gilut
DESCRIPTION
tugas gilutTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Limfoma maligna adalah tumor ganas primer dari kelenjar limfe dan jaringan
limfatik di organ lainnya. Penyakit ini dibagi dalam 2 golongan besar, yaitu penyakit
Hodgkin dan limfoma non Hodgkin (LNH). Sel ganas pada penyakit Hodgkin berasal dari
sel retikulum. Limfosit yang merupakan bagian integral proliferasi sel pada penyakit ini
diduga merupakan manifestasi reaksi kekebalan seluler terhadap sel ganas tersebut. Limfoma
non Hodgkin pada dasarnya merupakan keganasan sel limfosit.1,2
Belakangan ini insiden limfoma meningkat relatif cepat. Sekitar 90% limfoma Hodgkin
timbul dari kelenjar limfe, hanya 10% timbul dari jaringan limfatik di luar kelenjar limfe.
Sedangkan limfoma non Hodgkin 60% timbul dari kelenjar limfe, 40% dari jaringan limfatik
di luar kelenjar. Jika diberikan terapi segera dan tepat, angka kesembuhan limfoma
Hodgkin dapat mencapai 80% lebih. Prognosis limfoma non Hodgkin lebih buruk, tapi
sebagian dapat disembuhkan. Dengan semakin mendalam riset atas limfoma maligna, kini
dalam hal klasifikasi jenis patologik, klasifikasi stadium, metode terapi, diagnosis dan penilaian
atas lesi residif dan berbagai aspek lain limfoma telah mengalami kemajuan pesat, hal ini sangat
membantu dalam meningkatkan ratio kesembuhan limfoma.3,4
Limfoma maligna baik limfoma Hodgkin maupun non-Hodgkin dapat menimbulkan
berbagai macam manifestasi klinik, salah satunya bermanifestasi pada rongga mulut
(manifestasi oral).
Manifestasi rongga mulut lebih sering terkait dengan kasus Limfoma non-Hodgkin
dengan prevalensi 2-3% dan ditemukan beberapa predileksi pada mukosa palatum. Namun,
secara umum limfoma jarang mengenai gusi.
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai limfoma Hodgkin dan non-Hodgkin dan
kaitannya dengan manifestasi yang ditemukan pad rongga mulut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. LIMFOMA
DEFINISI
Limfoma maligna adalah neoplasma ganas primer pada kelenjar getah bening/sistem
limfatis dan imunitas tubuh. Tumor ini bersifat heterogen, biasanya ditandai dengan kelainan
umum yaitu pembesaran kelenjar limfe diikuti splenomegali, hepatomegali dan kelainan
sumsum tulang. Dalam garis besar, limfoma dibagi dalam 4 bagian yaitu: Limfoma Hodgkin
(LH), Limfoma non Hodgkin (LNH), Histiositosis x, Mycosis fungoides. Dalam praktek
klinis, yang dimaksud dengan limfoma biasanya adalah LH dan LNH, sedang Histiositosis x
dan mycosis fungoides sangat jarang ditemukan.
ETIOLOGI
Limfoma merupakan golongan gangguan limfoproliferatif. Penyebabnya tidak
diketahui, tetapi sering dikaitkan dengan virus, khususnya virus Epstein Barr yang ditemukan
pada limfoma Burkitt. Terdapat kaitan jelas antara limfoma Hodgkin dan infeksi virus
Epstein Barr. Pada kelompok terinfeksi HIV, insiden limfoma Hodgkin agak meningkat
dibanding masyarakat umum, selain itu manifestasi klinis limfoma Hodgkin yang terkait HIV
sangat kompleks, sering kali terjadi pada stadium lanjut penyakit, mengenai regio yang
jarang ditemukan, seperti sumsum tulang, kulit, meningen, dan lainnya.
Infeksi virus dan regulasi abnormal imunitas berkaitan dengan timbulnya
limfoma non Hodgkin, bahkan kedua mekanisme tersebut saling berinteraksi. Virus
RNA, HTLV-1 berkaitan dengan leukemia sel T dewasa, virus imunodefisiensi humanus (HIV)
yang menyebabkan AIDS, defek imunitas yang diakibatkan berkaitan dengan timbulnya
keganasan limfoma sel B yang tinggi, virus hepatitis C (HCV) berkaitan dengan timbulnya
limfoma sel B indolen. Gen dari virus DNA, virus Epstein Barr (EBV) telah
ditemukan terdapat di dalam genom sel limfoma Burkitt Afrika. Infeksi kronis Helicobacter
pylori berkaitan jelas dengan timbulnya limfoma lambung, terapi eliminasi H. Pylori dapat
menghasilkan remisi pada 1/3 lebih kasus limfoma lambung. Defek imunitas dan menurunnya
regulasi imunitas berkaitan dengan timbulnya limfoma non Hodgkin, termasuk AIDS,
reseptor cangkok organ, sindrom defek imunitas kronis, penyakit autoimun.
