gema bidan indonesia hknn.pdf · volume iii nomor khusus hari kesehatan nasional, november 2014...

50
ISSN: 2252 8482 Gema BIDAN INDONESIA Diterbitkan Oleh: JURUSAN KEBIDANAN POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA GEMA BIDAN INDONESIA Volume: III, Nomor: Hari Kesehatan Nasional Halaman: 1-45 November 2014 ISSN: 2252-8482 This is Online document version This is Online document version This is Online document version

Upload: others

Post on 30-Dec-2020

19 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Gema BIDAN INDONESIA Hknn.pdf · Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482 Gema Bidan Indonesia Volume: II, Nomor: 1 iii ISSN: 2252 – 8482 Gema

Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia ii

ISSN: 2252 – 8482

Gema BIDAN INDONESIA

Diterbitkan Oleh:

JURUSAN KEBIDANAN POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA

GEMA BIDAN INDONESIA

Volume: I II, Nomor: Hari Kesehatan Nasional Halaman: 1-45

November 2014

ISSN: 2252-8482

This is Online document version This is Online document version

This is Online document version

Page 2: Gema BIDAN INDONESIA Hknn.pdf · Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482 Gema Bidan Indonesia Volume: II, Nomor: 1 iii ISSN: 2252 – 8482 Gema

Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia iii

ISSN: 2252 – 8482

Gema BIDAN INDONESIA

Diterbitkan Oleh:

JURUSAN KEBIDANAN POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA

GEMA BIDAN INDONESIA

Volume: II, Nomor: 1 Halaman: 1-55

Desember 2013 ISSN: 2252-8482

This is Online document version

This is Online document version

Page 3: Gema BIDAN INDONESIA Hknn.pdf · Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482 Gema Bidan Indonesia Volume: II, Nomor: 1 iii ISSN: 2252 – 8482 Gema

Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia ii

GEMA BIDAN INDONESIA (JURNAL PENELITIAN DALAM BIDANG KEBIDANAN)

Diterbitkan oleh: Jurusan Kebidanan Politeknik Kesehatan Kemenkes Surabaya

Penanggungjawab: drg. Bambang Hadi Sugito, M.Kes (Direktur Poltekkes Kemenkes Surabaya) Hj.K.Kasiati, S.Pd, A.Md.Keb, M.Kes (Ketua Jurusan Kebidanan) Setiawan, S.K.M, M.Psi. (Ka Unit Penelitian dan Pengabdian Masyarakat)

Dewan Redaksi: Sri Utami, S.Kp, M.Kes DR. Mamik, S.K.M, M.Kes Sriami, S.Pd, S.K.M, M.Kes Hery Sumasto, S.Kep., Ns., M.M.Kes Fitriah, S.Kep, Ns, M.Kep

Penyunting: Heru Santoso Wahito Nugroho, S.Kep, Ns, M.M.Kes Rekawati Susilaningrum, A.Per.Pen, M.Kes Teta Puji Rahayu, S.S.T, M.Keb Kharisma, S.S.T, M.Keb

Sekretariat: Triana Septianti Purwanto, S.S.T, MKeb Aulia, S.Sos

Alamat: Jl. Prof. Moestopo 8A Surabaya, Telepon 031-5027404 Jl. S. Parman 1 Magetan, Telepon 0351-895216, Faksimil 0351891565

E-mail dan Website: [email protected] www.gebindo.webs.com Keterangan: Penerbitan perdana bulan Juni 2012, selanjutnya diterbitkan setiap tiga bulan Harga per-eksemplar Rp. 30.000,00

Gema Bidan Indonesia

Volume

III

Nomor Khusus

HKN

Halaman

1-45

November

2014

ISSN

2252-8482

Page 4: Gema BIDAN INDONESIA Hknn.pdf · Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482 Gema Bidan Indonesia Volume: II, Nomor: 1 iii ISSN: 2252 – 8482 Gema

Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia iii

EDITORIAL PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL

Salam dari Redaksi Pada penerbitan nomor khusus peringatan Hari Kesehatan Nasional ini, Gema Bidan Indonesia menyajikan artikel-artikel hasil penelitian dalam bidang kebidanan buah karya para peneliti dari Magetan. Penerbitan kali ini bertujuan untuk mengakomodir keinginan para peneliti, khususnya dari Magetan mempublikasikan beberapa hasil penelitian. Segenap dewan redaksi menyampaikan rasa terimakasih yang setinggi-tingginya kepada para peneliti yang telah memilih jurnal ini sebagai media untuk mempublikasikan hasil penelitian kebidanan. Para peneliti yang ingin mempublikasikan artikel ilmiah atau meminta keterangan lainnya dipersilakan menghubungi kami melalui surat, faksimil, telepon, atau e-mail. Terimakasih juga kami sampaikan kepada PDII LIPI yang telah memfasilitasi legalitas jurnal ini. Redaksi

Gema Bidan Indonesia menerima artikel asli berupa hasil penelitian atau tinjauan hasil penelitian dalam bidang kebidanan, yang belum pernah dipublikasikan. Artikel harus dilampiri dengan surat ijin penelitian atau halaman pengesahan. Dewan Redaksi berwenang untuk menerima atau menolak artikel yang masuk, dan seluruh artikel tidak akan dikembalikan kepada pengirim. Dewan Redaksi juga berwenang mengubah artikel, namun tidak akan mengubah makna yang terkandung di dalamnya. Artikel berupa tugas akhir mahasiswa (karya tulis ilmiah, skripsi, tesis dan disertasi) harus menampilkan mahasiswa sebagai peneliti utama. Artikel yang dikirim ke Dewan Redaksi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1. Menggunakan kertas HVS A4 dengan

keseluruhan margin 3,5 cm, berformat 1 kolom, memakai huruf Arial 9.

2. Lembar maksimum yang diizinkan adalah 10 halaman

3. Berwujud softcopy yang dikirim melalui e-mail. Syarat isi artikel adalah sebagai berikut: 1. Judul ber-Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris

maksimum 14 kata, diketik pada bagian tengah, menggunakan huruf kapital dan dicetak tebal.

2. Nama lengkap penulis tanpa gelar ditulis di bawah judul, di bawahnya adalah asal institusi, semua dicetak tebal pada bagian tengah.

3. Abstrak ber-Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris dengan huruf miring. Judul abstrak ada di tengah dengan huruf kapital. Isi abstrak dicetak rata kiri dan kanan dalam satu paragraf. Di bawah isi abstrak harus ditambahkan kata kunci.

4. Pendahuluan ber-Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan dan awal paragraf masuk 0,5 cm.

5. Metode Penelitian ber-Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan, awal paragraf masuk 0,5 cm.

6. Hasil Penelitian ber-Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan, awal paragraf masuk 0,5 cm.

7. Pembahasan ber-Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan, awal paragraf masuk 0,5 cm.

8. Simpulan dan Saran ber-Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan, awal paragraf masuk 0,5 cm. Simpulan dan saran disajikan secara naratif.

9. Daftar Pustaka ber-Bahasa Indonesia, bentuk paragraf menggantung (0,5 cm) rata kanan dan kiri, mengacu pada Sistim Harvard, yaitu: penulis, tahun, judul buku, kota dan penerbit (untuk buku) dan penulis, tahun, judul artikel, nama jurnal (untuk jurnal).

Catatan: Judul tabel berada di atas tabel dengan posisi di tengah, sedangkan judul gambar berada di bawah gambar dengan posisi di tengah.

Dewan Redaksi

Page 5: Gema BIDAN INDONESIA Hknn.pdf · Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482 Gema Bidan Indonesia Volume: II, Nomor: 1 iii ISSN: 2252 – 8482 Gema

Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia iv

DAFTAR ARTIKEL Halaman 1-4:

HUBUNGAN ANTARA ANEMIA DENGAN KEJADIAN KEKURANGAN ENERGI KRONIK PADA IBU HAMIL

N. Surtinah, Sunarto, Nurwening Tyas Wisnu

Halaman 5-9: GAMBARAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RENDAHNYA CAKUPAN IMUNISASI DASAR

Sulikah, Suparji, Tutiek Herlina

Halaman 10-14: GAMBARAN KECENDERUNGAN STATUS GIZI BALITA DI DESA PLESET

Astuti Setiyani, Maria Retno Ambarwati, Heru Santoso Wahito Nugroho

Halaman 15-19: PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU HAMIL DALAM MENGHADAPAI KELUHAN FISIOLOGIS TRIMESTER 1

Triana Septianti Purwanto, Subagyo,Hery Sumasto

Halaman 20-23: KOMPLIKASI IBU PADA MASA NIFAS DI PUSKESMAS KENDAL NGAWI

Triana Septianti Purwanto, Ayesha Hendriana Ngestiningrum, Hery Sumasto

Halaman 24-28: FAKTOR PENGHAMBAT CAKUPAN METODE KB MOW DI DESA KLAMPISAN GENENG NGAWI

Tinuk Esti Handayani, Nurwening Tyas Wisnu, Nana Usnawati

Halaman 29-33: DAMPAK FREKUENSI PELATIHAN TERHADAP KEMAMPUAN KADER DALAM MENDETEKSI RESIKO KEHAMILAN

Ayesha Hendriana Ngestiningrum, Budi Joko Santosa, Agung Suharto

Halaman 34-38: TINGKAT PENGETAHUAN KADER KESEHATAN DAN KEBERHASILAN PELAKSANAAN POS KESEHATAN DESA (POSKESDES)

Tumirah, Nana Usnawati, Nurlailis Saadah

Halaman 39-45: FAKTOR PENGHAMBAT PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF

Astuti Setiyani, Triana Septianti Purwanto, Maria Retno Ambarwati

Page 6: Gema BIDAN INDONESIA Hknn.pdf · Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482 Gema Bidan Indonesia Volume: II, Nomor: 1 iii ISSN: 2252 – 8482 Gema

Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 1

HUBUNGAN ANTARA ANEMIA DENGAN KEJADIAN KEKURANGAN ENERGI

KRONIK PADA IBU HAMIL

N. Surtinah (Prodi Kebidanan Magetan,

Poltekkes Kemenkes Surabaya) Sunarto

(Prodi Kebidanan Magetan, Poltekkes Kemenkes Surabaya)

Nurwening Tyas Wisnu (Prodi Kebidanan Magetan,

Poltekkes Kemenkes Surabaya)

ABSTRAK

Pendahuluan: Kejadian Anemia dan KEK pada Ibu hamil merupakan salah satu faktor resiko tinggi yang memerlukan perhatian khusus. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di Puskesmas,40% ibu hamil anemia dan 20% ibu hamil KEK. Peneliti ingin meneliti tentang hubungan anemia denggan kejadian KEK pada ibu hamil. Metode: Jenis penelitian analitik dengan rancangan cross sectional. Populasi ibu hamil sejumlah 119 orang. Sample diambil dengan teknik simple random sampling dengan lottery technique. Sebagai variabel

bebas adalah kejadian anemia, sedangkan sebagai variabel terikat adalah kejadian KEK. Pengumpulan data dengan data sekunder pada variabel kejadian anemia dan kejadian KEK pada ibu hamil. Untuk menganalisa hubungan antara variabel menggunakan uji chi- square. Hasil: Sebagian besar ibu hamil mengalami anemia dari pada ibu hamil yang tidak anemia dan sebagian besar juga ibu hamil tidak mengalami KEK. Dari hasil analisis dengan menggunakan uji chi –square disimpulkan dengan perolehannya telah diketahui hipotesis ditetapkan adalah bila P < α 0,05 maka pada penelitian didapatkan P=0,000 < α = 0,05, berarti Ho ditolak. Simpulan: Ada hubungan antara Anemia dan kejadian KEK pada ibu hamil. Kata kunci: Anemia dan KEK

PENDAHULUAN Latar Belakang

Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih tinggi. Survey demografi dan kesehatan (SDKI) 2007 menunjukkan bahwa AKI adalah 228 per 100.000 kelahiran hidup. Penyebab langsung kematian Ibu sebesar 90 % terjadi pada saat persalinan dan setelah persalinan. Diantaranya penyebab langsung kematian ibu adalah perdarahan (28%) dan penyebab tidak langsung antara lain Kurang Energi Kronis (KEK) pada kehamilan (37%).

Di Indonesia banyak terjadi kasus kekurangan energi kronik (selanjutnya disebut KEK) terutama yang kemungkinan disebabkan karena adanya ketidakseimbangan asupan gizi, sehingga zat gizi yang dibutuhkan tubuh tidak tercukupi. Apabila pada saat hamil ibu mengalami KEK dan anemia maka kehamilannya akan beresiko. Anemia adalah kekurangan kadar haemoglobin (selanjutnya disebut Hb) dalam darah. Agar kehamilan tidak beresiko, maka upaya penanggulangan masalah gizi masyarakat harus ditingkatkan melalui program peningkatan kesehatan dan ekonomi keluarga. Status gizi ibu hamil dapat diukur melalui ukuran lingkar lengan atas (selanjutnya disebut LILA). Apabila ukuran LILA kurang dari 23,5 centimeter, mencerminkan bahwa cadangan gizi sebelum hamil atau saat pertama di diagnosa hamil sangat kurang sehingga kehamilannya beresiko, dampaknya pada pertumbuhan dan perkembangan janin (Mansjoer ,2001 : 23).

Hasil Riskesdas tahun 2007 menunjukkan bahwa prevalensi anemia pada ibu hamil secara nasional sebesar 24,5%. Berdasarkan data di Puskesmas Bringin tahun 2010 Bulan Januari sampai Desember didapatkan jumlah ibu hamil 498 prevalensi KEK sebanyak 103 (20%). Ibu hamil yang anemia (Hb kurang dari 11 g/dl) sebanyak 41 orang (40%). Ibu hamil seharusnya memiliki kadar hemoglobin (Hb) > 11 g/dl Pada saat post partum minimal harus 10 g/dl.

Menurut Ikatan Bidan Indonesia (2000) untuk deteksi anemia pada kehamilan maka pemeriksaan kadar Hb, ibu hamil harus dilakukan pada kunjungan pertama dan minggu ke 28. Akan tetapi dalam kenyataan tidak semua ibu hamil yang mendapat tablet zat besi meminumnya secara rutin, hal ini bisa disebabkan karena faktor ketidaktahuan pentingnya tablet zat besi untuk kehamilannya. Dampak yang diakibatkan minum tablet zat besi dan

Page 7: Gema BIDAN INDONESIA Hknn.pdf · Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482 Gema Bidan Indonesia Volume: II, Nomor: 1 iii ISSN: 2252 – 8482 Gema

Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 2

penyerapan/respon tubuh terhadap tablet besi -kurang baik sehingga tidak terjadi peningkatan kadar HB sesuai dengan yang diharapkan. Bidan merupakan salah satu pelaksana kegiatan dalam rangka penurunan angka kejadian anemia yaitu dengan melakukan kegiatan yang meliputi penyuluhan dan konseling tentang pentingnya gizi bagi ibu hamil, pencegahan anemia, melakukan deteksi dini ibu hamil/nifas penderita anemia dengan pemeriksaan Hb dan pemberian tablet tambah darah. Faktor lain yang berhubungan dengan anemia adalah adanya penyakit infeksi bakteri, parasit usus seperti cacing tambang, malaria. Faktor sosial ekonomi yang rendah juga memegang peranan penting kaitannya dengan asupan gizi ibu selama hamil (Arfiko, 2008:2). Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan antara kejadian anemia dengan kejadian KEK pada ibu hamil di Puskesmas Bringin Kabupaten Ngawi. METODE PENELITIAN

Berdasarkan tujuan penelitian, maka jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik observasional dengan pendekatan desain cross sectional. Penelitian ini mengambil lokasi di wilayah kerja Puskesmas Bringin Kabupaten Ngawi. Pemilihan lokasi ditentukan berdasarkan angka kejadian KEK pada ibu hamil. Penelitian dilakukan selama enam bulan. Dalam penelitian ini adalah seluruh ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Bringin Kabupaten Ngawi yang tercatat di buku KIA Ibu Hamil.Besar sampel adalah 119 orang.

Data dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu catatan hasil pemeriksaan ANC yang ada di buku KIA dan atau buku regester kehamilan dan persalinan yang ada di bidan desa dan bidan praktik swasta di wilayah penelitian. Pelaksanaan pengumpulan data bersamaan dengan jadwal kegiatan Posyandu di masing-masing desa di wilayah Puskesmas Bringin. Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti dan tenaga surveyor dibantu oleh bidan desa setempat, kader Posyandu dan ibu balita. Analisis data menggunakan uji statistik yang digunakan adalah uji statistik Chi-Square

dan perolehannya telah diketahui 0.05,

HASIL PENELITIAN

Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil

Hasil dari buku KIA ibu hamil kadar Hb ibu hamil,kejadian anemia dibagi menjadi

anemia bila HB < 11 gr %, diperoleh dari hasil penelitian bahwa ibu hamil trimester II dan III Anemia sebanyak 74 orang (62,2%) dan tidak Anemia sebanyak 45 orang (37,8%). Sedang HB terendah 9,4 gr % dan tertinggi 11,5gr%.

Kejadian KEK Pada ibu hamil

Dari hasil data yang diperoleh dari buku KIA ibu hamil tentang LILA bila KEK LILA < 23,5 cm dan tidak KEK > 23,5 cm. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa ibu hamil trimester II da III KEK ibu hamil sebanyak 57 orang (47,9%) dan tidak KEK sebanyak 62 orang (52,1%) . Sedangkan pengukuran LILA yang diperoleh dari hasil penelitian yang terendah 19,5 cm dan tertinggi 28 cm . Hubungan Anemia Dengan kejadian KEK Pada Ibu Hamil

Dari hasil data yang diperoleh kejadian

Anemia dan kejadian KEK ibu hamil dibuat tabulasi silang. Hasil penelitian didapatkan bahwa ibu hamil trimester II dan III kejadian Anemia dan KEK sebanyak 45 orang (60,8), sedangkan ibu hamil trimester II dan III kejadian Anemia dan Tidak KEK sebanyak 29 orang (39,2%) dan ibu hamil tidak anemia dan KEK sebanyak 12 orang (26,7%) dan Tidak Anemia dan Tidak KEK sebanyak 33 orang (73,3%). Hasil tabulasi silang Ibu Hamil Anemia dengan kejadian KEK.

Nilai uji chi square adalah p = 0,000 (<0,05) maka Ho ditolak (ada hubungan antara anemia dengan kejadian KEK pada ibu hamil).

PEMBAHASAN Kejadian Anemia Ibu Hamil

Didapatkan hasil bahwa ibu hamil trimester II dan III di Puskesmas Bringin Kab. Ngawi, dari 119 ibu hamil yang anemia adalah 74 orang (62,2%) atau kadar hb kurang dari 11 gr%.

Kejadian Anemia dalam kehamilan memberi pengaruh kurang baik bagi ibu,baik dalam kehamilan ,persalinan maupun nifas. Kebanyakan anemia yang diderita masyarakat adalah karena kekurangan zat besi,termasuk juga pada ibu hamil. Hal ini disebabkan karena dalam kehamilan keperluan akan zat-zat makanan bertambah dan terjadi pula perubahan-paerubahan dalam darah dan sumsum tulang, dan bahaya selama hamil dapat terjadi abortus,persalinan prematur, hambatan tumbuh kembang janin dalam rahim, ancaman dekompensasi kordi (Hb<6gr%),

Page 8: Gema BIDAN INDONESIA Hknn.pdf · Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482 Gema Bidan Indonesia Volume: II, Nomor: 1 iii ISSN: 2252 – 8482 Gema

Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 3

mola hidatidosa, hiperemesis grvidarum, perdarahan antepartum, KPD (Manuaba, 1998).

Untuk mengatasi masalah anemia dapat dilakukan terapi yaitu dengan cara pemberian preparat besi baik oral maupun parental, selain itu terapi dengan cara meningkatkan konsumsi bahan makanan tinggi zat besi. Untuk menghindari terjadinya anemia sebaiknya ibu hamil melakukan pemeriksaan sebelum hamil sehingga dapat diketahui data-data dasar kesehatan umum calon ibu hamil tersebut. Dalam pemeriksaan kesehatan harus disertai dengan pemeriksaan laboratrium secara lengkap (Sarwono,2002 dan Manuaba,1998).

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa anemia sangat berbahaya terutama bagi ibu hamil ,dan janin yang akan dilahirkan. Oleh karena itu sebaiknya ibu hamil melakukan pemeriksaan kadar hb dari K1,K4 dan mau persalinan yang teratur dan lengkap untuk menghindari anemia.

Kejadian KEK Ibu Hamil

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu hamil trimester II dan III kejadian KEK 57 orang (47,9%).

Program Perbaikan Gizi Makro menyatakan bahwa Kurang Energi Kronis merupakan keadaan dimana ibu menderita kekurangan makanan yang berlangsung menahun (kronis) yang mengakibatkan timbulnya gangguan kesehatan pada ibu. KEK dapat terjadi pada wanita usia subur (WUS) dan pada ibu hamil (bumil). Pada ibu hamil lingkar lengan atas digunakan untuk memprediksi kemungkinan bayi yang dilahirkan memiliki berat badan lahir rendah. Ibu hamil diketahui menderita KEK dilihat dari pengukuran LILA, adapun ambang batas LILA WUS (ibu hamil) dengan risiko KEK di Indonesia adalah 23,5 cm. Apabila ukuran LILA kurang dari 23,5 cm atau dibagian merah pita LILA, artinya wanita tersebut mempunyai risiko KEK dan diperkirakan akan melahirkan berat bayi lahir rendah (BBLR). Dan mempunyai risiko kematian, gizi kurang, gangguan pertumbuhan dan gangguan perkembangan anak. Lingkar lengan atau merupakan indikator status gizi yang digunakan terutama untuk mendeteksi kurang energi protein untuk mendeteksi wanita usia subur dan ibu hamil dengan risiko melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah.(Depkes RI 1995).

Hal ini bahwa pengukuran LILApada kelompok wanitausia subur (WUS) adalah salah satu cara deteksi dini yang mudah dan dapat dilaksanakan oleh masyarakat awam,

untuk mengetahui kelompok berisiko kekurangan energi kronis (KEK). Pengukuran LILA tidak dapat digunakan untuk memantau perubahan status gizi dalam jangka pendek. Pada ibu hamil pengukuran LILA dilakukan pada kunjangan K1 atau waktu pertama kali ibu periksa kehamilan.(Depkes RI, 1994) yang dikutip oleh I Dewa Nyoman Supariasa Hubungan anemia dengan Kejadian KEK

Dari distribusi silang diatas diketahui juga pada ibu hamil yang anemia paling banyak terdapat pada kejadian KEK sebanyak 57 orang (47.9 %) dan selebihnya 62 orang (52,1%) pada kejadian tidak KEK.

Kekurangan Energi Kronis (KEK) adalah keadaan dimana remaja putri/wanita mengalami kekurangan gizi yang berlangsung lama atau menahun,dan dikatakan menderita risiko KEK bilamana LILA <23,5 cm. Pengukuran LILA dimaksudkan untuk mengetahui apakah seseorang menderita Kurang Energi Kronis (KEK), sedangkan pengukuran kadar Hb untuk mengetahui kondisi ibu apakah menderita anemia gizi. Di Indonesia batas ambang LILA dengan resiko KEK adalah 23,5 cm hal ini berarti ibu hamil dengan resiko KEK diperkirakan akan melahirkan bayi BBLR. Bila bayi lahir dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) akan mempunyai resiko kematian, gizi kurang, gangguan pertumbuhan, dan gangguan perkembangan anak. Untuk mencegah resiko KEK pada ibu hamil sebelum kehamilan wanita usia subur sudah harus mempunyai gizi yang baik, misalnya dengan LILA tidak kurang dari 23,5 cm. Apabila LILA ibu sebelum hamil kurang dari angka tersebut, sebaiknya kehamilan ditunda sehingga tidak beresiko melahirkan BBLR. Pengukuran Lingkar lengan atas dimaksudkan untuk mengetahui prevalensi wanita usia subur umur 15-45 tahun dan ibu hamil yang menderita Kurang Energi kronis (KEK) (Saifudin, 2002).

Darah bertambah banyak dalam kehamilan yang lazim disebut hidremia atau hipervalemia. Akan tetapi bertambahnya sel-sel darah kurang dibandingkan dengan bertambah plasma,sehingga terjadi pengeceran darah. Secara fisiologis kebutuhan zat besi akan meningkat pada wanita selama,reproduksi,karena kebutuhan zat besi yang meningkat selama kehamilan.

Kekurangan zat besi dapat diatasi melalui pemberian zat besi secara teratur dan peningkatan gizi,disamping itu pemeriksaan antenatal sudah mulai mendapat perhatian sehinggabanyak

Page 9: Gema BIDAN INDONESIA Hknn.pdf · Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482 Gema Bidan Indonesia Volume: II, Nomor: 1 iii ISSN: 2252 – 8482 Gema

Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 4

memeriksakan diri ke dokter ,bidan ,pusksmas dan rumah sakit swasta.Pelayanan antenatal yang dianjurkan dan dianggap sudah memenuhi kriteria ibu hamil cukup 4 kali selama hamil. Pada pemeriksaan antenatal juga dilakukan pemeriksaan laboratrium dasar seperti darah (Hb),urine (protein uri), dan gula darah. Berdasarkan pemeriksaan dasar tersebut dapat dikembangkan pemeriksaan lebih lanjut dengan indikasi tertentu. SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa ada hubungan anemia dengan KEK

Saran

Ibu hamil anemia dan KEK berusaha memeriksakan kehamilannya dari usia kehamilan sedini mungkin, harus banyak mengkonsumsi makanan bergisi minimal 2500 Kkal/hari,serta meningkatan konsumsi bahan makanan tinggi zat besi, dan memeriksakan kadar hb pada saat K1, K4, mau persalinan, rutin memeriksakan persalinan ke bidan,dan diukur LILA dari kunjungan K1, minum tablet tambah darah minimal 90 tablet selama kehamilan.

Melakukan pemeriksaan yang lengkap pada ibu hamil yaitu kadar Hb pada trimester II dan III dan LILA, karena faktor tersebut penting untuk mengetahui kejadian anemia dan KEK selama hamil.

Penelitian lebih lanjut untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan anemia dan KEK pada ibu hamil, yaitu jumlah energi yang dikonsumsi, paritas, Usia ibu, Konsumsusi tablet tambah besi, Pengetahuan Ibu, Pendapatan Keluarga dan gangguan kesehatan yang berkaitan pola mengkonsumsi makanan yang kurang baik selama hamil, pengendalian dari variabel penggangu dan subyek penelitian lebih diperhatikan sehingga hasil yang didapat menjadi lebih baik untuk perkembangan ilmu pengetahuan. DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI Direktorat Jendral Bina Kesehatan Masyarakat Direktorat Bina Kesehatan Ibu Jakarta 2009

Alimul. 2007. Metode Penelitian Kebidanan. PT.Rineka Cipta. Jakarta

Dep. Kes. RI Direktorat Jendral Bina Kesehatan Masyarakat Direktorat gizi Masyarakat

Arfiko. 2008. Anemia pada Ibu Hamil. http://www.info-kia.com.id, tgl.26/08/2011.

