:  Bisa terjangkit di semua tingkatan usia mulai dari anak-anak sampai dewasa  Jarang ditemukan pada manula  Lebih sering ditemukan pada kaum pria  Bukan penyakit turunan  Tidak dapat menular lewat kelahiran, terinfeksi atau terjangkit dari orang lain yang mengidap GBS   Namun, bisa timbul seminggu atau dua minggu setelah infeksi usus atau tenggorokan. C. Penyebab Penyebab umum GBS disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atau pencernaan. Semua kelompok usia dapat terkena penyakit ini, namun paling sering terjadi pada dewasa muda dan usia lanjut. Pada tipe yang paling berat, sindroma Guillain-Barre menjadi suatu kondisi kedaruratan medis yang membutuhkan perawatan segera. Sekitar 30% penderita membutuhkan penggunaan alat bantu nafas sementara. Etiologinya tidak diketahui, tetapi respons alergi atau respons autoimun sangat mungkin sekali. Beberapa peneliti berkeyakinan bahwa sindrom tersebut berasal dari

Upload: etika-prisma-karunianingrum

Post on 04-Jun-2018

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Gulian Barre

8/13/2019 Gulian Barre

http://slidepdf.com/reader/full/gulian-barre 1/17

Guillain Barre Syndrom

A. Pengertian

GBS merupakan suatu kelompok heterogen dari proses yang diperantarai oleh

imunitas, di mana sistem imunitas tubuh menyerang sarafnya sendiri. GBS merupakan

suatu kelompok heterogen dari proses yang diperantarai oleh imunitas, suatu kelainan

yang jarang terjadi; dimana sistem imunitas tubuh menyerang sarafnya sendiri. GBS

merupakan suatu polineruopati demielinasi dengan karakteristik kelemahan otot

asendens yang simetris dan progresif, paralisis, dan hiporefleksi, dengan atau tanpa

gejala sensorik ataupun otonom. Namun, terdapat varian GBS yang melibatkan saraf

kranial ataupun murni motorik. Pada kasus berat, kelemahan otot dapat menyebabkan

kegagalan nafas sehingga mengancam jiwa.

Sindrom Guillain-Barre merupakan sindrom klinis yang ditunjukkan oleh onset

akut dari gejala-gejala yang mengenai saraf perifer dan kranial. Proses penyakit

mencakup demieliminasi dan degenerasi selaput mielin dari saraf perifer dan saraf

kranial.

B. Sifat-sifat GBS:

Bisa terjangkit di semua tingkatan usia mulai dari anak-anak sampai dewasa

Jarang ditemukan pada manula

Lebih sering ditemukan pada kaum pria

Bukan penyakit turunan

Tidak dapat menular lewat kelahiran, terinfeksi atau terjangkit dari orang lain yang

mengidap GBS

Namun, bisa timbul seminggu atau dua minggu setelah infeksi usus atau tenggorokan.

C. Penyebab

Penyebab umum GBS disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atau pencernaan.

Semua kelompok usia dapat terkena penyakit ini, namun paling sering terjadi pada

dewasa muda dan usia lanjut. Pada tipe yang paling berat, sindroma Guillain-Barre

menjadi suatu kondisi kedaruratan medis yang membutuhkan perawatan segera. Sekitar

30% penderita membutuhkan penggunaan alat bantu nafas sementara.

Etiologinya tidak diketahui, tetapi respons alergi atau respons autoimun sangat

mungkin sekali. Beberapa peneliti berkeyakinan bahwa sindrom tersebut berasal dari

Page 2: Gulian Barre

8/13/2019 Gulian Barre

http://slidepdf.com/reader/full/gulian-barre 2/17

virus. Akan tetapi, tidak ada virus yang dapat diisolasi sejauh ini. Sindron Guillain-Barre

paling banyak ditimbulkan oleh adanya infeksi (pernafasan atau gastrointestinal)1

sampai 4 minggu sebelum terjadi serangan penurunan neurologis. Pada beberapa

keadaan dapat terjadi setelah vaksinasi atau pembedahan. Hal ini juga dapat diakibatkan

oleh infeksi virus primer, reaksi imun dan beberapa proses lain, atau sebuah kombinasi

beberapa proses. Salah satu hipotesis menyatakan bahwa infeksi virus menyebabkan

reaksi autoimun yang menyerang saraf perifer. Mielin merupakan substansi yang ada di

sekitar atau menyelimuti akson-akson saraf dan berperan penting pada transmisi impuls

saraf.

D. Patofisiologi

Akson bermielin mengonduksi impuls saraf lebih cepat dibanding akson tidak

bermielin. Sepanjang perjalanan serabut bermielin terjadi gangguan dalam selaput (nodus

Ranvier) tempat kontak langsung antara membran sel akson dengan cairan ekstraselular.

Membran sangat permiabel pada nodus tersebut, sehingga konduksi menjadi baik.

