geologi dan studi ubahan hidrotermal daerah sumberboto … · 1. argilik lanjut, terdiri dari fasa...
TRANSCRIPT
Geologi dan Studi Ubahan Hidrotermal Daerah Sumberboto dan Sekitarnya, Kabupaten Blitar, Provinsi Jawa Timur 43
2011
BAB IV
UBAHAN HIDROTERMAL DAERAH PENELITIAN
4.1 Tinjauan Umum
Ubahan hidrotermal merupakan proses yang kompleks meliputi perubahan
secara mineralogi, kimia dan tekstur yang dihasilkan dari interaksi larutan
hidrotermal dengan batuan yang dilaluinya pada kondisi kimia-fisika tertentu
(Pirajno,1992). Pembentukan mineral ubahan dalam sistem hidrotermal menurut
Browne, 1978 dalam Corbett dan Leach, 1998, merupakan pengaruh dari tujuh
faktor, yaitu :
1. Suhu
2. Sifat kimia larutan hidrotermal
3. Konsentrasi larutan hidrotermal
4. Komposisi batuan samping
5. Kinetik reaksi
6. Durasi aktivitas larutan hidrotermal atau derajat kesetimbangan
7. Permeabilitas
Menurut Corbett dan Leach (1998), walaupun semua faktor di atas saling
terkait dan berhubungan tetapi suhu dan kimia fluida merupakan faktor yang
paling berpengaruh terhadap proses ubahan hidrotermal. Fluida dengan suhu yang
tinggi ketika melalui pori batuan ataupun rekahan-rekahan batuan umumnya akan
merubah batuan samping baik secara kimiawi, mineralogi dan tekstur.
Menurut Browne (1991), mineral-mineral ubahan yang dihasilkan dari
proses ubahan hidrotermal dapat terjadi melalui empat cara, yaitu pengendapan
langsung dari larutan pada rongga, pori, ketidakselarasan, retakan membentuk
urat; penggantian pada mineral primer batuan guna mencapai kondisi
kesetimbangan pada kondisi dan lingkungan yang baru; pelarutan dari mineral
primer batuan; dan pelemparan akibat berkurangnya tekanan di zona didih.
Menurut Guilbert dan Park (1986), suatu daerah yang memperlihatkan
penyebaran kesamaan himpunan mineral ubahan disebut sebagai zona ubahan.
Corbett dan Leach (1998) telah membuat tabel zona ubahan yang menunjukan
Geologi dan Studi Ubahan Hidrotermal Daerah Sumberboto dan Sekitarnya, Kabupaten Blitar, Provinsi Jawa Timur 44
2011
himpunan mineral tertentu dan tipe mineralisasinya berdasarkan hubungan antara
suhu dan pH larutan hidrotermal.
Corbett dan Leach (1998) mengelompokan zona ubahan hidrotermal ke
dalam lima zona ubahan berdasarkan kumpulan asosiasi mineral ubahan yang
muncul pada kondisi kesetimbangan dan pH yang relatif sama (gambar IV.1), ke-
lima zona ubahan itu adalah sebagai berikut :
1. Argilik Lanjut, terdiri dari fasa mineral pada kondisi pH rendah (≤4) yaitu
kelompok silika dan alunit. Meyer dan Hemley (1967) dalam Corbett dan
Leach (1998), menambahkan kelompok kaolin suhu tinggi seperti dikit dan
pirofilit.
2. Argilik, terdiri dari kumpulan mineral ubahan dengan suhu relatif rendah
(<220-250oC) dan pH larutan antara 4-5 yaitu kelompok illit dan kaolinit.
Zona ubahan ini didominasi oleh kaolinit dan smektit. Pada zona ini juga
mungkin terdapat klorit dan illit.
3. Filik, terbentuk pada pH yang relatif sama dengan zona ubahan argilik,
namun suhunya lebih tinggi dari suhu zona ubahan argilik. Dicirikan dengan
kehadiran mineral serisit atau muskovit (mika). Pada zona filik dapat juga
hadir kelompok mineral kaolin suhu tinggi seperti pirofilit dan andalusit,
selain itu mineral klorit juga dapat hadir.
4. Propilitik, terbentuk pada kondisi pH mendekati netral, dicirikan dengan
kehadiran mineral epidot dan/atau klorit. Pada zona ini dapat juga ditemukan
mineral k-feldspar dan albit sekunder. Pada suhu yang relatif rendah (<200-
250oC) dicirikan dengan ketidakhadiran mineral epidot yang dikenal dengan
sebagai zona subpropilitik.
5. Potasik, terbentuk pada kondisi suhu tinggi dan kondisi netral, dicirikan
dengan kehadiran mineral biotit dan/atau k-feldspar ± magnetit ± aktinolit ±
klinopiroksen.
