gizi remaja
DESCRIPTION
Makalah kasus gizi remaja tentang obesitasTRANSCRIPT
TUGAS TERSTRUKTUR
MATA KULIAH GIZI KESEHATAN REPRODUKSI
GIZI REMAJA
Disusun Oleh:
Kelas : B
Siska Fiany G1B011006Prista Arzenith G1B011016Indah Cahyani G1B011021Herdy Setya A. G1B011058
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
PURWOKERTO
2014
1
BAB I
DESKRIPSI KASUS
Kasus dalam paper ini menceritakan tentang remaja berumur 14 tahun
yang mengalami obesitas. Remaja tersebut bernama Hannah Wilkinson, seorang
anak dari Tonya Wilkinson, berasal dari Arizona, Amerika Serikat. Berita
menyebutkan bahwa obesitas yang terjadi pada Hannah disebabkan oleh kelainan
genetik yang disebut dengan Prader Willi Syndrome (PWS). Penyakit PWS
membuat Hannah kehilangan rasa kenyang yang secara harfiah dimiliki oleh
setiap orang normal. Manifestasinya Hannah terus merasa lapar dan tidak pernah
merasa kenyang.
Menurut psikolog dari Cambridge, Tonny Holand penderita PWS seperti
Hannah dapat meninggal akibat obesitas yang dideritanya. Ibu Hannah selalu
mengawasi pola makan Hannah dengan menggunakan gembok pada kulkas dan
dapur rumahnya agar akses makanan terbatas. Selain itu, Tonya akan memakan
waktu lama menyiapkan makanan dan hanya menyajikan makanan sehat seperti
buah-buahan. Namun, Hannah terus-menerus makan dan mencari makanan
bahkan secara sembunyi-sembunyi memakan makanan anjing.
Hannah tetap mengalami obesitas walaupun ibunya telah berusaha untuk
membatasi pola makan Hannah. Alternatif pengobatan yang bisa dilakukan adalah
dengan terapi menggunakan hormon pertumbuhan manusia atau human growth
hormone (HGH). Terapi tersebut dapat membantu PWS meski tidak
menyembuhkan total. Menurut dokter, pengawasan dan kontrol makan yang ketat
adalah cara yang paling efektif untuk menjaga penderita PWS dari obesitas yang
membahayakan.
2
BAB II
TELAAH PUSTAKA
A. Remaja
Remaja atau adolescence (Inggris), berasal dari bahasa latin
“adolescere” yang berarti tumbuh kearah kematangan. Kematangan yang
dimaksud adalah bukan hanya kematangan fisik saja, tetapi juga kematangan
sosial dan psikologis. Batasan usia remaja menurut WHO adalah 12 sampai 24
tahun. Menurut Depkes RI adalah antara 10 sampai 19 tahun dan belum
kawin. Menurut BKKBN adalah 10 sampai 19 tahun. Masa remaja adalah
masa transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi dan psikis.
Masa remaja, yakni antara usia 10-19 tahun adalah suatu periode masa
pematangan organ reproduksi manusia, dan sering disebut masa pubertas.
Masa remaja adalah periode peralihan dari masa anak ke masa dewasa
(Widyastuti, dkk. 2009).
B. Kebutuhan zat gizi remaja
Remaja membutuhkan energi dan gizi untuk melakukan deposisi
jaringan. Peristiwa ini merupakan suatu fenomena pertumbuhan tercepat yang
terjadi kedua kali setelah yang pertama di alami. Kebutuhan gizi remaja relatif
besar, hal tersebut karena pada masa remaja masih mengalami pertumbuhan.
Selain itu, remaja umumnya melakukan aktivitas fisik lebih tinggi
dibandingkan dengan usia lainnya, sehingga diperlukan zat gizi yang lebih
banyak (Soetjiningsih, 2007). Kebutuhan gizi remaja dapat dikenali dari
perubahan komposisi tubuhnya. Perbedaan jenis kelamin akan membedakan
komposisi tubuhnya dan selanjutnya mempengaruhi kebutuhan gizinya.
Kebutuhan gizi remaja perlu dipenuhi dengan baik, apabila pemenuhan gizi
tidak sesuai dengan kebutuhan maka dapat menimbulkan masalah gizi pada
remaja.
