geostruk banyumeneng
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Maksud
Mengetahui dan mendeskripsikan litologi, struktur geologi, keadaan
geomorfologi pada suatu stasiun pengamatan.
Membuat profil sayatan dari peta daerah pengamatan.
1.2. Tujuan
Mampu mengetahui dan mendeskripsikan litologi, struktur geologi,
keadaan geomorfologi pada suatu stasiun pengamatan.
Mampu membuat profil sayatan dari peta daerah pengamatan.
1.3. Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Hari : Sabtu
Tanggal : 17 November 2012
Waktu : 07.00-12.00
Tempat : Sungai Banyumeneng, Kelurahan Girikusumo, Kecamatan Mranggen.
1.4. Kesampaian Daerah
Persiapan di Gedung Pertamina Sukowati Universitas Diponegoro pada
pukul 07.00 WIB. Keberangkatan menggunakan sepeda motor menuju
Sungai Banyumeneng, Girikusumo, Kecamatan Mranggen pada pukul 07.30
WIB. Perjalanan ditempuh selama sekitar 30 menit ke arah timur dengan
jarak 13 Km. Sepanjang perjalanan menuju Sungai Banyumeneng,
Girikusumo, Kecamatan Mranggen melewati daerah persawahan dengan
kelerengan yang landai. Tiba di Sungai Banyumeneng, Girikusumo,
Kecamatan Mranggen pada pukul 08.00 WIB.
2
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Pengertian Geologi Struktur
Geologi struktur adalah studi mengenai distribusi tiga dimensi tubuh
batuan dan permukaannya yang datar ataupun terlipat, beserta susunan
internalnya. Pengertian geologi berdasarkan kajian ilmiah yaitu ilmu geologi
yang mempelajari tentang bentuk arsitektur batuan sebagai hasil dari proses
deformasi. Proses deformasi adalah perubahan bentuk dan ukuran pada
batuan akibat dari gaya yang terjadi di dalam bumi. Gaya tersebut pada
dasarnya merupakan proses tektonik yang terjadi di dalam bumi. Di dalam
pengertian umum, geologi struktur adalah ilmu yang mempelajari tentang
bentuk batuan sebagai bagian dari kerak bumi serta menjelaskan proses
pembentukannya.
2.2 Klasifikasi Geologi Struktur
Pada dasarnya ada dua jenis struktur geologi yaitu struktur batuan
yang terbentuk pada saat pembentukan batuan, atau syngenetik seperti lapisan
silang siur, flute and cast, intrusi batuan, slumping structure, ripple mark dan
graded bedding.
Sedang yang bersifat postgenetic adalah struktur geologi karenaa
proses pembentukan pegunungan, seperti perlipatan (antiklin dan sinklin),
sesar (normal, reverse, geser) dan struktur minor seperti kekar, boudinage,
dan drag fold. Geologi struktur lebih ditekankan pada studi mengenai unsur-
unsur struktur geologi, misalnya perlipatan (fold), rekahan (fracture), sesar
(fault), dan sebagainya, sebagai bagian dari satuan tektonik (tectonic unit),
sedangkan tektonik dan geotektonik dianggap sebagai suatu studi dengan
skala yang lebih besar, yang mempelajari obyek-obyek geologi seperti
cekungan sedimentasi, rangkaian pegunungan, lantai samudera, dan
sebagainya.
3
2.3 Faktor Pembentuk
Pembentukan struktur kulit bumi dipengaruhi oleh tekanan dan
temperatur pada saat pembentukannya dengan gaya distribusi yang
menyebabkan bentuk akhir (akan mempengaruhi hasilnya). Gaya adalah suatu
aksi yang mempunyai kecenderungan untuk menyebabkan terjadinya
perubahan pada gerak atau bentuk dari suatu bahan. Bilamana suatu benda
mengalami gangguan yang disebabkan oleh suatu sistem gaya yang bekerja
terhadapnya, maka benda tersebut akan mengalami gerak translasi atau
transport relatif terhadap suatu sistem koordinat, gerak rotasi, distorsi atau
perubahan bentuk, dan dilatasi atau perubahan volume.
Suatu kenyataan bahwa tidak setiap gaya yang sifat dan besarnya
sama akan menghasilkan suatu bentuk deformasi yang sama, atau dengan
perkataan lain akan menghasilkan suatu gejala struktur geologi yang sama.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pada pembentukan daripada
struktur yang dihasilkan, antara lain yang terpenting adalah sifat daripada
bahan (batuan) yang mengalami derormasi itu sendiri, umpamanya: elastisitas
daripada batuan, keplastikan (plasticitet), kerapuhan (brittloness), ketegaran
(rigidity), viscocity, kekuatan dan sebagainya. Sifat-sifat batuan tersebut
ditentukan setelah diadakan percobaan-percobaan yang dilakukan di
laboratorium.
Gaya dapat dianggap sebagai suatu besaran vektor sehingga
mempunyai besar dan arah. Dengan analisa vektor kita dapat mencari resultan
dari dua atau lebih gaya yang bekerja pada satu titik. Arah daripada gaya
yang bekerja pada atau dalam kulit bumi dapat bersifat:
1. Gaya yang arahnya berlawanan tetapi bekerja dalam satu garis, dan gaya
demikian dapat bersifat: Tarikan (tension), yaitu gaya yang cenderung
untuk menarik pada suatu benda. Tekanan (compression), yaitu gaya yang
sifatnya menekan pada suatu benda.
2. Gaya yang arahnya berlawanan, sama dengan gaya di atas, tetapi bekerja
dalam satu bidang sehingga sering disebut sebagai kopel.
4
3. Gaya yang arahnya berlawanan tetapi bekerja pada kedua ujung daripada
bahan sehingga sering disebut torsion.
4. Gaya-gaya yang bekerja dari segala jurusan terhadap suatu benda
umumnya berlangsung di dalam kulit bumi dan sering disebut sebagai
tekanan litostatis (lithostatic pressure).
