good corporate clinical gov

88
Good Clinical Governance Pelayanan Berfokus pada Pasien MMR UMY

Upload: naluphmickey

Post on 29-Dec-2015

38 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Good Clinical Governance

Pelayanan Berfokus pada Pasien

MMR UMY

Good clinical governance

• Suatu tata kerja dimana organisasi pelayanan kesehatan dapat akuntabel dalam meningkatkan mutu pelayanan secara berkesinambungan dan mempertahankan standard pelayanan yang tinggi dengan menciptakan lingkungan yang kondusif utk lancarnya pelayanan klinis

Tujuan

• Menjamin akses yang memadai dan mutu yg tinggi utk pasien dimanapun mereka berada

• The best care utk semua pasien

• Meningkatkan standard pelayanan dan melindungi konsumen dari pelayanan yang buruk

Shifting paradigm

EQUTY

QUALITY SAFETY

Health care service

WHO ( 5 )

Komponen Clinical Governance

1. Performance management : Audit klinik / audit medik

2. Outcome measurement

3. Risk management

4. Clinical effectiveness / Evidence based practice

5. Managing poor performance

1. Performance management :Clinical audit

• Clinical audit is the systematic and critical analysis of the quality of clinical care including the procedure for diagnosis, treatment and care the associated use of resource and the resulting outcome and quality of life to the patient

• Clinical audit is a patient focused audit proces involving doctors, nurse and other clinicans whose comprise the clinical care team

• proses dinamik bersifat multi disiplin yang membentuk siklus audit

• No Blame culture, mengidentifikasi gap ant kenyataan & standard, profesionalism, accountability , legal aspect

Medical audit

• Medical audit is a professional , peer review process enabling doctors to systemaicallu and critically analyses the quality and outcome of their treatment

• Berbeda dng audit klinik yg melibatkan profesi lain , audit medik adalah suatu peer review process yg melibatkan dokter seprofesi

• Lebih ditekankan pada konsep EBM

2. Outcome measurement

• Morbiditas / mortalitas • Disbility • Pengukuran angka kematian paska bedah• Angka infeksi nosokomia• Dekubitus • Flebitis • Dehisensi • Readmisi • LOS >>l

3. Risk management

• Clinical risk management is about identifying what goes wrong in patient care and why and learning lessons from these events to ensure action is taken to prevent recurrences

• Meminimalkan risiko tindakan klinis maupun non klinis demi keselamatan dan kesehatan pasien dan semua orang yang berada di RS

• Titik penting CRM : dokumentasi klinik ( ava ilable,reliable,readable,consisten,lesson learn )

• Kesalahan tindakan bedah , tindakan medik non bedah. Infeksi nosokomial, keasalahan pengobatan medik, pressure ulcers

4. Clinical effectiveness ( Evidence based practice )

• Clinical effectiveness is the extend to wich specific clinical interventions, when deployed in the field for particular patient or population, do what they are intended to do

• Keputusan-keputusan klinik baik diagnosis terapi pencegahan maupun pemulihan hendaknya didasarkan atas dasar data klinik yang terbukti shahih (valid) dan hasil penelitian yang memeberikan bukti terbaik ( best evidence)

5. Managing poor performance

• Profesional regulation :– Melakukan indentifikasi staf klinik yang

kinerjanya buruk dan melakukan remedial action ( Track record , Periodic revalidation , action )

• Continuing profesional development : – team based , profesional , standard , learning

enviroment

Pergesaran Paradigma dalam pelayanan kesehatan, menimbulkan perubahan peran pasien dan pelaksana pelayanan kesehatan. Walaupun tetap ada keadaan yang tidak seimbang antara pengetahuan dan wewenang para provider dengan pasien, tetapi hak-hak dan kekuatan pasien menjadi sangat menonjol dibandingkan masa-masa sebelumnya.Perubahan ini terutama karena kemajuan ilmu pengetahuan, peningkatan kecerdasan, keterbukaan dan hal-hal yang terkait dengan hak azasi yang semakin disadari dan dijunjung tinggi.