Bercham. 2002. Kesehatan Ibu dan Anak. http://www.mother and baby.com.id/pdf/2002. tgl. 26/08/2011.

Depkes. 2005. Anemia. http://www.depkes.com. tgl. 28/08/2011.

Dinkes, Jatim. 2007. Standar Pelayanan Minimal. http://www.dinkes-jatim-com. tgl. 28/08/2011.

Erica. 2004. Anemia Pada Remaja dan Ibu Hamil. Jakarta : Salemba Medika.

Kardinan. 2009. Tingginya Angka Anemia di dunia. http://www.nakita.com.id. tgl. 30/08/2011.

Mansjoer. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta : Media Aescluapius.

Manuaba. 2003. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana. Jakarta : EGC.

Mubarak. 2007. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : EGC.

Mulyono. 2004. Kesehatan Reproduksi Wanita. http//www.info-kia.com. tgl.30/08/2011.

Nursalam, 2003. Konsep Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Salemba Medika. Jakarta.

Saifudin. 2002. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Swarwono Prawirohardjo.

Sarwono. 2007. Ilmu Kebidanan. Yogjakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

SKIA. 2001. Prevalensi Anemia di Indonesia. http://skia.com.id. tgl. 28/08/2011.

Sukaemi. 2009. Resiko Tinggi Kehamilan. http://www.info-wikipedia.com.

tgl. 28/08/2011. WHO. 2001. Prevalensi Anemia di

Indonesia. http://www.who.com.id. tgl. 28/08/2011. Soekidjo Notoatmodjo. Metodologi penelitian

kesehatan. PT Rineka Cipta,2010 I Dewa Nyoman Supariasa, 2002 Lingkar

Lengan Atas

Page 10: Gema BIDAN INDONESIA Hknn.pdf · Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482 Gema Bidan Indonesia Volume: II, Nomor: 1 iii ISSN: 2252 – 8482 Gema

Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 5

GAMBARAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RENDAHNYA CAKUPAN IMUNISASI DASAR

Sulikah

(Prodi Kebidanan Magetan, Poltekkes Kemenkes Surabaya)

Suparji (Prodi Kebidanan Magetan,

Poltekkes Kemenkes Surabaya) Tutiek Herlina

(Prodi Kebidanan Magetan, Poltekkes Kemenkes Surabaya)

ABSTRAK

Pendahuluan: Berdasarkan data cakupan imunisasi dasar di Desa Kauman Kecamatan Widodaren Kabupaten Ngawi pencapain target imunisasi dasar masih dibawah target yaitu 70% dari 90% target imunisasi dasar Puskesmas Kauman. Tujuan penelitian ini adalah mengetahuai gambaran faktor-faktor yang mempengarui rendahnya target pencapaian imunisasi dasar di Desa Kauman Kecamatan Widodaren Kabupaten Ngawi. Metode: Jenis penelitian deskriptif. Populasi adalah ibu bayi yang tidak lengkap imunisasi dasar yang berada di wilayah Desa Kauman Kecamatan Kabupaten Ngawi, sampel seluruh populasi. Variabel dalam penelitian ini yaitu gambaran faktor-faktor yang mempengarui rendahnya pencapaian target imunisasi dasar. Pengumpulan data mengunakan kuesioner, analisa secara deskrtitif berupa distribusi frekuensi dan persentase, dan penyajian datanya dalam bentuk tabel dan tekstular. Hasil: Sebanyak 59,4% ibu berusia 31-45 tahun, tingkat pendidikan dasar sebanyak 71,8%. Tingkat pengetahuan terhadap imunisasi dasar 84,4% ibu baik. Sikap ibu terhadap imunisasi dasar 59,4% negatif. Sikap petugas kesehatan 78,1% positif . Simpulan: Ibu berumur sudah matang yaitu umur 31-45 tahun, berpendidikan dasar, pengetahuan ibu terhadap imunisasi baik, sikap ibu terhadap imunisasi negatif, sikap petugas kesehatan positif. Kata kunci: Imunisasi dasar, pendidikan, pengetahuan, sikap

PENDAHULUAN Latar Belakang

Pelayanan kesehatan masa bayi merupakan upaya terpenting dibandingkan dengan upaya pada masa kehidupan lainya, karena masa bayi merupakan periode yang rawan. Kegiatan pelayananya mencakup pelayanan masa neonatal yang mengutamakan pada pemeriksaan bayi baru lahir dan tindak lanjut secara berkala sampai bayi berumur satu tahun. Pemeriksaan tindak lanjut setelah bulan pertama terutama ditujukan terhadap tumbuh kembang fisik dan intelektual, nasehat pengaturan dan pemberian makan serta pemberian imunisasi (Markum,2000:74). Imunisasi adalah suatu usaha memberikan kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit dengan memasukan sesuatu kedalam tubuh agar tubuh tahan terhadap penyakit yang sadang mewabah atau berbahaya bagi seseorang (Kalifah, 2008). Imunisasi merupakan upaya preventif untuk menurunkan angka kesakitan, kecacatan dan kematian akibat beberapa penyakit. Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi yaitu tubercolosis, campak, difteri, pertusis, tetanus, polyomlitis, dan hepatitis (Godam, 2010).

Pemerintah mengharapkan pada tahun 2014 seluruh desa/kabupaten 100% UCI (Universal Child Immunization)atau 90% dari seluruh bayi di desa/kelurahan memperoleh imunisasi dasar lengkap yang terdiri dari BCG, Hepatitis1, DPT-H, polio dan campak. Tetapi kenyataanya secara umum pencapaian UCI desa/kelurahan pada akhir tahun 2009 masih rendah yaitu 69% (Godam, 2010). Target imunisasi dasar yang harus dicapai di tingkat nasional sampai tingkat desa agar pencapaian UCI dapat terwujud yaitu jenis imunisasi : HB-Unijek (80%), BCG(90%), DPT Combo1 dan Polio (90%), DPT Combo2 dan (80%), BCG (90%), DPT Combo1 dan Polio1 (90%), DPT Combo2 dan Polio2 (80%), DPT Combo3 dan Polio3 (80 %), Polio4 dan campak (80%). Pencapaian UCI ditingkat propinsi maupun kabupaten jauh dari harapan.

Kabupaten Ngawi pada akhir Desember tahun 2010 untuk tiap-tiap Puskesmas pencapaian target imunisasi masih jauh dari harapan target nasional, yaitu rata-rata 70,6%. Salah satu puskesmas yang belum mencapai UCI adalah puskesmas Kauman yaitu rata-rata 70%. Di Puskesmas Kauman terdapat 4 desa. Desa terendah pencapainya adalah Desa Kauman dengan pencapian targetnya yaitu rata-rata 68,6% (Laporan bulanan Puskesmas Kauman tahun 2010).

Page 11: Gema BIDAN INDONESIA Hknn.pdf · Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482 Gema Bidan Indonesia Volume: II, Nomor: 1 iii ISSN: 2252 – 8482 Gema

Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 6

Rendahnya cakupan imunisasi dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah faktor perilaku manusia yang sangat mempengarui terhadap kesehatan, termasuk juga mengenai kelengkapan imunisasi dasar untuk bayi. Bentuk perilaku kesehatan menurut Lawrence Green dalam Notoatmojo (2003: 13), perilaku dipengarui oleh Faktor Predisposisi (predisposing factor), misalnya, pengetahuan, sikap, tradisi atau kepercayaan, faktor pemungkin (enabling factor) misalnya, sarana dan prasarana kesehatan, faktor penguat (reinforcing factor) misalnya, sikap dan perilaku petugas.

Di Desa Kauman pencapaian cakupan imunisasi yang kurang bila tidak diatasi akan berdampak negatif, mungkin untuk tahun-tahun yang akan datang bayi-bayi akan mudah terserang penyakit-penyakit seperti TBC, Hepatitis, Difteri, Pertusis, Tetanus, Polio dan Campak. Pemerintah melalui Puskesmas menerapkan program antara lain membebaskan biaya imunisasi dasar, penyuluhan, kunjungan rumah bayi yang belum di imunisasi.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Kauman Kecamatan Widodaren Kabupaten Ngawi, karena Desa Kauman merupakan salah satu desa yang cakupan imunisasi dasar masih di bawah target yang ditentukan oleh Puskesmas Kauman Kecamatan Widodaren Kabupaten Ngawi.

Populasi pada penelitian ini adalah jumlah seluruh ibu bayi yang tidak lengkap imunisasinya di wilayah Desa Kauman Kecamatan Widodaren Kabupaten Ngawi sebanyak 32. Pada penelitian ini seluruh populasi dijadikan responden penelitian. Besar sampel penelitian ini 32 balita yang tidak lengkap iminisasi dasar.

Variabel penelitian ini faktor-faktor yang mempengarui rendahnya target imunisasi, sedangkan sub variabelnya adalah tingkat pendidikan ibu, tingkat pengetahuan ibu, sikap ibu terhadap imunisasi dasar dan sikap ibu terhadap petugas petugas kesehatan

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini berupa pengisian kuesioner , selanjutnya dianalisis menggunakan distribusi frekuensi yang disajikan dalam bentuk tabel. HASIL PENELITIAN

Sikap ibu terhadap imunisasi dasar berdasarkan umur

Umur ibu di kelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu umur 20–30 dan umur 31–45

tahun, dari hasil penelitian diperoleh hasil kelompok umur 20–30 tahun sebanyak 13 orang (40,6%) yang mempunyai sikap positif terhadap imunisasi sebanyak 5 orang (38,5%) dan sikap negatif 8 orang (61,5%), kelompok umur 31-45 tahun sebanyak 19 orang (59,4%) yang mempunyai sikap positif sebanyak 8 orang (42,1%) sikap negatif 11 orang (57,9%). Tingkat pengetahuan berdasarkan umur

Umur dikelompokan menjadi 2 kelompok

yaitu umur 20-30 dan umur 31-45, dari hasil penelitian diperoleh hasil kelompok umur 20-30 tahun sebanyak 13 ibu (46,6%) yang mempunyai pengetahuan baik 12 (92,3%) dan pengetahuan cukup 1 (7,7%). Kelompok umur 31-45 tahun (59.4%) yang pengetahuan baik 15 (78,9%) dan pengetahuan cukup 4 (21,1%). Tingkat tingkat pengetahuan berdasarkan pendidikan

Tingkat pendidikan ibu di kelompokkan menjadi tiga yaitu dasar, menengah, tinggi. Dari hasil penelitian diperoleh hasil ibu yang tingkat pendidikan dasar sebanyak 23 orang (71,9 %) yang mempunyai pengetahuan cukup 4 (17,4 %), pengetahuan baik 19 (82,6 %), sedangkan pendidikan menengah sebanyak 9 orang (28,1 %) yang mempunyai pengetahuan cukup 1 (11,1%) dan pengetahuan baik 8 (88,9%). Tingkat sikap ibu terhadap imunisasi dasar berdasarkan pendidikan

Tingkat pendidikan ibu di kelompokkan menjadi tiga yaitu dasar, menengah, tinggi. Dari hasil penelitian diperoleh hasil ibu yang tingkat pendidikan dasar sebanyak 23 orang (71,9%) yang mempunyai sikap positif terhadap imunisasi dasar 10 orang (43,5%), sikap negatif 13 orang (56,5%), sedangkan tingkat pendidikan menengah sebanyak 9 orang (28,1%) yang mempunyai sikap positif terhadap imunisasi dasar 3 orang (33,3%) sikap negatif 6 orang (66,77%).

Tingkat sikap ibu terhadap imunsiasi dasar berdasarkan pengetahuan

Tingkat pengetahuan ibu terhadap

imunisasi dasar di kelompokkan menjadi 3 yaitu baik, cukup, kurang. Dari hasil penelitian diperoleh hasil ibu yang tingkat pengetahuan baik sebanyak 22 orang (84,4%) yang mempunyai sikap positif terhadap imunisasi dasar sebanyak 11 orang (40,1%), sikap negatif 16 orang (59,3%),

Page 12: Gema BIDAN INDONESIA Hknn.pdf · Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482 Gema Bidan Indonesia Volume: II, Nomor: 1 iii ISSN: 2252 – 8482 Gema

Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 7

sedangkan ibu dengan tingkat pengetahuan cukup sebanyak 5 orang yang mempunyai sikap positif terhadap imunisasi dasar sebanyak 2 orang (40,0%), sikap negatif 3 orang (60,0%). PEMBAHASAN Sikap ibu terhadap imunisasi berdasarkan umur

Hasil penelitian sikap ibu terhadap imunisasi berdasarkan umur di Desa Kauman Kecamatan Widodaren Kabupaten Ngawi dapat diperoleh gambaran dari 32 ibu bayi yang tidak lengkap imunisasi dasar yang berumur 31-45 tahun ada 19(59,5%) orang, 57,9% mempunyai sikap negatif terhadap imunisasi.

Hurlock (1995) menyatakan semakin cukup umur tingkat kematangan dan pemahaman seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja, dengan umur yang matang akan lebih mudah seseorang untuk menerima dan mengerti informasi yang diberikan dengan baik, sehingga dapat bersikap positif sesuai dengan pemahamanya.

Menurut Notoatmodjo (2007) Usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang tahun,usia mempengarui terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang, sehingga semakin bertambah umur akan semakin bertambah pula daya pikirnya, maka pengetahuan yang diperoleh akan semakin banyak.

Pada penelitian ini tidak sesuai dengan teori diatas. Peneliti menemukan ibu yang berumur 31-45 tahun sebagian besar memiliki sikap negatif. Hal ini dapat menyebabkan rendahnya pencapaian imunisasi. Dengan rendahnya pencapaian imunisasi ini dimanfaatkan oleh peneliti untuk meningkatkan pencapaian imunisasi melalui konseling dan penyuluhan.

Sikap ibu terhadap imunisasi dasar berdasarkan tingkat pendidikan. Hasil penelitian menunjukan sikap ibu terhadap imunisasi berdasarkan tingkat pendidikan di Desa Kauman Kecamatan Widodaren Kabupaten Ngawi dapat diperoleh gambaran bahwa dari 32 ibu bayi yang tidak lengkap imunisasi dasar 23(71,8%) ibu berpendidikan dasar, 13 (56,5%) memiliki sikap negatif.

Menurut Suradi, dkk (1089:154) tingkat pendidikan merupakan salah satu aspek sosial dalam masyarakat, karena pendidikan dapat mempengarui sikap dan tingkah laku manusia. Sedangkan menurut Notoatmodjo (2003:50) Pengetahuan, sikap dan ketrampilan dipengaruhi oleh pendidikan

formal, hasil pendidikan orang dewasa adalah perubahan kemampuan penampilan atau perilakunya, perilaku didasari adanya perubahan atau penambahan pengetahuan dan sikap belum merupakan jaminan terjadinya perubahan perilaku, sebab perilaku tersebut kadang-kadang juga memerlukan dukungan material.

Menurut teori yang dikemukakan oleh Soechiningsih (1995:10) mengatakan bahwa pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang penting dalam tumbuh kembang anak karena dengan pendidikan yang baik maka orang tua dapat menerima segala informasi dari luar. Sedangkan menurut Kuncoroningrat (1997) dalam Nursalam dan pariani (2001), makin tinggi tingkat pendidikan, makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki, sebaliknya pendidikan dasar akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan. Ibu yang mampu meenerima dan mengerti informasi dengan baik cenderung akan memberikan persepsi dan bersikap positif sesuai dengan pemahamanya.

Dalam penelitian ini sesuai dengan teori di atas, karena peneliti menemukan ibu berpendidikan dasar sebagian besar memiliki sikap negatif terhadap imunisasi dasar. Hal ini mungkin disebabkan karena ibu kurang mampu menerima informasi dan penjelasan tentang imunisasi, selain itu mungkin disebabkan oleh faktor-faktor lain, seperti pengalaman pribadi, kebudayaan, orang yang dianggap penting, media masa, institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama, serta emosi dalam diri individu. Namun dalan penelitian ini faktor-faktor itu tidak dibahas.

Tingkat Pengetahuan berdasarkan umur

Tingkat pengetahuan berdasarkan umur

pada ibu bayi yang tidak lengkap imunisasi dasar di Desa Kauman Kecamatan Widodaren Kabupaten Ngawi dapat diperoleh gambaran dari 32 ibu bayi berumur 31-45 tahun 19 (59,4%) orang, 78.9% memiliki tingkat pengetahuan baik.

Menurut Notoatmodjo (2007), usia mempengarui terhadap daya tangkap dan pola piker seseorang, semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik.

Pengetahuan menurut Notoatmodjo (2003 : 121) merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan suatu obyek, pengindraan

44

Page 13: Gema BIDAN INDONESIA Hknn.pdf · Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482 Gema Bidan Indonesia Volume: II, Nomor: 1 iii ISSN: 2252 – 8482 Gema

Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 8

terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.

Pada penelitian ini adanya kesesuaian dengan pendapat diatas, ibu yang berumur 31-45 tahun sebagian besar memiliki tingkat pengetahuan yang baik tentang imunisasi, karena pada umur ini tingkat kematangan dan kekuatan berfikir meningkat, sehingga lebih mudah menerima penjelasan serta informasi-informasi tentang imunisasi. Keadaan ini akan mendorong untuk mencari informasi tentang imunisasi yang sesuai untuk bayinya.

Tingkat pengetahuan berdasarkan tingkat pendidikan

Hasil penelitian menunjukan tingkat

pengetahuan berdasarkan tingkat pendidikan di Desa Kauman Kecamatan Widodaren Kabupaten Ngawi dapat diperoleh gambaran bahwa dari 32 ibu bayi yang tidak lengkap imunisasi dasar yang berpendidikan dasar 23(71,8%) orang, 82,6% memiliki pengetahuan baik.

Sedangkan menurut Notoatmodjo (2007) pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, makin tinggi menerima informasi, sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki.

Dalam penelitian ini tidak sesuai dengan teori diatas, peneliti menemukan sebagain besar ini berpendidikan rendah. Memiliki tingkat pengetahuan baik. Hal ini mungkin disebabkan ibu telah banyak memperoleh informasi yang banyak tentang imunisasi dasar pada bayi, meskipun dengan pendidikan rendah ibu tetap memperoleh informasi yang cukup tentang imunisasi dasar.

Sikap ibu terhadap imunisasi dasar berdasarkan tingkat pengetahuan

Tingkat pengetahuan berdasarkan sikap ibu terhadap imunisasi di Desa Kauman Kecamatan Widodaren Kabupaten Ngawi dapat diperoleh gambaran dari 32 ibu bayi yang tidak lengkap imunisasi dasar 27 (84,4%) pengetahuan baik, 16 (59,3%) memiliki sikap negatif terhadap imunisasi.

Pengetahuan menurut Notoatmodjo (2003 : 121) merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan

pengindraan suatu obyek, pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.

Pengetahuan dapat diperoleh dari 1) Pengalaman diri sendiri (apa yang dilihat, didengar, dan dikerjakan) 2) Pengalaman dari orang lain (bisa dari guru, petugas kesehatan) 3) media alat komuniksi (berupa media elektronik, media cetak), Notoatmodjo (2003:122). Pendapat Notoatmodjo (2003) apabila pengetahuan tentang sesuatu baik biasanya juga akan memberikan sikap positif.

Pada penelitian ini tidak sesuai dengan pendapat diatas, dalam penelitian ini menunjukan pengetahuan yang baik, tetapi sebagian besar memiliki sikap negatif terhadap imunisasi. Hal ini dapat menyebabkan rendahnya cakupan imunisasi. Selain itu mungkin disebabkan oleh faktor-faktor lain seperti tidak adanya dukungan dari suami, keluarga, orangtua, mertua dan lain-lain, sehingga ibu sendiri cenderung bersikap negatif terhadap imunisasi. Untuk itu perlu dilakukan penyuluhan mengenai imunisasi dasar pada bayi ke seluruh lapisan masyarakat. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

1. Persentase ibu bayi yang tidak lengkap imunisasi dasar di Desa Kauman dari 32 ibu 59,4% berumur 31-45 tahun, 71,9% berpendidikan dasar.

2. Persentase ibu bayi yang tidak lengkap imunisasi dasar di Desa Kauman dari 32 ibu 84,4% memiliki pengetahuan baik.

3. Persentase ibu bayi yang tidak lengkap imunisasi dasar di Desa Kauman dari 32 ibu 59,4% memiliki sikap negatif terhadap imunisasi dasar 59,4%.

4. Persentase ibu bayi yang tidak lengkap imunisasi dasar di Desa Kauman dari 32 ibu 78,1% memiliki sikap positif terhadap petugas kesehatan.

Saran

1. Bagi ibu atau masyarakat, menambah informasi tentang imunisasi dasar sehingga ibu mau membawa anaknya ke tempat pelayanan kesehatan untuk di imunisasi.

2. Bagi Institusi, meningkatkan penyuluhan tentang pentingnya imunisasi terutama bagi ibu yang memiliki bayi umur 0 – 12 bulan supaya ibu mau membawa bayinya untuk di

44

Page 14: Gema BIDAN INDONESIA Hknn.pdf · Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482 Gema Bidan Indonesia Volume: II, Nomor: 1 iii ISSN: 2252 – 8482 Gema

Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 9

imunisasi, serta meningkatkan pelayanan terutama pelayanan imunisasi.

3. Bagi Institusi pendidikan, dapat memberikan referensi hasil penelitian tentang imunisasi

4. Bagi Peneliti lain, diharapkan bagi peneliti berikutnya menggunakan sampel yang lebih banyak untuk mendapatkan hasil yang lebih maksimal dengan mengambil wilayah yang lebih luas.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto. S.1998. Prosedur Penelitian.

Rineka Cipta. Jakarta. Azwar. 2003. Sikap Manusia Teori dan

Pengukurannya. Pustaka Pelajar. Jogjakarta.

Bets, Sawden. 1997. Keperwatan Pediatric.EGC. Jakarta

Dep Kes RI. 2006. Modul Latihan Petugas Imuniasai.Dirjen PPN dan PIP. Jakarta

Dep. Dik. Nas. RI. 2003 Undang-undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional.

Godam. 2010. Pencapaian imunisasi nasional. http//[email protected]. (Diakses 16 September 2011 jam 14.00 WIB)

Hurlock, Elizabeth B. 1993. Perkembangan Anak Jilid I, Dr. Med Meitasari Tjandrasa dan DRA. Muslicah Zakarsih (2002) (Alih Bahasa) Erlangga Jakarta.

Kalifah.2008.Imunisasi.http//.multiplycontens.com/…/imunisasi.dok. (diakses 16 September 2011, jam 14.00 WIB)

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II. Jakarta. Medika Aisculupius. FKUI

Markum, A.H. 1991. Ilmu Kesehatan Anak, Jilid I.FKUI. Jakarta

Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.

----------. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Rineka Cipta. Jakarta

----------. 2002. Metode Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.

Nursalam, Siti Pariyani. 2001. Metode Riset Keperwatan. CV. Sagung Seto. Jakarta

----------. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperwatan. Salimba Medika. Jakarta.

Setiadi. Konsep. & Penulisan Riset Keperawatan. Graha Ilmu.Jogjakara

Soechiningsih, 1995, Tumbuh Kembang Anak, editor IGN Gde Ranuh ECG, Jakarta

Sri Wahyuni. 2009. Hubungan tingkat Pendidikan dan Pengetahuan Ibu Balita tentang Imunisasi Dasar terhadap Kelengkapan Imunisasi Dasar di Desa Kenongorejo Kecamatan Bringin Kabupaten Ngawi Karya Tulis Ilmiah. Karya Tulis Ilmiah. Prodi Kebidanan Magetan. Poltekkes Surabaya.

Sugiono. 2006. Statistika untuk Penelitian. CV. AlFabeta. Bandung

54

Page 15: Gema BIDAN INDONESIA Hknn.pdf · Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482 Gema Bidan Indonesia Volume: II, Nomor: 1 iii ISSN: 2252 – 8482 Gema

Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 10

GAMBARAN KECENDERUNGAN STATUS GIZI BALITA DI DESA PLESET

Astuti Setiyani (Prodi Kebidanan Magetan,

Poltekkes Kemenkes Surabaya) Maria Retno Ambarwati

(Prodi Kebidanan Magetan, Poltekkes Kemenkes Surabaya) Heru Santoso Wahito Nugroho

(Prodi Kebidanan Magetan, Poltekkes Kemenkes Surabaya)

ABSTRAK

Pendahuluan: Masalah kurang gizi merupakan masalah pokok dari dulu hingga sekarang. Demikian pula di desa Pleset banyaknya kasus KEP(Kekurangan Energi Protein) yang lebih dari 15%, hal ini menunjukkan desa Pleset rawan gizi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Kecenderungan Status Gizi Balita di Desa Pleset. Metode: Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptip dengan metode studi dokumentasi. Sampel yang diambil adalah jumlah seluruh Balita yang ditimbang di Posyandu. Variabel penelitian Status Gizi Balita.Instrumen yang digunakan adalah register penimbangan Balita di Posyandu. Hasil: Prediksi kecenderungan status gizi buruk pada bulan Januari 2011 3,26%, status gizi kurang 17,793%, status gizi baik 77,397%, sedangkan kecenderungan status gizi lebih 1,807%. Simpulan: Kecenderungan status gizi balita buruk meningkat, gizi kurang meningkat, gizi baik menurun dan gizi lebih meningkat. Kata kunci: Status Gizi, Balita

PENDAHULUAN Latar Belakang

Berbagai penelitian membuktikan lebih dari separuh kematian bayi dan balita disebabkan oleh keadaan gizi yang jelek. Resiko meninggal dari anak yang bergizi buruk 13 kali lebih besar dibandingkan anak yang normal. WHO memperkirakan bahwa 54% penyebab kematian bayi dan balita didasari oleh keadaan gizi anak yang jelek (Irwandy, 2007).

Prevalensi nasional Gizi Buruk pada Balita adalah 5,4%, dan Gizi Kurang pada Balita adalah 13,0%. Keduanya menunjukkan bahwa baik target Rencana Pembangunan Jangka Menengah untuk pencapaian program perbaikan gizi (20%), maupun target Millenium Development Goals pada 2015 (18,5%) telah tercapai pada tahun 2007 (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI, 2008). Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kab Ngawi, pada tahun 2008 jumlah balita gizi buruk (1,85%), tahun 2009 jumlah balita gizi buruk( 2,45%),dan pada tahun 2008 (17,26% ), tahun 2010 jumlah balita dengan gizi buruk (1,8%), jumlah balita dengan gizi kurang pada tahun 2008 (1,26%), tahun 2009 jumlah balita, gizi kurang (10,8%), dan pada tahun 2010 jumlah balita dengan gizi kurang (8,4%). Jumlah balita dengan gizi baik tahun 2008 gizi baik( 78,15%), tahun 2009 gizi baik( 84,5%), tahun 2010 gizi baik (87 %). Pada tahun 2008 jumlah balita dengan gizi lebih gizi lebih (1,79%), tahun 2009 gizi lebih (2,35%), 2010 (2,8 %).