Menurut WHO (2003) dalam Syafiq, dkk (2009) menyebutkan bahwa
masalah gizi remaja perlu mendapat perhatian khusus karena pengaruhnya
yang besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan tubuh serta dampaknya
pada masalah gizi saat dewasa. Saat ini populasi remaja di dunia telah
mencapai 1.200 juta jiwa atau sekitar 19 persen dari total populasi dunia.
3
Periode remaja merupakan periode kritis dimana terjadi perubahan fisik,
biokimia, dan emosional yang cepat. Pada masa ini terjadi growth spurt yaitu
puncak pertumbuhan tinggi badan (peak high velocity) dan berat badan (peak
weight velocity). Kecepatan pertumbuhan TB rata-rata mencapai 20 cm/tahun
pada laki-laki dan 16 cm/tahun pada perempuan. Demikian pula kecepatan
pertumbuhan BB rata-rata mencapai 20 Kg/tahun pada laki-laki dan 16
Kg/tahun pada perempuan. Kecepatan pertumbuhan TB dan BB pada masa
remaja ini jauh lebih besar dibandingkan dengan pertumbuhan TB dan BB
pada masa anak-anak (usia 2 sampai 10 tahun) yang rata-rata hanya 5-6
cm/tahun dan 2-3 Kg/tahun. Selain itu, pada masa remaja juga terdapat puncak
pertumbuhan masa tulang (peak bone mass/PBM) yang menyebabkan
kebutuhan gizi pada masa ini sangat tinggi bahkan lebih tinggi dari pada fase
kehidupan lainnya (Almatsier, 2010).
C. Obesitas
Obesitas bisa juga diartikan sebagai keadaan tubuh akibat
ketidakseimbangan jumlah makanan yang masuk dibandingkan dengan
pengeluaran energi oleh tubuh (Yatim, 2010). Istilah kegemukan/obesitas
diartikan sebagai keadaan dimana jaringan lemak tubuh berlebihan pada
jaringan bawah kulit, obesitas berarti berat badan berlebihan yang lebih berarti
penimbunan lemak pada alat-alat dalam. Secara klinis seseorang dinyatakan
mengalami obesitas bila terdapat kelebihan berat sebesar 15% atau lebih berat
dari berat badan idealnya. Dengan pengukuran yang lebih ilmiah, penentuan
obesitas didasarkan pada proporsi lemak terhadap berat badan total seseorang.
Pada pria muda normal, rata-rata lemak tubuhnya adalah 12% sedangkan pada
wanita muda 26%. Pria yang memiliki lemak tubuh lebih dari 20% dari berat
tubuh totalnya dinyatakan obesitas. Sementara itu wanita baru dinyatakan
obesitas bila lemak tubuhnya melebihi 30% dari berat totalnya (Misnadiarly,
2007).
D. Faktor yang mempengaruhi terjadinya obesitas
1. Genetik
Seringkali kita menjumpai anak-anak yang gemuk dari keluarga
yang salah satu atau kedua orang tuanya gemuk juga. Hal ini menunjukkan
4
bahwa faktor genetik telah ikut campur dalam menentukan jumlah unsur
sel lemak dalam tubuh. Pada saat ibu hamil maka unsur sel lemak yang
berjumlah besar dan melebihi ukuran normal, secara otomatis akan
diturunkan kepada sang bayi selama dalam kandungan, dengan demikian
tidak heran apabila bayi yang dilahirkan pun memiliki unsur lemak tubuh
yang relatif sama besar.
2. Kerusakan pada salah satu bagian otak
Perilaku makan seseorang dikendalikan oleh sistem pengontrol
yang terletak pada suatu bagian otak yang disebut hipotalamus. Dua
bagian dari hipotalamus yang mempengaruhi penyerapan makan yaitu
hipotalamus lateral (HL) yang menggerakan nafsu makan (awal atau pusat
makan), hipotalamus ventromedial (HVM) yang bertugas merintangi nafsu
makan (pemberhentian atau pusat kenyang). Dari hasil penelitian
didapatkan bahwa bila HL rusak/hancur maka individu menolak untuk
makan atau minum, dan akan mati kecuali bila dipaksa diberi makan dan
minum (diberi infuse). Sedangkan bila kerusakan terjadi pada bagian
HVM maka seseorang akan menjadi rakus dan kegemukan.
