geostruk banyumeneng

32
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Maksud Mengetahui dan mendeskripsikan litologi, struktur geologi, keadaan geomorfologi pada suatu stasiun pengamatan. Membuat profil sayatan dari peta daerah pengamatan. 1.2. Tujuan Mampu mengetahui dan mendeskripsikan litologi, struktur geologi, keadaan geomorfologi pada suatu stasiun pengamatan. Mampu membuat profil sayatan dari peta daerah pengamatan. 1.3. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Hari : Sabtu Tanggal : 17 November 2012 Waktu : 07.00-12.00 Tempat : Sungai Banyumeneng, Kelurahan Girikusumo, Kecamatan Mranggen. 1.4. Kesampaian Daerah Persiapan di Gedung Pertamina Sukowati Universitas Diponegoro pada pukul 07.00 WIB. Keberangkatan menggunakan sepeda motor menuju Sungai Banyumeneng, Girikusumo, Kecamatan Mranggen pada pukul 07.30 WIB. Perjalanan ditempuh selama sekitar 30 menit ke arah timur dengan jarak 13 Km. Sepanjang perjalanan menuju Sungai Banyumeneng, Girikusumo, Kecamatan Mranggen melewati daerah persawahan dengan kelerengan yang landai. Tiba di Sungai Banyumeneng, Girikusumo, Kecamatan Mranggen pada pukul 08.00 WIB.

Upload: givandi-aditama

Post on 06-Aug-2015

646 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Geostruk Banyumeneng

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Maksud

Mengetahui dan mendeskripsikan litologi, struktur geologi, keadaan

geomorfologi pada suatu stasiun pengamatan.

Membuat profil sayatan dari peta daerah pengamatan.

1.2. Tujuan

Mampu mengetahui dan mendeskripsikan litologi, struktur geologi,

keadaan geomorfologi pada suatu stasiun pengamatan.

Mampu membuat profil sayatan dari peta daerah pengamatan.

1.3. Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Hari : Sabtu

Tanggal : 17 November 2012

Waktu : 07.00-12.00

Tempat : Sungai Banyumeneng, Kelurahan Girikusumo, Kecamatan Mranggen.

1.4. Kesampaian Daerah

Persiapan di Gedung Pertamina Sukowati Universitas Diponegoro pada

pukul 07.00 WIB. Keberangkatan menggunakan sepeda motor menuju

Sungai Banyumeneng, Girikusumo, Kecamatan Mranggen pada pukul 07.30

WIB. Perjalanan ditempuh selama sekitar 30 menit ke arah timur dengan

jarak 13 Km. Sepanjang perjalanan menuju Sungai Banyumeneng,

Girikusumo, Kecamatan Mranggen melewati daerah persawahan dengan

kelerengan yang landai. Tiba di Sungai Banyumeneng, Girikusumo,

Kecamatan Mranggen pada pukul 08.00 WIB.

Page 2: Geostruk Banyumeneng

2

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Pengertian Geologi Struktur

Geologi struktur adalah studi mengenai distribusi tiga dimensi tubuh

batuan dan permukaannya yang datar ataupun terlipat, beserta susunan

internalnya. Pengertian geologi berdasarkan kajian ilmiah yaitu ilmu geologi

yang mempelajari tentang bentuk arsitektur batuan sebagai hasil dari proses

deformasi. Proses deformasi adalah perubahan bentuk dan ukuran pada

batuan akibat dari gaya yang terjadi di dalam bumi. Gaya tersebut pada

dasarnya merupakan proses tektonik yang terjadi di dalam bumi. Di dalam

pengertian umum, geologi struktur adalah ilmu yang mempelajari tentang

bentuk batuan sebagai bagian dari kerak bumi serta menjelaskan proses

pembentukannya.

2.2 Klasifikasi Geologi Struktur

Pada dasarnya ada dua jenis struktur geologi yaitu struktur batuan

yang terbentuk pada saat pembentukan batuan, atau syngenetik seperti lapisan

silang siur, flute and cast, intrusi batuan, slumping structure, ripple mark dan

graded bedding.

Sedang yang bersifat postgenetic adalah struktur geologi karenaa

proses pembentukan pegunungan, seperti perlipatan (antiklin dan sinklin),

sesar (normal, reverse, geser) dan struktur minor seperti kekar, boudinage,

dan drag fold. Geologi struktur lebih ditekankan pada studi mengenai unsur-

unsur struktur geologi, misalnya perlipatan (fold), rekahan (fracture), sesar

(fault), dan sebagainya, sebagai bagian dari satuan tektonik (tectonic unit),

sedangkan tektonik dan geotektonik dianggap sebagai suatu studi dengan

skala yang lebih besar, yang mempelajari obyek-obyek geologi seperti

cekungan sedimentasi, rangkaian pegunungan, lantai samudera, dan

sebagainya.

Page 3: Geostruk Banyumeneng

3

2.3 Faktor Pembentuk

Pembentukan struktur kulit bumi dipengaruhi oleh tekanan dan

temperatur pada saat pembentukannya dengan gaya distribusi yang

menyebabkan bentuk akhir (akan mempengaruhi hasilnya). Gaya adalah suatu

aksi yang mempunyai kecenderungan untuk menyebabkan terjadinya

perubahan pada gerak atau bentuk dari suatu bahan. Bilamana suatu benda

mengalami gangguan yang disebabkan oleh suatu sistem gaya yang bekerja

terhadapnya, maka benda tersebut akan mengalami gerak translasi atau

transport relatif terhadap suatu sistem koordinat, gerak rotasi, distorsi atau

perubahan bentuk, dan dilatasi atau perubahan volume.

Suatu kenyataan bahwa tidak setiap gaya yang sifat dan besarnya

sama akan menghasilkan suatu bentuk deformasi yang sama, atau dengan

perkataan lain akan menghasilkan suatu gejala struktur geologi yang sama.

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pada pembentukan daripada

struktur yang dihasilkan, antara lain yang terpenting adalah sifat daripada

bahan (batuan) yang mengalami derormasi itu sendiri, umpamanya: elastisitas

daripada batuan, keplastikan (plasticitet), kerapuhan (brittloness), ketegaran

(rigidity), viscocity, kekuatan dan sebagainya. Sifat-sifat batuan tersebut

ditentukan setelah diadakan percobaan-percobaan yang dilakukan di

laboratorium.

