geografi perkotaan

14
GEOGRAFI PERKOTAAN PERTUMBUHAN, PERKEMBANGAN KOTA DAN JENIS-JENIS KOTA Dosen Pengampu: Drs. Djoko Soelistijo, M.Si Oleh: Fatma Roisatin Nadhiroh 130722616093 Off:H JURUSAN GEOGRAFI FAKUILTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MALANG 2015

Upload: aicassiopeiaia-faychan

Post on 25-Dec-2015

50 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

Perkembangan kota

TRANSCRIPT

Page 1: Geografi Perkotaan

GEOGRAFI PERKOTAAN

PERTUMBUHAN, PERKEMBANGAN KOTA DAN JENIS-JENIS KOTA

Dosen Pengampu:

Drs. Djoko Soelistijo, M.Si

Oleh:

Fatma Roisatin Nadhiroh

130722616093

Off:H

JURUSAN GEOGRAFI

FAKUILTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

2015

Page 2: Geografi Perkotaan

Pembentukan dan Pertumbuhan Kota di Indonesia

Menurut Werner 1987, ”Kota-kota besar dan kecil di kepulauan di India, termasuk

yang ada di Indonesia memiliki akar sejarah tersendiri. Tempat-tempat ini secara umum

dibagi dalam empat strata utama dalam formasi perkotaan, yakni pendirian kota-kota baru,

masyarakat agrikultural yang kemudian berkembang menjadi pusat dominasi asli yang baru, 

pusat-pusat perdagangan dan pusat-pusat administratif. Kedua strata yang terakhir

membentuk tempat yang dahulunya pedesaan”. Masih menurut Werner (1987), prasyarat

paling penting untuk formasi awal pembentukan kota sudah ada di nusantara sebelum periode

Hindu, hal ini dapat diindikasikan dengan adanya institusionalisasi pemerintahan yang diatur

oleh seorang penguasa. Pada saat itu ada dua jenis tipe masyarakat perkotaan yang sedang

berkembang yakni, masyarakat yang memiliki dominasi pekerjaan berdagang di pelabuhan

dan pusat dominasi kegiatan pada kekuasaan lokal (pedalaman).

Pada periode pengaruh kerajaan Hindu, Islam dan periode awal kekuasaan Eropa

(1400-1700M), perdagangan merupakan faktor utama pada pembentukkan masyarakat

dengan karakteristik perkotaan, meski tidak secara langsung namun perdagangan

mempercepat proses feodalisasi dalam sebuah komunitas asli. Sementara pada masa

Pemerintah Kolonial (1700-1900) pertumbuhan perkotaan lebih efektif dirangsang dengan

menggunakan faktor politis/administrasi ketimbang dengan faktor kegiatan perdagangan.

Masih menurut sumber yang sama menyebutkan bahwa kota di Indonesia memiliki tiga

karakter yaitu, permukiman nelayan, permukiman industri manufaktur dan pertambangan dan

permukiman pariwisata.[1]

Jika kita telusuri sebelum kedatangan Portugis dan Belanda, di Indonesia hampir tidak

kita dapati satu kota atau bekas kota yang berarti. Namun, yang ada adalah kota pantai atau

bandar sebagai pusat lalu lintas perdagangan terbatas, seperti Palembang (pada masa

Sriwijaya), Barus di pantai Barat Sumatera, Tanjung Perak di Surabaya. Sementara itu, di

pusat-pusat kerjaan Nusantara juga masih dapat kita jumpai bekas kota yang terbentuk

dengan kegiatan sebagai pusat pemerintahan, seperti Yogyakarta, Solo dan kota kecil lainnya

di Bali. [2]

Menurut Marbun 1994, pertumbuhan kota di Indonesia melalui sejarah yang cukup

panjang. Kota-kota di Indonesia saat ini bukan merupakan bentukan atau warisan dari zaman

keemasan kerajaan Nusantara terdahulu, tetapi merupakan bentuk dan kreasi sejarah dan

faktor kebetulan yang kemudian diteruskan dan dibina penjajah Belanda selama 350 tahun.

Pada mulanya kota-kota di Indonesia terbentuk akibat faktor-faktor, yaitu sebagai pusat

pemerintahan kolonial, sebagai pusat niaga dan sebagai pelabuhan serta terminal untuk

2

Page 3: Geografi Perkotaan

memasok berbagai bahan kepentingan pemerintah kolonial.[2] Bertolak dari pembentukan

kota yang merupakan hasil dari aktivitas dominan sebuah kota, maka sesuai tuntutan

kebutuhan warganya kota terus tumbuh menyesuaikan dengan perkembangan dunia.