Kompleksitas Pelayanan Kesehatan/Klinis

Pergeseran Paradigma

1. Doctor oriented

2. Fragmented Services

3. Hierarchical 4. Vertical Structure5. Patient 6. Society Demand7. Social activity8. Fee for Services

1. Patient Oriented2. Integrated Services /

Seamless services3. Team4. Flat Structure5. Partner / client6. Market Share7. Business and Industry8. Pre Paid System

Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, peran profesi kesehatan yang lain selain dokter (allied medical professional) menjadi sangat penting, karena keterbatasan seseorang untuk menguasai semua bidang ilmu dan teknologi.Pengobatan/penyembuhan merupakan upaya yang padat iptek selain juga padat modal. Khusus dalam bidang kesehatan pemakaian iptek yang semakin tinggi semakin memerlukan lebih banyak tenaga/padat karya.

• Profesi dokter kemudian menghadapi profesi-profesi baru yang muncul secara militan menuntut persamaan tingkat akademik, penghargaan sosial dan imbalan.

• Di negara maju profesi-profesi yang langsung menangani pasien (perawat, pharmacist, dsb) didefinisikan sebagai clinician.

Lawson

From Clinician to Manager

• Di Indonesia, dengan demikian clinical governance dilakukan oleh para profesional tersebut (klinisi)

• Di Indonesia pengertian klinisi masih diberikan kepada kelompok dokter yang langsung menangani pasien (staf medik fungsional).

Sedangkan tim keseluruhan dokter dan profesi lain sering disebut sebagai pelaksana pelayanan klinis (PPK)

• Persamaan/kesetaraan profesi ini merupakan suatu perubahan yang dapat memberikan dampak kepada pasien ataupun kepada para dokter sebagai profesi yang tertua.

• Diperlukan suatu perubahan persepsi bagi para dokter tentang hubungan baru dengan para profesional lainnya.

• Namun demikian dokter akan tetap sebagai pemimpin bukan dalam bentuk hirarchical tetapi sebagai ketua tim (playing captain) di antara sesama profesi yang sederajat (the clinician)

Seorang dokter harus bersikap dan bertindak sebagai orang pertama diantara profesional yang sederajat, dengan demikian dituntut suatu kepemimpinan yang demokratik di dalam suatu tim profesional.

PRIMUS INTER PARESFirst Among Equals

“You must be (simultaneously) a player and a coach”

Secara simultan harus berperan sebagai pemain, pemimpin, dan pelatih.

Untuk itu diperlukan:1. Kompetensi2. Etika3. Karakter4. Empati5. Inspiring ability6. Membangun semangat dan

kerjasama tim7. Conflict resolution

Sifat-sifat diatas tentunya juga harus dimiliki oleh seluruh anggota-anggota tim, sehingga terbangun sebuah kerja sama tim (team work) yang efisien.

“Most professionals like working alone. Keeping a group of professionals in a

room is very difficult”

Namun demikian sering dijumpai kesulitan mempertemukan para profesional dalam satu tim

• Karakteristik menonjol dari para profesional yang dapat bekerja secara independen adalah kesulitan untuk bekerja sama dalam suatu kelompok.

Very hard to get technically oriented professionals to think beyond their core competency

• Para profesional dilatih untuk berpikir secara analitis dan sangat kritis terhadap gagasan baru diluar bidangnya. Untuk mencapai suatu kesepahaman diperlukan pemikiran diluar bidang kompetensinya dan harus cocok(match) dengan latar belakang serta pikirian-pikiran profesionalnya

Mc. Kenna & Maister, 2002

Team Building• Hal yang sangat essensiel dalam organisasi modern

adalah terbentuknya suatu kerja sama tim (team work), bahkan satu tim yang dapat bekerja secara mandiri (self managing team) yang bekerja secara efektif.

• Kepemimpinan adalah suatu faktor utama dalam suatu tim (primary ingredient). Dalam perkembangan selanjutnya tim yang kemudian sangat kompak/solid menjadi sebuah tim yang mandiri (self managing)

A self-managing team is a natural extension of self-leadership. It is a type of collective or group self-leadership.