Gaya dapat dianggap sebagai suatu besaran vektor sehingga

mempunyai besar dan arah. Dengan analisa vektor kita dapat mencari resultan

dari dua atau lebih gaya yang bekerja pada satu titik. Arah daripada gaya

yang bekerja pada atau dalam kulit bumi dapat bersifat:

1. Gaya yang arahnya berlawanan tetapi bekerja dalam satu garis, dan gaya

demikian dapat bersifat: Tarikan (tension), yaitu gaya yang cenderung

untuk menarik pada suatu benda. Tekanan (compression), yaitu gaya yang

sifatnya menekan pada suatu benda.

2. Gaya yang arahnya berlawanan, sama dengan gaya di atas, tetapi bekerja

dalam satu bidang sehingga sering disebut sebagai kopel.

Page 4: Geostruk Banyumeneng

4

3. Gaya yang arahnya berlawanan tetapi bekerja pada kedua ujung daripada

bahan sehingga sering disebut torsion.

4. Gaya-gaya yang bekerja dari segala jurusan terhadap suatu benda

umumnya berlangsung di dalam kulit bumi dan sering disebut sebagai

tekanan litostatis (lithostatic pressure).

Struktur batuan yang bentuk dan kedudukannnya kita lihat sekarang

ini merupakan hasil daripada dua proses (berdasarkan terjadinya), yaitu:

1. Proses yang berhubungan dengan pembentukan daripada batuan tersebut,

dimana pada saat itu akan dibentuk struktur-struktur primer. Struktur

primer yang terbentuk pada batuan beku berupa struktur aliran (flow

structure) yang sering dijumpai pada lava atau bagian tepi dari batolith.

2. Proses-proses yang bekerja kemudian, yaitu yang berupa baik deformasi

mekanis akibat adanya gaya-gaya yang berasal dari dalam bumi, yang

menimpa batuan, sehingga batuan menjadi retak-retak, terlipat, bergeser

dari kedudukan semula ataupun pengubahan kimiawi yang mempengaruhi

batuan tersebut, setelah mereka terbentuk. Struktur yang terbentuk pada

proses ini disebut struktur sekunder, dimana yang termasuk didalam

struktur sekunder adalah kekar, sesar, dan lipatan.

2.4 Macam Geologi Struktur

Pada dasarnya ada dua jenis struktur geologi yaitu struktur batuan

yang terbentuk pada saat pembentukan batuan, atau syngenetik; seperti

lapisan silang siur,flute and cast, intrusi batuan, slumping structure, ripple

mark dan graded bedding.

Sedang yang bersifat postgenetic adalah struktur geologi karenaa

proses pembentukan pegunungan, seperti perlipatan (antiklin dan sinklin),

sesar (normal, reverse, geser) dan struktur minor seperti kekar, boudinage,

dan drag fold. Geologi struktur lebih ditekankan pada studi mengenai unsur-

unsur struktur geologi, misalnya perlipatan (fold), rekahan (fracture), sesar

(fault), dan ketidakselarasan.

Page 5: Geostruk Banyumeneng

5

2.4.1 Sesar (Fault)

Adalah rekahan–rekahan dalam kulit bumi, yang mengalami

pergeseran dan arahnya sejajar dengan bidang rekahannya satu terhadap

yang lainnya. Pergeserannya dapat berkisar dari antara beberapa meter

hingga mencapai ratusan kilometer. Sesar merupakan jalur lemah yang

lebih banyak terjadi pada lapisan keras (untuk lapangan panasbumi) dan

rapuh. Bahan yang hancur pada jalur sesar akibat pergeseran, dapat

berkisar dari gauge (suatu bahan yang halus/lumat akibat gesekan)

sampai breksi sesar, yang mempunyai ketebalan antara beberapa

sentimeter hingga ratusan meter.

Gambar 2.1 sesar

Pada umumnya gejala sesar agak sulit untuk dikenali di lapangan,

sekalipun di daerah yang mempunyai singkapan yang baik. Hal ini

disebabkan karenaa gejala sesar merupakan daerah yang lemah dan

mudah terkena pelapukan. Di bawah ini akan diuraikan beberapa ciri-

ciri istimewa yang dapat dipergunakan untuk membantu mengenal

kemungkinan adanya suatu gejala sesar dan pensesaran, yaitu:

1. Perulangan dan hilangnya lipatan

Ciri-ciri ini dapat diakibatkan baik oleh sesar biasa (turun)

ataupun sesar naik. Ciri-ciri tersebut juga dapat diterapkan

Page 6: Geostruk Banyumeneng

6

terhadap data bor untuk mengenal adanya sesar di bawah

permukaan.

2. Jalur kataklastis

Gejala sesar yang diduga terutama pada batuan kristalin agak

sukar untuk dikenal disebabkan tidak adanya lapisan-lapisan

penunjuk. Di daerah yang terdiri dari lapisan batuan yang

homogen, sesar biasanya dapat dikenal dengan adanya jalur-

jalur kataklastis.

3. Cermin sesar atau gores-garis sesar (slicken side)

Adanya gores garis pada bidang sesar, biasanya dapat dipakai

untuk menentukan gerak relatif dari bagian-bagian yang

digeser. Di daerah di mana singkapannya sangat kurang, maka

adanya pecahan-pecahan cermin sesar yang berserakan di atas

tanah juga dapat memberikan indikasi adanya sesar.

o Tinjauan dari kedudukan sesar terhadap struktur batuan sekitarnya

(Sukendar Asikin, 1978), yaitu:

Strike Fault; yaitu suatu sesar yang arah jurusnya sejajar

dengan jurus batuan sekitarnya.

Dip Fault; yaitu sesar dengan jurus daripada sesar searah

dengan kemiringan daripada lapisan batuan

disekitarnya.

Diagonal/Oblique Fault; yaitu sesar yang memotong struktur

batuan sekitarnya.

Longitudinal Fault; yaitu sesar dengan arah yang

sejajar/paralele dengan arah utama dari struktur

regional.

Tranverse Fault; yaitu sesar yang memotong tegak lurus atau

miring terhadap struktur regional (biasanya

dijumpai pada daerah yang terlipat, memotong

sumbu/poros terhadap antiklin).

Page 7: Geostruk Banyumeneng

7

o Tinjauan dari genesanya, yaitu:

Sesar normal/biasa/turun (Normal Fault)

Merupakan gejala pensesaran dimana hangingwall

bergeser relatif turun terhadap footwall. Hangingwall (atap

sesar) adalah bongkah patahan yang berada di atas bidang

sesar, sedangkan footwall (alas sesar) adalah bongkah

patahan yang berada di bagian bawah bidang sesar.