Bentukan, kreasi dan faktor kebetulan yang mendorong pertumbuhan bagi sebuah

kota sehingga akhirnya dapat membentuk ‘citra’ suatu kota (seperti dituturkan Marbun 1994)

tentunya ditunjang oleh keutamaan fisik alamiah dari sebuah kota. Seperti halnya, posisi atau

keutamaan fisik alam Kota Cilegon yang berada di pesisir pantai dan berbatasan (terpisah

oleh Lautan) dengan lempengan Sumatera sehingga dapat memposisikan Kota Cilegon

sebagai Kota Pelabuhan (Merak). Jakarta sebagai kota perdagangan karena kondisi fisik alam

yang merupakan wilayah dataran dengan posisi strategis dengan jalur darat yang secara

langsung berbatasan dengan wilayah Tangerang, Bekasi dan Depok yang merupakan supplier

sekaligus konsumen dari berbagai barang yang diperjualbelikan di Jakarta, selain jalur darat,

jalur laut dan udara juga memberikan kemudahan bagi kegiatan perdagangan sehingga

wilayah yang dijangkau kota ini dalam kegiatan perdagangan lebih luas, kondisi ragam jenis

barang dan ditunjang aksesibilitas yang baik jelas menarik konsumen dari berbagai wilayah

untuk ke Jakarta melakukan transaksi perdagangan. Maka dapat disimpulkan bahwa aktivitas

dominan yang dapat membentuk kota dapat diasumsikan sebagai akibat dari suatu sebab yaitu

kondisi/keunggulan fisik alamiah kota, bukan karena kebetulan semata. Hal ini juga diperkuat

oleh Branch (1996) yang menyatakan bahwa bentuk kota secara keseluruhan mencerminkan

posisinya secara geografis dan karakteristik tempatnya.[3]

Mendukung pernyataan di atas, menurut Werner 1987 dalam perkembangan kota-kota

di Indonesia mengungkapkan beberapa identitas kota dengan berbagai ciri fisik yaitu, bagi

sebuah desa nelayan adalah letak permukiman yang berada di tepi pantai atau muara sungai,

atau juga tepi danau yang tidak curam, bukan hutan bakau, dan tidak berlumpur, selain itu

juga memiliki akses ke laut lepas. Sementara itu, Kota industri manufaktur dan kota tambang

umumnya berkembang karena dorongan dari perkembangan infrastruktur, motorisasi, dan

perkembangan jasa-jasa pelayanan, selain itu umumnya tipe kota ini di Indonesia terletak

diluar/bersebelahan dengan kota pemerintahan. Sedangkan kota pariwisata, secara fisik

seperti karakter alamnya memiliki keunikan atau keistimewaan, seperti sumber air panas di

wilayah tropik, lokasi di wilayah pegunungan atau perbukitan seperti Bandung, secara non

fisik seperti keunikan etnik dan budaya.[1]

Kota Batavia misalnya telah dibangun dan dibesarkan oleh perdagangan yang sudah

berkembang sejak kekuasaan Tarumanegara (abad ke-5 dan ke-6M) sampai dengan 20M 

dengan titik utamanya Pelabuhan Sunda Kelapa dan berbagai keterlibatan pedagang yang

3

Page 4: Geografi Perkotaan

berasal dari Eropa, Gujarat maupun Cina. Demikian kuatnya dominasi kegiatan ini sampai

Pemerintah Hindia Belanda melihat dominasi kegiatan ekonomi pesisir ini sulit ditembus

karena kebanyakan penguasa kota-kota pesisir telah menjalin kerjasama dengan Inggris  yang

merupakan pesaing Belanda dalam kolonialisme di nusantara pada saat itu. Kemudian

pertumbuhan fisik kota Batavia diteruskan ke arah Selatan dengan memberikan tembok

pertahanan yang memanjang dan menghadap ke Timur, Selain itu Batavia juga dilengkapi

dengan dinding kota dengan 15 sudut tembak meriam, semua peralatan ini dibangun untuk

pertahanan sekaligus mengantisipasi serangan Mataram saat itu.[4] Untuk mendeteksi sejarah

dan dominasi aktivitas yang membentuk kota yang pada pemerintahan yang berwenang dapat

kita perhatikan dari karakteristik lingkungan binaan yang dibangun oleh pemerintah kota saat

itu. Trend pertumbuhannya pun akhirnya disesuaikan dengan kebutuhan warga yang tinggal

di dalamnya.

