tugas lingkungan perkotaan

21
Masyarakat Perkotaan Pengertian Masyarakat Perkotaan Kota acap kali dipahami sebagai bentuk kehidupan masyarakat yang sangat individual, penuh kemewahan, gedung-gedung yang menjulang tinggi, kendraan yang lalu-lalang hingga mengundang kemacetan, perkantoran yang mewah, dan pabrik-pabrik yang besar. Kota sering kali dianggap sebagai semua tempat tujuan masyarakat pedesaan untuk mencari pekerjaan, sebab pusat-pusat industri dan perpabrikan banyak berdiri di daerah perkotaan. Asumsi ini sering kali didasari oleh sebuah image kota adalah tempat kesuksesan seseorang atau sekelompok orang. Padahal, di perkotaan juga ditemui beberapa kelompok pekerja disektor informal, seperti penarik becak, tukang sapu jalan, pemulung, hingga pengemis. Selain gedung-gedung yang menjulang tinggi, ternyata juga di temukan pemukiman kumuh di sepanjang bantaran sungai, jalan kereta api, dan kolong jembatan. Banyak di antara warga kota tidak beruntung yang hidup di bawah standar kehidupan sosial yang normal. Sebagai suatu lokasi pemukiman manusia, kota tidak pernah lepas dari berbagai permasalahan yang ada, baik masalah manusia yang berdiam di dalamnya, masalah yang timbul dari keadaan fisik kota itu, maupun keadaan atau lokasi kota itu.

Upload: tikasilvani

Post on 26-Dec-2015

15 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: tugas lingkungan perkotaan

Masyarakat Perkotaan

Pengertian Masyarakat Perkotaan

Kota acap kali dipahami sebagai bentuk kehidupan masyarakat yang sangat individual,

penuh kemewahan, gedung-gedung yang menjulang tinggi, kendraan yang lalu-lalang hingga

mengundang kemacetan, perkantoran yang mewah, dan pabrik-pabrik yang besar. Kota sering

kali dianggap sebagai semua tempat tujuan masyarakat pedesaan untuk mencari pekerjaan, sebab

pusat-pusat industri dan perpabrikan banyak berdiri di daerah perkotaan. Asumsi ini sering kali

didasari oleh sebuah image kota adalah tempat kesuksesan seseorang atau sekelompok orang.

Padahal, di perkotaan juga ditemui beberapa kelompok pekerja disektor informal, seperti

penarik becak, tukang sapu jalan, pemulung, hingga pengemis. Selain gedung-gedung yang

menjulang tinggi, ternyata juga di temukan pemukiman kumuh di sepanjang bantaran sungai,

jalan kereta api, dan kolong jembatan. Banyak di antara warga kota tidak beruntung yang hidup

di bawah standar kehidupan sosial yang normal.

Sebagai suatu lokasi pemukiman manusia, kota tidak pernah lepas dari berbagai

permasalahan yang ada, baik masalah manusia yang berdiam di dalamnya, masalah yang timbul

dari keadaan fisik kota itu, maupun keadaan atau lokasi kota itu.

Permasalahan kota-kota di dunia telah di ringkas sebagai berikut :

1. Masalah pencemaran dan sampah

2. Masalah dalam pengangkutan dalam kota

3. Masalah pertumbuhan penduduk yang tinggi dan cepat

4. Masalah pemukiman yang tidak memenuhi persyaratan untuk hidup

5. Masalah kemasyarakatan yang timbul di kalangan penduduknya ( pengangguran,

kemiskinan, kejahatan, dan hubungan antar kelompok etnis ).

Selain itu, kota menampilkan sejumlah bangunan yang berfungsi dalam kegiatan

pemukiman, industri, perdagangan, administrasi, pengajaran, keagamaan, dan hiburan dalam

wilayah tertentu. Beberapa ahli menyatakan bahwa kota tidak akan terlepas dari manusia yang

Page 2: tugas lingkungan perkotaan

berdiam dan melakukan berbagai kegiatan di wilayah itu. Mengenai batasan kota sendiri ada

sejumlah defenisi yang melihat kota dari sudut jumlah penduduknya, dan bentuk fisik

bangunannya, dan juga dari perilaku yang tampak pada penduduknya maupun segi hukumnya.

