sindroma guillain barre

32
Sindroma Guillain Barre Fransiska Erwin IA, S.Ked Definisi Parry mengatakan bahwa, SGB adalah suatu polineuropati yang bersifat ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah infeksi akut. Menurut Bosch, SGB merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai adanya paralisis flasid yang terjadi secara akut berhubungan dengan proses autoimun dimana targetnya adalah saraf perifer, radiks, dan nervus kranialis. Epidemiologi Puncak insiden: antara usia 15-35 tahun dan antara 50-74 tahun. Jarang mengenai usia <2 tahun. Laki-laki dan wanita sama jumlahnya. Lebih sering terjadi pada ras kulit putih. Insiden tertinggi pada bulan April s/d Mei dimana terjadi pergantian musim hujan dan kemarau. Etiologi Etiologi SGB sampai saat ini masih belum dapat diketahui dengan pasti penyebabnya dan masih menjadi bahan perdebatan. Beberapa keadaan/penyakit yang mendahului dan mungkin ada hubungannya dengan terjadinya SGB, antara lain: Infeksi SGB sering sekali berhubungan dengan infeksi akut non spesifik. Insidensi kasus SGB yang berkaitan dengan infeksi ini sekitar antara 56% - 80%, yaitu 1 sampai 4 minggu sebelum gejala neurologi timbul seperti infeksi saluran pernafasan atas atau infeksi gastrointestinal. Patogen yang tersering ditemukan adalah Campylobacter jejuni, cytomegalovirus (CMV),Mycoplasmapneumonia, Epstein-Barr virus, dan virus in uenza. Vaksinasi Pembedahan Penyakit sistemik: keganasan systemic lupus erythematosus tiroiditis penyakit Addison Kehamilan atau dalam masa nifas Patogenesa Mekanisme bagaimana infeksi, vaksinasi, trauma, atau faktor lain yang mempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih belum diketahui

Upload: cyon-siiee-djavu

Post on 26-Dec-2015

34 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Sindroma Guillain Barre

Sindroma Guillain BarreFransiska Erwin IA, S.Ked

Definisi

Parry mengatakan bahwa, SGB adalah suatu polineuropati yang bersifat ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah infeksi akut. Menurut Bosch, SGB merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai adanya paralisis flasid yang terjadi secara akut berhubungan dengan proses autoimun dimana targetnya adalah saraf perifer, radiks, dan nervus kranialis.

Epidemiologi

         Puncak insiden: antara usia 15-35 tahun dan antara 50-74 tahun. Jarang mengenai usia <2 tahun.         Laki-laki dan wanita sama jumlahnya.         Lebih sering terjadi pada ras kulit putih.         Insiden tertinggi pada bulan April s/d Mei dimana terjadi pergantian musim hujan dan kemarau.

Etiologi

 Etiologi SGB sampai saat ini masih belum dapat diketahui dengan pasti penyebabnya dan masih menjadi bahan perdebatan. Beberapa keadaan/penyakit yang mendahului dan mungkin ada hubungannya dengan terjadinya SGB, antara lain:

         Infeksi         SGB sering sekali berhubungan dengan infeksi akut non spesifik. Insidensi kasus SGB yang

berkaitan dengan infeksi ini sekitar antara 56% - 80%, yaitu 1 sampai 4 minggu sebelum gejala neurologi timbul seperti infeksi saluran pernafasan atas atau infeksi gastrointestinal.

  Patogen yang tersering ditemukan adalah Campylobacter jejuni, cytomegalovirus (CMV),Mycoplasmapneumonia, Epstein-Barr virus, dan virus influenza.

         Vaksinasi         Pembedahan         Penyakit sistemik:

keganasan

systemic lupus erythematosus

tiroiditis

penyakit Addison

         Kehamilan atau dalam masa nifas

Patogenesa

Mekanisme bagaimana infeksi, vaksinasi, trauma, atau faktor lain yang mempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih belum diketahui dengan pasti. Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme imunologi.Bukti-bukti bahwa imunopatogenesa merupakan mekanisme yang menimbulkan jejas saraf tepi pada sindroma ini adalah:

1.      didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler  (cell mediated immunity) terhadap agen infeksious pada saraf tepi.

2.       adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi3.      didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran pada pembuluh darah saraf

tepi yang menimbulkan proses demyelinisasi saraf tepi.

Page 2: Sindroma Guillain Barre

Proses demyelinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon imunitas seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya, yang paling sering adalah infeksi virus.

Patologi

Asbury dkk mengemukakan bahwa perubahan pertama yang terjadi adalah infiltrasi sel limfosit yang ekstravasasi dari pembuluh darah kecil pada endo dan epineural. Keadaan ini segera diikuti demyelinisasi segmental. Bila peradangannya berat akan berkembang menjadi degenerasi Wallerian. Kerusakan myelin disebabkan makrofag yang menembus membran basalis dan melepaskan selubung myelin dari sel schwan dan akson.

Klasifikasi

Beberapa varian dari sindroma Guillan-Barre dapat diklasifikasikan, yaitu:1.      Acute inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy (AIDP), paling sering, disebabkan

oleh respon autoimun yang menyerang membrane sel Schwann, terjadikelemahan progresif, hiporefleks/ arefleks, perubahan sensori ringan (penurunan sensibilitas yang ringan)

Page 3: Sindroma Guillain Barre

2.       Subacute inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy3.     Acute motor axonal neuropathy (AMAN), disebabkan oleh respon autoimun yang menyerang

aksoplasma saraf perifer, biasanya pada anak-anak, disertai hiperrefleks dan kelemahan progresif yang cepat, good recovery.

4.     Acute motor sensory axonal neuropathy (AMSAN), menyerang aksoplasma saraf perifer dan menyerang saraf sensorik dengan kerusakan akson yang berat, biasanya pada dewasa, mengakibatkan disfungsi motorik dan sensorik, atrofi otot, poor recovery.

5.      Miller Fisher’s syndrome (MFS), varian GBS yang jarang terjadi dan bermanifestasi sebagai paralisis desendens, gejalanya meliputi trias klasik: ataxia, areflexia, danophthalmoplegia; bisa juga terdapat mild limb weakness, ptosis, facial palsy, atau bulbar palsy; penderita biasanya sembuh dalam 1-3 bulan.

6.     Acute panautonomia, varian GBS yang paling jarang terjadi, melibatkan sistem saraf simpatis dan parasimpatis, termasuk kardiovaskular (penyebab kematian tersering: disritmia jantung), penderita sembuh bertahap, biasanya incomplete.

Gejala klinis dan kriteria diagnosa

Diagnosa SGB terutama ditegakkan secara klinis.SBG ditandai dengan timbulnya suatu kelumpuhan akut yang disertai hilangnya refleks-refleks tendon dan didahului parestesi dua atau tiga minggu setelah mengalami demam disertai disosiasi sitoalbumin pada likuor dan gangguan sensorik dan motorik perifer.

Kriteria diagnosa yang umum dipakai adalah kriteria dari National Institute of Neurological and Communicative Disorder and Stroke (NINCDS), yaitu:

I.         Ciri-ciri yang perlu untuk diagnosis: Terjadinya kelemahan yang progresif

Hiporefleksi

II.         Ciri-ciri yang secara kuat menyokong diagnosis SGB:             Ciri-ciri klinis:

         Gejala gangguan sensibilitas ringan, biasanya terjadi beberapa hari sebelum timbul kelemahan, dimulai dari bagian distal dan simetris.

         Progresifitas: gejala kelemahan motorik berlangsung cepat, maksimal dalam 4 minggu, 50% mencapai puncak dalam 2 minggu, 80% dalam 3 minggu, dan 90% dalam 4 minggu.

         Relatif simetris         Gejala saraf kranial  ± 50% terjadi parese N VII dan sering bilateral. Saraf otak lain dapat terkena

khususnya yang mempersarafi lidah dan otot-otot menelan, kadang < 5% kasus neuropati dimulai dari otot ekstraokuler atau saraf otak lain

         Pemulihan: dimulai 2-4 minggu setelah progresifitas berhenti, dapat memanjang sampai beberapa bulan.