A super leader is one who leads others to lead themselves

Manz & Sims, 1993

Business without Bosses

Leadership

Kepemimpinan walaupun lahir dari suatu bakat/pembawaan, dapat juga dipelajari, diajarkan dan dilatihkan

Warren G Bennis

Everything about great leadership radiates from character

Dave Ulrich

Character of Good Leadership

Self Discipline

• Fairness

• Honesty

• Consistent

• Commitment

• Solidarity

• etc

Personal Leadership(Kepribadian Pemimpin)

• Kenali kekuatan dan kehendak Anda. • Kenali nilai-nilai organisasi dimana anda

beada. • Pertemukan keduanya

• Perkembangan dari perubahan paradigma yang disebutkan di atas tidak bisa tidak menimbulkan suatu potensi konflik terutama apabila terjadi benturan kepentingan. Contoh: masalah wilayah di antara para spesialis (dokter ahli fisioterapi dengan fisioterapist)

• Konflik sebenarnya merupakan suatu potensi dasar yang terbawa (inheren) pada waktu sebuah masyarakat atau organisasi dibentuk. Karena itu, kemampuan memahami sebuah konflik sangat diperlukan.

KONFLIK

• Pengertian tentang konflik harus dimulai dengan pengertian tentang kepentingan dan kekuatan.

• Interaksi kekuatan dan pengaruh untuk suatu kepentingan merupakan suatu “politik “

• “Power is at the heart of politics and may indeed be the heart of politics. Without power they would not have made it:.

KONFLIK

Kathleen Kelley Reardon, 2002 in The Secret of Handshake

• Shifting conflicts to fruitful competition• Competition setting standards continuous improvement• Conflict using much energy and resources

Win win solution

• Kesadaran kerjasama tim, tanggung jawab tim, dan akuntabilitas sangat diperlukan dalam menghadapi perkembangan masyarakat yang semakin sadar atas hak-haknya sebagai pasien, masyarakat yang semakin kritis, profesi hukum yang semakin terpanggil untuk ikut serta dalam masalah-masalah yang dianggap menyangkut pelanggaran hukum

• Masyarakat kemudian berubah menjadi suatu ‘masyarakat litigasi’ dimana tuntut menuntut merupakan hal yang sangat biasa (USA)

“FROM RELIGIOUS SOCIETY TO

LITIGIOUS SOCIETY”memunculkan

“defensive medicine”

• Pelayanan kesehatan menjadi suatu hal yang tidak sederhana (kompleks) diperlukan kerjasama tim dari berbagai profesi terkait

• Kegagalan suatu upaya penyembuhan kemudian menjadi tanggung jawab bersama namun demikian diperlukan suatu aturan-aturan dan tata cara penyelesaiannya

• Tanggung jawab dokter dalam upaya Penyembuhan yang dilakukan secara tim juga menyangkut masalah biaya

• Dalam UUPK disebutkan seorang dokter harus melakukan kendali biaya dan kendali mutu

• Pasal dalam UU ini tentunya masih memerlukan penjabaran lebih lanjut

• Namun demikian seorang dokter dianggap mempunyai peran yang sangat besar dalam pengendalian biaya

Because doctors make most of the clinical decisions that lead to the consumption of health resources, they will exert a decisive influence on society’s ability to afford the medicine. Increasing regulation by government seems to be inevitable – The Politics of Health

Gardner, H

Masalah pembiayaan ini menjadi sangat penting dalam isu tentang:

• Keterbatasan Sumber Daya• Pemakaian teknologi kedokteran modern

dan canggih• Keadilan• Masalah antara batas hidup dan mati • Eutanasia, dll

Isu-isu tersebut merupakan suatu potensi juga untuk melahirkan konflik

“Saya senantiasa akan mengutamakan kesehatan penderita”

Sumpah Hippocrates, salah satu pasal berbunyi :

Pasal dari lafal sumpah Hippocrates yang sudah berumur lebih dari 2000 tahun ini merupakan suatu kesanggupan seorang dokter untuk melindungi penderita dan mengutamakan dari hal-hal yang lain.

Juga seharusnya berlaku bagi profesi yang lain

Pada saat Hippocrates mengemukakan sumpah ini, sumpah merupakan sesuatu yang dianggap sangat tinggi dan terhormat serta menyangkut masalah spiritual sehingga pelanggaran terhadap sumpah ini cukup ditakuti

Di sisi lain pasien pada saat itu dianggap sebagai pihak yang menderita, membutuhkan pertolongan dan hampir dapat dikatakan tidak berdaya

Ini terlihat juga dari istilah HOSPITAL yang berasal dari HOSPESS atau tamu yang mencari pertolongan.