Susunan dari poros utama tegasannya menunjukkan arah

tegasan yang terbesar adalah vertikal. Gaya geologi yang

mempunyai arah demikian adalah gaya berat. Ke arah

lateral sesar normal umumnya akan menghilang, dan

berubah menjadi bentuk engsel.

Sesar naik (Reverse Fault)

Pada sesar naik, hangingwall bergeser relatif naik terhadap

footwall. Susunan daripada poros utama tegasan adalah

sama seperti pada gejala lipatan, oleh karenaa itu sesar

naik mempunyai hubungan genesa yang erat dengan

pelipatan. Dari susunan poros utama tegasannya, maka

diharapkan kemiringan daripada bidang sesar akan

mempunyai sudut kurang dari 45 0 (thrust fault).

Ditinjau dari kejadiannya kita dapat memisahkan sesar

naik yang terjadi sebelum gejala lipatan dan sesar naik

yang tejadi bersama-sama atau sedikit setelah perlipatan.

Yang disebut pertama tidak ada hubungannya dengan

gejala perlipatan. Sesar naik dengan kemiringan yang kecil

(< 100) disebut over thrust fault. Disini pergeseran lateral

lebih menonjol.

Sesar mendatar (Strike Fault)

Sesar mendatar merupakan suatu jenis pergeseran dimana

gerak-geraknya yang dominan adalah gerak horizontal.

Hal ini berarti bahwa yang disebut sebagai sesar mendatar

Page 8: Geostruk Banyumeneng

8

dalam jumlah terbatas juga masih mempunyai komponen

pergerakan yang vertikal. Sesar-sesar jenis ini umumnya

dijumpai di daerah-daerah yang mengalami perlipatan dan

pensesaran naik, dengan arahnya dapat memotong poros

lipatan secara diagonal atau kadang-kadang hampir tegak

lurus.

2.4.2 Lipatan

Bentuk ombak atau gelombang pada suatu lapisan kulit bumi,

yang ditunjukkan oleh perlapisan batuan sedimen, batuan vulkanik,

maupun batuan metamorf.

Bentuk lengkung suatu benda yang pipih/lempeng, dapat

disebabkan oleh dua macam mekanisme, yaitu buckling dan bending

(Sukendar Asikin, 1978). Pada gejala buckling atau melipat, gaya

penyebab adalah gaya tekan yang arahnya sejajar dengan permukaan

lempeng, sedangkan bending atau pelengkungan gaya utamanya

mempunyai arah yang tegak lurus pada permukaan lempeng. Menurut

kejadiannya lipatan sering diklasifikasikan sebagai hasil gejala tektonik

maupun non-tektonik. Sebagai hasil gejala tektonik, lipatan yang

dihasilkan karenaa ada gaya langsung pada kulit bumi seperti horizontal

compression dan tension. Sedangkan sebagai hasil gejala non-tektonik

biasanya lipatan dihasilkan karenaa gerakan akibat beda gravitasi.

Didalam mempelajari struktur lipatan kita harus mengenal unsur serta

istilah dalam lipatan, yaitu:

1. Antiklin, yaitu unsur struktur lipatan dengan bentuk cembung

ke bawah.

2. Sinklin, yaitu unsur struktur lipatan dengan bentuk cembung

ke atas.

3. Limb (sayap), yaitu bagian dari lipatan yang terletak downdip

dimulai dari lengkungan maksimum suatu antiklin atau updip

bila dari lengkungan maksimum sinklin. Ada dua jenis limb,

Page 9: Geostruk Banyumeneng

9

sayap yang curam pada bentuk lipatan yang tidak simetri

(fore limb), dan sayap yang landai (back limb).

4. Axial line (garis poros), yaitu garis khayal yang

menghubungkan titik-titik dari lengkungan maksimum pada

setiap permukaan lapisan dari struktur lipatan.

5. Axial surface; yaitu permukaan khayal dimana terdapat

semua axial line dari suatu lipatan. Pada beberapa lipatan

permukaan ini dapat merupakan suatu bidang planar, dan

kemudian disebut sebagai axial plane.

6. Crestal line (garis puncak), yaitu garis khayal yang

menghubungkan puncak tertinggi pada setiap puncak lapisan

antiklin.

7. Crestal surface, yaitu suatu permukaan khayal yang

didalamnya terletak semua garis puncak dari lipatan.

8. Trough surface, yaitu permukaan khayal yang didalamnya

terletak semua garis terendah dari sinklin.

9. Pith atau rake, yaitu sudut antara garis poros dan horizontal

yang diukur pada bidang poros (axial plane)

10. Plunge, yaitu sudut yang dibuat oleh poros dengan horizontal

pada bidang vertikal.

11. Amplitudo suatu struktur, yaitu jarak vertikal antar garis

poros antiklin dan garis poros dari sinklin pada bidang

perlapisan yang bersamaan.

Gambar 2.2 lipatan

Page 10: Geostruk Banyumeneng

10

Secara morfologis yang didasarkan atas perubahan bentuk

daripada lipatan pada kedalaman dan susunan atau pola daripada

struktur lipatan, maka jenis-jenis lipatan adalah:

1. Concentric Fold (lipatan konsentris/lipatan paralel), adalah

sebutan untuk perlipatan dimana jarak-jarak (tebal) tiap

lapisan yang terlipat tetap sama.

2. Similar Fold, adalah sebutan untuk perlipatan dimana

lapisan-lapisan yang terlipat/dilipat dengan bentuk-bentuk

yang sama sampai kedalam. Antiklin maupun sinklin

ukurannya tidak banyak berubah ke dalam maupun ke atas.

Pada setiap perlipatan, beban di atas lapisan sangat besar

pengaruhnya terhadap perlapisan itu sendiri, dan umumnya lapisan

batuan akan lebih mudah melengkung ke atas daripada ke bawah,

sehingga gejala perlipatan juga mengakibatkan pengangkatan. Menurut

kejadiannya struktur lipatan terjadi akibat adanya suatu gaya, baik yang

berasal dari luar maupun dari dalam kerak bumi.