Desa Pleset, desa yang telah digunakan untuk penelitian, pada tahun 2008 jumlah balita dengan gizi buruk (1,8%), 2009 (1%), 2010 (1,4% ), dari hasil data yang diperoleh dari tahun 2008 ke 2009 presentasinya turun namun pada tahun 2010 persentasinya naik lagi. Jumlah status gizi balita kurang pada tahun 2008 (16,3%), tahun 2009 (20,7%), tahun 2010 (16,4% ), dari data menggambarkan tahun 2008 ke 2009 jumlah status gizi balita kurang, naik 4 % hal ini dikarenakan pada tahun 2009 para petani banyak yang gagal panen. Jumlah status gizi balita baik tahun 2008 (80%), tahun 2009 ( 76,4%), tahun 2010 ( 79,5% ), jumlah balita dengan status gizi lebih tahun 2008 (1,79%), tahun 2009 (0,3%), tahun 2010 gizi lebih (2,1% ), namun dari data diperoleh pada tahun 2008 dan 2010 jumlah gizi buruk dan kurang turun sekitar 7-8% pada 1 bulan pasca panen yaitu bulan Maret, Juli, Nopember, pada tahun 2009 tidak ada perubahan dari bulan pasca panen karena

Page 16: Gema BIDAN INDONESIA Hknn.pdf · Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482 Gema Bidan Indonesia Volume: II, Nomor: 1 iii ISSN: 2252 – 8482 Gema

Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 11

sepanjang tahun 2009 banyak masyarakat yang gagal panen, sehingga mempengaruhi pendapatan masyarakat, daya beli masyarakat turun yang berakibat pada pola konsumsi makanan. Pada pola konsumsi makanan yang berubah berpengaruh terhadap status gizi balita. Harapannya pada tahun tahun berikutnya status gizi balita yang KEP bisa kurang dari 15 %.

Akibat dari kekurangan zat gizi maka simpanan zat gizi dalam tubuh digunakan untuk memenuhi kebutuhan. Apabila keadaan ini berlangsung lama, maka simpanan zat gizi akan habis dan akhirnya terjadi kemerosotan jaringan. Pada saat ini orang sudah dapat dikatakan malnutrisi walaupun baru hanya ditandai dengan penurunan berat badan dan pertumbuhan terhambat.Dengan meningkatnya defisiensi zat gizi, maka muncul perubahan biokimia dan rendahnya zat-zat gizi dalam darah, berupa: rendahnya haemoglobin, serum vit A dan karoten. Dapat pula terjadi meningkatnya beberapa hasil metabolisme seperti asam laktat dan piruvat pada kekurangan tiamin. Apabila keadaan ini berlangsung lama, maka akan terjadi perubahan fungsi tubuh seperti tanda-tanda syaraf yaitu kelemahan, pusing, kelelahan, nafas pendek, dan lain-lain. Kebanyakan penderita malnutrisi sampai pada tahap ini. Keadaan ini akan berkembang yang diikuti oleh tanda-tanda klasik dari kekurangan gizi seperti kebutaan dan fotopobia, nyeri lidah pada kekurangan riboflavin, kaku pada kaki pada defisiensi thiamin. Keadaan ini akan segera diikuti luka pada anatomi seperti xeroptalmia dan keratomalasia pada kekurangan vit A, edema, dan luka kulit pada penderita kwashiorkor.

Strategi/manajemen kerja adalah meningkatkan kerjasama lintas sektor dan lintas program. Lintas sektor bekerjasama dengan Kepala Desa dan perangkatnya terutama kasun sehingga pemberian PMT supaya ditingkatkan, dan diperhatikan tentang asupan gizinya. Untuk lintas program kerjasama dengan programer gizi, promkes, programer anak. Untuk program gizi selama ini yang telah dilakukan adalah pemberian PMT pada balita yang gizi buruk dan status gizi kurang (entrasol) juga pemberian suplemen syrup vitacal dan corovit gizi kurang yang sudah mendekati ke gizi buruk. Pemberian vitamin A pada bulan Pebruari dan Agustus, juga pemberian obat cacing albendazol 400 gr pada semua balita yang berumur 2 tahun ke atas. Pemantauan balita yang T2 dirujuk ke Puskesmas. Untuk promkesnya memberikan penyuluhan, untuk programer anak bila ada perkembangan yang terlambat pada balita.

Berdasarkan kenyataan dari data yang ada di desa Pleset, yaitu masih banyaknya balita yang KEP > dari 15% maka menarik untuk dilakukan penelitian, maka peneliti ingin meneliti tentang gambaran kecenderungan status gizi balita, sehingga diketahui pada bulan apa kecenderungan status gizi balita yang KEP naik sehingga hasil dari penelitian nanti bisa digunakan untuk menyusun strategi kerja pada tahun- tahun berikutnya. Tujuan Penelitian

1. Menggambarkan kecenderungan status gizi balita buruk tahun 2008-2010 di Desa Pleset.

2. Menggambarkan kecenderungan status gizi balita kurang tahun 2008-2010 di Desa Pleset.

3. Menggambarkan kecenderungan status gizi balita baik tahun 2008-2010 di Desa Pleset.

4. Menggambarkan kecenderungan status gizi balita lebih tahun 2008-2010 di Desa Pleset

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang akan dilakukan

adalah deskriptif yaitu menggambarkan kecenderungan status gizi balita di Desa Pleset, Kecamatan Pangkur, Kabupaten Ngawi.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh balita yang ditimbang di Posyandu Desa Pleset. Sampel adalah total populasi, yang ditentukan dengan menggunakan teknik non propability sampling yaitu sampel jenuh.

Langkah-langkah pengumpulan data, mengumpulkan ibu kepala dusun di Polindes. Pemberitahuan bahwa akan diadakan penelitian di Desa Pleset. Selanjutnya meminta ibu kepala dusun untuk mengumpulkan register penimbangan balita. Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data ini adalah data sekunder yaitu buku regester penimbangan balita di Desa Pleset. Setelah hasil data sekunder di dapat, data dikelola sehingga menjadi data yang akurat. Analis data yang digunakan adalah statistik deskriptip yang berupa persentase. HASIL PENELITIAN

Dari Gambar 1 tampak bahwa kecenderungan meningkat, dengan prediksi untuk bulan-bulan berikutnya dapat dihitung melalui persamaan y=0,036x+1,928.

Page 17: Gema BIDAN INDONESIA Hknn.pdf · Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482 Gema Bidan Indonesia Volume: II, Nomor: 1 iii ISSN: 2252 – 8482 Gema

Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 12

Gambar 1. Kecenderungan Status Gizi

Buruk pada Balita di Pleset Pangkur Ngawi

Dari Gambar 2 tampak bahwa gizi kurang kecenderungan meningkat, dengan prediksi untuk bulan-bulan berikutnya dapat dihitung melalui persamaan y=0,019x+17,09.

Gambar 2. Kecenderungan Status Gizi

kurang

Dari Gambar 4.3 tampak bahwa gizi baik kecenderungan menurun dengan prediksi untuk bulan-bulan berikutnya dapat dihitung melalui persamaan y=-0,009x+77,73.

Gambar 3. Kecenderungan Status Gizi Baik

pada Balita di Pleset Pangkur Ngawi

Gambar 4. Kecenderungan Status Gizi Baik pada Balita di Pleset Pangkur Ngawi

Dari 4 tampak bahwa kecenderungan gizi lebih meningkat, dengan prediksi untuk bulan-bulan berikutnya dapat dihitung melalui persamaan y = 0,021x + 1,030. Misalnya untuk bulan Januari 2011 berarti bulan ke 37 maka prediksinya adalah y = 0,021.37 + 1,030 =1,807 (1,807%). PEMBAHASAN Kecenderungan Status Gizi Buruk

Dari hasil grafik Status Gizi Buruk muncul kecenderungan meningkat peningkatan yang mencolok terjadi pada bulan Nopember. Dimana sepanjang tahun memang terjadi rawan pangan dan gizi, karena banyak petani yang gagal panen sehingga mempengaruhi status gizi pada balita. Hal ini sangat mengkawatirkan dan akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan balita. Menurut Depkes RI (1994) dampak dari status gizi buruk meliputi penampilan cenderung kurang baik, mudah letih, resiko sakit tinggi (penyakit infeksi, depresi, anemia, diare).

Almatsier (2001) juga menjelaskan bahwa dampak dari status gizi sangat kurus/gizi buruk antara lain menyebabkan gangguan pada proses-proses: Pertumbuhan, anak-anak tidak tumbuh menurut potensialnya. Protein digunakan sebagai zat pembakar, sehingga otot-otot menjadi lembek dan rambut mudah rontok. Anak-anak yang berasal dari tingkat ekonomi menengah ke atas rata-rata lebih tinggi dari pada yang berasal dari keadaan sosial ekonomi rendah. Hal ini juga akan mempengaruhi produksi tenaga, kekurangan energy berasal dari makanan, menyebabkan seorang kekurangan tenaga untuk bergerak, bekerja dan melakukan aktivitas. Orang

y = 0,0367x + 1,9282

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

Jan-08marmei juli sepnopJan-09marmei juli sepnopJan-10marmei juli sepnop

Pro

se

nta

se

y = 0,0197x + 17,39

0

5

10

15

20

25

30

35

Jan-08marmeijulsepnopJan-09marmeijulsepnopJan-10marmeijulsepnop

Pro

sen

tase

y = -0,0091x + 77,736

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

Jan-08marmei jul sepnopJan-09marmei jul sepnopJan-10marmei jul sepnop

Pro

sen

tase

Bulan

y = 0,0219x + 1,0303

0

0,5

1

1,5

2

2,5

3

3,5

4

4,5

5

Jan-08marmei juli sepnopJan-09marmei juli sepnopJan-10marmei juli sepnop

Pro

se

nta

se

Bulan

Page 18: Gema BIDAN INDONESIA Hknn.pdf · Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482 Gema Bidan Indonesia Volume: II, Nomor: 1 iii ISSN: 2252 – 8482 Gema

Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 13

menjadi malas, merasa lemah, dan produktivitas kerja menurun sehingga pertahanan tubuh, daya tahan tubuh terhadap tekanan atau stress menurun. Sistim imunitas dan antibody berkurang, sehingga orang mudah terserang penyakit seperti pilek, batuk dan diare. Pada anak-anak hal ini dapat membawa kematian. Struktur dan fungsi otak, kurang gizi pada usia muda dapat berpengaruh terhadap perkembangan mental, dan kemampuan berpikir. Otak mencapai bentuk maksimal pada usia dua tahun. Kekurangan gizi dapat berakibat terganggunya fungsi otak secara permanen. Sehingga akan berpengaruh terhadap perilaku, baik anak-anak maupun orang dewasa yang kurang gizi menunjukkan perilaku tidak tenang. Mereka mudah tersinggung, cengeng dan apatis. Bila tidak segera diatasi akan bertambah buruk. Kecenderungan Status Gizi Kurang

Dari hasil grafik status gizi kurang muncul kecenderungan sedikit meningkat, walaupun meningkatnya sedikit diprediksi masih rawan gizi. Bila tidak cepat mengambil tindakan akan banyak yang status gizinya menjadi buruk. Dari Grafik peningkatan yang mencolok terjadi pada bulan April, Oktober, Nopember serta Juni dan Nopember tahun berikutnya. Peningkatan itu terjadi pada waktu musim tanam sampai musim panen. Menurut Almatsier (2001) balita dengan status gizi kurang dapat menghambat pertumbuhan, rentan terhadap penyakit terutama penyakit infeksi dan mengakibatkan rendahnya tingkat kecerdasan. Pudjiati (1997) juga menjelaskan bahwa balita dengan status gizi kategori kurang mempunyai dampak antara lain gangguan pertumbuhan, perubahan mental sangat mencolok pada stadium lanjut bisa apatis, perubahan rambut, perubahan kulit, pembesaran hati, anemia ringan selalu ditemukan.

Maka dari itu perlu adanya kerja sama lintas sektor dan lintas program. Dengan lintas sektor diadakan pertemuan antara perangkat desa, tokoh masyarakat, untuk selalu waspada pada bulan –bulan di mana status gizi kurang mengalami kecenderungan yang meningkat, sehingga dapat dihasilkan kesepakatan, bagaimana cara mengatasi rawan gizi misal 1 atau 2 bulan dimana status gizi balita kurang pada titik puncak, digalakkan peningkatan kualitas asupan gizi PMT di Posyandu. Untuk lintas programnya memberikan sirup vitacal /vitamin untuk yang status gizi balita buruk

dan kurang, memberikan konseling tentang gizi pada waktu yang tepat. Kecenderungan Status Gizi Baik

Dari hasil grafik Status Gizi Baik

didapatkan kecenderungan yang menurun dari bulan ke bulan. Menurut Supariasa (2001) status gizi normal mempunyai keuntungan antara lain penampilan baik, lincah dan resiko sakit rendah. Menurut Almatsier (2001) konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang, status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin. Balita adalah harapan bangsa. Penundaan pemberian perhatian, pemeliharaan gizi yang kurang tepat terhadap balita, akan menurunkan nilai potensi mereka, sebagai sumber daya pembangunan masyarakat dan ekonomi nasional. Mereka memerlukan penggarapan sedini mungkin apabila kita menginginkan peningkatan potensi mereka untuk pembangunan bangsa di masa depan (Suharjo,2003). Kecenderungan Status Gizi Lebih

Dari hasil grafik status gizi Lebih

didapatkan kecenderungan meningkat, peningkatan yang paling mencolok terjadi pada bulan Oktober hal ini dipengaruhi oleh tingkat partisipasi masyarakat yang menurun karena pada bulan Oktober balita yang ditimbangkan di Posyandu menurun sehingga mempengaruhi hasil dari persentasi gizi lebih pada balita. Walaupun jumlah gizi lebih 4 balita, namun hal ini akan berdampak negatif bagi balita itu sendiri. Gaya hidup modern, pola makan yang berlebih tanpa diiringi dengan aktifitas yang cukup, konsumsi makanan yang tidak sehat, fast food dan makanan atau minuman

yang mengandung banyak sekali glukosa, adalah salah satu penyebab terjadinya gizi lebih (obesitas). Dengan Status gizi Lebih (gemuk) menurut Depkes RI (1994) mempunyai dampak dalam kehidupan sehari-hari yaitu penampilan kurang menarik, gerakan tidak gesit dan lamban, mempunyai resiko penyakit (jantung dan pembuluh darah, kencing manis, tekanan darah tinggi). Menurut Soetjiningsih (1995) anak dengan status gizi kategori gemuk mempunyai komplikasi antara lain:Terhadap kesehatan, obesitas ringan sampai sedang morbiditasnya kecil pada masa anak-anak.

Page 19: Gema BIDAN INDONESIA Hknn.pdf · Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482 Gema Bidan Indonesia Volume: II, Nomor: 1 iii ISSN: 2252 – 8482 Gema

Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 14

Saluran pernafasan, pada bayi obesitas merupakan resiko terjadinya infeksi saluran pernafasan bagian bawah karena terbatasnya kapasitas paru-paru. Pada kulit, kulit sering lecet karena gesekan. Anak merasa gerah/panas sering disertai miliaria, maupun jamur pada lipatan-lipatan kulit. Pada ortopedi, anak yang obesitas pergerakannya lambat. Dari Efek psikologi, kurang percaya diri. Bila obesitas pada masa anak terus berlanjut sampai masa dewasa, dapat mengakibatkan : hipertensi pada masa adolesensi, hiperlipidemia, penyakit jantung koroner, diabetes.

Menurut Soetjiningsih (1995) pengobatan anak dengan obesitas adalah meliputi : memperbaiki faktor penyebab misalnya kesalahan cara pengasuhan, maupun faktor kejiwaan, motivasi penderita obesitas dewasa tentang perlunya pengurusan badan. Sedangkan orangtua bayi atau anak yang obesitas harus dimotivasi tentang pentingnya memperlambat kenaikan berat badan bayi/anaknya, memberikan diet rendah kalori yang seimbang untuk menghambat kenaikan berat badan, membimbing pengaturan makanan yang sesuai untuk mempertahankan gizi yang ideal sesuai dengan pertumbuhan anak, menganjurkan penderita untuk olahraga yang teratur/anak bermain secara aktif sehingga banyak energi yang digunakan. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Dari hasil penelitian yang dilakukan dari bulan Januari 2008 sampai dengan Desember 2010 di Desa Pleset, Pangkur, Ngawi disimpulkan bahwa: kecenderungan Status Gizi Buruk meningkat, kecenderungan Status Gizi Kurang meningkat, kecenderungan Status Gizi Baik menurun, dan kecenderungan Status Gizi Lebih meningkat.

Saran

Setelah diketahui pada bulan –bulan apa terjadinya peningkatan kasus gizi buruk dan kurang pada balita serta faktor penyebabnya diharapkan 1-2 bulan sebelum terjadi kasus peningkatan Gizi Buruk dan Kurang, dijalin kerjasama dengan lintas sektor dan lintas program untuk penanganan kasus tersebut secara konprehensif dengan PMT pemulihan kepada balita dengan status gizi buruk dan kurang dan pemberian PMT penyuluhan kepada seluruh balita terutama tentang konsumsi makanan seimbang.

DAFTAR PUSTAKA

Ariani M, 2007 Wilayah Rawan Pangan dan

Gizi kronis di Papua, Kalimantan Barat, Jawa Timur, Pusat Analisis dan Kebijakan Pertanian Departemen Pertanian Bogor.

Kepmenkes RI No.1457. Kewenangan wajib dan Standar Pelayanan Minimal

Penilaian Statu Gizi dan baku antropometri WHO

Beny Sugianto. 2007. Pedoman umum Pemberian Makanan Pendamping Asi Lokal

Depkes RI. 2006. Penuntun diet anak Sunita Almatsier Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

------. 2003. Petuntuk Teknis Pengelolaan Makanan Pendamping ASI

Depkes RI Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat bagian proyek Gakin JPS-BK tahun 2002.

Bungin Burhan. 2001. Metodologi penelitian sosial

Notoatmojo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan Rineka aksara Jakarta

Page 20: Gema BIDAN INDONESIA Hknn.pdf · Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482 Gema Bidan Indonesia Volume: II, Nomor: 1 iii ISSN: 2252 – 8482 Gema

Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 15

PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU HAMIL

DALAM MENGHADAPAI KELUHAN FISIOLOGIS TRIMESTER 1

Triana Septianti Purwanto (Prodi Kebidanan Magetan,

Poltekkes Kemenkes Surabaya) Subagyo

(Prodi Kebidanan Magetan, Poltekkes Kemenkes Surabaya)

Hery Sumasto (Prodi Kebidanan Magetan,

Poltekkes Kemenkes Surabaya)

ABSTRAK

Pendahuluan: Masalah yang ada pada ibu hamil primigravida trimester 1 akibat adanya keluhan fisilogis sering sekali menyulitkan ibu dalam menghadapi kehamilan, pengetahuan dan sikap ibu akan mempengaruhi tindakan ibu dalam mengatasi masalahnya yang bisa berakibat buruk bila tidak ditanggani dengan tepat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengambarkan tingkat pengetahuan dan sikap ibu primigravida trimester 1 dalam menghadapi keluhan fisiologis trimester 1. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, dengan populasi ibu hamil primigravida trimester 1 yang berusia 17-30 tahun di wiayah kerja puskesmas Sine sejumlah 49 orang. Pengambilan sampel dengan accidental sampling. Sampel adalah ibu hamil primigravida trimester 1 yang di sejumlah 37 responden yang ditemui di wilayah kerja Puskesmas Sine Kabupaten Ngawi. Instrumen yang dipakai adalah kuesioner tertutup, analisis data menggunakan metode statistik deskriptif dengan distribusi frekuensi. Hasil: Pada pengetahuan menunjukan dari 37 terdapat 3 orang (8%) dalam kategori pengetahuan kurang, 19 Orang (51%) dalam kategori pengetahuan cukup, dan 15 orang (41%) dalam kategori pengetahuan baik. Hasil penelitian sikap menunjukkan dari 37 responden 6 orang (16%) mempunyai sikap menolak, dan 31 orang (84%) menerima. Simpulan: Pengetahuan ibu pada primigravida dalam menghadapi keluhan fisiologis kehamilan trimester1 dalam ketegori sedang, dan sikap ibu dalam kategori menerima. Kata kunci: Pengetahuan, sikap, primigravida, keluhan fisiologis.

PENDAHULUAN Latar Belakang

Perilaku merupakan suatu kegiatan aktivitas organisme atau makluk hidup dimana pada ibu hamil primigravida pada trimester pertama mengalami perubahan fisiologis yang faktanya ibu mengalami keluhan. Berbagai respon dilakukan pada ibu primigravida dalam menghadapi keluhan sakit antara lain tidak mengambil tindakan, mengambil tindakan tanpa bantuan dan mencari pengobatan keluar atau fasilitas kesehatan (Notoatmodjo, 2010: 20).

Selama hamil tubuh wanita berubah, perubahan ini umumnya normal perubahan pada wanita hamil meliputi perubahan pada pola makan dan tidur, perubahan tubuh dan rasa tidak nyaman, dan perubahan perasaan dan emosi (Klien dan Thomason 2011). Kehamilan adalah proses alamiah setelah terjadinya proses konsepsi/pembuahan. Tidak jarang dalam menghadapi kehamilan ini ibu sering mengalami perasaan yang tidak menyenangkan. Perasaan tersebut direspon beragam, dari ringan sampai sangat berat. Respon ibu hamil terhadap berbagai stimulus akibat kehamilannya bisa dikatakan perilaku ibu dalam menghadapi proses kehamilan (Mayo, 2008).

Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010, Angka Kematian Ibu (AKI) 228/100.000 kelahiran hidup dan Angka Kematian Bayi (AKB) 34/1000 kelahiran hidup (Depkes, 2010). Hasil riset kesehatan dasar tahun 2010 dan laporan Millennium Development Goals (MDGs) oleh Bappenas AKI tahun 2010 mengalami penurunan di kisaran 228/100.000 kelahiran hidup. Angka Kematian Ibu (AKI) melahirkan di Jawa Timur masih tinggi. Berdasarkan data 2010, angka kematian ibu melahirkan di Jawa Timur mencapai 101 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini masih tinggi bila dibanding dengan target yang ditetapan oleh Dinkes propinsi Jawa Timur yang pada tahun 2010 sejumlah 82/100.000 kelahiran hidup, dari target Millennium Development Goals (MDGs) 2015, yakni 102 per 100.000 kelahiran hidup. Jumlah kematian ibu di Kabupaten Ngawi 15 dari total persalinan sejumlah 12.897 (Profil Kesehatan Kabupaten Ngawi: 2010). Berdasarkan survei dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Sine bulan Agustus tahun 2011 terdapat ibu hamil trimester pertama sejumlah 72 orang, dengan rincian ibu hamil gravida I ada 32 orang, gravida II ada 23 orang dan gravida III ada 12 orang, gravida IV ada 3 orang dan gravida V ada 2 orang. Pada trimester pertama, sekitar 28 orang mengeluh tidak

Page 21: Gema BIDAN INDONESIA Hknn.pdf · Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482 Gema Bidan Indonesia Volume: II, Nomor: 1 iii ISSN: 2252 – 8482 Gema

Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 16

nyaman dengan keadaanya dan sebagian besar dari mereka primigravida. Perilaku ibu hamil dapat dilihat dengan membandingkan angka pencapian K1 sejumlah 693 dan pencapain K4 sejumlah 678, sedangkan persalinan tenaga kesehatan sejumlah 703, menunjukan perilaku ibu hamil sudah sadar untuk periksa teratur dan persalinan oleh tenaga kesehatan.

Wanita hamil sering dan merasa tidak nyaman, kebanyakan dari keluhan ini adalah ketidaknyamanan yang normal dan merupakan bagian dari perubahan yang terjadi pada tubuh ibu. Gangguan rasa nyaman saat kehamilan pada umumnya tidak mempengaruhi kehamilan. Keluhan saat kehamilan meliputi mual, muntah, pusing, obstipasi sering buang air kecil (nocturia), ngidam makanan, kelelahan hamil (fatique), keputihan (flour albus), keringat bertambah dan palpitasi jantung (Manuaba, 1998). Walaupun keluhan yang umum dalam kehamilan tidak mengancam keselamatan jiwa, tapi hal tersebut bisa menjemukan dan menyulitkan bagi ibu.

Keluhan yang dirasakan ibu hamil meskipun sifatnya fisiologis diperlukan tindakan suportif yang dapat membantu mengatasi masalah tersebut. Sebagai seorang bidan harus bisa membedakan antara keluhan normal dan tanda-tanda bahaya. Bidan harus mendengarkan ibu ketika membicarakan tentang berbagai macam keluhannya, dan membantu mencari cara untuk mengatasinya sehingga ibu dapat menikmati kehamilannya (Pusdiknakes, 2003).

Sehubungan dengan hal di atas peneliti sangat tertarik dan berminat mengadakan penelitian tentang “Gambaran pengetahuan dan sikap ibu hamil trimester 1 dalam menghadapi keluhan fisiologis kehamilan”. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap ibu primigravida dalam menghadapi keluhan fisiologis trimester I. METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yang bersifat diskriptif. Tempat penelitian dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Sine. Populasi dalam penelitian ini adalah ibu hamil primigravida Trimester 1 usia antara 17-30 tahun, di Puskesmas Sine sejumlah 49 orang. Dalam penelitian ini teknik yang digunakan adalah accidental sampling.

Sampel adalah ibu hamil primigravida dalam trimester 1 yang ditemui sejumlah 37 orang.

Skala pengukuran yang digunakan untuk mengetahui tingkat pengetahuan adalah ordinal yaitu himpunan yang beranggotakan menurut ranking urutan, pangkat atau jabatan. HASIL PENELITIAN

Berdasar hasil penelitian tentang tingkat pengetahuan ibu primigravida dalam menghadapi keluhan fisiologis trimester 1 didapatkan dari 37 responden terdapat 15 orang (41%) dengan tingkat pengetahuan baik, 19 orang (51%) tingkat pengetahuan cukup, dan 3 orang (8%) tingkat pengetahuan kurang.

Pengetahuan ibu primigravida dalam menghadapi keluhan fisiologis trimester 1 pada tingkat tahu adalah sebagian besar berada pada kategori cukup sebanyak 18 0rang (48%) dan sebagian kecil pada kategori kurang sebanyak 5 orang (14%).

Pengetahuan ibu primigravida dalam menghadapi keluhan fisiologis trimester 1 pada tingkat paham adalah, dari 37 responden sebagian besar dalam kategori cukup sebesar 23 orang (62,%) dan sebagian kecil dalam kategori kurang sebanyak 4 orang (11%).

Pengetahuan ibu primigravida dalam menghadapi keluhan fisiologis trimester 1 pada tingkat aplikasi adalah sebagian besar dalam kategori baik sebanyak 18 orang (49%) dan sebagian kecil dalam kategori kurang sebanyak 3 orang (8%).