Larutan hidrotermal dalam perjalanannya selain merubah batuan yang
dilaluinya umumnya juga membawa unsur-unsur logam (seperti Au, Ag, Pb, Zn,
Sn, W, Cu, Mo dan lain-lain) yang pada kondisi kimia-fisika tertentu akan
terendapkan dan membentuk endapan bijih yang disebut sebagai mineralisasi.
Geologi dan Studi Ubahan Hidrotermal Daerah Sumberboto dan Sekitarnya, Kabupaten Blitar, Provinsi Jawa Timur 45
2011
Menurut Guilbert dan Park (1986), cara pembentukan endapan bijih sangat
beragam tergantung dari karakteristik larutan, sifat kimia dan fisik dari batuan
samping serta cara pengendapannya. Karakteristik larutan, sifat kimia dan fisik
batuan samping serta cara pengendapan akan ditunjukan oleh tekstur yang
terbentuk pada endapan bijih tersebut, dengan cara mempelajari kenampakan
tekstur yang ada pada endapan bijih tersebut maka dapat membantu untuk
mengetahui cara pembentukan endapan bijih tersebut, selain itu dengan
mempelajari kenampakan tekstur yang terbentuk maka dapat membantu dalam
menafsirkan urutan himpunan mineral yang diendapkan (paragenesis) dan
lingkungan pembentukan (tipe mineralisasi).
4.2 Intensitas Ubahan
Menurut Browne (1991), intensitas ubahan adalah perhitungan seberapa
komplit sebuah batuan menghasilkan mineral ubahan baru atau dengan kata lain
intensitas ubahan merupakan perbandingan antara volume mineral ubahan
terhadap volume total keseluruhan dari mineral penyusun batuan. Intensitas
ubahan menunjukan pengaruh larutan hidrotermal terhadap suatu masa batuan,
semakin tinggi intensitas ubahan maka akan semakin lama larutan hidrotermal
mempengaruhi batuan dan batuan akan semakin terubah.
Menurut Browne (1991), keragaman intensitas ubahan dapat dibagi
menjadi empat kategori intensitas yaitu intensitas ubahan lemah, intensitas ubahan
sedang, intensitas ubahan kuat dan intensitas ubahan sangat kuat. Daerah
penelitian berdasarkan analisis perbandingan antara volume mineral ubahan
terhadap volume total keseluruhan dari mineral penyusun batuan di daerah
penelitian, bisa dimasukan kedalam empat kategori intensitas ubahan batuan
berdasarkan Browne (1991) (tabel IV.1).
Geologi dan Studi Ubahan Hidrotermal Daerah Sumberboto dan Sekitarnya, Kabupaten Blitar, Provinsi Jawa Timur 46
2011
Tabel IV.1 Perbandingan intensitas ubahan hidrotermal daerah penelitian dengan klasifikasi Browne, 1991
Intensitas
Ubahan Kondisi Ubahan Kondisi ubahan di daerah penelitian
0-25% (Lemah)
Masadasar/matrik atau fenokris/fragmen telah
terubah
Intensitas ubahan lemah pada litologi batuan beku andesit di Ringinputih, S. Centung dan S. Kuning. Sebagian fenokris masih menunjukan kembaran plagioklas dan zoning.
26-50% (Sedang)
Masadasar/matrik atau fenokris/fragmen telah
terubah tetapi tekstur asal masih ada
Intensitas ubahan sedang pada litologi batuan beku andesit, serta fragmen breksi di S. Putih, S. Ringinputih dan S. Kuning. Sebagian masadasar dan fenokris telah terubah tetapi tekstur trakhitik masih terlihat.
51-75% (Kuat)
Masadasar/matrik atau fenokris/fragmen telah
terubah tetapi tekstur asal dan bentuk kristal masih
dapat terlihat
Intensitas ubahan kuat pada litologi tuf dan breksi piroklastik di S. Putih, S. Kuning dan S. Ringinputih. Fenokris telah terubah tetapi masih memperlihatkan bentukan kristal dari kristal plagioklas.
76-100% (Sangat Kuat)
Masadasar/matrik atau fenokris/fragmen
seluruhnya telah terubah dan sulit untuk dibedakan
Intensitas ubahan sangat kuat pada litologi tuf dan breksi piroklastik di Sumberwungu dan sebagian besar daerah penelitian. Hampir seluruh butiran dan fragmen telah terubah menjadi kuarsa sekunder dan mineral ubahan lain.
4.3 Metode Pendekatan
Zona ubahan hidrotermal di daerah penelitian diamati secara megaskopis
dengan melihat perubahan mineralogi, warna, tekstur dan kekerasan batuan di
daerah penelitian. Selain pengamatan megaskopis di lapangan, untuk memperkuat
identifikasi mineralogi ubahan hidrotermal yang ada di daerah penelitan juga
dilakukan metode analisis berupa petrografi sayatan tipis dan analisis PIMA yang
dilakukan pada beberapa contoh batuan terpilih.