         Disfungsi otonom. Takikardi dan aritmia, hipotensi postural, hipertensi dan gejala vasomotor.         Tidak ada demam saat onset gejala neurologis

         Ciri-ciri kelainan cairan serebrospinal yang kuat menyokong diagnosa:

         Protein CSS meningkat setelah gejala 1 minggu atau terjadi peningkatan pada LP serial         Jumlah sel CSS < 10 MN/mm3         Varian:  Tidak ada peningkatan protein CSS setelah 1 minggu gejala  Jumlah sel CSS: 11-50 MN/mm3

         Gambaran elektrodiagnostik yang mendukung diagnosa:

         Perlambatan konduksi saraf bahkan blok pada 80% kasus. Biasanya kecepatan hantar kurang 60% dari normal

Diagnosa Banding

GBS harus dibedakan dari kondisi medis lainnya dengan gejala kelemahan motorik subakut lainnya, antara lain sebagai berikut:

Page 4: Sindroma Guillain Barre

1.      Miastenia gravis akut, tidak muncul sebagai paralisis asendens, meskipun terdapat ptosis dan kelemahan okulomotor. Otot mandibula penderita GBS tetap kuat, sedangkan pada miastenia otot mandibula akan melemah setelah beraktivitas; selain itu tidak didapati defisit sensorik ataupun arefleksia.

2.      Thrombosis arteri basilaris, dibedakan dari GBS dimana pada GBS, pupil masih reaktif, adanya arefleksia dan abnormalitas gelombang F; sedangkan pada infark batang otak terdapat hiperefleks serta refleks patologis Babinski

3.      Paralisis periodik, ditandai oleh paralisis umum mendadak tanpa keterlibatan otot pernafasan dan hipo atau hiperkalemia.

4.      Botulisme, didapati pada penderita dengan riwayat paparan makanan kaleng yang terinfeksi. Gejala dimulai dengan diplopia disertai dengan pupil yang non-reaktif pada fase awal, serta adanya bradikardia; yang jarang terjadi pada pasien GBS.

5.     Tick paralysis, paralisis flasid tanpa keterlibatan otot pernafasan; umumnya terjadi pada anak-anak dengan didapatinya kutu (tick) yang menempel pada kulit.

6.       Porfiria intermiten akut, terdapat paralisis respiratorik akut dan mendadak, namun pada pemeriksaan urin didapati porfobilinogen dan peningkatan serum asam aminolevulinik delta.

7.    Neuropati akibat logam berat; umumnya terjadi pada pekerja industri dengan riwayat kontak dengan logam berat. Onset gejala lebih lambat daripada GBS.

8.     Cedera medulla spinalis, ditandai oleh paralisis sensorimotor di bawah tingkat lesi dan paralisis sfingter. Gejala hamper sama yakni pada fase syok spinal, dimana refleks tendon akan menghilang.

9.      Poliomyelitis, didapati demam pada fase awal, mialgia berat, gejala meningeal, yang diikuti oleh paralisis flasid asimetrik.

10.  Mielopati servikalis. Pada GBS, terdapat keterlibatan otot wajah dan pernafasan jika muncul paralisis, defisit sensorik pada tangan atau kaki jarang muncul pada awal penyakit, serta refleks tendon akan hilang dalam 24 jam pada anggota gerak yang sangat lemah dalam melawan gaya gravitasi.

       DD untuk fase awal GBS: Mielitis akut, Poliomyelitis anterior akut, Porphyria intermitten akut, Polineuropati post difteri.

Terapi

Pada sebagian besar penderita dapat sembuh sendiri. Pengobatan secara umum bersifat simtomatik.Tujuan terapi khusus adalah mengurangi beratnya penyakit dan mempercepat penyembuhan melalui sistem imunitas (imunoterapi).

         KortikosteroidKebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat steroid tidak mempunyai nilai/tidak bermanfaat untuk terapi SGB.

         Plasmaparesis (plasma exchange) Tujuan: untuk mengeluarkan faktor autoantibodi yang beredar  perbaikan klinis lebih cepat, penggunaan alat bantu nafas lebih sedikit, dan lama perawatan lebih pendek.

Pengobatan dilakukan dengan mengganti 200-250 ml plasma/kg BB dalam 7-14 hari.

Lebih bermanfaat bila diberikan saat awal onset gejala (minggu pertama).

         Pengobatan imunosupresan:           Imunoglobulin IV (IVIg)

  Pengobatan dengan gamma globulin intervena lebih menguntungkan dibandingkan plasmaparesis karena efek samping/komplikasi lebih ringan.

  Dosis maintenance 0.4 gr/kg BB/hari selama 3 hari dilanjutkan dengan dosis maintenance 0.4 gr/kg BB/hari tiap 15 hari sampai sembuh.

  Lebih bermanfaat bila diberikan saat awal onset gejala (2 minggu pertama).          Obat sitotoksik

  Pemberian obat sitoksik yang dianjurkan adalah:-      6 merkaptopurin (6-MP)-      azathioprine-      cyclophosphamid  Efek samping dari obat-obat ini adalah alopecia, muntah, mual, dan sakit kepala.

Prognosa

Page 5: Sindroma Guillain Barre

         Pada umumnya penderita mempunyai prognosa yang baik tetapi pada sebagian kecil penderita dapat meninggal atau mempunyai gejala sisa. 95% terjadi penyembuhan tanpa gejala sisa dalam waktu 3 bulan bila dengankeadaan antara lain: pada pemeriksaan NCV-EMG relatif normal

mendapat terapi plasmaparesis dalam 4 minggu mulai saat onset

progresifitas penyakit lambat dan pendek

pada penderita berusia 30-60 tahun

         Sebuah sistem skoring prognostik klinis dapat digunakan untuk menilai prognosis pasien GBS, yaitu Erasmus GBS Outcome Score (EGOS). Skoring ini dilakukan 2 minggu setelah admisi

http://koasbelajar.blogspot.com/2011/03/sindroma-guillain-barre.html

Gullain Barre Syndrome (GBS)

Sekilas Tentang Fisioterapi pada GBS

 

Pengertian

•         Guillain-Barre Syndrome ( GBS ) yaitu salah satu penyakit ‘ demyelinating ‘ saraf

(Nolte 1999 ) yang juga merupakan salah satu polineuropati.

•         Merupakan kumpulan gejala gangguan pada saraf spinalis dan saraf cranialis

•         Paralisis pada bagian ascenden atau paralisis landry

•         Penyebab belum diketahui, umumnya terjadi paska infeksi virus (pernafasan dan

saluran cerna)

•         Terjadi proses autoimmune dengan respon inflamasi pada radiks dan saraf tepi

(poliradikulopati dan polineuropati)

•         Terjadi AIDP (Acute Inflamatory Demyelinating Poliradiculopathy)

•         Umumnya didahului dengan gangguan respirasi dan gangguan gastrostinal setelah 30

hari.

•         Defisiensi Motorik dan Sensorik

•         Prevalensi   diumpai 1 hingga 2 kasus per 100 ribu orang

•         Dapat terjadi pada semua kelompok usia

•         Frekuensi tertinggi pada dewasa muda

•         Laki-laki > Perempuan

•         Kulit putih > kulit hitam

 

Gejala Klinis

•         Sulit dideteksi pada awal kejadian

–        Gejala berupa flu, demam, headache, pegal dan 10 hari kemudian muncul

gejala lemah.

–        Selang 1-4 minggu, sering muncul gejala berupa :

Page 6: Sindroma Guillain Barre

•         Paraestasia (rasa baal, kesemutan)

•         Otot-otot lemas (pada tungkai, tubuh dan wajah)

•         Saraf-saraf cranialis sering terjadi patologi, shg  ganguan gerak bola

mata, mimik wajah, bicara, dll

•         Gangguan pernafasan (kesulitan inspirasi)

•         Ganggua saraf-saraf otonom (simpatis dan para simpatis)

–        Gangguan frekuensi jantung

–        Ganggua irama jantung

–        Gangguan tekanan darah

•         Gangguan proprioseptive dan persepsi thd tubuh

•         Diikuti rasa nyeri pada bagian punggung dan daerah lainnya.

 

Patofisiologi

•         Gangguan sistem saraf perifer yang terjadi di selubung milin sel schawn.

•         Terjadi proses demielinisasi yang ditandai dengan gejala paralisis atau parese otot

mendadak.

•         Kerusakan axon dapat terjadi

•         Kerusakan axon dan demielinisasi terjadi karena proses inflamasi.

•         Radikal bebas dan protease yang dihasilkan oleh macrofage saat masuk ke selubung

mielin.

•         Autoimmun terjadi karena anti bodi yang bersirkulasi masuk dan mengikat antigen

dan menempel diatas selubung meilin dan mengaktifkan makrofag

•         Inflamasi selubung meilin mengakibatkan hantaran impuls terhmbat atau terputus.

•         Umumnya yang terkena pada bagian Anterior nerve root akan tetapi bagian posterior

juga dapat terganggu

•         Umumnya selubung meilin yang terserang dimulai dari saraf perifer yang paling

rendah dan terus ke level yang diatasnya.