Dapat kita pahami hubungan antara dokter dan para klinisi dengan pasien merupakan hubungan yang tidak seimbang. Dokter/para klinisi dengan pengetahuan dan kemampuannya, pasien dengan penderitaan dan keawamannya.

Hippocrates memahami hal ini walaupun pasien tidak berdaya dan awam, para dokter tetap memerlukan kerjasama dan pengertian pasien.

Hippocrates menyampaikan pesan yang sangat penting :“Setiap dokter harus mampu bekerjasama dengan pasien dan keluarganya”Berdasarkan sudut pandang ini, kemudian dikatakan pasien adalah MITRA

Peran pasien dalam penyembuhan dianggap sangat penting walaupun belum terlihat hak-hak pasien

Pasien (penderita) = Patient (English) = apakah mempunyai pengertian yang sama dengan Patient (English) yang berarti sabar

Perkembangan Hubungan Pasien dan Para Klinisi

Perkembangan pada jaman-jaman berikutnya hubungan pasien dan klinisi tetap tidak seimbang, namun perlindungan terhadap pasien dianggap semakin penting dengan adanya aturan-aturan yang dibuat oleh perhimpunan-perhimpunan para para klinisi yang mensyaratkan dimilikinya suatu kompetensi.

Bahkan aturan-aturan para klinisi ini kemudian diambil alih menjadi peraturan negara yang merupakan salah satu perlindungan terhadap warga negara.

Contoh awal aturan ini diterapkan pada dokter ahli bedah

• Perkembangan IPTEK serta perkembangan masyarakat merubah hubungan ini menjadi suatu hubungan transaksi dimana ada pihak yang menerima pelayanan dan yang memberikan pelayanan, dengan suatu imbalan.

• Pasien menjadi pelanggan/client

• Pada jaman modern dimana pengetahuan terbuka seluas-luasnya termasuk ilmu kedokteran klinik yang dapat dipahami juga oleh masyarakat, dokter/klinisi kemudian dipandang dengan lebih kritis.

• Di sisi lain para klinisi, menempatkan dirinya tidak berbeda dengan pemberi pelayanan yang lain, berupa imbalan yang besar, organisasi yang melindungi mereka bahkan ikut dalam politik untuk kepentingan kelompoknya

• Pengobatan dan kesehatan kemudian tidak lagi dianggap sebagai sesuatu yang sakral, gaib, dan rahasia.

• Namun di sisi lain, sebenarnya tetap ada hal yang belum diketahui tentang proses-proses bio medik yang merupakan dasar dari penyembuhan walaupun ilmu pengetahuan telah berkembang jauh.

• Ketidakpastian medik juga merupakan hal yang membedakan pelayanan medik dengan pelayanan yang lain

• Dapat terjadi suatu kesenjangan persepsi antara dokter/para klinisi dengan pasien terutama apabila ada kegagalan pengobatan.

• Pasien mulai kritis dalam menilai dokternya, selain karena kecerdasan dan pengetahuan masyarakat, keterbukaan (transparans) juga karena imbalan yang diberikan oleh pasien

• Kesenjangan inilah yang merupakan suatu masalah yang diatasi secara spesifik oleh tiap masyarakat.

• Masalah ini diatasi dengan cara berbeda-beda, namun pada umumnya perkembangan pada dunia modern masalah ini cenderung diselesaikan secara hukum.

• Pada negara-negara modern yang sangat kuat pelaksanaan hukumnya, hukum merupakan suatu solusi penyelesaian terbaik dimana telah ada suatu UU/Peraturan khusus untuk masalah ini.

• Indonesia telah melakukan hal ini dan merupakan suatu kemajuan yang cukup bermakna dengan selesai dan diundangkannya UU Praktik Kedokteran (UUPK)

• Namun sebenarnya peraturan dan perundangan tentang pelayanan kesehatan masih perlu disempurnakan dan dilengkapi

(Health services law)

• UU/Hukum tentunya berbeda (hal yang lain) dengan etika yang diatur dalam bab Kode Etik Kedokteran. Pelanggar Etika belum tentu pelanggar hukum

• UU ini memberikan harapan besar untuk mengatasi kesenjangan, memberikan kepastian hukum, perlindungan hukum kepada masyarakat dan para dokter serta mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan kedokteran

Seperti halnya UU yang lain, UU Praktik Kedokteran (UUPK) ini untuk selanjutnya masih memerlukan peraturan-peraturan pelaksanaan, baik berupa PP, KepPres, KepMen, dan aturan-aturan yang harus dikeluarkan oleh Konsil Kedokteran.