Metode analisis PIMA (Portable Infrared Mineral Analysis) merupakan
metode untuk menganalisis kandungan mineral ubahan khususnya mineral
lempung atau mineral hidrous yang memiliki ikatan CO2 dan OH- karena tidak
Geologi dan Studi Ubahan Hidrotermal Daerah Sumberboto dan Sekitarnya, Kabupaten Blitar, Provinsi Jawa Timur 47
2011
dapat diidentifikasi dengan menggunakan analisis petrografi (Morrison Ltd.,
1995). Metode ini dilakukan dengan melakukan pengukuran nilai reflektan sinar
inframerah yang ditembakkan pada mineral yang memiliki gugus hidroksil (-OH),
karena setiap mineral memiliki nilai reflektan terhadap sinar merah yang berbeda-
beda maka kita dapat mengetahui jenis dari mineral tersebut. Metode ini memiliki
kelemahan yaitu tidak bisa membedakan mineral yang dianalisis terjadi karena
ubahan hasil dari pelapukan atau ubahan yang diakibatkan proses hidrotermal.
Setelah diidentifikasi semua mineral-mineral ubahan yang hadir di daerah
penelitian melalui berbagai macam metode analisis, kemudian semua data diolah
menjadi satu (tabel IV.6) maka kita bisa mengelompokkan mineral-mineral
tersebut berdasarkan diagram Corbett dan Leach (1998) untuk ditentukan
kesetaraan zona ubahan hidrotermalnya.
4.4 Zona Ubahan Hidrotermal Daerah Penelitian
Zonasi ubahan hidrotermal di daerah penelitian dibagi berdasarkan
observasi lapangan, deskripsi sayatan tipis terhadap 36 sayatan tipis (lampiran A)
dan analisis PIMA terhadap 22 contoh batuan (lampiran C). Terlebih dahulu
dilakukan pengelompokan terhadap mineral-mineral ubahan berdasarkan Corbett
dan Leach (1998), kemudian dilakukan perajahan suhu dari kelompok mineral
tersebut mengacu pada Morrison Ltd. (1995), sehingga dapat diketahui kisaran
suhu pembentukan dari zona ubahan tersebut. Pengelompokan zona ubahan di
daerah penelitian terdiri dari empat zona ubahan dan satu zona silisifikasi, yaitu :
1. Zona ubahan kuarsa-kaolinit-illit-dikit-montomorilonit
2. Zona ubahan kuarsa-feldspar-aktinolit-epidot-klorit-kalsit
3. Zona ubahan kuarsa-alunit-pirofilit-diaspor
4. Zona ubahan kuarsa-serisit-pirit (tidak terpetakan)
5. Zona silisifikasi (tidak terpetakan)
4.4.1 Zona Ubahan Kuarsa-Kaolinit-Illit-Dikit-Montmorilonit
Zona ubahan ini menempati 40% dari luas keseluruhan daerah penelitian,
dalam peta ubahan hidrotermal (lampiran K) zona ini diberi warna abu-abu. Zona
ubahan ini terdapat pada satuan batuan piroklastik, dicirikan oleh batuan berwarna
Geologi dan Studi Ubahan Hidrotermal Daerah Sumberboto dan Sekitarnya, Kabupaten Blitar, Provinsi Jawa Timur 48
2011
putih keabuan sampai putih kekuningan (foto IV.1), intensitas ubahan kuat sampai
sangat kuat dengan kandungan mineral lempung yang sedang-tinggi serta
kehadiran mineral bijih berupa pirit yang tersebar di zona ubahan ini.
Secara mikroskopis, zona ubahan ini dicirikan dengan himpunan mineral
ubahan yang terdiri dari kuarsa dan mineral lempung (foto IV.2). Hasil analisa
PIMA mineral lempung menunjukan bahwa mineral lempung yang dilihat dari
sayatan tipis terdiri dari kaolinit, illit, dikit, montmorilonit dan halosit. Kuarsa
pada sayatan ini berbentuk anhedral, memiliki kontak interlocking serta tersebar
merata sebagai butir berukuran halus dan kasar, mineral lempung pada sayatan
terlihat mengubah mineral primer pada sayatan.
Foto IV.1 (A) dan (B) zona ubahan kuarsa-kaolinit-illit-dikit-montmorilonit yang berwarna keputihan dengan dominan mineral lempung
Foto IV.2 Sayatan tipis contoh batuan CTG01017 dengan ubahan ubahan kuarsa-
kaolinit-illit-dikit-montomorilonit (Q: kuarsa; Clay : mineral lempung)
PTH04052
Geologi dan Studi Ubahan Hidrotermal Daerah Sumberboto dan Sekitarnya, Kabupaten Blitar, Provinsi Jawa Timur 49
2011
Berdasarkan Corbett dan Leach (1998), kehadiran himpunan mineral
kuarsa-kaolinit-illit-dikit-montomorilonit dapat disetarakan dengan zona ubahan
argilik yang terbentuk pada kondisi pH asam (4-5). Hasil dari perajahan suhu
menunjukan bahwa zona ubahan ini memiliki kisaran suhu pembentukan pada
kisaran suhu 140oC - ~170oC (tabel IV.2).