•         Gejala-gejala GBS menghilang setelah serangan autoimmun berhenti.

•         Kerusakan pada sel body akan mengakibatkn gangguan yang bersifat permanen.

•         Gangguan berupa sensorik dan motorik serta gangguan respirasi akibat defisit saraf

otonom.

•         Gangguan pada aspek muskuloskeletal

•         Menurunnya kekuatan otot dari gengguan konduktifitas saraf

•         Kardiopulmonal

•         Menurunnya fungsi otot-otot intercostalis, diafragma sehingga ekspansi

thoraks menurun.

•         Menurunnya kapasitas vital paru

•         Ventilasi menurun

Page 7: Sindroma Guillain Barre

•         Saraf Otonom

•         Gangguan dapat mencapai n. vagus seingga terjadi gangguan parasimpatis

•         Meninggkatnya tekanan darah

•         Keringat berlebihan

•         Sensorik

•         Gangguan sensasi (baal, kesemutan, nyeri dll)

 

Pemeriksaan FT

•         Anamnesis

–        Keluhan utama pasien

•         Rasa lemas seluruh badan dan disertai adanya rasa nyeri

•         Paraestasia jari kaki s/d tungkai

•         Progresive weakness > 1 Ekstremitas

•         Hilangnya refleks tendon

–        Pendukung

•         Weakness berkembang cepat dalam 4 minggu

•         Gangguan sensory Ringan

•         Wajah nampak lelah meliputi otot-otot bibir terkesan bengkak

•         Tachicardi, cardiac arytmia, Tekanan Darah labil

•         Tidak ada demam

•         Inspeksi

–        Tampak kelelahan pada wajah

–        Otot-otot bibir terkesan bengkak

–        Kemungkinan adanya atropi

–        Kemungkinan adanya tropic change

•         Palpasi

–        Nyeri tekan pada otot

•         Auskultasi

–        Breathsound terdengar cepat

•         Vital Sign

–        Blood Preasure

•         Labil (selalu berubah-ubah)

–        Heart Rate

•         Tachicardy

•         Cardiac arythmia

–        Respiratory Rate

•         Hyperventilasi

 

Page 8: Sindroma Guillain Barre

Pemeriksaan Fungsi Gerak  Dasar

•         Aktif

–        Kekuatan otot

•         Pasif

–        Lingkup Gerak Sendi, endfeel

 

•         Tes Isometrik Melawan Tahanan

–        Pada ketiga tes tersebut dominan menunjukkan adanya kelemahan.

–        Gangguan sendi dimungkinkan pada kasus yang telah lama

 

Pemeriksaan Khusus

 

–        Kekuatan Otot

•         MMT

–        Vital Capacity (Spirometry)

–        Sensorik

•         Dermatom Test

•         Myotom Test

–        Mobilitas Thorax

•         Mid line lingkar thorax

–        Tendon refleks

–        Lingkar otot

•         Mid line lingkar otot

–        ROM

•         ROM Test (Goniometer)

–        Fungsional

•         ADL

•         IADL

–        Laboratorium

–        Lumbar punksi

•         Cairan cerebrospinal dijumpai peningkatan protein, berisi 10 atau

sedikit mononuclear leukosit/mm3

–        Electro Diagnostik (EMG)

•         Kecepatan hantar saraf melemah

Prinsip Penanganan

•         Pemeliharaan sistem pernapasan

•         Mencegah kontraktur

•         Pemeliharaan ROM

Page 9: Sindroma Guillain Barre

•         Pemeliharaan otot-otot besar yng denervated

•         Re-edukasi otot

•         Dilakukan sedini mungkin

•         Deep breathing Exercise

•         Mobilisasi ROM

•         Monitor Kekuatan Otot hingga latihan ktif dapat dimulai

•         Change position untuk mencegah terjadinya decubitus

•         Gerak pasif general ekstermitas sebatas toleransi nyeri untuk mencegah kontraktur

•         Gentle massage untuk memperlancar sirkulasi darah

•         Edukasi terhadap keluarga

 

Prognosis

•         Umumnya sembuh

•         20 % menyisakan deficit neurologik

•         > 1th 67% sembuh yang komplit

•         20 % menyisakan disability

•         > 2 th 8% tdk dpt sembuh

http://dhaenkpedro.wordpress.com/gullain-barre-syndrome-gbs/

A. KONSEP MEDIS

1. Definisi GBS (GUILLAIN BARRE SYNDROM)Guillain Barre Syndrom (GBS) adalah penyakit langka yang menyebabkan

tubuh menjadi lemah kehilangan kepekaan yang biasanya dapat sembuh sempurna dalam hitungan minggu, bulan atau tahun.

Guillain Barre Syndrom (GBS) merupakan sindrom klinik yang penyebabnya tidak diketahui yang mengyangkut saraf perifer dan kranial.

GBS mengambil nama dari dua Ilmuwan Perancis, Guillain (baca Gilan) dan Barré (baca Barre), yang menemukan dua orang prajurit perang di tahun 1916 yang mengidap kelumpuhan kemudian sembuh setelah menerima perawatan medis. Penyakit ini menjangkiti satu dari 40,000 orang tiap tahunnya. Bisa terjangkit di semua tingkatan usia mulai dari anak-anak sampai dewasa, jarang ditemukan pada manula. Lebih sering ditemukan pada kaum pria. Bukan penyakit turunan, tidak dapat menular lewat kelahiran, ternfeksi atau terjangkit dari orang lain yang mengidap GBS. Namun, bisa timbul seminggu atau dua minggu setelah infeksi usus atau tenggorokan. 

2. Etiologi GBS (GUILLAIN BARRE SYNDROM)

Paling banyak pasien-pasien dengan sindroma ini ditimbulkan oleh adanya infeksi, 1 sampai 4 minggu sebelum terjadi serangan penurunan neurologik.

Page 10: Sindroma Guillain Barre

Pada beberapa keadaan. Dapat terjadi setelah vaksinasi atau pembedaha. Ini juga dapat terjadi dapat diakibatkan oleh infeksi virus primer, reaksi imun, cedera medula spinalis dan beberapa proses lain atau sebuah kombinasi proses.

Penyakit ini timbul dari pembengkakan syaraf peripheral, sehingga mengakibatkan tidak adanya pesan dari otak untuk melakukan gerakan yang dapat diterima oleh otot yang terserang

Karena banyak syaraf yang terserang termasuk syaraf immune sistem maka sistem kekebalan tubuh kita pun akan kacau. Dengan tidak diperintahakan dia akan menngeluarkan cairan sistem kekebalan tubuh ditempat-tempat yang tidak diinginkan.

Dengan pengobatan maka sistem kekebalan tubuh akan berhenti menyerang syaraf dan bekerja sebagaimana mestinya.

3. Patofisiologi GBS (GUILLAIN BARRE SYNDROM)

GBS merupakan suatu demielinasi polineuropati akut yang dikenal dengan beberapa nama lain yaitu, polineurutis akut, paralisis asenden Landry, dan polineuropati inflamasi akut. Gambaran utama GBS adalah paralisis motorik asendens secara primer dengan berbagai gangguan fungi sensorik. GBS adalah gangguan neuron motorik bagian bawah dalam saraf primer, final common pathway, untuk gerakan motorik juga terlibat.

Usaha untuk memisahkan agen penyebab infeksi tidak berhasil dan penyebabnya tidak diketahui. Namun telah diketaui bahwa GBS bukan penyakit herediter atau menular. Walaupun mungkin tidak terdapat peristirwa pencetus, anamnesis pasien yang lengkap sering kali memperlihatkan suatu penyakit virus biasa yang terjadi 1 hingga 3 minggu sebelum awitan kelemahan motorik. Jenis penyakit lain yang mendahului sidrom tersebut adalah infeksi pernapasan ringan atau infeksi GI. Pembedahan, imunisasi, penyakit Hodgkin, atau limfoma lain, dan lupus eritomatosus. Keadaan yang paling sering dilaporkan adalah infeksi Campylobacter jejuniyang secara khas memyebabkan penyakit GI swasirna yang ditandai dengan diare, nyeri abdomen, dan demam.

Akibat tersering dari kejadian ini dalam petologi adalah bahwa kejadian pencetus (virus atau proses inflamasi) merubah dalam sistem saraf sehingga sistem imun mengenali sistem tersebut sebagai sel asing. Sesudah itu, limfosit T yang tersensitisasi dan amkrofag akan menyerang mielin. Selain itu limfosit mengiduksi limfosit B untuk menghasilkan antibody yang menyerang bagian tertentu daris selubung mielin, menyebabkan kerusakan mielin (NINDS,2000).