Jorge Hardoy memberikan sepuluh kriteria untuk merumuskan sebuah kota, yaitu :

1. Memiliki ukuran dan penduduk yang besar dilihat dari zaman dan lokasinya

2. Bersifat permanen

3. Mencapai kepadatan tertentu ( menurut zaman dan lokasi )

4. Jelas struktur dan tata ruangnya seperti terlihat misalnya dari jalur-jalur jalan di

dalamnya

5. Merupakan tempat manusia tinggal dan bekerja

6. Memiliki fungsi minimum seperti adanya pasar, administrasi dan politik, militer,

keagamaan, dan cendikia

7. Mempunyai penduduk heterogen yang diklasifikasikan secara hierarkis

8. Merupakan pusat ekonomi yang memiliki hubungan dengan daerah pertanian di tepi

kota dan yang memproses bahan mentah dari daerah pertanian itu

9. Merupakan pusat pelayana bagi daerah-daerah yang berada di sekitarnya

10. Merupakan pusat penyebaran falsafah hidup yang dimiliki ( sesuai zaman dan lokasi )

Sebagai pemukiman manusia, kota telah menjadi objek penelitian ilmiah yang

mengkajinya dari berbagai pola pendekatan. Ada yang melihat kota sebagai lingkungan materi

buatan manusia, ada yang melihat kota sebagai pusat produksi. Pendekatan lain mencoba

mengkajinya sebagai komonitas yang berbudaya, dan ada yang menginginkan sebagai komonitas

yang terkendali dan tertib.

Banyak kota di dunia berawal dari desa. Desa sendiri adalah lokasii pemukiman yang

penghuninya terikat dalam kehidupan pertanian, dan bergantung pada wilayah di sekelilingnya.

Dalam perjalanan waktu, karena keadaan topografis dan lokasinya, desa ini berkembang menjadi

kota. Masyarakat perkotaan lebih dipahami sebagai kehidupan komonitas yang memiliki sifat

kehidupan dan cirri-ciri kehidupannya yang berbeda dengan masyarakat pedesaan. Ada beberapa

cirri yang menonjol pada masyarakat kota, yaitu :

Page 3: tugas lingkungan perkotaan

1. Kehidupan keagamaan berkurang bila dibandingkan dengan kehidupan keagamaan di

desa.

2. Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus bergantung

pada orang lain. Yang penting di sini adalah manusia perorangan atau individu.

3. Pembagian kerja di antara warga kota juga lebih tegas dan mempunyai batas yang

nyata.

4. Kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan juga lebih banyak diperoleh warga kota

dari pada warga desa.

5. Interaksi yang terjadi lebih banyak terjadi berdasarkan pada faktor kepentingan dari

pada faktor pribadi.

6. Pembagian waktu yang lebih teliti dan sangat penting, untuk dapat mengejar

kebutuhan individu.

7. Perubahan sosial tampak dengan nyata di kota-kota, sebab kota biasanya terbuka

dalam menerima pengaruh dari luar.

Perkembangan kota merupakan manifestasi dari pola-pola kehidupan sosial, ekonomi,

kebudayaan, dan politik. Kesemuanya akan tercermin dalam komponen-komponen yang

membentuk struktur kota ini. Secara umum dapat dikenal bahwa suatu lingkungan perkotaan

biasanya mengandung lima unsur yang meliputi :

1. Wisma : unsur ini merupakan bagian ruang kota yang digunakan untuk tempat

berlindung terhadap alam sekelilingnya, serta untuk melangsungkan kegiatan-

kegiatan sosial dala keluarga. Unsur wisma ini menghadapkan :

a. Dapat mengembangkan daerah perumahan penduduk yang sesuai dengan

pertambahan kebutuhan penduduk untuk masa mendatang.

b. Memperbaiki keadaan lingkungan perumahan yang telah ada agar dapat mencapai

standar mutu kehidupan yang layak, dan memberikan nilai-nilai lingkungan yang

aman dan menyenangkan.

2. Karya : unsur ini merupakan syarat yang utama bagi eksistensi suatu kota, karena

unsur ini merupakan jaminan bagi kehidupan bermasyarakat.