Tabel IV.2 Perajahan suhu zona ubahan kuarsa-kaolinit-illit-dikit-montomorilonit
Nama Mineral
Suhu (oC)
Kaolinit Illit Kuarsa Montmorilonit Dikit
4.4.2 Zona Ubahan Kuarsa-Feldspar-Aktinolit-Epidot-Klorit-Kalsit
Zona ubahan ini menempati 4% dari luas keseluruhan daerah penelitian,
pada peta ubahan hidrotermal (lampiran K) zona ubahan ini diberi warna hijau.
Zona ubahan ini terdapat pada satuan intrusi andesit dan satuan batuan piroklastik,
dicirikan oleh batuan berwarna abu-abu terang kehijauan dengan intensitas ubahan
lemah sampai kuat serta kehadiran mineral ubahan berupa epidot dan klorit serta
adanya mineral bijih berupa pirit ± kalkopirit ± magnetit yang terdapat secara
menyebar pada zona ubahan ini (foto IV.3).
Foto IV.3 (A) kenampakan lapangan zona ubahan kuarsa-feldspar-aktinolit-epidot-klorit-
kalsit, (B) kenampakan mineral epidot dan klorit secara megaskopis
0oC 100
oC 200
oC 300
oC
RPT11171
Geologi dan Studi Ubahan Hidrotermal Daerah Sumberboto dan Sekitarnya, Kabupaten Blitar, Provinsi Jawa Timur 50
2011
Foto IV.4 Sayatan tipis contoh batuan RPT06099 dan RPT11171 dengan ubahan kuarsa-feldspar-aktinolit-epidot-klorit-kalsit (Q: kuarsa, Act: aktinolit; Ep: epidot; Cl: klorit, Ct:
kalsit; Fsp: feldspar)
Secara mikroskopis, zona ubahan ini dicirikan dengan himpunan mineral
ubahan yang terdiri dari kuarsa-feldspar-aktinolit-epidot-klorit-kalsit. Epidot,
klorit, feldspar dan kalsit terlihat mengubah fenokris dan masadasar yang
terkadang terlihat mengubah fenokris secara pseudomorf. Kuarsa terlihat
berbentuk anhedral dengan kontak interlocking sebagai mineral ubahan yang
mengubah masadasar.
Berdasarkan Corbett dan Leach (1998), kehadiran himpunan mineral
kuarsa-feldspar-aktinolit-epidot-klorit-kalsit dapat disetarakan dengan zona
ubahan propilitik yang terbentuk pada kondisi pH mendekati netral (5-7). Hasil
dari perajahan suhu (tabel IV.3) menunjukan bahwa zona ubahan ini memiliki
kisaran suhu pembentukan pada kisaran suhu > 280oC - ~320 oC.
Geologi dan Studi Ubahan Hidrotermal Daerah Sumberboto dan Sekitarnya, Kabupaten Blitar, Provinsi Jawa Timur 51
2011
Tabel IV.3 Perajahan suhu zona ubahan kuarsa-feldspar-aktinolit-epidot-klorit-kalsit
Nama Mineral
Suhu (oC)
Epidot Kuarsa Klorit Kalsit Aktinolit Feldspar
4.4.3 Zona Ubahan Kuarsa-Alunit-Pirofilit-Diaspor
Zona ubahan ini menempati 13% dari luas keseluruhan daerah penelitian,
pada peta ubahan hidrotermal (lampiran K) zona ubahan ini diberi warna merah
muda. Zona ubahan ini terdapat pada satuan batuan piroklastik, zona ubahan ini
pada daerah penelitian dicirikan oleh batuan berwarna putih kemerahan sampai
putih kehitaman dengan intensitas ubahan kuat sampai sangat kuat dengan
karakteristik batuan yang keras serta banyaknya tekstur rongga-rongga (vuggy
silika).
Ciri mineralogi zona ubahan ini secara megaskopis adalah keterdapatan
mineral silika berupa kuarsa dan mineral lempung berupa alunit (Foto IV.5) serta
kehadiran mineral oksida hematit berwarna kemerahan sampai kehitaman. Selain
itu, terdapat mineral bijih berupa pirit yang keterdapatannya menyebar pada zona
ubahan ini.