Tanpa adanya peraturan-peraturan pelaksanaan yang menyeluruh, maka UU ini belum dapat dengan sempurna memberikan suatu kepastian hukum. Karena itu, selesainya UU ini, harus segera diikuti oleh selesainya berbagai peraturan pelaksanaan yang disebutkan tadi.

Perlindungan terhadap Pasien

Pasien harus mendapatkan pelayanan yang terbaik dan diutamakan kesehatannya, lebih utama dari hal-hal lainnya. Hal ini merupakan suatu prinsip yang harus dipahami oleh seluruh dokter karena merupakan jiwa (spirit) dari UU ini selain perlindungan dan kepastian hukum untuk para dokter.

• Dalam UU ini, spirit perlindungan terhadap pasien dimulai dalam bentuk kemampuan para tim klinisi yang dinyatakan sebagai kompetensi, yang kemudian berlanjut ke masalah-masalah administratif untuk dapat diijinkannya seorang dokter berpraktek.

• Surat Ijin Praktek harus dilandasi kompetensi yang dikeluarkan oleh Konsil (Kedokteran) berdasarkan penilaian ijazah dan Kolegium Kedokteran sesuai dengan standar-standar yang ada. Standar-standar ini disahkan oleh Konsil (kedokteran) setelah disusun bersama dengan Kolegium, Asosiasi Pendidikan (Kedokteran/Gigi).

Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran/Gigi, dalam menyusun standar pendidikan profesi berkoordinasi dengan organisasi profesi, Kolegium, Asosiasi RS Pendidikan, Depdiknas, dan Depkes (Pasal 26 UUPK)

• Peranan Institusi Pendidikan Kedokteran/Gigi serta Kolegium sangat besar dalam penyusunan standar tetapi harus tetap berkoordinasi dengan berbagai pihak seperti disebutkan di atas.

• Pasal ini menunjukkan masalah standar diserahkan kepada institusi pendidikan Kedokteran/Gigi dan Kolegium, walaupun tetap akan mendapatkan masukan dari Asosiasi RS dan Pemerintah (Depkes dan Depdiknas)

Masalah yang harus dihadapi adalah dalam penyusunan standar apakah ada suatu mekanisme penyusunan yang akurat, efisien dan lancar serta selalu mengikuti perubahan karena perkembangan IPTEK Kedokteran begitu cepat juga perubahan persepsi masyarakat serta perkembangan-perkembangan masalah sosial, demokratisasi, kebebasan pers, dsb.

• Selain harus sesuai dengan standar, setiap dokter diwajibkan mengikuti pendidikan dan pelatihan berkelanjutan oleh berbagai lembaga yang diakreditasi oleh organisasi profesi.

• Melihat luasnya wilayah Indonesia dan tersebarnya para dokter merupakan tantangan bagi institusi pendidikan dan organisasi profesi untuk melaksanakan pendidikan berkelanjutan ini.

• Penyelenggaraan praktek kedokteran merupakan masalah yang pokok dalam interaksi antara dokter dengan pasien. Hal ini diatur dalam pasal 36 UUPK tentang Surat Ijin Praktek (SIP) yang berdasarkan Surat Kompetensi dan Ijin dari Pemda setempat.

• Telah dibatasi tempat praktik paling banyak hanya

3 tempat praktek dan rekomendasi dari organisasi profesi yang tentunya terkait dengan pengawasan para anggota.

• Dalam pemberian pelayanan, wajib mengikuti standar pelayanan yang diatur dengan Peraturan Menteri (Pasal 44).

• Secara peraturan dan perundangan, standar pelayanan ini ditetapkan dengan Peraturan Menteri yang tentunya berdasarkan masukan dari organisasi profesi seperti halnya standar kompetensi. Masalah standar pelayanan ini merupakan masalah yang lebih rumit (complex), dibanding dengan standar kompetensi karena banyaknya jenis-jenis pelayanan dan perbedaan kondisi, termasuk kondisi perlengkapan peralatan

Kedua standar inilah yang dilihat terlebih dahulu apabila ada kegagalan pengobatan ataupun tuntutan. Oleh karena itu, kedua standar ini sudah sangat mendesak untuk dapat diselesaikan. Setiap dokter diwajibkan bekerja sesuai dengan standar.