3. Pola makan berlebihan
Pola makan berlebihan cenderung dimiliki oleh orang yang
kegemukan. Orang yang kegemukan biasanya lebih responsif dibanding
dengan orang yang memiliki berat badan normal terhadap isyarat lapar
eksternal, seperti rasa dan bau makanan, atau saatnya waktu makan.
Mereka cenderung makan bila ia merasa ingin makan, bukan makan pada
saat ia lapar. Pola makan yang berlebihan inilah yang menyebabkan
mereka sulit untuk keluar dari kegemukan apabila tidak memiliki kontrol
diri dan motivasi yang kuat untuk mengurangi berat badan.
4. Kurang gerak/olah raga
Berat badan berkaitan erat dengan tingkat pengeluaran energi
tubuh. Pengeluaran energi ditentukan oleh dua faktor yaitu : a) tingkat
aktivitas dan olah raga secara umum, b) angka metabolisme basal atau
tingkat energi yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi minimal
tubuh. Ketika berolah raga kolori terbakar, makin sering berolah raga
5
maka makin banyak kalori yang hilang. Kalori secara tidak langsung
mempengaruhi sistem metabolisme basal. Orang yang bekerja dengan
duduk seharian akan mengalami penurunan metabolisme basal tubuhnya.
Jadi olah raga sangat penting dalam penurunan berat badan tidak saja
karena dapat membakar kalori, melainkan juga karena dapat membantu
mengatur berfungsinya metabolisme normal.
5. Pengaruh emosional
Beberapa kasus obesitas bermula dari masalah emosional yang
tidak teratasi. Orang-orang yang tidak memiliki permasalahan menjadikan
makanan sebagai pelarian untuk melampiaskan masalah yang dihadapinya.
Makanan juga sering dijadikan sebagai subtitusi untuk pengganti kepuasan
lain yang tidak tercapai dalam kehidupannya, dengan menjadikan makanan
sebagai pelampiasan penyelesaian masalah maka apabila tidak diimbangi
dengan aktivitas yang cukup akan menyebabkan terjadinya kegemukan.
6. Lingkungan/Sosial Budaya
Faktor lingkungan ternyata juga mempengaruhi seseorang untuk
menjadi gemuk. Jika seseorang dibesarkan dalam lingkungan yang
menganggap gemuk adalah simbol kemakmuran dan keindahan maka
orang tersebut akan cenderung untuk menjadi gemuk. Selama pandangan
tersebut tidak dipengaruhi oleh faktor eksternal maka orang yang obesitas
tidak akan mengalami masalah-masalah psikologis sehubungan dengan
kegemukan.
7. Sosial ekonomi
Perubahan budaya, sikap, perilaku dan gaya hidup, pola makan,
serta peningkatan pendapatan mempengaruhi pemilihan jenis dan jumlah
makanan yang dikonsumsi (Hidajat, dkk. 2010).
E. Dampak Obesitas
Dampak obesitas yang terjadi dalam jangka pendek maupun jangka
panjang seperti yang tertera di bawah ini :
1. Gangguan psikososial : rasa rendah diri, depresif dan menarik diri dari
lingkungan. Hal ini dikarenakan anak obesitas seringkali menjadi bahan
hinaan teman sepermainan dan teman sekolah. Dapat pula karena
6
ketidakmampuan untuk melaksanakan suatu tugas/kegiatan terutama
olahraga akibat adanya hambatan pergerakan oleh kegemukannya.
2. Pertumbuhan fisik/linier yang lebih cepat dan usia tulang yang lebih lanjut
dibanding usia biologinya
3. Masalah ortopedi : seringkali terjadi slipped capital femoral epiphysis dan
penyakit Blount sebagai akibat beban tubuh yang terlalu berat
4. Gangguan pernafasan : sering terserang infeksi saluran nafas, tidur
mendengkur, kadang-kadang apnea sewaktu tidur, sering ngantuk di siang
hari. Bila gangguan sangat berat disebut sindrom Pickwickian, yaitu
adanya hipoventilasi alveolar
5. Gangguan endokrin : menarche lebih cepat terjadi di samping faktor
emosional, untuk terjadinya menarche diperlukan jumlah lemak tertentu
sehingga anak obesitas dimana lemak tubuh sudah cukup tersedia,
menarche akan terjadi lebih dini.