Struktur batuan yang bentuk dan kedudukannnya kita lihat sekarang
ini merupakan hasil daripada dua proses (berdasarkan terjadinya), yaitu:
1. Proses yang berhubungan dengan pembentukan daripada batuan tersebut,
dimana pada saat itu akan dibentuk struktur-struktur primer. Struktur
primer yang terbentuk pada batuan beku berupa struktur aliran (flow
structure) yang sering dijumpai pada lava atau bagian tepi dari batolith.
2. Proses-proses yang bekerja kemudian, yaitu yang berupa baik deformasi
mekanis akibat adanya gaya-gaya yang berasal dari dalam bumi, yang
menimpa batuan, sehingga batuan menjadi retak-retak, terlipat, bergeser
dari kedudukan semula ataupun pengubahan kimiawi yang mempengaruhi
batuan tersebut, setelah mereka terbentuk. Struktur yang terbentuk pada
proses ini disebut struktur sekunder, dimana yang termasuk didalam
struktur sekunder adalah kekar, sesar, dan lipatan.
2.4 Macam Geologi Struktur
Pada dasarnya ada dua jenis struktur geologi yaitu struktur batuan
yang terbentuk pada saat pembentukan batuan, atau syngenetik; seperti
lapisan silang siur,flute and cast, intrusi batuan, slumping structure, ripple
mark dan graded bedding.
Sedang yang bersifat postgenetic adalah struktur geologi karenaa
proses pembentukan pegunungan, seperti perlipatan (antiklin dan sinklin),
sesar (normal, reverse, geser) dan struktur minor seperti kekar, boudinage,
dan drag fold. Geologi struktur lebih ditekankan pada studi mengenai unsur-
unsur struktur geologi, misalnya perlipatan (fold), rekahan (fracture), sesar
(fault), dan ketidakselarasan.
5
2.4.1 Sesar (Fault)
Adalah rekahan–rekahan dalam kulit bumi, yang mengalami
pergeseran dan arahnya sejajar dengan bidang rekahannya satu terhadap
yang lainnya. Pergeserannya dapat berkisar dari antara beberapa meter
hingga mencapai ratusan kilometer. Sesar merupakan jalur lemah yang
lebih banyak terjadi pada lapisan keras (untuk lapangan panasbumi) dan
rapuh. Bahan yang hancur pada jalur sesar akibat pergeseran, dapat
berkisar dari gauge (suatu bahan yang halus/lumat akibat gesekan)
sampai breksi sesar, yang mempunyai ketebalan antara beberapa
sentimeter hingga ratusan meter.
Gambar 2.1 sesar
Pada umumnya gejala sesar agak sulit untuk dikenali di lapangan,
sekalipun di daerah yang mempunyai singkapan yang baik. Hal ini
disebabkan karenaa gejala sesar merupakan daerah yang lemah dan
mudah terkena pelapukan. Di bawah ini akan diuraikan beberapa ciri-
ciri istimewa yang dapat dipergunakan untuk membantu mengenal
kemungkinan adanya suatu gejala sesar dan pensesaran, yaitu:
1. Perulangan dan hilangnya lipatan
Ciri-ciri ini dapat diakibatkan baik oleh sesar biasa (turun)
ataupun sesar naik. Ciri-ciri tersebut juga dapat diterapkan
6
terhadap data bor untuk mengenal adanya sesar di bawah
permukaan.
2. Jalur kataklastis
Gejala sesar yang diduga terutama pada batuan kristalin agak
sukar untuk dikenal disebabkan tidak adanya lapisan-lapisan
penunjuk. Di daerah yang terdiri dari lapisan batuan yang
homogen, sesar biasanya dapat dikenal dengan adanya jalur-
jalur kataklastis.
3. Cermin sesar atau gores-garis sesar (slicken side)
Adanya gores garis pada bidang sesar, biasanya dapat dipakai
untuk menentukan gerak relatif dari bagian-bagian yang
digeser. Di daerah di mana singkapannya sangat kurang, maka
adanya pecahan-pecahan cermin sesar yang berserakan di atas
tanah juga dapat memberikan indikasi adanya sesar.
o Tinjauan dari kedudukan sesar terhadap struktur batuan sekitarnya
(Sukendar Asikin, 1978), yaitu:
Strike Fault; yaitu suatu sesar yang arah jurusnya sejajar
dengan jurus batuan sekitarnya.
Dip Fault; yaitu sesar dengan jurus daripada sesar searah
dengan kemiringan daripada lapisan batuan
disekitarnya.
Diagonal/Oblique Fault; yaitu sesar yang memotong struktur
batuan sekitarnya.
Longitudinal Fault; yaitu sesar dengan arah yang
sejajar/paralele dengan arah utama dari struktur
regional.
Tranverse Fault; yaitu sesar yang memotong tegak lurus atau
miring terhadap struktur regional (biasanya
dijumpai pada daerah yang terlipat, memotong
sumbu/poros terhadap antiklin).
7
o Tinjauan dari genesanya, yaitu:
Sesar normal/biasa/turun (Normal Fault)
Merupakan gejala pensesaran dimana hangingwall
bergeser relatif turun terhadap footwall. Hangingwall (atap
sesar) adalah bongkah patahan yang berada di atas bidang
sesar, sedangkan footwall (alas sesar) adalah bongkah
patahan yang berada di bagian bawah bidang sesar.
Susunan dari poros utama tegasannya menunjukkan arah
tegasan yang terbesar adalah vertikal. Gaya geologi yang
mempunyai arah demikian adalah gaya berat. Ke arah
lateral sesar normal umumnya akan menghilang, dan
berubah menjadi bentuk engsel.
Sesar naik (Reverse Fault)
Pada sesar naik, hangingwall bergeser relatif naik terhadap
footwall. Susunan daripada poros utama tegasan adalah
sama seperti pada gejala lipatan, oleh karenaa itu sesar
naik mempunyai hubungan genesa yang erat dengan
pelipatan. Dari susunan poros utama tegasannya, maka
diharapkan kemiringan daripada bidang sesar akan
mempunyai sudut kurang dari 45 0 (thrust fault).
Ditinjau dari kejadiannya kita dapat memisahkan sesar
naik yang terjadi sebelum gejala lipatan dan sesar naik
yang tejadi bersama-sama atau sedikit setelah perlipatan.