Pada awal pertumbuhannya, permukiman urban di Indonesia masih diwarnai oleh

tradisi pedesaan yang dipengaruhi oleh struktur agraris dengan kehidupan sosial yang

bertumpu pada ekonomi gotong royong. Namun seiring berjalan waktu, sebagian kelompok

masyarakat merasa perlu melengkapi dirinya dengan budaya tulis-menulis, misalnya

Sansekerta, Jawa Kuno, Arab Melayu, sehingga mereka menghasilkan peradaban kota,

sedangkan yang tidak akan tetap berpegang pada peradaban desa dan kelompok ini jelas akan

tertinggal. Lebih lanjut, pertumbuhan kota menghasilkan sistem pelapisan sosial dan birokrasi

yang ternyata berhasil mendorong masyarakat agar mampu menghasilkan surplus pertanian

dan industri domestik yang hasilnya akan mendukung kebudayaan kota.[4]

 

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Kota di Indonesia

Dari paparan di atas, dapat kita tarik kesimpulan bahwa, pertumbuhan kota-kota di Indonesia

awalnya didorong oleh :

1. aktivitas kota (baik dominasi kegiatan pemerintahan/politis, perdagangan,

pertahanan, pertambangan, manufaktur, dsb) yang pada akhirnya membentuk citra

(image) kota. Citra kota tersebut dapat menentukan struktur simbolis yang akan

diperhatikan, diingat dan dianggap penting oleh oleh kelompok-kelompok pemukim

di kota itu atau oleh para pengunjung.[5] kemudian;

2. aktivitas kota tentunya sangat ditunjang oleh potensi fisik wilayah;

3. penduduk kota (baik penduduk asli maupun pendatang) yang melakukan aktivitas

pemenuhan kebutuhan hidupnya di kota juga merupakan tulang punggung penggerak

dinamika kehidupan kota;

4

Page 5: Geografi Perkotaan

4. Berbagai faktor-faktor di atas akhirnya perlu ditunjang dengan faktor kebijakan

politis  pemerintahan yang berwenang yang juga mendorong tumbuh dan eksisnya

suatu kota.

Menurut sejarah pertumbuhannya, kota-kota di Indonesia tidak sama, ada yang berasal dari

pusat perdagangan, pusat perkebunan, pusat pertambangan, dan pusat administrasi

pemerintahan.

1) Perkembangan kota dari pusat perdagangan

Hampir seluruh kota yang didirikan sebelum zaman industri dan mesin, terletak di

pinggir sungai atau pinggir pantai. Tujuan utamanya adalah untuk mempermudah

pemasaran dan tukar-menukar barang dagangan. Kota-kota tersebut antara lain Jakarta,

Palembang, Jambi, Bagansiapiapi, Pontianak, Banjarmasin, Samarinda, dan

sebagainya.Semakin maju dan terbukanya perdagangan dengan daerah-daerah lain, kota-

kota di tepi pantai dan di pinggir sungai tersebut semakin berkembang pesat.

2) Perkembangan kota dari pusat perkebunan

Usaha perkebunan sering disebut pertanian besar, sebab tanamannya diselenggarakan

secara besar-besaran. Jenis tanaman yang ditanam adalah jenis tanaman musiman, seperti

tembakau, tebu, dan tanaman tahunan seperti karet, kopi, teh, kina, dan kelapa sawit.

Perkebunan bertujuan menghasilkan barang, baik untuk dikonsumsi oleh rakyat maupun

untuk diekspor. Usaha perkebunan memerlukan tanah yang luas dan cukup subur

dengan curah hujan dan iklim yang sesuai dengantanamannya. Di samping itu usaha

perkebunan banyak memerlukan tenaga kerja, oleh sebab itu daerah perkebunan

selalu didatangi tenaga kerja. Para pekerja tersebut akhirnya bertempat tinggal di

daerah sekitar perkebunan. Banyaknya penduduk di sekitar perkebunan akhirnya

berkembang menjadi desa dan bila perkembangannya pesat akan menjadi wilayah

kota.Kota-kota di Indonesia .yang berkembang dari per-luasan perkebunan, antara lain

Pematangsiantar, Bengkulu, Lampung, Bogor, Sabang, dan sebagainya.