PATOGENESIS
Seperti jenis sel darah lainnya, limfosit dibentuk dalam sumsum tulang.
Kehidupannya dimulai dari sel imatur yang disebut sel induk. Pada awal masa kanak-kanak,
sebagian limfosit bermigrasi ke timus, suatu organ di puncak dada, dimana mereka menjadi
matur menjadi sel T. Sisanya tetap tinggal di sumsum tulang dan menjadi matur disana
sebagai sel B. Sel T dan sel B keduanya berperan penting dalam mengenali dan
menghancurkan organisme penyebab infeksi seperti bakteri dan virus. Dalam keadaan
normal, kebanyakan limfosit yang bersirkulasi dalam tubuh adalah sel T. Mereka berperan
untuk mengenali dan menghancurkan sel tubuh yang abnormal (sebagai contoh sel yang telah
diinfeksi oleh virus).
Sel B mengenali sel dan materi ‘asing’ (sebagai contoh, bakteri yang telah menginvasi
tubuh). Jika sel ini bertemu dengan protein asing (sebagai contoh, di permukaan bakteri),
mereka memproduksi antibodi, yang kemudian ‘melekat’ pada permukaan sel asing dan
menyebabkan perusakannya
Limfoma adalah suatu penyakit limfosit. Ia seperti kanker, dimana limfosit yang
terserang berhenti beregulasi secara normal. Dengan kata lain, limfosit dapat membelah
secara abnormal atau terlalu cepat, dan atau tidak mati dengan cara sebagaimana biasanya.
Limfosit abnormal sering terkumpul di kelenjar getah bening, sebagai akibatnya kelenjar
getah bening ini akan membengkak.
Karena limfosit bersirkulasi ke seluruh tubuh, limfoma (kumpulan limfosit abnormal)
juga dapat terbentuk di bagian tubuh lainnya selain di kelenjar getah bening. Limpa dan
sumsum tulang adalah tempat pembentukan limfoma di luar kelenjar getah bening yang
sering, tetapi pada beberapa orang limfoma terbentuk di perut, hati atau yang jarang sekali di
otak. Bahkan, suatu limfoma dapat terbentuk di mana saja. Seringkali lebih dari satu bagian
tubuh terserang oleh penyakit ini.
Patogenesis morbus Hodgkin mungkin kompleks dan masih banyak hal yang kurang
jelas dalam bidang ini.
1. LIMFOMA HODGKIN
DEFINISI
Penyakit Hodgkin adalah kanker yang berawal dari sel-sel sistem imun. Penyakit
Hodgkin berawal saat sel limfosit yang biasanya adalah sel B (sel T sangat jarang) menjadi
abnormal. Sel limfosit yang abnormal tersebut dinamakan sel Reed Sternberg.
Sel Reed Sternberg tersebut membelah untuk memperbanyak dirinya. Sel Reed
Sternberg yang terus membelah membentuk begitu banyak sel limfosit abnormal. Sel-sel
abnormal ini tidak mati saat waktunya tiba dan mereka juga tidak melindungi tubuh dari
infeksi maupun penyakit lainnya. Pembelahan sel abnormal yang terus menerus ini
menyebabkan terbentuknya massa dari jaringan yang disebut tumor.
Jaringan limfatik banyak terdapat dalam banyak bagian tubuh, sehingga penyakit
Hodgkin dapat berawal dari mana saja. Biasanya penyakit Hodgkin pertama kali ditemukan
pada nodus limfatikus di atas diafragma, pada otot tipis yang memisahkan rongga thoraks dan
rongga abdomen. Tetapi penyakit Hodgkin mungkin juga dapat ditemukan di kumpulan
nodus limfatikus.
EPIDEMIOLOGI
Angka kejadian Penyakit Hodgkin yang berdasarkan populasi di Indonesia belum ada.
Dari laporan-laporan yang ada didapatkan bahwa di Indonesia limfoma non-Hodgkin lebih
banyak dari penyakit Hodgkin. Insidensi penyakit Hodgkin (morbus Hodgkin; MH) kira-kira
3 per 100.000 penderita per tahun. Pada pria insidensinya sedikit lebih tinggi daripada wanita.
Perbandingan pria dan wanita adalah 3 : 2.
FAKTOR RISIKO
Beberapa penelitian menunjukkan faktor-faktor tertentu yang dapat meningkatkan
kemungkinan seseorang dapat mengidap penyakit Hodgkin, antara lain:
1) Virus tertentu
Terinfeksi virus Epstein Barr (EBV) atau human immunodeficiency virus (HIV)
dapat meningkatkan risiko penyakit Hodgkin. Bagaimanapun juga, limfoma tidak
menular, sehingga tidak mungkin mendapatkan limfoma dari orang lain.
2) Sistem imun lemah
Risiko mengidap penyakit Hodgkin meningkat dengan sistem imun yang lemah
(seperti keadaan sedang mengkonsumsi obat-obatan penekan imun pasca
transplantasi organ).