Berdasar hasil kajian sikap ibu primigravida dalam menghadapi keluhan fisiologis trimester 1 didapatkan dari 37 responden terdapat, 31 orang (84%) menerima, dan 6 (16%) mempunyai sikap menolak.

Sikap ibu primigravida dalam menghadapi keluhan fisiologis trimester 1 pada tingkat menerima adalah dari 37 responden terdapat 21 orang (56,8%) dalam kategori menolak dan sebanyak 16 orang (43,2%) dalam kategori menerima.

Sikap ibu primigravida dalam menghadapi keluhan fisiologis trimester 1 pada tingkat menanggapi adalah, dari 37 responden sebanyak 19 orang (51,4%) dalam kategori menerima dan sebanyak 18 orang (48,6%) dalam kategori menolak.

Sikap ibu primigravida dalam menghadapi keluhan fisiologis trimester 1 pada tingkat menghargai adalah, dari 37 responden sebanyak 22 orang (59.5%) dalam kategori menolak dan sebanyak 15 orang (40,5%) dalam kategori menerima.

Page 22: Gema BIDAN INDONESIA Hknn.pdf · Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482 Gema Bidan Indonesia Volume: II, Nomor: 1 iii ISSN: 2252 – 8482 Gema

Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 17

PEMBAHASAN

Berdasar hasil kajian tingkat pengetahuan ibu primigravida dalam menghadapi keluhan fisiologis trimester 1, terdapat 15 orang (41%) dengan tingkat pengetahuan baik, 19 orang (51%) tingkat pengetahuan cukup, dan 3 orang (8%) tingkat pengetahuan kurang

Menurut Notoadmojo (2010) dalam domain tingkatan pengetahuan dibagi 6 tingkatan yaitu tahu, paham, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Tingkat pengetahuan dipengaruhi oleh pendidikan, sosial, budaya, pengalaman.

Pada penelitian ini faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan tidak diteliti sehingga kemungkinan pada tingkat pengetahuan ibu primigravida dalam menghadapi keluhan fisiologis trimester 1 ini dipengaruhi oleh faktor pengalaman. Dengan demikian pengalaman dapat mempengaruhi pula sikap seseorang dalam menghadapi permasalahan atau objek. Pada penelitian yang sama pernah dilakukan oleh Alvina Marta Rudiningrum di BPS Ny Sriningsih Tawang Manggu Kabupaten Karang Anyar, menunjukan hasil yang sama yaitu pengetahuan ibu primigravida dalam menghadapi ketidaknyamanan kehamilan trimester1 paling banyak dalam kategori cukup sejumlah 43,66%. Dengan penyebab yang sama yaitu pengalaman pada ibu primigravida dalam mencapai peranannya sebagai ibu menimbulkan perubahan fisik dan psikologis, berbeda dengan ibu multigravida yang sudah berpangalaman dalam menghadapi keluhan fisiologis trimester1 dan mengatasi masalahnya.

Pada penelitian ini pengetahuan pada tingkat tahu sebanyak 18 0rang (48%) dalam kategori cukup dan sebagian kecil pada kategori kurang sebanyak 5 orang (14%). Pengetahuan pada tingkat tahu hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu, pada ibu primigavida mempunyai tingkat yang berbeda beda di kerenakan adanya faktor yang mempengaruhi baik faktor internal maupun faktor ekternal (Notoadmojo, 2010: 22). Oleh sebab itu tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Secara umum perubahan perilaku kesehatan digolongkan dalam 3 cara, meliputi mengunakan kekuasaan, memberikan informasi, diskusi dan partisipasi. Pada tahap ini pemberian informasi kesehatan akan meningkatkan pengetahuan sikap dan perilaku kesehatan (Sarwono, 1997:2)

Pada ibu primigravida trimester pertama ini sangat mungkin sehubungan dengan

pemberian informasi yang belum banyak dikarenakan kontak dengan petugas pelayanan kesehatan masih belum lama, sehingga pada tahap ini hasil kajian lebih menonjol pada kategori cukup.

Pengetahuan ibu primigravida dalam menghadapi keluhan fisiologis trimester 1 pada tingkat paham adalah, 62% dalam kategori cukup sebagian kecil dalam kategori kurang. Memahami suatu objek bukan sekedar tahu tapi seseorang mampu menginterprestasikan secara benar tentang objek tersebut, pada ibu primigravida karena faktor intern, persepsi, intelegensi dan juga faktor spikologis yang berbeda sehingga menghasilkan pemahaman yang berbeda. Aspek aspek di dalam diri individu yang juga sangat berpengaruh pada pembentukan perilaku adalah persepsi, motivasi, dan emosi. Persepsi merupakan kombinasi antara pengelihatan, pendengaran dan masa lalu. Faktor sosial budaya merupakan faktor yang paling besar perananya dalam pembentukan perilaku seseorang. Sehingga dalam kajian tingkat ini kategori yang menonjol sama dengan tingkat tahu, kemungkinan di sebabkan karena adanya aspek aspek dalam diri yang berbeda sehingga menghasilkan pemahaman yang berbeda.

Pengetahuan ibu primigravida dalam menghadapi keluhan fisiologis trimester 1 pada tingkat aplikasi adalah sebagian besar dalam kategori baik dan sebagian kecil pada kategori kurang.

Pada tahap ini berdasar penelitian sebagian besar dalam kategori baik kemungkinan di sebabkan oleh pengetahuan yang sedang mendorong seseorang untuk bersikap hati hati dalam mengaplikasikan apa yang di ketahui dan di pahami.

Hasil penelitian sikap ibu primigravida dalam menghadapi keluhan fisiologis trimester 1 secara umum 83,7% menyatakan menerima. Dalam kajian selanjutnya penilaian sikap ini pada penilaian secara menyeluruh di bandingkan dengan penilaian menurut tingkatan sikap punya hasil yang berbeda , yaitu pada penilaian sikap secara menyeluruh hanya 16% yang menyatakan menolak, sedangkan pada tiga tingkatan yang dikaji 2 tingkatan lebih dominan menolak. Sehingga sesuai dengan teori pada sikap bahwa kerangka pemikiran suatu sikap merupakan konstelasi komponen-komponen yang saling berinteraksi dalam memahami, merasakan,dan berperilaku terhadap suatu objek (Azwar, 1995:5).

Menurut Campbell (1950) dalam Notodmojo (2010:29), sikap merupakan suatu sindrom atau kumpulan dalam

Page 23: Gema BIDAN INDONESIA Hknn.pdf · Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482 Gema Bidan Indonesia Volume: II, Nomor: 1 iii ISSN: 2252 – 8482 Gema

Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 18

merespon stimulus atau objek sehingga melibatkan pikiran, perasaan, perhatian dan gejala kejiwaan yang lain atau ketersedian untuk bertindak, belum suatu tindakan. Sedangkan tingkatan sikap meliputi, menerima, menganggapi, menghargai, tanggung jawab. Dalam penelitian ini penulis mengambil sikap dalam 3 tingkatan.

Pada tingkat menerima adalah, sebagian besar (56,8%) dalam kategori menolak sebagian lain dalam ketegori menerima (43,2%)

Pada penelitian ini kemungkinan faktor yang mempengaruhi adalah pengalaman pribadi karena responden adalah primgravida yang belum memiliki pengalaman pribadi tentang cara mengatasi keluhan fisiologis kehamilan.

Sikap ibu primigravida dalam menghadapi keluhan fisiologis trimester 1 pada tingkat menanggapi adalah, 51% dalam kategori menerima dan sebagian kecil menolak (49%).

Pada tingkat ini sesorang memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pernyataan objek yang di hadapi terlepas jawaban tersebut benar atau salah berarti orang tersebut sudah menanggapi ide tersebut ( Notoadmojo, 2007:144)

Pada penelitian ini kemungkinan faktor yang mempengaruhi sikap ibu primigravida dalam menghadapi keluhan fisiologis trimester 1 pada tingkat menanggapi karena lingkungan khusus bidang kesehatan karena adanya penyuluhan melalui buku KIA yang di terima ibu hamil selama ini.

Sikap ibu primigravida dalam menghadapi keluhan fisiologis trimester 1 pada tingkat menghargai adalah, 59,5% dalam kategori menolak dan sebagian kecil pada kategori menerima.

Pada tingkat ini subyek diajak untuk mengerjakan atau berdiskusi dengan suatu masalah dan subyek memberikan penilaian yang positif atau negatif terhadap objek atau stimulus yang ada (Notoadmojo, 2007:144).

Pada penelitian ini kemungkinan yang mempengaruhi sikap ibu pada tingkat ini adalah indikator yang sejalan dengan pengetahuan yaitu sikap terhadap keluhan atau sakit yang pengetahuannya didapat dari lingkungan keluarga, kebiasaan-kebiasaan anggota keluarga mengenai masalah keluhan fisiologis kehamilan trimester 1. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Pengetahuan ibu primigravida dalam

menghadapi keluhan fisiologis trimester 1

51% kategori cukup dan 8% kategori kurang. Sikap ibu primigravida dalam menghadapi keluhan fisiologis trimester 1 84% kategori menerima 6% menolak. Saran

Disarankan kepada Instansi Puskesmas

Sine untuk meningkatkan promosi kesehatan tentang cara mengatasi keluhan ibu hamil melalui kegiatan penyuluhan di berbagai kegiatan baik di dalam gedung maupun di luar gedung dengan melibatkan kerja sama lintas sektor. Kepada Ibu hamil untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dalam mengatasi keluhan sehingga kehamilan dapat dilalui dengan nyaman. Bagi masyarakat meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan agar dapat memberikan informasi yang benar kepada ibu hamil di lingkungannya. Dan bagi peneliti lain untuk meningkatkan pengetahuan dan menjadikan penelitian ini sebagai bahan acuan untuk penelitian selanjutnya. DAFTAR PUSTAKA

Alfina Marta Rudiningrum, 2010. Gambaran Tingkat Pengetahuan Ibu Primgravida Terhadap Ketidaknyamanan Kehamilan Trimester1. Karang anyar

Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta. Jakarta

Astria, 2009. Kehamilan . http://astria.wordpress.com/2009/06/18/terjadinya kehamilan/Diperoleh tanggal 8 Januari 2010

Azwar, 2007. Sikap manusia ,teori dan pengukuranya. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Bandiyah, 2009. Kehamilan Persalinan dan gangguan kehamilan. Nuha Medika. Yogjakarta

Budiarto, E. 2002. Biostatistik untuk Kedokteren dan Kesehatan Masyarakat. EGC. Jakarta

Dwi handayani, 2005.Hubungan Tingakat Tengetahuan Ibu Primigravida Terhadap Keluhan Trimester 1 Dengan Kunjungan ANC di Puskesmas Panggang II Kabupaten Gunung Kidul. Jogjakarta

Herawati M, 2009. Spikologi ibu dan anak untuk kebidanan. Salemba Medika. Jakarta

Klein dan Thomson, 2010. Panduan Lengkap kebidanan. PALMALL. Jogyakarta

Manuaba, 2010.Ilmu Kebidanan, Penyakit kandungan, dan KB . EGC. Jakarta

Page 24: Gema BIDAN INDONESIA Hknn.pdf · Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482 Gema Bidan Indonesia Volume: II, Nomor: 1 iii ISSN: 2252 – 8482 Gema

Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 19

Mayo, 2008. ketidannyamanan Kehamilan trimester I http://azwi Diperoleh tanggal 7 Januari 2010

Nakita, 2005. http://female.kompas.com/read/xml/2009/10/29/14441977/Flu.dan.Diare.Saat.Hamil/ Diperoleh tanggal 7 Januari 2010

Notoatmodjo, S. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Rineka cipta. Jakarta

_____________. 2010. Metode Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta

_____________ 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Rineka Cipta. Jakarta

Nursalam, 2011. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Salemba Medika. Jakarta

Pusdiknakes, 2003. Asuhan Antenatal. Pusdiknakes. Jakarta

Salamah, 2006. Asuhan Kebidanan Antenatal. EGC. Jakarta

Sarwono Solita, 1997. Sosiologi Kesehatan. UGM Press. Yogjakarta.

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Bisnis. ALFABETA. Bandung

Suririnah, 2005. http://suririnah.wordpress. com/2005/04/19/info ibu/diperoleh tanggal 8 Januari 2010

Varney, 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. EGC. Jakarta

Page 25: Gema BIDAN INDONESIA Hknn.pdf · Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482 Gema Bidan Indonesia Volume: II, Nomor: 1 iii ISSN: 2252 – 8482 Gema

Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 20

KOMPLIKASI IBU PADA MASA NIFAS DI PUSKESMAS KENDAL NGAWI

Triana Septianti Purwanto

(Prodi Kebidanan Magetan, Poltekkes Kemenkes Surabaya)

Ayesha Hendriana Ngestiningrum (Prodi Kebidanan Magetan,

Poltekkes Kemenkes Surabaya) Hery Sumasto

(Prodi Kebidanan Magetan, Poltekkes Kemenkes Surabaya)

ABSTRAK

Pendahuluan: Masa pasca persalinan adalah fase khusus dalam kehidupan ibu serta bayi. Keadaaan ini ditandai dengan perubahan emosional, perubahan fisik secara dramatis. Masa nifas merupakan masa kritis bagi ibu dan komplikasi merupakan ancaman terbesarnya. Di puskesmas Kendal ibu nifas yang mengalami masalah 21,81% sedangkan target nasional hanya 20%. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran komplikasi ibu pada masa nifas di Puskesmas Kendal, Kecamatan Kendal, Kabupaten Ngawi. Metode: Jenis penelitian adalah penelitian deskriptif. Populasi pada penelitian ini adalah ibu nifas di Puskesmas Kendal berjumlah 70 orang. Sampel pada penelitian ini adalah sama dengan populasi yaitu 70 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah non probability sampling dengan total populasi. Variabel penelitian adalah komplikasi ibu pada masa nifas dan sub variabelnya adalah infeksi puerpurium, mastitis, hemoragi pasca partum lambat, dan sub involusi. Metode pengumpulan data menggunakan observasi. Analisa data menggunakan distribusi frekuensi dan penyajian data dalam bentuk tabel. Hasil: Didapatkan 5,7% mengalami infeksi puerpurium, komplikasi mastitis 28,6%, hemoragi pascapartum lambat 2,8%, dan sub involusi sebesar 1,4%. Simpulan: Komplikasi ibu pada masa nifas yang terbanyak mastitis.

Kata kunci: Komplikasi masa nifas

PENDAHULUAN Latar belakang

Masa Nifas (Puerperium) dimulai setelah

placenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali semula seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung kira-kira 6 minggu atau 42 hari, merupakan waktu yang diperlukan untuk pulihnya alat kandungan pada keadaan normal. (Ambarwati, 2008). Beberapa komplikasi sering dihadapi oleh bidan pada masa nifas adalah infeksi puerperium, mastitis, tromboflebitis dan emboli paru, hematoma, hemoragi pascapartum lambat, sub involusi, depresi pascapartum (Varney, 2008: 1004-1013).

Di Indonesia target komplikasi pada ibu nifas sebesar 20%. Data Puskesmas Kendal beberapa tahun terakhir menunjukkan adanya KN1 dan KN2 yang mempunyai masalah berhubungan dengan keluhan nifas. Tahun 2009 jumlah ibu nifas 781, yang mengalami masalah pada ibu 180 (23,04%), sedang tahun 2010 jumlah ibu nifas 752, terdapat 140 (18,61%) ibu yang bermasalah. Pada tahun 2011 bulan Januari-September jumlah ibu nifas 534, yang bermasalah 131 (24,54%). Jadi mulai tahun 2009–September 2011 rata-rata yang masih mengalami masalah pada ibu 451 (21,81%) dari 2067 ibu nifas, hal ini melebihi angka yang ditargetkan dari program yang hanya 20% (ibu nifas yang ditentukan) (Laporan P2PWS KIA Puskesmas Kendal, 2009- September 2011).

Masa pasca persalinan adalah fase khusus dalam kehidupan ibu serta bayi. Bagi ibu yang mengalami persalinan untuk pertama kalinya, ibu menyadari terjadinya perubahan kehidupan yang sangat bermakna selama hidupnya. Keadaan ini ditandai dengan perubahan emosional, perubahan fisik serta dramatis, hubungan keluarga dan aturan serta penyesuaian terhadap aturan yang baru. Termasuk didalamnya perubahan dari seorang perempuan menjadi seorang ibu di samping masa pascapersalinan mungkin menjadi masa perubahan dan penyesuaian sosial ataupun perseorangan (individual) (Saifuddin, 2002: 357), untuk itu Masa nifas merupakan masa kritis bagi ibu dan komplikasi merupakan ancaman terbesarnya, diperkirakan 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan dan 50 % kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama (Ambarwati, 2008:2).

Berbagai upaya dapat dilakukan untuk meminimalkan terjadinya komplikasi pada KN I sampai KN IV pada ibu masa nifas.

Page 26: Gema BIDAN INDONESIA Hknn.pdf · Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482 Gema Bidan Indonesia Volume: II, Nomor: 1 iii ISSN: 2252 – 8482 Gema

Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 21

Agar menjaga kesehatan ibu dan bayi baik fisik dan psikologisnya. Peranan dan tanggungjawab bidan dalam melakukan kunjungan pada masa nifas adalah mendeteksi komplikasi dan perlunya rujukan, baik yang dirawat di rumah bidan maupun di rumah sendiri (Ambarwati, 2008).

Kepedulian Dinas Kesehatan dalam upaya memberikan dukungan dan penghargaan terhadap kinerja tenaga bidan sehingga bisa meningkatkan cakupan program-program pelayanan kesehatan termasuk di dalamnya kunjungan nifas. Dengan adanya penelitian ini diharapkan keluhan-keluhan yang di alami ibu nifas bisa diketahui secara dini dan bisa ditangani sehingga tidak berlanjut ke komplikasi. Tujuan Penelitian

1. Mengidentifikasi kejadian infeksi puerperium pada ibu nifas.

2. Mengidentifikasi kejadian mastitis pada ibu nifas.

3. Mengidentifikasi kejadian hemoragi pascapartum lambat pada ibu nifas.

4. Mengidentifikasi kejadian sub involusi pada ibu nifas

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah deskriptif dimaksudkan untuk menggambarkan komplikasi Ibu pada Masa Nifas di wilayah Puskesmas Kendal Kabupaten Ngawi bulan Nopember 2011. Tempat penelitian di wilayah Puskesmas Kendal Kabupaten Ngawi. Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu nifas di wilayah Puskesmas Kendal Kabupaten Ngawi sejumlah 70 orang.

Variabel penelitian ini adalah Komplikasi Ibu pada masa nifas di Puskesmas Kendal Kab Ngawi, dengan subvariabel: infeksi puerperium, mastitis, hemoragi pasca partum lambat dan sub involusi. Pada penelitian ini dilakukan kunjungan kepada ibu nifas, kemudian dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan lembar observasi. untuk mengumpulkan data penelitian. Pemeriksaan dan kunjungan dilakukan hanya satu kali saja. Sebelum pengisian Responden diberi penjelasan tentang tujuan penelitian. Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi untuk pengambilan data primer. Lembar observasi digunakan untuk mendapatkan data infeksi puerperium, mastitis, hemoragi pasca partum lambat, sub involusi. Selanjutnya data ditabulasikan dan diolah secara diskriptif.

HASIL PENELITIAN Infeksi Puerperium

Berdasarkan hasil penelitian dari 70 ibu

nifas yang mengalami infeksi puerperium sejumlah 4 orang (5,7%), yang tidak mengalami infeksi puerperium sejumlah 66 orang (94,3%). Sebagaimana dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Distribusi infeksi puerperium di Puskesmas Kendal

Kriteria f %

Ada infeksi Puerperium 4 5,7 %

Tidak ada infeksi Puerperium

66 94,3%

Jumlah 70 100%

Mastitis

Berdasarkan hasil penelitian dari 70 ibu

nifas yang mengalami mastitis sejumlah 20 orang (28,6%), yang tidak mengalami mastitis sejumlah 50 orang (71,4%). sebagaimana dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Distribusi mastitis pada ibu nifas di

Puskesmas Kendal

Kriteria F %

Mastitis 20 28,6%

Tidak mastitis 50 71,4%

Jumlah 70 100%

Hemoragi pascapartum lambat

Berdasarkan hasil penelitian dari 70 ibu

nifas yang mengalami hemoragi pascapartum lambat sejumlah 3 orang (4,28%), yang tidak mengalami hemoragi pascapartum lambat 67 orang (95,72%). Sebagaimana dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Distribusi hemoragi pascapartum

lambat pada ibu nifas di Puskesmas Kendal

Kriteria f %

Ada hemoragi 3 4,28%

Tidak ada hemoragi 67 95,72%

Jumlah 70 100%

Sub Involusi

Berdasarkan hasil penelitian dari 70 ibu

nifas yang mengalami sub involusi 1 orang (1,4%), yang tidak mengalami sub involusi sejumlah 69 (98,6%). Sebagaimana dapat dilihat pada tabel 4.

Page 27: Gema BIDAN INDONESIA Hknn.pdf · Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482 Gema Bidan Indonesia Volume: II, Nomor: 1 iii ISSN: 2252 – 8482 Gema

Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 22

Tabel 4. Distribusi sub involusi pada ibu nifas di Puskesmas Kendal

Kriteria f %

Ada Sub involusi 1 1,4%

Tidak ada sub involusi 69 98,6%

Jumlah 70 100%

PEMBAHASAN

Infeksi Puerpurium

Tanda–tanda infeksi pada umumnya dapat dilihat pada kunjungan nifas (1 sampai 2 minggu), hal ini disebabkan karena personal hygiene yang kurang, perawatan luka perineum yang kurang bersih sehingga kuman bisa masuk melalui jalan lahir. Perdarahan pada waktu persalinan dan terjadinya partus lama dengan ketuban pecah lama. Dari pihak penolong kemungkinan sarung tangan , alat–alat terkontaminasi bakteri yang berasal dari hidung dan tenggorokan penolong karena pada saat menolong persalinan tidak menggunakan masker. (Wiknjosastro, 2007;689)

Penyebab infeksi puerperium salah satunya adalah karena kurangnya personal hygiene terutama pada kebersihan luka perineum. Ibu nifas masih merasa takut untuk membersihkan luka perineum dengan sabun sehingga hal tersebut menghambat proses penyembuhan luka dan mengakibatkan infeksi puerperium.

Infeksi puerperium adalah infeksi bakteri yang berasal dari saluran reproduksi selama persalinan atau puerperium. Infeksi tidak lagi bertanggung jawab terhadap tingginya insiden mortalitas puerperium seperti dahulu, saat dikenal sebagai demam nifas. Akan tetapi, infeksi puerperium masih tetap bertanggung jawab terhadap persentase signifikan morbiditas puerperium (Varney, 2008: 1005).

Setelah persalinan terjadi beberapa perubahan penting diantaranya makin meningkatnya pembentukan urin untuk mengurangi hemodilusi darah, terjadi penyerapan beberapa bahan tertentu melalui pembuluh darah vena sehingga terjadi peningkatan suhu badan sekitar 0,5 oC yang bukan merupakan keadaan patologis atau menyimpang pada hari pertama. Perlukaan karena persalinan merupakan tempat masuknya kuman kedalam tubuh, sehingga menimbulkan infeksi pada kala nifas. (Manuaba, 2010 : 313).

Mastitis

Mastitis adalah infeksi payudara. Meskipun dapat terjadi pada setiap wanita,

Mastitis semata-mata merupakan komplikasi pada wanita menyusui. Mastitis harus dibedakan dari peningkatan suhu transien dan nyeri payudara akibat pembesaran awal karena air susu masuk kedalam payudara.

Mastitis sering dijumpai pada ibu nifas, Hal ini disebabkan karena sudah adanya komplikasi dari bendungan ASI yang tidak segera diatasi dan kondisi ibu yang semakin buruk sehingga terjadi komplikasi mastitis. Selain itu cara menyusui yang tidak benar juga berpengaruh pada kejadian mastitis.

Mastitis terjadi akibat invasi jaringan payudara (mis: glandular, jaringan ikat, areolar, lemak) oleh organisme infeksius atau adanya cedera payudara. Organisme yang umum termasuk S. aureus, streptococci, dan H. Parainfluenzae. Cedera payudara mungkin disebabkan memar karena manipulasi yang kasar, pembesaran payudara, stasis air susu ibu dalam duktus, atau pecahnya atau fisura putting susu bakteri dapat berasal dari berbagai sumber: tangan ibu, tangan orang yang merawat ibu atau bayi, bayi, duktus laktiferus, darah sirkulasi, stress dan keletihan. (Varney, 2008 : 1006).

Untuk mengatasi agar tidak terjadi bendungan ASI dukungan bidan dalam pemberian ASI ibu post partum adalah segera memberikan ASI pada bayi dengan IMD, memberikan rasa hangat dengan membaringkan dan menenmpelkan pada kulit ibu dan menyelimutinya, mengajarkan cara merawat payudara yang sehat pada ibu untuk mencegah masalah umum yang bertujuan untuk melancarkan sirkulasi darah dan mencegah tersumbatnya saluran susu sehingga memperlancar pengeluaran ASI. Perawatan payudara biasanya dimulai sejak kehamilan 6 bulan dan bila bayi sudah lahir maksimal setengah jam setelah persalinan, ASI harus diberikan, apabila tidak hormone prolaktin akan turun dan sulit merangsang prolaktin sehingga ASI akan keluar pada hari ke 3 atau lebih. Perawatan payudara sebaiknya dilakukan 2 kali sehari, dalam perawatan mengupayakan tangan dan puting susu bersih ( Ambarwati, 2008;12 ).

Hemoragi pascapartum lambat

Hemoragi pascapartum lambat (tertunda) adalah hemoragi yang terjadi setelah 24 jam pertama pascapartum. Penyebab umumnya meliputi, subinvolusi di tempat perlekatan plasenta, fragmen plasenta atau membrane janin yang tertinggal, laserasi saluran reproduksi yang sebelumnya tidak terdiagnosa dan hematoma. Penghentian perdarahan dapat dimulai dengan pemberian 0,5 mg ergometrin intra muskuler, yang dapat diulang dalam 4 jam atau kurang.

Page 28: Gema BIDAN INDONESIA Hknn.pdf · Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482 Gema Bidan Indonesia Volume: II, Nomor: 1 iii ISSN: 2252 – 8482 Gema

Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 23

Perdarahan yang banyak memerlukan pemeriksaan tentang sebabnya. Apabila tidak ditemukan inversio uteri atau mioma submukosum yang memerlukan penanganan khusus, kerokan dapat menghentikan perdarahan. Pada tindakan ini perlu dijaga agar tidak terjadi perforasi (Wiknjosastro, 2007 : 703).

Tanda dan gejala hemoragi pascapartum lambat meliputi perdarahan eksternal yang jelas, tanda dan gejala syok serta anemia. Bidan berkolaborasi dengan dokter konsultan untuk mendiagnosis penyebab dan terapi yang tepat (Varney, 2008: 1008-1009).