Akibatnya adalah cedera demielinasi ringan hingga berat yang mengganggu konduksi impuls dalam saraf perifer yang terserang. (sebaliknya, demielinasi pasda MS hanya terbatas pada sistem saraf pusat). Perubahan patologi mengikuti pola yang tepat : infiltrasi limfosit terjadi dalam ruang perivaskular yang berdekatan dengan saraf tersebut dan menjadi fokus degenerasi mielin.

Page 11: Sindroma Guillain Barre

Demielinsi akson saraf perifer menyebabkan timbulnya gejala positif dan negatif. Gejala positif adalah nyeri dan perestesia yang berasal dari aktivitas impuls abnormal dalam serat sensoris atau “cross-talk” listrik antara akson abnormal yang rusak. Gejala negatif adalah kelemahan atau paralisis otot, hilangnya refleks tendon, dan menurunnya sensasi. Dua gejala negatif pertama tersebut disebabkan oleh kerusakan akson motorik; yagn terakhir disebabkan oleh kerusakan serabut sensorik.

Pada GBS, gejala sensorik cenderung ringan dan dapat terdiri dari rasa nyeri, geli, mati rasa, serta kelainan sensasi getar dan posisi. Namun, polineuropati merupakan motorik dominan dan temuan klienis dapat bervarisasi mulai dari kelemahan otot hingga paralisis otot pernapasan yang membutuhkan penanganan ventilator. Kelemahan otot rangka sering kali sangat akut sehingga tidak terjadi atrofi otot, namun tonus otot hilang dan mudah terdeteksi arefleksia. Kepekaan biasnya dirangsang dengan tekanan yang kuat dan pemerasan pada otot. Lengan dapat menjdi kurus atau otot lengan kurang lemah dibandingkan dengan otot tungkai. Gejala autonom termasuk hipotensi postural, takikardi sinus, dan tidak kemampuan untuk berkeringat. Bila saraf kranial terlibat, paralisis akan menyerang otot wajah, okular, dan otot orofaringeal biasanya setelah keterlibatan lengan. Gejala saraf kranial adalah palsi wajah dan kesulitan bicara, gangguan visual dan kesulitan menelan. Istilah palsi bulbar kadang-kadang digunakan secara khusus untuk peralisis rahang, faring, dan otot lidah yang disebabkan oleh kerusakan saraf kranial IX, X, dan XI, yang berasal dari medula oblongata dan biasa disebut bulb.

4. Manifestasi klinik GBS (GUILLAIN BARRE SYNDROM)

Gejala-gejala neurologi diawali dengan parestesia (kesemuatan dan kebas) dan kelemahan otot kaki, yang dapat berkembang ke ekstremitas atas, batang tubuh dan otot wajah. Kelemahan otot dapat diikuti dengan cepat adanya paralisis yang lengkap. Saraf kranial yang paling sering terserang, yang mennjukan paralisis pada okular, wajah dan otot orofaring dan juga menyebabkan kesukaran berbicara, mengunyah dan menelan. Disfungi autonom yang serign terjadi dan sering memperlihatkan bentuk reaksi berlebihan atau kurang bereaksinya sistem saraf simapatis dan parasimpatis, seperti dimanifestasikan oleh gangguan frekuensi jantung dan ritme, perubahan tekanan darah ( hepertensi transien, hipotensi ortostatik), dan gangguan fasomotor lainnya yang berfariasi. Keadaan ini juga menyebabkan nyeri berat dan menetap pada punggung dan daerah kaki. Sering kali pasien menunjukan adanya kehilangan sensasi terhadap posisi tubuh sama seperti keterbatasan atau tidak adanya refleks tendon. Perubahan sensori dimanifestasi dengan bentuk parestesia.

Kebanyakan pasien mengalami pemulihan penuh beberapa bulan sampai satu tahun, tetapi sekitar 10% menetap dengan residu ketidakmampuan.

Gejala awal antara lain adalah: rasa seperti ditusuk-tusuk jarum diujung jari kaki atau tangan atau mati rasa di bagian tubuh tersebut. Kaki terasa berat dan kaku atau mengeras, lengan terasa lemah dan telapak tangan tidak bisa

Page 12: Sindroma Guillain Barre

menggenggam erat atau memutar seusatu dengan baik (buka kunci, buka kaleng dll)

Gejala-gejala awal ini bisa hilang dalam tempo waktu beberapa minggu, penderita biasanya tidak merasa perlu perawatan atau susah menjelaskannya pada tim dokter untuk meminta perawatan lebih lanjut karena gejala-gejala akan hilang pada saat diperiksa.

Gejala tahap berikutnya disaaat mulai muncul kesulitan berarti, misalnya: kaki susah melangkah, lengan menjadi sakit lemah, dan kemudian dokter menemukan syaraf refleks lengan telah hilang fungsi.

Gejala klinis lainnya yaitu antara lain sebagai berikut :

1. kelumpuhan

manifestasi klinis utama adalah kelumpuhan otot-otot eksremitas tipe lower motor newron. Pada sebagian besar kellumphan di mulai dari kedua eksremitas bawah kemudian menyebar secara asenden ke badan anggota gerak atas dan saraf kranialis kadang-kadang juga bisa ke empat anggota di kenai secara anggota kemudian menyebar ke badan dan saraf kranialis.

2 gangguan sensibilitas

parastesia biasanya lebih jelas pada bagian distal eksremitas, muka juga bisa di kenai dengan distribusi sirkumolar. Defesit sensori objektif biasanya minimal. Rasa nyeri otot sering di temui seperti rasa nyeri setelah suatu aktivitas fisik

3. saraf kranilis

yang paling sering di kenal adalah N.VI. kelumpuhan otot sering di mulai pada satu sisi tapi kemudian segera menjadi bilateral sehingga bisa di temukan berat antara kedua sisi. Semua saraf kranialis bisa di kenai kecuali N.I dan N.VIII. diplopia bisa terjadi akibat terkena N.IV atau N.III. bila N.IX dan N.X terkena akan menyebabkan gangguan sukar menelan disfonia dan pada kasus yang berat menyebabkab pernapasan karena paralis dan laringeus

4. gangguan fungsi otonom

gangguan fungsi otonom di jumpai pada 25% penderita GBS. Gangguan tersebut berupa sinus takikardi atau lebih jarang sinus bradikardi, muka jadi merah ( facial flushing ), hipertensi atau hipotensi yang berfluktusi, hilangnya keringat atau episodik profuse diphoresis. Retensi atau inkontenensia urin jarang di jumpai. Gangguan otonom ini jarang menetap lebih dari satu atau dua minnggu.

5. kegagalan pernapasan

kegagalan pernapasan merupakan koomplikasi utam yang dapat berakibat fatal bila tidak di tangani dengan baik. Kegagalan pernapasan ini di sebabkan paralisis pernapasan dan kelumpuhan otot-otot pernapasan, yang di jumpai pada 10-33% penderita

Page 13: Sindroma Guillain Barre

6. papiledema

kadang-kadang di jumpai papiledem, penyebabnya belum di ketahui dengan pasti di duga karena penindian kadar protein dalam otot yang menyebabkan penyumbatan arachcoidales sehingga absorbsi cairan otak berkurang

5. pemeriksaan diagnostik GBS (GUILLAIN BARRE SYNDROM)

Pungsi lumbal berurutan : memperlihatkan fenomena klasik dari tekanan normal dan jumlah sel darah putih yang normal, dengan peningkatan protein nyata dalam 4-6 minggu. Biasanya peningkatan protein tersebut tidak akan tampak pada 4-5 hari pertama, mungkin diperlukan pemeriksaan seri pungsi lumbal (perlu diulang untuk dalam beberapa hari).

Elektromiografi : hasilnya tergantung pada tahat dan perkembangan sinrdom yang timbul. Kecepatan konduksi saraf diperlambat pelan. Fibrilasi (getaran yang berulang dari unit motorik yang sama) umumnya terjadi pada fase akhir.

Darah lengkap : terlihat adanya leukositosis pada fase awal.

Fotorontgen : dapat memperlihatkan berkembangnya tanda-tanda dari gangguan pernapasan, seperti atelektasis, pneumonia.

Pemeriksaan fungis paru : dapat menunjukan adanya penurunan kapasitas vital, volume tidal, dan kemampuan inspirasi.