3) Usia
Penyakit Hodgkin umumnya terdapat pada usia remaja dan dewasa muda berumur
15-35 tahun, juga pada dewasa berumur ≥ 50 tahun.
4) Riwayat keluarga
Anggota keluarga khususnya kakak atau adik dari seseorang dengan penyakit
Hodgkin atau limfoma lainnya, dapat meningkatkan kemungkinan seseorang
mengidap penyakit Hodgkin.
PATOLOGI
Penyakit Hodgkin merupakan suatu tumor ganas yang berhubungan erat dengan
limfoma malignum. Oleh karena itu untuk membahas mengenai patologi dari penyakit
Hodgkin ada baiknya kita mengetahui tentang klasifikasi dari penyakit-penyakit tersebut.
Klasifikasi patologis yang sering dipakai sekarang ini adalah menurut Lukas dan Butler
sesuai keputusan symposium penyakit Hodgkin dan Ann Arbor. Menurut klasifikasi ini
penyakit Hodgkin dibagi menjadi 4 tipe, yaitu :
1) Tipe Lymphocyte Predominant
Pada tipe ini gambaran patologis kelenjar getah bening terutama terdiri dari sel-sel
limfosit yang dewasa, beberapa sel Reed-Sternberg. Biasanya didapatkan pada anak
muda. Prognosisnya baik.
2) Tipe Mixed Cellularity
Mempunyai gambaran patologis yang pleimorfik dengan sel plasma, eosinofil,
neutrofil, limfosit dan banyak didapatkan sel Reed-Sternberg. Dan merupakan
penyakit yang luas dan mengenai organ ekstranodul. Sering pula disertai gejala
sistemik seperti demam, berat badan menurun dan berkeringat. Prognosisnya lebih
buruk.
3) Tipe Lymphocyte Depleted
Gambaran patologis mirip diffuse histiocytic lymphoma, sel Reed-Sternberg banyak
sekali dan hanya ada sedikit sel jenis lain. Biasanya pada orang tua dan cenderung
merupakan proses yang luas (agresif) dengan gejala sistemik. Prognosis buruk.
4) Tipe Nodular Sclerosis
Kelenjar mengandung nodul-nodul yang dipisahkan oleh serat kolagen. Sering
dilaporkan sel Reed-Sternberg yang atifik yang disebut sel Hodgkin. Sering
didapatkan pada wanita muda / remaja. Sering menyerang kelenjar mediastinum.
Namun ada bentuk-bentuk yang tumpang tindih (campuran), misalnya golongan
Nodular Sclerosis (NS) ada yang limfositnya banyak (Lymphocyte Predominant
NS=LP-NS), ada yang limfositnya sedikit (Lymphocyte-Depleted NS=LD-NS) dan
sebagainya.
5) Tipe Nodular lymphocyte predominant Hodgkin disease (NLPHD)
Nodular lymphocyte predominant Hodgkin disease (NLPHD) menyumbang 5% dari
kasus penyakit Hodgkin. Berbeda dengan subtipe histologis lain, sel Reed Sternberg
yang khas jarang atau bahkan tidak ada pada NLPHD. Sebaliknya yang paling
banyak justru adalah sel limfositik atau histiositik (L&H), atau yang sering disebut
“sel popcorn” karena inti mereka yang berbentuk menyerupai jagung meledak, yang
terlihat sebagai latar belakang sel-sel inflamasi, terutama sel limfosit yang jinak.
Tidak seperti sel Reed Sternberg, sel L&H positif untuk antigen sel B, seperti CD19
dan CD20, dan negatif untuk CD15 dan CD30.
MANIFESTASI KLINIS
Penyakit Hodgkin biasanya timbul sebagai penyakit lokal dan kemudian menyebar ke
struktur limfoid didekatnya dan akhirnya meluas ke jaringan non limfoid hingga dapat
menyebabkan kematia. Pasien penyakit Hodgkin umumnya datang dengan keluhan adanya
massa atau kelompok kelenjar limfe yang padat, mudah digerakkan dan biasanya tidak nyeri
tekan. Sekitar 50% pasien datang dengan adenopati di leher atau daerah supraklavikula dan
lebih dari 70% pasien datang dengan pembesaran kelenjar getah bening superfisial. Kelenjar
tersebut umumnya tidak nyeri, oleh karena itu deteksi oleh pasien mungkin terlambat sampai
kelenjar limfe cukup besar. Sekitar 60% pasien datang dengan adenopati mediastinum. Hal
ini kadang-kadang pertama kali dideteksi pada pemeriksaan sinar-x toraks rutin. Kelenjar
limfe yang terkena pada penyakit Hodgkin cenderung sentripetal atau aksial dan berlainan
dengan yang terkena pada limfoma non Hodgkin yang memperlihatkan kecenderungan
sentrifugal mengenai kelenjar limfe epitroklear, cincin waldeyer dan abdomen. Pada 2-5%
pasien, kelenjar limfe atau jaringan lain yang terkena penyakit Hodgkin dapat tersa nyeri
setelah minum minuman beralkohol. Pertumbuhan kelenjar limfe cukup bervariasi, beberapa
lesi dapat menetap dalam jangka lama, sedangkan pada kelenjar yang lain terjadi regresi
spontan dan temporer.