Sub Involusio

Sub involusi terjadi jika proses kontraksi uterus tidak terjadi dan kontraksi ini lama atau berhenti. Proses involusi bisa dihambat oleh retensi sisa plasenta, mioma, atau infeksi. Retensi sisa plasenta atau membran janin adalah penyebab yang paling sering terjadi.

Sub involusi terjadi karena adanya sisa selaput plasenta yang tidak terdeteksi sebelumnya, sehingga ibu nifas mengalami perdarahan yang tidak teratur.

Sub involusi dapat didiagnosis selama pemeriksaan pasca persalinan dan adanya keluhan peningkatan perdarahan persisten, periode lochea lebih lama, diikuti dengan leukoria dan perdarahan banyak yang tidak teratur. Sub involusi awal pada masa puerpurium menunjukkan uterus lunak, tidak bergerak, tidak berkurang ukurannya dan tinggi fundus uteri tidak berubah, tidak menurun, lochea banyak dan berwarna merah terang sampai coklat kemerahan. (Varney, 2008 : 1009).

Dalam penanganan sub involusi bidan sebaiknya melakukan konsultasi ke puskesmas, dokter keluarga atau rumah sakit sehingga penderita mendapatkan pengobatan yang tepat. Dengan petunjuk dokter selanjutnya bidan dapat melakukan perawatan penderita setempat. (Manuaba, 1998 :316)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Sebanyak 5,7% ibu nifas mengalami infeksi puerperium,Sebanyak 28,6% ibu nifas mengalami mastitis, Sebanyak 2,8% ibu nifas mengalami hemoragi post partum lambat, Sebanyak 1,4% ibu nifas mengalami sub involusi

Saran

Disarankan bagi masyarakat Agar selalu memeriksakan diri pada petugas kesehatan/

bidan agar sertiap perkembangan dan perubahan pada diri ibu dapat diketahui sejak dini untuk menghindari komplikasi lebih lanjut. Bagi Peneliti lain agar dapat digunakan sebagai dasar pengembangan penelitian selanjutnya. Bagi bidan agar melakukan observasi secara cermat, mendengarkan dengan sepenuh hati semua keluhan yang di alami oleh ibu nifas terutama primigravida, memberikan penjelasan dengan bahasa yang sederhana dan mudah di mengerti sehingga ibu nifas mengerti dan dapat merawat diri dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, Eny Retna., Wulandari, Diah. 2008. Asuhan Kebidanan Nifas. Jogjakarta: Mitra Cendekia press.

Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta

Azwar, Azrul. 2003, Metodologi Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: ECG.

Hanifa, Wiknjosastro., Saifuddin, Abdul Bari., Rachimhadhi, Trijatmo. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Manuaba, Ida Bagus Gde. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : ECG.

Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri. Jakarta : ECG.

Notoatmodjo, S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka cipta.

Nursalam. 2003. Konsep dan Penetapan Metodologi Penelitian. Jakarta: Salemba Mediks.

Rachmawati. 2005. Gambaran Kebutuhan Perawatan Nifas tentang Kepercayaan dan Kebiasaan yang Berhubungan dengan Kesehatan pada Masa Nifas. FKUI

Saifuddin, Abdul Bari., dkk. 2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Sulistyawati, Ari. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas. Jogjakarta: C.V Andi Offset.

Varney, Hellen, Kriebs, Jan M,Gegor, Carolyn L. 2008. Buku Ajar Asuhan Kebidanan (Varney’s Midwifery). Jakarta: ECG.

Wiknjosastro. Hanifa. 1999. Saifudin, Abdul Bari,Racimhadhi, Trijatmo. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Page 29: Gema BIDAN INDONESIA Hknn.pdf · Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482 Gema Bidan Indonesia Volume: II, Nomor: 1 iii ISSN: 2252 – 8482 Gema

Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 24

FAKTOR PENGHAMBAT CAKUPAN

METODE KB MOW DI DESA KLAMPISAN GENENG NGAWI

Tinuk Esti Handayani

(Prodi Kebidanan Magetan, Poltekkes Kemenkes Surabaya)

Nurwening Tyas Wisnu (Prodi Kebidanan Magetan,

Poltekkes Kemenkes Surabaya) Nana Usnawati

(Prodi Kebidanan Magetan, Poltekkes Kemenkes Surabaya)

ABSTRAK

Pendahuluan: Paradigma masyarakat tentang program keluarga berencana mengalami banyak perkembangan KB MOW merupakan kontrasepsi yang efek sampingnya rendah tetapi sampai saat ini belum banyak diminati oleh ibu-ibu. Desa Klampisan Kecamatan Geneng Kabupaten Ngawi, belum dapat memenuhi target 2 peserta MOW. Tujuan penelitian ini adalah diketahuinya Faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya cakupan MOW di Desa Klampisan Kecamatan Geneng Kabupaten Ngawi. Metode: Jenis penelitian ini adalah diskriptif, populasi Pasangan Usia Subur sebanyak 44 ibu PUS. Sampel adalah total populasi. Variabel penelitian adalah faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya cakupan MOW dengan sub variabel karakteristik ibu meliputi usia, paritas, pendidikan, dukungan suami dan pengetahuan. Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner. Analisa data deskriptif dengan persen. Penyajian data dengan menggunakan grafik dan tabel berupa distribusi frekuensi. Hasil: Dari ibu pasangan usia subur berumur 36-40 tahun sebanyak 32 orang (73%), multipara sebanyak 41 orang (93%), berpendidikan dasar sebanyak 25 orang (57%) , dukungan suami negatif sebanyak 26 orang (59%), tingkat pengetahuan cukup sebanyak 25 orang (57%). Simpulan: Faktor yang paling mempengaruhi rendahnya cakupan MOW dalam penelitian ini adalah dukungan suami negatif terhadap pemilihan MOW. Kata kunci: MOW, usia, paritas, pendidikan, dukungan suami, pengetahuan

PENDAHULUAN Latar Belakang

Untuk mencapai tujuan Program

Nasional Keluarga Berencana diarahkan pada dua bentuk sasaran yakni sasaran langsung dan sasaran tidak langsung, Sasaran langsung yaitu para pasangan usia subur (PUS) agar mereka menjadi peserta Keluarga Berencana Lestari sehingga menjadikan efek langsung pada penurunan fertilitas. Sasaran tidak langsung yaitu organisasi-organisasi dan lembaga-lembaga kemasyarakatan, instansi pemerintah maupun swasta, tokoh-tokoh masyarakat (wanita dan pemuda) yang diharapkan dapat memberikan dukungan terhadadap proses pembentukan sistem nilai dikalangan masyarakat yang mendukung usaha pelembagaan norma keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera (Mochtar, 1998:246).

Program Keluarga berencana Nasional telah berkembang dan menujukkan hasil yang menggembirakan. Kemauan masyarakat untuk membatasi jumlah anak melalui penggunaan berbagai alat kontrasepsi membuahkan hasil nyata yaitu semakin sedikitnya rata-rata jumlah anak yang dilahirkan (Depkes RI, 2002:2005). Program KB telah mengalami banyak perubahan, termasuk pengertian bahwa setiap orang berhak memilih menggunakan metode KB tradisional, KB mantap, KB pil, kondom, dan lain-lain (BKKBN, 2002:14).

Kenyataan dari fakta yang ada perlu mendapat perhatian pihak terkait adalah adanya pola kecenderungan pemakaian kontrasepsi di Indonesia. Pemakaian metode kontrasepsi suntik memperlihatkan kecenderungan meningkat, sebaliknya pemakaian metode kontrasepsi MOW menurun. Pola pemakaian kontrasepsi KB di indonesia tahun 2007 yaitu suntik 31,6%, Pil 13,2% dan MOW 3,9% (SDKI, 2007)

Jumlah sasaran PPM 1294 untuk kecamatan Geneng tahun 2011 target akseptor MOW adalah sebesar 19 akseptor (1,46%). Menurut data dari BKKBN Kabupaten Ngawi pencapaian peserta metode kontrasepsi MOW untuk Kecamatan Geneng tidak ada. Data dari pelayanan KB dipuskesmas Geneng tahun 2011 untuk Desa Klampisan cakupan KB baru MOW tidak ada, sedangkan target 2 akseptor. Dari data diatas menunjukkan rendahnya pencapaian cakupan MOW. Dari hasil wawancara pendahuluan dengan 10 PUS umur > 35 tahun yang memiliki anak > 2 di Desa Klampisan kec. Geneng kab. Ngawi mengenai mengapa tidak mengikuti KB MOW, diperoleh hasil bahwa sebanyak 7

Page 30: Gema BIDAN INDONESIA Hknn.pdf · Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482 Gema Bidan Indonesia Volume: II, Nomor: 1 iii ISSN: 2252 – 8482 Gema

Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 25

orang (70%) karena takut, tidak ada dukungan suami 2 0rang (20%) , tidak diperkenankan oleh agama 1 orang (10%).

MOW merupakan kontrasepsi mantap wanita yang hanya dipakai untuk jangka panjang dan merupakan salah satu kontrasepsi mantap dalam fase menghentikan atau mengakhiri kesuburan. Pada fase ini umur isteri diatas 30 tahun terutama diatas 35 tahun dan sebaiknya setelah mempunyai 2 anak atau lebih (Hartanto, 2004:31). MOW merupakan kontrasepsi yang efektifitasnya sangat tinggi untuk mengakhiri kehamilan. Karena kegagalan yang dapat mengakibatkan kehamilan dapat menyebabkan resiko tinggi bagi anak dan ibu bila bersalin. Selain itu peserta sudah tidak ingin punya anak lagi, tidak menambah kelainan atau penyakit yang sudah ada. Pada masa ini kesehatan mulai turun dan mudah kena penyakit jantung, darah tinggi, dan penyakit hormonal lainnya, kontrasepsi yang sesuai Kontap yaitu MOW (BKKBN, 2001:10).

Oleh karena itu diperlukan upaya meningkatkan cakupan MOW. Upaya pemerintah untuk meningkatkan cakupan akseptor MOW dengan memberikan motivasi pada pasangan usia subur dengan mengratiskan bagi akseptor KB tidak mampu. Diharapkan dengan adanya program MOW gratis ini pasangan usia subur tertarik untuk ikut menjadi akseptor KB MOW. Sedangkan pada PUS dengan ekonomi menengah keatas diberi motivasi dan dorongan terus menerus mengingat faktor resiko. Tujuan Penelitian

1. Mengidentifikasi usia ibu pasangan usia

subur

2. Mengidentifikasi paritas ibu pasangan usia subur

3. Mengidentifikasi pendidikan ibu pasangan usia subur

4. Mengidentifikasi dukungan suami 5. Mengidentifikasi pengetahuan ibu

pasangan usia subur

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktorfaktor yang mempengaruhi rendahnya cakupan MOW di Desa Klampisan Kecamatan Geneng Kabupaten Ngawi.

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Klampisan Kec. Geneng Kab. Ngawi. Lokasi dipilih Desa Klampisan karena Desa tersebut

merupakan Desa yang tidak ada cakupan KB MOW diwilayah Kecamatan Geneng.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasangan usia subur, Umur 25-35 tahun dengan anak > 3, umur 36-40 tahun dengan anak > 2 dan tidak ada balita, di Desa Klampisan Kecamatan Geneng, Kabupaten Ngawi, besar populasi 44 orang. Pada penelitian ini seluruh anggota populasi diteliti yang lazim disebut total populasi atau sampel jenuh atau non probability.

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini berupa pengisian kuesioner dibagikan pada PUS waktu kegiatan posyandu dan berkunjung ke puskesmas pembantu, sedangkan PUS tidak datang, dikunjungi, sedang untuk suami kita titipkan isteri dan selanjutnya dikumpulkan kembali. Data dalam penelitian ini adalah data primer dikumpulkan melalui kuesioner meliputi data karakteristik ibu, dukungan suami dan data pengetahuan. Analisis data menggunakan analisis deskriptif.

HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian pada 44 ibu pasangan

usia subur menunjukkan sebagian besar kelompok umur 36 - 40 tahun 32 orang (73%) (gambar 1).

Gambar 1. Distribusi usia pasangan usia subur

Hasil penelitian pada 44 ibu pasangan

usia subur menunjukan sebagian besar kelompok paritas Multipara yaitu sebanyak 41 orang (93%) (gambar 2).

Gambar 2. Distribusi Paritas pasangan usia subur

2%

25%

73%

0%10%20%30%40%50%60%70%80%

Jum

lah

25-30 ta hun 31-35 ta hun 36-40 ta hun

Us ia Ibu

93%

7%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

Jum

lah

Multipa ra G ra ndemulti

P aritas

Multipara

G randemulti

Page 31: Gema BIDAN INDONESIA Hknn.pdf · Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482 Gema Bidan Indonesia Volume: II, Nomor: 1 iii ISSN: 2252 – 8482 Gema

Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 26

Hasil penelitian pada 44 ibu pasangan usia subur menunjukan sebagian besar kelompok tingkat pendidikan dasar 25 orang (57). Pada data selengkapnya disajikan dalam bentuk diagram batang gambar 3.

Gambar 3. Distribusi pendidikan ibu pasangan usia subur

Hasil penelitian pada 44 suami PUS sebagian besar kelompok dukungan suami negatif 26 orang (59%).

Tabel 1. Distribusi dukungan suami

Dukungan f %

Positif 18 40,9

Negatif 26 59,1

Jumlah 44 100

Hasil penelitian pada 44 ibu pasangan

usia subur menunjukan sebagian besar berpengetahuan cukup 25 orang (57%).

Tabel 2. Distribusi pengetahuan

Pengetahuan f %

Baik 13 29,6

Cukup 25 56,8

Kurang 6 13,6

Jumlah 44 100

PEMBAHASAN

Usia

Sebagian besar usia ibu pasangan usia subur di Desa klampisan Kecamatan Geneng adalah usia 36-40 tahun sebanyak 32 orang (73%). Menurut Hurlock (1998) dalam Nursalam (2001:134) dinyatakan bahwa usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang tahun, usia juga mempengaruhi seseorang karena dengan bertambahnya usia biasanya lebih dewasa intelektualnya. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja. Pada usia dewasa kebanyakan orang telah mampu memecahkan masalah-masalah mereka dengan cukup baik sehingga menjadi stabil dan tenang secara emosional. Dengan kematangan dan kemampuan yang baik

diharapkan mampu menentukan sikap. Menurut Hartanto (2004:31), pada fase menghentikan atau mengakhiri kesuburan umur isteri diatas 35 tahun dan sebaiknya setelah mempunyai 2 anak atau lebih.

Menurut BKKBN (2001:10). Pada fase menghentikan atau mengakhiri kesuburan bila terjadi kegagalan yang dapat mengakibatkan kehamilan dapat menyebabkan resiko tinggi bagi anak dan ibu bila bersalin, selain itu kesehatan mulai turun dan mudah kena penyakit jantung, darah tinggi, dan penyakit hormonal lainnya.

Menurut saifudin (2006, U-27) dalam klasifikasi persyarat medis, melakukan MOW pada usia 36-40 tahun masuk kategori A yaitu tidak ada alasan medis yang merupakan kontraindikasi dilakukan kontap

Dalam penelitian ini tidak sesuai dengan teori karena hasil penelitian menunjukkan ibu pasangan usia subur tidak ada yang ikut MOW. Hal ini mungkin disebabkan karena takut, menganggap bahwa Mow merupakan suatu operasi yang besar dan takut terjadi kegagalan. Berdasarkan hasil wawancara pendahuluan sebanyak 7 orang (70%) karena takut, 2 0rang (20%) tidak ada dukungan suami, 1 orang (10%) tidak diperkenankan oleh agama. Pada masa ini secara kepribadian seorang wanita sudah siap. Secara kognitif perkembangan intelegensia dan pola pikirnya sudah matang. Sehingga untuk meningkatkan kematangan dan kekuatan seseorang agar lebih matang dan diharapkan dapat menentukan sikap positif, maka perlu pendekatan individu dan motivasi yang terus menerus.

Paritas

Sebagian besar paritas ibu pasang usia subur di Desa klampisan Kecamatan Geneng adalah multipara sebanyak 41 orang (93%).

Menurut Ilfa (2010) Paritas (para) parietas adalah jumlah anak yang telah dilahirkan oleh seorang ibu baik hidup maupun mati. Multipara adalah wanita yang sudah melahirkan, dua kali atau lebih Saifuddin (Saifudin, 2002:180). Dalam klasifikasi persyaratan medis pemakaian MOW pada paritas multipara termasuk pada kategori A yaitu tidak ada alasan medis yang merupakan kontraindikasi dilakukannya kontrasepsi mantap Saifuddin (2006:U-27). Di dukung Muchtar (1998:253), makin tua umur, banyak anak yang dilahirkan, makin kecil atau pendek jarak waktu kelahiran anak makin banyak dan tinggi komplikasi kesakitan dan kematian yang mungkin timbul bagi ibu dan anak.

57%

39%

5%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

Ju

mla

h Das ar

Menengah

Tinggi

Page 32: Gema BIDAN INDONESIA Hknn.pdf · Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482 Gema Bidan Indonesia Volume: II, Nomor: 1 iii ISSN: 2252 – 8482 Gema

Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 27

Dalam penelitian ini tidak sesuai dengan teori diatas, hasil penelitian menunjukkan pasangan usia subur dengan multipara belum melakukan MOW, mungkin masih memakai kontrasepsi hormonal atau tidak menggunakan kontrasepsi sama sekali. Sehingga perlu menyadarkan tradisi pada pasangan usia subur yang beranggapan banyak anak banyak rezeki.

Pendidikan

Sebagian besar pendidikan ibu pasang usia subur di Desa klampisan Kecamatan Geneng adalah pendidikan Dasar sebanyak 25 orang (57%).

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang terhadap orang lain menuju kearah suatu cita-cita tertentu, jadi dapat dikatakan bahwa pendidikan itu menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan Nursalam (2001:134). Menurut Undang-Undang Sidiknas No 20 tahun 2003, pada tingkat pendidikan dasar ini cara berpikirnya masih dalam bentuk konkrit, dimana cara berpikir memerlukan pengertian konkrit atau nyata. .Menurut Kuncoroningrat 1997 dalam Nursalam (2001:133) pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan, sebaliknya semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin mudah menerima informasi sehingga banyak pula pengetahuan yang dimiliki.

Dalam penelitian ini sesuai dengan teori, hasil penelitian menunjukkan ibu pasangan usia subur dengan pendidikan dasar lebih banyak dari ibu yang berpendidikan menengah dan tinggi. Hal ini mungkin disebabkan karena ibu yang berpendidikan dasar kurang menerima informasi tentang metode kontrasepsi MOW. Upaya agar masyarakat mendapatkan informasi MOW tidak hanya diperoleh dari pendidikan formal saja, akan tetapi dapat juga dari pendidikan non formal melalaui kegiatan pendidikan kesehatan yang saat ini sering dilakukan di posyandu. Pendidikan perlu untuk mendapatkan informasi yang dapat menunjang kesehatan sehingga mampu meningkatkan kualitas hidup. Bagi petugas kesehatan diharapkan sering memberikan informasi dengan bahasa yang mudah dimengerti.

Dukungan suami

Sebagian besar dukungan suami di Desa klampisan Kecamatan Geneng adalah negatif sebanyak 26 orang (59%).

Menurut Walsh (2004:103), pembicaran antara suami dan isteri mengenai KB tidak selalu menjadi prasyarat dalam penerimaan KB, namun tidak adanya diskusi tersebut dapat menjadi penghalang terhadap pemakain alat kontrasepsi kususnya MOW. Juga didukung oleh BKKBN (2001:2) partisipasi suami dalam Keluarga Berencana dan kesehatan reproduksi adalah bentuk nyata dari kepeduliann dan tanggung jawab suami dalam pelaksanan Keluarga Berencana dan kesehatan reproduksi.

Dalam penelitian ini sesuai dengan teori, hasil penelitian menunjukkan dukungan suami negatif. Berdasarkan hasil kuesioner suami takut isteri melakukan MOW karena dapat menyebabkan wanita sakit-sakitan, lemah dan tidak dapat melakukan aktifitas sehari-har, sehingga pentingnya peningkatan pemahaman pada suami mengenai keuntungan dan kerugian MOW. Bahwa lebih beasr manfaatnya dibandingkan resiko yang diperkirakan akan terjadi. Salah satunya dengan meningkatkan konseling yang baik bagi suami, pada setiap pelayanan baik di Puskesmas, Puskesmas pembantu, Polindes dan Posyandu. Pengetahuan

Sebagian besar pengetahuan ibu

pasangan usia subur di Desa klampisan Kecamatan Geneng adalah cukup sebanyak 25 orang (57%).

Menurut Notoatmodjo (2003:121) pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui atau kepandaian yang dimiliki seseorang melalui pendidikan maupun pengalaman. Disamping itu pengetahuan diperoleh melalui pengindraan sesorang melalui mata dan telinga yaitu misalnya melalui penyuluhan yang dilakukan oleh petugas kesehatan, kader atau melalui media masa baik media cetak maupun media elektronik. Menurut Notoatmodjo (2003:10) cara memperoleh pegetahuan dengan cara melahirkan pemikiran secara tidak langsung melalui pernyataan yang dikemukakan, kemudian dicari hubungan sehingga dapat dibuat suatu kesimpulan.

Penelitian ini tidak sesuai dengan teori, hasil penelitian menunjukkan ibu mempunyai pengetahuan cukup, tetapi ibu mungkin masih mempunyai kenyakinan rendah terhadap kontrasepsi MOW. Hal ini menunjukkan bahwa pilihan ibu tentang MOW belum merupakan pilihan yang paling mantap. Bila sesorang memiliki pengetahuan yang diperoleh secara benar dari pendidikan baik formal maupun informal maka akan di ikuti oleh perubahan dalam prilaku untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk

Page 33: Gema BIDAN INDONESIA Hknn.pdf · Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482 Gema Bidan Indonesia Volume: II, Nomor: 1 iii ISSN: 2252 – 8482 Gema

Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 28

memantapkan dan meningkatkan pengetahuan ibu menjadi baik, maka ibu pasangan usia subur mau mencari informasi kepada ibu-ibu yang sudah mengikuti MOW dan akhirnya memahami, mengerti, selanjutnya mau melakukan MOW.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Usia ibu pasangan usia subur di Desa Klampisan Kecamatan Geneng Kabupaten Ngawi sebagian besar berusia 36-40 tahun. Paritas ibu pasangan usia subur di Desa Klampisan Kecamatan Geneng kabupaten Ngawi sebagian besar multipara. Pendidikan Ibu pasangan usia subur di Desa Klampisan Kecamatan Geneng Kabupaten Ngawi sebagian besar berpendidikan dasar. Dukungan suami di Desa Klampisan Kecamatan Geneng Kabupaten Ngawi sebagian besar dukungan negatif. Pengetahuan ibu pasangan usia subur di Desa Klampisan Kecamatan Geneng Kabupaten Ngawi sebagian besar berpengetahuan cukup

Saran

Bagi institusi Dinas Kesehatan diharapkan dapat meningkatan kegiatan penyuluhan dan informasi tentang MOW kepada pasangan usia subur calon peserta MOW pada setiap pelayanan baik dipuskesmas, Puskesmas Pembantu, Polindes dan Posyandu.Bagi masyarakat agar memilih MOW sebagai kontrasepsi yang efektif mengingat resiko yang mungkin terjadi. Bagi peneliti selanjutnya DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S, 2005. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

_______.1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi VI. Jakarta: Rineka Cipta

Azwar, S. 2007. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka pelajar.

________. 2009. Sikap Manusia Teori dan pengukurannya.Yogyakarta: Salemba Medika.

BKKBN Prop Jatim, 2001. Peran Suami dalam KB dan Kesehatan Reproduksi. Surabaya : BKKBN.

Depkes RI, 2002. Panduan Baku Klinis Program Pelayanan Keluarga Berencana. Depkes, Jatim.

Glasier Anna, 2005. Keluarga Berencana dan Kesehatan eproduksi. Jakarta: EGC.

Hadi dan Haryono, 2005. Metodologi penelitian pendidikan. Bandung: Pustaka setia

Hamid, D, 2003. Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta : Durat Bahagia..

Hartanto, Hanafi, 2004. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Ilfa, 2010. paritas, bersumber dari (Http:// bidan Jumlailfa. Blogsport. Com/2010/01).(diakses tgl 15 september 2011)

Mochtar, R, 1998. Sipnosis Obstetri: obstetri operatif, obstetri sosial. Edisi ke 2. Jakarta: EGC.

Manuaba, IBG, 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC.

Manuaba, 2003.Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: EGC, Jakarta.

Notoatmodjo, S, 2003. Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: EGC.

_________. 2005. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Nursalam, Pariani, 2001. Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan. Jakart : Salemba Medika.

Nursalam, 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

SDKI, 2007. Survei Demografi dan Kesehtanan Indonesia.

Saifuddin, AB, 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

________. 2007. Ilmu Kandungan.Edisi ke 2, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

________, 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Sobur, 2003. Psikologi Umum. Bandung: Alfabeta.

Setiadi, N.J. 2007. Perilaku Konsumen: Konsep dan Implikasi untuk Strategi dan Penelitian Pemasaran. Jakarta: Prenada Media.

Sudijono, 2006. Metode Statistika. Bandung: Tarsito.

Sugiyono, 2005. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Varney, 2007.Buku Ajar Asuhan Kebidanan .Edisi ke 4.Jakarta: EGC.

Walsh, 2004. Buku ajar Kebidanan komunitas. Jakarta: EGC.

Wiknjosastro, H. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta: YBS. SP.

Page 34: Gema BIDAN INDONESIA Hknn.pdf · Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482 Gema Bidan Indonesia Volume: II, Nomor: 1 iii ISSN: 2252 – 8482 Gema

Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 29

DAMPAK FREKUENSI PELATIHAN TERHADAP KEMAMPUAN KADER

DALAM MENDETEKSI RESIKO KEHAMILAN

Ayesha Hendriana Ngestiningrum (Prodi Kebidanan Magetan,

Poltekkes Kemenkes Surabaya) Budi Joko Santosa

(Prodi Kebidanan Magetan, Poltekkes Kemenkes Surabaya)

Agung Suharto (Prodi Kebidanan Magetan,

Poltekkes Kemenkes Surabaya)

ABSTRAK

Pendahuluan: Pencapaian cakupan deteksi risiko tinggi oleh masyarakat berdasarkan PWS KIA di Kecamatan Kwadungan, Ngawi masih dibawah target 11,1% yang seharusnya 20%, hal ini menunjukkan tingkat kemampuan dan peran serta masyarakat dalam mendeteksi risiko tinggi ibu hamil masih rendah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya perbedaan frekuensi pelatihan kader antara yang mampu dengan tidak mampu mendeteksi risiko ibu hamil di puskesmas Kwadungan, Kabupaten Ngawi tahun 2011. Metode: Jenis penelitian ini mengunakan penelitian survey analitik dengan rancangan ex post facto. Penelitian ini ditujukan untuk menganalisis adanya perbedaan frekuensi pelatihan kader antara yang mampu dengan tidak mampu mendeteksi risiko ibu hamil di puskesmas Kwadungan, Kabupaten Ngawi. Populasi adalah ketua kader posyandu yang sudah mengikuti pelatihan tentang deteksi risiko tinggi ibu hamil. Sampel yang diambil total populasi sejumlah 40 responden. Instrumen pengumpulan data menggunakan studi data dokumentasi. Untuk menganalisis adanya perbedaan digunakan uji- t independent α 0,05. Hasil: Rerata frekuensi pelatihan kader yang mampu 6,5 rerata yang tidak mampu 2,7, untuk kemampuan mendeteksi risiko tinggi ibu hamil pada kader yang mampu 10%, kader yang tidak mampu 90%. Hasil uji-t, t hitung 15,06 > t tabel 2,61 (α 0,05), ini berarti Ho ditolak. Simpulan: Ada perbedaan frekuensi pelatihan kader antara yang mampu dengan tidak mampu mendeteksi risiko ibu hamil di puskesmas Kwadungan Ngawi.