Yang disebut pertama tidak ada hubungannya dengan
gejala perlipatan. Sesar naik dengan kemiringan yang kecil
(< 100) disebut over thrust fault. Disini pergeseran lateral
lebih menonjol.
Sesar mendatar (Strike Fault)
Sesar mendatar merupakan suatu jenis pergeseran dimana
gerak-geraknya yang dominan adalah gerak horizontal.
Hal ini berarti bahwa yang disebut sebagai sesar mendatar
8
dalam jumlah terbatas juga masih mempunyai komponen
pergerakan yang vertikal. Sesar-sesar jenis ini umumnya
dijumpai di daerah-daerah yang mengalami perlipatan dan
pensesaran naik, dengan arahnya dapat memotong poros
lipatan secara diagonal atau kadang-kadang hampir tegak
lurus.
2.4.2 Lipatan
Bentuk ombak atau gelombang pada suatu lapisan kulit bumi,
yang ditunjukkan oleh perlapisan batuan sedimen, batuan vulkanik,
maupun batuan metamorf.
Bentuk lengkung suatu benda yang pipih/lempeng, dapat
disebabkan oleh dua macam mekanisme, yaitu buckling dan bending
(Sukendar Asikin, 1978). Pada gejala buckling atau melipat, gaya
penyebab adalah gaya tekan yang arahnya sejajar dengan permukaan
lempeng, sedangkan bending atau pelengkungan gaya utamanya
mempunyai arah yang tegak lurus pada permukaan lempeng. Menurut
kejadiannya lipatan sering diklasifikasikan sebagai hasil gejala tektonik
maupun non-tektonik. Sebagai hasil gejala tektonik, lipatan yang
dihasilkan karenaa ada gaya langsung pada kulit bumi seperti horizontal
compression dan tension. Sedangkan sebagai hasil gejala non-tektonik
biasanya lipatan dihasilkan karenaa gerakan akibat beda gravitasi.
Didalam mempelajari struktur lipatan kita harus mengenal unsur serta
istilah dalam lipatan, yaitu:
1. Antiklin, yaitu unsur struktur lipatan dengan bentuk cembung
ke bawah.
2. Sinklin, yaitu unsur struktur lipatan dengan bentuk cembung
ke atas.
3. Limb (sayap), yaitu bagian dari lipatan yang terletak downdip
dimulai dari lengkungan maksimum suatu antiklin atau updip
bila dari lengkungan maksimum sinklin. Ada dua jenis limb,
9
sayap yang curam pada bentuk lipatan yang tidak simetri
(fore limb), dan sayap yang landai (back limb).
4. Axial line (garis poros), yaitu garis khayal yang
menghubungkan titik-titik dari lengkungan maksimum pada
setiap permukaan lapisan dari struktur lipatan.
5. Axial surface; yaitu permukaan khayal dimana terdapat
semua axial line dari suatu lipatan. Pada beberapa lipatan
permukaan ini dapat merupakan suatu bidang planar, dan
kemudian disebut sebagai axial plane.
6. Crestal line (garis puncak), yaitu garis khayal yang
menghubungkan puncak tertinggi pada setiap puncak lapisan
antiklin.
7. Crestal surface, yaitu suatu permukaan khayal yang
didalamnya terletak semua garis puncak dari lipatan.
8. Trough surface, yaitu permukaan khayal yang didalamnya
terletak semua garis terendah dari sinklin.
9. Pith atau rake, yaitu sudut antara garis poros dan horizontal
yang diukur pada bidang poros (axial plane)
10. Plunge, yaitu sudut yang dibuat oleh poros dengan horizontal
pada bidang vertikal.
11. Amplitudo suatu struktur, yaitu jarak vertikal antar garis
poros antiklin dan garis poros dari sinklin pada bidang
perlapisan yang bersamaan.
Gambar 2.2 lipatan
10
Secara morfologis yang didasarkan atas perubahan bentuk
daripada lipatan pada kedalaman dan susunan atau pola daripada
struktur lipatan, maka jenis-jenis lipatan adalah:
1. Concentric Fold (lipatan konsentris/lipatan paralel), adalah
sebutan untuk perlipatan dimana jarak-jarak (tebal) tiap
lapisan yang terlipat tetap sama.
2. Similar Fold, adalah sebutan untuk perlipatan dimana
lapisan-lapisan yang terlipat/dilipat dengan bentuk-bentuk
yang sama sampai kedalam. Antiklin maupun sinklin
ukurannya tidak banyak berubah ke dalam maupun ke atas.
Pada setiap perlipatan, beban di atas lapisan sangat besar
pengaruhnya terhadap perlapisan itu sendiri, dan umumnya lapisan
batuan akan lebih mudah melengkung ke atas daripada ke bawah,
sehingga gejala perlipatan juga mengakibatkan pengangkatan. Menurut
kejadiannya struktur lipatan terjadi akibat adanya suatu gaya, baik yang
berasal dari luar maupun dari dalam kerak bumi.
2.4.3 Kekar (joint)
Rekahan-rekahan dalam batuan yang terjadi karenaa tekanan atau
tarikan yang disebabkan oleh gaya yang bekerja dalam kerak bumi atau
pengurangan/hilangnya tekanan, dimana pergeseran dianggap sama
sekali tidak ada. Kekar merupakan struktur batuan yang paling umum
dijumpai terutama pada lapangan panasbumi dan pembentukannya tidak
mengenal waktu, dan justru karenaanya dipelajari secara luas. Kekar
merupakan struktur yang sulit untuk dianalisa. Kesulitan yang dihadapi
dalam membuat analisa terletak pada banyaknya sifat-sifat dasar yang
dimilikinya artinya terdapat bukti-bukti bahwa kekar dapat terbentuk
setiap waktu, umpamanya kekar dapat terjadi pada saat mendekati akhir
proses deformasi, atau bersama-sama dengan pembentukan struktur-
struktur lainnya seperti lipatan atau sesar.