Hal-hal lain yang tercakup dalam upaya perlindungan pasien adalah pasal-pasal tentang hak-hak pasien; hak untuk mendapatkan penjelasan, pendapat kedua, dan memberikan izin, selain itu hak untuk dilakukan pencatatan dengan baik melalui rekam medik yang merupakan hak pasien untuk mengetahuinya (Pasal 46, 47 UUPK)

Pasal 49 mengharuskan dokter untuk menyelenggarakan kendali mutu dan kendali biaya yang tentunya sangat relatif dan sulit dinilai namun hal ini untuk melindungi hal-hal yang berlebihan (over treatment). Diperlukan suatu pengaturan lebih lanjut.

Penyelenggaraan audit medik tentunya harus dilaksanakan oleh pemerintah, organisasi profesi dan badan lain yang terakreditasi yang disetujui bersama.

Pengaturan tentang audit medik belum jelas oleh siapa dan masih memerlukan suatu metode untuk melaksanakannya.

Apabila dimasukkan sebagai bagian dari pembinaan dan pengawasan maka sesuai dengan pasal 49 dilaksanakan oleh organisasi profesi. Apakah organisasi sudah siap untuk melakukan suatu audit medik secara teratur/berkala.

Dalam pasal 51, disebutkan tentang kewajiban untuk merujuk pasien ke dokter/dokter gigi yang mempunyai keahlian/kemampuan yang lebih baik atau apabila dokter/dokter gigi tersebut tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan dan pengobatan. Untuk melaksanakan pasal 51 ini, kembali memerlukan suatu standar untuk pasien-pasien yang harus dirujuk sesuai dengan kompetensi seorang dokter

RS SEBAGAI SISTEM

• Pada dasarnya sama dengan sistem yang lain, walaupun ada perbedaan yang sangat penting yaitu input/raw material berupa seorang yang sedang menderita sakit yang bersifat sangat individual

• Sangat sulit untuk distandarisasi, walaupun ada metode-metode untuk hal tersebut, karena pada dasarnya setiap orang sangat spesifik/individual

Karena itu pelayanan RS adalah suatu tailor made

Outcome

RS SEBAGAI SUATU SISTEM

Output / berbagai jenis pelayanan

Pasien

Proses (2)

Perbaikan penyembuhan

Input Proses (1)

• Proses 1 dan 2 merupakan pelayanan kepada pasien. Berbagai pelayanan tersebut harus terpadu (integrated). Walaupun dapat terjadi kecenderungan untuk sendiri-sendiri (fragmented).

• Proses bukanlah sebagai proses “ban berjalan” tetapi proses-proses yang berorientasi kepada pasien (patient oriented) dengan pelayanan terintegrasi (integrated/seamless services)

Berbagai proses terjadi pada pelayanan-pelayanan tersebut dan akan memberikan suatu keluaran (output) yang dapat merupakan suatu masukan (input) bagi proses pelayanan yang lain.

Ada hubungan sistemik

RS adalah suatu sistem dengan berbagai subsistem yang erat saling terkait

Rumah Sakit adalah sebuah organisasi/korporasi yang memberikan jasa pelayanan (hospital services, termasuk clinical services), terdiri dari kira-kira sepuluh macam jasa pelayanan. Kesepuluh macam jasa pelayanan tersebut harus dilakukan secara terpadu (seamless & integrated, tanpa “jahitan”)

PRODUK PELAYANAN

Tiap jenis pelayanan dilaksanakan oleh para tenaga ahli/terlatih dengan pendidikan khusus.

Walaupun, yang menonjol adalah para dokter dengan pelayanan medisnya tetapi berkembang profesional-profesional baru yang menjadi setara (allied medical professional)

Secara operasional, pada dasarnya RS terdiri dari 3 bagian yaitu proses pelayanan medik, pelayanan perawatan dan pelayanan penunjang.

Selain itu, ada manajemen yang mengkoordinasikan semua kegiatan yang selanjutnya dapat dilihat dari struktur RS.