6. Penatalaksanaan GBS (GUILLAIN BARRE SYNDROM)

Guillain Barre Syndrom (GBS) dipertimbangkan sebagai kearuratan medis dan pasien diatasi di unit perwatan intensif. Pasien yang mengalami masalah pernapasan yang memerlukan ventilator, kadang-kadang untuk periode yang lama. Plasmaferesis (perubahan plasma) yang menyebabkan reduksi antibiotik kedalam sirkulasi sementara, yang dapat digunakan pada serangan berat dan dapat membatasi keadaan yang memburuk pada pasien dan dimielinasi. Diperlukan pemantauan EKG kontinu, untuk kemungkinan perubahan kecepatan atau ritme jantung. Distrimia jantung dihubungkan dengan keadaan abnormal autonom yang di obati dengan propanolol untuk mencegah takikardi dan hipertensi. Atropin dapat diberikan untuk menghindari episode bradikardia selama pengisapan endotrakheal dan terapi fisik.

Terapi GBS (GUILLAIN BARRE SYNDROM)

Sampai saat ini belum ada pengotan spesifik untuk GBS, pengobatan terutama secara simtomatis, tujuan utama pengobatan adalah perawatan yang baik dan memperbaiki prognosisnya.

a. Perawatan umum dan fisioterapi

Perawatan yang baik sangat penting dan terutama di tujukan pada perawatan sulit, kandung kemih. Saluran pencernaan, mulut,faring dan trakea.infeksi paru dan saluaran kencing harus segera di obati.

Page 14: Sindroma Guillain Barre

Respirasi di awasi secara ketat, terhadap perubahan kapasitas dan gas darah yang menunjukan permulaan kegagalan pernapasan. Setiap ada tanda kegagalan pernapasan maka penderita harus segera di bantu dengan pernapasan buatan. Jika pernapasan buatan di perlukan untuk waktu yang lama maka trakeotomi harus di kerjakan fisioterapi dada secara teratur untuk mencegah retensi sputum dan kolaps paru. Gerakan pasti pada kaki lumpuh mencegah deep voin trombosis spientmungkin di perlukan untuk mempertahankan posisi anggota gerak yang lumpuh, dan kekakuan sendi di cegah dengan gerakan pasif. Segera setelah penyembuhan mulai fase rekonfaselen maka fisioterapi aktif di mulai untuk melati dan meningkatkan kekuatan otot.

b. pertukaran plasma

pertukaran plasma ( plasma excange) bermanfaat bila di kerjakan dalam waktu 3 minggu pertama dari onset penyakit. Jumlah plasma yang di keluarkan per excange adalah 40-50 ml/kg. dalam waktu 7-14 hari x excahange

c. kortikostiroid

walaupun telah melewati 4 dekade pemakaian kortikostiroid pada GBS masih di ragukan manfaatnya. Namun demikian bahwa pemakaian kortikostiroid pada vase dini penyakit mungkin bermanfaat

prognosis GBS (GUILLAIN BARRE SYNDROM)

Dahulu sebelum adanya ventilasi buatan lebih kurang penderita meninggal oleh karena kegagalan pernasan. Sekarang ini berkisar antara 2-10%,deangan penyebab kematian, oleh karena kegagalan pernasan, ganggan fungsi otonom, infeksi paru dan emboli paru. Sebagian besar penderita 60-80% sembuh secara sempurna dalam waktu 6 bulan. Sebagian kecil 7-22% sembuh dalam waktu 21 bulan dengan motorik ringan dan atrofi otot kecil di tangan dan di kaki. Kira- kira 3-5% penderita mengalami relaps

B. KONSEP KEPERAWATAN GBS (GUILLAIN BARRE SYNDROM)

DASAR DATA PENGKAJIAN PASIENAktifitas dan istirahat

Gejala : Adanya kelemahan dan paralisis secara simetris, yang biasanya dimulai pada ekstremitas bagian bawah dan selanjutnya berkembang dengan cepat kearah atas.

Hilangnya kontrol motorik halus tangan

Tanda : kelemahan otot, paralisis flaksit (simetris)

Cara berjalan tidak mantap

Sirkulasi

Page 15: Sindroma Guillain Barre

Tanda : perubahan tekanan darah (hipertensi atau hipotensi)

Distrimia, takikardia/bradikardia

Wajah kemerahan, diaforesis

Integritras ago

Gejala : perasaan cemas dan terlalu berkonsentrasi pada masalah yang dihadapi

Tanda : tampak takut dan bingung

Eliminasi

Gejala : adanya perubahan pola eliminasi

Tanda : kelemahan pada otot-otot abdomen

Hilangnya sensasi anal (anus) atau berkemih dan refleks sfingter

Makanan/cairan

Gejala : kesilitan dalam mengunyah dan menelan

Tanda : gangguan pada refleks menelan

Neurosensori

Gejala : kebas, kesemutan yang dimulai dari kaki atau jari-jari kaki dan selanjutnya terius naik (distribusi stoking atau sarung tangan)

Perubahan rasa terhadap posisi tubuh, fibrasi, sensasi nyeri, sensasi suhu.

Perubahan

Tanda : hilangnya atau menurunnya refleks tendon dalam

Hilangnya tonus otot, adanya masalah dengan keseimbangan

Adanya kelemahan pada otot-otot wajah, terjadi ptosis kelopak mata (keterlibatan saraf kranial),

kehilangan kemampuan untuk berbicara

Nyeri/kenyamanan

Gejala : nyeri tekan otot, seperti terbakar, sakit, nyeri (terutama pada bahu, pelvis, pinggang, punggung dan bokong). Hipersensitif terhadap sentuhan.

Pernapasan

Gejala : kesulitan dalam bernapas, napas pendek.

Tanda : pernapasan perut, menggunakan otot bantu napas, apnea. Penurunan atau hilangnya bunyi napas

Page 16: Sindroma Guillain Barre

Menurunnya kapasitas vital paru

Pucat/sianosis

Gangguan refleks menelan/batuk

Keamanan

Gejala : infeksi virus nonspesifik (seperti infeksi saluran pernapasan atas) kira-kira dua minggu sebelum munculnya tanda serangan

Adanya riwayat terkena herpezoster, sitomegalo virus

Tanda : suhu tubuh yang berfluktuasi (sangat tergantung pada suhu lingkungan)

Penurunan kekuatan/tonus otot paralisis atau parestesia

Interaksi sosial

Tanda : kehilangan kemampuan untk berbicara atau komunikasi

Penyuluhan pembelajaran

Gejala : penyakit sebelumnya (infeksi saluran napas atas, gastroentritis) vaksinasi ( campak. Polio); keadaan kronis ( lupus erotematosus ), penyakit hodgkin/proses keganasan. Pembedahan/anestesia umum, trauma

Pertimbangan

DRG menunjukan berapa lama perawatan : 6 hari

Rencana pemulangan : mungkin pasien memerlukan bantuan menganai transportasi, penyiapan makanan, perawatan diri, dan kewajiban pekerjaan rumah. Mungkin perlu memerlukan perubahan pada teteruan dan bentuk rumah, pemindahan pusat rehabilitasi.

DIAGNOSA, TUJUAN DAN INTERVENSI KEPERAWATAN. GBS (GUILLAIN BARRE SYNDROM)

1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelemahan atau paralisis otot pernapasan

Tujuan/kriteria hasil :

Mendemonstrasikan ventilasi adekuat dengan tidak ada tanda distress pernapasan, dan pola napas efektif

Intervensi

Mandiri

a. Pantau frekuensi, kedalaman daln kesimetrisan pernapasan. Catat peningkatan kerja napas dan observasi warna kulit dan membran mukosa.

Page 17: Sindroma Guillain Barre

R/ : peningkatan distres pernapasan menandakan adanya kelelahan pada otot pernapasan dan/atau paralisis yang mungkin memerlukan sokongan dari ventilasi mekanik

b. Kaji adanya perubahan sensasi terutama adanya penurunan respon

R/ : penurunan sensasi sering kali (walau tidak selalu ) mengarah pada kelemahan motorik

c. Catat adanya kelelahan pernapasan selama berbicara kalau pasien masih dapat berbicara.

R/ : merupakan inikator yang baik terhadap gangguan fungsi pernapasan/menurunnya kapasitas paru

d. Auskultasi bunyi napas, cata tidak adanya bunyi atau suara tambahan seperti ronchi

R/ : peningkatan resistensi jalan napas dan atau akumulasi sekret akan megganggu proses difusi gas dan akan mengarah pada komplikasi pernapasan (seperti pneumonia)

e. Tinggikan kepala tempat tidur atau letakan pasien pada posisi duduk bersandar

R/ : meningkatkan ekspansi paru dan usaha batuk, menurunkan kerja pernapasan dan membatasi terjadinya resiko aspirasi sekret

Kolaborasi

f. Lakukan pemantaan terhadap analisa gas darah, oksimetri nadi secara teratur

R/ : menentukan keefektifan dari ventilasi sekarang dan kebutuhan untuk/keefektifan dari intervensi

g. Lakukan tinjau ulang terhadap foto rontgen

R/ : adanya perubahan merupakan indikasi dari kongesti paru dan atau atelektasis

h. Berikan obat ata bantu dengan tindakan pembersihan pernapasan, seperti latihan pernapasan, perkusi dada, fibrasi, dan drainase postural

R/ : memperbaiki ventilasi dan menurunkan atelektasis dengan memobilisai sekret dan meningkatkan ekspansi alveoili paru.

2. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan resepsi dan transmisi

Tujuan/kriteria hasil :

Mengungkapkan kesadaran tentang defisit sensori, mempertahankan mental atau orentasi umumdan mengidentifikasi intervensi meminimalkan kerusakan/ komlikasi sensori.

Page 18: Sindroma Guillain Barre

Intervensi

Mandiri

a. pantau status neurologis secara periodik seperti kemampuan berespon terhadap perintah yang sederhana dan berspon terhadap stimulasi nyeri

R/ : perkembangan dan munculnya kembali tanda dan gejala mungkin sangat bervariasi. Perkembangan tersebut seringcukup cepat dan mungkin memuncak dalam beberapa hari/minggu.proses penyembuhan di mulai 2-4 minggu setelah proses perkembangan penyakit dan berakhir dan kebanyakan secara perlahan.

b. berikan lingkungan yang aman( penghalang tempat tidur proteksi terhadap trauma termal)

R/ : kehilangan sensasi dan kontrol motorik menjadikan pasien perhatian utama dari pemberi asuhan yang harus mempertahankan lingkungan terapeutik dan mencegah trauma.

c. berikan kesempatan untuk istrahat pada daerah yang tidak mengalami gangguan dan berikan aktivitas lain yang sesuai pada batas kemampuan pasien.

R/ : menurunkan stimulus berlebihan dan dapat meningkatkan kecemasan besar dan meminimalkan kemampuan koping

d. orientasikan kembali pasien pada lingkungan sesuai kebutuhan

R/ : membantu menurunkan kecemasan dan terutama sangat bermanfaat jika terjadi gangguan penglihatan.

e. berikan stimulasi sensori yang sesuai, meliputi suara musik yang lembut, televisi( berita atau pertunjukan )

R/ : pasien (biasanya sadar ) merasa terisolasi total karena terjadi paralisis dan selama fase penyembuhan

f. sarankan orang terdekat untuk berbicara dan memberikan sentuhan pada pasien dan untuk memelihara keterikatan dengan apa yang terjadi pada keluarga

R/ : membantu orang terdekat, merasakan mask di dalam hidup pasien ( menurunkan perasaan tidak berdaya/ tidak ada harapan) dan menurunkan kecemasan pasien mengenai keluarga selama perpisahan tersebut

kolaborasi

g. rujuk keberbagai sumber untuk membantu terapi wicara

R/ : meningkatkan proses penyembuhan/meminimalkan gejala sisa penurunan neurologis

i. bantu melakukan plasmaferesis sesuai kebutuhan

Page 19: Sindroma Guillain Barre

R/ : penanganan ini membuang imunoglobulin, komplemen, vibrinogen dan protein fase akut yang menimbulkan serangan penyakit dan depresi pernapasan pada pasien

j. berikan obat sesuai kebutuhan, seperti : gammma globin dosis tinggi melalui intra vena.

R/ : hal ini dapat meningkatkan respon antibodi dalam keadaan penyakit yang berat

3. perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan disfungsi sistem saraf autonomik yang menyebabkan penumpukan vaskuler dengan penurunan aliran balik vena

Tujuan/kriteria hasil :

mempertahankan perfusi dengan tanda vital stabil, distritmia jantung terkontrol atau tidak ada.

Intervensi

Mandiri

a. ukur tekanan darah, catat adanya fluktuasi.

R/ : perubahan pada tekanan darah ( hipertensi berat/hipotensi) teerjadi sebagai akibat kehilangan alur dasri saraf simpati untuk mempertahankan tonus vaskuler perifer.

b.pantau frekuensi jantung dan iramanya

R/ : sinus takikardi/bradikardi dapat berkembang sebagai akibat dari gangguan saraf otonom simpatis autonom atau tidak ada hambatasn terhadap refleks yang menyebabkab henti jantung.

c. pantau suhu tubuh.

R/; perubahan pola tonus vasomotor menimbulkan kesulitan pada regulasi suhu ( seperti ketidakmampuan berkeringat).

d. ubah posisi pasien secara teratur

R/ perubahan sirkulasi/pengumpulan vaskuler yang meningkatkan resiko iskemia

Kolaborasi

e. berikan pengobatan :

- cairan IV dengan hati-hati sesuai indikasi

R/ mungkin di perlukan untuk mengoreksi/mencegah hipovolemia/hipertensi,tetapi harus di gunakan secara berhati-hati karena pasien

Page 20: Sindroma Guillain Barre

dengan gangguan tonus vaskuler mungkin sensitif pada adanya peningkatan kecil dalam volume sirkulasi.

- beri obat seperti antihipertensi dengan kerja pendek

R/: kadang-kadang di gunakan untuk menghilangkan hipertensi yang menetap atau gangguan mediasi outo

- heparing

R/: di gunakan untuk menurunkan resiko tromboflebilitis.

4. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler

Tujuan/kriteria hasil :

Mempertahankan fungsi tubuh dengan tidak ada komplikasi ( kontraktur, dekubitus)

Intervensi

Mandiri

a. kaji kekuatan motorik/kemampuan secara fungsional dengan menggunakan skala 0-5

R/ : menentukan perkembangan/ munculnya kembali tanda yang menghambat tercapainya tujuan/harapan pasien

b. berikan posisi pasien yang menimbulkan rasa nyaman

R/ : menurunkan kelelahan, meningkatkan relaksasi, menurunkan resiko terjadinya iskemia/ kerusakan pada kulit.

c. sokong eksremitas dan persendian dengan bantal

R/ : mempertahankan eksremitas dalam posisi fisilogis, mencegah kontraktur dan kehilangan fungsi sendi

d. lakukan latihan rentang gerak pasif

R/ : menstimulasi sirkulasi, meningkatkan tonus otot dan meningkatkan mobilisasi sendi.

Kolaborasi

e. konfirmasikan dengan/ rujuk ke bagian terapi fisik/ terapi okupasi

5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler yang mempenagaruhi reflek menelan dan fungsi GI

Tujuan/kriteria hasil :

Page 21: Sindroma Guillain Barre

Mendomensterasikan berat badan stabil, normalisasi nilai- nilai laboratorium dan tidak tanda malnutrisi

Intervensi

Mandiri

a. kaji kemampuan untuk mengunyah, menelan, batuk pada keadaan teratur

R/ : kelemahan otot dan refleks yang hiperaktif/ hipoaktif dapat mengindikasikan kebutuhan akan metode makan alternatif, seperti melalui selang NG dan sebagainya

b. auskultasi bising usus, e4valuasi adanya distensi abdomen

R/ : perubahan fungsi lambung sering terjadi sebagai akibat dari paralisis/imobilisasi

c. catat masukan kalori setiap hari

R/ : mengidentifikasi kekurangan makanan dan keutuhannya

d. catat makanan yang di sukai/ tidak disukai oleh pasien dan termasuk dalam pilihan diet yang di kehendakinya. Berikan makanan setengah padat/cair

R/ :meningkatkan rasa kontrol dan mungkin juga dapat meningkatkan usaha untuk makan. Makanan lunak/ setengah padat mkmenurunkan resiko terjadinya aspirasi

e. anjurkan untuk makan sendiri jika memunkinkan

R/ : derajat hilangnya kontrol motorik mempengaruhi kemampuan untuk makan sendiri

f. timbang berat badan setiap hari

R/ : mengkaji keefektifan aturan diet

Kolaborasi

g. berikan diet tinggi kalori atau protein nabati

R/ : makanan suplementasi dapat meningkatkan pemasukan nutrisi.

f. pasang /pertahankan selang NG.

R/ dapat di berikan jika pasien tidak mampu untuk menelan( jika refleks menelan mengalami gangguan untuk pemasukan makanan, kalori , elektrolit dan mineral.

6. ansietas berhubungan dengan krisis situasional

Tujuan/kriteria hasil :

Tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang sampai tingkat dapat di atasi

Page 22: Sindroma Guillain Barre

Intervensi

Mandiri

a. tempatkan pasien dekat ruang perawat, periksa pasien secara teratur.