Akson adalah suatu perpanjangan sel-sel saraf, berbentuk panjang dan tipis;

berfungsi sebagai pembawa sinyal saraf. Beberapa akson dikelilingi oleh suatu selubung

yang dikenal sebagai myelin, yang mirip dengan kabel listrik yang terbungkus plastik.

Selubung myelin bersifat insulator dan melindungi sel-sel saraf. Selubung ini akan

meningkatkan baik kecepatan maupun jarak sinyal saraf yang ditransmisikan. Sebagai

contoh, sinyal dari otak ke otot dapat ditransmisikan pada kecepatan lebih dari 50

km/jam.

Myelin tidak membungkus akson secara utuh, namun terdapat suatu jarak

diantaranya, yang dikenal sebagai Nodus Ranvier; dimana daerah ini merupakan daerah

yang rentan diserang. Transmisi sinyal saraf juga akan diperlambat pada daerah ini,

sehingga semakin banyak terdapat nodus ini, transmisi sinyal akan semakin lambat.

Gerakan ion masuk dan keluar akson dapat terjadi dengan cepat banyak pada nodus

Ranvier, sehingga impuls saraf sepanjang serabut bermielin dapat melompat dari satu

nodus ke nodus lain (konduksi saltatori) dengan cukup kuat. Kehilangan selaput mielin

pada Sindrom Guillain-Barre membuat konduksi saltatori tidak mungkin terjadi dan

transmisi impuls saraf dibatalkan.

Page 3: Gulian Barre

8/13/2019 Gulian Barre

http://slidepdf.com/reader/full/gulian-barre 3/17

E. Manifestasi Klinis

Pasien dengan GBS umumnya hanya akan mengalami satu kali serangan yang

berlangsung selama beberapa minggu, kemudian berhenti spontan untuk kemudian pulih

kembali.

Perjalanan penyakit GBS dapat dibagi menjadi 3 fase:

1. Fase progresif

Umumnya berlangsung 2-3 minggu, sejak timbulnya gejala awal sampai gejala

menetap, dikenal sebagai ‘titik nadir’. Pada fase ini akan timbul nyeri, kelemahan

progresif dan gangguan sensorik; derajat keparahan gejala bervariasi tergantung

seberapa berat serangan pada penderita. Kasus GBS yang ringan mencapai nadir

klinis pada waktu yang sama dengan GBS yang lebih berat. Terapi secepatnya akan

mempersingkat transisi menuju fase penyembuhan, dan mengurangi resiko

kerusakan fisik yang permanen. Terapi berfokus pada pengurangan nyeri serta

gejala.

2. Fase plateau

Fase infeksi akan diikuti oleh fase plateau yang stabil, dimana tidak didapati

baik perburukan ataupun perbaikan gejala. Serangan telah berhenti, namun derajat

kelemahan tetap ada sampai dimulai fase penyembuhan. Terapi ditujukan terutama

dalam memperbaiki fungsi yang hilang atau mempertahankan fungsi yang masih

ada. Perlu dilakukan monitoring tekanan darah, irama jantung, pernafasan, nutrisi,

keseimbangan cairan, serta status generalis. Imunoterapi dapat dimulai di fase ini.

Penderita umumnya sangat lemah dan membutuhkan istirahat, perawatan khusus,

serta fisioterapi. Pada pasien biasanya didapati nyeri hebat akibat saraf yang

meradang serta kekakuan otot dan sendi; namun nyeri ini akan hilang begitu proses

penyembuhan dimulai. Lama fase ini tidak dapat diprediksikan; beberapa pasien

langsung mencapai fase penyembuhan setelah fase infeksi, sementara pasien lain

mungkin bertahan di fase plateau selama beberapa bulan, sebelum dimulainya fase

penyembuhan.

3. Fase penyembuhan

Akhirnya, fase penyembuhan yang ditunggu terjadi, dengan perbaikan dan

penyembuhan spontan. Sistem imun berhenti memproduksi antibody yang

menghancurkan myelin, dan gejala berangsur-angsur menghilang, penyembuhan

saraf mulai terjadi. Terapi pada fase ini ditujukan terutama pada terapi fisik, untukmembentuk otot pasien dan mendapatkan kekuatan dan pergerakan otot yang

Page 4: Gulian Barre

8/13/2019 Gulian Barre

http://slidepdf.com/reader/full/gulian-barre 4/17

normal, serta mengajarkan penderita untuk menggunakan otot-ototnya secara

optimal. Kadang masih didapati nyeri, yang berasal dari sel-sel saraf yang

beregenerasi. Lama fase ini juga bervariasi, dan dapat muncul relaps. Kebanyakan

penderita mampu bekerja kembali dalam 3-6 bulan, namun pasien lainnya tetap

menunjukkan gejala ringan samapi waktu yang lama setelah penyembuhan. Derajat

penyembuhan tergantung dari derajat kerusakan saraf yang terjadi pada fase infeksi.