Page 4: tugas lingkungan perkotaan

3. Marga : unsure ini merupakan ruang perkotaan yang berfungsi untuk

menyelenggarakan hubungan antara suatu tempat dan tempat lainnya di dalam kota,

serta hubungan antara kota itu dengan kota lain atau daerah lainnya.

4. Suka : unsur ini merupakan bagian dari ruang perkotaan untuk memenuhi kebutuhan

penduduk akan fasilitas hiburan, rekreasi, pertamanan, kebudayaan, dan kesenian.

5. Penyempurnaan : unsur ini merupakan bagian yang penting bagi suatu kota, tetapi

belum secara tepat tercakup ke dalam keempay unsur termasuk fasilitas pendidikan

dan kesehatan, fasilitas keagamaan, pekuburan kota, dan jaringan utilitas kota.

Kehidupan Masyarakat Perkotaan

Kesan popular secara sepintas tentang kehidupan masyarakat perkotaan dipahami

sepintas sebagai masyarakat yang lebih beradab, pintar, terdidik, modern, lebih mudah menerima

perubahan, dan lebih mudah menerima dan menyerap informasi semata-mata dilatarbelakangi

oleh ketidaktahuan tentang perkotaan. Padahal masih ada sebagian yang bertempat tinggal layak

di wilayah pemukiman kumuh, bekerja disektor informal yang kurang layak secara kemanusiaan.

Mereka bermukim di bantaran sepanjang sungai, di jalan kereta api, bahkan ada juga yang

bermukim di kolong jembatan.

Sebagian dari mereka juga berprofesi sebagai tukang pemulung, pengemis, dan gembel

yang sudah tentu mereka adalah kelompok marginal yang tidak mampu mengakses perubahan

social budaya dan tidak berdaya menyerap arus modernisasi. Mereka hidup lebih dibawah

system tradisional di tengah-tengah pasar sekaliber pasar swalayan yang besar, di tengah-tengah

hotel mewah, di tengah-tengah perkantoran yang megah. Sayangnya mereka hanya dapat

memandang tanpa mampu menikmati tempat-tempat ini.. Dengan demikian, kesan social dimana

masyarakat perkotaan lebih relative modern, beradab dan terdidik tidak sepenuhnya benar.

Kebudayaan masyarakat perkotaan yang seringkali dikatakan modern sebenarnya

berhubungan dengan lokasi wilayah perkotaan sebagai pusat pemerintahan, bisnis, perdagangan

dan grosir, pusat pendidikan, hiburan, dan industry yang banyak menyerap tenaga kerja.

Masyarakat perkotaan hidup di daerah yang secara geografis terletak ditempat keramaian kota.

Dengan demikian, masyarakat perkotaan adalah sekelompok orang yang hidup disuatu wilayah

Page 5: tugas lingkungan perkotaan

yang membentuk komunitas yang heterogen karena kebanyakan anggota-anggotanya berasal dari

berbagai daerah yang membentuk komunitas baru.

Secara sosiologis pengertian kota memberikan penekanan pada kesatuan masyarakat

industry, bisnis, dan wirausaha lainnya dalam struktur social yang lebih kompleks. Jika diamati

secara fisik, kota diwarnai dengan gedung-gedung menjulang tinggi, hiruk-pikuk kendaraan dan

pabrik, kemacetan, kesibukan masyarakatnya, tingkat persaingan yang tinggi, polusi, dan

kebisingan mesin kendaraan bermotor. Adapun secara social, kehidupan masyarakat perkotaan

sering dinilai sebagai kehidupan yang heterogen, individual, persaingan yang tinggi, dan

merupakan pusat dari perubahan yang acap kali menimbulkan konflik. Oleh sebab itu,

masyarakat perkotaan acap kali dianggap sebagai tempat yang cocok untuk mencari pekerjaan,

dan tempat untuk meraih sukses, tempat menimba ilmu pengetahuan melalui pendidikan dan

pelatihan, tempat untuk transaksi bisns.