2.4.3 Kekar (joint)

Rekahan-rekahan dalam batuan yang terjadi karenaa tekanan atau

tarikan yang disebabkan oleh gaya yang bekerja dalam kerak bumi atau

pengurangan/hilangnya tekanan, dimana pergeseran dianggap sama

sekali tidak ada. Kekar merupakan struktur batuan yang paling umum

dijumpai terutama pada lapangan panasbumi dan pembentukannya tidak

mengenal waktu, dan justru karenaanya dipelajari secara luas. Kekar

merupakan struktur yang sulit untuk dianalisa. Kesulitan yang dihadapi

dalam membuat analisa terletak pada banyaknya sifat-sifat dasar yang

dimilikinya artinya terdapat bukti-bukti bahwa kekar dapat terbentuk

setiap waktu, umpamanya kekar dapat terjadi pada saat mendekati akhir

proses deformasi, atau bersama-sama dengan pembentukan struktur-

struktur lainnya seperti lipatan atau sesar.

Page 11: Geostruk Banyumeneng

11

Kekar dapat juga terbentuk jauh sesudah gaya-gaya deformasi

tersebut mulai menghilang. Juga ternyata bahwa bukan saja gaya

tektonik yang selalu menyebabkan terjadinya kekar, sebab banyak

batuan yang kompeten yang tidak menunjukkan adanya pengaruh

tektonik juga diselangi oleh sejumlah struktur kekar. Kesulitan lainnya

adalah karenaa tidak adanya pergeseran sehingga sulit sekali untuk

menentukan usia relatifnya dari suatu kumpulan kekar yang mempunyai

arah tertentu terhadap sekumpulan kekar lainnya yang mempunyai arah

lain.Kekar dapat dikelompokkan berdasarkan salah satu atau beberapa

dari sifat-sifatnya seperti di bawah ini:

1. Berdasarkan bentuknya kekar dapat dibedakan menjadi dua

(menurut Hodgson), yaitu:

Kekar sistematik

Kekar sistematik selalu dijumpai dalam pasangan (set).

Tiap pasangan ditandai oleh arahnya yang serba sejajar bila

dilihat dari kenampakan di atas permukaan (belum tentu

demikian pada kenampakan vertikalnya). Kekar sistematik

umumnya mempunyai bidang-bidang kekar yang rata atau

melengkung lemah, dan biasanya hampir tegak lurus pada

batas litologi (bidang perlapisan)

Kekar tidak sistematik

Kekar yang tak sistematik dapat saling bertemu, tetapi tidak

memotong kekar lainnya. Permukaannya selalu lengkung

dan umumnya berakhir pada bidang-bidang perlapisan.

2. Berdasarkan cara terjadinya/cara pembentukannya, yaitu:

Shear joint

compression joint atau kekar gerus adalah kekar pada

batuan yang terbentuk akibat tekanan.

Tension joint

yaitu kekar pada batuan yang terjadi akibat pengurangan/

hilangnya tekanan. Berbeda sekali dengan shear joint,

Page 12: Geostruk Banyumeneng

12

tension joint sangat tidak teratur dan bidang-bidangnya

tidak rata.

Release joint

yaitu kekar pada batuan yang terjadi akibat pengurangan

atau hilangnya tekanan.

3. Berdasarkan ukurannya kekar dapat digolongkan menjadi

tiga kelompok, yaitu:

o Micro joint, ukurannya kurang dari 1-inch dan hanya dapat

dilihat melalui mikroskop.

o Major joint, dapat dilihat pada contoh singkapan dengan

ukuran kurang dari 10 ft.

o Master joint, 100 ft, dan dapat dilihat melalui foto udara.

Page 13: Geostruk Banyumeneng

13

BAB III

GEOLOGI REGIONAL

3.1 Kondisi Geologi Daerah Demak

Kabupaten Demak terletak di dataran rendah dengan ketinggian berkisar 0-

100 m dpl dengan luas kemiringan lahan meliputi; datar (0-2%) seluas 88,765

Ha, bergelombang (2-15%) seluas 834 Ha, curam (15-40%) seluas 408 Ha

serata sangat curam (>40%) seluas 136 Ha. Kabupaten Demak ini dilintasi

beberapa sungai besar yaitu Sungai Sayung, Tuntang, Serang dan Buyaran.

Kabupaten Demak memiliki dua musim yaitu musim kemarau dan

penghujan. Pada tahun 2008 di wilayah Kabupaten Demak curah hujan yang

terjadi sekitar 458 mm sampai 1661 mm dengan kisaran 1.072-

2.547mm/tahun dan suhu udara relatif konstan sekitar 250-330 C.

3.2. Stratigrafi Daerah Demak

Jenis Tanah di Kabupaten Demak adalah mediteran coklat tua, komplek

regosol dan gromosol kelabu tua, asosiasi aluvial kelabu dan kekelabuan,

gromosol kelabu tua dan aluvial hidromorf. Persebaranya sebagai berikut:

Aluvial Hidromorf terdapat di sepanjang pantai

Regosol terdapat di sebagian besar Kecamatan Mranggen dan

Karangawen.

Grumosol Kelabu Tua terdapat di daerah Bonang, Wedung

Mijen,Karanganyar, Gajah, Demak, Wonosalam, Dempet dan

Sayung.

Mediteran terdapat di sebagian besar di daerah Kecamatan

Mranggen dan Karangawen.

Page 14: Geostruk Banyumeneng

14

BAB IV

DATA LAPANGAN

4.1. STA 1 Daerah Kali Banyumeneng

Waktu : 08.00 WIB

Lokasi : Sungai Banyumeneng, Mranggen

Cuaca : Cerah

Bidang sesar geser Sinistral

Foto 4.1 STA 1

Bentang alam : Fluvial struktural

Morfologi : Sungai stadia dewasa

Bentuk lahan : Meander

Proses geomorfik : Sesar yang terbentuk karena tenaga endogen

Dimensi singkapan : 15 x 7 meter

Litologi : Batu lanau

Warna : abu-abu kecoklatan

Struktur : perlapisan

Kemas : tertutup

Sortasi : baik

Ukuran butir : pasir kasar

Jenis singkapan : Lapisan batuan sedimen (primer)

Strike/dip : N 144oE / 54

o

Page 15: Geostruk Banyumeneng

15

Sesar geser, sinistral (sekunder)

Strike/dip : N 54oE / 58

o

Tingkat pelapukan : Sedang - tinggi

Tataguna lahan : Jalur pengaliran air / sungai

Potensi positif : Studi geologi

Potensi negatif : Banjir dan longsor

Vegetasi : Rumput, alang-alang, pohon bambu

Morfogenesa : Sungai stadia dewasa yang terdapat dalam stasiun

pengamatan 1 merupakan sungai yang telah

mengering sebagian, sehingga batuan-batuan

endapan sedimen yang tadinya berada di bawah

permukaan air tersingkap. Litologi yang terdapat

pada daerah ini adalah batu lanau. Pada stasiun

pengamatan yang pertama terdapat struktur primer

berupa perlapisan batuan sedimen. Perlapisan

tersebut terbentuk akibat proses sedimentasi. Selain

itu terdapat struktur sekunder berupa sesar geser

sinestral. Sesar ini terbentuk akibat gaya yang

menyebabkan salah satu lapisan batuan yang retak

mengalami pergeseran yang berlawanan arah

dengan jarum jam.