1. Pelayanan MedikYang dilakukan oleh para dokter atau staf medik fungsional dimana akan dibuat suatu diagnosa serta upaya-upaya terapeutik dan upaya-upaya rehabilitasi atau pemulihan

2. Pelayanan Penunjang MedikMembantu menegakkan diagnosa dan upaya membantu terapeutik. Pelayanan dilaksanakan para dokter ataupun tenaga paramedik non perawatan.

3. Pelayanan KeperawatanSesuai dengan standar asuhan keperawatan

Pelayanan Terpadu dan Paripurna

4. Pelayanan Pemberian Obat Obat-obatan yang diberikan secara tepat kepada pasien sesuai dengan yang ditetapkan

oleh para dokter ataupun cara-cara pemberiannya yang harus ditetapkan oleh para ahli farmasi

5. Pelayanan Gizi Makanan yang harus sesuai dengan yang

dibutuhkan oleh para pasien dan telah ditetapkan jumlah dan kriteria sesuai dengan penyakitnya. Pelayanan gizi ini diberikan secara benar baik menu ataupun takaran serta waktu pemberian dan penyajiannya oleh para ahli gizi.

6. Pelayanan Pondokan (rawat inap) Memberikan kenyamanan dan keamanan serta pemberian fasilitas yang diperlukan selama pasien berada di RS.

7. Pelayanan administrasi Harus didapat oleh pasien dan keluarganya

berupa pencatatan-pencatatan serta penyelesaian administrasi baik keuangan, hubungan dengan asuransi, dan lain-lain yang menyangkut hak dan kewajiban pasien.

8. Pelayanan Pencatatan MedikMerupakan pelayanan yang pentng karena kondisi serta perkembangan pasien harus tercatat dengan baik begitupun dengan tindakan dan obat-obatan yang telah diterimanya. Adalah hak pasien mendapat suatu pencatatan atau record yang baik karena hal ini penting untuk kesehatan pasien pada waktu-waktu yang akan datang setelah pengobatan selesai ataupun untuk pencegahan dan pemulihan selanjutnya.

9. Pelayanan Penyuluhan dan Sosial Merupakan hal yang tidak terpisahkan dalam pelayanan yang lain guna memberikan pemahaman-pemahaman kepada pasien tentang penyakitnya serta upaya-upaya lain yang dapat menyembuhkan serta mencegah kekambuhan. Pelayanan sosial dalam rumah sakit menyangkut masalah keluarga dan masalah sosial.

10. Pelayanan RohaniMerupakan pelayanan yang diperlukan oleh pasien mengingat masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang beragama serta beriman sesuai dengan kepercayaan masing-masing. Pelayanan rohani yang dilakukan oleh para rohaniawan merupakan pelayanan yang harus ada di RS. Hal ini akan meringankan penderitaan dan memperkuat ketabahan pasien

Integrated Services (Pelayanan Terpadu)

Pasien

12

3

6

4

57

8

10

9

Seamless Services, Patient Oriented (Pelayanan Tanpa Jahitan berorientasi Pasien)

Pasien

12

3

6

4

57

8

10

9

Proses Manajemen Rumah Sakit

Man (Personil)

Money (Dana)

Material (Bahan)

Machines (Peralatan)

Methods (Berbagai Cara/Prosedur)

Market (Pasar)

Informasi

Waktu

Planning (Perencanaan)

Organizing (mengorganisir)

Staffing (Penyusunan Staf/ Personil)

Directing (Mengarahkan)

Communicating (Komunikasi)

Coordinating (Koordinasi)

Decision Making (Pengambilan Keputusan)

Actuating (Pelaksanaan)

Controlling (Pengawasan)

Evaluasi

1. Medik

2. Keperawatan

3. Farmasi

4. Gizi

5. Penunjang

6. Inap

7. Administrasi

8. Rekam Medik

9. Sosial

10. Rohani

Berbagai proses penyembuhan yang terjadi pada pasien

Sumber Daya (Resources)

Fungsi-fungsi Manajemen

Berbagai Proses Pelayanan

Dampak terhadap Pasien

Sumber daya (resources) dari RS kemudian mengalami proses-proses manajemen dimana manajemen menjalankan berbagai fungsi manajerial sehingga membuahkan hasil yaitu pelayanan RS (hospital services), dimana kemudian produk yang berupa pelayanan ini diterapkan terhadap pasien untuk upaya penyembuhan.