Sebagian besar pasien penyakit Hodgkin tidak atau sedikit mengalami gejala yang
berkaitan dengan penyakitnya. Gejala tersering adalah demam ringan yang mungkin disertai
keringat malam. Untuk sebagian pasien, keringat malam mungkin merupakan satu-satunya
keluhan. Beberapa pasien mungkin mengalami demam naik turun disertai banyak keringat
malam (demam Pel-Epstein). Demam ini dapat menetap selama beberapa minggu, diikuti
oleh interval afebris. Demam dan keringat malam lebih sering ditemukan pada pasien tua dan
pada pasien dengan penyakit stadium lanjut.
Gejala awal penting lainnya adalah penurunan berat badan lebih dari 10% dalam 6
bulan atau kurang tanpa sebab yang jelas. Gejala lain yang sering ditemukan adalah rasa
lemah, malaise dan cepat lelah. Pruritus terdapat pada sekitar 10% pasien pada saat diagnosis,
gejala ini biasanya generalisata dan mungkin berkaitan dengan ruam kulit atau walaupun
jarang merupakan satu-satunya gejala penyakit.
Kelainan mediastinum, paru, pleura atau pericardium mungkin disertai batuk, nyeri
dada, sesak napas atau osteoartropi hipertrofik, keterlibatan tulang mungkin disertai nyeri
tulang. Kadang-kadng pasien datang dengan gejala sumbatan vena kava superior sebagai
gejala awal. Kompresi mendadak korda spinalis dapat merupakan gejala awal tetapi biasanya
merupakan penyulit penyakit progresif stadium lanjut. Nyeri kepala atau gangguan
penglihatan dapat ditemukan pada pasien dengan penyakit Hodgkin intrakranium dan
ketrlibatan abdomen menimbulkan nyeri abdomen, gangguan usus dan bahkan asites.
DIAGNOSIS
Diagnosis morbus Hodgkin ditegakkan berdasarkan pemeriksaan histologik. Sel Reed
Stenberg yang merupakan bentuk histiosit (makrofag jaringan) ganas adalah temuan khas
pada limfoma Hodgkin. Pemeriksaan rontgen terdiri atas foto toraks dan CT-scan toraks
untuk mencari kalau ada perluasan mediastinal atau pleural. Untuk pemeriksaan perut ada
dua kemungkinan, CT-scan atau limfangiografi. Sebaiknya dimulai dengan CT-scan. Jika ini
negatif, diperlukan limfangiografi, karena kadang-kadang terdapat kelenjar yang mempunyai
struktur abnormal tetapi tidak jelas membesar, sehingga mungkin tidak terlihat pada CT-scan.
Keuntungan limfangiografi di samping itu adalah bahwa kontrasnya masih tampak 1-2 tahun,
sehingga perjalanan penyakit dapat diikuti dengan foto polos abdomen biasa.
Pemeriksaan isotop dengan gallium radioaktif dapat memberi gambaran mengenai
sarang-sarang di tempat lain dalam tubuh yang tidak dapat ditetapkan dengan pemeriksaan
rutin penentuan stadium biasa. Keterandalan pemeriksaan ini masih diteliti. Jika kelenjar
limfe juga meresorbsi gallium, pemeriksaan ini dapat juga digunakan pada akhir terapi untuk
mengetahui apakah ada massa sisa, misalnya di dalam mediastinum, yang masih mengandung
tumor yang aktif.
TATALAKSANA
Untuk mendapatkan hasil pengobatan yang baik perlu adanya pendekatan
multidisiplin segera setelah didiagnosis. Faktor yang berpengaruh terhadap hasil pengobatan
diantaranya adalah umur pasien, psikologi, stadium penyakit dan gejala sisa pengobatan.
Pengobatan yang diberikan diharapkan mampu memberikan penyembuhan untuk jangka
panjang, dengan disease free survival (DFS) yang seimbang dengan risiko pengobatan yang
paling rendah. Protokol pengobatan pada anak saat ini hanya menggunakan kemoterapi saja
kadang-kadang dengan hanya memberikan dosis rendah radiasi pada daerah yang terbatas.
Obat-obatan yang sering digunakan diantaranya adalah nitrogen mustard, onkovin,
prednison, prokarbasin (MOPP), adriamisis, bleomisin, vinblastin, dekarbasin (ABVD),
siklofosfamid, onkovin, prokarbasin, prednison (COPP) dan banyak lagi protokol lainnya
yang digunakan.