6. Obesitas akan melanjut sampai dewasa, terutama bila obesitas mulai pada
masa pra-pubertal
7. Penyakit degeneratif dan penyakit metabolik : hipertensi, penyakit jantung
koroner, diabetes mellitus, hiperlipoproteinemia, hiperkolesterolemia
(Siregar, 2006).
F. Hubungan obesitas dengan kesehatan reproduksi
Sebuah penelitian di Chicago menyatakan bahwa obesitas berdampak
pada gangguan kardiometabolik dan kesehatan reproduksi. Obesitas dapat
meningkatkan risiko keguguran (37,5%), menstruasi yang tidak teratur
(35,8%), infertilitas (33,9%), operasi caesar (30,8%), kanker payudara
(28,0%), cacat lahir (23,7%), lahir mati (14,1%), dan endometrium kanker
(18,1%) (Cardozo et al, 2012). Menurut Solorzano dan Christopher (2010)
remaja yang mengalami obesitas berisiko tinggi memiliki penyakit
kardiovaskuler di masa depan yang disebabkan oleh terjadinya kelainan
metabolik. Secara khusus, kelebihan adipositas selama masa kanak-kanak
dapat memajukan pubertas pada anak perempuan dan anak laki-laki dapat
menunda pubertas. Obesitas pada anak perempuan peripubertal juga dapat
dikaitkan dengan hyperandrogenemia dan risiko tinggi sindrom ovarium
7
polikistik remaja. Resistensi insulin dan hiperinsulinemia kompensasi
dimungkinkan penyebab yang berkontribusi terhadap banyak perubahan
pubertas pada remaja obesitas. Menurut penelitian tersebut, masih perlu
penelitian lebih lanjut mengenai mekanisme patofisiologi dan gejala dalam
jangka waktu yang lama.
G. Cara pencegahan
Prinsip pencegahan obesitas adalah menurunkan berat badan dengan
cara menciptakan defisit energi dengan mengurangi konsumsi energi atau
menambah penggunaan energi melalui olahraga yang teratur (Wiramihardja,
2007). Aktif berolah raga adalah salah satu cara menurunkan berat badan
disamping berdiit mengurangi makanan berlemak dan gula. Tetapi remaja
gemuk merasa malu ikut olah raga, dan sikap yang demikian akan membuat
badan tetap atau malah bertambah gemuk. Cara lain menurunkan berat badan
adalah dengan cara berdiit, tetapi diit yang ketat juga berbahaya terhadap
kesehatan karena selain mengurangi konsumsi energi juga mengurangi
konsumsi zat-zat gizi lainnya. Oleh karena itu, dalam menjalankan program
diit, maka ahli gizi atau dokter perlu dimintakan nasehatnya (Depkes RI,
2000).
Barasi (2010) menambahkan bahwa pencegahan obesitas dapat
dilakukan dengan melalui pendekatan diet dan gaya hidup dengan
mengintegrasikan : perubahan perilaku, pengaturan diet dan peningkatan
aktivitas fisik. Pencegahan dapat dilakukan pada tingkat individu dan tingkat
komunitas. Adapun pencegahan obesitas pada tingkat individu antara lain :
1. Mengubah pemilihan makanan menjadi lebih sehat, dan berimbang
2. Menurunkan asupan energi total sehingga sebanding dengan pengeluaran
energi melalui pengurangan ukuran porsi makan
3. Mengatur pemilihan kudapan yang lebih sehat
4. Melakukan lebih banyak aktivitas fisik.
Sedangkan pencegahan obesitas pada tingkat komunitas berupa kebijakan
yang mendukung upaya pencegahan tingkat individu, diantaranya adalah :
1. Kebijakan tentang pencantuman label makanan untuk memudahkan
masyarakat mendapatkan makanan sehat
8
2. Industri makanan memperkecil ukuran hidangan
3. Membatasi iklan promosi makanan yang kurang menyehatkan
4. Mendorong aktivitas berjalan, bersepeda, dan olahraga lain dengan
memperhatikan keamanan/keselamatan di jalan raya dan lingkungan
perkotaan.