3) Perkembangan kota dari pusat pertambangan

Usaha pertambangan juga banyak memerlukan tenaga kerja, oleh sebab itu daerah

pertambangan juga banyak didatangi tenaga kerja. Para pekerja tersebut akhirnya juga

bertempat tinggal di daerah sekitar pertambangan. Banyaknya penduduk di sekitar

pertambangan berkembang menjadi desa dan akhirnya bila perkembangannya pesat

akan menjadi wilayah kota. Kota-kota di Indonesia yang berkembang dari perluasan per-

5

Page 6: Geografi Perkotaan

tambangan .antara lain Plaju, Dumai, Langkat, Tarakan, Kutai, Bontang, Umbilin,

Sawahlunto, Tanjung Enim, Bukit Asam, Wonokromo, Cepu, dan sebagainya,

4) Perkembangan kota dari pusat administrasi pemerintahan

Perkembangan kota dari pusat administrasi pemerintahan, kemajuannya banyak

tergantung pada campur tangan para penguasa atau pemerin-tah, misalnya kota

Jakarta dan Yogyakarta. Perkembangan kota dari unsur campuran Perkembangan kota

dari unsur campuran, mak-sudnya perkembangan kota tersebut bukan hanya satu aspek

tetapi beberapa aspek yang sama-sama mempengaruhi baik dari pemerintahan, perekono-

mian, perdagangan, lokasi, dan sebagainya. Di Indonesia perkembangan kota dari

unsur campuran misalnya Jakarta, Surabaya, Ujungpandang, Semarang, Medan, dan

sebagainya.

a. Klasifikasi kota secara numerik yaitu penggolongan kota yang didasarkan pada unsur – unsur

penduduk seperti jumlah penduduk, kepadatan penduduk dan luas wilayah.

1.      Kota kecil, jumlah penduduk antara 20.000 s.d. 50.000 jiwa.

2.      Kota sedang, jumlah penduduk antara 50.000 s.d. 100.000 jiwa.

3.      Kota besar, jumlah penduduk antara 100.000 s.d. 1.000.000 jiwa.

4.      Kota metropolitan, jumlah penduduk antara 1.000.000 s.d. 5.000.000 jiwa.

5.      Kota megapolitan, jumlah penduduk lebih dari 5.000.000 jiwa.

b. Klasifikasi kota dilihat dari kualitas perkembangannya.

Menurut Lewis Mumford pertumbuhan suatu kota melalui enam fase yaitu sebagai berikut,

1.   Tahap eopolis (eopolis stage)

Dalam tahap ini dicerminkan oleh adanya kehidupan masyarakat yang semakin maju,

walaupun dalam kondisi kehidupannya masih didasarkan pada kegiatan pertanian,

pertambangan, dan perikanan.

2. Tahap polis (polis stage)

Tahap ini ditandai oleh adanya pasar yang cukup besar, sementara itu beberapa kegiatan

industri yang cukup besar mulai bermunculan di beberapa bagian kota.

3. Tahap metropolis (metripolis stage)

Dalam tahap ini kota sudah mulai bertambah besar. Fungsi – fungsi perkotaannya terlihat

mendominasi kota – kota kecil lainnya yang berada di sekitar kota dan daerah – daerah

belakangnya (hinterland)

4. Tahap megapolis (megapolis stage)

6

Page 7: Geografi Perkotaan

Tahap ini ditandai oleh adanya tingkah laku manusia yang hanya berorientasi pada

materi. Standarisasi produksi lebih diutamakan daripada usaha – usaha kerajinan tangan.

5. Tahap tiranipolis (tryanopolis stage)

Pada tahap ini ukuran atau tolak ukur budaya adalah apa yang tampak secara fisik

(display). Masalah uang atau materi dan ketidakacuhan mengenai segala aspek kehidupan

mewarnai tingkah laku penduduknya.