Foto IV.5 (A) dan (B) batuan yang terdiri dari silika (kuarsa) dan alunit di daerah
Seweden
0oC 100
oC 200
oC 300
oC
SWD09156
Geologi dan Studi Ubahan Hidrotermal Daerah Sumberboto dan Sekitarnya, Kabupaten Blitar, Provinsi Jawa Timur 52
2011
Secara mikroskopis zona ubahan ini dicirikan dengan himpunan mineral
ubahan berupa kuarsa-alunit-pirofilit-diaspor (foto IV.6). Berdasarkan hasil
analisis PIMA mineral lempung menunjukan kehadiran mineral pirofilit, alunit
dan kaolin. Mineral lempung terlihat hadir menggantikan butiran dan fragmen
mineral primer. Pirit hadir menyebar sebagai butiran halus pada batuan.
Foto IV.6 Sayatan tipis contoh batuan SWD09156 dan RPT07114 dengan ubahan kuarsa-
alunit-pirofilit-diaspor (Q: kuarsa; Pyr: pirofilit; Dsp: diaspor; Al: alunit)
Berdasarkan Corbett dan Leach (1998), kehadiran himpunan mineral
kuarsa-alunit-pirofilit-diaspor dapat disetarakan dengan zona ubahan argilik lanjut
yang terbentuk pada kondisi pH asam (≤4). Hasil dari perajahan suhu (tabel IV.4)
menunjukan bahwa zona ubahan ini memiliki kisaran suhu pembentukan pada
kisaran suhu 180oC - ~320oC.
Geologi dan Studi Ubahan Hidrotermal Daerah Sumberboto dan Sekitarnya, Kabupaten Blitar, Provinsi Jawa Timur 53
2011
Tabel IV.4 Perajahan suhu zona ubahan kuarsa-alunit-pirofilit-diaspor
Nama Mineral
Suhu (oC)
Alunit Kuarsa Pirofilit Diaspor
4.4.4 Zona Ubahan Kuarsa-Serisit-Pirit
Zona ubahan ini tidak terpetakan pada peta ubahan hidrotermal skala
1:12.500 karena hanya dijumpai di satu lokasi pengamatan (CTG03041), zona
ubahan ini terdapat pada satuan batuan piroklastik, zona ubahan ini pada daerah
penelitian dicirikan dengan batuan berwarna putih kekuningan dengan intensitas
ubahan kuat-sangat kuat serta karakteristik kekerasan batuan yang cukup keras
(foto IV.7).
Ciri mineralogi zona ubahan ini secara megaskopis adalah keterdapatan
mineral lempung berwarna keputihan dengan kehadiran mineral kuarsa dan
terdapatnya mineral bijih berupa pirit yang menyebar. Berdasarkan hasil PIMA
(Lampiran C) didapat mineral berupa muskovit.
Secara mikroskopis zona ubahan ini dicirikan dengan himpunan mineral
ubahan berupa kuarsa-serisit (foto IV.8). Pirit hadir tersebar sebagai butiran halus
pada batuan. Berdasarkan Corbett dan Leach (1998), kehadiran himpunan mineral
kuarsa-serisit dapat disetarakan dengan zona ubahan filik yang terbentuk pada
kondisi pH asam-netral (4-5). Hasil dari perajahan suhu (tabel IV.5) menunjukan
bahwa zona ubahan ini memiliki kisaran suhu pembentukan pada kisaran suhu
260oC - ~300oC.
0oC 100
oC 200
oC 300
oC
Geologi dan Studi Ubahan Hidrotermal Daerah Sumberboto dan Sekitarnya, Kabupaten Blitar, Provinsi Jawa Timur 54
2011
Foto IV.7 Kenampakan lapangan zona ubahan kuarsa-serisit-pirit
Foto IV.8 Sayatan tipis contoh batuan CTG03041 dengan ubahan kuarsa-serisit-pirit (Q:
kuarsa; Ser: serisit)
CTG03041
Geologi dan Studi Ubahan Hidrotermal Daerah Sumberboto dan Sekitarnya, Kabupaten Blitar, Provinsi Jawa Timur 55
2011
Tabel IV.5 Perajahan suhu mineral pada zona ubahan mineral kuarsa-serisit-pirit
Nama Mineral
Suhu (oC)
Serisit Kuarsa Pirit
4.4.5 Zona Silisifikasi
Zona ini tidak terpetakan pada peta ubahan hidrotermal skala 1:12.500
karena hanya berada pada satu singkapan (CTG02025), zona ini terdapat pada
satuan batuan piroklastik, zona ini dicirikan oleh batuan berwarna putih keabuan
dengan intensitas ubahan sangat kuat yang terdiri dari mineral silika (foto IV.9
dan foto IV.10), serta keterdapatan urat kuarsa dengan lebar ±10cm yang berarah
N355oE/83oNE. Selain itu, terlihat adanya tekstur comb (foto IV.12) pada kuarsa
yang berada di zona ini. Mineral bijih yang terdapat pada zona ini berupa pirit
yang keterdapatan menyebar dengan kelimpahan tidak terlalu banyak (3-5%).