H. Cara Penanggulangan
Pada prinsipnya diet yang dianjurkan adalah rendah kalori, seimbang
atau cukup mengandung zat-zat gizi. Penurunan berat badan sebaiknya
dilakukan secara bertahap, yang baik adalah 0,5–1 kg/minggu. Bagi orang
kelebihan berat badan atau obesitas yang harus dilakukan tidak hanya
pengaturan makanan atau rendah kalori tetapi juga harus disertai dengan
peningkatan aktivitas fisik. Penanggulangan obesitas yang tepat adalah olah
raga yang cukup porsinya dan diet yang cepat. Obesitas dapat ditanggulangi
dengan cara pengobatan dietetik yang bertujuan menurunkan berat badan
secara berangsur-angsur dengan jalan mengurangi masukan energi dibawah
kebutuhan, faktor yang dapat menurunkan berat badan pada obesitas dalam
jangka waktu yang lama adalah pengurangan asupan kalori yang berasal dari
makanan sampai dibawah kalori yang dibutuhkan oleh tubuh (Widyaningsih,
2010).
Penatalaksanaan obesitas/hiperinsulin dengan OPK ini tidaklah hanya
terbatas pada masa/saat usia reproduksi saja, tetapi perlu dipikirkan untuk
mengikutinya karena adanya dampak jangka panjang nantinya paska
menopause. Sehingga secara menyeluruh tujuan pengobatan pada wanita
dengan obesitas/hiperinsulin dan Ovarium Poli Kistik (OPK) adalah menekan
kadar androgen, induksi ovulasi (untuk infertilitas), menurunkan berat badan,
menghindari terjadinya PUD/keganasan endometrium, menekan hiperinsulin
dan Risiko PJK. Penatalaksanaan yang paripurna, dan jangka panjang ini,
membutuhkan kesadaran dan rencana perawatan yang jelas dari dokter yang
merawat, dan kerja sama serta KIE (konseling, informasi, dan edukasi) yang
baik dengan/terhadap penderita (Sugiharto, 2009).
9
BAB III
PEMBAHASAN
Kasus dalam paper ini menceritakan tentang remaja berumur 14 tahun
yang mengalami obesitas. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak
menuju dewasa. Terkait dengan kebutuhan gizi Soetjiningsih (2007) menyatakan
bahwa remaja membutuhkan energi dan gizi untuk melakukan deposisi jaringan.
Dimana pada fase ini terjadi pertumbuhan tercepat yang terjadi kedua kali setelah
yang pertama dialami. Kebutuhan gizi remaja relatif besar, hal tersebut karena
pada masa remaja masih mengalami pertumbuhan. Selain itu, remaja umumnya
melakukan aktivitas fisik lebih tinggi dibandingkan dengan usia lainnya, sehingga
diperlukan zat gizi yang lebih banyak. Namun, pada kasus ini remaja terlalu
berlebihan dalam hal memenuhi kebutuhan makan dan gizinya dan dimungkinkan
tidak diimbangi dengan aktifitas fisik yang sesuai sehingga mengalami kelebihan
gizi dan kegemukan atau disebut juga obesitas. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Faisal (2010) bahwa obesitas adalah suatu keadaan tubuh akibat
ketidakseimbangan jumlah makanan yang masuk dibandingkan dengan
pengeluaran energi oleh tubuh.
Terdapat beberapa faktor risiko yang dapat memicu terjadinya obesitas.
Pada kasus ini Hannah mengalami obesitas dikarenakan mengalami kelainan
genetik yang berdampak pada abnormalnya pola makannya. Hannah menderita
penyakit Prader Willi Syndrome (PWS) sehingga Hannah tidak memiliki rasa
kenyang seperti orang normal lainnya. Hilangnya sensor rasa kenyang disebabkan
saat kromosom tumbuh berkembang, sebagian informasi genetik dari kromosom
15 hilang sehingga menyebabkan hilangnya rasa kenyang secara harfiah. Hannah
akan terus berusaha mencari makanan untuk memenuhi rasa laparnya. Pola makan
yang berlebihan inilah yang menyebabkan mereka sulit untuk keluar dari
kegemukan apabila tidak memiliki kontrol diri dan motivasi yang kuat untuk
mengurangi berat badan (Soedajat, 2010).