6. Tahap nekropolis (nekropolis stage)

Tahap ini disebut sebagai tahap kemunduran dari suatu kota. Hal ini ditandai dengan

kemunduran pelayanan kota beserta fungsi – fungsinya dan menunjukkan gejala – gejala

kehancuran yang disebabkan karena adanya peperangan, kelaparan, dan wabah penyakit

yang melanda hebat.

c.   Taylor mengklasifikasikan kota berdasarkan karakteristik dinamika fungsionalnya,

karakteristik tersebut adalah sebagai berikut,

1. Tahap awal/infantil (the infantil stage)

Pada tahapan ini belum terlihat adanya pembagian yang jelas mengenai daerah – daerah

permukiman dengan daerah – daerah perdagangan. Selain itu juga belum terlihat adanya

perbedaan kawasan pemukiman kelas bawah dan kelas atas. Bangunan – bangunan yang ada

masih tidak teratur.

2. Tahap muda/juvenil (the juvenil stage)

Pada tahapan ini mulai terlihat adanya proses pengelompokan pertokoan pada bagian –

bagian kota tertentu. Kawasan permukiman kelas menengah ke atas sudah mulai

bermunculan di pinggiran kota dan munculnya kawasan pabrik.

3. Tahap ketuaan (the senile stage)

Pada tahap ini ditandai adanya pertumbuhan yang terhenti (cessation of growth), kemunduran

dari beberapa distrik dan kesejahteraan ekonomi penduduknya menunjukkan gejala – gejala

penurunan. Kondisi – kondisi seperti ini terlihat di daerah – daerah industri.

d.      Menurut Houston, berdasarkan karakteristik pertumbuhannya, kota diklarifikasikan menjadi

tiga, sebagai berikut,

1.   Stadium pembentukan inti kota (nuclear phase)

Stadium ini merupakan tahap pembentukan CBD (Central Business District). Pada masa

ini baru dirintis pembangunan gedung – gedung utama sebagai penggerak kegiatan

perekonomian.

7

Page 8: Geografi Perkotaan

2.   Stadium formatif (formative phase)

Tahapan ini mulai menunjukkan ciri – ciri yang berbeda dengan tahapan pertama pada

abad ke-19. Hal ini timbul sebagai akibat adanya revolusi industri yang meledak di

kawasan Eropa Barat. Perkembangan industri pada saat itu mulai meluas dan

perkembangan teknologi juga masuk ke sektor – sektor lain seperti sektor transportasi,

komunikasi, serta perdagangan.

3.   Stadium modern (modern phase)

Stadium ini mulai terlihat pada abad ke-20 sejalan dengan makin majunya teknik

elektonika. Makin majunya teknologi transportasi dan komunikasi mengakibatkan

seseorang tidak lagi berpandangan bahwa bertempat tinggal di dekat tempat kerja

merupakan hal yang paling menguntungkan.

  e. Jenis kota berdasarkan fungsinya

1)  Kota pusat produksi, yaitu kota yang memiliki fungsi sebagai pusat produksi atau

pemasok, baik yang berupa bahan mentah, barang setengah jadi, maupun barang jadi.

Contoh: Surabaya, Gresik, dan Bontang

2) Kota pusat perdagangan (Centre of Trade and Commerce), yaitu kota yang memiliki

fungsi sebagai pusat perdagangan, baik untuk domestik maupun internasional. Contoh:

Hongkong, Jakarta, dan Singapura

c) Kota pusat pemerintahan (Political Capital), yaitu kota yang memiliki fungsi sebagai

pusat pemerintahan atau sebagai ibu kota negara

d) Kota pusat kebudayaan (Cultural Centre), yaitu kota yang memiliki fungsi sebagai

pusat kebudayaan.

Kesimpulan:

1. Setiap kota di Indonesia memiliki sejarah perkembangan dan pertumbuhan yang

berbeda.

2. Ada beberapa pengggolongan kota, seperti kota berdasarkan fungsingya, karakteristik

pertumbuhan, jumlah penduduknya, serta kualitas perkembangannya.

8

Page 9: Geografi Perkotaan

Daftar Rujukan

[1] Werner Rutz, Urbanization of the Earth 4, Cities and Town in Indonesia, Stuttgart,

Berlin, 1987.

[2] Marbun, Kota Indonesia Masa Depan, Masalah dan Prospek, Penerbit Erlangga,

Jakarta, 1994

[3] Melville C. Branch, Perencanaan Kota Komprehensif, Gadjah Mada University Press,

1996

[4] Bagus Wiryomartono, Seni Bangunan dan Seni Bina Kota di Indonesia, 1994

[5] Hans Dieter Evers & Rudiger Korff, Urbanismo di Asia Tenggara, Yayasan Obor

Indonesia, 2002

9