Dengan demikian, anggapan atau kesan bahwa masyarakat perkotaan pintar, tidak mudah

tertipu, cekatan dalam berpikir, dan bertindak, mudah menerima perubahan dan pembaruan,

adalah tidak selamanya benar, sebab di samping terdapat berbagai gedung yang menjulang

tinggi, pusat peradaban, dan ilmu pengetahuan, pemerintahan, industry, ternyata dibalik itu

terdapat sekelompok orang yang hidup dibawah standar kehidupan social. Selain itu, tidak

selamanya masyarakat perkotaan disebut sebagai masyarakat modern, sebab dewasa ini telah

banyak amsyarakat perkotaan yang tertinggal dengan arus perubahan dan modernisasi yang tidak

berdaya mengakses kebutuhan sosialnya, termasuk didalamnya informasi. Bahkan teknologi

komunikasi, seperti televise, dan computer belum menyentuh mereka, sehingga masyarakat kota

juga belum memiliki jaringan informasi tentang perubahan social dan kebudayaan. Jadi,

masyarakat yang disebut sebagai masyarakat modern dalam pokok bahasan ini adalah kelompok

masyarakat yang berada di daerah keramaian dan leih mudah menalami perubahan atau pengaruh

dari kehidupan masyarakat perkotaan. Jika merujuk pada arti ini maka dapat disimpulkan bahwa

dalam kehidupan social perkotaan masih terdapat masyarakat yang berperadaban pedesaan, disisi

lain ada juga sebagian masyarakat pedesaan yang hidup dalam taraf perkotaan.

Untu memahami secara detail tentang kehidupan sosia masyarkat perkotaan dapat dari

beberapa hal berikut ini:

Page 6: tugas lingkungan perkotaan

1. Lingkungan umum dan orientasi terhadap alam.

Lingkungan umum masyarakat perkotaan secara geografis terletak didaerah pusat

pemerintahan, industry dan bisnis, pendidikan, kebudayaan yang selalu ramai dengan

kesibukan orang bekerja baik siang dan malam yang diwarnai dengan tingginya

tingkat persaingan dalam mempertahankan hidup. Masyarakat perkotaan cenderung

meninggalkan kepercayaan yang berkaitan dengan kekuatan alam serta pola-pola

hidupnya lebih bersifat rasional dengan mempertimbangkan aspek untung rugi. Selai

itu, diliat dari pola-pola pencahariannya, Masyarakat perkotaan tidak bergantung

kepada kekuatan alam, melainkan bergantung pada tingkat kemampuannya untuk

bersaing dalam usaha. Gejala alam dipahami sebagai pola-pola yang ilmiah dan

secara alam dapat dikendalikan dan direncanakan. Masyarakatt industry perkotaan

dalam melakukan pekerjaan tidak berpedoman pada gejala alam sebagai tanda zaman,

melainkan berpedoman pada formulasi ilmiah yang lebih rasional. Munculnya gejala

alam seperti gempa bumi, gerhana bulan dan matahari, komet tidak ditafsiri sebagai

bentuk tanda-tanda zaman yang menyangkut kehidupan mereka, melainkan gejala

ilmiah yang rasional dan dapat diprediksi.

2. Pekerjaan atau mata pencaharian.

Secara mayoritas, masyarakat perkotaan hidup bergantung pada pola-pola industry

(kapitalis), di samping ada sekelompok kecil anggota masyarakat yang bekerja

disektor informal seperti menjadi pemulung, pengemis, dan pengamen. Pekerjaan

sebagai pengusaha, pedagang, dan buruh industry biasanya merupakan bentuk mata

pencaharian yang primer, sedangkan pekerajaan selain yang disebutkan tadi

ditempatkan sebagai bentuk pekerjaan sekunder. Pada masyarakat industry, biasanya

mereka tidak menyiapkan bahan makanan untuk hari esok, melainkan hidupnya

tergantung pada pengahasilan dari pekeraannya dan dari gaji yang diperoleh sebagai

karyawan. Dewasa ini, kondisi-kondisi masyarakat perkotaan lebih dinamis dan lebih

mudah mengalami perubahan, namun mata pencahariannya dapat dikatakan berkutat

pada sector tersebut.