Terdapat enam subtipe sindroma Guillain-Barre, yaitu:

1. Radang polineuropati demyelinasi akut (AIDP)

Merupakan jenis GBS yang paling banyak ditemukan, dan sering disinonimkan

dengan GBS. Disebabkan oleh respon autoimun yang menyerang membrane sel

Schwann.

2. Sindroma Miller Fisher (MFS)

Merupakan varian GBS yang jarang terjadi dan bermanifestasi sebagai paralisis

desendens, berlawanan dengan jenis GBS yang biasa terjadi. Umumnya mengenai

otot-otot okuler pertama kali dan terdapat trias gejala, yakni oftalmoplegia, ataksia,

dan arefleksia. Terdapat antibodi Anti-GQ1b dalam 90% kasus.

3. Neuropati aksonal motorik akut (AMAN) atau sindroma paralitik Cina

Menyerang nodus motorik Ranvier dan sering terjadi di Cina dan Meksiko. Hal ini

disebabkan oleh respon autoimun yang menyerang aksoplasma saraf perifer.

Penyakit ini musiman dan penyembuhan dapat berlangsung dengan cepat. Didapati

antibodi Anti-GD1a, sementara antibodi Anti-GD3 lebih sering ditemukan pada

AMAN.

4. Neuropati aksonal sensorimotor akut (AMSAN)

Mirip dengan AMAN, juga menyerang aksoplasma saraf perifer, namun juga

menyerang saraf sensorik dengan kerusakan akson yang berat. Penyembuhan lambat

dan sering tidak sempurna.

5. Neuropati panautonomik akut

Merupakan varian GBS yang paling jarang; dihubungkan dengan angka kematian

yang tinggi, akibat keterlibatan kardiovaskular dan disritmia.

6. Ensefalitis batang otak Bickerstaff’s (BBE)

Ditandai oleh onset akut oftalmoplegia, ataksia, gangguan kesadaran, hiperefleksia

atau refleks Babinski (menurut Bickerstaff, 1957; Al-Din et al.,1982). Perjalanan penyakit dapat monofasik ataupun diikuti fase remisi dan relaps. Lesi luas dan

Page 5: Gulian Barre

8/13/2019 Gulian Barre

http://slidepdf.com/reader/full/gulian-barre 5/17

ireguler terutama pada batang otak, seperti pons, midbrain, dan medulla. Meskipun

gejalanya berat, namun prognosis BBE cukup baik.

F. Anamnesis

Pengkajian terhadap komplikasi Sindrom Guillain-Barre meliputi pemantauan terus-

menerus terhadap ancaman gangguan gagal napas akut yang mengancam kehidupan.

Komplikasi lain mencakup disritmia jantung, yang terlihat melalui pemantauan EKG dan

mengobservasi klienterhadap tanda trombosis vena profunda dan emboli paru-paru, yang

sering mengancam klien imobilisasi dan paralisis.

G. Keluhan Utama

Sering menjadi alasan klien meminta pertolongan kesehatan berhubungan dengan

kelemahan otot baik kelemahan fisik secara umum maupun lokal seperti melemahnya

otot-otot pernafasan.

H. Riwayat Penyakit Sekarang

Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui karena untuk menunjang keluhan utama

klien. Tanyakan dengan jelas tentang gejala yang timbul seperti kapan mulai serangan,

sembuh, atau bertambah buruk. Pada pengkajian klien Guillain-Bare Syndrome (GBS)

biasanya didapatkan keluhan yang berhubungan dengan proses demielinisasi. Keluhan

tersebut diantaranya gejala-gejala neurologis diawali dengan parestesia (kesemutan

kebas) dan kelemahan otot kaki, yang dapat berkembang ke ekstrimitas atas, batang

tubuh, dan otot wajah. Kelemahan otot dapat diikuti dengan cepat adanya paralisis yang

lengkap.

Keluhan yang paling sering ditemukan pada pasien GBS adalah gagal nafas.

Melemahnya otot pernafasan membuat klien dengan gangguan ini beresiko lebih tinggi

terhadap hipoventilasi dan infeksi pernafasan berulang. Disfagia juga dapat timbul,

mengarah pada aspirasi. Keluhan kelemahan ekstrimitas atas dan bawah hampir sama

seperti keluhan klien yang terdapat pada klien stroke. Keluhan lainnya adalah kelainan

dari fungsi kardiovaskuler, yang memungkinkan terjadinya gangguan sistem saraf

otonom pada klien GBS yang dapat mengakibatkan disritmia jantung atau perubahan

drastis yang mengancam kehidupan dalam tanda-tanda vital.

Page 6: Gulian Barre

8/13/2019 Gulian Barre

http://slidepdf.com/reader/full/gulian-barre 6/17

I. Riwayat penyakit dahulu

Pengkajian penyakit yang pernah dialami klien yang memungkunkan adanya hubungan

atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi pernahakah klien mengalami ISPA,

infeksi gastrointestinal, dan tindakan bedah saraf.