Page 16: Geostruk Banyumeneng

16

4.2. STA 2 Kali Banyumeneng

Foot wall Hanging wall

Foto 4.2 STA 2

Bentang alam : Struktural

Morfologi : Tebing sesar

Bentuk lahan : Perbukitan

Dimensi singkapan : 8 x 10 meter

Litologi : Batu Gamping

Warna : abu-abu kecoklatan

Struktur : non struktural

Kemas : tertutup

Sortasi : baik

Ukuran butir : pasir kasar

Semen : karbonat

Jenis singkapan : Sesar turun (sekunder)

Strike/dip : N 323oE / 36

o

Tingkat pelapukan : Sedang

Tataguna lahan : Persawahan dan akses jalan

Potensi positif : Objek studi geologi

Potensi negatif : Banjir dan longsor

Page 17: Geostruk Banyumeneng

17

Vegetasi : Pohon pisang, semak, tanaman liar

Morfogenesa : Sesar yang terdapat pada stasiun pengamatan

yang kedua merupakan jenis sesar turun. Disebut

sesar turun karena posisi hanging wall mengalami

pergerakan kebawah. Stasiun pengamatan yang

berada di pinggiran kali banyumeneng juga

terdapat kekar pada singkapan. Terdapat litologi

batu gamping akibat erosi dan transportasi materi

fosil sehingga terdapat kerang-kerangan di lokasi

pengamatan.

Page 18: Geostruk Banyumeneng

18

4.3. STA 3 LP 1

Foto 4.3 STA 3 LP 1

Bentang alam : Fluvial Struktural

Morfologi : Daerah meander sungai

Bentuk lahan : Sungai

Proses geomorfik : Sesar yang terbentuk akibat proses geomorfik

Dimensi singkapan : 3 x 2 meter

Litologi : Batu lanau

Warna : abu-abu kecoklatan

Struktur : perlapisan

Kemas : tertutup

Sortasi : baik

Ukuran butir : pasir kasar

Batu Gamping

Warna : abu-abu

Struktur : non struktural

Kemas : tertutup

Sortasi : baik

Antiklin

Page 19: Geostruk Banyumeneng

19

Ukuran butir : pasir kasar

Semen : karbonat

Struktur geologi : Antiklin

N 2900 E/47

0 (sayap kiri)

N 1450 E/30

0 (sayap kanan)

Tingkat Pelapukan : Sedang

Tataguna lahan : Pengaliran air dan sungai

Potensi positif : Objek studi geologi

Potensi negatif : Rawan banjir dan erosi

Vegetasi : Lumut dan tanaman liar

Morfogenesa : Pada lokasi pengamatan ketiga LP 1 terdapat

struktur sekunder berupa lipatan. Lipatan yang

terdapat pada STA 3 LP 1 adalah bagian lipatan

antiklin yang mempunyai bentuk cekung ke bawah,

yang semakin menuju pusat batuannya aka batuan

tersebut semakin tua. Antiklin terbentuk akibat dari

proses deformasi dan suatu gaya endogen pada

permukaan batuan yang relatif datar. Gaya

penyebab terbentuknya lipatan adalah gaya tekan

yang arahnya sejajar dengan permukaan lempeng,

sedangkan bending atau pelengkungan gaya

utamanya mempunyai arah yang tegak lurus pada

permukaan lempeng.

Page 20: Geostruk Banyumeneng

20

4.4. STA 3 LP 2

Foto 4.4 STA 3 LP 2

Bentang alam : Fluvial struktural

Morfologi : Sungai bermeander

Bentuk lahan : Sungai

Proses Geomorfik : Sesar yang terbentuk akibat proses geomorfik

Dimensi singkapan : 8 x 6 meter

Litologi : Batu Lempung

Warna : putih kecoklatan

Struktur : perlapisan

Kemas : tertutup

Sortasi : baik

Ukuran butir : pasir kasar

Struktur Primer : Perlapisan

Struktur Sekunder : Sesar Geser (dekstral)

Strike/Dip N 342oE / 78

o

N 328oE / 67

o

N 334o E / 78

o

N 334oE / 79

o

Bidang Sesar

Page 21: Geostruk Banyumeneng

21

N 330oE / 78

o

Tingkat pelapukan : Sedang

Tataguna lahan : Pengaliran air dan sungai

Potensi positif : Studi geologi, pengaliran air

Potensi negatif : Banjir, erosi

Vegetasi : Rumput, alang-alang, pohon bambu

Morfogenesa : Sesar yang terdapat di stasiun pengamatan ini

merupakan sesar geser yang bersifat dekstral

yaitu pergeserannya searah dengan arah jarum

jam. Hal ini dikarenakan gaya yang bekerja

datang dari samping sehingga terbentuk sesar

geser.

Page 22: Geostruk Banyumeneng

22

BAB V

PEMBAHASAN

Keberangkatan menuju lokasi lapangan dimulai dari gedung Pertamina

Sukowati Teknik Geologi Universitas Diponegoro Semarang pada pukul 07.30

WIB. Berjalan 13 km ke arah timur laut selama 30 menit menuju lokasi

pengamatan di sungai Banyumeneng, Kelurahan Girikusumo Kecamatan

Mranggen Kabupaten Semarang. Penelitian geologi struktur dilakukan di Kali

Banyumeneng karena pada sungai tersebut terdapat beberapa struktur yang

mencolok. Pada sungai tersebut terdapat beberapa struktur diantaranya struktur

primer yang berupa bidang perlapisan sedimen dan struktur sekunder berupa

sesar, kekar maupun lipatan.