Page 7: tugas lingkungan perkotaan

3. Ukuran komunitas.

Biasanya komunitas masyarakat perkotaan lebih luas dan relative heterogen jika

dibandingkan dengan masyarakat pedesaan. Mayoritas masyarakat perkotaan adalah

pendatang dari berbagai daerah dengan latar belakang sosiokultur yang bermacam-

macam corak dan bentuknya. Kedatangan warga dari berbagai daerah memiliki tujuan

yang bermacam-macam, salain mencari pekerjaan secara mayoritas, ada juga yang

sekedar mencari hiburan, dan menempuh jenjang pendidikan tertentu. Jumlah

/penduduk di daerah perkotaan juga relatif besar dan jumlah kepadatan penduduk

relatif sempit. Hampir smeia hamparan wilayaha perkotaan tidak terdapat lahan

pertanian yang digunakakn untuk bercocok tanam. Tingginya angka populasi di

daerah perkotaan disebabkan oleh tingginya angka mobilitas penduduk dari berbagai

daerah ke perkotaan. Kebanyakan sebagian masyarakat perkotaan pergi ke kota-kota

biasanya didorong oleh kecilnya jumlah lapangan pekerjaan sebab latar belakang

wilayah perkotaan sebagai pusat bisnis dan isndustri. Kebanyakan para pendatang

yang datang di daerah perkotaan di dorong oleh karena pendatang rata-rata tidak

memiliki lahan dan modal usaha, maka kebanyakan mereka mengadu nasibnya ke

kota untuk bekerja di sector-sektor informal seperti pabrik, dan menjadi pedagang

kaki lima.

4. Kepadatan penduduk.

Penduduk daerah perkotaan kepadatannya lebih tinggi jika dibandingkan dengan

masyarakat pedesaan. Tingginya tingkat kepadatan penduduk ini disebabkan oleh

kebanyakan penduduk di daerah perkotaan berasar dari berbagai daerah. Dengan

demikian, pertambahan dan pengurangan nya tergantungpada tinggi rendahnya angka

mobilitas penduduk, bukan pada natalitas dan mortalitas penduduk sebagai yang

terjadi di daerah pedesaan. Kebanyakan pendatang dari berbagai daerah biasanya

bukan karena pekerjaann, bukan karena faktor social seperti perkawinan. Tngginya

tingkat kepadatan penduduk di daerah perkotaan juga dipengaruhi oleh tingginya

jumlah lapangan pekerjaan, pusat lembaga pendidikan dan pelatihan, dan pusat

Page 8: tugas lingkungan perkotaan

hiburan. Hampir setiap hari terdapat pergelaran hiburan, seperti di tempat-tempat

pariwisata, kuliner, dna klub malam.

5. Homogenitas dan heterogenitas.

Heterogenitas dalam cirri-ciri sosial, psikologis, agama dan kepercayaan, adat

istiadat, dan perilakunya sering kali tampak di dalam struktur masyarakat perkotaan.

Hal ini disebabkan kebanyak jumlah penduduk di daerah perkotaan berasal dari

berbagai daerah yang rata-rata memiliki ciri-ciri kesamaan sosiokultural. Dengan

demikian, struktur masyarakat perkotaan lebih sering mengalami gejala interseksi

sosial, mobilitas, dan dinamika sosial.

6. Diferensiasi sosial.

Di daerah perkotaan, diferensiasi sosial relative tinggi, sebab tingkat perbedaa agama,

adat istiadat, bahasa, dan sosiokultural yang dibawa oleh pada pendatang dari

berbagai daerah, cukup tinggi. Di dalam struktur masyarakat modern perkotaan sering

kali dikenal konsep pembagian kerja (division of jobs) atas dasar pola-pola

manajemen yang modern. Diferensiasi masyarakat perkotaan dapat dilihat dari

adanya perbedaan system kekerabatan, profesi, dan pekerjaan, agama, bahasa, adat

istiadat, budaya, dan lain sebagainya dibawa oleh pendatang dari berbagai daerah

tersebut. Di dalam struktur masyarakat perkotaan lebih bersifat campuran

sosiokultural yang membentuk komunitas baru, dan solidaritas baru, sehingga

intensitas gejala interseksi sosial samgat mendominasi struktur masyarakatnya.