Penerapan berbagai produk tersebut tentunya harus tepat atau sesuai dengan kebutuhan pasien sehingga menghasilkan suatu dampak yang diinginkan yaitu penyembuhan/ mengurangi penderitaan pasien dengan memperhatikan efisiensi.

Berbagai penerapan tersebut seringkali tidak sederhana, memerlukan pertimbangan yang matang, namun tujuan utamanya tentu untuk kepentingan penderita (pasien).

Tentunya harus diingat, pasien sebagai manusia bukan sekedar kasus.

Kewenangan penerapan berbagai produk terutama produk-produk medik dan penunjang serta pemakaian obat-obatan sepenuhnya berada dalam kewenangan profesional. Namun, ada standar-standar operasional yang lazimnya ada di tiap RS yang dapat bersifat spesifik yang disusun oleh para profesional sendiri, karena itu tentunya berbagai prosedur ini seharusnya ditaati oleh para profesional tersebut.

Ada indikasi untuk pemakaiannya, sebaliknya ada kontraindikasi dan syarat-syarat yang harus dipenuhi. Hal ini jelas misalnya pada intervensi pembedahan, keputusan untuk pemberian obat, keputusan untuk pemakaian pemeriksaan penunjang, dsb.

Berbagai proses “produksi” yang kemudian menghasilkan berbagai produk yang disebut sebagai pelayanan RS, yang berupa pemeriksaan laboratorium, radiologi, dan pemeriksaan penunjang lainnya serta pelayanan pengobatan tentunya harus melalui suatu proses manajemen.

Proses manajemen ini sama dengan proses manajemen pada umumnya yaitu mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi. Dan terhadap berbagai proses tersebut dapat dilakukan suatu audit, yaitu audit medik yang juga merupakan kewajiban dan kewenangan para profesional. Namun, di sisi lain ada suatu koordinasi dengan manajemen RS.

Manajemen RS tetap melakukan koordinasi dengan manajemen klinik, sesuai dengan struktur organisasi RS. Hal yang lazim adalah koordinasi ini dilaksanakan oleh seorang yang berada dalam manajemen puncak (Direksi). Biasanya dikenal sebagai Direktur Medik.

Untuk yang berkaitan dengan pelayanan keperawatan bisa ada seorang Direktur Keperawatan secara tersendiri.

Organisasi RS adalah organisasi yang unik karena banyaknya profesional yang terlibat, yang tentunya harus bekerjasama secara terpadu dengan berorientasi kepada pasien.

Di RS dengan demikian ada 2 (dua) kewenangan yaitu kewenangan manajemen dan kewenangan profesional (double authority). Walaupun ada 2 (dua) kewenangan, namun harus ada yang mengkoordinasikan dan menjembatani.

Secara ringkas, dengan demikian ada manajemen RS yang melakukan berbagai koordinasi terhadap seluruh bagian, dimana bekerja para manajer struktural (corporate manager).

Manajer lini yang memproduksi berbagai pelayanan RS. Manajer lini adalah para teknisi yang mengoperasikan berbagai peralatan-peralatan dan menghasilkan produk yang dimanfaatkan untuk pasien, misalnya pemeriksaan penunjang (laboratorium klinik, patologi, radiologi, fisioterapi, dsb).

Manajer klinik langsung menerapkan berbagai pelayanan terhadap pasien.

Manajer klinik adalah para dokter, perawat, apoteker (pharmacyst), fisioterapis, dsb yang langsung berhubungan dengan pasien. Mereka juga disebut sebagai profesional yang bekerja secara fungsional.

Wadir Umum & Keuangan

Komite Medik

Wadir Penunjang Medik & Pendidikan

Wadir Pelayanan Medik & Keperawatan

DIREKTUR

Panitia-panitia

Instalasi- instalasi

Bagian-bagian Bidang-bidang

STAF MEDIK FUNGSIONAL (SMF)

PASIEN

INSTALASI

SMF INSTALASIINSTALASI

WAKIL DIREKTUR

WAKIL DIREKTUR

WAKIL DIREKTUR

KOMITE MEDIK

DIREKTUR