Peta yang digunakan dalam praktikum geologi dasar acara geologi struktur

berjenis peta topografi. Skala peta yang digunakan adalah 1:25.000. Pada peta

topografi tersebut dibuat sayatan sepanjang 16 cm. Jenis profil sayatan yang

digunakan adalah profil eksagrasi dengan skala vertikal peta 1:12.500 dan skala

horizontal 1.25.000. Sayatan menyilang berawal dari titik A pada daerah

Kedungdolok menuju arah tenggara. Sayatan tersebut melewati daerah

Kedungpawon kemudian ke sekitar kaki bukit daerah Gunung Pertapan. Setelah

melewati bukit pada Gunung Pertapan, daerahnya cenderung landai dan kemudian

berpotongan dengan kali Banyumeneng sebelum akhirnya sampai pada titik B

yang terletak pada daerah sekitar Kali Temetri. Daerah sekitar titik A menuju ke

Gunung Pertapan cenderung agak curam. Kecuraman tersebut ditunjukkan dengan

kerapatan konturnya yang cenderung merapat. Kemudian setelah melewati

Gunung Pertapan, daerah cenderung melandai sebelum akhirnya berpotongan

dengan beberapa jalur Kali Banyumeneng hingga sampai pada titik B.

Berdasarkan sayatan pada peta topografi dan profil eksagrasi antara

Kedungdolok dan Kali Temetri, daerah sekitar Gunung Pertapan memiliki

kelerengan yang curam kemudian melandai hingga Kali Temetri. Dapat diketahui

bahwa Kali Banyumeneng terletak antara kaki Gg. Pertapan dan Gg. Girikusumo.

Page 23: Geostruk Banyumeneng

23

Berikut adalah gambar profil eksagrasi sayatan Kedungdolok hingga Kali

Temetri:

Gambar 5.1 Profil Eksagrasi Sayatan Kedungdolok – Kali Temetri

Page 24: Geostruk Banyumeneng

24

Daerah STA 1 memiliki keadaan geografis bentang alam berupa fluvial

struktural. Dapat dikatakan bentang alam fluvial karena daerah pengamatan

terletak pada lingkungan sekitar sungai yang merupakan salah satu dari bentang

alam fluvial. Jadi, daerah tersebut termasuk dalam bentang alam fluvial struktural

karena terdapat struktur geologi yang terletak pada lingkungan sungai. Morfologi

daerah berupa sungai stadia dewasa. Sungai ini termasuk dalam stadia dewasa

karena memiliki aliran air yang tidak terlalu deras, erosi lateral lebih dominan dan

transport rendah. Dimensi singkapan yang diamati pada pengamatan yang pertama

sebesar 15 x 7 meter.

Pada pengamatan ini ditemukan struktur primer yaitu berupa lapisan pada

batuan sedimen, terbentuknya lapisan ini disebabkan karena proses pengendapan

(sedimentasi). Strike dip perlapisan tersebut sebesar N 144oE / 54

o.

Pada lokasi pengamatan yang pertama juga ditemukan sebuah struktur

sekunder berupa sesar. Sesar yang ditemukan termasuk dalam golongan sesar

geser minor. Dinamakan sesar geser minor karena terdapat struktur kekar (batuan

yang retak) dan mengalami pergeseran dengan dimensi kecil. Besarnya

pergeseran dari sesar tersebut sekitar 8 cm. Sesar ini dinamakan sesar geser

sinistral karena arah pergeserannya ke kiri atau berlawanan dengan arah

perputaran jarum jam. Strike dip sesar tersebut N 54oE / 58

o. Daerah sekitar lokasi

pengamatan berupa daerah dengan dataran banjir.

Daerah ini mempunyai litologi berupa batu sedimen. Batuan yang

terbentuk berupa batuan sedimen yang memiliki ciri-ciri warna abu-abu, struktur

yang terdapat pada batuan termasuk perlapisan. Sortasi atau pemilahan dari batuan

ini termasuk baik, karena sortasi baik maka kemasnya tertutup. Matriks yang

terdapat pada batuan berupa pasir kasar dengan ukuran antara 0,5-1mm menurut

skala wentworth. Tingkat kebundaran dari matriksnya termasuk subrounded.

Ditinjau dari vegetasinya, pada daerah ini terdapat vegetasi berupa pohon

jati, rumput, alang-alang, pohon bambu dan tanaman liar lainnya.

Daerah stasiun pengamatan yang pertama memiliki potensi positif dan

juga memiliki potensi negatif. Potensi positif lokasi pengamatan yang pertama

Page 25: Geostruk Banyumeneng

25

adalah sebagai tempat penelitian dan penambangan pasir. Potensi negatif lokasi

pengamatan yang pertama adalah longsor dan banjir.

Daerah ini terbentuk akibat adanya proses tektonik yang merupakan salah

satu gaya endogen yang menyebabkan pergerakan pada lapisan batuannya. Selain

itu, material yang ada di sekitar daerah ini terjadi karena adanya proses

pengangkatan dari daerah laut / uplift. Pengangkatan tersebut disebabkan karena

proses tektonik yang saling bertumbukan sehingga mendesak batuannya untuk

naik ke permukaan yang lebih tinggi sehingga membentuk daratan tersebut.

Kemudian karena sifat air permukaan yang mencari celah, titik lemah pada batuan

tersebut tererosi sedikit demi sedikit sehingga membentuk pola pengaliran sungai.

STA 2 berada di tepi sungai Banyumeneng dan selatan lokasi pengamtan

yang pertama. Perjalanan ditempuh selama 10 menit dengan menyisir sungai

Banyumeneng.

Stasiun pengamatan yang kedua ini memilkiki keadaan geografis bentang

alam berupa fluvial struktural dan morfologi berupa tebing yang teradpat sesar.

Dapat dikatakan fluvial struktural karena terdapat sebuah struktur geologi

disekitar lingkungan sungai. Dimensi singkapan pada STA yang kedua sebesar 8 x

10 meter.

Pada stasiun pengamatan yang kedua ini ditemukan sebuah struktur primer

berupa bidang perlapisan batuan sedimen. Struktur tersebut diindikasi sebagai

hasil dari proses pada saat pembentukan batuan.

Selain struktur primer, pada daerah ini juga ditemukan sebuah struktur

sekunder berupa sesar turun yang berada di dinding singkapan. Dikatakan sesar

turun karena posisi hanging wall lebih rendah daripada posisi foot wall. Sesar

turun disebabkan oleh pengaruh gaya gravitasi sehingga hanging wall mengalami

pergerakan kebawah. Strike dan dip pada sesar tersebut adalah N 323oE / 36

o.