Pengkajian pemakaian obat-obatan yang sering digunakan klien, seperti pemakaian obat

kortikosteroid, pemakaian jenis-jenis antibiotik dan reaksinya (untuk menilai retensi

pemakaian antibiotik) dapat menambah komprehensifnya pengkajian. Pengkajian riwayat

ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data

dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.

J. Pengkajian Psikososiospiritual

Meliputi beberapa penilaian yang memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi

yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Pengkajian mekanisme

koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai respon emosi klien terhadap

penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat

serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya. Kaji apakah ada

dampak yang timbul pada klien yaitu seperti ketakutan akan kecacatan, cemas,

ketidakmampuanuntuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap

dirinya yang salah.

K. Pemeriksaan Fisik

Pada klien GBS biasanya didapatkan suhu tubuh normal. Penurunan denyut nadi terjadi

berhubungan dengan tanda-tanda penurunan curah jantung. Peningkatan frekuensi nafas

berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme umum dan adanya infeksi pada

sistempernafasan serta akumulasi sekret akibat insufisiensi pernafasan. Tekanan darah

didapatkan ortostatik hipotensi atau tekanan darah meningkat (hipertensi transien)

berhubungan dengan penurunan reaksi saraf simpatis dan parasimpatis.

B1 (Breathing)

Inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak nafas, penggunaan

otot bantu nafas dan peningkatan frekuensi pernafasan karena infeksi saluran pernafasan

dan yang paling sering ditemukan pada klien GBS adalah penurunan frekuensi

pernafasan karena melemahnya fungsi otot-otot pernafasan. Palpasi biasanya taktil

premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada

Page 7: Gulian Barre

8/13/2019 Gulian Barre

http://slidepdf.com/reader/full/gulian-barre 7/17

klien dengan Sindrom Guillain-Barre berhubungan akumulasi secret dari infeksi saluran

napas.

B2 (Blood)

Pengkajian pada system kardiovaskular pada klien Sindrom Guillain-Barre menunjukkan

bradikardia akibat penurunan perfusi perifer. Tekanan darah didapatkan ortostatik

hipotensi atan tekanan darah meningkat (hipertensi transien) akibat penurunan reaksi

saraf simpatis dan parasimpatis.

B3 (Brain)

Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan focus dan lebih lengkap dibandingkan

pengkajian pada system lainnya.

Pengkajian Tingkat Kesadaran. Pada klien Sindro Guillain Barre biasanya kesadaran

klien komposmentis. Apabila klien mengalami penurunan tingkat kesadaran makan

penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi

untuk memonitoring pemberian asuhan.

Pengkajian Fungsi Serebral. Status mental: observasi penampilan, tingkah laku, nilai

gaya bicara, ekpresi wajah, dan aktifitas motorik klien. Pada klien Sindrom Guillain

Barre tahap lanjut disertai penurunan tingkat kesadaran biasanya status mental klien

mengalami perubahan.

Pengkajian Saraf Kranial. Pengkajian saraf cranial meliputi pengkajian saraf cranial I-

XII.

Saraf I. Biasanya pada klien Sindrom Guillain Barre tidak ada kelainan dan fungsi

penciuman.

Saraf II. Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal.

Saraf III, IV, dan VI. Penurunan kemampuan membuka dan menutup kelopak mata,

paralisis okular.

Saraf V. pada klien Sindrom Guillain Barre didapatkan paralisis wajah sehingga

mengganggu proses mengunyah.

Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris karena adanya

paralisis unilateral.

Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.

Saraf IX dan X. paralisis otot orofaring, kesulitan berbicara, mengunyah, dan

menelan. Kemampuan menelan kurang baik, sehingga mengganggu pemenuhan

nutrisi via oral.

Page 8: Gulian Barre

8/13/2019 Gulian Barre

http://slidepdf.com/reader/full/gulian-barre 8/17

Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius. Kemampuan

mobilisasi leher baik.

Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi.

Indra pengecapan normal.

Pengkajian Sistem Motorik. Kekuatan otot menurun, control keseimbangan dan

koordinasi pada Sindrom Guillain Barre tahap lanjut mengalami perubahan. Klien

mengalami kelemahan motorik secara umum sehingga mengganggu mobilitas fisik.

Pengkajian Refleks. Pemeriksaan reflex propunda, pengetukan pada tendon, ligamentum

atau periosteum derajat reflex pada respons normal. Gerakan involunter : tidak ditemukan

adanya tremor, kejang, tic dan distonia.

Pengkajian Sistem Sensorik. Parestesia (kesemutan kebas) dan kelemahan otot kaki,

yang dapat berkembang ke ektremitas atas, batang tubuh, dan otot wajah. Klien

mengalami penurunan kemampuan penilaian sensorik raba, nyeri, dan suhu.

B4 (Bladder)

Pemeriksaan pada sistem perkemihan biasanya didapatkan berkurangnya volume

pengeluaran urine, hal ini berhubungan dengan penurunan perfusi dan penurunan curah jantung ke ginjal.

B5 (Bowel)

Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi asam lambung.