11
Kekar dapat juga terbentuk jauh sesudah gaya-gaya deformasi
tersebut mulai menghilang. Juga ternyata bahwa bukan saja gaya
tektonik yang selalu menyebabkan terjadinya kekar, sebab banyak
batuan yang kompeten yang tidak menunjukkan adanya pengaruh
tektonik juga diselangi oleh sejumlah struktur kekar. Kesulitan lainnya
adalah karenaa tidak adanya pergeseran sehingga sulit sekali untuk
menentukan usia relatifnya dari suatu kumpulan kekar yang mempunyai
arah tertentu terhadap sekumpulan kekar lainnya yang mempunyai arah
lain.Kekar dapat dikelompokkan berdasarkan salah satu atau beberapa
dari sifat-sifatnya seperti di bawah ini:
1. Berdasarkan bentuknya kekar dapat dibedakan menjadi dua
(menurut Hodgson), yaitu:
Kekar sistematik
Kekar sistematik selalu dijumpai dalam pasangan (set).
Tiap pasangan ditandai oleh arahnya yang serba sejajar bila
dilihat dari kenampakan di atas permukaan (belum tentu
demikian pada kenampakan vertikalnya). Kekar sistematik
umumnya mempunyai bidang-bidang kekar yang rata atau
melengkung lemah, dan biasanya hampir tegak lurus pada
batas litologi (bidang perlapisan)
Kekar tidak sistematik
Kekar yang tak sistematik dapat saling bertemu, tetapi tidak
memotong kekar lainnya. Permukaannya selalu lengkung
dan umumnya berakhir pada bidang-bidang perlapisan.
2. Berdasarkan cara terjadinya/cara pembentukannya, yaitu:
Shear joint
compression joint atau kekar gerus adalah kekar pada
batuan yang terbentuk akibat tekanan.
Tension joint
yaitu kekar pada batuan yang terjadi akibat pengurangan/
hilangnya tekanan. Berbeda sekali dengan shear joint,
12
tension joint sangat tidak teratur dan bidang-bidangnya
tidak rata.
Release joint
yaitu kekar pada batuan yang terjadi akibat pengurangan
atau hilangnya tekanan.
3. Berdasarkan ukurannya kekar dapat digolongkan menjadi
tiga kelompok, yaitu:
o Micro joint, ukurannya kurang dari 1-inch dan hanya dapat
dilihat melalui mikroskop.
o Major joint, dapat dilihat pada contoh singkapan dengan
ukuran kurang dari 10 ft.
o Master joint, 100 ft, dan dapat dilihat melalui foto udara.
13
BAB III
GEOLOGI REGIONAL
3.1 Kondisi Geologi Daerah Demak
Kabupaten Demak terletak di dataran rendah dengan ketinggian berkisar 0-
100 m dpl dengan luas kemiringan lahan meliputi; datar (0-2%) seluas 88,765
Ha, bergelombang (2-15%) seluas 834 Ha, curam (15-40%) seluas 408 Ha
serata sangat curam (>40%) seluas 136 Ha. Kabupaten Demak ini dilintasi
beberapa sungai besar yaitu Sungai Sayung, Tuntang, Serang dan Buyaran.
Kabupaten Demak memiliki dua musim yaitu musim kemarau dan
penghujan. Pada tahun 2008 di wilayah Kabupaten Demak curah hujan yang
terjadi sekitar 458 mm sampai 1661 mm dengan kisaran 1.072-
2.547mm/tahun dan suhu udara relatif konstan sekitar 250-330 C.
3.2. Stratigrafi Daerah Demak
Jenis Tanah di Kabupaten Demak adalah mediteran coklat tua, komplek
regosol dan gromosol kelabu tua, asosiasi aluvial kelabu dan kekelabuan,
gromosol kelabu tua dan aluvial hidromorf. Persebaranya sebagai berikut:
Aluvial Hidromorf terdapat di sepanjang pantai
Regosol terdapat di sebagian besar Kecamatan Mranggen dan
Karangawen.
Grumosol Kelabu Tua terdapat di daerah Bonang, Wedung
Mijen,Karanganyar, Gajah, Demak, Wonosalam, Dempet dan
Sayung.
Mediteran terdapat di sebagian besar di daerah Kecamatan
Mranggen dan Karangawen.
14
BAB IV
DATA LAPANGAN
4.1. STA 1 Daerah Kali Banyumeneng
Waktu : 08.00 WIB
Lokasi : Sungai Banyumeneng, Mranggen
Cuaca : Cerah
Bidang sesar geser Sinistral
Foto 4.1 STA 1
Bentang alam : Fluvial struktural
Morfologi : Sungai stadia dewasa
Bentuk lahan : Meander
Proses geomorfik : Sesar yang terbentuk karena tenaga endogen
Dimensi singkapan : 15 x 7 meter
Litologi : Batu lanau
Warna : abu-abu kecoklatan
Struktur : perlapisan
Kemas : tertutup
Sortasi : baik
Ukuran butir : pasir kasar
Jenis singkapan : Lapisan batuan sedimen (primer)
Strike/dip : N 144oE / 54
o
15
Sesar geser, sinistral (sekunder)
Strike/dip : N 54oE / 58
o
Tingkat pelapukan : Sedang - tinggi
Tataguna lahan : Jalur pengaliran air / sungai
Potensi positif : Studi geologi
Potensi negatif : Banjir dan longsor
Vegetasi : Rumput, alang-alang, pohon bambu
Morfogenesa : Sungai stadia dewasa yang terdapat dalam stasiun
pengamatan 1 merupakan sungai yang telah
mengering sebagian, sehingga batuan-batuan
endapan sedimen yang tadinya berada di bawah
permukaan air tersingkap. Litologi yang terdapat
pada daerah ini adalah batu lanau. Pada stasiun
pengamatan yang pertama terdapat struktur primer
berupa perlapisan batuan sedimen. Perlapisan
tersebut terbentuk akibat proses sedimentasi. Selain
itu terdapat struktur sekunder berupa sesar geser
sinestral. Sesar ini terbentuk akibat gaya yang
menyebabkan salah satu lapisan batuan yang retak
mengalami pergeseran yang berlawanan arah
dengan jarum jam.