Foto IV.9 (A) dan (B) kenampakan lapangan zona silisifikasi
0oC 100
oC 200
oC 300
oC
CTG02025 CTG02025
Geologi dan Studi Ubahan Hidrotermal Daerah Sumberboto dan Sekitarnya, Kabupaten Blitar, Provinsi Jawa Timur 56
2011
Foto IV.10 Zona silisifikasi yang dicirikan oleh batuan yang sangat kompak dan keras
Secara mikroskopis, zona ini dicirikan dengan kehadiran mineral silika
berupa kuarsa yang berukuran sedang-kasar berbentuk anhedral dengan kontak
interlocking (Foto IV.11). Hasil dari perajahan suhu mineral ubahan tidak dapat
digunakan untuk menunjukan kisaran suhu pembentukan zona ubahan ini, karena
hanya didapat mineral kuarsa yang memiliki kisaran suhu pembentukkan sangat
panjang.
Foto IV.11 Sayatan tipis contoh batuan CTG02025 dengan ubahan silisifikasi (Q: kuarsa)
CTG02025
Geologi dan Studi Ubahan Hidrotermal Daerah Sumberboto dan Sekitarnya, Kabupaten Blitar, Provinsi Jawa Timur 57
2011
Tabel IV. 6 Tabulasi mineral ubahan daerah penelitian (analisa petrografi : X ; analisa PIMA : O)
Kode Contoh Ep Act Feld Cl Ct Q Al Pyr Dsp Dik K I Mont Chd Ser Mica Clay Opak Oxide Alterasi CTG03037 X X X X X X Propilitik RPT06099 X X X X X Propilitik RPT07108 X X X X X Propilitik KNG05075 X XO X X O X Propilitik CTG02024 X X O X X Propilitik PTH04062 X X X X X Propilitik RPT14189 X X X X O X Propilitik RPT03038 X X Propilitik RPT11171A X X X X X X X Propilitik CTG01012 X X X O X X Propilitik PTH06100 X X X X X X Propilitik PTH04061 X X X X X X X Propilitik RPT07109 X X X X X Propilitik RPT11171B X X X X X Propilitik GGD09162 X XO X Argilik Lanjut SWD09156 X X XO O X X Argilik Lanjut GGD09165 X XO X X Argilik Lanjut NBK08118 X XO O X X Argilik Lanjut RPT07114 X XO X X Argilik Lanjut CTG02025 X X XO X Silisifikasi KNG05069 X O X X X Argilik CTG01014 X O X X X Argilik PTH04052 X X X X Argilik CTG01017 X O O O X X X Argilik NRJ09146 X O X X Argilik SWG14199 X O O X X X Argilik CTG03041 X O X XO X Filik
Geologi dan Studi Ubahan Hidrotermal Daerah Sumberboto dan Sekitarnya, Kabupaten Blitar, Provinsi Jawa Timur 58
2011
4.5 Struktur Urat Di Daerah Penelitian
Terdapat tiga buah struktur urat di daerah penelitian yang dijumpai di
Sungai Centung dan Sungai Ringinputih, urat tersebut terlihat memotong satuan
batuan piroklastik. Urat-urat di daerah penelitian memiliki karakteristik sebagai
berikut : urat kuarsa, kalsit dan magnetit lebar 2-10cm segar, putih, milky quartz
keras dan kompak, tekstur comb, dengan mineral bijih berupa pirit yang terdapat
secara disseminated. Arah umum urat yang dijumpai di daerah penelitian relatif
utara-selatan, arah urat tersebut sesuai dengan arah struktur geologi yang
berkembang di daerah penelitian, sehingga dapat disimpulkan bahwa urat tersebut
terbentuk oleh karena adanya pengaruh dari struktur geologi di daerah penelitian.
Foto IV.12 (A) urat kuarsa, (B) tesktur comb pada urat kuarsa, (C) urat kalsit dan (D)
urat magnetit
4.6 Pembahasan
Berdasarkan perajahan suhu keempat zona himpunan mineral ubahan yang
ada di daerah penelitian maka kisaran suhu pembentukan mineral-mineral ubahan
tersebut berkisar antara 140oC - ~320oC. Suhu kisaran pembentukan mineral
ubahan tersebut mengidentifikasikan bahwa sistem endapan di daerah penelitian
CTG02025
RPT11171 CTG03037
CTG02025
Geologi dan Studi Ubahan Hidrotermal Daerah Sumberboto dan Sekitarnya, Kabupaten Blitar, Provinsi Jawa Timur 59
2011
termasuk dalam sistem epitermal (Hedenquist dan White, 1995), walaupun
berdasarkan Corbett dan Leach (1998) karena adanya perbedaan penarikan batas
suhu pembentukan sistem epitermal, kisaran suhu pembentukkan zona ubahan
tersebut dapat dimasukan ke dalam sistem epitermal sampai mesotermal.