Selain sesar, pada lokasi pengamatan yang kedua ini juga ditemukan struktur

sekunder lainnya berupa kekar. Kekar tersebut berada diantara singkapan dan

sesar turun. Kekar yang terdapat pada singkapan tersebut termasuk dalam jenis

kekar tarik karena bentuk rekahannya cenderung merenggang. Kekar tersebut

terbentuk karena proses tektonik pada saat perenggangan lapisan batuan yang

Page 26: Geostruk Banyumeneng

26

melebihi batas elastisitasnya sehingga mengalami retakan / rekahan pada

batuannya.

Daerah ini mempunyai litologi berupa batuan sedimen. Batuan yang

terbentuk berupa batuan sedimen yang memiliki ciri-ciri warna abu-abu, struktur

yang terdapat pada batuan termasuk non struktural. Hubungan antar fragmennya

tergolong seragam. Sehingga sortasi atau pemilahan dari batuan ini termasuk baik,

karena sortasi termasuk baik maka kemasnya tertutup. Matriks yang terdapat pada

batuan berupa pasir kasar menurut skala wentworth. Tingkat kebundaran dari

matriksnya termasuk subrounded. Fragmen yang terdapat pada batu tersebut

adalah fosil cangkang. Setelah uji semen karbonat menggunakan HCl, batu

tersebut dapat bereaksi dengan larutan HCl sehingga hasilnya positif dan termasuk

dalam semen karbonat. Berdasarkan ciri ciri tersebut, batuan sedimen tersebut

adalah batu gamping. Batu gamping tersebut diindikasi terbentuk pada daerah laut

dengan proses sedimentasi kemudian mengalami proses pengangkatan dari laut

menuju stasiun pengamatan / uplift yang terjadi karena pergerakan tektonik.

Sehingga batu gamping yang awalnya terdapat pada daerah laut mengalami

perpindahan ke daerah yang permukaannya lebih tinggi yang terdapat pada stasiun

pengamatan.

Ditinjau dari vegetasi, pada daerah pengamatan yang kedua terdapat

pohon-pohon pisang, rumput dan tanaman-tanaman liar lainnya. Tataguna lahan

pada daerah ini adalah sebagai persawahan / perkebunan oleh masyarakat

setempat serta sebagai akses jalan menuju suatu daerah.

Daerah pengamatan yang kedua memiliki potensi positif dan juga

memiliki potensi negatif. Potensi positif lokasi pengamatan yang kedua adalah

sebagai objek studi geologi. Potensi negatif lokasi pengamatan yang kedua adalah

longsor dan banjir.

Daerah ini terbentuk akibat adanya proses tektonik yang merupakan salah

satu gaya endogen yang menyebabkan pergerakan pada lapisan batuannya. Selain

itu, material yang ada di sekitar daerah ini terjadi karena adanya proses

pengangkatan dari daerah laut / uplift. Pengangkatan tersebut disebabkan karena

proses tektonik yang saling bertumbukan sehingga mendesak batuannya untuk

Page 27: Geostruk Banyumeneng

27

naik ke permukaan yang lebih tinggi sehingga membentuk daratan tersebut.

Kemudian karena pengaruh tekanan dari atas serta gaya gravitasi, maka

menyebabkan sesar turun yang ditandai dengan posisi hanging wall yang berada

lebih rendah daripada foot wall pada singkapan tersebut. Karena adanya gaya

tektonik susulan, maka terjadi proses deformasi dan peregengan yang melebihi

batas elastisitas batuannya sehingga membentuk rekahan atau kekar namun belum

mengalami pergeseran.

STA 3 LP 1 berada di sebelah timur lokasi pengamatan yang kedua. Jarak

antara STA 3 dan STA 2 sekitar 300 meter.

Stasiun pengamatan yang ketiga LP 1 ini memilkiki keadaan geografis

bentang alam berupa fluvial struktural. Dapat dikatakan bentang alam fluvial

struktural karena pada daerah ini terdapat sebuah struktur geologi yang terletak

pada lingkungan sekitar sungai / fluvial. Morfologi berupa sungai yang

bermeander dengan aliran air yang tidak terlalu deras. Dimensi singkapan yang

diamati pada LP 1 sebesar 8 x 6 meter

Litologi pada lokasi pengamatan yang ketiga LP 1 berupa batu sedimen

yang memiliki sortasi yang baik. Batu ini memiliki ukuran butir lanau berdasarkan

skala wentworth. Selain itu batu ini memiliki kemas yang tertutu. Selain batu

sedimen, pada lokasi pengamatan yang ketiga ini juga terdapat batu gamping.

Batu gamping tersebut diindikasi terbentuk pada daerah laut dengan proses

sedimentasi kemudian mengalami proses pengangkatan dari laut menuju stasiun

pengamatan / uplift yang terjadi karena pergerakan tektonik. Sehingga batu

gamping yang awalnya terdapat pada daerah laut mengalami perpindahan ke

daerah yang permukaannya lebih tinggi yang terdapat pada stasiun pengamatan.

Pada lokasi pengamatan yang ketiga ini ditemukan sebuah struktur

sekunder berupa antiklin. Antiklin adalah bagian dari lipatan yang cekung ke

bawah. Jenis lipatannya adalah asimetris karena bentuk kedua sayapnya tidak

sama / simetris. Strike dan dip pada antiklin tersebut adalah N 2900

E/470

(sayap

kiri) dan N 1450

E/300

(sayap kanan). Proses terbentuknya antiklin tersebut akibat

dari proses deformasi suatu permukaan batuan yang relatif datar. Gaya penyebab

terbentuknya lipatan adalah gaya tekan yang arahnya sejajar dengan permukaan

Page 28: Geostruk Banyumeneng

28

lempeng, sedangkan bending atau pelengkungan gaya utamanya mempunyai arah

yang cenderung tegak lurus pada permukaan lempeng.

STA ini memiliki vegetasi berupa pohon jati, pohon bambu, dan semak-

semak pada pinggiran sungai ini. Daerah ini memiliki tataguna lahan sebagai

pengaliran air / sungai dan oleh beberapa masyarakat setempat dijadikan sumber

air untuk kegiatan MCK.

Stasiun pengamatan yang ketiga LP 1 memiliki potensi positif dan juga

potensi negatif. Potensi positif lokasi pengamatan yang ketiga LP 1 adalah sebagai

tempat penelitian geologi. Potensi negatif lokasi pengamatan yang ketiga LP 1

adalah rawan banjir.