Obesitas yang dialami oleh Hannah akan sangat berdampak negatif pada
kesehatannya baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Obesitas pada
umumnya akan mengakibatkan gangguan psikososial, pertumbuhan fisik/linier
yang lebih cepat dan usia tulang yang lebih lanjut dibanding usia biologinya,
10
masalah ortopedi, gangguan pernafasan, gangguan endokrin, obesitas akan
melanjut sampai dewasa, terutama bila obesitas mulai pada masa pra-pubertal
yang dapat menyebabkan penyakit degeneratif dan penyakit metabolik seperti
hipertensi dan penyakit jantung koroner. Terkait dengan kesehatan reproduksi,
obesitas yang dialami Hannah dapat menyebabkan menstruasi lebih cepat terjadi
di samping faktor emosional, untuk terjadinya menstruasi diperlukan jumlah
lemak tertentu sehingga anak obesitas dimana lemak tubuh sudah cukup tersedia,
menstruasi akan terjadi lebih dini (Siregar, 2006).
Menurut Solorzano dan Christopher (2010) remaja yang mengalami
obesitas berisiko tinggi memiliki penyakit kardiovaskuler di masa depan yang
disebabkan oleh terjadinya kelainan metabolik. Secara khusus, kelebihan
adipositas selama masa kanak-kanak dapat memajukan pubertas pada anak
perempuan dan anak laki-laki dapat menunda pubertas. Obesitas pada anak
perempuan peripubertal juga dapat dikaitkan dengan hyperandrogenemia dan
risiko tinggi sindrom ovarium polikistik remaja. Resistensi insulin dan
hiperinsulinemia kompensasi dimungkinkan penyebab yang berkontribusi
terhadap banyak perubahan pubertas pada remaja obesitas. Menurut penelitian
tersebut, masih perlu penelitian lebih lanjut mengenai mekanisme patofisiologi
dan gejala dalam jangka waktu yang lama.
Penelitian lain mengungkapkan bahwa kejadian obesitas berhubungan
dengan kejadian pramenstruasi. Obesitas merupakan faktor risiko terhadap
kejadian sindrom pramenstruasi (PMS). Orang yang kelebihan berat badan
berisiko mengalami kejadian sindrom pramenstruasi, konsumsi atau masukan
karbohidrat yang berlebihan dapat meningkatkan risiko terjadinya PMS (Nashruna
dkk, 2012). Menurut Telli et al (2002) dalam Sugiharto (2009), obesitas
mempengaruhi fungsi reproduksi wanita akibat adanya kadar leptin dan insulin
yang tinggi. Kadar leptin yang tinggi mempengaruhi steroidogenesis di ovarium.
Leptin menghambat kerja follicle stimulating hormone (FSH) dan insulin like
growth factor-1 (IGF-I) di folikel, sehingga mengganggu sintesis estrogen di
ovarium/folikel, tetapi tidak pada sintesis progesteron. Selain itu, sebuah
penelitian di Chicago menyatakan bahwa obesitas berdampak pada gangguan
kardiometabolik dan kesehatan reproduksi. Obesitas dapat meningkatkan risiko
11
keguguran (37,5%), menstruasi yang tidak teratur (35,8%), infertilitas (33,9%),
operasi caesar (30,8%), kanker payudara (28,0%), cacat lahir (23,7%), lahir mati
(14,1%), dan endometrium kanker (18,1%) (Cardozo et al, 2012).
Prinsip pencegahan obesitas pada dasarnya dapat dilakukan dengan
menurunkan berat badan. Caranya adalah menciptakan defisit energi dengan
mengurangi konsumsi energi atau menambah penggunaan energi melalui olahraga
yang teratur (Wiramihardja, 2007). Namun pada kasus ini Hannah tidak bisa
menahan rasa lapar sehingga tidak bisa mengurangi tingkat konsumsi makannya.
Cara lain yang dapat dilakukan yaitu dengan meningkatkan aktifitas fisik, karena
aktifitas fisik dapat menambah pengeluaran energi yang tersimpan. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Barasi (2010) bahwa pencegahan obesitas dapat dilakukan
dengan melalui pendekatan diet dan gaya hidup dengan mengintegrasikan
perubahan perilaku, pengaturan diet dan peningkatan aktivitas fisik.
Penanggulangan yang dapat dilakukan adalah dengan penatalaksanaan
yang paripurna, membutuhkan kesadaran dan rencana perawatan yang jelas dari
dokter yang merawat, dan kerja sama serta KIE (konseling, informasi, dan
edukasi) yang baik dengan /terhadap penderita. Oleh karena itu, keluarga beserta
orang-orang terdekat harus selalu mengawasi dan mengontrol pola makan
Hannah. Alternatif pengobatan yang dapat mengurangi dampak obesitas pada
Hannah yaitu dengan terapi menggunakan hormon pertumbuhan manusia atau
human growth hormone (HGH). Terapi ini dapat membantu meski tidak
menyembuhkan secara total.