Pemenuhan nutrisi pada klien meningitis menurun karena anoreksia dan kelemahan otot-

otot pengunyah serta gangguan proses menelan menyebabkan pemenuhan via oral

menjadi berkurang.

B6 (Bone)

Penurunan kekuatan otot dan penurunan tingkat kesadaran menurunkan mobilitas klien

secara umum. Dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari klien lebih banyak dibantu oleh

orang lain.

Page 9: Gulian Barre

8/13/2019 Gulian Barre

http://slidepdf.com/reader/full/gulian-barre 9/17

L. Pemeriksaan Diagnostik

Diagnosis GBS sangat bergantung pada riwayat penyakit dan perkembangan gejala-

gejala klinik dan tidak ada satu pemeriksaan pun yang dapat memastikan GBS;

pemeriksaan tersebut hanya menyingkirkan dugaan gangguan.

Lumbal pungsi dapat menunjukkan kadar protein normal pada awalnya dengan kenaikan

pada minggu ke-4 sampai ke-6. Cairan spinal memperlihatkan adanya peningkatan

konsentrasi protein dengan menghitung jumlah sel normal.

Pemeriksaan konduksi saraf mencatat transmisi impuls sepanjang serabut saraf.

Pengujian elektrofisiologis diperlihatkan dalam bentuk lambatnya laju konduksi saraf.

Sekitar 25% orang dengan penyakit ini mempunyai antibody baik terhadap

sitomegalovirus atau viru Epstein-Barr. Telah ditunjukkan bahwa suatu perubahan

respons imun pada antigen saraf perifer dapat menunjang perkembangan gangguan.

M. Pengkajian Penatalaksanaan Medis

Tujuan utama dapat merawat klien dengan GBS adalah untuk memberikan pemeliharaan

fungsi system tubuh, dengan cepat mengatasi krisis-krisis yang mengancam jiwa,

mencegah infeksi dan komplikasi imobilitas, serta memberikan dukungan psikologis

untuk klien dan keluarga.

Sindrom Guillain-Barre dipertimbangkan sebagai kedaruratan medis dank lien diatasi di

unit perawatan intensif. Klien mengalami masalah pernapasan yang memerlukan

ventilator, kadang untuk periode yang lama. Plasmaferesis (perubahan plasma) yang

menyebabkan reduksi antibiotic ke dalam sirkulasi sementara, yang dapat digunakan

pada serangan berat dan dapat membatasi keadaan yang memperburuk pada klien dan

demielinasi. Diperlukan pemantauan EKG kontinu, untuk kemungkinan adanya

perubahan kecepatan atau ritme jantung. Disritmia jantung dihubungkan dengan keadaan

abnormal autono yang diobati dengan propanolol untuk mencegah takikardi dan

hipertensi. Atropine dapat diberikan untuk menghindari episode bradikardia selama

pengisapan endotrakeal dan terapi fisik.

N. Komplikasi

Komplikasi GBS yang paling berat adalah kematian, akibat kelemahan atau paralisis

pada otot-otot pernafasan. Tiga puluh persen% penderita ini membutuhkan mesin bantu

pernafasan untuk bertahan hidup, sementara 5% penderita akan meninggal, meskipundirawat di ruang perawatan intensif. Sejumlah 80% penderita sembuh sempurna atau

Page 10: Gulian Barre

8/13/2019 Gulian Barre

http://slidepdf.com/reader/full/gulian-barre 10/17

hanya menderita gejala sisa ringan, berupa kelemahan ataupun sensasi abnormal, seperti

halnya kesemutan atau baal. Lima sampai sepuluh persen mengalami masalah sensasi

dan koordinasi yang lebih serius dan permanen, sehingga menyebabkan disabilitas berat;

10% diantaranya beresiko mengalami relaps.

Dengan penatalaksanaan respirasi yang lebih modern, komplikasi yang lebih sering

terjadi lebih diakibatkan oleh paralisis jangka panjang, antara lain sebagai berikut:

1. Paralisis otot persisten

2. Gagal nafas, dengan ventilasi mekanik

3. Aspirasi

4. Retensi urin

5. Masalah psikiatrik, seperti depresi dan ansietas

6. Nefropati, pada penderita anak

7. Hipo ataupun hipertensi

8. Tromboemboli, pneumonia, ulkus

9. Aritmia jantung

10. Ileus

Komplikasi-komplikasi

Gagal pernafasan

Komplikasi yang paling berat dari SGB dan miastenia gravis adalah gagal nafas.

Melemahnya otot pernafasan membuat pasien dengan gangguan ini berisiko lebih tinggi

terhadap hipoventilasi dan infeksi pernafasan berulang. Disfagia juga dapat timbul,

mengarah pada respirasi. Mungkin terdapat komplikasi yang sama tentang imobilitas

seperti yang terdapat pada korban stroke.

Penyimpangan Kardiovaskuler

Mungkin terjadi gangguan sistem saraf otonom pada pasien SGB yang dapat

mengakibatkan disritmia jantung atau perubahan drastis yang mengancam kehidupan

dalam tanda-tanda vital.