Endapan sistem epitermal terbagi menjadi dua sistem berdasarkan sifat
kimia dan sifat fisika larutan hidrotermal yang dapat terlihat dalam karakteristik
mineral ubahan (klasifikasi Lindgren, 1933 dalam Corbett dan Leach, 1998) yaitu
epitermal sulfida tinggi (high sulphidation) dan epitermal sulfida rendah (low
sulphidation).
Menurut Rye (1993) dalam Corbett dan Leach (1998), sistem
pembentukan epitermal sulfida tinggi terbentuk pada kondisi lingkungan
teroksidasi akibat reaksi larutan hidrotermal yang mengandung gas-gas reaktif
seperti CO2, SO2, H2S dan HCl dengan campuran air meteorik relatif kecil. Pada
kondisi seperti ini, gas-gas dalam larutan seperti SO2 dan H2S teroksidasi menjadi
H2SO4. Terubahnya gas-gas dalam larutan menjadi H2SO4 dan tingginya
kandungan HCl dalam larutan menyebabkan larutan bersifat asam. Pada kondisi
seperti ini, sulfur cenderung berada dalam senyawa H2SO4 yang memiliki valensi
4+ yang merupakan valensi tertinggi dari sulfur sehingga dikatakan sebagai sistem
epitermal bersulfida tinggi.
Sistem epitermal sulfida rendah merupakan sistem yang pembentukannya
terjadi pada kondisi reduksi dimana mineral-mineral diendapkan pada lingkungan
reduksi akibat dari interaksi air meteorik dengan batuan samping sehingga pH
larutan mendekati netral. Pada kondisi ini, sulfur berada dominan dalam senyawa
H2S yang memiliki bilangan oksida 2- yang merupakan bilangan oksida terendah
dari sulfur sehingga disebut sebagai sistem epitermal sulfida rendah (Hedenquist
dan White, 1987 dalam Corbett dan Leach, 1998).
Berdasarkan hasil analisis secara mikroskopis di daerah penelitian dibantu
dengan metode analisis PIMA, didapat dua buah karakteristik mineralogi ubahan
(tabel IV.7) yaitu karakteristik mineralogi ubahan yang mencirikan pH larutan
asam berupa alunit, pirofilit, dikit, diaspor dan karakteristik mineralogi ubahan
yang mencirikan pH larutan netral epidot, aktinolit, feldspar, kalsit, klorit. Daerah
penelitian dicirikan dengan tekstur vuggy silika (foto IV.13) dan kuarsa yang
Geologi dan Studi Ubahan Hidrotermal Daerah Sumberboto dan Sekitarnya, Kabupaten Blitar, Provinsi Jawa Timur 60
2011
relatif masif, selain itu di daerah penelitian ditemukan tiga jenis urat yaitu, urat
kuarsa dengan karakteristik open space dengan lebar urat 2-10cm, hadir tekstur
comb dan urat kalsit dengan karakteristik open space dengan lebar urat 2-10cm
serta terdapat sheeted vein magnetit.
Tabel IV.7 Perbandingan ciri endapan epitermal sulfida tinggi dan epitermal sulfida rendah dengan tipe endapan daerah penelitian (Hedenquist dan White, 1995)
Tipe Epitermal Sulfida Rendah Sulfida Tinggi Daerah Penelitian
Fluida hidrotermal
Didominasi air meteorik, namun
ada interaksi dengan air magmatik,
pH mendekati netral
kondisi reduksi
Didominasi air magmatik, pH asam,
kondisi oksidasi
Didominasi air meteorik-magmatik,
pH asam - netral, oksidasi-reduksi
Mineral ubahan Kuarsa, kalsedon, kalsit, adularia, illit, karbonat
kuarsa, alunit, kaolinit, pirofilit,
diaspor
kuarsa, alunit, pirofilit, diaspor, kaolinit,dikit, illit,
montmorilonit, epidot, klorit, kalsit, aktinolit, feldspar,
mika, serisit
Mineralisasi Open-space veins dan cavity filling
dominan
Menyebar (disseminated) dan
penggantian (replacement)
disseminated dan penggantian
Tekstur Comb, crustiform,
banded vein Vuggy kuarsa
vuggy kuarsa (umum) urat kuarsa dan kalsit
berukuran 2-10cm dengan tekstur comb
Mineral bijih Pirit, sfalerit,
galena, electrum, emas, arsenopirit
Pirit, enargit, luzonit, kalkopirit
Pirit, kalkopirit (menyebar) dan magnetit sebagai
(sheeted vein)
Suhu Pembentukan
100 oC - 320 oC 100 oC - 320 oC 140 oC - 320 oC
Unsur logam dominan
Au + Ag, Pb, Zn, Cu, As, Te, Hg, Sb
Au + Cu, As, Te
Geologi dan Studi Ubahan Hidrotermal Daerah Sumberboto dan Sekitarnya, Kabupaten Blitar, Provinsi Jawa Timur 61
2011
Foto IV. 13 Tekstur vuggy silika dan pirit disseminated
Mineral bijih yang umum ditemukan di daerah penelitian adalah pirit yang
terdapat secara disseminated pada batuan, selain itu terdapat juga mineral bijih
berupa kalkopirit yang menyebar pada batuan beku andesit di Sungai Ringinputih
dan sheeted magnetit yang juga berada di Sungai Ringinputih pada batuan beku
andesit dan tuf terubah.