PROGNOSIS
Prognosis penyakit Hodgkin ini relatif baik. Penyakit ini dapat sembuh atau hidup
lama dengan pengobatan meskipun tidak 100%. Tetapi oleh karena dapat hidup lama,
kemungkinan mendapatkan late complication makin besar. Late complication itu antara lain:
1. Timbulnya keganasan kedua atau sekunder
2. Disfungsi endokrin yang kebanyakan adalah tiroid dan gonadal
3. Penyakit CVS terutama mereka yang mendapat kombinasi radiasi dan pemberian
antrasiklin terutama yang dosisnya banyak (dose related)
4. Penyakit pada paru pada mereka yang mendapat radiasi dan bleomisin yang juga dose
related
5. Pada anak-anak dapat terjadi gangguan pertumbuhan
2. LIMFOMA NON HODGKIN
DEFINISI
Limfoma malignum non Hodgkin atau limfoma non Hodgkin adalah suatu keganasan
primer jaringan limfoid yang bersifat padat. Limfoma non Hodgkin merupakan penyakit yang
heterogen, tergantung dari gambaran klinik, imunofenotiping dan respons terhadap terapi.
Gambaran penyakit yang progresif lebih sering didapatkan pada anak dibanding dewasa.
Demikian pula gambaran histopatologik difus sering didapatkan pada anak (90%) daripada
gambaran noduler atau fotikuler pada dewasa. Lebih dari 45.000 pasien didiagnosis sebagai
limfoma non Hodgkin (LNH) setiap tahun di Amerika Serikat. Limfoma non Hodgkin,
khususnya limfoma susunan saraf pusat biasa ditemukan pada pasien dengan keadaan
defisiensi imun dan yang mendapat obat-obat imunosupresif, seperti pada pasien dengan
transplantasi ginjal dan jantung.
EPIDEMIOLOGI
Limfoma merupakan penyakit keganasan yang sering ditemukan pada anak, hampir
sepertiga dari keganasan pada anak setelah leukemia dan keganasan susunan syaraf pusat.
Angka kejadian tertinggi pada umur 7-10 tahun dan jarang dijumpai pada usia di bawah 2
tahun. Laki-laki lebih sering bila dibandingkan dengan perempuan dengan perbandingan
2,5:1. Angka kejadiannya setiap tahun diperkirakan meningkat dan di AS 16,4 persejuta anak
di bawah usia 14 tahun. Angka kejadian limfoma malignum di Indonesia sampai saat ini
belum diketahui dengan pasti.
ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
Penyebab pasti limfoma non Hodgkin masih belum diketahui, namun LNH dapat
disebabkan oleh abnomalitas sitogenik, seperti translokasi kromosom dan infeksi virus.
Translokasi kromosom dan perubahan molekular sangat berperan penting dalam patogenesis
limfoma, dan berhubungan dengan histologi dan imunofenotiping. Translokasi t(14;18)
(q32;q21) adalah translokasi kromosomal abnormal yang paling sering dihubungkan dengan
LNH. Beberapa infeksi virus berperan dalam patogenesis LNH, seperti virus Epstein Barr
yang merupakan penyebab paling sering pada limfoma Burkitt,limfoma pada pasien dengan
imunocompremised dan penyakit Hodgkin.
GAMBARAN HISTOLOGIK
Klasifikasi histopatologik sangat komplek dan tumpang tindih dengan klasifikasi yang
lain misalnya klasifikasi imunologik, sitogenetik maupun molekuler sehingga masih
membingungkan. Klasifikasi yang banyak dipergunakan adalah dari Rappaport (R), Kiel (K),
Lukes dan Collins, WHO, dan Working Formulation (WF)
Klasifikasi histopatologik LNH pada anak.
Kiel Rappaport Working Formula
High grade
Limfoma Burkitt’s dan
bentuk lainnya
Difuse undifferentiated
(Burkitt’s & non burkitt’s)
High grade
Small non cleaved cell
Limfoblastik konvoluted
Limfoblastik non klasifikasi
Limfoblastik difus Limfoblastik
Imunoblastik
Sentroblastik
Histositik difus Imunoblastik sel besar
Intermediate grade
Difus sel besar
Limfoma non Hodgkin pada anak seringkali mempunyai gambaran yang difus dan
dimasukkan dalam 3 kategori gambaran histologik sebagai berikut:
1) Limfoblastik Burkitt’s (K) atau small non cleaved (WF)
2) Limfoblastik (WF) non Burkitt’s (K)
3) Imunoblastik dan sentroblastik (K) atau “large cell” (WF)
Dua kelompok yang pertama paling banyak ditemukan yaitu mencapai 70-90% dari
kasus yang terdiagnosis.
FAKTOR RISIKO
Terdapat beberapa faktor resiko yang diketahui berpengaruh pada LNH, walaupun
demikian, faktor-faktor resiko ini tidak diperhitungkan melebihi bagian kecil dari jumlah
seluruh kasus limfoma non Hodgkin. Pada kebanyakan pasien dengan limfoma non Hodgkin,
tidak ada penyebab penyakit yang dapat ditemukan. Lebih jauh lagi, banyak orang yang
terpapar pada salah satu faktor resiko yang diketahui tidak menderita limfoma non Hodgkin.