Komplikasi Plasmaferesis

Page 11: Gulian Barre

8/13/2019 Gulian Barre

http://slidepdf.com/reader/full/gulian-barre 11/17

Pasien dengan SGB atau miastenia gravis yang menerima plasmaferesi, berisiko terhadap

potensial komplikasi karena prosedur tersebut. Infeksi mungkin terjadi pada tempat akses

vaskuler. Hipovolemia dapat mengakibatkan hipotensi. Takikardia, pening, dan

diaphoresis. Hipokalemia dan hipokalsemia dapat mengarah pada disritmia jantung.

Pasien dapat mengalami sirkumolar temporer dan paresis ekstremitas distal, kedutan otot

dan mual serta muntah yang berhubungan dengan pemberian plasma sitrat. Pengamatan

dengan cermat pengkajian penting untuk mencegah masalah-masalah ini.

O. Pemeriksaan penunjang

1. Cairan serebrospinal (CSS)

Yang paling khas adalah adanya disosiasi sitoalbuminik, yakni meningkatnya

jumlah protein (100-1000 mg/dL) tanpa disertai adanya pleositosis (peningkatan

hitung sel). Pada kebanyakan kasus, di hari pertama jumlah total protein CSS

normal; setelah beberapa hari, jumlah protein mulai naik, bahkan lebih kanjut di saat

gejala klinis mulai stabil, jumlah protein CSS tetap naik dan menjadi sangat tinggi.

Puncaknya pada 4-6 minggu setelah onset. Derajat penyakit tidak berhubungan

dengan naiknya protein dalam CSS. Hitung jenis umumnya di bawah 10 leukosit

mononuclear/mm

2. Pemeriksaan kecepatan hantar saraf (KHS) dan elektromiografi (EMG)Manifestasi elektrofisiologis yang khas dari GBS terjadi akibat demyelinasi

saraf, antara lain prolongasi masa laten motorik distal (menandai blok konduksi

distal) dan prolongasi atau absennya respon gelombang F (tanda keterlibatan bagian

proksimal saraf), blok hantar saraf motorik, serta berkurangnya KHS. Pada 90%

kasus GBS yang telah terdiagnosis, KHS kurang dari 60% normal.

3. EMG

Menunjukkan berkurangnya rekruitmen motor unit Dapat pula dijumpaidegenerasi aksonal dengan potensial fibrilasi 2-4 minggu setelah onset gejala,

sehingga ampilitudo CMAP dan SNAP kurang dari normal. Derajat hilangnya

aksonal ini telah terbukti berhubungan dengan tingkat mortalitas yang tinggi serta

disabilitas jangka panjang pada pasien GBS, akibat fase penyembuhan yang lambat

dan tidak sempurna. Sekitar 10% penderita menunjukkan penyembuhan yang tidak

sempurna, dengan periode penyembuhan yang lebih panjang (lebih dari 3 minggu)

serta berkurangnya KHS dan denervasi EMG.

4. Pemeriksaan darah pada darah tepi

Page 12: Gulian Barre

8/13/2019 Gulian Barre

http://slidepdf.com/reader/full/gulian-barre 12/17

Didapati leukositosis polimorfonuklear sedang dengan pergeseran ke bentuk

yang imatur, limfosit cenderung rendah selama fase awal dan fase aktif penyakit.

Pada fase lanjut, dapat terjadi limfositosis; eosinofilia jarang ditemui. Laju endap

darah dapat meningkat sedikit atau normal, sementara anemia bukanlah salah satu

gejala.

5. Dapat dijumpai respon hipersensitivitas antibodi tipe lambat

Ditandain dengan peningkatan immunoglobulin IgG, IgA, dan IgM, akibat

demyelinasi saraf pada kultur jaringan. Abnormalitas fungsi hati terdapat pada

kurang dari 10% kasus, menunjukkan adanya hepatitis viral yang akut atau sedang

berlangsung; umumnya jarang karena virus hepatitis itu sendiri, namun akibat

infeksi CMV ataupun EBV.

6. Elektrokardiografi (EKG)

Menunjukkan adanya perubahan gelombang T serta sinus takikardia.

Gelombang T akan mendatar atau inverted pada leadlateral. Peningkatan voltase

QRS kadang dijumpai, namun tidak sering.

7. Tes fungsi respirasi (pengukuran kapasitas vital paru)

Akan menunjukkan adanya insufisiensi respiratorik yang sedang berjalan

(impending).

8. Pemeriksaan patologi anatomi

Umumnya didapati pola dan bentuk yang relatif konsisten; yakni adanya

infiltrat limfositik mononuklear perivaskuler serta demyelinasi multifokal. Pada fase

lanjut, infiltrasi sel-sel radang dan demyelinasi ini akan muncul bersama dengan

demyelinasi segmental dan degenerasi wallerian dalam berbagai derajat Saraf perifer

dapat terkena pada semua tingkat, mulai dari akar hingga ujung saraf motorik

intramuskuler, meskipun lesi yang terberat bila terjadi pada ventral root, saraf spinal

proksimal, dan saraf kranial. Infiltrat sel-sel radang (limfosit dan sel mononuclear

lainnya) juga didapati pada pembuluh limfe, hati, limpa, jantung, dan organ lainnya.