16
4.2. STA 2 Kali Banyumeneng
Foot wall Hanging wall
Foto 4.2 STA 2
Bentang alam : Struktural
Morfologi : Tebing sesar
Bentuk lahan : Perbukitan
Dimensi singkapan : 8 x 10 meter
Litologi : Batu Gamping
Warna : abu-abu kecoklatan
Struktur : non struktural
Kemas : tertutup
Sortasi : baik
Ukuran butir : pasir kasar
Semen : karbonat
Jenis singkapan : Sesar turun (sekunder)
Strike/dip : N 323oE / 36
o
Tingkat pelapukan : Sedang
Tataguna lahan : Persawahan dan akses jalan
Potensi positif : Objek studi geologi
Potensi negatif : Banjir dan longsor
17
Vegetasi : Pohon pisang, semak, tanaman liar
Morfogenesa : Sesar yang terdapat pada stasiun pengamatan
yang kedua merupakan jenis sesar turun. Disebut
sesar turun karena posisi hanging wall mengalami
pergerakan kebawah. Stasiun pengamatan yang
berada di pinggiran kali banyumeneng juga
terdapat kekar pada singkapan. Terdapat litologi
batu gamping akibat erosi dan transportasi materi
fosil sehingga terdapat kerang-kerangan di lokasi
pengamatan.
18
4.3. STA 3 LP 1
Foto 4.3 STA 3 LP 1
Bentang alam : Fluvial Struktural
Morfologi : Daerah meander sungai
Bentuk lahan : Sungai
Proses geomorfik : Sesar yang terbentuk akibat proses geomorfik
Dimensi singkapan : 3 x 2 meter
Litologi : Batu lanau
Warna : abu-abu kecoklatan
Struktur : perlapisan
Kemas : tertutup
Sortasi : baik
Ukuran butir : pasir kasar
Batu Gamping
Warna : abu-abu
Struktur : non struktural
Kemas : tertutup
Sortasi : baik
Antiklin
19
Ukuran butir : pasir kasar
Semen : karbonat
Struktur geologi : Antiklin
N 2900 E/47
0 (sayap kiri)
N 1450 E/30
0 (sayap kanan)
Tingkat Pelapukan : Sedang
Tataguna lahan : Pengaliran air dan sungai
Potensi positif : Objek studi geologi
Potensi negatif : Rawan banjir dan erosi
Vegetasi : Lumut dan tanaman liar
Morfogenesa : Pada lokasi pengamatan ketiga LP 1 terdapat
struktur sekunder berupa lipatan. Lipatan yang
terdapat pada STA 3 LP 1 adalah bagian lipatan
antiklin yang mempunyai bentuk cekung ke bawah,
yang semakin menuju pusat batuannya aka batuan
tersebut semakin tua. Antiklin terbentuk akibat dari
proses deformasi dan suatu gaya endogen pada
permukaan batuan yang relatif datar. Gaya
penyebab terbentuknya lipatan adalah gaya tekan
yang arahnya sejajar dengan permukaan lempeng,
sedangkan bending atau pelengkungan gaya
utamanya mempunyai arah yang tegak lurus pada
permukaan lempeng.
20
4.4. STA 3 LP 2
Foto 4.4 STA 3 LP 2
Bentang alam : Fluvial struktural
Morfologi : Sungai bermeander
Bentuk lahan : Sungai
Proses Geomorfik : Sesar yang terbentuk akibat proses geomorfik
Dimensi singkapan : 8 x 6 meter
Litologi : Batu Lempung
Warna : putih kecoklatan
Struktur : perlapisan
Kemas : tertutup
Sortasi : baik
Ukuran butir : pasir kasar
Struktur Primer : Perlapisan
Struktur Sekunder : Sesar Geser (dekstral)
Strike/Dip N 342oE / 78
o
N 328oE / 67
o
N 334o E / 78
o
N 334oE / 79
o
Bidang Sesar
21
N 330oE / 78
o
Tingkat pelapukan : Sedang
Tataguna lahan : Pengaliran air dan sungai
Potensi positif : Studi geologi, pengaliran air
Potensi negatif : Banjir, erosi
Vegetasi : Rumput, alang-alang, pohon bambu
Morfogenesa : Sesar yang terdapat di stasiun pengamatan ini
merupakan sesar geser yang bersifat dekstral
yaitu pergeserannya searah dengan arah jarum
jam. Hal ini dikarenakan gaya yang bekerja
datang dari samping sehingga terbentuk sesar
geser.
22
BAB V
PEMBAHASAN
Keberangkatan menuju lokasi lapangan dimulai dari gedung Pertamina
Sukowati Teknik Geologi Universitas Diponegoro Semarang pada pukul 07.30
WIB. Berjalan 13 km ke arah timur laut selama 30 menit menuju lokasi
pengamatan di sungai Banyumeneng, Kelurahan Girikusumo Kecamatan
Mranggen Kabupaten Semarang. Penelitian geologi struktur dilakukan di Kali
Banyumeneng karena pada sungai tersebut terdapat beberapa struktur yang
mencolok. Pada sungai tersebut terdapat beberapa struktur diantaranya struktur
primer yang berupa bidang perlapisan sedimen dan struktur sekunder berupa
sesar, kekar maupun lipatan.
Peta yang digunakan dalam praktikum geologi dasar acara geologi struktur
berjenis peta topografi. Skala peta yang digunakan adalah 1:25.000. Pada peta
topografi tersebut dibuat sayatan sepanjang 16 cm. Jenis profil sayatan yang
digunakan adalah profil eksagrasi dengan skala vertikal peta 1:12.500 dan skala
horizontal 1.25.000. Sayatan menyilang berawal dari titik A pada daerah
Kedungdolok menuju arah tenggara. Sayatan tersebut melewati daerah
Kedungpawon kemudian ke sekitar kaki bukit daerah Gunung Pertapan. Setelah
melewati bukit pada Gunung Pertapan, daerahnya cenderung landai dan kemudian
berpotongan dengan kali Banyumeneng sebelum akhirnya sampai pada titik B
yang terletak pada daerah sekitar Kali Temetri. Daerah sekitar titik A menuju ke
Gunung Pertapan cenderung agak curam. Kecuraman tersebut ditunjukkan dengan
kerapatan konturnya yang cenderung merapat. Kemudian setelah melewati
Gunung Pertapan, daerah cenderung melandai sebelum akhirnya berpotongan
dengan beberapa jalur Kali Banyumeneng hingga sampai pada titik B.