Beberapa faktor resiko tersebut seperti infeksi, imunosupresi,dan faktor lingkungan.
Beberapa infeksi virus telah memperlihatkan adanya hubungan dengan peningkatan
limfoma non Hodgkin. Hal ini mungkin berhubungan dengan kemampuan virus dalam
menginduksi stimulasi antigen kronik dan disregulasi sitokin yang menyebabkan stimulasi,
proliferasi, dan limfomagenesis yang tidak terkontrol dari sel B dan sel T.3Beberapa virus
tersebut antara lain:
Human immunodeficiency virus (HIV/AIDS)
Human T cell leukemia-lymphoma virus-1 (HTLV-1)
Epstein-Barr virus (EBV)
Orang dengan HIV positif lebih mungkin mengidap limfoma non Hodgkin dari pada
orang lainnya. Munculnya limfoma non Hodgkin pada orang dengan HIV positif
mengindikasikan bahwa full-blown AIDS telah terjadi.
Meningkatnya risiko kemungkinan terjadi karena penekanan sistim kekebalan yang
disebabkan oleh infeksi HIV. AIDS-yang berhubungan dengan limfoma non Hodgkin
memberikan gambaran tidak seperti umumnya atau timbul disisi yang tidak umum
dibandingkan dengan jenis limfoma non Hodgkin.
Virus Epstein-Barr adalah virus yang umum, menyerang kebanyakan orang pada
suatu waktu tertentu dalam masa hidupnya, dan mengakibatkan infeksi singkat atau demam
glandular. Akan tetapi, dalam sejumlah kecil kasus ekstrim, ia dikaitkan dengan Limfoma
Burkitt dan bentuk limfoma non Hodgkin yang berhubungan dengan imunosupresi.
Human T-cell leukaemia-lymphoma virus-1 (HTLV-1), aslinya berasal dari Jepang
dan Karibia, juga suatu penyebab yang sangat jarang dari limfoma non Hodgkin, terdapat
suatu jarak antara infeksi virus dan timbulnya penyakit.
Infeksi bakterial lebih jarang dikaitkan dengan limfoma non Hodgkin dibandingkan
dengan infeksi virus. Akan tetapi, infeksi dengan Helicobacter pylori, yang dapat
menyebabkan tukak lambung dan menyerang lambung, dihubungkan dengan bentuk limfoma
yang jarang yang dikenal sebagai limfoma MALT, yang biasanya timbul di lambung.
Antibiotik untuk mengeradikasi infeksi bakteri sering menyembuhkan kondisi ini, jika
diberikan cukup dini.
Orang dengan imunosupresi, dimana sistim pertahanannya menurun, menghadapi
peningkatan risiko terserang limfoma non Hodgkin. Hal ini mungkin karena kontrol
multiplikasi sel B tergantung pada fungsi normal sel T. Jika fungsi sel T menjadi abnormal,
seperti pada kasus orang dengan imunosupresi, sel B dapat berlipat ganda melalui suatu cara
yang tidak terkontrol, meningkatkan peluang untuk terserang penyakit ini.
Salah satu sebab utama imunosupresi adalah obat yang diberikan untuk mencegah
penolakan dari organ yang ditransplantasikan atau transplantasi sumsum tulang. Pasien yang
mendapatkan transplantasi organ mempunyai peningkatan risiko menderita limfoma non
Hodgkin.
MANIFESTASI KLINIS
Limfoma non Hodgkin mempunyai gambaran klinis berupa massa abdominal dan
intrathorakal (massa mediastinum) yang sering kali disertai dengan adanya efusi pleura. Pada
anak yang lebih besar massa mediastinal ini seringkali (25-35%) ditemukan khususnya pada
limfoma limfoblastik sel T. Gejala pada sebagian besar pasien asimtomatik sebanyak 2%
pasien dapat mengalami demam, keringat malam dan penurunan berat badan. Gejala yang
menonjol adalah nyeri, disfagia, sesak napas, pembengkakan daerah leher, muka, dan sekitar
leher akibat adanya obstruksi vena cava superior. Pembengkakan kelenjar limfe
(limfadenopati) di sebelah atas diafragma meliputi leher, supraklavikula atau aksiler, tetapi
jarang sekali retroperitoneal. Adanya pembesaran kelenjar limpa dan hati menunjukkan
adanya keterlibatan sumsum tulang dan seringkali pasien menunjukkan gejala-gejala
leukemia limfoblastik akut, jarang sekali melibatkan gejala susunan saraf pusat, kadang-
kadang disertai pembesaran testis.
Limfoma limfoblastik merupakan bentuk yang berkembang secara progresif, dengan
gejala yang timbul dalam waktu singkat kurang dari satu bulan. Gambaran laboratorium
biasanya masih dalam batas normal, dengan kadar LDH dan asam urat yang meningkat
sebagai akibat adanya tumor lisis maupun adanya nekrosis jaringan.