Kata kunci: Pelatihan, Kader Kesehatan, Risiko Tinggi Ibu Hamil

PENDAHULUAN Latar Belakang

Rendahnya peranserta mayarakat dalam

mendeteksi risiko tinggi ibu hamil disebabkan oleh beberapa faktor antara lain tidak terpenuhi dana, waktu, kemampuan, komunikasi, fasilitas dan kebebasan (Syahlan, 1996). Pelatihan kader yang tidak memadai mengakibatkan pencapaian deteksi risiko tinggi ibu hamil oleh masyarakat rendah. Pembangunan di bidang kesehatan mempunyai arti yang penting dalam kehidupan nasional, khususnya dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan. Untuk mencapai keberhasilan tersebut erat kaitannya dengan pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia sebagai modal dasar pembangunan. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan suatu upaya yang besar, sehingga tidak hanya dilakukan oleh pemerintah saja tanpa adanya keterlibatan masyarakat (Zulkifli, 2003). Dengan adanya kerjasama kader untuk melaporkan risiko tinggi ibu hamil di wilayahnya ke bidan, maka sangat membantu kinerja bidan. Tingkat kemampuan kader dan peranserta masyarakat dalam melakukan deteksi risiko tinggi ibu hamil di Puskesmas Kwadungan masih rendah, hal ini bisa dilihat dari data laporan pencapaian cakupan deteksi risiko tinggi ibu hamil oleh masyarakat di Seksi Kesehatan Keluarga Dinas Kesehatan Kabupaten adalah 10,6% dari 14.163 sedangkan di Puskesmas Kwadungan hanya mencapai 11,1% dari 470, yang seharusnya mencapai 20% dari sasaran.

Dari survei pendahuluan pada 15 kader di desa Simo yang mengikuti pelatihan mempunyai frekuensi yang berbeda–beda yaitu : 1-3 kali 60% ; 4-6 kali 20% ; dan 7-10 kali 20%.

Terbentuknya perilaku mendeteksi risiko tinggi ibu hamil dimulai dengan adanya stimulus terhadap subyek yang berupa pelatihan, kemudian akan diproses pada diri subyek berupa tanggapan, pengertian dan perhatian yang kemudian akan bereaksi ke tingkah laku mendeteksi risiko tinggi ibu hamil. Bisa juga dari adanya stimulus pada subyek yang berupa pelatihan, kemudian dalam proses akan terbentuk suatu pengertian, perhatian, dan tanggapan yang kemudian akan membentuk suatu sikap dan akan diwujudkan dalam tindakan nyata yang berupa tingkah laku mendeteksi risiko tinggi ibu hamil (Notoatmodjo, 2005 ).

Dibutuhkan upaya untuk meningkatkan kemampuan dari kader, yang perlu ditingkatkan terus menerus dengan

Page 35: Gema BIDAN INDONESIA Hknn.pdf · Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482 Gema Bidan Indonesia Volume: II, Nomor: 1 iii ISSN: 2252 – 8482 Gema

Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 30

pemberian pelatihan secara periodik dan pelatihan kader yang memadai sesuai dengan kemampuan kader oleh petugas-petugas teknis dari berbagai sektor sesuai bidangnya (Syahlan, 1996). Di Puskesmas Kwadungan pada tahun 2010 setiap bulan diadakan pelatihan kader yang dihadiri oleh semua ketua kader posyandu se-Kecamatan Kwadungan yang didanai oleh DAK (Dana Anggaran Khusus). Di samping itu juga kader diberi fasilitas-fasilitas untuk menunjang kinerjanya yaitu berupa pelayanan kesehatan gratis, diberikan buku untuk laporan, buku panduan untuk kader, dan diberi uang untuk kesejahteraan kader. Tujuan Penelitian

1. Mengidentifikasi karakteristik kader (umur, pendidikan, dan pekerjaan).

2. Mengidentifikasi frekuensi pelatihan kader yang mampu dan tidak mampu mendeteksi risiko ibu hamil.

3. Mengidentifikasi kemampuan kader mendeteksi risiko tinggi ibu hamil.

4. Menganalisa perbedaan frekuensi pelatihan kader antara yang mampu dengan tidak mampu mendeteksi risiko ibu hamil

METODE PENELITIAN

Penelitian ini ditujukan untuk menganalisis perbedaan frekuensi pelatihan kader antara yang mampu dengan tidak mampu mendeteksi risiko ibu hamil. Penelitian mengambil tempat di Kecamatan Kwadungan, Kabupatan Ngawi. Populasi dalam penelitian ini adalah semua ketua kader posyandu yang pernah mengikuti pelatihan kader tentang Deteksi Risiko Tinggi Ibu Hamil, Kecamatan Kwadungan, Kabupaten Ngawi sejumlah 40 orang. Jumlah sampel yang tersedia 40 orang. Dalam penelitian ini menggunakan semua populasi sesuai kriteria sampel.

Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data frekuensi pelatihan kader dengan, studi data dokumentasi sedangkan untuk mengukur kemampuan kader mendeteksi risiko tinggi ibu hamil dengan studi data dokumentasi KSPR di buku KIA ibu hamil. Dalam pengumpulan data, untuk memperoleh data mengenai frekuensi pelatihan kader dengan studi data dokumentasi, sedangkan untuk memperoleh data mengenai kemampuan kader mendeteksi risiko tinggi ibu hamil dengan studi data dokumentasi KSPR di buku KIA ibu hamil.

Analisis data untuk mendapatkan gambaran frekuensi pelatihan kader dan

kemampuan mendeteksi risiko tinggi ibu hamil dengan pendekatan statistik deskriptif dengan mean atau rata-rata, sedangkan untuk mengetahui hubungan frekuensi pelatihan kader antara yang mampu dan tidak mampu mendeteksi risiko tinggi ibu hamil dengan Uji-t Separated Varians. HASIL PENELITIAN Karakteristik Umur

Hasil penelitian tentang kareteristik umur dapat dijelaskan bahwa, dari 40 kader penelitian rata-rata umurnya adalah 39,6 tahun, umur terendah 28 tahun dan tertinggi umur 55 tahun.

Tabel 1. Distribusi Umur Kader

Ukuran Usia (tahun)

Mean Median Modus Range

Standar Deviasi Varians

Minimum Maximum

39,6 40 35 27

8,27 68,49

28 55

Karakteristik Pendidikan Kader

Hasil penelitian diperoleh data bahwa

dari 40 kader, yang terbanyak berpendidikan SLTA 18 kader (45%), dan tersedikit berpendidikan SD 5 kader (12,5%), agar lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Karakteristik Pendidikan Kader

Karakteristik Pekerjaan Kader

Hasil penelitian diperoleh data bahwa

dari 40 kader, terbanyak bekerja sebagai IRT 29 kader (72,5%), dan tersedikit bekerja sebagai PNS, 3 kader (7,5%), agar lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.

72,5 7,5 10 10

IRT PNS SWASTA PETANI

Page 36: Gema BIDAN INDONESIA Hknn.pdf · Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482 Gema Bidan Indonesia Volume: II, Nomor: 1 iii ISSN: 2252 – 8482 Gema

Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 31

Gambar 2. Karakteristik Pekerjaan Kader

Pelatihan Kader

Hasil penelitian diperoleh data bahwa

dari 40 kader, frekuensi pelatihan tertinggi 2 kali sejumlah 14 kader (35%), dan terendah frekuensi pelatihan 7 kali sejumlah 2 kader (5%), dan frekuensi pelatihan 6 kali sejumlah 2 kader (5%), agar lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3

Gambar 3. Distribusi Pelatihan Kader Kemampuan Mendeteksi Risiko Ibu Hamil

Hasil penelitian diperoleh data dari 40 kader, kemampuan tertinggi adalah kader tidak mampu sejumlah 36 kader (90%), kader yang mampu sejumlah 4 kader (10%), Perbedaan Frekuensi Pelatihan Kader Antara Yang Mampu Dengan Tidak Mampu Mendeteksi Risiko Ibu Hamil

Berdasarkan perhitungan tersebut, ternyata t hitung lebih besar dari t tabel (15,06 > 2,61). Dengan demikian Ho ditolak dan Ha diterima. Jadi kesimpulannya ada perbedaan frekuensi pelatihan kader antara yang mampu dengan tidak mampu mendeteksi risiko ibu hamil di puskesmas Kwadungan Ngawi.

PEMBAHASAN

Karakteristik Umur Kader

Berdasarkan hasil penelitian terdapat 40 kader, rerata usia kader 40 tahun, yang mampu mendeteksi risiko ibu hamil rerata berusia 42 tahun, kader yang tidak mampu

mendeteksi risiko ibu hamil rerata berusia 39 tahun. Usia juga sangat berpengaruh pada kematangan mental dan psikologi seseorang. Tapi pada masa pertengahan ini tidak menutup kemungkinan seseorang akan mempunyai prestasi yang lebih baik.

Menurut Tilker (1975) dan Hurlock (1980) menjelaskan bahwa pada umur 40 sampai umur 60 termasuk Masa Wanita Madya, ciri- ciri yang menyangkut pribadi dan sosial pada masa ini antara lain adalah masa berprestasi. Menurut Erikson, selama usia madya ini orang akan menjadi lebih sukses atau sebaliknya mereka berhenti/ stagnasi (Jabbar, 2009).

Ibu rumah tangga banyak waktu luang sehingga banyak waktu untuk belajar dan banyak kesempatan untuk mengikuti pelatihan sehingga mampu mendeteksi risiko ibu hamil. Karakteristik Pendidikan Kader

Berdasarkan hasil penelitian dari 40

kader, terbesar pendidikan kader SLTA dan yang terkecil pendidikan kader SD, rerata pendidikan kader yang mampu mendeteksi risiko ibu hamil adalah SLTA, rerata pendidikan kader yang tidak mampu mendeteksi risiko ibu hamil adalah SD. Pendidikan sangat berpengaruh pada pengetahuan seseorang, dan pendidikan juga menentukan pola pikir seseorang dalam menghadapi masalah serta cara penyelesaikan masalah. Seperti yang berpendidikan tinggi mereka mendapat pengetahuan lebih banyak dari bangku sekolah. Tidak menutup kemungkinan mereka yang berpendidikan dasar juga mempunyai kemampuan yang luas, meski hanya didapat dari koran atau media lain. Pendidikan memang berpengaruh pada perilaku individu dalam menyelesaikan masalah, orang yang berpendidikan tinggi akan mencerna dahulu setiap masalah yang timbul dan baru dicari jalan keluarnya. Tapi semua tak lepas dari pengalaman individu masa lalu dimana seseorang bisa belajar bagaimana menelaah masalah dan menentukan koping yang yang adaptif.(Peter Bromwich, 1991).

Wied Apraji (1986) juga menyatakan bahwa tingkat pendidikan harus pula menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka peroleh.

Semakin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah untuk memahami dan mengerti materi yang diterimanya sehingga semakin mampu untuk mendeteksi risiko ibu hamil.

72,5 7,5

10 10

IRT PNS SWASTA PETANI

Page 37: Gema BIDAN INDONESIA Hknn.pdf · Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482 Gema Bidan Indonesia Volume: II, Nomor: 1 iii ISSN: 2252 – 8482 Gema

Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 32

Karakteristik Pekerjaan Kader

Hasil penelitian dari 40 kader, pekerjaan

kader sebagian besar sebagai Ibu Rumah Tangga 72,5%. Rerata pekerjaan kader yang mampu mendeteksi risiko ibu hamil adalah sebagai Ibu Rumah Tangga, rerata pekerjaan kader yang tidak mampu mendeteksi risiko ibu hamil adalah juga sebagai Ibu Rumah Tangga. Hal ini membuktikan walau kader bekerja sebagai ibu rumah tangga belum tentu mempunyai kemampuan yang lebih baik dibanding kader yang bekerja sebagai swasta.

Dengan pekerjaan sebagai ibu rumah tangga waktunya akan lebih banyak dirumah dibanding ibu yang bekerja diluar rumah. Tetapi walau seseorang sebagai ibu rumah tangga tidak menutup kemungkinan juga aktif dalam organisasi kemasyarakatan. (Notoatmodjo, 2005).

Ibu rumah tangga banyak waktu luang sehingga banyak waktu untuk belajar dan banyak kesempatan untuk mengikuti pelatihan sehingga mampu mendeteksi risiko ibu hamil.

Frekuensi Pelatihan Kader

Berdasarkan hasil penelitian dari 40 kader, pada umumnya kader dengan frekuensi pelatihan yang tinggi 6-7 kali mempunyai kemampuan yang lebih baik. Rerata frekuensi kader yang mampu mendeteksi risiko ibu hamil 6 kali.

Frekuensi pelatihan kader adalah jumlah pelatihan yang pernah diikuti oleh kader. Pelatihan merupakan salah satu bentuk rangsangan atau stimulus terhadap kader yang sangat diperlukan, bukan hanya sekali saja tetapi berulang-ulang/ berkesinambungan, yang dilakukan oleh berbagai tenaga teknis salah satunya adalah bidan, dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan kader dalam menjalankan tugasnya di masyarakat.

Menurut Teori Stimulus Respon yang berpangkal pada psikologi asosiasi dirintis oleh John Lock dan Herbart, dalam teori ini kurang memperhatikan faktor internal, apa yang terjadi pada diri subyek belajar merupakan rahasia, belajar adalah mengambil tanggapan-tanggapan dan menggabung-gabungkan tanggapan dengan cara mengulang-ulang. Tanggapan-tanggapan tersebut diperoleh melalui pemberian stimulus atau rangsangan- rangsangan. Makin banyak dan sering diberikan stimulus, maka makin memperkaya tanggapan-tanggapan dalam diri subyek belajar (Notoatmodjo, 2003).

Memang dengan semakin sering mengikuti pelatihan maka kader akan lebih mampu mendeteksi risiko ibu hamil dari pada kader yang jarang mengikuti pelatihan. Kemampuan Mendeteksi Risiko Tinggi Ibu Hamil

Berdasarkan hasil penelitian terdapat 40

kader, pada umumnya kader yang mempunyai kemampuan baik mempunyai frekuensi pelatihan yang tinggi 6-7 kali. Kemampuan mendeteksi risiko tinggi ibu hamil adalah sanggup melakukan deteksi risiko tinggi ibu hamil yang didapat dari hasil pelatihan ini berarti kesanggupan / kemampuan kader dalam mendeteksi risiko tinggi ibu hamil merupakan tindakan nyata yang dilakukan oleh kader setelah mendapat pelatihan. Beda mampu dan tidak mampunya kader mendeteksi risiko ibu hamil dilihat dari sering tidaknya frekuensi kader mengikuti pelatihan.

Kader yang mampu, kader yang sering mengikuti pelatihan, kader yang tidak mampu dikarenakan jarang mengikuti pelatihan. Perbedaan Frekuensi Pelatihan Kader Antara Yang Mampu dengan Tidak Mampu Mendeteksi Risiko Ibu Hamil

Dari hasil analisa data kesimpulannya

ada perbedaan antara frekuensi pelatihan kader yang mampu dengan tidak mampu mendeteksi risiko ibu hamil di Puskesmas Kwadungan Ngawi.

Jelas beda kader yang mampu dan tidak mampu mendeteksi risiko ibu hamil dilihat dari frekuensi pelatihan, semakin kader sering mengikuti pelatihan maka semakin meningkatkan kemampuan kader dalam mendeteksi risiko ibu hamil disamping itu ditunjang juga dari segi usia, rerata kader yang mampu mendeteksi ibu hamil berusia 42 tahun, usia juga sangat berpengaruh pada kematangan mental dan psikologi seseorang. Tapi pada masa pertengahan ini tidak menutup kemungkinan seseorang akan mempunyai prestasi yang lebih baik. Dari segi pendidikan kader yang rata- rata berpendidikan SLTA, pendidikan sangat berpengaruh pada pengetahuan seseorang, dan pendidikan juga menentukan pola pikir seseorang dalam menghadapi masalah serta cara penyelesaikan masalah. Seperti yang berpendidikan tinggi mereka mendapat pengetahuan lebih banyak dari bangku sekolah. Pekerjaan kader yang rata- rata sebagai ibu rumah tangga yang banyak waktu untuk aktif dalam organisasi kemasyarakatan.

Page 38: Gema BIDAN INDONESIA Hknn.pdf · Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482 Gema Bidan Indonesia Volume: II, Nomor: 1 iii ISSN: 2252 – 8482 Gema

Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 33

Menurut Notoatmodjo (2003), hal ini sesuai dengan proses perubahan perilaku tersebut menggambarkan proses belajar pada individu yang terdiri dari : 1) Stimulus yang diberikan pada individu dapat diterima atau ditolak. Apabila ditolak berarti stimulus tidak efektif dalam mempengaruhi perhatian individu, dan berhenti sampai disini. Tetapi bila stimulus diterima oleh organisme berarti ada perhatian dari individu dan stimulus tersebut efektif. 2) Apabila stimulus diterima maka ia mengerti stimulus ini dan dilanjutkan pada proses berikutnya. 3) Setelah itu organisme mengolah stimulus tersebut sehingga terjadi kesediaan untuk bertindak demi stimulus yang diterimanya. 4)Akhirnya dengan dukungan fasilitas serta dorongan dari lingkungan maka stimulus tersebut mempunyai efek tindakan dari individu (Notoatmodjo, 2003). Kemampuan kader dibedakan dari frekuensi sering tidaknya mengikuti pelatihan. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Dari 40 kader, rerata umur kader 40

tahun dengan pendidikan terbanyak SLTA 45% sebagian besar mempunyai pekerjaan sebagai Ibu Rumah Tangga 72,5%.Dari 40 kader, pada umumnya kader dengan frekuensi pelatihan yang tinggi 6-7 kali mempunyai kemampuan yang lebih baik. Dari 40 kader, pada umumnya kader yang mempunyai kemampuan baik mempunyai frekuensi pelatihan yang tinggi 6-7 kali pelatihan. Analisa Perbedaan frekuensi pelatihan kader antara yang mampu dengan tidak mampu mendeteksi risikio ibu hamil, dari hasil analisa data kesimpulannya ada perbedaan frekuensi pelatihan kader antara yang mampu dengan tidak mampu mendeteksi risiko ibu hamil di puskesmas Kwadungan Ngawi.

Saran

Disarankan bagi kader agar lebih meningkatkan dalam mengikuti pelatihan tentang deteksi risiko tinggi ibu hamil setidaknya minimal 6 kali pelatihan agar lebih mampu, bagi institusi pendidikan, mau melakukan penelitian lebih lanjut dan lebih mendalam, bagi Puskesmas, agar mengadakan pelatihan lebih sering, setidaknya lebih dari 6 kali pelatihan, terutama pelatihan tentang deteksi risiko tinggi ibu hamil, bagi peneliti lain, banyak hal yang belum terungkap dalam penelitian ini, Untuk itu masalah ini masih perlu dihubungkan dengan kegiatan penelitian

lebih lanjut dengan permasalahan yang lebih luas, metode yang lebih tetap dan jumlah sampel yang lebih mewakili, bagi bidan atau petugas kesehatan lain, agar mengadakan pelatihan secara periodik dan lebih sering, setidaknya lebih dari 6 kali pelatihan, terutama pelatihan tentang deteksi risiko tinggi ibu hamil. DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif. http:/lubisgrapura. wordprees.com/

(diakses 29 September 2011). ----------. 2010. Pelatihan Tenaga Kerja

Definisi-Tujuan. Jurnal.sdm.blogspot.com (diakses 20 September 2011) Jabbal Umar. 2009. Mengenal Psikologi

Perkembangan. http://umar jabbal. Files.woedprees.com. Notoatmojo. Soekidjo. 2003. Pendidikan

Dan Perilaku Kesehatan, Jakarta: Rineka

Cipta. ----------. 2005. Metodologi Penelitian

Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta. ----------. 2010. Metodologi Penelitian

Kesehatan, Edisi Revisi, Jakarta: Rineka Cipta

Nursalam. 2003. Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.

Jakarta: Salemba Medika. R.I. Depkes. 2002. Buku Kesehatan Ibu Dan

Anak. Jatim: Dinkes Prop. R.I. Kementrian Kesehatan. 2003. Pedoman

Penyelenggaraan Pelatihan Di Bidang Kesehatan. Jakarta: Direktorat Jendral

Bina Kesehatan Masyarakat. Rochjati, Poedji. 2002. Kartu Skor

Poedji Rochjati. Surabaya: Pusat Safe Motherhood RSU Dr.Soetomo / FK UNAIR.

Simamora Henry. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Ke-3

Yogyakarta: Aditya Media. Sugiyono. 2011. Statistika untuk

Penelitian. Cetakan ke- 18 Bandung: Aldabeta.

Syahlan. 1996. Kebidanan Komunitas. Jakarta: Yayasan Bina Sumber Daya Kesehatan.

Zulkifli. 2003. Posyandu Dan Kader Kesehatan. http://librari usu.ac.id/ download/fkm/fkm-zulkifli I.pdf

Page 39: Gema BIDAN INDONESIA Hknn.pdf · Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482 Gema Bidan Indonesia Volume: II, Nomor: 1 iii ISSN: 2252 – 8482 Gema

Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 34

TINGKAT PENGETAHUAN KADER KESEHATAN DAN KEBERHASILAN

PELAKSANAAN POS KESEHATAN DESA (POSKESDES)

Tumirah (Prodi Kebidanan Magetan,

Poltekkes Kemenkes Surabaya) Nana Usnawati

(Prodi Kebidanan Magetan, Poltekkes Kemenkes Surabaya)

Nurlailis Saadah (Prodi Kebidanan Magetan,

Poltekkes Kemenkes Surabaya)

ABSTRAK

Pendahuluan: Keberhasilan pembangunan kesehatan salah satunya ditandai dengan ketersediaan sarana kesehatan, Sarana kesehatan tersebut salah satunya adalah Pos Kesehatan Desa (Poskesdes). Keberhasilan pelaksanaan Poskesdes dipengaruhi oleh pengetahuan, perilaku, sikap, kemampuan dan motivasi baik dari tenaga kesehatan yaitu bidan maupun kader kesehatan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran tentang tingkat pengetahuan kader kesehatan tentang Poskesdes dan keberhasilan pelaksanaan Poskesdes di Puskesmas Kendal, Kecamatan Kendal, Kabupaten Ngawi. Metode: Populasi penelitian ini adalah semua kader kesehatan yang mendapatkan pelatihan Poskesdes di wilayah Puskesmas Kendal, Ngawi berjumlah 200 orang (seluruhnya diteliti). Metode pengumpulan data menggunakan kuesioner dan cek list. Analisa data menggunakan distribusi frekuensi. Hasil: penelitian ini didapatkan kader kesehatan memiliki tingkat pengetahuan baik 61%, dan didapatkan 39% memiliki tingkat pengetahuan cukup. Di wilayah kecamatan Kendal didapatkan 2 poskesdes yang termasuk kriteria poskesdes purnama, dan 4 poskesdes termasuk kriteria poskesdes madya. Simpulan; Tingkat pengetahuan kader kesehatan yang baik dan cukup dipengaruhi oleh keaktifan kader. Poskesdes dengan tingkat perkembangan purnama dilengkapi dengan sarana, prasarana, adanya dukungan dari pemerintah desa serta ada proses kegiatan dan output. Untuk tingkat perkembangan madya sarana prasarana kurang lengkap dan dukungan dari pemerintah desa tidak ada.

Kata kunci: Pengetahuan, Kader, Poskesdes

PENDAHULUAN Latar Belakang

Keberhasilan pembangunan kesehatan

salah satunya ditandai dengan ketersediaan sarana kesehatan yang dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat, terutama bagi masyarakat yang tinggal di daerah dan sulit dijangkau oleh kendala geografis, ekonomi, informasi dan sosial budaya. Sarana kesehatan meliputi Puskesmas, Puskesmas pembantu, Poskesdes, Posyandu, praktek swasta. (Depkes RI, 1992:3).

Pos Kesehatan Desa yang selanjutnya disingkat dengan Poskesdes, adalah upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat (UKBM) yang dibentuk di desa dalam rangka mendekatkan/menyediakan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat desa. Poskesdes dibentuk dalam rangka mendekatkan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat serta sebagai sarana kesehatan yang merupakan pertemuan antara upaya masyarakat dan dukungan pemerintah. Pelayanan Poskesdes meliputi upaya promotif, preventiv, dan kuratif yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan (terutama bidan) dengan melibatkan kader atau tenaga sukarela lainnya. Poskesdes juga merupakan pusat pengembangan atau revitalisasi berbagai UKBM, menumbuh-kembangkan partisipasi masyarakat, kemitraaan dengan berbagai pemangku kepentingan (stakeholder) terkait. Kegiatan dilakukan berdasarkan pendekatan edukatif atau kemasyarakatan yang dilakukan melalui musyawarah dan mufakat yang disesuaikan dengan kondisi dan potensi masyarakat setempat.