Berdasarkan sayatan pada peta topografi dan profil eksagrasi antara
Kedungdolok dan Kali Temetri, daerah sekitar Gunung Pertapan memiliki
kelerengan yang curam kemudian melandai hingga Kali Temetri. Dapat diketahui
bahwa Kali Banyumeneng terletak antara kaki Gg. Pertapan dan Gg. Girikusumo.
23
Berikut adalah gambar profil eksagrasi sayatan Kedungdolok hingga Kali
Temetri:
Gambar 5.1 Profil Eksagrasi Sayatan Kedungdolok – Kali Temetri
24
Daerah STA 1 memiliki keadaan geografis bentang alam berupa fluvial
struktural. Dapat dikatakan bentang alam fluvial karena daerah pengamatan
terletak pada lingkungan sekitar sungai yang merupakan salah satu dari bentang
alam fluvial. Jadi, daerah tersebut termasuk dalam bentang alam fluvial struktural
karena terdapat struktur geologi yang terletak pada lingkungan sungai. Morfologi
daerah berupa sungai stadia dewasa. Sungai ini termasuk dalam stadia dewasa
karena memiliki aliran air yang tidak terlalu deras, erosi lateral lebih dominan dan
transport rendah. Dimensi singkapan yang diamati pada pengamatan yang pertama
sebesar 15 x 7 meter.
Pada pengamatan ini ditemukan struktur primer yaitu berupa lapisan pada
batuan sedimen, terbentuknya lapisan ini disebabkan karena proses pengendapan
(sedimentasi). Strike dip perlapisan tersebut sebesar N 144oE / 54
o.
Pada lokasi pengamatan yang pertama juga ditemukan sebuah struktur
sekunder berupa sesar. Sesar yang ditemukan termasuk dalam golongan sesar
geser minor. Dinamakan sesar geser minor karena terdapat struktur kekar (batuan
yang retak) dan mengalami pergeseran dengan dimensi kecil. Besarnya
pergeseran dari sesar tersebut sekitar 8 cm. Sesar ini dinamakan sesar geser
sinistral karena arah pergeserannya ke kiri atau berlawanan dengan arah
perputaran jarum jam. Strike dip sesar tersebut N 54oE / 58
o. Daerah sekitar lokasi
pengamatan berupa daerah dengan dataran banjir.
Daerah ini mempunyai litologi berupa batu sedimen. Batuan yang
terbentuk berupa batuan sedimen yang memiliki ciri-ciri warna abu-abu, struktur
yang terdapat pada batuan termasuk perlapisan. Sortasi atau pemilahan dari batuan
ini termasuk baik, karena sortasi baik maka kemasnya tertutup. Matriks yang
terdapat pada batuan berupa pasir kasar dengan ukuran antara 0,5-1mm menurut
skala wentworth. Tingkat kebundaran dari matriksnya termasuk subrounded.
Ditinjau dari vegetasinya, pada daerah ini terdapat vegetasi berupa pohon
jati, rumput, alang-alang, pohon bambu dan tanaman liar lainnya.
Daerah stasiun pengamatan yang pertama memiliki potensi positif dan
juga memiliki potensi negatif. Potensi positif lokasi pengamatan yang pertama
25
adalah sebagai tempat penelitian dan penambangan pasir. Potensi negatif lokasi
pengamatan yang pertama adalah longsor dan banjir.
Daerah ini terbentuk akibat adanya proses tektonik yang merupakan salah
satu gaya endogen yang menyebabkan pergerakan pada lapisan batuannya. Selain
itu, material yang ada di sekitar daerah ini terjadi karena adanya proses
pengangkatan dari daerah laut / uplift. Pengangkatan tersebut disebabkan karena
proses tektonik yang saling bertumbukan sehingga mendesak batuannya untuk
naik ke permukaan yang lebih tinggi sehingga membentuk daratan tersebut.
Kemudian karena sifat air permukaan yang mencari celah, titik lemah pada batuan
tersebut tererosi sedikit demi sedikit sehingga membentuk pola pengaliran sungai.
STA 2 berada di tepi sungai Banyumeneng dan selatan lokasi pengamtan
yang pertama. Perjalanan ditempuh selama 10 menit dengan menyisir sungai
Banyumeneng.
Stasiun pengamatan yang kedua ini memilkiki keadaan geografis bentang
alam berupa fluvial struktural dan morfologi berupa tebing yang teradpat sesar.
Dapat dikatakan fluvial struktural karena terdapat sebuah struktur geologi
disekitar lingkungan sungai. Dimensi singkapan pada STA yang kedua sebesar 8 x
10 meter.
Pada stasiun pengamatan yang kedua ini ditemukan sebuah struktur primer
berupa bidang perlapisan batuan sedimen. Struktur tersebut diindikasi sebagai
hasil dari proses pada saat pembentukan batuan.
Selain struktur primer, pada daerah ini juga ditemukan sebuah struktur
sekunder berupa sesar turun yang berada di dinding singkapan. Dikatakan sesar
turun karena posisi hanging wall lebih rendah daripada posisi foot wall. Sesar
turun disebabkan oleh pengaruh gaya gravitasi sehingga hanging wall mengalami
pergerakan kebawah. Strike dan dip pada sesar tersebut adalah N 323oE / 36
o.
Selain sesar, pada lokasi pengamatan yang kedua ini juga ditemukan struktur
sekunder lainnya berupa kekar. Kekar tersebut berada diantara singkapan dan
sesar turun. Kekar yang terdapat pada singkapan tersebut termasuk dalam jenis
kekar tarik karena bentuk rekahannya cenderung merenggang. Kekar tersebut
terbentuk karena proses tektonik pada saat perenggangan lapisan batuan yang
26
melebihi batas elastisitasnya sehingga mengalami retakan / rekahan pada
batuannya.