Daerah ini terbentuk akibat adanya proses tektonik yang merupakan salah

satu gaya endogen yang menyebabkan pergerakan pada lapisan batuannya. Selain

itu, material yang ada di sekitar daerah ini terjadi karena adanya proses

pengangkatan dari daerah laut / uplift. Pengangkatan tersebut disebabkan karena

proses tektonik yang saling bertumbukan sehingga mendesak batuannya untuk

naik ke permukaan yang lebih tinggi sehingga membentuk daratan tersebut.

Lipatan antiklin terbentuk akibat adanya gaya tektonik yang menekan suatu

lapisan dari kedua sisi sehingga membentuk lengkungan dengan cekungan

kebawah. Kemudian karena sifat air permukaan yang mencari celah, titik lemah

pada batuan tersebut tererosi sedikit demi sedikit sehingga membentuk pola

pengaliran sungai.

STA 3 LP 2 berada dekat dengan STA 3 LP 1 dan berjarak sekitar 30

meter.

Stasiun pengamatan yang ketiga LP 2 ini memiliki keadaan geografis

bentang alam berupa fluvial dan morfologi berupa sungai, dengan aliran air yang

tidak terlalu deras. Dapat dikatakan bentang alam fluvial struktural karena pada

daerah ini terdapat sebuah struktur geologi yang terletak pada lingkungan sekitar

sungai / fluvial. Luas lokasi yang diamati pada daerah tersebut sebesar 8 x 6

meter.

Litologi pada stasiun pengamatan yang ketiga LP 2 berupa batu sedimen

yang memiliki sortasi yang baik. Batu ini memiliki ukuran butir lanau berdasarkan

Page 29: Geostruk Banyumeneng

29

skala wentworth. Selain itu batu ini memiliki kemas yang tertutup. Selain batu

sedimen, pada lokasi pengamatan yang ketiga ini juga terdapat batu gamping.

Batu gamping tersebut diindikasi terbentuk pada daerah laut dengan proses

sedimentasi kemudian mengalami proses pengangkatan dari laut menuju stasiun

pengamatan / uplift yang terjadi karena pergerakan tektonik. Sehingga batu

gamping yang awalnya terdapat pada daerah laut mengalami perpindahan ke

daerah yang permukaannya lebih tinggi yang terdapat pada stasiun pengamatan.

Pada stasiun pengamatan yang ketiga LP 2 ditemukan sebuah struktur

primer berupa perlapisan. Strike dan dip dari perlapisan tersebut adalahSelain

struktur primer, pada lokasi pengamatan yang ketiga LP 2 juga ditemukan sebuah

struktur sekunder berupa sesar geser. Sesar geser pada lokasi pengamatan ketiga

LP 2 termasuk ke dalam jenis sesar geser dekstral karena arah pergeserannya ke

kanan atau searah dengan arah perputaran jarum jam dan sesar ini termasuk dalam

sesar minor karena pergeseran tersebut masih termasuk kecil. Strike dip dari sesar

geser tersebut sebesar N 3420 E / 78

0, N 334

0 E / 79

0, N 328

0 E / 67

0, N 330

0 E /

780, N 334

0 E / 78

0, dengan rata-rata strike/dipnya N 333

0 E / 75

0 yang berarti

kedudukan jurus bidang sesar membentuk sudut 3330 dari arah utara ke arah timur

pada kompas geologi atau searah jarum jam dengan kemiringan bidangnya

membentuk sudut 750 mengarah ke barat daya. Proses terbentuknya sesar tersebut

dikarenaakan adanya tenaga endogen dari dalam perut bumi atau tenaga tektonik

dan gempa yang dangkal.

STA ini memiliki vegetasi berupa pohon jati, pohon bambu, dan semak-

semak pada pinggiran sungai ini. Tataguna lahan daerah ini adalah sebagai jalur

pengairan / sungai. Daerah ini sudah dimanfaatkan sebagai sumber air oleh

masyarakat setempat.

Lokasi pengamatan yang ketiga LP 2 memiliki potensi positif dan juga

memiliki potensi negatif. Potensi positif lokasi pengamatan yang ketiga LP 2

adalah sebagai tempat penelitian. Potensi negatif lokasi pengamatan yang ketiga

LP 2 adalah longsor dan banjir.

Daerah ini terbentuk akibat adanya proses tektonik yang merupakan salah

satu gaya endogen yang menyebabkan pergerakan pada lapisan batuannya. Selain

Page 30: Geostruk Banyumeneng

30

itu, material yang ada di sekitar daerah ini terjadi karena adanya proses

pengangkatan dari daerah laut / uplift. Pengangkatan tersebut disebabkan karena

proses tektonik yang saling bertumbukan sehingga mendesak batuannya untuk

naik ke permukaan yang lebih tinggi sehingga membentuk daratan tersebut.

Kemudian karena sifat air permukaan yang mencari celah, titik lemah pada batuan

tersebut tererosi sedikit demi sedikit sehingga membentuk pola pengaliran sungai.

Page 31: Geostruk Banyumeneng

31

BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

STA 1 termasuk dalam bentang alam fluvial struktural serta memiliki

morfologi berupa sungai yang bermeander. Litologi batu sedimen.

Memiliki struktur geologi yaitu sesar geser sinistral.

STA 2 termasuk dalam bentang alam struktural dan memiliki morfologi

berupa tebing yang telah mengalami proses sesar. Litologi batu sedimen

dan batu gamping. Terdapat struktur sekunder berupa sesar turun dan

kekar.

STA 3 LP 1 termasuk dalam bentang alam fluvial struktural. Memiliki

morfologi berupa sungai yang memiliki meander. Litologi berupa batu

sedimen. Terdapat sekunder berupa lipatan antiklin.

STA 3 LP 2 termasuk dalam bentang alam fluvial struktural. Memiliki

morfologi berupa sungai yang memiliki meander. Litologi berupa batu

sedimen dan batu gamping. Terdapat struktur primer berupa perlapisan

batuan dan struktur sekunder berupa sesar geser dextral.

6.2 Saran

Melakukan pengamatan dengan teliti.

Mendiskripsikan STA sesuai kemampuan.

Lebih berhati-hati dalam melakukan kegiatan.

Page 32: Geostruk Banyumeneng

32

DAFTAR PUSTAKA

Endarto,Danang. 2005. Pengantar Geologi Dasar. Surakarta: Lembaga

Pengembangan Pendidikan (LPP).

Tim Asisten Geologi Dasar. 2012. Buku Panduan Praktikum Geologi Dasar.

Semarang : Universitas Diponegoro.