7. Pelapisan sosial.

System pelapisan masyarakat perkotaan lebih banyak di dominasi oleh perbedaan

hierarkis status dan peranan di dalam struktur masyarakatnya. Ada beberapa indicator

yang dijadikan sebagai pedoman untuk mengukur tingkat pelapisan sosial di dalam

masyarakat perkotaan. Indicator-indikator ini diantaranya:

Page 9: tugas lingkungan perkotaan

1) Tinggi rendahnya tingkat pendidikan

2) Kepemilikan benda-benda berharga, seperti bentuk dan model rumah, mobil

mewah, perhiasan, dan benda-benda elektronik

3) Struktur jabatan dalam perusahaan atau instansi tertentu

4) Lokasi tempat tinggal

Struktur masyarakat perkotaan yang lebih mpdern, pretasi (ascribed status) juga

lebih menentukan strata sosial. Artinya, di dalam struktur masyarakat modern lebih

menghargai prestasi ketimbang keturunan, walaupun ada beberapa orang yang

membeli gelar-gelar kebangsawanan untuk mendongkrak popularitas politiknya.

8. Mobilitas sosial.

Mobilitas sosial di dalam struktur masyarakat pedesaan tidak jauh berbeda dengan

tingkat mobilitas sosial di dalam struktur msyarakat perkotaan, hanya saja mobilitas

sosial masyarakat perkotaan lebih dinamis dibandingkan masyarakat pedesaan. Sifat

kedinamisan itu dapat dilihat dari gejala dimana mobilitas sosial di daerah perkotaan

lebih mudah ketimbang di daerah pedesaan. Kenyataan itu mendorong kebanyakan

warga pedesaan pergi mengadu nasib di pekrotaan. Kenyataan itu adalah sebuah

kewajaran sebab perputaran uang lebih banyak terjadi di daerah perkotaan dari pada

di daerah pedesaan.

Selain itu, di dalam struktur masyarakat pedesaan “asli”, adat istiadat masyarakat

tradisional sering kali menjadi hambatan bagi terjadinya mobilitas sosial vertical naik.

Sekelompok orang yang menempuh jenjang pendidikan tertentu di daerah perkotaan

lebih banyak diobseso oleh image di perkotaan lebih mudah mengadu untung.

9. Interaksi sosial.

Lebih tepatnya masyarakat pedesaanmeminjam istilah Ferdinand Tonies adalah

kelompok gesseslchaft yaitu kelompok patembayan, adalah ikatan lahir yang bersifat

pokok untuk jangka waktu yang pendek (sementara), bersifat sebagai bentuk dalam

pikiran saja, dan strukturnya bersifat mekanis sebagaimana diumpakan sebuah mesin.

Page 10: tugas lingkungan perkotaan

Kelompok sosial ini terdapat hubungan timbal balik dalam bentuk perjanjian-

perjanjian tertentu yang orientasinya adalah keuntungan (pamrih). Contoh yang

mudah diidentifikasi adalah persatuan pedagang pasar, perserikatan badan usaha

seperti perseroan terbatas (PT)atau cooperation limited (Co Ltd), firma, dan

comanditervenoschaft (CV).

Di dalam gesseslchaf, interaksi antar anggota masyarakat bersifat tak langsung

diantara mereka. Kontak dan komunikasi sosial yang membentuk interaksi sosial

biasanya terjadi secara personal dengan mempertimbangkan aspek untung rugi dari

interaksi yang dilakukan. Mengingat masyarakat perkotaan terdapat hubungan yang

kurang atau tidak saling kenal mengenal antar anggota masyarakat, sehingga

hubungan yang terjadi biasanya hanya seperlunya. Hampir semua hubungan antar

anggota masyarakat bersifat formal.

10. Pengawasan sosial.

Luasnya wilayah kultural perkotaan dan relatif heterogennya masyarakat perkotaan

membuat sistem pengawasan sosial perilaku antar anggota masyarakat kurang atau

tidak intensif. Tidak saling kenal mengenalnya antarwarga masyarakat. Di dalam satu

kelompok saja, misalnya dalam lingkungan satu RT, seseorang melakukan

penyimpanan banyak di antara anggota masyarakat yang tidak mengetahuinya. Sifat

sosial di dalam masyarakat perkotaan tidak sama dengan masyarakat pedesaan yang

antarwarga di dalam satu wilayah sifat kolektivitasnya sangat kuat. Pengawasan

sosial atau kontrol sosial kurang efektif di dalam masyarakat perkotaan ketimbang

masyarakat pedesaan.