Kriteria Diagnostik untuk Sindroma Guillain-Barre

1. Temuan yang dibutuhkan untuk diagnosis

a. Kelemahan progresif kedua anggota gerak atau lebih

b. Arefleksia

2. Temuan klinis yang mendukung diagnosis :

Page 13: Gulian Barre

8/13/2019 Gulian Barre

http://slidepdf.com/reader/full/gulian-barre 13/17

a. Gejala atau tanda sensorik ringan

b. Keterlibatan saraf kranialis (bifacial palsies) atau saraf kranial lainnya

c. Penyembuhan dimulai 2-4 minggu setelah progresivitas berhenti

d.

Disfungsi otonome. Tidak adanya demam saat onset

f. Progresivitas dalam beberapa hari hingga 4 minggu

g. Adanya tanda yang relatif simetris

3. Temuan laboratorium yang mendukung diagnosis:

a. Peningkatan protein dalam CSS dengan jumlah sel <10 sel/μl

b. Temuan elektrofisiologis mengenai adanya demyelinasi: melambatnya atau

terbloknya hantaran saraf

P. Diagnosa Keperawatan

1. Pola napas tidak efektif yang berhubungan dengan melemahnya otot-otot pernapasan.

2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan akumulasi secret,

kemampuan batuk menurun akibat penurunan kesadaran.

3. Resiko tinggi penurunan curah curah jantung yang berhubungan dengan perubahan

frekuensi jantung rotme dan irama bradikardia.

4. Resiko perubahan kebutuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan

dengan ketidakmampuan menelan, keadaan hipermetabolik.

5. Habatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan neuromuscular,

penurunan kekuatan otot, penurunan kesadaran, kerusakan persepsi/kognitif.

6. Gangguan persepsi sensori yang berhubungan dengan kerusakan penerima rangsang

sensori, transmisi sensori, dan integrasi sensori.

7. Ansietas yang berhubungan dengan kondisi sakit dan prognosis penyakit yang jelek.

Q. Perencanaan

Tujuan utama pada asuhan keperawatn klien mencakup mempertahankan fungsi

pernapasan, mencapai mobilitas, terpenuhinya kebutuhan nutrisi normal, mampu

berkomunikasi, menurunnya ketakutan dan ansietas, serta tidak ada komplikasi.

1. POLA NAFAS TIDAK EFEKTIF YANG BERHUBUNGAN DENGAN

KELEMAHAN PROGRESIF CEPAT OTOT-OTOT PERBAFASAN,

DAN ANCAMAN GAGAL NAFAS

Page 14: Gulian Barre

8/13/2019 Gulian Barre

http://slidepdf.com/reader/full/gulian-barre 14/17

Tujuan : dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan tindakan, pola nafas kembali efektif

Kriteria Hasil : secara subjektif sesak nafas tidak ditemukan, frekuensi nafas 16-20

kali/menit. Tidak menggunakan alat bantu nafas, gerakan dada normal.

INTERVENSI RASIONALISASI

Kaji fungsi paru, adanya bunyi nafas

tambahan, perubahan irama dan

kedalaman, penggunaan otot-otot aksesori

Menjadi bahan parameter monitoring

serangan gagal nafas dan menjadi data

dasar intervensi selanjutnya

Evaluasi keluhan sesak nafas, baik secara

verbal dan nonverbal.

Tanda dan gejala meliputi adanya kesulitan

bernafas saat berbicara, pernafasan dangkal

dan irregular, menggunakan otot-otot

aksesoris, takikardia dan perubahan pola

nafas

Beri ventilasi mekanik Ventilasi mekanik digunakan jika

pengkajian sesuai kapasitas vital klien

memperlihatkan perkembangan ke arah

kemunduran, yang mengindikasi ke arah

memburuknya kekuatan otot-otot

pernafasan.

Lakukan pemeriksaan kapasitas vital

pernafasan

Kapasitas vital klien dipantau lebih sering

dan dengan interval yang teratur dalam

penambahan kecepatan pernafasan dan

kualitas pernafasan, sehingga hal ini

menyebabkan kesulitan saat batuk dan

menelan, dan adanya indikasi

memburuknya fungsi pernafasan.

Kolaborasi :

Pemberian humidifikasi oksigen 3

liter/menit

Membantu pemenuhan oksigen yang

sangat diperlukan tubuh dengan kondisi

laju metabolisme sedang meningkat.