Keberhasilan pelaksanaan Poskesdes juga dipengaruhi oleh pengetahuan, perilaku, sikap, kemampuan dan motivasi baik dari tenaga kesehatan yaitu bidan maupun kader kesehatan. Peran kader terhadap Poskesdes disini adalah membantu melaksanakan kegiatan-kegiatan minimal yaitu; 1) Pengamatan epidemilogis penyakit menular dan yang berpotensi menjadi KLB serta faktor-faktor risikonya; 2) penanggulangan penyakit menular dan yang berpotensi menjadi KLB serta kekurangan gizi; 3) kesiapsiagaan dan penanggulangan bencana dan kegawatdaruratan kesehatan; 4) pelayanan kesehatan dasar, sesuai dengan kompetensinya. Kegiatan pengembangan meliputi: konseling kesehatan, penyuluhan kesehatan perorangan dankelompok,menyimpan dan membagikan kapsul Vit A, Yodium dan oralit, menyimpan dan membagikan alat pelindung, demonstrasi pembuatan jamban dan

1

Page 40: Gema BIDAN INDONESIA Hknn.pdf · Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482 Gema Bidan Indonesia Volume: II, Nomor: 1 iii ISSN: 2252 – 8482 Gema

Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 35

penyaringan air. Menurut Depkes RI (2007), guna mengukur keberhasilan pelaksanaan Poskesdes, dapat dilihat dari komponen system Poskesdes, yaitu input dan output menurut tujuan, saran, fungsi, dan pelayanan yang diberikan. Indikator yang ditetapkan harus mempunyai daya ungkit terhadap pembangunan kesehatan masyarakat diwilayahnya. Adapun indikator tersebut adalah : 1) Input meliputi : jumlah kader aktif, jumlah tenaga kesehatan yang tersedia, tersedianya sarana alat dan obat, tersedianya tempat pelayanan, tersedianya dan operasional Poskesdes serta tersedianya data/catatan jumlah bayi diimunisasi, jumlah kematian; 2) output, meliputi: cakupan ibu hamil yang dilayani (K4), cakupan persalinan yang dilayani (Linakes), cakupan kunjungan neonatus (KN2), cakupan BBLR yang dirujuk, jumlah bayi dan balita BB tidak naik (T) ditangani, jumlah balita Keluarga Miskin (GAKIN) umur 6-24 bulan yang mendapat MP-ASI, cakupan imunisasi, cakupan pelayanan kegawat daruraratan dan KLB dalam tempo 24 jam, cakupan keluarga yang punya jamban, cakupan keluarga yang dibina sadar gizi, cakupan warga menggunakan garam beryodium, tersedianya data kesehatan lingkungan jumlah jamban, air bersih dan SPAL, jumlah kasus kesakitan dan kematian akibat penyakit menular tertentu yang menjadi masalah setempat, serta peningkatan perkembangan UKBM yang dibina.

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi tahun 2011 diketahui bahwa jumlah Poskesdes yang ada sebanyak 217 dengan tingkat perkembangan sebagai berikut : Pratama 31 Poskesdes, Madya 143 Poskesdes, Purnama 38 Poskesdes, dan Mandiri 5 Poskesdes. Dari penelitian pandahuluan di wilayah Puskesmas Kendal yang terdiri dari 10 desa, terdapat 6 Poskesdes dengan tingkat perkembangan Madya 4 Poskesdes dan Purnama 2 Poskesdes. Dalam pelaksanaannya Poskesdes di wilayah Kecamatan Kendal belum berjalan secara maksimal yang disebabkan kurangnya sosialisasi kepada masyarakat oleh kader kesehatan, juga terbentur kendala terbatasnya dana dan sarana Poskesdes yang belum sesuai standart. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS KIA) bulan Januari s/d bulan Juni 2011 dari 6 Poskesdes untuk cakupan Ante Natal Care (ANC) dengan kunjungan 4 kali hanya tercapai 20%, Risiko Tinggi ibu hamil 12%, Persalinan 10% dan sebagaian besar penduduknya apabila sakit atau ada

masalah kesehatan berobat ke BPS, DPS, Puskesmas Induk, Puskesmas lain atau Langsung ke Rumah Sakit.

Dalam rangka peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan, maka perlu adanya peningkatan sarana prasarana serta sumberdaya penunjang salah satunya adalah peningkatan pengetahuan kader kesehatan. Ada dua macam peningkatan, Yang pertama peningkatan program pelayanan yaitu meningkatnya jenis kegiatan pelayanan yang disediakan untuk masyarakat. Hal ini bisa dilakukan setelah Pos Kesehatan Desa tersebut telah mampu dalam arti memiliki sarana, prasarana dan sumberdaya yang memadai serta kegiatan utamanya telah dapat diselenggarakan secara optimal. Penambahan jenis kegiatan pelayanan ini ditetapkan melalui langkah-langkah PKMD serta melibatkan masyarakan dan unit terkait, dengan fasilitasi Puskesmas. Penambahan program atau kegiatan tetap memperhatikan fungsi dan kewenangan Pos Kesehatan Desa. Kemudian yang kedua peningkatan kualitas pelayanan yaitu Pos Kesehatan Desa mempunyai tanggungjawab dan kewenangan untuk memberikan pelayanan dan menyelenggarakan kegiatan tertentu. Penyelenggaraan kegiatan serta pelayanan yang diberikan harus memperhatikan dan menjamin mutu artinya pelayanan yang diberikan harus sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh karenanya peningkatan mutu pelayanan harus selalu dilaksanakan (Depkes RI: 2006).

Tujuan Penelitian

1. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan kader kesehatan tentang Poskedes.

2. Mengidentifikasi keberhasilan pelaksanaan Poskesdes

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang dilakukan menggunakan metode penelitian deskriptif yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara obyektif (Notoatmodjo, 2005). Pada penelitian ini menggambarkan tingkat pengetahuan kader kesehatan tentang Poskesdes dan keberhasilan pelaksanaan Poskesdes di wilayah Puskesmas Kendal, Kecamatan Kendal, Kabupaten Ngawi.

Populasi pada penelitian ini adalah semua kader kesehatan yang telah mendapat pelatihan Poskesdes yang ada di Poskesdes wilayah Puskesmas Kecamatan

Page 41: Gema BIDAN INDONESIA Hknn.pdf · Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482 Gema Bidan Indonesia Volume: II, Nomor: 1 iii ISSN: 2252 – 8482 Gema

Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 36

Kendal, sebanyak 200 orang pada tahun 2007. Pada penelitian ini sampel yang diambil adalah semua kader kesehatan yang telah mendapat pelatihan tentang Poskesdes di Poskesdes wilayah Puskesmas Kecamatan Kendal, Kabupaten Ngawi. Dengan metode total sampling atau sampling jenuh, sehingga didapatkan sampel sebesar 200 kader kesehatan.

Variabel dalam penelitian ini adalah tingkat pengetahuan kader kesehatan dan keberhasilan pelaksanaan Poskesdes. Dalam penelitian ini data yang diperlukan adalah data primer. Data primer diperoleh dari kuesioner dan hasil pengamatan/observasi langsung. Data yang diperoleh dari kuisioner adalah pengetahuan kader kesehatan tentang Poskesdes. Sedangkan proses pengumpulan data adalah sebagai berikut : peneliti mencatat nomor/nama responden, Selanjutnya dilakukan penyebaran kuisioner pada obyek, Sebelum responden mengisi kuisioner, peneliti menjelaskan tentang cara pengisiannya dan membagikan lembar persetujuan untuk ditanda tangani. Setelah kuisioner selesai diisi diminta kembali oleh peneliti. Dalam pengumpulan data melalui kuesioner, peneliti dibantu oleh asisten yang sudah dilatih.

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah kuisioner. Setelah data terkumpul, diperiksa kelengkapannya kemudian dilakukan tabulasi, dikelompokkan dan dibuat distribusi frekuensi menurut jenis datanya. HASIL PENELITIAN Tingkat Pengetahuan Kader Kesehatan tentang Poskesdes

Poskesdes Karangrejo

Dari hasil penelitian tingkat pengetahuan kader kesehatan tentang Poskesdes di Poskesdes Karangrejo, diketahui bahwa dari besar responden 35 kader kesehatan diperoleh hasil sebagai berikut: tingkat pengetahuannya baik 33 orang (94,2%), tingkat pengetahuannya cukup 2 kader kesehatan (5,8%), sedangkan tingkat pengetahuannya kurang tidak ada (0%).

Poskesdes Ploso

Dari hasil penelitian tingkat pengetahuan kader kesehatan tentang Poskesdes di Poskesdes Ploso, diketahui bahwa dari besar responden 25 kader kesehatan diperoleh hasil sebagai berikut: tingkat pengetahuannya baik 5 orang (20%), tingkat

pengetahuannya cukup 20 kader kesehatan (80%), sedangkan tingkat pengetahuannya kurang tidak ada (0%).

Poskesdes Majasem

Dari hasil penelitian tingkat pengetahuan kader kesehatan tentang Poskesdes di Poskesdes Majasem, diketahui bahwa dari besar responden 45 kader kesehatan diperoleh hasil sebagai berikut : tingkat pengetahuannya baik 37 orang (82%), tingkat pengetahuannya cukup 8 kader kesehatan (18%), sedangkan tingkat pengetahuannya kurang tidak ada (0%).

Poskesdes Gayam Dari hasil penelitian tingkat pengetahuan kader kesehatan tentang Poskesdes di Poskesdes Gayam, diketahui bahwa dari besar responden 30 kader kesehatan diperoleh hasil sebagai berikut : tingkat pengetahuannya baik 20 orang (67%), tingkat pengetahuannya cukup 10 kader kesehatan (33%), sedangkan tingkat pengetahuannya kurang tidak ada (0%). Poskesdes Sidorejo

Dari hasil penelitian tingkat pengetahuan kader kesehatan tentang Poskesdes di Poskesdes Sidorejo, diketahui bahwa dari besar responden 35 kader kesehatan diperoleh hasil sebagai berikut : tingkat pengetahuannya baik 19 orang (54%), tingkat pengetahuannya cukup 16 kader kesehatan (46%), sedangkan tingkat pengetahuannya kurang tidak ada (0%). Poskesdes Dadapan

Dari hasil penelitian tingkat pengetahuan kader kesehatan tentang Poskesdes di Poskesdes Ploso, diketahui bahwa dari besar responden 35 kader kesehatan diperoleh hasil sebagai berikut : tingkat pengetahuannya baik 13 orang (37%), tingkat pengetahuannya cukup 22 kader kesehatan (63%), sedangkan tingkat pengetahuannya kurang tidak ada (0%). Kecamatan Kendal

Dari hasil penelitian tingkat pengetahuan

kader kesehatan tentang Poskesdes di kecamatan Kendal, diketahui bahwa dari besar responden 200 kader kesehatan diperoleh hasil sebagai berikut : tingkat pengetahuannya baik 122 orang (61%), tingkat pengetahuannya cukup 78 kader

Page 42: Gema BIDAN INDONESIA Hknn.pdf · Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482 Gema Bidan Indonesia Volume: II, Nomor: 1 iii ISSN: 2252 – 8482 Gema

Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 37

kesehatan (39%), sedangkan tingkat pengetahuannya kurang tidak ada (0%).

Keberhasilan Pelaksanaan Poskesdes

Hasil penelitian tentang Keberhasilan Pelaksanaan Poskesdes dilihat dari tingkat perkembangannya, diketahui bahwa dari 6 Poskesdes di wilayah Puskesmas Kendal diperoleh hasil sebagai berikut : Kategori Purnama adalah Poskesdes Majasem dengan niai 78 dan Poskesdes Karangrejo dengan nilai 72, sedangkan Kategori Madya adalah Poskesdes Ploso dengan nilai 68, Poskesdes Sidorejo dengan nilai 68, Poskesdes Gayam dengan nilai 68 dan Poskesdes Dadapan dengan nilai 68, sedangkan Kategori Mandiri dan Pratama tidak ada.

Tabel 1. Distribusi Keberhasilan Pelaksanaan Poskesdes

di Wilayah Puskesmas Kendal

Kriteria Keberhasilan Pelaksanaan Poskesdes

f %

Mandiri 0 0%

Purnama 2 33%

Madya 4 67%

Pratama 0 0%

Jumlah 6 100%

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian, pada bab ini akan dilakukan pembahasan mengenai hasil penelitian yang telah dilaksanakan pada Kader Kasehatan dan 6 Poskesdes yang ada di wilayah Puskesmas Kendal sebagai berikut :

Pengetahuan Kader Kesehatan tentang Poskesdes

Dari hasil penelitian menunjukan bahwa tingkat pengetahuan kader kesehatan tentang poskesdes di kecamatan Kendal sebesar 61% dengan tingkat pengetahuan baik diantaranya adalah dari Poskesdes Karangrejo sebesar 16,5%, Poskesdes Ploso sebesar 2,5%, Poskesdes Majasem sebesar 18,5%, Poskesdes Gayam sebesar 10%, Poskesdes Sidorejo sebesar 9,5%, Poskesdes Dadapan sebesar 6,5% Dan Tingkat pengetahuan kader kesehatan tentang Poskesdes di kecamatan Kendal sebesar 39% dengan tingkat pengetahuan cukup diantaranya adalah Poskesdes Karangrejo sebesar 1%, Poskesdes Ploso sebesar 10%, Poskesdes Majasem sebesar 4%, Poskesdes Gayam sebesar 5%, Poskesdes Sidorejo sebesar 8% dan Poskesdes Dadapan sebesar 11%.

Pengetahuan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal

meliputi: usia, intelegensia, pemahaman, keyakinan, sistem nilai kepercayaan, gaya hidup sedangkan faktor eksternal terdiri dari pendidikan formal atau informal, pergaulan lingkungan sosial, sarana informasi, sarana hiburan, sosial ekonomi, budaya dan latar belakang pendidikan keluarga (Notoatmodjo, 2003).

Pada penelitian ini pemahaman kader dapat dilihat dari jawaban kuesioner yaitu kader mengetahui pengertian gawat darurat, mengetahui bahwa penderita demam berdarah harus dirawat di rumah sakit, mengetahui bahwa salah satu kegawatdaruratan pernafasan yang mengancam jiwa adalah terhisapnya gas beracun, mengetahui bahwa setiap ibu hamil perlu adanya penandaan P4K, persalinannya di tenaga kesehatan dan kader mengetahui tentang pesan-pesan pokok kesehatan yaitu menggunakan jamban, menggunakan air bersih sebagai air minum keluarga, membuang sampah pada tempatnya, tersedianya SPAL, tersedianya ventilasi di rumah dan lantai rumah terbuat dari bahan kedap air. Untuk faktor internal dan eksternal yang lain seperti usia, intelegensia, pendidikan, keyakinan, gaya hidup, lingkungan pergaulan sosial, sarana informasi, sarana hiburan dan sosial budaya, tidak diteliti.

Menurut Direktorat Pelayanan Kesehatan masyarakat yang dimaksud kader kesehatan adalah tenaga sukarela yang berasal dan mendapatkan kepercayaan dari masyarakat setempat yang memperoleh latihan dan merasa terpanggil untuk melaksanakan, memelihara dan mengembangkan kegiatan yang tumbuh di tengah-tengah masyarakat. Sebagai kader kesehatan untuk meningkatkan keberhasilan pelaksanaan Poskesdes diharapkan memiliki pengetahuan yang baik tentang Poskesdes. Keberhasilan Pelaksanaan Poskesdes

Dari hasil penelitian di 6 Poskesdes di wilayah Puskesmas Kendal di ketahui bahwa untuk tingkat perkembangannya belum ada yang mencapai tingkat Mandiri, namun hanya terdapat 2 poskesdes saja yang tingkat perkembangannya Purnama, sedangkan 4 poskesdes yang lain baru mencapai tingkatan Madya.

Keberhasilan pelaksanaan Poskesdes dilihat dari tingkat perkembangannya dipengaruhi oleh adanya 1) Kelembagaan yang meliputi SK pendirian dan struktur organisasi Poskesdes 2) Pengolahan Poskesdes yang meliputi input yaitu sarana prasarana, ketenagaan, pendanaan operasional Poskesdes. Untuk prosesnya

Page 43: Gema BIDAN INDONESIA Hknn.pdf · Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482 Gema Bidan Indonesia Volume: II, Nomor: 1 iii ISSN: 2252 – 8482 Gema

Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 38

adalah adanya survey mawas diri, musyawarah masyarakat desa, rencana kegiatan, intervensi pernasalahan, evaluasi hasil kegiatan, pelayanan di Poskesdes, melaksanakan pencatatan hasil dan melaksanaan pelayanaan di Poskesdes. Dan untuk outputnya adalah jumlah masalah kesehatan yang dipecahkan sesuai dengan hasil MMD, jumlah UKBM yang dikoordinir oleh Poskesdes, visualisasi data di Poskesdes dan jumlah stiker P4K yang terpasang (Depkes RI, 2007).

Tingkat perkembangan Poskesdes dengan kriteria purnama dimana disebabkan masih ada yang belum lengkap pada proses

yaitu tidak melaksanakan pemetaan terhadap keluarga sadar gizi, rawan bencana, rumah sehat, keluarga sadar obat, PHBS tatanan rumah tangga, wilayah rawan faktor risiko masalah kesehatan dan pada output tidak ada visualisasi data peta kadarzi, peta daerah rawan bencana, peta rumah sehat dan peta keluarga sadar obat.

Tingkat perkembangan Poskesdes dengan kriteria madya pada penelitian ini juga ada yang belum lengkap yaitu pada input tentang sarana prasarana terutama untuk meubelair. Pada proses yaitu tidak melaksanakan pemetaan terhadap keluarga sadar gizi, rawan bencana, rumah sehat, keluarga sadar obat, PHBS tatanan rumah tangga, wilayah rawan faktor risiko masalah kesehatan. Output tidak ada visualisasi data peta kadarzi, peta daerah rawan bencana, peta rumah sehat dan peta keluarga sadar obat.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Tingkat Pengetahuan Kader Kesehatan Poskesdes di Puskesmas Kendal adalah baik.

2. Keberhasilan Pelaksanaan Poskesdes di wilayah Puskesmas Kendal adalah kategori Purnama yang terdiri dari Poskesdes Karangrejo dan Majasem.

3. Keberhasilan Pelaksanaan Poskesdes di wilayah Puskesmas Kendal termasuk kategori Madya yang terdiri dari Poskesdes Ploso, Gayam, Sidorejo dan Dadapan.

Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan di atas, peneliti memberikan saran yang mungkin dapat dipertimbangkan dan bermanfaat yaitu : 1. Institusi Pendidikan diharapkan dapat

menambah kepustakaan ilmu kesehatan masyarakat khususnya tentang Poskesdes.

2. Poskesdes Setelah dilakukan penelitian diharapkan lebih melengkapi sarana, prasarana dan data untuk mendukung keberhasilan Poskesdes

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2006. Buku Saku Bidan Poskesdes Untuk Mewujudkan Desa Siaga. Jakarta: Dep.Kes. RI.

Arikunto,S. 2002. Prosedur Penelitian. Edisi Revisi VI. Jakarta: Rineka Cipta.

Budiharto, E. 2002, Biostatika Untuk Kedokteran Dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC.

Dep. Kes RI. Petunjuk Teknis Penggerakan dan Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengembangan Desa Siaga. Jakarta: Dep.Kes. RI.

________. 2006. Petunjuk Teknis Pengembangan dan Penyelenggaraan Poskesdes. Jakarta: Dep.Kes. RI.

________. 2007.a Buku Paket Pelatihan Kader Kesehatandan Tokoh Masyarakat dalam pengembangan Desa Siaga (untuk fasilitator).Jakarta: Dep.Kes. RI.

________. 2007.b Buku Paket Pelatihan Kader Kesehatandan Tokoh Masyarakat dalam pengembangan Desa Siaga (untuk kader).Jakarta: Dep.Kes. RI.

________. 2007.c Kurikulum dan Modul Pelatihan Bidan Poskesdes Dalam Pengembangan Desa Siaga. Jakarta: Dep.Kes. RI.

________. 2008. Buku Pedoman Pengembangan Desa Siaga Bagi Kader. Surabaya: Din.Kes.Prop.Jatim.

________. 2008, Presiden Pimpin Rapat Terbatas Bidang Kesehatan. http//www.dinkesjatim.go.id (diakses 8 Oktober 2011).

Notoatmojo, S, 2003. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Nursalam. 2003. Konsep dan Penerapan Metode Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Nurjanah, Anik. 2009. Gambaran Pelaksanaan Poskesdes Di Kecamatan Karanganyar Kabupaten Ngawi, Karya Tulis Ilmiah, Program Studi Kebidanan Magetan Politeknik Kesehatan Surabaya, Magetan.

Setiadi, 2007. Konsep dan Penulisan Riset Perilaku Konsumen, Yogyakarta: Graha Ilmu.

Sugiyono, 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alpabeta.

Simamora, Bilson. 2004. panduan Riset Perilaku Konsumen. Jakarta: Gramedia Pustaka

Page 44: Gema BIDAN INDONESIA Hknn.pdf · Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482 Gema Bidan Indonesia Volume: II, Nomor: 1 iii ISSN: 2252 – 8482 Gema

Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 39

FAKTOR PENGHAMBAT PEMBERIAN ASI

EKSKLUSIF

Astuti Setiyani (Prodi Kebidanan Magetan,

Poltekkes Kemenkes Surabaya) Triana Septianti Purwanto

(Prodi Kebidanan Magetan, Poltekkes Kemenkes Surabaya)

Maria Retno Ambarwati (Prodi Kebidanan Magetan,

Poltekkes Kemenkes Surabaya)

ABSTRAK

Pendahuluan: Pemberian ASI eksklusif merupakan salah satu upaya untuk memperoleh kualitas pertumbuhan dan perkembangan bayi yang optimal, karena ASI mengandung semua nutrisi yang diperlukan bayi untuk tumbuh kembangnya dan mengandung antibody untuk kekebalan tubuh bayi. Di desa Kartoharjo kecamatan/ kabupaten Ngawi, masih banyak ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif pada bayinya. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui faktor penghambat ibu menyusui tidak memberikan ASI eksklusif. Metode: Jenis penelitian yang digunakan adalah diskriptif. yang bertujuan menjelaskan faktor penghambat ibu menyusui tidak memberikan ASI eksklusif di Desa Kartoharjo Kecamatan / Kabupaten Ngawi. Populasi penelitian adalah Semua ibu yang mempunyai bayi usia 0-6 bulan yang tidak memberikan ASI eksklusif di Desa Kartoharjo Kecamatan / Kabupaten Ngawi. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara total populasi yaitu seluruh anggota populasi dijadikan subyek penelitian. Sampel dalam penelitian sebanyak 25 responden. Hasil: Faktor penghambat ibu menyusui tidak memberikan ASI eksklusif ada 28 % Ibu yang merasa produksi ASI kurang ,ada 20 % ibu bekerja, 40% terpengaruh iklan susu formula, ada 44% petugas tidak berperan dan Sebanyak 72% ibu menyatakan keluarga tidak mendukung ASI eksklusif. Simpulan: Faktor penghambat ASI eksklusif yang paling besar adalah dukungan lingkungan keluarga, sehingga disarankan disamping penyuluhan kepada ibu tentang pemberian ASI Eksklusif penyuluhan juga diberikan kepada lingkungan keluarga, sehingga semua ikut mendukung pemberian ASI eksklusif Kata kunci: ASI eksklusif, penghambat

PENDAHULUAN Latar Belakang

Air Susu Ibu (ASI) adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan garam-garam anorganik yang sekresi oleh kelenjar mamae ibu, yang berguna sebagai makanan bagi bayinya. Sedangkan ASI Eksklusif adalah perilaku dimana hanya memberikan Air Susu Ibu (ASI) saja kepada bayi sampai umur 6 (enam) bulan tanpa makanan dan ataupun minuman lain. ASI mempunyai banyak keunggulan, seperti: mengandung bermacam macam zat antibodi yang diperlukan bayi untuk melawan penyakit penyakit yang menyerangnya, sehingga morbiditas dan mortalitas bayi yang minum ASI lebih rendah dari bayi yang minum susu formula, mendekatkan hubungan ibu dan bayi sehingga menimbulkan perasaan aman bagi bayi, yang penting untuk mengembangkan dasar kepercayaan, mengurangi angka kejadian karies gigi dan maloklusi rahang (Soetjiningsih, 2002:23). Pada kenyataannya di Desa Kartoharjo Kecamatan / Kabupaten Ngawi masih banyak bayi yang tidak mendapatkan ASI eksklusif, salah satu penyebabnya karena banyak orang tua yang memberi makanan atau minuman kepada bayi mereka sebelum ASI keluar. Mereka khawatir bahwa colustrum yang hanya sedikit tidak mencukupi kebutuhan bayinya sehingga mereka memberikan pengganti ASI.

Berdasarkan Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 pencapaian ASI eksklusif hanya 32% (anonim, 2009). Angka tersebut jauh dari target pemerintah yaitu 80 %, untuk Jawa Timur tahun 2007 cakupan ASI eksklusif 27, 49% (Anonim 2007, 3), berdasarkan profil kesehatan kabupaten Ngawi cakupan ASI eksklusif sebesar 20,58%, Sedangkan dari data kohort bayi Desa Kartoharjo Puskesmas Ngawi Purba ada 37 bayi (82,3%) yang tidak mendapatkan ASI eksklusif dari total 45 bayi.

Dampak dari tidak diberikannya ASI eksklusif antara lain: meningkatnya kasus diare disebabkan terkontaminasi mikroorganisme patogen dan alergi susu formula, infeksi saluran pernafasan, meningkatkan resiko alergi, meningkatnya kasus obesitas oleh karena pelarutan susu yang lebih pekat dari seharusnya, menurunkan perkembangan kecerdasan kognitif, serta meningkatnya kasus infeksi yang disebabkan pengganti ASI tidak mengandung zat protektif terhadap kuman (Roesli, 2007). Sedangkan menurut Dep Kes

Page 45: Gema BIDAN INDONESIA Hknn.pdf · Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482 Gema Bidan Indonesia Volume: II, Nomor: 1 iii ISSN: 2252 – 8482 Gema

Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 40

RI, 2005 pemberian MP ASI terlalu dini akan menyebabkan saluran pencernaan bayi mengalami gangguan, bayi lebih sering diare, sembelit, ilius, dan mudah alergi terhadap zat makanan tertentu, terjadi malnutrisi atau gangguan pertumbuhan anak, serta menyebabkan berkurangnya kesempatan untuk merangsang produksi ASI sedini mungkin melalui isapan bayi pada ibu menyusui.

Untuk mengatasi masalah rendahnya pemberian ASI eksklusif atau peningkatan penggunaan ASI hanya dapat berhasil apabila kita dapat: Memasyarakatkan sejak masa kanak kanak bahwa ASI itu adalah makanan terbaik untuk bayi manusia, ASI untuk bayi, susu sapi untuk anak sapi, meningkatkan kepedulian para pengambil keputusan, organisasi profesi, tokoh masyarakat, kelompok potensial dan masyarakat luas tentang pentingnya kebijaksanaan peningkatan penggunaan ASI, mengembangkan dan menerapkan legislasi yang mendukung dan melindungi perilaku menyusui yang optimal, memantapkan peraturan nasional tentang pemasaran makanan pendamping ASI (PASI), mengembangkan dan menerapkan strategi nasional mengenai pendidikan formal, KIE dan riset tentang ASI, mengupayakan agar semua petugas dan sarana kesehatan mendukung perilaku menyusui yang optimal melalui penerapan 10 langkah keberhasilan menyusui, meningkatkan kepedulian para pengusaha untuk mendukung dan melindungi para wanita yang bekerja dalam melaksanakan fungsi kodratnya menyusui bayinya serta mengupayakan fasilitas yang mendukung ibu menyusui yang sedang dalam perjalanan (Suradi, 2007).