R/ : memberikan keyakianan bahwa bantuan segera dapat di lakukan jika pasien secara tiba-tiba menjadi tidak memiliki kemampuan.

b. berikan perawatan primer/ hubunagan perwat yang konsisten

R/ : meningkatkan saling percaya pasien dan membantu untuk menurunkan kecemasan

c. berikan bentuk komunikasi alternatef jika di perlukan

R/ : menurunkan perasaan tidak berdaya dan perasaan terisolasi

d. Diskusikan adanya perubahan citra diri, ketakutan akan kehilangan kemampuan yang menetap, kehilanagn fungsi, kematian, masalah mengenai kebutuhan penyebuhan /perbaikan

Kolaborasi

e. berikan penjelasan singkat mengenai perawatan, rencana perawatan dengan pasien termasuk orang terdekat

R./ : pemahaman yang baik dapat meningkatkan kerjasama pasien dalam kebutuhan akan melakkan aktivitas dan perlibatan pasien dan juga orang terdekat dalam perencenaan asuhan akan dapat mempertahankan beberapa perasaan kontrol terhadap didri atas kehidupannya yang selanjutnya akan meningkatkan harga diri.

7. nyeri berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler (parestesia, disestesia)

Tujuan/kriteria hasil :

Melaporkan nyeri berkurang/terkontrol

Intervensi

Mandiri

a. evaluasi derajat nyeri/rasa tidak nyaman denagan menggunakan skala 0-10

R/ : meenganjurkan pasien untuk “ melakolisasi/ mengetahui kuantitas” nyeri yang menunjukan adanya perubahan

b. anjurkan pasien untuk mengungkapkan perasaan mengenai nyeri yang di rasakan

R/ : menurunkan perasaan terisolasi, marah dan cemas yang dapat meningkatkan nyeri tersebut

Page 23: Sindroma Guillain Barre

c. lakukan perubahan posisi secara teratur

R/ : membantu menghilangkan kelelahan dan ketegangan otot

d. berikan latihan rentang gerak secara pasif

R/ : menurunkan kekuan pada sendi

e. anjurkan untuk menggunakan tehnik relaksasi, seperti visualisasi( menonton), latiahan relaksasi yang berkembang dan bimbingan imajinasi

f. R/ : memfokskan kemali secara langsung dari perhatian/ persepsi dan meningkatkan koping yang dapat membantu menghilangkan rasa nyeri.

Kolaborasi

g. berikan obat analgetik sesuai kebutuhan. Hindari penggunaan narkotik

R/ : untuk menghilangkan rasa nyeri ketika metode lain yang telah di coba tidak memberikan hasil yang memuaskan. Narkotik( kecuali kodein yang memiliki efek yang lebih keci) harus di hindari jika masih mungkin karena obat-obat tersebut dapat menekan pernapasan dan mempunyai efek samping terhadap saluran pencernaan

8. kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang mengingat, keterbatasan kognitif

Tujuan/kriteria hasil :

Pasien tidak bertanya-tanya tentang penyakitnya

Intervensi

Mandiri

a. tentukan pengetahuan pasien dan kemampuan untuk berperan serta dalam proses rehabilitasi

R/ : mempengaruhi pilihan terhadp intervensi yang akan di lakukan

b. tinjau kemmali pengetahuan pasien tentang penyakit dan prognosisnya

R/ : pengetahuan dasar merupakan suatu hal yang penting untuk membuat pilihan informasi dan berpatisipasi dalam upya rehabilitasi

c. anjurka untuk mengungkapkan apa yang di alami, bersosialisasi dan meningkatkan kemandiriannya

R/ : meningkatkan kembali pada perasaan normal dan perkembangan hidupnya pada situasi yang ada

d. identifikasi tindakan yang aman untuk menemukan defeswit sensori-motorik secara individual

Page 24: Sindroma Guillain Barre

R/ : menurunkan resiko terjadinya trauma/ menurukan resiko komplikasi yang sebenarnya masih dapat di cegah

http://hanyasekedarblogg.blogspot.com/2013/04/asuhan-keperawatan-guillain-barre.html

Sindroma Guillain-Barre (GBS), Manifestasi Klinis dan PenanganannyaPosted on Maret 6, 2012by GrowUp Clinic

Sindroma Guillain-Barre (GBS) atau disebut juga dengan radang

polineuropati demyelinasi akut (AIDP), poliradikuloneuritis

idiopatik akut, polyneuritis idiopatik akut, Polio Perancis,

paralisis asendens Landry, dan sindroma Landry Guillain Barre

adalah suatu penyakit autoimun yang menyerang sistem saraf

perifer; dan biasanya dicetuskan oleh suatu proses infeksi yang

akut. GBS termasuk dalam kelompok penyakit neuropati perifer

Sindroma Guillain-Barre adalah penyakit poliradikuloneuropati

demielinasi monofasik yang idiopatik, akut, dan sebagian besar

reversibel. Sebagai patofisiologi kelainan ini, diduga terdapat gangguan

dari respon autoimun yang menyerang saraf tepi, yakni myelin dan/atau

mungkin antigen aksolemnal. Pada dua pertiga kasus, paralisis flasid ini

didahului oleh penyakit infeksi.

Pada bentuk sindroma sensorimotor yang klasik, kelemahan terjadi

secara akut dalam hitungan hari, ataupun subakut alam waktu 2-4

minggu. Paresis yang terjadi umumnya terdistribusi secara simetris dan

refleks tendon akan berkurang atau hilang. Terdapat bermacam varian

dari sindroma Guillain-Barre, antara lain bentuk motorik murni, Miller-

Fisher, dan bentuk aksonal primer.

Diagnosis dilakukan berdasarkan gambaran dan temuan klinis, serta

pemeriksaan penunjang yakni pemeriksaan elektrofisiologis yang

menunjukkan adanya demyelinasi serta meningkatnya protein pada

pemeriksaan cairan serebrospinal. Namun pada minggu pertama setelah

onset, baik perubahan demyelinasi pada hantaran saraf dan peningkatan

protein ini dapat tidak ditemukan.

Penatalaksanaan Awal

Page 25: Sindroma Guillain Barre

Pada kasus berat, sangat dibutuhkan alat bantu pernafasan serta

perawatan khusus. Sekitar 30% penderita membutuhkan bantuan

ventilasi mekanik; selain itu kondisi pasien yang cepat memburuk tanpa

dapat diprediksikan membuat penderita GBS membutuhkan perawatan

inap untuk observasi fungsi respirasi.

Perhatian khusus terutama ditujukan pada perawatan suportif dan

pencegahan komplikasi, antara lain kegagalan nafas dan disfungsi

otonomik. Pengukuran maksimal forced vital capacity (FVC), gas darah

arterial, tekanan darah, dan fungsi otot bulbar harus selalu dimonitor

selama fase progresif. Tanda gagal nafas antara lain perburukan FVC,

tekanan maksimal respirasi, dan hipoksemia akibat atelektasis. Fatigue

otot respirasi ditandai dengan keringat dingin, takikardia, dan nafas

cepat diantara percakapan pendek. Monitoring FVC dilakukan setiap

jam, jika FVC kurang dari 18 ml/kg atau terjadi disotonomia

kardiovaskuler, penderita harus dirawat di unit perawatan intensif (ICU).

Intubasi dilakukan bila FVC kurang dari 12-15 ml/kg, tekanan O2 arteri

dibawah 70 mmHg serta tanda fatigue respirasi yang berat. Trakeostomi

dilakukan bila diperkirakan bantuan nafas lebih dari 10 hari. Keputusan

untuk menghentikan alat bantu nafas dan melepaskan selang

endotrakeal atau trakeostomi didasarkan pada derajat penyembuhan

fungsi respirasi. Proses weaning umumnya dimulai saat kapasitas vital

mencapai kurang lebih 10 ml/kg dan dapat dipertahankan selama

beberapa jam.

Terapi fisik dada dan spirometri insentif membantu mencegah atelektasis

pada pasien dengan gangguan batuk dan nafas. Aritmia jantung dan

fluktuasi tekanan darah membutuhkan monitoring EKG dan tekanan

darah, sehingga deteksi keadaan yang mengancam jiwa dapat tercapai.

Injeksi heparin subkutan 5000 unit, 2 kali sehari diindikasikan untuk

mengurangi resiko thrombosis vena dan emboli paru.

Di ICU, satu dari empat pasien GBS menderita infeksi paru-paru dan

saluran kemih, sehingga dibutuhkan terapi antibiotika yang sesuai1

Antibiotika profilaksis tidak dianjurkan pada penderita ini. Perawatan

jalan nafas, sistem drainase urin tertutup, dan pencucian tangan secara

rutin oleh pekerja medis untuk mencegah infeksi nosokomial. Dilakukan

perawatan harian rutin dengan mobilisasi miring kanan/kiri,11

Page 26: Sindroma Guillain Barre

memposisikan anggota gerak dalam posisi anti dekubitus; serta

perhatian lebih, terutama untuk kulit, mata, mulut, usus besar dan

kandung kemih, serta nutrisi.