Gejala awal yang dapat dikenali adalah pembesaran kelenjar getah bening di suatu
tempat (misalnya leher atau selangkangan) atau di seluruh tubuh. Kelenjar membesar secara
perlahan dan biasanya tidak menyebabkan nyeri. Kadang pembesaran kelenjar getah bening
di tonsil (amandel) menyebabkan gangguan menelan. Pembesaran kelenjar getah bening jauh
di dalam dada atau perut bisa menekan berbagai organ dan menyebabkan: gangguan
pernapasan, berkurangnya nafsu makan, sembelit berat, nyeri perut, dan pembengkakan
tungkai.
Jika limfoma menyebar ke dalam darah bisa terjadi leukemia. Limfoma dan leukemia
memiliki banyak kemiripan. Limfoma non-Hodgkin lebih mungkin menyebar ke sumsum
tulang, saluran pencernaan dan kulit. Pada anak-anak, gejala awalnya adalah masuknya sel-
sel limfoma ke dalam sumsum tulang, darah, kulit, usus, otak dan tulang belakang; bukan
pembesaran kelenjar getah bening. Masuknya sel limfoma ini menyebabkan anemia, ruam
kulit dan gejala neurologis (misalnya kelemahan dan sensasi yang abnormal). Biasanya yang
membesar adalah kelenjar getah bening di dalam, yang dapat menyebabkan: pengumpulan
cairan di sekitar paru-paru sehingga timbul sesak napas, penekanan usus sehingga terjadi
penurunan nafsu makan atau muntah, dan penyumbatan kelenjar getah bening sehingga
terjadi penumpukan cairan.
DIAGNOSIS
Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik sangat penting, diagnosis ditegakkan dengan
biopsi, pemeriksaan sitologis cairan efusi maupun aspirasi sumsum tulang, bila
dimungkinkan dengan pemeriksaan imunologik dan sitogenik untuk membedakan antara sel
B atau sel T. Kriteria untuk masing-masing kelompok tersebut adalah:
a) Limfoblastik sel B ditandai oleh:
Ditemukannya imunoglobulin monoklonal sel B pada permukaan sel dan
pertanda sel B lainnya misalnya: CD 19-24
Translokasi (8;14), t(2;8), atau t(8;22)
Gambaran histologis: Burkitt’s dan B limfoblastik (K) atau undifferentiated
atau small non cleaved (W)
Gambaran L3 pada klasifikasi F AB
Primernya ada di intra abdominal
b) Limfoblastik sel T ditandai oleh:
Petanda sel T positif (misal CD 3, 5-8)
Gambaran histologi: limfoblastik
Gambaran L1 atau L2 pada klasifikasi FAB
Reaksi positif dengan asam fosfat
Primer pada kelenjar timus
Pemeriksaan lain yang diperlukan adalah pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan
fungsi hati dan funsi ginjal, cairan serebrospinal, asam urat, LDH, USG abdomen, bone scan.
Penentuan stadium sangat penting untuk diagnosis, adanya keterlibatan beberapa
jaringan limfoid serta implikasinya pada pengobatan. Penentuan stadium yang paling banyak
digunakan adalah dari St. Jude Childrens Research Hospital (Tabel II.2).1
Skema Stadium LNH dari St.Jude Childrens Research Hospital.
I Tumor tunggal ekstranodal atau tumor di daerah tunggal nodal, kecuali di
daerah mediastinum atau abdomen
II Tumor tunggal (ekstranodal) dengan keterlibatan kelenjar regional pada
satu sisi diafragma pada dua atau lebih area nodul
Dua tumor (ekstranodal) dengan atau tanpa keterlibatan kelenjar regional
Tumor lebih dari satu, tetapi masih satu sisi dengan diafragma
Tumor primer pada gastrointestinal (ileosaekal) dengan atau tanpa
keterlibatan kelenjar mesenterium
III Tumor lebih dari dua (ekstranodal) pada kedua sisi diafragma
Tumor dua atau lebih pada satu sisi diafragma
Tumor primer di daerah intrathorakal (mediastinal, pleura, timus)
Tumor meluas pada intraabdominal yang tidak dapat direseksi
Tumor pada paraspinal atau epidural
IV Tumor meluas dan penyebaran ke sumsum tulang atau susunan saraf pusat
TATALAKSANA
Terapi yang dilakukan biasanya melalui pendekatan multidisiplin.
Terapi yang dapat dilakukan adalah:
1. Derajat Keganasan Rendah (DKR)/indolen:
Pada prinsipnya simtomatik
- Kemoterapi: obat tunggal atau ganda (per oral), jika dianggap perlu: COP
(Cyclophosphamide, Oncovin, dan Prednisone)
- Radioterapi: LNH sangat radiosensitif. Radioterapi ini dapat dilakukan untuk
lokal dan paliatif.
Radioterapi: Low Dose TOI + Involved Field Radiotherapy saja.