2. RISIKO TINGGI PENURUNAN CURAH JANTUNG BERHUBUNGAN

DENGAN PERUBAHAN FREKUENSI, IRAMA, DAN KONDUKSI

ELEKTRIKEL

Tujuan : penurunan curah jantung tidak terjadi

Page 15: Gulian Barre

8/13/2019 Gulian Barre

http://slidepdf.com/reader/full/gulian-barre 15/17

Kriteria Hasil : stabilitas hemodinamik baik (tekanan darah dalam batas normal, curah

jantung kembali meningkat, input dan output sesuai, tidak menunjukkan tanda-tanda

disritmia).

INTERVENSI RASIONALISASI

Auskultasi TD, bandingkan kedua

lengan, ukur dalam keadaan berbaring,

duduk, atau berdiri bila memungkinkan

Hipotensi dapat terjadi s/d disfungsi

ventrikel, hipertensi juga fenomena

umum s/d nyeri cemas pengeluaran

katekolamin.

Evaluasi kualitas dan kesamaan nadi Penurunan curah jantung mengakibatkan

menurunnya kekuatan nadi

Catat adanya bunyi murmur Menunjukkan gangguan aliran darah

dalam jantung (kelainan katup, kerusakan

septum, atau vibrasi otot papilar)

Pantau frekuensi dan irama jantung Perubahan frekuensi dan irama jantung

menunjukkan komplikasi disritmia

Kolaborasi :

Berikan O2 tambahan sesuai indikasi

Oksigen yang dihirup akan langsung

meningkatkan saturasi oksigen darah.

3. RISIKO PERUBAHAN NUTRISI : KURANG DARI KEBUTUHAN

BERHUBUNGAN DENGAN ASUPAN YANG TIDAK ADEKUAT

Tujuan : pemenuhan nutrisi klien terpenuhi

Kriteria Hasil : setelah dirawat selama 3 hari klien tidak mengalami komplikasi akibat

penurunan asupan nutrisi

INTERVENSI RASIONALISASI

Kaji kemampuan klien dalam pemenuhan

nutrisi oral

Perhatian yang diberikan untuk nutrisi

yang adekuat dan pencegahan kelemahan

otot karena kurang makanan

Monitor komplikasi akibat paralisis

akibat insufisiensi aktivitas parasimpatis

Ilius paralisis dapat disebabkan oleh

insufisiensi aktivitas parasimpatis. Dalam

kejadian ini, makanan melalui intravena

dipertimbangkan diberikan oleh dokter

dan perawat memantau bising usus

Page 16: Gulian Barre

8/13/2019 Gulian Barre

http://slidepdf.com/reader/full/gulian-barre 16/17

sampai terdengar.

Berikan nutrisi via selang nasogastrik Jika klien tidak mampu menelan,

makanan diberikan melalui selang

lambung

Berikan nutrisi via oral bila paralisis

menelan berkurang

Bila klien dapat menelan, makanan

melalui oral diberikan perlahan-lahan dan

sangat hati-hati

4. HAMBATAN MOBILITAS FISIK B/D KERUSAKAN

NEUROMUSKULER, PENURUNAN KEKUATAN OTOT, DAN

PENURUNAN KESADARAN

Tujuan : dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan tindakan mobilitas klien meningkat

atau teradaptasi.

Kriteria : peningkatan kemampuan dan tidak terjadi trombosis vena provunda dan

emboli paru merupakan ancaman klien paralisis, yang tidak mampu menggerakan

ekstrimitas. Dekubitus tidak terjadi.

DAFTAR PUSTAKA

Victor Maurice, Ropper Allan H. Adams and Victor’s Principles of neurology. 7th edition.

USA: the McGraw-Hill Companies; 2001. p.1380-87.

Arnason Barry GW. Inflammatory polyradiculoneuropathies. In: Dyck PJ, Thomas PK,

Lambert EH. Peripheral neuropathies. Vol. II. USA: W. B. Saunders Company; 1975.

p.1111-48.Guillain-Barre Syndrome. [Update: 2009]. Available

from :http://www.caringmedical.com/conditions/Guillain-Barre_Syndrome.htm .

Page 17: Gulian Barre

8/13/2019 Gulian Barre

http://slidepdf.com/reader/full/gulian-barre 17/17

Guillain-Barré Syndrome. [update 2009]. Available

from :http://bodyandhealth.canada.com/condition_info_popup.asp

channel_id=0&disease_id=325&section_name=condition_info .

Bradley WG, Daroff RB, Fenichel GM, Marsden CD. Editors. Neurology in clinical practice:

the neurological disorders. 2nd edition. USA: Butterworth-Heinemann; 1996. p.1911-

16.

Gilroy John. Basic neurology. 2nd edition. Singapore: McGraw-Hill Inc.; 1992. p.377-378.

Guillain-Barré Syndrome. Available from :http://www.medicinenet.com/guillain-

barre_syndrome/article.htm

Gutierrez Amparo, Sumner Austin J. Electromyography in neurorehabilitation. In: Selzer

ME, Clarke Stephanie, Cohen LG, Duncan PW, Gage FH. Textbook of neural repair

and rehabilitation Vol. II: Medical neurorehabilitation. UK: Cambridge University

Press; 2006. p.49-55.