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang faktor penghambat ibu menyusui tidak memberikan ASI eksklusif di Desa Kartoharjo Kecamatan Ngawi. Tujuan Penelitian

1. Mengidentifikasi karakteristik responden ( umur, tingkat pendidikan, jenis persalinan, dan umur anak saat pemberian makanan / minuman selain ASI).

2. Mengidentifikasi faktor perasaan ibu ASI kurang yang menjadi penghambat ibu menyusui tidak memberikan ASI eksklusif.

3. Mengidentifikasi faktor ibu bekerja yang menjadi penghambat ibu menyusui tidak memberikan ASI eksklusif.

4. Mengidentifikasi faktor promosi susu formula yang menjadi penghambat ibu menyusui tidak memberikan ASI eksklusif.

5. Mengidentifikasi faktor peran petugas yang menjadi penghambat ibu menyusui tidak memberikan ASI eksklusif .

6. Mengidentifikasi faktor dukungann lingkungan keluarga yang menjadi penghambat ibu menyusui tidak memberikan ASI eksklusif.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah diskriptif. Dalam penelitian ini peneliti ingin mendiskripsikan atau memaparkan tentang faktor penghambat ibu menyusui tidak memberikan ASI eksklusif. Pada penelitian ini mengambil tempat di desa Kartoharjo Kecamatan Ngawi, Kabupaten Ngawi. Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu yang mempunyai bayi 0-6 bulan yang tidak mendapatkan ASI eksklusif di desa Kartoharjo Kecamatan/ Kabupaten Ngawi propinsi Jawa Timur. Sampel yang akan diambil pada penelitian ini adalah semua ibu yang mempunyai bayi 0-6 bulan yang tidak mendapatkan ASI Eksklusif di Desa Kartoharjo. Besar sample dalam penelitian ini adalah semua populasi dijadikan sampel sebanyak 25 orang. Dalam penelitian ini teknik sampling yang digunakan adalah total populasi yaitu seluruh anggota populasi dijadikan subyek penelitian.

Variabel dalam penelitian ini adalah faktor penghambat yang mempengaruhi ibu menyusui tidak memberikan ASI Eksklusif, seperti perasaan ibu produksi ASI kurang, ibu bekerja, promosi susu formula, peran petugas dan pengaruh lingkungan dan keluarga. Pengumpulan data dilakukan sebagai berikut, mengurus perijinan penelitian kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi, mengurus perijinan kepada Kepala Puskesmas Ngawi Purba, memberikan penjelasan kepada calon responden dan bila bersedia menjadi responden dipersilahkan untuk menandatangani informed concent, data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner sebagai subyek penelitian tanpa diberi nama tetapi diberi kode khusus. Hasil pengisian kuesioner akan dikonfirmasikan dalam bentuk persentase dan narasi. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner yang merupakan daftar pertanyaan yang sudah disusun, dimana responden tinggal memberi jawaban atau tanda tanda tertentu dalam daftar pertanyaan tersebut. Kuesioner yang digunakan adalah instrumen penelitian

Page 46: Gema BIDAN INDONESIA Hknn.pdf · Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482 Gema Bidan Indonesia Volume: II, Nomor: 1 iii ISSN: 2252 – 8482 Gema

Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 41

tidak dilakukan ujicoba, uji validitas dan reabilitas. Analisis data menggunakan distribusi frekuensi.

HASIL PENELITIAN

Umur

Jumlah keseluruhan ibu menyusui yang tidak memberikan ASI eksklusif sebanyak 25 orang ibu, Hasil pengolahan data penelitian ditampilkan dalam bentuk diagram batang sebagai berikut:

Gambar 1. Distribusi Umur Ibu

Dari 25 responden, didapat umur ibu terendah 16 tahun, umur ibu tertinggi 40 tahun, dengan responden terbanyak umur 28 tahun sebanyak 4 responden (12%). Tingkat Pendidikan

Dari penelitian didapatkan hasil lebih dari

setengah responden (60,0%) berasal dari tingkat pendidikan dasar dan 2 ibu (8%) berasal dari tingkat pendidikan tinggi. Jenis Persalinan

Lebih dari separuh responden (80%)

jenis persalinannya normal, dan sebanyak 5 responden (20 %) secara tindakan/SC. Umur anak saat pemberian makanan/ minuman Selain ASI

Dari 25 responden, lebih dari separuh responden (76%) umur 0 bulan anak sudah mendapatkan asupan makanan/ minuman selain ASI yaitu minuman prelaktal/sebelum ASI keluar yang berupa misal susu formula, dan 1 responden (4%) mendapatkan asupan makanan/ minuman selain ASI pada umur 4 bulan.

Perasaan Ibu Produksi ASI Kurang

Dari hasil penelitian, data tentang faktor perasaan ibu produksi ASI kurang. Bahwa 25 orang ibu menyusui yang tidak memberikan ASI eksklusif ada 7 orang ibu (

28 %) merasa bahwa produksi ASI kurang dan 18 orang ibu ( 72 % ) merasa bahwa produksi ASI cukup. Pekerjaan

Dari hasil penelitian, data tentang faktor

pekerjaan ibu bahwa 25 orang ibu menyusui yang tidak memberikan ASI eksklusif ada 5 orang ibu (20 %) yang bekerja dan 20 orang ibu (80 %) ibu tidak bekerja.

Gambar 2. Faktor Pekerjaan Ibu di Desa Kartoharjo Kec./ Kab. Ngawi

Promosi Susu Formula

Dari hasil penelitian, data tentang pengaruh promosi susu formula pada ibu 25 orang ibu menyusui yang tidak memberikan ASI eksklusif adalah 10 orang ibu (40%) yang menjawab terpengaruh promosi susu formula dan 15 ibu (60%) tidak terpengaruh susu promosi formula.

Gambar 3. Faktor promosi susu formula di Desa Kartoharjo Kec./Kab Ngawi

Peran Petugas Kesehatan

Gambar 4. Faktor peran petugas kesehatan

di Desa Kartoharjo Kec./Kab Ngawi

Dari hasil penelitian terhadap 25 orang ibu menyusui yang tidak memberikan ASI

1 1

2 2

1 1 1

2

4

1 1 1 1

2 2

1 1

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

4

4.5

16 17 20 21 22 24 26 27 28 29 30 31 32 33 35 38 40

Umur Ibu ( tahun )

Faktor Pekerjaan

20%

80%

Ibu Bekerja

Ibu Tidak Bekerja

Faktor Promosi Susu Formula

40%

60%Terpengaruh Promosi

Susu Formula

Tidak Terpengaruh

Promosi Susu Formula

Faktor Peran Petugas Kesehatan

56%

44% Petugas Kesehatan

Berperan

Petugas Kesehatan

Tidak Berperan

Page 47: Gema BIDAN INDONESIA Hknn.pdf · Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482 Gema Bidan Indonesia Volume: II, Nomor: 1 iii ISSN: 2252 – 8482 Gema

Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 42

eksklusif menyebutkan bahwa ada 14 orang ibu (56%) yang menjawab petugas berperan dalam pemberian ASI eksklusif dan 11 orang ibu (44%) menyatakan bahwa petugas tidak perperan dalam pemberian ASI eksklusif.

Lingkungan Keluarga

Dari hasil penelitian terhadap 25 orang responden didapat data ada 7 orang ibu (28%) yang menjawab lingkungan keluarga mendukung dalam pemberian ASI eksklusif, dan 18 orang ibu (72%) menyatakan bahwa lingkungan keluarga tidak mendukung dalam pemberian ASI eksklusif.

Gambar 5. Faktor lingkungan keluarga di Desa Kartoharjo Kec./Kab. Ngawi

PEMBAHASAN

Umur

Data yang diperoleh dari 25 responden, didapat umur ibu terendah 16 tahun, umur ibu tertinggi 40 tahun, dengan responden terbanyak umur 28 tahun sebanyak 4 Respoonden ( 12 % ). Menurut Pudjiadi umur adalah faktor yang menentukan dalam pemberian ASI, karena dari segi produksi ASI, ibu yang berusia 19-23 tahun pada umumnya dapat menghasilkan cukup ASI dibandingkan dengan yang berusia lebih dari 35 tahun.

Dari segi umur sebenarnya 92 % responden adalah ibu berusia 16-35 tahun, dan seharusnya masih menghasilkan cukup banyak ASI, namun karena sebagian besar ASI mereka belum keluar untuk hari pertama maka memberikan minuman prelaktal sehingga tidak bisa ASI eksklusif lagi. Untuk itu perlu adanya pemberian informasi pada ibu-ibu agar tidak perlu memberikan minuman apapun selain ASI pada hari pertama hanya menghisap dari payudara ibu saja.

Tingkat Pendidikan

Dari data yang diperoleh menunjukkan lebih dari separo yaitu 15 responden (60%) merupakan lulusan pendidikan dasar, sedangkan responden terkecil berasal dari lulusan PT yaitu sebanyak 2 responden (8%).

Menurut Wied Hary A (1996) dalam Hendra (2008), menyebutkan bahwa tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka terima.

Sebenarnya ibu yang berpendidikan rendah lebih banyak tinggal di rumah dan cenderung lebih mempunyai kesempatan untuk menyusui dirumah, namun karena banyaknya ibu-ibu yang memberikan minuman prelaktal, sehingga banyak yang tidak memberikan ASI eksklusif, sehingga perlu adanya pemberian informasi mengenai ASI eksklusif secara adekwat dari tenaga kesehatan sehingga ibu ibu dapat menerima informasi yang maksimal dari petugas kesehatan.

Karakteristik Jenis Persalinan

Dilihat dari jenis persalinan Ibu, didapatkan data lebih dari separuh responden (80%) jenis persalinannya normal, sedang secara tindakan/ SC sebanyak 20%.

Menurut Suradi pada beberapa persalinan kadang kadang Perlu tindakan bedah sesar, misalnya panggul sempit, plasenta previa, dan lain lain. Persalinan dengan cara ini dapat menimbulkan masalah menyusui, baik terhadap ibu maupun anak. Ibu yang mengalami bedah sesar dengan pembiusan umum tidak mungkin segera dapat menyusui bayinya, karena ibu belum sadar akibat pembiusan, apabila keadaan ibu mulai membaik (sadar) penyusuan dini dapat segera dimulai dengan bantuan tenaga perawat. bayipun mengalami akibat serupa karena narkose sampai ke bayi sehingga bayi juga masih lemah akibat pembiusan. Segera dilakukan rawat gabung apabila kondisi ibu baik.

Dilihat dari jenis persalinan lebih dari separo persalinannya secara normal, sebenarnya tidak ada halangan untuk memberikan ASI eksklusif namun karena ASI belum keluar maka diberikan minuman prelaktal sehingga tidak eksklusif lagi. Sebagai tenaga kesehatan kita harus bisa meyakinkan pada ibu ibu agar tetap memberikan ASI eksklusif dan juga kita dapat memantau ibu post partum normal agar tidak memberikan minuman prelaktal dan hanya memberikan ASI saja walaupun ASI mereka belum keluar dengan lancar

Umur Anak Saat Pemberian Makanan/ Minuman Selain ASI

Dari hasil penelitian didapatkan lebih dari separuh responden (76%) umur 0 bulan anak sudah mendapatkan asupan makanan / minuman selain ASI berupa minuman

Faktor Lingkungan Keluarga

28%

72%

Lingkungan Keluarga

Mendukung

Lingkungan Keluarga

Tidak Mendukung

Page 48: Gema BIDAN INDONESIA Hknn.pdf · Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482 Gema Bidan Indonesia Volume: II, Nomor: 1 iii ISSN: 2252 – 8482 Gema

Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 43

prelaktal misalnya susu formula dini, dan 1 responden (4%) mendapatkan asupan makanan/ minuman selain ASI pada umur 4 bulan. Hal ini menunjukkan bahwa yang sangat mempengaruhi keberhasilan ASI eksklusif adalah pada hari pertama setelah melahirkan karena dengan ASI yang keluar masih sedikit mereka khawatir kalau tidak mencukupi untuk kebutuhan nutrisi bayi. Sehingga responden memberikan minuman prelaktael sebelum ASI keluar lancar.

Perasaan ibu produksi ASI kurang

Hasil penelitian menyebutkan bahwa dari 25 responden ada 28 % menyatakan bahwa produksi ASI kurang, dan 72 % menyatakan produksi ASI cukup. Menurut ibu-ibu yang merasa bahwa produksi ASI kurang karena ibu yang setiap bayi disusui bayi masih belum puas menetek, bayi masih sering menangis, ada juga yang menyatakan produksi ASI sedikit, sehingga perlu tambahan susu formula dan menurut mereka setelah ditambah susu formula bayi tidak rewel lagi.

Menurut Suradi, Sindrom ASI kurang/ perasaan ASI kurang merupakan keadaan dimana para ibu percaya bahwa mereka tidak cukup memproduksi ASI ataupun ASI mereka tidak cukup adekwat untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi mereka, sehingga mereka memilih untuk memberikan makanan pendamping ASI bagi bayi yang telah disusuinya atau menghentikan menyusui sekaligus. Namun pada kenyataannya ASI tidak benar-benar kurang. Alasan produksi ASI kurang ini tampaknya merupakan alasan utama para ibu untuk tidak memberikan ASI secara eksklusif. Walaupun banyak ibu ibu yang merasa ASInya kurang tetapi hanya sedikit sekali (2-5 %) yang secara biologis memang produksi ASI kurang, selebihnya 95-98% ibu dapat menghasilkan ASI yang cukup untuk bayinya.

Untuk mengatasi masalah tersebut kita harus mempersiapkan menyusui sejak masa kehamilan yakni dengan memperhatikan gizi pada ibu hamil, mempersiapkan faktor payudara yaitu dengan pemeriksaan payudara, perawatan puting susu, dan senam hamil, karena dengan puting susu terbenam/ datar disaat menyusui akan mempengaruhi keberhasilan menyusui, sehingga apabila ada masalah puting susu terbenam/datar sewaktu hamil kita harus memberikan perawatan, misalnya mengeluarkan puting dengan cara perasat hoffman, sehingga sewaktu melahirkan sudah siap untuk menyusui. Selain persiapan sewaktu hamil kita juga harus

memberikan penyuluhan pada ibu menyusui mengenai proses laktasi, teknik menyusui yang benar, posisi menyusui, lama dan frekuensi menyusui, perlekatan payudara dan bibir bayi, serta mencegah penggunaan dot/botol. Karena menurut Husain dan Anwar, 2001, pemberian susu botol pada minggu minggu pertama sesudah bayi lahir, dapat menurunkan produksi ASI, karena puting susu tidak mendapat rangsangan dari hisapan bibir bayi. Selain itu rasa susu botol dapat mempangaruhi perkembangan rasa bayi terhadap makanan. Bayi yang sering diberi susu botol kerap menolak ASI karena bayi tidak menyenangi ASI lagi.

Pekerjaan

Dari hasil penelitian tentang faktor pekerjaan ibu bahwa 25 orang ibu menyusui yang tidak memberikan ASI eksklusif ada 5 orang ibu yang bekerja (20%) dan 20 orang ibu tidak bekerja (80%). Menurut Suradi R, 2008, Bekerja bukan alasan ibu untuk tidak menyusui, karena sewaktu ibu bekerja bisa menyusui secara eksklusif.

Dari data diatas menyebutkan sebenarnya banyak responden yang tidak bekerja tapi kenapa dari ibu ibu yang tidak bekerja justru tidak memberikan ASI eksklusif ? hal ini disebabkan karena mereka memberikan minuman prelaktal sehingga selanjutnya tidak bisa memberikan ASI eksklusif, sebagai petugas kesehatan harus bisa meyakinkan pada ibu hamil, post partum dan nifas baik yang bekerja maupun yang tidak bekerja bahwa mereka mampu untuk memberikan ASI eksklusif dan tidak memberikan minuman prelaktal meskipun pada hari hari pertama setelah melahirkan ASI mereka belum keluar dengan lancar karena memang proses fisiologis , disamping itu kita juga harus menjelaskan keuntungan pemberian ASI dan kerugian pemberian susu formula/dot/botol sehingga ibu ibu berfikir ulang untuk memberikan susu formula

.

Promosi susu formula

Dari hasil penelitian tentang faktor promosi susu formula bahwa 25 orang ibu menyusui yang tidak memberikan ASI eksklusif ada 10 orang ibu ( 40 %) menjawab terpengaruh promosi susu formula dan 15 orang ibu. (60 %) tidak terpengaruh susu formula. Menurut Suradi R, 2004, mayoritas ibu-ibu membeli susu formula untuk diberikan kepada bayinya karena menganggap susu formula dapat membuat bayi pintar, sehat dan juga sebagai pengganti ASI bila produksi ASI belum lancar. Promosi susu formula dimedia masa

Page 49: Gema BIDAN INDONESIA Hknn.pdf · Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482 Gema Bidan Indonesia Volume: II, Nomor: 1 iii ISSN: 2252 – 8482 Gema

Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 44

maupun poster-poster menarik, dari bayi yang sehat karena minum susu formula sehingga banyak ibu yang merasa susu formula itu sama baiknya atau malah lebih baik dari ASI, sehingga dapat menambah susu formula bila merasa bahwa ASI kurang. Selain itu pendapat Nasution yang dikutip oleh Suradi, 1989, bahwa iklan susu yang menarik melalui media masa serta pemasaran susu formula oleh penjual yang terlatih mempengaruhi ibu-ibu untuk menggunakan PASI dan telah menjadi kenyataan bahwa pemasaran susu formula telah sampai desa-desa

Pemberian susu formula tersebut biasanya juga disebabkan karena kebiasaan orang tua/keluarga yang memberikan susu formula kepada bayinya karena khawatir bayinya akan kekurangan nutrisi sebelum ASI keluar, selain itu susu formula dianggap praktis karena mudah dalam pembuatan dan pemberiannya, sebagai tenaga kesehatan kita harus sering memberikan penyuluhan kepada ibu hamil dan ibu menyusui tentang keuntungan ASI dan kerugian susu formula. Dan tidak mendukung pemberian susu formula saat ASI belum keluar, tidak menyediakan susu formula ditempat praktek dan tidak memberikan paket susu formula pada saat ibu pulang.memberikan pelayanan yang mendukung keberhasilan ASI eksklusif misalnya dengan melaksanakan IMD saat bayi lahir sehingga merangsang produksi ASI susu untuk memproduksi ASI.

Peran Petugas Kesehatan

Dari hasil penelitian didapatkan data tentang faktor peran petugas kesehatan bahwa 25 orang ibu menyusui yang tidak memberikan ASI eksklusif ada 14 orang ibu (56%) yang menjawab petugas berperan dalam pemberian ASI eksklusif dan 11 orang ibu (44%) menyatakan bahwa petugas tidak perperan dalam pemberian ASI eksklusif.

Petugas kesehatan hendaknya memberi setiap usaha untuk melestarikan ataupun membangun kembali kebudayaan menyusui dengan meningkatkan sikap positif yang mendukung menyusui dalam masyarakat serta merangsang dan bekerjasama dengan tokoh masyarakat untuk mencapai tujuan tersebut. Pengelola instansi kesehatan hendaknya dapat kerjasama bahwa kebijakan dalam pekerjaan, sarana fisik dan jadwal petugas yang berlaku untuk memungkinkan karyawan wanita untuk menyusui. Hal ini selain baik untuk bayinya sekaligus dapat menjadi tauladan bagi wanita lainnya. Sebagai tenaga kesehatan kita harus sering memberikan penyuluhan kepada ibu hamil dan ibu menyusui tentang keuntungan ASI dan kerugian susu formula.

Dan tidak mendukung pemberian susu formula saat ASI belum keluar, tidak menyediakan susu formula ditempat praktek dan tidak memberikan paket susu formula pada saat ibu pulang.memberikan pelayanan yang mendukung keberhasilan ASI eksklusif misalnya dengan melaksanakan IMD saat bayi lahir sehingga merangsang produksi ASI susu untuk memproduksi ASI.

Peran Lingkungan Keluarga

Dari hasil penelitian didapatkan data tentang faktor peran lingkungan keluarga bahwa 25 orang ibu menyusui yang tidak memberikan ASI eksklusif ada 7 orang ibu (28%) menjawab lingkungan keluarga mendukung dalam pemberian ASI eksklusif, dan 18 orang ibu (72%) menyatakan bahwa lingkungan keluarga kurang mendukung dalam pemberian ASI eksklusif.

Lingkungan dan keluarga sangat berpengaruh dalam pengambilan keputusan ibu untuk menyusui secara eksklusif atau memberi makanan pendamping ASI. Setiap orang selalu terpapar oleh kebiasaannya baik secara langsung maupun tidak langsung, begitu juga dengan keluarga akan mewariskan pengetahuan dari kebiasaan yang diwariskan secara turun temurun atau berdasarkan pengalaman pribadi. Begitu pula dengan pemberian minuman /makanan selain ASI pada bayi dibawah usia 6 bulan juga dipengaruhi oleh dukungan keluarga (Siregar, 2004).

Lingkungan dan keluarga merupakan faktor yang sangat mempengaruhi keberhasilan ASI eksklusif, karena kebanyakan ibu ibu menyusui apalagi yang baru pertama kali melahirkan sangat tergantung pada keluarga, Misalnya kebiasaan keluarga yang sering memberikan minuman pengganti ASI ketika ASI belum keluar dengan lancar, Karena mereka khawatir ASI yang belum keluar lancar kurang memenuhi kebutuhan bayi. Menurut mereka bayi yang rewel / sering menangis, tandanya bayi itu lapar sehingga mereka memberikan minuman pengganti ASI agar bayi tidak rewel dan bayi jadi banyak tidur. Selain itu, dapat disebabkan penyuluhan dari tenaga kesehatan yang kurang efektif dan kurang adekuat sehingga kurang bisa menerima informasi, juga bisa disebabkan penyuluhan hanya diberikan pada ibu hamil / ibu menyusui saja sehingga orang tua / keluarga tidak mengetahui informasi tersebut, maka dalam memberikan penyuluhan mengenai ASI eksklusif kita sebagai tenaga kesehatan penyuluhan tidak hanya kepada ibu saja tetapi juga pada keluarga sehingga informasi tersebut dapat

Page 50: Gema BIDAN INDONESIA Hknn.pdf · Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482 Gema Bidan Indonesia Volume: II, Nomor: 1 iii ISSN: 2252 – 8482 Gema

Volume III Nomor Khusus Hari Kesehatan Nasional, November 2014 ISSN: 2252-8482

Gema Bidan Indonesia 45

diketahui seluruh keluarga sehingga semua keuarga mendukung ASI eksklusif.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Umur ibu terendah 16 tahun, umur ibu tertinggi 40 tahun, dengan responden terbanyak umur 28 tahun sebanyak 4 Responden (12%). Tingkat pendidikan, 15 responden (60%) berasal dari tingkat pendidikan dasar, dan responden terkecil berasal dari tingkat pendidikan tinggi yaitu sebanyak 2 orang (8%). Jenis persalinan, 20 responden (80%) persalinannya normal, dan sebanyak 5 responden (20%) secara tindakan/SC.

2. Saat pemberian makanan tambahan ada 19 responden (76%) diberikan pada saat 0 bulan, sebelum ASI keluar. Ibu yang merasa produksi ASI kurang Ada 7 responden (28%) dan 18 responden (72%) merasa produksi ASI cukup.

3. Dari faktor pekerjaan ada 5 responden (20%) ibu bekerja dan 20 responden (80%),ibu tidak bekerja.

4. Pengaruh susu formula ada 10 responden (40%) terpengaruh iklan susu formula,dan 15 responden (60 %) tidak terpengaruh promosi susu formula.

5. Sebanyak 44% ibu menyatakan petugas tidak berperan dan 66 % ibu menyatakan petugas berperan.

6. Sebanyak 72% ibu menyatakan keluarga tidak mendukung dan 28 ibu menyatakan keluarga mendukung.

Saran

1. Diharapkan meningkatkan penyuluhan kepada ibu-ibu juga memberikan penyuluhan kepada lingkungan dan keluarga tentang manfaat ASI, waktu mulai memberikan MP ASI pada bayi yang benar yang dilakukan secara adekuat dan berkala, juga dilakukan pemantauan pada ibu dengan mendayagunakan kader kesehatan, supaya ibu memberikan ASI esklusif kepada bayinya selama 6 bulan, memberikan MP ASI yang benar dan meneruskan ASI sampai usia 2 tahun.

2. Diharapkan sejak awal telah menumbuhkan niat untuk menyusui, walaupun keadaan apapun tetap memberikan ASI kepada bayinya, selain itu ibu harus berlatih untuk teknik meneteki yang benar, selalu sabar, telaten, dalam menyusui bayinya, serta tetap memberikan ASI kepada bayinya tanpa khawatir ASI yang dikeluarkannya tidak mencukupi kebutuhan bayinya.

3. Keluarga diharapkan selalu memberikan support dan dukungan kepada ibu menyusui untuk selalu memberikan ASI kepada bayinya dan terus meyakinkan ibu bahwa ibu mampu memenuhi kebutuhan nutrisi bayinya dengan memberikan ASI saja tanpa tambahan makanan selain ASI sampai bayi berusia 6 bulan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim 2008c,Produksi ASI kurang.http:// bayisehat.com.

Anonim 2010, Target dan cakupan ASI eksklusif kabupaten Ngawi tahun 2010.Ngawi,Dinkes kabupaten Ngawi

Arikunto,suharsini,2006, prosedur penelitian penelitian suatu pendekatan praktik . Edisi revisi VI Jakarta : rineka cipta.

Dep kes RI,1992, Asuhan kebidanan anak dalam kontek keluarga,Jakarta,depkes RI

Dep kes RI 2002, Petunjuk pelaksanaan peningkatan ASI eksklusif,jakarta/depkes RI

Fajriyah, Arlik 2010,Gambaran faktor yang mempengaruhi rendahnya keberhasilan ASI eksklusif di pustu Milangasri Panekan.

Jiyem,2009, Faktor yang mempengaruhi kejadian penyapihan dini di desa Jatisari Geger Madiun.

Kristiyansari,2009, Makanan bayi bergizi Nursalam, konsep dan penerapan

metodologi penelitian ilmu keperawatan, edisi 2,jakarta,salemba medika

Notoatmodjo, Metodologi penelitian kesehatan Jakarta, Rineka cipta

Pudjiati S,1997, Ilmu Gizi Klinis pada anak,Jakarta,FKUI

Roesli,U, 2000, Mengenal ASI eksklusif, Jakarta trubus agriwidya

Roesli,U,2004, Buku Petunjuk Pemberian ASI,

Simamora 2005, Analisis multivariat pemasaran, Jakarta, Gramedia pustaka utama

Soetjiningsih 1997, Seri gizi klinik asi petunjuk untuk tenaga kesehatan, Jakarta, EGC

Suradi,R,2002, Menyusui dan Rawat gabung, Jakarta Perinesia

Suradi R dan Hesti kristina,2004, Management laktasi, Jakarta, Depkes RI

Suradi R, 2007, Bahan bacaan Management laktasi, Perinasia.