2. Derajat Keganasan Mengah (DKM)/agresif limfoma
- Stadium I: Kemoterapi (CHOP/CHVMP/BU)+radioterapi, CHOP
(Cyclophosphamide, Hydroxydouhomycin, Oncovin, Prednisone)
- Stadium II - IV: kemoterapi parenteral kombinasi, radioterapi berperan untuk
tujuan paliasi.
3. Derajat Keganasan Tinggi (DKT)
DKT Limfoblastik (LNH-Limfoblastik)
- Selalu diberikan pengobatan seperti Leukemia
Limfoblastik Akut (LLA)
- Re-evaluasi hasil pengobatan dilakukan pada:
1) Setelah siklus kemoterapi ke-empat
2) Setelah siklus pengobatan lengkap
PROGNOSIS
Banyak pasien yang dapat mencapai respons sempurna, sebagian diantaranya dengan
limfoma sel besar difus, dapat berada dalam keadaan bebas gejala dalam periode waktu yang
lama dan dapat pula disembuhkan. Pemberian regimen kombinasi kemoterapi agresif berisi
doksorubisin mempunyai respons sempurna yang tinggi berkisar 40-80%.
B. MANIFESTASI ORAL PADA LIMFOMA MALIGNA
Manifestasi rongga mulut jarang ditemukan pada limfoma Hodgkins, tetapi lebih
sering terkait dengan kasus Limfoma non-Hodgkin dan ditemukan beberapa predileksi
pada mukosa pada palatum. Namun, secara umum limfoma jarang mengenai gusi.
Limfoma non-Hodgkin bermanifestasi pada rongga mulut dan rahang dengan
prevalensi 2-3%. Lesi pada rongga mulut berwarna merah (eritematous), pembesaran
tanpa rasa sakit, dan terdapat ulser sebagai akibat dari trauma sekunder. Lokasi ulkus
yang paling sering adalah pada lidah, palatum, gingiva, mukosa bukal, bibir, dan
orofaring.
Limfoma non-Hodgkin primer dapat berkembang di setiap daerah yang ada jaringan
limfoidnya, termasuk kelenjar-kelenjar limfe leher, mandibula dan palatum. Jika lesi
primer mengenai palatum, maka keadaan tersebut kadang-kadang disebut sebagai penyakit
limfo proliferatif dari palatum. Palatum merupakan bagian yang biasa ditempati lesi
limfoma non-Hodgkin, yang merupakan manifestasi dari sebaran penyakit dari tempat lain
atau mungkin merupakan ekspreksi awal dari bentuk menyeluruh. Lesi bercirikan
pembengkakan fluktuan lunak, yang seringkali tumbuh ddengan cepat dan mengalami
ulserasi.Limfoma primer dari palatum terjadi paling umum pada usia diatas 60 tahun,
tetapi dapat juga dijumpai pada pasien-pasien yang lebih muda, terutama yang terkena
AIDS. Limfoma primer dapat soliter atau berkaitan dengan penyakit yang menyebar luas,
meskipun biasanya muncul mendahului penyakit yang menyebar. Secara klinis, lesi
tersebut timbul di perbatasan palatum keras dan lunak. Pembengkakan palatum yang
tumbuh lambat itu adalah tanpa gejala, lunak, seperti busa, tanpa ulserasi dan jarang
mengenai tulang palatum dibawahnya. Permukaannya sering menggumpal dan berwarna
merah muda sampai biru-ungu. Pengenalan dini dan biopsi sangat penting, karena
penyakit penyakit mungkin masih terbatas pada palatum ditahap dini.
Selain itu, pada 5-10% kasus limfoma non-Hodgkin dapat dijumpai jangkitan
orofaringeal pada yang dapat menimbulkan keluhan sakit menelan (sorethroat).
BAB III
KESIMPULAN
Limfoma maligna adalah neoplasma ganas primer pada kelenjar getah bening/sistem
limfatis dan imunitas tubuh yang secara klinis dibagi menjadi limfoma Hodgkin maupun
non-Hodgkin dan dapat menimbulkan berbagai macam manifestasi klinik, salah satunya
bermanifestasi pada rongga mulut (manifestasi oral).
Manifestasi rongga mulut lebih sering terkait dengan kasus Limfoma non-Hodgkin
daripada limfoma Hodgkins dan ditemukan beberapa predileksi pada mukosa palatum.
Namun, secara umum limfoma jarang mengenai gusi.
Manifestasi pada rongga mulut dapat berupa lesi yang berwarna merah (eritematous),
pembesaran tanpa rasa sakit, dan terdapat ulkus sebagai akibat dari trauma sekunder. Lokasi
ulkus yang paling sering adalah pada lidah, palatum, gingiva, mukosa bukal, bibir, dan
orofaring.
Limfoma non-Hodgkin primer dapat berkembang di setiap daerah yang ada jaringan
limfoidnya, termasuk kelenjar-kelenjar limfe leher, mandibula dan palatum. Jika lesi primer
mengenai palatum, maka keadaan tersebut kadang-kadang disebut sebagai penyakit limfo
proliferatif dari palatum.