11. Pola kepemimpinan.

Struktur masyarakat pedesaan lebih banyak bersifat formal rasional, artinya

kepemimpinan seseorang selalu didasarkan pada pertanggungjawaban secara rasional

atas dasar moral dan hukum. Dengan demikian, hubungan antarpemimpin dan warga

masyarakatnya lebih berorientasi pada hubungan formalitas. Dalam struktur

masyarakat seperti ini pola-pola formal dan rasional menentukan bagaimana

Page 11: tugas lingkungan perkotaan

masyarakat perkotaan lebih kental dengan pola-pola hubungan rasional, maka

seseorang yang dijadikan sebagai tokoh atau figur kepemimpinan kebanyakan berasal

dari seseorang yang tentunya memiliki kualifikasi tertentu berdasarkan kemampuan

baik secara akademis maupun dari aspek kepemimpinan. Seseorang yang memiliki

kualitas pribadi tidak hanya jarang melakukan”kesalahan” menurut ukuran

masyarakat setempat, jujur, memiliki jiwa pengorbanan yang tinggi dan pengalaman

tanpa memperhatikan kapasitas intelektualnya, akan tetapi kapasitas intelektual dan

aspek kepemimpinan akan dianggap sebagai panutan. Hubungan kepemimpinan di

dalam masyarakat pedesaan terkait dengan ikatan formal di mana pola-pola hubungan

formal rasional lebih banyak mewarnai pola-pola kepemimpinannya.

12. Standar kehidupan

Standar kehidupan biasanya diukur dari kepemilikan benda-benda yang dianggap

memiliki nilai yang dalam hal ini adalah harta benda. Standar hidup masyarakat

perkotaan yang hidup untuk hari ini dan esok. Mereka lebih mengenal deposit,

perbankan, tabungan sebagaimana yang biasa digunakan di dalam struktur

masyarakat modern daripada tempat penyimpanan bahan makanan, seperti lumbung

dan sebagainya. Artinya mereka tidak menyimpan bahan-bahan makanan sebagai

persediaan untuk esok hari, sebab baginya menyimpan uang dalam bentuk deposito

dianggap lebih praktis dan mudah. Selain itu, kepemilikan rumah mewah dan barang-

barang berharga lainnya seperti mobil mewah, HP keluaran terbaru, dan barang-

barang elektronik merupakan kebanggaan bagi masyarakat perkotaan. Untuk

memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari sangat tergantung pada penghasilan dari

pekerjaan, seperti bisnis dan gaji. Ketersediaan uang dalam bentuk deposito lainnya

lebih penting daripada kepemilikan bahan pangan yang disimpan di lumbung. Tingkat

kebutuhan mereka tidak hanya sebatas untuk pemenuhan kebutuhan hidup tetap, nilai

lebih dari apa yang dibutuhkan akan lebih meningkatkan status mereka di dalam

kehidupan sehari-hari. Konsep “nerima”, pasrah, dan mensyukuri apa yang ada bukan

merupakan bagian dari falsafah hidup masyarakat perkotaan.

13. Kesetiakawanan sosial.

Page 12: tugas lingkungan perkotaan

Sebagaimana dijelaskan di depan bahwa persekutuan masyarakat perkotaan lebih

berbentuk gesseslchaf maka ikatan solidaritas sosial dan kesetiakawanan lebih

renggang dibanding dengan masyarakat pedesaan. Artinya, pola-pola hubungan sosial

dengan orientasi untung rugi lebih dominan daripada kepentingan solidaritas dan

kesetiakawanan sosial. Hal ini, dapat dilihat dari pola-pola individual masyarakat

sehingga setiap kali pekerjaan yang berat selalu dihitung dari mekanisme upah dan

bayaran. Tali yang dapat mengikat rasa solidaritas masyarakat perkotaan adalah uang,

sehingga setiap hubungan sosial, maka uang adalah tali perekatnya.

14. Nilai dan sistem nilai.

Nilai dan sistem nilai di dalam struktur masyarakat perkotaan lebih bersifat formal.

Artinya, pola pergaulan dan interaksi lebih banyak diwarnai oleh pola-pola sosial

yang didasarkan pada tata aturan resmi, seperti hukum positif lebih dominan

dibandingkan dengan pola-pola sosial yang bersifat informal. Adat istiadat tidak

berperan menentukan pola-pola interaksi sosial di mana setiap permasalahan yang

muncul selalu di selesaikan berdasarkan hukum di pengadilan.