Daerah ini mempunyai litologi berupa batuan sedimen. Batuan yang
terbentuk berupa batuan sedimen yang memiliki ciri-ciri warna abu-abu, struktur
yang terdapat pada batuan termasuk non struktural. Hubungan antar fragmennya
tergolong seragam. Sehingga sortasi atau pemilahan dari batuan ini termasuk baik,
karena sortasi termasuk baik maka kemasnya tertutup. Matriks yang terdapat pada
batuan berupa pasir kasar menurut skala wentworth. Tingkat kebundaran dari
matriksnya termasuk subrounded. Fragmen yang terdapat pada batu tersebut
adalah fosil cangkang. Setelah uji semen karbonat menggunakan HCl, batu
tersebut dapat bereaksi dengan larutan HCl sehingga hasilnya positif dan termasuk
dalam semen karbonat. Berdasarkan ciri ciri tersebut, batuan sedimen tersebut
adalah batu gamping. Batu gamping tersebut diindikasi terbentuk pada daerah laut
dengan proses sedimentasi kemudian mengalami proses pengangkatan dari laut
menuju stasiun pengamatan / uplift yang terjadi karena pergerakan tektonik.
Sehingga batu gamping yang awalnya terdapat pada daerah laut mengalami
perpindahan ke daerah yang permukaannya lebih tinggi yang terdapat pada stasiun
pengamatan.
Ditinjau dari vegetasi, pada daerah pengamatan yang kedua terdapat
pohon-pohon pisang, rumput dan tanaman-tanaman liar lainnya. Tataguna lahan
pada daerah ini adalah sebagai persawahan / perkebunan oleh masyarakat
setempat serta sebagai akses jalan menuju suatu daerah.
Daerah pengamatan yang kedua memiliki potensi positif dan juga
memiliki potensi negatif. Potensi positif lokasi pengamatan yang kedua adalah
sebagai objek studi geologi. Potensi negatif lokasi pengamatan yang kedua adalah
longsor dan banjir.
Daerah ini terbentuk akibat adanya proses tektonik yang merupakan salah
satu gaya endogen yang menyebabkan pergerakan pada lapisan batuannya. Selain
itu, material yang ada di sekitar daerah ini terjadi karena adanya proses
pengangkatan dari daerah laut / uplift. Pengangkatan tersebut disebabkan karena
proses tektonik yang saling bertumbukan sehingga mendesak batuannya untuk
27
naik ke permukaan yang lebih tinggi sehingga membentuk daratan tersebut.
Kemudian karena pengaruh tekanan dari atas serta gaya gravitasi, maka
menyebabkan sesar turun yang ditandai dengan posisi hanging wall yang berada
lebih rendah daripada foot wall pada singkapan tersebut. Karena adanya gaya
tektonik susulan, maka terjadi proses deformasi dan peregengan yang melebihi
batas elastisitas batuannya sehingga membentuk rekahan atau kekar namun belum
mengalami pergeseran.
STA 3 LP 1 berada di sebelah timur lokasi pengamatan yang kedua. Jarak
antara STA 3 dan STA 2 sekitar 300 meter.
Stasiun pengamatan yang ketiga LP 1 ini memilkiki keadaan geografis
bentang alam berupa fluvial struktural. Dapat dikatakan bentang alam fluvial
struktural karena pada daerah ini terdapat sebuah struktur geologi yang terletak
pada lingkungan sekitar sungai / fluvial. Morfologi berupa sungai yang
bermeander dengan aliran air yang tidak terlalu deras. Dimensi singkapan yang
diamati pada LP 1 sebesar 8 x 6 meter
Litologi pada lokasi pengamatan yang ketiga LP 1 berupa batu sedimen
yang memiliki sortasi yang baik. Batu ini memiliki ukuran butir lanau berdasarkan
skala wentworth. Selain itu batu ini memiliki kemas yang tertutu. Selain batu
sedimen, pada lokasi pengamatan yang ketiga ini juga terdapat batu gamping.
Batu gamping tersebut diindikasi terbentuk pada daerah laut dengan proses
sedimentasi kemudian mengalami proses pengangkatan dari laut menuju stasiun
pengamatan / uplift yang terjadi karena pergerakan tektonik. Sehingga batu
gamping yang awalnya terdapat pada daerah laut mengalami perpindahan ke
daerah yang permukaannya lebih tinggi yang terdapat pada stasiun pengamatan.
Pada lokasi pengamatan yang ketiga ini ditemukan sebuah struktur
sekunder berupa antiklin. Antiklin adalah bagian dari lipatan yang cekung ke
bawah. Jenis lipatannya adalah asimetris karena bentuk kedua sayapnya tidak
sama / simetris. Strike dan dip pada antiklin tersebut adalah N 2900
E/470
(sayap
kiri) dan N 1450
E/300
(sayap kanan). Proses terbentuknya antiklin tersebut akibat
dari proses deformasi suatu permukaan batuan yang relatif datar. Gaya penyebab
terbentuknya lipatan adalah gaya tekan yang arahnya sejajar dengan permukaan
28
lempeng, sedangkan bending atau pelengkungan gaya utamanya mempunyai arah
yang cenderung tegak lurus pada permukaan lempeng.
STA ini memiliki vegetasi berupa pohon jati, pohon bambu, dan semak-
semak pada pinggiran sungai ini. Daerah ini memiliki tataguna lahan sebagai
pengaliran air / sungai dan oleh beberapa masyarakat setempat dijadikan sumber
air untuk kegiatan MCK.
Stasiun pengamatan yang ketiga LP 1 memiliki potensi positif dan juga
potensi negatif. Potensi positif lokasi pengamatan yang ketiga LP 1 adalah sebagai
tempat penelitian geologi. Potensi negatif lokasi pengamatan yang ketiga LP 1
adalah rawan banjir.
Daerah ini terbentuk akibat adanya proses tektonik yang merupakan salah
satu gaya endogen yang menyebabkan pergerakan pada lapisan batuannya. Selain
itu, material yang ada di sekitar daerah ini terjadi karena adanya proses
pengangkatan dari daerah laut / uplift. Pengangkatan tersebut disebabkan karena
proses tektonik yang saling bertumbukan sehingga mendesak batuannya untuk
naik ke permukaan yang lebih tinggi sehingga membentuk daratan tersebut.