Berdasarkan kumpulan mineral ubahan, hukum potong memotong, suhu
dan komposisi pH dari mineral ubahan dapat ditafsirkan mekanisme dan
hubungan antara dua buah karakteristik ubahan hidrotermal di daerah penelitian.
Hasil analisa petrografi menunjukan bahwa mineral lempung terlihat dipotong
urat klorit yang berasosiasi dengan epidot, klorit, aktinolit dan feldspar (foto
IV.14), selain itu didapat juga mineral alunit yang terlihat digantikan oleh mineral
lempung (foto IV. 15) serta terdapat klorit yang mengganti mineral mika (foto IV.
16). Hal tersebut menunjukan adanya perubahan lingkungan pembentukan mineral
ubahan pada daerah penelitian yaitu dari lingkungan kondisi asam dengan suhu
tinggi menjadi lingkungan kondisi netral dengan suhu tinggi.
Berdasarkan data diatas dan mengacu klasifikasi Hedenquist dan White
(1995) maka tipe mineralisasi di daerah penelitian tergolong ke dalam tipe
endapan epitermal sulfida tinggi dengan adanya indikasi perubahan tipe endapan
menuju tipe endapan epitermal sulfida rendah.
GGD09162
Geologi dan Studi Ubahan Hidrotermal Daerah Sumberboto dan Sekitarnya, Kabupaten Blitar, Provinsi Jawa Timur 63
2011
Tahapan zona ubahan hidrotermal di daerah ini kemungkinan dimulai dari
zona ubahan kuarsa-alunit-pirofilit-diaspor kemudian menjadi zona ubahan
kaolinit-illit-dikit-kuarsa-montmorilonit kemudian zona ubahan kuarsa-serisit-pirit
dan yang terakhir terbentuk adalah zona ubahan kuarsa-feldspar-aktinolit-epidot-
klorit-kalsit.
Tahap pertama dimulai dengan naiknya larutan hidrotermal di sekitar zona
lemah yang menghasilkan zona boiling. Larutan hidrotermal yang ada
menyebabkan akuifer bebas yang ada menerima uap dan gas yang mengakibatkan
terjadi penurunan pH larutan menjadi lebih asam yang menghasilkan ubahan
berupa kuarsa, alunit, pirofilit dan diaspor.
Proses selanjutnya ditandai dengan bergeraknya larutan yang bersifat asam
secara lateral yang mengakibatkan adanya interaksi larutan hidrotermal dengan
fluida meteorik serta batuan samping yang menghasilkan ubahan berupa mineral
lempung berupa illit, kaolinit, montmorilonit dan dikit.
Tahap terakhir ditandai dengan meningkatnya suhu pada batuan beku
intrusi yang kemungkinan disebabkan oleh adanya suatu suplai magma baru pada
batuan intrusi yang disertai dengan peningkatan pH yang terjadi oleh karena
interaksi larutan hidrotermal dengan batuan samping dan air meteorik sehingga
terjadi penambahan O2, CO2 dan H2 yang menyebabkan terbentuknya ubahan
kuarsa-serisit-pirit yang dilanjutkan dengan ubahan kuarsa-feldspar-aktinolit-
epidot-klorit-kalsit.
Pada daerah penelitian juga terdapat zona silisifikasi yang kemungkinan
terbentuk oleh karena adanya zona lemah yang mengakibatkan larutan hidrotermal
yang memiliki suhu rendah dengan densitas besar mendorong larutan pH netral
yang lebih panas dengan densitas kecil untuk naik ke permukaan.
Bentukan zona ubahan hidrotermal kuarsa-alunit-pirofilit-diaspor yang
mengikuti pola struktur yang berkembang mengindikasikan terbentuknya zona
ubahan tersebut dipengaruhi struktur geologi yang berkembang. Di lain pihak
zona ubahan kuarsa-feldspar-aktinolit-epidot-klorit-kalsit menunjukan pola
penyebaran mengikuti penyebaran batuan beku andesit, sehingga dapat
disimpulkan bahwa ubahan hidrotermal di daerah penelitian juga dikontrol oleh
penyebaran litologi yang ada.