Masyarakat Pedesaan Yang Urban

Desa dalam pengertian ysng umum seperti yang di definisikan dalam UU no 32 tahun

2004adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah berwenang untuk

mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat. Berdasarkan asal-usul san adat

istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan negara kesatuan republik

indonesia masih menisakan persoalan besar. Berdasarkan konsep ini ada 71.000 lebih desa di

indonesia. Di antaranya ada sebanyak 32.000 dikategorikan sebagai desa tertinggal, jadi masih

banyak pemuda indonesia yang bernasib buruk. Indonesia sebagai negara dengan jumlah

penduduk terbesar keempat di dunia dengan perkiraan kepadatan penduduk 126 jiwa/ km2.

Jumlah ini didapat jika pola penyebaran penduduk di indonesia merata. Sedangkan kalau kita

telusuri lebih jauh peta kepadatan penduduk tidak tersebar secara merata.

Penghuni pulau jawa lebih padat dari pulau-pulau lain di indonesia, terlihat jika kita

bandingkan di tingkat provinsi. Data di tahun 2004 memperlihatkan bahwa DKI Jakarta sebagai

Page 13: tugas lingkungan perkotaan

ibu kota negara memiliki kepadatan penduduk 16.667 jiwa/km2, jawa barat 1124,19 jiwa/km2,

banten 2030,82 jiwa/km2. Bandingkan dengan kepadatan penduduk di kalimantan timur di tahun

yang sama 11,22 jiwa/km2 serta sumatera barat 104jiwa/km2. Data yang disebutkan di atas

menandakan adanya ketimpangan penyebaran penduduk di indonesia, biasanya disebabkan oleh

pembangunan yang tidak merata.

Pada umumnya pemuda banyak tergiur untuk migrasi ke kota besar bahkan jika berada di

luar jawa akan berupaya untuk menyebrangi samudra demi mengadu nasib di pulau jawa.

Padahal tanpa kompetensi yang memadai, hanya akan menambah permasalahan baru

kemiskinan. Mengutip pernyataan seorang peneliti kemiskinan Michael Lipton dan Ivan A Dahar

yang mengatakan bahwa kesenjangan ekstrem adalah penyebab utama terganjalnya

pertumbuhan. Oleh karena itu, kemiskinan massal, bukan hanya akibat stagnasi ekonomi, tetapi

penyebab terpenting stagnasi ekonomi itu sendiri.

Umum mobilitas penduduk dari desa menuju kota disebt urbanisasi. Namun demikian,

pengertian urbanisasi menurut Prof. Prijono Tjiptoherijanto, adalah persentase penduduk yang

tingggal di daerah perkotaan adalah mereka yang awam dengan ilmu kependudukan seringkali

mendefinisikan urbanisasi sebagai perpindahan penduduk dari desa ke kota. Padahal perpindahan

penduduk dari desa ke kota hanya salah satu penyebab proses urbanisasi, di samping penyebab-

penyebab lain seperti pertumbuhan alamiah penduduk perkotaan, perluasan wilayah, maupun

perubahan status wilayah dari daerah pedesaan menjadi daerah perkotaan, dan semacamnya itu.

Dengan demikina, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya urbanisasi akan terjadi secara

alamiah. Walaupun demikian, pemerintah memang memiliki kebijakan untuk sesegera mungkin

meningkatkan proporsi penduduk yang tinggal di daerah perkotaan karena berkaitan dengan

kenyataan bahwa meningkatnya penduduk daerah perkotaan akan berkatian erat dengan

meningkatnya pertumbuhan ekonomi negara.

Data yang di olah oleh guru besar UI tersebut memperlihatkan bahwa suatu negara atau

daerah dengan tingkat perekonomian yang lebih tinggi, juga memiliki tingkat urbanisasi yang

lebih tinggi, dan sebaliknya. Persoalan yang terjadi selanjutnya adalah tingkat urbanisasi yang

berlebihan atau tidak terkendali yang memaksa atau mendorong pemerintah membuat kebijakan

untuk mengendalikannya.