Pada kasus kelumpuhan bifasial, diberikan air mata buatan dan taping

kelopak mata untuk mencegah iritasi kornea. Pada fase paralitik,

dilakukan latihan lingkup gerak sendi secara pasif dua kali sehari untuk

meningkatkan fleksibilitas anggota gerak. Penggunaan padded splint

ditujukan sebagai pencegahan kontraktur dorsifleksi pergelangan kaki.

Dukungan psikologis dan jaminan adanya potensi kesembuhan sangatlah

dibutuhkan. Pada fase penyembuhan, terapi fisik akan mempercepat

penyembuhan,  antara lain berupa latihan lingkup gerak sendi serta

latihan dengan tahanan ringan.

 Terapi Spesifik

Imunopatogenesis dari penyakit GBS, terapi akut ditujukan terutama

untuk melawan proses imunopatogenesis, antara lain terapi pertukaran

plasma (plasmapheresis) dan injeksi immunoglobulin dosis tinggi

intravena (IVIG). Plasmapheresis dianjurkan untuk pasien dengan

kelemahan sedang hingga berat (didefinisikan sebagai kemampuan

berjalan dengan bantuan atau tidak mampu berjalan sama sekali). Jadwal

plasmapheresis berkisar antara 4 hingga 6 kali (40-50 ml/kg) dengan

mesin kontinu selang sehari. Digunakan larutan saline dan albumin

sebagai cairan pengganti plasma. Manfaat terapi paling jelas apabila

terapi dimulai 2 minggu setelah onset. Relaps terjadi pada 10% pasien

dalam kurun waktu 3 minggu pasca-terapi. Perbandingan manfaat terapi

IVIG  sebanyak 0,4 g/kg sebanyak 5 kali per hari pada 2 minggu pertama

onset dengan terapi plasmapheresis, namun hasilnya belum tervalidasi

dengan jelas. IVIG mungkin dipertimbangkan pada pasien dengan

masalah akses vena, sepsis, instabilitas kardiovaskuler, ataupun

penderita yang gagal setelah diterapi dengan plasmapheresis.

Penggunaan kortikosteroid telah disarankan untuk terapi GBS, namun

setelah dilakukan dua uji klinis acak terkontrol; yakni menggunakan

dosis konvensional prednisolon dan dosis tinggi metilprednisolon

intravena, terbukti bahwa penggunaan kortikosteroid ternyata tidak

bermanfaat. Rekomendasi terapi berdasarkan studi acak terkontrol;

dimana diberikan terapi plasmapheresis dan IVIG, namun tidak dengan

kortikosteroid ataupun kombinasinya

Page 27: Sindroma Guillain Barre

Terapi pada fase akut ditujukan terutama untuk melawan proses

imunopatogenesis, termasuk plasmapheresis dan infus immunoglobulin

dosis tinggi. Monitoring adanya gangguan otonom dan perawatan

intensif telah memperbaiki prognosi penderita sindroma Guillain-Barre.

Selama rehabilitasi, perbaikan fungsi yang signifikan dapat dilihat

dengan metode pengukuran standard. Berdasarkan gejala yang timbul,

dapatlah disimpulkan ada 4 problem utama dalam penatalaksanaan

fisioterapi pada kasus sindroma Guillain-Barre, yakniproblem

muskuloskeletal kardiopulmonari sensori gangguan sistem saraf otonom.

Pada pelaksanaan rehabilitasi medik, masing-masing bentuk latihan

dilakukan dengan berdasarkan pada tahap penyembuhan pasien, yakni

tahap awal dan lanjut.

Pada tahap awal atau fase progresif, rehabilitasi terutama ditujukan pada

pemeliharaan fungsi dan kondisi; sehingga pada tahap ini masalah

kardiopulmoner dan muskuloskeletal menjadi fokus perhatian utama.

Gangguan sistem saraf otonomi biasanya belum menjadi problem bagi

fisioterapis pada tahap ini, karena biasanya belum dilakukan mobilisasi.

Pada tahap ini kerjasama dengan perawatan sangat diharapkan. Pada

tahap akhir, yakni masa penyembuhan, rehabilitasi ditujukan lebih

kepada peningkatan fungsi, terutama peningkatan kekuatan otot serta

peningkatan fungsi penderita secara maksimal. Namun,  fungsi paru

tetap harus dijaga dan ditingkatkan untuk mendukung peningkatan

aktivitas dan metabolisme. Rehabilitasi terhadap modalitas sensorik juga

perlu dilakukan. Diperlukan adanya kerjasama antar anggota tim medik

yang baik dari tahap awal hingga akhir, karena akan menentukan hasil

akhir kondisi pasien, yakni supaya penderita dapat berfungsi secara

maksimal dengan segala keterbatasan atau impairment dan

disabilitasnya.

Komplikasi

Komplikasi GBS yang paling berat adalah kematian, akibat kelemahan

atau paralisis pada otot-otot pernafasan. Tiga puluh persen% penderita

ini membutuhkan mesin bantu pernafasan untuk bertahan hidup,

sementara 5% penderita akan meninggal, meskipun dirawat di ruang

perawatan intensif. Sejumlah 80% penderita sembuh sempurna atau

hanya menderita gejala sisa ringan, berupa kelemahan ataupun sensasi

Page 28: Sindroma Guillain Barre

abnormal, seperti halnya kesemutan atau baal. Lima sampai sepuluh

persen mengalami masalah sensasi dan koordinasi yang lebih serius dan

permanen, sehingga menyebabkan disabilitas berat; 10% diantaranya

beresiko mengalami relaps.

Dengan penatalaksanaan respirasi yang lebih modern, komplikasi yang

lebih sering terjadi lebih diakibatkan oleh paralisis jangka panjang,

antara lain sebagai berikut:

Paralisis otot persisten

Gagal nafas, dengan ventilasi mekanik

Aspirasi Retensi urin

Masalah psikiatrik, seperti depresi dan ansietas

Nefropati, pada penderita anak

Hipo ataupun hipertensi

Tromboemboli

pneumonia

ulkus

Aritmia jantung

Ileus

Prognosis

Prognosis buruk dihubungkan dengan perburukan gejala yang sangat

cepat, usia tua, penggunaan ventilator jangka panjang (lebih dari 1

bulan), dan berkurangnya potensial aksi pada pemeriksaan

neuromuskuler. Sebuah laporan menyebutkan kesembuhan sempurna

pada 50-95% kasus. Peningkatan jumlah protein enolase spesifik pada

pemeriksaan cairan serebrospinal dihubungkan dengan durasi penyakit

yang lebih panjang. Meningkatnya IgM anti-GM1 memprediksikan

lambatnya penyembuhan.

Sekuelae neurologis dilaporkan pada 10-40% kasus; yang paling buruk

adalah tetraplegia yang muncul dalam 24 jam dengan masa

penyembuhan yang tidak sempurna setelah 18 bulan atau lebih. Sekuelae

paling ringan adalah kesulitan berjalan derajat ringan, dengan

penyembuhan dalam beberapa minggu. Namun yang paling sering

didapat adalah puncak gejala dalam 10-14 hari dengan masa

penyembuhan dalam hitungan minggu hingga bulan. Rata-rata masa

perawatan dalam ventilator adalah 50 hari. Angka mortalitas bervariasi

Page 29: Sindroma Guillain Barre

dari 5 hingga 10%; sebagian besar akibat instabilitas otonomik ataupun

akibat komplikasi intubasi lama, paralisis,2 dan aritmia. Sekitar 10%

penderita tidak sembuh sempurna dan tergantung pada kursi roda,

ataupun hidup dengan kelemahan atau kesemutan permanen.

Perjalanan penyakit penderita dewasa dan anak hampir sama, namun

menurut Sarada et al (1994), penderita anak memiliki prognosis berjalan

secara mandiri yang lebih baik dibandingkan dewasa. Sekitar 35%

penderita hidup dengan disabilitas jangka panjang, sementara 38%

penderita harus melakukan modifikasi pekerjaan akibat penyakitnya;

44% kasus mengalami kesulitan dalam melakukan aktivitas di waktu

senggang dan dalam keadaan psikososial yang kurang baik.

http://growupclinic.com/2012/03/06/sindroma-guillain-barre-gbs-manifestasi-klinis-dan-penanganannya/