12
BAB IV
SIMPULAN
Seorang remaja berumur 14 tahun bernama Hannah Wilkinson mengalami
obesitas dikarenakan kelainan genetik yang berdampak pada abnormalnya pola
makan. Hannah menderita penyakit Prader Willi Syndrome (PWS) sehingga
Hannah tidak memiliki rasa kenyang seperti orang normal lainnya. Pola makan
yang berlebihan inilah yang menyebabkan mereka sulit untuk keluar dari
kegemukan apabila tidak memiliki kontrol diri dan motivasi yang kuat untuk
mengurangi berat badan. Terkait dengan kesehatan reproduksi, obesitas yang
dialami Hannah dapat menyebabkan menstruasi lebih cepat terjadi disamping
faktor emosional, untuk terjadinya menstruasi diperlukan jumlah lemak tertentu
sehingga anak obesitas dimana lemak tubuh sudah cukup tersedia, menstruasi
akan terjadi lebih dini. Penelitian lain mengungkapkan bahwa kejadian obesitas
berhubungan dengan kejadian pramenstruasi. Obesitas merupakan faktor risiko
terhadap kejadian sindrom pramenstruasi (PMS). Orang yang kelebihan berat
badan berisiko mengalami kejadian sindrom pramenstruasi, konsumsi atau
masukan karbohidrat yang berlebihan dapat meningkatkan risiko terjadinya PMS.
Pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan meningkatkan aktifitas fisik,
karena aktifitas fisik dapat menambah pengeluaran energi yang tersimpan.
Sedangkan, penanggulangan yang dapat dilakukan seperti pengawasan dan
pengontrolan pola makan oleh keluarga beserta orang-orang terdekat Hannah serta
terapi menggunakan Human Growth Hormone.
13
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S. 2010. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Cardozo E. R., Tanaka J. D., Lisa M. N., Maureen E. B., Geraldine E. E., Randall B. B., Erica E. M. 2012. Knowledge of Obesity and Its Impact on Reproductive Health Outcomes Among urban Women. Journal community Health.
Hidajat, B. dkk. 2010. Obesitas. Universitas Muhammadiyah Semarang. Semarang.
Misnadiarly. 2007. Obesitas Sebagai Faktor Resiko Beberapa Penyakit Edisi 1. Pustaka Obor Populer. Jakarta.
Nashruna I., Maryatun, Riyani W. 2012. Hubungan Aktifitas Olahraga dan Obesitas dengan Kejadian Sindrom Pramenstruasi di Desa Pucangmiliran Tulung Klaten. Jurnal Gaster. Vol. 9 (1): 65-75.
Siregar, R.A. 2006. Harga Diri Pada Remaja Obesitas. Fakultas kedokteran. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Soetjiningsih. 2007. Buku Ajar Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Sagung Seto. Jakarta.
Solorzano, C. M. B. dan Christopher R. M. 2010. Obesity and the pubertal transition in girls and boys. Society for reproduction aand fertility. Vol 140 : 399-410.
Sugiharto. 2009. Obesitas dan Kesehatan Reproduksi Wanita. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Vol 5 (1) : 34-39.
Syafiq, A. dkk, 2009. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Rajawali Pers. Jakarta.
Widyaningsih, Linda. 2010. Perbedaan Tingkat Kecukupan Energi, Protein dan Pengetahuan Gizi Ibu Rumah Tangga yang Obesitas dan yang Tidak Obesitas di RT6 RW3 Desa Karang Tengah Kecamatan Banjarnegara Kabupaten Banjarnegara. Tesis. Universitas Muhammadiyah Semarang. Semarang.
Widyastuti, Yani dkk. 2009. Kesehatan Reproduksi. Fitramaya. Yogyakarta.
Wiramihardja, A. Sutardo. 2007. Pengantar psikologi Abnormal. PT. Rendika Aditama. Bandung.
Yatim, Faisal. 2010. Kendalikan Obesitas dan Diabetes. Indocamp. Jakarta.