Lipatan antiklin terbentuk akibat adanya gaya tektonik yang menekan suatu
lapisan dari kedua sisi sehingga membentuk lengkungan dengan cekungan
kebawah. Kemudian karena sifat air permukaan yang mencari celah, titik lemah
pada batuan tersebut tererosi sedikit demi sedikit sehingga membentuk pola
pengaliran sungai.
STA 3 LP 2 berada dekat dengan STA 3 LP 1 dan berjarak sekitar 30
meter.
Stasiun pengamatan yang ketiga LP 2 ini memiliki keadaan geografis
bentang alam berupa fluvial dan morfologi berupa sungai, dengan aliran air yang
tidak terlalu deras. Dapat dikatakan bentang alam fluvial struktural karena pada
daerah ini terdapat sebuah struktur geologi yang terletak pada lingkungan sekitar
sungai / fluvial. Luas lokasi yang diamati pada daerah tersebut sebesar 8 x 6
meter.
Litologi pada stasiun pengamatan yang ketiga LP 2 berupa batu sedimen
yang memiliki sortasi yang baik. Batu ini memiliki ukuran butir lanau berdasarkan
29
skala wentworth. Selain itu batu ini memiliki kemas yang tertutup. Selain batu
sedimen, pada lokasi pengamatan yang ketiga ini juga terdapat batu gamping.
Batu gamping tersebut diindikasi terbentuk pada daerah laut dengan proses
sedimentasi kemudian mengalami proses pengangkatan dari laut menuju stasiun
pengamatan / uplift yang terjadi karena pergerakan tektonik. Sehingga batu
gamping yang awalnya terdapat pada daerah laut mengalami perpindahan ke
daerah yang permukaannya lebih tinggi yang terdapat pada stasiun pengamatan.
Pada stasiun pengamatan yang ketiga LP 2 ditemukan sebuah struktur
primer berupa perlapisan. Strike dan dip dari perlapisan tersebut adalahSelain
struktur primer, pada lokasi pengamatan yang ketiga LP 2 juga ditemukan sebuah
struktur sekunder berupa sesar geser. Sesar geser pada lokasi pengamatan ketiga
LP 2 termasuk ke dalam jenis sesar geser dekstral karena arah pergeserannya ke
kanan atau searah dengan arah perputaran jarum jam dan sesar ini termasuk dalam
sesar minor karena pergeseran tersebut masih termasuk kecil. Strike dip dari sesar
geser tersebut sebesar N 3420 E / 78
0, N 334
0 E / 79
0, N 328
0 E / 67
0, N 330
0 E /
780, N 334
0 E / 78
0, dengan rata-rata strike/dipnya N 333
0 E / 75
0 yang berarti
kedudukan jurus bidang sesar membentuk sudut 3330 dari arah utara ke arah timur
pada kompas geologi atau searah jarum jam dengan kemiringan bidangnya
membentuk sudut 750 mengarah ke barat daya. Proses terbentuknya sesar tersebut
dikarenaakan adanya tenaga endogen dari dalam perut bumi atau tenaga tektonik
dan gempa yang dangkal.
STA ini memiliki vegetasi berupa pohon jati, pohon bambu, dan semak-
semak pada pinggiran sungai ini. Tataguna lahan daerah ini adalah sebagai jalur
pengairan / sungai. Daerah ini sudah dimanfaatkan sebagai sumber air oleh
masyarakat setempat.
Lokasi pengamatan yang ketiga LP 2 memiliki potensi positif dan juga
memiliki potensi negatif. Potensi positif lokasi pengamatan yang ketiga LP 2
adalah sebagai tempat penelitian. Potensi negatif lokasi pengamatan yang ketiga
LP 2 adalah longsor dan banjir.
Daerah ini terbentuk akibat adanya proses tektonik yang merupakan salah
satu gaya endogen yang menyebabkan pergerakan pada lapisan batuannya. Selain
30
itu, material yang ada di sekitar daerah ini terjadi karena adanya proses
pengangkatan dari daerah laut / uplift. Pengangkatan tersebut disebabkan karena
proses tektonik yang saling bertumbukan sehingga mendesak batuannya untuk
naik ke permukaan yang lebih tinggi sehingga membentuk daratan tersebut.
Kemudian karena sifat air permukaan yang mencari celah, titik lemah pada batuan
tersebut tererosi sedikit demi sedikit sehingga membentuk pola pengaliran sungai.
31
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
STA 1 termasuk dalam bentang alam fluvial struktural serta memiliki
morfologi berupa sungai yang bermeander. Litologi batu sedimen.
Memiliki struktur geologi yaitu sesar geser sinistral.
STA 2 termasuk dalam bentang alam struktural dan memiliki morfologi
berupa tebing yang telah mengalami proses sesar. Litologi batu sedimen
dan batu gamping. Terdapat struktur sekunder berupa sesar turun dan
kekar.
STA 3 LP 1 termasuk dalam bentang alam fluvial struktural. Memiliki
morfologi berupa sungai yang memiliki meander. Litologi berupa batu
sedimen. Terdapat sekunder berupa lipatan antiklin.
STA 3 LP 2 termasuk dalam bentang alam fluvial struktural. Memiliki
morfologi berupa sungai yang memiliki meander. Litologi berupa batu
sedimen dan batu gamping. Terdapat struktur primer berupa perlapisan
batuan dan struktur sekunder berupa sesar geser dextral.
6.2 Saran
Melakukan pengamatan dengan teliti.
Mendiskripsikan STA sesuai kemampuan.
Lebih berhati-hati dalam melakukan kegiatan.
32
DAFTAR PUSTAKA
Endarto,Danang. 2005. Pengantar Geologi Dasar. Surakarta: Lembaga
Pengembangan Pendidikan (LPP).
Tim Asisten Geologi Dasar. 2012. Buku Panduan Praktikum Geologi Dasar.
Semarang : Universitas Diponegoro.